Anda di halaman 1dari 88

HALAMAN JUDUL

PENGARUH INFRASTRUKTUR PENDIDIKAN DAN

KESEHATAN TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI

DI INDONESIA

TESIS

Diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan dalam memperoleh gelar


Magister Ilmu Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi
Program Studi Magister Ilmu Ekonomi

oleh
QONI MARA ILLIYA
NIM : 041724453005

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS


UNIVERSITAS AIRLANGGA
SURABAYA
2022
LEMBAR PENGESAHAN

PENGARUH INFRASTRUKTUR PENDIDIKAN DAN KESEHATAN

TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI DI INDONESIA

oleh

Qoni Mara Illiya


041724453005

telah dipertahankan di depan Dewan Penguji pada tanggal 02 September 2022

dinyatakan memenuhi syarat untu diterima

Susunan Dewan Penguji: Tanda Tangan:

1. Dr. Nururl Istifadah, S.E., M.Si.


NIP.196702101998022001
(Dosen Pembimbing)
2. Drs. Ec. Tri Haryanto, M.P., Ph.D.
NIP.196811131993031003
(Dosen Penguji 1)
3. Widya Sylviana, S.E., M.Si., Ph.D.
NIP.198002072005012001
(Dosen Penguji 2)
4. Drs. Ec. Bambang Eko Afianto, M.S.E., Ph.D.
NIP.196104271988101001
(Dosen Penguji 3)
5. Dra. Ec. Dyah Wulansari, M.Ec.Dev., Ph.D.
NIP.196812071993032002
(Dosen Penguji 4)

Surabaya, 03 September 2022


Koordinator Program Studi

Dr. Deni Kusumawardani, S.E., M.Si.


NIP.197210131999031001

ii
PERNYATAAN

iii
DECLARATION

iv
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah puji syukur kepada Allah SWT dan junjungan besar Nabi

Muhammad SAW, atas segala rahmat dan karunia-Nya sehingga dapat

menyelesaikan tesis untuk memenuhi salah satu syarat kelulusan dalam meraih

derajat kesajarnaan program Strata dua (S-2) Fakultas Ekonomi dan Bisnis

Universitas Airlangga.

Selama penelitian dan penyusunan tesis ini, penulis tidak luput dari kendala.

Kendala tersebut dapat diatasi penulis karena adanya bantuan, bimbingan, dan

dukungan dari berbagai pihak, sehingga peneliti dapat menyelesaikan tesis ini

dengan baik. Oleh karena itu, penulis ingin menyampaikan rasa terimakasih

sebesar-besarnya kepada :

1. Dr. Deni Kusumawardani, S.E., M.Si., selaku Koordinator Program Studi

Magister Ilmu Ekonomi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Airlangga

2. Dr. Nurul Istifadah, S.E.,M.Si, selaku Dosen Pembimbing yang telah

menyediakan waktu, tenaga, dan pikiran untuk membimbing penulis dalam

menyusun tesis ini hingga selesai

3. Dr. Ec. Tri Haryanto, M.P., Ph.D. dan Widya Sylviana, S.E., M.Si., Ph.D,

selaku Dosen Penguji dari awal seminar proposal, seminar hasil, dan ujian

akhir tesis yang telah menyediakan waktu untuk menguji dan memberikan

arahan dalam penyempurnaan tesis ini

4. Drs. Ec. Bambang Eko Afianto, M.S.E., Ph.D., dan Dra. Ec. Dyah

Wulansari, M.Ec.Dev., Ph.D., selaku dosen penguji dalam ujian akhir tesis

v
yang telah menyediakan waktu untuk menguji dan memberikan arahan

kepada penulis

5. Bapak dan Ibu Dosen Magister Ilmu Ekonomi Fakultas Ekonomi dan Bisnis

Universitas Airlangga yang telah mendidik dan memberikan pengetahuan

kepada peneliti selama di bangku kuliah.

6. Seluruh Staff di sekertariat bersama program doktor, magister, dan profesi

Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Airlangga

7. Orang tua, Mertua, Suami, dan Anak yang telah mendukung dan

memberikan doa dalam penyelesaian tesis ini

8. Teman-teman Magister Ilmu Ekonomi angkatan 2017 genap yang

membantu dan mendukung dalam penyusunan tesis ini (Shilvi, Fathirna,

Helmi, Zubairi, Bu tri, Tika, Hakas, Ragil, Dimas, Hani, Mitha).

9. Seluruh pihak yang telah membantu peneliti sehingga dapat menyelesaikan

tesis ini

Semoga tesis ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan berguna bagi pihak-

pihak yang membutuhkan.

ABSTRAK
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menguji dan menganalisis
pengaruh pengeluaran pemerintah untuk pendidikan, pengeluaran pemerintah
untuk kesehatan, tingkat partisipasi angkatan kerja, infrastruktur pendidikan yang

vi
berupa jumlah sekolah, dan penduduk yang mengkases internet, infrastruktur
kesehatan yang berupa jumlah rumah sakit, dan jumlah peserta asuransi kesehatan
terhadap pertumbuhan ekonomi. Periode penelitian 2015 sampai 2019 pada 34
provinsi di Indonesia. Pendekatan teori yang digunakan adalah teori pertumbuhan
endogen. Metode penelitian adalah kuantitaif dengan pendekatan teknik analisis
panel dinamis sys-GMM. Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara simultan
pengaruh pengeluaran pemerintah untuk pendidikan, pengeluaran pemerintah
untuk kesehatan, tingkat partisipasi angkatan kerja, infrastruktur pendidikan yang
berupa jumlah sekolah, dan penduduk yang mengkases internet, infrastruktur
kesehatan yang berupa jumlah rumah sakit berpengaruh terhadap pertumbuhan
ekonomi, hal ini mengindikasikan bahwa jika ketujuh varibabel eksogen tersebut
bekerja bersama-sama akan memberikan hasil maksimal dalam pertumbuhan
ekonomi, sedangkan secara parsial tingkat partisipasi angkatan kerja berpengaruh
positif dan signifikan. Sedangkan secara parsial masing-masing variabel eksogen
juga berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi dengan tingkat signifikasinsi
5%, dan 10%. Pengaruh terbesar ditunjukan pada tingkat partisipasi angkatan
kerja.

Kata kunci : pertumbuhan ekonomi, infrastruktur sosial

ABSTRAC

vii
The purpose of this study is to develop and analyze the effect of govern-
ment spending on education, government spending on health, labor force partici-
pation rates, educational infrastructure in the form of schools, and population ac-
cessing the internet, health infrastructure in the form of hospitals, and the number
of health insurance participants on economic growth. Research period 2015 to
2019 in 34 provinces in Indonesia. The choice of theory used is endogeneus
theory. The research method is quantitative by GMM dynamic panel analysis
techniques. In general, the results of the study indicate that simultaneous govern-
ment spending on education, government spending on health, labor force partici-
pation rates, educational infrastructure in the form of schools, and population ac-
cessing the internet, health infrastructure in the form of hospitals, and the number
of health insurance participants influences economic growth, this proves that if the
seven dependent variables work together, it will provide maximum results in
economic growth, while partially, the biggest influence of labor force participa-
tion rates.

Key words : economic growth, sosial infrastructure

viii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL..........................................................................................i
LEMBAR PENGESAHAN...............................................................................ii
PERNYATAAN...............................................................................................iii
DECLARATION..............................................................................................iv
KATA PENGANTAR........................................................................................v
ABSTRAK......................................................................................................vii
ABSTRAC......................................................................................................viii
DAFTAR ISI...................................................................................................ix
DAFTAR TABEL.............................................................................................x
DAFTAR GAMBAR.........................................................................................x
LAMPIRAN......................................................................................................x

ix
DAFTAR TABEL

DAFTAR GAMBAR

LAMPIRAN

BAB 1
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah

Indonesia sebagai Negara berkembang, tentunya ingin dapat bersaing

dengan Negara-Negara berkembang bahkan Negara maju yang ada. Negara maju

adalah Negara yang tingkat tingkat pembangunannya sudah tercapai. Sedangkan,

Negara berkembang adalah Negara yang tingkat kesejahteraan masyarakatnya

masih di tahap menengah atau sedang.

Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator untuk melihat hasil

pembangunan yang telah dilakukan pemerintah dan juga berguna untuk

menentukan arah pembangunan di masa yang akan datang. Pertumbuhan ekonomi

x
yang positif menunjukkan adanya peningkatan dalam perekonomian negara

tersebut sebaliknya pertumbuhan ekonomi yang negatif menunjukkan adanya

penurunan perekonomian dalam negara tersebut.

Menurut Jhingan (2008) pengertian pertumbuhan ekonomi, perkembangan

ekonomi, kemajuan ekonomi, kesejahteraan ekonomi memiliki arti yang sama

yaitu proses kenaikan output per kapita dalam jangka panjang. Dengan demikian

pertumbuhan ekonomi bersifat dinamis, melihat bagaimana suatu perekonomian

berkembang atau berubah dari waktu ke waktu (Boediono, 1982). Pertumbuhan

ekonomi adalah suatu ukuran kuantitatif yang menggambarkan perkembangan

suatu perekonomian satu tahun tertentu dibandingkan dengan tahun sebelumnya

dan selalu dalam ukuran persen (Sukirno, 2010). Indikator yang digunakan untuk

melihat pertumbuhan ekonomi dalam penelitian ini adalah Produk Domestik

Regional Bruto (PDRB) atas dasar harga konstan 2010. PDB Indonesia pada

tahun 2019 atas dasar harga berlaku mencapai Rp14.837,4 triliun. Hal ini

menunjukkan bahwa pada tahun 2019 merupakan capaian PDB tertinggi sejak

lima tahun terakhir. Pertumbuhan ekonomi ditopang oleh permintaan domestik,

sebagai dampak berlanjutnya proyek infrastruktur yang kemudian memberikan

dampak pengganda kepada konsumsi rumah tangga dan investasi bangunan dan

nonbangunan (BI.go.id : 2019). Secara keseluruhan, perekonomian Indonesia

tahun 2016 tumbuh sebesar 4,8%, di mana PDB dasar harga konstan (2010)

mencapai Rp 8.982,5 triliun.

Menurut Rustan (2019) salah satu faktor yang dapat mempengaruhi

pertumbuhan ekonomi adalah infrastruktur dalam negara tersebut. Secara

xi
sederhana, dapat dikatakan bahwa infrastruktur yang baik di suatu negara akan

mampu mendorong peningkatan ekonomi di negara tersebut. Karena infrastruktur

yang layak dan memadai akan meningkatkan kesejahteran hidup masyarakat.

KBBI (2021) Infrastruktur dapat diartikan sebagai sarana dan prasarana umum.

Sarana secara umum diketahui sabagai fasilitas publik seperti rumah sakit,

sekolah, jalan, jembatan, sanitasi, telpon, dan sebagainya. Lebih jauh lagi, dalam

ilmu ekonomi infrastruktur merupakan wujud dari public capital (modal publik)

yang dibentuk dari investasi yang dilakukan pemerintah (Mankiw 2003: 38).

Familoni (2004: 16) menyebut infrastruktur sebagai basic essential service dalam

proses pembangunan maksudnya adalah layanan yang kebutuhannya akan terus

ada di masyarakat. Sedangkan definisi lain infrastruktur menurut peraturan

Presiden Republik Indonesia Nomor 38 Tahun 2015, infrastruktur adalah fasilitas

teknis, fisik, sistem, perangkat keras, dan lunak yang diperlukan untuk melakukan

pelayanan kepada masyarakat dan mendukung jaringan struktur agar pertumbuhan

ekonomi dan sosial masyarakat dapat berjalan dengan baik.

Berdasarkan Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha Kementerian

Keuangan (2022) infrastruktur adalah semua struktur dan fasilitas dasar, baik fisik

maupun sosial (misalnya bangunan, jalan, dan pasokan listrik) yang diperlukan

untuk opersional kegiatan masyarakat atau perusahaan, yang dibagi kedalam 2

kelompok, yakni Infratruktur Ekonomi (Economic Infrastructure) yang meliputi

trnsportasi, jalan, irigasi, air minum, kawasan, pengelolaan sampah, dan masih

banyak lagi. Kemudian selanjutnya Infrastruktur Sosial (Sosial Infrastructure)

yakni fasilitas pendidikan, penelitian, pemasyarakatan, dan kesehatan. Didalam

xii
penelitian ini lebih fokus kepada Infrastruktur Sosial yaitu pendidikan dan

kesehatan.

Menurut Mankiw (2007:182) Peningkatan modal manusia dapat mengacu

pada sarana dan prasarana bidang pendidikan, selain dari pada itu hal yang

dianggap penting lainnya adalah investasi yang mendorong ke arah populasi yang

sehat yaitu sarana dan prasarana dalam bidang kesehatan. Pemberdayaan sumber

daya untuk membangun infrastruktur akan memicu proses ekonomi sehingga

menimbulkan penggandaan dampak ekonomi maupun sosial (Setiadi, 2016).

Maksud dari penggandaan dampak ekonomi disini adalah dengan infrastruktur

yang memadai dalam suatu daerah dapat meningkatkan kesejahteraan hidup

masyarakat juga perekonomian negara tersebut.

World Bank mengatakan pendidikan merupakan investasi dalam

menumbuhkan ekonomi karena memberdayakan sumber daya manusia dengan

berbagai keterampilan guna menumbuhkan ide-ide baru untuk produk, layanan,

dan teknologi baru, tetapi ini membutuhkan kebijakan pemerintah yang proaktif

untuk meningkatkan kualitas pendidikan di semua negara di dunia. Pendidikan

tidak hanya berjalan sendiri, perlu juga kesehatan dalam rangka mencapai

Sumber daya Manusia yang unggul dan berkualitas. Hal tersebut karena

pendidikan dan pengetahuan saja tidak cukup, harus ditunjang dengan fisik

yang sehat agar dapat produktif dan nantinya dapat menggunakan

kemampuan dengan maksimal. Kemampuan kognitif bukanlah satu-satunya

dimensi dari sumber daya manusia yang diperhitungkan, kesehatan juga

penting. “orang yang lebih sehat cenderung lebih produktif” (Rangongo dan

xiii
Ngwakwe, 2019). Sustainable Development Goals (SDGs) merumuskan tujuan

SDG’s pada poin 9 mengenai infrastruktur: 9.1 yakni mengembangkan

infrastruktur yang berkualitas, andal, berkelanjutan dan tangguh, termasuk

infrastruktur regional dan lintas batas, untuk mendukung pembangunan ekonomi

dan kesejahteraan manusia, dengan fokus pada akses yang terjangkau dan merata

bagi semua (Bapennas, 2022).

Dalam laporan pada pada tahun 2019, World Economic Forum (WEF)

mengungkapkan bahwa tingkat daya saing Indonesia masih tertinggal dari

beberapa Negara Asean. Indonesia berada di posisi ke 5. Yang mana daya saing

ini salah satunya dipengaruhi infrastruktur yang ada pada Negara, salah satunya

infrastruktur pendidikan dan kesehatan. Berkurangnya kualitas dan pelayanan dan

tertundanya pembangunan infrastruktur akan menghambat laju pembangunan

nasional. Upaya pembenahan kondisi infrastruktur di Indonesia dianggap penting

untuk meningkatkan kesejahteraan hidup masyarakat, dan mendorong terjadinya

peningkatan PDRB pada setiap daerah. Infrastruktur yang baik tentunya akan

mempengaruhi produktivitas masyarakat dan diharapkan mampu mendorong

pertumbuhan ekonomi di Indonesia. Yang difokuskan pada pemberdayaan sumber

daya manusia melalui pembangunan infrastruktur sosial yakni sektor pendidikan

dan kesehatan.

Menurut World Bank (2016) pendidikan merupakan investasi dalam

menumbuhkan ekonomi karena memberdayakan sumber daya manusia dengan

berbagai keterampilan guna menumbuhkan ide-ide baru untuk produk, layanan,

dan teknologi baru, tetapi ini membutuhkan kebijakan pemerintah yang proaktif

xiv
untuk meningkatkan kualitas pendidikan di semua negara di dunia. Pemerintah

Indonesia dapat melakukan berbagai cara untuk meningkatkan kesehatan dan

pengetahuan masyarakat, salah satunya dengan menyediakan anggaran untuk

kesehatan dan pendidikan. Todaro dan Smith (2006) menyatakan kesehatan dan

pendidikan merupakan point penting dalam pembangunan perekonomian.

Kesehatan dan pendidikan juga merupakan komponen penting dari pertumbuhan

dan perkembangan dalam output agregat. Pendidikan menunjukkan hubungan

dinamis yang kompleks dengan beberapa komponen kesejahteraan, termasuk

kesehatan. Misalnya, pendidikan akan mempengaruhi pengetahuan akan

kesehatan di masa dewasa; dan kesehatan serta pendidikan orang tua khususnya

ibu akan berpengaruh pada anaknya kelak (Vogl, 2014). Hubungan tersebut

demikian menjadi sangat penting di negara berkembang, di mana tingkat

pendidikan dan kesehatan masih tergolong rendah (Barro & Lee, 2011); Becker,

Philipson, dan Soares (2005).

