Anda di halaman 1dari 123

ANALISIS PENGARUH INFLASI, PERTUMBUHAN

EKONOMI DAN KESEMPATAN KERJA TERHADAP


PENGANGGURAN TERBUKA DI INDONESIA

SKRIPSI

Disusun Oleh :

MEGA ANGGUN SARTIKA


NIM : 107084000472

ILMU EKONOMI STUDI PEMBANGUNAN


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2011 M / 1433 H
RIWAYAT HIDUP

Nama : Mega Anggun Sartika

Tempat Tanggal Lahir : Jakarta, 7 September 1989

Alamat : Jalan Benda Timur 12 Blok E.60/1-2

Pamulang II, Tangerang Selatan, Banten

Agama : Islam

Nomor Telpon : 085693836536

Email :

Facebook : egha_niym

Twitter :

Riwayat Pendidikan Formal:

SDIT AS-SALAMAH Tahun 1995 – 2001

MTSN 02 Pamulang Tahun 2001 – 2004

SMAN 01 Ciputat Tahun 2004 – 2007

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB)

Prodi Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan (IESP) Konsentrasi

Ekonomi Pembangunan Tahun 2007 – 2011

i
Riwayat Pendidikan Informal:

1. Studi Banding Jurusan Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan (IESP) ke

Universitas Indonesia, Universitas Padjajaran, Universitas Gajah Mada,

dan Universitas Islam Indonesia, 2008.

2. Seminar Nasional Ekonomi Islam “Inflasi dan Pertumbuhan Ekonomi

Indonesia“ Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan (IESP) UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta, 2008.

3. Seminar Ekonomi “Peran Ekonomi Islam dalam Menghadapi Krisis

Global“ BEM-J Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan (IESP) UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta, 2008.

4. Peserta Pelatihan SPSS & Mathematica, kerja sama BEM-J PMTK UIN

Syarif Hidayatullah Jakarta, 2009.

5. Peserta Pelatihan Statistika dengan SPSS, kerja sama Pusat Laboratorium

Terpadu (PLT) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2009.

6. Insurance Goes To Campus Seminar Nasional “Peran Asuransi dalam Era

Globalisasi“. Fakultas Ekonomi dan Ilmu Sosial UIN Syarif Hidayatullah

Jakarta, 2010.

7. Peserta Kuliah Kerja Sosial Bebas Terkendali (KKS-BT)/Magang.

Kerjasama Fakultas Ekonomi dan Ilmu Sosial (FEIS) UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta, 2010.

i
ABSTRACT

This study is aimed to determine the influence of inflation, gross domestic product, and employment
Based on the results of regression analysis is known that the gross domestic product has a significant

Keywords: Inflation, Economic Growth, Employment, Unemployment

i
ABSTRAK

Tujuan penelitian ini untuk menganalisis pengaruh dari inflasi, pertumbuhan ekonomi dan kesempata
Berdasarkan hasil regresi diketahui bahwa inflasi tidak berpengaruh signifikan dan positif terhadap p

Kata kunci :Inflasi, Pertumbuhan Ekonomi, Kesempatan Kerja, Pengangguran Terbuka

i
KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahim,
Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Puja dan puji syukur kehadirat Alah SWT atas limpahan rahmat, hidayah
serta karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul
“Analisis Pengaruh Inflasi, Pertumbuhan Ekonomi, dan Kesempatan Kerja
Di Indonesia”
Shalawat beriring salam penulis panjatkan keharibaan Rasulullah
Muhammad SAW. yang telah membawa ummat dari alam jahiliyah sampai ke
alam yang terang-benderang dan penuh dengan khazanah keilmuan saat sekarang
ini.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini bisa terselesaikan berkat doa, dukungan
dan bantuan dari berbagai pihak, oleh karena itu pada kesempatan ini penulis
mengucapkan terima kasih yang tulus kepada :

1. Kedua orang tua (Bapak) Eddy Marwoko dan (Ibu) Djaitun, yang selalu
memberikan doa, kasih sayang, cinta, nasihat dan dukungan untuk
putramu selama ini. Tetesan keringat, helaan nafas dan langkah kalian
merupakan motivasi terbesar buat andang untuk memberikan yang terbaik.
Mudah-mudahan penulis bisa selalu menjadi anak kebanggaan. Doa restu
kalian yang selama ini mengiringi langkah penulis dalam beraktifitas.
Terima kasih banyak, pak,,, mah,,, . . .
2. Terima kasih banyak untuk kakak-kakak penulis yang selalu memberikan
doa, saran dan motivasinya. Semoga kakakku menjadi anak yang soleh
dan berguna bagi Agama, Keluarga dan Negara. Amiin. . .
3. Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis. Bapak Prof. Dr. Abdul Hamid, MS
yang telah memberikan pengalaman disaat ujian kompre dan ilmu yang
bermanfaat bagi penulis.

v
4. Ketua Jurusan IESP. Bapak Dr. Lukman, M.Si yang telah memberikan
ilmu dan selalu memperhatikan mahasiswanya, terutama mahasiswa IESP.
5. Sekretaris Jurusan IESP. Ibu Utami Baroroh, M.Si yang telah memberikan
ilmu, informasi dan mengatur urusan mahasiswanya. Semoga Allah
membalas kebaikan Ibu di dunia maupun di akhirat kelak. Amiin.
6. Bapak Dr. Lukman, M.Si, selaku Dosen Pembimbing Skripsi I yang
dengan sabar membimbing penulis dan telah banyak membantu penulis
dalam menyelesaikan skripsi ini. motivasi, saran, waktu, pikiran, tenaga
dan ilmunya dalam membimbing sehingga skripsi ini dapat terselesaikan.
Semoga Allah membalas segala kebaikan bapak baik di dunia maupun di
akhirat kelak. Amiin.
7. Zuhairan Yunmi Yunan, S.E. M.Sc, selaku Dosen Pembimbing Skripsi II
yang telah memberikan ilmunya, motivasi, saran dan dengan sabar
membimbing penulis hingga terselesaikanya skripsi ini. Semoga Allah
membalas kebaikan Bapak beserta keluarga di dunia maupun di akhirat
kelak. Amiin.
8. Bapak M. Hartana I. Putra, M.Si, selaku Pembimbing Akademik. Terima
kasih telah membimbing dan memberikan ilmu yang bermanfaat kepada
saya selama empat tahun ini. Semoga Allah membalas kebaikan bapak.
Amiin.
9. Seluruh Dosen dan Staf jurusan Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan
(IESP) yang telah sabar dan membantu selama perjalanan empat tahun ini,
mudah-mudahan segala kebaikan bapak dan Ibu dibalas oleh Allah SWT,
dan semoga ilmu yang diajarkan dapat bermanfaat. Amiin yaa robal
alamiin.
10. Untuk seluruh teman-teman seperjuangan Ilmu Ekonomi dan Studi
Pembangunan (IESP) angkatan 2007, Riyanti, Dea, Wiwi, Rey, Eti,
Karmila, Sofy, dan semuanya tidak disebutkan disini terima kasih banyak
atas pertemanan dan pengalaman selama 4 tahun ini. Mudah-mudahan kita
semua bisa mendapatkan keberkahan ilmu dan gelar SE yang berkualitas
dan dapat bermanfaat untuk Agama, Keluarga dan Negara. Amiin .

v
11. Untuk sahabat terbaik saya Mariskha Andhika Putri, yang selalu
membantu setiap langkah yang akan saya lalui, you are mybest!
12. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu, baik secara langsung maupun tidak
alamiin.

Akhir kata, penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, penulis
bagi segenap pembaca.

Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Jakarta, 2 Maret 2012

Penulis

v
DAFTAR ISI

RIWAYAT HIDUP..................................................................................................i
ABSTRACT ........................................................................................................ iv
ABSTRAK ......................................................................................................... v
KATA PENGANTAR..............................................................................................vii
DAFTAR ISI.............................................................................................................ix
DAFTAR TABEL ............................................................................................. xii
DAFTAR GAMBAR................................................................................................xiii
DAFTAR LAMPIRAN............................................................................................xvi
BAB I PENDAHULUAN........................................................................................1
A. Latar Belakang Masalah.............................................................................1
B. Perumusan Masalah....................................................................................14
C. Tujuan Penelitian........................................................................................15
BAB II TINJAUAN PUSTAKA...............................................................................16
A. Tinjauan Pustaka.........................................................................................16
1. Teori Tenaga Kerja.................................................................................16
2. Teori Pengangguran...............................................................................17
3. Teori Pertumbuhan Ekonomi.................................................................24
4. Teori Inflasi............................................................................................30
5. Teori Kesempatan Kerja........................................................................40
B. Penelitian Terdahulu...................................................................................47
C. Kerangka Pemikiran....................................................................................50
D. Hipotesis Penelitian....................................................................................53
BAB III METODE PENELITIAN............................................................................57
A. Ruang Lingkup Penelitian...........................................................................57
B. Metode Pengumpulan Data.........................................................................57
C. Operasional Variabel Penelitian.................................................................58
D. Metode Analisis Data..................................................................................62
1. Uji Hipotesis...........................................................................................64
a. Koefisien Determinasi.......................................................................64
v
b. Uji T...................................................................................................65
c. Uji F...................................................................................................65
2. Uji Asumsi Klasik..................................................................................66
a. Uji Normalitas....................................................................................66
b. Uji Multikolinieritas...........................................................................66
c. Autokorelasi.......................................................................................66
d. Heterokedastisitas..............................................................................67
BAB IV ANALIS DAN PEMBAHASAN.................................................................68
A. Sekilas Gambaran Umum Objek Penelitian...............................................68
1. Perkembangan Pengangguran Terbuka di Indonesia.............................68
2. Perkembangan Tingkat Inflasi di Indonesia...........................................72
3. Perkembangan Produk Domestik Bruto di Indonesia............................75
4. Perkembangan Kesempatan Kerja di Indonesia.....................................76
B. Hasil dan Pembahasan................................................................................78
1. Analisis...................................................................................................78
a. Uji Asumsi Klasik..............................................................................78
b. Uji Hipotesis......................................................................................82
2. Interpretasi Ekonomi..............................................................................85
BAB V KESIMPULAN DAN IMPLIKASI...............................................................93
A. Kesimpulan.................................................................................................93
B. Implikasi.....................................................................................................94
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................................96
LAMPIRAN..................................................................................................................99

i
DAFTAR TABEL

No.Keterangan Halaman

1.1 Indikator Makro Ekonomi di Indonesia 4

2.1 Penelitian Terdahulu 49

2.2 Persamaan Dan Perbedaan Dengan Penelitian Terdahulu 51

3.1 Definisi Operasional Variabel Penelitian 62

4.1 Perkembangan Pengangguran Terbuka 69

4.2 Perkembangan Inflasi

4.3 Perkembangan PDB

4.4 Perkembangan Kesempatan Kerja

4.5 Uji Normalitas 78

4.6 Uji Multikolinieritas 79

4.7 Uji Heteroskesdastisitas 81

4.8 Uji Breusch-Godfrey 81

4.9 Hasil Olah Data Dengan Menggunakan OLS 82

x
DAFTAR GAMBAR

No. Keterangan Halaman

2.1 Kurva A.W Philips 41

2.2 Kerangka Pemikiran 55

4.1 Grafik Perkembangan Pengangguran

4.2 Grafik Perkembangan Inflasi

4.3 Grafik Perkembangan PDB

4.4 Grafik Perkembangan Kesempatan Kerja

x
DAFTAR LAMPIRAN

No. Keterangan Halaman

1. Data Analisis 100

2. Data Transformasi 101

3. Hasil Uji Regresi Dengan Menggunakan OLS 102

4. Hasil Uji Normalitas JB Test 103

5. Hasil Uji Heteroskesdatisitas 104

6. Hasil Uji Multikolinieritas 103

7. Hasil Uji Autokorelasi 105

x
BAB I

PENDAHULUA

A. Latar Belakang Masalah

Pembangunan ekonomi adalah sebuah usaha untuk meningkatkan taraf hidup

suatu bangsa yang di ukur melalui tinggi rendahnya pendapatan riil perkapita

(Suparmoko, 1992:5). Pembangunan ekonomi sebuah negara dapat dilihat dari

beberapa indikator perekonomian. Salah satu diantaranya adalah tingkat

pengangguran. Melalui tingkat pengangguran kita dapat melihat tingkat

kesejahteraan masyarakat serta tingkat distribusi pendapatan. Pengangguran

terjadi sebagai akibat dari tingginya tingkat perubahan angkatan kerja yang tidak

diimbangi dengan penyerapan tenaga kerja yang disebabkan karena rendahnya

pertumbuhan penciptaan lapangan kerja.

Menurut Todaro (1999:80) pembangunan ekonomi tidak dapat diukur semata-

mata dari tingkat pertumbuhan pendapatan atau pendapatan per kapita, namun

harus pula melihat bagaimana pendapatan tersebut didistribusikan kepada

penduduk dan mengetahui siapa yang mendapat manfaat dari pembangunan

tersebut. Pembangunan ekonomi sebuah negara dapat dilihat dari beberapa

indikator perekonomian. Salah satu di antaranya adalah tingkat pengangguran.

Berdasarkan tingkat pengangguran dapat dilihat kondisi suatu negara, dan dapat

dilihat pula ketimpangan atau kesenjangan distribusi pendapatan yang diterima


1
suatu masyarakat negara tersebut. Hal ini disebabkan rendahnya tingkat

pertumbuhan penciptaan lapangan kerja untuk menampung tenaga kerja yang siap

bekerja.

Pengangguran merupakan masalah bagi semua negara di dunia. Tingkat

pengangguran yang terlalu tinggi akan mengganggu stabilitas nasional setiap

negara. Sehingga setiap negara berusaha untuk mempertahankan tingkat

pengangguran pada tingkat wajar. Dalam teori makro ekonomi masalah

pengangguran dibahas pada pasar tenaga kerja (labour market) yang juga

dihubungkan dengan keseimbangan tingkat upah dan tenaga kerja.

Negara Indonesia adalah negara maritim yang memiliki luas ± 1,904,570

km dengan mayoritas penduduknya bekerja di bidang pertanian dan industri

dengan latar belakang pendidikan yang beragam, juga dengan pendapatan yang

minimum, untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Menurut data strategis

Badan Pusat Statistik, banyaknya penduduk di Indonesia yang pada tahun 2007

sebanyak 225,640 juta orang, tahun 2008 sebanyak 228,523 juta orang, tahun

2009 sebanyak 231,370 juta orang dengan tingkat kepadatan penduduk terbanyak

di pulau jawa pada tahun 2007 sebesar 1,017 juta orang dan pada tahun 2008

sebesar 1,027 juta orang, kepadatan penduduk yang terbanyak tersebut berada di

provinsi DKI Jakarta yaitu sebanyak 12,355 juta orang.

Peran pemerintah yang telah dilakukan adalah pembangunan ekonomi

ditingkat mikro dan makro terasa masih kurang merata, mengingat kepadatan

penduduk dari tahun ke tahun semakin bertambah sehingga jika pembangunan

yang diimplementasikan tidak memiliki arah yang jelas pastilah tidak akan dapat

2
mencapai tujuan secara maksimal. Pada sektor mikro dengan meningkatkan

penawaran dan permintaan di pasar melalui produk-produk domestik untuk

konsumsi rumah tangga, belum tentu dapat memberikan keadilan bagi masyarakat

miskin, karena jumlah tingkat kemiskinan di Indonesia cukup tinggi. Pada tahun

2007, 2008, dan 2009 masing-masing sebesar 37,17 juta orang, 34,96 juta orang,

dan 32,53 juta orang. Jumlah tersebut telah menurun dari tahun ke tahun sejak

2007 hingga tahun 2009, namun kenyataan di lapangan berbeda dengan data

tersebut, masih kurang meratanya pendapatan dan tingkat pengangguran yang

tinggi menjadi penyebab sulitnya masyarakat melakukan kegiatan ekonomi bagi

dirinya sendiri dan bagi masa depannya. Pada sektor makro dengan meningkatkan

ekspor untuk menghasilkan peningkatan Produk Domestik Bruto (PDB) menjadi

tidak maksimal, karena pada triwulan 1 tahun 2009 terjadi penurunan ekspor

akibat lambatnya pertumbuhan ekonomi di negara mitra bisnis Indonesia, seperti

Amerika Serikat, Singapura, Jepang, Uni Eropa, dan Cina akibat kondisi ekonomi

di negara-negara tersebut sedang kurang stabil.

Di Indonesia salah satu masalah dalam ketenagakerjaan adalah

pengangguran. Pengangguran dalam sisi ekonomi merupakan produk dari

ketidakmampuan pasar kerja dalam menyerap angkatan kerja yang tersedia,antara

lain seperti: jumlah lapangan kerja yang tersedia lebih kecil dari jumlah pencari

kerja, kompetisi pencari kerja tidak sesuai dengan pasar kerja dan kurang

efektifnya informasi pasar kerja bagi pencari kerja. Selain itu pengangguran juga

dapat disebabkan oleh pemutusan hubungan kerja yang terjadi karena perusahaan

menutup atau mengurangi bidang usahanya sebagai akibat krisis ekonomi,

3
keamanan yang kurang kondusif, peraturan yang menghambat investasi, dan lain-

lain.

Tabel 1.1
Perkembangan Indikator Makro Ekonomi
TPT INF Pertumbuhan Ekonomi KK
Tahun (%) (%) (%) (LOWONGAN)
2005 10.26 17.11 5.69 128.322
2006 10.27 6.60 5.50 320.977
2007 10.77 6.59 6.35 1.559.060
2008 9.69 11.06 6.01 3.909.728
2009 7.41 4.8 4.58 4.135.032
2010 6.80 6.96 6.10 2.381.841

Sumber : Statistik Indonesia berbagai edisi, 2010

Pengangguran di Indonesia menjadi masalah yang terus menerus

membengkak. Pada era 1990, sebelum krisis ekonomi tahun 1997, jumlah

pengangguran terbuka di Indonesia pada umumnya di bawah 5 persen. Tingkat

pengangguran dibawah 5 persen masih merupakan pengangguran dalam skala

yang wajar. Dalam negara maju, tingkat penganggurannya biasanya berkisar

antara 2 – 3 persen, hal ini disebut tingkat pengangguran alamiah. Tingkat

pengangguran alamiah adalah suatu tingkat pengangguran yang alamiah dan tak

mungkin dihilangkan. Artinya jika tingkat pengangguran tidak melebihi dari 4

persen itu berarti bahwa perekonomian dalam kondisi penggunaan tenaga kerja

penuh (full employment) (Sadono Sukirno, 2000:296).

Peningkatan angkatan kerja baru yang lebih besar dibandingkan dengan

lapangan kerja yang tersedia terus menunjukkan jurang (gap) yang terus

membesar. Kondisi tersebut semakin membesar setelah krisis ekonomi. Dengan

adanya krisis ekonomi tidak saja jurang antara peningkatan angkatan kerja baru

4
dengan penyediaan lapangan kerja yang rendah terus makin dalam, tetapi juga

terjadi pemutusan hubungan kerja (PHK). Hal ini menyebabkan jumlah

pengangguran di Indonesia dari tahun ke tahun terus semakin tinggi.

Berdasarkan data resmi dari Badan Pusat Statistik (BPS) jumlah

pengangguran di Indonesia pada agustus 2007 tercatat sebanyak 10,77 juta orang

atau turun 536,78 ribu orang jika dibandingkan februari 2006, pengangguran

berkurang 920,86 ribu orang. BPS menuturkan tingkat pengangguran terbuka di

Indonesia pada bulan februari 2008 mencapai 8,46% atau 9,43 juta orang. Angka

itu turun sekitar 1,29% atau 1,12 juta orang dibanding tahun 2007, 9,75 (10,55

juta orang). Di tahun 2009, menteri perekonomian Hatta Rajasa menargetkan

angka pengangguran pada 2010 akan turun ke level 7,6% dibanding dengan tahun

2009 lalu yang mencapai 7,9%. Hatta menyatakan hal tersebut didasari oleh

perhitungan 1% pertumbuhan ekonomi bisa menyerap 400 ribu tenaga

kerja,dalam 10 tahun terakhir rata-rata penyerapan tenaga kerja setiap 1%

pertumbuhan ekonomi hanya sekitar 200 ribu tenaga kerja,tetapi dalam tiga tahun

terakhir bisa catat jumlah tenaga kerja yang berhasil diserap setiap 1%

pertumbuhan mencapai 400 ribu tenaga kerja. Dasar inilah yang menjadi acuan

optimisme pemerintah untuk mencapai target tersebut. Dengan semakin

membaiknya kondisi pertumbuhan ekonomi untuk tahun-tahun ke depan,maka

ditargetkan pada tahun 2014,angka pengangguran hanya mencapai 5-6% saja

(www.detik.com).

Naik turunnya jumlah pengangguran di Indonesia lebih diakibatkan pada

pembangunan ekonomi dalam ketersediaannya lapangan pekerjaan yang tersedia

5
bagi penggangguran, pasaran kerja di Indonesia semakin bersaing dengan semakin

dibutuhkannya tenaga kerja terampil untuk mengimbangi penggunaan teknologi

yang digunakan oleh perusahaan guna proses produksi barang dan jasa untuk

kebutuhan ekspor dan konsumsi domestik. Kombinasi pertumbuhan ekonomi

yang tinggi dan inflasi yang terkendali telah mendorong turunnya angka

pengangguran dan jumlah penduduk miskin. Meskipun demikian, kerja keras

untuk terus menurunkan angka pengangguran dan jumlah penduduk miskin masih

diperlukan. Hal ini mengingat masih banyak permasalahan struktural yang

dihadapi oleh perekonomian Indonesia.

Masalah pengangguran secara terbuka maupun terselubung, menjadi

pokok permasalahan dalam pembangunan ekonomi negara-negara berkembang.

Berhasil atau tidaknya suatu usaha untuk menanggulangi masalah besar ini akan

mempengaruhi kestabilan sosial politik dalam kehidupan masyarakat dan

kontinuitas dalam pembangunan ekonomi jangka panjang.

