Anda di halaman 1dari 19

LAPORAN PRAKTIKUM

MANAJEMEN PRODUKSI TERNAK RUMINANSIA


TERNAK POTONG

Kelompok N 1:

1. Ramadhan Ali Jauhari Syafaq 175050107111112


2. Ahmad Dzikrullah 185050100111004
3. Mamik Indriyani 185050100111007
4. Ervin Setiawan 185050100111014
5. Fitriarisa Landa 185050100111015
6. M. Ridwan Anshari 185050100111016
7. Alma Reza Salsabillah 185050100111017
8. Riananda Naufal Amanullah 185050100111021
9. Kevin Doikumi 185050100111028
10. Nur Syifa Khafsoh 185050100111032

FAKULTAS PETERNAKAN

UNIVERSITAS BRAWIJAYA

MALANG

2020
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pembangunan sub-sektor peternakan merupakan bagian dari pembangunan
sektor pertanian, yang memiliki nilai strategis dalam memenuhi kebutuhan pakan
yang terus meningkat atas bertambahnya jumlah penduduk Indonesia,
peningkatan rata – rata pendapatan penduduk Indonesia, taraf hidup petani dan
nelayan. Pembangunan peternakan ditujukan untuk meningkatkan produksi hasil
ternak yang sekaligus meningkatkan pendapatan peternak, mencipatakan lapangan
pekerjaan serta meningkatakan populasi dan mutu genetik ternak.
Ternak sapi, khususnya sapi potong merupakan salah satu sumber daya
penghasil bahan makanan berupa daging yang memiliki nilai ekonomis yang
tinggi, dan penting artinya di dalam kehidupan masyarakat. Sebab seekor atau
sekelompok ternak sapi dapat menghasilkan berbagai macam kebutuhan, terutama
sebagai bahan makanan berupa daging, susu, disamping ikutan lainnya seperti
pupuk kandang, kulit, tulang, dan lain sebagainya. Daging sangat besar
manfaatnya bagi pemulihan gizi berupa protein hewani. Sapi merupakan hewan
pemakan rumput yang sangat berperan sebagai pengumpul bahan bergizi rendah
yang diubah menjadi bahan bergizi tinggi, kemudian diteruskan kepada manusia
dalam bentuk daging. (Siregar, 2012)
Daging sapi sebagian besar dihasilkan oleh usaha peternakan rakyat.
Kebutuhan daging sapi meningkat dari tahun ke tahun, demikian pula impor terus
bertambah dengan laju yang makin tinggi, baik impor daging maupun sapi
bakalan. Indonesia merupakan negara net importir produk peternakan, termasuk
daging sapi. Pengembangan usaha sapi potong berdasarkan aspek teknis dan
teknologi didasarkan pada pembelajaran kasus yang terjadi di lapangan, yakni
faktor penghambat dan alternatif pemecahannya melalui introduksi teknologi dan
kelembagaan, serta sarana pendukung lainnya.
Kebutuhan daging dari tahun ke tahun mengalami peningkatan, sementara
itu jumlah sapi potong di Indonesia peningkatannya tidak seperti yang diharapkan
sehingga sapi potong masih berpotensi cukup besar untuk dikembangkan. Usaha
peternakan sapi potong perlu dikembangkan untuk memenuhi kebutuhan daging
nasional. Kemajuan dan perkembangan usaha peternakan sapi potong perlu
dilakukan analisis terhadap kondisi keuangan, salah satunya dengan menggunakan
analisis usaha. Permintaan daging sapi dari tahun ketahun terus mengalami
peningkatan. Usaha ternak merupakan suatu proses mengkombinasikan faktor-
faktor produksi berupa lahan, ternak, tenaga kerja dan juga modal untuk
menghasilkan produk peternakan. Keberhasilan usaha ternak sapi potong
bergantung pada tiga unsur yaitu bibit, pakan, dan manajemen atau pengelolaan.
Selain itu pengelolaan maupun manajemen dalam usaha ternak tidak terlepas dari
karakteristik sosial ekonomi peternak sehingga nantinya akan mempengaruhi hasil
yang akan diperoleh oleh peternak.