Tabel 1.1
Rasio Infrastruktur Sosial (Pendidikan dan Kesehatan) di Indonesia tahun 2015
dan 2019

Tahun 2015 Tahun 2019


Infrastruktur Sosial
NO.
Indonesia

Jumlah Rasio Jumlah Rasio

1 Infrastruktur 26.237 (unit) 30.093(unit)


Pendidikan
1:615 1:540
2 Jumlah murid dan 16.128.783(orang) 16.245.870(orang)
mahasiwa

3 Infrastruktur 20.891(unit) 25.244(unit)


Kesehatan 1:12070 1:10498
4 Jumlah Penduduk 252.164.800(orang) 266.918.700(orang)

xv
Sumber: Badan Pusat Statistik, 2019

Rasio infrastruktur sosial berupa pendidikan dan kesehatan dengan

penggunanya secara umum semakin meningkat antara tahun 2015 dan tahun

2019. Namun angka rasio masih tergolong tinggi. Indikasi ini menunjukkan

sarana dan prasarana pendidikan dan kesehatan di Indonesia perlu ditingkatkan.

Kondisi seperti ini akan menyebabkan rendahnya mutu modal manusia (human

capital) yang pada akhirnya akan mengakibatkan rendahnya tingkat

produktivitas yang dihasilkan dari setiap kegiatan ekonomi.

Salah satu cara untuk melihat upaya pembangunan yang telah dilakukan

pemerintah di bidang pendidikan dan kesehatan yakni dengan melihat

pengeluaran pemerintah untuk pendidikan dan kesehatan yang pembiayaanya

bersumber dari dana APBD seluruh provinsi yang ada di Indonesia.

miliyar

Sumber : Kementerian keuangan (2020)


Gambar 1.2 Anggaran Pemerintah untuk Pendidikan dan Kesehatan pada tahun
2014-2020

xvi
Dilihat dari gambar 1.2 anggaran pemerintah untuk pendidikan cenderung

stabil, meski sempat menurun di tahun 2016, selanjutnya terus meningkat sampai

tahun 2020. Sedangkan untuk anggaran kesehatan selalu meningkat tiap tahunnya.

Anggaran kesehatan dan pendidikan dalam tujuh tahun terakhir terus konsisten

berada pada angka masing-masing 5 persen dan 20 persen terhadap Anggaran

Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Pada pembacaan nota keuangan 2020,

anggaran kesehatan tercatat Rp59,7 triliun sementara anggaran pendidikan yakni

Rp353,4 triliun. Anggaran kesehatan meningkat 90,76 persen dari 2015 sebanyak

Rp69,3 triliun sementara anggaran pendidikan meningkat 29,6 persen terhadap

2015 sejumlah Rp390,3 triliun. Hal ini menunjukkan bahwa anggran pemerintah

untuk pendidikan dan kesehatan meningkat tiap tahunnya yang mana hal ini

bertujuan agar seluruh masyrakat dapat menikmati pendidikan dan fasilitas

kesehatan yang layak serta merata baik di daerah perkotaan maupun daerah yang

terpencil.

Pemberdayaan di sektor pendidikan dan kesehatan, pemerintah terus

berupaya untuk meningkatkan angka tingkat partisipasi angkatan kerja (TPAK),

sebab peningkatan TPAK maka akan memberikan dampak terhadap pertumbuhan

ekonomi yang lebih besar. Tingkat pertisipasi angkatan kerja (TPAK) merupakan

salah satu ukuran yang sering dipakai untuk melihat fluktuasi dari partisipasi

penduduk usia kerja dalam kegiatan ekonomi. TPAK didefinisikan sebagai

perbandingan antara penduduk yang terlibat dalam kegiatan ekonomi atau disebut

angkatan kerja (bekerja atau mencari pekerjaan) terhadap seluruh penduduk usia

kerja. Pada kelompok pemuda, TPAK merupakan proporsi pemuda (penduduk

xvii
usia 15 tahun) yang terlibat dalam kegiatan ekonomi terhadap pemuda itu sendiri

(Mirah, Kindangen, Rorong, 2020). Tingkat partisipasi angkatan kerja menurut 6

Pulau terbesar di Indonesia pada tahun 205-2019 menunjukkan tren yang

meningkat tiap tahunnya, tetapi masih terlihat kesenjangan antara pulau Jawa dan

Bali dengan pulau lainnya. pada tahun 2015-2019 TPAK pada wilayah Jawa dan

Bali paling tinggi, kemudian wilayah Kalimantan, disusul wilayah Sulawesi,

kemudian wilayah Nusa Tenggara, dan wilayah Sumatera. Hal tersebut

menunjukkan tingkat partisipasi antar daerah yang ada di Indonesia belum dapat

dijangkau dan di optimalkan dengan maksimal.

Siddique, Moheyuddin, dan Kiani (2018) menyatakan bahwa kesehatan

dan pendidikan merupakan hal yang sangat diperlukan untuk pertumbuhan

ekonomi suatu perekonomian. Studi tersebut juga merekomendasikan agar

berfokus pada pendidikan dan fasilitas kesehatan yang lebih baik untuk

meningkatkan pertumbuhan ekonomi khususnya di negara berpenghasilan rendah.

Menurut Baldacci et al (2004), pengeluaran pemerintah untuk pendidikan dan

kesehatan akan berdampak pada status kesehatan dan pendidikan yang lebih baik.

Pada penelitian tersebut ditemukan bahwa belanja publik yang lebih besar untuk

pendidikan dasar dan menengah berdampak positif pada ukuran pencapaian

pendidikan, dan peningkatan belanja perawatan kesehatan menurunkan angka

kematian anak dan bayi. Jika alokasi pengeluaran untuk pendidikan dan

perawatan kesehatan ditujukan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi dan

meningkatkan kesejahteraan masyarakat miskin, pembuat kebijakan di banyak

xviii
negara berkembang dan transisi perlu lebih memperhatikan alokasi dalam sektor-

sektor ini.

Hasil penelitian Sharma (2018) dan Finlay (2007) menyatakan bahwa

kesehatan masyarakat berpengaruh positif terhadap pertumbuhan ekonomi. Selain

itu, dinyatakan juga bahwa modal manusia menjadi pendorong pertumbuhan

ekonomi yang berarti ada pengaruh kuat dari endogenitas dalam upaya

mendorong pertumbuhan ekonomi. Hasil penelitian Odit, Dookhan, dan Fauzel

(2010), serta Reza (2013) menyatakan bahwa pendidikan merupakan faktor

penting dalam meningkatkan dan mendorong pertumbuhan ekonomi. Hal tersebut

terjadi karena pendidikan menjadi penggerak peningkatan output karena benar-

benar dapat meningkatkan produktivitas tiap individu. Penelitian juga menyatakan

bahwa penduduk yang menempuh pendidikan adalah salah satu variabel kunci

yang mempengaruhi perekonomian dan pertumbuhan negara.

Berdasarkan pengamatan di atas, hal ini menjadikan motivasi untuk

melihat pengaruh infrastruktur pendidikan dan kesehatan terhadap pertumbuhan

ekonomi di Indonesia. Banyak studi sebelumnya yang meneliti tentang

infrastruktur, tetapi hanya fokus pada modal fisik, seperti transportasi,

telekomunikasi, dan sebagainya. Selain menggunakan infrastruktur pendidikan,

dan kesehatan, disini peneliti akan memperluas variabel penelitian untuk melihat

kualitas SDM yang ada menggunakan variabel jumlah penduduk yang mengakses

internet dan jumlah penduduk yang yang memiliki jaminan kesehatan. Dengan

menggunakan regresi data panel dinamis GMM (generalized method moment)

xix
untuk melihat secara luas pengaruh infrastruktur pendidikan dan kesehatan di

Indonesia.

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang, maka rumusan masalah dalam penelitian ini

adalah “Apakah pengeluaran pemerintah untuk pendidikan, pengeluaran pemerin-

tah untuk kesehatan, tingkat pastisipasi angkatan kerja (TPAK), infrastruktur pen-

didikan yang berupa jumlah sekolah, jumlah penduduk yang mengakses internet,

dan infrastruktur kesehatan yang berupa jumlah rumah sakit, dan jumlah peserta

asuransi kesehatan berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi di Indonesia?”

1.3. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan dari penelitian ini

adalah “Untuk menguji dan menganalisis pengeluaran pemerintah untuk pen-

didikan, pengeluaran pemerintah untuk kesehatan, tingkat partisipasi angkatan

kerja (TPAK), infrastruktur pendidikan yang berupa jumlah sekolah, jumlah pen-

duduk yang mengakses internet, dan infrastruktur kesehatan yang berupa jumlah

rumah sakit, dan jumlah peserta asuransi kesehatan terhadap pertumbuhan

ekonomi di Indonesia.”

1.4. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat yang diharapkan penulis dari penelitian ini adalah :

1. Bagi Penulis

Penelitian ini bermanfaat untuk memperoleh gelar magister ilmu ekonomi,

dan untuk menerapkan pengetahuan yang didapat selama proses perkuliahan.

2. Bagi akademisi

xx
Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai pijakan dan referensi pada

penelitian-penelitian selanjutnya yang berhubungan dengan infrastruktur

pendidikan, infrastruktur kesehatan, dan pertumbuhan ekonomi.

3. Bagi pemerintah

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan informasi, bahan

masukan ataupun pertimbangan bagi pemerintah dalam merumuskan kebijakan

atau menyusun perencanaan pembangunan infrastruktur di Indonesia.

1.5. Lingkup Penelitian

Kapital yang digunakan dalam penelitian ini yaitu pengeluaran pemerintah

untuk pendidikan dan kesehatan pada 34 provinsi di Indonesia. Labor dalam

penelitian ini dengan menggunakan variabel tingkat partisipasi angkatan kerja

(TPAK) pada 34 provinsi di Indonesia. Infrastruktur yang digunakan dalam

penelitian ini adalah yang pertama yaitu jumlah sekolah SD, SMP, SMA dan

SMK yang ada di 34 provinsi di Indonesia. Yang kedua jumlah penduduk yang

mengakses internet di 34 provinsi di Indonesia. Yang ketiga jumlah rumah sakit

umum dan khusus di 34 provinsi di Indonesia. Yang keempat jumlah peserta

asuransi kesehatan di 34 provinsi di Indonesia periode 2015-2019.

1.6. Sistematika tesis

BAB I PENDAHULUAN

Yang mana didalamnya berisi tentang latar belakang, rumusan masalah, tujuan

penelitian, manfaat penelitian, lingkup penelitian, dan sistematika tesis

BAB II LANDASAN TEORI

xxi
Membahas mengenai teori-teori yang digunakan sebagai landasan dalam

penelitian ini yang bersumber dari kutipan buku, jurnal, dan berita. Kemudian

penelitian terdahulu yang sesuai dengan penelitian, kemudian kerangka konsep,

dan terakhir model analisis dan penyusunan hipotesis

BAB III METODE PENELITIAN

Membahas mengenai jenis penelitian, tempat dan waktu penelitian, objek dan

subjek penelitian, dan teknik analisis data

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Berisi tentang gambaran umum infrastruktur pendidikan dan kesehatan di

Indonesia, hasil estimasi persamaan, dan pembahasan hasil estimasi yang

dihubungkan dengan teori dan penelitian terdahulu yang relevan.

BAB V PENUTUP

Berisi tentang kesimpulan seluruh hasil penelitian dan saran kebijakan untuk

pemerintah dan penelitian selanjutnya.

DAFTAR PUSTAKA

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Landasan Teori

2.1.1. Teori Pertumbuhan Endogen

xxii
Berdasarkan beberapa pengertian pertumbuhan ekonomi dari beberapa ahli

maka dapat diambil kesimpulan pertumbuhan ekonomi adalah salah satu indikator

yang digunakan untuk mengukur prestasi ekonomi suatu negara. Dalam kegiatan

ekonomi sebenarnya, pertumbuhan ekonomi berarti perkembangan ekonomi fisik.

Beberapa perkembangan ekonomi fisik yang terjadi di suatu negara adalah

pertambahan produksi barang dan jasa dan perkembangan infrastruktur.

Pengertian pertumbuhan ekonomi adalah nilai hasil perlakuan terhadap suatu

perencanaan kegiatan (sektor) yang sekarang dibandingkan dengan keadaan sektor

tahun lalu (Mahyudi, 2004 : 35). Menurut Tambunan (2012 : 40) dari sisi

penawaran agregat, faktor-faktor pendorong adalah perubahan kemajuan

teknologi, peningkatan kualitas sumber daya manusia, dan penemuan material-

material baru untuk produksi. Dalam periode jangka panjang, pertumbuhan yang

berkesinambungan membawa perubahan struktur ekonomi lewat efek peningkatan

pendapatan masyarakat (dari sisi permintaan) dan akan memicu pertumbuhan

ekonomi.

Tiga komponen pertumbuhan ekonomi yang paling penting adalah sebagai

berikut:

a. Akumulasi modal, mencakup semua investasi lahan, peralatan fisik, dan sumber

daya manusia melalui peningkatan kesehatan, pendidikan dan keterampilan

kerja.

b. Pertumbuhan populasi yang menyebabkan pertumbuhan angkatan kerja (labor

force).

c. Kemajuan teknologi (Todaro, 2011 : 118).

xxiii
Model pertumbuhan endogen menyajikan sebuah kerangka teoritis yang

lebih luas dalam menganalisis proses pertumbuhan ekonomi. Teori ini mencoba

untuk mengidentifikasi dan menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi proses

pertumbuhan ekonomi yang berasal dari dalam (endogenous) sistem ekonomi itu

sendiri (Arsyad, 2010). Kemajuan teknologi dianggap hal yang bersifat endogen,

dimana pertumbuhan ekonomi merupakan hasil dari keputusan para pelaku

ekonomi dalam berinvestasi di bidang ilmu pengetahuan. Selain itu pengertian

modal disini bersifat lebih luas, bukan hanya sekadar modal fisik tetapi juga

mencakup modal insani (human capital).

Untuk menggambarkan gagasan di belakang teori pertumbuhan endogen,

dimulai dengan fungsi produksi sederhana:

Y = AK , (2.2)

Dimana Y adalah output, k adalah persediaan modal, dan A adalah

konstanta yang mengukur jumlah output yang diproduksi untuk setiap unit modal.

Satu unit modal tambahan memproduksi unit output tambahan sebesar A , tanpa

memperhitungkan berapa banyak modal yang ada. Ketiadaan pengembalian modal

yang kian menurun ini merupakan perbedaan penting antara model pertumbuhan
(2.3)

endogen dan model Solow. Untuk melihat bagaimana fungsi produksi ini

berkaitan dengan pertumbuhan ekonomi. Seperti biasa, mengasumsikan sebagian

pendapatan untuk ditabung dan diinvestasikan. Karena itu, dijelaskan akumulasi

modal dengan persamaan yang telah digunakan sebelumnya:

∆ K =sY −δK

xxiv
Persamaan menyatakan bahwa perubahan persediaan modal (∆ K ) sama

dengan investasi ( sY ) dikurangi depresiasi (δK ). Menggabungkan persamaan ini

dengan fungsi produksi Y = AK , akan didapatkan persamaan:

∆ Y /Y =∆ K / K =sA−δ (2.4)

Persamaan ini menunjukkan apa yang menentukan tingkat pertumbuhan

output ∆ Y /Y . Selama sA> δ , pendapatan perekonomian tumbuh selamanya,

meskipun tanpa asumsi kemajuan teknologi.

Dalam model Solow, tabungan akan mendorong pertumbuhan untuk

sementara, tetapi pengembalian modal yang kian menurun pada akhirnya akan

mendorong perekonomian mencapai kondisi mapan dimana pertumbuhan hanya

bergantung pada kemajuan teknologi eksogen. Sebaliknya, dalam model

pertumbuhan endogen, tabungan dan investasi bisa mendorong pertumbuhan yang

berkesinambungan.

Teori pertumbuhan endogen dengan jelas menggambarkan tentang

bagaimana akumulasi modal tidak mengalami diminishing returns, namun justru

akan mengalami increasing return dengan adanya spesialisasi dan investasi di

bidang sumber daya manusia dan ilmu pengetahuan. Teori ini memiliki tiga

elemen dasar yaitu :

1. Adanya perubahan teknologi yang bersifat endogen melalui proses akumulasi

ilmu pengetahuan.

2. Adanya penciptaan ide-ide baru oleh perusahaan sebagai akibat dari

mekanisme lubran pengtahuan (knowledge spillover).

xxv
3. Produksi barang-barang konsumsi yang dihasilkan oleh faktor produksi ilmu

pengetahuan akan tumbuh tanpa batas (Mankiew, 2017).

2.1.2. Infrastruktur Pendidikan dan Kesehatan

Pendidikan memiliki peran utama sebagai sarana peningkatan

kesejahteraan melalui pemanfaatan kesempatan kerja yang ada. Melalui

pendidikan akan tercipta tenaga kerja yang berkualitas yang mampu menggunakan

teknologi baru dari penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi di sekolah

(pendidikan formal). Setiap satu tahun tambahan sekolah, diharapkan mampu

meningkatkan produktivitas dan pendapatan seseorang, sehingga selain dapat

mengurangi kemiskinan juga dapat memperbaiki distribusi pendapatan (Todaro

dan Smith 2006).

