Anda di halaman 1dari 37

Info Peternakan.

  Indonesia saat ini masih mengalami kekurangan pasokan sapi bakalan karena
pertambahan populasi tidak seimbang dengan kebutuhan nasional.  Usaha peternakan rakyat di
Indonesia umumnya bersifat tradisional dan metode pengelolaannya masih menggunakan
teknologi seadanya dan hanya bersifat sambilan.  Karena itu, hasil yang dicapai tidak maksimal. 
Berikut ini beberapa permasalahan yang masih terjadi pada peternakan Indonesia.
  
a.       Produktivitas Rendah
Umumnya, usaha peternakan di Indonesia dilaksanakan sebagai usaha sambilan, disamping
usaha pertanian lainnya seperti menanam padi di sawah.  Akbatnya, alokasi tenaga dan pikiran
lebih banyak diarahkan pada usaha pokok daripada usaha sampingan.  Sapi-sapi tersebut
umumnya dipelihara sebagai tabungan yang akan dijual sewaktu-waktu ketika peternak
membutuhkan uang secara mendadak.  Akibatnya, sapi dijual dengan harga rendah karena waktu
penjualan nya tidak direncanakan terlebih dahulu.
Faktor lain yang berpengaruh pada rendahnya produktivitas ternak adalah tidak jelasnya tujuan
pemeliharaan sapi potong di Indonesia.  Di beberapa Negara maju, pemeliharaan sapi sudah
diklasifikasikan dalam dua tujuan utama,  yaitu sebagai ternak potong dan ternak perah.  Di
Indonesia, hanya pemeliharaan ternak perah yang sudah demikian jelas.  Sementara itu,
peternakan sapi potong biasanya masih dicampuradukkan dengan penggunaan sapi sebagai
ternak pekerja.  Akibatnya, sapi-sapi dijual untuk dipotong pada umur-umur yang relative tua
karena tenaganya dibutuhkan untuk berbagai keperluan.  Bila sejak awal pemeliharaan sudah
ditetapkan sebagai ternak potong, sapi tidak perlu dipelihara selama bertahun-tahun yang
membutuhkan biaya pemeliharaan besar.
b.      Populasi Rendah
Seperti sudah disebutkan pada awal uraian, populasi ternak sapi di Indonesia cenderung statis. 
Padahal, kebutuhan masyarakat terhadap daging sapi cenderung meningkat seiring dengan
semakin meningkatnya pengetahuan gizi masyarakat dan tingkat pendapatannya.  Akibatnya,
sampai saat ini kebutuhan daging di dalam negeri masih harus dicukupi oleh pasokan dari luar
negeri.  Statistik menunjukkan bahwa jumlah total populasi sapi local di Indonesia tidak pernah
menembus angka 10 juta ekor.  Hal ini bertolak belakang dengan Negara tetangga, Australia,
yang populasinya di atas 28 juta ekor (data tahun 2003).  Australia memang dikenal sebagai
Negara yang lebih banyak sapinya dibandingkan dengan jumlah penduduknya.
Rendahnya populasi ternak sapi merupakan akibat dari rendahnya produktivitas sapi tersebut. 
Tidak teraturnya program perkawinan, kurangnya perhatian pada metode pemberian pakan,
pemotongannya yang dilaksanakan tidak sesuai aturan, dan mutasi ternak dari suatu wilayah ke
wilayah lain yang tidak terkontrol merupakan beberapa penyebab rendahnya populasi sapi
potong yang bisa diidentifikasi.
c.       Pasokan Sapi bakalan Tidak stabil
Secara umum, para peternak memperoleh sapi bakalan dari pasar-pasar tradisional di beberapa
daerah.  Pada waktu-waktu tertentu terjadi kelebihan pasokan sapi bakalan, tetapi pada waktu
lainnya justru terjadi kekurangan pasokan yang disebabkan oleh berbagai kegiatan yang
berlangsung secara musiman, misalnya hari-hari besar keagamaan ataupun upacara adat.  Pada
bulan-bulan menjelang Hari Raya Idul Adha, terjadi kekurangan pasokan sapi bakalan karena
para peternak ingin mendapatkan berkah tahunan berupa naiknya harga sapi potong di hari raya
kurban itu.  Akibatnya, terjadi fluktuasi harga yang cukup tinggi anatar kedua kondisi di atas. 
Pada akhirnya, usaha penggemukan sapi potong tidak bisa mencapai skala ekonomis.
Sebenarnya pemerintah sudah mengizingkan impor sapi bakalan dari laur negeri.  Namun, hanya
para pengusaha besar yang mampu mengakses kebijakan ini mengingat prosedur dan biayanya
yang tidak ringan.  Karena itu, tidak mengherangkan bila sapi-sapi bakalan yang dipelihara
bukanlah sapi-sapi bakalan yang ideal dan hasil penggemukan tidak optimal.  Untuk
memperbaiki kondisi perlu diupayakan perbaikan tatalaksana pemeliharaan serta perencanaan
usahanya.
d.      Pasokan pakan Ternak Belum Mencukupi
Pasokan pakan ternak sapi berupa hijauan sangat tergantung pada musim.  Pada musim huja,
jumlah pakan akan melimpah.  Sebaliknya, pada musim kemarau peternak akan kesulitan
mendapatkan pakan.  Untuk mencukupi kebutuhan pakan (baik hijauan maupun konsentrat),
peternak perlu menanam tanaman pakan ternak secara berkelanjutan.  Selama ini, kebanyakan
peternak hanya mengandalkan tanaman pakan dai lahan-lahan kosong di sekitarnya.
e.       Pengetahuan tentang Teknologi Peternakan Masih Rendah
Di atas semua masalah itu, sebenarnya masalah utama yang terjadi pada hamper semua peternak
di Indonesia adalah rendahnya pengetahuan tentang cara beternak yang benar.  Seringkali
ditemui di lapangan, seorang peternak tidak mengetahui waktu yang tepat untuk mengawinkan
sapi potongnya.  Selain itu, pemberian pakan umumnya dilakukan secara trial and error, tanpa
tahu kandungan gizi bahan pakan yang cukup.
Tidak bisa tidak, para peternak harus selalu berusaha untuk meningkatkan pengetahuannya
dalam beternak.  Mereka juga tidak boleh ragu-ragu mempraktikkan pengetahuannya tersebut. 
Tanpa itu, sector peternakan di Indonesia tidak akan pernah mengalami kemajuan yang berarti,
atau bahkan semakin tenggelam.
Namun, pemilihan teknologi juga harus didasarkan pada kemampuan para peternak. 
Penggunaan teknologi yang terlalu maju justru menyebabkan para peternak mengalami kesulitan
karena culture shock. Penggunaan teknologi secara tepat guna lebih mungkin diterapkan secara
bertahap, misalnya penerapan seleksi bibit pada sapi local, control perkawinan, serta pengolahan
dan penggunaan bahan pakan murah berkualitas.
f.       Perkawinan Tidak Terkontrol
Dalam peternakan yang dikelola secara tradisional, biasanya sapi-sapi dilepas bebas di suatu
padang penggembalaan dan dikandangkan secara berkelompok tanpa memisahkan jantang dan
betinanya.  Hal ini seringkali menyebabkan terjadinya perkawinan yang tidak diinginkan yang
menghasilkan keturunan bermutu genetic rendah atau terjadi erosi genetic.  Akibatnya,
produktivitas sapi local semakin rendah.
Sumber : Buku Cara Tepat Penggemukan Sapi Potong. oleh Ir.  Herry Soeprapto, MP & Ir.
Zainal Abidin
Makalah Kebijakan Pengembangan Peternakan Sapi Potong di Indonesia Written By Dody Misa Add
Comment BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Strategi pembangunan pertanian belum menempatkan
sumber pangan hewani sebagai komoditas strategis. Sasaran pembangunan pertanian masih difokuskan
pada pemenuhan kebutuhan karbohidrat (beras dan jagung). Padahal jika dilihat dari pangsa konsumsi,
48,30% masyarakat mengonsumsi daging unggas, 26,10% daging sapi, dan 25,60% daging ternak lain.
Ini berarti permintaan masyarakat akan produk peternakan sangat besar. Jika dikaitkan dengan pola
pangan harapan, tingkat konsumsi daging masyarakat Indonesia seharusnya mencapai 10,10
kg/kapita/tahun. Dengan demikian, pengembangan peternakan memiliki potensi untuk ditingkatkan.
Pembangunan peternakan sebagai bagian dari pembangunan pertanian akan terkait dengan reorientasi
kebijakan pembangunan pertanian. Pembangunan peternakan mempunyai paradigma baru, yakni secara
makro berpihak kepada rakyat, adanya pendelegasian tanggung jawab, perubahan struktur dan
pemberdayaan masyarakat. Oleh karena itu, perlu diformulasikan suatu strategi dan kebijakan yang
komprehensif, sistematis, terintegrasi baik vertikal maupun horizontal, berdaya saing, berkelanjutan, dan
terdesentralisasi. Pembangunan peternakan terutama pengembangan sapi potong perlu dilakukan
melalui pendekatan usaha yang berkelanjutan, modern, dan profesional dengan memanfaatkan inovasi
teknologi untuk meningkatkan efisiensi usaha. Selain itu, pengembangan usaha sapi potong hendaknya
didukung oleh industri pakan dengan mengoptimalkan pemanfaatan bahan pakan spesifik lokasi melalui
pola yang terintegrasi. Untuk memenuhi kecukupan pangan, terutama protein hewani, pengembangan
peternakan yang terintegrasi merupakan salah satu pilar pembangunan sosial ekonomi. Pemanfaatan
dan pelestarian sumber daya peternakan yang seimbang merupakan cetak biru (blue print)
pengembangan peternakan di masa mendatang. Tujuan Penulisan Adapun tujuan dari penulisan
makalah ini adalah menelaah berbagai kebijakan yang berkaitan dengan pengembangan peternakan sapi
potong di Indonesia. Manfaat Penulisan Informasi yang disajika diharapkan dapat menjadi masukan
dalam merumuskan model pengembangan dan kelembagaan usaha peternakan sapi potong yang efisien
dan efektif. BAB II PEMBAHASAN Potensi Pasar Sapi Potong Kebutuhan daging sapi terus meningkat
seiring makin baiknya kesadaran masyarakat akan pentingnya gizi yang seimbang, pertambahan
penduduk, dan meningkatnya daya beli masyarakat. Salah satu upaya untuk memenuhi kebutuhan
daging dalam negeri yaitu dengan meningkatkan populasi, produksi, dan produktivitas sapi potong.
Indonesia dengan jumlah penduduk hampir 223 juta orang dengan laju pertumbuhan 1,01%/tahun
merupakan pasar potensial bagi produk peternakan. Volume impor sapi potong dan produk olahannya
cukup besar, setara dengan 600-700 ekor/tahun (Bamualim et al. 2008). Ditinjau dari sisi potensi yang
ada, Indonesia selayaknya mampu memenuhi kebutuhan pangan asal ternak dan berpotensi menjadi
pengekspor produk peternakan. Hal tersebut dimungkinkan karena didukung oleh ketersediaan sumber
daya ternak dan peternak, lahan dengan berbagai jenis tanaman pakan, produk sampingan industri
pertanian sebagai sumber pakan, serta ketersediaan inovasi teknologi. Jika potensi lahan yang ada dapat
dimanfaatkan 50% saja maka jumlah ternak yang dapat ditampung mencapai 29 juta satuan ternak (ST).
Belum lagi kalau padang rumput alam yang ada diperbaiki dan ditingkatkan kualitasnya dengan
menggunakan rumput unggul sehingga daya tampungnya meningkat secara nyata (Bamualim et al.
2008). Pengembangan industri sapi potong mempunyai prospek yang sangat baik dengan memanfaatkan
sumber daya lahan maupun sumber daya pakan (limbah pertanian dan perkebunan) yang tersedia
terutama di luar Jawa. Potensi lahan pertanian yang belum dimanfaatkan mencapai 32 juta ha, lahan
terlantar 11,50 juta ha, dan lahan pekarangan 5,40 juta ha, belum termasuk lahan gambut dan lebak
(Rustijarno dan Sudaryanto 2006). Namun, kenyataan menunjukkan pengembangan sapi potong belum
mampu memenuhi kebutuhan daging dalam negeri, selain rentan terhadap serangan penyakit. Hal ini
kemungkinan disebabkan adanya berbagai kelemahan dalam sistem pengembangan peternakan. Oleh
karena itu, perlu dirumuskan model pengembangan dan kelembagaan usaha ternak sapi potong yang
tepat, berbasis masyarakat dan secara ekonomi menguntungkan. Semua sumber daya yang ada dapat
dimanfaatkan untuk menghasilkan produk peternakan yang berkualitas, terjangkau, dan bersaing dengan
produk sejenis dari luar negeri sekaligus meningkatkan kesejahteraan peternak (Bamualim et al. 2008).
(untuk lebih lengkap silahkan baca juga: Potensi Ternak Potong di Indonesia) Kebijakan Pengembangan
Sapi Potong Pengembangan peternakan sapi potong dilakukan bersama oleh pemerintah, masyarakat
(peternak skala kecil), dan swasta. Pemerintah menetapkan aturan main, memfasilitasi serta mengawasi
aliran dan ketersediaan produk, baik jumlah maupun mutunya agar memenuhi persyaratan halal, aman,
bergizi, dan sehat. Swasta dan masyarakat berperan dalam mewujudkan kecukupan produk peternakan
melalui kegiatan produksi, impor, pengolahan, pemasaran, dan distribusi produk sapi potong (Bamualim
et al. 2008). Secara umum pengembangan suatu jenis usaha dipengaruhi oleh berbagai faktor, salah
satunya adalah dukungan aturan dan kebijakan (rules and policies) pemerintah. Dalam hal ini, kemauan
