OLEH
ROSINTA DEWI KACARIBU
H14080054
OLEH :
ROSINTA DEWI KACARIBU
H14080054
Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada
Departemen Ilmu Ekonomi
Menyetujui,
Dosen Pembimbing
Mengetahui,
Ketua Departemen Ilmu Ekonomi
Tanggal Kelulusan :
PERNYATAAN
Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yesus Kristus yang senantiasa
melimpah kasih karunia dan berkat-Nya kepada penulis sehingga dapat
menyelesaikan skripsi ini, dengan judul “Analisis Indeks pembangunan Manusia
dan Faktor-Faktor yang Memengaruhi di Provinsi Papua”. Skripsi ini disusun
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen
Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.
Skripsi ini dapat diselesaikan berkat semangat, bimbingan, dukungan, dan doa
dari berbagai pihak. Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya
kepada :
1. Ibu Dr. Wiwiek Rindayati, selaku pembimbing skripsi, yang telah memberikan
perhatian, bimbingan dan saran baik secara teoritis maupun secara teknis serta
memberikan pembelajaran yang berguna dalam proses penyusunan skripsi ini
hingga dapat terselesaikan dengan baik.
2. Dr. Alla Asmara M.Si selaku dosen penguji utama atas saran, kritik, dan
masukan yang sangat membantu dan berarti dalam proses perbaikan skripsi ini.
3. Salahuddin el Ayyubi, MA selaku penguji komisi pendidikan atas saran, kritik,
dan masukan yang berarti tentang tata cara penulisan demi menyempurnakan
penulisan skripsi ini.
4. Kedua orang tua penulis, yaitu Pinta Kacaribu dan Rosdia Br Sebayang yang
memberikan motivasi, semangat dan doa.
5. Kakak-kakak dan adik penulis, yaitu Emorita Kacaribu, S.E, Karolina
Kacaribu, S.K.M beserta suami, Nirwana Kacaribu, S.sos beserta suami, dan
Andi Pranata Kacaribu yang telah memberikan motivasi, semangat dan doa.
6. Seluruh pengurus dan pengajar Departemen Ilmu Ekonomi atas kerjasama dan
bantuan selama penulis menempuh pendidikan di IPB.
7. Teman-teman satu bimbingan skripsi Lae, Risma, Fajar, Asep atas semangat
dan dukungannya.
8. Teman-teman penulis di Ilmu Ekonomi 45 yang telah membantu selama
bersama-sama menuntut ilmu di Departemen Ilmu Ekonomi terutama Dian
Marhama, Meita Puspitasari, Suci Maryanti, Nenti Simbolon, Eristya
Puspitadewi, Laura Malau serta teman-teman lainnya yang tidak bisa penulis
sebutkan satu-persatu yang telah memberikan banyak kenangan dan bantuan
selama ini.
9. Keluarga yang ada di Bogor yaitu kak Chici, Selvi, Evipani serta Pengurus
PERMATA GBKP Bogor yaitu bang Niko, kak Jenita, kak Risna, Adriyani,
Novita, Naomi, Besti, bang Iman, Handayani, bang Suryanta, Ville atas
semangat dan doa nya selama ini.
10. Teman-teman SMA yang sama-sama berjuang di IPB yaitu Hellen, Sora, Era,
Dita, Rosinta Sitepu dan tidak lupa buat Lidia Sebayang dan Ester Sembiring
atas doa dan dukungannya selama ini.
11. Semua pihak yang telah membantu penyelesaian skripsi ini yang tidak dapat
disebutkan satu-persatu.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini masih jauh dari
sempurna. Oleh karena itu, penulis sangat terbuka dalam saran dan kritik dan
pertanyaan-pertanyaan mengenai skripsi ini. Akhir kata penulis
mengharapkan semoga karya ini dapat bermanfaat bagi penulis dan pihak lain
yang berkaitan.
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR ISI ……………………………………………………………………….i
DAFTAR TABEL .................................................................................................... iv
DAFTAR GAMBAR .................................................................................................. v
DAFTAR LAMPIRAN .............................................................................................. vi
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang …………………………………………………………… 1
1.2 Perumusan Masalah ………………………………………………………..5
1.3 Tujuan Penelitian …………………………………………………………..7
1.4 Manfaat Penelitian …………………………………………………………8
1.5 Ruang Lingkup Penelitian…………………………….………………….. 8
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Konsep Pembangunan Manusia................................................................ 10
2.2 Pertumbuhan Ekonomi .............................................................................. 11
2.3 Pertumbuhan Ekonomi dan Pembangunan Manusia ................................. 12
2.4 Indeks Pembangunan Manusia .................................................................. 14
2.4.1 Tahapan Perhitungan IPM ............................................................ 17
2.5 Penelitian Terdahulu .................................................................................. 19
2.6 Kerangka Pemikiran Operasional .............................................................. 24
2.7 Hipotesis Penelitian .................................................................................. 26
III. METODE PENELITIAN
3.1 Jenis dan Sumber Data .............................................................................. 27
3.2 Lokasi dan Pengolahan Data Penelitian .................................................... 27
3.3 Metode Analisis Data ................................................................................ 28
3.3.1 Metode Analisis Deskrptif ............................................................. 28
3.3.2 Analisis Panel Data ........................................................................ 28
3.3.2.1 Metode Pooled Least Square ............................................ 29
3.3.2.2 Metode Efek Tetap (fixed Effect) ..................................... 30
ii
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
1.1 Indeks Pembangunan Manusia Asia Tenggara tahun 2011 ............................... 3
1.2 Indeks Pembangunan Manusia per Provinsi tahun 2004-2010.......................... 4
1.3 Perbandingan IPM dan PDRB Atas Dasar Harga Konstan 2000 Lima
Provinsi di Indonesia tahun 2010 ...................................................................... 6
2.1 Indikator IPM................................................................................................... 18
3.1 Data dan Sumber Data ...................................................................................... 27
3.2 Kerangka Identifikasi Autokorelasi ................................................................. 36
4.1 Perkembangan PDRB Provinsi Papua tahun 2009-2011 ................................. 40
4.2 Jumlah sekolah, guru, dan murid menurut jenjang pendidikan di Provinsi
Papua tahum 2011 Jumlah sekolah, guru, dan murid menurut jenjang
pendidikan di Provinsi Papua tahum 2011 ....................................................... 44
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
1.1 PDRB Provinsi Papua Atas Dasar Harga Konstan Menurut Lapangan
Usaha 2011 .................................................................................................... .. 7
2.1 Alur Hubungan Antara Pertumbuhan Ekonomi dengan Pembangunan
Manusia............................................................................................................ 13
2.2 Alur Konsep IPM ............................................................................................. 19
2.3 Bagan Kerangka Pemikiran ............................................................................. 25
4.1 Jumlah Penduduk Provinsi Papua 1990, 2000, 2010....................................... 39
4.2 IPM Provinsi Papua tahun 2005-2011 .............................................................. 42
4.3 Persentase Balita di Provinsi Papua Menurut Penolong kelahiran
tahun 2012 ........................................................................................................ 47
4.4 Pengeluaran pemerintah bidang pendidikan menurut kabupaten/kota di
Provinsi Papua tahun 2009-2011 ...................................................................... 49
5.1 IPM menurut kabupaten/kota dan rata-rata IPM di Provinsi Papua tahun
2011 ........................................................................................... …………….. 52
5.2 Angka Harapan Hidup menurut kabupaten/kota dan rata-rata angka
harapan hidup di Provinsi Papua tahun 2011 .................................................. 55
5.3 Angka Melek Huruf menurut kabupaten/kota dan Rata-rata angka melek
huruf di Provinsi Papua tahun 2011................................................................. 57
5.4 Rata-Rata Lama Sekolah menurut kabupaten/kota dan Rata-rata Lama
Sekolah di Provinsi Papua tahun 2011 ........................................................... 59
5.5 Kemampuan Daya Beli Masyarakat menurut kabupaten/kota di Provinsi
Papua tahun 2011 ............................................................................................. 61
vi
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran Halaman
1. Tabel IPM menurut kabupaten/kota di Provinsi Papua ...................................... 79
2. Tabel Angka Harapan Hidup menurut kabupaten/kota di Provinsi Papua ......... 80
3. Tabel Angka Melek Huruf menurut kabupaten/kota di Provinsi Papua ............. 81
4. Tabel Rata-Rata Lama Sekolah menurut kabupaten/kota di Provinsi Papua ..... 82
5. Daya Beli Masyarakat menurut kabupaten/kota di Provinsi Papua .................... 83
6. Lampiran 6. Output Eviews dengan Menggunakan Metode Pooled Model ....... 84
7. Output Eviews dengan Menggunakan Metode Fixed Effect ............................... 85
8. Output Eviews dengan Menggunakan Metode Random Effect .......................... 86
9. Chow Test dan Hausmant Test ............................................................................ 87
10. Uji Normalitas ………… .................................................................................... 88
11. Crosssection Effect…….. .................................................................................... 89
12. Uji Multikolinieritas…….................................................................................... 90
1
I. PENDAHULUAN
IPM atau dikenal dengan sebutan Human Development Index (HDI) merupakan
indikator yang di gunakan untuk mengukur salah satu aspek penting yang berkaitan
dengan kualitas dari hasil pembangunan ekonomi, yakni derajat perkembangan
manusia. IPM mempunyai tiga unsur yaitu kesehatan, pendidikan yang dicapai, dan
standar kehidupan atau sering disebut ekonomi. Jadi ketiga unsur ini sangat penting
dalam menentukan tingkat kemampuan suatu provinsi untuk meningkatkan IPMnya.
