Anda di halaman 1dari 30

PROPOSAL PENELITIAN

Analisis Program Pemerintah APBD Pro Rakyat Pada Penanganan Warga Miskin
Kelurahan Ngadirejo Kepanjen Kidul Kota Blitar

Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah

Metode Penelitian Sosial

Dosesn Mata Kuliah:

Dr. Dwi Heru Sukoco, M. Si

Disusun oleh :

Yonatan Kristiandy

18.04.077

2F Pekerjaan Sosial

PROGRAM PENDIDIKAN DIPLOMA IV PEKERJAAN SOSIAL

POLITEKNIK KESEJAHTERAAN SOSIAL BANDUNG

2018

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas limpahan berkat dan
karunia-Nya sehingga proposal penelitian yang berjudul “Analisis Program Pemerintah APBD
Pro Rakyat Pada Penanganan Warga Miskin Kelurahan Ngadirejo Kepanjen Kidul Kota Blitar”
ini dapat diselesaikan dengan baik dan lancar tanpa ada halangan suatu apapun.

Tujuan penyusunan proposal saya adalah dalam rangka memenuhi tugas praktek serta untuk
Ujian Akhir Semester pada mata kuliah Metode Penelitian Sosial.

Atas terselesaikannya proposal penelitian ini ini, saya mengucapkan terimakasih kepada:

1. Bapak Dr. Dwi Heru Sukoco, M. Si selaku dosen pegampu mata kuliah Metode
Penelitian Sosial yang telah memberikan bimbingan dan arahan selama pembuatan
proposal.
2. Keluarga dan teman–teman serta semua pihak yang telah membantu.
3. Serta pihak pihak yang tidak bisa disebutkan satu per satu

. Saya menyadari bahwa dalam pembuatan proposal usaha ini masih jauhdari sempurna.
Untuk itu saya menerima saran dan kritik yang bersifat membangun demi perbaikan dalam
proposal ini. Semoga proposal usaha ini bisa bermanfaat bagi para pembaca.Terimakasih.

Bandung,29 April 2020

Peneliti

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR............................................................................................................i

DAFTAR ISI...........................................................................................................................ii

DAFTAR TABEL...................................................................................................................iv

1. PENDAHULUAN...............................................................................................................1

1.1. Latar Belakang..................................................................................................................1

1.2 Rumusan Maslah................................................................................................................4

1.3. Tujuan Penelitian...............................................................................................................5

1.4. Manfaat Penelitian.............................................................................................................5

1.5. Tinjauan Pustaka...............................................................................................................6

1.5.1.Penelitian Terdahulu........................................................................................................6

1.5.2. Konsep Masyarakat........................................................................................................8

1.5.3. Konsep Kemiskinan.......................................................................................................9

1.5.3.1. Pengertian Kemiskinan......................................................................................9

1.5.3.2. Faktor Penyebab Kemiskanan............................................................................10

1.5.3.3. Ukuran Kemiskinan...........................................................................................12

1.5.3.4. Bentuk dan Jenis Kemiskinan............................................................................13

1.5.4. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah....................................................................15

1.5.4.1. Penjelasan APBD...............................................................................................15

1.5.4.1. APBD Pro Rakyat Kota Blitar...........................................................................17

1.6. Metode Penelitian..............................................................................................................17

1.6.1. pendekatan dan Tipe Penelitian............................................................................17

1.6.2. Informan Penelitian...............................................................................................19

ii
1.6.3. Jenis dan Sumber data...........................................................................................20

1.6.4. Teknik dan Proses Pengumpulan data..................................................................20

1.6.5. Unit Analisis.........................................................................................................22

1.6.6. Analisis Data.........................................................................................................22

1.6.7. Lokasi Penelitian...................................................................................................24

1.6.8. Jadwal Penelitain..................................................................................................24

DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................................25

iii
DAFTAR TABEL

Tabel Indikator Kemikinan...................................................................................................3


Tabel Daftar Informan .........................................................................................................20
Tabel Jadwal Penelitian.........................................................................................................24

iv
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Kemiskinan merupakan persoalan yang kompleks. Kemiskinan tidak hanya


berkaitan dengan masalah rendahnya tingkat pendapatan dan konsumsi, tetapi berkaitan
juga dengan rendahnya tingkat pendidikan, kesehatan, ketidak berdayaannya untuk
berpartisipasi dalam pembangunan serta berbagai masalah yang berkenaan dengan
pembangunan manusia. Dimensi kemiskinan tersebut dapat dilihat dalam bentuk
kekurangan gizi, air, perumahan yang sehat, perawatan kesehatan yang kurang baik, dan
tingkat pendidikan yang rendah.

Campur tangan pemerintah lebih kurang sudah sering masyarakat dengar dan
rasakan baik dalam tingkat nasional maupun daerah. Contoh dalam setiap kampanye
pemilihan umum selalu tersodor rencana program penanggulangan kemiskinan, dalam
realisasinya pun sudah pernah ada Bantuan Langsung Tunai,/Sementara, BOS dalam
bidang pendidikan, asuransi kesehatan masyarakat miskin, PNPM (Program Nasional
Pemberdayaan Masyarakat Mandiri), Raskin (beras miskin), dan lainnya.

Dalam Undang-undang Dasar tahun 1945 pasal 27 sendiri sudah diamanatkan


bahwa tiap warga negara Indonesia berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak.
Hal ini berarti pemerintah bertanggung jawab terhadap masalah kesejahteraan
masyarakat. Salah satunya adalah masalah kemiskinan yang di alami oleh setiap warga
negaranya. Pengalaman selama ini telah membuktikan bahwa semakin berkurangnya
kesempatan kerja di pedesaan dan persoalan urbanisasi berlebih sesungguhnya adalah
konsekuensi dari terjadinya kesenjangan antar wilayah yang terlalu menyolok. Hubungan
yang terjadi antara kota dan desa yang timpang, bukan saja ditandai dengan adanya
penetrasi modal dari kota ke desa, tetapi juga diikuti dengan terjadinya proses involusi
yang melampaui titik jenuh. Kesempatan kerja di desa turun drastis, dan akhirnya
kemudian banyak penduduk desa yang terpaksa melakukan migrasi ke kota besar atau
bahkan ke negara lain untuk mencari pekerjaan baru yang lebih baik, khususnya bagi
penduduk desa yang tidak memiliki keterampilan dalam diri mereka mau tidak mau harus

1
memilih pekerjaan yang ada dan sebagian besar menggunakan tenaga bukan berdasarkan
skill tertentu.

