Anda di halaman 1dari 127

LAPORAN KEMAJUAN

PENELITIAN TERAPAN UNGGULAN PERGURUAN TINGGI

PERCEPATAN MEWUJUDKAN KINERJA PERUSAHAAN AGROINDUSTRI


MELEBIHI KETAATAN DALAM PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN
LINGKUNGAN HIDUP

Tahun ke 1 dari Rencana 2 Tahun

TIM PENGUSUL
Dr. Anwar Hamdani, SH, SE, MM, M.Hum NIDN. 0604105901
Dr. Mulyanto, SH, MM NIDN. 0626045302
Dr. I Gusti Putu Diva Awatara, M.Si NIDN. 0625117402

SEKOLAH TINGGI ILMU EKONOMI ADI UNGGUL BHIRAWA


SEPTEMBER, 2017

i
ii
RINGKASAN

Salah satu tuntutan dan kebutuhan perusahaan adalah terkait pemenuhan perusahaan
dalam program penilaian peringkat kinerja perusahaan dalam pengelolaan lingkungan
hidup yang biasa disebut dengan PROPER. Banyak perusahaan saat ini berupaya untuk
memenuhi kriteria yang dipersyaratkan dari program Proper karena penilaian program ini
menjadi rujukan setiap lembaga perbankan di Indonesia dalam memberikan pinjaman
kredit kepada perusahaan sehingga perusahaan dituntut untuk meningkatkan kinerja
perusahaan dalam pengelolaan lingkungan hidup apabila ingin memperoleh pinjaman
kredit sesuai kebutuhan perusahaan. Setiap bank dalam memberikan kredit kepada
korporasi atau perusahaan mempertimbangkan prinsip pembangunan berkelanjutan dan
meningkatkan juga kemampuan dalam mengelola risiko yang berdampak pada lingkungan
hidup, selain itu perusahaan yang telah memenuhi persyaratan program Proper dapat
memperluas pasar atau mengakses pasar baru, mengurangi gangguan sosial yang berasal
dari keberadaan industri itu sendiri dan meningkatkan citra (image) perusahaan.
Penelitian ini bertujuan untuk mempercepat mewujudkan kinerja perusahaan
agroindustri melebihi ketaatan (beyond compliance) dalam Perlindungan dan Pengelolaan
Lingkungan Hidup serta membantu pertumbuhan wirausaha baru (start up) melalui
program community development dan CSR.
Jenis penelitian ini adalah survei yang dilakukan pada manajemen perusahan
agroindustri berdasarkan laporan hasil penilaian program peringkat kinerja perusahaan
(PROPER) periode 2013 2015. Sampel penelitian berjumlah 200 responden dengan
menggunakan teknik pengambilan sampel acak berstrata proporsional. Metode
pengumpulan data menggunakan kuesioner, wawancara, observasi dan dokumentasi.
Teknik analisis yang digunakan menggunakan structural equation modelling (SEM) dan
analisis jaring laba-laba.
Hasil penelitian ini dapat memberikan kontribusi dengan semakin banyak perusahaan
agroindustri yang mampu melebihi ketaatan dalam Perlindungan dan Pengelolaan
lingkungan hidup serta meningkatkan pertumbuhan wirausaha baru (start up) melalui
program community development dan CSR.

Kata kunci: kinerja perusahaan, sistem manajemen lingkungan, start up, shareholders
.

iii
PRAKATA

Laporan penelitian ini dilaksanakan pada perusahaan agroindustri di Jawa Tengah


dengan tujuan untuk mempercepat mewujudkan kinerja perusahaan agroindustri melebihi
ketaatan (beyond compliance) dalam Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup
serta membantu pertumbuhan wirausaha baru (start up) melalui program community
development dan CSR. Pada kesempata ini dibuat Laporan Kemajuan hasil penelitian yang
berjudul Percepatan Mewujudkan Kinerja Perusahaan Agroindustri Melebihi Ketaatan
Dalam Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.
Penelitian ini sudah berlangsung selama 7 bulan sejak Februari 2017 sampai dengan
Agustus 2017 dan akan dilanjutkan pada bulan September 2017 sampai dengan Desember
2017. Penelitian ini selama 7 bulan dilakukan untuk mengidentifikasi dan
mengelompokkan perusahaan agroindustri yang memiliki kinerja perusahaan dalam
pengelolaan lingkungan hidup dengan melihat kriteria Proper dan mengklasifikasikan dan
menganalisis kinerja perusahaan dalam pengelolaan lingkungan hidup dengan membagi
menjadi tiga klasifikasi yaitu kinerja belum taat untuk kriteria proper hitam dan merah,
kinerja taat untuk kriteria proper biru dan kinerja melebihi ketaatan (beyond compliance)
untuk kriteria proper hijau dan emas.
Pada kesempatan ini, peneliti ingin mengucapkan terima kasih yang sedalam-
dalamnya kepada berbagai pihak yang telah membantu terwujudnya penelitian ini:
1. Direktur Riset dan Pengabdian Masyarakat, Direktorat RPM, Ditjen Risbang
Kementerian Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi Republikasi Indonesia yang telah
memberikan pendanaan program Penelitian dan Pengabdian Masyarakat tahun
pelaksanaan 2017.
2. Kepala Dinas Badan Lingkungan Hidup Provinsi Jawa Tengah dan beserta jajarannya
yang telah membantu dalam pengumpulan data penelitian ini
3. Direksi PTPN IX (Persero) yang telah memberikan ijin penelitian
4. Manajer PG. Tasikmadu Kabupaten Karanganyar dan seluruh staf manajemen PG.
Tasikmadu Karanganyar yang telah berkenan membantu dalam penelitian ini.
5. Manajer PG. Sragi Kabupaten Sragen dan seluruh staf manajemen PG. Sragi
Kabupaten Sragen yang telah berkenan membantu dalam penelitian ini.

iv
6. Pimpinan PT. Tirta Investama Pabrik Klaten yang telah membantu dalam pengumpulan
data
7. Direksi Sidomuncul Jawa Tengah dan seluruh staf yang telah membantu dalam
pengumpulan data.
8. Jarwanto selaku Kabag Personalia dan Umum PT. Perkebunan Nusantara IX (Persero)
yang telah membantu dalam proses ijin penelitian ini.
9. Istiyanto selaku Kepala Bagian Pengolahan Divisi Tanaman Semusim PT. Perkebunan
Nusantara IX (Persero) yang telah berkenan memberikan memo penelitian.
10. Prasetyo Budi Santoso selaku Pimpinan PT. Kebon Agung Pabrik Gula Trangkil yang
telah memberikan ijin penelitian.
11. Istri dan anak-anak yang memotivasi dengan penuh kesabaran dalam penyelesaikan
penelitian ini.
12. Semua pihak yang tidak dapat peneliti sebutkan satu per satu yang telah membantu
kelancaran penyelesaian laporan kemajuan ini.
Peneliti menyadari bahwa banyak kekurangan dalam penyusunan laporan kemajuan
ini, untuk kritik dan saran yang bersifat membangun sangat peneliti hargai. Akhirnya
peneliti berharap semoga laporan kemajuan ini dapat bermanfaat bagi peneliti dan
bermanfaat untuk masyarakat.
Surakarta, 4 September 2017

Peneliti

v
DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN SAMPUL......................................................................................................i
HALAMAN PENGESAHAN........................................................................................ ii
RINGKASAN................................................................................................................ iii
PRAKATA.................................................................................................................... v
DAFTAR ISI................................................................................................................. vi
DAFTAR TABEL............................................................................................................viii
DAFTAR GAMBAR.................................................................................................... ix

Bab 1. PENDAHULUAN................................................................................................ 1
A. Latar Belakang Masalah..................................................................................... 1
B. Tujuan Khusus................................................................................................. 12
C. Urgensi Penelitian............................................................................................ 12
D. Keterkaitan dengan RIP dan Roadmap Kegiatan........................................... 12
E. Luaran Penelitian............................................................................................. 13

Bab 2. TINJAUAN PUSTAKA............................................................................................. 15


A. State of Art......................................................................................................... 15
1. Kinerja Perusahaan Agroindustri................................................................ 15
2. Sistem Manajemen Lingkungan.................................................................. 15
3. Pertumbuhan Usaha Baru (Start up)........................................................... 21
4. Kemampuan Pemasaran dan Operasi.......................................................... 22
5. Aspek Melebihi Ketaatan (Beyond Compliance)........................................ 26
6. Tanggung Jawab Sosial Perusahaan............................................................ 29
7. Pengembangan Masyarakat (Community Development)............................. 34
B. Kerangka Pemikiran........................................................................................... 44

Bab 3. TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN.................................................... 45


A. Tujuan Penelitian.............................................................................................. 45
B. Manfaat Penelitian............................................................................................. 45

Bab 4. METODE PENELITIAN................................................................................... 46


A. Jenis dan Lokasi Penelitian.............................................................................. 46
B. Populasi dan Sampel........................................................................................ 46
C. Metode Pengumpulan Data.............................................................................. 46
D. Metode Analisis.................................................................................................. 47

BAB 5. HASIL DAN LUARAN YANG DICAPAI................................................. 50


A. Hasil.................................................................................................................. 50
1. Pengelompokkan Perusahaan dalam Perlindungan dan Pengelolaan
Lingkungan Hidup....................................................................................... 50
2. Deskripsi Peringkat Proper Perusahaan Agroindustri................................. 51
3. Mekanisme dalam Penilaian Proper............................................................. 56

vi
4. Program Tanggung Jawab Sosial Perusahaan (CSR).................................. 58
5. Pengujian Hipotesis..................................................................................... 63
6. Pembahasan................................................................................................. 65
B. Luaran yang Dicapai........................................................................................ 74

BAB 6. RENCANA TAHAPAN BERIKUTNYA................................................... 78

BAB 7. KESIMPULAN DAN SARAN..................................................................... 79


1. Kesimpulan................................................................................................... 79
2. Saran............................................................................................................. 79

DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

vii
DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1.1. Keterkaitan RIP dan Roadmap Kegiatan Penelitian.................................. 13


Tabel 1.2. Publikasi Ilmiah Jurnal Internasional Bereputasi...................................... 14
Tabel 1.3. Rencana Target Capaian Tahunan.............................................................. 14
Tabel 4.1. Kriteria Peringkat Proper........................................................................... 49
Tabel 5.1. Tingkat Ketaatan Perusahaan dalam Perlindungan dan Pengelolaan
Lingkungan Hidup Tahun 2002 2015..................................................... 50
Tabel 5.2. Perusahaan Agroindustri Selama Tiga Tahun Berturut-turut Memiliki
Peringkat Proper Minimal Biru.................................................................. 54
Tabel 5.3. Komponen Penilaian Kinerja Perusahaan Melebihi Ketaatan.......................57
Tabel 5.4. Percepatan Mewujudkan Kinerja Perusahaan Agroindustri Melebihi
Ketaatan....................................................................................................... 58
Tabel 5.5. Hasil Analisis............................................................................................. 63
Tabel 5.6. Publikasi Ilmiah Internasional.................................................................... 75
Tabel 5.7. Pembicara pada Pertemuan Nasional........................................................... 75
Tabel 5.8. Pembicara pada Pertemuan Internasional.................................................... 76
Tabel 5.9. Pembicara pada Pertemuan Internasional................................................... 76
Tabel 5.10. Undangan sebagai Visiting Scientist.......................................................... 77
Tabel 5.11. Buku Ajar.................................................................................................. 77

viii
DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 2.1. Penyusunan Kebijakan Corporate Social Responsibility..................................


31
Gambar 2.2. Kerangka Pemikiran................................................................................. 44
Gambar 5.1. Peringkat Proper Perusahaan Agroindustri di Jawa Tengah
Periode 2013 2014............................................................................... 51
Gambar 5.2. Peringkat Proper Perusahaan Agroindustri di Jawa Tengah
Periode 2014 2015.............................................................................. 52
Gambar 5.3. Peringkat Proper Perusahaan Agroindustri di Jawa Tengah
Periode 2015 2016.............................................................................. 53
Gambar 5.4. Jenis Industri Perusahaan Agroindustri yang Berpotensi Melebihi
Ketaatan.................................................................................................. 55
Gambar 5.5. Mekanisme Penilaian Proper.................................................................. 56
Gambar 5.6. Siklus Implementasi CSR........................................................................ 59
Gambar 5.7. Roadmap Pemberdayaan Start Up.......................................................... 62

ix
1

BAB 1
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Setiap perusahaan di Indonesia saat ini di tuntut untuk memenuhi
persyaratan atau melebihi ketentuan persyaratan tentang perlindungan dan
pengelolaan lingkungan sesuai Undang-Undang No 32 Tahun 2009. Banyak
perusahaan semakin meningkatkan kepeduliannya dalam perlindungan dan
pengelolaan lingkungan hidup karena adanya tuntutan dan kebutuhan
perusahaan akan pentingnya perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup
untuk keberlangsungan kegiatan usaha perusahaan saat ini dan masa yang
akan datang.
Peningkatan perhatian dan konsentrasi perusahaan pada aspek
lingkungan menjadi fokus perusahaan dalam rangka meminimalisir risiko
yang dapat ditimbulkan dari dampak perubahan iklim dan tekanan untuk lebih
memperhatikan lingkungan. Tekanan perusahaan untuk memperbaiki kinerja
lingkungan menjadi prioritas penting dalam rangka mewujudkan
pembangunan berkelanjutan dengan cara meningkatkan kepedulian
masyarakat, perusahaan, peranan media masa dan organisasi yang memiliki
kepedulian lingkungan serta perbaikan regulasi yang dapat mewujudkan
perusahaan melebihi ketaatan dalam pengelolaan lingkungan hidup (Than &
Kevin, 2015) .
Ketaatan perusahaan dalam perlindungan dan pengelolaan lingkungan
hidup dapat juga dilakukan dengan adanya tekanan normatif dari berbagai
peraturan dan kebijakan Pemerintah yang dapat mendorong perusahaan
agroindustri untuk menerapkan praktik-praktik lingkungan dalam aktivitas
bisnis perusahaan. Tekanan normatif akan memberikan perusahaan
agroindustri secara internal semakin kuat dan berkomitmen untuk melebihi
ketaatan dalam perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup. Karyawan
akan terbiasa dan berperan penting dalam menyelesaikan isu lingkungan di
perusahaan (Sarkis et al., 2010). Tekanan normatif secara eksternal dapat

1
2

mendorong organisasi melalui berbagai sumber daya termasuk pelanggan,


kelompok profesional, media dan komunitas. Pelanggan atau pengguna
berperan penting untuk mendorong organisasi meningkatkan ketaatan dalam
perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup (Zhang et al, 2008).
Meskipun perbaikan kinerja lingkungan menjadi salah satu tujuan
utama dalam sistem manajemen lingkungan, tetapi implementasi dari sistem
ini memperhatikan biaya dan perbaikan efisiensi, reputasi serta keterlibatan
manajemen dan karyawan. Penerapan sistem manajemen lingkungan dan
inovasi produk lingkungan memiliki tanda positif terhadap progres lingkungan
perusahaan. Sistem manajemen lingkungan mempunyai kekuatan untuk
memfokuskan pada pengurangan dampak negatif lingkungan (Damall &
Edwards, 2006).
Dalam beberapa dekade terakhir peningkatan pembangunan di berbagai
sektor diikuti dengan degradasi lingkungan misalnya global warming, polusi
udara dan limbah toksis. Pada waktu yang bersamaan terjadi peningkatan
kepedulian terhadap isu lingkungan dari stakeholders termasuk peningkatan
ketaatan regulasi pemerintah, permintaan masyarakat terhadap produk ramah
lingkungan meningkat dan harapan masyarakat agar organisasi bisnis
termasuk perusahaan agroindustri untuk meningkatkan kinerja lingkungan.
Beberapa dekade terakhir ini peningkatan pengembangan agroindustri
menyebabkan degradasi lingkungan berupa global warming, polusi udara dan
limbah B3 (Zailani et al, 2012). Kondisi ini menyebabkan permasalahan
lingkungan (Hsu et al, 2013). Pada waktu yang sama, terjadi peningkatan
terhadap isu lingkungan dari berbagai stakeholders meliputi: regulasi
lingkungan, permintaan produk ramah lingkungan serta harapan yang tinggi
dari para investor dan pemegang saham terhadap kinerja lingkungan yang
semakin baik. Banyak perusahaan agroindustri yang semakin peduli pada
pencapaian kinerja lingkungan hidup yang melebihi persyaratan yang telah
ditentukan dalam peraturan Undang-Undang dan menggunakan pendekatan
manajemen lingkungan proaktif untuk mengelola dan mengurangi dampak
negatif dari bisnis.
3

Salah satu tuntutan dan kebutuhan perusahaan adalah terkait pemenuhan


perusahaan dalam program penilaian peringkat kinerja perusahaan dalam
pengelolaan lingkungan hidup yang biasa disebut dengan PROPER. Program
ini adalah satu program unggulan dari Kementerian Lingkungan Hidup dan
Kehutanan yang telah berjalan lebih kurang selama 20 tahun. Proper bertujuan
mendorong perusahaan agar menerapkan sistem yang baik dalam pengelolaan
lingkungan. Jika sistem yang dimiliki perusahaan sudah baik, maka
perusahaan dapat meningkatkan efisiensi absolut dalam pengurangan limbah,
setelah mempunyai data absolut, maka perusahaan dapat membandingkan
hasil absolut yang diperoleh dengan hasil absolut perusahaan lain
(benchmarking). Hal ini berguna untuk mengetahui posisi perusahaan, sudah
paling efisien atau belum. Dari situ diharapkan akan muncul inovasi-inovasi
untuk melakukan perbaikan yang lebih lagi. Memperhatikan kelestarian
lingkungan ternyata dapat digunakan sebagai faktor pendorong bagi
perusahaan untuk melakukan inovasi, menciptakan nilai-nilai dan membangun
keuntungan kompetitif. Manajemen dapat mengurangi risiko berusaha dengan
jalan mengontrol resiko lingkungan. Perusahaan juga dapat mengurangi biaya
dengan menerapkan Eco-efficiency, Eco-expense reduction dan Value chain
eco-efficiency.
Perusahaan juga dapat meningkatkan keuntungan atau menciptakan
pasar baru dengan jalan menerapkan Eco design, Eco-sales and marketing,
menciptakan pangsa pasar baru dengan mengusung isu lingkungan. Bahkan
inovasi yang dilakukan bukan hanya untuk mendapatkan keuntungan dari
efisiensi, namun juga menjadi passion terhadap perbaikan kualitas lingkungan,
tidak peduli secara hitung-hitungan investasi rugi atau terdapat hambatan yang
sulit.
Kriteria penilaian PROPER didesain untuk mendorong perusahaan
mencapai keuntungan kompetitif. Efisiensi penggunaan sumberdaya didorong
dengan kriteria efisiensi energi, penurunan emisi, konservasi dan penurunan
beban pencemaran air, 3R (reduce, reuse dan recycle) limbah B3 dan limbah
padat non B3 serta perlindungan keanekaragaman hayati. Dengan semakin
4

efisiennya pemanfaatan sumberdaya, maka PROPER mendorong perusahaan


untuk menyisihkan sebagian sumberdaya untuk masyarakat sekitarnya dengan
program-program pemberdayaan masyarakat.
Jika dicermati, kriteria penilaian PROPER merupakan komponen-
komponen dari Ekonomi Hijau. UNEP mendefinisikan ekonomi hijau sebagai
rekonfigurasi bisnis dan infrastruktur untuk menghasilkan imbal balik yang
lebih baik dari investasi sumber daya alam, manusia, modal ekonomi sembari
mengurangi emisi gas rumah kaca, mengurangi limbah, mengurangi ekstraksi
sumber daya alam dan mengurangi kesenjangan sosial.
Proper mendorong perusahaan berkontribusi dalam upaya peningkatan
kesejahteraan masyarakat di wilayah produksi atau tempat lain yang sudah
ditetapkan. Nilai yang menjadi prinsip penyusunan kebijakan CSR dalam
Proper adalah pemberdayaan. Oleh sebab itu, substansi dalam kebijakan
CSR tidak hanya menyangkut tentang harmonisasi antara perusahaan dan
masyarakat, melainkan upaya terstruktur untuk mendorong kemandirian
masyarakat. Kata harmonisasi hampir ditemukan di setiap kebijakan yang
disusun oleh perusahaan. Masih banyak perusahaan yang masih menempatkan
kondisi harmonis sebagai tujuan. Oleh sebab itu, tidak mengherankan
apabila sebagian besar program CSR bersifat insidental atau sering disebut
sebagai pemadam kebakaran. Metode pemadam kebakaran akan mendorong
akselerasi permintaan masyarakat dari waktu ke waktu, sedangkan kapasitas
perusahaan terbatas. Karakteristik kebijakan CSR seperti ini tidak strategis
untuk masa depan perusahaan.
Prinsip perumusan kebijakan CSR menempatkan kondisi harmonis
bukanlah suatu tujuan melainkan implikasi dari hubungan fungsional yang
seimbang antara perusahaan dan masyarakat. Untuk menyusun kebijakan
yang kontekstual dan strategis, minimal ada 4 dokumen yang dapat menjadi
input yakni: visi dan misi perusahaan, Rencana Pembangunan Jangka
Menengah Daerah (RPJMD), social mapping dan agenda internasional. Di
antara keempat dokumen tersebut, dua dokumen mewakili konteks lokal yakni
social mapping dan RPJMD. Dokumen social mapping memuat tiga hal
5

mendasar yakni peta aktor, peta masalah dan peta potensi di wilayah program.
Dokumen ini dapat disusun secara internal oleh perusahaan atau bekerjasama
dengan pihak ketiga. Ada banyak definisi dan standardisasi social mapping
sehingga banyak social mapping yang hasilnya tidak sesuai dengan
kebutuhan. Untuk menghindari hal tersebut, perusahaan dapat menggunakan
indikator social mapping yang tertuang dalam Peraturan Menteri Lingkungan
Hidup No. 5 tahun 2011 tentang Proper sebagai ruang lingkup kerja dengan
pihak ketiga, sedangkan dokumen RPJMD dapat diakses di masing-masing
situs pemerintah daerah atau Badan Perencanaan Pembangunan Daerah.
Dokumen ini wajib dipublikasikan kepada publik seperti tertuang dalam
Undang- undang nomor 14 tahun 2008 dan Peraturan Pemerintah Nomor 61
tahun 2010 tentang pelaksanaan undang-undang keterbukaan informasi pubik.
Input dari agenda global dapat dilihat dari beberapa situs internsional.
Misalnya untuk agenda pembangunan sumberdaya manusia (human
development index) dapat dilihat di situs hdr.undp.org, sedangkan agenda
pembangunan milenium (millenium development goals) dapat dilihat secara
detail di situs www.un.org/millenniumgoals. MDGs menjadi kesepakatan
arah pembangunan di 191 negara. MDGs memuat 8 tujuan, 16 target dan 63
indikator. Dalam konteks ini, perusahaan melalui program CSR dapat
berkontribusi untuk meningkatkan capaian pada beberapa indikator MDGs di
wilayah produksi. Ekonomi hijau bermakna efisiensi pemakaian sumberdaya.
Ekonomi hijau juga bermakna pengurangan pencemaran dan kerusakan-
kerusakan lingkungan dan ekonomi hijau bermakna pemberdayaan
masyarakat. Hal-hal ini merupakan prinsip-prinsip dasar kriteria penilaian
PROPER
Banyak perusahaan saat ini berupaya untuk memenuhi kriteria yang
dipersyaratkan dari program Proper karena penilaian program ini menjadi
rujukan setiap lembaga perbankan di Indonesia dalam memberikan pinjaman
kredit kepada perusahaan sesuai kesepkatan bersama antara Bank Indonesia
dengan Kementerian Lingkungan Hidup pada tanggal 17 Desember 2010
untuk mendorong green banking sehingga perusahaan dituntut untuk
6

meningkatkan kinerja perusahaan dalam pengelolaan lingkungan hidup


apabila ingin memperoleh pinjaman kredit sesuai kebutuhan perusahaan.
Kesepakatan ini menunjukkan setiap bank dalam memberikan kredit kepada
korporasi atau perusahaan mempertimbangkan prinsip pembangunan
berkelanjutan dan meningkatkan juga kemampuan dalam mengelola risiko
yang berdampak pada lingkungan hidup, selain itu perusahaan yang telah
memenuhi persyaratan program Proper dapat memperluas pasar atau
mengakses pasar baru, mengurangi gangguan sosial yang berasal dari
keberadaan industri itu sendiri dan meningkatkan citra (image) perusahaan.
Hasil penelitian Awatara (2011) menunjukkan tuntutan perusahaan
untuk mentaati peraturan perundang-undangan yang berlaku diantaranya UU
No. 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup
serta Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 5 Tahun 2011 tentang
Program Penilaian Peringkat Kinerja Perusahaan dalam Pengelolaan
Lingkungan Hidup ini disebabkan karena sanksi tegas yang diberikan
Pemerintah kepada perusahaan yang tidak mentaati terhadap pengelolaan
lingkungan hidup khususnya ditinjau dari aspek pencemaran air, pencemaran
udara, pengelolaan limbah B3 dan penerapan Amdal.
Dalam beberapa tahun terakhir karena semakin meningkat pencemaran
lingkungan yang secara langsung menghubungkan dengan industri di dunia
sehingga masyarakat telah melihat masalah lingkungan semakin meningkat.
Ada kekuatan lingkungan yang mempengaruhi operasi perusahaan terutama
kebijakan pemerintah terkait lingkungan, regulasi lingkungan secara nasional
dan internasional, aktivitas pemegang saham (stakeholders), permehati
lingkungan dan tekanan pesaing. Perusahaan tidak punya pilihan selain
melakukan kegiatan perlindungan lingkungan untuk mematuhi peraturan
secara nasional dan internasional serta memperhatikan kepedulian konsumen
terhadap lingkungan yang semakin meningkat (Awatara, 2010). Saat ini
kepedulian terhadap lingkungan dengan cepat muncul sebagai isu utama bagi
konsumen karena pemanasan global, perubahan iklim, energi baru terbarukan
dan ekonomi hijau.
7