Ketiga unsur tersebut tidak berdiri sendiri, melainkan saling memengaruhi satu sama
yang lainnya. Selain itu juga dipengaruhi oleh faktor-faktor lain, seperti ketersediaan
kesempatan kerja, yang pada gilirannya ditentukan oleh pertumbuhan ekonomi,
infrastruktur dan kebijakan pemerintah. Jadi IPM di suatu daerah akan meningkat
apabila ketiga unsur tersebut dapat ditingkatkan, nilai IPM yang tinggi menandakan
keberhasilan pembangunan ekonomi di daerah tersebut. Dalam perkataan lain,
terdapat suatu korelasi positif antara nilai IPM dengan derajat keberhasilan
pembangunan ekonomi (Tambunan, 2003).
Kualitas pembangunan manusia menjadi hal yang sangat penting dalam strategi
kebijakan nasional untuk pembangunan ekonomi. Penekanan terhadap pentingnya
kualitas pembangunan manusia menjadi suatu kebutuhan karena dengan sumber daya
yang unggul akan menghasilkan seluruh tatanan kehidupan yang maju diberbagai
bidang baik sosial, ekonomi, lingkungan, sehingga kualitas manusia memiliki andil
besar dalam menentukan keberhasilan pengolahan pembangunan wilayahnya.
Untuk mengukur kualitas manusia dapat dilihat dari capaian angka IPM. Angka
IPM terdiri dari tiga komponen yaitu kesehatan, pendidikan, dan kualitas hidup layak.
Jadi setiap kabupaten/kota yang memiliki angka IPM yang mendekati angka 100
maka pembangunan manusia yang ada di daerah tersebut semakin baik, sedangkan
daerah yang memiliki angka IPM yang mendekati nol maka daerah tersebut memiliki
pembangunan manusia yang buruk Adapun kategori tersebut sebagai berikut :
Tinggi : IPM lebih dari 80.0
Menengah Atas : IPM 66.0-79.9
Menengah Bawah : IPM antara 50.0-6.9
Rendah : IPM kurang dari 50.0 (BPS-Bappenas-UNDP, 2001).
3
Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa Provinsi DKI Jakarta memiliki IPM
tertinggi yaitu sebesar 77.60 pada tahun 2010. Sedangkan Provinsi Papua dari tahun
2004-2010 memiliki IPM yang paling kecil diantara provinsi-provinsi yang lain. Pada
tahun 2010 IPM Provinsi Papua sebesar 64.94, angka ini masih jauh dibawah IPM
Indonesia secara keseluruhan yaitu sebesar 72.27. Hal ini dapat diakibatkan bahwa
kurangnya peranan pemerintah untuk meningkatkan pembangunan masyarakat
terhadap ketiga dibidang yaitu: pendidikan, ekonomi, dan kesehatan pada Provinsi
Papua.
Provinsi Papua merupakan provinsi yang penting di Indonesia karena kaya akan
sumberdaya alam berupa tambang migas dan non migas. Hasil kegiatan ekonomi
tersebut seharusnya mampu memberikan sumbangan nilai tambah yang cukup besar
bagi perekonomian Provinsi Papua maupun kesejahteraan masyarakat di Provinsi
Papua. Akan tetapi, hal ini tidak mampu untuk meningkatkan kesejahteraan
masyarakat. Dapat dilihat pada Tabel 1.2, dari seluruh nilai IPM di provinsi-provinsi
Indonesia, Provinsi Papua memiliki nilai IPM yang paling rendah yaitu di rangking
33 dari seluruh Provinsi yang ada di Indonesia.
pembangunan manusia diduga sangat penting dalam mengurangi kemiskinan. Hal ini
karena pendidikan dan kesehatan yang baik memungkinkan penduduk miskin untuk
meningkatkan nilai asetnya (Lanjouw, Pradhan, Saadah, Sayed, dan Sparrow, 2001
dalam Hidayat,2008).
Indikator IPM terdiri dari penilaian terhadap tingkat masyarakat. Nilai IPM
Provinsi Papua, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, Maluku, Maluku Utara
memiliki rata-rata IPM paling rendah di Indonesia, yang sebagian besar berada di
wilayah Indonesia Timur. Sedangkan provinsi-provinsi di Pulau Jawa memiliki rata-
rata variabel IPM paling tinggi di Indonesia. Dari ke lima provinsi tersebut, Provinsi
Papua mempunyai IPM paling rendah yaitu sebesar 64.94, hal ini menunjukkan
bahwa pembangunan manusia yang ada di Provinsi Papua masih rendah dari ke lima
Provinsi yang ada di Tabel 1.3. Sedangkan nilai Produk Domestik Regional Bruto
(PDRB) nya paling tinggi yaitu sebesar 22407 miliar rupiah. Sedangkan Provinsi
Maluku Utara memiliki nilai PDRB terendah pada tabel di bawah ini, akan tetapi
angka IPM nya memiliki urutan ke tiga dari lima provinsi tersebut. Hal ini
menunjukkan bahwa Provinsi Papua sebenarnya memiliki sumber daya alam yang
sangat melimpah dan memiliki potensi untuk meningkatkan angka IPM nya.
Tabel 1.3 Perbandingan IPM dan PDRB Atas Dasar Harga Konstan 2000 Lima
Provinsi di Indonesia tahun 2010
Provinsi PDRB (Milyar Rp) IPM
Papua Barat 9366 69.15
Papua 22407 64.94
Maluku Utara 3036 69.03
Maluku 4251 71.42
Nusa Tenggara Timur 12544 67.26
Nusa Tenggara Barat 20070 65.20
Sumber : BPS Provinsi Papua, 2011
Sumber daya alam yang melimpah dilihat dari nilai PDRB Provinsi Papua
menurut lapangan dan usaha 2011 yang terdapat pada Gambar 1.1. Pertambangan dan
penggalian mempunyai nilai terbesar dari keseluruhan nilai-nilai PDRB di Provinsi
7
Papua, diikuti dengan nilai pertanian untuk memadai meningkatnya IPM di wilayah
tersebut.
2562.33 Pertanian
3842.41
858.34 Pertambangan & Penggalian
Industri Pengolahan
1910.11 Listrik & Air Bersih
Bangunan
1840.84 Perdagangan, Hotel & Restoran
Pengangkutan & Komunikasi
2378.49
Keuangnan, Sewa & jasa perusahaan
54.16 601.47 7089.38 Jasa-jasa
Sumber : BPS Provinsi Papua, 2011
Gambar 1.1 PDRB Provinsi Papua Atas Dasar Harga Konstan Menurut Lapangan
Usaha 2011 (Miliar Rp)
Dari sumber daya alam yang sangat besar yang terdapat pada tabel dan gambar
diatas, seharusnya Provinsi Papua mampu untuk meningkatkan angka IPM kearah
angka 100 dan mampu bersaing dengan wilayah-wilayah yang lain yang ada di
Indonesia. Oleh karena itu perumusan masalah yang dianalisis dalam penelitian ini
adalah :
1. Bagaimana perkembangan indeks pembangunan manusia dan komponennya
pada setiap kabupaten/kota di Provinsi Papua?
2. Faktor-faktor apa saja yang memengaruhi pembangunan manusia di Provinsi
Papua?
Kebijakan dan
pengeluaran
pemerintah Rasio pengeluaran sosial
pemerintah
Rasio
tingkat
pendidikan Pembangu
, pelayanan nan
Pertumbuhan kesehatan, manusia
Ekonomi pelayanan
Pengeluaran
rumah tangga air bersih
untuk kebutuhan dan
Distribusi dasar sanitasi
pendapatan dan
tingkat kemiskinan
Jalur kedua adalah melalui kegiatan pengeluaran rumah tangga. Dalam hal ini,
faktor yang menentukan adalah besar dan komposisi pengeluaran untuk kebutuhan
dasar seperti pemenuhan nutrisi anggota keluarganya, biaya pelayanan pendidikan
dan kesehatan dasar, serta untuk kegiatan lain yang serupa. Selain pengeluaran
pemerintah dan rumah tangga, hubungan antara kedua variabel itu berlangsung
melalui penciptaan lapangan kerja. Aspek ini sangat penting karena merupakan
jembatan yang mengkaitkan antara keduanya (UNDP, 2008).
Kecenderungan rumah tangga untuk membelanjakan pendapatan bersihnya
pada barang-barang yang memiliki kontribusi langsung dalam pembangunan
manusia, seperti makanan, air, pendidikan dan kesehatan sangat tergantung dari
sejumlah faktor seperti tingkat kemiskinan dan distribusi pendapatan antar rumah
tangga. Secara umum diketahui bahwa sebagian besar porsi pendapatan penduduk
miskin dihabiskan untuk konsumsi dibandingkan dengan penduduk kaya. Oleh karena
itu, dapat dikatakan bahwa pembangunan manusia bukan hanya ditentukan oleh
tingkat kemiskinan dan distribusi pendapatan saja, melainkan juga peran pemerintah
dalam kebijakan pengeluarannya.
14
memperkenalkan konsep yang lebih luas dan lebih konferhensif yang mencakup
semua pilihan yang dimiliki oleh manusia di semua golongan masyarakat pada semua
tahapan pembangunan. Pembangunan manusia juga merupakan perwujudan tujuan
jangka panjang dari suatu masyarakat, dan meletakkan pembangunan disekeliling
manusia, bukan manusia di sekeliling pembangunan.
Menurut Human Development Report (HDR) dalam BPS, Badan Perencanaan
Pembangunan Nasional (Bapenas), UNDP (2001), paradigma pembangunan manusia
terdiri dari empat komponen utama, yakni :
1. Produktifitas, masyarakat harus dapat meningkatkan produktifitas mereka dan
berpartisipasi secara penuh dalam proses memperoleh penghasilan dan
pekerjaan berupah. Oleh karena itu, pertumbuhan ekonomi adalah salah satu
bagian dari jenis pembangunan manusia.