Kemiskinan merupakan masalah yang menyangkut banyak aspek karena berkaitan


dengan pendapatan yang rendah, buta huruf, derajat kesehatan yang rendah dan
ketidaksamaan derajat antar jenis kelamin serta buruknya lingkungan hidup (World Bank,
2004 ) Menurut bank dunia salah satu sebab kemiskinan adalah karena kurangnya
pendapatan dan aset ( Lack of income and assets ) untuk memenuhi kebutuhan dasar
seperti makanan, pakaian, perumahan dan tingkat kesehatan dan pendidikan yang dapat
diterima (acceptable). Di samping itu kemiskinan juga berkaitan dengan keterbatasan
lapangan pekerjaan dan biasanya mereka yang dikatagorikan miskin ( The poor ) tidak
memiliki pekerjaan (pengangguran) , serta tingkat pendidikan dan kesehatan mereka
umumnya tidak memadahi. Mengatasi masalah kemiskinan tidak dapat dilakukan secara
terpisah dari masalah – masalah pengangguran, pendidikan, kesehatan dan masalah -
masalah lain yang secara eksplisit berkaitan erat dengan masalah kemiskinan. Dengan
kata lain , 3 pendekatanya harus dilakukan lintas sektor, lintas pelaku secara terpadu dan
terkoordinasi dan terintegrasi. (http://p3b.bappenas.go.id)

Mengacu pada strategi nasional penanggulangan kemiskinan, definisi kemiskinan


adalah kondisi di mana seseorang atau sekelompok orang, laki-laki dan perempuan, tidak
terpenuhi hak-hak dasarnya untuk mempertahankan dan mengembangkan kehidupan
yang bermartabat. Definisi ini beranjak dari pendekatan berbasis hak yang mengakui
bahwa masyarakat miskin mempunyai hak – hak dasar yang sama dengan anggota
masyarakat lainnya. Lebih dari pada itu kemiskinan juga dipengaruhi oleh sejumlah
factor penyebab antara lain, struktur kebijakan yang kurang memihak pada aksesibilitas
masyarakat miskin, budaya dan lingkungan sosial serta bencana alam. Kemiskinan tidak
lagi dipahami hanya sebatas ketidakmampuan ekonomi, tetapi juga kegagalan memenuhi
hak-hak dasar dan perbedaan perlakuan bagi seseorang atau sekelompok orang dalam
menjalani kehidupan secara bermartabat.

2
Indikator Kemiskinan  Kota Blitar/ Poverty Indicator of Blitar Municipality
2010-2019
Table 1.1
Tahun
Indikator Kemiskinan
2016 2017 2018 2019
Garis Kemiskinan (Rp)/ Poverty Line (Rp)     356 147     383 021     425 832     456 778
Penduduk Miskin/P0 (persen)/ Percentage of                                                                             
Poor People/P0 (persen)  7.18  8.03  7.44 7.13
Kedalaman Kemiskinan/P1 (persen)/ Depht of                                                                             
Poverty/P1 (persen)  1.04  0.93  1.05 1.14
Keparahan Kemiskinan/P2 (persen)/ Severity of                                                                             
Poverty/P2 (persen)  0.20  0.24  0.31 0.23
Jumlah Pendududk Miskin (jiwa)/ Population of
    9 970     11 220     10 470     10 100
Poor People (jiwa)
Sumber : BPS Kota Blitar
Source : BPS-Statistics of Blitar Municipality

Peneliti akan menjelaskan tentang kemiskinan yang terjadi di Kota Blitar Jawa
Timur. Data BPS mengungkapkan bahwa sejak tahun 2013 hingga akhir terdapat
kenaikan pendapatan perkapita meningkat ini dipengaruhi oleh berbagai macam factor
diantaranya adalah kondisi harga barang, meningkatnya standar hidup atau standar
kesejahteraan warga dan lain sebagainya. Hal lain yang mempengaruhi adalah Upah
mimimum kota yang hanya Rp 1.954.760 dilansr dari tribunnews.surabaya. UMK rendah
ini lah yang membuat kota blitar memiliki tingkat warga yang menengah kebawah kurang
lebih 7,13 persendari total penduduk Kota Blitar

Pada akhir tahun 2019 tercatat bahwa jumlah penduduk miskin kota Blitar
keadaan Maret 2019 mencapai 10.100 jiwa atau 7.13 persen dari total penduduk Kota
Blitar dan berkurang sebanyak 370 jiwa atau turun sebanyak 0,31 persen poin
dibandingkan dengan kondisi maret 2018 sebanyak 10.470 jiwa atau sebesar 7,44 persen.

Berdasarkan data dari BPS Kota Blitar diketahui penduduk miskin yang ada
kebanyakan merupakan warga yang tinggal di kelurahan yang berbatasan langsung

3
dengan wilayah Kabupaten Blitar dan didominasi warga dengan mata pencaharian buruh
tani dan serabutan.

Kepala Seksi Statistik Sosial Badan Pusat Statistik (BPS) Kota Blitar Ulfa
Hamidah pada Kamis (17/12), mengatakan bahwa berdasarkan hitungan analisa dari
Badan Pusat Statistik Kota Blitar, jumlah konsumsi masyarakat pinggiran di Kota Blitar
mencapai 279 ribu rupiah per kepala per bulan atau masuk kategori keluarga miskin.
Angka itu lebih rendah jika dibandingkan dengan warga yang tinggal di pusat kota yang
jumlahnya diatas 304 ribu per kepala per bulan. Menurut Ulfa, Warga miskin paling
banyak berada di Kelurahan Ngadirejo dan Kelurahan Blitar. BPS Kota Blitar mencatat,
hingga saat ini terdapat 10.100 warga Kota Blitar masuk kategori miskin

Dalam web kotablitar.go.id terdapat sebuah artikel yang menjelaskan bahwa


keniskinan di kota Blitar terdapat pada daerah di pinggir kota yang berbatasan dengan
kabupaten Blitar. Desa Ngadirejo adalah desa pinggiran kota blitar tang dalam data BPS
memiliki daerah paling banyak dtemukan keluarga miskin.

Beberapa hal dilakukan pemerintah untuk menangani kemiskinan yang ada di


kota blitar. Salah satunya adalah program pemerintah APBD Pro rakyat dimana program
ini adalah program yang dibuat pemerintah untuk menanggulangi kemiskinan yang tejadi
di kota Blitar. Dalam APBD Prorakyat terdapat beberapa sector seperti sekolah gratis
hingga sma kemudian pembagian RASTRADA atau beras sejahtera daerah dan fasilitas
fasilitas penunjang lainnya.

1.2. Rumusan Masalah


Kemiskinan yang terjadi di Kota Blitar dari tahun 2012 hingga 2019 semakin
berkurang ini adalah suatu proses yang baik bagi sebuah kota atau daerah. Dalam
berkurangnya penduduk miskin di Kota Blitar pasti ada prosesnya. Adanya program
pemerintah Kota Blitar adalah salah satu factor yang membuat berkurangnya penduduk
miskin di Kota Blitar. Program APBD Pro Rakyat adalah program yang dicanangkan
pemerintah untuk memberikan kesejahteraan bagi masyarakat Kota Blitar. Dari hal yang
sudah dijabarkan diatas kita dapat merumuskan maslaah sebagai berikut:
1. Bagaimana pendapat masyarakat penerima program APBD Pro Rakyat di
Kelurahan Ngadirejo sudah terbantu dan puas dengan program pemerintah?

