Anda di halaman 1dari 22

MAKALAH

”Pemerataan Dan Kemiskinan”


Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Perekonomian Indonesia
Dosen Pengampu : Aprilia Dian Evasari, SE., M.M.

Disusun oleh:

Kelompok 3
1. Erlina Putikasari 19130210419

2. Galuh Rozalipa M 19130210430

3. Mada Tefani P 19130210436

4. Yufindo Nanda P.P 19130210503

5. Aviva Revitria 19130210516

7A Pemasaran 3

UNIVERSITAS ISLAM KEDIRI


FAKULTAS EKONOMI
KEDIRI
2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami ucapkan atas kehadirat Allah SWT karena telah
memberikan kelancaran dan kemurahan-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan
tugas mata kuliah "Perekonomian Indonesia" dalam bentuk makalah. Sholawat
serta salam semoga senantiasa terlimpahkan kepada junjungan kita Nabiyullah
Muhammad SAW.

Dalam penulisan makalah ini, kami menyadari bahwa sesuai dengan


kemampuan dan pengetahuan yang terbatas, maka makalah yang berjudul "
Pemerataan Dan Kemiskinan” ini masih jauh dari kata sempurna. Untuk itu kritik
dan saran dari semua pihak sangat kami harapkan demi penyempurnaan
pembuatan makalah ini, kami berharap dari makalah yang kami susun ini dapat
bermanfaat dan menambah wawasan bagi kami maupun pembaca.

Kediri, 19 Maret 2023

Penyusun
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..............................................................................................i
DAFTAR ISI............................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................1
1.1 Latar Belakang...............................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah..........................................................................................1
1.3 Tujuan............................................................................................................1
BAB II PEMBAHASAN........................................................................................4
2.1 Pemerataan.....................................................................................................4
2.1.1 Pengertian Pemerataan............................................................................4
2.1.2 Kebijakan Pendapatan Bagian Dari Pengelolaan Keuangan Negara......7
2.1.3 Teknik Pemerataan Pendapatan...............................................................8
2.2 Kemiskinan....................................................................................................8
2.2.1 Pengertian Kemiskinan...........................................................................8
2.2.2 Mengukur Kemiskinan absolut...............................................................9
2.2.3 Karakteristik Ekonomi Kelompok Masyarakat Miskin........................10
2.2.4 Faktor-faktor Penyebab Kemiskinan....................................................11
2.2.5 Pertumbuhan dan Kemiskinan..............................................................12
2.2.6 Pilihan Kebijaksanaan...........................................................................14
2.3 Contoh Kasus..............................................................................................16

BAB III PENUTUP..............................................................................................17


3.1 Kesimpulan..................................................................................................17
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................19
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Di balik keberhasilan dunia menggenjot pertumbuhan ekonomi dan
meningkatkan pendapatan perkapita, justru dalam empat dekade belakangan,
negara- negara di dunia tengah menghadapi perma- salahan serius seputar
pemerataan ekonomi yang semakin lama menunjukkan tren mengkhawatirkan.
Pemerataan ekonomi telah menjadi momok bagi sistem ekonomi kapitalisme yang
sat ini sedang menjadi sistem ekonomi pilihan hampir semua negara di dunia.
Pertumbuhan ekonomi yang tinggi tidak diikuti oleh pemerataan ekonomi yang
memadai, tapi justru menciptakan ketimpangan ekonomi yang memprihatinkan.

Bagi masyarakat awam, pertumbuhan ekonomi tidak terlalu penting. Ini


karena bagi mereka yang terpenting apakah kehidupan sudah beranjak, misalnya,
tidak miskin lagi dalam arti lain lebih makmur dibandingkan dengan masa
sebelumnya. Tidak pernah menjadi risau ketika pertumbuhan ekonomi yang
dicapai itu salah sasaran yang hanya dinikmati oleh kelompok tertentu. Ini karena
adanya distribusi yang tidak merata. Atau bahkan ada anggapan bahwa perolehan
kekayaan yang bermuara pada kemiskinan hanya dinilai sebagai kondisi
sementara. Yang penting, indikator makro di atas kertas selalu menunjukkan
performa bagus. Tetapi pemberantasan kemiskinan sebenarnya justru merupakan
kondisi pentingatau syarat yang harus diadakan guna menunjang pertumbuhan
ekonomi.

