PEMETAAN
STRATEGI
COPING
KELUARGA PENERIMA MANFAAT
PROGRAM KELUARGA HARAPAN
MENGHADAPI WABAH COVID-19
DI KOTA BOGOR, DEPOK, BEKASI, DAN TANGERANG SELATAN
Konsultan :
Prof. Isbandi Rukminto Adi
Konsultan :
Prof. Isbandi Rukminto Adi
Kontributor:
Badrun Susantyo (Utama)
Togiaratua Nainggolan (Anggota)
Nyi R. Irmayani (Anggota)
Aulia Rahman (Anggota)
Johan Arifin (Anggota)
Rudy G. Erwinsyah (Anggota)
Bilal As’adhanayadi (Anggota)
Delfirman (Anggota)
Design Cover :
Rudy G. Erwinsyah
Tata letak :
Tim Imaji
Cetakan Pertama : Desember 2020
ISBN: 978-623-7806-15-8
Diterbitkan oleh:
Puslitbangkesos Kementerian Sosial RI bekerjasama P3KS Press
Gedung Cawang Kencana Lt. 2
Jl. Mayjen Sutoyo Kav. 22, Kramat Jati, Jakarta Timur 13630
E-mail: puslitbangkesos@kemsos.go.id; Website:
puslit.kemsos.go.id
iii
Akhirnya, kepada semua pihak yang terlibat dalam kegiatan
penelitian hingga terwujudnya buku ini, kami menyampaikan
terima kasih dan apresiasi yang setinggi-tingginya.
iv
KONTRIBUTOR SURVEI
Pendamping Enumerator
Usep Satriana (Kota Bekasi), Sendy Ades Anwar (Kota Bogor),
Fauzi Ramdan (Kota Depok), Sugeng (Kota Tangerang Selatan).
Dukungan Managerial
J.D. Noviantari (Kepala Pusat Penelitian dan Pengembangan
Kesejahteraan Sosial), Nurhayu dan Ani Wuryandari (Kepala
Bidang Penelitian dan Pengembangan Perlindungan dan
Jaminan Sosial dan Penunjang), Lis Andriyani (Kepala Sub
Bidang Penelitian dan Pengembangan Perlindungan dan
Jaminan Sosial), Arif Aeni (Kepala Sub Bidang Penelitian dan
Pengembangan Bidang Penunjang), Eko Widiantoro.
v
DAFTAR ISI
vi
DAFTAR GRAFIK
vii
DAFTAR TABEL
viii
BAB
i
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
World Health Organization (WHO) telah mendeklarasikan
bahwa wabah virus corona atau COVID-19 sudah dikategorikan
sebagai pandemi global dan menyebar ke hampir seluruh
negara di dunia, tidak terkecuali Indonesia. Kebijakan pertama
yang diambil pemerintah dalam mencegah penularan wabah
ini adalah dengan mengeluarkan imbauan social distancing.
Menurut Pearce (2020) social distancing adalah sebuah praktik
dalam kesehatan masyarakat untuk mencegah orang sakit
melakukan kontak dengan orang sehat guna mengurangi
peluang penularan penyakit dengan cara seperti membatalkan
acara kelompok atau menutup ruang publik, serta menghindari
keramaian.
Dalam perkembangannya memang istilah social distancing
dianggap kurang tepat. WHO menyatakan telah mengubah
penggunaan istilah social distancing menjadi physical distancing.
Hal ini pun diikuti oleh pemerintah RI, Menkopolhukam Mahfud
MD mengatakan pemerintah mengubah imbauan dalam
mencegah penyebaran virus corona dari “pembatasan interaksi
sosial (social distancing)” menjadi “menjaga jarak secara fisik
Pendahuluan 1
(physical distancing)”. Penyebutan physical distancing dirasa
lebih pas bahwa upaya yang dilakukan untuk memperlambat
penyebaran COVID-19 harus mendorong penguatan ikatan
sosial akan tetapi tetap menjaga jarak fisik (Aldrich dalam Gale,
2020).
Penerapan social/physical distancing ini bukannya tanpa
pengorbanan. Reluga (2010) menyatakan bahwa social
distancing menimbulkan pengorbanan dalam hal kebebasan,
modal sosial, waktu, kenyamanan, dan uang, sehingga orang-
orang hanya akan mengadopsi tindakan-tindakan ini ketika ada
insentif khusus untuk melakukannya. Dari sini terlihat bahwa
social/physical distancing mempunyai konsekuensi ongkos
sosial dan ongkos ekonomi yang tidak sedikit.