1.2 Rumusan Masalah

1. Bagaimana cara menentukan lokasi atau daerah yang strategis dalam


pemeliharaan sapi potong?
2. Bagaimana cara pemilihan bibit ternak sapi potong?
3. Bagaimana manajemen kandang ternak sapi potong?
4. Bagaimana manajemen pakan ternak sapi potong?
5. Bagaimana manajemen kesehatan ternak sapi potong?
6. Bagaimana analisis ekonomi usaha ternak sapi potong?
7. Bagaimana cara pemasaran hasil ternak sapi potong?
1.3 Tujuan
1. Mengetahui cara menentukan lokasi atau daerah ang strategis dalam
pemeliharaan sapi potong
2. Mengetahui cara pemilihan bibit ternak sapi potong
3. Mengetahui manajemen kandang ternak sapi potong
4. Mengetahui manajemen pakan ternak sapi potong
5. Mengetahui manajemen kesehatan ternak sapi potong
6. Mengetahui analisis ekonomi usaha ternak sapi potong
7. Mengetahui cara pemasaran hasil ternak sapi potong
1.4 Manfaat
1. Bagi peternak mengetahui peluang usaha ternak sapi potong dimasa depan
yang menguntungkan.
2. Menjadi refrensi pembaca untuk memulai usaha berternak sapi potong.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Lokasi
Berdasarkan tataguna lahan, luas dan jenis penggunaan lahan di
Kecamatan Sawahan 11588,60 ha atau sama dengan 9,47% luas Kabupaten
Nganjuk. Berdasarkan tataguna lahan Kecamatan Sawahan sangat berpeluang
menghasilkan hijauan makanan ternak dan limbah pertanian sebagai lahan yang
dapat menyediakan pakan ternak karena letaknya yang berada dilereng
pegunungan. Kecamatan Sawahan, Kabupaten Nganjuk, Jawa Timur berpotensi
sebagai penyedia ternak sapi potong untuk memenuhi kebutuhan daging daerah
Kabupaten Nganjuk dan sekitarnya, berdasarkan ketersediaan lahan, ternak, dan
sumber daya manusianya. Hal ini sesuai dengan pernyataan Wiyatna, dkk (2012)
bahwa potensi pengembangan peternakan pada suatu wilayah dapat diukur dengan
cara menghitung ketersediaan bahan pakan yang meliputi hijauan yang berasal
dari pekarangan, perkebunan, limbah pertanian dan industri. Penyediaan hijauan
pakan sebagaian besar diperoleh dari lahan garapan seperti sawah, ladang,
kemudian dari hutan. Penyediaan hijauan tersebut sangat dipengaruhi oleh musim.
Pada musim penghujan hijauan pakan sangat melimpah terutama pada saat musim
tanam padi dan palawija sedangkan pada musim kemarau hanya sebagian kecil
wilayah di Kecamatan Sawahan yang berkontribusi terhadap penyediaan pakan
ternak terutama daerah yang sumber airnya mencukupi. Kabupaten Nganjuk
memiliki curah hujan yang tinggi dan adanya aliran sungai Widas menyebabkan
ketersediaan sumber air di Kabupaten Nganjuk cukup melimpah. Sehingga tidak
kesulitan menyediakan air untuk kebutuhan minum ternak dan membersihkan
ternak. Berdasarkan aspek produksi di Kabupaten Nganjuk jerami padi memiliki
produksi yang tinggi dengan jumlah 30.887,10 ton/tahun sehingga pada saat
musim kemarau kebutuhan pakan ternak masih dapat tercukupi dengan limbah
pertanian.
Potensi Pengembangan usaha sapi potong secara optimal karena
kemampuan produksi yang rendah ditinjau dari berbagai keterbatasan antara lain:
ketersediaan pakan terutama pada musim kemarau, manajemen budi daya ternak
sapi potong yang masih tradisional, kelembagaan peternak yang belum berfungsi
secara optimal, terjadi pergeseran fungsi lahan garapan sebagai sumber pakan
ternak ruminansia. Dengan potensi wilayah Kecamatan Sawahan masalah-
masalah tersebut diharapkan dapat teratasi. Selain dekat dengan sumber pakan
Kecamatan Sawahan merupakan daerah penyedia bahan baku baku baik berupa
sayur maupun daging untuk pasar-pasar diwilayah Kabupaten Nganjuk, sementara
peternakan sapi potong pada daerah tersebut masih berupa peternakan rakyat
dengan skala milik perorangan yang biasanya hanya mempunyai 2-5 ekor sapi
saja dengan sistem pemeliharaan secara tradisional maka dari itu potensi
peternakan sapi potong di Kabupaten Nganjuk khususnya di Kecamatan Sawahan
sangatlah besar.
2.2 Potensi Peternakan Sapi Potong
Peningkatan ekonomi masyarakat dan pertambahan penduduk disertai
dengan peningkatan kesadaran tentang nilai-nilai gizi, menyebabkan peningkatan
permintaan akan produk asal ternak meningkat dengan sangat pesat. Namun,
peningkatan konsumsi protein hewani yang membaik ini belum dapat diantisipasi
dengan suplai protein asal ternak yang memadai. Pada kenyataannya sumber
daging di Indonesia berasal dari daging ayam (62%), daging sapi dan kerbau
(25%), dan sisanya berasal dari aneka ternak lainnya. Suplai protein asal ternak
terutama daging sapi yang dihasilkan secara domestik belum mampu memenuhi
kebutuhan konsumsi masyarakat, sehingga kebijakan impor daging dan sapi hidup
masih diberlakukan. Kebutuhan konsumsi daging masyarakat Indonesia baru
mencapai 6,5 kg/kapita/tahun, yang berasal dari daging sapi hanya sebesar 1,7
kg/kapita/tahun. Sumberdaya peternakan, khususnya sapi potong merupakan salah
satu sumberdaya alam yang dapat diperbaharui (renewable) dan berpotensi untuk
dikembangkan guna meningkatkan dinamika ekonomi. Rendahnya perkembangan
ternak sapi potong disebabkan karena petani dihadapkan pada berbagai kendala
yaitu sempitnya lahan untuk penyediaan pakan ternak, modal rendah, dan
kurangnya kemampuan petani dalam mengelola usahanya pendekatan yang
dilakukan dalam memanfaatkan keragaman sumberdaya alam. Sama halnya
dengan daerah-daerah lain di Indonesia kebutuhan daging sapi di Kabupaten
Nganjuk juga belum dapat terpenuhi karena masih minimnya jumlah peternak sapi
potong di daerah Kabupaten Nganjuk. Kurangnya ketersediaan pasokan daging
sapi pada daerah Kabupaten nganjuk membuka peluang besar pembuatan
peternakan sapi potong didaerah Kabupaten Nganjuk khususnya di Kecamatan
Sawahan.
Menurut Febrianto, dkk (2019) wilayah Kabupaten Nganjuk berupa
dataran rendah dan beberapa daerah pegunungan membuat suhu dan kelembapan
udara berbeda-beda sesuai topografi tiap daerah. Temperatur di dataran rendah
berkisar antara 23-33°C dengan kelembapan udara 75-78%, sedangkan diwilayah
pegunungan suhu udara berkisar antara 20- 30°C dengan kelembapan 80%.
Daerah yang berada di dataran rendah dengan ketinggian antara 46-96 mdpl,
sedangkan wilayah yang berada di pegunungan dengan ketinggian 150-750 mdpl.
Jumlah curah hujan tertinggi 7.066 mm per bulan dan sungai Widas yang
mengalir sepanjang 69.332 km. Sejalan dengan pernyataan Prawira, dkk (2015)
iklim basah dengan rata-rata curah hujan 2.188,9 mm/tahun. Suhu lingkungan
berkisar antara 21,3-33°C dengan kelembaban 83% merupakan suhu ideal untuk
pengembangan sapi potong 10-27°C dengan kelembaban 80%. Hal ini
menunjukan bahwa Kecamatan Sawahan yang berada pada wilayah pegunungan
di Kabupaten Nganjuk memiliki iklim yang cocok dalam pengembangan usaha
sapi potong.

