Anda di halaman 1dari 28

LAPORAN PENDAHULUAN

SDIDTK, DDST DAN VINELAND SOCIAL MATURITY SCALE


Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah
Keperawatan Anak I

Dosen pengampu mata kuliah :


Disusun Oleh:
II B Keperawatan
SRI DJULIANTI : 201801088
MUTMAINNAH :201801070
ROSANTI :201801083
HAMDANA : 201701065
DINO JULIANTO PAS :
RIVALDI NARDI :201801081

PROGAM STUDI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
WIDYA NUSANTARA PALU
2020/2021

i
KATA PENGANTAR

Assalammualaikum Wr.Wb

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan kesehatan


jasmani dan rohani sehingga kita masih tetap bisa menikmati indahnya alam
ciptaan-Nya. Shalawat dan salam semoga senantiasa tercurahkan kepada teladan
kita Nabi Muhammad SAW yang telah menunjukkan kepada kita jalan yang lurus
berupa ajaran agama yang sempurna dan menjadi rahmat bagi seluruh alam.

Kami sangat bersyukur karena telah menyelesaikan makalah yang menjadi


salah satu tugas mata kuliah Keperawatan Anak 1 Disamping itu, kami sebagai
penyusun mengucapkan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah
membantu hingga terselesaikannya makalah ini.

Akhir kata, kami memahami jika naskah ini tentu jauh dari kesempurnaan
maka dari itu kritik dan saran sangat kami butuhkan guna memperbaiki karya-
karya kami di waktu yang akan datang.

Wassalammualaikum Wr.Wb

Palu, 19 Maret 2020

Kelompok 1

ii
Daftar isi
KATA PENGANTAR.......................................................................................................ii
Daftar isi...........................................................................................................................iii
BAB I.................................................................................................................................1
PENDAHULUAN.............................................................................................................1
A. LATAR BELAKANG............................................................................................1
B. TUJUAN................................................................................................................3
BAB II...............................................................................................................................4
TINJAUAN PUSTAKA.....................................................................................................4
A. KONSEP STIMULASI DETEKSI DAN INTERVENSI DINI TUMBUH
KEMBANG ANAK(SDIDTK)......................................................................................4
1. Pengertian SDIDTK...........................................................................................4
B. DENVER DEVELOPMENTAL SCREENING TEST(DDST)..............................8
1. Pengertian DDST (Denver Development Screening Test)......................................8
2. Fungsi DDST.....................................................................................................8
3. Aspek-aspek Perkembangan yang Dinilai..........................................................9
4. Cara Mengukur Perkembangan Anak dengan DDST.......................................13
5. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Tumbuh Kembang Anak...........................15
6. Stimulasi dasar atau kebutuhan dasar untuk tumbuh-kembang yang diberikan
Ibu pada anak .Secara umum digolongkan menjadi 3 kebutuhan dasar, yaitu:.........17
VINELAND SOCIAL MATURITY SCALE............................................................................18
1. Pengertian.........................................................................................................18
2. Pengukuran Vineland.......................................................................................18
3. Aspek-aspek Pengukuran Vineland Social Maturity Scale...............................20
4. Membaca Hasil Vineland Social Maturity Scale..............................................22
BAB III............................................................................................................................23
PENUTUP........................................................................................................................23
A. KESIMPULAN....................................................................................................23
B. SARAN................................................................................................................23
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................................24

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Pembangunan kesehatan merupakan bagian dari upaya


membangun manusia seutuhnya, antara lain dengan diselenggarakannya
upaya kesehatan anak yang dilakukan sedini mungkin sejak anak masih
dalam kandungan. Upaya kesehatan yang dilakukan sejak anak masih di
dalam kandungan sampai 5 tahun pertama kehidupannya, ditujukan untuk
mempertahankan kelangsungan hidupnya sekaligus meningkatkan kualitas
hidup anak agar mencapai tumbuh kembang optimal baik fisik, mental,
emosional, maupun sosial serta memiliki intelegensi sesuai dengan potensi
genetiknya (IDAI, 2002; Departemen Kesehatan RI, 2014; IDAI, 2016).
Pertumbuhan dan perkembangan anak secara fisik, mental, sosial, dan
emosional dipengaruhi oleh gizi, kesehatan, dan pendidikan (Saidah, 2003;
Needlman, 2011; Tanuwidjaya, 2012).

Anak adalah harapan bangsa yang harus dirawat dan dididik


dengan baik agar menjadi generasi penerus bangsa yang berkualitas. Anak
merupakan tanggung jawab semua pihak untuk dididik dan diasuh karena
setiap anak memiliki hak untuk hidup dan bertumbuh kembang secara
optimal sesuai dengan Konvensi Hak-hak anak Perserikatan Bangsa-
Bangsa (PBB) (UNICEF, 2006). Setiap anak memiliki hak yang sama,
yaitu hak untuk tumbuh dan berkembang, hak mendapatkan pendidikan,
kasih sayang, dan penghidupan yang layak (Lestari, Yani, & Nuhidayah,
2018). Agar anak dapat tumbuh dan berkembang secara optimal maksimal,
maka anak membutuhkan pemenuhan kebutuhan fisik dan biologis,
kebutuhan kasih sayang dan emosi, serta kebutuhan stimulasi (Wong,
2007; Yusuf, 2008; Soetjiningsih, 2012).

