Anda di halaman 1dari 144

PENGARUH PENGANGGURAN, PENGELUARAN

PEMERINTAH DAN JUMLAH PENDUDUK TERHADAP


KEMISKINAN KAB/KOTA DI JAWA TENGAH
TAHUN 2006-2010

SKRIPSI
Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi
pada Universitas Negeri Semarang

Oleh
Listyaningrum Kusuma Wardani
NIM 7450407052

JURUSAN EKONOMI PEMBANGUNAN


FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
2013

i
PERSETUJUAN PEMBIMBING

Skripsi ini telah disetujui oleh pembimbing untuk diajukan ke sidang


panitia ujian skripsi pada :
Hari : Kamis
Tanggal : 22 Agustus 2013

Pembimbing I Pembimbing II

Dr. ST. Sunarto, M.S Prasetyo Ari Bowo, S.E, M.Si


NIP. 194712061975011001 NIP. 197902082006041002

Mengetahui,
Ketua Jurusan Ekonomi Pembangunan

Dr. Hj. Sucihatiningsih DWP, M.Si


NIP. 196812091997022001

ii
PENGESAHAN KELULUSAN

Skripsi ini telah dipertahankan dihadapan sidang Panitia Ujian Skripsi


Fakultas Ekonomi Universitas Negeri Semarang pada:
Hari : Selasa
Tanggal : 3 September 2013

Penguji Skripsi,

Dr. Hj. Sucihatiningsih DWP, M.Si


NIP. 196812091997022001

Anggota I Anggota II

Dr. ST. Sunarto, M.S Prasetyo Ari Bowo, S.E, M.Si


NIP. 194712061975011001 NIP. 197902082006041002

Mengetahui,
Dekan Fakultas Ekonomi

Dr. S. Martono, M.Si.


NIP. 196603081989011001

iii
PERNYATAAN

Saya menyatakan bahwa yang tertulis di dalam skripsi ini benar-benar


hasil karya saya sendiri, bukan jiplakan dari karya tulis orang lain, baik sebagian
atau seluruhnya. Pendapat atau temuan orang lain yang terdapat dalam skripsi ini
dikutip atau dirujuk berdasarkan kode etik ilmiah. Apabila di kemudian hari
terbukti skripsi ini adalah hasil jiplakan dari karya tulis orang lain, maka saya
bersedia menerima sanksi sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

Semarang, September 2013

Listyaningrum Kusuma W.
NIM. 7450407052

iv
MOTTO DAN PERSEMBAHAN

Motto
Jatuh bangun itu biasa, berusahalah hingga keberhasilan kamu dapatkan.
Karena jika kamu memutuskan untuk berhenti, tak akan ada hasil yang
kamu dapat dan sia-sialah perjuanganmu itu. (penulis)
Berpikirlah positif atas segala rencana Tuhan untuk kita, dengan begitu
akan lebih meringankan langkah kita. Yakinlah, bahwa Tuhan lebih tau
apa yang kita butuhkan, dan apa yang terbaik untuk kita. (penulis)

Persembahan:
Dengan mengucap rasa syukur kepada Allah
SWT, atas segala karunia-Nya skripsi ini
kupersembahkan kepada:
Ayah, Ibuku tercinta dan adikku tersayang
yang senantiasa memberikan doa, cinta,
kasih sayang, dan perhatian yang sungguh
luar biasa serta tak kenal lelah dalam
memberikan dukungannya baik moral,
spiritual dan material.
Dosen dan Almamaterku

v
PRAKATA

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah

melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan

skripsi dengan judul “Pengaruh Pengangguran, Pengeluaran Pemerintah dan

Jumlah Penduduk Terhadap Kemiskinan Kab/Kota di Jawa Tengah Tahun 2006-

2010”.

Skripsi ini disusun untuk menyelesaikan Studi Strata 1 (satu) guna meraih

gelar Sarjana Ekonomi. Penulis menyampaikan rasa terima kasih atas segala

bantuan dan dukungan yang telah diberikan kepada:

1. Prof. Dr. Fathur Rokhman, M.Hum, Rektor Universitas Negeri Semarang

yang telah memberikan kesempatan kepada penulis menuntut ilmu di

Universitas Negeri Semarang.

2. Dr. S. Martono, M.Si, Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Negeri Semarang

yang dengan kebijaksanaanya memberikan kesempatan kepada penulis

sehingga dapat menyelesaikan skripsi dan studi dengan baik.

3. Dr. Hj. Sucihatiningsih DWP, M.Si, Ketua Jurusan Ekonomi Pembangunan

Fakultas Ekonomi yang telah memberikan ijin kepada penulis untuk

menyusun skripsi.

4. Dr. ST. Sunarto, M.S, Dosen pembimbing I yang telah memberikan

bimbingan, arahan, dan saran kepada penulis selama penyusunan skripsi ini.

5. Prasetyo Ari Bowo, S.E, M.Si, Dosen pembimbing II yang telah memberikan

bimbingan, dukungan, motivasi, arahan, dan saran kepada penulis selama

penyusunan skripsi ini.

vi
6. Dr. Hj. Sucihatiningsih DWP, M.Si, Dosen penguji utama yang telah menguji

dan mengarahkan sampai terselesaikannya skripsi ini.

7. Dosen dan karyawan Jurusan Ekonomi Pembangunan Universitas Negeri

Semarang yang telah membantu dan memperlancar dalam penyelesaian skripsi

ini.

8. Staf dan karyawan BPS Jawa Tengah yang telah membantu dalam penyediaan

data penelitian sehingga skripsi ini dapat terselesaikan.

9. Nuas, seorang pria yang selalu ada dan senantiasa mendukungku penuh dalam

proses penyelesaian skripsi ini.

10. Saudara dan sahabat-sahabatku Copi, Ana, Na2, Upe, Inu, Crist, Yokki, Kak

Dik, Icit, Bewok, dan Dwi yang selalu memberi semangat, dan motivasi dalam

penyusunan skripsi ini. Semoga persahabatan kita selalu terjaga dengan baik.

11. Rekan-rekan mahasiswa Ekonomi Pembangunan angkatan 2007 yang sama-

sama berjuang untuk dapat segera menyelesaikan skripsi.

12. Semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan skripsi ini yang tidak

dapat disebutkan satu persatu.

Akhir kata, semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi para pembaca dan semua

pihak yang telah membantu.

Semarang, September 2013

Penyusun

vii
SARI

Wardani, Listyaningrum Kusuma. 2013. Pengaruh Pengangguran,


Pengeluaran Pemerintah dan Jumlah Penduduk terhadap Kemiskinan Kab/Kota
di Jawa Tengah Tahun 2006-2010. Skripsi. Jurusan Ekonomi Pembangunan.
Fakultas Ekonomi. Universitas Negeri Semarang. Pembimbing I. Dr. ST. Sunarto,
M.S. II. Prasetyo Ari Bowo, S.E, M.Si.

Kata kunci: Kemiskinan, Pengangguran, Pengeluaran Pemerintah, Jumlah


Penduduk.

Kemiskinan merupakan permasalahan yang kompleks. Tingkat


kemiskinan di Jawa Tengah sendiri pada tahun 2006-2010 mengalami penurunan.
Tetapi, tingkat kemiskinannya tertinggi dibanding lima Provinsi lainnya di pulau
Jawa. Permasalahan dalam penelitian ini adalah apakah ada pengaruh
pengangguran, pengeluaran pemerintah dan jumlah penduduk terhadap
kemiskinan Kab/Kota di Jawa Tengah Tahun 2006-2010 baik secara parsial
maupun simultan.
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh Kab/Kota di Jawa Tengah
Variabel dalam penelitian ini yaitu pengangguran (X1), pengeluaran pemerintah
(X2), jumlah penduduk (X3) dan kemiskinan (Y). Metode pengumpulan data
dalam penelitian ini menggunakan metode dokumentasi. Jenis data yang
digunakan adalah data panel yaitu gabungan data time series yang berupa data
tahun 2006-2010 dan data cross section yang menggunakan 35 Kab/Kota di Jawa
Tengah. Penelitian ini menggunakan alat analisis regresi berganda data panel
dengan metode GLS serta model Fixed Effect sedangkan untuk menganalisis
pengaruh variabel independen terhadap variabel dependennya digunakan alat
analisis koefisien determinasi dan pengujian secara parsial menggunakan uji t-
statistik dan pengujian secara simultan menggunakan uji F-statistik. Selain itu,
juga dilakukan uji asumsi klasik dimana semua pengujian di atas menggunakan
perhitungan program Eviews 7.0.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara parsial pengangguran
berpengaruh positif dan signifikan terhadap kemiskinan. Pengeluaran pemerintah
negatif dan signifikan terhadap kemiskinan. Sedangkan jumlah penduduk tidak
berpengaruh signifikan terhadap kemiskinan. Pengangguran, pengeluaran
pemerintah, dan jumlah penduduk berpengaruh secara simultan terhadap
kemiskinan.
Berdasarkan hasil penelitian tersebut, saran yang berkaitan dengan hasil
penelitian ini adalah upaya mengurangi tingkat kemiskinan, pemerintah
hendaknya dapat mengurangi pengangguran terbuka, meningkatkan pengeluaran
pemerintah yang pro-poor, dan mengendalikan jumlah penduduk.

viii
DAFTAR ISI

Halaman.
HALAMAN JUDUL..................................................................................... i
PERSETUJUAN PEMBIMBING ................................................................. ii
PENGESAHAN KELULUSAN ................................................................... iii
PERNYATAAN ............................................................................................ iv
MOTTO DAN PERSEMBAHAN ................................................................ v
PRAKATA .................................................................................................... vi
SARI.............................................................................................................. viii
DAFTAR ISI ................................................................................................. ix
DAFTAR TABEL ......................................................................................... xii
DAFTAR GRAFIK ....................................................................................... xiv
DAFTAR GAMBAR .................................................................................... xv
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................. xvi
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................ 1
1.1 Latar Belakang Maslah ............................................................... 1
1.2 Perumusan Masalah .................................................................... 10
1.3 Tujuan Penelitian ........................................................................ 12
1.4 Kegunaan Penelitian.................................................................... 13
1.4.1 Manfaat Teoritis ....................................................................... 13
1.4.2 Manfaat Praktis ........................................................................ 13
BAB II TELAAH TEORI........................................................................... 15
2.1 Kemiskinan ................................................................................. 15
2.1.1 Penyebab Kemiskinan .............................................................. 17
2.1.2 Kriteria Kemiskinan ................................................................. 18
2.1.3 Teori Lingkaran Kemiskinan ................................................... 20
2.2 Pengangguran .............................................................................. 20
2.2.1. Dampak Pengangguran ........................................................... 22
2.2.2. Hubungan Pengangguran terhadap Kemiskinan ..................... 23
2.3 Pengeluaran Pemerintah .............................................................. 23

ix
2.4 Jumlah Penduduk ........................................................................ 27
2.5 Penelitian Terdahulu ................................................................... 29
2.6 Kerangka Pemikiran Teoritis dan Pengembangan Hipotesis ...... 33
BAB III METODE PENELITIAN ........................................................... . 36
3.1 Jenis Penelitian dan Desain Penelitian ........................................ 36
3.2 Populasi Penelitian ...................................................................... 36
3.3 Variabel Penelitian yang Dirumuskan Secara Operasional ........ 36
3.4 Teknik Pengumpulan Data ......................................................... 38
3.5 Teknik Pengolahan dan Analisis Data ...................................... 38
3.5.1 Analisis Data Panel ................................................................ 38
3.5.2 Model Regresi Data Panel ....................................................... 41
3.5.2.1 Uji Statistik ......................................................................... 42
3.5.2.2 Uji Asumsi Klasik ............................................................... 43
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN........................... 47
4.1 Hasil Penelitian ............................................................................. 47
4.1.1 Kemiskinan di Jawa Tengah ................................................... 47
4.1.2 Pengangguran di Jawa Tengah ................................................ 57
4.1.3 Pengeluaran Pemerintah di Jawa Tengah ................................ 66
4.1.4 Jumlah Penduduk di Jawa Tengah .......................................... 74
4.1.5 Analisis Regresi....................................................................... 82
4.1.6 Teknik Pemilihan Model ......................................................... 82
4.1.6.1 Uji Likelihood ..................................................................... 83
4.1.6.2 Uji Hausman ....................................................................... 83
4.1.7 Pengujian Model ..................................................................... 83
4.1.7.1 Uji Statistik ......................................................................... 83
4.1.7.2 Uji Asumsi Klasik ............................................................... 86
4.1.8 Hasil Estimasi Regresi Menggunakan Fixed Effect Model ..... 88
4.2 Pembahasan ................................................................................. 90
4.2.1 Pengaruh Pengangguran terhadap Kemiskinan ....................... 92
4.2.2 Pengaruh Pengeluaran Pemerintah terhadap Kemiskinan ....... 93

x
4.2.3 Pengaruh Jumlah Penduduk terhadap Kemiskinan ................. 94
4.2.4 Pengaruh Pengangguran, Pengeluaran Pemerintah, dan
Jumlah Penduduk terhadap Kemiskinan .................................. 95
BAB V PENUTUP ....................................................................................... 96
5.1 Kesimpulan .................................................................................... 96
5.2 Saran ............................................................................................... 97
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................. 99
LAMPIRAN ................................................................................................. 103

xi
DAFTAR TABEL

Tabel Halaman.
1.1 Tingkat Kemiskinan Enam Provinsi di Pulau Jawa Tahun 2006-
2010 (persen) ......................................................................................... 4
3.1 Pengambilan Keputusan Ada Tidaknya Autokorelasi........................... 45
4.1 Tingkat Kemiskinan Kab/Kota di Jawa Tengah Tahun 2006-2010 ...... 48
4.2 Kab/Kota dengan Tingkat Kemiskinan di atas Tingkat
Kemiskinan Jawa Tengah Tahun 2006-2010 ........................................ 54
4.3 Kab/Kota dengan Tingkat Kemiskinan di bawah Tingkat
Kemiskinan Jawa Tengah Tahun 2006-2010 ........................................ 55
4.4 Kab/Kota dengan Tingkat Kemiskinan di atas dan di bawah Rata-
rata Tingkat Kemiskinan Kab/Kota di Jawa Tengah Tahun 2006-
2010 ....................................................................................................... 56
4.5 Pengangguran Terbuka Kab/Kota di Jawa Tengah Tahun 2006-
2010 ....................................................................................................... 58
4.6 Kab/Kota dengan Jumlah Pengangguran Terbuka di bawah Rata-
rata Jumlah Pengangguran Terbuka Kab/Kota di Jawa Tengah
Tahun 2006-2010 .................................................................................. 63
4.7 Kab/Kota dengan Jumlah Pengangguran Terbuka di atas Rata-
rata Jumlah Pengangguran Terbuka Kab/Kota di Jawa Tengah
Tahun 2006-2010 .................................................................................. 64
4.8 Kab/Kota dengan Jumlah Pengangguran Terbuka di atas dan di
bawah Rata-rata Jumlah Pengangguran Terbuka Kab/Kota di
Jawa Tengah Tahun 2006-2010 ............................................................ 65
4.9 Realisasi Pengeluaran Pemerintah Kab/Kota di Jawa Tengah
Tahun 2006-2010 .................................................................................. 67
4.10 Kab/Kota dengan Pengeluaran Pemerintah di bawah Rata-rata
Pengeluaran Pemerintah Kab/Kota di Jawa Tengah Tahun 2006-
2010 ....................................................................................................... 71

xii
4.11 Kab/Kota dengan Pengeluaran Pemerintah di atas Rata-rata
Pengeluaran Pemerintah Kab/Kota di Jawa Tengah Tahun 2006-
2010 ....................................................................................................... 72
4.12 Kab/Kota dengan Realisasi Pengeluaran Pemerintah di atas dan
di bawah Rata-rata Realisasi Pengeluaran Pemerintah Kab/Kota
di Jawa Tengah Tahun 2006-2010 ........................................................ 74
4.13 Jumlah Penduduk Kab/Kota di Jawa Tengah Tahun 2006-2010 .......... 75
4.14 Kab/Kota dengan Jumlah Penduduk di bawah Rata-rata Jumlah
Penduduk Kab/Kota di Jawa Tengah Tahun 2006-2010 ....................... 80
4.15 Kab/Kota dengan Jumlah Penduduk di atas Rata-rata Jumlah
Penduduk Kab/Kota di Jawa Tengah Tahun 2006-2010 ....................... 81
4.16 Kab/Kota dengan Jumlah Penduduk di atas dan di bawah Rata-
rata Jumlah Penduduk Kab/Kota di Jawa Tengah Tahun 2006-
2010 ....................................................................................................... 82
4.17 Uji t ........................................................................................................ 84
4.18 Perbandingan Regresi Auxiliary Regression dengan
Regresi Utama Fixed Effect ................................................................... 87
4.19 Hasil Estimasi Regresi menggunakan Fixed Effect Model ................... 89

xiii
DAFTAR GRAFIK

Grafik Halaman
1.1 Tingkat Kemiskinan di Jawa Tengah Tahun 2006-2010 ...................... 3
1.2 Jumlah Pengangguran Terbuka di Jawa Tengah Tahun 2006-2010 ..... 5
1.3 Realisasi Pengeluaran Pemerintah di Jawa Tengah Tahun 2006-
2010 ....................................................................................................... 7
1.4 Jumlah Penduduk di Jawa Tengah Tahun 2006-2010........................... 10
4.1 Rata-rata Tingkat Kemiskinan Tiap Kab/Kota di Jawa Tengah
Tahun 2006-2010 .................................................................................. 51
4.2 Rata-rata Jumlah Pengangguran Terbuka Tiap Kab/Kota di Jawa
Tengah Tahun 2006-2010 ..................................................................... 61
4.3 Rata-rata Realisasi Pengeluaran Pemerintah Tiap Kab/Kota di
Jawa Tengah Tahun 2006-2010 ............................................................ 69
4.4 Rata- rata Jumlah Penduduk Tiap Kab/Kota di Jawa Tengah
Tahun 2006-2010 .................................................................................. 78

xiv
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
2.1 Kerangka Berfikir Penelitian................................................................. 34
4.1 Hasil Uji Durbin-Watson ...................................................................... 88

xv
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman
1 Grafik Tingkat Kemiskinan Kab/Kota di Jawa Tengah Tahun
2006-2010 (persen) ............................................................................... 103
2 Grafik Jumlah Pengangguran Terbuka Kab/Kota di Jawa Tengah
Tahun 2006-2010 (jiwa)........................................................................ 104
3 Grafik Realisasi Pengeluaran Pemerintah Kab/Kota di Jawa
Tengah Tahun 2006-2010 (ribuan rupiah) ............................................ 105
4 Grafik Jumlah Penduduk Kab/Kota di Jawa Tengah Tahun 2006-
2010 (jiwa) ............................................................................................ 106
5 Tabel Tingkat Kemiskinan Kab/Kota di Jawa Tengah Tahun
2006-2010 (persen) ............................................................................... 107
6 Tabel Jumlah Pengangguran Terbuka Kab/Kota di Jawa Tengah
Tahun 2006-2010 (jiwa)........................................................................ 108
7 Tabel Realisasi Pengeluaran Pemerintah Kab/Kota di Jawa
Tengah Tahun 2006-2010 (ribuan rupiah) ............................................ 109
8 Tabel Jumlah Penduduk Kab/Kota di Jawa Tengah Tahun 2006-
2010 (jiwa) ............................................................................................ 110
9 Tabel Jumlah Pengangguran Terbuka Kab/Kota di Jawa Tengah
Tahun 2006-2010 (ln) ........................................................................... 111
10 Tabel Realisasi Pengeluaran Pemerintah Kab/Kota di Jawa
Tengah Tahun 2006-2010 (ln) .............................................................. 112
11 Rata-rata Jumlah Pengangguran Terbuka, Realisasi Pengeluaran
Pemerintah dan Jumlah Penduduk Kab/Kota di Jawa Tengah
Tahun 2006-2010 .................................................................................. 113
12 Data Siap Olah Menggunakan E-Views ............................................... 114
13 Common Effect Model .......................................................................... 118
14 Fixed Effect Model ............................................................................... 119
15 Random Effect Model ........................................................................... 120
16 Uji Likelihood ....................................................................................... 121

xvi
17 Uji Hausman ......................................................................................... 122
18 Uji Multikolinieritas .............................................................................. 123

xvii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Kemiskinan merupakan masalah yang dihadapi oleh semua negara.

Terlebih untuk negara sedang berkembang, salah satunya Indonesia. Kemiskinan

menjadi fenomena tersendiri sepanjang sejarah Indonesia. Berdasarkan data

Badan Pusat Statistik, tingkat kemiskinan di Indonesia yang awalnya begitu tinggi

yaitu sekitar 40% pada tahun 1976, telah berhasil mengalami penurunan menjadi

sekitar 11 persen pada tahun 1996. Pada tahun 1998 tingkat kemiskinan tercatat

sebesar 24,2% yang utamanya disebabkan oleh meroketnya harga-harga

komoditas baik makanan maupun non-makanan. Sejalan dengan menurunnya

kembali harga-harga kebutuhan makanan dan non-makanan tingkat kemiskinan

juga kembali turun menjadi sekitar 19% pada tahun 2000.

Kemiskinan memang persoalan yang kompleks, karena tidak hanya

berkaitandengan masalah rendahnya tingkat pendapatan dan konsumsi. Tetapi,

berkaitan pula dengan rendahnya tingkat pendidikan, kesehatan serta

ketidakberdayaannya untuk berpartisipasi dalam pembangunan serta berbagai

masalah yang berkenaan dengan pembangunan manusia. Dimensi-dimensi

kemiskinan tersebut termanifestasikan dalam bentuk kekurangan gizi, air,

perumahan yang sehat, perawatan kesehatan yang kurang baik, dan tingkat

pendidikan yang rendah (Wijayanti Wahono, 2005).

1
2

Kemiskinan telah membuat jutaan anak-anak tidak bisa mengenyam

pendidikan yang berkualitas, kesulitan membiayai kesehatan, kurangnya tabungan

dan tidak adanya investasi, kurangnya akses ke pelayanan publik, kurangnya

lapangan pekerjaan, kurangnya jaminan sosial dan perlindungan terhadap

keluarga, menguatnya arus urbanisasi, dan yang lebih parahnya lagi kemiskinan

menyebabkan jutaan rakyat memenuhi kebutuhan pangan dan sandang secara

terbatas.

Kemiskinan juga telah membatasi hak rakyat untuk (1) Memperoleh

pekerjaan yang layak bagi kemanusiaan; (2) Hak rakyat untuk memperoleh

perlindungan hukum; (3) Hak rakyat untuk memperoleh rasa aman; (4) Hak

rakyat untuk memperoleh akses atas kebutuhan hidup (sandang, pangan, dan

papan) yang terjangkau; (5) Hak rakyat untuk memperoleh akses atas kebutuhan

pendidikan; (6) Hak rakyat untuk memperoleh akses atas kebutuhan kesehatan;

(7) Hak rakyat untuk memperoleh keadilan; (8) Hak rakyat untuk berpartisipasi

dalam pengambilan keputusan publik dan pemerintahan; (9) Hak rakyat untuk

berinovasi; (10) Hak rakyat untuk menjalankan spiritual dengan Tuhannya; dan

(11) Hak rakyat untuk berpartisipasi dalam menata dan mengelola pemerintahan

dengan baik (Sahdan, 2005).

Menurut Bank Dunia dalam Wijayanto (2010), salah satu sebab

kemiskinan yaitu karena kurangnya pendapatan dan aset untuk memenuhi

kebutuhan dasar, seperti: makanan, pakaian, perumahan, tingkat kesehatan dan

pendidikan yang dapat diterima. Kemiskinan bisa juga berkaitan dengan

keterbatasan lapangan pekerjaan dan biasanya mereka yang dikategorikan miskin


3

tidak memiliki pekerjaan, serta tingkat pendidikan dan kesehatan mereka pada

umumnya tidak memadai. Mengatasi masalah kemiskinan tidak dapat dilakukan

secara terpisah dari masalah-masalah pengangguran, pendidikan, kesehatan dan

masalah-masalah lain yang secara eksplisit berkaitan erat dengan masalah

kemiskinan. Dengan kata lain, pendekatannya dilakukan lintas sektor, lintas

pelaku secara terpadu dan terkoordinasi dan terintegrasi.

Di Indonesia sendiri, menurut data Statistics Indonesia tingkat kemiskinan

pada periode tahun 2006-2010 terlihat mengalami penurunan tetapi masih

cenderung tinggi karena berada di atas sepuluh persen. Pada tahun 2006 tingkat

kemiskinan Indonesia mencapai 17,75 persen. Pada tahun-tahun berikutnya secara

berturut-turut terus mengalami penurunan yaitu sebesar 16,85 persen di tahun

2007, kemudian menjadi 15,42 persen pada tahun 2008. Pada tahun 2009 dan

2010 tingkat kemiskinan Indonesia masing-masing adalah sebesar 14,15 persen

dan 13,33 persen. Selama kurun waktu yang sama, di Jawa Tengah tingkat

kemiskinan juga mengalami kecenderungan menurun. Hal ini terlihat dari grafik

1.1 di bawah ini:

Grafik 1.1
Tingkat Kemiskinan di Jawa Tengah Tahun 2006-2010

30 22.19 20.43
19.23 17.72
16.56
20

10

0
2006 2007 2008 2009 2010

Persentase Penduduk Miskin

Sumber: BPS, Jateng dalam Angka tahun 2007-2011 (data diolah)


4

Meskipun mempunyai kecenderungan menurun namun dalam kurun waktu

tersebut tingkat kemiskinan di Jawa Tengah masih tertinggi dibandingkan dengan

Provinsi lain di pulau Jawa. Hal ini dapat dilihat dari tabel 1.1 sebagai berikut:

Tabel 1.1
Tingkat Kemiskinan Enam Provinsi di Pulau Jawa
Tahun 2006-2010 (persen)

Provinsi
2006 2007 2008 2009 2010 Rata-rata
di Pulau Jawa
DKI Jakarta 4,57 4,61 4,29 3,26 3,48 4,04
Jawa Barat 14,49 13,55 13,01 11,96 11,27 12,86
Jawa Tengah 22,19 20,43 19,23 17,72 16,56 19,23
DIY 19,15 18,99 18,32 17,23 16,83 18,10
Jawa Timur 21,09 19,98 18,51 16,68 15,26 18,30
Banten 9,79 9,07 8,15 7,64 7,16 8,36
Sumber: Statistics Indonesia (data diolah)

Pada tabel 1.1 terlihat bahwa keberhasilan Provinsi Jawa Tengah dalam

menanggulangi kemiskinan belum berhasil sepenuhnya. Hal ini dapat dilihat dari

rata-rata tingkat kemiskinan di Jawa Tengah tergolong tertinggi di antara lima

Provinsi lainnya di Pulau Jawa. Rata-rata tingkat kemiskinan di Jawa Tengah

dalam kurun waktu tersebut sebesar 19,23 persen. Peringkat kedua ditempati oleh

Provinsi Jawa Timur, dilanjutkan Provinsi DIY yang menempati peringkat ketiga

dengan rata-rata tingkat kemiskinan sebesar 18,10 persen. Peringkat keempat

ditempati oleh Provinsi Jawa Barat dengan rata-rata tingkat kemiskinan mencapai

12,86 persen. Peringkat kelima ditempati oleh Provinsi Banten dengan rata-rata

tingkat kemiskinan 8,36 persen dan terakhir ditempati oleh Provinsi DKI Jakarta

dengan rata-rata tingkat kemiskinan sebesar 4,04 persen.

Pengangguran merupakan salah satu faktor yang berpengaruh terhadap

kemiskinan. Salah satu unsur yang menentukan kemakmuran suatu masyarakat


5

adalah tingkat pendapatan. Pendapatan masyarakat mencapai maksimum apabila

kondisi tingkat penggunaan tenaga kerja penuh (full employment) dapat terwujud.

Pengangguran akan menimbulkan efek mengurangi pendapatan masyarakat, dan

hal tersebut akan mengurangi tingkat kemakmuran yang telah tercapai. Semakin

turunnya tingkat kemakmuran akan menimbulkan masalah lain yaitu kemiskinan

(Sukirno, 2010).

Angkatan kerja yang tumbuh cepat tentu akan menambah beban tersendiri

bagi perekonomian yakni penciptaan atau perluasan lapangan kerja. Jika

lowongan kerja baru tidak mampu menampung semua angkatan kerja baru maka

sebagian angkatan kerja baru itu akan memperpanjang barisan penganggur yang

sudah ada (Dumairy, 1996). Jumlah pengangguran terbuka di Jawa Tengah dari

tahun 2006-2010 terlihat fluktuatif. Pada kurun waktu tersebut, terlihat bahwa

jumlah pengangguran terbuka masih lebih dari satu juta jiwa. Untuk lebih jelasnya

dapat dilihat pada grafik 1.2 berikut ini:

Grafik 1.2
Jumlah Pengangguran Terbuka di Jawa Tengah Tahun 2006-2010 (jiwa)

Jumlah Pengangguran Terbuka


1,600,000
1,400,000
1,200,000
1,000,000
800,000 Jumlah Pengangguran
600,000 Terbuka
400,000
200,000
0
2006 2007 2008 2009 2010

Sumber: BPS, Jateng dalam Angka tahun 2006-2011 (data diolah)


6

Jumlah pengangguran terbuka di Jawa Tengah pada kurun waktu 2006-

2010 cenderung fluktuatif. Jumlah pengangguran terbuka pada tahun 2006 hingga

2007, mengalami kenaikan yang signifikan. Akan tetapi, tidak demikian pada

tahun berikutnya yaitu pada tahun 2007 tercatat sebesar 1.360.219 jiwa, kemudian

mengalami penurunan sebesar 132.911 jiwa tahun 2008. Pada tahun 2009 jumlah

pengangguran terbuka di Jawa Tengah kembali mengalami kenaikan, akan tetapi

di tahun 2010 berhasil terjadi penurunan.

Upaya menurunkan tingkat pengangguran dan menurunkan tingkat

kemiskinan adalah sama pentingnya. Secara teori, jika masyarakat tidak

menganggur berarti mempunyai pekerjaan dan penghasilan, dan dengan

penghasilan yang dimiliki dari bekerja diharapkan dapat memenuhi kebutuhan

hidup. Jika kebutuhan hidup terpenuhi, maka tidak akan miskin. Sehingga

dikatakan dengan tingkat pengangguran rendah (kesempatan kerja tinggi) maka

tingkat kemiskinan juga rendah (Yacoub, 2012).

Senada dengan penelitian yang dilakukan oleh Adit Agus Prastyo

menemukan bahwa pengangguran berpengaruh terhadap tingkat kemiskinan.

Persoalan kemiskinan memang menjadi salah satu target kebijakan

pembangunan di setiap negara. Untuk mengatasi kemiskinan diperlukan berbagai

upaya pembangunan dan kebijakan yang mendukung pelaksanaan pembangunan

tersebut. Usaha yang telah dilakukan tersebut dapat dilihat dalam bentuk

peningkatan pengeluaran pemerintah.