2.3 Manajemen kandang


Strategi pengembangan sapi potong harus mendasarkan kepada sumber
pakan dan lokasi usaha. Untuk itu dibutuhkan identifikasi dan strategi
pengembangan kawasan peternakan agar kawasan peternakan yang telah
berkembang di daerah dapat dioptimalkan pemanfaatannya, sehingga mampu
menumbuhkan investasi baru untuk budidaya sapi potong (Sodiq, 2011). Sapi
potong yang dipelihara tidak akan tumbuh besar dengan baik jika hanya diberi
makan begitu saja. Peternak juga harus memperhatikan aspek terkait lainnya
dalam pemeliharaan sapi potong. Salah satu aspek yang terkait adalah manajemen
perkandangan. Kandang merupakan salah satu faktor lingkungan hidup ternak,
harus bisa memberikan jaminan untuk hidup yang sehat dan nyaman sesuai
dengan tuntutan hidup ternak dan bangunan kandang diupayakan harus mampu
untuk melindungi ternak dari gangguan yang berasal dari luar seperti sengatan
matahari, cuaca buruk, hujan dan tiupan angin kencang. Secara umum kontruksi
kandang harus kuat, mudah dibersihkan, bersikulasi udara baik. Oleh karena itu,
sehubungan dengan kontruksi ini yang perlu mendapat perhatian terutama
mengenai arah kandang, ventilasi, atap, dinding dan lantai.
2.3.1 Pemilihan Lokasi
Menurut (Rasyid, 2012), Lokasi bangunan untuk kandang harus ditentukan
secara matang, diantaranya adalah:
1. Tersedianya sumber air, terutama untuk minum
2. Dekat dengan sumber pakan.
3. Tersedia sarana transportasi yang memadai, hal ini terutama untuk
pengangkutan makanan serta pemasarannya.
4. Daerah yang tersedia bisa lebih diperluas.
Hal ini juga dengan pernyataan Wahyu, dkk (2018) yang menyatakan
lokasi kandang yang perlu mendapatkan perhatian yaitu tersedianya sumber air,
terutama untuk minum, dekat dengan sumber pakan, tersedia sarana transportasi
yang memadai, hal ini terutama untuk pengangkutan bahan pakan dan pemasaran,
areal yang tersedia dapat diperluas.
2.3.2 Letak Bangunan
Menurut (Rasyid, 2012), Letak dari bangunan untuk kandang harus di
tentukan secara benar, letak bangunan yang tepat yaitu:
1. Memiliki permukaan yang tidak lebih rendah dari daerah di sekelilingnya,
sehingga terhindar dari genangan air dari hujan serta untuk mempermudah pada
pengolahan kotoran.
2. Berjauhan dari lokasi bangunan umum atau perumahan penduduk.
3. Tidak mengganggu kesehatan dilingkungan sekitar.
4. Tidak dekat dengan jalanan umum.
5. Limbah terolah dengan baik.
2.3.3 Konstruksi Kandang
Konstruksi sangat menentukan ketahanan bangunan,kandang harus dibuat
sekokoh mungkin sehingga mampu menahan beban dan benturan serta dorongan
yang kuat dari ternak, mudah dibersihkan, mempunyai sirkulasi udara yang baik
sehingga tidak lembab dan tersedia tempat penampungan kotoran beserta saluran
drainasenya. Kandang dan perlengkapan ditata dengan baik sehingga dapat
memberikan kenyamanan pada ternak serta memudahkan peternak bekerja untuk
memberi pakan, minum, membuang kotoran dan menangani kesehatan ternak.Hal
ini sesuai dari pernyatan Wibowo, (2019) yang menyatakan bahwa konstruksi
kandang sapi sebaiknya dibuat seperti rumah kayu dengan atap berbentuk kuncup
dan salah satu atau kedua sisinya miring. Lantai kandang dibuat padat, lebih tinggi
dari tanah yang ada disekitarnya, dan agak miring kearah selokan diluar kandang.
Kandang sapi tidak boleh tertutup rapat, tetapi agak terbuka agar sirkulasi udara
didalamnya lancar.
Konstruksi kandang dirancang sesuai dengan agroklimat wilayah
setempat, tujuan pemeliharaan, dan status fisiologis ternak. Karena rencana
pembangunan peternakan ini ada daerah dataran tinggi maka untuk dataran tinggi
model kandang sapi potong yang baik adalah lebih tertutup untuk melindungi
ternak dari cuaca dingin. Pernyataan ini juga di katakan oleh Anugerah, dkk
(2012) bahwa berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan didapatkan bahwa
model kandang yang dapat digunakan adalah tipe kandang semi terbuka, dimana
merupakan tipe kandang yang menghasilkan suhu mendekati suhu ideal ternak
tropis.

