Anda di halaman 1dari 74

PENGARUH PENGANGGURAN, PENGELUARAN

PEMERINTAH DAN JUMLAH PENDUDUK


TERHADAP KEMISKINAN DI KABUPATEN
SIDENRENG RAPPANG

Oleh :
ULFA HIDAYATULLAH
NIM. 218210014

PROGRAM STUDI EKONOMI PEMBANGUNAN


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PAREPARE
2022
KATA PENGANTAR

AssalamuAlaikum Wr.Wb

Puji syukur terpanjatkan kehadirat Allah SWT, Dia-lah pengatur


segalanya dimana tiada kehidupan dan kematian ada di bawah
genggamannya, segala gerak dan diam di bawah pengaturannya segenap
ketundukan adalah haknya, sehinggaata izinnya jualah Skripsi dengan
judul Pengaruh Pengangguran, Pengeluaran Pemerintah dan Jumlah
Penduduk Terhadap Kemiskinan di Kabupaten Sidenreng
Rappang”mampu terselesaikan. Serta shalawat dan Salam
tersembahkan kepada Nabiullah Muhammad SAW.Tiada manusia semulia
dirinyaada keteladan yang sedemikian tinggi, menghantarkan segala
kelemahan dan kekurangan sehingga tidak ada rasa bosan para
pengikutnya untuk melepaskan ikatan yang rendah menuju ikatan yang
tinggi.

Sepenggal doa yang selalu dijabah oleh Allah SWT yakni Doa
Orang Tua Tercinta, tak ada sepenggal dan bakti menyamai nilai kasih
sayang mereka, sembah sujud selalu tersembahkan kepada Ayahanda
Ilham dan Ibunda Andi Haslina, yang sepanjang waktu mengiringkan doa
tak pernah putus kiranya buah hatinya mampu meraih kesuksesan dalam
menjalani biduk kehidupan

Langkah tak akan mampu meraih akhir studi tanpa dukungan


dan motivasi yang tak berhenti seperti air mengalir, dengan segalah
kerendahan hati terhaturkan terima kasih yang tak terhinggakepada :

1. Bapak Drs. H. M. Nasir, M,Pd selaku Rektor Universitas


Muhammadiyah Parepare

i
2. Bapak Yadi Arodhiskara, SE.,M.Ak. selaku Dekan Fakultas Ekonomi
dan Bisnis Universitas Muhammadiyah Parepare.
3. Bapak Bahruddin, SE., M.Si selaku Ketua Prodi Pebangunan Fakultas
Ekonomi dan Bisnis Universitas Muhammadiyah Parepare.
4. Bapak Ruslang T, SE., M.Si dan Bapak Bahruddin, SE., M.Si selaku
Pembimbing I dan Pembimbing II.
5. Bapak dan Ibu Dosen serta staf dalam lingkungan Universitas
Muhammadiyah Parepare yang telah membantu dan membimbing
selama ini.
6. Bapak Kepala Badan Pusat Statistik Kabupaten Sidenreng Rappang.
Akhir kata, penulis hanyalah makhluk biasa yang tak luput dari
kesalahan. Oleh karena itu dengan segenap kerendahan hati penulis
membuka diri untuk menerima kritik dan saran konstruktif guna perbaiikan
dan kesempurnaan karya tulis ini kedepannya.

Parepare, 24 Februari 2022

Ulfa Hidayatullah

ii
DAFTAR ISI

SAMPULi......................................................................................i

KATA PENGANTAR.....................................................................ii

DAFTAR ISI.................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN...............................................................1

A.Latar Belakang Masalah...................................................1

B.Rumusan Masalah............................................................8

C.Tujuan Penelitian..............................................................8

D.Manfaat Penelitian............................................................9

BAB II TINJAUAN PUSTAKA...................................................11

A.Kajian Teori......................................................................11

1. Pengangguran..........................................................11

2. Pengeluaran Pemerintah..........................................14

3. Jumlah Penduduk.....................................................19

4. Kemiskinan...............................................................22

B. Penelitian Terdahulu........................................................29

C. Kerangka Konseptual.......................................................31

D. Hipotesis...........................................................................33

BAB III METODE PENELITIAN................................................. 35

A. Jenis Penelitian................................................................35

B. Waktu Dan Tempat Penelitian.........................................35

C. Populasi Penelitian...........................................................35

D. Definisi Operasional Variabel...........................................36

iii
E. Jenis Dan Sumber Data...................................................37

F. Teknik Pengumpulan Dan Analisis Data..........................38

BAB IV GAMBARAN UMUM OBJEK PENELITIAN.................41

A. Sejarah Objek Penelitian..................................................41

B. Perkembangan Daerah....................................................42

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN...................43

A. Hasil Penelitian.................................................................43

B. Pembahasan....................................................................59

BAB VI PENUTUP......................................................................65

A. Kesimpulan.......................................................................65

B. Saran................................................................................66

DAFTAR PUSTAKA....................................................................67

iv
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kemiskinan merupakan masalah yang dihadapi oleh semua

negara. Terlebih untuk negara sedang berkembang, salah satunya

Indonesia. Kemiskinan menjadi fenomena tersendiri sepanjang

sejarah Indonesia. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik, tingkat

kemiskinan di Indonesia yang awalnya begitu tinggi yaitu sekitar 40%

pada tahun 1976, telah berhasil mengalami penurunan menjadi sekitar

11% pada tahun 1996. Pada tahun 1998 tingkat kemiskinan tercatat

sebesar 24,2% yang utamanya disebabkan oleh meroketnya harga-

harga komoditas baik makanan maupun non-makanan. Sejalan

dengan menurunnya kembali harga-harga kebutuhan makanan dan

non-makanan tingkat kemiskinan juga kembali turun menjadi sekitar

19% pada tahun 2000.

Kemiskinan memang persoalan yang kompleks, karena tidak

hanya berkaitan dengan masalah rendahnya tingkat pendapatan dan

konsumsi. Tetapi, berkaitan pula dengan rendahnya tingkat

pendidikan, kesehatan serta ketidakberdayaannya untuk berpartisipasi

dalam pembangunan serta berbagai masalah yang berkenaan dengan

pembangunan manusia. Dimensi-dimensi kemiskinan tersebut

termanifestasikan dalam bentuk kekurangan gizi, air, perumahan yang

1
2

sehat, perawatan kesehatan yang kurang baik, dan tingkat pendidikan

yang rendah (Wijayanti Wahono, 2005)

Kemiskinan telah membuat jutaan anak-anak tidak bisa

mengenyam pendidikan yang berkualitas, kesulitan membiayai

kesehatan, kurangnya tabungan dan tidak adanya investasi,

kurangnya akses ke pelayanan publik, kurangnya lapangan pekerjaan,

kurangnya jaminan sosial dan perlindungan terhadap keluarga,

menguatnya arus urbanisasi, dan yang lebih parahnya lagi kemiskinan

menyebabkan jutaan rakyat memenuhi kebutuhan pangan dan

sandang secara terbatas.

Kemiskinan juga telah membatasi hak rakyat untuk (1)

Memperoleh pekerjaan yang layak bagi kemanusiaan; (2) Hak rakyat

untuk memperoleh perlindungan hukum; (3) Hak rakyat untuk

memperoleh rasa aman; (4) Hak rakyat untuk memperoleh akses atas

kebutuhan hidup (sandang, pangan, dan papan) yang terjangkau; (5)

Hak rakyat untuk memperoleh akses atas kebutuhan pendidikan; (6)

Hak rakyat untuk memperoleh akses atas kebutuhan kesehatan; (7)

Hak rakyat untuk memperoleh keadilan; (8) Hak rakyat untuk

berpartisipasi dalam pengambilan keputusan publik dan

pemerintahan; (9) Hak rakyat untuk berinovasi; (10) Hak rakyat untuk

menjalankan spiritual dengan Tuhannya; dan(11) Hak rakyat untuk

berpartisipasi dalam menata dan mengelola pemerintahan dengan

baik (Sahdan, 2005).


3

Menurut Bank Dunia dalam Wijayanto (2010), salah satu

sebab kemiskinan yaitu karena kurangnya pendapatan dan aset untuk

memenuhi kebutuhan dasar, seperti: makanan, pakaian, perumahan,

tingkat kesehatan dan pendidikan yang dapat diterima. Kemiskinan

bisa juga berkaitan dengan keterbatasan lapangan pekerjaan dan

biasanya mereka yang dikategorikan miskin tidak memiliki pekerjaan,

serta tingkat pendidikan dan kesehatan mereka pada umumnya tidak

memadai. Mengatasi masalah kemiskinan tidak dapat dilakukan

secara terpisah dari masalah-masalah pengangguran, pendidikan,

kesehatan dan masalah-masalah lain yang secara eksplisit berkaitan

erat dengan masalah kemiskinan.

Dengan kata lain, pendekatannya dilakukan lintas sektor,

lintas pelaku secara terpadu dan terkoordinasi dan terintegrasi.

Pengangguran merupakan salah satu faktor yang

berpengaruh terhadap kemiskinan. Salah satu unsur yang

menentukan kemakmuran suatu masyarakat adalah tingkat

pendapatan. Pendapatan masyarakat mencapai maksimum apabila

kondisi tingkat penggunaan tenaga kerja penuh (full employment)

dapat terwujud. Pengangguran akan menimbulkan efek mengurangi

pendapatan masyarakat, dan hal tersebut akan mengurangi tingkat

kemakmuran yang telah tercapai. Semakin turunnya tingkat

kemakmuran akan menimbulkan masalah lain yaitu kemiskinan

(Sukirno, 2010).
4

Upaya menurunkan tingkat pengangguran dan menurunkan

tingkat kemiskinan adalah sama pentingnya. Secara teori, jika

masyarakat tidak menganggur berarti mempunyai pekerjaan dan

penghasilan, dan dengan penghasilan yang dimiliki dari bekerja

diharapkan dapat memenuhi kebutuhan hidup. Jika kebutuhan hidup

terpenuhi, maka tidak akan miskin. Sehingga dikatakan dengan

tingkat pengangguran rendah (kesempatan kerja tinggi) maka tingkat

kemiskinan juga rendah (Yacoub, 2012)

Senada dengan penelitian yang dilakukan oleh Adit Agus

Prastyo menemukan bahwa pengangguran berpengaruh terhadap

tingkat kemiskinan.

Persoalan kemiskinan memang menjadi salah satu target

kebijakan pembangunan di setiap negara. Untuk mengatasi

kemiskinan diperlukan berbagai upaya pembangunan dan kebijakan

yang mendukung pelaksanaan pembangunan tersebut. Usaha yang

telah dilakukan tersebut dapat dilihat dalam bentuk peningkatan

pengeluaran pemerintah.

Persoalan kemiskinan memang menjadi salah satu target

kebijakan pembangunan di setiap negara. Untuk mengatasi

kemiskinan diperlukan berbagai upaya pembangunan dan kebijakan

yang mendukung pelaksanaan pembangunan tersebut. Usaha yang

telah dilakukan tersebut dapat dilihat dalam bentuk peningkatan

pengeluaran pemerintah.
5

Kebijakan pemerintah daerah dalam menjalankan Anggaran

Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) khususnya belanja modal

merupakan bentuk kerja nyata dan keberhasilan pemerintah daerah

dalam memberikan pelayanan publik kepada masyarakat. Oleh

karena itu, belanja modal disalurkan dalam berbagai sektor

pembangunan diantaranya pembangunan dan perbaikan sektor

pendidikan, kesehatan, transportasi, sehingga masyarakat juga

menikmati manfaat dari pembangunan daerah dengan tujuan akhirnya

untuk meningkatan taraf hidup dan kesejahteraan masyarakat

Sama halnya, penelitian yang dilakukan oleh Ari Mulianta

Ginting dan Rasbin menemukan bahwa pengeluaran pemerintah

berpengaruh terhadap tingkat kemiskinan.

