Anda di halaman 1dari 8

Indeks Performan (IP) sebagai Parameter Utama - Broiler

Peternakan broiler memiliki waktu pemeliharaan singkat, cepatnya perputaran uang dan banyak dimiliki oleh
peternak baik dengan sistem kemitraan maupun mandiri. Evaluasi pada peternakan juga membutuhkan sejumlah
perangkat pengukuran yang dinamakan parameter. Sebagai bahan perbandingan, parameter tersebut dibandingkan
dengan standar dari breeder.

Khusus peternakan broiler ada satu parameter utama yang sering dipergunakan untuk mengukur keberhasilan
peternakan yaitu indeks performan (IP). Nilai IP digunakan untuk menentukan nilai insentif/ bonus bagi peternak
(bagi kemitraan) maupun pekerja kandang. Berikut rumus indeks performan (IP) tersebut.

IP = (100 - D) x BB x 100
FCR x (A/U)

Keterangan :
IP : Indeks performan
D : persentase deplesi (%)
BB : bobot badan rata-rata saat panen (kg)
FCR : feed conversion ratio
A/U : umur rata-rata panen (hari)

Standar IP yang baik ialah di atas 300. Oleh karena itu, semakin tinggi nilai IP maka semakin berhasil
suatu peternakan broiler tersebut. Menilik rumus IP di atas, untuk menghitung IP dibutuhkan empat
parameter lain yaitu:

1. Bobot badan (BB) rata-rata

Rumus ini digunakan untuk mengukur berat badan baik saat kontrol berat badan maupun saat
panen. Berikut rumus tersebut :

BB = Bobot timbang (kg)


Jumlah ayam (ekor)

Bandingkan hasil perhitungan di atas dengan data dari breeder. Idealnya, bobot badan rata-rata
kandang lebih besar atau sama dengan standar. Jika bobot badan rata-rata lebih kecil dari standar
lakukan beberapa perbaikan misalnya dalam tata laksana pemberian pakan dan pengaturan
kepadatan kandang.

Penimbangan berat badan dapat dilakukan secara rutin tiap minggu dan saat panen.
Penimbangan rutin tiap minggu dinamakan pula kontrol berat badan. Teknik kontrol badan tersebut
ialah mengambil sampel 50–100 ekor tiap kandang secara merata di setiap bagian kandang. Kontrol
berat badan merupakan metode penimbangan individu yang berarti seekor ayam ditimbang untuk
berat badannya. Sebaiknya gunakan timbangan yang memiliki sensitivitas lebih tinggi agar berat
badan ayam perindividu dapat lebih teliti diamati. Kegiatan ini dilakukan pada waktu yang sama tiap
minggunya misalnya Senin pagi ketika kondisi tembolok kosong.

Penimbangan saat panen menggunakan metode penimbangan massal karena jumlah populasi
yang harus ditimbang banyak. Faktor efisiensi waktu dan tingkat stres ayam menjadi hal yang
penting. Secara teknis, penimbangan ayam bisa berbeda misalnya ayam ditimbang sekaligus
keranjangnya atau ada juga yang mengikat ayamnya dahulu baru digantung. Ada dua model
timbangan yang dapat digunakan sesuai kebutuhan yaitu :

1
a) Timbangan gantung

Model timbangan ini paling sering digunakan untuk menimbang ayam karena memiliki
beberapa kelebihan antara lain lebih praktis, ringan dan mudah dibawa. Lebih praktis karena bisa
digunakan untuk menimbang berat badan ayam langsung maupun menggunakan keranjang.
Hanya saja, saat menimbang ayam harus diikat kakinya terlebih dahulu agar memudahkan
penggantungan ayam.

Contoh timbangan gantung

b) Timbangan duduk

Timbangan duduk cocok untuk mengurangi kematian dan meminimalisir resiko afkir saat
penimbangan akibat patah sayap atau kaki. Metodenya ialah timbang keranjang dahulu untuk
menentukan berat keranjang, baru kemudian keranjang diisi dengan ayam.

Saat panen, keranjang ayam diisi maksimal 15 ekor (atau tergantung besar ayam dan
kapasitas keranjang ayam). Tujuannya ialah menghindari kematian akibat ayam berdesakan
dalam keranjang.