Bagaimana pun, bertambahnya penduduk miskin mendorong taraf hidup


yang rendah, sehinggaakan menurunkan produktivitas mereka yang pada
gilirannya ekonomi nasionalmenurun dan akhirnya mendorong melambatnya
pertumbuhan ekonomi. Padahal, kalau strategi ditekankan pada pemerataan
pendapatan dan pengurangan angka kemiskinan, maka taraf hidup masyarakat

1
2

secara keseluruhan akanmeningkat, sehingga mendorong permintaan barang


primer dan sekunder yang dapat dihasilkan oleh perekonomian nasional. In pada
gilirannya menunjang makin melajunya pertumbuhan ekonomi melalui kenaikan
permintaan barang lokal dari hasil produksi industri lokal, selanjutnya mendorong
penciptaan lapangan kerja dan investasi. Bandingkan jika kenaikan pendapatan
hanya terjadi pada si kaya dan yang miskin tetap miskin atau justru bertambah
miskin, maka golongan kaya akan mengonsumsi barang tersier yangumumnya
merupakan barang impor. Jika kesenjangan pendapatan terus berlangsung, maka
akan tercipta disinsentif material dan psikologis yang pada gilirannya
menghambat kemajuan ekonomi.

Padahal, sudah pasti pemerintah bersusah payah melakukan serangkaian


strategi guna menyajikan kemakmuran masyarakat. Karena itu, strategi
pembangunan yang terlalu mengagungkan pertumbuhan ekonomi dan kurang
penekanan pemerataan pendapatan dan pengurangan angkakemiskinan perlu
dipikir ulang. Ini karena pemerataan pendapatan adalah suatu alatyang efektif
untuk pemberantasan kemiskinan yang merupakan tujuan utama dari
pembangunan ekonomi.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa Pengertian Pemerataan ?
2. Bagaimana Pemerataan Dan Program Pro Rakyat Pada Kpemimpinan
Presiden Soeharto ?
3. Bagaimana Kebijakan Pendapatan Bagian Dari Pengelolaan Keungan
Negara?
4. Bagaimana Teknik Pemerataan Pendapatan ?
5. Apa Pengertian Kemiskinan ?
6. Bagaimana Karakteristik Ekonomi Kelompok Masyarakat Miskin?
7. Apa Saja Faktor-Faktor Penyebab Kemiskinan?
8. Bagaimana Pertumbuhan Dan Kemiskinan?
9. Bagaimana Pilihan Kebijaksanaan?
10. Apa Contoh Kasus?
3

1.3 Tujuan
1. Untuk Mengetahui Pengertian Pemerataan.
2. Untuk Mengetahui Pemerataan Dan Program Pro Rakyat Pada
Kpemimpinan Presiden Soeharto.
3. Untuk Mengetahui Kebijakan Pendapatan Bagian Dari Pengelolaan
Keungan Negara.
4. Untuk Mengetahui Teknik Pemerataan Pendapatan.
5. Untuk Mengetahui Pengertian Kemiskinan.
6. Untuk Mengetahui Karakteristik Ekonomi Kelompok Masyarakat Miskin.
7. Untuk Mengetahui Faktor-Faktor Penyebab Kemiskinan.
8. Untuk Mengetahui Pertumbuhan Dan Kemiskinan.
9. Untuk Mengetahui Pilihan Kebijaksanaan.
10. Untuk Mengetahui Contoh Kasus.
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pemerataan
2.1.1 Pengertian Pemerataan

Pemerataan ekonomi adalah suatu upaya untuk memberikan kesempatan


luas bagi warga negara memiliki pendapatan minimum, sandang, pangan dan
papan seadil mungkin. Negara-negara miskin memiliki permasalahan dilematis
antara fokus pada pertumbuhan atau melakukan pemerataan ekonomi. Jika
berfokus menggenjot pertumbuhan, ketimpangan ekonomi sangat mungkin terus
melebar mengingat akses warga yang sangat terbatas dengan kemampuan modal,
sumberdaya manusia dan keterampilan yang rendah. Tetapi jika mengutamakan
pemerataan ekonomi melalui pemerataan pendapatan, negara-negara miskin akan
sulit meningkatkan GNP dan menaikkan taraf hidup masyarakat. Pertumbuhan
ekonomi dan pemerataannya memiliki peran sama penting, tapi hampir mustahil
dapat dicapai bersamaan.

Pemerataan ekonomi melalui pemerataan pendapatan menjadi capaian


ekonomi yang mendesak untuk dicapai, baik negara maju maupun negara
berkembang. Model praktis pemerataan ekonomi yang dapat diimplementasikan
menjadi jawaban akan permasalahan kontemporer ekonomi pembangunan dewasa
ini.

