Pola Hunian
pola hunian manusia purba yang memperlihatkan dua karakter khas hunian purba yaitu,
(1) kedekatan dengan sumber air dan (2) kehidupan di alam terbuka. Pola hunian itu dapat
dilihat dari letak geografis situs-situs serta kondisi lingkungannya. Beberapa contoh yang
menunjukkan pola hunian seperti itu adalah situs-situs purba di sepanjang aliran Bengawan
Solo (Sangiran, Sambungmacan, Trinil, Ngawi, dan Ngandong) merupakan contoh-contoh
dari adanya kecenderungan manusia purba menghuni lingkungan di pinggir sungai. Kondisi
itu dapat dipahami mengingat keberadaan air memberikan beragam manfaat.
Air merupakan kebutuhan pokok bagi manusia. Kehidupan di sekitar sungai itu
menunjukkan pola hidup manusia purba di alam terbuka. Kondisi yang serupa masih sering
kita jumpai pada pola hunian kerajaan Hindu-Budha di Jawa. Sebagian besar kerajaan Hindu.
Budha masih menggunakan daerah aliran sungai sebagi pusat-
pusat kerajaan, misalnya saja kerajaan Mataram kuno yang
berada di sekitar daerah aliran sungai Opak dan sungai Progo,
kerajaan jenggala dan panjalu yang menggunakan daerah aliran
sungai (DAS) Brantas. Hal ini dimungkinkan karena kondisi
wilayah lembahan sungai yang sangat subur dan terdapat sumber
air yang melimpah.
gua secara menetap. Mereka terus berusaha mencari daerah lain yang memiliki sumber
makanan yang melimpah. Pada perkembangan berikutnya, manusia purba berusaha
melakukan pola hunian yang semi sedenter dengan memanfaatkan dahan-dahan pohon yang
bercabang banyak untuk membuat rumah. Rumah tersebut biasa dikenal sebagai rumah
pohon. Fungsi dari rumah pohon itu sendiri adalah sebagai perlindungan dari terkaman
binatang buas.
Teknologi Pertanian
Kebiasaan bertani dengan menebang lalu bakar (slash and burn) adalah kebiasaan kuno
yang tetap berkembang sampai sekarang. Hal ini bertujuan untuk membuka lahan baru untuk
pertanian, perumahan atau untuk kegiatan industri dalam rangka meningkatkan kesejahteraan
hidup.
Salah satu daerah yang masih menggunakan teknik slash and burn ini adalah wilayah
Kalimantan. Lebih dari 400 sub suku dengan kelompok besar seperti Kenyah, Taman, Ngaju,
Kadazan, mereka hidup dengan cara bertani. Sistem pertanian mereka masih menerapkan
metode tebas bakar dan metode rotasi. Metode ini berkaitan erat dengan kesuburan tanah dan
keseimbangan alam. Di Kalimantan yang minus Gunung berapi, kesuburan tanah bergantung
pada humus yaitu penguraian unsur-unsur kesuburan yang bberasal dari tumbuh-tumbuhan.
Metode tebas bakar mempercepat propses penguraian, dimana abu hasil pembakaran
pohon dan tumbuhan menjadi unsur penyubur tanah. Sistem rotasi lebih ditekankan pada
pengaturan siklus hutan atau ladang. Rotasi yang baik memberikan kesempatan pada bidang
tanah tertentu untuk budidaya padi lewat proses pembawasan (fallowing)
SISTEM KEPERCAYAAN
Animisme:
Kepercayaan ini berasal dari perkembangan berfikir manusia dalam memahami sebab-
sebab gejala alam yang terjadi di sekitar mereka. Ketika mereka dihadapkan dengan
fenomena alam seperti hujan, gunung meletus, panas, gempa bumi, air yang mengalir,
manusia memerlukan pemecahan masalah alam tersebut dengan mencari sebab-sebab
fenomena alam tersebut. Karena cara berfikir mereka belum berkembang, mereka
menganggap fenomena tersebut adalah buatan dari roh.
Roh yang dianggap mengatur fenomena-fenomena tersebut bentuknya kasat mata dan
tidak dapat ditangkap dengan panca indra. Agar manusia dapat terus beraktifitas dengan
penuh ketenangan, kelancaran dan sesuai harapan mereka, maka roh-roh itupun perlu
disembah. Penghormatan dan penyembahan manusia purba atas roh pengatur alam semesta,
dilakukan dengan pembacaan doa, pemberian sesaji, atau korban.
Pada saat sekarang, kepercayaan animisme dan dinamisme masih sangat melekat dalam
kehidupan sebagian masyarakat Indonesia baik di kota, maupun di desa. Coba temukan
contoh kepercayaan animisme yang ada di sekitar kalian!
Dinamisme
Istilah dinamisme berasal dari kata dinamo artinya kekuatan. Dinamisme adalah paham
atau kepercayaan bahwa pada benda-benda tertentu baik benda hidup atau mati bahkan
benda-benda ciptaan memiliki kekuatan gaib dan bersifat
suci. Benda suci itu mempunyai sifat yang luar biasa yang
dapat membawa pengaruh baik atau buruk pada manusia dan
dunia sekitarnya. Benda-benda yang dianggap memiliki
kekuatan gaib disebut fetysyen yang berarti benda sihir.
Benda-benda ini meliputi pusaka, lambang kerajaan, tombak,
keris, cincin, kalung, dan sebagainya.
Bagi masyarakat yang masih menganut dinamisme, sebuah keris tertentu bisa jadi dapat
dianggap memiliki suatu kekuatan gaib seperi membuat lawan jenis tertarik, membuat si
pemilik benda pusaka dapat menghilang atau tidak terlihat. Memberikan usaha yang lancar
dan sebagainya.
a. Tradisi Penguburan
Di daerah Tana Toraja, terdapat sebuah kebudayaan yang masih terpelihara sampai saat
ini, diantaranya adalah
Aluk Rambu Solok atau disebut juga rambe Matampu. Upacara ini merupakan
pemujaan dan persembahan yang khusus berhubungan dengan upacara
kematian. Sejumlah kerbau dikorbankan sesuai kedudukan serta tingkat /
derajat si mati. Upacara dilaksanakan di sebelah Barat rumah Tongkonan pada
waktu mataharii tenggelam.
