Anda di halaman 1dari 128

SEMINAR HASIL

Hari/tanggal: SELASA/12-Oktober-2021

WAKTU : 10.00 WITA-selesai

HALAMAN JUDUL

FAKTOR- FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN


DIABETES MELITUS TIPE 2 PADA MASYARAKAT DI WILAYAH
KERJA PUSKESMAS MAABODO KECAMATAN KONTUNAGA
KABUPATEN MUNA PADA
TAHUN 2020

HASIL PENELITIAN

Oleh :
YULIAS CANTIKA
J1A116165

JURUSAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT


FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS HALU OLEO
KENDARI
2020
HALAMAN PESERTUJUAN

HASIL PENELITIAN

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN


DIABETES MELITUS TIPE 2 PADA MASYARAKAT DI WILAYAH
KERJA PUSKESMAS MAABODO KECAMATAN KONTUNAGA
KABUPATEN MUNA TAHUN 2020

Disusun dan Diajukan Oleh:

YULIAS CANTIKA
J1A116165

Telah Disetujui Oleh:

Pembimbing l Pembimbing ll

Prof.Dr.H.Ruslan Majid, M.Kes


Nip.19610109 199003 1 003

KATA PENGANTAR

Tiada kata yang paling pantas diucapkan selain rasa syukur atas

segala nikmat dan hidayah yang diberikan oleh Allah Subhanahu Wa

Ta'ala sehingga penelitian ini dapat terselesaikan dengan baik. Penelitian ini

berjudul “Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kejadian Diabetes

ii
Melitus Tipe 2 Pada Masyarakat di Wilayah Kerja Puskesmas Maabodo

Kecamatan Kontunaga Kabupaten Muna pada Tahun 2020” yang disusun

untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Kesehatan

Masyarakat Jurusan Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat

Universitas Halu Oleo Kendari.

Ucapan terima kasih yang sangat mendalam kepada kedua orang tua

penulis, Ibunda tercinta H a r i a n t i yang dengan sabar, tanpa rasa lelah

merawat dan membesarkan, serta membimbing penulis hingga sekarang,

selalu memberi restu, nasehat, dukungan moril dan batin, yang selalu berdoa

yang terbaik untuk penulis. Ayahanda tercinta La Mindaha, yang telah

membesarkan penulis seperti sekarang ini. Sungguh, rasa cinta dan sayang

yang sangat besar kepada ibu dan ayah, kedua orang tua yang sangat berarti

dan sangat penting di dalam hidup penulis. Serta ucapan terima kasih kepada

adik saya Kiki Widia Sari, Almu Jabar, Dan Suci Rahma yang selalu

memberi semangat dan saran-saran yang membangun.

Penulis menyadari sepenuhnya dalam penyusunan penelitian ini,

penulis senantiasa mendapat bimbingan, petunjuk dan doa dari berbagai

pihak sehingga penelitian ini dapat terselesaikan. Oleh karena itu, penulis

mengucapkan terima kasih yang setulus-tulusnya, dan penghormatan yang

setinggi-tingginya kepada Bapak Dr.H . R u s l a n M a j i d ., M.Kes selaku

pembimbing I dan Bapak Farit Rezal, S.KM., M.P.H selaku pembimbing II

yang telah memberikan bimbingan, arahan, dan berbagi ilmu serta waktu

yang diberikan untuk membimbing penulis hingga penelitian ini dapat

iii
terselesaikan, Ucapan terima kasih kepada Tim penguji Bapak Jumakil,

S.KM., M.P.H, Ibu Fithria, S.KM., MHS, dan Pak Putu Eka Meiyana

Erawan, S.KM., M.P.H yang selalu sabar dalam menguji dan memberi saran

yang bermanfaat dalam penelitian ini.

Ucapan terima kasih yang tak terhingga pula penulis tujukan kepada

pihak-pihak yang secara langsung maupun tidak langsung memberikan

bantuan kepada penulis, terutama kepada :

1. Rektor Universitas Halu Oleo Kendari

2. Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Halu Oleo Kendari

3. Ketua Jurusan Kesehatan Masyarakat Universitas Halu Oleo

Kendari Ketua Program Studi Ilmu Kesehatan Masyarakat

Universitas Halu Oleo Kendari

4. Segenap dosen pengajar lingkup Fakultas Kesehatan Masyarakat

yang dengan sepenuh hati memberikan pengetahuan selama proses

perkuliahan serta motivasi untuk terus menuntut ilmu

5. Staf dalam lingkup Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas

Halu Oleo, terima kasih telah membantu peneliti selama

pengurusan administrasi

6. Kepala Puskesmas Maabodo beserta seluruh tenaga kesehatan

yang telah banyak membantu dalam proses penelitian.

7. Teman-teman angkatan 2016, kakak-kakak angkatan 2013-2015,

dan adik- adik angkatan 2017-2019 FKM UHO

8. Kepada rekan-rekan yang tidak dapat disebutkan namanya satu

iv
persatu terima kasih atas semua bantuan dan motivasi yang telah

diberikan terkhusus Peminatan Promkes 2016.

Penulis menyadari bahwa dalam penelitian ini masih jauh dari

kesempurnaan karena kesempurnaan yang dimana hanya Tuhan lah

yang Memiliki kesempurnaan. Untuk itu, kritik dan saran yang sifatnya

membangun sangat penulis harapkan. Semoga penelitian ini

bermanfaat bagi pengembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi,

Bangsa, Negara dan Agama.

Kendari, Oktober 2021

Penulis

HALAMAN PESERTUJUAN

HASIL PENELITIAN
FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN
DIABETES MELITUS TIPE 2 PADA MASYARAKAT DI WILAYAH
KERJA PUSKESMAS MAABODO KECAMATAN KONTUNAGA
KABUPATEN MUNA PADA TAHUN 2020

v
Disusun dan Diajukan Oleh:

YULIAS CANTIKA
J1A116165

Telah Disetujui Oleh:

Pembimbing l Pembimbing ll

Prof.Dr.H.Ruslan Majid, M.Kes


Nip.19610109 199003 1 003

vi
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL...............................................................................................i
KATA PENGANTAR..........................................................................................iii
HALAMAN PESERTUJUAN.............................................................................vi
DAFTAR ISI..........................................................................................................ii
DAFTAR TABEL.................................................................................................iv
DAFTAR GAMBAR.............................................................................................vi
DAFTAR LAMPIRAN........................................................................................vii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang.............................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah........................................................................................6
1.3 Tujuan Penelitian..........................................................................................6
1.4 Manfaat Penelitian........................................................................................7
1.5 Ruang Lingkup Penelitian............................................................................8
1.6 Organisasi/Sistematika.................................................................................9
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tinjauan Umum Diabete Melitus Tipe 2....................................................10
2.2 Tinjauan Umum Tentang Aktifitas Fisik...................................................32
2.3 Tinjauan Umum Riwayat Keluarga............................................................35
2.4 Tinjauan Umum Tentang Pola Makan........................................................38
2.5 Tinjauan UmumTentang Faktor risiko kejadian Diabtes Melitus Tipe 2....41
2.6 Kerangka Teori...........................................................................................52
2.7 Kerangka Konsep.......................................................................................53
2.8 Hipotesis.....................................................................................................54
BAB III METODE PENELITIAN
3.1 Jenis dan Rancangan Penelitian.................................................................56
3.2 Waktu dan Tempat Penelitian....................................................................56
3.3 Populasi,Sampel dan Kriteria Sampel........................................................56
3.4 Variabel Penelitian.....................................................................................57

ii
3.5 Instrument Penelitian..................................................................................57
3.6 Definisi Operasional dan Kriteria Obyektif...............................................58
3.7 Jenis Data Penelitian..................................................................................60
3.8 Pengolahan, Analisis dan Penyajian Data..................................................60
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Gambaran Lokasi Penelitian......................................................................63
4.2 Hasil Penelitian..........................................................................................65
4.3 Pembahasan................................................................................................75
BAB V PENUTUP
5.1 Kesimpulan.................................................................................................87
5.2 Saran...........................................................................................................87
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................89
LAMPIRAN..........................................................................................................94

iii
DAFTAR TABEL

Halama
No. Judul Tabel
n
Kriteria Diagnosis Diabetes Melitus Tipe 2………...
2.1 24
………….
Kategori Indeks Masa
2.2 42
Tubuh.......................................................
Kategori Lingkar
2.3 43
Perut................................................................
Klasifikasi Tekanan
2.4 51
Darah...........................................................
Distribusi Responden Menurut Umur Responden Di Wilayah
Kerja Puskesmas Maabodo Kecamatan Kontunaga Kabupaten
4.1 65
Muna Tahun
2020.......................................................................
Distribusi Responden Menurut Jenis Kelamin Di Wilayah
Kerja Puskesmas Maabodo Kecamatan Kontunaga Kabupaten
4.2 66
Muna Tahun
2020.................................................................................
Distribusi Responden Menurut Pendidikan Terakhir Di
Wilayah Kerja Puskesmas Maabodo Kecamatan Kontunaga
4.3 66
Kabupaten Muna Tahun
2020.......................................................................
Distribusi Responden Menurut Jenis Pekerjaan Di Wilayah
Kerja Puskesmas Maabodo Kecamatan Kontunaga Kabupaten
4.4 67
Muna Tahun
2020.......................................................................
Distribusi Responden Menurut Status Diaebetes Mellitus Di
Wilayah Kerja Puskesmas Maabodo Kecamatan Kontunaga
4.5 67
Kabupaten Muna Tahun
2020......................................................
Distribusi Responden Menurut Status Hipertensi Di Wilayah
Kerja Puskesmas Maabodo Kecamatan Kontunaga Kabupaten
4.6 68
Muna Tahun
2020.......................................................................
4.7 Distribusi Responden Menurut Riwayat Keluarga Di Wilayah 69
Kerja Puskesmas Maabodo Kecamatan Kontunaga Kabupaten

iv
Muna Tahun
2020.......................................................................
Distribusi Responden Menurut Pola Makan Di Wilayah Kerja
Puskesmas Maabodo Kecamatan Kontunaga Kabupaten
4.8 69
Muna Tahun
2020.................................................................................
Distribusi Responden Menurut Aktivitas fisik Di Wilayah
Kerja Puskesmas Maabodo Kecamatan Kontunaga Kabupaten
4.9 70
Muna Tahun
2020...............................................................................
Distribusi Hubungan Antara Hipertensi Dengan Kejadian
Diabetes Melitus Tipe 2 Di Wilayah Kerja Puskesmas
4.10 Maabodo Kecamatan Watopute Kabupaten Muna Tahun 71
2020...........................................................................................
.
Distribusi Hubungan Antara Riwayat Keluarga Dengan
Kejadian Diabetes Melitus Tipe 2 Di Wilayah Kerja
Puskesmas Maabodo Kecamatan Watopute Kabupaten Muna
4.11 72
Tahun
2020...........................................................................................
.
Distribusi Hubungan Antara Pola Makan Dengan Kejadian
Diabetes Melitus Tipe 2 Di Wilayah Kerja Puskesmas
4.12 Maabodo Kecamatan Watopute Kabupaten Muna Tahun 73
2020...........................................................................................
.
Distribusi Hubungan Antara Aktifitas Fisik Dengan Kejadian
Diabetes Melitus Tipe 2 Di Wilayah Kerja Puskesmas
4.13 Maabodo Kecamatan Watopute Kabupaten Muna Tahun 74
2020...........................................................................................
.

v
DAFTAR GAMBAR

No. Judul Gambar Halaman

Kerangka
2.1 52
Teori………………………………………………

2.2 Kerangka Konsep…………………………………………… 53

vi
DAFTAR LAMPIRAN

No. Judul Lampiran Halaman

Kuesioner
1 95
Penelitian.....................................................................

Output
2 103
SPSS………………………………………………….....

Master Tabel SPSS


3 110
……………………………………………..

Dokumentasi
4 116
Penelitian………………………………………....

vii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Di negara berkembang, saat ini telah terjadi pergeseran penyebab kematian

utama, dari penyakit menular kepenyakit tidak menular dan dari penyakit infeksi

ke penyakit degeneratif. Penyakit degeneratif merupakan penyakit kronik

menahun yang banyak mempengaruhi kualitas hidup serta produktivitas

seseorang, dimana progresifitas penyakit akan bertambah seiring bertambahnya

usia si penderita. Ada empat jenis utama penyakit tidak menular yaitu penyakit

kardiovaskular, kanker, penyakit pernapasan dan diabetes. Empat kelompok

penyakit ini mencakup lebih dari 80% dari semua kematian PTM. Diabetes

merupakan salah satu penyakit tidak menular dengan jumlah kasus 1,6 juta setiap

tahunnya (International Diabetes Federation, 2016; WHO, 2018).

Menurut survei yang dilakukan WHO, perkiraan penderita DM di Indonesia

pada tahun 2014 diperkirakan mencapai 10 juta, pada tahun 2015 DM berada pada

posisi ke-6 dari 10 penyakit yang paling banyak menyebabkan kematian di dunia.

DM membunuh 1,6 juta orang di tahun 2015, naik dari tahun 2000 yang hanya

menewaskan kurang dari 1 juta orang. Peningkatan kasus DM telah menjadi

masalah serius kesehatan masyarakat yang disebabkan oleh faktor risiko

diantaranya adalah gaya hidup, mengkonsumsi makanan siap saji, faktor polusi,

kurang beraktivitas, merokok, minum-minuman beralkohol dan hal lainnya

(WHO,2015).

1
2

Diabetes merupakan salah satu dari empat prioritas dari empat penyakit

yang tidak menular. Karena diabetes penyebab utama untuk kebutaan, serangan

jantung, stroke, gagal ginjal dan amputasi. Penyakit diabetes setiap tahunnya

meningkat (WHO, 2015). Diabetes merupakan sekelompok penyakit metabolik

ditandai adanya hiperglikemia yang dihasilkan dari cacat dalam sekresi insulin

maupun aksi insulin. Hiperglikemia kronik diabetes juga terkait akan kerusakan

jangka panjang, disfungsi dan kegagalan organ terutama ada organ ginjal, saraf,

jantng, mata, dan pembulu darah (American Diabetes Association, 2014).

