Anda di halaman 1dari 125

TESIS

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI TINGKAT KEMISKINAN


KABUPATEN/ KOTA DI KALIMANTAN TENGAH
HALAMAN S
AMPUL
Diajukan Untuk Melengkapi Persyaratan Dalam Memperoleh
Gelar Magister Ekonomi

Oleh :

NADYA CHINTHYA

NIM. 1820317320002

PROGRAM STUDI MAGISTER EKONOMI PEMBANGUNAN

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT

BANJARMASIN

2022

xiii
LEGALITAS

Nama : Nadya Chinthya

NIM : 1820317320002

Judul Tesis : Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Tingkat Kemiskinan


Kabupaten/Kota di Kalimantan Tengah

Disetujui
Komisi Pembimbing

Pembimbing I Pembimbing II

Prof. Dr. M. Handry Imansyah, MAM Dr. Dewi Rahayu, SE, MP


NIP. 19600401 198703 1 003 NIP. 19720407 199702 2 001

Ketua Program
Magister Ekonomi Pembangunan

Dr. M. Rusmin Nuryadin, SE, M.Si


NIP. 19700518 199702 1 001

ii
Tesis ini telah diajukan dan diperbaiki

Pada tanggal 9 Juni 2022

TIM PENGUJI DAN PENILAI

1. Dr. Hj. Muzdalifah, SE, M.Si 1..............................


Ketua
NIP. 19720410 199702 2 003

2. Dr. H. Ahmad Yunani, SE, M.Si


Sekretaris 2..............................
NIP. 19730207 199903 1 003

3. Prof. Dr. M. Handry Imansyah, MAM


Pembimbing I 3..............................
NIP. 19600401 198703 1 003

4. Dr. Dewi Rahayu, SE, MP


Pembimbing II 4..............................
NIP. 19720407 199702 2 001

iii
SURAT PERNYATAAN

Saya yang bertanda tangan di bawah ini menyatakan dengan sesungguhnya,

bahwa tesis ini merupakan hasil penelitian yang telah saya lakukan.Segala kutipan

dari berbagai sumber telah diungkapkan sebagaimana mestinya. Tesis ini belum

pernah dipublikasikan untuk keperluan lain oleh siapapunjuga. Apabila dikemudian

hari ternyata pernyataan saya ini tidak benar, maka saya bersedia menerima akibat

hukum dari ketidakbenaran pernyataan tersebut.

Banjarmasin, 9 Juni 2022

Yang membuat pernyataan.

(Nadya Chinthya)
NIM. 1820317320002

iv
KATA PENGANTAR

Dengan memanjatkan puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa,
atas segala limpahan rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat
menyelesaikan penyusunan tesis yang berjudul Faktor-Faktor Yang
Mempengaruhi Tingkat Kemiskinan Kabupaten/Kota Di Kalimantan Tengah.
Tesis ini ditulis dalam rangka memenuhi persyaratan untuk memperoleh gelar
Magister Ekonomi (ME) di Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Lambung
Mangkurat Banjarmasin.

Penulis menyadari bahwa tesis ini dapat terselesaikan dengan dukungan


dan bantuan dari berbagai pihak, oleh sebab itu penulis mengucapkan terima kasih
kepada semua pihak baik yang secara langsung maupun secara tidak langsung
yang memberikan kontribusi dalam menyelesaikan tesis ini.

Selanjutnya ucapan terima kasih sampaikan kepada :

1. Bapak Prof. Dr. H. Sutarto Hadi, M.Si, M.Sc sebagai Rektor Universitas
Lambung Mangkurat Banjarmasin.
2. Bapak Dr. H. Atma Hayat, M.Si, Ak, CA sebagai Dekan Fakultas Ekonomi
dan Bisnis Universitas Lambung Mangkurat Banjarmasin.
3. Bapak Dr. Rusmin Nuryadin, SE, M.Si sebagai Ketua Program Studi Magister
Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Lambung
Mangkurat Banjarmasin.
4. Bapak Prof. Dr. M. Handry Imansyah, MAM sebagai Dosen Pembimbing I
dan Ibu Dr. Dewi Rahayu, SE, MP sebagai Dosen Pembimbing II yang telah
meluangkan waktu untuk memberikan bantuan, mengarahkan, dan
membimbing penulis selama penyusunan tesis ini.
5. Ibu Dr. Hj. Muzdalifah, SE, M.Si sebagai Dosen Penguji I dan Bapak Dr. H.
Ahmad Yunani, SE, M.Si sebagai Dosen Penguji II yang telah memberikan
saran dan masukan dalam penyusunan tesis ini.
6. Bapak Dr. Rizali, MP sebagai Dosen Pembimbing Akademik dan Ibu Dr. Noor
Rahmini, SE, MEI sebagai Sekretaris Jurusan Program Magister Ekonomi
Pembangunan yang banyak membantu penulis selama menempuh pendidikan.

v
7. Seluruh Dosen yang telah berkenan membagi ilmu selama perkuliahan hingga
penulis selesai dalam penulisan tesis ini.

8. Orang tua penulis Bapak Otovianus, SP, M.Si dan Ibu Yaya, SP. yang telah
memberikan dukungan baik secara materi maupun moril kepada penulis
hingga tesis ini bisa terselesaikan dengan baik.
9. Saudara kandung penulis Bismart Arituan, M.E., Vanya Efferensia, dan Ivana
Frederika, yang telah memberikan dukungan baik secara materi maupun moril
kepada penulis hingga tesis ini bisa terselesaikan dengan baik.
10. Jajaran staf Program Studi Magister Ekonomi Pembangunan serta Program
Sarjana Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan yang telah memberikan
bantuan serta dukungan kepada penulis dalam menyelesaikan tesis ini dengan
baik.

Banjarmasin, 9 Juni 2022


Penulis

Nadya Chinthya

vi
ABSTRACT

Nadya Chinthya (2022) Factors Affecting District/City Poverty Levels in


Central Kalimantan. Advisor I: Muhammad Handry Imansyah. Advisor II: Dewi
Rahayu

This study aims to analyze the effect of the minimum wage, per capita income,
open unemployment rate, government education expenditure, government health
expenditure, and the agricultural sector on the poverty level of districts/cities in
Central Kalimantan. The analytical tool used is panel data regression, by using
panel data for 2010-2019 in 14 districts/cities in Central Kalimantan Province. The
panel data estimation technique used is a fixed effect model (FEM) with a
generalized least square (GLS) approach.

The results obtaine that simultaneously the minimum wage, per capita income,
open unemployment rate, government education expenditure, government health
expenditure, and the agricultural sector have a significant effect on the poverty
level of districts/cities in Central Kalimantan. Partially, the minimum wage and
government spending on education have a negativeand significant effect on the
poverty level of districts/cities in Central Kalimantan. Per capita income and
government expenditure on health have a positive and significant impact on
poverty in districts/cities in Central Kalimantan. Meanwhile, the open
unemployment rate and governmentspending on health have no significant effect
on the poverty level of districts/cities in Central Kalimantan.

Keywords: Minimum wage, per capita income, open unemployment rate, government
education expenditure, government health expenditure, agriculture sector.

vii
ABSTRAKSI

Nadya Chinthya (2022) Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Tingkat Kemiskinan


Kabupaten/Kota Di Kalimantan Tengah. Pembimbing I: Muhammad Handry
Imansyah. Pembimbing II: Dewi Rahayu

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh upah minimum, pendapatan


perkapita, tingkat pengangguran terbuka, pengeluaran pemerintah bidang
pendidikan, pengeluaran pemerintah bidang kesehatan, dan sektor pertanian
terhadap tingkat kemiskinan kabupaten/kota di Kalimantan Tengah. Alat analisis
yang digunakan adalah regresi data panel, menggunakan data panel tahun 2010-
2019 pada 14 kabupaten/kota di Provinsi Kalimantan Tengah. Teknik estimasi
data panel yang digunakan adalah fixed effect model (FEM) dengan pendekatan
generalized least square (GLS).
Hasil yang diperoleh yaitu secara simultan upah minimum, pendapatan perkapita,
tingkat pengangguran terbuka, pengeluaran pemerintah bidang pendidikan,
pengeluaran pemerintah bidang kesehatan, dan sektor pertanian berpengaruh
signifikan terhadap tingkat kemiskinan kabupaten/kota di Kalimantan Tengah.
Secara parsial upah minimum dan pengeluaran pemerintah bidang pendidikan
berpengaruh negatif dan signifikan terhadap tingkat kemiskinan kabupaten/kota di
Kalimantan Tengah. Pendapatan perkapita dan pengeluaran pemerintah bidang
kesehatan berpengaruh positif dan signifikan terhadap kemiskinan kabupaten/kota
di Kalimantan Tengah. Sedangkan tingkat pengangguran terbuka dan pengeluaran
pemerintah bidang kesehatan tidak berpengaruh signifikan terhadap tingkat
kemiskinan kabupaten/kota di Kalimantan Tengah.
Kata kunci: Upah minimum, pendapatan perkapita, tingkat pengangguran terbuka,
pengeluaran pemerintah bidang pendidikan, pengeluaran pemerintah
bidang kesehatan, sektor pertanian

viii
DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL ........................................................................................... i


LEGALITAS ......................................................................................................... ii
SURAT PERNYATAAN ..................................................................................... iv
KATA PENGANTAR ........................................................................................... v
ABSTRACT .......................................................................................................... vii
ABSTRAKSI ...................................................................................................... viii
DAFTAR ISI ......................................................................................................... ix
DAFTAR TABEL ............................................................................................... xii
DAFTAR GAMBAR .......................................................................................... xiii
DAFTAR GRAFIK ............................................................................................ xiv
DAFTAR LAMPIRAN ....................................................................................... xv
BAB I PENDAHULUAN ..................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ............................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah .......................................................................................9
1.3 Tujuan Penelitian.........................................................................................9
1.4 Manfaat Penelitian.....................................................................................10
1.5 Sistematika Pembahasan ...........................................................................10
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................ 12
2.1 Landasan Teori ..........................................................................................12
2.1.1 Konsep Kemiskinan..........................................................................12
2.1.2 Masalah Kemiskinan ........................................................................14
2.1.3 Penyebab Kemiskinan ......................................................................15
2.1.4 Faktor-Faktor Penyebab Kemiskinan ...............................................16
2.1.5 Ukuran Kemiskinan ..........................................................................19
2.1.6 Upah Minimum ................................................................................22
2.1.7 Pendapatan perkapita ........................................................................25
2.1.8 Pengangguran ...................................................................................26
2.1.9 Pengeluaran Pemerintah ...................................................................30
2.10 Sektor pertanian ................................................................................32
2.2 Hubungan Antar Variabel .........................................................................33

ix
2.3 Hasil Penelitian Sebelumnya .....................................................................39
BAB III KERANGKA KONSEPTUAL DAN HIPOTESIS PENELITIAN 45
3.1 Kerangka Pikir...........................................................................................45
3.2 Kerangka Konseptual ................................................................................47
3.3 Hipotesis ....................................................................................................48
BAB IV METODE PENELITIAN ................................................................... 49
4.1 Ruang Lingkup Penelitian .........................................................................49
4.2 Jenis Penelitian ..........................................................................................49
4.3 Objek Penelitian ........................................................................................50
4.4 Unit Analisis ..............................................................................................50
4.5 Teknik Analisis .........................................................................................50
4.6 Variabel dan Definisi Operasional Variabel .............................................50
4.7 Estimasi Model Regresi Data Panel ..........................................................51
4.7.1 Pooled Least Square (PLS) atau Pendekatan Kuadrat Terkecil .......53
4.7.2 Fixed Effect Model (FEM) atau Pendekatan Efek Tetap ..................54
4.7.3 Random Effect Model (REM) atau Pendekatan Efek Acak .............55
4.8 Penentuan Model Estimasi ........................................................................57
4.8.1 Uji Redundant....................................................................................57
4.8.2 Uji Hausman ......................................................................................57
4.9 Uji Hipotesis ..............................................................................................58
4.9.1 Koefisien Determinasi (R2) ...............................................................58
4.9.2 Uji Simultan ( Uji F)..........................................................................58
4.9.3 Uji Parsial (Uji t) ...............................................................................59
BAB V HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS.............................................. 61
5.1 Gambaran Umum Penelitian ....................................................................61
5.1.1 Letak Geografis .................................................................................61
5.1.2 Luas Wilayah .....................................................................................62
5.1.3 Kependudukan ...................................................................................64
5.1.4 Kondisi Perekonomian ......................................................................65
5.1.5 Tingkat Kemiskinan ..........................................................................67
5.2 Hasil dan Analisis.....................................................................................68
5.2.1 Hasil estimasi penentuan model ........................................................70
5.2.2 Uji analisis statistik............................................................................70

x
5.3 Pembahasan Hasil Penelitian ...................................................................74
5.3.1 Pengaruh Upah Minimum Terhadap Tingkat Kemiskinan ...............74
5.3.2 Pengaruh Pendapatan Perkapita Terhadap Tingkat Kemiskinan .......76
5.3.3 Pengaruh Tingkat Pengangguran Terbuka Terhadap Tingkat
Kemiskinan .........................................................................................79
5.3.4 Pengaruh Pengeluaran Pemerintah Bidang Pendidikan Terhadap
Tingkat Kemiskinan ............................................................................81
5.3.5 Pengaruh Pengeluaran Pemerintah Bidang Kesehatan Terhadap
Tingkat Kemiskinan ............................................................................83
5.3.6 Pengaruh Sektor Pertanian Terhadap Tingkat Kemiskinan ...............86
5.4 Implikasi hasil penelitian .........................................................................89
5.5 Keterbatasan Penelitian ............................................................................91
BAB VI PENUTUP ............................................................................................. 93
6.1 Kesimpulan................................................................................................93
6.2 Saran ..........................................................................................................94
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 95

xi
DAFTAR TABEL

Tabel 2. 1. Ringkasan Peneliti Terdahulu ..............................................................43


Tabel 5. 1. Luas Daerah Menurut Kabupaten/ Kota di Provinsi Kalimantan
Tengah, 2019 .......................................................................................63
Tabel 5. 2. Jumlah penduduk dan Kepadatan Penduduk Menurut Kabupaten
/Kota di Provinsi Kalimantan Tengah Tahun 2017-2019 ...................64
Tabel 5. 3. Distribusi Persentase PDRB Menurut Lapangan Usaha Provinsi
Kalimantan Tengah Tahun 2015-2019................................................65
Tabel 5. 4. Tingkat Kemiskinan Menurut Kabupaten/ Kota Provinsi Kalimantan
Tengah Tahun 2010-2019 ...................................................................67
Tabel 5. 5. Hasil Regresi Data Panel .....................................................................68
Tabel 5. 6. Ringkasan Hasil Estimasi Regresi Model Fixed Effect (GLS) ............71

xii
DAFTAR GAMBAR

Gambar 3. 1 Kerangka Konseptual ........................................................................47


Gambar 5. 1 Peta Provinsi Kalimantan Tengah .....................................................61

xiii
DAFTAR GRAFIK

Grafik 1. 1 Persentase Penduduk Miskin 34 Provinsi di Indonesia Tahun 2019 ....1


Grafik 1. 2 Jumlah Penduduk Miskin di Provinsi Kalimantan Tengah Tahun
2010-2019 .............................................................................................2
Grafik 1. 3 Jumlah Penduduk Miskin Menurut Kabupaten/ Kota Provinsi
Kalimantan Tengah Tahun 2015-2019..................................................3
Grafik 1. 4 Persentase Penduduk Miskin Kabupaten/ Kota Provinsi Kalimantan
Tengah Tahun 2015-2019 .....................................................................4

xiv
DAFTAR LAMPIRAN

LAMPIRAN 1 Common Effect Model.................................................................98


LAMPIRAN 2 Fixed Effect Model (GLS) ...........................................................98
LAMPIRAN 3 Output Uji Redundant/Chow......................................................100
LAMPIRAN 4 Random Effect Model ................................................................101
LAMPIRAN 5 Uji Hausman ..............................................................................102
LAMPIRAN 6 Persentase Penduduk Miskin (Y) ...............................................103
LAMPIRAN 7 Upah Minimum Regional Per Bulan Menurut Kabupaten
/Kota Provinsi Kalimantan Tengah (X1) ....................................104
LAMPIRAN 8 PDRB Perkapita Atas Dasar Harga Berlaku Dalam Juta
Rupiah (X2) ................................................................................105
LAMPIRAN 9 Tingkat Penangguran Terbuka (X3)..........................................106
LAMPIRAN 10 Realisasi Belanja Pemerintah Bidang Pendidikan (X4) ...........107
LAMPIRAN 11 Realisasi Belanja Pemerintah Bidang Kesehatan (X5) ............108
LAMPIRAN 12 Share Pertanian (X6) ................................................................109

xv
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kemiskinan merupakan permasalahan yang masih menjadi fokus yang

berusaha dituntaskan atau setidaknya dikurangi di setiap negara khususnya negara

berkembang seperti Indonesia. Pemerintah Indonesia baik di tingkat pusat maupun

daerah senantiasa mengeluarkan kebijakan-kebijakan yang bertujuan untuk

mengentaskan kemiskinan.
Grafik 1. 1 Persentase Penduduk Miskin 34 Provinsi di Indonesia
Tahun 2019

DKI JAKARTA 3.42


BALI 3.61
KALIMANTAN SELATAN 4.47
KEP. BANGKA BELITUNG 4.5
KALIMANTAN TENGAH 4.81 INDONESIA 9,41%
BANTEN 4.94
KEP. RIAU 5.8
KALIMANTAN TIMUR 5.91
SUMATERA BARAT 6.29
KALIMANTAN UTARA 6.49
JAWA BARAT 6.82
RIAU 6.9
MALUKU UTARA 6.91
KALIMANTAN BARAT 7.28
JAMBI 7.51
SULAWESI UTARA 7.51
SULAWESI SELATAN 8.56
SUMATERA UTARA 8.63
JAWA TIMUR 10.2
JAWA TENGAH 10.58
SULAWESI BARAT 10.95
SULAWESI TENGGARA 11.04
DI YOGYAKARTA 11.44
LAMPUNG 12.3
SUMATERA SELATAN 12.56
SULAWESI TENGAH 13.18
NUSA TENGGARA BARAT 13.88
BENGKULU 14.91
ACEH 15.01
GORONTALO 15.31
MALUKU 17.65
NUSA TENGGARA TIMUR 20.62
PAPUA BARAT 21.51
PAPUA 26.55

0 5 10 15 20 25 30

Sumber : Badan Pusat Statistik 2020, (diolah)

1
2

Angka kemiskinan di Indonesia mencapai 9,41% dari jumlah penduduk per

Maret 2019 atau mencapai 25,14 juta jiwa. Jika dibandingkan dengan Maret 2018

yang berada di angka 9,82% atau 25,95 juta jiwa, angka kemiskinan turun sebesar 41

basis poin (bps) atau sebanyak 810 ribu jiwa. Dari 34 provinsi, terdapat 16 provinsi

yang memiliki angka kemiskinan di atas angka nasional dan 18 provinsi lainnya

berada dibawah angka nasional (Badan Pusat Statistik, 2020).

Lima provinsi yang memiliki angka kemiskinan terbesar berada di kawasan

timur Indonesia. Provinsi tersebut adalah Papua (26,55%), Papua Barat (21,51%),

Nusa Tenggara Timur (20,62%), Maluku (17,65%), dan Gorontalo (15,31%).

Sedangkan lima provinsi yang memiliki angka kemiskinan terendah adalah DKI

Jakarta, Bali, Kalimantan Selatan, Kepulauan Bangka Belitung, dan Kalimantan

Tengah.

Grafik 1. 2 Jumlah Penduduk Miskin di Provinsi Kalimantan Tengah Tahun


2010-2019

170
166,03
165

160

155

150,02 149,38
150 148,82
147,7

145 143,49
145,08

140 139,16
,136,93

135

134,59
130
2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019

Sumber : Badan Pusat Statistik, (diolah)


3

Kalimantan Tengah merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang juga

tidak terlepas dari masalah kemiskinan. Faktanya pada tahun 2019 sekitar 4,81%

penduduk di Kalimantan Tengah merupakan penduduk miskin. Secara umum jumlah

penduduk miskin di Provinsi Kalimantan Tengah selama 10 Tahun terakhir yaitu

sejak tahun 2010 hingga tahun 2019 terus mengalami penurunan. Pada tahun 2010

jumlah penduduk miskin di Kalimantan Tengah mencapai 166.003 jiwa sedangkan

pada tahun 2019 mecapai 134.590 jiwa artinya telah terjadi penurunan jumlah

penduduk miskin sekitar 31.413 jiwa. Tetapi jumlah penduduk miskin di daerah

perkotaan naik sebanyak 431 jiwa, dari yang sebelumnya berjumlah 48.127 jiwa

pada September 2018 menjadi 48.558 jiwa pada Maret 2019, sementara di daerah

peperdesaan berkurang sebanyak 2.283 orang, dari yang sebelumnya berjulah 88.319

jiwa pada September 2018 menjadi 86.036 jiwa pada Maret 2019.

Grafik 1. 3 Jumlah Penduduk Miskin Menurut Kabupaten/ Kota Provinsi


Kalimantan Tengah Tahun 2015-2019

30.00
27.00
24.00
21.00
Penduduk Miskin

18.00
15.00
12.00
9.00
6.00
3.00
0.00
2015 2016 2017 2018 2019

Kotawaringin Barat Kotawaringin Timur Kapuas Barito Selatan


Barito Utara Sukamara Lamandau Seruyan
Katingan Pulang Pisau Gunung Mas Barito Timur
Murung Raya Palangkaraya

Sumber : Badan Pusat Statistik, 2020 (diolah)


4

Berdasarkan Grafik 1.3 daerah di Provinsi Kalimantan Tengah yang memiliki

jumlah penduduk miskin tertinggi adalah di Kabupaten Kotawaringin Timur sebesar

27.380 jiwa, Kabupaten Kapuas 18.230 jiwa dan Kabupaten Seruyan sebesar 14.660

jiwa. Sedangkan daerah dengan jumlah penduduk miskin terendah adalah Kabupaten

Sukamara sebesar 2010 jiwa, kemudian Kabupaten Lamandau 2470 jiwa dan

Kabupaten Pulang Pisau 5710 jiwa.

Grafik 1. 4 Persentase Penduduk Miskin Kabupaten/ Kota Provinsi


Kalimantan Tengah Tahun 2015-2019

10
9
8
Persentase Kemiskinan

7
6
5
4
3
2
1
0
2015 2016 2017 2018 2019

Kotawaringin Barat Kotawaringin Timur Kapuas Barito Selatan


Barito Utara Sukamara Lamandau Seruyan
Katingan Pulang Pisau Gunung Mas Barito Timur
Murung Raya Palangkaraya

Sumber : Badan Pusat Statistik, 2020 (diolah)

Berbeda dengan jumlah penduduk miskin, daerah dengan persentase

penduduk miskin tertinggi di Provinsi Kalimantan Tengah berada di Kabupaten

Seruyan (17,9%), Kabupaten Barito Timur (6,32%), dan Kabupaten Murung Raya

(6,0 %). Sedangkan daerah dengan persentase penduduk miskin terendah berada di

Kabupaten Lamandau (3,01%), Kabupaten Sukamara (3,16), dan Kota Palangkaraya

(3,35%).
5

Kemiskinan dipandang sebagai ketidakmampuan dari sisi ekonomi untuk

memenuhi kebutuhan dasar makanan dan bukan makanan yang diukur dari sisi

pengeluaran. Jadi penduduk miskin adalah penduduk yang memiliki rata-rata

pengeluaran perkapita perbulan dibawah garis kemiskinan (Badan Pusat Statistik,

2020). Besarnya kemiskinan dapat diukur dengan atau tanpa mengacu pada garis

kemiskinan (poverty line), konsep yang mengacu pada garis kemiskinan disebut

kemiskinan absolute (Tambunan, 2001).

Peranan komoditi makanan terhadap garis kemiskinan di Kalimantan Tengah

sebesar 79,05 persen jauh lebih besar dari peranan komoditi bukan makanan. Tiga

jenis komoditi makanan yang berpengaruh paling besar terhadap nilai garis

kemiskinan di Kalimantan Tengah adalah beras, rokok kretek filter, daging ayam ras

untuk daerah perkotaan sedangkan daerah perdesaan dipengaruhi oleh beras, rokok

kretek filter, telur ayam ras. Kemudian terdapat lima komoditi bukan makanan yang

paling dominan yaitu biaya perumahan, listrik, bensin, pendidikan dan perlengkapan

mandi (Widodo et al., 2011).

Menurut Aprilia (2016) salah satu faktor yang menyebabkan kemiskinan

adalah upah minimum. Dalam penelitiannya menyebutkan adanya pengaruh yang

negatif dan signifikan antara upah minimum dan kemiskinan di Jawa Timur.

Gagasan upah minimum yang sudah dimulai dan dikembangkan sejak awal tahun

1970-an dengan tujuan sebagai jaring pengaman terhadap pekerja atau buruh agar

tidak diekspolitasi dalam bekerja dan mendapat upah yang dapat memenuhi

kebutuhan hidup layak (KHL). Jika kebutuhan hidup layak dapat terpenuhi, maka

kesejahteraan pekerja dapat meningkat dan terbebas dari masalah kemiskinan.

Selain upah minimum Aprilia (2016) juga menyebutkan bahwa tingkat


6

pengangguran terbuka juga memberikan pengaruh yang positif dan signifikan

terhadap kemiskinan di Jawa Timur. Hal ini sejalan dengan penelitian Fadlillah et

al., (2016) yang juga menyebutkan bahwa tingkat pengangguran terbuka memiliki

hubungan yang positif dan signifikan terhadap kemiskinan di Jawa Tengah.

Menurut Sukirno (2004) efek buruk dari pengangguran adalah mengurangi

pendapatan masyarakat yang pada akhirnya mengurangi tingkat kemakmuran yang

telah dicapai seseorang. Semakin rendah kesejahteraan masyarakat akibat

menganggur tentunya akan meningkatkan peluang mereka terjebak dalam

kemiskinan karena tidak memiliki pendapatan.

Dalam penelitian yang sama Fadlillah et al., (2016) juga menyebutkan

adanya faktor lain yang mempengaruhi kemiskinan di Jawa Tengah yaitu pendapatan

perkapita dimana memiliki pengaruh yang negatif dan signifikan terhadap

kemiskinan. Pendapatan perkapita merupakan salah satu ukuran kemakmuran bagi

tiap daerah. Semakin tinggi pendapatan tersebut maka semakin tinggi daya beli

penduduk, dan daya beli yang bertambah ini akan meningkatkan kesejahteraan

masyarakat (Sukirno, 2006).

Intervensi pemerintah dalam mengentaskan kemiskinan tentunya masih

sangat diperlukan. Beberapa tahun terakhir ini pemerintah Kalimantan Tengah telah

mengeluarkan banyak kebijakan yang berhubungan dengan pengentasan kemiskinan

melalui sekolah dan kesehatan gratis bagi penduduk miskin. Hal ini sejalan dengan

amanat dari Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 Pasal 49

tentang Sistem Pendidikan Nasional dan Undang-Undang Republik Indonesia

Nomor 36 Tahun 2009 Pasal 171 tentang Kesehatan agar mengalokasikan 20 persen

untuk sektor pendidikan dan 10 persen untuk sektor kesehatan.


7

Menurut Baruwadi (2018) dalam penelitiannya menyebutkan bahwa

pengeluaran pemerintah sektor pendidikan dan pengeluaran pemerintah sektor

kesehatan merupakan faktor-faktor yang mempengaruhi kemiskinan di Gorontalo.

Pengeluaran pemerintah sektor pendidikan memiliki pengaruh yang positif dan

signifikan sedangkan pengeluaran pemerintah sektor kesehatan memiliki pengaruh

yang negatif dan signifikan.