Dalam konteks Indonesia, ongkos sosial dari imbauan
menjaga jarak ini sangat erat kaitannya dengan karakteristik
masyarakat Indonesia yang bersifat komunal, suka berkelompok
dan berkumpul (lihat Geertz, 1984; Anderson, 1991). Dari
berbagai potret di media massa dan media sosial, masih banyak
terlihat masyarakat yang enggan menerapkan imbauan social/
physical distancing dengan masih tetap menyelenggarakan dan
mengikuti kegiatan yang melibatkan banyak orang, seperti acara
ibadah bersama, perkawinan, kematian, dan lain sebagainya.
Bahkan beberapa permukiman membatasi dan menutup
akses keluar-masuk warga untuk mencegah penularan wabah
COVID-19, namun ironisnya justru pada pos-pos penjagaan
di jalan masuk pemukiman warga justru banyak berkumpul
(Ahmad dalam Utantoro, 2020).
Sementara itu ongkos ekonomi dari social/physical
distancing ini paling banyak dirasakan oleh para pekerja
informal, para pekerja yang mendapatkan penghasilan harian,
pengangguran pencari kerja, dan terutama sekali warga miskin.
Pendahuluan 3
anggaran tersebut diperuntukkan untuk pembiayaan program
pemulihan ekonomi, jaring pengaman sosial, insentif
perpajakan, dan stimulus usaha. Meskipun ada konsekuensi
yang harus diambil dari kebijakan tersebut yaitu naiknya defisit
APBN hingga 5,07 persen dari produk domestik bruto (PDB)
atau lebih dari yang ditetapkan Undang-Undang yaitu sebesar
3 persen. Pemerintah telah mentargetkan defisit 5 persen ini
hanya untuk 3 tahun hingga 2023.
Terkait dengan uraian singkat di atas, layak untuk dicermati,
khususnya di kalangan keluarga miskin, yaitu bagaimana
perilaku atau strategi coping dalam menghadapi pandemi ini?
Di sinilah urgensi pelaksanaan studi ini karena akan menyasar
kepada para warga miskin. Para warga miskin dalam studi ini
direpresentasikan melalui para beneficiaries Program Keluarga
Harapan (PKH), atau dengan istilah resminya adalah para
Keluarga Penerima Manfaat (KPM) PKH.
Penelitian ini dilakukan di kota-kota/wilayah penyangga
Ibu Kota Negara, Daerah Khusus Ibukota Jakarta. Dipilihnya
daerah/wilayah penyangga Ibukota negara dengan asumsi,
bahwa wilayah penyangga DKI Jakarta merupakan hunian bagi
sebagian besar warga yang menjalankan aktivitas kesehariannya
di Daerah DKI Jakarta.
B. PERMASALAHAN
Berdasarkan latar belakang di atas, maka permasalahan yang
diangkat dalam penelitian ini adalah bagaimana peta strategi
coping para KPM PKH di empat wilayah studi (Kota Bogor,
Bekasi, Depok, dan Kota Tangerang Selatan) dalam menghadapi
wabah COVID-19 ini.
D. MANFAAT
Manfaat penelitian ini adalah untuk memberikan masukan
kepada pemangku kebijakan terkait strategi coping Keluarga
Penerima Manfaat, khususnya pada Program Keluarga Harapan
(PKH)
Pendahuluan 5
BAB
II METODE PENELITIAN
A. DESAIN PENELITIAN
Penelitian cepat ini menggunakan pendekatan kuantitatif
secara deskriptif. Pendekatan ini digunakan untuk memberikan
gambaran data statitistik yang ada tentang strategi coping KPM
PKH dalam menghadapi pandemi COVID-19. Pengumpulan
data penelitian ini dilakukan melalui wawancara tatap muka
dengan mematuhi protokol COVID-19. Wawancara dilakukan
menggunakan kuesioner berbasis computer-assisted personal
interviewing (CAPI).