1
Mengingat jumlah balita di Indonesia sangat besar yaitu sekitar
10% dari seluruh populasi, maka sebagai calon generasi penerus bangsa,
kualitas tumbuh kembang balita di Indonesia perlu mendapat perhatian
serius. Anak harus mendapat gizi yang baik, stimulasi yang memadai serta
terjangkau oleh pelayanan kesehatan berkualitas termasuk deteksi dan
intervensi dini penyimpangan tumbuh kembang sehingga dapat tumbuh
dan berkembang secara optimal sesuai dengan potensi genetiknya dan
mampu bersaing di era global (Departemen Kesehatan RI, 2010;
Departemen Kesehatan RI 2012; Departemen Kesehatan RI 2016).

Pembinaan tumbuh kembang anak secara komprehensif dan


berkualitas yang diselenggarakan melalui kegiatan stimulasi, deteksi dan
intervensi dini penyimpangan tumbuh kembang balita dilakukan pada
periode 5 (lima) tahun pertama kehidupan anak sebagai “masa keemasan
(golden period) atau jendela kesempatan (window opportunity), atau masa
kritis (critical period)”. Periode 5 (lima) tahun pertama kehidupan anak
(masa balita) merupakan masa pertumbuhan dan perkembangan yang
paling pesat pada otak manusia dan merupakan masa yang sangat peka
bagi otak anak dalam menerima berbagai masukan dari lingkungan
sekitarnya. Pada masa ini otak balita bersifat lebih plastis dibandingkan
dengan otak orang dewasa dalam arti anak balita sangat terbuka dalam
menerima berbagai macam pembelajaran dan pengkayaan baik yang
bersifat positif maupun negatif. Sisi lain dari fenomena ini yang perlu
mendapat perhatian yaitu otak balita lebih peka terhadap asupan yang
kurang mendukung pertumbuhan otaknya seperti asupan gizi yang tidak
adekuat, kurang stimulasi dan kurang mendapatkan pelayanan kesehatan
yang memadai (Departemen Kesehatan RI, 2014; IDAI, 2016).

Mengingat masa 5 tahun pertama merupakan masa yang „relatif


pendek‟ dan tidak akan terulang kembali dalam kehidupan seorang anak,
maka para orang tua, pengasuh, dan pendidik harus memanfaatkan periode
yang „singkat‟ ini untuk membentuk anak menjadi bagian dari generasi
penerus yang tangguh dan berkualitas (Bracken, 2009; Jeharsae et al.,
2013). Salah satu yang dapat dilakukan yaitu dengan memerhatikan

2
tumbuh kembang anak. Tumbuh kembang optimal adalah tercapainya
proses tumbuh kembang yang sesuai dengan potensi yang dimiliki oleh
anak. Dengan mengetahui penyimpangan tumbuh kembang secara dini,
maka dapat dilakukan berbagai upaya pencegahan, stimulasi dan
penyembuhan serta pemulihannya sedini mungkin pada masa-masa proses
tumbuh kembang anak sehingga hasil yang diharapkan akan tercapai
(Departemen Kesehatan RI, 2014; IDAI, 2016).

Terdapat beberapa upaya yang dapat dilakukan untuk membantu


agar anak tumbuh dan berkembang secara optimal. Hal tersebut dilakukan
dengan cara deteksi adanya penyimpangan dan intervensi dini yang perlu
dilaksanakan oleh semua pihak mulai dari tingkat keluarga, petugas
kesehatan (mulai dari kader kesehatan sampai dokter spesialis), dan di
semua tingkat pelayanan kesehatan mulai dari tingkat dasar sampai
pelayanan yang lebih spesialistis (Departemen Kesehatan RI, 2010;
Departemen Kesehatan RI 2012; Departemen Kesehatan RI 2016).

B. TUJUAN
Untuk mengertahui cara pembianaan tumbuh kembang anak sejak masih
dalam kandungan hingga tumbuh menjadi remaja secara komprehensif..

3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. KONSEP STIMULASI DETEKSI DAN INTERVENSI DINI TUMBUH


KEMBANG ANAK(SDIDTK)
1. Pengertian SDIDTK.
SDIDTK adalah pembinaan tumbuh kembang anak secara
komprehensif dan berkualitas melalui kegiatan stimulasi, deteksi dan
intervensi dini penyimpangan tumbuh kembang pada masa 5tahun
pertama kehidupan . Diselenggarakan dalam bentuk kemitraan antara :
keluarga, masyarakat dengan tenaga professional (kesehatan, pendidikan
dan sosial). Indikator keberhasilan program SDIDTK adalah 90% balita
dan anak prasekolah terjangkau oleh kegiatan SDIDTK pada tahun 2010.
Tujuan agar semua balita umur 0–5 tahun dan anak prasekolah umur 5-6
tahun tumbuh dan berkembang secara optimal. Kegiatan SDIDTK yang
meliputi:
a. Stimulasi dini yang memadai, yaitu merangsang otak balita agar
perkembangan kemampuan gerak, bicara, bahasa, sosialisasi dan
kemandirian anak berlangsung secara optimal sesuai usia anak.
b. Deteksi dini penyimpangan pertumbuhan dan perkembangan, yaitu
melakukan skrining atau mendeteksi sejak dini terhadap
kemungkinan adanya penyimpangan tumbuh kembang anak balita.
c. Intervensi dini, yaitu melakukan koreksi dengan memanfaatkan
plastisitas otak anak untuk memperbaiki bila ada penyimpangan
tumbuh kembang dengan tujuan agar pertumbuhan dan
perkembangan anak kembali kejalur normal dan penyimpangannya
tidak menjadi lebih berat.