Kebijakan pemerintah daerah dalam menjalankan Anggaran Pendapatan

dan Belanja Daerah (APBD) khususnya belanja modal merupakan bentuk kerja
7

nyata dan keberhasilan pemerintah daerah dalam memberikan pelayanan publik

kepada masyarakat. Oleh karena itu, belanja modal disalurkan dalam berbagai

sektor pembangunan diantaranya pembangunan dan perbaikan sektor pendidikan,

kesehatan, transportasi, sehingga masyarakat juga menikmati manfaat dari

pembangunan daerah dengan tujuan akhirnya untuk meningkatan taraf hidup dan

kesejahteraan masyarakat.

Sama halnya, penelitian yang dilakukan oleh Ari Mulianta Ginting dan

Rasbin menemukan bahwa pengeluaran pemerintah berpengaruh terhadap tingkat

kemiskinan.

Berikut ini adalah perkembangan realisasi pengeluaran pemerintah di Jawa

Tengah tahun 2006-2010 terlihat dari grafik 1.3 berikut:

Grafik 1.3
Realisasi Pengeluaran Pemerintah di Jawa Tengah
Tahun 2006-2010 (ribuan rupiah)

Realisasi Pengeluaran Pemerintah


40,000,000,000
30,000,000,000
20,000,000,000
10,000,000,000
0
2006 2007 2008 2009 2010

Realisasi Pengeluaran Pemerintah

Sumber: BPS, Statistik Keuangan Pemerintah Kab/Kota berbagai edisi (data diolah)

Pada grafik 1.3 terlihat bahwa dari tahun 2006-2010 perkembangan

realisasi pengeluaran pemerintah di Jawa Tengah mengalami peningkatan dari

tahun ke tahun. Meskipun tingkat kemiskinan mengalami penurunan tetapi masih

tergolong tinggi karena masih berada di atas 10 persen. Kondisi ini memberikan
8

indikasi bahwa sebagian besar anggaran pemerintah belum mampu menyelesaikan

masalah kemiskinan.

Pada umumnya perkembangan penduduk di negara sedang berkembang

sangat tinggi dan besar jumlahnya. Jumlah penduduk yang besar apabila diikuti

dengan kualitas yang memadai dari segi pendidikan, kesehatan, nilai moral dan

etika dan lain sebagainya merupakan modal pembangunan yang handal bagi suatu

negara, namun sebaliknya apabila kualitasnya rendah justru akan menjadi beban

pembangunan sehingga akan menjadi penghambat pembangunan. Masalah

pertumbuhan penduduk tidak hanya sekedar masalah jumlah, masalah penduduk

juga menyangkut kepentingan pembangunan serta kesejahteraan penduduk secara

keseluruhan.

Pada umumnya penduduk dipandang sebagai penghambat pembangunan.

Keberadaannya apalagi dalam jumlah besar dan dengan pertumbuhan yang tinggi,

dinilai hanya menambah beban pembangunan. Jumlah penduduk yang besar akan

memperkecil pendapatan perkapita dan menimbulkan masalah ketenagakerjaan.

Pada literatur modern penduduk justru dipandang sebagai pemacu pembangunan.

Berlangsungnya kegiatan produksi adalah berkat adanya orang yang membeli dan

mengkonsumsi barang-barang yang dihasilkan. Konsumsi dari penduduk ini yang

menimbulkan permintaan agregat. Peningkatan konsumsi agregat memungkinkan

usaha-usaha berkembang, begitu pula perekonomian secara keseluruhan

(Dumairy, 1996).

Penduduk sebagai pemacu pembangunan karena populasi yang lebih besar

sebenarnya adalah pasar potensial yang menjadi sumber permintaan akan berbagai
9

macam barang dan jasa yang kemudian akan menggerakkan berbagai macam

kegiatan ekonomi sehingga menciptakan skala ekonomi dalam produksi yang

akan menguntungkan semua pihak, menurunkan biaya produksi dan menciptakan

sumber pasokan atau penawaran tenaga kerja murah dalam jumlah yang memadai

sehingga pada gilirannya akan merangsang output atau produksi agregat yang

lebih tinggi. Pada akhirnya diharapkan dapat meningkatkan kesejahteraan

masyarakat, yang berarti tingkat kemiskinan akan turun (Todaro, 2006).

Tekanan masalah kependudukan atas pembangunan sesungguhnya tidak

terlalu berhubungan dengan aspek jumlah, melainkan lebih terkait dengan

variabel-variabel lain kependudukan. Variabel-variabel tersebut antara lain:

sebaran, komposisi, kepadatan dan pertumbuhan penduduk dan ada juga

karakteristik penduduk yang bersangkutan seperti tingkat pendapatan, kesehatan

dan kemiskinan (Dumairy, 1996).

Di Jawa Tengah jumlah penduduknya mencapai 32.382.657 jiwa di tahun

2010. Angka tersebut masih lebih tinggi dibandingkan jumlah penduduk Jawa

Tengah pada tahun 2006 yang mencapai 32.177.730 jiwa. Berikut ini adalah

perkembangan jumlah penduduk di Jawa Tengah tahun 2006-2010:


10

Grafik 1.4
Jumlah Penduduk di Jawa Tengah Tahun 2006-2010 (jiwa)

Jumlah Penduduk
33,000,000
32,800,000
32,600,000
32,400,000
Jumlah Penduduk
32,200,000
32,000,000
31,800,000
2006 2007 2008 2009 2010

Sumber : BPS, Jateng dalam Angka tahun 2006-2011 (data diolah)

Pada grafik 1.4 terlihat bahwa dari tahun 2006-2010 jumlah penduduk di

Jawa Tengah mengalami peningkatan dari 32.177.730 jiwa di tahun 2006 menjadi

32.864.563 jiwa pada tahun 2009. Pada tahun 2010 jumlah penduduk di Jawa

Tengah mengalami penurunan sehingga menjadi 32.382.657 jiwa.

Untuk mengetahui seberapa besar pengaruh pengangguran, pengeluaran

pemerintah, dan jumlah penduduk terhadap kemiskinan maka peneliti tertarik

menganalisis masalah ini. Oleh karena itu, peneliti melakukan penelitian ilmiah

dengan judul “Pengaruh Pengangguran, Pengeluaran Pemerintah, dan

Jumlah Penduduk Terhadap Kemiskinan Kab/Kota di Jawa Tengah Tahun

2006-2010”.

1.2. Perumusan Masalah

Tingkat kemiskinan di Jawa Tengah dari tahun 2006-2010 cenderung

menurun. Walaupun demikian, rata-rata tingkat kemiskinan di Jawa Tengah

tergolong tertinggi di antara lima Provinsi lainnya di Pulau Jawa. Berdasarkan

data dari Statistic Indonesia, Rata-rata tingkat kemiskinan di Jawa Tengah dalam
11

kurun waktu tersebut sebesar 19,23 persen. Peringkat kedua ditempati oleh

Provinsi Jawa Timur, dilanjutkan Provinsi DIY yang menempati peringkat ketiga

dengan rata-rata tingkat kemiskinan sebesar 18,10 persen. Peringkat keempat

ditempati oleh Provinsi Jawa Barat dengan rata-rata tingkat kemiskinan mencapai

12,86 persen. Peringkat kelima ditempati oleh Provinsi Banten dengan rata-rata

tingkat kemiskinan 8,36 persen, dan terakhir ditempati oleh Provinsi DKI Jakarta

dengan rata-rata tingkat kemiskinan sebesar 4,04 persen.

Kemiskinan berkaitan dengan keterbatasan lapangan pekerjaan dan

biasanya mereka yang dikategorikan miskin tidak memiliki pekerjaan

(pengangguran). Berdasarkan data BPS Jawa Tengah, jumlah pengangguran

terbuka di Jawa Tengah kurun waktu 2006-2010 cenderung fluktuatif. Pada tahun

2006 hingga 2007 jumlah pengangguran terbuka mengalami kenaikan. Namun

tidak demikian halnya pada tahun berikutnya yaitu dari tahun 2007 ke tahun 2008

mengalami penurunan sebesar 132.911 jiwa sedangkan pada tahun 2009 kembali

mengalami kenaikan. Kemudian mengalami penurunan kembali di tahun 2010.

Berbeda dengan jumlah pengangguran terbuka, perkembangan realisasi

pengeluaran pemerintah di Jawa Tengah cenderung mengalami peningkatan pada

kurun waktu tersebut. Menurut data dari BPS Jawa Tengah, jumlah penduduk di

Jawa Tengah dalam kurun waktu 2006-2010 mengalami peningkatan dari

32.177.730 jiwa di tahun 2006 menjadi 32.864.563 jiwa pada tahun 2009. Pada

tahun 2010 jumlah penduduk di Jawa Tengah mengalami penurunan menjadi

32.382.657 jiwa.
12

Berdasarkan uraian di atas, maka rumusan masalah penelitian ini adalah:

1. Bagaimana karakteristik kemiskinan, pengangguran, pengeluaran

pemerintah, dan jumlah penduduk Kab/Kota di Jawa Tengah Tahun 2006-

2010?

2. Apakah ada pengaruh pengangguran terhadap kemiskinan Kab/Kota di

Jawa Tengah tahun 2006-2010?

3. Apakah ada pengaruh pengeluaran pemerintah terhadap kemiskinan

Kab/Kota di Jawa Tengah tahun 2006-2010?

4. Apakah ada pengaruh jumlah penduduk terhadap kemiskinan Kab/Kota di

Jawa Tengah tahun 2006-2010?

5. Seberapa besar pengaruh pengangguran, pengeluaran pemerintah dan

jumlah penduduk terhadap kemiskinan Kab/Kota di Jawa Tengah tahun

2006-2010 secara simultan?

1.3. Tujuan Penelitian

Penulisan skripsi ini mempunyai tujuan yaitu :

1. Untuk mengetahui karakteristik kemiskinan, pengangguran, pengeluaran

pemerintah, dan jumlah penduduk Kab/Kota di Jawa Tengah Tahun 2006-

2010?

2. Untuk mengetahui pengaruh pengangguran terhadap kemiskinan Kab/Kota

di Jawa Tengah tahun 2006-2010.

3. Untuk mengetahui pengaruh pengeluaran pemerintah terhadap kemiskinan

Kab/Kota di Jawa Tengah tahun 2006-2010.


13

4. Untuk mengetahui pengaruh jumlah penduduk terhadap kemiskinan

Kab/Kota di Jawa Tengah tahun 2006-2010.

5. Untuk mengetahui pengaruh pengangguran, pengeluaran pemerintah, dan

jumlah penduduk terhadap kemiskinan Kab/Kota di Jawa Tengah tahun

2006-2010 secara simultan.

1.4. Kegunaan Penelitian

Penelitian ini diharapkan mempunyai manfaat antara lain sebagai berikut:

1.4.1 Manfaat Teoritis :

1. Untuk menambah pengetahuan bagi peneliti maupun pembaca tentang

bagaimana perkembangan dan karakteristik kemiskinan Kab/Kota di Jawa

Tengah tahun 2006-2010.

2. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan dalam

mengembangkan ilmu pengetahuan terutama mengenai bagaimana

pengaruh pengangguran, pengeluaran pemerintah, dan jumlah penduduk

terhadap kemiskinan Kab/Kota di Jawa Tengah tahun 2006-2010 secara

parsial dan simultan.

1.4.2 Manfaat Praktis :

1. Sebagai tambahan referensi bagi peneliti sendiri untuk memperoleh

gambaran karakteristik pengangguran, pengeluaran pemerintah, jumlah

penduduk, dan kemiskinan di Jawa Tengah tahun 2010 serta melihat

pengaruh masing-masing variabel independen terhadap variabel dependen

dalam penelitian ini.


14

2. Sebagai tambahan referensi bagi pemerintahan yang terkait seperti

Kementerian Sosial, Kementerian Koordinator Kesejahteraan Rakyat,

memahami faktor-faktor yang mempengaruhi kemiskinan sehingga dapat

diketahui faktor-faktor yang perlu mendapat perhatian lebih untuk

mengatasi masalah kemiskinan.


BAB II

TELAAH TEORI

2.1. Kemiskinan

Menurut World Bank dalam Kumalasari (2011), mendefinisikan

kemiskinan sebagai kekurangan dalam kesejahteraan, dan terdiri dari banyak

dimensi. Ini termasuk berpenghasilan rendah dan ketidakmampuan untuk

mendapatkan barang dasar dan layanan yang diperlukan untuk bertahan hidup

dengan martabat. Kemiskinan juga meliputi rendahnya tingkat kesehatan dan

pendidikan, akses masyarakat miskin terhadap air bersih dan sanitasi, keamanan

fisik yang tidak memadai, kurangnya suara, dan kapasitas memadai serta

kesempatan untuk hidup yang lebih baik itu.

Kemiskinan menurut BPS menggunakan konsep kemampuan memenuhi

kebutuhan dasar (basic needs approach) dalam mengukur kemiskinan.

Pendekatan ini dihitung menggunakan Headcount Index, yaitu persentase

penduduk miskin terhadap total penduduk. Jadi, dalam pendekatan ini kemiskinan

dipandang sebagai ketidakmampuan dari sisi ekonomi untuk memenuhi

kebutuhan dasar makanan dan bukan makanan yang diukur dari sisi pengeluaran.

Menurut Levitan dalam Badruddin (2009), mengemukakan kemiskinan

adalah kekurangan barang-barang dan pelayanan-pelayanan yang dibutuhkan

untuk mencapai suatu standar hidup yang layak. Selain Levitan, menurut

Friedman yang juga dalam Badruddin (2009), mengemukakan bahwa kemiskinan

adalah ketidaksamaan kesempatan untuk memformulasikan basis kekuasaan

15
16

sosial, yang meliputi: asset (tanah, perumahan, peralatan, kesehatan), sumber

keuangan (pendapatan dan kredit yang memadai), organisasi sosial politik yang

dapat dimanfaatkan untuk mencapai kepentingan bersama, jaringan sosial untuk

memperoleh pekerjaan, barang atau jasa, pengetahuan dan keterampilan yang

memadai, dan informasi yang berguna.

Menurut BPS dalam Ben Hasan (2011), secara konseptual kemiskinan

dibedakan menjadi 2 macam, yaitu:

1. Kemiskinan relatif adalah kondisi miskin karena pengaruh kebijakan

pembangunan yang belum mampu menjangkau seluruh lapisan masyarakat

sehingga menyebabkan ketimpangan pendapatan.

2. Kemiskinan absolut, yaitu kemiskinan karena ketidakmampuannya untuk

mencukupi kebutuhan pokok minimum seperti pangan, sandang,

kesehatan, perumahan dan pendidikan yang diperlukan untuk bisa hidup

dan bekerja.

Hidup dalam kemiskinan bukan hanya hidup dalam kekurangan uang dan

tingkat pendapatan rendah, tetapi juga banyak hal lain, seperti: tingkat kesehatan,

pendidikan rendah, perlakuan tidak adil dalam hukum, kerentanan terhadap

ancaman tindak kriminal, ketidakberdayaan dalam menentukan jalan hidupnya

sendiri. Kemiskinan dibagi dalam empat bentuk, yaitu:

1. Kemiskinan absolut, kondisi dimana seseorang apabila pendapatannya

dibawah garis kemiskinan atau tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan

pangan, sandang, papan, kesehatan, perumahan, dan pendidikan yang

dibutuhkan untuk bisa hidup dan bekerja.


17

2. Kemiskinan relatif, kondisi miskin karena pengaruh kebijakan

pembangunan yang belum menjangkau seluruh masyarakat, sehingga

menyebabkan ketimpangan pada pendapatan.

3. Kemiskinan kultural, mengacu pada persoalan sikap seseorang atau

masyarakat yang disebabkan oleh faktor budaya, seperti tidak mau

berusaha memperbaiki tingkat kehidupan, malas, pemboros, tidak kreatif

meskipun ada bantuan dari pihak luar.

4. Kemiskinan struktural, situasi miskin yang disebabkan oleh rendahnya

akses terhadap sumber daya yang terjadi dalam suatu sistem sosial budaya

dan sosial politik yang tidak mendukung pembebasan kemiskinan, tetapi

seringkali menyebabkan suburnya kemiskinan.

Kemiskinan juga dapat dibedakan menjadi dua jenis yaitu:

a. Kemiskinan alamiah, berkaitan dengan kelangkaan sumber daya alam dan

prasarana umum, serta keadaan tanah yang tandus.

b. Kemiskinan buatan, lebih banyak diakibatkan oleh sistem modernisasi atau

pembangunan yang membuat masyarakat tidak mendapat menguasai

sumber daya, sarana, dan fasilitas ekonomi yang ada secara merata

(Suryawati, 2005).

2.1.1 Penyebab Kemiskinan

Menurut Sharp dalam Kuncoro (1997), terdapat tiga faktor penyebab

kemiskinan jika dipandang dari sisi ekonomi. Pertama, kemiskinan muncul karena

adanya ketidaksamaan pola kepemilikan sumber daya yang menimbulkan

distribusi pendapatan yang timpang. Penduduk miskin hanya memiliki sumber


18

daya yang terbatas dan kualitasnya rendah. Kedua, kemiskinan muncul akibat

perbedaan dalam kualitas sumber daya manusia. Kualitas sumber daya manusia

yang rendah berarti produktifitasnya rendah, yang pada gilirannya upahnya

rendah. Rendahnya kualitas sumber daya manusia ini karena rendahnya

pendidikan, nasib yang kurang beruntung, adanya diskriminasi. Ketiga,

kemiskinan muncul karena perbedaan akses dalam modal.

Menurut Nasikun dalam Suryawati (2005), salah satu sumber dan proses

penyebab terjadinya kemiskinan, yaitu: population growth, prespektif yang

didasari oleh teori Malthus bahwa pertambahan penduduk seperti deret ukur

sedangkan pertambahan pangan seperti deret hitung. Seperti halnya dalam

Mustika (2011), tesis yang paling mendasar dari Malthus adalah bahwa “jumlah

penduduk cendrung meningkat lebih cepat dari persediaan bahan makanan”.

Berdasarkan tesis tersebut dapat disimpulkan bahwa penduduk tumbuh bagaikan

deret ukur dan persediaan bahan makanan berdasar deret hitung. Akibatnya

sumber daya bumi tidak mampu mengimbangi kebutuhan manusia yang terus

bertambah dengan cepat. Hal itulah yang menimbulkan kemiskinan.

2.1.2 Kriteria kemiskinan

BPS telah menetapkan 14 (empat belas) kriteria keluarga miskin, seperti

yang telah disosialisasikan oleh Departemen Komunikasi dan Informatika (2005),

rumah tangga yang memiliki ciri rumah tangga miskin, yaitu:

1. Luas lantai bangunan tempat tinggal kurang dari 8 m2 per orang.

2. Jenis lantai bangunan tempat tinggal terbuat dari tanah/bambu/kayu

berkualitas rendah atau murahan.


19

3. Jenis dinding tempat tinggal terbuat dari bambu/rumbia, kayu berkualitas

rendah, tembok tanpa diplester.

4. Tidak memiliki fasilitas buang air besar/bersama-sama dengan rumah

tangga lain.

5. Sumber penerangan rumah tangga tidak menggunakan listrik.

6. Sumber air minum berasal dari sumur/mata air tidak terlindung/sungai/air

hujan.

7. Bahan bakar untuk memasak sehari-hari adalah kayu bakar/arang/minyak

tanah.

8. Hanya mengkonsumsi daging/susu/ayam satu kali dalam seminggu.

9. Hanya membeli satu stel pakaian baru dalam setahun.

10. Hanya sanggup makan sebanyak satu/dua kali dalam sehari.

11. Tidak sanggup membayar biaya pengobatan di dokter atau

puskesmas/poliklinik.

12. Sumber penghasilan kepala rumah tangga adalah: petani dengan luas lahan

0,5 ha, buruh tani, nelayan, buruh bangunan, buruh perkebunan, atau

pekerjaan lainnya dengan pendapatan di bawah Rp. 600.000 per bulan.

13. Pendidikan tertinggi kepala kepala rumah tangga: tidak sekolah/tidak

tamat SD/hanya SD.

14. Tidak memiliki tabungan/barang yang mudah dijual dengan nilai Rp.

500.000, seperti: sepeda motor (kredit/non kredit), emas, ternak, kapal

motor, atau barang modal lainnya.


20

2.1.3 Teori Lingkaran Kemiskinan

Penyebab kemiskinan bermuara pada teori lingkaran kemiskinan dari

Nurkse. Lingkaran kemiskinan adalah suatu rangkaian kekuatan yang saling

mempengaruhi suatu keadaaan dimana suatu negara akan tetap miskin dan akan

banyak mengalami kesukaran untuk mencapai tingkat pembangunan yang lebih

baik. Adanya keterbelakangan dan ketertinggalan sumber daya manusia (yang

tercermin oleh tingkat pendidikan yang rendah), ketidaksempurnaan pasar, dan

kurangnya modal menyebabkan rendahnya produktifitas. Rendahnya produktifitas

mengakibatkan rendahnya pendapatan yang mereka terima. Rendahnya

pendapatan akan berimplikasi pada rendahnya tabungan dan investasi. Rendahnya

investasi berakibat pada rendahnya akumulasi modal sehingga proses penciptaan

lapangan kerja rendah (tercemin oleh tingginya jumlah pengangguran).

Rendahnya akumulasi modal disebabkan oleh keterbelakangan dan seterusnya

(Kuncoro, 1997).

2.2. Pengangguran

Pengangguran dalam standar pengertian yang sudah ditentukan secara

internasional yaitu seseorang yang sudah digolongkan dalam angkatan kerja yang

secara aktif sedang mencari pekerjaan pada suatu tingkat upah tertentu, tetapi

tidak dapat memperoleh pekerjaan yang diinginkannya. Menurut Sukirno (2010),

pengangguran biasanya dibedakan atas empat jenis berdasarkan keadaan yang

menyebabkannya, antara lain:


21

1. Pengangguran friksional, yaitu para penganggur ini tidak ada pekerjaan

bukan karena tidak dapat memperoleh kerja tetapi karena sedang mencari

kerja lain yang lebih baik.

2. Pengangguran siklikal, yaitu penganguran yang melebihi pengangguran

alamiah. Pada umumnya pengangguran ini terjadi sebagai akibat

pengurangan dalam permintaan agregat. Penurunan permintaaan agregat

mengakibatkan perusahaan mengurangi jumlah pekerja atau gulung tikar.

3. Pengangguran struktural, yaitu pengangguran yang disebabkan oleh

adanya perubahan struktur kegiatan ekonomi.

4. Pengangguran teknologi, yaitu pengangguran yang ditimbulkan oleh

adanya penggantian tenaga manusia dengan mesin-mesin dan bahan kimia.

Sedangkan bentuk-bentuk pengangguran berdasarkan cirinya dapat

digolongkan sebagai berikut (Sukirno, 2010):

1. Pengangguran terbuka (open unemployment), adalah mereka yang mampu

dan seringkali sangat ingin bekerja tetapi tidak tersedia pekerjaan yang

cocok untuk mereka.

2. Pengangguran tersembunyi adalah jumlah pekerja dalam suatu kegiatan

ekonomi lebih banyak dari yang sebenarnya diperlukan supaya ia dapat

menjalankan kegiatannya dengan efisien. Kelebihan tenaga kerja yang

digunakan digolongkan dalam pengangguran tersembunyi.

3. Pengangguran bermusim adalah keadaan pengangguran pada masa-masa

tertentu dalam satu tahun. Penganguran ini biasanya terjadi di sektor


22

pertanian dan perikanan. Petani akan mengganggur saat menunggu masa

tanam dan saat jeda antara musim tanam dan musim panen.

4. Setengah menganggur adalah pekerja-pekerja yang mempunyai masa kerja

seperti mungkin hanya bekerja satu hingga dua hari seminggu atau satu

hingga empat jam sehari, jam kerja yang jauh lebih rendah dari yang

normal.

2.2.1 Dampak Pengangguran

Pengangguran yang terjadi di dalam suatu perekonomian dapat memiliki

dampak atau akibat buruk baik terhadap perekonomian maupun individu dan

masyarakat. Salah satu dampak buruk pengangguran terhadap perekonomian yaitu

pengangguran menyebabkan masyarakat tidak dapat memaksimumkan

kesejahteraan yang mungkin dicapainya. Sedangkan salah satu dampak

pengangguran terhadap individu dan masyarakat yaitu pengangguran dapat

menyebabkan kehilangan mata percaharian dan pendapatan. Di negara-negara

maju, para penganggur memperoleh tunjangan (bantuan keuangan) dari badan

asuransi pengangguran. Oleh sebab itu, mereka masih mempunyai pendapatan

untuk membiayai kehidupannya dan keluarganya. Mereka tidak perlu bergantung

kepada tabungan mereka atau bantuan orang lain. Di negara-negara sedang

berkembang tidak terdapat asuransi pengangguran dan karenanya kehidupan

penganggur harus dibiayai oleh tabungan masa lalu atau pinjaman/bantuan

keluarga dan teman-teman (Nanga, 2001).


23

2.2.2 Hubungan Pengangguran terhadap Kemiskinan

Menurut Sukirno (2010), salah satu faktor penting yang menentukan

kemakmuran suatu masyarakat adalah tingkat pendapatannya. Pendapatan

masyarakat mencapai maksimum apabila tingkat penggunaan tenaga kerja penuh

dapat diwujudkan. Pengangguran mengurangi pendapatan masyarakat, hal ini

yang dapat mengurangi tingkat kemakmuran yang mereka capai.

Ditinjau dari sudut individu, pengangguran menimbulkan berbagai masalah

ekonomi dan sosial kepada yang mengalaminya. Ketiadaan pendapatan

menyebabkan para penganggur harus mengurangi pengeluaran konsumsinya.

Apabila pengangguran di suatu negara adalah sangat buruk, kekacauan politik dan

sosial selalu berlaku dan menimbulkan efek yang buruk kepada kesejahteraan

masyarakat dan prospek pembangunan ekonomi dalam jangka panjang. Semakin

turunnya kesejahteraan masyarakat karena menganggur tentunya akan

meningkatkan peluang mereka terjebak dalam kemiskinan karena tidak memiliki

pendapatan.

2.3. Pengeluaran Pemerintah

Pemerintah menggunakan anggaran belanja untuk merencanakan dan

mengontrol keadaan fisiknya. Anggaran belanja menunjukkan rencana

pengeluaran dan program-program pemerintah dan penghasilan yang diharapkan

dari sistem pajak selama tahun yang ditentukan. Anggaran belanja biasanya

mengandung daftar program-program spesifik (pendidikan, kesejahteraan,

pertahanan, dll) dan juga sumber-sumber pajak (pajak pendapatan, pribadi, pajak

asuransi sosial, dll). Anggaran belanja pemerintah memiliki dua fungsi ekonomi
24

utama yaitu sebagai sebuah alat yang dapat digunakan pemerintah untuk mengatur

prioritas nasional, mengalokasikan output nasional di antara konsumsi umum,

pribadi dan investasi.

Penyediaan berbagai macam barang dan jasa konsumsi publik yang

dibiayai oleh pajak bagi kelompok penduduk yang paling miskin, merupakan

instrumen lain yang cukup berpotensi untuk mengentaskan kemiskinan. Sebagai

contoh: pengadaan proyek-proyek perbaikan fasilitas-fasilitas kesehatan publik di

daerah – daerah pedesaan serta pinggiran dan pusat pemukiman kumuh di kota-

kota, pembangunan tangki-tangki air bersih, serta pengadaan listrik di daerah-

daerah terpencil (Todaro, 2006).

Jumlah pengeluaran pemerintah yang akan dilakukan dalam suatu periode

tertentu tergantung banyak faktor antara lain: proyeksi jumlah pajak yang akan

diterima, tujuan-tujuan ekonomi yang ingin dicapai, serta pertimbangan politik

dan keamanan sehingga dapat disimpulkan bahwa pengeluaran pemerintah pada

suatu periode tertentu dan perubahannya dari satu periode ke periode lainnya tidak

didasarkan pada tingkat pendapatan nasional dan pertumbuhan pendapatan

nasional.

Pada hakekatnya pengeluaran pemerintah daerah menyangkut dua hal

yaitu:

1. Pengeluaran rutin, yaitu pembiayaan untuk pemeliharaan atau

penyelenggaraan pemerintah sehari-hari. Misalnya: untuk belanja pegawai,

belanja barang, belanja pemeliharaan, belanja perjalanan dinas, belanja


25

lain-lain, angsuran pinjaman/hutang dan bunga, bantuan keuangan,

pengeluaran tidak termasuk bagian lain, dan pengeluaran tidak disangka.

2. Pengeluaran pembangunan, yaitu pembiayaan untuk pembangunan daerah

sebagai kegiatan pemerintahan dalam meningkatkan kesejahteraan

masyarakat seperti pembangunan dalam sektor pertanian, industri,

perhubungan, pariwisata dan sektor-sektor lain.

Adanya perubahan tentang struktur pengeluaran pemerintah daerah

(Kepmendagri Nomor 29 Tahun 2002) dijelaskan sebagai berikut:

1. Belanja aparatur daerah adalah belanja administrasi umum, belanja operasi

dan pemeliharaan, serta belanja modal yang dialokasikan untuk membiayai

kegiatan yang hasil, manfaat dan dampaknya tidak secara langsung dapat

dinikmati masyarakat (publik).

2. Belanja pelayanan publik adalah belanja administrasi umum, belanja

operasi dan pemeliharaan, serta belanja modal yang dialokasikan untuk

membiayai kegiatan yang hasil, manfaat dan dampaknya secara langsung

dapat dinikmati masyarakat (publik).

Sturktur pengeluaran pemerintah daerah Kepmendagri Nomor 29 Tahun

2002 kemudian mengalami perubahan kembali menjadi Permendagri Nomor 13

Tahun 2006 yang dapat diterangkan sebagai berikut :

1. Belanja tidak langsung adalah belanja yang dianggarkan tidak terkait

secara langsung dengan pelaksanaan program, seperti: belanja pegawai

berupa gaji dan tunjangan yang telah ditetapkan Undang-Undang, belanja

bunga, belanja subsidi, belanja hibah, belanja bantuan sosial, belanja bagi
26

hasil kepada Provinsi atau Kabupaten/Kota dan Pemerintah Desa, belanja

bantuan keuangan dan belanja tidak terduga.

2. Belanja langsung adalah belanja yang dianggarkan terkait secara langsung

dengan pelaksanaan program, seperti: belanja pegawai, belanja barang dan

jasa, serta belanja modal untuk melaksanakan program dan kegiatan

pemerintah daerah dan telah dianggarkan oleh pemerintah daerah.

Adapun hubungan pengeluaran pemerintah terhadap kemiskinan yaitu:

Peran pemerintah dalam pengentasan kemiskinan sangat dibutuhkan,

sesuai dengan peranan pemerintah yaitu alokasi, distribusi dan stabilisasi.

Peranan tersebut merupakan syarat yang harus dipenuhi jika tujuan pembangunan

yaitu pengentasan kemiskinan ingin terselesaikan. Anggaran yang dikeluarkan

untuk pengentasan kemiskinan menjadi stimulus dalam menurunkan angka

kemiskinan dan beberapa persoalan pembangunan yang lain.

Jumlah pengeluaran pemerintah yang akan dilakukan dalam suatu periode

tertentu tergantung banyak faktor. Salah satunya adalah jumlah pajak yang akan

diterima. Pajak yang diterima pemerintah akan digunakan untuk membiayai

berbagai kegiatan pemerintah. Sebagian dari pengeluaran pemerintah adalah untuk

membiayai administrasi pemerintahan dan sebagian untuk membiayai kegiatan-

kegiatan pembangunan. Perbelanjaan-perbelanjaan tersebut akan meningkatkan

pengeluaran agregat dan mempertinggi tingkat kegiatan ekonomi suatu negara

(Sukirno, 2010).

