Anda di halaman 1dari 136

PENGARUH INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA DAN TINGKAT

PENGANGGURAN TERBUKA TERHADAP KEMISKINAN DI 5 PROVINSI


TERMISKIN DI INDONESIA TAHUN 2010-2020

Skripsi
Diajukan Kepada Fakultas Ekonomi dan Bisnis
Untuk Memenuhi Syarat Meraih Gelar Sarjana Ekonomi (S.E)

Disusun Oleh :

Rr. Yuliana Intan Suryaningtyas


NIM: 11170840000006

PROGRAM STUDI EKONOMI PEMBANGUNAN FAKULTAS


EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI JAKARTA SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1442 H / 2021
2
LEMBAR PENGESAHAN UJIAN KOMPREHENSIF

Hari Senin, 24 Mei 2021 telah dilakukan Ujiam Komprehensif atas mahasiswa :
Nama : Rr. Yuliana Intan Suryaningtyas

NIM : 11170840000006
Jurusan : Ekonomi Pembangunan

Judul Skripsi : Pengaruh Indeks Pembangunan Manusia dan Tingkat


Pengangguran Terbuka Terhadap Kemiskinan di 5 Provinsi
Termiskin di Indonesia Tahun 2010-2020.
Setelah mencermati dan memperhatikan penampilan dan kemampuan yang
bersangkutan selama proses ujian komprehensif, maka diputuskan bahwa
mahasiswa tersebut dunyatakan LULUS dan diberi kesempatan untuk melanjutkan
ke tahap ujian skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana
Ekonomi pada Jurusan Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi dan Bisnis
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
Jakarta, 24 Mei 2021

I. Zaenal Muttaqin, MPP


NIP : 197905032011011006 ( ___________ )
Penguji I

II. Najwa Khairina, S.E, M.A ( ___________ )


NIP : 198711132018012001 Penguji II

3
LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAAN KARYA ILMIAH

Yang bertanda tangan dibawah ini :


Nama : Rr. Yuliana Intan Suryaningtyas

NIM : 11170840000006
Jurusan : Ekonomi Pembangunan

Fakultas : Ekonomi dan Bisnis


Dengan ini menyatakan bahwa dalam penulisan skripsi ini, saya :

1. Tidak menggunakan ide orang lain tanpa mampu mengembangkan


dan mempertanggung jawabkan.
2. Tidak melakukan plagiasi terhadap naskah karya orang lain.
3. Tidak menggunakan karya orang lain tanpa menyebutkan sumber asli
atau tanpa izin pemilik karya.
4. Tidak melakukan pemanipulasian dan pemalsuan data.
5. Mengerjakan sendiri karya ini dan mampu bertanggung jawab atas
karya ini.

Jikalau dikemudian hari ada tuntutan dari pihak lain atas karya saya, dan telah
melalui pembuktian yang dapat dipertanggung jawabkan, ternyata memang
ditemukan bukti bahwa saya telah melanggar pernyataan ini, maka saya siap
dikenai sanksi berdasarkan aturan yang berlaku di Fakultas Ekonomi dan Bisnis
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Demikian Pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya.

Jakarta, 27 November 2021

Rr. Yuliana Intan Suryaningtyas


NIM 11170840000006

4
LEMBAR PENGESAHAN UJIAN SKRIPSI

Hari ini Senin, 27 Desember 2021 telah melakukan ujian skripsi atas nama :

Nama : Rr. Yuliana Intan Suryaningtyas


NIM : 1170840000006

Jurusan : Ekonomi Pembangunan


Judul Skripsi :Pengaruh Indeks Pembangunan Manusia dan Tingkat
Pengangguran Terbuka Terhadap Kemiskinan di 5 Provinsi
Termiskin di Indonesia Tahun 2010-2020.

Setelah mencermati dan memperhtikan penampilan dan kemampuan yang


bersangkutan selama ujian skripsi, maka diputuskan bahwa mahasiswa di atas
dinyatakan dan skripsi ini diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh
gelar Sarjana Ekonomi pada Fakultas Ekonomi dan Bisnis UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta.

Jakarta, 27 Desember 2021

1. Dr. Fitri Amalia, M.Si


NIP : 198207102009122002 (_______________)
Ketua

2. Dr. Sofyan Rizal, M.Si (_______________)


NIP : 197604302011011002 Pembimbing

3. Rizqon Halal Syah Aji, M.Si, Ph.D (_______________)


NIP : 19704052011011005 Penguji Ahli

5
DAFTAR RIWAYAT HIDUP

I. Identitas Pribadi
1. Nama : Rr. Yuliana Intan Suryaningtyas
2. Tempat Tanggal Lahir : Tangerang, 12 Juli 1999
3. Alamat : Jl. Reni Jaya Lama Blok H 10 No.3
Rt.002/002 Pndok Petir, Bojongsari, Depok.
4. Telpon : 089626716096
5. E-mail : yulaianintan18@gmail.com

II. Riwayat Pendidikan


1. SDN 01 Pondok Petir 2004-2010
2. SMPN 2 Tangerang Selatan 2010-2013
3. SMAN 8 Tangerang Selatan 2013-2016
4. S1 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 2017-2021

III. Pengalaman Organisasi


1. Anggota Departemen Kewirausahaan HMJ Ekonomi Pembangunan
Peiode 2018-2019
2. Anggota Biro Kestari PMII KOMFEIS Periode 2018-2020
3. Sekertaris Umum Project Economic Development Summit HMJ
Ekonomi Pembangunan Periode 2019-2020

6
ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh indeks pembangunan


manusia dan tingkat pengangguran terbuka terhadap kemiskinan pada 5 provinsi
termiskin di Indonesia. Sampel dalam penelitian ini adalah 5 provinsi termiskin di
Indonesia yaitu Maluku, NTT, Papua, Papua Barat dan Gorontalo. Data dalam
penelitian ini adalah data sekunder yang diambil dari Badan Pusat Statistik (BPS)
berupa data IPM, TPT dan kemiskinan dalam rentang tahun 2010-2020. Metode
yang digunakan adalah analisis regresi data panel dengan Fixed Effect Model. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa variabel IPM dan TPT mampu menjelaskan
pengaruhnya terhadap kemiskinan yang ditunjukkan dengan nilai R2 sebesar
0,922129. Maka dapat disimpulkan bahwa variabel independen (IPM dan TPT)
mampu menjelaskan pengaruhnya terhadap variabel dependen (Kemiskinan)
dengan persentasi 92,2%. Indeks Pembangunan Manusia memiliki pengaruh
negatif dan signifikan, sehingga setiap kenaikan indeksnya mampu mengurangi
kemiskinan pada 5 provinsi termiskin di Indonesia. Sedangkan tingkat
pengangguran berpengaruh positif namun tidak signifikan yang artinya
pengangguran menurun maka kemiskinan juga menurun.

Kata Kunci : Indeks Pembangunan Manusia (IPM), Tingkat Pengangguran


Terbuka (TPT), Kemiskinan

7
ABSTRACT

This study aims to analyze the effect of the human development index and
the open unemployment rate on poverty in the 5 poorest provinces in Indonesia.
The samples in this study were the 5 poorest provinces in Indonesia, namely
Maluku, NTT, Papua, West Papua and Gorontalo. The data in this study are
secondary data taken from the Central Statistics Agency (BPS) in the form of HDI,
UR and poverty data in the 2010-2020 range. The method used is panel data
regression analysis with Fixed Effect Model. The results showed that the HDI and
UR variables were able to explain their effect on poverty as indicated by the R2
value of 0.922129. So it can be concluded that the independent variables (HDI and
UR) are able to explain their influence on the dependent variable (Poverty) with a
percentage of 92.2%. The Human Development Index has a negative and significant
effect, so that every increase in the index is able to reduce poverty in the 5 poorest
provinces in Indonesia. While the unemployment rate has a positive but not
significant effect, which means that unemployment decreases, poverty also
decreases.
.
Keywords: Human Development Index, Unemployment Rate, Poverty

8
KATA PENGANTAR

Puji Syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah Subhanahu Wata‘ala kerena


berkat Rahmat dan Karunia-Nyalah skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik dan lancar.
Shalawat serta salam semoga selalu tercurahkan kepada baginda besar Nabi Muhammad
Shallallahu ‘Alaihi Wa Salam, yang telah memberikan tauladan kepada seluruh umat
manusia kepada jalan kebenaran. Penulisan skripsi ini di ajukan untuk memenuhi syarat
meraih gelar Sarjana Ekonomi (S.E). Skripsi ini berjudul “Analisis Pengaruh Indeks
Pembangunan Manusia dan Tingkat Pengangguran Terbuka terhadap Kemiskinan di 5
Provinsi Termiskin di Indonesia”. Pada kesempatan ini, dengan segala kerendahan hati
penulis menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya atas bantuan, bimbingan, dan
doa, baik langsung maupun tidak langsung dalam menyelesaikan skripsi ini, kepada :

1. Keluarga Penulis, kedua orang tua yang amat saya sayangi dan saya cintai Papa
R. Rudy Suryowidodo (Alm.) dan Mama Ningrum yang senantiasa selalu
memberi semangat dan doa disetiap harinya serta kasih sayang yang tak
terhingga sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik.
Kakak-kakak dan adik saya yang juga selalu memberi saya semangat dan doa,
saya ucapkan terimakasih kepada kalian
2. Pembimbing terbaik Bapak Dr.Sofyan Rizal, M.Si. Telah banyak memberikan
pelajaran berharga selama prpses penulisan, juga telah senantiasa meluangkan
waktu untuk penulis dikala kesibukan pekerjaan.
3. Bapak Prof. Dr. Amilin, SE., Ak., M.Si., CA., QIA., BKP., CRMP selaku
Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta, beserta jajarannya.
4. Bapak Dr. Muhammad Hartana Iswandi Putra, SE., M.Si selaku Ketua Jurusan
Ekonomi Pembangunan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
5. Ibu Fitri Amelia, M.Si selaku Sekretaris Jurusan Ekonomi Pembangunan
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, beserta jajarannya.
9
6. Seluruh Bapak/Ibu Dosen yang telah mencurahkan dan mengamalkan ilmu
yang tak ternilai hingga penulis menyelesaikan studi di Fakultas Ekonomi dan
Bisnis Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
7. Terkhusus teman – teman seperjuangan Ekonomi Pembangunan angkatan
2017, yang telah saling bahu membahu memberikan semangat. Saya ucapkan
terimaksih serta doa semoga kalian lulus tepat pada waktunya.
8. Teman-teman tercinta semasa SMA yang membuat kehidupan di putih abu-abu
menjadi ceria setiap harinya makasih teruntuk Nyai, Adel, Mala, Muti, Aisyah,
Dita dan Koda Gengs yaitu Conyta, Umi Luisa, Rany, Childra, Rara, Taniela,
Laelan, Vira, Sonia.
9. Teman-teman perkulihan saya yang selalu menemani kala suka maupun duka
dikerasnya dunia perkulihan. Saya benar-benar bersyukur dan berterimakasih
telah di takdirkan untuk bertemu dan menjadi teman dekat kalian teruntuk
Indira, Arbi, Vefy, Dinay, Rahayu, Dila, Aini, Wiwi, Ibun, Abang Ardha, Nuy,
dan yang merasa dekat dengan saya. Sekali lagi saya ucapkan terimakasih
untuk kalian yang telah mengisi tempat khusus dalam ingatan masa muda saya
saat ini.

Penulisan skripsi ini masih terdapat kekurangan, penulis meminta maaf atas

kekurangan tersebut. Kritik dan saran atas penulisan skripsi ini sangat

diharapkan agar menjadi bekal untuk penulis nantinya. Akhir kata semoga

skripsi ini dapat bermanfaat untuk banyak pihak, Terima Kasih.

Jakarta, 6 November 2021

Rr. Yuliana Intan Suryaningtyas

10
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ........................................................................................ 9


DAFTAR TABEL ............................................................................................ 13
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................ 14
BAB I PENDAHULUAN ................................................................................ 15
A. Latar Belakang ...................................................................................... 15
B. Rumusan masalah ........................................................................ 28
C. Tujuan Penelitian ......................................................................... 29
D. Manfaat Penelitian ................................................................................ 29
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ..................................................................... 31
A. Landasan Teori ...................................................................................... 31
1.Kemiskinan .......................................................................................... 31
2. Indeks Pembangunan Manusia ............................................................. 35
3. Tingkat Pengangguran ......................................................................... 41
B. Penelitian Terdahulu ............................................................................. 44
C. Model Penelitian .................................................................................... 60
D. Keterkaitan antar Variabel dan Hipotesis ........................................... 60
BAB III METODE PENELITIAN ................................................................. 66
A. Ruang Lingkup Penelitian .................................................................... 66
B. Populasi dan Sampel ............................................................................. 67
C. Pengumpulan Data dan Sumber Data .................................................. 68
D. Metode Analisis Data ............................................................................ 69
a. Analisis Data Panel .............................................................................. 69
b. Pemilihan Model Data Panel ................................................................ 73
c. Uji Asumsi Klasik................................................................................ 75
E. Uji Hipotesis .......................................................................................... 79
F. Definisi Operasional Variabel ............................................................... 81
1.) Kemiskinan (Y) ................................................................................... 81
2.) IPM (X1) ............................................................................................. 81
BAB IV. PEMBAHASAN ............................................................................... 84
11
A. Gambaran Umum Objek Penelitian ..................................................... 84
1. Gambaran Kemiskinan Pada 5 Provinsi Termiskin di Indonesia ........... 84
2. Gambaran Indeks Pembangunan Manusia Pada 5 Provinsi Termiskin di
Indonesia .................................................................................................... 87
3. Gambaran Tingkat Pengangguran Pada 5 Provinsi Termiskin di
Indonesia .................................................................................................... 90
B. Uji Asumsi Klasik .................................................................................. 93
1. Uji Multikolienaritas ............................................................................... 93
2. Uji Normalitas ......................................................................................... 94
3. Uji Heterokedastisitas.............................................................................. 96
4. Uji Autokorelasi ...................................................................................... 97
C. Temuan Hasil Penelitian ....................................................................... 99
1. Uji Chow ........................................................................................... 100
2. Uji Hausman ...................................................................................... 101
3. Fixed Effect Model ............................................................................ 103
D. Uji Hipotesis ........................................................................................ 108
1. Uji Koefisien Determinasi (R2) .......................................................... 108
2. Uji T-Statistic (Uji Parsial) ................................................................ 110
3. Uji Wald ............................................................................................ 113
E. Pembahasan ......................................................................................... 114
1. Indeks Pembangunan Manusia Terhadap Kemiskinan Pada 5 Provinsi
Termiskin di Indonesia .............................................................................. 114
2. Tingkat Pengangguran Terhadap Kemiskinan Pada 5 Provinsi Termiskin
di Indonesia .............................................................................................. 115
V. Penutup ..................................................................................................... 117
A.Kesimpulan ................................................................................................. 117
B.Saran……………………………………………..…………………………..117
A. Lampiran 1 : Data Penelitian.............................................................. 126
B. Lampiran 2 : Hasil Estimasi Regresi .................................................. 128

12
DAFTAR TABEL

Tabel 1. 1 Persentase Penduduk Miskin Menurut Provinsi Di Indonesia 2010-202016


Tabel 1. 2 Capaian Garis Kemiskinan Menurut 5 Provinsi Termiskin Di Indonesia
Tahun 2010-2020 ......................................................................................................... 20
Tabel 1. 3 Capaian Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Tahun 2010-2020. .......... 22
Tabel 1. 4 Tingkat Pengangguran Terbuka Menurut Provinsi di Indonesia Tahun
2010-2020. .................................................................................................................... 26

Tabel 2. 1 Perhitungan Indeks Komponen IPM......................................................... 40


Tabel 2. 2 Pengelompokan Capaian IPM ................................................................... 40
Tabel 2. 3 Penelitian Terdahulu.................................................................................. 45

Tabel 4. 1 Hasil Uji Multikolinearitas ........................................................................ 93


Tabel 4. 2 Hasil Uji Normalitas................................................................................... 95
Tabel 4. 3 Hasil Uji Heterokedastisitas ....................................................................... 97
Tabel 4. 4 Hasil Uji Autokorelasi ................................................................................ 98
Tabel 4. 5 Hasil Uji Chow ......................................................................................... 101
Tabel 4. 6 Hasil Uji Hausman ................................................................................... 102
Tabel 4. 7 Hasil Regresi Data Panel .......................................................................... 103
Tabel 4. 8 Individual Effect....................................................................................... 106
Tabel 4. 9 Uji Koefisien Determinasi ........................................................................ 108
Tabel 4. 10 Uji Koefisien Determinasi Setiap Provinsi ............................................ 109
Tabel 4. 11 Uji T ........................................................................................................ 111
Tabel 4. 12 Tabel Hasil Uji Wald .............................................................................. 113

13
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2. 1 Model Penelitian .................................................................................... 60

Gambar 4. 1 Grafik Kemiskinan 5 Provinsi Termiskin di Indonesia ....................... 85


Gambar 4. 2 Grafik IPM 5 Provinsi Termiskin di Indonesia ................................... 87
Gambar 4. 3 Grafik Tingkat Pengangguran 5 Provinsi Termiskin di Indonesia ..... 91

14
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Setiap negara berkembang memiliki masalah yang sama dalam rangka

mencapai tujuan pembangunan yaitu kemiskinan. kemiskinan merupakan masalah

kompleks yang masih sulit diselesaikan hampir di seluruh wilayah Indonesia.

Permasalahan kemiskinan merupakan masalah yang kompleks dan bersifat

multidimensional oleh karena itu, upaya pengentasan kemiskinan harus dilakukan

secara komprehensif, mencakup berbagai aspek kehidupan masyarakat, dan

dilaksanakan secara terpadu (M Nasir, dkk, dalam Adit Agus Prasetyo, 2010).

Menurut Bank Dunia (2018), RUU tersebut menetapkan standar kemiskinan

berdasarkan pendapatan per kapita, atau orang-orang yang pendapatan per

kapitanya kurang dari sepertiga rata-rata nasional yaitu sebesar $2 per orang per

hari. Selain itu, menurut BPS (2010), keputusan untuk menghitung garis

kemiskinan masyarakat adalah untuk masyarakat yang pendapatannya kurang dari

Rp. 7.057 per orang per hari. Pendapatan sebesar Rp7.057 per orang per hari berasal

dari perhitungan garis kemiskinan yang meliputi kebutuhan pangan dan non

pangan. Nilai pedoman 2.100 kg per orang per hari digunakan untuk kebutuhan

makanan minimum. Sedangkan untuk pengeluaran kebutuhan minimum bukan

makanan meliputi pengeluaran untuk perumahan, pendidikan, dan kesehatan.

15
World Bank (2018), Negara Indonesia termasuk dalam daftar 100 negara

termiskin di dunia yaitu urutan ke-88 dengan PDB sebesar 11,612. Sebagai wujud

bentuk keseriusan negara-negara yang memiliki permasalahan kemiskinan,

pengentasan kemiskinan kedalam salah salah Tujuan Pembangunan Berkelanjutan

(TPB) atau Sustainable Development Goals (SDGs), khususnya tujuan 1 yaitu tanpa

kemiskinan.

Berdasarkan Badan Pusat Statistik (BPS) kemiskinan di Indonesia tersebar di

34 Provinsi di Indonesia, Sebagian besar tingkat kemiskinan masih tinggi di daerah-

daerah tertentu. Hal ini dikarenakan permasalahan kemiskinan dimasing-masing

daerah bervariasi, sehingga solusi untuk memecahkan persoalan kemiskinan

disetiap daerah juga akan berbeda-beda, untuk itu perlu dicari masalah yang

menyebabkan kemiskinan di setiap daerah. (Kuncoro, 1997:131) menyatakan

penduduk negara tresebut miskin karena menggantungkan diri pada sektor

pertanian yang subsistem, metode produksi yang tradisional yang seringkali

dibarengi dengan sikap apatis terhadap lingkungan.

Tabel 1. 1 Persentase Penduduk Miskin Menurut Provinsi Di Indonesia 2010-2020

Provinsi Persentase Kemiskinan Di Indonesia Tahun 2010-2020

2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019 2020
Aceh 14,65 13,69 18,58 17,72 16,98 17,11 16,43 15,92 15,68 15,01 15,43
Sumatra Utara 11,34 10,75 10,41 10,39 9,85 10,79 10,27 9,28 8,94 8,63 9,14
Sumatra Barat 6,84 7,42 8 7,56 6,89 6,71 7,14 6,75 6,55 6,29 6,56
Riau 7,17 6,37 8,05 8,42 7,99 8,82 7,67 7,41 7,21 6,9 7,04
Jambi 11,8 11,19 8,28 8,42 8,39 9,12 8,37 7,9 7,85 7,51 7,97
Sumatra Selatan 16,73 15,15 13,48 14,06 13,62 13,77 13,39 13,1 12,82 12,56 12,98
Bengkulu 18,75 17,74 17,51 17,75 17,09 17,16 17,03 15,59 15,41 14,91 15,3
Lampung 14,3 12,27 15,65 14,39 14,21 13,53 13,86 13,04 13,01 12,3 12,76
16
Kep. Bangka Belitung 4,39 4,11 5,37 5,25 4,97 4,83 5,04 5,3 4,77 4,5 4,89
Kep Riau 7,87 7,35 6,83 6,35 6,4 5,78 5,84 6,13 5,83 5,8 6,13
DKI Jakarta 3,48 3,75 3,7 3,72 4,09 3,61 3,75 3,78 3,55 3,42 4,69
Jawa Barat 9,43 9,26 9,89 9,61 9,18 9,57 8,77 7,83 7,25 6,82 8,43
Jawa Tengah 14.33 14,12 14,98 14,44 13,58 13,32 13,19 12,23 11,19 10,58 11,84
DI Yogyakarta 13,98 13,16 15,88 15,03 14,55 13,16 13,1 12,36 11,81 11,44 12,8
Jawa Timur 10,58 9,87 13,08 12,73 12,28 12,28 11,85 11,2 10,85 10,2 11,46
Banten 4,99 4,61 5,71 5,89 5,51 5,75 5,36 5,59 5,25 4,94 6,63
Bali 4,04 3,91 3,95 4,49 4,76 5,25 4,15 4,14 3,91 3,61 4,45
NTB 28,16 23,67 18,02 17,25 17,05 16,54 16,02 15,05 14,63 13,88 14,23
NTT 13,98 12,5 20,41 20,24 19,6 22,58 22,01 21,38 21,03 20,62 21,21
Kalimantan Barat 6,31 6,33 7,96 8,74 8,07 8,44 8 7,86 7,37 7,28 7,24
Kalimantan Tengah 4,03 3,91 6,19 6,23 6,07 5,91 5,36 5,26 5,1 4,81 5,26
Kalimantan Selatan 4,54 3,84 5,01 4,76 4,81 4,72 4,52 4,7 4,65 4,47 4,83
Kalimantan Timur 4,02 4,06 6,38 6,38 6,31 6,1 6 6,08 6,06 5,91 6,64
Kalimantan Utara - - - - - 6,32 6,99 6,96 6,86 6,49 7,41
Sulawesi Utara 7,75 7,46 7,64 8,5 8,26 8,98 8,2 7,9 7,59 7,51 7,78
Sulawesi Tengah 9,82 9,46 14,94 14,32 13,61 14,07 14,09 14,22 13,69 13,18 13,06
Selawesi Selatan 4,7 4,61 9,82 10,32 9,54 10,12 9,24 9,48 8,87 8,56 8,99
Sulawesi Tenggara 4,1 4,8 13,06 13,73 12,77 13,74 12,77 11,97 11,32 11,04 11,69
Gorontalo 6,29 5,37 17,22 18,01 17,41 18,16 17,63 17,14 15,83 15,31 15,59
Sulbar 9,7 10,77 13,01 12,23 12,05 11,9 11,19 11,18 11,22 10,95 11,5
Maluku 10,2 10,24 20,76 19,27 18,44 19,36 19,26 18,29 17,85 17,65 17,99
Maluku Utara 2,66 2,8 8,06 7,64 7,41 6,22 6,41 6,44 6,62 6,91 6,97
Papua Barat 5,73 6,05 27,04 27,14 26,26 25,73 24,88 23,12 22,66 21,51 21,7
Papua 5,55 4,6 30,66 31,53 27,8 28,4 28,4 27,76 27,43 26,55 26,8
Indonesia 9,87 9,23 11,56 11,47 10,96 11,1 10,7 10,12 9,66 9,22 10,19

Sumber : BPS 2020

Tabel 1.1 menunjukan jumlah dan persentase penduduk miskin di setiap

provinsi di Indonesia. Hal tersebut menunjukan penduduk miskin di Indonesia

bertambah 2,76 juta jiwa pada periode tahun terkahir, dikarenakan faktor pandemi

Covid-19, jumlah penduduk miskin di Indonesia pada Maret 2020 mencapai 26,42

juta orang. Dibandingkan September 2019, jumlah penduduk miskin meningkat1

17
sebanyak 1,28 juta orang. Persentase penduduk miskin pada Maret 2020 tercatat

sebesar 9,78 persen, meningkat 0,56 persen poin terhadap September 2019 dan

meningkat 0,37 persen poin terhadap Maret 2019. Adapun peningkatan penduduk

miskin 2,76 juta jiwa tersebut, paling banyak dari perkotaan di mana kemiskinan di

perkotaan selama pandemi naik dari September 2019 6,56 persen menjadi 7,,88

persen di September 2020. Sedangkan, penduduk miskin di pedesaan meningkat

tipis, dari September 2019 12,60 persen menjadi 13,20 persen di September 2020.

