Anda di halaman 1dari 59

HUBUNGAN DUKUNGAN SOSIAL ORANG TUA DENGAN

KESIAPAN MENGHADAPI MENARCHE PADA ANAK USIA SEKOLAH


DI SDN BAGINDA 2 TAHUN 2022

PROPOSAL PENELITIAN

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana


Keperawatan Strata Satu (S1)

SALFA ALYA NABILAH


1810105381

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS SEBELAS APRIL SUMEDANG
2022
KATA PENGANTAR

Pertama-tama peneliti panjatkan puji dan syukur atas kehadirat Allah SWT,

karena berkat rahmat dan karunia-Nya sehingga hasil penulisan proposal penelitian

ini dapat peneliti selesaikan dalam waktu yang relatif singkat.

Selanjutnya perkenankanlah peneliti untuk menyampaikan penghargaan dan

rasa terima kasih yang tak terhingga kepada Bapak Burdahyat, S.KM., M.Kep.,

selaku pembimbing I, dan Ibu Agri Azizah Amalia, S.Kep., Ns., M.Kep., selaku

pembimbing II, yang telah memberikan dukungan dan bantuan pemikiran,

bimbingan dan motivasi dengan penuh kesabaran dan pengertiannya.

Penyelesaian hasil penulisan proposal penelitian ini tidak terlepas dari

bantuan peran serta berbagai pihak, baik secara langsung, maupun tidak langsung

khususnya kepada :

1. Bapak H. Sutisna, S.KM., M.Si., M.M.Kes., selaku Dekan Fakultas Ilmu

Kesehatan Universitas Sebelas April Sumedang yang telah memberikan

kesempatan dan fasilitas kepada peneliti.

2. Bapak Burdahyat, S.KM., M.Kep., dan Ibu Agri Azizah Amalia, S.Kep., Ns.,

M.Kep., selaku Pembimbing I dan II yang telah meluangkan waktu dan

tenaga serta bantuan pemikiran dalam memberikan bimbingan.

3. Seluruh Guru dan Siswa di SD Negeri Baginda 2 yang telah memberikan

izinnya kepada peneliti dalam melaksanakan penelitian ini.

i
4. Seluruh Dosen dan Staf Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Sebelas April

Sumedang yang telah memberikan ilmu pengetahuan yang bermanfaat

kepada peneliti.

5. Kedua orang tua, kakak, dan adik yang senantiasa selalu mendoakan dan

mendukung baik moril maupun materil.

6. Teman-teman seperjuangan kelas Ilmu Keperawatan A angkatan tahun 2018

Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Sebelas April Sumedang yang saling

mendukung dalam penyusunan proposal penelitian ini.

Peneliti menyadari bahwa hasil penulisan proposal penelitian ini masih

terdapat kekurangan yang merupakan kelemahan penelitian dalam melaksanakan

tugas penulisan ini, untuk itu peneliti mohon maaf. Demi penyempurnaan skripsi,

peneliti berharap dengan segala hormat, saran dan pendapat serta kritik dari tim

penguji.

Sumedang, Mei 2022

Peneliti

SALFA ALYA NABILAH

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .................................................................................... i

DAFTAR ISI ................................................................................................... iii

DAFTAR TABEL........................................................................................... v

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah .......................................................................... 1

1.2 Rumusan Masalah.................................................................................... 9

1.3 Tujuan Penelitian ..................................................................................... 9

1.1 Manfaat Penelitian ................................................................................... 10

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tinjauan Pustaka ...................................................................................... 11

2.1.1 Konsep Anak Usia Sekolah........................................................... 11

2.1.1.1 Definisi Anak Usia Sekolah ................................................... 11

2.1.1.2 Perkembangan Anak Usia Sekolah ........................................ 12

2.1.2 Konsep Remaja ............................................................................. 13

2.1.2.1 Definisi Remaja ..................................................................... 13

2.1.2.2 Perkembangan Remaja Putri .................................................. 16

2.1.3 Menarche ...................................................................................... 19

2.1.3.1 Pengertian Menarche ............................................................. 19

2.1.3.2 Umur Kejadian Menarche...................................................... 20

2.1.3.3 Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Menarche ............ 20

iii
2.1.4 Kesiapan Menghadapi Menarche.................................................. 21

2.1.4.1 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kesiapan menarche ...... 24

2.1.5 Dukungan Sosial Orang Tua ......................................................... 26

2.2 Kerangka Teori......................................................................................... 29

2.3 Teori ......................................................................................................... 30

2.3.1 Teori Kecemasan Nevid ................................................................ 30

2.3.2 Teori Perilaku Lawrence Green .................................................... 31

2.3.3 Teori Perilaku Snehandu B. Kar ................................................... 32

BAB III METODE PENELITIAN

3.1 Jenis dan Rancangan Penelitian ................................................................. 33

3.2 Tempat dan Waktu Penelitian .................................................................... 34

3.3 Kerangka Konsep Penelitian ...................................................................... 34

3.4 Variabel dan Definisi Operasional ............................................................. 35

3.5 Hipotesis Penelitian.................................................................................... 38

3.6 Populasi dan Sampel .................................................................................. 38

3.7 Instrumen Penelitian................................................................................... 39

3.8 Uji Instrumen Penelitian ............................................................................ 40

3.8.1 Uji Validitas .................................................................................... 40

3.8.2 Uji Reliabilitas................................................................................. 42

3.9 Teknik Pengumpulan Data ......................................................................... 44

3.10 Analisis Data........................................................................................... 47

3.11 Etika Penelitian ....................................................................................... 49

DAFTAR PUSTAKA

iv
DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Definisi Operasional ........................................................................ 37

Tabel 3.2 Klasifikasi Koefisien Validitas ........................................................ 42

Tabel 3.3 Klasifikasi Koefisien Reliabilitas .................................................... 43

v
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Remaja saat ini merupakan generasi yang terbesar dalam sejarah manusia.

Dengan populasi sebanyak 1,8 miliar, anak berusia 10 – 24 tahun sekarang

terdiri lebih dari seperempat populasi global (Hodgson et al., 2019). Menurut

World Health Organization (WHO), remaja adalah penduduk dalam rentang

usia 10 – 19 tahun, menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 25 tahun

2014, remaja adalah penduduk dalam rentang usia 10 – 18 tahun sedangkan

menurut Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana (BKKBN) rentang usia

remaja adalah 10 – 24 tahun dan belum menikah. Menurut Badan Pusat Statistik

(BPS) pada tahun 2021 jumlah remaja khususnya remaja putri di Indonesia

mencapai angka 10,723,2 untuk rentang usia 10 – 14 tahun, 10,755,1 untuk

rentang usia 15 – 19 tahun, dan 10,989,2 untuk rentang usia 20 – 24 tahun.

Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor

HK.02.02/MENKES/52/2015 tentang Rencana Strategis Kementerian

Kesehatan Tahun 2015 - 2019, salah satu sasaran strategis yang akan dicapai

Kementerian Kesehatan adalah pembinaan ketahanan remaja. Indikator

keberhasilan diukur dari peningkatan persentase pengetahuan dan pemahaman

remaja tentang kesehatan reproduksi sebesar 75%.

Masa remaja disebut sebagai masa perkembangan menuju kematangan

fisik, jasmani, seksual, mental dan emosional, masa remaja juga sering disebut

1
2

sebagai masa terjadinya berbagai perubahan pada manusia, antara lain

perubahan fisik, perilaku seksual, pemikiran, kedewasaan, dan sosialisasi. Masa

remaja merupakan salah satu tahapan terpenting dalam kehidupan manusia.

Pada fase ini remaja akan mengalami kematangan organ seksual dan pencapaian

kapasitas reproduksi disertai dengan berbagai perubahan pertumbuhan somatik

dan perspektif psikologis. Masa remaja ditandai dengan kemunculan tanda-

tanda pubertas yang berlanjut hingga mencapai kematangan seksual. Pubertas

adalah perubahan cepat kematangan fisik yang meliputi perubahan tubuh dan

hormonal yang terjadi pada masa remaja awal. Kematangan seksual terjadi pada

usia 12 – 16 tahun. Pada remaja putri, perubahan yang terjadi diantaranya adalah

pertumbuhan payudara, pembesaran pinggul, tumbuhnya rambut halus di

daerah kemaluan dan ketiak, serta mulainya masa pubertas ditandai dengan

haid pertama atau disebut dengan menarche (Prasetyo, 2016).

Menarche merupakan tahap perkembangan fisik di mana organ

reproduksi manusia mencapai kematangannya. Usia menarche berbeda-beda

pada setiap perempuan. Menarche umumnya terjadi antara usia 12 – 14 tahun,

namun saat ini menarche cenderung dialami oleh usia yang lebih muda sehingga

banyak siswi Sekolah Dasar (SD) yang sudah mengalami menarche. Menurut

Kemenkes RI pada tahun 2018 usia kejadian menarche di Indonesia rata-rata

terjadi pada usia 12 tahun dengan prevalensi 60 %, pada usia 9 – 10 tahun

sebanyak 2,6 %, usia 11 – 12 tahun sebanyak 30,3 %, dan pada usia 13 tahun

sebanyak 30%. Sisanya mengalami menarche di atas umur 13 tahun. Menarche

adalah menstruasi yang pertama kali dialami remaja putri sebagai bentuk
3

kematangan reproduksi seorang perempuan. Menarche mengakibatkan

berbagai dampak pada perubahan fisik, psikologis, maupun sosial yang negatif

pada remaja perempuan apabila tidak diberikan informasi kesehatan secara

tepat (Permatasari, 2020).

Dalam menghadapi menarche, kesiapan mental sangatlah diperlukan,

karena perasaan cemas dan takut akan muncul bila kurangnya pemahaman

remaja putri mengenai menarche. Untuk itu, remaja perlu mempersiapkan diri

dalam menghadapi datangnya menarche (Sukarni & Wahyu, 2013).