2. Rasio konsumsi pakan terhadap peningkatan berat badan atau Feed Conversion Ratio (FCR)

Rumus menghitung FCR ialah :

FCR = Jumlah pakan yang dikonsumsi (kg)


Berat badan yang dihasilkan (kg)

Dengan kata lain, FCR didefinisikan berapa jumlah kilogram pakan yang dibutuhkan untuk
menghasilkan satu kilogram berat badan. Idealnya satu kilogram pakan dapat menghasilkan berat
badan 1 kg atau bahkan lebih (FCR ≤ 1). Sayangnya, kondisi tersebut tidak selalu terjadi. Pada broiler
biasanya target FCR = 1 maksimal dapat dicapai sebelum ayam berumur 2 minggu (FCR dua minggu ±
1,047-1,071. Setelahnya, FCR akan meningkat sesuai umur ayam.

Breeder biasanya sudah menyertakan standar FCR tiap minggu dalam buku panduannya agar
peternak bisa terus memantau FCR ayamnya tiap minggu. Nilai FCR yang sama atau lebih kecil
dibandingkan standar, menandakan terjadinya efisiensi pakan yang didukung dengan tata laksana

2
pemeliharaan yang baik. Namun jika nilai FCR lebih besar dibandingkan standar maka
mengindikasikan terjadi pemborosan pakan sebagai akibat tidak maksimalnya manfaat pakan
terhadap pertambahan bobot badan ayam. Salah satu faktor yang berperan penting menyebabkan
hal ini ialah stres. Stres direspon oleh tubuh dengan memobilisasi glukosa untuk diubah menjadi
energi dan digunakan untuk menekan stres itu sendiri. Akibatnya, hanya sedikit energi yang
diarahkan ke pertambahan bobot badan.

3. Rata-rata umur ayam saat panen (A/U)

Parameter ini menghitung rata-rata umur ayam yang dipanen. Pemanenan yang termasuk ke dalam
parameter ini ialah pemanenan ayam sehat pada bobot badan tertentu. Jadi, ayam afkir tidak masuk
ke dalam perhitungan ini. Misalnya ada permintaan 600 ekor ayam broiler berat 1 kg kepada
peternak broiler yang memiliki populasi 3.000 ekor. Sehingga peternak memutuskan memanen 600
ekor ayam yang sudah mencapai berat 1 kg sedang yang lainnya (2400 ekor,red) tidak. Rumus
menghitung A/U ialah :

A/U = ∑(U x P)

total populasi terpanen

Keterangan :
U : umur ayam dipelihara
P : populasi ayam yang dipanen

4. Tingkat deplesi populasi

Deplesi populasi atau penyusutan jumlah ayam bisa berasal dari dua hal yaitu kematian dan afkir
ayam (culling ayam). Rumus menghitung tingkat deplesi (D) ialah sebagai berikut :

D = Jumlah ayam mati + afkir x 100%

Populasi awal

atau bisa juga,

D = Populasi awal - jumlah ayam panen x 100%

Populasi awal

Kematian ayam merupakan sesuatu yang tidak dapat dihindari baik karena sakit atau faktor-
faktor lain. Biasanya peternakan menetapkan batas maksimal kematian yang dapat ditoleransi yaitu
+5% semakin banyak ayam yang mati maka semakin besar kerugian peternak.

Keputusan pengafkiran ayam broiler biasanya karena sakit dan cacat yang ditinjau berdasarkan
pertimbangan resiko dan ekonomis di bawah ini.

a) Pertimbangan resiko

Beberapa hal yang dapat dijadikan pertimbangan resiko ialah potensi kesembuhan ayam,
seberapa parah penyakit ayam, seberapa besar resiko yang dihadapi (kematian dan hambatan
pertumbuhan,red) bila ayam lain tertular penyakit tersebut dan resiko kematian.

3
Ayam yang masih mau makan dan minum serta mau bergerak tentu kemungkinan
sembuhnya lebih besar dibandingkan yang sudah tidak mau makan dan minum. Hal serupa juga
terjadi jika ayam terkena penyakit yang sulit disembuhkan seperti ND terutama tipe saraf dan AI.
Meskipun sembuh, ayam yang sudah terinfeksi penyakit tersebut sulit kembali mencapai
produktivitas optimal. Belum lagi, resiko penularan penyakit dan kematian ayam tersebut jika
tidak segera diafkir.

b) Pertimbangan ekonomis

Pendeknya umur pemeliharaan broiler adalah alasan utama mengapa pertimbangan


ekonomis sangat penting. Salah satu konsekuensi hal tersebut ialah kecenderungan keputusan
afkir untuk ayam yang sakit saat mendekati panen dibandingkan melakukan pengobatan.
Pertimbangan ekonomis utama ialah terkait dengan berkurangnya keuntungan akibat
pengeluaran biaya pengobatan dan pakan selama ayam sakit. Contoh kasus ialah ayam broiler
sakit colibacillosis umur 33 hari (panen +35 hari). Dianjurkan ayam tersebut dipanen daripada
diobati. Alasannya ialah berat badan ayam sudah hampir mencapai berat penjualan. Dengan
penambahan waktu pemeliharaan untuk pengobatan, terjadi penambahan biaya untuk
pengobatan dan pakan. Hal di atas belum termasuk resiko penurunan berat badan dan juga
kematian ayam.