Penguburan masih dilakukan dengan langsung maupun tidak langsung,menggunakan
wadah atau tanpa wadah. Wadah yang digunakan dpat
dibuat dari bahan kayu, atau kayu utuh yang dilubangi,
dolmen, peti kubur, dan sebagainya, disimpan di dalam
ceruk, gua, batu besar yang dibuat ceruk, dan sebagainya.
Di desa Pacung Buleleng Bali, kematian dianggap menuju
tempat tinggal arwah. Sebelum dikubur, si mati
dimandikan dan dirias dengan menggunakan pakaian adat.
Kemudian si mati diberi sesaji berupa makanan dan
minuman secara lengkap. Setelah upacara, mayat dibawa ke kuburan bersama-sama makanan
dan minuman yang tadi disajikan. Pada saat penguburan, keluarga dapat memberikan bekal
kubur berupa barang yang dapat dipakai atau disenangi semasa hidup si mayat.
Di Kalimantan tengah (suku Dayak Ngaju), penguburan cara pertama dilakukan dengan
meletakkan peti mati ke dalam tanah, dengan dibekali benda yang semasa hidup sering
digunakan. Di atas kubur diletakkan tiang penanda bahwa di situ ada kubur. Cara kedua
adalah meletakkan mayat di dalam peti kayu, kemudian peti ini diletakkan di sebuah tempat
yang disangga oleh tiang-tiang yang tinggi. Cara ke tiga adalah dengan membakar mayat.
Tulang-tulangnya kemudian dikumpulkan ke dalam tempayan atau peti kayu. Setelah upacara
selesai, diadakan upacara pertama (tantolaki matei), keluarga dapat melakukan kegiatan biasa
sambil menunggu upacara besar yang disebut tiwah. Upacara ini diadakan jika biayanya
cukup dan ini tergantung pada kemampuan keluarga. Pada penguburan kedua, tulang-tulang
dikumpulkan dan dengan segala macam upacara dimasukkan ke dalam bangunan yang
disebut sandong. Bangunan ini terbuat dari kayu ulin dan berbentuk seperti rumah kecil,
didirikan atau ditempatkan di atas satu atau lebih tangga penyangga.
Pemertintahan/ Sosial
Sumber : Taufik Abdullah dan A.B Lapian (ed). 2012. Indonesia Dalam Arus Sejarah, Jilid I.
Jakarta: PT Ichtiar Baru
van Hoeve.
Gambar 1.18 Song Keplek situs hunian pada masa akhir Pleistosen-Holosen
Perhatikan gambar diatas, gambar diatas merupakan gua yang biasa dijadikan tempat
tinggal oleh manusia purba. Pola hunian manusia purba memiliki dua karakter yang khas
yaitu 1. kedekatan dengan sumber air dan (2) kehidupan di alam terbuka. Pola hunian itu
dapat dilihat dari letak geografis situs-situs serta kondisi lingkungannya. Beberapa contoh
yang menunjukkan pola hunian seperti itu adalah situs-situs purba di sepanjang aliran
Bengawan Solo (Sangiran, Sambungmacan, Trinil, Ngawi, dan Ngandong) merupakan
contoh-contoh dari adanya kecenderungan manusia purba menghuni lingkungan di pinggir
sungai. Kondisi itu dapat dipahami mengingat keberadaan air memberikan beragam
manfaat. Air merupakan kebutuhan pokok bagi manusia. Air juga diperlukan oleh tumbuhan
maupun binatang. Keberadaan air pada suatu lingkungan mengundang hadirnya berbagai
binatang untuk hidup di sekitarnya. Begitu pula dengan tumbuh-tumbuhan, air memberikan
kesuburan bagi tanaman. Keberadaan air juga dimanfaatkan manusia sebagai sarana
penghubung dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Melalui sungai, manusia dapat
melakukan mobilitas dari satu tempat ke tempat yang lainnya.
2. Masa peralihan
Sejalan dengan tingkat perkembangan pengetahuan manusia, maka tingkat kehidupan
social, ekonomi dan kebudayaan manusia pun juga mengalami perkembangan. Jika
sebelumnya manusia purba masih hidup secara nomaden, maka pada masa peralihan manusia
sudah mulai memikirkan untuk mencari tempat berteduh dari gangguan alam yang ada di
sekitarnya. Manusia sudah mulai membuat rumah tempat tinggal meskipun tidka permanen.
Guna melindungi diri dari ancaman binatag buas atau gangguan-gangguan lainnya seperti
hujan, badai, petir dan lain-lain. Tahap ini dikatakan sebagai masa peralihan itu dikarenakan
dari tahap berburu dan mengumpulkan makanan menuju ke kehidupan bercocok tanam serta
hidup menetap. Meskipun kehidupan mereka sudah mulai menetap namun kehidupan mereka
masih tetap bergantung pada alam, hanya saja kehidupan nomaden berangsur-angsur
ditinggalkan. Hal ini dibuktikan dengan ditemukannya tumpukan sampah dapur yang
membukit berasal dari tumpukan kulit kerang dan banyak dijumpai di daerah-daerah pantai.
Dengan bukti adanya sampah dapur tersebut telah menunjukan bahwa kehidupan mereka
sudah mulai menetap. Dengan mendirikan rumah-rumah bertonggak di pinggir pantai.
Disamping banyak yang bertempat tinggal di daerah sepanjang pinggiran pantai, pada masa
peralihan ini ada juga yang membangun tempat tinggalnya di gua-gua paying atau gua alam,
khususnya di daerah gua-gua yang dekat dengan sumber air, seperti sungai, rawa, danau, atau
bahkan laut. Contohnya seperti di daerah sampung gua lawa, maupun bebrapa gua yang
ditemukan di daerah Sulawesi selatan (gua leang-leang).selain sudah mulai bertempat tinggal
agak lama di suatu tempat, manusia pada masa peralihan ini juga sudah mulai pandai
mengolah makannya sendiri. Hal itu dimungkinkan karena pada waktu itu api sudah dikenal
sebagai sarana kegiatan utnuk memasak.