Metode Penelitian 7
Tabel 2.2 Distribusi Responden dan Lokasi Penelitian
Jumlah Alokasi
Jumlah Estimasi
No Lokasi Penelitian Enume- Respon-
KPM PKH Resp.
rator den
1 Kota Tangerang 8.481 101 4 121
Selatan
2 Kota Bogor 17.075 203 7 215
3 Kota Bekasi 41.687 496 17 512
4 Kota Depok 21.537 256 9 276
88.780 1056 37 1124
Metode Penelitian 9
E. WAKTU
Keseluruhan waktu yang diperlukan untuk menyelesaikan
serangkaian proses riset ini selama delapan minggu, dengan
pembagian alokasi waktu, sebagaimana linimasa berikut:
F. ORGANISASI TIM
Penelitian cepat ini dilakukan secara tim, yang terdiri:
1. Bilal As’adhanayadi
2. Rudy G. Erwinsyah
3. Delfirman
4. Aulia Rahman
5. Johan Arifin
6. Nyi R. Irmayani
7. Badrun Susantyo
8. Togiaratua Nainggolan
III
KERANGKA
KONSEPTUAL
A. STRATEGI COPING
Coping berasal dari kata “cope“ yang berarti lawan, mengatasi.
Menurut Moser (1998) coping behaviour didefinisikan
sebagai kemampuan seseorang dalam mengatasi berbagai
permasalahan yang melingkupi kehidupannya. Sedangkan
Sarafino (2006) menyebut coping sebagai suatu proses di
mana individu mencoba untuk mengelola stress atau tekanan
yang ada dengan cara tertentu. Chaplin (2006) mengartikan
perilaku coping sebagai suatu tingkah laku di mana individu
melakukan interaksi dengan lingkungan sekitarnya dengan
tujuan menyelesaikan tugas atau masalah. Tingkah laku coping
merupakan suatu proses dinamis dari suatu pola tingkah laku
maupun pikiran-pikiran yang secara sadar digunakan untuk
mengatasi tuntutan-tuntutan dalam situasi yang menekan dan
menegangkan.
Secara teoritis coping merupakan upaya seseorang baik
secara kognitif, afektif, dan perilaku untuk mengelola tuntutan
eksternal dan internal secara spesifik (Croker, 1999). Pramadi
(dalam Wardani, 2009) mengatakan bahwa coping behaviour
secara bebas diartikan sebagai suatu perilaku untuk menghadapi
masalah, tekanan, atau tantangan, selain itu merupakan respon
Kerangka Konseptual 11
perilaku yang bersifat perilaku psikologis untuk mengurangi
tekanan yang sifatnya dinamis. Coping behaviour juga diartikan
sebagai tingkah laku di mana individu melakukan interaksi
dengan lingkungan sekitarnya, dengan tujuan menyelesaikan
tugas atau masalah (Chaplin, dalam Wardani, 2009). Jika individu
dapat menggunakan perilaku coping-nya dengan baik maka ia
dapat melakukan penyesuaian sosial dengan baik pula. Menurut
Taylor (2009) coping behaviour didefenisikan sebagai pikiran
dan perilaku yang digunakan untuk mengatur tuntutan internal
maupun eksternal dari situasi yang menekan. Menurut Sarwono
(2007) coping behaviour merupakan perilaku penyesuaian
diri dalam kaitan antara manusia dengan lingkungan fisiknya
melalui dua jenis yaitu adaptasi dan adjustment.
Flokman dan Lazarus (dalam Sarafino, 2006) menjelaskan
bahwa secara umum bentuk coping behaviour dibedakan dalam
dua klasifikasi yaitu: a. Problem Focused Coping (PFC) adalah
merupakan bentuk coping yang lebih diarahkan kepada upaya
untuk mengurangi tuntutan dari situasi yang penuh tekanan. b.
Emotion Focused Coping (EFC) merupakan bentuk coping yang
diarahkan untuk mengatur respon emosional terhadap situasi
yang menekan. Individu dapat mengatur respon emosionalnya
dengan pendekatan behavioral dan kognitif. Faktor-faktor yang
mempengaruhi coping behaviour menurut Mutadin (2002)
meliputi:
1. Kesehatan fisik. Kesehatan merupakan hal yang penting,
karena selama dalam usaha mengatasi tekanan individu
dituntut untuk mengerahkan tenaga yang cukup besar.