Pengawasan akan efektif jika dilakukan pada target-target pengawasan


selektif, yakni industri-industri yang menimbulkan dampak paling signifikan
terhadap lingkungan. Industri yang berada pada kondisi pengawasan yang
sama-sama masih lemah menunjukkan tingkat ketaatan yang sangat berbeda.
Ada industri yang setelah diawasi menunjukkan lompatan kinerja pengelolaan
lingkungan yang luar biasa; sangat peduli dan menempatkan urusan ini
sebagai salah satu prioritas utama. Ada juga industri yang jalan di tempat,
tidak peduli dengan limbah yang dihasilkan, tidak peduli dengan sungai yang
tercemar dan tidak peduli teguran pejabat pengawas lingkungan hidup.
Kondisi ini dapat terjadi ternyata salah satu faktor penyebabnya adalah sifat
pendekatan pengelolaan konvensional (command and control) yang hanya
melibatkan dua aktor, yaitu pemerintah sebagai pengawas dan industri sebagai
pihak yang diawasi. Sesuai dengan hukum aksi-reaksi, maka jika pengawasan
dilakukan dengan ketat, pihak yang diawasi merespon dengan patuh terhadap
peraturan atau berpura-pura patuh pada saat diawasi. Sebaliknya, jika
pengawasan lemah maka pihak yang diawasi merasa bebas untuk berbuat
sembarangan dan melanggar peraturan.
Jika proses pengawasan dan penegakan hukum formal memerlukan
waktu dan biaya yang besar bagi kedua belah pihak, di mana kedua belah
pihak harus saling berkonfrontasi untuk membuktikan argumentasi masing-
masing, maka pengawasan oleh masyarakat dan pasar bermain dengan lebih
halus dan sesuai dengan sifat-sifat dasar manusia, sebagai makhluk sosial,
manusia berinteraksi dan memerlukan pengakuan atau reputasi agar
eksistensinya diakui. Industri yang tidak beroperasi dengan bertanggung jawab
dapat dihukum oleh masyarakat dengan tidak memberikan izin sosial bagi
industri tersebut. Tanpa izin sosial, industri tidak dapat beroperasi dengan
nyaman, bahkan pada tingkat interaksi tertentu, industri harus membayar
ongkos yang tinggi untuk menangani ketidakharmonisan hubungan dengan
masyarakat.
Waktu, tenaga dan aset yang semestinya digunakan untuk aktivitas yang
menghasilkan laba, ternyata harus habis untuk berurusan dengan masalah
8

sosial. Industri sebagai pengejawantahan orang-orang yang ada di dalamnya,


akan merasa tidak nyaman kalau teralieniasi dari lingkungan sosialnya. Pasar
akan menghukum perusahaan yang mempunyai reputasi kurang baik di bidang
lingkungan dengan mekanisme supply and demand.
Konsumen yang sadar lingkungan akan memilih produk dan jasa yang
ramah lingkungan. Jumlah konsumen jenis ini dengan semakin tingginya
kesadaran masyarakat terhadap perlindungan lingkungan semakin banyak
jumlahnya. Industri yang mempunyai reputasi buruk dalam pengelolaan
lingkungan akan ditinggalkan pasar. Jika industri tersebut menjual sahamnya
ke publik, maka nilai asetnya akan mengalami depresiasi karena dianggap
mempunyai risiko usaha yang tinggi. Risiko akibat kemungkinan membayar
kompensasi bagi pencemaran dan kerusakan lingkungan yang diakibatkannya,
atau juga membayar proses litigasi yang dihadapinya, atau juga menghadapi
tuntutan ganti rugi dari masyarakat yang terkena dampak sangat tinggi.
Pemegang saham tidak ingin uangnya habis untuk membiayai masalah
tersebut. Aktor lain, yaitu masyarakat dan pasar, dapat menghukum
perusahaan dengan cepat dan telak hanya bermodalkan satu senjata, yaitu
informasi. Apalagi kalau informasi tersebut diperoleh dari sumber yang
kredibel. Pejabat pengawas lingkungan hidup, yang berintegritas, dengan
kewenangan yang dimilikinya mempunyai akses informasi yang sahih dan
dapat dipertanggungjawabkan. Informasi ini sangat ampuh untuk membentuk
pencitraan atau reputasi, apalagi kalau informasi tersebut disampaikan dalam
bentuk yang sederhana dan mudah diingat. Pencitraan akan semakin melekat
dan tersebar luas dalam ingatan masyarakat.
Keberhasilan penilaian peringkat kinerja perusahaan dalam pengelolaan
lingkungan hidup (program Proper) sangat terkait dari kinerja karyawan di
masing-masing perusahaan. Kinerja karyawan dalam pengelolaan lingkungan
hidup tidak terlepas dari sistem manajemen lingkungan yang diterapkan di
perusahaan. Hasil penelitian Goh et al (2006) menunjukkan bahwa sistem
manajemen lingkungan yang meliputi komitmen, budaya, orientasi
manajemen dan implementasi biaya berpengaruh terhadap kinerja. Penelitian
9

Yeo & Quazi (2005) menunjukkan hasil komitmen top manajemen untuk
manajemen lingkungan, keterlibatan total karyawan, pelatihan, produk hijau,
manajemen supplier dan manajemen informasi merupakan faktor-faktor kritis
dari manajemen lingkungan yang berpengaruh pada kinerja lingkungan
perusahaan. Penelitian yang dilakukan Montabon et al., (2000) menunjukkan
hasil terdapat pengaruh sistem manajemen lingkungan ISO 14001 terhadap
kinerja lingkungan dan ekonomi perusahaan. Penelitian Awatara et al (2013)
menunjukkan bahwa komitmen perusahaan, orientasi perusahaan, budaya
perusahaan dan implementasi biaya berpengaruh terhadap kinerja perusahaan
agroindustri serta manajemen lingkungan proaktif dapat memediasi pengaruh
komitmen perusahaan, orientasi perusahaan, budaya perusahaan dan
implementasi biaya berpengaruh terhadap kinerja perusahaan agroindustri.
Tantangan yang dihadapi perusahaan agroindustri adalah dalam upaya
untuk mengembangkan usaha sebagai perusahaan milik Negara atau swasta,
juga tuntutan shareholders untuk memenuhi perundang-undangan atau
peraturan yang berlaku, khususnya Undang-Undang No. 32 Tahun 2009
maupun Peraturan Bank Indonesia No 14/15/PBI/2012 Tentang Penilaian
Kualitas Aset Bank Umum. Dalam Peraturan tersebut yang diikuti dengan
Surat Edaran Bank Indonesia No 15/28/DPNP mengenai penilaian kualitas
aset bank umum. Bank Indonesia mendorong pihak perbankan untuk semakin
mempertimbangkan faktor kelayakan lingkungan dalam melakukan penilaian
suatu prospek usaha, maka dibutuhkan upaya perusahaan agroindustri dalam
meningkatkan peringkat kinerja lingkungan.
Beberapa hasil penelitian seperti Rowland Jones et al (2005) serta Yin &
Ma (2009) menunjukkan perusahaan yang menerapkan sistem manajemen
lingkungan memiliki tujuan untuk meningkatkan kinerja karyawan dalam
mengelola lingkungan melebihi persyaratan yang telah ditentukan, sedangkan
penelitian Fortunski (2008) menunjukkan pelaksanaan sistem manajemen
lingkungan belum tentu akan memberikan pengaruh terhadap kinerja
karyawan yang meningkat karena untuk meningkatkan kinerja karyawan tidak
semata-mata karena adanya sistem manajemen lingkungan yang baik, tetapi
10

juga perlu diperhatikan kondisi sosial, ukuran perusahaan dan kondisi geografi
dimana perusahaan itu berada. Penelitian Evangelos et al (2011) menunjukkan
hasil bahwa penerapan sistem manajemen lingkungan tidak berpengaruh pada
peningkatan kinerja karyawan.
Untuk merealisasikan peringkat kinerja lingkungan yang melebihi
ketaatan atau persyaratan (beyond compliance) yaitu menjadi peringkat hijau
atau bahkan emas, maka dibutuhkan kinerja karyawan yang memiliki
kompetensi dan professional dalam melaksanakan pekerjaan. Kinerja
karyawan yang berkompeten dan professional dapat diwujudkan apabila
adanya sistem manajemen lingkungan yang dijalankan dengan baik dan
melibatkan seluruh shareholders yang berperan penting dalam membantu
pertumbuhan wirausaha baru (start up) melalui program community
development dan CSR. Menurut Goh et al., (2006) sistem manajemen
lingkungan adalah integrasi dari komitmen, budaya, orientasi manajemen dan
implementasi biaya.
Perusahaan agroindustri saat ini dituntut untuk memiliki kebijakan
lingkungan berupa: Eco Management yaitu mengoptimalkan kekuatan
manajemen lingkungan melalui kolaborasi kelompok bisnis atau unit bisnis
dengan pendekatan perspektif global; Eco Product dan Eco Factory yaitu
aktivitas pengembangan, mendesain dan memproduksi yang menekankan
aspek lingkungan secara holistik pada siklus produk dari manufaktur kepada
pengguna pasar; Eco Friendly adalah aktivitas memberikan informasi dan
menkoordinasikan dengan seluruh stakeholders akan pentingnya produksi
ramah lingkungan.
Praktik dunia usaha di masa lampau yang cenderung berdampak negatif
membuat tanggung jawab sosial perusahaan menjadi kebutuhan mendesak
untuk mengubah citra dunia usaha yang lebih ramah pada lingkungan. Dalam
dasawarsa terakhir secara perlahan tampak kecenderungan positif yang
berkembang dengan cukup baik, yaitu upaya nyata yang dilakukan perusahaan
didasari niat baik untuk memperbaiki kondisi sosial, ekonomi, dan budaya
masyarakat, serta pelestarian lingkungan (Ambadar, 2008). Bisnis yang
11

bertanggungjawab secara sosial mempertimbangkan tidak hanya apa yang


terbaik bagi perusahaannya saja, tetapi juga apa yang terbaik bagi masyarakat
dan lingkungan secara umum. Fenomena ini menjadi agenda perubahan besar
yang dapat memberikan harapan rasa keadilan dan peluang untuk mewujudkan
pembangunan berkelanjutan (sustainable development).
Upaya beyond compliance merupakan refleksi dari komitmen
perusahaan untuk mencapai environmental excellency dalam setiap tahap
kegiatan operasional. Perusahaan percaya bahwa output produk bermutu
tinggi dan ramah lingkungan yang menjadi andalan perusahaan hanya
dapat terwujud melalui kegiatan produksi yang ramah lingkungan. Seluruh
kegiatan produksi dapat dilakukan dengan menerapkan secara komprehensif
dari mulai tahap perencanaan, implementasi, pemantauan, tinjauan dan
perbaikan berkelanjutan.
Efisien dan ramah lingkungan adalah sebuah nilai tambah (added
value) dalam bersaing di pasar global. Kepuasan para pemangku
kepentingan (stakeholder) menjadi target yang secara terus menerus ingin
dicapai oleh perusahaan. Bagi perusahaan, stakeholder tidak hanya
beberapa orang yang menggunakan produk perusahaan, namun beberapa
pihak yang berpengaruh dan terpengaruh oleh kegiatan operasional termasuk
karyawan, konsumen, masyarakat sekitar, dan pemerintah.
Praktek green industry menjadi salah satu bukti komitmen
perusahaan untuk mencapai kepuasan bagi stakeholder. Secara internal,
praktek green industry terwujud dalam menciptakan lingkungan kerja yang
sehat aman bagi para karyawan dengan melakukan pencegahan kecelakaan
dan penyakit akibat kerja, sedangkan secara eksternal, kegiatan operasional
yang ramah lingkungan wujud tanggung jawab dan kepatuhan perusahaan
terhadap peraturan perundangan dan persyaratan, bahkan melampauinya.
Modernisasi pasar dapat meningkatkan kesempatan ekonomi untuk
produsen, konsumen wirausaha dan stakeholders lainnya dalam rantai nilai
agroindustri. Kesempatan ini termasuk mengurangi hambatan masuk untuk
menjaga kelangsungan bisnis UMKM. Kekuatan untuk memberikan
12

pelayanan dan mengembangkan potensi wirausaha para petani untuk


memanfaatkan sumberdaya dan merealisasikan pemanfaatan lahan. Pada
beberapa area, dalam memasuki pasar baru diperlukan stimulasi persaingan
untuk produksi petani dalam membantu meningkatkan nilai ekonomi.
B. Tujuan Khusus
Tujuan khusus kegiatan ini adalah meningkatkan jumlah perusahaan
agroindustri yang dapat membantu meningkatkan pertumbuhan wirausaha
baru (start up) dengan berbagai sumber daya yang di miliki perusahaan
agroindustri.
C. Urgensi Penelitian
Penelitian ini dilakukan pada perusahaan agroindustri dengan alasan
karena Negara Indonesia memiliki sumber daya alam yang besar dengan
pengelolaan yang belum optimal, pola pertumbuhan mengalami perubahan
yang mendasar yaitu semakin menguatnya sektor non tradable dibandingkan
sektor tradable dengan perbandingan hampir dua kali lipat pada kuartal
pertama. Sayangnya, sektor non tradable ini tidak peka terhadap penyerapan
tenaga kerja sehingga penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat
sebesar-besarnya untuk kesejahteraan rakyat.
D. Keterkaitan dengan RIP dan Roadmap Kegiatan
Penelitian ini termasuk dalam program unggulan penelitian STIE AUB,
yaitu bertemakan manajemen publik untuk peningkatan kesejahteraan
shareholders. Penelitian ini akan mengkaji untuk mempercepat mewujudkan
kinerja perusahaan agroindustri melebihi ketaatan (beyond compliance) dalam
Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup serta membantu
pertumbuhan wirausaha baru (start up) melalui program community
development dan CSR untuk mempercepat mewujudkan kinerja perusahaan
agroindustri melebihi ketaatan (beyond compliance) dalam Perlindungan dan
Pengelolaan Lingkungan Hidup serta membantu pertumbuhan wirausaha baru
(start up) melalui program community development dan CSR. Adapun
keterkaitan RIP dengan roadmap kegiatan adalah sebagai berikut:
13

Tabel 1.1 Keterkaitan RIP dan Roadmap Kegiatan Penelitian


Tahun 2012 2015 2016 2018 2019 2021 2022 2025 Target Luaran

Keterangan

Hukum, 1. Kajian tentang kebijakan pemerintah Model Uji coba model Implementasi model Jurnal
Kebijakan dan dalam pembangunan ekonomi dalam pengembangan pengembangan pengembangan International
kelembagaan upaya meningkatkan kesejahteraan kebijakan dalam kebijakan dalam kebijakan dalam Bereputasi index
shareholders
Peningkatan upaya upaya upaya peningkatan scopus
a. Kebijakan otonomi daerah
Ekonomi Hijau b. Kebijakan pemerintah pusat menyelaraskan menyelaraskan kesejahteraan (Academy of
dan Sustainable c. Sinkronisasi kebijakan pemerintah kelestarian kelestarian Strategic
Development dan daerah lingkungan dan lingkungan dan Management
Goal serta 2. Kajian tentang kinerja lembaga peningkatan peningkatan Journal)
Kesejahteraan pemerintah maupun non pemerintah kesejahteraan kesejahteraan
Shareholders dalam upaya meningkatkan shareholders shareholders
kesejahteraan
a. Pemerintah Pusat
b. Pemerintah Daerah
c. Non Pemerintah
Pemetaan potensi Pemetaan potensi sumber daya manusia Pengembangan Uji coba model Implementasi model Jurnal
kewirausahaan dalam usaha menciptakan wirausaha baru model penciptaan penciptaan penciptaan wirausaha International
masyarakat wirausaha baru wirausaha baru baru Bereputasi index
scopus
(Academy of
Strategic
Management
Journal))
Pengembangan Pemetaan potensi usaha mikro dan Model Uji coba model Implementasi model Buku ajar dan
usaha mikro dan koperasi pengembangan pengembangan pengembangan usaha rekayasa sosial
koperasi usaha mikro dan usaha mikro dan mikro dan koperasi
koperasi yang koperasi
meliputi aspek:
a. Produksi
b. Pemasaran
c. Pembiayaan
d. Manajemen
Pemberdayaan Kajian sikap dan perilaku ekonomi Model Ujicoba Implementasi Buku ajar dan
masyarakat masyarakat pengembangan pengembanagan pengembangan rekayasa sosial
pemberdayaan pemberdayaan pemberdayaan
a. Masyarakat kurang mampu perkotaan ekonomi pada ekonomi pada ekonomi pada
b.Masyarakat kurang mampu pedesaan masyarakat masyarakat kurang masyarakat kurang
c. Komunitas kurang mampu mampu mampu
d.Masyarakat rentan (perempuan, lansia,
difable)
Akses Informasi Akses informasi untuk masyarakat Identifikasi Pemanfaatan media Dampak media bagi Publikasi ilmiah,
informasi bagi masyarakat masyarakat kurang Model, Media
produktif untuk kurang mampu mampu komunikasi,
masyarakat Bahan ajar

E. Luaran Penelitian
Luaran penelitian ini diharapkan dapat dimuat dalam publikasi ilmiah Jurnal
International bereputasi terindex Scopus yaitu:
14

Tabel 1.2. Publikasi Ilmiah Jurnal Internasional Bereputasi

Name of Journal ISSN Publishing Ratings


Asian Journal of Business and ISSN:1985- Faculty of International
Accounting 4064E- Business and (Scopus)
ISSN:2180- Accountancy,
3137 University of
Malaya

Adapun rencana target capaian tahunan dari luaran peneliti ini adalah sebagai berikut:
Tabel 1.3. Rencana Target Capaian Tahunan

No Jenis Luaran Indikator Capaian


TS1) TS+1
1 Publikasi ilmiah Internasional Submitted Accepted
Nasional terakreditasi
2 Pemakalah dalam Internasional Terdaftar
pertemuan ilmiah Nasional Terdaftar
3 Buku Ajar (ISBN) Draft Terbit
4 Tingkat Kesiapan Teknologi (TKT) 3 3
15

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

A. State of Art
1. Kinerja Perusahaan Agroindustri
Menurut Watson et al (2004) pengertian kinerja adalah suatu hasil
kerja yang dicapai karena memberikan tujuan strategis perusahaan,
kepuasan pelanggan dan kontribusi ekonomi, sedangkan menurut
Lansiluoto dan Jarvenpaa (2008) kinerja adalah hasil kerja secara kualitas
dan kuantitas yang dicapai seorang karyawan dalam melaksanakan tugas
sesuai dengan tanggung jawabnya.
Menurut Heeseok dan Byounggu (2003) kinerja adalah hasil kerja
yang dapat dicapai oleh seseorang atau sekelompok orang dalam suatu
organisasi sesuai dengan wewenang dan tanggung jawab masing-masing,
dalam upaya mencapai tujuan organisasi bersangkutan secara legal, tidak
melanggar hukum dan sesuai dengan moral maupun etika, sedangkan
Stephanie & Vanstone (2005) mendefinisikan kinerja sebagai tindakan-
tindakan atau kegiatan yang dapat diukur.
Kinerja perusahaan yang tinggi salah satunya bisa diperoleh dari
adanya keunggulan kompetitif. Keunggulan kompetitif pada era
persaingan yang sangat ketat ini mudah ditiru oleh pesaing apalagi bila
bersifat tangibles, usaha meraih keunggulan kompetitif yang tidak mudah
ditiru adalah dengan mengembangkan aset yang bersifat intangibles yaitu
keunggulan yang bersumber dari sumber daya manusia.
Kinerja perusahaan Indonesia selama ini belum berbasis pada
pertanian, sehingga diharapkan perusahaan harus didorong untuk berbasis
pada sektor industri pertanian (agroindustri). Sektor agroindustri tidak saja
memberikan pendapatan para pelaku pertanian dari hulu sampai hilir,
tetapi dapat menyerap tenaga kerja dalam jumlah yang cukup signifikan,

15
16

meningkatkan perolehan devisa melalui peningkatan ekspor hasil


pertanian dan mendorong munculnya industri baru. Oleh karena itu sektor
agroindustri memiliki peran strategis tidak saja untuk pemerataan
pembangunan, pertumbuhan ekonomi maupun stabilitas nasional, tetapi
berperan penting dalam menjaga dan melestarikan lingkungan hidup.
Menurut Saragih (2000) agroindustri dapat didefinisikan sebagai
suatu kegiatan industri yang memanfaatkan produk primer hasil pertanian
sebagai bahan bakunya untuk diolah sedemikian rupa sehingga menjadi
produk baru baik yang bersifat setengah jadi yang dapat dikonsumsi.
Agroindustri sebagai salah satu subsistem yang penting dalam sistem
agribisnis, memiliki potensi untuk mendorong pertumbuhan yang tinggi
karena pangsa pasar yang besar dalam produk nasional. Agroindustri juga
dapat mempercepat transformasi struktur perekonomian dari pertanian ke
industri.
Agroindustri dapat diartikan dua hal, yaitu pertama, agroindustri
adalah industri yang berbahan baku utama dari produk pertanian. Studi
agroindustri pada konteks ini adalah menekankan pada food processing
management dalam suatu perusahaan produk olahan yang berbahan baku
utamanya adalah produk pertanian. Suatu industri yang menggunakan
bahan baku dari pertanian dengan jumlah minimal 20% dari jumlah bahan
baku yang digunakan adalah disebut agroindustri. Arti yang kedua adalah
agroindustri diartikan sebagai suatu tahapan pembangunan sebagai
kelanjutan dari pembangunan pertanian, tetapi sebelum tahapan
pembangunan tersebut mencapai tahapan pembangunan industri
(Soekartawi, 2000).
Menurut Hardiansyah (2000) strategi pembangunan pertanian yang
berwawasan agroindustri pada dasarnya menunjukkan arah bahwa
pengembangan agroindustri merupakan suatu upaya penting untuk
mencapai beberapa tujuan yaitu menarik dan mendorong munculnya
industri baru di sektor pertanian, menciptakan struktur perekonomian yang
17

tangguh, efisien dan fleksibel, menciptakan nilai tambah, meningkatkan


penerimaan devisa, menciptakan lapangan kerja dan memperbaiki
pembagian pendapatan.
Menurut Sulaeman (2007) inti pelaksanaan agroindustri ramah
lingkungan adalah strategi mencegah, mengurangi dan menghilangkan
terbentuknya limbah atau bahan pencemar pada sumbernya. Untuk
mendukung terlaksananya strategi ini diperlukan suatu perubahan yang
mendasar dalam komitmen serta perilaku pimpinan dan karyawan,
penyediaan sarana dan prasarana penunjang dan peningkatan sumber daya
manusia.
Menurut Saragih (2000), agroindustri merupakan suatu sektor yang
memimpin (leading sector) dimasa yang akan datang karena sektor
agroindustri memiliki:
1) Pangsa pasar yang besar dalam perekonomian secara keseluruhan
sehingga kemajuan yang dicapai dapat mempengaruhi perekonomian
secara keseluruhan.
2) Pertumbuhan dan nilai tambah yang relatif tinggi.
3) Keterkaitan ke depan dan ke belakang (forward and backward linkages)
yang cukup besar sehingga mampu untuk menarik pertumbuhan pada
sektor lainnya.
4) Keragaman kegiatan sektor tersebut tidak memiliki unsur-unsur yang
dapat menjadi kendala (bottleneek effect) jika sedang berkembang.
2. Sistem Manajemen Lingkungan
a. ISO 14000
ISO 14000 adalah International organisation for standardization
yang mempunyai 157 anggota, telah mempunyai lebih dari 12.000
standar dan mempunyai 35.000 anggota komite. ISO diberlakukan
konsensus dan dilakukan review 5 tahunan. ISO dibentuk pada tahun
1992 memiliki ruang lingkup standardisasi dalam bidang sistem
manajemen lingkungan dan instrumen dalam mendukung
18

pengembangan berkelanjutan. Kendali kerja di bawah Steiring


Commite (SC) dan Work Group (WG). Motivasi organisasi dalam
menerapkan ISO 14000 yaitu:
1) Internal karena dorongan internal dari manajemen dalam
a) Melaksanakan good practices
b) Membangun citra organisasi/perusahaan
c) Meningkatkan efisiensi
2) Eksternal karena dorongan eksternal dalam
a) Pemenuhan persyaratan hukum
b) Peningkatan daya saing pasar global
c) Kebijakan perusahaan induk
b. Evolusi Kebijakan Lingkungan
Kebijakan-kebijakan lingkungan yang diadopsi oleh negara-
negara anggota organization for economic cooperation and
development (OECD) selama 25 tahun terakhir telah menunjukkan
evolusi yang tetap. Awalnya kebijakan difokuskan pada membersihkan
polusi yang ada dan mencoba untuk mengurangi polusi dari sumber
titik di titik pembuangannya, kemudian strategi manajemen berpindah
ke arah memodifikasi proses-proses produksi sehingga meminimalkan
jumlah polusi yang dihasilkan di saat pertama (cleaner production atau
pollution prevention). Sementara masih banyak yang perlu dilakukan
untuk menghilangkan masalah-masalah lingkungan jangka panjang di
negara-negara anggota organization for economic cooperation and
development (OECD) dan untuk tetap pada jalur (stay the course)
dengan banyak strategi manajemen sebelumnya. Perspektif sustainable
development yang telah diadopsi di Konferensi Rio 1992 merangsang
langkah lebih jauh menuju kebijakan berfokus pada pencegahan
polusi, integrasi perhatian lingkungan dalam keputusan ekonomi dan
sektoral dan kerjasama internasional (Marcus et al, 1997).
19

c. Sistem Manajemen Lingkungan


Sistem adalah bagian, sumber daya, aktivitas atau proses yang di
desain organisasi untuk mencapai tujuan tertentu atau proses dan
sumber daya yang didesain dan dibentuk untuk mencapai tujuan
tertentu organisasi (Stanislav & Walter, 1998).
Manajemen menurut Ambika & Sohal (2004) adalah proses
merencanakan, mengorganisasikan, memimpin, mengendalikan usaha-
usaha anggota organisasi dan proses penggunaan sumber daya
organisasi untuk mencapai tujuan-tujuan organisasi yang sudah
ditetapkan, sedangkan menurut Fortunski (2008) manajemen adalah
proses tertentu yang terdiri dari kegiatan merencanakan,
mengorganisasikan, menggerakkan sumber daya manusia dan sumber
daya lain untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
Menurut GEMI (2001) lingkungan yaitu segala sesuatu disekitar
subyek manusia yang terkait dengan aktivitasnya. Elemen lingkungan
adalah hal-hal yang terkait dengan tanah, udara, air, sumberdaya alam,
flora, fauna, manusia dan hubungan antar faktor-faktor tersebut.
Menurut Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 31
Tahun 2009 pengertian sistem manajemen lingkungan adalah bagian
sistem manajemen organisasi yang digunakan untuk mengembangkan
dan menerapkan kebijakan lingkungan dan mengelola aspek
lingkungannya.
Sistem manajemen lingkungan menurut ISO 14001 didefinisikan
sebagai bagian dari sistem manajemen secara keseluruhan yang
termasuk di dalamnya struktur organisasi, aktivitas perencanaan,
pertanggungjawaban, pelaksanaan (practices), prosedur, proses dan
sumber daya untuk pengembangan, implementasi pencapaian,
reviewing serta mempertahankan atau penetapan kebijakan lingkungan
(Dalem, 2008).
20