Permasalahan pengangguran memang sangat kompleks untuk dibahas dan

merupakan isu penting, karena dapat dikaitkan dengan beberapa indikator-

indikator. Indikator-indikator ekonomi yang mempengaruhi tingkat pengangguran

antara lain pertumbuhan ekonomi negara bersangkutan, tingkat inflasi, serta

kesempatan kerja . Apabila di suatu negara pertumbuhan ekonominya mengalami

kenaikan, diharapkan akan berpengaruh pada penurunan jumlah pengangguran,

hal ini diikuti dengan kesempatan kerja. Jika tingkat kesempatan kerja naik akan

berpengaruh pada penurunan jumlah pengangguran pula, sedangkan tingkat inflasi

yang tinggi akan berpengaruh pada kenaikan jumlah pengangguran.

6
Inflasi merupakan fenomena ekonomi yang sangat ditakuti oleh semua

negara. Inflasi itu sendiri yaitu kecenderungan dari harga-harga untuk menaik

secara umum dan terus menerus (Boediono, 1989:155 ). Pembicaraan mengenai

inflasi mulai sangat popular di Indonesia ketika laju inflasi mencapai 650% pada

pertengahan tahun dasawarsa 1960-an. Tingginya inflasi tersebut dengan berbagai

implikasi negatifnya telah menyebabkan pemerintah memberikan perhatian

khusus terhadap laju inflasi. Dengan kebijaksanaan makro ekonomi yang

diarahkan pada penekanan laju inflasi maka memasuki tahun 1980-an laju inflasi

telah mulai dapat ditekan. Bahkan pada tahun-tahun berikutnya laju inflasi di

Indonesia tidak pernah lagi mengalami inflasi yang double-digit.

Apabila inflasi itu ringan, justru mempunyai pengaruh yang positif dalam

arti untuk perekonomian yang lebih baik.Namun apabila inflasi dalam masa parah,

yaitu pada saat inflasi tidak terkendali, keadaan perekonomian menjadi kacau

karena harga meningkat dengan cepat, hal itu menyebabkan keadaan masyarakat

semakin terpuruk dari waktu ke waktu.

Pada tahun 2005 merupakan inflasi tertinggi dibandingkan tahun-tahun

selanjutnya yaitu sebesar 17,11 persen. Hal ini terjadi karena adanya kenaikan

harga yang ditunjukkan oleh kenaikan semua kelompok barang dan jasa, seperti :

kelompok bahan makanan, kelompok makanan jadi, minuman, rokok dan

tembakau, kelompok perumahan, air, listrik, gas dan bahan bakar, kelompok

sandang, kelompok kesehatan, kelompok pendidikan, rekreasi dan olahraga dan

kelompok transpor, komunikasi dan jasa keuangan.

7
Memasuki tahun 2006 tingkat inflasi mengalami penurunan yang sangat

signifikan. Inflasi pada tahun tersebut menurun hingga 10,51 persen. Hal ini

cukup memuaskan walaupun tingkat inflasi masih terbilang tinggi yaitu 6,60

persen. Kondisi inflasi tersebut bertahan hingga memasuki tahun 2007, namun di

akhir tahun 2007 mengalami penurunan walau hanya sebesar 0.01 persen.

Sejalan dengan terpeliharanya kestabilan nilai tukar rupiah, laju inflasi

selama tahun 2009 secara berangsur-angsur terus menurun dari tahun sebelumnya.

Laju inflasi tahunan yang pada akhir tahun 2008 mencapai sekitar 11,06 persen,

menurun menjadi 4,8 persen pada akhir tahun 2009.

Menurunnya laju inflasi sepanjang tahun 2009, sangat dipengaruhi oleh

rendahnya laju inflasi pada bahan makanan dan komponen barang-barang yang

harganya ditetapkan pemerintah. Namun, pada tahun 2010, laju inflasi cenderung

meningkat sebesar 6,96 persen sejalan dengan perkembangan perekonomian dunia

yang mendorong kenaikan harga-harga barang dan jasa di Indonesia. Selain itu,

perubahan iklim juga telah berdampak pada menurunnya produksi barang dan

jasa. Oleh karena itu, pemerintah harus terus melakukan tindakan-tindakan yang

diperlukan untuk mengantisipasi perkembangan inflasi dengan melakukan operasi

pasar, menjaga kecukupan pasokan dan ketersediaan barang, mengamankan stok

di daerah, menjaga kelancaran distribusi barang, mengembangkan sistem logistik

nasional, dan mengintensifkan penyuluhan pertanian agar petani lebih siap dalam

menghadapi dampak perubahan iklim.

8
Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator yang amat penting

dalam menilai kinerja suatu perekonomian, terutama untuk melakukan analisis

tentang hasil pembangunan ekonomi yang telah dilaksanakan suatu negara atau

suatu daerah. Ekonomi dikatakan mengalami pertumbuhan apabila produksi

barang dan jasa meningkat dari tahun sebelumnya. Pertumbuhan ekonomi

menunjukkan sejauh mana aktivitas perekonomian dapat menghasilkan tambahan

pendapatan atau kesejahteraan masyarakat pada periode tertentu. Pertumbuhan

ekonomi suatu negara atau suatu wilayah yang terus menunjukkan peningkatan

menggambarkan bahwa perekonomian negara atau wilayah tersebut berkembang

dengan baik (Amri Amir, 2007:5).

Secara umum kondisi perekonomian Indonesia tahun 2004 mengalami

perkembangan yang baik. Kegiatan ekonomi mencatat pertumbuhan tertinggi

pasca krisis ekonomi yaitu sebesar 5,1%, yang diikuti dengan perbaikan pola

ekspansi. Pertumbuhan ekonomi yang tinggi tersebut didukung dan dicapai

dengan stabilitas makroekonomi yang terjaga. Peningkatan laju pertumbuhan

ekonomi belum dapat memperbaiki tingkat pengangguran. Selama 2004, tingkat

pengangguran mencapai 9,86%, relatif tidak berubah di bandingkan tahun

sebelumnya yang mencapai 9,50%. Kondisi pengangguran yang tidak

menunjukan perbaikan tersebut tidak terlepas dari permasalahan yang terjadi di

sektor riil. Ketersediaan lapangan kerja yang lebih kecil dari jumlah pencari kerja

didorong oleh kegiatan sektor produksi yang kurang memadai bagi penciptaan

lapangan kerja (Bank Indonesia, 2004)

9
Secara keseluruhan, kinerja perekonomian Indonesia di tahun 2005

tumbuh sebesar 5,6 persen terutama ditopang oleh pertumbuhan permintaan

domestik yang relatif tinggi. Meskipun relatif tinggi pada tahun 2004 sebesar 5,1

persen. Pertumbuhan ekonomi meningkat, namun kondisi ketanaga kerjaan di

2005 belum membaik. Hal ini tercermin dari tingkat pengangguran yang mencapai

10,26 persen.

Pertumbuhan ekonomi tahun 2006, mencapai 5,55 persen sedikit lebih

rendah daripada tahun sebelumnya. Berdasarkan sektornya, pertumbuhan ekonomi

2006 terutama dipengaruhi meningkatnya pertumbuhan pada sektor primer,seperti

pertanian dan sektor pengangkutan dan komunikasi di sektor tersier.

Perekonomian yang belum diimbangi peningkatan kapasitas produksi secara

signifikan mengakibatkan pengaruh pertumbuhan ekonomi dalam mengurangi

tingkat pengangguran menjadi terbatas. Tingkat pengangguran menjadi 10,27

persen,namun demikian jumlah pengangguran ini masih relatif lebih tinggi

dibanding periode sebelum krisis yang rata-rata mencapai 5,5 persen (Bank

Indonesia, 2006).

Pertumbuhan ekonomi pada tahun 2007 mencapai 6,3 persen,

pertumbuhan ekonomi mengalami peningkatan pada tahun 2007 diiringi oleh

penyerapan tenaga kerja yang lebih tinggi yang berdampak pada penurunan angka

pengangguran. Meningkatnya jumlah tenaga kerja yang lebih besar dibandingkan

dengan angkatan kerja mendorong tren penurunan persentase tingkat

pengangguran menjadi 9,11 persen. Sama halnya dengan 2007, pada tahun 2008

dan 2009 secara umum mencatat perkembangan cukup baik ditengah terjadinya

1
gejolak eksternal. Dilihat dari sumbernya, pertumbuhan ekonomi Indonesia

terutama disukung oleh konsumsi dan ekspor. Tingkat pengangguran terbuka

mengalami penurunan sampai dengan 2009, yaitu dari angka 8,39 di tahun 2008

menjadi 8,14 ditahun 2009.

Masalah pengangguran merupakan masalah yang berkaitan dengan bidang

ekonomi. Akan tetapi masalah pengangguran juga berhubungan dengan bidang

sosial dan pendidikan. Dahulu, orang yang menganggur dikaitkan dengan tingkat

pendidikan yang rendah, di zaman sekarang tidak hanya orang yang

berpendidikan rendah yang menganggur, orang yang berpendidikan tinggi banyak

pula yang menganggur. Hal ini tentunya memperlihatkan tinggi jumlah penduduk

dengan sedikitnya kesempatan kerja yang terdapat di Indonesia.

Tulus Tambunan (2003:64), kesempatan kerja diartikan sebagai lapangan

pekerjaan yang sudah diduduki dan yang masih lowong (vacancy). Lowongan

kerja adalah lowongan yang terjadi karena adanya perluasan organisasi, pegawai

yang berhenti, pensiun atau meninggal dunia yang memerlukan pengisian

penggantian (Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi Indonesia,2010).

Berdasarkan lapangan pekerjaan yang masih lowong tersebut timbul

kebutuhan tenaga kerja yang akan datang, misalnya perusahaan (swasta maupun

pemerintah) dan departemen. Adanya kebutuhan tersebut, berarti adanya

kesempatan kerja bagi orang yang menganggur. Besarnya lapangan kerja yang

masih lowongan atau kebutuhan tenaga kerja yang secara riil dibutuhkan oleh

perusahaan tergantung pada banyak faktor, diantaranya adalah prospek usaha atau

pertumbuhan output dari perusahaan yang meminta tenaga kerja, ongkos tenaga

1
kerja atau gaji yang harus dibayar, dan harga dari faktor produksi lainnya,

misalnya kapital. Tingkat produktivitas seseorang juga sangat tergantung pada

kesempatan yang tersedia. Kesempatan dalam hal ini yaitu kesempatan untuk

bekerja, pekerjaan yang sesuai dengan pendidikan dan keterampilan tiap-tiap

orang, dan kesempatan untuk mengembangkan diri.

Menurut undang-undang No.7 tahun 1981 tentang wajib lapor ketenagakerjaan

di perusahaan, setiap perusahaan atau instansi/lembaga yang menangani

ketenagakerjaan di daerahnya sesuai dengan format yang telah ditentukan.

Lowongan kerja yang tersedia dari perusahaan atau lembaga tersebut didaftar dan

dilaporkan ke Ditjen Bina Penta (Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi

Indonesia,2010).

Berdasarkan tabel 1.1 di atas dapat dilihat kesempatan kerja di Indonesia

pada tahun 2004 hingga tahun 2010 terus meningkat, sebelum tahun 2007

pendaftaran lowongan kerja belum tertata dengan baik, namun semenjak otonomi

daerah pendaftaran lowongan kerja mulai membaik sehingga dapat dilihat

peningkatan yang besar di tahun 2007, dari 320.977 lowongan kerja di tahun 2006

melonjak lebih dari 100 persen di tahun 2007 menjadi 1.599.060 lowongan kerja.

Terus meningkat di tahun berikutnya, pada tahun 2008 lowongan kerja yang

tersedia untuk 3.909.728 orang, dan 4.135.032 di tahun 2009, mengalami

penurunan ditahun 2010 yaitu menjadi hanya 2.381.841 lowongan kerja.

Kenaikan kesempatan kerja menambah permintaan tenaga kerja dan

permintaan ini akan memenuhi penawaran tenaga kerja. Pembukaan lapangan

1
kerja seluas-luasnya akan menambah kesempatan angkatan kerja terutama

angkatan kerja terdidik.

Sesuai dengan permintaan dan penawaran tenaga kerja di sisi mikro

ekonomi menunjukkan bahwa penambahan kesempatan kerja merupakan

penambahan permintaan tenaga kerja, secara tidak langsung penawaran tenaga

kerja yang ada, khususnya tenaga kerja terdidik dapat tertampung di dalam

lapangan kerja sehingga pengangguran terdidik dapat berkurang, atau ditekan

pertumbuhannya.

Salah satu alternatif untuk memperluas kesempatan kerja bagi tenaga kerja

terdidik perlu diperluas kesempatan berkembangnya sektor informal. Daya serap

sektor ini cukup besar dan memiliki kemampuan yang tak terbatas. Pelita IV 56

persen tenaga kerja terserap di sektor ini sementara sektor formal terutama bidang

jasa memiliki kemampuan serap yang sangat terbatas. Berbagai kebijaksanaan

untuk memberi peluang berkembang sektor informal harus terus diupayakan

dengan tidak mengurangi usaha penanganan dampak negatif dari berkembangnya

sektor ini (Anton A Setyawan, 2006:7).

Masalah pengangguran penting untuk dianalisa karena pengangguran ini

akan menimbulkan gejolak sosial politik yang dapat mengganggu stabilitas

ekonomi suatu negara. Pengangguran dapat menurunkan daya beli masyarakat,

karena orang yang menganggur berarti tidak berpenghasilan dan bekerja tidak

penuh.

Penelitian mengenai pengaruh inflasi dan pertumbuhan ekonomi telah

banyak dilakukan, namun penilitian ini tetap penting dilakukan karena

1
pengangguran perlu diperhatikan mengingat dampaknya sangat luas bagi

perekonomian suatu negara.

B . Perumusan Masalah

Di Indonesia, pengangguran merupakan masalah yang sangat penting

untuk diselesaikan mengingat angka atau jumlah pengangguran di Indonesia yang

mengalami kenaikan tiap tahunnya. Angka pengangguran yang rendah dapat

mencerminkan pertumbuhan ekonomi yang baik, serta dapat mencerminkan

adanya peningkatan kualitas taraf hidup penduduk dan peningkatan pemerataan

pendapatan, oleh karena itu kesejahteraan pendudukmeningkat.

Berdasarkan pada latar belakang permasalahan tersebut, besarnya jumlah

pengangguran yang terus meningkat sejalan lambatnya pertumbuhan ekonomi

disamping naiknya besaran Produk Domestik Bruto (PDB) yang dialami oleh

Indonesia. Namun demikian tingginya pengangguran yang terjadi ternyata juga

diikuti oleh fluktuasinya inflasi, dan kesempatan kerja di Indonesia.

Berdasarkan penjelasan tersebut, dapat ditarik beberapa pertanyaan

penelitian yang terkait dengan latar belakang masalah sebelumnya, diantaranya :

1. Sejauhmana pengaruh tingkat inflasi, pertumbuhan ekonomi dan

kesempatan kerja terhadap tingkat pengangguran terbuka di Indonesia

secara parsial.

2. Sejauhmana pengaruh tingkat inflasi, pertumbuhan ekonomi dan

kesempatan kerja terhadap tingkat pengangguran terbuka di Indonesia

secara simultan.

1
C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan uraian latar belakang masalah serta perumusan masalah, dapat

ditetapkan tujuan dan kegunaan dari penelitian ini adalah sebagai

berikut : Tujuan dari penelitian ini adalah :

1. Untuk menganalisis sejauhmana pengaruh tingkat inflasi, pertumbuhan

ekonomi dan kesempatan kerja terhadap tingkat pengangguran terbuka di

Indonesia secara parsial.

2. Untuk menganalisis sejauhmana pengaruh tingkat inflasi, pertumbuhan

ekonomi dan kesempatan kerja terhadap tingkat pengangguran terbuka di

Indonesia secara simultan.

1
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Pustaka

1. Teori Tenaga Kerja

Tenaga kerja (man power) adalah penduduk dalam usia kerja (berusia

15 tahun keatas) atau jumlah seluruh penduduk dalam suatu negara yang

dapat memproduksi barang dan jasa jika ada permintaan terhadap tenaga

mereka, dan jika mereka mau berpartisipasi dalam aktivitas tersebut (Indra

Oloan Nainggolan, 2009).

Secha Alatas (dalam Aris Ananta, 1990:124), tenaga kerja merupakan

bagian dari penduduk yang mampu bekerja memproduksi barang dan jasa.

Konsep dari tenaga kerja terdiri dari angkatan kerja dan bukan angkatan

kerja (Simanjuntak, 1985:215).

a. Angkatan Kerja

Angkatan kerja (labour force) adalah bagian dari tenaga kerja yang

sesungguhnya terlihat atau berusaha untuk terlibat dalam kegiatan

produktif, yaitu menghasilkan barang dan jasa.Angkatan kerja ini terdiri

dari golongan bekerja dan golongan yang menganggur.

b. Bukan Angkatan Kerja

Bukan angkatan kerja adalah bagian dari tenaga kerja yang tidak

bekerja maupun mencari pekerjaan, atau dapat dikatakan sebagai bagian

dari tenaga kerja yang sesungguhnya tidak terlibat dalam kegiatan

produksi. Bukan angkatan kerja ini terdiri dari golongan yang

16
16
bersekolah, golongan yang mengurus rumah tangga, dan golongan lain

yang menerima pendapatan.

2. Teori Pengangguran

Pengangguran adalah masalah makro ekonomi yang mempengaruhi

manusia secara langsung dan merupakan yang paling berat.Bagi kebanyakan

orang, kehilangan pekerjaan berarti penurunan standar kehidupan dan rekanan

pisikologis. Jadi tidaklah mengejutkan jika pengangguran menjadi topik yang

sering dibicarakan dalam perdebatan politik dan para politisi sering mengklaim

bahwa kebijakan yang mereka tawarkan akan membantu menciptakan lapangan

kerja ( Mankiw, 2003:150).

Pengangguran (unemployment) merupakan kenyataan yang dihadapi tidak

saja oleh negara-negara sedang berkembang (developing countries), akan tetapi

juga oleh negara-negara yang sudah maju (developed countries). Secara umum,

pengangguran didefinisikan sebagai suatu keadaan dimana seseorang yang

tergolong dalam kategori angkatan kerja (labor force) tidak memiliki pekerjaan

dan secara aktif sedang mencari pekerjaan (Nanga, 2001:253).

Angkatan kerja adalah bagian dari tenaga kerja yang benar-benar siap kerja

untuk memproduksi barang dan jasa. DiIndonesia angkatan kerja adalah

penduduk usia 10 tahun keatas usia kerja yang benar-benar bekerja termasuk

yang siap bekerja (sedang mencari kerja). Sejak sensus tahun 2000, usia kerja

itu berubah 15 tahun keatas. Mereka yang mau bekerja itu terdiri dari yang

17
benar-benar bekerja dan mereka yang tidak bekerja tetapi yang sedang mencari

pekerjaan.

Keynes mendefiniskan pengangguran nonsukarela sebagai berikut:

"Manusia disebut menganggur secara nonsukarela jika, ketika terjadi kenaikan

kecil dalam harga barang-upah yaitu, barang konsumsi secara relatif terhadap

upah-uang, baik suplai agregat dari pekerja yang bersedia bekerja dengan upah-

uang yang berlaku dan permintaan agregat terhadapnya pada tingkat upah

tersebut akan lebih besar daripada volume kesempatan kerja yang tersedia

(Sadono Sukirno, 2000:290).

Berdasarkan teori kependudukan yang dimaksud dengan pengangguran

adalah orang – orang yang usianya berada dalam usia angkatan kerja dan sedang

mencari pekerjaan. Dalam standar pengertian yang sudah ditentukan secara

internasional, yang dimasukkan dengan pengangguran adalah seseorang yang

sudah digolongkan dalam angkatan kerja, yang secara efektif sedang mencari

pekerjaan pada suatu tingkat upah tertentu, tetapi tidak dapat memperoleh

pekerjaan yang diinginkan (Sadono Sukirno, 2000:292)..

Berdasarkan faktor-faktor yang menimbulkannya, pengangguran dapat

dibedakan kepada tiga kelompok (Sadono Sukirno, 2000:294) :

a. Pengangguran normal atau friksional

Apabila dalam suatu ekonomi terdapat pengangguran sebanyak dua atau

tiga persen dari jumlah tenaga kerja maka ekonomi itu sudah dipandang sebagai

mencapai kesempatan kerja penuh. Pengangguran sebanyak dua atau tiga persen

18
tersebut dinamakan pengangguran normal atau pengangguran friksional. Para

penganggur ini tidak ada pekerjaan bukan karena tidak dapat memperoleh kerja,

tetapi karena sedang mencari kerja lain yang lebih baik. Dalam perekonomian

yang berkembang pesat pengangguran adalah rendah dan pekerjaan mudah

diperoleh. Sebaliknya pengusaha susah memperoleh pekerja, akibatnya pengusaha

menawarkan gaji yang lebih tinggi.

Hal ini akan mendorong para pekerja untuk meninggalkan pekerjaanya

yang lama danmencari pekerjaan baru yang lebih tinggi gajinya atau lebih sesuai

dengankeahliannya. Dalam proses mencari kerja baru ini untuk sementara para

pekerjatersebut tergolong sebagai penganggur. Mereka inilah yang digolongkan

sebagaipengangguran normal (Sadono Sukirno, 2000:295).

b. Pengangguran konjungtur

Perekonomian tidak selalu berkembang dengan teguh. Adakalanya

permintaan agregat lebih tinggi, dan ini mendorong pengusaha menaikkan

produksi. Lebih banyak pekerja baru digunakan dan pengangguran berkurang.

Akan tetapi pada masa lainnya permintaan agregat menurun dengan banyaknya.