2.3.4 Lantai Kandang


Kekuatan lantai kandang merupakan sebuah hal yang sangat penting,
kandang harus dapat bertahan lama, tidak terlalu kasar, tidak membuat ternak
tergelincir, mudah dalam pembersihannya, serta dapat menopang beban yang ada
di atasnya. Lantai kandang dapat berupa beton atau plesteran berbahan pasir,
semen (PC) dan batu (Putra, dkk 2018). Hal ini juga sependapatan dengan Rahmat
dan Harianto, (2017) yang menyatakan lantai kandang sebaiknya disemen dengan
kualitas yang baik dan tahan lama sehingga tidak sering melakukan perbaikan alas
kandang dan tidak mengganggu jadwal pemeliharaan. Lantai kandang berupa
semen bisa dilapisi cocopeat atau serbuk gergaji yang jauh lebih nyaman daripada
karpet ternak. Namun lantai semen harus dibersihkan setiap hari karena tidak
bersifat menyerap kotoran. Jika tidak, kandang menjadi mudah lembab dan
mengundang banyak lalat.
2.3.5 atap kandang
Kerangka kandang dapat terbuat dari bahan besi, beton, kayu dan bambu
disesuaikan dengan bahan yang tersedia di lokasi peternakan dan pertimbangan
ekonomi tanpa mengabaikan daya tahan bahan-bahan tersebut. Atap kandang
dapat menggunakan bahan seperti genteng, asbes, dan seng. Bentuk dan model
atap kandang hendaknya didesain untuk menghasilkan sirkulasi udara yang baik
di dalam kandang, sehingga kondisi lingkungan di dalam kandang memberikan
kenyamanan bagi ternak. Hal ini juga di sesuai dari pernyataan Rahmat dan
Harianto, (2017) yang menyatakan bahwa banyak pilihan atap bagi kandang sapi.
Saat ini, mayoritas peternak sapi menggunakan atap kandang dari genting. S elain
tahan lama, pemasangan genting dianggap lebih praktis dan ekonomis. Pada
dasarnya, genting bersifat dingin (tidak menghantarkan panas) sehingga pada
panas terik kondisi di dalam kandang tidak begitu panas. Kelemahanya, genting
dapat pecah atau retak. Selain genting atap kandang berupa asbes juga banyak
digunakan. Namun, karena sifatnya yang menghantarkan panas, makan kandang
harus lebih tinggi (minimum 3 meter) sehingga panas tidak mencapai tubuh sapi.
2.3.6 Sarana dan pelengkap kandang
Sarana dan pelengkap kandang pun memiliki peran penting dalam
pembangunan kandang sapi potong Beberapa perlengkapan kandang sapi potong
meliputi palungan (tempat pakan dan tempat minum), saluran drainase, tempat
penampungan kotoran, serta gudang pakan dan peralatan kandang. Sarana dan
perlengkapan kandang lain adalah tempat penampungan air yang terletak di atas
(tangki air) yang dihubungkan dengan pipa ke seluruh kandang. Palungan
merupakan tempat pakan dan tempat minum yang berada di depan ternak. Tempat
pakan dapat terbuat dari kayu atau tembok dengan ukuran mengikuti lebar
kandang, sedangkan tempat minum sebaiknya terbuat dari tembok atau semen cor.
Hal ini juga di utaran oleh Putra, dkk (2018) yang menyatakan kandang memiliki
berbagai komponen diantaranya tempat pakan ternak (biasanya disebut palungan),
saluran drainase, tempat penampungan limbah, tempat perlengkapan kandang dan
gudang yang digunakan untuk menyimpan pakan. Komponen kandang yang
sangat penting adalah tandon air yang tehubung langsung oleh seluruh kandang
yang ada, biasanya warga yang sudah mengerti tandon dihubungkan langsung
oleh palungan. Tempat pakan ternak dapat dibuat sesuai selera kita, akan tetapi
lebih baik menggunakan cor, karena perilaku setiap sapi tidak tentu.

