Anda di halaman 1dari 24

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengetahuan

2.1.1 Definisi

Pengetahuan (knowledge) adalah merupakan hasil “tahu” dan ini terjadi

setelah orang melakukan pengindraan terhadap suatu objek tertentu.

Pengetahuan (kognitif) merupakan domain yang sangat penting untuk

terbentuknya tindakan seseorang (overt behavior). Dari pengalaman dan

penelitian terbukti bahwa perilaku yang disadari pengetahuan akan lebih

langgeng daripada perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan.9

2.2 Tingkat pengetahuan

Dari teori BLOOM, pengetahuan yang tercakup dalam domain kognitif

mempunyai 6 tingkatan, yaitu:9

2.2.1 Tahu (Know)

Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari

sebelumnya. Termasuk kedalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat

kembali oleh sebab itu “tahu” adalah merupakan tingkat pengetahuan yang

paling rendah.

2.2.2 Memahami (Comperhension)

Memahami diartikan sebagai kemampuan menjelaskan secara benar

tentang objek yang diketahui dan dapat menginterpretasi materi tersebut

10
11

secara benar. Orang yang telah paham terhadap objek atau materi harus

dapat menjelaskan.

2.2.3 Aplikasi (Application)

Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi

yang telah dipelajari. Pada situasi suatu kondisi nyata, aplikasi disini

dapat diartikan atau penggunaan hukum-hukum, metode, prinsip dalam

konteks atau situasi lainnya.

2.2.4 Analisis (Analysis)

Analisis adalah suatu kemampuan seseorang untuk menjabarkan materi

atau memisahkan, kemudian mencari hubungan antara komponen-

komponen yang terdapat dalam suatu masalah atau obyek yang diketahui.

Indikasi bahwa pengetahuan seseorang itu sudah sampai tingkat analisis

apabila orang tersebut telah dapat membedakan atau memisahkan,

mengelompokan, membuat diagram (bagan) terhadap pengetahuan atau

obyek tersebut.

2.2.5 Sintesis (Syntesis)

Sintesis menunjukan kepada suatu kemampuan untuk meletakan atau

menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang

baru. Dalam kata lain sintesis itu suatu kemampuan untuk menyusun

formulasi baru dari formulasi-formulasi yang ada.

2.2.6 Evaluasi (evaluation)

Evaluasi berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau

penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penilaian-penilaian ini


12

berdasarkan suatu kriteria yang ditentukan sendiri atau norma-norma yang

berlaku di masyarakat.

2.3 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pengetahuan

pengetahuan seseorang dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu :10

2.3.1 Tingkat pendidikan

Pendidikan dapat membawa wawasan atau pengetahuan seseorang. Secara

umum seseorang yang berpendidikan lebih tinggi akan mempunyai

pengetahuan yang lebih luas dibandingkan dengan seseorang tingkat

pendidikannya lebih rendah.

2.3.2 Informasi

Seseorang yang mempunyai sumber informasi lebih banyak dan

mempunyai pengetahuan yang lebih luas.

2.3.4 Budaya

tingkah laku manusia atau kelompok manusia dalam memenuhi kebutuhan

yang meliputi sikap.

2.3.5 Pengalaman

Sesuatu yang pernah dialami seseorang akan menambah kebutuhan

tentang sesuatu yang bersifat non formal.

2.3.6 Umur

Umur penderita mempengaruhi bagaimana penderita mengambil

keputusan dalam pemeliharaan kesehatan, semakin bertambah umur atau

tua maka pengalaman dan pengetahuan semakin bertambah.


13

2.4 Pengukuran pengetahuan

Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau kusioner

yang menanyakan tentang isi materi yang ingin diukur dari subjek penelitian atau

responden ke dalam pengertian yang ingin kita ketahui dapat disesuaikan dengan

tingkat tersebut diatas.11

2.4.1 Tingkat pengetahuan baik bila skor atau nilai 76-100%

2.4.2 Tingkat pengetahuan cukup bila skor atau nilai 56-75%

2.4.3 Tingkat pengetahuan kurang bila skor atau nilai <56%

2.5 HIV

2.5.1 Definisi

Human immunodeficiency virus (HIV) merupakan suatu virus yang dapat

menyebabkan AIDS yang termasuk kelompok retrovirus yang menyerang sel-

sel darah putih terutama (T-iymphocytes, Helper T-cells atau CD4 cells).

Seseorang yang sudah terinfeksi HIV, akan mengalami infeksi seumur hidup.