Sistem Manajemen Lingkungan (EMS) didefinisikan sebagai:


a. Structured, measurable system for managing environmental impact
(struktur, sistem pengukuran untuk mengelola dampak
lingkungannya)
b. Design to be proactive and preventative (rancangan untuk proaktif
dan preventif)
c. A method for continuously improving (sebuah metode untuk
perbaikan terus-menerus atau berkelanjutan).
Menurut Watson et al (2004) sistem manajemen lingkungan
dapat diterapkan dengan baik dengan memperhatikan dua komponen
penting yaitu pengaruh perusahaan pada lingkungan dan profitabilitas.
Manajeman lingkungan adalah bagian dari manajemen keseluruhan
yang meliputi struktur organisasi, kegiatan perencanaan, tanggung
jawab, praktik, prosedur, proses dan sumberdaya untuk
mengembangkan, menerapkan, mencapai, mengkaji dan memelihara
kebijakan lingkungan. Sistem yang mengatur kegiatan bisnis dan
industri menata lingkungan agar tetap sehat dan aman dari resiko
pencemaran. Petunjuk perencanaan dan penerapan dari Sistem
Manajemen Lingkungan tersedia dalam serial ISO 14000. Menurut
Tangle (2008) perusahaan harus berupaya untuk
mengimplementasikan kebijakan manajemen lingkungan internal agar
dapat digunakan untuk mengawasi dan memperbaiki kinerja
lingkungan.
Morrison (1999) menyatakan dalam sistem manajemen
lingkungan atau environmental management system (EMS) 80%
mengatur/menata permasalahan aspek non-regulated environmental
seperti energi dan konsumsi bahan baku raw material consumption,
green house gas emissions, sampah padat solid waste, dan titik sumber
polusi non-point sources of pollution, 20% sisanya adalah aspek
peraturan atau kebijakan.
21

Menurut Sunu (2001) ISO 14001 Sistem Manajemen Lingkungan


menyediakan suatu proses yang diterapkan secara konsisten dan
pengalokasian sumber daya dengan baik sesuai dengan studi/kajian
keberadaan lingkungannya. ISO 14001 environmental management
system (EMS) establishes a process for applying consistent and
rational human and financial resources as well as management know-
how to the organizations existing environmental studies.
Manfaat yang akan diperoleh perusahaan dalam menerapkan
sistem manajemen lingkungan adalah (Ambika et al, 2008):
1) Mengurangi greenhouse effluents
2) Memperbaiki kinerja dan operasional penanganan lingkungan
3) Pengurangan biaya dan efisien administrasi
4) Meningkatkan partisipasi karyawan dalam penanganan lingkungan
5) Meningkatkan kemitraan dan kerjasama dengan komunitas dan
seluruh shareholders lainnya dalam penanganan manajemen
lingkungan.
6) Meminimalisir resiko yang akan terjadi dalam pengelolaan
lingkungan.
3. Pertumbuhan Usaha Baru (Start up)
Banyak di negara-negara di belahan dunia saat ini mengembangkan
kewirausahaan akibat tantangan ekonomi dunia yang dihadapi saat ini.
Menurut Davidsson et al (2006) pendidikan dan pelatihan memainkan
peranan penting dalam mengembangkan kewirausahaan di masa yang akan
datang untuk menghasilkan pertumbuhan usaha yang lebih besar dengan
tingkat keberhasilan bisnis yang tinggi. Menurut Scase (2000) pemerintah
di banyak negara semakin mengakui peran dan dampak positif
pertumbuhan usaha baru (start up) dalam perekonomian suatu negara.
Penciptaan wirausaha baru merupakan prioritas segera yang harus
direalisasikan karena memberikan manfaat nyata khususnya dalam hal
sosial dan pertumbuhan ekonomi. Penelitian Hoy et al (1992) mencatat
22

bahwa berbagai pertumbuhan usaha diukur dari peningkatan pangsa pasar


atau pendanaan modal ventura untuk pertumbuhan hasil, return on
investment atau jumlah pelanggan perusahaan. Dalam penelitian ini
pekerjaan umumnya sebagai metode yang digunakan untuk mengukur
pertumbuhan. Indonesia sangat membutuhkan keberadaan para
entrepreneur dalam skala besar karena kelompok inilah yang akan mampu
menciptakan budaya kerja baru dan meningkatkan produktivitas kerja.
Penguatan budaya wirausaha merupakan salah satu strategi yang dapat
ditempuh untuk meningkatkan produktivitas nasional.
Untuk mengatasi masalah ketenagakerjaan dalam jangka panjang
dan dalam rangka memperkuat perekonomian Indonesia dalam
menghadapi masyarakat ekonomi asean, gerakan kewirausahaan nasional
harus menjadi prioritas utama, dilakukan secara masif dan perlu dijadikan
headline dalam pengembangan ekonomi nasional. Untuk itu diperlukan
penguatan sinergi antara pemerintah (mulai dari pemerintah pusat sampai
pada level desa), lembaga pendidikan (mulai dari pendidikan dasar sampai
dengan pendidikan tinggi) dan berbagai lembaga swadya masyarakat; agar
terbangun persepsi yang kuat di masyarakat tentang pentingnya lifestyle
baru: menjadi pewirausaha. Dengan angka koefisien kewirausahaan di
Indonesia yang baru mencapai 1,56% dari total jumlah penduduk yang
mencapai 250 juta, maka diasumsikan jumlah pewirausaha hanya
mencapai 3,9 juta pewirausaha. Dengan jumlah angkatan kerja yang
mencapai 118,2 juta jiwa, maka diasumsikan setiap pewirausaha harus
menanggung beban ketenagakerjaan mencapai 30 tenaga kerja. Beban
pewirausaha di Indonesia untuk menampung tenaga kerja menjadi sangat
berat.
4. Kemampuan Pemasaran dan Operasi
Kapabilitas di definisikan sebagai kemampuan perusahaan untuk
menggunakan sumberdaya dalam mencapai tujuan yang diinginkan (Amit
& Schoemaker, 1993). Kemampuan dalam pengertian secara luas dapat
23

dijelaskan sebagai kemampuan untuk melakukan fungsional dasar.


Kegiatan perusahaan dalam melakukan perbaikan dan pembaharuan yang
ada (Collis, 1994). Penelitian Terjesena et al (2011) yang menggunakan
konsep resources based view (RBV) menemukan hubungan yang
signifikan antara kemampuan fungsional seperti operasi dan pemasaran
terhadap kinerja.
Berbagai tekanan lingkungan yang semakin meningkat dari
berbagai stakeholders baik akademisi maupun praktisi menuntut setiap
perusahaan agroindustri untuk mengoptimalkan sumber daya dan
kemampuan yang dimiliki untuk menghasilkan keuntungan kompetitif
(Hart, 1995).
Penelitian Judge & Douglas (1998) menunjukkan hasil sumber
daya dan kemampuan utama mempengaruhi perusahaan untuk
mempertahankan keunggulan kompetitifnya ke depan nampaknya tak
terhindarkan itu Strategi dan keunggulan kompetitif akan berakar pada
kemampuan yang memudahkan kegiatan ekonomi ramah lingkungan.
Kemampuan perusahaan untuk melakukannya kesepakatan dengan
lingkungan alam bisa dikembangkan menjadi kemampuan organisasi.
Perusahaan yang berusaha menggabungkan lingkungan alam dengan lebih
baik ke dalam organisasinya akan mencapai kinerja yang superior.
Penelitian Lee (2012) menunjukkan ada bukti empiris yang berkembang
yang berhasil mengintegrasikan isu lingkungan hidup ke dalam proses
strategis perusahaan yang dapat mencapai keunggulan kompetitif secara
keseluruhan.
Kemampuan pemasaran didefinisikan sebagai proses integratif,
dimana perusahaan menggunakan sumber daya tangibles dan intangibles
untuk memahami kompleksitas kebutuhan spesifik konsumen, mencapai
diferensiasi produk relatif terhadap persaingan, dan mencapai ekuitas
merek yang superior (Dutta et al, 1999). Menurut Song et al (2007)
kemampuan pemasaran termasuk pengetahuan tentang persaingan dan
24

pelanggan, serta keterampilan dalam segmentasi dan menargetkan pasar,


dalam periklanan dan penetapan harga, serta mengintegrasikan aktivitas
pemasaran.
Perusahaan dapat mengembangkan kemampuan pemasarannya bila
bisa menggabungkan pengetahuan dan keterampilan karyawan dengan
sumber daya yang tersedia. Kemampuan untuk mengubah sumber daya
menjadi output berdasarkan bauran pemasaran merupakan strategi dan
kemampuan pemasaran terkait dengan kinerja bisnis (Vorhies & Morgan,
2005). Menurut Ortega & Villaverde (2008) bahwa kemampuan
pemasaran membantu perusahaan membangun dan memelihara hubungan
jangka panjang dengan pelanggan dan anggota saluran akan menciptakan
citra merek yang kuat yang memungkinkan perusahaan mencapai kinerja
perusahaan unggul.
Kemampuan operasi didefinisikan sebagai integrasi rangkaian
tugas kompleks yang dilakukan oleh perusahaan untuk meningkatkan
outputnya paling banyak. Penggunaan kemampuan produksi, teknologi,
dan aliran materialnya yang efisien (Dutta et al., 1999). Kemampuan
operasi yang superior meningkatkan efisiensi dalam proses pengiriman,
mengurangi biaya operasi dan mencapai keunggulan kompetitif (Day,
1994). Menurut Boyer dan Lewis (2002) kemampuan operasi adalah
keahlian mendasar dalam operasi yang memungkinkan perusahaan
mencapainya. Tujuan produksi terkait yang melibatkan seperti kualitas
produk yang konsisten sesuai dengan spesifikasi, pengendalian biaya,
kecepatan waktu, volume dan fleksibilitas produk serta ketergantungan
pengiriman, sedangkan Tan et al (2007) menyatakan Kemampuan operasi
yang superior telah lama dikenal sebagai sumber keunggulan kompetitif
dalam mencapai kinerja perusahaan maksimal karena perusahaan dapat
mencapai keunggulan kompetitif dengan penanganan proses aliran
material yang efisien, pemanfaatan aset dan akuisisi serta melakukan
diseminasi pengetahuan proses unggulan.
25

Perusahaan harus mengembangkan, menetapkan dan memelihara


kemampuan spesifik untuk mengatasi masalah lingkungan hidup (De
Bakker & Nijhof, 2002). Strategi lingkungan proaktif membutuhkan
akumulasi keterampilan dan sumber daya seperti aset fisik, konteks
organisasi, teknologi, dan manusia. Strategi lingkungan proaktif
tergantung pada proses yang spesifik dan dapat diidentifikasi (Aragon-
Correa dan Sharma, 2003). Penelitian Chan (2005) menemukan bahwa
perusahaan yang beroperasi di lingkungan yang dinamis akan lebih
proaktif untuk menginvestasikan sumber daya untuk menghasilkan
kemampuan organisasi yang sangat kompetitif, sehingga pada gilirannya
akan kondusif untuk mengadopsi strategi lingkungan.
De Bakker dan Nijhof (2002) menyatakan kemampuan organisasi
dibutuhkan perusahaan untuk menangani proses pengorganisasian rantai
pasokan yang bertanggung jawab. Kemampuan fungsional seperti
kemampuan pemasaran adalah pendorong utama untuk pengembangan
berkelanjutan. Perusahaan yang berusaha membangun kemampuan
organisasi untuk memasukkan lingkungan alam ke dalam strategi
perusahaan akan mendapatkan keunggulan kompetitif di pasar.
Menurut Hart (1995) dengan mengintegrasikan keberlanjutan ke
dalam bisnis, perusahaan akan menjadi lebih baik untuk memberikan
pertumbuhan jangka panjang dan keamanan finansial bagi pemangku
kepentingannya serta mempertahankan dan meningkatkan posisi pasarnya.
Praktek manajemen lingkungan memberikan manfaat lebih besar
dibandingkan biaya. Penelitian Yu dan Ramanathan (2015) menyatakan
terdapat dampak signifikan dari praktek manajemen lingkungan terhadap
kinerja lingkungan, sedangkan Klassen dan McLaughlin (1996)
menyimpulkan bahwa praktek manajemen lingkungan berupa teknologi
produk dan operasi serta sistem manajemen lingkungan merupakan salah
satu penentu penting peningkatan kinerja lingkungan. Theyel (2000)
menemukan bahwa praktek manajemen lingkungan seperti manajemen
26

kualitas total, pencegahan polusi dan pelatihan pencegahan pencemaran


karyawan secara signifikan dan positif terkait dengan kinerja lingkungan
yaitu pengurangan limbah kimia.
Kapabilitas dapat merefleksikan aktivitas untuk fungsi dasar
perusahaan dan sebagai pedoman perbaikan dan aktivitas sesungguhnya
(Collis, 1994). Beberapa hasil penelitian terdahulu misalnya Nath et al
(2010), Terjesena et al (2011) dan Yu et al (2014) menunjukkan hubungan
yang signifikan antara kapabilitas fungsional yang meliputi operasi dan
pemasaran serta kinerja.
5. Aspek Melebihi Ketaatan (Beyond Compliance)
Aspek-aspek yang dinilai dalam kriteria beyond compliance
meliputi: penerapan sistem manajemen lingkungan; upaya efisiensi energ;
upaya penurunan emisi; implementasi reduce, reuse dan recycle limbah
B3 dan non B3. Penekanan kriteria ini adalah semakin banyak upaya untuk
mengurangi terjadinya sampah, maka semakin tinggi nilainya. Selain itu,
semakin besar jumlah limbah yang dimanfaatkan kembali, maka semakin
besar pula nilai yang diperoleh perusahaan.
Aspek-aspek lain dalam penilaian kriteria beyond compliance,
antara lain: Konservasi Air dan Penurunan Beban Pencemaran Air
Limbah; Perlindungan Keanekaragaman Hayati; dan Program
Pengembangan Masyarakat. Khusus program pemberdayaan, perusahaan
harus memiliki program strategis yang didesain untuk menjawab
kebutuhan masyarakat. Program ini didasarkan atas pemetaan sosial yang
menggambarkan jaringan sosial yang memberikan penjelasan tentang
garis-garis hubungan antar kelompok atau individu.
PROPER bertujuan mendorong ketaatan industri terhadap
peraturan lingkungan hidup. Aspek penilaian ketaatan meliputi: izin
lingkungan; pengendalian pencemaran air; pengendalian pencemaran
udara; pengelolaan limbah bahan berbahaya dan beracun (B3); dan potensi
kerusakan lahan (khusus untuk kegiatan pertambangan). Pada tahap ini
27

peringkat yang dapat dihasilkan adalah Biru, Merah, dan Hitam. Tahap ini
disebut juga tahap compliance to regulation.
PROPER juga bertujuan mendorong industri menerapkan prinsip
ekonomi hijau yaitu efisiensi energi, efisiensi air, pengurangan emisi,
perlindungan keanekaragaman hayati dan mengurangi kesenjangan
ekonomi dengan menerapkan program pemberdayaan masyarakat. Kriteria
penilaian untuk aspek lebih dari ketaatan yaitu: Sistem Manajemen
Lingkungan; efisiensi energi; penurunan emisi dan gas rumah kaca;
efisiensi air; penurunan dan pemanfaatan limbah B3; 3R sampah;
keanekaragaman hayati; dan pengembangan masyarakat. Tahap ini disebut
juga tahap beyond compliance dengan peringkat yang dapat diperoleh:
Hijau atau Emas.
Kriteria beyond compliance lebih bersifat dinamis karena
disesuaikan dengan perkembangan teknologi, penerapan praktik-praktik
pengelolaan lingkungan terbaik dan isu-isu lingkungan yang bersifat
global. Penyusunan kriteria yang terkait dengan pelaksanaan PROPER
dilakukan oleh tim teknis dengan mempertimbangkan masukan dari
berbagai pihak, antara lain: pemerintah Kabupaten/Kotamadya, asosiasi
industri, perusahaan, LSM, universitas, instansi terkait, dan Dewan
Pertimbangan PROPER.
Menurut Reliantoro (2012) aspek-aspek yang dinilai dalam kriteria
beyond compliance adalah:
a. Penerapan sistem manajemen lingkungan, termasuk di dalamnya
bagaimana perusahaan memiliki sistem yang dapat mempengaruhi
supplier dan konsumennya untuk melaksanakan pengelolaan
lingkungan dengan baik.
b. Upaya efisiensi energi dengan mencakup empat ruang lingkup efisiensi
energi, yaitu peningkatan efisiensi energi dari proses produksi dan
utilitas pendukung, penggantian mesin atau proses yang lebih ramah
lingkungan, efisiensi dari bangunan dan sistem transportasi.
28

c. Upaya penurunan emisi, baik berupa emisi kriteria polutan maupun


emisi dari gas rumah kaca dan bahan perusak ozon, termasuk dalam
lingkup penilaian ini adalah persentase pemakaian energi terbarukan
dalam proses produksi dan jasa, pemakaian bahan bakar yang ramah
lingkungan.
d. Implementasi reduce, reuse dan recycle limbah B3. Penekanan kriteria
ini adalah semakin banyak upaya untuk mengurangi terjadinya sampah,
maka semakin tinggi nilainya. Selain itu, semakin besar jumlah limbah
yang dimanfaatkan kembali, maka semakin besar pula nilai yang
diperoleh perusahaan.
e. Implementasi reduce, reuse dan recycle limbah padat non B3 kriteria
sama dengan 3R untuk limbah B3.
f. Konservasi Air dan Penurunan Beban Pencemaran Air Limbah.
Semakin kecil intensitas pemakaian air per produk, maka akan semakin
besar nilai yang diperoleh. Demikian juga semakin besar upaya untuk
menurunkan beban pencemaran di dalam air limbah yang dibuang ke
lingkungan maka akan semakin besar nilai yang diperoleh.
g. Perlindungan Keanekaragaman Hayati. Pada dasarnya, bukan jumlah
pohon yang dinilai, tetapi lebih diutamakan pada upaya pemeliharaan
dan perawatan keanekaragaman hayati. Salah satu bukti bahwa
perusahaan peduli dengan keanekaragaman hayati adalah perusahaan
memiliki sistem informasi yang dapat mengumpulkan dan
mengevaluasi status dan kecenderungan sumber daya keanekaragaman
hayati dan sumber daya biologis yang dikelola dan memiliki data
tentang status dan kecenderungan sumber daya keanekaragaman hayati
dan sumber daya biologis yang dikelola.
h. Program Pengembangan Masyarakat. Untuk memperoleh nilai yang
baik dalam aspek ini perusahaan harus memiliki program sratetegis
untuk pengembangan masyarakat yang didesain untuk menjawab
kebutuhan masyarakat. Program ini didasarkan atas pemetaan sosial
29

untuk menggambarkan jaringan sosial yang memberikan penjelasan


tentang garis-garis hubungan antar kelompok/individu. Pemetaan sosial
memberikan informasi mengenai siapa, kepentingannya, jaringannya
dengan siapa, posisi sosial dan analisis jaringan sosial serta derajat
kepentingan masing-masing pemangku kepentingan. Identifikasi
masalah sosial, identifikasi potensi (modal sosial), perumusan
kebutuhan masyarakat yang akan ditangani dalam program community
development dan identifikasi kelompok rentan yang akan menjadi
sasaran program pengembangan masyarakat. Rencana strategis
pengembangan masyarakat harus bersifat jangka panjang dan dirinci
dengan program tahunan, menjawab kebutuhan kelompok rentan dan
terdapat indikator untuk mengukur kinerja capaian program yang
terukur dan tentu saja proses perencanaan melibatkan anggota
masyarakat.
6. Tanggung Jawab Sosial Perusahaan
Konsep tanggung jawab sosial perusahaan telah dimulai sejak awal
tahun 1970 an, yang secara umum dikenal dengan teori stakeholder
(stakeholder theory), artinya sebagai kumpulan kebijakan dan praktik yang
berhubungan dengan stakeholder, nilai-nilai, pemenuhan ketentuan
hukum, penghargaan masyarakat dan lingkungan, serta komitmen dunia
usaha untuk kontribusi dalam pembangunan secara berkelanjutan.
Stakeholder theory dimulai dengan asumsi bahwa nilai (value) secara
eksplisit dan tak dipungkiri merupakan bagian dari kegiatan usaha
(Freeman, 2002).
Kebijakan corporate social responsibility (CSR) merupakan
pedoman yang wajib dipatuhi dalam merumuskan strategi dan melakukan
tindakan untuk mencapai tujuan perusahaan. Kebijakan menjadi dasar
untuk memperjelas strategi sehingga lebih spesifik atau fokus, kongkrit
dan operasional. Oleh sebab itu, kebijakan disusun di masing-masing unit
yang di Proper. Untuk perusahaan yang memiliki kebijakan di tingkat
30

korporat perlu mengkontekstualisasikan sesuai dengan kondisi di masing-


masing unit.
Secara substansi, minimal ada dua hal yang diatur dalam kebijakan.
Pertama, terkait dengan isu yang menjadi fokus perhatian CSR. Prioritas
isu dalam kebijakan ini menjadi dasar bagi Community Development
Officer (CDO) atau nama lain untuk menganalisis rasionalitas tindakan
dalam mencapai sasaran. Kedua, kebijakan memuat wilayah yang menjadi
tempat pelaksanaan program CSR. Penegasan wilayah program ini penting
untuk mengarahkan CDO dalam mengimplementasikan program, selain itu
juga membantu CSO menyampaikan kepada pihak-pihak terkait yang
menginginkan program CSR diimplementasikan di luar wilayah yang
sudah ditetapkan. Ada beberapa kriteria kebijakan yang baik yaitu:
1. Menggambarkan arah yang jelas tentang kondisi masa depan yang ingin
dicapai (clarity of direction).
2. Menjawab permasalahan dan atau isu strategis di lingkungan
perusahaan atau di wilayah lain yang sudah ditetapkan.
3. Disertai dengan penjelasan yang lebih operasional sehingga mudah
dijadikan acuan bagi perumusan strategi dan program (articulative).
4. Sejalan dengan visi dan misi perusahaan. Proper mendorong perusahaan
berkontribusi dalam upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat di
wilayah produksi atau tempat lain yang sudah ditetapkan. Nilai yang
menjadi prinsip penyusunan kebijakan CSR dalam Proper adalah
pemberdayaan. Oleh sebab itu, substansi dalam kebijakan CSR tidak
hanya menyangkut tentang harmonisasi antara perusahaan dan
masyarakat, melainkan upaya terstruktur untuk mendorong kemandirian
masyarakat.
Gambar 2.1 di bawah ini menunjukkan penyusunan kebijakan
Corporate Social Responsibility:
31