Pemerataan Pembangunan dan Program Pro Rakyat Kepemimpinan


Presiden Soeharto

Kepemimpinan Presiden Soeharto juga memperhatikan aspek pemerataan


pembangunan yang menandakan kebijakannya pro rakyat. Pemerataan itu
diaplikasikan melalui delapan jalur pemerataan yaitu:

1. Pemerataan pemenuhan kebutuhan pokok yang ditekankan pada


pemenuhan kebutuhan pangan, kebutuhan sandang dan papan. Tiga

4
5

kebutuhan pokok tersebut selalu mengalami peningkatan seiring


peningkatan jumlah penduduk Indonesia. Pemerataan pemenuhan
kebutuhan pokok bukan saja menekankan pada upaya menutupi defisit
kebutuhan yang terjadi dalam wilayah tertentu, akan tetapi juga
memperhitungkan peningkatan kebutuhan akibat pertumbuhan penduduk.
Kebutuhan pangan dilakukan dengan mendorong intensifikasi dan
ekstensifikasi usaha pertanian. Pemenuhan kebutuan sandang dilakukan
dengan mendorong industri sandang yang bisa dijangkau oleh masyarakat
luas. Sedangkan untuk memenuhi kebutuhan papan, pemerintah
menyelenggarakan program Perumnas dan kredit perumahan sehingga
mempermudah masyarakat dalam memenuhi kebutuhan rumah sebagai
tempat tinggalnya.
2. Pemerataan kesempatan memperoleh pendidikan dan pelayanan kesehatan.
Pemenuhan kebutuhan ini tidak hanya pada aspek keterjangkauan
masyarakat dalam pembiayaan, akan tetapi penyediaan infrastruktur dan
sumber daya profesional yang merata diseluruh wilayah Indonesia.
3. Pemerataan pembagian pendapatan. Jalur pemerataan ketiga ini terkait
dengan jalur keempat ‘kesempatan kerja’ yang dilakukan dengan political
will perluasan kesempatan kerja untuk memperbanyak lapangan kerja
dengan mendorong investasi sebanyak mungkin.
4. Pemerataan kesempatan kerja. Selain memperbanyak lapangan kerja, jalur
ini juga dilakukan dengan memperbanyak lembaga-lembaga pendidikan
terapan seperti BLK (Balai Lapangan Kerja) untuk melahirkan tenaga-
tenaga terampil sehingga dapat terserap di berbagai lapangan pekerjaan.
5. Pemerataan kesempatan berusaha. Jalur ini dilakukan dengan kebijakan
untuk mempermudah permodalan usaha yang salah satunya melalui
kebijakan perkreditan. Kebijakan permodalan usaha ini dimaksudkan
untuk meningkatkan penguatan permodalan usaha bagi masyarakat.
6. Pemerataan kesempatan berpartisipasi dalam pembangunan, khususnya
generasi muda dan wanita. Jalur ini dilakukan dengan menggalakkan PKK
untuk mendorong kreatifitas produktif bagi kalangan wanita. Sedangkan
6

pemerataan pembangunan bagi generasi muda dilakukan dengan


menggairahkan kegiatan-kegiatan kepemudaan sehingga dapat
menstimulus kreatifitasnya dalam mengintegrasikan dirinya dengan
agenda pembangunan bangsa.
7. Pemerataan penyebaran pembangunan di seluruh wilayah tanah air. Jalur
ini dilakukan dengan memberikan perhatian khusus bagi daerah-daerah
tertinggal atau kantong-kantong wilayah yang kurang menikmati akses
pembangunan untuk diberikan intervensi khusus sehingga dapat
mensejajarkan diri dengan daerah-daerah lain.
8. Kesempatan memperoleh keadilan. Jalur ini tidak hanya menekankan pada
terpenuhinya pemerataan keadilan hukum, akan tetapi keadilan dalam
bidang-bidang lain seperti keadilan dalam bidang ekonomi, politik, sosial-
budaya, pendidikan dan pemerintahan. Semua warga negara berhak
memperoleh keadilan dalam semua bidang kehidupan tanpa membeda-
bedakan suku, bangsa, ras dan antar golongan.

Selain melalui delapan jalur pemerataan itu, kebijakan pembangunan pro


rakyat tercermin dari gencarnya pemerintahan Presiden Soeharto melakukan
penguatan kelembagaan dan pencerdasan petani, gerakan posyandu dan
penggalangan koperasi. Penguatan kelembagaan dan pencerdasan petani
dilakukan dengan gerakan Klompencapir (kelompok pendengar pembaca dan
pemirsa) dalam rangka menggalakkan masyarakat —khususnya petani dan
nelayan— agar well informed terhadap dinamika pembangunan khususnya
pembangunan pertanian. Kegiatan ini didukung temu wicara-temu wicara —yang
dihadiri Presiden Soeharto sendiri— secara intensif sehingga menggairahkan
petani untuk mencari informasi, membangun kelembagaan dan mendialektikakan
kemajuan dirinya dengan sesamanya. Melalui kegiatan Klompencapir ini
informasi pengembangan usaha pertanian —termasuk teknologi-teknologi baru—
dengan cepat ditransformasikan dan diserap petani. Dukungan political will yang
kuat dari Presiden Soeharto juga membangkitkan gairah petani untuk berpacu
memajukan usaha taninya.
7

Kegiatan Posyandu juga mendorong gairah para ibu untuk peduli terhadap
kesehatan diri dan anak-anaknya. Begitu pula dengan penggalakan koperasi
beserta pengembangan infrastruktur pendukungnya telah mendorong gairah
masyarakat untuk membangun jaringan usaha bersama sehingga memberi
kontribusi dalam menggerakkan kekuatan ekonomi rakyat. Kesemuanya
merupakan bukti kebijakan Presiden Soeharto sangat pro rakyat sehingga program
pembangunan menyentuh hingga lapisan terbawah.