Struktur perekonomian kabupaten/kota di Kalimantan Tengah relatif

bervariasi. Secara umum Lapangan Usaha Pertanian masih mendominasi kecuali

Kota Palangka Raya. Lapangan usaha lainnya yang cukup berperan penting dalam

perekonomian kabupaten/kota adalah Industri Pengolahan, Perdagangan Besar dan

Eceran, Reparasi Mobil dan Sepeda Motor, dan Pertambangan dan Penggalian.

Dalam sektor pertanian peningkatan luas panen, produktivitas dan produksi

tanaman pangan, khususnya padi merupakan tanaman unggulan dan prioritas di

Provinsi Kalimantan Tengah sehingga pemerintah terus berupaya mengoptimalisasi

lahan pertanian dan meningkatkan produktivitas. Hal ini menjadi penting karena

Provinsi Kalimantan Tengah khususnya Kabupaten Kapuas dan Kabupaten Pulang

Pisau di gadang-gadang akan menjadi Lumbung Pangan Nasional atau Food Estate.

Selain padi, salah satu sub sektor pertanian Provinsi Kalimantan Tengah

secara keseluruhan yang paling menonjol adalah perkebunannya. Sebagian besar

perkebunan kelapa sawit di pulau Kalimantan terletak di Kalimantan Tengah.

Kalimantan Tengah menjadi sentra produksi kelapa sawit dan memberikan kontribusi

ekonomi yang besar untuk PDRB masing-masing daerah yang berada di Kalimantan

Tengah, yang juga merupakan penghasil kelapa sawit terbesar di Indonesia selain

Provinsi Riau dan Sumatera.


8

Sihombing & Bangun (2019) melakukan analisis korelasi sektor pertanian

terhadap tingkat kemiskinan di sumatera utara menunjukkan bahwa terdapat

hubungan signifikan yang bersifat negatif antara sektor pertanian dengan

kemiskinan. Sejalan dengan penelitian Purnami & Saskara (2016) menemukan

bahwa kontribusi sektor pertanian berpengaruh signifikan positif pada kemiskinan.

Sektor pertanian masih merupakan sektor yang menyerap tenaga kerja dalam jumlah

yang banyak yaitu sebesar 38,1% dan hal ini diharapkan dapat menurunkan

kemiskinan.

Penelitian dalam tesis ini berbeda dengan penelitian-penelitian terdahulu

yang telah dilakukan terutama dilihat dari periode waktu penelitian dan pendekatan

analisis datanya. Penelitian ini dilakukan di 14 kabupaten/kota Provinsi Kalimantan

Tengah dengan periode Tahun 2010-2019 dengan menggunakan Analisis Regresi

Data Panel . Variabel yang digunakan adalah Upah Minimum, Pendapatan Perkapita,

Tingkat Pengangguran Terbuka, dan Pengeluaran Pemerintah Bidang Pendidikan,

Pengeluaran Pemerintah Bidang Kesehatan dan Sektor pertanian.

Kemudian dari aspek fenomena empiris Kalimantan Tengah berbeda dengan

Provinsi-Provinsi lainnya di Indonesia yang memiliki tingkat kemiskinan tinggi.

Kalimantan Tengah justru mengalami penurunan tingkat kemiskinan yang cukup

signifikan dari tahun ke tahun. Bahkan faktanya Kalimantan Tengah berada di posisi

ke-5 kategori Provinsi di Indonesia yang memiliki jumlah penduduk dan persentase

penduduk miskin terendah setelah Kalimantan Utara, Kepulauan Bangka Belitung,

Maluku Utara, serta Kepulauan Riau. Hal inilah yang membuat peneliti tertarik untuk

mengetahui apa saja faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat kemiskinan di

Provinsi Kalimantan Tengah.


9

Berdasarkan latar belakang di atas penelitian ini berjudul “Faktor-Faktor

Yang Mempengaruhi Tingkat Kemiskinan Kabupaten/Kota di Kalimantan

Tengah” dengan menggunakan metode Analisis Regresi Data Panel.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas maka permasalahan yang akan dibahas

adalah :

1. Apakah Upah Minimum, Pendapatan Perkapita, Tingkat Pengangguran Terbuka,

dan Pengeluaran Pemerintah Bidang Pendidikan, Pengeluaran Pemerintah Bidang

Kesehatan dan Sektor Pertanian secara parsial dan simultan berpengaruh

signifikan terhadap Tingkat Kemiskinan di 14 Kabupaten/Kota Provinsi

Kalimantan Tengah?

2. Faktor manakah yang paling dominan mempengaruhi tingkat kemiskinan yang

ada di 14 Kabupaten/Kota Provinsi Kalimantan Tengah?

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan kepada rumusan masalah diatas maka tujuan penelitian ini

adalah:

1. Untuk mengidentifikasi apakah Upah Minimum, Pendapatan Perkapita, Tingkat

Pengangguran Terbuka, dan Pengeluaran Pemerintah Bidang Pendidikan,

Pengeluaran Pemerintah Bidang Kesehatan dan Sektor pertanian secara parsial

dan simultan berpengaruh signifikan terhadap Tingkat Kemiskinan di 14

Kabupaten/Kota Provinsi Kalimantan Tengah.

2. Untuk mengidentifikasi faktor manakah yang paling dominan mempengaruhi

tingkat kemiskinan di 14 Kabupaten/Kota di Provinsi Kalimantan Tengah.


10

1.4 Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian ini adalah :

1. Dapat dijadikan sebagai bahan masukan atau sumbangan dari pemikiran kepada

pihak-pihak yang berkepentingan dan terkait dengan masalah kemiskinan.

2. Sebagai bahan referensi peneliti lain yang sedang melakukan penelitian dalam

bidang sejenis.

3. Untuk mengembangkan ilmu pengetahuan serta memperkaya pustaka dan

menambah pengalaman bagi penulis.

1.5 Sistematika Pembahasan

Tesis ini peneliti susun menjadi 6 bab sebagai berikut:

BAB I : Pendahuluan

Pada bab ini menjelaskan tentang latar belakang penelitian, rumusan masalah, tujuan

dan manfaat dari penelitian, serta sistematika pembahasan.

BAB II : Kajian Pustaka

Pada bab ini menjelaskan tentang hasil studi literatur dan hasil penelitian

sebelumnyayang terkait denga variabel penelitian yang dilakukan.

BAB III : Kerangka Konseptual dan Hipotesis

Pada bab ini menjelaskan bagaimana kerangka konseptual yang dipakai dalam

penelitian serta berisi hipotesis atau dugaan sementara dalam penelitian.

BAB IV : Metode Penelitian

Pada bab ini menguraikan secara rinci mengenai ruang lingkup penelitian, jenis

penelitian, tempat/lokasi penelitian, unit analisis, populasi dan sampel, variabel dan

definisi operasional variabel, teknik pengumpulan data dan teknik analisis data.
11

BAB V : Hasil Penelitian dan Pembahasan

Bab ini berisi tentang pembahasan mengenai penelitian yang dilakukan berdasarkan

analisis dengan menggunakan data-data terkait.

BAB VI : Penutup

Bab ini menguraikan tentang kesimpulan dari pembahasan serta saran untuk dapat

diterapkan dalam prakteknya.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Landasan Teori

2.1.1 Konsep Kemiskinan

Kemiskinan dapat dilihat dari dua sisi yaitu kemiskinan absolut dan

kemiskinan relatif. Kemiskinan absolut dan kemiskinan relatif adalah konsep

kemiskinan yang mengacu pada kepemilikan materi dikaitkan dengan standar

kelayakan hidup seseorang atau kekeluarga. Kedua istilah itu menunjuk pada

perbedaan sosial (social distinction) yang ada dalam masyarakat berangkat dari

distribusi pendapatan. Perbedaannya adalah bahwa pada kemiskinan absolut

ukurannya sudah terlebih dahulu ditentukan dengan angka-angka nyata (garis

kemiskinan) dan atau indikator atau kriteria yang digunakan, sementara pada

kemiskinan relatif kategori kemiskinan ditentukan berdasarkan perbandingan relatif

tingkat kesejahteraan antar penduduk (Hendra, 2010).

Kemiskinan sebagai ketidakmampuan dari sisi ekonomi untuk memenuhi

kebutuhan dasar makanan dan bukan makanan yang diukur dari sisi pengeluaran.

Penduduk dikatakan miskin apabila berada di bawah garis kemiskinan. Oleh karena

itu dapat disimpulkan bahwa kemiskinan merupakan ketidakmampuan seseorang

atau sekelompok masyarakat untuk memenuhi kebutuhan dasar, meningkatkan

derajat hidup yang layak dan untuk bertahan hidup (Badan Pusat Statistik, 2020).

Kemiskinan mempunyai makna yang luas dan memang tidaklah mudah untuk

mengukurnya. Namun, dalam bagian ini akan dijelaskan dua macam ukuran

kemiskinan yang paling umum digunakan, yaitu kemiskinan absolut dan kemiskinan

relatif.

12
13

a. Kemiskinan Absolut
Pada dasarnya, konsep kemiskinan seringkali dikaitkan dengan sebuah

perkiraan atas tingkat pendapatan dan kebutuhan. Perkiraan atas tingkat

kcbutuhan biasanya hanya dibatasi pada kebutuhan pokok atau kebutuhan

dasar minimum yang memungkinkan sescorang untuk dapat hidup secara

layak. Jika pendapatan tidak dapat mencapai kebutuhan minimum, maka

orang dapat dikatakan miskin. Dengan demikian, kemiskinan dapat pula kita

ukur dengan memperbandingkan tingkat pendapatan orang dengan tingkat

pendapatan yang dibutuhkan untuk memperoleh kebutuhan dasarnya. Tingkat

pendapatan minimum merupakan pembatas antara keadaan miskin dan tidak

miskin atau sering discbut sebagai garis batas kemiskinan. Konsep ini sering

disebut dengan kemiskinan absolut. Konsep ini dimaksudkan untuk

menentukan tingkat pendapatan minimum yang cukup untuk memenuhi

kebutuhan fisik terhadap makanan, pakaian, dan perumahan untuk menjamin

kelangsungan hidup (Todaro & Smith, 2006).

b. Kemiskinan Relatif
Orang yang sudah mempunyai tingkat pendapatan yang dapat memenuhi

kebutuhan dasar minimum tidak selalu berarti orang tersebut “tidak miskin”.

Beberapa pakar berpendapat bahwa meskipun pendapatan seseorang sudah

mencapai tingkat kebutuhan dasar minimum , namun ternyata pendapatan

orang tersebut masih jauh lebih rendah dibandingkan dengan pendapatan

masyarakat di sekitarnya, maka orang tersebut masih berada dalam kategori

miskin. Ini terjadi karena kemiskinan lebih banyak ditentukan oleh keadaan

sekitarnya dari lingkungan orang yang bersangkutan. Konsep inilah yang


14

kemudian kita kenal sebagai konsep kemiskinan relatif (Arsyad, 2016).

Berdasarkan konsep ini, garis kemiskinan akan mengalami perubahan

jika tingkat hidup masyarakat berubah. Hal ini jelas merupakan perbaikan dari

konsep kemiskinan absolut. Konsep kemiskinan relatif bersifat dinamis,

sehingga kemiskinan akan selalu ada. Oleh karena itu, Kincaid (1975) dalam

Arsyad (2016) memandang kemiskinan dari aspek ketimpangan sosial.

Semakin besar ketimpangan antara tingkat penghidupan golongan atas dan

golongan bawah, maka semakin besar pula jumlah penduduk yang dapat

dikategorikan miskin.

2.1.2 Masalah Kemiskinan

Menurut para ahli, kemiskinan itu bersifat multidimensional. Artinya, karena

kebutuhan manusia itu bermacam-macam, maka kemiskinan pun memiliki banyak

aspek. Dilihat dari kebijakan umum, maka kemiskinan meliputi aspek primer yang

berupa miskin akan aset, organisasi sosial politik, dan pengetahuan serta

ketrampilan; dan aspek sekunder yang berupa miskin akan jaringan sosial, sumber-

sumber keuangan dan informasi. Dimensi-dimensi kemiskinan tersebut

termanifestasikan dalam bentuk kekurangan gizi, air, perumahan yang sehat,

perawatan keschatan yang kurang baik, dan tingkat pendidikan yang rendah. Selain

itu, dimensi-dimensi kemiskinan juga saling berkaitan, baik secara langsung maupun

tidak langsung. Hal ini berarti bahwa kemajuan atau kemunduran pada salah satu

aspek dapat mempengaruhi kemajuan atau kemunduran pada aspek lainnya (Arsyad,

2016).

Aspek lainnya dari kemiskinan ini adalah bahwa yang miskin itu adalah

manusianya, baik secara individual maupun kolektif. Kita sering mendengar istilah
15

kemiskinan perdesaan, kemiskinan perkotaan, dan sebagainya. Namun, hal tersebut

bukan berarti hanya "desa" atau “kota"-nya yang mengalami kemiskinan

(kemiskinan "desa" atau "kota" salah satunya diindikasikan oleh pendapatan daerah

yang begitu rendah), namun juga orang-orang atau penduduk (manusianya) yang

menderita kemiskinan. Menurut Ravallion (2001) dalam Arsyad (2016) kemiskinan

adalah kelaparan, tidak memiliki tempat tinggal, bila sakit tidak mempunyai dana

untuk berobat. Orang miskin umumnya tidak dapat membaca karena tidak mampu

bersekolah, tidak memiliki pekerjaan, takut menghadapi masa depan, kehilangan

anak karena sakit. Kemiskinan adalah ketidakberdayaan, terpinggirkan dan tidak

memiliki rasa bebas.

2.1.3 Penyebab Kemiskinan

Menurut Mukhopadhay (1985) dalam Arsyad (2016) para pembuat kebijakan

pembangunan selalu berupaya agar alokasi sumber daya dapat dinikmati oleh

sebagian besar anggota masyarakatnya. Namun, karena ciri dan kondisi masyarakat

yang amat beragam dan ditambah pula dengan tingkat kemajuan ekonomi negara

yang bersangkutan yang terkadang masih lemah, maka kebijakan nasional umumnya

diarahkan untuk memecahkan permasalahan jangka pendek. Sehingga, kebijakan

pemerintah belum berhasil memecahkan persoalan kelompok ekonomi di tingkat

bawah.

Dengan demikian, kemiskinan dapat pula dipandang sebagai kondisi anggota

masyarakat yang tidak atau belum turut serta dalam proses perubahan karena tidak

mempunyai kemampuan, baik kemampuan dalam kepemilikan faktor produksi

maupun kualitas produksi yang memadai, sehingga tidak mendapatkan manfaat dari

hasil proses pembangunan. Ketidakikutsertaan dalam proses pembangunan ini dapat


16

disebabkan karena secara ilmiah mereka tidak atau belum mendayagunakan faktor

produksi yang mereka miliki. Pembangunan yang direncakan oleh pemerintah

terkadang tidak sesuai dengan kemampuan masyarakat yang bersangkutan untuk

berpartisipasi, hal tersebut barakibat manfaat pembangunan juga tidak dapat

menjangkau mereka (Arsyad, 2016).

Oleh karena itu, kemiskinan di samping merupakan masalah yang muncul

dalam masyarakat, ternyata kemiskinan juga berkaitan dengan kepemilikan atas

faktor produksi, produktivitas dan tingkat perkembangan masyarakat itu sendiri,

serta berkaitan dengan kebijakan pembangunan nasional yang dilaksanakan. Atau

dengan kata lain masalah kemiskinan ini selain dapat ditimbulkan oleh hal yang

bersifat alamiah atau kultural, kemiskinan juga dapat disebabkan oleh miskinnya

strategi dan kebijakan pembangunan yang ada, sehingga para pakar pemikir tentang

masalah-masalah kemiskinan, sebagian besar hanya memandang fenomena

kemiskinan sebagai masalah struktural. Sehingga pada akhirnya muncul istilah

kemiskinan struktural, yaitu kemiskinan yang diderita oleh suatu golongan

masyarakat karena struktur sosial masyarakat tersebut, sehingga mereka tidak dapat

ikut menikmati sumber-sumber pendapatan yang sebenarnya tersedia bagi mereka

Alfian et al., (1980).

2.1.4 Faktor-Faktor Penyebab Kemiskinan

Kemiskinan merupakan sebuah konsep abstrak yang dapat dijelaskan secara

berbeda dimana tergantung dari pengalaman dan perspektif analis. Cara pandang

analis akan menentukan pemahaman tentang kondisi, sifat dan konteks kemiskinan,

bagaimana kemiskinan itu terjadi (sebab-sebab kemiskinan) dan bagaimana masalah

kemiskinan dapat diatasi. Oleh karena itu, agar upaya penanggulangan kemiskinan
17

dapat dilakukan secara tepat maka hal pertama yang harus dilakukan adalah

menjelaskan pengertian dan penyebab kemiskinan secara lengkap.

Terdapat banyak faktor yang mempengaruhi secara langsung maupun tidak

langsung tingkat kemiskinan, mulai dari produktivitas tenaga kerja, tingkat upah

netto, distribusi pendapatan, kesempatan kerja, tingkat inflasi, pajak dan subsidi,

investasi, alokasi serta sumber daya alam, ketersediaan fasilitas umum (seperti

pendidikan dasar, kesehatan, informasi, transportasi, listrik, air bersih dan lokasi

pemukiman), penggunaan teknologi, tingkat dan jenis pendidikan, kondisi fisik dan

alam suatu wilayah, etos kerja dan motivasi pekerja, budaya atau tradisi, politik,

bencana alam dan peperangan. Sebagian besar dari faktor-faktor tersebut saling

mempengaruhi satu sama lain (Tambunan, 2001).

Sedangkan menurut Jhingan (2000) terdapat tiga ciri utama pada negara

berkembang yang menjadi penyebab dan sekaligus akibat dari terjadinya

kemiskinan. Ciri pertama, prasarana dan sarana pendidikan yang tidak memadai

sehingga menyebabkan tingginya jumlah penduduk buta huruf dan tidak memiliki

ketrampilan atau keahlian. Ciri kedua, sarana kesehatan dan pola konsumsi buruk

sehingga hanya sebagian kecil penduduk yang bisa menjadi tenaga kerja produktif.

Akibatnya, laju pertumbuhan ekonomi menjadi terhambat. Ciri ketiga adalah

penduduk terkonsentrasi di sektor pertanian dan pertambangan dengan metode

produksi yang telah usang dan ketinggalan zaman. Hal ini terjadi karena penduduk

tidak memiliki pilihan lain. Kepemilikan tanah rata-rata per petani cukup sempit dan

sebagai akibatnya mereka terpaksa hidup pada tingkat yang hanya cukup untuk

sekedar hidup.
18

Kartasasmita (1996) juga menjelaskan penyebab terjadinya kemiskinan

dimana akibat dari berbagai faktor yang terdiri dari: pertama, rendahnya tingkat

pendidikan menyebabkan pengembangan diri yang terbatas. Kedua, rendahnya

tingkat kesehatan dimana tingkat kesehatan dan gizi yang rendah menyebabkan daya

tahan fisik, daya pikir serta prakarsa menjadi rendah pula. Dengan demikian

produktivitas yang dihasilkan menjadi berkurang, baik dalam jumlah maupun

kualitasnya. Akibat dari hal ini adalah bargaining position mereka dalam hampir

seluruh kegiatan ekonomi menjadi lemah. Ketiga, terbatasnya lapangan kerja.

Selama lapangan pekerjaan atau kegiatan usaha masih ada, harapan untuk

memutuskan lingkaran kemiskinan masih dapat dilakukan. Keempat, kondisi

keterisolasian. Dalam kondisi terpencil atau terisolasi penduduk akan kurang mampu

menjalankan roda perekonomiannya.

Sedangkan menurut Sharp et al., (1996) sudut pandang ekonomi terdapat tiga

penyebab kemiskinan, antara lain:

1. Kemiskinan yang muncul karena adanya ketidaksamaan pola kepemilikan

sumber daya yang menimbulkan distribusi pendapatan yang timpang.

Penduduk miskin hanya memiliki sumber daya dalam jumlah terbatas dan

kualitasnya rendah.

2. Kemiskinan yang muncul akibat perbedaan dalam kualitas sumber daya

manusia. Kualitas sumber daya yang rendah berarti produktivitasnya rendah,

yang pada gilirannya mendapatkan upah yang rendah. Rendahnya kualitas

sumber daya ini karena rendahnya pendidikan, nasib yang kurang beruntung,

adanya diskriminasi atau keturunan.

3. Kemiskinan yang muncul akibat perbedaan akses dalam modal.


19

2.1.5 Ukuran Kemiskinan

Untuk mengetahui jumlah penduduk miskin, sebaran dan kondisi kemiskinan

diperlukan pengukuran kemiskinan yang tepat sehingga upaya untuk mengurangi

kemiskinan melalui berbagai kebijakan dan program pengurangan kemiskinan akan

efektif. Pengukuran kemiskinan yang dapat dipercaya menjadi instrument yang

tangguh bagi pengambil kebijakan dalam memfokuskan perhatian pada kondisi

hidup orang miskin.

Garis kemiskinan di Indonesia secara luas digunakan pertama kali dikenalkan

oleh Sajogyo pada tahun 1964 yang diukur berdasarkan konsumsi setara beras per

tahun. Menurut Sajogyo (1996) tingkat kemiskinan didasarkan jumlah rupiah

pengeluaran rumah tangga yang disetarakan dengan jumlah kilogram konsumsi

beras per orang per tahun dan dibagi wilayah pedesaan dan perkotaan.

1. Daerah pedesaan:

a) Miskin : bila pengeluaran keluarga lebih kecil dari pada 320 kg nilai

tukar beras per orang per tahun.

b) Miskin sekali: bila pengeluaran keluarga lebih kecil dari pada 240 kg nilai

tukar beras per orang per tahun.

c) Paling miskin: bila pengeluaran keluarga lebih kecil dari pada 180 kg nilai

tukar beras per orang per tahun.

2. Daerah perkotaan :

a) Miskin : bila pengeluaran keluarga lebih kecil dari pada 480 kg nilai

tukar beras per orang per tahun.

b) Miskin sekali: bila pengeluaran keluarga lebih kecil dari pada 380 kg nilai

tukar beras per orang per tahun.


20

c) Paling miskin: bila pengeluaran keluarga lebih kecil dari pada 270 kg nilai

tukar beras per orang per tahun.

Metode penghitungan penduduk miskin yang dilakukan BPS sejak pertama

kali hingga saat ini menggunakan pendekatan yang sama yaitu pendekatan

kebutuhan dasar (basic needs approach). Dengan pendekatan ini, kemiskinan

didefinisikan sebagai ketidakmampuan dalam memenuhi kebutuhan dasar. Dengan

kata lain, kemiskinan dipandang sebagai ketidakmampuan dari sisi ekonomi untuk

memenuhi kebutuhan makanan maupun non makanan yang bersifat mendasar.

Berdasarkan pendekatan itu indikator yang digunakan adalah Head Count

Index (HCI) yaitu jumlah dan persentase penduduk miskin yang berada dibawah

garis kemiskinan (poverty line). Selain head count index (P0) terdapat juga indikator

lain yang digunakan untuk mengukur tingkat kemiskinan, yaitu indeks kedalaman

kemiskinan (poverty gap index) atau P1 dan indeks keparahan kemiskinan

(distributionally sensitive index) atau P2 yang dirumuskan oleh Foster-Greer-

Thorbecke (Tambunan, 2001).

Metode penghitungan ini merupakan dasar penghitungan persentase

penduduk miskin untuk seluruh kabupaten/kota.

Rumus yang digunakan adalah:

Dimana:

Z = garis kemiskinan

I = rata-rata pengeluaran per kapita penduduk yang berada

dibawah garis kemiskinan


21

q = banyak penduduk yang berada dibawah garis kemiskinan

N = jumlah penduduk

α = 0,1,2

α = 0 ; poverty head count index (P0)

α = 1 ; poverty gap index (P1)

α = 2 ; poverty distributionally sensitive index (P2)

Head Count Index (P0) merupakan jumlah persentase penduduk yang berada

dibawah garis kemiskinan. Semakin kecil angka ini menunjukkan semakin

berkurangnya jumlah penduduk yang berada dibawah garis kemiskinan. Demikian

juga sebaliknya, bila angka P0 besar maka menunjukkan tingginya jumlah persentase

penduduk yang berada dibawah garis kemiskinan.

Poverty Gap Index (P1) merupakan ukuran rata-rata kesenjangan

pengeluaran masing-masing penduduk miskin terhadap garis kemiskinan. Angka ini

memperlihatkan jurang (gap) antara pendapatan rata-rata yang diterima penduduk

miskin dengan garis kemiskinan. Semakin kecil angka ini menunjukkan secara rata-

rata pendapatan penduduk miskin sudah semakin mendekati garis kemiskinan.

Semakin tinggi angka ini maka semakin besar kesenjangan pengeluaran penduduk

miskin terhadap garis kemiskinan atau dengan kata lain semakin tinggi nilai indeks

menunjukkan kehidupan ekonomi penduduk miskin semakin terpuruk.

Distributionally Sensitive Index (P2) memberikan gambaran mengenai

penyebaran pengeluaran diantara penduduk miskin. Angka ini memperlihatkan

sensitivitas distribusi pendapatan antar kelompok miskin. Semakin kecil angka ini

menunjukkan distribusi pendapatan diantara penduduk miskin semakin merata.


22

2.1.6 Upah Minimum

Pengertian upah minimum menurut Undang-Undang Republik Indonesia

Nomor 13 Tahun 2003 adalah suatu standar minimum yang digunakan oleh para

pengusaha atau pelaku industri untuk memberikan upah kepada pekerja di dalam

lingkungan usaha atau kerjanya. Pemenuhan kebutuhan yang layak di setiap propinsi

berbeda-beda, maka disebut Upah Minimum Propinsi. Upah Minimum adalah suatu

penerimaan bulanan minimum (terendah) sebagai imbalan dari pengusaha kepada

karyawan untuk suatu pekerjaan atau jasa yang telah atau akan dilakukan dan

dinyatakan atau dinilai dalam bentuk uang yang ditetapkan atas dasar suatu

persetujuan atau peraturan perundang- undangan serta dibayarkan atas dasar suatu

perjanjian kerja antara pengusaha dengan karyawan termasuk tunjangan, baik

karyawan itu sendiri maupun untuk keluarganya.

Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2003

disebutkan bahwa upah minimum hanya ditujukan bagi pekerja dengan masa kerja 0

(nol) sampai dengan 1 (satu) tahun. Definisi tersebut terdapat dua unsur penting dari

upah minimum yaitu: 1) Upah permulaan adalah upah terendah yang harus diterima

oleh buruh pada waktu pertama kali dia diterima bekerja. 2) Jumlah upah minimum

haruslah dapat memenuhi kebutuhan hidup buruh secara minimal yaitu kebutuhan

untuk sandang, pangan dan keperluan rumah tangga.

Upah minimum diperlukan untuk memenuhi kebutuhan pekerja agar sampai

pada tingkat pendapatan "living wage", yang berarti bahwa orang yang bekerja akan

mendapatkan pendapatan yang layak untuk hidupnya. Upah minimum dapat

mencegah pekerja dari eksploitasi tenaga kerja terutama yang low skilled. Upah

minimum dapat meningkatkan produktivitas tenaga kerja dan mengurangi


23

konsekuensi pengangguran seperti yang diperkirakan teori ekonomi konvensional.

Menurut Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor 7 Tahun

2013 faktor-faktor yang mempengaruhi upah minimum adalah Kebutuhan Hidup

Layak (KHL) dengan memperhatikan produktivitas, dan pertumbuhan ekonomi.

Upah minimum diarahkan pada pencapaian KHL yaitu dengan membandingkan

besarnya upah minimum disesuaikan dengan nilai KHL pada periode yang sama.