2. Pemerataan, masyarakat harus punya akses untuk memperoleh kesempatan
yang adil. Semua hambatan terhadap peluang ekonomi dan politik harus
dihapus agar masyarakat dapat berpartisipasi di dalam dan memperoleh manfaat
dari kesempatan ini.
3. Kesinambungan, akses untuk memperoleh kesempatan harus dipastikan tidak
hanya untuk generasi sekarang tapi juga generasi yang akan datang. Segala
bentuk permodalan fisik, manusia, lingkungan hidup, harus dilengkapi.
4. Pemberdayaan, pembangunan harus dilakukan oleh masyarakat dan bukan
hanya untuk mereka. Masyarakat harus berpartisipasi penuh dalam mengambil
keputusan dan proses proses yang mempengaruhi kehidupan mereka.
Laporan tahun 1995 yang dikutip dalam Hendrani (2012) mencantumkan
paradigma pembangunan manusia yang mencakup empat komponen, yaitu:
produktivitas, persamaan, kesinambungan, dan pemberdayaan. Paradigma baru ini
mengoreksi prinsip dan pendekatan pembangunan yang beriorentasi pada hal-hal
berikut :
1. Teori pertumbuhan ekonomi menekankan pertumbuhan ekonomi sebagai tujuan
akhir pembangunan. Pembangunan manusia menekankan bahwa walaupun
pertumbuhan ekonomi sangat perlu bagi pembangunan manusia, namun
16
pertumbuhan ekonomi hanyalah merupakan suatu faktor atau cara, bukan suatu
tujuan pembangunan. Sejumlah fakta yang termuat dalam laporan UNDP
menunjukkan tidak adanya hubungan yang otomatik antara pertumbuhan
ekonomi yang tinggi dan kemajuan dalam pembangunan manusia.
2. Teori-teori modal manusia (human capital formation) dan pembangunan
sumberdaya manusia (human resources development) memandang manusia
sebagai alat untuk meningkatkan pendapatan dan kekayaan ketimbang menekan
aspek pemberdayaan manusia sebagai tujuan akhir pembangunan. Teori-teori
ini memandang manusia sebagai input atau faktor produksi yang digunakan
untuk meningkatkan produksi. Dengan demikian, manusia yang tidak atau
kurang mampu berproduksi dipandang sebagai beban. Dalam prinsip
pembangunan manusia, tidak dikenal segmen penduduk yang dianggap sebagai
beban dalam pembangunan. Pembangunan harus dapat menawarkan pilihan-
pilihan bagi berbagai segmen penduduk menurut potensi yang dimiliki dengan
memperhatikan kemerdekaan dan martabat manusia.
3. Pendekatan kebutuhan kesejahteraan manusia (the human welfare need
approach) melihat manusia semata-mata sebagai penerima dalam proses
pembangunan, sedangkan konsep pembangunan manusia menekankan perlunya
memperluas pilihan agar manusia selain dapat menikmati hasil-hasil
pembangunan juga mampu berpartisipasi secara aktif dalam berbagai aspek
pembangunan itu sendiri.
4. Pendekatan kebutuhan dasar (the basic need approach) memusatkan perhatian
pada barang dan jasa yang justru bisa memperluas kesenjangan kebutuhan antar
kelompok penduduk. Pendekatan ini lebih memperhatikan aspek penyediaan
barang dan jasa ketimbang implikasinya terhadap perluasan pilihan bagi
berbagai kelompok penduduk itu.
dijadikan sebagai tolok ukur indikator kesehatan. Semakin tinggi Angka Harapan
Hidup suatu masyarakat mengindikasikan tingginya derajat kesehatan masyarakat
tersebut.
Angka Melek Huruf adalah persentase penduduk usia 15 tahun keatas yang bisa
membaca dan menulis serta mengerti sebuah kalimat sederhana dalam kehidupan
sehari-hari (BPS, 2001) dan Rata-rata Lama Sekolah adalah lama sekolah (tahun)
penduduk usia 15 tahun keatas. Seperti halnya Angka Harapan Hidup sebagai
indikator kesehatan, Angka Melek Huruf dan Rata-rata Lama Sekolah (RLS)
menggambarkan status keadaan pendidikan suatu masyarakat. BPS (2001)
mengemukakan bahwa rendahnya Angka Melek Huruf dan Rata-Rata Lama Sekolah
dapat disebabkan oleh kurangnya fasilitas pendidikan dan biaya pendidikan yang
mahal dan terkait dengan kemiskinan.
Kemampuan Daya Beli Penduduk atau Purchasing Power Parity (PPP)
merupakan suatu indikator yang digunakan untuk melihat kondisi ekonomi
masyarakat dalam menghitung IPM. Kemampuan daya beli ini lebih mencerminkan
kemampuan masyarakat secara ekonomi dalam memenuhi kebutuhan konsumsinya,
dan sangat jauh berbeda dengan PDRB per kapita atau yang dikenal dengan income
per capita. Untuk mengukur standar hidup layak, data PDRB per kapita tidak dapat
digunakan karena bukan ukuran yang peka untuk kemampuan daya beli penduduk.
Oleh sebab itu, penghitungan daya beli penduduk menggunakan konsumsi per kapita
yang kemudian disesuaikan.
Indeks Pendidikan
Indeks Pembangunan Manusia
Sumber : BPS, 2010
Gambar 2.2 Alur Konsep IPM
tenaga medis per 1000 penduduk, kepadatan penduduk kecamatan, dan akses
penduduk terhadap air bersih. Penelitian ini menunjukkan kesimpulan PDRB, rasio
guru terhadap murid SD, kepadatan penduduk, dan rumah tangga yang memiliki
akses terhadap air bersih signifikan mempengaruhi IPM di Kabupaten Bekasi dan
disparitas pendapatan yang tinggi di Kabupaten Bekasi tidak serta merta
menyebabkan tingginya disparitas IPM.
Ginting (2008) dengan judul Analisis Pembangunan Manusia di Indonesia.
Penelitian ini bertujuan menganalisis pengaruh konsumsi rumah tangga untuk
makanan dan bukan makanan, pengeluaran pemerintah untuk pendidikan, rasio
penduduk miskin dan krisis ekonomi terhadap pembangunan manusia di Indonesia.
Penelitian ini menggunakan data time series dan cross section atas 26 provinsi pada
periode 1996, 1999, 2002, 2004, 2005 dan 2006. Analisis data menggunakan metode
random effect. Penggunaan metode ini dapat menjelaskan perbedaan karakteristik
pembangunan manusia masing-masing provinsi, sehingga lebih representatif. Hasil
penelitian menunjukkan adanya pengaruh yang signifikan antara konsumsi rumah
tangga untuk makanan dan bukan makanan, pengeluaran pemerintah untuk
pendidikan, rasio penduduk miskin dan krisis ekonomi terhadap pembangunan
manusia di Indonesia. Besarnya pengaruh tersebut ditunjukkan oleh nilai koefien
regresi variabel-variabel bebas, yakni: –0.9829 untuk variabel konsumsi rumah
tangga untuk makanan, 1.2774 untuk konsumsi rumah tangga untuk bukan makanan,
26,6791 untuk pengeluaran pemerintah untuk pendidikan dan –0.214 untuk rasio
penduduk miskin. Variabel dummy menunjukkan pengaruh negatif.
Pambudi (2008) dengan judul “Analisis Pengaruh Tingkat Kemandirian Fiskal
Terhadap Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Barat”.
Data yang digunakan yaitu : APBD kabupaten/kota di Jawa Barat terdiri dari PAD
(pajak, retribusi, laba badan usaha milik daerah, dan pendapatan asli daerah lainnya
yang sah) dan DAU; data IPM (AHH, AMH, RLS, dan PPP). Metode analisis yang
digunakan adalah Analisis Panel Data. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis
tingkat kemandirian fiskal dan perkembangan pencapaian IPM antar daerah
kabupaten/kota di Provinsi Jawa Barat, serta melihat perbedaan keberhasilan
21
pembangunan kabupaten dan perkotaan. Selain itu, dalam penelitian ini juga
menganalisis hubungan antara tingkat kemandirian fiskal dengan IPM di Provinsi
Jawa Barat. Penelitian ini menggunakan data Anggaran Pendapatan dan Belanja
Daerah (APBD) dan data IPM kabupaten/kota di Provinsi Jawa Barat selama tahun
2002 hingga tahun 2006.
Analisis dilakukan secara kualitatif dan kuantitatif. Analisis kualitatif dilakukan
untuk melihat perkembangan pencapaian IPM dan komponen penyusunnya serta
tingkat kemandirian fiskal yang dilihat dari Pendapatan Asli Daerah (PAD)
kabupaten/kota di Propinsi Jawa Barat selama tahun 2002 hingga tahun 2006.
Analisis kuantitatif dengan metode panel data dilakukan untuk melihat hubungan
antara PAD dengan DAU, hubungan antara PAD dengan IPM, serta hubungan antara
komponen PAD dengan IPM. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pencapaian
komponen IPM, antara lain Angka Harapan Hidup (AHH), Angka Melek Huruf
(AMH), Rata-rata Lama Sekolah (RLS), dan Purchasing Power Parity (PPP)
kabupaten/kota di Jawa Barat untuk daerah perkotaan lebih baik jika dibandingkan
dengan daerah kabupaten. Nilai IPM kabupaten/kota di Provinsi Jawa Barat secara
rata-rata tergolong dalam kategori menengah tinggi, dan pencapaian daerah perkotaan
lebih baik jika dibandingkan dengan daerah kabupaten. Tingkat kemandirian fiskal
daerah yang dilihat dari angka PAD menunjukkan bahwa daerah perkotaan memiliki
tingkat kemandirian yang lebih baik jika dibandingkan daerah kabupaten. Secara
keseluruhan tingkat kemandirian daerah kabupaten/kota di Provinsi Jawa Barat
tergolong dalam kategori sangat kurang.