2.1.2 Kebijakan Pemerataan Pendapatan Bagian Dari Pngelolaan Keuangan


Negara

Pemerataan pendapatan ( resdistribusi pendapatan/ distribution of income),


merupakan usaha yang dilakukan pemerintah agar pendapatan masyarakat terbagi
sementara mungkin diantara warga masyarakat. Pengertian merata disini tidak
berarti bahwa semua warga masyarakat dibuat pendapatannya sama, tetapi
kesempatan yang sama bagi setiap warga untuk memperoleh pendapatan.
Tujuannya adalah agar tidak terjadi ketimpangan pendapatan dalam masyarakat
sehingga dapat menimbulkan keresahan dan kecemburuan sosial yang pada
akhirnya dapat mengganggu stabilitas nasional. Ukuran pokok distribusi
pendapatan dapat dibedakan menjadi 2, yaitu :

1. The Size Distribution Of Income ( the personal distribution of income)


Cara mengukurnya adalah masing-masing individu dicatat penghasilan
pertahunnya dari sejumlah individu yang diteliti secara sampling.
2. The Function Distribution Of Income (share distribution)
Ukuran ini menjelaskan tentang bagian pendapatan yang diterima oleh
setiap faktor produksi (berapa yang diterima oleh buruh yaitu upah),
pengusaha (keuntungan), pemilik tanah (sewa), pemilik modal (bunga atau
jasa) sesuai dengan faktor produksi.
8

2.1.3 Teknik Pemerataan Pendapatan


Ada beberapa teknik yang digunakan untuk redistribusi pendapatan yaitu:
1. Tranfer Uang Tunai
Merupakan pemberian subsidi berupa uang tunai kepada orang
yang termasuk berpenghasilan rendah.
2. Tranfer uang dan barang dalam realisasinya
Tranfer uang tunai sebagaimana yang telah dijelaskan, dapat juga
diberikan sebagian dalam bentuk barang.
3. Program kesempatan kerja
Pemerintah harus menyediakan lapangan kerja dengan upah
tertentu. Tetapi nyatanya dalan NSB maupun Negara Maju
mengalami kesulitan.

2.2 Kemiskinan

2.2.1 Pengertian Kemiskinan


Kemiskinan adalah penduduk miskin, yakni penduduk yang tidak mampu
mendapatkan sumber daya yang cukup untuk memenuhi kebutuhan dasar. Mereka
hidup di bawah tingkat pendapatan riil minimum tertentu – atau di bawah “garis
kemiskinan internasional”. Garis tersebut tidak mengenal tapal batas antar negara,
tidak tergantung pada tingkat pendapatan per kapita di satu negara, dan juga
memperhitungkan perbedaan tingkat harga antar negara dengan mengukur
penduduk miskin sebagai orang yang hidup kurang dari US$1 per hari dalam
dolar paritas daya beli (PPP).

Kemiskinan absolut dapat dan memang terjadi di mana-mana, di Jakarta,


di Bali, di Nusa Penida, di Medan, walaupun persentasenya terhadap jumlah
penduduk berbeda-beda dari satu tempat ke tempat lainnya. Indikator jumlah dan
persentase penduduk miskin merupakan indikator makro yang menggambarkan
perkembangan pembangunan dan kesejahteraan ekonomi penduduk secara umum.
Jumlah desa tertinggal dapat memberikan indikasi mengenai daerah-daerah
dimana penduduk miskin banyak ditemui. Kedua indikator tersebut saling
9

melengkapi. Perlu diketahui, bahwa tidak semua penduduk di desa tertinggal


adalah miskin, sebaliknya tidak semua penduduk di desa non IDT adalah tidak
miskin. Mengidentifikasi seseorang dikatakan miskin, memang bukan hal yang
mudah. BPS mendefinisikan, bahwa penduduk miskin adalah mereka yang nilai
pengeluaran konsumsinya berada di bawah garis kemiskinan. Sedangkan garis
kemiskinan yang digunakan adalah nilai rupiah setara dengan 2.100 kalori per
kapita per hari ditambah dengan nilai rupiah yang hanya cukup untuk
mengkonsumsi komoditi non pangan yang paling essensial.