Pada umumnya perkembangan penduduk di negara sedang

berkembang sangat tinggi dan besar jumlahnya. Jumlah penduduk

yang besar apabila diikuti dengan kualitas yang memadai dari segi

pendidikan, kesehatan, nilai moral dan etika dan lain sebagainya

merupakan modal pembangunan yang handal bagi suatu negara,

namun sebaliknya apabila kualitasnya rendah justru akan menjadi

beban pembangunan sehingga akan menjadi penghambat

pembangunan. Masalah pertumbuhan penduduk tidak hanya sekedar

masalah jumlah, masalah penduduk juga menyangkut kepentingan

pembangunan serta kesejahteraan penduduk secara keseluruhan.


6

Pada umumnya penduduk dipandang sebagai penghambat

pembangunan. Keberadaannya apalagi dalam jumlah besar dan

dengan pertumbuhan yang tinggi, dinilai hanya menambah beban

pembangunan. Jumlah penduduk yang besar akan memperkecil

pendapatan perkapita dan menimbulkan masalah ketenagakerjaan.

Pada literatur modern penduduk justru dipandang sebagai pemacu

pembangunan. Berlangsungnya kegiatan produksi adalah berkat

adanya orang yang membeli dan mengkonsumsi barang-barang yang

dihasilkan. Konsumsi dari penduduk ini yang menimbulkan permintaan

agregat. Peningkatan konsumsi agregat memungkinkan usaha-usaha

berkembang, begitu pula perekonomian secara keseluruhan (Dumairy,

1996).

Penduduk sebagai pemacu pembangunan karena populasi

yang lebih besar sebenarnya adalah pasar potensial yang menjadi

sumber permintaan akan berbagai 9 macam barang dan jasa yang

kemudian akan menggerakkan berbagai macam kegiatan ekonomi

sehingga menciptakan skala ekonomi dalam produksi yang akan

menguntungkan semua pihak, menurunkan biaya produksi dan

menciptakan sumber pasokan atau penawaran tenaga kerja murah

dalam jumlah yang memadai sehingga pada gilirannya akan

merangsang output atau produksi agregat yang lebih tinggi. Pada

akhirnya diharapkan dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat,

yang berarti tingkat kemiskinan akan turun (Todaro, 2006).


7

Tekanan masalah kependudukan atas pembangunan

sesungguhnya tidak terlalu berhubungan dengan aspek jumlah,

melainkan lebih terkait dengan variabel-variabel lain kependudukan.

Variabel-variabel tersebut antara lain: sebaran, komposisi, kepadatan

dan pertumbuhan penduduk dan ada juga karakteristik penduduk

yang bersangkutan seperti tingkat pendapatan, kesehatan dan

kemiskinan (Dumairy, 1996).


8

B. Rumusan Masalah

1. Apakah ada pengaruh pengangguran terhadap kemiskinan di

Kab/Kota sidrap?

2. Apakah ada pengaruh pengeluaran pemerintah terhadap

kemiskinan di Kab/Kota sidrap?

3. Apakah ada pengaruh jumlah penduduk terhadap kemiskinan di

Kab/Kota sidrap?

4. Seberapa besar pengaruh pengangguran, pengeluaran pemerintah

dan jumlah penduduk terhadap kemiskinan Kab/Kota sidrap?

C. Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui apakah ada pengaruh pengangguran terhadap

kemiskinan di kab/kota sidrap

2. Untuk mengetahui apakah ada pengaruh pengeluaran pemerintah

terhadap kemiskinan di kab/kota sidrap

3. Untuk mengetahui apakah ada pengaruh jumlah penduduk

terhadap kemiskinan di kab/kota sidrap

4. Untuk mengetahui seberapa besar pengangguran, pengeluaran

pemerintah dan jumlah penduduk terhadap kemiskinan di kab/kota

sidrap.
9

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis

a. Untuk menambah pengetahuan bagi peneliti maupun pembaca

tentang bagaimana perkembangan dan karakteristik kemiskinan

Kabupaten sidenreng rappang 2016-2020.

b. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan

dalam mengembangkan ilmu pengetahuan terutama mengenai

bagaimana pengaruh pengangguran, pengeluaran pemerintah,

dan jumlah penduduk terhadap kemiskinan Kabupaten

Sidenreng Rappang tahun 2016-2020 secara parsial dan

simultan.

2. Manfaat Praktis

a. Sebagai tambahan referensi bagi peneliti sendiri untuk

memperoleh gambaran karakteristik pengangguran,

pengeluaran pemerintah, jumlah penduduk, dan kemiskinan di

Kabupaten Sidenreng Rappang melihat pengaruh masing-

masing variabel independen terhadap variabel dependen dalam

penelitian ini.

b. Sebagai tambahan referensi bagi pemerintahan yang terkait

seperti Kementerian Sosial, Kementerian Koordinator

Kesejahteraan Rakyat, memahami faktor-faktor yang

mempengaruhi kemiskinan sehingga dapat diketahui faktor-


10

faktor yang perlu mendapat perhatian lebih untuk mengatasi

masalah kemiskinan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. KAJIAN TEORI

1. Pengangguran

a. Pengertian Pengangguran

Pengangguran dalam standar pengertian yang sudah

ditentukan secara internasional yaitu seseorang yang sudah

digolongkan dalam angkatan kerja yang secara aktif sedang

mencari pekerjaan pada suatu tingkat upah tertentu, tetapi tidak

dapat memperoleh pekerjaan yang diinginkannya. Menurut

Sukirno (2010), pengangguran biasanya dibedakan atas empat

jenis berdasarkan keadaan yang menyebabkannya, antara lain:

1) Pengangguran friksional, yaitu para penganggur ini tidak ada

pekerjaan bukan karena tidak dapat memperoleh kerja tetapi

karena sedang mencari kerja lain yang lebih baik.

2) Pengangguran siklikal, yaitu penganguran yang melebihi

pengangguran alamiah. Pada umumnya pengangguran ini

terjadi sebagai akibat pengurangan dalam permintaan

agregat. Penurunan permintaaan agregat mengakibatkan

perusahaan mengurangi jumlah pekerja atau gulung tikar.

3) Pengangguran struktural, yaitu pengangguran yang

disebabkan oleh adanya perubahan struktur kegiatan

ekonomi.

11
12

4) Pengangguran teknologi, yaitu pengangguran yang

ditimbulkan oleh adanya penggantian tenaga manusia dengan

mesin-mesin dan bahan kimia.

b. Bentuk-Bentuk Pengangguran

Sedangkan bentuk-bentuk pengangguran berdasarkan cirinya

dapat digolongkan sebagai berikut (Sukirno, 2010):

1) Pengangguran terbuka (open unemployment), adalah mereka

yang mampu dan seringkali sangat ingin bekerja tetapi tidak

tersedia pekerjaan yang cocok untuk mereka.

2) Pengangguran tersembunyi adalah jumlah pekerja dalam

suatu kegiatan ekonomi lebih banyak dari yang sebenarnya

diperlukan supaya ia dapat menjalankan kegiatannya dengan

efisien. Kelebihan tenaga kerja yang digunakan digolongkan

dalam pengangguran tersembunyi.

3) Pengangguran bermusim adalah keadaan pengangguran

pada masa-masa tertentu dalam satu tahun. Penganguran ini

biasanya terjadi di sektor 22 pertanian dan perikanan. Petani

akan mengganggur saat menunggu masa tanam dan saat

jeda antara musim tanam dan musim panen.

4) Setengah menganggur adalah pekerja-pekerja yang

mempunyai masa kerja seperti mungkin hanya bekerja satu

hingga dua hari seminggu atau satu hingga empat jam sehari,

jam kerja yang jauh lebih rendah dari yang normal.


13

c. Dampak Pengangguran

Pengangguran yang terjadi di dalam suatu perekonomian

dapat memiliki dampak atau akibat buruk baik terhadap

perekonomian maupun individu dan masyarakat. Salah satu

dampak buruk pengangguran terhadap perekonomian yaitu

pengangguran menyebabkan masyarakat tidak dapat

memaksimumkan kesejahteraan yang mungkin dicapainya.

Sedangkan salah satu dampak pengangguran terhadap individu

dan masyarakat yaitu pengangguran dapat menyebabkan

kehilangan mata percaharian dan pendapatan. Di negara-negara

maju, para penganggur memperoleh tunjangan (bantuan

keuangan) dari badan asuransi pengangguran. Oleh sebab itu,

mereka masih mempunyai pendapatan untuk membiayai

kehidupannya dan keluarganya. Mereka tidak perlu bergantung

kepada tabungan mereka atau bantuan orang lain. Di negara-

negara sedang berkembang tidak terdapat asuransi

pengangguran dan karenanya kehidupan penganggur harus

dibiayai oleh tabungan masa lalu atau pinjaman/bantuan

keluarga dan teman-teman (Nanga, 2001)

d. Hubungan Pengangguran terhadap Kemiskinan

Menurut Sukirno (2010), salah satu faktor penting yang

menentukan kemakmuran suatu masyarakat adalah tingkat

pendapatannya. Pendapatan masyarakat mencapai maksimum


14

apabila tingkat penggunaan tenaga kerja penuh dapat

diwujudkan. Pengangguran mengurangi pendapatan

masyarakat, hal ini yang dapat mengurangi tingkat kemakmuran

yang mereka capai.

Ditinjau dari sudut individu, pengangguran menimbulkan

berbagai masalah ekonomi dan sosial kepada yang

mengalaminya. Ketiadaan pendapatan menyebabkan para

penganggur harus mengurangi pengeluaran konsumsinya.

Apabila pengangguran di suatu negara adalah sangat buruk,

kekacauan politik dan sosial selalu berlaku dan menimbulkan

efek yang buruk kepada kesejahteraan masyarakat dan prospek

pembangunan ekonomi dalam jangka panjang semakin turunnya

kesejahteraan masyarakat karena menganggur tentunya akan

meningkatkan peluang mereka terjebak dalam kemiskinan

karena tidak memiliki pendapatan.

2. Pengeluaran Pemerintah

Pemerintah menggunakan anggaran belanja untuk

merencanakan dan mengontrol keadaan fisiknya. Anggaran belanja

menunjukkan rencana pengeluaran dan program-program

pemerintah dan penghasilan yang diharapkan dari sistem pajak

selama tahun yang ditentukan. Anggaran belanja biasanya

mengandung daftar program-program spesifik (pendidikan,

kesejahteraan, pertahanan, dll) dan juga sumber-sumber pajak


15

(pajak pendapatan, pribadi, pajak asuransi sosial, dll). Anggaran

belanja pemerintah memiliki dua fungsi ekonomi utama yaitu sebagai

sebuah alat yang dapat digunakan pemerintah untuk mengatur

prioritas nasional, mengalokasikan output nasional di antara

konsumsi umum, pribadi dan investasi.

Penyediaan berbagai macam barang dan jasa konsumsi publik

yang dibiayai oleh pajak bagi kelompok penduduk yang paling

miskin, merupakan instrumen lain yang cukup berpotensi untuk

mengentaskan kemiskinan. Sebagai contoh: pengadaan proyek-

proyek perbaikan fasilitas-fasilitas kesehatan publik di daerah –

daerah pedesaan serta pinggiran dan pusat pemukiman kumuh di

kotakota, pembangunan tangki-tangki air bersih, serta pengadaan

listrik di daerahdaerah terpencil (Todaro, 2006).

