Anda di halaman 1dari 107

ANALISIS INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA DAN FAKTOR-

FAKTOR YANG MEMENGARUHI DI PROVINSI PAPUA

OLEH
ROSINTA DEWI KACARIBU
H14080054

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI


FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2013
RINGKASAN

ROSINTA DEWI KACARIBU. Analisis Indeks Pembangunan Manusia dan


Faktor-Faktor yang Memengaruhi di Provinsi Papua. (dibimbing oleh WIWIEK
RINDAYATI).

Pencapaian pembangunan ekonomi suatu wilayah dipengaruhi oleh proses


pembangunan manusia. Pencapaian tersebut tidak terlepas dari seberapa besar
kualitas manusia di suatu wilayah. Indikator yang bisa mengukur kualitas manusia
disuatu daerah yaitu dengan cara Indeks Pembangunan Manusia (IPM). IPM
merupakan indikator yang di gunakan untuk mengukur salah satu aspek penting yang
berkaitan dengan kualitas dari hasil pembangunan ekonomi, yakni derajat
perkembangan manusia. IPM mempunyai tiga unsur yaitu kesehatan, pendidikan
yang dicapai, dan standar kehidupan atau sering disebut ekonomi. Jadi ketiga unsur
ini sangat penting dalam menentukan tingkat kemampuan suatu provinsi untuk
meningkatkan IPMnya. Ketiga unsur tersebut tidak berdiri sendiri, melainkan saling
memengaruhi satu sama yang lainnya. Selain itu juga dipengaruhi oleh faktor-faktor
lain, seperti ketersediaan kesempatan kerja, yang pada gilirannya ditentukan oleh
pertumbuhan ekonomi, infrastruktur dan kebijakan pemerintah. Jadi IPM di suatu
daerah akan meningkat apabila ketiga unsur tersebut dapat ditingkatkan, nilai IPM
yang tinggi menandakan keberhasilan pembangunan ekonomi di daerah tersebut.
Di Negara Indonesia, Provinsi DKI Jakarta memiliki IPM tertinggi yaitu
sebesar 77.60 pada tahun 2010. Sedangkan Provinsi Papua dari tahun 2004-2010
memiliki IPM yang paling kecil diantara provinsi-provinsi yang lain. Hal ini dapat
diakibatkan bahwa kurangnya peranan pemerintah untuk meningkatkan pembangunan
masyarakat terhadap ketiga dibidang yaitu: pendidikan, ekonomi, dan kesehatan pada
Provinsi Papua. Akan tetapi, sumber daya alam yang terdapat pada Provinsi Papua
sangat besar. Jadi Provinsi Papua seharusnya mampu bersaing untuk meningkatkan
IPM dengan provinsi-provinsi yang lainnya.
Penelitian ini mempunyai dua tujuan. Pertama, menganalisis perkembangan
indeks pembangunan manusia dan komponennya pada setiap kabupaten di Papua.
Kedua, menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi pembangunan manusia di
Papua. Penelitian ini di fokuskan pada pembangunan ekonomi daerah, khususnya
kabupaten/kota di Provinsi Papua. Menggunakan 29 kabupaten/kota yang ada di
Provinsi Papua, dalam periode tahun 2009-2011. Analisis yang digunakan adalah
analisis deskritif dan panel data dengan pendekatan Fixed Effect Model. Variabel tak
bebas adalah IPM, dan variabel bebas yang digunakan antara lain : Produk Domestik
Regional Bruto, Pengeluaran pemerintah menurut fungsi pendidikan, rasio jumlah
penduduk terhadap jumlah dokter, rasio jumlah penduduk terhadap jumlah bidan,
rasio jumlah penduduk terhadap jumlah perawat, rasio kemiskinan terhadap jumlah
penduduk, rasio murid SD terhadap guru, rasio murid SMP terhadap guru, rasio
murid SMA terhadap guru.
Dari hasil analisis diperoleh bahwa Produk Domestik Regional Bruto,
Pengeluaran pemerintah menurut fungsi pendidikan, rasio kemisinan terhadap jumlah
penduduk, rasio jumlah penduduk terhadap jumlah dokter, rasio jumlah penduduk
terhadap jumlah bidan, rasio jumlah penduduk terhadap jumlah perawat, rasio murid
SMA terhadap guru mempengaruhi IPM, sedangkan rasio murid SD terhadap guru,
rasio murid SMP terhadap guru tidak mempengaruhi IPM di Provinsi Papua.
Sedangkan rasio jumlah penduduk terhadap jumlah perawat dan rasio jumlah
penduduk terhadap jumlah bidan berpengaruh positif terhadap IPM, hal ini tidak
sesuai dengan teori yang dibuat sebelumnya. Hal ini disebabkan karena beberapa
fasilitas pendidikan dan kesehatan di Provinsi Papua kurang memadai. Jadi untuk
meningkatkan IPM di Provinsi Papua, pemerintah harus memperhatikan sarana dan
prasarana pada bidang pendidikan dan kesehatan seperti: meningkatkan jumlah
tenaga pengajar, mendirikan puskesmas, meningkatkan tenaga medis seperti dokter,
bidan dan perawat di setiap kecamatan di Provinsi Papua.
ANALISIS INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA DAN FAKTOR-FAKTOR
YANG MEMPENGARUHI DI PROVINSI PAPUA

OLEH :
ROSINTA DEWI KACARIBU
H14080054

Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada
Departemen Ilmu Ekonomi

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI


FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2013
Judul Skripsi : ANALISIS INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA DAN
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI DI PROVINSI
PAPUA
Nama : Rosinta Dewi Kacaribu
NIM : H14080054
.

Menyetujui,
Dosen Pembimbing

Dr. Ir. Wiwiek Rindayati


NIP. 1962 0816 198701 2 001

Mengetahui,
Ketua Departemen Ilmu Ekonomi

Dr. Ir. Dedi Budiman Hakim, M.Ec


NIP. 1964 1022 198903 1 003

Tanggal Kelulusan :
PERNYATAAN

DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI ADALAH BENAR-


BENAR HASIL KARYA SAYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH
DIGUNAKAN SEBAGAI SKRIPSI ATAU KARYA ILMIAH PADA
PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN.

Bogor, Februari 2013

Rosinta Dewi Kacaribu


H14080054
RIWAYAT HIDUP
Penulis bernama Rosinta Dewi Kacaribu lahir pada tanggal 06 Maret 1990 di
Langkat. Penulis adalah anak ke empat dari lima bersaudara, dari pasangan Pinta
Kacaribu dan Rosdia Br Sebayang. Jenjang pendidikan penulis diawali dengan
bersekolah di SD Negeri 040574 Bunga Baru dan tamat pada tahun 2002. Selanjutnya
penulis melanjutkan ke jenjang sekolah menengah pertama di SMP Negeri 1 Tiga
Binanga dan tamat pada tahun 2005. Pada tahun yang sama, penulis melanjutkan
pendidikan sekolah menengah atas di SMA Negeri 1 Kabanjahe. Penulis menamatkan
sekolah menengah atas pada tahun 2008.
Pada tahun 2008, penulis melanjutkan studinya ke jenjang perguruan tinggi
setelah menerima Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) dan diterima sebagai
mahasiswa program Studi Ilmu Ekonomi pada Fakultas Ekonomi dan Manajemen.
Selama penulis menjalani studi, penulis aktif dibeberapa kepanitian baik pada tingkat
kampus maupun di luar kampus.
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yesus Kristus yang senantiasa
melimpah kasih karunia dan berkat-Nya kepada penulis sehingga dapat
menyelesaikan skripsi ini, dengan judul “Analisis Indeks pembangunan Manusia
dan Faktor-Faktor yang Memengaruhi di Provinsi Papua”. Skripsi ini disusun
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen
Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.
Skripsi ini dapat diselesaikan berkat semangat, bimbingan, dukungan, dan doa
dari berbagai pihak. Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya
kepada :
1. Ibu Dr. Wiwiek Rindayati, selaku pembimbing skripsi, yang telah memberikan
perhatian, bimbingan dan saran baik secara teoritis maupun secara teknis serta
memberikan pembelajaran yang berguna dalam proses penyusunan skripsi ini
hingga dapat terselesaikan dengan baik.
2. Dr. Alla Asmara M.Si selaku dosen penguji utama atas saran, kritik, dan
masukan yang sangat membantu dan berarti dalam proses perbaikan skripsi ini.
3. Salahuddin el Ayyubi, MA selaku penguji komisi pendidikan atas saran, kritik,
dan masukan yang berarti tentang tata cara penulisan demi menyempurnakan
penulisan skripsi ini.
4. Kedua orang tua penulis, yaitu Pinta Kacaribu dan Rosdia Br Sebayang yang
memberikan motivasi, semangat dan doa.
5. Kakak-kakak dan adik penulis, yaitu Emorita Kacaribu, S.E, Karolina
Kacaribu, S.K.M beserta suami, Nirwana Kacaribu, S.sos beserta suami, dan
Andi Pranata Kacaribu yang telah memberikan motivasi, semangat dan doa.
6. Seluruh pengurus dan pengajar Departemen Ilmu Ekonomi atas kerjasama dan
bantuan selama penulis menempuh pendidikan di IPB.
7. Teman-teman satu bimbingan skripsi Lae, Risma, Fajar, Asep atas semangat
dan dukungannya.
8. Teman-teman penulis di Ilmu Ekonomi 45 yang telah membantu selama
bersama-sama menuntut ilmu di Departemen Ilmu Ekonomi terutama Dian
Marhama, Meita Puspitasari, Suci Maryanti, Nenti Simbolon, Eristya
Puspitadewi, Laura Malau serta teman-teman lainnya yang tidak bisa penulis
sebutkan satu-persatu yang telah memberikan banyak kenangan dan bantuan
selama ini.
9. Keluarga yang ada di Bogor yaitu kak Chici, Selvi, Evipani serta Pengurus
PERMATA GBKP Bogor yaitu bang Niko, kak Jenita, kak Risna, Adriyani,
Novita, Naomi, Besti, bang Iman, Handayani, bang Suryanta, Ville atas
semangat dan doa nya selama ini.
10. Teman-teman SMA yang sama-sama berjuang di IPB yaitu Hellen, Sora, Era,
Dita, Rosinta Sitepu dan tidak lupa buat Lidia Sebayang dan Ester Sembiring
atas doa dan dukungannya selama ini.
11. Semua pihak yang telah membantu penyelesaian skripsi ini yang tidak dapat
disebutkan satu-persatu.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini masih jauh dari
sempurna. Oleh karena itu, penulis sangat terbuka dalam saran dan kritik dan
pertanyaan-pertanyaan mengenai skripsi ini. Akhir kata penulis
mengharapkan semoga karya ini dapat bermanfaat bagi penulis dan pihak lain
yang berkaitan.

Bogor, Februari 2013

Rosinta Dewi Kacaribu


H140800
i

DAFTAR ISI

Halaman
DAFTAR ISI ……………………………………………………………………….i
DAFTAR TABEL .................................................................................................... iv
DAFTAR GAMBAR .................................................................................................. v
DAFTAR LAMPIRAN .............................................................................................. vi

I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang …………………………………………………………… 1
1.2 Perumusan Masalah ………………………………………………………..5
1.3 Tujuan Penelitian …………………………………………………………..7
1.4 Manfaat Penelitian …………………………………………………………8
1.5 Ruang Lingkup Penelitian…………………………….………………….. 8
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Konsep Pembangunan Manusia................................................................ 10
2.2 Pertumbuhan Ekonomi .............................................................................. 11
2.3 Pertumbuhan Ekonomi dan Pembangunan Manusia ................................. 12
2.4 Indeks Pembangunan Manusia .................................................................. 14
2.4.1 Tahapan Perhitungan IPM ............................................................ 17
2.5 Penelitian Terdahulu .................................................................................. 19
2.6 Kerangka Pemikiran Operasional .............................................................. 24
2.7 Hipotesis Penelitian .................................................................................. 26
III. METODE PENELITIAN
3.1 Jenis dan Sumber Data .............................................................................. 27
3.2 Lokasi dan Pengolahan Data Penelitian .................................................... 27
3.3 Metode Analisis Data ................................................................................ 28
3.3.1 Metode Analisis Deskrptif ............................................................. 28
3.3.2 Analisis Panel Data ........................................................................ 28
3.3.2.1 Metode Pooled Least Square ............................................ 29
3.3.2.2 Metode Efek Tetap (fixed Effect) ..................................... 30
ii

3.3.2.3 Metode Efek Random (Random Effect) ........................... 30


3.4 Uji Kesesuaian Model ............................................................................... 32
3.4.1 Chow Test ..................................................................................... 32
3.4.2 Hausman Test ............................................................................... 33
3.4.3 Koefisien Determinasi (R2)........................................................... 33
3.4.4 Uji F .............................................................................................. 33
3.4.5 Uji T .............................................................................................. 34
3.5 Perumusan Model ................................................................................... ..3 4
3.6 Uji Pelanggaran Model ............................................................................. 35
3.6.1 Multikolinearitas ........................................................................... 36
3.6.2 Autokorelasi .................................................................................. 36
3.6.3 Heteroskedastisitas ...................................................................... 37
3.6.4 Uji Normalitas .............................................................................. 37

IV. GAMBARAN UMUM


4.1 Keadaan Geografis .................................................................................... 38
4.2 Keadaan Penduduk Provinsi Papua ........................................................... 38
4.3 Keadaan Perekonomian Provinsi Papua .................................................... 40
4.4 Indeks Pembangunan Manusia Provinsi Papua ......................................... 41
4.4.1 Pendidikan di Provinsi Papua ........................................................ 43
4.4.2 Kesehatan di Papua ........................................................................ 46
4.4.3 Kemiskinan .................................................................................... 48
4.4.4 Pengeluaran Pemerintah Terhadap Bidang Pendidikan ................. 48
4.4.5 Sosial dan Budaya Provinsi Papua ................................................ 50
V. HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1 Perkembangan IPM dan komponennya di setiap kabupaten/kota di
Provinsi Papua .......................................................................................... 51
5.1.1 Indeks Pembangunan Manusia di Provinsi Papua ......................... 51
5.1.2 Perkembangan Angka Harapan Hidup menurut kabupaten/kota
di Provinsi Papua ......................................................................... 54
5.1.3 Perkembangan Angka Melek Huruf dan Rata-Rata Lama
iii

Sekolah menurut kabupaten/kota di Provinsi Papua ..................... 56


5.1.4 Perkembangan Indikator Daya Beli Masyarakat (Purchasing
Power Parity) menurut kabupaten/kota di Provinsi Papua............ 60
5.2 Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Indeks Pembangunan
Manusia ..................................................................................................... 62
5.2.1 Pengujian Model Terbaik .............................................................. 62
5.2.2 Uji Pelanggaran Asumsi ................................................................ 63
5.2.3 Interpretasi Model .......................................................................... 65
5.2.3.1 Pengeluaran Pemerintah Terhadap Pendidikan
(GOVED) ...................................................................... 65
5.2.3.2 Pendapatan Domestik Regional Bruto (PDRB) .......... 66
5.2.3.3 Rasio Kemiskinan Terhadap Jumlah penduduk
(RMISKIN) .................................................................. 68
5.2.3.4 Rasio Bidan, Rasio Dokter, Rasio Perawat
terhadap Jumlah Penduduk............................................ 69
5.2.3.5 Rasio Murid SD, SMP, SMA terhadap Guru ................ 72
VI. KESIMPULAN DAN SARAN
6.1. Kesimpulan…………………………………………………………………74
6.2. Saran………………………………………………………………………..75
DAFTAR PUSTAKA…………………………….………………………………….76
LAMPIRAN…………………………….…………………………………………...79
iv

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman
1.1 Indeks Pembangunan Manusia Asia Tenggara tahun 2011 ............................... 3
1.2 Indeks Pembangunan Manusia per Provinsi tahun 2004-2010.......................... 4
1.3 Perbandingan IPM dan PDRB Atas Dasar Harga Konstan 2000 Lima
Provinsi di Indonesia tahun 2010 ...................................................................... 6
2.1 Indikator IPM................................................................................................... 18
3.1 Data dan Sumber Data ...................................................................................... 27
3.2 Kerangka Identifikasi Autokorelasi ................................................................. 36
4.1 Perkembangan PDRB Provinsi Papua tahun 2009-2011 ................................. 40
4.2 Jumlah sekolah, guru, dan murid menurut jenjang pendidikan di Provinsi
Papua tahum 2011 Jumlah sekolah, guru, dan murid menurut jenjang
pendidikan di Provinsi Papua tahum 2011 ....................................................... 44

4.3 Indikator Pendidikan di Provinsi Papua tahun 2009-2011 .............................. 44


4.4 Angka Harapan Hidup di Provinsi Papua 2009-2011...................................... 46
5.1 Pembagian Kategori Menurut Kabupaten/Kota............................................... 53
5.2 Hasil Pengujian Fixed Effect Model ................................................................ 63
5.3 IPM dan PDRB per kapita Provinsi Papua tahun 2005-2010 .......................... 67
5.4 Persentase Penduduk Miskin di Provinsi Papua tahun 2007-2010.................. 69
5.5 Jumlah Dokter, Bidan, Perawat di Provinsi Papua .......................................... 71
v

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman
1.1 PDRB Provinsi Papua Atas Dasar Harga Konstan Menurut Lapangan
Usaha 2011 .................................................................................................... .. 7
2.1 Alur Hubungan Antara Pertumbuhan Ekonomi dengan Pembangunan
Manusia............................................................................................................ 13
2.2 Alur Konsep IPM ............................................................................................. 19
2.3 Bagan Kerangka Pemikiran ............................................................................. 25
4.1 Jumlah Penduduk Provinsi Papua 1990, 2000, 2010....................................... 39
4.2 IPM Provinsi Papua tahun 2005-2011 .............................................................. 42
4.3 Persentase Balita di Provinsi Papua Menurut Penolong kelahiran
tahun 2012 ........................................................................................................ 47
4.4 Pengeluaran pemerintah bidang pendidikan menurut kabupaten/kota di
Provinsi Papua tahun 2009-2011 ...................................................................... 49
5.1 IPM menurut kabupaten/kota dan rata-rata IPM di Provinsi Papua tahun
2011 ........................................................................................... …………….. 52
5.2 Angka Harapan Hidup menurut kabupaten/kota dan rata-rata angka
harapan hidup di Provinsi Papua tahun 2011 .................................................. 55
5.3 Angka Melek Huruf menurut kabupaten/kota dan Rata-rata angka melek
huruf di Provinsi Papua tahun 2011................................................................. 57
5.4 Rata-Rata Lama Sekolah menurut kabupaten/kota dan Rata-rata Lama
Sekolah di Provinsi Papua tahun 2011 ........................................................... 59
5.5 Kemampuan Daya Beli Masyarakat menurut kabupaten/kota di Provinsi
Papua tahun 2011 ............................................................................................. 61
vi

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman
1. Tabel IPM menurut kabupaten/kota di Provinsi Papua ...................................... 79
2. Tabel Angka Harapan Hidup menurut kabupaten/kota di Provinsi Papua ......... 80
3. Tabel Angka Melek Huruf menurut kabupaten/kota di Provinsi Papua ............. 81
4. Tabel Rata-Rata Lama Sekolah menurut kabupaten/kota di Provinsi Papua ..... 82
5. Daya Beli Masyarakat menurut kabupaten/kota di Provinsi Papua .................... 83
6. Lampiran 6. Output Eviews dengan Menggunakan Metode Pooled Model ....... 84
7. Output Eviews dengan Menggunakan Metode Fixed Effect ............................... 85
8. Output Eviews dengan Menggunakan Metode Random Effect .......................... 86
9. Chow Test dan Hausmant Test ............................................................................ 87
10. Uji Normalitas ………… .................................................................................... 88
11. Crosssection Effect…….. .................................................................................... 89
12. Uji Multikolinieritas…….................................................................................... 90
1

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pembangunan ekonomi adalah suatu proses kenaikan pendapatan total dan
pendapatan perkapita dengan memperhitungkan adanya pertambahan penduduk dan
disertai dengan perubahan fundamental dalam struktur ekonomi suatu daerah dan
pemerataan pendapatan bagi suatu penduduk suatu daerah. Cara paling mudah untuk
mengartikan pembangunan ekonomi adalah dimana pertumbuhan ekonomi ditambah
dengan perubahan. Artinya, ada tidaknya pembangunan ekonomi suatu daerah pada
suatu tahun tertentu tidak saja diukur dari kenaikan produksi barang dan jasa yang
berlaku dari tahun ke tahun, tetapi juga perlu diukur dari perubahan lain yang berlaku
dari berbagai aspek kegiatan ekonomi seperti perkembangan pendidikan,
perkembangan teknologi, peningkatan dalam kesehatan, peningkatan dalam
infrastruktur yang tersedia dan peningkatan dalam pendapatan dan kemakmuran
masyarakat (Sukirno, 2006).
Manusia merupakan kekayaan bangsa yang sesungguhnya. Oleh karena itu,
manusia selalu menjadi sasaran dari pembangunan suatu bangsa. Tujuan utama
pembangunan adalah menciptakan lingkungan yang memungkinkan rakyat yang
menikmati umur panjang, sehat dan menjalankan kehidupan yang produktif.
Pembangunan manusia menempatkan manusia sebagai tujuan akhir dari
pembangunan bukan alat dari dari pembangunan. Keberhasilan pembangunan
manusia dapat dilihat dari seberapa besar permasalahan mendasar masyarakat dapat
teratasi. Masalah-masalah tersebut meliputi kemiskinan, pengangguran, gizi buruk,
dan buta huruf.
Indeks Pembangunan Manusia (IPM) diperkenalkan oleh United Nations
Development Program (UNDP) pada tahun 1990 dan dipublikasikan secara berkala
dalam laporan tahunan HDR (Human Development Report). IPM menjadi indikator
penting untuk mengukur keberhasilan dalam upaya membangun kualitas hidup
manusia yang dapat menjelaskan bagaimana penduduk dapat mengakses hasil
pembangunan dalam memperoleh pendapatan, kesehatan, dan pendidikan.
2

IPM atau dikenal dengan sebutan Human Development Index (HDI) merupakan
indikator yang di gunakan untuk mengukur salah satu aspek penting yang berkaitan
dengan kualitas dari hasil pembangunan ekonomi, yakni derajat perkembangan
manusia. IPM mempunyai tiga unsur yaitu kesehatan, pendidikan yang dicapai, dan
standar kehidupan atau sering disebut ekonomi. Jadi ketiga unsur ini sangat penting
dalam menentukan tingkat kemampuan suatu provinsi untuk meningkatkan IPMnya.
Ketiga unsur tersebut tidak berdiri sendiri, melainkan saling memengaruhi satu sama
yang lainnya. Selain itu juga dipengaruhi oleh faktor-faktor lain, seperti ketersediaan
kesempatan kerja, yang pada gilirannya ditentukan oleh pertumbuhan ekonomi,
infrastruktur dan kebijakan pemerintah. Jadi IPM di suatu daerah akan meningkat
apabila ketiga unsur tersebut dapat ditingkatkan, nilai IPM yang tinggi menandakan
keberhasilan pembangunan ekonomi di daerah tersebut. Dalam perkataan lain,
terdapat suatu korelasi positif antara nilai IPM dengan derajat keberhasilan
pembangunan ekonomi (Tambunan, 2003).
Kualitas pembangunan manusia menjadi hal yang sangat penting dalam strategi
kebijakan nasional untuk pembangunan ekonomi. Penekanan terhadap pentingnya
kualitas pembangunan manusia menjadi suatu kebutuhan karena dengan sumber daya
yang unggul akan menghasilkan seluruh tatanan kehidupan yang maju diberbagai
bidang baik sosial, ekonomi, lingkungan, sehingga kualitas manusia memiliki andil
besar dalam menentukan keberhasilan pengolahan pembangunan wilayahnya.
Untuk mengukur kualitas manusia dapat dilihat dari capaian angka IPM. Angka
IPM terdiri dari tiga komponen yaitu kesehatan, pendidikan, dan kualitas hidup layak.
Jadi setiap kabupaten/kota yang memiliki angka IPM yang mendekati angka 100
maka pembangunan manusia yang ada di daerah tersebut semakin baik, sedangkan
daerah yang memiliki angka IPM yang mendekati nol maka daerah tersebut memiliki
pembangunan manusia yang buruk Adapun kategori tersebut sebagai berikut :
 Tinggi : IPM lebih dari 80.0
 Menengah Atas : IPM 66.0-79.9
 Menengah Bawah : IPM antara 50.0-6.9
 Rendah : IPM kurang dari 50.0 (BPS-Bappenas-UNDP, 2001).
3

Perkembangan IPM di Indonesia periode 2004-2009 terus mengalami


peningkatan. Perkembangan IPM mempengaruhi peningkatan capaian kualitas
pembangunan manusia seiring dengan membaiknya perekonomian negara. Hal ini
terjadi karena adanya perubahan satu atau lebih komponen IPM dalam periode
tersebut. Perubahan yang dimaksud dapat berupa peningkatan atau penurunan besaran
dari komponen IPM yaitu angka harapan hidup, angka melek huruf, rata-rata lama
sekolah dan pengeluaran rill perkapita.
Pada tahun 2011, Indonesia termasuk dalam katagori menengah dalam
pembangunan manusia dengan peringkat ke 124 dari 187 negara. Dilihat dari negara-
negara tetangga di Asia Tenggara, IPM Indonesia berada satu peringkat di atas
Vietnam namun jauh di bawah Singapura, Brunai, Malaysia, Thailand. Meskipun
IPM Indonesia meningkat dari tahun ke tahun tetapi Indonesia masih berada pada
peringkat yang ke enam di tingkat Asia Tenggara. Hal ini disebabkan karena
rendahnya perhatian pemerintah pada aspek pembangunan manusia.