4
d. Rujukan dini, yaitu merujuk/membawa anak ke fasilitas kesehatan
bila masalah penyimpangan tumbuh kembang tidak dapat diatasi
meskipun sudah dilakukan intervensi dini.

e. Umur anak dalam pendeteksian (SDIDTK) Tidak semua umur anak


bisa dilakukan pendeteksian. Anak bisa dideteksi ketika menginjak
umur 0 bulan, 3 bulan, 6 bulan, 9 bulan, 12 bulan, 15 bulan, 18
bulan, 21 bulan, 24 bulan, 30 bulan, 36 bulan, 42 bulan, 48 bulan, 54
bulan, 60 bulan, 66 bulan, dan 72 bulan. Usia ini adalah standar usia
yang telah ditetapkan. Jadawal atau waktu pendeteksian anak yaitu :
a) Anak umur 0 – 1 tahun = 1 bulan sekali
b) Anak umur > 1 – 3 tahun = 3 bulan sekali
c) Anak umur > 3 – 6 tahun = 6 bulan sekali

Jika umur si anak belum menginjak usia standar pemeriksaan maka


jangan dilakukan pendeteksian, namun tunggu si anak mencapai
usia yang ditentukan. Misal jika si anak lahir tanggal 12 Agustus
2009, maka waktu yang tepat untuk pendeteksiannya adalah :

1) Hitung umur si anak saat ini, dalam contoh anak lahir


tanggal 12 Agustus 2009 maka saat ini (12 Juni 2013) usia si
anak adalah 46 bulan. Dalam standar usia pendeteksian, 46
bulan tidak termasuk standar usia pendeteksian, sedangkan
menurut standar usia adalah 48 bulan. Maka si anak baru
bisa di deteksi 2 bulan kedepan atau 60 hari kedepan yaitu
pada tanggal 11 atau 12 Agustus 2013.
2) Satu bulan dihitung 30 hari.
3) Toleransi kelebihan usia anak pada saat pendeteksian dari
usia standar adalah 29 hari kedepan.
Stimulasi Dini Tumbuh Kembang Anak
Stimulasi dini adalah kegiatan merangsang kemampuan dasar anak
usia 0-6 tahun agar anak mencapai tumbuh kembang yang optimal

5
sesuai potensi yang dimilikinya. Anak usia 0-6 tahun perlu
mendapatkan stimulasi rutin sedini mungkin dan terus-menerus
pada setiap kesempatan. Kurangnya stimulasi dapat menyebabkan
penyimpangan tumbuh-kembang yang bahkan dapat menyebabkan
gangguan yang menetap. Stimulasi kepada anak hendaknya
bervariasi dan ditujukan terhadap kemampuan dasar anak yaitu:
kemampuan gerak kasar, kemampuan gerak halus, kemampuan
bicara dan bahasa, kemampuan sosialisasi dan kemandirian,
kemampuan kognitif, kreatifitas dan moral-spiritual.
a) Siapa yang melakukan stimulasi? Stimulasi perlu dilakukan
menurut aturan yang benar seperti anjuran para ahli,
stimulasi yang salah dapat menyebabkan pembentukan anak
yang menyimpang. Oleh karena itu stimulasi sebaiknya
dilakukan oleh orang-orang terdekat dengan anak yang
telah mendapat pengertian tentang cara memberi stimulasi
yang benar, misal: ayah, ibu, pengasuh, anggota keluarga
lain, petugas kesehatan dan kelompok masyarakat tertentu,
misal kader kesehatan atau kader pendidikan.
Prinsip-prinsip dasar dalam menstimulasi anak Dalam
melakukan stimulasi tumbuh kembang anak, ada beberapa
prinsip dasar yang perlu diperhatikan para pendidik,
pengasuh dan orang tua, yaitu:
b) Stimulasi dilakukan dengan cara-cara yang benar sesuai
petunjuk tenaga kesehatan yang menangani bidang tumbuh
kembang anak.
c) Stimulasi dilakukan dengan dilandasi rasa cinta dan kasih
sayang terhadap anak.
d) Selalu menunjukkan perilaku yang baik karena anak
cenderung meniru tingkah laku orang-orang terdekat
dengannya.
e) Berikan stimulasi sesuai kelompok umur anak.

6
f) Dunia anak dunia bermain, oleh karena itu lakukanlah
stimulasi dengan cara mengajak anak bermain, bernyanyi
dan variasi lain yang menyenangkan, tanpa paksaan dan
hukuman.
g) Lakukan stimulasi secara bertahap dan berkelanjutan sesuai
umur anak.
h) Menggunakan alat bantu/alat permainan yang sederhana,
aman dan ada disekitar kita.
i) Anak laki-laki dan perempuan diberikan kesempatan yang
sama.