Menurut World Bank dalam laporan Era Baru dalam Pengentasan

Kemiskinan di Indonesia (2006), bahwa di samping pertumbuhan ekonomi dan


27

layanan sosial, dengan menentukan sasaran pengeluaran untuk rakyat miskin,

pemerintah dapat membantu mereka dalam menghadapi kemiskinan (baik dari

segi pendapatan maupun non-pendapatan) dengan beberapa hal. Pertama,

pengeluaran pemerintah dapat digunakan untuk membantu mereka yang rentan

terhadap kemiskinan dari segi pendapatan melalui suatu sistem perlindungan

sosial modern yang meningkatkan kemampuan mereka sendiri untuk menghadapi

ketidakpastian ekonomi. Kedua, pengeluaran pemerintah dapat digunakan untuk

memperbaiki indikator-indikator pembangunan manusia, sehingga dapat

mengatasi kemiskinan dari aspek non-pendapatan.

2.4. Jumlah Penduduk

Jumlah penduduk dalam pembangunan ekonomi suatu daerah merupakan

permasalahan mendasar. Oleh karena itu, pertumbuhan penduduk yang tidak

terkendali dapat mengakibatkan tidak tercapainya tujuan pembangunan ekonomi

yaitu kesejahteraan rakyat serta menekan angka kemiskinan.

Meskipun terdapat pertentangan mengenai konsekuensi positif dan negatif

yang ditimbulkan oleh tingginya laju pertumbuhan penduduk, namun selama

beberapa dekade mulai muncul gagasan baru. Gagasan tersebut dikemukakan oleh

Robert Cassen dalam Todaro (2006) adalah sebagai berikut:

a) Persoalan kependudukan tidak semata-mata menyangkut jumlah akan tetapi

juga meliputi kualitas hidup dan kesejahteraan materiil.

b) Pertumbuhan penduduk yang cepat memang mendorong timbulnya masalah

keterbelakangan dan membuat prospek pembangunan menjadi semakin jauh.

Laju pertumbuhan penduduk yang terlampau cepat meskipun memang bukan


28

merupakan penyebab utama dari keterbelakangan, harus disadari bahwa hal

tersebut merupakan salah satu faktor penting penyebab keterbelakangan di

banyak negara.

c) Pertumbuhan penduduk secara cepat menimbulkan berbagai konsekuensi

ekonomi yang merugikan dan hal itu merupakan masalah yang utama harus

dihadapi negara-negara Dunia Ketiga. Mereka kemudian mengatakan bahwa

laju pertumbuhan penduduk yang terlalu cepat mendorong timbulnya

berbagai macam masalah ekonomi, sosial dan psikologis yang

melatarbelakangi kondisi keterbelakangan yang menjerat negara-negara

berkembang.

Pertumbuhan penduduk juga menghalangi prospek tercapainya kehidupan

yang lebih baik karena mengurangi tabungan rumah tangga dan juga negara.

Disamping itu, jumlah penduduk yang terlampau besar akan menguras kas

pemerintah yang sudah sangat terbatas untuk menyediakan berbagai pelayanan

kesehatan, ekonomi dan sosial bagi generasi baru. Melonjaknya beban

pembiayaan atas anggaran pemerintah tersebut jelas akan mengurangi

kemungkinan dan kemampuan pemerintah untuk meningkatkan taraf hidup

generasi dan mendorong terjadinya transfer kemiskinan kepada generasi

mendatang yang berasal dari keluarga berpenghasilan menengah ke bawah.

(Todaro, 2006).

Adapun hubungan jumlah penduduk terhadap kemiskinan yaitu:

Pertumbuhan penduduk yang tinggi akan menyebabkan kebutuhan

konsumsi lebih banyak dari pada kebutuhan untuk investasi. Sumber daya yang
29

ada hanya dialokasikan lebih banyak ke pertumbuhan tenaga kerja yang tinggi

dari pada disumbangkan untuk meningkatkan capital kepada setiap tenaga kerja.

Selanjutnya ini akan menyebabkan penyerapan tenaga kerja yang lambat di

sektor-sektor yang modern dan peningkatan pengangguran. Dampak berikutnya

adalah pertumbuhan penduduk yang tinggi akan menyebabkan rasio

ketergantungan (dependency ratio) juga tinggi, yang akan mengurangi tingkat

tabungan masyarakat.

Menurut Nelson dan Leibenstein dalam bukunya “Theory of Low Level

Equilibrium Trap in Underdeveloped Economies”, menganalisis mengenai

pengaruh langsung dari perkembangan penduduk terhadap perkembangan tingkat

kesejahteraan. Menurut pendapat mereka bahwa perkembangan penduduk yang

pesat di negara-negara berkembang menyebabkan tingkat kesejahteraan

masyarakat tidak mengalami tingkat pertambahan yang berarti dan dalam jangka

panjang mungkin menurun serta meningkatkan jumlah penduduk miskin.

2.5. Penelitian Terdahulu

Adapun beberapa penelitian tentang kemiskinan yang telah dilakukan oleh

sejumlah peneliti dengan daerah dan periode waktu yang berbeda pula, antara

lain:

1. Penelitian yang dilakukan oleh Adit Agus Prastyo (2010) yang berjudul

“Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Tingkat Kemiskinan (Studi

Kasus 35 Kabupaten/Kota Tahun 2003-2007”. Penelitian ini bertujuan

untuk menganalisis pengaruh pertumbuhan ekonomi, upah minimum

Kab/Kota, pendidikan, dan tingkat pengangguran terhadap tingkat


30

kemiskinan di Jawa Tengah dari tahun 2003 hingga tahun 2007. Metode

yang digunakan dalam penelitian ini adalah panel data dengan pendekatan

efek tetap (fixed effect model), dan menggunakan jenis data sekunder.

Penggunaan dummy wilayah dalam penelitian ini adalah untuk melihat

variasi tingkat kemiskinan di 35 Kab/Kota di Jawa Tengah. Sedangkan

hasil dari penelitian ini adalah bahwa variabel pertumbuhan ekonomi, upah

minimum Kab/Kota, pendidikan, dan tingkat pengangguran berpengaruh

signifikan terhadap variabel tingkat kemiskinan.

2. Penelitian yang dilakukan oleh Ririn Yuni Astuti (2012) yang berjudul

“Analisis Pengaruh PDRB, Pendidikan, dan Pengangguran terhadap

Kemiskinan di Jawa Tengah tahun 2006-2009”. Penelitian ini bertujuan

untuk menganalisis pengaruh PDRB, pendidikan, dan pengangguran

terhadap kemiskinan di Jawa Tengah dari tahun 2006 hingga tahun 2009.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah panel data dan

menggunakan jenis data sekunder. Sedangkan, hasil dari penelitian ini

adalah bahwa variabel pendidikan berpengaruh negatif dan signifikan,

sedangkan PDRB serta pengangguran tidak berpengaruh signifikan

terhadap kemiskinan.

3. Penelitian yang dilakukan oleh Candra Mustika yang berjudul “Pengaruh

PDB dan Jumlah Penduduk terhadap kemiskinan di Indonesia periode

1990-2008” yang dimuat pada jurnal paradigma ekonomika tahun 2011.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perkembangan penduduk,

pertumbuhan ekonomi serta jumlah penduduk miskin di Indonesia kurun


31

waktu 1990-2008. Dalam penelitian ini, metode analisis kuantitatif yang

digunakan adalah analisis Regresi Linier Berganda. Hasil penelitian

tersebut menunjukkan bahwa pertumbuhan penduduk di Indonesia selama

periode 1990 sampai 2008 terus mengalami peningkatan dengan laju

pertumbuhan tertinggi terjadi pada tahun 1995 sebesar 8,57 persen dan

terendah pada tahun 2005 sebesar 0,47 persen. Sedangkan, jumlah

penduduk miskin cenderung berfluktuasi dan berdasarkan indeks

keparahan ternyata wilayah pedesaan cenderung mengalami tingkat

kemiskinan yang lebih parah dari perkotaan. Hasil regresi menunjukkan

bahwa variabel PDB dan variabel jumlah penduduk berpengaruh

signifikan terhadap tingkat kemiskinan.

4. Penelitian yang dilakukan oleh Haryani (2009) yang berjudul “Pengaruh

Pertumbuhan Ekonomi, Belanja Daerah, dan Jumlah Penduduk terhadap

Kemiskinan (Studi Kasus Kab/Kota di Provinsi Jawa Tengah tahun

2007)”. Tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan variabel

penelitian serta menganalisis pengaruh pertumbuhan ekonomi, belanja

modal, jumlah penduduk terhadap kemiskinan Kab/Kota di Provinsi Jawa

Tengah tahun 2007. Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini

adalah analisis deskriptif, dilakukan dengan metode numerik/angka dalam

mendeskripsikan data dan analisis regresi untuk mengetahui pengaruh

pertumbuhan ekonomi, belanja daerah dan jumlah penduduk terhadap

kemiskinan. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa pertumbuhan

ekonomi berpengaruh negatif terhadap kemiskinan, belanja daerah


32

berpengaruh negatif terhadap kemiskinan serta jumlah penduduk

berpengaruh positif dan signifikan terhadap kemiskinan.

5. Penelitian yang dilakukan oleh Adam Sebastian (2009) yang berjudul

“Beberapa Faktor Ekonomi yang Mempengaruhi Kemiskinan di Kota

Surabaya”. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh

pendapatan perkapita, tabungan perkapita, kesempatan kerja, pengeluaran

pemerintah terhadap kemiskinan di Kota Surabaya. Metode yang

digunakan dalam penelitian ini adalah regresi linear berganda dengan

menggunakan alat bantu komputer program Statistic Program For Social

science (SPSS) versi 13.0. Sedangkan, hasil dari penelitian ini adalah

bahwa variabel pendapatan perkapita secara parsial berpengaruh signifikan

terhadap kemiskinan, sedangkan tabungan perkapita, kesempatan kerja,

pengeluaran pemerintah secara parsial tidak berpengaruh signifikan

terhadap kemiskinan.

6. Penelitian yang dilakukan oleh Masniari Dalimunthe (2008) yang berjudul

“Analisis Pengaruh Pengeluaran Pemerintah Pada Sektor Pendidikan dan

Kesehatan terhadap Penduduk Miskin di Sumatera Utara”. Penelitian ini

bertujuan untuk menganalisa pengaruh dari pengeluaran pemerintah pada

sektor pendidikan dan kesehatan, investasi PMDN dan kondisi

perekonomian terhadap jumlah penduduk miskin di Sumatera Utara.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah regresi linier berganda

dengan memakai metode Ordinary Least Square (OLS). Sedangkan, hasil


33

dari penelitian ini adalah bahwa secara parsial seluruh variabel independen

signifikan (α=1%) terhadap jumlah penduduk miskin.

2.6 Kerangka Pemikiran Teoritis dan Pengembangan Hipotesis

Menurut Bank Dunia salah satu sebab kemiskinan adalah karena

kurangnya pendapatan dan aset untuk memenuhi kebutuhan dasar seperti

makanan, pakaian, perumahan dan tingkat kesehatan dan pendidikan yang dapat

diterima. Kemiskinan bisa juga berkaitan dengan keterbatasan lapangan pekerjaan

dan biasanya mereka yang dikategorikan miskin tidak memiliki pekerjaan

(pengangguran), serta tingkat pendidikan dan kesehatan mereka pada umumnya

tidak memadai. Mengatasi masalah kemiskinan tidak dapat dilakukan secara

terpisah dari masalah-masalah pengangguran, pendidikan, kesehatan dan masalah-

masalah lain yang secara eksplisit berkaitan erat dengan masalah kemiskinan.

Pengangguran akan menimbulkan berbagai masalah ekonomi dan sosial

kepada yang mengalaminya. Kondisi menganggur menyebabkan seseorang tidak

memiliki pendapatan, akibatnya kesejahteraan yang telah dicapai akan semakin

merosot. Semakin turunnya kesejahteraan masyarakat karena menganggur

tentunya akan meningkatkan peluang terjebak dalam kemiskinan.

Peran pemerintah dalam pengentasan kemiskinan sangat dibutuhkan,

sesuai dengan peranan pemerintah yaitu alokasi, distribusi dan stabilisasi.

Peranan tersebut merupakan syarat yang harus dipenuhi jika tujuan pembangunan

yaitu pengentasan kemiskinan ingin terselesaikan. Anggaran yang dikeluarkan

untuk pengentasan kemiskinan menjadi stimulus dalam menurunkan angka

kemiskinan dan beberapa persoalan pembangunan yang lain.


34

Peningkatan jumlah penduduk, memiliki konsekuensi logis terhadap

penyediaan fasilitas dasar (pendidikan, kesehatan, kebutuhan pangan, dan

perumahan) dan juga lapangan pekerjaan. Apabila hal tersebut tidak dapat

dipenuhi, pertambahan jumlah penduduk tersebut akan mengakibatkan

bertambahnya jumlah penduduk miskin. Jika pendapatan dan faktor yang lain

diasumsikan tetap, maka peningkatan jumlah anggota keluarga akan mengurangi

kemampuan penduduk untuk memenuhi kebutuhan pokoknya. Dengan demikian

akan meningkatkan peluang penduduk menjadi miskin.

Berdasarkan latar belakang permasalahan serta tinjauan pustaka di atas,

maka dapat disusun kerangka berpikir sebagai berikut:

Pengangguran (X1)

H1
H2
Pengeluaran Kemiskinan (Y)
Pemerintah (X2)

H3
Jumlah penduduk
(X3) H4

Gambar 2.1 Kerangka Berpikir Penelitian

Menurut Suharsimi (2006) hipotesis dapat diartikan sebagai suatu jawaban

yang bersifat sementara terhadap permasalahan penelitian, sampai terbukti melalui

data yang terkumpul. Maka, dalam penelitian ini dikemukakan hipotesis sebagai

berikut:
35

1. Ada pengaruh pengangguran terhadap kemiskinan Kab/Kota di Jawa

Tengah tahun 2006-2010.

2. Ada pengaruh pengeluaran pemerintah terhadap kemiskinan Kab/Kota di

Jawa Tengah tahun 2006-2010.

3. Ada pengaruh jumlah penduduk terhadap kemiskinan Kab/Kota di Jawa

Tengah tahun 2006-2010.

4. Ada pengaruh pengangguran, pengeluaran pemerintah, jumlah penduduk

terhadap kemiskinan di Jawa Tengah tahun 2006-2010.


BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Jenis dan Desain Penelitian

Data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data sekunder yang

bersumber pada laporan Badan Pusat Statistik (BPS Jawa Tengah) khususnya data

tahun 2006 sampai dengan tahun 2010. Data utama yang diperlukan adalah semua

variabel yang diteliti meliputi kemiskinan, pengangguran, pengeluaran

pemerintah, dan jumlah penduduk. Jenis data yang digunakan adalah data panel

yaitu gabungan time series dan cross section. Data time series dari tahun 2006-

2010. Sedangkan data cross section menggunakan 35 Kab/Kota di Jawa Tengah.

3.2. Populasi Penelitian

Populasi merupakan keseluruhan subjek penelitian. Apabila seseorang

ingin meneliti semua elemen yang ada dalam wilayah penelitian, maka

penelitiannya merupakan penelitian populasi. Studi atau penelitiannya juga

disebut studi populasi atau studi sensus (Suharsimi, 2002). Populasi yang diambil

dalam penelitian ini adalah Kab/Kota di Jawa Tengah yang meliputi 35 Kab/Kota.

Dalam penelitian ini menggunakan seluruh obyek penelitian yang diambil dari

populasi yang meliputi 35 Kab/Kota di Jawa Tengah.

3.3. Variabel Penelitian yang Dirumuskan Secara Operasional

Variabel penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah

kemiskinan sebagai variabel terikat (dependent variable) sedangkan variabel

bebasnya (independent variable) adalah pengangguran, pengeluaran pemerintah

36
37

dan jumlah penduduk. Adapun definisi operasional variabel yang digunakan

dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1) Kemiskinan dapat dilihat melalui penduduk yang secara ekonomi tidak

mampu memenuhi kebutuhan makanan setara 2100 kalori dan kebutuhan

non makanan yang mendasar. Penelitian ini menggunakan persentase

penduduk miskin yang berada di bawah garis kemiskinan di Provinsi Jawa

Tengah. Data kemiskinan yang digunakan adalah persentase penduduk

miskin menurut Kabupaten/Kota di Jawa Tengah tahun 2006-2010.

Variabel ini memiliki satuan persen.

2) Pengangguran terbuka adalah mereka yang mampu dan seringkali sangat

ingin bekerja tetapi tidak tersedia pekerjaan yang cocok untuk mereka.

Data pengangguran terbuka yang digunakan adalah jumlah pengangguran

terbuka menurut Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Tengah tahun 2006-

2010. Variabel ini memiliki satuan jiwa.

3) Pengeluaran pemerintah adalah suatu tindakan pemerintah untuk mengatur

jalannya perekonomian dengan cara menentukan besarnya pengeluaran

atau belanja pemerintah tiap tahunnya yang tercermin dalam dokumen

APBN untuk nasional dan APBD untuk daerah/regional. Data yang

digunakan realisasi pengeluaran pemerintah yang dipublikasikan oleh BPS

Jawa Tengah. Variabel ini memiliki satuan ribuan rupiah.

4) Jumlah penduduk Jawa Tengah adalah semua orang yang berdomisili di

wilayah geografis Jawa Tengah selama enam bulan atau lebih dan atau

mereka yang berdomisili kurang dari enam bulan tetapi bertujuan untuk
38

menetap. Data yang digunakan jumlah penduduk menurut Kab/Kota di

Provinsi Jawa Tengah tahun 2006-2010. Variabel ini memiliki satuan jiwa.

3.4. Teknik Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data yang digunakan untuk memperoleh data dalam

penelitian ini adalah metode dokumentasi. Menurut Suharsimi (2002), metode

dokumentasi merupakan suatu cara untuk memperoleh data informasi mengenai

berbagai hal yang ada kaitannya dengan penelitian dengan jalan melihat kembali

laporan-laporan tertulis, baik berupa angka ataupun keterangan. Selain data-data

laporan tertulis untuk kepentingan penelitian ini juga digali berbagai data,

informasi dan referensi dari berbagai sumber pustaka, media massa dan internet.

3.5 Teknik Pengolahan dan Analisis Data

3.5.1 Analisis Data Panel

Menurut Gujarati (2004), data panel (pooled data) atau yang disebut juga

data longitudinal merupakan gabungan antara data cross section dan data time

series. Data cross section adalah data yang dikumpulkan dalam satu waktu

terhadap banyak individu, sedangkan data time series merupakan data yang

dikumpulkan dari waktu ke waktu terhadap suatu individu.

Analisis data menggunakan regresi data panel mempunyai beberapa

keuntungan, yaitu:

1. Data panel merupakan gabungan dua data yaitu time series dan cross

section sehingga mampu menyediakan data yang lebih banyak sehingga

menghasilkan degree of freedom yang lebih besar.


39

2. Menggabungkan informasi data time series dan cross section dapat

mengatasi masalah yang timbul ketika penghilangan variabel (ommited-

variable) (Widarjono, 2009).

Beberapa keunggulan lain dengan menggunakan metode data panel

menurut Wibisono dalam Shochrul R. Ajija, yaitu:

1. Panel data memperhitungkan heterogenitas individu secara eksplisit

dengan mengijinkan variabel spesifik individu.

2. Kemampuan mengontrol heterogenitas individu ini selanjutnya

menjadikan data panel dapat digunakan untuk menguji dan membangun

model perilaku yang lebih kompleks.

3. Tingginya jumlah observasi memiliki implikasi pada data yang lebih

informatif, lebih variatif kolinearitas antar variabel yang semakin

berkurang dan peningkatan derajat kebebasan (degree of freedom)

sehingga dapat diperoleh hasil estimasi yang lebih efisien.

4. Data panel dapat meminimalkan bias yang mungkin ditimbulkan oleh

agregasi data individu.

Ada 3 teknik pendekatan mendasar yang digunakan dalam mengestimasi

model regresi dengan data panel, yaitu:

a. Model Pooled Least Square (Common Effect)

Metode pendekatan ini tidak memperhatikan dimensi individu maupun

waktu. Diasumsikan bahwa perilaku data antar daerah sama dalam berbagai kurun

waktu (Widarjono, 2009). Model ini hanya menggabungkan kedua data tersebut

tanpa melihat perbedaan antar waktu dan individu sehingga dapat dikatakan
40

bahwa model ini sama halnya dengan metode OLS (Ordinary Least Square)

karena menggunakan kuadrat kecil biasa. Pada beberapa penelitian data panel,

model ini seringkali tidak pernah digunakan sebagai estimasi utama karena sifat

dari model ini yang tidak membedakan perilaku data sehingga memungkinkan

terjadinya bias, namun model ini digunakan sebagai pembanding dari kedua

pemilihan model lainnya.

b. Model Pendekatan Efek Tetap (Fixed Effect)

Pendekatan model ini menggunakan variabel boneka yang dikenal dengan

sebutan model efek tetap (fixed effect) atau Least Square Dummy Variabel atau

disebut juga Covariance Model. Pada metode fixed effect, estimasi dapat

dilakukan dengan tanpa pembobot (no weighted) atau Least Square Dummy

Variabel (LSDV) dan dengan pembobot (cross section weight) atau General Least

Square (GLS). Tujuan dilakukannya pembobotan adalah untuk mengurangi

heterogenitas antar unit cross section (Gujarati, 2004). Penggunaan model ini

tepat untuk melihat perubahan perilaku data dari masing-masing variabel sehingga

data lebih dinamis dalam mengintrepetasi data. Pemilihan model antara common

effect dengan fixed effect dapat dilakukan dengan pengujian Likelihood Test Ratio

dengan ketentuan apabila nilai probabilitas yang dihasilkan signifikan dengan

alpha maka dapat diambil keputusan menggunakan model fixed effect.

c. Model Pendekatan Efek Acak (Random Effect).

Model data panel pendekatan ketiga yaitu model efek acak (random

effect). Dalam model fixed effect memasukkan dummy bertujuan mewakili

ketidaktahuan kita tentang model yang sebenarnya. Namum membawa


41

konsekuensi berkurangnya derajat kebebasan (degree of freedom) sehingga pada

akhirnya mengurangi efisiensi parameter. Untuk mengatasi masalah tersebut dapat

digunakan variabel gangguan (error term) yang dikenal dengan random effect.

Model ini mengestimasi data panel dimana variabel gangguan mungkin saling

berhubungan antar waktu dan antar individu (Widarjono, 2009).

Keputusan penggunaan model fixed effect ataupun random effect

ditentukan dengan menggunakan Uji Hausman dengan ketentuan apabila

probabilitas yang dihasilkan signifikan dengan alpha maka dapat digunakan

metode fixed effect. Namun, apabila sebaliknya maka dapat memilih salah satu

yang terbaik antara model fixed effect dengan random effect.

3.5.2 Model Regresi Data Panel

Metode yang digunakan untuk mengetahui pengaruh pengangguran,

pengeluaran pemerintah dan jumlah penduduk terhadap kemiskinan digunakan

analisis data panel yang merupakan kombinasi antar deret waktu dan deret hitung.

Model persamaannya adalah sebagai berikut:

KMit = β0 + β1 lnUPMit + β2 lnPPit + β3 JPit + uit

Dimana :

KM = kemiskinan

lnUPM= pengangguran

lnPP = realisasi pengeluaran pemerintah

JP = jumlah penduduk

β0 = konstanta

β1 = koefisien regresi pengangguran


42

β2 = koefisien regresi realisasi pengeluaran pemerintah

β3 = koefisien regresi jumlah penduduk

i = menunjukkan objek

t = menunjukkan waktu

u = error

3.5.2.1 Uji Statistik

a. Koefisien Determinasi

Koefisien determinasi pada intinya mengukur seberapa jauh kemampuan

model dalam menerangkan variasi variabel independen. Nilai R2 yang kecil berarti

kemampuan variabel-variabel independen dalam menjelaskan variasi variabel

dependen sangat terbatas. Jika nilai koefisien determinasi ini mendekati 1 berarti

variabel-variabel independen memberikan hampir semua informasi yang

dibutuhkan untuk memprediksi variabel dependen (Ghozali, 2006).

b. Uji Parsial (Uji t)

Uji t statistik pada dasarnya menunjukkan seberapa jauh pengaruh satu

variabel independen secara individual dalam menerangkan variasi variabel

dependen. Apabila thitung > ttabel maka kita menerima hipotesis alternatif yang

menyatakan bahwa suatu variabel independen secara individual mempengaruhi

variabel dependen (Ghozali, 2006).

Estimasi model pada perangkat lunak Eviews, pengujian t statistik dapat

dilakukan dengan melihat thitung pada estimasi output model di setiap variabel

independen kemudian dibandingkan dengan nilai ttabel. Penentuan nilai ttabel

berdasarkan pada nilai df yang disesuaikan dengan probabilitas yang digunakan.


43

Pengambilan keputusannya yaitu apabila thitung > ttabel dapat diketahui bahwa

variabel independen tersebut merupakan variabel penjelas yang signifikan

terhadap variabel dependen pada model.

c. Uji Simultan (Uji F)

Uji F pada dasarnya menunjukkan apakah semua variabel bebas yang

dimasukkan dalam model mempunyai pengaruh secara simultan terhadap variabel

dependen. Apabila Fhitung > F tabel maka H0 ditolak dan menerima Ha (Ghozali,

2006).

Estimasi model pada software Eviews 7, uji F dapat dilakukan dengan cara

melihat nilai Fhitung kemudian dibandingkan dengan nilai Ftabel. Penentuan nilai

Ftabel menggunakan tabel F dengan variabel independen sebagai df numerator dan

jumlah observasi yang telah dikurangi variabel independen sebagai denumerator

nya. Apabila Fhitung > Ftabel dapat diketahui bahwa seluruh variabel independen

memiliki pengaruh secara simultan terhadap variabel dependen.

3.5.2.2 Uji Asumsi Klasik

Uji asumsi klasik bertujuan untuk mengetahui apakah model regresi

tersebut baik atau tidak jika digunakan untuk melakukan penaksiran. Suatu model

dikatakan baik apabila bersifat BLUE (Best Linear Unbiased Estimator), yaitu

memenuhi asumsi klasik atau terhindar dari masalah-masalah multikolinearitas,

heteroskedastisitas, dan autokorelasi. Untuk itu, perlu dilakukan uji

multikolinearitas, uji heteroskedastisitas, dan uji autokorelasi. Penelitian ini hanya

menggunakan uji multikolinearitas dan uji autokorelasi.


44

a. Multikolinearitas

Pada dasarnya multikolinearitas adalah adanya suatu hubungan linear yang

sempurna (mendekati sempurna) antara beberapa atau semua variabel bebas

(Kuncoro, 2007). Multikolinearitas merupakan hubungan linear antar variabel-

variabel bebas dalam persamaan regresi berganda. Gejala multikolinearitas ini

dapat dideteksi dari nilai R2 tinggi tetapi tidak terdapat atau sedikit sekali

koefisien dugaan yang berpengaruh nyata dan tanda koefisien regresi tidak sesuai

dengan teori (Gujarati, 2004). Deteksi hanya dengan menggunakan nilai R2 yang

tinggi diperlukan kehati-hatian, akan lebih tepat jika mendeteksi dengan melihat

perbandingan antara nilai R2 regresi parsial (auxiliary regression) dan nilai R2

regresi utama (Widarjono, 2009). Apabila nilai R2 regresi parsial (auxiliary

regression) lebih besar dibandingkan nilai R2 regresi utama, maka dapat

disimpulkan bahwa dalam persamaan tersebut terjadi multikolinearitas.

Multikolinearitas dalam data panel dapat diatasi dengan pemberian pembobotan

(cross section weight) atau GLS, sehingga parameter dugaan pada taraf uji

tertentu (t-statistik maupun F-hitung) menjadi signifikan.

b. Heteroskedastisitas

Heterokesdastisitas merupakan variabel gangguan mempunyai varian yang

tidak konstan dari observasi ke observasi lain. Untuk mendeteksi adanya

heteroskedastisitas dapat menggunakan uji park yang dikembangkan oleh Park

pada tahun 1996 yaitu dengan cara menambah satu variabel residual kuadrat.

Variabel residual baru akan dihitung dengan melakukan estimasi (regresi). Jika

thitung < ttabel maka model terkena heteroskedastisitas (Winarno, 2009). Program
45

Eviews memiliki fasilitas cross section weight dan white cross section covariance

yang mampu mengatasi masalah heteroskedastisitas (Gujarati, 2010).

c. Normalitas

Pada dasarnya untuk jumlah observasi kurang dari 30 harus dilakukan uji

normalitas sedangkan jumlah observasi lebih dari 30 tidak diperlukan uji

normalitas karena distribusi sampling error term telah mendekati normal (Ajija,

2011). Selain itu, sampel dalam jumlah kecil yaitu di bawah 100 observasi asumsi

kenormalan merupakan peranan yang penting dan untuk sampel dalam jumlah

besar asumsi kenormalan dapat diabaikan (Gujarati, 2010).

d. Autokorelasi

Autokorelasi adalah adanya korelasi antara anggota observasi satu dengan

observasi lain yang berlainan waktu. Deteksi autokorelasi adalah dengan cara uji

Durbin-Watson(d) (Widarjono, 2009). Caranya yaitu dengan memperhatikan

jumlah observasi dan jumlah variabel independen tertentu termasuk konstanta

serta mencari nilai kritis dL dan du distatistik Durbin-Watson. Penentuan ada

tidaknya autokorelasi didasarkan pada tabel dibawah ini:

Tabel 3.1 Pengambilan Keputusan Ada Tidaknya Autokorelasi


Nilai Statistik d Hasil
0 < d < dL Menolak hipotesis nol, ada autokorelasi positif
d L ≤ d ≤ du Daerah keragu-raguan, tidak ada keputusan
du < d < 4-du Menerima hipotesis nol, tidak ada autokorelasi positif/negatif
4-du < d < 4-dL Daerah keraguan-raguan, tidak ada keputusan
4-du < d < 4 Menolak hipotesis nol, ada autokorelasi negatif
46

Adanya autokorelasi dapat disembuhkan dengan fasilitas yang terdapat

dalam program Eviews yaitu dengan adanya iteration dalam pengolahan data.

Asumsi terjadinya autokorelasi sering dijumpai pada estimasi yang menggunakan

OLS, sedangkan pada estimasi data panel yang menggunakan fixed effect baik

bersifat LSDV maupun GLS dapat mengabaikan terjadinya autokorelasi karena di

dalam model tersebut terdapat penambahan dummy variabel yang

menggambarkan intersep yang berbeda sehingga mengurangi shock yang terjadi

pada perilaku data (Widarjono, 2009).


BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Penelitian

4.1.1 Kemiskinan di Jawa Tengah

Kemiskinan merupakan masalah pembangunan di berbagai bidang yang

ditandai oleh keterbatasan, ketidakmampuan, dan kekurangan, seperti:

ketidakmampuan untuk mendapatkan pendidikan, akses fasilitas air bersih,

fasilitas jamban, dan kesehatan yang memadai, serta kekurangan dalam memenuhi

kebutuhan dasar sandang dan pangan. Selain itu, masyarakat miskin umumnya

memiliki masalah dalam mendapatkan kesempatan kerja dan usaha, serta

lemahnya perlindungan terhadap aset usaha. Keterbatasan modal, kurangnya

keterampilan dan pengetahuan menyebabkan masyarakat miskin hanya memiliki

sedikit pilihan pekerjaan yang layak dan peluang yang sempit untuk

mengembangkan usaha.

