Anda di halaman 1dari 43

KEPENDUDUKAN DAN ISU-ISU KELUARGA

BERENCANA

Dosen Pengampu:
Prof.Dr. I Wayan Lasmawan, M.Pd.
Dr. I Wayan Kertih, M.Pd.

Oleh:
Kelompok E
1. Ni Wayan Cika Pratiwi NIM 2229041014 (Kelas E)
2. Kadek Galuh Andriasih Rahayu NIM 2229041029 (Kelas E)
3. Ida Bagus Made Budiasa NIM 2229041031 (Kelas A)
4. I Kade Pande Suryana NIM 2229041033 (Kelas A)
5. I Ketut Nandika Dharma Yogi NIM 2229041053 (Kelas F)
6. I Made Arsana NIM 2229041055 (Kelas F)
7. Harli NIM 2229041063 (Kelas G)
8. Murzani NIM 2229041073 (Kelas G)

PROGRAM STUDI S2 PENDIDIKAN DASAR


PASCASARJANA
UNIVERSITAS PENDIDIKAN GANESHA
2022

i
Kata Pengantar

Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang
telah memberikan rahmat-NYA, sehingga kami dapat menyelesaikan penulisan
makalah yang berjudul “Kependudukan dan Isu-Isu Keluarga Berencana”. Kami
menyadari sepenuhnya bahwa d a l a m p e n u l i s a n m a k a l a h i n i masih
banyak kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya.
Oleh karena itu, dengan kerendahan hati kami menerima segala saran dan kritik
dari pembaca agar kami dapat memperbaiki makalah ini agar kedepannya menjadi
lebih baik lagi.
Kami berharap semoga makalah ini dapat memberikan manfaat maupun
inspirasi terhadap pembaca. Sekiranya laporan yang telah disusun ini dapat
berguna bagi kami sendiri maupun orang lain yang membacanya.
Dalam penyusunan makalah ini, kami mohon maaf apabila terdapat kata
kami yang kurang berkenan. Atas perhatian diucapkan terima kasih.

1ii
DAFTAR ISI

LEMBAR JUDUL ........................................................................................... i


KATA PENGANTAR ..................................................................................... ii
DAFTAR ISI ................................................................................................... iii

BAB I PENDAHULUAN ....................................................................... 1


1.1 Latar Belakang ....................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah .................................................................. 2
1.3 Tujuan Penulisan ................................................................... 3

BAB II PEMBAHASAN .......................................................................... 4


2.1. Definisi Kependudukan (Demografi) .................................... 4
2.2. Komponen Kependudukan (Demografi) ............................... 4
2.3. Ruang Lingkup Kependudukan.............................................. 8
2.4. Aspek-aspek Analisis Demografi........................................... 11
2.5. Problematika Kependudukan.................................................. 13
2.6. Hubungan Kependudukan dan Keluarga Berencana.............. 18
2.7. Isu-isu Kependudukan dan Keluarga Berencana .………….. 19

BAB III PENUTUP .................................................................................... 37


3.1. Simpulan ................................................................................ 37
3.2. Saran ...................................................................................... 38

DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 39

i2ii
BAB I
PENDAHULUAN

I.1. Latar Belakang

Masalah kependudukan tidak hanya dilihat dari sisi demografi yang terfokus
pada aspek kuantitatif dan dipengaruhi oleh faktor pertumbuhan (kelahiran dan
migrasi), tetapi juga dilihat dari aspek hak-hak asasi manusia serta menampung
keperluan penduduk itu sendiri. Beberapa masalah kependudukan yang masih
menjadi fokus perhatian saat ini adalah tingginya pertumbuhan, jumlah, dan
persebaran penduduk. Pertumbuhan penduduk merupakan variabel penting dalam
pembangunan agar tercapai tujuan akhir dari peningkatan kualitas hidup generasi
sekarang dan mendatang.
Namun, harapan ini terkendala oleh permasalahan pertumbuhan penduduk
yang sangat cepat. Disamping itu, permasalahan ekonomi yang terbelenggu dalam
tatanan lingkungan ekonomi dunia juga menjadi kendala yang cenderung
merugikan. Oleh karena itu, hal yang perlu dilakukan diantaranya adalah
memfasilitasi transisi demografi melalui satu pola tingkat kelahiran, tingkat
kematian, dan tingkat pertumbuhan penduduk yang relatif rendah namun diiringi
dengan pertumbuhan ekonomi yang stabil. Program pengendalian penduduk
merupakan salah satu strategi dalam mensukseskan pembangunan di Indonesia.
Semakin besar jumlah penduduk, maka biaya pembangunan akan semakin tinggi,
misalnya untuk subsidi pangan, pendidikan, bahan bakar dan juga subsidi
kesehatan. Oleh karena itu pemerintah menggalakkan program KB (keluarga
berencana) untuk menekan laju pertumbuhan penduduk.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 52 Tahun 2009 tentang
Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga menyebutkan bahwa
yang dimaksudkan dengan “Keluarga Berencana” adalah upaya mengatur
kelahiran anak, jarak dan usia ideal melahirkan, serta mengatur kehamilan melalui
promosi, perlindungan, dan bantuan sesuai dengan hak reproduksi untuk
mewujudkan keluarga yang berkualitas. “Keluarga berkualitas” adalah keluarga
yang dibentuk berdasarkan perkawinan yang sah dan bercirikan sejahtera, sehat,
maju, mandiri, memiliki jumlah anak yang ideal, berwawasan ke depan,

1
bertanggung jawab, harmonis dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa.
Sedangkan yang dimaksud dengan “Pengaturan kehamilan” adalah upaya untuk
membantu pasangan suami istri untuk melahirkan pada usia yang ideal, memiliki
jumlah anak, dan mengatur jarak kelahiran anak yang ideal dengan menggunakan
cara, alat, dan obat kontrasepsi.
Hal lain yang dimuat di Undang-undang Kependudukan adalah masalah
kesehatan reproduksi. Kesehatan reproduksi adalah keadaan sehat secara
menyeluruh serta proses reproduksi. Kesehatan reproduksi dalam arti luas
meliputi seluruh proses, fungsi, dan sistem reproduksi pada seluruh tahapan
kehidupan manusia. Kesehatan reproduksi bukan hanya kondisi bebas dari
penyakit, melainkan bagaimana seseorang dapat memiliki kehidupan seksual yang
aman dan memuaskan baik sebelum menikah maupun sesudah menikah. Pola
pembangunan Indonesia dalam Pasal 33 UUD 1945 memberi arah pembangunan
ekonomi untuk menuju kesejahteraan sosial. Kata kunci pembangunan di
Indonesia adalah kualitas Sumber Daya Manusia (SDM).
Berdasarakan uraian di atas, masalah kependudukan ini penting untuk
mendapatkan perhatian dan pembahasan yang serius dari peminat dan ahli
kependudukan, baik di dunia maupun di Indonesia. Untuk itu kami mencoba
menulis sebuah makalah yang membahas tentang “Kependudukan dan Isu-Isu
Keluarga Berencana” dengan harapan pembaca ataupun masyarakat semakin
terbuka wawasannya terkait dengan isu kependudukan dan KB mengingat bahwa
program KB merupakan salah satu program pemerintah yang paling populer dan
kontroversial sepanjang masa.

I.2. Rumusan Masalah


1. Apa pengertian kependudukan?
2. Apa saja komponen-komponen yang berkaitan dengan kependudukan?
3. Apa saja ruang lingkup kependudukan?
4. Apa saja aspek-aspek analisis kependudukan?
5. Apa yang menjadi problematika kependudukan di Indonesia?
6. Bagaimana hubungan antara kependudukan dan Keluarga Berencana?
7. Bagaimana isu-isu kependudukan dan Keluarga Berencana di
Indonesia?

2
I.3. Tujuan Penulisan
1. Memahami pengertian kependudukan
2. Memahami komponen-komponen yang berkaitan dengan
kependudukan
3. Memahami ruang lingkup kependudukan
4. Memahami aspek-aspek analisis kependudukan
5. Memahami problematika kependudukan di Indonesia
6. Memahami hubungan antara kependudukan dan Keluarga Berencana
7. Memahami isu-isu kependudukan dan Keluarga Berencana di Indonesia

3
BAB II

PEMBAHASAN

2.1. Definisi Kependudukan (Demografi)


Kata Demografi berasal dari Bahasa Yunani yang dapat dilihat dari asal
katanya yaitu demos dan graphein. Demos dapat diartikan sebagai penduduk, dan
graphein berarti menulis. Dengan menggabungkan kedua makna dari kata-kata
tersebut maka dapat diartikan kata demografi berarti tulisan-tulisan atau karangan-
karangan tentang penduduk suatu negara atau suatu daerah. Jika diperhatikan
makna kata demografi tersebut, maka makna atau definisi tersebut belum jelas
arahnya mengingat ilmu-ilmu sosial lainnya seperti ilmu sosiologi, antropologi
sosial juga berbicara tentang penduduk atau berorientasi tentang penduduk atau
manusia. Kependudukan dapat diartikan sebagai segala hal yang berhubungan
dengan jumlah, umur, perkawinan, agama, jenis kelamin, kelahiran, kematian,
jenis kelamin, kualitas, mobilitas dan juga ketahanan yang berkaitan dengan
ekonomi, sosial, budaya, dan politik.

2.2. Komponen Kependudukan (Demografi)


Dari pengertian demografi yamg telah di jelaskan, dapat dikatakan bahwa
komponen-komponen yang berkaitan dengan demografi sebagai berikut.

1. Kelahiran (Fertilitas/Natalitas)
Fertilitas ini berhubungan dengan kelahiran penduduk yang menyangkut
jumlah bayi yang lahir hidup. Namun bisa juga, fertilitas diukur dari jumlah
anak per-pasangan. Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi fertilitas
adalah:
A. Faktor-faktor yang memengaruhi kemungkinan hubungan kelamin pada
usia reproduksi.
a) Umur memulai hubungan kelamin.
b) Selibat permanen, yaitu proporsi perempuan yang tidak pernah
mengadakan hubungan kelamin.
c) Lamanya masa reproduksi yang hilang karena: perceraian,
perpisahan, atau ditinggal pergi oleh suami; suami meninggal dunia.
d) Abstinensi sukarela

4
e) Abstinensi karena terpaksa (impotensi, sakit, berpisah sementara
yang tidak dapat dihindari).
f) Frekuensi hubungan seks (tidak termasuk abstinensi).
B. Faktor-faktor yang memengaruhi kemungkinan konsepsi
a) Kesuburan dan kemandulan biologis (fekunditas dan infekunditas)
yang disengaja.
b) Menggunakan atau tidak menggunakan alat-alat kontrasepsi baik
dengan cara kimiawi dan cara mekanis atau cara-cara lain.
c) Kesuburan atau kemandulan yang dipengaruhi oleh faktorfaktor
yang disengaja, misalnya sterilisasi.
C. Faktor-faktor yang memengaruhi selama kehamilan dan kelahiran
a) Kematian janin karena faktor-faktor yang tidak disengaja.
b) Kematian janin karena faktor-faktor yang disengaja.