Misalnya, di negara-negara produsen bahan mentah pertanian, penurunan ini

mungkin disebabkan kemerosotan harga-harga komoditas (Sadono Sukirno,

2000:296). Kemunduran ini menimbulkan efek kepada perusahaan-perusahaan

lain yang berhubungan, yang juga akan mengalami kemerosotan dalam

permintaan terhadap produksinya. Kemerosotan permintaan agregat ini

mengakibatkan perusahaan-perusahaan mengurangi pekerja atau menutup

19
perusahaanya, sehingga pengangguran akan bertambah. Pengangguran dengan

wujud tersebut dinamakan pengangguran konjungtur (cyclical).

c. Pengangguran struktural

Tidak semua industri dan perusahaan dalam perekonomian akan terus

berkembang maju, sebagiannya akan mengalami kemunduran. Kemerosotan

iniditimbulkan oleh salah satu atau beberapa faktor berikut: wujudnya barang baru

yang lebih baik, kemajuan teknologi mengurangi permintaan ke atas barang

tersebut, biaya pengeluaran sudah sangat tinggi dan tidak mampu bersaing, dan

ekspor produksi industri itu sangat menurun oleh karena persaingan yang lebih

serius dari negara-negara lain. Kemerosotan itu akan menyebabkan kegiatan

produksi dalam industri tersebut menurun, dan sebagian pekerja terpaksa

diberhentikan dan menjadi penganggur. Pengangguran yang wujud digolongkan

sebagai pengangguran struktural. Dinamakan demikian karena disebabkan oleh

perubahan struktur kegiatan ekonomi (Sadono Sukirno, 2000:297).

d. Pengangguran teknologi

Pengangguran dapat pula ditimbulkan oleh adanya penggantian tenaga

manusia oleh mesin-mesin dan bahan kimia. Racun lalang dan rumput, misalnya,

telah mengurangi penggunaan tenaga kerja untuk membersihkan perkebunan,

sawah dan lahan pertanian lain. Begitu juga mesin telah mengurangi kebutuhan

tenaga kerja untuk membuat lubang, memotong rumput , membersihkan kawasan,

dan memunguthasil. Sedangkan di pabrik-pabrik, ada kalanya robot telah

menggantikan kerja-kerja manusia. Pengangguran yang ditimbulkan oleh

20
penggunaan mesin dan kemajuan teknologi lainnya dinamakan pengangguran

teknologi (Sadono Sukirno, 2000:298).

Berdasarkan cirinya, pengangguran dibagi ke dalam empat kelompok

(Sadono Sukirno, 2000:299) :

a. Pengangguran terbuka

Pengangguran ini tercipta sebagai akibat pertambahan lowongan

pekerjaan yang lebih rendah dari pertambahan tenaga kerja. Sebagai akibatnya

dalam perekonomian semakin banyak jumlah tenaga kerja yang tidak dapat

memperoleh pekerjaan. Efek dari keadaan ini di dalam suatu jangka masa yang

cukup panjang mereka tidak melakukan suatu pekerjaan. Jadi mereka

menganggur secara nyata dan separuh waktu, dan oleh karenanya dinamakan

pengangguran terbuka. Pengangguran terbuka dapat pula wujud sebagai akibat

dari kegiatan ekonomi yang menurun, dari kemajuan teknologi yang mengurangi

penggunaan tenaga kerja, atau sebagai akibat dari kemunduran perkembangan

sesuatu industri.

b. Pengangguran tersembunyi

Pengangguran ini terutama wujud di sektor pertanian atau jasa. Setiap

kegiatan ekonomi memerlukan tenaga kerja, dan jumlah tenaga kerja yang

digunakan tergantung pada banyak faktor, faktor yang perlu dipertimbangkan

adalah besar kecilnya perusahaan, jenis kegiatan perusahaan, mesin yang

digunakan (apakah intensif buruh atau intensif modal) dan tingkat produksi yang

dicapai. Dibanyak negara berkembang seringkali didapati bahwa jumlah pekerja

dalam suatu kegiatan ekonomi adalah lebih banyak dari yang sebenarnya

21
diperlukan supaya dapat menjalankan kegiatannya dengan efisien. Kelebihan

tenaga kerja yang digunakan digolongkan dalam pengangguran tersembunyi.

Contoh-contohnya ialah pelayan restoran yang lebih banyak dari yang diperlukan

dan keluarga petani dengan anggotakeluarga yang besar yang mengerjakan luas

tanah yang sangat kecil.

c. Pengangguran bermusim

Pengangguran ini terutama terdapat di sektor pertanian dan perikanan.

Padamusim hujan penyadap karet dan nelayan tidak dapat melakukan pekerjaan

mereka dan terpaksa menganggur. Pada musim kemarau pula para petani tidak

dapat mengerjakan tanahnya. Di samping itu pada umumnya para petani tidak

begitu aktif diantara waktu sesudah menanam dan sesudah menuai. Apabila dalam

masa tersebut para penyadap karet, nelayan dan petani tidak melakukan pekerjaan

lain maka mereka terpaksa menganggur. Pengangguran seperti ini digolongkan

sebagai pengangguran bermusim.

d. Setengah menganggur

Pada negara-negara berkembang penghijrahan atau migrasi dari desa ke

kota adalah sangat pesat. Sebagai akibatnya tidak semua orang yang pindah ke

kota dapat memperoleh pekerjaan dengan mudah. Sebagiannya terpaksa menjadi

penganggur sepenuh waktu. Di samping itu ada pula yang tidak menganggur,

tetapi tidak pula bekerja sepenuh waktu, dan jam kerja mereka adalah jauh lebih

rendah dari yang normal. Mereka mungkin hanya bekerja satu hingga dua hari

seminggu, atau satu hingga empat jam sehari. Pekerja-pekerja yang mempunyai

22
masa kerja seperti yang dijelaskan ini digolongkan sebagai setengah menganggur

(underemployed). Dan jenis penganggurannya dinamakan underemployment.

Pengangguran akan muncul dalam suatu perekonomian disebabkan oleh tiga hal

(Kaufman dan Hotckiss, 1999:111) :

a. Proses mencari kerja

Pada proses ini menyediakan penjelasan teoritis yang penting bagi tingkat

pengangguran. Munculnya angkatan kerja baru akan menimbulkan persaingan

yangketat pada proses mencari kerja. Dalam proses ini terdapat hambatan dalam

mencari kerja yaitu disebabkan karena adanya para pekerja yang ingin pindah ke

pekerjaan lain, tidak sempurnanya informasi yang diterima pencari kerja

mengenai lapangan kerja yang tersedia, serta informasi yang tidak sempurna pada

besarnya tingkat upah yang layak mereka terima, dan sebagainya.

b. Kekakuan upah

Besarnya pengangguran yang terjadi dipengaruhi juga oleh tingkat upah

yang tidak fleksibel dalam pasar tenaga kerja. Penurunan pada proses produksi

dalam perekonomian akan mengakibatkan pergeseran atau penurunan pada

permintaantenaga kerja. Akibatnya, akan terjadi penurunan besarnya upah yang

ditetapkan. Dengan adanya kekakuan upah, dalam jangka pendek, tingkat upah

akan mengalami kenaikan pada tingkat upah semula. Hal ini akan menimbulkan

kelebihan penawaran (excess supply) pada tenaga kerja sebagai inflasi dari adanya

tingkat pengangguranakibat kekakuan upah yang terjadi.

c. Efisiensi upah

23
Besarnya pengangguran juga dipengaruhi oleh efisiensi pada teori

pengupahan. Efisiensi yang terjadi pada fungsi tingkat upah tersebut terjadi karena

semakin tinggi perusahaan membayar upah maka akan semakin keras usaha para

pekerja untuk bekerja (walaupun akan muncul juga kondisi dimana terjadi

diminishing rate). Hal ini justru akan memberikan konsekuensi yang buruk jika

perusahaan memilih membayar lebih pada tenaga kerja yang memiliki efisiensi

lebih tinggi maka akan terjadi pengangguran terpaksa akibat dari persaingan yang

ketat dalam mendapatkan pekerjaan yang diinginkan.

3. Teori pertumbuhan ekonomi

Pembangunan ekonomi merupakan salah satu sasaran pembangunan.

Pembangunan dalam arti luas mencakup aspek kehidupan baik ideologi, politik,

sosial budaya, pertahanan dan keamanan dan lain sebagainya. Pembangunan

ekonomi adalah usaha-usaha untuk meningkatkan taraf hidup suatu bangsa yang

sering kali dengan pendapatan riil perkapita (Suparmoko, 1997:5). Selanjutnya,

pembangunan ekonomi perlu dipandang sebagai kenaikan dalam pendapatan

perkapita, karena kenaikan merupakan penerimaan dan timbulnya dalam

kesejahteraan ekonomi masyarakat. Laju pembangunan ekonomi suatu negara

diukur dengan menggunakan tingkat pertumbuhan Gross Domestik Product

(GDP) (Arsyad, 1993:9).

Boediono, (1992:9) pertumbuhan ekonomi adalah suatu proses dari kenaikan

output perkapita dalam jangka waktu yang panjang, meliputi 3 aspek :

24
1. Pertumbuhan ekonomi merupakan suatu proses (aspek ekonomis) suatu

perekonomian berkembang, berubah dari waktu ke waktu.

2. Pertumbuhan ekonomi berkaitan dengan adanya kenaikan output

perkapita, dalam hal ini ada dua aspek penting yaitu output total dan

jumlah penduduk. Output perkapita adalah output total dibagi jumlah

penduduk.

3. Pertumbuhan ekonomi dikaitkan dengan perspektif waktu jangka panjang,

dikatakan tumbuh bila dalam jangka panjang waktu yang cukup lama (5

tahun) mengalami kenaikan output.

Pertumbuhan ekonomi merupakan kenaikan produk domestik bruto (PDB)

tanpa memandang apakah kenaikan itu lebih besar atau lebih kecil dari tingkat

pertumbuhan penduduk, atau perubahan dalam struktur ekonomi berlaku atau

tidak. Pertumbuhan ekonomi terjadi apabila terdapat lebih banyak output dan

dapat meliputi penggunaan input yang lebih banyak yang dikerjakan lebih

efisien. Pertumbuhan ekonomi merupakan tingkat kegiatan ekonomi yang

berlaku dari tahun ke tahun (Sukirno, 2004:19).

Dalam bukunya yang lain, sadono sukirno mengungkapkan bahwa

pertumbuhan ekonomi merupakan perkembangan kegiatan dalam

perekonomian yang menyebabkan barang dan jasa yang diproduksi dalam

masyarakat bertambah dan kemakmuran masyarakat meningkat (Sukirno,

2000:23). Pertumbuhan ekonomi yang semakin meningkat menunjukkan

semakin memerlukan barang modal yang semakin banyak dengan demikian

25
investor perlu melakukan investasi yang lebih tinggi dan lebih banyak modal

perlu dipinjam.

Dengan adanya keterkaitan yang erat antara pertumbuhan ekonomi dan

investasi menjadikan hubungan keduanya menjadi suatu sorotan bagi para

ekonom, baik dari kalangan Klasik maupun Neo Klasik. Dimana pada teori

pendapatan nasional Keynesian yang menggunakan pendekatan pengeluaran

agregatif dimana besarnya pendapatan nasional suatu negara diukur dari

komponen-komponen expenditure para pelaku ekonominya lewat anggaran-

anggarannya, yaitu; sektor rumah tangga (C; consumtion), perilaku usaha dan

dunia usaha tercermin lewat komponen investasi yang ditanam (I), pemerintah

melalui anggaran belanjanya (G) dan sektor perdagangan internasional yang

tercermin lewat nilai ekspor atau impor nettonya. (kutipan Isa Salim 2006:26)

Model Pertumbuhan Neoklasik Solow menggunakan fungsi produksi

agregat standar yaitu :


..................................................................
Y=AeμtKαL1-α (2.1)

Dimana Y adalah GNP, K adalah stok kapital dan modal manusia, L

adalah tenaga kerja non terampil.A adalah suatu konstanta yang merefleksikan

tingkat teknologi dasar, sedangkan eμ melambangakan konstanta kemajuan

teknologi. Adapun symbol α melambangkan elastisitas output terhadap modal

(atau presentase kenaikan GNP yang bersumber dari 1 persen penambahan

modal fisik dan modal manusia). Menurut model pertumbuhan ini,

pertumbuhan output selalu bersumber dari satu atau lebih dari 3 faktor berikut :

kenaikan kualitas dan kuantitas tenaga kerja (melalui pertambahan jumlah

26
penduduk dan perbaikan pendidikan), perubahan modal (melalui tabungan dan

investasi), serta penyempurnaan teknologi.

Dari berbagai teori pertumbuhan yang ada yakni teori Harold Domar,

Neoklasikal dari Solow, dan teori pertumbuhan baru atau teori Endogen oleh

Romer maka dapat diambil kesimpulan bahwa terdapat tiga faktor utama dalam

pertumbuhan ekonomi, yakni: akumulasi modal yang meliputi semua bentuk atau

jenis investasi baru, pertumbuhan penduduk dan kemajuan teknologi.

Salah satu teori perubahan struktural yang paling terkenal adalah Model-Dua-

Sektor Lewis yang dikemukakan oleh W. Arthur Lewis. Ia membagi

perekonomian menjadi dua sektor, yaitu :

(1) Sektor Tradisional, yang menitikberatkan pada sektor pertanian yang

subsisten di pedesaan yang ditandai dengan produktivitas marginal sama

dengan nol sehingga menjadikan suatu kondisi yang surplus tenaga kerja

(surplus labor).

(2) Sektor Industri perkotaan Modern, yang tingkat produktivitasnya tinggi dan

menjadi tempat penyerapan tenaga kerja dari sektor tradisional.

Menurut Sadono Sukirno (2008:167), pertumbuhan ekonomi berarti

perkembangan kegiatan dalam perekonomian yang menyebabkan barang dan jasa

yang diproduksi dalam masyarakat bertambah dan kemakmuran masyarakat

meningkat. Dengan demikian untuk menentukan tingkat pertumbuhan ekonomi

yang dicapai perlu dihitung pendapatan nasional riil menurut harga tetap yaitu

pada harga-harga yang berlaku ditahun dasar yang dipilih. Jadi pertumbuhan

ekonomi mengukur prestasi dari perkembangan suatu perekonomian.

27
Produk Nasional Bruto nilai barang dan jasa yang dihitung dalam pendapatan

nasional hanyalah barang dan jasa yang diproduksikan oleh faktor-faktor produksi

yang dimiliki oleh warga negara dari negara yang pendapatan nasionalnya

dihitung.

Menurut Biro Pusat Statistik (BPS, 2007) penetapan Gross Domestic Product

(GDP) dapat dilakukan dari tiga sudut pandang, yaitu:

1. Sudut pandang produksi, GDP merupakan jumlah nilai produksi netto

dari barang dan jasa yang dihasilkan pada suatu wilayah dalam jangka waktu

tertentu (satu tahun). Unit-unit produksi tersebut dibagi menjadi sembilan

kelompok usaha, yaitu: sektor pertanian; sektor pertambangan dan penggalian;

sektor industri pengolahan; sektor listrik, gas dan air, sektor; sektor bangunan;

sektor perdagangan, hotel dan restoran; sektor angkutan dan komunikasi; sektor

lembaga keuangan, sewa bangunan dan jasa perusahaan; serta sektor jasa-jasa.

2. Sudut pandang pendapatan, GDP merupakan jumlah balas jasa yang

diterima oleh berbagai faktor produksi yang ikut serta dalam proses produksi

dalam suatu wilayah dan dalam jangka waktu tertentu.

3. Sudut pandang pengeluaran, GDP merupakan jumlah pengeluaran

rumah tangga lembaga swasta yang tidak mencari untung dan pengeluaran

pemerintah sebagai konsumen pengeluaran untuk pembentukan modal tetap serta

perubahan stok dan ekspor netto di suatu daerah dalam jangka waktu tertentu.

Penilaian mengenai cepat atau lambatnya pertumbuhan ekonomi haruslah

dibandingkan dengan pertumbuhan di masa lalu dan pertumbuhan yang dicapai

oleh daerah lain (Sadono Sukirno, 1994). Dengan kata lain, suatu daerah dapat

28
dikatakan mengalami pertumbuhan yang cepat apabila dari tahun ke tahun

mengalami kenaikan yang cukup berarti. Sedangkan dikatakan mengalami

pertumbuhan yang lambat apabila dari tahun ke tahun mengalami penurunan atau

fluktuatif. Faktor-faktor yang dianggap sebagai sumber penting yang

mempengaruhi pertumbuhan ekonomi (Sadono Sukirno, 2000:425) antara lain:

Tanah dan Kekayaan lainnya, Jumlah, Mutu Penduduk dan Tenaga Kerja, Barang

Modal dan Tingkat Teknologi, Sistem Sosial dan Sikap Masyarakat dan Luas

Pasar dan Sumber Pertumbuhan.

Kuznets (Sadono Sukirno, 1994:145) memberikan enam ciri pertumbuhan

yang muncul dalam analisis yang didasarkan pada produk nasional dan

komponennya, di mana ciri-ciri tersebut seringkali terkait satu sama lain dalam

hubungan sebab akibat. Keenam ciri tersebut adalah :

1) Laju pertumbuhan penduduk yang cepat dan produk per kapita yang tinggi.

2) Peningkatan produktifitas yang ditandai dengan meningkatnya laju produk

perkapita .

3) Laju perubahan struktural yang tinggi yang mencakup peralihan dari kegiatan

pertanian ke non pertanian, dari industri ke jasa, perubahan dalam skala unit-unit

produktif dan peralihan dari usaha-usaha perseorangan menjadi perusahaan yang

berbadan hukum serta perubahan status kerja buruh.

4) Semakin tingginya tingkat urbanisasi

5) Ekspansi dari negara lain.

6) Peningkatan arus barang, modal dan orang antar bangsa.

29
a. Hubungan Pertumbuhan Ekonomi Terhadap Pengangguran

Hubungan antara pertumbuhan ekonomi dan pengangguran dapat

dijelaskan dengan hukum okun (okun’s law), di ambil dari nama Arthur okun,

ekonom yang pertama kali mempelajarinya yang menyatakan adanya pengaruh

empiris antara pengangguran dengan output dalam siklus bisnis. Hasil studi

empirisnya menunjukan bahwa penambahan point pada jumlah pengangguran

akan mengurangi GDP. Ini berarti terdapat pengaruh yang negatif antara

pertumbuhan ekonomi dengan pengangguran dan sebaliknya pengangguran

terhadap pertumbuhan ekonomi.Penurunan pengangguran memperlihatkan

ketidakmerataan. Hal ini mengakibatkan konsekuensi distribusional. (Mankiw,

2000:98)

Pengangguran berhubungan juga dengan ketersediaan lapangan pekerjaan,

ketersediaan lapangan kerja berhubungan dengan investasi, sedangkan investasi

didapat dari akumulasi tabungan, tabungan adalah sisa dari pendapatan yang

tidak dikonsumsi. Semakin tinggi pendapatan nasional, makan semakin besarlah

harapan untuk pembukaan kapasitas produksi baru yang tentu saja akan

menyerap tenaga kerja baru.

4. Teori inflasi

Inflasi adalah kecenderungan dari harga-harga untuk menaik secara umum dan

terus-menerus. Menurut Sadono Sukirno (2000:302) inflasi merupakansuatu

proses kenaikan harga-harga yang berlaku dalam suatu perekonomian.Sedangkan

30
tingkat inflasi adalah persentasi kecepatan kenaikan harga-harga dalamperiode

waktu tertentu.

Berdasarkan faktor-faktor yang menimbulkannya inflasi di bagi dua jenis

(Sadono Sukirno, 2000:303) :

a. Inflasi tarikan permintaan

Inflasi tarikan permintaan terjadi apabila sektor perusahaan tidak mampu

dengan cepat melayani permintaan masyarakat yang wujud dalam pasaran.

Masalah kekurangan barang akan berlaku dan ini akan mendorong kepada

kenaikan harga-harga. Inflasi tarikan permintaan biasanya berlaku pada ketika

perekonomian mencapai tingkat penggunaan tenaga kerja penuh dan biasanya

terjadi pada masa perekonomian berkembang pesat.Kesempatan kerja yang tinggi

menciptakan tingkat pendapatan yang tinggi danselanjutnya menimbulkan

pengeluaran yang melebihi kemampuan ekonomi mengeluarkan barang dan jasa.

Pengeluaran ini akan menimbulkan inflasi.

b. Inflasi desakan biaya

Inflasi ini juga berlaku dalam masa perekonomian berkembang dengan

pesat ketika tingkat pengangguran adalah sangat rendah. Apabila perusahaan-

perusahaan masih menghadapi permintaan yang bertambah, mereka akan berusaha

menaikkan produksi dengan cara memberikan gaji dan upah yang lebih tinggi

kepada pekerjanya dan mencari pekerjaan baru dengan tawaran pembayaran yang

lebih tinggi. Langkah ini mengakibatkan biaya produksi meningkat, yang akhirnya

akan menyebabkan kenaikan harga-harga berbagai barang.

31
Secara garis besar ada 3 kelompok teori mengenai inflasi, masing-masing

menyoroti aspek-aspek tertentu dari proses inflasi dan masing-masing bukan teori

yang lengkap yang mencakup semua aspek penting dari proses kenaikan harga.

Ketiga teori tersebut adalah Teori Kuantitas, Teori Keynes dan Teori Strukturalis

(Boediono, 1997:158).