Jumlah pengeluaran pemerintah yang akan dilakukan dalam

suatu periode tertentu tergantung banyak faktor antara lain: proyeksi

jumlah pajak yang akan diterima, tujuan-tujuan ekonomi yang ingin

dicapai, serta pertimbangan politik dan keamanan sehingga dapat

disimpulkan bahwa pengeluaran pemerintah pada suatu periode

tertentu dan perubahannya dari satu periode ke periode lainnya tidak

didasarkan pada tingkat pendapatan nasional dan pertumbuhan

pendapatan nasional. Pada hakekatnya pengeluaran pemerintah

daerah menyangkut dua hal yaitu: Pengeluaran rutin, yaitu

pembiayaan untuk pemeliharaan atau penyelenggaraan pemerintah


16

sehari-hari. Misalnya: untuk belanja pegawai, belanja barang, belanja

pemeliharaan, belanja perjalanan dinas, belanja lain-lain, angsuran

pinjaman/hutang dan bunga, bantuan keuangan, pengeluaran tidak

termasuk bagian lain, dan pengeluaran tidak disangka.

Pengeluaran pembangunan, yaitu pembiayaan untuk

pembangunan daerah sebagai kegiatan pemerintahan dalam

meningkatkan kesejahteraan masyarakat seperti pembangunan

dalam sektor pertanian, industri, perhubungan, pariwisata dan

sektor-sektor lain.

Adanya perubahan tentang struktur pengeluaran pemerintah

daerah (Kepmendagri Nomor 29 Tahun 2002) dijelaskan sebagai

berikut:

1. Belanja aparatur daerah adalah belanja administrasi umum,

belanja operasi dan pemeliharaan, serta belanja modal yang

dialokasikan untuk membiayai kegiatan yang hasil, manfaat dan

dampaknya tidak secara langsung dapat dinikmati masyarakat

(publik).

2. Belanja pelayanan publik adalah belanja administrasi umum,

belanja operasi dan pemeliharaan, serta belanja modal yang

dialokasikan untuk membiayai kegiatan yang hasil, manfaat dan

dampaknya secara langsung dapat dinikmati masyarakat

(publik).
17

Sturktur pengeluaran pemerintah daerah Kepmendagri

Nomor 29 Tahun 2002 kemudian mengalami perubahan kembali

menjadi Permendagri Nomor 13 Tahun 2006 yang dapat

diterangkan sebagai berikut :

1. Belanja tidak langsung adalah belanja yang dianggarkan

tidak terkait secara langsung dengan pelaksanaan program,

seperti: belanja pegawai berupa gaji dan tunjangan yang

telah ditetapkan Undang-Undang, belanja bunga, belanja

subsidi, belanja hibah, belanja bantuan sosial, belanja bagi

hasil kepada Provinsi atau Kabupaten/Kota dan Pemerintah

Desa, belanja bantuan keuangan dan belanja tidak terduga.

2. Belanja langsung adalah belanja yang dianggarkan terkait

secara langsung dengan pelaksanaan program, seperti:

belanja pegawai, belanja barang dan jasa, serta belanja

modal untuk melaksanakan program dan kegiatan

pemerintah daerah dan telah dianggarkan oleh pemerintah

daerah. Adapun hubungan pengeluaran pemerintah

terhadap kemiskinan yaitu Peran pemerintah dalam

pengentasan kemiskinan sangat dibutuhkan, sesuai dengan

peranan pemerintah yaitu alokasi, distribusi dan stabilisasi.

Peranan tersebut merupakan syarat yang harus dipenuhi jika

tujuan pembangunan yaitu pengentasan kemiskinan ingin

terselesaikan. Anggaran yang dikeluarkan untuk


18

pengentasan kemiskinan menjadi stimulus dalam

menurunkan angka kemiskinan dan beberapa persoalan

pembangunan yang lain.

3. Jumlah pengeluaran pemerintah yang akan dilakukan dalam

suatu periode tertentu tergantung banyak faktor. Salah

satunya adalah jumlah pajak yang akan diterima. Pajak yang

pemerintah. Sebagian dari pengeluaran pemerintah adalah

untuk membiayai administrasi pemerintahan dan sebagian

untuk membiayai kegiatankegiatan pembangunan.

Perbelanjaan-perbelanjaan tersebut akan meningkatkan

pengeluaran agregat dan mempertinggi tingkat kegiatan

ekonomi suatu negara (Sukirno, 2010).

Menurut World Bank dalam laporan Era Baru dalam

Pengentasan Kemiskinan di Indonesia (2006), bahwa di samping

pertumbuhan ekonomi dan layanan sosial, dengan menentukan

sasaran pengeluaran untuk rakyat miskin, pemerintah dapat

membantu mereka dalam menghadapi kemiskinan (baik dari segi

pendapatan maupun non-pendapatan) dengan beberapa hal.

Pertama, pengeluaran pemerintah dapat digunakan untuk

membantu mereka yang rentan terhadap kemiskinan dari segi

pendapatan melalui suatu sistem perlindungan sosial modern

yang meningkatkan kemampuan mereka sendiri untuk

menghadapi ketidakpastian ekonomi. Kedua, pengeluaran


19

pemerintah dapat digunakan untuk memperbaiki indikator-

indikator pembangunan manusia, sehingga dapat mengatasi

kemiskinan dari aspek non-pendapatan.

3. Jumlah Penduduk

Jumlah penduduk dalam pembangunan ekonomi suatu daerah

merupakan permasalahan mendasar. Oleh karena itu, pertumbuhan

penduduk yang tidak terkendali dapat mengakibatkan tidak

tercapainya tujuan pembangunan ekonomi yaitu kesejahteraan

rakyat serta menekan angka kemiskinan.

Meskipun terdapat pertentangan mengenai konsekuensi positif

dan negatif yang ditimbulkan oleh tingginya laju pertumbuhan

penduduk, namun selama beberapa dekade mulai muncul gagasan

baru. Gagasan tersebut dikemukakan oleh Robert Cassen dalam

Todaro (2006) adalah sebagai berikut:

1) Persoalan kependudukan tidak semata-mata menyangkut jumlah

akan tetapi juga meliputi kualitas hidup dan kesejahteraan

materiil.

2) Pertumbuhan penduduk yang cepat memang mendorong

timbulnya masalah keterbelakangan dan membuat prospek

pembangunan menjadi semakin jauh. Laju pertumbuhan

penduduk yang terlampau cepat meskipun memang bukan

merupakan penyebab utama dari keterbelakangan, harus


20

disadari bahwa hal tersebut merupakan salah satu faktor penting

penyebab keterbelakangan di banyak negara.

3) Pertumbuhan penduduk secara cepat menimbulkan berbagai

konsekuensi ekonomi yang merugikan dan hal itu merupakan

masalah yang utama harus dihadapi negara-negara Dunia

Ketiga. Mereka kemudian mengatakan bahwa laju pertumbuhan

penduduk yang terlalu cepat mendorong timbulnya berbagai

macam masalah ekonomi, sosial dan psikologis yang

melatarbelakangi kondisi keterbelakangan yang menjerat

negara-negara berkembang.

Pertumbuhan penduduk juga menghalangi prospek

tercapainya kehidupan yang lebih baik karena mengurangi tabungan

rumah tangga dan juga negara. Disamping itu, jumlah penduduk

yang terlampau besar akan menguras kas pemerintah yang sudah

sangat terbatas untuk menyediakan berbagai pelayanan kesehatan,

ekonomi dan sosial bagi generasi baru. Melonjaknya beban

pembiayaan atas anggaran pemerintah tersebut jelas akan

mengurangi kemungkinan dan kemampuan pemerintah untuk

meningkatkan taraf hidup generasi dan mendorong terjadinya

transfer kemiskinan kepada generasi mendatang yang berasal dari

keluarga berpenghasilan menengah ke bawah. (Todaro, 2006).


21

Adapun hubungan jumlah penduduk terhadap kemiskinan

yaitu: Pertumbuhan penduduk yang tinggi akan menyebabkan

kebutuhan konsumsi lebih banyak dari pada kebutuhan untuk

investasi. Sumber daya yang 29 ada hanya dialokasikan lebih

banyak ke pertumbuhan tenaga kerja yang tinggi dari pada

disumbangkan untuk meningkatkan capital kepada setiap tenaga

kerja. Selanjutnya ini akan menyebabkan penyerapan tenaga kerja

yang lambat di sektor-sektor yang modern dan peningkatan

pengangguran. Dampak berikutnya adalah pertumbuhan penduduk

yang tinggi akan menyebabkan rasio ketergantungan (dependency

ratio) juga tinggi, yang akan mengurangi tingkat tabungan

masyarakat.

Menurut Nelson dan Leibenstein dalam bukunya “Theory of Low

Level Equilibrium Trap in Underdeveloped Economies”, menganalisis

mengenai pengaruh langsung dari perkembangan penduduk

terhadap perkembangan tingkat kesejahteraan. Menurut pendapat

mereka bahwa perkembangan penduduk yang pesat di negara-

negara berkembang menyebabkan tingkat kesejahteraan

masyarakat tidak mengalami tingkat pertambahan yang berarti dan

dalam jangka panjang mungkin menurun serta meningkatkan jumlah

penduduk miskin.
22

4. Kemiskinan

a. Pengertian Kemiskinan

Menurut World Bank dalam Kumalasari (2011),

mendefinisikan kemiskinan sebagai kekurangan dalam

kesejahteraan, dan terdiri dari banyak dimensi. Ini termasuk

berpenghasilan rendah dan ketidakmampuan untuk mendapatkan

barang dasar dan layanan yang diperlukan untuk bertahan hidup

dengan martabat. Kemiskinan juga meliputi rendahnya tingkat

kesehatan dan pendidikan, akses masyarakat miskin terhadap air

bersih dan sanitasi, keamanan fisik yang tidak memadai,

kurangnya suara, dan kapasitas memadai serta kesempatan untuk

hidup yang lebih baik itu.

Kemiskinan menurut BPS menggunakan konsep

kemampuan memenuhi kebutuhan dasar (basic needs approach)

dalam mengukur kemiskinan. Pendekatan ini dihitung

menggunakan Headcount Index, yaitu persentase penduduk

miskin terhadap total penduduk. Jadi, dalam pendekatan ini

kemiskinan dipandang sebagai ketidakmampuan dari sisi ekonomi

untuk memenuhi kebutuhan dasar makanan dan bukan makanan

yang diukur dari sisi pengeluaran.

Menurut Levitan dalam Badruddin (2009), mengemukakan

kemiskinan adalah kekurangan barang-barang dan pelayanan-

pelayanan yang dibutuhkan untuk mencapai suatu standar hidup


23

yang layak. Selain Levitan, menurut Friedman yang juga dalam

Badruddin (2009), mengemukakan bahwa kemiskinan adalah

ketidaksamaan kesempatan untuk memformulasikan basis

kekuasaan 16 sosial, yang meliputi: asset (tanah, perumahan,

peralatan, kesehatan), sumber keuangan (pendapatan dan kredit

yang memadai), organisasi sosial politik yang dapat dimanfaatkan

untuk mencapai kepentingan bersama, jaringan sosial untuk

memperoleh pekerjaan, barang atau jasa, pengetahuan dan

keterampilan yang memadai, dan informasi yang berguna.

Menurut BPS dalam Ben Hasan (2011), secara konseptual

kemiskinan dibedakan menjadi 2 macam, yaitu:

1. Kemiskinan relatif adalah kondisi miskin karena pengaruh

kebijakan pembangunan yang belum mampu menjangkau

seluruh lapisan masyarakat sehingga menyebabkan

ketimpangan pendapatan.

2. Kemiskinan absolut, yaitu kemiskinan karena

ketidakmampuannya untuk mencukupi kebutuhan pokok

minimum seperti pangan, sandang, kesehatan, perumahan

dan pendidikan yang diperlukan untuk bisa hidup dan bekerja.

Hidup dalam kemiskinan bukan hanya hidup dalam

kekurangan uang dan tingkat pendapatan rendah, tetapi juga

banyak hal lain, seperti: tingkat kesehatan, pendidikan rendah,

perlakuan tidak adil dalam hukum, kerentanan terhadap


24

ancaman tindak kriminal, ketidakberdayaan dalam menentukan

jalan hidupnya sendiri. Kemiskinan dibagi dalam empat bentuk,

yaitu:

1. Kemiskinan absolut, kondisi dimana seseorang apabila

pendapatannya dibawah garis kemiskinan atau tidak cukup

untuk memenuhi kebutuhan pangan, sandang, papan,

kesehatan, perumahan, dan pendidikan yang dibutuhkan

untuk bisa hidup dan bekerja.

