Anda di halaman 1dari 35

MAKALAH KAJIAN GANDER DALAM PELAYANAN

KEBIDANAN DAN KESEHATAN


Disusun Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah Profesionalisme

Prodi Alih Jenjang Kebidanan Angkatan IV

Disusun oleh :

Kelompok 10
1. Gustinawati (221560412014)
2. Diana Lia Wibowo (221560412008)
3. Tiffani Lorenza Sitepu (221560412040)

Dosen : Dr. Tetty Rina A SST., M.Keb

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MEDISTRA


INDONESIA
Jl. Cut Mutia No.88A, RT.001/RW.002, Sepanjang Jaya, Kec. Rawalumbu,
Kota Bks, Jawa Barat 17113

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT karena berkat


limpahan Rahmat dan Karunia-Nya sehingga penulis dapat menyusun
makalah ini tepat padawaktunya. Makalah ini berjudul “Kajian Gender
Dalam Pelayanan Kebidanan”
Penulis sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka
menambah ilmu pengetahuan tentang Proses yang benar tentang Kajian Gender
Dalam Pelayanan Kebidanan. Kami juga menyadari sepenuhnya bahwa
di dalam makalah ini terdapat kekurangan-kekurangan dan jauh dari apa
yang kami harapkan.Untuk itu, kami berharap adanya kritik, saran dan
usulan demi perbaikan di masa yang akan datang, mengingat tidak ada
sesuatu yang sempurna tanpa saran yang membangun. Semoga makalah
sederhana ini dapat dipahami bagi siapapun yang membacanya. Sekiranya
makalah yang telah disusun ini dapat berguna bagi penyusun sendiri maupun
orang yang membacanya. Sebelumnya kami mohon maaf apabila terdapat
kesalahan kata-kata yang kurang berkenan dan kami memohon kritik dan
saran yang membangun demi perbaikan di masa depan

Bekasi, 29 September 2022


Penulis

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL........................................................................................ i
KATA PENGANTAR...................................................................................... ii
DAFTAR ISI.................................................................................................... iii
BAB I: PENDAHULUAN............................................................................... 4
1.1 Latar Belakang.................................................................................. 4
1.2 Tujuan................................................................................................ 5
BAB II: TINJAUAN TEORI............................................................................ 6
2.1 Pengertian Berfikir Kritis.................................................................. 6
2.2 Komponen Berfikir Kritis................................................................. 7
2.3 Aspek-Aspek yang mempengaruhi Berfikir Kritis............................ 10
2.4 Metode Berfikir Kritis....................................................................... 10
2.5 Karakteristik Berfikir Kritis.............................................................. 11
2.6 Critical Thinking dalam Asuhan Kebidanan..................................... 12
2.6.1 Manfaat Berfikir Kritis......................................................... 13
2.6.2 Manfaat Berfikir Kritis dalam asuhan kebidanan................ 14
2.6.3 Model Berfikir Kritis............................................................ 16
2.6.4 Model Berfikir Kritis dalam asuhan kebidanan................... 16
2.6.5 Bentuk-bentuk Berfikir Kritis.............................................. 17
2.7 Pemecahan masalah dengan Berfikir Kritis...................................... 18
2.8 Hubungan Berfikir Kritis dengan Penerapan EBP............................ 19
2.9 Pengukuran Thinking........................................................................ 20
BAB III: TINJAUAN KASUS......................................................................... 22
BAB IV: PENUTUP......................................................................................... 27
4.1 Kesimpulan................................................................................................. 27
4.2 Saran........................................................................................................... 28
DAFTAR PUSTAKA....................................................................................... 29

iii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Gender adalah perbedaan peran, fungsi, tanggung jawab antara laki-laki
dan perempuan yang dibentuk, dibuat dan dikonstruksikan oleh masyarakat
sesuai dengan perkembangan zaman akibat konstruksi social.

Laki-laki dan perempuan di semua lapisan masyarakat memainkan peran


yang berbeda, mempunyai kebutuhan yang berbeda dan menghadapi kendala
yang berbeda pula. Gender berkaitan dengan peran dan tanggung jawab antara
perempuan dan laki-laki. Hal ini ditentukan oleh nilai-nilai sosial budaya yang
berkembang.

Di zaman Yunani Kuno pada kalangan kerajaan, mereka menempatkan


perempuan sebagai makhluk yang terkurung dalam istana. Kalangan di
bawahnya menjadikan perempuan bebas diperdagangkan. Saat perempuan
sudah menikah, suami berhak melakukan apa saja terhadap istrinya. Pada
peradaban Romawi perempuan kedudukannya di bawah kekuasaan sang ayah,
dimana setelah menikah berpindah kepada suami. Kekuasaan yang dimiliki
sangatlah mutlak, sehingga berhak menjual, mengusir, menganiaya bahkan
sampai membunuh.

Isu gender telah menjadi perbincangan di berbagai negara sejak tahun


1979 dengan diselenggarakannya konferensi Perserikatan Bangsa-Bangsa
dengan tema The Convention on The Elimination of All Forms of
Discrimination Agains Women (CEDAW) yang membahas tentang
penghapusan segala bentuk diskriminasi terhadap perempuan. Hasil
konferensi tersebut menjadi acuan dalam memperjuangkan Hak Asasi
Perempuan (HAP). Konferensi ini kemudian diratifikasi kembali oleh
pemerintah Indonesia pada tahun 1984 menjadi Undang-undang Nomor 7

iv
tahun 1984 tentang Pengesahan Konvensi Mengenai Penghapusan Segala
Bentuk Diskriminasi Terhadap Wanita.

Menurut World Health Organization (WHO), pada tahun 2007 sekitar


500.000 wanita hamil di dunia menjadi korban proses reproduksi setiap tahun.
Sekitar 4 juta bayi meninggal karena sebagian besar penanganan kehamilan
dan persalinan yang kurang bermutu, sebagian besar kematian ibu dan bayi
tersebut terjadi di negara berkembang termasuk Indonesia. WHO
memperkirakan 15 ribu dari sekitar 4,5 juta wanita melahirkan di Indonesia
mengalami komplikasi yang menyebabkan kematian.

Bila dibandingkan Angka Kematian Ibu (AKI) di negara berkembang dan


di negara maju sangatlah mencolok. Di negara maju, AKI hanyalah sekitar 26
per 100.000 kelahiran hidup, sedangkan di negara berkembang AKI mencapai
angka ratusan per 100.000 kelahiran hidup. Dengan demikian ibu-ibu hamil di
negara berkembang berada pada resiko tinggi untuk menemui ajal sehubungan
dengan kehamilannya dengan perbandingan 50-100 kali dibandingkan dengan
ibu-ibu di negara maju.

Di negara miskin sekitar 25-50% kematian wanita usia subur disebabkan


hal yang berkaitan dengan kehamilan. Kematian saat melahirkan biasanya
menjadi faktor mortalitas wanita muda pada puncak produktivitasnya.

