Anda di halaman 1dari 4

Prospek dan Keuntungan Ternak Kambing

Kambing mempunyai peran yang sangat strategis bagi kehidupan masyarakat dan
berkembang di hampir seluruh wilayah Indonesia. Kambing mampu berkembang dan
bertahan di semua zona agroekologi dan hampir tidak terpisahkan dari sistem usahatani.
Pemasaran produk kambing sebagian besar untuk memenuhi kebutuhan warung sate
kambing, dan hanya sebagian kecil dipasarkan untuk keperluan konsumsi rumah tangga.
Namun hasil ikutannya berupa kulit sangat penting bagi industri kulit skala besar maupun
rumah tangga. Fungsi dan peran terpenting lainnya dari ternak ini adalah untuk
kepentingan dalam sistem usahatani, serta sosial budaya seperti: qurban dan akikah, seni
ketangkasan domba, dan penghasil susu yang berasal dari kambing Peranakan Etawa
(PE) atau bangsa (breed) lainnya.
Saat ini ternak kambing sebagian besar masih diusahakan secara sambilan dengan
tingkat kepemilikan sekitar 2-8 ekor/keluarga, walaupun di beberapa daerah seperti
Cirebon dan Sumatera Utara ada yang memiliki ternak dengan rata-rata lebih dari 50
ekor. Hal ini disebabkan karena berbagai keterbatasan seperti: modal, sumberdaya lahan
dan pengetahuan. Penjualan hasil dilakukan berdasarkan pada kebutuhan peternak saat
itu, bukan melalui pertimbangan teknis maupun ekonomis usaha. Harga jual ternak
dilakukan berdasarkan kondisi atau tampilan, bukan bobot badan. Fluktuasi harga sangat
ditentukan oleh musim dan situasi tertentu misalnya paceklik, dan pada saat menjelang
hari raya qurban biasanya harga penjualannya meningkat sangat tinggi. Namun biasanya
yang lebih menikmati peningkatan harga pada saat tersebut maupun pada hari biasa
adalah pedagang perantara atau pedagang di kota besar. Sistem pemasaran yang masih
sederhana dan panjangnya rantai pemasaran merupakan salah satu penyebab tingginya
kehilangan bobot badan, dan hal ini merugikan peternak sebagai produsen maupun
konsumen yang terpaksa membayar harga yang lebih tinggi.
Kontribusi kambing dalam memenuhi kebutuhan daging nasional relatif masih
kecil, sekitar 3-4 persen. Saat ini permintaan di dalam negeri masih dapat dicukupi oleh
produk lokal. Namun terdapat kecenderungan yang nyata bahwa dengan peningkatan
pendapatan masyarakat dan tingginya tingkat urbanisasi, permintaan daging kambing
cenderung terus meningkat. Kondisi ini harus diantisipasi dengan mendorong investasi
agar usaha peternakan kambing lebih produktif, efektif dan efisien sehingga mampu
memenuhi pasar domestik. Permintaan lain yang diduga akan sangat menarik investor
adalah untuk memenuhi kebutuhan ternak qurban dan akikah, serta untuk keperluan pasar
ekspor yang sangat menjanjikan. Peluang ini harus direspon sekaligus untuk
mengupayakan penciptaan lapangan kerja dan kesejahteraan peternak, yang pada
gilirannya akan memberi kontribusi pada pasokan bahan baku industri kulit dan
perolehan devisa, melalui pemanfaatan sumberdaya lokal yang lebih optimal.