Adapun upaya pencegahan dini yang dapat dilakukan dengan beberapa cara

yaitu : 1. Menerapkan pola makan sehat dengan membatasi konsumsi makanan

dan minum yang tinggi gula,kalori dan lemak seperti makanan olahan, kue, es

krim dan makanan cepat saji. Asupan gula perhari 40 gr atau 9 sendok teh.

Sebagai ganti perbanyak konsumsi buah, sayuran, kacang dan biji bijian yang

banyak mengandung serat dan karbohidrat komplek, susu,yogurt dan minum air

putih dan mengurangi porsi makan dan sarapan pagi sangat penting. 2. Menjalani

olah raga secara rutin. Olah raga rutin dapat membantu tubuh menggunakan

insulin dengan lebih efektif 30 menit setiap hari. 3. Menjaga berat badan ideal.

Berat badan ideal ditentukan oleh kalkulator BMI (Body Mass index ) Jika

melebihi batas normal berarti obesitas.berat badan ideal dengan mengimbangi

olah raga dengan pola makan yang sehat selain itu menurunkan berat badan bila

sudah obesitas. 4. Mengelola stress dengan baik. Stres yang tidak dikelola dengan

baik dapat meningkatkan resiko terkena diabetes melitus, karena saat mengalami
3

stres tubuh akan mengeluarkan hormon stres (kortisol) yang dapat meningkatkan

kadar gula dalam darah.Stres cenderung mudah lapar dan melampiaskan pada

makanan atau gemil berlebihan. 5. Melakukan pengecekan gula darah secara

rutin. Tes gula darah dengan berpuasa 10 jam. Tes dini untuk mencek gula darah

satu tahun sekali. Bila beresiko tinggi misalnya umur 40 tahun keatas, memiliki

riwayat penyakit jantung,stroke,obesitas, anggota keluarga diabetes melitus

mengecekan sesering mungkin. Disamping itu menghilangkan kebiasaan tidak

sehat seperti berhenti merokok, meminum alkohol dan tidur cukup 7 jam dalam

sehari (Harmawati, 2020)

Menurut International Diabetes Federation (IDF) setiap tahun terjadi

peningkatan kasus dengan sebagian besar tergolong diabetes meltius tipe 2 yaitu

90% dari seluruh penyandang DM. Data yang dihimpun dari IDF, menunjukkan

bahwa jumlah penderita DM pada tahun 2013 sebesar 382 juta kasus, 387 juta

pada tahun 2014 dan meningkat menjadi 415 juta pada tahun 2015. Indonesia

menempati peringkat ke tujuh di dunia untuk prevalensi penderita diabetes

tertinggi di dunia bersama China, India, Amerika Serikat, Brazil, Rusia dan

Meksiko dengan jumlah estimasi orang dengan DM sebanyak 10 juta jiwa (IDF

atlas, 2015).

Data terbaru dari IDF Atlas tahun 2017 menunjukkan bahwa Indonesia

merupakan salah satu negara dengan jumlah penderita DM terbanyak. Indonesia

menduduki peringkat ke-7 dari 10 negara didunia dengan jumlah DM di Indonesia

sebanyak 10,3 juta orang pada usia 18-99 tahun dan sebanyak 10 juta orang pada

usia 20-79 tahun ( IDF, 2017 ).


4

Data Penyakit Tidak Menular (PTM) dalam Riskesdas 2018 meliputi : (1)

asma; (2) kanker; (3) stroke; (4) batu ginjal; (5) gagal ginjal kronis; (6) penyakit

sendi/rematik; (7) DM; (8) penyakit jantung; (9) hipertensi; (11) obesitas. Data

penyakit DM ditanyakan pada responden umur ≥15 tahun (Kementerian

Kesehatan RI, 2018).

Hasil Riset Kesehatan Dasar tahun 2018 menunjukkan kenaikan prevalensi

penyakit Diabetes Melitus menurut provinsi di Indonesia berdasarkan diagnosa

Dokter yaitu menjadi 2,0%. Dengan prevalensi tertinggi di Provinsi DKI Jakarta

(3,4%) dan terendah di Provinsi Nusa Tenggara Timur (0,9%), sedangkan untuk

Provinsi Sulawesi Tenggara yaitu sebesar 1,3% (Kementerian Kesehatan RI,

2018).

Hasil Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) diabetes melitus menyumbang

kematian nomor dua diperkotaan yaitu sebanyak 10,6% dan menduduki nomor

sepuluh dipedesaan yaitu sebanyak 11,2% pada usia 15-64 tahun. Suatu jumlah

yang sangat besar dan merupakan beban yang sangat berat penyakit DM untuk

ditangani sendiri oleh tenaga kesehatan (Riskesdas, 2018).

Data Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Tenggara tahun 2018 menunjukkan

bahwa penyakit Diabetes Melitus berada pada urutan ke-7 dari 10 pemyakit

tertinggi di Sulawesi Tenggara tahun 2018 setelah ISPA bukan Pneumonia yaitu

sebanyak 59,739 kasus, Hipertensi sebanyak 22,517 kasus, Diare sebanyak 14,107

kasus, tersangka TBC Paru sebanyak 4,687, Kesehatan lalu Lintas sebanyak
5

4,595, Influenza sebanyak 4,295 kasus, dan DM sebanyak 3,710 kasus (Dinas

Kessehatan Provinsi Sulawesi Tenggara, 2019).

Data Dinas Kesehatan Kabupaten Muna tahun 2018 menunjukkan bahwa

jumlah penderita Diabetes Melitus Sebanyak 402 kasus (Dinas Kesehatan

Kabupaten Muna, 2019).

Salah satu Puskesmas dengan kejadian Diabetes Melitus cukup tinggi di

Kabupaten  Muna  adalah  Puskesmas Maabodo. Wilayah kerja Puskesmas

Maabodo terdiri dari atas 5 desa yaitu Liabalano, Maabodo, Bungi, Masalili, dan

Kontunaga. Berdasarkan data profil Puskesmas Maabodo jumlah penderita

Diabetes Melitus pada setiap tahunnya meningkat (Puskesmas Maabodo).

Diabetes kini juga menjadi ancaman bagi orang-orang yang tinggal di desa.

Direktur Institut Diabetes Indonesia (INDINA), Prof. Dr. dr. Sidartawan

Soegondo, SpPd-KEMD,FACE mengatakan bahwa di era modern ini juga

membuat orang yang tinggal di desa rentan terkena diabetes. Masyarakat di desa

yang awalnya mau ke sawah jalan kaki, sekarang naik sepeda motor. Makan tetap

banyak, tetapi aktivitas fisik semakin berkurang. Orang yang tinggal di perkotaan

justru mulai sadar dengan gaya hidup sehat. Apalagi, di kota tersedia sarana

olahraga seperti Gym dan mulai banyak pilihan makanan sehat. Direktur Program

CISDI (Center for Indonesia’s Development Initiatives) melalui tim pencerah

nusantara, Anindita sitepu menceritakan bahwa di jawa timur sejumlah

masyarakat memiliki kebiasaan minum kopi ditambah dengan gula serta susu

kental manis, dan bisa minum hingga 10 cangkir per hari (Kompas.com, 2016) .
6

Berdasarkan data diabetes melitus di lapangan puskesmas maabodo, dari data

yang didapatkan yaitu data kunjungan 2017 jumlah 16 orang, 2018 jumlah 28

orang, dan 2019 jumlah 24 orang, kondisi umum pasien DM ini memiliki kadar

gula yang tinggi didalam darah dan setiap tahunnya terus meningkat. Dalam

pemeriksaan gula darah penderita DM ini rutin setiap bulannya serta

pengobatannya dengan keluhan, pasien DM ini yaitu buang air kecil yang sering,

pandangan buram, mudah lelah serta pasien susah tidur. Pada penyakit DM data

yang diperoleh menujukkam adanya peningkatan jumlah penderita DM baik

secara Global, Nasional, maupun didaerah, khususnya di Puskesmas Maabodo.

Sehingga peneliti ingin menjelaskan “Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan

Kejadian Diabetes Melitus Tipe 2 Pada Masyarakat Di Wilayah Kerja Puskesmas

Maabodo Kecamatan Kontunaga Kabupaten Muna Pada Tahun 2020”.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di rumuskan masalah penelitian yaitu

“Bagaimana Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kejadian Diabetes Melitus

Tipe 2 Pada Masyarakat Di Wilayah Kerja Puskesmas Maabodo Kecamatan

Kontunaga Kabupaten Muna Pada Tahun 2020?”

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mengetahui Faktor-Faktor

yang Berhubungan dengan Kejadian Diabetes Melitus Tipe 2 Pada Masyarakat Di


7

Wilayah Kerja Puskesmas Maabodo Kecamatan Kontunaga Kabupaten Muna

Pada Tahun 2020.

1.3.2 Tujuan Khusus

Adapun tujuan khusus penelitian ini adalah :

1. Untuk mengetahui hubungan hipertensi dengan kejadian diabetes melitus

tipe 2 pada masyarakat di wilayah kerja Puskesmas Maabodo Kecamatan

Kontunaga Kabupaten Muna Pada Tahun 2020.

2. Untuk mengetahui hubungan aktivitas fisik dengan kejadian diabetes

melitus tipe 2 pada masyarakat di wilayah kerja Puskesmas Maabodo

Kecamatan Kontunaga Kabupaten Muna Pada Tahun 2020.

3. Untuk mengetahui hubungan riwayat keluarga dengan kejadian diabetes

melitus tipe 2 pada masyarakat di wilayah kerja Puskesmas Maabodo

Kecamatan Kontunaga Kabupaten Muna Pada Tahun 2020.

4. Untuk mengetahui hubungan pola makan dengan kejadian Diabetes

Melitus tipe 2 pada masyarakat di wilayah kerja Puskesmas Maabodo

Kecamatan Kontunaga Kabupaten Muna Pada Tahun 2020.

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Manfaat Praktis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan wawasan serta sumbangan

pemikiran dalam pengembangan ilmu pengetahuan dibidang kesehatan,

khususnya mengenai faktor hipertensi, aktivitas fisik, riwayat keluarga, pola

makan dan hipertensi terhadap kejadian Diabetes Melitus Tipe 2 Pada Masyarakat
8

Di Wilayah Kerja Puskesmas Maabodo Kecamatan Kontunaga Kabupaten Muna

pada tahun 2020.

1.4.2 Manfaat Bagi Keluarga

Dengan adanya peneltian ini, diharapkan keluarga dapat mengetahui

perannya dalam peningkatan kualitas hidup masyarakat melalui dukungan yang

diberikan.

1.4.3 Manfaat Bagi Masyarakat

Dengan adanya penelitian ini, diharapkan masyarakat yang mengalami

diabetes melitus mendapatkan dukungan akan termotivasi untuk merubah perilaku

untuk menjalani gaya hidup sehat secara optimal sehingga dapat meningkatkan

status kesehatan dan kualitas hidupnya.

1.4.4 Manfaat Bagi Peneliti

Penelitian ini merupakanmanfaat bagi peneliti sebagai langkah menambah

pengalaman dan wawasan dalam penelitian ilmiah sehingga dapat lebih

memahami terkait penyakit Diabetes Melitus tipe 2 dan besaran faktor yang

mempengaruhi..

1.5 Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan

dengan kejadian diabetes melitus tipe 2 pada masyarakat di wilayah Kerja

Puskesmas Maabodo Kecamatan Kontunaga Kabupaten Muna Pada Tahun 2020.

Ruang lingkup penelitian ini aktivitas fisik, riwayat keluarga, pola makan dan
9

hipertensi. Objek penelitian ini dibatasi hanya pada masyarakat yang melakukan

kunjungan di wilayah kerja Puskesmas Maabodo dengan usia ≥ 30 tahun.

1.6 Organisasi/Sistematika

Proposal penelitian ini berjudul “Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan

Kejadian Diabetes Melitus Tipe 2 pada Masyarakat di Wilayah Kerja Puskesmas

Maabodo Kecamatan Kontunaga Kabupaten Muna Pada Tahun 2020” yang di

bimbing oleh Bapak Prof.Dr.H.Ruslan Majid,M.Kes selaku dosen pembimbing

satu, dan Bapak Farit Rezal, S.KM, M.Kes selaku pembimbing dua.

mnjkznvjxkznvxkzjnxzjvkcjnvckv
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tinjauan Umum Diabete Melitus Tipe 2

2.1.1 Definisi Diabetes Melitus Tipe 2

Diabetes Melitus tipe 2 adalah penyakit kronis yang terjadi baik saat

pankreas tidak menghasilkan cukup insulin atau bila tubuh tidak dapat secara

efektif menggunakan insulin yang dihasilkannya. Insulin adalah hormon yang

mengatur gula darah. Hiperglikemia atau peningkatan kadargula darah,

merupakan efek umum diabetes yang tidak terkontrol dan seiring berjalannya

waktu menyebabkan kerusakan serius pada banyak sistem tubuh, terutama saraf

dan pembuluh darah (WHO, 2017).

Diabetes melitus tipe 2 adalah suatu kelompok penyakit metabolik atau

kelainan heterogen dengan karakteristik kenaikan kadar glukosa dalam darah atau

hiperglikemia dan gangguan metabolisme karbohidrat, lemak dan protein yang

disebabkan karena kelainan sekresi insulin, gangguan kerja insulin atau keduanya,

yang menimbulkan berbagai komplikasi kronik pada mata, ginjal, saraf dan

pembuluh darah (American Diabetes Association, 2012).

Diabetes melitustipe 2 adalah penyakit kronis yang disebabkan oleh

ketidakmampuan tubuh untuk memproduksi hormon insulin atau karena

penggunaan yang tidak efektif dari produksi insulin (Kemenkes RI, 2018).