Meski demikian, tingkat kemiskinan di pedesaan masih lebih tinggi dibandingkan

dengan perkotaan jika dilihat berdasarkan tahun 2010 hingga 2020. Yang dimana

angka persentase penduduk miskin cenderung sedikit stabil walaupu di beberapa

tahun yaitu tahun 2012 dan 2013 memiliki angka persentase yang tinggi yaitu

sebesar 11,56 dan 11,47 yang disebabkan karna adanya kenaikan inflasi yang tinggi

akibat kenaikan Bahan Bakar Minyak (BBM), karna hal tersebut membuat harga

bahan pokok mengalami kenaikan cukup tinggi yaitu sebesar 17,59%. Angka

persentase penduduk miskin tercatat lebih besar di wilayah perdesaan dibandingkan

dengan perkotaan dari total penduduk miskin di Indonesia.

Maka dari itu, berdasarkan Badan Pusat Statistik bahwa untuk mengukur

kemiskinan BPS menggunakan konsep kemampuan memenuhi kebutuhan dasar

(basic needs approach) konsep ini mengacu pada Handbook on Poverty Inequality

yang diterbitkann oleh Worldbank. Denngan pendekatan ini kemiskinan dipandang

sebagai ketidakmampuan dari sisi ekonomi untuk memenuhi kebutuhan dasar

makanan dan bukan makanan yang diukur dari sisi pengeluaran. Penduduk
18
dikategorikan sebagai penduduk miskin jika memiliki rata-rata pengeluaran per

kapita per bulan dibawah garis kemiskinan. Data diatas tercatat bahwa Provinsi

Papua, Papua Barat, Nusa Tenggara Timur, Maluku, dan Gorontalo memiliki

persentase penduduk miskin tertinggi pada tahun disetiap tahunnya, dimana data

menunjukan bahwa peringkat pertama masih di duduki oleh Papua yaitu sebesar

26,64 persen sama dengan 911,37 ribu jumlah penduduk miskin yang ada, lalu

peringkat kedua ada Provinsi Papua yaitu sebesar 21,37 persen dengan jumlah

prnduduk miskin 208,58 ribu jiwa, yang ketiga ada Provinsi Nusa Tenggara Timur

dengan jumlah penduduk miskin 1,153,76 dengan persentase 20,90 yang keempat

di duduki oleh Provinsi Maluku dengan total persentase 17,44 dan peringkat

terakhir ada Provinsi Gorontalo yaitu sebesar 15,22 jika dibandingkan dengan tahun

sebelumnya, kelima provinsi tersebut menunjukan masalah kemiskinan yang cukup

tinggi di bandingkan provinsi-provinsi lainnya.

Dalam rangka penanggulangan kemiskinan, pemerintah mengeluarkan

beberapa kebijakan. Pada tahun 2009 lahir peraturan Presiden Nomor 13 Tahun

2009 tentang Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan. Dalam peraturan ini

disebutkan bahwa arah kebijakam penanggulangan kemiskinan nasional

berpedoman pada Rencana Pembangunan Jangka Panjang (Pasal 2). Peraturan

lainnya yang dibuat untuk menanggulangi kemiskinan adalah Peraturan Presiden

Tahun 15 Tahun 2010 tentang Percepatan Penanggulangan Kemiskinan. Arah

kebijakan penanggulangan kemiskinan pada langkah ini berbeda dengan peraturan

sebelumnya.

19
Tabel 1. 2 Garis Kemiskinan Menurut 5 Provinsi Termiskin Di Indonesia
Tahun 2010-2020 (Rupiah)

PROVINSI 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019 2020

Papua 284.755 - 297.502 339.096 358.204 402.031 427.176 457.541 499.463 540.099 562.992

Papua 336.999 - 354.625 397.003 428.608 441.569 472.967 499.778 516.362 573.313 610.888
Barat

NTT 193.298 203.602 222.507 251.080 265..955 297.864 322.947 343.396 354.898 373.922 403.005

Maluku 257.630 268.701 295.904 346.599 361.022 399.632 414.302 436.865 456.457 508.727 573.685

Gorontalo 212.397 195.685 212.476 233.942 247.611 263.652 284.232 296.730 316.296 333.070 368.990

Sumber: BPS 2020

Dilihat dari Tabel 1.2 menunjukan hal yang positf dimana baik dari sisi garis

kemiskinan maupun jumlah penduduk miskin dari tahun 2010 hingga 2020 selalu

mengalami penurunan yang cukup baik. Pada tahun 2010 Papua, Papua Barat, Nusa

Tenggara Timur, Maluku, dan Gorontalo memiliki garis kemiskinan yang cukup

tinggi dimaana hal tersebut menunjukan pengeluaran untuk memenuhi kenutuhan

pokok setiap bulannya hannya sedikit, yaitu Papua sebesar 284.755 Papua Barat

336.999 Nusa Tenggara Timur sebesar 193.298 Maluku 257.630 dan Gorontalo

212.397. Dari data BPS, Nusa Tenggara Timur dan Gorontalo memmiliki garis

kemiskinan yang rendah diantara provinsi Papua, Papua Barat, dan Maluku.

Dimana hal tersebut menunjukan bahwa sebagian besar penduduknya adalah

petani, kebanyakan ditemukan di wilayah pedesaan. Di daerah tersebut masyarakat

20
adat sudah lama hidup di pinggir proses perkembangan ekonomi dan jauh dari

program-program pembangunan (yang diselenggarakan pemerintah atau lembaga

internasional). Migrasi ke daerah perkotaan adalah satu-satunya cara untuk

mendapatkan pekerjaan dan dengan demikian menghindari kehidupan dalam

kemiskinan, hal itu juga menunjukan bahwa adanya ketimpangan yang dialami

anatara perdesaan dan perkotaan.

Kualitas sumber daya manusia merupakan salah satu faktor penyebab

terjadinya penduduk miskin. Kualitas sumber daya manusia dapat dilihat dari

indeks kualitas hidup atau indeks pembangunan manusia. Rendahnya Indeks

Pembangunan Manusia (IPM) akan berakibat pada rendahnya produktivitas kerja

dari penduduk. Produktivitas yang rendah berakibat pada rendahnya perolehan

pendapatan. Sehingga dengan rendahnya pendapatan menyebabkan tingginya

jumlah penduduk miskin.

(Lanjouw dkk dalam Yani Mulyaningsih, 2008) menyatakan pembangunan

manusia di Indonesia adalah identik dengan pengurangan kemiskinan. Investasi di

bidang pendidikan dan kesehatan akan lebih bermakna bagi penduduk miskin

dibandingkan penduduk tidak miskin, karena bagi penduduk miskin aset utama

adalah pekerjaan fisik mereka. Keberadaan fasilitas pendidikan dan kesehatan yang

murah akan sangat membantu untuk meningkatkan produktivitas, dan pada

gilirannya meningkatkan pendapatan. Menurut penelitian sebelumnya oleh (Manik

(2013) dan Ady Soejoto dkk (2015). Oleh karna itu, dalam upaya pembangunan

21
ekonomi tidak lagi hanya berorientasi pada pendapatan ekonomi yang setinggi-

tingginya, tetapi juga mengarah pada kualitas dari pembangunan. Pembangunan

manusia dijadikan sebagai tujuan pembangunan, mengingat pentingnya peran

manusia dalam proses pembangunan ekonomi, maka peningkatan sumber daya

manusia perlu menjadi perhatian pemerintah.

Tabel 1. 3 Capaian Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Tahun 2010-2020.

PROVINSI 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019 2020

Papua 54,45 55,01 55,55 56,25 56,75 57,25 58,05 59,09 60,06 60,84 60,44

Papua Barat 59,60 59,90 60,30 60,91 61,28 61,73 62,21 62,99 63,74 64,70 65,09

NTT 59,21 60,24 60,81 61,68 62,26 62,67 63,13 63,73 64,39 65,23 65,19

Maluku 64,27 64,75 65,43 66,09 66,74 67,05 67,60 68,19 68,87 69,45 69,49

Gorontalo 62,65 63,48 64,16 64,70 65,17 65,86 66,29 67,01 67,71 68,49 68,68

Sumber: BPS 2020

Jika dilihat dari Tabel 1.3 berdasarkan hasil Badan Pusat Statistik (BPS)

setiap daerah yang merilis secara umum, pembangunan manusia Papua, Papua

Barat, Nusa Tenggara Timur, Maluku, Gorontalo terus mengalami kemajuan

selama periode 2010 hingga 2019, akan tetapi pada tahun 2020 mengalami

penurunan dikarenakan Pandemi Covid-19. Berdasarkan IPM Papua menurun dari

60,84 pada tahun 2019 menjadi 60,44 pada tahun 2020. Pertumbuhan pada periode

2019-2020 turun sebesar 0,66 persen. IPM Provinsi Papua Barat meningkat dari

59,60 pada tahun 2010 menjadi 64,70 pada tahun 2019. Selama dekade tersebut,
22
IPM Indonesia rata-rata tumbuh sebesar 0,92 persen per tahun dan meningkat dari

level “rendah” menjadi “sedang” sejak tahun 2012. Begitu pula Pandemi Covid-19

telah membawa sedikit perubahan juga terhadap dalam pencapaian pembangunan

manusia Papua Barat. IPM Provinsi Papua Barat tahun 2020 tercatat sebesar 65,09

atau tumbuh 0,60 persen, melambat dibandingkan dengan pertumbuhan tahun

sebelumnya. Dengan capaian ini, rata-rata pertumbuhan IPM Provinsi Papua Barat

tahun 2010-2020 menjadi sebesar 0,89 persen per tahun.

Secara umum, pembangunan manusia NTT terus mengalami kemajuan

selama periode 2011-2020. Selama periode tersebut, IPM NTT rata-rata tumbuh

sebesar 0,88 persen per tahun. Namun pada periode 2019-2020, IPM NTT menurun

sebesar 0,06 persen. Selama periode 2010 hingga 2020, pada periode 2020, tiga

komponen pembentuk IPM mengalami peningkatan yaitu Umur Harapan Hidup

(UHH), Harapan Lama Sekolah (HLS), dan Rata-rata Lama Sekolah (RLS),

sementara satu komponen pembentuk IPM mengalami penurunan yaitu

pengeluaran per kapita. Pengeluaran per kapita (harga konstan 2012) masyarakat

sebesar Rp. 7,598 juta pada tahun 2020, menurun Rp. 171 ribu dibandingkan tahun

sebelumnya. IPM Maluku meningkat dari 64,27 pada tahun 2010 menjadi 69,45

pada tahun 2019. Selama periode tersebut, IPM Maluku rata-rata tumbuh 0,87

persen per tahun, namun masih stagnan pada level “sedang”. Pandemi Covid-19

telah membawa sedikit perubahan dalam capaian pembangunan manusia Maluku.

IPM tahun 2020 tercatat sebesar 69,49 atau tumbuh 0,06 persen, melambat

dibandingkan pertumbuhan tahun sebelumnya. Dengan capaian ini, rata

23
pertumbuhan IPM tahun 2010-2020 menjadi sebesar 0,78 persen per tahun. IPM

Provinsi Gorontalo meningkat dari 62,65 pada tahun 2010 menjadi 68,49 pada

tahun 2019. Selama periode tersebut, IPM Provinsi Gorontalo rata-rata tumbuh

sebesar 1,00 persen per tahun, lebih cepat dibandingkan rata-rata pertumbuhan IPM

nasional yang sebesar 0,87 persen per tahun. Pada periode 2018-2019, IPM Provinsi

Gorontalo tumbuh 1,15 persen. Capaian pembangunan manusia Provinsi Gorontalo

yang sebesar 68,49 masuk dalam kategori IPM “sedang”.

Faktor lain penyebab terjadinya kemiskinan adalah pengangguran. Arsyad

(1997) menyatakan bahwa ada hubungan yang erat sekali antara tingginya tingkat

pengangguran dan kemiskinan. Berdasarkan Yesufu (2005) pengangguran

mengganggu kemajuan sosial, terutama pertumbuhan ekonomi di Nigeria,

meningkatkan secara umum hilangnya kesejahteraan dalam hal hilangnya

produktivitas, sehingga membawa pendapatan yang lebih rendah.

Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT), merupakan indikator untuk mengukur

tenaga kerja yang tidak terserap oleh pasar kerja. Pengangguran Terbuka

merupakan penduduk yang telah masuk dalam angkatan kerja tetapi tidak memiliki

pekerjaan dan sedang mencari pekerjaan, mempersiapkan usaha, serta sudah

memiliki pekerjaan tetapi belum mulai bekerja. Menurut Octaviani (2001), jumlah

pengangguran erat kaitannya dengan kemiskinan di Indonesia yang penduduknya

memiliki ketergantungan yang sangat besar atas pendapatan gaji atau upah yang

diperoleh saat ini. Hiilangnya lapangan pekerjaan menyebabkan berkurangnya

sebagian besar penerimaan yang digunakan untuk membeli kebutuhan sehari-hari.


24
Yang artinya bahwa semakin tinggi pengangguran maka akan meningkatkan

kemiskinan.

Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT), memperlihatkan persentase

pengangguran terhadap angkatan kerja. Tabel 1.4 menunjukkan angka Tingkat

Pengangguran Terbuka (TPT) secara keseluruhan di Indonesia dari Agustus tahun

2010, dan hingga Agustus 2019 TPT mengalami peningkatan. Namun pada setahun

terakhir, pengangguran bertambah 60 ribu orang, berbeda dengan TPT yang turun

menjadi 4,99 persen pada Februari 2020.

Dilihat dari tingkat pendidikan, TPT Sekolah Menengah Kejuruan (SMK)

masih yang paling tinggi diantara tingkat pendidikan lain, yaitu sebesar 8,49 persen.

Penduduk yang bekerja sebanyak 131,03 juta orang, bertambah 1,67 juta orang dari

Februari 2019. Lapangan pekerjaan yang mengalami peningkatan persentase

terutama Jasa Pendidikan (0,24 persen poin), Konstruksi (0,19 persen poin), dan

Jasa Kesehatan (0,13 persen poin). Sementara lapangan pekerjaan yang mengalami

penurunan terutama pada Pertanian (0,42 persen poin), Perdagangan (0,29 persen

poin), dan Jasa Lainnya (0,21 persen poin).

Persentase tertinggi pekerja pada Februari 2020 adalah pekerja penuh (jam

kerja minimal 35 jam per minggu) sebesar 69,90 persen. Sementara, pekerja tidak

penuh terbagi menjadi dua, yaitu pekerja paruh waktu (23,74 persen) dan pekerja

setengah penganggur (6,36 persen). Dalam setahun terakhir, persentase pekerja

25
setengah penganggur turun sebesar 1,01 persen poin, sedangkan persentase pekerja

paruh waktu meningkat sebesar 1,07 persen poin

Tabel 1. 4 Tingkat Pengangguran Terbuka Menurut Provinsi di Indonesia


Tahun 2010-2020.

Tingkat Pengangguran Terbuka Menurut Provinsi (Persen)


PROVINSI 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019 2020
ACEH 8,37 9,00 9,06 10,12 9,02 9,93 7,57 6,57 6,34 6,17 6,59
SUMATERA UTARA 7,43 8,18 6,28 6,45 6,23 6,71 5,84 5,60 5,55 5,39 6,91
SUMATERA BARAT 6,95 8,02 6,65 7,02 6,50 6,89 5,09 5,58 5,66 5,38 6,88
RIAU 8,72 6,09 4,37 5,48 6,56 7,83 7,43 6,22 5,98 5,76 6,32
JAMBI 5,39 4,63 3,20 4,76 5,08 4,34 4,00 3,87 3,73 4,06 5,13
SUMATERA SELATAN 6,65 6,60 5,66 4,84 4,96 6,07 4,31 4,39 4,27 4,53 5,51
BENGKULU 4,59 3,46 3,62 4,61 3,47 4,91 3,30 3,74 3,35 3,26 4,07
LAMPUNG 5,57 6,38 5,20 5,69 4,79 5,14 4,62 4,33 4,04 4,03 4,67
KEP. BANGKA
BELITUNG 5,63 3,86 3,43 3,65 5,14 6,29 2,60 3,78 3,61 3,58 5,25
KEP. RIAU 6,90 5,38 5,08 5,63 6,69 6,20 7,69 7,16 8,04 7,50 10,34
DKI JAKARTA 11,05 11,69 9,67 8,63 8,47 7,23 6,12 7,14 6,65 6,54 10,95
JAWA BARAT 10,33 9,96 9,08 9,16 8,45 8,72 8,89 8,22 8,23 8,04 10,46
JAWA TENGAH 6,21 7,07 5,61 6,01 5,68 4,99 4,63 4,57 4,47 4,44 6,48
DI YOGYAKARTA 5,69 4,39 3,90 3,24 3,33 4,07 2,72 3,02 3,37 3,18 4,57
JAWA TIMUR 4,25 5,38 4,11 4,30 4,19 4,47 4,21 4,00 3,91 3,82 5,84
BANTEN 13,68 13,74 9,94 9,54 9,07 9,55 8,92 9,28 8,47 8,11 10,64
BALI 3,06 2,95 2,10 1,83 1,90 1,99 1,89 1,48 1,40 1,57 5,63
NUSA TENGGARA
BARAT 5,29 5,25 5,23 5,30 5,75 5,69 3,94 3,32 3,58 3,28 4,22
NUSA TENGGARA
TIMUR 3,34 3,11 3,04 3,25 3,26 3,83 3,25 3,27 2,85 3,14 4,28
KALIMANTAN BARAT 4,62 4,60 3,54 3,99 4,04 5,15 4,23 4,36 4,18 4,35 5,81
KALIMANTAN
TENGAH 4,14 3,54 3,14 3,00 3,24 4,54 4,82 4,23 3,91 4,04 4,58
KALIMANTAN
SELATAN 5,25 6,29 5,19 3,66 3,80 4,92 5,45 4,77 4,35 4,18 4,74
KALIMANTAN TIMUR 10,10 11,43 9,02 7,95 7,38 7,50 7,95 6,91 6,41 5,94 6,87
KALIMANTAN UTARA - - - - - 5,68 5,23 5,54 5,11 4,49 4,97
SULAWESI UTARA 9,61 10,10 7,98 6,79 7,54 9,03 6,18 7,18 6,61 6,01 7,37
SULAWESI TENGAH 4,61 6,78 3,95 4,19 3,68 4,10 3,29 3,81 3,37 3,11 3,77
SULAWESI SELATAN 8,37 8,13 6,01 5,10 5,08 5,95 4,80 5,61 4,94 4,62 6,31
26
SULAWESI TENGGARA 4,61 4,69 4,14 4,38 4,43 5,55 2,72 3,30 3,19 3,52 4,58
GORONTALO 5,16 6,74 4,47 4,15 4,18 4,65 2,76 4,28 3,70 3,76 4,28
SULAWESI BARAT 3,25 3,35 2,16 2,35 2,08 3,35 3,33 3,21 3,01 2,98 3,32
MALUKU 9,97 10,81 7,71 9,91 10,51 9,93 7,05 9,29 6,95 6,69 7,57
MALUKU UTARA 6,03 5,34 4,82 3,80 5,29 6,05 4,01 5,33 4,63 4,81 5,15
PAPUA BARAT 7,68 6,73 5,42 4,40 5,02 8,08 7,46 6,49 6,45 6,43 6,80
PAPUA 3,55 5,02 3,71 3,15 3,44 3,99 3,35 3,62 3,00 3,51 4,28
INDONESIA 7,14 7,48 6,13 6,17 5,94 6,18 5,61 5,50 5,30 5,23 7,07
Sumber: BPS 2020

Tingkat Pengangguran Terbuka, yaitu persentase pengangguran terhadap angkatan

kerja, berdasarkan tabel 1.4 menunjukan angka Tingkat Pengangguran Terbuka

secara keseluruhan disetiap provinsi di Indonesia dan diketahui bahwa Tingkat

Pengangguran Terbuka yang dimiliki Papua, Papua Barat, Nusa Tenggara Timur,

Maluku, dan Gorontalo memiliki angka persentase yang tidak stabil dibandingkan

dengan provinsi lain, karena jika semakin kecil persentase TPT hal ini juga

menunjukan semakin besarnya tenaga kerja yang terserap dalam lapangan usaha

atau sektor, hal ini juga mencerminkan kestabilan suatu daerah di bidang

ketenagakerjaan. Apabila terlalu banyak tenaga kerja yang tidak tertampung di

lapangan usaha atau sektor maka sangat terbatas untuk menyerap tenaga kerja yang

terindikasi melalui TPT yang tinggi, maka akan berpotensi menimbulkan masalah

sosial seperti kejahatan, demonstrasi, dan lainnya.

Berdasarkan dengan uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa meningkatkan

Indeks Pembangunan Manusia dapat dilakukan dengan meningkatkan kualitas

sumber daya manusia dimana hal tersebut membuktikan bahwa semakin tinggi

kualitas diri maka semakin produktif masyarakat untuk melakukan pengembangan

27
diri. Dimana hal tersebut juga mempengaruhi tingkat pengangguran. Maka dari itu

peneltian dapat menyimpulkan untuk melakukan penelitian dengan judul “Analisi

Pengaruh Indeks Pembangunan Manusia (IPM) dan Tingkat Pengangguran

Terbuka (TPT) Terhadap Kemiskinan di 5 Provinsi Termiskin di Indonesia”.