2. Kemiskinan relatif, kondisi miskin karena pengaruh kebijakan

pembangunan yang belum menjangkau seluruh masyarakat,

sehingga menyebabkan ketimpangan pada pendapatan.

3. Kemiskinan kultural, mengacu pada persoalan sikap

seseorang atau masyarakat yang disebabkan oleh faktor

budaya, seperti tidak mau berusaha memperbaiki tingkat

kehidupan, malas, pemboros, tidak kreatif meskipun ada

bantuan dari pihak luar

4. Kemiskinan struktural, situasi miskin yang disebabkan oleh

rendahnya akses terhadap sumber daya yang terjadi dalam

suatu sistem sosial budaya dan sosial politik yang tidak

mendukung pembebasan kemiskinan, tetapi seringkali

menyebabkan suburnya kemiskinan.


25

Kemiskinan juga dapat dibedakan menjadi dua jenis yaitu:

1. Kemiskinan alamiah, berkaitan dengan kelangkaan sumber

daya alam dan prasarana umum, serta keadaan tanah yang

tandus.

2. Kemiskinan buatan, lebih banyak diakibatkan oleh sistem

modernisasi atau pembangunan yang membuat masyarakat

tidak mendapat menguasai sumber daya, sarana, dan fasilitas

ekonomi yang ada secara merata (Suryawati, 2005).

b. Penyebab Kemiskinan

Menurut Sharp dalam Kuncoro (1997), terdapat tiga faktor

penyebab kemiskinan jika dipandang dari sisi ekonomi. Pertama,

kemiskinan muncul karena adanya ketidaksamaan pola

kepemilikan sumber daya yang menimbulkan distribusi

pendapatan yang timpang. Penduduk miskin hanya memiliki

sumber daya yang terbatas dan kualitasnya rendah. Kedua,

kemiskinan muncul akibat perbedaan dalam kualitas sumber

daya manusia. Kualitas sumber daya manusia yang rendah

berarti produktifitasnya rendah, yang pada gilirannya upahnya

rendah. Rendahnya kualitas sumber daya manusia ini karena

rendahnya pendidikan, nasib yang kurang beruntung, adanya

diskriminasi. Ketiga, kemiskinan muncul karena perbedaan

akses dalam modal.


26

Menurut Nasikun dalam Suryawati (2005), salah satu

sumber dan proses penyebab terjadinya kemiskinan, yaitu:

population growth, prespektif yang didasari oleh teori Malthus

bahwa pertambahan penduduk seperti deret ukur sedangkan

pertambahan pangan seperti deret hitung. Seperti halnya dalam

Mustika (2011), tesis yang paling mendasar dari Malthus adalah

bahwa “jumlah penduduk cendrung meningkat lebih cepat dari

persediaan bahan makanan”. Berdasarkan tesis tersebut dapat

disimpulkan bahwa penduduk tumbuh bagaikan deret ukur dan

persediaan bahan makanan berdasar deret hitung. Akibatnya

sumber daya bumi tidak mampu mengimbangi kebutuhan

manusia yang terus bertambah dengan cepat. Hal itulah yang

menimbulkan kemiskinan.

c. Kriteria kemiskinan

BPS telah menetapkan 14 (empat belas) kriteria keluarga

miskin, seperti yang telah disosialisasikan oleh Departemen

Komunikasi dan Informatika (2005), rumah tangga yang memiliki

ciri rumah tangga miskin, yaitu:

1. Luas lantai bangunan tempat tinggal kurang dari 8 m2 per

orang.

2. Jenis lantai bangunan tempat tinggal terbuat dari

tanah/bambu/kayu berkualitas rendah atau murahan.


27

3. Jenis dinding tempat tinggal terbuat dari bambu/rumbia, kayu

berkualitas rendah, tembok tanpa diplester.

4. Tidak memiliki fasilitas buang air besar/bersama-sama

dengan rumah tangga lain.

5. Sumber penerangan rumah tangga tidak menggunakan

listrik.

6. Sumber air minum berasal dari sumur/mata air tidak

terlindung/sungai/air hujan.

7. Bahan bakar untuk memasak sehari-hari adalah kayu

bakar/arang/minyak tanah.

8. Hanya mengkonsumsi daging/susu/ayam satu kali dalam

seminggu.

9. Hanya membeli satu stel pakaian baru dalam setahun.

10. Hanya sanggup makan sebanyak satu/dua kali dalam sehari.

11. Tidak sanggup membayar biaya pengobatan di dokter atau

puskesmas/poliklinik.

12. Sumber penghasilan kepala rumah tangga adalah: petani

dengan luas lahan 0,5 ha, buruh tani, nelayan, buruh

bangunan, buruh perkebunan, atau pekerjaan lainnya

dengan pendapatan di bawah Rp. 600.000 per bulan.


28

13. Pendidikan tertinggi kepala kepala rumah tangga: tidak

sekolah/tidak tamat SD/hanya SD.

14. Tidak memiliki tabungan/barang yang mudah dijual dengan

nilai Rp. 500.000, seperti: sepeda motor (kredit/non kredit),

emas, ternak, kapal motor, atau barang modal lainnya

d. Teori Lingkaran Kemiskinan

Penyebab kemiskinan bermuara pada teori lingkaran

kemiskinan dari Nurkse. Lingkaran kemiskinan adalah suatu

rangkaian kekuatan yang saling mempengaruhi suatu keadaaan

dimana suatu negara akan tetap miskin dan akan banyak

mengalami kesukaran untuk mencapai tingkat pembangunan yang

lebih baik. Adanya keterbelakangan dan ketertinggalan sumber

daya manusia (yang tercermin oleh tingkat pendidikan yang

rendah), ketidaksempurnaan pasar, dan kurangnya modal

menyebabkan rendahnya produktifitas. Rendahnya produktifitas

mengakibatkan rendahnya pendapatan yang mereka terima.

Rendahnya pendapatan akan berimplikasi pada rendahnya

tabungan dan investasi. Rendahnya investasi berakibat pada

rendahnya akumulasi modal sehingga proses penciptaan

lapangan kerja rendah (tercemin oleh tingginya jumlah

pengangguran). Rendahnya akumulasi modal disebabkan oleh

keterbelakangan dan seterusnya (Kuncoro, 1997).


29

B. PENELITIAN TERDAHULU

Adapun beberapa penelitian tentang kemiskinan yang telah

dilakukan oleh sejumlah peneliti dengan daerah dan periode waktu

yang berbeda pula, antara lain:

1. Penelitian yang dilakukan oleh Adit Agus Prastyo (2010) yang

berjudul “Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Tingkat

Kemiskinan (Studi Kasus 35 Kabupaten/Kota Tahun 2003-2007”.

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh

pertumbuhan ekonomi, upah minimum Kab/Kota, pendidikan, dan

tingkat pengangguran terhadap tingkat 30 kemiskinan di Jawa

Tengah dari tahun 2003 hingga tahun 2007. Metode yang

digunakan dalam penelitian ini adalah panel data dengan

pendekatan efek tetap (fixed effect model), dan menggunakan

jenis data sekunder. Penggunaan dummy wilayah dalam

penelitian ini adalah untuk melihat variasi tingkat kemiskinan di 35

Kab/Kota di Jawa Tengah. Sedangkan hasil dari penelitian ini

adalah bahwa variabel pertumbuhan ekonomi, upah minimum

Kab/Kota, pendidikan, dan tingkat pengangguran berpengaruh

signifikan terhadap variabel tingkat kemiskinan.

2. Penelitian yang dilakukan oleh Ririn Yuni Astuti (2012) yang

berjudul “Analisis Pengaruh PDRB, Pendidikan, dan

Pengangguran terhadap Kemiskinan di Jawa Tengah tahun 2006-

2009”. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh


30

PDRB, pendidikan, dan pengangguran terhadap kemiskinan di

Jawa Tengah dari tahun 2006 hingga tahun 2009. Metode yang

digunakan dalam penelitian ini adalah panel data dan

menggunakan jenis data sekunder. Sedangkan, hasil dari

penelitian ini adalah bahwa variabel pendidikan berpengaruh

negatif dan signifikan, sedangkan PDRB serta pengangguran tidak

berpengaruh signifikan terhadap kemiskinan.

3. Penelitian yang dilakukan oleh Yani Mulyaningsih (2008) yang

berjudul pengaruh pengeluaran pemerintah di kestor publik

terhadap pembagunan manusia dan pengurangan kemiskinan.

Tujuan penelitian ini adalah untuk melihat apakah ada pengaruh

pengeluaran pemerintah di sektor publik (pendidikan dan

kesehatan) terhadap pembangunan manusia. Pembangunan

manusia memuat tiga dimensi penting yaitu terkait dengan aspek

pemenuhan kebutuhan akan hidup panjang umur (Longevity) dan

hidup sehat (healthy life), untuk mendapatkan pengetahuan (the

knowlodge) dan mempunyai akses kepada sumberdaya yang bisa

memenuhi standar hidup. Dimensi penting tersebut terangkum

dalam indeks pembangunan manusia. Kedua, untuk melihat

apakah ada pengaruh pengeluaran pemerintah di sektor publik

(pendidikan dan kesehatan) terhadap kemiskinan.

4. Penelitian yang dilakukan oleh Haryani (2009) yang berjudul

“Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi, Belanja Daerah, dan Jumlah


31

Penduduk terhadap Kemiskinan (Studi Kasus Kab/Kota di Provinsi

Jawa Tengah tahun 2007)”. Tujuan penelitian ini adalah untuk

mendeskripsikan variabel penelitian serta menganalisis pengaruh

pertumbuhan ekonomi, belanja modal, jumlah penduduk terhadap

kemiskinan Kab/Kota di Provinsi Jawa Tengah tahun 2007.

Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah

analisis deskriptif, dilakukan dengan metode numerik/angka dalam

mendeskripsikan data dan analisis regresi untuk mengetahui

pengaruh pertumbuhan ekonomi, belanja daerah dan jumlah

penduduk terhadap kemiskinan. Hasil dari penelitian ini

menunjukkan bahwa pertumbuhan ekonomi berpengaruh negatif

terhadap kemiskinan, belanja daerah 32 berpengaruh negatif

terhadap kemiskinan serta jumlah penduduk berpengaruh positif

dan signifikan terhadap kemiskinan.

C. KERANGKA KONSEPTUAL

Menurut Bank Dunia salah satu sebab kemiskinan adalah karena

kurangnya pendapatan dan aset untuk memenuhi kebutuhan dasar

seperti makanan, pakaian, perumahan dan tingkat kesehatan dan

pendidikan yang dapat diterima. Kemiskinan bisa juga berkaitan

dengan keterbatasan lapangan pekerjaan dan biasanya mereka yang

dikategorikan miskin tidak memiliki pekerjaan (pengangguran), serta

tingkat pendidikan dan kesehatan mereka pada umumnya tidak

memadai. Mengatasi masalah kemiskinan tidak dapat dilakukan


32

secara terpisah dari masalah-masalah pengangguran, pendidikan,

kesehatan dan masalahmasalah lain yang secara eksplisit berkaitan

erat dengan masalah kemiskinan.

Pengangguran akan menimbulkan berbagai masalah ekonomi

dan sosial kepada yang mengalaminya. Kondisi menganggur

menyebabkan seseorang tidak memiliki pendapatan, akibatnya

kesejahteraan yang telah dicapai akan semakin merosot. Semakin

turunnya kesejahteraan masyarakat karena menganggur tentunya

akan meningkatkan peluang terjebak dalam kemiskinan.