Hidayat (2008) dengan judul “Analisis Hubungan Komponen Indeks
Pembangunan Manusia dengan Kemiskinan di Provinsi Jawa Barat”. Data penelitian
diambil pada tahun 2003 sampai dengan tahun 2006. Data yang digunakan yaitu
persentase jumlah penduduk miskin, data angka harapan hidup, angka melek huruf,
rata-rata lama sekolah, pengeluaran per kapita yang disesuaikan, infrastruktur sosial,
pengangguran dan beban ketergantungan. Metode analisis yang digunakan yaitu
analisis deskriptif untuk menganalisis perkembangan komponen indeks pembangunan
manusia yang diduga berpengaruh terhadap kemiskinan, sedangkan panel data
22
Pembangunan
Ekonomi
Faktor-Faktor yang
mempengaruhi IPM
Rekomendasi
ke waktu terhadap suatu individu. Metode data panel merupakan suatu metode yang
digunakan untuk melakukan analisis empirik yang tidak mungkin dilakukan jika
hanya menggunakan data time series atau cross section.
Kelebihan yang diperoleh dari penggunaan data panel :
1. Dapat mengendalikan heterogenitas individu atau unit cross section.
2. Dapat memberikan informasi yang lebih luas, mengurangi kolinearitas diantara
variabel, memperbesar derajat bebas dan lebih efisien.
3. Dapat diandalkan untuk mengidentifikasi dan mengukur efek yang tidak dapat
dideteksi dalam model data cross section maupun time series.
4. Lebih sesuai untuk mempelajari dan menguji model pelaku (behavioral
models) yang compleks dibandingkan dengan model data cross section maupun
time series.
5. Dapat diandalkan untuk studi dynamic of adjusmant.
Estimasi model menggunakan data panel dapat dilakukan dengan tiga metode,
yaitu metode kuadrat terkecil (pooled least square), metode efek tetap (fixed effect)
dan efek random (random effect).
Diamana :
N = Jumlah data cross section
T = Jumlah data time series
mengurangi efisiensi dari parameter yang diestimasi. Oleh karena itu, dalam model
data panel dikenal pendekatan yang ketiga yaitu model efek acak (Baltagi, 2001).
Model ini dapat dijelaskan melalui persamaan berikut:
Yit = α1t + βjxjit + uit ………………………...……………………(3.3)
dimana α1t diasumsikan sebagai variabel random dari rata-rata nilai intersep (α1).
Nilai intersep untuk masing-masing individu dapat dituliskan:
α1t = α1 + εit i = 1 ,2,…N ………………….…………………….(3.4)
dimana α1 adalah rata-rata dari seluruh intersep, εi adalah random error (yang tidak
bisa diamati) yang mengukur perbedaan karakteristik masing-masing individu.
Bentuk model efek acak ini kemudian dapat ditulis dengan rumus:
Yit = α1 + βjxj it + εit + uit
Yit = α1 + βjxj it + ωit …………………………………..…………(3.5)
Dimana : ωit = εit + uit.
Bentuk ωit terdiri dari dua komponen error term yaitu εi sebagai komponen
cross section dan uit yang merupakan gabungan dari komponen time series error dan
komponen error kombinasi.
Bentuk model efek acak akhirnya dapat ditulis dengan rumus:
Yit = α1 + βjxj it + ωit dengan
ωit = εi + vt + wit …………………………………...……...(3.6)
dimana : εi ~ N ( 0, δε_ ) = komponen cross section error
vi~ N ( 0, δv_ ) = komponen time series error
wit~ N ( 0, δε_ ) = komponen error kombinasi
asumsinya adalah bahwa error secara individual tidak saling berkorelasi begitu juga
dengan error kombinasinya.
Dengan menggunakan model efek acak, maka dapat menghemat pemakaian
derajat kebebasan dan tidak mengurangi jumlahnya seperti yang dilakukan oleh
model efek tetap. Hal ini berimplikasi parameter yang merupakan hasil estimasi akan
menjadi semakin efisien.
32
Statistik Chow Test mengikuti distribusi F-statistik dengan derajat bebas (N-1,
NT-N-K ) jika nilai CHOW statistik (F-stat) hasil pengujian lebih besar besar dari F-
tabel, maka cukup bukti untuk melakukan penolakan terhadap Hipotesa Nol sehingga
model yang digunakan adalah model fixed effect, dan begitu juga sebaliknya.
33
3.4.4 Uji F
Dalam menganalisis model, dilakukan pengujian model secara keseluruhan
menggunakan statistic uji-F. jika signifikan maka dapat menjelaskan keragaman Y,
34
sehingga dilanjutkan dengan pengujian statistic uji-T. untuk uji F hipotesis diuji
adalah:
H0 = β1 = β2=…=βn=0
H1 = minimal ada satu parameter dugaan (βi) yang tidak sama dengan nol
(paling sedikit ada satu atau dua variable bebas yang berpengaruh nyata terhadap
variable tak bebas).
Pengujian uji-F ini dilihat dari nilai probabilitas F-statistiknya. Jika P-Value
menunjukkan besaran yang kurang dari taraf nyata yang digunakan (α), dapat
disimpulkan tolak H0, yang artinya minimal ada satu parameter dugaan yang tidak
sama dengan nol (paling sedikit ada satu variable bebas yang berpengaruh nyata
terhadap variable tak bebas).
3.4.5 Uji T
Uji t digunakan untuk melihat kebasahan dari hipotesa yang telah diberikan dan
membuktikan bahwa koefisien regresi dalam model secara statistik bersifat signifikan
atau tidak. Untuk uji T hipotesis yang diuji adalah :
H0 = βj = 0
H1 = βj ≠0 ; j =1,2,…,n
Pengujian uji-T ini dilihat dari probabilitas t-statistiknya. Jika probabilitas t-statistik
menunjukkan nilai yang kurang dari derajat kepercayaan yang digunakan (α), maka
dapat dikatakan tolak H0 yang berarti peubah bebas berpengaruh nyata terhadap
peubah tidak bebas dalam model dan begitu pula sebaiknya, jika H0 diterima maka
peubah bebas tidak berpengaruh nyata terhadap peubah tidak bebas pada tingkat
signifikansi tertentu.
Keterangan :
Ln IPM : Logaritma natural IPM
Ln PDRB : Logaritma natural PDRB Perkapita
Ln GOVED : Logaritma natural Pengeluaran Pemerintah di Bidang
Pendidikan
Ln RBDN : Rasio Jumlah Pemduduk Terhadap Bidan
Ln RDOK : Rasio Jumlah Penduduk Terhadap Dokter
LnRPWT : Rasio Perawat terhadap jumlah penduduk
RMISKIN : Rasio Penduduk Miskin Terhadap Jumlah Penduduk
LnRSD : Rasio Murid SD Terhadap Guru
LnRSMP : Rasio Murid SMP Terhadap Guru
Ln RSMA : Rasio Murid SMA Terhadap Guru
β0 : Intersep,
β1, β2, β3 : Koefisien regresi variable bebas
i : 1,2,3...,29 (data cross section kabupaten/kota di
Provinsi Papua)
t : 1,2,3 (data time series 2009-2011)
εit : Komponen error
3.6.1 Multikolinearitas
Multikolinearitas adalah hubungan linier yang kuat antara variabel-variabel
bebas dalam persamaan regresi berganda. Gejala multikolinearitas ini dapat dideteksi
dari nilai R2 tinggi tetapi tidak terdapat atau sedikit sekali koefisien dugaan yang
berpengaruh nyata dan tanda koefisien regresi tidak sesuai dengan teori (Gujarati,
2004). Multikolinearitas dalam pooled data dapat diatasi dengan pemberian
pembobotan (cross section weight) atau GLS, sehingga parameter dugaan pada taraf
uji tertentu (t-statistik maupun F-hitung) menjadi signifikan.
3.6.2 Autokorelasi
Suatu model dikatakan memiliki autokorelasi jika terjadi error dari periode
waktu (time series) yang berbeda saling berkorelasi. Masalah autokorelasi ini akan
menyebabkan model menjadi tidak efisien meskipun masih tidak bias dan konsisten.
Autokorelasi menyebabkan estimasi standart error dan varian koefisien regresi yang
diperoleh akan underestimate. Sehingga R2 akan besar serta uji-t dan uji-F menjadi
tidak valid. Autokorelasi yang kuat dapat menyebabkan dua variabel yang tidak
berhubungan menjadi berhubungan. Bila OLS digunakan, maka akan terlihat
koefisien signifikansi dan R2 yang besar atau juga disebut sebagai regresi lancung
atau palsu.
Untuk mendeteksi ada tidaknya autokorelasi dapat dilakukan uji Durbin Watson
(DW) yaitu dengan membandingkan nilai Durbin Watson dari model dengan DW
tabel.
Tabel 3.2 Kerangka Identifikasi Autokorelasi
Nilai Durbin -Watson Kesimpulan
DW < 1.10 Ada autokorelasi
1.10 < DW < 1.54 Tanpa kesimpulan
1.55 < DW < 2.46 Tidak ada autokerelasi
2.46 < DW < 2.90 Tanpa kesimpulan
dl < DW < 2.91 Ada autokerelasi
Sumber : Firdaus, 2004
3.6.3 Heteroskedastisitas
37
Salah satu asumsi yang harus dipenuhi agar taksiran parameter dalam model
tersebut BLUE adalah VAR (ui) = σ2 (konstan), semua varian mempunyai variasi
yang sama. Pada umumnya, heteroskedastisitas diperoleh pada data cross section.