1. Teori Kuantitas

Teori ini menyoroti peranan dalam proses inflasi dari jumlah uang yang

beredar dan psikologi harapan masyarakat mengenai kenaikan harga-harga. Inti

dari teori ini adalah sebagai berikut, inflasi hanya dapat terjadi kalau ada

penambahan volume uang yang beredar. Jika jumlah uang yang beredar tidak

ditambah maka inflasi akan berhenti dengan sendirinya, apapun sebab musabab

awal dari kenaikan harga tersebut. Laju inflasi ditentukan oleh laju penambahan

jumlah uang yang beredar dan oleh psikologi (harapan) masyarakat mengenai

kenaikan harga-harga di masa mendatang. Ada tiga keadaan yang terjadi di

masyarakat (Boediono, 1997:158) :

a. Masyarakat tidak mengharapkan harga untuk naik pada bulan-bulan

mendatang. Keadaan ini sebagian besar penambahan dari jumlah uang

yang beredar akan diterima oleh masyarakat untuk menambah

likuiditasnya. Ini berarti bahwa sebagian besar dari kenaikan jumlah uang

tersebut tidak untuk dibelanjakan, Selanjutnya, ini berarti bahwa tidak ada

kenaikan permintaan akan barang-barang, jadi tidak ada kenaikan atau

32
mungkin ada kenaikan sedikit saja harga barang-barang. Keadaan ini

sering dijumpai pada awal inflasi terjadi di masyarakat.

b. Masyarakat mulai sadar bahwa terjadi inflasi. Penambahan jumlah uang

yang beredar tidak akan untuk menambah likuiditasnya, tetapi akan

digunakan untuk membeli barang-barang. Hal ini dilakukan untuk

menghindari kerugian yang timbul seandainya memegang uang kas.

Kenaikan harga (inflasi) tidak lain adalah suatu “Pajak” atas saldo kas

yang dipegang masyarakat, karena uang makin tidak berharga. Dan orang-

orang berusaha menghindari pajak ini dengan jalan mengubah saldo

kasnya menjadi barang. Hal ini berarti adanya kenaikan permintaan akan

barang yang mengakibatkan naiknya dari harga barang-barang tersebut.

Bila masyarakat mengharapkan harga-harga untuk naik di masa

mendatang sebesar laju inflasi di bulan-bulan lalu, maka kenaikan jumlah

uang yang beredar akan diterjemahkan sepenuhnya menjadi kenaikan

permintaan akan barang-barang. Keadaan ini biasa dijumpai pada waktu

inflasi sedang berjalan cukup lama dan orang-orang mempunyai waktu

untuk menyesuaikan sikapnya terhadap laju situasi yang baru.

c. Keadaan yang ketiga terjadi pada tahap inflasi yang lebih parah yaitu tahap

hiper inflasi. Dalam keadaan ini masyarakat sudah kehilangan kepercayaan

terhadap nilai mata uang, sehingga enggan untuk memegang uang kas dan

keinginannya untuk membelanjakan untuk membeli barang sebegitu uang

kas tersebut diterima. Hal ini akan mempercepat peredaran uang.

33
2. Teori Keynes

Menurut teori ini inflasi terjadi karena suatu masyarakat ingin hidup

diluar kemampuan ekonominya. Proses inflasi menurut pandangan ini, tidak lain

adalah proses perebutan bagian rezeki diantara kelompok-kelompok sosial yang

menginginkan bagian yang lebih besar daripada yang bisa disediakan oleh

masyarakat tersebut. Proses perebutan ini kemudian diterjemahkan menjadi

keadaan dimana permintaan masyarakat akan barang-barang selalu melebihi

jumlah barang-barang yang tersedia. Karena permintaan tersebut melebihi barang

yang tersedia, maka harga-harga akan naik. Adanya kenaikan harga-harga tersebut

berarti bahwa sebagian rencana pembelian barang-barang dari kelompok tersebut

tidak terpenuhi. Pada periode selanjutnya golongan tersebut akan berusaha

memperoleh dana yang lebih besar lagi (dari pencetakan uang baru atau kredit

dari bank yang lebih besar atau dari kenaikan gaji yang lebih besar). Proses

inflasiakan terus berlangsung selama jumlah permintaan efektif dari semua

golongan masyarakat melebihi jumlah output yang dihasilkan oleh masyarakat

(Boediono, 1997:161).

3. Teori Strukturalis

Teori Strukturalis adalah teori mengenai inflasi yang didasarkan

ataspengalaman di negara-negara Amerika Latin. Teori ini member tekanan pada

ketegaran dari struktur perekonomian negara-negara sedang berkembang.

Menurut teori ini ada dua ketegaran utama dalam perekonomian negara-negara

sedang berkembang yang bisa menimbulkan inflasi. Ketegaran pertama berupa

34
ketidak-elastisan dari penerimaan ekspor, yaitu nilai ekspor yang tumbuh secara

lamban dibanding dengan pertumbuhan sektor-sektor lain yang disebabkan oleh,

margin yang semakin tidak menguntungkan antara harga dunia dipasar ekspor

dibanding dengan harga-harga barang impor yang harus dibayar, atau sering

disebut dengan istilah dasar penukaran (term oftrade) makin memburuk.

Ketegaran yang kedua berkaitan dengan ketidak-elastisan dari supply atau

produksi bahan makanan di dalam negeri. Dinyatakan bahwa produksi bahan

makanan dalam negeri tidak tumbuh sebanding dengan pertumbuhan jumlah

penduduk dan penghasilan perkapita, sehingga harga bahan makanan di dalam

negeri cenderung untuk menaik melebihi kenaikan harga barang-barang lain

(Boediono, 1997:165) .

Didalam teori kuantitas, dijelaskan bahwa sumber utama terjadinya

inflasi karena adanya kelebihan permintaan (demand) sehingga uang yang

beredar dimasyarakat bertambah banyak. Teori kuantitas membedakan sumber

inflasi menjadi dua bagian, yaitu teori demand pull inflation dan cost push

inflation.

a. Dampak inflasi

Dampak inflasi sangat luas dan beraneka ragam, laju tingkat

pertumbuhan inflasi yang tinggi akan merusak struktur ekonomi dan

melemahkan kinerja perekonomian disuatu negara. Sektor - sektor ekonomi

akan melemah terutama yang berkenaan dengan sektor riil. Dampak inflasi

tidak hanya dibidang ekonomi, tetapi juga dapat mempengaruhi bidang sosial

politik suatu negara. Inflasi yang terus berlanjut apalagi yang sampai

35
melampaui angka dua digit dapat berpengaruh pada distribusi pendapatan dan

alokasi faktor produksi nasional. Dampak terhadap distribusi pendapatan

disebut Equity Effect, sedangkan dampak terhadap alokasi faktor produksi dan

produk nasional disebut Efficiency effect (Khalwaty, 2000:50).

a. Equity effect

Equity effect adalah dampak inflasi terhadap pendapatan.Dampak

inflasi terhadap pendapatan bersifat tak merata, ada yang mengalami kerugian

terutama mereka yang berpenghasilan tetap dan ada pula kelompok yang

mengalami keuntungan dengan adanya inflasi. Mereka yang berpenghasilan

tetap akan mengalami penurunan nilai riil dari penghasilannya, sehingga daya

belinya menjadi rendah. Demikian juga terhadap orang-orang yang suka

mengumpulkan kekayaan dalam bentuk uang tunai akan sangat menderita dan

akan mengalami kerugian yang besar dengan adanya inflasi (Khalwaty,

2000:52) .

Kelompok-kelompok yang mendapatkan keuntungan dengan adanya

inflasi adalah mereka yang memperoleh peningkatan pendapatan dengan

tingkat presentase yang lebih besar dari tingkat inflasi, atau mereka yang

mempunyai kekayaan yang tidak berbentuk uang tunai. Nilai kekayaan tersebut

akan naik, karena harga semakin tinggi dengan presentase lebih besar dari

inflasi. Inflasi juga akan mengakibatkan terjadinya perubahan pada distribusi

pendapatan dan kekayaan masyarakat. Inflasi seolah - olah berfiingsi pajak

bagi seorang bagi seorang dan merupakan subsidi bagi orang lain yang

penghasilannya randah. Hal ini akan semakin terasa jika tingkat inflasi cukup

36
tinggi (diatas 10%). Namun jika keadaaan tersebut tidak segera diatasi dalam

jangka panjang akan semakin memperlebar kesenjangan antar kelompok yang

berpenghasilan tinggi dengan kelompok berpenghasilan menegah kebawah.

b. Efficiency effect

Inflasi juga berpengaruh terhadap biaya produksi, dimana harga-harga

faktor produksi akan meningkat, sehingga dapat mengubah pola alokasi faktor-

faktor produksi (Khalwaty, 2000:54). Perubahan tersebut dapat terjadi melalui

kenaikan permintaan berbagai macam barang sehingga terjadi perubahan

produksi barang-barang tertentu. Dengan adanya inflasi permintaan barang -

barang tersebut akan mendorong peningkatan produksi terhadap barang -

barang tersebut.

Kenaikan produksi yang demikian akan mengubah pola alokasi faktor

produksi barang - barang tersebut menjadi lebih efisien yang disebut efficiency

effect. Inflasi yang tinggi jika tidak diikuti dengan peningkatan efisiensi

terhadap biaya produksi akan meningkatkan harga - harga produk. Sedangkan

disisi lain daya masyarakat melemah yang menyebabkan harga produk semakin

tidak kompetitif. Keadaan demikian merupakan awal dari kebangkrutan

(Khawalty, 2000:54)

c. Output Effect

Analisis terhadap equity effect dan efficiency effect berdasarkan pada

asumsi bahwa output dalam keadaan tetap (ceteris paribus). Berbeda dengan

analisa output efect, analisa output effect adalah analisis inflasi dengan

keluaran (output), dimana output diasumsikan sebagai variable terikat

37
(dependent variable). Jadi analisis dampak inflasi terhadap efficiency effect

dan equity effect didasarkan pada asumsi bahwa output adalah variable bebas

(independent variabel) (Khalwaty, 2000:55) .

Inflasi dapat meningkatkan produksi dengan asumsi dengan asumsi

bahwa produksi akan mendahului kenaikan upah atau gaji karyawan. Kenaikan

produksi akan mengakibatkan terjadinya keuntungan atau laba yang diterima

produsen. Jadi syaratnya adalah kenaikan haraga produksi atau kenaikan harga-

harga faktor produksi. Keuntungan yang telah diterima produsen akan mendorong

produsen untuk meningkatkan produksinya. Jika tingkat inflasi tinggi (melebihi

dua digit) yang berlangsung dalam jangka waktu yang lama, maka biaya produksi

akan mengalami kenaikan sehingga keuntungan perusahaan akana berkurang.

Karena keuntungan terus berkurang sementara biaya produksi akan bertambah,

akhirnya produsen akan mengurangi produksinya sampai batas tertentu yang

dianggap aman dinilai memungkinkan untuk terus melanjutkan usahanya. Jika

dinilai sudah tidak menguntungkan lagi, keputusan yang terbaik adalah

menghentikan produksi. Jika itu dilakukan para pekerja terpaksa berhenti bekerja

(terjadi pemutusan kerja), yang akan berdampak kepada meningkatnya jumlah

pengangguran.

Jika inflasi diikuti dengan peningkatan produksi maka hal ini akan

menghambat laju pertumbuhan inflasi tetapi harus disertai dengan upaya

meingkatkan efisiensi terhadap ongkos produksi serta tidak melakukan

tindakan produksi yang berlebihan (over production). Namun jika ekonomi

tidak mendekati deadaan kesempatan kerja penuh (full employment) dampak

38
inflasi terhadap perekonomian akan semakin besar. Inflasi seperti ini disebut

dengan inflasi murni (pure inflation).

Jadi inflasi memiliki dua kemungkinan pengaruh terhadap output.

Kemungkinan dapat bersifat positif atau sebaiknya negatif. Dampak positifnya

adalah inflasi akan mendorong peningkatan output selama masih dalam taraf

wajar (dibawah 5%). Sedangkan dampak negatifnya bahwa inflasi dapat

mematikan industri dan mengurangi output apabila inflasi sudah melampaui

angka dua digit (diatas 10%) (Khalwaty, 2005:56).

b. Hubungan Inflasi dan Pengangguran (Phillips Curve)

Dalam Amri Amir (2007), menjelaskan bahwa teori A.W. Phillips muncul

karena pada saat tahun 1929, terjadi depresi ekonomi Amerika Serikat, hal ini

berdampak pada kenaikan inflasi yang tinggi dan diikuti dengan pengangguran

yang tinggi pula. Berdasarkan pada fakta itulah A.W. Phillips mengamati

hubungan antara tingkat inflasi dengan tingkat pengangguran. Dari hasil

pengamatannya, ternyata ada hubungan yang erat antara inflasi dengan tingkat

pengangguran, jika inflasi tinggi, pengangguranpun akan rendah. Hasil

pengamatan Phillips ini dikenal dengan kurva Phillip.

Kurva Phillips menggambarkan hubungan antara tingkat inflasi dengan

tingkat pengangguran didasarkan pada asumsi bahwa inflasi merupakan cerminan

dari adanya kenaikan permintaan agregat. Dengan naiknya permintaan agregat,

berdasarkan teori permintaan, permintaan akan naik, kemudian harga akan naik

pula. Dengan tingginya harga (inflasi) maka untuk memenuhi permintaan tersebut

produsen meningkatkan kapasitas produksinya dengan menambah tenaga kerja

39
(tenaga kerja merupakan satu-satunya input yang dapatmeningkatkan output).

Akibat dari peningkatan permintaan tenaga kerja, maka dengan naiknya harga-

harga (inflasi) pengangguran berkurang (Sadono Sukirno, 2000:280

Gambar 2.1 Kurva Phillips


Upah

W1 A
W2
B
W3
C

UNUN UN Pengangguran
Sumber : Sadono Sukirno, 2000

Menurut Dernburg dan Karyaman Muchtar (1992:236), inflasi dapat dikaitkan secara langsung den
pengangguran yang ditunjukkan dengan kurva phillips. Pada awalnya, kurva

Phillips memberikan gambaran kasar mengenai kausalitas proses inflasi.

Rendahnya tingkat pengangguran dianggap memiliki keterkaitan dengan ketatnya

pasar tenaga kerja dan tingginya tingkat pendapatan dan permintaan dari

konsumen. Kurva Phillips juga memberikan gagasan mengenai pilihan (trade off)

antara pengangguran dan inflasi. Jika tingkat inflasi yang diinginkan adalah

rendah, maka akan terjadi tingkat pengangguran yang sangat tinggi. Sebaliknya,

40
jika tingkat inflasi yang diinginkan tinggi, maka akan terjadi tingkat

pengangguran yang relatif rendah.

5. Teori Kesempatan kerja

Tulus Tambunan (2003:64), kesempatan kerja diartikan sebagai lapangan

pekerjaan yang sudah diduduki dan yang masih lowong (vacancy). Berdasarkan

lapangan pekerjaan yang masih lowong tersebut timbul kebutuhan tenaga kerja

yang akan datang, misalnya perusahaan (swasta maupun pemerintah) dan

departemen. Adanya kebutuhan tersebut, berarti adanya kesempatan kerja bagi

orang yang menganggur. Besarnya lapangan kerja yang masih lowongan atau

kebutuhan tenaga kerja yang secara riil dibutuhkan oleh perusahaan tergantung

pada banyak faktor, diantaranya yang paling utama adalah prospek usaha atau

pertumbuhan output dari perusahaan yang meminta tenaga kerja, ongkos tenaga

kerja atau gaji yang harus dibayar, dan harga dari faktor produksi lainnya,

misalnya capital. Tingkat produktivitas seseorang juga sangat tergantung pada

kesempatan yang tersedia. Kesempatan dalam hal ini yaitu kesempatan untuk

bekerja, pekerjaan yang sesuai dengan pendidikan dan keterampilan tiap-tiap

orang, dan kesempatan untuk mengembangkan diri.

Jhigan (2000:66), kesempatan kerja mengandung pengertian lapangan

pekerjaan dan lowongan kerja yang tercipta untuk diisi melalui suatu kegiatan

ekonomi (produksi). Dengan demikian kesempatan kerja dalah mencakup

lapangan pekerjaan yang sudah diisi dan hal ini lazim disebut kebutuhan tenaga

kerja. Biasanya sulit untuk memperoleh data tentang kesempatan kerja, maka

41
untuk keperluan praktis umumnya jumlah kesempatan kerja didekati dengan

banyaknya lapangan pekerjaan yang terisi yang tercermin dari jumlah penduduk

yang bekerja (employmed).

a. Hubungan Kesempatan Kerja dan Pengangguran

Meningkatnya angka pengangguran disebabkan karena ketidakseimbangan

antara pertumbuhan angkatan kerja dengan penciptaan tenaga kerja. Dengan

adanya kesempatan kerja berarti adanya lowongan pekerjaan untuk tenaga kerja

yang masih menganggur, semakin banyak lapangan pekerjaan yang dibuka maka

akan semakin banyak menyerap tenaga kerja, dengan terserapnya tenaga kerja

tersebut maka secara langsung akan mempengaruhi jumlah pengangguran.

Kesempatan kerja dan pengangguran mempunyai pengaruh negatif , yaitu apabila

jumlah kesempatan kerja bertambah, maka jumlah pengangguran akan berkurang

begitupun sebaliknya apabila kesempatan kerja berkurang akan dapat menaikkan

jumlah pengangguran, karena berkurangnya penyerapan bagi tenaga kerja yang

menganggur.

2. Penelitian Terdahulu

Beberapa penelitian terdahulu yang dijadikan referensi untuk penelitian iniadalah

sebagai berikut :

John Dinarno dan Mark P. Moore (1999), yang berjudul ”Analisa

Hubungan Antara Pengangguran dan Inflasi dalam Perekonomian Terbuka dengan

Menggunakan Data Panel”. Pada penelitian yang dilakukan ini berupaya untuk

42
mencari hubungan antara tingkat inflasi (melalui GDP Deflator) dengan tingkat

pengangguran yang terjadi di sembilan negara OECD (Open Ekonomic

CountriesDevelopment) antara lain : Belgia, Kanada, Prancis, Jerman, Italia,

Jepang, Belanda, Inggris dan Amerika Serikat. Penelitian yang dilakukan ini

menggunakan panel data dengan model penghitungan OLS (OrdinaryLeast

Square). Data yang digunakan antara lain adalah data cross section pada tingkat

inflasi (menggunakan IHK, kuartal), tingkat pengangguran dan tingkat suku bunga

(untuk mengukur harapan inflasi di masa datang).

Dari penelitian ini dihasilkan adanya hubungan yang positif antara tingkat

inflasi melalui GDP Deflator dengan tingkat pengangguran yang terjadi. Semakin

tinggi tingkat inflasi yang terjadi di suatu negara maka akan berdampak pada

tingginya tingkat pengangguran yang ditimbulkannya.

Amri Amir (2007) yang berjudul ”Pengaruh Inflasi danPertumbuhan

Ekonomi terhadap Pengangguran di Indonesia”. Pada penelitian ini penulis ingin

meneliti seberapa besar pengaruh inflasi dan pertumbuhan ekonomi terhadap

pengangguran di Indonesia. Penelitian ini juga mengacu pada analisis kurva

phillips serta menggunakan analisis regresi linear berganda. Hasil yang

didapatkan dari penelitian ini, dapat disimpulkan bahwa ada pengaruh antara

tingkat pengangguran dengan tingkat pertumbuhan ekonomi. Apabila

pertumbuhan ekonomi meningkat 1 persen, maka pengangguran akan menurun

sekitar 0,46 persen. Dengan demikian, penggambaran kurva phillips yang

menghubungkan inflasi dengan tingkat pengangguran untuk kasus Indonesia tidak

43
tepat untuk digunakan sebagai kebijakan untuk menekan tingkat pengangguran.

Hasil analisis statistik pengujian pengaruh inflasi terhadap pengangguran selama

periode 1980 – 2005 ditemukan bahwa tidak ada pengaruh yang nyata antara

inflasi dengan tingkat pengangguran.

Ester Magdalena (2009), universitas Gunadarma. Judul dari penelitian

tersebut ”Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi Terhadap Tingkat Pengangguran di

Indonesia”. Hasil penelitian menyimpulkan bahwa pertumbuhan ekonomi

memberikan peluang kesempatan kerja baru ataupun memberikan kesempatan

industri untuk meningkatkan output yang berdampak pada peningkatan

penggunaan faktor produksi, salah satunya yaitu tenaga kerja, sehingga

mengurangi jumlah pengangguran. Krisis ekonomi tidak berpengaruh terhadap

tingkat pengangguran dapat diterima. Sektor agrikultur dan sektor informal di

perkotaan diduga mampu menyerap angkatan kerja yang mendapat tekanan dari

rasionalisasi pekerja akibat kontraksi perekonomian, khususnya di sektor

agrikultur.

Dharendra Wardhana (2006), yang berjudul ”Pengangguran Struktural

Di Indonesia: Keterangan DariAnalisis SVAR Dalam Kerangka Hysteresis”

penelitian ini mencoba menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat

pengangguran diIndonesia. Dari hasil penelitian ini menunjukkan bahwa untuk

kasus diIndonesia tampaknya tingkat pengangguran amat dipengaruhi oleh

guncangan labor supply. Hal ini mencerminkan kondisi pengangguran hysteresis

di Indonesia dapat dipengaruhi melalui adanya peraturan ketenagakerjaan ataupun

upaya intervensi terhadap pertumbuhan tenaga kerja yang baru. Temuan ini juga

44
menjadi penguat hipotesis awal dimana perekonomian Indonesia ditopang oleh

agreggate demand. Sebagaimana dikemukakan sebelumnya, hipotesis agreggate

demand sebagai faktor penting dalam mempengaruhi perekonomian di dasarkan

pada rendahnya multiplier effect dari uang primer. Terkait dengan permasalahan

tersebut, temuan yang membuktikan perubahan tingkat pengangguran yang

kurang dipengaruhi oleh tingkat perubahan GDP tampaknya memang benar-benar

terjadi. Komponen pembentuk GDP bukan didominasi oleh sektor riil atau

didominasi oleh kegiatan yang kurang memiliki multiplier dan spillover yang

tinggi seperti kegiatan konsumsi. Hal ini terkait dengan latarbelakang ketika

terjadinya gejala hysteresis muncul pertama kali, hysteresis diduga muncul akibat

adanya kebijakan moneter ketat guna menekan tingginya laju inflasi. Namun

demikian, kebijakan ini tidak diiringi dengan ekspansi fiskal guna mendorong laju

pertumbuhan ekonomi maupun merangsang sisi produksi untuk menopang

perekonomian. Ekspansi fiskal dapat ditempuh dengan sejumlah cara. Program

padat karya yang dilakukan semasa orde baru nampaknya cukup efisien dalam

mengurangi jumlah pengangguran. Namun demikian, program yang sama sekali

tidak dapat diterapkan di Indonesia dan akan lebih berefek besar jika peran swasta

ikut menyokongnya. Untuk itu, ekspansi fiskal perlu dilakukan di beberapa sektor

perekonomian yangmampu menyerap tenaga kerja berlimpah (labor intensive).