Pendidikan merupakan hal yang penting bagi kehidupan manusia. Dengan

pendidikan segala potensi dan bakat yang terpandang dapat bermanfaat bagi diri

pribadi maupun kepentingan orang banyak, dalam hal ini pendidikan menjadi

faktor pendukung manusia mengatasi segala persoalan kehidupan baik dalam

lingkungan keluarga, masyarakat, bangsa dan Negara. Manusia membutukan

pendidikan dalam kehidupannya, pendidikan merupakan usaha sadar agar manusia

dapat mengembangkan potensi dirinya melalui proses pembelajaran dan atau

dengan cara lain yang dikenal dan diakui oleh masyarakat. Pendidikan merupakan

suatu yang sangat penting dalam kehidupan manusia, dalam kenyataannya

pendidikan telah mampu membawa manusia kearah kehidupan yang lebih

beradab, pendidikan telah ada seiringan dengan lahirnya manusia, ketika manusia

muncul diranah itu pula pendidikan muncul, pendidikan juga merupakan investasi

xxvi
yang paling utama bagi bangsa, apalagi bagi bangsa yang sedang berkembang,

pembangunan hanya dipersiapkan melalui pendidikan, (Minarti, 2011).

Sarana pendidikan adalah perlengkapan secara langsung dipergunakan

untuk proses pendidikan, sedangkan prasarana pendidikan adalah fasilitas yang

secara langsung menunjang jalannya proses pendidikan. Dalam melaksanakan

amanat pemerintah, diterbitkan peraturan Mentri Pendidikan Nasional

(Permendiknas) Nomor 24 tahun 2007 tentang standar sarana prasarana SD/MI,

SMP/MTS, dan SMA/MA. Harapannya adalah tujuan pendidikan pada setiap

satuan pendidikan yang telah digariskan pada undang-undang sistem pendidikan

nasional nomor 20 tahun 2003 segera terwujud (Minarti, 2011).

Untuk mendukung keberhasilan pembangunan sistem pendidikan nasional,

pemerintah diharapkan dapat mengemban amanat pasal 31 UUD 1945 (ayat 4)

tentang anggaran pendidikan agar mencapai sekurang-kurangnya 20% dari

anggaran pendapatan belanja negara dan anggaran pendapatan belanja daerah,

untuk memenuhi kebutuhan penyelenggara pendidikan. Fungsi dan orientasi

pendidikan dalam peningkatan kualitas sumber daya manusia pernah dibuat dalam

satu kebijakan nasional, dalam tiga strategi pokok pembangunan pendidikan

nasional, yaitu:

1. Pemerataan kesempatan pendidikan,

2. Peningkatan relevansi dan kualitas pendidikan,

3. Peningkatan kualitas manajemen pendidikan.

Berikutnya, titik tolak mengenai orientasi pendidikan nasional adalah:

1. Mencerdaskan kehidupan bangsa,

xxvii
2. Mempersiapkan SDM yang berkualitas, terampil, dan ahli,

3. Membina dan mengembangkan penguasaan berbagai cabang keahlian ilmu

pengetahuan dan teknologi.

Seperti yang diungkapkan Todaro (2006) menyatakan bahwa pada

dasarnya kesehatan merupakan salah satu aspek yang menentukan tinggi

rendahnya standar hidup seseorang. Oleh karena itu, status kesehatan yang relatif

baik dibutuhkan oleh manusia untuk menopang semua aktivitas hidupnya. Maka

untuk mencapai kondisi kesehatan yang baik tersebut dibutuhkan sarana kesehatan

yang baik pula. Kehidupan manusia yang semakin modern dalam berbagai aspek

kehidupan termasuk aspek kesehatan lambat laun seiring dengan perkembangan

zaman yang terjadi mampu menjelaskan secara rasional bagaimana

mengoptimalkan status kesehatan, sehingga berbagai upaya dilakukan melalui

kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK). Dilihat dari perspektif

ekonomi, sisi penting mengenai faktor kesehatan bagimanusia akan berkaitan erat

dengan kualitas sumber daya manusia (quality of humanresources) itu sendiri.

Tinggi rendahnya kualitas sumber daya manusia (SDM) akan ditentukan

oleh status kesehatan, pendidikan dan tingkat pendapatan per kapita. Dalam

kegiatan perekonomian, ketiga indikator kualitas sumber daya manusia tersebut

secara tidak langsung juga akan mempengaruhi indeks pembangunan manusia di

suatu negara. Kesehatan adalah halyang paling dominan di dalam menyumbang

kualitas sumber daya manusia (SDM). Ketika kualitas kesehatan bagus, maka

kualitas sumber daya manusia juga bagus. Kualitas sumber daya manusia adalah

hal utama dalam pembangunan suatu negara.

xxviii
Infrastruktur kesehatan merupakan salah satu faktor kunci dari tercapainya

pembangunan kesehatan di Indonesia. World Health Organization (WHO)

mendefinisikan kesehatan sebagai sebuah kondisi kesejahteraan fisik, mental

dan sosial, bukan sekedar bebas penyakit dan kelemahan fisik. Adapun

infrastruktur kesehatan yang dibutuhkan itu terbagi ke dalam infrastruktur

kesehatan fisik dan infrastruktur kesehatan nonfisik. Infrastruktur fisik kesehatan

meliputi bangunan rumah sakit, puskesmas, klinik, apotik. Sedangkan

infrastruktur kesehatan nonfisik adalah ketersediaan tenaga medis di rumah sakit,

puskesmas, klinik, aksebilitas dan sebagainya.

Tujuan pembangunan kesehatan yang tercantum dalam Rencana Strategi

Pembangunan Kesehatan adalah terselenggaranya program atau kegiatan

pembangunankesehatan yang memberi jaminan tercapainya derajat kesehatan

masyarakat yang setinggi-tingginya. Arah kebijakan pembangunan kesehatan

menurut Departemen Kesehatan (2004) adalah :

1. Meningkatkan mutu sumber daya manusia dan lingkungan yang saling

mendukung,dengan pendekatan paradigma sehat yang memberikan prioritas

pada upaya peningkatan kesehatan, pencegahan, penyembuhan, pemulihan,

dan rehabilitasi sejak pembuahan dalam kandungan sampai usia lanjut.

2. Meningkatkan dan memelihara mutu lembaga dan pelayanan kesehatan

melalui pemberdayaan sumber daya manusia secara berkelanjutan dan sarana

prasarana dalam bidang medis, termasuk ketersediaan obat yang dapat

dijangkau oleh masyarakat.

xxix
Pelayanan kesehatan melalui rumah sakit dan puskesmas serta pelayanan

kesehatan lainnya diharapkan meningkatkan mutu kesehatan yang menjangkau

seluruh masyarakat untuk mewujudkan pembangunan kesehatan yang merata.

Pengembangan infrastruktur kesehatan, baik secara kuantitas maupun kualitas,

akan mendorong peningkatan kualitas sumber daya manusia.

2.2. Penelitian Terdahulu

Penelitian terdahulu bertujuan untuk mendapatkan bahan perbandingan

dan acuan. Selain itu juga untuk menghindari anggapan kesamaan dengan

penelitian ini. Berikut merupakan beberapa rangkuman penelitian terdahulu yang

telah dirangkum dari jurnal terkait dengan penelitian yang dilakukan : yang

pertama penelitian oleh Gao, et al (2019) dengan Objek penelitian : Pasokan tanah

area lahan perumahan, rasio guru dan murid, jumlah tempat tidur di rumah sakit

dan puskesmas, perpustakaan umum, populasi, investasi aset tetap, PDB per

kapita, pengeluran pemerintah untuk pendidikan, orang yang bekerja di industri

tersier, persentase output industri tersier dari total PDB Tingkat swasembada

keuangan. Dan Subjek penelitian : Lahan untuk infrastruktur sosial. Menggunakan

model analisis model efek tetap, data panel. Hasil penelitian ini menunjukkan

bahwa motivasi pemerintah daerah adalah menyewakan lebih banyak lahan

perumahan untuk mendapatkan pendapatan lebih besar daripada memperkuat

daerah yang memiliki infrastruktur yang kurang lengkap.

Kedua penelitian yang dilakukan oleh Queiroz, et al (2019). Penelitian ini

meneliti tentang efisiensi dinamis pendidikan dasar di Brasil dengan menggu-

nakan variabel siswa per kelas, siswa per guru, guru dengan gelar, indeks

xxx
infrastruktur, indeks sosial ekonomi, skor bahasa, skor matematika. Dengan

menggunakan model analisis DEA dinamis. Hasil penelitian menunjukkan hampir

tidak terjadi evolusi pada efisiensi sekolah antara tahun 2007 dan 2015, tetapi

menunjukkan peningkatan efisiensi dengan investasi dalam infrastruktur sekolah.

Ketiga penelitian yang dilakukan oleh Yasin, et al (2010). Studi ini

dilakukan untuk mengetahui kesesuaian infrastruktur fisik sekolah dan

keterpaduan program pendidikan khusus di Malaysia. Hasil penelitian menun-

jukkan 37,7 persen responden tidak yakin dengan kebutuhan ruang kelas.

Mayoritas responden (53,6%) puas dengan lokasi (lantai dasar) program

pendidikan luar biasa. Namun, 41,9 persen responden tidak setuju dengan ruang

karena tidak sesuai dengan kapasitas siswa dan guru sekaligus dan infrastruktur

yang tidak memadai, terutama untuk fasilitas dasar. Kesimpulannya, pendidikan

luar biasa masih membutuhkan banyak perbaikan dan modifikasi kelas harus

dilakukan dengan standar bersertifikat.

Keempat penelitian Shawabkeh, et al (2022) . Studi ini mengeksplorasi

peran layanan infrastruktur sosial dalam mengembangkan pusat kota di Yordania.

Penelitian ini menggunakan dua pendekatan yaitu pendekatan uji coba dan

eksplorasi, pendekatan metode campuran dengan menggunakan studi kasus

komparatif wilayah studi, dan perangkat ilmu informasi geografis (SIG). Hasil

penelitian ini menunjukkan (1) Semakin rendah kepadatan penduduk, semakin

besar layanan infrastruktur sosial yang memadai, (2) Semakin rendah kawasan

terbangun di pusat kota, semakin besar layanan infrastruktur sosial yang memadai,

(3) Kota-kota memiliki persentase yang rendah kawasan terbangun di pusat kota

xxxi
dengan kepadatan penduduk kota yang rendah dianggap sebagai wilayah yang

paling menguntungkan untuk ditinggali, karena tersedianya layanan infrastruktur

sosial yang memadai, (4) Layanan pusat pendidikan berbanding lurus dengan

kawasan terbangun dan kepadatan penduduk, (5) Pelayanan publik berbanding

lurus dengan kawasan terbangun dan kepadatan penduduk, (6) Pelayanan

bangunan lembaga publik berbanding lurus dengan kawasan terbangun dan

kepadatan penduduk, (7) Pelayanan ruang rekreasi berbanding terbalik terhadap

kawasan terbangun dan kepadatan penduduk; dan (8) Pelayanan Puskesmas

berbanding terbalik dengan kawasan terbangun dan kepadatan penduduk.

Kelima penelitian yang dilakukan Oyvat, Onaran, (2022). Meneliti

mengenai dampak jangka pendek dan jangka menengah dari pengeluaran dalam

infrastruktur sosial, yang berupa : pengeluaran dalam pendidikan, perawatan anak,

kesehatan dan perawatan sosial, upah dan kesenjangan upah gender pada output

dan pekerjaan laki-laki dan perempuan di Korea Selatan. Dengan menggunakan

model analisis SVAR 1970-2012. Hasil menunjukkan bahwa peningkatan

infrastruktur sosial publik secara signifikan meningkatkan total output non-

pertanian dan lapangan kerja di Korea Selatan baik dalam jangka pendek maupun

menengah. Selain itu di temukan bahwa pengeluaran infrastruktur sosial yang

lebih tinggi meningkatkan pekerjaan perempuan lebih banyak daripada pekerjaan

laki-laki dalam jangka pendek dan meningkatkan pekerjaan laki-laki dan

perempuan dalam jangka menengah karena peningkatan output.

Keenam penelitian yang dilakukan oleh Samah, Norazam, (2018).

Penelitian ini menguraikan perbedaan penting dalam peran yang dimainkan oleh

xxxii
tiga jenis infrastruktur dalam memoderasi dampak konflik terhadap kesehatan, ke-

mudian mengevaluasi intensitas konflik sebagai ukuran berkelanjutan, menangkap

bagaimana berbagai jenis infrastruktur dapat melindungi kesehatan di daerah yang

terkena dampak konflik. Model analisis menggabungkan metrik konflik dan

infrastruktur yang di-geocode dengan data kesehatan anak tingkat individu

sebagai penanda kesejahteraan masyarakat yang sangat sensitif terhadap konflik,

yang mencakup 29 negara bagian Afrika Sub-Sahara antara tahun 2000 dan 2018.

Hasil menunjukkan bahwa infrastruktur fisik memperbaiki dampak konflik

terhadap kesehatan. Namun, tinggal di daerah terpencil dengan produksi pangan

yang lebih tinggi juga memberikan perlindungan yang signifikan dari konflik.

Pola empiris ini menghadirkan tantangan kebijakan karena peningkatan akses ke

pasar dan pengurangan tingkat pertanian subsisten dikaitkan dengan peningkatan

kesehatan dan pembangunan ekonomi dari waktu ke waktu. Tinggal di daerah

yang lebih padat memiliki manfaat dan risiko kesehatan yang substansial. Efek ini

kemungkinan akan menjadi lebih kompleks karena negara-negara di Afrika Sub-

Sahara terus mengalami urbanisasi.

xxxiii
2.3. Kerangka Konseptual

Kerangka konsep dalam penelitian ini adalah melihat adanya pengaruh

jumlah sekolah, jumlah siswa yang mengkases internet, jumlah rumah sakit, dan

jumlah peserta asuransi kesehatan terhadap pertumbuhan ekonomi di Indonesia.

Berdasarkan analisis tersebut, maka kerangka konsep dalam penelitian ini

ditunjukkan oleh gambar 2.1 :

Faktor Pertumbuhan Ekonomi

Kapital Labor Sumber Daya Manusia Infrastruktur Sosial

Tingkat
partisipasi Penduduk yang
Jumlah sekolah
Pengeluaran mengakses internet
angkatan Jumlah rumah sakit
pemerintah untuk Peserta asuransi kesehatan
kerja
pendidikan
Pengeluaran
pemerinta
untukkesehatan

Pertumbuhan Ekonomi

Gambar 2.1 Kerangka Konseptual

34
2.4. Model Analisis dan Penyusunan Hipotesis

2.4.1. Model analisis

Penelitian ini adalah penelitian kuantitatif dengan metode analisis regresi


data panel GMM (generalized method of moment). Metode analisis panel GMM
ini digunakan untuk melihat pengaruh infrastruktur pendidikan dan infrastruktur
kesehatan terhadap pertumbuhan ekonomi di Indonesia. Dengan model analisis
sebagai berikut:
ln PDRB¿ =∝0 + β ln ( y ¿−1 ) +∝1 ln ( PPP ¿ ) +∝2 ln ( PPK ¿ ) +∝3 ( TPAK ¿ ) +∝4 ln ( JS ¿ ) +∝5 ln ( JPI ¿ ) +∝6 ln ( JRS¿

Keterangan:

PDRB¿ = PDRB atas harga konstan 2010 tiap provinsi i tahun t (2.5)

PPP ¿ = pengeluaran pemerintah untuk pendidikan tiap provinsi i tahun t

PPK ¿ = pengeluaran pemerintah untuk kesehatan tiap provinsi i tahun t

TPAK ¿ = tingkat partisipasi angkatan kerja tiap provinsi i tahun t

JS¿ = jumlah sekolah tiap provinsi i tahun t

JPI ¿ = penduduk yang mengakses internet tiap provinsi i tahun t

JRS¿ = jumlah rumah sakit tiap provinsi i tahun t

JPAK ¿ = jumlah peserta asuransi kesehatan tiap provinsi i tahun t

u = error

Dimana i terdiri atas 34 provinsi di Indonesia, dan t periode waktu adalah 5

tahun (2015-2019).

2.4.2. Penyusunan Hipotesis

35
Berdasarkan latar belakang, teori, dan penelitian terdahulu, maka hipotesis

dalam penelitian ini adalah pengeluaran pemerintah untuk pendidikan, pengelu-

aran pemerintah untuk pendidikan, tingkat partisipasi angkatan kerja (TPAK), in-

frastruktur pendidikan yang berupa jumlah sekolah, jumlah penduduk yang

mengkases internet, dan infrastruktur kesehatan yang berupa jumlah rumah sakit,

dan jumlah peserta asuransi kesehatan memiliki pengaruh terhadap pertumbuhan

ekonomi di Indonesia.

36
BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1. Jenis Penelitian

Penelitian ini adalah penelitian kuantitatif menggunakan metode analisis

regresi data panel GMM (generalized method of moments) dengan internal

instrumen variabel. Teknik estimasi ini dipilih diantara beberapa teknik estimasi

lainnya karena panel GMM menghasilkan estimasi yang robust dan dapat

mengetahui model secara dinamis. Data panel yang digunakan adalah Time series

dalam penelitian ini yakni kurun waktu 5 tahun dari tahun 2015 sampai tahun

2019. Cross section dalam penelitian ini yakni 34 provinsi yang ada di Indonesia.

3.2. Definisi Operasional dan Pengukuran variabel

Variabel-variabel yang ada dalam penelitian ini dapat didefinisikan secara

operasional, yakni sebagai berikut:

1. Pertumbuhan PDRB

Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) atas dasar harga konstan

2010 tiap – tiap provinsi di Indonesia provinsi tahun 2015-2019 yang

bersumber dari Badan Pusat Statistik dalam satuan miliyar rupiah, kemudian

ditransformasikan dalam bentuk logaritma natural (ln), yang menunjukkan

pertumbuhan PDRB.