Tabel 1.1 Indeks Pembangunan Manusia Asia Tenggara tahun 2011


No Negara IPM
1 Singapura 86.60
2 Brunai 83.80
3 Malaysia 76.10
4 Thailand 68.20
5 Filipina 64.40
6 Indonesia 61.70
7 Vietnam 59.30
8 Laos 52.40
9 Kamboja 52.30
10 Timor Leste 49.50
11 Myanmar 48.30
Sumber : UNDP, 2012

Indonesia sebagai negara berkembang melakukan pembangunan di segala


aspek kehidupan masyarakat. Pembangunan dilakukan oleh pemerintah bekerjasama
dengan masyarakat, melakukan dengan bidang ekonomi, sosial, maupun sektoral.
Peranan pemerintah dalam pembangunan yaitu dengan melakukan pembangunan
bidang pendidikan, kesehatan, dan ekonomi dalam meningkatkan kualitas dan
4

kesejahteraan masyarakat. Disamping itu pemerintah berperan dalam hal


menyediakan infrastruktur dan pembentukan regulasi bagi proses berjalannya
pembangunan.
Tabel 1.2 Indeks Pembangunan Manusia per Provinsi tahun 2004-2011
Provinsi 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010
1 NanggroeAceh Darussalam 68.70 69.05 69.41 70.35 70.76 71.31 71.70
2 Sumatera Utara 71.40 72.03 72.46 72.78 73.29 73.80 74.19
3 Sumatera Barat 70.50 71.19 71.65 72.23 72.96 73.44 73.78
4 Riau 72.20 73.63 73.81 74.63 75.09 75.60 76.07
5 Jambi 70.10 70.95 71.29 71.46 71.99 72.45 72.74
6 Sumatera Selatan 69.60 70.23 71.09 71.40 72.05 72.61 72.95
7 Bengkulu 69.90 71.09 71.28 71.57 72.14 72.55 72.92
8 Lampung 68.40 68.85 69.38 69.78 70.30 70.93 71.42
9 Bangka Belitung 69.60 70.68 71.18 71.62 72.19 72.55 72.86
10 Kepulauan Riau 70.80 72.23 72.79 73.68 74.18 74.54 75.07
11 DKI Jakarta * 75.80 76.07 76.33 76.59 77.03 77.36 77.60
12 Jawa Barat 69.10 69.93 70.32 70.71 71.12 71.64 72.29
13 Jawa Tengah 68.90 69.78 70.25 70.92 71.60 72.10 72.49
14 Yogyakarta 72.90 73.50 73.70 74.15 74.88 75.23 75.77
15 Jawa Timur 66.80 68.42 69.18 69.78 70.38 71.06 71.62
16 Banten 67.90 68.80 69.11 69.29 69.70 70.06 70.48
17 Bali 69.10 69.78 70.07 70.53 70.98 71.52 72.28
18 Nusa Tenggara Barat 60.60 62.42 63.04 63.71 64.12 64.66 65.20
19 Nusa Tenggara Timur 62.70 63.59 64.83 65.36 66.15 66.60 67.26
20 Kalimantan Barat 65.40 66.20 67.08 67.53 68.17 68.79 69.15
21 Kalimantan Tengah 71.70 73.22 73.40 73.49 73.88 74.36 74.64
22 Kalimantan Selatan 66.70 67.44 67.75 68.01 68.72 69.30 69.92
23 Kalimantan Timur 72.20 72.94 73.26 73.77 74.52 75.11 75.56
24 Sulawesi Utara 73.40 74.21 74.37 74.68 75.16 75.68 76.09
25 Sulawesi Tengah 67.30 68.47 68.85 69.34 70.09 70.70 71.14
26 Sulawesi Selatan 67.80 68.06 68.81 69.62 70.22 70.94 71.62
27 Sulawesi Tenggara 66.70 67.52 67.80 68.32 69.00 69.52 70.00
28 Gorontalo 65.40 67.46 68.01 68.83 69.29 69.79 70.28
29 Sulawesi Barat 64.40 65.72 67.06 67.72 68.55 69.18 69.64
30 Maluku 69.00 69.24 69.69 69.96 70.38 70.96 71.42
31 Maluku Utara 66.40 66.95 67.51 67.82 68.18 68.63 69.03
32 Papua Barat 63.70 64.83 66.08 67.28 67.95 68.58 69.15
33 Papua # 60.90 62.08 62.75 63.41 64.00 64.53 64.94
Indonesia (BPS) 68.70 69.57 70.10 70.59 71.17 71.76 72.27
Sumber : Badan Pusat Statistik (BPS), 2004-2010
Keterangan :
* = Provinsi yang mempunyai nilai IPM paling tinggi.
# = Provinsi yang mempunyai nilai IPM paling rendah.
5

Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa Provinsi DKI Jakarta memiliki IPM
tertinggi yaitu sebesar 77.60 pada tahun 2010. Sedangkan Provinsi Papua dari tahun
2004-2010 memiliki IPM yang paling kecil diantara provinsi-provinsi yang lain. Pada
tahun 2010 IPM Provinsi Papua sebesar 64.94, angka ini masih jauh dibawah IPM
Indonesia secara keseluruhan yaitu sebesar 72.27. Hal ini dapat diakibatkan bahwa
kurangnya peranan pemerintah untuk meningkatkan pembangunan masyarakat
terhadap ketiga dibidang yaitu: pendidikan, ekonomi, dan kesehatan pada Provinsi
Papua.
Provinsi Papua merupakan provinsi yang penting di Indonesia karena kaya akan
sumberdaya alam berupa tambang migas dan non migas. Hasil kegiatan ekonomi
tersebut seharusnya mampu memberikan sumbangan nilai tambah yang cukup besar
bagi perekonomian Provinsi Papua maupun kesejahteraan masyarakat di Provinsi
Papua. Akan tetapi, hal ini tidak mampu untuk meningkatkan kesejahteraan
masyarakat. Dapat dilihat pada Tabel 1.2, dari seluruh nilai IPM di provinsi-provinsi
Indonesia, Provinsi Papua memiliki nilai IPM yang paling rendah yaitu di rangking
33 dari seluruh Provinsi yang ada di Indonesia.

1.2 Perumusan Masalah


Indonesia merupakan negara kepulauan dengan kondisi yang beragam dan
perbedaan keadaan geografis, demokratis, sosial, dan sumberdaya alam maupun
tingkat kemajuan ekonomi. Di setiap provinsi di Indonesia mempunyai potensi
daerah yang berbeda-beda. Adanya perbedaan potensi disetiap daerah menyebabkan
adanya perbedaan kinerja pembangunan antar daerah, keberhasilan tingkat
kesejahteraan masyarakat dan Indeks Pembangunan Manusia antar daerah.
Pembangunan manusia tidak hanya dapat diukur dengan tingkat pendapatan
masyarakat saja, akan tetapi dapat dilihat dari aspek sosial maupun ekonomi suatu
daerah.
Perbaikan indikator ekonomi tidak serta merta meningkatkan kesejahteraan
masyarakat. Dengan kata lain, kemiskinan harus diatasi secara menyeluruh dan tidak
cukup hanya dilakukan dari sisi pembangunan ekonomi saja, akan tetapi
6

pembangunan manusia diduga sangat penting dalam mengurangi kemiskinan. Hal ini
karena pendidikan dan kesehatan yang baik memungkinkan penduduk miskin untuk
meningkatkan nilai asetnya (Lanjouw, Pradhan, Saadah, Sayed, dan Sparrow, 2001
dalam Hidayat,2008).
Indikator IPM terdiri dari penilaian terhadap tingkat masyarakat. Nilai IPM
Provinsi Papua, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, Maluku, Maluku Utara
memiliki rata-rata IPM paling rendah di Indonesia, yang sebagian besar berada di
wilayah Indonesia Timur. Sedangkan provinsi-provinsi di Pulau Jawa memiliki rata-
rata variabel IPM paling tinggi di Indonesia. Dari ke lima provinsi tersebut, Provinsi
Papua mempunyai IPM paling rendah yaitu sebesar 64.94, hal ini menunjukkan
bahwa pembangunan manusia yang ada di Provinsi Papua masih rendah dari ke lima
Provinsi yang ada di Tabel 1.3. Sedangkan nilai Produk Domestik Regional Bruto
(PDRB) nya paling tinggi yaitu sebesar 22407 miliar rupiah. Sedangkan Provinsi
Maluku Utara memiliki nilai PDRB terendah pada tabel di bawah ini, akan tetapi
angka IPM nya memiliki urutan ke tiga dari lima provinsi tersebut. Hal ini
menunjukkan bahwa Provinsi Papua sebenarnya memiliki sumber daya alam yang
sangat melimpah dan memiliki potensi untuk meningkatkan angka IPM nya.

Tabel 1.3 Perbandingan IPM dan PDRB Atas Dasar Harga Konstan 2000 Lima
Provinsi di Indonesia tahun 2010
Provinsi PDRB (Milyar Rp) IPM
Papua Barat 9366 69.15
Papua 22407 64.94
Maluku Utara 3036 69.03
Maluku 4251 71.42
Nusa Tenggara Timur 12544 67.26
Nusa Tenggara Barat 20070 65.20
Sumber : BPS Provinsi Papua, 2011

Sumber daya alam yang melimpah dilihat dari nilai PDRB Provinsi Papua
menurut lapangan dan usaha 2011 yang terdapat pada Gambar 1.1. Pertambangan dan
penggalian mempunyai nilai terbesar dari keseluruhan nilai-nilai PDRB di Provinsi
7

Papua, diikuti dengan nilai pertanian untuk memadai meningkatnya IPM di wilayah
tersebut.
2562.33 Pertanian
3842.41
858.34 Pertambangan & Penggalian
Industri Pengolahan
1910.11 Listrik & Air Bersih
Bangunan
1840.84 Perdagangan, Hotel & Restoran
Pengangkutan & Komunikasi
2378.49
Keuangnan, Sewa & jasa perusahaan
54.16 601.47 7089.38 Jasa-jasa
Sumber : BPS Provinsi Papua, 2011
Gambar 1.1 PDRB Provinsi Papua Atas Dasar Harga Konstan Menurut Lapangan
Usaha 2011 (Miliar Rp)

Dari sumber daya alam yang sangat besar yang terdapat pada tabel dan gambar
diatas, seharusnya Provinsi Papua mampu untuk meningkatkan angka IPM kearah
angka 100 dan mampu bersaing dengan wilayah-wilayah yang lain yang ada di
Indonesia. Oleh karena itu perumusan masalah yang dianalisis dalam penelitian ini
adalah :
1. Bagaimana perkembangan indeks pembangunan manusia dan komponennya
pada setiap kabupaten/kota di Provinsi Papua?
2. Faktor-faktor apa saja yang memengaruhi pembangunan manusia di Provinsi
Papua?

1.3 Tujuan Penelitian


Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah, maka tujuan dari
penelitian ini adalah :
1. Menganalisis perkembangan indeks pembangunan manusia dan komponennya
pada setiap kabupaten/kota di Provinsi Papua.
2. Menganalisis faktor-faktor yang memengaruhi pembangunan manusia di
Provinsi Papua.
8

1.4 Manfaat Penelitian


Penelitian ini dapat bermanfaat bagi pihak pemerintah, masyarakat dan
kalangan akademis. Manfaat-manfaat tersebut diantaranya adalah :
1. Pemerintah dapat menggunakan hasil dari penelitian ini untuk membuat
kebijakan guna pembangunan manusia di Provinsi Papua.
2. Sebagai bahan studi literatur bagi para ekonom dalam mengkritisi dan
memberikan rekomendasi terhadap permasalahan ekonomi yang ada,
khususnya terkait dengan pembangunan manusia.
3. Kalangan akademisi dapat menambah ilmu pengetahuan dan menjadikan
penulisan ini sebagai bahan rujukan dalam membuat karya ilmiah maupun
penelitian selanjutnya.

1.5 Ruang Lingkup Penelitian


Penelitian ini membahas mengenai perkembangan indeks pembangunan
manusia dan faktor-faktor yang memengaruhi pembangunan manusia di Provinsi
Papua. Perkembangan indeks pembangunan manusia dilihat dari Indikator kesehatan,
pendidikan, dan perekonomian masyarakat. Data yang digunakan adalah data cross
section berupa kabupaten/kota yang ada di Provinsi Papua serta data time series dari
tahun 2009-2011. Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan program eviews
6. Referensi penelitian diperoleh dari perpustakaan IPB, perpustakaan BPS, jurnal-
jurnal dan referensi lainnya yang mendukung penelitian.
Agar penulisan dan pembahasan dalam penelitian ini lebih terarah pada tujuan
yang hendak dicapai, maka perlu dilakukan pembatasan pada ruang lingkup
penelitian, yaitu:
1. Analisis tentang pembangunan manusia difokuskan untuk melihat
perkembangan indeks pembangunan manusia di setiap kabupaten/kota Provinsi
Papua. Analisis ini difokuskan terhadap beberapa indikator yang dianggap
dapat mempresentasikan perkembangan IPM di Provinsi Papua, antara lain;
angka harapan hidup, angka melek huruf, rata-rata lama sekolah, dan angka
9

paritas daya beli masyarakat yang ada seluruh kabupaten/kota di Provinsi


Papua.
2. Analisis tentang faktor-faktor yang memengaruhi IPM di Provinsi Papua
menggunakan produk domestik regional bruto Provinsi Papua, pengeluaran
pemerintah terhadap pendidikan, rasio kemiskinan, infrastruktur, rasio dokter,
rasio bidan, rasio perawat, rasio murid SD, rasio murid SMP, rasio murid SMA.
Namun, indikator infrastruktur tidak dibahas dalam penelitian ini karena
keterbatasan data yang tersedia.
10

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Pembangunan Manusia


Menurut BPS, pemikiran tentang pembangunan telah mengalami pergeseran,
yaitu dari pembangunan yang berorientasi pada produksi (production centered
development) pada dekade 60-an ke paradigma pembangunan yang lebih menekankan
pada distribusi hasil-hasil pembangunan (distribution growth development) selama
dekade 70-an. Selanjutnya pada dekade 80-an, muncul paradigma pembangunan yang
berorientasi pada pemenuhan kebutuhan dasar masyarakat (basic need development),
dan akhirnya menuju paradigma pembangunan yang terpusat pada manusia (human
centered development) yang muncul pada tahun 1990-an.
Ada enam alasan mengapa paradigma pembangunan manusia ini bernilai
penting, yaitu: (1) Pembangunan bertujuan akhir meningkatkan harkat dan martabat
manusia; (2) Mengemban misi pemberantasan kemiskinan; (3) Mendorong
peningkatan produktivitas secara maksimal dan meningkatkan kontrol atas barang
dan jasa; (4) Memelihara konservasi alam (lingkungan) dan menjaga keseimbangan
ekosistem; (5) Memperkuat basis civil society dan institusi politik guna
mengembangkan demokrasi; dan (6) Merawat stabilitas sosial politik yang kondusif
bagi implementasi pembangunan (Basu dalam Pambudi, 2008)
Menurut UNDP dalam BPS 2008, pembangunan manusia adalah suatu proses
untuk memperbesar pilihan-pilihan bagi manusia (a process of enlarging people’s
choices). Dari definisi ini dapat ditarik kesimpulan bahwa fokus pembangunan suatu
negara adalah penduduk, karena penduduk adalah kekayaan nyata suatu negara.
Konsep atau definisi pembangunan manusia tersebut pada dasarnya mencakup
dimensi pembangunan yang sangat luas. Definisi ini lebih luas dari definisi
pembangunan yang hanya menekankan pada pertumbuhan ekonomi. Dalam konsep
pembangunan manusia, pembangunan seharusnya dianalisis serta dipahami dari sudut
manusianya, bukan hanya dari pertumbuhan ekonominya.
Pembangunan harus mengutamakan penduduk sebagai pusat perhatian dan
pembangunan dimaksudkan untuk memperbesar pilihan-pilihan bagi penduduk, tidak
11

hanya untuk meningkatkan pendapatan mereka. Oleh karena itu, konsep


pembangunan manusia harus terpusat pada penduduk secara keseluruhan, dan bukan
hanya pada aspek ekonomi saja. Pembangunan manusia memperhatikan bukan hanya
pada upaya meningkatkan kemampuan (capability) manusia tetapi juga pada upaya-
upaya memanfaatkan kemampuan manusia tersebut secara optimal. Pembangunan
manusia menjadi dasar penentuan tujuan pembangunan dan dalam menganalisis
pilihan-pilihan untuk mencapainya.
Pembangunan manusia melihat secara bersamaan semua isu dalam masyarakat
seperti pertumbuhan ekonomi, perdagangan, ketenagakerjaan, kebebasan politik
ataupun nilai-nilai kultural dari sudut pandang manusia. Dengan demikian
pembangunan manusia tidak hanya memperhatikan sektor sosial tetapi merupakan
pendekatan komprehensif dari semua sektor (BPS, BAPPENAS, UNDP, 2001).
Pembangunan manusia ditujukan untuk meningkatkan partisipasi rakyat dalam
semua proses dan kegiatan pembangunan. Keberhasilan pembangunan ini seringkali
dilihat dari pencapaian kualitas sumber daya manusianya. Untuk mencapai tujuan
tersebut, pemerintah daerah melakukan berbagai upaya untuk meningkatkan kualitas
sumber daya manusia di wilayahnya, baik dari aspek fisik (kesehatan), aspek
intelektualitas (pendidikan), aspek kesejahteraan ekonomi (berdaya beli), serta aspek
moralitas (iman dan ketaqwaan) sehingga partisipasi rakyat dalam pembangunan akan
dengan sendirinya meningkat.

2.2 Pertumbuhan Ekonomi


Menurut Todaro (2000), pertumbuhan ekonomi didefinisikan sebagai suatu
proses dimana kapasitas produksi dari suatu perekonomian meningkat sepanjang
waktu untuk menghasilkan tingkat pendapatan yang semakin besar. Menurut
Salvatore (1997), pertumbuhan ekonomi adalah suatu proses dimana Produks
Domestik Bruto (PDB) riil per kapita meningkat secara terus menerus melalui
kenaikan produktivitas per kapita. Sasaran berupa kenaikan produksi rill per kapita
dan taraf hidup (pendapatan riil per kapita) merupakan tujuan utama yang perlu
dicapai melalui penyediaan dan pengarahan sumber-sumber produksi.
12

Kuznets mendefinisikan pertumbuhan ekonomi sebagai kenaikan jangka


penjang dalam kemampuan suatu negara untuk menyediakan semakin banyak barang-
barang ekonomi kepada penduduknya. Kemampuan ini tumbuh sesuai dengan
kemajuan teknologi dan penyesuaian kelembagaan dan ideologis Negara yang
bersangkutan. Teori klasik juga membahas pertumbuhan ekonomi dengan penekanan
pada akumulasi kapital yang dapat meningkatkan output. Asumsinya bahwa
fleksibilitas harga dan upah akan menciptakan kesempatan kerja penuh. Model
pertumbuhan klasik didasari oleh dua faktor utama, yaitu pertumbuhan output total
dan pertumbuhan penduduk (Jhingan, 2003). Adam Smith dalam Mailendra (2009)
mengatakan bahwa peningkatan output atau pertumbuhan ekonomi dapat dilakukan
dengan tiga metode, yaitu peningkatan spesialisasi kerja, sistem pembagian kerja, dan
penggunaan mesin untuk meningkatkan produktivitas.

2.3 Pertumbuhan Ekonomi dan Pembangunan Manusia


Modal manusia (human capital) merupakan salah satu faktor penting dalam
pembangunan ekonomi. Dengan modal manusia yang berkualitas, kinerja ekonomi
diyakini juga akan lebih baik, sesuai dengan yang dikatakan Mubyarto (2004).
Menurut Todaro (2000), sumber daya manusia dari suatu bangsa merupakan faktor
paling menentukan karakter dan kecepatan pembangunan sosial dan ekonomi dari
bangsa yang bersangkutan.
Hubungan antara pertumbuhan ekonomi dan pembangunan manusia dapat
dijelaskan melalui dua jalur seperti yang digambarkan pada Gambar 2.1. Jalur
pertama adalah melalui kebijakan dan pengeluaran pemerintah. Dalam hal ini, faktor
yang menentukan adalah pengeluaran pemerintah untuk subsektor sosial yang
meliputi belanja publik. Besarnya pengeluaran tersebut mengindikasikan besarnya
komitmen pemerintah terhadap pembangunan manusia.
13

Kebijakan dan
pengeluaran
pemerintah Rasio pengeluaran sosial
pemerintah
Rasio
tingkat
pendidikan Pembangu
, pelayanan nan
Pertumbuhan kesehatan, manusia
Ekonomi pelayanan
Pengeluaran
rumah tangga air bersih
untuk kebutuhan dan
Distribusi dasar sanitasi
pendapatan dan
tingkat kemiskinan

Sumber : Soebono, 2005


Gambar 2.1 Alur hubungan antara Pertumbuhan Ekonomi dengan
Pembangunan Manusia

Jalur kedua adalah melalui kegiatan pengeluaran rumah tangga. Dalam hal ini,
faktor yang menentukan adalah besar dan komposisi pengeluaran untuk kebutuhan
dasar seperti pemenuhan nutrisi anggota keluarganya, biaya pelayanan pendidikan
dan kesehatan dasar, serta untuk kegiatan lain yang serupa. Selain pengeluaran
pemerintah dan rumah tangga, hubungan antara kedua variabel itu berlangsung
melalui penciptaan lapangan kerja. Aspek ini sangat penting karena merupakan
jembatan yang mengkaitkan antara keduanya (UNDP, 2008).
Kecenderungan rumah tangga untuk membelanjakan pendapatan bersihnya
pada barang-barang yang memiliki kontribusi langsung dalam pembangunan
manusia, seperti makanan, air, pendidikan dan kesehatan sangat tergantung dari
sejumlah faktor seperti tingkat kemiskinan dan distribusi pendapatan antar rumah
tangga. Secara umum diketahui bahwa sebagian besar porsi pendapatan penduduk
miskin dihabiskan untuk konsumsi dibandingkan dengan penduduk kaya. Oleh karena
itu, dapat dikatakan bahwa pembangunan manusia bukan hanya ditentukan oleh
tingkat kemiskinan dan distribusi pendapatan saja, melainkan juga peran pemerintah
dalam kebijakan pengeluarannya.
14

Alokasi sumber daya untuk pembangunan manusia dari sisi pemerintah


merupakan fungsi dari tiga hal, yaitu total pengeluaran sektor pemerintah, berapa
banyak yang dialokasikan ke sektor pembangunan manusia, dan bagaimana anggaran
tersebut dialokasikan ke sektor sosial. Dengan kata lain, pengaruh pembangunan
manusia terhadap pertumbuhan ekonomi akan lebih meyakinkan jika memang ada
kebiasaan untuk mendukung pendidikan yang baik, tingkat investasi yang tinggi,
distribusi pendapatan yang lebih merata, dukungan untuk modal sosial yang lebih
baik, serta kebijakan ekonomi yang memadai.
Namun, hubungan antara pertumbuhan ekonomi dan pembangunan manusia
secara empiris terbukti tidak bersifat otomatis. Banyak wilayah yang mengalami
pertumbuhan ekonomi tinggi tanpa diikuti oleh pembangunan manusia yang tinggi,
begitu pula sebaliknya. Bukti tersebut tidak berarti bahwa pertumbuhan ekonomi
tidak penting bagi pembangunan manusia, pertumbuhan ekonomi justru merupakan
sasaran utama bagi pembangunan manusia, terutama pertumbuhan ekonomi yang
merata secara sektoral dan kondusif terhadap penciptaan lapangan kerja. Hubungan
yang tidak otomatis ini sesungguhnya merupakan tantangan bagi pemerintah untuk
merancang kebijakan yang baik sehingga hubungan keduanya bersifat saling
memperkuat.