Kekhawatiran dan juga kecemasan yang dialami remaja putri dalam

menghadapi menstruasi terutama pada masa menarche apabila tidak tertangani

dengan baik akan mengakibatkan beberapa masalah kesehatan reproduksi, salah

satunya yaitu terjadi infeksi pada organ reproduksi karena kurangnya informasi

terkait personal hygiene dan gizi yang baik bagi remaja. Dimana apabila infeksi

ini tidak tertangani dengan baik dapat menimbulkan penyakit yang bisa

berdampak pada fungsi organ reproduksinya. Sigmund Freud berpendapat

bahwa kecemasan adalah keadaan efektif, tidak menyenangkan, disertai dengan

sensasi fisik yang memperingatkan orang tersebut terhadap bahaya yang akan

datang. Kecemasan adalah kekhawatiran yang tidak jelas dan menyebar, yang

berkaitan dengan perasaan yang tidak pasti dan tidak berdaya. Keadaan emosi

ini tidak memiliki objek yang spesifik. Kecemasan berbeda dengan rasa takut

yang merupakan penilaian intelektual terhadap bahaya. Kecemasan adalah

respon emosional terhadap penilaian tersebut (Stuart, 2016). Hall (1985:41)

juga menyatakan bahwa kecemasan adalah variabel kunci dalam hampir semua
4

teori kepribadian. Kecemasan menghadapi menarche yang mengacu pada teori

kecemasan yang dikemukakan Nevid, dkk (2005) merupakan suatu keadaan

emosional yang mempunyai ciri keterangsangan fisiologis, perasaan tegang

yang tidak menyenangkan, dan kekhawatiran bahwa sesuatu yang buruk akan

terjadi.

Teori Lawrence Green mencoba menganalisis perilaku manusia dari

tingkat kesehatannya. Faktor perilaku (seperti kebiasaan dan sikap) memainkan

peran utama dalam kesehatan seseorang atau masyarakat, sedangkan faktor

eksternal (seperti lingkungan dan orang lain) juga dapat berdampak. Cara orang

atau masyarakat menangani kesehatan mereka dipengaruhi oleh tingkat

pendidikan, pengetahuan, sikap, dan latar belakang budaya mereka.

Tersedianya fasilitas kesehatan dan perilaku petugas terhadap fasilitas tersebut

akan sama-sama membantu membentuk perilaku sehat (Notoatmodjo, 2012:

194). Lawrence Green, dkk (1980) menyatakan bahwa perilaku manusia

dipengaruhi oleh dua faktor pokok, yaitu faktor perilaku (behaviour causes) dan

faktor diluar perilaku (non behaviour causes). Selanjutnya perilaku itu sendiri

ditentukan atau terbentuk dari 3 faktor yaitu:

1. Faktor predisposisi (predisposing factors), yang mencakup pengetahuan,

sikap dan sebagainya.

2. Faktor pemungkin (enabling factor), yang mencakup lingkungan fisik,

tersedia atau tidaknya fasilitas dan prasarana.

3. Faktor penguat (reinforcement factor), faktor-faktor ini meliputi undang-

undang, peraturan-peraturan, pengawasan dan sebagainya


5

Merujuk pada teori perilaku Snehandu B. Kar, kesiapan remaja putri untuk

menerima menarche tergantung pada beberapa faktor, antara lain dukungan

sosial (social support) serta ketersediaan informasi (access to information).

Dukungan sosial adalah bentuk kenyamanan yang diterima seseorang dari orang

lain, seperti orang tua, pasangan, kerabat, teman, guru atau tenaga medis.

Dukungan tersebut dapat berupa simpati, perhatian, perhatian, bantuan

keuangan atau produk, saran, proposal atau umpan balik. Dukungan sosial yang

diterima seseorang dapat membuatnya merasa dicintai, peduli, dan dapat

meningkatkan perasaan positif. Dukungan sosial remaja putri yang terkait

dengan menarche membuat remaja putri merasa bahwa mereka menerima

perhatian, informasi, cinta, kasih sayang dan kenyamanan untuk membantu

mereka mempersiapkan diri saat menghadapi menarche (Setyawati et al., 2019).

Penerimaan diri pada remaja dalam menghadapi masa menarche bisa

didapatkan dengan mendapatkan dukungan sosial emosional. Dukungan

emosional, moral, spiritual, seperti bentuk support, informasi, dan penghargaan

merupakan instrumen yang sangat diperlukan pada masa menghadapi

menarche. Dukungan tersebut didapatkan baik dari lingkungan keluarga

terutama orang tua, saudara, teman sebaya, lingkungan, guru dan juga

masyarakat. Beberapa faktor dapat mempengaruhi kesiapan remaja putri dalam

menghadapi menarche, diantaranya pengetahuan, umur, kedewasaan, dan juga

orang-orang terdekatnya (yaitu orang tua, terutama ibu). Dukungan baik secara

emosional, instrumental dan informasi sangat diperlukan oleh remaja putri

dalam mempersiapkan datangnya masa menarche, dimana keluarga merupakan


6

tempat pertama dan terpenting untuk memberikan support serta edukasi dalam

perkembangan anak (Permatasari, 2020). Keluarga terutama orang tua

mempunyai peranan yang besar dalam memberikan informasi dan menjelaskan

mengenai menarche kepada anak perempuannya sebelum mereka mencari tahu

sendiri informasi dari sosial media, karena terkadang sosial media memberikan

informasi yang tidak sesuai dan kurang relevan dikarenakan adanya kebebasan

dalam mengakses segala informasi (Anatasia, 2019). Orang tua dapat

memainkan peran penting dalam memberikan pemahaman kepada anak-

anaknya tentang menstruasi, karena ini merupakan perkembangan awal bagi

remaja. Dukungan orang tua yang baik dapat membantu anak untuk lebih siap

menghadapi menstruasinya. Oleh karena itu, dukungan orang tua atau

lingkungan keluarga memberikan kontribusi yang signifikan terhadap kesiapan

seorang remaja karena keluarga merupakan lingkungan sosial yang sangat dekat

dengan seorang anak (Moeljono, 2014).

Orang tua harus memberikan penjelasan tentang menarche kepada anak

perempuannya sejak dini, sehingga remaja putri dapat memahami dan

mempersiapkan diri dalam menghadapi menarche. Pada umumnya, remaja putri

memberi tahu ibunya saat menstruasi pertama kali. Sayangnya, tidak semua ibu

memberikan informasi yang cukup untuk anak perempuannya. Beberapa ibu

enggan untuk berbicara mengenai menstruasi sampai anak perempuannya

mengalami menarche. Kondisi tersebut dapat menimbulkan kecemasan pada

remaja putri yang seringkali menganggap bahwa menstruasi adalah sesuatu

yang menakutkan, tidak menyenangkan atau berbahaya. Akibatnya, remaja


7

putri memperoleh sikap negatif terhadap menstruasi dan menganggapnya

sebagai penyakit.

Menurut Purwaningsih dkk, (2021) mengatakan bahwa ada hubungan

yang bermakna mengenai dukungan orang tua dengan kesiapan remaja putri

dalam menghadapi menarche. Orang tua memiliki peranan penting terhadap

anak perempuannya, apalagi hal ini menyangkut menarche dimana pada proses

menstruasi ini akan menjadikan sesuatu yang membuat remaja putri was-was

dan risau manakala kedua orang tua tidak memberikan penjelasan secara

proporsional.

Menurut Fauziyah dkk, (2020) menyebutkan bahwa pengetahuan tentang

menarche dapat mengurangi kecemasan remaja putri dalam menghadapi

menarche karena dengan mendapatkan pengetahuan dan informasi sebelum

menstruasi, remaja akan lebih siap menghadapi menarche. Dukungan ibu dapat

mengurangi kecemasan remaja putri dalam menghadapi menarche karena

dengan dukungan orang terdekat seperti ibu akan membuat remaja putri merasa

lebih tenang dan mengerti bagaimana cara menghadapi menarche tanpa

kecemasan yang berarti.

Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan pada hari Rabu tanggal

13 April 2022 di SDN Baginda 2 terdapat jumlah keselurahan siswa/i sebanyak

161 murid dengan jumlah keseluruhan siswi perempuan sebanyak 75 murid.

Dari hasil wawancara yang dilakukan kepada siswi perempuan khususnya kelas

IV, V, dan VI mengatakan bahwa 5 dari 35 siswi perempuan sudah mengalami

menarche pada usia 10 dan 11 tahun. Siswi-siswi yang sudah mengalami


8

menarche mengaku masih merasa malu saat ditanya apakah sudah mengalami

menstruasi atau belum, dan saat diberikan pertanyaan mengenai dukungan apa

saja yang diberikan oleh orang tua, mereka mengaku tidak mendapatkan

dukungan sama sekali. Oleh karena itu, saat mengetahui bahwa mereka

menstruasi, mereka merasa takut sekaligus malu untuk memberi tahu orang tua

dikarenakan tidak adanya dukungan maupun informasi dalam menghadapi

menarche sebelumnya.

Menurut wali kelas, siswi-siswi di SDN Baginda 2 sudah diberikan

informasi mengenai menstruasi oleh guru, tetapi memang informasi yang

diberikan cukup terbatas karena materi yang diajarkan merupakan bagian dari

mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) mengenai pubertas. Unit

Kesehatan Sekolah (UKS) yang berada di Sekolah pun tidak berfungsi begitu

optimal dikarenakan UKS yang berada di SDN Baginda 2 hanya menitik

beratkan pada pelayanan fisik saja. Wali kelas juga mengatakan bahwa selama

ini belum pernah ada penelitian dalam bidang keperawatan yang dilakukan di

SDN Baginda 2 khususnya mengenai menarche, maka dari itu wali kelas sangat

mendukung atas diadakannya penelitian mengenai menarche ini sehingga dapat

membantu siswi-siswi dalam menambah informasi dan pengetahuan baru

mengenai menarche yang sebelumnya belum didapatkan di sekolah maupun

dari orang tua di rumah.


9

Berdasarkan paparan yang telah dikemukakan diatas, maka peneliti

tertarik melakukan penelitian dengan judul ”Hubungan Dukungan Sosial

Orang Tua Dengan Kesiapan Menghadapi Menarche Pada Anak Usia

Sekolah di SDN Baginda 2 Tahun 2022”.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang sudah diuraikan diatas, maka

permasalahan yang ada dalam penelitian ini adalah “Bagaimana hubungan

mengenai dukungan sosial orang tua dengan kesiapan menghadapi menarche

pada anak usia sekolah di SDN Baginda 2”.

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

Berdasarkan permasalahan yang dikemukakan diatas, adapun tujuan

yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan

dukungan sosial orang tua dengan kesiapan menghadapi menarche pada

anak usia sekolah di SDN Baginda 2.

1.3.2 Tujuan Khusus

Adapun tujuan khusus yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah :

1. Untuk mengetahui dukungan sosial yang diberikan oleh orang tua pada

anak usia sekolah dalam menghadapi menarche di SDN Baginda 2.

2. Untuk mengetahui kesiapan anak usia sekolah dalam menghadapi

menarche di SDN Baginda 2.


10

3. Untuk mengetahui hubungan dukungan sosial orang tua dengan

kesiapan menghadapi menarche pada anak usia sekolah di SDN

Baginda 2.