2.2.2 Mengukur Kemiskinan absolut


Kemiskinan absolut dapat diukur dengan angka, atau “hitungan per kepala
(headcount)”, H, untuk mengetahui seberapa banyak orang yang penghasilannya
berada di bawah garis kemiskinan absolut, Yp. Ketika hitungan per kepala
tersebut dianggap sebagai bagian dari populasi total, N, kita memperoleh indeks
per kepala (headcount index), H/N. Garis kemiskinan ditetapkan pada tingkat
yang selalu konstan secara riil, sehingga kita dapat menelusuri kemajuan yang
diperoleh dalam menanggulangi kemiskinan pada level absolut sepanjang waktu.
Gagasan yang mendasari penetapan level ini adalah satu standar minimum di
mana seseorang hidup dalam “kesengsaraan absolut manusia”, yaitu ketika
kesehatan seseorang sangat buruk.

Dalam banyak hal, metode dan penyederhanaan perhitungan jumlah


penduduk yang masih hidup di bawah garis kemiskinan itu sendiri memang masih
mengandung banyak keterbatasan. Oleh karena itu beberapa ekonom mencoba
mengkalkulasikan indikator jurang kemiskinan (poverty gap) yang mengukur
pendapatan total yang diperlukan untuk mengangkat mereka yang masih di bawah
garis kemiskinan ke atas garis itu. Pada peraga di bawah ini, meskipun di negara
A dan B, 50 persen penduduknya sama-sama masih berada di bawah garis
kemiskinan, namun jurang kemiskinan di A ternyata lebih lebar daripada yang ada
di negara B. Dengan demikian negara A harus berusaha lebih keras guna
memerangi kemiskinan absolut penduduknya.
10

Seperti dalam ukuran ketimpangan, ada beberapa kriteria ukuran


kemiskinan yang diinginkan, yang telah diterima secara luas oleh para ekonom,
yaitu prinsip-prinsip anonimitas, independensi populasi, monotonisitas, dan
sensitivitas distribusional. Kedua prinsip yang pertama (anonimitas dan
independensi populasi) sangat mirip karakteristik yang digunakan untuk
membahas indeks ketimpangan. Ukuran cakupan kemiskinan tidak boleh
tergantung pada siapa yang miskin atau apakah negara tersebut mempunyai
jumlah penduduk yang banyak atau sedikit.

Prinsip monotonisitas berarti bahwa dan jika anda memberi sejumlah uang
kepada seseorang yang berada di bawah garis kemiskinan, jika semua pendapatan
yang lain tetap, maka kemiskinan yang terjadi tidak mungkin lebih tinggi dari
pada sebelumnya. Jika ukuran kemiskinan selalu lebih rendah setelah pemberian
transfer tersebut, sifat ini disebut mempunyai monotonisitas yang kuat (strong
monotonicity). Rasio headcount memenuhi asas monotonisitas, namun bukan
yang kuat. Prinsip sensitivitas distribusional menyatakan bahwa, dengan semua
hal lain konstan, jika anda mentransfer pendapatan dari orang miskin ke orang
kaya, maka akibatnya perekonomian akan menjadi lebih miskin.

2.2.3 Karakteristik Ekonomi Kelompok Masyarakat Miskin


Perpaduan tingkat pendapatan per kapita yang rendah dan distribusi
pendapatan yang sangat tidak merata akan menghasilkan kemiskinan absolut yang
parah. Pada tingkat distribusi pendapatan tertentu, semakin tinggi pendapatan per
kapita yang ada, maka akan semakin rendah jumlah kemiskinan absolut. Akan
tetapi sebagaimana telah diungkapkan, tingginya tingkat pendapatan per kapita
tidak menjamin lebih rendahnya tingkat kemiskinan absolut. Pemahaman terhadap
hakikat distribusi ukuran pendapatan merupakan landasan dasar bagi setiap
analisis masalah kemiskinan satu negara yang berpendapatan rendah.

Di Indonesia, nelayan ikan sangat miskin dibandingkan dengan petani. Hal


ini disebabkan karena nelayan tidak punya tanah dan proses produksinya tidak
bersifat cultivation, seperti halnya di pertanian. Pendapatan nelayan tiap hari
11

sangat tergantung pada berapa jumlah ikan yang ia bisa tangkap di laut dan jual di
pasar pada hari itu. Jelas jumlah ikan yang ia bisa kumpulkan selama, misalnya,
tiga bulan jauh lebih sedikit daripada hasil seorang petani pada saat panen.
Ditambah lagi, industri ikan di Indonesia tidak berkembang seperti industri-
industri pengolahan komoditas-komoditas pertanian.

Dengan demikian, di Indonesia nilai tambah produk pertanian jauh lebih


tinggi daripada nilai tambah dari produk-produk ikan. Pertanyaannya sekarang:
kenapa sektor pertanian merupakan pusat kemiskinan di Indonesia. Kemungkinan
ada tiga faktor penyebab utama. Pertama, tingkat produktivitas yang rendah
disebabkan karena jumlah pekerja di sektor tersebut terlalu banyak, sedangkan
tanah, kapital, dan teknologi terbatas dan tingkat pendidikan petani yang rata-
ratanya sangat rendah. Kedua, daya saing petani atau dasar tukar domestik (terms
of trade) antar komoditas pertanian terhadap komoditas industri semakin lemah.
Perbedaan harga ini disebabkan antara lain oleh perbedaan nilai tambah antara
hasil pertanian dan hasil industri serta tata niaga yang lebih menguntungkan
produsen di sektor industri. Ketiga, tingkat diversifikasi usaha di sektor pertanian
ke jenis-jenis komoditas bukan bahan makanan yang memiliki prospek pasar
(terutama ekspor) dan harga yang lebih baik masih sangat terbatas.