Menurut WHO (2016) DM adalah penyakit kronis yang disebabkan oleh

kekurangan yang diturunkan atau diperoleh dalam produksi insulin oleh pankreas,

atau oleh ketidakefektifan insulin yang dihasilkan. Kekurangan seperti ini

10
11

menghasilkan peningkatan konsentrasi glukosa dalam darah, yang pada gilirannya

merusak banyak sistem tubuh, khususnya pembuluh darah dan saraf. Diabtes

melitius tipe 2 merupakan suatu penyakit karena tubuh tidak mampu

mengendalikan jumlah gula atau glukosa dalam aliran darah yang menyebabkan

hiperglikemia dan gangguan metabolisme karbohidrat, lemak, dan protein yang

dihubungkan dengan kekurangan secara absolut atau relatif dari kerja sekresi

insulin (Buraerah,2010). DM disebut dengan the silent kiler karena penyakit ini

dapat mengenai semua organ tubuh dan menimbulkan berbagai macam keluhan

(Kemenkes RI, 2014). Kadar gula didalam darah pada saat puasa >126 mg/dl dan

kadar gula sewaktu lebih tinggi dari pada nilai normal, KDG >200 mg/dl

(Kemenkes RI, 2013).

2.1.2 Tanda dan Gejala Diabetes Melitus Tipe 2

Pada Diabetes Melitus (DM) tipe 2 gejala yang dikeluhkan umumnya

hampir tidak ada DM tipe 2 seringkali muncul tanpa diketahui dan penanganan

baru dimulai beberapa tahun kemudian ketika penyakit sudah berkembang dan

komplikasi sudah terjadi. Penderita DM tipe 2 umumnya lebih mudah terkena

infeksi, sukar sembuh dari luka, daya penglihatan makin buruk dan umumnya

menderita hipertensi, hiperlipidemia, obesitas, dan juga komplikasi pada

pembuluh darah dan syaraf (Kementerian Kesehatan RI, 2016).

Karena gejalanya yang mirip dengan kondisi sakit biasa, maka banyak orang

yang tidak menyadari bahwa mereka mengidap penyakit diabetes ini dan bahkan

sudah mengarah pada komplikasi. Untuk memastikan bahwa seseorang apakah

mengidap Diabetes atau tidak, maka perlu diagnosis dokter melalui cek darah
12

(Hadijah, 2017). Bagi orang awam, setidaknya harus mengetahui beberapa gejala

yang biasa mengiringi penyakit Diabetes Melitus ini. Menurut Sanly (2014),

beberapa gejala tersebut adalah sebagai berikut :

a. Sering Buang Air Kecil (Polyuria)

Hal ini dikarenakan ginjal mulai bekerja keras untuk menyingkirkan

glukosa berlebih dari darah. Orang dewasa normalnya mengekskresikan satu

sampai dua liter air seni setiap harinya. Jangan remehkan kondisi selalu ingin

buang air kecil, terutama di malam hari. Dehidrasi parah akibat sering kencing

dapat memengaruhi fungsi ginjal.

b. Rasa Haus yang Berlebihan (Polydipsia)

Ini adalah salah satu tanda dari diabetes mellitus tipe 2. Karena

sering kencing, seseorang jadi membutuhkan lebih banyak cairan Terkadang

seseorang akan merasa kering di daerah dalam mulut. Namun, gejala seperti ini

tidak berarti seseorang pasti menderita Diabetes karena orang yang melakukan

aktivitas berat dan cuaca panas juga bisa membuatnya mudah haus. Namun,

waspadai jika masih tetap haus bahkan setelah banyak minum. Mudah haus

terjadi karena kadar gula berlebih dalam darah menyerap air terus menerus dari

jaringan sehingga membuatnya dehidrasi.

c. Peningkatan Rasa Lapar (Polyphagia)

Peningkatan rasa lapar adalah salah satu tanda dan gejala dari Diabetes

Melitus tipe 2. Sel-sel tubuh anda tidak mendapatkan cukup glukosa, sehingga

anda kemudian menjadi mudah lapar. Kurangnya insulin untuk memasukkan

gula ke sel membuat otot dan organ melemah dan tubuh kehabisan energi. Otak
13

akan mengirakurang energi itu karena kurang makan sehingga tubuh berusaha

meningkatkan asupan makanan dengan mengirimkan sinyal lapar.

d. Mulut Kering

Mulut kering adalah salah satu gejala dari diabetes. Anda akan mengalami

masalah kelembapan di mulut. Mulut kering dapat menjadi tempat berkembang

biaknya bakteri, serta menyebabkan masalah gigi dan mulut.

e. Kenaikan dan Penurunan Berat Badan yang Tidak Bisa Dijelaskan

Ini adalah salah satu tanda awal Diabetes Mellitus tipe 2 pada orang

dewasa. Karena insulin tidak dapat mengangkut glukosa kedalam sel, tubuh

bereaksi seolah-olah tubuh dalam keadaan lapar dan mulai menggunakan

protein dari otot. Menjelang dewasa, berat badan manusia cenderung stabil dari

tahun ke tahun. Turun atau naik 1-2 kilo adalah lazim, tapi berhati-hatilah bila

perubahannya sampai 5% dari berat badan. Karena kemampuan metabolisme

glukosa terganggu, tubuhakan menggunakan apapun lainnya sebagai bahan

bakar, misalnya otot dan lemak sehingga orang akan tampak kurus.

f. Kelelahan

Rasa lelah yang berlebihan disebabkan oleh kadar glukosa yang rendah

dalam sel. Kelelahan juga terjadi karena waktu tidur terganggu saat malam,

karena harus bolak-balik ke kamar mandi. Kekurangan gula akan menyebabkan

kekurangan energi. Kerja tubuh akan melambat dan malah membakar otot atau

lemak selama beraktivitas.


14

g. Pemulihan Luka yang Lama atau Sering Infeksi

Diabetes Melitus tipe 2 memengaruhi kemampuan tubuh untuk

menyembuhkan luka atau melawan infeksi. Luka yang butuh berminggu-

minggu untuk pulih berpotensi terkena infeksi dan membutuhkan pengobatan

medis. Bila sering mengalami ini, waspadalah akan penyakit dibaliknya,

termasuk Diabetes.

h. Warna Kulit Gelap

Penderita Diabetes Melitus tipe 2 memiliki bercak gelap, kulit lembek dan

lipatan dibadannya. Kondisi ini bernama acanthosis nigricans. Biasanya bercak

dan lipatan ini terdapat di daerah ketiak dan sekitar leher. Kondisi ini juga

menandakan gangguan insulin.

i. Penglihatan Menurun, Terganggu dan Kabur

Gula darah yang terlalu tinggi akan mengambil cairan dari tubuh, bahkan

cairan dalam lensa mata. Dehidrasi jenis ini akan mempengaruhi kemampuan

berkonsentrasi dan berakhir pada kehilangan penglihatan total bila tidak

dirawat dalam jangka waktu yang lama.

2.1.3 Faktor Risiko Diabetes Melitus Tipe 2

Menurut Kementerian Kesehatan RI (2014), faktor risiko Diabetes

Mellitus bisa dikelompokkan menjadi faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi

dan yang dapat dimodifikasi. Faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi adalah

ras dan etnik, umur, jenis kelamin, riwayat keluarga dengan diabetes melitus,

riwayat melahirkan bayi dengan berat badan lebih dari 4000 gram, dan riwayat

lahir dengan berat badan lahir rendah (kurang dari 2500 gram). Sedangkan faktor
15

risiko yang dapat dimodifikasi erat kaitannya dengan perilaku hidup yang kurang

sehat, yaitu berat badan lebih, obesitas abdominal/sentral, kurangnya aktivitas

fisik, hipertensi, dislipidemia, diet tidak sehat/tidak seimbang, riwayat Toleransi

Glukosa Terganggu (TGT) atau Gula Darah Puasa terganggu (GDP terganggu),

merokok, konsumsi alkohol.

Berbagai faktor mempengaruhi tinggi rendahnya kadar gula darah pada

penderita Diabetes Melitus tipe 2, antara lain lama menderita diabetes, obesitas,

aktivitas fisik, jenis latihan jasmani, kepatuhan diet, pola asupan, kepatuhan

minum obat, dan motivasi (Uswatun, 2017).

Berikut ini diuraikan beberapa faktor risiko penyakit Diabetes Melitus tipe

2 menurut yaitu :

a). Umur

Menurut International Diabetes Federation, sebesar 90-95% orang

dengan DM tipe2 biasanya berumur lebih dari 40 tahun. Tingkat kerentanan

terjangkitnya penyakit DM sejalan dengan bertambahnya umur. Menurut

Putra (2017), Umur yang semakin bertambah akan berbanding lurus dengan

peningkatan risiko menderita penyakit Diabetes Melitus karena jumlah sel

beta pankreas yang produktif memproduksi insulin akan berkurang. Hal ini

terjadi terutama pada umur yang lebih dari 45 tahun.

b). Riwayat Keluarga

Risiko mengalami Diabetes Melitus tipe 2 semakin besar jika orangtua

atau saudara kandung anda memiliki DiabetesMellitus tipe 2 (Savitri, 2018).

Risiko munculnya Diabetes Melitus tipe 2 yaitu sebagai berikut:


16

1. Satu dari tujuh orang berisiko terkena diabetes, bila salah satu orang

tuanya terdiagnosis sebelum usia 50 tahun.

2. Satu dari tiga belas orang berisiko terkena diabetes, bila salah satu orang

tuanya terdiagnosis setelah usia 50 tahun.

3. Satu dari dua orang terkena diabetes, bila kedua orang tuanya menderita

diabetes.

c.) Jenis kelamin

Baik pria maupun wanita memiliki risiko yang sama besar mengalami

Diabetes Melitus. Risiko lebih tinggi dialami wanita dengan usia diatas 30

tahun dibandingkan pria. Sebuah studi yang dilakukan oleh (Soewondo &

Pramono dalam Heryana A., 2016), menunjukkan kejadian DM di Indonesia

lebih banyak menyerang perempuan (61,6%) dengan jenis pekerjaan

terbanyak adalah ibu rumah tangga (27,3%).

d). Riwayat BBLR

Bayi yang lahir dengan berat kurang dari 2500 gram atau keadaan

Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) mempunyai risiko lebih tinggi menderita

DM tipe 2 pada saat dewasa. Hal ini terjadi karena bayi dengan BBLR

mempunyai risiko menderita gangguan fungsi pankreas sehingga produksi

insulin terganggu.

e). Pendidikan

Pendidikan yang tinggi akan membuat seseorang mempunyai

pengetahuan yang baik khususnya tentang diabetes melitus. Sebaliknya,


17

pendidikan yang rendahakan membuat seseorang mempunyai pengetahuan

yang kurang khususnya tentang Diabetes Melitus.

f). Pekerjaan

Pendidikan yang tinggi akan membuat seseorang mempunyai

pengetahuan yang baik khususnya tentang diabetes melitus. Sebaliknya,

pendidikan yang rendahakan membuat seseorang mempunyai pengetahuan

yang kurang khususnya tentang Diabetes Melitus.

g). Penghasilan

Penghasilan yang rendah akan membatasi seseorang untuk mengetahui

danmencari informasi tentang Diabetes Melitus. Semakin rendah penghasilan,

maka akan semakin tinggi risiko menderita Diabetes Melitus tipe 2.

h). Obesitas

Obesitas merupakan faktor risiko yang berperan penting dalam Diabetes

Melitus tipe 2 karena obesitas dapat menyebabkan terjadinya resistensi

insulin di jaringan otot dan adipose. Semakin tinggi angka obesitas maka

akan semakin tinggi risiko untuk menderita Diabetes Melitus tipe 2.

i.) Pola asupan

Diabetes Melitus dikenal sebagai penyakit yang berhubungan dengan

asupan makanan, baik sebagai faktor penyebab maupun pengobatan. Asupan

makanan yang berlebihan merupakan faktor resiko pertama yang diketahui

menyebabkan Diabetes Melitus. Zat gizi yang dapat berpengaruh terhadap

risiko DM adalah asupan karbohidrat. Asupan karbohidrat erat kaitannya

dengan DM karena karbohidrat akan dipecah menjadi monosakarida terutama


18

glukosa sehingga bila dikonsumsi berlebihan akan meningkatkan kadar

glukosa darah dan meningkatkan sekresi insulin.

j). Aktivitas fisik

Aktivitas fisik dapat mengontrol gula darah. Glukosa akan diubah

menjadi energi pada saat beraktivitas fisik. Aktivitas fisik mengakibatkan

insulin semakin meningkat sehingga kadar gula dalam darah akan berkurang.

Berdasarkan hasil penelitian Nurayati et al; (2017), faktor penyebab DM tipe

2 salah satunya adalah aktivitas fisik yang rendah dan cenderung melakukan

aktivitas sedentari. Salah satu contonya yaitu berlama-lama duduk dan

bermalas-malasan. Aktivitas seperti itu dapat menjadi faktor tidak

terkontrolnya kadar gula darah.

k). Merokok

Terdapat hubungan yang signifikan antara kebiasaan merokok dengan

kejadian Diabetes Melitus tipe 2. Kebiasaan merokok merupakan faktor risiko

Diabetes Melitus tipe 2 karena memungkinkan untuk terjadinya resistensi

insulin. Kebiasaan merokok juga telah terbukti dapat menurunkan

metabolisme glukosa yang kemudian menimbulkan Diabetes Melitus tipe 2.

l). Konsumsi alkohol

Konsumsi alkohol erat kaitannya dengan kegemukan, ketika alkohol

masuk kedalam tubuh, maka akan dipecah menjadi asetat. Hal ini membuat

tubuh membakar asetat terlebih dahulu daripada zat lainnya seperti lemak

atau gula. Alkohol juga menghambat proses oksidasi lemak dalam tubuh,

yang menyebabkan proses pembakaran kalori dari lemak dan gulat terhambat
19

akhirnya berat badan akan bertambah (Suyanto dalam Irawan, 2010). Alkohol

juga dapat mempengaruhi kelenjar endokrin, dengan melepaskan epinefrin

yang mengarah kepada hiperglikemia transient dan hiperlipidemia sehingga

konsumsi alkohol dapat menyebabkan Diabetes Melitus (Rahatta dalam

Irawan, 2010).

j. Hipertensi

Seseorang dikatakan hipertensi jika sistolik ≥140 mmHg atau diastolik ≥91

mmHg. Hipertensi akan menyebabkan insulin resiten sehingga terjadi

hiperinsulinemia, terjadi mekanisme kompensasi tubuh agar glukosa darah

normal. Bila tidak dapat diatasi maka akan terjadi gangguan Toleransi

Glukosa Terganggu (TGT) yang mengakibatkan kerusakan sel beta dan

terjadinya DM tipe 2 (Kemenkes 2010). Penelitian yang dilakukan di Rumah

Sakit Umum Dr. Wahidin Sudirohusodo, makassar juga memberikan hasil

yang sejalan. Orang yang hipertensi memiliki risiko 6,14 kali untuk menderita

DM tipe 2 dibandingkan dengan orang yang tidak hipertensi (Andi dkk,

2007).