Komponen Kebutuhan hidup layak digunakan sebagai dasar penentuan upah

minimum, dimana dihitung berdasarkan kebutuhan hidup pekerja dalam memenuhi

kebutuhan mendasar yang meliputi kebutuhan akan pangan 2100 kkal perhari,

perumahan, pakaian, pendidikan dan sebagainya. Awalnya penghitungan upah

minimum dihitung didasarkan pada Kebutuhan Fisik Minimum (KFM),

Kemudian terjadi perubahan penghitungan didasarkan pada Kebutuhan

Hidup Minimum (KHM). Perubahan itu disebabkan tidak sesuainya lagi penetapan

upah berdasarkan kebutuhan fisik minimum, sehingga timbul perubahan yang

disebut dengan KHM. Namun, penetapan upah minumum berdasarkan KHM

mendapat koreksi cukup besar dari pekerja yang beranggapan, terjadi implikasi pada

rendahnya daya beli dan kesejahteraan masyarakat terutama pada pekerja tingkat

level bawah.

Melalui beberapa pendekatan dan penjelasan langsung terhadap pekerja,

penetapan upah minimum berdasarkan KHM dapat berjalan dan diterima pihak

pekerja dan pengusaha. Perkembangan teknologi dan sosial ekonomi yang cukup

pesat menimbulkan pemikiran, kebutuhan hidup pekerja bedasarkan kondisi

"minimum" perlu diubah menjadi kebutuhan hidup layak.


24

Ukuran pembangunan yang digunakan selama ini, yaitu PDB dalam situasi

nasional dan PDRB dalam situasi regional, hanya mampu menggambarkan

pembangunan ekonomi saja. Oleh sebab itu dibutuhkan suatu parameter yang lebih

menyeluruh, yang mampu menggambarkan perkembangan aspek social dan

kesejahteraan manusia tidak hanya sekedar pertumbuhan ekonomi. Pembangunan

ekonomi dapat diartikan sebagai suatu proses yang menyebabkan pendapatan per

kapita suatu masyarakat meningkat dalam jangka panjang (Suryana, 2000).

Kemajuan bidang ekonomi adalah faktor paling penting dalam sebuah proses

pembangunan namun unsur tersebut bukanlah satu- satunya faktor yang dapat

mendorong kemajuan sebuah perekonomian. Tapi, pembangunan manusia juga

harus menjadi bagian penting dari adanya pembangunan yang biasanya hanya

dipandang dari segi finansial dan material semata. Oleh karena itu suatu

pembangunan harus dipandang sebagai suatu proses multi-dimensi yang melibatkan

reorganisasi dan reorientasidari seluruh sistem sosial dan ekonomi yang ada.

Pembangunan ekonomi sudah seharusnya diterjemahkan sebagai suatu

proses perluasan dari kebebasan positif yang dinikmati oleh masyarakat. Ia

mengamati bahwa masalah riil dari negara yang sedang membangun adalah

menurunnya kualitas kehidupan daripada rendahnya pendapatan. Pembangunan

sebagai proses yang memperluas entitlement dan kapabilitas manusia untuk hidup

sesuai dengan yang diinginkannya (Kuncoro, 1997).

Sumber daya manusia (human resources) dari suatu bangsa, tidak dinilai dari

modal fisik ataupun sumber daya material yang dimilikinya tapi dilihat dari faktor

yang paling menentukan karakter dan kecepatan pembangunan sosial dan ekonomi

bangsa tersebut (Todaro, 2003). Sejarah mencatat bahwa negara yang menerapkan
25

patron pembangunan dengan perspektif bahwa manusia mampu berkembang

meskipun tidak memiliki kekayaan suber daya alam yang melimpah.

Investasi manusia diyakini lebih berdampak dalam hal meningkatkan

produktivitas faktor produksi secara total dan menyeluruh. Karena tanah, tenaga

kerja, modal fisik akan mengalami diminishing return tapi hal tersabut tidak berlaku

pada ilmu pengetahuan (Kuncoro, 1997).

2.1.7 Pendapatan perkapita

Pendapatan Perkapita adalah pendapatan rata-rata penduduk suatu negara

atau daerah pada suatu periode tertentu yang biasanya satu tahun. Pendapatan

perkapita dihitung berdasarkan pendapatan daerah dibagi dengan jumlah penduduk.

Pendapatan perkapita sering digunakan sebagai ukuran kemakmuran dan tingkat

pembangunan suatu negara maupun daerah (Sukirno, 2004).

Menurut Adji et al., (2007) pendapatan perkapita juga memiliki beberapa

manfaat, diantaranya adalah sebagai indikator kesejahteraan negara, standar

pertumbuhan kemakmuran negara, sebagai pedoman bagi pemerintah dalam

membuat kebijakan ekonomi, dan pembanding tingkat kemakmuran antarnegara.

Berikut penjelasan tiap-tiap manfaat pendapatan perkapita adalah:

a) Indikator kesejahteraan negara merupakan ukuran yang paling dapat

diandalkan untuk melihat tingkat kesejahteraan suatu negara. Ini disebabkan

karena pendapatan perkapita telah mencakup jumlah penduduk sehingga

secara langsung dapat menunjukkan tingkat kemakmuran.

b) Standar pertumbuhan kemakmuran negara. Pendapatan per kapita merupakan

standar umum untuk membandingkan tingkat kemakmuran atau kesejahteraan

suatu negara dari tahun ke tahun.


26

c) Sebagai pedoman bagi pemerintah dalam membuat kebijakan ekonomi.

Pendapatan per kapita dapat dijadikan sebagai pedoman bagi pemerintah

dalam membuat kebijakan ekonomi karena pemerintah dapat memantau

pertumbuhan ekonomi yang ada dalam masyarakat.

d) Pembanding tingkat kemakmuran antarnegara. Pendapatan per kapita juga

umum digunakan sebagai pembanding tingkat kemakmuran antara negara

yang satu dengan yang lainnya. Dengan menetapkan standar per kapita, maka

negara-negara didunia dapat dikelompokkan kedalam negara berpendapatan

rendah, menengah, atau tinggi.

2.1.8 Pengangguran

Pengangguran adalah orang yang masuk dalam angkatan kerja (15 sampai 64

tahun) yang sedang mencari pekerjaan dan belum mendapatkannya. Orang yang

tidak sedang mencari kerja contohnya seperti ibu rumah tangga, siswa sekolah, SMP,

SMA, Mahasiswa perguruan tinggi, dan lain sebagainya yang karena sesuatu hal

tidak/belum membutuhkan pekerjaan.

Definisi pengangguran (unemployment) secara umum didefinisikan sebagai

suatu keadaan di mana seseorang yang tergolong dalam kategori angkatan kerja

(labor force) tidak memiliki pekerjaan dan secara aktif sedang mencari pekerjaan.

Pengangguran juga dapat diartikan sebagai kesempatan yang timpang yang terjadi

antara angkatan kerja dan kesempatan kerja sehingga sebagian angkatan kerja tidak

dapat melakukan kegiatan kerja.

Pengangguran tidak hanya disebabkan oleh karena kurangnya lowongan

pekerjaan tetapi juga disebabkan oleh kurangnya keterampilan yang dimiliki oleh

pencari kerja atau persyaratan- persyaratan yang dibutuhkan oleh dunia kerja tidak
27

dapat dipenuhi oleh pencari kerja (Nanga, 2001).

Pengangguran pada prinsipnya mengandung arti hilangnya output (loss of

output) dan kesengsaraan bagi orang yang tidak bekerja (human misery) dan

merupakan suatu bentuk pemborosan sumber daya ekonomi. Disamping

memperkecil output, pengangguran juga memacu pengeluaran pemerintah lebih

tinggi untuk keperluan konpensasi pengangguran dan kesejahteraan. Pengukuran

pengangguran di dalam suatu negara biasanya digunakan apa yang dinamakan

tingkat pengangguran (unemployment rate), yaitu jumlah penganggur dinyatakan

sebagai persentase dari total angkatan kerja (labor force).

Angka pengangguran menurut Sumarsono (2009) adalah persentase jumlah

penganggur terhadap jumlah angkatan kerja. Penduduk yang sedang mencari

pekerjaan tetapi tidak sedang mempunyai pekerjaan disebut penganggur. Sedangkan

angkatan kerja itu sendiri adalah jumlah orang yang bekerja dan tidak bekerja yang

berada dalam kelompok umur tertentu.

Selanjutnya, pengertian tenaga kerja adalah menyangkut manusia yang

mampu bekerja untuk menghasilkan barang atau jasa dan mempunyai nilai ekonomis

yang dapat berguna bagi kebutuhan masyarakat. Secara fisik kemampuan bekerja

diukur dengan usia. Orang dalam usia kerja dianggap mampu bekerja. Menurut

Undang- Undang Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2003 tentang

Ketenagakerjaan, tenaga kerja adalah setiap orang yang mampu melakukan

pekerjaan guna menghasilkan barang dan jasa, baik untuk memenuhi kebutuhan

sendiri maupun untuk masyarakat. Di Indonesia, sejak tahun 1998 Badan Pusat

Statistik menggunakan usia 15 tahun ke atas sebagai kelompok penduduk usia kerja.

Adapun yang dimaksud dengan pengangguran terbuka dalam tulisan ini


28

adalah jumlah penduduk angkatan kerja yang mencari pekerjaan, yang sedang

mempersiapkan usaha, yang tidak mencari pekerjaan karena merasa tidak mungkin

mendapatkan pekerjaan, yang sudah mempunyai pekerjaan tetapi belum mulai

bekerja.

Perhitungan dengan formula publikasi BPS :

𝑱𝒖𝒎𝒍𝒂𝒉 𝑷𝒆𝒏𝒈𝒂𝒏𝒈𝒈𝒖𝒓𝒂𝒏
𝑻𝑷𝑻 = 𝒙 𝟏𝟎𝟎
𝑱𝒖𝒎𝒍𝒂𝒉 𝑨𝒏𝒈𝒌𝒂𝒕𝒂𝒏 𝑲𝒆𝒓𝒋𝒂

Kesempatan kerja adalah banyaknya orang yang dapat tertampung untuk

bekerja pada suatu perusahaan atau suatu instansi. Kesempatan kerja akan

menampung semua tenaga kerja yang tersedia apabila lapangan pekerjaan yang

tersedia mencukupi atau seimbang dengan banyaknya tenaga kerja yang tersedia

(Tambunan, 2001).

Adapun faktor–faktor yang mempengaruhi perluasan kesempatan kerja

antara lain: perkembangan jumlah penduduk dan angkatan kerja, pertumbuhan

ekonomi dan kebijaksanaan mengenai perluasan kesempatan kerja itu sendiri.

Tenaga kerja merupakan salah satu faktor produksi yang sangat penting disamping

sumber alam, modal dan teknologi.

Tenaga kerja mempunyai peranan yang sangat penting dalam pembangunan,

yaitu sebagai pelaku pembangunan. Masalah ketenagakerjaan merupakan masalah

yang begitu nyata dan dekat dengan lingkungan kita. Bahkan, masalah

ketenagakerjaan dapat menimbulkan masalah-masalah baru di bidang ekonomi

maupun nonekonomi.

Tingkat pengangguran yang tinggi menyebabkan rendahnya pendapatan

yang selanjutnya memicu munculnya kemiskinan. Secara umum pengertian tenaga

kerja adalah menyangkut manusia yang mampu bekerja untuk menghasilkan barang
29

atau jasa dan mempunyai nilai ekonomis yang dapat berguna bagi kebutuhan

masyarakat. Secara fisik kemampuan bekerja diukur dengan usia. Orang dalam usia

kerja dianggap mampu bekerja.

Menurut Sumarsono (2009) tenaga kerja atau sumber daya manusia (SDM)

menyangkut manusia yang mampu bekerja untuk memberikan jasa atau usaha kerja

tersebut. Mampu bekerja berarti mampu melakukan kegiatan yang mempunyai nilai

ekonomis, yaitu bahwa kegiatan tersebut menghasilkan barang dan jasa untuk

memenuhi kebutuhan masyarakat. Secara fisik kemampuan bekerja diukur dengan

usia.

Dengan kata lain orang yang dalam usia kerja dianggap mampu bekerja.

Kelompok penduduk dalam usia kerja tersebut dinamakan tenaga kerja atau

manpower. Secara singkat tenaga kerja didefinisikan sebagai penduduk dalam usia

kerja (working age population). Tenaga kerja atau manpower terdiri dari angkatan

kerja dan bukan angkatan kerja. Angkatan kerja ataupun labour force terdiri dari (1)

golongan yang bekerja, dan (2) golongan yang menganggur dan mencari pekerjaan.

Angka pengangguran menurut Sumarsono (2013) adalah persentase jumlah

penganggur terhadap jumlah angkatan kerja. Penduduk yang sedang mencari

pekerjaan tetapi tidak sedang mempunyai pekerjaan disebut penganggur. Tenaga

kerja merupakan salah satu faktor terpenting dalam proses produksi, maka dapat

dikatakan kesempatan kerja akan meningkat bila output meningkat. Sehingga perlu

dirumuskan kebijakan yang memberi dorongan kepada perluasan kesempatan kerja

agar alat–alat kebijakan ekonomi dapat mengurangi pengangguran. Kebijakan

pembangunan daerah yang pada dasarnya mempunyai fungsi dalam perluasan

kesempatan kerja apabila dilihat dari pembangunan daerah dan hubungan antara
30

daerah. Pada hakekatnya tiap–tiap proyek pembangunan dilakukan dalam suatu

daerah dan implementasinya harus menjadi komponen pembangunan.

2.1.9 Pengeluaran Pemerintah

Pandangan utama teori Keynes adalah tentang pengeluaran agregat atau yang

biasa dikenal sebagai perbelanjaan masyarakat ke atas barang dan jasa, adalah faktor

utama yang menentukan tingkat kegiatan ekonomi yang dicapai sesuatu negara.

Keynes juga berpendapat bahwa dalam sistem pasar bebas penggunaan tenaga kerja

penuh tidak selalu tercipta dan diperlukan usaha dan kebijakan pemerintah untuk

menciptakan tingkat penggunaan tenaga kerja penuh dan pertumbuhan ekonomi

yang teguh (Sukirno, 2012).

Karena itu pemerintah bukan saja berfungsi untuk mengatur kegiatan

perekonomian tetapi juga dapat mempengaruhi tingkat pengeluaran agregat dalam

perekonomian. Di satu pihak kegiatan pemerintah melalui pemungutan pajak akan

mengurangi perbelanjaan agregat. Akan tetapi pajak tersebut akan dibelanjakan lagi

oleh pemerintahn dan langkah tersebut akan meningkatkan pengeluaran agregat.

Kerapkali pemerintah membelanjakan dana yang melebihi penerimaan pajak.

Langkah seperti ini akan meningkatkan keseluruhan pembelanjaan agregat (Sukirno,

2012).

Pengeluaran pemerintah adalah semua pembelian barang atau jasa yang

dilakukan oleh pemerintah pusat dan pemerintah-pemerintah daerah (Boediono,

1993). Pengeluaran pemerintah mencerminkan kebijakan pemerintah. Apabila

pemerintah telah menetapkan suatu kebijakan untuk membeli barang dan jasa,

pengeluaran pemerintah mencerminkan biaya yang harus dikeluarkan oleh

pemerintah untuk melaksanakan kebijakan tersebut.


31

Soetrisno (1984) mendefinisikan pengeluaran pemerintah sebagai

penggunaan uang untuk melaksanakan fungsi pemerintah yang meliputi sumber daya

ekonomi termasuk penggunaan sumber daya manusia, sumber daya alam, peralatan

modal serta barang-barang dan jasa lainnya. Dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri

Nomor 21 Tahun 2011 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah belanja

Daerah adalah kewajiban pemerintah daerah yang diakui sebagai pengurang nilai

kekayaan bersih. Pengeluaran pemerintah mencerminkan kebijakan pemerintah.

Apabila pemerintah telah menetapkan suatu kebijakan untuk membeli barang dan

jasa, pengeluaran pemerintah mencerminkan biaya yang harus dikeluarkan oleh

pemerintah untuk melaksanakan kebijakan tersebut (Mangkoesoebroto, 1994).

Pengeluaran pemerintah mempunyai dasar teori yang dapat dilihat dari

identitas keseimbangan pendapatan nasional yaitu Y = C + I + G + (X-M) yang

merupakan sumber legitimasi pandangan kaum Keynesian akan relevansi campur

tangan pemerintah dalam perekonomian. Dari persamaan tersebut dapat ditelaah

bahwa kenaikan atau penurunan pengeluaran pemerintah akan menaikan atau

menurunkan pendapatan nasional.

Menurut Mahmudi (2007) dalam suatu lingkaran setan kemiskinan terdapat

tiga poros utama yang menyebabkan seseorang menjadi miskin yaitu 1) rendahnya

tingkat kesehatan, 2) rendahnya pendapatan, dan 3) rendahnya tingkat pendidikan.

Rendahnya tingkat kesehatan merupakan salah satu pemicu terjadinya kemiskinan

karena tingkat kesehatan masyarakat yang rendah akan menyebabkan tingkat

produktivitas menjadi rendah. Tingkat produktivitas yang rendah lebih lanjut

menyebabkan pendapatan rendah, dan pendapatan yang rendah menyebabkan

terjadinya kemiskinan. Kemiskinan itu selanjutnya menyebabkan seseorang tidak


32

dapat menjangkau pendidikan yang berkualitas serta membayar biaya pemeliharaan

dan perawatan kesehatan.

Berdasarkan hal tersebut maka salah satu hal yang bisa dilakukan pemerintah

dalam mengatasi permasalahan kemiskinan adalah upaya untuk meningkatkan

kualitas sumber daya manusia melalui peningkatan kualitas pembangunan manusia

baik dari sisi perluasan, pemerataan, dan keadilan baik dalam bidang kesehatan,

pendidikan, maupun kesejahteraan masyarakat. Peranan pemerintah disini adalah

sebagai penyedia kewajiban publik di bidang pendidikan dan kesehatan yang tidak

disentuh oleh pasar karena adanya kegagalan pasar dan dalam kaitannya dengan

peranan pemerintah sebagai peranan alokasi, peranan distribusi, dan peranan

stabilisasi.

Investasi publik di bidang pendidikan dan kesehatan melalui anggaran

pengeluaran pemerintah akan memberikan kesempatan pendidikan dan pelayanan

kesehatan yang lebih merata kepada masyarakat sehingga sumber daya manusia

(SDM) handal yang sehat menjadi semakin bertambah. Meningkatnya kesehatan dan

pendidikan akan mendorong peningkatan kualitas sumber daya manusia dan

peningkatan produktivitas tenaga kerja, yang pada gilirannya akan meningkatkan

pendapatan masyarakat. Dengan demikian diharapkan kondisi ini akan memajukan

perekonomian masyarakat dengan bertambahnya kesempatan kerja serta

berkurangnya kemiskinan.

2.10 Sektor pertanian

Kemiskinan merupakan musuh dari setiap negara dan pengentasan

kemiskinan merupakan salah satu tujuan pembangunan nasional yang terkandung

dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945. Pembangunan diharapkan akan


33

meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan mampu mengurangi pengangguran,

meningkatkan kesejahteraan umum atau menuntaskan kemiskinan. Kemiskinan

merupakan salah satu indikator tidak tercapainya kesejahteraan masyarakat dalam

suatu negara maupun wilayah. Provinsi memiliki wewenang (desentralisasi) tertentu

untuk membuat keputusan mengenai sektor yang akan di eksplorasi maupun terkait

dengan modal yang ditanamkan dalam suatu wilayah dengan landasan untuk

meningkatkan kesejahteraan masyarakat yang sesuai dengan kekayaan wilayah atau

provinsi tersebut.

Provinsi Kalimantan Tengah merupakan provinsi dengan luas sebesar 10.759

km2 terdiri dari 14 kabupaten/kota. Perekonomian digerakkan oleh berbagai sektor

ekonomi, sekarang ini urutan sektor ekonomi sudah menjadi sektor industri

pengolahan, pertambangan dan terakhir yang terbesar merupakan sektor pertanian

berdasarkan kontribusinya terhadap PDRB. Dengan besarnya peran sektor pertanian

dan perkebunan kelapa sawit tidak hanya bagi nasional namun juga global, tenaga

kerja atau petani perkebunan kelapa sawit seharusnya mendapatkan kehidupan yang

layak dan sejahtera.

2.2 Hubungan Antar Variabel

1. Upah Minimum Terhadap Tingkat Kemiskinan

Upah minimum di Indonesia ditetapkan dengan dua maksud. Pertama untuk

meningkatkan standar hidup buruh. Kedua, upah minimum sebagai jaring

pengaman (safety net) yang bertujuan untuk melindungi pekerja dengan upah

rendah, Upah minimum dimaksudkan sebagai jaring pengaman karena banyaknya

tenaga kerja tidak terampil dan lemahnya serikat buruh sehingga memiliki

bargaining power yang rendah.


34

Menurut Simanjuntak (1985), setiap kenaikan upah akan diikuti oleh

turunnya tenaga kerja yang diminta, yang berarti akan menyebabkan

bertambahnya pengangguran. Demikian pula sebaliknya dengan turunnya tingkat

upah, maka akan diikuti oleh meningkatnya kesempatan kerja. Dengan adanya

kesempatan kerja maka seseorang dapat memenuhi kebutuhan dasarnya seperti

kebutuhan pokok (primer) mendapatkan pekerjaan lebih mudah sehingga dapat

dikatakan bahwa kesempatan kerja mempunyai hubungan timbal balik dengan

tingkat upah.

Upah minimum di Indonesia pada awalnya ditetapkan dengan berdasarkan

pada Kebutuhan Hidup Layak (KHL). Upah minimum ditetapkan dengan

mempertimbangkan kebutuhan hidup layak dimaksudkan untuk melindungi

kesejahteraan pekerja. Upah minimum diharapkan dapat meningkatkan

kesejahteraan pekerja dengan upah rendah. Jika efektif, upah minimum dapat

digunakan sebagai salah satu alat untuk mengurangi kemiskinan.

Upaya yang dilakukan untuk mengangkat derajat penduduk yang tidak

mampu memenuhi kebutuhan hidupnya karena pendapatan yang rendah adalah

dengan menggunakan kebijakan Upah minimum (Kaufman, 2000).

2. Pendapatan Perkapita Terhadap Tingkat Kemiskinan

PDRB Perkapita diperoleh dengan membagi PDRB dengan jumlah penduduk

di suatu daerah. Pendapatan perkapita seringkali digunakan sebagai indikator

pembangunan. Pendapatan perkapita dapat memberikan gambaran tentang tingkat

kesejahteraan . Semakin tinggi pendapatan seseorang maka akan semakin tinggi

pula kemampuan seseorang untuk membayar (ability to pay) berbagai pungutan

yang ditetapkan pemerintah. Semakin tinggi pendapatan perkapita, maka semakin


35

besar oula potensi sumber penerimaan daerah tersebut. Tingginya penerimaan

daerah, diharapkan nantinya pemerintah daerah tersebut dapat mengatasi masalah

kemiskinan daerahnya dengan baik (Arsyad, 2016).

Pertumbuhan ekonomi wilayah adalah pertambahan pendapatan masyarakat

yang terjadi di wilayah tersebut, yaitu kenaikan seluruh nilai tambah yang terjadi

di wilayah tersebut. Pertambahan pendapatan itu diukur dalam nilai rill, artinya

diukur dalam harga konstan. Hal itu juga menggambarkan balas jasa bagi faktor-

faktor produksi yang beroperasi di daerah tersebut. Kemakmuran suatu wilayah

selain ditentukan oleh besarnya nilai tambah yang tercipta di wilayah tersebut juga

oleh seberapa besar terjadi transfer payment yaitu bagian pendapatan yang

mengalir ke luar wilayah atau mendapat aliran dana dari luar wilayah

(Richardson, 1991).

Proses pembangunan memerlukan pendapatan nasional yang tinggi dan

pertumbuhan ekonomi yang cepat. Di banyak negara syarat utama bagi

terciptanya penurunan kemiskinan yang tetap adalah pertumbuhan ekonomi.

Pertumbuhan ekonomi memang tidak cukup untuk mengentaskan kemiskinan

tetapi biasanya pertumbuhan ekonomi merupakan sesuatu yang dibutuhkan,

walaupun begitu pertumbuhan ekonomi yang bagus pun menjadi tidak akan

berarti bagi penurunan masyarakat miskin jika tidak diiringi dengan pemerataan

pendapatan (Wongdesmiwati, 2009).

3. Tingkat Pengangguran Terhadap Tingkat Kemiskinan

Menurut Sukirno (2004) efek buruk dari pengangguran adalah mengurangi

pendapatan masyarakat yang pada akhirnya mengurangi tingkat kemakmuran

yang telah dicapai seseorang. Semakin rendah kesejahteraan masyarakat akibat


36

menganggur tentunya akan meningkatkan peluang mereka terjebak dalam

kemiskinan karena tidak memiliki pendapatan.

Hubungan pengangguran dan kemiskinan sangat erat sekali, jika suatu

masyarakat sudah bekerja pasti masyarakat atau orang tersebut berkecukupan atau

kesejahteraanya tinggi, namun di dalam masyarakat ada juga yang belum bekerja

atau menganggur, pengangguran secara otomatis akan mengurangi kesejahteraan

suatu masyarakat yang secara otomatis juga akan mempengaruhi tingkat

kemiskinan.

Menurut Sukirno (2004) efek buruk dari pengangguran adalah mengurangi

pendapatan masyarakat yang pada akhirnya mengurangi tingkat kemakmuran

yang dicapai seseorang. Semakin turunnya kesejahteraan masyarakat karena

menganggur tentunya akan meningkatkan peluang mereka terjebak dalam

kemiskinan karena tidak memiliki pendapatan. Apabila pengangguran di suatu

negara sangat buruk, kekacauan politik dan sosial selalu berlaku dan

menimbulkan efek yang buruk bagi kepada kesejahteraan masyarakat dan prospek

pembangunan ekonomi dalam jangka panjang.

Dalam sudut pandang makro ekonomi, pengangguran yang tinggi merupakan

masalah. Salah satu gambaran dampak dari tingginya tingkat pengangguran

adalah akan banyaknya sumber daya yang terbuang percuma dan pendapatan

masyarakat berkurang (Samuelson, P. A., & Nordhaus, 2004). Pengangguran

terbuka adalah pengangguran yang tercipta sebagai akibat pertambahan lapangan

kerja yang lebih rendah dari pertumbuhan tenaga kerja. Akibatnya dalam

perekonomian semakin banyak jumlah tenaga kerja yang tidak memperoleh

pekerjaan.
37

4. Pengeluaran Pemerintah Bidang Pendidikan dan Kesehatan Terhadap Tingkat

Kemiskinan

Pengeluaran Pemerintah pada sektor pendidikan dan kesehatan merupakan

komposisi yang diperlukan dalam Indeks Pembangunan Manusia (IPM).

Pengeluaran pada kedua sektor ini dilakukan pemerintah agar dapat

meningkatkan kualitas sumber daya manusia yang ditunjukkan oleh Indeks

Pengembangan Manusia (IPM). Sumber daya manusia yang berkualitas akan

mampu mendorong pembangunan ekonomi kearah yang lebih maju, sehingga

pada akhirnya pembangunan ekonomi yang maju tersebut akan dapat mengurangi

jumlah kemiskinan dan melepaskan masyarakat miskin dari jeratan kemiskinan,

Lanjouw (2001) menyatakan pembangunan manusia di Indonesia adalah

identik dengan pengurangan kemiskinan. Investasi di bidang pendidikan dan

kesehatan akan lebih berarti bagi penduduk miskin dibandingkan penduduk tidak

miskin, karena bagi penduduk miskin asset utama adalah tenaga kasar mereka.

Adanya fasilitas pendidikan dan kesehatan murah akan membantu untuk

meningkatkan produktivitas dan pada gilirannya meningkatkan pendapatan.

Penelitian yang dilakukan oleh Arsyad (2016) menjelaskan intervensi untuk

memperbaiki kesehatan dari pemerintah juga merupakan suatu alat kebijakan

penting untuk mengurangi kemiskinan. Salah satu faktor yang menjadi dasar

kebijakan ini adalah perbaikan kesehatan akan meningkatkan produktivitas

golongan miskin: kesehatan yang lebih baik akan meningkatkan daya kerja,

mengurangi hari tidak bekerja dan menaikkan output energi. Oleh karena, itu

kesehatan yang baik akan berpengaruh negatif terhadap tingkat kemiskinan.