Fatmi Ratna Ningsih (2010), yang berjudul “Pengaruh Inflasi dan

Pertumbuhan Ekonomi terhadap Pengangguran Indonesia”. Hasil penelitian

menyimpulkan bahwa Inflasi tidak terdapat pengaruh yang signifikan terhadap

pengangguran, adapun faktor yang menyebabkan yaitu karena kebijakan

45
pembangunan di Indonesia yang dilakukan pemerintah orde baru bertumpu

triologi pembangunan. Pertumbuhan ekonomi terdapat pengaruh positif signifikan

terhadap pengangguran, hal ini bertentangan dengan hukum owl dikarenakan

pengangguran yang dibahas disini adalah pengangguran terbuka maka kenaikan

pada pertumbuhan ekonomi menyebabkan laju searah, yaitu menaiknya nilai dari

pengangguran.

Ria Ayu (2010), yang berjudul “Inflasi Kaitannya dengan Pengangguran

dan Kesempatan Kerja di Indonesia”. Inflasi mempunyai keterkaitan terhadap

pengangguran dan kesempatan kerja. Tingkat pengangguran yang rendah akan

menimbulkan masalah inflasi, sebaliknya bila tingkat pengangguran tinggi tingkat

harga-harga relatif stabil. Tetapi hal ini tidak selalu terjadi. Pada tahun 2005

tingkat inflasi di Indonesia meningkat menjadi 17,11% sedangkan tingkat

pengangguran juga meningkat menjadi 10,26%. Keadaan ini bertentangan dengan

teori yang berlaku disebabkan ada beberapa faktor yang mempengaruhi

pengangguran. Salah satunya adalah adanya pengurangan subsidi bbm pada tahun

2005 sehingga menimbulkan kenaikan harga dan melemahkan daya beli

masyarakat. Daya beli masyarakat yang rendah berakibat pada lemahnya investasi

pula, dan akhirnya berdampak pada menambahnya pengangguran karena tidak

adanya kesempatan kerja.

46
47
48
Dengan melihat dari penelitian terdahulu yang pernah dilakukan maka

ditarik kesimpulan bahwa penelitian yang saya lakukan memiliki persamaan dan

perbedaan terhadap perkembangan Pengangguran terbuka yaitu : pada tahun

penelitian ini dilakukan pada periode tahun 1990-2010 sementara penelitian

sebelumnya dilakukan pada periode tertentu seperti tahun 1999-2008, 1990-2007,

dan sebagainya. Pada variabel penelitian, dimana penelitian ini menggunakan

variabel data suku inflasi, produk domestik bruto, dan nilai kesempatan kerja

penelitian sejenis menggunakan variabel yang sama namun tidak menggunakan

variabel kesempatan kerja. Pada ruang lingkup penelitian ini dilakukan secara

nasional dan times series. Sedangkan pada penelitian sejenis dilakukan secara

nasional namun dengan metode yang berbeda.

Tabel 2.2
Persamaan Dan Perbedaan Dengan Penelitian Terdahulu
No Persamaan Perbedaan
1. Terdapat persamaan dengan Terdapat variabel independent yang
semua penelitian terdahulu, yaitu berbeda dengan semua penelitian
menggunakan variabel yang terdahulu karena tidak
independen yang sama yaitu : menggunakan variabel kesempatan
Pertumbuhan ekonomi dan kerja.
Inflasi.
2. Terdapat persamaan dengan Terdapat perbedaan dengan
penelitian Fatmi Ratna Ningsih penelitian John Dinarno, Amri
dan Ria Ayu, yaitu sama-sama Amir, Dharendra Wardana, karena
menggunakan metode OLS berbeda alat analisis yaitu: Panel
(Ordinary Least Square) data, analisis SVAR.
3. Terdapat persamaan dengan Terdapat perbedaan dengan
penelitian Amri Amir, Dharendra penelitian John Dinarno, karena
Wardana, Fatmi Ratna Ningsih, menggunakan data cross section.
dan Ria Ayu, yaitu ruang lingkup
penelitian dilakukan secara
nasional dan times series.

49
C. Kerangka Berfikir

Inflasi dan pengangguran sejak lama menjadi permasalahan yang dihadapi

oleh banyak negara, terutama negara sedang berkembang. Inflasi sering di

definisikan sebagai kecenderungan dari harga-harga untuk menaik secara umum

terus menerus. Dengan kenaikan harga tersebut maka perekonomian akan

mengalami ketidakstabilan secara menyeluruh. Inflasi ditandai dengan adanya

kemerosotan nilai mata uang tersebut tercermin dalam kenaikan harga barang-

barang. Inflasi bukanlah sekedar harga tinggi, tetapi merupakan suatu kenikan

harga.

Tingkat inflasi dapat memiliki hubungan positif atau negatif terhadap

besarnya jumlah pengangguran yang terjadi. Peningkatan pada inflasi akan

menyebabkan peningkatan jumlah pengangguran. Hal ini terjadi sebagai akibat

dari peningkatan pada tingkat inflasi akan menurunkan tingkat investasi,

akibatnya jumlah pengangguran meningkat seiring kesempatan kerja yang rendah.

Di samping itu, menurut teori A.W. Phillips (1929) inflasi memberikan pengaruh

positif terhadap jumlah pengangguran, yang berarti inflasi dapat mengurangi

jumlah pengangguran. Hal ini terjadi karena didasarkan pada asumsi bahwa inflasi

merupakan cerminan dari adanya kenaikan permintaan agregat. Dengan naiknya

permintaan agregat, berdasarkan teori permintaan, permintaan naik, harga akan

naik pula. Dengan tingginya harga (inflasi) maka untuk memenuhi permintaan

tersebut produsen meningkatkan kapasitas produksinya dengan menambah tenaga

kerja (tenaga kerja merupakan satu-satunya input yang dapat meningkatkan

50
output). Akibat dari peningkatan permintaan tenaga kerja, maka dengan naiknya

harga-harga (inflasi) pengangguran berkurang.

Secara matematis hubungan antara variabel inflasi dengan pengangguran terbuka

secara fungsional dapat dinotasikan sebagai berikut :

PT = f (INF),…...........................................................................................(2.2)

Pertumbuhan ekonomi akan berpengaruh terhadap jumlah pengangguran.

Setiap adanya peningkatan terhadap persentasi pertumbuhan ekonomi diharapkan

akan menyerap tenaga kerja. Pertumbuhan yang berorientasi pada padat karya,

akan memberikan peluang dan kesempatan kerja yang lebih besar terhadap

pekerja, sehingga jumlah pengangguran pun dapat dikurangi. Tingkat

pengangguran yang tinggi disebabkan oleh kurangnya lapangan pekerjaan yang

tersedia di suatu negara. Lapangan pekerjaan yang ditawarkan bagi angkatan kerja

yang tersedia disuatu negara ditentukan oleh tingkat investasi. Semakin tinggi

investasi suatu negara maka akan merangsang lapangan pekerjaan baru. Apabila

investasi semakin rendah, maka GDP rendah, sehingga pertumbuhan ekonomi

menurun.

Pada sisi lain, Berdasarkan beberapa penelitian terdahulu berpendapat

bahwa hubungan pertumbuhan ekonomi dan jumlah pengangguran bersifat positif.

Hal ini dikarenakan pertumbuhan ekonomi tidak dibarengi oleh peningkatan

kapasitas produksi, sehingga pengangguran tetap meningkat seiring dengan

pertumbuhan ekonomi. Pertumbuhan ekonomi yang berorientasi pada padat karya

hanya akan mengutamakan pendapatan nasional yang besar tanpa memberikan

kesempatan kerja yang lebih besar kepada pekerja, sehingga pertumbuhan

51
ekonomi yang padat modal ini tidak berpengaruh pada penyerapan tenaga kerja,

hal tersebut mengindikasikan pertumbuhan ekonomi yang meningkat akan diikuti

dengan jumlah pengangguran yang bertambah.

Secara matematis hubungan antara variabel inflasi,dan produk domestik

bruto dengan pengangguran terbuka secara fungsional dapat dinotasikan sebagai

berikut :

PT = f (INF,PDB)........................................................................................(2.3)

Tulus Tambunan (2003), kesempatan kerja adalah lapangan pekerjaan

yang sudah diduduki (employment) dan masih lowong (vacancy). Dari lapangan

pekerjaan yang masih lowong tersebut timbul kemudian kebutuhan tenaga kerja

yang datang misalnya dari perusahaan swasta atau BUMN dan departemen-

departemen pemerintah. Adanya kebutuhan tersebut berarti ada kesempatan kerja

bagi orang yang menganggur. Tingkat pengangguran yang tinggi disebabkan oleh

kurangnya lapangan pekerjaan yang tersedia di suatu negara. Lapangan pekerjaan

yang ditawarkan bagi angkatan kerja yang tersedia disuatu negara ditentukan oleh

tingkat investasi. Semakin tinggi investasi suatu negara maka akan merangsang

lapangan pekerjaan baru, dengan banyaknya lapangan pekerjaan baru maka akan

dapat menyerap tenaga kerja yang menganggur dan secara langsung dapat

menurunkan jumlah pengangguran. Lapangan pekerjaan yang ditawarkan juga

dipengaruhi oleh pertumbuhan ekonomi, apabila pertumbuhan ekonomi

meningkat dan diiringi oleh pertumbuhan padat karya maka dapat menurunkan

jumlah pengangguran.

52
Secara matematis hubungan antara variabel inflasi, produk domestik bruto,

dan kesempatan kerja dengan pengangguran terbuka secara fungsional dapat

dinotasikan sebagai berikut :

PT = f (INF, PDB, KK),........................................................................(2.4)

Sehingga dengan melihat fenomena pengangguran di Indonesia diatas

disimpulkan secara matematis hubungan antara variabel inflasi, produk

domestik bruto, dan kesempatan kerja dengan pengangguran secara fungsional

dapat dinotasikan sebagai berikut :

PT = f (inflasi, produk domestik bruto, dan kesempatan kerja)......................(2.5)

Kerangka pemikiran penelitian ini secara sederhana dapat digambarkan

pada gambar 2.1 yaitu:

Gambar 2.1
Kerangka
Pemikiran Inflasi (INF) (X1)

Tingkat Pertumbuhan
Pengangguran
Terbuka (TPT)
Ekonomi
Kesempatan Kerja
(KK) (X3)

C . Hipotesis

Menurut Sadono Sukirno (2000 : 302) inflasi merupakan suatu proses

kenaikan harga-harga yang berlaku dalam suatu perekonomian. Sedangkan tingkat

53
inflasi adalah persentasi kenaikan harga-harga barang dalam periode waktu

tertentu. Kurva Phillips menggambarkan hubungan antara tingkat inflasi dengan

tingkat pengangguran didasarkan pada asumsi bahwa inflasi merupakan cerminan

dari adanya kenaikan permintaan agregat. Dengan naiknya permintaan agregat,

berdasarkan teori permintaan, permintaan akan naik, kemudian harga akan naik

pula. Dengan tingginya harga (inflasi) maka untuk memenuhi permintaan tersebut

produsen meningkatkan kapasitas produksinya dengan menambah tenaga kerja

(tenaga kerja merupakan satu-satunya input yang dapatmeningkatkan output).

Akibat dari peningkatan permintaan tenaga kerja, maka dengan naiknya harga-

harga (inflasi) pengangguran berkurang.

Dari penelitian John Dinarno dan Mark P Moore ini dihasilkan adanya

hubungan yang positif antara tingkat inflasi melalui GDP Deflator dengan tingkat

pengangguran yang terjadi. Semakin tinggi tingkat inflasi yang terjadi di suatu

negara maka akan berdampak pada tingginya tingkat pengangguran yang

ditimbulkannya. Hal ini mendukung penelitian yang dilakukan Amri Amir bahwa

penggambaran kurva Philips tidak tepat untuk kasus Indonesia sebagai kebijakan

untuk menekan tingkat pengangguran.

Menurut Sukirno, Pertumbuhan ekonomi merupakan kenaikan produk

domestik bruto (PDB) tanpa memandang apakah kenaikan itu lebih besar atau

lebih kecil dari tingkat pertumbuhan penduduk, atau perubahan dalam struktur

ekonomi berlaku atau tidak. Pertumbuhan ekonomi terjadi apabila terdapat lebih

banyak output dan dapat meliputi penggunaan input yang lebih banyak yang

54
dikerjakan lebih efisien. Pertumbuhan ekonomi merupakan tingkat kegiatan

ekonomi yang berlaku dari tahun ke tahun

Dalam bukunya yang lain, Sadono Sukirno mengungkapkan bahwa

pertumbuhan ekonomi merupakan perkembangan kegiatan dalam perekonomian

yang menyebabkan barang dan jasa yang diproduksi dalam masyarakat bertambah

dan kemakmuran masyarakat meningkat (Sukirno, 2000 : 10). Pendapatan

nasional yang semakin meningkat menunjukkan semakin memerlukan barang

modal yang semakin banyak dengan demikian investor perlu melakukan investasi

yang lebih tinggi dan lebih banyak modal perlu dipinjam.

Berdasarkan uraian teori diatas, maka teori teori tersebut mendukung

penelitian yang dilakukan oleh Ester Magdalena bahwa pertumbuhan ekonomi

memberikan peluang kesempatan kerja baru ataupun memberikan kesempatan

industri untuk meningkatkan output yang berdampak pada peningkatan

penggunaan faktor produksi, salah satunya yaitu tenaga kerja, sehingga

mengurangi pengangguran.

Tulus Tambunan (2003 : 64), memberi pengertian kesempatan kerja

adalah termasuk lapangan pekerjaan yang sudah diduduki (employment) dan

masih lowong (vacancy). Dari lapangan pekerjaan yang masih lowong tersebut

timbul kemudian kebutuhan tenaga kerja yang datang misalnya dari perusahaan

swasta atau BUMN dan departemen-departemen pemerintah. Adanya kebutuhan

tersebut berarti ada kesempatan kerja bagi orang yang menganggur. Kenaikan

kesempatan kerja menambah permintaan tenaga kerja dan permintaan ini akan

55
memenuhi penawaran tenaga kerja. Pembukaan lapangan kerja seluas-luasnya

akan menambah kesempatan angkatan kerja terutama angkatan kerja terdidik.

Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap pertanyaan yang

dikemukakan dalam perumusan masalah yang akan diujikan kebenarannya.

Berdasarkan dari teori dan penelitian terdahulu yang telah disusun, maka dapat

dikemukakan hipotesis sebagai berikut :

1. Terdapat pengaruh yang signifikan antara: inflasi, pertumbuhan

ekonomi, dan kesempatan kerja terhadap tingkat pengangguran di

Indonesia secara parsial.

2. Terdapat pengaruh yang signifikan antara: inflasi, pertumbuhan

ekonomi, dan kesempatan kerja terhadap tingkat pengangguran di

Indonesia secara simultan.

56
BAB III

METODE PENELITIAN

A. Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup penelitian ini meliputi variabel dependen yaitu

mengenai tingkat pengangguran terbuka dan berbagai variabel independen

yaitu produk domestik bruto, inflasi dan kesempatan kerja.

Disini peneliti menggunakan tahun periode 1990-2010 dengan

menggunakan data time series, dan jenis data yang digunakan pada penelitian

ini menggunakan data sekunder.

B. Metode Pengumpulan Data

1. Sumber Data

Data-data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data-

data sekunder yang diperoleh dari berbagai sumber terkait. Data sekunder

merupakan data yang tidak diolah sendiri oleh penulis dan diperoleh secara

tidak langsung dari obyek penelitian, seperti dari Badan Pusat Statistik

(BPS), Bank Indonesia, dan sumber lain yang terkait secara relevan. Data-

data diperoleh dengan cara mengambil data-data statistik dan dokumen lain

yang diperlukan. Adapun data-data tersebut berupa data time series. Data

time series adalah data yang diobservasi selama periode tertentu, misalnya

data bulanan, data kuartalan dan data tahunan. Data yang digunakan adalah

data tahunan.

57
2. Pengumpulan Data

a. Library Research

Landasan teori yang kuat sangat dibutuhkan dalam pemecahan

masalah, sehingga penulis melakukan penelitian kepustakaan dengan

menggunakan buku-buku, artikel-artikel ilmiah, jurnal, majalah, data-

data dari internet, dan sumber-sumber dokumentasi lainnya yang

berhubungan dengan penelitian.

C. Operasional Variabel Penelitian

Data yang diteliti dalam penelitian ini dikelompokkan menjadi dua

variabel, yaitu variabel dependen atau variabel tak bebas dan variabel

independen atau variabel yang menjelaskan. Variabel independen adalah

variabel yang bersifat menentukan atau yang mempengaruhi variabel

dependen dan sebaliknya variabel yang dipengaruhi tergantung oleh variabel

independen.

1. Pengangguran Terbuka (Y)

Variabel dependen yang digunakan dalam penelitian ini adalah

pengangguran terbuka, yaitu orang-orang yang tidak bekerja karena

mengharapkan pekerjaan yang lebih baik dan orang-orang yang yang mau

bekerja tetapi tetapi tidak memperoleh pekerjaan. Variabel jumlah

pengangguran yang digunakan adalah jumlah pengangguran terbuka di

Indonesia dengan satuan jiwa. Data pengangguran terbuka diperoleh dari

Statistik Ekonomi terbitan Badan Pusat Statistik.

58
2. Inflasi (X1)

Dalam penelitian ini, variabel independen yang digunakan adalah inflasi.

Dimana inflasi adalah kenaikan harga keseluruhan dan terjadi secara

berkelanjutan serta mempengaruhi harga barang dan jasa yang lainnya. Satuan

yang digunakan adalah satuan persen. Data inflasi tersebut diperoleh dari

Statistik Ekonomi dan Keuangan Indonesia terbitan Bank Indonesia dan

Badan Pusat Statistik.

3. Pertumbuhan Ekonomi (X2)

Pertumbuhan Ekonomi yang dimaksud dalam penelitian ini adalah nilai

tambah keseluruhan semua barang dan jasa yang diproduksi di dalam suatu

negara tersebut dalam jangka waktu tertentu (biasanya per tahun), variabel

Pertumbuhan ekonomi yang digunakan adalah laju pertumbuhan ekonomi di

Indonesia dalam milyar rupiah. Data pertumbuhan ekonomi tersebut diperoleh

dari Statistik Ekonomi dan Keuangan Indonesia terbitan Bank Indonesia dan

Badan Pusat Statistik.

4. Kesempatan kerja (X3)

Kesempatan kerja yang dimaksud dalam penelitian ini adalah lowongan

kerja yang terdaftar di departemen tenaga kerja dan transmigrasi. Satuan yang

digunakan adalah lowongan terdaftar. Data kesempatan kerja diperoleh dari

Statistik Ekonomi terbitan Badan Pusat Statistik.

59
Tabel 3.1
Definisi Variabel Penelitian

No Variabel Simbol Sumber Data Satuan


data tahunan
1 Pengangguran TPT BPS 1990- Jiwa
Terbuka (Y) 2010
2 Inflasi INF BPS 1990- Persen
(X1) 2010 (%)
3 Pertumbuhan PDB BPS 1990- Milyar
Ekonomi (X2) 2010 Rupiah
4 Kesempatan KK BPS 1990- Lowongan
Kerja (X3) 2010 Terdaftar
Sumber : Data Diolah, Badan Pusat Statistik.

D. Metode Analisis Data

Penelitian ini menggunakan alat analisis regresi linier berganda dengan metode OLS (Ordinary Lea
Setiap estimator OLS harus memenuhi kreteria BLUE, yaitu (Gujarati,

1995:72) :

1. Best adalah terbaik

2. Linier adalah kombinasi linier dari sampel jika ukuran sampel ditambah

maka hasil nilai estimasi akan mendekati parameter populasi yang

sebenarnya.

3. Unbiased adalah rata-rata atau nilai harapan estimasi sesuai dengan nilai

yang sebenarnya

60
4. Efficient estimator adalah memiliki varians yang minimum diantara lain

yang tidak bias.

Menurut teori A.W Philips (1992) inflasi berpengaruh terhadap

pengangguran. Hukum Okun menyatakan pertumbuhan ekonomi berpengaruh

terhadap pengangguran, dan Tulus Tambunan (2003) menyatakan kesempatan

kerja berpengaruh terhadap pengangguran. Berdasarkan teori-teori tersebut di

simpulkan bahwa, Inflasi (INF) , produk domestik bruto (PDB) dan

kesempatan kerja (KK) sebagai variabel-variabel independen yang

mempengaruhi pengangguran terbuka (PT) sebagai variabel dependen dapat

dinyatakan dalam fungsi sebagai berikut:

PT = f (INF, PDB, KK),……………………………………........... (3.1)

Secara ekonometrik, fungsi 3.1 dijadikan persamaan seperti dibawah

ini:

PT = β0 + β1INF + β2 PDB + β3KK + et ,…....………………. (3.2)

Untuk memenuhi analisis regresi tersebut perlu dilakukan uji asumsi

klasik dan uji hipotesis teori sehingga hasil estimasi tersebut dapat terhindar

dari masalah regresi lancang.