2.4 Indeks Pembangunan Manusia


IPM merupakan indeks komposit yang digunakan untuk mengukur pencapaian
rata-rata suatu negara dalam tiga hal mendasar pembangunan manusia, yaitu : lama
hidup, yang diukur dengan angka harapan ketika lahir, pendidikan yang diukur
berdasarkan rata-rata lama sekolah dan angka melek huruf penduduk usia 15 tahun ke
atas dan standar hidup yang diukur dengan konsumsi per kapita (BPS, BAPENAS,
UNDP, 2004).
Rancangan pembangunan manusia yang sesungguhnya adalah menempatkan
manusia sebagai tujuan akhir dari pembangunan, dan bukan sebagai alat bagi
pembangunan. Hal ini berbeda dengan konsep pembangunan yang memberikan
perhatian utama pada pertumbuhan ekonomi, pembangunan manusia
15

memperkenalkan konsep yang lebih luas dan lebih konferhensif yang mencakup
semua pilihan yang dimiliki oleh manusia di semua golongan masyarakat pada semua
tahapan pembangunan. Pembangunan manusia juga merupakan perwujudan tujuan
jangka panjang dari suatu masyarakat, dan meletakkan pembangunan disekeliling
manusia, bukan manusia di sekeliling pembangunan.
Menurut Human Development Report (HDR) dalam BPS, Badan Perencanaan
Pembangunan Nasional (Bapenas), UNDP (2001), paradigma pembangunan manusia
terdiri dari empat komponen utama, yakni :
1. Produktifitas, masyarakat harus dapat meningkatkan produktifitas mereka dan
berpartisipasi secara penuh dalam proses memperoleh penghasilan dan
pekerjaan berupah. Oleh karena itu, pertumbuhan ekonomi adalah salah satu
bagian dari jenis pembangunan manusia.
2. Pemerataan, masyarakat harus punya akses untuk memperoleh kesempatan
yang adil. Semua hambatan terhadap peluang ekonomi dan politik harus
dihapus agar masyarakat dapat berpartisipasi di dalam dan memperoleh manfaat
dari kesempatan ini.
3. Kesinambungan, akses untuk memperoleh kesempatan harus dipastikan tidak
hanya untuk generasi sekarang tapi juga generasi yang akan datang. Segala
bentuk permodalan fisik, manusia, lingkungan hidup, harus dilengkapi.
4. Pemberdayaan, pembangunan harus dilakukan oleh masyarakat dan bukan
hanya untuk mereka. Masyarakat harus berpartisipasi penuh dalam mengambil
keputusan dan proses proses yang mempengaruhi kehidupan mereka.
Laporan tahun 1995 yang dikutip dalam Hendrani (2012) mencantumkan
paradigma pembangunan manusia yang mencakup empat komponen, yaitu:
produktivitas, persamaan, kesinambungan, dan pemberdayaan. Paradigma baru ini
mengoreksi prinsip dan pendekatan pembangunan yang beriorentasi pada hal-hal
berikut :
1. Teori pertumbuhan ekonomi menekankan pertumbuhan ekonomi sebagai tujuan
akhir pembangunan. Pembangunan manusia menekankan bahwa walaupun
pertumbuhan ekonomi sangat perlu bagi pembangunan manusia, namun
16

pertumbuhan ekonomi hanyalah merupakan suatu faktor atau cara, bukan suatu
tujuan pembangunan. Sejumlah fakta yang termuat dalam laporan UNDP
menunjukkan tidak adanya hubungan yang otomatik antara pertumbuhan
ekonomi yang tinggi dan kemajuan dalam pembangunan manusia.
2. Teori-teori modal manusia (human capital formation) dan pembangunan
sumberdaya manusia (human resources development) memandang manusia
sebagai alat untuk meningkatkan pendapatan dan kekayaan ketimbang menekan
aspek pemberdayaan manusia sebagai tujuan akhir pembangunan. Teori-teori
ini memandang manusia sebagai input atau faktor produksi yang digunakan
untuk meningkatkan produksi. Dengan demikian, manusia yang tidak atau
kurang mampu berproduksi dipandang sebagai beban. Dalam prinsip
pembangunan manusia, tidak dikenal segmen penduduk yang dianggap sebagai
beban dalam pembangunan. Pembangunan harus dapat menawarkan pilihan-
pilihan bagi berbagai segmen penduduk menurut potensi yang dimiliki dengan
memperhatikan kemerdekaan dan martabat manusia.
3. Pendekatan kebutuhan kesejahteraan manusia (the human welfare need
approach) melihat manusia semata-mata sebagai penerima dalam proses
pembangunan, sedangkan konsep pembangunan manusia menekankan perlunya
memperluas pilihan agar manusia selain dapat menikmati hasil-hasil
pembangunan juga mampu berpartisipasi secara aktif dalam berbagai aspek
pembangunan itu sendiri.
4. Pendekatan kebutuhan dasar (the basic need approach) memusatkan perhatian
pada barang dan jasa yang justru bisa memperluas kesenjangan kebutuhan antar
kelompok penduduk. Pendekatan ini lebih memperhatikan aspek penyediaan
barang dan jasa ketimbang implikasinya terhadap perluasan pilihan bagi
berbagai kelompok penduduk itu.

Angka Harapan Hidup ketika lahir merupakan suatu perkiraan rata-rata


lamanya hidup sejak lahir yang akan dicapai oleh sekelompok penduduk yang
dilahirkan pada tahun tersebut (BPS, 2001). Angka Harapan Hidup ini dapat
17

dijadikan sebagai tolok ukur indikator kesehatan. Semakin tinggi Angka Harapan
Hidup suatu masyarakat mengindikasikan tingginya derajat kesehatan masyarakat
tersebut.
Angka Melek Huruf adalah persentase penduduk usia 15 tahun keatas yang bisa
membaca dan menulis serta mengerti sebuah kalimat sederhana dalam kehidupan
sehari-hari (BPS, 2001) dan Rata-rata Lama Sekolah adalah lama sekolah (tahun)
penduduk usia 15 tahun keatas. Seperti halnya Angka Harapan Hidup sebagai
indikator kesehatan, Angka Melek Huruf dan Rata-rata Lama Sekolah (RLS)
menggambarkan status keadaan pendidikan suatu masyarakat. BPS (2001)
mengemukakan bahwa rendahnya Angka Melek Huruf dan Rata-Rata Lama Sekolah
dapat disebabkan oleh kurangnya fasilitas pendidikan dan biaya pendidikan yang
mahal dan terkait dengan kemiskinan.
Kemampuan Daya Beli Penduduk atau Purchasing Power Parity (PPP)
merupakan suatu indikator yang digunakan untuk melihat kondisi ekonomi
masyarakat dalam menghitung IPM. Kemampuan daya beli ini lebih mencerminkan
kemampuan masyarakat secara ekonomi dalam memenuhi kebutuhan konsumsinya,
dan sangat jauh berbeda dengan PDRB per kapita atau yang dikenal dengan income
per capita. Untuk mengukur standar hidup layak, data PDRB per kapita tidak dapat
digunakan karena bukan ukuran yang peka untuk kemampuan daya beli penduduk.
Oleh sebab itu, penghitungan daya beli penduduk menggunakan konsumsi per kapita
yang kemudian disesuaikan.

2.4.1 Tahapan Perhitungan IPM

Tahapan pertama perhitungan IPM adalah menghitung indeks masing masing


komponen IPM (e0), pengetahuan, dan standar hidup layak dengan hubungan
matematis sebagai berikut :
Indeks X(i) = (X(i)-X(i)min)/(X(i)maks-X(i)min)……………………………….(2.1)
Dimana :
X(i) : indikator komponen IPM ke-i (i=1,2,3)
Xmaks : nilai maksimum Xi
18

Xmin : nilai minimum Xi

Persamaan diatas akan menghasilkan bila 0 ≤ Xi ≤ 1, untuk mempermudah cara


membaca skala dinyatakan dalam 100 persen sehingga nilainya menjadi 0 ≤ Xi ≤ 100.
Indikator yang digunakan sebagai ukuran nilai maksimum dan minimum dari setiap
faktor adalah sebagai berikut :

Tabel 2.1 Indikator IPM


Indikator Nilai Nilai Keterangan
Maksimum Minimum
Angka Harapan Hidup (Tahun) 85 25 UNDP
Angka Melek Huruf (%) 100 0 UNDP
Rata-Rata Lama Sekolah (Tahun) 15 0 UNDP
Konsumsi Rill Per Kapita (Tahun) 732.720 300.000 UNDP
(disesuaikan)
Sumber : UNDP, 2008

Tahapan kedua perhitungan IPM adalah menghitung rata-rata sederhana dari


masing-masing indeks Xi dengan hubungan matematis :
IPM = 1/3 [X(1) + X(2) +X(3)]……………….(2.2)
Dimana :
X1 : indeks harapan hidup
X2 : indeks pendidikan
: [2/3 (indeks melek huruf) + (indeks rata-rata lama sekolah)]
X3 : indeks konsumsi per kapita yang disesuaikan
19

Secara singkat konsep IPM dapat digambarkan sebagai berikut :


IPM Dimensi Umur Panjang dan Pengetahuan Standar Kehidupan
Hidup Sehat Layak

Indikator Harapan Hidup Tingkat Melek Rata-Rata Pengeluaran rill


saat Lahir Huruf (lit) Lama perkapita (PPP
Sekolah rupiah)
(MYS)
Dimension Indeks Harapan Indek Pendapatan
Indeks Hidup

Indeks Pendidikan
Indeks Pembangunan Manusia
Sumber : BPS, 2010
Gambar 2.2 Alur Konsep IPM

2.5 Penelitian Terdahulu


Penelitian yang berkaitan dengan Indeks Pembangunan Manusia, pernah
dilakukan oleh beberapa penelitian sebelumnya.
Alam (2006) dengan judul Disparitas Pendapatan dan Faktor-Faktor yang
Berpengaruh terhadap Pencapaian Indeks Pembangunan Manusia di Kabupaten
Bekasi pada tahun 1996-2004. Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisa tingkat
ketimpangan pendapatan antar kecamatan di Kabupaten Bekasi serta
kecenderungannya dan menganalisis faktor-faktor sosial dan ekonomi yang
mempengaruhi IPM di Kabupaten Bekasi. Teknik analisis yang digunakan adalah
dengan Analisis Weighted Coefficient Variation ( CVw) atau Williamson (Iw). Nilai
indeks berkisar antara nol dan satu. Alat Analisis yang kedua adalah Tipelogi Klaasen
dengan melihat perbandingan antara laju pertumbuhan ekonomi (LPE) dan PDRB per
kapita kecamatan terhadap angka LPE dan PDRB perkapita rata-rata kabupaten.
Sedangkan alat analisis selanjutnya adalah regresi data panel dengan IPM sebagai
variabel bebas, dan variabel terikatnya terdiri dari PDRB per kapita kecamatan,
sarana pendidikan (jumlah gedung SD), rasio guru SD, jumlah sarana kesehatan, rasio
20

tenaga medis per 1000 penduduk, kepadatan penduduk kecamatan, dan akses
penduduk terhadap air bersih. Penelitian ini menunjukkan kesimpulan PDRB, rasio
guru terhadap murid SD, kepadatan penduduk, dan rumah tangga yang memiliki
akses terhadap air bersih signifikan mempengaruhi IPM di Kabupaten Bekasi dan
disparitas pendapatan yang tinggi di Kabupaten Bekasi tidak serta merta
menyebabkan tingginya disparitas IPM.
Ginting (2008) dengan judul Analisis Pembangunan Manusia di Indonesia.
Penelitian ini bertujuan menganalisis pengaruh konsumsi rumah tangga untuk
makanan dan bukan makanan, pengeluaran pemerintah untuk pendidikan, rasio
penduduk miskin dan krisis ekonomi terhadap pembangunan manusia di Indonesia.
Penelitian ini menggunakan data time series dan cross section atas 26 provinsi pada
periode 1996, 1999, 2002, 2004, 2005 dan 2006. Analisis data menggunakan metode
random effect. Penggunaan metode ini dapat menjelaskan perbedaan karakteristik
pembangunan manusia masing-masing provinsi, sehingga lebih representatif. Hasil
penelitian menunjukkan adanya pengaruh yang signifikan antara konsumsi rumah
tangga untuk makanan dan bukan makanan, pengeluaran pemerintah untuk
pendidikan, rasio penduduk miskin dan krisis ekonomi terhadap pembangunan
manusia di Indonesia. Besarnya pengaruh tersebut ditunjukkan oleh nilai koefien
regresi variabel-variabel bebas, yakni: –0.9829 untuk variabel konsumsi rumah
tangga untuk makanan, 1.2774 untuk konsumsi rumah tangga untuk bukan makanan,
26,6791 untuk pengeluaran pemerintah untuk pendidikan dan –0.214 untuk rasio
penduduk miskin. Variabel dummy menunjukkan pengaruh negatif.
Pambudi (2008) dengan judul “Analisis Pengaruh Tingkat Kemandirian Fiskal
Terhadap Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Barat”.
Data yang digunakan yaitu : APBD kabupaten/kota di Jawa Barat terdiri dari PAD
(pajak, retribusi, laba badan usaha milik daerah, dan pendapatan asli daerah lainnya
yang sah) dan DAU; data IPM (AHH, AMH, RLS, dan PPP). Metode analisis yang
digunakan adalah Analisis Panel Data. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis
tingkat kemandirian fiskal dan perkembangan pencapaian IPM antar daerah
kabupaten/kota di Provinsi Jawa Barat, serta melihat perbedaan keberhasilan
21

pembangunan kabupaten dan perkotaan. Selain itu, dalam penelitian ini juga
menganalisis hubungan antara tingkat kemandirian fiskal dengan IPM di Provinsi
Jawa Barat. Penelitian ini menggunakan data Anggaran Pendapatan dan Belanja
Daerah (APBD) dan data IPM kabupaten/kota di Provinsi Jawa Barat selama tahun
2002 hingga tahun 2006.
Analisis dilakukan secara kualitatif dan kuantitatif. Analisis kualitatif dilakukan
untuk melihat perkembangan pencapaian IPM dan komponen penyusunnya serta
tingkat kemandirian fiskal yang dilihat dari Pendapatan Asli Daerah (PAD)
kabupaten/kota di Propinsi Jawa Barat selama tahun 2002 hingga tahun 2006.
Analisis kuantitatif dengan metode panel data dilakukan untuk melihat hubungan
antara PAD dengan DAU, hubungan antara PAD dengan IPM, serta hubungan antara
komponen PAD dengan IPM. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pencapaian
komponen IPM, antara lain Angka Harapan Hidup (AHH), Angka Melek Huruf
(AMH), Rata-rata Lama Sekolah (RLS), dan Purchasing Power Parity (PPP)
kabupaten/kota di Jawa Barat untuk daerah perkotaan lebih baik jika dibandingkan
dengan daerah kabupaten. Nilai IPM kabupaten/kota di Provinsi Jawa Barat secara
rata-rata tergolong dalam kategori menengah tinggi, dan pencapaian daerah perkotaan
lebih baik jika dibandingkan dengan daerah kabupaten. Tingkat kemandirian fiskal
daerah yang dilihat dari angka PAD menunjukkan bahwa daerah perkotaan memiliki
tingkat kemandirian yang lebih baik jika dibandingkan daerah kabupaten. Secara
keseluruhan tingkat kemandirian daerah kabupaten/kota di Provinsi Jawa Barat
tergolong dalam kategori sangat kurang.
Hidayat (2008) dengan judul “Analisis Hubungan Komponen Indeks
Pembangunan Manusia dengan Kemiskinan di Provinsi Jawa Barat”. Data penelitian
diambil pada tahun 2003 sampai dengan tahun 2006. Data yang digunakan yaitu
persentase jumlah penduduk miskin, data angka harapan hidup, angka melek huruf,
rata-rata lama sekolah, pengeluaran per kapita yang disesuaikan, infrastruktur sosial,
pengangguran dan beban ketergantungan. Metode analisis yang digunakan yaitu
analisis deskriptif untuk menganalisis perkembangan komponen indeks pembangunan
manusia yang diduga berpengaruh terhadap kemiskinan, sedangkan panel data
22

digunakan untuk menganalisis faktor-faktor yang memengaruhi kemiskinan di


Provinsi Jawa Barat. Hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor-faktor yang secara
siginfikan pada taraf nyata lima persen berpengaruh terhadap tingkat kemiskinan di
Provinsi Jawa Barat yaitu angka harapan hidup, rata-rata lama sekolah, kemampuan
daya beli dan tingkat pengangguran. Sedangkan faktor-faktor yang tidak berpengaruh
nyata terhadap tingkat kemiskinan Provinsi Jawa Barat yaitu angka melek huruf, skor
infrastruktur sosial, dan angka beban ketergantungan.
Maliendra (2009) menganalisis Dampak Pemekaran Wilayah dan Faktor-Faktor
yang Mempengaruhi Pembangunan Manusia di Provinsi Jawa Barat periode tahun
2002-2006. Data yang digunakan adalah data anggaran pendapatan dan belanja
daerah Kabupaten/Kota di Jawa Barat, data Basis untuk analisis indeks pembangunan
manusia, dan Jawa Barat dalam angka. Periode waktu yang digunakan terbagi
menjadi dua yaitu tahun 2002-2003 periode sebelum adanya pemekaran dan tahun
2004-2006 periode setelah adanya pemekaran. Tujuan dari penelitian ini adalah
menganalisis perkembangan IPM Jabar sebelum dan setelah adanya pemekaran.
Selain itu juga akan dianalisis dampak pemekaran dan faktor-faktor yang
memengaruhi pembangunan manusia Jabar sehingga didapatkan rekomendasi
kebijakan guna mewujudkan visi IPM Jabar sebesar 80 pada 2010.
Pada penelitian ini, untuk melihat dampak pemekaran wilayah dan faktor-faktor
yang memengaruhi pembangunan manusia Jawa Barat digunakan analisis deskriptif
dan panel data. Analisis deskriptif digunakan untuk melihat perkembangan IPM
sebelum dan setelah adanya pemekaran wilayah serta untuk melihat dampak
pemekaran dengan membandingkan capaian IPM daerah induk dan daerah baru.
Sedangkan analisis panel data digunakan untuk melihat faktor-faktor yang
mempengaruhi pembangunan manusia Jabar. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
IPM seluruh kabupaten dan kota di Jawa Barat mengalami peningkatan. Daerah baru
hasil pemekaran memiliki IPM lebih tinggi dari daerah induk. Selain daerah baru,
wilayah kota memiliki nilai IPM yang relative lebih tinggi dibanding kabupaten. Laju
pertumbuhan IPM sebelum pemekaran memiliki nilai yang lebih besar dibandingkan
setelah pemekaran. Dari hasil pengolahan data dengan model fixed effect GLS,
23

diketahui bahwa variabel yang secara signifikan mempengaruhi pembangunan


manusia Propinsi Jawa Barat pada taraf nyata 5 persen adalah tingkat kemiskinan,
PDRB per kapita, dan belanja publik.
Yuliati (2012) menganalisis Faktor-Faktor yang Memengaruhi Indeks
Pembangunan Manusia di Wilayah Perbatasan Darat Indonesia. Data yang digunakan
dalam penelitian ini adalah data sekunder yang berasal daru Badan Pusat Statistik dan
sumber lainnya dengan peiode waktu yang digunakan adalah tahun 2007-2010.
Penelitian mencakup seluruh kabupaten perbatasan darat sebanyak 16 kabupaten pada
empat provinsi yaitu : Kalimantan Barat (Sambas, Bengkayang, Sintang, Sanggau,
dan Kapuas Hulu), Kalimantan Timur tiga kabupaten (Nunukan, Malinau, dan Kutai
Barat), Nusa Tenggara Timur tiga kabupaten (Kupang, Belu, dan Timor Tengah
Utara), dan Papua empat kabupaten (Marauke, Boven Digoel, Pegunungan Bintang,
dan Keerom) dan satu kota yaitu Jayapura.
Metode analisis yang digunakan untuk mencapai tujuan penelitian terdiri dari
analisis deskriptif dan ekonometrika. Analisis deskriptif digunakan untuk mengkaji
dinamika indeks pembangunan manusia di wilayah perbatasan darat Indonesia.
Analisis regresi yang digunakan dalam penelitian ini adalah regresi data panel yaitu
untuk melihat faktor-faktor yang memengaruhi indeks pembangunan manusia. hasil
deskriptif yaitu diantar tiga indeks pembentuk IPM, indeks pendidikan mempunyai
nilai yang terbesar hampir disemua kabupaten/kota di wilayah perbatasan.
Berdasarkan hasil estimasi regresi data panel terhadap faktor-faktor yang
memengaruhi indeks pembangunan manusia di wilayah perbatasan diperoleh hasil
sebagai berikut: variabel yang signifikan berpengaruh positif adalah PDRB per
kapita, pengeluaran pemerintah bidang pendidikan dan infrastuktur jalan. Selanjutnya
variabel yang signifikan berpengaruh negatif adalah persentase penduduk miskin,
pengeluaran pemerintah di bidang kesehatan, rasio tenaga pendidikan tingkat SD dan
rasio tenaga kesehatan. Sedangkan variabel yang tidak signifikan berpengaruh adalah
rasio tenaga pendidikan SMP dan tingkat pengangguran terbuka. Jika ditinjau
berdasarkan nilai koefisiennya, maka variabel yang mempunyai pengaruh besar
24

terhadap indeks pembangunan manusia di wilayah perbatasan darat Indonesia adalah


infrastruktur jalan dengan nilai koefisen sebesar 3.0589.
Perbedaan dari penelitian yang dilakukan oleh peneliti-peneliti terdahulu
dengan penelitian ini terletak pada penambahan variabel seperti rasio bidan terhadap
jumlah penduduk, rasio perawat terhadap jumlah penduduk yang berpengaruh pada
IPM, dengan menggunakan metode ekonometrika yaitu analisis panel data dan diikuti
dengan analisis deskriptif perhitungan analisis IPM dan faktor-faktor yang
memengaruhi di setiap kabupaten/kota pada tahun 2009-2011 di Provinsi Papua.
Perbedaan dari penelitian yang dilakukan oleh peneliti-peneliti terdahulu
dengan penelitian ini terletak pada lokasi penelitian yang diambil pada Provinsi
Papua dan penambahan variabel seperti rasio jumlah penduduk terhadap bidan, rasio
jumlah penduduk terhadap perawat yang berpengaruh pada IPM, dengan
menggunakan metode ekonometrika yaitu analisis panel data dan diikuti dengan
analisis deskriptif perhitungan analisis IPM dan faktor-faktor yang memengaruhi di
setiap kabupaten/kota pada tahun 2009-2011 di Provinsi Papua.

2.6 Kerangka Pemikiran Operasional


Konsep pembangunan selama ini hanya menekankan pada pertumbuhan
ekonomi (economic growth), padahal pencapaian kesejahteraan masyarakat tidak
cukup hanya dengan menekankan pada pembangunan ekonomi dan infrastruktur
fisik, melainkan juga dengan pembangunan manusia (human development). Adanya
pergeseran paradigma pembangunan memerlukan keselarasan antara pembangunan
ekonomi dan pembangunan manusia. Oleh karena itu, keberhasilan pembangunan
tidak hanya dilihat dari besarnya PDRB, tetapi juga ditunjukkan dari capaian IPM.
Kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) di Provinsi Papua berpengaruh pada
pertumbuhan ekonomi, karena SDM merupakan salah satu input dalam proses
produksi, yang selanjutnya akan memengaruhi pembangunan ekonomi. Oleh karena
itu perlu perhatian yang serius terhadap pembangunan SDM. Untuk meningkatkan
kualitas SDM, salah satu indikatornya adalah IPM. Meningkatnya IPM akan
berdampak pada pencapaian pembangunan. Strategi untuk meningkatkan IPM secara
25

efektif adalah dengan mengetahui faktor-faktor yang memengaruhi pencapaian IPM


tersebut. IPM adalah komponen dari sumber daya alam yang merupakan nilai
komposit dari tiga komponen yaitu indeks kesehatan, indeks pendidikan dan indeks
ekonomi. Indeks kesehatan terdiri dari angka harapan hidup, indeks pendidikan terdiri
dari angka melek huruf dan rata-rata lama sekolah, sedangkan indeks ekonomi dilihat
dari rata-rata kemampuan daya beli rumah tangga
Strategi untuk meningkatkan indeks pembangunan manusia secara efektif adalah
dengan mengetahui faktor-faktor apa saja yang memengaruhi peningkatan indeks
pembangunan manusia, sehingga bisa dijadikan faktor penting dalam menentukan
kebijakan. Secara keseluruhan kerangka pemikiran penelitian ini seperti pada Gambar
2.3 dibawah ini :

Pembangunan
Ekonomi

Kondisi SDM diukur


dengan IPM

Pendidi Keseh Ekon


kan ata o
n m
Analisis Regresi
i Panel
Deskriptif Data

Faktor-Faktor yang
mempengaruhi IPM

Rekomendasi

Gambar 2.3 Bagan Kerangka Pemikiran


26

2.7 Hipotesis Penelitian


Hipotesa adalah jawaban sementara yang diambil untuk menjawab permasalahan
yang ada yang diajukan oleh peneliti yang kebenarannya masih harus diuji secara
empiris. Berdasarkan hal itu hipotesis yang diajukan adalah sebagai berikut :
1. Pendapatan Domestik Regional Bruto berpengaruh positif terhadap Indeks
Pembangunan Manusia Provinsi Papua tahun 2009-2011.
2. Pengeluaran Pemerintah di bidang pendidikan berpengaruh positif terhadap
Indeks Pembangunan Manusia Provinsi Papua tahun 2009-2011.
3. Rasio jumlah penduduk terhadap jumlah bidan berpengaruh negatif terhadap
Indeks Indeks Pembangunan Manusia Provinsi Papua tahun 2009-2011.
4. Rasio jumlah penduduk terhadap jumlah perawat berpengaruh negatif terhadap
Indeks Indeks Pembangunan Manusia Provinsi Papua tahun 2009-2011.
5. Rasio jumlah penduduk terhadap jumlah dokter berpengaruh negatif terhadap
Indeks Indeks Pembangunan Manusia Provinsi Papua tahun 2009-2011.
6. Rasio jumlah penduduk terhadap penduduk miskin berpengaruh negatif
terhadap Indeks Pembangunan Manusia Provinsi Papua tahun 2009-2011.
7. Rasio murid SD terhadap guru berpengaruh negatif terhadap Indeks Indeks
Pembangunan Manusia Provinsi Papua tahun 2009-2011.
8. Rasio murid SMP terhadap guru berpengaruh negatif terhadap Indeks Indeks
Pembangunan Manusia Provinsi Papua tahun 2009-2011.
9. Rasio murid SMA terhadap guru berpengaruh negatif terhadap Indeks Indeks
Pembangunan Manusia Provinsi Papua tahun 2009-2011.
27

III. METODE PENELITIAN

3.1 Jenis dan Sumber Data


Data yang digunakan pada penelitian ini merupakan data sekunder. Data
sekunder ini diperoleh dari Badan Pusat Statistik, Kementrian Keuangan, hasil
penelitian terdahulu, literature untuk melengkapi data–data yang diperlukan. Data
yang digunakan dalam penelitian ini adalah data panel yang merupakan
penggabungan antara data time series dan cross section. Time series yang digunakan
berupa data sekunder tahunan periode 2009-2011. Cross section yang digunakan
adalah seluruh kabupaten/kota yang ada di Provinsi Papua.
Data yang digunakan dalam pembentukan variabel dependen dan independen
untuk analisis faktor-faktor yang memengaruhi IPM di Provinsi Papua dalam
penelitian ini adalah terdapat pada Tabel 3.1.