Angka kematian ibu di Indonesia mengalami pasang surut. Berdasarkan


data WHO, angka kematian ibu di Indonesia pada tahun 2000 adalah 390 per
100.000 kelahiran hidup, pada tahun 2005 mengalami penurunan sebesar 270
per 100.000 kelahiran hidup dan pada tahun 2010 mengalami penurunan
menjadi 220 per 100.000 kelahiran hidup.

v
Angka kematian ibu dilahirkan di Indonesia termasuk tertinggi di kawasan
Asia. Reformasi selama hampir 6 tahun berjalan tidak memperbaiki persoalan
perempuan Indonesia. Kasus kekerasan, perdagangan, tekanan budaya dan
adat istiadat, rendahnya pendidikan, serta dominasi kaum pria dalam rumah
tangga masih terjadi. Pemerintah daerah belum memiliki kesungguhan
mengangkat harkat dan kebijakan perempuan secara keseluruhan terutama
menekan angka kematian ibu melahirkan.

Menurut hasil Survei Demografi Kesehatan Indonesia tahun 2012, angka


kematian ibu meningkat dari 228 per 100.000 kelahiran hidup pada tahun
2007 menjadi 359 per 100.000 kelahiran hidup pada tahun.

Kenaikan tajam ini harus dilihat komprehensif dari sisi pemenuhan


kebutuhan layanan reproduksi perempuan. Meskipun tersedia fasilitas layanan
kesehatan bagi ibu hamil dan melahirkan, tidak serta-merta perempuan dapat
mengakses. Relasi kuasa dalam rumah tangga dan masyarakat dapat membuat
perempuan tidak dapat mengambil keputusan atas kebutuhan reproduksinya
sendiri.

Menurut pakar sosial Linda Rahmawati, pembangunan sektor masyarakat


merupakan salah satu andalan keberhasilan program pemerintah sejak masa
orde baru, sehingga kalau angka kematian ibu meningkat maka pertanyaan
besarnya adalah seberapa besar kegagalan program puskesmas, posyandu dan
program penerangan kesehatan selama ini.

Menurut data profil kabupaten atau kota Departemen Kesehatan tahun


2007, jumlah penduduk di Sumatera Utara sebesar 12.855.845 jiwa dimana
jumlah penduduk laki-laki 6.397.970 jiwa dan penduduk perempuan
6.457.875. dari data tersebut menunjukkan bahwa lebih banyak jumlah
penduduk perempuan dibandingkan dengan laki-laki. AKI di Sumatera Utara
pada tahun 2007 yaitu sebesar 132/100.000 kelahiran hidup.

vi
Tingginya angka kematian ibu (maternal) yang berhubungan dengan
kelahiran, persalinan dan nifas, bukan semata-mata dipengaruhi oleh faktor
derajat kesehatan, tapi tak kalah pentingnya pengaruh faktor-faktor di luar
bidang kesehatan. Mc. Carthy dan Maine (1992) dan Tinker dan Koblinsky
(1993) mengajukan konsep yang mengaitkan morbiditas dan mortalitas
maternal dengan 3 hal yaitu determinasi dekat atau langsung, determinasi
antara dan determinasi jauh atau tidak langsung. Determinasi dekat atau
langsung termasuk padanya kehamilan, komplikasi kehamilan, persalinan dan
postpartum. Determinan dekat atau langsung dapat dipengaruhi determinan
antara, yaitu status reproduksi, status kesehatan, akses terhadap pelayanan
kesehatan serta perilaku pelayanan kesehatan. Selanjutnya determinasi antara
dipengaruhi oleh determinasi jauh atau tidak langsung, seperti status wanita
dalam keluarga dan masyarakat, tingkat pendidikan, sosial ekonomi dan
budaya.

Supriadi dan Siskel (2004, dalam Nurhayati, 2008, hal. 1) menyatakan


bahwa tingginya angka kematian ibu dilatarbelakangi oleh berbagai masalah
salah satu diantaranya adanya masalah gender yaitu adanya ketidak mampuan
perempuan dalam pengambilan keputusan dalam kaitannya dengan kesehatan
dirinya sendiri misalnya siapa yang menjadi penolong persalinan dan
sebagainya.

Data dari Kebijakan dan Strategi Nasional Kesehatan Reproduksi di


Indonesia tahun 2005 menunjukkan bahwa kurangnya hak perempuan dalam
pengambilan keputusan terutama untuk kepentingan kesehatan dirinya
misalnya dalam ber-KB, menentukan kapan akan hamil, memilih bidan
sebagai penolong persalinan atau mendapat pertolongan segera di rumah sakit
ketika diperlukan, disamping kurangnya kesempatan untuk mendapatkan
penghasilan bagi keluarga.

vii
Tidak dapat dipungkiri bahwa diskriminasi terhadap perempuan masih
ada. Hal ini mengakibatkan timpangnya kesempatan, partisipasi, pengambilan
keputusan dan manfaat dari segi pendidikan, pemeliharaan kesehatan,
kesempatan kerja, maupun akses terhadap perekonomian. Hal ini juga
menghambat perkembangan kemakmuran masyarakat dan menambah sulitnya
perkembangan potensi kaum perempuan dalam pengabdiannya terhadap
Negara.

Data dari Kebijakan dan Strategi Nasional Kesehatan Reproduksi di


Indonesia tahun 2005 menunjukkan bahwa Anak perempuan masih belum di
prioritaskan untuk sekolah, sehingga tingkat pendidikan perempuan secara
ratarata masih jauh lebih rendah dari pada laki-laki. Hal ini mengakibatkan
sulitnya memberikan informasi tentang kesehatan reproduksi dan tentang
kesehatan secara umum. Apabila pendidikan perempuan cukup tinggi, maka
perempuan dapat meningkatkan rasa percaya diri, wawasan dan kemampuan
untuk mengambil keputusan yang baik bagi diri dan keluarga, termasuk yang
berkaitan dengan kesehatan reproduksinya.

Azwar (2001, dalam Nurhayati, 2008, hal. 2) mengatakan bahwa adanya


hambatan dalam akses pelayanan terhadap pelayanan kesehatan terutama
dialami oleh perempuan karena adanya status perempuan yang tidak
mendapatkan izin dari suami serta pemegangan keputusan, siapa yang
menolong persalinan istri kebanyakan masih ditentukan oleh suami, sehingga
terjadi subordinasi terhadap perempuan dengan keterbatasan perempuan dalam
pengambilan keputusan untuk kepentingan dirinya. ditinjau dari segi hak
reproduksi jelas dinyatakan bahwa seriap orang baik laki-laki maupun
perempuan tanpa memandang kelas, sosial, suku, umur, agama dan lain-lain
mempunyai hak yang sama untuk memutuskan secara bebas dan bertanggung
jawab. Lebih praktisnya dapat dinyatakan bahwa perempuan berhak
mengambil keputusan untuk memperoleh pelayanan kesehatan yang
dibutuhkannya.

viii
Biro Pemberdayaan Perempuan Sekdapropsu (2001, dalam Nurhayati,
2008, hal. 1) mengatakan Saat ini pembangunan perempuan sedang
ditingkatkan. Kita dapat melihat kedudukan perempuan Indonesia dan
berbagai peran dan posisi strategis. Keragaman peran tersebut menunjukkan
bahwa perempuan Indonesia merupakan sumber daya yang potensial apabila
ditingkatkan kualitasnya dan diberikan kesempatan yang sama untuk berperan.
Meskipun berbagai kemajuan perempuan telah dapat terwujudkan, presentasi
jumlah penduduk perempuan yang saat ini berhasil menduduki posisi strategis
tetapi dalam posisi pengambilan keputusan masih sangat kecil termasuk yang
berkaitan dengan kesehatan dirinya sendiri.