Kesemua (11) variabel/indikator antara tersebut dapat berpengaruh


positif maupun negatif terhadap fertilitas atau kelahiran. Kondisi ini akan
berbeda antara satu masyarakat dengan masyarakat yang lainnya. Faktor
faktor sosial, ekonomi, dan budaya akan memengaruhi fertilitas/kelahiran
melalui variabel antara.
2. Kematian (Mortalitas)
Mortalitas berkaitan erat dengan tingkat kematian penduduk yang ada
pada suatu daerah/wilayah. Tidak semua kejadian kematian dicatat dalam
demografi, seperti : jumlah keguguran dan "still birth" tidak dihitung
sebagai suatu kematian. Tinggi rendahnya tingkat mortalitas di suatu
wilayah tidak hanya akan memengaruhi tingkat pertumbuhan penduduk
di suatu wilayah, namun juga menjadi sebuah barometer tentang
kesehatan dan kesejahteraan penduduk di wilayah yang bersangkutan.
Mortalitas atau kematian penduduk adalah salah satu dari variabel
demografi yang penting. Tinggi rendahnya tingkat mortalitas penduduk
di suatu daerah tidak hanya memengaruhi jumlah penduduk, tetapi juga
mencerminkan kualitas SDM yang ada ditempat tersebut, yang sekaligus
juga mencerminkan bagaimana kondisi ekonomi di wilayah tersebut.
Definisi mati adalah peristiwa menghilangnya semua tanda-tanda

5
kehidupan secara permanen yang dapat terjadi setiap saat setelah terjadi
kelahiran hidup. Jadi mati hanya dapat terjadi setelah terjadi kelahiran
hidup. Adapun sumber data Mortalitas yaitu sebagai berikut
penjelasannya.
1) Registrasi
Apabila sistem registrasi ini bekerja dengan baik, maka registrasi
merupakan sumber data kematian yang ideal. Dalam registrasi
kejadian kematian dilaporkan dan dicatat segera setelah peristiwa
kematian tersebut terjadi. Namun di Indonesia data hasil registrasi
penduduk masih jauh dari memuaskan (banyak peristiwa kematian
yang belum tercatat dan kualitas datanya rendah) atau
underestimate. Banyak data atau peristiwa yang menyangkut
peristiwa vital penduduk seperti kelahiran, kematian, maupun
migrasi penduduk tidak dilaporkan oleh penduduk ke tingkat yang
paling bawah misalnya lurah atau desa, sehingga jumlah yang
dilaporkan akan menjadi jauh lebih sedikit daripada yang
sebenarnya terjadi. Jika itu digunakan untuk menghitung peristiwa-
peristiwa demografi tertentu, maka nilainya akan rendah yang tidak
mencerminkan kondisi yang sebenarnya. Dengan demikian
pengambilan kebijakan atau pembuatan keputusan untuk program-
program tertentu jika menggunakan data yang berasal dari
registrasi penduduk akan menghasilkan informasi yang kurang
valid.
2) Sensus/survai
Selain data kematian atau mortalitas yang berasal dari data
registrasi penduduk, juga terdapat sumber data lainnya yang dapat
digunakan sebagai sumber untuk menghitung atau mengetahui
kondisi mortalitas penduduk. Dalam data Sensus Penduduk
meskipun dilakukan melalui sensus, namun data tentang mortalitas
dikumpulkan juga melalui survai atau sensus sampel yang hasilnya
diberlakukan terhadap seluruh populasinya. Tingkat mortalitas
yang dihitung berdasarkan data sensus penduduk adalah dengan

6
menggunakan indirect method atau metode tidak langsung dengan
menggunakan data rata-rata anak masih hidup dan rata-rata anak
yang dilahirkan hidup.
3) Rumah sakit.
4) Dinas pemakaman.
5) Kantor polisi lalu lintas, dan sebagainya.

Data kematian yang diperoleh dari hasil registrasi penduduk, dapat


digunakan secara langsung untuk menghitung ukuran-ukuran kematian,
seperti yang diminta oleh metode untuk menghitung pengukuran mortalitas.
Berbeda halnya dengan data yang bersumber dari hasil registrasi, data yang
berasal dari hasil sensus penduduk dan survai dapat digunakan untuk
menghitung ukuran-ukuran kematian dengan cara yang tidak langsung
(indirect method).
3. Perpindahan/Gerak Penduduk (Migrasi)
Migrasi merupakan perpindahan penduduk dari satu daerah/wilayah ke
daerah/wilayah yang lain, baik untuk sementara waktu atau untuk menetap
dalam waktu yang lama. Migrasi dapat dibedakan menjadi dua, yaitu
migrasi nasional yang merupakan perpindahan penduduk dari satu daerah ke
daerah lain dalam satu negara, dan migrasi internasional yang merupakan
perpindahan penduduk dari satu negara ke negara yang lain.
4. Mobilitas Sosial
Mobilitas sosial merupakan suatu perubahan atau pergeseran status
penduduk. Atau dapat dikatakan bahwa mobilitas sosial adalah perpindahan
posisi seseorang maupun kelompok dari lapisan masyarakat yang satu ke
lapisan masyarakat yang lain. Contohnya : seorang pegawai yang pensiun
atau beralih profesi.
5. Pernikahan
Pernikahan merupakan faktor yang memengaruhi jumlah dan perubahan
penduduk. Dengan bertambahnya angka pernikahan, maka akan berdampak
pada kenaikan tingkat fertilitas. Selain itu terdapat juga komponen-
komponen lain dari demografi, diantaranya adalah umur, gender,
pendidikan, pekerjaan, penghasilan, dan agama. Studi perkawinan dan

7
perceraian dalam demografi dicakup dalam kajian nuptiality. Nuptiality
berkaitan dengan frekuensi atau banyaknya perkawinan, karakter pelakunya
dan yang berhubungan dengan berakhirnya perkawinan, seperti
meninggalnya pasangan, perceraian, dan perpisahan. Perkawinan adalah
penyatuan legal antara 2 (dua) orang yang berlainan jenis kelamin sehingga
menimbulkan hak dan kewajiban akibat perkawinan. Perkawinan dapat
dilegalkan melalui hukum agama, sipil, maupun hukum lain yang diakui
seperti hukum adat atau kebiasaan (custom). Di negara maju ada jenis
perkawinan yang lain yang disebut hidup bersama (perkawinan secara de
facto), namun di Indonesia sedikit jumlahnya, yang umum adalah
perkawinan secara de-jure. Perkawinan secara de-jure dan de-facto tersebut
memengaruhi fertilitas. Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) membedakan
status perkawinan menjadi 5 (lima) katagori yaitu belum kawin,
kawin,cerai, janda, dan duda, sedangkan Badan Pusat Statistik (BPS) di
Indonesia membedakan status perkawinan menjadi 4 (empat) katagori yaitu:
1) Belum kawin yaitu penduduk Indonesia usia 10 tahun ke atas (16
tahun UU perkawinan) yang belum pernah menikah, termasuk
penduduk yang hidup selibat atau tidak pernah kawin.
2) Kawin, adalah mereka yang kawin secara hukum (adat, negara, dan
agama) dan mereka yang hidup bersama yang oleh masyarakat
sekelilingnya dianggap sebagai suami istri.
3) Cerai adalah mereka yang bercerai dari suami/istri dan belum
melakukan perkawinan ulang.
4) Janda atau duda adalah mereka yang suami atau istrinya meninggal
dan belum melakukan perkawinan ulang.

2.3. Ruang Lingkup Kependudukan


Dalam sejarah perkembangan demografi timbul masalah mengenai
pembagian cabang ilmu ini. Menurut Methorst dan Skirk (1937), masalah
penduduk dapat dibedakan menjadi masalah kuantitatif (demografi) dan masalah
kualitatif yang membahas penduduk dari segi genetis dan biologis. Gagasan ini
tidak mendapat dukungan. Jadi, walaupun demografi menggunakan banyak
hitungan (kuantitatif), tapi juga dapat bersifat kualitatif. Sedangkan, ilmu hayat

8
(biologi) itu sendiri pun tidak lepas dari usaha-usaha kuantitatif. Hal demikian
memberikan kesan kepada orang awam bahwa demografi hanyalah penyusunan
statistik penduduk, padahal tidak sepenuhnya demikian. Ini memang bisa
dimengerti oleh karena pelopor-pelopor ilmu demografi, seperti Suszmilch,
Guillard dan Wolfe, menganggap demografi sebagai semacam “Tata buku. Bio-
sosial” atau “Bio-social book keeping”. Jadi memang angka-angka itu penting,
tetapi angka-angka tersebut harus dinyatakan hubungan-hubungannya, setelah itu
baru bisa dinamakan ilmu demografi.
Pada tahun 1937 di Paris selama kongres kependudukan berlangsung,
Adolphe Laundry telah membuktikan secara matematika adanya hubungan antara
unsur-unsur demografi, seperti kelahiran, kematian, jenis kelamin, umur, dan
sebagainya. Ia menyarankan penggunaan istilah Pure Demography untuk cabang
ilmu demografi yang bersifat analitik-matematika dan berbeda dari ilmu
demografi yang bersifat deskriptif. Karya ini lantas mendapat sambutan positif
dari berbagai pihak. Pure Demography (Demografi murni) atau juga disebut
demografi formal menghasilkan teknik-teknik untuk menghitung data
kependudukan. Dengan teknik-teknik tersebut, kita dapat memperoleh perkiraan
penduduk di masa yang akan datang maupun masa lampau. Teknik-teknik ini
sering kelihatan menakjubkan dan mempunyai kegunaan besar, tetapi teknik-
teknik tersebut jarang menyajikan jawaban dari pertanyaan-pertanyaan sosial
tentang “mengapa” bentuk atau proses peristiwa kependudukan terjadi. Untuk
menjawab pertanyaan “mengapa” tersebut, kita memerlukan ilmu lain yang biasa
disebut dengan Sociological Demography, Population Studies, Demographic
Sociology atau Studi Kependudukan. Ilmu ini merupakan penghubung antara
penduduk dan sistem sosial, dengan harapan dapat memecahkan pertanyaan dasar
bagaimana kita memberi pengertian kepada orang awam melalui proses analisis
kependudukan. Jadi, dapat dikatakan pula bahwa Demografi murni dan Studi
Kependudukan saling melengkapi di mana Studi Kependudukan menjadi dasar
teori dari analisis yang dilakukan dengan menggunakan Demografi Murni dan
Demografi Murni memperkuat teori yang ada dalam Studi Kependudukan secara
ilmiah melalui proses kuantitatif (statistik & matematik). a) Kuantitatif dan
Kualitatif Dalam metode penelitian kuantitatif, masalah yang diteliti lebih umum

9
memiliki wilayah yang luas, tingkat variasi yang kompleks. Penelitian kuantitatif
lebih sistematis, terencana, terstruktur, jelas dari awal hingga akhir penelitian.
Sedangkan dalam metode penelitian kualitatif dilakukan pada kondisi alamiah dan
bersifat penemuan. Dalam penelitian kualitatif, peneliti sebagai instrumen pokok.
Oleh karena hal itu, peneliti harus memiliki bekal teori dan wawasan yang luas
agar dapat melakukan wawancara secara langsung terhadap responden,
menganalisis, dan mengkontruksikan obyek yang diteliti agar lebih jelas.
Penelitian ini lebih menekankan pada makna dan terikat nilai.

1) Kuantitatif Metode
Penelitian kuantitatif merupakan salah satu jenis penelitian yang
spesifikasinya adalah sistematis, terencana, dan terstruktur dengan jelas
sejak awal hingga pembuatan desain penelitiannya. Definisi lain
menyebutkan penelitian kuantitatif adalah penelitian yang banyak menuntut
penggunaan angka, mulai dari pengumpulan data, penafsiran terhadap data
tersebut, serta penampilan dari hasilnya. Demikian pula pada tahap
kesimpulan penelitian akan lebih baik bila disertai dengan gambar, table,
grafik, atau tampilan lainnya. Teknik pengambilan sampel pada umumnya
dilakukan secara random, pengumpulan data menggunakan instrumen
penelitian, analisis data bersifat kuantitatif/statistik dengan tujuan untuk
menguji hipotesis yang telah ditetapkan (Sugiyono, 2012: 7). Metode
kuantitatif dinamakan metode tradisional, karena metode ini sudah cukup
lama digunakan sehingga sudah mentradisi sebagai metode untuk penelitian.

2) Kualitatif Metode
Penelitian kualitatif merupakan metode baru karena popularitasnya belum
lama, metode ini juga dinamakan postpositivistik karena berlandaskan pada
filsafat post positifisme, serta sebagai metode artistic karena proses
penelitian lebih bersifat seni (kurang terpola), dan disebut metode
interpretive karena data hasil peneletian lebih berkenaan dengan
interprestasi terhadap data yang ditemukan di lapangan. Metode penelitian
kualitatif sering di sebut metode penelitian naturalistik karena penelitianya
di lakukan pada kondisi yang alamiah (natural setting), disebut juga metode
etnographi, karena pada awalnya metode ini lebih banyak di gunakan untuk

10
penelitian bidang antropologi budaya. Beberapa metodologi seperti Kirk dan
Miller (1986), mendefinisikan metode kualitatif sebagai tradisi tertentu
dalam ilmu pengetahuan sosial yang secara fundamental bergantung pada
pengamatan terhadap manusia dalam kawasanya sendiri dan berhubungan
dengan orang-orang tersebut dalam bahasanya dan dalam peristilahanya.