Tabel 3.1 Data dan Sumber Data


No. Data yang Digunakan Sumber
1. Indeks Pembangunan Manusia Provinsi Papua tahun BPS Provisi Papua
2009-2011
2. Produks Domestik Regional Bruto Provinsi Papua BPS Provinsi Papua
tahun 2009-2011
3. Pengeluaran Pemerintah Terhadap Pendidikan Kemetrian Keuangan
Provinsi Papua tahun 2009-2010
4. Jumlah Penduduk, Jumlah Guru, Jumlah Siswa, BPS Provinsi Papua
Jumlah Dokter, Jumlah Bidan, Jumlah Perawat,
Jumlah Penduduk Miskin di Provinsi Papua tahun
2009-2011

3.2 Lokasi dan Pengolahan Data Penelitian


Lokasi penelitian terdapat pada Provinsi Papua yang merupakan wilayah timur
Indonesia yang memiliki beberapa permasalahan dalam pembangunan manusia yang
masih bisa dikembangkan dari pendidikan, kesehatan dan ekonomi. Kabupaten/kota
yang terdapat di Provinsi Papua merupakan bahan analisis dalam penelitian ini.
Waktu penelitian yang dilakukan pada tahun 2009 sampai dengan 2011.
28

Pengolahan data yang dilakukan dalam penelitian ini menggunakan Software


Microssoft Excel 2007 dan Eviews 6. Microssoft Excel digunakan untuk membuat
tabel dan grafik demi menunjang analisis deskriptif. Sedangkan Eviews 6 digunakan
untuk membuat analisis regresi data panel mengenai faktor-faktor yang memengaruhi
indeks pembangunan manusia di Provinsi Papua.

3.3 Metode Analisis Data


Metode analisis data menggunakan dua metode analisis yaitu analisis deskriptif
dan analisis kuantitatif. Metode deskriptif adalah metode yang berkaitan dengan
pengumpulan dan penyajian data-data untuk menyajikan informasi didalam suatu
kumpulan data supaya mudah di interpretasikan. Analisi kuantitatif yang digunakan
dalam penelitian ini adalah model analisis Panel Data. Metode ini digunakan untuk
menganalisis faktor-faktor yang memengaruhi pembangunan manusia di Provinsi
Papua.

3.3.1 Metode Analisis Deskriptif


Analisis deskriptif memberikan informasi yang relevan yang terkandung
dalam data dan penyajian hasilnya dalam bentuk yang lebih sederhana dan ringkas
sehingga diperoleh penjelasan dan penafsiran yang dibutuhkan dalam menjawab
permasalahan yang diajukan. Penyusunan tabel, grafik dan diagram dan besaran-
besaran nilai lain di berbagai sumber terkait termasuk dalam kategori analisis
deskriptif ini. Metode analisis deskriptif ini digunakan untuk menganalisis
perkembangan indeks pembangunan manusia dan komponennya disetiap
kabupaten/kota di Provinsi Papua.

3.3.2 Analisis Panel Data


Menurut Gujarati (2004), data panel (pooled data) atau yang disebut juga data
longitudinal merupakan gabungan antara data cross section dan data time series. Data
cross section adalah data yang dikumpulkan dalam satu waktu terhadap banyak
individu, sedangkan data time series merupakan data yang dikumpulkan dari waktu
29

ke waktu terhadap suatu individu. Metode data panel merupakan suatu metode yang
digunakan untuk melakukan analisis empirik yang tidak mungkin dilakukan jika
hanya menggunakan data time series atau cross section.
Kelebihan yang diperoleh dari penggunaan data panel :
1. Dapat mengendalikan heterogenitas individu atau unit cross section.
2. Dapat memberikan informasi yang lebih luas, mengurangi kolinearitas diantara
variabel, memperbesar derajat bebas dan lebih efisien.
3. Dapat diandalkan untuk mengidentifikasi dan mengukur efek yang tidak dapat
dideteksi dalam model data cross section maupun time series.
4. Lebih sesuai untuk mempelajari dan menguji model pelaku (behavioral
models) yang compleks dibandingkan dengan model data cross section maupun
time series.
5. Dapat diandalkan untuk studi dynamic of adjusmant.
Estimasi model menggunakan data panel dapat dilakukan dengan tiga metode,
yaitu metode kuadrat terkecil (pooled least square), metode efek tetap (fixed effect)
dan efek random (random effect).

3.3.2.1 Metode Pooled Least Square


Pendekatan yang paling sederhana dalam pengolahan data panel adalah
dengan menggunakan motode kuadrat terkecil biasa, yang diterapkan dalam data
yang berbentuk pool. Misalnya dalam persamaan berikut ini :
Yu = + xjitβj + εij untuk i= 1,2,....,N....…….……..…..(3.1)
Yang akan berimplikasi diperolehnya persamaan sebanyak T persamaan yang
sama. Begitu juga sebaliknya, akan dapat diperoleh persamaan deret waktu (time
series) sebanyak N persamaan untuk setiap T observasi. Namun, untuk mendapatkan
parameter α dan β yang konstan dan efisien, dapat diperoleh dalam bentuk regresi
yang lebih besar dengan melibatkan sebanyak NT observasi. Akan tetapi jika
menggunakan metode Pooled Least Square, perbedaan antar individu maupun antar
waktu tidak akan terlibat.
30

Diamana :
N = Jumlah data cross section
T = Jumlah data time series

3.3.2.2 Metode Efek Tetap (Fixed Effect)


Kesulitan terbesar dalam metode kuadrat terkecil biasa adalah adanya asumsi
intersep dan slope dari persamaan regresi yang dianggap konstan, baik antar daerah
maupun antar waktu yang mungkin tidak beralasan. Generalisasi secara umum sering
dilakukan adalah dengan memasukkan variabel boneka (dummy variabel ) untuk
menghasilkan nilai parameter yang berbeda-beda baik lintas unit cross section
maupun time series (Baltagi, 2001).
Persamaan fixed effect dapat dituliskan dalam persamaan berikut ini :
Yit = αi + βjxjit + eit…………………………………………….……………….…..….(3.2)
Dimana:
Yit = variabel terikat di waktu t untuk unit cross section i
αi = intersep yang berubah-ubah antar cross section unit
βj = parameter untuk variabel ke j
xjit = variabel bebas j di waktu t untuk unit cross section i
eit = komponen error di waktu t untuk unit cross section i

Dengan menggunakan pendekatan ini akan terjadi degree of freedom.


Keputusan memasukan variabel boneka ini harus didasarkan pada pertimbangan
statistik. Tidak dapat kita pungkiri, dengan melakukan penambahan variabel boneka
ini akan dapat mengurangi banyaknya degree of freedom yang akhirnya akan
mempengaruhi keefisienan dari parameter yang diestimasi. Pada metode fixed effect,
estimasi dapat dilakukan tanpa pembobot (no weighted) atau Least Square Dummy
Variable (LSDV) dan dengan pembobotan (cross section weight) atau General Least
Square (GLS). Tujuan dilakukannya pembobotan adalah untuk mengurangi
heterogenitas antar unit cross section (Gujarati, 2004).

3.3.2.3 Metode Efek Random (Random Effect)


Keputusan untuk memasukan variabel dummy dalam model fixed Effect
memiliki konsekuensi berkurangnya degree of freedom yang akhirnya dapat
31

mengurangi efisiensi dari parameter yang diestimasi. Oleh karena itu, dalam model
data panel dikenal pendekatan yang ketiga yaitu model efek acak (Baltagi, 2001).
Model ini dapat dijelaskan melalui persamaan berikut:
Yit = α1t + βjxjit + uit ………………………...……………………(3.3)
dimana α1t diasumsikan sebagai variabel random dari rata-rata nilai intersep (α1).
Nilai intersep untuk masing-masing individu dapat dituliskan:
α1t = α1 + εit i = 1 ,2,…N ………………….…………………….(3.4)
dimana α1 adalah rata-rata dari seluruh intersep, εi adalah random error (yang tidak
bisa diamati) yang mengukur perbedaan karakteristik masing-masing individu.
Bentuk model efek acak ini kemudian dapat ditulis dengan rumus:
Yit = α1 + βjxj it + εit + uit
Yit = α1 + βjxj it + ωit …………………………………..…………(3.5)
Dimana : ωit = εit + uit.
Bentuk ωit terdiri dari dua komponen error term yaitu εi sebagai komponen
cross section dan uit yang merupakan gabungan dari komponen time series error dan
komponen error kombinasi.
Bentuk model efek acak akhirnya dapat ditulis dengan rumus:
Yit = α1 + βjxj it + ωit dengan
ωit = εi + vt + wit …………………………………...……...(3.6)
dimana : εi ~ N ( 0, δε_ ) = komponen cross section error
vi~ N ( 0, δv_ ) = komponen time series error
wit~ N ( 0, δε_ ) = komponen error kombinasi
asumsinya adalah bahwa error secara individual tidak saling berkorelasi begitu juga
dengan error kombinasinya.
Dengan menggunakan model efek acak, maka dapat menghemat pemakaian
derajat kebebasan dan tidak mengurangi jumlahnya seperti yang dilakukan oleh
model efek tetap. Hal ini berimplikasi parameter yang merupakan hasil estimasi akan
menjadi semakin efisien.
32

3.4 Uji Kesesuaian Model


Untuk menguji kesesuaian atau kebaikan model dari ketiga metode pada teknik
estimasi model dengan data panel digunakan Chow Test dan Hausman Test. Chow
Test digunakan untuk menguji kesesuaian model antara model yang diperoleh dari
data pooled least square dengan model yang diperoleh dari metode fixed effect.
Selajutnya dilakukan Hausman Test terhadap model yang terbaik yang diperoleh dari
hasil Choww Test dengan model yang diperoleh dari metode random effect.

3.4.1 Chow Test


Chow test menyebutkan sebagai pengujian F-statistik adalah pengujian untuk
memilih apakah model yang digunakan Pooled Least Square atau Fixed Effect.
Sebagaimana yang diketahui bahwa terkadang asumsi bahwa setiap unit cross section
memiliki pelaku yang sama cenderung tidak realistis mengingat dimungkinkan setiap
unit cross section memiliki pelaku yang berbeda. Dalam pengujian ini dilakukan
dengan hipotesa sebagai berikut :
H0 : Model Pooled least square
H1 : Model Fixed Effect
Dasar penolakan terhadap hipotesa nol (H0) adalah dengan menggunakan F-
statistik seperti yang dirumuskan oleh Chow :
(ESS1-ESS2) / (N-1)
CHOW =
(ESS2) / (NT – N – K) ………………………………………….…...….(3.7)
Dimana :
ESS1 = Residual Sum Square hasil pendugaan model Fixed effect
ESS2 = Residual Sum Square hasil pendugaan Pooled Least Square
N = Jumlah data cross section
T = Jumlah data time series
K = Jumlah variabel penjelas

Statistik Chow Test mengikuti distribusi F-statistik dengan derajat bebas (N-1,
NT-N-K ) jika nilai CHOW statistik (F-stat) hasil pengujian lebih besar besar dari F-
tabel, maka cukup bukti untuk melakukan penolakan terhadap Hipotesa Nol sehingga
model yang digunakan adalah model fixed effect, dan begitu juga sebaliknya.
33

3.4.2 Hausman test


Hausman Test adalah pengujian statistik sebagai dasar pertimbangan dalam
memilih apakah menggunakan model fixed effect atau model random effect. Seperti
yang diketahui bahwa penggunaan model fixed effect mengandung suatu unsur trade-
off yaitu hilangnya derajat bebas dengan memasukkan variabel dummy. Namun,
penggunaan metode random effect juga harus memperhatikan ketiadaan pelanggaran
asumsi dari setiap komponen galat. Husman Test dilakukan dengan hipotesa sebagai
berikut :
H0 : Model Random Effect
H1 : Model Fixed Effect
Sebagai dasar penolakan hipotesa nol maka digunakan Statistik Hausman dan
membandingkannya dengan Chi-Square. Statistik Hausman dirumuskan dengan :
m = (β – b)(M0 – M1)-1 (β – b) ~ χ2 (K) ……………………………...………...(3.8)
Dimana β adalah vektor untuk statistik variabel fixed effect, b adalah vektor
statistik variabel random effect, M0 adalah matriks kovarians untuk dugaan fixed
effect model dan M1 adalah matriks kovarians untuk dugaan random effect model.
Jika nilai m hasil pengujian lebih besar dari χ2 – Tabel, maka cukup bukti untuk
melakukan penolakan terhadap hipotesa nol sehingga model yang digunakan adalah
model fixed effect, dan begitu pula sebaliknya.

3.4.3 Koefisien Determinasi (R2)


Koefisien determinasi berfungsi untuk menunjukkan seberapa baik model yang
diperoleh bersesuaian dengan data aktual (goodness of fit), mengukur berapa
presentase variasi dalam peubah terikat mampu dijelaskan oleh informasi peubah
bebas. Kisaran nilai koefisien determinasi adalah 0 ≤ R2 ≤ 1. Model dikatakan
semakin baik apabila nilai R2 mendekati 1 atau 100 persen.

3.4.4 Uji F
Dalam menganalisis model, dilakukan pengujian model secara keseluruhan
menggunakan statistic uji-F. jika signifikan maka dapat menjelaskan keragaman Y,
34

sehingga dilanjutkan dengan pengujian statistic uji-T. untuk uji F hipotesis diuji
adalah:
H0 = β1 = β2=…=βn=0
H1 = minimal ada satu parameter dugaan (βi) yang tidak sama dengan nol
(paling sedikit ada satu atau dua variable bebas yang berpengaruh nyata terhadap
variable tak bebas).
Pengujian uji-F ini dilihat dari nilai probabilitas F-statistiknya. Jika P-Value
menunjukkan besaran yang kurang dari taraf nyata yang digunakan (α), dapat
disimpulkan tolak H0, yang artinya minimal ada satu parameter dugaan yang tidak
sama dengan nol (paling sedikit ada satu variable bebas yang berpengaruh nyata
terhadap variable tak bebas).

3.4.5 Uji T
Uji t digunakan untuk melihat kebasahan dari hipotesa yang telah diberikan dan
membuktikan bahwa koefisien regresi dalam model secara statistik bersifat signifikan
atau tidak. Untuk uji T hipotesis yang diuji adalah :
H0 = βj = 0
H1 = βj ≠0 ; j =1,2,…,n
Pengujian uji-T ini dilihat dari probabilitas t-statistiknya. Jika probabilitas t-statistik
menunjukkan nilai yang kurang dari derajat kepercayaan yang digunakan (α), maka
dapat dikatakan tolak H0 yang berarti peubah bebas berpengaruh nyata terhadap
peubah tidak bebas dalam model dan begitu pula sebaiknya, jika H0 diterima maka
peubah bebas tidak berpengaruh nyata terhadap peubah tidak bebas pada tingkat
signifikansi tertentu.

3.5 Perumusan Model


Variabel-variabel yang diduga secara signifikan berpengaruh nyata terhadap
pembangunan manusia di Provinsi Papua yaitu Indeks Pembangunan Manusia (IPM),
Pertumbuhan ekonomi (PDRB), Pengeluaran Pemerintah di Bidang Pendidikan
(GOVED), Rasio Jumlah Penduduk terhadap Jumlah Bidan (RBDN), Rasio Jumlah
35

Penduduk terhadap Jumlah Perawat (RPWT), Rasio Jumlah Penduduk terhadap


Jumlah Dokter (RDOK), Rasio Penduduk Miskin terhadap Jumlah Penduduk
(RMISKIN), Rasio Murid SD terhadap Guru (RSD), Rasio Murid SMP terhadap
Guru (RSMP), Rasio Murid SMA terhadap Guru (RSMA). Untuk menganalisis
faktor-faktor IPM di Provinsi Papua dalam ekonometrika dapat menggunakan dengan
model persamaan berikut,

Ln IPMit = β0 + β1 Ln PDRBKit + β2 Ln GOVEDit + β3 Ln RBDN it + β4 Ln RPWTit +


β5 Ln RDOKit + β6 RMISKINit + β7 Ln RSDit + β8 Ln RSMPit + β9 Ln
RSMAit + εit ………….………………………………………...…..(3.9)

Keterangan :
Ln IPM : Logaritma natural IPM
Ln PDRB : Logaritma natural PDRB Perkapita
Ln GOVED : Logaritma natural Pengeluaran Pemerintah di Bidang
Pendidikan
Ln RBDN : Rasio Jumlah Pemduduk Terhadap Bidan
Ln RDOK : Rasio Jumlah Penduduk Terhadap Dokter
LnRPWT : Rasio Perawat terhadap jumlah penduduk
RMISKIN : Rasio Penduduk Miskin Terhadap Jumlah Penduduk
LnRSD : Rasio Murid SD Terhadap Guru
LnRSMP : Rasio Murid SMP Terhadap Guru
Ln RSMA : Rasio Murid SMA Terhadap Guru
β0 : Intersep,
β1, β2, β3 : Koefisien regresi variable bebas
i : 1,2,3...,29 (data cross section kabupaten/kota di
Provinsi Papua)
t : 1,2,3 (data time series 2009-2011)
εit : Komponen error

3.6 Uji Pelanggaran Model


Uji pelanggaran asumsi dilakukan untuk memenuhi persyaratan pada model yang
akan digunakan. Setelah melakukan pemilikan model terbaik menggunakan uji
Hausmant test maka dapat melakukan uji pelanggaran terhadap asumsi yang
digunakan didalam model.
36

3.6.1 Multikolinearitas
Multikolinearitas adalah hubungan linier yang kuat antara variabel-variabel
bebas dalam persamaan regresi berganda. Gejala multikolinearitas ini dapat dideteksi
dari nilai R2 tinggi tetapi tidak terdapat atau sedikit sekali koefisien dugaan yang
berpengaruh nyata dan tanda koefisien regresi tidak sesuai dengan teori (Gujarati,
2004). Multikolinearitas dalam pooled data dapat diatasi dengan pemberian
pembobotan (cross section weight) atau GLS, sehingga parameter dugaan pada taraf
uji tertentu (t-statistik maupun F-hitung) menjadi signifikan.

3.6.2 Autokorelasi
Suatu model dikatakan memiliki autokorelasi jika terjadi error dari periode
waktu (time series) yang berbeda saling berkorelasi. Masalah autokorelasi ini akan
menyebabkan model menjadi tidak efisien meskipun masih tidak bias dan konsisten.
Autokorelasi menyebabkan estimasi standart error dan varian koefisien regresi yang
diperoleh akan underestimate. Sehingga R2 akan besar serta uji-t dan uji-F menjadi
tidak valid. Autokorelasi yang kuat dapat menyebabkan dua variabel yang tidak
berhubungan menjadi berhubungan. Bila OLS digunakan, maka akan terlihat
koefisien signifikansi dan R2 yang besar atau juga disebut sebagai regresi lancung
atau palsu.
Untuk mendeteksi ada tidaknya autokorelasi dapat dilakukan uji Durbin Watson
(DW) yaitu dengan membandingkan nilai Durbin Watson dari model dengan DW
tabel.
Tabel 3.2 Kerangka Identifikasi Autokorelasi
Nilai Durbin -Watson Kesimpulan
DW < 1.10 Ada autokorelasi
1.10 < DW < 1.54 Tanpa kesimpulan
1.55 < DW < 2.46 Tidak ada autokerelasi
2.46 < DW < 2.90 Tanpa kesimpulan
dl < DW < 2.91 Ada autokerelasi
Sumber : Firdaus, 2004

3.6.3 Heteroskedastisitas
37

Salah satu asumsi yang harus dipenuhi agar taksiran parameter dalam model
tersebut BLUE adalah VAR (ui) = σ2 (konstan), semua varian mempunyai variasi
yang sama. Pada umumnya, heteroskedastisitas diperoleh pada data cross section.
Jika pada model dijumpai heteroskedastisitas, maka model menjadi tidak efisien
meskipun tidak bias dan konsisten. Dengan kata lain, jika regresi tetap dilakukan
meskipun ada masalah heteroskedastisitas maka pada hasil regresi akan terjadi
”misleading” (Gujarati, 2003). Untuk menguji adanya pelanggaran asumsi
heteroskedastisitas, digunakan uji White - heteroskedasticity yang diperoleh dalam
program Eviews. Dengan uji white, membandingkan Obs* R-Squared dengan χ2
(Chi-Squared) tabel, jika nilai Obs* Rsquared lebih kecil daripada χ2 – tabel maka
tidak ada heteroskedastisitas pada model.
Dalam pengolahan data panel dalam Eviews 6 yang menggunakan metode
General Least Square (Cross Section Weights), maka untuk mendeteksi adanya
heteroskedastisitas adalah dengan membandingkan Sum Square Resid pada Weighted
Statistics dengan Sum Squared Resid Unweighted Statistics. Jika Sum Square Resid
pada Weighted Statistics < Sum Squared Resid pada Unweighted Statistics, maka
terjadi heteroskedastisitas. Perlakuan untuk pelanggaran tersebut adalah dengan
mengestimasi GLS dengan White Heteroskedasticity.

3.6.4 Uji Normalitas


Uji normalitas bertujuan untuk menguji kenormalan dalam model regresi,
variabel dependen dan variabel independen mempunyai distribusi normal atau tidak.
Model regresi yang terbaik adalah yang terdistribusi secara normal atau mendekati
normal. Hipotesa yang digunakan adalah :
H0 : error term menyebar normal
H1 : error term tidak menyebar normal
Uji normalitas diaplikasikan dengan melakukan tes Jaeque Bera, jika nilai
probabilitasnya yang diperoleh lebih besar dari taraf nyata yang digunakan, maka
terima H0 yang berarti error term dalam model sudah menyebar normal.
38

IV. GAMBARAN UMUM

4.1 Keadaan Geografis


Provinsi Papua terletak antara 2025’-90 Lintang Selatan dan 1300-1410 Bujur
Timur. Provinsi Papua yang memiliki luas 319,036.05 km2 atau 16.70 persen dari
luas Indonesia. Provinsi Papua merupakan wilayah terluas di seluruh provinsi yang
ada di Indonesia. Pada bagian utara Provinsi Papua dibatasi dengan Samudra Pasifik,
sedangkan bagian selatan berbatasan dengan laut Arafuru. Sebelah barat berbatasan
dengan Laut Seram, Laut Banda, Provinsi Maluku, dan sebelah Timur berbatasan
dengan Papua New Nugini.
Luas daerah Povinsi Papua adalah sebesar 688187.54 hektar, dan mempunyai
28 kabupaten dan satu kota, 385 kecamatan dan 3565 desa. Provinsi Papua dibagi
menjadi 28 kabupaten dan satu kota dimana Marauke merupakan kabupaten/kota
terluas (56.84 persen) dan kota Jayapura merupakan kabupaten/kota terkecil di
Provinsi Papua (0.10 persen dari luas Papua).
Kabupaten Tolikara mempunyai jumlah kecamatan dan desa terbanyak di
seluruh Provinsi Papua yaitu sebesar 35 kecamatan dan 514 desa, sedangkan terdapat
lima kabupaten/kota yang mempunyai kecamatan yang paling sedikit yaitu
kabupaten/kota Supiori, Mamberamo Tengah, Yalimo, Dogiayi dan Kota Jayapura
masing-masing mempunyai lima kecamatan di setiap kabupaten. Jumlah desa yang
paling sedikit terdapat pada Kabupaten Yalimo sebanyak 27 desa. Penelitian ini
dilakukan terhadap 29 kabupaten/kota yang terdapat di Provinsi Papua.