2. Pengeluaran Pemerintah untuk Pendidikan dan Kesehatan

Pengeluaran pemerintah untuk pendidikan yang didapat tiap-tiap

provinsi tahun 2015-2019 yang bersumber dari Badan Pusat Statistik.

37
Nilainya dinyatakan dalam miliyar rupiah, kemudian di transformasikan

dalam bentuk logaritma natural (ln).

3. Pengeluaran pemerintah untuk Kesehatan

Pengeluaran pemerintah untuk pendidikan yang didapat tiap-tiap

provinsi tahun 2015-2019 yang bersumber dari Badan Pusat Statistik.

Nilainya dinyatakan dalam miliyar rupiah, kemudian di transformasikan

dalam bentuk logaritma natural (ln).

4. Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja

Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja pada tiap-tiap provinsi tahun 2015-

2019 yang bersumber dari Badan Pusat Statistik. Nilainya dinyatakan dalam

satuan persen.

5. Jumlah Sekolah

Jumlah Sekolah dalam penelitian ini adalah sekolah (SD, SMP, SMA,

SMK) di seluruh provinsi yang ada di Indonesia ttahun 2015-2019 yang

bersumber dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan dalam satuan unit

kemudian ditransformasikan dalam bentuk logaritma naturla (ln).

6. Peduduk yang mengakses internet

Penduduk yang mengakses internet dalam penelitian ini adalah jumlah

penduduk yang mengakses internet di tiap provinsi di Indonesia pada tahun

2015-2019 yang bersumber dari Badan Pusat Statistik dalam satuan jiwa,

kemudian ditransformasikan dalam bentuk logaritma naturla (ln).

38
7. Jumlah rumah sakit

Jumlah rumah sakit dalam penelitian ini penyediaan fasilitas kesehatan

untuk seluruh masyarakat diukur dengan rumah sakit umum, dan sumah sakit

khusus pada tiap provinsi di Indonesia yang bersumber dari KEMENKES

dalam satuan unit kemudian ditransformasikan dalam bentuk logaritma

natural (ln).

8. Jumlah peserta asuransi kesehatan

Jumlah peserta asuransi kesehatan dalam penelitian ini adalah jumlah

rumah tangga yang memiliki jaminan pembiayaan/asuransi kesehatan di tiap

provinsi di Indonesia tahun 2015-2019 yang bersumber dari Badan Pusat

Statistik dalam satuan jiwa kemudian ditransformasikan dalam bentuk

logaritma natural (ln).

3.3. Jenis dan Sumber Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder dalam

bentuk data panel dengan data times series 5 tahun 2015-2019 dan cross section

34 provinsi yang ada di Indonesia. Dengan total observasi 170 yaitu dalam kurun

waktu 5 tahun dalam 34 provinsi di Indonesia. Berikut rincian dan sumber data

dari penelitian ini: PDRB atas dasar harga konstan 2010 diperoleh dari Badan

Pusat Statistik. Pengeluaran pemerintah untuk pendidikan dan kesehatan diperoleh

dari Badan Pusat Statistik, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan,

Kementerian Kesehatan. Tingkat partisipasi angkatan kerja diperoleh dari Badan

Pusat Statistik. Jumlah sekolah diperoleh dari Badan Pusat Statistik. Penduduk

yang mengakses internet diperoleh dari Badan Pusat Statistik. Jumlah rumah sakit

39
diperoleh dari Badan Pusat Statistik. Peserta asuransi kesehatan diperoleh dari

Badan Pusat Statistik.

3.4. Identifikasi Variabel

Penelitian ini menggunakan variabel endogen Produk Domestik Regional

Bruto (PDRB) atas dasar harga konstan 2010. Sedangkan variabel eksogen yaitu

pengeluaran pemerenitah untuk pendidikan dan kesehatan, tingkat pasrtisipasi

angkatan kerja, jumlah sekolah, penduduk yang mengakses internet, jumlah

rumah sakit, dan peserta asuransi kesehatan.

3.5. Teknik Analisis data

3.5.1. Metode Panel Generalized Method of Moments (GMM)

Penelitian ini menggunakan model estimasi regresi panel dinamis GMM

(generalized method of moment). Model panel dinamis (dynamic panel)

merupakan model yang terdapat lag variabel dependen sebagai variabel

independen atau dengan kata lain terdapat hubungan dinamis. Sedangkan data

panel merupakan gabungan dari data cross-section dan data time-series.

Data panel memiliki beberapa kelebihan yaitu: 1. Kombinasi observasi

time series dan cross section membuat data panel memberikan data yang lebih

informatif, lebih bervariasi dan kolinieritas lebih kecil antara variabel-variabel

serta lebih efisien. 2. Data panel lebih cocok untuk mempelajari dinamika

perubahan, dengan melihat hasil observasi dari cross section. 3. Dampak yang

secara sederhana tidak dapat dilihat pada data cross section murni maupun time

series murni bisa dideteksi dengan data panel. 4. Data panel dapat memudahkan

untuk mempelajari model perilaku yang rumit dan juga membuat data menjadi

40
berjumlah ribuan unit (Baltagi, 2012). Model persamaan panel dinamis secara

umum yaitu:

y ¿ =δy i, t−1 + x '¿ β +u¿

(i = 1, ⋯ , N), i adalah jumlah cross section (individu, perusahaan, rumah tangga,

dan lain-lain) dan (t = 1, …, T), t adalah jumlah periode waktu. δ adalah skala r

atau intersep, β adalah K x 1, K adalah jumlah variabel independen, X ¿ adalah K x

1 atau jumlah observasi dikalikan explanatory variable. u¿ adalah error dengan

pendekatan one way error.

u¿ =μi + v¿ (3.2)

Dimana μi merupakan efek individu, v ¿ merupakan efek waktu atau transient

error.

Data panel dinamis memiliki dua permasalahan yaitu autokorelasi atau

endogenity karena terdapat lag variabel dependen diantara eksplanatori variabel

dan efek individu yang memberi tanda heterokedastisitas diantara masing-masing

individu. Permasalahan dasar bermula dari lag variabel dependen y ¿ adalah

fungsi dari μi, sehingga y i ,t −1 juga merupakan fungsi dari μi. Jika dilihat dari

persamaan (3.1) y i ,t −1 merupakan regressor yang berada di sisi kanan adalah

berkorelasi dengan komponen eror. Sehingga jika dilakukan estimasi

menggunakan

pendekatan OLS baik fixed effect (FE) within trasnformation maupun random

effect GLS, maka menghasilkan estimasi yang bias dan tidak konsisten.

Alternatif untuk memecahkan permasalahan endogenity yaitu

menggunakan pendekatan instrumental variable (IV). Pendekatan ini konsisten

41
tetapi tidak efisien dalam model karena tidak memperhatikan kondisi lain yaitu

permasalahan heterokedastisitas atau efek individu. Arellano-Bond menyarankan

metode lain yang dikenal dengan generalized method of moment (GMM).

Terdapat dua tipe estimasi dalam GMM yaitu first difference GMM dan system

GMM. Keduanya mempunyai dua pilihan estimasi yaitu one-step dan two-step.

Pertama first difference GMM oleh Arellano-Bond yang menyatakan

bahwa data difference lebih baik daripada data level, ilustrasi pertama melalui

model autorogresive sederhana AR(1) disertai dengan unobserved effect:

y ¿ =δy i, t−1 + μ¿ + v ¿ i = 1, ⋯ ∙ ∙, N;T = 1, ⋯ , T (3.3)

Dimana u¿ =μi + v¿ mempunyai komponen μi ~ E (0,σ 2μ), v ¿ ~ E (0,σ 2μ),

Sehingga E( μi , v ¿) = 0. Agar instrumen yang valid, asumsinya E( v ¿ , v is) = 0 … s ≠

t, artinya transient error tidak saling berkolerasi antar cross section dan variabel

instrument tidak berkorelasi dengan komponen eror. Untuk menghasilkan δ

estimasi yang konsisten dengan N tak terhingga dan T terbatas, maka persamaan

fisrt difference persamaan 3.3. untuk menghilangkan efek individu ( μi ¿, maka

persamaannya:

∆ y ¿ =δ ∆ y i ,t −1+ ∆ v ¿ i = 1,⋯ ∙ ∙, N;T = 2, ⋯ , T

Dengan ∆ y ¿ = y ¿ − y i ,t −1 , ; ∆ y i , t−1=δ ( y i ,t −1 − y i ,t −2 ) ; ∆ v ¿ ( v ¿ −v i ,t−1 ) .

Dimana ∆ y i , ∆ y i ,−1, ∆ v ¿ merupakan vector berordo T – 2 x 1. Matriks instrumen

untuk mendapatkan instrumen yang valid yaitu:

(3.4)

42
( y i 1) 0
( yi 1, yi 2 ,)
W i =⌈ ⋱
0 ( y i 1 , … , y ¿−2 , )
¿⌉
¿

Matrik di atas setiap baris menunjukkan instrumen yang valid setiap periode yang

ditentukan. Variabel instrumen akan bertambah setiap penambahan satu periode

waktu sampai ke periode ke T. sehingga variabel instrumen ( y i 1 , y i 2 , … , y ¿−2 , ) dan

matrik instrumen W = (W '1 , … ,W 'N ). Persamaan moment condition dari ringkasan

matriks di atas yaitu:


(3.5)
E ( W 'i ∆ v i )=0 (3.5)

∆ v iadalah (T – 2) dengan vektor ∆ v i=vi 3 −v i 2 ,… , v ¿−v ¿−1 . Lambang ∆

merupakan first difference yang menunjukkan lag variabel dependen mulai dati T-

2. Pendekatan first difference ini timbul potensi masalah bias sampel jika periode

observasi relatif kecil.

Jika terdapat penambahan variabel eksogen pada persamaan panel dinamis

(3.3) ditulis kembali, yaitu:


'
y ¿ =x ¿ β+ δy i ,t −1+u ¿ (3.6)

Parameter δ dapat dihitung menggunakan instrumen variabel dengan dua

ketentuan. Jika variabel eksogen x ¿ tersebut strictly exsognous dengan asumsi

tidak berkorelasi dengan error vis , atau:

E ¿, vis ) = 0 ⋯ semua s, t = 1,2, … , T (3.7)

Maka x 1, x 2, … , x ¿ dapat menjadi variabel eksogen tambahan untuk setiap elemen

matriks pada persamaan (3.5). sedangkan jika variabel eksogen x ¿ adalah

43 (3.8)
predetermined atau tidak strictly exsogenous dalam asumsi variabel berkorelasi

dengan error vis , atau:

E ¿, vis ) ≠ 0 ⋯ semua s > t = 1,2, ⋯ , T

Maka x 1, x 2, … , x ¿−1 dapat menjadi variabel eksogen tambahan untuk persamaan

first difference pada periode t.

Kedua, system GMM Blundel-Bond (1998). Estimasi ini merupakan

gabungan dari estimasi first difference dan level.

y ¿ =δy i, t−1 +ui (3.9)

Dengan E ( μi ) =0 , E ( v ¿ )=0 , sehingga E(μ i+ v ¿ )=0. Untuk i = 1,2, …, N, T = 1,2,

… , T. instrumen variabel pada pendekatan system GMM merupakan kombinasi

dari first difference dengan level sebagai instrumen dan persamaan level dengan

first difference sebagai instrumen. System GMM fokus pada second order

codition. Persamaan moment condition untuk second order yaitu:

E ¿ u'i ¿=0 (3.10)

u'i=∆ v i 3 , … , ∆ v ¿ −∆ v ¿−1 . Matriks variabel instrumen yaitu:

(W i )0 0 ⋯ 0
0 ( ∆ yi 2 , ) 0 ⋯ 0
¿
W i =⌈ 0 0 ∆ y ⋯ 0 ⌉
i3
⋮ ⋮ ⋮⋮ ⋮
(3.11)
0 0 0 ⋯ ( ∆ y¿−1 , )

Blundel-Bond fokus pada T = 3, sehingga kondisi ortogonal E ¿) = 0, sehingga δ

dapat diidentifikasi. Tahap pertama yaitu mengestimasi ∆ y i 2 pada y i 1 . Sehingga

persamaan (3.9) pada T = 2 diuraikan menjadi:

∆ y ¿ =¿ (3.12)

44
Ekspektasinya E ( y i ,1 μi ) >0 ,maka (δ−1 ¿ bias ke atas (upward biased), dengan

c
(δ −1)
plim( δ^ −1) =
2
σ
c +( μ2 )
σμ

c= (1−δ ) /(1+δ ) .Kondisi bias tersebut dapat menyebabkan koefisien estimasi

variabel instrumen mendekati 0, sehingga variabel instrumen lemah. Tahap kedua

kemudian Blundel-Bond memperbolehkan penggunaan lag variabel first

difference sebagai instrumen pada persamaan level untuk mengatasi instrumen

yang lemah. Persamaan kombinasinya persamaan (3.9 dan 3.12) adalah sebagai

berikut (Syawal, 2011):

(Level) y ¿ =δy i, t−1 +ui

(first difference) ∆ y ¿ =δ ∆ y i ,t −1+ ∆ v ¿

Sehingga kombinasi modelnya:

( ) (
y¿
∆ y¿

δyi ,t −1 u
+ i
)( )
∆ y i , t−1 ∆ v ¿

Dimana ∆ y ¿ = y ¿ − y i ,t −1 , ∆ y i , t−1= y i , t−1− y i ,t −2 , ∆ v ¿ =v ¿ + v ¿−1

Untuk mempermudah penulisan, maka:

ϑ ¿= (∆yy ) , ϑ =( ∆δyy ) ,q =( ∆uv ) ,sehingga bentuk akhir sebagai model


¿
¿
¿−1
i , t−1

i ,t−1
¿
i

system GMM adalah:

ϑ ¿ =δϑ i , t−1 +q ¿ (3.13)

Penentuan penggunaan variabel instrumen yang tepat diperoleh dengan

melakukan uji Sargan/Hansen.

45
3.5.2. AR Test

AR test merupakan pengujian autokorelasi Arellano-Bond yang diterapkan

pada difference residuals untuk menghilangkan unobserved dan perfectly

autocorrelated. (AR1) adalah pada level dan (AR2) adalah pada first difference.

Autokorelasi menunjukkan bahwa lag dari variabel dependen dan variabel lain

yang digunakan sebagai instrumen tidak strictly exogenous, dalam hal ini

endogenous, sehingga merupakan instrumen yang buruk. Hipotesis nol ( H 0 )

dalam uji ini adalah tidak ada autokorelasi. AR test terdapat nilai probabilitas

(p – value), dimana jika probabilitasnya dibawah tingkat signifikan 1%, 5%, 10%

maka H 0ditolak yang menunjukkan adanya autokorelasi.

3.5.3. Uji Sargan/Uji Hansen

Uji sargan/Hansen digunakan untuk mengetahui validitas variabel

instrumen yang jumlahnya melebihi jumlah parameter yang diduga. Uji ini

digunakan untuk validitas instrumen yang digunakan, instrumen dikatakan valid

jika tidak berkorelasi dengan komponen error. Terdapat nilai probabilitas chi-

square, jika nilainya dibawah tingkat signifikan 1%, 5%, 10% maka H 0 ditolak,

yang menunjukkan variabel instrumen yang digunakan tidak valid. Hipotesisnya

yaitu :

H 0: overidentification dalam pendugaan, artinya variabel valid

H 1: overidentification dalam pendugaan, artinya variabel tidak valid

3.5.4. Uji Signifikansi Prameter

1. Uji t

46
Uji t yaitu untuk menguji koefisien variabel eksogen secara parsial, juga

digunakan untuk menentukan signifikansi variabel eksogen ke i (i = 1,2, … i)

dalam mempengaruhi variabel endogen. Hipotesis dalam uji t adalah sebagai

berikut:

H 0 : β i=0

Tidak ada prngaruh variabel eksogen ke i terhadap variabel endogen,

H 1 : βi ≠ 0

Ada pengaruh variabel eksogen ke i terhadap variabel endogen.

Pengujian dilakukan dengan cara melihat nilai probabilittas (p-value) t,

apakah nilai probabilitas (p-value) variabel eksogen ke i lebih kecil dari nilai

signifikansi α =1 % , 5 % , 10 % maka H 0 ditolak dan H 1 diterima ,artinya variabel

eksogen ke i berpengaruh terhadap variabel endogen, dan sebaliknya.

2. Uji F

Uji f yaitu menunjukkan apakah semua variabel eksogen yang

dimaksudkan dalam model mempunyai pengaruh secara bersama-sama terhadap

variabel endogen. Dengan hipotesis sebagai berikut:

H 0 : β i=0

Tidak ada pengaruh variabel eksogen terhadap variabel endogen.

H 1 : βi ≠ 0

Minimal ada salah satu variabel eksogen berpengaruh terhadap variabel endogen.

Pengujian dilakukan dengan cara melihat nilai probabilittas (p-value) F,

apabila nilai probabilitas (p-value) lebih kecil dari nilai signifikansi

α =1 % , 5 % , 10 % maka H 0 ditolak dan H 1 diterima ,artinya paling tidak ada salah

47
satu diantara variabel eksogen ke i (i = 1,2, …i) berpengaruh terhadap variabel

endogen.