Upaya untuk mendorong kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan


sebagian besar telah mencapai sasaran MDGs tahun 2015. Pada tahun 2011,
rasio Angka Partisipasi Murni (APM) perempuan/laki-laki di tingkat Sekolah
Dasar (SD) adalah 90,80; di tingkat Sekolah Menengah Pertama (SMP) adalah
103,45; dan tingkat pendidikan tinggi adalah 97,82. Rasio melek huruf
perempuan terhadap laki-laki pada kelompok usia 15-24 tahun telah mencapai
99,95% pada tahun yang sama.

Peran bidan sangatlah penting khususnya dalam menurunkan AKI dan


AKB dalam proses melahirkan yang hingga saat ini masih tinggi. Karenanya,
keahlian dan kecakapan seorang bidan menjadi bagian yang menentukan
dalam menekan angka kematian saat melahirkan. Bidan diharapkan mampu
mendukung usaha peningkatan derajat kesehatan masyarakat yakni melalui
peningkatan kualitas pelayanan kesehatan terutama dalam perannya
mendukung pemeliharaan kesehatan kasus ibu saat mengandung hingga
membantu proses kelahiran.

Berdasarkan hasil penelitian indepth interview yang dilakukan oleh


Fibriana, Setyawan dan Palarto tahun 2007 di Kabuapten Cilacap diperoleh
informasi bahwa ketika terjadi kegawat daruratan pada persalinan,
pengambilan keputusan masih berdasarkan pada budaya ‘berunding’, yang

ix
berakibat pada keterlambatan merujuk. Peran suami sebagai pengambilan
keputusan utama juga masih tinggi, sehingga pada saat terjadi komplikasi
yang membutuhkan keputusan ibu segera dirujuk menjadi tertunda karena
suami tidak berada di tempat. Kendala biaya juga merupakan alasan terjadinya
keterlambatan dalam pengambilan keputusan. Keterlambatan juga terjadi
akibat ketidaktahuan ibu maupun keluarga mengenai tanda bahaya yang harus
segera mendapatkan penanganan untuk mencegah terjadinya kematian
maternal.

Budaya pasrah dan menganggap kesakitan dan kematian ibu sebagai takdir
masih tetap ada dalam masyarakat, sehingga hal tersebut membuat anggota
keluarga dan masyarakat tidak segara mengupayakan secara maksimal
penanganan kegawat daruratan yang ada. Keterlambatan mencapai tempat
rujukan setelah pengambilan keputusan untuk merujuk ibu ke tempat
pelayanan kesehatan yang lebih lengkap diambil. Hal ini dapat terjadi akibat
kendala geografi, kesulitan mencari alat transportasi, sarana jalan dan sarana
alat transportasi yang tidak memenuhi syarat.

Penelitian sebelumnya yang dilakukan terhadap ibu yang mengalami masa


persalinan multigravida pada tahun 2008 di Rumah Bersalin Sari Simpang
Limun Medan Periode Januari-Februari 2008 oleh Nurhayati didapatkan data
bahwa suami mempunyai peranan yang paling dominan dalam menentukan
keputusan dalam pengambilan tindakan dalam persalinan.

Berdasarkan latar belakang diatas dan menurut survei awal yang penulis
lakukan pada bulan Januari tahun 2014 di Klinik Delima Medan, diperoleh
datajumlah persalinan normal pada 3 bulan terakhir yaitu pada bulan
Desember sebanyak 10 persalinan normal anak pertama, bulan Januari
sebanyak 15 persalinan normal anak pertama dan bulan Februari sebanyak 15
persalinan normal anak pertama, dimana total dari jumlah persalinan dalam 3
bulan terakhir adalah sebanyak 40 persalinan. Dalam hal ini penulis tertarik
untuk melakukan penelitian lebih lanjut tentang Peran Gender dalam

x
Pengambilan Keputusan Pelayanan Kebidanan Pada masa Persalinan
Primigravida di Rumah Sakit Mitra Sejati Medan Tahun 2014.

1.2 Tujuan

Untuk mengetahui dan memahami tentang penerapan critical


thingking dan creative thinking dalam pelayanan kebidanan.

xi
BAB II
TINJAUAN TEORI

2.1 Pengertian Gender


Kata “Gender” berasal dari bahasa inggris, gender yang berarti “jenis
kelamin”. Dalam Webster’s New World Dictionary, jender diartikan sebagai
perbedaan yang tampak antara laki-laki dan perempuan dilihat dari segi nilai
dan tingkah laku.1 Didalam Webster’s Studies Encylopedia dijelaskan
bahwajender adalah suatu konsep kultural yang berupaya membuat perbedaan
(distinction) dalam hal peran, prilaku, mentalitas dan karakterstik emosional
antara laki-laki dan perempuan yang berkembang dalam masyarakat.

Gender adalah perbedaan yang tampak pada laki-laki dan perempuan


apabila dilihat dari nilai dan tingkah laku. Gender merupakan suatu istilah
yang digunakan untuk menggambarkan perbedaan antara laki-laki dan
perempuan secara sosial. Gender adalah kelompok atribut dan perilaku secara
kultural yang ada pada laki-laki dan perempuan.

Pengertian gender menurut Muhtar (2002), bahwa gender dapat diartikan


sebagai jenis kelamin sosial atau konotasi masyarakat untuk menentukan
peran sosial berdasarkan jenis kelamin. Sementara Fakih (2008: 8)
mendefinisikan gender sebagai suatu sifat yang melekat pada kaum laki-laki
maupun perempuan yang dikonstruksi secara sosial dan kultural. Istilah
gender dibedakan dari istilah seks. Oakley, ahli sosiologi Inggris, merupakan
orang yang mula-mula memberikan pembedaan dua istilah itu (Saptari dan
Halzner, 1997: 88).
Istilah gender merujuk kepada perbedaan karakter laki-laki dan perempuan
berdasarkan kontruksi sosial budaya, yang berkaitan dengan sifat, status,
posisi, dan perannya dalam masyarakat. Istilah Seks merujuk kepada
perbedaan jenis kelamin laki-laki dan perempuan secara biologis terutama
yang berkaitan dengan prokreasi dan reproduksi. Laki-laki dicirikan dengan
adanya sperma dan penis serta perempuan dicirikan dengan adanya sel telur,