4.2 Keadaan Penduduk Provinsi Papua


Berdasarkan hasil sensus penduduk yang diadakan setiap 10 tahun sekali,
secara umum perkembangan jumlah penduduk setiap provinsi di Indonesia
mengalami peningkatan dari tahun 1990 hingga 2010. Secara regional, provinsi yang
memiliki jumlah penduduk terbesar di Indonesia pada tahun 2010 adalah Provinsi
Jawa Barat dengan jumlah penduduk 43,021,826 jiwa, sedangkan Provinsi Papua
39

memiliki jumlah penduduk yang terkecil sebesar 2,833,381 jiwa. Jumlah penduduk
ini termasuk jumlah penduduk yang terbesar untuk kawasan Maluku dan Papua.
3000000 2833381
2500000
2000000 1684144
1500000 1230264
Jumlah penduduk
1000000
500000
0
1990 2000 2010

Sumber : Sensus Penduduk, Badan Pusat Statistik Provinsi Papua


Gambar 4.1 Jumlah Penduduk Provinsi Papua 1990, 2000, 2010 (Jiwa)

Laju pertumbuhan penduduk Provinsi Papua per tahun selama sepuluh tahun
terakhir yakni dari tahun 2000-2010 adalah 5.39 persen. Pada tahun 2010, sebagian
besar penduduk Papua masih berpusat di kota Jayapura. Berdasarkan hasil sensus
penduduk 2010 yang dilakukan oleh Badan Pusat Statistik, jumlah penduduk Provinsi
Papua adalah 2,833,381 orang, terdiri dari 1,505,883 orang laki-laki (53.15 persen)
dan 1,327,498 orang perempuan (46.85 persen).
Kepadatan penduduk di Provinsi Papua merupakan yang terendah di Indonesia.
Dengan luas wilayah 756,881,89 km2, kepadatan penduduk di Provinsi Papua hanya
4 jiwa per km2. Kepadatan tertinggi terjadi di Kota Jayapura, yakni 327 jiwa per km2.
Sedangkan terendah terjadi di Kabupaten Marauke yakni kurang dari 1 jiwa per km2.
Penduduk Provinsi Papua berdasarkan kelompok umur ternyata didominasi oleh
kelompok usia muda (0-14 tahun). Kecilnya proporsi penduduk usia tua (kelompok
usia 55 tahun keatas ) menunjukkan bahwa tingkat kematian penduduk usia lanjut
sangat tinggi. Ini berarti angka harapan hidup di Provinsi Papua masih rendah pada
tahun 2009, angka harapan hidup di Provinsi Papua sebesar 68.35 tahun. Selain itu,
komposisi penduduk seperti diatas menyebabkan rasio ketergantungan di Provinsi
Papua cukup tinggi , yaitu sebesar 56.37 persen.
Dalam negara berkembang, jumlah penduduk dengan mutu yang rendah belum
bisa dijadikan sebagai modal pembangunan bahkan sebaliknya seringkali menjadi
40

beban dalam proses pembangunan. Karena itu, untuk menunjang keberhasilan


pembangunan, Pemerintah Provinsi Papua harus secara terus-menerus melakukan
upaya pengendalian jumlah penduduk, dengan menciptakan tatanan keluarga kecil
yang sehat dan berkualitas sebagai upaya meningkatkan kualitas SDM ke depan.
Berkualitas bukan hanya dari sisi intelektualnya tetapi juga dari sisi moral, emosi, dan
spiritualnya. Tidak cukup badannya yang sehat tetapi jiwanya juga harus sehat.
(Mailendra, 2009).

4.3 Keadaan Perekonomian Provinsi Papua


PDRB merupakan salah satu indikator yang digunakan untuk melihat kondisi
perekonomian suatu wilayah. Pada tahun 2011 besaran PDRB Provinsi Papua atas
dasar harga berlaku sebesar Rp 76.37 trilliun, sedangkan atas dasar harga konstan
2000 mencapai Rp 21.13 trilliun. Nilai ini lebih rendah 4.63 persen dibanding tahun
sebelumnya yang telah mencapi Rp 22,407 trilliun.
Produktifitas ekonomi suatu daerah terlihat dari pertumbuhan ekonomi yang
diperoleh dari PDRB atas dasar harga konstan. Selama lima tahun terahir, Provinsi
Papua mengalami pertumbuhan ekonomi yang cukup berfluktuasi. Setelah mencapai
pertumbuhan tertinggi ditahun 2005 (36.40 persen), tahun 2006 secara drastis turun
menjadi -17.14 persen. Tahun berikutnya kembali ke pertumbuhan positif 4.34
persen, kemudian ditahun 2008 berkontraksi kembali ke -1.40 persen. Tahun 2009
tumbuh menjadi 22.74 persen dan tahun 2010 mengalami kontraksi sebesar -3.16
persen hingga tahun 2011, pertumbuhan ekonomi Provinsi Papua terlihat sangat
berfluktuasi, pada tahun 2011 provinsi ini mengalami kontraksi pertumbuhan
ekonomi sebesar -5.67 persen.

Tabel 4.1 Perkembangan PDRB Provinsi Papua tahun 2009-2011


Uraian 2009 2010 2011
PDRB ADHB (Triliun Rp) 23.14 22 21
PDRB ADHK (Triliun Rp) 76.87 87.77 76.37
Pertumbuhan Ekonomi (%) 22.74 -3.16 -5.67
Sumber : BPS Provinsi Papua, 2009-2011
41

Ditinjau dari segi perekonomian, pertumbuhan ekonomi Provinsi Papua


bertumpu pada tiga sektor dominan yang meliputi : (1) sektor pertanian; (2) sektor
pertambangan dan penggalian; serta (3) sektor jasa-jasa. Ketiga sektor tersebut dalam
kurun waktu 2009-2011 mengalami perkembangan yang berfluktuatif.

4.4 Indeks Pembangunan Manusia Provinsi Papua


IPM adalah indikator yang digunakan untuk mengukur salah satu aspek penting
yang berkaitan dengan kualitas dari hasil pembangunan ekonomi, yakni derajat
perkembangan manusia. IPM disusun berdasarkan tiga indikator, yaitu : lamanya
hidup yang diukur dengan angka melek huruf penduduk usia 15 tahun keatas dan
rata-rata lama sekolah, dan suatu standar hidup layak yang diukur dengan
pengeluaran perkapita yand telah disesuaikan.
Bila ketiga indikator tersebut dikaitkan dengan pembangunan ekonomi, maka
hipotesanya adalah: 1) Semakin baik pembangunan suatu wilayah (semakin tinggi
pendapatan perkapita), semakin besar angka harapan hidup (rata-rata semakin lama
umur seseorang), dan semakin rendah angka kematian bayi di wilayah tersebut. 2)
Semakin baik perekonomian suatu wilayah semakin tinggi tingkat pendidikan rata-
rata masyarakat atau semakin tinggi angka melek huruf dan semakin lama rata-rata
lama sekolah. 3) Bahwa semakin baik pembangunan ekonomi suatu wilayah semakin
baik pendapatan rill perkapita masyarakat yang berarti semakin baik standar hidup
masyarakat didaerah tersebut.
Kinerja pembangunan manusia Provinsi Papua tercermin pada angka IPM tahun
2011 yang mencapai angka 65.34. Pencapaian angka IPM tersebut lebih tinggi bila
dibandingkan dengan keadaan tahun 2010 yaitu sebesar 64.94. Dengan pencapaian
IPM 64.94 maka Provinsi Papua masuk dalam kategori kinerja pembangunan
manusia “menengah bawah” dengan angka capaian 50.0-65.9. Selama priode 2005-
2011, IPM Provinsi Papua selalu meningkat. Hal ini menunjukkan bahwa proses
pembangunan manusia di Provinsi Papua selalu mengalami kemajuan. IPM Papua
meningkat seiring dengan membaiknya perekonomian Papua dan meningkatnya
kinerja pemerintah.
42

66
65
64
63
64.94 65.34 IPM Papua
62 64 64.54
63.41
62.75
61 62.1
60
2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011

Sumber : BPS, 2011


Gambar 4.2 IPM Provinsi Papua tahun 2005- 2011
Namun secara umum jika dibandingkan dengan provinsi lain, angka IPM
Provinsi Papua berada pada kelompok bawah di Indonesia. Bahkan menduduki
posisi terendah selama tiga tahun terahir. IPM Papua masih dibawah provinsi-
provinsi kawasan timur lainnya yaitu Papua Barat, Maluku, dan Maluku Utara.
Sedangkan IPM tertinggi tahun 2011 diraih oleh provinsi DKI Jakarta disusul oleh
provinsi Sulawesi Utara dan Riau.
Besaran angka IPM menurut kabupaten/kota menunjukkan fenomena yang
semakin heterogen. Hal ini tercermin dari semakin besarnya range antara angka IPM
tertinggi dengan angka IPM terendah. Perbedaan tersebut terjadi karena prioritas
sasaran program maupun kebijakan yang diambil masing-masing daerah tidak sama.
Pada tahun 2011 Kota Jayapura mempunyai IPM tertinggi se Provinsi Papua dengan
besaran 76.42, diikuti kemudian dengan Kabupaten Jayapura yaitu sebesar 72.51 dan
Kabupaten Biak Numfor sebesar 70.31. Kabupaten Mimika yang mempunyai PDRB
perkapita tertinggi di Provinsi Papua hanya menempati peringkat kelima untuk
pengembangan manusianya. Kabupaten Yalimo, Deiyai, Intan Jaya dan Nduga
merupakan empat kabupaten yang memiliki IPM terendah ditingkat Provinsi Papua.
Perkembangan angka IPM dari tahun ke tahun memberikan indikasi
peningkatan atau penurunan kinerja pembangunan manusia setiap tahunnya. Capaian
angka IPM akan menentukan urutan (ranking) antar daerah. Namun demikian,
keberhasilan pembangunan manusia disuatu daerah tidak mutlak dilihat dari urutan
posisi (ranking).
43

Terdapat hal menarik dari realita di atas, bahwa kesehatan dan pendidikan
merupakan komponen yang kontribusinya sulit untuk dipacu untuk menghasilkan
peningkatan yang mempunyai sifat spontan dan dapat dirasakan dalam waktu dekat.
Peningkatan yang terjadi tidak terlepas dari pondasi pembangunan yang telah
diletakkan sebelumnya serta sifatnya relatif lebih stabil dan mudah mengalami
kejenuhan apabila telah mencapai derajat tertentu. Misalkan, daerah perkotaan yang
telah mencapai angka melek huruf cukup tinggi pasti akan mengalami ‘stagnasi’
peningkatan capaian indikator, demikian pula dengan rata-rata lama sekolah serta
angka harapan hidup.

4.4.1 Pendidikan di Provinsi Papua


Sumber daya manusia berperan penting terhadap kemajuan suatu bangsa, oleh
karena itu perlu diupayakan peningkatan sumber daya manusia demi tercapainya
keberhasilan pembangunan. Salah satu upaya untuk meningkatkan sumber daya
manusia adalah peningkatan kualitas pendidikan, baik formal maupun non formal.
Titik berat pendidikan formal adalah peningkatan mutu pendidikan dan
perluasan pendidikan dasar, selain itu ditingkatkan pula kesempatan belajar pada
jenjang pendidikan yang lebih tinggi. Sedangkan pendidikan non formal
dimasuksudkan untuk memberikan keterampilan hidup kepada masyarakat.
Pendidikan nonformal juga dapat membekali sikap kemandirian yang mendorong
tercapainya kesempatan untuk berwirausaha, yang pada akhirnya diharapkan mampu
membawa peningkatan taraf kehidupan maupun masyarakat dalam berbagai aspek.
Pendidikan merupakan salah satu faktor yang mencerminkan kualitas sumber
daya manusia. Semakin tinggi tingkat pendidikan yang dimiliki maka akan semakin
mudah seseorang tersebut mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan menyerap
kemajuan teknologi. Untuk meningkatkan kualitas pendidikan diperlukan fasilitas
dan tenaga pengajar yang memadai. Pemerintah Provinsi Papua sejauh ini masih
berupaya melakukan perbaikan tingkat kesejahteraan salah satunya dibidang
pendidikan.
44

Jumlah sekolah dari tingkat SD sampai SMA di provinsi Papua pada tahun
2011 sebanyak 2.836 sekolah. Sedangkan rasio murid dengan guru sebesar 31.69.
angka ini menunjukkan bahwa pada tahun 2011, satu guru mengajar 31-32 murid.
Berdasarkan ketentuan dari dinas pendidikan dan kebudayaan rasio murid terhadap
guru adalah satu banding 40. Di lihat dari keseluruhan jumlah rasio di Provinsi
Papua, jumlah guru sudah memenuhi standar dari dinas pendidikan tersebut, akan
tetapi menurut kabupaten/kota, sebagian jumlah rasio nya sangat tinggi. Misalnya
terdapat pada Kabupaten Yalimo, rasio murid SD terhadap guru pada tahun 2010
sebesar 151, artinya setiap satu guru yang terdapat di Kabupaten Yalimo, mengajar
sebesar 151 murid SD. Hal ini diakibatkan bahwa pada sebagian kabupaten/kota yang
terdapat di Provinsi Papua masih kurangnya pelayanan ketersediaan sumberdaya
pengajar.
Tabel 4.2 Jumlah sekolah, guru, dan murid menurut jenjang pendidikan di Provinsi
Papua tahum 2011 (Jiwa)
Uraian SD SMP SMA
Jumlah Sekolah 2.179 495 162
Jumlah Guru 12.424 4.517 2.651
Jumlah Murid 393.795 99.529 46.673
Rasio Murid Guru 31.69 21.41 17.61
Sumber : BPS, 2012
Membaiknya kualitas penduduk Provinsi Papua didorong semakin
bertambahnya akses penduduk terhadap pendidikan dapat diukur dengan Angka
Partisipasi Sekolah (APS). Meskipun terus mengalami peningkatan seperti pada tabel
4.2, akan tetapi kenaikannya masih jauh dibawah rata-rata nasional yang mencapai
97.58 % (umur 7-12 tahun), 87.78 % (umur 13-15 tahun), 57.85 % (umur 16-18
tahun).
Tabel 4.3 Indikator Pendidikan di Provinsi Papua tahun 2009-2011
Uraian 2009 2010 2011
Angka Melek Huruf (%) 75.58 75.60 75.81
Rata-Rata Lama Sekolah (Tahun) 6.57 6.66 6.69
Angka Partisipasi Sekolah (%)
7-12 tahun (%) 76.16 76.22 73.36
13-15 tahun (%) 73.69 74.35 71.29
16-18 tahun (%) 47.59 48.28 50.55
Sumber : Papua dalam Angka 2011
45

Angka partisipasi sekolah dapat menggambarkan berapa banyak penduduk usia


pendidikan yang sedang besekolah, sehingga terkait dengan pengentasan program
wajib belajar indikator inilah yang digunakan sebagai petunjuk berhasil tidaknya
program tersebut. Sebagai standar program wajib belajar dikatakan berhasil jika nilai
APS SD (umur 7-12) dan APS SMP (umur 13-15 tahun) sebesar 100 persen.
Berdasarkan data Susenas tahun 2011, APS Provinsi Papua 7-12 tahun mencapai
73.36 persen, ini berarti masih terdapat 26.64 persen penduduk 7-12 tahun yang
belum sekolah atau tidak sekolah lagi. Sedangkan APS penduduk umur 13-15 tahun
sebesar 71.29 persen artinya 28.71 persennya masih belum sekolah atau tidak sekolah
lagi.
Dari uraian di atas terlihat bahwa capaian APS untuk usia 7-12 tahun (73.36
persen) belum memenuhi target wajib belajar yang ditetapkan (APS 100 persen),
demikian juga target APS usia 13-15 tahun belum terlampaui. Sehingga dikatakan
penerapan program wajib belajar 9 tahun di Provinsi Papua belum sepenuhnya
berhasil, baik pada jenjang pendidikan SD/sederajat ataupun SMP/sederajat.
Angka melek huruf di Provinsi Papua pada tahun 2011 mencapai 75.81 persen.
Bila dilihat menurut kabupaten/kota, angka melek huruf tertinggi pada Kota Jayapura
(99.83 persen). Sedangkan tiga kabupaten terendah adalah Kabupaten Deiyai (30.12
persen), Kabupaten Intan Jaya (27.78 persen), dan Kabupaten Nduga (30.54 persen).
Pada tahun 2011, rata-rata lama sekolah penduduk 6.69. hal ini menunjukkan rata-
rata penduduk Provinsi Papua hanya bersekolah sampai dengan kelas 6 SD atau putus
sekolah setelah di kelas sat SMP. Padahal sistem pendidikan nasional mengisyaratkan
setiap anak Indonesia wajib mendapatkan pendidikan dasar Sembilan tahun atau
sampai tingkat SMP. Hal tersebut harus menjadi perhatian serius bagi pemerintah
provinsi maupun kabupaten/kota. Penyediaan sarana dan fasilitas pendidikan yang
merata di seluruh wilayah Papua bisa menjadi solusi dalam mencapai program wajib
belajar Sembilan tahun.
46

4.4.2 Kesehatan di Provinsi Papua


Kondisi kesehatan merupakan bagian yang erat hubungannya dengan
keberhasilan pembangunan manusia. Pembangunan kesehatan diarahkan untuk
meningkatkan kualitas sumber daya manusia, meningkatkan kualitas kehidupan,
meningkatkan usia harapan hidup dan mempertinggi kesadaran masyarakat akan
pentingnya hidup sehat. Untuk meningkatkan kualitas kesehatan penduduk,
pemerintah Papua berupaya meningkatkan sarana dan prasarana kesehatan disertai
tenaga kesehatan yang memadai baik kualitas maupun kuantitas. Upaya ini bertujuan
agar tempat pelayanan kesehatan mudah diakses dengan biaya yang terjangkau oleh
masyarakat.
Kemampuan suatu daerah untuk melangsungkan pembangunan tidak terlepas
dari kondisi kesehatan sumber daya manusianya. Demi mempertahankan kondisi
kesehatan yang prima, perlu adanya dukungan fasilitas kesehatan yang memadai.
Oleh karena itu perlu diukur seberapa besar kondisi kesehatan disuatu daerah.
Indikator yang dapat digunakan untuk menggambarkan kondisi kesehatan masyarakat
secara garis besar yaitu dengan melihat sebarapa besar Angka Harapan Hidup (AHH)
di Provinsi Papua.
Tabel 4.4 Angka Harapan Hidup di Provinsi Papua 2009-2011 (Tahun)
Angka Harapan Hidup (AHH)

2009 68.35
2010 68.60
2011 68.85
Sumber : BPS tahun 2009-2011.
Angka harapan hidup Provinsi Papua setiap tahunnya mengalami
peningkatan, hal ini diakibatkan karena semakin pahamnya penduduk tentang
pentingnya kesehatan semakin meningkat. Ketersediaan akses kesehatan mulai dari
klinik kesehatan, puskesmas semakin mudah terjangkau. Pada tahun 2011, jumlah
rumah sakit di Papua sebanyak 30 unit, sedangkan banyaknya puskesmas dan
puskesmas pembantu mengalami peningkatan dari tahun sebelumnya, yaitu 1111
puskesmas/puskesmas pembantu pada tahun 2010 menjadi 1115
47

puskesmas/puskesmas pembantu pada tahun 2011. Namun tidak demikian dengan


jumlah petugas kesehatan, pada tahun 2011 jumlah dokter sebanyak 682 orang yaitu
berkurang sebanyak 51 orang dokter dari tahun sebelumnya. Dan 5.792 orang
bidan/perawat yaitu berkurang sebesar 861 perawat/bidan dari tahun sebelumnya. Hal
ini dikarenakan sebagian besar wilayah di Provinsi Papua tersebut terdapat didaerah
pedalaman dan banyak daerah-daerah konflik di provinsi tersebut.
Taraf kesehatan penduduk di pengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu seperti
upaya kesehatan, perilaku, lingkungan, status gizi, dan juga keturunan. Pada tahun
2011, penolong kelahiran balita (usia 0-4 tahun) oleh tenaga medis tercatat hanya
sebesar 47.74 persen. Jumlah tenaga medis yang masih sangat sedikit serta kurangnya
persebaran tenaga medis di wilayah-wilayah pedalaman Provinsi Papua di perkirakan
menjadi faktor penyebab utama rendahnya persentase tersebut. Selain dari faktor
tersebut, kebiasaan/tradisi masyarakat dan rendahnya kepercayaan masyarakat
terhadap tenaga medis, serta tingkat kesulitan yang cukup tinggi untuk menjangkau
akses kesehatan karena faktor alam dan geografis sering dijadikan sebagai alasan
(BPS, 2012). Secara umum, sebagian besar penolong adalah terdapat pada Gambar di
bawah ini

2.23 3.25
Dokter
10.48
Famili

35.03 Dukun
37.77 Bidan
Tenaga Medis Lainnya
11.24
Lainnya

Sumber : BPS, 2012


Gambar 4.3 Persentase Balita di Provinsi Papua Menurut Penolong kelahiran tahun
2012 (Persen)

Secara umum, sebagian besar penolong kelahiran adalah oleh famili (37.77
persen) dan bidan (35.03 persen) yang perannya hanya terlihat dari beberapa wilayah
kabupaten besar seperti Kabupaten Mimika, Kota Jayapura dan Kabupaten Biak
48

Numfor. Sementara peranan dukun sebagai penolong kelahiran masih sangat dominan
di beberapa kabupaten pemekaran, sepeti Kabupaten Yalimo, Kabupaten Supiori,
Kabupaten Tolikara, dan Kabupaten Yahukimo. Penolong kelahiran erat kaitannya
dengan kematian ibu dan bayi, semakin rendahnya penolong kelahiran yang dibantu
oleh tenaga medis maka akan memperbesar resiko kematian bayi dan ibu. Rasio
bidan, rasio dokter, dan rasio perawat akan memengaruhi indeks kesehatan di
Provinsi Papua. Ketika beban dokter, bidan, dan perawat ssemakin rendah makan
akan meningkatkan nilai IPM yang ada di Provinsi Papua (BPS, 2012).

4.4.3 Kemiskinan
Kemiskinan merupakan fenomena yang kompleks. Luas wilayah dan sosial
budaya maupun ekonomi masyarakat menyebabkan kondisi dan permasalahan
kemiskinan di Indonesia menjadi sangat beragam dengan sifat-sifat lokal yang
heterogen (Yuliati, 2012). Jumlah penduduk miskin di Provinsi Papua pada tahun
2011 sebesar 944.79 ribu jiwa (31.98 persen). Dibandingkan dengan tahun
sebelumnya, jumlah penduduk miskin naik sebesar 183.19 ribu jiwa. Naiknya jumlah
penduduk miskin pada tahun 2011 lebih disebabkan karena naiknya kriteria garis
kemiskinan. Meskipun secara jumlah, penduduk miskin bertambah, namun secara
persentase turun sebesar 0.73 persen. Tingginya tingkat kemiskinan di Provinsi Papua
salah satu sebabnya adalah terbatasnya peluang ekonomi dan dipengaruhi oleh tingkat
pendidikan yang rendah. Rendahnya peluang ekonomi dan tingkat pendidikan di
sebabkan karena sebagian besar di Provinsi Papua masih terpencil, jadi sulit untuk
dijangkau dan sarana yang ada pun tidak akan memadai.

4.4.4 Pengeluaran Pemerintah Terhadap Bidang Pendidikan

Tujuan APBD yaitu memberikan gambaran mengenai peranan pemerintah


untuk membiayai investarsi daerah yang akan mendorong terciptanya suatu lapangan
pekerjaan, perluasan kesempatan bekerja. Pengeluaran pemerintah untuk bidang
pendidikan di Provinsi Papua pada tahun 2010, 2011 secara keseluruhan mengalami
49

peningkatan. Peningkatan pengeluaran pemerintah tersebut diharapkan dapat


meningkat sumber daya alam sehingga mampu mengembangkan diri, menciptakan
lapangan pekerjaan dan akan meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

Kab. Deiyai
Kab. Intan Jaya
Kab. Kepulauan Yapen
Kab. Yalimo
Kab. Mamberamo Tengah
Kab. Dogiyai
Kab. Puncak
Kab. Nduga
Kab. Lanny Jaya
Kab. Supiori
Kab. Sarmi
Kab. Waropen
Kab. Asmat
Kab. Mappi 2011
Kab. Boven Digoel
Kab. Pegunungan Bintang 2010
Kab. Keerom 2009
Kab. Tolikara
Kab. Mamberamo Raya
Kota Jayapura
Kab. Yahukimo
Kab. Puncak Jaya
Kab. Paniai
Kab. Nabire
Kab. Mimika
Kab. Merauke
Kab. Jayawijaya
Kab. Jayapura
Kab. Biak Numfor
- 50,000 100,000 150,000 200,000 250,000 300,000

Sumber : Kementerian Keuangan, 2011


Gambar 4.4 Pengeluaran pemerintah bidang pendidikan menurut kabupaten/kota di
Provinsi Papua tahun 2009-2011 (Juta Rupiah)

Pengeluaran pemerintah terhadap bidang pendidikan cenderung meningkat pada


tahun 2010 sampai tahun 2011. Fungsi pengeluaran pendidikan ini merupakan salah
satu investasi pemerintah, dimana pemerintah dapat meningkatkan kualitas
pendidikan yang secara langsung dan akan berdampak kepada peningkatan sumber
daya manusia di Provinsi Papua. Selain digunakan untuk meningkatkan kualitas
pendidikan, dapat juga digunakan untuk perbaikan sarana dan prasarana pendidikan
serta meningatkan kualitas pengajar. Pencapaian pendidikan pada kualitas pengajar
50

dan perbaikan sarana dan prasarana pendidikan yang baik, akan meningkatkan
kualitas pendidikan di Provinsi Papua. Meningkatnya kualitas pendidikan tersebut,
berguna untuk memperbaiki produktivitas masyarakat dan meningkatkan nilai IPM
untuk mencapai kesejahteraan masyarakat yang ada diseluruh Provinsi Papua.