Jika pada model dijumpai heteroskedastisitas, maka model menjadi tidak efisien
meskipun tidak bias dan konsisten. Dengan kata lain, jika regresi tetap dilakukan
meskipun ada masalah heteroskedastisitas maka pada hasil regresi akan terjadi
”misleading” (Gujarati, 2003). Untuk menguji adanya pelanggaran asumsi
heteroskedastisitas, digunakan uji White - heteroskedasticity yang diperoleh dalam
program Eviews. Dengan uji white, membandingkan Obs* R-Squared dengan χ2
(Chi-Squared) tabel, jika nilai Obs* Rsquared lebih kecil daripada χ2 – tabel maka
tidak ada heteroskedastisitas pada model.
Dalam pengolahan data panel dalam Eviews 6 yang menggunakan metode
General Least Square (Cross Section Weights), maka untuk mendeteksi adanya
heteroskedastisitas adalah dengan membandingkan Sum Square Resid pada Weighted
Statistics dengan Sum Squared Resid Unweighted Statistics. Jika Sum Square Resid
pada Weighted Statistics < Sum Squared Resid pada Unweighted Statistics, maka
terjadi heteroskedastisitas. Perlakuan untuk pelanggaran tersebut adalah dengan
mengestimasi GLS dengan White Heteroskedasticity.
memiliki jumlah penduduk yang terkecil sebesar 2,833,381 jiwa. Jumlah penduduk
ini termasuk jumlah penduduk yang terbesar untuk kawasan Maluku dan Papua.
3000000 2833381
2500000
2000000 1684144
1500000 1230264
Jumlah penduduk
1000000
500000
0
1990 2000 2010
Laju pertumbuhan penduduk Provinsi Papua per tahun selama sepuluh tahun
terakhir yakni dari tahun 2000-2010 adalah 5.39 persen. Pada tahun 2010, sebagian
besar penduduk Papua masih berpusat di kota Jayapura. Berdasarkan hasil sensus
penduduk 2010 yang dilakukan oleh Badan Pusat Statistik, jumlah penduduk Provinsi
Papua adalah 2,833,381 orang, terdiri dari 1,505,883 orang laki-laki (53.15 persen)
dan 1,327,498 orang perempuan (46.85 persen).
Kepadatan penduduk di Provinsi Papua merupakan yang terendah di Indonesia.
Dengan luas wilayah 756,881,89 km2, kepadatan penduduk di Provinsi Papua hanya
4 jiwa per km2. Kepadatan tertinggi terjadi di Kota Jayapura, yakni 327 jiwa per km2.
Sedangkan terendah terjadi di Kabupaten Marauke yakni kurang dari 1 jiwa per km2.
Penduduk Provinsi Papua berdasarkan kelompok umur ternyata didominasi oleh
kelompok usia muda (0-14 tahun). Kecilnya proporsi penduduk usia tua (kelompok
usia 55 tahun keatas ) menunjukkan bahwa tingkat kematian penduduk usia lanjut
sangat tinggi. Ini berarti angka harapan hidup di Provinsi Papua masih rendah pada
tahun 2009, angka harapan hidup di Provinsi Papua sebesar 68.35 tahun. Selain itu,
komposisi penduduk seperti diatas menyebabkan rasio ketergantungan di Provinsi
Papua cukup tinggi , yaitu sebesar 56.37 persen.
Dalam negara berkembang, jumlah penduduk dengan mutu yang rendah belum
bisa dijadikan sebagai modal pembangunan bahkan sebaliknya seringkali menjadi
40
66
65
64
63
64.94 65.34 IPM Papua
62 64 64.54
63.41
62.75
61 62.1
60
2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011
Terdapat hal menarik dari realita di atas, bahwa kesehatan dan pendidikan
merupakan komponen yang kontribusinya sulit untuk dipacu untuk menghasilkan
peningkatan yang mempunyai sifat spontan dan dapat dirasakan dalam waktu dekat.
Peningkatan yang terjadi tidak terlepas dari pondasi pembangunan yang telah
diletakkan sebelumnya serta sifatnya relatif lebih stabil dan mudah mengalami
kejenuhan apabila telah mencapai derajat tertentu. Misalkan, daerah perkotaan yang
telah mencapai angka melek huruf cukup tinggi pasti akan mengalami ‘stagnasi’
peningkatan capaian indikator, demikian pula dengan rata-rata lama sekolah serta
angka harapan hidup.
Jumlah sekolah dari tingkat SD sampai SMA di provinsi Papua pada tahun
2011 sebanyak 2.836 sekolah. Sedangkan rasio murid dengan guru sebesar 31.69.
angka ini menunjukkan bahwa pada tahun 2011, satu guru mengajar 31-32 murid.
Berdasarkan ketentuan dari dinas pendidikan dan kebudayaan rasio murid terhadap
guru adalah satu banding 40. Di lihat dari keseluruhan jumlah rasio di Provinsi
Papua, jumlah guru sudah memenuhi standar dari dinas pendidikan tersebut, akan
tetapi menurut kabupaten/kota, sebagian jumlah rasio nya sangat tinggi. Misalnya
terdapat pada Kabupaten Yalimo, rasio murid SD terhadap guru pada tahun 2010
sebesar 151, artinya setiap satu guru yang terdapat di Kabupaten Yalimo, mengajar
sebesar 151 murid SD. Hal ini diakibatkan bahwa pada sebagian kabupaten/kota yang
terdapat di Provinsi Papua masih kurangnya pelayanan ketersediaan sumberdaya
pengajar.
Tabel 4.2 Jumlah sekolah, guru, dan murid menurut jenjang pendidikan di Provinsi
Papua tahum 2011 (Jiwa)
Uraian SD SMP SMA
Jumlah Sekolah 2.179 495 162
Jumlah Guru 12.424 4.517 2.651
Jumlah Murid 393.795 99.529 46.673
Rasio Murid Guru 31.69 21.41 17.61
Sumber : BPS, 2012
Membaiknya kualitas penduduk Provinsi Papua didorong semakin
bertambahnya akses penduduk terhadap pendidikan dapat diukur dengan Angka
Partisipasi Sekolah (APS). Meskipun terus mengalami peningkatan seperti pada tabel
4.2, akan tetapi kenaikannya masih jauh dibawah rata-rata nasional yang mencapai
97.58 % (umur 7-12 tahun), 87.78 % (umur 13-15 tahun), 57.85 % (umur 16-18
tahun).
Tabel 4.3 Indikator Pendidikan di Provinsi Papua tahun 2009-2011
Uraian 2009 2010 2011
Angka Melek Huruf (%) 75.58 75.60 75.81
Rata-Rata Lama Sekolah (Tahun) 6.57 6.66 6.69
Angka Partisipasi Sekolah (%)
7-12 tahun (%) 76.16 76.22 73.36
13-15 tahun (%) 73.69 74.35 71.29
16-18 tahun (%) 47.59 48.28 50.55
Sumber : Papua dalam Angka 2011
45
2009 68.35
2010 68.60
2011 68.85
Sumber : BPS tahun 2009-2011.
Angka harapan hidup Provinsi Papua setiap tahunnya mengalami
peningkatan, hal ini diakibatkan karena semakin pahamnya penduduk tentang
pentingnya kesehatan semakin meningkat. Ketersediaan akses kesehatan mulai dari
klinik kesehatan, puskesmas semakin mudah terjangkau. Pada tahun 2011, jumlah
rumah sakit di Papua sebanyak 30 unit, sedangkan banyaknya puskesmas dan
puskesmas pembantu mengalami peningkatan dari tahun sebelumnya, yaitu 1111
puskesmas/puskesmas pembantu pada tahun 2010 menjadi 1115
47
2.23 3.25
Dokter
10.48
Famili
35.03 Dukun
37.77 Bidan
Tenaga Medis Lainnya
11.24
Lainnya
Secara umum, sebagian besar penolong kelahiran adalah oleh famili (37.77
persen) dan bidan (35.03 persen) yang perannya hanya terlihat dari beberapa wilayah
kabupaten besar seperti Kabupaten Mimika, Kota Jayapura dan Kabupaten Biak
48
Numfor. Sementara peranan dukun sebagai penolong kelahiran masih sangat dominan
di beberapa kabupaten pemekaran, sepeti Kabupaten Yalimo, Kabupaten Supiori,
Kabupaten Tolikara, dan Kabupaten Yahukimo. Penolong kelahiran erat kaitannya
dengan kematian ibu dan bayi, semakin rendahnya penolong kelahiran yang dibantu
oleh tenaga medis maka akan memperbesar resiko kematian bayi dan ibu. Rasio
bidan, rasio dokter, dan rasio perawat akan memengaruhi indeks kesehatan di
Provinsi Papua. Ketika beban dokter, bidan, dan perawat ssemakin rendah makan
akan meningkatkan nilai IPM yang ada di Provinsi Papua (BPS, 2012).
4.4.3 Kemiskinan
Kemiskinan merupakan fenomena yang kompleks. Luas wilayah dan sosial
budaya maupun ekonomi masyarakat menyebabkan kondisi dan permasalahan
kemiskinan di Indonesia menjadi sangat beragam dengan sifat-sifat lokal yang
heterogen (Yuliati, 2012). Jumlah penduduk miskin di Provinsi Papua pada tahun
2011 sebesar 944.79 ribu jiwa (31.98 persen). Dibandingkan dengan tahun
sebelumnya, jumlah penduduk miskin naik sebesar 183.19 ribu jiwa. Naiknya jumlah
penduduk miskin pada tahun 2011 lebih disebabkan karena naiknya kriteria garis
kemiskinan. Meskipun secara jumlah, penduduk miskin bertambah, namun secara
persentase turun sebesar 0.73 persen. Tingginya tingkat kemiskinan di Provinsi Papua
salah satu sebabnya adalah terbatasnya peluang ekonomi dan dipengaruhi oleh tingkat
pendidikan yang rendah. Rendahnya peluang ekonomi dan tingkat pendidikan di
sebabkan karena sebagian besar di Provinsi Papua masih terpencil, jadi sulit untuk
dijangkau dan sarana yang ada pun tidak akan memadai.