Untuk itu, kemiskinan harus menjadi prioritas utama dalam pembangunan

nasional. Kemiskinan merupakan masalah pokok yang penanggulangannya tidak

dapat ditunda lagi. Oleh karenanya, persoalan kemiskinan menjadi salah satu

target kebijakan pembangunan begitu pula bagi Provinsi Jawa Tengah. Berikut ini

data tingkat kemiskinan Kab/Kota di Jawa Tengah tahun 2006-2010:

47
48

Tabel 4.1
Tingkat Kemiskinan Kab/Kota di Jawa Tengah Tahun 2006-2010 (persen)

Kab / Kota 2006 2007 2008 2009 2010 Rata-rata


Kab Cilacap 24,93 22,59 21,4 19,88 18,11 21,38
Kab Banyumas 24,44 22,46 22,93 21,52 20,2 22,31
Kab Purbalingga 32,38 30,24 27,12 24,97 24,58 27,86
Kab Banjarnegara 29,4 27,18 23,34 21,36 19,17 24,09
Kab Kebumen 32,49 30,25 27,87 25,73 22,71 27,81
Kab Purworejo 22,75 20,49 18,22 17,02 16,61 19,02
Kab Wonosobo 34,43 32,29 27,72 25,91 23,16 28,70
Kab Magelang 17,36 17,37 16,49 15,19 14,14 16,11
Kab Boyolali 20 18,06 17,08 15,96 13,27 16,87
Kab Klaten 22,99 22,27 21,72 19,68 17,47 20,83
Kab Sukoharjo 15,63 14,02 12,13 11,51 10,94 12,85
Kab Wonogiri 27,01 24,44 20,71 19,08 15,68 21,38
Kab Karanganyar 18,69 17,39 15,68 14,73 13,98 16,09
Kab Sragen 23,72 21,24 20,83 19,7 17,49 20,60
Kab Grobogan 27,6 25,14 19,84 18,68 17,86 21,82
Kab Blora 23,95 21,46 18,79 17,7 16,27 19,63
Kab Rembang 33,2 30,71 27,21 25,86 23,41 28,08
Kab Pati 22,14 19,79 17,9 15,92 14,48 18,05
Kab Kudus 12,05 10,73 12,58 10,8 9,02 11,04
Kab Jepara 11,75 10,44 11,05 9,6 10,18 10,60
Kab Demak 26,03 23,5 21,24 19,7 18,76 21,85
Kab Semarang 13,62 12,34 11,37 10,66 10,5 11,70
Kab Temanggung 16,62 16,55 16,39 15,05 13,46 15,61
Kab Kendal 21,59 20,7 17,87 16,02 14,47 18,13
Kab Batang 19,99 20,79 18,08 16,61 14,67 18,03
Kab Pekalongan 22,8 20,31 19,52 17,93 16,29 19,37
Kab Pemalang 25,3 22,79 23,92 22,17 19,96 22,83
Kab Tegal 20,71 18,5 15,78 13,98 13,11 16,42
Kab Brebes 30,36 27,93 25,98 24,39 23,01 26,33
Kota Magelang 11,19 10,01 11,16 10,11 10,51 10,60
Kota Surakarta 15,21 13,64 16,13 14,99 13,96 14,79
Kota Salatiga 8,9 9,01 8,47 7,82 8,28 8,50
Kota Semarang 5,33 5,26 6 4,84 5,12 5,31
Kota Pekalongan 7,38 6,62 10,29 8,56 9,37 8,44
Kota Tegal 10,4 9,36 11,28 9,88 10,62 10,31
Jateng 22,19 20,43 19,23 17,72 16,56 19,23
Sumber: BPS, Jawa Tengah Dalam Angka Tahun 2007-2011
49

Berdasarkan tabel 4.1 menunjukkan perkembangan tingkat kemiskinan di

Jawa Tengah selama tahun 2006-2010 yang cenderung menurun. Berdasarkan

tabel 4.1 dapat diketahui pula bahwa:

1. Selama kurun waktu tersebut ada 23 Kabupaten di Jawa Tengah yang

mengalami penurunan tingkat kemiskinan, diantaranya:

1. Kabupaten Cilacap 13. Kabupaten Grobogan


2. Kabupaten Purbalingga 14. Kabupaten Blora
3. Kabupaten Banjarnegara 15. Kabupaten Rembang
4. Kabupaten Kebumen 16. Kabupaten Pati
5. Kabupaten Purworejo 17. Kabupaten Demak
6. Kabupaten Wonosobo 18. Kabupaten Semarang
7. Kabupaten Boyolali 19. Kabupaten Temanggung
8. Kabupaten Klaten 20. Kabupaten Kendal
9. Kabupaten Sukoharjo 21. Kabupaten Pekalongan
10. Kabupaten Wonogiri 22. Kabupaten Tegal
11. Kabupaten Karanganyar 23. Kabupaten Brebes
12. Kabupaten Sragen

2. Pada tahun 2006, 2007 dan 2009 tingkat kemiskinan tertinggi Kab/Kota di

Jawa Tengah adalah Kabupaten Wonosobo, sedangkan pada tahun 2008

adalah Kabupaten Kebumen. Tingkat kemiskinan tertinggi Kab/Kota di

Jawa Tengah pada tahun 2010 adalah Kabupaten Purbalingga.

3. Pada kurun waktu 2006-2010, hanya pada tahun 2008 saja yang tingkat

kemiskinan tertinggi kedua Kab/Kota di Jawa Tengah ditempati

Kabupaten Wonosobo. Selebihnya adalah Kabupaten Rembang.

4. Pada tahun 2006-2010, tingkat kemiskinan terendah Kab/Kota di Jawa

Tengah adalah Kota Semarang. Sedangkan, tingkat kemiskinan terendah


50

kedua pada tahun 2006 dan 2007 adalah Kota Pekalongan. Pada tahun

berikut-berikutnya yakni tahun 2008-2010 tingkat kemiskinan terendah

kedua adalah Kota Salatiga.

5. Rata-rata tingkat kemiskinan yang tertinggi tahun 2006-2010 adalah

Kabupaten Wonosobo sebesar 28,70 persen. Sedangkan rata-rata tingkat

kemiskinan terendah tahun 2006-2010 adalah Kota Semarang sebesar 5,31

persen.

Selain dalam bentuk tabel, disajikan pula data dalam bentuk grafik tentang

tingkat kemiskinan Kab/Kota di Jawa Tengah tahun 2006 – 2010 yang dapat

dilihat dilampiran. Sedangkan, berikut ini adalah grafik rata-rata tingkat

kemiskinan tiap Kab/Kota di Jawa Tengah tahun 2006 – 2010:


Rata-rata tingkat kemiskinan (%)

10.00
15.00
20.00
25.00
30.00
35.00

0.00
5.00
Kab Cilacap
Kab Banyumas
Kab Purbalingga
Kab Banjarnegara
Kab Kebumen
Kab Purworejo
Kab Wonosobo
Kab Magelang
Kab Boyolali
Kab Klaten
Kab Sukoharjo
Kab Wonogiri
Kab Karanganyar
Kab Sragen
Kab Grobogan
Kab Blora
Kab Rembang

(persen)
Kab Pati
Kab/Kota

Kab Kudus
Kab Jepara
di Jawa Tengah 2006-2010

Kab Demak
Kab Semarang
Kab Temanggung
Kab Kendal
Kab Batang
Grafik 4.1. Rata-rata Tingkat Kemiskinan Tiap Kab/Kota

Kab Pekalongan
Kab Pemalang
Kab Tegal
Kab Brebes
Kota Magelang
Kota Surakarta
Kota Salatiga
Tahun 2006-2010 sebesar 18,10%

Kota Semarang
Rata-rata tingkat kemiskinan Kab/Kota

Kota Pekalongan
Kota Tegal
51
52

Berdasarkan grafik 4.1 dapat diketahui bahwa:

1. Pada kurun waktu tersebut terdapat 18 Kabupaten dengan rata-rata tingkat

kemiskinan masih di atas rata-rata tingkat kemiskinan Kab/Kota di Jawa

Tengah tahun 2006-2010. Kabupaten yang dimaksud, antara lain:

1. Kabupaten Cilacap 10. Kabupaten Sragen


2. Kabupaten Banyumas 11. Kabupaten Grobogan
3. Kabupaten Purbalingga 12. Kabupaten Blora
4. Kabupetn Banjarnegara 13. Kabupaten Rembang
5. Kabupaten Kebumen 14. Kabupaten Demak
6. Kabupaten Purworejo 15. Kabupaten Kendal
7. Kabupaten Wonosobo 16. Kabupaten Pekalongan
8. Kabupaten Klaten 17. Kabupaten Pemalang
9. Kabupaten Wonogiri 18. Kabupaten Brebes

2. Sisanya, ada 17 Kab/Kota telah berhasil berada di bawah rata-rata tingkat

kemiskinan Kab/Kota di Jawa Tengah tahun 2006-2010. Kab/Kota yang

dimaksud, yaitu:

1. Kabupaten Magelang 10. Kabupaten Batang


2. Kabupaten Boyolali 11. Kabupaten Tegal
3. Kabupaten Sukoharjo 12. Kota Magelang
4. Kabupaten Karanganyar 13. Kota Surakarta
5. Kabupaten Pati 14. Kota Salatiga
6. Kabupaten Kudus 15. Kota Semarang
7. Kabupaten Jepara 16. Kota Pekalongan
8. Kabupaten Semarang 17. Kota Tegal
9. Kabupaten Temanggung
3. Rata-rata tingkat kemiskinan Kab/Kota di Jawa Tengah tahun 2006-2010

sebesar 18,10 persen. Masih tingginya rata-rata tingkat kemiskinan


53

Kab/Kota di Jawa Tengah yang berada pada level 18,10 persen dimana hal

tersebut masih tergolong Hard Core Poverty (>10%) dalam artian tingkat

kemiskinan masih berada pada level yang tinggi. Kemudian hampir sekitar

50 persen Kab/Kota di Jawa Tengah masih memiliki tingkat kemiskinan

lebih besar dari 20 persen.

Tingkat kemiskinan di Jawa Tengah mengalami kecenderungan menurun

tahun 2006-2010. Akan tetapi, pada kenyataanya tidak semua Kab/Kota di Jawa

Tengah juga mengalami hal yang sama. Hanya ada 23 Kabupaten saja yang

mengalami penurunan tingkat kemiskinan dalam kurun waktu tersebut.

Sedangkan sisanya, ada 12 Kab/Kota yang tingkat kemiskinannya cenderung

fluktuatif. Walaupun terjadi penurunan tingkat kemiskinan, namun masih ada

Kabupaten yang tingkat kemiskinannya berada di atas tingkat kemiskinan Jawa

Tengah. Pada tabel 4.2 menunjukkan Kab/Kota mana saja yang tingkat

kemiskinannya berada di atas tingkat kemiskinan Jawa Tengah.


54

Tabel 4.2
Kab/Kota dengan Tingkat Kemiskinan di atas Tingkat Kemiskinan Jawa
Tengah Tahun 2006-2010

Tahun 2006 Tahun 2007 Tahun 2008 Tahun 2009 Tahun 2010
Kab Cilacap Kab Cilacap Kab Cilacap Kab Cilacap Kab Cilacap
Kab Banyumas Kab Banyumas Kab Banyumas Kab Banyumas Kab Banyumas
Kab Purbalingga Kab Purbalingga Kab Purbalingga Kab Purbalingga Kab Purbalingga
Kab Banjarnegara Kab Banjarnegara Kab Banjarnegara Kab Banjarnegara Kab Banjarnegara
Kab Kebumen Kab Kebumen Kab Kebumen Kab Kebumen Kab Kebumen
Kab Purworejo Kab Purworejo Kab Wonosobo Kab Wonosobo Kab Purworejo
Kab Wonosobo Kab Wonosobo Kab Klaten Kab Klaten Kab Wonosobo
Kab Klaten Kab Klaten Kab Wonogiri Kab Wonogiri Kab Klaten
Kab Wonogiri Kab Wonogiri Kab Sragen Kab Sragen Kab Sragen
Kab Sragen Kab Sragen Kab Grobogan Kab Grobogan Kab Grobogan
Kab Grobogan Kab Grobogan Kab Rembang Kab Rembang Kab Rembang
Kab Blora Kab Blora Kab Demak Kab Demak Kab Demak
Kab Rembang Kab Rembang Kab Pekalongan Kab Pekalongan Kab Pemalang
Kab Demak Kab Demak Kab Pemalang Kab Pemalang Kab Brebes
Kab Pekalongan Kab Kendal Kab Brebes Kab Brebes
Kab Pemalang Kab Batang
Kab Brebes Kab Pemalang
Kab Brebes
Sumber: BPS, Jawa Tengah Dalam Angka Tahun 2007-2011 (data diolah)

Berdasarkan tabel 4.2 terlihat Kabupaten mana saja selama kurun waktu

tersebut tingkat kemiskinannya selalu berada di atas tingkat kemiskinan Jawa

Tengah atau hanya pada tahun-tahun tertentu saja. Pada tahun 2006, ada 17

Kabupaten tingkat kemiskinannya di atas tingkat kemiskinan Jawa Tengah,

kemudian meningkat menjadi 18 Kabupaten di tahun berikutnya. Sedangkan di

tahun-tahun selanjutnya mengalami penurunan, hingga hanya 14 Kabupaten pada

tahun 2010.

Melihat kondisi yang demikian, pemerintah sebaiknya secara

berkelanjutan berupaya untuk memberikan perhatian khusus kepada Kabupaten-


55

Kabupaten tersebut. Terlebih untuk Kabupaten-Kabupaten yang selama kurun

waktu tersebut selalu berada berada di atas tingkat kemiskinan Jawa Tengah.

Selain itu, ada pula Kab/Kota yang tingkat kemiskinannya telah berhasil

berada di bawah tingkat kemiskinan di Jawa Tengah. Pada tabel 4.3 menunjukkan

Kab/Kota mana saja yang tingkat kemiskinannya berada di bawah tingkat

kemiskinan Jawa Tengah.

Tabel 4.3
Kab/Kota dengan Tingkat Kemiskinan di bawah Tingkat Kemiskinan Jawa
Tengah Tahun 2006-2010

Tahun 2006 Tahun 2007 Tahun 2008 Tahun 2009 Tahun 2010
Kab Magelang Kab Magelang Kab Purworejo Kab Purworejo Kab Magelang
Kab Boyolali Kab Boyolali Kab Magelang Kab Magelang Kab Boyolali
Kab Sukoharjo Kab Sukoharjo Kab Boyolali Kab Boyolali Kab Sukoharjo
Kab Karanganyar Kab Karanganyar Kab Sukoharjo Kab Sukoharjo Kab Wonogiri
Kab Pati Kab Pati Kab Karanganyar Kab Karanganyar Kab Karanganyar
Kab Kudus Kab Kudus Kab Blora Kab Blora Kab Blora
Kab Jepara Kab Jepara Kab Pati Kab Pati Kab Pati
Kab Semarang Kab Semarang Kab Kudus Kab Kudus Kab Kudus
Kab Temanggung Kab Temanggung Kab Jepara Kab Jepara Kab Jepara
Kab Kendal Kab Pekalongan Kab Semarang Kab Semarang Kab Semarang
Kab Batang Kab Tegal Kab Temanggung Kab Temanggung Kab Temanggung
Kab Tegal Kota Magelang Kab Kendal Kab Kendal Kab Kendal
Kota Magelang Kota Surakarta Kab Batang Kab Batang Kab Batang
Kota Surakarta Kota Salatiga Kab Tegal Kab Tegal Kab Pekalongan
Kota Salatiga Kota Semarang Kota Magelang Kota Magelang Kab Tegal
Kota Semarang Kota Pekalongan Kota Surakarta Kota Surakarta Kota Magelang
Kota Pekalongan Kota Tegal Kota Salatiga Kota Salatiga Kota Surakarta
Kota Tegal Kota Semarang Kota Semarang Kota Salatiga
Kota Pekalongan Kota Pekalongan Kota Semarang
Kota Tegal Kota Tegal Kota Pekalongan
Kota Tegal
Sumber: BPS, Jawa Tengah Dalam Angka Tahun 2007-2011 (data diolah)

Berdasarkan tabel 4.3 terlihat bahwa Kabupaten mana saja selama kurun

waktu tersebut tingkat kemiskinannya selalu berada di bawah tingkat kemiskinan

Jawa Tengah atau hanya pada tahun-tahun tertentu saja. Pada tahun 2006, ada 18

Kab/Kota yang tingkat kemiskinannya di bawah tingkat kemiskinan Jawa Tengah,

kemudian menurun menjadi 16 Kabupaten di tahun berikutnya. Sedangkan di


56

tahun-tahun selanjutnya mengalami peningkatan, hingga 21 Kabupaten pada

tahun 2010. Kondisi yang terlihat pada tabel 4.3 dapat menunjukkan bahwa

semakin banyak Kab/Kota yang tingkat kemiskinannya berada di bawah tingkat

kemiskinan di Jawa Tengah maka setidaknya kehidupannya jauh lebih baik.

Berdasarkan tabel 4.2 dan tabel 4.3 dapat diketahui bahwa terdapat 13

Kabupaten yang selama kurun waktu tersebut secara berturut-turut tingkat

kemiskinannya selalu berada di atas tingkat kemiskinan Jawa Tengah. Selain itu,

ada pula 16 Kab/Kota yang tingkat kemiskinannya telah berhasil berada di bawah

tingkat kemiskinan Jawa Tengah. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel 4.4

berikut ini:

Tabel 4.4
Kab/Kota dengan Tingkat Kemiskinan di atas dan di bawah Tingkat
Kemiskinan di Jawa Tengah Tahun 2006-2010

Di atas Di bawah
Kabupaten Cilacap Kabupaten Magelang
Kabupaten Banyumas Kabupaten Boyolali
Kabupaten Purbalingga Kabupaten Sukoharjo
Kabupaten Banjarnegara Kabupaten Karanganyar
Kabupaten Kebumen Kabupaten Pati
Kabupaten Wonosobo Kabupaten Kudus
Kabupaten Klaten Kabupaten Jepara
Kabupaten Sragen Kabupaten Semarang
Kabupaten Grobogan Kabupaten Temanggung
Kabupaten Rembang Kabupaten Tegal
Kabupaten Demak Kota Magelang
Kabupaten Pemalang Kota Surakarta
Kabupaten Brebes Kota Salatiga
Kota Semarang
Kota Pekalongan
Kota Tegal
Sumber: BPS, Jawa Tengah Dalam Angka Tahun 2007-2011 (data diolah)
57

4.1.2 Pengangguran di Jawa Tengah

Ketenagakerjaan merupakan salah satu bidang dalam pembangunan yang

memerlukan perhatian serius dari berbagai pihak. Salah satu masalah

ketenagakerjaan yang paling menonjol adalah tingginya angka pengangguran.

Pengangguran terbuka adalah angkatan kerja yang tidak bekerja dan sedang

mencari pekerjaan. Sedangkan tingkat pengangguran terbuka merupakan

perbandingan antara penduduk yang tidak bekerja dan sedang mencari pekerjaan

dengan angkatan kerja. TPT memberikan indikasi tentang penduduk usia kerja

yang termasuk dalam kelompok penganggur.

Permasalahan ketenagakerjaan yang masih dihadapi provinsi Jawa Tengah

selain pengangguran adalah rendahnya kualitas tenaga kerja, rendahnya

produktivitas tenaga kerja, rendahnya tingkat kesejahteraan tenaga kerja, makin

sempitnya lapangan kerja, dan tingginya angka ketergantungan. Pengangguran

dan berbagai permasalahan tersebut, baik secara langsung maupun tidak langsung

akan berdampak pada peningkatan kemiskinan, kriminalitas dan permasalahan

sosial ekonomi lainnya. Oleh karena itu, perlu adanya upaya terus menerus dari

berbagai pihak terkait untuk menyelesaikan permasalahan ini.

Berikut ini adalah data jumlah pengangguran terbuka Kab/Kota di Jawa

Tengah tahun 2006-2010:


58

Tabel 4.5
Jumlah Pengangguran Terbuka Kab/Kota di Jawa Tengah
Tahun 2006-2010 (jiwa)

Kab / Kota 2006 2007 2008 2009 2010 Rata-rata


Kab Cilacap 71.338 93.016 75.495 89.175 74.298 80.664
Kab Banyumas 57.800 58.273 57.620 59.582 58.403 58.336
Kab Purbalingga 17.187 32.008 29.058 19.638 16.653 22.909
Kab Banjarnegara 29.613 30.563 22.464 22.993 14.457 24.018
Kab Kebumen 53.030 45.193 35.304 49.241 46.876 45.929
Kab Purworejo 14.973 21.257 15.364 17.748 11.994 16.267
Kab Wonosobo 11.838 23.258 21.290 14.292 16.066 17.349
Kab Magelang 38.914 42.462 31.602 31.253 19.245 32.695
Kab Boyolali 22.744 41.517 31.656 29.899 20.594 29.282
Kab Klaten 49.365 52.113 44.454 39.271 25.877 42.216
Kab Sukoharjo 35.867 44.532 36.379 37.359 32.000 37.227
Kab Wonogiri 27.722 29.563 31.945 29.159 24.407 28.559
Kab Karanganyar 24.695 30.840 25.700 37.608 30.321 29.833
Kab Sragen 19.644 31.318 26.870 28.624 19.777 25.247
Kab Grobogan 37.267 45.080 43.657 46.610 33.179 41.159
Kab Blora 18.081 19.185 26.166 34.361 25.643 24.687
Kab Rembang 21.593 17.844 17.571 18.058 15.653 18.144
Kab Pati 52.744 55.607 59.012 49.094 38.604 51.012
Kab Kudus 22.517 31.246 27.205 32.306 26.152 27.885
Kab Jepara 16.189 33.031 30.426 24.562 25.648 25.971
Kab Demak 34.954 40.154 35.569 30.022 29.696 34.079
Kab Semarang 28.071 48.661 37.842 40.267 33.499 37.668
Kab Temanggung 17.352 28.732 18.941 16.514 14.797 19.267
Kab Kendal 40.786 30.327 32.929 29.255 26.395 31.938
Kab Batang 31.536 30.843 31.574 24.733 24.486 28.634
Kab Pekalongan 31.830 35.802 31.380 17.993 16.912 26.783
Kab Pemalang 74.502 55.792 60.483 79.372 66.630 67.356
Kab Tegal 60.806 69.196 64.281 60.152 47.313 60.350
Kab Brebes 101.083 81.094 65.357 79.116 72.659 79.862
Kota Magelang 5.766 7.855 7.639 9.863 8.226 7.870
Kota Surakarta 24.090 26.770 26.574 28.778 22.575 25.757
Kota Salatiga 11.108 9.833 9.816 9.674 8.345 9.755
Kota Semarang 68.810 85.249 85.710 83.963 71.499 79.046
Kota Pekalongan 13.692 13.399 13.818 12.564 10.165 12.728
Kota Tegal 9.737 18.606 16.157 19.168 17.839 16.301
Jateng 1.197.244 1.360.219 1.227.308 1.252.267 1.046.883 1.216.784
Sumber: BPS, Jawa Tengah Dalam Angka Tahun 2007-2011
59

Berdasarkan tabel 4.5 menunjukkan bahwa jumlah pengangguran terbuka

di Jawa Tengah selama tahun 2006-2010 cenderung fluktuatif. Berdasarkan tabel

4.5 dapat diketahui pula bahwa:

1. Pada tahun 2006, jumlah pengangguran terbuka Kab/Kota di Jawa Tengah

yang tertinggi adalah Kabupaten Brebes yang mencapai 101.083 jiwa dari

1.765.564 jiwa penduduk Kabupaten Brebes. Diperingkat kedua adalah

Kabupaten Pemalang dengan jumlah pengangguran terbuka mencapai

74.502 jiwa dari 1.344.597 jiwa penduduk Kabupaten Pemalang.

2. Pada tahun 2007, tercatat jumlah pengangguran terbuka Kab/Kota di Jawa

Tengah yang tertinggi adalah Kabupaten Cilacap yang mencapai 93.016

jiwa dari 1.623.176 jiwa penduduk Kabupaten Cilacap. Diperingkat kedua

adalah Kota Semarang dengan jumlah pengangguran terbuka mencapai

85.249 jiwa dari 1.488.645 jiwa penduduk Kota Semarang.

3. Pada tahun 2008, tercatat jumlah pengangguran terbuka Kab/Kota di Jawa

Tengah yang tertinggi adalah Kota Semarang yang mencapai 85.710 jiwa

dari 1.511.236 jiwa penduduk Kota Semarang. Diperingkat kedua adalah

Kabupaten Cilacap dengan jumlah pengangguran terbuka mencapai 75.495

jiwa dari 1.626.795 jiwa penduduk Kabupaten Cilacap.

4. Sama halnya seperti tahun 2007, untuk tahun 2009, tercatat jumlah

pengangguran terbuka Kab/Kota di Jawa Tengah yang tertinggi adalah

Kabupaten Cilacap. Kota Semarang berada di peringkat kedua dengan

jumlah pengangguran terbuka mencapai 83.963 jiwa dari 1.533.686 jiwa

penduduk Kota Semarang.


60

5. Pada tahun 2010, tercatat jumlah pengangguran terbuka tertinggi adalah di

Kabupaten Cilacap yang mencapai 74.298 jiwa dari 1.642.107 jiwa

penduduk Kabupaten Cilacap. Kemudian di peringkat kedua adalah

Kabupaten Brebes dengan jumlah pengangguran terbuka mencapai 72.659

jiwa dari 1.555.984 jiwa Kabupaten Brebes.

6. Pada tahun 2006-2008 dan tahun 2010 jumlah pengangguran terbuka

terendah adalah Kota Magelang. Sedangkan jumlah pengangguran terbuka

terendah pada tahun 2009 adalah Kota Salatiga.

7. Pada tahun 2006 jumlah pengangguran terbuka terendah kedua adalah

Kota Tegal. Sedangkan, pada tahun 2007-2008 dan tahun 2010 jumlah

pengangguran terbuka terendah kedua adalah Kota Salatiga. Jumlah

pengangguran terbuka terendah kedua pada tahun 2009 adalah Kota

Magelang.

8. Rata-rata jumlah pengangguran terbuka Kab/Kota di Jawa Tengah tahun

2006-2010 yang tertinggi adalah Kabupaten Cilacap yang mencapai

80.664 jiwa. Sedangkan rata-rata jumlah pengangguran terbuka Kab/Kota

di Jawa Tengah tahun 2006-2010 yang terendah yaitu Kota Magelang

yang hanya sebesar 7.870 jiwa.

Selain dalam bentuk tabel, disajikan pula data dalam bentuk grafik tentang

jumlah pengangguran terbuka Kab/Kota di Jawa Tengah tahun 2006 – 2010 yang

dapat dilihat dilampiran. Sedangkan, berikut ini adalah grafik rata-rata jumlah

pengangguran terbuka tiap Kab/Kota di Jawa Tengah tahun 2006 – 2010:


Rata-rata jumlah pengangguran terbuka (jiwa)

0
10,000
20,000
30,000
40,000
50,000
60,000
70,000
90,000
80,000
Kab Cilacap
Kab Banyumas
Kab Purbalingga
Kab Banjarnegara
Kab Kebumen
Kab Purworejo
Kab Wonosobo
Kab Magelang
Kab Boyolali
Kab Klaten
Kab Sukoharjo
Kab Wonogiri
Kab Karanganyar
Kab Sragen
Kab Grobogan
Kab Blora

(jiwa)
Kab Rembang
Kab Pati
Kab Kudus
Kab/Kota

Kab Jepara

di Jawa Tengah 2006-2010


Kab Demak
Kab Semarang
Kab Temanggung
sebesar 34.765
Rata-rata jumlah

Kab Kendal
pengangguran terbuka

Kab Batang
Kab/Kota tahun 2006-2010

Kab Pekalongan
Kab Pemalang
Grafik 4.2. Rata-rata Jumlah Pengangguran Terbuka Tiap Kab/Kota

Kab Tegal
Kab Brebes
Kota Magelang
Kota Surakarta
Kota Salatiga
Kota Semarang
Kota Pekalongan
Kota Tegal
61
62

Berdasarkan grafik 4.2 dapat dilihat bahwa :

1. Rata-rata jumlah pengangguran terbuka Kab/Kota di Jawa Tengah tahun

2006-2010 sebesar 34.765 jiwa.

2. Ada 12 Kab/Kota yang rata-rata jumlah pengangguran terbukanya masih

berada di atas rata-rata jumlah pengangguran terbuka Kab/Kota di Jawa

Tengah tahun 2006-2010. Kab/Kota yang dimaksud, meliputi:

1. Kabupaten Cilacap 7. Kabupaten Pati


2. Kabupaten Banyumas 8. Kabupaten Semarang
3. Kabupaten Kebumen 9. Kabupaten Pemalang
4. Kabupaten Klaten 10. Kabupaten Tegal
5. Kabupaten Sukoharjo 11. Kabupaten Brebes
6. Kabupaten Grobogan 12. Kota Semarang

3. Ada 23 Kab/Kota yang rata-rata jumlah pengangguran terbukanya berhasil

berada di bawah rata-rata jumlah pengangguran terbuka Kab/Kota di Jawa

Tengah tahun 2006-2010. Kab/Kota yang dimaksud, meliputi:

1. Kabupaten Purbalingga 13. Kabupaten Jepara


2. Kabupaten Banjarnegara 14. Kabupaten Demak
3. Kabupaten Purworejo 15. Kabupaten Temanggung
4. Kabupaten Wonosobo 16. Kabupaten Kendal
5. Kabupaten Magelang 17. Kabupaten Batang
6. Kabupaten Boyolali 18. Kabupaten Pekalongan
7. Kabupaten Wonogiri 19. Kota Magelang
8. Kabupaten Karanganyar 20. Kota Surakarta
9. Kabupaten Sragen 21. Kota Salatiga
10. Kabupaten Blora 22. Kota Pekalongan
11. Kabupaten Rembang 23. Kota Tegal
12. Kabupaten Kudus
63

Jumlah pengangguran terbuka di Jawa Tengah cenderung fluktuatif pada

tahun 2006-2010. Begitu pula untuk Kab/Kota di Jawa Tengah juga mengalami

hal yang sama. Walau demikian, masih ada Kab/Kota di Jawa Tengah yang

jumlah pengangguran terbukanya berhasil berada di bawah rata-rata jumlah

pengangguran terbuka Kab/Kota di Jawa Tengah. Pada tabel 4.6 menunjukkan

Kab/Kota mana saja yang jumlah pengangguran terbukanya berada di bawah rata-

rata jumlah pengangguran terbuka Kab/Kota di Jawa Tengah.