2.2.4 Faktor-faktor Penyebab Kemiskinan


Tidak sulit mencari faktor-faktor penyebab kemiskinan, tetapi dari faktor-
faktor tersebut sangat sulit memastikan mana yang merupakan penyebab
sebenarnya atau utama serta mana yang berpengaruh langsung dan tidak langsung
terhadap perubahan kemiskinan. Sebagai contoh, sering dikatakan bahwa salah
satu penyebab kemiskinan adalah tingkat pendidikan yang rendah. Sekarang ini,
seseorang hanya dengan tingkat pendidikan SD akan sangat sulit mendapatkan
pekerjaan, terutama di sektor modern (formal) dengan pendapatan yang baik.
Akan tetapi, pertanyaannya adalah: apakah tingkat pendidikan yang rendah itu
adalah penyebab utama/sebenarnya? Apabila banyak orang di Indonesia hanya
berpendidikan SD karena orang tua mereka tidak sanggup membiayai pendidikan
lanjutan, maka jelas penyebab sebenarnya adalah masalah biaya atau lebih
12

tepatnya lagi disebabkan oleh kemiskinan (orang tua mereka). Kalau ditelusuri ke
belakang, pertanyaan selanjutnya adalah: kenapa orang tua mereka miskin dan
jawabannya juga karena pendidikannya rendah? Jadi terdapat semacam “lingkaran
setan” (vicious circle) dalam masalah timbulnya kemiskinan.

Hal Ini selanjutnya disebabkan oleh sejumlah faktor lainnya, termasuk


sistem penghargaan (rewarding) yang kurang baik, dan kinerja yang buruk. Di
Eropa Barat atau Amerika Serikat, setiap jenis pendidikan atau keahlian sudah
mempunyai bidang kegiatan (sektor atau subsektor) sendiri dan mendapat
penghargaan yang baik sesuai dengan jenis pekerjaan. Sedangkan di Indonesia,
banyak bengkel mobil atau motor berupa kegiatan informal dengan upah yang
rendah.

2.2.5 Pertumbuhan dan Kemiskinan


Biasanya, banyak yang berpendapat bahwa pertumbuhan yang cepat
berakibat buruk kepada kaum miskin, karena mereka akan tergilas dan
terpinggirkan oleh perubahan struktural pertumbuhan modern. Di samping itu,
terdapat pendapat yang santer terdengar di kalangan pembuat kebijakan bahwa
pengeluaran publik yang digunakan untuk menanggulangi kemiskinan akan
mengurangi dana yang dapat digunakan untuk mempercepat pertumbuhan.
Pendapat yang mengatakan bahwa konsentrasi penuh untuk mengurangi
kemiskinan akan memperlambat tingkat pertumbuhan sebanding dengan argumen
yang menyatakan bahwa derajat ketimpangan yang rendah akan mengalami
tingkat pertumbuhan yang lambat juga.

Khususnya, jika terdapat redistribusi pendapatan atau aset dari golongan


kaya ke golongan miskin, bahkan jika melalui pajak progresif, terdapat
kekhawatiran bahwa jumlah tabungan akan menurun, Namun, sementara tingkat
tabungan golongan menengah biasanya adalah yang tertinggi, tingkat tabungan
marjinal golongan miskin pun sebenarnya tidak kecil, jika dipandang dari
perspektif menyeluruh. Selain tabungan keuangan, golongan miskin cenderung
membelanjakan tambahan pendapatan untuk memperoleh gizi yang lebih baik,
13

pendidikan untuk anak-anak mereka, perbaikan kondisi rumah, dan pengeluaran-


pengeluarn lain yang lebih mencerminkan investasi dan bukan konsumsi,
khususnya jika dilihat dari sudut pandang kaum miskin. Paling tidak terdapat lima
alasan mengapa kebijaksanaan yang ditujukan untuk mengurangi kemiskinan
tidak harus memperlambat laju pertumbuhan.

Pertama, kemiskinan yang meluas menciptakan kondisi yang membuat


kaum miskin tidak mempunyai akses terhadap pinjaman kredit, tidak mampu
membiayai pendidikan anaknya, dan dengan ketiadaan peluang investasi fisik
maupun moneter, mempunyai banyak anak sebagai sumber keamanan keuangan
di masa tuanya nanti. Faktor-faktor ini secara bersama-sama menyebabkan
pertumbuhan per kapita lebih kecil daripada jika distribusi pendapatan lebih
merata.