38

Selain itu faktor yang sangat berpengaruh terhadap tingkat kemiskinan yakni

pendidikan, pada akhirnya seseorang yang memiliki produktivitas yang tinggi

akan memperoleh kesejahteraan yang lebih baik, yang diperlihatkan melalui

peningkatan pendapatan maupun konsumsinya. Rendahnya produktivitas kaum

miskin dapat disebabkan oleh rendahnya akses mereka untuk memperoleh

pendidikan (Sitepu dan Sinaga, 2004).

Keterkaitan kemiskinan dan pendidikan sangat besar karena pendidikan

memberikan kemampuan untuk berkembang lewat penguasaan ilmu dan

keterampilan. Pendidikan juga menanamkan kesadaran akan pentingnya martabat

manusia. Mendidik dan memberikan pengetahuan berarti menggapai masa depan.

Hal tersebut harusnya menjadi semangat untuk terus melakukan upaya

mencerdaskan bangsa (Suryawati, 2005).

5. Sektor Pertanian Terhadap Tingkat Kemiskinan

Provinsi Kalimantan Tengah merupakan provinsi yang luas sebesar 10.759

km2 terdiri dari 14 kabupaten/kota. Perekonomian digerakkan oleh berbagai

sektor ekonomi, sekarang ini urutan sektor ekonomi sudah menjadi sektor jasa,

industri dan terakhir merupakan sektor pertanian berdasarkan kontribusinya

terhadap PDRB. Dengan besarnya peran sektor pertanian dan perkebunan kelapa

sawit tidak hanya bagi nasional namun juga global, tenaga kerja atau petani

perkebunan kelapa sawit seharusnya mendapatkan kehidupan yang layak dan

sejahtera hal ini kaitannya dengan penelitian Fadlillah et al., (2016) yang

menyatakan bahwa tingkat pendapatan berpengaruh negatif terhadap kemiskinan.

Sihombing & Bangun (2019) melakukan analisis korelasi sektor pertanian


39

terhadap tingkat kemiskinan di sumatera utara menunjukkan bahwa terdapat

hubungan signifikan yang bersifat negatif antara sektor pertanian dengan

kemiskinan. Purnami & Saskara (2016) menemukan bahwa kontribusi sektor

pertanian berpengaruh signifikan positif pada kemiskinan. Sektor pertanian masih

merupakan sektor yang menyerap tenaga kerja dalam jumlah yang banyak dan hal

ini diharapkan dapat meningkatkan pertumbuhan.

2.3 Hasil Penelitian Sebelumnya

Hasil-hasil penelitian sebelumnya yang digunakan untuk referensi dalam

penelitian ini meliputi hasil-hasil studi yang membahas faktor-faktor yang

mempengaruhi kemiskinan.

Penelitian oleh Rizki Dita Aprilia mengenai Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi,

Upah Minimum, Pendidikan dan Tingkat Pengangguran Terhadap Tingkat

Kemiskinan (Studi Kasus Kabupaten/ Kota di Jawa Timur Tahun 2008-2013)

menyimpulkan bahwa pertumbuhan ekonomi, upah minimum, dan pendidikan

berpengaruh negatif dan signifikan terhadap kemiskinan sedangkan tingkat

pengangguran memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap tingkat kemiskinan.

Upah minimum berpengaruh negatif terhadap tingkat kemiskinan. Dengan

adanya standar upah minimum yang telah ditetapkan oleh pemerintah, diharapkan

dapat memberikan penghasilan yang layak bagi para pekerja/karyawan, sehingga

dapat meningkatkan kesejahteraan pekerja dan produktivitas pekerja dapat

meningkat. Hal tersebut juga merupakan perlindungan bagi para pekerja agar tidak

terjerat dalam kemiskinan.

Pendidikan berpengaruh negatif terhadap tingkat kemiskinan. Dengan

melakukan investasi pendidikan secara bertahap, diharapkan dapat meningkatkan


40

kualitas sumber daya manusia. Semakin tinggi pendidikan yang dimiliki seseorang,

maka dapat mendorong produktivitas kerja seseorang dikarenakan memiliki

pengetahuan dan keahlian yang tinggi.

Tingkat pengangguran terbuka berpengaruh positif tehadap tingkat

kemiskinan. Pengangguran dapat terjadi dikarenakan adanyan pemutusan hubungan

kerja yang dilakukan perusahaan kepada para karyawannya, sehingga menyebabkan

pekerja tersebut tidak memiliki pendapatan dan rentan hdup dibawah garis

kemiskinan. Tingkat pengangguran yang tinggi dapat memicu terjadinya kenaikan

angka kemiskinan begitu pula sebaliknya.

Di lain hal, penelitian oleh Nurul Fadlillah, Sukiman, dan Agustin Susyatna

Dewi dalam jurnal Analisis Pengaruh Pendapatan Per Kapita, Tingkat Pengangguran,

IPM dan Pertumbuhan Penduduk terhadap Kemiskinan di Jawa Tengah Tahun 2009-

2013 menyimpulkan bahwa kemiskinan dipengaruhi oleh 4 faktor yaitu pendapatan

per kapita, tingkat pengangguran terbuka, indeks pembangunan manusia, dan

pertumbuhan penduduk.

Pendapatan per kapita memiliki pengaruh yang negatif dan signifikan terhadap

jumlah penduduk miskin, tingkat pengangguran terbuka memiliki pengaruh yang

positif dan signifikan terhadap kemiskinan, indeks pembangunan manusia memiliki

pengaruh yang negatif dan signifikan terhadap kemiskinan, sedangkan pertumbuhan

penduduk memiliki pengaruh yang negatif tetapi tidak signifikan terhadap

kemiskinan. Berdasarkan hasil penelitian ini, pendapatan per kapita adalah adalah

faktor yang paling mempengaruhi kemiskinan. Salah satu cara meningkatkan

pendapatan perkapita adalah dengan mengadakan program tepat sasaran yang

menitik beratkan pada masyarakat miskin misalnya dengan mengembangkan industri


41

rumah tangga.

Penelitian ini juga menyebutkan untuk menurunkan tingkat pengangguran

pemerintah dapat melaksanakan kebijakan moneter longgar yakni dengan

menurunkan suku bunga acuan . Dengan demikian dapat memacu produsen

melakukan pinjaman guna ekspansi usaha karena biaya pinjaman dari bank semakin

berkurang. Bila hal ini terjadi maka kemungkinan penyerapan tenaga kerja semakin

meningkat, tingkat pengangguran terbuka menurun dan terjadi peningkatan

kesejahteraan.

Indeks pembangunan manusia mengindikasikan bahwa faktor kesehatan,

pendidikan, serta daya beli masyarakat perlu ditingkatkan oleh pemerintah.

Pemerintah juga dapat memberikan pelayanan di sektor pendidikan secara gratis

demikian pula pada sektor kesehatan dapat meningkatkan pelayanan kesehatan

gratis, memperbanyak puskesmas khususnya bagi masyarakat desa miskin dan

tertinggal. Artinya dari sektor pendidikan dan kesehatan masih diperlukan adanya

intervensi dan peran pemerintah dalam menggalakkan program-program

pengentasan kemiskinan.

Penelitian oleh Moh. Abdurrazman Baruwadi yang berjudul Pengaruh

Pengeluaran Pemerintah Sektor Pendidikan dan Kesehatan Terhadap Kemiskinan di

Kabupaten/ Kota Provinsi Gorontalo Tahun 2007-2015 menyimpulkan bahwa

pengeluaran pemerintah di sektor Pendidikan berpengaruh negatif dan signifikan

terhadap tingkat Kemiskinan Kabupaten/ Kota di Provinsi Gorontalo selama kurun

waktu pengamatan 2007-2015. Dengan demikian setiap kenaikan pengeluaran

pemerintah di sektor pendidikan akan menurunkan tingkat kemiskinan di Kabupaten/

Kota Provinsi Gorontalo. Demikian juga dengan pengeluaran pemerintah di sektor


42

kesehatan yang berpengaruh negatif dan signifikan terhadap kemiskinan Kabupaten/

Kota di Provinsi Gorontalo selama kurun waktu pengamatan 2007-2015. Dengan

demikian setiap kenaikan pengeluaran pemerintah di sektor Kesehatan akan

menurunkan tingkat kemiskinan di Kabupaten/ Kota Provinsi Gorontalo.

Penelitian yang dilakukan oleh Adelina Octavia Sihombing dan Rita Herawaty

Bangun pada tahun 2019 dalam jurnalnya yang berjudul Analisis Korelasi Sektor

Pertanian Terhadap Tingkat Kemiskinan di Provinsi Sumatera Utara. Sektor

pertanian di Provinsi Sumatera Utara merupakan sektor yang memiliki peran paling

dominan di dalam perekonomian di provinsi ini. Hal ini dapat dilihat berdasarkan

kontribusi sektor pertanian dalam PDRB Provinsi Sumatera Utara dibandingkan

sektor lainnya.

Keadaan kemiskinan di Provinsi Sumatera Utara Kemiskinan di Provinsi

Sumatera Utara terus pengalami penurunan dari tahun ke tahun, meskipun pernah

mengalami peningkatan pada tahun 2015. Angka kemiskinan pada tahun 2010

mencapai 11,31 persen, terus mengalami penurunan sampai tahun 2014. Namun pada

tahun 2015 terjadi peningkatan angka kemiskinan yang mencapai 10,79 persen.

Persentase penduduk miskin sepanjang tahun 2010-2017 rata-rata berada di angka

10 persen penduduk miskin di Provinsi Sumatera Utara.

Hal ini perlu mendapat perhatian lebih mengingat kompleksnya masalah

kemiskinan ini yang langsung mempengaruhi perkembangan di suatu daerah.

menyimpulkan bahwa sektor pertanian memiliki hubungan yang signifikan secara

negatif terhadap kemiskinan. Dalam penelitian ini juga ditemukan fakta bahwa sektor

pertanian merupakan sektor yang memiliki kontribusi terbesar dibandingkan sektor

lain dalam perekonomian di Provinsi Sumatera Utara.


43

Penelitian Sihombing & Bangun yang menunjukkan terdapat korelasi yang

kuat namun arah negative antara kemiskinan dengan sektor pertanian, juga dengan

Jingdong et. al. dalam (Salqaura, 2020) bahwa pertumbuhan pertanian memberikan

dampak yang penting terhadap penurunan kemiskinan dan Cervantes-Godoy &

Dewbre (2010) bahwa selain pertumbuhan ekonomi penting untuk mengurangi

kemiskinan namun pertumbuhan pendapatan sektor pertanian juga penting untuk

mengurangi kemiskinan. Namun beberapa penelitian juga menunjukkan bahwa

terdapat ketidaksignifikanan antara sektor pertanian dengan kemiskinan.

Tabel 2. 1. Ringkasan Peneliti Terdahulu


No. Nama Peneliti, Data, Metode, Model Hasil Penelitian
Judul dan dan Variabel Penelitian
Tahun

1. Rizki Dita ✓ Data time series (2008- Studi ini bertujuan untuk
Aprilia 2013) mengetahui pengaruh
(2016). ✓ Metode analisis pertumbuhan ekonomi, upah
pengaruh Ordinary Least Square minimum, pendidikan, dan
pertumbuhan (OLS) tingkat pengangguran terhadap
ekonomi, upah ✓ Variabel tingkat kemiskinan di
minimum, (Y) POV = Tingkat Kabupaten/Kota di Jawa Timur.
pendidikan, dan kemiskinan Alat analisis yang digunakan
tingkat kabupaten/kota di Jawa dalam penelitian ini adalah
pengangguran Timur regresi data panel yang mencakup
terhadap tingkat (X1) GRO = 38 Kabupaten/Kota di Jawa
kemiskinan di Pertumbuhan ekonomi Timur selama kurun waktu enam
Kabupaten/Kota di kabupaten/kota di Jawa tahun dengan bantuan program
Jawa Timur. Timur SPSS 17.0. Menyimpulkan
(X2) WAG = Upah bahwa pertumbuhan ekonomi,
minimum kabupaten/kota upah minimum, dan pendidikan
di Jawa Timur berpengaruh negatif dan
(X3) EDUC = signifikan terhadap kemiskinan
Pendidikan sedangkan tingkat pengangguran
kabupaten/kota di Jawa memiliki pengaruh positif dan
Timur signifikan terhadap tingkat
(X4) UN = Tingkat kemiskinan.
pengangguran terbuka
kabupaten/kota di Jawa
Timur
44

No. Nama Peneliti, Data, Metode, Model Hasil Penelitian


Judul dan dan Variabel Penelitian
Tahun

2. Nurul Fadlillah, Cakupan penelitian ini Alat analisis yang digunakan


Sukiman dan adalah seluruh kabupaten dalam penelitian ini adalah
Agustin Susyatna di Provinsi Jawa Tengah model regresi data panel.
Dewi (2016) yaitu 29 Kabupaten, Model regresi data panel dalam
Analisis dengan series data tahun penelitian ini yaitu
Pengaruh 2009 sampai 2013 dengan menggunakan variabel
Pendapatan Per jumlah keseluruhan 290 dependen Jumlah Penduduk
Kapita, Tingkat data panel. Miskin, sedangkan variabel
Pengangguran, ✓ (Y) Jumlah penduduk independennya adalah
IPM dan miskin pendapatan per kapita,
Pertumbuhan ✓ (X1) Pendapatan per pengangguran, IPM, dan
Penduduk kapita pertumbuhan penduduk.:
terhadap ✓ (X2) Tingkat 1. Apabila pendapatan per
Kemiskinan di pengangguran terbuka kapita meningkat, maka jumlah
Jawa Tengah ✓ (X3) Indeks pembangunan penduduk miskin akan
Tahun 2009- manusia menurun.
2013. ✓ (X4) Pertumbuhan 2. Apabila tingkat
penduduk. pengangguran terbuka
meningkat, maka jumlah
penduduk miskin juga akan
meningkat.
3. Apabila indeks
pembangunan manusia
meningkat, maka jumlah
penduduk miskin akan
menurun.
4. Apabila pertumbuhan
penduduk meningkat, maka
jumlah penduduk miskin akan
meningkat, namun
peningkatannya tidak
signifikan (pengaruhnya tidak
terlalu besar).
5. Variabel pendapatan
perkapita memiliki koefisien
paling besar, sehingga variabel
pendapatan perkapita adalah
variabel yang memiliki
elastisitas paling besar (yang
paling memengaruhijumlah
penduduk miskin dibandingkan
dengan tiga variabel lainnya).
45

No. Nama Peneliti, Data, Metode, Model Hasil Penelitian


Judul dan dan Variabel Penelitian
Tahun

3. Moh. Data yang digunakan Berdasarkan hasil estimasi dan


Abdurrazman bersumber dari Direktorat pembahasan kesimpulannya
Baruwadi (2018). Jenderal Perimbangan sebagai berikut :
Pengaruh Keuangan dan Badan 1. Pengeluaran pemerintah di
Pengeluaran Pusat Statistik selama sektor pendidikan berpengaruh
Pemerintah Sektor periode 2007-2015. model negatif dan signifikan terhadap
Pendidikan dan regresi data panel dengan tingkat kemiskinan Dengan
Kesehatan metode Random Effect demikian setiap kenaikan
Terhadap Model (REM) pengeluaran pemerintah di sektor
Kemiskinan di ✓ (X1) Pengeluaran pendidikan akan menurunkan
Kabupaten/Kota Pemerintah Sektor tingkat kemiskinan di
Provinsi Pendidikan. Kabupaten/Kota Provinsi
Gorontalo. ✓ (X2) Pengeluaran Gorontalo.
pemerintah sektor 2. Pengeluaran pemerintah di
kesehatan. sektor kesehatan berpengaruh
negatif dan signifikan terhadap
tingkat kemiskinan Dengan
demikian setiap kenaikan
pengeluaran pemerintah di sektor
kesehatan akan menurunkan
tingkat kemiskinan di
Kabupaten/Kota Provinsi
Gorontalo.
4. Adelina Octavia Data produk domestik Berdasarkan hasil penelitian
Sihombing dan regional bruto (PDRB) sektor pertanian memiliki
Rita Herawaty menurut lapangan usaha kontribusi terbesar dibandingkan
Bangun (2019) dan persentase penduduk dengan sektor lain dalam
Analisis hubungan miskin selama tahun 2010- perekonomian di Provinsi
sektor pertanian 2017. Metode analisis Sumatera Utara.
terhadap tingkat penelitian adalah analisis Hasil penelitian menunjukkan
kemiskinan di korelasi sederhana. bahwa variabel sektor pertanian
Provinsi Sumatera memiliki hubungan secara
Utara. signifikan terhadap kemiskinan
di Sumatera Utara namun dalam
arah yang negatif.
BAB III

KERANGKA KONSEPTUAL DAN HIPOTESIS PENELITIAN

3.1 Kerangka Pikir

Pada era globalisasi saat ini tidak dapat dipungkiri bahwa masalah

kemiskinan tidak pernah lepas menjadi isu utama yang dihadapi seluruh negara

termasuk negara Indonesia. Masih banyaknya masyarakat di Indonesia yang

menderita karena tidak dapat memenuhi kebutuhan pokok sehari-hari. Jika dilihat

dari jumlah dan persentase penduduk miskin di Kalimantan Tengah memang

cenderung mengalami penurunan tetapi justru menimbulkan pertanyaan apa

sebenarnya faktor yang mempengaruhi kemiskinan pada daerah yang sudah memiliki

tingkat kemiskinan yang rendah tersebut. Karena sekalipun tingkat kemiskinannya

rendah, kemiskinan tetaplah sebuah masalah.

Penetapan upah minimum memang masih dirasakan sangat penting

diterapkan di Kalimantan Tengah. Perlu adanya sebuah ketentuan standart terkait

pendapatan masyarakat yang menjadi kesepakatan bersama antara pekerja dan

pemberi kerja. Tentunya kita tidak ingin mengeksploitasi seseorang atau sekelompok

orang dengan melakukan pekerjaan yang tidak sesuai dengan upah yang dia terima.

Selain itu, dengan kondisi garis kemiskinan yang relatif rendah di Indonesia hanya

sekitar empat ratus ribu rupiah perkapita dan dengan tuntutan kebutuhan hidup layak

sangat diharapkan kebijakan upah minimum ini dapat menjadi jaring pengaman agar

masyarakat minimal dapat menerima upah yang layak agar dapat terbebas dari

kemiskinan.

Hal ini erat kaitannya dengan pendapatan perkapita masyarakat, jika

pendapatan meningkat maka daya beli masyarakat juga ikut meningkat. Mereka bisa

45
46

dengan leluwasa membeli kebutuhan-kebutuhan dasar yang diperlukan untuk

memenuhi kebutuhan hidup layak. Tingkat pengangguran di suatu daerah juga erat

kaitannya dengan kemiskinan. Orang yang menganggur akan sulit keluar dari

lingkaran kemiskinan dan kondisi menganggur tentu lebih buruk daripada seseorang

yang bekerja tetapi menerima upah yang kecil karena menganggur artinya tidak

memperoleh pendapatan yang seharusnya dapat digunakan untuk memenuhi

kebutuhan sehari-hari.

Tidak dapat dipungkiri seluruh daerah di Provinsi Kalimantan Tengah masih

memerlukan intervensi pemerintah untuk dapat menuju masyarakat yang sejahtera.

Artinya harus ada hubungan timbal balik antara pemerintah dan masyarakat berupa

kewajiban dan hak. Masyarakat telah secara rutin memenuhi kewajibannya untuk

membayar pajak maka masyarakat berhak pula menuntut peran pemerintah dalam

upaya-upaya pengentasan kemiskinan. Ada dua sektor yang dirasa akan sangat

berguna untuk masyarakat miskin yaitu pada sektor pendidikan dan kesehatan.

Adanya fasilitas pendidikan dan kesehatan murah akan membantu untuk

meningkatkan produktivitas dan pada gilirannya meningkatkan pendapatan

masyarakat.

Kalimantan Tengah masih sangat bergantung pada sektor pertanian sebagai

salah satu penyumbang PDRB terbesar dan juga sektor yang menyerap tenaga kerja

terbanyak. Komoditas yang diunggulkan adalah padi dan juga kelapa sawit.

Diharapkan kedepannya sektor pertanian ini dapat berkembang secara berkelanjutan

dan juga dapat mencapai cita-cita masyarakat Kalimantan Tengah untuk menjadi

Lumbung Pangan Nasional yang memproduksi beras dalam jumlah besar dan

menjadi sentra produksi, pengolahan, dan perdangan. Dengan terlibatnya masyarakat


47

lokal tentunya pendapatan masyarakat sekitar akan meningkat dan secara umum

masyarakat ini akan dapat memenuhi kebutuhan hidupnya dengan layak dan terbebas

dari masalah kemiskinan.

3.2 Kerangka Konseptual

Berdasarkan tujuan penelitian, maka kerangka pikrian dalam penelitian ini

adalah :

Upah Minimum (X1)

Pendapatan Perkapita (X2)

Tingkat Pengangguran
KEMISKINAN (Y)
Terbuka (X3)

Pengeluaran Pemerintah
Bidang Pendidikan (X4)

Pengeluaran Pemerintah
Bidang Kesehatan (X5)

Sektor pertanian (X6)

Gambar 3. 1 Kerangka Konseptual


48

3.3 Hipotesis

Berdasarkan tujuan penelitian maka hipotesis penelitian ini adalah :

1. Upah Minimum, Pendapatan Perkapita, Pengangguran Terbuka,

Pengeluaran Pemerintah Bidang Pendidikan, Pengeluaran Pemerintah

Bidang Kesehatan dan Sektor Pertanian secara parsial dan simultan

berpengaruh signifikan terhadap Tingkat Kemiskinan di 14 Kabupaten/

Kota Provinsi Kalimantan Tengah.

2. Pengangguran Terbuka merupakan faktor yang paling dominan

mempengaruhi Kemiskinan di 14 Kabupaten/ Kota Provinsi Kalimantan

Tengah.
BAB IV

METODE PENELITIAN

4.1 Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui seberapa besar tingkat kemiskinan

yang ada di 14 kabupaten/kota di Provinsi Kalimantan Tengah dan faktor-faktor yang

mempengaruhinya. Variabel yang digunakan adalah Upah Minimum (X1),

Pendapatan Perkapita (X2) Tingkat Pengangguran Terbuka (X3), Pengeluaran

Pemerintah Bidang Pendidikan (X4), Pengeluaran Pemerintah Bidang Kesehatan

(X5) dan Sektor Pertanian (X6).

4.2 Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang dilakukan ini adalah penelitian menggunakan pendekatan

kuantitatif dengan analisis statistik yang diperlukan untuk memecahkan masalah

penelitian. Metode penelitian kuantitatif merupakan salah satu jenis penelitian yang

spesifikasinya adalah sistematis, terencana dan terstruktur dengan jelas sejak awal

hingga pembuatan desain penelitiannya.

Menurut Sugiyono (2014) metode penelitian kuantitatif dapat diartikan

sebagai metode penelitian yang berlandaskan pada filsafat positivisme, digunakan

untuk meneliti pada populasi atau sampel tertentu, teknik pengambilan sampel pada

umumnya dilakukan secara random, pengumpulan data menggunakan instrument

penelitian, analisis data bersifat kuantitatif/ statistik dengan tujuan untuk menguji

hipotesis yang telah ditetapkan.

49
50

4.3 Objek Penelitian

Objek dalam penelitian ini adalah Tingkat Kemiskinan (Y), Upah Minimum

(X1), Pendapatan Perkapita (X2) Tingkat Pengangguran Terbuka (X3), Pengeluaran

Pemerintah Bidang Pendidikan (X4), Pengeluaran Pemerintah Bidang Kesehatan

(X5) dan Sektor Pertanian (X6) yang ada di 14 kabupaten/kota di Provinsi

Kalimantan Tengah.

4.4 Unit Analisis

Unit analisis dalam penelitian ini adalah 14 kabupaten/kota yang ada di

Provinsi Kalimantan Tengah

4.5 Teknik Analisis

Metode analisis yang digunakan adalah metode analisis regresi data panel.

Metode ini digunakan untuk mengetahui pengaruh faktor-faktor dari variabel bebas

Upah Minimum (X1),Pendapatan Perkapita (X2) Tingkat Pengangguran Terbuka

(X3), Pengeluaran Pemerintah Bidang Pendidikan (X4), Pengeluaran Pemerintah

Bidang Kesehatan (X5) dan Sektor Pertanian (X6) terhadap Tingkat Kemiskinan (Y)

yang ada di Provinsi Kalimantan Tengah.

4.6 Variabel dan Definisi Operasional Variabel

Penelitian ini memerlukan definisi operasional variabel untuk menghindari

salah pengertian dalam penulisan serta mencegah meluasnya permasalahan. Batasan-

batasan mengenai variabel-variabel yang digunakan dalam penelitian ini dan batasan

pengertian variabel adalah:

1. Tingkat Kemiskinan (Y) digunakan sebagai variabel dependen. Variabel ini

merupakan tingkat kemiskinan dari persentase penduduk miskin di 14

kabupaten/kota di Provinsi Kalimantan Tengah Tahun 2010-2019 (Persen).


51

2. Upah Minimum (X1) yang dimaksud dalam penelitian ini adalah Upah

Minimum yang ditetapkan pemerintah kabupaten/kota di Provinsi

Kalimantan Tengah Tahun 2010-2019. (Rupiah)

3. Pendapatan Perkapita (X2) yang dimaksud dalam penelitian ini adalah

PDRB perkapita atas dasar harga berlaku di 14 kabupaten/kota Provinsi

Kalimantan Tengah Tahun 2010-2019 (Rupiah).

4. Tingkat Pengangguran Terbuka (X3) yang dimaksud dalam penelitian ini

adalah tingkat pengangguran terbuka di 14 kabupaten/kota Provinsi

Kalimantan Tengah Tahun 2010-2019 (Persen).

5. Pengeluaran Pemerintah Bidang Pendidikan (X4) yang dimaksud dalam

penelitian ini adalah realisasi belanja pemerintah sektor pendidikan di 14

kabupaten/kota Provinsi Kalimantan Tengah Tahun 2010-2019 (Rupiah).

6. Pengeluaran Pemerintah Bidang Kesehatan (X5) yang dimaksud dalam

penelitian ini adalah realisasi belanja pemerintah sektor pendidikan di 14

kabupaten/kota Provinsi Kalimantan Tengah Tahun 2010-2019 (Rupiah).

7. Sektor pertanian (X6) yang dimaksud dalam penelitian ini adalah distribusi

Produk Domestik Regional Bruto sektor pertanian di 14 kabupaten/kota

Provinsi Kalimantan Tengah Tahun 2010-2019 (Persen).

4.7 Estimasi Model Regresi Data Panel

Penelitian ini menggunakan data panel yang merupakan gabungan dari data

timeseries dengan data cross section. Data cross section merupakan data yang

dikumpulkan dalam satu waktu terhadap banyak individu. Sedangkan data time

series adalah data yang dikumpulkan dari waktu ke waktu terhadap satu individu

(Nachrowi & Usman, 2006).


52

Data yang berhubungan dengan individu, perusahaan, negara bagian, negara,

dan lain-lain dari waktu ke waktu memiliki batasan heterogenitas dalam unit-

unitnya sehingga teknik estimasi data panel dapat mengatasi heterogenitas tersebut

secara ekplisit. Dengan menggabungkan antara observasi time series dan cross

section data panel memberi lebih banyak informasi, lebih banyak variasi, sedikit

kolinearitas antarvariabel, lebih banyak degree of freedom, dan lebih efisien

(Gujarati & Porter, 2009).