Tabel 4.6
Kab/Kota dengan Jumlah Pengangguran Terbuka
di bawah Rata-rata Jumlah Pengangguran Terbuka Kab/Kota
di Jawa Tengah Tahun 2006-2010

Tahun 2006 Tahun 2007 Tahun 2008 Tahun 2009 Tahun 2010
Kab Purbalingga Kab Purbalingga Kab Purbalingga Kab Purbalingga Kab Purbalingga
Kab Banjarnegara Kab Banjarnegara Kab Banjarnegara Kab Banjarnegara Kab Banjarnegara
Kab Purworejo Kab Purworejo Kab Purworejo Kab Purworejo Kab Purworejo
Kab Wonosobo Kab Wonosobo Kab Wonosobo Kab Wonosobo Kab Wonosobo
Kab Boyolali Kab Wonogiri Kab Magelang Kab Magelang Kab Magelang
Kab Wonogiri Kab Karanganyar Kab Boyolali Kab Boyolali Kab Boyolali
Kab Karanganyar Kab Sragen Kab Wonogiri Kab Wonogiri Kab Klaten
Kab Sragen Kab Blora Kab Karanganyar Kab Sragen Kab Wonogiri
Kab Blora Kab Rembang Kab Sragen Kab Blora Kab Sragen
Kab Rembang Kab Kudus Kab Blora Kab Rembang Kab Blora
Kab Kudus Kab Jepara Kab Rembang Kab Kudus Kab Rembang
Kab Jepara Kab Temanggung Kab Kudus Kab Jepara Kab Kudus
Kab Semarang Kab Kendal Kab Jepara Kab Demak Kab Jepara
Kab Temanggung Kab Batang Kab Temanggung Kab Temanggung Kab Demak
Kab Batang Kab Pekalongan Kab Kendal Kab Kendal Kab Temanggung
Kab Pekalongan Kota Magelang Kab Batang Kab Batang Kab Kendal
Kota Magelang Kota Surakarta Kab Pekalongan Kab Pekalongan Kab Batang
Kota Surakarta Kota Salatiga Kota Magelang Kota Magelang Kab Pekalongan
Kota Salatiga Kota Pekalongan Kota Surakarta Kota Surakarta Kota Magelang
Kota Pekalongan Kota Tegal Kota Salatiga Kota Salatiga Kota Surakarta
Kota Tegal Kota Pekalongan Kota Pekalongan Kota Salatiga
Kota Tegal Kota Tegal Kota Pekalongan
Kota Tegal
Sumber: BPS, Jawa Tengah Dalam Angka Tahun 2007-2011 (data diolah)

Berdasarkan tabel 4.6 terlihat bahwa Kabupaten mana saja selama kurun

waktu tersebut yang jumlah pengangguran terbukanya selalu berada di bawah

rata-rata jumlah pengangguran terbuka Kab/Kota di Jawa Tengah atau hanya pada
64

tahun-tahun tertentu saja. Pada tahun 2006, ada 21 Kab/Kota yang yang jumlah

pengangguran terbukanya berada di bawah rata-rata, kemudian menurun menjadi

20 Kab/Kota di tahun berikutnya. Sedangkan di tahun-tahun selanjutnya

mengalami peningkatan, hingga 23 Kab/Kota pada tahun 2010. Kondisi demikian

mencerminkan sudah lebih dari 50 persen Kab/Kota di Jawa Tengah yang jumlah

pengangguran terbukanya berada di bawah rata-rata jumlah pengangguran terbuka

Kab/Kota di Jawa Tengah.

Selain itu, ada pula Kab/Kota yang jumlah pengangguran terbukanya

masih berada di atas rata-rata jumlah pengangguran terbuka Kab/Kota di Jawa

Tengah. Terlihat pada tabel 4.7 berikut ini:

Tabel 4.7
Kab/Kota dengan Jumlah Pengangguran Terbuka di atas Rata-rata Jumlah
Pengangguran Terbuka Kab/Kota di Jawa Tengah Tahun 2006-2010

Tahun 2006 Tahun 2007 Tahun 2008 Tahun 2009 Tahun 2010
Kab Cilacap Kab Cilacap Kab Cilacap Kab Cilacap Kab Cilacap
Kab Banyumas Kab Banyumas Kab Banyumas Kab Banyumas Kab Banyumas
Kab Kebumen Kab Kebumen Kab Kebumen Kab Kebumen Kab Kebumen
Kab Magelang Kab Magelang Kab Klaten Kab Klaten Kab Sukoharjo
Kab Klaten Kab Boyolali Kab Sukoharjo Kab Sukoharjo Kab Karanganyar
Kab Sukoharjo Kab Klaten Kab Grobogan Kab Karanganyar Kab Grobogan
Kab Grobogan Kab Sukoharjo Kab Pati Kab Grobogan Kab Pati
Kab Pati Kab Grobogan Kab Demak Kab Pati Kab Semarang
Kab Demak Kab Pati Kab Semarang Kab Semarang Kab Pemalang
Kab Kendal Kab Demak Kab Pemalang Kab Pemalang Kab Tegal
Kab Pemalang Kab Semarang Kab Tegal Kab Tegal Kab Brebes
Kab Tegal Kab Pemalang Kab Brebes Kab Brebes Kota Semarang
Kab Brebes Kab Tegal Kota Semarang Kota Semarang
Kota Semarang Kab Brebes
Kota Semarang
Sumber: BPS, Jawa Tengah Dalam Angka Tahun 2007-2011 (data diolah)

Berdasarkan tabel 4.7 terlihat bahwa Kabupaten mana saja selama kurun

waktu tersebut yang jumlah pengangguran terbukanya selalu berada di atas rata-
65

rata jumlah pengangguran terbuka Kab/Kota di Jawa Tengah atau hanya pada

tahun-tahun tertentu saja. Pada tahun 2006, ada 14 Kab/Kota yang yang jumlah

pengangguran terbukanya berada di atas rata-rata, kemudian menurun menjadi 15

Kab/Kota di tahun berikutnya. Sedangkan di tahun-tahun selanjutnya mengalami

penurunan, hingga 12 Kab/Kota pada tahun 2010.

Berdasarkan tabel 4.6 dan tabel 4.7 dapat diketahui bahwa terdapat 18

Kab/Kota yang selama kurun waktu tersebut secara berturut-turut dari tahun 2006

hingga 2010 jumlah pengangguran terbukanya berhasil berada di bawah rata-rata

jumlah pengangguran terbuka Kab/Kota di Jawa Tengah. Sedangkan, sepuluh

Kab/Kota di Jawa Tengah jumlah pengangguran terbukanya masih berada di atas

rata-rata jumlah pengangguran terbuka Kab/Kota di Jawa Tengah. Untuk lebih

jelasnya dapat dilihat pada tabel 4.8 berikut ini:

Tabel 4.8
Kab/Kota dengan Jumlah Pengangguran Terbuka di atas dan di bawah
rata-rata Jumlah Pengangguran Terbuka Kab/Kota di Jawa Tengah
Tahun 2006-2010

Di bawah Di atas
Kabupaten Purbalingga Kabupaten Cilacap
Kabupaten Banjarnegara Kabupaten Banyumas
Kabupaten Purworejo Kabupaten Kebumen
Kabupaten Wonosobo Kabupaten Sukoharjo
Kabupaten Wonogiri Kabupaten Grobogan
Kabupaten Sragen Kabupaten Pati
Kabupaten Blora Kabupaten Pemalang
Kabupaten Rembang Kabupaten Tegal
Kabupaten Kudus Kabupaten Brebes
Kabupaten Jepara Kota Semarang
Kabupaten Temanggung
Kabupaten Batang
Kabupaten Pekalongan
Kota Magelang
Kota Surakarta
Kota Salatiga
Kota Pekalongan
Kota Tegal
Sumber: BPS, Jawa Tengah Dalam Angka Tahun 2007-2011 (data diolah)
66

4.1.3 Pengeluaran Pemerintah di Jawa Tengah

Pengeluaran pemerintah merupakan seperangkat produk yang dihasilkan

yang memuat pilihan atau keputusan yang dibuat oleh pemerintah untuk

menyediakan barang-barang publik dan pelayanan kepada masyarakat. Total

pengeluaran pemerintah merupakan penjumlahan keseluruhan dari keputusan

anggaran pada masing-masing tingkatan pemerintahan (pusat-provinsi-daerah).

Pengeluaran pemerintah daerah berperan untuk mempertemukan

permintaan masyarakat dengan penyediaan sarana dan prasarana yang tidak

dipenuhi oleh swasta. Sedangkan pengeluaran pemerintah itu sendiri tidak begitu

saja dilaksanakan oleh suatu pemerintah daerah, tetapi harus direncanakan terlebih

dahulu.

Menurut lampiran VIII Kepmendagri No. 29 Tahun 2002, pengeluaran

pemerintah dibagi menjadi dua, yaitu: belanja aparatur daerah dan belanja

pelayanan publik. Namun, setelah ditetapkannya sistem anggaran berdasar

Permendagri No.13 Tahun 2006 belanja daerah dibagi menjadi dua bagian, yaitu:

belanja tidak langsung dan belanja langsung.

Berikut ini adalah data realisasi pengeluaran pemerintah Kab/Kota di Jawa

Tengah tahun 2006-2010:


67

Tabel 4.9
Realisasi Pengeluaran Pemerintah Kab/Kota di Jawa Tengah
Tahun 2006-2010 (ribuan rupiah)

Kab / Kota 2006 2007 2008 2009 2010 Rata-rata


Kab Cilacap 825.875.111 1.067.071.256 1.172.492.785 1.167.974.674 1.299.429.296 1.106.568.624
Kab Banyumas 719.985.020 870.904.666 973.932.843 1.070.009.266 1.178.380.052 962.642.369
Kab Purbalingga 433.803.970 556.752.030 707.774.473 745.014.151 735.286.299 635.726.185
Kab Banjarnegara 506.677.930 610.364.335 716.227.899 735.338.765 1.005.607.162 714.843.218
Kab Kebumen 618.431.278 895.755.398 859.246.349 946.181.541 1.010.051.969 865.933.307
Kab Purworejo 463.907.479 580.722.935 691.991.235 758.043.855 815.870.061 662.107.113
Kab Wonosobo 433.928.261 537.828.456 628.220.567 692.359.809 674.386.335 593.344.686
Kab Magelang 622.439.030 806.130.719 853.643.213 850.314.467 972.057.304 820.916.947
Kab Boyolali 530.077.206 738.497.658 793.262.108 810.987.628 912.584.586 757.081.837
Kab Klaten 729.406.355 867.096.405 1.000.134.799 981.121.677 1.044.293.156 924.410.478
Kab Sukoharjo 486.775.929 633.407.937 717.122.974 710.827.126 781.281.769 665.883.147
Kab Wonogiri 604.211.110 635.198.533 450.585.034 903.594.058 983.124.082 715.342.563
Kab Karanganyar 493.244.814 619.989.535 772.834.364 786.268.341 878.226.764 710.112.764
Kab Sragen 592.406.430 701.934.395 805.789.213 807.787.741 903.716.544 762.326.865
Kab Grobogan 582.165.712 739.694.326 871.274.392 813.339.697 902.227.716 781.740.369
Kab Blora 448.504.874 568.153.118 769.142.355 804.635.000 817.365.462 681.560.162
Kab Rembang 411.063.290 539.616.246 592.524.623 587.394.807 682.413.464 562.602.486
Kab Pati 575.823.630 747.390.719 900.119.172 957.336.803 981.687.848 832.471.634
Kab Kudus 476.286.478 603.786.452 726.323.425 869.172.775 807.200.133 696.553.853
Kab Jepara 539.720.214 671.017.548 744.074.361 753.184.661 884.456.717 718.490.700
Kab Demak 491.235.757 627.766.263 691.464.003 748.921.779 826.993.553 677.276.271
Kab Semarang 531.147.398 652.250.825 794.396.381 789.795.015 845.505.204 722.618.965
Kab Temanggung 423.686.683 503.744.676 611.340.692 606.950.607 662.203.879 561.585.307
Kab Kendal 552.963.071 597.617.551 756.328.308 786.579.283 907.949.596 720.287.562
Kab Batang 404.498.739 502.074.689 578.573.194 581.860.419 614.507.436 536.302.895
Kab Pekalongan 446.989.524 541.217.604 672.945.318 689.683.536 757.361.740 621.639.544
Kab Pemalang 583.144.513 651.124.067 767.167.956 843.963.217 928.713.828 754.822.716
Kab Tegal 605.018.460 703.315.829 872.732.362 847.808.763 959.764.609 797.728.005
Kab Brebes 633.700.300 847.543.970 973.243.124 926.528.772 1.226.820.250 921.567.283
Kota Magelang 242.474.775 317.029.441 386.124.525 412.723.983 410.623.349 353.795.215
Kota Surakarta 470.560.730 588.297.505 760.080.852 747.265.481 825.858.503 678.412.614
Kota Salatiga 225.666.718 253.773.748 368.393.972 432.656.545 358.615.915 327.821.380
Kota Semarang 927.224.311 1.130.846.244 1.325.301.609 1.505.502.336 1.732.662.151 1.324.307.330
Kota Pekalongan 259.967.477 314.877.859 397.148.649 384.213.291 409.993.161 353.240.087
Kota Tegal 291.812.156 333.581.748 393.200.044 458.620.880 474.360.687 390.315.103
Jateng 18.184.824.733 22.556.374.686 26.490.907.627 27.513.960.734 30.181.692.580 24.985.552.072
Sumber: BPS, Statistik Keuangan Pemerintah Kab/Kota 2006-2010

Berdasarkan tabel 4.9 menunjukkan bahwa perkembangan realisasi

pengeluaran pemerintah di Jawa Tengah tahun 2006-2010 yang mengalami

peningkatan. Berdasarkan tabel 4.9 dapat diketahui pula bahwa:


68

1. Pada tahun 2006-2010, pengeluaran pemerintah tertinggi Kab/Kota di

Jawa Tengah adalah Kota Semarang. Selanjutnya, di peringkat kedua

adalah Kabupaten Cilacap.

2. Pada tahun 2006-2008, pengeluaran pemerintah terendah Kab/Kota di

Jawa Tengah adalah Kota Salatiga, sedangkan pada tahun 2009 adalah

Kota Pekalongan. Selanjutnya, pada tahun 2010, pengeluaran pemerintah

terendah kembali diduduki oleh Kota Salatiga.

3. Pada tahun 2006 dan 2008-2009, pengeluaran pemerintah terendah kedua

Kab/Kota di Jawa Tengah adalah Kota Magelang, sedangkan pada tahun

2007 dan 2010 yaitu Kota Pekalongan.

4. Pengeluaran pemerintah Kab/Kota di Jawa Tengah dalam kurun waktu

tersebut yang mengalami peningkatan ada 16 Kab/Kota, antara lain:

1. Kabupaten Banyumas 9. Kabupaten Jepara


2. Kabupaten Banjarnegara 10. Kabupaten Demak
3. Kabupaten Purworejo 11. Kabupaten Kendal
4. Kabupaten Boyolali 12. Kabupaten Batang
5. Kabupaten Karanganyar 13. Kabupaten Pekalongan
6. Kabupaten Sragen 14. Kabupaten Pemalang
7. Kabupaten Blora 15. Kota Semarang
8. Kabupaten Pati 16. Kota Tegal

5. Rata-rata pengeluaran pemerintah tertinggi adalah Kota Semarang.

Sedangkan rata-rata pengeluaran pemerintah terendah adalah Kota

Salatiga.

Selain dalam bentuk tabel, disajikan pula data dalam bentuk grafik yang

dapat dilihat dilampiran. Sedangkan, berikut ini adalah grafik rata-rata

pengeluaran pemerintah tiap Kab/Kota di Jawa Tengah tahun 2006 – 2010:


Rata-rata realisasi penegeluaran
pemerintah (ribuan rupiah)

0
1,000,000,000
1,200,000,000
1,400,000,000

200,000,000
400,000,000
600,000,000
800,000,000
Kab Cilacap
Kab Banyumas
Kab Purbalingga
Kab Banjarnegara
Kab Kebumen
Kab Purworejo
Kab Wonosobo
Kab Magelang
Kab Boyolali
Kab Klaten
Kab Sukoharjo
Kab Wonogiri
Kab Karanganyar
Kab Sragen
Kab Grobogan
Kab Blora
Kab Rembang
Kab Pati
Kab Kudus
Kab/Kota

Kab Jepara
Kab Demak
Kab Semarang
Kab Temanggung
di Jawa Tengah 2006-2010 (ribuan rupiah)

Kab Kendal
Kab Batang
Kab Pekalongan
Kab Pemalang
Grafik 4.3. Rata-rata Realisasi Pengeluaran Pemerintah Tiap Kab/Kota

Kab Tegal
2010 sebesar 711.782.274

Kab Brebes
Rata-rata realisasi pengeluaran

Kota Magelang
pemerintah Kab/Kota tahun 2006-

Kota Surakarta
Kota Salatiga
Kota Semarang
Kota Pekalongan
Kota Tegal
69
70

Berdasarkan grafik 4.3 dapat diketahui bahwa:

1. Rata-rata pengeluaran pemerintah Kab/Kota di Jawa Tengah tahun 2006-

2010 adalah sebesar 711.782.274 (ribuan rupiah).

2. Ada 18 Kab/Kota di Jawa Tengah yang rata-rata pengeluaran

pemerintahnya berada di atas rata-rata pengeluaran pemerintah Kab/Kota

di Jawa Tengah tahun 2006-2010, antara lain:

1. Kabupaten Cilacap 10. Kabupaten Grobogan


2. Kabupaten Banyumas 11. Kabupaten Pati
3. Kabupaten Banjarnegara 12. Kabupaten Jepara
4. Kabupaten Kebumen 13. Kabupaten Semarang
5. Kabupaten Magelang 14. Kabupaten Kendal
6. Kabupaten Boyolali 15. Kabupaten Pemalang
7. Kabupaten Klaten 16. Kabupaten Tegal
8. Kabupaten Wonogiri 17. Kabupaten Brebes
9. Kabupaten Sragen 18. Kota Semarang

3. Ada 17 Kab/Kota di Jawa Tengah yang mana rata-rata pengeluaran

pemerintah yang dikeluarkan selama tahun 2006-2010 masih dibawah

rata-rata pengeluaran pemerintah Kab/Kota di Jawa Tengah, yaitu:

1. Kabupaten Purbalingga 10. Kabupaten Temanggung


2. Kabupaten Purworejo 11. Kabupaten Batang
3. Kabupaten Wonosobo 12. Kabupaten Pekalongan
4. Kabupaten Sukoharjo 13. Kota Magelang
5. Kabupaten Karanganyar 14. Kota Surakarta
6. Kabupaten Blora 15. Kota Salatiga
7. Kabupaten Rembang 16. Kota Pekalongan
8. Kabupaten Kudus 17. Kota Tegal
9. Kabupaten Demak
71

Pada tahun 2006-2010, realisasi pengeluaran pemerintah di Jawa Tengah

mengalami peningkatan. Akan tetapi, pada kenyataanya tidak semua Kab/Kota di

Jawa Tengah juga mengalami hal yang sama. Hanya ada 16 Kab/Kota di Jawa

Tengah yang mengalami peningkatan realisasi pengeluaran pemerintah dalam

kurun waktu tersebut. Sedangkan sisanya, 19 Kab/Kota cenderung fluktuatif.

Walaupun terjadi peningkatan realisasi pengeluaran pemerintah, namun masih ada

Kab/Kota di Jawa Tengah yang realisasi pengeluaran pemerintahnya pada kurun

waktu tersebut berada di bawah rata-rata realisasi pengeluaran pemerintah

Kab/Kota di Jawa Tengah. Pada tabel 4.10 menunjukkan Kab/Kota mana saja

yang realisasi pengeluaran pemerintahnya berada di bawah rata-rata realisasi

pengeluaran pemerintah Kab/Kota di Jawa Tengah.

Tabel 4.10
Kab/Kota dengan Realisasi Pengeluaran Pemerintah di bawah Rata-rata
Realisasi Pengeluaran Pemerintah Kab/Kota di Jawa Tengah
Tahun 2006-2010

Tahun 2006 Tahun 2007 Tahun 2008 Tahun 2009 Tahun 2010
Kab Purbalingga Kab Purbalingga Kab Purbalingga Kab Purbalingga Kab Purbalingga
Kab Banjarnegara Kab Banjarnegara Kab Banjarnegara Kab Banjarnegara Kab Purworejo
Kab Purworejo Kab Purworejo Kab Purworejo Kab Purworejo Kab Wonosobo
Kab Wonosobo Kab Wonosobo Kab Wonosobo Kab Wonosobo Kab Sukoharjo
Kab Sukoharjo Kab Sukoharjo Kab Sukoharjo Kab Sukoharjo Kab Blora
Kab Karanganyar Kab Wonogiri Kab Wonogiri Kab Rembang Kab Rembang
Kab Blora Kab Karanganyar Kab Rembang Kab Jepara Kab Kudus
Kab Rembang Kab Blora Kab Kudus Kab Demak Kab Demak
Kab Kudus Kab Rembang Kab Jepara Kab Temanggung Kab Semarang
Kab Demak Kab Kudus Kab Demak Kab Batang Kab Temanggung
Kab Temanggung Kab Demak Kab Temanggung Kab Pekalongan Kab Batang
Kab Batang Kab Temanggung Kab Batang Kota Magelang Kab Pekalongan
Kab Pekalongan Kab Kendal Kab Pekalongan Kota Surakarta Kota Magelang
Kota Magelang Kab Batang Kota Magelang Kota Salatiga Kota Surakarta
Kota Surakarta Kab Pekalongan Kota Salatiga Kota Pekalongan Kota Salatiga
Kota Salatiga Kota Magelang Kota Pekalongan Kota Tegal Kota Pekalongan
Kota Pekalongan Kota Surakarta Kota Tegal Kota Tegal
Kota Tegal Kota Salatiga
Kota Pekalongan
Kota Tegal
Sumber: BPS, Statistik Keuangan Pemerintah Kab/Kota 2006-2010 (data diolah)
72

Berdasarkan tabel 4.10 terlihat bahwa Kabupaten mana saja selama kurun

waktu tersebut realisasi pengeluaran pemerintahnya berada di bawah rata-rata

realisasi pengeluaran pemerintah Kab/Kota di Jawa Tengah atau hanya pada

tahun-tahun tertentu saja. Pada tahun 2006 ada 18 Kab/Kota yang yang realisasi

pengeluaran pemerintahnya berada di bawah rata-rata, kemudian mengalami

peningkatan menjadi 20 Kab/Kota di tahun berikutnya. Sedangkan, di tahun-tahun

selanjutnya mengalami penurunan, dan kembali meningkat menjadi 17 Kab/Kota

pada tahun 2010.

Selain itu, ada pula Kab/Kota yang realisasi pengeluaran pemerintahnya

berada di atas rata-rata realisasi pengeluaran pemerintah Kab/Kota di Jawa

Tengah. Terlihat pada tabel 4.11 berikut ini:

Tabel 4.11
Kab/Kota dengan Pengeluaran Pemerintah di atas Rata-rata Pengeluaran
Pemerintah Kab/Kota di Jawa Tengah Tahun 2006-2010

Tahun 2006 Tahun 2007 Tahun 2008 Tahun 2009 Tahun 2010
Kab Cilacap Kab Cilacap Kab Cilacap Kab Cilacap Kab Cilacap
Kab Banyumas Kab Banyumas Kab Banyumas Kab Banyumas Kab Banyumas
Kab Kebumen Kab Kebumen Kab Kebumen Kab Kebumen Kab Banjarnegara
Kab Magelang Kab Magelang Kab Magelang Kab Magelang Kab Kebumen
Kab Boyolali Kab Boyolali Kab Boyolali Kab Boyolali Kab Magelang
Kab Klaten Kab Klaten Kab Klaten Kab Klaten Kab Boyolali
Kab Wonogiri Kab Sragen Kab Karanganyar Kab Wonogiri Kab Klaten
Kab Sragen Kab Grobogan Kab Sragen Kab Karanganyar Kab Wonogiri
Kab Grobogan Kab Pati Kab Grobogan Kab Sragen Kab Karanganyar
Kab Pati Kab Jepara Kab Blora Kab Grobogan Kab Sragen
Kab Jepara Kab Semarang Kab Pati Kab Blora Kab Grobogan
Kab Semarang Kab Pemalang Kab Semarang Kab Pati Kab Pati
Kab Kendal Kab Tegal Kab Kendal Kab Kudus Kab Jepara
Kab Pemalang Kab Brebes Kab Pemalang Kab Semarang Kab Kendal
Kab Tegal Kota Semarang Kab Tegal Kab Kendal Kab Pemalang
Kab Brebes Kab Brebes Kab Pemalang Kab Tegal
Kota Semarang Kota Surakarta Kab Tegal Kab Brebes
Kota Semarang Kab Brebes Kota Semarang
Kota Semarang
Sumber: BPS, Statistik Keuangan Pemerintah Kab/Kota 2006-2010 (data diolah)
73

Berdasarkan tabel 4.11 terlihat bahwa Kabupaten mana saja selama kurun

waktu tersebut realisasi pengeluaran pemerintahnya berada di atas rata-rata

realisasi pengeluaran pemerintah Kab/Kota di Jawa Tengah atau hanya pada

tahun-tahun tertentu saja. Pada tahun 2006 ada 17 Kab/Kota yang yang realisasi

pengeluaran pemerintahnya berada di atas rata-rata, kemudian mengalami

penurunan menjadi 15 Kab/Kota di tahun berikutnya. Sedangkan, di tahun-tahun

selanjutnya mengalami peningkatan, dan kembali menurun menjadi 18 Kab/Kota

pada tahun 2010.

Berdasarkan tabel 4.10 dan tabel 4.11 dapat diketahui bahwa terdapat 13

Kab/Kota yang selama kurun waktu tersebut secara berturut-turut dari tahun 2006

hingga 2010 realisasi pengeluaran pemerintahnya selalu berada di bawah rata-rata

realisasi pengeluaran pemerintah Kab/Kota di Jawa Tengah. Selain itu, ada pula

13 Kab/Kota yang selama kurun waktu tersebut secara berturut-turut realisasi

pengeluaran pemerintahnya berada di atas rata-rata realisasi pengeluaran

pemerintah Kab/Kota di Jawa Tengah. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada

tabel 4.12 berikut ini:


74

Tabel 4.12
Kab/Kota dengan Realisasi Pengeluaran Pemerintah di atas dan di bawah
rata-rata Realisasi Pengeluaran Pemerintah Kab/Kota di Jawa Tengah
Tahun 2006-2010

Di bawah Di atas
Kabupaten Purbalingga Kabupaten Cilacap
Kabupaten Purworejo Kabupaten Banyumas
Kabupaten Wonosobo Kabupaten Kebumen
Kabupaten Sukoharjo Kabupaten Magelang
Kabupaten Rembang Kabupaten Boyolali
Kabupaten Demak Kabupaten Klaten
Kabupaten Temanggung Kabupaten Sragen
Kabupaten Batang Kabupaten Grobogan
Kabupaten Pekalongan Kabupaten Pati
Kota Magelang Kabupaten Pemalang
Kota Salatiga Kabupaten Tegal
Kota Pekalongan Kabupaten Brebes
Kota Tegal Kota Semarang
Sumber: BPS, Statistik Keuangan Pemerintah Kab/Kota 2006-2010 (data diolah)

4.1.4 Jumlah Penduduk di Jawa Tengah

Jawa Tengah merupakan salah satu Provinsi yang memiliki jumlah

penduduk yang besar di Indonesia. Berdasarkan angka sementara Proyeksi Sensus

Penduduk (SP) 2010, jumlah penduduk Jawa Tengah pada tahun 2011 tercatat

sebesar 32,64 juta jiwa atau sekitar 13,54 persen dari jumlah penduduk Indonesia.

Ini menempatkan Jawa Tengah sebagai provinsi ketiga di Indonesia dengan

jumlah penduduk terbanyak setelah Jawa Barat dan Jawa Timur.

Menurut Todaro (2006:349-351), ada tujuh konsekuensi negatif dari

pertumbuhan penduduk, yakni dampak-dampaknya terhadap pertumbuhan

ekonomi, kemiskinan dan ketimpangan pendapatan, pendidikan, kesehatan,

ketersediaan bahan pangan, lingkungan hidup, serta migrasi internasional

Berikut ini adalah data jumlah penduduk Kab/Kota di Jawa Tengah tahun

2006-2010:
75

Tabel 4.13
Jumlah Penduduk Kab/Kota di Jawa Tengah Tahun 2006-2010 (jiwa)

Kab / Kota 2006 2007 2008 2009 2010 Rata-rata


Kab Cilacap 1.621.664 1.623.176 1.626.795 1.629.908 1.642.107 1.628.730
Kab Banyumas 1.490.665 1.495.981 1.503.262 1.510.102 1.554.527 1.510.907
Kab Purbalingga 816.720 821.870 828.125 834.164 848.952 829.966
Kab Banjarnegara 859.668 864.148 869.777 875.167 868.913 867.535
Kab Kebumen 1.203.230 1.208.716 1.215.801 1.222.542 1.159.926 1.202.043
Kab Purworejo 717.439 719.396 722.293 724.973 695.427 715.906
Kab Wonosobo 752.136 754.447 757.746 760.819 754.883 756.006
Kab Magelang 1.153.234 1.161.278 1.170.894 1.180.217 1.181.723 1.169.469
Kab Boyolali 928.164 932.698 938.469 943.978 930.531 934.768
Kab Klaten 1.126.165 1.128.852 1.133.012 1.136.829 1.130.047 1.130.981
Kab Sukoharjo 813.657 819.621 826.699 833.575 824.238 823.558
Kab Wonogiri 978.808 980.132 982.730 985.024 928.904 971.120
Kab Karanganyar 799.595 805.462 812.423 819.186 813.196 809.972
Kab Sragen 856.296 857.844 860.509 862.910 858.266 859.165
Kab Grobogan 1.318.286 1.326.414 1.336.322 1.345.879 1.308.696 1.327.119
Kab Blora 829.745 831.909 835.160 838.159 829.728 832.940
Kab Rembang 570.870 572.879 575.640 578.232 591.359 577.796
Kab Pati 1.165.159 1.167.621 1.171.605 1.175.232 1.190.993 1.174.122
Kab Kudus 764.563 774.838 786.269 797.617 777.437 780.145
Kab Jepara 1.058.064 1.073.631 1.090.839 1.107.973 1.097.280 1.085.557
Kab Demak 1.017.884 1.025.388 1.034.286 1.042.932 1.055.579 1.035.214
Kab Semarang 890.898 900.420 911.223 921.865 930.727 911.027
Kab Temanggung 694.949 700.845 707.707 714.411 708.546 705.292
Kab Kendal 925.620 938.115 952.011 965.808 900.313 936.373
Kab Batang 676.152 678.909 682.561 686.016 706.764 686.080
Kab Pekalongan 837.906 844.228 851.700 858.967 838.621 846.284
Kab Pemalang 1.344.597 1.358.952 1.375.240 1.391.284 1.261.353 1.346.285
Kab Tegal 1.406.796 1.410.290 1.415.625 1.420.532 1.394.839 1.409.616
Kab Brebes 1.765.564 1.775.939 1.788.687 1.800.958 1.733.869 1.773.003
Kota Magelang 129.952 132.177 134.615 137.055 118.227 130.405
Kota Surakarta 512.898 517.557 522.935 528.202 499.337 516.186
Kota Salatiga 171.248 174.699 178.451 182.226 170.332 175.391
Kota Semarang 1.468.292 1.488.645 1.511.236 1.533.686 1.555.984 1.511.569
Kota Pekalongan 271.808 273.342 275.241 277.065 281.434 275.778
Kota Tegal 239.038 239.860 240.502 241.070 239.599 240.014
Jateng 32.177.730 32.380.279 32.626.390 32.864.563 32.382.657 32.486.324
Sumber: BPS, Jawa Tengah Dalam Angka Tahun 2007-2011
76

Berdasarkan tabel 4.13 menunjukkan bahwa jumlah penduduk di Jawa

Tengah selama tahun 2006-2009 mengalami peningkatan. Akan tetapi, pada tahun

2010 terjadi penurunan jumlah penduduk di Jawa Tengah. Berdasarkan tabel 4.13

dapat diketahui pula bahwa:

1. Hal yang sama juga terjadi pada 25 Kab/Kota di Jawa Tengah dimana

terjadi peningkatan jumlah penduduk dari tahun 2006-2009. Akan tetapi,

pada tahun 2010 terjadi penurunan jumlah penduduk. Kab/Kota yang

dimaksud, yaitu:

1. Kabupaten Banyumas 14. Kabupaten Kudus


2. Kabupaten Banjarnegara 15. Kabupaten Jepara
3. Kabupaten Kebumen 16. Kabupaten Temanggung
4. Kabupaten Purworejo 17. Kabupaten Kendal
5. Kabupaten Wonosobo 18. Kabupaten Pekalongan
6. Kabupaten Boyolali 19. Kabupaten Pemalang
7. Kabupaten Klaten 20. Kabupaten Tegal
8. Kabupaten Sukoharjo 21. Kabupaten Brebes
9. Kabupaten Wonogiri 22. Kota Magelang
10. Kabupaten Karanganyar 23. Kota Surakarta
11. Kabupaten Sragen 24. Kota Salatiga
12. Kabupaten Grobogan 25. Kota Tegal
13. Kabupaten Blora

2. Pada tahun 2006-2010, jumlah penduduk tertinggi Kab/Kota di Jawa

Tengah adalah Kabupaten Brebes. Selanjutnya diperingkat kedua adalah

Kabupaten Cilacap.
77

3. Pada tahun 2006-2010, jumlah penduduk terendah Kab/Kota di Jawa

Tengah adalah Kota Magelang, sedangkan jumlah penduduk terendah

kedua adalah Kota Salatiga.