2.1.4 Patofisiologi Penyakit Diabetes Melitus Tipe 2

Otot dan hati yang mengalami resistensi insulin menjadi penyebab utama

Diabetes Melitus tipe 2. Kegagalan sel beta pankreas untuk dapat bekerja secara

optimal juga menjadi penyebab dari Diabetes Melitus tipe 2 (Perkeni, 2015).

Diabetes Melitus tipe 2 adalah jenis Diabetes yang paling umum diderita oleh

penduduk di Indonesia. Kombinasi faktor risiko, resistensi insulin dan sel-sel


20

tidak menggunakan insulin secara efektif menyebabkan Diabetes Melitus tipe 2

(NIDDK, 2014).

Resistensi insulin pada otot dan hati serta kegagalan sel beta pankreas

telah dikenal sebagai patofisiologi kerusakan sentral dari DM tipe 2. Kegagalan

sel beta pada DM tipe 2 diketahui terjadi lebih dini dan lebih berat daripada

sebelumnya. Otot, hati, sel beta dan organ lain seperti jaringan lemak

(meningkatnya lipolisis), gastrointestinal (defisiensi incretin), sel alpha pankreas

(hiperglukagonemia), ginjal (peningkatan absorpsi glukosa), dan otak (resistensi

insulin) ikut berperan dalam menimbulkan terjadinya gangguan toleransi glukosa

pada DM tipe 2 (Perkeni, 2015). DM tipe 2 pada tahap awal perkembangannya

tidak disebabkan oleh gangguan sekresi insulin dan jumlah insulin dalam tubuh

mencukupi kebutuhan (normal), tetapi disebabkan oleh sel-sel sasaran insulin

gagal atau tidak mampu merespon insulin secara normal (Fitriyani, 2012).

Penderita DM tipe 2 juga mengalami produksi glukosa hepatik secara

berlebihan tetapi tidak terjadi kerusakan pada sel-sel beta langerhans seperti pada

DM tipe1. Keadaan defisiensi insulin pada penderita DM tipe 2 umumnya hanya

bersifat relatif. Defisiensi insulin akan terjadi seiring dengan perkembangan DM

tipe 2. Sel-sel beta langerhans akan menunjukkan gangguan sekresi insulin fase

pertama yang berarti sekresi insulin gagal mengkompensasi resistensi insulin.

Perkembangan DM tipe 2 yang tidak ditangani dengan baik akan menyebabkan

kerusakan sel-sel beta langerhans pada tahap selanjutnya. Kerusakan sel-sel beta

langerhans secara progresif dapat menyebabkan keadaan defisiensi insulin

sehingga penderita membutuhkan insulin endogen. Resistensi insulin dan


21

defisiensi insulin adalah 2 penyebab yang sering ditemukan pada penderita DM

tipe 2 (Fitriyani, 2012).

2.1.5 Klasifikasi Diabetes Melitus

Ada bebrapa klasifikasi DM yang dibedakan berdasarkan penyebab,

perjalanan klinik dan terapinya. Menurut ADA (2010) dilihat dari etiologisnya

DM dibagi menjadi empat jenis. Klasifikasinya telah disahkan oleh WHO, yaitu:

DM tipe I, DM tipe II, DM gestasional (diabetes kehamilan), dan DM tipe

lainnya.

a. DM Tipe I

DM tipe I atau biasa disebut dengan insulin dependent (tergantung insulin)

adalah yang menggunakan insulin karena tubuhnya tidak dapat menghasilkan

insulin. Pada DM tipe I, badan kurang atau tidak menghasilkan insulin, terjadi

karena masalah genetic, virus, atau penyakit autoimun dan faktor lingkungan. DM

tipe I ini memerlukan injeksi insulin setiap hari (ADA, 2010).

Diabetes tipe I(sebelumnya dikenal sebagai ketergantungan insulin) di

mana pankreas gagal menghasilkan insulin yang penting untuk kelangsungan

hidup(WHO, 2016). DM tipe I biasanya terjadi pada anak-anak atau masa dewasa

muda, prevalensinya kurang lebih 5%-10% penderitadari kasus. Individu yang

kekurangan insulin hampiratau secara total dikatakan juga sebagai diabetes

“juvenile onset” atau “insulin dependent” atau “ketosis prone” karena tanpa

insulin terjadi kematian dalam beberapa hari yang disebabkan oleh

ketoasidosis(Purnamasari, 2009).
22

b. DM tipe 2

Diabetes Melitus tipe 2 merupakan bentuk DM yang paling sering

ditemukan. DM tipe 2 adalah penyakit hiperglikemi akibat insensivitas sel

terhadap insulin. Kadar insulin sedikit menurun atau berada dalam rentang

normal. Karena insulin tetap dihasilkan oleh sel-sel beta pankreas, maka Diabetes

Melitus tipe 2 dianggap membutuhkan insulin sementara atau seterusnya (Suyono,

2007).

Diabetes Melitus Tipe 2 terjadi akibat resistensi insulin atau gangguan

sekresi insulin. Pada tipe II ini tidak selalu dibutuhkan insulin, kadang-kadang

cukup dengan diet dan antidiabetik oral(Suyono, 2007). DMTipe II adalah

penyakit gangguan metabolik yang di tandai oleh kenaikan gula darah akibat

penurunan sekresi insulin oleh sel beta pankreas dan atau ganguan fungsi insulin

(resistensi insulin) (Kemenkes RI, 2018).

DM tipe 2 dihasilkan dari penggunaan insulin yang tidak efektif tubuh.DM

tipe 2yang dihasilkan dari ketidakmampuan tubuh untuk merespon dengan baik

terhadap kerja insulin yang diproduksi oleh pankreas. Sebagian besarDM tipe 2

merupakan hasil dari kelebihan berat badan dan kurangnya aktivitas fisik(WHO,

2016).

c. Diabetes Gestational (diabetes kehamilan)

Diabetes ini hanya terjadi pada saat kehamilan dan menjadi normal

kembali satelah persalinan. Karena lebih dari 95% diabetes adalah DMtipe II

makan selanjutnya yang diperluas bahasannya adalah DMtipe II(Soegondo &

Sukardji, 2008).Gestational diabetes adalah hiperglikemia dengan nilai glukosa


23

darah di atas normal tetapi di bawah diagnosisdiabetes, terjadi selama

kehamilan(WHO, 2016).

d. Diabetes Tipe Lain

Kelainan pada diabetes tipe lain ini adalah akibat kerusakan atau kelainan

fungsi kelenjar pangkreas yang dapat disebabkan oleh bahan kimia, obat-obatan

atau penyakit pada kelelnjar tersebut(Soegondo & Sukardji, 2008). Penyebab

diabetes tipe lain ini ditambahkan dengan penyakit hormonal, kelainan insulin

atau reseptornya, sindrom genetik tertentu dan lain-lain yang belum diketahui

(Setiawan, 2005)

2.1.6 Diagnosis Diabetes Melitus Tipe 2

Diagnosis dini penyakit Diabetes Melitus sangat menentukan

perkembangan penyakit DM pada penderita, seseorang yang menderita DM tetapi

tidak terdiagnosis dengan cepat mempunyai resiko yang lebih besar menderita

komplikasidan kesehatan yang memburuk (WHO, 2016). Diagnosis DM dapat

ditegakkan berdasarkan pemeriksaan glukosa darah yang dapat dilakukan dengan

menggunakan berbagai macam pemeriksaan laboratorium seperti pemeriksaan

glukosa darah. Metode yang paling dianjurkan untuk mengetahui kadar glukosa

darah adalah metode enzimatik dengan bahan plasma atau serum darah vena

(PERKENI, 2015).

Alat diagnosis glucometer (rapid) dapat digunakan untuk melakukan

pemantauan hasil pengobatan dan tidak dianjurkan untuk diagnosis. DM tidak

dapat didiagnosis berdasarkan glukosa dalam urin (glukosuria). Keluhan dan

gejala DM yang muncul pada seseorang dapat membantu dalam mendiagnosis


24

DM. seseorang dengan keluhan klasik DM (polyuria, polydipsia, pliphagia) dan

keluhan lain seperti lemas, kesemutan, gatal, pandangan kabur dan disfungsi

ereksi dapat dicurigai menderita DM (PERKENI, 2015).

Kriteria diagnosis Diabetes Melitus menurut PERKENI (2015) adalah

sebagai berikut :

Tabel 2.1 Kriteria Diagnosis Diabetes Melitus Tipe 2

No. Kriteria Diagnosis

1. Pemeriksaan glukosa plasma puasa >126 mg/dl. Puasa adalah kondisi


tidak ada asupan kalori minimal 8 jam.

No. Kriteria Diagnosis

2. Pemeriksaan glukosa plasma ≥200 mg/dl, 2 jam setelah Tes


Toleransi Glukosa Oral (TTGO) dengan beban 75 gram.

3. Pemeriksaan glukosa plasma sewaktu ≥200 mg/dl dengan keluhan klasik

4. PemeriksaanHbA1c>6,5%denganmenggunakanmetode
HighPerformance Liquid Chromatography (HPLC) yang terstandarisasi
oleh National Glycohaemoglobin Standarization Program (NGSP).

Sumber : PERKENI, 2015

Hasil pemeriksaan yang tidak memenuhi kriteria normal atau DM, maka

dapat digolongkan kedalam kelompok prediabetes yang meliputi:

a. Glukosa darah puasa terganggu (GDPT)

Hasil pemeriksaan glukosa plasma puasa antara 100-125 mg/dl dan

pemeriksaan TTGO glukosa plasma 2 jam <140 mg/dl.

b. Toleransi glukosa terganggu (TGT)


25

Hasil pemeriksaan glukosa plasma 2 jam setelah TTGO antara 140-199

mg/dl. Diagnosis prediabetes dapat juga ditegakkan berdasarkan hasil

pemeriksaan HbA1c 5,7-6,4%.

2.1.7 Komplikasi Diabetes Melitus Tipe 2

Menurut Tandra (2018) komplikasi yang ditimbulkan akibat diabetes

dapat dibagi dalam dua kelompok besar yaitu komplikasi akut dan komplikasi

kronis.

1. Komplikasi Akut (Jangka Pendek)

Komplikasi akut yaitu komplikasi yang timbul secara mendadak dimana

keluhan dan gejalanya terjadi dengan cepat dan berat. Komplikasi ini merupakan

keadaan gawat darurat atau emergency dan bisa bisa berakibat fatal apabila tidak

segera ditangani antara lain hipoglikemia (gula darah terlalu rendah),

hiperglikemia (gula darah terlalu tinggi) dan ketoasidosis diabetik (terlalu banyak

asam dalam darah).

a. Hipoglikemia

Hipoglikemia adalah suatu keadaan klinis yang disebabkan penurunan

kadar glukosa darah. Hipoglikemi dapat terjadi apabila kadar glukosa

turun dibawah 60 mg/dL. Hipoglikemia dapat terjadi pada penderita DM

yang menggunakan insulin atau obat oralmanti diabetes, tetapi tidak

makan dan olahraga berlebihan/melebihi takarannya. Keluhan

hipoglikemia yaitu sakit kepala, kurang konsentrasi, mata kabur, capek,

bingung, kejang atau koma, pucat, berkeringat, nadi berdenyut cepat,

berdebar, cemas serta rasa lapar. Ketika gula darah pada tingkat 40-55
26

mg/dL akan muncul keluhan antara lain berkeringat dingin, gemetar, mata

kabur, merasa lemah, merasa lapar, pusing dan sakit kepala, nervous dan

tegang, mual, jantung berdebar, kulit dingin. Bila kadar gula darah

dibawah 40 mg/dL maka akan muncul keluhan antara lain mengantuk,

sukar bicara, seperti orang mabuk, dan bingung. Sedangkan keluhan

/gejala gawat jika kadar gula di bawah 20 mg/dL antara lain kejang, tidak

sadarkan diri dan bisa meninggal.

b. Ketoasidosis Diabetik (KAD)

Ketoasidosis Diabetik (KAD) adalah suatu keadaan gawat darurat

akibat hiperglikemia yang menyebabkan banyak terbentuk asam dalam

darah.Ketoasidosis diabetik disebabkan oleh tiga penyebab utama

yaitutidak adanya insulin atau jumlah insulin yang tidak mencukupi, pada

keadaan sakit atau adanya infeksi dan manifestasi pertama adanya diabetes

yang tidak terdiagnosis/terobati dengan baik.Hal ini bisa diperparah jika

penderita DM tidak mau minum obat diabetes atau suntik insulin pada saat

stres/infeksi.Ketoasidosis diabetik menyebabkan gangguan metabolisme

karbohidrat, lemak dan protein. Gambaran klinis pada penderita DM yang

mengalami ketoasidosis diabetik yaitu nafas yang cepat dan dalam (nafas

Kussmaul), nafas bau keton atau aseton, nafsu makan turun, mual, muntah,

demam, nyeri perut, berat badan turun, capek, lemah, bingung, mengantuk,

kesadaran menurun sampai koma. Sebelum tanda tersebut muncul pasti

terlebih dahulu ada tanda-tanda hiperglikemia yang muncu seperti rasa

haus, banyak kencing, capek, lemah, luka sulit sembuh, dan lain-lain.
27

c. Hyperosmolar Non Ketotik (HONK atau HHNK)

Hyperosmolar Non Ketotik (HONK) adalah suatu keadaan yang

didominasi oleh adanya hiperosmolaritas dan hiperglikemia dan disertai

perubahan tingkat kesadaran.Hyperosmolaritas Non Ketotik tidak terjadi

ketosis maupun asidosis. Pada kelainan ini kadar gula darah bisa sampai di

atas 600 mg/dL .Sehingga akan muncul gejala banyak kencing, haus,

lemah, kaki dan tungkai kram, bingung, nadi berdenyut cepat, kejan dan

bisa koma. Kelainan ini terjadi karena berkurangnya jumlah insulin

efektif,jumlah insulin yang sedikit dapat mencegah terjadinya pemecahan

lemak.