Selain itu dilihat dari kehidupan seni budaya manusia pada masa berburu dan
mengumpulkan makanan tingkat lanjut serta masuk ke Masa Peralihan ternyata juga sudah
menghasilkan karya yang seni yang belum pernah terjadi pada masa sebelumnya. Hal itu
nampak pada hasil-hasil lukisan mereka yang terdapat pada dinding-dinding gua maupun
dinding-dinding karang dahulu yang pernah menjadi tempat tinggalnya. Di Indonesia lukisan-
lukisan tersebut tersebar di daerah Sulawesi selatan, kepulauan Maluku, dan pulau Irian.
Lukisan-lukisan yang ditemukan berupa cap tangan yang jari2nya direntangkan selain itu
juga ditemukan lukisan seekor babi rusa yang sedang melompat dan terkena panah dibagian
jantungnya.
3. Masa bercocok tanam
Ketika manusia purba sudah mulai mengenal hidup menetap lebih lama lagi maka lahirlah
pola baru yaitu masa bercocok tanam atau bertani. Pada masa ini diperkirakan daerah-daerah
yang ditempati manusia sudah semakin meluas, disamping itu dalam bidang ekonomi mereka
sudah benar-benar mampu menghasilkan makanannya sendiri. Atau dengan kata lain cara
kehidupan ekonominya sudah beralih dari food gathering ke food producing. Adanya
kemampuan menghasilkan makanan itu menandakan bahwa mereka sudah benar-benar
menetap secara permanen. Tempat yang mereka pilih masih sama seperti kehidupan
sebelumnya yang berada di dekat sumber air. Rumah-rumah panggung mulai didirikan pada
masa bercocok tanam dimana berfungsi untuk menghindar dari ancaman binatang buas dan
menghindari banjir. Dengan demikian dapatlah dipahami food producing biasanya di iringi
dengan sedenter (hidup menetap). Selanjutnya mereka mulai memilih bertempat tinggal tetap,
sehingga ada pemikiran untuk segera mendirikan rumah yang permanen. Adnya kehidupan
yang sudah menetap biasanya memunculkan kesadaran betapa perlunya penataan hidup
bermasyarakat. Sebelumnya, ketika orang masih hidup mengembara, manusia masih bisa
hidup semau serta sebebas mungkin. Di sini manusia cukup memperhtikan dirinya sendiri
atau paling besar anggota keluarganya. Selain itu perlu ditetapkan pula seorang pemimpin
yang dapat menjamin serta mengingatkan agar kesepakatan bersama tadi dapat dijalankan.
Pada masyarakat yang masih sangat sederhana selalu ditandai dengan sifat homogenitas.
Yang sangat tinggi. Dalam kaitannya dengan bentuk- bentuk tempat tinggal itulah maka
masyarakat masa bercocok tanam membangun rumah-rumahnya secara seragam. Pada
umumnya bentuk-bentuk tempat tinggal dari masa bercocok tanam itu berupa rumah-rumah
kecil dan bundar atapnya melekat pada tanah. Pada masa bercocok tanam dalam bidang
pertanian itu masyarakat mulai menanami sawah maupun kebunnya dengan berbagai jenis
biji-bijian dan umbi-umbian serta sayuran. Selain bertani mereka juga beternak. Pada masa
bercocok tanam masyrakatnya juga sudah ada yang pandai membuat perahu yang terbuat dari
pohon-pohon besar yang dipotong-potong. Pada saat itu pula sudah ada kegiatan berdagang
walaupun dilakukan dengan sistem barter.
4. Masa perundagian
Masyarakat pada masa bermukim dan bercocok tanam telah hidup menetap dan teratur.
Masyarakat itu kemudian makin maju setelah mengenal logam. Kemampuan mengerjakan
logam menambah kemampuan masyarakat tersebut. Banyak peralatan manusia menjadi
semakin sempurna dan berkembanglah masa perundagian (pertukangan). Pada masa ini
masyarakat sudah mengenal teknik-teknik pengolahan logam berbagai jenis alat dibuat dari
logam, seperti, kapak perunggu, nekara perunggu, bejana perunggu, arca perunggu, dan
barang-barang dari besi. Di asia tenggara logam mulai dikenal kira-kira sekitar 3000-2000
sebelum masehi. Sedangkan khusus di Indonesia penggunaan logam perunggu baru dimulai
beberapa abad sebelum masehi. Namun berdasarkan temuan arkeologis di Indonesia tidak
pernah mengenal alat-alat dari tembaga hanya mengenal alat dari perunggu dan besi saja.
Sedangkan untuk perhiasan selain dari perunggu juga sudah terbuat dari emas.
Teknik melebur logam dan menuangkannya ke cetakan sehingga menjadi alat merupakan
suatu perkembangan teknik tingkat tinggi.yang belum pernah dikenal sebelumnya, sebab
untuk melakukan cara itu dibutuhkan teknik atau cara-cara khusus.dalam kaitannya dengan
pembuatan alat-alat dari bahan logam tersebut pada saat itulah telah dikenal adanya dua
macam teknik atau cara yakni, teknik cetakan setangkap dan teknik cetakan lilin. Oleh karena
itulah maka alat atau benda-benda peninggalan dari logam yang pernah dihasilkan serta
ditemukan di Indonesia memperlihatkan masih adanya pengaruh budaya dari daratan
asia(kebudayaan dongson). Nekara perunggu (gendering, tambur), kapak perunggu (kapak
corong, kapak upacara), serta alat-alat dari besi seperti mata kapak, mata pisau, mata tombak
dan mata pedang.
3. Sistem Kpercayaan.
Nenek moyang kita mengenal kepercayaan kehidupan setelah mati. Mereka percaya
pada kekuatan lain yang maha kuat di luar dirinya. Mereka selalu menjaga diri agar
setelahmati tetap dihormati. Berikut ini kita akan menelaah bagaimana sistem kepercayaan
manusia zaman pra-aksara, yang menjadi nenek moyang kita. Perwujudan kepercayaannya
dituangkan dalam berbagai bentuk diantaranya karya seni. Satu di antaranya berfungsi
sebagai bekal untuk orang yang meninggal. Tentu kamu masih ingat tentang perhiasan yang
digunakan sebagai bekal kubur. Seiring dengan bekal kubur ini, maka pada zaman purba
manusia mengenal penguburan mayat. Pada saat inilah manusia mengenal sistem
kepercayaan. Sebelum meninggal manusia menyiapkan dirinya dengan membuat berbagai
bekal kubur, dan juga tempat penguburan yangmaka pada zaman purba manusia mengenal
penguburan mayat. Pada saat inilah manusia mengenal sistem kepercayaan. Sebelum
meninggal manusia menyiapkan dirinya dengan membuat berbagai bekal kubur, dan juga
tempat penguburan yang menghasilkan karya seni cukup bagus pada masa sekarang. Untuk
itulah kita mengenal dolmen, sarkofagus, menhir dan lain sebagainya.