1) Pengujian Statistik

Pengujian ini digunakan untuk mengetahui apakah variabel-variabel

independen secara parsial dan simultan mempengaruhi dan signifikan terhadap

variabel dependen. Uji statistik meliputi uji t, uji F, dan koefesien determinasi

(R2).

a. Koefesien determinasi (R2 Adjusted)

61
Koefesien determinasi menjelaskan seberapa besar variasi dari variabel

terikat Y dapat diterangkan oleh variabel bebas X. nilai koefesien determinasi

antara nol dan satu, bila nilai R2sama dengan nol (R2=0), artinya variasi dari Y

tidak dapat diterangkan oleh X sama sekali, sementara bila nilai R 2=1, artinya

variasi dari Y secara keseluruhan dapat diterangkan oleh X.

b. Uji t-statistik (Uji Parsial)

Uji t statistik merupakan suatu pengujian secara parsial yang bertujuan

untuk mengetahui apakah masing-masing koefisien regresi signifikan atau

tidak terhadap variabel dependen dengan menganggap variabel dependen

lainnya konstan. Untuk melakukan uji t dengan cara melihat nilai probability

dan derajat kepercayaan yang ditentukan dalam penelitian atau melihat nilai t

tabel dan t hitungnya. Jika nilai probability < derajat kepercayaan yang

ditentukan, dan apabila nilai t hitung lebih tinggi dari t tabel, maka dapat

dinyatakan variabel independen secara individual mempengaruhi variabel

dependennya. (Kuncoro, 2003:219).

c. Uji F Statistik (Uji simultan)

Uji F-statistik ini dilakukan untuk melihat pengaruh variabel

independen secara keseluruhan atau bersama-sama terhadap variabel

dependen. Untuk melakukan uji F dengan cara melihat nilai probability dan

derajat kepercayaan yang ditentukan dalam penelitian atau melihat nilai t

tabel dan F hitungnya. Jika nilai probability < derajat kepercayaan yang

ditentukan, dan apabila nilai F hitung lebih tinggi dari t tabel, maka dapat

62
dinyatakan variabel independen secara bersama-sama mempengaruhi variabel

dependennya. (Kuncoro, 2003:219).

2. Pengujian terhadap Penyimpangan Asumsi Klasik

a. Uji Normalitas

Uji ini bertujuan untuk menguji apakah variabel pengganggu

memiliki distribusi normal atau tidak. Uji normalitas hanya digunakan jika

jumlah observasi adalah kurang dari 30, untuk mengetahui apakah error

term mendekati distribusi normal. Jika jumlah observasi lebih dari 30,

maka tidak perlu dilakukan uji normalitas, sebab distribusi sampling error

term telah mendekati normal (Schroul R.Ajija, 2011:42). Uji normalitas

dapat ditembuh dengan uji Jarque-Berra (JB test).

b. Multikolinearitas

Multikolinearitas berarti adanya hubungan liniear yang sempurna

atau pasti, diantara beberapa atau semua variabel yang menjelaskan dari

model regresi. Ada atau tidaknya multikoliniearitas dapat diketahui dari

koefesien korelasi masing-masing variabel bebas. Jika koefesien diantara

masing-masing variabel bebas lebih besar dari 0,8 maka terjadi

multikoliniearitas (Schroul R.Ajija, 2011:35).

c. Autokorelasi

Autokorelasi menunjukan korelasi diantara anggotan seraingkaian

observasi yang diurutkan menurut waktu atau ruang. Untuk mendeteksi

adanya autokorelasi, berikut hal-hal yang dapat dilakukan (Schroul

R.Ajija, 2011:40) :

63
1. Memperhatikan nilai t-statistik, R2, uji F, dan Durbin Watson

(DW) statistik. Dari hasil estimasi, diketahui bahwa nilai DW

statistik relatif kecil, yakni sebesar 0,492. Artinya, ada

kemungkinan terjadi masalah autokorelasi.

2. Melakukan uji LM (metode Bruesch Godfrey). Metode ini

didasarkan pada nilai F dan obs*R-squared, dimana jika nilai

probabilitas dari obs*R-squared melebihi tingkat kepercayaan,

maka H0 diterima. Artinya, tidak ada masalah autokorelasi.

d. Heteroskedastisitas

Heteroskedastisitas merupakan keadaan dimana semua gangguan

yang muncul dalam fungsi regresi populasi tidak memiliki varians

yang sama. Uji heteroskesdasitas dapat dilakukan dengan cara seperti :

(Schroul R.Ajija, 2011:36).

1. Melihat pola residual dari hasil estimasi regresi. Jika residual

bergerak konstan, maka tidak ada heteroskedasitas. Akan tetapi,

jika residul membentuk suatu pola tertentu, maka hal tersebut

mengindikasikan adanya heteroskedasitas.

2. Untuk membuktikan dugaan pada uji heteroskedasitas pertama,

maka dilakukan uji White Heteroscedasticity yang tersedia dalam

program eviews. Hasil yang diperhatikan dari uji ini adalah nilai F

dan Obs*R-squared lebih kecil dari X2 tabel, maka tidak terjadi

heteroskedastisitas, demikian juga sebaliknya.

64
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Sekilas Gambaran Umum Objek Penelitian

1. Perkembangan Pengangguran di Indonesia

Pengangguran merupakan masalah bagi semua negara di dunia. Tingkat

pengangguran yang terlalu tinggi akan mengganggu stabilitas nasional setiap

negara. Sehingga setiap negara berusaha untuk mempertahankan tingkat

pengangguran pada tingkat wajar. Di Indonesia salah satu masalah dalam

ketenagakerjaan adalah pengangguran. Pengangguran dalam sisi ekonomi

merupakan produk dari ketidakmampuan pasar kerja dalam menyerap angkatan

kerja yang tersedia, antara lain seperti: jumlah lapangan kerja yang tersedia lebih

kecil dari jumlah pencari kerja, kompetisi pencari kerja tidak sesuai dengan pasar

kerja dan kurang efektifnya informasi pasar kerja bagi pencari kerja. Selain itu

pengangguran juga dapat disebabkan oleh pemutusan hubungan kerja yang terjadi

karena perusahaan menutup atau mengurangi bidang usahanya sebagai akibat

krisis ekonomi, keamanan yang kurang kondusif, peraturan yang menghambat

investasi, dan lain-lain.

Pengangguran di Indonesia menjadi masalah yang terus menerus

membengkak. Pada era 1990, dapat dikatakan bahwa perkembangan jumlah

pengangguran terbuka di Indonesia terus meningkat setiap tahunnya, namun

sebelum krisis ekonomi tahun 1997, jumlah pengangguran terbuka di Indonesia

pada umumnya di bawah 5 persen. Tingkat pengangguran dibawah 5 persen masih

65
merupakan pengangguran dalam skala yang wajar. Setelah tahun 1997

pengangguran terbuka mengalami peningkatan yang pesat, hal ini dikarenakan

dampak dari krisis ekonomi pada tahun 1997, cepatnya proses integrasi

perekonomian Indonesia ke dalam perekonomian global sementara pada saat

yang sama perangkat kelembagaan bagi bekerjanya ekonomi pasar yang efisien

belum tertata dengan baik.

Tabel 4.1
Perkembangan Pengangguran Terbuka Di
Indonesia Periode 1990-2010
(Jiwa)
Tahun PT TPT
(Juta Jiwa) (%)
1990 1.951.684 2.51
1991 2.032.369 2.59
1992 2.185.602 2.71
1993 2.245.546 2.76
1994 3.737.524 4.36
1995 6.251.201 7.24
1996 4.407.769 4.89
1997 4.275.155 4.68
1998 5.062.483 5.46
1999 6.030.319 6.36
2000 5.813.231 6.68
2001 8.005.031 8.1
2002 9.132.104 9.06
2003 9.531.090 9.67
2004 10.251.351 9.86
2005 10.854.254 10.26
2006 10.932.000 10.27
2007 10.011.142 10.77
2008 9.394.515 9.69
2009 8.962.617 7.41
2010 8.319.800 6.8

Sumber : Statistik Indonesia, 2010

66
Gambar 4.1
Grafik Perkembangan Pengangguran Di Indonesia

TPT
12.00
10.00
8.00
6.00
4.00

TPT

2.00
0.00
90

19
94
19
95
19
96

19
98
19
99
20
19

19
91
19
92
19
93

19
97
Sumber: Data Diolah

Berdasarkan data resmi dari Badan Pusat Statistik (BPS) perkembangan

pengangguran terbuka selama periode penelitian menunjukkan perkembangan

yang meningkat. Sejak tahun 1990 hingga tahun 2007 tingkat Pengangguran

Terbuka di Indonesia terus meningkat dimulai dengan angka 2,51 persen pada

tahun 1990 hingga mencapai 10.77 persen pada tahun 2007. Hal ini disebabkan

karena banyaknya jumlah penduduk Indonesia yang terus meningkat dari tahun

ke tahun sementara lapangan pekerjaan yang tersedia minim tidak sejalan

dengan
ketat pun menyebabkan tingginya angka pengangguran.

Berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya, sejak tahun 2008 hingga 2010

tingkat pengangguran terbuka di Indonesia sedikit menurun dari angka 10.77

persen pada tahun 2007 menjadi 9.69 persen pada tahun 2008 dan terus menurun

pada 2009 menjadi 7.41 persen sampai pada tahun 2010 mencapai 6.80 persen.

67
Hal ini menggambarkan bahwa keberhasilan pemerintah dengan menekan angka

pertumbuhan penduduk, serta banyaknya perusahaan-perusahaan asing yang

masuk sehingga terbuka luasnya lapangan pekerjaan terlebih lagi dengan adanya

ACFTA yang membuka lebar perusahaan-perusahaan dan produk dari luar negeri

untuk masuk ke Indonesia.

2. Perkembangan Tingkat Inflasi di Indonesia

Inflasi merupakan fenomena ekonomi yang sangat ditakuti oleh semua

negara. Inflasi itu sendiri yaitu kecenderungan dari harga-harga untuk menaik

secara umum dan terus menerus (Boediono, 1989:15). Pembicaraan mengenai

inflasi mulai sangat popular di Indonesia ketika laju inflasi mencapai 650% pada

pertengahan tahun dasawarsa 1960-an. Tingginya inflasi tersebut dengan berbagai

implikasi negatifnya telah menyebabkan pemerintah memberikan perhatian

khusus terhadap laju inflasi. Dengan kebijaksanaan makro ekonomi yang

diarahkan pada penekanan laju inflasi maka memasuki tahun 1980-an laju inflasi

telah mulai dapat ditekan. Bahkan pada tahun-tahun berikutnya laju inflasi di

Indonesia tidak pernah lagi mengalami inflasi yang double-digit.

Perkembangan laju inflasi selama menunjukkan perkembangan yang

selalu berubah-ubah, terkadang naik dan terkadang turun. Inflasi untuk tahun

1991 adalah sebesar 9,52 persen. Angka ini tidak jauh berbeda dari tahun 1990

yaitu sebesar 9,53 persen. Kemudian pada tahun 1992 inflasi menurun cukup jauh

yaitu 4,94 persen, kondisi ini memberi arti bahwa harga bahan-bahan pokok dan

jasa menunjukkan penurunan. Namun memasuki tahun 1993, inflasi meningkat

tinggi dibandingkan tahun sebelumnya yaitu sebesar 9,77 persen yang disebabkan

68
naiknya harga barang-barang dan jasa serta adanya permainan harga pasar oleh

ulah para pelaku spekulasi yang ingin mengeruk keuntungan yang tinggi.

Tabel 4.2
Perkembangan Tingkat Inflasi Di Indonesia Periode 1990-2010 (%)

Tahun Inflasi
(%)
1990 9.53
1991 9.52
1992 4.94
1993 9.77
1994 9.24
1995 8.64
1996 6.47
1997 11.05
1998 77.63
1999 2.01
2000 9.35
2001 12.55
2002 10.03
2003 5.06
2004 6.40
2005 17.11
2006 6.60
2007 6.59
2008 11.06
2009 4.89
2010 6.96

Sumber: Statistik Indonesia, 2010.

69
Gambar 4.2
Perkembangan Tingkat Inflasi Di Indonesia
Periode 1990-2010 (%)

INF
90.00
80.00
70.00
g 60.00
50.00
40.00
30.00 INF
20.00
10.00
0.00

1990 1992 1994 1996 1998 2000 2002 2004 2006 2008 2010
T

Sumber: Data Diolah

Tahun-tahun berikutnya yaitu 1994, 1995, dan 1996 tingkat inflasi di Indonesia mengalami penuruna
krisis ekonomi Indonesia, dimana kenaikan barang-barang dan jasa mulai tinggi,

dan juga menurunnya nilai tukar rupiah sehingga menyebabkan inflasi pada tahun

1997 naik menjadi 11,05 persen.

Tahun 1998 merupakan tahun yang kelam bagi perekonomian Indonesia,

pada tahun ini laju inflasi mencapai 77,63 persen, ini merupakan angka inflasi

tertinggi yang pernah ada di Indonesia, yang disebabkan dari merosotnya nilai

70
tukar rupiah terhadap valuta asing dan faktor sosial politik yang tidak aman,

sehingga mengakibatkan harga-harga barang dan jasa terus meningkat tajam

sampai akhir tahun 1998. Memasuki tahun 1999 inflasi dapat di tekan menjadi

2,01 persen. Penurunan laju inflasi ini disebabkan oleh menguatnya nilai tukar

Rupiah di pasar valuta asing dan juga dapat dikendalikannya harga-harga barang

dan jasa di pasar oleh pemerintah.

Pada tahun 2000 perkembangan politik serta keamanan yang kurang baik

mengakibatkan laju inflasi mengalami peningkatan yaitu menjadi 9,35 persen.

Peningkatan laju inflasi ini juga terkait dengan serangkaian kebijakan pemerintah

seperti pengurangan subsidi BBM, cukai rokok dan adanya peningkatan

permintaaan barang dan jasa oleh masyarakat dalam rangka menyambut hari

keagamaan yang bersamaan. Akibat kebijakan permerintah tersebut laju inflasi

terus meningkat sampai tahun 2001 yaitu 12,55 persen.

Pada tahun 2002 inflasi di Indonesia menurun menjadi 10,03 persen.

Penurunan inflasi disebabkan oleh menguatnya nilai tukar rupiah dan juga

dipengaruhi oleh membaiknya ekspektasi inflasi dan juga tersedianya pasokan

kebutuhan pokok masyarakat khususnya beras.Selanjutnya tahun 2003 inflasi

menurun dari tahun sebelumnya yaitu sebesar 5,06 persen. Disamping sudah

membaiknya perekonomian Indonesia, penurunan ini juga dipengaruhi oleh

membaiknya sektor rill dan adanya kepercayaan dari para investor terhadap

Indonesia.

71
Tahun 2004 inflasi kembali naik dengan angka 6,4 persen. Pada akhir

tahun 2004 terjadi musibah gempa dan tsunami yang melanda Aceh dan sebagian

Sumatera. Sehingga ini merupakan musibah yang dialami oleh bangsa Indonesia

karena kerusakan yang ditimbulkan amat parah oleh bencana tersebut.

Meningkatnya laju inflasi ini terus berlanjut hingga pada tahun 2005 menjadi

17,11 persen, yang kemudian pada tahun 2006 kondisi baru mulai membaik

kembali, yang di ikuti dengan penurunan laju inflasi menjadi 6,60 persen ini

merupakan laju inflasi yang paling rendah selama rentang waktu 20 tahun (1990-

2010). Kemudian pada tahun 2007 angka inflasi kembali naik sebesar 6,59

persen, hingga tahun 2008 inflasi kembali meningkat yaitu 11.06 persen.

Kemudian pada tahun berikutnya inflasi kembali turun sebesar 4,89 persen dan

6,96 persen di tahun 2010 ini menunjukkan bahwa harga-harga barang dan jasa

kembali turun.

3. Perkembangan Pertumbuhan Ekonomi di Indonesia

Pertumbuhan ekonomi Indonesia selama kurun waktu 30 tahun telah

mengalami pasang surut. Memasuki era 1990 pertumbuhan ekonomi di Indonesia

semakin meningkat setiap tahunnya, selama periode 1993-1995 rata-rata

pertumbuhan ekonomi pertahun meningkat menjadi 6.81% hingga 8.22%, tetapi

pada tahun 1998 laju pertumbuhan ekonomi Indonesia menurun dratis akibat

krisis yang melanda Indonesia yaitu minus 13.12%. hal itu dikarenakan nilai tukar

rupiah yang anjlok dan kondisi politik yang buruk sehingga dunia usaha pun juga

sepi dan akibatnya perekonomian juga sulit tumbuh. Tahun 2007 telah tumbuh

72
sebesar 6.35%, hal itu dikarenakan stabilatas makro ekonomi dan politik yang

cukup terjaga kestabilannya, selain itu juga disebabkan oleh meningkatnya ekspor

Tabel 4.3
Perkembangan Pertumbuhan Ekonomi Di Indonesia Periode 1990-2010 (Milyar Rupiah)

Tahun PDB Laju


(milyar Pertumbuhan
rupiah) PDB (%)
1990 942.929.5 7.24
1991 1.008.466.5 6.95
1992 1.073.610.7 6.46
1993 1.146.787.8 6.5
1994 1.233.254.9 7.54
1995 1.334.628.9 8.22
1996 1.438.973.1 7.82
1997 1.506.602.7 4.7
1998 1.308.835.1 -13.13
1999 1.319.189.6 0.79
2000 1.389.769.9 4.92
2001 1.440.405.7 3.64
2002 1.505.216.4 4.5
2003 1.577.171.3 4.78
2004 1.656.516.8 5.03
2005 1.750.815.2 5.69
2006 1.847.126.7 5.5
2007 1.964.327.3 6.35
2008 2.082.315.9 6.01
2009 2.177.741.6 4.58
2010 2.310.689.8 6.1

Sumber : Statistik Indonesia, 2010.

73
Gambar 4.3
Grafik Perkembangan Produk Domestik Bruto Di Indonesia
Periode 1990-2010 (Miliar Rupiah)
PRODUK DOMESTIK BRUTO
2500000

2000000

1500000

1000000

500000

0
19

19

19

19

19

20

20

20

20

20
Sumber : Data Diolah

Berdasarkan tabel 4.3 terlihat bahwa nilai produk domestik bruto

cenderung mengalami peningkatan yang relatif stabil sampai dengan tahun 1997

dimana pertumbuhan pada tahun-tahun tersebut didorong oleh menguatnya

permintaan domestik yang sejalan dengan tingginya pertumbuhan investasi dan

konsumsi sektor swasta. Namun pada tahun 1998 nilai produk domestik bruto

mengalami penurunan, hal ini merupakan imbas dari krisis ekonomi yang terjadi

sejak pertengahan tahun 1997. Namun pertumbuhan PDB secara perlahan

mulai

mengalami pemulihan setelah adanya krisis ekonomi. Hal itu terutama di dorong

oleh peningkatan konsumsi swasta dan pemerintah, yaitu dengan dipulihkannya

kegiatan sektor industri, pengolahan, sektor jasa, sektor listrik (gas dan air

minum) serta berlanjutnya kegiatan yang dapat menaikan produksi sektor

pertanian. Meskipun demikian, proses perbaikan ekonomi masih berjalan secara

74
lambat terutama pada gejolak sosial dan politik dalam negeri yang menyebabkan

pertumbuhan cenderung lambat.

Tahun
4. Perkembangan Kesempatan Kerja KKdi Indonesia
(Lowongan)
1990 298,125
Tulus Tambunan (2003 : 64), kesempatan
1991 kerja diartikan sebagai lapangan pekerjaan yang sudah did
305,333
Tabel 4.4 1992 309.244
Perkembangan Kesempatan 1993 Kerja Di Indonesia
364,240Periode 1990-2010 (Lowongan Terdaftar)
1994 401.673
1995 462,257
1996 629,164
1997 593,153
1998 561,609
1999 475,260
2000 388,058
2001 102,906
2002 92,219
2003 97,801
2004 154.098
2005 182.782
2006 320.977
2007 1.559.060
2008 3.909.728
2009 4.135.032
2010 2.381.841
Sumber: Statistik Indonesia, 2010

75
Gambar 4.3
Grafik Perkembangan Kesempatan Kerja Di Indonesia
Periode 1990-2010 (Lowongan Terdaftar)
Kesempatan Kerja

4,500,000
4,000,000
3,500,000
3,000,000
2,500,000
2,000,000
1,500,000
1,000,000
500,000
0
19

19

19

19

19

20

20

20

20

20
Sumber : Data Diolah

Berdasarkan lapangan pekerjaan yang masih lowong tersebut timbul kebutuhan tenaga kerja yang ak
prospek usaha atau pertumbuhan output dari perusahaan tergantung pada banyak

faktor.

Kenaikan kesempatan kerja menambah permintaan tenaga kerja dan

permintaan ini akan memenuhi penawaran tenaga kerja. Pembukaan lapangan

kerja seluas-luasnya akan menambah kesempatan angkatan kerja terutama

angkatan kerja terdidik. Sesuai dengan permintaan dan penawaran tenaga kerja di

sisi mikro ekonomi menunjukkan bahwa penambahan kesempatan kerja

76
merupakan penambahan permintaan tenaga kerja, secara tidak langsung

penawaran tenaga kerja yang ada, khususnya tenaga kerja terdidik dapat

tertampung di dalam lapangan kerja sehingga pengangguran terdidik dapat

berkurang, atau ditekan pertumbuhannya.Salah satu alternatif untuk memperluas

kesempatan kerja bagi tenaga kerja terdidik perlu diperluas kesempatan

berkembangnya sektor informal.

