Kelompok N 1:
FAKULTAS PETERNAKAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2020
BAB I
PENDAHULUAN
b. konseterat
Menurut Syahrizal, (2010) konsentrat adalah campuran dari beberapa
bahan pakan untuk melengkapi kekurangan gizi dari hijauan pakan ternak. Bahan
pakan konsentrat yang dapat diberikan pada ternak sapi antara lain: dedak padi,
bungkil kelapa, jagung giling, bungkil kacang tanah, ampas tahu, ampas kecap,
dan lain-lain. Campuran bahan pakan konsentrat yang diberikan pada ternak
sangat tergantung kepada harga dan ketersediaan bahan pakan. Pernyaataan ini
juga dikatakan oleh Taufik, dkk. (2017) konsentrat atau bisa disebut dengan
makanan penguat adalah bahan pakan yang memiliki kadar zat-zat yang makanan
tinggi seperti protein ataupun karbohidratnya dan rendahnya serat kasar (dibawah
18%). Konsentrat termasuk pakan yang mudah untuk dicerna karena terbuat dari
campuran beberapa bahan pakan yang terkandung sumber energi. Jenis pakan
konsentrat lebih baik digunakan saat kekurangan jenis pakan hijauan atau pada
masa menjalani program penggemukan hewan ternak saja. Pakan konsentrat dapat
dibagi dua yaitu sebagai sumber protein dan sumber energi. Contoh pakan yang
dikategorikan sebagai jenis pakan konsentrat diantaranya ada dedak padi, ampas
tahu, ampas singkong, dan masih banyak lagi. Konsentrat terkadang diberikan
sebagai bahan pakan tambahan setelah sapi diberikan makanan rumput maupun
hijauan lainnya.
2.5 Manajemen kesehatan
Manajemen adalah suatu proses perencanaan, pengorganisasian,
kepemimpinan dan pengendalian upaya suatu organisasi dan proses penggunaan
suatu sumber daya organisasi untuk tercapainya suatu organisasi yang telah
ditetapkan. Oleh karena itu faktor-faktor produksi sangat mempengaruhi
keberhasilan manajemen. Sesuai dengan pengertian manajemen pada umum nya
maka manajemen hewan dapat diartikan sebagai suatu proses perencanaan,
pengorganisasian, kemimpinan dan pengendalian faktor-faktor produksi melalui
optimalisasi sumberdaya yang dimiliki sehingga produktivitas ternak dapat di
optimalkan. Manajemen kesehatan ternak harus melalui suatu proses yaitu suatu
cara yang sistematis untuk menjalankan suatu produksi.
Menurut Nurani.dkk (2020). Manajemen kesehatan ternak berhubungan
erat dengan usaha pencegahan infeksi dari agen – agen infeksi melalui upaya
menjaga biosekuriti dengan menjaga higienitas dan sanitasi kandang, manajemen
pakan yang baik dan peningkatan daya tahan tubuh melalui pemberian
multivitamin. Biosekuriti melalui pelaksanaan higenitas dan sanitasi merupakan
aspek penting di dalam suatu peternakan untuk mencegah penyakit pada ternak,
rendahnya pelaksanaan manajemen kesehatan ternak dapat berdampak pada
keuangan karena untuk pengobatan ternak oleh dokter hewan, penurunan
produksi, serta kematian ternak. Oleh karena itu manajemen kesehatan ternak
merupakan aspek peing dalam suatu peternakan
Menurut Aldiano, (2016) secara umumpenyakit pada hewan ternak dibagi
dalam empat macam kelompok berdasarkan penyebabnya yaitu :
1. Penyakit bakterial (disebabkan oleh bakteri)
2. Penyakit viral (disebabkan oleh virus)
3. Penyakit parasistik (disebabkan oleh parasit)
4. Penyakit metabolik (disebakan oleh ganguan metabolisme)
Manajemen kesehatan ternak memliki peranan yang penting dalam
mencegah atau menangulangi permasalahan kesehatan pada ternak baik zoonosis
maupun tidak. Adapun upaya yang dilakukan untuk menjaga kesehatan ternak
meliputi :
A. Pemerikaan kesehatan harian
B. Desinfeksi kandang secara rutin
C. Pemberian pakan yang berkualitas
D. Pemotongn kuku
E. Kontrol ektoparasit
F. Pemberian vaksin dan obat cacing secara rutin
Adapun hal yang harus diperhatikan saat melakukan pemeriksaan
kesehatan antara lain : memperhatikan nafsu makan ternak, mengamati feses,
urin, mengamati keadaan fisiologis ternak tetap dalam keadaan yang baik. Apabila
ditemukan ke abnormalan pada ternak segera dilakukan pemisahan dari ternak