pemerintah (govermental will) dan legislatif berperan penting, selain lembaga penelitian dan perguruan
tinggi (Amar, 2008). Tawaf dan Kuswaryan (2006) menyatakan, kebijakan pemerintah dalam
pembangunan peternakan masih bersifat Top Down. Kebijakan seperti ini pada akhirnya menyulitkan
berbagai pihak, terutama stakeholder. Pertanyaannya bagaimana membuat kebijakan publik yang
didasarkan hasil riset dengan melibatkan stakeholder dan pembuat kebijakan melalui forum dialog,
kemudian hasilnya diagendakan sehingga dapat digunakan dalam merumuskan kebijakan nasional,
regional, dan internasional. Langkah-langkah merumuskan kebijakan publik dalam pengembangan
peternakan diilustrasikan pada Gambar 1: Dalam konsep tersebut, ada tiga langkah utama yang harus
ditempuh untuk menghasilkan kebijakan publik yang andal, yaitu: 1) Melakukan riset empiris mengenai
kerangka konsep yang akan diajukan sebagai suatu kebijakan. Penelitian difokuskan pada sumber daya
ternak unggul, pemanfaatan sumber daya lahan dan air untuk pengembangan hijauan pakan dan
pemeliharaan ternak, serta pengendalian penyakit. 2) Melakukan inovasi dan studi kasus aplikasinya,
misalnya pemanfaatan limbah pertanian dan perkebunan sebagai sumber pakan murah untuk sapi
potong. Dengan memanfaatkan inovasi teknologi, nilai nutrisi limbah yang umumnya rendah dapat
ditingkatkan, misalnya dengan membuatnya menjadi pakan lengkap. 3) Melakukan pembelajaran
interaktif dan dukungan kebijakan. Pembelajaran interaktif dapat melibatkan perguruan tinggi maupun
lembaga penelitian dengan menyebarluaskan informasi hasil penelitian yang bermanfaat bagi
pengembangan peternakan. Perlu pula mengaktifkan kembali lembaga penyuluhan sebagai mata rantai
pembelajaran bagi petani peternak. Walaupun secara teknis berbagai upaya telah dilakukan untuk
mengembangkan usaha peternakan sapi potong, tanpa dukungan politis maupun sosial budaya (kultural),
hasilnya kurang optimal. Oleh karena itu, kebijakan pengembangan sapi potong perlu disosialisasikan
sehingga mampu mendukung upaya pemenuhan kecukupan daging. (baca juga: Makalah Dampak
Kebijakan Pemerintah Terhadap Pengembangan Peternakan di NTT) Pengembangan di Sentra Pakan
Kebijakan perlu dirumuskan untuk mencari kawasan pertumbuhan baru pengembangan peternakan sapi
potong di sentrasentra pakan (industri pertanian yang berpotensi menghasilkan produk ikutan untuk
pakan), dengan memperhatikan imbangan ketersediaan lahan dan populasi ternak untuk menjaga
kesinambungan usaha. Beberapa hasil kajian perlu disosialisasikan ke kawasan-kawasan yang potensial
agar dapat diimplementasikan. Perlindungan Pasar Domestik Potensi pasar domestik perlu mendapat
perlindungan terhadap kemungkinan serbuan produk impor sebagai konsekuensi dari pemberlakuan
pasar bebas. Jika pemerintah mampu melindungi pasar dalam negeri, produksi peternakan sapi potong
rakyat akan menjadi tuan rumah di negeri sendiri. Namun, kebijakan yang ada justru membuka peluang
impor untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri. Artinya, kebijakan yang ada belum memberi perlakuan
yang sama (equal treatment) kepada usaha peternakan dalam negeri dan industri peternakan (pesaing)
di luar negeri. Sebagai contoh kasus adalah SK Mentan No. 745 tentang pemisahan daging dan jeroan,
kebijakan zona bebas PMK, serta larangan penggunaan hormon dalam usaha sapi potong, padahal
daging yang diimpor menggunakan hormon pertumbuhan. Untuk itu berbagai kebijakan yang ada perlu
diinventarisasi, mulai dari UU No. 6/1967 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan, Peraturan
Pemerintah, SK Mentan, SK Dirjen Peternakan, hingga Peraturan Daerah yang berkaitan dengan
pengembangan peternakan sapi potong (Tawaf dan Kuswaryan 2006). Kebijakan Otonomi Daerah
Keberhasilan program pengembangan usaha sapi potong bergantung pada dukungan dan kerja sama
berbagai pihak secara lintas sektoral. Selain itu, dukungan SDM yang memadai merupakan prasyarat
untuk memacu penerapan teknologi adaptif mulai dari tingkat aparat pelaksana sampai di lapangan
(peternakan rakyat). Usaha ternak sapi potong rakyat hendaknya mulai diarahkan ke usaha komersial,
bukan lagi sebagai hobi atau tabungan, karena peternakan rakyat akan menjadi tulang punggung
keberhasilan program kecukupan daging (Tawaf dan Kuswaryan, 2006). Aspek Ekonomi Tawaf dan
Kuswaryan (2006) menyatakan, dukungan kebijakan ekonomi (finansial dan perbankan) diperlukan untuk
mendukung Program Kecukupan Daging 2010, karena biaya yang diperlukan mencapai triliunan rupiah.
Dukungan dapat berupa kemudahan prosedur perbankan kepada peternak dengan bunga yang kondusif
(maksimal 5%), dan kemudahan memperoleh fasilitas bagi usaha pembibitan, misalnya kebijakan subsidi
langsung atau tidak langsung. Menurut Rustijarno dan Sudaryanto (2006), kebijakan pengembangan
ternak sapi potong ditempuh melalui dua jalur. Pertama, ekstensifikasi usaha ternak sapi potong dengan
menitikberatkan pada peningkatan populasi ternak yang didukung oleh pengadaan dan peningkatan mutu
bibit, penanggulangan penyakit dan parasit ternak, peningkatan penyuluhan, bantuan perkreditan, 
pengadaan dan peningkatan mutu pakan atau hijauan, dan pemasaran. Kedua, intensifikasi atau
peningkatan produksi per satuan ternak melalui penggunaan bibit unggul, pakan ternak, dan penerapan
manajemen yang baik. Empat langkah strategis pelayanan yang harus dilakukan pemerintah yaitu: 1)
Memperlakukan ternak sebagai sumber daya, dalam pengertian ternak dapat punah dan tidak bisa
dipulihkan jika habis terpakai. Karena itu, pemerintah perlu terus berupaya mempertahankan dan
mengembangkan sumber daya ternak sebagai sumber pertumbuhan produksi daging, susu, dan telur.
Ternak merupakan sumber daya genetik yang dapat diturunkan dan dikembangkan untuk kepentingan
manusia. Dalam hal ini, ternak sumber daya berfungsi menghasilkan ternak komoditas dan ternak
produk. 2) Menyediakan infrastruktur industri peternakan melalui penyediaan lahan dan pengairan untuk
memproduksi hijauan makanan ternak (HMT). Penyediaan infrastruktur hendaknya dalam bentuk
investasi publik sebagaimana pembangunan irigasi untuk tanaman pangan. Infrastruktur untuk
pemanfaatan lahan dan air merupakan kendala utama dalam pengembangan peternakan. Tanpa
pelayanan ini, investasi peternakan sulit berkembang dan usaha peternakan tetap bersifat tradisional. 3)
Melakukan pengendalian penyakit antara lain dengan menjaga kesehatan ternak dan mencegah
penularan penyakit di antara ternak maupun ke manusia, termasuk di dalamnya produksi pangan asal
ternak yang sehat dan aman (ASUH). Pengendalian penyakit ternak pada masa mendatang merupakan
isu yang sangat penting dalam perdagangan hasil peternakan di pasar internasional. 4) Mencegah
pemotongan sapi betina produktif dan sapi jantan dengan bobot badan suboptimal untuk mencegah
pengurasan populasi sapi lokal. Pencegahan dapat dilakukan dengan cara membeli ternak di maksud
pada pasar hewan dan rumah potong hewan (RPH) untuk selanjutnya dikembangkan pada pusat-pusat
pembibitan. Beberapa opsi kebijakan yang dapat dipertimbangkan untuk memacu produksi peternakan di
Indonesia adalah sebagai berikut (Talib 2001; Simatupang dan Hadi 2004; Soedjana 2005): 1)
Memperbaiki mutu genetik ternak melalui kawin silang antara induk lokal dengan pejantan unggul. Secara
nasional, cara ini dapat direkomendasikan untuk membantu peternak dalam meningkatkan produksi dan
produktivitas ternak. Pengembangan dan penyempurnaan stok bibit nasional juga dilanjutkan, antara lain
dengan membangun institusi penangkar bibit ternak yang dihasilkan oleh lembaga penelitian. 2)
Mengembangkan sapi tipe dwiguna untuk mengeksplorasi kapasitas produksi ternak sapi di daerah tropis
dalam memproduksi pedet jantan sebagai sapi potong dan induk sapi perah yang menggunakan input
sedang. 3) Menerapkan pendekatan sistem usaha tani terintegrasi antara tanaman dan ternak terutama
di Jawa, seperti sistem, produksi sapi potong berbasis padi untuk memanfaatkan jerami padi sebagai
sumber serat kasar melalui fermentasi di samping menyediakan pupuk organik bagi tanaman. 4)
Menegakkan aturan dan peraturan tentang pelarangan pemotongan sapi betina produktif, baik pada sapi
potong maupun sapi perah, untuk menjaga stok populasi nasional. 5) Melanjutkan pengawasan dan
pencegahan penyakit ternak di dalam negeri maupun ternak yang didatangkan dari luar negeri untuk bibit
dengan memperkuat peran karantina hewan. 6) Mengembangkan informasi pasar secara nasional, baik
untuk pasar input maupun produk peternakan, serta menjamin harga produk secara reguler. 7)
Mempromosikan keseimbangan produksi biji-bijian seperti jagung untuk keperluan pakan ternak maupun
bahan pangan. 8) Mempromosikan konsumsi produk-produk peternakan dalam negeri, terutama susu,
melalui penganekaragaman produk dan introduksi program minum susu di sekolah dan pemberian susu
kepada generasi muda. Analisis Kebijakan Pakan Sapi Potong Sejarah perkembangan peternakan
menunjukkan bahwa pusat produksi usaha peternakan sapi potong berada di kantong-kantong produksi
usaha tani. Hal ini membuktikan bahwa ternak merupakan sumber tenaga kerja dan pupuk bagi usaha
tani. Konsekuensinya, ternak akan diberi pakan hasil ikutan produksi pertanian yang umumnya
berkualitas rendah. Oleh karena itu, petani perlu dibekali pengetahuan tentang cara meningkatkan
kualitas pakan yang ada di sekitar mereka sehingga produktivitas usaha meningkat (Tawaf dan
Kuswaryan 2006). Dalam banyak hal, kegagalan reproduksi ternak dan pemeliharaan pedet berkaitan
erat dengan kecukupan pakan. Sumber pakan di Indonesia cukup banyak tetapi tersebar sehingga
pengangkutan pakan ke tempat ternak perlu memperhitungkan nilai ekonomisnya. Pada kawasan padat
ternak, peternak menghadapi kesulitan dalam memperoleh pakan serat sehingga dibutuhkan campur
tangan pihak lain untuk membangun infrastruktur pakan yang cukup dan ekonomis. Pada musim hujan,
produksi pakan serat melimpah, tetapi pada musim kemarau peternak sulit memperoleh hijauan. Oleh
karena itu, perlu teknologi penanganan pakan yang berlebihan pada musim hujan agar dapat
dimanfaatkan pada musim kemarau (Bamualim et al. 2008). Sentra-sentra pengembangan industri
pertanian hendaknya bersinergi dengan kawasan peternakan (Tawaf dan Kuswaryan 2006). Program
peningkatanpopulasi dan produktivitas sapi potong perlu diikuti dengan penyediaan pakan yang
berkualitas sepanjang tahun. Upaya penyediaan pakan dilakukan secara komprehensif dengan
menerapkan konsep feed forage budgeting, perawatan dan pemanfaatan hijauan yang ada,
pengembangan hijauan unggul, pengembangan usaha integrasi antara ternak dan tanaman pangan atau
perkebunan dan penggalian potensi pakan lokal (Marsetyo, 2008). Keberhasilan pengembangan usaha
sapi potong antara lain ditentukan oleh kecukupan pakan (jumlah dan mutunya). Hijauan sebagai
komponen utama pakan ternak berasal dari lahan penggembalaan dan sumber lain. Ketersediaan lahan
dan hijauan perlu pula ditunjang dengan aturan dan kebijakan yang tercantum pada Undang-Undang
No.18, 2009 tentang peternakan dan kesehatan hewan serta pada Amar (2008): 1) Pemetaan potensi
pengembangan padang penggembalaan dan tanaman hijauan pakan di setiap daerah atau wilayah yang
memungkinkan. 2) Penetapan lokasi atau kawasan pengembangan. 3) Perencanaan dan pelaksanaan
program-program yang terintegrasi antarsektor (instansi teknis), lebih dari sekedar saling mendukung. 4)
Pemenuhan jumlah dan kompetensi tenaga penyuluh. 5) Dukungan dan fasilitasi bagi terbentuknya
sekolah lapang bagi petani atau peternak, dan pengadaan sumber informasi atau unit pelayanan yang
mudah dan dapat diakses dengan cepat oleh masyarakat untuk menyampaikan masalah dan
memperoleh bimbingan atau informasi. 6) Perbaikan intensitas dan frekuensi pelatihan, khususnya
penyediaan hijauan sesuai dengan peningkatan populasi ternak sapi. Swasembada daging sapi akan