Berdasarkan tabel 4.4 di atas dapat dilihat kesempatan kerja pada era 1990

semakin meningkat setiap tahunnya, ini menunjukkan banyaknya permintaan

tenaga kerja di Indonesia. Memasuki era 2000 sempat mengalami penurunan di

tahun 2001 sampai tahun 2007, lowongan terdaftar hanya dibawah angka 300.000

lowongan terdaftar. Kesempatan kerja di Indonesia pada tahun 2004 hingga tahun

2010 terus meningkat, sebelum tahun 2007 pendaftaran lowongan kerja belum

tertata dengan baik, namun semenjak otonomi daerah pendaftaran lowongan kerja

mulai membaik sehingga dapat dilihat peningkatan yang besar di tahun 2007, dari

320.977 lowongan kerja di tahun 2006 melonjak lebih dari 100 persen di tahun

2007 menjadi 1.599.060 lowongan kerja. Terus meningkat di tahun berikutnya,

pada tahun 2008 lowongan kerja yang tersedia untuk 3.909.728 orang, dan

4.135.032 di tahun 2009, mengalami penurunan ditahun 2010 yaitu menjadi hanya

2.381.841 lowongan kerja.

B. Hasil dan Pembahasan

1. Analisis

Alat analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah regresi linier

berganda beserta pengujian uji Asumsi klasik dan uji Kesesuaian Model.

77
a. Uji Asumsi Klasik

1) Uji Normalitas

Normalitas bertujuan untuk menguji apakah dalam sebuah model regresi

variabel bebas, variabel tidak bebas mempunyai distribusi normal atau tidak.

Model regresi yang baik adalah distribusi data normal atau mendeteksi normal.

Salah satu cara untuk melihat normalitas residual adalah dengan melihat nilai

Jarque-Bera

Untuk melihat data berdistribusi normal atau tidaknya jika probabilitas

OBS*R2 > 0,05, maka data tersebut berdistribusi normal. Begitupun sebaliknya,

jika probabilitas OBS*R2< 0,05, maka data tersebut tidak normal. Setelah

datadiolah dengan menggunakan aplikasi Eviews 6.0 maka terlihat hasilnya:

Tabel 4.5
Histogram-Normalitas
test
8
Series: Residuals Sample
7
1990 2010
Observations 21
6

Mean -7.40e-17
5
Median 0.017891
4
Maximum 0.399161
Minimum -0.358944
3 Std. Dev. 0.191099
Skewness 0.154741
2 Kurtosis 3.134598

1 Jarque-Bera 0.099658
Probability 0.951392
0
-0.4 -0.3 -0.2 -0.1 -0.0 0.1 0.2 0.3 0.4

Sumber : Lampiran 4

78
Dari gambar 4.5 diatas dapat dilihat bahwa nilai probabilitasnya adalah 0,951392.

Karena nilai 0,951392 > dari derajat kesalahan (α) 5% yaitu (0.05) maka data

tersebut dinyatakan berdistribusi normal sehingga bisa dilanjutkan kepengujian

yang lainnya.

2)Uji Multikolinieritas

Uji ini bertujuan untuk mengetahui apakah model regresi ditemukan adanya

korelasi diantara variabel independen. Maka terdapat multikolinieritas (multikol)

dimana model regresi yang baik sebaiknya tidak terjadi korelasi diantara variabel

independen. Keadaan ini hanya terjadi pada regresi linear berganda karena jumlah

variabel independen lebih dari satu sedangkan pada kasus regeri sederhana, tidak

mungkin adanya kasus multikolinieritas karena variabel independennya hanya

terdiri dari satu variabel.

Apabila hubungan diantara variabel bebas yang satu dengan yang

lainnya diatas 0.85 maka bisa dipastikan adannya gejala multikolinieritas.

Setelah diolah menggunakan aplikasi Eviews 6.0 maka terlihat hasil sebagai

berikut:

Tabel 4.6
Uji Multikolinieritas

INF LNPDB LNKK


INF 1.000000 -0.119299 0.001271
LNPDB -0.119299 1.000000 0.501578
LNKK 0.001271 0.501578 1.000000

Sumber: Lampiran 5

79
Berdasarkan tabel 4.6 dapat dilihat bahwa nilai korelasi variabel independen

antara LNINF dan LNPDB sebesar -0.119299, antara LNINF dan LNKK sebesar

0.001271 , antara LNPDB dan LNKK sebesar 0.501578.

Terlihat dari tabel 4.6 diatas nilai korelasi variabel independen (yaitu tingkat

inflasi, produk domestik bruto, dan kesempatan kerja) tertinggi hanya mencapai

0.501578 yaitu antara LNPDB dan LNKK. Karena nilai nilai 0.501578 < 0.85

maka diputuskan tidak terdapat multikolinieritas. Hasil ini menginformasikan

model OLS yang yang dilakukan dapat dikatakan terbebas dari gejala

multikolinieritas, sehingga dapat dilanjutkan ke pengujian selanjutnya.

3). Uji Heteroskesdatisitas

Uji heteroskesdatisitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model

regresi terjadi ketidaksamaan varian dari residual satupengamatan ke pengamatan

yang lain. Model regresi yang baik adalah homokesdatisitas.

Untuk melihat data memiliki masalah heteroskesdatisitas atau tidaknya

yaitu jika probabilitas OBS*R2> 0,05 maka data tidak terdapat heteroskesdatisitas.

Begitu sebaliknya, jika probabilitas OBS*R2 < 0,05 maka data terdapat

heteroskesdatisitas. Setelah diolah menggunakan aplikasi Eviews 6.0 maka

terlihat hasil sebagai berikut :

80
Tabel 4.7
Hasil Uji Heteroskesdatisitas
Heteroskedasticity Test: White

F-statistic 1.020679 Prob. F(9,11) 0.4789


Obs*R-squared 9.556488 Prob. Chi-Square(9) 0.3876
Scaled explained SS 6.684111 Prob. Chi-Square(9) 0.6700

Sumber : Lampiran 6

Berdasarkan tabel 4.7 diatas, bahwa nilai Obs*R2 adalah 9.556488 dan nilai

probabilitasnya adalah 0.3876 lebih besar dari 0,05 maka dapat disimpulkan

bahwa data tersebut tidak bersifat heteroskesdatisitas.

4). Uji Autokorelasi

Uji autokorelasi adalah untuk menguji apakah dalam sebuah model

regresi linier ada korelasi antara kesalahan pengganggu pada periode t dengan

kesalahan pada periode t-1 (sebelumnya). Dalam penelitian ini pengujian

autokorelasi dilakukan dengan uji Breusch-Godfrey dimana dapat dilihat pada

tabel 4.8 sebagai berikut:

Tabel 4.8
Breusch-Godfrey Serial CorrelationBreusch-
Uji LM Test:

F-statistic 6.653198 Prob. F(2,15) 0.0085


Obs*R-squared 9.871773 Prob. Chi-Square(2) 0.0702

Sumber : Lampiran 7

81
Dari tabel diketahui bahwa koefisien nilai probabilitas dari Chi-Square sebesar

0.0702 yang lebih besar dari nilai α sebesar 0.05. Karena nilai probabilitas Chi-

Square lebih besar dari α = 5% maka Ho diterima sehingga dapat disimpulkan

bahwa di dalam model tidak terdapat masalah autokorelasi.

1. Uji Hipotesis

Estimasi hubungan antara variabel-variabel yang mempengaruhi penanaman modal asing dilakuka
Tabel 4.9
Hasil Olah Data Dengan Metode OLS

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.


C -72.91230 7.305918 -9.979896 0.0000
INF 0.003344 0.003029 1.104125 0.2849
LNPDB 2.626195 0.217669 12.06509 0.0000
LNKK -0.253553 0.049229 -5.150475 0.0001
R-squared 0.896403 F-statistic 49.03249
Adjusted R-squared 0.878121 Prob(F-statistic) 0.000000
Durbin-Watson stat 1.394317

Sumber: Lampiran 3

Dari tabel 4.6 maka dapat disusun persamaan regresi linier berganda sebagai berikut:
LnPT = -72.9123 + 0.003344 INF + 2.626195 PDB - 0.253553 KK

Dengan nilai konstanta sebesar -72.9123. Secara ekonometrik, hal

ini diartikan bahwa apabila variabel bebas dianggap konstan atau tidak

mengalami perubahan maka akan menurunkan nilai PT sebesar 72,91

persen. Hal ini menunjukkan akan terjadi penurunan nilai PT apabila

variabel ekonomi makro dianggap konstan.

82
Sehingga berdasarkan tabel 4.9 bisa memberikan gambaran bahwa

melalui hasil regresi berganda dengan menggunakan OLS (Ordinary Least

Square) menunjukan hasil sebagai berikut:

1) Uji t (Uji Parsial)

Uji statistik t digunakan untuk menguji secara individual semua

koefisien regresi yang bertujuan untuk mengetahui besarnya pengaruh dari

masing-masing variabel independen terhadap variabel dependennya. Salah

satu cara untuk melakukan uji t adalah dengan melihat nilai sig pada tabel

uji t, apabila nilai dibawah 0,05 berarti variabel independen secara parsial

(individu) mempengaruhi variabel dependen.

Dari Hasil yang didapatkan dari uji statistik t yang dilakukan

adalah sebagai berikut :

 Pengaruh t-statistik untuk variabel Tingkat Inflasi

Berdasarkan hasil pada tabel 4.9 diperoleh hasil tingkat

signifikan 0.2849. Karena tingkat signifikansi lebih besar dari 0.05 maka

secara parsial variabel inflasi tidak berpengaruh signifikan dan positif

terhadap variabel dependen pengangguran terbuka di Indonesia.

 Pengaruh t-statistik untuk variabel Produk Domestik Bruto

Berdasarkan hasil pada tabel 4.9 diperoleh hasil bahwa tingkat

signifikan 0,0000. Karena tingkat signifikansi lebih kecil dari 0,05 maka

secara parsial variabel produk domestik bruto berpengaruh signifikan

dan positif terhadap variabel dependen pengangguran terbuka di

Indonesia.

83
 Pengaruh t-statistik untuk variabel Kesempatan Kerja.

Berdasarkan hasil pada tabel 4.9 diperoleh hasil bahwa tingkat

signifikan 0,0001. Karena tingkat signifikansi lebih kecil dari 0,05 maka

secara parsial variabel kesempatan kerja berpengaruh signifikan dan

negatif terhadap variabel dependen pengangguran terbuka di Indonesia.

2) Uji F (Uji Signifikansi Simultan)

Uji statistik F digunakan untuk menguji signifikansi seluruh

variabel independen secara bersama-sama dalam mempengaruhi variabel

dependen, atau untuk melihat pengaruh variabel-variabel independen secara

bersama-sama terhadap variabel dependen.

Berdasarkan hasil output program Eviews 6.0, diperoleh nilai F

statistik sebesar 49.03249 dengan nilai probabilitas (signifikansi) adalah

sebesar 0,00a. Karena nilai probabilitas (signifikansi) lebih kecil dari nilai α

0,05 ( 0,00 < 0,05). Berarti dapat disimpulkan bahwa variabel LnINF,

LnPDB, dan LnKK secara nyata (signifikan) mempunyai pengaruh

terhadap variabel LnPT.

3) Koefisien Determinasi

Adapun yang digunakan dalam penelitian ini adalah memakai nilai


2
adjusted R 2pada saat mengevaluasi model regresi terbaik. Tidak seperti R ,
2
nilai adjusted R tidak dapat naik atau turun apabila satu variabel

independen ditambahkan ke dalam model.

Berdasarkan hasil output Eviews 6.0 pada tabel 4.6 dapat dilihat

bahwa Nilai Adjusted R Square 0,88. Hal ini berarti bahwa variabel

84
independen secara bersama-sama mampu memberikan penjelasan variasi

variabel dependen (PT) sebesar 88%. Sedangkan sisanya sebesar 12%

dijelaskan oleh variabel lain yang tidak dimasukkan kedalam estimasi

model.

2. Interpretasi Ekonomi

Dari hasil pengujian statistik dan ekonometrik yang telah dilakukan,

dapat disimpulkan bahwa regresi yang dihasilkan cukup baik untuk

menerangkan perubahan-perubahan pengangguran terbuka di Indonesia. Dari

seluruh variabel utama yang dimasukkan ke dalam model, ternyata tidak

semua variabel bebas signifikan. Hal ini berarti pengangguran terbuka di

Indonesia hanya dipengaruhi oleh sebagian dari variabel bebas yang diuji.

Ketidaksesuaian hasil penelitian ini karena Pengangguran Terbuka

sebagai suatu fenomena ekonomi makro bersifat sangat mudah berubah yang

tidak hanya disebabkan oleh variabel-variabel ekonomi belaka tetapi juga

disebabkan oleh variabel sosial ekonomi politik. Selain itu perubahan

penanaman Pengangguran Terbuka tidak hanya dipengaruhi oleh variabel-

variabel dalam penelitian ini tetapi lebih disebabkan oleh faktor diluar

ekonomi. Selanjutnya hasil interpretasi dari hasil regresi tersebut terhadap

signifikansi masing-masing variabel yang diteliti dijelaskan sebagai berikut:

a. Pengaruh Inflasi terhadap Pengangguran Terbuka

85
Hasil regresi persamaan PT menunjukkan bahwa Inflasi pada periode

1990-2010 tidak berpengaruh signifikan dan positif terhadap PT di

Indonesia. Dimana nilai koefisien Inflasi adalah 0.003344 dengan

nilaisignifikansi sebesar 0,2849. Karena nilai signifikansinya lebih besar di

bandingkan dengan α 5%, maka berapapun jumlah kenaikan tingkat inflasi

tidak akan mempunyai pengaruh apa-apa terhadap pengangguran terbuka.

Teori A.W Phillips, yang menyatakan dalam kurva yang

menggambarkan hubungan antara tingkat inflasi dengan tingkat

pengangguran didasarkan pada asumsi bahwa inflasi merupakan cerminan

dari adanya kenaikan permintaan agregat. Dengan naiknya permintaan

agregat, berdasarkan teori permintaan, permintaan akan naik, kemudian

harga akan naik pula. Dengan tingginya harga (inflasi) maka untuk

memenuhi permintaan tersebut produsen meningkatkan kapasitas

produksinya dengan menambah tenaga kerja (tenaga kerja merupakan satu-

satunya input yang dapat meningkatkan output). Akibat dari peningkatan

permintaan tenaga kerja, maka dengan naiknya harga-harga (inflasi)

pengangguran berkurang.

Menggunakan pendekatan A.W.Phillips dengan menghubungkan

antara pengangguran dengan tingkat inflasi untuk kasus Indonesia dalam

periode tahun 1990 hingga 2010, ternyata secara statistik tidak ada

pengaruh yang signifikan antara inflasi dengan tingkat pengangguran. Di

Indonesia, adanya kenaikan harga-harga atau inflasi pada umumnya

disebabkan karena adanya kenaikan biaya produksi misalnya naiknya

86
Bahan Bakar Minyak (BBM), bukan karena kenaikan permintaan. Dengan

alasan inilah, maka tidaklah tepat bila perubahan tingkat pengangguran di

Indonesia dihubungkan dengan inflasi. Inflasi dan tingkat pengangguran

terbuka di Indonesia adalah hal yang terpisah dan tidak berhubungan.

Hal ini pun diperkuat oleh penelitian Amri Amir (2007:5), yang

menyatakan bahwa teori A.W Philips yang menghubungkan pengangguran

dengan inflasi untuk kasus Indonesia tidak tepat untuk digunakan sebagai

kebijakan untuk menekan tingkat pengangguran, karena di Indonesia inflasi

lebih disebakan karena adanya kenaikan biaya produksi bukan kenaikan

permintaan, sehingga tidak nyata inflasi dapat menyerap tenaga kerja.

Penelitian yang dilakukan oleh Ria Ayu (2010:103), menyatakan bahwa

Inflasi mempunyai keterkaitan terhadap pengangguran dan kesempatan

kerja. Tingkat pengangguran yang rendah akan menimbulkan masalah

inflasi, sebaliknya bila tingkat pengangguran tinggi tingkat harga-harga

relatif stabil. Tetapi hal ini tidak selalu terjadi, pada tahun 2005 tingkat

inflasi di Indonesia meningkat menjadi 17,11% sedangkan tingkat

pengangguran juga meningkat menjadi 10,26%. Keadaan ini bertentangan

dengan teori yang berlaku disebabkan ada beberapa faktor yang

mempengaruhi pengangguran. Salah satunya adalah adanya pengurangan

subsidi bbm pada tahun 2005 sehingga menimbulkan kenaikan harga dan

melemahkan daya beli masyarakat. Daya beli masyarakat yang rendah

berakibat pada lemahnya investasi pula, dan akhirnya berdampak pada

menambahnya pengangguran karena tidak adanya kesempatan kerja.

87
b. Pengaruh Produk Domestik Bruto terhadap Pengangguran Terbuka

Hasil regresi persamaan PT menunjukkan bahwa produk domestik

bruto pada periode 1990-2010 berpengaruh signifikan dan positif terhadap

PT di Indonesia. Dimana nilai koefisien elastisitas produk domestik bruto

adalah 2.626195 dengan signifikansi produk domestik bruto adalah

0,0000. Secara statistik berarti jika tingkat pertumbuhan ekonomi naik 1%

akan menaikan tingkat pengangguran sebesar 2,6 persen.

Walaupun hasil regresi berganda ini tidak sesuai dengan hukum

Okun yang menyatakan adanya pengaruh empiris antara pengangguran

dengan output dalam siklus bisnis. Hasil studi empirisnya menunjukan

terdapat pengaruh yang negatif antara pertumbuhan ekonomi dengan

pengangguran dan sebaliknya pengangguran terhadap pertumbuhan

ekonomi. Penurunan pengangguran memperlihatkan ketidakmerataan.

Hal ini mengakibatkan konsekuensi distribusional.

Pertumbuhan ekonomi mempunyai dampak yang sangat signifikan

terhadap pengangguran dapat dijelaskan secara sederhana. Pada saat

pertumbuhan ekonomi suatu negara mengalami pertumbuhan dengan laju

positif dan mempunyai tren yang terus menerus, maka hal itu berarti

pendapatan dari masyarakat suatu negara bisa dipastikan akan meningkat

dikarenakan banyaknya lapangan pekerjaan. Pertumbuhan ekonomi

merupakan akibat dari adanya peningkatan kapasitas produksi yang

merupakan turunan dari peningkaan investasi. Jadi jelas bahwa,

88
pertumbuhan ekonomi berhubungan erat dengan peningkatan penggunaan

tenaga kerja, begitu pula dengan investasi. Dengan meningkatnya investasi

pasti permintaan tenaga kerja akan bertambah, sehingga dengan adanya

pertumbuhan ekonomi yang diakibatkan adanya peningkatan investasi

diharapkan berpengaruh menurunkan tingkat pengangguran, dengan

asumsi investasi tidak bersifat padat modal tetapi bersifat padat karya.

Dalam konteks Indonesia, ternyata pada saat naiknya pertumbuhan

ekonomi, maka akan menyebabkan naiknya jumlah pengangguran.

Pertumbuhan ekonomi dan pengangguran mengindikasikan hubungan

positif dan cukup kuat. Kenaikan pertumbuhan ekonomi di Indonesia

mempunyai hubungan yang kuat dengan bertambahnya jumlah

pengangguran. Hal ini disebabkan pertumbuhan ekonomi di Indonesia

berorientasi pada padat modal bukan padat karya. Pertumbuhan ekonomi

yang terus meningkat apabila tidak dibarengi dengan perluasan

kesempatan kerja maka akan menyebabkan naiknya tingkat pengangguran.

Dari distribusi persentasi PDB menurut lapangan usaha, terlihat bahwa

sekotor industri yang dominan dalam menyumbang pendapatan. Industri

padat modal lebih mengandalkan tekhnologi sehingga tidak dapat

menyerap tenaga kerja, justru dapat meningkat pengangguran, karena

tenaga kerja manusia dapat digantikan dengan tenaga kerja mesin.

Hasil ini juga sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Fatmi

Ratna Ningsih (2010:98), yang menyatakan naiknya pertumbuhan

ekonomi dan menyebabkan naiknya jumlah pengangguran, yaitu dimana

89
pertumbuhan ekonomi itu ditandai dengan banyak berdiri perusahaan yang

dapat menyerap tenaga kerja. Namun sebaliknya, dilapangan angka

pengangguran masih bertambah, beberapa faktor yang menyebabkan

angka pengangguran naik, diantaranya pertumbuhan ekonomi lebih

dipengaruhi industri padat modal yang banyak menggunakan teknologi,

dan tidak banyak menyerap tenaga kerja karena lebih mengandalakan pada

tenaga mesin atau tekhnologi.

c. Pengaruh Kesempatan Kerja terhadap Pengangguran Terbuka

Hasil regresi persamaan PT menunjukkan bahwa kesempatan kerja

pada periode 1990-2010 berpengaruh signifikan dan negatif terhadap PT di

Indonesia.Dimana nilai koefisien elastisitas kesempatan kerja adalah -

0.253553 dengan signifikansi kesempatan kerja adalah 0,0001. Secara

statistik berarti jika tingkat kesempatan kerja naik 1% akan menurunkan

tingkat pengangguran sebesar 0,25 persen.

Tulus Tambunan (2003 : 64), kesempatan kerja diartikan sebagai

lapangan pekerjaan yang sudah diduduki dan yang masih lowong

(vacancy). Berdasarkan lapangan pekerjaan yang masih lowong tersebut

timbul kebutuhan tenaga kerja yang akan datang, misalnya perusahaan

(swasta maupun pemerintah) dan departemen. Adanya kebutuhan tersebut,

berarti adanya kesempatan kerja bagi orang yang menganggur.Besarnya

lapangan kerja yang masih lowongan atau kebutuhan tenaga kerja yang

secara riil dibutuhkan oleh perusahaan tergantung pada banyak faktor.

90
Diantaranya yang paling utama adalah prospek usaha atau pertumbuhn

output dari perusahaan tergantung perusahaan yang meminta tenaga kerja,

ongkos tenaga kerja atau gaji yang harus dibayar, dan harga dari faktor

produksi lainnya, misalnya kapital.

Lapangan pekerjaan yang masih lowong tersebut timbul kemudian

kebutuhan tenaga kerja yang datang misalnya dari perusahaan swasta atau

BUMN dan departemen-departemen pemerintah. Adanya kebutuhan

tersebut berarti ada kesempatan kerja bagi orang yang menganggur.