2.4. Aspek-Aspek Analisis Demografi


Demografi mencakup beberapa aspek diantaranya sebagai berikut.
1) Populasi Penduduk
Pada dasarnya demografi merupakan studi tentang populasi penduduk.
Mempelajari populasi penduduk berarti akan berurusan dengan aspek kuantitas
atau jumlah penduduk. Setiap negara memiliki kebijakan tersendiri mengenai
perhitungan jumlah penduduk. Di Indonesia perhitungan jumlah penduduk
dilaksanakan setiap sepuluh tahun sekali. Data jumlah penduduk ini nantinya akan
dianalisa oleh pemerintah untuk menentukan arah kebijakan kependudukan di
masa depan.

2) Pengelompokan Penduduk
Pengelompokan penduduk merupakan upaya pemilahan/ komposisi penduduk
berdasarkan variabel-variabel tertentu misalkan usia, jenis kelamin, status
perkawinan, agama, kasta dan lainnya.

3) Distribusi Penduduk
Distribusi penduduk pada dasarnya berkaitan dengan aspek geografi atau wilayah
tempat bermukimnya suatu penduduk. Perhitungan distribusi penduduk mencakup
kepadatan penduduk dan persentase penduduk per wilayah. Faktor yang
mepengaruhi distribusi populasi penduduk antara lain keadaan geografis,
ekonomi, sosial dan politik. Mengapa sekarang banyak terjadi urbanisasi?
Mengapa penduduk banyak bermukim di daerah dataran rendah? Hal tersebut
dapat terjadi karena berbagai faktor. Berbicara distribusi penduduk berarti akan
berkaitan pula dengan pola pemukiman penduduk tersebut.

4) Kelahiran
Salah satu aspek penting dari demografi adalah kelahiran. Beberapa hal yang
berkaitan dengan kelahiran antara lain angka kelahiran, kontrasepsi, angka

11
perkawinan dan angka harapan hidup bayi. Tingkat kelahiran yang sangat tinggi
tanpa diimbangi dengan peningkatan taraf ekonomi akan berdampak pada
kesejahteraan penduduk itu sendiri.

5) Kematian
Kematian dapat diukur dengan angka kematian kasar dan angka kematian bayi.
Kematian penduduk dapat terjadi karena berbagai faktor seperti penyakit,
kecelakaan, perang atau pembunuhan. Angka kematian di wilayah negara maju
dan berkembang dapat berbeda karena berbagai faktor.

6) Migrasi
Migrasi merupakan perpindahan penduduk dalam arti melewati batas teritorial
wilayah. Migrasi dapat bersifat internal maupun eksternal. Ahli demografi dapat
menganalisa penyebaran migrasi penduduk, rata-rata usia migrasi hingga faktor
pendukungnya. Migrasi dapat terjadi salah satunya akibat dorongan ekonomi.

7) Tenaga Kerja
Tenaga kerja merupakan salah satu bagai dari kependudukan karena pada
dasarnya manusia memiliki profesi tertentu dalam menjalankan kehidupannya.
Ahli demografi dapat menganalisa tingkat partisipasi kerja penduduk, angka
pengangguran sampai tingkat rata-rata pendapatan penduduk. Dengan memantau
perkembangan kaum pekerja maka akan diketahui perkembangan suatu negara.

8) Kelembagaan Penduduk
Kelembagaan penduduk berkaitan dengan keluarga dan pernikahan. Studi tentang
kelembagaan penduduk meliputi status pernikahan, rata-rata usia pernikahan per
area dan faktor perceraian.

9) Kebijakan Penduduk
Kebijakan kependudukan sangat erat dengan peran pemerintah sebagai pemangku
kebijakan. Pertumbuhan penduduk yang cepat di negara berkembang seperti
Indonesia akan memicu lahirnya kebijakan-kebijakan seperti pembatasan
kelahiran, batasan umur perkawinan dan pemerataan penduduk per wilayah.
Kebijakan kependudukan akan berbeda tiap negara karena masalah penduduk
yang dialami negara-negara relatif berbeda sehingga memerlukan penanganan
yang berbeda.

12
2.5. Problematika Kependudukan

Perkembangan masalah kependudukan di Indonesia dalam kaitannya dengan


peningkatan bilangan/ nominal/ jumlah penduduk dapat dilihat dari pertumbuhan
penduduk yang cenderung tinggi. Berikut adalah problematika kependudukan di
Indonesia:
1. Angka Kelahiran
Setiap manusia memegang kunci utama dalam masaah bertambahnya
populasi di dunia. Semakin kurangnya pengendalian dalam laju pertumbuhan
maka akan semakin terjadi ledakan populasi disuatu negara tersebut. Jika ledakan
populasi tidak di dukung oleh sarana dan prasarana yang memadai maka
resikonya akan terjadinya kehidupan yang kurang cukup. Untuk mengatasi
permasalahan tersebut, dalam suatu negara harus mempunyai program atau
strategi yang bisa mengatasi ledakan populasi yang tinggi. Selain itu, negara juga
harus bisa membuat sarana dan prasarana dalam membantu pertumbuhan
masyarakatnya. Pengendalian penduduk merupakan suatu program mencegah
pertumbuhan penduduk dengan mengurangi angka kelahiran yang mempunyai
tujuan untuk menciptakan suatu pengaruh baik dalam pertumbuhan penduduk
(Hermawan, 2021).
Angka kelahiran dari seluruh wilayah Indonesia kini mencapai angka rata-
rata 2,45 pada tahun 2020. Indonesia dengan adanya program Keluarga Berenca
(KB) pada awal pembentuka pada tahun 1970 sukses menurunkan angka kelahiran
dari total angka rata-rata 5,7 pada tahun 1960 menjadi 2,45 pada tahun 2020.
Akan tetapi angka pada tahun 2020 belum sesuai yang diharapkan pemerintah
Indonesia yang mempunyai target angka kelahiran 2,1 anak perkeluarga (William,
2020). Dari pencapaian tersebut tingginya angka kelahiran yang ada di Indonesia
disebabkan oleh rendahnya pemahaman atau program keluarga berencana yang
diselenggarakan oleh negara.
Negara Indonesia merupakan salah satu negara yang mempunyai
penduduk yang padat. Dari data 2021 negara Indonesia menempati posisi ke
empat dalam negara yang mempunyai jumlah penduduk terbanyak didunia dengan
angka 277.858.332 orang. Indonesia menempati posisi ke empat dari negara
sebelumnya yang menempati posisi pertama hingga ketiga yaitu negara China,

13
India, dan Amerika Serikat. Dari angka jumlah penduduk, semakin tambah
banyaknya jumlah penduduk maka akan ada tantangan ataupun masalah yang
harus diperhatikan dalam setiap negara. Dilihat dari segi bidang, tantangan dan
masalah yang muncul meliputi sebagai berikut:
a. Ekonomi
Setiap manusia selalu ingin bisa mencukupi kebutuhannya agar
dapat menciptakan kelangsungan hidup yang layak. Dalam bidang
ekonomi tentunya akan menjadi permasalahan yang pertama dengan
adanya jumlah penduduk yang semakin bertambah. Dengan diperkirakan
jumlah penduduk yang semakin bertambah maka secara langsung
kebutuhan untuk setiap individu akan semakin bertambah juga. Hal ini
akan menjadikan suatu kebutuhan mengalami kelangkaan yang disebabkan
bertambahnya penduduk jika tidak diatur secara efisien. Oleh karena itu,
dalam memenuhi kebutuhan harus bisa mempunyai sifat yang adil agar
kebutuhan bisa tercapai secara menyeluruh pada masyarakat dan disetiap
orang harus mempunyai ide produktifitas agar dapat menciptakan suatu
kebutuhannya sendiri maupun untuk kebutuhan orang banyak. Upaya
pemerintah dalam menaikkan pendapatan antara lain:
1) Meningkatkan pengolahan dan pengelolaan sumber daya alam
yang ada.
2) Meningkatkan kemampuan bidang teknologi agar mampu
mengolah sendiri sumber daya alam yang dimiliki Indonesia.
3) Memperkecil pertambahan penduduk.
4) Memperbanyak hasil produksi baik produksi pertanian,
pertambangan, perindustrian, perdagangan maupun fasilitas
jasa (pelayanan).
5) Memperluas lapangan kerja agar jumlah pengangguran tiap
tahun selalu berkurang.
b. Pendidikan
Pendidikan adalah suatu sarana dalam membangun karakter
manusia dalam mengembangkan potensi atau kemampuan melalui belajar
yang yang ditempuh selama menuntut ilmu. Setiap manusia mempunyai

14
hak dalam memperoleh Pendidikan yang diinginkannya. Melalui
Pendidikan dapat menciptakan sumber daya manusia yang mempunyai
kualitas dan mampu menciptakan suatu kecerdasan bagi setiap orang serta
menjadikan bangsa yang maju. Pentingnya Pendidikan dalam suatu negara
harus diperhatikan, karena kunci majunya suatu negara adalah terlihat dari
generasi muda yang sebagai generasi penerus yang mampu bersaing
dengan kemajuan keahlian dan pengetahuannya (Fitri, 2021).
Dalam dunia pendidikan juga tidak terlepas dari biaya. Semakin
tinggi jenjang pendidikan maka akan semakin tinggi juga biaya tersebut.
Dari mulai tingkat TK (taman kanak-kanak) sampai jenjang perguruan
tinggi. Setiap orang tidak mudah dalam mencapai jenjang pendidikan
tersebut. Dengan keterbatasan biaya beberapa orang ada yang tidak bisa
bersekolah ataupun tidak bisa melanjutkan pada jenjang pendidikan yang
lebih tinggi. Untuk masalah lainnya di Indonesia, setiap sekolah yang
mempunyai status sekolah yang bermutu atau sekolah yang terbaik dan
ternama, maka akan tambah tinggi dari segi biaya. Hal ini berbeda dengan
negara Jerman, Belanda, Perancis dan di beberapa negara berkembang
lainnya. Di negara-negara tersebut banyak sekolah yang terbaik atau
bermutu tapi memiliki biaya yang terjangkau oleh masyarakatnya
(Agustang, dkk, 2021). Oleh karena itu perlu adanya pemerintah Indonesia
untuk menciptakan suatu program yang bisa meringankan dalam biaya
pendidikan.
Untuk mengatasi masalah biaya pendidikan tersebut pemerintaah
berusaha mengeluarkan batuan berupa beasiswa untuk anak-anak yang
mempunyai keterbatasa dalam masalah biaya sekolah. Dengan tingginya
jumlah penduduk maka secara otomais pemerintah di Indonesia akan
menaikkan jumlah bantuan beasiswa mmaupun sarana prasarana seperti
sekolah harus bisa merata disetiap wilayah penduduk. Oleh karena itu
perlu adanya penegendalian dalam laju pertumbuhan penduduk.