2. Komplikasi Kronis (Jangka Panjang)

Komplikasi kronis yaitu komplikasi yang timbul secara perlahan yang

terkadang tidak diketahui yang berangsur-angsur menjadi semakin berat dan

membahayakan seperti komplikasi pada saraf, mata, jantung, ginjal dan pembuluh

darah.

a. Komplikasi Makrovaskuler

Penyakit makrovaskuler dapat terjadi tergantung pada lesi

aterosklerosis dalam pembuluh darah besar. Penyakit makrovaskuler yang

sering muncul antara lain arteri koroner, penyakit serebrovaskuler dan

vaskuler perifer. Vaskuler perifer adalah suatu penyakit yang terjadi akibat

aterosklerosis pada pembuluh darah besar di bagian ekstremitas bawah

yang dapat menyebabkan ulkus diabetikum dan amputasi pada bagian

eksremitas bawah.
28

b. Komplikasi Mikrovaskuler

Penyakit mikrovaskuler diabetik (mikroangiopati) ditandai oleh adanya

penebalan membran basalis pembuluh kapiler yang dapat berakibat serius

seperti mikrosirkulasi retina mata dan ginjal.Gangguan fungsi kapiler

diretina dapat menyebabkan retinopati diabetik.Sedangkan gangguan

fungsi kapiler diginjal dapat mengakibatkan nefropati.

c. Neuropati

Neuropati adalah penyakit yang menyerang pada semua tipe saraf.Tipe

neuropati diabetik yang sering terjadi adalah neuropati perifer dan neuropati

otonom. Neuropati perifer/saraf tepi adalah penyakit yang menyerang saraf

bagian distal, terutama saraf pada bagian ekstremitas bawah (kaki dan dan

tungkai bawah) serta dapat mengenai kedua sisi tubuh dengan distribusi

yang simetris dan secara progresif akan meluas kearah proksiamal.

Sedangkan neuropati otonom adalah penyakit yang menyerang saraf yang

dapat mengakibatkan berbagai disfungsi yang mengenai semua sistem organ

tubuh.

2.1.8 Pencegahan Penyakit Diabetes Melitus Tipe 2

Seperti halnya penyakit lain, upaya pencegahan Diabetes Melitus meliputi

pencegahan premordial, primer, sekunder, dan tersier. Pencegahan penyakit

Diabetes Melitus dibagi menjadi empat bagian yaitu Sujaya dalam Fatimah,

(2015: 99) :

a. Pencegahan Perimordial
29

Pencegahan premodial adalah upaya untuk memberikan kondisi pada

masyarakat yang memungkinkan penyakit tidak mendapat dukungan dari

kebiasaan, gaya hidup dan faktor risiko lainnya. Prakondisi ini harus diciptakan

dengan multimitra. Pencegahan premodial pada penyakit DM misalnya adalah

menciptakan prakondisi sehingga masyarakat merasa bahwa konsumsi makan

kebarat-baratan adalah suatu pola makan yang kurang baik,pola hidup santai

ataukurang aktivitas, dan obesitas adalah kurang baik bagi kesehatan.

b. Pencegahan Primer

Pencegahan primer adalah upaya yang ditujukan pada orang-orang yang

termasuk kelompok risiko tinggi, yaitu mereka yang belum menderita DM, tetapi

berpotensi untuk menderita DM diantaranya:

1) Kelompok usia tua (>45tahun)

2) Kegemukan (BB(kg)>120% BB idaman atau IMT>27 (kg/m2)

3) Tekanan darah tinggi (>140/90 mmHg)

4) Riwayat keiuarga DM

5) Riwayat kehamilan dengan BB bayi lahir > 4000 gr

6) Dislipidemia (HDL<35mg/dl dan atau Trigliserida>250mg/dl)

7) Pernah TGT atau glukosa darah puasa tergangu (GDPT)

Untuk pencegahan primer harus dikenai faktor-faktor yang berpengaruh

terhadap timbulnya DM dan upaya untuk menghilangkan faktor-faktor tersebut.

Oleh karena sangat penting dalam pencegahan ini. Sejak dini hendaknya telah

ditanamkan pengertian tentang pentingnya kegiatan jasmani teratur, pola dan jenis
30

makanan yang sehat menjaga badan agar tidak terlalu gemuk dan risiko merokok

bagi kesehatan.

c. Pencegahan Sekunder

Pencegahan sekunder adalah upaya mencegah atau menghambat timbulnya

penyulit dengan tindakan deteksi dini dan memberikan pengobatan sejak awal

penyakit. Dalam pengelolaan pasien DM, sejak awal sudah harus diwaspadai dan

sedapat mungkin dicegah kemungkinan terjadinya penyulit menahun. Pilar utama

pengelolaan DM meliputi:

1)Penyuluhan

2)Perencanaan makanan

3)Latihan jasmani

4)Obat berkhasiat hipoglikemik

d. Pencegahan Tersier

Pencegahan tersier adalah upaya mencegah terjadinya kecacatan lebih

lanjut dan merehabilitasi pasien sedini mungkin, sebelum kecacatan tersebut

menetap. Pelayanan kesehatan yang holistik dan terintegrasi antar disiplin terkait

sangat diperlukan, terutama dirumah sakit rujukan, misalnya para ahli sesama

disiplin ilmu seperti ahli penyakit jantung, mata, rehabilitasi medis, gizi dan lain-

lain.

2.1.9 Penatalaksanaan Penyakit Diabetes Melitus Tipe 2

Dalam Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan DM tipe 2 di Indonesia

2011, penatalaksanaan dan pengelolaan DM dititik beratkan pada 4 pilar


31

penatalaksanaan DM, yaitu: edukasi, terapi gizi medis, latihan jasmani dan

intervensi farmakologis (Suzanna Ndraha, 2014).

a. Edukasi

Tim kesehatan mendampingi pasien dalam perubahan perilaku sehat yang

memerlukan partisipasi aktif dari pasien dan keluarga pasien.Upaya edukasi

dilakukan secara komphrehensif dan berupaya meningkatkan motivasi pasien

untuk memiliki perilaku sehat. Tujuan dari edukasi diabetes adalah mendukung

usaha pasien penyandang diabetes untuk mengerti perjalanan alami penyakitnya

dan pengelolaannya, mengenali masalah kesehatan/ komplikasi yang mungkin

timbul secara dini atau saatmasih reversible, ketaatan perilaku pemantauan dan

pengelolaan penyakit secara mandiri, dan perubahan perilaku/kebiasaan kesehatan

yang diperlukan. Edukasi pada penyandang diabetes meliputi pemantauan glukosa

mandiri, perawatan kaki, ketaatan pengunaan obat-obatan, berhenti merokok,

meningkatkan aktifitas fisik, dan mengurangi asupan kalori dan diet tinggi lemak

(Suzanna Ndraha, 2014).

b. Terapi Gizi Medis

Prinsip pengaturan makan pada penyandang diabetes yaitu makanan yang

seimbang, sesuai dengan kebutuhan kalori masing-masing individu, dengan

memperhatikan keteraturan jadwal makan, jenis dan jumlah makanan. Komposisi

makanan yang dianjurkan terdiri dari karbohidrat 45%-65%, lemak 20%-25%,

protein 10%-20%, Natrium kurang dari 3g, dan diet cukup serat sekitar 25g/hari

(Suzanna Ndraha, 2014).


32

c. Latihan Jasmani

Latihan jasmani secara teratur 3-4 kali seminggu, masing-masing selama

kurang lebih 30 menit.Latihan jasmani dianjurkan yang bersifat aerobik seperti

berjalan santai, jogging, bersepeda dan berenang.Latihan jasmani selain untuk

menjaga kebugaran juga dapat menurunkan berat badan dan meningkatkan

sensitifitas insulin (Suzanna Ndraha, 2014).

d. Intervensi

Intervensi Farmakologis Terapi farmakologis diberikan bersama dengan

peningkatan pengetahuan pasien, pengaturan makan dan latihanjasmani.Terapi

farmakologis terdiri dari obat oraldan bentuk suntikan (Suzanna Ndraha, 2014).

1) Oral

a) Pemicu sekresi insulin : sulfonil urea dan glinid

b) Peningkat sensitivitas insulin : biguanid dan tiazolidindion.

c) Penghambat glukoneogenesis : biguanid (metformin).

d) Penghambat glukosidase alfa : acarbose

2) Suntikan

a) Insulin

b) Agonis GLP-1/incretin mimeti

2.2 Tinjauan Umum Tentang Aktifitas Fisik

2.2.1 Definisi Aktifitas Fisik

Aktivitas fisik didefinisikan sebagai setiap pergerakan jasmani yang

dihasilkan otot skelet yang memerlukan pengeluaran energi. Istilah ini meliputi

rentang penuh dari seluruh pergerakan tubuh manusia mulai dari olahraga yang
33

kompetitif dan latihan fisik sebagai hobi atau aktivitas yang dilakukan dalam

kehidupan sehari-hari. Sebaliknya, aktivitas fisik bias didefinisikan sebagai

keadaan dimana pergerakan tubuh minimal dan pengeluaran energi mendekati

resting metabolic rates (WHO, 2015).

Aktivitas fisik sangat penting bagi kesehatan manusia dalam melakukan

kegiatan sehari-hari. Aktivitas kurang gerak yang diakibatkan karena terlalu

seringnya bermain game online maupun offline, internetan, menonton televisi

terlalu berlebihan akan mengakibatkan resiko kegemukan. Kegemukan seseorang

dianggap sebagai faktor resiko terjadinya berbagai penyakit, seperti kencing

manis, jantung, hipertensidan banyak yang lainnya. Salah satu upaya yang

dianggap dapat mengurangi resiko kegemukan adalah dengan meningkatkan

aktivitas fisik. Aktivitas fisik tidak hanya terbatas pada kegiatan khusus olahraga,

tetapi juga kegiatan lain yang membutuhkan kerja fisik, seperti menyapu,

mengepel, mencuci, berjalan, menari, melukis, mencangkul, jalan-jalan dan lain

sebagainya (Yusuf, 2010).

Aktivitas fisik secara langsung berhubungan dengan kecepatan pemulihan

gula darah otot. Saat aktivitas fisik, otot menggunakan glukosa yang disimpannya

sehingga glukosa yang tersimpan akan berkurang. Pada saat itu untuk mengisi

kekurangan tersebut otot mengambil glukosa didalam darah menurun yang mana

hal tersebut dapat meningkatkan control gula darah (Barnes, 2012).

2.2.2 Klafikasi Aktifitas Fisik

Aktivitas fisik pada umumnya dikelompokkan menggunakan skala

rendah, sedang, dan tinggi. Beberapa pengelompokan aktivitas fisik diantaranya:


34

a. Klasifikasi aktivitas fisik berdasarkan frekuensi denyut jantung menurut

Kurpad (2004) dalam Utomo (2014) meliputi:

1) Tidak aktif <96 kali/menit

2) Ringan 97– 120 kali/menit

3) Sedang121– 145 kali/menit

4) Berat >145 kali/menit

b. Klasifikasi berdasarkannilai Metabolic Equivalent (MET) menurut WHO

(2012) meliputi:

1. Tinggi

a) Melakukan aktivitas berat minimal 3 hari dengan intensitas minimal

1500 MET-menit/minggu, atau

b) Melakukan kombinasi aktivitas fisik ringan, sedang, dan berat dengan

intensitas mencapai 3000 MET-menit/minggu.

2. Sedang

a) Melakukan aktivitas berat minimal 20 menit/hari selama 3 hari atau

lebih, atau

b) Melakukan aktivitas sedang selama 5 hari atau lebih atau minimal

berjalan 30 menit/hari, atau

c) Melakukan kombinasi aktivitas fisik yang berat, sedang, ringan

dalam 5 hari atau lebih dengan intensitas mencapai 600MET-

menit/minggu

3. Rendah
35

Jika tidak memenuhi salah satu dari semua kriteria yang telah

disebutkan pada kategori tinggi dan sedang. Klasifikasi tinggi dan sedang

dikelompokkan dalam kategori aktif, sedangkan rendah dikelompokkan

dalam kategoripasif.

2.2.3 Dampak Aktivitas Fisik Terhadap Diabetes Melitus Tipe 2

Aktifitas fisik adalah salah salah satu faktor penyebab seseorang

menderita Diabetes Melitus tipe 2. Aktivitas fisik yang rendah dan cenderung

melakukan aktivitas sedentari. Salah satu contohnya yaitu berlama-lama duduk di

depan tv dan bermalas-malasan. Penderita Diabetes Melitus tipe 2 yang memiliki

aktivitas seperti itu dapat menjadi salah satu faktor tidak terkontrolnya kadar gula

darah. Aktivitas fisik yang rendah menyebabkan faktor risiko independen untuk

penyakit kronis diestimasikan dapat menyebabkan kematian secara global. Kadar

gula darah yang tidak terkontrol dapat menyebabkan resiko penyakit seperti

hipertensi, jantung koroner dan gagal ginjal (Nurayati et al., 2017).