Kenaikan kesempatan kerja menambah permintaan tenaga kerja dan

permintaan ini akan memenuhi penawaran tenaga kerja. Pembukaan

lapangan kerja seluas-luasnya akan menambah kesempatan angkatan kerja

terutama angkatan kerja terdidik. Sesuai dengan permintaan dan

penawaran tenaga kerja di sisi mikro ekonomi menunjukkan bahwa

penambahan kesempatan kerja merupakan penambahan permintaan tenaga

kerja, secara tidak langsung penawaran tenaga kerja yang ada, dapat

menyerap angkatan kerja, khususnya tenaga kerja terdidik dapat

tertampung di dalam lapangan kerja sehingga pengangguran dapat

berkurang, atau ditekan pertumbuhannya.

Tingginya jumlah pengangguran disebabkan oleh kondisi

ketidakseimbangan antara jumlah pencari kerja dan lowongan tenaga kerja

yang tersedia dengan persyaratan dan kualifikasi pasar kerja, tidak

lengkapnya informasi-informasi yang ada dipasar kerja, dan adanya

pemutusan tenaga kerja (PHK). Dengan kata lain, penyerapan tenaga kerja

91
Indonesia tidak maksimal (Data dan Informasi Kementrian Tenaga Kerja

dan Transmigrasi, 2010:23).

Dapat dilihat, pada tahun 2005 lowongan terdaftar yang tersedia

sebanyak 182.782 lowongan, dan penempatan tenaga kerja sebesar

123.737 orang yang bekerja, berarti masih ada 59.045 lowongan yang

belum terisi. Pada tahun 2006 lowongan terdaftar yang tersedia sebanyak

320.977 lowongan , dan penempatan tenaga kerja sebesar 456.458 orang

yang bekerja. Pada tahun 2007 lowongan terdaftar yang tersedia sebanyak

1.559.060, dan penempatan tenaga kerja sebesar 1.246.160 orang yang

bekerja, berarti masih ada 312.900 lowongan yang belum terisi. Pada

tahun 2008 lowongan terdaftar yang tersedia sebanyak 3.909.728, dan

penempatan tenaga kerja sebesar 2.901.297 orang yang bekerja, berarti

masih ada 1.008.431 lowongan yang belum terisi. Pada tahun 2009

lowongan terdaftar yang tersedia sebanyak 4.135.032, dan penempatan

tenaga kerja sebesar 2.581.670, berarti masih ada 1.553.362 lowongan

yang belum terisi. Pada tahun 2010 lowongan terdaftar yang tersedia

sebanyak 2.381.841, dan penempatan tenaga kerja sebesar 1.620.122,

berarti masih ada 761.719 lowongan yang belum terisi.

Hasil ini juga sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Anton

A Setyawan (2006:89), yang menyatakan bahwa kesempatan kerja yang

banyak akan menekan jumlah pengangguran. Salah satu alternatif untuk

memperluas kesempatan kerja bagi tenaga kerja terdidik perlu diperluas

kesempatan berkembangnya sektor informal. Daya serap sektor ini cukup

92
besar dan memiliki kemampuan yang tak terbatas. Pelita IV 56 persen

tenaga kerja terserap di sektor ini sementara sektor formal terutama bidang

jasa memiliki kemampuan serap yang sangat terbatas. Berbagai

kebijaksanaan untuk memberi peluang berkembang sektor informal harus

terus diupayakan dengan tidak mengurangi usaha penanganan dampak

negatif dari berkembangnya sektor ini.

93
BAB V

KESIMPULAN DAN

IMPLIKASI

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan oleh peneliti pada

bab sebelumnya, maka peneliti mengambil kesimpulan dari penelitiaan yang

dilakukannya tersebut yaitu sebagai berikut :

1. Berdasarkan pengujian secara parsial dengan menggunakan uji t terhadap

faktor-faktor yang mempengaruhi dapat disimpulkan sebagai berikut:

a. Variabel Inflasi tidak berpengaruh signifikan dan positif terhadap

pengangguran terbuka di Indonesia. Dimana nilai signifikansi inflasi

adalah 0,2849, karena nilai signifikansinya lebih besar di bandingkan

dengan α 5%, maka berapapun jumlah kenaikan tingkat inflasi tidak

akan mempunyai pengaruh apa-apa terhadap pengangguran terbuka.

Variabel inflasi tidak berpengaruh terhadap pengangguran terbuka di

Indonesia karena di Indonesia inflasi lebih disebakan karena adanya

kenaikan biaya produksi bukan kenaikan permintaan, sehingga tidak

nyata inflasi dapat menyerap tenaga kerja.

b. Variabel produk domestik bruto berpengaruh signifikan dan positif

terhadap pengangguran terbuka di Indonesia. Dimana nilai koefisien

produk domestik bruto adalah 2.626195 dengan nilai signifikansi produk

domestik bruto adalah 0,0000. Berarti jika pertumbuhan ekonomi naik 1%

akan menaikkan tingkat pengangguran sebesar 2,6 persen.

94
c. Variabel kesempatan kerja berpengaruh signifikan dan negatif terhadap

pengangguran terbuka di Indonesia. Dimana nilai koefisien kesempatan

kerja adalah -0.253553 dengan nilai signifikansi kesempatan kerja adalah

0,0001. Berarti jika tingkat kesempatan kerja naik 1% akan menurunkan

tingkat pengangguran sebesar 0,25 persen.

2. Berdasarkan pengujian secara simultan dengan menggunakan uji F

menujukkan bahwa :

a) Variabel independen Inflasi, PDB, dan kesempatan kerja secara bersama-

sama berpengaruh signifikan terhadap variabel dependen PT karena nilai

probabilitas sebesar 0.00 dan F statistik 49.03249.

b) Berdasarkan uji koefisien determinasi dilihat bahwa Nilai Adjusted R

Square 0,88. Hal ini berarti bahwa variabel independen secara bersama-

sama mampu memberikan penjelasan variasi variabel dependen (PT)

sebesar 88%. Sedangkan sisanya sebesar 12% dijelaskan oleh variabel lain

yang tidak dimasukkan kedalam estimasi model.

A. Implikasi

Diakhir penelitian ini ada beberapa implikasi yang diharapkan

dapat memberikan masukan dalam setiap pengambilan keputusan yang

berkaitan dengan upaya pengentasan pengangguran terbuka di Indonesia,

yaitu:

1. Inflasi tidak berpengaruh signifikan dan positif terhadap pengangguran

terbuka di Indonesia. Oleh karena itu, pemerintah sebaiknya lebih

95
mengkonsentrasikan cara untuk menstabilkan tingkat inflasi yang terjadi di

Indonesia. Pengangguran masih menjadi masalah besar bagi pemerintah,

namun pemerintah tidak perlu lagi mengaitkan inflasi dengan

pengangguran, pemecahan masalah pengangguran menjadi sektor yang

harus dibenahi secara terpisah dengan inflasi.

2. Pertumbuhan ekonomi berpengaruh signifikan dan positif terhadap

pengangguran terbuka di Indonesia. Pemerintah harus mampu membuat

kebijakan yang dilakukan secara konsisten yang mengatur kepada

pemerataan pendapatan guna mencapai tujuan pertumbuhan yang

berkualitas, pertumbuhan ekonomi yang berpotensial untuk menyerap

tenaga kerja.

3. Kesempatan kerja berpengaruh signifikan dan negatif terhadap

pengangguran terbuka di Indonesia. Pemerintah harus memperluas

kesempatan kerja, dengan merangsang terciptanya lapangan pekerjaan baru,

terutama di usaha kecil menengah karena pada sektor itulah orang yang

menganggur banyak bekerja. UKM dapat menyerap banyak tenaga kerja

apabila dikembangkan dengan baik oleh pemerintah. Pemerintah harus

bekerja keras untuk membuka lapangan kerja misalnya dengan

meningkatkan program padat karya terutama program-program yang

menggunakan tenaga kerja tidak terdidik. Pemerintah juga dapat

memberikan pelatihan kewirausahaan dan memberikan dukungan

pemodalan bagi pengusaha pemula yang membutuhkan bantuan modal.

96
DAFTAR PUSTAKA

Amir,Amri.“Pengaruh Inflasi dan Pertumbuhan Ekonomi Di Indonesia”. Jurnal


Inflasi dan Pengangguran vol.1 no.1, Jambi, 2007.
Ananta, Aris. “Ekonomi Sumber Daya Manusia”, Penerbit: FE UI, Jakarta, 1990.
Arsyad, Lincolin. “Pengantar Perencanaan dan Pembangunan Ekonomi”,
Penerbit: Yogyakarta : BPFE, 1999.
Ayu, Ria. “Inflasi Kaitannya dengan Pengangguran dan Kesempatan Kerja di
Indonesia”, Universitas Katholik Atma Jaya, 2010.
Badan Pusat Statistik. “Statistik Indonesia”, Berbagai edisi, Jakarta, 2010.

Bank Indonesia. “Laporan Perekonomian Indonesia”, Berbagai edisi, Jakarta,


2010.

Boediono. “Ekonomi Moneter”, Yogyakarta: BPFE Yogyakarta, 1989.

.“Teori Pertumbuhan Ekonomi, Seri Sinopsis Pengantar Ilmu Ekonomi no.4”


Yogyakarta: BPFE Yogyakarta, 1992.
.“Teori Pertumbuhan Ekonomi, Seri Sinopsis Pengantar Ilmu Ekonomi”
Yogyakarta: BPFE Yogyakarta, 1997.
Damodar, Gujarati. “BasicEconometrics”. 3rd edition ed. New York : Mc-Graw
Hill, Inc, 1995.

Damodar, Gujarati. “EkonometrikaDasar”. Jakarta : Erlangga, 1999.

Dernburg, Thomas F dan Karyaman Muchtar. “Makro Ekonomi-

Konsep,
Teoridan Kebijakan Edisi Ketujuh”. Jakarta: Erlangga, 1992.

Dinarno, John and Mark. P. Moore.“The Phillips Curve is Back? Using Panel
Data to Analyze The Relationship Between Unemployment and Inflation
in anOpen Economy”.NBER Working Paper Series, Working Paper 7328,
1999. http://www.nber.org/paper/w7328.

Jhingan, M.L. “ Ekonomi pembangunan dan perencanaan”, Jakarta, PT. Raja


Grafindo Persada, 2004.

Kaufman, Bruce E and Julie L Hotchkiss. “ The Economic Labor Markets”, USA:
Georgia State University, 1999.

97
Khalwaty, Tajul. “Inflasi dan Solusinya”, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta,
2000.
Kuncoro, Mudrajad. “Metode Riset untuk Bisnis dan Ekonomi”, Edisi 3. Jakarta :
Erlangga, 2003.

Lembaga Demografi, FEUI, 2000.


Lukman. “Analisis Sektor Unggulan Sektoral Dan Pengaruhnya Terhadap
Pertumbuhan Sektor Ekonomi Daerah : Pendekatan Input Output
Interregional Sumatera Barat, Riau dan Jambi”. Pascasarjana Universitas
Padjadjaran Bandung, 2011.
Magdalena, Ester. “Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi Terhadap Tingkat
Pengangguran di Indonesia”. Skripsi Fakultas ekonomi Universitas
Gunadarma Depok, 2009.

Mankiw, N Gregory. “Makroekonomi”, Penerbit: Erlangga, Jakarta, 2000.


.” Makroekonomi”, Penerbit : Erlangga, Jakarta, 2003.
. “PengantarEkonomi Mikro Edisi 3”, Salemba Empat , Jakarta, 2006.
Mark P. Moore, John Dinarno (1999). Analisa Hubungan Antara Pengangguran
dan Inflasi dalam perekonomian Terbuka dengan menggunakan data
panel.
Muana, Nanga. “ Makroekonomi teori, masalah dan kebijakan dan kebijakan,
edisi perdana”, Jakarta, PT. Raja Grafindo Persada, 2001.

Nachrowi D. Nachrowi dan Usman, Hardius. “Pendekatan Populer dan Praktis


Ekonometrika Untuk Analisis Ekonomi dan Keuangan”, LPFE-UI, Jakarta,
2006.
Nainggolan, Indra Oloan. “Analisis Faktor-faktor Yang Mempengaruhi
Kesempatan Kerja Pada Kabupaten/Kota Di Propinsi Sumatera Utara”,
Pascasarjana Universitas Sumatera Utara, 2009.
Ningsih, Fatmi Ratna. “Pengangguran Inflasi dan Pertumbuhan Ekonomi
Terhadap Pengangguran Indonesia”. Skripsi Fakultas ekonomi UIN
Jakarta, 2010.
Nopirin. “EkonomiMoneter”. Yogyakarta : BPFE,1988.

R.Ajija, Schroul. “Cara Cerdas Menguasai EViews”. Penerbit: Salemba Empat ,


Jakarta, 2011.

98
Simanjuntak, Payaman J.“ Pengantar Ekonomi Sumber Daya Manusia”, Penerbit:
Lembaga FE UI, Jakarta, 1985.
Setyawan, A, Anton. “Foreign Direci Investment (FDI), Kebijakan Industri, dan
Masalah pengangguran”, Studi Empirik Di Indonesia. Jurnal Ekonomi
Pembangunan Vol.9,No.1,Juni 2008,hal.107-119, 2008.

Sukirno, Sadono. “Pengantar Teori MakroEkonomi”, Penerbit: PT. Raja


Grafindo, Jakarta, 1994.
, “ Pengantar Teori Makroekonomi ”, Penerbit: PT. Raja Grafindo, Jakarta, 2000.
, “Ekonomi Pembangunan : Proses, Masalah dan Dasar
Kebijakan”, Penerbit: PT. Raja Grafindo, Jakarta, 2004.
, “ Makroekonomi Teori Pengantar ”, Penerbit: PT. Raja Grafindo, Jakarta, 2008.
Suparmoko, M dan Irawan. “ Ekonomika Pembangunan”, Yogyakarta: BPFE,
1992.
, “ Ekonomika Pembangunan”, Yogyakarta: BPFE,
1997.
Tambunan, Tulus. “Perekonomian Indonesia”, Ghalia Indonesia: Jakarta, 2003.
Todaro, Michael. “Pembangunan Ekonomi didunia ketiga”, Jakarta : Erlangga,
1999.

Wardhana, Dharendra. “Pengangguran Struktural Di Indonesia: Keterangan Dari


Analisis SVAR Dalam Kerangka Hysteresis”. Jurnal Ekonomi dan Bisnis
Indonesia vol.3 no., 2006. Universitas Gadjah Mada, 2006.

Zulfiandi. “Data dan Informasi Ketenagakerjaan Indonesia”Jakarta:Pusdatinaker,


2011.

99
Lampiran 1 : Data Analisis

PT INF PDB KK
Tahun (JIWA) (%) (MILYAR RUPIAH) (LOWONGAN)
1990 1.951.684 9.53 942.929,5 304.329

1991 2.032.369 9.52 1.008.466,5 305.333

1992 2.185.602 4.94 1.073.610,5 319.760

1993 2.245.546 9.77 1.146.787,8 364.240

1994 3.737.524 9.24 1.233254,9 429.854

1995 6.251.201 8.64 1.334.628,9 462.257

1996 4.407.769 6.47 1.438973,1 629.164

1997 4.275.155 11.05 1.506602,7 593.153

1998 5.062.483 77.63 1.308.835,1 561.609

1999 6.030.319 2.01 1.319.189,6 475.260

2000 5.813.231 9.35 1.389769,9 388.058

2001 8.005.031 12.55 1.440405,7 102.906

2002 9.132.104 10.03 1.505216,4 92.219

2003 9.531.090 5.06 1.577171,3 97.801

2004 10.251.351 6.40 1.656516,8 149.068

2005 10.854.254 17.11 1.750815,2 182.782

2006 10.932.000 6.60 1.847.126,7 320.977

2007 10.011.142 6.59 1.964327,3 1.559.060

2008 9.394.515 11.06 2.082315,9 3.909.728

2009 8.962.617 4.89 2.177741,6 4.135.032

2010 8.319.800 6.96 2.310689,8 2.381.841

Sumber : Statistik Indonesia Berbagai Tahun Terbitan, Badan Pusat Statistik


(BPS), 1990-2010.

10
Lampiran 2 : Data Transformasi

obs LNKK LNPDB LNPT


1990 12.605 34.48001 14.48420
1991 12.62916 34.54721 14.52471
1992 12.641 34.60980 14.59740
1993 12.80557 34.67574 14.62446
1994 12.903 34.74843 15.13393
1995 13.04388 34.82743 15.64828
1996 13.35215 34.90271 15.29888
1997 13.29321 34.94863 15.26833
1998 13.23856 34.80791 15.43737
1999 13.07162 34.81579 15.61231
2000 12.86891 34.86791 15.57565
2001 11.54157 34.90370 15.89558
2002 11.43192 34.94771 16.02731
2003 11.49069 34.99441 16.07007
2004 11.945 35.04349 16.14292
2005 12.11605 35.09886 16.20007
2006 12.67912 35.15241 16.20720
2007 14.25959 35.21393 16.11921
2008 15.17898 35.27226 16.05564
2009 15.23501 35.31706 16.00857
2010 14.68338 35.37632 15.93415

Sumber : Data diolah, Statistik Indonesia Berbagai Tahun Terbitan, Badan Pusat
Statistik (BPS), 1990-2010.

10
Lampiran 3 : Hasil Uji Regresi Dengan Menggunakan OLS (Ordinary Least

Square

Dependent Variable: LNPT

Method: Least Squares Date:

05/28/12 Time: 11:11

Sample: 1990 2010


Included observations: 21

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

C -18.48895 2.829016 -6.535470 0.0000

INF 0.003344 0.003029 1.104125 0.2849

LNPDB 2.626195 0.217669 12.06509 0.0000

LNKK -0.253553 0.049229 -5.150475 0.0001

R-squared 0.896403 Mean dependent var 15.56506

Adjusted R-squared 0.878121 S.D. dependent var 0.593723

S.E. of regression 0.207276 Akaike info criterion -0.139892

Sum squared resid 0.730374 Schwarz criterion 0.059065

Log likelihood 5.468866 Hannan-Quinn criter. -0.096713

F-statistic 49.03250 Durbin-Watson stat 1.394317

Prob(F-statistic) 0.000000

10
Lampiran 4 : Hasil Uji Normalitas JB test

8
Series: Residuals Sample 1990 2010
7
Observations 21

6 Mean-7.40e-17
Median0.017891
5 Maximum0.399161
Minimum-0.358944
4
Std. Dev.0.191099
Skewness0.154741
Kurtosis3.134598
3
Jarque-Bera0.099658
Probability0.951392
2

0
-0.4-0.3-0.2-0.1-0.00.10.20.30.4

Lampiran 5 : Hasil Uji Multikolinieritas dengan menggunakan Correlation


matrix

LNKK LNPDB INF


LNKK 1.000000 0.400073 0.020091
LNPDB 0.400073 1.000000 -0.129459
INF 0.020091 -0.129459 1.000000

10
Lampiran 6 : Hasil Uji Heteroskesdastisitas
Heteroskedasticity Test: White

F-statistic 1.020679 Prob. F(9,11) 0.4789

Obs*R-squared 9.556488 Prob. Chi-Square(9) 0.3876

Scaled explained SS 6.684111 Prob. Chi-Square(9) 0.6700

Test Equation:

Dependent Variable: RESID^2

Method: Least Squares

Date: 05/28/12 Time: 11:14

Sample: 1990 2010

Included observations: 21
Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

C -48.35088 53.08925 -0.910747 0.3820

INF -0.343413 0.292624 -1.173566 0.2654

INF^2 8.53E-05 8.51E-05 1.002306 0.3377

INF*LNPDB 0.022791 0.020475 1.113098 0.2894

INF*LNKK 0.001108 0.003874 0.286090 0.7801

LNPDB 12.27492 9.230670 1.329797 0.2105

LNPDB^2 -0.669038 0.423401 -1.580154 0.1424

LNPDB*LNKK 0.507976 0.289387 1.755354 0.1070

LNKK -5.754749 3.498217 -1.645052 0.1282

LNKK^2 -0.058540 0.028545 -2.050774 0.0649

R-squared 0.455071 Mean dependent var 0.034780

Adjusted R-squared 0.009220 S.D. dependent var 0.052069

S.E. of regression 0.051828 Akaike info criterion -2.776006

Sum squared resid 0.029548 Schwarz criterion -2.278614

Log likelihood 39.14806 Hannan-Quinn criter. -2.668059

F-statistic 1.020679 Durbin-Watson stat 2.967805

Prob(F-statistic) 0.478914

10
Lampiran 7: Uji Autokorelasi Dengan Menggunakan Uji Breusch-Godfrey
Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test:

F-statistic 6.653198 Prob. F(2,15) 0.0085

Obs*R-squared 9.871773 Prob. Chi-Square(2) 0.0702

Test Equation:

Dependent Variable: RESID Method: Least Squares Date: 05/28/12 Time: 11:13 Sample: 1990 2010
Included observations: 21

Presample missing value lagged residuals set to zero.

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

C -1.717980 2.354417 -0.729684 0.4768

INF 0.001692 0.002515 0.672973 0.5112

LNPDB 0.153004 0.182215 0.839689 0.4143

LNKK -0.036256 0.039578 -0.916068 0.3741

RESID(-1) 0.494125 0.236374 2.090438 0.0540

RESID(-2) -0.774397 0.229950 -3.367670 0.0042

R-squared 0.470084 Mean dependent var -7.40E-17

Adjusted R-squared 0.293446 S.D. dependent var 0.191099

S.E. of regression 0.160631 Akaike info criterion -0.584453

Sum squared resid 0.387036 Schwarz criterion -0.286018

Log likelihood 12.13676 Hannan-Quinn criter. -0.519685

F-statistic 2.661279 Durbin-Watson stat 1.990883

Prob(F-statistic) 0.064803

10
10

Anda mungkin juga menyukai