4
2. Apakah dalam penyaluran program pada masyarakat ada kendala atau tidak?
3. Perubahan apa yang dialami penerima APBD Pro Rakyar dalam penanganan
kemiskinan keluarganya?
1.3. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui bagaimana pandangan masyarakat kellurahan Ngadireko terhadap
program APBD Pro Rakyar Kota Blitar
2. Untuk mengetahui hambatan hambatan apa saja yang dialami penerima APBD Pro
Rakyat
3. Untuk mengetahui bagaimana perubahan masyarakat dalam pengentasan kemiskinan
di Kota Blitar
1.4. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis
a. Peneliti Memberikan gambaran tentang bagaimana pengaruh program APBD Pro
Rakyat terhadap menangnai kemiskinan yang ada di koat Blitar. dalam program
ini pemerintah kota blitar menitik beratkan pada program penduidikan. Melalui
hal ini maka akan muncul suatu teori hubungan antar bantuan dengan penanganan
kemiskinan.
b. Pengembang Ilmu
Dalam penelitian ini diharapkan dapat menyumbang sedikit wawasan,
memberikan pemahaman dan informasi yang berkaitan dengan kenyataan yang
terjadi di dalam pelayanan atau program APBD Pro Rakyat. Dalam pelaksanaan
program terdapat kendala ataupun hal hal yang menghambat suatu program
diterima oleh masyarakat. Setelah mendengar pelaporan atau informasi dari
masyarakat maka penelitian ini dapat digunakan sebagai pedoman untuk
meningkatkan pelayanan.
2. Praktis
a. Masyarakat
Hasil penelitian ini diharapkan menjadi bahan pemahaman dan evaluasi
bagi pihak yang berkepentingan tentang pentingnya mengentaskan kemiskinan.
Bagi masyaralat hal ini berguna sebagai pedoman atau pemberlajaran bagi mereka

5
supaya mengerti apakah program pemerintah yang ada sudah maskimal atau
belum.
b. Pemerintah
Penelitian ini diharapkan dapat menjadi indikator yang berguna dalam
mempertimbangkan kebijakan-kebijakan dalam upaya untuk pengentasan
kemiskinan yang terjadi di Kota Blitar. Dengan memahami permaslahan dyang
terjadi dalam pross bantuan atau bantuan masih belum tepat sasaran dengan
melihat penelitian ini diharap pemerintah menjadikan penelitain ini sebagai
pedoman untuk memperbaiki pelayan kepada masyarakat.

1.5. Tinjauan Pustaka


1.5.1. Penelitian Terdahulu
1. KACA TINGAL “ AKUNTABILITAS “ APBD PRO RAKYAT DALAM BINGKAI
SEKOLAH GRATIS JENJANG SMA/SMK (Studi Kasus Pada Kota Blitar)
Penelitian ini ditulis oleh Henny Indarri Yanti pada tahun 2017. Penelitian
menggunakan penelitian kualitatif dengan metode deskriptif. Hasil penelitian adalah
pengearuh akuntabilitas dalam program sekolah gratis, dengan ditemukannya tidak
ada transparanis dari pemerintah terhadap masyarakat. Masyarakat perlu
membandingkan berapa yang dianggarkan berapa dan yang dicapai berapa garus
dimonitor.
Fasilitas Yang Di Peroleh Dalam Program Sekolah Gratis Di Kota Blitar
Pemerintah Kota Blitar telah berupaya semaksimal mungkin memajukan dunia
pendidikan. Pembebasan biaya pendidikan mulai dari SD sampai dengan SMA
merupakan salah satu langkah kongkret dan bukti keseriusan pemerintah untuk
meningkatkan pendidikan masyarakatnya. Pemerintah Kota Blitar meyakini bahwa
dengan majunya dunia pendidikan dapat membentuk generasi penerus bangsa yang
tangguh dan berkompeten. Fasilitas pendidikan yang ada di Kota Blitar sebanyak 71
SD, 25 SLTP, 27 SLTA dan 8 perguruan tinggi. Total jumlah murid untuk tingkat SD
sebanyak 18.498 murid, SLTP 11.515 murid, SLTA 16.808 murid dan perguruan
tinggi 5.809 mahasiswa. Adapun rasio guru murid terbesar di level SD yaitu 1:18

6
yang artinya setiap satu orang guru menangani 18 murid. Secara umum rasio guru
murid di Kota Blitar masih cukup memadai
2. KEBIJAKAN PENDIDIKAN GRATIS BAGU MASYARAKAT KOTA BLITAR
(studi implementasi Program Rintisan Wajib Belajar 12 Tahun Berdasarkan Peraturan
Wali Kota Blitar No: 8 Tahun 2015)

Penelitian ini ditulis oleh Sukardi 2016. Penelitian mengguanakajan penelitian


campuran atau mix karena metode ini dianggap tepat. Penelitian ini menghasilkan

1. Pelaksanaan program rintisan wajib belajar 12 tahun sudah dilaksanakan dengan


cukup baik, hal tersebut dapat ditinjau dari beberapa aspek/variabel diantaranya:
a. Adanya inisiasi yang diambil oleh Walikota Blitar untuk mengembangkan
sumberdaya manusia melalui program rintisan wajib belajar 12 tahun.
b. Keberhasilan program tersebut didukung oleh sumberdaya anggaran yang
memadai di mana APBD Kota Blitar setiap tahunnya mengalami
peningkatan sehingga alokasi anggaran untuk bidang pendidikan juga ikut
meningkat.
c. Dalam pelaksanaannya juga mendapatkan dukungan dari organisasi
pelaksana yang terdiri dari Tim Pengarah (Walikota Blitar), Tim
Manajemen Kota (Dinas Pendidikan), Tim Manajemen UPTD, serta Tim
Manajemen Madrasah/Sekolah Swasta. Hubungan antara unsur-unsur
tersebut diwujudkan dengan koordinasi yang baik sehingga pelaksanaan
program/kebijakan dapat berjalan sesuai dengan rencana.
2. Hasil pelaksanaan program dapat dilihat dari penilaian indikator keluaran (output)
program diantaranya:
a. Indikator akses: Untuk mendapatkan informasi atau pengaduan terkait
Program Pendidikan Gratis pihak sekolah negeri dan swasta dapat
berkoordinasi kepada Dinas Pendidikan Kota Blitar. Namun tidak sedikit
pengaduan wali murid siswa langsung disampaikan kepada Walikota Blitar,
sehingga pengaduan tersebut cepat ditindaklanjuti.
b. Indikator cakupan: Pendidikan gratis sudah menjangkau seluruh pelajar yang
ada di Kota Blitar baik di sekolah negeri maupun sekolah swasta.

7
c. Indikator ketepatan layanan: Faktor ketepatan layanan dirasa masih kurang
karena fasilitas gratis diterima sering mengalami keterlambatan khususnya
untuk sekolah swasta.
d. Indikator kesesuaian program dengan kebutuhan: Pendidikan gratis ini dinilai
bermanfaat bagi siswa kurang mampu dan tidak bergitu berpengaruh bagi
siswa mampu.
3. Dinamika yang terjadi selama proses pelaksanaan program rintisan wajib belajar
12 tahun, diantaranya:
a. Faktor pendukung: adanya komitmen pejabat pelaksana yang lebih
memprioritaskan pendidikan di atas sektor yang lain. Hal tersebut nampak
pada anggaran APBD Kota lebih diutamakan untuk sektor pendidikan.
b. Faktor yang menjadi penghambat: lemahnya regulasi pengelolaan pendidikan
yang ditunjukkan dengan tarik ulur pengalihan kewenangan pengelolaan
pendidikan menengah/kejuruan, kurangnya ketepatan layanan (sevice
delivery) dalam pendistribusan fasilitas gratis, belum adanya standar
operasional prosedur dalam pelaksanaan program yang mana sejauh ini masih
berpedoman pada Peraturan Walikota, kurangnya peran orang tua dalam
mengawasi pendidikan anak, Kurangnya sosialisasi dari pihak sekolah terkait
program pendidikan gratis.
1.5.2. Masyarakat
Kata masyarakat berasal dari bahasa arab ‘syaraka’ yang artinya ikut serta
(partisipasi). Sedangkan dalam bahasa inggris dipakai istilah ‘society’ yang berasal dari
kata ‘socius’ yang artinya kawan. Menurut kamus besar Bahasa Indonesia, masyarakat
merupakan sekelompok manusia yang bertempat tinggal dalam suatu wilayah tertentu
dengan batas-batas yang jelas dan yang menjadi faktor utamanya adalah adanya
hubungan yang kuat diantara anggota kelompok dibandingkan hubungan dengan orang-
orang diluar kelompoknya.
Masyarakat merupakan satu kesatuan yang selalu berubah karena proses
masyarakat yang menyebabkan perubahan itu. Dalam zaman biasa masyarakat mengenal
kehidupan yang teratur dan aman, disebabkan oleh karena pengorbanan kemerdekaan
dari anggota-anggotanya, baik dengan paksa maupun sukarela. Pengorbanan disini

8
dimaksudkan menahan nafsu atau kehendak sewenang-wenang untuk mengutamakan
kepentingan dan keamanan bersama. Dengan paksa berarti tunduk terhadap hukum-
hukum yang telah ditetapkan (negara, perkumpulan dan sebagainya), dengan sekarela
berarti menurut adat dan berdasarkan keinsyafan akan persaudaraan dalam kehidupan
bersama itu (desa berdasarkan adat dan sebagainya).