2. Persebaran Penduduk Tidak Merata


Masalah selanjutnya adalah kepadatan penduduk. Dari data yang
dikeluarkan Badan Pusat Statistik (BPS) kepadatan penduduk di dataran Indonesia

15
sebesar 1,9 juta Km² dengan demikian setiap per Km² dihuni sekitar 141 orang
atau jiwa (BPS, 2021). Dengan kata kepadatan, bahwa pemerintah harus bisa
mengatur pertumbuhan ekonomi di seluruh wilayah negaranya agar pertumbuhan
ekonomi tidak monoton berkembang pada satu atau dua pada suatu wilayah.
Perkembangan ekonomi haruslah merata agar semua masyarakat tidak terjadinya
migrasi atau merantau ke kota-kota besar untuk mencari pekerjaan. Di Indonesia
sendiri dalam pemerataan pertumbuhan ekonomi masih belum bisa dikatakan
merata sempurna. Banyak sekali pemuda dari desa yang bermigrasi atau merantau
ke kota-kota besar dengan tujuan mencari pekerjaan. Bahkan ada yang sampai
pindah atau bermigrasi dan menetap di kota-kota besar. Hal ini dapat menjadikan
kota-kota besar penduduknya semakin padat. Dan semakin banyaknya penduduk
di kota-kota besar daya persaingan maka akan tambah semakin besar. Maka yang
akan diunggulkan atau yang bisa bersaing orang yang mempunyai tingkat
pendidikan yang tinggi ataupun orang yang mempunyai kehlian dibidang tertentu.
Dengan demikian, berpindahnya penduduk desa ke kota maka akan berkurangnya
penduduk yang ada di desa atau kampung.
Menurut pendapat Edwart dan Azhar (2019) menyatakan dengan
kepadatan penduduk pada suatu wilayah maka akan menjadi pemicu adanya
kriminalitas yang disebabkan oleh permasalahan ekonomi yang padat,
permasalahan kesejahteraan kebutuhan pangan yang kurang, hal tersebut akan
menjadi pemicu adanya tindakan kriminalitas. Oleh karena itu, dalam mengatasi
masalah kepadatan penduduk, pemerintah harus bisa menciptakan pemerataan
dalam pertumbuhan ekonomi. Pemerataan ekonomi bisa dilakukan dengan cara
membuat atau menciptakan lapangan pekerjaan didaerah daerah perdesaan dengan
menyebarkan perusahaan besar di setiap daerah, membangun sarana dan prasarana
yang merata seperti sekolah, jalan dan lain-lain.

3. Rendahnya Usia Perkawinan


Terdapat beberapa faktor yang berpengaruh terhadap perkawinan pertama
pada perempuan diantaranya adalah faktor sosial, ekonomi, dan budaya. Diantara
beberapa factor tersebut, factor ekonomi yang paling dominan terhadap
perkawinan pertama pada perempuan. Rendahnya tingkat kemampuan ekonomi
keluarga akan mendorong para orang tua untuk menikah walaupun masih berumur

16
muda. Sementara itu, dari segi budaya umumnya terjadi karena adanya pemikiran
seperti takut anaknya menjadi perawan tua dan kebanggaan apabila anaknya cepat
dilamar dan juga ingin mengurangi beban (tanggung jawab) (BKKBN, 2011).
Salah satu program kependudukan yang dapat mengendalikan jumlah penduduk
dan langsung sasarannya terhadap perkawinan pada perempuan adalah program
Pendewasaan Usia Perkawinan (PUP). Program PUP ini adalah upaya untuk
meningkatkan usia perkawinan pertama, sehingga mencapai usian minimal pada
saat perkawinan adalah usia 20 tahun bagi Wanita dan 25 tahun bagi pria. Program
ini bisa terlaksana dengan baik apabila semua pihak yang terkait mendukung.

4. Kesehatan Anak dan Pertumbuhan Gizi Anak


Tantangan selanjutnya yaitu mengenai menciptakan pertumbuhan gizi
anak yang baik. Dalam pertumbuhan yang baik maka harus adanya makanan yang
sehat dan makanan yang sesuai dengan kriteria makanan yang bergizi. Dalam
masalah gizi merupakan suatu hal yang penting untuk di perhatikan dan diberikan
kepada masa anak-anak. Masa anak-anak adalah masa dimana pertumbuhan fisik,
kecerdasan, talenta dan lain-lain berkembang sangat cepat hal ini disebut masa
pertumbuhan. Dalam masa pertumbuhan perlu adanya makan-makanan yang
bergizi dan sehat agar dapat mendukung pertumbuhan anak yang baik. Faktor gizi
harus bener-bener diperatikan dalam masalah mewujudkan penerus bangsa yang
mempunyai kualitas perkembangan anak yang baik. Guna menjadikan penerus
generasi yang bisa menjadikan negara menjadi lebih maju dan lebih baik. Asupan
gizi juga bermanfaat pada perkembangan fikiran, perkembangan kecerdasan otak,
mendukung kemampuan anak dalam belajar, dan menjadikan anak yang
mempunyai pemikran produktifitas yang baik. Gizi yang baik dapat diperoleh
dengan makan makanan yang kaya nutrisi dan makan sebanyak tiga kali sehari
dengan setengah sedang untuk satu porsinnya serta pada usia balita juga
mengonsumsi susu setiap hari (Yani & Rachmawati, 2020).
Kementerian dibidang kesehatan Indonesia menyatakan bahwa dalam
upaya menciptakan gizi yang baik pada anak-anak harus didampingi suatu
komitmen yang benar-benar harus dilaksanakan dan didukung baik dari tingkat
kelembagaan atau kementerian, perguruan tinggi, masyarakat sipil, organisasi dan
masyarakat secara menyeluruh juga harus berpartisipasi dalam memperhatikan

17
gizi pada anak-anak. Selain status gizi, juga harus diperhatikan dalam masalah
kesehatan perkembangan ibu saat sebelum hamil, kemudian saat kehamilan,
sampai melahirkan, hingga sampai proses menyusui. Dalam hal ini untuk ibu-ibu
perlu memperhatikan pola makan yang sehat dan berat badan seorang ibu yang
harus ideal dan lain sebagainya.

2.6. Hubungan Kependudukan dan Keluarga Berencana


Undang-undang No. 87 Tahun 2014 menyatakan bahwa Kependudukan
merupakan berbagai hal yang berkaitan dengan jumlah, struktur, umur, jenis
kelamin, agama, kelahiran, perkawinan, kehamilan, kematian, persebaran,
mobilitas dan kualitas serta ketahanannya yang menyangkut politik, ekonomi,
sosial dan budaya. Sedangkan Keluarga berencana adalah perencanaan kehamilan,
sehingga kehamilan terjadi pada waktu seperti yang diinginkan, jarak antara
kelahiran diperpanjang dan untuk membina kesehatan yang sebaik-baiknya bagi
seluruh anggota keluarga, apabila jumlah anggota keluarga telah mencapai jumlah
yang dikehendaki. (Al-Fauzi, 2017)
Hubungan antara kependudukan dan keluarga berencana bisa dilihat dari
salah satu contoh fenomena berikut ini yaitu bahwa Badan Kependudukan dan
Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) memperkirakan jumlah penduduk
Indonesia pada tahun 2011 telah bertambah menjadi 241 juta jiwa lebih. Jika laju
pertumbuhan tidak ditekan maka jumlah penduduk di Indonesia pada 2045 bisa
menjadi sekitar 450 juta jiwa, ini berarti satu dari 20 penduduk dunia adalah orang
Indonesia. (Yusuf. M, 2017) Jumlah penduduk merupakan masalah yang serius,
tidak hanya bagi negara-negara yang sedang berkembang seperti Indonesia tetapi
juga bagi negara-negara maju. Masalah kependudukan telah menjadi masalah
yang besar bagi dunia secara keseluruhan karena menyangkut banyak aspek
terutama pada aspek jumlah dan kualitas. Pertambahan jumlah penduduk yang
tanpa kendali dapat menimbulkan masalah sosial dan ekonomi dengan segala
akibatnya. Masalah sosial tersebut antara lain adalah semakin besarnya kebutuhan
akan fasilitas pendidikan, kesehatan, perumahan, dan sebagainya. Dalam
mengatasi masalah ini maka memasyarakatkan program Keluarga Berencana
(KB) kepada seluruh lapisan masyarakat adalah suatu langkah yang cukup efektif
dalam menghambat tingginya laju pertumbuhan kelahiran dan pemerintah telah

18
melakukan berbagai kebijakan di antaranya melalui pendidikan, baik pendidikan
formal maupun nonformal. Melalui pendidikan nonformal dilakukan berbagai
bentuk kegiatan langsung kepada masyarakat melalui media massa, penataran-
penataran, dan lain-lain. (Yusuf. M, 2017)
Dari contoh fenomena diatas dan dari pengertian badan yang menangani
mengenai hal tersebut di Indonesia yaitu Badan Kependudukan dan Keluarga
Berencana Nasional (disingkat BKKBN) itu sendiri dapat diketahui hubungan
antara keluarga berencana dan kependudukan adalah saling melengkapi satu sama
lain dalam mensukseskan dan melaksanakan tugas di bidang pengendalian
penduduk dan penyelenggaraan keluarga. Jika intensitas kependudukan naik dan
diiringi dengan intensitas yang mengikuti program keluarga berencana naik juga
maka tingkat atau laju pertumbuhan kelahiran akan terkontrol.

2.7. Isu-isu Kependudukan dan Keluarga Berencana


1) Isu Kependudukan dan Keluarga Berencana
Masalah kependudukan dan Keluarga Berencana (KB) di Indonesia semakin
hari bukan semakin sederhana namun justru semakin rumit. Kepala Badan
Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), Dr. (HC) dr. Hasto
Wardoyo, Sp.OG (K) juga mengamini, bahwa permasalahan kependudukan dan
KB di negara kita sudah tersusun kompleks dan telah menjadi isu nasional yang
harus dicarikan solusinya. Berikut ini 6 (enam) isu kependudukan dan KB yang
dimaksud: 
Pertama, Kualitas Sumber Daya Manusia (SDM). Sekitar 30 persen SDM
yang ada di Indonesia memiliki kualitas di bawah standar. Ketidaksiapan
pasangan saat menikah menimbulkan banyak risiko kesehatan terhadap ibu dan
bayi yang dilahirkan. Ketidaksiapan ini menurunkan kemampuan pasangan muda
untuk menghasilkan generasi baru yang berkualitas.
Kedua, Menikah Usia Muda. Satu dari sembilan anak perempuan berusia
20-24 tahun sudah menikah sebelum mencapai usia 18 tahun. Saat ini, ada 1,2 juta
kasus perkawinan anak yang menempatkan Indonesia di urutan ke-8 di dunia dari
segi angka perkawinan anak secara global. Banyak di antara mereka tidak paham
tentang masalah bagaimana mengatur jarak aman kelahiran agar anak bisa lahir
dengan sehat dan tidak kerdil (gagal tumbuh).

19
Ketiga, Melahirkan Usia Muda. Setiap tahunnya, banyak sekali bayi yang
dilahirkan oleh orang-orang yang masih berusia sekitar 15 hingga 19
tahun. Jumlahnya mencapai setengah juta orang. Bayi-bayi yang lahir dari ibu
yang masih sangat muda itu berpotensi lahir dengan ukuran di bawah standar
sekitar 10 persen dan prematur (sebelum waktunya) mencapai 20
persen. Sementara, kita semua telah memahami bahwa perempuan sebaiknya tidak
menikah di bawah usia 21 tahun adalah karena reproduksi organ belum siap, bisa
menyebabkan hamil tak sehat, mengalami pendarahan, serta kanker mulut rahim
setelah berhubungan.
Keempat, Minim Pengetahuan dan Edukasi Tumbuh Kembang
Anak. Hingga saat ini kesadaran untuk mempersiapkan 1.000 hari pertama
kehidupan bayi belum sesuai harapan. Sementara, kecukupan asupan nutrisi dan
gizi pada rentang usia tersebut menjadi kunci agar bayi yang dilahirkan menjadi
generasi baru yang unggul dan berkualitas. Anak yang tidak cukup mendapat
asupan gizi dan nutrisi bisa mengalami gizi buruk dan memicu stunting.  
Kelima, Kurangnya Perencanaan Keluarga. Remaja saat ini perlu diajak
memahami pentingnya lima tahapan kehidupan yakni, melaksanakan pola hidup
sehat dengan makan-makanan bergizi, meraih cita-cita melalui pendidikan yang
baik, memiliki karir atau pekerjaan baik laki-laki maupun perempuan, menjadi
anggota masyarakat, dan berkeluarga. Ini menjadi jalan mempersiapkan remaja
agar siap menjadi orangtua pada waktunya. Ada delapan fungsi keluarga yang
semuanya dapat tercakup ke dalam prinsip asah, asih, dan asuh demi mewujudkan
ketahanan keluarga. Keluarga harus asah, yakni, mengasah kemampuan
sosialisasi, menerapkan nilai agama dan juga kepekaan lingkungan; asih yakni
fungsi cinta kasih dan reproduksi; asuh yakni fungsi ekonomi dan
perlindungan. Sehingga dapat menciptakan keluarga berkualitas dengan ukuran
tiga dimensi yakni tenteram, mandiri dan bahagia.
 Keenam, Ledakan Kelahiran Pasca Pandemi. Dengan laju pertumbuhan
1,25% saat ini, penduduk bertambah 3,2 juta orang setiap tahun. Pertambahan
jumlah penduduk itu sebanyak satu negara Singapura. Salah satu cara
meredamnya ialah dengan menggelorakan kembali program Bangga Kencana. Di
mana perlu dibangun Kampung KB. Namun program Bangga Kencana terancam