yang lain dan diobati ternak yang sakit. Pengobatan dilakukan sesegera mungkin
saat ditemukan ternak yang sakit, pengobatan sesuai dengan diagnosa yang telah
ditentukan dengan dosis obat sesuai petunjuk pemakaian. Untuk menjaga
kesehatan dan produktifitas bisa dilakukan pemberian vitamin secara berkala,
vitamin yang dapat diberikan kepada ternak antara lain vitamin A,D dan E dan
juga dapat diberikan obat cacing secara berkala untuk mencegah cacingan pada
ternak (Kuswati dan Trinil, 2016)
2.6 Analisa ekonomi
Ternak sapi potong mempunyai peranan yang kompleks di dalam sistem
pertanian di indonesia sebagai fungsi ekonomi, sapi potong merupakan salah satu
ternak yang diharapkan dapat meningkatkan pendapatan peternak sekaligus
pertumbuhan ekonomi bagi petani di pedesaan. Pendapatan peternak dipengaruhi
oleh jumlah ternak yang dipelihara, semakin banyak ternak yang dipelihara,
semakin banyak ke untungan yang diterima oleh peternak. Namun peningkatan
jumlah ternak yang dipelihara harus diikuti dengan upaya memenuhi kebutuhan
pakan sepanjang tahun, terutamatanaman pakan potensialdengan nilai nutrisi yang
cukup tinggi dan beradaptasi pada berbagai lingkungan. Usaha ternak sapi potong
dengan cara pengemukan merupakan hal yang sangat baik, dan sebagai
pendukung ekonomi peternak, terutama yang berkaitan dengan salah satu untuk
memperoleh keuntungan yang optimal, dengan prinsip dasar usaha secara
komersial. Untuk menjadi usaha ternak yang komersial baik dari manajemen
usaha serta harga ternak, dapat dilakukan dengan cara meningkatkan kualitas
ternak, meningkatkan harga jual ternak, menjalin kerja sama dengan lembaga
keuangan, dan investor atau membentuk kelompok ternak.
Berdasakan potensi daerah jawa timur secara geogrfis merupakan
produsen sekaligus konsumen daging sapi potong dan merupakan wilayah transit
ternak sapi potong hidup dari kawasan sentra ternak lainya misalnya dari NTB,
NTT maupun Bali yang akan di distribusikan ke wilayah jawa barat, jakarta dan
beberapa provinsi yang berada di pulau sumatera. Jawa timur juga sebagai
penyangga ternak sapi potong nasional sehingga wilayah ini di samping mampu
memenuhi sendiri kebutuhan konsumsi daging juga mampu sebagai penyuplai
ternak hidup dan daging segar di indonesia( Warsono.dkk. 2012). Di Indonesia
konsumsi daging sapi tertinggi secara berurutan terdapat di jawa timur, jawa barat,
jakarta dan bali. Secara umum bahwa tingkat konsumsi yang terdapat di lima
provinsi tersebut mengalami peningkatan yang signifikan. Tingkat konsumsi
tertingi terdapat di jawa timur, di ikuti jawa tengah, jawa barat dan jakarta,
sedangkan konsumsi daging sapi terrendah terdapat di bali. Bedasarkan fenomena
tersebut potensi pengemukan sapi potong di jawa timur sangat menarik.
2.7 Pemasaran
Dapat kita jumpai pada pasar maupun supermarket bahwa daging merah
dibedakan sesuai dengan kualitas atau peta rangka ternak potongnya, semakin
mahal produk daging tersebut maka kualitas akan jauh lebih tinggi dan sistem
pemasarannya juga akan berbeda. Hal ini dikarenakan perbedaan tempat atau peta
rangka daging tersebut, semakin kualitasnya baik maka letak daging tersebut
berada jauh pada dalam tubuh ternak. Seperti daging has
dalam atau tenderloin bagian ini dapat kita jumpai pada tengah badan. Sesuai
dengan karakteristik daging has, daging ini terdiri dari bagian-bagian otot utama
di sekitar bagian tulang belakang, dan kurang lebih di antara bahu dan
tulang panggul. Daerah ini adalah bagian yang paling lunak, karena otot-otot di
bagian ini jarang dipakai untuk beraktivitas. Hal ini sesuai dengan Alif (2017)
Daging dari karkas sapi memiliki golongan kualitas sesuai dengan peta rangka
sapi. Untuk pemasaran, penentuan kualitas sangat penting, terutama untuk
pemasaran dengan tujuan restoran, hotel, atau supermarket. Sesuai dengan
kualitas, daging sapi dapat dipilih untuk hasil olahan hidangan yang sesuai.