2. Keyakinan atau pandangan positif. Keyakinan menjadi
sumber daya psikologis yang sangat penting, seperti
keyakinan akan nasib (external locus of control) yang
mengerahkan individu pada penilaian ketidakberdayaan
(helplessness) yang akan menurunkan kemampuan coping.
Kerangka Konseptual 13
yang memiliki seperangkat pengetahuan dan keterampilan yang
digunakannya dalam mengatasi berbagai permasalahan sosial
ekonomi seputar kemiskinannya..
Kerangka Konseptual 15
yang membuat stres, bagaimana mereka melakukan kegiatan
di saat ini, apa saja yang dipikirkan dan bagaimana mereka
“melarikan diri” atau menghindari stres akibat dari situasi ini.
Selanjutnya, Yan (2017) melakukan serangkaian riset terkait
dengan bagaimana adaptasi mahasiswa Republik Rakyat China
(RRC) di Amerika Serikat (AS) dalam menghadapi stress. Dalam
laporan risetnya, Yan memilih menggunakan pendekatan
kontinumitas untuk melihat bagaimana mahasiswa RRC di AS ini
dalam beradaptasi terhadap stress yang mereka hadapi. Kedua
kontinum itu dikenal dengan Problem-Focussed Strategies dan
Emotion-Focused Strategies.
Yan (2017) juga menggunakan Model Berry yang disandingkan
dengan konsepnya Lazarus. Dengan menambahlan variabel
social support di dalamnya. Hal ini untuk menjelaskan beberapa
kendala dalam akulturasi. Mengingat studinya adalah memang
terkait dengan stress dalam akulturasi bagi mahasiswa RRC
yang sedang melakukan studi di Amerika Serikat. Secera lebih
rinci, Yan menggambarkan hasil studinya tentang bagaimana
strategi coping para mahasiswa RRC di Amerika Serikat ini, yang
pada intinya adalah pada adaptasi, dengan penerapan kultur
dari leluhur mereka (ajaran Taoisme). Persepsi dan tanggapan
atas studi Yan (2017) ini adalah bahwa adaptasi yang berbasis
pada kultur (ajaran Tao) lebih mewarnai (menguasai) pada diri
mahasiswa RRC yang tengah studi di Amerika Serikat.
Kesimpulan atas studi Yan (2017) ini adalah terkait dengan
strategi akulturasi melalui strategi coping, dengan mengambil
konsep dari Lazarus dan Folkman (1984), yang mengidentifikasi
dua strategi coping utama: Problem-Focussed Strategies dan
Emotion-Focused Strategies. Kemudian ditambahkan satu aspek
terait dengan dukungan sosial. Sehingga dapat ditemukan hal-
hal berikut:
Kerangka Konseptual 17
• Apabila dikaitkan dengan konteks KPM PKH dalam
menghadapi pandemi COVID-19 tentu bisa menjawab
bagaimana mereka mencoba mengatasi stres dengan
dua jenis strategi coping yang dikemukakan Lazarus dan
Folkman.
• Dengan menggunakan dua jenis strategi coping ini nantinya
akan lebih mudah untuk memetakan, sebetulnya yang
dilakukan KPM PKH itu lebih cenderung pada menyelesaikan
masalah dengan mengubah situasi (Problem Focused
Coping) atau menyelesaikan masalah dengan mengontrol
emosi (Emotional Focused Coping).
Kerangka Konseptual 19
mencari informasi, 5) penggunaan logika/nalar, dan 6)
melakukan perencanaan untuk memecahkan masalah.
b. Emotion Focused Coping (EFC) merupakan bentuk
coping yang diarahkan untuk mengatur respon
emosional terhadap situasi yang menekan. Sub skala
EFC ini memiliki indikator-indikator, di antaranya
adalah; 1) menghindar, 2) menyangkal, 3) melepaskan,
4) mengalihkan perhatian, 5) pendekatan emosional,
6) menyembunyikan perasaan, 7) membuat lelucon/
candaan, 8) meningkatkan aktivitas, 9) pikiran yang
mengganggu, 10) latihan fisik, 11) panggapan positif,
12) berdoa, 13) pasrah/menerima, 14) melakukan kritik
terhadap diri sendiri, 15) menggunakan obat-obatan, 16)
berkhayal, dan 17) merasa khawatir.