Kebanyakan orang dengan HIV/AIDS (ODHA) tetap asimtomatik (tanpa tanda

dan gejala dari suatu penyakit) untuk jangka waktu lama. Meski demikian,

sebetulnya mereka telah dapat menulari orang lain. Acquired Immune

Deficiency Syndrome (AIDS). “Acquired” artinya tidak diturunkan tetapi

didapat “immune” adalah sistem daya tangkal atau kekebalan tubuh terhadap

penyakit “Deficiency” artinya tidak cukup atau kurang dan “Syndrome” adalah

kumpulan tanda dan gejala penyakit. AIDS adalah bentuk lanjut dari infeksi

HIV, yang merupakan kumpulan gejala menurunnya sistem kekebalan tubuh.

Infeksi HIV berjalan sangat progesif merusak sistem kekebalan tubuh,


14

sehingga penderita tidak dapat menahan serangan infeksi jamur, bakteri atau

virus. Kebanyakan orang dengan HIV akan meninggal dalam beberapa tahun

setelah tanda pertama AIDS muncul bila tidak ada pelayanan dan terapi yang

diberikan.12

HIV menyebabkan beberapa kerusakan sistem imun dan menghancurkan.

Hal ini tersebut terjadi dengan menggunakan DNA proses tersebut, virus ini

menghancurkan CD4 dan limfosit.12

Infeksi virus ini mengakibatkan terjadinya penurunan sistem kekebalan

yang terus menerus, yang akan mengakibatkan defisiensi kekebalan tubuh.

Sistem kekebalan dianggap defisiensi ketika sistem tersebut tidak dapat lagi

menjalankan fungsinya memerangi infeksi dan penyakit-penyakit.

2.6 Patogenesis HIV

Sesudah HIV memasuki tubuh seseorang, maka tubuh akan terinfeksi dan virus

mulai mereplikasi diri dalam sel orang tersebut (terutama sel limfosit T CD4 dan

makrofag). Masa antara masuknya infeksi dan terbentuknya antibodi yang dapat

dideteksi melalui pemeriksaan laboratorium selama 2-12 minggu dan disebut

masa (window period). Selama masa jendela, pasien sangat infeksius, mudah

menularkan kepada orang lain, meski hasil pemeriksaan laboratoriumnya masih

negatif. Hampir 30-50% orang mengalami masa infeksi akut pada masa infeksius

ini, dimana gejala dan tanda yang biasanya timbul adalah demam, pembesaran

kelenjar getah bening, keringat malam, ruam kulit, sakit kepala dan batuk. Orang

yang terinfeksi HIV dapat tetap tanpa gejala dan tanda (asimtomatik) untuk jangka

waktu cukup panjng bahkan sampai 10 tahun atau lebih.13


15

2.7 Etiologi

Penyebab AIDS adalah sejenis HIV sejenis virus RNA tergolong retrovirus

yang disebut HIV. Pada dasarnya, HIV dalam bentuknya yang asli merupakan

pertikel yang inert, tidak dapat berkembang atau melukai sampai masuk ke sel

target. Sel target virus ini terutama sel Lymfosit T, karena mempunyai reseptor

untuk virus HIV yang di sebut CD- didalam sel limfosit T, virus dapat

berkembang dan seperti retrovirus, dapat tetap hidup lama dalam sel keadaan

inaktif. Walaupun demikian virus dalam tubuh pengidap HIV selalu dianggap

infectious yang setia saat dapat aktif dan dapat ditularkan selama hidup penderita

tersebut.14

Secara morfologis HIV terdiri atas dua bagian besar yaitu bagian inti (core)

dan bagian selubung (envelop). Bagian inti terbentuk silindris tersusun atas dua

untaian RNA ( Ribonucleic Acid). Enzim reverce transcriptase dan beberapa jenis

proses. Bagian selubung terdiri dari atas lipid dan glikoprotein (gp 41 gp 120). Gp

12 berhubungan dengan reseptor limfosit (T4) yang rentan. Karena bagian luar

virus (lemak) tidak tahan panas, bahan kimia, maka HIV termasuk virus sensitive

terhadap pengaruh lingkungan seperti air mendidih, sinar matahari dan mudah

dimatikan dengan berbagai desinfektan seperti eter, aseton, alkohol, jodium

hipoklorit dan sebagainya tetapi relatif resisten terhadap radiasi dan sinar ultra

violet. Virus HIV hidup dalam darah, savila semen, air mata dan mudah mati

diluar tubuh. HIV juga dapat ditemukan dalam sel monosit, makrofag, dan sel glia

jaringan otak.14
16

2.8 Tanda dan Gejala HIV/AIDS

HIV di dalam tubuh seseorang tidak dapat dilihat dari penampilan luar. Orang

yang terinfeksi tidak akan menunjukan gejala apapun dalam jangka waktu yang

relatif lama (±5-10 tahun) setelah tertular HIV. Masa ini disebut masa laten.