Masyarakat zaman pra-aksara terutama periode zaman Neolitikum sudah mengenal
sistem kepercayaan. Mereka sudah memahami adanya kehidupan setelah mati. Mereka
meyakini bahwa roh seseorang yang telah meninggal akan ada kehidupan di alam lain. Oleh
karena itu, roh orang yang sudah meninggal akan senantiasa dihormati oleh sanak kerabatnya.
Terkait dengan itu maka kegiatan ritual yang paling menonjol adalah upacara penguburan
orang meninggal. Dalam tradisi penguburan ini, jenazah orang yang telah meninggal dibekali
berbagai benda dan peralatan kebutuhan sehari-hari, misalnya barang-barang
perhiasan, periuk dan lain-lain yang dikubur bersama mayatnya.
Hal ini dimaksudkan agar perjalanan arwah orang yang meninggal selamat dan terjamin
dengan baik. Dalam upacara penguburan ini semakin kaya orang yang meninggal maka
upacaranya juga semakin mewah. Barang-barang berharga yang ikut dikubur juga semakin
banyak. Selain upacara-upacara penguburan, juga ada upacaraupacara pesta untuk
mendirikan bangunan suci. Mereka percaya manusia yang meninggal akan mendapatkan
kebahagiaan jika mayatnya ditempatkan pada susunan batu-batu besar, misalnya
pada peti batu atau sarkofagus.
Batu-batu besar ini menjadi lambang perlindungan bagi manusia yang berbudi luhur
juga memberi peringatan bahwa kebaikan kehidupan di akhirat hanya akan dapat dicapai
sesuai dengan perbuatan baik selama hidup di dunia. Hal ini sangat tergantung pada kegiatan
upacara kematian yang pernah dilakukan untukmenghormati leluhurnya. Oleh karena itu,
upacara kematian merupakan manifestasi dari rasa bakti dan hormat seseorang terhadap
leluhurnya yang telah meninggal. Sistem kepercayaan masyarakat pra-aksara yang demikian
itu telah melahirkan tradisi megalitik (zaman megalitikum = zaman batu besar). Mereka
mendirikan bangunan batu-batu besar seperti menhir, dolmen, sarkofagus.
Pada zaman praaksara, seorang dapat dilihat kedudukan sosialnya dari cara
penguburannya. Bentuk dan bahan wadah kubur dapat digunakan sebagai petunjuk status
sosial seseorang. Penguburan dengan sarkofagus penguburan tanpa wadah. Dengan kata lain,
pengelolaan tenaga kerja juga sering digunakan sebagai indicator stratifikasi sosial seseorang
dalam masyarakat. Sistem kepercayaan dan tradisi batu besar seperti dijelaskan di atas, telah
mendorong berkembangnya kepercayaan animisme. Kepercayaan animisme merupakan
sebuah sistem kepercayaan moyang memuja roh nenek moyang. Di samping animisme,
muncul juga kepercayaan dinamisme. Menurut kepercayaan dinamisme ada benda-benda
tertentu yang diyakini memiliki kekuatan gaib, sehingga benda itu sangat dihormati dan
dikeramatkan. Seiring dengan perkembangan pelayaran, masyarakat zaman pra-aksara akhir
juga mulai mengenal sedekah laut. Sudah barang tentu kegiatan upacara ini lebih banyak
dikembangkan di kalangan para nelayan. Bentuknya mungkin semacam selamatan apabila
ingin berlayar jauh, atau mungkin saat memulai pembuatan perahu. Sistem kepercayaan
nenek moyang kita ini sampai Sumber: Direktorat Geografi Sejarah.
Flakes, yaitu alat-alat kecil yang terbuat dari batu Chalcedon,yang dapat digunakan untuk mengupas
makanan.
Fungsi:
-untuk menguliti hewan buruan
-mengiris daging buruan
-memotong umbi-umbian./buah – buahan
-menangkap ikan
Sumber :
Buku Sejarah Indonesia SMA kelas X oleh Restu Gunawan, dkk. halaman 49-55
Buku Pengantar Sejarah Kebudayaan Indonesia 1 oleh Drs.R.Soekmono halaman 25-47.
MATERI
1. Hasil budaya praaksara yang masih ditemukan sekarang (non fiksi)
Menjelang berakhirnya praaksara, muncul keinginan untuk mewariskan hasil budaya, karena
mereka belum mengenal tulisan, maka proses pewarisan dilakukan secara lisan. Tradisi lisan,
budaya lisan dan adat lisan adalah pesan atau kesaksian yang disampaikan secara turun-temurun
dari satu generasi ke generasi berikutnya. Pesan atau kesaksian itu disampaikan melalui ucapan,
pidato, nyanyian, dan dapat berbentuk pantun, cerita rakyat, nasihat, balada, atau lagu.
Tradisi lisan terangkum dalam apa yang di sebut foklor. Foklor adalah bagian dari
kebudayaan masyarakat yang bersifat tradisional yang diwariskan secara lisan dan turun temurun.
Jenis jenis foklor:
a. Mitos. Adalah cerita rakyat yang tokohnya para dewa pada masa lampau. Contoh Hercules,
mahabarata
b. Legenda. Adalah sama halnya mitos, namun legenda lebih bersifat duniawi. Contoh
walisongo, nyo blorong
c. Dongeng. Adalah cerita fiktif atau imajinatif yang diceritakan secara turun temurun. Contoh
fablel, kancil nyolong timun
d. Nyanyian rakyat. Adalah foklor yang berupa teks dan lagu. Kecak dari Bali.
e. Upacara. Tindakan yang terikat pada aturan tertentu, upacara kasodo masyarakat Tengger.