BAB 4

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Gambaran Umum

4.1.1. Pertumbuhan PDRB atas dasar harga konstan 2010

Dari Gambar 1.1 menunjukkan grafik laju pertumbuhan ekonomi di

Indonesia pada tahun 2014-2019. PDB Indonesia pada tahun 2019 atas dasar

harga berlaku mencapai Rp14.837,4 triliun. Hal ini menunjukkan bahwa pada

tahun 2019 merupakan capaian PDB tertinggi sejak lima tahun terakhir.

Pertumbuhan ekonomi ditopang oleh permintaan domestik, sebagai dampak

berlanjutnya proyek infrastruktur yang kemudian memberikan dampak pengganda

kepada konsumsi rumah tangga dan investasi bangunan dan nonbangunan

(BI.go.id : 2019). Secara keseluruhan, perekonomian Indonesia tahun 2016

tumbuh sebesar 4,8% , di mana PDB dasar harga konstan (2010) mencapai Rp

8.982,5 triliun.

48
2015 2016 2017 2018 2019

Sumber: Badan Pusat Statistik (2020)

Gambar 4-1. Laju Pertumbuhan Ekonomi Indonesia 2015-2019

Pertumbuhan ekonomi dalam penelitian ini diukur dengan nilai PDRB.

Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) menurut Badan Pusat Statistik (2021)

adalah jumlah nilai tambah yang dihasilkan oleh unit usaha dalam suatu wilayah

domestik. Dalam penelitian ini menggunakan PDRB atas dasar harga konstan

2010. Berikut ini bentuk gambaran PDRB provinsi terbesar di Indonesia.

49
2,000,000
1,800,000
1,600,000
1,400,000
1,200,000
1,000,000
800,000
600,000
400,000
200,000
0
2015 2016 2017 2018 2019

Jakarta Jawa Timur Jawa Barat


Jawa Tengah Sumatera Utara
Sumber : Badan Pusat Statistik (2015)

Gambar 4-2. Perkembangan PDRB atas dasar harga konstan 2010 berdasarkan 5
Provinsi tertinggi di Indonesia Tahun 2015-2019

Dari gambar 4.1 bisa dilihat ada 5 provinsi dengan nilai PDRB atas dasar

harga konstan 2010 tertinggi di Indonesia, yaitu : DKI Jakarta, Jawa Timur, Jawa

Barat, Jawa Tengah, dan Sumatera Utara. Dan nilai PDRB yang dihasilkan tiap

provinsi tersebut cenderung meningkat setiap tahunnya.

Tabel 4-1
PDRB atas dasar harga konstan 2010 34 provinsi di Indonesia Tahun 2015-2019
Tahun
Provinsi
2015 2016 2017 2018 2019
Aceh 112.661 116.387 121.263 126.824 132.069
593.513
Sumatera Utara 440.956 463.775 487.531 512.767

140.705 148.111 155.964 163.996 172.205


Sumatera Barat

448.992 458.998 471.420 482.064 482.064


Riau

125.036 130.500 136.557 142.902 149.111


Jambi

Sumatera Selatan 254.045 266.815 281.554 298.484 315.464

50
38.066 40.083 42.080 44.164 46.345
Bengkulu

199.536 209.807 220.657 232.165 244.378


Lampung

45.961 47.853 50.008 52.208 53.941


Kep.Bangka Belitung

155.113 162.923 166.198 173.498 181.877


Kep. Riau

1.454.346 1.539.377 1.635.856 1.735.208 1.836.240


DKI Jakarta

1.207.083 1.275.546 1.342.953 1.419.624 1.490.959


Jawa Barat

806.775 849.384 849.050 941.091 991.516


Jawa Tengah

83.474 87.688 92.301 98.024 104.485


DI Yogyakarta

1.331.395 1.405.236 1.482.148 1.563.441 1.649.895


Jawa Timur

368.217 387.595 409.960 433.782 456.620


Banten

129.131 137.193 144.964 154.072 162.693


Bali

89.345 94.548 94.645 90.349 93.872


Nusa Tenggara Barat

56.832 59.776 62.788 65.929 69.389


Nusa Tenggara Timur

112.131 137.193 124.307 130.596 137.243


Kalimantan Barat

78.891 83.909 89.565 94.566 100.349


Kalimantan Tengah

110.863 115.738 121.864 128.052 133.283


Kalimantan Selatan

440.676 439.088 452.847 464.694 486.523


Kalimantan Timur

49.316 51.165 54.535 57.459 61.417


Kalimantan Utara

70.425 74.771 79.495 84.249 89.009


Sulawesi Uata

82.787 91.053 97.552 117.555 127.935


Sulawesi Tengah

250.803 269.423 288.909 309.156 330.506


Sulawesi Selatan

72.993 77.748 83.038 88.310 94.053


Sulawesi Tengga

22.069 23.508 25.093 28.429


Gorontalo 26.719

25.964 27.525 29.362 31.114 32.843


Sulawesi Barat

24.859 26.284 27.812 29.457 31.049


Maluku

20.380 21.556 23.211 25.034 26.597


Maluku Utara

52.346 54.711 56.907 60.465 62.074


Papua Barat

159.711 134.565
Papua 130.312 142.221 148.824

Sumber : Badan Pusat Statistik (2019)

51
Provinsi DKI Jakarta menjadi daerah dengan nilai PDRB tertinggi, disusul

oleh Jawa Timur, kemudian Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Sumatera Utara. DKI

Jakarta dikenal sebagai pusat pemerintahan dan perekonomian nasional. Yang

mana aktivitas ekonomi cenderung terkonsentrasi di wilayah tersebut

dibandingkan wilayah lain. Juga didukung dengan fasilitas publik yang lebih

lengkap. Sedangkan provinsi dengan nilai PDRB terendah ialah Maluku yakni hal

ini disebabkan oleh kesenjangan distribusi pembangunan di wilayah tersebut.

Namun secara keseluruhan, dilihat dari perkembangan PDRB atas dasar harga

konstan 2010 semua wilayah mengalami peningkatan nilai PDRB setiap tahunnya

(2015-2019). Yang menunjukkan setiap wilayah gencar untuk melakukan upaya

untuk meningkatkan pdrb tiap daerah, salah satunya meningkatkan pembangunan

dan penyediaan sarana dan prasana publik.

4.1.2. Pengeluaran Pemerintah untuk Pendidikan

Pengeluaran pemerintah untuk pendidikan adalah besarnya pengeluaran

belanja pemerintah untuk pendidikan (termasuk gaji) yang dialokasikan minimal

20% dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) pada sektor

pendidikan. (Amandemen UUD 1945). Di daerah alokasi minimal 20% dari

Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) (Badan Pusat Statsitik, 2020).

Pemerintah telah melakukan banyak reformasi di bidang pendidikan. Ini

dilakukan untuk mempersiapkan sumber daya manusia Indonesia agar mampu

bersaing di kancah Internasional. Meskipun, dilihat dari persentase GDP, belanja

pendidikan Indonesia masih tertinggal dibandingkan dengan Vietnam, Malaysia,

bahkan Timor Leste (Kementerian Keuangan, 2020).

52
180,000

160,000

140,000

120,000

100,000

80,000

60,000

40,000

20,000

0
2015 2016 2017 2018 2019

Sumatera Kalimantan Jawa dan Bali


Sulawesi Nusa Tenggara Maluku dan Papua
Sumber: Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (2019)

Gambar 4.3. Pengeluaran Pemerintah untuk Pendidikan Berdasarkan 6 Pulau


Terbesar di Indonesia Tahun 2015-2019

Pengeluaran pemerintah untuk pendidikan dari 6 pulau terbesar di Indonesia

tahun 2015-2019 menunjukkan tren yang meningkat namun tidak signifikan.

Wilayah tertinggi pada tahun 2015-2019 adalah Jawa dan Bali, kemudian

Sumatera, kemudian Maluku dan Papua, kemudian Sulawesi, dan terendah di

Pulau Nusa Tenggara. Setiap daerah mengalami peningkatan pengeluaran setiap

tahunnya, namun kesenjangan begitu terlihat antara daerah Jawa dan Bali dengan

daerah-daerah lain, terutama Nusa Tenggara.

53
Tabel 4-2
Pengeluaran Pemerintah untuk Pendidikan dari 34 Provinsi di Indonesia Tahun
2015-2019
Tahun
Provinsi
2015 2016 2017 2018 2019

Aceh 12,755.64 12,874.63 14,733.70 15,084.00 17,104.76

Sumatera Utara 8,679.94 9,950.84 13,034.68 13,867.87 15,543.91

Sumatera Barat 4,051.13 4,774.65 6,225.98 6,642.76 7,321.89

Riau 10,683.97 10,972.77 11,008.15 10,683.97 9,959.84

Jambi 3,513.75 3,742.87 4,342.67 4,853.65 4,976.75

Sumatera Selatan 6,609.71 5,763.64 6,844.92 5,806.81 6,844.92

Bengkulu 2,258.70 2,491.70 3,344.96 3,424.72 3,629.87

Lampung 4,342.67 5,673.71 6,802.93 8,112.69 7,657.92

Kep.Bangka Belitung 2,248.70 2,416.98 2,379.91 2,874.91 2,976.76

Kep. Riau 3,671.64 3,056.81 3,360.90 3,564.98 3,234.67

DKI Jakarta 63,650.11 59,945.52 63,612.30 71,169.64 80,902.08

Jawa Barat 24,753.76 28,603.28 32,429.03 33,961.20 37,055.51

Jawa Tengah 17,337.69 22,321.65 23,349.92 24,993.66 26,632.34

DI Yogyakarta 3,987.76 4,189.99 4,189.99 5,985.65 5,993.67

Jawa Timur 5,993.69 23,720.92 23,050.80 28,239.66 30,762.06

Banten 33,519.93 8,947.63 8,112.69 10,349.99 12,346.78

Bali 4,342.67 5,704.73 6,657.73 6,844.92 6,997.67

Nusa Tenggara Barat 2,993.64 3,456.73 5,009.09 5,673.71 5,988.78

Nusa Tenggara Timur 3,056.81 3,456.78 4,675.89 4,923.67 5,345.78

Kalimantan Barat 4,675.89 4,781.61 5,065.40 5,432.29 5,910.67

Kalimantan Tengah 3,652.06 4,224.58 3,984.27 4,625.11 5,456.29

Kalimantan Selatan 5,246.60 5,209.05 5,532.56 6,089.95 7,031.95

Kalimantan Timur 2,364.62 3,575.62 3,629.72 2,519.19 2,978.42

Kalimantan Utara 2,641.79 2,879.71 2,987.79 3,980.12 4,504.49

Sulawesi Uata 2,837.56 2,976.12 3,122.15 3,978.14 2,768.89

Sulawesi Tengah 2,978.34 3,789.34 3,945.23 4,234.12 4,543.21

Sulawesi Selatan 4,263.13 6,167.11 6,546.43 6,689.14 7,679.91

Sulawesi Tengga 2,321.89 2,976.72 3,251.43 3,978.98 4,245.33

Gorontalo 1,468.73 1,521.23 1,679.92 1,782.76 1,955.67

Sulawesi Barat 1,504.43 1,679.14 1,789.19 1,870.71 2,076.76

Maluku 2,355.71 2,476.98 2,987.12 3,168.41 3,216.30

Maluku Utara 1,824.43 1,921.41 2,172.24 2,567.34 2,705.09

Papua Barat 6,766.73 6,891.32 7,125.56 7,778.19 8,629.20

Papua 11,761.81 12,123.31 12,471.13 12,798.81 13,928.12

Sumber: Badan Pusat Statistik (2019)

54
4.1.3. Pengeluaran Pemerintah untuk Kesehatan

Pengeluaran pemerintah untuk kesehatan adalah besarnya pengeluaran

belanja pemerintah untuk kesehatan selain gaji yang dialokasikan minimal sebesar

5% dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) pada sektor

kesehatan. Sedangkan alokasi di daerah minimal 10% dari Anggaran Pendapatan

dan Belanja Daerah (APBD), (UU Kesehatan No. 36 Tahun 2009), (Badan Pusat

Statistik, 2020).

180,000

160,000

140,000

120,000

100,000

80,000

60,000

40,000

20,000

0
2015 2016 2017 2018 2019

Sumatera Kalimantan Jawa dan Bali


Sulawesi Nusa Tenggara Maluku dan Papua
Sumber: Kementerian Keuangan (2019)

Gambar 4-4. Pengeluaran Pemerintah untuk Kesehatan Berdasarkan 6 Pulau


Terbesar di Indonesia Tahun 2015-2019

Pengeluaran pemerintah untuk kesehatan pada tahun 2015-2019 tertinggi

di Pulau Jawa dan Bali, kemudian Pulau Sumatera, kemudian Pulau Maluku dan

Papua, kemudian Pulau Kalimantan, kemudian Pulau Sulawesi, dan terakhir Pulau

Nusa Tenggara.

55
Tabel 4-3
Pengeluaran Pemerintah untuk Kesehatan dari 34 provinsi di Indonesia Tahun
2015-2019
Tahun
Provinsi
2015 2016 2017 2018 2019
Aceh 6,233 6,451 8,326 8,432 8,543
7,750
Sumatera Utara 6,543 6,786 7,134 7,654

3,165 3,321 3,432 3,564 3,660.5


Sumatera Barat

3,987 4,235 4,354 4,676 4,979,5


Riau

2,657 2,756 2,965 3,176 3,422


Jambi

1,243 1,489 1,632 1,745 1,814.5


Sumatera Selatan

3,198 3,312 3,432 3.828,5


Bengkulu 3,674

998 1,154 1,282 1,488


Lampung 975

1,128 1,324 1,543 1,617


Kep.Bangka Belitung 998

10,387 12,567 14,598 18,527.5


Kep. Riau 13,178

9,548 9,968 10,478 11,657 13,316


DKI Jakarta

1,178 1,376 2,578 2,996,5


Jawa Barat 2,345

11,478 12,789 13,256 14,345 15,381


Jawa Tengah

4,786 5,145 5,437 6,173


DI Yogyakarta 5,789

2,184 3,186 3,276 3,498.5


Jawa Timur 2,614

1,962 2,256 2,436


Banten 2,756 2,994

2,672.5
Bali 1,745 1,965 2,276 2,412

2,187 2,634 2,955


Nusa Tenggara Barat 2,327 2,845

2,743 2,945 3,116 3,228


Nusa Tenggara Timur 2,542

3,145
Kalimantan Barat 2,856 2,967 3,324 3,515.5

995 1,117 1,129 1,489


Kalimantan Tengah 983

1,723 1,934 2,187 2,252


Kalimantan Selatan 1,528

992 1,117 1,384


Kalimantan Timur 982 1,241

1,875 1,956 2,176 2,271.5


Kalimantan Utara 1,423

2,965 3,546
Sulawesi Uata 3,156 3,245 3,839.5

1,245 1,423 1,765 1,986 2,122.5


Sulawesi Tengah

8,994 9,167 9,328 9,675 9,775


Sulawesi Selatan

Sulawesi Tengga 963 975 984 998 1,038

56
998 1,156 1,325 1,608
Gorontalo 1,543

972 982 997 1,156 1,352.5


Sulawesi Barat

1,976 2,117 2,362 2,543 2,814.5


Maluku

5,934 6,432 6,756 6,964


Maluku Utara 6,116

3,924 4,118 4,256 4,327 4,527.5


Papua Barat

6,367 6,546
Papua 5,645 5,934 6,118

Sumber : Badan Pusat Statistik (2019)

4.1.4. Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK)

Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) adalah persentase banyaknya

angkatan kerja terhadap banyaknya penduduk yang berumur sepuluh tahun ke atas

(Badan Pusat Statistik, 2021).

57
700

600

500

400

300

200

100

0
2015 2016 2017 2018 2019

Sumatera Kalimantan Jawa dan Bali Sulawesi Nusa Tenggara


Sumber: Badan Pusat Statistik (2019)

Gambar 4-5. TPAK 6 Pulau terbesar di Indonesia tahun 2015-2019

Tingkat partisipasi angkatan kerja menurut 6 Pulau terbesar di Indonesia

pada tahun 205-2019 menunjukkan tren yang meningkat dan signifikan tiap

tahunnya. pada tahun 2015-2019 TPAK pada wilayah Jawa dan Bali paling tinggi,

kemudian wilayah Kalimantan, disusul wilayah Sulawesi, kemudian wilayah Nusa

Tenggara, dan wilayah Sumatera.