Pengafkiran ayam perlu juga memperhatikan kondisi ayam yaitu apakah bisa menggapai tempat
pakan atau tidak.

Contoh Perhitungan:
Sebuah peternakan ayam broiler komersial dengan hasil recording sebagai berikut:
Populasi awal : 5.000 ekor
Populasi akhir : 4.850 ekor
Umur panen : 28 hari
Berat panen total : 6.776,4 kg
Jumlah pakan total : 9.400 kg
Berat DOC : 40 g/ ekor
Ayam mati : 65 ekor
Ayam afkir : 85 ekor
Waktu panen
21 hari --> 520 ekor = 0,82 kg
28 hari --> 3.850 ekor = 1,4 kg
35 hari --> 480 ekor = 2 kg

maka perhitungannya ialah,

D = (65 + 85) ekor x 100%

5000 ekor
D=3%
(persentase deplesi maksimal = +5%)

4
Rata-rata BB ayam saat panen:

= (480 x 2) + (520 x 0,82) + (3.850 x 1,4) kg

3.850 + 480 + 520 ekor

= 960 + 426,4 + 5.390 kg

4.850 ekor

= 6.776,4 kg

4.850 ekor

= 1,4 kg/ ekor ayam

FCR = 9.400 kg

6776,4 kg – (0.04 kg x 5000)

= 1,43

A/U = (21x520)+(28x3850)+(35x480)

(4850) ekor

= 27,94 hari

(waktu panen ayam di perhitungan ini ialah 28 hari)

IP = (100% - 3%) x 1,4 kg x 100

1,43 x 27,94 hari

= 339,89 (standar IP: ≥ 300)

Berdasarkan perhitungan yang telah dilakukan, dapat dikatakan bahwa peternakan tersebut
telah berjalan dengan optimal. Kesimpulan tersebut diangkat berdasarkan beberapa hal di bawah ini:

1. Persen deplesi ayam di peternakan (3%) lebih rendah dibanding target maksimal deplesi yaitu
+5%. Hal ini disebabkan baiknya tata laksana pemeliharaan, pengobatan, vaksinasi dan juga
pakan yang berujung pada rendahnya persentase deplesi.
2. Nilai A/U (27,94 hari) yang berselisih 0,06 hari dengan umur panen ter-banyak di umur 28 hari
dikarenakan penjualan ayam sesuai BB berdasarkan permintaan pasar yaitu pada BB 0,82 kg
(520 ekor), 1,4 kg (3.850 ekor) dan 2 kg (480 ekor). Peternak memutuskan untuk menyisakan
sebagian ayam untuk dipanen dengan BB 2 kg. Seperti diketahui, masing-masing BB ayam

5
memiliki pangsa pasar tersendiri. Misalnya, ayam BB 0,8-0,9 kg disukai rumah makan dan pasar
tradisional sedangkan BB di atas 1,5 kg disukai industri mie instan dan kaldu ayam.
3. Rata-rata BB ayam saat tiga kali panen ialah 1,4 kg. BB panen umur 21 hari (0,82 kg), 28 hari
(1,4 kg) dan 35 hari (2 kg) sedangkan standar BB breeder untuk 21 hari ialah 0,801–0,885 kg, 28
hari (1,316–1,478 kg) dan 35 hari (1,879–2,155 kg). Menilik perbandingan di atas, ayam sudah
memenuhi standar sejak umur panen 21 hari. Terpenuhinya standar ini sejak panen pertama
(21 hari,red) memang patut diusahakan bahkan sejak masa brooding. Lakukan kontrol BB rutin
agar ayam yang BB tidak sesuai standar dapat segera dipisahkan dan diberi perlakuan khusus
yaitu penambahan jumlah pakan 10% (maksimal +15 g) dan vitamin.
4. Pencapaian IP peternakan tersebut (339,89) sudah sangat baik karena melebihi standar yaitu
≥300. Tingginya IP tersebut menandakan suatu peternakan telah menerapkan sistem
manajemen yang cukup efisien dan efektif.