2.3.7 Jenis Kandang


Jenis kandang pada komoditi ternak sapi terbagi menjadi 2 yaitu kandang
individu dan kandang koloni jika pemeliharan lebih dari 30 sapi terkadang para
peternak membangun kandang koloni dikarenakan pembuatan kandang yang lebih
ekonomis hal ini di sampaikan juga oleh Rahmat dan Harianto, (2017) yang
menyatakan jenis kandang pada usaha penggemukan sapi potong terbagi menjadi
2 jenis ,yaitu kandang individu dan kandang koloni.Kandang koloni merupakan
kandang yang diperuntukan bagi sejumlah sapi bakalan dalam satu pariode
penggemukan.ukuran kandang yang digunakan sekitar 3 m2 per ekor (jika sapi
dilepas dan tidak diikat). Keunggulan kandang koloni dibandingkan kandang
individu adalah biaya pembuatanya yang terbilang lebih ekonomis, serta proses
pembuatan dan perawatanya yang lebih mudah.
2.4 Manajemen pakan
Pakan yang diberikan kepada sapi potong harus memiliki syarat sebagai
pakan yang baik. Pakan yang baik yaitu pakan yang mengandung zat makanan
yang memadai kualitas dan kuantitasnya, seperti energi, protein, lemak, mineral,
dan vitamin, yang semuanya dibutuhkan dalam jumlah yang tepat dan seimbang
sehingga bisa menghasilkan produk daging yang berkualitas dan berkuantitas
tinggi. Pakan yang diberikan kepada sapi potong pada umumnya terdiri dari
hijauan dan konsentrat. Hijauan merupakan pakan yang berasal dari tumbuhan
yang diberikan pada sapi potong dalam bentuk segar, sedangkan konsentrat
merupakan pakan penguat yang disusun dari biji-bijian dan limbah hasil proses
industri bahan pangan yang berfungsi meningkatkan nilai nutrisi yang rendah agar
memenuhi kebutuhan normal ternak untuk tumbuh dan berkembang secara sehat.
Secara alamiah pakan utama ternak sapi adalah hijauan,yang dapat berupa rumput
alam atau lapangan, rumput unggul, leguminosa, limbah pertanian serta tanaman
hijauan lainya. Dalam pemilihan hijauan pakan ternak harus diperhatian disukai
ternak atau tidak,mengandung toxin (racun) atau tidak yang dapat membahayakan
perkembangan ternak yang mengkonsumsi. Namun permasalahan yang ada bahwa
hijauan didaerah tropis mempunyai kualitas yang kurang baik sehingga untuk
memenuhi kebutuhan nutrient perlu ditambah dengan pemberian pakan
konsentrat.
2.4.1 Syarat Pakan Ternak
Tujuan pemberian pakan dalam suatu usaha penggemukan sapi potong
adalah untuk memperoleh pertambahan bobot badan secara maksimal. Dengan
demikian diperlukan pemberian pakan yang sesuai dengan kebutuhan ternak baik
dari segi kuantítas maupun kualitasnya. Beberapa syarat pakan tenrak adalah
hendaknya cukup mengandung zat gizi yang diperlukan tubuh yaitu: protein,
karbohidrat, lemak, vitamin dan mineral. Disukai ternak palatabilitas tinggi)
bersih dan tidak tercemari kotoran atau bibit penyakit. Hal ini juga sesuai dari
pernyataaan Priyanta, dkk (2012) produktivitas ternak sapi dipengaruhi oleh
genetik, pakan dan tatalaksana. Ternak-ternak sapi yang dipelihara pada
peternakan rakyat secara umum akan mengalami kekurangan pakan karena jumlah
pakan yang diberikan biasanya tidak sesuai dengan kebutuhan ternak, kualitasnya
rendah, dan jarang sekali yang memberikan pakan tambahan seperti konsentrat.
2.4.2 Frekuensi Pemberian Pakan
Pemberian konsentrat dapat dilakukan dua atau tiga kali dalam
sehari semalam. Pemberian konsentrat dua kali dalam sehari semalam dapat
dilakukan pada pagi hari sekitar pukul 08.00 dan sekitar pukul 15.00. Hal ini
sesuai dari pernyataan Ardiansyah, dkk. (2012) yang menyatakan frekuensi
pemberian pakan dilakukan sebanyak 2 kali yaitu di pagi hari pukul 08.00 WIB
dan sore hari pada pukul 14.00 WIB. Ada jarak waktu pemberian antara
pemberian konsentrat dan pemberian hijauan. Sapi yang akan digemukkan dan
memperoleh ransum yang terdiri dari hijauan dan konsentrat harus diatur
pemberiannya agar tercapai hasil yang memuaskan Pemberian hijauan pada sapi
yang digemukkan sebaiknya dihindari pemberian yang sekaligus dan dalam
jumlah yang banyak. Pemberian yang demikian akan berakibat pada banyaknya
hijauan yang terbuang dan tidak dimakan sapi, sehingga tidak efisien.
2.4.3 Jenis Pakan
a. Hijauan
Hijauan adalah salah satu jenis pakan didapatkan secara alamiah, seperti
rumput-rumputan. Hijauan terkadang sudah cukup menjadi makanan yang baik
bagi pertumbuhan sapi. Pakan dengan jenis hijauan perlu disimpan sebagai
cadangan makanan bagi hewan ternak pada saat musim kemarau. Apabila hijauan
tidak mencukupi dalam pembuatan ransum, makan dapat menggunakan pakan
berjenis konsentrat. Jenis pakan hijauan yang dapat dikatakan unggul yaitu
rumput gajah, rumput ilalang, rumput benggala, rumput setaria, rumput bede dan
beberapa hijauan unggul lainnya (Taufik, dkk. 2017). Hal ini juga di ungkapkan
oleh Artise, dkk. (2012) yang menyatakan secara umum bahan pakan adalah
segala sesuatu yang dapat dimakan oleh hewan atau ternak, dapat dicerna
sebagian atau seluruhnya tanpa mengganggu kesehatan ternak yang memakannya.
Pakan sendiri dapat digolongkan ke dalam sumber protein, sumber energi dan
sumber serat kasar. Hijauan makanan ternak merupakan sumber serat kasar yang
utama. Hijauan makanan ternak adalah semua pakan sumber serat kasar yang
berasal dari tanaman, khususnya bagian tanaman yang berwarna hijau.