1.4 Manfaat Penelitian

Adapun manfaat penelitian yang diharapkan oleh peneliti antara lain :

1. Bagi Pengguna

Penelitian ini berguna untuk menambah wawasan serta pengetahuan tentang

hubungan dukungan sosial orang tua dengan kesiapan menghadapi

menarche pada anak usia sekolah. Sekaligus untuk menyempurnakan ilmu

yang telah didapat selama kuliah di Universitas Sebelas April Sumedang.

2. Bagi SDN Baginda 2

Penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan acuan dan data dalam

memberikan pendidikan mengenai menarche di SDN Baginda 2.

3. Bagi Universitas Sebelas April Sumedang

Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat menambah literatur perpustakaan

Universtitas Sebelas April Sumedang untuk memperluas wawasan dan ilmu

pengetahuan serta diharapkan penelitian ini dapat djadikan sebagai bahan

rujukan bagi penelitian-penelitian selanjutnya.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tinjauan Pustaka

2.1.1 Konsep Anak Usia Sekolah

2.1.1.1 Definisi Anak Usia Sekolah

Anak merupakan generasi muda penerus cita-cita dan perjuangan

bangsa. Anak memiliki karakteristik yang berbeda antara satu dengan

yang lainnya. Anak usia sekolah adalah anak yang berusia 6 – 12 tahun.

Periode ini merupakan periode dimana anak-anak dianggap mulai

bertanggung jawab atas perilakunya sendiri dalam hubungan dengan

teman sebaya, orang tua, dan orang lain. Usia sekolah merupakan masa

dimana anak memperoleh dasar-dasar pengetahuan untuk keberhasilan

penyesuaian diri pada kehidupan dewasa dan memperoleh keterampilan

tertentu (Indrayati & PH, 2019).

Menurut Ilham (2020) anak merupakan generasi yang akan

melanjutkan kehidupan bangsa, yang akan terus berlangsung secara

terus menerus dan alamiah. Pada generasi ini, anak-anak akan tumbuh

dan berkembang pada tingkat yang berbeda berdasarkan tahap

pertumbuhan dan perkembangan mereka. Definisi anak sekolah

menurut WHO (World Health Organization) yaitu golongan anak yang

berusia antara 7 – 15 tahun, sedangkan di Indonesia lazimnya anak yang

berusia 7 – 12 tahun.

11
12

2.1.1.2 Perkembangan Anak Usia Sekolah

Anak Sekolah Dasar merupakan anak dengan katagori banyak

mengalami perubahan yang sangat drastis baik mental maupun fisik.

Usia anak Sekolah Dasar berkisar antara 6 – 12 tahun. Menurut Sabani

(2019) Rentang usia antara 6 dan 12 tahun merupakan masa transisi dari

prasekolah ke Sekolah Dasar (SD). Periode ini juga dikenal sebagai

masa transisi dari masa kanak-kanak awal ke masa kanak-kanak akhir

hingga mendekati pra-pubertas. Secara umum perkembangan fisik dan

mental anak setelah mencapai usia 6 tahun sudah lebih sempurna.

Pertumbuhan fisik berkembang pesat dan kondisi kesehatan mereka

juga membaik, yang berarti bahwa anak-anak menjadi lebih tahan

terhadap berbagai situasi yang dapat menyebabkan gangguan kesehatan

mereka. Dengan mengetahui tugas perkembangan anak sesuai dengan

usianya, sebagai orang tua dan guru, kita dapat memenuhi kebutuhan

akan hal-hal yang diperlukan dalam setiap perkembangannya, agar

tidak terjadi penyimpangan perilaku.

Karakteristik perkembangan anak yang berada di kelas awal

Sekolah Dasar adalah anak yang berada pada rentangan usia dini. Masa

usia dini merupakan masa yang sangat penting dalam perkembangan

seorang anak. Oleh karena itu, agar anak dapat mencapai potensi

dirinya secara maksimal, potensinya perlu ditingkatkan secara optimal.

Anak usia Sekolah Dasar (6 – 12 tahun) dianggap berada di tengah masa

kanak-kanak (Middle Childhood) . Pada usia ini, anak-anak biasanya


13

siap untuk belajar hal-hal baru. Hal ini dikarenakan ketika anak-anak

memulai masa sekolahnya, sikap mereka terhadap keluarga mereka

mulai berubah menjadi lebih objektif dan empiris terhadap dunia luar.

Dapat disimpulkan bahwa telah terjadi sikap intelektualitas sehingga

masa ini yang disebut periode intelektual. Hal ini sesuai dengan

pandangan bahwa usia sekolah sering disebut sebagai masa intelektual

atau masa keserasian sekolah. Oleh karena itu, pada masa ini mendidik

anak-anak jauh lebih mudah daripada masa sebelumnya.

Menurut Khaulani dkk (2020) Perkembangan sosio-emosional

merupakan salah satu bagian dari perkembangan anak usia Sekolah

Dasar. Ciri khas dari fase ini adalah peningkatan intensitas hubungan

antara anak-anak dengan teman sebayanya, anak-anak cenderung

menghabiskan lebih banyak waktu dengan teman sebayanya yang

mengakibatkan mereka menjadi tidak terlalu bergantung pada

keluarganya. Pada fase ini, hubungan antara anak dan teman sebayanya

lebih baik dari sebelumnya, yang membuat mereka lebih senang

bermain dan melakukan interaksi di lingkungan sosial. Dari penjelasan

tersebut dapat disimpulkan bahwa teman sebaya merupakan bagian

penting dari perkembangan sosial anak, karena dapat memberikan

informasi kepada anak tentang dunia anak di luar keluarga.

Selain perkembangan sosio-emosional, perkembangan konsep

diri pada anak usia sekolah dasar juga merupakan bagian dari

perkembangan anak usia sekolah. Menurut Andriasari (2015)


14

menyebutkan bahwa konsep diri pada anak-anak identik dengan harga

diri. Konsep diri merupakan proses penilaian terhadap diri sendiri yang

diperoleh melalui proses membandingkan diri sendiri dengan orang lain

dan mendapatkan perlakuan dari orang lain, baik berupa penghargaan

atau bersifat cemoohan. Misalnya pada kasus seorang anak yang lebih

dulu mengalami menarche dibandingkan teman sebayanya. Biasanya

sebagian besar anak akan memedam perasaan cemas, gelisah, takut, dan

malu karena mereka menganggap bahwa mereka berbeda dari teman-

temannya yang lain.

2.1.2 Konsep Remaja

2.1.2.1 Definisi Remaja

Menurut Hidajahturrokhmah dkk (2018) menyebutkan bahwa

perkembangan manusia terdiri dari beberapa fase, salah satunya adalah

masa remaja. Dimana masa perubahan atau transisi dari masa kanak-

kanak menuju dewasa meliputi perubahan biologis, psikologis, dan

sosial. Di sebagian besar masyarakat dan budaya, pada umumnya masa

remaja dimulai pada usia 10 – 13 tahun dan berakhir pada usia 18 – 22

tahun.

Menurut Kania Saraswatia dkk (2016) masa remaja adalah masa

dalam kehidupan seseorang ketika mereka berada di antara tahap masa

kanak-kanak dan dewasa. Perubahan pada masa remaja dapat dilihat

secara fisik, perilaku, kognitif, dan biologis. Dalam hal ukuran


15

populasi, kelompok terbesar orang dari suatu negara terdiri dari remaja.

Sekitar seperlima populasi dunia menurut World Health Organization

(WHO) terdiri dari remaja berusia 10 – 19 tahun. Ada sekitar 900 juta

remaja di negara berkembang, sedangkan di Indonesia ada sekitar 60

juta remaja.

Menurut World Health Organization (WHO) (2014) remaja atau

dalam istilah asing yaitu adolescence yang berarti tumbuh kearah

kematangan. Remaja adalah masa dimana tanda-tanda seksual sekunder

seseorang sudah berkembang dan mencapai kematangan seksual.

Remaja juga mengalami kematangan secara fisik, psikologis, maupun

sosial.

Salah satu tahap perkembangan paling penting pada seorang

remaja adalah pubertas. Pubertas merupakan masa ketika

perkembangan fisik, seksual, dan psikososial sangat terasa. Saat remaja

mencapai pubertas, mereka akan mulai menunjukkan tanda-tanda

berkembang menjadi dewasa. Proses ini akan berlanjut sampai mereka

mencapai kematangan seksual. Pubertas adalah perubahan cepat dalam

kematangan fisik yang meliputi perubahan fisik dan hormonal yang

biasanya terjadi pada masa remaja awal. Perubahan fisik yang terjadi

pada masa ini adalah perubahan bentuk tubuh, proporsi tubuh, dan

fungsi fisiologis (kematangan organ seksual). Pada remaja putri, salah

satu bentuk pubertas yang terjadi adalah menstruasi pertama atau biasa

disebut menarche.
16

2.1.2.2 Perkembangan Remaja Putri

Menurut Ade (2014) Pertumbuhan dan perkembangan selama

masa remaja dibagi dalam tiga tahap, yaitu remaja awal (usia 11 – 14

tahun), remaja pertengahan (usia 14 – 17 tahun) dan remaja akhir (usia

17 – 20 tahun).

Berikut beberapa karakteristik pertumbuhan dan perkembangan

remaja menurut Ade (2014) :

1. Pertumbuhan Fisik

Pertumbuhan meningkat cepat dan mencapai puncak kecepatan.

Pada fase remaja awal (11 – 14 tahun) karakteristik seks sekunder

mulai tampak, seperti penonjolan payudara, tumbuhnya rambut

ketiak dan rambut kemaluan, serta menarche (menstruasi pertama).

Karakteristik seks sekunder ini tercapai dengan baik pada tahap

remaja pertengahan (usia 14 – 17 tahun) dan pada tahap remaja

akhir (17 – 20 tahun) struktur dan pertumbuhan reproduktif hampir

komplit dan remaja telah matang secara fisik.

2. Kemampuan Berpikir

Pada tahap awal masa remaja, remaja mengeksplorasi nilai-nilai

dan energi baru serta membandingkan normalitas dengan teman

sebayanya yang berjenis kelamin sama. Pada masa remaja, mereka

akhirnya mencapai tingkat pemahaman masalah yang


17

memungkinkan mereka untuk membentuk identitas intelektual di

sekitarnya.

3. Identitas

Pada tahap awal, ketertarikan terhadap teman sebaya ditunjukkan

dengan penerimaan atau penolakan. Remaja akan mencoba

berbagai peran, mengubah citra diri, dan kecintaan pada diri sendiri

akan meningkat. Stabilitas harga diri dan definisi terhadap citra

tubuh serta peran gender hampir menetap pada remaja di tahap

akhir.