Kondisi agroklimat di Indonesia cukup baik mendukung usaha pengembangan


ternak kambing. Sumber daya lahan yang mendukung usaha peternakan antara lain
sawah, lahan perkebunan, hutan rakyat, serta padang penggembalaan. Integrasi ternak ke
lahan sawah dan perkebunan memberikan keuntungan timbal balik. Misalnya, limbah
dari sawah dan kebun dimanfaatkan untuk pakan ternak, sedangkan ternak menyediakan
pupuk organik bagi lahan.
Sistem integrasi tanaman-ternak tersebut mengintegrasikan seluruh komponen
usaha pertanian sehingga tidak ada limbah yang terbuang. Sistem ini sangat ramah
lingkungan dan mampu memperluas sumber pendapatan dan menekan risiko kegagalan.
Bahkan, semua limbah ternak dan pakan dapat diproses secara in-situ, untuk
menghasilkan biogas sebagai alternatif energi. Residu proses pembuatan biogas ini yang
berupa kompos merupakan sumber pupuk organik yang sangat dibutuhkan tanaman,
sekaligus dapat memperbaiki struktur lahan. Jadi, pemanfaatan limbah pertanian hingga
tidak ada lagi limbah yang terbuang (zero waste production system), akan bermakna
melestarikan perputaran unsur hara dari tanah-tanaman-ternak-kembali ke tanah, secara
sempurna.
Berdasarkan ketentuan Pola Pangan Harapan, seharusnya konsumsi daging
masyarakat Indonesia adalah 10,1 kg/kapita/tahun, tetapi baru tercapai separuhnya. Saat
ini kekurangan produksi daging dalam negeri dipenuhi dari impor. Terdapat impor daging
kambing/domba yang berfluktuatif antara 475,5 ton/tahun sampai 829,6 ton/tahun.
Indonesia mempunyai sumber daya ternak kambing lokal yang cukup baik dan
adaptif dengan kondisi lingkungan Indonesia yang panas dan lembab. Kambing kacang
tersebar hamper di seluruh Indonesia. Kambing PE dan silangannya (kambing jawa
randu/bligon) banyak dijumpai di Jawa Tengah dan Jawa Timur. Total populasi ternak
kambing di Indonesia sekitar 14 juta ekor.
Malaysia dan Brunei merupakan pasar potensial bagi ternak kambing di Indonesia.
Demikian pula, pangsa pasar kambing di beberapa Negara Timur Tengah (khususnya
Arab Saudi) sangat tinggi terutama untuk memenuhi kebutuhan ternak kurban (sekitar 3
juta ekor per tahun). Namun hingga kini permintaan tersebut tidak dapat dipenuhi oleh
Indonesia. Penyebabnya adalah peternak kambing ini tersebar pada peternakan rakyat
dengan kualitas ternak yang sangat beragam sehingga menjadi kendala dalam memenuhi
standar ekspor.
Ada banyak faktor lagi yang mendukung usaha peternakan kambing di Indonesia
termasuk kebijakan pemerintah yang selalu mendorong terciptanya usaha peternakan
secara mandiri. Lembaga Penelitian dan Perguruan Tinggi telah menghasilkan banyak
teknologi peternakan yang dapat dimanfaatkan. Namun perkembangan peternakan di
Indonesia hingga saat ini masih belum menggembirakan dengan berbagai alasan.
Partisipasi semua pihak dalam membantu program pemerintah sangat diperlukan salah
satunya adalah melalui pengembangan peternakan kambing berorientasi bisnis
(agribisnis)
Keuntungan ternak kambing dari data biologis yang tersedia, dapat diketahui
potensi secara ekonomis, ukuran badan yang kecil berarti diperlukan investasi awal yang
lebih kecil. Dengan demikian, kerugian karena kematian atau kehilangan ternak juga
lebih kecil. Berdasarkan manajemen pemeliharaan, kambing dapat dikelola dengan
mudah bahkan oleh anak-anak dan tidak memerlukan lahan dan kandang yang luas.
Secara biologis, satu-dua ekor kambing dapat dipelihara dalam kondisi ketersediaan
pakan terbatas.
Kambing adalah pemakan semak, dalam keadaan bebas (digembalakan)
mobilitasnya lebih tinggi dari domba dan mempunyai kemampuan untuk memilih pakan
atau bagian tanaman yang lebih bergizi. Kambing mempunyai ketajaman rasa untuk
memilih jenis pakan tertentu. Kambing mampu berdiri di atas kedua kaki belakangnya
untuk mendapat dedaunan yang agak tinggi letaknya. Tabiat makan seperti ini membantu
ternak tersebut menghindari infeksi parasite cacing. Disamping itu, kemampuan ternak
kambing untuk mencerna hijauan berserat kasar tinggi menjadikan ternak kambing
mempunyai kemampuan untuk hidup di daerah-daerah yang relatif marjinal.
Kambing adalah ternak yang fertil dengan generasi interval yang relatif pendek.
Hal ini sangat baik dalam program perbaikan mutu genetik. Lama kebuntingan hanya 5
bulan sehingga produksi susu sudah dapat diperoleh pada umur 15-18 bulan. Untuk
produksi daging, ternak sudah dapat dipotong pada umur dibawah satu tahun. Beberapa
keuntungan lain yang dapat diperoleh dari beternak kambing adalah susunya sebagai
sumber gizi yang sempurna. Susu kambing mempunyai kandungan gizi yang sangat
lengkap menyerupai air susu ibu (ASI). Susu kambing dibandingkan dengan susu sapi
memiliki butiran lemak yang lebih kecil dan homogen sehingga susu kambing lebih
mudah dicerna. Susu kambing mengandung gizi yang seimbang dan mempunyai kualitas
buffer yang lebih baik untuk mengatasi gangguan lambung.
Selain keuntungan-keuntungan yang tersebut di atas ternak kambing sangat ideal
sebagai sumber pendapatan utama. Ternak kambing juga bisa menjadi sumber pupuk
organik juga sebagai ternak hiburan.

Anda mungkin juga menyukai