xii
rahim, vagina, dan payudara. Ciri jenis kelamin secara biologis tersebut
bersifat bawaan, permanen, dan tidak dapat dipertukarkan (Abdullah, 2004 :
Selanjutnya, yang dimaksud dengan gender adalah cara pandang atau
persepsi manusia terhadap perempuan atau laki-laki yang bukan didasarkan
pada perbedaan jenis kelamin secara kodrati biologis. Gender dalam segala
aspek kehidupan manusia 13 mengkreasikan perbedaan antara perempuan dan
laki-laki termasuk kreasi sosial kedudukan perempuan yang lebih rendah dari
pada laki-laki.
Misalnya, bahwa perempuan itu dikenal lemah lembut, cantik, emosional,
atau keibuan. Sementara laki-laki dianggap kuat, rasional, jantan, perkasa. Ciri
dari sifat itu sendiri merupakan sifat-sifat yang dapat dipertukarkan. Artinya
ada laki-laki yang emosional, lemah lembut, keibuan, sementara juga ada
perempuan yang kuat, rasional dan perkasa ( Hadiati, 2010 : 15).
Dari berbagai pendapat di atas peneliti menyimpuilkan bahwa istilah
gender merujuk pada nilai-nilai sosial yang berlaku di masyarakat berdasarkan
jenis kelamin. Nilai-nilai tersebut dapat berubah sesuai dengan perkembangan
zaman dan dapat dipertukarkan. Itu terjadi karena gender tidak melekat pada
jenis kelamin tetapi pada pelabelan masyarakat.
Menurut Eniwati gender adalah konsep yang digunakan untuk
mengidentifikasikan perbedaan laki-laki dan perempuan yang dilihat dari 3
Iswah Adriana, Kurikulum Berbasis Gender, Tadrîs. Volume 4. Nomor 1.
2009 hlm 138 4Dwi Narwoko dan Bagong Yuryanto, Sosiologi Teks
Pengantar dan Terapan, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2004) hlm.
334 5 Ibid., hlm. 335 14 sisi Sosial budaya. Gender dalam arti ini
mengidentifikasi laki-laki dan perempuan dari sudut non biologis.
Berdasarkan definisi di atas maka dapat disimpulkan bahwa gender adalah
peran antara laki-laki dan perempuan yang merupakan hasil konstruksi sosial
budaya. Suatu peran maupun sifat dilekatkan kepada lakilaki karena
berdasarkan kebiasaan atau kebudayaan biasanya peran maupun sifat tersebut
hanya dilakukan atau dimiliki oleh laki-laki dan begitu juga dengan
perempuan. Suatu peran dilekatkan pada perempuan karena berdasarkan

xiii
kebiasaan atau kebudayaan yang akhirnya membentuk suatu kesimpulan
bahwa peran atau sifat itu hanya dilakukan oleh perempuan

2.2 Bentuk – Bentuk Keadilan Gender


Keadilan gender adalah suatu proses dan perlakuan adil terhadap perempuan dan
laki-laki. Dengan keadilan gender berarti tidak ada pembakuan peran, beban ganda,
subordinasi, marginalisasi dan kekerasan terhadap perempuan maupun laki-laki.
Terwujudnya kesetaran dan keadilan gender ditandai dengan tidak adanya
diskriminasi antara perempuan dan laki-laki, dan dengan demikian mereka memiliki
akses, kesempatan berpartisipasi, dan kontrol atas pembangunan serta memperoleh
manfaat yang setara dan adil dari pembangunan.

Permasalahan Ketidakadilan Gender. Ketertinggalan perempuan mencerminkan


masih adanya ketidakadilan dan ketidak setaraan antara laki-laki dan perempuan di
Indonesia, hal ini dapat terlihat dari gambaran kondisi perempuan di Indonesia.
Sesungguhnya perbedaan gender dengan pemilahan sifat, peran, dan posisi tidak
menjadi masalah sepanjang tidak melahirkan ketidakadilan. Namun pada
kenyataannya perbedaan gender telah melahirkan berbagai ketidak adilan, bukan saja
bagi kaum perempuan, tetapi juga bagi kaum laki-laki. Berbagai pembedaan peran,
fungsi, tugas dan tanggung jawab serta kedudukan antara laki-laki dan perempuan
baik secara langsung maupun tidak langsung, dan dampak suatu peraturan
perundang-undangan maupun kebijakan telah menimbulkan berbagai ketidakadilan
karena telah berakar dalam adat, norma ataupun struktur masyarakat.
Bentuk-bentuk ketidakadilan akibat diskriminasi gender meliputi:
2.1 Marginalisasi (pemiskinan) perempuan
Pemiskinan atas perempuan maupun atas laki-laki yang disebabkan
oleh jenis kelaminnya adalah merupakan salah satu bentuk
ketidakadilan yang disebabkan gender. Peminggiran banyak terjadi
dalam bidang ekonomi. Peminggiran dapat terjadi di rumah, tempat
kerja, masyarakat, bahkan oleh negara yang bersumber keyakinan,
tradisi/kebiasaan, kebijakan pemerintah, maupun asumsi-asumsi ilmu
pengetahuan (teknologi).
Contoh-contoh marginalisasi:

xiv
1. Pemupukan dan pengendalian hama dengan teknologi baru yang
dikerjakan laki-laki
2. Pemotongan padi dengan peralatan sabit, mesin yang diasumsikan
hanya membutuhkan tenaga dan keterampilan laki-laki,
menggantikan tangan perempuan dengan alat panen ani-ani
3. Peluang menjadi pembantu rumah tangga lebih banyak
perempuanBanyak pekerjaan yang dianggap sebagai pekerjaan
perempuan seperti “guru taman kanak-kanak” atau “sekretaris”
dan “bidan”.

2.2 Subordinasi (penomorduaan)


Subordinasi pada dasarnya adalah keyakinan bahwa salah satu
jenis kelamin dianggap lebih penting atau lebih utama dibanding jenis
kelamin lainnya. Sudah sejak dahulu ada pandangan yang
menempatkan kedudukan dan peran perempuan lebih rendah dari pada
laki-laki. Kenyataan memperlihatkan pula bahwa masih ada nilai-nilai
masyarakat yang membatasi ruang gerak terutama perempuan di
berbagai kehidupan. Anggapan bahwa perempuan lemah, tidak mampu
memimpin, cengeng dan lain sebagainya, mengakibatkan perempuan
jadi nomor dua setelah laki-laki.
Contoh subordinasi yaitu apabila seorang isteri yang hendak
mengikuti tugas belajar, atau hendak berpergian ke luar negeri harus
mendapat izin suami, tatapi kalau suami yang akan pergi tidak perlu
izin dari isteri.

2.3 Stereotip (citra buruk)


Pelabelan atau penandaan yang sering kali bersifat negatif secara
umum selalu melahirkan ketidakadilan. Salah satu jenis stereotip yang
melahirkan ketidakadilan dan diskriminasi bersumber dari pandangan
gender karena menyangkut pelabelan atau penandaan terhadap salah
satu jenis kelamin tertentu.
Contoh stereotip yaitu

xv
1. pandangan terhadap perempuan bahwa tugas dan fungsinya
hanya melaksanakan pekerjaan yang berkaitan dengan
kerumahtanggaan
2. perempuan di anggap cengeng,
3. perempuan di anggap tidak rasional, emosian
4. perempuan tidak bias mengambil keputusan penting

2.4 Beban ganda / double burden

Beban ganda (double burden) artinya beban pekerjaan yang


diterima salah satu jenis kelamin lebih banyak dibandingkan jenis
kelamin lainnya. Peran reproduksi perempuan seringkali dianggap
peran yang statis dan permanen. Walaupun sudah ada peningkatan
jumlah perempuan yang bekerja diwilayah public, namun tidak diiringi
dengan berkurangnya beban mereka di wilayah domestic. Upaya
maksimal yang dilakukan mereka adalah mensubstitusikan pekerjaan
tersebut kepada perempuan lain,seperti pembantu rumah tangga atau
anggota keluarga perempuan lainnya. Namun demikian, tanggung
jawabnya masih tetap berada di pundak perempuan. Akibatnya mereka
mengalami beban yang berlipat ganda.
Contoh beban ganda
1. Perempuan yang bekerja sebagai ART dapat memiliki beban
ganda yaitu pada keluarga nya dan pada keluara yg tempat ia
bekerja.