20
gagal selama masa pandemi Covid-19. Buktinya, ada 17,5 persen angka
kehamilan yang belum atau tidak dikehendaki jika dibandingkan dengan kondidi
sebelum pandemi. Untuk itu, patut diantisipasi adanya ledakan kelahiran anak
yang bisa membuat penambahan jumlah penduduk Indonesia sembilan bulan
mendatang melebihi 3,2 juta jiwa.
Penduduk merupakan salah satu objek kajian yang dipelajari dalam ilmu
geografi. Cabang ilmu geografi yang mempelajari tentang penduduk adalah
geografi manusia, sedangkan ilmu yang mempelajari tentang kependudukan
disebut demografi. Penduduk mempunyai peranan penting dalam pembangunan
suatu daerah. Semakin banyak jumlah penduduk maka dapat dikatakan bahwa
semakin banyak pula potensi-potensi yang dapat dikembangkan ataupun yang
dapat digunakan untuk pembangunan wilayah. Karena sumber daya manusia
merupakan komponen pembangunan yang penting disamping sumber daya alam
dan teknologi (Mantra, 2003).
Menurut UU No.25 Tahun 2000 tentang Propenas bahwa usaha
pembangunan kesejahteraan sosial antara lain dilaksanakan melalui program
keluarga berencana (KB) yang di harapkan dapat lebih mengendalikan jumlah
penduduk, menekan angka kelahiran, serta menurunnya angka pertumbuhan
penduduk. Selain itu penyebaran penduduk yang tidak seimbang juga
menyebabkan pemamfaatan sumber daya alam  yang tidak seimbang.
Namun pada kenyataannya, pertumbuhan penduduk seringkali lebih banyak
membawa masalah daripada solusi untuk pembangunan. Banyak daerah daerha di
indonesia yang memiliki jumlah penduduk yang tinggi dan terkadang memiliki
banyak masalah sosial yang muncul diakibatkan dari pertumbuhan penduduk.
Selanjutunya di daerah perkotaan yang identik dengan jumlah penduduk yang
tinggi juga ketersediaan lahan yang terbatas memiliki banyak masalah sosial.
Permasalahan yang muncul seringkali menyebabkan pemerintah berkerja lebih
keras untuk menindak lanjut pertumbuhan penduduk dan sebagai humas
pemerintah dalam membentuk kebijakan perencanaan wilayah sebagai upaya
penyelesaian permasalahan yang ada.

21
2) Isu global dalam kependudukan 
Kependudukan adalah hal yang penting dan utama dalam pembangunan,
dalam hal ini kualitas penduduk perlu di tingkatkan lagi dengan mewujudkan
keluarga kecil yang berkualitas. Karena dimana kependudukan yang bertambah
besar dikarenakan banyaknya tingkat kelahiran yang tinggi dapat memberikan
dampak berbagai aspek dalam kehidupan. Dalam hal ini untuk membatasi tingkat
kelahiran dan pertumbuhan penduduk dilakukan program keluarga berencana
(KB) supaya penyebaran penduduk di setiap daerah merata. Kelahiran adalah
salah satu faktor dari bertambahnya penduduk, karena setiap bayi yang lahir hidup
merupakan penambah jumlah penduduk.
Tidak hanya pesatnya tingkat kelahiran, imigrasi juga menyebabkan faktor
dari kepadatan penduduk. Dimana perpindahan penduduk contohnya seperti
penduduk daerah A pindah atau merantau ke daerah B dikarenakan adanya
lowongan pekerjaan atau keperluan lainnya maka daerah B tentu saja mengalami
pertambahan penduduk. Hal ini bisa terjadi karena adanya interaksi atau
terjadinya kontak atau hubungan antara dua wilayah atau lebih.
Manusia adalah makhluk sosial yang hidup berkelompok, karena ini
terjadilah sebuah kontak interaksi antara satu dan lainnya. Tanpa kita sadari kita
sudah melakukan interaksi dengan keluarga, hal tersebut merupakan contoh dari
interaksi kecil yang kita lakukan di kehidupan bersosial ini. Dengan seiring
perkembangannya manusia melakukan interaksi yang lebih besar dengan
masyarakat sekitar.
Seperti yang kita ketahui di negara kita masih banyak jumlah kemiskinan di
setiap daerahnya. Maka dari itu hal itulah dengan adanya tingkat penduduk yang
tinggi akan memberikan dampak angka ketergantungan rasio. Banyak wilayah
yang ada di indonesia mempunyai jumlah penduduk tinggi dan mempunyai
masalah sosial yang mengakibatkan tidak seimbang dari pertumbuhan penduduk.
Terlebih lebih lagi yang berada di pemukiman yang padat penduduk seperti kota
kota besar dan kurangnya lahan yang tersedia. Dan permasalah yang ada di
perkotaan seperti kemiskinan, banyaknya pengangguran, adanya pemukiman
kumuh, gelandangan, dan sangat memungkinkan tingginya tingkat kriminal.

22
Apalagi dengan kondisi sekarang ini meningkatnya angka kelahiran dan
kematian, serta menurunnya kondisi perekonomian di masa pandemi covid-19 ini.
Semakin sulit untuk mendapatkan pekerjaan, banyaknya orang yang tidak mampu
untuk menghidupi kebutuhannya sehari-hari.
Pendidikan kependudukan merupakan upaya untuk membantu masyarakat
supaya memiliki pengetahuan dan pemahaman terhadap kondisi perkembangan
kependudukan seperti diantaranya kelahiran, kematian, perpindahan,
perekonomian dan lingkungan hidup bermasyarakat. Sehingga bisa mempunyai
perilaku tanggung jawab dan perduli dengan kualitas hidup untuk generasi
mendatang.
3) Isu global Keluarga Berencana
Dalam undang-undang no 16 tahun 2019 tentang perkawinan sudah
dibenarkan mengenai batas usia minimal menikah bagi laki-laki dan perempuan
pada usia 19 tahun. Namun tidak bisa di pungkiri tetap saja seseorang bisa
menikah tanpa batas usia yang telah di tentukan. Memang tidak ada salahnya
seseorang untuk membangun sebuah keluarga, akan tetapi pernikahan di usia
muda sangatlah tidak dibenarkan dimana kita bisa menyimpulkan bahwa mereka
belum siap untuk menghadapi kehidupan kedepannya dan dengan usia yang masih
remaja, dimana remaja pada umumnya masih mencari tahu tentang dirinya dan
bisa dikatakan masih labil atau emosi yang tak terkontrol, yang tentu saja akan
berpengaruh dalam kehidupan.
Ketidak siapan pasangan menikah untuk memiliki anak pun akan
menimbulkan resiko kesehatan ibu dan anak yang di lahirkan. Ketidaksiapan
inilah dapat menurunkan kemampuan pasangan untuk menghasilkan generasi baru
yang berkualiatas.Untuk menanggulangi hal ini di adakanya program keluarga
berencana (KB) untuk membentuk kelurga yang sehat dan sejahtera dengan
membatasi kelahiran.program ini tidak untuk menekan angka kelahiran akan
tetapi untuk memberi jarak kelahiran untuk membangun keluarga yang unggul
dan berkualitas
Program ini juga bisa membatu pasangan menikah untuk tidak kesiapannya
memiliki anak. Dan ini juga bisa sangat membantu untuk mengurangi jumlah
angka kemiskinan, karena kemiskinan akan bertambah ketika keluarga tidak

23
mempunyai pilihan dengan jumlah anak. Pemerintah bertugas untuk memberikan
informasi dan pelayanan supaya setiap keluarga mendapatkan akses yang sama
tanpa membedakan latar kehidupan seorang. Program KB sangat memungkinkan
untuk para ibu untuk memberi jarak kelahiran dan berdampak pada peningkatan
kesehatan ibu dan anak.

a) Pelopor KB Dunia
Sudah sejak lama upaya menekan laju pertumbuhan penduduk dilakukan di
seluruh dunia. Kewaspadaan mengenai masalah kependudukan pertama kali
dikemukakan oleh Thomas Malthus (1766 - 1834) dalam sebuah esai tentang
prinsip mengenai kependudukan (An Essay on the Principle of Population).
Dalam esainya Malthus meramalkan bahwa jumlah populasi akan mengalahkan
pasokan makanan yang menyebabkan berkurangnya jumlah makanan per orang.
Malthus yang juga pakar demografi Inggris juga mengatakan bahwa ramalannya
itu bakal terjadi pada pertengahan abad 19.
Ramalan Malthus yang dikatakan terjadi pada pertengahan abad 19 tadi
tidak terbukti. Tidak terbuktinya lamaran Malthus, lantara masa itu adalah masa
perang eropa dan dunia. Mungkin milyaran manusia tewas pada masa itu. Laju
pertumbuhan penduduk sendiri hanya dapat ditekan dengan dua hal. Yang
pertama adalah yang menyebabkan gagalnya ramalan Malthus, yaitu
bertambahnya kematian. Bertambahnya kematian ini bisa disebabkan oleh perang,
bencana alam, atau wabah penyakit. Lalu hal kedua yang mampu menekan laju
pertumbuhan penduduk adalah dengan cara pencegahan, yaitu mengurangi angka
kelahiran. Cara menguranginya bisa dengan menunda perkawinan atau
merencanakan kelahiran.

b) KB di Indonesia
Di Indonesia sendiri kepedulian terhadap laju pertumbuhan penduduk
ditandai dengan berdirinya PKBI (Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia).
PKBI ini diprakarsai oleh dr. Suharto yang waktu itu adalah ketua Ikatan Dokter
Indonesia. Pendirian PKBI ini tidak lepas dari peran seorang aktifis IPPF
(International Planned Parenthood Federation) yang bernama Dorothy Brush.
PKBI adalah buah diskusi panjang antara keduanya yang kemudian berdiri pada
23 Desember 1957.