Perhitungan Break Even Point (BEP)


Nilai kualitas performan ayam ditunjukkan dari nilai IP sedangkan untuk nilai rupiah tercermin
dari nilai BEP harga. BEP harga digunakan untuk menentukan tingkat harga jual agar mencapai titik
impas (tidak untung tidak rugi). Metode ini paling sering digunakan oleh peternak. Seperti diketahui,
bahwa harga ayam broiler mengikuti harga pasar sehingga peternak sulit mengatur harga sendiri.
Dengan metode BEP harga tersebut, ketika harga jual ayam sudah melewati nilai BEP harga peternak
bisa menjualnya. Metode penghitungan BEP ialah sebagai berikut.

BEP = (FCR x BB x P)+DOC+BOP+BVK

BB

Keterangan :
BB : berat badan rata-rata ayam
P : harga pakan per KG
DOC : harga DOC
BOP : biaya operasional
BV : biaya pengobatan (vaksin, antibotik, vitamin, desinfektan dsb)

Berikut contoh perhitungan BEP yang mengambil data dari soal sebelumnya untuk 3850 ekor ayam yang
dipanen pada umur 28 hari dengan tambahan data berikut:
Jumlah ayam* : 4.000 ekor
Total konsumsi pakan* : 7.399,46 kg
Harga DOC : Rp. 3.000,-/ ekor
Harga pakan : Rp. 5.350,-/ kg
Biaya operasional pemeliharaan : Rp. 1.600/ ekor
Biaya pengobatan : Rp. 300/ ekor
Ket. * termasuk ayam mati dan afkir tapi tanpa ayam yang dipanen tidak pada umur 28 hari

FCR = 7330,4 kg

5390 kg – (0,04 kg x 4000)

= 1,41

(standar FCR umur 28 hari = 1,417 – 1,475)

6
BEP = ( 1,4 x 1,4 x 5350) + 3000 + 1600 + 300

1,4

= Rp. 11.043,5/ ekor

Seusai harga jual ayam di peternak per 11 Januari 2010 untuk wilayah Bandung (+ Rp. 10.400,-
/kg untuk ayam ukuran <1,5 kg) maka :

HP = HK x BB

= Rp. 10.400 x 1,4 kg

= Rp. 14.560,- / ekor

Keterangan
HP : harga jual ayam di peternak per ekor
HK : harga jual ayam di peternak per kg
BB : berat badan rata-rata ayam

Jika nilai BEP lebih rendah dari harga jual ayam, maka peternak untung. Namun jika sebaliknya,
peternak rugi. Jadi laba atau rugi dihitung berdasarkan selisih harga penjualan ayam dikurangi BEP.

Laba = HP – BEP

= 14.560 – 11.043,5

= Rp. 3.516,5/ ekor ayam

Berdasarkan perhitungan di atas, untuk setiap ekor ayam yang dipanen peternak mendapatkan
keuntungan sebesar Rp. 3.516,5.

Sistem Pencatatan

Sistem pencatatan yang baik akan memberikan gambaran kondisi peternakan yang riil. Sebaiknya
sistem tersebut melibatkan peran seluruh pegawai dalam suatu usaha peternakan. Komponen utama
sistem pencatatan ialah tabel pencatatan (recording) yang berisi berbagai jenis parameter di atas.
Secara teknis, membuat suatu tabel pencatatan tidaklah sulit. Pertama-tama buat format tabel
recording data harian kandang broiler untuk masing-masing kandang, seperti yang terlihat pada gambar
contoh recording data harian kandang di bawah ini. Lalu komunikasikan dengan segenap karyawan di
kandang agar selalu mengisi data tersebut.

7
Contoh recording data harian kandang untuk broiler

Pengisian data tersebut bisa dilakukan saat pegawai kandang memberi makan ayam di pagi atau
sore hari. Selanjutnya data harian kandang tersebut dicatat ulang oleh manajer kandang dalam buku
catatan harian kandang. Tahap selanjutnya ialah mengolah data kandang tersebut menjadi diagram
garis atau batang. Hal ini akan memudahkan penerjemahan data tersebut. Akan lebih baik jika hasil
rekapitulasi data tersebut dibandingkan dengan data standar dari breeder. Sesuai fungsi evaluasi dalam
manajemen, parameter-parameter di atas pun ditujukan untuk mengawasi dan mengendalikan untuk
memastikan jalannya peternakan telah berjalan sesuai perencanaan awal.

Contoh alur sistem pencatatan di suatu peternakan broiler

Anda mungkin juga menyukai