dicapai dan dapat dipertahankan bila populasi dan mutu ternak sapi potong berkembang lebih cepat atau
minimal sama dengan peningkatan kebutuhan. 7) Pengawasan dan pengendalian pemotongan mternak
betina produktif dan pengembangan rumah potong hewan. 8) Dukungan penelitian dan pengembangan.
Penelitian pakan perlu difokuskan pada sumber pakan alternatif dengan memanfaatkan produk ikutan
hasil pertanian, perkebunan, dan industri pangan. Produk ikutan hasil pertanian mempunyai nilai gizi
yang bervariasi dari sangat rendah hingga tinggi. Demikian pula produk ikutan industri pangan umumnya
berkualitas sedang sampai baik. Saat ini telah tersedia perangkat lunak untuk memformulasi  pakan
berdasarkan bahanbahan yang ada (Mathius dan Sinurat 2001; Bamualim et al. 2008). Penelitian pakan
juga diarahkan untuk memperbaiki bahan pakan berkualitas rendah nsedang melalui proses fermentasi
dengan mikroorganisme. Penelitian mikroba yang dapat menekan produksi gas metana dari ternak
(rumen modifier complete) juga penting untuk mengurangi emisi gas rumah kaca dari ternak (Wina 2005;
Bamualim et al., 2008). Sentra-sentra baru pengembangan ternak sapi potong tampaknya bisa beralih ke
wilayah pertanian/perkebunan. Sistem Integrasi Sapi Kelapa Sawit (SISKA) perlu terus dikembangkan
sehingga bisa diterapkan di seluruh kawasan perkebunan kelapa sawit. Demikian pula Cro Livestock
System (CLS) untuk padi, Livestock Sugarcane Integration System (LISIS) untuk usaha tebu/gula, dan
Sustainable Livestock Techno Park (SLTP) untuk kawasan pertanian lahan kering. Model pengembangan
peternakan ini memerlukan pendekatan teknis dan sosio-ekonomis sehingga akan tumbuh dan
berkembang sumber-sumber pertumbuhan baru sapi potong (Tawaf dan Kuswaryan 2006; Diwyanto
2008; Mathius 2008). Pemanfaatan Limbah Pertanian Dan Perkebunan Peternakan sapi potong di
Indonesia umumnya berupa peternakan rakyat yang berintegrasi dengan tanaman pangan (smallholder
crop-livestock system). Umumnya peternak sapi adalah petani yang juga menanam berbagai komoditas
tanaman pangan. Kondisi tersebut mencerminkan pentingnya integrasi antara tanaman pangan dan sapi.
Limbah hasil tanamanpangan dan perkebunan dapat menjadi pakan ternak dengan memperbaiki
kandungan nutrisinya. (baca juga: Makalah Pemanfaatan Limbah Pertanian Sebagai Pakan Ternak)
Beberapa limbah tanaman pangan dan perkebunan yang berpotensi sebagai pakan penguat atau
suplemen dan kandungan nutrisinya disajikan pada Tabel di bawah ini. Limbah industri tanaman pangan
atau perkebunan juga berpotensi sebagai pakan suplemen, seperti onggok, dedak padi, dan bungkil
kelapa sawit (Tabel). Onggok adalah pakan sumber energi  yang angat murah. Onggok dapat diberikan
pada sapi potong dalam bentuk segar atau kering dalam bentuk irisan, potongan, ataupun tepung.
Onggok kering dapat diberikan sampai 65% dari total ransum. Palatabilitas onggok dapat ditingkatkan
dengan menambahkan molasses (tetes). Nilai nutrisi onggok dapat diperbaiki melalui fermentasi dengan
mikroba yang dikenal dengan istilah solid state fermentation (Marsetyo 2008). Bungkil kelapa merupakan
produk samping pembuatan minyak kelapa, sedangkan bungkil kelapa sawit dan bungkil inti sawit
merupakan sisa hasil pembuatan minyak kelapa sawit. Tepung biji kapas merupakan produk samping
penggilingan biji kapas utuh. Penggilingan akan menurunkan kandungan gosipol pada biji kapas,
sedangkan nilai nutrisinya meningkat. Bahan-bahan tersebut mengandung lemak kasar cukup tinggi
sehingga pemberiannya kepada ternak perlu dibatasi. Sebaiknya pemberian pada sapi tidak melebihi 1%
dari bobot badan. Namun karena kandungan lipidnya tinggi, bahan pakan tersebut sebaiknya diberikan
maksimal  0,50% dari bobot badan/hari (Mathius dan Sinurat 2001; Marsetyo 2008). Pengembangan sapi
potong perlu mendapat perhatian serius mengingat permintaan daging belum dapat dipenuhi dari
produksi dalam negeri. Salah satu kendala dalam usaha ternak sapi potong adalah produktivitas ternak
rendah karena pakan yang diberikan berkualitas rendah. Di sisi lain, potensi bahan baku pakan lokal
seperti limbah pertanian dan perkebunan belum dimanfaatkan secara optimal, dan sebagian besar
digunakan sebagai bahan bakar, pupuk organik atau bahan baku industri. Upaya untuk mengoptimalkan
pemanfaatan limbah pertanian dan perkebunan sebagai pakan ternak dapat dilakukan dengan
meningkatkan kualitas nutrisinya melalui fermentasi, suplementasi, dan pembuatan pakan lengkap
(Wahyono dan Hardianto 2004). Diversifikasi pemanfaatan produk samping atau limbah agroindustri serta
limbah pertanian dan perkebunan menjadi pakan telah mendorong berkembangnya agribisnis sapi
potong secar integratif dalam suatu sistem produksi yang terpadu dengan pola  pertanian dan
perkebunan melalui daur ulang biomassa yang ramah lingkungan atau dikenal Zero Waste Production
System (Wahyono dan Hardianto 2004). Teknologi pengolahan limbah pertanian dan limbah agroindustri
menjadi pakan lengkap merupakan salah satu upaya untuk meningkatkan nilai nutrisi limbah. Pengolahan
limbah agroindustri sebagai pakan dapat dilakukan dengan memberikan beberapa perlakuan, antara lain:
1) Pencacahan untuk mengubah ukuran partikel dan melunakkan tekstur bahan agar konsumsi ternak
lebih efisien, 2) Pengeringan dengan panas matahari atau dengan alat pengering untuk menurunkan
kadar air bahan 3) Pencampuran dengan menggunakan alat pencampu (mixer) dan penggilingan dengan
alat hammer mill dan terakhir pengemasan (Wahyono dan Hardianto 2004; Salem dan Smith 2008). BAB
III KESIMPULAN Isu penting dalam pengembangan usaha ternak sapi potong adalah penurunan populasi
ternak yang terus berlanjut dari tahun ke tahun. Rendahnya produktivitas ternak serta kompleksnya
masalah dalam sistem usaha ternak sapi potong merupakan tantangan sekaligus peluang dalam
pengembangan usaha ternak sumber daging tersebut. Solusi yang dapat dijangkau adalah
mengintegrasikan usaha sapi potong dengan sumber pakan. Sumber pakan dapat memanfaatkan limbah
pertanian dan perkebunan yang selama ini belum digunakan secara optimal. Pengembangan rumah
potong hewan dan pengendalian pemotongan sapi betina produktif perlu mendapat perhatian.
Pencegahan pemotongan induk betina produktif berpotensi menambah populasi ternak melalui anak
yang dilahirkan. Keberhasilan pengembangan usaha ternak sapi potong ditentukan oleh dukungan
kebijakan yang strategis yang mencakup tiga dimensi utama agribisnis, yaitu kebijakan pasar input, budi
daya, serta pemasaran dan perdagangan dengan melibatkan pemerintah, swasta, dan masyarakat
peternak. Dari ketiga dimensi tersebut, kebijakan pemasaran (perdagangan) memegang peranan kunci.
Keberhasilan kebijakan pasar output akan berdampak langsung terhadap bagian harga dan pendapatan
yang diterima pelaku agribisnis. Kondisi ini akan memantapkan proses adopsi teknologi, peningkatan
produktivitas, dan pada akhirnya menjamin keberlanjutan investasi. (baca juga: Pengembangan
Peternakan Sapi Melalui Model Ternak Sapi Terpadu) DAFTAR PUSTAKA Amar, A.L. 2008. Strategi
penyediaan pakan hijauan untuk pengembangan sapi potong di Sulawesi Selatan. hlm. 172-179. Dalam
A.L. Amar, M.H. Husain, K. Kasim, Marsetyo, Y. Duma, Y. Rusyantono, Rusdin, Damry, dan B. Sundu
(Ed). Pengembangan Sapi Potong untuk Mendukung Percepatan Pencapaian Swasembada Daging Sapi
2008-2010. Prosiding Seminar Nasional, Palu 24 November 2008. Kerja Sama antara Universitas
Tadulako, Sub Dinas Peternakan danm Dinas Pertanian Perkebunan dan Peternakan Sulawesi Tengah.
Bamualim, A.M., B. Trisnamurti, dan C. Thalib. 2008. Arah penelitian pengembangan sapi potong di
Indonesia. hlm. 4-12. Dalam A.L. Amar, M.H. Husain, K. Kasim, Marsetyo, Y. Duma, Y. Rusyantono,
Rusdin, Damry, dan B. Sundu (Ed). Pengembangan Sapi Potong untuk Mendukung Percepatan
Pencapaian Swasembada Daging Sapi 20082010. Prosiding Seminar Nasional, Palu, 24 November
2008. Kerja Sama antara Universitas Tadulako, Sub Dinas Peternakan dan Dinas Pertanian Perkebunan
dan Peternakan Sulawesi Tengah. Diwyanto, K. 2008. Pemanfaatan sumber daya lokal dan inovasi
teknologi dalam mendukung pengembangan sapi potong di Indonesia. Pengembangan Inovasi Pertanian
1(3): 173-188. Ilham, N. 2001. Prospek pasar dan sistem tata niaga ternak dan daging sapi di Nusa
Tenggara Barat. Wartazoa 11(2): 32-43. Marsetyo. 2008. Strategi pemenuhan pakan untuk peningkatan
produktivitas dan populasi sapi potong. hlm. 94-103. Dalam A.L. Amar, M.H. Husain, K. Kasim, Marsetyo,
Y. Duma, Y. Rusyantono, Rusdin, Damry, dan B. Sundu (Ed). Pengembangan Sapi Potong untuk
Mendukung Percepatan Pencapaian Swasembada Daging Sapi 20082010. Prosiding Seminar Nasional,
Palu, 24 November 2008. Kerja Sama antara Universitas Tadulako, Sub Dinas Peternakan dan Dinas
Pertanian Perkebunan dan Peternakan Sulawesi Tengah. Mathius, IW. 2008. Pengembangan sapi
potong berbasis industri kelapa sawit. Pengembangan Inovasi Pertanian 1(3): 206-224. Mathius, IW. dan
A.P. Sinurat. 2001. Pemanfaatan bahan pakan inkonvensional untuk ternak. Wartazoa 11(2): 20-31.
Nugroho, B.A. 2006. Pengembangan agribisnis peternakan pola bantuan usaha ekonomi produktif (Studi
di Provinsi Sulawesi Utara). hlm. 162-172. Dalam B. Suryanto, Isbandi, B.S. Mulayatno, B. Sukamto, E.
Rianto, dan A.M. Legowo. Pemberdayaan Masyarakat Peternakan di Bidang Agribisnis untuk Mendukung
Ketahanan Pangan. Prosiding Seminar Nasional 2006, Semarang. Universitas Diponegoro. Riady, M.
2004. Tantangan dan peluang peningkatan produksi sapi potong menuju 2020. hlm. 3-6. Dalam B. Setiadi
H. Sembiring, T. Panjaitan, Mashur, D. Praptono, A. Muzan, A. Sauki, dan Wildan (Ed.). Prosiding
Lokakarya Nasional Sapi Potong. Yogyakarta 8–9 Oktober 2004. Pusat Penelitian dan Pengembangan
Peternakan, Bogor. Rustijarno, S. dan B. Sudaryanto. 2006. Peningkatan ketahanan pangan melalui
Kecukupan Daging Sapi 2010. hlm. 366-374. Dalam B. Suryanto, Isbandi, B.S. Mulayatno, B. Sukamto,
E. Rianto, dan A.M. Legowo (Ed.). Pemberdayaan Masyarakat Peternakan di Bidang Agribisnis untuk
Mendukung Ketahanan Pangan. Prosiding Seminar Nasional 2006, Semarang. Universitas Diponegoro.
Salem and Smith. 2008. Feeding strategies to increase small ruminant production in dry environments.
Small Ruminant Res. 77: 174–194. Simatupang, P. dan P.U. Hadi. 2004. Daya saing usaha peternakan
menuju 2020. Wartazoa 14(2): 45-57. Soedjana, T.D. 2005. Prevalensi usaha ternak tradisional dalam
perspektif peningkatan produksi ternak nasional. Jurnal Penelitian dan Pengembangan Pertanian 24(1):
10-18. Talib, C. 2001. Pengembangan sistem perbibitan sapi potong nasional. Wartazoa 11(1): 1019.
Tawaf, R. dan S. Kuswaryan. 2006. Kendala kecukupan daging 2010. hlm. 173-185. Dalam B. Suryanto,
Isbandi, B.S. Mulayatno, B. Sukamto, E. Rianto, dan A.M. Legowo (Ed.). Pemberdayaan Masyarakat
Peternakan di Bidang Agribisnis untuk Mendukung Ketahanan Pangan. Prosiding Seminar Nasional
2006, Semarang. Universitas Diponegoro. Wahyono, D.E. dan R. Hardianto. 2004. Pemanfaatan sumber
daya pakan lokal untuk pengembangan usaha sapi potong. Makalah disampaikan pada Lokakarya
Nasional Sapi Potong 2004. Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan, Bogor. hlm. 66-76. Wina,
E. 2005. Teknologi pemanfaatan mikroorganisme dalam pakan untuk meningkatkan produktivitas ternak
ruminansia di Indonesia: Sebuah review. Wartazoa l5(4): 173-186. Winarso, B. 2009. Pengembangan
ternak sapi potong dalam mendukung program pengembangan swasembada daging di Nusa Tenggara
Barat. Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian. ICASEPS Working Paper 98: 1-16.
Winarso, B. 2009. Pengembangan ternak sapi potong dalam mendukung program pengembangan
swasembada daging di Nusa Tenggara Barat. Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian.
ICASEPS Working Paper 98: 1-16. Sumber :   Jurnal Litbang Pertanian, 29(1), (2010)