Peran pemerintah dalam pengentasan kemiskinan sangat

dibutuhkan, sesuai dengan peranan pemerintah yaitu alokasi,

distribusi dan stabilisasi. Peranan tersebut merupakan syarat yang

harus dipenuhi jika tujuan pembangunan yaitu pengentasan

kemiskinan ingin terselesaikan.

Anggaran yang dikeluarkan untuk pengentasan kemiskinan

menjadi stimulus dalam menurunkan angka kemiskinan dan beberapa

persoalan pembangunan yang lain. Peningkatan jumlah penduduk,

memiliki konsekuensi logis terhadap penyediaan fasilitas dasar

(pendidikan, kesehatan, kebutuhan pangan, dan perumahan) dan juga

lapangan pekerjaan. Apabila hal tersebut tidak dapat dipenuhi,

pertambahan jumlah penduduk tersebut akan mengakibatkan

bertambahnya jumlah penduduk miskin. Jika pendapatan dan faktor

yang lain diasumsikan tetap, maka peningkatan jumlah anggota


33

keluarga akan mengurangi kemampuan penduduk untuk memenuhi

kebutuhan pokoknya. Dengan demikian akan meningkatkan peluang

penduduk menjadi miskin.

Berdasarkan latar belakang permasalahan serta tinjauan pustaka

di atas, maka dapat disusun kerangka berpikir sebagai berikut:

Pengangguran (X1)

H1
Pengeluaran H2
Kemiskinan (Y)
Pemerintah (X2)

Jumlah Penduduk H4
H3
(X3)

D. HIPOTESIS

Menurut Suharsimi (2006) hipotesis dapat diartikan sebagai suatu

jawaban yang bersifat sementara terhadap permasalahan penelitian,

sampai terbukti melalui data yang terkumpul. Maka, dalam penelitian

ini dikemukakan hipotesis sebagai berikut:

1. Ada pengaruh pengangguran terhadap kemiskinan Kabupaten

Sidenreng Rappang

2. Ada pengaruh pengeluaran pemerintah terhadap kemiskinan

Kabupaten Sidenreng Rappang


34

3. Ada pengaruh jumlah penduduk terhadap kemiskinan Kabupaten

Sidenreng Rappang

4. Ada pengaruh pengangguran, pengeluaran pemerintah, dan

jumlah penduduk terhadap kemiskinan di Kabupaten Sidenreng

Rappang
BAB III
METODE PENELITIAN

A. JENIS PENELITIAN

Jenis Penelitian adalah data sekunder yang bersumber pada

laporan Badan Pusat Statistik (BPS Sidenreng Rappang). Data utama

yang diperlukan adalah semua variabel yang diteliti meliputi

kemiskinan, pengangguran, pengeluaran pemerintah, dan jumlah

penduduk.

penelitian ini bersifat Kuantitatif dengan menggunakan metode

data panel. data yang digunakan adalah gabungan time series yaitu

data tahun 2016 sampai dengan tahun 2020 dan cross section yaitu

data 11 kecamatan di kabupaten sidenreng Rappang.

B. WAKTU DAN TEMPAT PENELITIAN

1. Lokasi Penelitian

Penelitian ini akan dilaksanakan di Kabupaten Sidenreng

Rappang

2. Waktu penelitian

Waktu yang akan digunakan dalam penelitian ini mulai dari

saat observasi lapangan, penyusunan rancangan penelitian dan

analisis data hasil penelitian sekitar 3 bulan, yang akan dilakukan

mulai November 2021 - Januari 2022

35
36

C. POPULASI PENELITIAN

Populasi merupakan keseluruhan subjek penelitian. Apabila

seseorang ingin meneliti semua elemen yang ada dalam wilayah

penelitian, maka penelitiannya merupakan penelitian populasi. Studi

atau penelitiannya juga disebut studi populasi atau studi sensus

(Suharsimi, 2002). Populasi yang diambil dalam penelitian ini adalah

Kabupaten sidenreng rappang yang meliputi 11 Kecamatan. Dalam

penelitian ini menggunakan seluruh obyek penelitian yang diambil dari

populasi yang meliputi 11 Kecamatan di kabupaten sidrap.

D. EFINISI OPERASIONAL VARIABEL

Variabel Penelitian yang Dirumuskan Secara Operasional

Variabel penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah

kemiskinan sebagai variabel terikat (dependent variable) sedangkan

variabel bebasnya (independent variable) adalah pengangguran,

pengeluaran pemerintah dan jumlah penduduk. Adapun definisi

operasional variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah

sebagai berikut:

1) Kemiskinan dapat dilihat melalui penduduk yang secara ekonomi

tidak mampu memenuhi kebutuhan makanan setara 2100 kalori

dan kebutuhan non makanan yang mendasar. Penelitian ini

menggunakan persentase penduduk miskin yang berada di bawah

garis kemiskinan di kabupaten sidrap.


37

2) Pengangguran terbuka adalah mereka yang mampu dan

seringkali sangat ingin bekerja tetapi tidak tersedia pekerjaan yang

cocok untuk mereka. Data pengangguran terbuka yang

digunakan adalah jumlah pengangguran terbuka menurut

Kabupaten/Kota sidrap.

3) Pengeluaran pemerintah adalah suatu tindakan pemerintah untuk

mengatur jalannya perekonomian dengan cara menentukan

besarnya pengeluaran atau belanja pemerintah tiap tahunnya

yang tercermin dalam dokumen APBN untuk nasional dan APBD

untuk daerah/regional. Data yang digunakan realisasi pengeluaran

pemerintah yang dipublikasikan oleh BPS Jawa Tengah. Variabel

ini memiliki satuan ribuan rupiah.

4) Jumlah penduduk sidrap adalah semua orang yang berdomisili di

wilayah geografis sidrap selama enam bulan atau lebih dan atau

mereka yang berdomisili kurang dari enam bulan tetapi bertujuan

untuk menetap.

E. JENIS DAN SUMBER DATA

Metode pengumpulan data yang digunakan untuk

memperoleh data dalam penelitian ini adalah metode dokumentasi.

Menurut Suharsimi (2002), metode dokumentasi merupakan suatu

cara untuk memperoleh data informasi mengenai berbagai hal yang

ada kaitannya dengan penelitian dengan jalan melihat kembali

laporan-laporan tertulis, baik berupa angka ataupun keterangan.


38

Selain data-data laporan tertulis untuk kepentingan penelitian ini juga

digali berbagai data, informasi dan referensi dari berbagai sumber

pustaka, media massa dan internet.

F. TEKNIK PENGUMPULAN DAN ANALISIS DATA

1. Analisis Regresi Linear Berganda

Analisis regresi linier berganda adalah regresi yang

didalamnya terdapat satu variabel dependen (Y) dan lebih dari satu

variabel independen (X) variabel dependen adalah variabel terikat

yang dipengaruhi oleh variabel independen atau bebas, variaber

independen dalam penelitian ini adalah kemiskinan, sedangkan

variabel independenya adalah pengangguran, pengeluaran

pemerintah dan jumlah penduduk.

Penelitian ini menggunakan model regresi linier berganda

dengan menggunakan program SPSS 21 Sebagai berikut:

Y= α +β1 X1 + β2 X2 + β3 X3 + e

Dimana:

Y = Kemiskinan
α = konstanta
β1 β2 β3 = koefisien variabel independen
X1 = Pengangguran
X2 = Pengeluaran Pemerintah
X3 = Jumlah Penduduk
e = error

2. Pengujian Hipotesis
39

Membuktikan hipotesis ini dilakukan melalui tiga (3)

pengujian yaitu: uji statistik T, uji statistik F, dan uji determinasi.

a. Uji statitik t ( uji parsial)

Uji statistik t pada dasarnya menunjukkan seberapa jauh

pengaruh variabel penjelas/ independen secara individual dalam

menerangkan variasi variabel dependen (Ghozali, 2013). Untuk

menguji statistik t dengan membandingkan antar nilai t hitung

dengan t tabel. apabila nilaii thitung > t tabel maka ada pengaruh

yang signifikan antar variabel bebas terhadap variabel terikat,

atau biasa juga signifikan dibawah 0,05 yang menyatakan bahwa

suatu variabel independen secara individual mempengaruhi

variabel independen.

b. Uji Statistik F (Uji Simultan)

Uji statistik F pada dasarnnya menunjukkan apakah

semua variabel independen atau bebas yang dimasukkan dalam

model mempunyai pengaruh secara bersama-sama atau

simultan terdapat variabel dependen/ terkait. Quick Look: bila

nilai f lebih besar dari pada 4 maka HO dapat ditolak pada

derajat kepercayaan 5% dengan kata lain HA, yang

menyatakan bahwa semua variabel independen secara erentak

dan signifian mempengaruhi variabel independen dengan

membandingkan nilai F hasil perhitungan dengan nilai F menurut


40

tabel. Bila nilai ftabel maka HO ditolak dan menerima Ha

( Ghozali, 2013).

c. Uji Koefisien Determinasi

Koefisien determinasi pada intinya mengukur

seberapa jauh kemampuan model dalam menerangkan

variasi variabel dependen. Nilai koefisien determinasi antara

nol dan satu (nilai r 2 ). Nilai r 2 yang kecil berarti kemampuan

variabel-variabel independen dalam menjelaskan variabel

independen masih terbatas. Nilai yang mendekati 1 berarti

variabel independen memberikan hampir semua informasi

yang dibutuhkan untuk memprediksi variabel-variabel

independen.

Namun menggunakan koefisien determinasi memiliki

kelemahan yaitu biasa terdapat jumlah variabel yang

dimasukkan dalam model, setiap tambahan satu variabel

independen maka pasti r2 meningkatkan tidak peduli apakah

variabel tersebut mempengaruhi secara signifikan terhadap

pengaruh independen terdapat pengaruh independen. Oleh

karena itu, banyak penelitian menggunakan nilai Adjusted r2 saat

mengevaluasi model regresi terbia (Ghozali, 2013).


BAB IV
GAMBARAN UMUM OBJEK PENELITIAN

A. Sejarah Objek Penelitian

Kabupaten Sidenreng Rappang atau lebih dikenal dengan

singkatan Sidrap berjarak ± 185 Km dari Kota Madya Makassar ibu

kota Provinsi Sulawesi Selatan. Daerah ini dikenal sebagai daerah

lumbung pangan nasional dan juga merupakan pusat peternakan

ayam petelur kawasan timur Indonesia. Daerah ini memiliki motto

sebagai “KOTA BERAS” atau kepanjangan dari Bersih, Elok, Rapi,

Aman dan Sopan.

Kabupaten Sidrap secara geografis terletak diantara titik

koordinat 3°43’4°09’ LS dan 119°41’-120° BT. Dengan ketinggian

antara 10m-150m dari permukaan laut, dengan batas-batas wilayah

antara lain;

- Sebelah timur berbatasan dengan Kabupaten Wajo dan


Kabupaten Luwu.
- Sebelah selatan berbatasan dengan Kabupaten Soppeng dan
Kabupaten Barru.
- Sebelah barat berbatasan dengan Kota Madya Pare-Pare dan
Kabupaten Pinrang.
- Sebelah utara berbatasan dengan Kabupaten Enrekang.
Secara keseluruhan luas Kabupaten Sidrap berkisar

1.883,25 Km² yang terbagi dalam 11 kecamatan dan 106

desa/kelurahan. Berikut dapat kita lihat dalam peta Kabupaten

Sidrap.

Gambar 4.1
Peta Administrasi Kabupaten Sidrap

41
42

Sumber:https://petatematikindo.files.wordpress.com/2013/01/administrasi -sidrapa1-
1.jpgdiakses pada tanggal 8 September 2017.

B. Perkembangan Daerah
BAB V
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian

1. Tingkat Pengangguran

Ketenagakerjaan merupakan salah satu bidang dalam

pembangunan yang memerlukan perhatian serius dari berbagai

piak. Salah satu ketenagakerjaan yang paling menonjol adalah

tingginya angka pengangguran. Pengangguran terbuka adalah

angkatan kerja yang tidak bekerja dan sedang mencari pekerjaan.