2. Hasil budaya praaksara yang masih ditemukan sekarang (fiksi)
Gambar apakah ini? alat ini sampai sekarang masih banyak kita
temukan di rumah tangga di Indonesia. Alat ini sering disebut
dengan cobek, alat untuk menghaluskan rempah-rempah,
menghaluskan bumbu masak atau tempat membuat sambal.
Alat bebatuan ini sudah dikenal ribuan tahun yang merupakan
benda evolusi dari kapak alat dari benda peninggalan budaya batu
zaman Praaksara
(Cobek)
(Gerabah) (Perhiasan batu/ manik manik)
BAHAN AJAR
1. Mengenal Api
Bagi manusia purba, proses penemuan api merupakan bentuk inovasi yang sangat
penting. Berdasarkan data arkeologi, penemuan api kira-kira terjadi pada 400.000
tahun yang lalu.
Penemuan pada periode manusia Homo erectus. Api digunakan untuk menghangatkan
diri dari cuaca dingin. Dengan api kehidupan menjadi lebih bervariasi dan berbagai
kemajuan akan dicapai. Teknologi api dapat dimanfaatkan manusia untuk berbagai
hal. Di samping itu penemuan api juga memperkenalkan manusia pada teknologi
memasak makanan, yaitu memasak dengan cara membakar dan menggunakan
bumbu dengan ramuan tertentu. Manusia juga menggunakan api sebagai senjata. Api
pada saat itu digunakan manusia untuk menghalau binatang buas yang
menyerangnya. Api dapat juga dijadikan sumber penerangan. Melalui pembakaran
pula manusia dapat menaklukkan alam, seperti membuka lahan untuk garapan
dengan cara membakar hutan. Kebiasaan bertani dengan menebang lalu bakar (slash
and burn) adalah kebiasaan kuno yang tetap berkembang sampai sekarang. Pada
awalnya pembuatan api dilakukan dengan cara membenturkan dan menggosokkan
benda halus yang mudah terbakar dengan benda padat lain. Sebuah batu yang keras,
misalnya batu api, jika
dibenturkan ke batuan keras lainnya akan menghasilkan percikan api. Percikan
tersebut kemudian ditangkap dengan dedaunan kering, lumut atau material lain yang
kering hingga menimbulkan api. Pembuatan api juga dapat dilakukan dengan
menggosok suatu benda terhadap benda lainnya, baik secara berputar, berulang, atau
bolak-balik. Sepotong kayu keras misalnya, jika digosokkan pada kayu lainnya akan
menghasilkan panas karena gesekan itu
kemudian menimbulkan api. Penelitian-penelitian arkeologi di Indonesia sejauh ini
belum
menemukan sisa pembakaran dari periode ini. Namun bukan berarti manusia purba di
kala itu belum mengenal api. Sisa api yang tertua ditemukan di Chesowanja, Tanzania,
dari sekitar 1,4
juta tahun lalu, yaitu berupa tanah liat kemerahan bersama dengan sisa tulang
binatang. Akan tetapi belum dapat dipastikan apakah manusia purba membuat api
atau mengambilnya dari sumber api alam (kilat, aktivitas vulkanik, dll). Hal yang sama
juga ditemukan di China (Yuanmao, Xihoudu, Lantian), di mana sisa api berusia sekitar
1 juta tahun lalu. Namun belum dapat dipastikan apakah itu api alam atau buatan
manusia. Teka-teki ini masih belum dapat
terpecahkan, sehingga belum dipastikan apakah bekas tungku api di Tanzania dan
Cina itu merupakan hasil buatan manusia atau pengambilan dari sumber api alam.
2. Sebuah Revolusi
Perkembangan zaman batu yang dapat dikatakan paling penting dalam kehidupan
manusia adalah zaman batu baru atau neolitikum. Pada zaman neolitikum yang juga
dapat dikatakan
sebagai zaman batu muda. Pada zaman ini telah terjadi “revolusi kebudayaan”, yaitu
terjadinya
perubahan pola hidup manusia. Pola hidup food gathering digantikan dengan pola
food producing. Hal ini seiring dengan terjadinya perubahan jenis pendukung
kebudayannya. Pada zaman ini telah hidup jenis Homo sapiens sebagai pendukung
kebudayaan zaman batu baru. Mereka mulai mengenal bercocok tanam dan beternak
sebagai proses untuk menghasilkan atau memproduksi bahan makanan. Hidup
bermasyarakat dengan bergotong royong mulai dikembangkan. Hasil kebudayaan
yang terkenal di zaman neolitikum ini secara garis besar dibagi menjadi dua tahap
perkembangan.
Nama kapak persegi berasal dari penyebutan oleh von Heine Geldern. Penamaan
ini dikaitkan dengan bentuk alat tersebut. Kapak persegi ini berbentuk persegi
panjang dan ada
juga yang berbentuk trapesium. Ukuran alat ini juga bermacam-macam. Kapak persegi
yang
besar sering disebut dengan beliung atau pacul (cangkul), bahkan sudah ada yang
diberi tangkai sehingga persis seperti cangkul zaman sekarang. Sementara yang
berukuran kecil dinamakan tarah atau tatah. Penyebaran alat-alat ini terutama di
Kepulauan Indonesia bagian barat, seperti Sumatra, Jawa dan Bali. Diperkirakan
sentrasentra teknologi kapak persegi ini ada di Lahat (Palembang), Bogor, Sukabumi,
Tasikmalaya (Jawa Barat), kemudian Pacitan-Madiun, dan di Lereng Gunung Ijen (Jawa
Timur). Yang menarik, di Desa Pasirkuda dekat Bogor juga ditemukan batu asahan.
Kapak persegi ini cocok sebagai alat pertanian.