4.4.5 Sosial dan Budaya Provinsi Papua


Pada aspek budaya, kuatnya nilai dan norma adat di Provinsi Papua akan
sangat baik untuk mengikat rasa kebersamaan dan persatuan bagi masyarakat di
kawasan Provinsi Papua. Selain itu, tidak dapat dipungkiri lagi, kemiskinan dan
kesejahteraan rakyat yang begitu rendah disebabkan oleh rendahnya kualitas
pendidikan di kawasan Provinsi Papua. Rendahnya kualitas pendidikan ini, pada
akhirnya menyebabkan kualitas keterampilan dan kesadaran bermasyarakat Provinsi
Papua menjadi rendah pula. Terkait dengan kenyataan sosial bahwa masyarakat yang
tinggal di Provnsi Papua masih memiliki kesatuan adat dan budaya, maka faktor nilai
dan norma adat biasanya cenderung lebih kuat dibandingkan norma dan ikatan
nasional. Ini dapat menjadi masalah dalam pengelolaan wilayah Papua, karena
kesetiaan masyarakat akan lebih terfokus pada ikatan komunitasnya daripada ikatan
nasional.
51

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

Perkembangan indeks pembangunan manusia setiap kabupaten di Provinsi


Papua di analisis dengan menggunakan analisis deskriptif. Sedangkan analisis panel
data dengan menggunakan fixed effect model digunakan untuk menganalisis faktor-
faktor yang memengaruhi IPM di Provinsi Papua. Hal ini bertujuan untuk
menjelaskan bagaimana perkembangan indeks pembangunan manusia di setiap
kabupaten di Papua. Analisis panel data dilakukan dengan 29 kabupaten/kota sebagai
komponen cross section dan periode 2009-2011 sebagai komponen time series.
Dalam analisis panel data, variabel IPM dijadikan sebagai variabel terikatnya,
yang dihubungkan dengan beberapa variabel bebas (penjelas) yaitu PDRB, GOVED,
RBDN, RPWT, RDOK, RMISKIN, RSD, RSMP, RSMA.

5.1 Perkembangan IPM dan komponennya di setiap kabupaten/kota di


Provinsi Papua

5.1.1 Indeks Pembangunan Manusia di Provinsi Papua

IPM merupakan indikator yang digunakan untuk mengukur salah satu aspek
penting yang berkaitan dengan kualitas dari hasil pembangunan ekonomi, yakni
derajat perkembangan manusia. IPM disusun berdasakan tiga indikator yaitu
ekonomi, pendidikan, kesehatan. Kaitannya dengan pembangunan ekonomi adalah
pertama semakin besar ekonomi suatu daerah maka pembangunan suatu wilayah akan
semakin tinggi. Begitu juga dengan tingkat pendidikan, ketika tingkat pendidikan
disuatu daerah semakin baik dilihat dari angka melek huruf dan rata-rata lama
sekolah meningkat, maka pembangunan ekonomi suatu daerah akan meningkat pula.
Indikator kesehatan dilihat dari angka harapan hidup, ketika angka harapan hidup
suatu daerah meningkat, maka tingkat kesehatan suatu daerah akan meningkat, hal ini
dapat meningkatkan pembangunan manusia di Provinsi Papua.
52

Kota Jayapura
Deiyai
Intan jaya
Dogiayi
Puncak
Yalimo
Memberano tengah
Lanny Jaya
Nduga
Membramo Raya
Supiori
Waropen
Keerom
Sarmi 2011
Tolikara 2010
Pegunungan Bintang
2009
Yahukimo
Asmat
Mappi
Boven Digoel
Mimika
Puncak Jaya
Paniai
Biak NamFor
Yapen Waropen
Nabire
Jayapura
Jayawijaya
Marauke
0 10 20 30 40 50 60 70 80

Sumber : BPS (2009-2011), diolah


Gambar 5.1 IPM menurut kabupaten/kota dan Rata-Rata IPM tahun 2011 di Provinsi
Papua

Berdasarkan Gambar 5.1 perkembangan IPM dari 29 kabupaten/kota di


Provinsi Papua mengalami peningkatan. Daerah yang memiliki IPM tertinggi yaitu
Kota Jayapura sebesar (2009;75.16, 2010;75.76, 2011;76.42) dan Kabupaten
Jayapura (2009;71.66, 2010;72.25, 2011; 72.51), sedangkan daerah yang memiliki
53

IPM terendah adalah Kabupaten Nduga sebesar (2009;47.74, 2010;48.02,


2011;48.33), Intan Jaya sebesar (2009;47.94, 2010;48.42, 2011;48.66), Kabupaten
Nduga dan Intan Jaya memiliki IPM yang rendah diakibatkan karena memiliki indeks
pendidikan yang rendah yang didapat dari angka melek huruf dan rata-rata lama
sekolah dibandingkan dengan kabupaten/kota lainnya.
Rata-rata IPM pada Provinsi Papua pada tahun 2011 yaitu sebesar 58.84. Dari
29 kabupaten/kota yang terdapat di Provinsi Papua, sebagian besar kabupaten masih
berada di bawah rata-rata IPM di Provinsi Papua. Terdapat 14 kabupaten/kota yang
melewati garis rata-rata IPM Provinsi Papua tersebut. Hal ini menunjukkan bahwa
sebagian besar pembangunan manusia yang terdapat di Kabupaten/Kota di Provinsi
Papua masih tergolong sangat rendah.

Tabel 5.1 Pembagian Kategori Menurut Kabupaten/Kota


Kategori IPM Kabupaten/Kota
Tinggi -
Menengah Atas Marauke, Kab Jayapura, Nabire, Yapen
Waropen, Biak Namfor, Paniai, Puncak
Jaya, Mimika, Sarmi, Keerom,
Waropen, Supiori, Kota Jayapura
Menengah Bawah Jayawijaya, Boven Digoel, Mappi, Asmat,
Yahukimo, Tolikara, Membramo Raya,
Lanny Jaya, Dogiayi,
Rendah Pegunungan Bintang, Nduga, Memberano
tengah, Yalimo, Puncak, Intan jaya,
Deiyai,
Sumber : Lampiran 1

Tabel 5.1 menujukkan pembagian IPM menurut kategori rendah, tinggi,


menegah bawah, dan menengah atas menurut kabupaten/kota. Pada Provinsi Papua
tidak ada kabupaten/kota yang memiliki IPM yang temasuk kategori tinggi,
sedangkan pada kategori menengah atas, Provinsi Papua memiliki 13 kabupaten/kota.
Pada kategori menengah bawah terdapat Sembilan kategori, sedangkan kategori
rendah terdapat tujuh kabupaten. Hal ini menunjukkan bahwa IPM yang ada di
Provinsi Papua masih sangat rendah.
54

5.1.2 Perkembangan Angka Harapan Hidup menurut kabupaten/kota di


Provinsi Papua

Faktor kesehatan menjadi satu dari tiga indikator penting penunjang


pembangunan manusia karena bila daya tahan tubuhnya baik maka tingkat
produktivitas manusia secara langsung bisa tergali dengan optimal. Pada saat sehat
orang dapat menjalankan aktivitas seperti bekerja, bersekolah, mengurus rumah
tangga, berolah raga, maupun menjalankan aktivitas lainnya lebih baik dibandingkan
saat kondisi tubuhnya sedang sakit.
Terjadinya kesenjangan diantara kabupaten dengan kota sangat umum kita
jumpai di setiap Provinsi yang ada di Indonesia, hal ini terjadi karena pencapaian
kualitas kesehatan lebih banyak bertumpu di pemerintahan kabupaten/kota, pelayanan
langsung terhadap masyarakat desa kurang terealisasikan denga baik. Jadi pelayanan
kesehatan lebih berfokus pada kabupaten/kota.
Gambar 5.2 menunjukkan bahwa secara keseluruhan, dari tahun 2009 hingga
2011 angka harapan hidup tertinggi kabupaten/kota di Provinsi Papua terdapat pada
Kabupaten Mimika (2009;69.87, 2010;70.72, 2011;70.53) kemudian Kota Jayapura
(2009;68.34, 2010;68.46, 2011;68.61). Sedangkan angka harapan hidup terendah di
Provinsi Papua adalah terdapat pada Kabupaten Marauke sebesar (2009;62.25,
2010;62.76, 2011;62.88), hal ini mengidentifikasikan status kesehatan masyarakat
yang ada di Kabupaten Marauke masih tertinggal dibandingkan kesehatan masyarakat
di Provinsi Papua pada umumnya.
55

Kota Jayapura
Deiyai
Intan jaya
Dogiayi
Puncak
Yalimo
Memberano tengah
Lanny Jaya
Nduga
Membramo Raya
Supiori
Waropen
Keerom
Sarmi 2011
Tolikara
2010
Pegunungan Bintang
Yahukimo 2009
Asmat
Mappi
Boven Digoel
Mimika
Puncak Jaya
Paniai
Biak NamFor
Yapen Waropen
Nabire
Jayapura
Jayawijaya
Marauke
30 40 50 60 70 80

Sumber : BPS (2009-2011), diolah


Gambar 5.2 Angka Harapan Hidup menurut kabupaten/kota dan Rata-rata Angka
Harapan Hidup tahun 2011 di Provinsi Papua

Dari tahun 2009 hingga 2011, angka harapan hidup kabupaten/kota di Provinsi
Papua mengalami peningkatan. Meskipun mengalami peningkatan namun angka
harapan hidup yang terdapat pada setiap kabupaten/kota di provinsi tersebut belum
mampu melebihi rata-rata angka harapan hidup tahun 2011 sebesar 66.91 tahun.
Hanya ada tujuh kabupaten/kota yang melebihi garis rata-rata angka harapan hidup
Provinsi Papua. Sedangkan 22 kabupaten yang lain belum mampu melebihi garis
rata-rata tersebut. Hal ini menunjukkan bahwa akses terhadap kesehatan belum
56

mudah terjangkau, serta pemasalahan-permasalahan kesehatan yang ada di Provinsi


Papua belum dapat dikendalikan sehingga laju peningkatan angka harapan hidup
Provinsi Papua sangat lambat.

5.1.3 Perkembangan Angka Melek Huruf dan Rata-Rata Lama Sekolah


menurut kabupaten/kota di Provinsi Papua.

Pendidikan merupakan salah satu elemen penting pembangunan dan


perkembangan sosial ekonomi masyarakat. Pendidikan juga berperan penting dalam
meningkatkan kualitas hidup individu dan masyarakat. Semakin tinggi tingkat
pendidikan masyarakat maka akan semakin baik kualitas sumber dayanya.
Peningkatan IPM di bidang pendidikan sangat diperlukan karena pendidikan
merupakan elemen utama meningkatkan pembangunan manusia disuatu daerah.
Perkembangan indeks pendidikan terukur dari rata-rata lama sekolah dan angka
melek huruf. Kedua nya sebagai ukuran kualitas sumber daya manusia. Angka melek
huruf menggambarkan persentase penduduk umur 15 tahun keatas, sedangkan rata-
rata lama sekolah menggambarkan rata-rata jumlah tahun yang dijalani oleh
penduduk usia 15 tahun keatas (BPS, 2009).
Berdasarkan Gambar 5.3 perkembangan angka melek huruf menunjukkan
bahwa di Provinsi Papua dari tahun 2009-2011 mengalami peningkatan. Rata-rata
angka melek huruf kabupaten/kota di Provinsi Papua tahun 2011 sebesar 59.33
persen. Sehingga dapat diartikan bahwa persentase penduduk usia 15 tahun keatas
yang dapat membaca dan menulis adalah 59.33 persen dari total penduduknya.
Menurut kabupaten/ kota angka melek huruf tertinggi terdapat pada Kota Jayapura
yaitu mencapai 99.93 persen sehingga dapat diartikan bahwa persentase punduduk
usia pada Kota Jayapura usia 15 tahun keatas yang dapat membaca dan menulis
sebesar 99.93 persen dari total penduduknya. Sisanya yaitu sebesar tujuh persen
merupakan masyarakat yang buta huruf yang berada pada Kota Jayapura tersebut.
Sedangkan angka melek huruf terendah terdapat pada kabupaten Intan Jaya yaitu
sebesar 27.78 persen. Angka ini sangat jauh berbeda dengan Kota Jayapura.
57

Persentase penduduk usia pada Kabupaten Intan Jaya hanya mempunyai sebesar
27.78 persen yang dapat membaca dan menulis pada usia 15 tahun.

Kota Jayapura
Deiyai
Intan jaya
Dogiayi
Puncak
Yalimo
Memberano tengah
Lanny Jaya
Nduga
Membramo Raya
Supiori
Waropen 2011
Keerom
2010
Sarmi
Tolikara 2009
Pegunungan Bintang
Yahukimo
Asmat
Mappi
Boven Digoel
Mimika
Puncak Jaya
Paniai
Biak NamFor
Yapen Waropen
Nabire
Jayapura
Jayawijaya
Marauke
0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100

Sumber : BPS (2009-2011), diolah


Gambar 5.3 Angka Melek Huruf menurut kabupaten/kota dan Rata-rata Angka Melek
Huruf tahun 2011 di Provinsi Papua

Meskipun di beberapa kabupaten/kota memiliki angka melek huruf yang cukup


tinggi, namun masih terdapat 15 kabupaten yang tidak mampu melebihi garis rata-
rata angka melek huruf secara keseluruhan yang terdapat di Provinsi Papua,
sedangkan yang 14 kabupaten yang ada di provinsi ini mampu melebihi angka rata-
58

rata angka harapn hidup tersebut. Hal ini menunjukkan bahwa angka melek huruf di
Provinsi Papua masih sangat rendah. Hal ini mungkin disebabkan oleh faktor
masyarakat yang kurang merasa penting terhadap pendidikan itu sendiri, dan juga
fasilitas di Provinsi Papua yang kurang memadai.
Indikator pendidikan lainnya yang merupakan komponen IPM adalah rata-rata
lama sekolah. Selama periode 2009-2011, rata-rata lama sekolah penduduk Provinsi
Papua mengalami peningkatan setiap tahunnya yaitu sebesar 6.57 pada tahun 2009,
6.66 pada tahun 2010, dan 6.69 pada tahun 2011. Akan tetapi peningkatannya sangat
lamban. Hal ini berarti tingkat pendidikan penduduk Provinsi Papua setara dengan
tingkat Sekolah Dasar. Peningkatan yang lamban ini menunjukkan bahwa tidak
mudah bagi pemerintah untuk meningkatkan rata-rata lama sekolah penduduk pada
suatu daerah. Faktor yang paling memengaruhi di Provinsi Papua adalah ketersediaan
sarana dan prasarana pendidikan di provinsi ini kurang memadai, baik tim pengajar
maupun fasilitas sekolah. Selain itu juga, faktor yang memengaruhi adalah faktor
lingkungan. Sebagian kabupaten di Provinsi Papua memiliki daerah yang sangat
terisolir, atau sering disebut terpencil. Jarak untuk menempuh daerah tersebut sangat
sulit, jadi daerah tersebut sulit akan memiliki fasilitas pendidikan.
Menurut kabupaten/kota di Provinsi Papua dilihat pada Gambar 5.4, dimana
terdapat nilai rata-rata lama sekolah yang paling tinggi terdapat pada Kota Jayapura
yaitu sebesar 11.03 tahun pada tahun 2011 hal ini menunjukkan bahwa angka rata-
rata lama sekolah pada Kota Jayapura memiliki angka kelulusan setara sekolah
menengah atas, sedangkan nilai rata-rata lama sekolah terendah terdapat pada
Kabupaten Intan Jaya yaitu sebesar 2.1 tahun yaitu setara kelulusan tidak lulus
Sekolah Dasar. Rata-rata lama sekolah pada Provinsi Papua tahun 2011 yaitu sebesar
5.35 tahun. Dari 29 kabupaten/kota yang terdapat di Provinsi Papua, sebagian besar
kabupaten masih berada di bawah rata-rata lama sekolah di Provinsi Papua. Hanya
terdapat 13 kabupaten/kota yang melewati garis rata-rata tersebut. Hal ini
menunjukkan bahwa Provinsi Papua masih tergolong mempunyai pendidikan yang
sangat rendah.
59

Kota Jayapura
Deiyai
Intan jaya
Dogiayi
Puncak
Yalimo
Memberano tengah
Lanny Jaya
Nduga
Membramo Raya
Supiori
Waropen
Keerom
Sarmi 2011
Tolikara
Pegunungan Bintang 2010
Yahukimo 2009
Asmat
Mappi
Boven Digoel
Mimika
Puncak Jaya
Paniai
Biak NamFor
Yapen Waropen
Nabire
Jayapura
Jayawijaya
Marauke
0 2 4 6 8 10 12

Sumber : BPS (2009-2011), diolah


Gambar 5.4 Rata-Rata Lama Sekolah menurut kabupaten/kota dan Rata-rata lama
sekolah tahun 2011di Provinsi Papua

Angka melek huruf dan rata-rata lama sekolah di Provinsi Papua mempunyai
peningkatan yang lambat, hal ini dapat disebabkan karena faktor wilayah yang
terdapat di Provinsi Papua yang cenderung wilayah pegunungan yang sulit di jangkau
dapat menjadi salah satu kendala bagi provinsi ini, tidak hanya itu, faktor kesadaran
masyarakat Provinsi Papua sendiri yang belum mengutamakan pendidikan pada diri
masing-masing. Jadi sulit untuk merealisasikan pendidikan di wilayah ini.
60

Berdasarkan catatan-catatan rata-rata lama sekolah dikaitkan dengan target


yang diusulkan UNDP, maka rata-rata pendidikan penduduk Papua relative sangat
tertinggal. Masih sangat perlu kerja keras mengejar ketertinggalan tersebut. Minimal
pendidikan yang diusulkan oleh UNDP yaitu 15 tahun atau setara dengan sekolah
menengah. Komitmen pemerintah dan kesadaran masyarakat akan pentingnnya
bersekolah perlu terus digalakkan dan disosialisasikan agar dalam jangka panjang
terwujud sumber daya yang berkualitas.

5.1.4 Perkembangan Indikator Daya Beli Masyarakat (Purchasing Power Parity)


menurut kabupaten/kota di Provinsi Papua

Daya beli merupakan kemampuan masyarakat dalam membelanjakan uangnnya


untuk melakukan barang dan jasa. Kemampuan ini sangat dipengaruhi oleh harga-
harga rill antar wilayah karena nilai tukar yang digunakan dapat menurunkan atau
menaikan nilai daya beli. Indikator daya beli masyarakat mencerminkan kemampuan
masyarakat dalam memenuhi kebutuhan konsumsinya. Peningkatan indeks daya beli
merupakan hal yang tidak mudah karena terkait dengan berbagai indikator makro
ekonomi yang lain seperti laju inflasi. Peningkatan laju inflasi akan melemahkan daya
beli masyarakat. Untuk melihat gambaran kemampuan daya beli masyarakat
kabupaten/kota di Provinsi Papua dapat dilihat pada gambar 5.5.
Pada Gambar 5.5 dijelaskan secara rata-rata terjadi peningkatan kemampuan
daya beli masyarakat di kabupaten/kota di Provinsi Papua. Kemampuan terbesar daya
beli masyarakat kabupaten/kota di Provinsi Papua dari tahun 2009 hingga tahun 2011
yaitu Kota Jayapura. Sementara itu wilayah yang mempunyai daya beli paling rendah
di Provinsi Papua yaitu pada Kabupaten Lanny Jaya. Hal ini di sebabkan karena
sebagian masyarakat di Kabupaten Lanny Jaya mempunyai angka melek huruf, rata-
rata lama sekolah yang rendah sehingga daya beli masyarakat di Kabupaten Lanny
Jaya ini rendah.
61

Kota Jayapura
Deiyai
Intan jaya
Dogiayi
Puncak
Yalimo
Memberano tengah
Lanny Jaya
Nduga
Membramo Raya
Supiori Rata-rata
Waropen
tahun
Keerom
2011
Sarmi
Provi
Tolikara 2011
nsi
Pegunungan Bintang
2010
Papu
Yahukimo
Asmat a 2009
Mappi
Boven Digoel
Mimika
Puncak Jaya
Paniai
Biak NamFor
Yapen Waropen
Nabire
Jayapura
Jayawijaya
Marauke
520 540 560 580 600 620 640 660

Sumber : BPS (2009-2011), diolah


Gambar 5.5 Kemampuan Daya Beli Masyarakat menurut kabupaten/kota dan Rata-
rata daya beli masyarakat tahun 2011 di Provinsi Papua

Rata-rata daya beli masyarakat pada Provinsi Papua pada tahun 2011 yaitu
sebesar 599.75 rupiah. Dari 29 kabupaten/kota yang terdapat di Provinsi Papua,
sebagian besar kabupaten masih berada di bawah rata-rata angka daya beli
masyarakat di Provinsi Papua. Terdapat 13 kabupaten/kota yang melewati garis rata-
rata daya beli masyarakat Provinsi Papua tersebut. Hal ini menunjukkan bahwa
sebagian besar daya beli yang terdapat di Kabupaten/Kota di Provinsi Papua masih
62

tergolong sangat rendah. Dapat dilihat dari 16 kabupaten yang belum bisa melampaui
garis rata-rata tahun 2011 di Provinsi Papua.