xvi
2.5 Violence (kekerasan)
Berbagai kekerasan terhadap perempuan sebagai akibat
perbedaan peran muncul dalam  berbagai bentuk. Kata kekerasan
tersebut berarti suatu serangan terhadap fisik maupun integritas mental
psikologi seseorang.
Contoh kekerasan yaitu
1. perkosaan, pemukulan, dan penyiksaan yang mengakibatkan
perasaan tersiksa dan tertekan
2. kekerasan fisik maupun non fisik yang dilakukan oleh suami
terhadap isterinya di dalam rumah tangga
3. pelecehan seksual
4. eksploitasi seks terhadap perempuan dan pornografi 

2.5.1 Faktor - Faktor penyebab terjadinya kesenjangan gender


1. Nilai sosial dan budaya patriarkhi
2. Pemahaman ajaran agama yang tidak komprehensif dan cenderung
parsial
3. Kelemahan atau kurang percaya diri, tekad, dan
4. perempuan sendiri dalam memerjuangkan nasibnya
5. Masih kurangnya pengetahuan suami dan anggota keluarga tentang
perencanaan kehamilan;
6. Perempuan kurang memperoleh informasi dan pelayanan yang
memadai karena alasan ekonomi maupun waktu
7. Status dan posisi perempuan yang masih dianggap lebih rendah
dan tidak mempunyai posisi tawar yang kuat dalam pengambilan

keputusan.

2.5.2 Perspektif gender dalan pelayanan kesehatan


Memberikan asuhan bagi keluarga yang mengasuh anak
termasuk pembinaan kesehatan keluarga, kebidanan komunitas
termasuk persalinan di rumah, kunjungan rumah, serta deteksi dini
kelainan pada ibu dan anak.

xvii
2.5.3 Isu – isu perempuan
a. Isu gender dalam sektor kesehatan
Masalah gender yang harus diprioritaskan penanganannya,
adalah tingginya Angka Kematian Ibu (AKI), pemberantasan
Tuberculosis Paru, Malaria, HIV/AIDS, masalah gizi
masyarakat dan lingkungan yang tidak sehat. Hal ini
menunjukkan masih banyak terdapat ketimpangan antara
status kesehatan pada perempuan dan laki- laki.
b. Isu gender dalam kesehatan reproduksi
Suatu keadaan sehat fisik, mental, dan sosial budaya yang
utuh (bukan hanya bebas dari penyakit atau cacat saja) dalam
segala aspek yang berhubungan dengan sistem, fungsi dan
proses reproduksi.

Ketidaksetaraan dalam kesehatan reproduksi


berhubungan dengan ketimpangan ekonomi yang kemudian
berkorelasi dengan ketidaksetaraan dalam kesehatan seksual
dan kesehatan reproduksi. Hal itu sangat dipengaruhi oleh
kualitas dan jangkauan sistem kesehatan serta oleh situasi
ketidaksetaraan gender.
 Kesehatan Reproduksi
Anatomi system reproduksi wanita terbagi dua yaitu
1. Organ
organ internal, terdiri dari :
a. Dua ovarium (indung telur)
b. Dua tuba fallopii (saluran telur)
c. Uterus (rahim)
d. Vagina

xviii
2. Organ
organ eksternal, terdiri dari :
a. Mons pubis
b. Labia Mayora
c. Labia Minora
d. Klitoris
e. Vestibulum
f. Meatus Uretra
g. Introitus vagina
h. Kelenjar skene dan bartholini

c. Isu gender dalam pelayanan keluarga berencana

kependudukan merupakan salah satu masalah yang


dihadapi dalam pembangunan Indonesia, yakni penduduk
yang tidak terkendali dapat memengaruhi pembangunan dan
peningkatan kesejahteraan masyarakat. Pertumbuhan
penduduk dapat ditentukan dari tingkat kelahiran dan
kematian. Adanya perbaikan layanan kesehatan dapat
mengurangi tingkat kematian penduduk. Namun, tingkat
kelahiran tetap tinggi hal itu yang menyebabkan ledakan
penduduk.Banyaknya penduduk atau tingginya angka
kelahiran, menjadi alasan utama diperlukannya program
Keluarga Berencana (KB). Tingginya angka kelahiran dalam
masyarakat yang tidak diimbangi dengan ketersediaan
kebutuhan hidup dapat menyebabkan kurangnya ketersediaan
bahan makanan, fasilitas pendidikan, pelayanan kesehatan,
dan sempitnya lapangan pekerjaan. Program Keluarga
Berencana merupakan salah satu program pemerintah yang
diharapkan dapat membentuk manusia yang berkualitas dan
dapat membatasi kelahiran bayi. KB juga dapat mengurangi
angka kematian ibu dan bayi di Indonesia.Kematian yang

xix
terjadi pada perempuan dapat disebabkan oleh jarak kehamilan
yang dekat, atau, bahkan karena seringnya

mengalami keguguran. Namun, sampai saat ini


program Keluarga Berencana hanya dipahami untuk dipakai
perempuan sehingga peranan keluarga menjadi tidak
seimbang. Perencanaan dalam keluarga yang harus dilakukan
ialah menentukan jumlah anak dan jarak kelahiran setiap anak.
Perencanaan itu dibuat agar pasangan suami-istri memiliki
persiapan, baik secara mental maupun fi nansial untuk masa
depan anak-anaknya.

d. Isu gender dalam sistem pemberian pelayanan kesehatan


Dalam pemberi pelayanan kesehatan, isu gender menjadi
penting karena gender merupakan determinan kesehatan yang
berinteraksi dengan faktor lainnya dalam kesehatan, seperti
kelas sosial, ras, dan etnis.

2.5.4 Strategi pemberdayaan perempuan

1. Pengarusutamaan Gender (PUG/GMS)


2. Penyadaran gender di masyarakat
3. Pembaruan dan pengembangan hukum Dan peraturan
perundang-undangan yang memberikan perlindungan
terhadap perempuan
4. Advokasi, fasilitasi, dan mediasi
5. Pengembangan kemitrasejajaran harmonis
6. Sistem informasi gender
7. Pengembangan system penghargaan
8. Membongkar mitos kaum perempuan sebagai pelengkap
dalam rumah tangga
9. Memberi beragam keterampilan bagi kaum perempuan