Kab. Deiyai
Kab. Intan Jaya
Kab. Kepulauan Yapen
Kab. Yalimo
Kab. Mamberamo Tengah
Kab. Dogiyai
Kab. Puncak
Kab. Nduga
Kab. Lanny Jaya
Kab. Supiori
Kab. Sarmi
Kab. Waropen
Kab. Asmat
Kab. Mappi 2011
Kab. Boven Digoel
Kab. Pegunungan Bintang 2010
Kab. Keerom 2009
Kab. Tolikara
Kab. Mamberamo Raya
Kota Jayapura
Kab. Yahukimo
Kab. Puncak Jaya
Kab. Paniai
Kab. Nabire
Kab. Mimika
Kab. Merauke
Kab. Jayawijaya
Kab. Jayapura
Kab. Biak Numfor
- 50,000 100,000 150,000 200,000 250,000 300,000
dan perbaikan sarana dan prasarana pendidikan yang baik, akan meningkatkan
kualitas pendidikan di Provinsi Papua. Meningkatnya kualitas pendidikan tersebut,
berguna untuk memperbaiki produktivitas masyarakat dan meningkatkan nilai IPM
untuk mencapai kesejahteraan masyarakat yang ada diseluruh Provinsi Papua.
IPM merupakan indikator yang digunakan untuk mengukur salah satu aspek
penting yang berkaitan dengan kualitas dari hasil pembangunan ekonomi, yakni
derajat perkembangan manusia. IPM disusun berdasakan tiga indikator yaitu
ekonomi, pendidikan, kesehatan. Kaitannya dengan pembangunan ekonomi adalah
pertama semakin besar ekonomi suatu daerah maka pembangunan suatu wilayah akan
semakin tinggi. Begitu juga dengan tingkat pendidikan, ketika tingkat pendidikan
disuatu daerah semakin baik dilihat dari angka melek huruf dan rata-rata lama
sekolah meningkat, maka pembangunan ekonomi suatu daerah akan meningkat pula.
Indikator kesehatan dilihat dari angka harapan hidup, ketika angka harapan hidup
suatu daerah meningkat, maka tingkat kesehatan suatu daerah akan meningkat, hal ini
dapat meningkatkan pembangunan manusia di Provinsi Papua.
52
Kota Jayapura
Deiyai
Intan jaya
Dogiayi
Puncak
Yalimo
Memberano tengah
Lanny Jaya
Nduga
Membramo Raya
Supiori
Waropen
Keerom
Sarmi 2011
Tolikara 2010
Pegunungan Bintang
2009
Yahukimo
Asmat
Mappi
Boven Digoel
Mimika
Puncak Jaya
Paniai
Biak NamFor
Yapen Waropen
Nabire
Jayapura
Jayawijaya
Marauke
0 10 20 30 40 50 60 70 80
Kota Jayapura
Deiyai
Intan jaya
Dogiayi
Puncak
Yalimo
Memberano tengah
Lanny Jaya
Nduga
Membramo Raya
Supiori
Waropen
Keerom
Sarmi 2011
Tolikara
2010
Pegunungan Bintang
Yahukimo 2009
Asmat
Mappi
Boven Digoel
Mimika
Puncak Jaya
Paniai
Biak NamFor
Yapen Waropen
Nabire
Jayapura
Jayawijaya
Marauke
30 40 50 60 70 80
Dari tahun 2009 hingga 2011, angka harapan hidup kabupaten/kota di Provinsi
Papua mengalami peningkatan. Meskipun mengalami peningkatan namun angka
harapan hidup yang terdapat pada setiap kabupaten/kota di provinsi tersebut belum
mampu melebihi rata-rata angka harapan hidup tahun 2011 sebesar 66.91 tahun.
Hanya ada tujuh kabupaten/kota yang melebihi garis rata-rata angka harapan hidup
Provinsi Papua. Sedangkan 22 kabupaten yang lain belum mampu melebihi garis
rata-rata tersebut. Hal ini menunjukkan bahwa akses terhadap kesehatan belum
56
Persentase penduduk usia pada Kabupaten Intan Jaya hanya mempunyai sebesar
27.78 persen yang dapat membaca dan menulis pada usia 15 tahun.
Kota Jayapura
Deiyai
Intan jaya
Dogiayi
Puncak
Yalimo
Memberano tengah
Lanny Jaya
Nduga
Membramo Raya
Supiori
Waropen 2011
Keerom
2010
Sarmi
Tolikara 2009
Pegunungan Bintang
Yahukimo
Asmat
Mappi
Boven Digoel
Mimika
Puncak Jaya
Paniai
Biak NamFor
Yapen Waropen
Nabire
Jayapura
Jayawijaya
Marauke
0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100
rata angka harapn hidup tersebut. Hal ini menunjukkan bahwa angka melek huruf di
Provinsi Papua masih sangat rendah. Hal ini mungkin disebabkan oleh faktor
masyarakat yang kurang merasa penting terhadap pendidikan itu sendiri, dan juga
fasilitas di Provinsi Papua yang kurang memadai.
Indikator pendidikan lainnya yang merupakan komponen IPM adalah rata-rata
lama sekolah. Selama periode 2009-2011, rata-rata lama sekolah penduduk Provinsi
Papua mengalami peningkatan setiap tahunnya yaitu sebesar 6.57 pada tahun 2009,
6.66 pada tahun 2010, dan 6.69 pada tahun 2011. Akan tetapi peningkatannya sangat
lamban. Hal ini berarti tingkat pendidikan penduduk Provinsi Papua setara dengan
tingkat Sekolah Dasar. Peningkatan yang lamban ini menunjukkan bahwa tidak
mudah bagi pemerintah untuk meningkatkan rata-rata lama sekolah penduduk pada
suatu daerah. Faktor yang paling memengaruhi di Provinsi Papua adalah ketersediaan
sarana dan prasarana pendidikan di provinsi ini kurang memadai, baik tim pengajar
maupun fasilitas sekolah. Selain itu juga, faktor yang memengaruhi adalah faktor
lingkungan. Sebagian kabupaten di Provinsi Papua memiliki daerah yang sangat
terisolir, atau sering disebut terpencil. Jarak untuk menempuh daerah tersebut sangat
sulit, jadi daerah tersebut sulit akan memiliki fasilitas pendidikan.
Menurut kabupaten/kota di Provinsi Papua dilihat pada Gambar 5.4, dimana
terdapat nilai rata-rata lama sekolah yang paling tinggi terdapat pada Kota Jayapura
yaitu sebesar 11.03 tahun pada tahun 2011 hal ini menunjukkan bahwa angka rata-
rata lama sekolah pada Kota Jayapura memiliki angka kelulusan setara sekolah
menengah atas, sedangkan nilai rata-rata lama sekolah terendah terdapat pada
Kabupaten Intan Jaya yaitu sebesar 2.1 tahun yaitu setara kelulusan tidak lulus
Sekolah Dasar. Rata-rata lama sekolah pada Provinsi Papua tahun 2011 yaitu sebesar
5.35 tahun. Dari 29 kabupaten/kota yang terdapat di Provinsi Papua, sebagian besar
kabupaten masih berada di bawah rata-rata lama sekolah di Provinsi Papua. Hanya
terdapat 13 kabupaten/kota yang melewati garis rata-rata tersebut. Hal ini
menunjukkan bahwa Provinsi Papua masih tergolong mempunyai pendidikan yang
sangat rendah.
59
Kota Jayapura
Deiyai
Intan jaya
Dogiayi
Puncak
Yalimo
Memberano tengah
Lanny Jaya
Nduga
Membramo Raya
Supiori
Waropen
Keerom
Sarmi 2011
Tolikara
Pegunungan Bintang 2010
Yahukimo 2009
Asmat
Mappi
Boven Digoel
Mimika
Puncak Jaya
Paniai
Biak NamFor
Yapen Waropen
Nabire
Jayapura
Jayawijaya
Marauke
0 2 4 6 8 10 12
Angka melek huruf dan rata-rata lama sekolah di Provinsi Papua mempunyai
peningkatan yang lambat, hal ini dapat disebabkan karena faktor wilayah yang
terdapat di Provinsi Papua yang cenderung wilayah pegunungan yang sulit di jangkau
dapat menjadi salah satu kendala bagi provinsi ini, tidak hanya itu, faktor kesadaran
masyarakat Provinsi Papua sendiri yang belum mengutamakan pendidikan pada diri
masing-masing. Jadi sulit untuk merealisasikan pendidikan di wilayah ini.
60
Kota Jayapura
Deiyai
Intan jaya
Dogiayi
Puncak
Yalimo
Memberano tengah
Lanny Jaya
Nduga
Membramo Raya
Supiori Rata-rata
Waropen
tahun
Keerom
2011
Sarmi
Provi
Tolikara 2011
nsi
Pegunungan Bintang
2010
Papu
Yahukimo
Asmat a 2009
Mappi
Boven Digoel
Mimika
Puncak Jaya
Paniai
Biak NamFor
Yapen Waropen
Nabire
Jayapura
Jayawijaya
Marauke
520 540 560 580 600 620 640 660
Rata-rata daya beli masyarakat pada Provinsi Papua pada tahun 2011 yaitu
sebesar 599.75 rupiah. Dari 29 kabupaten/kota yang terdapat di Provinsi Papua,
sebagian besar kabupaten masih berada di bawah rata-rata angka daya beli
masyarakat di Provinsi Papua. Terdapat 13 kabupaten/kota yang melewati garis rata-
rata daya beli masyarakat Provinsi Papua tersebut. Hal ini menunjukkan bahwa
sebagian besar daya beli yang terdapat di Kabupaten/Kota di Provinsi Papua masih
62
tergolong sangat rendah. Dapat dilihat dari 16 kabupaten yang belum bisa melampaui
garis rata-rata tahun 2011 di Provinsi Papua.
pada batasan 1.55 < DW < 2.46. Hal ini dapat disimpulkan bahwa dalam pengolahan
data tidak terjadi pelanggaran asumsi autokolerasi.