B. Rumusan masalah

Berdasarkan uraian tersebut maka perumusan masalah dapat dikaji dan

dianalisis lebih lanjut dalam penelitian ini adalah:

1. Bagaimana pengaruh Indeks Pembangunan Manusia (IPM) terhadap

Kemiskinan di 5 Provinsi Termiskin di Indonesia (Studi Kasus : Provinsi

Papua, Papua Barat, NTT, Maluku, Gorontalo Tahun 2010-2020)?

2. Bagaimana pengaruh Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) terhadap

Kemiskinan di 5 Provinsi Termiskin di Indonesia (Studi Kasus : Provinsi

Papua, Papua Barat, NTT, Maluku, Gorontalo Tahun 2010-2020)?

3. Bagaimana pengaruh Indeks Pembangunan Manusia (IPM) dan Tingkat

Pengangguran Terbuka (TPT), secara bersamaan terhadap terhadap

Kemiskinan di 5 Provinsi Termiskin di Indonesia (Studi Kasus : Provinsi

Papua, Papua Barat, NTT, Maluku, Gorontalo Tahun 2010-2020)?

28
C. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian berdasarkan rumusan permasalahan dan latar belakang

yang telah diuraikan adalah:

1. Mengkaji pengaruh Indeks Pembangunan Manusia (IPM) terhadap

Kemiskinan di Provinsi Papua, Papua Barat, NTT, Maluku, dan Gorontalo.

2. Mengkaji pengaruh Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) terhadap terhadap

Kemiskinan di Provinsi Papua, Papua Barat, NTT, Maluku, dan Gorontalo.

3. Mengkaji pengaruh Indeks Pembangunan Manusia (IPM) dan Tingkat

Pengangguran Terbuka (TPT) secara bersamaan terhadap terhadap

Kemiskinan di Provinsi Papua, Papua Barat, NTT, Maluku, dan Gorontalo.

D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat kepada:

1. Bagi Masyarakat, Sarana untuk menambah ilmu pengetahuan tentang Indeks

Pembangunan Manusia (IPM) dan Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT),

terhadap Kemiskinan di Provinsi Papua, Papua Barat, NTT, Maluku, dan

Gorontalo.

2. Bagi Pemerintah, Masukan bagi pemerintah berupa analisis pengaruh dari

Indeks Pembangunan Manusia (IPM) dan Tingkat Pengangguran Terbuka

(TPT), terhadap Kemiskinan di Provinsi Papua, Papua Barat, NTT, Maluku,

dan Gorontalo.

29
3. Bagi Peneliti, Menambah pengetahuan baru dan memberikan motivasi serta

sumbangsih pemikiran untuk menurunkan tingkat kemiskinan dan

meningkatkan kesejahteraan masyarakat di Provinsi Papua, Papua Barat,

NTT, Maluku, dan Gorontalo melalui efektivitas (Indeks Pembangunan

Manusia dan Tingkat Penganguran Terbuka.

30
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Landasan Teori

1. Kemiskinan

Menurut (Grusky dan Kanbur, 2006), sejak perang dunia

mendefinisikan kemiskinan dalam istilah moneter, definisi arus utama

menggunakan tingkat pendapatan atau pola konsumsi dalam mengukur

kemiskinan dan memperkirakan jumlah orang miskin yang berada di bawah

garis kemiskinan dengan hormat ke tingkat pendapatan atau konsumsi. Hal

ini menjadi masalah pembangunan yang dapat terjadi dimana saja, baik di

negara maju maupun negara berkembang dan ini sudah menjadi suatu hal

yang fenomenal di negara berkembang khususnya Negara Indonesia,

dikarenakan rendahnya penghasilan kualitas sumber daya manusia (SDM) itu

sendiri.

Menurut World Bank (2010), mendefinisikan kemiskinan sebagai

kekurangan dalam kesejahteraan, dan terdiri dari banyak dimensi. Hal ini

termasuk penghasilan rendah dan keidak mampuannya untuk mendapatkan

barang dasar dan layanan yang diperlukan untuk bertahan hidup. Kemiskinan

menegaskan bahwa, program pemberdayaan masyarakat dirancangkan oleh

pemerintah untuk memecahkan tiga masalah utama pembangunan yakni

31
pengangguran, ketimpangan, dan pengentasan kemiskinan Sumodiningrat

(1999:202). Upaya pengentasan kemiskinan yang dianjurkan menurut

kebijaksanaan pemberdayaan masyarakat tak lain adalah kebijaksanaan

memberi ruang gerak, fasilitas publik dan kesempatan-kesempatan yang

kondusif bagi maraknya kemampuan dan kemungkinan kelompok

masyarakat miskin untuk mengatasi masalah mereka sendiri dan tidak untuk

menekan dan mendesak mereka ke pinggir-pinggir atau ke posisi

ketergantungan (Yulianto Kadji dalam Hikmat, 2004:6).

a. Penyebab Kemiskinan

Kuncoro (2010) adanya kemiskinan merupakan suatu masalah yang

sangat kompleks, adapun sebab-sebabnya :

1.) Secara mikro, kemiskinan muncul karena adanya ketidaksamaan pola

pemikiran sumber daya yang menimbulkan distribusi pendapatan yang

keimpang.

2.) Kemiskinan muncul akibat perbedaan dalam kualitas sumber daya

manusia (SDM) yang rendah berarti produktivitasnya rendah yang pada

akhirnya akan mengakibatkan perolehan uppah yang rendah juga.

Keadaan kualitas SDM ini diakibatkan oleh rendahnya Pendidikan di

kalangan penduduk miskin, selain itu ada faktor diskriminasi atau

keturunan.

3.) Kemiskinan muncul dikarenakan perbedaan akses dalam modal.

32
b. Teori Lingkaran Kemiskinan

Penyebab kemiskinan bermuara pada teori lingkaran kemiskinan dari

Nurkse. Lingkaran kemiskinan adalah suatu rangkaian kekuatan yang saling

mempengaruhi suatu keadaaan dimana suatu negara akan tetap miskin dan

akan banyak mengalami kesukaran untuk mencapai tingkat pembangunan

yang lebih baik. Adanya keterbelakangan dan ketertinggalan sumber daya

manusia (yang tercermin oleh tingkat pendidikan yang rendah),

ketidaksempurnaan pasar, dan kurangnya modal menyebabkan rendahnya

produktivitas. Rendahnya produktivitas mengakibatkan rendahnya

pendapatan yang mereka terima. Rendahnya pendapatan akan berimplikasi

pada rendahnya tabungan dan investasi. Rendahnya investasi berakibat pada

rendahnya akumulasi modal sehingga proses penciptaan lapangan kerja

rendah (tercemin oleh tingginya jumlah pengangguran). Rendahnya

akumulasi modal disebabkan oleh keterbelakangan dan seterusnya

(Kuncoro, 1997: 132).

c. Ukuran Kemiskinan

Arsyad (2004) dalam mengukur kemisikinan dibagi dua macam cara

yaitu kemiskinan absolute dan kemiskinan relaif :

1.) Kemiskinan Absolut

Yaitu ukuran yang mengaitkan kemiskinan dengan tingkat pendapatan

dan kebutuhan. Apabila pendapatan tidak mencapai kebutuhan

33
minimum, maka orang dapat dikatakan miskin. Kesulitan utama

dalam konsep pengukuran kemiskinan secara absolut yaitu

menentukan komposisi dan tingkat kebutuhan minimum karena

dengan keduanyan tidak hanya di pengaruhi oleh faktor adat istiadat

saja melainkan juga diakibatkan oleh iklim dan faktor ekonomi

lainnya.

2.) Kemiskinan Relatif

Kemiskinann ini disebabkan oleh ketimpangan distribusi pendapatan.

Menurut beberapa pakar berpendapat bahwa jika pendapatan

seseorang sudah mencapai tingkat kebutuhan dasar minimum, namun

ternyata pendapatan orang tersebut masih jauh lebih rendah jika

dibandingkan dengan pendapat lingkungan sekitarnya, maka orang

tersebut masuk dalam kategori orang miskin.

d. Indikator Kemiskinan

Menurut Badan Pusat Statistik, terdapat beberapa indikator dalam

mengukur kemiskinan antara lain:

1.) Head Count Index (HCI – P0) adalah presentase penduduk yang

berada dibawah Garis kemiskinan (GK).

2.) Indeks Kedalaman Kemiskinan (Poverty Gap Index, P1) yaitu

merupakan ukuran rata-rata kesenjangan pengeluaran masing-masing

penduduk miskin terhadap garis kemiskinan. Semakin tinggi nilai

34
indeks, maka semakin jauh rata-rata pengeluaran penduduk dari garis

kemiskinan.

3.) Indeks Keparahan Kemiskinan (Poverty Saverity Index, P2) yaitu

adalah gambaran mengenai penyebaran pengeluaran di antara

penduduk miskin. Semakin tinggi nilai indeks, maka akan semakin

tinggi ketimpangan pengeluaran di antara penduduk miskin.

2. Indeks Pembangunan Manusia

Dalam UNDP (United Nations Development Programme), Pembangunan

manusia adalah suatu proses untuk memperbesar pilihan-pilihan bagi manusia (“a

process of enlarging people’s choices”) (Marhoji dan Nurkhasanah, 2019:56)

Menyatakan bahwa Indeks Pembangunan Manusia (IPM) merupakan suatu angka

yang mengukur capaian pembangunan manusia berbasis sejumlah komponen dasar

kualitas hidup yang dapat mempengaruhi tingkat produktivitas yang dihasilkan oleh

seseorang. Namun pada semua tingkatan pembangunan, terdapat tiga pilihan paling

mendasar yaitu umur panjang dan hidup sehat, memperoleh pendidikan dan

memiliki kemampuan untuk mengakses berbagai sumber kebutuhan agar dapat

secara hidup layak. Apabila ketiga hal mendasar tersebut terpenuhi maka pilihan

lainnya juga tidak dapat dijangkau dengan baik.

Indeks Pembangunan Manusia (IPM) atau Human Development Index (HDI)

merupakan ukuran dari harapan untuk hidup, kemampuan membaca dan menulis,

pendidikan dan standar atau kualitas hidup untuk semua negara di dunia. IPM
35
berguna untuk proses klasifikasi apakah sebuah negara merupakan negara maju,

negara berkembang atau negara terbelakang, atau mengukur pengaruh

kebijaksanaan ekonomi terhadap kualitas hidup manusia.

IPM dikembangkan oleh Amartya Sen pemenang nobel India dan Mahbub ul

Haq ekonom Pakistan, serta dibantu oleh Gustav Ranis (Universitas Yale) dan Lord

Meghnad Desai (London School of Economics) tahun 1990. Sejak itu, IPM gunakan

oleh PBB dalam laporan IPM tahunannya. IPM difokuskan untuk hal-hal yang lebih

peka dan berguna dari pada hanya sekadar melihat pendapatan perkapita yang

selama ini digunakan. IPM juga digunakan para peneliti yang serius sebagai media

untuk mengetahui hal-hal yang lebih terinci dalam membuat laporan pembangunan

manusianya.

a. Dimensi Dasar IPM

Dalam menghitung Indeks Pembangunan Manusia (IPM) digunakan tiga dimensi

sebagai dasar pengukurannya :

(a.) Umur panjang dan hidup sehat pengukurannya dengan angka harapan hidup

saat kelahiran Umur Harapan Hidup (UHH) merupakan rata-rata perkiraan

banyaknya tahun yang dapat dijalan oleh seseorang selama hidup sejak

kelahirannya. Angka harapan hidup dihitung melalui pendekatan tak langsung

(indirect estimation). Jenis data yang digunakan adalah Anak Lahir Hidup

(ALH) dan Anak Masih Hidup (AMH). Program Mortpack digunakan untuk

menghitung angka harapan hidup dalam menginput data ALH dan AMH.

Pemilihan Metode Trussel dengan model West, sesuai dengan histori

36
kependudukan dan kondisi Indonesia dan negara-negara Asia Tenggara

umumnya (Preston, 2004). Sesuai standar UNDP, Indeks harapan hidup

dihitung dengan angka tertinggi sebagai batas maksimum dipakai 85 tahun dan

terendah adalah 20 tahun.

(b.) Angka Harapan Sekolah (AHS) dan Angka Rata-rata Lama Sekolah (ARRLS)

(Dimensi Pengetahuan). Dimensi pengetahuan sebagai pembentuk IPM diukur

melalui indeks tingkat pendidikan. Indikator yang digunakan adalah Rata - rata

Lama Sekolah (mean years of schooling) dan Harapan Lama Sekolah (expected

years of schooling), dua indikator ini diberi bobot yang sama, kemudian

digabung dan digunakan sebagai komponen pembentuk IPM.

Harapan lama sekolah adalah lamanya bersekolah (dalam tahun) yang

diharapkan mampu dilalui oleh anak atau penduduk berusia 7 tahun ke atas

pada yang akan mendatang. Harapan lama sekolah digunakan untuk

mengetahui kondisi pembangunan sistem pendidikan pada berbagai jenjang

dalam bentuk lamanya pendidikan (tahun) yang diharapkan dapat dicapai oleh

setiap anak (penduduk). Harapan lama sekolah menggunakan batasan yang

disepakati UNDP, batas maksimum adalah 18 tahun, sedangkan batas

minimumnya 0 (nol) tahun.

Rata-rata lama sekolah menggambarkan jumlah tahun yang digunakan oleh

penduduk usia 25 tahun ke atas selama atau dalam menjalani pendidikan

formal. Rata-rata lama sekolah dihitung menggunakan batasan yang disepakati

37
oleh UNDP. Rata-rata lama sekolah memiliki batas maksimumnya 15 tahun

dan batas minimum sebesar 0 tahun.

(c.) Standar kehidupan layak yang diturunkan dari Produk Domestik Bruto/PDB

(kemampuan belanja per kapita). Dimensi lain IPM adalah standar hidup layak.

Secara luas, standar hidup layak menunjukkan tingkat kesejahteraan yang

dapat dinikmati oleh penduduk sebagai dampak semakin membaiknya

perekonomian. UNDP menggunakan Produk Nasional Bruto (PNB) per kapita

yang disesuaikan untuk mengukur standar hidup layak, sedangkan BPS

menggunakan rata-rata pengeluaran per kapita riil yang disesuaikan dengan

paritas daya beli (purcashing power parity) dengan basis Formula Rao.

𝑚
1⁄
𝑃𝑖𝑗 𝑚
𝑃𝑃𝑃𝑗 = ∏ ( )
𝑃𝑖𝑘
𝑖=1

Pengukuran paritas daya beli berdasarkan 96 komoditas bahan Keterangan:

PPPj : Paritas Daya Beli di wilayah j

Pij : Harga komoditas I di kabupaten/kota j

Pik : Harga komodita I di provinsi k

m : Jumlah komoditas

b. Manfaat IPM

Menurut Badan Pusat Statisitik (BPS) pengukuran Indeks Pembangunan

Manusia (IPM) bermanfaat untuk : (a) Mengukur keberhasilan pembangunan

38
kualitas hidup masyarakat atau penduduk, (b) Menentukan peringkat pembangunan

pada suatu wilayah atau negara, dan (c) Bagi Indonesia, digunakan sebagai ukuran

kinerja pemerintah dan salah satu alokator penentuan besaran Dana Alokasi Umum

(DAU).

c. Penyusunan IPM

Sebelum perhitungan angka IPM, masing-masing komponen pembentuk harus

dihitung indeksnya, dengan menggunakan formulasi sebagai berikut :

IndeksAHH = AHH - AHHmin


AHHmax - AHHmin

IndeksHLS = HLS - HLSmin


HLSmax - HLSmin

IndeksHLS = RLS – RLSmin


RLSmax - RLSmin

Indekspengetahuan =IndeksHLS – IndeksRLS

Indekspengeluaran = In(pengeluaran) – In(pengeluaranmin)

In(pengeluaranmax) – In(pengeluaranmin)

Penghitungan indeks komponen IPM menggunakan batas maksimum dan

minimum sebagai berikut :

39
Tabel 2. 1 Perhitungan Indeks Komponen IPM

Komponen Satuan Minimun Maksimum

Angka Harapan Hidup (AHH) Tahun 20 85

Harapan Lama Sekolah (HLS) Tahun 0 18

Rata-Rata Lama Sekolah (RLS) Tahun 0 15

Pengeluaran per Kapita Rupiah 1.007.436 26.572.325

Sehingga nilai IPM dapat dihitung sebagai :

𝟑
𝑰𝑷𝑴 = √𝑰𝒏𝒅ⅇ𝒌𝒔Kesehatan x IndeksPendidikan x Indekspengeluaran

Capaian pembangunan manusia dalam suatu wilayah pada waktu tertentu

dikelompokkan ke dalam empat kelompok. Pengelompokkan dimaksudkan untuk

mengkluster wilayah tertentu dalam implementasi kebijakan pembangunan

manusia.

Tabel 2. 2 Pengelompokan Capaian IPM

Angka IPM Status

IPM ≥ 80 Sangat Tinggi

70 ≤ IPM < 80 Tinggi

60 ≤ IPM < 70 Sedang

IPM < 60 Rendah

40
3. Tingkat Pengangguran

Pengangguran adalah ukuran yang dilakukan jika seseorang tidak memiliki

perkerjaan tetapi mereka melakukan upaya aktif dalam empat minggu terakhir

untuk mencari pekerjaan (Kaufman & Hotchkiss, 1999). Secara umum pengertian

pengangguran adalah orang yang belum memiliki pekerjaan tetap atau Angkatan

kerja yang sedang mencari pekerjaan. Kebutuhan manusia banyak dan beragam,

karena itu mereka berusaha untuk memenuhi kebutuhannya, hal yang biasa mereka

lakukan adalah bekerja untuk mendapatkan penghasilan. Apabila mereka tidak

bekerja atau menganggur, konsekuensinya adalah tidak dapat memenuhi kebutuhan

dengan baik, kondisi ini dapat membawa dampak bagi terciptanya dan

membengkaknya jumlah penduduk miskin yang ada.

Menurut Sukirno (2004), efek buruk dari pengangguran adalah mengurangi

pendapatan masyarakat yang pada akhirnya mengurangi tingkat kemakmuran yang

telah dicapai seseorang. Berhasil atau tidaknya mengatasi masalah pengangguran

sangat tergantung pada proses adaptasi yang diterapkan untuk merespon ekonomi

global yang selalu berubah (Dutt, Mitra, & Ranjan, 2009).

Pengangguran dibagi menjadi dua klasifikasi yaitu:

a.) Penangguran Terbuka, menurut BPS 2020 pengangguran terbuka adalah

penduduk yang telah masuk dalam angkatan kerja tetapi tidak memiliki

pekerjaan dan sedang mencari pekerjaan, mempersiapkan usaha, serta sudah

memiliki pekerjaan tetapi belum mulai bekerja.

Rumus menghitung TPT : a = Jumlah Pengangguran


𝒂
TPT = x 100% b = Jumlah Angkatan Kerja
𝒃
41
b.) Setengah Menganggur, yaitu adalah penduduk atau angkatan kerja yang

bekerja kurang dari 35 jam dalam seminggu, tidak termasuk yang bekerja

sementara.

a. Jenis Pengangguran

Sumarsono (2003) pengangguran terjadi karena ketidaksesuaian antara

permintaan dan penyedian dalam pasar kerja. Adapun bentuk-bentuk pengangguran

sebagai berikut:

a.) Pengangguran Normal atau Friksional

Pengangguran normal atau friksional merupakan pengangguran yang terjadi

karena kesulitan dalam mempertemukan pencari kerja dengan lowongan

kerja yang ada.

b.) Pengangguran Musiman

Pengangguran musiman adalah pengangguran yang terjadi karena musim.

Kegiatan ekonomi masyarakat sering kali terpengaruh oleh irama musim.

Ada musim giat sehingga banyak permintaan tenaga kerja dan masa-masa

dimana kegiatan mengendur. Pergantian antara giat dan kendur secara

teratur setiap tahun. Selama kegiatan mengendur terjadi pengangguran yang

akan terpecahkan secara otomatis bila tiba masa giat kembali.

c.) Pengangguran Siklikal

42
Pengangguran siklikal yaitu pengangguran yang terjadi karena suatu

keadaan dimana pengusaha kehilangan kepercayaan terhadap peluang di

masa depan, sehingga sikap pesimisme yang timbul membawa dampak

negatif pada kesempatan kerja yang mengakibatkan naiknya tingkat

pengangguran.

d.) Pengangguran Struktural

Pengangguran struktural yaitu terjadi karena perubahan dalam struktur atau

komposisi perekonomian. Adanya perubahan dalam struktur yang

memerlukan perubahan keterampilan tenaga kerja yang dibutuhkan,

sedangkan pihak pencari kerja tidak mampu menyesuaikan diri dengan

keterampilan baru tersebut.

e.) Pengangguran Teknologi

Pengangguran teknologi yaitu pengangguran yang terjadi karena

penggunaan mesian dan kemajuan teknologi. Hal ini ditimbulkan dari

adanya pergantian negara manusia oleh mesin dan bahan kimia. Perubahan

ini dapat menyebabkan pekerja harus diganti untuk bisa menggunakan

teknologi yang diterapkan.

b. Dampak Pengangguran

Feriyanto (2014) ada beberapa dampak yang ditimbulkan akibat adanya

pengangguran antara lain:

1.) Dampak pengangguran terhadap perekonomian

43
a.) Pengangguran menyebabkan pendapatan pajak pemerintah berkurang.

b.) Pengangguran tidak menggalakan pertumbuhan ekonomi

c.) Pengangguran dapat menyebabkan masyarakat tidak dapat

memaksimumkan pendapatan nasional yang sebenarnya dicapai lebih

rendah dari pada pendapatan nasional potensional.

2.) Dampak pengangguran bagi individu masyarakat

a.) Pengangguran dapat menyebabkan kehilangan mata pencaharian dan

pendapatan.

b.) Pengangguran menyebabkan kehilangan keterampilan.

c.) Pengangguran dapat menyebabkan timbulnya penyakit sosial masyarakat.

B. Penelitian Terdahulu

Dalam penelitian ini, penulis menggunakan penelitian terdahulu

sebagai tolak ukur dan acuan untuk menyelesaikannya, penelitian terdahulu

memudahkan penulis dalam menentukan langkah-langkah yang sistematis

untuk penyusunan penelitian dari segi teori maupun konsep. Penelitian

terdahulu merupakan refrensi bagi peneliti dalam melakukan penelitian.

Teori, konsep-konsep, analisis, kesimpulan, kelemahan, dan keunggulan

pendekatan yang dilakukan orang lain dalam penelitian, penulis harus belajar

dari penelitian lain, untuk menghindari duplikasi dan pengulangan penelitian

atau kesalahan yang sama seperti yang dibuat oleh peneliti sebelumnya

(Zainuddin,2008).

44
Tabel 2. 3 Penelitian Terdahulu

No Judul Penulis Hasil Persamaan Perbedaan


(Tahun)
1. Determinan Fajrin Dapat disimpulkan bahwa Variabel Tidak meneliti
Kemiskinan Hardinandar hasil estimasi dan analisi s Dependen : Tingkat
(Studi kasus 29 (2019) yang dijelaskan Tenaga Meneliti Pengaruh Produktivitas
Kota/Kabupaten Kerja tidak berpengaruh Kemiskinan Sumber Daya
di Provinsi siginifikan terhadap Manusia dan
Papua). tingkat kemiskinan di IPM terhadap
Provinsi Papua, Tingkat Kesejahteraan
Pendidikan berpengaruh Masyarakat.
negative terhadap
kemisikinan di Provinsi
Papua, dan PDRB
berpengruh negative
terhadap kemiskinan di
Provinsi Papua.