1.5.3. Konsep Kemiskinan


1.5.3.1. Pengertian Kemiskinan
Kemiskinan (Poverty) merupakan suatu kondisi hidup serba kekurangan yang dapat
terjadi bukan karena dikehendaki oleh si miskin, melainkan karena tidak dapat dihindari
dengan kekuatan yang apa adanya (Kartasasmita, 1996:15). Secara singkat kemiskinan
dapat didefinisikan sebagai suatu standar tingkat hidup yang rendah, yaitu adanya suatu
tingkat kekurangan materi pada sejumlah atau segolongan orang dibandingkan dengan
standar kehidupan yang umum yang berlaku dalam masyarakat yang bersangkutan.
Standar kehidupan yang rendah ini secara langsung nampak pengaruhnya terhadap
keadaan kesehatan, kehidupan moral, dan rasa harga diri dari mereka yang tergolong
sebagai orang miskin (Suparlan, 1984:12). Kemiskinan dapat dipahami dalam berbagai
cara, yaitu : (1) Kemiskinan yang berhubungan dengan kekurangan materi. Kemiskinan
ini menggambarkan adanya kelangkaan materi atau barang-barang yang diperlukan
dalam kehidupan sehari-hari seperti makanan, pakaian, dan perumahan. Kemiskinan
dalam arti ini dipahami sebagai situasi kesulitan yang dihadapi orang lain dalam
memperoleh barang-barang yang bersifat kebutuhan dasar; (2) Kemiskinan yang
berhubungan dengan kekurangan penghasilan dan kekayaan yang memadai. Makna
“memadai” disini sering dikaitkan dengan standar atau garis kemiskinan yang berbeda-
beda dari satu negara ke negara lainnya, bahkan dari satu komunitas ke komunitas
lainnya dalam satu negara; (3) Kemiskinan yang disebabkan karena kesulitan memenuhi
kebutuhan sosial, termasuk keterkucilan sosial, ketergantungan, dan ketidakmampuan
untuk berpartisipasi dalam masyarakat. Kemiskinan dalam arti ini dipahami sebagai
situasi kelangkaan pelayanan sosial dan rendahnya aksibilitas lembaga-lembaga
pelayanan sosial, seperti lembaga pendidikan, kesehatan, dan informasi (Suharto,

9
2009:15). Menurut Heru Purwandari, kemiskinan diartikan sebagai kondisi tidak
terpenuhinya kebutuhan asasi atau esensial sebagai manusia seperti kebutuhan
subsistensi, afeksi, keamanan, identitas, proteksi, kebebasan, partisipasi dan waktu luang.
Berbeda dengan konsep kemiskinan struktural yang diartikan sebagai kondisi kemiskinan
yang timbul sebagai akibat struktur sosial yang rumit yang menyebabkan masyarakat
termarjinalisasi dan sulit memperoleh akses terhadap berbagai peluang (Purwandari,
2011:27).

Berdasarkan uraian di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa kemiskinan memiliki


arti yang berbeda-beda menurut pandangan, pemikiran, serta pemahaman yang diberikan
terhadap konsep kemiskinan, karena kemiskinan adalah konsep yang abstrak yang dapat
dijelaskan secara berbeda-beda tergantung dari pengalaman, pemikiran, perspektif, sudut
pandang atau ideologi yang di anut. Pada penelitian ini memakai konsep Suparlan bahwa
kemiskinan sebagai suatu standar tingkat hidup yang rendah, yaitu adanya suatu tingkat
kekurangan materi pada sejumlah atau segolongan orang dibandingkan dengan standar
kehidupan yang umum yang berlaku dalam masyarakat yang bersangkutan.

1.5.3.2. Faktor Penyebab Kemiskinan


Dalam buku Panduan Umum Program Pemberdayaan Fakir Miskin terbitan Departemen
Sosial RI (2005) disimpulkan, ada dua kategori faktor-faktor penyebab terjadinya
kemiskinan, yaitu :
1. Faktor Internal
Faktor-faktor internal (dari dalam diri individu atau keluarga penduduk miskin) yang
menyebabkan terjadinya kemiskinan, antara lain kekurangmampuan dalam hal :
a. Fisik (misalnya cacat, kurang gizi, sakit-sakitan).
b. Intelektual (misalnya kurangnya pengetahuan, kebodohan, kekurangtahuan
informasi).
c. Mental emosional (misalnya malas, mudah menyerah, putus asa,
temperamental).
d. Spiritual (misalnya tidak jujur, penipu, serakah, tidak disiplin).

10
e. Sosial psikologis (misalnya kurang motivasi, kurang percaya diri,
depresi/stress, kurang relasi, kurang mampu mencari dukungan).
f. Keterampilan (misalnya tidak mempunyai keahlian yang sesuai dengan
permintaan lapangan kerja).
g. Asset (misalnya tidak memiliki stok kekayaan dalam bentuk tanah, rumah,
tabungan, kendaraan dan modal kerja).
2. Faktor Eksternal
Faktor-faktor eksternal (berada di luar diri individu atau keluarga penduduk miskin)
yang menyebabkan kemiskinan, antara lain seperti :
a. Terbatasnya pelayanan sosial dasar.
b. Tidak terlindunginya hak atas kepemilikan tanah.
c. Terbatasnya lapangan pekerjaan formal dan kurang terlinduginya usahausaha
sektor informal.
d. Kebijakan perbankan terhadap layanan kredit makro dan tingkat bunga yang
tidak mendukung sektor usaha mikro.
e. Belum terciptanya sistem ekonomi kerakhyatan dengan prioritas sektor riil
masyarakat banyak.
f. Sistem mobilisasi dan pendayagunaan dana sosial masyarakat yang belum
optimal (seperti zakat).
g. Dampak sosial negatif dari program penyesuaian struktural
(StructuralAdjustment Program/SPA).
h. Budaya yang kurang mendukung kemajuan dan kesejahteraan.
i. Kondisi geografis yang sulit, tandus, terpencil, atau daerah bencana.
j. Pembangunan yang lebih berorientasi fisik material.
k. Pembangunan ekonomi antar daerah yang belum merata.
l. Kebijakan publik yang belum berpihak kepada penduduk miskin.