Sedangkan untuk melihat asumsi heteroskedasitas dapat dilihat dari Sum
squared resid pada Weighted Statistics (0.001376) lebih kecil dari Sum squared resid
Unweighted Statistics (0.001651). Berdasarkan hal ini dapat dikatakan bahwa model
ini terindikasi pelanggaran asumsi heterokedassitas. Untuk menghilangkan adanya
heteroskedasitas, maka diperlakuan dengan cara cross section weight dan white-
heteroskedastisity-consistent covarianve. Sehingga dapat disimpulkan masalah
heterokedasitas sudah dapat teratasi dalam mengestimasi model telah menggunakan
metode GLS (generalized least square) dengan white heteroscedastisity sebagai
pembobot ( Gujarati, 2003).
Dalam menganalisis uji T dapat diinterpretasikan menggunakan nilai
probabilitas t-statistik yang diharapkan dapat mendekati nilai nol. Apabila nilai
probabilitasnya semakin kecil maka akan semakin cukup bukti untuk menyatakan
bahwa variabel bebas digunakan signifikan terhadap variabel tak bebasnya.
Signifikansi dari variabel bebas ini ditunjukkan yaitu taraf 5 persen (0,05). Selain itu
yang harus diperhatikan adalah pada nilai koefisien apakah sesuai dengan hipotesis
awal yang telah dirumuskan.
Uji normalitas dilakukan untuk memeriksa apakah error term mendekati
distribusi normal atau tidak. Jika asumsi ini tidak terpenuhi, maka prosedur pengujian
mengguakan statistik-t menjadi tidak sah. Uji normalitas error term dapat dilakukan
dengan menggunakan uji Jarque Bera. Pada Lampiran 10, nilai probabilitas Jarque
Bera sebesar 0.056118 yang lebih besar dari taraf nyata 5 persen. Hal ini berarti error
term terdistribusi dengan normal, sehingga pengujian menggunakan statistik-t telah
sah.
Keunggulan pendekatan efek tetap dalam mengestimasi data panel adalah dapat
mengakomodasi heterogenitas unit-unit observasi yang digunakan. Heterogenitas unit
observasi dapat dilihat pada cross section effect. Nilai-nilai tersebut mempengaruhi
heterogenitas konstanta intersep unit-unit cross section yang digunakan. Konstanta
intersep dalam suatu hasil regresi menggambarkan komponen peubah terikat yang
65
tidak dapat diterangkan oleh masing-masing peubah bebas yang digunakan dalam
model. Nilai tersebut menunjukkan jika semua peubah yang digunakan tidak
berpengaruh nyata, maka nilai intersep menunjukkan nilai IPM yang sesungguhnya.
0.001336 dengan probabilitas (p-value) sebesar 0.0227. Artinya setiap kenaikan satu
persen pengeluaran pemerintah pada pendidikan akan menaikan nilai IPM
kabupaten/kota di Provinsi Papua meningkat sebesar 0.001336. Semakin tinggi
pengeluaran pemerintah pada pendidikan di Provinsi Papua, maka akan
meningkatkan angka IPM Provinsi Papua, asumsi cateris paribus. Hal ini sesuai
dengan hipotesis yang telah dibuat sebelumnya mengatakan bahwa pengeluaran
pemerintah pada bidang pendidikan berpengaruh positif dan signifikan terhadap IPM.
sumber daya manusia yang mempunyai kemampuan daya saing tinggi. Kuatnya
hubungan timbal balik tersebut tentunya sangat dipengaruhi oleh kelembagaan
pemerintah karena keberadaannya sangat menentukan implementasi kebijakan publik.
Oleh sebab itu pemerintah daerah sebagai tempat lahirnya kebijakan pembangunan
termasuk pembangunan manusia sangat berperan terhadap berhasil tidaknya
pembangunan daerahnya.
Hubungan pertumbuhan ekonomi (PDRB atas dasar Harga Berlaku) dan
pembangunan manusia seperti terlihat pada Tabel 5.4. Dapat dilihat pada Provinsi
Papua tahun 2005-2010 mengalami kenaikan nilai IPM dan PDRB juga mengalami
peningkatan yaitu pada tahun 2005 yang tercatat sebesar 43.62 triliun menjadi 89.45
triliun pada tahun 2010. IPM Provinsi Papua mengalami peningkatan dari 62.10 pada
tahun 2005 menjadi 64.94 pada tahun 2010. Kecenderungan kenaikan IPM akan
diikuti oleh peningkatan PDRB karena diasumsikan manusia yang berkualitas
memungkinkan menghasilkan produktivitas tinggi.
Tabel 5.3 IPM dan PDRB per kapita Provinsi Papua tahun 2005-2010
Tahun Komponen
IPM PDRB (Triliun Rupiah)
2005 62.10 43.62
2006 62.75 46.90
2007 63.41 55.38
2008 64.00 61.50
2009 64.54 77.73
2010 64.94 89.45
Sumber : BPS, 2010
Meskipun peningkatan IPM akan diikuti oleh peningkatan PDRB namun bagi
kabupaten/kota yang memiliki PDRB per kapita rendah akan berusaha meningkatkan
pertumbuhan ekonominya dan kenaikan angka tersebut akan cenderung diikuti oleh
kenaikan IPM secara cepat. Tetapi bagi kabupaten/kota yang memiliki PDRB per
kapita yang relatif tinggi maka tidak selalu kenaikan PDRB per kapita yang tinggi
tersebut akan diikuti oleh kenaikan IPM yang tinggi juga. Karena jika kenaikan
PDRB tersebut tidak digunakan untuk kegiatan yang mendukung peningkatan
68
kualitas manusia maka kenaikan PDRB tersebut tidak akan menghasilkan perubahan
pembangunan manusia.
Pentingnya PDRB per kapita sesuai dengan beberapa penelitian sebelumnya
(Ramires, et al. 2000 dalam Yuliati) yang menyatakan bahwa pembangunan manusia,
dimana dengan semakin berkembangnya pembangunan ekonomi, maka akan tercipta
lapangan pekerjaan, dan manusia sebagai faktor produksi akan mendapatkan
penghasilan, sehingga majunya perekonomian maka penghasilan pun akan meningkat
sehingga dalam mealokasikan pendapatannya dapat memilih sesuai dengan
keinginannya.
5.2.3.4 Rasio Bidan, Rasio Dokter, Rasio Perawat terhadap jumlah Penduduk
kenaikan satu persen rasio jumlah penduduk terhadap dokter akan menurunkan nilai
IPM kabupaten/kota di Provinsi Papua sebesar 0.000269. Hasil regresi rasio dokter
sesuai dengan hipotesa awal yang diajukan. Semakin rendah rasio dokter
kabupaten/kota di Provinsi Papua, maka akan meningkatkan IPM di Provinsi Papua,
asumsi cateris paribus.
Hasil regresi menunjukkan bahwa rasio bidan berpengaruh positif dan
signifikan pada taraf nyata 5 persen. Nilai koefisien regresi dari variabel rasio bidan
sebesar 0.003671 dengan probabilitas (p-value) sebesar 0.0000. Artinya setiap
kenaikan satu persen rasio jumlah penduduk terhadap bidan akan meningkatkan nilai
IPM kabupaten/kota di Provinsi Papua sebesar 0.003671. Berarti jika rasio bidan
semakin besar, maka IPM di daerah tersebut semakin tinggi. Hasil regresi rasio
jumlah penduduk terhadap bidan ini tidak sesuai dengan hipotesis awal yang
diajukan.
Dan juga hasil regresi menunjukkan bahwa rasio perawat berpengaruh positif
dan signifikan pada taraf nyata 5 persen. Nilai koefisien regresi dari variabel rasio
perawat sebesar 0.001897 dengan probabilitas (p-value) sebesar 0.0033. Artinya
setiap kenaikan satu persen rasio perawat akan meningkatkan nilai IPM
kabupaten/kota di Provinsi Papua sebesar 0.001897. Hasil regresi rasio jumlah
penduduk terhadap perawat ini tidak sesuai dengan hipotesis awal yang diajukan.
Dengan adanya variabel yang signifikan tetapi mempunyai koefisien regresi
yang bernilai positif, sementara hipotesis yang dibuat bahwa semakin kecil rasio
bidan atau perawat maka beban bidan/perawat di daerah tersebut akan semakin kecil,
hal ini akan menyebabkan kenaikan angka IPM. Hal ini terjadi karena perubahan
sarana prasarana dan jumlah bidan dan perawat yang ada di Provinsi Papua.
Pada tahun 2010, jumlah rumah sakit yang ada di Provinsi Papua sebanyak 30
unit. Sedangkan banyaknya puskesmas dan puskesmas pembantu mengalami
peningkatan dari tahun sebelumnya, yaitu 1.027 puskesmas pada tahun 2009 menjadi
1.111 puskesmas pada tahun 2010. Sedangkan jumlah dokter berkurang dari tahun
sebelumnya yaitu pada tahun 2010 sebesar 733 orang menjadi 682 orang pada tahun
71
2011. Jumlah dokter berkurang sebanyak 105 orang. Begitu juga dengan jumlah
bidan menurun sebesar 1066 orang pada tahun 2011.