Mengakhiri zaman batu masa Neolitikum maka dimulailah zaman logam. Sebagai
bentuk masa perundagian. Zaman logam di Kepulauan Indonesia ini agak berbeda bila
dibandingkan dengan
yang ada di Eropa. Di Eropa zaman logam ini mengalami tiga fase,zaman tembaga,
perunggu dan besi. Di Kepulauan Indonesia hanya mengalami zaman perunggu dan
besi. Zaman perunggu merupakan fase yang sangat penting dalam sejarah. Beberapa
contoh bendabenda
kebudayaan perunggu itu antara lain: kapak corong, nekara, moko, berbagai barang
perhiasan. Beberapa benda hasil kebudayaan zaman logam ini juga terkait dengan
praktik keagamaan misalnya nekara.
Menurut Kostof, arsitektur telah mulai ada pada saat manusia mampu mengolah
lingkungan hidupnya. Pembuatan tanda-tanda di alam yang membentang tak
terhingga itu untuk membedakan dengan wilayah lainnya. Tindakan untuk membuat
tanda pada suatu tempat itu dapat dikatakan sebagai bentuk awal dari arsitektur.
Pada saat itu manusia sudah
mulai merancang sebuat tempat. Bentuk arsitektur pada masa pra-aksara dapat
dilihat dari tempat hunian manusia pada saat itu. Mungkin kita sulit membayangkan
atau menyimpulkan bentuk rumah dan bangunan yang berkembang pada masa pra-
aksara saat itu. Dari pola mata pencaharian manusia yang sudah mengenal berburu
dan melakukan pertanian sederhana dengan ladang berpindah memungkinkan
adanya pola pemukiman yang telah menetap. Gambar-gambar dinding goa tidak
hanya mencerminkan kehidupan sehari-hari tetapi juga kehidupan spiritual. Cap-cap
tangan dan lukisan di goa yang banyak ditemukan di Papua, Maluku, dan Sulawesi
Selatan dikaitkan dengan ritual penghormatan atau pemujaan nenek moyang,
kesuburan, dan inisiasi. Gambar dinding yang tertera pada goa-goa mengambarkan
pada jenis binatang yang diburu atau binatang yang digunakan untuk membantu
dalam perburuan. Anjing adalah binatang yang digunakan oleh manusia pra-aksara
untuk berburu binatang. Bentuk pola hunian dengan menggunakan penadah angin,
menghasilkan pola menetap pada manusia masa itu. Pola hunian itu sampai saat ini
masih digunakan oleh Suku Bangsa Punan yang tersebar di Kalimantan. Bentuk hunian
itu merupakan bagian bentuk awal arsitektur di luar tempat hunian di goa. Secara
sederhana penadah angin merupakan
suatu konsep tata ruangan yang memberikan secara implisit memberikan batas
ruang. Pada kehidupan dengan masyarakat berburu yang masih sangat tergantung
pada alam, mereka lebih mengikut ritme dan bentuk geografis alam. Dengan demikian
konsep ruang mereka masih kurang bersifat geometris teratur. Pola garis lengkung
tak teratur seperti aliran sungai, dan pola
spiral seperti route yang ditempuh mungkin adalah citra pola ruang utama mereka.
Ruang
demikian belum m e n g u t a m a k a n arah utama. Secara sederhana dapatlah kita
lihat bahwa,pada masa praaksara konsep tata ruang, atau yang saat ini kita kenal
dengan arsitektur itu sudah mereka kenal.
Kapak genggam terkenal juga dengan sebutan kapak perimbas atau dalam ilmu prasejarah disebut dengan
ukuran besar lazim disebut dengan beliung dan fungsinya sebagai. Kapak genggam terkenal juga dengan
sebutan kapak perimbas atau dalam ilmu prasejarah Sedangkan yang ukuran kecil disebut dengan
Tarah/Tatah dan fungsinya sebagai alat. artefak Paleolitik dengan himpunan alat yang didominasi kelompok
kapak perimbas Kini sebuah tantangan dihadapkan pada kita untuk menelusuri arti dan fungsinya.
Kapak genggam Sumatera atau pebble ditemukan tersebar di pantai timur Sumatera terutama Fungsi alat
pada masa bercocok tanam tidak saja untuk membantu manusia. Dengan kapak genggam di jaman
Paleolithikumyang dinamakan pebble atau Sumateralith kapak Sumatera buat menghaluskan biji-bijian atau
bahan cat berwarna merah. Fungsi Pebble/Kapak Sumatera · · Kapak Pendek Hache Ditemukan di Sumatera
Jawa bali Nusatenggara Maluku Sulawesi dan Kalimantan Kapak Persegi Fungsi ukuran besar
Alat-alat dari tulang binatang atau tanduk rusa Alat-alat tulang dan tanduk Rusa Fungsi untuk mengorek ubi
dan keladi dari dalam tanah menangkap ikan. Sebagai contoh kapak genggam dan alat-alat perburuan dibu at
dari tulang dan tanduk binata ng lebih tinggi jika barang itu diperindah dan berwujud estetik 1 Fungsi dan
Pusat Alat Peraga Terlengkap dari TK SD SMP SMU Politeknik Universitas dan Umum Mikroslaid Tulang
Rawan Pembangkit Fungsi Gelombang 2. Alat-alat dari tulang binatang atau tanduk rusa Alat-alat tulang dan
tanduk Rusa Fungsi untuk mengorek ubi dan keladi dari dalam tanah menangkap ikan 3. sangat kagum
karena tanduk yang muncul dari binatang ekor darah janin dan alat kelamin rusa atau anestesi barulah tanduk
tersebut diambil atau dipotong Rusa. alat dari tulang atau tanduk hewan alat-alat dari tanduk dan tulang
binatang berupa tulang manusia jenis Papua Melanesoid flakes alat-alat dari tulang dan tanduk rusa
KAPAK PERSEGI
Kapak Persegi Fungsi: - ukuran besar lazim disebut dengan beliung dan ... Kapak Bahu, sama seperti kapak
persegi ,hanya di bagian yang diikatkan pada ..Kapak Bahu, sama seperti kapak persegi ,hanya di bagian
yang diikatkan ... Fungsi: – sebagai cangkul/pacul. Megalithikum (Zaman Batu Besar). Pemberian nama
kapak persegi didasarkan pada bentuknya. Bentuk kapak ini yaitu batu yang garis irisannya melintangnya
memperlihatkan sebuah bidang segi panjang atau ada juga yang berbentuk trapesium. Jenis lain yang
termasuk dalam katagori kapak persegi seperti beliung atau pacul untuk yang ukuran besar, dan untuk ukuran
yang kecil bernama tarah. Tarah berfungsi untuk mengerjakan kayu. Pada alat-alat tersebut terdapat tangkai
yang diikatkan. Orang yang pertama memberikan nama Kapak Persegi yaitu von Heine Geldern. Daerah-
daerah tempat ditemukannya kapak persegi yaitu di Sumatra, Jawa, Bali, Nusa Tenggara, Maluku, Sulawesi,
dan Kalimantan. Batu api dan chalcedon merupakan bahan yang dipakai untuk membuat kapak persegi.