Adanya faktor internal dan eksternal tersebut mengakibatkan kondisi penduduk


miskin tidak mampu dalam hal :

11
a. Memenuhi kebutuhan dasar sehari-hari, seperti tidak mampu memenuhi
kebutuhan sandang, papan, pangan, air bersih, kesehatan dasar, dan
pendidikan dasar.
b. Menampilkan peranan sosial, seperti tidak mampu melaksanaka
tanggungjawab sebagai pencari nafkah, sebagai orangtua, dan sebagai warga
masyarakat dalam suatu lingkungan komunitas.
c. Mengatasi masalah-masalah sosial psikologis yang dihadapinya, seperti
konflik kepribadian, stress, kurang percaya diri, masalah keluarga, dan
keterasingan dari lingkungannya.
d. Mengembangkan potensi diri dan lingkungan, seperti keterampilan wirausaha,
keberanian memulai berbisnis, membangun jaringan, akses informasi, dan
sebagainya.
e. Mengembangkan faktor produksi sendiri, seperti kepemilikan tanah yang
terbatas, tidak adanya sarana dan prasarana produksi, keterampilan Usaha
Ekonomi Produktif (UEP), dan sebagainya. (Kasim, 2006:66-69).

Selain itu kemiskinan juga disebabkan oleh faktor alamiah, yaitu keadaan
miskin yang disebabkan karena asalnya seseorang memang miskin. Kelompok
masyarakat ini tidak memiliki sumber daya yang memadai, baik sumber daya alam
(SDA), sumber daya manusia (SDM) maupun sumber daya pembangunan lainnya,
sehingga

mereka tidak dapat ikut secara aktif dalam pembangunan dan mereka
mendapatkan imbalan yang rendah (Kartasasmita, 1996:2).

1.5.3.3. Ukuran Kemiskinan


Dalam penelitian ini peneliti menggunakan ukuran kemiskinan dari Badan Pusat
Statistik (BPS) karena adanya kriteria atau indikator penentuan rumah tangga miskin
yang nantinya akan memudahkan peneliti dalam mendeskripsikan kemiskinan, kriteria
atau indikator rumah tangga miskin tersebut, yaitu :
1. Luas lantai bangunan tempat tinggal kurang dari 8 M².
2. Jenis lantai tempat tinggal tersebut terbuat dari tanah, bambu, atau kayu murahan.

12
3. Jenis dinding tempat tinggal terbuat dari bambu, rumbio, kayu berkualitas rendah,
atau tembikar tanpa plester.
4. Tidak memiliki fasilitas buang air besar sendiri atau bersama-sama dengan orang
lain.
5. Sumber penerangan rumahtangga tidak menggunakan listrik.
6. Sumber air minum berasal dari sumur, mata air tidak terlindung, sungai dan air
hujan.
7. Bahan bakar untuk memasak sehari-hari adalah kayu bakar, arang, minyak tanah.
8. Hanya mengkonsumsi daging, susu, atau ayam satu kali seminggu.
9. Hanya membeli satu stel pakaian baru dalam setahun.
10. Hanya sanggup makan sebanyak satu atau dua kali sehari.
11. Tidak sanggup membayar biaya pengobatan puskesmas atau poliklinik.
12. Sumber penghasilan kepala rumah tangga adalah petani dengan luas lahan 0,5 ha,
buruh tani, nelayan, buruh bangunan, buruh perkebunan, atau pekerjaan lainnya
yang penghasilannya dibawah Rp 600.000,- per bulan.
13. Pendidikan tertinggi kepala rumah tangga tidak sekolah, tidak tamat SD, atau
hanya SD.
14. Tidak memiliki tabungan atau barang yang mudah dijual dengan nilai minimal
Rp500.000,- ( Badan Pusat Statistik Jawa Timur)

Kriteria yang telah ditetapkan oleh Badan Pusat Statistik tersebut sebenarnya
mengacu pada ukuran kemiskinan yang ditetapkan oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa
(PBB) yang mendasarkan pada 12 kebutuhan dasar hidup manusia yaitu kesehatan,
makanan dan gizi, pendidikan, kondisi pekerjaan, situasi kesempatan kerja, konsumsi dan
tabungan, pengangkutan/trasnsportasi, perumahan, sandang, rekreasi atau hiburan,
jaminan sosial, dan kebebasan (Mafruhah, 2009:15).

1.5.3.4. Bentuk dan Jenis Kemiskinan


Berdasarkan kondisi kemiskinan yang dipandang sebagai bentuk permasalahan
multidimensional, kemiskinan memiliki 4 bentuk. Adapun bentuk kemiskinan tersebut
yaitu :
1. Kemiskinan Absolut

13
Kemiskinan absolut yaitu suatu kondisi dimana pendapatan seseorang atau
sekelompok orang berada di bawah garis kemiskinan sehingga kurang mencukupi
untuk memenuhi kebutuhan standar untuk pangan, sandang, kesehatan, perumahan,
dan pendidikan yang diperlukan untuk meningkatkan kualitas hidup.Garis kemiskinan
diartikan sebagai pengeluaran rata-rata atau konsumsi rata-rata untuk kebutuhan
pokok yang berkaitan dengan pemenuhan standar kesejahteraan.
2. Kemiskinan Relatif
Kemiskinan relatif diartikan sebagai bentuk kemiskinan yang terjadi karena adanya
pengaruh kebijakan pembangunan yang belum menjangkau ke seluruh lapisan
masyarakat sehingga menyebabkan adanya ketimpangan pendapatan atau
ketimpangan standar kesejahteraan.
3. Kemiskinan Kultural
Kemiskinan kultural adalah bentuk kemiskinan yang terjadi sebagai akibat dari
adanya sikap dan kebiasaan seseorang atau masyarakat yang umumnya berasal dari
budaya atau adat istiadat yang relatif tidak mau untuk memperbaiki taraf hidup
dengan tata cara modern. Kebiasaan seperti ini dapat berupa sikap malas, pemboros,
kurang kreatif, dan relatif pula bergantung pada pihak lain.

4. Kemiskinan Struktural
Kemiskinan struktural adalah bentuk kemiskinan yang disebabkan karena rendahnya
akses terhadap sumber daya yang pada umumnya terjadi pada suatu tatanan sosial
budaya ataupun sosial politik yang kurang mendukung adanya pembebasan
kemiskinan.

Setelah membahas tentang bentuk kemiskinan, selanjutnya yaitu jenis kemiskinan


berdasarkan sifatnya, jenis kemiskinan tersebut yaitu :

1. Kemiskinan Alamiah
Kemiskinan alamiah adalah kemiskinan yang terbentuk akibat dari kelangkaan
sumber daya alam dan minimnya atau ketiadaan prasarana umum (jalan raya, listrik,
dan air bersih), dan keadaan tanah yang kurang subur. Daerah-daerah dengan

14
karakteristik tersebut adalah daerah-daerah yang belum terjangkau oleh kebijakan
pembangunan sehingga menjadi daerah tertinggal.
2. Kemiskinan Buatan
Kemiskinan buatan adalah kemiskinan yang diakibatkan oleh system modernisasi
atau pembangunan yang menyebabkan masyarakat tidak memiliki banyak
kesempatan untuk menguasai sumber daya, sarana, dan fasilitas ekonomi secara
merata. Kemiskinan seperti ini adalah dampak negatif dari pelaksanaan konsep
pembangunan yang umumnya dijalankan di negara-negara sedang berkembang.
Sasaran untuk mengejar target pertumbuhan ekonomi tinggi mengakibatkan tidak
meratanya pembagian hasil-hasil pembangunan dimana sektor industri lebih
menikmati tingkat keuntungan dibandingkan dengan yang bekerja di sektor
pertanian.
1.5.4. Anggara Pendapatan dan Belanja Daerah
1.5.4.1. Penjelasan APBD

Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah ( APBD) ditetapkan berdasarkan


peraturan daerah. Sejalan dengan tujuan bernegara dan juga konsisten dengan Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara ( APBN). Dilansir dari situs resmi Kementrian
Keuangan, APBD harus dibuat menyesuaikan rakyat. Atinya manfaat pengelolaan
keuangan daerah harus dirasakan oleh masyarakat sebesar-besarnya dan semaksimal
mungkin. Berikut penjelasan mengenai APBD: Pengertian APBD Diambil dari
Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jenderal Kebudayaan, APBD
merupakan salah satu instrumen kebijakan yang digunakan sebagai alat untuk
meningkatkan pelayanan umum dan kesejahteraan masyarakat di daerah.