Variabel rasio murid SD dan murid SMP terhadap guru berdasarkan hasil
analisis regresi panel data tidak signifikan memengaruhi indeks pembangunan
manusia di Provinsi Papua. dimana terjadi peningkatan tenaga pendidikan di SD dan
penurunan di SMP justru tidak memberikan pengaruh terhadap indeks pembangunan
manusia. Hal ini di sebabkan karena kecilnya nilai angka melek huruf dan angka rata-
rata lama sekolah di Provinsi Papua. Kecilnya angka melek huruf dan rata-rata lama
sekolah tersebut, disebabkan karena sebagian besar masyarakat Papua masih kurang
sadar terhadap dunia pendidikan dan sebagian besar lokasi daerah sangat sulit
dijangkau. Jumlah guru SD, SMP yang ada di Provinsi Papua meningkat, tetapi
peningkatan guru tersebut belum bisa menjangkau seluruh murid yang ada di provinsi
ini.
Sedangkan hasil regresi menunjukkan bahwa rasio SMA berpengaruh negatif
dan signifikan pada taraf nyata 5 persen. Nilai koefisien regresi dari variabel rasio
SMA sebesar 0.000860 dengan probabilitas (p-value) sebesar 0.0001. Artinya setiap
kenaikan satu persen rasio murid SMA terhadap guru akan menurunkan nilai IPM
kabupaten/kota di Provinsi Papua sebesar 0.000860. Hasil regresi ini sesuai dengan
hipotesis yang telah di buat. Semakin kecil rasio murid SMA, maka beban guru akan
semakin kecil maka akan meningkatkan nilai IPM yang ada.
Pendidikan memainkan peran instrumental dalam pembangunan manusia
maupun pembangunan bidang lainnya. Dengan demikian merupakan suatu keharusan
untuk menjawab berbagai permasalahan yang masih terus melingkupinya. Dalam
73
6.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan analisis mengenai faktor-faktor yang
mempengaruhi indeks pembangunan manusia di Provinsi Papua, maka diperoleh
beberapa kesimpulan sebagai berikut :
1. Daerah yang memiliki tingkat IPM tertinggi di Provinsi Papua terdapat pada
Kota Jayapura yaitu sebesar 76.42, sedangkan daerah yang memiliki IPM
terendah terdapat pada Kabupaten Nduga. Rata-rata IPM pada Provinsi Papua
yaitu sebesar 64.93. Terdapat 11 kabupaten/kota yang melewati garis rata-rata
IPM Provinsi Papua yaitu: Kota Jayapura, Supiori, Keerom, Sarmi, Mimika,
Puncak Jaya, Biak Namfor, Yapen Waropen, Nabire, Kabupaten Jayapura, dan
Marauke. Komponen angka melek huruf tahun 2011 menunjukkan 75.81 persen
masyarakat kabupaten/kota di Provinsi Papua sudah dapat membaca dan
menulis kalimat sederhana dan masih terdapat 24.19 persen yang masih buta
aksara. Komponen rata-rata lama sekolah sebesar 6.69 tahun menunjukkan
target pendididkan wajib belajar 9 tahun belum terpenuhi di Provinsi Papua.
Komponen angka harapan hidup sebesar 68.85 tahun menunjukkan semakin
baiknya kualitas kesehatan di Provinsi Papua.
2. Berdasarkan hasil estimasi panel data, faktor-faktor yang berpengaruh nyata
(signifikan) terhadap indeks pembangunan manusia adalah PDRB perkapita,
Pengeluaran Pemerintah pada bidang pendidikan, Rasio miskin, Rasio jumlah
penduduk terhadap dokter, Rasio murid SMA terhadap guru. Hal ini telah
sesuai dengan hipotesis yang digunakan sebelumnya. Sedangkan yang tidak
berpengaruh nyata terhadap indek pembangunan manusia Rasio murid SD,
Rasio murid SMP.
3. Dari hasil penelitian, ternyata rasio bidan dan rasio perawat mempunyai
hubungan yang tidak sesuai dengan hipotesis. Dimana variabel tersebut
berhubungan positif terhadap IPM.
75
6.2 Saran
Berdasarkan kesimpulan dari hasil penelitian di atas, maka pada bagian ini
dikemukakan beberapa saran dan rekomendasi sebagai berikut :
1. Dari hasil penelitian rasio murid SMA signifikan berpengaruh terhadap indeks
pembangunan manusia, sehingga disarankan penambahan tenaga pengajar di
tingkat SMA, sehingga akan meningkatkan nilai IPM dan akan mengurangi
tingkat kemiskinan di Provinsi Papua.
2. Pada bidang kesehatan, rasio dokter signifikan terhadap IPM, sehingga
disarankan penambahan jumlah dokter untuk meningkatkan IPM di seluruh
kabupaten/kota di Provinsi Papua.
3. Diharapkan peran pemerintah terhadap bidang pendidikan yang lebih besar di
Provinsi Papua yaitu alokasi anggaran pendidikan yang tepat pada sasaran,
fasilitas pendidikan, penambahan pengajar guna meningkatkan nilai IPM di
Provinsi Papua.
4. Pengalokasian anggaran pemerintah terhadap pendidikan perlu di kaji kembali,
terutama terhadap realisasi penggunaannya agar anggaran yang telah diterapkan
akan terealisasi dengan tepat pada sasaran.
5. Pemerintah perlu menciptakan lapangan pekerjaan di Provinsi Papua, sehingga
akan berdampak untuk menurunkan tingkat kemiskinan.
76
DAFTAR PUSTAKA
Baltagi, B.H. 2001. Econometrics Analysis of Panel Data Third edition. Great
Britain, Biddles Ltd.
BPS Jakarta. 2008. Analisis dan Perhitungan Tingkat Kemiskinan Tahun 2008. BPS
Jakarta, Jakarta.
Badan Pusat Statistik. 2009. Papua Dalam Angka Tahun 2010. Badan Pusat Statistik,
Jakarta.
. 2010. Papua Dalam Angka Tahun 2011. Badan Pusat Statistik, Jakarta.
. 2011. Papua Dalam Angka Tahun 2011. Badan Pusat Statistik, Jakarta.
. 2012. Papua Dalam Angka Tahun 2012. Badan Pusat Statistik, Jakarta.
http://papua.bps.go.id/site/dmdocuments/publikasi_swf/statda2012/statda2012.ht
ml
www.jurnalekonomirakyat.com“Kualitas Manusia Indonesia”. Mubyarto (2004)
79
LAMPIRAN
80
Weighted Statistics
Unweighted Statistics
Effects Specification
Weighted Statistics
Unweighted Statistics
Coefficien
Variable t Std. Error t-Statistic Prob.
Effects Specification
S.D. Rho
Weighted Statistics
Unweighted Statistics
1. Chow Test
2. Hausmant Test
Chi-Sq.
Test Summary Statistic Chi-Sq. d.f. Prob.
9
Series: Standardized Residuals
8 Sample 2009 2011
Observations 87
7
6 Mean -2.84e-18
Median 7.51e-06
5 Maximum 0.006631
Minimum -0.007514
4
Std. Dev. 0.004001
3 Skewness -0.142860
Kurtosis 1.772201
2
Jarque-Bera 5.760587
1 Probability 0.056118
0
-0.0075 -0.0050 -0.0025 0.0000 0.0025 0.0050
90
No Provinsi Effect
1 Marauke 0.047548
2 Jayawijaya -0.041832
3 Jayapura 0.168257
4 Nabire 0.109153
5 Yapen Waropen 0.181567
6 Biak NamFor 0.153542
7 Paniai 0.062832
8 Puncak Jaya 0.187541
9 Mimika 0.036708
10 Boven Digoel -0.163518
11 Mappi -0.134064
12 Asmat -0.105469
13 Yahukimo -0.122338
14 Pegunungan Bintang -0.156637
15 Tolikara -0.090902
16 Sarmi 0.141979
17 Keerom 0.165428
18 Waropen 0.129401
19 Supiori 0.217340
20 Membramo Raya 0.069818
21 Memberano tengah -0.131825
22 Yalimo -0.121519
23 Lanny Jaya -0.106174
24 Nduga -0.110942
25 Puncak -0.140635
26 Dogiayi -0.145893
27 Deiyai -0.134576
28 Intan jaya -0.132172
29 Kota Jayapura 0.167382
1 91
Lampiran12.UjiMultikolinieritas
IPM PDRB GOVED RMISKIN RDOK RBDN RPWT RSD RSMP RSMA
IPM 1,000 0,622 0,293 -0,430 0,023 -0,150 -0,133 -0,460 -0,440 -0,115
PDRB 0,622 1,000 0,349 -0,577 -0,001 -0,072 0,056 -0,280 -0,219 0,049
GOVED 0,293 0,349 1,000 0,182 0,339 0,532 0,495 -0,084 -0,335 -0,092
RMISKIN -0,430 -0,577 0,182 1,000 0,393 0,636 0,508 0,191 0,088 0,012
RDOK 0,023 -0,001 0,339 0,393 1,000 0,556 0,502 -0,018 -0,158 -0,077
RBDN -0,150 -0,072 0,532 0,636 0,556 1,000 0,881 0,260 -0,023 -0,109
RPWT -0,133 0,056 0,495 0,508 0,502 0,881 1,000 0,190 0,064 -0,024
RSD -0,460 -0,280 -0,084 0,191 -0,018 0,260 0,190 1,000 0,276 -0,259
RSMP -0,440 -0,219 -0,335 0,088 -0,158 -0,023 0,064 0,276 1,000 0,125
RSMA -0,115 0,049 -0,092 0,012 -0,077 -0,109 -0,024 -0,259 0,125 1,000
1