Gambar 2.1
Penyusunan Kebijakan Corporate Social Responsibility
Prinsip perumusan kebijakan CSR menempatkan kondisi harmonis
bukanlah suatu tujuan melainkan implikasi dari hubungan fungsional yang
seimbang antara perusahaan dan masyarakat. Untuk menyusun kebijakan
yang kontekstual dan strategis, minimal ada 4 dokumen yang dapat
menjadi input yakni: visi dan misi perusahaan, Rencana Pembangunan
Jangka Menengah Daerah (RPJMD), social mapping dan agenda
Internasional. Di antara keempat dokumen tersebut, 2 dokumen mewakili
konteks lokal yakni social mapping dan RPJMD. Dokumen social
mapping memuat tiga hal mendasar yaitu peta aktor, peta masalah dan peta
potensi di wilayah program. Dokumen ini dapat disusun secara internal
oleh perusahaan atau bekerjasama dengan pihak ke-tiga. Ada banyak
definisi dan standardisasi social mapping sehingga banyak social mapping
yang hasilnya tidak sesuai dengan kebutuhan. Untuk menghindari hal
tersebut, perusahaan dapat menggunakan indikator social mapping yang
tertuang dalam Peraturan Menteri Lingkungan Hidup No. 5 tahun 2011
tentang Proper sebagai ruang lingkung kerja dengan pihak ketiga,
sedangkan dokumen RPJMD dapat diakses di masing-masing situs
pemerintah daerah atau Badan Perencanaan Pembangunan Daerah.
Dokumen ini wajib dipublikasikan kepada masyarakat seperti tertuang
dalam Undang-Undang nomor 14 tahun 2008 dan Peraturan Pemerintah
32

Nomor 61 tahun 2010 tentang pelaksanaan Undang-Undang keterbukaan


informasi publik, sedangkan input dari agenda global dapat dilihat dari
beberapa situs internasional misalnya untuk agenda pembangunan sumber
daya manusia (human development index) dapat dilihat di situs
hdr.undp.org, sedangkan agenda pembangunan milenium (millenium
development goal) dapat dilihat secara detail di
www.un.org/millenniumgoals.
Kemampuan keuangan perusahaan untuk melaksanakan program
CSR merupakan faktor penting, namun bukan satu-satunya yang
terpenting. Banyak perusahaan yang telah mengalokasikan anggaran besar
untuk CSR namun hasilnya tidak sesuai yang diharapkan. Hal ini terjadi
karena sebagian besar program CSR berorientasi pada kinerja penyerapan
anggaran. Misalnya di salah satu perusahaan yang memiliki alokasi
anggaran CSR 2,4 Milyar, 90% dari anggaran tersebut untuk belanja
barang dan donasi (cash) untuk masyarakat. Pengelolaan keuangan seperti
ini tentu tidak mendukung pencapaian tujuan program pemberdayaan
masyarakat.
Pengalaman empirik lainnya menunjukkan pengelolaan anggaran
CSR yang berbeda. Beberapa perusahaan memiliki anggaran CSR terbatas
namun mampu menghasilkan dampak sesuai yang diharapkan. Hasil
optimal ini merupakan outcome dari beberapa faktor yakni pendanaan,
struktur organisasi yang jelas, kapasitas sumberdaya manusia yang baik,
tata kelola CSR yang berlandaskan prinsip-prinsip pemberdayaan
masyarakat. Oleh karena itu, Proper menilai pendanaan CSR tidak hanya
jumlahnya melainkan juga konsistensi dan keberlanjutan. Aspek jumlah
diukur dengan indikator perbandingan dana CSR dengan laba bersih unit
yang diproper. Indikator keberlanjutan dan konsistensi dilihat dari laporan
implementasi program CSR tiga tahun berturut-turut. Dana CSR yang
dimaksud merupakan biaya untuk program-program CSR. Tidak termasuk
omset local vendor yang bekerja untuk operasional perusahaan.
33

Jenis Kegiatan N-2 N-1 N


Charity Rp Rp Rp
Infrastruktur Rp Rp Rp
Capacity Building Rp Rp Rp
Empowerment Rp Rp Rp
Sumber: Bahrudin et al (2014)

Keterangan:
N adalah tahun berjalan. Contohnya penilaian Proper tahun 2013.
Data laporan keuangan CSR yang disajikan adalah tahun 2013 (sampai
bulan sebelum mengumpulkan dokumen ke KLH), Tahun 2012, Tahun
2011.
Khusus untuk perusahaan Migas. Informasi keuangan CSR disertai dengan
perbandingan dana cost recovery dengan non cost recovery.

Sumber Pembiayaan Tahun N-2 Tahun N-1 Tahun N


Cost Recovery Rp Rp Rp
Non Cost Recovery Rp Rp Rp
Sumber: Bahrudin et al (2014)

Budiartha (2008) mengelompokkan tanggung jawab sosial


perusahaan ke dalam empat kelompok yaitu sebagai berikut :
a. Economis Responsibility
Secara ekonomi tanggung jawab Perusahaan adalah menghasilkan
barang dan jasa untuk masyarakat dengan harga yang wajar dan
memberikan keuntungan bagi Perusahaan.
b. Legal Responsibility
Dimanapun Perusahaan beroperasi tentu saja tidak akan lepas dari
peraturan dan undang undang yang berlaku di tempat tersebut
terutama peraturan yang mengatur kegiatan bisnis. Peraturan tersebut
terutama yang berkaitan dengan pengaturan lingkungan dan
perlindungan konsumen.
c. Ethical Responsibility
Perusahaan yang didirikan tidak hanya patuh dan taat pada hukum
yang berlaku namun juga harus memiliki etika.
34

d. Discrestionary Responsibility
Tanggung jawab ini sifatnya sukarela seperti berhubungan dengan
masyarakat, menjadi warga negara yang baik, dan sebagainya.
7. Pengembangan Masyarakat (Community Deevelopment)
a. Pemetaan Sosial (Social Mapping)
Hasil social mapping diharapkan akan menjadi salah satu
referensi utama dalam penyusunan renstra, atau minimal
perumusan program CSR yang akan dilaksanakan pada lokasi
tertentu. Oleh sebab itu social mapping harus memberikan
gambaran yang menyeluruh dari lokasi yang ingin dipetakan,
meliputi aktor-aktor yang berperan dalam proses relasi sosial,
jaringan sosial dari aktor tersebut, kekuatan dan kepentingan masing
masing aktor dalam kehidupan masyarakat terutama dalam upaya
peningkatan kondisi kehidupan masyarakat, masalah sosial yang ada
termasuk keberadaan kelompok rentan, serta potensi yang tersedia baik
potensi alam, manusia, finansial, infrastruktur maupun modal sosial.
Dari berbagai informasi tersebut akan lebih mudah digunakan
sebagai referensi dalam perumusan program CSR. Hal itu
disebabkan karena pada dasarnya program yang dirumuskan dan
kemudian dilaksanakan adalah upaya untuk memecahkan masalah dengan
memanfaatkan potensi dan peluang yang ada.
1) Pemetaan Jaringan Sosial
Wilayah atau lokasi yang menjadi sasaran social mapping
dapat dikatakan merupakan setting dari proses terjadinya interaksi antar
individu dan antar kelompok maupun institusi. Hasil interaksi
sosial yang terjadi secara berkesinambungan itulah yang kemudian
membentuk satuan kehidupan masyarakat di lokasi yang
bersangkutan. Dalam hal ini pihak-pihak yang menjadi pelaku
proses interaksi sosial tersebut dapat disebut sebagai aktor. Dengan
demikian, dalam kehidupan bermasyarakat aktornya dapat berupa
35

individu maupun institusi. Masing-masing aktor mempunyai


karakteristik dan latar belakang sosial yang berbeda, mempunyai
wawasan dan orientasi berfikir yang berbeda, bahkan juga kepentingan
yang berbeda. Oleh sebab itu, interaksi antar aktor secara otomatis
membawa konsekuensi interaksi antar karakteristik dan
kepentingan yang melatarbelakangi masing- masing aktor.
Itulah sebabnya dalam proses kehidupan masyarakat
dimungkinkan terjadinya interaksi antar kepentingan dan wawasan
yang sejalan, akan tetapi juga dimungkinkan interaksi antar
kepentingan yang tidak sejalan. Kesemuanya itu menyebabkan
dalam proses interaksi sosial tersebut secara garis besar menghasilkan
dua bentuk hubungan: associative dan dissociative. Bentuk pertama
berpotensi menghasilkan kerjasama dan sinergi, sementara bentuk
kedua berpotensi menghasilkan hubungan yang mengarah pada
prasangka bahkan konflik. Pemetaan jaringan sosial harus dapat
memberikan ilustrasi berbagai bentuk hubungan antar aktor
dengan berbagai latar belakang baik dalam posisi sebagai individu
maupun institusi, baik yang bersifat associative maupun dissociative.
Sudah tentu tidak mungkin menampilkan keseluruhan aktor yang
terlibat dalam kehidupan masyarakat tertentu. Oleh sebab itu,
dalam pemetaan tersebut dipilih aktor yang mempunyai
peranan menonjol dalam kehidupan masyarakat. Hubungan yang
bersifat associative diberi label hubungan positif, sementara yang
bersifat dissociative diberi label hubungan negatif.
Pemetaan jaringan sosial yang menggambarkan hubungan
antar aktor, baik individu maupun institusi beserta sifat
hubungannya, baik positif maupun negatif sebaiknya dituangkan
dalam bentuk skema. Dimungkinkan hubungan antara dua aktor
mempunyai sifat keduanya baik positif maupun negatif. Sebagai
ilustrasi dapat diberikan contoh, hubungan perusahaan yang
36

melakukan CSR dengan BKM sebagai lembaga yang terbentuk


melalui PNPM Mandiri. Terdapat hubungan yang bersifat positif
karena ada kerja sama sehingga terjadi hubungan sinergis dan saling
mengisi. Walaupun demikian, di balik itu ada hubungan yang bersifat
negatif karena telah terjadi rivalitas dan saling klaim kelompok binaan
yang berhasil. Contoh lain adalah hubungan tokoh adat dengan lurah.
Terdapat hubungan positif pada saat lurah menempatkan adat dan
tradisi sebagai bagian modal sosial, sementara hubungan dapat
bersifat negatif karena dalam kesempatan lain, lurah berusaha
menghapus beberapa unsur ritual adat karena dianggap sebagai
pemborosan, dan hal tersebut mendapat tantangan keras dari tokoh
adat.
Untuk memberikan gambaran yang lebih jelas sebaiknya
gambar/bagan/skema pemetaan jaringan sosial di dalamnya
memuat seluruh aktor baik individu maupun institusi. Hubungan antar
aktor digambarkan dalam bentuk garis dan diberi simbol (+) atau (-)
sesuai dengan sifat hubungannya. Setelah gambar atau bagan
jaringan tersebut ditampilkan, perlu diberi penjelasan seperlunya
termasuk penjelasan tentang mengapa dan dalam hal apa hubungannya
bersifat positif atau negatif.
2) Aktor, Kepentingan, Jaringan Sosial,
Untuk lebih memberikan gambaran tentang posisi dan latar
belakang masing masing aktor dalam hubungan sosial, perlu
dideskripsikan lebih lanjut untuk masing masing aktor berkaitan
dengan kepentingan, jaringan dan posisi sosial masing-masing. Pada
dasarnya terdapat hubungan antara posisi sosial dengan
kepentingan. Beberapa contoh posisi sosial untuk aktor individu
misalnya tokoh agama, kader kesehatan, penyuluh pertanian.
Sementara untuk aktor institusi dapat diklasifikasikan sebagai
institusi negara/pemerintah(misalnya pemerintah desa, dinas sosial),
37

Lembaga Swadaya Masyarakat, institusi lokal bentukan baru


(misalnya Lembaga Pemberdayaan Masyarakat Desa/LPMD, Badan
Keswadayaan Masyarakat/BKM), institusi lokal tradisional (misalnya
institusi adat, institusi Subak), institusi swasta/bisnis (perusahaan).
Posisi sosial yang dimiliki setiap aktor membawa konsekuensi
adanya peran sesuai posisinya tersebut. Lebih lanjut setiap aktor
mempunyai kepentingan untuk mewujudkan perannya. Sementara itu
jaringan memberikan gambaran tentang luasnya hubungan sosial aktor
baik dengan lingkungan internal masyarakatnya maupun dengan
lingkungan eksternal. Aktor yang mempunyai jaringan yang luas
dapat berdampak pada semakin luasnya peran dan kepentingannya dan
semakin luasnya pengaruh aktor dalam kehidupan masyarakat. Sebagai
contoh seorang aktor yang merupakan tokoh agama, maka peran
dan kepentingan utamanya adalah memberikan pencerahan kepada
masyarakat dalam kehidupan beragama dan menjadi tokoh panutan
dalam kehidupan beragama. Apabila tokoh agama tersebut
mempunyai jaringan hubungan dengan misalnya sebuah LSM yang
bergerak di bidang pemberdayaan masyarakat, maka hal itu
dapat menyebabkan tokoh tersebut dalam kehidupan masyarakat juga
berperan dan berkepentingan untuk ikut serta dalam upaya
pembangunan terutama peningkatan taraf hidup masyarakat
3) Analisis Jaringan
Dalam pembangunan mengenal adanya stakeholder dan
aktor yang berperan di dalamnya. Apabila berbagai stakeholder dan
aktor-aktor tersebut dapat bekerjasama dan bersinergi satu sama
lain untuk merencanakan, melaksanakan, maupun mengevaluasi
program-program pembangunan, maka dampaknya akan dapat
lebih mendorong laju perubahan yang diharapkan. Masing-masing
stakeholder dan aktor tersebut juga memiliki kepentingan, kekuatan,
dan posisinya masing- masing dalam kehidupan masyarakat.
38

Kesemuanya itu menjadi gambaran bagaimana peran dan


kontribusi masing-masing dalam pembangunan. Peran dan
kontribusi yang berbeda tersebut disebabkan karena masing masing
aktor mempunyai kepentingan yang berbeda, serta kekuatan yang
berbeda pula dalam mempengaruhi warga masyarakat lain. Oleh
sebab itu setiap aktor mempunyai kontribusi yang berbeda dalam
mempengaruhi proses pembangunan. Dengan demikian dapat
dikatakan bahwa besar kecilnya kekuatan yang dimiliki akan
menentukan apakah aktor tersebut berada pada posisi dominasi atau
subordinasi. Posisi aktor juga dapat menunjukkan seberapa besar dan
sifat kepentingan yang dimiliki aktor tersebut. Dilihat dari proses
pembangunan, sifat kepentingan memberikan gambaran apakah
kepentingan aktor tersebut berpotensi mendukung pembangunan,
atau sebaliknya.
Sebagai ilustrasi dapat terjadi adanya aktor yang sebetulnya
mempunyai kepentingan dan kemauan yang cukup besar untuk
berkontribusi dalam peningkatann kehidupan bersama, akan tetapi
dalam aktualisasinya kontribusinya tidak optimal karena tidak
didukung oleh kekuatan yang memadai. Sebaliknya,
dimungkinkan dalam masyarakat terdapat aktor yang mempunyai
kekuatan besar baik dalam proses pengambilan keputusan
bersama maupun kemampuan mempengaruhi warga masyarakat lain,
akan tetapi aktor tersebut mempunyai kepentingan yang rendah
dalam berkontribusi terhadap proses pembangunan di
lingkungan masyarakatnya, bahkan tidak jarang berpotensi menjadi
resisten. Pemetaan aktor dilihat dari kekuatan dan kepentingannya
tersebut sangat penting dalam merumuskan suatu program karena
salah satu kunci keberhasilan program adalah bagaimana berbagai
variasi kekuatan dan kepentingan tersebut dikelola, sehingga dapat
lebih berpotensi mendorong keberhasilan program dan sebaliknya
39

meminimalisasi resistensi.
4) Identifikasi Forum-Forum yang digunakan Masyarakat untuk
Membahas Kepentingan Publik
Informasi mengenai forum-forum yang digunakan
masyarakat untuk membahas kepentingan publik sangat berguna
bagi perusahaan untuk mensosialisasikan berbagai program
community development. Melalui forum-forum tersebut, perusahaan
tidak perlu mengadakan forum sendiri untuk sosialisasi program
ke masyarakat
5) Identifikasi Masalah Sosial
Secara umum masalah sosial dapat didefinisikan sebagai
kondisi yang tidak diharapkan atau tidak sesuai dengan ekspektasi
masyarakat, dengan demikian kondisi tersebut mendorong upaya
untuk melakukan perubahan dan perbaikan. Kondisi yang tidak
diharapkan tersebut dapat disebabkan karena mengandung
unsur merugikan kehidupan bersama baik fisik maupun sosial, atau
merupakan pelanggaran terhadap nilai, norma atau standar sosial
yang ada. Sudah tentu agar dapat memberikan inspirasi atau dorongan
bagi upaya perubahan dan perbaikan, kondisi masalah sosial tersebut
harus teridentifikasi. Walaupun masalahnya sudah eksis sejak lama
namun apabila tidak atau belum teridentifikasi akan menjadi
masalah yang bersifat laten.
Dalam melakukan identifikasi masalah sosial dapat
dibedakan menjadi dua pendekatan. Pertama melihat masalah
sosial pada satuan individu atau person. Kedua melihat masalah
sosial yang terjadi pada level sistem dan struktur masyarakatnya.
Dalam pendekatan pertama fokus yang diamati adalah kondisi atau
perilaku dari orang perorang sebagai warga masyarakat. Masalah
sosial yang merupakan hasil identifikasi dengan pendekatan
individual ini misalnya dalam masyarakat tertentu dapat
40

diidentifikasi siapa saja warganya yang termasuk warga miskin,


pelaku kriminal, pemabuk. Sementara itu, dalam identifikasi
dengan pendekatan kedua, fokus perhatian tidak ditujukan
kepada warga masyarakat sebagai individu, akan tetapi kepada
sistem atau struktur sosialnya. Dengan pendekatan ini dapat
didentifikasi adanya masalah konflik sosial baik laten maupu
manifes, adanya disfungsi kelembagaan dalam sistem sosial,
adanya dominasi dalam kehidupan masyarakat dalam berbagai
aspek, misalnya dalam proses pengambilan keputusan
6) Identifikasi Potensi
Setiap masyarakat menyimpan potensi yang dapat digali
dan dimanfaatkan untuk peningkatan kondisi kehidupan. Oleh sebab
itu setiap upaya untuk pemecahan masalah dalam rangka
meningkatkan kondisi kehidupan perlu mempertimbangkan potensi
yang tersedia. Untuk maksud tersebut identifikasi potensi menjadi
langkah yang cukup penting dalam social mapping. Identifikasi
potensi perlu dilakukan secara komprehensif meliputi berbagai
aspeknya terutama potensi alam, potensi sumberdaya manusia,
potensi finansial, potensi fisik/infrastruktur, potensi modal sosial.
Potensi alam misalnya, lahan pertanian, sumber air, keindahan alam.
Potensi yang berasal dari sumberdaya manusia, menyangkut baik
aspek kuantitatif terutama tersedianya penduduk dalam usia
produktif, maupun kualitatif yang meliputi tingkat pendidikan,
penguasaan keterampilan, motivasi dan etos kerja serta orientasi
pekerjaannya. Potensi finansial meliputi baik potensi keuangan yang
ada pada tingkat keluarga misalnya tabungan, maupun tersedianya
lembaga keuangan dalam masyarakat baik tingkat lokal misalnya
kelompok simpan pinjam, koperasi maupun akses terhadap lembaga
perbankan. Potensi fisik terutama berupa tersedianya infrastruktur
yang mendukung kegiatan sosial ekonomi misalnya saluran irigasi,
41

pasar, prasarana dan sarana transportasi, fasilitas pendidikan, fasilitas


kesehatan. Potensi modal sosial berupa nilai dan institusi dalam
masyarakat yang dapat mendorong kerjasama dan tindakan bersama
untuk meningkatkan kondisi kehidupan bersama. Sebagai contoh,
potensi modal sosial terdapat dalam nilai solidaritas sosial dan
kesadaran kolektif yang dapat termanifestasikan dalam semangat
gotong-royong.
7) Analisis Pengembangan Potensi
Kerangka penghidupan berkelanjutan memberikan panduan
untuk mengidentifikasi potensi sumberdaya manusia, sumberdaya
alam, sumberdaya sosial (modal sosial), sarana penunjang
keuangan (financial capital) dan kondisi infrastruktur publik.
Setelah menemukan berbagai sumber penghidupan berkelanjutan
tersebut, perusahaan merumuskan peluang pengembangan untuk
penghidupan yang lebih baik. Misalnya identifikasi modal
keuangan menemukan adanya kelompok simpan-pinjam PKK.
Kelompok ini dapat menjadi sasaran program CD dalam rangka
peningkatan status dari kelompok menjadi koperasi simpan-
pinjam. Harapanya dapat meningkatkan kualitas sistem tata kelola
keuangan dan memperluas jangkauan pelayanan.
8) Identifikasi Kelompok Rentan
Program yang dirumuskan dan kemudian dilaksanakan harus
dapat menjawab kebutuhan pemecahan masalah. Masalah memang
dimungkinkan terdapat pada setiap segmen dan lapisan masyarakat.
Walaupun demikian, dilihat dari urgensinya, pemecahan masalah
semestinya lebih didahulukan bagi lapisan masyarakat yang
paling mendesak membutuhkan perbaikan kondisi kehidupan
Lapisan masyarakat ini sering disebut dengan kelompok
rentan. Oleh sebab itu kelompok rentan perlu memperoleh
prioritas untuk mendapat penanganan melalui program yang
42

dirumuskan. Untuk maksud tersebut kegiatan social mapping juga


perlu melakukan identifikasi keberadaan kelompok rentan ini.
Sebetulnya pengertian kelompok rentan dapat memiliki cakupan yang
luas, meliputi kelompok masyarakat yang berpotensi akan
menghadapi masalah karena ketidakmampuan dalam merespon
kondisi, perubahan dan perlakuan tertentu. Oleh sebab itu agar
mudah diidentifikasi, kerentanan perlu dikaitkan dengan kondisi yang
dihadapi, misalnya rentan dalam menghadapi bencana alam,
pelanggaran HAM, perubahan kondisi sosial ekonomi. Pada
umumnya dikatakan bahwa lansia, anak-anak, wanita hamil
termasuk kelompok rentan dalam menghadapi bencana alam, buruh
migran terutama yang perempuan rentan terhadap pelanggaran
HAM, warga miskin rentan terhadap perubahan kondisi sosial
ekonomi terutama yang bersifat mendadak. Supaya tidak terlalu
luas cakupannya dan dapat lebih fokus, disarankan identifikasi
lebih diprioritaskan pada kelompok yang rentan dalam menghadapi
perubahan dan tekanan yang berasal dari kondisi sosial ekonomi.
Pada umumnya suatu kelompok masyarakat dikatakan rentan dalam
posisi ini disebabkan karena ketiadaan atau minimnya aset dan akses.
Sebagai contoh, warga masyarakat miskin termasuk kelompok
rentan dalam kriteria ini, karena mereka akan mendapat masalah
apabila menghadapi kondisi dan perubahan yang bersifat mendadak,
misalnya salah satu anggota keluarganya menderita sakit dan harus
dirawat di rumah sakit. Hal itu disebabkan karena mereka tidak punya
aset yang dapat digunakan untuk membiayai perawatan di rumah
sakit. Kondisinya dapat terbantu apabila mereka mempunyai akses
terhadap salah satu bentuk pelayanan sosial, misalnya asuransi
kesehatan untuk orang miskin. Dengan demikian warga.
43

9) Kebutuhan Program
Masalah sosial adalah suatu kondisi yang tidak diharapkan
sehingga menyebabkan masyarakat membutuhkan upaya untuk
merubah atau memperbaikinya. Dengan demikian, program yang
dirumuskan dan kemudian dilaksanakan pada dasarnya merupakan
upaya menjawab kebutuhan pemecahan masalah ini. Oleh sebab itu
program yang direkomendasikan sebagai hasil dari social mapping
pada dasarnya merupakan hasil analisis untuk menjawab kebutuhan
pemecahan masalah dengan memanfaatkan potensi dan peluang yang
ada. Urgensi dan prioritas program yang direkomendasikan
ditentukan oleh apakah program tersebut berdampak pada
pemecahan masalah yang ada, apakah program tersebut melibatkan
kelompok masyarakat yang paling membutuhkan peningkatan kondisi
kehidupan, apakah program tersebut didukung oleh potensi yang
ada dan apakah program tersebut mempunyai efek berantai yang
cukup luas baik
b. Rencana Strategi dan Rencana Kerja
Idealnya setiap perusahaan memiliki perencanaan CSR yang menjadi
pedoman tentang apa yang akan dikerjakan dalam rangka
melaksanakan tanggung jawab sosialnya, dalam durasi waktu tertentu.
Perencanaan ini lazim disebut dengan Perencanaan Strategis
(Renstra) CSR yang pada dasarnya merupakan langkah awal untuk
melakukan pengukuran kinerja perusahaan dalam melaksanakan
tanggung jawab sosialnya. Tetapi, masih banyak perusahaan sering
tidak mengindahkan Renstra, mereka hanya menjalankan aktivitas-
aktivitas CSR berdasarkan rutinitas yang biasa dikerjakan atau
sekedar merespon proposal yang diajukan masyarakat. Mereka belum
memiliki perencanaan yang terdokumentasikan dan menjadi
pedoman, baik dalam jangka pendek, menengah dan jangka panjang.
44

B. Kerangka Pemikiran
Kerangka Pemikiran dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

BOBOT

S Penerapan Pelaksanaan N EMAS


K Sistem Pengembangan I
Manajemen Pemanfaatan Masyarakat
O Lingkungan (ComDev) atau
L
Sumber Daya
R CSR A Passing grade
I HIJAU

Best practices, Best Available Technology, Passing grade


Best Corporate Social Responsibility
BEYOUND COMPLIANCE AREA

TAAT TAAT
Kriteria Kerusakan Lingkungan
Pengendalian Pencemaran Laut
Pengelolaan Limbah B3 BELUM TAAT MERAH
Pengendalian Pencemaran Udara

Pengendalian Pencemaran Air
Penerapan Amdal TIDAK ADA UPAYA HITAM

Gambar 2.2. Kerangka Pemikiran


BAB 3

TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN

A. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk meningkatkan jumlah perusahaan
agroindustri yang dapat membantu meningkatkan pertumbuhan wirausaha
baru (start up) dengan berbagai sumber daya yang di miliki perusahaan
agroindustri.