b. konseterat
Menurut Syahrizal, (2010) konsentrat adalah campuran dari beberapa
bahan pakan untuk melengkapi kekurangan gizi dari hijauan pakan ternak. Bahan
pakan konsentrat yang dapat diberikan pada ternak sapi antara lain: dedak padi,
bungkil kelapa, jagung giling, bungkil kacang tanah, ampas tahu, ampas kecap,
dan lain-lain. Campuran bahan pakan konsentrat yang diberikan pada ternak
sangat tergantung kepada harga dan ketersediaan bahan pakan. Pernyaataan ini
juga dikatakan oleh Taufik, dkk. (2017) konsentrat atau bisa disebut dengan
makanan penguat adalah bahan pakan yang memiliki kadar zat-zat yang makanan
tinggi seperti protein ataupun karbohidratnya dan rendahnya serat kasar (dibawah
18%). Konsentrat termasuk pakan yang mudah untuk dicerna karena terbuat dari
campuran beberapa bahan pakan yang terkandung sumber energi. Jenis pakan
konsentrat lebih baik digunakan saat kekurangan jenis pakan hijauan atau pada
masa menjalani program penggemukan hewan ternak saja. Pakan konsentrat dapat
dibagi dua yaitu sebagai sumber protein dan sumber energi. Contoh pakan yang
dikategorikan sebagai jenis pakan konsentrat diantaranya ada dedak padi, ampas
tahu, ampas singkong, dan masih banyak lagi. Konsentrat terkadang diberikan
sebagai bahan pakan tambahan setelah sapi diberikan makanan rumput maupun
hijauan lainnya.
2.5 Manajemen kesehatan
Manajemen adalah suatu proses perencanaan, pengorganisasian,
kepemimpinan dan pengendalian upaya suatu organisasi dan proses penggunaan
suatu sumber daya organisasi untuk tercapainya suatu organisasi yang telah
ditetapkan. Oleh karena itu faktor-faktor produksi sangat mempengaruhi
keberhasilan manajemen. Sesuai dengan pengertian manajemen pada umum nya
maka manajemen hewan dapat diartikan sebagai suatu proses perencanaan,
pengorganisasian, kemimpinan dan pengendalian faktor-faktor produksi melalui
optimalisasi sumberdaya yang dimiliki sehingga produktivitas ternak dapat di
optimalkan. Manajemen kesehatan ternak harus melalui suatu proses yaitu suatu
cara yang sistematis untuk menjalankan suatu produksi.
Menurut Nurani.dkk (2020). Manajemen kesehatan ternak berhubungan
erat dengan usaha pencegahan infeksi dari agen – agen infeksi melalui upaya
menjaga biosekuriti dengan menjaga higienitas dan sanitasi kandang, manajemen
pakan yang baik dan peningkatan daya tahan tubuh melalui pemberian
multivitamin. Biosekuriti melalui pelaksanaan higenitas dan sanitasi merupakan
aspek penting di dalam suatu peternakan untuk mencegah penyakit pada ternak,
rendahnya pelaksanaan manajemen kesehatan ternak dapat berdampak pada
keuangan karena untuk pengobatan ternak oleh dokter hewan, penurunan
produksi, serta kematian ternak. Oleh karena itu manajemen kesehatan ternak
merupakan aspek peing dalam suatu peternakan
Menurut Aldiano, (2016) secara umumpenyakit pada hewan ternak dibagi
dalam empat macam kelompok berdasarkan penyebabnya yaitu :
1. Penyakit bakterial (disebabkan oleh bakteri)
2. Penyakit viral (disebabkan oleh virus)
3. Penyakit parasistik (disebabkan oleh parasit)
4. Penyakit metabolik (disebakan oleh ganguan metabolisme)
Manajemen kesehatan ternak memliki peranan yang penting dalam
mencegah atau menangulangi permasalahan kesehatan pada ternak baik zoonosis
maupun tidak. Adapun upaya yang dilakukan untuk menjaga kesehatan ternak
meliputi :
A. Pemerikaan kesehatan harian
B. Desinfeksi kandang secara rutin
C. Pemberian pakan yang berkualitas
D. Pemotongn kuku
E. Kontrol ektoparasit
F. Pemberian vaksin dan obat cacing secara rutin
Adapun hal yang harus diperhatikan saat melakukan pemeriksaan
kesehatan antara lain : memperhatikan nafsu makan ternak, mengamati feses,
urin, mengamati keadaan fisiologis ternak tetap dalam keadaan yang baik. Apabila
ditemukan ke abnormalan pada ternak segera dilakukan pemisahan dari ternak
yang lain dan diobati ternak yang sakit. Pengobatan dilakukan sesegera mungkin
saat ditemukan ternak yang sakit, pengobatan sesuai dengan diagnosa yang telah
ditentukan dengan dosis obat sesuai petunjuk pemakaian. Untuk menjaga
kesehatan dan produktifitas bisa dilakukan pemberian vitamin secara berkala,
vitamin yang dapat diberikan kepada ternak antara lain vitamin A,D dan E dan
juga dapat diberikan obat cacing secara berkala untuk mencegah cacingan pada
ternak (Kuswati dan Trinil, 2016)
2.6 Analisa ekonomi
Ternak sapi potong mempunyai peranan yang kompleks di dalam sistem
pertanian di indonesia sebagai fungsi ekonomi, sapi potong merupakan salah satu
ternak yang diharapkan dapat meningkatkan pendapatan peternak sekaligus
pertumbuhan ekonomi bagi petani di pedesaan. Pendapatan peternak dipengaruhi
oleh jumlah ternak yang dipelihara, semakin banyak ternak yang dipelihara,