Orang tersebut masih tetap sehat dan bisa bekerja sebagaiman biasanya walaupun

darahnya mengandung HIV. Masa inilah yang mengkhawatirkan bagi kesehatan

masyarakat, karena orang terinfeksi secara tidiak disadari dapat menularkan

kepada yang lainnya.12

2.8.1 Proses dari HIV menjadi AIDS melalui tahapan atau disebut dengan

stadium.

A. Stadium I

HIV infeksi dimulai dengan masuknya HIV dan diikuti terjadinya

perubahan serologis ketika antibody terhadap virus tersebut berubah dari

negatif menjadi positif. Rentang waktu sejak HIV masuk kedalam tubuh

sampai tes antibody terhadap HIV menjadi positif tersebut window period,

lama window period antara satu sampai tiga bulan, bahkan ada yang dapat

berlangsung sampai enam bulan.

B. Stadium II

Asimptomatik berarti bahwa di dalam organ tubuh terdapat HIV tetapi

tubuh tidak menunjukkan gejala-gejala. Keadaan ini dapata berlangsung

rentan selama 5-10 tahun. Cairan tubuh pasien HIV/AIDS yang tampak

sehat ini sudah dapat menularkan HIV kepada orang lain.


17

C. Stadium III : pemebesaran kelenjar limfe secar menetap dan merata dan

Diare kronis

tidak hanya muncul pada satu tempat saja dan berlangsung lebih satu

bulan.

D. Stadium IV : AIDS keadaan ini disertai adanya bermacam-macam

penyakit

Antara lain penyakit toksoplasmosis pada otak, kandidiasis tenggorokan

(eosophagus) saluran pernapasan (trachea) dan penyakit infeksi sekunder.

Gejala klinis pada stadium AIDS

1) Tanda-tanda utama (mayor)

Tanda ini meliputi penurunan berat badan lebih dari 10% dalam

waktu tiga bulan, demam berkepanjangan selama lebih dari tiga bulan,

dan diare kronis selama lebih dari satu bulan serta TBC.

2) Tanda-tanda tambahan

Tanda ini meliputi batuk berkepanjangan selama lebih dari satu

bulan, kelainan kulit (gatal)., herpes zaster berulang dan bercak-bercak

gatal diseluruh tubuh, infeksi pada mulut dan tenggorokkan yang

disebabkan jamur Candida albicans dan pembengkakkan kelenjar getah

bening diseluruh tubuh yang teraba di bawah telinga, leher, ketiak dan

lipatan paha.
18

2.9 Penularan HIV/AIDS

HIV dapat ditemukan pada semua cairan tubuh penderita, tetapi yang terbukti

penularannya dalah melaui darah, air mani dan cairan serviks/vagina.12

2.9.1 HIV menular melalui

A. Heteroseksual dan Biseksual

Berhubungan seks yang memungkinkan darah air mani atau cairan

vagina dari orang yang terinfkesi HIV masuk ke aliran darah orang belum

terinfeksi.

B. Penggunaan narkoba suntik

Transmisi parental akibat penggunaan jarum suntik dan alat tusuk

lainnya (alat tindik) yang telah terkontmnasi, misalnya pada penyalah

gunaan narkotik suntik yang menggunakan jarum suntik yang tercemar

secara bersama-sama. Dapat juga terjadi melalui jarum suntik yang dipakai

oleh petugas kesehatan tanpa disterilkan terlebih dahulu. Risiko tertular

cara transmisi parental ini kurang dari 1%.

C. Transmisi perinatal

1. Penularan melalui pemakaian jarum suntik secara bergantian

2. Penularan melalui transfuse darah

3. Penularan dari ibu ke anak

Penularan dari ibu yanvg mengandung HIV positif ke anak mempunyai

resiko sebesar 50%. Penularan dapat terjadi sewaktu hamil, melahirkan

dan sewaktu menyusui. Penularan melalui air susu ibu termasuk penularan

dengan resiko rendah.