1) Jenis Skrining / Deteksi Dini Penyimpangan Tumbuh


Kembang
Jenis kegiatan deteksi atau disebut juga skrining, dalam
SDIDTK adalah sebagai berikut :
2) Deteksi dini penyimpangan pertumbuhan dengan cara
mengukur Berat Badan (BB), Tinggi Badan (TB) dan
Lingkar Kepala (LK).
3) Deteksi dini penyimpangan perkembangan yaitu
meliputi
a. Pendeteksian menggunakan Kuesioner Pra
Skrining Perkembangan (KPSP)
b. Tes Daya Lihat (TDL)
c. Tes Daya Dengar (TDD)
4) Deteksi dini penyimpangan mental emosional yaitu
menggunakan :
a. Kuesioner Masalah Mental Emosional (KMME)
b. Check List for Autism in Toddlers (CHAT) atau
Cek lis Deteksi Dini Autis
c. Gangguan Pemusatan Perhatian dan Hiperaktivitas
(GPPH)

7
Untuk lebih jelasnya hubungan antara umur anak
dan jenis skrining/pendeteksian dini dari
penyimpangan tumbuh kembang dapat dilihat pada
gambar berikut :

B. DENVER DEVELOPMENTAL SCREENING TEST(DDST)


1. Pengertian DDST (Denver Development Screening Test)
DDST adalah salah satu metode screening terhadap kelainan
perkembangan anak. Tes ini bukanlah tes diagnostik atau tes IQ.
(Soetjiningsih, 1998).  

2. Fungsi DDST

8
DDST digunakan untuk menaksir perkembangan personal sosial,
motorik halus, bahasa dan motorik kasar pada anak umur 1 bulan sampai 6
tahun.

3. Aspek-aspek Perkembangan yang Dinilai


Dalam DDST terdapat 125 tugas-tugas perkembangan dimana
semua tugas perkembangan itu disusun berdasarkan urutan perkembangan
dan diatur dalam 4 kelompok besar yang disebut sektor perkembangan,
yang meliputi :
a. Personal Social (Perilaku Sosial)
Aspek yang berhubungan dengan kemampuan mandiri,
bersosialisasi dan berinteraksi dengan lingkungannya, seperti:
1) Menatap muka
2) Membalas senyum pemeriksa
3) Tersenyum spontan
4) Mengamati tangannya
5) Berusaha menggapai mainan
6) Makan sendiri
7) Tepuk tangan
8) Menyatakan keinginan
9) Daag-daag dengan tangan
10) Main bola dengan pemeriksa
11) Menirukan kegiatan
12) Minum dengan cangkir
13) Membantu di rumah
14) Menggunakan sendok dan garpu
15) Membuka pakaian
16) Menyuapi boneka
17) Memakai baju
18) Gosok gigi dengan bantuan
19) Cuci dan mengeringkan tangan
20) Menyebut nama teman

9
21) Memakai T-shirt
22) Berpakaian tanpa bantuan
23) Bermain ular tangga / kartu
24) Gosok gigi tanpa bantuan
b. Fine Motor Adaptive (Gerakan Motorik Halus)
Aspek yang berhubungan dengan kemampuan anak
untuk mengamati sesuatu, melakukan gerakan yang melibatkan
bagian-bagian tubuh tertentu dan dilakukan dalam:
1) Mengikuti lewat garis tengah
2) Memegang icik-icik
3) Mengikuti 1800
4) Mengamati manik-manik
5) Tangan bersentuhan
6) Meraih
7) Mencari benang
8) Menggaruk manik-manik
9) Memindahkan kubus
10) Mengambil dua buah kubus
11) Memegang dengan ibu jari dan jari
12) Membenturkan 2 kubus
13) Menaruh kubus di cangkir
14) Mencoret-coret
15) Ambil manik-manik ditunjukkan
16) Menara dari 2 kubus
17) Menara dari 4 kubus
18) Menara dari 6 kubus
19) Meniru garis vertikal
20) Menara dari kubus
21) Menggoyangkan dari ibu jari
22) Mencontoh O
23) Menggambar dengan 3 bagian
24) Mencontoh (titik)

10
25) Memilih garis yang lebih panjang
26) Mencontoh gambar  yang ditunjukkan

c. Language (Bahasa)
Kemampuan untuk memberikan respon terhadap suara,
mengikuti perintah dan berbicara spontan yang meliputi :
1) Bersuara
2) Oooo ? Aaaah
3) Tertawa
4) Berteriak
5) Menoleh ke bunyi icik-icik
6) Menoleh ke arah suara
7) Satu silabel
8) Meniru bunyi kata-kata
9) Papa/mama tidak spesifik
10) Kombinasi silabel
11) Mengoceh
12) Papa/mama spesifik
13) 1 kata
14) 2 kata
15) 3 kata
16) 6 kata
17) Menunjuk 2 gambar
18) Kombinasi kata
19) menyebut 1 gambar
20) Menyebut bagian badan
21) Menunjuk 4 gambar
22) Bicara dengan dimengerti
23) Menyebut 4 gambar
24) Mengetahui 2 kegiatan
25) Mengerti 2 kata sifat