2. Analisa Charley M. Hasil penelitian Variabel Tidak meneliti


Pembangunan Maria .K menunjukan bahwa semua Independen: Tingkat
Manusia dan Achmad. R. P komponen IPM memiliki Meneliti Analisa Pengangguran
Pengaruhnya (2019) hubungan yang positif dan IPM dan Terbuka, dan
Terhadap signifikan dengan IPM, Pengaruhnya Kemisknan.
Kesejahteraan IPM berpengaruh positif Kesejahteraan
Masyarakat Di dan signifikan terhadap Masyarakat.
Provinsi Papua. pendapatan perkapita di
Provinsi Papua, dan IPM
berpengaruh negatif dan
signifikan terhadap tingkat
45
kemiskinan di Provinsi
Papua.

3. Analisis Pengaruh Ari Kristin. P Berdasarkan hasil Meneliti Tidak meneliti


Indeks U. Sulia. S penelitian disimpulkan Pengangguran, secara spesifik
Pembangunan (2018) IPM berpengaruh dan Kemiskinan tentang
Manusia (IPM), signifikan negatif Meneliti Pengaruh Tingkat
Pertumbuhan terhadap tingkat IPM Pengangguran
Ekonomi dan kemiskinan, Pertumbuhan Terbuka.
Pengangguran ekonomi tidak
Terhadap berpengaruh signifikan
Kemiskinan di terhadap penurunan
Indonesia. tingkat kemiskinan.
Pengangguran
berpengaruh positif
terhadap kemiskinan dan
dapat memediasi antara
IPM dan kemiskinan. IPM
dapat mengurangi tingkat
kemiskinan melalui
penganguran.

46
4. Pengaruh Kualitas Reni Mustika Kualitas Pendidikan Meneliti Tidak meneliti
Sumber Daya kualitas kesehatan, Pengaruh Kualitas Tingkat
Manusia, pertumbuhan ekonomi dan Sumber Daya Pengangguran
Pertumbuhan rasio gender secara Manusia, dan Terbuka.
Ekonomi, dan bersama-sama Tingkat
Rasio Gender mempunyai pengaruh Kemiskikan
Terhadap Tingkat yang signifikan terhadap
Kemisikinan di tingkat kemiskinan di
Provinsi Sumatera provinsi Sumatera Barat.
Barat. Artinya semakin tinggi
kualitas Pendidikan dan
kualitas kesehatan maka
akan berkurang tingkat
kemiskinan di Provinsi
Sumatera Barat.

5. Analisis Pengaruh Saparuddin .M Dapat disimpulkan bahwa Variabel Populasi yang


Indeks Ari Saptono secara parsial indeks Independen : secara luas
Pembangunan As’ad Samsul pembangunan manusia Indeks yaitu diteliti
Manusia dan berpengaruh dan Pembangunan se-Indonesia.
Tingkat signifikan terhadap Manusia dan
Pengangguran kemiskinan di Indonesia. Tingkat
Terbuka Terhadap Kedua, Berdasarkan Pengangguran
Kemiskinan Di analisis dalam model Terbuka.
Indonesia random effect
menggunakan uji t dapat Variabel
disimpulkan bahwa secara Dependen :
parsial tingkat Kemsikinan
pengangguran terbuka
berpengaruh dan tidak
signifikan terhadap
kemiskinan di Indonesia.
47
Ketiga, Berdasarkan
analisis dalam model
random effect dan
menggunakan uji f dapat
disimpulkan bahwa indeks
pembangunan manusia
dan tingkat pengangguran
terbuka berpengaruh dan
signifikan secara bersama-
sama terhadap kemiskinan
di Indonesia

6. Perkembangan Ulah Tri. W Tingkat kesejahteraan Variabel Tidak meneliti


Kesejahteraan Tukiran yang ada di Papua Imdependen: Tingkat
Penduduk di (2003) memiliki perbedaan antar meneliti Pengangguran
Provinsi Papua wilayah, usaha dalam Kesejahteraan Terbuka, dan
peningkatan kesejahteraan Masyarakat / Kemiskinan.
menghadapi berbagai Indeks
kendala, baik dari kondisi Pembangunan
fisik maupun sosial Manusia
budaya masyarakat yang
ada pada ketiga wilayah
tersebut. pembangunan
wilayah yang pada
dasarnya berusaha
meningkatkan taraf
kesejahteraan rakyat
masih sangat perlu
mempertimbangkann
kondisi sosio-antropologis
masyarakat daerah
pegunungan, pedalaman,
48
dan pantai yang sangat
berbeda karakteristiknya.

7. HRM Practices in S. Martono Berdasarkan hasil Variabel Tidak meneliti


Indonesia : the Vini Wiranto tersebut, terdapat Independen : yaitu Tingkat
Contibuting (2018) pengaruh Praktek Human meneliti Pengangguran
Power of Resource Management Sumber Daya Terbuka, dan
Embeddness and (HRM) pada pelaksanaan Manusia Kemiskinan.
Support. tugas, yaitu praktek HRM
yang lebih baik, maka
semakin meningkat
kinerja tugas karyawan.
Kedekatan pekerjaan dan
dukungan organisasi juga
dipengaruhi oleh praktek
HRM. Hal ini juga
membuktikan keterikatan
pekerjaan itu dan
dukungan organisasi yang
juga bisa meningkatkan
kinerja tugas karyawan

8. The Role Of The Sudarian Berdasarkan hasil yang Variabel Tidak meneliti
Natural Resource Omar Dhanny telah dibahas Dependen : Imdeks
Sector And (2017) sebelumnya maka dapat Meneliti Pembangunan
Government Kemiskina, Manusia dan
disimpulkan bawa,
Spending For Tingkat
variabel sektor sumber
Education Pengangguran
daya alam dan
Towards Poverty Terbuka.
pengeluaran pemerintah
Reduction In East
untuk pendidikan tidak
Kalimantan
berpengaruh pada
49
pertumbuhan
pendapatan kapita
Kabupaten/Kota di
Provinsi Kalimantan
Timur.

9. Special autonomy Purwoko Aji Berdasarkan hasil bahwa Variabel Tidak meneliti,
policy evaluation Bambang. S Evaluasi kebijakan Independen: Tingkat
to improve Irwan Noor otonomi khusus meneliti Pengangguran
community M. Khairul. M berpengaruh siognifikan Kesejahteraan Terbuka, dan
welfare in Papua (2019) untuk meningkatkan Masyarakat di Kemiskinan.
province Kesejahteraan Masyarakat Provinsi Papua.
Indonesia di Provinsi Papua.

10. Effect of Hendricus. L Berdasarkan hasil analisis Variabel Tidak meneliti


Government (2019) dan pembahasan: Independen : Tingkat
Expenditures and 1. Belanja modal Meneliti tentang Pengangguran
Banking Loan berpengaruh langsung Pembangunan Terbuka.
Distribution on positif dan signifikan Sumber Daya
the Performance terhadap peningkatan Manusia.
of Human Investasi swasta, tingkat
Resource pendidikan, lapangan
Development in kerja dan IPM di Provinsi
Papua Province Papua.
2. Alokasi pinjaman
konsumen perbankan
memiliki pengaruh positif
dan
berpengaruh langsung
secara signifikan terhadap
50
investasi swasta, tingkat
pendidikan dan IPM tetapi
tidak signifikan secara
langsung
penyerapan tenaga kerja
tetapi melalui tingkat
pendidikan dan investasi
swasta,
3. Investasi swasta
berpengaruh positif tetapi
tidak signifikan terhadap
tingkat pendidikan.
Investasi swasta memiliki
pengaruh yang signifikan
dan positif
berpengaruh langsung
terhadap penyerapan
tenaga kerja dan IPM dan
secara tidak langsung
melalui penyerapan tenaga
kerja,
4. Tingkat pendidikan
berpengaruh langsung
positif dan signifikan
terhadap ketenagakerjaan
dan IPM serta tingkat
pendidikan memiliki
pengaruh
berpengaruh tidak
langsung dan signifikan
terhadap IPM melalui
51
penyerapan tenaga kerja,
dan
5. Penyerapan tenaga kerja
berpengaruh positif dan
pengaruh langsung yang
signifikan terhadap HDI
.
11. Unemployment, Tommy Andrian Implikasi kebijakan dari meneliti tentang Tidak meneliti
Education, (2020) hasil studi ini Pengangguran dan Tingkat
Poverty, and menunjukkan bahwa Kemiskinan. Produktivitas
Inclusive Growth: Sumber Daya
pertumbuhan inklusif
Evidence from Manusia,dan
masih belum merata
Provinces in Kesejahteraan
Indonesia di seluruh provinsi di Manusia .
Indonesia

12. Economic Sodik Dwi Hasil penelitian Meneliti tentang Tidak meneliti
Growth and Purnomo, menunjukan bahwa efek yang indeks

Poverty : The Istiqomah. kesempatan kerja secara mempengaruhi pembangunan


kemiskinan. manusia dan
Mediating Effect sempurna memediasi
pengangguran.
of Employment. hubungan antara
kemiskinan dan
pertumbuhan ekonomi.
Studi ini juga
menemukan bahwa
rasio ketergantungan
dan pendidikan
berpengaruh signifikan
terhadap kemiskinan,
sedangkan infrastruktur
52
berpengaruh negative
namun tidak signifikan.
Hal ini menyiratkan
bahwa pertumbuhan
ekonomi akan
mengurangi kemiskinan
hanya jika pertumbuhan
ekonomi mampu
menghasilkan
kesempatan kerja.

13. Winning the War John Paolo R. Hasilnya yaitu adanya Variabrl Tidakm
on Poverty: Rivera ketidaksetaraan dan Dependen : meneliti

Tracking Living kemiskinan yang Kemiskinan. Tingkat


Pengangguran
Standars In disebabkan karena
Terbuka dan
Philippines adanya oerbedaan
IPM.
Using a Class of pendapatan antara
Axiomatic masyarakat kota
Indices maupun desa.

14. Poverty and Lena Morgon Berdasarkan hasil yang Variabel Tidak meeliti
disability in low Banks, Hanna diteliti menemukan Dependen : Indeks

and middle Kuper, Sarah adanya hubungan positif meneliti Pembangunan


Polack Kemiskinan Manusia dan
income antara ketidakmampuan
Tingkat
countries: A (gangguan) dan
Pengangguran
systematic kemiskinan ekonomi
Terbuka.
review yang berfokus pada
situaai di negara-negara
berpenghasilan rendah
dan menengah.
53
Hubungan ini semakin
terlihat ketika hasil jenis
kelamin, ukuran
kemiskinan yang
digunakan dan jenis
gangguan. Oleh
kelompok pendapatan
negara pada saat
pengumpulan data,
proporsi analisis tingkat
negara dengan asosiasi
positif meningkat
dengan kenaikan
pendapatan, dengan
59% dari pendapatan
rendah, 67% dari
negara-negara yang
bepenghasilan
menengah ke atas
menemukan hubungna
yang positif.

15. Global Poverty : Michel M.O Meskipun terdapat Meneliti variabel Variabel
No longer an Seipel kemajuan yang belum Dependen yaitu Independen:

untouchable pernah terjadi Kemiskinan dan Tidak Meneliti

problem sebelumnya untuk meneliti variabel Tingkat


independent yaitu Pengangguran
mengurangi kemiskinan
Indeks Terbuka.
dalam 50 tahun terakhir,
Pembangunan
sekitar 1,3 miliar orang
Manusia.
didunia masih hidup
54
dalam kemiskina yang
parah. Hampir setengah
dari semua orang miskin
tinggal di Asia selatan,
Tingkat kemiskinan
meningkat dibagian
Afrika. Berdasarkan
hasil penelitian orang
miskin tidak hanya
menderita kesulitan
ekonomi tetapi juga
banyak juga yang
menderita malnutrisi,
buta huruf, kesehatan
yang buruk kematian
dini dan kurangnya
semangat hidup.

16. An Analysis of Karl Usuka Kemiskinan diperburuk Variabel Tidak meneliti


the Dependen : Tingkat
oleh ketidaksetaraan yang
Determinants of permasalahan Pengangguran
tinggi yang dialami di
Kemiskinan. Terbuka.
Poverty in India
kedua negara, dan yang
and South Africa
terjadi di daerah pedesaan,

berdasarkan hasil

menunjukan pentingnya

pendidikan, kesehatan,

dan

55
peluang ekonomi berperan

dalam menentukan

kemiskinan serta

membawa orang keluar

dari kemiskinan.

17. Global Poverty: Michail Moatsos, menyimpulkan bahwa


A First Achillefs ketidakmampuan metode
estimation of its Lazopoulos
(scenario dasar) untuk
uncertainty
mengidentifikasi

pengurangan kemiskinan

yang substansial dalam

periode MDG1

mengatakan lebih banyak

tentang ketidakpastian

metode ini per dollar, dari

pada tentang evolusi

aktual kemiskinan global.

karna pada tingkat

penerapan undang-undang

terhadap pengurangan

kemiskinan, tingkat

56
kepercayaan yang lebih

rendah dapat diterima.

18. An empirical KEJI Sunday Analisis keseluruhan Variabel Tidak meneliti


nexus between Anderu menunjukkan hubungan
Dependen: variabel Indeks

poverty and tentang Pembangunan


jangka pendek dan jangka
kemiskinan dan Manusia
unployment on
panjang antara dua Variabel (IPM).
economic
Independen:
growth variabel utama
pengangguran
(pengangguran

kemiskinan) dan produk

domestik Nigeria. Hal ini

juga menyimpulkan dari

hasil bahwa tingkat inflasi,

indeks kemiskinan

nasional, dan angka

pengangguran secara

negatif mempengaruhi

produk domestik bruto

yang sebenarnya. Sebagai

kontras, indeks

kemiskinan nasional tidak

signifikan, sedangkan

pembentukan modal bruto

memiliki hubungan yang

57
positif dengan produk

domestik nyata. Selain itu,

menyimpulkan bahwa tes

terikat menegaskan bahwa

variabel-variabel yang

diperkirakan dalam studi

tersebut terintegrasi.

19. Poverty and Sulki Chung, Berdasarkan hasil Variabel Tidak meneliti
perceived SooBi Lee Dependen : Variabel
penelitian, sebagian besar
income meneliti tentang Independen :
penelitian tentang masalah
kemiskinan. Yaitu Indeks
inequality and
minum di Korea berfokus Pembangunan
changes in
Manusia dan
growth pada faktor individu dan
Tingkat
trajectory of keluarga, dan tidak banyak
Pengangguran
problem penelitian yang didekati Terbuka.
drinking
dari sudut pandang yang

relatif makroskopik.Ini

adalah upaya eksplorasi

untuk menjawab

pertanyaan apakah

kemiskinan terkait dengan

minum dan persepsi

ketimpangan dalam

masyarakat dari perspektif

58
faktor sosial ekonomi dan

ketimpangan kesehatan

semakin jauh dari

perspektif manusia.

Signifikansi dapat

ditemukan dalam

menganalisis pengaruh

faktor, dan juga bermakna

dalam mengeksplorasi

secara longitudinal

perubahan pola masalah

minum menurut persepsi

masyarakat. kemiskinan

dan ketimpangan.

20. Pockets of Poverty Saidatulakmal Analisis probabilitas Variabel Tidak meneliti


in The Northern Mohd, dkk. Depneden : TPT dan
logistik menunjukan
States of Malaysia Kemiskinan. Indeks
bahwa variabel yang
Pembangunan
secara statistik signifikan Manusia.

dalam mempengaruhi

kemiskinan adalah usi,

jenis kelamin, lokasi,

tingkat pendidikan, etnis

59
kelompok, dan status

perkawinan.

C. Model Penelitian

Berdasarkan permasalahan yang telah dirumuskan, tujuan penelitian,

dan landasan teori yang menjelaskan “Pengaruh Indeks Pembangunan

Manusia (IPM) dan Tingkat Pengnangguran Terbuka (TPT) Terhadap

Kemiskinan di 5 Provinsi Termiskin di Indonesia (Studi Kasus : Provinsi

Papua, Provinsi Papua Barat, NTT, Maluku, Gorontalo Tahun 2010-2020)”.

Maka disusunlah model penelitian dalam gambar berikut:

Gambar 2. 1 Model Penelitian

Indeks Pembangunan Manusia


(X1)
Kemiskinan (Y)
Tingkat Pengangguran Terbuka (X2)

Keterangan :

Secara Parsial

D. Keterkaitan antar Variabel dan Hipotesis

1. Hubungan antara Indeks Pembangunana Manusia Terhadap

Kemiskinan
60
Indeks pembangunan manusia saat ini dipandang

sebagai variabel yang memiliki peranan menggerakan dan

mendorong Kemiskinan. Djaali dalam Abdullah (2010)

mengatakan pengembangan dan peningkatan serta

pembangunan sumber daya manusia sebagai insan yang

hidup berfikir, tidak terbatas pada kelompok umur tertentu,

tetapi berlangsung dalam seluruh kehidupan manusia itu

sendiri.

Sejalan dengan pendapat Sondang (2011), bahwa

keterpurukan kehidupan suatu masyarakat dan sifatnya

berkepanjangan, hal ini sebagai akibat rendahnya kualitas

sumber daya manusia itu sendiri. Sutrisno (2011) mengatakan

salah satu untuk meraih keuntungan kompetitif dalam

berbagai kehidupan adalah melalui pengelolaan sumber daya

manusia secara efektif.

Bahwa ada empat kegiatan yang harus dilakukan

berkaitan dengan perencanaan sumber daya manusia, yaitu :

a) inventarisasi persediaan sumber daya manusia, berkaitan

dengan pengumpulan dan analisis data yang dieskspektasikan

bagi perencaan kehidupan di masa depan, b) prediksi sumber

daya manusia, berkaitan pengembangan tujuan bagaimana

dan kemana sumber daya manusia itu didayagunakan, c)


61
penyusunan rencana-rencana berkaitan dengan rancangan

dan implementasi program secara sederhana untuk mencapai

tujuan, d) monitor dan evaluasi, berkaitan pengawasan dan

penilaian berbagai program yang sudah, sedang berlangsung

dan belum berlangsung.

Hal tersebut membuktikan bahwa dalam Kemiskinan

menjadi masalah dalam pembangunan yang dapat

mempengaruhi indeks pembangunan manusia. Kemiskinan

juga dapat efek yang cukup serius bagi pembangunan

manusia karena masalah kemiskinan merupakan sebuah

masalah yang kompleks yang sebenarnya bermula dari

kemampuan daya beli masyarakat yang tidak mampu untuk

mencakupi kebutuhan pokok sehingga kebutuhan yang lain

seperti pendidikan dan kesehatanpun terabaikan (Mirza,

2012). Maka menjadikan Gap pembangunan manusia

diantara keduanya pun menjadi besar dan pada akhirnya

target capaian IPM yang ditentukan oleh pemerintah menjadi

tidak terealisasikan dengan baik memiliki kaitan dengan

kesejahteraan masyarakat karena semakin banyak masyarakat

yang produktif dan efektif dalam kehidupannya, maka akan

bisa meningkatkan jumlah tingkat partisipasi angkatan kerja,

62
karena semakin berkurang pula masyarakat yang

menganggur.

2. Hubungan Tingkat Pengangguran Terbuka terhadap Kemiskinan

Pengaruh TPT dan kemiskinan ini juga sesuai dengan

penelitian oleh Mufid (2014) yang menunjukan bahwa

variabel TPT positif dan berpengaruh signifikan terhadap (Y).

Hal tersebut menyebabkan penduduk berusaha untuk

mempersiapkan membuka usaha sendiri, selain itu juga ada

yang sedang menunggu untuk memulai bekerja yang

termasuk dalam kategori pengangguran terbuka. Jika kita

tinjau dari perseorangan, pengangguran dapat menyebabkan

kekacauan pada bidang ekonomi dan sosial. Apabila

pengangguran di suatu negara buruk, akan menimbulkan

kekacauan politik dan sosial. Hal tersebut menyebabkan efek

buruk untuk kehidupan dan pembangunan ekonomi jangka

panjang dan ketika kebutuhan tidak terpenuhi secara baik,

dampaknya mereka akan menjadi miskin dan mengakibatkan

membengkaknya jumlah penduduk miskin.

E. Hipotesis Penelitian

63
Secara etimologis, hipotesis dibentuk dari dua kata, yaitu kata

hypo dan kata thesis. Hypo berarti kurang dan thesis adalah pendapat.

Kedua kata itu kemudian digunakan secara bersama menjadi

hypotehesis dan penyebutan dalam dialek Bahasa Indonesia menjadi

hipotesa kemudian berubah menjadi hipotesis yang maksudnya adalah

suatu kesimpulan yang masih kurang atau kesimpulan yang masih

belum sempurna. Dengan hipotesis, penelitian menjadi jelas arah

pengujiannya dengan kata lain hipotesis membimbing peneliti dalam

melaksanakan penelitian di lapangan baik sebagai objek pengujian

maupun pengumpulan data

1.) H0 : Bahwa Indeks Pembangunan Manusia tidak berpengaruh

signifikan terhadap Kemiskinan di 5 Provinsi Termiskin di

Indonesia (Studi Kasus : Provinsi Papua, Papua Barat, NTT,

Maluku, Gorontalo Tahun 2010-2020).

H1 : Bahwa Indeks Pembangunan Manusia berpengaruh

signifikan terhadap Kemiskinan di 5 Provinsi Termiskin di

Indonesia (Studi Kasus : Provinsi Papua, Papua Barat, NTT,

Maluku, Gorontalo Tahun 2010-2020).

2.) H0 : Bahwa Tingkat Pengangguran Terbuka tidak berpengaruh

signifikan terhadap Kemiskinan di 5 Provinsi Termiskin di

64
Indonesia (Studi Kasus : Provinsi Papua, Papua Barat, NTT,

Maluku, Gorontalo Tahun 2010-2020).

H1 : Bahwa Tingkat Pengangguran Terbuka berpengaruh

signifikan terhadap Kemiskinan di 5 Provinsi Termiskin di

Indonesia (Studi Kasus : Provinsi Papua, Papua Barat, NTT,

Maluku, Gorontalo Tahun 2010-2020).

3.) H0 : Bahwa Indeks Pembangunan Manusia dan Tingkat

Penganguran Terbuka, secara bersamaan tidak berpengaruh

signifikan terhadap Kemiskinan di 5 Provinsi Termiskin di

Indonesia (Studi Kasus : Provinsi Papua, Papua Barat, NTT,

Maluku, Gorontalo Tahun 2010-2020).

H1 : Bahwa Indeks Pembangunan Manusia dan Tingkat

Penganguran Terbuka, secara bersamaan berpengaruh signifikan

terhadap Kemiskinan di 5 Provinsi Termiskin di Indonesia (Studi

Kasus : Provinsi Papua, Papua Barat, NTT, Maluku, Gorontalo

Tahun 2010-2020).

65
BAB III

METODE PENELITIAN

A. Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini atas dasar permasalahan tentang pengaruh Indeks

Pembangunan Manusia dan Tingkat Pengangguran Terbuka terhadap

Kemiskinan di 5 Provinsi Termiskin di Indonesia (Studi Kasus : Provinsi

Papua, Papua Barat, NTT, Maluku, Gorontalo Tahun (2010-2019)).pene

Dalam penelitian ini, menggunakan satu variable dependen dan 2 variabel

independen. Variabel dependen yang digunakan dalam penelitian ini adalah

kemiskinan, sedangkan variable independen yang digunakan yaitu Indeks

Pembangunan Manusia (IPM), Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT).

66
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data tahunan yang

mencakup data Indeks Pembangunan Manusia (IPM), Tingkat Pengangguran

Terbuka (TPT), dan jumlah dan persentase penduduk miskin di Indonesia.