Selain Kjokkenmoddinger, jenis tempat tinggal lainnya ialah abris sous rosche, yaitu tempat berupa gua-gua
yang menyerupai ceruk-ceruk di dalam batu karang. Peralatan yang ditemukan berupa ujung panah, flakes,
batubatu penggiling, dan kapak-kapak yang sudah diasah. Alat-alat itu terbuat dari batu. Ditemukan juga
alat-alat dari tulang dan tanduk rusa. Tempat ditemukannya abris sous rosche, antara lain Gua Lawa di
Ponorogo, Bojonegoro, dan Lamoncong (Sulawesi Selatan).
GERABAH
Penemuan gerabah merupakan suatu bukti adanya kemampuan manusia mengolah makanan. Hal ini
dikarenakan fungsi gerabah di antaranya sebagai tempat meyimpan makanan. Gerabah merupakan suatu alat
yang terbuat dari tanah liat kemudian dibakar. Dalam perkembangan berikut, gerabah tidak hanya berfungsi
sebagai penyimpan makanan, tetapi semakin beragam, bahkan menjadi barang yang memiliki nilai seni.
Cara pembuatan gerabah mengalami perkembangan dari mulai bentuk yang sederhana hingga ke bentuk
yang kompleks. Dalam bentuk yang sederhana dibuat dengan tidak menggunakan roda. Bahan yang
digunakan berupa campuran tanah liat dan langsung diberi bentuk dengan menggunakan tangan. Teknik
pembuatan semakin berkembang, pencetakan menggunakan roda, agar dapat memperoleh bentuk yang lebih
baik bahkan lebih indah. Dalam perkembangan ini, pencetakan sudah memiliki nilai seni. Sisi gerabah mulai
dihias dengan pola hias dan warna.
KAPAK LONJONG
Pemberian nama kapak lonjong berdasarkan pada bentuk. Bentuk alat ini yaitu garis penampang
memperlihatkan sebuah bidang yang berbentuk lonjong. Sedangkan bentuk kapaknya sendiri bundar telor.
Ujungnya yang agak lancip ditempatkan di tangkai dan di ujung lainnya yang bulat diasah hingga tajam. Ada
dua ukuran kapak lonjong yaitu ukuran yang besar disebut dengan walzeinbeil dan kleinbel untuk ukuran
kecil. Kapak lonjong masuk ke dalam kebudayaan Neolitihikum Papua, karena jenis kapak ini banyak
ditemukan di Papua (Irian). Kapak ini ditemukan pula di daerah-daerah lainnya, yaitu di Seram, Gorong,
Tanimbar, Leti, Minahasa, dan Serawak. Selain di Indonesia, jenis kapak lonjong ditemukan pula di negara
lain, seperti Walzeinbeil di temukan di Cina dan Jepang, daerah Assam dan Birma Utara. Penemuan kapak
lonjong dapat memberikan petunjuk mengenai penyebarannya, yaitu dari timur mulai dari daratan Asia ke
Jepang, Formosa, Filipina, Minahasa, terus ke timur. Penemuan-penemuan di Formosa dan Filipina
memperkuat pendapat ini. Dari Irian daerah persebaran meluas sampai ke Melanesia
PUNDEN BERIMBAS
Kapak genggam terkenal juga dengan sebutan kapak perimbas, atau dalam ilmu. Adapun fungsi dari alat-
alat tersebut adalah untuk mengorek ubi dan keladi . Punden berundak-undak adalah bangunan dari batu
yang bertingkat-tingkat dan . Punden berundak-undak adalah bangunan dari batu yang bertingkat-tingkat dan
fungsinya Alat-alat yang digunakan: 1) Batu inti, yaitu kapak perimbas (chopper), atau sisa pembuatan alat-
alat lain dengan fungsi sebagi alat pemotong.
MENHIR
“Man and Menhir Contemporary Megalithic Practice of Sa’dan Toraja of Sulawesi perbedaan latar belakang
keagamaan terdapat pula perbedaan status dan fungsi bangunan. Contoh bangunan-bangunan megah seperti
piramida tembok cina menhir alat rumah Fungsi spinx adalah penjaga piramida Perhatikan gambar di atas. 2
Menhir bangunan berupa tiang atau tugu batu sebagai tanda peringatan dan Kul-kul memiliki fungsi yang
sama dengan menara yakni memberi informasi. Adapun fungsi dari alat-alat tersebut adalah untuk mengorek
ubi dan .....
DOLMEN
Dolmen Bentuk-bentu tempat penguburan dapat berupa dolmen, peti kubur batu, ... Beberapa bentuk
megalitik tadi mempunyai fungsi lain, misalnya dolmen, yang memiliki variasi ... Penggolongan Biaya ·
Macam-macam Alat Pendidikan ... merupakan meja dari batu yang berfungsi sebagai tempat meletakkan saji.
CANDRASA
Sejenis kapak upacara yang mempunyai mata kapak melebar kesamping dan kedua ujungnya melengkung ke
dalam. Pada gagang terdapat motif geometris yang dikombinasi dengan motif lengkung kecil. Motif hias
seperti ini umum dijumpai pada kapak-kapak perunggu dari masa prasejarah. Candrasa digunakan sebagai
perlengkapan upacara.
Candrasa ini diduga tidak berfungsi sebagai alat pertukangan atau pertanian,melainkan beralih fungsi
sebagai alat perlengkapan upacara keagamaan dan tanda kebesaran penguasa.Daerah persebaran kapak
corong ialah di Sumatera Selatan,Jawa,Bali,Sulawesi Tengah dan Selatan,pulau Selayar,serta Irian dekat
danau Sentani.Selain kapak corong,ada juga arca-arca dari perunggu.