19

HIV dapat ditemukan dalam cairan tubuh seperti darah, cairan semen,

cairan vagina dari air susu ibu. HIV dapat ditularkan melalui seks

penetratif (anal atau vaginal) dan oral seks, transfuse darah, pemakaian

jarum suntik terkontaminasi secara bergantian dalam lingkungan

perawatan kesehatan dan melalui suntikan narkoba serta penularan dari ibu

ke anak, selama masa kehamilan, persalinan dan menyusui.

2.9.2 HIV yang tidak menular melalui

A. Gigitan serangga

B. Bersalaman, bersentuhan, berpelukkan dan berciuman

C. Menggunakan peralatan makan bersama

D. Menggunakan jamban bersama dan bahkan tinggal serumah dengan orang

yg terpapar HIV

2.10 Siklus Hidup HIV

Seperti virus lain pada umumnya, HIV hanya dapat bereplikasi dengan

memanfaatkan sel inang. Siklus hidup HIV diawali dengan penempelan partikel

virus (Virion) dengan reseptor pada permukaan sel inang, diantaranya adalah

CD4, CXCR5 dan CXCR5. Sel-sel yang menjadi target HIV adalah sel dendritik,

sel T, dan makrofag. Setalah menempel, selubung virus akan melebur (fusi)

dengan membran sel sehingga isi partikel virus akan terlepas di dalam sel.

Selanjutnya enzim transkriptase baik yang dimiliki HIV akan mengubah genom

virus yang berupa RBA menjadi DNA.


20

2.11 Pencegahan HIV

Upaya pencegahan HIV/AIDS hanya dapat efektif bila dilaksanakan dengan

komitmen seluruh lapisan masyarakkat dan komitmen politik yang tinggi untuk

mencegah atau mengurangi perilaku risiko tinggi terhadap penularan HIV. adapun

upacaya pencegahan meliputi:15

1. A = Abstinence tidak melakukan hubungan seksual atau tidak melakukan

hubungan seksua sebelum menikah.

2. B = Being faithful setia pada satu pasangan atau menghindari berganti-

ganti pasangan seksual.

3. C = condom, bagi yang beresiko dianjurkan selalu menggunakan kondom

secara benar selama berhubungan seksual.

4. D = Ijection jangan menggunakan obat (Narkoba) suntik dengan jarum

tidak steril atau digunakan secara bergantian.

5. E = Education pendidikan dan penyuluhan kesehatan tentang hal-hal

yang berkaitan dengan HIV/AIDS.

2.12 HIV Pada Kehamilan

Banyak penelitian membuktikan bahwa penularan HIV terjadi pada masa

intrauterine dan masa intrapartum. Pada saat hamil, sirkulasi darah janin dan

sirkulasi darah ibu dipisahkan oleh beberapa lapis sel yang terdapat di plasenta.

Plasenta melindungi janin dari infeksi HIV. Tetapi, jika terjadi peradangan,

infeksi ataupun kerusakan pada plasenta, maka HIV bisa menembus plasenta,

sehingga terjadi penularan HIV dari ibu ke anak. Sedangkan Distribusi

penularan dari ibu ke bayi diperkirakan sebagian terjadi beberapa hari sebelum
21

persalinan, dan pada saat plasenta mulai terpisah dari dinding uterus pada

waktu melahirkan. Penularan diperkirakan terjadi karena bayi terpapar oleh

darah dan sekresi saluran genital ibu. Suatu penelitian memberi proporsi

kemungkinan penularan HIV dari ibu ke anaknya saat dalam kandungan

sebesar 23-30% ketika proses persalinan 550-65% dan menyusui 12-20%.