2.3 Tinjauan Umum Riwayat Keluarga

2.3.1 Definisi Riwayat Keluarga

Riwayat Keluarga merupakan sekumpulan orang yang di hubungkan oleh

perkawinan, adopsi dan kelahiran yang bertujuan menciptakan dan

mempertahankan budaya yang umum, meningkatkan perkembangan fisik, mental,

emosional dan social dari individu-individu yang ada di dalamnya terlihat dari

pola interaksi yang saling ketergantungan untuk mencapai tujuan bersama

(Friedman, 1998). Keluarga adalah sekumpulan orang dengan ikatan perkawinan

dan kelahiran dan adopsi yang bertujuan untuk menciptakan, mempertahankan


36

budaya, dan meningkatkan perkembangan fisik, mental emosional serta sosial dari

tiap anggota keluarga (Duvall dan logan, 1989 dalam buku Friedman 1998).

Keluarga adalah unit terkecil dari masyarakat yang terdiri atas kepala keluarga

dan beberapa orang yang berkumpul dan tinggal di suatu tempat di bawah satu

atap dalam keadaan saling ketergantungan (Dep Kes R.I, 1998). Dari pengertian

diatas dapat disimpulkan bahwa keluarga adalah kumpulan dua orang atau lebih

yang mempunyai hubungan darah, perkawinan, kelahiran dan adopsi yang

bertujuan untuk menciptakan, 2 mempertahankan budaya dan meningkatkan

perkembangan fisik, mental emosional serta sosial dari tiap anggota keluarga.

2.3.2 Struktur

Ada empat struktur keluarga menurut (Friedman, 2010) adalah struktur

peran, struktur nilai keluarga, proses komunikasi dan struktur kekuasaan dan

pengambilan keputusan.

a) Struktur peran

Peran adalah perilaku yang dikaitkan dengan seseorang yang memegang

sebuah posisi tertentu, posisi mengidentifikasi status atau tempat seseorang dalam

suatu system social.

b) Struktur nilai keluarga

Nilai keluarga adalah suatu system ide, perilaku dan keyakinan tentang

nilai suatu hal atau konsep yan secara sadar maupun tidak sadar mengikat anggota

keuarga dalam kebudayaan sehari-hari atau kebudayaan umum.

c) Proses komunikasi
37

Proses komunikasi ada dua yaitu proses komunikasi fungsional dan proses

komunikasi disfungsonal.

1) Proses komunikasi fungsional

Komunikasi fungsional dipandang sebagai landasan keberhasilan keluarga

yang sehat, dan komunikasi funsional didefenisikan sebagai pengerim dan

penerima pesan yang baik isi maupun tingkat intruksi pesan yang langsung dan

jelas, serta kelarasan antara isi dan tingkai intruksi.

2) Proses komunikasi disfungsional

Sama halnya ada cara berkomunikasi yang fungsional, gambaran dari

komunikasi disfungsional dari pengirim dan penerima serta komunkasi

disfungsinal juga melibatkan pengirim dan penerima.

d) Struktur kekuasaan dan pengambilan keputusan

Kekuasaan keluarga sebagai arakteristik system keluarga adalah

kemampua atau potensial, actual dari individu anggota keluarga yang lain.

Terdapat 5 unit berbeda yang dapat dianalisis dalam karakteristik kekuasaan

keluarga yaitu : kekuasaan pernikahan (pasangan orang dewasa), kekuasaan orang

tua, anak, saudara kandung dan kekerabatan. Sedangkan pengambil keputusan

adalah teknik interaksi yang digunakan anggota keluarga dalam upaya mereka

untuk memperoleh kendali dan bernegosiasi atau proses pembuatan keputusan.

Lain halnya menurut Padila (2012), struktur keluarga menggambarkan

bagaimana keluarga melaksanakan fungsi keluarga dimasyarakat. Ada beberapa

struktur keluarga yang ada di Indonesia diantaranya adalah :


38

1) Patrilineal

Keluarga sedarah yang terdiri dari sanak saudara sedarah dalam beberapa

generasi, dimana hubungan itu disusun melalui jalur ayah.

2) Matrilineal

Keluarga sedarah yang terdiri dari sanak saudara sedarah dalam beberapa

generasi, dimana hubungan itu disusun melalui jalur ibu.

3) Matriloka

Sepasang suami istri yang tinggal besama keluarga sedarah ibu.

4) Patrilokal

Sepasang suami istri yang tinggal besama keluarga sedarah ayah.

5) Keluarga kawin

Hubungan suami istri sebagai dasar bagi pembinaan keluarga, dan

beberapa sanak saudara yang menjadi bagian keluarga karena adanya hubungan

dengan suami atau istri.

2.4 Tinjauan Umum Tentang Pola Makan

2.4.1 Definisi Pola Makan

Pola makan merupakan gambaran mengenai macam-macam, jumlah dan

komposisi bahan makanan yang dimakan tiap hari oleh seseorang. Gaya hidup di

perkotaan dengan pola diet yang tinggi lemak, garam, dan gula, keseringan

menghadiri resepsi/pesta, mengakibatkan masyarakat cenderung mengkonsumsi

makanan secara berlebihan mengakibatkan berbagai penyakit termasuk DM.

2.4.2 Hubungan Pola Makan Terhadap Penderita DM Tipe 2


39

Pola makan sangat berhubungan dengan berbagai macam penyakit, pola

makan yang berlebihan akan disimpulkan bahwa responden dengan pola makan

yang kurang lebih besar dari pada responden yang memiliki pola makan yang

baik.

Pola makan yang cenderung menjauhkan konsep makan seimbang dapat

berdampak negati terhadap kesehatan dan gizi. Pola konsumsi makanan yang

dapat mengakibatkan diabetes melitus yaitu pola konsumsi makanan yang

mengandung jumlah kalori yang berlebih, tinggi lemak jenuh dan gula, rendah

serat dan rendah gizi mikro akan menyebabkan masalah kegemukan, gizi lebih,

serta meningkatkan radikal bebas yang akhirnya mengakibatkan perubahan pola

penyakit, dari infeksi kepenyakit kronis non infeksi atau memicu munculnya

penyakit degeneratif (Suiraoka, 2012).

Pola makan adalah jenis dan jumlah bahan makan yang dikonsumsi, pola

makanan, termasuk dari gaya hidup dalam memilih tempat makanan dan jenis

makanan salah satu faktor penyebab terjadinya diabtes melitus. Perubahan pola

makan dalam hal konsumsi makanan dipicu oleh perbaikan/peningkatan disektor

pendapatan (ekonomi), kesibukan kerja yang tinggi dan promosi makanan yang

dengan pengetahuan dan kesadaran gizi, akhirnya badan akan erubah menjadi

tinggi lemak jenuh dan gula, rendah serat dan rendah zat gizi mikro.

2.5 Tinjauan Umum Tetang Hipertensi

2.5.1 Definisi Hipertensi

Hipertensi adalah tekanan darah sistolik sama atau diatas 140 mmHg

dan/atau tekanan darah diastolik sama dengan atau diatas 90 mmHg (WHO,
40

2013). Hipertensi adalah suatu keadaan ketika tekanan darah dipembuluh darah

meningkat secara kronis. Hal tersebut dapat terjadi karena jantung bekerja terlalu

keras memompa darah untuk memenuhi kebutuhan oksigen dan nutrisi tubuh.

Kriteria hipertensi yang digunakan pada penetapan kasus merujuk pada kriteria

diagnosis Joint National Committe (JNC) VII tahun 2003, yaitu hasil pengukuran

tekanan darah sistolik ≥ 140 mmHg atau tekanan darah diastolik ≥ 90 mmHg

(Kemenkes RI, 2013).

2.4.1 Hubungan Hipertensi, Tekanan Darah diatas 140/90 mmHg

Telah dibuktikan bahwa pada penyelidikan framigham bahwa hipertensi

merupakan suatu faktor penting pada Diabetes Melitus. hipertensi merupakan

suatu ”acceleration” pada komplikasi kardiovaskuler dan mempunyai pengaruh

buruk pada mikroangiopati (retina, ginjal). Prevalensi hipertensi pada DM dua

kali lebih banyak dari pada penduduk umum. 80% pasien diabetes menderita

hipertensi, di Indonesia ditemukan 12-26,8% penderita hipertensi oleh karena

Diabetes.

Chrislieb membagi hipertensi dalam 3 kategori :

a) Hipertensi yang dapat disembuhkan dengan pembedahan : Renal artery

stenosis, coarctatio Aorta, Pheochromocytoma, Syndrome Cushing,

Hiperaldosteronism primer

b) Hipertensi tanpa nefropati : Essential, sistolik, kalau ada neuropati, supine

Hypertension dengan ortostatik Hypertension

c) Hipertensi dengan nefropati (Diabetic Hypertension)


41

Hipertensi tanpa nefropati lebih umum ditemukan pada diabetes tipe 2

sebelum dan sesudah didiagnosis diabetes. Hipertensi dapat dikaitkan dengan

aktivitas plasma renin yang normal, tinggi atau rendah seperti pada hipertensi

esensial. Hipertensi Diabetes merupakan komplikasi berat bagi diabetes tipe 1

(30-35 %) dan juga untuk Diabetes tipe 2. 25 % diantaranya meninggal karena

nefropati.

Menurut Sandeep tahun 2009 menyatakan bahwa hipertensi merupakan

komorbiditas penting dalam Diabetes, hipertensi dapat menjadi penyulit maupun

sebagai faktor prediksi Diabetes. Hal ini disebabkan karena perannya sangat

penting dalam proses perkembangan sindrom metabolik.

2.5 Tinjauan UmumTentang Faktor risiko kejadian Diabtes Melitus Tipe 2

2.5.1 Faktor Risiko kejadian Dibetes Melitus Tipe 2

Faktor risiko penyakit tidak menular dibedakan menjadi dua. Yang pertama

adalah faktor risiko yang tidak dapat diubah misalnya umur, jenis kelamin, dan

faktor genetik. Yang kedua adalah faktor risiko yang dapat diubah misalnya pola

hidup dan status kesehatan (Bustan, 2000). Berdasarkan penelitian-penelitian yang

telah dilakukan sebelumnya menyatakan bahwa sosiodemografi, faktor perilaku

dan gaya hidup serta keadaan klinis atau mental berpengaruh terhadap kejadian

Diabetes Melitus (Irawan, 2010).

Faktor risiko DM tipe 2 dikategorikan menjadi sosiodemografi, riwayat

kesehatan, pola hidup, dan kondisi klinis dan mental. Faktor sosiodemohrafi

terdiri dari umur, jenis kelamin, pendidikan, dan pekerjaan. Untuk faktor riwayat

kesehatan terdiri dari riwayat DM keluarga dan berat lahir. Faktor-faktor pola
42

hidup terdiri dari aktivitas fisik, kosumsi sayur dan buah, terpapar asap rokok, dan

konsumsi alkohol. Sementara itu, faktor kondisi klinis dan mental terdiri dari

indeks massa tubuh, lingkar perut, tekanan darah, kadar kolesterol, dan stres. Di

bawah ini faktor-faktor risiko Diabetes Melitus tipe 2.

a. Indeks Massa Tubuh

Nilai indeks masa tubuh (IMT) diperoleh dari pengukuran berat badan

(BB) dalam suatuan kilogram dan tinggi badan (TB) dalam satuan meter.

Selanjutnya hasil pengukuruan dihitung berdasarkan rumus IMT:

BB ( kg )
IMT=
TB2 (m)

IMT dapat digunakan untuk mengetahui apakah berat badan seseorang

ideal atau belum. Untuk mengetahuinya, dapat digunakan tabel di bawah ini:

Tabel 2.2 Kategori Indeks Masa Tubuh


Hasil IMT Kategori
<18,5 BB Kurang
18,5 – 22,9 BB Normal
≥23,0 BB Lebih
23,0 – 24,9 BB dengan Risiko
25,0 – 29,9 Obesitas I
≥30,0 Obesitas II
Sumber: Perkeni dalam Kemenkes,2010

Hasil IMT yang masuk kategori obesitas perlu diwaspadai. Obesitas

merupakan faktor yang berperan penting terhadap penyakit Diabetes Melitus.

Orang dengan obesitas memiliki masukan kalori yang berlebih. Sel beta kelenjar
43

pankreas akan mengalami kelelahan dan tidak mampu untuk memproduksi insulin

yang cukup mengimbangi kelebihan masukan kalori. Akibatnya kadar glukosa

darah akan tinggi yang akhirnya akan menjadi DM (2007).

Sebuah penelitian pernah dilakukan sanjaya pada tahun 2006 di Rumah

sakit tabanan, bali. Hasil penelitian didapatkan bahwa subjek yang mempunyai

berat badan lebih atau obesitas memiliki risiko 2,7 kali lebih besar untuk

menderita DM tipe 2 dibandingkan subjek yang tidak obes (Sanjaya, 2009). Hasil

penelitian lain juga menunjukkan bahwa obesitas terlihat signifikan terhadap

kejadian DM. Penelitian yang dilakukan oleh Andi di rumah sakit umum Dr.

Wahidin Sudirohusodo, Makassar, mendapatan DM tipe 2 dibandingkan dengan

orang yang tidak obesitas (Andi dkk,2007).

b. Lingkar Perut

Lingkar perut dapat menunjukkan tingkat obesitas sentral. Ukuran untuk

menilai obesitas sentral adalah jika lingkar perut pada pri >90 cm dan pada wanita

>80 cm (Kemenkes, 2010).