MOKO
Perkenalan : Moko adalah benda kebudayaan dari perunggu yang bentuknya seperti dandang yang
terlungkup. Beberapa teori mengatakan bahwa Moko berasal dari Kebudayaan Dongson di Vietnam Utara,
sedangkan orang Alor sendiri percaya bahwa Moko berasal dari tanah. Moko dimiliki terutama oleh para
bangsawan karena nilainya sangat tinggi. Kegunaan dari Moko : Moko digunakan oleh masyarakat Alor
sebagai mas kawin karena dipercaya dapat mengikat perkawinan. Selain itu juga digunakan sebagai gendang
untuk mengiringi tarian adat.
KAPAK CORONG
kapak corong.Pada dasarnya bentuk bagian tajamnya tidak jauh berbeda dengan kapak batu,hanya pada
bagian tangkainya yang berbentuk corong.Corong ini sebagai tempat untuk tangkai kayu.Disebut juga
sebagai kapak sepatu,karena diumpamakan kapaknya seperti sepatu,dan tangkai kayunya disamakan dengan
kaki.Ada variasi bentuk dari kapak corong,yaitu candrasa,dimana salah satu sisi tajamnya
memanjang,bentuknya sangat indah dan dilengkapi dengan hiasan.
BEJANA PERUNGGU
Bejana Perunggu, ditemukan di Indonesia hanya dua buah , yaitu di Sumatra dan Madura. Bejana perunggu
berbentuk bulat panjang seperti kepisi atau keranjang untuk tempat ikan yang diikatkan di pinggang ketika
orang sedang mencari ikan. Bejana ini dibuat dari dua lempengan perunggu yang cembung, yang diletakan
dengan pacuk besi pada sisi-sisinya. Pola hias pada bejana ini tidak tidak sama susunannya. Bejana yang
ditemukan di Kerinci (Sumatra) berukuran panjang 50,8 cm dengan lebar 37 cm. Sebagian lehernya sudah
hilang. Bagian leher ini dihias dengan huruf J dan pola anyaman. Pola huruf S terdapat di bagian tengah
badan. Di bagian leher tampak logam berlekuk yang mungkin dipergunakan untuk menggantungkan bejana
pada tali.
MATA PANAH
Mata panah merupakan alat yang mencerminkan sebagai alat berburu pada zaman praaksara. Ada dua tempat
penemuan yang penting berhubungan dengan mata panah pada zaman praaksara, yaitu Jawa Timur dan
Sulawesi Selatan.
Tempat peninggalan di Gua-gua yang disebutkan di atas merupakan tempat penting pada masa berburu
tingkat lanjut yang menggunakan peralatan dari tulang. Keberadaan alat mata panah ini ternyata setelah di
selidiki tidak menunjukan secara kronologis. Contohnya di Gua Lawa, lapisan tanah yang menghasilkan
mata panah berada di lapisan yang menghasilkan alat-alat dari tulang dan tanduk, sedangkan lapisan teratas
menampilkan lapisan beliung bercampur dengan alat-alat dari logam. Bersama dengan ditemukannya mata
panah, juga ditemukian beberapa pecahan gerabah perhiasan pola tali. Contoh lain adalah Gua yang ada di
Bojonegoro, Tuban, dan besuki menghasilkan mata panah yang letaknya selapis dengan alat-alat tulang tipe
sampung.. Para peneliti menganggap bahwa unsur mata panah ini menerima pengaruh dari luar Nusantara,
mereka selalu menghubungkannya dengan mata panah yang ditemukan di Jepang dan banyak menunjukan
persamaan dengan mata panah dari Sulawesi Selatan.
SARKOFAGUS
Sarkofagus mengacu pada kasus, ukiran batu umumnya di mana lenan-dibungkus mumi ditempatkan..
Sarkofagus disepuh Raja Tut dengan wajah dicat menggambarkan raja bocah mungkin yang paling dikenal
dari sarkofagus Mesir. Sarkofagus dapat digunakan untuk merujuk ke peti mati - terutama salah satu dari
batu. Jamak dari sarkofagus sarkofagus biasanya, meskipun kadang-kadang ditulis sebagai sarcophaguses.
Sarkofagus berasal dari bahasa Yunani untuk pemakan daging.
KAPAK BAHU
Alat-alat tulang dan tanduk Rusa Fungsi untuk mengorek ubi dan keladi dari dalam tanah menangkap Kapak
Bahu sama seperti kapak persegi hanya di bagian yang kapak persegi kapak lonjong kapak bahu http asah
dari monofasial ke arah bifasial dari kapak kapak dua fungsi pulsaki yaitu untuk memotong dan membelah
Kapak bahu salah satu alat hidupnya dari logam Teknik pembuatan alat Fungsi dari kapak persegi ini ada
yang digunakan.
MATA TOMBAK
Tombak atau lembing adalah senjata yang banyak ditemukan di seluruh peradaban dunia, terutama karena
kemudahan pembuatannya dan biaya pembuatannya yang murah. Tombak adalah senjata untuk berburu dan
berperang, bagiannya terdiri dari tongkat sebagai pegangan dan mata atau kepala tombak yang tajam dan
kadang diperkeras dengan bahan lain. Bersamaan dengan kapak tombak adalah perkakas pertama yang
dibuat manusia dan sejalan dengan perkembangan peradaban mata tombak dan kapak yang semula berupa
tulang atau batu yang dihaluskan diganti menjadi logam yang lebih kuat dan tahan lama.
Di Indonesia tombak menjadi senjata utama yang banyak digunakan oleh tentara-tentara tradisional
nusantara. Ini terutama karena kelangkaan besi dan logam lainnya di Indonesia sehingga sulit untuk
membuat pedang. Oleh karena itu senjata yang lebih umum digunakan di Indonesia atau bangsa-bangsa
melayu dulu adalah senjata yang menggunakan lebih sedikit besi dibanding pedang yaitu kapak, parang atau
golok, dan tombak. Di antara senjata-senjata tadi yang hanya tombak yang digunakan hanya sebagai
senjata(termasuk sebagai senjata berburu).