B. Manfaat Penelitian
1. Untuk perusahaan agroindustri, penelitian ini memberikan manfaat dalam
meningkatkan peringkat Kinerja Perusahaan dalam Pengelolaan
Lingkungan Hidup (Proper) dari Biru ke Hijau atau Hijau ke Emas
sehingga diharapkan dapat memperluas pangsa pasar, jaringan pemasaran,
memudahkan akses kredit perbankan, dihasilkan zero waste pada
perusahaan serta mengurangi tekanan-tekanan dari masyarakat yang dapat
mengganggu kegiatan usaha.
2. Menciptakan wirausaha baru (start up) dengan memanfaatkan limbah atau
sisa-sisa hasil produksi perusahaan sehingga menjadi bernilai tambah atau
memiliki nilai ekonomis.
3. Menciptakan efisiensi pemanfaatan sumber daya sehingga mengurangi
pencemaran dan kerusakan-kerusakan lingkungan.
4. Menciptakan lapangan kerja baru untuk masyarakat di sekitar tempat
usaha.
5. Menambah Pendapatan Asli Daerah dari sektor pajak Badan.
6. Meningkatkan sinergitas antara Academic (Perguruan Tinggi), Bussiness
(Swasta) dan Government (Pemerintah) dalam menerapkan hasil
penelitian yang dapat mempercepat mewujudkan kinerja perusahaan
agroindustri melebihi ketaatan dalam perlindungan dan pengelolaan
lingkungan hidup.

45
46

BAB 4
METODE PENELITIAN

A. Jenis dan Lokasi Penelitian


Jenis penelitian ini adalah survey. Penelitian ini dilakukan di Perusahaan
Agroindustri di Jawa Tengah.
B. Populasi dan Sampel
Populasi adalah keseluruhan dari obyek penelitian Sekaran (2010), dalam
hal ini yang menjadi target populasi adalah seluruh pimpinan (manajer) dari
tingkat manajer puncak, manajer menengah dan manajer lini perusahaan
sektor agroindustri di Jawa Tengah dan Daerah Istimewa Yogyakarta
berdasarkan laporan hasil penilaian program peringkat kinerja perusahaan
(PROPER) periode 2014 2015 berjumlah 200 responden.
Teknik pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini
pengambilan sampel acak berstrata proporsional (proportionate stratified
random sampling) yaitu pengambilan sampel dilakukan berdasarkan tingkat
atau level manajemen perusahaan sektor Agroindustri di Jawa Tengah yang
mengikuti program PROPER Kementerian Lingkungan Hidup di masing-
masing tingkatan dari manajemen puncak, manajemen menengah dan
manajemen lini. Setiap tingkatan diambil secara proporsional sebanyak 80%
dari masing-masing tingkatan sehingga dari total target populasi sebanyak
250 orang maka sampel yang digunakan sebanyak 200 orang.
C. Metode Pengumpulan Data
Untuk memperoleh data yang diperlukan, peneliti melakukan
penyebaran kuesioner kepada sejumlah responden secara langsung.
Penyebaran kuesioner dilakukan dua kali dimana penyebaran pertama
ditujukan untuk pretest apakah instrumen yang dipakai relevan dengan
responden yang dituju. Berdasarkan hasil pretest tersebut, kemudian dilakukan
penyebaran kuesioner kedua ke dalam kelompok responden yang menjadi
target.

46
47

Struktur pertanyaan dalam kuesioner berupa pertanyaan tertutup.


Responden akan diminta mengisi sendiri jawaban yang tersedia, tetapi peneliti
akan tetap mendampingi responden untuk memudahkan responden dalam
menjawab pertanyaan. Kuesioner ini digunakan untuk mendapatkan data
primer, selain itu peneliti juga melakukan pengumpulan data melalui
wawancara, observasi dan dokumentasi.
D. Metode Analisis
Penelitian ini menggunakan teknik analisis structural equation
modelling (SEM) dan analisis jaring labalaba secara terintegrasi dengan
alasan karena pendekatan penelitian ini bersifat terintegrasi dengan luaran
bersifat kolaburasi yaitu tingkat kinerja perusahaan agroindustri yang dapat
melebihi ketaatan dalam perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup
sebagai upaya menciptakan nilai tambah perusahaan apabila dilakukan tidak
saja secara parsial dan simultan, tetapi secara menyeluruh, terpadu dan
berkelanjutan sehingga teknik analisis yang digunakan adalah structural
equation modelling (SEM). Untuk mempercepat mewujudkan kinerja
perusahaan agroindustri melebihi ketaatan (beyond compliance) dalam
Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup serta membantu
pertumbuhan wirausaha baru (start up) melalui program community
development dan CSR sehingga teknik analisis yang digunakan analisis jaring
laba-laba.
Langkah-langkah yang dilakukan adalah :
Tahun Pertama
1. Mengidentifikasi dan mengelompokkan perusahaan agroindustri yang
memiliki kinerja perusahaan dalam pengelolaan lingkungan hidup dengan
melihat kriteria Proper berdasarkan Peraturan Menteri Negara Lingkungan
Hidup Nomor 18 Tahun 2010 di pulau Jawa dan Sumatera.
2. Mengklasifikasikan dan menganalisis kinerja perusahaan dalam
pengelolaan lingkungan hidup dengan membagi menjadi tiga klasifikasi
yaitu kinerja belum taat untuk kriteria proper hitam dan merah, kinerja taat
48

untuk kriteria proper biru dan kinerja melebihi ketaatan (beyond


compliance) untuk kriteria proper hijau dan emas.
3. Menganalisis peranan stakeholders yang dapat mempercepat peningkatan
kinerja pengelolaan lingkungan hidup dari peringkat biru (taat) menjadi
melebihi ketaatan dengan memfokuskan pada pemberdayaan masyarakat
(community development) dan tanggung jawab sosial perusahaan (CSR).

Tahun Kedua
1. Membuat model peningkatan pertumbuhan wirausaha baru (start up)
dengan mengoptimalkan pemberdayaan masyarakat dan tanggung jawab
sosial perusahaan.
2. Mengimplementasikan model peningkatan pertumbuhan wirausaha baru
(start up) sehingga dapat menciptakan lapangan pekerjaan dan menyerap
tenaga kerja.
Penilaian kinerja penaatan perusahaan dalam PROPER dilakukan
berdasarkan atas kinerja perusahaan dalam memenuhi berbagai
persyaratan ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku
dan kinerja perusahaan dalam pelaksanaan berbagai kegiatan yang terkait
dengan kegiatan pengelolaan lingkungan yang belum menjadi persyaratan
penaatan (beyond compliance). Pada saat ini, penilaian kinerja penaatan
difokuskan kepada penilaian penaatan perusahaan dalam aspek
pengendalian pencemaran air, pengendalian pencemaran udara dan
pengelolaan limbah B3 serta berbagai kewajiban lainnya yang terkait
dengan AMDAL, sedangkan penilaian untuk aspek persyaratan penaatan
(beyond compliance) dilakukan terkait dengan penilaian terhadap upaya-
upaya yang telah dilakukan oleh perusahaan dalam penerapan sistem
manajemen (environmental management system), konservasi dan
pemanfaatan sumber daya serta kegiatan corporate social responsibility
termasuk community development (Kementerian Lingkungan Hidup,
2010). Berdasarkan Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor
18 Tahun 2010 tentang program penilaian peringkat kinerja perusahaan
49

dalam pengelolaan lingkungan hidup, kriteria yang digunakan dalam


pemeringkatan adalah sebagai berikut:
Tabel 4.1 Kriteria Peringkat Proper

PERINGKAT DEFINISI
WARNA
untuk usaha dan atau kegiatan yang telah secara konsisten
menunjukkan keunggulan lingkungan (environmental excellency)
Emas dalam proses produksi dan/atau jasa, melaksanakan bisnis yang
beretika dan bertanggung jawab terhadap masyarakat
untuk usaha dan atau kegiatan yang telah melakukan pengelolaan
lingkungan lebih dari yang dipersyaratkan dalam peraturan
(beyond compliance) melalui pelaksanaan sistem pengelolaan
Hijau lingkungan, pemanfaatan sumberdaya secara efisien melalui
upaya 4R (Reduce, Reuse, Recycle dan Recovery) dan melakukan
upaya tanggung jawab sosial (CSR) dengan baik.
untuk usaha dan atau kegiatan yang telah melakukan upaya
Biru pengelolaan lingkungan yang dipersyaratkan sesuai dengan
ketentuan dan / atau peraturan perundang-undangan yang berlaku
upaya pengelolaan lingkungan yang dilakukan belum sesuai
Merah dengan persyaratan sebagaimana diatur dalam peraturan
perundang-undangan dan dalam tahapan melaksanakan sanksi
administrasi
untuk usaha dan atau kegiatan yang sengaja melakukan perbuatan
atau melakukan kelalaian yang mengakibatkan pencemaran
Hitam dan/atau kerusakan lingkungan serta pelanggaran terhadap
peraturan perundang-undangan yang berlaku atau tidak
melaksanakan sanksi administrasi
Sumber: Kementerian Lingkungan Hidup, 2010
50

BAB 5

HASIL DAN LUARAN YANG DICAPAI

A. Hasil
1. Pengelompokkan Perusahaan dalam Perlindungan dan Pengelolaan
Lingkungan Hidup
Adapun tren perkembangan tingkat ketaatan perusahaan dalam
program peringkat kinerja perusahaan dalam perlindungan dan
pengelolaan lingkungan hidup adalah sebagai berikut:
Tabel 5.1
Tingkat Ketaatan Perusahaan dalam Perlindungan dan Pengelolaan
Lingkungan Hidup Tahun 2002 2015

Tahun Klasifikasi
Belum Persentase Taat Persentase Melebihi Persentase Jumlah Total
Taat (%) (%) Ketaatan (%)
2002 2003 22 26,83 52 63,41 8 9,76 82
2003 2004 86 44,33 99 51,03 9 4,64 194
2004 2005 157 43,61 182 50,56 21 5,83 360
2006 2007 82 18,98 305 70,60 45 10,42 432
2008 2009 150 26,04 385 66,84 41 7,12 576
2009 2010 201 29,13 433 62,75 56 8,12 690
2010 2011 281 28,24 603 60,60 111 11,16 995
2011 2012 374 28,55 805 61,45 131 10,00 1310
2012 2013 568 31,70 1099 61,33 125 6,98 1792
2013 2014 537 28,40 1224 64,73 130 6,87 1891
2014 2015 550 26,49 1406 67,73 120 5,78 2076
Sumber: Data Kementerian LHK diolah (2017)
Tabel 5.1. selama periode tahun 2002 sampai dengan tahun 2015
menunjukkan adanya peningkatan tingkat ketaatan perusahaan dalam
perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup. Sejak periode tahun 2011
2012 sampai dengan periode 2014-2015 kenaikan perusahaan dari
tingkat belum taat menjadi taat sebesar 30%. Peningkatan tingkat ketaatan
dari perusahaan belum taat menjadi taat tidak diikuti dengan tingkat
perusahaan yang melebihi ketaatan hanya sekitar 6 7% pada periode
tahun 2012 2013 sampai dengan 2014 2015.

50
51

2. Deskripsi Peringkat Proper Perusahaan Agroindustri


Peringkat proper perusahaan agroindustri di Jawa Tengah selama
tiga tahun terakhir dapat disajikan pada gambar di bawah ini. Hasil yang
diperoleh dari penelitian ini adalah:
Gambar 5.1
Peringkat Proper Perusahaan Agroindustri di Jawa Tengah Periode 2013-2014

Sumber: data diolah (2017)


Berdasarkan Gambar 5.1 menunjukkan bahwa selama periode tahun
2013 2014 dari sebanyak 48 perusahaan agroindustri di Jawa Tengah
yang memiliki peringkat Proper biru dan hijau sebanyak 30 perusahaan
(62%) dan memiliki peringkat Proper hitam dan merah sebanyak 18
perusahaan (38%). Dari 30 perusahaan peringkat proper biru dan hijau
terdiri dari 29 perusahaan (97%) peringkat biru dan 1 perusahaan (3%)
peringkat hijau. Hasil ini mengindikasikan bahwa perusahaan agroindustri
peringkat proper biru dan hijau lebih banyak dibandingkan peringkat
proper hitam dan merah. Hasil ini juga menunjukkan jumlah perusahaan
agroindustri di Jawa Tengah dengan peringkat melebihi ketaatan (beyond
compliance) yaitu peringkat hijau atau emas hanya 1 perusahaan (3%).
52

Gambar 5.2
Peringkat Proper Perusahaan Agroindustri di Jawa Tengah Periode 2014-2015

Sumber: data diolah (2017)


Berdasarkan Gambar 5.2 menunjukkan bahwa selama periode tahun
2014 2015 dari sebanyak 48 perusahaan agroindustri di Jawa Tengah
yang memiliki peringkat Proper biru dan hijau sebanyak 25 perusahaan
(52%) dan memiliki peringkat Proper hitam dan merah sebanyak 23
perusahaan (48%). Dari 25 perusahaan peringkat proper biru dan hijau
seluruhnya yaitu 25 perusahaan (52) peringkat biru sedangkan peringkat
hijau tidak ada. Hasil ini mengindikasikan bahwa perusahaan agroindustri
peringkat proper biru dan hijau lebih banyak dibandingkan peringkat
proper hitam dan merah. Hasil ini juga menunjukkan jumlah perusahaan
agroindustri di Jawa Tengah selama periode tahun 2014 - 2015 dengan
peringkat melebihi ketaatan (beyond compliance) tidak ada. Jika
dibandingkan dengan periode tahun 2013 2014 yang memiliki peringkat
hijau sebanyak 1 perusahaan maka periode tahun 2014 2015 mengalami
penurunan perusahaan yang memiliki peringkat melebihi ketaatan.
53

Gambar 5.3
Peringkat Proper Perusahaan Agroindustri di Jawa Tengah Periode 2015-2016

Sumber: data diolah (2017)


Berdasarkan Gambar 5.3 menunjukkan bahwa selama periode tahun
2015 2016 dari sebanyak 48 perusahaan agroindustri di Jawa Tengah
yang memiliki peringkat Proper biru dan hijau sebanyak 36 perusahaan
(75%) dan memiliki peringkat Proper hitam dan merah sebanyak 12
perusahaan (25%). Dari 36 perusahaan peringkat proper biru dan hijau
yaitu 33 perusahaan (92%) memiliki peringkat biru sedangkan 3
perusahaan (8%) memiliki peringkat hijau. Hasil ini mengindikasikan
bahwa perusahaan agroindustri peringkat proper biru dan hijau lebih
banyak dibandingkan peringkat proper hitam dan merah. Hasil ini juga
menunjukkan jumlah perusahaan agroindustri di Jawa Tengah selama
periode tahun 2015 - 2016 yang memiliki peringkat melebihi ketaatan
(beyond compliance) sebanyak 3 perusahaan (8%). Jika dibandingkan
dengan periode tahun 2013 2014 dan tahun 2014 2015 maka periode
tahun 2015 2016 mengalami peningkatan untuk perusahaan yang
memiliki peringkat melebihi ketaatan, meskipun demikian jumlahnya
masih relatif kecil dibandingkan jumlah perusahaan agroindustri di Jawa
Tengah maupun secara nasional.
54

Hasil ini menunjukkan bahwa sebagai besar perusahaan agroindustri


di Jawa Tengah memiliki peringkat proper Biru artinya perusahaan
agroindustri sebagian besar baru dapat memenuhi ketaatan dalam
pengelolaan dan perlindungan lingkungan hidup. Dari hasil penelitian ini
memperlihatkan juga bahwa perusahaan yang memiliki potensi untuk
melebihi ketaatan (beyond compliance) karena selama tiga periode terakhir
berturut-turut memiliki peringkat proper minimal biru adalah sebagai
berikut:
Tabel 5.2
Perusahaan Agroindustri Selama Periode Tiga Tahun Berturut-turut memiliki
Peringkat Proper Minimal Biru

No Nama Perusahaan Jenis Industri Kabupaten/Kota Periode Tahun


2013-2014 2014-2015 2015-2016
1 PTPN IX (Persero) PG. Tasikmadu Gula Karanganyar
2 PTPN IX (Persero) PG. Jatibarang Gula Brebes
3 PT. Kayu Lapis Indonesia Pengolahan Kendal
Kayu Lapis
4 PTPN IX (Persero) PG. Gondang Baru Gula Klaten
5 PT. Sari Husada Susu Klaten
6 PTPN IX (Persero) PG. Rendeng Gula Kudus
7 PT. Nojorono Tobacco International Rokok Kudus
8 PT. Djarum, Tbk. Rokok Kudus
9 PT. Kebon Agung - PG. Trangkil Gula Pati
10 Makanan Pati
PT. Garuda Food Putra-Putri Jaya
Ringan
11 PT. Coca Cola Bottling Indonesia - Minuman Semarang
Semarang Plant Ringan
12 Minuman Semarang
PT. Sinar Sosro - Pabrik Ungaran
Ringan
13 Makanan Semarang
PT. Nissin Biskuit Indonesia
Ringan
14 Minuman Semarang
PT. Prima Cahaya Indobeverage
Ringan
15 PTP Nusantara IX (Persero). PG Mojo Gula Sragen
16 PT. Japfa Comfeed Indonesia Unit Makanan Sragen
Sragen Ternak
17 PTPN IX (Persero) PG. Pangka Gula Tegal
18 PT. Kievit Indonesia Creamer Salatiga
19 PT. Indofood Fritolay Makmur - Makanan Semarang
Semarang Plant
20 PT. Indofood CBP Sukses Makmur Makanan Semarang
21 PT. Sriboga Flour Mill Tepung Semarang
22 PT. Tirta Investama - Pabrik Klaten AMDK Klaten
23 PT. Sido Muncul Jamu Semarang
24 PT. Tirta Investama - Pabrik Wonosobo AMDK Wonosobo
Sumber: data diolah (2017)
Berdasarkan tabel 5.2 menunjukkan bahwa selama tiga tahun
berturut-turut dari periode tahun 2013 2014 sampai dengan 2015 2016
menunjukkan bahwa peringkat proper perusahaan agroindustri di Jawa
55

Tengah yang berpotensi melebihi ketaatan (beyond compliance) menjadi


hijau atau emas sebanyak 24 perusahaan (50%) dari total perusahaan
agroindustri di Jawa Tengah yang mengikuti program Proper sebanyak 48
perusahaan. Adapun jenis industri dari 24 perusahaan yang berpotensi
melebihi ketaatan menjadi hijau atau emas adalah sebagai berikut:
Gambar 5.4
Jenis Industri Perusahaan Agroindustri yang Berpotensi Melebihi Ketaatan

Sumber: data diolah (2017)


Gambar 5.4 menunjukkan bahwa perusahaan agroindustri yang
berpotensi melebihi ketaatan (beyond compliance) yaitu hijau atau emas
terdiri dari industri gula sebanyak 7 perusahaan (29%); makanan ringan
sebanyak 4 perusahaan (17%); minuman ringan sebanyak 3 perusahaan
(13%); industri rokok dan Air Minum Dalam Kemasan (AMDK) sebanyak
2 perusahaan (8%) dan industri pengolahan kayu, susu, makanan ternak,
creamer, tepung dan jamu masing-masing sebanyak 1 perusahaan (4%).
Hasil ini menunjukkan bahwa perusahaan agroindustri yang paling banyak
berpotensi melebihi ketaatan adalah industri gula, diikuti oleh industri
makanan ringan, minuman ringan, industri rokok dan Air Minum Dalam
Kemasan (AMDK).
56

3. Mekanisme dalam Penilaian Proper


Untuk peningkatan kinerja perusahaan agroindustri dalam melebihi
ketaatan dilakukan dengan mekanisme penilaian sebagai berikut:
Gambar 5.5
Mekanisme Penilaian Proper

Sumber: data diolah (2017)


Berdasarkan Gambar 5.5 menunjukkan bahwa perusahaan
agroindustri dalam mencapai peringkat hijau atau emas harus mampu
memenuhi komponen penilaian proper hijau atau emas yang meliputi
komponen sistem manajemen lingkungan, efisiensi energi, penurunan
emisi, konservasi penurunan bahan pencemaran air, 3R limbah B3, 3R
limbah padat, keanekaragaman hayati dan pengembangan masyarakat.
Adapun komponen penilaian proper hijau dan emas adalah sebagai
berikut:
57

Tabel 5.3
Komponen Penilaian Kinerja Perusahaan Melebihi Ketaatan

No Komponen Penilaian Nilai


1 Dokumen Ringkasan Pengelolaan Lingkungan 150
2 Sistem Manajemen Lingkungan 100
3 Pemanfatan Sumber Daya
a) efisiensi energi; 100
b) penurunan emisi dan gas rumah kaca; 100
c) efisiensi air; 100
d) penurunan dan pemanfaatan limbah B3; 100
e) 3R sampah; 100
f) keanekaragaman hayati 100
4 Pengembangan Masyarakat
a) Tingkat Penilaian Hijau 100
b) Tingkat Penilaian Emas Kualitatif
Sumber: data diolah (2017)
Tabel 5.3 menunjukkan bahwa komponen tertinggi penilaian kinerja
perusahaan melebihi ketaatan adalah dokumen ringkasan pengelolaan
lingkungan dengan nilai 150 diikuti sistem manajemen lingkungan,
pemanfaatan sumber daya yang meliputi efisiensi energi, penurunan emisi
dan gas rumah kaca; efisiensi air; penurunan dan pemanfaatan limbah B3,
3R sampah dan tingkat pengembangan masyarakat. Mengacu pada tabel
5.3 maka kegiatan perusahaan agroindustri yang dilakukan dalam upaya
mencapai peringkat proper hijau atau emas adalah:
58

Tabel 5.4
Percepatan Mewujudkan Kinerja Perusahaan Agroindustri Melebihi Ketaatan
No Komponen Persentase Proses
1 3 R Limbah Non B3
a) Komposting 28% Penunjang
b) Pengurangan sampah kemasan/botol 24% Penunjang
plastik
c) Penggunaan kertas bolak balik dan e 24% Penunjang
file
d) Pengembalian kemasan ke vendor 4% Penunjang
e) Daur ulang sampah 8% Penunjang
f) Pemanfaatan sisa catering untuk pakan 4% Penunjang
ternak
g) Lainnya 8% Penunjang
2 3 R Limbah B3
a) Pengembalian limbah ke perusahaan 40% Utama
b) Pemanfaatan limbah 20% Utama
c) Perbaikan SOP untuk minimalisir 20% Utama
limbah
d) Lainnya 20%
Sumber: data diolah (2017)
4. Program Tanggung Jawab Sosial Perusahaan (CSR)
Program tanggung jawab sosial perusahaan agroindustri dapat
dilakukan dengan cara mengimplementasikan siklus tanggung jawab
sosial perusahaan (CSR) yang dimulai dari:
a. Penentuan kebijakan tanggung jawab sosial perusahaan (CSR)
perusahaan agroindustri.
b. Pemetaan sosial (social mapping) atau baseline study
c. Perencanaan program tanggung jawab sosial perusahaan (CSR) berupa
rencana strategis (Renstra) dan rencana operasional (renop) atau
rencana kerja (renja).
d. Implementasi program CSR (lahirnya institusi sosial dan ekonomi_
e. Monitoring program
f. Evaluasi program
g. Keberlanjutan Program
Adapun siklus implementasi tanggung jawab sosial perusahaan dapat
dilihat pada gambar 5.6 di bawah ini:
59