xx
10. Memberikan kesempatan untuk menempuh pendidikan seluas
mungkin

2.5.5 Gender mainstreaming (pengarusutamaan gender)


Pengarusutamaan gender (PUG), atau dalam istilah
Inggris: Gender Mainstraiming, merupakan suatu strategi untuk
mencapai kesetaraan dan keadilan gender melalui kebijakan dan
program yang memperhatikan pengalaman, aspirasi, kebutuhan,
dan permasalahan perempuan dan laki-laki dari seluruh kebijakan
dan program di berbagai bidang kehidupan atau pembangunan.
A. Evidence – base midwifery
Evidence based artinya berdasarkan bukti. Artinya tidak
lagi berdasarkan pengalaman atau kebiasaan semata. Semua
harus berdasarkan bukti. Bukti ini pun tidak sekadar bukti tapi
bukti ilmiah terkini yang bias dipertanggung jawabkan. 
Evidence-Based Practice adalah pendekatan sistematis
untuk meningkatkan kualitas praktik keperawatan dengan
mengumpulkan bukti terbaik, Almaskari (2017). Evidence adalah
kumpulan fakta yang diyakini kebenarannya. Ada dua bukti yang
dihasilkan oleh evidence yaitu bukti eksternal dan internal.
Evidence based practice (EBP) adalah sebuah proses yang
akan membantu tenaga kesehatan agar mampu uptodate atau cara
agar mampu memperoleh informasi terbaru yang dapat menjadi
bahan untuk membuat keputusan klinis yang efektif dan efisien
sehingga dapat memberikan perawatan terbaik kepada pasien
(Macnee, 2011).
Pentingnya evidence based practice dalam kurikulum
undergraduate juga dijelaskan didalam (Sin&Bleques, 2017)
menyatakan bahwa pembelajaran evidence based practice pada
undergraduate student merupakan tahap awal dalam menyiapkan
peran mereka sebagai registered nurses (RN). Namun dalam

xxi
penerapannya, ada beberapa konsep yang memiliki kesamaan dan
perbedaan dengan evidence based practice. Evidence based
practice atauevidence based nursing yang muncul dari konsep
evidence based medicinememiliki konsep yang sama dan
memiliki makna yang lebih luas dari RU atauresearch
utilization(Levin & Feldman, 2012).
Dibawah ini akan dipaparkan Evidence Base dalam praktik
Kebidanan terkini menurut proses reproduksi:

KEBIASAAN KETERANGAN
Diet rendah garam untuk Hipertensi bukan karena retensi
mengurangi hipertensi garam
Membatasi hubungan seksual Dianjurkan untuk memakai
untuk mencegah abortus dan kondom ada sel semen  yang
kelahiran prematur mengandung prostaglandin
tidak kontak langsung dengan
organ reproduksi yang dapat
memicu kontraksi uterus
Pemberian kalsium untuk Kram pada kaki bukan semata-
mencegah kram pada kaki mata disebabkan oleh
kekurangan kalsium
Diet untuk memcegah bayi Bayi besar disebabkan oleh
besar gangguan metabolism pada ibu
seperti diabetes melitus
Aktititas dan
mobilisasi/latihan (senam
hamil dll) saat masa
kehamilan menurunkan
kejadian PEB, gestasional
diabetes dan BBLR dan
persalinan SC

xxii
a. Tujuan Evidence – base midwifery care
Implementasi Praktik berbasis bukti mempunyai maksud
untuk memberikan respon terbaik dan menambah derajat asuhan
kebidanan. Dalam rutinitas harian tenaga pelayanan kesehatan
professional baik bidan maupun perawat, farmasi serta tenaga
kesehatan professional lainnya sering memilih respon dari
persoalan yang muncul pada waktu menetapkan pemberian
treatment yang paling baik bagi pasien.
Berdasarkan pada evidence based, pendekatan yang
dilaksanakan mempunyai tujuan guna memperoleh data yang
paling baik sebagai respon dari persoalan dalam klinis praktikum
kebidanan yang berguna untuk menambah taraf perawatan pada
ibu/pasien.

xxiii
Dalam mengintegrasikan Evidence Based Practice ke dalam
sebuah kurikulum pendidikan kebidanan sangat penting. Dimana
tujuan utama mengajarkan Evidence Based Practice dalam
pendidikan kebidanan adalah menyiapkan bidan yang professional
dan memiliki kemampuan untuk memberikan sebuah pelayanan
kebidanan yang mempunyai kualitas yang di dasarkan dari
evidence based.
Pentingnya untuk melaksanakan Sebuah Evidence Based
Practice di bidang pendidikan maupun di institusi pendidikan
adalah sebuah cikal bakal atau merupakan pondasi utama
terbentuknya bidan professional yang memerlukan strategi untuk
dapat meningkatkan keahlian, ketrampilan dan pengetahuan serta
pemahaman yang bertahap terhadap kasus nyata yang terjadi di
lapangan atau masyarakat.
Namun untuk mampu mengintegrasikan evidence based
dan evidence based mampu di implementasikan ke dalam praktik
kesehatan terutama praktik kebidanan, terdapat halhal yang banyak
perlu menjadi perhatian dan dipertimbangkan oleh bidan dengan
memiliki sikap professional adalah apa bukti paling baru memiliki
rancangan berkaitan situasi serta keadaan di lapangan dan apakah
dalam 5 pelaksanaan evidence based, terdapat faktor yang mungkin
menjadi sebuah hambatan dan seberapa besar pengeluaran yang
harus dibayar, yang mungkin perlu untuk disiapkan seperti
misalnya dari kebijakan pemimpin institusi, institusi kebidanan dan
sumber daya yang kompeten dalam penerapan EBP dan mendalami
Evidence Based Practice, sehingga tidak semuanya dapat
menerapkan evidence dalam menghasilkan sebuah kesimpulan atau
mengubah sebuah praktik kesehatan.

b. Manfaat Evidence – base midwifery care

xxiv
Praktik berdasarkan penelitian merupakan penggunaan
yang sistematik, ilmiah dan eksplisit dari penelitian terbaik saat ini
dalam pengambilan keputusan tentang asuhan pasien secara
individu. Hal ini menghasilkan asuhan yang edektif dan tidak
selalu melakukan intervensi. Kajian ulang intervensi secara historis
memunculkan asumsi bahwa sebagaian besar besar komplikasi
obstetric yang mengancam jiwa bisa diprediksi atau dicegah.
Intervensi harus dilaksanakan atas dasar indikasi yang
spesifik,bukan sebagai rutinitas sebab test-test rutin, obat, atau
prosedur lain pada kehamilan dapat membahayakan ibu maupun
janin. Bidan yang terampil harus tahun kapan ia harus melakukan
sesuatu dan intervensi yang dilakukannya haruslah aman
berdasarkan bukti ilmiah.
Asuhan yang dilakukan dituntut anggap terhadap fakta
yang terjadi, menyesuaikan dengan keadaaan atau kondisi pasien
dengan mengutamakan keselamatan dan Kesehatan pasien dengan
mengikuti prosedur yang sesuai dengan evidence asuhan
kebidanan, yang tentu saja berdasar kepada hal-hal yang sudah di
bahas sebelumnya, yaitu: standar asuhan kebidanan, standar
pelayanan kebidanan, kewenangan bidan komunitas, fungsi utama
bidan bagi masyarakat. Fungsi utama profesi kebidanan, ruang
lingkup asuhan yang diberikan.
Dengan pelaksanaan praktik asuhan kebidanan yang
berdasarkan evidence based tersebut tentu saja bermanfaat
membantu mengurangi angka kematian ibu hamil dan risiko-risiko
yang di alami selama persalinan bagi ibu dan bayi serta bermanfaat
juga untuk memperbaiki keadaaan Kesehatan masyarakat.