Dinegara maju transmisi HIV dari ibu ke fetus sebesar 15-25% sementara

dinegara berkembang sebesar 25-35%. Tingginya angka transmisi ini berkaitan

dengan tingginya kadar virus dalam plasma ibu.1

2.13 Penatalaksaan HIV pada kehamilan

Untuk mengurangi resiko penularan dari ibu ke bayi maka penanganan

pencegahan infeksi bayi yang lahir dari ibu terinfeksi HIV sebaiknya dimulai

sejak saat bayi didalam kandungan. Ibu yang sudah diketahui terinfeksi HIV

sebelum hamil, perlu dipemeriksaan untuk mengetahui jumlah virus didalam

plasma, jumlah sel T-CD4+ dan genotype virus. Juga perlu diketahui apakah ibu

tersebut sudah mendapatkan anti retrovirus (ARV) atau belum. Data tersebut

kemudian dapat digunakan sebagai bahan informasi kepada ibu tentang resiko

penularan terhadap pasangan seks, bayi, serta cara pencegahannya.16

2.14 VOLUNTARY COUNSELING AND TESTING (VCT)

2.14.1 Definisi

Voluntary counseling and testing (VCT) merupakan kegiatan konseling

yang bersifat sukarela dan rahasia yang dilakukan sebelum dan sesudah tes

darah untuk HIV di laboratorium.17


22

Konseling dalam VCT adalah kegiatan konseling yang menyediakan

dukungan psikologis, informasi dan pengetahuan HIV/AIDS, mencegah

penularan HIV, mempromosikan perubahan perilaku yang bertanggung jawab,

pengobatan ARV dan memastikan pemecahan berbagai masalah terkait dengan

HIV/AIDS.17

Konseling dan testing sukarela yang kenal secara VCT adalah proses pra

testing, konseling post testing, dan testing HIV secara sukarela yang bersifat

rahasia dan secara lebih dini membantu orang mengetahui status HIV yang

penting untuk pencegahan dan perawatannya. VCT merupakan salah satu

model memberikan informasi secara menyeluruh dan dukungan untuk

mengubah perilaku berisiko serta mencegah penularan HIV/AIDS. Kegiatan

konseling menyediakan dukungan psikologis, informasi dan pengetahuan

HIV/AIDS, mencegah penularan HIV, mempromosikan perubahan perilaku

yang bertanggung jawab, pengobatan ARV dan memastikan pemecahan

berbagai masalah terkait dengan HIV/AIDS.17

Di dalam VCT ada dua kegiatan utama yakni konseling dan tes HIV.

Konseling dilakukan oleh seorang konselor khusus yang telah dilatih untuk

memberikan konseling VCT. Oleh karena itu, seorang konselor VCT adalah

orang yang telah mendapat pelatihan khusus dengan standar pelatihan nasional.

Konseling dalam rangka VCT utamanya dilakukan sebelum dan sesudah tes

HIV.17

Konseling setelah tes HIV dapat dibedakan menjadi dua yakni konseling

untuk hasil tes positif dan konseling untuk hasil tes negatif. Namun demikian
23

sebenarnya masih banyak jenis konseling lain yang sebenarnya perlu diberikan

kepada pasien berkaitan dengan hasil VCT yang positif seperti konseling

pencegahan, konseling kepatuhan berobat, keluarga, berkelanjutan,

menghadapi kematian dan untuk masalah psikiatris yang menyertai klien atau

keluarga dengan HIV/AIDS.17

Sedangkan pada ibu hamil dilakukan melalui Tes HIV atas Inisiatif Pemberi

Layanan Kesehatan dan Konseling (TIPK) atau Provider-Initiated Testing and

Counseling (PITC) di pelayanan kesehatan atau mempunyai pemeriksaan HIV.

2.15 Definisi Provider Initiated HIV Testing and Counseling (PITC)

PITC adalah layanan tes dan konseling HIV terintegrasi di sarana kesehatan,

yaitu tes dan konseling diprakarsai oleh petugas kesehatan ketika pasien

mencari layanan kesehatan. Persyaratan penting bagi penerapan PITC tersebut

adalah adanya lingkungan yang memungkinkan. PITC sendiri harus disertai

dengan paket layanan pencegahan, pengobatan, perawatan dan dukungan yang

terkait HIV. Juga dilengkapi dengan mekanisme rujukan pada konseling pasca

tes HIV yang efektif kepada semua pasien serta rujukan dan dukungan medis

serta psikososial bagi mereka yang positif.8

Harus dipastikan bahwa dalam PITC tidak mengesampingkan kesukarelaan

pasien dalam mengambil keputusan untuk tes HIV dan tidak berubah menjadi

tes mandatori. Konseling pra‐tes sebagai komponen VCT disederhanakan tanpa

sesi konseling dengan paket edukasi yang lengkap, namun tetap diupayakan

agar tersedia layanan edukasi dan dukungan emosional di tatanan klinis bila

diperlukan. Pendekatan PITC dapat merupakan jalan keluar dalam mengatasi


24

keterbatasan waktu petugas kesehatan di tatanan klinis dan menyediakan

anjuran yang jelas dan langsung tentang cara intervensi.8

2.16 Tujuan VCT1

a. Mendorong orang sehat, tanpa keluhan atau asimtomatik untuk mengetahui

tentang HIV, sehingga mereka dapat mengurangi kemungkinan tertular HIV.