Mengingat data panel merupakan gabungan dari data cross section dan data

time series, maka modelnya dituliskan sebagai berikut:

Yit = α + βXit + εit

Dimana:

Y = variabel terikat

X = variabel bebas

α = konstanta

β = koefisien regresi

ε = Komponen error

i = individu (1, 2, ……, N);

t = banyaknya waktu (1, 2, ……, T).

Berdasarkan model tersebut maka dibuat model regresi dalam penelitian ini

sebagai berikut :

Yit = α + β1X1it + β2X2it + β3X3it + β4X4it + β5X5it + β6X6it + εit

Keterangan :

Yit = Tingkat Kemiskinan (%)

X1 = Upah Minimum (Rp)


53

X2 = Pendapatan Perkapita (Rp)

X3 = Tingkat Pengangguran Terbuka (%)

X4 = Pengeluaran Pemerintah Bidang Pendidikan (Rp)

X5 = Pengeluaran Pemerintah Bidang Kesehatan (Rp)

X6 = Sektor Pertanian (%)

α = Konstanta

β1, β2, β3, β4, β5,β6 = Koefisien Regresi

ε = Komponen error

i = Kabupaten/ Kota Di Provinsi Kalimantan Tengah (i = 1, 2, 3... 14)

t = 1, 2,3,. ............................ 10 Tahun

Estimasi parameter model dengan data panel dapat menggunakan beberapa

teknik, yaitu Pooled Least Square (PLS), Fixed Effect Model (FEM), dan Random

Effect Model (REM).

4.7.1 Pooled Least Square (PLS) atau Pendekatan Kuadrat Terkecil

Metode kuadrat terkecil (PLS) merupakan metode paling sederhana dalam

melakukan pengolahan data panel. Pendekatan ini biasa digunakan untuk mengolah

data berbentuk pool. Selain itu pendekatan ini tidak memperhatikan dimensi waktu

dan individual. Pendekatan ini mengasumsikan perilaku data antar perusahaan

sama dari berbagai kurun waktu adalah sama. Sehingga intercept dan slope dari

persamaan regresi dianggap constant baik antar individu (cross section) maupun

antar waktu (time series) (Nachrowi & Usman, 2006).

Model dari pendekatan kuadrat terkecil (PLS) ini secara umum dapat dilihat

pada persamaan di bawah ini:


54

Yit = α+ Xit βj +εit

Dimana:

Yit = variabel terikat pada waktu t untuk unit cross section i

α = intercept nilainya tetap atau konstan

Xit = variabel bebas j pada waktu t untuk unit cross section i

βj = parameter untuk variabel ke-j

εit = komponen error pada waktu t untuk unit cross section i

i = 1,2,…,N

t = 1,2,…,T

4.7.2 Fixed Effect Model (FEM) atau Pendekatan Efek Tetap

Asumsi bahwa terdapat nilai yang konstan atas intercept dan slope pada

pendekatan kuadrat terkecil atau PLS, justru menjadi suatu kelemahan dari

pendekatan ini. Hal tersebut dapat diatasi dengan menggunakan pendekatan efek

tetap atau Fxed Effect Model (FEM).

Pendekatan efek tetap merupakan teknik regresi yang menghasilkan nilai

konstanta atau intercept persamaan yang berbeda untuk setiap unit cross section

bersifat tetap secara time series. Perbedaan nilai intercept ini dapat terjadi karena

proses generalisasi pada pendekatan Fixed Effect, yakni dengan cara memasukkan

dummy variabel ke dalam persamaan regresi (Gujarati & Porter, 2003).

Pendekatan ini sering juga disebut Least Square Dummy Variable. Bentuk

Persamaannya adalah :

𝑌𝑖𝑡 = 𝛼𝑖 + 𝑋𝑖𝑡 𝛽𝑗 + ∑𝑛1=2 𝑃𝑖𝐷𝑖 + 𝜀𝑖

Dimana :

Yit = variabel terikat pada waktu t untuk unit cross section i


55

αi = intercept yang berubah-ubah antar cross section unit

βj = parameter untuk variabel ke-j

Pi = parameter untuk variabel dummy i

Di = dummy variable untuk unit cross section i

εit = komponen error pada waktu t untuk unit cross section

Hal yang perlu dipertimbangkan dalam menambah dummy variable pada

suatu model regresi adalah bahwa dengan ditambahkannya variabel boneka maka

degree of freedom akan semakin kecil atau berkurang. Sehingga nantinya akan

mempengaruhi efisiensi parameter yang diestimasi.

4.7.3 Random Effect Model (REM) atau Pendekatan Efek Acak

REM adalah jenis data panel yang menggunakan residual atau error untuk

membedakan efek atau individu atau periode, sehingga intercept persamaan

merupakan rata – rata intercept dari seluruh observasi. Karena menggunakan

komponen error maka model ini disebut juga dengan model komponen error (Error

Component Model).

Jenis data panel ini dalam estimasi menggunakan Generalized Least Square

(GLS). Model ini mengasumsikan bahwa intercept dari individual effect terdistribusi

secara acak dengan nilai rata-rata yang konstan (Gujarati & Porter, 2003). Berikut

merupakan bentuk umum dari model regresi dengan menggunakan efek acak:

Yit = α+ Xit βj + εit

εit = Wit = Uit + Vit

Dimana:

Yit = variabel terikat pada waktu t untuk unit cross section i


56

αi = intercept unit

βj = parameter untuk variabel ke-j

εit = komponen error pada waktu t untuk unit cross section i

Uit = komponen cross section error

Vit = komponen time series error

Wit = komponen error gabungan

Pendekatan ini juga mengasumsikan bahwa error secara individual juga tidak

saling berkorelasi begitu pula halnya dengan error gabungannya. Kelebihan dari

pendekatan ini adalah dapat menghemat penggunaan degree of freedom sehingga

parameter yang merupakan hasil estimasi akan menjadi lebih efisien.

Keunggulan dari pendekatan efek tetap adalah FEM dapat membedakan efek

individual dan efek waktu, dan FEM tidak perlu mengasumsikan bahwa komponen

error tidak memiliki korelasi dengan variabel bebas yang mungkin sulit dipenuhi.

Sedangkan keunggulan pendekatan efek acak adalah bahwa REM mempunyai

parameter lebih sedikit sehingga derajat kebebasannya lebih besar dibandingkan

dengan FEM (Nachrowi & Usman, 2006).

Pemilihan FEM atau REM juga dapat dilakukan dengan pertimbangan tujuan

analisis, atau ada pula kemungkinan data yang digunakan sebagai dasar pembuatan

model hanya dapat diolah oleh salah satu metode saja akibat berbagai persoalan

teknis matematis yang melandasi perhitungan. Berikut ini jalan tengah pemilihan

pendekatan menurut para ahli ekonometri (Nachrowi & Usman, 2006).

1. Apabila jumlah waktu (T) lebih besar dibandingkan dengan jumlah individu

(N) maka disarankan untuk menggunakan FEM.

2. Apabila jumlah individu (N) lebih besar dibandingkan denganjumlah waktu


57

(T) maka disarankan untuk menggunakan REM.

4.8 Penentuan Model Estimasi

4.8.1 Uji Redundant

Uji Redundant digunakan untuk menentukan manakah di antara Fixed Effect

Model atau Pooled Least Square yang merupakan model yang paling tepat digunakan

dalam mengestimasi data panel. Hipotesis dalam Uji Redundant adalah:

H0 : Common Effect Model atau Pooled Least Square lebih baik

H1 : Fixed Effect Model lebih baik

Dasar penolakan terhadap hipotesis diatas adalah dengan membandingkan

perhitungan F-statistik dengan F-tabel. Perbandingan dipakai apabila hasil F hitung

lebih besar (>) dari F tabel maka H0 ditolak yang berarti model yang paling tepat

digunakan adalah Fixed Effect Model. Begitupun sebaliknya, jika F hitung lebih

kecil (<) dari F tabel maka H0 diterima dan model yang digunakan adalah Common

Effect Model (Widarjono, 2013).

4.8.2 Uji Hausman

Uji Hausman dilakukan untuk menentukan model estimasi data panel yang

paling baik dan tepat antara Fixed Effect Model atau Random Effect Model. Hipotesis

dalam uji Hausman adalah sebagai berikut:

H0 : Random Effect Model lebih baik

H1 : Fixed Effect Model lebih baik

Uji Hausman membandingkan antara nilai Statistik Hausman dengan nilai

tabel distribusi Chi-square dengan degree of freedom sejumlah variabel independen.

Jila nilai statistik Hausman > Chi-Square dan nilai probabilitas < α (nilai kritis) maka

H0 ditolak dan pendekatan Fixed Effect Model yang dipilih.


58

Jika nilai statistik Hausman < Chi-Square dan nilai probabilitas > α (nilai

kritis) maka H0 diterima dan pendekatan Random Effect Model yang dipilih. Statistik

uji Hausman tersebut mengikuti distribusi statistik chi-square dengan degree of

freedom sebanyak k dimana k adalah jumlah variabel independen (Widarjono, 2013).

4.9 Uji Hipotesis

4.9.1 Koefisien Determinasi (R2)

Koefisien Determinasi (R2) menunjukkan persentase pengaruh semua

variabel independen terhadap variabel dependen. Menurut Gujarati & Porter (2003)

besarnya R2 dikenal sebagai koefisien determinasi (sampel) yang merupakan ukuran

paling umum digunakan untuk mengukur goodness of fit dari sebuah garis regresi.

Nilai tersebut melihat seberapa besar proporsi atau presentasi pengaruh variabel

independen terhadap variabel dependen.

Tingkat ketepatan regresi ditentukan oleh besarnya nilai adjusted R2 antara 0

sampai dengan 1 (0≤ R2 ≤1). Semakin nilai R2 mendekati angka 1, berarti variabel

independen dapat menjelaskan pengaruh terhadap variabel dependen dengan

semakin baik.

4.9.2 Uji Simultan ( Uji F)

Uji F pada dasarnya menunjukkan apakah semua variabel independen atau

bebas yang dimasukkan kedalam model mempunyai pengaruh secara bersama-sama

terhadap variabel terikat atau dependen.

Pengujian ini dilakukan hipotesa sebagai berikut :

H0: β1, β2, β3 = 0, artinya semua variabel independen bukan merupakan variabel

penjelas yang signifikan terhadap variabel dependen.

H1: β1, β2, β3 ≠ 0, artinya semua variabel independen secara simultan merupakan
59

penjelas yang signifikan terhadap variabel dependen.

Keputusan diambil dengan cara melakukan perbandingan terhdap F hitung

dengan F tabel. H0 diterima dan H1 ditolak apabila F hitung < F tabel, yang artinya

variabel penjelas secara bersama-sama tidak mempengaruhi variabel yang dijelaskan

secara signifikan. H0 ditolak dan H1 diterima apabila F hitung > F tabel, yang artinya

variabel penjelas secara serentak dan bersama-sama mempengaruhi variabel yang

dijelaskan secara signifikan.

4.9.3 Uji Parsial (Uji t)

Menurut Gujarati & Porter (2003) uji signifikansi merupakan sebuah

prosedur yang digunakan untuk menguji kebenaran atau kesalahan dari hasil

hipotesis nol dari sampel. Ide dasar pengujian signifikansi dilatar belakangi oleh uji

statistik (estimator) dari distribusi sampel dari suatu statistik di bawah hipotesis nol.

Hipotesis dalam uji t-statistik adalah :

H0:βi = 0 Variabel independen tidak berpengaruh signifikan terhadap variabel

dependen.

H1:β1 ≠ 0 Variabel independen berpengaruh signifikan terhadap variabel dependen

Sebuah statistik dikatakan siginifikan secara statistik apabila nilai dari uji

statistiknya berada di daerah tolak. Sebaliknya, sebuah pengujian dikatakan tidak

signifikan secara statistik, jika nilai dari uji statistiknya berada di daerah penerimaan.

H0 diterima jika t hitung > t tabel, artinya tidak ada pengaruh signifikan antara

variabel independen terhadap variabel dependen. H1 diterima jika t hitung < t tabel,

artinya ada pengaruh antara signifikan variabel independen terhadap variabel

dependen.
60

Selain itu tingkat signifikansi pengaruh masing-masing variable independen

terhadap variable dependen dapat dilihat melalui nilai probabilitas t dari setiap

variabel independen pada hasil regresi data panel dengan alpha atau taraf nyata. Jika

p-value atau nilai probabilitas t < alpha maka menunjukan bahwa variabel

independen berpengaruh terhadap variable dependen.


BAB V

HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS

5.1 Gambaran Umum Penelitian

5.1.1 Letak Geografis

Provinsi Kalimantan Tengah merupakan provinsi yang berdiri setelah adanya

restrukturisasi provinsi di Pulau Kalimantan dimana dahulu merupakan bagian dari

Provinsi Kalimantan Selatan. Ibukota provinsi Kalimantan Tengah adalah Kota

Palangkaraya yang berada di tengah wilayah Kalimantan Tengah atau berada di titik

sentral seluruh kabupaten/ kota di Provinsi Kalimantan Tengah. Jika dilihat dari

geografisnya, Provinsi Kalimantan Tengah masih memiliki karakteristik Pulau

Kalimantan pada umumnya, yakni wilayah hutan, rawa-rawa, hingga lahan gambut

yang luas.

Gambar 5. 1 Peta Provinsi Kalimantan Tengah

Sumber : Badan Pusat Statistik, 2020

61
62

Sebagian besar wilayah Kalimantan Tengah merupakan daerah dataran

rendah dengan topografi yang relatif datar mulai dari wilayah bagian selatan, tengah,

dan menerus dari barat hingga ke timur. Pada sektor tengah, wilayah Provinsi

Kalimantan Tengah mulai dijumpai perbukitan dengan variasi topografi landai

hingga kemiringan tertentu dan memiliki pola intensitas kemiringan yang meningkat

ke arah utara. Sedangkan pada sektor Utara merupakan rangkaian pegunungan

dengan dominasi topografi curam memanjang dari Barat Daya ke Timur. Titik

tertinggi wilayah Provinsi Kalimantan Tengah terdapat di Gunung Batu Sambang

dengan ketinggian mencapai 1.660 meter dpl.

Secara astronomis Provinsi Kalimantan Tengah terletak antara 0°45’ Lintang

Utara hingga 3°30’ Lintang Selatan dan 110°45’ Bujur Timur hingga 115°51’ Bujur

Timur. Provinsi Kalimantan Tengah memiliki batas-batas wilayah dengan

provinsi lain di Pulau Kalimantan yakni sebagai berikut :

Batas utara : Kalimantan Barat dan Kalimantan Timur;

Batas timur : Kalimantan Timur dan Kalimantan Selatan;

Batas selatan : Laut Jawa; serta

Batas barat : Kalimantan Barat.

5.1.2 Luas Wilayah

Secara administratif, Provinsi Kalimantan Tengah terdiri dari 13 kabupaten,

1 kota, 136 kecamatan, 139 kelurahan dan 1.432 desa. Kabupaten yang terluas

adalah Kabupaten Murung Raya dengan luas sekitar 15,43% dari luas Provinsi

Kalimantan Tengah. Sementara daerah terkecil yaitu Kota Palangka Raya dengan

luas sekitar 1,56% dari luas Provinsi Kalimantan Tengah.


63

Tabel 5. 1. Luas Daerah Menurut Kabupaten/ Kota di Provinsi Kalimantan


Tengah, 2019

Total Persentase
Kabupaten/ Ibukota Luas terhadap Jumlah Jumlah Jumlah
No
Kota Kabupaten/ Kota Area Luas Kecamatan Kelurahan Desa
(km2) Provinsi
Kotawaringin
1 Barat Pangkalan Bun 10.759 7,01 6 13 81
Kotawaringin
2 Timur Sampit 16.796 10,94 17 17 168
3 Kapuas Kuala Kapuas 14.999 9,77 17 17 214
4 Barito Selatan Buntok 8.830 5,75 6 7 86
5 Barito Utara Muara Teweh 8.300 5,40 9 10 93
6 Sukamara Sukamara 3.827 2,49 13 7 154
7 Lamandau Nanga Bulik 6.414 4,18 10 3 97
8 Seruyan Kuala Pembuang 16.404 10,68 5 3 29
9 Katingan Kasongan 17.500 11,40 8 3 85
10 Pulang Pisau Pulang Pisau 8.997 5,86 12 13 114
11 Gunung Mas Kuala Kurun 10.804 7,03 8 4 95
12 Barito Timur Tamiang Layang 3.834 2,50 10 9 116
13 Murung Raya Puruk Cahu 23.700 15,43 10 3 100
14 Palangkaraya Palangkaraya 2.399,5 1,56 5 30 -
KALIMANTAN
TENGAH 153.564,5 100,00 136 139 1.432
Sumber : Badan Pusat Statistik, 2020 (diolah)

Berdasarkan Tabel 5.1, selain Kota Palangka Raya, kabupaten dengan

jumlah kecamatan paling sedikit adalah Kabupaten Sukamara dengan 5 kecamatan,

menyusul Kabupaten Barito Selatan dan Kabupaten Kotawaringin Barat yang sama-

sama memiliki 6 kecamatan, dan Kabupaten Lamandau dan Kabupaten Pulang Pisau

yang sama memiliki 8 kecamatan. Daerah dengan kecamatan paling banyak adalah

Kabupaten Kotawaringin Timur dan Kabupaten Kapuas yang sama-sama memiliki

17 kecamatan, menyusul Kabupaten Katingan dengan 13 kecamatan, dan Kabupaten

Seruyan, Barito Timur dan Kabupaten Murung Raya masing - masing dengan 10

kecamatan.

Di Kota Palangka Raya ada 30 kelurahan tanpa ada desa, menyusul yang

jumlah pemerintahan desanya sedikit adalah Kabupaten Sukamara dengan 29 desa,


64

Kabupaten Kotwaringin Barat 81 desa, Kabupaten Barito Selatan 86 desa, Kabupaten

Lamandau 85 desa. Sebaliknya, 3 kabupaten dengan jumlah desa paling banyak

desanya adalah Kabupaten Kapuas 214 desa, Kabupaten Kotawaringin Timur 168

desa, dan Kabupaten Katingan 154 desa. Setelah Kota Palangka Raya, kabupaten

dengan jumlah kelurahan terbanyak adalah Kabupaten Kapuas dan Kabupaten

Kotawaringin Timur dengan 17 kelurahan, dan Kabupaten Gunung Mas dan

Kotawaringin Barat dengan 13 kelurahan.

5.1.3 Kependudukan

Jumlah penduduk di Provinsi Kalimantan Tengah pada tahun 2019 berjumlah

2.714.900 jiwa. Jumlah penduduk terbanyak berada di Kabupaten Kotawaringin

Timur sejumlah 466.400 jiwa sedangkan jumlah penduduk terkecil berada di

Kabupaten Sukamara yaitu 64.300 jiwa. Jumlah penduduk yang bertambah dari

tahun-tahun sebelumnya dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain adanya

kelahiran alamiah dan adanya migrasi penduduk.

Tabel 5. 2. Jumlah penduduk dan Kepadatan Penduduk Menurut Kabupaten/


Kota di Provinsi Kalimantan Tengah Tahun 2017-2019

No Kabupaten/ Kota 2017 2018 2019


1 Kotawaringin Barat 295,3 304,1 312,9
2 Kotawaringin Timur 446,0 456,4 466,4
3 Kapuas 353,8 356,4 358,8
4 Barito Selatan 134,543 135,7 136,8
5 Barito Utara 129,2 130,0 130,7
6 Sukamara 59,7 62,0 64,3
7 Lamandau 78,3 80,5 82,7
8 Seruyan 189,9 197,8 205,9
9 Katingan 165,3 167,7 170,0
10 Pulang Pisau 126,1 126,7 127,1
11 Gunung Mas 115,0 117,5 119,9
12 Barito Timur 120,2 123,6 126,9
65

No Kabupaten/ Kota 2017 2018 2019


13 Murung Raya 115,6 118,2 120,8
14 Palangkaraya 275,6 283,6 291,6
KALIMANTAN
TENGAH 2.605,2 2.660,2 2.714,9

Sumber : Badan Pusat Statistik, 2020 (diolah)

5.1.4 Kondisi Perekonomian

Secara umum pada tahun 2019 lapangan usaha yang menjadi penggerak

utama perekonomian kabupaten/kota di Kalimantan Tengah, yaitu 1. Pertanian,

Kehutanan dan Perikanan 2. Industri Pengolahan 3. Perdagangan Besar dan Eceran;

Reparasi Mobil dan Sepeda Motor 4. Pertambangan dan Penggalian Kategori

Pertanian, Kehutanan dan Perikanan. Sektor-sektor ini menjadi penopang utama

perekonomian mayoritas kabupaten/kota di Kalimantan Tengah. Setengah dari total

kabupaten/kota di provinsi ini mengandalkan kategori tersebut sebagai kontributor

utama perekonomiannya.

Tabel 5. 3. Distribusi Persentase PDRB Menurut Lapangan Usaha Provinsi


Kalimantan Tengah Tahun 2015-2019

Lapangan Usaha 2015 2016 2017 2018 2019

A. Pertanian, Kehutanan, dan 23,00 21,91 20,96 19,97 20,12


Perikanan
B. Pertambangan dan Penggalian 10,85 10,83 11,44 11,88 10,94

C. Industri Pengolahan 16,12 16,47 16,78 15,70 14,98

D. Pengadaan Listrik dan Gas 0,07 0,07 0,08 0,08 0,08

E. Pengadaan Air, Pengelolaan 0,10 0,09 0,09 0,09 0,09


Sampah, Limbah dan Daur
Ulang
F. Kontruksi 9,24 9,78 9,80 9,75 10,01

G. Perdagangan Besar dan 11,71 11,84 12,03 12,86 13,25


Eceran; Reparasi
Mobil dan Sepeda Motor
66

Lapangan Usaha 2015 2016 2017 2018 2019

H. Transportasi dan Pergudangan 6,63 6,74 6,84 7,13 7,58

I. Penyediaan Akomodasi dan 1,88 1,93 1,86 1,89 1,94


Makan Minum
J. Informasi dan Komunikasi 1,02 0,98 0,98 0,99 1,01

K. Jasa Keuangan dan Asuransi 3,25 3,23 3,30 3,18 3,20

L. Real Estate 2,12 2,13 2,12 2,24 2,23

M, N. Jasa Perusahaan 0,04 0,04 0,04 0,04 0,04

O. Administrasi Pemerintah, 6,36 6,19 6,17 6,39 6,53


Pertahanan dan Jaminan Sosial
Wajib

P. Jasa Pendidikan 4,70 4,77 4,58 4,74 4,86

Q. Jasa Kesehatan dan Kegiatan 1,87 1,93 1,90 1,99 2,04


Sosial
R, S, Jasa Lainnya 1,04 1,06 1,04 1,07 1,10

T, U.

PDRB 100 100 100 100 100

Sumber : Badan Pusat Statistik, 2020 (diolah)

Wilayah pertanian tersebar di bagian tengah dan barat Kalimantan Tengah.

Pertanian di wilayah barat, meliputi Seruyan, Lamandau dan Sukamara, sebagian

besar disumbangkan oleh perkebunan kelapa sawit. Sementara di wilayah tengah

yang mencakup Katingan, Gunung Mas, Kapuas dan Pulang Pisau, didominasi oleh

perkebunan karet dan pertanian tanaman pangan. Selain pertanian, industri

pengolahan juga menjadi lapangan usaha unggulan kabupaten/kota Kalimantan

Tengah, terutama pada wilayah barat Kalimantan Tengah. Minyak kelapa sawit

menjadi produk unggulan industri pengolahan di wilayah ini dan menjadi

penyumbang utama PDRB Kotawaringan Barat dan Kotawaringin Timur.


67

Sedangkan mencakup seluruh wilayah kabupaten di sepanjang Sungai

Barito, yakni Murung Raya, Barito Utara, dan Barito Timur. Aktivitas ekonomi

utama di daerah ini terpusat pada aktivitas penambangan batu bara. Pertambangan

dan penggalian merupakan kontributor ekonomi unggulan di wilayah timur

Kalimantan Tengah (Badan Pusat Statistik, 2019).

5.1.5 Tingkat Kemiskinan

Secara umum, angka kemiskinan (persentase penduduk di bawah garis

kemiskinan) di Provinsi Kalimantan Tengah mengalami penurunan secara bertahap

namun konsisten. Berdasarkan kondisi tingkat kemiskinan dari tahun ke tahun, pada

tahun 2010 tingkat kemiskinan di Provinsi Kalimantan Tengah mencapai 7,52

persen secara konsisten menurun landai hingga akhirnya pada tahun 2019 mencapai

4,98 persen.

Tabel 5. 4. Tingkat Kemiskinan Menurut Kabupaten/ Kota Provinsi


Kalimantan Tengah Tahun 2010-2019

Persentase Penduduk Miskin


No. Kabupaten/ Kota
2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019
1 Kotawaringin Barat 6,97 6,27 5,64 5,44 5,27 5,07 4,96 4,52 4,27 4,11
2 Kotawaringin Timur 8,37 8,22 6,91 6,85 6,67 6,42 6,32 6,24 6,21 5,90
3 Kapuas 7,11 5,82 6,11 6,19 6,12 6,03 5,70 5,32 5,20 5,09
4 Barito Selatan 8,57 7,07 7,26 6,26 6,13 5,07 4,58 4,44 4,55 4,39
5 Barito Utara 7,19 6,34 6,10 5,98 5,88 5,93 5,38 5,21 5,00 4,95
6 Sukamara 6,65 6,61 5,37 4,56 4,29 4,32 3,73 3,36 3,19 3,16
7 Lamandau 5,81 5,35 4,66 4,87 4,66 3,95 3,80 3,52 3,15 3,01
8 Seruyan 10,00 10,58 7,92 8,77 8,39 8,50 8,08 7,46 7,43 7,19
9 Katingan 7,56 6,65 6,10 6,55 6,42 6,53 6,23 5,78 5,22 5,02
10 Pulang Pisau 6,18 5,22 5,25 5,45 5,35 5,65 5,49 5,19 4,51 4,24
11 Gunung Mas 8,07 7,19 6,65 6,90 6,70 6,17 5,85 5,83 5,10 4,91
12 Barito Timur 10,51 9,89 8,53 8,83 8,55 8,41 7,64 7,17 6,56 6,32
13 Murung Raya 7,05 6,55 5,78 6,44 6,24 6,57 6,32 5,88 6,28 6,00
14 Palangkaraya 5,31 5,24 4,24 3,94 3,81 3,91 3,75 3,62 3,47 3,35
Kalimantan Tengah 7,52 6,77 6,19 6,23 6,07 5,94 5,66 5,37 5,17 4,98
Sumber : Badan Pusat Statistik, 2019 (diolah)
68

Jika dilihat menurut Kabupaten/ Kota berdasarkan angka kemiskinan tahun

2019, tingkat kemiskinan tertinggi berada di wilayah Kabupaten Seruyan Sebesar

7,19 persen. Dengan adanya penurunan angka kemiskinan menandakan sudah mulai

berjalanannya program-program yang mendukung pengentasan kemiskinan.

Semakin tinggi angka penurunannya maka indikator keberhasilan program-program

yang ada dikatakan berhasil.