B. Populasi dan Sampel

1) Populasi

Ridwan dan Kuncoro (2014) juga menjelaskan bahwa populasi ialah

sseluruh karakteristik maupun hasil pengukuran yang menjadi objek

penelitian, sedangkan sampel merupakan bagian yang ada di dalam

populasi dengan beberapa ciri dan keadaan tertentu untuk diteliti. Nazir

(2004) menjelaskan bahwa populasi merupakan sesuatu yang bukan

berkenaan orang atau benda namun dengan data.

Maka dari itu peneliti penyimpulan bahwa populasi ialah subjek

maupun objek yang ada pada sebuah wilayah. Adapun populasi dalam

penelitian ini yaitu wilayah atau regional yang mencakup 5 Provinsi yaitu

Provinsi Papua, Papua Barat, NTT, Maluku, dan Gorontalo tahun 2010-

2020.

2) Sample

Soetriono dan Hanafie (2007:175) menjelaskan sampel adalah

anggota populasi yang dianggap dapat mewakili. Ukuran sampel harus

mencerminkan karakteristik populasi, sehingga data yang diperoleh

terwakilkan. Menurut Sugiyono (2015:82) Probability Sampling adalah

67
teknik pengambilan sampel yang memberikan peluang yang sama bagi

setiap unsur (anggota) populasi untuk dipilih menjadi anggota sampel.

bagian dari populasi itu sendiri. Oleh karena itu, sampel dalam penelitian

ini yang digunakan merupakan sampling area (Cluster) dimana teknik

pengambilan sampel ini digunakam bilamana populasi terdiri dari

kelompok-kelompok atau cluster. Teknik sampling daerah yang

digunakan untuk menentukan sampel bila objek yang akan diteliti atau

sumber data sangat luas, sebagaimana data yang digunakan yaitu jumlah

sampel (n) dari data time series sesuai dengan periode yang dilakukan

penelitian.

C. Pengumpulan Data dan Sumber Data

Pengumpulan data dilakukan untuk mendapatkan informasi yang

dibutuhkan dalam rangka mencapai sebuah tujuan dari sebuah penelitian.

Penelitian menggunakan metode pegumpulan data yaitu studi dokumen di

mana peneliti mengumpulkan informasi melalui literatur, publikasi, catatan,

dokumentasi, dan lain-lain yang masih relevan dengan penelitian ini. Data

yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data sekunder yang diperoleh

dari lembaga resmi yang terkait. Informasi yang digunakan dalam penelitian

ini untuk melihat pengaruh Indeks Pembangunan Manusia (IPM) dan Tingkat

Pengangguran Terbuka (TPT), yang dirilis oleh Badan Pusat Statistik dan

Badan Pusat Statistik Papua, Papua Barat, NTT, Maluku, dan Gorontalo. Lalu

untuk melihat pengaruh kemiskinan diukur dengan provinsi-provinsi yang

68
terdapat di Indonesia yang diperoleh dari Badan Pusat Statistik dan Badan

Pusat Statistik Papua, Papua Barat, NTT, Maluku, dan Gorontalo.

D. Metode Analisis Data

Penelitian menggunakan metode bentuk kuantitatif. Data kuantitatif

yaitu data yang berwujud dalam kumpulan angka-angka. Penelitian ini fokus

kepada provinsi yang jumlah persentase penduduk miskin nya paling rendah

di bandingkan dengan provinsi lainnya yang ada di Indonesia. Metode

penelitian dengan pendekatan kuantitatif merupakan cara yang digunakan

untuk menjawab masalah penelitian yang berkaitan dengan data berupa angka

dan program statistika.

a. Analisis Data Panel

Penelitian menggunakan data sekunder, metode yang digunakan

yaitu metode data panel yakni gabungan antara data antar tempat atau

ruang (cross section) dan data antar waktu (time series). Adapun data

time series yang digunakan adalah data tahunan yaitu tahun 2010-2020

serta data cross section sebanyak jumlah 5 Provinsi yang ada di

Indonesia.

Analisis regresi data panel adalah analisis regresi yang didasarkan

pada data panel untuk mengamati hubungan antara variabel terikat

69
(dependen) dan variable bebas (independen). Hal ini sesuai dengan

penelitian yang akan dilakukan mengenai masalah Indeks

Pembangunan Manusia dan tingkat pengangguran terbuka, terhadap

kemiskinin di 5 provinsi termiskin di Indonesia yaitu Provinsi Papua,

Papua Barat, NTT, Maluku, Gorontalo dengan tahun yang diteliti 2010-

2020.

Model dengan data cross section:

Yi = α + β Xi + ℇi ; i = 1,2, … , N

N = Banyaknya data cross section

Model dengan data time series:

Yt = α + β Xi + ℇi ; t = 1,2, … , T

T = Banyaknya data time series

Melihat data panel merupakan gabungan antara data cross section

dan data time series maka model yang dapat disimpulkan adalah

sebagai berikut:

Yit = α + β Xit + ℇit ; I = 1,2, … , N; t = 1,2, … , T

Di mana:

N : Banyaknya data cross section

T : Banyaknya data time series

NT : Banyaknya data panel

Penelitian ini menggunakan data sekunder, metode yang

digunakan yaitu data panel dan alat dalam pengolahan datanyan yaitu

70
menggunakan program E-Views. Terdapat sepuluh asumsi yang harus

dipenuhi, yang dikenal dengan asumsi klasik. Asumsi-asumsi ini

meliputi (Widarjini,2007):

1.) Linear Regression Model, yang berarti model harus linear dalam

parameter.

2.) Nilai X (variable bebas) adalah tetap (nonstochastic).

3.) Nilai rata-rata ei (error term) adalah nol (0).

4.) Homoskedastisitas, yaitu varians masing-masing ei (error term)

adalah sama (konstan) untuk setiap X.

5.) Tidak ada autokorelasi anta rei (error term) namun biasanya

dalam data panel hal tersebut tidak dilakukan secara terperinci

seperti dalam regresi linear berganda.

6.) Tidak ada covarians antara ei (error term) dan X (variable

bebas).

7.) Jumlah Observasi (n) harus lebih besar dari pada jumlah

parameter untuk destimasi. Variabilitas dalam nilai X (variabel

bebas).

8.) Model regresi tidak bisa atau error.

9.) Tidak terdapat multikolinearitas yang sempurna.

Regresi data panel merupakan teknjk regresi yang

menggabungkan data time series dengan cross section. Metode regresi

71
data panel mempunyai beberapa keuntungan jika dibandingkan dengan

data time series atau cross sections, yaitu (Widarjono, 2007):

1. Data panel yang merupakan gabungan dua data time series dan

cross section mampu menyediakan data yang lebih banyak

sehingga akan menghasilkan degree of freedom yang lebih besar.

2. Menggabungkan informasi dari data time series dan cross section

dapat mengatasi maslaah yang timbul ketika ada masalah

penghilangan variabel (omitted-variabel).

Data panel juga memiliki beberapa kelemahan yang diantaranya

sebagai berikut (Widarjono, 2007):

1. Pada metode Common Effect teknik yang digunakan hanya

dengan mengkombinasikan data time series dan cross section.

Dengan hanya mengambungkan kedua jenis data tersebut maka

dapat digunakan metode OLS untuk mengestimasi model data

panel. Dalam pendekatan ini tidak memperlihatkan dimensi

maupun waktu. Dan dapat diasumsikan bahwa perilaku data antar

wilayah sama dalam berbagai rentan waktu. Asumsi ini jelas

sangat jauh dari realita sebenarnya, karena karakteristik antar

wilayah baik dari segi kewilayahan jelas sangat berbeda .

2. Pada metode Fixed Effect teknik yang digunakan adalah metode

variable dummy untuk mengungkap adanya perbedaan intersep.

72
Metode ini mengasumsikan bahwa koefisien regresi (slope) tetap

antar wilayah namun sama antar waktu (time invariant). Namun

metode ini membawa kelemahannya yaitu berkurangnya drajat

kebebasan (degree of freedom) yang pada akhirnya mengurangi

efisiensi parameter.

3. Pada metode Random Effect teknik yang digunakan adalah

dengan menambahkan variable gangguan (error terms) yang

mungkin saja akan muncul pada hubungan antar waktu dan antar

Kabupaten/Kota. Teknik OLS tidak dapat digunakan untuk

mendapatkan estimator yang efisien. Sehingga lebih tepat untuk

menggunakan Metode Generalized Least Square (GLS).

b. Pemilihan Model Data Panel

Sebelum melakukan regresi pada data panel, peneliti melakukan

beberapa pengujian spesifikasi model agar mendapatkan estimasi

model yang paling tepat untuk digunakan. Terdapat tiga uji spesifikasi

model antara lain Uji Chow, Uji Hausman, Uji Langrage Multiplier.

Ketiga uji tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:

a.) Uji Chow

Uji Chow bertujuan untuk menentukan Common Effect Model

atau Fixed Effect Model yang akan digunakan dalam mengestimasi

model. Dalam pengujian ini memiliki hipotesa sebagai berikut:

73
H0 : Model Common Effect Model

H1 : Model Fixed Effect Model

Jika hasil Uji Chow menunjukkan nilai probabilitas cross- section

F lebih besar dari tingkat signifikansi α = 5% (0.05) , maka H0 diterima

sehingga model yang digunakan adalah Common Effect Model. Namun

jika hasil Uji Chow menunjukkan nilai probabilitas cross-section F

lebih kecil dari tingkat signifikansi α = 5% (0.05) , maka H1 diterima

sehingga model yang harus digunakan adalah Fixed Effect Model. Saat

H1 diterima maka kita harus memastikan apakah Fixed Effect Model

yang terbaik untuk mengestimasi model dengan melakukan Uji

Hausman.

b.) Uji Hausman

Uji Hausman bertujuan untuk menentukan Random Effect

Model atau Fixed Effect Model yang akan digunakan. Dalam

pengujian ini memiliki hipotesa sebagai berikut:

H0: Model Random Effect Model

H1: Model Fixed Effect Model

Jika hasil menunjukkan nilai probabilitas cross-section random

lebih kecil dari tingkat signifikansi α = 5% (0.05) , maka H1 diterima

sehingga model yang digunakan adalah Fixed Effect Model. Namun

jika hasil Uji Hausman menunjukkan nilai probabilitas cross-section

random lebih besar dari tingkat signifikansi α = 5% (0.05) , maka H0

74
diterima sehingga model yang harus digunakan untuk mengestimasi

model adalah Random Effect Model.

c.) Uji Langrage Multiplier

Untuk mengetahui apakah model Random Effect lebih baik dari

pada Common Effect (OLS) maka Uji Langrage Multipiler digunakan

untuk pengujian Random Effect Model yang didasarkan pada nilai

residual dari model Common Effect yang dikembangkan oleh Breusch

Pagan. Untuk mengetahui model yang terbaik, dibuat hipotesis

sebagai berikut:

H0: Common Effect Model

H1: Random Effect Model

Uji LM ini didasarkan pada distribusi Chi-square dengan

Degree Of Freedom sebesar jumlah variabel independen. Jika nilai

LM lebih besar dari nilai kritis statistik Chi-Square maka H0 ditolak,

berarti estimasi yang lebih tepat dari regresi data panel adalah model

random effect. Sebaliknya jika nilai LM statistik lebih kecil dari nilai

kritis statistik Chi-square maka kita menerima hipotesis nol yang

berarti model common effect lebih baik digunakan dalam regresi.

c. Uji Asumsi Klasik

75
Uji Asumsi Klasik digunakan untuk data penelitian yang

menggunakan data sekunder, maka untuk memenuhi syarat yang

ditentukan sebelum uji hipotesis melalui uji t dan uji F maka perlu

dilakukan pengujian atas bebrapa asumsi klasik yang digunakan yaitu

normalitas, multikolinieritas, autokolerasi, dan heteroskedastisitas yang

secara rinci dapat dijelaskan sebagai berikut :

a) Uji Normalitas

Uji normalitas bertujuan untuk menguji apakah sampel yang

digunakan oleh peneliti sudah terdistribusi normal atau tidak. Di

dalam model regresi linier, asumsi ini menunjukkan nilai yang

berdistribusi normal. Model regresi yang memenuhi syarat adalah

model regresi yang terdistribusi normal atau mendekati normal,

sehingga layak dilakukan pengujian secara statistik.

Pengujian normalitas menurut Echo (2016) dasar pengambilan

keputusan bisa dilakukan berdasarkan probabilitas yaitu:

a. Jika probabilitas > 0,05 maka model regresi terdistribusi

normal.

b. Jika probabilitas < 0,05 maka model regresi tidak terdistribusi

normal.

b) Uji Multikolinearitas

76
Uji Multikolinearitas betujuan untuk mengetahui apakah ada

keterkaitan antara hubungan yang sempurna antara variabel-

variabel independen. Jika di dalam pengujian ternyata didapatkan

sebuah kesimpulan bahwa antara variabel independen saling terikat

maka model regresi yang digunakan tidak baik. Untuk menguji

multikolinearitas peneliti menggunakan uji correlation. Jika nilai

dari ketiga variabel independen menunjukkan nilai lebih kecil dari

0.8 maka terbebas dari masalah multikolinearitas, sebaliknya

menunjukkan nilai lebih besar dari 0.8 maka terdapat masalah

multikolinearitas.

c) Uji Autokolerasi

Menurut Echo (2016) dalam bukunya menjelaskan uji autokorelasi

digunakan untuk mengetahui adanya korelasi antara kesalahan

pengganggu pada periode-t dengan kesalahan pada pengganggu pada

periode t-1 (sebelumnya) dalam model tersebut. Pengujian

autokorelasi dilakukan dengan uji statistik durbin watson dengan

membandingkan nilai hitung durbin watson (d) dengan nilai tabel

durbin watson dari batas atas (dU) dan batas bawah (dL).

Dengan pengujian sebagai berikut :

Deteksi autokorelasi positif :

1.) Jika 0 < d < dL, maka terjadi autokorelasi positif.

77
2.) Jika d > dU, maka tidak terdapat autokorelasi positif.

3.) Jika dL < d < dU, maka pengujian tidak ada kesimpulan pasti.

Deteksi autokorelasi negatif :

1.) Jika (4- d) < dL, maka terjadi autokorelasi negatif.

2.) Jika (4-d) > dU, maka tidak terdapat autokorelasi negatif.

3.) Jika dL < (4-d) < dU, maka pengujian tidak ada kesimpulan pasti.

d) Uji Heteroskedastisitas

Uji heteroskedastisitas dilakukan untuk mengetahui apakah

dalam model regresi memiliki variansi residual atau tidak untuk

semua observasi. Apabila terdapat variansi, maka dalam model regresi

terdeteksi adanya heteroskedastisitas. Dalam model regresi, asumsi

yang dipenuhi adalah mempunyai nilai varian yang sama

(homoskedastisitas) atau dapat dikatakan residual tidak memiliki

variansi untuk semua observasi. Untuk menguji ada atau tidaknya

heteroskedastisitas dalam model regresi maka digunakan uji White-

heteroskedasticity. Prinsip yang digunakan adalah dengan meregresi

residual yang dikuadratkan dengan variabel independen pada model,

sehingga menghasilkan Obs*R-squared pada uji White-

heteroskedasticity. Jika nilai probabilitas Obs*Rsquared lebih besar

dari 0.05 maka tidak terjadi heteroskedastisitas.

78
E. Uji Hipotesis

Uji hipotesis dilakukan untuk mengetahui apakah koefisien

regresi yang sudah didapat pada penelitian ini signifikan atau tidak.

Terdapat tiga uji hipotesis yang dilakukan dalam penelitian ini antara

lain:

a) Koefisien Determinasi (𝑅 2 )

Uji koefisien determinasi merupakan uji yang menjelaskan

seberapa besar proporsi variabel independen dalam menjelaskan

variabel dependen yang digunakan dalam penelitian (uji goodness

of fit). Nilai koefisien determinasi berada diantara nol dan satu.

Semakin nilai koefisien determinasi mendekati angka satu maka

dapat diartikan bahwa variabel independen mampu menjelaskan

hampir semua perubahan pada variabel dependen. Sedangkan jika

nilai koefisien determinasi mendekati angka nol maka diartikan

bahwa variabel independen tidak memiliki kemampuan dalam

menjelaskan variabel dependen sangat terbatas.

b) Uji t-Statistic (Uji Parsial)

Uji t dilakukan untuk mengetahui signifikansi variabel

independen terhadap variabel dependen. Dalam menentukan

signifikansi atau tidaknya variabel independen terhadap variabel

dependen dapat dilihat dengan membandingkan nilai probabilitas

79
dengan tingkat signifikansi α = 5% atau 0.05. Hipotesis pada uji

ini sebagai berikut:

H0 : Tidak berpengaruh signifikan antara variabel independen

terhadap variabel dependen.

H1 : Berpengaruh signifikan antara variabel independen terhadap

variabel dependen.

Apabila nilai probabilitas nilai t-hitung > tingkat

signifikansi 5% atau 0.05 maka H0 diterima dan H1 ditolak,

sedangkan jika nilai probabilitas nilai t-hitung < tingkat

signifikansi 5% atau 0.05 maka H0 ditolak dan H1 diterima

c) Uji Wald

Pengujian ini bertujuan untuk mengetahui seberapa besar

pengaruh dari masing-masing variabel dependen terhadap

variabel independen. Uji wald merupakan pengujian ada tidaknya

pengaruh variabel bebas terhadap variabel terikat Ghozali (2016).

Dalam uji Wald, statistik yang di uji adalah statistik Wald (Wald

statistic). Nilai statistik dari uji Wald berdistribusi chi-kuadrat.

Pengambilan keputusan terhadap hipotesis dapat dilakukan

dengan menggunakan pendekatan nilai probabilitas dari uji Wald.

Sehingga jika nilai probabilitas (sig) > 0.05, H0 diterima H1

80
ditolak. Sedangkan, jika nilai probabilitas (sig) < 0.05, H0 ditolak

H1 diterima.

F. Definisi Operasional Variabel

Variabel adalah suatu sebutan yang dapat diberi nilai angka

(kuantitatif) atau nilai mutu (kualitatif). Sedangkan variabel penelitian adalah

suatu hal yang berbentuk apa saja yang ditetapkan oleh peneliti untuk

dipelajari sehingga diperoleh informasi, kemudian ditarik kesimpulan

(Noor,2011).

1.) Kemiskinan (Y)

Kemiskinan dalam penelitian ini digambarkan menggunakan

jumlah penduduk miskin yang penghasilannya berada dibawah garis

kemiskinan yang mencangkup kebutuhan makanan dan non makanan

dalam satuan jiwa. Variabel kemiskinan yang digunakan adalah data

yang diperoleh dari Badan Pusat Statistik (BPS) dan BPS Papua, Papua

Barat, NTT, Maluku, Gorontalo.

2.) IPM (X1)

Indeks Pembangunan Manusia (IPM) adalah angka yang

mengukur pencapaian pembangunan manusia berbasis sejumlah

indikator dasar kualitas hidup yang mampu mempengaruhi tingkat

81
produktivitas yang dicapai oleh seseorang. Rendahnya nilai suatu IPM

akan berakibat pada rendahnya produktivitas kerja seseorang,

produktivitas yang rendah juga berakibat pada rendahnya pendapatan

yang diperoleh, sehingga dengan rendahnya pendapatan menyebabkan

tingginya jumlah penduduk miskin. Apabila kualitas sumber daya

manusia yang dimiliki tinggi maka yang tercermin dari tingkat

pendidikan, kesehatan, dan kelayakan hidup yang tinggi akan

menyebabkan produktivitas manusia yang tinggi sehingga hal tersebut

dapat meningkatkan pendapatan. Tingkat pendidikan, tingkat

kesehatan, dan tingkat pendapatan yang tinggi juga akan tercermin pada

IPM yang tinggi. Oleh karena itu upaya meningkatkan kualitas

pembangunan manusia yang baik dari aspek pendidikan, kesehatan dan

ekonomi terus dilakukan untuk mengurangi tingkat kemiskinan.

3.) Tingkat Pengangguran Terbuka (X2)

Pengangguran terbuka merupakan penduduk usia kerja yang tidak

bekerja, sedang mencari pekerjaan, mempersiapkan suatu usaha,

mereka yang tidak mencari pekerjaan karena merasa tidak mungkin

mendapatkan pekerjaan, sudah punya pekerjaan tetapi belum mulai

bekerja, persentase jumlah pengangguran terhadap jumlah angkatan

kerja. Tingkat Pengangguran Terbuka dapat dihitung dengan cara

membandingkan jumlah pengangguran terhadap jumlah angkatan kerja.

82
Efek buruk yang disebabkan oleh pengangguran adalah mengurangi

pendapatan masyarakat yang pada akhirnya mengurangi tingkat

kemakmuran yang telah dicapai seseorang ( Sukirno, 2004;360).

Semakin turunnya kesejahteraan masyarakat karena menganggur

tentunya akan meningkatkan peluang bagi mereka terjebak dalam

kemiskinan karena tidak memiliki pendapatan. Apabila pengangguran

di suatu negara sangat buruk, kekacauan polotik dan sosial selalu terjadi

dalam prospek pembangunan ekonomi dalam jangka panjang.

83
BAB IV

PEMBAHASAN

A. Gambaran Umum Objek Penelitian

1. Gambaran Kemiskinan Pada 5 Provinsi Termiskin di Indonesia

Data kemiskinan diambil dari data BPS dengan rentang waktu dari

tahun 2010-2020. Provinsi-provinsi yang termasuk dalam 5 provinsi

termiskin di Indonesia adalah Papua, Papua Barat, NTT, Maluku dan

Gorontalo. Kemiskinan didominasi di daerah timur Indonesia. Menurut

Ferezagia (2018), kemiskinan di Indonesia diakibatkan kurangnya asset dan

pendapatan dalam rangka memenuhi kebutuhan primer seperti tempat

tinggal dan makanan. Kurangnya asset tersebut disebabkan pula oleh faktor

tingkat kesulitan mendapat pekerjaan, serta tingkat pendidikan dan

kesehatan yang tidak memadai.

Grafik 4.1 menunjukkan angka kemiskinan pada 5 provinsi

termiskin di Indonesia. Dari grafik tersebut dapat dilihat bahwa dari tahun

84
2010 hingga tahun 2020 terjadi penurunan kemiskinan yang ditunjukkan

dengan grafik yang menurun. Pada provinsi Papua Barat, NTT dan

Gorontalo terjadi penurunan yang signifikan dilihat dari tahun 2010 angka

kemiskinan di Papua sebesar 36,8 terlihat mengalami peningkatan sampai

tahun 2020 yaitu sebesar 36,18 walaupun tidak signifikan, lalu ada Papua

Barat yang memiliki angka kemiskinan yang rendah dibandinggkan 2010,

yaitu sebesar 21,7 pada tahun 2020, lalu ada NTT yang cenderung memiliki

angka yang stabil yaitu pada tahun 2010 23,03 dan saat tahun 2020 menurun

menjadi 21,21, kemudian ada Maluku yang penurunan yaitu angka

kemiskinan pada tahun 2010 sebesar 27,74 dan di tahun 2020 sebesar 17,99.

Dan yang terakhir ada dari daerah Gorontalo yang memiliki angka

kemiskinan 23,19 di tahun 2010 kemudiaan jauh mengalami penurunan di

tahun 2020 yaitu menjadi sebesar 15,59. Secara keseluruhan memiliki

selisih kemiskinan yang besar antara tahun 2010 dengan tahun 2020.