Tabel 2.3 Kategori Lingkar Perut


Jenis Kelamin Normal Obesitas Sentral
Perempuan <80 cm ≥80 cm
Laki - laki <90 cm ≥90 cm
Sumber: Kemenkes, 2010

Obesitas sentral merupakan contoh penimbunan lemak tubuh yang

berbahaya karena adiposit di daerah ini sangat efisiensi dan lebih resisten terhadap

efek insulin dubandingkan adiposit didaerah lain. Adanya peningkatan jaringan

adipose biasanya diikuti keadaan resistensi insulin. Resitensi insulin merupakan


44

suatu fase awal abnormalitas metabolik sampai terjadinya intorelansi glukosa.

Kegagalan sel pankreas menyebabkan skersi insulin tidak edekuat, sehingga

terjadi transisi dari kondisi resitensi insulin ke diabetes yang manifes secara klinis

(Pusparini, 2007).

Penelitian Wiryadani di rumah sakit Sanglah Denpasar, Bali membagi

subjek ke dalam dua kelompok yaitu kasus dan kontrol. Hasil analisis statistik

menunjukkan terdapat hubungan yang signifikan antara obesitas sentral terhadap

DM tipe 2. Obesitas sentral lebih banyak ditemukan pada kasus dibandingkan

dengan proporsi obesitas pada kontrol (Wiyardani, 2005). Hasil penelitian

Mihardja juga memberikan hasil yang sama. Terdapat perbedaan antara kelompok

kasus dan kontrol yang menderita obesitas sentral terhadap kejadian diabetes

melitus (Mihardja, 2010).

Analisis data Rikesdas 2007 yang dilakukan oleh Irawan mendapatkan

bahwa orang yang mengalami obesitas sentral berisiko 2.63 kali untuk menderita

DM tipe 2 dibandingkan dengan orang yang normal (Irawan, 2010).

c. Riwayat DM Keluarga

Timbulnya penyakit diabetes melitus tipe 2 sangat dipengaruhi oleh faktor

genetik. Bila terjadi mutasi gen menyebabkan kekacauan metabolisme yang

berujung pada timbulnya DM yipe 2 adalah 15% bilah salah satu orang tuanya

menderita DM adalah 75%. Orang yang memiliki ibu dengan DM memiliki risiko

10-30% lebih besar dari pada orang yang memiliki ayah dengan DM. Hal ini

dikarenakan penurunan gen sewaktu dalam kandungan lebih besar dari ibu. Jika
45

saudara kandungan menderita DM maka risiko menderita DM adalah 0% dan

90% jika yang menderita adalah saudara kembar indetik (Diabetes UK, 2010).

Sebuah penelitian pernah dilakukan oleh Fatmawati di RSUD sunan

kalijaga demak. Penelitian pada tahun 2010 memakai disain studi kasus-kontrol.

Dari hasil penelitian didapatkan bahwa riwayat keluarga merupakan faktor yang

berhubungan dengan kejadian Diabetes Melitus tipe 2. Orang yang memiliki

riwayat kerja keluarga DM memiliki risiko 2,97 kali untuk kejadian DM tipe 2

dibandingkan dengan orang yang tidak memiliki riwayat keluarga

(Fatmawati,2010).

Penelitian lain juga pernah dilakukan oleh Alfiyah di rumah sakitumum

pusat Dr. Kariadi Semarang. Dari hasil penelitian ini membuktikan bahwa ada

hubungan antara riwayat keluarga engan DM. Orang yang memiliki riwayat

keluarga DM memiliki risiko sebear 3 kali untuk menderita DM dibandingkan

yang tidak (Alfiyah,2010).

d. Berat Lahir

Berat lahir menjadi faktor risiko DM tipe 2 jika seseorang mengalami

Berat Badan Lahir Rendah (BBLR). Bayi masuk kedalam kategori BBLR jika

bayi tersebut lahir dengan berat <2500 gram. Bayi dengan berat lahir yang rendah,

di masa dewasanya akan mempunyai risiko terkena berbagai penyakit salah

satunya Diabetes Melitus (Mutalazimah, 2005). Seseorang yang mengalami

BBLR dimungkinkan memiliki kerusakan pankreas sehingga kemampuan

pankreas untuk memproduksikan insulin akan terganggu. Hal ini akan

memungkinkan orang tersebut untuk menderita DM Tipe 2(Kemenkes,2010).


46

e. Stress

Stres adalah perasaan yang dihasilkan ketika seseorang bereaksi terhadap

peristiwa tertentu. Ini adalah cara tubuh untuk bersiap menghadapi situasi yang

sulit dengan fokus, kekuatan, stamina, dan kewaspadaan tinggi. Peristiwa yang

memancing stres disebut stresor, dan meliputi berbagai macam situasi-fisik seperti

cedera atau sakit. Stresor lainnya dapat berupa keadaan mental seperti masalah

dalam pernikahan, pekerjaan, kesehatan, atau keuangan (Mitra, 2008).

Metode yang paling membantu dalam menghadapi stres adalah belajar

bagaimana mengelola stres yang datang bersama dengan tantangan baru

bagaimana mengelola stres yang datang bersama dengan tantangan baru apapun,

baik atau buruk. Keterampilan manajemen stres bekerja paling baik apabila terus

menerus dan tidak hanya ketika tertekan ( Mitra, 2008).

Penelitian oleh andi di rumah sakit umum Dr. Wahidin Sudirohusodo,

Makassar mendapatkan bahwa stres merupakan faktor risiko untuk DM. Orang

yang menaglami stres memiliki risiko 1,67 kali untuk menderita DM tipe 2

dibandingkan orang yang tidakmengalami stres (Andi dkk, 2007).

f. Aktivitas fisik

Aktivitas fisik adalah setiap gerakan tubuh dengan tujuan meningkatkan

dan mengeluarkan tenaga dan energi (Kemenkes, 2010). Aktivitas fisik sangat

berperan dalam mengontrol gula darah. Pada saat tubuh melakukan aktifitas fisik

maka sejumlah glukosa akan diubah menjadi energi. Aktvitas fisik mengakibatkan
47

insulin semakin meningkat sehingga kadar gula dalam darah akan berkurang. Pada

orang yang jarang berolahraga, zat makan yang masuk ke dalam tubuh tidak

dibakar tetapi ditimbun dalam tubuh sebagai lemak dan gula. Jika insulin tidak

mencukupi untuk mengubah glukosa menajadi energi maka akan timbul DM.

Setealah beraktivitas fisik selama 10 menit, glukosa darah akan meningkat sampai

15 kali dari jumlah kebutuhan pada keadaan biasa (Kemenkes, 2010).

Penelitian Sanjaya di RS tabanan bali mendapatkan bahwa aktivitas fisik

merupakan variabel yang berhubungan dengan DM tipe 2. Orang yang aktivitas

fisiknya renadah memiliki risiko 4,36 kali lebih besar untuk menderita DM tipe 2

dibanding orang dengan aktivitas fisik tinggi (Sanjaya, 2009).

g. Terpapar Asap Rokok

Terpapar asap rokok adalah merokok atau sering berada di dekat perokok.

Merokok adalah salah satu faktor risiko terjadinya penyakit DM tipe 2. Asap

rokok dapat meningkatkan kadar gula darah. Pengaruh rokok (nikotin)

merangsang kelenjar adrenal dan dapat meningkatkan kadar glukosa (Latu, 1983).

Penelitian yang dilakukan oleh Houston dari Birmingham Veteran Affairs

Medical Centre, Alabama, AS menyatakan bahwa perokok pasif memungkinkan

menghisap racun sama seperti perokok aktif. Penelitian tersebut mendapatkan

bahawa perokok aktif memiliki risiko 22% lebih tinggi untuk terserang DM tipe 2

dibanding orang yang tidak merokok, sedangkan pada perokok pasif ditemukan

memiliki risiko 17% lebih tinggi untuk terserang diabetes dibanding dengan yang

tidak terpajan (Rmexpose dalam Irawan, 2010). Namun penelitian mendapatkan


48

bahwa faktor merokok terlihat tidak berbeda bermakna antara kelompok kasus

dan kontrol (Mihardja, 2010).

h. Konsumsi Alkohol

Konsumsi alkohol erat kaitannya dengan kegemukan, ketika alkohol

masuk ke dalam tubuh, maka akan dipecah menjadi asetat. Hal ini membuat tubuh

membakar asetat terlebih dahulu dari pada zat lainnya seperti lemak atau gula.

Alkohol juga menghambat proses oksidasi lemakdan gula terhambat dan akhirnya

berat badan akan bertambah (Suyanto dalam Irawan, 2010). Alkohol juga dapat

memepengaruhi kelenjar endokrin, dengan melepaskan epinefrin yang mengarah

kepada hiperglicemia transient dan hiperlipidemia sehingga konsumsi alkohol

kontraindikasi dengan diabetes (Rahatta dalam Irawan, 2010).

i. Jenis Kelamin

Jika dilihat dari faktor risiko, wanita lebih berisiko mengidap diabetes

karena secara fisik wanita memiliki peluang peningkatan indeks masa tubuh yang

lebih besar. Sindroma siklus (premenstrual syndrome) dan pasca-monopouseyang

membuat distribusi lemak tubuh menjadi mudah terakumulasi. Selain itu, pada

wanita yang sedang hamil terjadi ketidakeseimbangan hormonal. Hormon

progesteron menjadi tinggi sehingga meningkatkan sistem kerja tubuh untuk

merangsang sel-sel berkembang. Selanjutnya tubuh akan memberikan sinyal lapar

dan pada puncaknya menyebabkan sistem metabolisme tubuh tidka bisa menerima

langsung asupan kalori sehingga menggunakannya secara total sehingga terjadi

peningkatan kadar gula darah saat kehamilan (Damayanti dalam Irawan, 2010).
49

Analisis data Riskesdas 2007 yang dilakukan oleh Irawan mendapatkan

bahwa perempuan lebih berisiko untuk menderita DM tipe 2 dibanding laki-laki

(Irawan, 2010). Sementara itu, penelitian oleh Fatmawati memberikan hasil yang

berbeda. Jenis kelamin tidak berhubungan dengan kejadian Diabetes Melitus tipe

2 (Fatmawati).

j. Umur

Hasil penelitian di negara maju menunjukkan bahwa kelompok umur yang

berisiko terkena DM Tipe 2 usia 65 tahun ke atas. Di negara berkembang,

kelompok umur yang bersiko untuk mederita DM tipe 2 adalah usia 46-64 tahun

karena pada usia tersebut intoleransi glukosa. Proses penuaan menyebabkan

menurunnya kemampuan sel B pankreas dalam memproduksi insulin (Budhiarta

dalam Sanjaya, 2009).

Penelitian Fatmawati menunjukkam bahwa umur merupakan variabel yang

signifikan terhadap kejadian DM tipe 2 (Fatmawati, 2010).

Selain itu, hasil dari penelitian Alfiyah juga didapatkan bahwa ada

hubungan antara umur dengan Diabetes Melitus (Alfiyah, 2010).

Dari hasil analisis Riskedas 2007, terlihat bahwa semakin tua usia maka

makin tinggi risiko untuk menderita Diabetes Melitus. Orang yang berusia 26-35

tahun berisiko 2,32 kali, usia 36-45 tahun berisiko 6,88 kali, dan usia lebih dari 45

tahun berisiko 14,99 kali untuk menderita DM tipe 2 dibandingkan dengan usia

15-25 tahun (Irawan, 2010).

k. Pendidikan
50

Tingkat pendidikan memiliki pengaruh terhadap kejadian penyakit

Diabetes Melitus tipe 2. Orang yang tingkat pendidikannya tinggi biasanya

memiliki banyak pengetahuan tersebut orang akan memiliki kesadaran dalam

menjaga kesehatannya (Irawan, 2010).

Namun, selain dari pengetahuan, tingkat pendidikan juga mempengaruhi

aktivitas fisik seseorang karena terkait dengan pekerjaan yang dilakukan. Orang

yang tingkat pendidikan tinggi biasanya lebih banyak bekerja di kantoran dengan

aktivitas fisik sedikit. Sementara itu,orang yang tingkat pendidikan rendah lebuh

banyak menajdi buruh maupun petani dengan aktivitas fisik yangcukup atau berat

(Irawan, 2010).

Penelitian tentang faktor risiko DM tipe 2 di kota Singkawang pernah

dilakukan oleh Mihardja. Tingkat pendidikan terbanyak adalah tidak tamat SD

(27,9%), tamat SD (25,0%), dan tidak pernah sekolah (15,0%) (Mihardja, 2010).

Penelitian yang dilakukan oleh Fatmawati mendapakan bahwa tingkat pendidikan

merupakan faktor yang berhubungan dengan kejadian Diabetes Melitus tipe 2

(Fatmawati, 2010).

l. Pekerjaan

Jenis pekerjaan juga erat kaitannya dengan kejadian DM. Pekerjaan

seseorang mempengaruhi tingkat aktivitas fisiknya. Rikesdas 2007 mendaptkan

prevelensi diabetes melitus tertinggi pada kelompok yang tidak bekerja dan ibu

rumah tangga. Selain itu, orang tidak bekerja memiliki aktivitas fisik yang kurang

sehingga meningkatkan risiko untuk obesitas (Irawan, 2010). Penelitian di kota


51

Singkawang memberikan hasil bahwa distribusi penderita DM tipe 2 terbanyak

adalah dari kelompok tidak bekerja sebesar 46,2% (Mihardja, 2010).

Kadar kolesterol yang tinggi berisiko terhadap penyakit DM tipe 2. Kadar

kolesterol tinggi menyebabkan meningkatnya asam lemak bebas (free fatty acid)

sehingga terjadi lipotosisity. Hal ini akan menyebabkan terjadinya kerysakan sel

beta yang akhirnya mengakibatkan DM tipe 2. Kadar kolesteroltotal berisiko

untuk diabetes jika hasilnya > 190 mm/dL (kolesterol tinggi) sedangkan kadar

normal adalah ≤190 mm/Dl (Kemenkes, 2010).

Sebuah penelitian dilakukan di Rumah Sakit Umum Dr. Wahidin

Sudirohusodo, Makassar. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kolesterol tinggi

memiliki hubungan dengan DM tipe 2. Orang dengan kolesterol tinggi memiliki

risiko 13,45 kali untuk menderita DM tipe 2 dibandingkan yang kadar

kolesterolnya normal (Andi dkk, 2007).