c. Ciri – ciri Evidence – base midwifery care


1. Terdiri atas bukti penelitian dan pengalaman klinis

xxv
2. Ada keterampilan yang dilibatkan dalam membaca literatur
yang memerlikan kemampuan untuk mensintesakan informasi
dan membuat pertimbangan mengenai kualitas bukti-bukti yang
ada.
3. Cara penggunaan informasi merupakan fungsi tingkat otoritas
praktisin di suatu organisasi dan tingkat kenyakinannya
terhadap keefektifan infromasi yang digunakan
4. Bagian dari penggunaan EBP adalah kemampuan mengevaluasi
secara mandiri informasi yang digunakan dan menguji
vadilitasnya dalam konyteks praktik masing-masing.
5. Pertimbangan klinis berbasis bukti didasarkan pada gagasan
tentang perilaku dan peran professional dan terutama
dipedomani oleh suatu system nilai Bersama.

d. Langkah – langkah Evidence – base midwifery practice

Langkah-langkah yang dilakukan dalam proses Evidence Based


Practice adalah sebagai berikut :
1) Meningkatkan keinginan pencarian (inquiry).
Inquiry adalah semangat untuk melakukan
penyelidikan yaitu sikap kritis untuk selalu bertanya terhadap
fenomena-fenomena serta kejadian-kejadian yang terjadi saat
praktek dilakukan oleh seorang petugas kesehatan dalam
melakukan perawatan kepada pasien. Namun demikian, tanpa
adanya budaya yang mendukung, semangat untuk menyelidiki
atau meneliti baik dalam lingkup individu ataupun institusi
tidak akan bisa berhasil dan dipertahankan. Dalam
membangun budaya EBP terdapat elemen kunci yaitu adanya
semangat dalam melakukan penyelidikan, dimana semua
tenaga kesehatan didorong untuk mempertanyakan kualitas
praktek yang selama ini mereka jalankan dan pada saat ini
mereka jalankan. Sebuah filosofi, misi dan system promosi

xxvi
klinis dengan mengintergrasikan Evidence Based Practice,
mentor yang memiliki pemahaman mengenai Evidence Based
Practice, mampu mengatasi tantangan atau hambatan yang
mungkin dapat terjadi, mampu membimbing orang lain,
ketersediaan infrastruktur yang mendukung untuk mencari
informasi atau literatur seperti computer dan laptop, dukungan
dari administrasi dan kepemimpinan, serta motivasi dan
konsistensi individu itu sendiri dalam menerapkan Evidence
Based Practice.

2) Mengajukan pertanyaan PICO (T) question.


Dalam mencari jawaban untuk pertanyaan klinis yang
muncul, maka diperlukan strategi yang efektif yaitu dengan
membuat format PICO.
P adalah pasien, populasi atau masalah baik itu umur, gender,
ras ataupun penyakit.
I merupakan intervensi baik itu meliputi treatment di klinis
ataupun pendidikan dan administrative. Selain itu juga
intervensi juga dapat berupa perjalanan penyakit ataupun
perilaku beresiko seperti perilaku merokok.
C atau comparison merupakan intervensi pembanding bisa
dalam bentuk terapi, faktor resiko, placebo ataupun non-
intervensi.
O atau outcome adalah hasil yang ingin dicari dapat berupa
kualitas hidup, pastient safety, menurunkan biaya ataupun
meningkatkan kepuasan pasien.
3) Menemukan fakta-fakta yang terbaik.
Istilah kunci yang telah dirangkai dengan memakai
PICO(T), di fungsikan guna mengawali penyelidikan data
(evidence) yang unggul (terbaik). Yang dimaksud dengan
bukti yang unggul yaitu di amati dari macam dan level dalam

xxvii
penelitian. Beberapa tingkat penelitian yang dapat ditampilkan
sebagai evidence atau bukti atau ciri yang unggul (terbaik)
adalah meta-analysis dan systematic review. Terdapat lima
jenjang yang dapat diambil sebagai bukti diantaranya:
a. Data dari analisis statistik atau tinjauan Pustaka sistematik.
b. Data desain Randomized Control Trial
c. Data kasus control dan cohort study
d. Data yang bermula pada deskripsi tunggal maupun studi
mutu (qualitative).
e. Informasi berawal dari pendapat atau badan ahli

4) Melaksanakan evaluasi ciri atau data yang sudah diketahui.


Setelah mengetahui evidence atau bukti yang paling baik
dan sebelum di terapkan ke pendidikan maupun ke dalam
pelayanan klinis. Hal yang perlu dilakukan yaitu
melaksanakan appraisal atau penilaian tentang evidence yang
ditemukan tersebut. Untuk melaksanakan penilaian, beberapa
hal yang harus ditinjau kembali antara lain :
a. “Evidence quality” merupakan bagaimana sebuah mutu
bukti dari artikel, ketepatan jurnal atau keras dan dapat
dipercaya.
b. “What is magnitude of effect?” Yang berarti “Seberapa
penting dampaknya?”
c. “How pricise the estimate of effect?” , hal ini berarti
“Seberapa tepat perkiraan efeknya?”
d. “Apakah evidence tersebut mempunyai efek samping
ataukah keuntungan dalam penggunaannya?”
e. “Berapa biaya yang perlu disiapkan untuk mengaplikasikan
bukti?”
f. “Apakah bukti tersebut sesuai untuk kondisi atau fakta yang
ada di praktek klinis?”

xxviii
5) Memadukan data dengan ketrampilan klinis serta pilihan
pasien untuk membuat keputusan klinis terbaik
Sesuai dengan definisi dari Evidence Based Practice, untuk
mengimplementasikan EBP ke dalam praktik klinis kita harus
bisa mengintegrasikan bukti penelitian dengan informasi
lainnya. Informasi itu dapat berasal dari keahlian dan
pengetahuan yang kita miliki, ataukah dari pilihan dan nilai
yang dimiliki oleh pasien. Selain itu juga, menambahkan
penelitian kualitatif mengenai pengalaman atau perspektif
pasien bisa menjadi dasar untuk mengurangi resiko kegagalan
dalam melakukan intervensi terbaru. Setelah
mempertimbangkan beberapa hal tersebut untuk membuat
keputusan klinis yang tepat dan efektif untuk pasien. Evidence
yang digunakan sangat mempengaruhi tingkat keberhasilan
pelaksanaan proses Evidence Based Practice serta tahap dari
kecakapan dalam melewati setiap prosedur didalam Evidence
Based Practice.

6) Evaluasi hasil setelah penerapan Evidence Based Practice


pada perubahan praktek.
Evaluasi penerapan evidence based sungguh harus
dikerjakan untuk memahami keefektifan dari evidence yang
sudah diterapkan dalam penelitian, apakah terdapat perubahan
yang terjadi dan perubahan tersebut telah sebanding dengan
harapan hasilnya dan apakah evidence 29 tersebut berakibat
pada penambahan kualitas kesehatan pada pasien.

7) Membagikan hasil.
Terakhir dari tahapan pratik berbasis bukti yaitu
menyebarkan produk. Apabila bukti yang diperoleh dapat
membuktikan bisa menyebabkan adanya peralihan dan

xxix
memperoleh produk positif sehingga berguna dalam upaya
disebarkan dan diperlukan.