Sementara pada provinsi Papua dan Maluku tetap terjadi penurunan

meskipun tidak sebesar 3 provinsi lainnya. Dalam jurnal milik Ferezagia

(2018) dijelaskan bahwa penurunan nilai kemiskinan dapat

diinterpretasikan sebagai bentuk menurunnya selisih rata-rata pengeluaran

penduduk terhadap garis kemiskinan dan ketimpangan.

Gambar 4. 1 Grafik Kemiskinan 5 Provinsi Termiskin di Indonesia


85
Grafik Kemiskinan 5 Provinsi Termiskin di
Indonesia
40

30

20

10

0
Papua Papua Barat NTT Maluku Gorontalo

2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019 2020

Sumber : Data BPS (Diolah) 2021

Indikator kemiskinan dan berbagai alat ukur kesejahteraan dibuat

oleh beberapa lembaga dan memiliki beberapa perbedaan. Berdasarkan data

BPS, kemiskinan memiliki 14 indikator dan dapat dikategorikan miskin jika

memenuhi 9 dari 14 indikator yang ada. Sedangkan menurut Kementerian

Sosial Republik Indonesia, indikator kemiskinan diatur dalam Keputusan

Menteri Sosial Republik Indonesia No.146/HUK/2013. Selanjutnya

menurut Lembaga Penelitian SMERU, kemiskinan dapat diukur dengan

Community-Based Monitoring System (CBMS). Indikator kemiskinan

dalam CBMS ini adalah status kawin, kondisi kepala keluarga (jenis

kelamin, pendidikan, pekerjaan), jumlah harta, kesehatan dan lain

sebagainya (Widjaja, 2019).

86
2. Gambaran Indeks Pembangunan Manusia Pada 5 Provinsi Termiskin

di Indonesia

Indeks Pembangunan Manusia atau biasa disingkat IPM dalam

penelitian ini diambil dari data sekunder yang dirilis Badan Pusat Statistik.

IPM kelima provinsi termiskin di Indonesia diambil dari tahun 2010-2020.

Nilai IPM sendiri digunakan sebagain indikator dalam mengukur kualitas

hasil pembangunan ekonomi yaitu derajat perkembangan manusia. Dalam

mengukur IPM, terdapat 3 unsur utama yaitu pendidikan, kesehatan dan

ekonomi. Unsur-unsur tersebut dianggap penting untuk menentukan tingkat

kemampuan suatu provinsi dalam meningkatkan angka IPM (Matdoan &

Van Delsen, 2020). Berikut disajikan grafik IPM pada subjek dalam

penelitian ini:

Gambar 4. 2 Grafik IPM 5 Provinsi Termiskin di Indonesia

Grafik IPM 5 Provinsi Termiskin di Indonesia


80

70

60

50

40

30

20

10

0
Papua Papua Barat NTT Maluku Gorontalo

2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019 2020

Sumber : Data BPS (Diolah) 2021


87
Grafik 4.2 menunjukkan bahwa pada kelima provinsi nilai IPM

meningkat dari tahun ke tahun tanpa terkecuali. Meskipun pada Provinsi

Papua terjadi penurunan dari tahun 2019 sebsar yaitu dari 60.84 menjadi

60,44 tahun 2020, namun angka tersebut masih meningkat jika

dibandingkan dengan tahun 2010. Pada keempat provinsi lainnya yaitu

Papua Barat, NTT, Maluku dan Gorontalo, nilai IPM tertinggi berada pada

tahun 2020 yaitu dari Papua Barat sebesar 65,09 NTT menempati di angka

65,19 lalu Maluku dengan angka Indeks Pembangunan Manusia sebesar

69,49 dan yang terakhir Gorontalo mencapai pada angka 68,8 di tahun 2020

meskipun kenaikan dari tahun sebelumnya tidaklah tinggi atau signifikan.

Nilai IPM mampu menetapkan minimum dan maksimum untuk

setiap unsur (pendidikan, kesehatan dan ekonomi), serta menunjukkan letak

masing-masing provinsi dalam kaitannya dengan letak tersebut. Nilai

tersebut dinyatakan dengan nilai antara 0 dan 1. Semakin tinggi

pembangunan manusia suatu provinsi, maka semakin tinggi nilai IPM-nya.

IPM dibuat untuk menekankan bahwa manusia dan kemampuan mereka

harus menjadi kriteria utama untuk menilai pembangunan suatu negara,

bukan pertumbuhan ekonomi saja. IPM ini juga digunakan pada saat

pemilihan kebijakan dalam rangka menentukan kebijakan mana yang cocok

dapat dengan cara membandingkan GNI per kapita dengan negara lain yang

sama. Dapat dilihat bahwa negara yang memiliki GNI per kapita yang sama,

88
hasil pembangunan manusianya berbeda. Maka hal tersebut juga dapat

dibandingkan untuk provinsi-provinsi di Indonesia. Dalam kaitannya

dengan menurunkan kemiskinan, provinsi-provinsi yang memiliki

pendapatan yang sama dapat dibandingkan dan provinsi dengan

pembangunan manusia yang bagus dapat dijadikan acuan (Kummu dkk,

2018).

Seperti yang sudah disebutkan sebelumnya bahwa IPM didasarkan

pada 3 unsur utama yaitu kesehatan, ekonomi dan Pendidikan. Dimensi

kesehatan dinilai dari angka harapan hidup saat lahir. Dimensi pendidikan

diukur dengan rata-rata lama sekolah untuk orang dewasa berusia 25 tahun

ke atas dan masa sekolah yang diharapkan untuk anak usia masuk sekolah.

Sedangkan dimensi ekonomi atau standar hidup diukur dengan pendapatan

nasional bruto per kapita. IPM menggunakan logaritma pendapatan untuk

mencerminkan semakin pentingnya pendapatan dengan meningkatnya GNI

(Pendapatan Nasional Bruto). Skor untuk ketiga indeks dimensi IPM

tersebut kemudian dijumlahkan menjadi indeks komposit menggunakan

rata-rata geometrik (Biggeri & Mauro, 2018).

IPM mampu menyederhanakan dan menangkap hanya sebagian dari

apa yang dibutuhkan oleh pembangunan manusia. Hal tersebut

menunjukkan bahwa IPM tidak mencerminkan ketidaksetaraan,

kemiskinan, keamanan manusia, pemberdayaan, dan lain sebagainya. IPM

memberikan gambaran yang lebih baik tentang pembangunan suatu provinsi

89
karena memasukkan faktor-faktor sosial dan ekonomi. Selain itu, IPM dapat

menekankan pentingnya kedudukan warga dalam suatu provinsi dan

kemampuan mereka untuk mengeluarkan potensi maksimal mereka. Selain

IPM standar, terdapat juga Indeks Pembangunan Manusia (IPM) yang

disesuaikan dengan Ketimpangan di suatu provinsi. (Biggeri & Mauro,

2018).

3. Gambaran Tingkat Pengangguran Pada 5 Provinsi Termiskin di

Indonesia

Tingkat pengangguran 5 Provinsi termiskin dalam penelitian ini

mengambil data dari BPS sebagai data utama. Sama dengan data IPM dan

Kemiskinan, pada tingkat pengangguran ini diambil data dari tahun 2010

hingga tahun 2020. Menurut Rizqi (2019), faktor utama yang

mempengaruhi tingkat pengangguran adalah pendidikan. Hal tersebut

dikarenakan pendidikan yang berdasarkan kompetensi mampu membahwa

sumber daya manusia mendapat pekerjaan lebih mudah dengan kualitas

yang mumpuni. Selain itu, tingkat pengangguran kadang dipengaruhi

dengan adanya efek spasial atau kewilayahan. Efek spasial dapat menjadi

salah satu faktor karena mampu menunjukkan adanya pengelompokkan

karakteristik pada wilayah yang bersinggungan termasuk provinsi tertentu.

Berikut disajikan grafik tingkat pengangguran 5 provinsi termiskin di

Indonesia:

90
Gambar 4. 3 Grafik Tingkat Pengangguran 5 Provinsi Termiskin di Indonesia

Grafik Tingkat Pengangguran 5 Provinsi Termiskin


di Indonesia
12

10

0
Papua Papua Barat NTT Maluku Gorontalo

2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019 2020

Sumber: Data BPS (Diolah) 2021

Data menunjukkan bahwa tingkat pengangguran di kelima provinsi

tidak memiliki kecenderungan yang berarti. Nilai dari tahun ke tahun bisa

naik maupun turun dan berbeda pada tiap provinsi. Pada Provinsi Papua,

tingkat pengangguran tertinggi berada pada tahun 2011 yaitu sebesar 5,02

dan mencapai titik terendahnya sebesar 3,00 pada tahun 2018. Namun pada

91
tahun 2020 tingkat pengangguran kembali naik menjadi 4,28 meskipun

tidak setinggi pada tahun 2011 lalu. Sementara pada Provinsi Papua Barat,

tingkat pengangguran cukup tinggi. Tingkat pengangguran pada 2010 sudah

sangatlah tinggi yaitu 7,68 namun angka tersebut terus menurun hingga

tahun 2013 yang menjadi 4,4 selanjutnya mulai meningkat kembali pada

2014 hingga mencapai puncak di angka 8,08 persen pada tahun 2015. Pada

2016, tingkat pengangguran di Papua Barat mulai menurun dan stabil dari

2017-2019. Kemudian di tahun 2020 kembali meningkat menjadi 6,8

persen.

Pada provinsi NTT, tingkat penagguran dapat dikategorikan rendah

jika dibandingkan dengan keempat provinsi termiskin lainnya. Angka

cenderung stabil dan sedikit meningkat dan menempati posisi puncaknya

pada tahun 2020 yaitu sebesar 4,28 persen. Sedangkan Provinsi Maluku

memiliki tingkat pengangguran yang berbanding terbalik dengan Provinsi

NTT. Angka yang ditunjukkan sangatlah tinggi meskipun terjadi kenaikan

dan penurunan. Angka tertinggi berada pada tahun 2011 sebesar 10,81

persen dan angka terendah yaitu 6,69 berada pada tahun 2019. Dan yang

terakhir, yaitu Provinsi Gorontalo memiliki tingkat pengangguran yang

tinggi pada tahun 2011 mencapai pada angka 6,74 dan cenderung menurun

hingga tahun 2020 menjadi 4,28 persen.

92
B. Uji Asumsi Klasik

1. Uji Multikolienaritas

Uji Multikolinearitas dalam penelitian ini ditujukan untuk mengukur

dan menentukan apakah antar negatif penelitian memiliki keterkaitan.

Multikolinearitas umumnya terjadi negatif terdapat korelasi yang tinggi

antara dua atau lebih variabel perediktor . Dengan kata lain, satu variabel

dapat digunakan untuk memprediksi variabel yang lain. Hal ini menciptakan

informasi yang berlebihan, mencondongkan hasil dalam sebuah model

penelitian. Terjadinya multikolinearitas dalam penelitian disebabkan oleh

eksperimen yang dirancang dengan buruk, data yang 100% observasional,

atau metode pengumpulan data yang tidak dapat dimanipulasi. Dalam

beberapa kasus, variabel mungkin sangat berkorelasi (biasanya karena

pengumpulan data dari studi observasional murni dan tidak ada kesalahan

di pihak peneliti. Untuk alasan ini, peneliti harus melakukan eksperimen bila

memungkinkan, mengatur tingkat variabel prediktor terlebih dahulu

(Daoud, 2017).

Dalam uji multikolinearitas, dapat dilihat nilai VIF. Jika VIF lebih

kecil dari 10 maka tidak terjadi multikolinearitas. Begitupun sebaliknya jika

VIF lebih besar dari 10 maka terjadi multikolinearitas. Berikut disajikan

hasil uji multikolinearitas menggunakan aplikasi E-Views 10:

Tabel 4. 1 Hasil Uji Multikolinearitas

93
Variance Inflation Factors
Date: 10/26/21 Time: 21:11
Sample: 1 55
Included observations: 55

Coefficient Uncentered Centered


Variable Variance VIF VIF

X1 0.018183 324.7984 1.188742


X2 0.052313 7.826106 1.188742
C 65.70553 294.3128 NA

Sumber : Data Diolah Eviews (2021)

Dari hasil pengolahan data tersebut dapat dilihat bahwa nilai VIF

sebesar 1,188742. Berdasarkan pedoman keputusan uji kolinearitas, hasil

tersebut menunjukkan bahwa nilai VIF 1,189 < 10 maka tidak terjadi

multikolinearitas dalam penelitian ini.

2. Uji Normalitas

Uji normalitas dilakukan untuk menguji data penelitian terdistribusi

normal atau tidak, menguji normalitas merupakan langkah pertama dalam

menganalisis data penelitian. Banyak alat statistik yang digunakan memiliki

normalitas sebagai asumsi yang mendasarinya. Jika asumsi gagal, maka

peneliti mungkin perlu menggunakan alat atau pendekatan statistik yang

berbeda. Normalitas mengacu pada distribusi statistik spesifik yang disebut

distribusi normal. Distribusi normal adalah distribusi kontinu simetris yang

ditentukan oleh mean dan standar deviasi data. Terlepas dari mean dan

94
standar deviasi, bentuk distribusi normal akan selalu sama. Karakteristik

kuncinya adalah distribusi data di bawah kurva (Drezner dkk, 2010).

Dalam penelitian ini digunakan uji normalitas menggunakan Jarque

Berra dengan dasar pengambilan keputusan nilai Probability. Dikatakan

data berdistribusi normal jika nilai Probability nya lebih besar dari 0,05.

Berikut disajikan hasil uji normalitas:

Tabel 4. 2 Hasil Uji Normalitas


12
Series: Residuals
10
Sample 1 55
Observations 55

8 Mean 5.54e-15
Median -0.361454
6 Maximum 9.111018
Minimum -6.732504
4
Std. Dev. 3.438607
Skewness 0.393401
Kurtosis 3.558710
2
Jarque-Bera 2.134032
0 Probability 0.344034
-6 -4 -2 0 2 4 6 8 10

Sumber : Data Diolah E-Views (2021)

Dari hasil uji tersebut dapat dilihat bahwa nilai Probability sebesar

0,344034. Dimana nilai tersebut lebih besar dari 0,05 sehingga dapat

diinterpretasikan bahwa data dalam penelitian ini berdistribusi normal.

95
3. Uji Heterokedastisitas

Uji heterokedastisitas dilakukan dalam penelitian ini untuk

menentukan apakah terjadi ketidaksamaan varians terhadap residual antar

pengamatan. Dalam statistik, heteroskedastisitas terjadi ketika standar

deviasi dari variabel yang diprediksi, dipantau pada nilai yang berbeda dari

variabel independen atau yang terkait dengan periode waktu sebelumnya,

atau tidak konstan. Dengan heteroskedastisitas, tanda pada pemeriksaan

visual dari kesalahan residual adalah bahwa kesalahan tersebut akan

cenderung menyebar dari waktu ke waktu (Cook & Weisberg, 1983).

Heteroskedastisitas sering muncul dalam dua bentuk yaitu bersyarat

dan tidak bersyarat. Heteroskedastisitas bersyarat mengidentifikasi

volatilitas nonkonstan yang terkait dengan volatilitas periode sebelumnya.

Sedangkan heteroskedastisitas tanpa syarat mengacu pada perubahan

struktural umum dalam volatilitas yang tidak terkait dengan volatilitas

periode sebelumnya. Heteroskedastisitas tanpa syarat digunakan ketika

periode masa depan volatilitas (baik tinggi maupun rendah) dapat

diidentifikasi. (Cook & Weisberg, 1983).

Dalam penelitian ini, digunakan uji glejser dalam mengidentifikasi

heterokedastisitas. Dasar keputusan uji hetrerokedastisitas didasarkan pada

nilai Prob.chi-squared. Jika Prob.chi-squared > 0,05 maka tidak terjadi

gejala heterokedastisitas. Begitupun sebaliknya, terjadi gejala

96
heteroskedastisitas pada saat nilai Prob.chi-squared kurang dari 0,05.

Berikut hasil uji menggunakan Eviews:

Tabel 4. 3 Hasil Uji Heterokedastisitas

Heteroskedasticity Test: Glejser

F-statistic 2.345880 Prob. F(2,52) 0.1058


Obs*R-squared 4.551751 Prob. Chi-Square(2) 0.1027
Scaled explained SS 5.280689 Prob. Chi-Square(2) 0.0713

Sumber : Data Diolah Eviews (2021)

Dapat dilihat dari hasil uji bahwa nilai Prob.chi-squared > 0,05. Maka

dapat diinterpretasikan bahwa tidak terjadi gejala heteroskedastisitas dalam

penelitian.

4. Uji Autokorelasi

Pada uji autokorelasi, digunakan dalam menentukan apakah terdapat

korelasi residual antar observasi. Autokorelasi mengacu pada derajat

korelasi variabel yang sama antara interval waktu yang berurutan. Uji ini

mengukur bagaimana versi tertinggal dari nilai variabel terkait dengan versi

aslinya dalam deret waktu. Dalam banyak kasus, nilai variabel pada suatu

titik waktu terkait dengan nilainya pada titik waktu sebelumnya. Analisis

autokorelasi mengukur hubungan pengamatan antara titik waktu yang

berbeda, dan dengan demikian mencari pola atau tren selama deret waktu.

Sejalan dengan korelasi, autokorelasi bisa bernilai positif maupun negatif.

Autokorelasi positif berarti bahwa peningkatan yang diamati dalam interval


97
waktu mengarah ke peningkatan proporsional dalam interval waktu

tertinggal. Pengamatan dengan autokorelasi positif dapat diplot ke dalam

kurva halus. Dengan menambahkan garis regresi, dapat diamati bahwa

kesalahan positif diikuti oleh kesalahan positif lainnya, dan kesalahan

negatif diikuti oleh kesalahan negatif lainnya (Akter, 2014).

Dalam penelitian ini, digunakan uji Durbin Watson dalam mengukur

autokorelasi. Terdapat 3 dasar pengambilan keputusan dalam uji

autokorelasi. Pertama, terdapat autokorelasi jika nilai d lebih kecil dari dL

atau > (4-dL). Kedua, tidak terdapat autokorelasi jika nilai d terletak antara

dU dan (4-dU). Ketigas, tidak menghasilkan kesimpulan pasti jika nilai d

terletak antara dL dan dU. Berikut disajikan hasil uji autokorelasi:

Tabel 4. 4 Hasil Uji Autokorelasi

Dependent Variable: D(Y)


Method: Least Squares
Date: 10/26/21 Time: 21:42
Sample (adjusted): 2 55
Included observations: 54 after adjustments

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

C -0.204195 0.215187 -0.948921 0.3471


D(X1) -0.732207 0.159609 -4.587496 0.0000
D(X2) 0.323089 0.136650 2.364354 0.0219

R-squared 0.311107 Mean dependent var -0.392778


Adjusted R-squared 0.284092 S.D. dependent var 1.833461
S.E. of regression 1.551316 Akaike info criterion 3.770038
Sum squared resid 122.7357 Schwarz criterion 3.880537
Log likelihood -98.79101 Hannan-Quinn criter. 3.812653
F-statistic 11.51591 Durbin-Watson stat 2.014694
Prob(F-statistic) 0.000075

Sumber : Data Diolah Eviews (2021)


98
Autokorelasi Tidak dapat Tidak Tidak dapat Autokorelasi
Positif disimpulkan terdapat disimpulkan negatif
autokorelasi
1.4903 1.6406 2.014694 2.3594 2.5097
dL dU Nilai DW 4-dU 4-dL
stat.

Dari hasil uji yang tertera pada Tabel 4.4 diatas, dapat dilihat bahwa

nilai Durbin Watson adalah 2,014694. Nilai tersebut kemudian

dibandingkan dengan nilai Durbin Watson pada taraf signifikansi 5% atau

0,05 dengan rumus (k;n). k menunjukkan jumlah variabel independen yang

dalam penelitian ini berjumlah 2 (IPM dan TPT). Sedangkan n

menunjukkan jumlah sampel atau data yang dalam penelitian ini berjumlah

55. Berdasarkan tabel, didapatkan nilai dL=1,4903 dan dU=1,6406 untuk

k=2 dan n=55. Hasil menunjukkan bahwa nilai d (Durbin Watson)

2,014694, dimana nilai tersebut berada diantara dU (1,6406) dan 4-dU (4-

1,6406=2,3594). Maka, dapat disimpulkan bahwa tidak ada masalah

autokorelasi dalam penelitian ini.

C. Temuann Hasil Penelitian

Dalam penelitian ini, digunakan uji regresi data panel. Sebelum

melakukan uji tersebut, ditentukan terlebih dahulu model yang cocok untuk

digunakan melalui uji Chow dan uji Hausman. Jika kedua uji tersebut belum

99
mampu menentukan model yang cocok, maka akan dilakukan uji tambahan

yaitu uji LM (Lagrange Multiplier).

1. Uji Chow

Uji Chow dilakukan dalam menentukan antara Common Effect Model

dan Fixed Effect Model. Uji Chow digunakan untuk menguji apakah dalam

dua model regresi yang berbeda pada dataset yang berbeda memiliki

koefisien yang sama. Uji ini biasanya digunakan di bidang ekonometrika

dengan data deret waktu untuk menentukan apakah ada jeda struktural

dalam data di beberapa titik. Pengujian dengan menggunakan Uji Chow

mengasumsikan bahwa residual dari model regresi terdistribusi secara

independen dan identik dari distribusi normal dengan varians yang tidak

diketahui. Sehingga, Uji Chow ini hanya dapat digunakan ketika jeda

struktural yang ingin diuji berada pada waktu yang diketahui. Dengan kata

lain, Uji Chow tidak dapat digunakan berulang kali untuk menentukan

apakah ada titik waktu yang dapat dianggap sebagai pemutusan struktural

(Binkley & Young, 2018).

Dasar pengambilan keputusan diambil dari nilai Prob dalam Cross-

section F. Jika nilai Prob Cross-section F lebih kecil dari 0,05 maka model

yang cocok adalah Fixed Effect Model. Sebaliknya, jika nilai Prob Cross-

100
section F lebih besar dari 0,05 maka model yang cocok adalah Common

Effect Model.

Tabel 4. 5 Hasil Uji Chow

Redundant Fixed Effects Tests


Equation: Untitled
Test cross-section fixed effects

Effects Test Statistic d.f. Prob.

Cross-section F 28.491347 (4,48) 0.0000


Cross-section Chi-square 66.889990 4 0.0000

Sumber : Data Diolah E-Views (2021)

Dari hasil Uj Chow tersebut dapat dilihat bahwa nilai Prob Cross-section

F berada pada angka 0,000 yang berarti nilai tersebut lebih kecil dari 0,05.

Maka dapat diinterpretasikan bahwa model yang terpilih adalah Fixed Effect

Model. Selanjutnya akan dilakukan Uji Hausman untuk menentukan antara

Fixed Effect Model dengan Random Effect Model.

2. Uji Hausman

Uji Hausman dalam penelitian ini dimaksudkan untuk menentukan

antara Random Effect Model dan Fixed Effect Model. Sebuah statistik

Hausman dibangun sebagai fungsi dari perbedaan antara dua estimator.

Distribusi sampling statistik Hausman menentukan seberapa besar

perbedaan yang terlalu besar untuk kompatibel dengan hipotesis nol


101
spesifikasi yang benar. Dalam melakukan uji Hausman, dibandingkan

statistik Hausman dengan nilai kritis yang diperoleh dari distribusi

samplingnya, dan menolak hipotesis nol dari spesifikasi yang benar jika

statistik Hausman melebihi nilai kritisnya. Distribusi sampel yang besar dari

statistik Hausman sangat mudah untuk diturunkan dan disebut sebagai

analisis tingkat tinggi (Amini dkk, 2012).