24
Saat ini, sejak tahun 70an, PKBI aktif mengadakan berbagai penelitian,
dimulai dari penelitian tentang aspek hukum kelancaran usaha KB dan melibatkan
tokoh agama dalam menyebarluaskan gagasan KB. Selain itu, PKBI juga aktif
melakukan penelitian terhadap isu-isu yang aktual berkembang di masyarakat,
seperti perilaku seks remaja, studi retrospektif permintaan dan pelayanan aborsi
aman, kehamilan tak diinginkan dan aborsi di kalangan remaja, kesehatan
reproduksi remaja bagi anak usia pra sekolah (4-6 tahun), kesehatan reproduksi
bagi remaja islam dan kesehatan reproduksi bagi pekerja pabrik.
Selain turut berperan dalam penyebaran KB, PKBI juga melakukan
pencegahan dan penanggulangan infeksi menular seksual, HIV dan AIDS. Hal ini
dilakukan PKBI dengan pemberian informasi dan edukasi pada kelompok-
kelompok berperilaku resiko tinggi, diantaranya komunitas penjaja seks dan
kliennya, serta pemakai narkoba suntik.

c) KB dalam Pandangan Islam


Pandangan tentang Keluarga Berencana dapat diterima oleh Islam, bahkan
KB dengan maksud menciptakan keluarga sejahtera yang berkualitas dan
melahirkan keturunan yang tangguh sangat sejalan dengan tujuan syari`at Islam
yaitu mewujudkan kemaslahatan bagi umatnya. Selain itu, KB juga memiliki
sejumlah manfaat yang dapat mencegah timbulnya kemudlaratan. Bila dilihat dari
fungsi dan manfaat KB yang dapat melahirkan kemaslahatan dan mencegah
kemudlaratan maka tidak diragukan lagi kebolehan KB dalam Islam.
Para ulama yang membolehkan KB sepakat bahwa Keluarga Berencan (KB)
yang dibolehkan syari`at adalah suatu usaha pengaturan kelahiran atau usaha
pencegahan kehamilan sementara atas kesepakatan suami-isteri kepentingan
(maslahat) keluarga. Dengan demikian KB disini mempunyai arti sama dengan
tanzim al nasl (pengaturan keturunan). Sejauh pengertiannya adalah tanzim al nasl
(pengaturan keturunan), bukan tahdid al nasl (pembatasan keturunan) dalam arti
pemandulan (taqim) dan aborsi (isqot al-haml), maka KB tidak dilarang.
KB dalam batas pengertian diatas sudah banyak difatwakan, baik oleh
individu ulama maupun lembaga-lembaga tingkat nasional dan internasional,
sehingga dapat disimpulkan bahwa KB dengan pengertian batasan ini sudah
menjadi Ijma`Ulama. MUI (Majelis Ulama Indonesia) juga telah mengeluarkan

25
fatwa serupa dalam Musyawarah Nasional Ulama tentang Kependudukan,
Kesehatan dan Pembangunan tahun 1983.

d) Peran Pemerintah dalam KB


Pada kongres nasional PKBI yang pertama (1967), PKBI menyampaikan
pernyataan berikut pada perwakilan pemerintah yang saat itu diwakilkan oleh Dr.
K.H Idham Cholid yang menjabat Mentreri Kesejahteraan Rakjat: PKBI
menyatakan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada pemerintah yang telah
mengambil kebijaksanaan mengenai Keluarga Berencana yang akan menjadikan
program pemerintah. PKBI mengharapkan agar Keluarga Berencana sebagai
program pemerintah segera dilaksanakan. PKBI sanggup untuk membantu
Pemerintah dalam melaksanakan program Keluarga Berencana sampai pelosok-
pelosok supaya faedahnya dapat dirasakan seluruh lapisan masyarakat.
Pesan tersebut disambut baik pemerintah, pada tanggal 16 Agustus 1968,
presiden Soeharto dalam pidatonya di depan sidang DPRGR menyatakan bahwa
pertambahan penduduk di Indonesia adalah sedemikian rupa. Sehingga
dikhawatirkan akan tidak seimbang lagi dengan persediaan pangan. Baik yang
dihabiskan sendiri maupun yang diperoleh dari luar negeri. Selanjutnya pada
tanggal 7 September 1968 dikeluarkan Instruksi Presiden No. 26 tahun 1968
kepada Menteri Kesejahteraan Rakyat yang berisi: Untuk membimbing,
mengkoordinir serta mengawasi segala aspek yang ada dalam masyarakat di
bidang Keluarga Berencana. Mengusahakan segera terbentuknya suatu badan atau
lembaga yang dapat menghimpun segala kegiatan di bidang Keluarga Berencana
serta terdiri atas unsur-unsur Pemerintah dan masyarakat.
Buah dari Inpres di atas, maka lahirlah Lembaga Keluarga Berencana
(LKBN) yang merupakan lembaga semi pemerintah pada 17 Oktober 1968 atas
dasar surat keputusan nomor 36/-Kpts/Kesra/X/1968 yang dikeluarkan oleh
Menteri Kesejahteraan Rakyat. Tugas pokok LKBN adalah mewujudkan
kesejahteraan sosial, keluarga dan rakyat pada umumnya dengan cara:
 Menjalankan koordinasi-integrasi, sinkronisasi dan simplikasi usaha-usaha
keluarga berencana.
 Mewujudkan saran-saran yang diperlukan kepada pemerintah mengenai
keluarga berencana sebagai program nasional.

26
 Mengadakan/membina kerjasama antara Indonesia dan luar negeri dalam
bidan keluarga berencana, selaras dengan kepentingan nasional.
 Mengusahakan perkembangan keluarga berencana atas dasar sukarela
dalam arti seluas-luasnya termasuk pengobatan kemandulan, nasehat
perkawinan dan sebagainya.
Keseriusan pemerintah untuk menangani masalah keluarga berencana
berlanjut.  Terbukti program ini dimasukkan dalam Pembangunan Lima Tahun I
(Pelita I). Maka satu tahun kemudian, pemerintah memutuskan untuk mengambil
alih program keluarga berencana menjadi program pemerintah seutuhnya. Guna
mengukuhkannya, keluarlah keputusan presiden Nomor 8 tahun 1970 yang
menjadi landasan hukum terbentuknya Badan Koordinasi Keluarga Berencana
Nasional (BKKBN).
Dalam Keppres Nomor 8 tahun 1970 itu disebutkan bahwa
penanggungjawab umum penyelenggaraan program keluarga berencana nasional
ada di tangan Presiden dan dilakukan sehari-hari oleh Menteri Negara
Kesejahteraan Rakyat dibantu oleh Dewan Pembimbing Keluarga Berencana
Nasional. Anggota Dewan Pembimbing terdiri dari:
 Menteri Negara Kesejahteraan Rakyat, sebagai ketua merangkap anggota
 Menteri Kesehatan, sebagai Wakil Ketua merangkap anggota
 Menteri Dalam Negeri sebagai anggota
 Menteri Pertahanan Keamanan, sebagai anggota
 Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, sebagai anggota
 Menteri Penerangan sebagai anggota
 Menteri Agama, sebagai anggota
 Menteri Sosial, sebagai anggota
 Menteri Keuangan, sebagai anggota
 Ketua Bappenas, sebagai anggota
 Ketua Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia

Selanjutnya pada Juli 1975, keluarlah surat keputusan ketua BKKBN nomor
200/Kpts/VII/1975 yang merubah Nama Biro Proyek PLKB menjadi Biro Proyek
Khusus sesuai dengan Keppres 33/1972.yang menjadi Lembaga Pemerintah Non
Departemen yang berkedudukan di bawah Presiden, dengan fungsi: membantu

27
Presiden dalam menetapkan kebijaksanaan Pemerintah di bidang Keluarga
Berencana Nadional, mengkoordinir pelaksanaan program Keluarga Berencana
Nasional. Sedangkan tugas pokoknya mencakup:
 Memberikan saran-saran kepada Pemerintah mengenai masalah-masalah
penyelenggaraan Program Keluarga Berencana Nasional.
 Menyusun Program Keluarga Berencana Nasional dan Pedoman
Pelaksanaan atas dasar kebijaksanaan Pemerintah.
 Menjalankan koordinasi dan supervisi terhadap usaha-usaha pelaksanaan
Keluarga Berencana Nasional yang dilakukan oleh unit-unit pelaksana.
 Menjalankan koordinasi dan supervisi terhadap segala jenis bantuan dari
dalam maupun dari luar negeri sesuai dengan kebijaksanaan Pemerintah.
 Mengadakan kerjasama dengan negara-negara asing maupun badan-badan
internasional dan bidang Keluarga Berencana selaras dengan kepentingan
Indonesia menurut prosedur yang berlaku.
Selain sokongan penuh Pemerintah, gerakan Keluarga Berencana dengan
tujuan mengontrol laju pertumbuhan penduduk juga dituangkan oleh MPR
melalui TAP MPR Tahun 1973 dalam Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN)
tentang garis kebijaksanaan umum kependudukan. Isinya antara lain:
Pembangunan ekonomi dan peningkatan kesejahteraan rakyat dapat terlaksana
dengan cepat, harus dibarengi dengan pengaturan pertumbuhan jumlah penduduk
melalui Program KB yang mutlak harus dilaksanakan dengan berhasil karena
kegagalan pelaksanaan keluarga berencana akan mengakibatkan hasil usaha
pembangunan menjadi tidak baik dan dapat membahayakan generasi yang akan
datang. Pelaksanaan KB ditempuh dengan cara-cara sukarela, dengan
mempertimbangkan nilai-nilai agama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang
Maha Esa.
Selain itu, TAP MPR ini juga mengatur agar Program Keluarga Berencana
ini dimasukkan kedalam program pembangunan lima tahunan yang digagas oleh
pemerintah. Konsentrasi program Keluarga Berencana sendiri memang
difokuskan untuk Jawa dan Bali yang notabene sebagai wilayah dengan penduduk
terbesar di Indonesia. Selanjutnya melebar dan meluas ke daerah-daerah lain
sesuai dengan Pelita selanjutnya. Menekan laju pertumbuhan melalui program

28
Keluarga Berencana di Indonesia bisa dikatakan berhasil karena keseriusan
pemerintah mengawalnya, terutama era Presiden Suharto. Keseriusan pemerintah
terbukti pada dijadikannya program Keluarga Berencana (KB) sebagai alat ukur
kesuksesan kepala daerah dalam membangun desanya, dengan menekan tingkat
rasio kependudukan.

d) Tantangan Kedepan
Suyono Hadinoto selaku Direktur Analisis Dampak Kependudukan Badan
Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) menjelaskan,
lonjakan jumlah penduduk yang terus meningkat pascapenerapan otonomi daerah
setelah reformasi ini diakibatkan tidak adanya lagi pola kepemimpinan yang
bersifat sentralistik. Semoga kelak ketika BKKBN menjadi kementrian,
koordinasi-koordinasi dengan tiap-tiap kepala daerah menjadi lebih mudah. Selain
koordinasi dengan kepala-kepala daerah, koordinasi dengan kementrian-
kementrian terkait juga dapat bersinergi. Sehingga masyarakat luas lebih paham
dan peduli dengan manfaat Keluarga Berencana. Untuk generasi mendatang yang
lebih baik dan untuk Indonesia yang lebih baik tentunya.
Keluarga Berencana (KB) di Indonesia pada awalnya diprakarsai
sekelompok kecil masyarakat yang peduli terhadap perencanaan keluarga.
Kemudian, sekitar tahun 1953, aktivitasnya semakin mengkristal hingga berdirilah
Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia (PKBI) pada tahun 1957. Untuk
mengelola Program KB yang lebih serius, pada tahun 1968 pemerintah
membentuk Lembaga Keluarga Berencana Nasional (LKBN). Lembaga ini tidak
berlangsung lama, hingga pemerintah kemudian membentuk sebuah institusi
Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) pada 1970, sebagai
institusi pemerintah non departemen yang bertugas mengkoordinasikan Program
KB secara nasional. Sejak itu, KB di Indonesia mulai dirancang sebagai salah satu
program pemerintah. Dari sinilah pemerintah mulai mencurahkan perhatian pada
persoalan kependudukan.
Lima puluh tahun yang lalu tepatnya 29 Juni 1970, BKKBN (sekarang:
Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional) mendapat legitimasi
mengkoordinasikan upaya merubah sikap, prilaku, norma, dan budaya, dari
keluarga besar menjadi keluarga kecil, sebagai salah satu prasyarat dalam

29
membangun sebuah keluarga yang bahagia dan sejahtera. Waktu itu, KB termasuk
katagori program yang masih dianggap aneh, tabu, sulit dan belum diterima oleh
sebagian besar masyarakat. Untuk lebih meningkatkan keberhasilan program, KB
mulai diintegrasikan dengan kegiatan-kegiatan lain. Seperti, KB diintegrasikan
dengan kesehatan melaui kelompok penimbangan (pokbang), KB dengan
perkebunan melalui pemberian pohon kelapa hibrida bagi akseptor lestari, KB
dengan ekonomi melalui usaha peningakatan pendapatan keluarga akseptor
(UPPKA), dan lain-lain. Dengan harapan, upaya integratif yang semakin sinergis
itu mendapatkan pengakuan dan komitmen dari semua lapisan masyarakat.
Program KB sebagai salah satu kebijakan pemerintah dalam bidang
kependudukan, memiliki implikasi yang tinggi terhadap pembangunan
kependudukan yang bersifat kuantitatif dan kualitatif. Oleh karena itu, Program
KB memiliki posisi strategis dalam upaya pengendalian laju pertumbuhan
penduduk melalui pengendalian kelahiran dan pendewasaan usia perkawinan
(secara kuantitatif), maupun pembinaan ketahanan   dan peningkatan
kesejahteraan keluarga (secara kualitatif) dalam mewujudkan keluarga yang kecil
dan sejahtera. Sehingga tidak aneh, apabila KB diposisikan sebagai bagian
penting dari strategi pembangunan bangsa. Sebab, apabila KB tidak berhasil, akan
berimplikasi negatif terhadap sektor pembangunan lain seperti pendidikan,
kesehatan, ekonomi, dan sector lainnya.
Pada waktu itu, kondisi lingkungan strategis cukup kondusif, khususnya
dinamika kehidupan ekonomi dan politik yang relatif stabil, serta kekuatan
pemerintah yang memberikan peluang besar kepada BKKBN untuk
mengembangkan manajemen strateginya secara optimal. Para aktor politik, dan
sosial digerakan untuk dapat memainkan peran secara aktif dan akomodatif sesuai
dengan job masing-masing. Secara sistematis dan rasional, BKKBN telah berhasil
meyakinkan pimpinan negara, untuk memosisikan KB menjadi salah satu prioritas
utama pembangunan nasional. Presiden secara konsisten telah memperlihatkan
keberpihakannya untuk memobilisasi berbagai dukungan untuk keberhasilan
program. Komitmen politis itu telah memperkuat pendekatan teknis administratif
dan pendekatan kultural untuk membangun KB secara bertahap (waktu itu sistem
pemerintahan masih sentralistik).