11
26) Menyebut satu warna
27) Kegunaan 2 benda
28) Mengetahui
29) Bicara semua dimengerti
30) Mengerti 4 kata depan
31) Menyebut 4 warna
32) Mengartikan 6 kata
33) Mengetahui 3 kata sifat
34) Menghitung 6 kubus
35) Berlawanan 2
36) Mengartikan 7 kata

d. Gross Motor (Gerak Motorik Kasar)


Aspek yang berhubungan dengan pergerakan dan sikap
tubuh, meliputi kemampuan dalam:
1) Gerakan seimbang
2) Mengangkat kepala
3) Kepala terangkat ke atas
4) Duduk kepala tegak
5) Menumpu badan pada kaki
6) Dada terangkat menumpu satu lengan
7) Membalik
8) Bangkit kepala tegak
9) Duduk tanpa pegangan
10) Berdiri tanpa pegangan
11) Bangkit waktu berdiri
12) Bangkit terus duduk
13) Berdiri 2 detik
14) Berdiri sendiri
15) Membungkuk kemudian berdiri
16) Berjalan dengan baik
17) Berjalan dengan mundur

12
18) Lari
19) Berjalan naik tangga
20) Menendang bola ke depan
21) Melompat
22) Melempar bola, lengan ke atas
23) Loncat
24) Berdiri satu kaki 1 detik
25) Berdiri satu kaki 2 detik
26) Melompat dengan satu kaki
27) Berdiri satu kaki 3 detik
28) Berdiri satu kaki 4 detik
29) Berjalan tumit ke jari kaki
30) Berdiri satu kaki 6 detik

4. Cara Mengukur Perkembangan Anak dengan DDST


Pada waktu tes, tugas yang perlu diperiksa setiap kali skrining
biasanya hanya berkisar antara 20-30 tugas saja, sehingga tidak
memakan waktu lama, hanya sekitar 15-20 menit saja
a. Alat yang Digunakan
1) Alat peraga : benang wol merah, kismis/manik-manik,
kubus warna merah-kuning-hijau- biru, permainan anak,
botol kecil, bola tenis, bel kecil, kertas, dan pensil.
2) Lembar formulir DDST
3) Buku petunjuk sebagai referensi yang menjelaskan cara-
cara melakukan tes dan cara menilainya.
b. Prosedur DDST terdiri dari dua tahap, yaitu:
1) Tahap pertama : secara periodik dilakukan pada semua
anak yang berusia 3 – 6 bulan, 9 – 12 bulan, 18 – 24
bulan, 3 tahun, 4 tahun, 5 tahun.
2) Tahap kedua : dilakukan pada mereka yang dicurigai
adanya hambatan perkembangan pada tahap pertama

13
kemudian dilarutkan dengan evaluasi diagnostik yang
lengkap.

c. Penilaian 
Penilaian apakah lulus (Passed: P), gagal (Fail: F),
ataukah anak tidak mendapat kesempatan melakukan tugas
(No Opportunity: N.O). Kemudian ditarik garis berdasarkan
umur kronologis, yang memotong garis horisontal tugas
perkembangan pada formulir DDST. Setelah itu dihitung
pada masing-masing sektor, berapa yang P dan berapa yang
F, selanjutnya berdasarkan pedoman, hasil tes diklasifikasi
dalam normal, abnormal, meragukan (Questionable) dan
tidak dapat dites (Untestable).  
1) Abnormal
a) Bila didapatkan 2 atau lebih keterlambatan,
pada 2 sektor atau lebih
b) Bila dalam 1 sektor atau lebih didapatkan 2
atau lebih keterlambatan plus 1 sektor atau
lebih dengan 1 keterlambatan dan pada sektor
yang sama tersebut tidak ada yang lulus pada
kotak yang berpotongan dengan garis vertikal
usia.

2) Meragukan
a) Bila pada 1 sektor didapatkan 2 keterlambatan
atau lebih.
b) Bila pada 1 sektor atau lebih didapatkan 1
keterlambatan dan pada sektor yang sama
tidak ada yang lulus pada kotak yang
berpotongan dengan garis vertikal usia.

14
3) Tidak dapat dites
a) Apabila terjadi penolakan yang menyebabkan
hasil tes menjadi abnormal atau meragukan.

4) Normal
Semua yang tidak tercantum dalam kriteria
tersebut di atas.
Agar lebih cepat dalam melaksanakan skrining, maka dapat
digunakan tahap pra skrining dengan menggunakan :
1. DDST Short Form, yang masing-masing sektor hanya diambil
3 tugas (sehingga seluruhnya ada 12 tugas) yang ditanyakan
pada ibunya. Bila didapatkan salah satu gagal atau ditolak,
maka dianggap “suspect” dan perlu dilanjutkan dengan
DDST lengkap.
2. PDQ (Pra-Screening Development Questionnaire) Bentuk
kuisioner ini digunakan bagi orang tua yang berpendidikan
SLTA ke atas dapat diisi orang tua di rumah atau pada saat
menunggu di klinik. Dipilih 10 pertanyaan pada kuisioner
yang sesuai dengan umur anak. Kemudian dinilai
berdasarkan kriteria yang sudah ditentukan dan pada kasus
yang dicurigai dilakukan tes DDST lengkap. (Soetjiningsih,
1998)

5. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Tumbuh Kembang Anak


Terdapat dua faktor utama yang berpengaruh terhadap tumbuh-
kembang anak, yaitu:
a) Faktor Genetik
Termasuk faktor genetik antara lain adalah berbagai
faktor bawaan yang normal dan patologik, jenis kelamin,
suku bangsa atau bangsa. Seperti sindrom Down, sindrom
Turner yang disebabkan oleh kelainan kromosom.