Tabel 4.3
TPAK seluruh Provinsi di Indonesia 2015-2019
Tahun
Provinsi
2015 2016 2017 2018 2019

Aceh 63 64,26 63,74 64,04 63,13

Sumatera Utara 67 65,99 68,88 71,97 70,37

Sumatera Barat 65 67,08 66,29 67,56 67,88

Riau 63 66,25 64 65,24 64,94

58
Jambi 66 67,54 67,52 68,21 65,79

Sumatera Selatan 69 71,59 69,5 68,45 67,67

Bengkulu 71 72,69 69,3 70,27 70,09

Lampung 66 69,61 67,83 69,62 69,06

Kep.Bangka Belitung 67 68,93 66,72 67,26 67,1

Kep. Riau 65 65,93 66,41 64,33 64,69

DKI Jakarta 66 66,91 61,97 62,92 63,9

Jawa Barat 60 60,65 63,34 62,84 64,99

Jawa Tengah 68 67,15 69,11 68,81 68,85

DI Yogyakarta 68 71,96 71,52 73,12 72,72

Jawa Timur 68 66,14 68,78 69,56 69,61

Banten 62 63,66 62,32 62,95 63,83

Bali 76 77,24 75,24 76,56 73,77

Nusa Tenggara Barat 67 71,57 68,49 66,68 69,47

Nusa Tenggara Timur 69 69,18 69,09 71,75 70,34

Kalimantan Barat 71 71,3 67,74 68,86 68,51

Kalimantan Tengah 70 71,57 70,06 69,69 69,29

Kalimantan Selatan 62 67,79 63,75 69,74 68,77

Kalimantan Timur 63 62,4 68,24 64,55 65,96

Kalimantan Utara 61 65,11 60,85 66,87 65,59

Sulawesi Uata 68 72,28 67,14 63,09 63,94

Sulawesi Tengah 61 62,92 60,98 69,76 67,8

Sulawesi Selatan 68 73,47 68,7 63,93 69,11

Sulawesi Tengga 64 73,47 68,7 69,75 67,38

Gorontalo 64 67,89 64,78 67,94 69,89

Sulawesi Barat 70 71,9 66,96 69,27 63,97

Maluku 64 64,51 60,18 63,87 65,05

Maluku Utara 66 66,19 63,65 65,73 67,71

Papua Barat 69 70,05 67,47 67,3 76,93

Papua 80 76,7 76,94 79,02 67,53

Sumber:Badan Pusat Statistik, 2019

4.1.5. Jumlah Sekolah

Sekolah adalah sebuah lembaga yang dirancang untuk pengajaran siswa

atau murid di bawah pengawasan pendidik atau guru. Sekolah yang digunakan

dalam penelitian ini ialah SD, SMP, SMA, dan SMK.

59
Sumber : Badan Pusat Statistik (2019)

Gambar 4-6. Rata-rata sekolah di Indonesia tahun 2015-2019

Rata-rata jumlah sekolah dari Tahun 2015 hingga Tahun 2019

menunjukkan tren yang meningkat namun tidak signifikan. Rata-rata jumlah

Sekolah Dasar di Indonesia pada tahun 2015 dan 2016 menunjukkan angka yang

stabil tidak terjadi perubahan yaitu sebanyak 4339 sekolah. Namun, pada tahun

2017 terjadi penurunan pada rata-rata jumlah Sekolah Dasar menjadi 4338,

penurunan ini cenderung stabil karena tidak terlalu banyak.

Setelah mengalami penurunan, pada tahun 2018 jumlah Sekolah Dasar

mengalami peningkatan menjadi 4360. Peningkatan yang terjadi disebabkan

karena pemenuhan sarana-prasarana terutama di daerah terpencil, agar semua

daerah di Indonesia dapat terjangkau oleh pendidikan. Terjadi peningkatan

kembali jumlah Sekolah dasar di Indonesia sebanyak 4373 lebih banyak dari

tahun sebelumnya, peningkatan ini menunjukkan bahwa pemerintah sangat

memperhatikan pendidikan agar semua masyarakat dapat menempuh pendidikan

60
di bangku sekolah dengan sarana-prasarana yang baik dan jumlah sekolah yang

semakin memadai terutama di daerah terpencil yang masih sulit dijangkau.

Tabel 4.4
Jumlah Sekolah di Indonesia Berdasarkan Provinsi tahun 2015-2019
Provinsi

Tahun
2015 2016 2017 2018 2019

5.078 5.113 5.200 5.284 5.343


Aceh

13.820 13.892 14.002 14.216 14.337


Sumatera Utara

5.364 5390 5.427 5.487 5.518


Sumatera Barat

5.282 5.340 5.405 5.521 5.599


Riau

3.405 3.425 3.474 3.510 3.544


Jambi

6.674 6.755 6.789 6.862 6.892


Sumatera Selatan

1.979 1.981 2.003 2.025 2.040


Bengkulu

6.736 6.793 6.859 6.935 7.024


Lampung

1103 1116 1127 1138 1151


Kep.Bangka Belitung

1371 1412 1443 1484 1544


Kep. Riau

4.906 4.767 4.678 4.788 4.751


DKI Jakarta

28.290 28.548 28.896 29.064 29.342


Jawa Barat

24.689 24.679 24.686 24.739 24.754


Jawa Tengah

2.666 2.651 2.654 2.660 2.672


DI Yogyakarta

26.989 27.008 27.190 27.426 27.593


Jawa Timur

6.935 6.975 7.051 7.180 7.300


Banten

3.161 3.160 3.180 3.183 3.193


Bali

4.518 4.521 4.615 4.676 4.735


Nusa Tenggara Barat

7.057 7.191 7.338 7.485 7.577


Nusa Tenggara Timur

6.055 6.121 6.188 6.293 6.366


Kalimantan Barat

3.706 3.741 3.763 3.820 3.842


Kalimantan Tengah

3.775 3.779 3.794 3.818 3.827


Kalimantan Selatan

2.824 2.840 2.872 2.928 2.958


Kalimantan Timur

Kalimantan Utara 681 684 706 719 734

61
3.280 3.288 3.318 3.352 3.359
Sulawesi Uata

3.973 4.004 4.058 4.115 4.135


Sulawesi Tengah

8.898 8.922 8.998 9.082 9.108


Sulawesi Selatan

3.356 3.407 3.456 3.496 3.529


Sulawesi Tengga

1349 1353 1368 1381 1395


Gorontalo

1.810 1.830 1.851 1.905 1.911


Sulawesi Barat

2.668 2.676 2.692 2.788 2.817


Maluku

1.981 1.999 1.978 2.092 2.118


Maluku Utara

1383 1399 1413 1.482 1.508


Papua Barat

3.203 3.192 3.174 3.475 3.550


Papua

Sumber: Badan Pusat Statistik, 2019

Dilihat dari data diatas jumlah sekolah yang ada di seluruh provinsi di

Indonesia cenderung bertambah setiap tahunnya. Peningkatan jumlah bangunan

Sekolah ini juga menjadi tujuan pemerintah untuk dapat memberikan fasilitas

pendidikan yang sama agar tidak terjadi ketimpangan antara perkotaan dan daerah

terpencil, sehingga semua mendapatkan pendidikan yang baik. Jumlah bangunan

sekolah tertinggi berada di Provinsi Jawa barat yakni sebesar 29.342 bangunan,

kemudian Jawa Timur yakni sebesar 27.593 bangunan, kemudian Jawa Tengah

yakni 24.754 bangunan, kemudian Sulawesi Utara 14.337 bangunan. Wilayah

dengan bangunan sekolah terbanyak rata-rata ada di pulau Jawa, karena terdapat

banyak wilayah di pulau Jawa yang cenderung menjadi pusat kota, ketersediaan

infrastruktur yang lebih lengkap, akses mudah dilalui. Sementara ada 3 daerah

dengan bangunan sekolah lebih sedikit, yaitu: Kepulauan Bangka Belitung 1.151

bangunan, Gorontalo 1.396, dan Papua Barat 1.508 bangunan. Hal tersebut

dikarenakan ketersediaan infrastruktur yang kurang memadai, keterjangkauan

62
sekolah, dan angka partisipasi masyarakat untuk sekolah. Dari data diatas juga

menunjukkan kesenjangan dan jumlah bangunan yang jauh yang sangat nampak

dan tidak merata dari daerah yang ada di Jawa dengan daerah yang ada di luar

Jawa.

4.1.6. Penduduk Yang Mengakses Internet

Penduduk yang masuk dalam kategori ini adalah jumlah penduduk yang

mengakses internet di tiap provinsi di Indonesia pada tahun 2015-2019.

Sumber : Badan Pusat Statistik (2021)


Gambar 4-7. Rata-rata akses internet penduduk di Indonesia Tahun 2015-2019
Rata-rata akses internet di seluruh provinsi Indonesia baik yang ada di

perkotaan maupun di perdesaan menunjukkan tren yang semakin meningkat dari

Tahun 2015 hingga Tahun 2019. Pada Tahun 2015 rata-rata akses internet di

perkotaan di setiap provinsi di Indonesia menunjukkan angka 58,57%, sedangkan

di daerah perdesaan akses internet berada di angka 25,22%. Perbedaan rata-rata

63
seseorang yang dapat mengakses internet di seluruh provinsi dari daerah

perkotaan dan perdesaan berbeda jauh, hal ini dikarenakan masih banyak provinsi

di Indonesia yang masih terpencil dan masih perdesaan sehingga sulit untuk akses

internet. Pada tahun 2015 masih banyak daerah pedesaan yang belum dapat

dijangkau internet, karena tingkat kesulitan geografis yang berbeda-beda terutama

di daerah yang tertinggal, terpencil. Sehingga, harga internet di pedesaan menjadi

sangat mahal. Pada tahun 2016 rata-rata orang yang dapat mengakses internet di

perkotaan sebanyak 64.3%, sedangkan di pedesaan hanya sebanyak 30% orang

yang sudah dapat mengakses internet.

Rata-rata orang yang dapat mengakses internet di perkotaan dari tahun

2017 hingga tahun 2019 mengalami peningkatan, secara berurutan yaitu sebanyak

71.74%, pada tahun 2018 sebanyak 78.27%, dan terjadi peningkatan lagi di tahun

2019 menjadi sebanyak 83.68% orang yang mengakses internet. Tidak hanya di

perkotaan, peningkatan rata-rata akses internet di pedesaan juga terus mengalami

peningkatan dari tahun 2017 hingga 2019. Pada tahun 2017 sebanyak 39.14%

orang di pedesaan sudah mengakses internet, lalu meningkat lagi pada tahun 2018

sebanyak 49.07% orang mengakses nternet di pedesaan dan pada tahun 2019

meningkat lebih baik lagi menjadi 57.29% orang mengakses internet.

Pertumbuhan rata-rata akses internet yang lebih tinggi di perkotaan, disebabkan

karena menurut perusahaan riset jaringan mobile, OpenSignal daerah perkotaan

berpenduduk padat di Indonesia jauh lebih mudah menjangkau jaringan internet

4G dibandingkan dengan daerah pedesaan yang penduduknya lebih sedikit.

Pemerataan teknologi seluler tidak hanya masalah teknis tetapi juga ekonomi.

64
Operator seluler secara bisnis akan mengutamakan jaringan di daerah perkotaan

yang padat penduduk karena lebih menguntungkan daripada di pedesaan. Namun,

angka rata-rata akses internet di pedesaan yang juga semakin meningkat yang juga

disebabkan karena jaringan 3G di Indonesia semakin baik, dan jaringan 4G sudah

banyak memfasilitasi pengguna smartphone.

Tabel 4.5
Penduduk yang Mengakses Internet di Indonesia
Tahun
Provinsi
2015 2016 2017 2018 2019

Aceh 126,21 126,21 126,21 126,21 126,21

Sumatera Utara 200,75 180,88 218,49 235,04 154,58

Sumatera Barat 219,1 213,92 235,37 250,95 153,58

Riau 201,6 202,89 224,94 245,14 161,58

Jambi 176,99 188,25 223,63 254,7 161,77

Sumatera Selatan 197,33 197,33 197,33 197,33 197,33

Bengkulu 182,25 184,28 212,48 236,75 163,48

Lampung 158,23 189,18 222,29 251,84 168,47

Kep.Bangka Belitung 208,8 208,22 234,18 267,22 176,73

Kep. Riau 251,83 251,15 273,9 304,54 209,82

DKI Jakarta 282,13 282,13 282,13 282,13 282,13

Jawa Barat 224,45 229,46 260,25 322,37 208

Jawa Tengah 238,11 244,98 264,27 322,37 249,63

DI Yogyakarta 264,65 284,51 302,86 280,63 249,63

Jawa Timur 232,87 247,32 263,31 270,93 167

Banten 204,16 204,16 204,16 204,16 204,16

Bali 238,42 238,42 238,42 238,42 238,42

Nusa Tenggara Barat 151,72 167,58 181,99 165,84 160,74

Nusa Tenggara Timur 122 118,77 175,74 165,84 94,19

Kalimantan Barat 180,41 179,4 201,78 230,39 148,88

Kalimantan Tengah 205,74 190,73 212,5 236,88 163,17

Kalimantan Selatan 224,98 234,32 253,32 273,14 195,64

Kalimantan Timur 210,77 214,11 256,32 265,82 205,53

Kalimantan Utara 219,44 203,34 236,38 259,17 178,45

Sulawesi Uata 169,48 161,13 231,71 244,06 171,87

Sulawesi Tengah 205,71 199,13 201,94 244,06 150,86

65
Sulawesi Selatan 205,71 199,13 201,94 253,5 174

Sulawesi Tengga 160,01 163,37 235,7 253,5 151,01

Gorontalo 214,81 190,26 200,08 129,78 170,32

Sulawesi Barat 149,87 140,99 221,33 255,66 125,47

Maluku 150,74 141,79 179,77 178,65 125,04

Maluku Utara 130,24 98,05 130,94 162,3 107,22

Papua Barat 156,1 145,86 178,02 204,42 142,03

Papua 120,04 120,52 146,57 156,05 79,43

Sumber : Badan Pusat Statistik, 2019

4.1.6. Jumlah Rumah Sakit

Jumlah rumah sakit yang digunakan dalam penelitian ini adalah jumlah

rumah sakit umum dan rumah sakit swasta.

Sumber : Badan Pusat Statistik (2021)

Gambar 4-8. Rata-rata Rumah Sakit di Indonesia tahun 2015-2019

Jumlah rumah sakit sebagai salah satu sarana infrastruktur kesehatan

berdasarkan kepemilikannya dari Tahun 2015 hingga Tahun 2019 menunjukkan

66
tren yang fluktuatif. Pada Tahun 2015 jumlah rumah sakit milik kementrian

kesehatan hanya berjumlah 1, rumah sakit Pemerintahan Daerah berjumlah 20,

rumah sakit TNI/Polri terdapat 5 unit, milik swasta Non Profit terdapat 21 unit,

rumah sakit milik swasta 18 unit dan BUMN terdapat 1 unit. Peningkatan terjadi

secara signifikan dari jumlah rumah sakit swasta pada Tahun 2016 menjadi 27

unit, dan milik BUMN menjadi 2 unit di Tahun 2016. Jumlah rumah sakit di

Tahun 2016 cenderung bertambah dari Tahun 2015, hal ini diakibatkan karena

mengikuti pertumbuhan penduduk di Tahun 2016 yang juga meningkat dan tren

pasien yang meningkat akhirnya menambahkan jumlah infrastruktur kesehatan

yaitu rumah sakit terutama yang banyak terdaftar di Kementerian Kesehatan di

Tahun 2016.

Pada Tahun 2017 dan Tahun 2018 jumlah rumah sakit milik kementerian

Kesehatan mengalami penurunan dari tahun sebelumnya menjadi masing-masing

1 unit, untuk rumah sakit pemerintah Daerah dan TNI/Polri masing-masing 4 dan

5 unit pada tahun 2017 dan 2018 jumlah ini menurun sangat signifikan dari tahun

2016 untuk rumah sakit milik pemerintah daerah. Peningkatan yang sangat

signifikan pada Tahun 2017 jumlah rumah sakit Swasta menjadi 52 unit dan pada

Tahun 2018 menjadi 53 unit, sedangkan untuk rumah sakit kementerian lain,

BUMN dan swasta non Profit sudah tidak ada. Peningkatan jumlah rumah sakit

swasta pada tahun 2017 dan 2018 yang signifikan ini disebabkan karena dengan

adanya kebijakan bahwa dituntut keahlian pemerintah daerah untuk mengatur

keuangan masing-masing dalam membiayai penyediaan fasilitas kesehatan, yang

akan mendorong kecenderungan sektor kesehatan bergantung pada masyarakat.

67
Akhirnya, mendorong kerjasama dari rumah sakit pemerintah dengan swasta,

tetapi hal ini membebani rumah sakit pemerintah.