Gambar 5.6
Siklus Implementasi CSR

Berdasarkan gambar 5.6 menunjukkan bahwa implementasi


tanggung jawab sosial di perusahaan agroindustri dapat dilakukan dengan
langkah-langkah:
a. Penentuan kebijakan CSR perusahaan agroindustri
Kebijakan tanggung jawab sosial perusahaan dapat dijabarkan dalam
perencanaan (tujuan dan sasaran); penentu, arah, prinsip dan tindakan
organisasi, komitmen dari pimpinan atas (top manajemen); dikaji
ulang minimal setahun sekali dan dikomunikasikan secara internal
dan eksternal.
b. Pemetaan sosial (social mapping)
Pemetaan sosial dilakukan dengan melakukan identifikasi
keterlibatab pemangku kepentingan (stakeholders) dan jaringan
hubungan antar stakeholders yang terdiri dari individu, kelompok,
dan organisasi; mengidentifikasi potensi modal sosial (social
capital); menganalisis derajat kekuatan (power) dan kepentingan
(interest) dari masing-masing stakeholders; mengidentifikasi
mekanisme atau forum-forum yang menjadi sarana yang digunakan
60

masyarakat dalam membahas kepentingan; mendeskripsikan potensi


penghidupan berkelanjutan yang mencakup potensi sumber daya
manusia, potensi sumber daya alam, modal sosial, modal keuangan
dan kondisi infrastruktur publik; analisis kebutuhan masyarakat untuk
mendukung penghidupan berkelanjutan serta mendeskripsikan jenis
jenis kerentanan (vulnarability) dan kelompok.
c. Perencanaan program CSR berupa rencana strategis dan rencana
kerja
Merencanakan dan menentukan apa yang akan dilakukan dalam
kegiatan tanggung jawab sosial perusahaan.
Perencanaan di jabarkan dari kebijakan lingkungan dalam bentuk
tujuan, sasaran dan program lingkungan agroindustri; menetapkan
tujuan didasarkan pada aspek dan dampak lingkungan dari kegiatan
produk / jasa serta mengidentifikasi secara akurat proses dan produk.
d. Implementasi CSR (lahirnya institusi ekonomi atau sosial)
Implementasi kegiatan yang dapat dilakukan adalah pengembangan
bank sampah berbasis masyarakat. Kegiatan pemanfaatan sampah
agar dapat berkontribusi secara signifikan terhadap pemberdayaan
masyarakat. Dengan kegiatan ini diharapkan bobot pengurangan
sampah lebih besar dari pemanfaatan.
e. Monitoring program
Pimpinan atau manajemen perusahaan minimal se level manager
harus punya concern dan komitmen dalam mengembangkan CSR.
Dalam mengontrol program CSR dapat dilakukan melalui sistem
pengawasan internal dengan melakukan pertemuan rutin bulanan
dengan CD Officer, sedangkan monitoring eksternal dapat dilakukan
dengan penerima manfaat dan stakeholder lain. Dengan mengikuti
Evaluasi ini pimpinan dapat mengetahui umpan balik dari proses
pelaksanaan program yang ada sehingga menjadi bahan pengambilan
keputusan untuk pengembangan program CSR selanjutnya.
61

f. Evaluasi program
Evaluasi kadang dianggap sebagai kegiatan yang tidak penting
dalam rangkaian akhir dari suatu kegiatan atau program. Ibarat
sebuah pesta, evaluasi hanya dianggap sebagai ritual cuci piring
yang dihadirkan di dapur yang kotor dan terletak di balik panggung.
Padahal apabila dipahami, hakekat dari evaluasi sangat penting
sekali. Dengan evaluasi akan dapat diketahui tujuan dari program
yang telah dilaksanakan telah berhasil sesuai dengan yang
diharapkan atau sebaliknya. Dengan evaluasi akan diketahui umpan
balik dari subyek penerima manfaat program sehingga dapat
memutuskan program yang perlu diterminasi dan program yang
perlu diperbaiki untuk dilanjutkan. Dalam evaluasi kita mengenal
dua jenis, yaitu evaluasi yang dilakukan pada setiap tahapan kegiatan
yang disebut dengan monitoring, selain itu evaluasi yang dilakukan
diakhir setiap pelaksanaan program yang lebih dikenal dengan istilah
evaluasi itu sendiri. Keduanya sering disingkat dengan istilah
Monev, ibarat dua sisi mata uang monitoring dan evaluasi tidak
dapat dipisahkan. Keduanya saling melengkapi, pada kegiatan
monitoring akan segera dikontrol apabila pada tahap tertentu
kegiatan tersebut ditemukan permasalahan.
Evaluasi dalam program pengembangan masyarakat dapat dilakukan
dengan beberapa pendekatan yaitu, pendekatan kualitatif,
pendekatan kuantitatif atau dengan mengkombinasikan keduanya.
Pendekatan kualitatif bertujuan mengetahui fenomena sosial dengan
memahami makna dibalik peristiwa sehingga mampu mengungkap
informasi yang lebih mendalam. Teknik pengumpulan data yang
digunakan dengan cara wawancara mendalam dan diskusi kelompok
terfokus antara Communty Development Officer bersama subyek
penerima manfaat. Hasil dari temuan evaluasi dapat
dimusyawarahkan bersama agar dapat mendapatkan umpan balik
untuk perbaikan program berikutnya. Pendekatan kuantitatif
62

bertujuan untuk menggambarkan fenomena sosial dengan obyektif


melalui penggunaan kuesioner sebagai alat pengumpul datanya,
contohnya Indeks Kepuasan Masyarakat (IKM). Kedua pendekatan
itu dapat dikombinasikan untuk melengkapi evaluasi sehingga
mendapatkan evaluasi yang komprehensif dan umpan balik yang
efektif untuk kesempurnaan program pengembangan masyarakat
selanjutnya.
g. Keberlanjutan program
Keberlanjutan program dalam kegiatan ini dilakukan dengan cara:
ROADMAP PEMBERDAYAAN BERBASIS START UP

2017 2019 2021

Pendampingan Pengembangan usaha Produk turunan yang


rintisan dan pendampingan dihasilkan mampu
kelompok Usaha kelompok UMKM tersebar ke berbagai kota
Baru UMKM Pelatihan pemasaran di Indonesia
online dan pengemasan Start Up mampu
produk mengembangkan usaha
secara mandiri

Perluasan kelompok Pembentukan KUB


Usaha Baru UMKM di (Start Up) UMKM yang
wilayah Ring 1 dan berbadan hukum
Ring pengembangan Kemitraan start up
Pendampingan dengan Perusahaan Inti
pengembangan (Core Businees)
varian produk Perbaikan kemasan
ramah lingkungan
2018 2020

Gambar 5.7
Roadmap Pemberdayaan Start Up
.
63

5. Pengujian Hipotesis
Hasil analisis strutural model secara lengkap dalam penelitian ini
dapat dijelaskan secara rinci pada tabel dibawah ini:
Tabel 5.5
Hasil Analisis

Original Sample Standard Standard T Statistics


Sample Mean (M) Deviation Error (|O/STERR|)
(O) (STDEV) (STERR)
Budaya Perusahaan 0,5602 0,1781 0,4755 0,4755 2,5473
Kinerja Lingkungan
Budaya Perusahaan 0,6806 0,2317 0,5843 0,5843 2,3091
Manajemen Lingkungan
Implementasi Biaya 0,5390 0,0644 0,1325 0,1325 2,2944
Kinerja Lingkungan
Implementasi Biaya 0,7563 0,0463 0,3075 0,3075 3,4843
Manajemen Lingkungan
Kemampuan Operasi 0,5092 0,0466 0,1503 0,1503 2,0612
Kinerja Lingkungan
Kemampuan Operasi 0,6027 0,0604 0,2712 0,2712 3,7474
Manajemen Lingkungan
Kemampuan Pemasaran 0,4680 0,2860 0,2231 0,2231 3,0974
Kinerja Lingkungan
Kemampuan Pemasaran 0,4685 0,0171 0,1783 0,1783 2,3841
Manajemen Lingkungan
Komitmen Perusahaan 0,6923 0,5800 0,5299 0,5299 3,3064
Kinerja Lingkungan
Komitmen Perusahaan 0,5642 0,3255 0,5367 0,5367 3,3060
Manajemen Lingkungan
Manajemen Lingkungan 0,8626 0,0280 0,1111 0,1111 2,5630
Kinerja Lingkungan
Orientasi Perusahaan 0,6350 0,0581 0,1167 0,1167 2,2996
Kinerja Lingkungan
Orientasi Perusahaan 0,6174 0,1639 0,2143 0,2143 3,0146
Manajemen Lingkungan
Sumber: data diolah (2017)

Hasil analisis dalam penelitian ini menunjukkan bahwa:


a. Budaya perusahaan mempunyai dampak positif terhadap kinerja
perusahaan agroindustri melebihi ketaatan dalam perlindungan dan
pengelolaan lingkungan hidup. Hasil ini dapat dilihat dari nilai t
statistik sebesar 2,5473 > 1,96.
b. Budaya perusahaan mempunyai dampak positif terhadap manajemen
lingkungan perusahaan agroindustri melebihi ketaatan dalam
64

perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup. Hasil ini dapat dilihat


dari nilai t statistik sebesar 2,3091 > 1,96.
c. Implementasi biaya mempunyai dampak positif terhadap kinerja
perusahaan agroindustri melebihi ketaatan dalam perlindungan dan
pengelolaan lingkungan hidup. Hasil ini dapat dilihat dari nilai t
statistik sebesar 2,2944 > 1,96.
d. Implementasi biaya mempunyai dampak positif terhadap manajemen
lingkungan perusahaan agroindustri melebihi ketaatan dalam
perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup. Hasil ini dapat dilihat
dari nilai t statistik sebesar 3,4843 > 1,96.
e. Kemampuan operasi mempunyai dampak positif terhadap kinerja
perusahaan agroindustri melebihi ketaatan dalam perlindungan dan
pengelolaan lingkungan hidup. Hasil ini dapat dilihat dari nilai t
statistik sebesar 2,0613 > 1,96.
f. Kemampuan operasi mempunyai dampak positif terhadap manajemen
lingkungan melebihi ketaatan dalam perlindungan dan pengelolaan
lingkungan hidup. Hasil ini dapat dilihat dari nilai t statistik sebesar
3,7474 > 1,96.
g. Kemampuan pemasaran mempunyai dampak positif terhadap kinerja
lingkungan melebihi ketaatan dalam perlindungan dan pengelolaan
lingkungan hidup. Hasil ini dapat dilihat dari nilai t statistik sebesar
3,0974 > 1,96.
h. Kemampuan pemasaran mempunyai dampak positif terhadap
manajemen lingkungan perusahaan agroindustri melebihi ketaatan
dalam perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup. Hasil ini dapat
dilihat dari nilai t statistik sebesar 2,3841 > 1,96.
i. Komitmen perusahaan mempunyai dampak positif terhadap kinerja
lingkungan perusahaan agroindustri melebihi ketaatan dalam
perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup. Hasil ini dapat dilihat
dari nilai t statistik sebesar 3,3064 > 1,96.
65

j. Komitmen perusahaan mempunyai dampak positif terhadap


manajemen lingkungan perusahaan agroindustri melebihi ketaatan
dalam perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup. Hasil ini dapat
dilihat dari nilai t statistik sebesar 3,3060 > 1,96.
k. Manajemen lingkungan mempunyai dampak positif terhadap kinerja
lingkungan perusahaan agroindustri melebihi ketaatan dalam
perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup. Hasil ini dapat dilihat
dari nilai t statistik sebesar 2,5630 > 1,96.
l. Orientasi perusahaan mempunyai dampak positif terhadap kinerja
perusahaan agroindustri melebihi ketaatan dalam perlindungan dan
pengelolaan lingkungan hidup. Hasil ini dapat dilihat dari nilai t
statistik sebesar 2,2996 > 1,96.
m. Orientasi perusahaan mempunyai dampak positif terhadap manajemen
lingkungan perusahaan agroindustri melebihi ketaatan dalam
perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup. Hasil ini dapat dilihat
dari nilai t statistik sebesar 3,0146 > 1,96..
6. Pembahasan
a. Budaya Perusahaan mempunyai dampak positif terhadap kinerja
perusahaan agroindustri melebihi ketaatan dalam perlindungan dan
pengelolaan lingkungan hidup
Budaya perusahaan dalam pengawasan dan perbaikan
berkelanjutan tentang prosedur dan kualitas lingkungan, karyawan
memberikan kepedulian yang tinggi untuk kegiatan lingkungan,
motivasi yang tinggi untuk mengimplementasikan sistem manajemen
lingkungan, karyawan terlibat dan berpartisipasi dalam keputusan di
bidang lingkungan, perusahaan secara teratur memperhatikan
lingkungan, perusahaan selalu bekerjasama dalam menerapakan
kebijakan lingkungan di perusahaan, kebijakan lingkungan
didokumentasikan dan dikomunikasikan kepada seluruh karyawan,
kebijakan lingkungan terbuka untuk umum dan perusahaan memiliki
66

prosedur untuk mengidentifikasi aspek lingkungan dari kegiatan,


produk dan jasa yang memiliki dampak penting pada lingkungan.
Hasil ini sejalan dengan penelitian Meena (2005) bahwa
perusahaan semakin banyak yang peduli dan concern terhadap
penerapan sistem manajemen lingkungan karena semakin besar
manfaatnya untuk keberlanjutan bisnis perusahaan. Kondisi ini dapat
dirasakan dengan semakin efisien dan meningkatkan kinerja
perusahaan, sedangkan penelitian Samuel & Enquist (2007)
menunjukkan penerapan sistem manajemen lingkungan dapat
digunakan sebagai alat aktif untuk mempromosikan perubahan
organisasi yang komprehensif menuju pembangunan berkelanjutan dan
penciptaan nilai dalam upaya meningkatkan kinerja perusahaan.
b. Budaya perusahaan mempunyai dampak positif terhadap manajemen
lingkungan perusahaan agroindustri melebihi ketaatan dalam
perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup
Semakin meningkatnya budaya perusahaan berdampak positif
terhadap manajemen lingkungan perusahaan agroindustri melebihi
ketaatan dalam perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup
terutama budaya perusahaan yang mempunyai dampak peningkatan
terhadap manajemen lingkungan perusahaan agroindustri. Hasil
penelitian ini dapat dilihat bahwa budaya perusahaan yang ada selama
ini perlu ditingkatkan terutama dalam merubah perilaku karyawan
untuk fokus meningkatkan kepedulian yang tinggi pada lingkungan,
motivasi yang kuat untuk mengimplementasikan manajemen
lingkungan. Upaya yang dilakukan adalah setiap perusahaan diharapkan
dapat lebih bersifat kreatif dan inovatif, seperti industri tebu dapat
memanfaatan blotong dari nira tebu sebagai alternatif pupuk, bahan cat
dan semen; pemanfaatan molase tebu untuk menghasilkan lsysin yang
dapat digunakan untuk menghasilkan ethanol sebagai bahan bakar.
Hasil ini konsisten dengan penelitian Kristel & Alain (2003)
yang menyatakan bahwa terdapat dampak yang signifikan antara
67

budaya perusahaan dalam pencegahan polusi terhadap manajemen


lingkungan. Budaya yang ada dalam perusahaan apabila perusahaan
memiliki prosedur untuk mengidentifikasi aspek lingkungan dari
kegiatan, produk dan jasa yang memiliki dampak penting pada
lingkungan akan memberikan kontribusi dalam manajemen lingkungan
perusahaan agroindustri melebihi ketaatan dalam perlindungan dan
pengelolaan lingkungan hidup.
c. Implementasi biaya mempunyai dampak positif terhadap kinerja
perusahaan agroindustri melebihi ketaatan dalam perlindungan dan
pengelolaan lingkungan hidup.
Semakin meningkatnya implementasi biaya dapat memberikan
kontribusi positif terhadap kinerja perusahaan agroindustri melebihi
ketaatan dalam perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup. Hasil
ini sejalan dengan penelitian Montabon et al., (2000) yang menyatakan
bahwa terdapat pengaruh sistem manajemen lingkungan ISO 14001
terhadap kinerja lingkungan dan ekonomi perusahaan, selanjutnya
Joyce (2009) menyatakan penerapan sistem manajemen lingkungan
dapat mempengaruhi kinerja perusahaan terutama ditinjau pada aspek
keuangan khususnya perbaikan return on equity.
Menurut Hanson et al (2004) kesuksesan dalam implementasi
sistem manajemen lingkungan yang meliputi reduction, re-use,
recycling, returnable packaging dan waste segregation memiliki
hubungan dengan kesuksesan implementasi kualitas sistem. Kesuksesan
dalam implementasi sistem manajemen lingkungan memiliki hubungan
kuat dengan konstruk nilai manajemen terutama tanggung jawab
lingkungan yang dapat dilihat dari alokasi implementasi biaya
lingkungan.
Untuk itu diperlukan internalisasi nilai lingkungan dengan
memasukkan biaya lingkungan yang dapat berupa pencemaran dan /
atau kerusakan lingkungan hidup dalam perhitungan biaya produksi
atau biaya suatu usaha atau kegiatan dalam kebijakan. Selama ini masih
68

ada perusahaan memandang biaya lingkungan masih dianggap biaya


eksternalitas yang harus ditanggung oleh masyarakat karena adanya
sifat barang publik. Biaya lingkungan belum dilihat sebagai bagian
yang perlu diinternalisasikan ke penghitungan biaya dan manfaat dari
suatu kegiatan usaha. Untuk mengantisipasi kegiatan usaha yang sering
menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan antara lain berupa
mengganggu tata guna lahan, mengganggu ekologi, lahan yang tererosi
dan pencemaran media tanah, air dan udara, maka perusahaan dapat
mengalokasikan dana yang disiapkan oleh suatu usaha atau kegiatan
untuk pemulihan kualitas lingkungan hidup yang rusak karena
kegiatannya. Hasil temuan dalam penelitian ini belum semua
perusahaan mengalokasikan dana atau memiliki dana untuk jaminan
pemulihan lingkungan hidup yang memadai
d. Implementasi biaya mempunyai dampak positif terhadap manajemen
lingkungan perusahaan agroindustri melebihi ketaatan dalam
perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup
Semakin meningkatnya implementasi biaya dapat memberikan
dampak peningkatan terhadap manajemen lingkungan perusahaan
agroindustri melebihi ketaatan dalam perlindungan dan pengelolaan
lingkungan hidup. Hasil ini konsisten dengan penelitian Kristel & Alain
(2003) yang menyatakan bahwa terdapat dampak yang signifikan antara
implementasi biaya dalam pencegahan polusi dengan manajemen
lingkungan. Implementasi biaya yang ada dalam perusahaan jika
dilakukan dengan pengelolaan dan pengawasan yang baik terutama
dalam pengelolaan anggaran khusus untuk penanganan masalah
lingkungan serta penggunaan dana dalam kegiatan lingkungan akan
memberikan kontribusi dalam manajemen lingkungan.
69

e. Kemampuan operasi mempunyai dampak positif terhadap kinerja


perusahaan agroindustri melebihi ketaatan dalam perlindungan dan
pengelolaan lingkungan hidup
Kemampuan operasi dalam meningkatkan kinerja lingkungan
dapat dilakukan dengan cara upaya menambah alat atau sistem
tambahan untuk mengurangi dampak negatif terhadap lingkungan,
memberikan kontribusi perbaikan kinerja dari sub sistem untuk
mengurangi dampak negatif terhadap lingkungan dan perubahan sistem
yaitu redesain sistem secara keseluruhan untuk mengurangi atau
menghilangkan dampak negatif terhadap lingkungan serta hasil
kegiatan memberikan nilai tambah bagi konsumen atau pengguna dan
memberikan keuntungan kompetitif terhadap alternatif kegiatan, selain
menurunkan dampak terhadap lingkungan dan perubahan dalam mata
rantai nilai yaitu perubahan yang menyebabkan perubahan dalam
keseluruhan rantai nilai produksi, konsumsi, pelayanan konsumen dan
pembuangan produk. Menurut Than & Kevin (2015) peningkatan
perhatian dan konsentrasi perusahaan pada aspek lingkungan menjadi
fokus perusahaan dalam rangka meminimalisir risiko yang dapat
ditimbulkan dari dampak perubahan iklim dan tekanan untuk lebih
memperhatikan lingkungan. Tekanan perusahaan untuk memperbaiki
kinerja lingkungan menjadi prioritas penting dalam rangka mewujudkan
pembangunan berkelanjutan dengan cara meningkatkan kepedulian
masyarakat, perusahaan, peranan media masa dan organisasi yang
memiliki kepedulian lingkungan serta perbaikan regulasi yang dapat
mewujudkan perusahaan melebihi ketaatan dalam pengelolaan
lingkungan.
f. Kemampuan operasi mempunyai dampak positif terhadap manajemen
lingkungan melebihi ketaatan dalam perlindungan dan pengelolaan
lingkungan hidup
Kemampuan operasi perusahaan untuk melakukannya
kesepakatan dengan lingkungan alam bisa dikembangkan menjadi
70

kemampuan organisasi. Perusahaan yang berusaha menggabungkan


lingkungan alam dengan lebih baik ke dalam organisasinya akan
mencapai kinerja yang superior. Penelitian Lee (2012) menunjukkan
ada bukti empiris yang berkembang yang berhasil mengintegrasikan
kemampuan operasi perusahaan terhadap manajemen lingkungan hidup
ke dalam proses strategis perusahaan yang dapat mencapai keunggulan
kompetitif secara keseluruhan dalam perlindungan dan pengelolaan
lingkungan hidup.
Kemampuan operasi yang superior meningkatkan efisiensi
dalam proses pengiriman, mengurangi biaya operasi dan mencapai
keunggulan kompetitif (Day, 1994). Menurut Boyer dan Lewis (2002)
kemampuan operasi adalah keahlian mendasar dalam operasi yang
memungkinkan perusahaan mencapainya. Tujuan produksi terkait yang
melibatkan seperti kualitas produk yang konsisten sesuai dengan
spesifikasi, pengendalian biaya, kecepatan waktu, volume dan
fleksibilitas produk serta ketergantungan pengiriman, sedangkan Tan et
al (2007) menyatakan kemampuan operasi yang superior telah lama
dikenal sebagai sumber keunggulan kompetitif dalam mencapai kinerja
perusahaan maksimal karena perusahaan dapat mencapai keunggulan
kompetitif dengan penanganan proses aliran material yang efisien,
pemanfaatan aset dan akuisisi serta melakukan diseminasi pengetahuan
proses unggulan
g. Kemampuan pemasaran mempunyai dampak positif terhadap kinerja
lingkungan melebihi ketaatan dalam perlindungan dan pengelolaan
lingkungan hidup
Kemampuan pemasaran dapat dilakukan dengan cara
perusahaan mengikuti tingkat ketaatan dalam perlindungan dan
pengelolaan lingkungan hidup dengan adanya tekanan normatif dari
berbagai peraturan dan kebijakan Pemerintah yang dapat mendorong
perusahaan untuk menerapkan praktik-praktik lingkungan dalam
aktivitas bisnis perusahaan. Tekanan normatif akan memberikan
71

perusahaan secara internal semakin kuat dan berkomitmen untuk


melebihi ketaatan dalam perlindungan dan pengelolaan lingkungan
hidup. Karyawan akan terbiasa dan berperan penting dalam
menyelesaikan isu lingkungan di perusahaan (Sarkis et al., 2010).
Pelanggan atau pengguna berperan penting untuk mendorong organisasi
meningkatkan ketaatan dalam perlindungan dan pengelolaan
lingkungan hidup sehingga diharapkan dapat menambah jumlah
pelanggan baru dan pelanggan loyal (Zhang et al, 2008).
h. Kemampuan pemasaran mempunyai dampak positif terhadap
manajemen lingkungan perusahaan agroindustri melebihi ketaatan
dalam perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup
Perusahaan dapat mengembangkan kemampuan pemasarannya
bila bisa menggabungkan pengetahuan dan keterampilan karyawan
dengan sumber daya yang tersedia. Kemampuan untuk mengubah
sumber daya menjadi output berdasarkan bauran pemasaran merupakan
strategi dan kemampuan pemasaran terkait dengan kinerja bisnis
(Vorhies & Morgan, 2005). Menurut Ortega & Villaverde (2008)
bahwa kemampuan pemasaran membantu perusahaan membangun dan
memelihara hubungan jangka panjang dengan pelanggan dan anggota
saluran akan menciptakan citra merek yang kuat yang memungkinkan
perusahaan mencapai kinerja perusahaan unggul (Ortega & Villaverde,
2008).
i. Komitmen perusahaan mempunyai dampak positif terhadap kinerja
lingkungan perusahaan agroindustri melebihi ketaatan dalam
perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup
Komitmen perusahaan dalam pelaksanaan sistem manajemen
lingkungan dapat memberikan kontribusi positif terhadap kinerja
perusahaan agroindustri. Hasil ini sejalan dengan penelitian Montabon
et al., (2000) yang menyatakan bahwa terdapat pengaruh sistem
manajemen lingkungan ISO 14001 terhadap kinerja lingkungan dan
ekonomi perusahaan. Penelitian Nouri & Toutounchian (2004)
72