4. Hubungan dengan Sebaya

Pada tahap awal dan menengah, remaja mencari kontak dengan

teman sebayanya untuk mengatasi ketidakstabilan yang disebabkan

oleh perubahan yang cepat seperti pertemanan yang lebih dekat

dengan sesama jenis, tetapi mereka juga mulai mengeksplorasi

kemampuan untuk menarik lawan jenis. Mereka mencoba untuk

mengambil tempat mereka dalam kelompok karena standar perilaku

dibentuk oleh kelompok sebaya, sehingga pengakuan dari teman

sebaya sangat penting.

5. Hubungan dengan Orang Tua

Remaja memiliki keinginan yang kuat untuk tetap bergantung pada

orang tua mereka selama tahap awal perkembangan mereka. Pada

tahap ini, tidak ada konflik besar dalam kontrol orang tua. Remaja

di tahap pertengahan perkembangan mengalami konflik besar atas


18

kemandirian dan kontrol mereka. Ada keinginan yang kuat untuk

kebebasan dan pelepasan diri pada tahap ini. Remaja akhir dapat

mengatasi perpisahan emosional dan fisik dari orang tua mereka

dengan sedikit konflik.

Menurut Panjaitan dkk (2020) Masa remaja merupakan masa

peralihan manusia dari anak-anak menuju dewasa. Pada titik ini,

remaja masih labil dan tidak memiliki pegangan hidup yang pasti.

Remaja cenderung berpikir dan bertindak berdasarkan ide dan

pendapatnya sendiri. Hal tersebut adalah cara bagi remaja untuk

menemukan identitas mereka. Remaja dengan rasa ingin tahu yang

tinggi seringkali mengalami kesulitan karena tidak jarang dari

mereka terjerumus kedalam masalah. Ada sejumlah masalah yang

sering muncul, seperti perilaku anti sosial dan pergaulan bebas.

Keluarga dapat berperan penting dalam membantu anak

memahami perubahan fisik yang mereka alami selama masa

pubertas. Remaja lebih terkesan dengan nilai-nilai luhur yang

diperlihatkan orang tuanya dibandingkan dengan nasehat yang

hanya disampaikan melalui kata-kata. Orang tua memiliki pengaruh

yang besar terhadap perkembangan kepribadian remaja, dan

seringkali berperan dalam membimbing perubahan fisik mereka

selama masa pubertas.


19

2.1.3 Menarche

2.1.3.1 Pengertian Menarche

Menarche (haid pertama) yang sebenarnya merupakan puncak

dari serangkaian perubahan primer dan sekunder serta tanda

kematangan alat reproduksi, yang terjadi pada remaja putri yang

sebenarnya proses beranjak dewasa (Nurwati & Erawantini, 2018).

Menurut Effendi (dalam Permatasari, 2020) menyatakan bahwa

Menarche merupakan fase perubahan fisiologis yang dialami oleh

remaja putri. Perubahan ini melibatkan perubahan hormonal yang

ditandai dengan perubahan fisik, psikologis, kognitif, dan emosional

dimana hal tersebut merupakan fase peralihan dari masa kanak-kanak

menuju dewasa. Menarche adalah menstruasi pertama yang biasa

terjadi dalam rentang usia 10 – 16 tahun atau pada masa awal remaja

ditengah masa pubertas sebelum memasuki masa reproduksi (Purba et

al, 2018).

Menurut Sarwono (dalam Hidayah & Palila, 2018) menarche

adalah tahap perkembangan fisik ketika alat reproduksi manusia

mencapai kematangannya. Usia menarche bervariasi pada setiap remaja

putri. Pada umumnya menarche terjadi pada usia 12 – 14 tahun, namun

saat ini terdapat kecenderungan penurunan usia menarche ke usia yang

lebih muda sehingga banyak siswi Sekolah Dasar (SD) yang sudah

mengalami menarche.
20

2.1.3.2 Umur Kejadian Menarche

Umur terjadinya menarche sangat bervariasi dengan rentang 11 –

16 tahun. Menarche yang terjadi ≤ 11 tahun dikategorikan sebagai

menarche dini. Variabilitas menarche sekitar 75% dipengaruhi oleh

faktor genetik dan sisanya dipengaruhi oleh faktor lingkungan. Menurut

Kemenkes RI (2018) umur kejadian menarche di Indonesia rata-rata

terjadi pada umur 12 tahun dengan prevalensi 60 %, pada usia 9 – 10

tahun sebanyak 2,6 %, usia 11 – 12 tahun sebanyak 30,3 %, dan pada

usia 13 tahun sebanyak 30 %. Sisanya mengalami menarche di atas

umur 13 tahun.

Menurut Marmi usia terjadinya menarche dikategorikan menjadi :

1. Menarche cepat : usia 13 tahun

2. Menarche normal : usia 11-13 tahun

3. Menarche lambat : usia > 13 tahun

2.1.3.3 Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Kejadian Menarche

Menurut Maulidiah (dalam Evi Susanti, 2016) menyebutkan

bahwa banyak faktor-faktor internal dan eksternal yang berhubungan

dengan kejadian menarche.

1. Faktor internal berupa :

Status menarche ibu (genetik), berhubungan dengan percepatan

dan perlambatan kejadian menarche, yaitu antara status menarche

ibu (genetik) dengan kejadian menarche putrinya.


21

2. Faktor eksternal berupa :

a. Lingkungan sosial

b. Ekonomi

c. Nutrisi

d. Keterpaparan media massa

e. Gaya hidup

2.1.4 Kesiapan Menghadapi Menarche

Menurut Indarsita (dalam Narsih et al, 2021) kesiapan adalah kondisi

seseorang dimana dia siap untuk memberikan respon terhadap suatu situasi

atau perilaku yang dilakukan seseorang untuk merancang sesuatu.

Kesiapan menghadapi menarche merupakan suatu kondisi yang

menunjukkan bahwa seseorang telah siap untuk mencapai salah satu bentuk

kematangan fisik yaitu dengan datangnya menstruasi pertama (menarche).

Hal ini ditunjukkan dengan pemahaman yang mendalam tentang

pengetahuan mengenai proses menstruasi sehingga mereka siap untuk

menerima dan menghadapi menarche. Kesiapan menghadapi menarche

dapat dilakukan dengan cara memberikan informasi dan perhatian pada

remaja putri pada masa menghadapi menarche, dengan demikian remaja

putri akan menjadi lebih tenang dan siap menyambut datangnya menarche.

Sumber informasi utama sebenarnya berasal dari ibu dan kakak perempuan.

Orang tua terutama ibu harus memberikan penjelasan tentang menarche

pada anak perempuannya, agar anak lebih mengerti dan siap dalam
22

menghadapi menarche (Hidayah & Palila, 2018). Ma’rat (dalam

(Septianingrum & Wardani, 2018) menjelaskan bahwa dalam menghadapi

menarche, remaja putri perlu melakukan penyesuaian perilaku yang tidak

selalu bisa mereka lakukan, apalagi tanpa dukungan orang tua terutama ibu.

Dukungan orang tua sangat penting dalam membantu remaja putri

memahami tentang siklus menstruasi mereka. Para ibu seringkali paling siap

untuk memberikan dukungan dan bimbingan. Sebagai orang terdekat dalam

keluarga, ibu memiliki tanggung jawab terhadap tumbuh kembang anak di

masa depan. Ibu yang telah mengalami menarche diharapkan dapat menjadi

sumber pengetahuan dan pengalaman bagi anaknya tentang menarche.

Menurut Proverawati (dalam Mahmudah & Daryanti, 2021)

mengatakan beberapa peristiwa yang terjadi pada proses menstruasi

diantaranya ada reaksi biologis, reaksi psikis dan reaksi hormonal. Remaja

putri sangat membutuhkan kesiapan mental yang baik dalam menghadapi

menarche dan perlunya pengetahuan mengenai menstruasi agar mereka

memiliki persiapan yang matang.

Jika reaksi remaja terhadap menarche berupa penolakan, maka dapat

mengakibatkan fungsi hormonal terganggu dan akan terjadi Dismenore.

Ketidaksiapan tersebut dapat mengakibatkan kurangnya pengetahuan

mengenai kebersihan alat kelamin sehingga meningkatkan resiko terjadinya

infeksi saluran kemih. Reaksi penolakan dan perasaan negatif remaja dalam

proses menarche dapat berdampak signifikan pada keadaan psikologis

mereka, yang dapat mempengaruhi konsep diri, prestasi, perkembangan


23

sosial, dan kesiapan emosional mereka untuk menerima peran seks. Apabila

remaja putri tidak siap menghadapi menarche, mereka mungkin akan

mengalami masalah fisik, seperti kurangnya personal hygiene yang dapat

menyebabkan infeksi saluran kemih dan terjadinya gangguan menstruasi.

Hal ini didukung oleh kurangnya kesadaran akan menstruasi di kalangan

remaja putri. Apa yang diketahui masyarakat tentang menstruasi perlu

diperhatikan agar citra masyarakat yang positif dapat tercipta. Remaja putri

cenderung berbagi pengalaman menstruasi mereka dengan teman-teman

sebayanya, sehingga informasi yang mereka terima mungkin tidak begitu

lengkap (Mahmudah & Daryanti, 2021).

Menarche dapat membawa perubahan psikologis pada remaja putri

berupa kecemasan emosional. Kecemasan muncul ketika remaja putri

kekurangan informasi tentang menarche. Untuk itu, remaja putri perlu

dipersiapkan untuk menghadapi menarche. Remaja putri membutuhkan

dukungan emosional, informasi, penghargaan dan bantuan dalam

mempersiapkan diri untuk menghadapi menarche. Dukungan tersebut dapat

berasal dari lingkungan keluarga (orang tua), lingkungan sekolah (guru),

lingkungan teman sebaya dan lingkungan masyarakat (sosial budaya dan

media massa). Lingkungan keluarga merupakan lingkungan utama bagi

perkembangan anak, maka dari itu dukungan keluarga terutama dukungan

sosial orang tua sangat dibutuhkan dalam perkembangan anak termasuk

masa dimana anak mengalami menarche. (Purwaningsih et al, 2021).


24

2.1.4.1 Faktor-faktor yang mempengaruhi kesiapan menarche

Menurut Nur Fitri Jayanti (2012) faktor-faktor yang

mempengaruhi kesiapan dalam menghadapi menarche yaitu :

1. Usia

Suryani dan Widyasih (2008), semakin muda usia siswa, maka

semakin ia belum siap untuk menerima peristiwa menstruasi,

sehingga menarche dianggap sebagai gangguan yang mengejutkan.