5.2 Hasil dan Analisis

Dalam pembahasan menjawab hipotesis adalah mengestimasi model regresi

terlebih dahulu sesuai dengan teknik analisis yang ditemukan dalam metode

penelitian. Peneliti dengan bantuan program Eviews 9 memperoleh hasil perhitungan

koefisien regresi tiap variabel penelitian yang dapat dilihat sebagai berikut:

Tabel 5. 5. Hasil Regresi Data Panel

Dependent Variable : Tingkat Kemiskinan


Variabel Common Effect Fixed Effect (GLS) Random Effect
Konstanta 33,8413*** 40,96036*** 39,80571***
UM -2,258814*** -2,846332*** -2,440796***
PKP -0,938009 0,949902* 0,336179
TPT -0,083574 -0,006662 -0,054278*
EDUC -0,360054** -0,078424* -0,087561
HEALTH 0,702373*** 0,104714 0,074348
FARM 0,002224 0,077676** 0,025950
R-square 0,339681 0,947062 0,717941
Adj R-square 0,309892 0,938680 0,705216
F-test 11,40295 112,9894 56,42195
Durbin Watson 0,172792 1,288860 0,845725
Uji Redundant 69,441448***
Uji Hausman 31,377634***
Sumber : Hasil Olah Data Regresi Panel Data dengan Eviews (Lampiran)
Keterangan : * = signifikan pada alpha 10% *** = signifikan pada alpha 1%
** = signifikan pada alpha 5%
69

Berdasarkan hasil regresi data panel maka dapat dilihat bahwa model

common effect memiliki r-square sebesar 0,339681 atau 33,96%. Model fixed effect

memiliki r-square sebesar 0,947062 atau 94,70%. Sedangkan model random effect

memiliki r-square sebesar 0,717941 atau 71,79%. R-square disebut juga sebagai

koefisien determinasi yang menjelaskan seberapa jauh variabel dependen dapat

dijelaskan oleh variabel independen. Berdasarkan nilai r-square model fixed effect

adalah yang memiliki nilai tertinggi yaitu 94,70%.

Penentuan model yang paling tepat antara model common effect, fixed effect

dan random effect dapat dilihat dari pengujian yang telah dilakukan. Dalam

penelitian ini uji redundant/ uji chow digunakan untuk menentukan model estimasi

terbaik antara model common effect atau fixed effect yang paling tepat digunakan

dalam mengestimasi data panel. Hipotesis dari uji redundant/uji chow sebagai

berikut.

H0: model common effect


H1: model fixed effect

Jika nilai probabilitas lebih kecil dari tingkat signifikansi (α) dapat

disimpulkan model estimasi yang terbaik adalah model fixed effect, yang berarti H0

ditolak. Berdasarkan Tabel 5.5 hasil uji redundant/ menunjukkan nilai signifikan

pada tingkat kepercayaan α=1% yang berarti hipotesis nol (H0) ditolak, maka model

yang terbaik adalah model fixed effect.

Selanjutnya dilakukan uji hausman untuk menentukan model estimasi antara

model fixed effect atau model random effect yang paling tepat digunakan dalam

mengestimasi data panel. Hipotesis dari uji Hausman sebagai berikut:

H0: model random effect


H1: model fixed effect
70

Kriteria penolakan hipotesis nol (H0) apabila nilai probabilitas lebih kecil dari

tingkat signifikansi (α). Berdasarkan tabel 5.5 nilai uji hausman signifikan pada

tingkat kepercayaan α=1% yang berarti hipotesis nol (H0) ditolak, maka model yang

terbaik adalah model fixed effect.

Model yang digunakan dalam penelitian ini merupakan Fixed Effect Model

dengan pendekatan GLS. Metode GLS (Generalized Least Square) dipilih dalam

penelitian ini karena adanya nilai lebih yang dimiliki oleh GLS dibandingkan OLS

dalam mengestimasi parameter regresi dan menurut Iswati et al., (2014) bahwa

parameter GLS lebih efisien dan stabil dibandingkan parameter OLS. Metode OLS

yang umum tidak mengasumsikan bahwa variansi variabel adalah heterogen. Metode

GLS sudah memperhitungkan heterogenitas yang terdapat pada variabel independent

secara eksplisit, sehingga metode ini mampu menghasilkan estimator yang

memenuhi kriteria BLUE (Best Linear Unbiased Estimator) Gujarati & Porter

(2009). Salah satu kelebihan metode GLS yaitu tidak perlu memenuhi asumsi klasik.

(Kosmaryati et al., 2019).

5.2.1 Hasil estimasi penentuan model

Dari hasil uji Chow dan uji Hausman model terbaik yang akan digunakan

untuk mengetahui pengaruh upah minimum, pendapatan perkapita, tingkat

pengangguran terbuka, pengeluaran pemerintah bidang pendidikan, pengeluaran

pemerintah bidang kesehatan dan sektor pertanian terhadap tingkat kemiskinan di

provinsi Kalimantan Tengah adalah model Fixed Effect (GLS).

5.2.2 Uji analisis statistik

Uji analisis statistik adalah tahapan yang dilakukan setelah memilih estimasi

model terbaik untuk menjawab dari hipotesis dalam penelitian ini. Setelah melalui
71

pengujian pemilihan model model terbaik yang terpilih adalah model Fixed Effect

(GLS). Berdasarkan hasil regresi yang telah dilakukan maka persamaan regresinya

sebagai berikut:

TK = 40,960 – 2,846 UM + 0,949 PKP - 0,006 TPT- 0,078 EDUC +


0,104 HEALTH + 0,077 FARM + e

Tabel 5. 6. Ringkasan Hasil Estimasi Regresi Model Fixed Effect (GLS)

Standart
Variabel Coefficient t-statistic Prob. Keterangan
error
Konstanta 40,96036 4,289867 9,548166 0,0000
negatif dan
UM -2,846332 0,373100 -7,628865 0,0000
signifikan
positif dan
PKP 0,949902 0,501096 1,895650 0,0604
signifikan
TPT -0,006662 0,026183 -0,254451 0,7996 tidak signifikan
negatif dan
EDUC -0,078424 0,046831 -1,674610 0,0966
signifikan
HEALTH 0,104714 0,109784 0,953813 0,3421 tidak signifikan
positif dan
FARM 0,07676 0,031822 2,440918 0,0161
signifikan
R² 0,947062
Adjusted R² 0,938680
Prob. F 0,0000
Sumber: Lampiran (diolah)

a. Uji Koefisien determinasi (R²)

Koefisien determinasi (R²) adalah suatu nilai yang menunjukkan seberapa

besar variasi dari variabel dependen dapat dijelaskan oleh variabel independen.

Semakin besar nilai koefisien, maka semakin baik model tersebut dalam menjelaskan

pengaruh variabel-variabel independen terhadap dependen.

Berdasarkan hasil estimasi pada Tabel 5.6 menunjukkan bahwa nilai

koefisien R² sebesar 0,9470 yang berarti variasi-variasi dari perubahan variabel

pengaruh upah minimum, pendapatan perkapita, tingkat pengangguran terbuka,

pengeluaran pemerintah bidang pendidikan, pengeluaran pemerintah bidang


72

kesehatan dan sektor pertanian, dapat menjelaskan sebesar 94,70% terhadap variasi

variabel tingkat kemiskinan, sedangkan sebesar 5,3% dijelaskan oleh variasi

variabel-variabel lain diluar model yang tercermin dalam variabel penganggu (error

term).

b. Uji simultan (uji F)

Uji secara simultan dasarnya dilakukan untuk menunjukkan apakah upah

minimum, pendapatan perkapita, tingkat pengangguran terbuka, pengeluaran

pemerintah bidang pendidikan, pengeluaran pemerintah bidang kesehatan dan sektor

pertanian mempunyai pengaruh secara bersama-sama terhadap tingkat kemiskinan.

Berdasarkan Tabel 5.6 hasil regresi data panel menggunakan model Fixed

Effect (GLS) menunjukkan bahwa nilai probabilitas F adalah 0,0000 yang berarti

bahwa probabilitas F < α=1%. Dapat disimpulkan bahwa keputusannya H0 ditolak

atau H1 diterima yang berarti secara simultan atau bersama-sama variabel upah

minimum, pendapatan perkapita, tingkat pengangguran terbuka, pengeluaran

pemerintah bidang pendidikan, pengeluaran pemerintah bidang kesehatan dan sektor

pertanian berpengaruh terhadap tingkat kemiskinan di Provinsi Kalimantan Tengah.

Hasil uji F menunjukkan bahwa besar kecilnya tingkat kemiskinan di

Provinsi Kalimantan Tengah dipengaruhi oleh upah minimum, pendapatan perkapita,

tingkat pengangguran terbuka, pengeluaran pemerintah bidang pendidikan,

pengeluaran pemerintah bidang kesehatan dan sektor pertanian yang dimiliki oleh

masing-masing daerah kabupaten/kota di Provinsi Kalimantan Tengah.

c. Uji individual (uji t)

Uji individual dalam penelitian ini dilakukan dengan membandingkan tingkat

signifikansi pengaruh masing-masing variabel independen terhadap variabel


73

dependen dapat dilihat melalui nilai probabilitas t dari setiap variabel independen

pada hasil regresi data panel dengan alpha atau taraf nyatanya.

Berdasarkan Tabel 5.8 uji signifikansi individual variabel upah minimum

menunjukkan nilai probabilitas 0,0000 lebih kecil dari nilai alpha α=1%, yang berarti

bahwa upah minimum berpengaruh secara signifikan terhadap tingkat kemiskinan di

Provinsi Kalimantan Tengah.

Variabel pendapatan perkapita menunjukkan nilai probabilitas 0,0604 lebih

kecil dari nilai alpha α=10%, yang berarti bahwa pendapatan perkapita berpengaruh

secara signifikan terhadap tingkat kemiskinan di Provinsi Kalimantan Tengah.

Variabel tingkat pengangguran terbuka menunjukkan nilai probabilitas

0,7996 lebih besar dari nilai alpha α=10%, yang berarti bahwa tingkat pengangguran

terbuka tidak berpengaruh secara signifikan terhadap tingkat kemiskinan di Provinsi

Kalimantan Tengah.

Variabel pengeluaran pemerintah bidang pendidikan menunjukkan nilai

probabilitas 0,0966 lebih kecil dari nilai alpha α=10%, yang berarti bahwa

pengeluaran pemerintah bidang pendidikan berpengaruh secara signifikan terhadap

tingkat kemiskinan di Provinsi Kalimantan Tengah.

Variabel pengeluaran pemerintah bidang kesehatan menunjukkan nilai

probabilitas 0,3421 lebih besar dari nilai alpha α=10%, yang berarti bahwa

pengeluaran pemerintah bidang kesehatan tidak berpengaruh secara signifikan

terhadap tingkat kemiskinan di Provinsi Kalimantan Tengah.

Variabel sektor pertanian menunjukkan nilai probabilitas 0,0161 lebih kecil

dari nilai alpha α=5%, yang berarti bahwa sektor pertanian berpengaruh secara

signifikan terhadap tingkat kemiskinan di Provinsi Kalimantan Tengah.


74

Berdasarkan hasil uji parsial atau uji individual dapat disimpulkan bahwa

variabel upah minimum adalah faktor yang paling dominan mempengaruhi tingkat

kemiskinan di Kalimantan Tengah.

5.3 Pembahasan Hasil Penelitian

5.3.1 Pengaruh Upah Minimum Terhadap Tingkat Kemiskinan

Hasil penelitian menunjukkan bahwa upah minimum berpengaruh negatif

dan signifikan terhadap tingkat kemiskinan di Kalimantan Tengah dengan koefisien

sebesar -2,8. Hal ini dapat dijelaskan bahwa jika ada kenaikan upah minimum sebesar

1 persen, maka dapat menurunkan tingkat kemiskinan sebesar 2,8 persen. Hasil

penelitian sesuai dengan hipotesis penelitian yang diajukan, maka hipotesis

penelitian diterima.

Berdasarkan penelitian terdahulu Aprilia (2016) upah minimum berpengaruh

negatif terhadap tingkat kemiskinan. Dengan adanya standar upah minimum yang

telah ditetapkan oleh pemerintah, maka akan memberikan penghasilan yang layak

bagi para pekerja/karyawan, sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan pekerja dan

produktivitas pekerja juga akan meningkat. Hal tersebut juga merupakan

perlindungan bagi para pekerja agar tidak terjerat dalam kemiskinan.

Sejalan dengan penelitian Kurniawati et al., (2017) yang menyatakan adanya

pengaruh negatif dan signifikan antara upah minimum dengan kemiskinan

dikarenakan kenaikan upah minimum dapat meningkatkan pendapatan dari pekerja

sehingga dapat membantu mereka keluar dari kemiskinan ketika pekerja tersebut

termasuk dalam kategori miskin. Penetapan upah minimum juga salah satu upaya

untuk mengurangi kesenjangan upah terendah dan upah tertinggi dan meningkatkan

penghasilan pekerja pada tingkat bawah.


75

Hasil penelitian ini sesuai dengan tujuan penetapan upah minimum yang

disampaikan oleh Kaufman (2000) yaitu untuk meningkatkan kesejahteraan pekerja

sehingga terbebas dari kemiskinan. Penetapan upah minimum yang mendekati KHM

(Kebutuhan Hidup Minimum) dan diatas garis kemiskinan telah mampu menurunkan

tingkat kemiskinan.

Berikut adalah perbandingan Upah Minimum Provinsi pada Regional

Kalimantan pada tahun 2019 :

1. Kalimantan Utara : 2.765.463,00

2. Kalimantan Timur : 2.747.561,00

3. Kalimantan Tengah : 2.663.435,00

4. Kalimantan Selatan : 2.651.782,00

5. Kalimantan Barat : 2.211.500,00

Kalimantan Tengah berada pada urutan 3, lebih tinggi daripada upah

minimum Kalimantan Selatan dan Kalimantan Barat namun lebih rendah daripada

Kalimantan Utara dan Kalimantan Timur. Artinya UMP di Kalimantan Tengah

berada pada posisi yang relatif ditengah-tengah, tidak terlalu tinggi dan tidak terlalu

rendah jika dibandingkan provinsi di sekitarnya.

Upah minimum di Indonesia sejak Januari 2001, otoritas penetapannya

didesentralisasikan kepada Gubernur. Penetapan upah minimum dan persetujuan

penangguhan pelaksanaan merupakan kewenangan pemerintah/gubernur. Proses

perumusan angka UMP/ UMK, diatur mengikuti prosedur yakni melalui Dewan

Pengupahan (lembaga non-struktural) baik di tingkat Provinsi maupun

kabupaten/kota. Hal ini dimaksudkan agar dalam merumuskan UMP/ UMK itu,

benar-benar merupakan hasil kajian menggunakan data yang dapat


76

dipertanggungjawakan. Dengan demikian diharapkan upah minimum yang

ditetapkan bersifat akseptabel.

Status Dewan Pengupahan adalah sebagai unit pemikir yang bersifat tripartit

yang bertugas memberikan saran, dan pertimbangan kepada pemerintah dalam

rangka perumusan kebijakan pengupahan dan pengembangan sistem pengupahan,

juga saran dan pertimbangan penetapan UMP dan UMK. Disebut tripartit karena

keanggotaan Dewan Pengupahan terdiri atas unsur pemerintah, Organisasi

Pengusaha, Serikat Pekerja/Serikat Buruh, akademisi, dan pakar (Sudiarta & Putra,

2015).

Dengan demikian penetapan upah minimum dapat menjaga stabilitas

hubungan kerja di Kalimantan Tengah dan juga dapat dijadikan sebagai instrumen

kebijakan untuk menurunkan kemiskinan.

5.3.2 Pengaruh Pendapatan Perkapita Terhadap Tingkat Kemiskinan

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pendapatan perkapita berpengaruh

positif dan signifikan terhadap tingkat kemiskinan di Kalimantan Tengah dengan

koefisien sebesar 0,94. Hal ini dapat dijelaskan bahwa jika ada kenaikan pendapatan

perkapita sebesar 1 persen, maka dapat meningkatkan kemiskinan sebesar 0,94

persen.

Penelitian ini tidak sejalan dengan Sukirno (2006) yang menyatakan

pendapatan perkapita masyarakat di suatu daerah dapat dijadikan suatu parameter

kesejahteraan masyarakat di daerah tersebut. Ketika pendapatan perkapita naik maka

masyarakat dapat memenuhi kebutuhan dasarnya dengan mudah sehingga

kemiskinan dapat berkurang. Hal ini juga mengidentifikasi bahwa semakin besar

pendapatan perkapita suatu masyarakat maka seharusnya semakin sejahtera juga


77

suatu wilayah.

Sektor terbesar yang mendukung perekonomian di Provinsi Kalimantan

Tengah adalah sektor pertanian, industri pengolahan, perdagangan besar & eceran

reparasi mobil & sepeda. Secara umum terlihat bahwa pendapatan perkapita

Kalimantan Tengah cukup tinggi disebabkan karena dukungan sektor pertanian

sebesar 20,12 % terhadap total PDRB secara keseluruhan. Kemudian didukung juga

oleh sektor industri pengolahan yang menyumbangkan sebesar 14,98 % terhadap

total PDRB. Selanjutnya adalah sektor perdagangan besar & eceran reparasi mobil

& sepeda yang menyumbangkan sebesar 13,25 % dari total PDRB secara

keseluruhan.

Jika dilihat sektor yang paling dominan yaitu sektor pertanian pada tahun

2019, distribusi persentase PDRB pertanian terbesar adalah dari subsektor

perkebunan yaitu 59,96%. Sedangkan untuk subsektor lain tanaman pangan 8,91 %,

tanaman hortikultura 2,64%, peternakan 8,74%, perburuan 3,08%, kehutanan dan

penebangan kayu 4,71% serta perikanan 11,96%. Artinya dalam sektor pertanian

masih didominasi oleh perkebunan yaitu lebih spesifik lagi adalah perkebunan kelapa

sawit yang mempengaruhi pendapatan perkapita di Kalimantan Tengah.

Permasalahan yang terjadi, manfaat ekonomi dari sub sektor perkebunan

yang didominasi oleh perkebunan kelapa sawit ini tidak dinikmati oleh seluruh

masyarakat. Ini disebabkan karena 88,92 % perkebunan kelapa sawit di Kalimantan

Tengah di kuasai oleh swasta sedangkan hanya sedikit saja yang merupakan

perkebunan rakyat yaitu 11,08 %. Artinya keuntungan dari tingginya sektor pertanian

khususnya sub sektor perkebunan hanya dinikmati oleh perusahaan dan membuat

pendapatan perusahan yang semakin tinggi, namun tidak dinikmati oleh masyarakat
78

Kalimantan Tengah secara umum.

Penelitian ini sejalan dengan Marmujiono (2014) yang menyatakan bahwa

pendapatan perkapita berpengaruh positif dan signifikan terhadap kemiskinan karena

dampak peningkatan pendapatan perkapita belum merata ke seluruh masyarakat dan

hanya sekelompok masyarakat saja yang merasakan peningkatannya.

Indeks Gini atau Rasio Gini adalah indikator yang digunakan untuk

mengukur ketimpangan pendapatan antar penduduk. Nilai Rasio Gini berkisar antara

0 hingga 1. Nilai Rasio Gini yang semakin mendekati 1 mengindikasikan tingkat

ketimpangan yang semakin tinggi. Rasio Gini bernilai 0 menunjukkan adanya

pemerataan pendapatan yang sempurna, atau setiap orang memiliki pendapatan yang

sama. Sedangkan, Rasio Gini bernilai 1 menunjukkan ketimpangan yang sempurna,

atau satu orang memiliki segalanya sementara orang-orang lainnya tidak memiliki

apa-apa. Dengan kata lain, Rasio Gini diupayakan agar mendekati 0 untuk

menunjukkan adanya pemerataan distribusi pendapatan antar penduduk (Badan

Pusat Statistik, 2019).

Rasio Gini di Indonesia pada tahun 2019 berada pada angka 0,38. Tiga

provinsi dengan tingkat ketimpangan pendapatan tertinggi yang jauh di atas rata-rata

nasional adalah Daerah Istimewa Yogyakarta (0,42), kedua adalah Gorontalo (0,41),

dan yang ketiga adalah Jawa Barat (0,39). Ketimpangan pendapatan (Gini Ratio)

Kalimantan Tengah tahun 2019 berada pada angka 0,336 hanya memiliki selisih 0,04

saja dari ketimpangan nasional (0,38) dan hanya memiliki selisih 0,08 dari gini rasio

provinsi dengan ketimpangan pendapatan tertinggi di Indonesia (0,42). Hal ini

membuktikan bahwa distribusi pendapatan di Kalimantan Tengah tidak merata.


79

Pendapatan perkapita tidak memcerminkan pemerataan pendapatan.

Perhitungan pendapatan perkapita secara garis besar merupakan nilai keseluruhan

PDRB dibagi dengan jumlah penduduk. Jika dilihat dari nilai PDRB tinggi yang

merupakan sumbangsih sub sektor perkebunan khususnya sawit kemudian dibagi

secara merata terhadap jumlah penduduk di Kalimantan Tengah tentu tidak akan

memberikan gambaran riil tentang seberapa besar sesungguhnya pendapatan

perkapita masyarakat di Kalimantan Tengah. Hal ini tidak dapat pula dijadikan acuan

untuk mengukur seberapa besar kesejahteraan dan kemampuan daya beli masyarakat

sehingga wajar jika pendapatan perkapita meningkat maka kemiskinan akan ikut

meningkat.

5.3.3 Pengaruh Tingkat Pengangguran Terbuka Terhadap Tingkat

Kemiskinan

Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat pengangguran terbuka tidak

berpengaruh terhadap tingkat kemiskinan di Kalimantan Tengah. Hasil tersebut tidak

sesuai dengan teori dan penelitian terdahulu yang menjadi landasan teori dalam

penelitian ini dan tidak sesuai hipotesis penelitian yang diajukan, maka hipotesis

penelitian tidak diterima.

Tidak semua orang yang sementara menganggur itu selalu miskin. Karena

seperti halnya penduduk yang termasuk dalam kelompok pengangguran terbuka ada

beberapa macam penganggur, yaitu mereka yang mencari kerja, mereka yang

mempersiapkan usaha, mereka yang tidak mencari pekerjaan karena merasa tidak

mungkin mendapatkan pekerjaan dan yang terakhir mereka yang sudah punya

pekerjaan tetapi belum mulai bekerja. Diantara empat kategori pengangguran terbuka

diatas bahwa sebagian diantaranya ada yang masuk dalam sektor informal, dan ada
80

juga yang mempunyai pekerjaan dengan jam kerja kurang dari yang ditentukan.

Selain itu ada yang sedang berusaha atau mempersiapkan usaha sendiri, ada

juga yang sedang menunggu mulainya bekerja, ada juga yang mempunyai pekerjaan

paruh waktu (part time) namun dengan penghasilan melebihi orang bekerja secara

normal, dan yang mana semua golongan tersebut masuk dalam kategori

pengangguran terbuka. Menurut Anjari & Nurhasanah (2012) kemiskinan mungkin

tidak selalu berhubungan dengan masalah ketenagakerjaan.

Hal ini diperkuat dengan pendapat Arsyad (2016) yang menyatakan bahwa

salah jika beranggapan setiap orang yang tidak mempunyai pekerjaan adalah miskin,

sedang yang bekerja secara penuh adalah orang kaya. Hal ini karena kadangkala ada

pekerja di perkotaan yang tidak bekerja secara sukarela karena mencari pekerjaan

yang lebih baik yang lebih sesuai dengan tingkat pendidikannya. Mereka menolak

pekerjaan yang mereka rasakan lebih rendah dan mereka bersikap demikian karena

mereka mempunyai sumber lain yang bisa membantu masalah keuangan mereka.

Hasil penelitian ini juga sejalan dengan penelitian Mukhtar et al., (2019) yang

menyatakan bahwa tingkat pengangguran terbuka tidak berpengaruh signifikan

terhadap kemiskinan karena orang-orang yang disebut menganggur belum tentu

miskin. Sama juga halnya adalah, banyaknya individu yang mungkin bekerja secara

penuh per hari, tetapi tetap memperoleh pendapatan yang sedikit. Banyak pekerja

yang mandiri disektor informal yang bekerja secara penuh tetapi mereka tetap

miskin.

Tidak berpengaruhnya tingkat pengangguran terbuka terhadap tingkat

kemiskinan di Kalimantan Tengah bisa disebabkan karena tingkat pengangguran

terbuka kurang dapat mencerminkan pengangguran secara keseluruhan di


81

Kalimantan Tengah. Hal ini dikarenakan tingkat pengangguran terbuka hanya dapat

menggambarkan pengangguran yang ada di perkotaan saja sedangkan untuk daerah

perdesaan sesungguhnya juga terdapat pengangguran terselubung.

Selain itu tidak signifikannya pengaruh tingkat pengangguran terbuka juga

dapat disebabkan adanya intervensi pemerintah dalam menanggulangi kemiskinan

dan terbukti menempatkan Kalimantan Tengah dalam 5 besar Provinsi dengan

tingkat kemiskinan terendah secara nasional yang dalam hal ini pemerintah telah

banyak mengucurkan berbagai kebijakan dan program melalui kebijakan subsidi

pemerintah yang dinilai dapat meringankan beban masyarakat akan kebutuhan dasar.

Program tersebut meliputi program perlindungan sosial seperti Beras

Sejahtera (Rastera), Bantuan Siswa Miskin (BSM), Kartu Indonesia Pintar (KIP),

Jamkesmas atau Kartu Indonesia Sehat (KIS), Jamkesda, Program Keluarga Harapan

(PKH), Beasiswa Kalteng Berkah dan Program Pemberdayaan Masyarakat Miskin

untuk menekan angka kemiskinan. Bantuan-bantuan ini telah dirasakan secara

langsung manfaatnya oleh masyarakat sehingga dalam kondisi dimana mereka

masuk dalam kategori pengangguran terbuka, masih adanya campur tangan dari

pemerintah agar keberadaan pengangguran terbuka ini tidak berdampak terhadap

peningkatan kemiskinan.

5.3.4 Pengaruh Pengeluaran Pemerintah Bidang Pendidikan Terhadap

Tingkat Kemiskinan

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengeluaran pemerintah bidang

pendidikan berpengaruh negatif dan signifikan terhadap tingkat kemiskinan di

Kalimantan Tengah dengan koefisien sebesar -0,07. Hal ini dapat dijelaskan bahwa

jika ada kenaikan pengeluaran pemerintah bidang pendidikan sebesar 1 persen, maka
82

dapat menurunkan tingkat kemiskinan sebesar 0,07 persen. Hasil penelitian sesuai

dengan hipotesis penelitian yang diajukan, maka hipotesis penelitian diterima.

Pengeluaran pemerintah bidang pendidikan dalam jangka pendek dan jangka

panjang memiliki pengaruh negatif dan signifikan terhadap tingkat kemiskinan. Hal

ini terjadi dikarenakan hubungan pendidikan dengan tingkat kemiskinan sangat besar

karena pendidikan memberikan kemampuan untuk berkembang lewat penguasaan.

Ilmu dan keterampilan yang akan meningkatkan kesempatan untuk mendapatkan

pekerjaan. Ketika seseorang memiliki perkerjaan yang sesuai dengan pendidikannya

maka akan mendapatkan upah atau gaji yang layak, sehingga dengan memiliki

penghasilan yang layak seseorang dapat memenuhi kebutuhan dasar sehari-hari.

Pada akhirnya ketika seseorang dapat memenuhi kebutuhan hidupnya maka sesorang

terhindar dari tingkat kemiskinan. Oleh karena itu ketika pendidikan meningkat maka

akan menyebabkan tingkat kemiskinan menurun.

Hasil ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh (Sudiharta & Sutrisna,

2014) bahwa pendidikan secara parsial berpengaruh negatif dan signifikan terhadap

kemiskinan. Selain itu penelitian ini juga menyatakan bahwa semakin tinggi jenjang

pendidikan yang di tempuh, maka akan tinggi juga produktivitas kerjanya. Seperti

yang dikemukakan oleh (Arsyad, 1999) bahwa pendidikan berperan penting dalam

mengurangi tingkat kemiskinan melalui perbaikan produktivitas dan pelatihan pada

golongan miskin sehingga akan meningkatkan pendapatan. Peningkatan kualitas

sumberdaya manusia dalam ilmu ekonomi sering disebut dengan mutu modal

manusia atau human capital.

Fungsi pengeluaran pemerintah bidang pendidikan adalah meningkatkan

pemerataan akses, kualitas, relevansi, dan daya saing. Pengeluaran pemerintah


83

bidang pendidikan mencerminkan upaya pemerintah dalam memberikan pelayanan

kepada masyarakat dalam bidang pendidikan dan sebagai salah satu upaya untuk

memenuhi amanat konstitusi bahwa alokasi anggaran pendidikan sekurang-

kurangnya 20% dari belanja negara. Belanja pada bidang pendidikan yang dilakukan

pemerintah juga merupakan investasi jangka panjang.