15
b) Faktor Lingkungan
1. Faktor Lingkungan Pra natal, antara lain:
a) Gizi ibu pada waktu hamil
b) Mekanis (trauma dan cairan ketuban yang kurang,
posisi janin)
c) Toksin / zat kimia (zat teratogen: obat-obatan
teralidomide, pkenitoin, methadion, obna-obat anti
kanker)
d) Endokrin (defisiensi hormon somatotropin, hormon
plasenta, hormon tiroid, insulin)
e) Radiasi
f) Infeksi (Torch, Varisela, Coxsakie, Echovirus, Malaria,
Lues, HIV, polio, campak, teptospira, virus influenza,
virus hepatitis)
g) Stres
h) Imunitas
i) Anoksia embrio

2. Faktor Lingkungan Post Natal, yaitu :


a) Lingkungan Biolog is, antara lain: Ras/suku bangsa,
jenis kelamin, umur, gizi, perawatan kesehatan,
kepekaan terhadap penyakit, penyakit kronis, fungsi
metabolisme, hormon.
b) Faktor Fisik, antara lain: cuaca, musim, keadaan
geografis suatu daerah, sanitasi, keadaan rumah,
radiasi.
c) Faktor Psikososial, antara lain: stimulasi, motivasi
belajar, hukuman yang wajar, kelompok sebaya, stres,
sekolah, cinta dan kasih sayang, kualitas interaksi anak-
orang tua.
d) Faktor Keluarga dan Adat Istiadat, antara lain:
pekerjaan/ pendapatan keluarga, pendidikan ayah/ibu,

16
jumlah saudara, jenis kelamin dalam keluarga, stabilitas
rumah tangga, kepribadian ayah/ibu, adat-istiadat,
norma-norma, agama, urbanisasi, kehidupan politik
dalam masyarakat yang mempengaruhi prioritas
kepentingan anak, angaran, dll. (Soetjiningsih, 1998)
6. Stimulasi dasar atau kebutuhan dasar untuk tumbuh-kembang yang
diberikan Ibu pada anak .Secara umum digolongkan menjadi 3 kebutuhan
dasar, yaitu:
a) Kebutuhan Fisik – Biomedis (“ASUH”)
1) Pangan/gizi merupakan kebutuhan terpenting
2) Perawatan kesehatan dasar: imunisasi, pemberian ASI,
penimbangan bayi/anak yang teratur, pengobatan kalau sakit.
3) Papan/pemukiman yang layak.
4) Hygiene perorangan, sanitasi lingkungan
5) Sandang
6) Kesegaran jasmani, rekreasi.
b) Kebutuhan emosi/kasih sayang (“ASUH”)
1) Kebutuhan hubungan ibu dan anak
2) Emosi
3) Psikososial
4) Kasih sayang
c) Kebutuhan akan stimulasi mental (“ASUH”)
1) Kecerdasan                
2) Kreativitas          
3) Moral – Etika
4) Ketrampilan                
5) Agama               
6) Produktivitas
7) Kemandirian            
8) Kepribadian        

17
Stimulasi yang diberikan tenaga profesional, meliputi:
1) Terapi okupasi
2) Terapi wicara
3) Terapi bermain
4) Terapi pijat
5) Latihan persepsi motorik
6) Psikoterapi
7) Edukasi
8) Fisioterapi
Stimulasi yang diberikan orang tua dan tenaga profesional berupa
stimulasi sensori yang terintegrasi meliputi:
1) Pendengaran
2) Proprioseptif raba
3) Sentuhan
4) Keseimbangan
5) Penglihatan

VINELAND SOCIAL MATURITY SCALE

1. Pengertian
Kematangan sosial merupakan suatu evolusi perkembangan
perilaku, dimana nantinya seorang anak dapat mengekspresikan
pengalamannya secara utuh dan dia belajar secara bertahap untuk
meningkatkan kemampuannya untuk mandiri, bekerja sama dengan
orang lain dan bertanggung jawab terhadap kelompoknya. Suatu skala
pengukuran yang baik untuk perkembangan sosial adalah skala maturitas
sosial dari Vineland (Vineland Social Maturity Scale). Pada tes ini
diperlukan jawaban/informasi yang dapat dipercaya dari orang tua anak,
mengenai perkembangan anaknya mulai dari tahun-tahun pertam sampai
pada saat tes dilakukan. Alat tes ini mengkategorikan kemampuan
motorik dan perkembangan sosial anak dari lahir sampai dewasa.
Kualitas hasil pemeriksaan tergantung pada kemampuan si penguji dan