4. Ada sepuluh Kab/Kota di Jawa Tengah yang mengalami peningkatan

jumlah penduduk dari tahun 2006-2010. Kab/Kota tersebut, yaitu:

1. Kabupaten Cilacap 6. Kabupaten Demak


2. Kabupaten Purbalingga 7. Kabupaten Semarang
3. Kabupaten Magelang 8. Kabupaten Batang
4. Kabupaten Rembang 9. Kota Semarang
5. Kabupaten Pati 10. Kota Pekalongan
5. Rata-rata jumlah penduduk Kab/Kota di Jawa Tengah tahun 2006-2010

yang tertinggi adalah Kabupaten Brebes yang mencapai 1.773.003 jiwa.

Sedangkan, rata-rata jumlah penduduk terendah adalah Kota Magelang

yang hanya sebesar 130.405 jiwa.

Selain dalam bentuk tabel, disajikan pula data dalam bentuk grafik tentang

jumlah penduduk Kab/Kota di Jawa Tengah tahun 2006 – 2010 yang dapat dilihat

dilampiran. Sedangkan, berikut ini adalah grafik rata-rata jumlah penduduk tiap

Kab/Kota di Jawa Tengah tahun 2006 – 2010:


Rata-rata jumlah penduduk (jiwa)

200,000
400,000
600,000
800,000
1,000,000
1,200,000
1,400,000
1,600,000
1,800,000

0
2,000,000

Kab Cilacap
Kab Banyumas
Kab Purbalingga
Kab Banjarnegara
Kab Kebumen
Kab Purworejo
Kab Wonosobo
Kab Magelang
Kab Boyolali
Kab Klaten
Kab Sukoharjo
Kab Wonogiri
Kab Karanganyar
Kab Sragen
Kab Grobogan
Kab Blora
Kab Rembang

(jiwa)
Kab Pati
Kab/Kota

Kab Kudus
sebesar 928.181

Kab Jepara
Kab Demak
di Jawa Tengah 2006-2010

Kab Semarang
Kab Temanggung
Kab/Kota tahun 2006-2010
Rata-rata jumlah penduduk

Kab Kendal
Kab Batang
Grafik 4.4. Rata-rata Jumlah Penduduk Tiap Kab/Kota

Kab Pekalongan
Kab Pemalang
Kab Tegal
Kab Brebes
Kota Magelang
Kota Surakarta
Kota Salatiga
Kota Semarang
Kota Pekalongan
Kota Tegal
78
79

Berdasarkan grafik 4.4 dapat diketahui bahwa:

1. Rata-rata jumlah penduduk Kab/Kota di Jawa Tengah selama tahun 2006-

2010 sebesar 928.181 jiwa.

2. Pada tahun 2006-2010, ada 16 Kab/Kota di Jawa Tengah yang rata-rata

jumlah penduduknya berada di atas rata-rata jumlah penduduk Kab/Kota

di Jawa Tengah. Kab/Kota yang dimaksud, meliputi:

1. Kabupaten Cilacap 9. Kabupaten Pati


2. Kabupaten Banyumas 10. Kabupaten Jepara
3. Kabupaten Kebumen 11. Kabupaten Demak
4. Kabupaten Magelang 12. Kabupaten Kendal
5. Kabupaten Boyolali 13. Kabupaten Pemalang
6. Kabupaten Klaten 14. Kabupaten Tegal
7. Kabupaten Wonogiri 15. Kabupaten Brebes
8. Kabupaten Grobogan 16. Kota Semarang

3. Sisanya, ada 19 Kab/Kota yang berada di bawah rata-rata jumlah

penduduk penduduk Kab/Kota di Jawa Tengah. Kab/Kota yang dimaksud,

meliputi:

1. Kabupaten Purbalingga 11. Kabupaten Semarang


2. Kabupaten Banjarnegara 12. Kabupaten Temanggung
3. Kabupaten Purworejo 13. Kabupaten Batang
4. Kabupaten Wonosobo 14. Kabupaten Pekalongan
5. Kabupaten Sukoharjo 15. Kota Magelang
6. Kabupaten Karanganyar 16. Kota Surakarta
7. Kabupaten Sragen 17. Kota Salatiga
8. Kabupaten Blora 18. Kota Pekalongan
9. Kabupaten Rembang 19. Kota Tegal
10. Kabupaten Kudus
80

Jumlah penduduk di Jawa Tengah mengalami kecenderungan meningkat

tahun 2006-2009, akan tetapi pada tahun 2010 terjadi penurunan jumlah

penduduk. Hal yang sama juga terjadi pada 25 Kab/Kota di Jawa Tengah.

Sedangkan sisanya, 10 Kab/Kota justru mengalami peningkatan dalam kurun

waktu tersebut. Walaupun demikian, ada Kab/Kota di Jawa Tengah yang jumlah

penduduknya berhasil berada di bawah rata-rata jumlah penduduk Kab/Kota di

Jawa Tengah. Pada tabel 4.14 menunjukkan Kab/Kota mana saja yang jumlah

penduduknya berada di bawah rata-rata jumlah penduduk Kab/Kota di Jawa

Tengah tahun 2006-2010.

Tabel 4.14
Kab/Kota dengan Jumlah Penduduk di bawah Rata-rata Jumlah Penduduk
Kab/Kota di Jawa Tengah Tahun 2006-2010

Tahun 2006 Tahun 2007 Tahun 2008 Tahun 2009 Tahun 2010
Kab Purbalingga Kab Purbalingga Kab Purbalingga Kab Purbalingga Kab Purbalingga
Kab Banjarnegara Kab Banjarnegara Kab Banjarnegara Kab Banjarnegara Kab Banjarnegara
Kab Purworejo Kab Purworejo Kab Purworejo Kab Purworejo Kab Purworejo
Kab Wonosobo Kab Wonosobo Kab Wonosobo Kab Wonosobo Kab Wonosobo
Kab Sukoharjo Kab Sukoharjo Kab Sukoharjo Kab Sukoharjo Kab Sukoharjo
Kab Karanganyar Kab Karanganyar Kab Karanganyar Kab Karanganyar Kab Karanganyar
Kab Sragen Kab Sragen Kab Sragen Kab Sragen Kab Sragen
Kab Blora Kab Blora Kab Blora Kab Blora Kab Blora
Kab Rembang Kab Rembang Kab Rembang Kab Rembang Kab Rembang
Kab Kudus Kab Kudus Kab Kudus Kab Kudus Kab Kudus
Kab Semarang Kab Semarang Kab Semarang Kab Semarang Kab Temanggung
Kab Temanggung Kab Temanggung Kab Temanggung Kab Temanggung Kab Kendal
Kab Batang Kab Batang Kab Batang Kab Batang Kab Batang
Kab Pekalongan Kab Pekalongan Kab Pekalongan Kab Pekalongan Kab Pekalongan
Kota Magelang Kota Magelang Kota Magelang Kota Magelang Kota Magelang
Kota Surakarta Kota Surakarta Kota Surakarta Kota Surakarta Kota Surakarta
Kota Salatiga Kota Salatiga Kota Salatiga Kota Salatiga Kota Salatiga
Kota Pekalongan Kota Pekalongan Kota Pekalongan Kota Pekalongan Kota Pekalongan
Kota Tegal Kota Tegal Kota Tegal Kota Tegal Kota Tegal
Sumber: BPS, Jawa Tengah Dalam Angka Tahun 2007-2011 (data diolah)

Berdasarkan tabel 4.14 terlihat dalam kurun waktu 5 tahun dari tahun

2006-2010 ada 19 Kab/Kota yang jumlah penduduknya berada di bawah rata-rata

jumlah penduduk Kab/Kota di Jawa Tengah. Akan tetapi, jika dicermati kembali
81

terlihat bahwa hanya Kabupaten Semarang saja yang jumlah penduduknya berada

di bawah rata-rata dalam kurun waktu 2006-2009. Karena pada tahun 2010,

jumlah penduduk Kabupaten Semarang berada di atas rata-rata.

Selain itu, ada pula Kab/Kota yang jumlah penduduknya berada di atas

rata-rata jumlah penduduk Kab/Kota di Jawa Tengah. Terlihat pada tabel 4.15

berikut ini:

Tabel 4.15
Kab/Kota dengan Jumlah Penduduk di atas Rata-rata Jumlah Penduduk
Kab/Kota di Jawa Tengah Tahun 2006-2010

Tahun 2006 Tahun 2007 Tahun 2008 Tahun 2009 Tahun 2010
Kab Cilacap Kab Cilacap Kab Cilacap Kab Cilacap Kab Cilacap
Kab Banyumas Kab Banyumas Kab Banyumas Kab Banyumas Kab Banyumas
Kab Kebumen Kab Kebumen Kab Kebumen Kab Kebumen Kab Kebumen
Kab Magelang Kab Magelang Kab Magelang Kab Magelang Kab Magelang
Kab Boyolali Kab Boyolali Kab Boyolali Kab Boyolali Kab Boyolali
Kab Klaten Kab Klaten Kab Klaten Kab Klaten Kab Klaten
Kab Wonogiri Kab Wonogiri Kab Wonogiri Kab Wonogiri Kab Wonogiri
Kab Grobogan Kab Grobogan Kab Grobogan Kab Grobogan Kab Grobogan
Kab Pati Kab Pati Kab Pati Kab Pati Kab Pati
Kab Jepara Kab Jepara Kab Jepara Kab Jepara Kab Jepara
Kab Demak Kab Demak Kab Demak Kab Demak Kab Demak
Kab Kendal Kab Kendal Kab Kendal Kab Kendal Kab Semarang
Kab Pemalang Kab Pemalang Kab Pemalang Kab Pemalang Kab Pemalang
Kab Tegal Kab Tegal Kab Tegal Kab Tegal Kab Tegal
Kab Brebes Kab Brebes Kab Brebes Kab Brebes Kab Brebes
Kota Semarang Kota Semarang Kota Semarang Kota Semarang Kota Semarang
Sumber: BPS, Jawa Tengah Dalam Angka Tahun 2007-2011 (data diolah)

Berdasarkan tabel 4.15 terlihat dalam kurun waktu 5 tahun dari tahun

2006-2010 ada 16 Kab/Kota yang jumlah penduduknya berada di atas rata-rata

jumlah penduduk Kab/Kota di Jawa Tengah. Akan tetapi, jika dicermati kembali

terlihat bahwa hanya Kabupaten Kendal saja yang jumlah penduduknya berada di

atas rata-rata dalam kurun waktu 2006-2009. Karena pada tahun 2010, jumlah

penduduk Kabupaten Kendal berada di bawah rata-rata.


82

Berdasarkan dua tabel tersebut yaitu tabel 4.14 dan tabel 4.15 dapat

diketahui bahwa bahwa terdapat 18 Kab/Kota yang selama kurun waktu tersebut

secara berturut-turut dari tahun 2006 hingga 2010 jumlah penduduknya berada di

bawah rata-rata jumlah penduduk Kab/Kota di Jawa Tengah. Selain itu, terdapat

pula 15 Kab/Kota yang selama kurun waktu tersebut secara berturut-turut jumlah

penduduknya masih berada di atas rata-rata jumlah penduduk Kab/Kota di Jawa

Tengah. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat dalam tabel 4.16 berikut ini:

Tabel 4.16
Kab/Kota dengan Jumlah Penduduk di atas dan di bawah rata-rata
Jumlah Penduduk Kab/Kota di Jawa Tengah Tahun 2006-2010

Di bawah Di atas
Kabupaten Purbalingga Kabupaten Cilacap
Kabupaten Banjarnegara Kabupaten Banyumas
Kabupaten Purworejo Kabupaten Kebumen
Kabupaten Wonosobo Kabupaten Magelang
Kabupaten Sukoharjo Kabupaten Boyolali
Kabupaten Karanganyar Kabupaten Klaten
Kabupaten Sragen Kabupaten Wonogiri
Kabupaten Blora Kabupaten Grobogan
Kabupaten Rembang Kabupaten Pati
Kabupaten Kudus Kabupaten Jepara
Kabupaten Temanggung Kabupaten Demak
Kabupaten Batang Kabupaten Pemalang
Kabupaten Pekalongan Kabupaten Tegal
Kota Magelang Kabupaten Brebes
Kota Surakarta Kota Semarang
Kota Salatiga
Kota Pekalongan
Kota Tegal
Sumber: BPS, Jawa Tengah Dalam Angka Tahun 2007-2011 (data diolah)

4.1.5 Analisis Regresi

4.1.6 Teknik Pemilihan Model

Untuk melihat seberapa besar pengangguran, pengeluaran pemerintah, dan

jumlah penduduk berpengaruh terhadap kemiskinan Kab/Kota di Jawa Tengah

maka terlebih dahulu dilakukan penaksiran model. Pengujiannya meliputi:


83

4.1.6.1 Uji Likelihood

Untuk membandingkan common effect model dan fixed effect model dapat

digunakan uji likelihood. Perhitungannya dapat dilihat dilampiran halaman 96.

Berdasarkan hasil pengujian diketahui bahwa nilai probabilitas cross-section chi-

square sebesar 0,0000 dan signifikan pada alpha 5% sehingga dapat diputuskan

bahwa model yang dipilih menggunakan fixed effect.

4.1.6.2 Uji Hausman

Untuk membandingkan fixed effect model dan random effect model

digunakan Uji Hausman. Dalam Uji Hausman diketahui bahwa probabilitas cross-

section random sebesar 1,0000 dan tidak signifikan pada taraf signifikansi 5%,

dengan demikian pengambilan keputusan model yang digunakan adalah fixed

effect model.

4.1.7 Pengujian Model

Pengujian model dalam penelitian ini meliputi: uji statistik dan uji asumsi

klasik. Uji statistik terdiri dari: melihat koefisien determinasi, uji t, uji F.

Sedangkan uji asumsi klasik antara lain: uji multikolinearitas, uji autokorelasi dan

uji heteroskedastisitas.

4.1.7.1 Uji Statistik

a. Koefisien Determinasi (R2)

Koefisien determinasi merupakan suatu angka yang dapat menjelaskan

sejauh mana variabel dependen dapat dijelaskan oleh variasi variabel independen.

Berdasarkan pengolahan data dengan menggunakan software Eviews 7.0 dengan

metode fixed effect diperoleh nilai R2 sebesar 0,969465. Hal ini menunjukkan
84

bahwa variabel kemiskinan dapat dijelaskan oleh variabel pengangguran,

pengeluaran pemerintah dan jumlah penduduk sebesar 97% sedangkan sisanya

sebesar 3% dijelaskan oleh faktor lain diluar model.

b. Uji Parsial (Uji t)

Uji t bertujuan untuk melihat seberapa jauh pengaruh masing-masing

variabel independen secara parsial dalam menerangkan variasi variabel dependen.

Berikut disajikan tabel uji t untuk melihat bagaimana pengaruh secara parsial

pengangguran (UPM), pengeluaran pemerintah (PP), dan jumlah penduduk (JP)

terhadap kemiskinan (KM) Kab/Kota di Jawa Tengah tahun 2006-2010.

Tabel 4.17 Uji t


t hitung t tabel
Variabel
t hitung Prob α=0,05
Pengangguran 6,295533 0,0000 1.645
Pengeluaran pemerintah -25,61431 0,0000 1.645
Jumlah penduduk 1,633633 0,1046 1.645
Sumber: Data penelitian dari BPS diolah dengan program Eviews 7.0

1) Uji Parsial (Uji t) Variabel Pengangguran

Berdasarkan tabel 4.17 diketahui bahwa thitung untuk variabel

pengangguran (UPM) sebesar 6,295533 dengan probabilitas 0,0000 dan signifikan

pada taraf signifikansi 5%. Pada taraf signifikansi tersebut dengan df=172

diperoleh nilai ttabel sebesar 1,645. Terlihat bahwa thitung > ttabel dan dapat dilihat

pula nilai dari probabilitasnya (0,0000) yang lebih kecil dari taraf signifikansi 5%.

Hal ini menunjukkan bahwa Ho ditolak dan Ha diterima. Oleh karena itu, variabel

pengangguran merupakan variabel penjelas yang signifikan berpengaruh terhadap


85

kemiskinan Kab/Kota di Jawa Tengah. Pengangguran yang memiliki parameter

positif, hal ini sesuai dengan teori yang ada dalam penelitian ini.

2) Uji Parsial (Uji t) Variabel Pengeluaran Pemerintah

Berdasarkan tabel 4.17 diketahui bahwa thitung untuk variabel pengeluaran

pemerintah (PP) sebesar -25,61431 dengan probabilitas 0,0000 dan signifikan

pada taraf signifikansi 5%. Pada taraf signifikansi tersebut dengan df=172

diperoleh nilai ttabel sebesar 1,645. Terlihat bahwa thitung > ttabel dan dapat dilihat

pula nilai dari probabilitasnya (0,0000) yang lebih kecil dari taraf signifikansi 5%.

Hal ini menunjukkan bahwa Ho ditolak dan Ha diterima. Oleh karena itu, variabel

pengeluaran pemerintah merupakan variabel penjelas yang signifikan berpengaruh

terhadap kemiskinan Kab/Kota di Jawa Tengah. Pengeluaran pemerintah yang

memiliki parameter negatif, hal ini sesuai dengan teori yang ada dalam penelitian

ini.

3) Uji Parsial (Uji t) Variabel Jumlah Penduduk

Berdasarkan tabel 4.17 diketahui bahwa thitung untuk variabel jumlah

penduduk (JP) sebesar 1,633633 dengan probabilitas 0,1046 dan tidak signifikan

pada taraf signifikansi 5%. Pada taraf signifikansi tersebut dengan df=172

diperoleh nilai ttabel sebesar 1,645. Terlihat bahwa thitung < ttabel selain itu dapat

dilihat pula probabilitasnya (0,1046) yang lebih besar dari taraf signifikansi 5%.

Hal ini menunjukkan bahwa Ha ditolak dan Ho diterima. Oleh karena itu, variabel

jumlah penduduk merupakan variabel penjelas berpengaruh tidak signifikan

terhadap kemiskinan Kab/Kota di Jawa Tengah.


86

c. Uji F

Berdasarkan hasil pengujian yang telah dilakukan diperoleh nilai Fstatistik

117,5574 dengan probabilitas 0,0000. Pada taraf signifikansi 5% dengan

numerator k = 3 dan denumerator (n-k) = 172 diperoleh Ftabel sebesar 2,65.

Apabila Fstatistik > Ftabel dan nilai probabilitasnya lebih kecil dari taraf signifikansi

memiliki arti bahwa Ho ditolak dan Ha diterima. Pada penelitian ini Fstatistik > Ftabel

dan nilai probabilitasnya lebih kecil dari taraf signifikansi sehingga dapat

disimpulkan bahwa Ho ditolak dan Ha diterima. Hal ini menunjukkan bahwa

variabel pengangguran, pengeluaran pemerintah dan jumlah penduduk secara

simultan dan signifikan berpengaruh terhadap kemiskinan.

4.1.7.2 Uji Asumsi Klasik

Pengujian asumsi klasik dalam penelitian ini meliputi: uji

multikolinieritas, dan uji autokorelasi.

1. Uji Multikolinearitas

Multikolinearitas adalah adanya suatu hubungan linear antara variabel

independen di dalam regresi. Untuk menguji ada tidaknya multikolinearitas dapat

dilihat dari perbandingan antara nilai R2 regresi parsial dengan nilai R2 regresi

utama. Apabila nilai R2 regresi parsial (auxiliary regression) lebih besar

dibandingkan nilai R2 regresi utama, maka dapat disimpulkan bahwa dalam

persamaan tersebut terjadi multikolinearitas. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat

pada tabel 4.18.


87

Tabel 4.18
Perbandingan R2 Regresi Auxiliary Regression
dengan R2 Regresi Utama Fixed Effect

R2 regresi
utama
No. Persamaan R2 Auxiliary regression
(fixed effect)

1 lnUPM, lnPP, JP 0,971809 0,969465


2 lnPP, JP, lnUPM 0,798673 0,969465
3 JP, lnUPM, lnPP 0,999792 0,969465
Sumber: Data penelitian dari BPS diolah dengan program Eviews 7.0

Berdasarkan tabel 4.18 tersebut di atas dapat dilihat bahwa nilai R2 < r1 dan

r3. Hanya r2 saja yang lebih kecil dari R2. Hal ini menunjukkan bahwa dalam

penelitian ini model terkena masalah multikolinieritas. Oleh karena itu, dapat

diambil kesimpulan bahwa terdapat korelasi antar variabel independen dalam

model. Akan tetapi, data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data

panel sehingga multikolinieritas kurang sempurna. Jadi, masalah multikolinieritas

dalam model fixed effect boleh diabaikan.

Alasan lain multikolinieritas pada data adalah terdapat kemugkinan

regresor-regresor yang diikutsertakan dalam model memiliki trend serupa, yaitu

sama-sama meningkat atau menurun seiring berjalannya waktu sehingga dapat

memunculkan kolinearitas di antara variabel-variabel tersebut. Oleh karena itu,

permasalahan multikolinieritas dalam model ini dapat diabaikan.

2. Uji Autokorelasi

Autokorelasi yaitu adanya korelasi antara anggota observasi satu dengan

observasi lain yang berlainan waktu. Deteksi autokorelasi adalah dengan cara uji

Durbin-Watson.
88

Berdasarkan hasil pengolahan data dengan metode fixed effect diperoleh

nilai Durbin Watson sebesar 1,694389. Berdasarkan uji yang telah dilakukan

tersebut diketahui nilai dL dan dU dengan tiga variabel bebas dan jumlah observasi

(n) sebanyak 175 yaitu dL (1,738), dU (1,799), 4-dU (2,201), 4-dL (2,262).

Tidak ada
Ada autokolerasi dan Ada
autokorelasi tidak menolak Ho autokolerasi
positif dan Tidak ada negatif dan
Tidak ada
menolak H0 keputusan menolak H0
keputusan

DW=1,69

0 dl (1,738) du (1,799) 4-du (2,201) 4-dl (2,262) 4

Gambar 4.1. Hasil Uji Durbin-Watson


Menurut Sarwoko (2005) bahwa masalah pada autokorelasi dapat diatasi

dengan menggunakan Generalized Least Square (GLS) yang merupakan sebuah

metode untuk membuang autokorelasi urutan pertama pada sebuah estimasi

persamaan regresi. Hal ini juga ditegaskan dalam Gujarati (2003), bahwa

penggunaan metode GLS dapat menekan adanya autokorelsi yang biasanya timbul

dalam rumus OLS sebagai kesalahan estimasi varian sehingga dengan metode

GLS masalah dalam autokorelasi dapat diatasi.

4.1.8 Hasil Estimasi Regresi Menggunakan Fixed Effect Model

Dalam melakukan analisis pengaruh pengangguran, pengeluaran

pemerintah dan jumlah penduduk terhadap kemiskinan Kab/Kota di Jawa Tengah

tahun 2006-2010 digunakan analisis regresi data panel dengan model fixed effect.

Hasil analisis regresi diperoleh koefisien untuk variabel pengangguran sebesar


89

2,13029, pengeluaran pemerintah sebesar -9,631757, dan jumlah penduduk

sebesar 0,00000780 dan konstanta sebesar 184,6979. Untuk lebih jelasnya bisa

dilihat pada tabel 4.19 di bawah ini:

Tabel 4.19
Hasil Estimasi Regresi Menggunakan Fixed Effect Model

Coefficient t statistic R-squared F Statistic

C 184,6979 21,66231

lnUPM 2,130297 6,295533


0,969465 117,5574
lnPP -9,631757 -25,61431

JP 0,00000780 1,633633

Sumber: Data penelitian dari BPS diolah dengan program Eviews 7.0

Pada tabel 4.19 hasil estimasi regresi panel data dengan model fixed effect

diperoleh persamaan regresi yaitu:

KM = 184,6979 + 2,130297 lnUPM - 9,631757 lnPP + 0,00000780 JP + uit

Persamaan regresi tersebut di atas dapat diartikan sebagai berikut:

1. Kostanta = 184,6979

Jika variabel pengangguran, pengeluaran pemerintah dan jumlah penduduk

dianggap tetap atau konstan, maka tingkat kemiskinan naik sebesar

184,6979 persen.

2. Koefisien parameter variabel pengangguran adalah sebesar 2,130297 yang

berarti jika pengangguran naik sebesar satu jiwa sementara pengeluaran

pemerintah dan jumlah penduduk dianggap tetap atau konstan maka

kemiskinan akan mengalami kenaikan sebesar 2,130297 persen.


90

3. Koefisien parameter pengeluaran pemerintah adalah –9,631757 memiliki

arti bahwa jika pengeluaran pemerintah nilainya naik sebesar satu ribuan

rupiah sementara pengangguran dan jumlah penduduk tetap maka

kemiskinan akan mengalami penurunan sebesar 9,631757 persen. Hal ini

sesuai dengan koefisien pengeluaran pemerintah yang bertanda negatif.

4. Koefisien parameter jumlah penduduk adalah sebesar 0,00000780

memiliki arti bahwa jika jumlah penduduk nilainya naik sebesar satu jiwa

sementara pengangguran dan pengeluaran pemerintah tetap maka

kemiskinan akan mengalami penurunan sebesar 0,00000780 jiwa. Akan

tetapi, dalam penelitian ini variabel jumlah penduduk berpengaruh tidak

signifikan terhadap kemiskinan.

4.2 Pembahasan

Tingkat kemiskinan di Jawa Tengah tahun 2006-2010 mengalami

kecenderungan menurun. Walaupun demikian, masih ada Kab/Kota di Jawa

Tengah dalam kurun waktu tersebut secara berturut-turut tingkat kemiskinannya

masih berada di atas tingkat kemiskinan Jawa Tengah, yaitu: Kabupaten Cilacap,

Kabupaten Banyumas, Kabupaten Purbalingga, Kabupaten Banjarnegara,

Kabupaten Kebumen, Kabupaten Wonosobo, Kabupaten Klaten, Kabupaten

Sragen, Kabupaten Grobogan, Kabupaten Rembang, Kabupaten Demak,

Kabupaten Pemalang dan Kabupaten Brebes. Hal ini mengindikasikan bahwa 13

Kabupaten tersebut tingkat kemiskinannya masih tergolong tinggi.

Jika dilihat dari sisi jumlah pengangguran terbukanya, dari 13 Kabupaten

tersebut ada 6 Kabupaten yang juga tergolong tinggi jumlah pengangguran


91

terbukanya. Yang dimaksud tinggi disini adalah karena berada di atas rata-rata

jumlah pengangguran terbuka Kab/Kota di Jawa Tengah tahun 2006-2010, antara

lain: Kabupaten Cilacap, Kabupaten Banyumas, Kabupaten Kebumen, Kabupaten

Grobogan, Kabupaten Pemalang dan Kabupaten Brebes. Hal ini mengindikasikan

bahwa jumlah pengangguran terbuka yang tinggi menyebabkan tingkat

kemiskinan yang tinggi pula.

Jika dilihat dari sisi pengeluaran pemerintahnya, dari 13 Kabupaten

tersebut ada 4 Kabupaten yang tergolong rendah pengeluaran pemerintahnya.

Yang dimaksud rendah disini adalah karena berada di bawah rata-rata pengeluaran

pemerintah Kab/Kota di Jawa Tengah tahun 2006-2010, antara lain: Kabupaten

Purbalingga, Kabupaten Wonosobo, Kabupaten Rembang, dan Kabupaten Demak.

Hal ini mengindikasikan bahwa pengeluaran pemerintah yang rendah

menyebabkan tingkat kemiskinan tinggi.

Selain itu, ada pula Kab/Kota pada pada kurun waktu tersebut secara

berturut-turut tingkat kemiskinannya telah berhasil berada di bawah tingkat

kemiskinan di Jawa Tengah, yaitu: Kabupaten Magelang, Kabupaten Boyolali,

Kabupaten Sukoharjo, Kabupaten Karanganyar, Kabupaten Pati, Kabupaten

Kudus, Kabupaten Jepara, Kabupaten Semarang, Kabupaten Temanggung,

Kabupaten Tegal, Kota Magelang, Kota Surakarta, Kota Salatiga, Kota Semarang,

Kota Pekalongan, dan Kota Tegal.

Jika dilihat dari sisi jumlah pengangguran terbukanya, dari 16 Kab/Kota

tersebut ada 8 Kab/Kota yang tergolong rendah jumlah pengangguran terbukanya.

Yang dimaksud rendah disini adalah karena berada di bawah rata-rata jumlah
92

pengangguran terbuka Kab/Kota di Jawa Tengah tahun 2006-2010, antara lain:

Kabupaten Kudus, Kabupaten Jepara, Kabupaten Temanggung, Kota Magelang,

Kota Surakarta, Kota Salatiga, Kota Pekalongan, dan Kota Tegal. Hal ini

mengindikasikan bahwa jumlah pengangguran terbuka yang rendah menyebabkan

tingkat kemiskinan yang rendah pula.

Jika dilihat dari sisi pengeluaran pemerintahnya, dari 16 Kab/Kota tersebut

ada 5 Kab/Kota yang tergolong tinggi pengeluaran pemerintahnya. Yang

dimaksud tinggi disini adalah karena berada di atas rata-rata pengeluaran

pemerintah Kab/Kota di Jawa Tengah tahun 2006-2010, antara lain: Kabupaten

Magelang, Kabupaten Boyolali, Kabupaten Pati, Kabupaten Tegal dan Kota

Semarang. Hal ini mengindikasikan bahwa pengeluaran pemerintah yang tinggi

menyebabkan tingkat kemiskinan rendah.