5.2 Analisis Faktor-Faktor yang Memengaruhi IPM di Provinsi Papua

5.2.1 Pengujian Model Terbaik


Sebelum melakukan estimasi maka perlu dilakukan pemilihan model regresi
terbaik. Pemilihan model regresi terbaik dilakukan untuk mendapatkan hasil estimasi
yang sesuai. Proses ini dilakukan dengan dua tahap yaitu dengan pooled model
dengan fixed effect model, kemudian di lanjutkan dengan membandingkan fixed effect
model dengan random effect model. Pada tahap pertama dilakukan uji chow, untuk
membandingkan pooled model dengan fixed effect model. Pada tahap kedua dilakukan
uji Hausman yaitu dengan membandingkan fixed effect model dengan random effect
model.
Berdasarkan hasil uji Chow, secara signifikan H0 (Pooled model) di tolak atau
terdapat heterogenitas individu pada model. Ini di tunjukkan dengan nilai p-value
sebesar 0.000 (lebih kecil dari alpha lima persen). Jika dalam model terdapat
heterogenitas individu maka fixed effect model akan memberikan hasil yang lebih
baik dari pada pooled model. Setelah dibandingkan pada tahap pertama maka
dibandingkan selanjutnya pada tahap kedua dengan uji Hausman dengan
perbandingan fixed effect model dengan random effect model.
Statistik Hauman mengikuti Chi-square dengan derajat bebas sebanyak jumlah
variabel bebas. Hasil yang didapat dari uji Hausman 23.278799 (lampiran 9)
dibandingkan dengan χ2 sama-sama menunjukkan p-value lebih besar dari χ2, maka
H0 di tolak atau dengan kata lain menerima H1. Artinya model yang dipilih untuk
menggunakan analisis data pada penelitian ini adalah fixed effect model (FEM).
Sehingga FEM merupakan model yang lebih baik jika dibandingkan dengan pooled
model ataupun random model.
63

Tabel 5.2 Hasil Pengujian Fixed Effect Model


Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.
PDRB 0.032567 0.004195 7.763552 0.0000 *
GOVED 0.001336 0.000568 2.353548 0.0227 *
RMISKIN -106.2893 10.55277 -10.07217 0.0000 *
RDOK -0.000269 0.000116 -2.324963 0.0243 *
RBDN 0.003671 0.000610 6.013894 0.0000 *
RPWT 0.001897 0.000614 3.090752 0.0033 *
RSD 0.000304 0.000370 0.820903 0.4157
RSMA -0.000860 0.000202 -4.263708 0.0001 *
RSMP -0.000634 0.000634 -0.999151 0.3226
C 3.634891 0.049845 72.92422 0.0000 *
Weighted Statistics
R-squared 0.999831 Mean dependent var 8.844689
Adjusted R-squared 0.999703 S.D. dependent var 8.801467
S.E. of regression 0.005300 Sum squared resid 0.001376
F-statistic 7822.513 Durbin-Watson stat 2.365176
Prob(F-statistic) 0.000000
Unweighted Statistics
R-squared 0.999243 Mean dependent var 4.054650
Sum squared resid 0.001651 Durbin-Watson stat 2.027223
Sumber : Lampiran
Catatan : *) Signifikan pada taraf nyata 5 persen

5.2.2 Uji Pelanggaran Asumsi


Berdasarkan hasil pengolahan data pada tabel 5.3, nilai probabilitas pada Fstat
sama dengan 0.000 lebih kecil dari 0.05, sehingga dikatakan terdapat minimal satu
variabel berpengaruh nyata dalam model. Nilai koefisien determinasi (R-squared)
yang diperoleh sebesar 99.99 persen keragaman IPM dapat dijelaskan oleh variable-
varieabel bebasnya, sedangkan sisanya sebesar 0,01 persen mampu dijelakan oleh
faktor-faktor diuar model.
Penggunaan panel data dapat mengabaikan pelanggaran asumsi
multikolenearitas. Hal ini karena penggabungan data cross section dan time series
yang dapat mengurangi kolinearitas. Sementara itu model ini mempunyai R-squared
yang tinggi yaitu sebesar 0.999 dan uji F yang nyata yaitu sebesar 0.000. Pada uji
autokolerasi dapat dilihat dari nilai Durbin-Watson yang diperoleh. Durbin-Watson
stat yang diperoleh dari hasil pengolahan data sebesar 2.365176, hasil tersebut berada
64

pada batasan 1.55 < DW < 2.46. Hal ini dapat disimpulkan bahwa dalam pengolahan
data tidak terjadi pelanggaran asumsi autokolerasi.
Sedangkan untuk melihat asumsi heteroskedasitas dapat dilihat dari Sum
squared resid pada Weighted Statistics (0.001376) lebih kecil dari Sum squared resid
Unweighted Statistics (0.001651). Berdasarkan hal ini dapat dikatakan bahwa model
ini terindikasi pelanggaran asumsi heterokedassitas. Untuk menghilangkan adanya
heteroskedasitas, maka diperlakuan dengan cara cross section weight dan white-
heteroskedastisity-consistent covarianve. Sehingga dapat disimpulkan masalah
heterokedasitas sudah dapat teratasi dalam mengestimasi model telah menggunakan
metode GLS (generalized least square) dengan white heteroscedastisity sebagai
pembobot ( Gujarati, 2003).
Dalam menganalisis uji T dapat diinterpretasikan menggunakan nilai
probabilitas t-statistik yang diharapkan dapat mendekati nilai nol. Apabila nilai
probabilitasnya semakin kecil maka akan semakin cukup bukti untuk menyatakan
bahwa variabel bebas digunakan signifikan terhadap variabel tak bebasnya.
Signifikansi dari variabel bebas ini ditunjukkan yaitu taraf 5 persen (0,05). Selain itu
yang harus diperhatikan adalah pada nilai koefisien apakah sesuai dengan hipotesis
awal yang telah dirumuskan.
Uji normalitas dilakukan untuk memeriksa apakah error term mendekati
distribusi normal atau tidak. Jika asumsi ini tidak terpenuhi, maka prosedur pengujian
mengguakan statistik-t menjadi tidak sah. Uji normalitas error term dapat dilakukan
dengan menggunakan uji Jarque Bera. Pada Lampiran 10, nilai probabilitas Jarque
Bera sebesar 0.056118 yang lebih besar dari taraf nyata 5 persen. Hal ini berarti error
term terdistribusi dengan normal, sehingga pengujian menggunakan statistik-t telah
sah.
Keunggulan pendekatan efek tetap dalam mengestimasi data panel adalah dapat
mengakomodasi heterogenitas unit-unit observasi yang digunakan. Heterogenitas unit
observasi dapat dilihat pada cross section effect. Nilai-nilai tersebut mempengaruhi
heterogenitas konstanta intersep unit-unit cross section yang digunakan. Konstanta
intersep dalam suatu hasil regresi menggambarkan komponen peubah terikat yang
65

tidak dapat diterangkan oleh masing-masing peubah bebas yang digunakan dalam
model. Nilai tersebut menunjukkan jika semua peubah yang digunakan tidak
berpengaruh nyata, maka nilai intersep menunjukkan nilai IPM yang sesungguhnya.

5.2.3 Interpretasi Model


Dari hasil pengolahan data dengan menggunakan fixed effect GLS, diketahui
bahwa variabel yang secara signifikan mempengaruhi kualitas pembangunan manusia
Provinsi Papua pada taraf nyata 5 persen adalah produk domestik regional bruto, rasio
murid SMA, pengeluaran pemerintah terhadap bidang pendidikan, rasio kemikinan,
rasio dokter, rasio bidan, dan rasio perawat. Akan tetapi rasio bidan dan rasio perawat
mempunyai koefisien yang positif, hal ini tidak sesuai dengan hiposesis yang dibuat
sebelumnya. Sedangkan variabel yang tidak mempengaruhi IPM yaitu rasio murid
SD, dan rasio murid SMP.

5.2.3.1 Pengeluaran Pemerintah Terhadap Pendidikan (GOVED)


Pengeluaran pemerintah yang tercermin dalam realisasi APBD (Belanja Modal
dan Biaya Operasional) memiliki beberapa fungsi yaitu fungsi alokasi dan fungsi
restribusi. Fungsi alokasi untuk memenuhi permintaan masyarakat terhadap
tersedianya kebutuhan sarana dan prasarana pelayanan publik yang tidak dapat
dipenuhi oleh pihak swasta. Pendanaan terhadap pembangunan fasilitas-fasilitas
umum yang akan digunakan oleh masyarakat berhubungan langsung dengan berapa
besar jumlah pengeluaran pemerintah yang dialokasikan melalui APBD, untuk
menyediakan fasilitas umum yang di butuhkan. Semakin besar jumlah pengeluaran
pemerintah yang dialokasikan, maka semakin besar pula dana pembangunan serta
semakin baik pula kualitas sarana dan prasarana pelayanan publik termasuk pada
bidang pendidikan. Hal ini tentu saja diharapkan akan memberikan dampak terhadap
tingkat kesejahteraan dan kualitas pembangunan manusia (Yuliati, 2012).
Berdasarkan hasil estimasi regresi menunjukkan bahwa pengeluaran pemerintah
pada pendidikan berpengaruh positif dan signifikan pada taraf nyata 5 persen. Nilai
koefisien regresi dari variabel pengeluaran pemerintah pada pendidikan sebesar
66

0.001336 dengan probabilitas (p-value) sebesar 0.0227. Artinya setiap kenaikan satu
persen pengeluaran pemerintah pada pendidikan akan menaikan nilai IPM
kabupaten/kota di Provinsi Papua meningkat sebesar 0.001336. Semakin tinggi
pengeluaran pemerintah pada pendidikan di Provinsi Papua, maka akan
meningkatkan angka IPM Provinsi Papua, asumsi cateris paribus. Hal ini sesuai
dengan hipotesis yang telah dibuat sebelumnya mengatakan bahwa pengeluaran
pemerintah pada bidang pendidikan berpengaruh positif dan signifikan terhadap IPM.

5.2.3.2 Pendapatan Domestik Regional Bruto (PDRB)

Hasil regresi menunjukkan bahwa PDRB berpengaruh positif dan signifikan


pada taraf nyata 5 persen. Nilai koefisien regresi dari variabel PDRB sebesar
0.037203 dengan probabilitas (p-value) sebesar 0.0000. Artinya setiap kenaikan satu
persen PDRB akan meningkatkan nilai IPM kabupaten/kota di Provinsi Papua sebesar
0.032567 persen, cateris paribus. PDRB yang berhubungan positif dan signifikan
terhadap pembangunan manusia di Provinsi Papua sesuai dengan hipotesis yang telah
dibuat sebelumnya. Hal ini menunjukkan peran penting PDRB per kapita terhadap
peningkatan IPM.
Dalam Garis Besar Haluan Negara (GBHN) pembangunan menganut konsep
manusia seutuhnya. Konsep manusia Indonesia seutuhnya menghendaki peningkatan
kualitas penduduk baik secara fisik, mental maupun spiritual. Secara eksplisit
mungkin dapat dikatakan bahwa, pembangunan yang dilakukan itu harus
menitikberatkan pada pembangunan sumber daya manusia yang seiring dengan
pertumbuhan ekonomi. Pertumbuhan ekonomi mempunyai hubungan yang timbal
balik dengan pembangunan manusia. Artinya pembangunan yang baik menjadi
persyaratan untuk melakukan pembangunan manusia. Suatu wilayah akan sangat sulit
melaksanakan pembangunan manusia jika dalam kondisi perekonomian yang tidak
menentu (labil), seperti yang terjadi di Indonesia pada saat terjadi krisis ekonomi.
Demikian juga secara tidak langsung pembangunan manusia ini juga
mempengaruhi pembangunan ekonomi. Pembangunan manusia menempatkan
manusia itu sendiri sebagai input, dimana nantinya dihasilkan suatu produk berupa
67

sumber daya manusia yang mempunyai kemampuan daya saing tinggi. Kuatnya
hubungan timbal balik tersebut tentunya sangat dipengaruhi oleh kelembagaan
pemerintah karena keberadaannya sangat menentukan implementasi kebijakan publik.
Oleh sebab itu pemerintah daerah sebagai tempat lahirnya kebijakan pembangunan
termasuk pembangunan manusia sangat berperan terhadap berhasil tidaknya
pembangunan daerahnya.
Hubungan pertumbuhan ekonomi (PDRB atas dasar Harga Berlaku) dan
pembangunan manusia seperti terlihat pada Tabel 5.4. Dapat dilihat pada Provinsi
Papua tahun 2005-2010 mengalami kenaikan nilai IPM dan PDRB juga mengalami
peningkatan yaitu pada tahun 2005 yang tercatat sebesar 43.62 triliun menjadi 89.45
triliun pada tahun 2010. IPM Provinsi Papua mengalami peningkatan dari 62.10 pada
tahun 2005 menjadi 64.94 pada tahun 2010. Kecenderungan kenaikan IPM akan
diikuti oleh peningkatan PDRB karena diasumsikan manusia yang berkualitas
memungkinkan menghasilkan produktivitas tinggi.
Tabel 5.3 IPM dan PDRB per kapita Provinsi Papua tahun 2005-2010
Tahun Komponen
IPM PDRB (Triliun Rupiah)
2005 62.10 43.62
2006 62.75 46.90
2007 63.41 55.38
2008 64.00 61.50
2009 64.54 77.73
2010 64.94 89.45
Sumber : BPS, 2010
Meskipun peningkatan IPM akan diikuti oleh peningkatan PDRB namun bagi
kabupaten/kota yang memiliki PDRB per kapita rendah akan berusaha meningkatkan
pertumbuhan ekonominya dan kenaikan angka tersebut akan cenderung diikuti oleh
kenaikan IPM secara cepat. Tetapi bagi kabupaten/kota yang memiliki PDRB per
kapita yang relatif tinggi maka tidak selalu kenaikan PDRB per kapita yang tinggi
tersebut akan diikuti oleh kenaikan IPM yang tinggi juga. Karena jika kenaikan
PDRB tersebut tidak digunakan untuk kegiatan yang mendukung peningkatan
68

kualitas manusia maka kenaikan PDRB tersebut tidak akan menghasilkan perubahan
pembangunan manusia.
Pentingnya PDRB per kapita sesuai dengan beberapa penelitian sebelumnya
(Ramires, et al. 2000 dalam Yuliati) yang menyatakan bahwa pembangunan manusia,
dimana dengan semakin berkembangnya pembangunan ekonomi, maka akan tercipta
lapangan pekerjaan, dan manusia sebagai faktor produksi akan mendapatkan
penghasilan, sehingga majunya perekonomian maka penghasilan pun akan meningkat
sehingga dalam mealokasikan pendapatannya dapat memilih sesuai dengan
keinginannya.

5.2.3.3 Rasio Kemiskinan Terhadap Jumlah Penduduk (RMISKIN)

Keberhasilan pembangunan khususnya pembangunan manusia dapat dinilai


secara parsial dengan melihat seberapa besar permasalahan yang paling mendasar di
masyarakat tersebut dapat teratasi. Permasalahan-permasalahan tersebut diantaranya
adalah kemiskinan masyarakat, pengangguran, buta huruf, ketahanan pangan, dan
penegakan demokrasi.
Hasil regresi menunjukkan bahwa jumlah penduduk miskin berpengaruh
negatif dan signifikan pada taraf nyata 5 persen terhadap indeks pembangunan
manusia di Provinsi Papua. Hal ini sesuai dengan hipotesa yang dibuat sebelumnya.
Tabel estimasi menunjukkan jika setiap peningkatan tingkat kemiskinan, maka indeks
pembangunan manusia akan mengalami penurunan dan sebaliknya, jika rasio jumlah
penduduk miskin mengalami penurunan, maka IPM mengalami peningkatan.
Variabel kemiskinan dalam hal ini menggunakan rasio jumlah penduduk miskin
terhadap jumlah penduduk yang ada pada Provinsi Papua.
Kemiskinan merupakan suatu persoalan yang kompleks dan dilematik bagi
negara yang sedang berkembang. Hal ini terjadi seiring dengan semakin
meningkatnya penduduk dan berkembangnya wilayah. Peningkatan penduduk yang
tidak dibarengi dengan peningkatan pelayanan kebutuhan dasar manusia dan upaya-
upaya peningkatan daya beli akhirnya akan menyebabkan kemiskinan. Sehingga
dapat dikatakan bahwa kemiskinan merupakan salah satu hambatan dalam
69

meningkatkan IPM. Hal ini dikarenakan kemiskinan membuat akses terhadap


pendidikan dan kesehatan sebagai tolak ukur peningkatan IPM terganggu. Pada tahun
2010 persentase penduduk miskin di Provinsi Papua mengalami penurunan sebesar
0.73 persen, namun Provinsi Papua masih menghadapi masalah kemiskinan, karena
Provinsi Papua merupakan provinsi yang memiliki persentase penduduk miskin
terbesar di Indonesia. Hal ini tentunya mempengaruhi kemampuan daya beli
masyarakat di Provinsi Papua. Hubungan daya beli masyarakat dengan kemiskinan
adalah ketika daya beli masyarakat tinggi maka nilai kemiskinan yang ada di wilayah
tersebut akan rendah.
Tabel 5.4 Persentase Penduduk Miskin di Provinsi Papua tahun 2007-2010
Tahun Persentase Penduduk Miskin (%)
2007 40.78
2008 37.08
2009 37.53
2010 36.80
Sumber : BPS, 2010

5.2.3.4 Rasio Bidan, Rasio Dokter, Rasio Perawat terhadap jumlah Penduduk

Kondisi kesehatan merupakan bagian yang erat hubungannya dengan


keberhasilan pembangunan manusia. Pembangunan kesehatan diarahkan untuk
meningkatkan kualitas kehidupan, meningkatkan usia harapan hidup dan
mempertinggi harapan kesadaran masyarakat akan pentingnya hidup sehat. Untuk
bidang kesehatan, indikator yang mewakili dalam IPM adalah umur harapan hidup
waktu lahir. Namun, bagaimana caranya meningkatkan umur harapan hidup, sulit
dijawab dengan pasti. Oleh karena itu tampaknya diperlukan serangkaian indikator
kesehatan lain yang diperkirakan berdampak pada kesehatan yang pada gilirannya
meningkatkan umur harapan hidup waktu lahir. Indikator tersebut yaitu rasio bidan,
rasio dokter, dan rasio perawat.
Hasil regresi menunjukkan bahwa rasio dokter berpengaruh negatif dan
signifikan pada taraf nyata 5 persen. Nilai koefisien regresi dari variabel rasio dokter
sebesar 0.000269 dengan probabilitas (p-value) sebesar 0.0243. Artinya setiap
70

kenaikan satu persen rasio jumlah penduduk terhadap dokter akan menurunkan nilai
IPM kabupaten/kota di Provinsi Papua sebesar 0.000269. Hasil regresi rasio dokter
sesuai dengan hipotesa awal yang diajukan. Semakin rendah rasio dokter
kabupaten/kota di Provinsi Papua, maka akan meningkatkan IPM di Provinsi Papua,
asumsi cateris paribus.
Hasil regresi menunjukkan bahwa rasio bidan berpengaruh positif dan
signifikan pada taraf nyata 5 persen. Nilai koefisien regresi dari variabel rasio bidan
sebesar 0.003671 dengan probabilitas (p-value) sebesar 0.0000. Artinya setiap
kenaikan satu persen rasio jumlah penduduk terhadap bidan akan meningkatkan nilai
IPM kabupaten/kota di Provinsi Papua sebesar 0.003671. Berarti jika rasio bidan
semakin besar, maka IPM di daerah tersebut semakin tinggi. Hasil regresi rasio
jumlah penduduk terhadap bidan ini tidak sesuai dengan hipotesis awal yang
diajukan.
Dan juga hasil regresi menunjukkan bahwa rasio perawat berpengaruh positif
dan signifikan pada taraf nyata 5 persen. Nilai koefisien regresi dari variabel rasio
perawat sebesar 0.001897 dengan probabilitas (p-value) sebesar 0.0033. Artinya
setiap kenaikan satu persen rasio perawat akan meningkatkan nilai IPM
kabupaten/kota di Provinsi Papua sebesar 0.001897. Hasil regresi rasio jumlah
penduduk terhadap perawat ini tidak sesuai dengan hipotesis awal yang diajukan.
Dengan adanya variabel yang signifikan tetapi mempunyai koefisien regresi
yang bernilai positif, sementara hipotesis yang dibuat bahwa semakin kecil rasio
bidan atau perawat maka beban bidan/perawat di daerah tersebut akan semakin kecil,
hal ini akan menyebabkan kenaikan angka IPM. Hal ini terjadi karena perubahan
sarana prasarana dan jumlah bidan dan perawat yang ada di Provinsi Papua.
Pada tahun 2010, jumlah rumah sakit yang ada di Provinsi Papua sebanyak 30
unit. Sedangkan banyaknya puskesmas dan puskesmas pembantu mengalami
peningkatan dari tahun sebelumnya, yaitu 1.027 puskesmas pada tahun 2009 menjadi
1.111 puskesmas pada tahun 2010. Sedangkan jumlah dokter berkurang dari tahun
sebelumnya yaitu pada tahun 2010 sebesar 733 orang menjadi 682 orang pada tahun
71

2011. Jumlah dokter berkurang sebanyak 105 orang. Begitu juga dengan jumlah
bidan menurun sebesar 1066 orang pada tahun 2011.

Tabel 5.5 Jumlah Dokter, Bidan, Perawat di Provinsi Papua 2007-2011


Tahun Komponen Bidang Kesehatan
Bidan Perawat Dokter
2007 1724 2437 357
2008 1766 3740 574
2009 2250 3741 667
2010 2772 3881 733
2011 1706 4086 682
Sumber : BPS, 2011
Kesehatan merupakan faktor penting pembangunan manusia dan menjadi dasar
bagi pembangunan bidang lainnya. Manusia yang sehat merupakan prasyarat untuk
mewujudkan pembangunan manusia. Penanganan masalah kesehatan tidak dapat
dilakukan secara sekaligus, terkait dengan segala keterbatasan yang ada baik
menyangkut pendanaan dan sumberdaya yang tersedia. Dengan kondisi seperti itu,
maka prioritas program dan kegiatan perlu dilakukan. Selain itu, penanganan masalah
kesehatan bukan hanya tanggung jawab dari sektor kesehatan saja, namun merupakan
tanggung jawab bersama antara pemerintah dan masyarakat.
Salah satu komponen utama upaya pembangunan kesehatan yang berdaya guna
dan berhasil guna adalah sumber daya kesehatan, yang terdiri dari sumberdaya
tenaga, fasilitas dan pendanaan kesehatan. Tenaga kesehatan memegang peranan
yang penting dalam upaya peningkatan status kesehatan, tidak hanya dari segi
jumlahnya saja, namun juga kualitas dan ketersebarannya. Bagian ini hanya akan
membahas aspek tenaga kesehatan. Permasalahan ketenagaan kesehatan yang utama
adalah kekurangan semua jenis tenaga kesehatan, kualitas tenaga kesehatan, serta
distribusi yang tidak merata. Kondisi tenaga kesehatan yang tidak merata dan
jumlahnya kurang di Provinsi Papua membutuhkan penanganan segera. Kebijakan
pengembangan tenaga medis dan manajemen kesehatan mutlak dilakukan agar terjadi
perbaikan sistem penyediaan tenaga kesehatan maupun manajemen pelayanan
kesehatan itu sendiri.
72

Upaya peningkatan kesehatan bukan semata membangun fasilitas kesehatan,


namun perlu diiringi dengan kualitas pelayanan kesehatan yang baik. Kualitas
kesehatan yang baik tidak hanya ditunjang oleh ketersediaan pendanaan yang
memadai, namun juga oleh ketersediaan sumberdaya tenaga kesehatan yang
berkualitas. Namun hal ini tidak berpengaruh secara signifikan saat akses terhadap
kesehatan mengalami banyak kendala. Keadaan fasilitas kesehatan yang tidak
mamadai serta jumlah tenaga kesehatan yang kurang merata pada setiap kabupaten.

5.2.3.5 Rasio Murid SD, SMP, SMA terhadap Guru

Variabel rasio murid SD dan murid SMP terhadap guru berdasarkan hasil
analisis regresi panel data tidak signifikan memengaruhi indeks pembangunan
manusia di Provinsi Papua. dimana terjadi peningkatan tenaga pendidikan di SD dan
penurunan di SMP justru tidak memberikan pengaruh terhadap indeks pembangunan
manusia. Hal ini di sebabkan karena kecilnya nilai angka melek huruf dan angka rata-
rata lama sekolah di Provinsi Papua. Kecilnya angka melek huruf dan rata-rata lama
sekolah tersebut, disebabkan karena sebagian besar masyarakat Papua masih kurang
sadar terhadap dunia pendidikan dan sebagian besar lokasi daerah sangat sulit
dijangkau. Jumlah guru SD, SMP yang ada di Provinsi Papua meningkat, tetapi
peningkatan guru tersebut belum bisa menjangkau seluruh murid yang ada di provinsi
ini.
Sedangkan hasil regresi menunjukkan bahwa rasio SMA berpengaruh negatif
dan signifikan pada taraf nyata 5 persen. Nilai koefisien regresi dari variabel rasio
SMA sebesar 0.000860 dengan probabilitas (p-value) sebesar 0.0001. Artinya setiap
kenaikan satu persen rasio murid SMA terhadap guru akan menurunkan nilai IPM
kabupaten/kota di Provinsi Papua sebesar 0.000860. Hasil regresi ini sesuai dengan
hipotesis yang telah di buat. Semakin kecil rasio murid SMA, maka beban guru akan
semakin kecil maka akan meningkatkan nilai IPM yang ada.
Pendidikan memainkan peran instrumental dalam pembangunan manusia
maupun pembangunan bidang lainnya. Dengan demikian merupakan suatu keharusan
untuk menjawab berbagai permasalahan yang masih terus melingkupinya. Dalam
73

konteks yang sangat fokus, indikator-indikator sederhana yang meliputi tingkat


pendidikan rata-rata penduduk dan tingkat literasi merupakan determinan penting
indeks pembangunan manusia. Berbagai masalah yang mewarnai pendidikan di
Indonesia saat ini, tak terkecuali Provinsi Papua yakni perluasan dan peningkatan
kualitas pendidikan. Permasalahan ini dengan mudah dapat dirasakan relevansinya
disemua jenjang pemerintahan, nasional, provinsi, maupun kabupaten/ kota.
Desakan untuk menjawab tantangan permasalahan akses dan pemerataan
menjadi makin dirasakan setelah Indonesia mengikatkan diri melalui komitmen untuk
mencapai sasaran Pembangunan Milenium (MDGs), yaitu angka partisipasi untuk
pendidikan dasar (usia 7- 15 tahun atau lama bersekolah 9 tahun) harus mencapai 100
persen pada tahun 2015 tanpa membedakan wilayah, status sosial ekonomi dan jenis
kelamin. Disamping permasalahan akses dan pemerataan, permasalahan kualitas
makin hari makin terasa mendesak untuk dijawab mengingat posisi pendidikan
Indonesia relatif masih tertinggal.
74

VI. KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan analisis mengenai faktor-faktor yang
mempengaruhi indeks pembangunan manusia di Provinsi Papua, maka diperoleh
beberapa kesimpulan sebagai berikut :
1. Daerah yang memiliki tingkat IPM tertinggi di Provinsi Papua terdapat pada
Kota Jayapura yaitu sebesar 76.42, sedangkan daerah yang memiliki IPM
terendah terdapat pada Kabupaten Nduga. Rata-rata IPM pada Provinsi Papua
yaitu sebesar 64.93. Terdapat 11 kabupaten/kota yang melewati garis rata-rata
IPM Provinsi Papua yaitu: Kota Jayapura, Supiori, Keerom, Sarmi, Mimika,
Puncak Jaya, Biak Namfor, Yapen Waropen, Nabire, Kabupaten Jayapura, dan
Marauke. Komponen angka melek huruf tahun 2011 menunjukkan 75.81 persen
masyarakat kabupaten/kota di Provinsi Papua sudah dapat membaca dan
menulis kalimat sederhana dan masih terdapat 24.19 persen yang masih buta
aksara. Komponen rata-rata lama sekolah sebesar 6.69 tahun menunjukkan
target pendididkan wajib belajar 9 tahun belum terpenuhi di Provinsi Papua.
Komponen angka harapan hidup sebesar 68.85 tahun menunjukkan semakin
baiknya kualitas kesehatan di Provinsi Papua.
2. Berdasarkan hasil estimasi panel data, faktor-faktor yang berpengaruh nyata
(signifikan) terhadap indeks pembangunan manusia adalah PDRB perkapita,
Pengeluaran Pemerintah pada bidang pendidikan, Rasio miskin, Rasio jumlah
penduduk terhadap dokter, Rasio murid SMA terhadap guru. Hal ini telah
sesuai dengan hipotesis yang digunakan sebelumnya. Sedangkan yang tidak
berpengaruh nyata terhadap indek pembangunan manusia Rasio murid SD,
Rasio murid SMP.
3. Dari hasil penelitian, ternyata rasio bidan dan rasio perawat mempunyai
hubungan yang tidak sesuai dengan hipotesis. Dimana variabel tersebut
berhubungan positif terhadap IPM.
75

6.2 Saran
Berdasarkan kesimpulan dari hasil penelitian di atas, maka pada bagian ini
dikemukakan beberapa saran dan rekomendasi sebagai berikut :
1. Dari hasil penelitian rasio murid SMA signifikan berpengaruh terhadap indeks
pembangunan manusia, sehingga disarankan penambahan tenaga pengajar di
tingkat SMA, sehingga akan meningkatkan nilai IPM dan akan mengurangi
tingkat kemiskinan di Provinsi Papua.
2. Pada bidang kesehatan, rasio dokter signifikan terhadap IPM, sehingga
disarankan penambahan jumlah dokter untuk meningkatkan IPM di seluruh
kabupaten/kota di Provinsi Papua.
3. Diharapkan peran pemerintah terhadap bidang pendidikan yang lebih besar di
Provinsi Papua yaitu alokasi anggaran pendidikan yang tepat pada sasaran,
fasilitas pendidikan, penambahan pengajar guna meningkatkan nilai IPM di
Provinsi Papua.
4. Pengalokasian anggaran pemerintah terhadap pendidikan perlu di kaji kembali,
terutama terhadap realisasi penggunaannya agar anggaran yang telah diterapkan
akan terealisasi dengan tepat pada sasaran.
5. Pemerintah perlu menciptakan lapangan pekerjaan di Provinsi Papua, sehingga
akan berdampak untuk menurunkan tingkat kemiskinan.
76

DAFTAR PUSTAKA

Alam, J. 2006. Disparitas Pendapatan dan Faktor-Faktor yang Berpengaruh


Terhadap Pencapaian Indeks Pembangunan Manusia di Kabupaten Bekasi
[Tesis]. Depok : Sekolah Pascasarjana Universitas Indonesia.