menunjukkan bahwa pengambil kebijakan dan manajer berperan


penting dalam pembangunan berkelanjutan sebagai strategi utamanya.
Kebijakan lingkungan dan komitmen manajemen puncak sangat penting
dalam pelaksanaan konservasi lingkungan melalui pengelolaan
organisasi yang baik. Kegiatan yang dibutuhkan untuk mensukseskan
konservasi lingkungan diantaranya pendidikan dan pelatihan sistem
manajemen lingkungan, komunikasi internal dan eksternal seluruh
stakeholders, pengawasan operasional, responsibility dan perilaku dari
setiap individu untuk meningkatkan kepedulian pada lingkungan,
sedangkan menurut Yeo & Quazi (2005) bahwa komitmen top
manajemen untuk manajemen lingkungan, keterlibatan total karyawan,
pelatihan, produk hijau, manajemen supplier dan manajemen informasi
merupakan faktor-faktor kritis dari manajemen lingkungan yang
berpengaruh pada kinerja lingkungan perusahaan.
j. Komitmen perusahaan mempunyai dampak positif terhadap manajemen
lingkungan perusahaan agroindustri melebihi ketaatan dalam
perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup.
Semakin meningkatnya komitmen perusahaan dalam
pelaksanaan sistem manajemen lingkungan dapat memberikan
kontribusi positif terhadap manajemen lingkungan perusahaan
agroindustri. Hasil ini sejalan dengan penelitian Kristel & Alain (2003)
yang menyatakan bahwa terdapat dampak yang signifikan antara
komitmen perusahaan dalam pencegahan polusi dengan manajemen
lingkungan proaktif. Komitmen perusahaan dibutuhkan dalam
melakukan tindakan yang dapat mengurangi risiko terhadap lingkungan
sebagai konsekuensi dari kegiatan produksi, konsumsi dan distribusi.
Komitmen perusahaan sangat dibutuhkan dalam meminimalisir dan
pencegahan limbah dalam upaya perlindungan dan pengelolaan
lingkungan yang efektif dan efisien. Untuk itu komitmen perusahaan
dibutuhkan untuk pencegahan polusi melalui penggunaan material atau
bahan baku, proses produksi atau praktek-praktek yang dapat
73

mengurangi, mengeliminasi atau meminimalisir penyebab polusi atau


sumber-sumber polusi.
k. Manajemen lingkungan mempunyai dampak positif terhadap kinerja
lingkungan perusahaan agroindustri melebihi ketaatan dalam
perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup
Semakin meningkatnya manajemen lingkungan dapat
menyebabkan kinerja lingkungan perusahaan agroindustri meningkat,
hasil ini mengindikasikan bahwa perusahaan harus memfokuskan pada
pencegahan limbah dan mengurangi risiko terhadap lingkungan melalui
penanganan masalah-masalah dalam desain lingkungan, dapat
menyebabkan produktif dalam memperbaiki sistem manajemen
lingkungan sebagai upaya meningkatkan kinerja lingkungan perusahaan
agroindustri. Hasil ini sejalan dengan penelitian Samuel & Enquist
(2007) menunjukkan penerapan sistem manajemen lingkungan dapat
digunakan sebagai alat aktif untuk mempromosikan perubahan
organisasi yang komprehensif menuju pembangunan berkelanjutan dan
penciptaan nilai dalam upaya meningkatkan kinerja lingkungan
perusahaan.
l. Orientasi perusahaan mempunyai dampak positif terhadap kinerja
lingkungan perusahaan agroindustri melebihi ketaatan dalam
perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup
Semakin meningkatnya orientasi perusahaan dapat memberikan
kontribusi positif terhadap kinerja lingkungan perusahaan agroindustri.
Menurut Padma et al., (2008) bahwa sistem manajemen lingkungan
dapat digunakan untuk meningkatkan daya saing perusahaan dalam
menghadapi pasar yang kompetitif, melakukan perbaikan secara
berkelanjutan dalam aspek proses manajemen lingkungan, mampu
mengidentifikasi isu-isu lingkungan secara efektif dan meningkatkan
efisiensi dalam penggunaan sumber daya. Untuk perusahaan yang tidak
berorientasi ekspor dapat mendorong terciptanya kondisi pasar lokal
dan sistem manajemen lingkungan yang baik, sedangkan perusahaan
74

yang berorientasi eksport fokus pada indentifikasi dan isu pengelolaan


lingkungan serta proses untuk perbaikan produk akhir, sedangkan
menurut Ambika et al., (2008) kurangnya kontribusi dan dukungan dari
manajemen puncak, kesulitan dalam mengakses sumber daya serta
resistensi dari karyawan akan menjadi tantangan utama yang dialami
selama pelaksanaan sistem manajemen lingkungan, sedangkan menurut
Samuel & Enquist (2007) menunjukkan penerapan sistem manajemen
lingkungan dapat digunakan sebagai alat aktif untuk mempromosikan
perubahan organisasi yang komprehensif menuju pembangunan
berkelanjutan dan penciptaan nilai dalam upaya meningkatkan kinerja
perusahaan
m. Orientasi perusahaan mempunyai dampak positif terhadap manajemen
lingkungan perusahaan agroindustri melebihi ketaatan dalam
perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup
Semakin meningkatnya orientasi perusahaan dapat memberikan
dampak peningkatan terhadap manajemen lingkungan perusahaan
agroindustri. Hasil ini konsisten dengan penelitian Kristel & Alain
(2003) yang menyatakan bahwa terdapat dampak yang signifikan antara
orientasi perusahaan dalam pencegahan polusi dengan manajemen
lingkungan perusahaan. Orientasi perusahaan apabila manajemen
menjalankan kebijakan strategis di bidang lingkungan dengan baik
maka akan memberikan kontribusi dalam manajemen lingkungan
perusahaan agroindustri.
B. Luaran yang Dicapai
Luaran yang telah dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut:
75

1. Publikasi Ilmiah Internasional


Tabel 5.6
Publikasi Ilmiah Internasional
Keterangan
Artikel Jurnal Ke-1
Nama jurnal yang dituju Asian Journal of Business and Accounting
Klasifikasi jurnal Jurnal Nasional Terkareditasi/Jurnal Internasional
Impact factor jurnal 0,160
Judul artikel Redesign of Environmental Performance Caused The
Operation Ability, Marketing Ability and
Environmental Management Practice
Status naskah (beri tanda)
- Draf artikel
- Sudah dikirim ke jurnal
- Sedang ditelaah
- Sedang direvisi
- Revisi sudah dikirim ulang
- Sudah diterima
- Sudah terbit

2. Pembicara pada Pertemuan Nasional


Tabel 5.7
Pembicara Pada Pertemuan Nasional
Nasional
Judul Makalah Kemampuan Operasi, Pemasaran dan Praktek
Manajemen Lingkungan Terhadap Kinerja Lingkungan
Hidup
Nama Temu ilmiah 6th UNS SMES Summit and Awards 2017
Tempat Pelaksanaan Gedung UNS Inn LPPM UNS
Waktu Pelaksanaan Kamis, 13 Juli 2017
- Draf makalah
- Sudah dikirim
- Sedang direview
- Sudah dilaksanakan Sudah dilaksanakan
76

3. Pembicara pada Pertemuan Internasional


Tabel 5.8
Pembicara Pada Pertemuan Internasional
Internasional
Judul Makalah Redesign of Environmental Performance Caused The
Operation Ability, Marketing Ability and
Environmental Management Practice
Nama Temu ilmiah Congress HIPIIS and International Conference
Program The 4th Sebelas Maret International
Conference on Business and Economics (SMICBES)
Tempat Pelaksanaan Best Western Premiere Hotel, Solo, Central Java,
Indonesia
Waktu Pelaksanaan Rabu - Kamis, 9 10 Agustus 2017
- Draf makalah
- Sudah dikirim
- Sedang direview
- Sudah dilaksanakan Sudah dilaksanakan

4. Pembicara pada Pertemuan Internasional


Tabel 5.9
Pembicara Pada Pertemuan Internasional
Internasional
Judul Makalah The Agroindustry Coprporate Performance of Beyond
Compliance on The Environmental Protection and
Management
Nama Temu ilmiah International Conference on Educational Sciences for
Challenges 21st Century Learning
Tempat Pelaksanaan Grand Tjokro Hotel Bandung

Waktu Pelaksanaan 2-3 November 2017


- Draf makalah
- Sudah dikirim
- Sedang direview
- Sudah dilaksanakan Sudah ada Letter of Acepptance (LoA) dan Letter of
Invitation (LoI) terlampir
77

5. Undangan Sebagai Visiting Scientist Pada Perguruan Tinggi Lain

Tabel 5.10
Undangan Sebagai Visiting Scientist

Nasional Internasional
- Bukti Undangan Ada
- Perguruan Tinggi Program Studi Ekonomi
Pengundang Pembangunan Fakultas Ekonomi
Universitas Sebelas Maret
- Lama Kegiatan 1 hari, Hari Senin, Tanggal 27 Maret
2017. Ruangan: 311 Fakultas
Ekonomi dan Bisnis Universitas
Sebelas Maret (UNS) Surakarta
- Kegiatan Penting Kuliah Umum dalam pengembangan
yang dilakukan kawasan untuk memperoleh manfaat
nilai tambah sebagai upaya melebihi
ketaatan (beyond compliance) dalam
pengelolaan dan perlindungan
lingkungan hidup.

6. Buku Ajar
Tabel 5.11
Buku Ajar

Judul : BEYOND COMPLIANCE: Mewujudkan Perusahaan Agroindustri


dalam Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup
Penulis : Anwar Hamdani & I Gusti Putu Diva Awatara
Editor : Mulyanto
Penerbit : deepublish
BAB 6

RENCANA TAHAPAN BERIKUTNYA

Rencana yang akan dilakukan pada tahapan berikutnya adalah:


1. Menganalisis peranan stakeholders yang dapat mempercepat mewujudkan
kinerja perusahaan agroindustri melebihi ketaatan dalam perlindungan dan
pengelolaan lingkungan hidup adalah perusahaan, masyarakat, pemerintah,
akademisi, lembaga swadaya masyarakat, perbankan, pemasok dan media
massa
2. Melaksanakan kegiatan temu ilmiah International Conference on Educational
Sciences for Challenges 21st Century Learning di Grand Tjokro Hotel
Bandung Tanggal 2-3 November 2017.
3. Membuat model peningkatan pertumbuhan wirausaha baru (start up) dengan
mengoptimalkan pemberdayaan masyarakat dan tanggung jawab sosial
perusahaan dengan melibatkan mitra wirausaha baru dalam penelitian ini
adalah PT. Abisatya Kencana Mulya yang beralamat di Tanon Lor Desa
Gedongan Kecamatan Colomadu Kabupaten Karanganyar.
4. Menyelesaikan Penerbitan Buku Ajar (ISBN)
5. Publikasi pada jurnal internasional bereputasi Asian Journal of Business and
Accounting. ISSN:1985-4064, E-ISSN:2180-3137. Publisher: Faculty of
Business and Accountancy, University of Malaya.

78
79

BAB 7
KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan
Kesimpulan dalam penelitian ini adalah:
1. Periode tahun 2013 2014 dari sebanyak 48 perusahaan agroindustri di
Jawa Tengah yang memiliki peringkat Proper biru dan hijau sebanyak 30
perusahaan (62%) dan memiliki peringkat Proper hitam dan merah
sebanyak 18 perusahaan (38%). Periode tahun 2014 2015 peringkat
Proper biru dan hijau sebanyak 25 perusahaan (52%) dan memiliki
peringkat Proper hitam dan merah sebanyak 23 perusahaan (48%).
Periode tahun 2015 2016 peringkat Proper biru dan hijau sebanyak 36
perusahaan (75%) dan memiliki peringkat Proper hitam dan merah
sebanyak 12 perusahaan (25%).
2. Sebagian besar perusahaan agroindustri memiliki peringkat proper Biru
artinya perusahaan agroindustri sebagian besar baru dapat memenuhi
ketaatan dalam pengelolaan dan perlindungan lingkungan hidup. Dari
hasil penelitian ini memperlihatkan juga bahwa perusahaan yang memiliki
potensi untuk melebihi ketaatan (beyond compliance) karena selama tiga
periode terakhir berturut-turut memiliki peringkat proper minimal biru
berjumlah 24 perusahaan. Untuk melebihi ketaatan dalam pengelolaan
dan perlindungan lingkungan hidup maka diperlukan pemanfaatan produk
turunan terutama limbah perusahaan untuk menjadi produk baru yang
lebih bermanfaat.
B. Saran
1. Perusahaan agroindustri dituntut untuk mengoptimalkan produk turunan
terutama limbah yang dihasilkan agar dapat dioptimalkan untuk menjadi
produk baru yang lebih bermanfaat (zero waste).
2. Perlu dilakukan sinergitas antara perusahaan peserta proper, wirausaha
baru (start up), masyarakat dan pemerintah dalam memanfaatkan limbah

79
80

perusahaan menjadi produk yang bermanfaat dengan pendekatan zero


waste management.
DAFTAR PUSTAKA

Ambadar. 2008. CSR dalam Praktik di Indonesia Wujud Kepedulian Dunia


Usaha. PT Elek Media Komputerindo. Jakarta.

Ambika, Z and Sohal, A.S. 2004. Adoption and Maintenance of Environmental


Management System: Critical Success Factors. Management of
Environmental Quality: An International Journal., vol. 15, no. 4, pp.
399419.

Ambika. Z., Amrik S.S. and Carol A. 2008. Environmental Management System
Adoption by Government Department/Agencies. International Journal
of Public Sector., vol. 21, no. 5, pp. 525 539.

Amit, R. and Schoemaker, P.J. 1993. Strategic Assets and Organisational Rent.
Strategic Management Journal. Vol. 14 No. 1. pp. 33 46.

Aragon-Correa, J.A. and Sharma, S. 2003. A Contingent Resource-Based View of


Proactive Corporate Environmental Strategy. Academy of Management
Review, Vol. 29 No. 1, pp. 71 88.

Awatara, I Gusti Putu Diva dan Isra Harley Wahjudin. 2010. Dampak Budaya
Organisasi Lingkungan dan Kepemimpinan Lingkungan Terhadap
Keuntungan Kompetitif Hijau dengan Identitas Organisasi Hijau Sebagai
Variabel Intervening. Jurnal Ekosains. Vol. 2. No. 3. hal. 1 13.

Awatara, I Gusti Putu Diva. 2011. Peran Etika Lingkungan Dalam Memoderasi
Pengaruh Kepemimpinan dan Budaya Organisasi Berwawasan
Lingkungan Terhadap Kinerja Karyawan Berwawasan Lingkungan.
Jurnal Ekosain. Vol. 3. No. 2. hal. 105 120.

Awatara, I Gusti Putu Diva., Edi Purwanto, rernat Sajidan dan Prabang Setyono.
2013. Build in Eco Agro industry Park Based on Environmental
Management System to Indonesia Welfare. Journal of Environment and
Earth Science. Vol. 3, No. 10. pp. 55 61.

Bahruddin., Krisdyatmiko., dan Danang A.D., 2014. Indikator Proper Hijau:


Aspek Pengembangan Masyarakat. Deputi Pengendalian dan Pencemaran
Kementerian Lingkungan Hidup Republik. Jakarta. Indonesia

Boyer, K.K. and Lewis, M.W. 2002. Competitive Priorities: Investigating The
Need for Trade-offs in Operations Strategy. Production and Operations
Management. Vol. 11 No. 1, pp. 9-20.
Budiartha, Ketut. 2008. Cara Pandang Undang-Undang RI No. 40 Tahun 2007
dan Undang-Undang RI No. 17 Tahun 2000 terhadap Corporate Social
Responsibility (CSR). Buletin Studi Ekonomi. Volume 13 Nomor 2
Tahun 2008.

Chan, R.Y.K. 2005. Does The Natural Resource Based View of The Firm Apply
in an Emerging Economy? A Survey of Foreign Invested Enterprises in
China. Journal of Management Studies. Vol. 42 No. 3, pp. 625 672.

Collis, D.J. 1994. Research Note: How Valuable are Organizational Capabilities?.
Strategic Management Journal. Vol. 15 No. 8, pp. 143 152.

Dalem, A.A.G Raka. 2008. Sistem Manajemen Lingkungan, Tri Hita Karana dan
Implementasinya Pada Hotel. PPLH. Universitas Udayana. Denpasar.

Darnall, N., and Edwards, D. 2006. Predicting The Cost of Environmental


Management System Adoption: The Role of Capabilities, Resources and
Ownership Structure. Strategic Management Journal. 27. 301 320.

Davidsson, P., Delmar,F. & Wiklund, J. 2006. Entrepreneurship as Growth:


Growth as Entrepreneurship - In Davidsson, P, Delmar, F, & Wiklund, J
(Eds.) Entrepreneurship and the Growth of Firms, Edward Elgar
Publishing, United Kingdom, England, Cheltenham, pp. 21-38.

Day, G.S. 1994. The Capabilities of Market-Driven Organizations. Journal of


Marketing, Vol. 58. No. 1. pp. 37 52.

De Bakker, F. and Nijhof, A. 2002. Responsible Chain Management: a Capability


Assessment Framework. Business Strategy and the Environment, Vol. 11
No. 1, pp. 63 75.

Dutta, S., Narasimhan, O. and Rajiv, S. 1999. Success in High-Technology


Markets: is Marketing Capability Critical?. Marketing Science. Vol. 18
No. 4. pp. 547-568.

Evangelos L. Psomas, Christos V. Fotopoulos and Dimitrios P. Kafetzopoulos.


Motives, Difficulties and Benefits in Implementing The ISO 14001
Environmental Management System. Management of Environmental
Quality: an International Journal. Vol. 22. No. 1. pp. 502 521.

Fortunski, B. 2008. Does The Environmental Management Standard ISO 14001


Stimulate Sustainable Development ?. an Example From The Energy
Sector in Poland. Management of Environmental Quality: an
International Journal., vol. 19, no. 2, pp. 204 212.
Freeman, R. E. 2002. Strategic Management: a stakeholder Approach. Boston:
Pitman.

Global Environmental Management Initiatives (GEMI). 2001. Environment Value to


The Top Line. Washington DC.

Goh, E.A., Suhaiza Z and Nabsiah A.W. 2006. A Study on The Impact of
Environmental Management System (EMS) Certification Toward Firms
Performance in Malaysia. Management of Environmental Quality: An
International Journal., vol. 17, no. 1, pp. 73 93.

Hardiansyah. 2000. Arah Pembangunan Tanaman Pangan dan Hortikultura Menuju


Ketahanan Pangan Dalam Pertanian dan Pangan. Sinar Harapan. Jakarta.

Hart, S.L. 1995. a Natural-Resource-Based View of The Firm. Academy of


Management Review. Vol. 20 No. 4. pp. 874-907.

Heeseok. L and Byounggu C. 2003. Knowledge Management Enablers, Processes


and Organizational Performance: An Integrative View and Empirical
Examination. Journal of Management Information Systems. Vol. 20, No.
1, pp. 179 228.

Hoy, W. K., Tarter, C. J., & Witkoskie, L. 1992. Faculty trust in colleagues:
Linking the principal with school effectiveness. Journal of Research and
Development in Education. 26. 38 45.

Hsu, C.C., Keah C.T., Suhaiza, H.M.Z., and Vaidyanathan, J., 2013. Supply
Chain Drivers That Foster The Development of Green Initiatives in
an Emerging Economy. International Journal of Operations &
Production Management. Vol. 33 Issue: 6. pp. 656 688.

Judge, W.Q. and Douglas, T.J. 1998. Performance Implications of Incorporating


Natural Environmental Issues into The Strategic Planning Process: an
Empirical Assessment. Journal of Management Studies. Vol. 35 No. 2,
pp. 241-262.

Klassen, R.D. and McLaughlin, C.P. 1996. The Impact of Environmental


Management on Firm Performance. Management Science. Vol. 42 No. 8,
pp. 1199-1214.

Lansiluoto, A and Jarvenpaa, M. 2008. Environmental and Performance


Management Forces: Integrating greenness into Balanced Scorecard.
Qualitative Research in Accounting & Management Journal., vol. 5, no.
3, pp. 184-206.
Lee, L.T.-S. 2012. The Pivotal Roles of Corporate Environment Responsibility.
Industrial Management & Data Systems. Vol. 112 No. 3, pp. 466 483.

Marcus, P., Willig and John T. 1997., Moving Ahead with ISO 14000: Improving
Environmental Management and Advancing Sustainable Development.,
John Wiley & Son, Inc. New York.

Montabon, F., Meinyk, S.A., Stroofe, R and Calantone, R.J. 2000. ISO 14000:
Assesing Its Perceived Impact on Corporate Performance. The Journal of
Supply Chain Management., vol. 36, no. 2, pp. 4 16.

Morrison, J. 1999. ISO 14001 Environmental Management System and Public


Policy. Pdf Proceeding of Workshop Held. Oakland. California
(http://www.pacinst.org,).

Nath, P., Nacchiapan, S. and Ramanathan, R. 2010. The Impact of Marketing


Capability, Operations Capability and Diversification Strategy on
Performance: a Resource-Based View. Industrial Marketing
Management, Vol. 39 No. 2, pp. 307 329.

Ortega, M.J.R. and Villaverde, P.M.G. 2008. Capabilities and Competitive Tactics
Influences on Performance: Implications of The Moment of Entry.
Journal of Business Research. Vol. 61. No. 4, pp. 332 345.

Reliantoro, S. 2012. The Gold For Green. Kementerian Lingkungan Hidup.


Jakarta.

Rowland-Jones, R., Pryde, M. and Cresser, M. 2005. An Evaluation of Current


Environmental Management Systems as Indicators of Environmental
Performance. Management of Environmental Quality: An International
Journal, Vol. 16 No. 3, pp. 211-19.

Saragih, B. 2000. Kebijakan Pertanian untuk Merealisasikan Agribisnis Sebagai


Penggerak Utama Perekonomian Negara. Paper Pada Panel Diskusi
Jakarta American Club. 14 November 2000. Centre Policy for Agro
Studies. Jakarta.

Sarkis, J., Gonzalez-Torre, P., Adenso-Diaz, B., 2010. Stakeholder Pressure and
The Adoption of Environmental Practices: The Mediating Effect of
Training. Journal Operations Management. 28 (2), 163 176.

Scase, R. 2000. Entrepreneurship and Proprietorship in Transition: Policy


Implications for the Small- and Medium-size Enterprise Sector -
Helsinki: United Nations University World Institute for Development
Economics Research.
Soekartawi. 2000. Pengantar Agroindustri. PT Raja Grafindo. Jakarta.

Song, M., Benedetto, A.D. and Nason, R.W. 2007. Capabilities and Financial
Performance: The Moderating Effect of Strategic Type. Journal of The
Academy of Marketing Science. Vol. 35. No. 1, pp. 18-34.

Stanislav, K and Walter W. 1998. Integration of Quality and Environmental


Management System. The TQM Magazine., vol. 10, no. 3, pp. 204 213.

Stephanie, M. and Vanstone. 2005. Do Good Environmental Management System


Lead to Good Environmental Performance?. Research Briefing. Ethical
Investment Research Service. New York.

Sulaeman, D. 2007. Agro Industri Ramah Lingkungan. Subdit Pengelolaan


Lingkungan. Direktorat Pengolahan Hasil Pertanian. Departemen
Pertanian. Jakarta.

Sunu, P. 2001. Melindungi Lingkungan Dengan Menerapkan ISO 14001. Grasindo.


Jakarta.

Tan, K.C., Kannan, V.R. and Narasimhan, R. 2007. The Impact of Operations
Capability on Firm Performance. International Journal of Production
Research. Vol. 45 No. 21. pp. 5135 5156.

Tangle, M.T.R. 2008. Pattern of Environmental Management in The Chilean


Manufacturing Industry: An Empirical Approach. Management of
Environmental Quality: An International Journal., vol. 19, no. 2. pp.
154178.

Thanh, N.P and Kevin B. 2015. The Comprehensiveness of Environmental


Management Systems: The Influence of Institutional Pressures and The
Impact on Environmental Performance. Journal of Environmental
Management. 160. pp. 45 56.

Terjesena, S., Patelb, P.C. and Covin, J.G. 2011. Alliance Diversity,
Environmental Context and The Value of Manufacturing Capabilities
among New High Technology Ventures. Journal of Operations
Management. Vol. 29. No. 1-2. pp. 105 115.

Theyel, G. 2000. Management Practices for Environmental Innovation and


Performance. International Journal of Operations & Production
Management. Vol. 20 No. 2. pp. 249-266.
Vorhies, D.W. and Morgan, N.A. 2005. Benchmarking Marketing Capabilities for
Sustained Competitive Advantage. Journal of Marketing. Vol. 69 No. 1,
pp. 80 94.

Watson, K., Beate K and Tom G.G. 2004. Impact of Environmental Management
System Implementation on Financial Performance: A Comparison of
Two Corporate Strategies. Management of Environmental Quality: An
International Journal., Vol. 15, No. 6, pp. 622 628.

Yeo, S.W and Quazi, H.A. 2005. Development and Validation of Critical Factors
of Environmental Management. Industrial Management & Data Systems.
Vol. 105, No. 1, pp. 96 114.

Yin, H. and Ma, C. 2009. International Integration: a Hope for a Greener China?.
International Marketing Review. Vol. 26 No. 3, pp. 348-67.

Yu, W., Ramanathan, R. and Nath, P. 2014. The Impacts of Marketing and
Operations Capabilities on Financial Performance in The UK Retail
Sector: a Resource-Based Perspective. Industrial Marketing
Management. Vol. 43 No. 1, pp. 25-31.

Yu, W. and Ramanathan, R. 2015. an Empirical Examination of Stakeholder


Pressures, Green Operations Practices and Environmental Performance.
International Journal of Production Research. Vol. 53 No. 21. pp. 6390-
6407.

Zailani S., K. Jeramayan., G. Vengadasan and R Premkumar., 2012. Sustainable


Supply Chain Management (SSCM) in Malaysia: A survey. International
Journal of Production Economics. Vol. 140. Issue 1. pp. 330 340.