18
ayah/ibu yang memberi jawaban. Kegunaan skala ini adalah tes psikologi
anak-anak yang mengalami deviasi perkembangannya.
2. Pengukuran Vineland
Tes VSMS yaitu dengan meneliti dengan menjelaskan arti atau
makna dari bagian yang sekecil-kecilnya. Pencatatan harus menggunakan
pertimbangan sendiri seperti pada variasi atau pengganti keadaan atau
perilaku yang menyenangkan atau memuaskan kebutuhan atau keperluan
utama dari tiap-tiap bagian termasuk pertimbangan keperdlian subyek
harus dicatat atau direkap secara singkat (Doll, 1965).
Selanjutnya Doll (1965: 10-13) menyatakan bahwa penelitian yang
actual adalah sebagai berikut :
a. Nilai (+)
Jika kelihatan jelas inti butir tersebut terpenuhi dan
merupakan kebiasaan yang dilakukan tanpa paksaan atau
secara intensif, atau tidak hanya terjadi pada keadaan kasus
aja. Uraian diatas disimpulkan bahwa subjek mendapatkan
nilai +1 (satu) tiap nomor bila subjek mampu melakukan
kebiasaan atau menyelesaikan masalah secara memuaskan.
b. Nilai setengah (1/2)
Diberikan bagi butir-butir pemeriksaan yang transisional
atau yang kadang-kadang dilakukan tetapi tidak selalu berhasil.
Perfomans semacam ini harus bukan dilakukan sepintas. Skor
ini dihitung setengah kredit. Skor ini dapat menunjukkan
adanya :
a) Perasaan malu, tidak peduli, tidak adanya imbalan,
ketergantungan, tidak adanya perjuangan menuntut hak.
b) Isolasi, tidak adanya kesenangan, atau adanya dominasi
orang tua.
c) Adanya bahaya dalam lingkungan yang khusus dan
lain-lain. Dari uraian di atas disimpulan bahwa subjek
mendapat nilai setengah bila dalam mengerjakan atau
menyelesaikan masalah tersebut masih ada

19
ketidakmandirian, ketidaknyaman, kehilangn percaya
diri, yang sebenarnya subjek mampu mengerjakan.
c. Nilai Negatif (-)
Diberikan bagi butir yang belum berhasil dilakukan sama
sekali, jarang, dan di bawah tekanan ekstrim yang tidak biasa,
dilaksanakan subyek secara keseluruhan. Pencatat harus
menunjukkan adanya dua skor minus beruntutan untuk aspek
tertentu yang dihentikan pemeriksaannya. Dari uraian diatas
dapat disimpulkan bahwa subjek mendapat nilai negatif (-1)
bila subjek tidak dapat melakukan atau mengerjakan masalah
paling sedikit dua kali berturut-turut.
3. Aspek-aspek Pengukuran Vineland Social Maturity Scale
Ada beberapa aspek yang berperan terhadap kesiapan seorang anak
berkebutuhan khusus dalam memasuki bangku sekolah seperti yang
dikemukakan oleh Doll (1965) yaitu kematangan sosial mencakup
beberapa aspek :
a. Self-help general (SHG): eating and dressing oneself.
(Mampu menolong dirinya sendiri: makan dan berpakaian
sendiri).
b. Self-help eating (SHE): the child can feed himself.
(Mampu makan sendiri).
c. Self-held dressing (SHD): the child can dress himself.
(Mampu berpakaian sendiri).
d. Self-direction (SD): the child can spend money and assume
responsibilities.
(Mampu memimpin dirinya sendiri: misalnya mengatur
keuangannya dan memikul tanggung jawab sendiri).
e. Occupation (O): the child does things for himself, cuts things,
uses a pencil, and transfers objects.
(Mampu melakukan pekerjaan untuk dirinya, menggunting,
menggunakan pensil, memindahkan benda-benda).
f. Communication (C): the child talks, laughs, and reads.

20
(Mampu berkomunikasi seperti berbicara, tertawa, dan
membaca).
g. Locomotion (L): the child can move about where he wants to
go.
(Gerakan motorik: anak mampu bergerak kemana pun ia
inginkan).
h. Socialization (S): the child seeks the company of others,
engages in play, and competes.
(Mampu bersosialisasi: berteman, terlibat dalam permainan dan
berkompetisi).

Dari 8 kategori tersebut, kemampuan bersosialisasi dan


berkomunikasi sangat penting bila anak diharapkan mempunyai
kemampuan perkembangan sosial yang normal.

Sebagai contoh pada tes Adaptasi Sosial menurut Vineland yang


dimulai pada umur satu bulan dan dilanjutkan sampai 12 bulan, terdapat
17 “item” dari 8 kategori tersebut diatas. Dari 17 “item” tersebut terdapat
2 kemampuan bersosialisasi (2 S) dan 3 kemampuan berkomunikasi (3 C).
Kemampuan bersosialisasi pada satu tahun pertama tersebut adalah:
mendekati orang-orang yang dikenal dan minta diperhatikan. Sedangkan
kemampuan berkomunikasi adalah: mendekat/tertawa, bicara/meniru
suara-suara dan mengikuti petunjuk/perintah yang sederhana. Sesudah
umur 2 tahun, terlihat perkembangan sosial anak sangat pesat, antara lain :

a. Sejak usia 2-3 tahun anak dapat menceritakan pengalamannya


dan berkomunikasi.
b. Sejak usia 3-4 tahun anak mulai bermain bersama dengan teman-
temannya pada taraf taman kanak-kanak dan dapat melakukan
sesuatu untuk teman-teman lainnya.
c. Sejak usia 4-5 tahun anak terlibat dalam permainan yang bersifat
kompetitif.