Jika dilihat dari sisi jumlah penduduknya, dari 16 Kab/Kota tersebut ada 6

Kab/Kota yang tergolong tinggi jumlah penduduknya. Yang dimaksud tinggi

disini adalah karena berada di atas rata-rata jumlah penduduk Kab/Kota di Jawa

Tengah tahun 2006-2010, antara lain: Kabupaten Magelang, Kabupaten Boyolali,

Kabupaten Pati, Kabupaten Jepara, Kabupaten Tegal dan Kota Semarang. Hal ini

mengindikasikan bahwa jumlah penduduk yang tinggi dapat pula menyebabkan

tingkat kemiskinan rendah.

4.2.1 Pengaruh Pengangguran terhadap Kemiskinan

Berdasarkan hasil analisis, pengaruh pengangguran terhadap kemiskinan

adalah positif dan signifikan. Hasil ini sesuai dengan hipotesis dalam penelitian

ini. Hasil penelitian tersebut sesuai dengan teori ekonomi bahwa pengangguran
93

yang tinggi akan menyebabkan kemiskinan meningkat pula. Keterbatasan

kesempatan kerja akan menyebabkan sebagian masyarakat tidak mempunyai

pekerjaan dan akhirnya akan mengurangi atau tidak mempunyai pendapatan.

Berkurang atau tidak adanya pendapatan menyebabkan daya beli berkurang

sehingga mereka tidak bisa memenuhi kebutuhan dasar sehingga hidup dalam

kemiskinan.

Sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Dian Octaviani (2001),

mengatakan bahwa sebagian rumah tangga di Indonesia memiliki ketergantungan

yang sangat besar atas pendapatan gaji atau upah yang diperoleh saat ini.

Hilangnya lapangan pekerjaan menyebabkan berkurangnya sebagian besar

penerimaan yang digunakan untuk membeli kebutuhan sehari-hari. Lebih jauh,

jika masalah pengangguran ini terjadi pada kelompok masyarakat berpendapatan

rendah (terutama kelompok masyarakat dengan tingkat pendapatan sedikit berada

di atas garis kemiskinan), maka insiden pengangguran akan dengan mudah

menggeser posisi mereka menjadi kelompok masyarakat miskin. Artinya bahwa

semakin tinggi tingkat pengganguran maka akan meningkatkan kemiskinan.

4.2.2 Pengaruh Pengeluaran Pemerintah terhadap Kemiskinan

Berdasarkan hasil analisis, pengaruh pengeluaran pemerintah terhadap

kemiskinan adalah negatif dan signifikan. Hasil ini sesuai dengan hipotesis dalam

penelitian ini. Hasil penelitian sesuai dengan teori yang ada bahwa penyediaan

berbagai macam barang dan jasa konsumsi publik yang dibiayai oleh pajak bagi

kelompok penduduk yang paling miskin, merupakan instrument lain yang cukup

berpotensi untuk mengentaskan kemiskinan.


94

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Suparno (2010), menemukan

bahwa peningkatan realisasi pengeluaran APBD sebesar 1 persen akan berdampak

mengurangi penduduk miskin sebesar 0,112 persen. Peningkatan realisasi

pengeluaran APBD akan meningkatkan kemampuan pemerintah terutama

pemerintah daerah dari segi pendanaan dalam rangka mengatasi masalah

kemiskinan. Pengeluaran investasi publik di daerah pedesaan seperti investasi

infrastruktur, invetasi dibidang pertanian dan investasi dibidang pendidikan

berpengaruh terhadap pengurangan penduduk miskin (Fan, 2004).

Di sisi lain, menurut World Bank dalam laporan Era Baru dalam

Pengentasan Kemiskinan di Indonesia (2006) bahwa disamping pertumbuhan

ekonomi dan layanan sosial, dengan menentukan sasaran pengeluaran untuk

rakyat miskin, pemerintah dapat membantu mereka dalam menghadapi

kemiskinan (baik dari segi pendapatan maupun non-pendapatan) dengan beberapa

hal. Pertama, pengeluaran pemerintah dapat digunakan untuk membantu mereka

yang rentan terhadap kemiskinan dari segi pendapatan melalui suatu sistem

perlindungan sosial modern yang meningkatkan kemampuan mereka sendiri untuk

menghadapi ketidakpastian ekonomi. Kedua, pengeluaran pemerintah dapat

digunakan untuk memperbaiki indikator-indikator pembangunan manusia,

sehingga dapat mengatasi kemiskinan dari aspek non-pendapatan.

4.2.3 Pengaruh Jumlah Penduduk terhadap Kemiskinan

Berdasarkan hasil regresi, terlihat bahwa jumlah penduduk berpengaruh

tidak signifikan terhadap kemiskinan Kab/Kota di Jawa Tengah. Terlihat dari

probabilitasnya 0,00000780 yang lebih besar dari 0,05. Hasil ini tidak sesuai
95

dengan hipotesis dalam penelitian ini yang menyatakan bahwa jumlah penduduk

berpengaruh terhadap kemiskinan Kab/Kota di Jawa Tengah. Jumlah penduduk

berpengaruh tidak signifikan terhadap kemiskinan terlihat dari data jumlah

penduduk di Jawa Tengah dalam rentang waktu 2006 sampai 2009 yang

mengalami kenaikan walau memang tahun 2010 mengalami penurunan. Berbeda

dengan persentase penduduk miskin yang pada kurun waktu tersebut justru

mengalami penurunan.

Kemiskinan mencerminkan kondisi rumah tangga dimana daya belinya

lebih rendah dibandingkan dengan kebutuhan dasar. Oleh karena itu, gagasan

utama untuk mengurangi kemiskinan adalah meningkatkan daya beli supaya

sepadan dengan kebutuhan dasar. Jadi, apabila penduduk yang mempunyai daya

beli yang tinggi maka mereka mempunyai pendapatan untuk memenuhi

kebutuhannya.

4.2.4 Pengaruh Pengangguran, Pengeluaran Pemerintah dan Jumlah

Penduduk terhadap Kemiskinan

Pada penelitian ini Fstatistik sebesar 117,5574 > Ftabel sebesar 2,65 dan nilai

probabilitasnya 0,0000 lebih kecil dari taraf signifikansi 5 persen sehingga dapat

disimpulkan bahwa Ho ditolak dan Ha diterima. Hal ini menunjukkan bahwa

variabel pengangguran, pengeluaran pemerintah, dan jumlah penduduk secara

simultan dan signifikan berpengaruh terhadap kemiskinan.


BAB V

PENUTUP

5.1 Kesimpulan

2. Karakteristik kemiskinan, pengangguran, pengeluaran pemerintah, dan

jumlah penduduk Kab/Kota di Jawa Tengah tahun 2006-2010 adalah

sebagai berikut:

a) Terdapat 18 Kabupaten yang rata-rata tingkat kemiskinannya masih

di atas rata-rata dan sisanya ada 17 Kab/Kota yang telah berhasil

berada di bawah rata-rata tingkat kemiskinan Kab/Kota di Jawa

Tengah. Rata-rata tingkat kemiskinan yang tertinggi adalah

Kabupaten Wonosobo, sedangkan yang terendah adalah Kota

Semarang.

b) Terdapat 12 Kab/Kota yang rata-rata jumlah pengangguran

terbukanya masih berada di atas rata-rata dan sisanya ada 23

Kab/Kota yang berhasil berada di bawah rata-rata jumlah

pengangguran terbuka Kab/Kota di Jawa Tengah. Rata-rata jumlah

pengangguran terbuka tertinggi adalah Kabupaten Cilacap,

sedangkan yang terendah adalah Kota Magelang.

c) Terdapat 18 Kab/Kota yang rata-rata pengeluaran pemerintahnya

berada di atas rata-rata dan sisanya ada 17 Kab/Kota yang rata-rata

pengeluaran pemerintahnya berada di bawah rata-rata pengeluaran

pemerintah Kab/Kota di Jawa Tengah. Rata-rata pengeluaran

96
97

pemerintah yang tertinggi adalah Kota Semarang. Sedangkan, yang

terendah adalah Kota Salatiga.

d) Terdapat 16 Kab/Kota yang rata-rata jumlah penduduknya berada di

atas rata-rata dan sisanya ada 19 Kab/Kota yang rata-rata jumlah

penduduknya berada di bawah rata-rata jumlah penduduk Kab/Kota

di Jawa Tengah. Rata-rata jumlah penduduk Kab/Kota tertinggi

adalah Kabupaten Brebes. Sedangkan, yang terendah adalah Kota

Magelang.

3. Ada pengaruh dan signifikan antara pengangguran terhadap kemiskinan

Kab/Kota di Jawa Tengah tahun 2006-2010.

4. Ada pengaruh dan signifikan antara pengeluaran pemerintah terhadap

kemiskinan Kab/Kota di Jawa Tengah tahun 2006-2010.

5. Ada pengaruh yang tidak signifikan antara jumlah penduduk terhadap

kemiskinan Kab/Kota di Jawa Tengah tahun 2006-2010.

6. Ada pengaruh secara simultan antara pengangguran, pengeluaran

pemerintah dan jumlah penduduk terhadap kemiskinan Kab/Kota di Jawa

Tengah tahun 2006-2010.

5.2 Saran

1. Untuk mengurangi pengangguran baiknya pemerintah memberikan dana

bantuan yang bersifat produktif kepada masyarakat miskin berdasarkan

potensi dan kemampuan yang mereka miliki. Dana bantuan bisa berupa

KUR dan PNPM Mandiri dengan harapan akan mendorong terciptanya

suatu kegiatan usaha yang dapat menambah pendapatan mereka.


98

2. Meningkatkan pengeluaran pemerintah dari tahun ke tahun dan

memprioritaskan realisasi pengeluaran pemerintah yang lebih berfokus

pada kepentingan publik dan pro-poor seperti untuk sektor infrastruktur,

pendidikan, dan kesehatan yang disertai efektifitas dan efisien dalam

pemanfaatannya.

3. Jumlah penduduk yang besar jika diimbangi dengan kualitas SDM,

produktifitas tinggi dan memiliki daya beli tentunya dapat menjadi modal

pembangunan untuk mengurangi kemiskinan. Akan tetapi, pertumbuhan

penduduk yang tidak terkontrol akan menjadi masalah tersendiri nantinya.

Oleh karena itu, perlu menggalakkan kembali program Keluarga

Berencana (KB) serta dilakukannya penyuluhan – penyuluhan akan

pentingnya KB beserta produk KB yang dapat dijangkau penduduk miskin.


99

DAFTAR PUSTAKA

Ajija, Shochrul R, dkk. 2011. Cara Cerdas Menguasai Eviews. Jakarta: Salemba
Empat.

Astuti, Ririn Yuni. 2012. Analisis Pengaruh PDRB, Pendidikan dan


Pengangguran Terhadap Kemiskinan di Jawa Tengah Tahun 2006-2009.
Skripsi. Fakultas Ekonomi, Universitas Negeri Semarang.

Badan Pusat Statistik. 2006. Jawa Tengah Dalam Angka 2006. Jakarta: Badan
Pusat Statistik.

-------- 2007. Jawa Tengah Dalam Angka 2007. Jakarta: Badan Pusat Statistik.

-------- 2008. Jawa Tengah Dalam Angka 2008. Jakarta: Badan Pusat Statistik.

-------- 2009. Jawa Tengah Dalam Angka 2009. Jakarta: Badan Pusat Statistik.

-------- 2010. Jawa Tengah Dalam Angka 2010. Jakarta: Badan Pusat Statistik.

-------- 2011. Jawa Tengah Dalam Angka 2011. Jakarta: Badan Pusat Statistik.

-------- 2007. Statistik Keuangan Pemerintah Provinsi dan Kab/Kota di Jawa


Tengah Tahun 2006-2007. Jakarta: Badan Pusat Statistik.

-------- 2008. Statistik Keuangan Pemerintah Provinsi dan Kab/Kota di Jawa


Tengah Tahun 2007-2008. Jakarta: Badan Pusat Statistik.

-------- 2009. Statistik Keuangan Pemerintah Provinsi dan Kab/Kota di Jawa


Tengah Tahun 2008-2009. Jakarta: Badan Pusat Statistik.

-------- 2011. Statistik Keuangan Pemerintah Provinsi dan Kab/Kota di Jawa


Tengah Tahun 2009-2010. Jakarta: Badan Pusat Statistik.

-------- 2012. Statistik Keuangan Pemerintah Provinsi dan Kab/Kota di Jawa


Tengah Tahun 2010-2011. Jakarta: Badan Pusat Statistik.

Badrudin, Syamsiah. 2009. Kemiskinan Dan Kesenjangan Sosial Di Indonesia


Pra Dan Pasca Runtuhnya Orde Baru.

Ben Hasan, T. Iskandar dan Zikriah. 2011. Pengaruh Belanja Modal Pemerintah
dan Produk Domestik Regional Bruto Terhadap Penduduk Miskin di
Aceh. Jurnal SAINS Vol. 1 No. 1.
100

Dalimunthe, Masniari. 2008. Analisis Pengaruh Pengeluaran Pemerintah Pada


Sektor Pendidikan dan Kesehatan Terhadap Penduduk Miskin di Sumatera
Utara. Skripsi. Fakultas Ekonomi, Universitas Sumatera Utara.

Fan, S. 2004. Infrastructure and Pro-poor Growth. OECD DACT POVNET


Agriculture and Pro Poor Growth Workshop Paper. 17-18 June. Helsinki

Dumairy. 1996. Perekonomian Indonesia. Jakarta: Erlangga.

Ghozali, Imam. 2006. Aplikasi Analisis Multivariate dengan program SPSS Edisi
IV. Semarang: Universitas Diponegoro.

Ginting, Ari Mulianta dan Rasbin. 2010. Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi


Terhadap Tingkat Kemiskinan di Indonesia Sebelum dan Setelah Krisis.
Jurnal Ekonomi & Kebijakan Publik Vol. 2 No. 1. Desember 2010.

Gujarati, Damodar. N. 2003. Basic Econometric Fourt Edition. New York: The
McGraw-Hill Compaies Inc.

-------- 2004. Basic Econometrics, 4th edition. New York: The McGraw-Hill
Companies.

-------- 2010. Dasar-dasar Ekonometrika. Jakarta: Salemba Empat.

Haryani. 2009. Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi, Belanja Daerah dan Jumlah


Penduduk Terhadap Kemiskinan (Studi Kasus Kab/Kota di Provinsi Jawa
Tengah Tahun 2007). Skripsi. Fakultas Ekonomi, Universitas Negeri
Semarang.

Kepmendagri No. 29 Tahun 2002 Tentang Pedoman Pengurusan,


Pertanggungjawaban dan Pengawasa Keuangan Daerah serta Tata
Cara Penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah,
Pelaksanaan tata Usaha Keuangan Daerah dan Penyusunan
Perhitungan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah.
http://jdih.bpk.go.id

Kumalasari, Merna. 2011. Analisis Pertumbuhan Ekonomi, Angka Harapan


Hidup, Angka Melek Huruf, Rata-rata Lama Sekolah, Pengeluaran
Perkapita dan Jumlah Penduduk Terhadap Tingkat Kemiskinan di Jawa
Tengah. Skripsi. Semarang: Fakultas Ekonomika dan Bisnis, Universitas
Diponegoro.

Kuncoro, Mudrajad. 1997. Ekonomi Pembangunan, Teori, Masalah, dan


Kebijakan, Edisi Pertama. Yogyakarta: UPP AMP YKPN.
101

-------- 2007. Metode Kuantitatif: Teori dan Aplikasi Untuk Bisnis dan Ekonomi
Edisi Ketiga. Yogyakarta: UPP AMP YKPN.

Mustika, Candra. 2011. Pengaruh PDB dan Jumlah Penduduk Terhadap


Kemiskinan di Indonesia Periode 1990-2008. Jurnal Paradigma
Ekonomika, Vol 1. No.4 Oktober 2011.

Nanga, Muana. 2001. Makroekonomi Teori, Masalah dan Kebijakan Edisi


Perdana. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

Octaviani, Dian. 2001. Inflasi, Pengangguran, dan Kemiskinan di Indonesia:


Analisis Indeks Forrester Greer & Horbecke. Jurnal Media Ekonomi,
Hal. 100-118. Vol. 7. No. 8.

Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 Tentang Pedoman


Pengelolaan Keuangan Daerah. http://sipkd.jakarta.go.id/sipkd-
dki/pp/permendagri_13_2006.pdf

Prasetyo, Adit Agus. 2010. Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Tingkat


Kemiskinan (Studi Kasus 35 Kabupaten/Kota Tahun 2003-2007). Skripsi.
Semarang: Fakultas Ekonomi, Universitas Diponegoro.

Sahdan, G. 2005. Menanggulangi Kemiskinan Desa. Artikel Ekonomi Rakyat dan


Kemiskinan. Maret 2005.

Sarwoko. 2005. Dasar-dasar Ekonometrika. Yogyakarta : Andi Offset.

Sebastian, Adam. 2009. Beberapa Faktor Ekonomi yang Mempengaruhi


Kemiskinan di Kota Surabaya. Skripsi. Fakultas Ekonomi, Universitas
Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.

Steer, Andew D. 2006. Era Baru dalam Pengentasan Kemiskinan di Indonesia.


http://siteresources.worldbank.org.

Suharsimi. 2002. Prosedur Penelitian, Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: PT.


Rineka Cipta.

-------- 2006. Prosedur Penelitian (Suatu Pendekatan Praktik): Suatu Pendekatan


Praktek. Jakarta: Rineka Cipta.

-------- 2010. Makroekonomi Teori Pengantar, Edisi Ketiga. Jakarta: Raja


Grafindo Persada.

Suparno. 2010. Analisis Pertumbuhan Ekonomi dan Pengurangan Kemiskinan:


Studi Pro Poor Growth Policy di Indonesia. Tesis. IE, IPB Bogor
102

Suryawati, Criswardani. 2005. Memahami Kemiskinan Secara Multidimensional.


http://www.jmpk-online.net/Volume_8/Vol_08_No_03_2005.pdf.

Todaro, Michael P. dan Stephen C. Smith. 2006. Pembangunan Ekonomi Edisi


Kesembilan. United Kingdom: Erlangga.

Widarjono, Agus. 2009. Ekonometrika (Pengantar dan Aplikasinya). Yogyakarta:


Ekonisia.

Wijayanti, Diana dan Heri Wahono. 2005. Analisis Konsentrasi Kemiskinan di


Indonesia Periode Tahun 1999-2003. Jurnal Ekonomi Pembangunan
Vol. 10 No. 3, Desember 2005 Hal: 215 – 225

Wijayanto, Ravi Dwi. 2010. Analisis Pengaruh PDRB, Pendidikan, dan


Pengangguran Terhadap Kemiskinan di Kabupaten/Kota Jawa Tengah
Tahun 2005-2008. Skripsi. Semarang: Fakultas Ekonomi, Universitas
Diponegoro.

Winarno, Wing W. 2009. Analisis Ekonometrika dan Statistik dengan EViews.


Yogyakarta: UPP STIM YKPN.

Yacoub, Yarlina. 2012. Pengaruh Tingkat Pengangguran terhadap Tingkat


Kemiskinan Kabupaten/Kota di Provinsi Kalimantan Barat. Jurnal
EKSOS Vol. 8 No. 3, Oktober 2012 Hal: 176 – 185
103

LAMPIRAN
Tingkat Kemiskinan (%)

10
15
20
25
30
35
40

0
5
Kab Cilacap
Kab Banyumas
Kab Purbalingga
Kab Banjarnegara
Kab Kebumen
Kab Purworejo
Kab Wonosobo
Kab Magelang
Kab Boyolali
Kab Klaten
Kab Sukoharjo
Kab Wonogiri
Kab Karanganyar
Kab Sragen
Kab Grobogan
Kab Blora
Kab Rembang
Kab Pati
Kab/Kota Kab Kudus
Kab Jepara
Kab Demak
Tingkat Kemiskinan

Kab Semarang
Kab Temanggung
Kab Kendal
Kab Batang
Kab Pekalongan
Kab Pemalang
Kab Tegal
Kab Brebes
Kota Magelang
Kota Surakarta
Grafik Tingkat Kemiskinan Kab/Kota di Jawa Tengah Tahun 2006-2010 (jiwa)

Kota Salatiga
Kota Semarang
Kota Pekalongan
Kota Tegal
2010
2009
2008
2007
2006
Lampiran 1
103
Jumlah pengangguran terbuka (jiwa)

100,000
120,000

0
20,000
40,000
60,000
Kab Cilacap 80,000
Kab Banyumas
Kab Purbalingga
Kab Banjarnegara
Kab Kebumen
Kab Purworejo
Kab Wonosobo
Kab Magelang
Kab Boyolali
Kab Klaten
Kab Sukoharjo
Kab Wonogiri
Kab Karanganyar
Kab Sragen
Kab Grobogan
Kab Blora
Kab Rembang
Kab Pati
Kab Kudus
Kab/Kota

Kab Jepara
Kab Demak
Kab Semarang
Kab Temanggung
Jumlah Pengangguran Terbuka

Kab Kendal
Kab Batang
Kab Pekalongan
Kab Pemalang
Kab Tegal
Kab Brebes
Kota Magelang
Kota Surakarta
Kota Salatiga
Kota Semarang
Grafik Jumlah Pengangguran Terbuka Kab/Kota di Jawa Tengah Tahun 2006-2010 (jiwa)

Kota Pekalongan
Kota Tegal
2010
2009
2008
2007
2006
Lampiran 2
104
Realisasi pengeluaran pemerintah
(ribuan rupiah)

0
1,000,000,000
1,200,000,000
1,400,000,000
1,600,000,000
1,800,000,000
2,000,000,000

400,000,000
600,000,000
800,000,000

200,000,000
Kab Cilacap
Kab Banyumas
Kab Purbalingga
Kab Banjarnegara
Kab Kebumen
Kab Purworejo
Kab Wonosobo
Kab Magelang
Kab Boyolali
Kab Klaten
Kab Sukoharjo
Kab Wonogiri
Kab Karanganyar
Kab Sragen
Kab Grobogan
Kab Blora
Kab Rembang
Kab Pati
Kab Kudus
Kab/Kota

Kab Jepara
Kab Demak
Kab Semarang
Kab Temanggung
Realisasi Pengeluaran Pemerintah

Kab Kendal
Kab Batang
Kab Pekalongan
Kab Pemalang
Kab Tegal
Kab Brebes
Kota Magelang
Kota Surakarta
Kota Salatiga
Kota Semarang
Kota Pekalongan
Grafik Realisasi Pengeluaran Pemerintah Kab/Kota di Jawa Tengah Tahun 2006-2010 (ribuan rupiah)

Kota Tegal
2010
2009
2008
2007
2006
Lampiran 3
105
Jumlah Penduduk (jiwa)

200,000
400,000
600,000
800,000
1,000,000
1,200,000
1,400,000
1,600,000
1,800,000
2,000,000

0
Kab Cilacap
Kab Banyumas
Kab Purbalingga
Kab Banjarnegara
Kab Kebumen
Kab Purworejo
Kab Wonosobo
Kab Magelang
Kab Boyolali
Kab Klaten
Kab Sukoharjo
Kab Wonogiri
Kab Karanganyar
Kab Sragen
Kab Grobogan
Kab Blora
Kab Rembang
Kab Pati
Kab Kudus
Kab/Kota

Kab Jepara
Jumlah Penduduk

Kab Demak
Kab Semarang
Kab Temanggung
Kab Kendal
Kab Batang
Kab Pekalongan
Kab Pemalang
Kab Tegal
Kab Brebes
Kota Magelang
Kota Surakarta
Grafik Jumlah Penduduk Kab/Kota di Jawa Tengah Tahun 2006-2010 (jiwa)

Kota Salatiga
Kota Semarang
Kota Pekalongan
Kota Tegal
2010
2009
2008
2007
2006
Lampiran 4
106
107

Lampiran 5
Tabel Tingkat Kemiskinan Kab/Kota
Di Jawa Tengah Tahun 2006-2010 (persen)

Kab / Kota 2006 2007 2008 2009 2010


Kab Cilacap 24,93 22,59 21,4 19,88 18,11
Kab Banyumas 24,44 22,46 22,93 21,52 20,2
Kab Purbalingga 32,38 30,24 27,12 24,97 24,58
Kab Banjarnegara 29,4 27,18 23,34 21,36 19,17
Kab Kebumen 32,49 30,25 27,87 25,73 22,71
Kab Purworejo 22,75 20,49 18,22 17,02 16,61
Kab Wonosobo 34,43 32,29 27,72 25,91 23,16
Kab Magelang 17,36 17,37 16,49 15,19 14,14
Kab Boyolali 20 18,06 17,08 15,96 13,27
Kab Klaten 22,99 22,27 21,72 19,68 17,47
Kab Sukoharjo 15,63 14,02 12,13 11,51 10,94
Kab Wonogiri 27,01 24,44 20,71 19,08 15,68
Kab Karanganyar 18,69 17,39 15,68 14,73 13,98
Kab Sragen 23,72 21,24 20,83 19,7 17,49
Kab Grobogan 27,6 25,14 19,84 18,68 17,86
Kab Blora 23,95 21,46 18,79 17,7 16,27
Kab Rembang 33,2 30,71 27,21 25,86 23,41
Kab Pati 22,14 19,79 17,9 15,92 14,48
Kab Kudus 12,05 10,73 12,58 10,8 9,02
Kab Jepara 11,75 10,44 11,05 9,6 10,18
Kab Demak 26,03 23,5 21,24 19,7 18,76
Kab Semarang 13,62 12,34 11,37 10,66 10,5
Kab Temanggung 16,62 16,55 16,39 15,05 13,46
Kab Kendal 21,59 20,7 17,87 16,02 14,47
Kab Batang 19,99 20,79 18,08 16,61 14,67
Kab Pekalongan 22,8 20,31 19,52 17,93 16,29
Kab Pemalang 25,3 22,79 23,92 22,17 19,96
Kab Tegal 20,71 18,5 15,78 13,98 13,11
Kab Brebes 30,36 27,93 25,98 24,39 23,01
Kota Magelang 11,19 10,01 11,16 10,11 10,51
Kota Surakarta 15,21 13,64 16,13 14,99 13,96
Kota Salatiga 8,9 9,01 8,47 7,82 8,28
Kota Semarang 5,33 5,26 6 4,84 5,12
Kota Pekalongan 7,38 6,62 10,29 8,56 9,37
Kota Tegal 10,4 9,36 11,28 9,88 10,62
Jateng 22,19 20,43 19,23 17,72 16,56
Sumber: BPS, Jawa Tengah Dalam Angka Tahun 2007-2011

107
108

Lampiran 6

Tabel Jumlah Pengangguran Terbuka Kab/Kota


Di Jawa Tengah Tahun 2006-2010 (jiwa)

Kab / Kota 2006 2007 2008 2009 2010


Kab Cilacap 71.338 93.016 75.495 89.175 74.298
Kab Banyumas 57.800 58.273 57.620 59.582 58.403
Kab Purbalingga 17.187 32.008 29.058 19.638 16.653
Kab Banjarnegara 29.613 30.563 22.464 22.993 14.457
Kab Kebumen 53.030 45.193 35.304 49.241 46.876
Kab Purworejo 14.973 21.257 15.364 17.748 11.994
Kab Wonosobo 11.838 23.258 21.290 14.292 16.066
Kab Magelang 38.914 42.462 31.602 31.253 19.245
Kab Boyolali 22.744 41.517 31.656 29.899 20.594
Kab Klaten 49.365 52.113 44.454 39.271 25.877
Kab Sukoharjo 35.867 44.532 36.379 37.359 32.000
Kab Wonogiri 27.722 29.563 31.945 29.159 24.407
Kab Karanganyar 24.695 30.840 25.700 37.608 30.321
Kab Sragen 19.644 31.318 26.870 28.624 19.777
Kab Grobogan 37.267 45.080 43.657 46.610 33.179
Kab Blora 18.081 19.185 26.166 34.361 25.643
Kab Rembang 21.593 17.844 17.571 18.058 15.653
Kab Pati 52.744 55.607 59.012 49.094 38.604
Kab Kudus 22.517 31.246 27.205 32.306 26.152
Kab Jepara 16.189 33.031 30.426 24.562 25.648
Kab Demak 34.954 40.154 35.569 30.022 29.696
Kab Semarang 28.071 48.661 37.842 40.267 33.499
Kab Temanggung 17.352 28.732 18.941 16.514 14.797
Kab Kendal 40.786 30.327 32.929 29.255 26.395
Kab Batang 31.536 30.843 31.574 24.733 24.486
Kab Pekalongan 31.830 35.802 31.380 17.993 16.912
Kab Pemalang 74.502 55.792 60.483 79.372 66.630
Kab Tegal 60.806 69.196 64.281 60.152 47.313
Kab Brebes 101.083 81.094 65.357 79.116 72.659
Kota Magelang 5.766 7.855 7.639 9.863 8.226
Kota Surakarta 24.090 26.770 26.574 28.778 22.575
Kota Salatiga 11.108 9.833 9.816 9.674 8.345
Kota Semarang 68.810 85.249 85.710 83.963 71.499
Kota Pekalongan 13.692 13.399 13.818 12.564 10.165
Kota Tegal 9.737 18.606 16.157 19.168 17.839
Jateng 1.197.244 1.360.219 1.227.308 1.252.267 1.046.883
Sumber: BPS, Jawa Tengah Dalam Angka Tahun 2007-2011
109

Lampiran 7

Tabel Realisasi Pengeluaran Pemerintah Kab/Kota di Jawa Tengah


Tahun 2006-2010 (ribuan rupiah)