Selain itu menarche yang terjadi sangat awal, dalam artian siswa

tersebut masih sangat muda usianya, dan kedisiplinan diri dalam hal

kebersihan badan masih kurang, seperti mandi masih harus

dipaksakan oleh orang lain, padahal sangat penting menjaga

kebersihan saat menstruasi. Sehingga pada akhirnya, menarche

dianggap oleh anak sebagai satu beban baru yang tidak

menyenangkan.

2. Sumber informasi

Yang dimaksud sumber informasi disini adalah sumber-sumber

yang dapat memberikan informasi tentang menarche kepada siswi.

Sumber informasi yang diterima siswa menurut Yusuf (2010) dapat

diperoleh dari :

a. Keluarga

Berdasarkan penelitian yang dilakukan Muriyana (2008),

Orang tua secara lebih dini harus memberikan penjelasan


25

tentang menarche pada anak perempuannya, agar anak lebih

mengerti dan siap dalam menghadapi menarche.

b. Kelompok Teman Sebaya

Remaja berinteraksi dengan teman sebayanya untuk

membentuk kelompok sosial, yang dapat berdampak signifikan

pada perkembangan kepribadian mereka. Hubungan kelompok

teman sebaya dengan kesiapan menghadapi menarche yaitu,

informasi tentang menarche dapat diperoleh dari kelompok

teman sebaya, apabila informasi-informasi tentang menarche

tidak benar, maka persepsi siswa tentang menarche akan

negatif, sehingga siswa tersebut akan merasa malu saat

mengalami menarche.

c. Lingkungan Sekolah

Guru hendaknya memberikan pendidikan kesehatan reproduksi

khususnya tentang menstruasi kepada siswa secara jelas

sebelum mereka mengalaminya. Sekolah memainkan peran

penting dalam mendidik siswa dan mentransmisikan informasi.

Hal ini berkaitan dengan peran sekolah sebagai pendidik dan

komunikator. Karena informasi mengenai menarche

merupakan hal utama bagi kesiapan siswa menghadapi

menarche.
26

d. Sikap

Sikap adalah kesiapan seseorang untuk merespon dengan cara

tertentu ketika dihadapkan pada situasi tertentu. Sikap ini bisa

bersifat positif atau negatif. Dalam sikap positif, cenderung

mendekati dan berinteraksi dengan hal-hal dengan cara yang

positif, sedangkan dalam sikap negatif, cenderung menjauh dan

menghindari hal-hal, atau tidak menyukai objek tertentu.

2.1.5 Dukungan Sosial Orang Tua

Merujuk pada teori perilaku Snehandu B. Kar, kesiapan remaja putri

untuk menerima menarche tergantung pada beberapa faktor, antara lain

dukungan sosial (social support) dan ketersediaan informasi (access to

information). Remaja putri dapat mencapai penerimaan diri dalam

menghadapi menarche dengan memperoleh dukungan sosial emosional.

Dukungan secara emosional, instrumental dan informasi sangat diperlukan

remaja putri dalam mempersiapkan diri untuk menghadapi menarche.

Keluarga merupakan tempat pertama dan paling penting untuk memberikan

dukungan dan edukasi bagi perkembangan anak (Permatasari, 2020).

David & Oscar (dalam Rif’ati et al, 2018) menyatakan dukungan sosial

sangat penting untuk dipahami karena dapat memberikan sumber dukungan

emosional yang berharga ketika seorang individu mengalami masalah. Oleh

karena itu, individu yang bersangkutan membutuhkan orang-orang

terdekatnya untuk membantunya mengatasi masalah tersebut. Dukungan


27

sosial memainkan peran penting dalam perkembangan manusia. Misalnya,

orang yang memiliki hubungan baik dengan orang lain memiliki

kesejahteraan mental dan fisik yang baik serta kesejahteraan subjektif yang

tinggi.

Ada beberapa aspek yang harus dipenuhi sehingga tercipta dukungan

sosial yang baik menurut Sarafino (dalam Rif’ati et al., 2018), yaitu :

1. Dukungan emosional

Keluarga adalah tempat di mana orang dapat merasa aman dan damai.

Keluarga jelas merupakan sumber daya yang berharga bagi setiap

orang. Individu yang menghadapi masalah akan merasa terbantu jika

ada keluarga yang mau mendengarkan dan memperhatikan masalah

yang sedang dihadapi.

2. Dukungan penghargaan

Keluarga sering menjadi perantara dalam penyelesaian masalah dan

juga dapat menjadi sumber yang membantu dalam menyelesaikan

masalah tersebut. Dukungan dan perhatian yang diberikan keluarga

kepada individu merupakan bentuk penghargaan yang positif.

3. Dukungan instrumental

Keluarga merupakan sumber bantuan dalam hal pengawasan dan

kebutuhan individu. Keluarga mencari cara untuk membantu individu

menjadi lebih produktif.


28

4. Dukungan informatif

Keluarga bertanggung jawab untuk menyebarkan informasi dan

memberikan dukungan satu sama lain. Diharapkan, informasi yang

diberikan oleh pihak keluarga dapat membantu individu dalam

menghadapi permasalahannya.

Sarason dan Pierce (dalam Emeralda & Kristiana, 2017) menyatakan

bahwa dukungan sosial adalah kenyamanan fisik dan psikologis yang

diberikan orang lain. Dukungan sosial orang tua berarti kenyamanan

emosional dan fisik yang diterima anak dari orang tuanya. Secara umum

bentuk dukungan sosial digolongkan menjadi 2, yaitu dukungan emosional

dan dukungan instrumental. Dukungan emosional adalah cara untuk

menunjukkan bahwa seseorang merasa diperhatikan dan dicintai, sedangkan

dukungan instrumental adalah bantuan yang diberikan dengan tujuan

meringankan individu dalam menyelesaikan tugas.

Wijaya & Pratitis (dalam Gunandar & Utami, 2019) menyatakan bahwa

dukungan sosial orang tua adalah bantuan yang diberikan oleh orang tua

kepada anaknya yang membuat individu memiliki keyakinan diri dan

perasaan positif tentang dirinya sendiri. Dukungan sosial remaja putri yang

terkait dengan menarche membuat remaja putri merasa bahwa mereka

menerima perhatian, informasi, cinta, kasih sayang dan kenyamanan untuk

membantu mereka mempersiapkan diri saat menghadapi menarche

(Setyawati et al., 2019). Berbagai manfaat dari dukungan sosial keluarga

dapat membantu remaja yang mengalami menarche menjadi individu yang


29

mampu beradaptasi dengan perubahan fisik dan hormonalnya, dapat

menyesuaikan diri dengan lingkungan dan memiliki pemikiran yang lebih

optimis. Selain itu, keberadaan dukungan sosial keluarga juga merupakan

penunjang untuk keberhasilan bagi remaja untuk bisa masuk ke fase

kedewasaan dengan perubahan bentuk fisiknya (Permatasari, 2020).

2.2 Kerangka Teori


Dukungan sosial orang tua

Sebagai sumber emosional untuk


mendengarkan dan memperhatikan masalah
yang sedang dihadapi.

Sebagai sumber penilaian untuk


Kesiapan
memberikan dukungan dan perhatian dalam Menghadapi
bentuk penghargaan positif Menarche

Sebagai sumber instrumental dalam hal


pengawasan kebutuhan individu

Sebagai sumber informasional untuk


menghadapi persoalan yang dihadapi

Sumber: (Rif’ati et al., 2018)


30

2.3 Teori

2.3.1. Teori Kecemasan Nevid

Kecemasan menghadapi menarche yang mengacu pada teori

kecemasan yang dikemukakan Nevid, dkk (2005) merupakan suatu

keadaan emosional yang mempunyai ciri keterangsangan fisiologis,

perasaan tegang yang tidak menyenangkan, dan kekhawatiran bahwa

sesuatu yang buruk akan terjadi. Kecemasan merupakan emosi yang

berguna apabila ditunjukkan melalui respon yang tepat dan sifatnya

normal ketika menghadapi sebuah ancaman, tetapi ancaman dapat

menjadi abnormal apabila tingkatannya tidak sesuai dengan proporsi

ancaman.

Menurut Nevid, dkk (2005) membagi aspek kecemasan menjadi

tiga bagian, antara lain :

1. Aspek fisik, meliputi: kegelisahan, anggota tubuh bergetar, banyak

berkeringat, sulit bernafas, jantung berdetak kencang, merasa

lemas, panas dingin, mudah marah atau tersinggung.

2. Aspek behavioral, meliputi: berperilaku menghindar, terguncang,

melekat dan dependen.

3. Aspek kognitif, meliputi: khawatir tentang sesuatu, perasaan

terganggu akan ketakutan terhadap sesuatu yang terjadi dimasa

depan, keyakinan bahwa sesuatu yang menakutkan akan segera

terjadi, ketakutan akan ketidakmampuan untuk mengatasi masalah,


31

pikiran terasa bercampur aduk atau kebingungan, sulit

berkonsentrasi.

1.3.3. Teori Perilaku Lawrence Green

Lawrence Green dalam teorinya mencoba menganalisis perilaku

manusia dari tingkat kesehatannya. Faktor perilaku (seperti kebiasaan

dan sikap) memainkan peran utama dalam kesehatan seseorang atau

masyarakat, sedangkan faktor eksternal (seperti lingkungan dan orang

lain) juga dapat berdampak. Cara orang atau masyarakat menangani

kesehatan mereka dipengaruhi oleh tingkat pendidikan, pengetahuan,

sikap, dan latar belakang budaya mereka. Tersedianya fasilitas

kesehatan dan perilaku petugas terhadap fasilitas tersebut akan sama-

sama membantu membentuk perilaku sehat (Notoatmodjo, 2012: 194).

Teori Lawrance Green, dkk (1980) menyatakan bahwa perilaku

manusia dipengaruhi oleh dua faktor pokok, yaitu faktor perilaku

(behaviour causes) dan faktor diluar perilaku (non behaviour causes).

Selanjutnya perilaku itu sendiri ditentukan atau terbentuk dari 3 faktor

yaitu:

1. Faktor predisposisi (predisposing factors), yang mencakup

pengetahuan, sikap dan sebagainya.

2. Faktor pemungkin (enabling factor), yang mencakup lingkungan

fisik, tersedia atau tidaknya fasilitas dan prasarana.