semakin banyak ke untungan yang diterima oleh peternak. Namun peningkatan
jumlah ternak yang dipelihara harus diikuti dengan upaya memenuhi kebutuhan
pakan sepanjang tahun, terutamatanaman pakan potensialdengan nilai nutrisi yang
cukup tinggi dan beradaptasi pada berbagai lingkungan. Usaha ternak sapi potong
dengan cara pengemukan merupakan hal yang sangat baik, dan sebagai
pendukung ekonomi peternak, terutama yang berkaitan dengan salah satu untuk
memperoleh keuntungan yang optimal, dengan prinsip dasar usaha secara
komersial. Untuk menjadi usaha ternak yang komersial baik dari manajemen
usaha serta harga ternak, dapat dilakukan dengan cara meningkatkan kualitas
ternak, meningkatkan harga jual ternak, menjalin kerja sama dengan lembaga
keuangan, dan investor atau membentuk kelompok ternak.
Berdasakan potensi daerah jawa timur secara geogrfis merupakan
produsen sekaligus konsumen daging sapi potong dan merupakan wilayah transit
ternak sapi potong hidup dari kawasan sentra ternak lainya misalnya dari NTB,
NTT maupun Bali yang akan di distribusikan ke wilayah jawa barat, jakarta dan
beberapa provinsi yang berada di pulau sumatera. Jawa timur juga sebagai
penyangga ternak sapi potong nasional sehingga wilayah ini di samping mampu
memenuhi sendiri kebutuhan konsumsi daging juga mampu sebagai penyuplai
ternak hidup dan daging segar di indonesia( Warsono.dkk. 2012). Di Indonesia
konsumsi daging sapi tertinggi secara berurutan terdapat di jawa timur, jawa barat,
jakarta dan bali. Secara umum bahwa tingkat konsumsi yang terdapat di lima
provinsi tersebut mengalami peningkatan yang signifikan. Tingkat konsumsi
tertingi terdapat di jawa timur, di ikuti jawa tengah, jawa barat dan jakarta,
sedangkan konsumsi daging sapi terrendah terdapat di bali. Bedasarkan fenomena
tersebut potensi pengemukan sapi potong di jawa timur sangat menarik.
2.7 Pemasaran
Dapat kita jumpai pada pasar maupun supermarket bahwa daging merah
dibedakan sesuai dengan kualitas atau peta rangka ternak potongnya, semakin
mahal produk daging tersebut maka kualitas akan jauh lebih tinggi dan sistem
pemasarannya juga akan berbeda. Hal ini dikarenakan perbedaan tempat atau peta
rangka daging tersebut, semakin kualitasnya baik maka letak daging tersebut
berada jauh pada dalam tubuh ternak. Seperti daging has
dalam atau tenderloin bagian ini dapat kita jumpai pada tengah badan. Sesuai
dengan karakteristik daging has, daging ini terdiri dari bagian-bagian otot utama
di sekitar bagian tulang belakang, dan kurang lebih di antara bahu dan
tulang panggul. Daerah ini adalah bagian yang paling lunak, karena otot-otot di
bagian ini jarang dipakai untuk beraktivitas. Hal ini sesuai dengan Alif (2017)
Daging dari karkas sapi memiliki golongan kualitas sesuai dengan peta rangka
sapi. Untuk pemasaran, penentuan kualitas sangat penting, terutama untuk
pemasaran dengan tujuan restoran, hotel, atau supermarket. Sesuai dengan
kualitas, daging sapi dapat dipilih untuk hasil olahan hidangan yang sesuai.
Dengan adanya perbedaan tersebut maka pemasaran ternak potong juga akan
berbeda sesuai dengan pangsa pasar yang disasar.
Di Indonesia sistem pemasaran ternak potong memiliki margin harga yang
berbeda-beda tergantung dengan panjang pendeknya saluran pemasaran itu
sendiri, apabila terlalu panjang saluran tersebut maka margin harga yang
dihasilkan akan semakin rendah begitu pula sebaliknya. Hal ini sesuai dengan
Agustin dan Hayati (2020) Besarnya marjin pemasaran dapat berbeda sesuai
dengan saluran yang ada tergantung pada panjang pendeknya saluran pemasaran
dan aktivitas yang telah di laksanakan serta keuntungan yang diharapkan pada
lembaga pemasaran yang terlibat. Oleh karena harus dilakukan usaha untuk
memperpendek saluran pemasaran agar margin harga tidak terlalu rendah agar
produsen tetap memiliki keuntungan yang tinggi dan konsumen ditingkat akhir
tidak harus membayar terlalu tinggi.
Kesimpulan
2.1. Lokasi potensi pengembangan peternakan pada suatu wilayah dapat
diukur dengan cara menghitung ketersediaan bahan pakan dan minum, agar saat
musim dimana pakan dan minum sulit untuk ditemukan diharapkan lokasi tersebut
dapat memenuhi kebutuhan utama tersebut.
2.2. Daging merah maupun daging putih adalah pangan pokok yang
dibutuhkan oleh masyarakat Indonesia saat ini karena kesadaran gizi, maka
potensi peternakan potong masih sangat luas dengan dipertimbangkannya lokasi
untuk mendukung keberhasilan peternakan potong tersebut.
2.3. Faktor keberhasilan dalam peternakan potong adalah dengan
ditunjangnya sebuah fasilitas atau manajemen kandang yang baik mulai dari
lokasi kandang, jenis kandang, atap yang digunakan, lantai kandang, sarana dan