Kab / Kota 2006 2007 2008 2009 2010


Kab Cilacap 825.875.111 1.067.071.256 1.172.492.785 1.167.974.674 1.299.429.296
Kab Banyumas 719.985.020 870.904.666 973.932.843 1.070.009.266 1.178.380.052
Kab Purbalingga 433.803.970 556.752.030 707.774.473 745.014.151 735.286.299
Kab Banjarnegara 506.677.930 610.364.335 716.227.899 735.338.765 1.005.607.162
Kab Kebumen 618.431.278 895.755.398 859.246.349 946.181.541 1.010.051.969
Kab Purworejo 463.907.479 580.722.935 691.991.235 758.043.855 815.870.061
Kab Wonosobo 433.928.261 537.828.456 628.220.567 692.359.809 674.386.335
Kab Magelang 622.439.030 806.130.719 853.643.213 850.314.467 972.057.304
Kab Boyolali 530.077.206 738.497.658 793.262.108 810.987.628 912.584.586
Kab Klaten 729.406.355 867.096.405 1.000.134.799 981.121.677 1.044.293.156
Kab Sukoharjo 486.775.929 633.407.937 717.122.974 710.827.126 781.281.769
Kab Wonogiri 604.211.110 635.198.533 450.585.034 903.594.058 983.124.082
Kab Karanganyar 493.244.814 619.989.535 772.834.364 786.268.341 878.226.764
Kab Sragen 592.406.430 701.934.395 805.789.213 807.787.741 903.716.544
Kab Grobogan 582.165.712 739.694.326 871.274.392 813.339.697 902.227.716
Kab Blora 448.504.874 568.153.118 769.142.355 804.635.000 817.365.462
Kab Rembang 411.063.290 539.616.246 592.524.623 587.394.807 682.413.464
Kab Pati 575.823.630 747.390.719 900.119.172 957.336.803 981.687.848
Kab Kudus 476.286.478 603.786.452 726.323.425 869.172.775 807.200.133
Kab Jepara 539.720.214 671.017.548 744.074.361 753.184.661 884.456.717
Kab Demak 491.235.757 627.766.263 691.464.003 748.921.779 826.993.553
Kab Semarang 531.147.398 652.250.825 794.396.381 789.795.015 845.505.204
Kab Temanggung 423.686.683 503.744.676 611.340.692 606.950.607 662.203.879
Kab Kendal 552.963.071 597.617.551 756.328.308 786.579.283 907.949.596
Kab Batang 404.498.739 502.074.689 578.573.194 581.860.419 614.507.436
Kab Pekalongan 446.989.524 541.217.604 672.945.318 689.683.536 757.361.740
Kab Pemalang 583.144.513 651.124.067 767.167.956 843.963.217 928.713.828
Kab Tegal 605.018.460 703.315.829 872.732.362 847.808.763 959.764.609
Kab Brebes 633.700.300 847.543.970 973.243.124 926.528.772 1.226.820.250
Kota Magelang 242.474.775 317.029.441 386.124.525 412.723.983 410.623.349
Kota Surakarta 470.560.730 588.297.505 760.080.852 747.265.481 825.858.503
Kota Salatiga 225.666.718 253.773.748 368.393.972 432.656.545 358.615.915
Kota Semarang 927.224.311 1.130.846.244 1.325.301.609 1.505.502.336 1.732.662.151
Kota Pekalongan 259.967.477 314.877.859 397.148.649 384.213.291 409.993.161
Kota Tegal 291.812.156 333.581.748 393.200.044 458.620.880 474.360.687
Jateng 18.184.824.733 22.556.374.686 26.490.907.627 27.513.960.734 30.181.692.580
Sumber: BPS, Statistik Keuangan Pemerintah Kab/Kota 2006-2010
110

Lampiran 8

Tabel Jumlah Penduduk Kab/Kota di Jawa Tengah Tahun 2006-2010 (jiwa)

Kab / Kota 2006 2007 2008 2009 2010


Kab Cilacap 1.621.664 1.623.176 1.626.795 1.629.908 1.642.107
Kab Banyumas 1.490.665 1.495.981 1.503.262 1.510.102 1.554.527
Kab Purbalingga 816.720 821.870 828.125 834.164 848.952
Kab Banjarnegara 859.668 864.148 869.777 875.167 868.913
Kab Kebumen 1.203.230 1.208.716 1.215.801 1.222.542 1.159.926
Kab Purworejo 717.439 719.396 722.293 724.973 695.427
Kab Wonosobo 752.136 754.447 757.746 760.819 754.883
Kab Magelang 1.153.234 1.161.278 1.170.894 1.180.217 1.181.723
Kab Boyolali 928.164 932.698 938.469 943.978 930.531
Kab Klaten 1.126.165 1.128.852 1.133.012 1.136.829 1.130.047
Kab Sukoharjo 813.657 819.621 826.699 833.575 824.238
Kab Wonogiri 978.808 980.132 982.730 985.024 928.904
Kab Karanganyar 799.595 805.462 812.423 819.186 813.196
Kab Sragen 856.296 857.844 860.509 862.910 858.266
Kab Grobogan 1.318.286 1.326.414 1.336.322 1.345.879 1.308.696
Kab Blora 829.745 831.909 835.160 838.159 829.728
Kab Rembang 570.870 572.879 575.640 578.232 591.359
Kab Pati 1.165.159 1.167.621 1.171.605 1.175.232 1.190.993
Kab Kudus 764.563 774.838 786.269 797.617 777.437
Kab Jepara 1.058.064 1.073.631 1.090.839 1.107.973 1.097.280
Kab Demak 1.017.884 1.025.388 1.034.286 1.042.932 1.055.579
Kab Semarang 890.898 900.420 911.223 921.865 930.727
Kab Temanggung 694.949 700.845 707.707 714.411 708.546
Kab Kendal 925.620 938.115 952.011 965.808 900.313
Kab Batang 676.152 678.909 682.561 686.016 706.764
Kab Pekalongan 837.906 844.228 851.700 858.967 838.621
Kab Pemalang 1.344.597 1.358.952 1.375.240 1.391.284 1.261.353
Kab Tegal 1.406.796 1.410.290 1.415.625 1.420.532 1.394.839
Kab Brebes 1.765.564 1.775.939 1.788.687 1.800.958 1.733.869
Kota Magelang 129.952 132.177 134.615 137.055 118.227
Kota Surakarta 512.898 517.557 522.935 528.202 499.337
Kota Salatiga 171.248 174.699 178.451 182.226 170.332
Kota Semarang 1.468.292 1.488.645 1.511.236 1.533.686 1.555.984
Kota Pekalongan 271.808 273.342 275.241 277.065 281.434
Kota Tegal 239.038 239.860 240.502 241.070 239.599
Jateng 32.177.730 32.380.279 32.626.390 32.864.563 32.382.657
Sumber: BPS, Jawa Tengah Dalam Angka Tahun 2007-2011
111

Lampiran 9

Tabel Jumlah Pengangguran Terbuka Kab/Kota


di Jawa Tengah Tahun 2006-2010 (ln)

Kab / Kota 2006 2007 2008 2009 2010


Kab Cilacap 11,18 11,44 11,23 11,40 11,22
Kab Banyumas 10,96 10,97 10,96 11,00 10,98
Kab Purbalingga 9,75 10,37 10,28 9,89 9,72
Kab Banjarnegara 10,30 10,33 10,02 10,04 9,58
Kab Kebumen 10,88 10,72 10,47 10,80 10,76
Kab Purworejo 9,61 9,96 9,64 9,78 9,39
Kab Wonosobo 9,38 10,05 9,97 9,57 9,68
Kab Magelang 10,57 10,66 10,36 10,35 9,87
Kab Boyolali 10,03 10,63 10,36 10,31 9,93
Kab Klaten 10,81 10,86 10,70 10,58 10,16
Kab Sukoharjo 10,49 10,70 10,50 10,53 10,37
Kab Wonogiri 10,23 10,29 10,37 10,28 10,10
Kab Karanganyar 10,11 10,34 10,15 10,53 10,32
Kab Sragen 9,89 10,35 10,20 10,26 9,89
Kab Grobogan 10,53 10,72 10,68 10,75 10,41
Kab Blora 9,80 9,86 10,17 10,44 10,15
Kab Rembang 9,98 9,79 9,77 9,80 9,66
Kab Pati 10,87 10,93 10,99 10,80 10,56
Kab Kudus 10,02 10,35 10,21 10,38 10,17
Kab Jepara 9,69 10,41 10,32 10,11 10,15
Kab Demak 10,46 10,60 10,48 10,31 10,30
Kab Semarang 10,24 10,79 10,54 10,60 10,42
Kab Temanggung 9,76 10,27 9,85 9,71 9,60
Kab Kendal 10,62 10,32 10,40 10,28 10,18
Kab Batang 10,36 10,34 10,36 10,12 10,11
Kab Pekalongan 10,37 10,49 10,35 9,80 9,74
Kab Pemalang 11,22 10,93 11,01 11,28 11,11
Kab Tegal 11,02 11,14 11,07 11,00 10,76
Kab Brebes 11,52 11,30 11,09 11,28 11,19
Kota Magelang 8,66 8,97 8,94 9,20 9,02
Kota Surakarta 10,09 10,20 10,19 10,27 10,02
Kota Salatiga 9,32 9,19 9,19 9,18 9,03
Kota Semarang 11,14 11,35 11,36 11,34 11,18
Kota Pekalongan 9,52 9,50 9,53 9,44 9,23
Kota Tegal 9,18 9,83 9,69 9,86 9,79
Sumber: BPS, Jawa Tengah Dalam Angka Tahun 2007-2011 (data diolah)
112

Lampiran 10

Tabel Realisasi Pengeluaran Pemerintah Kab/Kota


di Jawa Tengah Tahun 2006-2010 (ln)

Kab / Kota 2006 2007 2008 2009 2010


Kab Cilacap 20,53 20,79 20,88 20,88 20,99
Kab Banyumas 20,39 20,59 20,70 20,79 20,89
Kab Purbalingga 19,89 20,14 20,38 20,43 20,42
Kab Banjarnegara 20,04 20,23 20,39 20,42 20,73
Kab Kebumen 20,24 20,61 20,57 20,67 20,73
Kab Purworejo 19,96 20,18 20,36 20,45 20,52
Kab Wonosobo 19,89 20,10 20,26 20,36 20,33
Kab Magelang 20,25 20,51 20,57 20,56 20,69
Kab Boyolali 20,09 20,42 20,49 20,51 20,63
Kab Klaten 20,41 20,58 20,72 20,70 20,77
Kab Sukoharjo 20,00 20,27 20,39 20,38 20,48
Kab Wonogiri 20,22 20,27 19,93 20,62 20,71
Kab Karanganyar 20,02 20,25 20,47 20,48 20,59
Kab Sragen 20,20 20,37 20,51 20,51 20,62
Kab Grobogan 20,18 20,42 20,59 20,52 20,62
Kab Blora 19,92 20,16 20,46 20,51 20,52
Kab Rembang 19,83 20,11 20,20 20,19 20,34
Kab Pati 20,17 20,43 20,62 20,68 20,70
Kab Kudus 19,98 20,22 20,40 20,58 20,51
Kab Jepara 20,11 20,32 20,43 20,44 20,60
Kab Demak 20,01 20,26 20,35 20,43 20,53
Kab Semarang 20,09 20,30 20,49 20,49 20,56
Kab Temanggung 19,86 20,04 20,23 20,22 20,31
Kab Kendal 20,13 20,21 20,44 20,48 20,63
Kab Batang 19,82 20,03 20,18 20,18 20,24
Kab Pekalongan 19,92 20,11 20,33 20,35 20,45
Kab Pemalang 20,18 20,29 20,46 20,55 20,65
Kab Tegal 20,22 20,37 20,59 20,56 20,68
Kab Brebes 20,27 20,56 20,70 20,65 20,93
Kota Magelang 19,31 19,57 19,77 19,84 19,83
Kota Surakarta 19,97 20,19 20,45 20,43 20,53
Kota Salatiga 19,23 19,35 19,72 19,89 19,70
Kota Semarang 20,65 20,85 21,00 21,13 21,27
Kota Pekalongan 19,38 19,57 19,80 19,77 19,83
Kota Tegal 19,49 19,63 19,79 19,94 19,98
Sumber: BPS, Statistik Keuangan Pemerintah Kab/Kota 2006-2010 (data diolah)
113

Lampiran 11

Rata-rata Jumlah Pengangguran Terbuka,


Realisasi Pengeluaran Pemerintah dan Jumlah Penduduk Kab/Kota
di Jawa Tengah Tahun 2006-2010

Variabel 2006 2007 2008 2009 2010


Jumlah
pengangguran
terbuka 34.207 38.863 35.066 35.779 29.911
Realisasi
Pengeluaran
Pemerintah 519.566.421 644.467.848 745.575.919 786.113.164 863.188.017
Jumlah
Penduduk 919.364 925.151 932.183 938.988 925.219
Sumber: BPS, Jawa Tengah Dalam Angka Tahun 2007-2011 dan Statistik Keuangan Pemerintah
Kab/Kota 2006-2010 (data diolah)
114

Lampiran 12

Data Siap Olah Menggunakan E-views

Tahun KAB/KOTA KM UPM PP JP


2006 Clcp 24,93 11,18 20,53 1621664
2007 Clcp 22,59 11,44 20,79 1623176
2008 Clcp 21,4 11,23 20,88 1626795
2009 Clcp 19,88 11,40 20,88 1629908
2010 Clcp 18,11 11,22 20,99 1642107
2006 Byms 24,44 10,96 20,39 1490665
2007 Byms 22,46 10,97 20,59 1495981
2008 Byms 22,93 10,96 20,70 1503262
2009 Byms 21,52 11,00 20,79 1510102
2010 Byms 20,2 10,98 20,89 1554527
2006 Prblg 32,38 9,75 19,89 816720
2007 Prblg 30,24 10,37 20,14 821870
2008 Prblg 27,12 10,28 20,38 828125
2009 Prblg 24,97 9,89 20,43 834164
2010 Prblg 24,58 9,72 20,42 848952
2006 Bjrn 29,4 10,30 20,04 859668
2007 Bjrn 27,18 10,33 20,23 864148
2008 Bjrn 23,34 10,02 20,39 869777
2009 Bjrn 21,36 10,04 20,42 875167
2010 Bjrn 19,17 9,58 20,73 868913
2006 Kbmen 32,49 10,88 20,24 1203230
2007 Kbmen 30,25 10,72 20,61 1208716
2008 Kbmen 27,87 10,47 20,57 1215801
2009 Kbmen 25,73 10,80 20,67 1222542
2010 Kbmen 22,71 10,76 20,73 1159926
2006 Pwrj 22,75 9,61 19,96 717439
2007 Pwrj 20,49 9,96 20,18 719396
2008 Pwrj 18,22 9,64 20,36 722293
2009 Pwrj 17,02 9,78 20,45 724973
2010 Pwrj 16,61 9,39 20,52 695427
2006 Wnsb 34,43 9,38 19,89 752136
2007 Wnsb 32,29 10,05 20,10 754447
2008 Wnsb 27,72 9,97 20,26 757746
2009 Wnsb 25,91 9,57 20,36 760819
2010 Wnsb 23,16 9,68 20,33 754883
2006 Mgl 17,36 10,57 20,25 1153234
2007 Mgl 17,37 10,66 20,51 1161278
2008 Mgl 16,49 10,36 20,57 1170894
2009 Mgl 15,19 10,35 20,56 1180217
2010 Mgl 14,14 9,87 20,69 1181723
115

2006 Byli 20 10,03 20,09 928164


2007 Byli 18,06 10,63 20,42 932698
2008 Byli 17,08 10,36 20,49 938469
2009 Byli 15,96 10,31 20,51 943978
2010 Byli 13,72 9,93 20,63 930531
2006 Kltn 22,99 10,81 20,41 1126165
2007 Kltn 22,27 10,86 20,58 1128852
2008 Kltn 21,72 10,70 20,72 1133012
2009 Kltn 19,68 10,58 20,70 1136829
2010 Kltn 17,47 10,16 20,77 1130047
2006 Skhrj 15,63 10,49 20,00 813657
2007 Skhrj 14,02 10,70 20,27 819621
2008 Skhrj 12,13 10,50 20,39 826699
2009 Skhrj 11,51 10,53 20,38 833575
2010 Skhrj 10,94 10,37 20,48 824238
2006 Wngri 27,01 10,23 20,22 978808
2007 Wngri 24,44 10,29 20,27 980132
2008 Wngri 20,71 10,37 19,93 982730
2009 Wngri 19,08 10,28 20,62 985024
2010 Wngri 15,68 10,10 20,71 928904
2006 Krgy 18,69 10,11 20,02 799595
2007 Krgy 17,39 10,34 20,25 805462
2008 Krgy 15,68 10,15 20,47 812423
2009 Krgy 14,73 10,53 20,48 819186
2010 Krgy 13,98 10,32 20,59 813196
2006 Srgn 23,72 9,89 20,20 856296
2007 Srgn 21,24 10,35 20,37 857844
2008 Srgn 20,83 10,20 20,51 860509
2009 Srgn 19,7 10,26 20,51 862910
2010 Srgn 17,49 9,89 20,62 858266
2006 Grbg 27,6 10,53 20,18 1318286
2007 Grbg 25,14 10,72 20,42 1326414
2008 Grbg 19,84 10,68 20,59 1336322
2009 Grbg 18,68 10,75 20,52 1345879
2010 Grbg 17,86 10,38 20,62 1308696
2006 Blra 23,95 9,80 19,92 829745
2007 Blra 21,46 9,86 20,16 831909
2008 Blra 18,79 10,17 20,46 835160
2009 Blra 17,7 10,44 20,51 838159
2010 Blra 16,27 10,15 20,52 829728
2006 Rmbg 33,2 9,98 19,83 570870
2007 Rmbg 30,71 9,79 20,11 572879
2008 Rmbg 27,21 9,77 20,20 575640
2009 Rmbg 25,86 9,80 20,19 578232
116

2010 Rmbg 23,41 9,66 20,34 591359


2006 Pti 22,14 10,87 20,17 1165159
2007 Pti 19,79 10,93 20,43 1167621
2008 Pti 17,9 10,99 20,62 1171605
2009 Pti 15,92 10,80 20,68 1175232
2010 Pti 14,48 10,56 20,70 1190993
2006 Kds 12,05 10,02 19,98 764563
2007 Kds 10,73 10,35 20,22 774838
2008 Kds 12,58 10,21 20,40 786269
2009 Kds 10,8 10,38 20,58 797617
2010 Kds 9,02 10,17 20,51 777437
2006 Jpra 11,75 9,69 20,11 1058064
2007 Jpra 10,44 10,41 20,32 1073631
2008 Jpra 11,05 10,32 20,43 1090839
2009 Jpra 9,6 10,11 20,44 1107973
2010 Jpra 10,18 10,15 20,60 1097280
2006 Dmk 26,03 10,46 20,01 1017884
2007 Dmk 23,5 10,60 20,26 1025388
2008 Dmk 21,24 10,48 20,35 1034286
2009 Dmk 19,7 10,31 20,43 1042932
2010 Dmk 18,76 10,30 20,53 1055579
2006 Smg 13,62 10,24 20,09 890898
2007 Smg 12,34 10,79 20,30 900420
2008 Smg 11,37 10,54 20,49 911223
2009 Smg 10,66 10,60 20,49 921865
2010 Smg 10,5 10,42 20,56 930727
2006 Tmg 16,62 9,76 19,86 694949
2007 Tmg 16,55 10,27 20,04 700845
2008 Tmg 16,39 9,85 20,23 707707
2009 Tmg 15,05 9,71 20,22 714411
2010 Tmg 13,46 9,60 20,31 708546
2006 Kndl 21,59 10,62 20,13 925620
2007 Kndl 20,7 10,32 20,21 938115
2008 Kndl 17,87 10,40 20,44 952011
2009 Kndl 16,02 10,28 20,48 965808
2010 Kndl 14,47 10,18 20,63 900313
2006 Btng 19,99 10,36 19,82 676152
2007 Btng 20,79 10,34 20,03 678909
2008 Btng 18,08 10,36 20,18 682561
2009 Btng 16,61 10,12 20,18 686016
2010 Btng 14,67 10,11 20,24 706764
2006 Pekalo 22,8 10,37 19,92 837906
2007 Pekalo 20,31 10,49 20,11 844228
2008 Pekalo 19,52 10,35 20,33 851700
117

2009 Pekalo 17,93 9,80 20,35 858967


2010 Pekalo 16,29 9,74 20,45 838621
2006 Pmlg 25,3 11,22 20,18 1344597
2007 Pmlg 22,79 10,93 20,29 1358952
2008 Pmlg 23,92 11,01 20,46 1375240
2009 Pmlg 22,17 11,28 20,55 1391284
2010 Pmlg 19,96 11,11 20,65 1261353
2006 Tgl 20,71 11,02 20,22 1406796
2007 Tgl 18,5 11,14 20,37 1410290
2008 Tgl 15,78 11,07 20,59 1415625
2009 Tgl 13,98 11,00 20,56 1420532
2010 Tgl 13,11 10,76 20,68 1394839
2006 Brbs 30,36 11,52 20,27 1765564
2007 Brbs 27,93 11,30 20,56 1775939
2008 Brbs 25,98 11,09 20,70 1788687
2009 Brbs 24,39 11,28 20,65 1800958
2010 Brbs 23,01 11,19 20,93 1733869
2006 Kmgl 11,19 8,66 19,31 129952
2007 Kmgl 10,01 8,97 19,57 132177
2008 Kmgl 11,16 8,94 19,77 134615
2009 Kmgl 10,11 9,20 19,84 137055
2010 Kmgl 10,51 9,02 19,83 118227
2006 Kskrt 15,21 10,09 19,97 512898
2007 Kskrt 13,64 10,20 20,19 517557
2008 Kskrt 16,13 10,19 20,45 522935
2009 Kskrt 14,99 10,27 20,43 528202
2010 Kskrt 13,96 10,02 20,53 499337
2006 KSltg 8,9 9,32 19,23 171248
2007 KSltg 9,01 9,19 19,35 174699
2008 KSltg 8,47 9,19 19,72 178451
2009 KSltg 7,82 9,18 19,89 182226
2010 KSltg 8,28 9,03 19,70 170332
2006 Ksmg 5,33 11,14 20,65 1468292
2007 Ksmg 5,26 11,35 20,85 1488645
2008 Ksmg 6 11,36 21,00 1511236
2009 Ksmg 4,84 11,34 21,13 1533686
2010 Ksmg 5,12 11,18 21,27 1555984
2006 Kpekalo 7,38 9,52 19,38 271808
2007 Kpekalo 6,62 9,50 19,57 273342
2008 Kpekalo 10,29 9,53 19,80 275241
2009 Kpekalo 8,56 9,44 19,77 277065
2010 Kpekalo 9,37 9,23 19,83 281434
2006 Ktgl 10,4 9,18 19,49 239038
2007 Ktgl 9,36 9,83 19,63 239860
118

2008 Ktgl 11,28 9,69 19,79 240502


2009 Ktgl 9,88 9,86 19,94 241070
2010 Ktgl 10,62 9,79 19,98 239599
119

Lampiran 13

Common Effect Model


Dependent Variable: KM
Method: Panel Least Squares
Date: 07/02/13 Time: 09:35
Sample: 2006 2010
Periods included: 5
Cross-sections included: 35
Total panel (balanced) observations: 175

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

LNUPM -0.382296 1.626021 -0.235112 0.8144


LNPP 0.822710 0.750133 1.096752 0.2743
JP 5.70E-06 2.06E-06 2.761772 0.0064

R-squared 0.103987 Mean dependent var 18.09760


Adjusted R-squared 0.093568 S.D. dependent var 6.512713
S.E. of regression 6.200539 Akaike info criterion 6.504144
Sum squared resid 6612.830 Schwarz criterion 6.558397
Log likelihood -566.1126 Hannan-Quinn criter. 6.526151
Durbin-Watson stat 0.100182
120

Lampiran 14

Fixed Effect Model


Dependent Variable: KM
Method: Panel EGLS (Cross-section weights)
Date: 07/02/13 Time: 09:15
Sample: 2006 2010
Periods included: 5
Cross-sections included: 35
Total panel (balanced) observations: 175
Linear estimation after one-step weighting matrix
Cross-section weights (PCSE) standard errors & covariance (no d.f.
correction)

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

C 184.6979 8.526235 21.66231 0.0000


LNUPM 2.130297 0.338382 6.295533 0.0000
LNPP -9.631757 0.376030 -25.61431 0.0000
JP 7.80E-06 4.78E-06 1.633633 0.1046

Effects Specification

Cross-section fixed (dummy variables)

Weighted Statistics

R-squared 0.969465 Mean dependent var 26.93904


Adjusted R-squared 0.961218 S.D. dependent var 15.30377
S.E. of regression 1.676668 Sum squared resid 385.1365
F-statistic 117.5574 Durbin-Watson stat 1.694389
Prob(F-statistic) 0.000000

Unweighted Statistics

R-squared 0.946383 Mean dependent var 18.09760


Sum squared resid 395.7112 Durbin-Watson stat 1.302219
121

Lampiran 15
Random Effect Model
Dependent Variable: KM
Method: Panel EGLS (Cross-section random effects)
Date: 07/02/13 Time: 09:25
Sample: 2006 2010
Periods included: 5
Cross-sections included: 35
Total panel (balanced) observations: 175
Swamy and Arora estimator of component variances
Cross-section weights (PCSE) standard errors & covariance (no d.f.
correction)

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

C 172.5439 16.34967 10.55335 0.0000


LNUPM 2.189547 0.636527 3.439835 0.0007
LNPP -9.128731 0.728358 -12.53331 0.0000
JP 9.23E-06 2.72E-06 3.392585 0.0009

Effects Specification
S.D. Rho

Cross-section random 5.663180 0.9179


Idiosyncratic random 1.693907 0.0821

Weighted Statistics

R-squared 0.538225 Mean dependent var 2.399463


Adjusted R-squared 0.530124 S.D. dependent var 2.488005
S.E. of regression 1.705466 Sum squared resid 497.3732
F-statistic 66.43669 Durbin-Watson stat 1.007120
Prob(F-statistic) 0.000000

Unweighted Statistics

R-squared 0.147243 Mean dependent var 18.09760


Sum squared resid 6293.592 Durbin-Watson stat 0.079591
122

Lampiran 16

Uji Likelihood
Redundant Fixed Effects Tests
Equation: FIXED
Test cross-section fixed effects

Effects Test Statistic d.f. Prob.

Cross-section F 83.026556 (34,137) 0.0000

Cross-section fixed effects test equation:


Dependent Variable: KM
Method: Panel EGLS (Cross-section weights)
Date: 07/02/13 Time: 09:33
Sample: 2006 2010
Periods included: 5
Cross-sections included: 35
Total panel (balanced) observations: 175
Use pre-specified GLS weights
Cross-section weights (PCSE) standard errors & covariance (no d.f.
correction)

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

C 235.6857 35.92694 6.560137 0.0000


LNUPM -3.044732 1.330019 -2.289240 0.0233
LNPP -9.936743 1.587021 -6.261254 0.0000
JP 1.62E-05 2.23E-06 7.289525 0.0000

Weighted Statistics

R-squared 0.340283 Mean dependent var 26.93904


Adjusted R-squared 0.328709 S.D. dependent var 15.30377
S.E. of regression 6.975699 Sum squared resid 8320.923
F-statistic 29.40063 Durbin-Watson stat 0.150255
Prob(F-statistic) 0.000000

Unweighted Statistics

R-squared 0.174112 Mean dependent var 18.09760


Sum squared resid 6095.286 Durbin-Watson stat 0.107127
123

Lampiran 17

Uji Hausman
Correlated Random Effects - Hausman Test
Equation: RANDOM
Test cross-section random effects

Chi-Sq.
Test Summary Statistic Chi-Sq. d.f. Prob.

Cross-section random 0.000000 3 1.0000

* Cross-section test variance is invalid. Hausman statistic set to zero.


** WARNING: robust standard errors may not be consistent with
assumptions of Hausman test variance calculation.

Cross-section random effects test comparisons:

Variable Fixed Random Var(Diff.) Prob.

LNUPM 2.395774 2.189547 -0.096966 NA


LNPP -9.193991 -9.128731 -0.050379 NA
JP 0.000012 0.000009 0.000000 0.7005

Cross-section random effects test equation:


Dependent Variable: KM
Method: Panel Least Squares
Date: 07/02/13 Time: 09:28
Sample: 2006 2010
Periods included: 5
Cross-sections included: 35
Total panel (balanced) observations: 175
Cross-section weights (PCSE) standard errors & covariance (no d.f.
correction)

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

C 169.1439 14.61546 11.57294 0.0000


LNUPM 2.395774 0.555158 4.315485 0.0000
LNPP -9.193991 0.692911 -13.26864 0.0000
JP 1.20E-05 7.79E-06 1.545280 0.1246

Effects Specification

Cross-section fixed (dummy variables)

R-squared 0.946737 Mean dependent var 18.09760


Adjusted R-squared 0.932352 S.D. dependent var 6.512713
S.E. of regression 1.693907 Akaike info criterion 4.081433
Sum squared resid 393.0968 Schwarz criterion 4.768643
Log likelihood -319.1254 Hannan-Quinn criter. 4.360185
F-statistic 65.81453 Durbin-Watson stat 1.303731
Prob(F-statistic) 0.000000
124

Lampiran 18
Uji Multikolinearitas
Variabel Pengangguran, Pengeluaran Pemerintah, Jumlah Penduduk
Dependent Variable: LNUPM
Method: Panel EGLS (Cross-section weights)
Date: 07/02/13 Time: 20:01
Sample: 2006 2010
Periods included: 5
Cross-sections included: 35
Total panel (balanced) observations: 175
Linear estimation after one-step weighting matrix
Cross-section weights (PCSE) standard errors & covariance (no d.f.
correction)

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

C 12.16444 0.749855 16.22237 0.0000


LNPP -0.145679 0.038903 -3.744635 0.0003
JP 1.17E-06 3.97E-07 2.948293 0.0038

Effects Specification

Cross-section fixed (dummy variables)

Weighted Statistics

R-squared 0.971809 Mean dependent var 15.21820


Adjusted R-squared 0.964454 S.D. dependent var 13.12790
S.E. of regression 0.202283 Sum squared resid 5.646717
F-statistic 132.1419 Durbin-Watson stat 1.955149
Prob(F-statistic) 0.000000

Unweighted Statistics

R-squared 0.905675 Mean dependent var 10.29086


Sum squared resid 5.703309 Durbin-Watson stat 1.820380
125

Variabel Pengeluaran Pemerintah, Jumlah Penduduk, Pengangguran


Dependent Variable: LNPP
Method: Panel EGLS (Cross-section weights)
Date: 07/02/13 Time: 20:02
Sample: 2006 2010
Periods included: 5
Cross-sections included: 35
Total panel (balanced) observations: 175
Linear estimation after one-step weighting matrix
Cross-section weights (PCSE) standard errors & covariance (no d.f.
correction)

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

C 16.49643 0.982809 16.78497 0.0000


JP 5.93E-06 7.85E-07 7.552453 0.0000
LNUPM -0.162935 0.058172 -2.800932 0.0058

Effects Specification

Cross-section fixed (dummy variables)

Weighted Statistics

R-squared 0.798673 Mean dependent var 22.66605


Adjusted R-squared 0.746152 S.D. dependent var 6.224165
S.E. of regression 0.198346 Sum squared resid 5.429063
F-statistic 15.20695 Durbin-Watson stat 1.174806
Prob(F-statistic) 0.000000

Unweighted Statistics

R-squared 0.719805 Mean dependent var 20.32497


Sum squared resid 6.093516 Durbin-Watson stat 1.130329
126

Variabel Jumlah Penduduk, Pengangguran, Pengeluaran Pemerintah


Dependent Variable: JP
Method: Panel EGLS (Cross-section weights)
Date: 07/02/13 Time: 20:03
Sample: 2006 2010
Periods included: 5
Cross-sections included: 35
Total panel (balanced) observations: 175
Linear estimation after one-step weighting matrix
Cross-section weights (PCSE) standard errors & covariance (no d.f.
correction)

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

C 543929.5 46031.44 11.81648 0.0000


LNUPM 977.3491 1807.109 0.540836 0.5895
LNPP 18410.53 2026.159 9.086418 0.0000

Effects Specification

Cross-section fixed (dummy variables)

Weighted Statistics

R-squared 0.999792 Mean dependent var 1904814.


Adjusted R-squared 0.999737 S.D. dependent var 1457799.
S.E. of regression 16005.34 Sum squared resid 3.54E+10
F-statistic 18393.34 Durbin-Watson stat 1.700842
Prob(F-statistic) 0.000000

Unweighted Statistics

R-squared 0.998659 Mean dependent var 928180.7


Sum squared resid 3.61E+10 Durbin-Watson stat 1.686585

Anda mungkin juga menyukai