B. Perkembangan keilmuan midwifery yang berhubungan dengan


evidence based practice serta tigginya kasus kesakitan dan
kematiaan ibu di banyak Negara berkembang
Tinggi kasus kesakitan dan kematian ibu di banyak negara
berkembang, terutama disebabkan oleh perdarahan pasca
persalinan, eklamsia, sepsis dan komplikasi keguguran. Sebagian
besar penyebab utama kesakitan dan kematian ibu tersebut
sebenernya dapat dicegah. Melalui upaya pencegahan yang
efektif, beberapa negara berkembang dan hamper semua negara
maju, berhasil menurunkan angka kesakitan dan kematian ibu
tingkat yang sangat rendah.
Asuhan Kesehatan ibu selama dua dasawarsa terakhir
focuskus pada :

1. Keluarga Berencana
Membantu para ibu dan suaminya merencakan
kehamilan yang diinginkan
2. Asuhan Antenatal Terfokus
Membantu perkembangan kehamilan, mengenali
gejala dan tanda bahaya, menyiapkan persalinan dan
kesediaan menghadapi komplikasi.
3. Asuhan Pasca Keguguran
Menatalaksanakan gawat-darurat keguguran dan
komplikasinya serta tanggap terhadap kebutuhan pelayanan
Kesehatan produksi lainnya.
4. Persalinan yang bersih dan aman serta pencegahan
komplikasi

xxx
Kajian dan bukti ilmiah menunjukkan bahwa asuhan
persalinan bersih, aman dan tepat waktu merupakan salah
satu upaya efektif untuk mencegah terjadinya kesakitan
dan kematian.
5. Penatalaksaan komplikasi yang terjadi sebelum, selama
dan setelah persalinan
Dalam upaya menurunkan kesakitan dan kematian
ibu, perlu diantisipasi adanya keterbatasan kemampuan
untuk menatalaksanan komplikasi pada jenjang pelayanan
tertentu. Kompetensi petugas, pengenalan jenis komplikasi
dan ketersediaan sarana pertolongan menjadi penentu bagi
keberhasilan penatalaksanaan komplikasi yang umumnya
akan selalu berbeda menurut derajat, keadaan dan tempat
terjadinya.
Focus asuhan persalinan normal adalah persalinan bersih dan
aman serta mencegah terjadinya komplikasi. Hal ini merupakan pergesaran
paradigma dari menunggu terjadinya dan kemudian menangani
komplikasi, menjadi pencegahan komplikasi persalinan bersih dan aman
serta pencegahan komplikasi selama dan pasca persalian terbukti mampu
mengurangi kesakitan atau kematian ibu dan bayi baru lahir. Beberapa
contoh dibawah ini adalah perkembangan keilmuan kebidanan yang
berhubungan dengan evidence based practice.
A. Gentle Birth
Gentle Birth adalah konsep persalinan yang santu, tenang, alami
yang betujuan untuk mempersiapkan ibu hamil agar tetap tenang
dan rileks saat melahirkan. Konsep ini melibatkan praktik senam
hamil, olah pernafasan, serta self hypnosis yang rutin dilakukan
sejak awal masa kehamilan hingga menuju persalinan.
B. Water Birth
Persalinan di air (Inggris : Waterbirth) adalah proses persalinan
atau proses melahirkan yang dilakukan didalan air hangat.

xxxi
Melahirkan dalam air (Water Birth) adalah suatu metode
melahirkan secara normal melalui vagina di dalam air. Secara
prinsip, persalinan dengan metode Water Birth tidaklah jauh
berbeda dengan metode persalinan normal di atas tempat tidur,
hanya saja pada metode water birth persalinan dilakukan di dalam
air sedangkan pada persalinan biasa dilakukan di atas tempat tidur.
Perbedaann lainnya adalah pada persalinan di atas persalinan di
atas tempat tidur, calon ibu akan merasakan jauh lebih sakit jika
dibandingkan dengan persalinan menggunakan metode water birth
ada yang mengatakan persalinan dengan water birth dapat
mengurangi rasa sakit hingga mencapai 40-70%.
C. Lotus Birth
Lotus Birth atau tali pusat yang tidak dipotong, adalah
praktek meninggalkan tali pusat yang tidak di klem dah lahir
secara utuh daripada ikut menghalangi proses fisiologis normal
dalam perubahan wharthons jelly yang menghasilkan pengkleman
internal alami dalam10-20 menit pasca persalinan.

a. Implementasi EBM pada pelayanan kehamilan

b. Implementasi EBM pada pelayanan persalinan


c. Implementasi EBM pada pelayanan nifas dan kb
d. Implementasi EBM pada pelayanan bayi dan balita

xxxii
BAB III
PENUTUP

4.1 Kesimpulan

Kata “Gender” berasal dari bahasa inggris, gender yang berarti “jenis
kelamin”. Dalam Webster’s New World Dictionary, jender diartikan sebagai
perbedaan yang tampak antara laki-laki dan perempuan dilihat dari segi nilai
dan tingkah laku.1 Didalam Webster’s Studies Encylopedia dijelaskan
bahwajender adalah suatu konsep kultural yang berupaya membuat perbedaan
(distinction) dalam hal peran, prilaku, mentalitas dan karakterstik emosional
antara laki-laki dan perempuan yang berkembang dalam masyarakat.

xxxiii
Gender adalah perbedaan yang tampak pada laki-laki dan perempuan
apabila dilihat dari nilai dan tingkah laku. Gender merupakan suatu istilah
yang digunakan untuk menggambarkan perbedaan antara laki-laki dan
perempuan secara sosial. Gender adalah kelompok atribut dan perilaku secara
kultural yang ada pada laki-laki dan perempuan.
Memberikan asuhan bagi keluarga yang mengasuh anak termasuk
pembinaan kesehatan keluarga, kebidanan komunitas termasuk persalinan di
rumah, kunjungan rumah, serta deteksi dini kelainan pada ibu dan anak.
4.2 Saran
Demikian makalah ini kami susun, semoga makalah ini dapat dijadikan
pedoman kita dalam pembelajaran. Apabila ada kekurangan dalam penulisan
makalah ini, kami mohon maaf yang sebesar-besarnya.

DAFTAR PUSTAKA

https://adoc.pub/perspektif-gender-dalam-pelayanan-kesehatan.html
https://moudyamo.wordpress.com/2013/06/01/isu-terkini-dan-evidence-based-
dalam-praktik-kebidanan/comment-page-1/
https://books.google.co.id/books?
hl=en&lr=&id=TiGZDwAAQBAJ&oi=fnd&pg=PR5&dq=Manfaat+Evidence+
%E2%80%93+based+midwifery+care&ots=IIBkwJhb3M&sig=Ksv4XNVwr-
NEM01wVPUmRrxj8G4&redir_esc=y#v=onepage&q=Manfaat%20Evidence
%20%E2%80%93%20based%20midwifery%20care&f=false
https://www.academia.edu/13334678/
EVIDENCE_BASED_PRACTICE_DAN_MIDWIFERY_BASED
http://repo.unand.ac.id/33995/1/Dengan%20EBM-Implementasi%20Dalam
%20Masa%20Kehamilan.pdf

xxxiv
https://maybidan.files.wordpress.com/2015/04/ebm.pdf
https://www.academia.edu/13334678/
EVIDENCE_BASED_PRACTICE_DAN_MIDWIFERY_BASED

xxxv

Anda mungkin juga menyukai