Zhang, B., Bi, J., Yuan, Z., Ge, J., Liu, B. and Bu M. 2008. Why do Firms Engage
in Environmental management? an Empirical Study in China. Journal
Cleaner Production. 16 (10). 1036 1045.
FORMULIR CAPAIAN PROGRESS LUARAN KEGIATAN PENELITIAN
Nama Ketua Pelaksana : Dr. Anwar Hamdani, SH, SE, MM, M.Hum
Unit Kerja : Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Adi Unggul Bhirawa
Skema P2M : Penelitian Unggulan Perguruan Tinggi
Judul Usulan : Percepatan Mewujudkan Kinerja Perusahaan Agroindustri
Melebihi Ketaatan Dalam Perlindungan Dan Pengelolaan
Lingkungan Hidup
Usulan Tahun ke : 1 dari rencana 2 tahun

Luaran Yang Direncanakan Dan Capaian Yang Tertulis Dalam Proposal Awal
No Luaran yang direncanakan Progress capaian luaran
1. Publikasi Ilmiah Jurnal Internasional Tahun
ke 1 Target: Submitted Submitted
2. Pemakalah dalam Pertemuan Ilmiah
Nasional, Tahun ke 1 Target: Terdaftar Telah dilaksanakan
3. Pemakalah dalam Pertemuan Ilmiah
Internasional Telah dilaksanakan pada tahun ke 1
Tahun ke 1 Target: belum/tidak ada
Tahun ke 2 Target: terdaftar
4. Buku Ajar (ISBN),
Tahun ke 1 Target: draft Draft
Tahun ke 2 Target: editing/sudah terbit
5. Tingkat Kesiapan Teknologi (TKT),
Tahun ke 1 Target: skala 3 Skala 3
Tahun ke 2 Target: skala 3

A. JURNAL
Keterangan
Artikel Jurnal Ke-1
Nama jurnal yang dituju Asian Journal of Business and Accounting
Klasifikasi jurnal Jurnal Nasional Terkareditasi/Jurnal Internasional
Impact factor jurnal 0,160
Judul artikel Redesign of Environmental Performance Caused The
Operation Ability, Marketing Ability and Environmental
Management Practice
Status Naskah
- Draf artikel
- Sudah dikirim ke jurnal
- Sedang ditelaah
- Sedang direvisi
- Revisi sudah dikirim ulang
- Sudah diterima
- Sudah terbit
B. PEMAKALAH PADA PERTEMUAN ILMIAH NASIONAL
Nasional
Judul Makalah Kemampuan Operasi, Pemasaran dan Praktek Manajemen
Lingkungan Terhadap Kinerja Lingkungan Hidup
Nama Pertemuan Ilmiah 6th UNS SMES Summit and Awards 2017
Tempat Pelaksanaan Gedung UNS Inn LPPM UNS
Waktu Pelaksanaan
- Sudah dikirim
- Sedang direview
- Sudah dilaksanakan Sudah dilaksanakan

C. PEMAKALAH PADA PERTEMUAN ILMIAH INTERNASIONAL


Internasional
Judul Makalah Redesign of Environmental Performance Caused The Operation
Ability, Marketing Ability and Environmental Management Practice
Nama Pertemuan Ilmiah Congress HIPIIS and International Conference Program The 4th
Sebelas Maret International Conference on Business and
Economics (SMICBES)
Tempat Pelaksanaan Best Western Premiere Hotel, Solo, Central Java, Indonesia
Waktu Pelaksanaan Rabu - Kamis, 9 10 Agustus 2017
- Sudah dikirim
- Sedang direview
- Sudah dilaksanakan Sudah dilaksanakan

Internasional
Judul Makalah The Agroindustry Coprporate Performance of Beyond Compliance
on The Environmental Protection and Management
Nama Temu ilmiah International Conference on Educational Sciences for Challenges
21st Century Learning
Tempat Pelaksanaan Grand Tjokro Hotel Bandung
Waktu Pelaksanaan 2-3 November 2017
- Draf makalah
- Sudah dikirim
- Sedang direview
- Sudah dilaksanakan Sudah ada Letter of Acepptance (LoA) dan Letter of Invitation (LoI)
terlampir
BUKTI LUARAN 1
SUBMITTED
PUBLIKASI JURNAL
INTERNASIONAL
REDESIGN OF ENVIRONMENTAL PERFORMANCE CAUSED THE
OPERATION ABILITY, MARKETING ABILITY AND
ENVIRONMENTAL MANAGEMENT PRACTICE

Anwar Hamdani
STIE Adi Unggul Bhirawa
email: anwar_aub@yahoo.co.id

Mulyanto
STIE Adi Unggul Bhirawa
email: mulya_center@ymail.com

I Gusti Putu Diva Awatara


STIE Adi Unggul Bhirawa
email: gruppe_cemara@yahoo.co.id

Abstract
The purpose of this study is to analyze the role of operating and marketing
capabilities that impact on the improvement of environmental management practices and
environmental performance of the company.
This research is conducted by survey on agroindustry management company
which has performance rating program of company in environmental management
(PROPER) in Central Java and Yogyakarta which amounts to 100 respondents. The
sampling technique is using proportional stratified random sampling that is taken based
on the level or level of management of Agroindustry sector company in Central Java that
follow PROPER program of Ministry of Environment and Forestry in each level from top
management, middle management and line management. Data collection using
interviews, documentation and questionnaires. The analytical method used path analysis.
The results of this study indicate that the ability of operations and marketing
ability have a positive impact on improving the environmental performance of agro-
industry companies. Improvement of environmental performance of agroindustry
companies can be done by improving operational capability and marketing ability through
environmental management practices.

Keywords: operational ability, marketing ability, environmental management practices,


environmental performance

A. Introduction
Every company in Indonesia is currently in demand to meet the
requirements or exceed the provisions of requirements on environmental
protection and management in accordance with Law No. 32 of 2009. Many
companies increasingly raising awareness in the protection and management of
the environment due to the demands and needs of the company for the
importance of protection and Environmental management for the sustainability
of the company's current and future business activities. According to Delmas &
Toffel (2008) pressure from stakeholders such as customers, suppliers and
competitors in the implementation of environmental management practices is
getting stronger.
Company pressure to improve environmental performance is an
important priority in order to achieve sustainable development by raising
awareness of the community, the company, the role of mass media and
organizations that have environmental concerns and regulatory improvements
that can realize the company beyond compliance in environmental
management (Than & Kevin, 2015).
Montabon et al (2007) environmental management practices as technical,
corporate policies and procedures are used for monitoring and controlling
purposes that affect the natural environment. Ulubeyli (2013) states that the
application of environmental management practices can improve the
company's environmental performance measured by the company's efforts to
reduce negative environmental impacts.
Previous research studies of Yu & Ramanathan (2015) show that
environmental management practices have an impact on corporate
performance. Yu et al (2014) states that operational and marketing capabilities
have an influence on environmental performance. Rowland et al (2005) and
Yin & Ma (2009) show that companies implementing environmental
management systems have a goal to improve employee performance in
managing the environment beyond predetermined requirements, while
Fortunski (2008) study shows that the implementation of environmental
management systems will not necessarily provide the influence on the
performance of employees is increasing because to improve employee
performance is not solely due to the existence of a good environmental
management system, but also need to note social conditions, company size and
geography conditions where the company is located. Evangelos et al (2011)
study showed that the implementation of environmental management system
has no effect on the improvement of employee performance
This study aims to analyze the role of operating and marketing capabilities that
impact on improving environmental management practices and corporate
environmental performance.
B. Literature Review
According to Watson et al (2004) the definition of performance is a
result of work achieved because it provides corporate strategic goals, customer
satisfaction and economic contribution, so that according to Lansiluoto and
Jarvenpaa (2008) performance is the work of quality and quantity achieved by
an employee in performing the task according to his responsibilities. According
to Heeseok and Byounggu (2003) performance is the work that can be achieved
by a person or group of people in an organization in accordance with the
authority and responsibility of each, in an effort to achieve the objectives of the
organization concerned legally, not violating the law and in accordance with
the moral and ethics, While Stephanie & Vanstone (2005) define performance
as measurable actions or activities.
Capability is defined as the company's ability to use resources in
achieving the desired goals (Amit & Schoemaker, 1993). Ability in the
broadest sense can be explained as the ability to perform basic functionalities.
The corporate activities in the improvement and renewal that exist (Collis,
1994). The Terjesena et al (2011) study using the concept of resources based
view (RBV) found a significant relationship between functional capabilities
such as operations and marketing on performance.
The ever increasing environmental pressures from various stakeholders
both academics and practitioners require every agroindustry company to
optimize its resources and capabilities to generate competitive advantage (Hart,
1995). The Judge & Douglas (1998) study demonstrates the results of the key
resources and capabilities affecting the company to maintain its future
competitive advantage inevitably. Strategy and competitive advantage will be
rooted in capabilities that facilitate environmentally friendly economic activity.
The corporate ability to deal with the natural environment can be developed
into an organizational capability. Companies that seek to incorporate the
natural environment better into their organizations will achieve superior
performance. Lee's (2012) study shows there is growing empirical evidence
that successfully integrates environmental issues into the company's strategic
processes that can achieve overall competitive advantage.
The marketing ability is defined as an integrative process, whereby firms
use tangible resources and intangibles to understand the complexity of
consumers' specific needs, achieve product differentiation relative to
competition, and achieve superior brand equity (Dutta et al., 1999). According
to Song et al (2007) marketing capabilities include knowledge of competition
and customers, as well as skills in segmenting and targeting markets, in
advertising and pricing, as well as integrating marketing activities.
Companies can develop their marketing skills if they can combine
employee knowledge and skills with available resources. The ability to convert
resources into outputs based on the marketing mix is a strategy and marketing
capability associated with business performance (Vorhies & Morgan, 2005).
According to Ortega & Villaverde (2008) that marketing capabilities help
companies build and maintain long-term relationships with customers and
channel members will create a strong brand image that enables the company to
achieve superior corporate performance (Ortega & Villaverde, 2008).
Operating capability is defined as the integration of a complex set of tasks
performed by a company to increase its output at most. The efficient use of
production capabilities, technology, and material flow (Dutta et al., 1999).
Superior operating capabilities improve efficiency in the delivery process,
reduce operating costs and achieve competitive advantage (Day, 1994).
According to Boyer and Lewis (2002) operational capability is a fundamental
skill in operations that enable the company to achieve it. Related production
objectives that involve such as consistent product quality according to
specifications, cost control, time speed, volume and product flexibility as well
as delivery dependence, while Tan et al (2007) suggest superior operating
capability has long been recognized as a source of competitive advantage in
achieving performance The company is maximized because the company can
achieve competitive advantage by handling efficient material flow process,
asset and acquisition utilization as well as dissemination of superior process
knowledge.
Companies must develop, establish and maintain specific capabilities to
address environmental concerns (De Bakker & Nijhof, 2002). Proactive
environmental strategies require the accumulation of skills and resources such
as physical assets, organizational, technological, and human contexts. Proactive
environmental strategies depend on specific and identifiable processes
(Aragon-Correa and Sharma, 2003). Chan (2005) found that firms operating in
a dynamic environment would be more proactive to invest resources to produce
highly competitive organizational skills, which in turn would be conducive to
adopting environmental strategies.
De Bakker and Nijhof (2002) stated that an organization's ability
required the company to handle responsible supply chain organizing processes.
Functional capabilities such as marketing ability are the key drivers for
sustainable development. Companies that seek to build an organization's ability
to incorporate the natural environment into corporate strategy will gain a
competitive edge in the marketplace.
Hart (1995) stated integrating sustainability into the business, the
company will be better able to provide long-term growth and financial security
for its stakeholders and maintain and improve its market position.
Environmental management practices provide greater benefits than costs. Yu
and Ramanathan research (2015) states that there are significant impacts of
environmental management practices on environmental performance, while
Klassen and McLaughlin (1996) conclude that environmental management
practices in the form of product and operation technologies and environmental
management systems are among the key determinants of improved
environmental performance. Theyel (2000) found that environmental
management practices such as total quality management, pollution prevention
and employee pollution prevention training are significantly and positively
related to environmental performance ie chemical waste reduction.
Capability can reflect activity for the firm's basic functions and as a guideline
for improvement and actual activity (Collis, 1994). Several previous research
results such as Nath et al (2010), Terjesena et al (2011) and Yu et al (2014)
show a significant relationship between functional capabilities including
operations and marketing and performance.
C. Research Method
This type of research is survey. This research was conducted at
Agroindustry Company in Central Java and Yogyakarta. The sampling
technique used in this research is proportional stratified random sampling, that
is, the sampling is done based on the level or level of management of
Agroindustry sector company in Central Java who follow PROPER program of
Ministry of Environment and Forestry in each level of top management,
Middle management and low management. Each level is taken proportionally
as much as 80% of each level so that from the total target population of 250
people then the sample used as many as 100 people. Methods of data collection
using questionnaires, interviews, observation and documentation. Analysis
method using path analysis technique.
D. Result and Discussion
The results of research and discussion in this study can be explained as
follows:
1. Grouping of Companies in the Protection and Management of the
Environment
The development trend of corporate compliance level in corporate
performance rating program in environmental protection and management
is as follows:
Table 1
Corporate Compliance Level in Protection and Management
Environment 2002 - 2015

Years Klasifikasi
No Percentage Comply Percentage Beyound Percentage Total
comply (%) (%) compliance (%)
2002 2003 22 26,83 52 63,41 8 9,76 82
2003 2004 86 44,33 99 51,03 9 4,64 194
2004 2005 157 43,61 182 50,56 21 5,83 360
2006 2007 82 18,98 305 70,60 45 10,42 432
2008 2009 150 26,04 385 66,84 41 7,12 576
2009 2010 201 29,13 433 62,75 56 8,12 690
2010 2011 281 28,24 603 60,60 111 11,16 995
2011 2012 374 28,55 805 61,45 131 10,00 1310
2012 2013 568 31,70 1099 61,33 125 6,98 1792
2013 2014 537 28,40 1224 64,73 130 6,87 1891
2014 2015 550 26,49 1406 67,73 120 5,78 2076
Source: data Ministry of LHK (2017)
During the period 2002 to 2015 showed an increase in the level of
corporate compliance in the protection and management of the
environment. Since the period 2011 - 2012 until the period 2014-2015 the
increase of the company from the level of not obedient to be obedient by
30%. Increased levels of obedience from companies not obedient to
obedience are not followed by the level of companies that exceed the
adherence of only about 6 - 7% in the period 2012 - 2013 to 2014 - 2015.
2. Hypothesis Testing
The results of the complete path analysis in this study can be
explained in detail in the path diagram below:
Table 1. Path Analysis Results
Variable Direct Indirect effect Total effect
effect
Operation ability Environmental performance .290*** .290 + .252 =
Operation ability Environmental management .501*** x .542
practice Environmental performance .503*** = .252
Marketing ability Environmental performance .222** .222 + .252 =
Marketing ability Environmental management .501*** x .474
practice Environmental performance .503*** = .252
Source: data analysis, (2017)
Note:
* = significant level 10%
** = significant level 5%
*** = significant level 1%
The results of path analysis show that: the direct impact of
operational capability on environmental performance is more dominant
than the impact of operational capability on environmental performance
through environmental management practices, while the impact of
marketing ability on environmental performance through environmental
management practices is more dominant than the direct impact of
marketing ability on environmental performance. The total impact of
operating capability on environmental performance is more dominant than
the total effect of marketing ability on environmental performance.
3. Discussion
The operating capability in improving environmental performance
can be done by adding additional tools or systems to reduce negative
impacts on the environment, contributing to improved performance of sub-
systems to reduce negative impacts on the environment and system
changes ie overall system redesign to reduce or eliminate negative impacts
To the environment as well as the results of the activities provide added
value to consumers or users and provide a competitive advantage over
alternative activities, in addition to reducing the impact on the
environment and changes in the value chain that are changes that cause
changes in the overall value chain of production, consumption, consumer
service and product disposal.
Than & Kevin (2015) stated that the company's attention and
concentration on environmental aspects is the company's focus in order to
minimize the risks posed by climate change impacts and pressure to pay
more attention to the environment. Company pressure to improve
environmental performance is an important priority in order to realize
sustainable development by raising awareness of the community, the
company, the role of mass media and organizations that have
environmental concerns and regulatory improvements that can realize the
company beyond compliance in environmental management. Marketing
ability can be done by companies following the level of compliance in
environmental protection and management with the normative pressure
from various Government policies and regulations that can encourage
companies to apply environmental practices in the company's business
activities. Normative pressure will give the company internally stronger
and committed to exceed compliance in environmental protection and
management. Employees will be familiar and play an important role in
resolving environmental issues at the company (Sarkis et al., 2010).
Customers or users play an important role in encouraging organizations to
increase compliance with environmental protection and management so
they are expected to increase the number of new customers and loyal
customers (Zhang et al, 2008).
E. Conclusion
The operating capability in improving environmental performance can
be done by adding additional tools or systems to reduce negative impacts on
the environment, contributing to improved performance of sub-systems to
reduce negative impacts on the environment and system changes ie overall
system redesign to reduce or eliminate negative impacts To the environment
as well as the results of the activities provide added value for consumers or
users and provide competitive advantages to alternative activities.
The ability of marketing can be done by the company following the
level of compliance in environmental protection and management with the
normative pressure from various regulations and Government policies that
can encourage companies to apply environmental practices in the company's
business activities.
Acknowledgment
We would like to thank Kemenristekdikti, who has provided funds for PTUPT
Scheme

Reference
Amit, R. and Schoemaker, P.J. 1993. Strategic Assets and Organisational Rent.
Strategic Management Journal. Vol. 14 No. 1. pp. 33 46.
Aragon-Correa, J.A. and Sharma, S. 2003. A Contingent Resource-Based View of
Proactive Corporate Environmental Strategy. Academy of Management
Review, Vol. 29 No. 1, pp. 71-88
Boyer, K.K. and Lewis, M.W. 2002. Competitive Priorities: Investigating The
Need for Trade-offs in Operations Strategy. Production and Operations
Management. Vol. 11 No. 1, pp. 9-20.
Chan, R.Y.K. 2005. Does The Natural Resource Based View of The Firm Apply
in an Emerging Economy? A Survey of Foreign Invested Enterprises in
China. Journal of Management Studies. Vol. 42 No. 3, pp. 625 672.
Collis, D.J. 1994. Research Note: How Valuable are Organizational Capabilities?.
Strategic Management Journal. Vol. 15 No. 8, pp. 143-152.
Day, G.S. 1994. The Capabilities of Market-Driven Organizations. Journal of
Marketing, Vol. 58. No. 1. pp. 37 52.
De Bakker, F. and Nijhof, A. 2002. Responsible Chain Management: a Capability
Assessment Framework. Business Strategy and the Environment, Vol. 11
No. 1, pp. 63-75.
Delmas, M.A. and Toffel, M.W. 2008. Organisational Responses to
Environmental Demands: Opening The Black Box. Strategic
Management Journal. Vol. 29 No. 10, pp. 1027-1055.
Dutta, S., Narasimhan, O. and Rajiv, S. 1999. Success in High-Technology
Markets: is Marketing Capability Critical?. Marketing Science. Vol. 18
No. 4. pp. 547-568
Evangelos L. Psomas, Christos V. Fotopoulos and Dimitrios P. Kafetzopoulos.
Motives, Difficulties and Benefits in Implementing The ISO 14001
Environmental Management System. Management of Environmental
Quality: an International Journal. Vol. 22. No. 1. pp. 502 521.
Fortunski, B. 2008. Does The Environmental Management Standard ISO 14001
Stimulate Sustainable Development? an Example From The Energy
Sector in Poland. Management of Environmental Quality: an
International Journal. Vol. 19 No. 2, pp. 204-12.
Hart, S.L. 1995. a Natural-Resource-Based View of The Firm. Academy of
Management Review. Vol. 20 No. 4. pp. 874-907.
Heeseok. L and Byounggu C. 2003. Knowledge Management Enablers, Processes
and Organizational Performance: An Integrative View and Empirical
Examination. Journal of Management Information Systems. vol. 20, no.
1, pp. 179 228.
Judge, W.Q. and Douglas, T.J. 1998. Performance Implications of Incorporating
Natural Environmental Issues into The Strategic Planning Process: an
Empirical Assessment. Journal of Management Studies. Vol. 35 No. 2,
pp. 241-262.
Klassen, R.D. and McLaughlin, C.P. 1996. The Impact of Environmental
Management on Firm Performance. Management Science. Vol. 42 No. 8,
pp. 1199-1214.
Lansiluoto,A and Jarvenpaa, M. 2008. Environmental and Performance
Management Forces: Integrating greenness into Balanced Scorecard.
Qualitative Research in Accounting & Management Journal., vol. 5, no.
3, pp. 184-206.
Lee, L.T.-S. 2012. The Pivotal Roles of Corporate Environment Responsibility.
Industrial Management & Data Systems. Vol. 112 No. 3, pp. 466 483.
Montabon, F., Sroufe, R.P. and Narasimhan, R. 2007. an Examination of
Corporate Reporting, Environmental Management Practices and Firm
Performance. Journal of Operations Management. Vol. 25 No. 5, pp.
998-1014.
Ortega, M.J.R. and Villaverde, P.M.G. 2008. Capabilities and Competitive Tactics
Influences on Performance: Implications of The Moment of Entry.
Journal of Business Research. Vol. 61. No. 4, pp. 332 345.
Rowland-Jones, R., Pryde, M. and Cresser, M. 2005. An Evaluation of Current
Environmental Management Systems as Indicators of Environmental
Performance. Management of Environmental Quality: An International
Journal, Vol. 16 No. 3, pp. 211-19.
Sarkis, J., Gonzalez-Torre, P., Adenso-Diaz, B., 2010. Stakeholder Pressure and
The Adoption of Environmental Practices: The Mediating Effect of
Training. Journal Operations Management. 28 (2), 163 176.
Song, M., Benedetto, A.D. and Nason, R.W. 2007. Capabilities and Financial
Performance: The Moderating Effect of Strategic Type. Journal of The
Academy of Marketing Science. Vol. 35. No. 1, pp. 18-34.
Stephanie, M. and Vanstone. 2005. Do Good Environmental Management System
Lead to Good Environmental Performance?. Research Briefing. Ethical
Investment Research Service. New York.
Tan, K.C., Kannan, V.R. and Narasimhan, R. (2007), The Impact of Operations
Capability on Firm Performance, International Journal of Production
Research, Vol. 45 No. 21. pp. 5135 5156.
Terjesena, S., Patelb, P.C. and Covin, J.G. 2011. Alliance Diversity,
Environmental Context and The Value of Manufacturing Capabilities
among New High Technology Ventures. Journal of Operations
Management. Vol. 29. No. 1-2. pp. 105 115.
Thanh, N.P and Kevin B. 2015. The comprehensiveness of environmental
management systems: The Influence of Institutional Pressures and The
Impact on Environmental Performance. Journal of Environmental
Management. 160. Pp. 45 56.
Theyel, G. 2000. Management Practices for Environmental Innovation and
Performance. International Journal of Operations & Production
Management. Vol. 20 No. 2. pp. 249-266
Ulubeyli, S. 2013. Drivers of Environmental Performance of Cement Plants.
Industrial Management & Data Systems. Vol. 113. No. 8. pp. 1222-1244.
Vorhies, D.W. and Morgan, N.A. 2005. Benchmarking Marketing Capabilities for
Sustained Competitive Advantage. Journal of Marketing. Vol. 69 No. 1,
pp. 80 94.
Watson, K., Beate K and Tom G.G. 2004. Impact of Environmental Management
System Implementation on Financial Performance: A Comparison of
Two Corporate Strategies. Management of Environmental Quality: An
International Journal., Vol. 15, No. 6. pp. 622 628.
Yin, H. and Ma, C. 2009. International Integration: a Hope for a Greener China?.
International Marketing Review. Vol. 26 No. 3, pp. 348 67.
Yu, W. and Ramanathan, R. 2015. an Empirical Examination of Stakeholder
Pressures, Green Operations Practices and Environmental Performance.
International Journal of Production Research. Vol. 53 No. 21. pp. 6390-
6407.
Yu, W., Ramanathan, R. and Nath, P. 2014. The Impacts of Marketing and
Operations Capabilities on Financial Performance in The UK Retail
Sector: a Resource-Based Perspective. Industrial Marketing
Management. Vol. 43 No. 1, pp. 25-31.
Zhang, B., Bi, J., Yuan, Z., Ge, J., Liu, B. and Bu M. 2008. Why do Firms Engage
in Environmental management? an Empirical Study in China. Journal
Cleaner Production. 16 (10). 1036 1045.
BUKTI LUARAN 2
PEMAKALAH
PERTEMUAN ILMIAH
NASIONAL
BUKTI LUARAN 3
PEMAKALAH PADA
PERTEMUAN
INTERNASIONAL
1. Congress HIPIIS and International Conference Program The 4th
Sebelas Maret International Conference on Business and
Economics (SMICBES)
2. International Conference on Educational Sciences (Universitas
Pendidikan Indonesia(UPI) Bandung, 2 3 November 2017
BUKTI LUARAN 4
BUKU AJAR (ISBN)
BUKTI LUARAN 5
Visiting Scientist Program Studi
Ekonomi Pembangunan Fakultas
Ekonomi Dan Bisnis Universitas
Sebelas Maret

Anda mungkin juga menyukai