Pengambilan keputusan atau kesimpulan dalam Uji Hausman didasarkan

pada nilai Prob pada Cross-section random. Jika nilai Prob < 0,05 maka

model yang terpilih adalah Fixed Effect Model. Dan jika nilai Prob > 0,05

maka Random Effect Model terpilih. Berikut disajikan hasil uji Hausman

menggunakan Eviews :

Tabel 4. 6 Hasil Uji Hausman

Correlated Random Effects – Hausman Test


Equation: Untitled
Test cross-section random effects

Chi-Sq.
Test Summary Statistic Chi-Sq. d.f. Prob.

Cross-section random 14.999159 2 0.0006

Sumber : Data Diolah Eviews (2021)

Dari Tabel 4.6 tersebut dapat dilihat bahwa nilai Prob pada Cross-section

random adalah sebesar 0,0006. Nilai tersebut lebih kecil dibanding 0,05 dan

dapat diartikan bahwa model yang terpilih adalah Fixed Effect Model.
102
Karena hasil Uji Chow dan Hausman menunjukkan model yang sama, maka

tidak lagi diperlukan Uji LM dan Fixed Effect Model terpilih menjadi model

yang cocok dalam penelitian ini.

3. Fixed Effect Model

Berdasarkan hasil uji, didapatkan model Fixed Effect Model untuk

diterapkan dalam analisis regresi data panel. Fixed Effect Model

mengasumsikan bahwa variabel penjelas memiliki hubungan tetap atau

konstan dengan variabel respons pada semua pengamatan. Fixed Effect

Model mendukung prediksi hanya pada level atau kategori fitur yang

digunakan untuk pelatihan. Model tersebut direkomendasikan ketika efek

tetap merupakan tujuan utama. Jika Fixed Effect Model digunakan pada

sampel acak, model tersebut tidak dapat digunakan untuk membuat prediksi

atau inferensi pada data di luar kumpulan data sampel. Fixed Effect Model

mengasumsikan bahwa efek spesifik individu berkorelasi dengan variabel

independen.

Tabel 4. 7 Hasil Regresi Data Panel

Dependent Variable: Y
Method: Panel Least Squares
Date: 10/27/21 Time: 10:38
Sample: 2010 2020
Periods included: 11
Cross-sections included: 5
Total panel (balanced) observations: 55

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

C 70.18179 9.833909 7.136713 0.0000


X1 -0.756780 0.147050 -5.146409 0.0000
103
X2 0.329534 0.288023 1.144124 0.2582

Effects Specification

Cross-section fixed (dummy variables)

R-squared 0.930781 Mean dependent var 24.23291


Adjusted R-squared 0.922129 S.D. dependent var 7.115092
S.E. of regression 1.985493 Akaike info criterion 4.328024
Sum squared resid 189.2247 Schwarz criterion 4.583503
Log likelihood -112.0207 Hannan-Quinn criter. 4.426820
F-statistic 107.5758 Durbin-Watson stat 0.543175
Prob(F-statistic) 0.000000

Sumber : Data Diolah Eviews (2021)

Dari Tabel 4.7 diatas dapat kita lihat nilai koefisien masing-masing

variabel, dimana C adalah konstanta bernilai 70,18179. Sementara X1

adalah Indeks Pembangunan Manusia dengan koefisien -0,756780 dan X1

adalah Tingkat Pengangguran dengan koefisien 0,329534. Maka didapatkan

persamaan nilai Y (Kemiskinan) sebagai berikut :

𝒀 = 𝟕𝟎, 𝟏𝟖𝟏𝟕𝟗 – 𝟎, 𝟕𝟓𝟔𝟕𝟖𝟎 𝑿𝟏 + 𝟎, 𝟑𝟐𝟗𝟓𝟑𝟒 𝑿𝟐 + 𝛆𝒊𝒕

Dari persamaan tersebut dapat dilihat bahwa 70,18179 sebagai nilai

konstanta menunjukkan nilai Y (Kemiskinan) jika tidak dipengaruhi oleh

faktor/variabel lain. Dalam hal ini, variabel lain baik X1 (IPM) maupun

X2 (TPT) dianggap nol. Selanjutnya nilai -0,756780 sebagain koefisien

IPM menunjukkan hubungan yang negatif terhadap variabel Kemiskinan

ditunjukkan oleh tanda minus. Sementara nilai 0,329534 dengan nilai

positif menunjukkan hubungan yang positif terhadap variabel Kemiskinan.


104
Berdasarkan pada persamaan reegresi diatas, maka:

1. Jika variabel independen (bebas) dianggap konstan maka besarnya

nilai koefisien C di kawasan 5 provinsi termiskin di Indonesia yaitu

70,18179 . Merupakan nilai dari variabel dependen (kemiskinan)

kerika tidak dipengaruhi oleh variabel lain.

2. Nilai koefisien regresi variabel X1 (Indeks Pembangunan Manusia)

sebesar -0,756780 menandakan adanya hubungan negatif, IPM

terhadap Kemiskinan. Artinya setiap kenaikan besaran IPM sebesar

1% maka Kemiskinan di 5 Provinsi Termiskin di Indonesia akan

mengalami penurunan sebesar -0,756780.

3. Nilai koefisian regresi variabel X2 (Tingkat Pengangguran Terbuka)

sebesar 0,329534 menandakan adanya hubungan positif variabel

Tingkat Pengangguran Terbuka terhadap Kemiskinan . Artinya, setiap

kenaikan besaran TPT sebesar 1% maka Kemiskinan di 5 Provinsi

Termiskin di Indonesia akan mengalami peningkatan sebesar

0,329534.

Selanjutnya dapat dilihat pada Tabel 4.7 nilai probabilitas untuk

masing-masing variabel. Pada variabel X1 (IPM), nilai Prob sebesar

0,0000 nilai tersebut lebih kecil dari 0,05 sehingga dapat diinterpretasikan

bahwa IPM berpengaruh secara signifikan terhadap Kemiskinan.

105
Sedangkan X2 (TPT) menunjukkan nilai Prob 0,2582 yang berarti TPT

berpengaruh namun tidak signifikan terhadap Kemiskinan.

Tabel 4. 8 Individual Effect

Variable Coefficient Individual Effect

C 70.18179
X1? -0.756780
X2? 0.329534
Fixed Effect (Cross)
MALUKU–C 8.47057 78.65236
NTT–C 0.720087 70.901877
PAPUA—C -2.695824 67.485966
GORONTALO—C -2.336631 67.845159
PAPUABARAT–C -4.158202 66.023588

Sumber : Data Diolah Eviews (2021)

Selanjutnya dilakukan analisis untuk mendapatkan nilai konstanta pada masing-

masing provinsi yang ditunjukkan dengan nilai Individual Effect. Nilai tersebut

didapat dengan menjumlahkan nilai Coefficient C dengan nilai Coefficient tiap

provinsi. Berikut persamaan variabel Y (Kemiskinan) pada tiap provinsi yang

didasarkan pada nilai Individual Effect :


106
1. Papua

𝑌 = 67.485966 − 0,756780 𝑋1 + 0,329534 𝑋2 + ε𝑖𝑡

Pada perubahan satu persen di Provinsi Papua, maka akan terjadi penurunan

kemiskinan sebanyak 67,485966 persen pada saat nilai Indeks

Pembangunan Manusia dan Tingkat Pengangguran konstan.

2. Papua Barat

𝑌 = 66.023588 − 0,756780 𝑋1 + 0,329534 𝑋2 + ε𝑖𝑡

Dari persamaan Kemiskinan Provinsi Papua Barat diatas, akan terjadi

penurunan kemiskinan sebesar 66,023588% tiap perubahan 1% jika tingkat

pengangguran dan indeks pembangunan manusia nilainya konstan.

3. NTT

𝑌 = 70.901877 − 0,756780 𝑋1 + 0,329534 𝑋2 + ε𝑖

Pada provinsi NTT, akan terjadi penurunan kemiskinan sebesar

70,901877% jika dilakukan perubahan sebanyak 1% dengan kestabilan

nilai IPM dan pengangguran.

4. Maluku

𝑌 = 78.65236 − 0,756780 𝑋1 + 0,329534 𝑋2 + ε𝑖e

Prsamaan menunjukkan bahwa terdapat perubahan 1% jika variabel X1

(IPM) dan X2 (TPT) konstan maka akan menurunkan variabel Y

(Kemiskinan) di Provinsi Maluku sebesar 78,65236%.

107
5. Gorontalo

𝑌 = 67.845159 − 0,756780 𝑋1 + 0,329534 𝑋2 + ε𝑖𝑡

Pada saat variabel X1 dan X2 konstan, dan terjadi perubahan tiap 1% maka

akan terjadi penurunan variabel Y dengan persentase perubahaan sebanyak

67,845159% di Provinsi Gorontalo.

D. Uji Hipotesis

1. Uji Koefisien Determinasi (R2)

Dalam Uji Koefisien Determinasi atau biasa disebut R2, hasil

mampu menentukan apakah variabel IPM dan TPT mampu menjelaskan

pengaruhnya terhadap Kemiskinan. Dasar pengambilan keputusan dilihat

dari nilai Adjusted R-Squared dimana nilai tersebut berkisar dari 0 hingga

1. Semakin mendekati nol maka variabel IPM dan TPT tidak dapat

menjelaskan pengaruhnya kepada Kemiskinan. Berlaku sebaliknya,

variabel independent yang terdiri dari TPT dan IPM mampu menjelaskan

pengaruhnya terhadap variabel dependen yaitu kemiskinan jika nilai

Adjusted R-Squared mendekati nilai satu. Berikut hasil uji koefisien

determinasi dalam penelitian ini:

Tabel 4. 9 Uji Koefisien Determinasi

R-squared 0.930781
Adjusted R-squared 0.922129

108
Sumber : Data Diolah Eviews (2021)

Hasil tersebut menunjukkan bahwa nilai Adjusted R-squared sebesar

0,922129 dimana nilai tersebut cenderung lebih mendekati 1. Hal tersebut

dapat diinterpretasikan bahwa variabel independen (IPM dan TPT) mampu

menjelaskan pengaruhnya terhadap variabel dependen (Kemiskinan)

dengan persentasi 92,2% yang selanjutnya 7,8% sisanya dipengaruhi oleh

variabel atau faktor lainnya.

Selanjutnya akan diuji R2 pada setiap provinsi yakni Papua, Papua

Barat, NTT, Maluku, dan Gorontalo.

Tabel 4. 10 Uji Koefisien Determinasi Setiap Provinsi

R- Adjusted
No Provinsi Nilai F Nilai P
Squared R-Squared
1 Maluku 0,516668 0,395836 4,275892 0,054573
2 NTT 0,856364 0,820455 23,84819 0,000426
3 Papua 0,194940 0,006325 0,968576 0,420061
4 Gorontalo 0,698411 0,623014 9,263092 0,008273
Papua 0,699133 0,623916 9,294893 0,008194
5
Barat

Pada provinsi Maluku, nilai R2 sebesar 0,516668 yakni lebih besar dari 0,05

yang berarti variabel TPT dan IPM mampu mempengaruhi variabel

kemiskinan, namun nilai tersebut tidak signifikan karena nilai p > 0,05.

Pengaruh variabel TPT dan IPM terhadap Kemiskinan pada provinsi

Maluku yakni sebesar 51,7% dan sisanya sebesar 48,3% dipengaruhi oleh

faktor lainnya.

109
Pada provinsi NTT variabel TPT dan IPM mampu mempengaruhi

kemiskinan sebesar 85,6% dengan nilai R2 sebesar 0,856364. Selanjutnya

dapat dilihat nilai p sebesar 0,000426 dimana nilai tersebut lebih kecil dari

0,05 sehingga pengaruh TPT dan IPM dikatakan signifikan terhadap

kemiskinan. Sisa 14,4% merupakan faktor lain yang mempengaruhi

kemiskinan.

Pada provinsi Papua, dapat diinterpretasikan bahwa TPT dan IPM

tidak memiliki pengaruh signifikan terhadap Kemiskinan dilihat dari nilai p

sebesar 0,420061. Nilai p tersebut < signifikani sebesar 0,05. Selanjutnya

nilai R-squared sebesar 0,194940 yang menunjukkan bahwa variabel

independen yakni TPT dan IPM mampu menjelaskan pengaruh terhadap

Kemiskinan sebesar 19,4% dan sisanya yakni sebesar 80,6% dipengaruhi

oleh faktor lainnya diluar penelitian ini.

Pada provinsi Gorontalo dapat dilihat hasil uji menunjukkan nilai R-

Squared sebesar 0,69913 yang menunjukkan bahwa TPT dan IPM mampu

mempengaruhi Kemiskinan sebesar 69,8% dan sisanya sebesar 30,2%

dipengaruhi oleh faktor lain. Nilai p pada provinsi Gorontalo menunjukkan

angka 0,008273 dimana nilai tersebut kurang dari 0,05 sehingga dapat

diinterpretasikan pengaruh TPT dan IPM signifikan terhadap kemiskinan.

2. Uji T-Statistic (Uji Parsial)

Uji T-Statistic atau parsial dalam penelitian ini dilakukan dalam

110
rangka mengetahui adanya pengaruh atau tidak variabel independen secara

parsial (artinya berdiri sendiri tidak terkait dengan variabel lainnya dalam

penelitian). Keputusan atau kesimpulan uji ini dapat dilihat dari nilai Prob

dengan dasar keputusan terdapat pengaruh signifikan jika nilai Prob kurang

dari 0,05. Berikut disajikan hasil Uji t parsial dengan menggunakan aplikasi

Eviews 10 :

Tabel 4. 11 Uji T

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

C 70.18179 9.833909 7.136713 0.0000


X1 -0.756780 0.147050 -5.146409 0.0000
X2 0.329534 0.288023 1.144124 0.2582

Sumber : Data Diolah Eviews (2021)

Dari hasil uji dalam Tabel 4.10, dapat diinterpretasikan pengaruh

variabel X1 (IPM) dan TPT (X2) terhadap Y (Kemiskinan) sebagai berikut:

a) Pengaruh X1 (IPM) terhadap Y (Kemiskinan)

Pengaruh variabel IPM terhadap variabel kemiskinan memiliki

hipotesis penelitian sebagai berikut:

H1 : Terdapat pengaruh variabel X1 (IPM) secara parsial terhadap

variabel Y (Kemiskinan).

H0 : Tidak terdapat pengaruh variabel X1 (IPM) secara parsial terhadap

variabel Y (Kemiskinan).

111
Hasil menunjukkan bahwa H1 diterima dan otomatis H0 ditolak berarti

terdapat pengaruh antara X1 yaitu IPM terhadap Kemiskinan atau

variabel Y. Pada nilai Prob ditunjukkan dengan nilai kurang dari 0,05

yaitu sebesar 0,0000 yang berarti pengaruh IPM terhadap Kemiskinan

signifikan.

b) Pengaruh X2 (TPT) terhadap Y (Kemiskinan)

Dapat dijabarkan hipotesis pengaruh TPT terhadap Kemiskinan

adalah sebagai berikut:

H1 : Terdapat pengaruh variabel X1 (IPM) secara parsial terhadap

variabel Y (Kemiskinan).

H0 : Tidak terdapat pengaruh variabel X1 (IPM) secara parsial terhadap

variabel Y (Kemiskinan).

Hasil menunjukkan bahwa TPT memiliki pengaruh terhadap

Kemiskinan yang ditunjukkan dengan diterimanya H1 dan H0 ditolak.

Selanjutnya nilai Prob menunjukkan angka 0,2582 yang berarti

pengaruh TPT terhadap Kemiskinan tidak signifikan karena nilai

tersebut lebih besar dari 0,05.

Hasil uji t parsial menunjukkan bahwa IPM memiliki pengaruh

signifikan terhadap kemiskinan pada 5 provinsi termiskin di Indonesia.

Sedangkan TPT memiliki pengaruh tidak signifikan terhadap

kemiskinan di 5 provinsi termiskin Indonesia.

112
3. Uji Wald

Uji Wald dalam penelitian ini digunakan untuk melihat pengaruh

secara simultan variabel independen (IPM dan TPT) terhadap variabel

dependen (Kemiskinan). Keputusan diambil dari nilai P (Probabilitas). Nilai

P menunjukkan apakah terdapat pengaruh variabel independen terhadap

dependen. Terdapat pengaruh secara simultan jika nilai P lebih kecil dari

signifikansi 5% yakni 0,05. Sebaliknya, jika nilai P lebih besar daripada

0,05 maka tidak ada pengaruh secara simultan variabel independen terhadap

variabel dependen. Berikut disajikan hasil Uji Wald:

Tabel 4. 12 Tabel Hasil Uji Wald

No Provinsi Nilai F Nilai P


1 Maluku 3,151788 0,1138
2 NTT 46,88624 0,0001
3 Papua 0,995988 0,3475
4 Gorontalo 12,83251 0,0072
5 Papua Barat 12,72342 0,0073
Sumber : Data Diolah Eviews (2021)

Dari hasil uji wald dapat diinterpretasikan bahwa pada 2 dari 5 provinsi

termiskin di Indonesia, TPT dan IPM tidak berpengaruh secara simultan

terhadap Kemiskinan. Nilai P pada provinsi Maluku (0,1138) dan Papua

(0,3475) lebih besar dari 0,05, sehingga variabel independen (TPT dan IPM)

tidak berpengaruh secara signifikan terhadap variabel dependen

(Kemiskinan). Selanjutnya dapat dilihat pada 3 provinsi lainnya, yakni

113
NTT (p=0,0001), Gorontalo (p=0,0072), dan Papua Barat (p=0,0073)

memiliki nilai p kurang dari 0,005. Hasil tersebut menunjukkan bahwa TPT

dan IPM secara bersama-sama berpengaruh terhadap Kemiskinan pada

provinsi NTT, Gorontalo, dan Papua Barat.

E. Pembahasan

1. Indeks Pembangunan Manusia Terhadap Kemiskinan Pada 5 Provinsi

Termiskin di Indonesia

Hasil uji menunjukkan hubungan yang negatif atau berbanding

terbalik antara Indeks Pembangunan Manusia (IPM) dengan Kemiskinan.

Hal tersebut ditunjukkan dengan nilai minus atau negatif pada persamaan

regresi. Maka dapat dikatakan bahwa setiap kenaikan IPM mampu

menurunkan angka kemiskinan. Penelitian milik Prasetyoningrum &

Sukmawati (2018) juga menunjukkan hal yang sama bahwa IPM dan

Kemiskinan memiliki hubungan terbalik. IPM merupakan komponen

penting dalam memerangi kemiskinan karena pada dasarnya IPM mampu

meningkatkan kualitas dan kesejahteraan masyarakat. IPM yang terdiri dari

3 unsur utama yaitu kesehatan, pendidikan dan kelayakan hidup mampu

mengembangkan taraf hidup menjadi lebih baik. Pendidikan dan kesehatan

yang merupakan kebutuhan pokok, kualitasnya akan semakin baik jika

diperhatikan dan dinaikan levelnya. Selanjutnya kelayakan hidup mampu

mewujudkan pertumbuhan pembangunan.

114
Sementara hasil uji hipotesis menunjukkan bahwa IPM memiliki

pengaruh negatif dan signifikan terhadap kemiskinan pada 5 provinsi

termiskin di Indonesia. Hasil tersebut sesuai dengan penelitian lain yang

dilakukan oleh Zuhdiyaty & Kaluge (2017) bahwa IPM berpengaruh negatif

signifikan terhadap kemiskinan. Untuk meningkatkan IPM ini menurut

Mirza (2012) dapat dilakukan melalui realisasi belanja negara dalam

pelayanan publik. Dalam hal ini, pemerintah daerah harus mampu

melaksanakan kebijakan otonomi daerahnya masing-masing karena

merekalah yang lebih mengetahui kebutuhan daerahnya masing-masing.

Misalnya saja dalam penelitian ini digunakan 5 provinsi termiskin di

Indonesia. Walaupun kelimanya memiliki masalah yang sama terkait

kemiskinan dan tingkat IPM, kebutuhan dan priorotas antar satu dan lainnya

pasti berbeda. Sehingga tidak dapat disamaratakan, dan disitulah peran

pemerintah daerah.

2. Tingkat Pengangguran Terhadap Kemiskinan Pada 5 Provinsi

Termiskin di Indonesia

Hasil penelitian menunjukkan adanya hubungan positif dan

pengaruh namun tidak signifikan TPT terhadap Kemiskinan. Hasil tersebut

sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Prasetyoningrum &

Sukmawati (2018) yang menunjukkan hubungan positif antara tingkat

pengangguran dengan kemiskinan. Hal ini dikarenakan pengangguran

memiliki kaitan yang erat dengan pendapatan. Sedangkan pendapatan

115
merupakan unsur utama dapat mengukur kemiskinan. Menurut Zuhdiyaty

& Kaluge (2017), SDM yang menganggur ataupun setengah menganggur

(dalam arti tidak produktif) akan kesulitan dalam memenuhi kebutuhan

paling dasarnya seperti makanan dan tempat tinggal yang pada akhirnya

harta dan kepemilikan yang ia punya semakin lama akan habis. Dalam

rangka penurunan harta kekayaan atau jumlah uang yang dimilikinya, maka

SDM tersebut dapat dikategorikan sebagai masyarakat miskin.

Tingkat pengangguran yang tinggi juga menunjukkan bahwa

kualitas SDM kurang atau mungkin lapangan pekerjaan yang tidak

mencukupi. Hal ini terlihat dari banyaknya penduduk Indonesia namun

pekerjaan yang ada tidak dapat memenuhi jumlah penduduk tersebut. Pada

5 Provinsi Termiskin di Indonesia yaitu Maluku, NTT, Papua, Papua Barat

dan Gorontalo, pekerjaan semakin sulit dicari karena merupakan daerah

terpencil.

Menurut (Mirza, 2012), pada dasarnya dibutuhkan peran pemerintah

dalam menurunkan tingkat pengangguran ini dalam berbagai cara. Salah

satu cara yang dapat dilakukan adalah membuat lapangan pekerjaan baru

atau melakukan peningkatan kualitas SDM. Hal tersebut dapat dijadikan

strategi kebijakan pembangunan nasional karena kualitas SDM pada suatu

wilayah memiliki andil besar dalam menentukan keberhasilan pengelolaan

pembangunan wilayahnya.

116
BAB V

KESIMPULAN

A. Kesimpulan

Dari hasil analisis data penelitian, maka dapat disimpulkan bahwa Indeks

Pembangunan Manusia dan Tingkat Pengangguran berpengaruh terhadap

Kemiskinan pada 5 Provinsi Termiskin di Indonesia. Indeks Pembangunan

Manusia memiliki pengaruh negatif signifikan, yang berarti setiap kenaikan

indeksnya mampu mengurangi kemiskinan pada 5 Provinsi Termiskin di

Indonesia. Sedangkan Tingkat pengangguran berpengaruh positif namun tidak

signifikan yang artinya pengangguran menurun maka kemiskinan juga

menurun.

B. Saran

1. Bagi pemeeintah daerah setiap provinsi dan pusat harus bersama-sama

membanntu mengatasi kemiskinan dan pemerataan antara perkotaan dan

perdesaan agar tidak adanya lagi ketimpanngan, dengan cara memmberikan

bantuan kepada golongan masyarakat menengah kebawah dan menyediakan

117
pekerjaan yang layak sehingga pemerataan dapat terjadi dan pertumbuhan

ekonomi di Provinsi Papua, Papua Barat, NTT, Maluku, dan Gorontalo

dapat meningkat.