Read more: https://www.berbagiilmupeternakan.com/2018/11/makalah-kebijakan-pengembangan.html


Keluhan Peternak Masih Lamban Ditanggapi
Pemerintah
By

 Nugraha Sitanggang

 -

 Mar 10, 2016

3087

SHARE

Facebook

 
Twitter



Banyak para peternak di daerah daerah yang masih kurang di respon oleh pemerintah hal tersebut
bisa terlihat dari semakin memburuknya dunia ternak indonesia, hal tesebut sudah di ungkapkan
oleh peternak dan dunia usaha. hal tersebut tentu akan memunculkan tentang adanya kartel
dilapangan guru besar pertanian Unversitas Lampung ini berharap, proses persidangan yang dilakukan
KPPU tetap berjalan, namun pemerintah segera membuat solusi jangka pendek untuk menyelamatkan
nasib peternak mandiri nasional

Menurut Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementerian Pertanian Muladno. Proses
afkir sudah dalam perencanaan pemerintah dan hal tersebut merupakan keluahan dari para peternak
dan pelaku usaha lainnya. Hal tersebut dilakukan agar bisa menekan Afkir dini, para peternak
berharap dengan adanya afkir dini bisa mengurangi OP. hal itu juga untuk membantu para peternak
kecil. Saat ini pemerintah masih melakukan operasi pasar karena masih banyak harga daging ayam
yang dijual tinggi. pemerintah berencana beli harga ayam yang lebih tinggi kepada peternak agar
kerugiannya terkontrol. Namun hal tersebut masih belum efektif karena masih banyak para peternak
kecil yang mengalami kerugian
ARA PENGENDALIAN KESEHATAN TERNAK SAPI POTONG

BAB I

PENDAHULUAN

1.1.            Latar Belakang
Peternakan sapi potong merupakan salah satu potensi yang sangat menjanjikan. Dilihat dari
tersedianya pakan hijau yang ada di indonesia menjadi pemacu keberhasilan dalam mengelola ternak
sapi potong. Ternak sapi potong, sejak dulu sudah dikenal banyak orang. Namun masih sedikit
masyararakat yang benar-benar menjadikan sapi potong sebagai lahan usaha atau bisnis,melainkan
masyarakat beternak sapi potong sebagai barang simpanan saja.

Keberhasilan dalam mengelola ternak sapi potong selain dalam hal pemberian pakan dan
nutrisi,perkandangn,lingkungan yang cocok, pengendalian kesehatan ternak sapi potong juga sangat
perlu diperhatikan. Mencegah penyakit menular maupun tidak menular pada sapi potong juga perlu
diperkuat, karena jika sudah terkena penyakit akan menjadi masalah. Terutama pada pemnambahan
biaya yang harus dikeluarkan selain itu bisa mengurangi kualitas sapi potong.
jika peternak selalu menjaga ternaknya dalam kondisi yang sehat maka produksinya pun akan
optimal dan jika sebaliknya peternak tidak menjaga ternaknya produktifitasnya akan menurun akibatnya
terjadi kerugian pada peternak. Untuk itu betul –betul di jaga dan diperhatikan masalah masalah
kesehatan ternak, buat ternak tetap sehat,nyaman dan tetap bisa beraktivitas memakan pakan dengan
keadaan normal.

1.2.            Rumusan Masalah

-         Bagaimana karakteristik atau ciri ternak sapi potong yang sehat dan sakit ?
-         Apa saja faktor penyebab penyakit pada ternak sapi potong ?

-         Bagaimana cara mencegah serangan dan penularan penyakit pada ternak sapi potong ?
-         Bagaimana Pengendalian terhadap penyakit ternak sapi potong?

1.3.            Tujuan Penulisan
-         Untuk mengetahui karakteristik atau ciri ternak sapi potong yang sehat dan sakit

-         Untuk mengetahui faktor penyebab penyakit pada ternak sapi potong


-         Untuk mengetahui cara mencegah serangan dan penularan penyakit pada ternak sapi potong

-         Untuk mengetahui cara pengendalian penyakit pada ternak sapi potong


BAB II
PEMBAHASAN

            Kesehatan ternak adalah suatu kondisi atau keadaan ternak yang dimana seluruh sel yang
mesnyusunya dan cairan atau hormon yang melakukan fungsinya secara normal tanpa hambatan atau
gangguan. Pengendalian kesehatan ternak berarti menjaga,memelihara dan mencegah terjadinya
gangguan fungsi tubuh ternak agar tetap normal dan bisa melakukan aktivitas tubuh sehingga bisa tetap
menjaga kualitas dan kuantitas pruduktivitasnya. Penegndalin kesehatan ternak sama saja dengan
menjaga ternak agar terhindar dari berbagai penyakit, baik yang diakibatkan oleh bakteri karena
lingkungan atau perkandangan kotor,virus maupun mikroorganisme lainnya.

            Pengendalian kesehatan terhadap ternak sapi potong perlu diperhatikan, mengingat betapa
besarnya dampak yang akan terjadi jika ternak sapi potong telah terkena penyakit. Selain bertambahnya
pengeluaran biaya ,akan mempengaruhi kualitas dagingnya.
2.1. Karakteristik Ternak Sehat dan Sakit

       Ada beberapa tanda atau ciri yang menunjukan bahwa sapi potong itu sakit atau sehat. Jika sudah
mengetahui tanda-tanda sapi potong sakit kita bisa segera mengambil tindakn selanjutnya.

2.1.1.  Karakteristik ternak sapi potong sehat


       Untuk ternak sapi potong dalam kondisi sehat akan terlihat karakteristik dan tingkah laku sebagi
berikut :
a.  Nafsu makan normal

b.  Minum teratur ( biasanya 8 kali sehari )   


c.   Agresif

d.   Istirahat dengan tenang


e.  Pergerakan tidak kaku (telinga sering digerakan,kaki kuat dan mulut basah )

f.     Keadaan mata, selaput lendir dan warna kulit normal


g.   Pengeluaran feses dan urin tidak sulit dengan warna dan konsistensinya normal.

h.   Tidak terdapat gangguan dalam bernafas, denyut nadi dan suhu tubuh (suhu rektal berkisar antara 38,0 –
39,30C dengan rata-rata 38,60C)

2.1.2. Karakteristika Ternak Sapi Potong Sakit

       Karakteristik yang memberikan indikasi bahwa ternak sapi potong sakit dan ciri-cirinya dapat
diamati, antara lain :

a.    Terjadinya pengeluaran lendir atau cairan yang tidak normal dari mulut, hidung dan mata.
b.    Mata terlihat suram,cekung,mengantuk dan telinga terkulai
c.       Menurunnya konsumsi pakan (Nafsu makan berkurang ) atau air minum, bahkan sama sekali tidak mau
makan.
d.    Kotoran sedikit ,mungkin saja terkena diare atau kering dan keras.

e.     Terjadinya kelainan postur tubuh, sulit berdiri, berjalan atau bergerak.


f.       Gelisah yang berlebihan, batuk atau bersin, diare, feses atau urin berlendir atau berdarah.

g.     Abnormalnya suhu tubuh, denyut nadi dan pernafasan.


h.    Bobot badan menurun dan berjalan sempoyongan.

i.      Kulit tidak elastis,mulut dan hidung kering.


2.2. Faktor Penyebab Penyakit Ternak

       Terdapat beberapa faktor penyebab yang menimbulkan penyakit pada ternak sapi potong,selain
disebabkan oleh faktor genetik diantarnnya :

2.2.1. Faktor lingkunagn yang kotor


       Lingkungan yang kotor menjadi salah satu faktor yang memacu timbulnya berbagai penyakit. Salah
satu contohnya kandang yang dibiarkan kotor atau tidak dibersihkan. Kebersihan lingkungan kandang
menjadi tanggung jawab peternak dan kewajiban peternak. Lingkungan kandang yang kotor membuat
mikroorganisme yang bersifat parasit atau patogen berkembang biak dan akan berpengaruh pada
kehidupan ternak sapi potong.

2.2.2. Faktor Mikroorganisme


       Selain faktor lingkungan yang kotor ,ternak sapi potong bisa sakit disebabkan oleh mikroorganisme.
Kadang-kadang keadaan lingkungannya bersih mikroorgnisme juga bisa datang menyerang karena
terbawa oleh angin dari tempat lain.Mikroorganisme ini terdiri dari bakteri, virus, protozoa dan kapang
yang semuanya dapat menimbulkan penyakit infeksi pada sapi. Penggunaan desinfektan, perlakuan
pemanasan dan pengeringan cukup efektif untuk membunuh beberapa spesies bakteri. Membersihkan
kotoran ternak yang lebih sering serta membersihkan dan mendesinfektan peralatan atau fasilitas dan
sanitasi lainnya akan mencegah beberapa penyakit bakteri. Vaksinasi sangat penting dilakukan untuk
mencegah penyakit yang disebabkan oleh spora bakteri. Pemberian antibiotik dan obat-obatan lain
efektif untuk mengobati ternak yang terkena penyakit akibat bakteri.

Virus merupakan mikroorganisme yang paling kecil dan mampu menyebabkan panyakit pada
ternak. Virus tidak dapat dilihat dengan mikroskop biasa. Virus dapat menular pada sel hidup yang lain
serta tumbuh dan berkembang biak. Penyebaran virus sangat cepat sehingga penyakit yang disebabkan
oleh virus mudah menular pada ternak yang lain.Misalnya penyakit Maliganant Catarrhal Fever (MCF)

Parasit adalah organisme yang hidupnya bergantung pada organisme lain. Parasit adalah penyebab
penyakit yang paling luas pada ternak. Sebagian besar ternak pernah terinfeksi oleh satu atau beberapa
parasit, misalnya parasit internal (cacing), parasit eksternal (kutu, caplak, tengu/mites) atau kedua-
duanya selama ternak hidup. Pemeriksaan rutin pada ternak perlu dilakukan dan segera diberi
insektisida yang sesuai (untuk parasit eksternal) serta adanya program sanitasi yang baik untuk
membantu mencegah masalah parasit ini.
2.2.3. Kecelakaan

       Luka, lebam, keseleo, patah tulang dan kecelakaan lain dapat berakibat besar pada keseluruhan
kesehatan dan produktivitas ternak. Luka kecil seringkali menjadi masalah serius bila terjadi infeksi
penyakit dan keseleo akan menghambat gerakan ternak untuk mendapatkan pakan. Ternak yang tidak
cukup mendapat pakan, ADG, efisiensi pakan dan produksinya akan menurun.

2.2.4. Faktor Pakan atau Nutrisi


Masalah kesehatan sapi juga dapat disebabkan oleh tidak cukupnya nutrisi yang masuk ke dalam
tubuh ternak. Ternak tidak akan tumbuh maksimal bila pakan kurang baik atau kurang menerima nutrisi
seperti protein, KH, LK, vitamin, mineral dan air yang tidak seimbang. Tidak cukupnya nutrisi dapat
mengakibatkan penyakit seperti grass tetany, milk fever, ketosis, white muscle dissease. Selain itu pakan
yang kurang akan menimbulkan masalah parasit, gangguan pencernaan, kegagalan reproduksi dan
penurunan produks 
2.3. Mencegahan Serangan dan Penularan Penyakit

Walaupun Indonesia sampai saat ini masih dinyatakan terbebas dari berbagai penyakit menular
yang bersifat zoonosis (bisa menular pada manusia) seperti penyakit PMKdan antharaks tetapi tetap
harus melakukan berbagai upaya pencegahan, antara lain :
2.3.1  Menggunakan kandang karantina

      Tujuan dari karantina ini adalah untuk memastikan ternak yang baru datang dari luar wilayah
peternakan terbebas dari penyakit. Kandang karantina harus terletak jauh dari lokasi perkandangan
ternak pejantan yang lain, hal ini bertujuan untuk menghindari penularan penyakit oleh ternak yang
baru di datangkan.