21
1) Sejak usia 5-6 tahun menulis kata-kata sederhana dan ikut
permainan meja (seperti halma, kuartet, dam, dan lain-lain),
serta komunikasi dan sosialisasi yang meningkat.
2) Sejak usia 6-7 tahun dapat menggunakan pensil untuk
menulis dan berkomunikasi.
3) Sejak usia 7-8 tahun, norma-norma sosial lebih meningkat
lagi; dapat membaca atas inisiatifnya sendiri, berpartisipasi
pada permainan anak pra remaja.
4. Membaca Hasil Vineland Social Maturity Scale.
Penentuan sistem penilaian Vineland Social Maturity Scale
(VSMS) dilakukan dengan kaidah sebagai berikut :
a. Menilai tiap item dengan patokan berikut:
1) Bila subjek penelitian dapat melakukan seperti yang
tertera dalam form VSMS maka mendapatkan nilai +
(plus) = 1.
2) Bila subjek penelitian dalam melakukan belum sempurna
atau kadang-kadang bisa maka diberikan nilai +/- (plus
minus) = ½.
3) Bila subjek penelitian tidak dapat dan/atau belum dapat
melakukan seperti yang tertulis dalam form VSMS, maka
mendapatkan nilai – (minus) = 0. 4)
4) Bila subjek penelitian tidak pernah mendapatkan
kesempatan untuk melakukan = NO (No Opportunity).
b. Penilaian dihentikan apabila telah menemui hasil tiga –
(minus) berturut-turut sebanyak 3 kali.
c. Menghitung skor total yang didapatkan oleh subjek penelitian
dan melihat umur kesetaraan yang tertera di form berdasarkan
skor total.
d. Membandingkan umur kalender dengan umur kesetaraan
kematangan sosial.
e. Menentukan kategori hasil kematangan sosial berdasarkan
perbandingan umur kalender dan umur kesetaraan, yaitu :

22
1) baik, apabila umur kematangan sosial lebih tinggi
dibanding umur kalender,
2) sedang/normal, apabila umur kematangan sosial dan umur
kalender setara,
3) kurang, apabila umur kematangan sosial di bawah umur
kalender subjek penelitian.
Semakin tinggi skor skala kematangan VSMS yang diperoleh,
maka semakin tinggi pula tingkat kematangan sosial yang dimiliki seorang
individu. Begitupun sebaliknya, semakin rendah skor dari skala
kematangan sosial VSMS maka semakin rendah pula kematangan sosial
dari seorang individu

23
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Pembinaan tumbuh kembang anak secara komprehensif dan berkualitas
yang diselenggarakan melalui kegiatan stimulasi, deteksi dan intervensi dini
penyimpangan tumbuh kembang balita dilakukan pada periode 5 (lima) tahun
pertama kehidupan anak sebagai “masa keemasan (golden period) atau jendela
kesempatan (window opportunity), atau masa kritis (critical period)”. Periode 5
(lima) tahun pertama kehidupan anak (masa balita) merupakan masa
pertumbuhan dan perkembangan yang paling pesat pada otak manusia dan
merupakan masa yang sangat peka bagi otak anak dalam menerima berbagai
masukan dari lingkungan sekitarnya. Pada masa ini otak balita bersifat lebih
plastis dibandingkan dengan otak orang dewasa dalam arti anak balita sangat
terbuka dalam menerima berbagai macam pembelajaran dan pengkayaan baik
yang bersifat positif maupun negatif. Sisi lain dari fenomena ini yang perlu
mendapat perhatian yaitu otak balita lebih peka terhadap asupan yang kurang
mendukung pertumbuhan otaknya seperti asupan gizi yang tidak adekuat,
kurang stimulasi dan kurang mendapatkan pelayanan kesehatan yang memadai

B. SARAN
Agar orang tua lebih memperhatikan pembinaan tumbuh kembang anak
secara komprehensif agar tercipta generasi yg sehat baik fisik maupun mental.

24
DAFTAR PUSTAKA

https://www.academia.edu/35026808/
SDIDTK_Stimulasi_Deteksi_dan_Intervensi_Dini_Tumbuh_Kemba
ng

https://www.academia.edu/8387386/
STIMULASI_DETEKSI_INTERVENSI_DINI_TUMBUH_KEMB
ANG
dr. Soetjiningsih, DSAK. Buku Tumbuh Kembang Anak.Jakarta: Buku
Kedokteran EGC.
Sri Hendrawati, Ai Mardhiyah, Henny Suzana Mediani, Ikeu Nurhidayah,
Wiwi Mardiah, Fanny Adistie, Nenden Nur Asriyani Maryam.
Pemberdayaan Kader Posyandu dalam Stimulasi Deteksi dan
Intervensi Dini Tumbuh Kembang (SDIDTK) pada Anak Usia 0 – 6
Tahun.Fakultas Keperawatan, Universitas Padjadjara MKK Volume
1 No 1 Mei 2018.

25

Anda mungkin juga menyukai