Kedua, akal sehat yang didukung dengan banyaknya data empiris terbaru,
menyaksikan fakta bahwa, tidak seperti sejarah yang pernah dialami oleh negara-
negara yang sekarang sudah maju, kaum kaya di negara-negara miskin sekarang
tidak dikenal karena hematnya atau hasrat mereka untuk menabung atau
menginvestasikan bagian yang besar dari pendapatan mereka di dalam
perekonomian negara mereka sendiri.

Ketiga, pendapatan yang rendah dan standar hidup yang buruk yang
dialami oleh golongan miskin, yang tercermin dari kesehatan, gizi, dan
pendidikan yang rendah, dapat menurunkan produktivitas ekonomi mereka dan
akibatnya secara langsung maupun tidak langsung menyebabkan perekonomian
tumbuh lambat.

Keempat, peningkatan tingkat pendapatan golongan miskin akan


mendorong kenaikan permintaan produk kebutuhan rumah tangga buatan lokal,
seperti makanan dan pakaian, secara menyeluruh, sementara golongan kaya
cenderung membelanjakan sebagian besar pendapatannya untuk barang-barang
mewah impor.
14

Kelima dan yang terakhir, penurunan kemiskinan secara massal dapat


menstimulasi ekspansi ekonomi yang lebih sehat karena merupakan insentif
materi dan psikologis yang kuat bagi meluasnya partisipasi publik dalam proses
pembangunan. Sebaliknya, lebarnya kesenjangan pendapatan dan besarnya
kemiskinan absolut dapat menjadi pendorong negatif materi dan psikologis yang
sama kuatnya terhadap kemajuan ekonomi. Oleh karena itu, kita dapat
menyimpulkan bahwa pertumbuhan ekonomi yang cepat dan penanggulangan
kemiskinan bukanlah tujuan yang saling bertentangan.

2.2.6 Pilihan Kebijaksanaan


Pilihan kebijaksanaan berikut ini berlaku untuk mengubah/memperbaiki
distribusi pendapatan dan sekaligus memerangi kemiskinan. Ada beberapa
pilihan, yakni:

1. Perbaikan distribusi pendapatan fungsional melalui serangkaian kebijakan


yang khusus dirancang untuk mengubah harga-harga relatif faktor
produksi. Kebijaksanaan ini dapat berupa.
1) Upah buruh, dilaksanakan dengan menentukan tingkat upah minimum
nasional dan regional, seperti yang dilaksanakan di Indonesia.
Pemerintah menentukan tingkat upah minimum yang lebih tinggi
dibandingkan dengan tingkat upah yang ditentukan di pasar bebas atas
permintaan dan penawaran. Dengan kebijaksanaan ini para investor
menganggap buruh menjadi terlalu mahal dan mereka memilih
teknologi produksi yang hemat tenaga kerja. Bagian upah pada
perekonomian nasional menjadi lebih kecil, dan kemungkinan jumlah
orang miskin menjadi lebih besar.
2) Bunga modal, dilaksanakan dengan menentukan harga modal terlalu
murah dibandingkan dengan harga modal yang ditetapkan atas
permintaan dan penawaran. Ini bisa dikerjakan dengan, misalnya,
pemberian kemudahan prosedur investasi, keringanan pajak bagi
pengusaha, subsidi tingkat bunga (tingkat bunga yang lebih rendah
untuk investasi), penetapan kurs valuta asing yang terlalu tinggi, dan
15

penurunan bea masuk bagi impor barang-barang modal seperti traktor


dan mesin-mesin otomatis relatif terhadap barang konsumsi. Kiranya
kita bisa simpulkan bahwa penghapusan distorsi harga faktor produksi
sangat bermanfaat dan penyesuaian harga memungkinkan satu negara
meraih pemerataan pendapatan dan sekaligus memperbaiki taraf hidup
kaum miskin, namun apa yang telah dikerjakan oleh Indonesia selama
ini bertentangan, sehingga distribusi pendapatan tetap dan malah makin
timpang dan jumlah orang miskin tetap dalam jumlah yang besar.

2. Perbaikan distribusi ukuran melalui redistribusi progresif kepemilikan aset.


Hal ini akan sangat tergantung pada distribusi kepemilikan aset (sumber
daya atau faktor produksi) di antara berbagai kelompok masyarakat,
terutama modal fisik dan tanah, modal finansial seperti saham dan obligasi,
serta sumber daya manusia dalam bentuk pendidikan dan kesehatan yang
lebih baik. Hal ini dilaksanakan melalui UUPA (Undang-undang Pokok
Agraria) 1960, yang membatasi jumlah pemilikan tanah pertanian. Pajak
dividen obligasi dan pajak terhadap hasil (bagian laba) saham, berbagai
jenis bea siswa dan bantuan sekolah sampai perguruan tinggi, wajib belajar,
dan asuransi kesehatan bagi rakyat miskin. Cara lain dapat dilakukan
melalui pemberian kredit komersial dengan bunga pasar yang wajar
(bukannya dengan bunga rentenir yang sangat tinggi) bagi para wirausaha
kecil (kredit ini bisa disebut “pinjaman mikro” seperti kredit usaha rakyat,
kredit usaha tani,dan sebagainya.