Menurut Permendagri Nomor 21 Tahun 2011, APBD adalah rencana keuangan


tahunan pemerintahan daerah yang dibahas dan disetujui oleh pemerintah daerah dan
DPRD, serta ditetapkan dengan peraturan daerah. APBD merupakan instrument
kebijakan yang utama bagi pemerintah daerah. Anggaran daerah juga digunakan sebagai
alat untuk menentukan besar pendapatan dan pengeluaran. Selain itu membantu
pengambilan keputusan dan perencanaan pembangunan, serta otorisasi pengeluaran di
masa-masa yang akan datang.

15
Unsur APBD Terdapat beberapa unsur APBD, yaitu: Rencana kegiatan suatu
daerah, beserta uraiannya secara rinci. Adanya sumber penerimaan yang merupakan
target minimal untuk menutupi biaya terkait aktivitas tersebut. Adanya biaya yang
merupkaan batas maksimal pengeluaran yang akan dilaksanakan. Jenis kegiatan dan
proyek yang dituangkan dalam bentuk angka Periode anggaran yang biasanya satu tahun

Jenis APBD Berdasarkan Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 Pasal 157,


sumber pendapatan maupun juga penerimaan daerah terdiri dari: Pendapatan Asli Daerah
(PAD) PAD yang dimaksud terbagi menjadi empat kelompok pendapatan, di antaranya:
Pajak Daerah terdiri dari pajak hotel, restoran, hiburan, reklame, penerangan jalan,
pengambilan bahan galian golongan C, dan parkir. Retribusi daerah Hasil pengelolaan
kekayaan yang dimiliki daerah. Dipisahkan menjadi tiga bagian, yaitu bagian laba atas
penyertaan modal pada BUMD, bagian laba atas penyertaan modal pada perusahaan
BUMN, dan bagian laba penyertaan modal pada perusahaan swasta. PAD lainnya yang
sah berasal dari lain-lain milik Pemda. Misalnya hasil penjualan aset daerah yang tidak
dipisahkan, jasa giro, pendapatan bunga, penerimaan atas tuntutan ganti rugi daerah, dan
lainnya. Akan Terserap 83,42 Persen Kemandirian APBD berkaitan erat dengan
kemandirian PAD. Hal ini karena semakin besar sumber pedapatan dari potensi daerah,
maka daerah akan semakin leluasa untuk mengakomodasikan kepentingan masyarakat.
Dimana kepentingan masyarakat tanpa muatan kepentingan pemerintah pusat yang tidak
sesuai dengan kebutuhan masyarakat di daerah.

Fungsi APBD Pada Permendagri Nomor 13 Tahun 2006, APBD memiliki


beberapa fungsi, di antaranya: Fungsi otorisasi APBD bisa melaksanakan pendapatan dan
belanja daerah di tahun bersangkutan. Fungsi perencanaan APBD menjadi sebuah
pedoman bagi manajemen di dalam hal merencanakan sebuah aktivitas atau kegiatan
pada tahun yang bersangkutan. Fungsi pengawasan APBD menjadi sebuah pedoman
untuk bisa menilai apakah aktivitas penyelenggaraan pemerintah daerah sesuai dengan
ketentuan yang ditetapkan. Fungsi alokasi APBD diarahkan untuk bisa menciptakan
lapangan kerja maupun mengurangi pengangguran. Serta meningkatkan efesiensi serta
efektivitas perekonomian. Baca juga: Kementerian Koperasi dan UKM akan Berbenah
Sebelum Dapat Anggaran Besar Fungsi distribusi APBD harus memperhatikan pada rasa

16
keadilan serta kepatutan. Fungsi stabilitasi APBD menjadi alat untuk memelihara dan
mengupayakan keseimbangan fundamental perekonomian pada suatu daerah. Tujuan
APBD APBD disusun sebagai pedoman pemerintah daerah dalam mengatur penerimaan
serta belanja. Berikut beberapa tujuan APBD, di antaranya: Membantu pemerintah daerah
mencapai tujuan fiskal. Meningkatkan pengaturan atau juga kordinasi tiap bagian yang
berada di lingkungan pemerintah daerah. Menciptakan efisiesnsi terhadap penyediaan
barang dan jasa. Menciptakanprioritasbelanja pemerintah daerah.

1.5.4.2. APBD Pro Rakyat Kota Blitar


Definisi sederhana dari anggaran pro rakyat adalah anggaran yang dibuat untuk
mengakomodasi kepentingan rakyat. Dalam arti yang lebih kompleks APBD Pro Rakyar
adalah program atau anggaran pemerintah daerah yang dalam programnya
memfokusakan pada kepentingan rakyat. Seperti pembangunan ekonomi rakyat,
Pendidikan, dan lainnya APBD merupakan instrumen vital untuk mendorong program
pembangunan daerah, karena itu, pengelolaannya harus kredibel dan berdampak ke
public. APBD Pro Rakyat diusung untuk menciptakan pembangunan daerah yang
berdampak lansung pada kesejahteraan rakyat.
Penerapan APBD Pro Rakyat di Kota Blitar yang sudah terlaksana 2 periode masa
jabatan walikota Blitar ini sangat terasa bagi masyarakat kota Blitar. APBD Pro Rakyat
tetrea dalam visi Kota Blitar yang berbunyi “MENUJU MASYARAKAT KOTA
BLITAR SEJAHTERA YANG BERKEADILAN, BERWAWASAN
KEBANGSAAN,DAN RELIGIUS MELALUI APBD PRO RAKYAT PADA TAHUN
2015”
Dalam pelaksanaanya pemkot Blitar memberikan dua hal yang sangat difokuskan
pada APBD Pro Rakyat yaitu: 1). Pendidikan dan 2) pembagian beras sejahtera daerah.
Hal lain dalam dalam APBD Pro Rakyat adalah bus sekolah gratis,pembangunan pasar
semi modern, serta program yang lain. Sangat terlihat nyata bagi peningkatan
kesejahteraan masyarakat kota Blitar. Hal ini terlihat dari data Badan Pusat Statistik kota
Blitar bahwa dalam 10 tahun terakhit terjadi penurun warga miskin.