b. Merupakan sebuah strategi kesehatan masyarakat yang efektif, karena

mereka dapat mengetahui status HIV mereka, sehingga mereka tidak

melakukan hal-hal yang dapat ikut menyebarkan virus HIV mereka masih

beresiko sebagai penyebar HIV.

c. Mendorong seseorang yang sudah (Orang Dengan HIV/AIDS) ODHA untuk

mengubah pendirian yang sangat merugikan seperti ODHA merupakan

penyakit keturunan atau HIV/AIDS merupakan vonis kematian.

d. Memberikan informasi tentang HIV/AIDS, tes, pencegahan dan pengobatan

ODHA.

e. Mengenali perilaku atau kegiatan yang menjadi sarana yang memudahkan

penularan HIV.

f. Memberikan dukungan moril untuk mengubah perilaku ke arah yang lebih

sehat dan aman dari infeksi HIV.

2.17 Tujuan Khusus bagi orang dengan HIV/AIDS (ODHA)1

a. Meningkatkan jumlah ODHA yang mengetahui dirinya terinfeksi HIV

b. Mempercepat diagnosis HIV

c. Meningkatkan penggunaan layanan kesehatan dan mencegah terjadinya

infeksi lain pada ODHA.


25

Tujuan dari VCT ini merupakan suatu langkah awal yang penting menuju

program pelayanan HIV/AIDS lainnya yaitu pencegahan, penularan HIV dari ibu

ke anak, pencegahan dan manajemen klinis penyakit-penyakit yang berhubungan

dengan HIV, pengendalian penyakit TBC (tuberculosis) serta dukungan

psikologis dan hukum.

2.18 Sasaran VCT2

Konseling ditujukan utnuk mereka yang sudah terinfeksi HIV dan keluarganya.

Mereka yang akan di tes HIV, mereka yang mencari pertolongan karena merasa

telah melakukan tindakan berisiko dimasa lalu, dan merencanakan masa

depannya, mereka yang tidak pertolongan tapi berisiko tinggi.

Sasaran konseling VCT :

a. Memberikan kesempatan klien mengenali dan mengekspresikan perasaan

mereka

b. Membantu klien mengatasi kehilangan atau kesedihan

c. Memberikan advokasi pada klien utnuk mencegah penyebaran infeksi

Berbagai motivasi yang mendorong seseorang mengikuti konseling :

1. ingin tahu staus HIVnya

2. pernah melakukan hubungan seksual yang beresiko

3. berencana menikah atau berencana untuk hamil

4. sedang hamil

5. berganti pasangan dan di persyaratkan ditempat kerja


26

2.19 Peran VCT2

a. Layanan VCT dapat dilakukan berdasarkan kebutuhan klien pada saat mencari

pertolongan medik dan testing yaitu dengan memberikan layanan dini dan

memadai baik kepada mereka dengan HIV positif maupun negatif. Layanan ini

termaksud konseling, dukungan, akses untuk terapi suportif, terapi infeksi

oportunistik dan ART.

b. VCT harus dikerjakan secara profesional dan konsisten untuk memperoleh

intervensi efektif dimana memungkinkan klien, dengan bantuan konselor

terlatih, menggali, dan memahami diri akan risiko infeksi HIV, mendapatkan

informasi HIV/AIDS, mempelajari status dirinya, dan mengerti tanggung

jawab untuk menurunkan perilaku beresiko dan mencegah penyebaran infeksi

kepada orang lain guna mempertahankan dan meningkatkan perilaku sehat.

c. Testing HIV dilakukan secara suka rela tanpa paksaan atau tekanan, segera

setalah klien memahami berbagai keuntungan, konsekuensi dan risiko.

2.20 Prinsip pelayanan VCT2

a. Suka rela melaksanakan testing HIV

b. Saling mempercayai dan terjamin konfidensialitas

c. Mempertahankan hubungan relasi konselor-klien yang efektif

d. Testing merupakan salah satu komponen dari VCT

2.21 Ketersediaan sarana dan prasarana18

a. Klinik konseling VCT

Keterbatasan sarana dan prasarana akan sangat berpengaruh dalam proses

konseling dan testing HIV.VCT adalah pelayanan yang mengutamakan


27

kenyamanan dan kerahasiaan orang yang melakukan VCT oleh karena itu

sarana yang tersedia harus betul-betul dapat menjamin kerahasiaan dan

kenyamanan. Dan dalam prasana yang harus tersedia dilayanan VCT adalah :

1. Papan nama/petunjuk

2. Jam kerja layanan

3. Ruang tunggu

4. Ruangk konseling

5. Ruang pengambilan darah

6. Dan ruang laboratorium

2.22 Konselor untuk VCT2

Konseling dilakukan oleh konselor terlatih yang memiliki keterampilan

konseling dan pemahaman akan seluk beluk HIV dan AIDS. Konseling

dilakukan oleh konselor yang telah di latih dengan modul VCT. Mereka dapat

berprofesi sebagai perawat, dokter, pekerja sosial, psikolog,psikiater.