3. Faktor penguat (reinforcement factor), faktor-faktor ini meliputi

undang-undang, peraturan-peraturan, pengawasan dan sebagainya


32

2.3.3. Teori Perilaku Snehandu B. Kar

Teori Snehandu B. Kar mencoba menganalisis perilaku kesehatan

dengan bertitik-tolak bahwa perilaku itu fungsi dari niat orang terhadap

objek kesehatan, ada atau tidaknya dukungan dari masyarakat

sekitarnya, ada atau tidaknya informasi tentang kesehatan, kebebasan

dari indivindu untuk mengambil keputusan/bertindak, dan situasi yang

memungkinkan ia berperilaku/bertindak atau tidak berperilaku/tidak

bertindak. Snehandu B. Kar mencoba menganalisis perilaku kesehatan

bertitik tolak bahwa perilaku merupakan fungsi dari :

1. Niat seseorang untuk bertindak sehubungan dengan kesehatan atau

perawatan kesehatannya (behavior intention).

2. Dukungan sosial dari masyarakat sekitarnya (social support).

3. Adanya atau tidak adanya informasi tentang kesehatan atau fasilitas

kesehatan (accesebility of information).

4. Otonomi pribadi orang yang bersangkutan dalam hal mengambil

tindakan atau keputusan (personal autonomy).

5. Situasi yang memungkinkan untuk bertindak (action situation).

Teori perilaku Snehandu B. Kar, mengatakan bahwa kesiapan

remaja putri untuk menerima menarche tergantung pada beberapa

faktor, antara lain dukungan sosial (social support) serta ketersediaan

informasi (access to information).


BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Jenis dan Rancangan Penelitian

3.1.1 Jenis Penelitian

Dalam penelitian ini peneliti menggunakan pendekatan berupa

kuantitatif. Menurut Sugiyono (2017) metode kuantitatif adalah metode

penelitian yang berlandaskan pada filsafat positivisme, digunakan untuk

meneliti populasi atau sampel tertentu, pengumpulan data menggunakan

instrumen penelitian, analisis data bersifat kuantitatif statistik, dengan

tujuan untuk menguji hipotesis yang telah ditetapkan. Penelitian ini

bertujuan untuk mencari ada atau tidaknya hubungan antara satu variabel

dengan variabel lainnya. Maka dari itu penelitian ini dilakukan dengan

jenis penelitian korelasional.

Menurut Arikunto (2013) penelitian korelasional adalah

penelitian yang dilakukan oleh peneliti untuk mengetahui tingkat

hubungan antara dua variabel atau lebih, tanpa melakukan perubahan,

tambahan atau manipulasi terhadap data yang memang sudah ada. Dalam

penelitian ini, data yang dihimpun adalah data kuantitatif yang diolah

dengan menggunakan statistik. Dengan demikian, memungkinkan

peneliti untuk mengetahui hubungan dukungan sosial orang tua dengan

kesiapan menghadapi menarche pada anak usia sekolah.

33
34

3.2 Tempat dan Waktu Penelitian

3.2.1 Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di SDN Baginda 2 yang beralamat di Jalan

Pager Betis, Desa Baginda, Kecamatan Sumedang Selatan, Kabupaten

Sumedang, Provinsi Jawa Barat.

3.2.2 Waktu Penelitian

Penelitian awal dilakukan di SDN Baginda 2 pada hari Rabu tanggal 13

April 2022. Dalam penelitian ini peneliti melakukan beberapa tahapan

yang dimulai dari pengajuan judul dan studi pendahuluan. Rencana

penelitian ini akan dilaksanakan pada bulan Juni – Juli tahun 2022.

3.3 Kerangka Konsep Penelitian

Adapun kerangka konsep penelitian dari Hubungan Dukungan Sosial

Orang Tua dengan Kesiapan Menghadapi Menarche pada Anak Usia Sekolah

di SDN Baginda 2 tahun 2022, sebagai berikut :

Independen Dependen

Dukungan Sosial Kesiapan Menghadapi


Orang Tua Menarche

Keterangan :

Variabel Independen

Variabel Dependen

Arah Hubung
35

3.4 Variabel dan Definisi Operasional

3.4.1 Variabel

Variabel penelitian merupakan gejala yang menjadi fokus peneliti

untuk diamati sebagai atribut dari sekelompok orang atau objek yang

mempunyai variasi antara satu dengan yang lainnya dalam kelompok itu

(Sugiyono, 2014).

Variabel penelitian adalah suatu atribut atau sifat atau nilai dari

orang, objek atau kegiatan yang mempunyai variasi tertentu yang

ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik

kesimpulannya (Sugiyono, 2019). Dalam penelitian ini, variabel yang

digunakan adalah variabel bebas (X) dan variabel terikat (Y). Penetapan

variabel pada penelitian ini sesuai dengan judul “Hubungan Dukungan

Sosial Orang Tua dengan Kesiapan Menghadapi Menarche pada Anak

Usia Sekolah di SDN Baginda 2 Tahun 2022” maka diperoleh dua variabel

yaitu :

1. Variabel Independen (Variabel X)

Variabel independen sering disebut sebagai variabel bebas. Menurut

Sugiyono (2019:69) mendefinisikan bahwa variabel bebas merupakan

variabel yang mempengaruhi atau menjadi sebab perubahannya atau

timbul variabel dependen (terikat). Dalam penelitian ini yang menjadi

variabel independen adalah dukungan sosial orang tua.


36

2. Variabel Dependen (Variabel Y)

Variabel dependen sering disebut dengan variabel terikat. Menurut

Sugiyono (2019) Dependent Variable sering disebut sebagai variabel

output, kriteria, konsekuen. Dalam bahasa Indonesia sering disebut

sebagai variabel terikat. Variabel terikat merupakan variabel yang

dipengaruhi atau yang menjadi akibat, karena adanya variabel bebas.

Dalam penelitian ini yang menjadi variabel dependen adalah kesiapan

menghadapi menarche pada anak usia sekolah.

3.4.2 Definisi Operasional

Menurut Sugiyono (2015), Pengertian definisi operasional

dalam variabel penelitian adalah suatu atribut atau sifat atau nilai dari

objek atau kegiatan yang mempunyai variasi tertentu yang telah ditetapkan

oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya.


37

Tabel 3.1
Definisi Operasional
Variabel Definisi Operasional Alat Ukur Hasil Ukur Skala

Variabel Pernyataan responden Kuesioner Tidak Ordinal


Independen : mengenai dukungan mendukung
Dukungan yang diberikan orang jika responden
sosial orang tua tentang menarche. mendapatkan
tua skor : <50%

Mendukung
jika responden
mendapatkan
skor : ≥50%

Variabel Kesiapan menghadapi Kuesioner Tidak siap Ordinal


Dependen : menarche merupakan apabila
Kesiapan suatu kondisi yang responden
menghadapi menunjukkan bahwa mendapatkan
menarche seseorang telah siap skor : <50%
untuk mencapai salah
satu bentuk
kematangan fisik yaitu Siap apabila
dengan datangnya responden
menstruasi pertama mendapatkan
(menarche). skor : ≥50%
38

3.5 Hipotesis Penelitian

Menurut Sugiyono (2017) hipotesis merupakan jawaban sementara

terhadap rumusan masalah. Karena sifatnya masih sementara, maka perlu

dibuktikan kebenarannya melalui data empirik yang terkumpul.

Ha : Ada hubungan dukungan sosial orang tua dengan kesiapan

menghadapi menarche pada anak usia sekolah di SDN Baginda 2 tahun 2022.

Ho : Tidak ada hubungan dukungan sosial orang tua dengan kesiapan

menghadapi menarche pada anak usia sekolah di SDN Baginda 2 tahun

2022.

3.6 Populasi dan Sampel

3.6.1 Populasi

Populasi menurut Sugiyono (2014:80) adalah wilayah

generalisasi yang terjadi atas objek atau subjek yang mempunyai

kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk

dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya.

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswi kelas IV,V, dan

VI SDN Baginda 2 yang berjumlah 35 orang.

3.6.2 Sampel

Pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan total

sampling. Total sampling adalah teknik pengambilan sampel dimana

besar sampel sama dengan populasi. Alasan mengambil total sampling

karena menurut Sugiyono (2007) jika jumlah populasi kurang dari 100,
39

maka seluruh populasi dijadikan sampel penelitian. Jadi, jumlah

sampel dalam penelitian ini adalah 35 orang. Sampel harus memenuhi

kriteria inklusi dan kriteria eksklusi sebagai berikut :

1. Kriteria Inklusi

a. Siswi kelas IV, V, dan VI yang berusia 9 – 12 tahun dan

bersekolah di SDN Baginda 2 pada tahun 2022.

b. Siswi kelas IV, V, dan VI yang belum mengalami menarche.

c. Siswi kelas IV, V, dan VI yang bersedia bekerjasama untuk

mengisi kuesioner dengan lengkap.

2. Kriteria Eksklusi

a. Siswi kelas IV, V, dan VI yang tidak dapat hadir atau sakit

pada saat dilakukan penelitian.

b. Siswi kelas IV, V, dan VI yang mengundurkan diri saat

penelitian berlangsung.

c. Siswi kelas IV, V, dan VI yang memiliki kelainan jiwa yang

sudah pernah terdiagnosis sebelumnya oleh Dokter Spesialis

Kesehatan Jiwa sehingga dapat mempengaruhi penelitian.

3.7 Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian adalah alat-alat yang diperlukan atau

dipergunakan untuk mengumpulkan data. Dalam penelitian ini peneliti

menggunakan jenis instrumen kuesioner yang nantinya diberikan kepada

siswi kelas IV, V, dan VI SDN Baginda 2. Kuesioner adalah cara


40

mengumpulkan data dari sejumlah orang atau responden dengan mengajukan

serangkaian pertanyaan untuk dijawab. Dengan memberikan daftar

pertanyaan, jawaban yang diperoleh kemudian dikumpulkan sebagai data.

Kuesioner yang digunakan dalam penelitian ini berjumlah 26 butir

pertanyaan. 16 pertanyaan untuk kuesioner dukungan sosial orang tua, dan

10 pertanyaan untuk kuesioner kesiapan remaja putri. Dalam penelitian ini

kuesioner yang digunakan adalah jenis kuesioner tertutup, karena responden

hanya tinggal memberikan tanda pada salah satu jawaban yang dianggap

benar. Bentuk pertanyaan kuesioner dalam penelitian ini ada 2, yaitu :

1. Pernyataan Positif

2. Pernyataan Negatif

Pertanyaan dalam kuesioner ditulis dalam bentuk pernyataan bukan

pertanyaan.

a. Pernyataan Positif : pernyataan yang jawabannya sesuai dengan harapan

peneliti

b. Pernyataan Negatif : pernyataan yang jawabannya tidak sesuai dengan

harapan peneliti

3.8 Uji Instrumen Penelitian (Validitas dan Reliabilitas)

3.8.1 Uji Validitas

Uji validitas dilakukan untuk menguji apakah suatu kuesioner layak

digunakan sebagai instrumen penelitian. Uji validitas dilakukan untuk


41

mengukur apakah data yang telah didapat setelah penelitian merupakan

data yang valid dengan alat ukur yang digunakan (kuesioner).