1.6. Metode Penelitian


1.6.1. Pendekatan dan Tipe Penelitian

17
Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif
karena lebih mampu untuk menemukan gejala sosial dari subjek, perilaku, motif motif
subjek, perasaan dan emosi orang yang diamati. Selain itu pendekatan ini dapat
meningkatkan pemahaman peneliti terhadap cara subjek memberikan konsep tentang
dunia yang sedang mereka jalani, tindakan-tindakan apa saja yang dilakukan subjek
dalam merespon lingkungan dimana mereka hidup bukan menurut konsep dan tafsir yang
diciptakan oleh peneliti (Speadley dalam Bungin, 2010:168). Pada umumnya sebuah
penelitian menggunakan dua model metode penelitian, yaitu metode penelitian kualitatif
dan metode penelitian kuantitatif. Sedangkan penelitian ini dilakukan dengan
menggunakan metode penelitian Kualitatif (qualitative research). Metode penelitian
kualitatif sebagaimana yang diungkapkan Bogdan dan Taylor sebagai prosedur penelitian
yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang
dan perilaku yang dapat diamati. Dalam mengumpulkan, mengungkapkan berbagai
masalah dan tujuan yang hendak dicapai, maka penelitian ini dilakukan dengan
pendekatan studi analisis diskriptif. Menurut Sugiyono bahwa penelitian kualitatif
deskriptif adalah metode penelitian yang berlandaskan pada filsafat postpositivisme yang
biasanya digunakan untuk meneliti pada kondisi objektif yang alamiah dimana peneliti
berperan sebagai instrumen kunci
Pendekatan kualitatif dapat membantu peneliti dalam menganalisa bagaimana
program APBD Pro Rakyat dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat kota Blitar
apakah ada kendala atau tidak. Peneliti mengambil data kualitatif yang merupakan
sumber deskripsi yang luas dan landasan yang kokoh serta memuat penjelasan tentang
proses-proses yang terjadi dalam lingkup setempat (Miles, 1992:1). Alasan menggunakan
pendekatan kualitatif ini bahwa peneliti dapat menggali secara dalam dan memahami data
serta sumber informasi sehingga dengan pendekatan kualitatif data dapat dijabarkan
dengan jelas melalui kata-kata walaupu peneliti menggunakan angka untuk membantu
memperjelas data dalam penelitian.
Tipe penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah tipe penelitian
deskriptif. Tipe penelitian deskriptif yaitu tipe penelitian yang mendeskripsikan suatu
fenomena atau kenyataan sosial yang berkenaan dengan masalah dan unit yang diteliti.
Penggunaan tipe penelitian ini akan memberikan peluang untuk mengumpulkan data-

18
data yang bersumber dari wawancara, catatan lapangan, fotofoto, dokumen pribadi, dan
dokumen resmi guna menggambarkan subjek penelitian (Moleong, 1998:6).

Peneliti menggunakan tipe penelitian deskriptif karena dengan tipe penelitian ini
dapat menggambarkan bagaimana realitas sosial yang terjadi di lapangan. Melihat dan
mendengarkan apa saja yang terjadi terkait dengan penelitian ini, kemudian mencatat
secara terperinci dan menjelaskannya dengan kata-kata atau penjabaran lengkap dan data
berupa angka untuk mendukung data dalam penelitian. Penelitian tipe deskriptif mampu
menjabarkan data dan fakta dengan objektif bagaimana program APBD Pro Rakyat dapat
meningkatkan kesejahteraan masyarakat kota Blitar khusunya di Kelurahan Ngadirejo.

1.6.2. Informan Penelitian


Informan penelitian adalah orang yang memberikan informasi baik tentang
dirinya atau orang lain atau suatu kejadian atau suatu hal kepada peneliti (Spradley,
1997). Dalam penelitian ini informan yang digunakan adalah orang-orang yang relevan
memberikan informasi tentang situasi dan kondisi sesuai dengan kepentingan
permasalahan penelitian dan tujuan penelitian. Informan penelitian adalah orang yang
diharapkan mampu memberikan informasi dengan jelas dan dianggap paham dan benar-
benar mengerti tentang informasi atau data dalam penelitian. Adapun yang menjadi
informan dalam penelitian ini adalah masyarakat yang termasuk kategori miskin dan juga
masyarakat yang tidak termasuk kategori miskin serta aparat desa setempat di Kelurahan
Kauman kecamatan Kepanjen Kidul dan kelurahan Ngadirejo kecamatan kepanjen kidul.

Ada dua kategori informan, yaitu informan pengamat dan informan pelaku.
Informan pengamat adalah informan yang memberika informasi tentang orang lain atau
suatu kejadian atau suatu hal kepada peneliti. Informan pengamat dalam penelitian ini
adalah, ketua RT/RW di Kelurahan kauman dan ngadirejo dan masyarakat yang termasuk
kategori miskin. Informan pelaku adalah informan yang memberikan keterangan tentang
program APBD Pro Rakyat.

Dalam penelitian ini pengambilan dan pemilihan informan dilakukan dengan


menggunakan teknik purposive sampling. Teknik ini merupakan teknik mendapatkan
informasi dengan disengaja, artinya peneliti telah mengetahui dan menentukan kriteria
orang yang dirasa mampu memberikan informasi tentang penelitian yang dilakukan

19
peneliti. Alasan peneliti menggunakan teknik ini karena peneliti sebelumnya telah
mngetahui informan mana saja yang akan ditemui. Informan dalam penelitian ini
berjumlah 5 orang yang dapat dilihat dalam table 1.2 berikut :

Tabel 1.2 Informan Penelitian

NO NAMA UMUR KET


1. AHMAD SUPANDI 52 TAHUN KETUA RW 8
KEL.
NGADIREJO
2. MUHAMMAD ANTO 47 TAHUN KETUA RT 3
KEL.
NGADIREJO
3. YENI 36 TAHUN PENERIMA
PROGRAM
4. RAHMAT 42 TAHUN PENERIMA
PROGRAM
5. DEWI 40 TAHUN PENERIMA
MANFAAT

1.6.3. Jenis dan Sumber Data


Dalam penelitian kualitatif data yang diambil adalah data berupa kata-kata
(tertulis maupun lisan) dan perbuatan manusia tanpa adanya upaya untuk mengangkakan
data yang telah diperoleh (Afrizal, 2014:16). Data yang telah diambil oleh peneliti dalam
penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer adalah data yang
diperoleh langsung dari informan penelitian melalui wawancara, dan teknik observasi.
Data primer yang akan diambil dalam rencana penelitian ini adalah berupa informasi
berdasarkan fakta-fakta yang terjadi di lapangan mengenai bagaimana program APBD

20
Pro Rakyat dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat kota Blitar. Sedangkan data
sekunder merupakan data yang diperoleh dari sumber-sumber tertulis seperti sudi
kepustakaan, literatur-literatur hasil penelitian, artikel, dokumendokumen, jurnal, buku,
bahan statistik, media massa dan internet yang memuat relevansi dengan topik penelitian.
Data sekunder yag telah diperoleh peneliti yaitu data jumlah rumah tangga miskin di
KelurahaN NgadirejO.
1.6.4. Teknik Dan Proses Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah melalui
observasi, wawancara dan studi dokumentasi.
1. Observasi
Observasi digunakan sebagai metode utama selain wawancara mendalam
untuk mengumpulkan data. Pertimbangan digunakannya teknik ini adalah
bahwa apa yang dikatakan oleh orang lain seringkali berbeda dengan apa yang
orang tersebut lakukan. Teknik observasi adalah pengamatan langsung pada
objek yang diteliti dengan menggunakan panca indera. Dengan observasi kita
dapat melihat, mendengar dan merasakan apa yang sebenarnya terjadi. Teknik
observasi bertujuan untuk mendapatkan data yang dapat menjelaskan atau
menjawab permasalahan penelitian. Data observasi berupa data faktual,
cermat dan terperinci tentang keadaan lapangan. Observasi dalam penelitian
ini dilakukan dengan melihat langsung ke lapangan dan melakukan
Wawancara Mendalam untuk mengetahui bagaimana program ini diterima
masyarakat Kelurahan Ngadirejo Kota Blitar

Salah satu teknik pengumpulan data yang lazim digunakan dalam


penelitian kualitatif untuk menyimpulkan data adalah wawancara mendalam.
Wawancara mendalam adalah suatu wawancara tanpa alternatif pilihan
jawaban dan dilakukan untuk mendapatkan informasi yang lebih detail dari
seorang informan. Menurut Taylor dalam Afrizal ( 2014 : 136), wawancara
mendalam perlu dilakukan berulangulang kali antara pewawancara dengan
informan. Pernyataan berulang-ulang kali tidaklah berarti mengulangi
pertanyaan yang sama dengan beberapa informan atau dengan informan yang
sama. Berulang kali berarti menanyakan hal-hal yang berbeda kepada

21
informan yang sama untuk tujuan klarifikasi informasi yang sudah didapat
dalam wawancara sebelumnya dengan informan.