Konselor mempunyai kemampuan berjenjang, mulai dari dasar sampai mahir.

Konselor dengan kemampuan dasar dapat dilakukan oleh mereka yang

menyediakan ruang dan waktunya bagi ODHA, mempunyai keterampilan

konseling dan mampu membantu ODHA. Sementara yang profesional dilakukan

oleh mereka yang secara formal mempunyai pendidikan konseling atau

psikoterapi serta mampu melakukannya seperti psikiater dan pekerja sosial.

Disamping konselor untuk klien diperlukan juga konselor untuk konselor.

Mereka akan memberikan terapi saat konselor mengalami kejenuhan. Dan


28

dibutuhkan keterampilan yang diperlukan dalam memberikan konseling, sebagai

berikut :

a. Mendengar aktif dan mengamati

b. Mengajukan pertanyaan dan menghayati

c. Merangkum dan menyimpulkan

d. Membangun relasi dalam persetujuan pelayanan

e. Menggali dan memahami masalah, memberi pertimbangan

f. Penyelesaian masalah, dpat memberikan jalan keluar dan menguatkan diri

g. Penyesuaian masalah dan konsekuensi logis

2.23 Tahapan pelayanan VCT1

2.23.1 Konseling Pra Testing

Alur pelaksanaan VCT dan keterampilan melakukan konseling pra

testing dan konseling pasca testing perlu memperhatikan tahapan berikut :

a. Penerimaan klien

1. Informasikan kepada klien tentang pelayanan tanpa nama sehingga

nama tidak dinyatakan

2. Pastikan klien datang tepat waktu dan usahakan tidak menunggu

3. Jelaskan tentang prosedur VCT

4. Buat catatan rekam medik klien dan pastikan setiap pasien

mempunyai kode tersendiri

Kartu periksa konseling dan testing. Klien mempunyai kartu dengan

nomor kode. Data ditulis oleh konselor, untuk meminimalkan


29

kesalahan, kode harus diperiksa ulang oleh konselor. Tanggung jawab

klien dalam konseling :

a. Bersama konselor mendiskusikan hal-hal yang terkait dengan

informasi akurat dan lengkap tentang HIV/AIDS, Perilaku

berisiko, testing HIV dan pertimbangan yang terkait dengan hasil

negatif atau positif.

b. Sesudah melakukan konseling lanjutan, diharapkan melindungi

dirinya sendiri dan keluarganya dari penyebaran infeksi, dengan

caraa menggunakan berbagai informasi dan alat preverensi yang

tersedia bagi mereka.

c. Untuk klien dengan HIV positif memberitahu pasangan atau

keluarganya akan status HIV dirinya dan berencana kehidupan

lebih lanjut.

b. Konseling Pra Testing HIV/AIDS

1. Periksan ulang nomor kode klien dalam formulir

2. Perkenalan dan arahan

3. Membangun kepercayaan klien pada konselor yang merupakan dasar

utama bagi terjaganya kerahasiaan sehingga terjalin hubungan yang

baik dan terbina sikap salaing memahami.

4. Alasan kunjungan dan klarifikasi tentang fakta atau mitos

5. Penilaian risiko untuk membantu klien untuk mengetahui faktor risiko

dan menyiapkan diri untuk pemeriksaan darah.


30

6. Memberitahukan pengetahuan akan implikasi terinfeksi atau tidak

terinfeksi HIV dan memfasilitasi diskusi tentang cara menyesuaikan

diri dengan status HIV.

7. Di dalam konseling pra testing seorang konselor VCT harus dapat

membuat keseimbangan antara pemberian informasi penilaian risiko

dan merespon kebutuhan emosi klien.

8. Konselor VCT melakukan penilaian sistem dukungan

9. Klien memberikan persetujuan tertulisnya sebelum dilakukan testing

HIV/AIDS.

2.23.2 Informed Consent

a. Semua klien sebelum menjalani testing HIV harus memberikan

persetujuan tertulisnya. Aspek penting di alam persetujuan tertulis itu

adalah

1. Klien telah diberi penjelasan cukup tentang risiko dan dampak

sebagai akibat dari tindakannya dan klien menyetujuinya.