3. Pengurangan distribusi ukuran golongan atas melalui pajak yang progresif.


Satu contoh yang diterapkan di Indonesia adalah pajak penghasilan
perorangan dan badan yang mempunyai sifat progresif. Pajak kekayaan,
(akumulasi aset dan penghasilan) merupakan pajak properti perorangan dan
perusahaan yang bersifat progresif, yang biasanya dikenakan kepada
mereka yang kaya raya. 4. Pembayaran transfer secara langsung dan
penyediaan berbagai barang dan jasa publik. Transfer langsung
dilaksanakan melalui BLT (bantuan langsung tunai) kepada orang miskin
16

yang berhak menerima. Penyediaan barang dan jasa publik dilaksanakan


melalui beras murah untuk orang miskin (raskin), penyediaan asuransi
kesehatan bagi golongan miskin (jamkesmas). Meskipun pemerintah
Indonesia telah melaksanakan berbagai program pemerataan distribusi dan
program pengentasan kemiskinan seperti disajikan di atas, ternyata
ketimpangan distribusi masih belum memuaskan dan masih banyak jumlah
orang miskin yang luput dari program, di samping dalam jumlah yang tidak
sedikit, sangat sulit untuk menyaring orang-orang yang benar-benar tidak
mampu dengan orang-orang yang sebenarnya tidak berhak atas bantuan
yang disediakan.

2.3 Contoh Kasus

Studi kasus kemiskinan pada Gampong Matang Seulimeng

Adapun catatan kemiskinan yang tertinggi di Gampong Matang Seulimeng


terdapat di hampir semua dusun, hal ini dikarenakan oleh rata-rata penduduknya
yang tidak mempunyai pekerjaan tetap dan ada yang telah menjanda yang
menanggung anak dengan pekerjaan sebagai tukang cuci pakaian dan buruh kasar.
Hampir semua dusun penduduknya sudah berkeluarga dengan jumlah penduduk
usia kerja banyak yang bekerja dengan pekerjaan yang tidak tetap.Pendapatan
mereka rata-rata Rp 30.000,- perhari hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan
sehari-hari. Ini semua merupakan cerminan kemiskinan yang secara realistik harus
diakui adanya di Indonesia.
17
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Permasalahan ekonomi yang dialami Indonesia yang mendasar adalah


Kemiskinan. Kemiskinan merupakan keadaan masyarakat yang tidak mampu
memenuhi kebutuhan hidupnya. Kemiskinan yang diartikan sebagai
ketidakmampuan dalam memenuhi standar hidup merupakan salah satu prioritas
kebijakan pembangunan ekonomi, karena menjadi penghambat keberlanjutan
pembangunan terutama sumber daya manusia. Kemiskinan juga menjadi indikator
keberhasilan pembangunan, dimana penurunan kemiskinan menandakan adanya
pertumbuhan yang adil dan merata.

Salah satu faktor yang mempengaruhi masalah kemiskinan di Indonesia


adalah tingginya ketimpangan antar daerah dan golongan masyarakat, akibat tidak
meratanya distribusi pendapatan. Kemiskinan dapat ditekan apabila pemerintah
mampu mengelola potensi yang dimiliki. Selain kemiskinan Kesenjangan
Penghasilan juga menjadi masalah di Indonesia. Dalam masyarakat terdapat
kelompok masyarkat dengan penghasilan tinggi dan kelompok masyarakat dengan
penghasilan rendah. Oleh karena itu, diperlukan peran pemerintah dalam
memeratakan penyaluran distribusi pendapatan agar tercapai tujuan negara yaitu
menuju negara kesejahteraan.

18
DAFTAR PUSTAKA

Faisal, Basri. (1995). Perekonomian Indonesia Menjelang Abad XXI. Jakarta:


Erlangga.

Anne Booth & McCauley. P. (Ed). (1982). Ekonomi Orde Baru. Jakarta: LP3ES.

Dumairy. (1997). Perekonomian Indonesia. Jakarta: Erlangga.

Paul. A Samuelsom & William D. Nordhaus. (1992). Macroeconomics. New


York: McGraw Hill.

Soetrisno p.h. (1981). Dasar-dasar Ilmu Keuangan Negara. Yogyakarta: BPFE-


UGM.

R.A. Musgrave. (1959). The Theory of Public Finance. New York: McGraw Hil

19

Anda mungkin juga menyukai