Baltagi, B.H. 2001. Econometrics Analysis of Panel Data Third edition. Great
Britain, Biddles Ltd.

BPS. 2012. Statistik Daerah Provnsi Papua 2012, Jayapura

BPS. 2012. Laporan Perekonomian Provinsi Papua 2011, Jayapura.

BPS Jakarta. 2008. Analisis dan Perhitungan Tingkat Kemiskinan Tahun 2008. BPS
Jakarta, Jakarta.

Badan Pusat Statistik. 2009. Papua Dalam Angka Tahun 2010. Badan Pusat Statistik,
Jakarta.

. 2010. Papua Dalam Angka Tahun 2011. Badan Pusat Statistik, Jakarta.

. 2011. Papua Dalam Angka Tahun 2011. Badan Pusat Statistik, Jakarta.

. 2012. Papua Dalam Angka Tahun 2012. Badan Pusat Statistik, Jakarta.

BPS-Bappenas-UNDP, 2001. Indonesia Human Development Report 2001.


Towards a New Consensus: Democracy and Human Development in
Indonesia. Jakarta : BPS-Statistics Indonesia, Bappenas dan UNDP Indonesia.

BPS, BAPENAS, UNDP. 2004. Laporan Pembangunan Manusia Indonesia 2004.


BPS, Jakarta.

BPS. Badan Perencanaan Pembangunan Nasional, dan United Nation Development


Programme, 2001. Menuju Konsensus Baru, Demokrasi dan Pembangunan di
Indonesia, Laporan Pembangunan Manusia 2001. Jakarta.

Firdaus, M. 2004. Ekonometrika Suatu Pendekatan Aplikatif. Bumi Askara. Jakarta.

Gujarati, Damodar. 2003. Ekonometrika Dasar. Erlangga. Jakarta.

Hendrani. P. 2012. Konvergensi Indeks Pembangunan Manusia di Provinsi Banten.


[Tesis]. Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor, Bogor.
77

Hidayat, N.K. 2008. Analisis Hubungan Komponen Indeks Pembangunan Manusia


Dengan Kemiskinan di Propinsi Jawa Barat. [Skripsi]. Fakultas Pertanian,
Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Jhingan, M.L. 2003. Ekonomi Pembangunan dan Perencanaan. Raja Grafind


Pustaka. Jakarta.

Juanda B.2009. Ekonometrika : pemodelan dan pendugaan, Bogor : IPB Press.

Kementrian Keuangan RI. Derektorat Jendral Perimbangan Keuangan tahun 2009.


Kementrian Keuangan RI, Jakarta.

. .2010. Derektorat Jendral Perimbangan Keuangan tahun 2010. Kementrian


Keuangan RI, Jakarta.

. .2011. Derektorat Jendral Perimbangan Keuangan tahun 2011. Kementrian


Keuangan RI, Jakarta.

Kurniawan. H. 2012. Analisis Pengaruh Pendapatan Asli Daerah dan Dana


Perimbangan Terhadap Kualitas Pembangunan Manusia Kabupaten/Kota
Provinsi Jawa Barat. [Skripsi]. Fakultas Ekonomi dan Manajemen. Institut
Pertanian Bogor, Bogor.

Ginting K.S. Charisma, 2008. Analisis Pembangunan Manusia Di Indonesia. [Tesis].


Medan: Sekolah Pascasarjana, Universitas Sumatera Utara.

Maliendra, F. Analisis Dampak Pemekaran Wilayah dan Faktor-Faktor yang


Mempengaruhi Pembangunan Manusia di Provinsi Jawa Barat. [Skripsi].
Fakultas Ekonomi dan Manajemen. Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Pambudi, S.B. 2008. Analisis Pengaruh Tingkat Kemandirian Fiskal Terhadap


Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten/Kota di Propinsi Jawa Barat.
[Skripsi]. Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Salvatore, D. 1997. Ekonomi Internasional. Erlangga. Jakarta.

Soebeno, A. 2005. Analisis Pembangunan Manusia dan Penentuan Prioritas


Pembangunan Sosial di Jawa Timur. Tesis. Sekolah Pasca Sarjana, Institut
Pertanian Bogor, Bogor.

Sukirno, Sudono. 2006. Ekonomi Pembangunan : Proses, Masalah, Dan Dasar


Kebijakan. Kencana Prenada Media Group. Jakarta.
78

Suliswanto, M. S. W. 2010. ” Pengaruh Produk Domestik Bruto (PDB) dan Indeks


Pembangunan Manusia (IPM) terhadap Angka Kemiskinan Di Indonesia.
Jurnal Ekonomi Pembangunan, 8: 6-10.

Tambunan T.H Tulus. 2003. Perekonomian Indonesia. Ghalia Indonesia: Jakarta

Todaro, M.P. 2000. Pembangunan Ekonomi di Dunia Ketiga. Erlangga, Jakarta.

UNDP. 2008. Human Development Report 2007/2008. United Nations Development


Programme, New York, USA.

UNDP. 2012. Human Development Report 2012. United Nations Development


Programme, New York, USA.

Yuliati. A. 2012. Analisis Faktor-Faktor yang Memengaruhi Indeks Pembangunan


Manusia di Wilayah Perbatasan Darat Indonesia. [Tesis]. Sekolah
Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor, Bogor.

http://papua.bps.go.id/site/dmdocuments/publikasi_swf/statda2012/statda2012.ht
ml
www.jurnalekonomirakyat.com“Kualitas Manusia Indonesia”. Mubyarto (2004)
79

LAMPIRAN
80

Lampiran 1. Tabel IPM menurut kabupaten/kota di Provinsi Papua

No Kabupaten/Kota 2009 2010 2011


1 Marauke 64.77 65.73 66.08
2 Jayawijaya 55.09 56.24 56.53
3 Jayapura 71.66 72.25 72.51
4 Nabire 66.54 66.81 67.18
5 Yapen Waropen 69.13 69.69 70.25
6 Biak NamFor 69.35 69.95 70.31
7 Paniai 59.53 59.9 60.26
8 Puncak Jaya 68.21 68.27 68.59
9 Mimika 68.49 69.09 69.7
10 Boven Digoel 49.56 50.21 50.73
11 Mappi 49.88 50.45 51.15
12 Asmat 50.86 51.55 52.01
13 Yahukimo 49.22 49.59 50.19
14 Pegunungan Bintang 48.54 48.99 49.4
15 Tolikara 51.48 52 52.19
16 Sarmi 66.65 66.84 67.1
17 Keerom 68.89 69.26 69.49
18 Waropen 62.85 63.27 63.66
19 Supiori 68.06 68.46 68.82
20 Membramo Raya 58.57 59.39 59.7
21 Nduga 47.74 48.02 48.33
22 Lanny Jaya 48.57 49.9 50.14
23 Memberano tengah 48.18 48.96 49.26
24 Yalimo 48.71 48.55 48.85
25 Puncak 48.16 49 49.29
26 Dogiayi 49.23 50.03 50.46
27 Intan jaya 47.94 48.42 48.66
28 Deiyai 48.02 48.57 49.18
29 Kota Jayapura 75.16 75.76 76.42
Papua 64.53 64.94 65.34
Rata-Rata IPM tahun
2011 Papua 58.84
81

Lampiran 2. Tabel Angka Harapan Hidup menurut kabupaten/kota di Provinsi Papua

No Daerah 2009 2010 2011


1 Marauke 62.25 62.76 62.88
2 Jayawijaya 66.24 66.42 66.63
3 Jayapura 67.14 67.32 67.53
4 Nabire 67.33 67.55 67.8
5 Yapen Waropen 67.52 68.04 68.55
6 Biak NamFor 66.21 66.48 66.75
7 Paniai 67.4 67.7 68
8 Puncak Jaya 67.52 67.62 67.7
9 Mimika 69.87 70.72 70.53
10 Boven Digoel 66.75 67.03 67.13
11 Mappi 65.99 66.18 66.28
12 Asmat 66.66 67.22 67.32
13 Yahukimo 66.53 66.81 67.09
14 Pegunungan Bintang 65.55 65.76 66
15 Tolikara 65.84 65.95 66.09
16 Sarmi 66.26 66.35 66.46
17 Keerom 66.93 67.1 67.31
18 Waropen 65.19 65.53 65.86
19 Supiori 65.72 65.96 66.23
20 Membramo Raya 65.95 66.06 66.2
21 Nduga 65.5 65.65 65.83
22 Lanny Jaya 66.12 66.29 66.49
23 Memberano tengah 66.13 66.27 66.44
24 Yalimo 66.17 66.35 66.56
25 Puncak 67.26 67.44 67.64
26 Dogiayi 66.95 67.09 67.27
27 Intan jaya 66.8 66.8 66.83
28 Deiyai 66.59 66.59 66.62
29 Kota Jayapura 68.34 68.46 68.61
Papua 68.35 68.6 68.85
Rata-Rata Angka
Harapan Hidup tahun 66.91
2011 di Papua
82

Lampiran 3. Tabel Angka Melek Huruf menurut kabupaten/kota di Provinsi Papua

No Daerah 2009 2010 2011


1 Marauke 87.37 87.99 88.22
2 Jayawijaya 51.65 52.52 52.76
3 Jayapura 96.31 96.65 96.89
4 Nabire 83.52 83.59 83.66
5 Yapen Waropen 88.28 88.82 89.11
6 Biak NamFor 97.75 98.27 98.67
7 Paniai 62.91 62.93 62.94
8 Puncak Jaya 86.81 86.81 86.82
9 Mimika 87.29 87.96 88.19
10 Boven Digoel 31.75 32.94 33.25
11 Mappi 31.35 31.43 31.46
12 Asmat 31.07 31.1 31.23
13 Yahukimo 31.81 32.52 32.76
14 Pegunungan Bintang 31.76 32.32 32.5
15 Tolikara 32.87 33.2 33.44
16 Sarmi 87.11 87.55 87.67
17 Keerom 91.12 92.15 92.38
18 Waropen 76.88 77.11 77.26
19 Supiori 95.71 96.19 96.68
20 Membramo Raya 64.11 65.04 65.36
21 Nduga 30.53 30.53 30.54
22 Lanny Jaya 32.68 36.72 36.91
23 Memberano tengah 32.13 34.34 34.52
24 Yalimo 32.77 33.3 33.51
25 Puncak 32.11 32.11 32.13
26 Dogiayi 32.99 34.02 34.23
27 Intan jaya 27 27.39 27.78
28 Deiyai 26.87 28.45 30.12
29 Kota Jayapura 99.1 99.58 99.83
Papua 75.58 75.6 75.81
Rata-Rata Angka Melek
Huruf tahun 2011 Papua 59.33
83

Lampiran 4. Tabel Rata-Rata Lama Sekolah menurut kabupaten/kota di Provinsi


Papua

No Daerah 2009 2010 2011


1 Marauke 8.63 9.33 9.35
2 Jayawijaya 3.79 4.82 4.84
3 Jayapura 9.05 9.54 9.56
4 Nabire 6.48 6.55 6.78
5 Yapen Waropen 6.53 6.58 6.63
6 Biak NamFor 9.26 9.55 9.58
7 Paniai 6.21 6.21 6.22
8 Puncak Jaya 6.11 6.11 6.12
9 Mimika 6.71 6.79 6.87
10 Boven Digoel 3.1 3.37 3.39
11 Mappi 3.89 4.27 4.3
12 Asmat 3.94 4.33 4.35
13 Yahukimo 2.42 2.47 2.86
14 Pegunungan Bintang 2.45 2.46 2.54
15 Tolikara 2.94 3.35 3.38
16 Sarmi 6.41 6.44 6.55
17 Keerom 7.32 7.38 7.39
18 Waropen 6.29 6.33 6.37
19 Supiori 7.97 8.03 8.08
20 Membramo Raya 4.46 5.17 5.2
21 Nduga 2.79 2.79 2.8
22 Lanny Jaya 3.33 3.7 3.72
23 Memberano tengah 2.9 2.9 2.91
24 Yalimo 2.72 2.74 2.75
25 Puncak 2.79 2.8 2.82
26 Dogiayi 3.43 3.87 3.89
27 Intan jaya 1.81 2.07 2.1
28 Deiyai 2.24 2.5 2.79
29 Kota Jayapura 10.88 11 11.03
Papua 6.57 6.66 6.69
Rata-Rata Lama Sekolah
tahun 2011 Papua 5.35
84

Lampiran 5. Tabel Daya Beli Masyarakat menurut kabupaten/kota di Provinsi Papua

No Daerah 2009 2010 2011


1 Marauke 597.2 597.46 601.71
2 Jayawijaya 592.33 593.5 595.72
3 Jayapura 621.43 622.12 626.25
4 Nabire 615.25 616.41 618.79
5 Yapen Waropen 633.24 634.83 636.3
6 Biak NamFor 592.01 593.5 595.16
7 Paniai 585.77 588.34 590.27
8 Puncak Jaya 629.72 629.72 629.82
9 Mimika 609.2 611.86 615.71
10 Boven Digoel 580.88 581.19 585.04
11 Mappi 584.06 586.21 590.07
12 Asmat 592.21 593.31 597.16
13 Yahukimo 584.45 584.54 587.4
14 Pegunungan Bintang 582.55 585.04 588.02
15 Tolikara 610.64 611.64 625.39
16 Sarmi 614.73 614.89 616.74
17 Keerom 618.7 618.86 621.33
18 Waropen 603.76 605.71 608.26
19 Supiori 597.09 598.6 600.65
20 Membramo Raya 597.25 597.45 601.4
21 Nduga 572.79 575.39 579.24
22 Lanny Jaya 567.59 568.59 570.21
23 Memberano tengah 568.31 570.95 573.8
24 Yalimo 567.52 569.66 571.9
25 Puncak 568.13 570.4 573.36
26 Dogiayi 568.42 570.51 574.37
27 Intan jaya 585.55 588.12 590.7
28 Deiyai 584.35 584.45 586.3
29 Kota Jayapura 632.54 636.93 641.78
Papua 603.88 606.38 609.18
Rata-Rata Daya Beli
Masyarakat tahun 2011 599.75
Papua
85

Lampiran 6. Output Eviews dengan Menggunakan Metode Pooled Model

Dependent Variable: IPM


Method: Panel EGLS (Cross-section weights)
Date: 01/16/13 Time: 09:02
Sample: 2009 2011
Periods included: 3
Cross-sections included: 29
Total panel (balanced) observations: 87
Linear estimation after one-step weighting matrix
White cross-section standard errors & covariance (d.f. corrected)
WARNING: estimated coefficient covariance matrix is of reduced rank

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

GOVED 0.005168 0.006006 0.860529 0.3922


PDRB 0.052178 0.002741 19.03661 0.0000
RBDN 0.030324 0.013395 2.263863 0.0264
RDOK -0.000469 0.001096 -0.428280 0.6696
RMISKIN -201.2883 95.75112 -2.102204 0.0388
RPWT -0.033871 0.015198 -2.228665 0.0288
RSD -0.081136 0.018344 -4.423067 0.0000
RSMA -0.028794 0.003731 -7.716816 0.0000
RSMP -0.069069 0.027228 -2.536711 0.0132
C 4.009862 0.075740 52.94235 0.0000

Weighted Statistics

R-squared 0.845895 Mean dependent var 6.453776


Adjusted R-squared 0.827883 S.D. dependent var 3.826856
S.E. of regression 0.104265 Sum squared resid 0.837087
F-statistic 46.96212 Durbin-Watson stat 0.787074
Prob(F-statistic) 0.000000

Unweighted Statistics

R-squared 0.579154 Mean dependent var 4.054650


Sum squared resid 0.918232 Durbin-Watson stat 0.335389
86

Lampiran 7. Output Eviews dengan Menggunakan Metode Fixed Effect

Dependent Variable: IPM


Method: Panel EGLS (Cross-section weights)
Date: 01/16/13 Time: 10:15
Sample: 2009 2011
Periods included: 3
Cross-sections included: 29
Total panel (balanced) observations: 87
Linear estimation after one-step weighting matrix
White cross-section standard errors & covariance (d.f. corrected)
WARNING: estimated coefficient covariance matrix is of reduced rank

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

PDRB 0.032567 0.004195 7.763552 0.0000


GOVED 0.001336 0.000568 2.353548 0.0227
RMISKIN -106.2893 10.55277 -10.07217 0.0000
RDOK -0.000269 0.000116 -2.324963 0.0243
RBDN 0.003671 0.000610 6.013894 0.0000
RPWT 0.001897 0.000614 3.090752 0.0033
RSD 0.000304 0.000370 0.820903 0.4157
RSMA -0.000860 0.000202 -4.263708 0.0001
RSMP -0.000634 0.000634 -0.999151 0.3226
C 3.634891 0.049845 72.92422 0.0000

Effects Specification

Cross-section fixed (dummy variables)

Weighted Statistics

R-squared 0.999831 Mean dependent var 8.844689


Adjusted R-squared 0.999703 S.D. dependent var 8.801467
S.E. of regression 0.005300 Sum squared resid 0.001376
F-statistic 7822.513 Durbin-Watson stat 2.365176
Prob(F-statistic) 0.000000

Unweighted Statistics

R-squared 0.999243 Mean dependent var 4.054650


Sum squared resid 0.001651 Durbin-Watson stat 2.027223
87

Lampiran 8. Output Eviews dengan Menggunakan Metode Random Effect

Dependent Variable: IPM


Method: Panel EGLS (Cross-section random effects)
Date: 01/16/13 Time: 10:15
Sample: 2009 2011
Periods included: 3
Cross-sections included: 29
Total panel (balanced) observations: 87
Swamy and Arora estimator of component variances
White cross-section standard errors & covariance (d.f. corrected)
WARNING: estimated coefficient covariance matrix is of reduced rank

Coefficien
Variable t Std. Error t-Statistic Prob.

PDRB 0.034165 0.007482 4.566330 0.0000


GOVED 0.001019 0.000771 1.321809 0.1901
RMISKIN -124.1438 49.12162 -2.527275 0.0135
RDOK -0.000542 0.000550 -0.984841 0.3278
RBDN 0.003737 0.001452 2.573572 0.0120
RPWT 0.003429 0.001105 3.103737 0.0027
RSD -0.000302 0.002384 -0.126523 0.8996
RSMA -0.001122 0.000976 -1.149731 0.2538
RSMP 0.001036 0.001861 0.556503 0.5795
C 3.613987 0.093467 38.66610 0.0000

Effects Specification
S.D. Rho

Cross-section random 0.112377 0.9975


Idiosyncratic random 0.005656 0.0025

Weighted Statistics

R-squared 0.570326 Mean dependent var 0.117777


Adjusted R-squared 0.520104 S.D. dependent var 0.008890
S.E. of regression 0.006158 Sum squared resid 0.002920
F-statistic 11.35618 Durbin-Watson stat 1.169769
Prob(F-statistic) 0.000000

Unweighted Statistics

R-squared 0.281533 Mean dependent var 4.054650


Sum squared resid 1.567602 Durbin-Watson stat 0.002179
88

Lampiran 9. Chow Test dan Hausmant Test

1. Chow Test

Redundant Fixed Effects Tests


Equation: Untitled
Test cross-section fixed effects

Effects Test Statistic d.f. Prob.

Cross-section F 3139.638534 (28,49) 0.0000

2. Hausmant Test

Correlated Random Effects - Hausman Test


Equation: Untitled
Test cross-section random effects

Chi-Sq.
Test Summary Statistic Chi-Sq. d.f. Prob.

Cross-section random 23.278799 9 0.0056


89

Lampiran 10. Uji Normalitas

9
Series: Standardized Residuals
8 Sample 2009 2011
Observations 87
7

6 Mean -2.84e-18
Median 7.51e-06
5 Maximum 0.006631
Minimum -0.007514
4
Std. Dev. 0.004001
3 Skewness -0.142860
Kurtosis 1.772201
2
Jarque-Bera 5.760587
1 Probability 0.056118
0
-0.0075 -0.0050 -0.0025 0.0000 0.0025 0.0050
90

Lampiran 11. Crosssection Effect

No Provinsi Effect
1 Marauke 0.047548
2 Jayawijaya -0.041832
3 Jayapura 0.168257
4 Nabire 0.109153
5 Yapen Waropen 0.181567
6 Biak NamFor 0.153542
7 Paniai 0.062832
8 Puncak Jaya 0.187541
9 Mimika 0.036708
10 Boven Digoel -0.163518
11 Mappi -0.134064
12 Asmat -0.105469
13 Yahukimo -0.122338
14 Pegunungan Bintang -0.156637
15 Tolikara -0.090902
16 Sarmi 0.141979
17 Keerom 0.165428
18 Waropen 0.129401
19 Supiori 0.217340
20 Membramo Raya 0.069818
21 Memberano tengah -0.131825
22 Yalimo -0.121519
23 Lanny Jaya -0.106174
24 Nduga -0.110942
25 Puncak -0.140635
26 Dogiayi -0.145893
27 Deiyai -0.134576
28 Intan jaya -0.132172
29 Kota Jayapura 0.167382
1 91

Lampiran12.UjiMultikolinieritas

IPM PDRB GOVED RMISKIN RDOK RBDN RPWT RSD RSMP RSMA
IPM 1,000 0,622 0,293 -0,430 0,023 -0,150 -0,133 -0,460 -0,440 -0,115
PDRB 0,622 1,000 0,349 -0,577 -0,001 -0,072 0,056 -0,280 -0,219 0,049
GOVED 0,293 0,349 1,000 0,182 0,339 0,532 0,495 -0,084 -0,335 -0,092
RMISKIN -0,430 -0,577 0,182 1,000 0,393 0,636 0,508 0,191 0,088 0,012
RDOK 0,023 -0,001 0,339 0,393 1,000 0,556 0,502 -0,018 -0,158 -0,077
RBDN -0,150 -0,072 0,532 0,636 0,556 1,000 0,881 0,260 -0,023 -0,109
RPWT -0,133 0,056 0,495 0,508 0,502 0,881 1,000 0,190 0,064 -0,024
RSD -0,460 -0,280 -0,084 0,191 -0,018 0,260 0,190 1,000 0,276 -0,259
RSMP -0,440 -0,219 -0,335 0,088 -0,158 -0,023 0,064 0,276 1,000 0,125
RSMA -0,115 0,049 -0,092 0,012 -0,077 -0,109 -0,024 -0,259 0,125 1,000
1

Anda mungkin juga menyukai