30
Sebut saja, dukungan Mendagri (menteri dalam negeri) yang memiliki
kekuatan besar dalam sistim birokrasi di Indonesia, dengan kewenangan dan
peranannya dalam mengendalikan garis komando kepada para gubernur, bupati/
walikota sampai camat dan kepala desa (kuwu) atau lurah. Sehingga KB
ditetapkan sebagai salah satu dari 10 sukses pembangunan daerah. Penghargaan
dari setiap keberhasilan aktivitas program, pada acara-acara khusus langsung
disampaikan dan dikomunikasikan oleh presiden sebagai pimpinan tertinggi
negara, dengan tujuan untuk memosisikan peran pengelola program dengan
bangga dan terhormat. Ternyata hal itu mampu mengungkit partisipasi masyarakat
dalam program KB. Selain itu, dikembangkan pula berbagai inovasi kegiatan
dengan mengemas program agar tetap dapat tampil dengan segar dan berjalan
selaras dengan isu pembangunan nasional.
Hampir tidak ada yang meragukan, Program KB di Indonesia telah berjalan
dengan gemilang. Konon, Pusat Pendidikan dan Pelatihan Internasional
(International Training Program) BKKBN sekitar lima tahunan telah dikunjungi
lebih dari 5.000 pejabat tidak kurang dari 50 negara di dunia untuk belajar
keberhasilan Indonesia dalam bidang kependudukan dan Keluarga Berencana.
BKKBN telah berhasil menyinergikan berbagai kekuatan yang ada. Out put-nya
adalah komitmen politis yang tinggi baik di tingkat nasional, regional maupun
lokal seiring dengan penanganan teknis administratif dan pendekatan kultural
yang dilaksanakan secara professional, proporsional dan konsisten selama tidak
kurang dari 25 tahun. Namun dengan adanya krisis moneter dan ekonomi yang
berkepanjangan, mengakibatkan melemahnya daya beli masyarakat. Hal itu,
berdampak pula pada bertambahnya keluarga miskin, dan meningkatnya tarif
pelayanan KB yang membawa implikasi besar terhadap program KB.
Pada sisi lain terjadi pergeseran perimbangan konstelasi politik seiring
dengan tumbuhnya multi partai, perubahan peran sospol ABRI (sekarang TNI),
terjadinya ledakan partisipasi politik dengan suasana euphoria, keterbukaan dan
demokratisasi. Perubahan juga terjadi pada pola interaksi eksekutif dan legislatif,
dan semakin terbukanya isu Hak Azasi Manusia (HAM). Dinamika itu semakin
meningkat dengan berkembangnya perubahan pola hubungan antara pusat dan

31
daerah sejalan dengan perubahan peran dan stuktur pemerintah daerah, serta
otonomi yang semakin luas di kabupaten/ kota.
Berbagai perubahan kondisi lingkungan strategis di atas, berdampak pada
model manajemen program. Dengan segala keterbatasan anggaran pemerintah,
alternatif efektifitas dan efisiensi menjadi pertimbangan utama (survive). Disatu
pihak secara pro aktif mendorong kepedulian dan peran serta masyarakat dalam
membangun dan mempertahankan kemandirian. Dipihak lain perlindungan dan
pelayanan fasilitas pemerintah difokuskan pada keluarga yang tergolong miskin
yaitu keluarga prasejahtera dan sejahtera I alasan ekonomi. Karena, apabila
dibiarkan, dikhawatirkan berakibat pada meningkatnya kembali tingkat fertilitas
yang dapat mengakibatkan terjadinya ledakan bayi (baby boom).
Program KB merupakan program yang mendunia. Hal ini sejalan dengan
hasil kesepakatan ICPD (International Conference on Population and
Development) 1994 di Kairo Mesir, dan beberapa pertemuan internasional
ikutannya seperti ICPD + 5 di Den Haag tahun 1999, yang menegaskan bahwa
program KB disepakati untuk diperluas dan dikembangkan menjadi program
kesehatan reproduksi. ICPD tahun 1994, menyebutkan bahwa kesehatan
reproduksi didefinisikan sebagai keadaan fisik, mental dan sosial yang baik secara
menyeluruh dalam semua hal yang berkaitan dengan sistim reproduksi, fungsi dan
prosesnya. Tujuan yang ingin dicapai, bukan lagi hanya bertumpu pada aspek
demografis (kuantitatif), tetapi lebih ditekankan pada peningkatan kualitas hidup
individu (kualitatif). Hak-hak reproduksi sebagai bagian integral dari HAM,
pencegahan kekerasan seks, pemberdayaan perempuan, peningkatan peran pria,
kesehatan reproduksi remaja, pengentasan kemiskinan, keterjangkauan terhadap
pelayanan yang berkualitas mendapat porsi yang lebih besar.
Persoalan kesehatan reproduksi berkaitan erat dengan aspek sosial, hukum,
keadilan, ekonomi, otonomi, moral, agama, dan ada tidaknya unsur pemaksaan
dalam keluarga dan masyarakat. Karena itu pendidikan kesehatan reproduksi perlu
diberikan bukan hanya pada kaum perempuan saja, tetapi juga pada pria, remaja,
dan tokoh masyarakat. Terakhir, kini Program KB dalam nuansa otonomi daerah
sepatutnya menjadi sebuah program prioritas, mengingat program itu memiliki
daya ungkit terhadap sektor pembangunan lain, bahkan merupakan dasar dari

32
program-program pembangunan lainnya. Memang, hasil program KB tidak dapat
dirasakan seketika seperti pedasnya makan cabe atau mudahnya membalikkan
telapan tangan. Namun yakinlah bahwa Program KB memiliki daya inves yang
tinggi dimasa depan.

e) Dampak kebijakan KB di Indonesia


Indonesia merupakan salah satu negara dengan jumlah penduduk terbanyak
di dunia. Berdasarkan data Administrasi Kependudukan (Adminduk) per Juni
2021, jumlah penduduk Indonesia adalah sebanyak 272.229.372 jiwa, dimana
137.521.557 jiwa adalah laki-laki dan 134.707.815 jiwa adalah perempuan. Pada
Indonesia terdapat laju pertumbuhan penduduk yang sangat tinggi. Hal ini
menimbulkan dua sisi yang berbeda. Di satu sisi hal ini menjadi sebuah kekuatan
besar bagi Indonesia. Tetapi jika pertumbuhan penduduk yang tinggi dan tidak
dibatasi, akan berdampak negatif terhadap bidang sosial, ekonomi, maupun politik
yang pada akhirnya akan menghambat kegiatan pembangunan nasional dan
kondisi tersebut bisa menjadi beban besar bagi negara Indonesia. Semakin
banyaknya jumlah penduduk semakin banyak pula masalah yang di hadapi oleh
bangsa ini, masalah yang dihadapi beberapa negara berkembang pada saat ini
adalah mengurangi jumlah kemiskinan.
Namun demikian kendala utama yang dihadapi hampir semuanya sama,
yang umumnya bersumber pada permasalahan kependudukan. Mulai dari masih
tingginya jumlah ibu melahirkan, rendahnya kesadaran masyarakat tentang hak-
hak reproduksi serta masih cukup tingginya laju pertumbuhan penduduk, yang
tidak sebanding dengan daya dukung lingkungan yang dapat mengakibatkan
penumpukan penduduk. Kebijakan penduduk adalah sebuah kebijakan yang
memiliki tujuan untuk turut serta melahirkan kesejahteraan ekonomi dan sosial
bagi warga masyarakat dalam sebuah negara dengan melalui usaha perencaan dan
pengendalian penduduk. Salah satu bentuk kebijkan penduduk yang ada di
Indonesia adalah program keluarga berencana (KB). Dalam Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 52 Tahun 2009 tentang Perkembangan Kependudukan
dan Pembangunan Keluarga Berencana, disebutkan bahwa keluarga berencana
(KB) adalah usaha peningkatan kepedulian dan peran serta masyarakat melalui
pendewasaan usia perkawinan, pengaturan kelahiran, pembinaan ketahanan

33
keluarga dan peningkatan kesejahteraan keluarga untuk mewujudkan keluarga
kecil bahagia sejahtera. Program ini sudah diterapkan di Indonesia sejak tahun
1970 silam.
Pemerintah telah mengimplementasikan kebijakan program Keluarga
Berencana (KB) guna peningkatan kesejahteraan keluarga melalui pendewasaan
usia perkawinan, pembinaan ketahanan keluarga, pengaturan kelahiran, untuk
mewujudkan keluarga kecil bahagia dan sejahtera. Program keluarga berencana
bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan ibu, anak dalam rangka mewujudkan
NKKBS (Norma Keluarga Kecil Bahagia Sejahtera) yang menjadi dasar
terwujudnya masyarakat yang sejahtera dangan mengendalikan kelahiran
sekaligus menjamin terkendalinya pertumbuhan penduduk. Adapun tujuan
khususnya ialah meningkatkan jumlah penduduk untuk menggunakan alat
kontrasepsi, menurunnya jumlah angka kelahiran bayi, meningkatnya kesehatan
keluarga berencana dengan cara penjarangan kelahiran.
Diketahui bahwa, program Keluarga Berencana dan Kesehatan Reproduksi
(KB-KR) masuk sebagai salah satu kegiatan prioritas dalam Rencana
Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024. Khususnya, hal
tersebut menyangkut kesehatan ibu dan anak. Beberapa isu strategis yang menjadi
perhatian pemerintah ialah mengenai turunnya penggunaan kontrasepsi modern,
kebutuhan ber-KB yang tidak dapat terlayani (unmeet need), disparitas
antarwilayah, serta tingginya peserta KB yang putus pakai. Pembangunan
Kependudukan dan Keluarga berencana merupakan salah satu program sosial
dasar yang sangat strategis dalam upaya meningkatkan kualitas penduduk dan
sekaligus berkontribusi terhadap pengendalian pertumbuhan penduduk.
Untuk melaksanakan program tersebut telah mendapat dukungan yang kuat
dengan adanya komitmen nasional yaitu telah dilembagakannya program KKB
nasional melalui Undang-Undang No. 10 Tahun 2010 tentang perkembangan
kependudukan dan pembangunan keluarga sejahtera. Dengan disahkannya
undang-undang tersebut bangsa Indonesia telah mempunyai komitmen resmi
untuk membangun keluarga kecil bahagia dan sejahtera. Untuk mewujudkan apa
yang dimaksudkan dengan Keluarga Berencana tersebut, maka pemerintah
sebagai policy maker telah berupaya dengan membuat berbagai kebijakan yang