Cara melakukannya ternak yang baru tiba di lokasi peternakan tidak langsung ditempatkan pada
kandang/ tempat pemeliharaan permanent, tetapi tempatkan dahulu pada kandang sementara untuk
proses adaptasi yang memerlukan waktu sekitar beberapa minggu. Dalam proses adaptasi ternak
diamati terhadap penyakit cacing (dengan memeriksa fesesnya), penyakit orf, pink eye, kudis, diare, dan
sebagainya. Apabila positif terhadap penyakit tertentu segera diobati dan lakukan isolasi. Dalam
adaptasi ini juga termasuk adaptasi terhadap jenis pakan yang akan digunakan dalam usaha ternak
kambing. Pada adaptasi ini biasanya harus disiapkan berbagai obat-obatan untuk mengantisipasi
terhadap kemungkinan timbulnya berbagai penyakit. Setelah 7-21 hari ternak dalam keadaan sehat,
maka siap untuk dipindahkan dalam kandang utama.
2.3.2   Melarang impor sapi atau daging sapi dari negara yang tidak bebas PMK

Salah satu masalah yang saat ini sedang dihadapi Indonesia adalah adanya impor daging ilegal dari
India. Seperti diketahui, India adalah negara yang belum bebas dari penyakit mulut dan kuku. Karena itu
impor daging ilegal dari India bisa menyebabkan berjangkitnya penyakit tersebut di Indonesia. Untuk itu
diharapkan pemerintah dapat bertindak tegas terhadap para penyelundup yang hanya berorientasi pada
keuntungan semata, tanpa mempertimbangkan faktor kesehatan msyarakat.
2.3.3        Vaksinasi berkala

Beberapa penyakit pada sapi potong yang disebabkan oleh virus saat ini sudah bisa dicegah dengan
vaksinasi. Misalnya Anthrax, Jembrana dan Septicaemia epizootica. Khusus untuk sapi-sapi induk yang
dipelihara untuk menghasilkan bakalan, vaksin biasanya diberikan secara berkala setiap 6 bulan atau
satu tahun sekali. Pemberian vaksin dimulai ketika sapi masuk lokasi usaha peternakan.Sementara itu,
untuk sapi bakalan yang hanya dipelihara dalam waktu singkat (kurang dari 6 bulan), program vaksinasi
cukup diberikan satu kali.
2.3.4        Pemberian obat cacing secara berkala

Pada saat sapi-sapi mulai dimasukkan ke dalam kandang untuk digemukkan, obat cacing sudah harus
diberikan untuk mencegah pemborosan pakan. Untuk sapi bakalan, obat cacing cukup diberikan pada
saat pertama kali sapi masuk kandang, sedangkan pada induk penghasil bakalan sebaiknya obat cacing
diberikan secara berkala setiap 6 bulan sekali.

2.3.5.      Menjaga kebersihan lingkungan


Setiap kali terjadi pergantian sapi, sebaiknya kandang dibersihkan dengan desinfektan. Apabila air
melimpah, kandang dapat dibersihkan setiap hari, termasuk juga memandikan sapi. Pembersihan
kotoran dapat dilakukan 2 – 3 kali sehari.Tingkat sanitasi lingkungan dan higienis merupakan indikator
kebaikan manajemen kesehatan ternak. Oleh karena itu, ada beberapa hal yang harus diperhatikan,
yaitu :

a.       Sanitasi lingkungan yang terbaik adalah terjaganya kebersihan. Penyakit yang disebabkan oleh
mikroorganisme dan parasit akan lebih mudah berkembang biak pada lingkungan yang kotor.

b.      Keadaan yang harus suci hama pada peralatan operasional yang digunakan dalam tatalaksana sehingga
menjamin kesehatan ternak.

c.       Menggunakan beberapa desinfektan. Desinfektan harus efektif menyerang mikroorganisme secara luas,
efektif dalam konsentrasi rendah, ekonomis, tidak menyebabkan iritasi, korosif, tidak menyebabkan
noda (meninggalkan warna), tidak inaktif oleh bahan organik atau mineral, stabil dalam penyimpanan
dan penggunaan, mudah diaplikasikan dan efektif dalam periode pendek atau pada suhu rendah. ( Akoso
1996 )
2.3.6. Pemeriksaan Kesehatan Harian

Pengamatan kesehatan harian dilakukan setiap hari yaitu pada pagi dan sore hari. Pengamatan
kesehatan harian ini bertujuan untuk memantau kondisi kesehatan ternak dan mengetahui ada tidaknya
abnormalitas pada ternak sehingga jika ditemukan ternak yang sakit atau mengalami kelainan dapat
segera ditangani. Pada pagi hari pemeriksaan kesehatan hewan dilakukan sebelum kandang
dibersihkan. Sedangkan pada sore hari, pemeriksaan dilakukan sesudah sapi diberi makan.
Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan pada saat melakukan pemeriksaan kesehatan harian
antara lain nafsu makan dari ternak, mengamati keadaan sekitar ternak (mengamati feses, urin, dan
keadaan sekitar kandang apakah terdapat bercak-bercak darah atau tidak), mengamati keadaan tubuh
ternak normal atau tidak (bisa dilihat dari hidung, kejernihan mata, telinga dan bulu ternak), mengamati
cara ternak berdiri atau bergerak, ada tidaknya luka atau pembengkakan serta ada atau tidaknya
eksudat pada luka. Kondisi feses feses yang tidak normal (encer) mengindikasiakan adanya kelainan atau
suatu penyakit pada sistem pencernannya. Adanya pengamatan kesehatan
harian diharapkan abnormalitas yang ada dapat ditangani sesegera mungkin dan apabila ada pejantan
yang sakit dapat segera diobati. Saat pengamatan kesehatan harian juga dilakukan recording atau
pencatatan abnormalitas yang terjadi sehingga terdapat data yang lengkap mengenai riwayat penyakit
yang pernah di alami oleh pejantan.
2.3.7. Penanganan Kesehatan Hewan

Penanganan kesehatan hewan bertujuan untuk melakukan pemeriksaan dan penanganan medis
pada pejantan yang sakit sehingga pejantan yang sakit secepatnya dapat ditangani sesuai dengan gejala
klinis yang timbul. Penanganan kesehatan hewan dilakukan saat ditemukan adanya kelainan atau gejala
klinis yang terlihat pada hewan setelah dilakukan pengontrolan rutin.

a.   Pemeriksaan Klinis
Ternak yang terlihat menunjukkan adanya gejala klinis maka akan dilakukan pemeriksaan klinis.
Pemeriksaan klinis tersebut dilakukan Sebelum pengobatan. Pemeriksaan klinis dapat dilakukan didalam
dan diluar kandang (di kandang jepit). Pemeriksaan klinis meliputi :

1) Pengukuran suhu tubuh melalui rektum dengan cara memasukkan thermometer kedalam rektum dan
dibiarkan selama 3 menit, kemudian dibaca suhunya.

2)  Pengukuran pulsus dilakukan dengan menggunakan stetoskop.


3) Pengukuran frekuensi pernafasan dan lapang paru-paru untuk mengetahui apakah frekuensi pernafasan
hewan normal atau tidak.
4)  Palpasi dilakukan dengan sentuhan atau rabaan pada bagian yang akan diperiksa apakah normal atau
tidak.
b.   Pengobatan 

     Pengobatan dilakukan apabila telah ditemukan ternak yang didiagnosa sakit berdasarkan pengamatan
harian. Pengobatan ternak dilakukan sesuai diagnosa yang ditentukan,dengan dosis obat yang telah
diperhitungkan sesuai kebutuhan ternak sapi potong. Ternak sapi potong yang sakit diistirahatkan
dikandang karantina hingga dinyatakan sehat oleh kesehatan hewan.

c.   Pemberian Vitamin                                  
Pemberian vitamin pada ternak dilakukan secara rutin sebulan sekali. Vitamin yang diberikan antara lain
adalah vitamin A, D, dan E. Pemberian vitamin dilakukan untuk menjaga kondisi kesehatan ternak
sehingga produkstifitasnya terjaga.

d.    Pemotongan Kuku
Pemotongan kuku pada setiap ternak umumnya dilakukan secara rutin yaitu setiap 6 bulan sekali.
Tetapi apabila ditemukan masalah seperti ternak yang kukunya sudah panjang atau antara kuku luar dan
dalam panjangnya tidak seimbang maka pemotongan kuku dapat dilakukan sewaktu-waktu sesuai
kondisi ternak tersebut. Kegiatan ini bertujuan untuk mengembalikan posisi normal kuku,
membersihkan kotoran pada celah kuku, menghindari pincang, mempermudah pada saat penampungan
dan deteksi dini terhadap laminitis dan kemungkinan terjadinya infeksi pada kuku.
Kuku harus mendapat perhatian terutama pada ternak yang selalu berada di dalam kandang. Hal ini
dapat menyebabkan kuku menjadi lebih lunak karena sering terkena feses dan urine serta luka akibat
terperosok dalam selokan pembuang kotoran yang menyebabkan infeksi busuk kuku. Biasanya ternak
yang berada di kandang dengan lantai karpet pertumbuhan kukunya lebih cepat dibandingkan dengan
ternak yang berada di kandang berlantai semen. Hal ini karena setiap hari ternak berpijak pada
permukaan lantai yang kasar, sehingga kuku sedikit demi sedikit akan terkikis dengan sendirinya. Alat-
alat yang digunakan adalah mesin potong kuku, kama gata teito (pisau pemotong kuku), rennet, gerinda,
mistar ukur, dan tali hirauci. Bahan dan obat-obatan yang diperlukan adalah perban, kapas,  Providon
iodine, Gusanex, antibdiotik, antiinflamasi, dan salep.
e.   Desinfeksi Kandang

Desinfeksi kandang dilakukan setiap dua kali dalam sebulan dengan menggunakan sprayer yang


telah terisi larutan desinfektan dan disemprotkan ke seluruh lantai, dinding, palungan dan halaman
kandang. Tujuan dari desinfeksi kandang adalah untuk mengendalikan populasimikroorganisme yang
berpotensi menimbulkan penyakit sehingga merugikan kesehatan ternak.Kegiatan
desinfeksi dapat menggunakan desinfektan Bestadest dengan dosis 2,5 s/d 5 ml/liter (untuk 4m 2) atau
Benzaklin dengan dosis 60 ml/10 liter air disemprotkan keseluruh lantai, dinding, halaman kandang, dan
kuku pejantan.

f.  Kontrol Ektoparasit

Ektoparasit adalah parasit yang hidupnya menumpang pada bagian luar atxau permukaan tubuh
inangnya, seperti berbagai jenis serangga (lalat, dll) serta jenis akari (caplak, tungau dll). Keberadaan
ektoparasit akan mengakibatkan ternak merasa tidak nyaman, sehingga nafsu makan ternak menurun
dan akan berdampak pada kualitas produk ternak. oleh karena itu penyemprotan anti ektoparasit sangat
penting dalam agenda pencegahan penyakit. Penyemprotan anti ektoparasit merupakan suatu
tindakan pengendalian terhadap parasit-parasit dari luar tubuh yang dapat mengganggu kesehatan
ternak. Ektoparasit dapat menyebabkan stres pada pejantan, serta dapat bertindak sebagai vektor
mekanik maupun biologis penyakit hewan.

Penyemprotan anti ektoparasit dilakukan secara rutin setiap sebulan sekali menggunakan sunschin


dengan obat anti ektoparasit cyperkiller 25 WP (25% Cypermethrin dengan dosis 30 gr/50 liter air) dan
disemprotkan ke bagian tubuh ternak, seperti bagian perut, pantat, kaki dan punggung. Penyemprotan
anti ektoparasit dilakukan sebaiknya tidak mencemari pakan, tempat pakan, dan air
minum. Cypermethrin adalah piretroid sintetis yang digunakan untuk keperluan rumah tangga. Ini
berperan sebagai neurotoksin cepat bertindak pada serangga. Dalam hal ini mudah terdegradasi di
tanah dan tanaman. Cypermethrin sangat beracun untuk ikan, lebah dan serangga air, menurut National
Pestisida Jaringan Telekomunikasi (NPTN). Cypermethrin banyak ditemukan dalam pembunuh semut,
dan pembunuh kecoa, termasuk Raid dan kapur semut.
Anti ektoparasit lain yang digunakan untuk ternak adalah gusanex. Cara pemakaiannya yaitu
dengan menyemprotkan gusanex  pada bagian tubuh ternak yang mengalami luka. Tujuannya agar luka
tersebut segera kering dan tidak dihinggapi oleh lalat yang selanjutnya akan menjadi tempat
berkembangnya telur lalat dan ektoparasit lainnya.

g.   Biosecurity
Menurut Winkel (1997) biosekurity merupakan suatu sistem untuk mencegah penyakit baik
klinis maupun subklinis, yang berarti sistem untuk mengoptimalkan produksi ternak secara keseluruhan,
dan merupakan bagian untuk mensejahterakan hewan (animal welfare). Biosecurity adalah semua
tindakan yang merupakan pertahanan pertama untuk pengendalian wabah dan dilakukan untuk
mencegah semua kemungkinan kontak/ penularan dengan peternakan tertular dan penyebaran
penyakit (Dwicipto, 2010) .
Biosecurity merupakan tindakan perlindungan terhadap ternak dari berbagai bibit penyakit
(bakteri dan virus) melalui pengamanan terhadap lingkungannya dan orang atau individu yang terlibat
dalam siklus pemeliharaan yang dimaksud. Tujuannya yaitu supaya bibit penyakit (bakteri dan virus)
yang terbawa dari luar tidak menyebar dan menginfeksi ternak. Tindakanbiosecurity meliputi :
a.     Lokasi peternakan harus terbebas dari gangguan binatang liar yang dapat merugikan.