Menurut Wahyudi (2020) dukungan anggaran pemerintah untuk pendidikan

merupakan wujud nyata dari investasi sumber daya manusia (human capital

investment) untuk meningkatkan produktivitas masyarakat dalam jangka panjang.

Dalam konteks ini, alokasi anggaran untuk bidang pendidikan terus diupayakan

relatif lebih besar dibandingkan bidang lainnya. Alokasi anggaran sektor publik ini

difokuskan peningkatan sarana dan prasarana pendidikan termasuk peningkatan

tenaga pendidikan yang pada dasarnya ditujukan untuk meningkatkan kualitas

sumber daya manusia, sehingga akan memberi dampak secara langsung terhadap

proses pembangunan dan peningkatan pertumbuhan ekonomi di masing-masing

daerah.

Melalui pengeluaran pemerintah pada bidang pendidikan, pemerintah

membangun sarana prasarana dan sistem pendidikan yang baik sebagai investasi

jangka panjang untuk meningkatkan produktivitas daerah, yang pada gilirannya akan

berimbas pada peningkatan kesejahteraan masyarakat, perbaikan distribusi

pendapatan, dan penurunan tingkat kemiskinan.

5.3.5 Pengaruh Pengeluaran Pemerintah Bidang Kesehatan Terhadap Tingkat

Kemiskinan

Hasil penelitian menunjukkan bahwa belanja kesehatan tidak berpengaruh

signifikan terhadap tingkat kemiskinan tidak sesuai dengan hipotesis penelitian yang
84

diajukan, maka hipotesis penelitian tidak diterima.

Hasil penelitian sesuai dengan penelitian Demak et al., (2020) berdasarkan

pada studinya secara umum penelitian tersebut mengemukakan bahwa pengeluaran

pemerintah bidang kesehatan tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap

tingkat kemiskinan. Setiap terjadi peningkatan satu unit pengeluaran pemerintah

bidang kesehatan, tidak diikuti oleh penurunan tingkat kemiskinan.

Pengeluaran pemerintah Provinsi Kalimantan Tengah di bidang kesehatan

tidak berpengaruh terhadap penurunan tingkat kemiskinan. Hal ini dikarenakan

dalam bidang kesehatan yang dilakukan adalah berfokus pada upaya

mempertahankan kesehatan. Sehat sudah merupakan kondisi optimal, ketika kita

sehat maka kita dapat melakukan aktifitas sehari-hari dengan bekerja dan produktif.

Namun ketika sakit maka produktifitas akan terganggu dan pada akhirnya

mempengaruhi pendapatan seseorang karena tidak dapat bekerja secara optimal.

Intervensi yang dilakukan pemerintah melalui pengeluaran pemerintah di

bidang kesehatan adalah dalam rangka mempertahankan kesehatan masyarakat atau

mencegah terjadinya penyakit dengan lebih mengedepankan kebijakan-kebijakan

dan program-program yang bersifat promotif dan preventif. Pemerintah sudah

berupaya agar akses masyarakat terhadap fasilitas kesehatan dan pelayanan

kesehatan juga meningkat dengan tetap menjaga mutu, merata serta terjangkau oleh

penduduk miskin dengan memberikan pelayanan kesehatan gratis. Sementara

pemerintah telah menyediakan sumber daya kesehatan yang berkompeten dan

mendistribusikan tenaga kesehatan secara merata ke wilayah-wilayah yang ada di

Provinsi Kalimantan Tengah, meningkatkan sarana dan prasarana kesehatan, serta

memberikan penyuluhan kesehatan agar semua anggota keluarga mempunyai


85

perilaku yang sehat.

Sekalipun Kalimantan Tengah merupakan salah satu provinsi dengan tingkat

kemiskinan terendah di Indonesia namun pada tahun 2019 tingkat prevalensi stunting

Kalimantan Tengah merupakan salah satu yang tertinggi di Indonesia yaitu sebesar

32,3%. Tentunya stunting tidak dapat diabaikan begitu saja karena efek jangka

pendek dari stunting pada anak selain kegagalan pertumbuhan dan terhambatnya

perkembangan, juga meningkatkan risiko untuk terinfeksi penyakit menular dan

kematian dini. Sementara efek jangka panjang stunting dapat menyebabkan

rendahnya produktivitas dan meningkatkan risiko terhadap penyakit kronis. Secara

tidak langsung, stunting dapat mempengaruhi pertumbuhan ekonomi, peningkatan

kemiskinan dan memperlebar ketimpangan di masa depan.

Pada tahun 2019 hanya 53,07% anak usia 12-23 bulan yang telah menerima

imunisasi dasar lengkap. Hal ini sebenarnya perlu menjadi perhatian pemerintah juga

mengingat pentingnya manfaat imunisasi terhadap status kesehatan masyarakat.

Beberapa alasan pentingnya pemberian vaksin dalam program imunisasi, yaitu

vaksin dapat meningkatkan kekebalan tubuh, mencegah penyakit lebih parah, serta

menghemat biaya perawatan dan pengobatan, bahkan dapat menyelamatkan jiwa.

Jika dilihat dari daerah tempat tinggal, lebih banyak anak usia 12-23 bulan di daerah

perkotaan yang memperoleh imunisasi dasar dibandingkan anak di perdesaan,

beberapa penyebabnya adalah akses terhadap fasilitas dan akses terhadap

pengetahuan di perkotaan lebih mudah dibanding di perdesaan.

Pembangunan bidang kesehatan, masih sangat diperlukan yang bertujuan

agar semua lapisan masyarakat memperoleh pelayanan kesehatan secara mudah,

murah dan merata. Melalui upaya tersebut, diharapkan akan tercapai derajat
86

kesehatan masyarakat yang lebih baik. Adanya peningkatan kualitas pelayanan dan

infrastruktur bidang kesehatan terlebih lagi dengan adanya implementasi program

jaminan kesehatan nasional oleh BPJS mendorong masyarakat untuk

menggunakannya dengan maksimal.

5.3.6 Pengaruh Sektor Pertanian Terhadap Tingkat Kemiskinan

Hasil penelitian menunjukkan bahwa sektor pertanian berpengaruh positif

dan signifikan terhadap tingkat kemiskinan di Kalimantan Tengah dengan koefisien

sebesar -0,07. Hal ini dapat dijelaskan bahwa jika ada kenaikan sektor pertanian

sebesar 1 persen, maka dapat meningkatkan kemiskinan sebesar 0,07 persen.

Penelitian ini tidak sesuai dengan penelitian terdahulu yang dilakukan oleh

Sihombing & Bangun (2019) yang menyatakan terdapat korelasi yang kuat namun

arah negatif antara kemiskinan dengan sektor pertanian. Ginantie (2016) juga

menyatakan bahwa pertumbuhan sektor pertanian terbukti mampu mengurangi

tingkat kemiskinan. Namun masih diperlukan adanya langkah diversifikasi sektor

pertanian guna meningkatkan value added pertanian serta sinergitas sektor pertanian

dengan sektor-sektor lainnya. Hal ini karena wilayah dengan basis pertanian ternyata

lebih lambat dalam mengurangi kemiskinan dibandingkan dengan wilayah nonbasis

pertanian.

Tetapi hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian (Salqaura, 2020) yang

menyatakan adanya hubungan positif dan signifikan antara sektor pertanian terhadap

kemiskinan. Hal ini disebabkan karena persentase jumlah penduduk miskin justru

yang tertinggi berada di daerah-daerah yang merupakan sentra pertanian di

perdesaan. Sehingga perlu dilakukan upaya perbaikan untuk mengentaskan

kemiskinan mengingat pencaharian utama penduduk perdesaan adalah bertani.


87

Provinsi Kalimantan Tengah merupakan daerah yang masih sangat

bergantung pada sektor pertanian. Terbukti sebesar 20,12% dari total PDRB

Kalimantan Tengah berasal dari sektor pertanian. Berdasarkan lapangan pekerjaan

pada Agustus 2019, lapangan pekerjaan utama paling banyak di Kalimantan Tengah

terdapat pada sektor Pertanian, Kehutanan dan Perikanan 38,01%, sektor

Perdagangan Besar dan Eceran, Reparasi Mobil dan Sepeda Motor 15,69%, serta

Adminitrasi Pemerintah, Pertahanan dan Jaminan Sosial 7,89% (Badan Pusat

Statistik, 2019).

Sekalipun PDRB Kalimantan Tengah pada sektor pertanian memiliki share

terbesar terhadap total keseluruhan PDRB, namun jika dilihat dari sub sektor yang

terdapat pada sektor pertanian maka akan diketahui sub sektor yang memberikan

sumbangsih terbesar adalah sub sektor perkebunan yaitu 59,96 % dari total PDRB

pertanian. Sedangkan sisanya sub sektor tanaman pangan 8,91 %, tanaman

hortikultura 2,64%, peternakan 8,74 %, kehutanan dan penebangan kayu 4,71% serta

perikanan 11,96 %.

Sama halnya dengan pendapatan perkapita yang tidak berpengaruh signifikan

terhadap tingkat kemiskinan di Kalimantan Tengah, produk domestik regional bruto

sektor pertanian didominasi oleh sub sektor perkebunan yaitu perkebunan kelapa

sawit. Fakta bahwa perusahaan swasta menguasai 88,92% perkebunan kelapa sawit

di Kalimantan Tengah menyebabkan PDRB sektor pertanian akan terlihat sangat

tinggi namun sesungguhnya tidak dapat menggambarkan kesejahteraan masyarakat

itu sendiri karena yang menikmatinya outputnya hanyalah segelintir orang

(perusahaan swasta).
88

Petani rakyat justru banyak yang bergerak pada sub sektor non perkebunan

seperti tanaman pangan dan hortikultura. Namun fakta yang terjadi petani seringkali

tidak mampu membendung harga jual pangan dan hortikultura yang anjlok.

Contohnya saat terjadi panen raya, maka jumlah produksi pertanian meningkat.

Ketika jumlah produksi melimpah, penawaran akan melebihi permintaan pasar maka

harga tanaman pangan dan tanaman hortikultura ini akan jatuh. Saat harga jatuh

petani akan menjerit karena keuntungan tidak sebanding dengan modal yang sudah

dikeluarkan.

Karena itu dalam kondisi seperti ini maka intervensi pemerintah akan

dilakukan, umumnya pemerintah akan menetapkan kebijakan upah minimum.

Tujuannya adalah melindungi produsen dari harga yang terlalu rendah dengan resiko

akan terjadi excess supply (kelebihan jumlah penawaran akibat kenaikan harga)

karena penetapan harga yang lebih tinggi dari harga pasar. Selanjutnya produsen

akan merespon dengan menaikan jumlah barang yang ditawarkan sedangkan

sebaliknya konsumen akan mengurangi jumlah barang yang diminta.

Konsekuensi dari penetapan kebijakan upah minimum adalah pemerintah

harus membeli kelebihan excess supply tersebut sehingga pemerintah berperan

sebagai pembeli agar kebijakan tersebut efektif. Termasuk di Kalimantan Tengah

tidak jarang pemerintah yang harus membeli hasil panen raya yang berkelimpahan

di pasar. Tentunya dalam membuat kebijakan pada sektor pertanian dalam rangka

pengentasan kemiskinan harus dilakukan secara hati-hati karena sektor pertanian

merupakan sektor yang cukup rentan bagi masyarakat pada umumnya yang memang

banyak menggantungkan hidup disana.


89

5.4 Implikasi hasil penelitian

Salah satu tujuan pembangunan nasional adalah meningkatkan kinerja

perekonomian agar mampu menciptakan lapangan kerja dan menata kehidupan yang

layak bagi seluruh rakyat yang pada gilirannya akan mewujudkan kesejahteraan

penduduk Indonesia. Salah satu sasaran pembangunan nasional adalah menurunkan

tingkat kemiskinan. Kemiskinan merupakan salah satu penyakit dalam ekonomi,

sehingga harus disembuhkan atau paling tidak dikurangi. Permasalahan kemiskinan

merupakan permasalahan yang kompleks dan bersifat multidimensional. Dibutuhkan

kebijakan pemerintah yang stategis dan komprehensif sehingga dapat mengatasi

masalah kemiskinan.

Diharapkan bahwa seluruh unsur baik pemerintah, pengusaha, serikat

pekerja/ serikat buruh terus dapat berkomitmen bersama dalam pelaksanaan upah

minimum kabupaten/ kota di Provinsi Kalimantan Tengah mengingat penetapan

upah minimum merupakan faktor yang paling signifikan mempengaruhi penurunan

tingkat kemiskinan. Penting juga pemerintah harus mempertimbangkan besaran upah

minimum provinsi dan lebih menggerakkan sektor formal juga.

Dari sisi pendapatan perkapita diperlukan sebuah instrument kebijakan yang

dapat digunakan untuk lebih tepat mengukur tingkat pendapatan masyarakat

dikarenakan hasil dari penelitian ini menunjukan pendapatan perkapita yang tinggi

di Provinsi Kalimantan Tengah tidak mampu menurunkan tingkat kemiskinan tetapi

justru meningkatkan kemiskinan.

Pengangguran dalam penelitian ini menggunakan data pengangguran

terbuka, yang mana di dalamnya terdapat golongan masyarakat yang sedang dalam

tahap menyiapkan usaha atau mendapat pekerjaan tetapi belum mulai bekerja yang
90

dimasukkan dalam golongan pengangguran. Sehingga pentingnya peningkatan

sektor informal untuk menekan jumlah penduduk miskin di kabupaten/kota di

Kalimantan Tengah. Menurunkan tingkat pengangguran terbuka kabupaten/kota di

Provinsi Kalimantan Tengah dengan cara: 1. Memberikan pendidikan dan latihan

kerja 2. Perluasan kesempatan kerja di dalam negeri dan ke luar negeri 3. Percepatan

industrialisasi di sektor perekonomian dan di daerah pedesaan, supaya menyerap

banyak tenaga kerja.

Pemerintah provinsi Kalimantan Tengah dari sisi belanja pemerintah harus

tetap secara konsisten merealisasikan dan memprioritaskan pengeluaran pemerintah

pada bidang pendidikan dan kesehatan selain itu juga tetap mempertahankan arah

kebijakan serta program-program yang sifatnya merupakan jaring pengaman sosial

bagi masyarakat di kabupaten/kota di Kalimantan Tengah secara luas sehingga

tingkat kemiskinan dapat terus turun.

Hasil penelitian ini menunjukan bahwa pengeluaran pemerintah pada sektor

pendidikan terbukti mampu menurunkan tingkat kemiskinan di Kalimantan Tengah

namun tetap perlu adanya kontrol dari pemerintah untuk dapat menjaga fungsi

belanja pendidikan agar tepat sasaran sehingga dalam pengalokasiannya bukan hanya

menambah anggaran setinggi-tingginya tetapi juga merencanakan dan

merealisasikan secara matang apa yang sesungguhnya menjadi kebutuhan

masyarakat Kalimantan Tengah.

Sektor pertanian tetap harus menjadi perhatian bersama dikarenakan sektor

pertanian merupakan sektor unggulan yang turut mempengaruhi tingkat kemiskinan

di Kalimantan Tengah. Banyak masyarakat Kalimantan Tengah yang masih

menggantungkan hidup di bidang pertanian sehingga kebijakan-kebijakan yang


91

berpihak terutama kepada petani rakyat juga harus ditingkatkan.

5.5 Keterbatasan Penelitian

Penelitian yang dilakukan memiliki keterbatasan, antara lain:

1. Penelitian ini hanya menggunakan variabel upah minimum, pengangguran

terbuka, pendapatan perkapita, belanja pendidikan, belanja kesehatan, dan

sektor pertanian padahal variabel yang mempengaruhi dimensi-dimensi dari

tingkat kemiskinan relatif banyak.

2. Pendapatan perkapita yang digunakan dalam penelitian ini tidak dapat

menggambarkan pendapatan riil masyarakat Kalimantan Tengah sehingga

perlu dilakukan penelitian selanjutnya menggunakan variabel lain yang lebih

mampu menggambarkan pendapatan masyarakat.

3. Tidak tersedianya data komponen Tingkat Pengangguran Terbuka seperti:

- Jumlah penduduk Kalimantan Tengah yang sedang mencari pekerjaan

- Jumlah penduduk Kalimantan Tengah yang sedang mempersiapkan usaha/

pekerjaan baru

- Jumlah penduduk Kalimantan Tengah yang tidak mencari pekerjaan karena

merasa tidak mungkin mendapat pekerjaan

- Jumlah penduduk Kalimantan Tengah yang telah memiliki pekerjaan tetapi

belum mulai bekerja.

Tidak tersedianya data ini menyebabkan Tingkat Pengangguran Terbuka di

Kalimantan Tengah menjadi tidak dapat dijelaskan secara lebih mendalam.

4. Tingkat pengangguran terbuka yang digunakan sebagai variabel dalam

penelitian ini kurang dapat mengukur pengangguran secara keseluruhan di

Kalimantan Tengah. Hal ini dikarenakan tingkat pengangguran terbuka hanya


92

mencerminkan kondisi pengangguran yang berada di perkotaan saja sedangkan

untuk di perdesaan juga terdapat pengangguran yang terselubung.

5. Sektor Pertanian yang dibahas di dalam penelitian ini menggunakan sektor

pertanian dalam arti luas yang meliputi Hortikultura, Kehutanan, Perikanan,

Perkebunan, Tanaman Pangan, Peternakan, Jasa Pertanian/ Perburuan. Seiring

berjalannya penelitian ini ditemukan fakta bahwa yang seharusnya akan

berpengaruh terhadap tingkat kemiskinan adalah sub sektor tertentu saja (diluar

perkebunan) sehingga masih perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk

mengetahui pengaruh sektor pertanian terhadap tingkat kemiskinan di Provinsi

Kalimantan Tengah.
BAB VI

PENUTUP

6.1 Kesimpulan

Berdasarkan pembahasan dan hasil analisis tentang pengaruh upah minimum,

pendapatan perkapita, tingkat pengangguran terbuka, pengeluaran pemerintah

bidang pendidikan, pengeluaran pemerintah bidang kesehatan dan sektor pertanian

terhadap tingkat kemiskinan di Provinsi Kalimantan Tengah tahun 2010-2019 yang

telah dilakukan, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :

1. Upah minimum, pendapatan perkapita, tingkat pengangguran terbuka,

pengeluaran pemerintah bidang pendidikan, pengeluaran pemerintah bidang

kesehatan dan sektor pertanian secara simultan (bersama-sama) berpengaruh

signifikan terhadap tingkat kemiskinan di Provinsi Kalimantan Tengah.

2. Upah minimum dan pengeluaran pemerintah bidang pendidikan berpengaruh

negatif dan signifikan terhadap tingkat kemiskinan di Provinsi Kalimantan

Tengah. Pendapatan perkapita dan sektor pertanian memiliki pengaruh positif

dan signifikan terhadap tingkat kemiskinan di Provinsi Kalimantan Tengah.

Sedangkan tingkat pengangguran terbuka dan pengeluaran pemerintah bidang

kesehatan tidak memiliki pengaruh signifikan terhadap tingkat kemiskinan di

Kalimantan Tengah.

3. Upah minimum merupakan faktor yang paling dominan mempengaruhi

kemiskinan di Provinsi Kalimantan Tengah.

93
94

6.2 Saran

Berdasarkan pembahasan dan hasil analisis tentang pengaruh upah minimum,

pendapatan perkapita, tingkat pengangguran terbuka, pengeluaran pemerintah

bidang pendidikan, pengeluaran pemerintah bidang kesehatan dan sektor pertanian

terhadap kemiskinan di Provinsi Kalimantan Tengah tahun 2010-2019 yang telah

dilakukan, maka peneliti memberikan beberapa saran-saran yang dapat

dipertimbangkan antara lain:

1. Seluruh unsur baik pemerintah, pengusaha, serikat pekerja/ serikat buruh

terus dapat berkomitmen bersama dalam pelaksanaan upah minimum

kabupaten/ kota di Provinsi Kalimantan Tengah mengingat penetapan upah

minimum merupakan salah satu faktor yang signifikan mempengaruhi

penurunan kemiskinan.

2. Pemerintah diharapkan mampu membuat kebijakan yang antisipatif

berkaitan dengan pengangguran terbuka di Kalimantan Tengah karena tidak

selamanya keberadaan pengangguran terbuka tidak berdampak signifikan

terhadap tingkat kemiskinan.

3. Intervensi pemerintah dalam berbagai kebijakan dan program sesuai amanat

konstitusi terutama memprioritaskan pada bidang pendidikan dan kesehatan,

serta memprioritaskan juga sektor yang menjadi unggulan di Kalimantan

Tengah yaitu sektor pertanian agar dapat ditingkatkan lagi sehingga tingkat

kemiskinan di Kalimantan Tengah tidak bertambah.


95

DAFTAR PUSTAKA

Adji, W., Suwerli, & Suratno. (2007). Ekonomi Jilid 2. Erlangga.


Alfian, Tan, M. G., & Soemardjan, S. (1980). Kemiskinan Struktural : Suatu Bunga
Rampai. Pulsar.
Anjari, A. ., & Nurhasanah, A. . (2012). Analisis Pengaruh Pdrb Per Kapita Dan
Tingkat Pengangguran Terbuka Terhadap Kemiskinan Di Provinsi Banten
Tahun 2010 – 2011. UIN Sjarif Hidayatullah.
Aprilia, R. D. (2016). Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi, Upah Minumum,
Pendidikan, dan Tingkat Pengangguran Terhadap Kemiskinan. Jurnal Ilmiah
Mahasiswa FEB Universitas Brawijaya.
Arsyad, L. (1999). Pengantar Perencanaan dan Pembangunan Ekonomi Daerah.
BPFE.
Arsyad, L. (2016). Ekonomi Pembangunan. UPP STIM YKPN.
Badan Pusat Statistik. (2019a). Keadaan Ketenagakerjaan Provinsi Kalimantan
Tengah Agustus 2019. BPS Provinsi Kalimantan Tengah.
Badan Pusat Statistik. (2019b). Produk Domestik Regional Bruto Provinsi
Kalimantan Tengah Menurut Lapangan Usaha 2015-2019. BPS Provinsi
Kalimantan Tengah.
Badan Pusat Statistik. (2020). Kalimantan Tengah Dalam Angka Tahun 2020. BPS
Provinsi Kalimantan Tengah.
Baruwadi, M. A. (2018). Pengaruh Pengeluaran Pemerintah Sektor Pendidikan dan
Kesehatan Terhadap Kemiskinan di Kabupaten/ Kota Provinsi Gorontalo.
Universitas Negeri Gorontalo.
Boediono. (1993). Ekonomi Makro, Seni Sinopsis Pengantar Ilmu Ekonomi. BPFE.
Cervantes-Godoy, D., & Dewbre, J. (2010). Economic Importance of Agriculture for
Poverty Reduction. OECD Food, Agriculture and Fisheries Working Papers,.
Demak, S. N. K., Masinambow, V. A. ., & Londa, A. T. (2020). Pengaruh Belanja
Pendidikan, Belanja Kesehatan, Belanja Modal, dan Inflasi Terhadap
Kemiskinan di Kota Manado. Jurnal Berkala Ilmiah Efisiensi, Volume 20.
Fadlillah, N., Sukiman, & Dewi, A. S. (2016). Analisis Pengaruh Pendapatan
Perkapita, Tingkat Pengangguran, IPM dan Pertumbuhan Penduduk Terhadap
Kemiskinan di Jawa Tengah Tahun 2009-2013. EKO-REGIONAL, 11.
Ginantie, B. (2016). Analisis Dampak Pertumbuhan Sektor Pertanian Terhadap
Kemiskinan Jawa Timur. Jurnal Ilmiah Mahasiswa FEB Universitas
Brawijaya.
Gujarati, D. N., & Porter, D. C. (2003). Ekonometrika Dasar. Erlangga.
Gujarati, D. N., & Porter, D. C. (2009). Dasar-Dasar Ekonometrika. Salemba Empat.
Hendra, R. (2010). Determinan Kemiskinan Absolut di Kabupaten/ Kota Provinsi
Sumatera Utara Tahun 2005-2007. Universitas Indonesia.
Iswati, Helmi, Syahni, R., & Maiyastri. (2014). Perbandingan Penduga Ordinary
96

Least Square (OLS) dan Generalized Least Square (GLS) Pada Model Regresi
Linier dengan Regresor Bersifat Stokastik dan Galat Model Berautokeralasi.
Jurnal Matematika UNAND.
Jhingan, M. L. (2000). Ekonomi Pembangunan dan Perencanaan. PT Raja Grafindo
Persada.
Kartasasmita, G. (1996). Pembangunan untuk Rakyat : Memadukan Pertumbuhan
dan Pemerataan. CIDES.
Kaufman, B. E. (2000). The Economic of Labor Markets (Fifth). The Dryden Press.
Kosmaryati, Handayani, C. A., Isfahani, R. N., & Widodo, E. (2019). Faktor-Faktor
yang Mempengaruhi Kriminalitas di Indonesia Tahun 2011-2016 dengan
Regresi Data Panel. Indonesian Journal of Applied Statistic, Volume 2 N.
Kuncoro, M. (1997). Ekonomi Pembangunan, Teori, Masalah Dan Kebijakan.
YPKN.
Kurniawati, A., Gunawan, B. T., & Indrasari, D. P. R. (2017). Dampak Upah
Minimum Terhadap Kemiskinan di Indonesia Tahun 2006-2014. Journal of
Research in Economics Management, Volume 17,.
Lanjouw. (2001). Poverty, Education and Health in Indonesia. Who Benefits From
Public Spending? World Bank Working Paper No 2379.
Mahmudi. (2007). Manajemen Kinerja Sektor Publik. UPP STIM YKPN.
Mangkoesoebroto. (1994). Kebijakan Publik di Indonesia Subtansi dan Urgensi. PT
Gramedia Pustaka Utama.
Marmujiono, S. P. (2014). Analisis faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat
kemiskinan dan strategi pengentasan kemiskinan di KAB. Brebes tahun 2009-
2011. Economics Development Analysis Journal UNNES.
Mukhtar, S., Saptono, A., & Arifin, A. S. (2019). The Analysis of The Effects of
Human Development Index and Opened Unemployment Levels to the Poverty
in Indonesia. Jurnal Ecoplan.
Nachrowi, D., & Usman, H. (2006). Pendekatan Populer dan Praktis Ekonometrika
untuk Analisis Ekonomi dan Keuangan. Universitas Indonesia.
Nanga, M. (2001). Makroekonomi : Teori, Masalah dan Kebijakan. PT Raja
Grafindo Persada.
Purnami, N. M. S., & Saskara, I. A. N. (2016). Analisis Pengaruh Pendidikan Dan
Kontribusi Sektor Pertanian Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Serta Jumlah
Penduduk Miskin Di Provinsi Bali Tahun 2004-2013. E-Jurnal Ekonomi
Pembangunan Universitas Udayana.
Richardson, H. W. (1991). Dasar-dasar Ilmu Ekonomi Regional. Lembaga Penerbit
FE UI.
Sajogyo. (1996). Garis Kemiskinan dan Kebutuhan Minimum Pangan. Aditya
Media.
Salqaura, S. S. (2020). Analisis Korelasi Sektor Pertanian Dengan Kemiskinan di
Provinsi Sumatera Utara. Jurnal Agristan.
Samuelson, P. A., & Nordhaus, W. D. (2004). Ilmu Makro Ekonomi. (Alih Bahasa
97

Gretta, Theresa T, Bosco C, Anna E). Media Global Edukasi.