2. Bagi pemerintah daerah setiap provinsi dan pusat harus bersama-sama

membantu untuk meningkatkan sumber daya manusia di setiap provinsi,

dengan cara memperbaiki sarana prasarana disetiap daerah yang tertinggal,

meningkatkan kualitas pendidikan dengan akses yang layak bagi anak usia

sekolah dan meningkatkan kesehatan setiap penduduk terutama yang berada

di desa tertinggal dengan memfasilitasi dalam hal tempat tinggal yang layak

dan air bersih dengan mereka dapat hidup layak. Dapat meningkatkan

kualitas mereka sebagai sumber daya manusia sehingga meningkatkan

pembangunan manusia di Provinsi Papua, Papua Barat, NTT, Maluku, dan

Gorontalo.

3. Bagi pemerintah daerah setiap provinsi dan pusat harus bersama-sama

meningkatkan kualitas para pekerja, dengan cara memberikan sosialisasi

pembinaan bagi para pekerja/buruh. Sehingga dapat meningkatkan

penyerapan ketenagakerjaan, dan berkurangnya tingkat pengangguran yang

ada di perkotaan atau perdesaan disetiap provinsi.

4. Bagi peneliti selanjutnya diharapkan mampu menemukan faktor-faktor lain

yang menyebabkan kemiskinan dalam rangka membantu mencari solusi

dalam mengurangi kemiskinan. Dalam penelitian ini terdapat 17,8% faktor

kemiskinan selain IPM dan TPT.

118
DAFTAR PUSTAKA

Akter, J. (2014). Bootstrapped Durbin–Watson test of autocorrelation for small samples.

ABC Journal of Advanced Research, 3(2), 137-142.

Amini, S., Delgado, M. S., Henderson, D. J., & Parmeter, C. F. (2012). Fixed vs random:

The Hausman test four decades later. In Essays in honor of Jerry

Hausman. Emerald Group Publishing Limited.

Andrian, Tommy. 2020. “Unemployment, Education, Poverty, and Inclusive

Growth: Evidence from Provinces in Indonesia.” International Journal of

Psychosocial Rehabilitation 24(9):2674–81.

Anderu, K. S. (2021). An empirical nexus between poverty and unemployment on

economic growth. Department of Economics, Federal University Oye-Ekiti,

Ekiti State, Nigeria.

Badan Pusat Statistik Provinsi Gorontalo. (2020). Indeks Pembangunan Manusia

(IPM) Provinsi Gorontalo.Bps.Go.Id, 1–10.

Badan Pusat Statistik Provinsi Maluku.

Badan Pusat Statistik Provinsi Nusa Tenggara Timur. “Berita Resmi Statistik.”
119
Badan Pusat Statistik Provinsi Papua. 2020. “Berita Resmi Statistik.” Bps.Go.Id

(27):1–8.

Badan Pusat Statistik Provinsi Papua Barat 2020

Bardhan, P. (2006). Globali zation, Inequality, and Poverty . University of

California at Berkeley .

Bisai, Charley M., Maria K., dan Achmad R. .. 2019. “Analisa Pembangunan

Manusia Dan Pengaruhnya Terhadap Kesejahteraan Masyarakat Di Provinsi

Papua.” Jurnal Kajian Ekonomi & Keuangan Daerah 4(3):184–219.

Biggeri, M., & Mauro, V. (2018). Towards a more ‘sustainable’human

development index: Integrating the environment and freedom. Ecological

indicators, 91, 220-231.

Binkley, J. K., & Young, J. (2018). Use of the Chow Test With Time-Series Cross-

Section Data. Available at SSRN 3212712.

BPS. 2012. Indeks Pembangunan Manusia Provinsi 2012.

Badan Pusat Statistik. 2020. “Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Indonesia

Pada Tahun 2020 Mencapai 71,94.” Bps (97):4.

Cook, R. D., & Weisberg, S. (1983). Diagnostics for heteroscedasticity in

regression. Biometrika, 70(1), 1-10.

Daoud, J. I. (2017, December). Multicollinearity and regression analysis. In

Journal of Physics: Conference Series (Vol. 949, No. 1, p. 012009). IOP


120
Publishing.

Dhanny, Omar. 2017. “The Role Of The Natural Resource Sector And Government

Spending For Education Towards Poverty Reduction In East Kalimantan.”

International Journal of Scientific & Technology Research 6(10):323–30.

Drezner, Z., Turel, O., & Zerom, D. (2010). A modified Kolmogorov–Smirnov test

for normality. Communications in Statistics—Simulation and Computation®,

39(4), 693-704.

Ferezagia, D. V. (2018). Analisis Tingkat Kemiskinan di Indonesia. Jurnal Sosial

Humaniora Terapan, 1(1).

Hardinandar, Fajrin. 2019. “Determinan Kemiskinan (Studi Kasus 29

Kota/Kabupaten Di Provinsi Papua).” Jurnal REP (Riset Ekonomi

Pembangunan) 4(1):1–12. doi: 10.31002/rep.v4i1.1337.

Kummu, M., Taka, M., & Guillaume, J. H. (2018). Gridded global datasets for gross

domestic product and Human Development Index over 1990–2015. Scientific

data, 5(1), 1-15.

Lembang, Hendricus. 2019. “Effect of Government Expenditures and Banking

Loan Distribution on the Performance of Human Resource Development in

Papua Province.” International Journal of Social Science and Business

3(2):86.

Lena Morgon Banks*, H. K. (2017). Poverty and disability in low- and middle-
income countries: A systematic review. International Centre for Evidence
121
in Disability, Department of Clinical Research, London School of Hygiene
&.

Lestari, Wiji Septiana, Karim, Abdul. 2019. “Model Regresi Spasial Dalam

Menganalisis Hubungan Pertumbuhan Ekonomi, Indeks Pembangunan

Manusia Dan Pengangguran Terhadap Kemiskinan Provinsi Papua, Septiana.”

(September).

Martono, S., and Vini Wiratno Putri. 2018. “HRM Practices in Indonesia: The

Contributing Power of Embeddedness and Support.” Jurnal Dinamika

Manajemen 9(2):206–17.

Matdoan, M. Y., & Van Delsen, M. S. N. (2020). Penerapan Analisis Cluster

Dengan Metode Hierarki Untuk Klasifikasi Kabupaten/Kota Di Provinsi

Maluku Berdasarkan Indikator Indeks Pembangunan Manusia. Statmat: Jurnal

Statistika Dan Matematika, 2(2), 123-130.

Michail Moatsos, A. (2021). Global poverty: A first estimation of its uncertainty.

World Development Perspectives .

Mirza, D. S. (2012). Pengaruh kemiskinan, pertumbuhan ekonomi, dan belanja

modal terhadap indeks pembangunan manusia di Jawa Tengah tahun 2006-

2009. Economics Development Analysis Journal, 1(2).

Mukhtar, S., Saptono, A., & Arifin, A. S. (2019). Analisis Pengaruh Indeks

Pembangunan Manusia Dan Tingkat Pengangguran Terbuka Terhadap

122
Kemiskinan Di Indonesia. Ecoplan : Journal of Economics and Development

Studies, 2(2), 77–89.

Ningrum, Shinta Setya. 2017. “Analisis Pengaruh Tingkat Pengangguran Terbuka,

Indeks Pembangunan Manusia, Dan Upah Minimum Terhadap Jumlah

Penduduk Miskin Di Indonesia Tahun 2011-2015.” Jurnal Ekonomi

Pembangunan 15(2):184.

Prabowo, Purwoko Aji, Bambang Supriyono, Irwan Noor, and M. Khairul Muluk.

2019. “Special Autonomy Policy Evaluation to Improve Community Welfare

in Papua Province Indonesia.” International Journal of Excellence in

Government ahead-of-p(ahead-of-print).

Pogge, T. (2017). Fighting global poverty. International Journal of Law in Context.

Prasetyoningrum, Ari Kristin. 2018. “Analisis Pengaruh Indeks Pembangunan

Manusia (Ipm), Pertumbuhan Ekonomi, Dan Pengangguran Terhadap

Kemiskinan Di Indonesia.” Equilibrium: Jurnal Ekonomi Syariah 6(2):217.

Putra, I. Komang Agus Adi, and Sudarsana Arka. 2018. “Analisis Pengaruh Tingkat

Pengangguran Terbuka, Kesempatan Kerja, Dan Tingkat Pendidikan

Terhadap Tingkat Kemiskinan Pada Kabupaten / Kota Di Provinsi Bali.” EP

Unud 7(3):416–44.

Riani, Ida Ayu Purba, and M. Pudjihardjo. 2012. “Analisis Dampak Pemekaran

Wilayah Terhadap Pendapatan Per Kapita , Kemiskinan Dana Ketimpangan

Antar Wilayah Di Provinsi Papua.” Jurnal Bumi Lestari 12:137–48.


123
Rivera, J. P. (2020). Winning the War on Poverty: Tracking Living Standars In

Philippines using a class of axiometic indices . Asian Institute of

Management, Makati City, Philippines.

Rizqi, U. A. A. (2019). Aplikasi Regresi Spasial untuk Menganalisis Pengaruh

Indikator Pendidikan terhadap Tingkat Pengangguran Terbuka di Jawa Tengah

Tahun 2018. Jurnal Ilmu Ekonomi Dan Pembangunan, 19(2), 139-148.

Saidatulakmal Mohd1, N. A. (2018). Pockets of poverty in the northern states of

Malaysia. GEOGRAFIA OnlineTM Malaysian Journal of Society and

Space.

Seipel, M. M. (n.d.). Global Poverty . Sage Publication : London, Thousand

oaks,CA and New Delhi, International Social Works 46(2): 191-207.

Sodik Dwi Purnomo1, I. (2019). Economic Growth and Poverty: The Mediating

Effect of Employment. Journal of Economics and policy.

Statistik, B. P. (2019). Profil Kemiskinan di Indonesia. Berita Resmi Statistik, 56,

1–12.

Sulki Chung, S. L. (2015). Poverty and perceived income inequality and changes

in growth trajectory of problem drinking. Korean J Health Educ Promot,

Vol.32, No.5 .

124
Usuka, K. (2019). An Analysis of the Determinants of Poverty in India and South

Africa. Global Majority E-Journal, Vol. 10, No. 2 (December 2019), pp.

100–115.

Wibowo, Ulah Tri, and Tukiran Tukiran. 2016. “Perkembangan Kesejahteraan

Penduduk Di Provinsi Papua.” Populasi 14(1):55–78.

Widjaja, A. R. (2019). Perumusan Indikator Kemiskinan dan Pengukuran Tingkat

Kesejahteraan Masyarakat Desa Pagedangan Ilir, Kronjo, Tangerang. Journal

of Entrepreneurship, Management and Industry (JEMI), 2(3), 148-159.

Yustie, Renta. 2017. “Analisis Pengaruh Indeks Pembangunan Manusia (Ipm)

Dan Tingkat Pengangguran Terbuka (Tpt) Terhadap Kemiskinan Kabupaten

Dan Kota Di Provinsi Jawa Timur.” Equilibrium 49–57.

Zuhdiyaty, N., & Kaluge, D. (2017). Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi

Kemiskinan Di Indonesia Selama Lima Tahun Terakhir. Jurnal Ilmiah Bisnis

dan Ekonomi Asia, 11(2), 27-31

125
Lampiran

A. Lampiran 1 : Data Penelitian

Kemiskinan
PROVINSI TAHUN IPM (X1) TPT (X2)
(Y)
2010 59,21 3,34 23,03
2011 60,24 3,11 21,23
2012 60,81 3,04 20,41
2013 61,68 3,25 20,24
2014 62,26 3,26 19,6
PAPUA 2015 62,67 3,83 22,58
2016 63,13 3,25 22,01
2017 63,73 3,27 21,38
2018 64,39 2,85 21,03
2019 65,23 3,14 20,62
2020 65,19 4,28 21,21
2010 62,65 5,16 23,19
2011 63,48 6,74 18,75
2012 64,16 4,47 17,22
PAPUA 2013 64,7 4,15 18,01
BARAT 2014 65,17 4,18 17,41
2015 65,86 4,65 18,16
2016 66,29 2,76 17,63
2017 67,01 4,28 17,14
126
2018 67,71 3,7 15,83
2019 68,49 3,76 15,13
2020 68,68 4,28 15,59
2010 59,6 7,68 34,88
2011 59,9 6,73 31,92
2012 60,3 5,42 27,04
2013 60,91 4,4 27,14
2014 61,28 5,02 26,26
NTT 2015 61,73 8,08 25,73
2016 62,21 7,46 24,88
2017 62,99 6,49 23,12
2018 63,74 6,45 22,66
2019 64,7 6,43 21,51
2020 65,09 6,8 21,7
2010 54,45 3,55 36,8
2011 55,01 5,02 36,9
2012 55,55 3,71 36,1
2013 56,25 3,15 36,11
2014 56,75 3,44 36,12
MALUKU 2015 57,25 3,99 36,13
2016 58,05 3,35 36,14
2017 59,09 3,62 36,15
2018 60,06 3 36,16
2019 60,84 3,51 36,17
2020 60,44 4,28 36,18
2010 64,27 9,97 27,74
2011 64,75 10,81 23
2012 65,43 7,71 20,76
2013 66,09 9,91 19,27
2014 66,74 10,51 18,44
GORONTALO 2015 67,05 9,93 19,36
2016 67,6 7,05 19,26
2017 68,19 9,29 18,29
2018 68,87 6,95 17,85
2019 69,45 6,69 17,65
2020 69,49 7,57 17,99

127
B. Lampiran 2 : Hasil Estimasi Regresi

1. Uji Asumsi Klasik

a. Uji Normalitas

12
Series: Residuals
10
Sample 1 55
Observations 55

8 Mean 5.54e-15
Median -0.361454
6 Maximum 9.111018
Minimum -6.732504
4
Std. Dev. 3.438607
Skewness 0.393401
Kurtosis 3.558710
2
Jarque-Bera 2.134032
0 Probability 0.344034
-6 -4 -2 0 2 4 6 8 10

b. Uji Multikolinieritas

Variance Inflation Factors


Date: 10/26/21 Time: 21:11
Sample: 1 55
Included observations: 55

128
Coefficient Uncentered Centered
Variable Variance VIF VIF

X1 0.018183 324.7984 1.188742


X2 0.052313 7.826106 1.188742
C 65.70553 294.3128 NA

c. Uji Heterokedastisitas

Heteroskedasticity Test: Glejser

F-statistic 2.345880 Prob. F(2,52) 0.1058


Obs*R-squared 4.551751 Prob. Chi-Square(2) 0.1027
Scaled explained SS 5.280689 Prob. Chi-Square(2) 0.0713

d. Uji Autokorelasi

Dependent Variable: D(Y)


Method: Least Squares
Date: 10/26/21 Time: 21:42
Sample (adjusted): 2 55
Included observations: 54 after adjustments

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

C -0.204195 0.215187 -0.948921 0.3471


D(X1) -0.732207 0.159609 -4.587496 0.0000
D(X2) 0.323089 0.136650 2.364354 0.0219

R-squared 0.311107 Mean dependent var -0.392778


Adjusted R-squared 0.284092 S.D. dependent var 1.833461
S.E. of regression 1.551316 Akaike info criterion 3.770038
Sum squared resid 122.7357 Schwarz criterion 3.880537
Log likelihood -98.79101 Hannan-Quinn criter. 3.812653
F-statistic 11.51591 Durbin-Watson stat 2.014694
Prob(F-statistic) 0.000075

129
2. Uji Spesifikasi Model

a. Uji Chow

Redundant Fixed Effects Tests


Equation: Untitled
Test cross-section fixed effects

Effects Test Statistic d.f. Prob.

Cross-section F 28.491347 (4,48) 0.0000


Cross-section Chi-square 66.889990 4 0.0000

b. Uji Hausmant

Correlated Random Effects – Hausman Test


Equation: Untitled
Test cross-section random effects

Chi-Sq.
Test Summary Statistic Chi-Sq. d.f. Prob.

Cross-section random 14.999159 2 0.0006

5. Hasil

a. Fixed Effect Model

Dependent Variable: Y
Method: Panel Least Squares
Date: 10/27/21 Time: 10:38
Sample: 2010 2020
Periods included: 11
Cross-sections included: 5
Total panel (balanced) observations: 55

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

C 70.18179 9.833909 7.136713 0.0000


X1 -0.756780 0.147050 -5.146409 0.0000
X2 0.329534 0.288023 1.144124 0.2582

Effects Specification

130
Cross-section fixed (dummy variables)

R-squared 0.930781 Mean dependent var 24.23291


Adjusted R-squared 0.922129 S.D. dependent var 7.115092
S.E. of regression 1.985493 Akaike info criterion 4.328024
Sum squared resid 189.2247 Schwarz criterion 4.583503
Log likelihood -112.0207 Hannan-Quinn criter. 4.426820
F-statistic 107.5758 Durbin-Watson stat 0.543175
Prob(F-statistic) 0.000000

b. Uji Individual Effect

Variable Coefficient Individual Effect

C 70.18179
X1? -0.756780
X2? 0.329534
Fixed Effect (Cross)
MALUKU--C 8.47057 78.65236
NTT--C 0.720087 70.901877
PAPUA—C -2.695824 67.485966
GORONTALO—C -2.336631 67.845159
PAPUABARAT--C -4.158202 66.023588

c. Koefisien Determinasi Setiap Provinsi


Maluku

Dependent Variable: KEMISKINAN


Method: Least Squares
Date: 01/07/22 Time: 11:27
Sample: 2010 2020
Included observations: 11

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

IPM -0.057828 0.032573 -1.775328 0.1138


TPT 0.236150 0.129242 1.827193 0.1051
131
C 38.72865 2.045951 18.92941 0.0000

R-squared 0.516668 Mean dependent var 36.26909


Adjusted R-squared 0.395836 S.D. dependent var 0.289118
S.E. of regression 0.224726 Akaike info criterion 0.079127
Sum squared resid 0.404012 Schwarz criterion 0.187644
Log likelihood 2.564803 Hannan-Quinn criter. 0.010722
F-statistic 4.275892 Durbin-Watson stat 1.064856
Prob(F-statistic) 0.054573

NTT

Dependent Variable: KEMISKINAN


Method: Least Squares
Date: 01/07/22 Time: 11:28
Sample: 2010 2020
Included observations: 11

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

IPM -2.047335 0.298997 -6.847353 0.0001


TPT 0.821555 0.501356 1.638666 0.1399
C 147.7951 18.48822 7.994018 0.0000

R-squared 0.856364 Mean dependent var 26.07636


Adjusted R-squared 0.820455 S.D. dependent var 4.191812
S.E. of regression 1.776185 Akaike info criterion 4.213814
Sum squared resid 25.23868 Schwarz criterion 4.322331
Log likelihood -20.17598 Hannan-Quinn criter. 4.145409
F-statistic 23.84819 Durbin-Watson stat 0.960816
Prob(F-statistic) 0.000426

Papua

Dependent Variable: KEMISKINAN


Method: Least Squares
Date: 01/07/22 Time: 11:28
Sample: 2010 2020
Included observations: 11

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

IPM -0.168537 0.168876 -0.997992 0.3475


TPT 1.019841 0.847562 1.203263 0.2633
C 28.36707 10.18406 2.785438 0.0237

R-squared 0.194940 Mean dependent var 21.21273


Adjusted R-squared -0.006325 S.D. dependent var 1.020393
S.E. of regression 1.023615 Akaike info criterion 3.111558
132
Sum squared resid 8.382296 Schwarz criterion 3.220075
Log likelihood -14.11357 Hannan-Quinn criter. 3.043154
F-statistic 0.968576 Durbin-Watson stat 1.171047
Prob(F-statistic) 0.420061

Gorontalo

Dependent Variable: KEMISKINAN


Method: Least Squares
Date: 01/07/22 Time: 11:28
Sample: 2010 2020
Included observations: 11

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

IPM -1.566568 0.437314 -3.582249 0.0072


TPT -0.351503 0.507531 -0.692574 0.5082
C 128.1371 32.53414 3.938544 0.0043

R-squared 0.698411 Mean dependent var 19.96455


Adjusted R-squared 0.623014 S.D. dependent var 3.008393
S.E. of regression 1.847129 Akaike info criterion 4.292143
Sum squared resid 27.29508 Schwarz criterion 4.400660
Log likelihood -20.60678 Hannan-Quinn criter. 4.223738
F-statistic 9.263092 Durbin-Watson stat 0.806301
Prob(F-statistic) 0.008273

Papua Barat

Dependent Variable: KEMISKINAN


Method: Least Squares
Date: 01/07/22 Time: 11:29
Sample: 2010 2020
Included observations: 11

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

IPM -0.923504 0.258903 -3.566990 0.0073


133
TPT -0.088912 0.525001 -0.169356 0.8697
C 78.83103 18.50616 4.259717 0.0028

R-squared 0.699133 Mean dependent var 17.64182


Adjusted R-squared 0.623916 S.D. dependent var 2.161017
S.E. of regression 1.325259 Akaike info criterion 3.628094
Sum squared resid 14.05050 Schwarz criterion 3.736611
Log likelihood -16.95452 Hannan-Quinn criter. 3.559689
F-statistic 9.294893 Durbin-Watson stat 1.318177
Prob(F-statistic) 0.008194

d. Hasil Uji Wald Setiap Provinsi

Papua

Wald Test:
Equation: Untitled

Test Statistic Value df Probability

t-statistic -0.997992 8 0.3475


F-statistic 0.995988 (1, 8) 0.3475
Chi-square 0.995988 1 0.3183

Null Hypothesis: C(1)=0


Null Hypothesis Summary:

Normalized Restriction (= 0) Value Std. Err.

C(1) -0.168537 0.168876

Restrictions are linear in coefficients.

Papua Barat
Wald Test:
Equation: Untitled

Test Statistic Value df Probability

t-statistic -3.566990 8 0.0073


F-statistic 12.72342 (1, 8) 0.0073
Chi-square 12.72342 1 0.0004

Null Hypothesis: C(1)=0


Null Hypothesis Summary:

Normalized Restriction (= 0) Value Std. Err.

C(1) -0.923504 0.258903


134
Restrictions are linear in coefficients.

NTT
Wald Test:
Equation: Untitled

Test Statistic Value df Probability

t-statistic -6.847353 8 0.0001


F-statistic 46.88624 (1, 8) 0.0001
Chi-square 46.88624 1 0.0000

Null Hypothesis: C(1)=0


Null Hypothesis Summary:

Normalized Restriction (= 0) Value Std. Err.

C(1) -2.047335 0.298997

Restrictions are linear in coefficients.

Maluku
Wald Test:
Equation: Untitled

Test Statistic Value df Probability

t-statistic -1.775328 8 0.1138


F-statistic 3.151788 (1, 8) 0.1138
Chi-square 3.151788 1 0.0758

Null Hypothesis: C(1)=0


Null Hypothesis Summary:

Normalized Restriction (= 0) Value Std. Err.

C(1) -0.057828 0.032573

Restrictions are linear in coefficients.

Gorontalo
Wald Test:
Equation: Untitled

Test Statistic Value df Probability

t-statistic -3.582249 8 0.0072


F-statistic 12.83251 (1, 8) 0.0072
Chi-square 12.83251 1 0.0003
135
Null Hypothesis: C(1)=0
Null Hypothesis Summary:

Normalized Restriction (= 0) Value Std. Err.

C(1) -1.566568 0.437314

Restrictions are linear in coefficients.

136

Anda mungkin juga menyukai