b.   Melakukan desinfeksi dan penyemprotan insektisida terhadap serangga, lalat, nyamuk, kumbang,
belalang disetiap kandang secara berkala.

c.    Setiap kendaraan yang akan masuk ke areal peternakan harus melewati bak biosecuritydan disemprot,


yang mana cairan yang digunakan adalah cairan desinfektan (lysol).

d.    Setiap petugas yang akan masuk ke kandang diharuskan mencelupkan sepatu boot ke dalam
bak biosecurity yaitu wadah berisi desinfektan yang sudah disediakan.

e.     Segera mengeluarkan ternak yang mati untuk diotopsi lalu dikubur atau dimusnahkan.
f.     Selain petugas dilarang memasuki areal kandang.

g.    Membatasi kendaraan yang masuk ke areal kandang.


h.   Meyediakan kendaraan khusus bagi tamu yang berkunjung, contohnya seperti keretabiosecurity.

i.     Untuk aktivitas di dalam laboratorium harus menggunakan pakaian khusus berupa jas dan alas kaki
khusus untuk laboratorium

h.   Pemberian Obat Cacing

Pemberian obat cacing secara per oral dan dilakukan terhadap seluruh ternak setiap pergantian
musim. Ternaki yang mengidap parasit cacing sulit diprediksi bila dilihat dari kondisi fisiknya sehingga
untuk mengantisipasi terjadinya infeksi dan berkembang biaknya cacing dalam tubuh ternak maka
diperlukan pemberian obat cacing. Dosis yang diberikan terhadap ternak ialah menurut berat badannya.
Pemberian obat cacing dilakukan terhadap seluruh ternak setiap 6 bulan sekali. Obat cacing yang
digunakan adalah Albendazole  dengan dosis 1 ml/10 kg berat badan ternak.

I.                Otopsi
Bila terjadi kasus kematian ternak maka dilakukan otopsi atau bedah bangkai pada hari yang
sama. Setelah itu dilakukan patologi anatomi, diambil potongan kubus 1 cm pada organ yang terjadi
kelainan, kemudian dimasukkan ke dalam wadah yang berisi larutan formalin 10%. Sampel tersebut
kemudian dikirim ke laboratorium untuk pemeriksaan lebih lanjut, baru kemudian dilakukan pencatatan
atau laporan mortilitas ternak.

2.4.   Pengendalian Penyakit Ternak

Pengendalian penyakit harus dilakukan dalam usaha peternakan, karena menjadi salah satu faktor
keberhasilan dalam usaha tersebut . Menurut Yunilas (2011) program pengendalian penyakit ada dua
yaitu :    

2.4.1.  Program pencegahan penyakit dan kontrol ternak dikandang


Pengawasan penyakit seharusnya lebih mudah pada pemeliharaan secara intensif dibanding
ekstensif, namun secara umum masalah-masalah yang dihadapi adalah identik.
Masalah-masalah yang berhubungan dengan penggelolaan sapi potong secara intensif:

1.      Walaupun sapi tidak digembalakan, pengawasan terhadap caplak masih sangat perlu pada daerah yang
belum bebas caplak dan jangan dilalaikan.

2.      Pengawasan terhadap parasit dalam, juga masih diperlukan terutama pada ternak yang lebih muda,
dimana banyak parasit yang mungkin terdapat pada hijauan yang dipotong di lapangan.

2.4.2. Program pencegahan penyakit dan kontrol ternak di ranch


       Masalah-masalah yang berhubungan dengan penggolongan ternak sapi potong di ranch adalahh:

a.       Penyakit mulut dan kuku


b.      Penyakit-penyakit wabah dan beberapa parasit eksternal dapat diatasi dengan program pemberantasan
bencana,perbaikan produksi dan distribusi vaksin dan perbaikan makanan serta pengelolaan.
c.       Pedet muda lebih mudah terserang penyakit pneumonia pada udara yang sangat lembab.

BAB III
PENUTUPUAN

3.1. Kesimpulan

       Pengendalian kesehatan ternak merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari sistem usaha
ternak terutama ternak sapi potong, hal tersebut karena merupakan faktor penting yang memacu
keberhasilan dalam beternak. Upaya yang dilakukan menjaga kebersihan lingkungan kandang dan
peralatan kandang, menjaga kebersihan ternak,pemberian pangan yang cukup dan
berkualitas,melaksanakan vaksinasi secara teratur dan memisahkan ternak yang sakit dengan yang sehat
melaui kandang karantina.

DAFTAR PUSTAKA

http://www.gusronk.com/2014/08/makalah-manajemen-ternak-sapi-potong.html,

   Diakses 08-Maret-2017

Ratmus.s, http://syaifulratmus.blogspot.co.id/2015/05/manajemen-kesehatan-ternak-ruminansia.html ,
2015,Manajemen Kesehatan Ternak Rumunansia

    Diakses 11-Maret-2017

Saputro.T, http://www.ilmuternak.com/2015/06/manajemen-kesehatan-pada-ternak.html ,
2015,Manajemen Kesehatan pada Ternak.

   Diakses 11-Maret-2017

Parista.E, http://etikafarista.blogspot.co.id/2012/12/makalah-pengendalian-penyakit-pada-sapi.html  ,20
12,
ETIKA BLOG ANIMAL HUSBANDRY

Diakses 11-Maret-2017
Kandang Sapi Untuk Sapi Perah
ARTIKELView 1910
Supaya menghasilkan kualitas sapi dan susu yang baik, kandang sapi adalah salah satu faktor yang berperan penting dalam hal
ini. Fungsi dari kandang bagi ternak adalah sebagai tempat perlindungan baik itu dari cuaca ataupun hewan liar. Sedangkan bagi
peternak, kandang berfungsi untuk melakukan pengecekan kesehatan serta mempermudah tatalaksana pemeliharaan. Penanganan
kotoran, kesehatan, dan tentunya pemberian pakan dan minum adalah bagian dari hal tersebut. Oleh karena itu, diperlukan
penataan kandang yang baik supaya menghasilkan kualitas produk ternak yang baik pula.

Kandang yang baik haruslah memenuhi beberapa syarat yang dapat memudahkan peternak dalam melakukan pekerjaannya.
Syarat yang pertama adalah dekat dengan sumber pakan, karena sekitar 75% dari biaya peternakan adalah dihabiskan untuk
pakan. Akan lebih baik, hemat, dan memudahkan jika kandang ternak sapi perah ditempatkan di dekan sumber pakan alami
seperti rumput-rumputan, jerami, ataupun leguminosa. Selain dekat dari sumber pakan, sebaiknya kandang sapi dibangun di
dekat sumber air juga. Hal tersebut akan memudahkan aktivitas pemberian minum, membersihkan kandang, ataupun mengairi
tanaman pakan.

Bibit penyakit akan tumbuh subur di kandang yang terdapat genangan air, sehingga sebaiknya di dalam ataupun sekitar kandang
tidak ada genangan air. Hal tersebut juga dapat disiasati dengan membangun kandang di tempat yang lebih tinggi dari sekitarnya,
sehingga air akan mengalir dan tidak menggenang. Lokasi dan desain kandang hendaknya memiliki transportasi yang baik. Hal
ini berfungsi untuk memudahkan perpindahan pakan, hewan, ataupun peralatan ternak.

Desain dan konstruksi kandang juga perlu diperhitungkan. Lantai tidak boleh kasar untuk mencegah sapi perah lecet, dinding
harus dibuat sedemikian rupa sehingga memungkinkan cahaya dan udara untuk masuk, serta pemilihan desain yang tepat, karena
kandang untuk sapi perah tunggal dan koloni adalah berbeda. Peralatan di dalam kandang ternak juga perlu dilengkapi, seperti
sapu, sekop, ember, chopper, hingga peralatan kesehatan seperti gunting kuku ataupun drenching gun. Hal-hal di atas adalah
syarat-syarat untuk kandang sapi yang baik. Perlu diingat bahwa dengan kandang yang baik, produk yang dihasilkan juga
semakin baik, begitu pula dengan usaha ternak Anda.
Kandang Sapi Untuk Sapi Perah
ARTIKELView 1910
Supaya menghasilkan kualitas sapi dan susu yang baik, kandang sapi adalah salah satu faktor yang berperan penting dalam hal
ini. Fungsi dari kandang bagi ternak adalah sebagai tempat perlindungan baik itu dari cuaca ataupun hewan liar. Sedangkan bagi
peternak, kandang berfungsi untuk melakukan pengecekan kesehatan serta mempermudah tatalaksana pemeliharaan. Penanganan
kotoran, kesehatan, dan tentunya pemberian pakan dan minum adalah bagian dari hal tersebut. Oleh karena itu, diperlukan
penataan kandang yang baik supaya menghasilkan kualitas produk ternak yang baik pula.

Kandang yang baik haruslah memenuhi beberapa syarat yang dapat memudahkan peternak dalam melakukan pekerjaannya.
Syarat yang pertama adalah dekat dengan sumber pakan, karena sekitar 75% dari biaya peternakan adalah dihabiskan untuk
pakan. Akan lebih baik, hemat, dan memudahkan jika kandang ternak sapi perah ditempatkan di dekan sumber pakan alami
seperti rumput-rumputan, jerami, ataupun leguminosa. Selain dekat dari sumber pakan, sebaiknya kandang sapi dibangun di
dekat sumber air juga. Hal tersebut akan memudahkan aktivitas pemberian minum, membersihkan kandang, ataupun mengairi
tanaman pakan.

Bibit penyakit akan tumbuh subur di kandang yang terdapat genangan air, sehingga sebaiknya di dalam ataupun sekitar kandang
tidak ada genangan air. Hal tersebut juga dapat disiasati dengan membangun kandang di tempat yang lebih tinggi dari sekitarnya,
sehingga air akan mengalir dan tidak menggenang. Lokasi dan desain kandang hendaknya memiliki transportasi yang baik. Hal
ini berfungsi untuk memudahkan perpindahan pakan, hewan, ataupun peralatan ternak.

Desain dan konstruksi kandang juga perlu diperhitungkan. Lantai tidak boleh kasar untuk mencegah sapi perah lecet, dinding
harus dibuat sedemikian rupa sehingga memungkinkan cahaya dan udara untuk masuk, serta pemilihan desain yang tepat, karena
kandang untuk sapi perah tunggal dan koloni adalah berbeda. Peralatan di dalam kandang ternak juga perlu dilengkapi, seperti
sapu, sekop, ember, chopper, hingga peralatan kesehatan seperti gunting kuku ataupun drenching gun. Hal-hal di atas adalah
syarat-syarat untuk kandang sapi yang baik. Perlu diingat bahwa dengan kandang yang baik, produk yang dihasilkan juga
semakin baik, begitu pula dengan usaha ternak Anda.
STATISTIK PRODUKSI DAN KONSUMSI DAGING DI INDONESIA SERTA
PELUANG USAHA

Bisnis Ternak Sapi Potong


Indonesia dengan jumlah penduduk di atas 220 juta jiwa membutuhkan pasok daging yang besar.
Peternakan domestik belum mampu memenuhi permintaan daging dari warganya. Timpangnya antara
pasokan dan permintaan, ternyata masih tinggi.

Tidak mengherankan, lembaga yang memiliki otoritas tertinggi dalam hal pertanian termasuk
peternakan, Deptan, mengakui masalah utama usaha sapi potong di Indonesia terletak pada suplai yang
selalu mengalami kekurangan setiap tahunnya.

Sementara laju pertumbuhan konsumsi dan pertambahan penduduk tidak mampu diimbangi oleh laju
peningkatan populasi sapi potong dan pada gilirannya memaksa Indonesai selalu melakukan impor baik
dalam bentuk sapi hidup maupun daging dan jeroan sapi.

Menurut data Susenas (2002) yang dikeluarkan BPS, memperlihatkan konsumsi daging sapi dan jeroan
masyarakat Indonesia sebesar 2,14 kg/kap/tahun. Konsumsi tersebut sudah memperhiutngkan
konsumsi daging dalam bentuk olahan seperti sosis, daging kaleng dan dendeng.

Asumsi

         Penduduk tahun sebesar 206,3 juta dengan tingkat pertumbuhan sebesar 1,49% per tahun

         Populasi sapi lokal sebesar 11,6 juta ekor dengan tingkat pertumbuhan sebesar 14% per tahun.

         Konsumsi daging sebesar 1,72 kg/kapita/tahun dengan peningkatan sebesar 0,1 kg/kapita/tahun.

         Produksi daging sapi sebesar 350,7 ribu ton.