Sedangkan tingkat pengangguran terbuka merupakan

perbandingan antara penduduk yang tidak bekerja dan dan sedang

mencari pekerjaan dengan angkatan kerja. TPT memberikan

indikasi tentang penduduk usia kerja yang termasuk dalam

kelompok pengangguran.

Permasalahan ketenagakerjaan yang masih dihadapi

provinsi Jawa Tengah selain pengangguran adalah rendahnya

kualitas tenaga kerja, rendahnya produktivitas tenaga kerja,

rendahnya tingkat kesejahteraan tenaga kerja, makin sempitnya

lapangan kerja, dan tingginya angka ketergantungan.

Pengangguran dan berbagai permasalahan tersebut, baik secara

langsung maupun tidak langsung akan berdampak pada

peningkatan kemiskinan, kriminalitas dan permasalahan sosial

ekonomi lainnya. Oleh karena itu, perlu adanya upaya terus

43
44

menerus dari berbagai pihak terkait untuk menyelesaikan

permasalahan ini.

Tabel 5.1
Tingkat pengangguran terbuka (TPT) di Kabupaten
Sidenreng Rappang pada Tahun 2016-2020 (Jiwa)
Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT)
Kabupaten/ Kota
2016 2017 2018 2019 2020
Kabupaten Sidenreng
6,97 3,17 4,29 4,35 5,91
Rappang
Sumber: BPS, Kabupaten Sidenreng Rappang Dalam Angka Tahun 2016-2020

Berdasarkan tabel 5.1 menunjukkan bahwa jumlah

pengangguran terbuka di Kabupaten Sidenreng Rappang selama

tahun 2016-2020 cenderung fluktuatif. Pada tahun 2016, jumalah

penduduk mengaggur di kabupaten sidenreng rappang mencapai

6,97%, kemudian menurun pada tahun 2017 sebesar 3,17%,

meningkat pada tahun 2018 sebesar 4,29%, kemudian meningkat

kembali pada tahun 2019 sebesar 4,35%, dan pada tahun 2020

meningkat lagi mencapai 5,91%.

Selain dalam bentuk tabel, disajikan pula data dalam

bentuk grafik tentang jumlah pengangguran terbuka di kabupaten

Sidenreng Rappang tahun 2016 – 2020. berikut ini adalah grafik

rata-rata jumlah pengangguran terbuka di Kabupaten Sidenreng

Rappang tahun 2016 – 2020:


45

Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT)


8
6.97
7
5.91
6
5 4.35
4.29
4
3.17
3
2
1
0
2016 2017 2018 2019 2020

Grafik 5.1. Rata-rata Jumlah Pengangguran Terbuka di kabupaten


sidenreng rappang 2016-2020 (persen)

Berdasarkan grafik 5.1 dapat di lihat bahwa Rata-rata

pertumbuhan tingkat pengangguran di kabupaten sidenreng

rappang sebesar 4,94%. Hal ini dapat disimpulkan bahwa tingkat

pengangguran setiap tahun cenderung fluktuatif. Faktor yang

menyebabkan adanya fluktuatif tingkat pengangguran yang

sebagaimana telah diuraikan diatas karena naik-turunnya jumlah

orang yag mencari pekerjaan di kabupaten sidereng rappang

khususnya pada tahun 2016-2020.

2. Pengeluaran pemeritah

Pengeluaran pemerintah merupakan seperangkat produk

yang dihasilkan yang memuat pilihan atau keputusan yang dibuat

oleh pemerintah untuk menyediakan barang-barang publik dan

pelayanan kepada masyarakat. Total pengeluaran pemerintah


46

merupakan penjumlahan keseluruhan dari keputusan anggaran

pada masing-masing tingkatan pemerintahan (kabupaten

sidenreng rappang).

Pengeluaran pemerintah daerah berperan untuk

mempertemukan permintaan masyarakat dengan penyediaan

sarana dan prasarana yang tidak dipenuhi oleh swasta.

Sedangkan pengeluaran pemerintah itu sendiri tidak begitu saja

dilaksanakan oleh suatu pemerintah daerah, tetapi harus

direncanakan terlebih dahulu.

Berikut ini adalah data realisasi pengeluaran pemerintah

Kabupaten Sidenreng Rappang tahun 2016-2020:

Tabel 5.2
Pengeluaran Pemerintah di Kabupaten Sidenreng Rappang
pada Tahun 2016-2020 (Miliar rupiah)
Pengeluaran Pemerintah
Kabupaten/ Kota
2016 2017 2018 2019 2020
Kabupaten Sidenreng 1.041,1 1.099,5 1.295,3 1.435,0 1.414,0
Rappang 2 3 0 2 5
Sumber: BPS, Statistik Keuangan Pemerintah Kabupaten Sidenreng Rappang 2016-2020

Berdasarkan tabel 5.2 menunjukkan bahwa perkembangan

realisasi pengeluaran pemerintah di Kabupaten Sidenreng

Rappang tahun 2016-2020 terus mengalami peningkatan dari

tahun ke tahun. Pada tahun 2016, pengeluaran pemerintah di

Kabupaten Sidenreng Rappang mencapai 1.041,12, kemudian

meningkat Pada tahun 2017, mencapai 1.099,53, di tahun 2018

kembali meningkat sebesar 1.295,30, pada tahun 2019 meningkat


47

mencapai 1.435,02, dan di tahun 2020 kembali meningkat

mencapai 1.414,05

Selain dalam bentuk tabel, disajikan pula data dalam bentuk

grafik, berikut ini adalah grafik rata-rata pengeluaran pemerintah di

Kabupaten Sidnreng Rappang tahun 2016 – 2020:

Pengeluaran Pemerintah
1,600.00
1,435.02 1,414.05
1,400.00 1,295.30
1,200.00 1,099.53
1,041.12
1,000.00
800.00
600.00
400.00
200.00
0.00
2016 2017 2018 2019 2020

Grafik 5.2. Rata-rata Jumlah Pengeluaran Pemerintah di kabupaten


sidenreng rappang 2016-2020

Berdasarkan grafik 5.2 dapat di lihat bahwa Rata-rata

jumlah pengeluaran pemerintah di kabupaten sidenreng rappang

mencapai 1.257,00. Hal ini dapat disimpulkan bahwa jumlah

pengeluaran pemerintah pada setiap tahun cenderung naik.

khususnya pada tahun 2016-2020.


48

3. Jumlah penduduk di Kabupaten Sidenreng Rappang

Tabel 5.3
Jumlah Penduduk Kabupaten Sidenreng Rappang Tahun 2016-2020
(jiwa)
Jumlah Penduduk di Kabupaten Sidenreng Rappang (Jiwa)
No Nama
Total (Laki-laki+ Perempuan)
. Kecamatan
2016 2017 2018 2019 2020 Rata-rata
Sidenreng
Rappang 292.985 296.125 299.123 301.972 319.990 302.039
Sumber: BPS, Kabupaten Sidenreng Rappang Dalam Angka Tahun 2016-2020

Berdasarkan tabel 5.3 menunjukkan bahwa jumlah

penduduk di Kabupaten Sidenreng Rappang yang terdapat 11

kecamatan selama tahun 2016-2020 mengalami peningkatan terus

menerus di setiap tahunnya. Pada tahun 2016 jumlah penduduk di

Kabupaten Sidenreng Rappang mencapai 292.985 jiwa, kemudian

meningkat di tahun 2017 mencapai 296.125 jiwa, di tahun 2018

juga mengalami peningkatan jumlah penduduk sebesar 299.123

jiwa, kemudian di tahun 2019 meningkat kembali mencapai 301.972

jiwa, dan kembali meningkat di tahun 2020 mencapai 319.990 jiwa.

Selain dalam bentuk tabel, disajikan pula data dalam bentuk

grafik tentang jumlah penduduk di Kabupaten Sidenreng Rappang

pada tahun 2016 – 2020.

berikut ini adalah grafik rata-rata jumlah penduduk di

kabupaten Sidenreng Rappang tiap Kecamatan tahun 2016 – 2020:

Jumlah Penduduk di kabupaten sidenreng rappang


325,000
319,990
320,000
315,000
310,000
305,000
296,125
295,000 292,985
290,000
285,000
280,000
275,000 49
2016 2017 2018 2019 2020

Grafik 5.3. Rata-rata Jumlah Penduduk di kabupaten sidenreng rappang


2016-2020 (jiwa)

Berdasarkan grafik 5.3 dapat di lihat bahwa Rata-rata

jumlah penduduk di kabupaten sidenreng rappang sebesar

302.039 jiwa. Hal ini dapat disimpulkan bahwa jumlah penduduk di

kabupaten sidenreng rappang terus mengalami kenaikan di setiap

tahunnya khususnya pada tahun 2016-2020.

4. Kemiskinan di Kabupaten Sidenreng Rappang

Kemiskinan merupakan masalah pembangunan di berbagai

bidangyang ditandai oleh keterbatasan, ketidakmampuan, dan

kekurangan, seperti: ketidakmampuan untuk mendapatkan

pendidikan, kesehatan yang memadai, serta kekuragan dalam

memenuhi kebutuhan dasar sandang dan pangan. Selain itu,

masyarakat miskin umumnya memiliki masalah dalam

mendapatkan kesempatan kerja dan usaha, serta lemahnya

perlindungan terhadap aset usaha. Keterbatasan modal, kurangnya


50

keterampilan dan pengetahuan menyebabkan masyarakat miskin

hanya memiliki sedikit pilihan pekerjaan yang layak dan peluang

yang sempit untuk mengembangkan usaha.

Untuk itu, kemiskinan harus menjadi prioritas utama dalam

pembangunan nasional. Kemiskinan merupakan masalah pokok

yang penaggulangannya tidak dapat di tunda lagi. Oleh karenanya,

persoalan kemiskinan menjadi salah satu target kebijakan

pembangunan begitu pula bagi Kabupaten Sidereng Rappang.

Berikut data tingkat kemiskinan Kabupaten Sidenreng Rappang

Tahun 2016-2020.

Tabel 5.4
Tingkat Kemiskinan di kabupaten Sidenreng Rappang Tahun
2016-2020 (persen)
Persentase Penduduk Miskin (Persen)
Kabupaten/ Kota
2016 2017 2018 2019 2020
Kabupaten Sidenreng
5,45 5,30 5,16 4,79 5,05
Rappang
Sumber: BPS, Kabupaten Sidenreng Rappang Dalam Angka Tahun 2016-2020

Berdasarkan tabel 5.4 menunjukkan bahwa tingkat

kemiskinan di Kabupaten Sidenreng Rappang selama tahun

2016-2020 cenderung fluktuatif. Pada tahun 2016, tingkat

kemiskinan di kabupaten sidenreng rappang mencapai 5,45%,

keudian menurun pada tahun 2017 sebesar 5,30%, pada tahun

2018 kembali menurun mencapai 5,16%, kemudian menurun

kembali di tahun 2019 sebesar 4,79%, dan pada tahun 2020

kembali meningkat mencapai 5,05%.


51

Selain dalam bentuk tabel, disajikan pula data dalam

bentuk grafik tentang tingkat kemiskinan di kabupaten Sidenreng

Rappang tahun 2016 – 2020. berikut ini adalah grafik rata-rata

jumlah pengangguran terbuka di Kabupaten Sidenreng Rappang

tahun 2016 – 2020:

Persentase Penduduk Miskin


5.6
5.45
5.4 5,30

5.2 5.16
5.05
5
4.79
4.8

4.6

4.4
2016 2017 2018 2019 2020
Grafik 5.4. Rata-rata tingkat kemiskinan di kabupaten sidenreng rappang
2016-2020 (persen)

Berdasarkan grafik 5.4 dapat di lihat bahwa Rata-rata

tingkat kemiskinan di kabupaten sidenreng rappang sebesar

5,15%. Hal ini dapat disimpulkan bahwa tingkat kemiskinan setiap

tahun cenderung fluktuatif di kabupaten sidenreng rappang

khususnya pada tahun 2016-2020.