2. Klien mempunyai kemampuan mengankap pengertian dan

mampu menyatakan persetujuannya (secara intelektual dan

psikiatris)

3. Klien tidak dalam paksaan untuk memberikan persetujuan bagi

dirinya karena keterbatasan dalam memahami informasi maka

tugas konselor untuk belaku jujur dan obyektif dalam

menyampaikan informasi sehingga klien memahami dengan benar

dan dapat menyatakan persetujuannya.


31

b. Batasan umur untuk dapat menyatakan persetujuan testing HIV

Umur anak untuk dapat menyatakan persetujuan pemeriksaan

ketika anak telah dapat berkembang pikiran abstrak dan logikanya,

yakni pada umur 12 tahun, secara hukum seseorang dianggap dewasa

ketika seorang laki-laki berumur 19 tahun dan perempuan berumur 16

tahun atau pernah menikah. Antara umur 12 tahun sampai usia dewasa

secara hukum,persetujuan dapat dilakukan dengan persetujuan orang

tua.

Ketika anak berumur dibawah 12 tahun, orang tua yang

menandatangani surat persetujuan (informed consent), jika ia tidak

punya orang tua makan kepala institusi atau siapa yang bertanggung

jawab atas diri anak harus menandatangani (informed consent). Jika

anak dibawah umur 12 tahun memerlukan testing HIV, maka orang tua

harus mendampingi secara penuh.

2.24 Testing HIV dalam VCT18

Prinsip testing HIV adalah sukarela dan terjaga kerahasiaanya. Testing

dimaksud utnuk menegakkan diagnosis. Terdapat serangkaian testing yang

berbeda-beda karena perbedaan prinsip metoda yang digunakan. Testing yang

digunakan adalah testing serologis untuk mendeteksi antibodi HIV dalam

serum atau plasma. Spesimen adalah darah klien yang diambil secara

intervena, plasma atau serumnya. Pada saat ini belum digunakan spesiemen

lain seperti saliva, urin, dan spot darah kering. Penggunaan metode testing
32

cepat (Rapid Testing) memungkinkan klien mendapatkan hasil testing pada

hari yang sama.

Tujuan testing HIV ada 4 yaitu untuk membantu menengakkan diagnosis,

pengamanan darah donor, untuk surverilans dan untuk penelitian. Hasil

testing yang disampaikan kepada klien adalah benar milik klien. Petugas

laboratorium harus menjaga mutu dan konfidensialitas. Hindari terjadinya

kesalahan, baik teknis dan admisintratif. Petugas laboratorium setelah

mengambil darah setelah klien menjalani konseling pra testing.

Bagi para pengambil darah dan teknisi laboratorium harus memperhatikan

hal-hal sebagai berikut

a. Seluruh testing harus didahului dengan konseling dan

penandatanganan informed consent.

b. Hasil testing HIV harus diverifikasi oleh dokter patologis klinis atau

dokter yang terlatih atau dokter penanggung jawab laboratorium.

c. Hasil diberikan kepada konselor dalam amplop tertutup

d. Dalam laporan pemeriksaan hanya ditulis nomor atau kode pengenal

e. Jangan memberi tanda berbeda yang mencolok terhadap hasil yang

positif dan negatif.

f. Meskipun spesimen berasal dari sarana kesehatan lainnya yang

berbeda, tetap harus dipastikan bahwa klien telah menerima konseling

dan menandatangani informed consent.


33

2.25 Konseling Pasca Testing2

Konseling pasca testing membantu klien memahami dan menyesuaikan

diri dengan hasil testing. Konselor mempersiapkan klien untuk menerima

hasil testing, memberikan hasil testing. Konselor mempersiapkan klien untuk

menerima hasil testing, memberikan hasil testing, dan menyediakan informasi

selanjutnya. Konselor mengajak klien mendiskusikan stratergi untuk

menurunkan penularan HIV. Kunci utama dalam menyampaikan hasil testing

adalah

a. Periksa ulang seluruh hasil klien catatan medik.

b. Sampaikan hasil nya kepada klien secara tatap muka

c. Berhati-hatilah memanggil klien dari ruang tunggu

d. Seorang konselor tidak diperkenankan memberikan hasil pada klien nya

atau lainnya secara verbal dan non verbal selagi berada diruang tunggu.

e. Hasil testing tertulis.

Anda mungkin juga menyukai