prasarana, kontruksi kandang. Semua itu sesuai dengan kebutuhan peternakan
potong tersebut
2.4. Manajemen pakan adalah faktor paling utama dalam keberhasilan
peternakan potong karena hal tersebut menyangkut dengan produksi yang
dihasilkan
2.5. Dalam menunjang keberhasilan produksi peternakan potong maka
ternak harus bebas dari berbagai penyakit. Oleh karena itu, manajemen kesehatan
harus selalu dipantau dengan pencegahan, pengendalian, dan pengobatan.
2.6. Diperlukannya analisa ekonomi agar produk peternakan potong dapat
didistribusikan dengan tepat dan produk peternakan potong tersebut diterima oleh
konsumen
2.7. Pemasaran dilakukan dengan tujuan produk peternakan potong dapat
didistribusikan dengan tepat sesuai kebutuhan konsumen dan dapat diterima oleh
konsumen akhir dengan memperpendek saluran pemasaran agar produsen dan
konsumen sama-sama diuntungkan
Daftar Pustaka
Alif S.M. 2017. Kiat Sukses Penggemukan Sapi Potong. Yogyakarta. BIO
GENESIS
Agustin, Maulinda., dan, Hayati, Mardiyah. 2020. Pemasaran Sapi Potong Di
Desa Lobuk Kabupaten Sumenep. Jurnal Sosial Ekonomi dan Kebijakan
Pertanian. 4 (1) :14-21
Aldiano.V. 2016. Manajemen Kesehatan Kambing Perah Dibalai Besar
Pelatihan Peternakan Batu Jawa Timur. Surabaya: Universitas Airlangga.
Anugerah, P., H. Sufiano dan D. Putranto. 2012. Konsep Bangunan Sehat pada
Kambing Sapi Studi Kasus UPTPT dan HMT Kota Batu.Jurnal Pertanian,
1(1):1-8.
Ardiansyah, D., N. Irwani dan V. M. Priambudiman. 2012. Tatalaksana
Pengolahan Pakan Sapi Potong. Jurnal Peternakan Terapan, 1(1): 1-7.
Febrianto, N., J. A. Putritamara dan A. T. Satria. 2019. Identifikasi Potensi
Wilayah Kabupaten Nganjuk Sebagai Sentra Pengembangan Produksi Sapi
Potong. Jurnal Livestock and Animal Research, 18(3): 200-207.
Krisna, G. W., I. P. Sampurna, T. S. Nindhia dan K. K. Agustina.2019.
Klasterisasi Manajemen Perkandangan Sapi Bali pada Simantri di
Kabupaten Badung Bali. Buletin Veteriner Udayana, 11(2):128-135.
Nuraini.M.D, S. N. 2020. Peningkatan Kapasitas Tata Laksana Kesehatan Ternk
Sapi Potong Di Pelemrejo, Andong, Boyolali. Journal of Community
Empowering and Services, 102-108.
Prawira, H. Y., Muhtarudin dan R. Sutrisna. 2015. Potensi Pengembangan
Peternakan Sapi Potong di Kecamatan Tanjung Bintang Kabupaten
Lampung Selatan. Jurnal Ilmiah Peternakan Terpadu, 3(4): 250-255.
Priyadi, B. 2010. Manajemen Pengelolaan Penggemukan Sapi Potong. Balai
pengkajian Teknologi Pertanian: Jambi
Putra, F. A. I. A., N. Hidayat dan T. Afrianto. 2018. Penentuan Kelayakan
Kandang Sapi Menggunakan Analytic Hierarcy Process-Weighted (AHP-
WP). Jurnal Pengembangan Teknologi Informasi dan Ilmu Komputer,
2(10): 4213-4220.
Rahmat, dan B. Harianto. 2017. Membuat Sapi Potong Cepat Gemuk.
Laksamana:Jakarta selatan
Rusdiana, S. D. 2014. Pemanfaatan Hijauan Pakan Ternak Brachiaria Ruziziensis
Dan Stylosanthes Guianenis Mendukung Usaha Ternak Kambing Di
Kabupaten Asahan. SEPA, 247 – 256.
Rusdiana.S, U. D. 2016. analisa Ekonomi Usaha Ternak Sapi Potong Berbasis
Agroekonomi Di Indonesia. Jurnal Sosial Ekonomi dan Kebijakan
Pertanian, 137-149.
Samal.F. 2015. Analisis Manajemen Kesehatan Ternak Terhadap Produktifitas
Ternak Sapi Potong di PT.Berdikari Unitied Livestock (BULS) Kabupaten
Sidrap. Makasar. UIN Aliudin: Makasar
Sandi, P. dan P. Purnama. 2017.Manajemen Perkandangan Sapi Potong di Desa
Sejaro Sakti Kecamatan Indralaya Kabupaten Ogah Ilir. Jurnal Peternakan
Sriwijaya, 6(1): 12-19.
Sandi, S., M. Desiari dan Asmak. 2018. Manajemen Pakan Ternak Sapi Potong di
Peternakan Rakyat di Desa Sejaro Sakti Kecamatan Indrayala Kabupaten
Ogah Hilir. Jurnal Peternakan Sriwijaya, 7(1): 21-29.
Siregar, G. (2015). Analisis kelayakan dan strategi pengembangan usaha ternak
sapi potong. AGRIUM: Jurnal Ilmu Pertanian, 17(3).
Soemitro.S, A. R. 2011. Analisa Ekonomi Jawa Barat. Bandung: Unpad Press.
Taufiq, M. N., C. Dewi dan W. F. Mahmudy. 2017. Optimasi Komposisi Pakan
Untuk Penggemukan Sapi Potong Menggunakan Algoritma Genetika.
Jurnal Pengembangan Teknologi Informasi dan Ilmu Komputer, 1(7): 571-
582.
Trinil.S, K. d. 2016. Industri Sapi Potong. Malang : UB Press.
Wibowo, H. 2019. Meraup Rupiah dengan Beternak Sapi Potong. Laksamana:
Yogyakarta
Winarso.B, R. d. 2013. Tinjauan Ekonomi Ternak Sapi Potong di Jawa Timur. 1-
11.
Wiyatna, M. F., A. M. Fuah dan K. Mudikdjo. 2012. Potensi Pengembangan
Usaha Sapi Potong Berbasis Sumber Daya Lokal di Kabupaten Sumedang
Jawa Barat. Jurnal Ilmu Ternak, 12(2): 16-21.
Wiyatna, M. F., E. Gurnadi dan Mudikjo. 2012. Produktivitas Sapi Peranakan
Ongole pada Peternakan Rakyat di Kabupaten Sumedang. Jurnal Ilmu
Ternal,12(2): 22-25.

Anda mungkin juga menyukai