Dengan tren pasien yang juga semakin meningkat akhirnya terdapat

desakan untuk menjadikan rumah sakit pemerintah menjadi swasta karena alasan

anggaran Akhirnya banyak rumah sakit swasta yang bertambah. Jumlah pasien

yang menggunakan asuransi kesehatan lebih banyak daripada yang tidak

menggunakan asuransi kesehatan, sehingga walaupun datang ke Rumah Sakit

Swasta tetap dapat keringanan anggaran. Lalu seiring berjalannya waktu jumlah

rumah sakit swasta meningkat kembali pada Tahun 2019 menjadi 54 unit, jumlah

rumah sakit BUMN meningkat dari tahun sebelumnya menjadi 2 unit di Tahun

2019. Sedangkan rumah sakit yang lain menunjukkan tren yang stabil.

Tabel 4.6
Jumlah Rumah Sakit di Indonesia tahun 2015-2019
Provinsi Tahun
2015 2016 2017 2018 2019

Aceh 63 63 68 68 68

Sumatera Utara 174 174 195 195 195

Sumatera Barat 60 60 67 67 67

Riau 60 60 60 72 72

Jambi 31 31 34 34 34

Sumatera Selatan 48 48 65 65 65

Bengkulu 43 43 64 64 64

Lampung 15 15 17 17 17

Kep.Bangka Belitung 32 32 28 28 28

Kep. Riau 153 153 190 190 190

DKI Jakarta 283 283 328 328 328

Jawa Barat 246 246 290 290 290

Jawa Tengah 91 91 74 74 74

DI Yogyakarta 271 271 377 377 377

Jawa Timur 149 149 95 95 95

Banten 57 57 57 57 57

Bali 24 24 28 28 28

Nusa Tenggara Barat 43 43 45 45 45

Nusa Tenggara Timur 45 45 45 45 45

Kalimantan Barat 19 19 21 21 21

Kalimantan Tengah 33 33 39 39 39

68
Kalimantan Selatan 47 47 48 48 48

Kalimantan Timur 9 9 7 7 7

Kalimantan Utara 39 39 43 43 43

Sulawesi Uata 29 29 33 33 33

Sulawesi Tengah 85 85 90 90 90

Sulawesi Selatan 20 20 31 31 31

Sulawesi Tengga 16 16 13 13 13

Gorontalo 11 11 11 11 11

Sulawesi Barat 26 26 28 28 28

Maluku 21 21 20 20 20

Maluku Utara 18 18 16 16 16

Papua Barat 35 35 41 41 41

Papua 41 41 41 41 35

Sumber : Badan Pusat Statistik, 2019

Dilihat dari tabel jumlah Rumah Sakit di seluruh Indonesia belum merata

dan memiliki kesenjangan yang tinggi antar daerah. Provinsi dengan Rumah Sakit

terbanyak 377 sedangkan yang paling sedikit yakni kalimantan timur hanya

memiliki 7 rumah sakit.

4.1.7. Peserta Asuransi Kesehatan

Peserta asuransi kesehatan dalam penelitian ini adalah jumlah rumah

tangga yang memiliki pembiayaan/asuransi kesehatan.

600

500

400

300

200

100

0
2015 2016 2017 2018 2019

Sumatera Kalimantan Jawa dan Bali Sulawesi Nusa Tenggara

69
Sumber : Badan Pusat Statistik (2019)

Gambar 4-9. Peserta asuransi kesehatan dari 6 Pulau terbesar di Indonesia tahun
2015-2019

Terlihat pada gambar 4.9 peserta asuransi kesehatan pada tahun 2016

mengalami peningkatan dibanding tahun 2015. Kemudian di tahun 2017 juga

mengalami peningkatan yang cukup signifikan meningkat sebesar 22,8%.

Kemudian di tahun 2018 mengalami penurunan yang cukup tajam dan pada tahun

2019 peserta asuransi kembali mengalami penurunan.

Tabel 4.7
Jumlah Peserta Asuransi Kesehatan di Indonesia tahun 2015-2019
Provinsi Tahun

2015 2016 2017 2018 2019

Aceh 86,47 85,03 25,14 95,18 96,65

Sumatera Utara 38,55 47,95 15,81 57,7 62,47

Sumatera Barat 49,21 53,24 20,21 68,51 70,52

Riau 43,76 53,13 6,52 59,42 66,57

Jambi 32,81 39,61 12,08 53,26 53,12

Sumatera Selatan 57,21 89,04 15,92 58,63 61,85

Bengkulu 41,12 49,54 21,99 59,9 64,53

Lampung 43,32 45,93 22,55 57,28 71,78

Kep.Bangka Belitung 56,71 58,01 12,46 63,27 67,53

Kep. Riau 61,43 65,83 9,67 72,03 74,93

DKI Jakarta 46,23 70,67 11,44 87,26 89,53

Jawa Barat 48,18 51,25 20,43 63,61 64,37

Jawa Tengah 52,36 54,69 27,84 70 71,42

DI Yogyakarta 69,29 73,23 32,13 80,08 82,21

Jawa Timur 42,43 43,76 19,92 58,48 64,59

Banten 50,85 49,87 14,63 65,47 66,68

Bali 79,72 84,22 12,85 73,17 79,15

Nusa Tenggara Barat 51,65 53,46 29,7 57,66 61,69

Nusa Tenggara Timur 69,01 60,56 34,16 64,38 65,65

Kalimantan Barat 35,42 34,83 14,85 52,4 62,12

Kalimantan Tengah 54,73 47,17 11,07 56 63,42

Kalimantan Selatan 66,26 61,97 10,76 76,82 74,74

Kalimantan Timur 67,53 74,61 12,67 75,03 77,43

Kalimantan Utara 58,23 58,23 16,03 83,38 83,83

Sulawesi Uata 50,57 53,06 19,73 75,15 77,81

Sulawesi Tengah 54,73 54,96 26,79 62,08 69,72

Sulawesi Selatan 66,26 59,66 31,91 73,92 77,92

70
Sulawesi Tengga 56,07 55,34 26,72 67,52 73,81

Gorontalo 63,47 69,71 40,97 78,66 81,03

Sulawesi Barat 62,64 72,85 30,53 83,11 85,71

Maluku 57,04 51,34 19,71 58,52 60,52

Maluku Utara 55,44 56,81 11,15 67,17 71,69

Papua Barat 71,75 75,16 34,84 73,73 75,17

Papua 51,39 73,27 21,56 84,07 84,99

Sumber : Badan Pusat Statistik, 2019

4.2. Hasil Penelitian

4.2.1. Hasil Estimasi Panel GMM

Hasil regresi panel GMM terangkum dalam tabel 4.8. Penelitian ini

menggunkan system GMM twostep. Meskipun berbeda dengan peneliti pada

umumya yang menggunkanan one step, mengikuti Windmeijer (2005) bahwa two

step memberikan koreksi kesalahan yang cukup kuat daripada one step. Hasil

penelitian ini sejalan dengan hasil estimasi yang ditemukan di berbagai negara,

meskipun nilainya berbeda pada intinya pengeluaran pemerintah untuk penddikan,

pengeluaran pemerintah untuk kesehatan, tingkat partisipasi angkatan kerja,

infrastruktur pendidikan yang berupa jumlah sekolah, dan penduduk yang

mengakse internet, infrastruktur kesehatan yang berupa jumlah rumah sakit, dan

peserta asuransi kesehatan secara simultan berpengaruh terhadap pertumbuhan

ekonomi. Tabel 4.8 pada semua model menunjukkan bahwa koefisien lag variabel

endogen ln (Y ¿−1 ) mempunyai tingkat signifikansi tinggi pada tingkat 1%. Hal ini

71
mengindikasikan bahwa model dinamis yaitu terdapat pengaruh pertumbuhan

ekonomi periode sebelumnya pada pencapaian pertumbuhan ekonomi saat ini.

Secara parsial dengan full model pada tabel 4.8 menunjukkan masing-

masing variabel mempunyai dampak signifikansi yang berbeda-beda, variabel

tingkat partisipasi angkatan kerja yang memiliki tingkat signifikansi paling tinggi.

Tabel 4-8
Hasil Estimasi Panel System GMM

Sys-GMM
Variabel Full Model
ln ( y ¿¿ ¿−1)¿ 1,033399
(0,000)***
0224058
ln ⁡(PPP)
(0,184)*
27339721
ln ⁡( PPK )
(0,499)*
2928568
(TPAK )
(0,015)**
-0719029
ln ⁡(JS )
(0,359)*
024668
ln ⁡JPI ¿
(0,182)*
0288517
ln ⁡(JRS)
(0,477)*
0051214
ln ⁡(JPA)
(0,355)*
cons 0,0000
AR(1) 0,0866
AR(2) 0,3788
Sargan/Hansen test 0,0743

Keterangan : ***signifikan 1%, **signifikan 5%, *signifikan 10%

Hasil uji Arrelano-Bond untuk AR(1) dengan p-value sebesar 0,0866 dan

untuk AR(2) sebesar 0,3788, keduanya lebih besar dari 5%, sehingga

72
keputusannya menerima H0 yang berarti tidak terjadi autokorelasi. Hipotesis uji

Arrelano-Bond adalah H0 : tidak terjadi autokorelasi (error independen pada orde

pertama dan kedua). Kemudian, hasil uji Hansen dengan p-value sebesar 0,0743

lebih besar dari 5%. Sehingga dapat dikatakan bahwa variabel instrument yang

digunakan adalah valid.

4.2.2. Uji t

Uji t digunakan untuk mengetahui pengaruh secara parsial variabel

eksogen terhadap variabel endogen yaitu pengaruh pengeluaran pemerintah untuk

pendidikan dan kesehatan, TPAK, jumlah sekolah, penduduk yang mengakses

internet, jumlah rumah sakit, jumlah peserta asuransi kesehatan terhadap

pertumbuhan ekonomi di Indonesia. Dapat dilihat dari tabel 4.8 hasil nilai lag

variabel endogen pertumbuhan ekonomi lPDRB berpengaruh positif dan

signifikan dengan nilai p value sebesar 0,000. Hal tersebut menunjukkan

pertumbuhan ekonomi saat ini dipengaruhi pencapaian pertumbuhan ekonomi

periode sebelumnya. Kemudian variabel pengeluaran pemerintah untuk

pendidikan dilihat dari nilai p value 0,184 hasilnya positif dan signifikan artinya

jika terjadi peningkatan pengeluaran pemerintah untuk pendidikan sebasar 10%

maka akan mendorong pertumbuhan ekonomi sebesar 0,184%. Kemudian variabel

pengeluaran pemerintah untuk kesehatan dilihat dari nilai p value 0,499 hasilnya

positif dan signifikan artinya jika terjadi peningkatan pengeluaran pemerintah

73
untuk kesehatan sebasar 10% maka akan mendorong pertumbuhan ekonomi

sebesar 0,499%. Kemudian variabel tingkat partisipasi angkatan kerja dilihat dari

nilai p value 0,015 hasilnya positif dan signifikan, artinya jika terjadi peningkatan

tingkat partisipasi angkatan kerja sebasar 5% maka akan mendorong pertumbuhan

ekonomi sebesar 0,015%. Kemudian variabel jumlah sekolah dilihat dari nilai p

value 0,359 hasilnya negatif tidak signifikan ini artinya penambahan jumlah

sekolah maka akan memperlambat pertumbuhan ekonomi. Kemudian variabel

jumlah penduduk yang mengakses internet dilihat dari nilai p value 0,182 hasilnya

positif dan signifikan ini artinya jika terjadi peningkatan jumlah penduduk yang

mengakses internet sebasar 10% maka akan mendorong pertumbuhan ekonomi

sebesar 0,182%. Kemudian variabel jumlah rumah sakit dilihat dari nilai p value

0,477 hasilnya positif dan signifikan ini artinya jika terjadi penambahan jumlah

rumah sakit sebasar 10% maka akan mendorong pertumbuhan ekonomi sebesar

0,477% Kemudian variabel jumlah peserta asuransi kesehatan dilihat dari nilai p

value 0,355 hasilnya positif dan signifikan artinya jika terjadi peningkatan peserta

asuransi kesehatan sebasar 10% maka akan mendorong pertumbuhan ekonomi

sebesar 0,355%.

4.2.3. Uji F

Berdasarkan hasil pada tabel 4.6 nilai koefisien uji F sebesar 900,57 dan p

value sebesar 0,0000<5%. Hal tersebut menunjukkan bahwa variabel pengeluaran

pemerintah untuk pendidikan dan kesehatan, TPAK, jumlah sekolah, jumlah

penduduk yang mengakses internet, jumlah rumah sakit, jumlah peserta asuransi

74
kesehatan secara bersama-sama mempengaruhi variabel endogen yaitu

pertumbuhan ekonomi di Indonesia.

4.3. Pembahasan

Pertumbuhan ekonomi pada 34 provinsi di Indonesia selama periode 2015-

2019 adalah berfluktuasi. Menurut Rustan (2019) Salah satu faktor yang dapat

mempengaruhi pertumbuhan ekonomi adalah infrastruktur dalam negara tersebut.

Secara sederhana, dapat dikatakan bahwa infrastruktur yang baik di suatu negara

akan mampu mendorong peningkatan ekonomi di negara tersebut. Karena

infrastruktur yang layak dan memadai akan meningkatkan kesejahteraan hidup

masyarakat.

Hasil penelitian menunjukkan secara simultan seluruh variabel eksogen

pengeluaran pemerintah untuk pendidikan dan kesehatan, tingkat partisiasi

angkatan kerja, jumlah sekolah, penduduk yang mengakses internet, jumlah

rumah sakit, peserta asuransi kesehatan bila bekerja bersama-sama akan

mendorong pertumbuhan ekonomi. Secara bersama-sama Kapital yang tinggi

dengan infrastruktur yang memadai akan memberikan hasil optimal dalam

mempengaruhi pertumbuhan ekonomi. Hal ini sejalan dengan teori pertumbuhan

baru dimana kapital, labor, teknologi/sumber daya manusia akan mempengaruhi

pertumbuhan ekonomi. Pemerintah diharapkan bisa lebih mengoptimalkan

pembangunan infrastruktur, baik pendidikan, juga kesehatan untuk meningkatkan

mutu sumber daya manusia yang ada.

Pada Provinsi DKI Jakarta dilihat dari pengeluaran pemerintah untuk

pendidikan dan kesehatan, tingkat partisipasi angkatan kerja, jumlah sekolah,

75
penduduk yang mengakses internet, jumlah rumah sakit terlihat paling menonjol

dibanding provinsi lainnya. Hal ini menunjukkan bahwa sebagai Ibu Kota

provinsi DKI Jakarta menjadi central diberbagai bidang, baik itu di bidang

infrastruktur, yang mana dengan hal itu DKI Jakarta juga menjadi provinsi

penyumbang PDRB tertinggi. Ini menunjukkan jika seluruh variabel eksogen

yang ada terpenuhi seperti di provinsi DKI Jakarta maka hal itu akan mendorong

terjadinya perumbuhan ekonomi. Lain halnya dengan provinsi Nusa Tenggara

yang dari segi pengeluaran pemerintah untuk pendidikan dan kesehatan, tingkat

partisipasi angkatan kerja, jumlah sekolah, penduduk yang mengakses internet,

jumlah rumah sakit, dan peserta asuransi kesehatan yang masih tergolong masih

tertinggal dari provinsi yang lain menjadikan provinsi ini juga menghasilkan nilai

PDRB yang rendah, karena belum tersedianya infrastruktur yang layak dan

memadai. Hal ini menjadi PR untuk pemerintah merumuskan masalah dan

kebijakan agar seluruh masyarakat Indonesia mendapatkan kehidupan yang layak

dan merata.

Secara parsial, masing-masing variabel eksogen yaitu pengeluaran

pemerintah untuk pendidikan dan kesehatan, tingkat partisiasi angkatan kerja,

infrastruktur pendidikan yang berupa jumlah sekolah, dan penduduk yang

mengakses internet, infrastruktur kesehatan yang berupa jumlah rumah sakit, dan

peserta asuransi kesehatan mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap

variabel pertumbuhan ekonomi dengan nilai yang bervariasi. Pengeluaran

pemerintah untuk pendidikan berpengaruh positif dan signifikan terhadap

pertumbuhan ekonomi di Indonesia, artinya setiap pertambahan 10% dari

76
pengeluaran pemerintah untuk pendidikan akan mendorong kenaikan PDRB

sebesar 0,184%. Pengeluaran pemerintah untuk kesehatan berpengaruh positif dan

signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi di Indonesia, artinya setiap

pertambahan 10% dari pengeluaran pemerintah untuk kesehatan akan mendorong

kenaikan PDRB sebesar 0,499%. Hal ini sesuai dengan teori dan beberapa

penelitian sebelumnya. Hasil ini mendukung penelitian Tjodi, Rotinsulu, Kawung

(2018) bahwa pengeluaran pemerintah untuk pendidikan dan kesehatan dapat

mendorong terjadinya kenaikan PDRB yang akan meningkatkan pertumbuhan

ekonomi. Pengeluaran pemerintah untuk pendidikan dan kesehatan yang

merupakan bentuk komitmen investasi modal manusia, dipercaya mampu

meningkatkan pertumbuhan ekonomi di Indonesia. DKI Jakarta menjadi provinsi

dengan pengeluaran pemerintah untuk pendidikan dan kesehatan tertinggi di

Indonesia, yang mana nilai PDRB DKI Jakarta juga tinggi, hal ini menunjukkan

bahwa investasi pemerintah dibidang pendidikan dan kesehatan mampu

meningkatkan pertumbuhan ekonomi.

Tingkat parsisipasi angkatan kerja berpengaruh positif dan signifikan

terhadap pertumbuhan ekonomi di Indonesia, artinya setiap pertambahan 10% dari

tingkat partisipasi angkatan kerja akan mendorong kenaikan PDRB sebesar

0,015%. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan Oyvat, Onaran, (2022)

di Korea Selatan. Hasil penelitian menunjukan angkatan kerja meningkatkan

perekonomian negara. Tingkat partisipasi angkatan kerja yang tinggi akan dapat

mendorong terjadinya pertumbuhan ekonomi. Karena semakin banyaknya

77
masyarakat yang bekerja dalam suatu daerah akan meningkatkan perekonomian

daerah itu sendiri.

Tingkat partisipasi angkatan kerja di Indonesia setiap tahunnya mengalami

peningkatan di setiap provinsi yang ada di Indonesia, yang mana hal ini dipercaya

dapat mendorong terjadinya pertumbuhan ekonomi. Tenaga kerja merupakan

sumber daya manusia “poros” dari roda pembangunan dan perekonomian.