Kerangka Konseptual 21
BAB
IV
HASIL DAN
PEMBAHASAN
A. PROFIL RESPONDEN
1. Jenis Kelamin
Grafik 4.1 Jenis Kelamin Responden
Tabel 4.2 Strategi Koping dan Lamanya menjadi Anggota KPM PKH
di Kota Tangerang Selatan
Lamanya Menjadi KPM PKH
1-3 th 4-6 th >= 7 th Total
PFCS Frekuensi 33 3 30 66
Prosentase 52.4% 100.0% 54.5% 54.5%
Tipe
EFCS Frekuensi 30 0 25 55
Strategi
Prosentase 47.6% 0% 45.5% 45.5%
Coping
Total Frekuensi 63 3 55 121
Prosentase 100% 100% 100% 100%
Keterangan:
• PFCS: Problem Focus Coping Strategy
• EFCS: Emotional Focus Coping Strategy
V PENUTUP
A. KESIMPULAN
Dari hasil pemetaan terhadap strategi coping para Keluarga
Penerima Manfaat Program Keluarga Harapan di empat kota di
sekitar Daerah Khusus Ibukota (DKI) Jakarta dalam menghadapi
pandemi COVID-19 ini dapat disimpulkan sebagai berikut,
bahwa:
1. Secara profiling Keluarga Penerima Manfaat Program
Keluarga Harapan di empat lokasi penelitian adalah sebagai
berikut: pada umumnya peserta KPM PKH berada pada
rentang usai produktif, 18 s.d. 60 tahun, dengan tingkat
pendidikan pada umumnya adalah Sekolah Dasar (SD)
sampai dengan Sekolah Menengah Pertama (SMP). Sumber
penghasilan utama mereka berpusat pada usaha sendiri dan
yang dilakukan secara bebas tanpa terikat (informal). Para
peserta PKH ini memiliki besaran penghasilan rata-rata
tidak lebih dari Rp.1.800.000 dalam sebulan.
2. Tipe strategi coping para Keluarga Penerima Manfaat
Program Keluarga Harapan (KPM PKH) ini dalam
menghadapi pandemi COVID-19 didominasi Tipe B dan
Tipe D. Di mana tipe strategi coping jenis/tipe A dan B
merupakan tipe strategi coping yang lebih memusatkan pada
Penutup 37
masalah (Problem Focus Coping Strategy), dan tipe C dan
D merupakan tipe strategi koping yang lebih memusatkan
pada emosi (Emotional Focus Coping Strategy). Hal ini bisa
diartikan bahwa dalam menghadapi pandemi COVID-19,
KPM PKH secara umum lebih mengandalkan emosi
dibanding solusi pemecahan masalah.
3. Secara hipotetis, lamanya peserta mengikuti Program
Keluarga Harapan akan memengaruhi bagaimana strategi
coping di antara mereka. Hal demikian didasarkan pada
anggapan bahwa selama mengikuti PKH, para KPM ini
mendapatkan intervensi sosial dalam pendampingannya.
Artinya dapat diharapkan dengan para KPM menerima
intervensi sosial melalui PKH dalam merespon adanya
pandemi COVID-19 lebih cenderung pada problem focus
(Problem Focus Coping Strategy), dibandingkan emotional
focus-nya (Emotional Focus Coping Strategy). Namun, sesuai
temuan riset, hal itu tidak terlalu berpengaruh. Ada contoh
menarik yang ditemukan di Kota Tangerang Selatan, di mana
mayoritas peserta PKH dengan lamanya kepesertaan 1 s.d. 3
tahun dalam menghadapi pandemi COVID-19 ini cenderung
lebih mengutamakan penyelesaian masalah (Problem Focus
Coping Strategy) dibandingkan secara emotional (Emotional
Focus Coping Strategy). Salah satu dugaannya adalah karena
faktor intervensi social melalui pendampingan yang secara
hipotetis bisa jadi berbeda dengan di ketiga daerah lainnya.
B. REKOMENDASI
1. Pentingnya meningkatan pengetahuan dan kesadaran
Keluarga Penerima Manfaat (khususnya di saat pandemi
COVID-19), salah satunya melalui intervensi sosial oleh
para Pendamping Sosial PKH. Sehingga para KPM PKH
mengarusutamakan problem focus dalam menghadapi
pandemi COVID-19 ini.