5. Analisis Data Panel

a. Deskripsi Variabel Penelitian

Analisis dalam penelitian ini adalah analisis deskriptif

yang merupakan suatu analisis yang merupakan hasil secara


52

kualitatif terhadap perkembangan data-data yang ada untuk

memperkuat analisis empiris. Penelitian ini akan membahas

mengenai pengaruh pengangguran, pengeluaran pemerintah

dan jumlah penduduk terhadap tingkat kemiskinan di

kabupaten sidenreng rappang dengan priode dari tahun 2016

s/d tahun 2020. Untuk lebih jelasnya berikut ini akan disajikan

hasil olahan data statistik deskriptif dengan menggunakan

spss release yang dapat disajikan pada table berikut:

Tabel 5.5 Statistik Deskriptif


Descriptive Statistics
N Minimum Maximum Mean Std.
Deviation
5 104112.0 143502.0 125700.400 17973.8482
PP
0 0 0 3
5 292.985,0 319.990,0 302.039,00 10.579,417
JP
0 0 00 02
PENG 5 317.00 697.00 493.8000 149.71039
KENMISKINA 5 53.00 545.00 419.6000 206.29784
N
Valid N
(listwise)
Sumber : SPSS21

Dari data tabel 4.1 menunjukkan bahwa :

1. Untuk variabel pengangguran memiliki nilai rata-rata (mean)

sebesar 493.8000% dengan standar deviasi 149.71039%, nilai

pengangguran terendah sebesar 317.00% dan tertinngi

sebesar 697.00%.

2. Untuk variabel pengeluaran pemerintah (PP) memeiliki nilai

rata-rata (mean) sebesar 125700.400 miliar rupiah dengan


53

standar deviasi 17973.84823 miliar rupiah , nilai pengeluaran

pemerintah terendah sebesar 104112.00 miliar rupiah dan

tertinggi sebesar 143502.00 miliar rupiah.

3. Variabel Jumlah Penduduk memiliki nilai rata-rata (mean)

sebesar 302.039 jiwa dengan standar deviasi 10.579,41702

jiwa, jumlah penduduk terendah sebesar 292.985 jiwa dan

tertinggi sebesar 319.990 jiwa.

4. Dan variabel kemiskinan memiliki nilai rata-rata (mean) sebesar

419.6000 penduduk miskin dengan standar deviasi 206.29784

penduduk miskin, jumlah kemiskinan terendah sebesar 53

penduduk miskin dan tertinggi sebesar 545 penduduk miskin.

b. Uji Statistik

1. Koefisien Determinasi ( R2)

Koefisien determinasi merupakan suatu angka yang

dapat menjelaskan sejauh mana variabel independen

terhadap variabel dependen. untuk lebih jelasnya berikut ini

akan disajikan hasil olahan data koefisien determinasi ( R2)

dengan menggunakan spss yang dapat disajikan pada tabel

berikut:

Tabel 5.6 Koefisien Determinasi ( R2)


Model Summaryb
54

Model R R Adjusted R Std. Error of Durbin-


Square Square the Estimate Watson
1 ,953a ,908 ,632 125,17958 3,179

a. Predictors: (Constant), PENG, PP, JP


b. Dependent Variable: KENMISKINAN

Dari data tabel 4.2 diperoleh nilai R2 sebesar 0,908. Hal ini

menunjukkan bahwa variabel pengangguran, pengeluaran

pemerintah dan jumlah penduduk berpengaruh sebesar 90,8%

sedangkan sisanya sebesar 9,2% dipengaruhin oleh faktor lain

diluar model.

2. Uji Parsial (Uji t)

Uji t bertujuan untuk melihat seberapa jauh pengaruh

masing-masing variabel independen secara parsial terhadap

variabel dependen. Berikut disajikan table uji t untuk melihat

bagaiman pengaruh secara parsial pengangguran, pengeluaran

pemerintah dan jumlah penduduk terhadap kemiskinan di

kabupaten sidenreng rappang tahun 2016 s/d tahun 2020.

Tabel 5.7 Hasil uji parsial (uji t)

Variabel t hitung t table


55

t hitung Sig α = 0,05


Pengangguran 2,858 0,214 12,706

Pengeluaran Pemerintah 2,012 0,294 12,706

Jumlah Penduduk 1,283 0,421 12,706

a. Uji parsial (uji t) variabel pengangguran berdasarkan tabel

5.7 diketahui bahwa t hitung untuk variabel pengagguran

sebesar 2,858 dengan signifikan 0,214 pada taraf

signifikan 5% pada taraf signifikan tersebut diperoleh nilai

t tabel sebesar 12,706. Terlihat bahwa

thitung < dari ttabel dan dapat dilihat pula nilai

signifikannya (0,214) yang > dari taraf sigifikan 5%. Hal ini

menunjukkan bahwa H0 diterima

dan H1 ditolak. Oleh karena itu, varibel pengangguran

tidak berpengaruh signifikan terhadap kemiskinan di

kabupaten sidenreng rappang.

b. Uji parsial (uji t) variabel pengeluaran pemerintah

berdasarkan tabel 5.7 diketahui bahwa t hitung untuk

variabel pengeluaran pemerintah sebesar 2,012 dengan

signifikan 0,294 pada taraf signifikan 5% pada taraf

signifikan tersebut diperoleh nilai t tabel sebesar 12,706.

Terlihat bahwa thitung < dari ttabel dan dapat dilihat pula

nilai signifikannya (0,294) yang > dari taraf sigifikan 5%.

Hal ini menunjukkan bahwa H0 diterima dan H1 ditolak.

Oleh karena itu, varibel pengangguran tidak berpengaruh


56

signifikan terhadap kemiskinan di kabupaten sidenreng

rappang.

c. Uji parsial (uji t) variabel jumlah penduduk berdasarkan

tabel 5.7 diketahui bahwa t hitung untuk variabel jumlah

penduduk sebesar 1,283 dengan signifikan 0,421 pada

taraf signifikan 5% pada taraf signifikan tersebut diperoleh

nilai ttabel sebesar 12,706. Terlihat bahwa thitung < dari

ttabel dan dapat dilihat pula nilai signifikannya (1,283)

yang > dari taraf sigifikan 5%. Hal ini menunjukkan bahwa

H0 diterima dan H1 ditolak. Oleh karena itu, varibel jumlah

penduduk tidak berpengaruh signifikan terhadap

kemiskinan di kabupaten sidenreng rappang.

3. Uji Simultan ( uji f)

Uji Simultan (Uji f) digunakan untuk mengetahui

apakah semua variabel independen mempunyai pengaruh

yang sama terhadap variabel dependen. Berikut disajikan

tabel uji f untuk melihat bagaimana pengaruh secara

simultan pengangguran, pengeluaran pemerintah, dan

jumlah penduduk terhadap kemiskinan di kabupaten

sidenreng rappang tahun 2016-2020.

Tabel 5.8 Hasil uji simultan (uji f)


ANOVAa
57

Model Sum of Df Mean F Sig.


Squares Square
Regressio 154565,272 3 51521,757 3,288 ,380b
n
1
Residual 15669,928 1 15669,928
Total 170235,200 4
a. Dependent Variable: KENMISKINAN
b. Predictors: (Constant), PENG, PP, JP

Berdasarkan hasil pengujian tabel 5.8 diperoleh Fhitung

sebesar 3,288 dengan signifikan 0,380 pada taraf signifikan 5% pada

taraf signifikan tersebut diperoleh Ftabel sebesar 216. Ini

membuktikan bahwa Fhitung < Ftabel dan nilai signifikan (0,380) >

taraf signifikan 5%. Hal ini dapat disimpulkan bahwa H0 diterima dan

H1 di tolak. Ini menunjukkan bahwa variabel pengangguran,

pengeluaran pemerintan, dan jumlah penduduk secara simultan dan

signifikan tidak berpengaruh terhadap kemiskinan di kabupaten

sidenreng rappang.

c. Hasil Estimasi regresi linear berganda

Dalam melakukan analisis penganruh pengangguran,

pengeluaran pemerintah dan jumalah penduduk terhadap

kemiskinan di kabupaten sidenrang rappang tahun 2016-2020

digunakan analisis regresi linear berganda. Untuk lebih jelasnya

bisa dilihat pada tabel dibawah ini:


58

Tabel 5.9 Hasil Estimasi Regresi Linear Berganda

R-
Coefficient thitung Fhitung
squared
Costanta 2055,695 0,893
Pengangguran 1,318 2,858
pengeluaran 0,908 3,288
0,011 2,012
pemerintah
jumlah penduduk 0,012 1,283

Pada tabel 5.9 diperoleh persamaan regresi yaitu

KM= 2055,695 + 1,318 P + 0,011 PP + 0,012 JP + e

Persamaan regresi diatas dapat diartikan sebagai berikut:

1. Konstanta = 2055,695

Jika variabel pengangguran, pengeluaran pemerintah, dan

jumlah penduduk di anggap tetap atau konstan, maka tingkat

kemiskinan naik sebesar 205.569,5%.

2. Koefisien variabel pengangguran adalah sebesar 1,318 yang

berarti jika pengangguran naik sebesar satu jiwa sementara

pengeluaran pemerintah dan jumlah penduduk di anggap

tetap atau konstan maka kemiskinan akan mengalami

kenaikan sebesar 131,8%.

3. Koevisien variabel pengeluaran pemerintah adalah 0,011

yang memiliki arti bahwa jika pengeluaran pemerintah

nilainya naik sebesar satu miliar rupiah sementara

pengangguran dan jumlah penduduk tetap maka emiskinan

akan mengalami kenaikan sebesar 1,1%.


59

4. Koevisien variabel jumlah penduduk adalah 0,012 yang

memiliki arti bahwa jika jumlah penduduk nilaiya naik

sebesar satu jiwa sementara pengangguran dan

pengeluaran pemerintah tetap maka kemiskinan akan

mengalami kenaikan sebesar 1, 2%.

B. Pembahasan

Tingkat pengangguran di kabupaten sidenreng rappang masih

tergolong rendah. Yang dimaksud rendah disini adalah karena

berada di bawah rata-rata jumlah pengangguran di kabupaten

sidenreng rappang yaitu sebesar 4,94%. hal ini mengindikasi bahwa

jumlah pengangguran terbuka yang rendah menyebabkan tingkat

kemiskinan yang rendah pula.

Jika dilihat dari sisi pengeluaran pemerintahya, kabupaten

sidenreng rappang tergolong tinggi pengeluaran pemerintahnya.

Yang dimaksud tinggi disini adalah karena berada di atas rata-rata

pengeluaran pemerintah kabupaten sidenreng rappang tahun 2016-

2020 sebesar 1.257,00. Hal ini mengedintifikasi bahwa pengeluaran

pemerintah yang tinggi menyebabkan tingkat kemiskinan rendah.

Jika dilihat dari sisi jumlah penduduk kabupaten sidenreng

rappang tergolong tinggi penduduknya. Yang dimaksud tinggi disini

adalah karena berada di atas rata-rata jumlah penduduk di

kabupaten sidenreng rappang tahun 2016-2020 sebesar 302.039


60

jiwa. Hal ini mengedintifikasi bahwa jumlah penduduk yang tinggi

menyebabkan tingkat kemiskinan rendah.

Tingkat kemiskinan di kabupaten sidenreng rappang tahun

2016-2020 mengalami kecenderungan menurun walaupun

demikian, masih ada di kabupaten sidenreng rappang dalam

kurung waktu tersebut masih mengalami tingkat kemiskinan.