Untuk mengetahui apakah instrumen yang telah disusun dapat

dipergunakan sebagai alat pengumpul data atau tidak maka digunakan

uji validitas dengan menggunakan rumus korelasi product moment,

sebagai berikut :

𝑛∑xy − (∑x)(∑y)
𝑟𝑥𝑦 =
√(𝑛∑x 2 − (∑x)2 )(𝑛∑y2 − (∑y)2 )

Dengan Keterangan :

rxy : Koefisien korelasi

n : Jumlah sampel atau responden

x : Jumlah skor untuk indikator X

y : Jumlah skor untuk indikator Y

Sebagai uji coba instrumen, maka data yang digunakan dalam uji

validitas sebanyak 35 responden yang merupakan sampel dari populasi

penelitian dengan tempat uji validitas di SD Negeri Sukamanah. SD

Negeri Sukamanah dipilih oleh peneliti sebagai tempat uji validitas

dikarenakan mempunyai karakteristik yang sesuai dengan SD Negeri

Baginda 2. Peneliti sudah melakukan perbandingan dari setiap Sekolah

Dasar (SD), dan didapatkan hasil bahwa SD Negeri Sukamanah

merupakan tempat uji validitas yang paling sesuai dibandingkan Sekolah

Dasar (SD) lain, maka dari itu peneliti memutuskan untuk memilih SD

Negeri Sukamanah sebagai tempat uji coba instrumen. Perhitungan uji


42

validitas didasarkan pada perbandingan antara rhitung dan rtabel. Apabila

rhitung > rtabel maka instrumen dianggap valid dan apabila rhitung <

rtabel maka instrumen dianggap tidak valid.

Tabel 3.2
Klasifikasi Koefisien Validitas
Koefisien Korelasi Interpretasi

0,90 < r ≤ 1,00 Validitas sangat tinggi

0,70 < r ≤ 0,90 Validitas tinggi

0,40 < r ≤ 0,70 Validitas sedang

0,20 < r ≤ 0,40 Validitas rendah

0,00 < r ≤ 0,20 Validitas sangat rendah

3.8.2 Uji Reliabilitas

Menurut Sugiyono (2017:130) uji reliabilitas adalah sejauh mana

hasil pengukuran dengan menggunakan objek yang sama akan

menghasilkan data yang sama. Uji reliabilitas dilakukan secara bersama-

sama terhadap seluruh pernyataan. Uji reliabilitas dilakukan untuk

menguji keandalan/konsistensi instrumen pernyataan yang merupakan

dimensi suatu variabel yang disusun dalam bentuk kuesioner.

Reliabilitas menunjuk pada suatu pengertian bahwa suatu

instrumen cukup dapat dipercaya untuk digunakan sebagai alat


43

pengumpul data, karena instrumen tersebut sudah baik. Instrumen yang

sudah dapat dipercaya, yang reliable artinya dapat dipercaya, jadi dapat

diandalkan.

Karena instrumen penelitian ini berbentuk angket maka pengujian

reliabilitas instrumen yang digunakan memakai rumus Alpha Cronbach.

Rumus Alpha Cronbach sebagai berikut :

𝑛 ∑𝜎𝑡2
𝑟11 = ( ) (1 − 2 )
𝑛−1 𝜎𝑡

Dengan Keterangan :

r11 : Reliabilitas yang dicari

n : Jumlah item pertanyaan yang di uji

∑𝜎𝑡2 : Jumlah varians skor tiap-tiap item

𝜎𝑡2 : Varians total

Tabel 3.3
Klasifikasi Koefisien Realibilitas
Koefisien Korelasi Interpretasi

0,90 < r ≤ 1,00 Reliabilitas sangat tinggi

0,70< r ≤ 0,90 Reliabilitas tinggi

0,40 < r ≤ 0,70 Reliabilitas sedang

0,20 < r ≤ 0,40 Reliabilitas rendah

0,00 < r ≤ 0,20 Reliabilitas sangat rendah


44

3.9 Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data merupakan cara-cara yang dilakukan untuk

memperoleh data serta keterangan-keterangan yang diperlukan dalam

sebuah penelitian. Untuk mengumpulkan data, peneliti menggunakan

metode sebagai berikut :

1) Angket (kuesioner)

Menurut Sugiyono (2017:142) angket atau kuesioner merupakan teknik

pengumpulan data yang dilakukan dengan cara memberi seperangkat

pertanyaan atau pernyataan tertulis kepada responden untuk dijawab.

Angket atau kuesioner tersebut akan disebarkan kepada siswi kelas IV,

V, Dan VI yang masuk ke dalam kriteria inklusi. Kriteria

inklusi merupakan kriteria dimana subjek penelitian mewakili sampel

penelitian yang memenuhi syarat sebagai sampel, yaitu siswi kelas IV,

V, dan VI yang belum mengalami menarche (Notoatmodjo, 2012).

Adapun alur pengambilan data sebagai berikut :

1) Tahap Persiapan

Tahap persiapan merupakan rangkaian kegiatan sebelum memulai

pengumpulan dan pengolahan data. Dalam tahap awal ini disusun

hal-hal penting yang harus segera dilakukan dengan tujuan untuk

mengefektifkan waktu. Tahap persiapan ini meliputi kegiatan-

kegiatan sebagai berikut :

a. Menyusun proposal penelitian.


45

b. Melakukan studi pustaka serta mempersiapkan alat dan bahan

yang akan digunakan dalam kegiatan penelitian.

c. Perumusan dan identifikasi masalah.

d. Melakukan studi pendahuluan dan wawancara pada siswi SDN

Baginda 2.

e. Observasi dan peninjauan langsung di lokasi masalah.

2) Tahap Pelaksanaan

Pada tahap ini, penulis melaksanakan penelitian sesuai dengan

persiapan yang telah disiapkan. Tahap pelaksanaan ini meliputi hal

sebagai berikut :

a. Melakukan observasi dan menentukan kelas secara purposive

sampling.

b. Menentukan kelas IV, V, dan VI sebagai sampel penelitian.

c. Melakukan wawancara kepada guru dan siswi yang ada di SDN

Baginda 2 sebagai studi pendahuluan.

3) Tahap Pengolahan dan Analisis Data

Teknik pengolahan data adalah cara atau metode untuk

konversi data menjadi bentuk yang dapat digunakan dan diinginkan.

Dimana konversi ini dilakukan dengan menggunakan urutan operasi

yang telah ditentukan baik secara manual maupun otomatis. Teknik

pengolahan data dalam penelitian ini menggunakan penghitungan

komputasi program SPSS (Statistical Product and Service Solution)

karena program ini memiliki kemampuan analisis statistik cukup


46

tinggi. Setelah data diperoleh kemudian dilakukan pengolahan data

dengan langkah-langkah sebagai berikut :

a. Editing (Penyuntingan data)

Mengecek data dari kuesioner yang telah diberikan kepada

responden, kemudian dilakukan koreksi terhadap kelengkapan

lembar kuesioner, kejelasan penulisan, dan apakah jawaban

relevan dan konsisten.

b. Coding

Kuesioner yang dipilih dari proses editing kemudian diberi kode.

Tujuan pemberian kode adalah untuk mengubah teks kalimat

menjadi data numerik atau angka untuk mempermudah

pemasukan data ke dalam komputer.

c. Entry Data

Memasukkan atau memindahkan data-data yang ada di kuesioner ke

dalam Microsoft Excel dan melakuakan analisa menggunakan

program SPSS.

d. Tabulating

Menyusun data dengan mengelompokkan data-data sedemikian

rupa sehingga data mudah dijumlah dan disusun dalam bentuk

tabel distribusi frekuensi.

4) Tahap Pelaporan

Tahap akhir dari proses penelitian adalah penyusunan laporan. Setiap

data yang diperoleh dari hasil penelitian di lapangan akan dianalisis


47

dengan berbagai teknik analisis data. Setelah dilakukan analisis data,

hasil penelitian tersebut disusun ke dalam bentuk tulisan yang dibuat

secara sistematis dan akurat sesuai dengan data yang diperoleh di

lapangan. Setelah semua hasil penelitian lapangan selesai dilakukan

maka dilakukan pelaporan hasil untuk menyempurnakan hasil

penelitian yang dilakukan agar hasil tersebut siap ketika proses

skripsi.

3.10 Analisis Data

1. Analisa Univariat

Analisis univariat dilakukan terhadap setiap variabel yang diteliti.

Selanjutnya data yang telah diolah dari kuesioner dimasukkan kedalam

tabel dengan menggunakan rumus (Sudijono, 2015) sebagai berikut :

𝑓
𝑃= × 100%
𝑛

Dengan Keterangan :

P : persentase

f : frekuensi

n : jumlah sampel

2. Analisa Bivariat

Analisis bivariat adalah analisis data yang dilakukan untuk mencari

korelasi atau pengaruh antara 2 variabel atau lebih yang diteliti. Pada

penelitian ini sebelum dilakukan analisis data, terlebih dahulu dilakukan

uji normalitas data untuk mengetahui normal atau tidaknya data yang ada.
48

Adapun kriteria pengambilan kesimpulan adalah sebagai berikut :

• Jika nilai 𝑃 − 𝑣𝑎𝑙𝑢ⅇ ≤ 𝛼 maka H0 ditolak

• Jika nilai 𝑃 − 𝑣𝑎𝑙𝑢ⅇ > 𝛼 maka H0 diterima

Dimana 𝛼 adalah batas kesalahan maksimal yang dijadikan patokan oleh

peneliti (𝛼 = 0,05), sedangkan p-value (nilai sig) adalah nilai kesalahan

yang didapat peneliti dari hasil perhitungan statistik.

Ha: Ada hubungan dukungan sosial orang tua dengan kesiapan

menghadapi menarche pada anak usia sekolah di SDN Baginda 2 tahun

2022.

Ho : Tidak ada hubungan dukungan sosial orang tua dengan kesiapan

menghadapi menarche pada anak usia sekolah di SDN Baginda 2 tahun

2022.