Penutup 39
DAFTAR PUSTAKA
Armstrong, K., Best, S., & Domenici, P. (2006). Courage After Fire:
Coping Strategies for Troops Returning from Iraq and
Afghanistan and Their Families. Berkeley: Ulysses Press.
Anderson, B. (1991). Imagined Communities: Reflections on the
Origin and Spread of Nationalism. London: Verso.
Drolet, J.L. (2014). Social Protection and Social Development.
International Initiatives. New York & London: Springer.
Gray, A. (2004). Unsocial Europe Social Protection or
Flexploitation? London & Ann Arbor, MI: Pluto P Press.
Habibullah, Susantyo, B., Suradi, Sugiyanto, Mujiyadi,
B., Irmayani, Sitepu, A., & Nainggolan, T. (2017).
Pemanfaatan Bantuan Sosial Program Keluarga
Harapan. Jakarta: Pusat Penelitian dan Pengembangan
Kesejahteraan Sosial.
Habibullah, (2017). Perlindungan Sosial Komprehensif di
Indonesia. Sosio Informa, 3(1), 1-14. https://doi.
org/10.33007/inf.v3i1.492
Holmemo, C, Acosta, P., George, T., Palacios, R.J., Pinxten, J.,
Sen, S., & Tiwari, S. (2020). Berinvestasi pada manusia:
Perlindungan sosial untuk masa depan Indonesia.
Diakses pada 22 Mei 2020. https://blogs.worldbank.
org/id/eastasiapacific/berinvestasi-pada-manusia-
perlindungan-sosial-untuk-masa-depan-indonesia.
Gale, R. (2020). Is ‘social distancing’ the wrong term? Expert
prefers ‘physical distancing,’ and the WHO agrees.
Diakses dari Washingtonpost.com pada 1 April 2020:
https://www.washingtonpost.com/ lifestyle/wellness/
Daftar Pustaka 41
Kesejatan Masyarakat Corona Virus Disease 2019
(COVID-19).
Pemerintah Republik Indonesia. (2020). Peraturan Pemerintah
Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2020
Tentang Kebijakan Keuangan Negara Dan Stabilitas
Sistem Keuangan Untuk Penanganan Pandemi Corona
Virus Disease 2019 (COVID-19) .
Pemerintah Republik Indonesia. (2020). Peraturan Pemerintah
Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2020 Tentang
Pembatasan Sosial Berskala Besar Dalam Rangka
Percepatan Penanganan Corona Virus Disease
(COVID-19).
Reluga, T.C. (2010). Game Theory of Social Distancing in Response
to an Epidemic. PLoS Computational Biology, 6(5), 1-9.
https://dx.doi.org/10.1371%2Fjournal.pcbi.1000793
Prihatin, R.B. (2018). Masyarakat Sadar bencana: Pembelajaran
dari Karo, Banjarnegara, dan Jepang. Aspirasi: Jurnal
Masalah-Masalah Sosial, 9(2), 231-229. https://doi.
org/10.46807/aspirasi.v9i2.1106
Creswell, J.W. (2008). Educational Research; Planning, Conducting,
and Evaluating Quantitative and Qualitative Research.
New Jersey: Pearson Education, Inc.
Lazarus, R.S. & Folkman S. (1984). Stress Appraisal and Coping.
New York: Springer Publishing Company.
Sarafino, E.P. (1998). Healthy Psychology: Biopsychosocial
Interactions. Third Edition. USA: John Wiley dan Sons.
Suharto, E. (2007). Kebijakan sosial sebagai kebijakan publik.
Bandung: Alfabeta.
Daftar Pustaka 43
Tabor, S.R. (2002). Assisting the poor with cash: Design and
implementation of social transfer programs. Washington
DC: The World Bank.
Weber, A. (2009) Social Assistance in Asia and the Pacific: An
Overview. Wening, S.R. & Burkley, C (Eds.) Social
assistance and conditional cash transfers proceedings
of the regional workshop. Mandaluyong City: Asian
Development Bank.
Yan, K. (2017). Chinese International Students’ Stressors and
Coping Strategies in the United States. Education in the
Asia-Pacific Region: Issues, Concerns and Prospects.
Singapore: Springer Nature.