1. Pengaruh pengangguran terhadap kemiskinan

Berdasarkan hasil ananlisis dalam penelitian ini, telah

ditemukan bahwa tingkat pengangguran tidak berpengarah

signifikan terhadap tingkat kemiskinan di kabupaten sidenreng

rappang hal ini di perkuat dengan nilai thitung 2,858 < ttabel

12,706 dengan taraf signifikan (0,214) di atas 5%. Hal ini

memiliki makna bahwa semakin rendah tingkat pengangguran,

maka akan semakin rendah pula tingkat kemiskinan

masyarakat tersebut.

Hal ini sejalan dengan penelitian sebelumnya yang

dilakukan oleh Ririn Yuni Astuti (2012) yang memperoleh hasil

bahwa variabel pendidikan berpengaruh negatif dan signifikan,

sedangkan PDRB serta pengangguran tidak berpengaruh

signifikan terhadap kemiskinan. Karena pengangguran

didominasi oleh pengangguran yang terdidik, orang yang

menganggur tetapi tetap mampu memenuhi kebutuhannya

karena tidak semua orang menganggur selalu miskin, karena


61

kelompok pengangguran terbuka sebagian diantaranya ada

yang masuk dalam sektor informal dan ada juga yang

mempunyai usah sendiri, serta ada juga yang mempunyai

pekerjaan dengan jam kerja kurang dari 35 jam dalam semingu.

Kemiskinan tidak selalu berhubungan dengan maslah

ketenagakerjaan.

2. Pengaruh pengeluaran pemerintah terhadap kemiskinan

Berdasarkan hasil ananlisis dalam penelitian ini, telah

ditemukan bahwa tingkat pengeluaran pemerintah tidak

berpengaruh signifikan terhadap tingkat kemiskinan di

kabupaten sidenreng rappang hal ini di perkuat dengan nilai

thitung 2,012 < ttabel 12,706 dengan taraf signifikan (0,294) di

atas 5%. Hal ini juga mempertegas dalam penelitian yang telah

dilakukan oleh Yani Muliyaningsih (2008). Dalam penelitian

tersebut menunjukkan bahwa alokasi pengeluaran pemerintah

tidak berpengaruh terhadap peningkatan pembangunan

manusia yang di –proxy dari indeks pembangunan manusia,

dan juga tidak berpengaruh terhadap kemiskinan. Slah satu

penyebabnya adalah karena masih rendahnya pengeluaran

pemerintah di sektor publik terutama untuk sektor pendidikan

dan kesehatan.

Jumlah pengeluaran pemerintah di kabupaten sidenreng

rappang tidak mempengaruhi jumlah penduduk miskin yang


62

ada hal ini dikarenakan banyaknya program pemberdayaan

masyarakat yang merupakan salah satu upaya dalam

menurunkan angka kemiskinan sehingga masyarakat akan

lebih produktif dan memiliki penghasilan yang lebih baik.

3. Pengaruh jumlah penduduk terhadap kemiskinan

Berdasarkan hasil ananlisis dalam penelitian ini, telah

ditemukan bahwa tingkat jumlah penduduk tidak berpengaruh

signifikan terhadap tingkat kemiskinan di kabupaten sidenreng

rappang hal ini di perkuat dengan nilai thitung 1,283 < ttabel

12,706 dengan taraf signifikan (0,421) di atas 5%. Jumlah

penduudk tidak berpengaruh signifikan terhadap kemiskinan di

kabupaten sidenreng rappang, dikarenakan jumlah penduduk

selalu bertambah sementara kemiskinan cenderung menurun

walaupun masih jauh di atas rata-rata kemiskinan nasional.

Seiring dengan pertumbuhan penduduk kondisi perekonomian

di kabupaten sidenreng rappang semakin membaik hal ini

dapat dilihat dari banyaknya wisata kuliner yang menjadi daya

tarik di kabupaten sidenreng rappang sehingga pendapatan

daerah meningkat khususnya pendapatan pada pajak restoran

Hal tersebut tidak sesuai dengan teori (Todaro, 2006). Yang

mengemukakan bahwa Pertumbuhan penduduk juga

menghalangi prospek tercapainya kehidupan yang lebih baik

karena mengurangi tabungan rumah tangga dan juga negara.


63

Disamping itu, jumlah penduduk yang terlampau besar akan

menguras kas pemerintah yang sudah sangat terbatas untuk

menyediakan berbagai pelayanan kesehatan, ekonomi dan

sosial bagi generasi baru. Melonjaknya beban pembiayaan atas

anggaran pemerintah tersebut jelas akan mengurangi

kemungkinan dan kemampuan pemerintah untuk meningkatkan

taraf hidup generasi dan mendorong terjadinya transfer

kemiskinan kepada generasi mendatang yang berasal dari

keluarga berpenghasilan menengah ke bawah.

4. Pengaruh pengangguran, pengeluaran pemerintah, dan jumlah

penduduk terhadap kemiskinan di kabupaten sidenreng

rappang

Pada penelitian ini diperoleh Fhitung sebeasr 3,288 <

Ftabel sebesar 216 dan nilai signifikan 0,380 > taraf signifikan

5% sehingga dapat disimpulkan bahwa H0 diterima dan H1

ditolak hal ini menunjukkan bahwa pengangguran, pengeluaran

pemerintah, dan jumlah penduduk secara simultan dan

signifikan tidak berpengaruh terhadap kemiskinan di kabupaten

sidenreng rappang hal ini di sebabkan karena kelompok

pengangguran terbuka sebagian diantaranya ada yang masuk

dalam sektor informal dan ada juga yang mempunyai usah

sendiri. banyaknya program pemberdayaan masyarakat yang

merupakan salah satu upaya dalam menurunkan angka


64

kemiskinan sehingga masyarakat akan lebih produktif dan

memiliki penghasilan yang lebih baik. Serta banyaknya

penduduk membuka usaha sendiri sehingga menarik minat

pengunjung luar. Yang mengakibatkan pendapatan daerah di

kabupaten sidenreng rappang mengalami kenaikan dan

mengurangi tingkat kemiskinan penduduknya.


BAB VI
PENUTUP

A. KESIMPULAN

Dari pembahasan bab sebelumnya dapat di tarik kesimpulan

diantaranya:

1. Tidak ada pengaruh yang signifikan antara pengangguran dengan

tingkat kemiskinan di kabupaten sidenreng rappang tahun 2016-

2020

2. dengan taraf signifikan lebih besar dari 5%.

3. Tidak ada pengaruh yang signifikan antara pengeluaran

pemerintah dengan tingkat kemiskinan di kabupaten sidenreng

rappang tahun 2016-2020

4. dengan taraf signifikan lebih besar dari 5%.

5. Tidak ada pengaruh yang signifikan antara jumlah penduduk

dengan tingkat kemiskinan di kabupaten sidenreng rappang tahun

2016-2020

6. dengan taraf signifikan lebih besar dari 5%.

7. Tidak ada pengaruh positif dan signifikan pengangguran,

pengeluaran pemerintah, dan jumlah penduduk terhadap

kemiskinan di kabupaten sidenreng rappang tahun 2016-2020

65
66

B. SARAN

1. Diharapkan pemerintah kabupaten sidenreng rappang

mengeluarkan kebijakan yang lebih berpihak kepada rakyat kecil

agar kesejahteraan mereka lebih meningkat

2. Diharapkan kepada masyarakat agar lebih meningkatkan

kemampuan atau keahlian kerja tertentu dengan mengikuti

berbagai pendidikan serta pelatihan-pelatihan yang ada, supaya

bisa bersaing dalam pasar tenaga kerja dan mampu menciptakan

usaha-usaha yang lebih produktif yang dapat menciptakan

lapangan kerja baru.

3. Bagi peneliti selanjutnya diharapkan mengikutsertakan variabel-

variabel lain diluar dari penelitian ini, baik dari pengangguran,

pengeluaran pemerintah, dan jumlah penduduk. Hal ini penting

untuk mengetahui variabel-variabel mana sajakah yang

memberikan pengaruh terhadap kemiskinan.


67

DAFTAR PUSTAKA

Astuti, Ririn Yuni. 2012. Analisis Pengaruh PDRB, Pendidikan dan Pengangguran

Terhadap Kemiskinan di Jawa Tengah Tahun 2006-2009. Skripsi. Fakultas

Ekonomi, Universitas Negeri Semarang.

Badrudin, Syamsiah. 2009. Kemiskinan Dan Kesenjangan Sosial Di Indonesia Pra

Dan Pasca Runtuhnya Orde Baru.

Ben Hasan, T. Iskandar dan Zikriah. 2011. Pengaruh Belanja Modal Pemerintah

dan Produk Domestik Regional Bruto Terhadap Penduduk Miskin di Aceh.

Jurnal SAINS Vol. 1 No. 1.

Dumairy. 1996. Perekonomian Indonesia. Jakarta: Erlangga.

Ghozali, Imam. 2006. Aplikasi Analisis Multivariate dengan program SPSS Edisi

IV. Semarang: Universitas Diponegoro.

Haryani. 2009. Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi, Belanja Daerah dan Jumlah

Penduduk Terhadap Kemiskinan (Studi Kasus Kab/Kota di Provinsi Jawa

Tengah Tahun 2007). Skripsi. Fakultas Ekonomi, Universitas Negeri

Semarang.

Kepmendagri No. 29 Tahun 2002 Tentang Pedoman Pengurusan,

Pertanggungjawaban dan Pengawasa Keuangan Daerah serta Tata Cara

Penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, Pelaksanaan tata

Usaha Keuangan Daerah dan Penyusunan Perhitungan Anggaran

Pendapatan dan Belanja Daerah. http://jdih.bpk.go.id


68

Kumalasari, Merna. 2011. Analisis Pertumbuhan Ekonomi, Angka Harapan Hidup,

Angka Melek Huruf, Rata-rata Lama Sekolah, Pengeluaran Perkapita dan

Jumlah Penduduk Terhadap Tingkat Kemiskinan di Jawa Tengah. Skripsi.

Semarang: Fakultas Ekonomika dan Bisnis, Universitas Diponegoro.

Kuncoro, Mudrajad. 1997. Ekonomi Pembangunan, Teori, Masalah, dan

Kebijakan, Edisi Pertama. Yogyakarta: UPP AMP YKPN.

Mustika, Candra. 2011. Pengaruh PDB dan Jumlah Penduduk Terhadap

Kemiskinan di Indonesia Periode 1990-2008. Jurnal Paradigma Ekonomika,

Vol 1. No.4 Oktober 2011.

Mulyaningsi, Yani. 2008. Pengaruh Pengeluaran Pemerintah di Sektor Publik

terhadap Pembangunan Manusia dan Pengurangan Kemiskinan. Jakarta:

Universitas Indonesia

Nanga, Muana. 2001. Makroekonomi Teori, Masalah dan Kebijakan Edisi

Perdana. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

Suharsimi. 2002. Prosedur Penelitian, Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: PT.

Rineka Cipta

-------- 2006. Prosedur Penelitian (Suatu Pendekatan Praktik): Suatu Pendekatan

Praktek. Jakarta: Rineka Cipta.

Suryawati, Criswardani. 2005. Memahami Kemiskinan Secara Multidimensional.

http://www.jmpk-online.net/Volume_8/Vol_08_No_03_2005.pdf.

Todaro, Michael P. dan Stephen C. Smith. 2006. Pembangunan Ekonomi Edisi

Kesembilan. United Kingdom: Erlangga.


69

Wijayanto, Ravi Dwi. 2010. Analisis Pengaruh PDRB, Pendidikan, dan

Pengangguran Terhadap Kemiskinan di Kabupaten/Kota Jawa Tengah

Tahun 2005-2008. Skripsi. Semarang: Fakultas Ekonomi, Universitas

Diponegoro.

Yacoub, Yarlina. 2012. Pengaruh Tingkat Pengangguran terhadap Tingkat

Kemiskinan Kabupaten/Kota di Provinsi Kalimantan Barat. Jurnal EKSOS

Vol. 8 No. 3, Oktober 2012 Hal: 176 – 185

Anda mungkin juga menyukai