Sharp, A. M., Register, C. A., & Leftwich, R. H. (1996). Economics of Social Issues.
Richard D. Irwin.
Sihombing, A. O., & Bangun, R. H. (2019). Analisis Korelasi Sektor Pertanian
Terhadap Tingkat Kemiskinan di Provinsi Sumatera Utara. Agrica (Jurnal
Agribisnis Sumatera Utara).
Simanjuntak, P. J. (1985). Pengantar Ekonomi Sumber Daya Manusia. Lembaga
Penerbit FE UI.
Soetrisno. (1984). Dasar-dasar Ilmu Keuangan Negara. BPFE.
Sudiarta, K., & Putra, I. B. W. (2015). Kebijakan Pemerintah Dalam Penetapan Upah
Minimum. Journal Ilmu Hukum, Vol. 03, N.
Sudiharta, P. S. P., & Sutrisna, K. (2014). Pengaruh PDRB Perkapita, Pendidikan,
dan Produktivitas Tenaga Kerja Terhadap Kemiskinan di Provinsi Bali. E-
Jurnal EP Unud, Vol. 3, No.
Sugiyono. (2014). Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif,
dan R&D. Alfabeta.
Sukirno, S. (2004). Pengantar Teori Makro Ekonomi. PT Raja Grafindo Persada.
Sukirno, S. (2006). Ekonomi Pembangunan: Proses, Masalah, dan Dasar Kebijakan.
Prenada Media Group.
Sukirno, S. (2012). Makro Ekonomi Teori Pengantar. PT Raja Grafindo Persada.
Sumarsono, S. (2009). Ekonomi Sumber Daya Manusia Teori dan Kebijakan Publik.
Graha Ilmu.
Sumarsono, S. (2013). Ekonomi Manajemen Sumber Daya Manusia dan
Ketenagakerjaan. Graha Ilmu.
Suryana. (2000). Ekonomi Pembangunan: Problematika serta Pendekatan. Salemba
Empat.
Tambunan, T. (2001). Perekonomian Indonesia Teori dan Temuan Empiris. Ghalia
Indonesia.
Todaro, M. P. (2003). Pembangunan Ekonomi di Dunia Ketiga. Erlangga.
Todaro, M. P., & Smith, S. C. (2006). Pembangunan Ekonomi. Erlangga.
Wahyudi. (2020). Pengeluaran Pemerintah dan Implikasinya Terhadap Pertumbuhan
Ekonomi dan Tingkat Kemiskinan di Indonesia. Prosiding Seminar Akademik
Tahunan Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan.
Widarjono, A. (2013). Ekonometrika: Pengantar dan Aplikasinya Disertai Panduan
Eviews. UPP STIM YKPN.
Widodo, A., Waridin, & Johanna Maria K. (2011). Analisis Pengaruh Pengeluaran
Pemerintah di Sektor Pendidikan dan Kesehatan Terhadap Pengentasan
Kemiskinan Melalui Peningkatan Pembangunan Manusia di Provinsi Jawa
Tengah. Jurnal Dinamika Ekonomi Pembangunan, Vol. 1.
Wongdesmiwati. (2009). Pertumbuhan Ekonomi dan Pengentasan Kemiskinan di
Indonesia Tahun 1990-2004. Jurnal Ekonomi Pembangunan.
98

LAMPIRAN 1

Common Effect Model

Dependent Variable: Y
Method: Panel Least Squares
Date: 05/31/22 Time: 16:54
Sample: 2010 2019
Periods included: 10
Cross-sections included: 14
Total panel (balanced) observations: 140

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

C 33.84130 6.560658 5.158218 0.0000


LOG(X1) -2.258814 0.654958 -3.448791 0.0008
LOG(X2) -0.938009 0.649586 -1.444011 0.1511
X3 -0.083574 0.075916 -1.100868 0.2729
LOG(X4) -0.360054 0.155645 -2.313301 0.0222
LOG(X5) 0.702373 0.258662 2.715411 0.0075
X6 0.002224 0.013728 0.161989 0.8716

R-squared 0.339681 Mean dependent var 5.943929


Adjusted R-squared 0.309892 S.D. dependent var 1.543906
S.E. of regression 1.282565 Akaike info criterion 3.384308
Sum squared resid 218.7815 Schwarz criterion 3.531390
Log likelihood -229.9016 Hannan-Quinn criter. 3.444078
F-statistic 11.40295 Durbin-Watson stat 0.172792
Prob(F-statistic) 0.000000
99

LAMPIRAN 2

Fixed Effect Model (GLS)

Dependent Variable: Y
Method: Panel EGLS (Cross-section weights)
Date: 05/31/22 Time: 16:57
Sample: 2010 2019
Periods included: 10
Cross-sections included: 14
Total panel (balanced) observations: 140
Linear estimation after one-step weighting matrix

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

C 40.96036 4.289867 9.548166 0.0000


LOG(X1) -2.846332 0.373100 -7.628865 0.0000
LOG(X2) 0.949902 0.501096 1.895650 0.0604
X3 -0.006662 0.026183 -0.254451 0.7996
LOG(X4) -0.078424 0.046831 -1.674610 0.0966
LOG(X5) 0.104714 0.109784 0.953813 0.3421
X6 0.077676 0.031822 2.440918 0.0161

Effects Specification

Cross-section fixed (dummy variables)

Weighted Statistics

R-squared 0.947062 Mean dependent var 7.128446


Adjusted R-squared 0.938680 S.D. dependent var 2.792200
S.E. of regression 0.453655 Sum squared resid 24.69630
F-statistic 112.9894 Durbin-Watson stat 1.288860
Prob(F-statistic) 0.000000

Unweighted Statistics

R-squared 0.920902 Mean dependent var 5.943929


Sum squared resid 26.20714 Durbin-Watson stat 1.129346
100

LAMPIRAN 3

Output Uji Chow/ Redundant

Redundant Fixed Effects Tests


Equation: Untitled
Test cross-section fixed effects

Effects Test Statistic d.f. Prob.

Cross-section F 69.441448 (13,120) 0.0000


Cross-section Chi-square 299.984675 13 0.0000

Cross-section fixed effects test equation:


Dependent Variable: Y
Method: Panel Least Squares
Date: 05/31/22 Time: 16:54
Sample: 2010 2019
Periods included: 10
Cross-sections included: 14
Total panel (balanced) observations: 140

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

C 33.84130 6.560658 5.158218 0.0000


LOG(X1) -2.258814 0.654958 -3.448791 0.0008
LOG(X2) -0.938009 0.649586 -1.444011 0.1511
X3 -0.083574 0.075916 -1.100868 0.2729
LOG(X4) -0.360054 0.155645 -2.313301 0.0222
LOG(X5) 0.702373 0.258662 2.715411 0.0075
X6 0.002224 0.013728 0.161989 0.8716

R-squared 0.339681 Mean dependent var 5.943929


Adjusted R-squared 0.309892 S.D. dependent var 1.543906
S.E. of regression 1.282565 Akaike info criterion 3.384308
Sum squared resid 218.7815 Schwarz criterion 3.531390
Log likelihood -229.9016 Hannan-Quinn criter. 3.444078
F-statistic 11.40295 Durbin-Watson stat 0.172792
Prob(F-statistic) 0.000000
101

LAMPIRAN 4

Random Effect Model

Dependent Variable: Y
Method: Panel EGLS (Cross-section random effects)
Date: 05/31/22 Time: 16:55
Sample: 2010 2019
Periods included: 10
Cross-sections included: 14
Total panel (balanced) observations: 140
Swamy and Arora estimator of component variances

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

C 39.80571 4.218670 9.435606 0.0000


LOG(X1) -2.440796 0.420682 -5.801994 0.0000
LOG(X2) 0.336179 0.569580 0.590223 0.5560
X3 -0.054278 0.032588 -1.665588 0.0981
LOG(X4) -0.087561 0.064798 -1.351290 0.1789
LOG(X5) 0.074348 0.153504 0.484339 0.6289
X6 0.025950 0.019755 1.313548 0.1913

Effects Specification
S.D. Rho

Cross-section random 0.742791 0.7206


Idiosyncratic random 0.462512 0.2794

Weighted Statistics

R-squared 0.717941 Mean dependent var 1.148338


Adjusted R-squared 0.705216 S.D. dependent var 0.929591
S.E. of regression 0.504712 Sum squared resid 33.87971
F-statistic 56.42195 Durbin-Watson stat 0.845725
Prob(F-statistic) 0.000000

Unweighted Statistics

R-squared 0.291983 Mean dependent var 5.943929


Sum squared resid 234.5848 Durbin-Watson stat 0.122143
102

LAMPIRAN 5

Outout Uji Hausman

Correlated Random Effects - Hausman Test


Equation: Untitled
Test cross-section random effects

Chi-Sq.
Test Summary Statistic Chi-Sq. d.f. Prob.

Cross-section random 31.377634 6 0.0000

Cross-section random effects test comparisons:

Variable Fixed Random Var(Diff.) Prob.

LOG(X1) -2.604136 -2.440796 0.038924 0.4077


LOG(X2) 0.955057 0.336179 0.126088 0.0814
X3 -0.053372 -0.054278 0.000022 0.8461
LOG(X4) -0.068788 -0.087561 0.000113 0.0779
LOG(X5) 0.019687 0.074348 0.002685 0.2915
X6 0.085829 0.025950 0.001845 0.1633

Cross-section random effects test equation:


Dependent Variable: Y
Method: Panel Least Squares
Date: 05/31/22 Time: 16:55
Sample: 2010 2019
Periods included: 10
Cross-sections included: 14
Total panel (balanced) observations: 140

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

C 39.29741 5.261217 7.469261 0.0000


LOG(X1) -2.604136 0.464648 -5.604538 0.0000
LOG(X2) 0.955057 0.671200 1.422911 0.1574
X3 -0.053372 0.032921 -1.621211 0.1076
LOG(X4) -0.068788 0.065667 -1.047516 0.2970
LOG(X5) 0.019687 0.162015 0.121513 0.9035
X6 0.085829 0.047280 1.815350 0.0720

Effects Specification

Cross-section fixed (dummy variables)

R-squared 0.922523 Mean dependent var 5.943929


Adjusted R-squared 0.910256 S.D. dependent var 1.543906
S.E. of regression 0.462512 Akaike info criterion 1.427275
Sum squared resid 25.67007 Schwarz criterion 1.847509
Log likelihood -79.90923 Hannan-Quinn criter. 1.598045
F-statistic 75.20288 Durbin-Watson stat 1.118640
Prob(F-statistic) 0.000000
103

LAMPIRAN 6
Persentase Penduduk Miskin (Y)

No. Kabupaten/ Kota TAHUN


2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019
1 Kotawaringin Barat 6,97 6,27 5,64 5,44 5,27 5,07 4,96 4,52 4,27 4,11
2 Kotawaringin Timur 8,37 8,22 6,91 6,85 6,67 6,42 6,32 6,24 6,21 5,90
3 Kapuas 7,11 5,82 6,11 6,19 6,12 6,03 5,70 5,32 5,20 5,09
4 Barito Selatan 8,57 7,07 7,26 6,26 6,13 5,07 4,58 4,44 4,55 4,39
5 Barito Utara 7,19 6,34 6,1 5,98 5,88 5,93 5,38 5,21 5,00 4,95
6 Sukamara 6,65 6,61 5,37 4,56 4,29 4,32 3,73 3,36 3,19 3,16
7 Lamandau 5,81 5,35 4,66 4,87 4,66 3,95 3,80 3,52 3,15 3,01
8 Seruyan 10,00 10,58 7,92 8,77 8,39 8,50 8,08 7,46 7,43 7,19
9 Katingan 7,56 6,65 6,1 6,55 6,42 6,53 6,23 5,78 5,22 5,02
10 Pulang Pisau 6,18 5,22 5,25 5,45 5,35 5,65 5,49 5,19 4,51 4,24
11 Gunung Mas 8,07 7,19 6,65 6,90 6,70 6,17 5,85 5,83 5,10 4,91
12 Barito Timur 10,51 9,89 8,53 8,83 8,55 8,41 7,64 7,17 6,56 6,32
13 Murung Raya 7,05 6,55 5,78 6,44 6,24 6,57 6,32 5,88 6,28 6,00
14 Palangkaraya 5,31 5,24 4,24 3,94 3,81 3,91 3,75 3,62 3,47 3,35
Kalimantan Tengah 7.52 6,77 6,19 6,23 6,07 5,94 5,66 5,37 5,17 4,98
104

LAMPIRAN 7
Upah Minimum Regional Per Bulan Menurut Kabupaten/ Kota Provinsi Kalimantan Tengah (X1)

No. Kabupaten/ Kota TAHUN


2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019
1 Kotawaringin Barat
986.590 1.154.310 1.396.715 1.676.058 1.843.664 2.028.030 2.204.120 2.391.470 2.599.767 2.808.528
2 Kotawaringin Timur
1.059.754 1.239.912 1.401.101 1.583.244 1.789.066 2.003.745 2.168.914 2.347.849 2.552.347 2.757.300
3 Kapuas
1.008.418 1.184.891 1.386.500 1.608.340 1.817.424 2.008.254 2.100.000 2.273.250 2.471.250 2.669.690
4 Barito Selatan
986.590 1.145.926 1.340.734 1.568.658 1.741.210 1.916.000 2.352.238 2.546.298 2.768.081 2.990.358
5 Barito Utara
1.029.153 1.183.526 1.361.055 1.606.044 1.895.132 2.198.353 2.165.895 2.606.351 2.724.654 3.048.352
6 Sukamara
1.002.778 1.158.208 1.361.668 1.568.658 1.775.689 2.113.069 2.208.854 2.418.695 2.629.363 2.845.234
7 Lamandau
986.590 1.134.580 1.327.459 1.678.238 1.929.973 2.026.472 2.232.804 2.418.695 2.622.434 2.884.667
8 Seruyan
986.590 1.134.580 1.327.459 1.553.127 1.723.970 2.062.784 2.200.950 2.392.528 2.590.046 2.839.997
9 Katingan
986.590 1.134.580 1.394.000 1.617.040 1.827.255 2.010.000 2.108.996 2.282.988 2.481.836 2.730.019
10 Pulang Pisau
986.590 1.134.580 1.327.459 1.553.127 1.723.970 1.896.367 2.136.600 2.312.869 2.514.319 2.716.218
11 Gunung Mas
986.590 1.134.580 1.327.459 1.553.127 1.723.970 1.896.367 2.057.558 2.263.314 2.460.448 2.706.493
12 Barito Timur
986.590 1.134.580 1.327.459 1.553.127 1.723.970 1.896.367 2.060.500 2.230.500 2.424.776 2.739.997
13 Murung Raya
986.590 1.134.580 1.327.459 1.553.127 1.723.970 1.896.367 2.497.716 2.497.716 2.715.267 2.940.634
14 Palangkaraya
1.045.007 1.212.208 1.442.528 1.731.034 1.938.758 2.190.797 2.129.431 2.300.552 2.500.930 2.701.755
Kalimantan Tengah
986.590 1.134.580 1.327.459 1.553.127 1.723.970 1.896.367 2.057.558 2.227.307 2.421.305 2.663.436
105

LAMPIRAN 8
PDRB Perkapita Atas Dasar Harga Berlaku Dalam Juta Rupiah (X2)

No. Kabupaten/ Kota TAHUN

2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019

1 Kotawaringin Barat 30,31 33,32 36,24 39,45 43,70 47,20 50,85 55,34 58,63 64,11

2 Kotawaringin Timur 25,79 29,14 31,40 34,52 36,92 40,58 44,98 50,19 53,82 59,66

3 Kapuas 18,04 20,43 22,66 25,02 27,82 30,91 34,19 38,33 42,59 46,32

4 Barito Selatan 21,64 25,05 26,94 29,16 31,23 33,66 36,68 40,21 43,81 46,54

5 Barito Utara 34,71 40,43 43,97 47,92 49,79 52,62 57,31 63,85 70,92 75,03

6 Sukamara 36,86 39,90 42,59 45,71 49,25 52,15 55,74 59,89 62,47 67,61

7 Lamandau 32,71 36,19 40,31 43,52 46,78 49,49 53,48 57,75 62,17 68,93

8 Seruyan 27,08 29,09 30,73 32,73 34,44 35,83 37,9 39,93 40,75 43,12

9 Katingan 19,96 22,44 25,07 27,76 30,92 34,19 37,63 41,17 44,88 48,37

10 Pulang Pisau 16,08 17,95 20,18 22,84 25,98 29,23 32,11 35,15 38,55 41,66

11 Gunung Mas 19,97 22,75 25,29 28,42 31,44 34,36 37,64 40,8 43,92 49,65

12 Barito Timur 32,60 37,44 39,25 41,41 43,19 44,85 48,12 52,59 57 61,73

13 Murung Raya 34,74 40,54 43,43 46,15 47,96 50,57 54,42 59,09 64,4 69,84

14 Palangkaraya 26,31 29,12 32,00 35,34 38,99 43,44 47,78 52,72 58,54 65,21
106

LAMPIRAN 9
Tingkat Penangguran Terbuka (X3)

No. Kabupaten/ Kota TAHUN


2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019
1 Kotawaringin Barat 2,05 2,82 2,30 3,65 2,66 3,25 2,24 2,17 3,01 2,62
2 Kotawaringin Timur 4,44 3,64 4,51 2,37 4,11 3,53 4,46 4,92 4,55 4,47
3 Kapuas 4,16 3,53 3,00 1,49 2,50 4,07 5,45 5,42 4,08 5,37
4 Barito Selatan 2,05 3,12 1,72 2,10 3,77 9,99 5,57 4,09 4,33 4,18
5 Barito Utara 1,00 0,72 1,65 2,93 3,34 4,78 5,30 5,19 4,34 3,92
6 Sukamara 0,27 1,17 0,31 1,83 1,67 4,68 4,96 4,83 4,39 4,90
7 Lamandau 1,24 3,33 0,92 1,64 2,61 5,00 1,81 1,35 2,42 2,34
8 Seruyan 2,94 1,97 3,99 4,52 4,40 4,64 4,87 4,79 4,40 4,49
9 Katingan 3,22 4,92 3,35 5,56 5,23 5,97 4,21 3,81 4,78 5,45
10 Pulang Pisau 3,55 5,05 2,52 2,30 4,28 3,29 1,89 1,62 2,15 1,74
11 Gunung Mas 3,35 2,00 4,31 2,88 1,20 2,70 1,31 1,17 2,19 2,64
12 Barito Timur 0,94 1,46 0,93 1,65 2,46 2,14 3,81 4,68 3,50 2,89
13 Murung Raya 0,71 0,63 1,49 3,45 1,13 6,33 3,52 2,78 3,37 3,07
14 Palangkaraya 7,48 9,01 6,40 5,03 3,36 6,30 7,41 7,26 5,81 5,78
107

LAMPIRAN 10
Realisasi Belanja Pemerintah Bidang Pendidikan (X4)

No. Kabupaten/ Kota TAHUN

2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019

1 Kotawaringin 138.225.945.973.00 157.711.262.622.98 189.386.425.442.04 194.793.164.450.00 248.650.522.254.00 339.632.980.000.00 516.722.846.898.80 289.022.237.881.08 279.313.793.472.36 319.365.201.619.33
Barat
2 Kotawaringin 212.592.476.509.00 236.089.117.900.00 297.149.396.583.00 323.345.479.300.00 339.388.904.100.00 336.213.825.980.00 470.175.856.802.93 408.950.741.413.23 429.699.323.012.13 475.795.477.414.70
Timur
3 Kapuas 264.334.667.849.00 332.374.579.466.00 374.257.096.862.00 438.112.124.000.00 462.907.940.449.00 50.843.538.000.00 528.849.862.048.88 495.009.704.776.27 487.168.523.192.25 559.155.042.660.00

4 Barito Selatan 128.367.475.941.00 149.016.876.341.00 190.779.431.457.05 228.190.433.857.63 252.106.970.653.00 32.861.028.189.00 232.557.063.217.00 238.340.214.383.99 240.038.552.859.00 256.305.921.582.13

5 Barito Utara 109.810.000.00 163.738.137.032.00 201.951.468.664.00 182.738.581.867.00 239.667.673.124.00 40.511.669.743.00 303.579.926.982.00 270.745.815.225.00 300.862.756.812.50 315.189.285.657.43

6 Sukamara 56.486.000.000.00 68.586.866.996.00 82.949.796.589.00 107.945.591.613.92 119.141.397.866.00 32.019.194.422.00 112.486.522.162.89 252.512.433.822.26 127.043.048.706.41 152.902.691.213.86

7 Lamandau 30.286.105.071.00 98.003.946.415.00 115.708.461.660.00 110.339.443.802.00 143.414.247.843.00 28.859.934.714.00 26.571.511.996.00 184.576.763.779.77 199.214.430.234.40 188.396.110.283.83

8 Seruyan 93.632.396.776.00 110.487.272.899.00 114.709.021.282.00 135.049.674.782.00 18.138.832.745.29 41.975.224.208.00 168.696.117.786.00 201.892.724.425.11 201.545.460.926.37 225.139.591.669.50

9 Katingan 152.424.202.558.00 193.035.667.270.00 180.786.227.129.00 232.273.676.522.00 276.527.630.421.00 66.856.612.631.00 286.588.519.498.00 284.321.531.727.58 286.751.730.186.70 291.068.959.968.45

10 Pulang Pisau 138.851.271.669.07 158.688.378.963.47 190.538.893.166.10 210.848.227.312.37 22.815.447.894.00 37.852.649.597.00 252.988.218.554.00 268.477.447.102.95 254.852.820.689.86 276.270.888.829.75

11 Gunung Mas 124.408.733.836.00 167.291.921.914.00 183.489.042.305.00 200.443.118.702.00 214.067.328.855.00 42.444.907.217.00 240.467.837.401.00 266.563.268.930.25 262.711.435.022.00 290.620.686.011.00

12 Barito Timur 115.817.021.674.00 144.354.646.318.00 158.390.075.518.00 168.656.504.590.00 213.029.836.856.00 18.679.303.271.00 17.109.939.266.00 196.330.171.428.89 193.490.874.551.64 217.665.563.607.24

13 Murung Raya 139.661.427.797.00 167.273.056.049.00 168.370.354.075.00 200.659.043.708.41 201.412.270.944.00 31.966.293.469.00 290.378.551.287.00 258.337.657.341.00 291.034.378.178.00 275.847.658.897.00

14 Palangkaraya 242.480.725.400.00 268.088.501.137.00 323.975.139.557.00 349.880.520.804.30 386.923.188.765.00 22.459.464.523.00 416.263.434.897.50 339.645.639.434.54 331.029.436.494.97 330.118.854.764.90
108

LAMPIRAN 11
Realisasi Belanja Pemerintah Bidang Kesehatan (X5)

No. Kabupaten/ Kota TAHUN

2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019

1 Kotawaringin 69.323.309.316.69 71.875.589.391.57 81.960.993.555.00 114.516.482.000.00 150.210.118.500.00 466.845.947.630.00 397.203.394.114.28 240.815.971.081.23 247.979.382.939.82 276.660.848.047.79
Barat
2 Kotawaringin 82.616.591.891.00 101.613.049.800.00 95.657.641.460.00 146.340.445.000.00 172.106.079.870.00 540.204.465.760.00 266.806.235.741.37 274.558.846.844.10 339.857.231.641.48 418.046.503.942.82
Timur
3 Kapuas 67.913.364.703.68 90.555.723.579.85 97.207.785.064.00 113.144.804.000.00 115.704.752.320.00 29.411.983.000.00 164.117.358.215.35 183.239.510.087.35 202.606.911.910.50 255.316.165.774.36

4 Barito Selatan 43.105.773.307.00 52.941.257.320.00 62.467.771.706.00 73.775.477.991.00 55.874.667.324.00 48.527.319.388.00 96.812.344.162.00 101.708.710.494.71 154.054.751.274.80 161.244.554.885.63

5 Barito Utara 15.050.746.082.00 56.130.994.667.00 67.609.550.444.00 76.905.483.198.00 81.578.907.514.00 52.418.413.925.00 161.631.825.774.00 166.188.236.491.00 172.944.217.436.00 245.210.083.503.00

6 Sukamara 28.810.000.000.00 30.156.347.141.40 42.894.689.311.00 50.549.410.799.77 50.609.717.539.00 32.389.936.935.00 64.268.592.584.48 130.698.616.497.98 73.641.812.060.61 101.887.618.482.35

7 Lamandau 30.286.105.071.00 36.462.021.148.00 36.035.861.050.00 41.717.641.259.00 57.292.065.784.00 37.381.548.480.00 14.418.730.226.26 76.836.720.374.94 88.373.839.941.97 98.789.831.213.55

8 Seruyan 33.695.026.414.00 38.217.039.742.00 44.098.492.046.00 47.623.224.976.88 70.172.928.700.25 51.975.287.511.00 80.454.463.570.73 120.073.448.428.98 111.622.508.169.43 158.041.826.350.87

9 Katingan 38.052.843.042.78 38.432.956.526.00 42.889.581.604.00 51.624.642.764.00 79.755.961.895.00 46.115.791.844.00 98.826.169.588.56 103.856.066.411.70 120.821.759.186.36 160.969.169.309.44

10 Pulang Pisau 29.068.539.545.00 36.706.363.627.88 37.158.551.853.08 48.765.110.938.80 39.593.849.948.00 33.074.053.443.00 86.012.026.255.24 79.053.371.283.64 95.432.035.606.96 105.440.231.375.60

11 Gunung Mas 35.472.524.538.00 40.457.271.427.00 44.898.964.199.00 61.213.192.750.00 67.460.711.633.00 42.895.414.236.00 84.102.879.439.01 118.366.583.003.61 120.239.826.140.55 129.209.655.147.45

12 Barito Timur 37.037.695.807.00 43.133.479.989.00 43.305.998.534.00 53.113.871.400.00 59.768.404.713.00 42.911.366.818.00 13.604.571.117.50 80.796.031.705.04 97.660.811.784.12 115.502.581.239.81

13 Murung Raya 42.615.224.212.00 53.824.949.737.00 53.226.546.213.00 68.084.859.746.87 74.985.642.420.00 43.924.080.346.00 113.762.582.018.00 145.821.455.148.00 161.864.550.769.70 163.980.344.875.50

14 Palangkaraya 30.743.481.233.00 30.432.401.804.00 38.597.128.117.00 42.689.351.745.00 52.599.177.958.00 27.309.325.012.00 77.602.468.887.70 101.882.277.980.00 104.126.891.141.31 109.884.773.405.41
109

LAMPIRAN 12
Share Pertanian (X6)

No. Kabupaten/ Kota TAHUN


2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019
1 Kotawaringin Barat 30,01 30,15 29,8 28,32 27,7 26,3 25,88 25,75 24,88 23,9
2 Kotawaringin Timur 24,25 24,55 24,02 22,31 23,17 22,45 22,3 21,32 20,81 19,71
3 Kapuas 32,67 31,9 31,35 31,1 29,71 29,49 27,37 26,25 25,23 25,4
4 Barito Selatan 21,09 19,94 20,27 20,26 20,54 20,62 19,59 18,83 18,25 18,44
5 Barito Utara 12,40 11,27 10,88 10,92 11,79 12,43 12,16 11,45 10,58 10,31
6 Sukamara 34,57 34,55 34,37 34,33 34,31 33,03 32,28 31,73 30,67 30,38
7 Lamandau 32,05 31,45 30,87 29,68 30,94 30,87 31,01 30,49 29,6 28,64
8 Seruyan 38,03 38,28 38,57 38,77 38,3 36,86 36,44 35,81 35,09 35,01
9 Katingan 29,24 29,64 29,35 30,04 29,82 28,57 27,91 26,56 25,89 25,84
10 Pulang Pisau 40,21 39,83 40,15 39,97 39,66 39,13 37,16 37,12 36,36 35,78
11 Gunung Mas 34,77 34,75 33,95 33,89 34,61 33,31 32,31 31,64 29,84 28,97
12 Barito Timur 22,64 21,61 20,75 19,97 19,58 19,81 19,03 18,47 17,34 17,29
13 Murung Raya 14,19 12,88 12,39 12,11 12,29 12,62 12,02 11,41 10,43 10,07
14 Palangkaraya 3,19 2,99 2,93 2,91 2,91 2,84 2,74 2,54 2,45 2,45

Anda mungkin juga menyukai