Pada penelitian ini, wawancara dilakukan dengan pertanyaan tidak


berstruktur, artinya pertanyaan bersifat terbuka dan mirip dengan percakapan
informal ( Mulyana, 2006 : 181). Informan diberi kebebasan dan kesempatan
untuk mengeluarkan buah pemikirannya, pandangan dan perasaan tanpa diatur
ketat oleh peneliti berdasarkan pedoman wawancara. Adapun alat yang
digunakan ketika wawancara adalah perekam yang ada di Handphone untuk
merekam pembicaraan selama wawancara berlangsung agar dapat dikoreksi
kembali setelah wawancara berakhir, selanjutnya yaitu kamera guna
mendokumentasikan kegiatan wawancara mendalam, dan juga alat tulis serta
daftar pedoman wawancara untuk mencatat dan mengajukan pertanyaan
kepada informan.

2. Pengumpulan Dokumen
Pengumpuan dokumen dimaksudkan untuk memperoleh data sekunder
baik itu berupa tulisan ilmiah, literatur, informasi dari media cetak maupun
elektronik,buku dan bahan untuk mendukug peneliti dalam menganalisa dan
mengiterpretasikan data. Pengumpulan doumen sudah dilakukan mulai dari
pengajuan TOR (Term Of Reference) hingga pembuatan proposal penelitian

1.6.5. Unit Analisis


Penelitian ini memiliki unit analisis yang berguna untuk memfokuskan kajian
peneliti dalam penelitian. Objek yang diteliti ditentukan sesuai dengan rumusan masalah
dan tujuan penelitian. Unit analisis dapat berupa kelompok, individu, masyarakat,
lembaga (keluarga, organisasi dan komunitas). Pada penelitian ini unit analisisnya adalah
bagaimana program APBD Pro Rakyat dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat di
Keluuraha Ngadirejo kota Blitar.
1.6.6. Analisis Data
Analisis data dalam penelitian kualitatif mengandung arti pengujian sistematis
terhadap data. Pengujian sistematis dilakukan untuk menentukan bagian-bagiandari data

22
yang telah dikumpulkan, hubungan diantara bagian-bagian data yang telah dikumpulkan
serta hubungan antara bagian-bagian data tersebut dengan mengkategorisasi informasi
yang telah dikumpulkan dan kemudian mencari hubungan antara kategori-kategori yang
telah dibuat (Spradley, 1997:117-119).

Analisis data adalah mereduksi data, menyajikan data dan menarik kesimpulan.
Reduksi data adalah sebagai kegiatan pemilihan data penting dan tidak penting dari data
yang terkumpul, sedangkan penyajian data merupakan informasi yang tersusun dan
kesimpulannya. Analisis data dalam penulisan laporan yaitu melakukan konseptualisasi
data dan mencari hubungan antara konsep ketik menulis laporan. Analisis data dalam
penelitian kualitatif juga merupakan suatu proses yang sistematis untuk menentukan
bagian-bagian dan saling keterkaitan antara bagianbagian dan keseluruhan dari data yang
telah dikumpulkan gunamenghasilkan klasifikasi atau tipologi (Afrizal, 2014:174-176).

Data dalam penelitian ini akan dianalisis sesuai dengan model Miles dan
Huberman, yaitu :

1. Kodifikasi Data yaitu peneliti memberikan nama atau penamaan


terhadap hasil penelitian.
2. Penyajian Data yaitu peneliti menyajikan semua temuan penelitian
berupa kategori atau pengelompokkan.
3. Tahap yang direkomendasikan yaitu memperlihatkan bahwa analisis
data dalam penelitian kualitatif yaitu proses kategorisasi data atau
dengan kata lain proses menemukan pola dan mencari hubungan
antara kategori yang telah ditemukan dari hasil pengumpulan data
(Miles,1992:16).

Setelah mengumpulkan data di lapangan dengan bantuan alat penelitian


seperti catatan lapangan dan hasil rekaman wawancara dengan masyarakat
penerima label rumah tangga miskin, kemudian peneliti membuat transkrip
wawancara. Setelah itu peneliti menandai bagian-bagian dari wawancara yang
termasuk penting, sangat penting dan kurang penting (reduksi data).

23
Langkah selanjutnya peneliti melakukan penyajian data, dimana peneliti
mulai menuliskan laporan penelitian dalam bentuk pengelompokkan berdasarkan
sub-sub judul yang disesuaikan dengan permasalahan dan tujuan penelitian.
Kemudian peneliti melakukan verifikasi data, yakni menarik kesimpulan. Dari
data yang telah didapat dari berbagai keabsahan (informasi dari sumber berbeda
dilakukan triangulasi dengan masyarakat tidak termasuk kategori RTM, Ketua
RW dan pihak lainnya)data yang sudah dikelompokkan tadi dianalisis oleh
peneliti dan mencari pola tema dan hubungan persamaan yang dituangkan dalam
bentuk kesimpulan.

1.6.7. Lokasi Penelitian

Berdasarkan yang telah dijelaskan pada latar belakang, daerah yang dijadikan
sebagai lokasi penelitian dalam penelitian ini adalah kelurahan Kauman dan
KelurahanNgadirejo dimana kelurahan kauman dan Ngadirejo terbilang tinggi
masyarakat miskinn. Jadi berdasarkan keadaan yang terjadi di lapangan inilah yang
menjadi alasan peneliti memilih lokasi ini sebagai lokasi penelitian.

1.6.8. Jadwal Penelitian

No Kegiatan Tahun 2020


Jan Feb Mar Ap Mei Jun Jul
.
r
1. Tahap Persiapan Penelitian
a. Penyusunan dan pengajuan
judul
b. Pengajuan Proposal
c. Perijinan penelitian
2. Tahap Pelaksanaan
a. Pengumpulan Data
b. Analisis Data
3. Tahap Penyusunan Laporan

24
DAFTAR PUSTAKA

Lexy. J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif. Edisi Revisi.,(Bandung: Remaja


Rosdakarya, 2011), hal. 4.

Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan: Pendekatan Kualitatif, Kuantitatif dan R&D,


(Bandung: Alfabeta, 2008), hal. 15

Panduan Umum Program Pemberdayaan Fakir Miskin terbitan Departemen Sosial RI (2005)

Sumber data Badan Pusat Statistik Kota Blitar


https://blitarkota.bps.go.id/statictable/2018/08/30/831/5-1-indikator-kemiskinan-kota-blitar-
2010-2019.html

http://blitarkota.go.id/id/halaman/visi-misi

25

Anda mungkin juga menyukai