Tenaga kerja yang memperoleh pekerjaan dan berkerja secara produktif akan

memberikan kontribusi pada pertumbuhan ekonomi. Hal ini menunjukkan

bahwa tingkat partisipasi angkatan kerja mendorong terjadinya pertumbuhan

ekonomi, maka dari itu pemerintah harus menunjang angkatan kerja, agar bisa

bekerja lebih optimal. Indonesia sebagai Negara berkembang masih sangat men-

gandalkan sumber daya manusia sebagai penggerak perekonomian negara, karena

belum meratanya infrastruktur ke seluruh daerah yang ada. Tingkat partisipasi

angkatan kerja menjadi hal yang sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan

ekonomi. Pada provinsi Jawa Timur tingkat partisipasi angkatan kerja cenderung

lebih tinggi dibanding daerah lain, karena di Jawa Timur sebagai kota industri

banyak menyediakan lapangan pekerjaan untuk para pekerja, kemudian daerah

DKI Jakarta jumlah tingkat partisipasi angkatan kerjanya juga tinggi, sama halnya

dengan Jawa Timur, DKI Jakarta juga menjadi salah satu kota sibuk di Indonesia

karena pusat perekonomian dan daerah industri, karena banyaknya industri yang

ada di daerah Jakarta. Kemudian di Provinsi Kalimantan, daerah ini memiliki

tingkat partisipasi angkatan kerja yang juga tinggi, tidak kalah dengan 2 provinsi

sebelumnya, di kalimantan sektor pengolahan menjadi lapangan pekerjaan yang

78
paling tinggi dari sektor-sektor lain, ini juga yang menjadi alasan tingkat partisi-

pasi angkatan kerja di daerah tersebut tinggi yang dilihat dari PDRB daerahnya

yang tinggi pula. Kemudian daerah Maluku, tingkat partisipasi angkatan kerja di

daerah ini terbilang cukup rendah, sektor pertanian dan perkebunan menjadi sek-

tor yang paling unggul di daerah ini, artinya sumber daya manusia di daerah ini

masih kurang optimal dari segi pendidikan maupun kesehatan, sehingga masih

banyak yang menjadi petani, dan berkebun. Provinsi Papua, tingkat partisipasi

angkatan kerja di daerah Papua bisa dibilang masih rendah, pengangguran yang

ada di daerah ini juga masih tinggi, hal ini disebabkan karena daerah Papua belum

memiliki infrastruktur yang memadai guna meningkatkan mutu modal manusia

yang ada di daerah tersebut.

Variabel jumlah penduduk yang mengakses internet berpengaruh positif dan

signifikan ini artinya jika terjadi peningkatan jumlah penduduk yang mengakses

internet sebasar 10% maka akan mendorong pertumbuhan ekonomi sebesar

0,182%. Dimana penduduk yang mengakses internet ini bisa juga dilihat sebagai

bentuk keikutsertaan masyarakat Indonesia dalam memanfaatkan fasilitas untuk

akses internet. Kemudian, bila ditilik dari peningkatan pada tiap periode,

peningkatan penduduk dalam mengakses internet bisa dikatakan cukup baik.

Jumlah masyarakat yang mengakses internet masuk ke dalam kategori

tekhnologi/sumber daya manusia, dengan banyaknya masyarakat yang mengakses

internet, maka informasi dan pengetahuan akan lebih cepat diserap dan diterima,

dimana saja dan kapan saja.

79
Variabel jumlah rumah sakit berpengaruh positif dan signifikan ini artinya

jika terjadi penambahan jumlah rumah sakit sebasar 10% maka akan mendorong

pertumbuhan ekonomi sebesar 0,477%. Hal ini sejalan dengan riset yang

dilakukan Pane, Sembiring, Unsa (2020) Pengembangan infrastruktur kesehatan,

baik secara kuantitas maupun kualitas, akan mendorong peningkatan kualitas

sumber daya manusia. Pembangunan kesehatan ditujukan kepada setiap penduduk

agar memiliki kemampuan hidup sehat sehingga di masa mendatang tercipta

generasi penerus yang bermutu sebagai modal penting dalam pembangunan

nasional. Menurut Departemen Kesehatan (2004), arah kebijakan yang bertujuan

untuk pembangunan kesehatan, yaitu:

1. Mampu meningkatkan status dari sumber daya manusia dengan lingkuangan

yang turut menunjang, hal ini bisa dilakukan dengan cara memberikan pola pikir

sehat, yang lebih mengedepankan upaya yang mendorong terjadinya peningkatan

kesehatan, pencegahan, penyembuhan, pemulihan, dan rehabilitasi sejak

pembuahan dalam kandungan sampai usia tua.

2. Mampu menaikkan serta menjaga mutu lembaga dan pelayanan kesehatan,

salah satunya dengan pemberdayaan sumber daya manusia yang dilakukan secara

berekesinambungan dan terciptanya sarana prasarana dalam bidang kesehatan,

dalam hal ini juga mencakup pendistribusian obat yang dapat lebih mudah untuk

didapatkan oleh masyarakat. Pelayanan kesehatan baik melalui rumah sakit

ataupun pelayanan kesehatan lainnya ditujukan agar mampu meningkatkan

standar kesehatan yang dapat mencakup masyarakat luas dengan cara melakukan

pembangunan kesehatan yang jauh lebih merata. Hal ini sejalan dengan teori

80
pertumbuhan baru dimana kapital, labor, tekhnologi/sumber daya manusia

mempengaruhi pertumbuhan ekonomi. Dimana infrastruktur kesehatan yang layak

dan memadai akan membuat kualitas sumber daya manusia akan meningkat,

karena jiwa yang sehat akan lebih konsentrasi dan optimal menerima informasi,

juga dengan jiwa yang sehat masyarakat yang bekerja akan lebih maksimal dalam

bekerja.

Variabel jumlah peserta asuransi kesehatan berpengaruh positif dan

signifikan artinya jika terjadi peningkatan peserta asuransi kesehatan sebasar 10%

maka akan mendorong pertumbuhan ekonomi sebesar 0,355%. Hal ini sesuai

dengan hasil riset Purwadi, Syaifullah & Nizar (2016) hasil penelitian ini

menunjukkan perkembangan di bidang bisnis asuransi terus memperlihatkan

adanya peningkatan, juga memiliki peranan penting dan memiliki pengaruh yang

positif untuk perekonomian Indonesia. Penelitian menunjukkan, variabel asuransi

akan memberikan meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Artinya, pertambahan

variabel asuransi dapat memicu naiknya pertumbuhan ekonomi. Kesadaran

masyarakat terhadap kesehatan yang semakin tinggi, salah satunya yakni dengan

menjadi polis dalam jasa asuransi kesehatan. Hal ini akan berdampak baik untuk

pertumbuhan ekonomi, selain sebagai perlindungan dan pertanggungan bagi

masyarakat, asuransi juga bisa menjadi perantara dalam bidang keuangan yang

bisa turut memberikan peran untuk mewujudkan fungsi sistem keuangan. Manfaat

asuransi tidak hanya di dalam penyerapan resiko, akan tetapi juga turut andil

dalam pengalihan resiko, serta bisnis. Jasa dibidang asuransi akan mampu

menekan dampak negatif yang muncul karena volatilitas dan ketidakpastian, juga

81
meratakan (smooth) siklus ekonomi. Hal ini sejalan dengan teori pertumbuhan

baru dimana pertumbuhan ekonomi digerakkan oleh, kapital, labor,

tekhnologi/sumber daya manusia. Dengan banyaknya masyarakat yang lebih

aware dengan kesehatan, salah satu upayanya yakni menjadi peserta asuransi,

maka keinginan masyarakat akan rasa aman juga meningkat, karena salah

satuuntuk memenuhi kebutuhan akan rasa aman ialah asuransi.

BAB 5

PENUTUP

5.1. Kesimpulan

Hasil penelitian menunjukkan secara simultan pengaruh pengeluaran untuk

pendidikan dan kesehatan, tingkat partisipasi angkatan kerja, jumlah sekolah,

penduduk yang mengakses internet, jumlah rumah sakit, peserta asuransi

kesehatan berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi.

Secara parsial variabel pengeluaran pemerintah untuk pendidikan

berpengaruh positif dan signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi. Variabel

pengeluaran pemerintah untuk kesehatan berpengaruh positif dan signifikan

terhadap pertumbuhan ekonomi. Variabel tingkat partisipasi angkatan kerja

82
berpengaruh positif dan signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi. Variabel

jumlah sekolah berpengaruh negatif dan signifikan terhadap pertumbuhan

ekonomi. Variabel penduduk yang mengakses internet berpengaruh positif dan

signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi. Variabel jumlah rumah sakit

berpengaruh positif dan signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi. Variabel

peserta asuransi kesehatan berpengaruh positif dan signifikan terhadap

pertumbuhan ekonomi. Hal ini menunjukkan pengeluaran pemerintah untuk

pendidikan, pengeluaran pemerintah untuk kesehatan, tingkat partisipasi angkatan

kerja, infrastruktur pendidikan yang berupa jumlah sekolah, dan penduduk yang

mengakses internet, infrastruktur kesehatan yang berupa jumlah rumah sakit, dan

peserta asuransi kesehatan terbukti nyata dapat berpotensi meningkatkan

pertumbuhan ekonomi di Indonesia.

5.2. Implikasi Penelitian

1. Peningkatan kualitas dan mutu pembangunan infrastruktur tidak hanya

mengejar peningkatan kuantitas, agar infrastruktur yang ada bisa digunakan untuk

jangka panjang dan tidak berguna dalam waktu yang panjang untuk masyarakat.

2. Perlunya pengawasan dari instansi terkait agar pembangunan infrastruktur

mencapai target yang ditentukan

3. Untuk mendapatkan sumber daya manusia yang berkualitas perlu

memperhatikan dan mengoptimalkan pendidikan dan kesehatan yang ada.

5.3. Keterbatasan Penelitian dan Arah Bagi Penelitian Selanjutnya

Penelitian yang dilakukan berfokus pada modal manusia dan infrastruktur

sosial yang terbatas pada variabel tertentu. Kepada penelitian selanjutnya bisa

83
memperbanyak dan memperluas variabel yang diteliti sehingga mendapatkan hasil

penelitian yang lebih luas.

Daftar Pustaka

Arsyad, Lincolin. 2010. Ekonomi Pembangunan, Edisi kelima. Yogyakarta: UPP


STIM YKPM.
Baldacci, E., Clements, B., Gupta, S., & Cui, Q. (2008). Social Spending, Human
Capital, and Growth in Developing Countries, 36 (8), 1317-1341. World
Development.

Baltagi, B. H. (2005). Econometric analysis of panel data. England: John Wiley


& Sons Ltd.
Barro, R., & Lee, J. (2011). New Data Set Of Educational Attainment In The
World, 1950–2010. National Bureau of Economic Research Working Paper.
Becker, G., Philipson, T., & Soares, R. (2005). The Quantity and Quality of Life
and The Evolution of World Inequality. Review, 277-291. American
Economic.
Boediono. 1982. Pengantar Ilmu Ekonomi No.2, Ekonomi Makro. Yogyakarta:
BPPE

84
Familoni, K.A. 2004. The Role of Economic and Social Infrastructure in
Economic Development: A Global View.
Finlay, J. (2007). The Role of Helath in Economic Development. 27 March From
Harvard :
https://cdn1.sph.harvard.edu/wpcontent/uploads/sites/1288/2013/10/
PGDA_WP_21.pdf
Jhingan, M.L. 2008. Ekonomi Pembangunan dan Perencanaan. Jakarta: Raja
Grafindo persada.
Gao, Y. Tian L., Candong Y., Zhou, L., Li, Z., & Hou, D. 2019. Supplying social
infrastructure land for satifying public needs or leasing residential land? A
study of local government choices in china, 87 (2019) 104088. Land Use
Policy.

Gujarati, D. N., & Porter, D. C. (2009). Basic econometrics. United States:


McGraw-Hill.
Mahyudi, Ahmad. 2004. Ekonomi pembangunan dan analisis data empiris. Bogor:
Ghalia Indonesia.
Maluccio, J.A. 2007. The Impact of Conditional Cash Transfers in Nicaragua on
Consumption, Productive Investment, and Labor Allocation. ESA Working
Paper No. 07-11. The Food and Agricultue Organization.
Mankiw, Gregory N. 2003. Teori Makro Ekonomi Terjemahan. Jakarta: PT.
Gramedia Pustaka Utama.
Mankiw, N.Gregory. 2007. Makroekonomi, Edisi Keenam. Jakarta : Erlangga
Minarti,Sri, 2011, Manajemen Sekolah: Mengelola Lembaga Pendidikan Secara
Mandiri, Yogyakarta: AR-RUZZ Media.

Mongan, J. (2019). Pengaruh pengeluaran pemerintah bidang pendidikan dan


kesehatan terhadap indeks pembangunan manusia di Indonesia, 4(2), 163-
176. Indonesian Treasury Review: Jurnal Perbendaharaan, Keuangan
Negara Dan Kebijakan Publik.

Negara, D.A.P., Monika, A.K. (2019). Analisis Pengaruh Internet Terhadap


Pendapatan Industri Mikro dan Kecil di Indonesia. Seminar Nasional Official
Statistics 2019.
Odit, M. P., Dookhan, K., & Fauzel, S. (2010). The Impact of Education on
Economic Growth : The Case of Mauritius, 141-152. International Business
& Economics Research Journal.

Oyvat, C., Onaran, O. (2022). The effects of social infrastructure and gender
equality on output and employment: The case of South Korea, 158 (2022)
105987. World Development.

Pane, N., Sembiring, S.W.D.B., Unsa, I. (2020) Pengaruh Pembangunan

85
Infrastruktur Kesehatan, Pendidikand an Jumlah Penduduk Terhadap
Pertumbuhan Ekonomi di Sumatera Utara. Semantic Scholar JS. V412.
18084.

Purwadi, B., Syaifullah, Nizar, M. (2016). Hubungan Antara Asuransi dan


Pertumbuhan ekonomi di Indonesia. PT. Nagakusuma Media Kreatif. Jakarta
Timur.

Queiroz, M.V.A.B., Sampaio, R.M.B., Sampaio, L.M.B.S. (2019). Dynamic


efficiency of primary education in Brazil: Socioeconomic and infrastructure
influence on school performance. Socio-Economic Planning Sciens.
https://doi.org/10.1016/j.seps.2019.100738.
Rangongo, F.M., Ngwakwe, C.C. 2019. Human Capital Investment and Economic
Growth: A Test of Endogenous Growth Theory in Two Developing
Countries vol 15 no.1. Acta Universitaris Danubius.
Reza, F. (2013). The Impact of Education on Economic Growth in Indonesia, 23-
44. Journal of Indonesian Economy and Business.
Rustan. 2019. Pusaran Pembangunan Ekonomi. Makassar: CV. Sah Media.
Sadono, Sukirno. 2010. Makroekonomi. Teori Pengantar. Edisi Ketiga. PT. Raja
Grasindo Perseda. Jakarta.

Samah, A., Norazam. (2018). Resilient Helath Infrastructure: strengthening


hospitals’ capacity to respond effectively during disasters and crise, 212
(2018) 262-269s. Procedia Engineering.
Setiadi, Elen. (2006). Pengaruh Pembangunan Infrastruktur Dasar Terhadap
Pertumbuhan Ekonomi Regional Indonesia (8 Provinsi di Sumatera). FEUI,
Jakarta.
Sharma, R. (2018, October 17). Health and Economic Growth: Evidence from
Dynamic Panel Data of 143 Years. From PLOS ONE:
https://journals.plos.org/plosone/article?id=10.1371/journal.pone.0204940.

Shawabkeh, R.K.A., Alobaidat, E., Alhaddad, M.I., Alzouby, A.M.. (2022). The
role of social infrastructure services in developing the city centre planning:
A frmework for delivering sustainable cities in Jordan, 13 (2022) 101800.
Ain Shams Engineering Journal.
Siddique, A.M.H, Moheyudin, G., Kiani, A. 2018. Health, Education and
Economic Growth Nexus: Evidence from Middle Income Countries, vol. 3,
issue 4, 68-86. Global Social Sciences Review.
Takapente, W.H., Masinambow, V.A.J., Rompas, W.F.I. (2022). Pengaruh
Pendidikan dan Kesehatan terhadap Pertumbuhan Ekonomidi Kabupaten
Bolaang Mongondow Selatan. Jurnal Berkala Ilmiah Efisiensi volume 22,
No.2 Maret Tahun2022.

86
Tambunan, Tulus, “Usaha Mikro Kecil dan Menengah di Indonesia : isu-isu
penting”, Jakarta : LP3ES, 2012.
Todaro, M.P. (2011). Pembangunan Ekonomi. Edisi Kesebelas. Jakarta: Penerbit
Erlangga.
Todaro, M.P. dan Smith, S.C. 2006. Pembangunan Ekonomi. Jilid I Edisi
Kesembilan. Haris Munandar (penerjemah). Erlangga, Jakarta.
Vogl, T. S. (2014). Education and Health in Developing Economies. In A. J.
Culyer, Encyclopedia of Health Economics (pp. 246-249). Elsevier.

Yasin, M.H.M., Toran, H., Tahar, M.M, Bari, S. (2010). Special Education
Classroom Infrastructure: Teachers Views. Procedia Social and Behavioral
Sciences (7) (2010) 601-604.

Lampiran 1: Hasil Uji Turnitin

87
88

Anda mungkin juga menyukai