Dengan adanya perbedaan tersebut maka pemasaran ternak potong juga akan
berbeda sesuai dengan pangsa pasar yang disasar.
Di Indonesia sistem pemasaran ternak potong memiliki margin harga yang
berbeda-beda tergantung dengan panjang pendeknya saluran pemasaran itu
sendiri, apabila terlalu panjang saluran tersebut maka margin harga yang
dihasilkan akan semakin rendah begitu pula sebaliknya. Hal ini sesuai dengan
Agustin dan Hayati (2020) Besarnya marjin pemasaran dapat berbeda sesuai
dengan saluran yang ada tergantung pada panjang pendeknya saluran pemasaran
dan aktivitas yang telah di laksanakan serta keuntungan yang diharapkan pada
lembaga pemasaran yang terlibat. Oleh karena harus dilakukan usaha untuk
memperpendek saluran pemasaran agar margin harga tidak terlalu rendah agar
produsen tetap memiliki keuntungan yang tinggi dan konsumen ditingkat akhir
tidak harus membayar terlalu tinggi.
Kesimpulan
2.1. Lokasi potensi pengembangan peternakan pada suatu wilayah dapat
diukur dengan cara menghitung ketersediaan bahan pakan dan minum, agar saat
musim dimana pakan dan minum sulit untuk ditemukan diharapkan lokasi tersebut
dapat memenuhi kebutuhan utama tersebut.
2.2. Daging merah maupun daging putih adalah pangan pokok yang
dibutuhkan oleh masyarakat Indonesia saat ini karena kesadaran gizi, maka
potensi peternakan potong masih sangat luas dengan dipertimbangkannya lokasi
untuk mendukung keberhasilan peternakan potong tersebut.
2.3. Faktor keberhasilan dalam peternakan potong adalah dengan
ditunjangnya sebuah fasilitas atau manajemen kandang yang baik mulai dari
lokasi kandang, jenis kandang, atap yang digunakan, lantai kandang, sarana dan
prasarana, kontruksi kandang. Semua itu sesuai dengan kebutuhan peternakan
potong tersebut
2.4. Manajemen pakan adalah faktor paling utama dalam keberhasilan
peternakan potong karena hal tersebut menyangkut dengan produksi yang
dihasilkan
2.5. Dalam menunjang keberhasilan produksi peternakan potong maka
ternak harus bebas dari berbagai penyakit. Oleh karena itu, manajemen kesehatan
harus selalu dipantau dengan pencegahan, pengendalian, dan pengobatan.
2.6. Diperlukannya analisa ekonomi agar produk peternakan potong dapat
didistribusikan dengan tepat dan produk peternakan potong tersebut diterima oleh
konsumen
2.7. Pemasaran dilakukan dengan tujuan produk peternakan potong dapat
didistribusikan dengan tepat sesuai kebutuhan konsumen dan dapat diterima oleh
konsumen akhir dengan memperpendek saluran pemasaran agar produsen dan
konsumen sama-sama diuntungkan
Daftar Pustaka
Alif S.M. 2017. Kiat Sukses Penggemukan Sapi Potong. Yogyakarta. BIO
GENESIS
Agustin, Maulinda., dan, Hayati, Mardiyah. 2020. Pemasaran Sapi Potong Di
Desa Lobuk Kabupaten Sumenep. Jurnal Sosial Ekonomi dan Kebijakan
Pertanian. 4 (1) :14-21
Aldiano.V. 2016. Manajemen Kesehatan Kambing Perah Dibalai Besar
Pelatihan Peternakan Batu Jawa Timur. Surabaya: Universitas Airlangga.
Anugerah, P., H. Sufiano dan D. Putranto. 2012. Konsep Bangunan Sehat pada
Kambing Sapi Studi Kasus UPTPT dan HMT Kota Batu.Jurnal Pertanian,
1(1):1-8.
Ardiansyah, D., N. Irwani dan V. M. Priambudiman. 2012. Tatalaksana
Pengolahan Pakan Sapi Potong. Jurnal Peternakan Terapan, 1(1): 1-7.