Biodata Penulis 45
Nyi R. Irmayani, lahir di Jakarta tanggal 20 Februari 1968,
menamatkan program S1 dari Fakultas Hukum
Universitas Trisakti, Jakarta tahun 1992 dan Magister
Psikologi Sosial dari Universitas Gadjah Mada
Yogyakarta tahun 2002. Saat ini menjabat Peneliti
Madya pada Pusat Penelitian dan Pengembangan
Kesejahteraan Sosial, Kementerian Sosial Republik
Indonesia. Penelitian yang pernah dilakukan meliputi
topik-topik yang berkaitan dengan Ketahanan Sosial
Masyarakat, Desa Berketahanan Sosial, Pranata Sosial
dalam menangani masalah narkoba, Ketahanan
Sosial Keluarga, Pemberdayaan Masyarakat Miskin
melalui Lembaga Kesejahteraan Sosial, Program
Keluarga Harapan, Survey Anak Jalanan, Penelitian
Prevalensi Penyalahgunana Obat/Napza pada remaja
di kota besar, Survey Kekerasan terhadap Anak, Survey
Kesejahteraan Sosial Dasar, Perlindungan Sosial
terhadap anak korban kekerasan, Sistem Peradilan
Pidana Anak, Anak Berkonflik dengan Hukum di Lapas/
Rutan Dewasa, Pemetaan SDM Kesos. Pernah menulis
di buku dan jurnal kesos dengan topik-topik: Aspek
Psikologis pada Indikator Ketahanan Sosial Keluarga,
Kekerasan Seksual terhadap Anak (Dampak Psikologis
dan Pemulihan melalui Konseling dan Terapi), Perilaku
Coping terhadap Anggota PKH menjelang exit program,
Tinjauan Psikologi Sosial dan Behaviorisme dalam
Pemberdayaan Masyarakat Miskin.Biodata Penulis
Aulia Rahman, merupakan seorang Peneliti Ahli Muda pada
Pusat Penelitian dan Pengembangan Kesejahteraan
Sosial (Puslitbangkesos) Kementerian Sosial RI yang
lahir di Medan pada tanggal 12 Juli 1985. Beliau
memperoleh pendidikan Sekolah Menengah Atas pada
Biodata Penulis 47
dan ekologi masyarakat perdesaan. Saat ini sedang
mendalami metode penelitian etnografi dan sistem
informasi geografis (SIG/GIS) untuk diaplikasikan
pada studi kesejahteraan sosial. Sebelum bergabung
di Kementerian Sosial, pernah menjadi asisten peneliti
di Pusat Studi Kependudukan dan Kebijakan (PSKK)
UGM dan Laboratorium Antropologi Untuk Riset dan
Aksi (LAURA) UGM, serta peneliti lepas di berbagai
lembaga.
Bilal As’Adhanayadi, lahir di Tegal Jawa Tengah, menamatkan
program S1 Departemen Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial
dan Ilmu Politik Universitas Gadjah Mada Yogyakarta.
Saat ini menjabat sebagai Calon Peneliti Ahli Pertama
di Pusat Penelitian dan Pengembangan Kesejahteraan
Sosial Kementerian Sosial RI. Penelitian yang pernah
dilakukan Persepsi Santri Pondok Pesantren Mahasiswa
di Yogyakarta terhadap Aliran Keagamaan Islam Syiah
dan Pemetaan Sosial Menuju Desa Berketahanan Sosial
melalui Penyuluh Sosial Masyarakat Sebagai Agen
Perubahan.
Delfirman, lahir di Jakarta, pada tanggal 29 Desember 1986.
Menamatkan Pendidikan Tinggi sebagai Sarjana
Sosiologi di Universitas Indonesia pada tahun 2010.
Mengawali karir sebagai Peneliti di Perusahaan Swasta
Nasional yang bergerak di bidang Media Massa,
yaitu Kompas Gramedia dan MRA Media Group, lalu
bergabung sebagai Calon Peneliti pada Subbidang
Penelitian dan Pengembangan Rehabilitasi Sosial,
Pusat Penelitian dan Pengembangan Kesejahteraan
Sosial, Badiklitpensos, Kementerian Sosial RI pada
tahun 2019.
Ada temuan menarik terkait dengan bagaimana peta strategi coping para
KPM PKH ini dalam menghadapi pandemi COVID-19 ini, apakah berfokus
pada masalah atau berfokus pada emosi?