Analisis akan dilakukan dengan uji Korelasi Spearman. Uji ini digunakan

untuk mengukur tingkat atau eratnya hubungan antara dua variabel yang

berskala ordinal, dengan rumus sebagai berikut :

𝑁
6 ∑𝑖=1 ⅆ𝑖2
𝑟 = 1−
𝑁(𝑁 2 − 1)

Dengan Keterangan :

r : Koefisien Korelasi Spearman Rank

N : Banyaknya sampel
49

ⅆ𝑖 : Selisih ranking antara variabel x dan variabel y

Untuk menyatakan kekuatan hubungan antara dua variabel atau lebih

digunakan koefisien korelasi, dimana nilai korelasi 0,00 – 0,199

menyatakan tingkat hubungan korelasi sangat lemah, 0,20 – 0,399

menyatakan tingkat hubungan korelasi lemah, kemudian untuk rentang

nilai 0,40 – 0,599 menyatakan tingkat hubungan korelasi adalah cukup,

0,60 – 0,799 menyatakan tingkat hubungan korelasi kuat, sedangkan untuk

rentang nilai 0,80 – 1,000 menyatakan tingkat hubungan korelasi sangat

kuat (Syofian, 2013).

3.11 Etika Penelitian

Menurut Notoatmodjo (2012), etika penelitian adalah seperangkat

pedoman yang berlaku untuk setiap kegiatan penelitian, termasuk peneliti,

subjek penelitian, dan masyarakat yang akan terkena dampak hasil penelitian.

Masalah etika yang harus diperhatikan antara lain adalah sebagai berikut :

1. Menghormati harkat dan martabat manusia (respect for human dignity)

Peneliti perlu mempertimbangkan hak responden penelitian untuk

memperoleh informasi tentang tujuan peneliti melakukan penelitian, dan

peneliti juga harus menyiapkan formulir informed consent kepada

responden (Notoatmodjo, 2012).

2. Menghormati privasi dan kerahasiaan subjek penelitian (respect for

privacy and confidentiality)


50

Setiap responden memiliki hak atas privasi dan kebebasan berekspresi,

yang berarti peneliti tidak dapat mengungkapkan identitas atau informasi

rahasia responden tanpa persetujuan responden (Notoatmodjo, 2012).

3. Keadilan dan inklusivitas/keterbukaan (respect for justice an

inclusiveness)

Prinsip keterbukaan dan keadilan perlu diikuti oleh peneliti yang jujur,

terbuka, dan bijaksana. Untuk mendorong lingkungan penelitian yang

terbuka, peneliti harus jelas tentang metode mereka (Notoatmodjo, 2012).

4. Memperhitungkan manfaat dan kerugian yang ditimbulkan (balancing

harms and benefits)

Sebuah penelitian harus dirancang untuk menghasilkan hasil yang paling

bermanfaat bagi masyarakat secara keseluruhan, serta subjek penelitian

pada khususnya. Peneliti harus berusaha meminimalkan dampak yang

merugikan bagi subjek (Notoatmodjo, 2012).


51

DAFTAR PUSTAKA

Ade, W. (2014). Karakteristik Pertumbuhan Perkembangan Remaja Dan


Implikasinya Terhadap Masalah Kesehatan Dan Keperawatannya. Jurnal
Keperawatan Anak, 2(1), 39–43.
http://103.97.100.145/index.php/JKA/article/view/3954
Anatasia, N. wida. (2019). Gambaran peran keluarga terhadap tingkat kecemasan
remaja putri usia 11-14 tahun dalam menghadapi menstruasi pertama di desa
tuntungan 1 tahun 2019. Jurnala Keperawatan Poltekes Kemenkes Medan, 1–
13.
Andriasari, F. (2015). Konsep diri pada anak sekolah dasar dan menengah pertama.
Jurnal Psikologi Muhammadiyah Malang, 8, 487–491.
Emeralda, G. N., & Kristiana, I. F. (2017). Hubungan antara dukungan sosial orang
tua Sekolah Menengah Pertama. Empati, 7(3), 154–159.
https://www.neliti.com/id/publications/178064/hubungan-antara-dukungan-
sosial-orang-tua-dengan-motivasi-belajar-pada-siswa-sek
Evi Susanti, S. W. (2016). Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Usia
Menarche Pada Siswi Kelas VIII MTsN 1 Bukittinggi Tahun 2016 Factors
Associated with Age of Menarche in Class VIII Students of MTsN Bukittinggi
Evi Susanti *), Shinta Wulandari *). 8(2), 155–160.
Fauziyah, N., Fitryasari, R., & Nastiti, A. A. (2020). Correlation Between
Knowledge , Mother ’ s Support , Peer Support with Anxiety to Confront
Menarche among Adolescents at Elementary school : A Correlational Study.
6(1), 21–28.
Gunandar, M. S., & Utami, M. S. (2019). Hubungan antara Dukungan Sosial Orang
Tua dengan Penyesuaian Diri Mahasiswa Baru yang Merantau. Gadjah Mada
Journal of Psychology (GamaJoP), 3(2), 98.
https://doi.org/10.22146/gamajop.43441
Hidajahturrokhmah, N., Kemuning, D. R., Rahayu, E. P., Araujo, P. A., Taqwim,
R. A., & Rahmawati, S. (2018). Sosialisasi Hiv Atau Aids Dalam Kehamilan
Di Rt 27 Rw 10 Lingkungan Tirtoudan Kelurahan Tosaren Kecamatan
Pesantren Kota Kediri. Journal of Community Engagement in Health, 1(1),
14–16. https://doi.org/10.30994/10.30994/vol1iss1pp16
Hidayah, N., & Palila, S. (2018). Kesiapan Menghadapi Menarche pada Remaja
Putri Prapubertas Ditinjau dari Kelekatan Aman Anak dan Ibu. Psympathic :
Jurnal Ilmiah Psikologi, 5(1), 107–114.
https://doi.org/10.15575/psy.v5i1.2021
52

Hodgson, N. S., Yom-tov, E., Strong, W. F., Flores, P. L., & Giselle, N. (2019).
Concerns of Female Adolescents About Menarche and First Sexual
Intercourse : Mixed Methods Analysis of Social Media Questions
Corresponding Author : 2. https://doi.org/10.2196/13158
Ilham, I. (2020). Perkembangan Emosi Dan Sosial Pada Anak Usia Sekolah Dasar.
EL-Muhbib: Jurnal Pemikiran Dan Penelitian Pendidikan Dasar, 4(2), 162–
180. https://doi.org/10.52266/el-muhbib.v4i2.562
Kania Saraswatia, G., Zulpahiyana, Z., & Arifah, S. (2016). Faktor-Faktor yang
Mempengaruhi Konsep Diri Remaja di SMPN 13 Yogyakarta. Jurnal Ners
Dan Kebidanan Indonesia, 3(1), 33.
https://doi.org/10.21927/jnki.2015.3(1).33-38
Khaulani, F., S, N., & Irdamurni, I. (2020). Fase Dan Tugas Perkembangan Anak
Sekolah Dasar. Jurnal Ilmiah Pendidikan Dasar, 7(1), 51.
https://doi.org/10.30659/pendas.7.1.51-59
Mahmudah, N., & Daryanti, M. S. (2021). Kesiapan dalam menghadapi menarche
pada siswi sekolah. 6(1), 72–78.
Narsih, U., Widayati, A., & Rohmatin, H. (2021). Dukungan Sosial dan
Ketersediaan Informasi Mempengaruhi Kesiapan Remaja Putri dalam
Menghadapi Menarche The Social Support and Availability of Information
Influence The Readiness of Adolescent Girls in Facing Menarche. 359–371.
Nur Fitri Jayanti, S. P. (2012). Deskripsi Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi
Kesiapan Anak Dalam Menghadapi Menarche Di Sd Negeri 1 Kretek
Kecamatan Paguyangan Kabupaten Brebes Tahun 2011. Bidan Prada:Jurnal
Ilmiah Kebidanan, 3(1), 1–14.
Panjaitan, A. A., Angelia, S., & Apriani, N. (2020). Sikap Remaja Putri Dalam
Menghadapi Perubahan Fisik Saat Pubertas. Jurnal Vokasi Kesehatan, 6(1),
42. https://doi.org/10.30602/jvk.v6i1.213
Permatasari, R. D. (2020). Hubungan Antara Dukungan Sosial Keluarga dengan
Penerimaan Individu Remaja yang Mengalami Menarche. 10(2), 93–102.
Prasetyo, M. G. (2016). Hubungan dukungan orang tua dengan kesiapan anak
remaja putri menghadapi menarche di sd negeri dukuh 01 mojolaban
sukoharjo naskah publikasi. 1–14.
Purba, V. M., Sanusi, S. R., & Aritonang, E. Y. (2018). Hubungan Fungsi Keluarga
Dengan Kecemasan Menghadapi Menarche Pada Remaja Putri Usia Sekolah
Dasar Di Sd Negeri 064988 Medan. Jurnal Muara Sains, Teknologi,
Kedokteran Dan Ilmu Kesehatan, 1(2), 138–144.
https://doi.org/10.24912/jmstkik.v1i2.993
Purwaningsih, H., Handayani, N., Saparwati, M., & Mintarsih, S. (2021). Parent
53

Support In Female Teenagers Readiness In Facing Menarche. University


Research Colloqium 2021, 4, 866–871.
Rif’ati, M. I., Arumsari, A., Fajriani, N., Maghfiroh, V. S., Abidi, A. F., Chusairi,
A., & Hadi, C. (2018). Konsep Dukungan Sosial dalam Keluarga. Jurnal
Penelitian: Fakultas Psikologi Universitas Airlangga Surabaya., 118–212.
Sabani, F. (2019). Perkembangan Anak - Anak Selama Masa Sekolah Dasar (6 - 7
Tahun). Didakta: Jurnal Kependidikan, 8(2), 89–100.
https://jurnaldidaktika.org/contents/article/view/71
Septianingrum, Y., & Wardani, E. M. (2018). Pendidikan Kesehatan tentang
Menarche pada Santri di Yayasan Nurul- Haqq Sidoarjo. Prodi S1
Keperawatan FKK UNUSA.
Setyawati, A., Widiasih, R., E, E., & Maryati, I. (2019). a Literature Review: Urban
Teenagers’ Readiness To Improve the Quality of Life Toward the Menarche.
Journal of Maternity Care and Reproductive Health, 2(2), 187–194.
https://doi.org/10.36780/jmcrh.v2i2.85

Anda mungkin juga menyukai