Febrianto, N., J. A. Putritamara dan A. T. Satria. 2019. Identifikasi Potensi
Wilayah Kabupaten Nganjuk Sebagai Sentra Pengembangan Produksi Sapi
Potong. Jurnal Livestock and Animal Research, 18(3): 200-207.
Krisna, G. W., I. P. Sampurna, T. S. Nindhia dan K. K. Agustina.2019.
Klasterisasi Manajemen Perkandangan Sapi Bali pada Simantri di
Kabupaten Badung Bali. Buletin Veteriner Udayana, 11(2):128-135.
Nuraini.M.D, S. N. 2020. Peningkatan Kapasitas Tata Laksana Kesehatan Ternk
Sapi Potong Di Pelemrejo, Andong, Boyolali. Journal of Community
Empowering and Services, 102-108.
Prawira, H. Y., Muhtarudin dan R. Sutrisna. 2015. Potensi Pengembangan
Peternakan Sapi Potong di Kecamatan Tanjung Bintang Kabupaten
Lampung Selatan. Jurnal Ilmiah Peternakan Terpadu, 3(4): 250-255.
Priyadi, B. 2010. Manajemen Pengelolaan Penggemukan Sapi Potong. Balai
pengkajian Teknologi Pertanian: Jambi
Putra, F. A. I. A., N. Hidayat dan T. Afrianto. 2018. Penentuan Kelayakan
Kandang Sapi Menggunakan Analytic Hierarcy Process-Weighted (AHP-
WP). Jurnal Pengembangan Teknologi Informasi dan Ilmu Komputer,
2(10): 4213-4220.
Rahmat, dan B. Harianto. 2017. Membuat Sapi Potong Cepat Gemuk.
Laksamana:Jakarta selatan
Rusdiana, S. D. 2014. Pemanfaatan Hijauan Pakan Ternak Brachiaria Ruziziensis
Dan Stylosanthes Guianenis Mendukung Usaha Ternak Kambing Di
Kabupaten Asahan. SEPA, 247 – 256.
Rusdiana.S, U. D. 2016. analisa Ekonomi Usaha Ternak Sapi Potong Berbasis
Agroekonomi Di Indonesia. Jurnal Sosial Ekonomi dan Kebijakan
Pertanian, 137-149.
Samal.F. 2015. Analisis Manajemen Kesehatan Ternak Terhadap Produktifitas
Ternak Sapi Potong di PT.Berdikari Unitied Livestock (BULS) Kabupaten
Sidrap. Makasar. UIN Aliudin: Makasar
Sandi, P. dan P. Purnama. 2017.Manajemen Perkandangan Sapi Potong di Desa
Sejaro Sakti Kecamatan Indralaya Kabupaten Ogah Ilir. Jurnal Peternakan
Sriwijaya, 6(1): 12-19.
Sandi, S., M. Desiari dan Asmak. 2018. Manajemen Pakan Ternak Sapi Potong di
Peternakan Rakyat di Desa Sejaro Sakti Kecamatan Indrayala Kabupaten
Ogah Hilir. Jurnal Peternakan Sriwijaya, 7(1): 21-29.
Siregar, G. (2015). Analisis kelayakan dan strategi pengembangan usaha ternak
sapi potong. AGRIUM: Jurnal Ilmu Pertanian, 17(3).
Soemitro.S, A. R. 2011. Analisa Ekonomi Jawa Barat. Bandung: Unpad Press.
Taufiq, M. N., C. Dewi dan W. F. Mahmudy. 2017. Optimasi Komposisi Pakan
Untuk Penggemukan Sapi Potong Menggunakan Algoritma Genetika.
Jurnal Pengembangan Teknologi Informasi dan Ilmu Komputer, 1(7): 571-
582.
Trinil.S, K. d. 2016. Industri Sapi Potong. Malang : UB Press.
Wibowo, H. 2019. Meraup Rupiah dengan Beternak Sapi Potong. Laksamana:
Yogyakarta
Winarso.B, R. d. 2013. Tinjauan Ekonomi Ternak Sapi Potong di Jawa Timur. 1-
11.
Wiyatna, M. F., A. M. Fuah dan K. Mudikdjo. 2012. Potensi Pengembangan
Usaha Sapi Potong Berbasis Sumber Daya Lokal di Kabupaten Sumedang
Jawa Barat. Jurnal Ilmu Ternak, 12(2): 16-21.
Wiyatna, M. F., E. Gurnadi dan Mudikjo. 2012. Produktivitas Sapi Peranakan
Ongole pada Peternakan Rakyat di Kabupaten Sumedang. Jurnal Ilmu
Ternal,12(2): 22-25.