Proyeksi kebutuhan daging

         Th 2000

o   Penduduk 206 juta orang

o   Konsumsi 1,72 kg/kapita/tahun

o   Produksi daging 350,7 ribu ton/tahun

o   Pemotongan sapi 1,75 juta ekor/tahun

         Th 2010

o   Penduduk 242, 4 juta orang

o   Konsumsi 2,72 kg/kapita/tahun

o   Produksi daging 654,4 ribu ton/tahun

o   Pemotongan sapi 3,3 juta ekor/tahun (naik 88,6%)


         Th 2020

o   Penduduk 281 juta orang

o   Konsumsi 3,72 kg/kapita/tahun

o   Produksi dagiing 1,04 juta ton/tahun

 Sumber : Apfindo

Menurut saya :

Dengan kondisi tersebut diperkirakan keadaan populasi 2009 hanya mampu memasok 80% dari total
kebutuhan dalam negeri. Keadaan tersebut tentu sangat menghawatirkan karena suatu saat akan terjadi
dimana kebutuhan daging sapi dalam negeri sangat tergantung kepada impor. Dengan demikian
ketergantungan tersebut tentu akan mempengaruhi harga sapi lokal.

Semakin sulitnya sapi lokal memenuhi kebutuhan daging pada hari-hari besar keagamaan (Idul Fitri,
Natal, dan tahun baru). Dan tiap provinsi sumber ternak mulai khawatir terhadap pupolasi sapi di
daerahnya. Kemudian adanya pemotongan sapi betina produktif. Pemerintah tidak mempunyai
kewenangan apapun untuk mencegah sapi betina produktif untuk dipotong.

Belum lagi akibat soal kualitas sapi lokal. Kondisi itu, dengan sendirinya, membuat Indonesia harus
mampu mendorong pertumbuhan produksi sapi sekaligus daging sapi. Arena kebutuhan daging sapi
yang semakin meningkat, jika tidak disertai pertumbuhan populasi, mengakibatkan semakin banyaknya
sapi lokal yang diptong termasuk sapi betina. Di mana ketergantungan akan impor akan semakin besar
dan pada akhirnya akan 100% tergantung impor.

Itu sebabnya, bisnis ternak sapi potong, menjadi salah satu lahan usaha yang prospektif. Untuk peluang
ekspor daging sapi ke Malaysia sangat terbuka karena permintaan di negara jiran itu cenderung
meningkat. Hal itu dipicu oleh bergesernya tradisi memotong kambing kepada tradisi memotong sapi
atau kerbau pada saat perhelatan keluarga atau perayaan lainnya.

Skala rumah tangga


Banyak sistem yang biasa digunakan untuk mengembangkan ternak sapi potong. Salah satu sistem yang
paling dikenal adalah sistem kandang dalam lembaga yang berbadan hukum resmi seperti koperasi.
Sistem ini termasuk sistem berskala besar karena jumlah sapi yang dibudidayakan bisa mencapai ratusan
ekor, selain keuntungan yang diperoleh dari aplikasi sistem ini jauh lebih besar.

Saat ini sudah mulai berkembang sistem lain yakni ternak sapi potong berskala rumah tangga yang
menggunakan cara konvensional sehingga memudahkan sebuah rumah tangga mengembangkan usaha
ternak sapi potong ini. Sistem ini dikembangkan karena ternak sapi potong dipandang sebagai bentuk
usaha yang dapat memberikan tambahan pendapatan kepada para peternak kecil skala rumah tangga
tersebut sekaligus mengangkat masyarakat ekonomi lemah.
Ternak sapi potong berskala rumah tangga tersebut sangat ekonomis, baik dari sisi biaya pemeliharaan
maupun biaya pembuatan kandang. Karena berskala kecil, pembuatan kandang biasanya berbentuk
tunggal. Tapi hal teknis lainnya seperti ukuran kandang untuk seekor sapi tidak jauh berbeda dengan
ukuran kandang untuk penggemukan sapi komersil dalam skala besar. Agar proses penggemukan
berhasil, peternak diberikan bimbingan bagaimana mengenal tipe sapi potong, memilih bibit dengan
benar, mencari lokasi yang memenuhi syarat, penyiapan sarana dan proses pemeliharaan yang baik.

Seperti yang lazim diketahui, jenis-jenis sapi potong yang terdapat di Indonesia saat ini merupakan sapi
asli Indonesia dan sapi impor. Dari jenis sapi potong tersebut, masing-masing memiliki sifat dan ciri khas
baik dilihat dari bentuk luarnya seperti ukuran tubuh, warna bulu maupun genetiknya. Biasanya sapi-
sapi asli Indonesia yang dijadikan sumber daging para peternak sapi adalah sapi bali, sapi ongole, sapi po
(peranakan ongole), sapi madura dan sapi aceh. Ini harus diketahui peternak.

Pendapatan meningkat
Dalam tempo enam bulan, satu ekor sapi potong bisa menghasilkan keuntungan sekitar Rp4 juta-Rp5
juta.

Harga bibit satu ekor berkisar antara Rp6 juta-Rp7 juta, sementara setelah dipelihara selama enam
bulan, harga sapi di pasaran meningkat antara Rp10 juta-Rp11 juta, sehingga peternak memperoleh
keuntungan Rp4 juta-Rp5 juta per ekor atau sekitar Rp12 juta-Rp15 juta per satu rumah tangga.

Besarnya keuntungan yang diterima peternak dengan cara konvensional tersebut ke depan masih bisa
berlipat ganda, apabila pemerintah membangun membangun pabrik konsentrat sapi.

Penulis : Bagus Fitriansyah ~ Sebuah blog yang menyediakan berbagai macam informasi

Sistem Perkandangan ternak sapi potong

Kandang dapat dibuat dalam bentuk ganda atau tunggal, tergantung dari jumlah sapi yang dimiliki.
Pada kandang tipe tunggal, penempatan sapi dilakukan pada satu baris atau satu jajaran,
sementara kandang yang bertipe ganda penempatannya dilakukan pada dua jajaran yang saling
berhadapan atau saling bertolak belakang. Diantara kedua jajaran tersebut biasanya dibuat jalur
untuk jalan (Sugeng, 2006).          

Secara umum, kandang memiliki dua tipe, yaitu individu dan kelompok. Pada kandang individu,
setiap sapi menempati tempatnya sendiri berukuran 2,5 X 1,5 m. Tipe ini dapat memacu
pertumbuhan lebih pesat, karena tidak terjadi kompetisi dalam mendapatkan pakan dan memiliki
ruang gerak terbatas, sehingga energi yang diperoleh dari pakan digunakan untuk hidup pokok dan
produksi daging tidak hilang karena banyak bergerak. Pada kandang kelompok, bakalan dalam satu
periode penggemukan ditempatkan dalam satu kandang. Satu ekor sapi memerlukan tempat yang
lebih luas daripada kandang individu. Kelemahan yaitu terjadi kompetisi dalam
mendapatkan pakan sehingga sapi yang lebih kuat cenderung cepat tumbuh daripada yang lemah,
karena lebih banyak mendapatkan pakan (Anonimc, 2010).
Dalam pembangunan kandang atau perkandangan diperlukan perencanaan yang seksama.
Perencanaan tersebut perlu dipertimbangkan persyaratan-persyaratan yang harus dipenuhi dari
sebuah bangunan perkandangan. Kandang yang memiliki persyaratan akan membuat usaha ternak
semakin baik. Karena dengan semakin baiknya persyaratan kandang, ternak yang dipelihara akan
semakin sehat (Purbowati & Rianto, 2009)

a.       Syarat Kandang

-       Bahan kandang dari kayu/ bambu serta kuat

-       Letak kandang terpisah dari rumah dan jaraknya cukup jauh. Lantai dari semen/tanah yang
dipadatkan, dan harus dibuat lebih tinggi dari tanah sekitarnya.

-        Ventilasi udara dalam kandang harus baik.

-        Drainase di dalam dan luar kandang harus baik.

b.      Ukuran kandang

-           Sapi betina dewasa 1,5 X 2 m/ekor

-          Sapi jantan dewasa 1,8 X 2 m/ekor

-           Anak sapi 1,5 X 2 m/eko

Kandang dapat dibuat dalam bentuk ganda atau tunggal, tergantung dari jumlah sapi yang dimiliki.
Pada kandang tipe tunggal, penempatan sapi dilakukan pada satu baris atau satu jajaran,
sementara kandang yang bertipe ganda penempatannya dilakukan pada dua jajaran yang saling
berhadapan atau saling bertolak belakang. Diantara kedua jajaran tersebut biasanya dibuat jalur
untuk jalan.Pembuatan kandang untuk tujuan penggemukan (kereman) biasanya berbentuk tunggal
apabila kapasitas ternak yang dipelihara hanya sedikit (Anonimd, 2010).

Lantai kandang harus diusahakan tetap bersih guna mencegah timbulnya berbagai penyakit. Lantai
terbuat dari tanah padat atau semen, dan mudah dibersihkan dari kotoran sapi. Lantai tanah dialasi
dengan jerami kering sebagai alas kandang yang hangat.Seluruh bagian kandang dan peralatan
yang pernah dipakai harus disuci hamakan terlebih dahulu dengan desinfektan, seperti creolin, lysol,
dan bahan lainnya.Ukuran kandang yang dibuat untuk seekor sapi jantan dewasa adalah 1,5x2 m
atau 2,5x2 m, sedangkan untuk sapi betina dewasa adalah 1,8x2 m dan untuk anak sapi cukup
1,5x1 m per ekor, dengan tinggi atas + 2-2,5 m dari tanah. Temperatur di sekitar kandang 25-40O
(33O) dan kelembaban 75%. Lokasi pemeliharaan dapat dilakukan pada dataran rendah (100-500
m) hingga dataran tinggi (> 500 m (Anonimd 2010).

Konstruksi kandang sapi seperti rumah kayu. Atap kandang berbentuk kuncup dan salah satu/kedua
sisinya miring. Lantai kandang dibuat padat, lebih tinggi dari pada tanah sekelilingnya dan agak
miring kearah selokan di luar kandang. Bahan konstruksi kandang adalah kayu gelondongan/papan
yang berasaldari kayu yang kuat. Kandang sapi tidak boleh tertutup rapat, tetapi agak terbuka agar
sirkulasi udara didalamnya lancar. Termasuk dalam rangkaian penyediaan pakan sapi adalah air
minum yang bersih. Air minum diberikan secara ad libitum, artinya harus tersedia dan tidak boleh
kehabisan setiap saat. Tempat air minum sebaiknya dibuat permanen berupa bak semen dan sedikit
lebih tinggi dari pada permukaan lantai.Dengan demikian kotoran dan air kencing tidak tercampur
didalamnya (Anonime, 2010).

Sebelum membuat kandang sebaiknya diperhitungkan lebih dulu jumlah sapi yang akan dipelihara.
Ukuran kandang untuk seekor sapi jantan dewasa adalah 1,5 x 2 m. Sedangkan untuk seekor sapi
betina dewasa adalah 1,8 x 2 m dan untuk seekor anak sapi cukup 1,5x1 m. Termasuk dalam
perlengkapan kandang adalah tempat pakan dan minum, yang sebaiknya dibuat di luar kandang,
tetapi masih dibawah atap. Tempat pakan dibuat agak lebih tinggi agar pakan yang diberikan tidak
diinjak-injak/ tercampur kotoran (Anonimf, 2010).

Berikut ini adalah Jenis – Jenis Kandang

a.       Kandang beranak ( Induk dan Anak )

Kandang beranak atau kandang menyusui adalah kandang untuk pemeliharaan khusus induk atau
calon induk yang telah bunting tua (7-8 bulan) sampai menyapih pedetnya, dengan tujuan menjaga
keselamatan dan keberlangsungan hidup pedet. kenyamanan dan keleluasaan bagi induk dan pedet
selama menyusui. Kandang beranak termasuk individu yang dilengkapi dengan palungan pada
bagian depan, dan selokan pada bagian dibelakang ternak, serta di belakang kandang dilengkapi
dengan halaman pelumbaran. Lantai kandang selalu bersih, kering dan tidak licin. Kontruksi pagar
pelumbaran adalah lebih rapat yang menjamin pedet tidak keluar kandang. Luas kandang beranak
mempunyai ukuran 3 X 3 meter termasuk palungan didalamnya (Sansoucy. 1981).

b.      Kandang individu ( Kandang Tunggal )

Kandang individu atau kandang tunggal, merupakan model kandang satu ternak satu kandang.
Pada bagian depan ternak merupakan tempat palungan (tempat pakan dan air minum), sedangkan
bagian belakang adalah selokan pembuangan kotoran. Sekat pemisah pada kandang tipe ini lebih
diutamakan pada bagian depan ternak mulai palungan sampai bagian badan ternak atau mulai
palungan sampai batas pinggul ternak Tinggi sekat pemisah sekat sekitar 1 m atau setinggi badan
sapi. Sapi di kandang individu diikat dengan tali tampar pada lantai depan guna menghindari
perkelahian sesamanya Luas kandang individu disesuaikan dengan ukuran tubuh sapi yaitu sekitar
panjang 2,5 meter dan lebar 1,5 meter (Sansoucy. 1981).

c.       Kandang Kelompok

Kadang koloni atau kandang komunal merupakan model kandang dalam suatu ruangan kandang
ditempatkan beberapa ekor ternak, secara bebas tanpa diikat.Penggunaan tenaga kerja untuk
kandang koloni lebih efisien dibanding kandang model individu, karena pekerjaan rutin harian adalah
membersihkan tempat pakan, minum dan memberikan pakan. Dalam hal ini satu orang tenaga
kandang mampu menangani sekitar 50 ekor sedangkan untuk kandang individu sekitar 15 – 20
ekor..