34
diturunkan menjadi berbagai program Keluarga Berencana demi berkurangnya
masalah kependudukan yang ada.
Salah satu upaya dari Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana
Nasional untuk mengatasi masalah pertumbuhan penduduk tersebut adalah
melalui peningkatan pelayanan program KB. Program KB merupakan sebuah
program yang pemerintah buat, dimana di dalam program tersebut terdapat
berbagai kegiatan medis seperti pemakaian dan pelepasan alat kontrasepsi KB
serta terdapat berbagai penyuluhan yang berkaitan dengan kesehatan reproduksi,
serta terdapat juga pelayanan untuk masyarakat apabila ada yang ingin
berkonsultasi mengenai masalah kesehatan. Adapun mekanisme dari kegiatan
program ini ialah pemerintah seperti menjemput bola, karena sifatnya yang
dinamis. Terdapat berbagai kemudahan dalam program ini, yaitu berbagai fasilitas
telah dikerahkan pemerintah untuk masyarakat yang mau mengikuti program KB
ini, serta tidak dipungut biaya sama sekali. Program ini merupakan salah satu
kegiatan yang diadakan oleh Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana
Nasional yang bekerja sama dengan Dinas Kesehatan untuk menahan atau
meminimalisir angka kelahiran serta mengantisipasi laju pertumbuhan penduduk
yang semakin meningkat. Pelaksanaan program KB tidak lagi semata mata
diarahkan hanya kepada upaya pencapaian target kuantitas penduduknya,
melainkan jauh lebih luas lagi sudah harus menyentuh banyak aspek terkait
dengan upaya kualitas dalam rangka mewujudkan sebuah keluarga yang
berkualitas.
Ditinjau dari segi sosial, implementasi kebijakan keluarga berencana ini bisa
mempengaruhi kondisi sosial di masyarakat Demikian penjelasan mengenai
beberapa dampak sosial dari implementasi program KB, sebagai berikut:
1. Kepadatan penduduk menurun
Dengan laju pertumbuhan penduduk yang sedikit berkurang, kepadatan
penduduk otomatis akan berkurang. Sejak program keluarga berencana
diterapkan maka laju pertumbuhan penduduk terus menurun sehingga
penduduk di Indonesia tidak terlalu padat. Diketahui bahwa, Laju
pertumbuhan penduduk (LPP) Indonesia memiliki kecenderungan menurun.
Kebijakan pemerintah untuk menekan LPP dengan adanya program

35
Keluarga Berencana (KB) yang diluncurkan pada tahun 1980an semakin
nyata hasilnya. Pada tahun 1971-1980 pertumbuhan penduduk Indonesia
masih cukup tinggi sekitar 2,33 persen. Pertumbuhan penduduk ini
kemudian mengalami penurunan yang cukup tajam hingga mencapai 1,44
persen pada 1990-2000.
2. Kesehatan reproduksi terjaga
Implementasi program keluarga berencana membawa dampak yang besar
bagi kehidupan masyarakat. Salah satunya ialah kesehatan reproduksi sang
ibu akan lebih terjaga sebab waktu melahirkan berkurang dan jarak
kelahiran diatur dengan baik.
3. Keharmonisan keluarga
Dengan mengikuti program keluarga berencana ini dapat berdampak pada
keharmonisan keluarga sebab dengan jumlah anak yang sedikit mereka
dapat fokus menentukan masa depan dan hubungan antara suami istri tidak
akan terganggu sehingga keharmonisan keluarga tetap terjaga.
Ditinjau dari segi ekonomi, implementasi program keluarga berencana ini
bisa mempengaruhi ekonomi dalam masyarakat. Dengan implementasi program
keluarga berencana dapat membuat keluarga menjadi lebih fokus dalam mengatur
keuangannya. Dengan mengikuti program keluarga berencana, masyarakat secara
tidak langsung telah melakukan perencanaan terhadap keuangan keluarga mereka
dengan lebih tertata. Alasannya, karena dengan dua anak, maka bagi orang tua
yang memiliki penghasilan yang pas-pasan tetap dapat memberikan sandang,
papan, pangan serta pendidikan yang layak bagi anak-anaknya.
Tak hanya itu, di sisi lain program keluarga berencana juga menghasilkan
sebuah dampak bagi dimensi politik di Indonesia. Dengan lahirnya program
keluarga berenana tersebut setidaknya menjadi bukti keberhasilan pemerintah
dalam mengeluarkan kebijakan untuk mengatasi laju pertumbuhan penduduk yang
cukup tinggi di Indonesia.

36
BAB III

PENUTUP

III.1. Simpulan

Kependudukan dapat diartikan sebagai segala hal yang berhubungan dengan


jumlah, umur, perkawinan, agama, jenis kelamin, kelahiran, kematian, jenis
kelamin, kualitas, mobilitas dan juga ketahanan yang berkaitan dengan ekonomi,
sosial, budaya, dan politik. Adapun Komponen kependudukan adalah kelahiran
(fertilitas), kematian (mortalitas), perpindahan/gerak penduduk (migrasi),
mobilitas sosial, dan pernikahan. Dan aspek-aspek kependudukan adalah populasi
penduduk, pengelompokan penduduk, distribusi penduduk, kelahiran, kematian,
migrasi, tenaga kerja, kelembagaan penduduk, dan kebijakan penduduk.
Problematika kependudukan merupakan suatu masalah yang akan terjadi
setiap wilayah pada suatu negara. Dalam jumlah penduduk yang semakin banyak
maka perlu adanya perhatian pemerintah dalam menangani salah perekonomian
dalam setiap wilayahnya, pemerintah juga harus memperhatikan pendidikan
dalam setiap daerah. Untuk mewujudkan kesejahteraan yang merata maka perlu
adanya sifat adil yang tertanam pada masyarakat agar selalu tidak memgkonsumsi
suatu kebutuhan yang secara berlebihan. Karena keadilan merupakan suatu
tindakan yang juga sangat penting yang harus ada pada suatu negara dan
masyarakatnya agar tercipta suatu perekonomian yang baik dan merata.
Hubungan antara keluarga berencana dan kependudukan adalah saling
melengkapi satu sama lain dalam mensukseskan dan melaksanakan tugas di
bidang pengendalian penduduk dan penyelenggaraan keluarga. Jika intensitas
kependudukan naik dan diiringi dengan intensitas yang mengikuti program
keluarga berencana naik juga maka tingkat atau laju pertumbuhan kelahiran akan
terkontrol.
Permasalahan kependudukan dan KB di negara kita sudah tersusun
kompleks dan telah menjadi isu nasional yang harus dicarikan solusinya. Ada 6
(enam) isu kependudukan dan KB yang dimaksud: 1) Kualitas Sumber Daya
Manusia (SDM), 2) menikah usia muda, 3) melahirkan usia muda, 4) minim

37
pengetahuan dan edukasi tumbuh kembang anak, 5) kurangnya perencanaan
keluarga, dan 6) ledakan kelahiran pasca pandemi.
Pendidikan kependudukan merupakan upaya untuk membantu masyarakat
supaya memiliki pengetahuan dan pemahaman terhadap kondisi perkembangan
kependudukan seperti diantaranya kelahiran, kematian, perpindahan,
perekonomian dan lingkungan hidup bermasyarakat. Sehingga bisa mempunyai
perilaku tanggung jawab dan perduli dengan kualitas hidup untuk generasi
mendatang.

III.2. Saran
Dalam dunia pendidikan hendaknya pendidikan tentang kependudukan dan
keluarga berencana dapat diselipkan dalam materi di kelas. Mengingat semakin
canggihnya kemajuan ilmu dan teknologi yang tentunya sangat berpengaruh
terhadap prilaku anak terutama faktor pernikahan dini akibat tontonan yang
bersifat dewasa tidak sesuai umur mereka dan pergaulan bebas. Guru sebagai
bagian dari tri pusat pendidikan yaitu pendidikan di sekolah harus menerapkan
materi ini sedini mungkin. Upaya ini dilakukan sebagai langkah pertama dalam
proses pengendalian jumlah penduduk kedepannya.
Pemahaman sedini mungkin akan meningkatkan kedewasaan dalam berpikir
yang tentunya dapat mencegah perkawinan di bawah umur. Guru disarankan
memfasilitasi dan memperhatikan bagaimana penerapan teori ini dalam kelas serta
membimbing siswa untuk menemukan sendiri konsep ilmunya. Dengan metode
penyampaian yang menarik melalui media digital akan membantu anak-anak lebih
mudah mencerna materi tentang pendidikan kependudukan dan keluarga
berencana. Demikianlah makalah “Kependudukan dan Isu-Isu Keluarga
Berencana” yang kami buat, kami mohon kritik dan sarannya karena masih
banyak kekurangan dalam makalah ini baik dari segi isi maupun susunannya.
Semoga dapat meemberikan manfaat dan tambahan ilmu bagi pembacanya.

38
DAFTAR PUSTAKA

Agustang, dkk. 2021. “Masalah Pendidikan Di Indonesia”. OSF Preprints.


Diakses melalui https://osf.io/9xs4h/download (pada tanggal 15 Maret
2023).
Al-Fauzi. 2017. Keluarga Berencana Perspektif Islam Dalam Bingkai
Keindonesiaan. Jurnal Lentera: Kajian Keagamaan, Keilmuan dan
Teknologi. Volume 3, Nomor 1.
Artisa, R. A. (2017). Desentralisasi Program KB: analisis dampak perubahan
kelembagaan program Keluarga Berencana pada kabupaten/kota Daerah
Istimewa Yogjakarta. Jurnal Pembangunan dan Kebijakan Publik, 8(2),
hal. 1-6. Diakses dari http://journal.uniga.ac.id/index.php/JPKP/article
/view/275
Azmat, S. K. (2011). Mobilizing male opinion leaders’ support for family
planning to improve maternal health: a theory-based qualitative study
from Pakistan. Journal of Multidisciplinary Healthcare, 4, 421-
431.doi: 10.2147/JMDH.S24341
Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional [BKKBN]. (2007).
BKKBN dengan Visi, Misi, dan Grand Strategi Baru.Diakses
dari http://sumbar.bkkbn.go.id/Lists/Berita/DispForm.aspx?
ID=253&ContentTypeId=0x0100A28E
FCBF520B364387716414DEECEB1E.
Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional [BKKBN]. (2011a).
Buku Panduan. Pembinaan Kesertaan KB Pria Melalui Penggarapan
Kelompok KB Pria. Jakarta: BKKBN
Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional [BKKBN]. (2009). KB
dari Masa ke Masa. Diakses dari www. kalbar.bkkbn.go.id
Fitri, Siti Fadia. 2021. “Problematika Kualitas Pendidikan Di Indonesia”. Jurnal
Pendidikan Tambusai (5)1. Diakses melalui
https://jptam.org/index.php/jptam/article/download/1148/1029/2299 (pada
tanggal 15 Maret 2023).
Hermawan, Adi Puspita. 2021. “Masalah Kependudukan dalam Media”.
Universitas Muhamadiyah Surakarta. Diakses melalui
http://eprints.ums.ac.id/23056/1/3._Halaman_Depan_%28Cover-Abstrak
%29_-_%28Adi_Puspita_Hermawan%29.pdf (pada tanggal 15 Maret
2023).
http://eprints.umpo.ac.id/4767/1/BAB%20II.pdf
https://repository.unmul.ac.id/bitstream/handle/
123456789/21208/3.%20BukuTeoriKependudukanRahcmadBudiSuharto2
020%20%281%29.pdf?sequence=1&isAllowed=y

39
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 87 Tahun 2014 Tentang
Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga, Keluarga
Berencana, dan Sistem Informasi Keluarga
Suharto, R. B. (2020). Teori Kependudukan. Kalimantan Timur: RV Pustaka
Horizon.
William. 2020. “Angka Kelahiran Di Indonesia Masih Tinggi”. The
Conversation.
Yusuf, Muhammad. 2017. Masail Fiqhiyah; Memahami Permasalahan
Kontemporer. CV. Jakarta: Gunadarma Ilmu.

40

Anda mungkin juga menyukai