d.      Kandang penggemukan

Kandang penggemukan untuk pemeliharaan sapi jantan dewasa beberapa bulan sampai mencapai


bobot tertentu. Lama pemeliharaan ternak pada kandang penggemukan berkisar antara 4 – 12
bulan, tergantung pada kondisi awal ternak (umur dan bobot badan) dan ransum yang diberikan.
Tipe kandang untuk penggemukan ternak jantan dewasa adalah tipe kandang individu, untuk
menghindari perkelahian sesamanya Beberapa model kandang penggemukan dengan system
kereman dibuat lebih tertutup rapat dan sedikit gerak untuk mengurangi kehilangan energi dan
mempercepat proses penggemukan (Sansoucy. 1981).

e.       Kandang paksa

Kandang paksa atau lebih dikenal dengan kandang jepit adalah untuk melakukan kegiatan
perkawinan IB, perawatan kesehatan (potong kuku) dan lain sebagainya. Kontruksi kandang paksa
harus kuat untuk menahan gerakan sapi. Ukuran kandang paksa yaitu panjang sebesar 110 cm,
lebar sebesar 70 cm dan tinggi sebesar 110 cm. Pada bagian sisi depan kandang dibuat palang
untuk menjepit leher ternak (Sansoucy. 1981).

f.       Kandang pejantan

Kandang pejantan untuk pemeliharan sapi jantan yang kusus digunakan sebagai pemacek. Tipe
kandang pejantan adala individu yang dilengkapi dengan palungan (sisi depan) dan saluran
pembuangan kotoran pada sisi belakang (Kontruksi kandang pejantan harus kuat serta mampu
menahan benturan dan dorongan serta memberikan kenyamanan dan keleluasaan bagi ternak.
Luas kandang pejantan adalah panjang (sisi samping) sebesar 270 cm dan lebar (sisi depan)
sebesar 200 cm ( Firman, 2010).
Merancang Desain Taman Wisata/Rekreasi

BAB 1. PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang

Manusia merupakan mahlukhidup yang dituntut untuk bekerja dan berusaha keras dalam
memenuhi barbagai macam keinginannya. Untuk memenihi keinginan dan kebutuhannya tersebut,
setiap individu memiliki cara dan proses yang berbeda. Sebagian orang atau kebanyakan dari
pendududuk indonesia, melakukan berbagai macam pekerjaan atau aktivitas untuk memenuhi
kebutuhan hidupnya tersebut, baik berbisnis, menjadi pegawai, menjadi inverstor dan ada juga yang
membuat pekejaannya sendiri, misal dokter. Berbagai macam kegiatan menusia tersebut merupakan
kegiatan yang dilakuakan oleh individu tersebut untuk memenuhi kebutuhan jasmani saja.

Selain kebutuhan jasmani, manusia juga memiliki kebutuhan lain yang tidak kalah penting yaitu
kebutuhan rohani. Kebutuhan rohani terkait dengan kepuasan fikiran dan jiwa seseorang tersebut.
Dalam menjalankan aktivitasnya untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, manusia seringkali merasa
penat dan stress. Oleh karena itulah diperlukan hiburan atau fasilitas untuk memenuhi kebutuhan
rohani, misalnya taman wisata atau rekreasi.

Wisata atau rekreasi merupakan suatu kegiatan yang bertujuan untuk memperoleh kebutuhan
jasmani seseorang. Wisata adalah bepergian bersama-sama baik untuk memperluas pengetahuan
maupun bersenang-senang. Wisata juga bisa diartikan sebagai piknik, santai, ataupun menikmati
keindahan alam. Wisata atau rekreasi berdasarkan waktunya merupakan kegiatan yang dapat dikatakan
sebagai aktifitas pengisi waktu luan atau waktu liburan. Wisata dapat dilakukan dengan berbagai cara,
baik mengamati keindahan alam, melakukan aktifitas yang menghibur, ataupun beraktifitas ditempat
wahana atau rekeasi, yang sering disebut dengan taman rekreasi atau taman wisata.

Taman wisata atau rekreasi yang baik adalah taman yang sesuai dengan kebutuhaan
penikmatnya, serta sesuai dengan tujuan pembuatan atau pelestarian taman tersebut. Taman wisata
adalah hutan atau sebuah lokasi dan tempat untuk wisata yang memiliki fasilitas tertentu dan estetika,
baik keindahan flora, fauna, maupun alam itu sendiri yang mempunyai corak khas untuk dimanfaatkan
untuk kepentingan rekreasi dan kebudayaan. Sedangkan sarana lain atau fungsi dari berwisata itu
sendiri adalah sebagai sarana atau sosial dan ekonomi, dimana dari semua atau kompenen juga
diharapkan dapat menghibur penikmat atau digunakan sebagai suatu sarana yang menghasilkan jasa
atau barang yang digunakan wisatawan.

Agar mampu membuat taman yang baik, khususnya taman wisata yang ideal diperlukan
berbagai macam proses dan pengkajian terhadap lokasi serta seperti apa taman yang akan dibuat
tersebut. Pada dasarnya ada banyak hal penting yang harus diperhatikan dalam merencanakan atau
membuat suatu taman wisata taua rekreasi yakni, dampak perencanaan, lokasi taman, kualitas taman,
ukuran, bentuk, warna dan ekpresi abstrak dari taman tersebut. Berbagai macam hal tersebut akan
berhubungan dengan keindahan dan kenyamanan taman yang dihasilkan.

1.2  Tujuan

1        untuk memahami dan menginterpresentasikan fungsi taman wisata, beserta komponen-komponen


penyusunnya.

2        mahasiswa diharapkan mampu menilai serta memberikan masukan terhadap penyempurnaan dan
perbaikan taman wisata yang ada beserta alasan-alasannya, melalui desain ulang salah satu objek
praktikum taman wisata dari sudut pandang tertentu

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

Pengertian taman secara umum adalah sebuah areal yang mempunyai ruang dalam berbagai
kondisi. Kondisi yang dimaksud diantaranya lokasi atau luasan, iklim dan kondisi khusus lainnya seperti
tujuan serta fungsi spesifik dari pembangunan taman. Pembangunan suatu taman pada dasarnya
menempatkan tanaman sebagai bahan utama penyusun taman. Karena dalam kaitannya dengan
perancangan lansekap, tata hijau atauplanting design merupakan satu hal pokok yang menjadi dasar
dalam pembentukan ruang luar (Najoan, 2011).

Taman wisata adalah hutan wisata yang memiliki keindahan alam, baik keindahan flora, fauna,
maupun alam itu sendiri yang mempunyai corak khas untuk dimanfaatkan untuk kepentingan rekreasi
dan kebudayaan. Sedangkan menurut kamus besar bahasa Indonesia Wisata adalah bepergian bersama-
sama untuk memperluas pengetahuan, bersenang-senang, dsb. Sedangkan wisata itu sendiri adalah
kegiatan perjalanan atau sebagian dari kegiatan tersebut yang dilakukan secara sukarela serta bersifat
sementara untuk menikmati obyek dan daya tarik wisata. Sarana wisata adalah sarana sosial ekonomi,
yang untuk seluruhnya atau sebagian menghasilkan jasa atau barang yang digunakan wisatawan. Kata
wisata berhubungan erat dengan piknik, pariwisata, dll. Untuk sebagian orang, agenda wisata setiap
tahunnya telah menjadi sebuah kebutuhan layaknya kebutuhan primer. Dasar dari pandangan ini adalah
wisata digunakan sebagai penyeimbang hidup setelah sekian hari berkutat dengan pekerjaan yang
memiliki jadwal yang ketat. Sehingga dengan melakukan wisata kana merecharge tubuh dan pikiran
mereka menjadi segar kembali sehingga bisa bekerja dengan lebih maksimal lagi setelah itu (Indah,
2012).

            Elemen penyusun taman wisata dan rekreasi antara lain yaitu komponen-komponen yang
digunakan untuk menyusun taman sedemikian rupa sehingga tercipta keselarasan dan keindahan yang
sesuai. Taman rekreasi dapat tersesun dari berbagai komponen, disebut komponen karena saling
keterkaitan dan berpengaruh satu sama lain, dan secara umum dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu
keras dan lunak. Komponen keras yaitu tampilan penyusun taman yang bersifat keras dan umumnya
merupakan benda mati. Sementara, komponen lunak yaitu segala hal sebagai penyusun taman yang
bersifat lunak, misalnya mahluk hidup, baik berupa tanaman maupun hewan. Namun, dari porsinya,
tanaman sangat mendominasi sebagai elemen lunak penyusun taman (Sarmianto, 2010).

            Agar dapat mendesain taman wisata atau rekreasi yang indah ada banyak hal yang harus
diperhatikan, mulai dari tahapan programming sampai pada tahapan rancangan rinci. Dalam tahap
pembentukan ruang, komponen pembentuk ruang yang terdiri dari bidang pengalas, bidang pembatas,
dan bidang penutup sangat mempengaruhi nilai kualitas, kuantitas, karakteristik, dan psikis ruang yang
hendak diperoleh. Hal tersebut diulas dalam buku ini dengan berbagai contoh-contoh (Utomo dan
Hakim, 2008).

            Pengkajian atribut taman juga merupakan bagian penting dari suatu proses perancangan suatu
taman kampus. Atribut ini dapat menjadi cerminan terkait konsep taman, unsur yang ingin ditonjolkan
pada suatu taman serta fungsi taman dan peluang-peluang yang ada. Oleh karena itu, pertimbangan
utama dalam menghasilkan atribut adalah berdasarkan optimalisasi fungsi-fungsi taman dan peluang-
peluang dalam pengelolaan taman. Dalam pemenuhan tiap-tiap fungsi taman terdapat
indikatorindikator yang perlu dipenuhi oleh suatu taman. Dalam menangkap peluang-peluang
pengelolaan taman, juga terdapat kriteria-kriteria yang harus dipenuhi oleh suatu taman. Indikator dan
kriteria inilah yang selanjutnya dapat dikolaborasi dan dikonsep untuk menjadi sebuah taman (Akbar,
2010).                                    

Taman yang baik adalah taman yang di desian dengan kriteria dapat berfungsi secara
estetis,hidrologis, klimatologis, protektif maupun sosial budaya. Untuk dapat menbuat desain taman
kampus yang ideal, beberapa hal berikut perlu diperhatikan :

a.       Penataan dan komposisi yang tepat dari berbagai jenis vegetasi.

b.      Persyaratan klasifikasi ekologi dan klasifikasi fisik dalam pemilihan jenis.

c.       Oksigenasi dan sirkulasi angin untuk perbaikan udara.

d.      Kombinasi struktur dedaunan.

e.       Penataan dan komposisi dari hard material (Hastuti, 2011).

BAB 3. METODOLOGI

3.1 Waktu dan Tempat

Praktikum Pertamanan dengan acara Merancang Desain Taman Wisata/Rekreasi ini


dilaksanakan pada hari minggu tanggal 7 april 2013
3.2 Alat dan Bahan

1.      Personal Computer (PC) / Laptop/Notebook (dengan program Windows XP, Vista, Microsoft Office
2003/2007, RAM min= 1 GB)

2.      Program Punch! Home Design Architectural Series 18

3.      CDR/CDRW

4.      Printer warna

5.      Kertas HVS/Glossy Photo Paper

3.3 Cara Kerja

1.    Mahasiswa melakukan studi lapang pada salah satu objek taman wisata yang ada dikabupaten Jember
atau sekitarnya atau dikota asal mahasiswa ybs.

2.    Mengambil gambar dari berbagai sudut padang tertentu “good view” (dilampirkan dalam laporan).

3.    Menginventarisir semua komponen taman yang ada kedalam daftar  (contoh tabel tersedia).

4.    Menyusun desain taman wisata kedalam bentuk dua dimensi (proyek vertikal) atau tiga dimensi.

5.    Berikan deskripsi dan saran terhadap taman wisata yang saudara kunjungi tersebut dengan sistematika
a) tujuan dan metode pembuatannya ; b) komponen taman yang ada, c) hubungan antar komponen, d)
konsepsi ruang/zoning/tata letak komponen dan bangunan, e) pola sirkulasi, f) pola drainase dan g)
sarana utilitas lainnya.

6.    Hasil deskripsi taman wisata yang telah disusun merupakan bahan diskusi dengan mahasiswa lainnya.
DAFTAR PUSTAKA

Afriani. 2011. Taman Kampus UIN. http//www.uinjkt.ac.id. Diakses pada tanggal 13 maret 2013

Akbar, Roos. 2010. Manajemen Taman Milik Pemerintah Kota Bandung Berbasiskan Pendekatan Manajemen
Aset. Teknik Sipil  17(3): 171-180.

Hakim. Utomo. 2008. Komponen Perancangan Arsitektur Lansekap. Bumi Aksara. Jakarta.

Hastuti, Elis. 2011. Kajian Perencanaan Ruang Terbuka Hijau (Rth) Perumahan Sebagai Bahan Revisi Sni 03-1733-
2004. Standardisasi 13(1): 35 – 44.
Indah. 2012. Pengertian Dan Definisi Wisata.  http :// indahf.bolgspot.com /Pengertian definisi _wisata_
info2178.html. diakses pada tanggal 11 april 2013.

Najoan, Jemmy. 2011. Evaluasi Penggunaan Tanaman Lansekap Di Taman Kesatuan Bangsa (Tkb) Pusat Kota
Manado. Sabua   3(1): 9-18.

Sarmianto.2010. Taman RumahTinggal. http://www.lintasberita.com/Fun/Humor-
Hiburan/Taman_Rumah_Tinggal. Diakses pada tanggal 28 februari 2013.

Anda mungkin juga menyukai