Tekanan darah dapat diketahui dari pengukuran arteri brachialis di lengan

atas. Di bawah ini adalah tabel klasifikasi tekanan darah.

Tabel 2.4 Klasifikasi Tekanan Darah


Klasifikasi Sistolik (mmHg) Diastolik (mmHg)

Normal ≤120 ≤80

Prehipertensi 121-139 81-90

Hipertensi Derajat I 140-159 91-99

Hipertensi Derajat II ≥160 ≥100

Sumber: Perkeni dalam Kemenkes, 2010

Seseorang dikatakan hipertensi jika sistolik ≥140 mmHg atau diastolik ≥91

mmHg. Hipertensi akan menyebabkan insulin resisten sehingga terjadi


52

hiperinsulinemia, terjadi mekanisme kompensasi tubuh agar glukosa darah

normal. Bila tidak dapat diatasi maka akan terjadi gangguan Toleransi Glukosa

Terganggu (TGT) yang mengakibatkan kerusakan sel beta dan terjadilah DM tipe

2 (Kemenkes, 2010).

Penelitian tentang DM Tipe 2 oleh Buraerah mendapatkan bahwa

hipertensi merupakn faktor risiko DM Tipe 2. Orang yang hipertensi memiliki

risiko 4,29 kali untuk mendapatkan tipe 2 dibandingkan dengan orang yang tidak

hipertensi (Buraerah 2007). Penelitian lain di Rumah sakit umum Dr. Wahidin

Sudirohusodo, Makassar juga memberikan hasil yang sejalan. Orang yang

hipertensi memiliki risiko 6,14 kali untuk menderita DM tipe 2 dibandingkan

dengang orang yang tidak hipertensi (Andi dkk, 2007).

2.6 Kerangka Teori

Sebagaimana telah dijelaskan pada sub bab sebelumnya tentang faktor risiko

diabetes melitus, maka kerangka konsep tentang faktor yang berisiko terhadap

kejadian diabetes melitus adalah sebagai berikut :

Soisodemografi
Riwayat Kesehatan
 Jenis kelamin
 Riwayat DM keluarga
 Umur
 Berat Lahir
 Pendidikan
 Pekerjaan
Diabetes Melitus Tipe 2

Kondisi Klinis dan Mental Pola Hidup


 Indeks massa tubuh  Terpapar asap rokok
 Lingkar perut  Aktivitas Fisik
 Tekanan darah  Konsumsi alkohol
 Kadar kolestrol  Konsumsi buah dan
 Stress sayur
53

Gambar 2.1 Kerangka Teori Roman-Urrestarazu et al (2016)


2.7 Kerangka Konsep

Berdasarkan kerangka teori yang sudah dijelaskan pada bab sebelumnya,

maka ada beberapa faktor-faktor yang berhubungan terhadap kejadian Diabetes

Melitus tipe 2 yang dipilih oleh peneliti untuk diteliti sebagai variabel

indenpenden pada pada penelitian ini yaitu aktivitas fisisk, riwayat keluarga, pola

makan, dan hipertensi. Sedangkan variabel denpendenya adalah penyakit Diabetes

Melitus tipe 2.

Variabel Indenpenden Variabel Denpenden

Aktivitas fisik

Riwayat keluarga Diabetes


Melitus
Pola Makan Tipe2

Hipertensi

Paparan Asap Rokok

Riwayat Lahir dengan


BB ˂2500gram

Gambar 2.2 Kerangka Konsep

Keterangan :
54

:Variabel Indenpenden Yang Diteliti

: Variabel Yang Tidak Diteliti

: Variabel Denpenden

:Variabel Penghubung

2.8 Hipotesis

Hipotesis penelitian ini adalah faktor-faktor yang berhubungan dengan

kejadian diabetes melitus tipe 2 di Puskesmas Maabodo Kecamatan Kontunaga

Kabupaten Muna pada tahun 2020. Adapun hipotesis dalam penelitian ini adalah

sebagai berikut :

2.8.2 H0: Tidak ada hubungan antara aktivitas fisik dengan kejadian penyakit

diabetes melitus tipe 2 pada masyarakat di wilayah kerja Puskesmas

MaabodoKecamatan Kontunaga Kabupaten Muna pada tahun 2020.

H1: Ada hubungan antara aktivitas fisik dengan kejadian penyakit diabetes

melitus tipe 2 pada masyarakat di wilayah kerja Puskesmas Maabodo

Kecamatan Kontunaga Kabupate Muna pada tahun 2020.

2.8.2 H0: Tidak ada hubungan antara riwayat keluarga dengan kejadian penyakit

diabetes melitus tipe 2 pada masyarakat di wilayah kerja Puskesmas

Maabodo Kecamatan Kontunaga Kabupaten Muna pada tahun 2020.

H1: Ada hubungan antara riwayat keluarga dengan kejadian penyakit

diabetes melitus tipe 2 pada masyarakat di wilayah kerja Puskesmas

Maabodo Kecematan Lohia Kabupaten Muna pada tahun 2020.


55

2.8.3 H0: Tidak ada hubungan antara pola makan dengan kejadian penyakit

diabetes melitus tipe 2 pada masyarakat di wilayah Puskesmas Maabodo

Kecamatan Kontunaga Kabupaten Muna Pada Tahun 2020.

H1: Ada hubungan antara pola makan dengan kejadian penyakit diabetes

melitus tipe 2 pada masyarakat di wilayah Puskesmas Maabodo

Kecamatan Kontunaga Kabupaten Muna Pada Tahun 2020.

2.8.4 H0: Tidak ada hubungan antara hipertensi dengan kejadian penyakit

diabetes melitus tipe 2 pada masyarakat di wilayah Puskesmas Maabodo

Kecamatan Kontunaga Kabupaten Muna Pada Tahun 2020.

H1: Ada hubungan antara hipertensi dengan kejadian penyakit diabetes

melitus tipe 2 pada masyarakat di wilayah Puskesmas Maabodo

Kecamatan Kontunaga Kabupaten Muna Pada Tahun 2020.


BAB III
METODE PENELITIAN

3.1 Jenis dan Rancangan Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptifobservasional

dengan rancangan penelitian yang digunakan adalah cross sectional. Penelitian ini

dilakukan diantara 5 desa yaitu liabalano, maabodo, bungi, masalili, dan

kontunaga. Dalam penelitian ini variabel dependennya adalah kejadian diabetes

melitus tipe 2. Sementara itu, variabel indenpendennya adalah aktivitas fisik,

riwayat keluarga, pola makan, dan hipertensi.

3.2 Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini menggunakan data sekunder yang merupakan data dari

program pengendalian diabetes melitus dan fakor risikonya terdapat 5 desa yaitu

masyarakat Maabodo, masalili, kontunaga, liabalano, dan bungi yang bertempat

tinggal di walayah kerja Puskesmas Maabodo Kecamatan Kontunaga Kabupaten

Muna pada tahun 2020. Sementara itu, pengelolahan data dilakukan pada

november hingga selesai.

3.3 Populasi,Sampel dan Kriteria Sampel

3.3.1 Populasi

Populasi penelitian ini adalah seluruh masyarakat yang berkunjung di

wilayah Kerja Puskesmas Maabodo Kecamatan kontunaga Kabupaten Muna pada

tahun 2020. Jumlah populasi dalam penelitia ini berjumlah 85 orang diabetes.

56
57

3.3.2 Sampel

Sampel dalam penelitian ini adalah masyarakat laki-laki dan perempuan

yang berusia ≥30 tahun. Teknik pengambilan sampel yang digunakan dalam

penelitian ini adalah total sampling, yang ditetapkan berdasarkan kriteria peneliti.

Sampel dalam penelitian merupakan masyarakat yang memiliki rentang usia 30-

64 tahun dan diperoleh sampel sebanyak 85 orang.

3.4 Variabel Penelitian

3.4.1 Variabel Bebas

Adapun variabel bebas (Independent Variabel)dalam penelitian ini yaitu

aktivitas fisik, riwayat keluarga, pola makan, dan hipertensi.

3.4.2 Variabel Terikat

Adapun variabel terikat (Dependent Variabel) dalam peneltian iniadalah

Diabetes Melitus Tipe 2.

3.5 Instrument Penelitian

Dalam penelitian ini instrument yang digunakan adalah kusioner yang berisi

pertanyaan-pertanyaan sesuai dengan variabel dalam penelitian ini yang terdiri

dari aktivitas fisik, riwayat keluarga, dan hipertensi. Untuk mendukung

kepercayaan penelitian dan pengambilan data awal dapat dipercepat maka dalam

penelitian digunakan kamera Handphone untuk mengambil gambar responden.


58

3.6 Definisi Operasional dan Kriteria Obyektif

3.6.1 Diabetes Melitus Tipe 2

Diabetes Melitus adalah seseorang yang diagnosa oleh petugas kesehatan

menderita DM yakni jika konsentrasi glukosa dara dalam keadaan puasa pagi hari

≥126 mg/dl atau sewaktu diperiksa ≥200 mg/dl.

Penelitian ini di diagnosa oleh petugas kesehatan berdasarkan hasil

pemeriksaan. Skala yang digunakan pada variabel ini adalah skala nominal.

Criteri objektif :

a. Menderita DM : berdasarkan hasil pemeriksaan diagnosa dari dokter

dan tercatat dalam rekam medik.

b. Tidak menderita DM : Berdasarkan hasil pemeriksaan diagnosa dari

dokter dan tercatat dalam rekam medik.

3.6.2 Aktivitas Fisik

Aktivitas fisik yang melibatkan kegiatan fisik yang diakukan responden

secara rutin dalam kehidupan sehari-hari selama satu minggu terakhir dengan cara

wawancara kuisioner International Physical Activity Questionnare (IPAQ). Dapat

dikelompokkan menjadi :

a. Kurang : Jika nilai responden tidak memenuhui semua dari kriteria

IPAQ

b. Cukup : Jika nilai responden memenuhi semua kriteria IPAQ

3.6.3 Riwayat Keluarga DM

Riwayat keluarga penyakit DM dilihat berdasarkan garis keturunan yaitu

Bapak, Ibu, Kakek, Nenek, Paman, dan Bibi.


59

Penelitian ini menggunakan kusioner. Skala yang digunakan dalam

variabel ini adalah skala nominal.

Criteria objektif :

a. Berisiko tinggi : apabila dalam silsilah keluarga ada yang menderita

DM (Bapak,Ibu,Kakek,Nenek).

b. Berisiko rendah : apabila dalam keluarga tidak ada yang menderita

DM dari silsilah keluarga (Bapak,Ibu,Kakek,Nenek).

3.6.4 Pola Makan

Pola makan adalah suatu gambaran tingkat konsumsi pangan seseorang

berdasar pada perilaku makan terkait frekuensi makan dan jenis bahan makanan

(Makanan Pokok, Lauk Pauk, Sayuran, Buah, dan Jajanan) yang dimakan sehari-

hari yang akan berdampak pada status gizi.

a. Lebih : Jika pengukuran pola konsumsi memiliki skor ≥453

b. Cukup : Jika pengukuran pola konsumsi memiliki skor 236 – 452

(Suhardjo, 2006 dalam Florence, 2017)

3.6.5 Hipertensi

Hipertensi adalah terjadinya peningkatan tekanan darah secara persistem

dalam dua kali pengukuran dalam selang waktu limat menit pada saat kondisi

cukup istrahat/tenang dimana tekanan darah sistolik ≥ 140/90 mmHg dan tekanan

darah diastolik ≥ 90 mmHg, sebelum menderita Diabetes melitus tipe 2.

1. Hipertensi jika tekanan darah ≥ 140/90 mmHg.

2. Tidak hipertensi jika tekanan darah ˂ 140/90 mmHg.


60

3.7 Jenis Data Penelitian

3.7.1 Data Primer

Data primer pengumpulannya di peroleh melalui wawancara langsung

dengan responden menggunakan kuesioner terstruktur.

3.7.2 Data Sekunder

Data sekunder yang dikumpulkan berupa data angka kejadian diabetes

melitusdi Sulawesi Tenggara, Dinas Kesehatan Kabupaten Muna, Profil

Kesehatan Responden Masyarakat Di Wilayah Kerja Puskemas Maabodo

Kecamatan Kontunaga Kabupaten Muna yang di peroleh dari data Puskesmas

Maabodo dan studi kepustakaan dengan mengumpulkan buku-buku dan jurnal-

jurnal yang berhubungan dengan peneltian ini.

3.8 Pengolahan, Analisis dan Penyajian Data

3.8.1 Pengolaan Data

Data yang diperoleh dari responden di kumpulkan selanjutnya di tabulasi

dengan menggunakan program SPSS (Statistical For Social Science).

3.8.2 Analisis Data

Adapun analisis data yang dilakukan antara lain :

a. Analisis Univariat

Analisis univariat dilakukan untuk melihat distribusi frekuensi dan

presentase dari setiap variabel denpenden dan indenpenden. Variabel

denpenden kejadian Diabetes Melitus tipe 2 dan variabel indenpenden

aktivitas fisik, riwayat keluarga, pola makan dan hipertensi.


61

b. Analisis Bivariat

Analisis Bivariat dilakukan untuk mengetahui faktor risiko

pencegahan aktivitas fisik, riwayat keluarga, pola makan, dan hipertensi.

Analisis bivariat dilakukan dengan menggunakan uji Chi Square dengan

tabel kontingensi 2 x 2 dan menggunakan komputerisasi dengan tingkat

kepercayaan 95% (α = 0,05). Adapun rumus dari chi-squareyaitu :

X 2 =∑ ¿ ¿

Keterangan:

X2:nilai chi-kuadrat

fe: frekuensi yang diharapkan

fo: frekuensi yang diperoleh/diamati

Karena rancangan penelitian ini adalah cross sectional, maka uji

statistic yang digunakan pada tingkat kepercayaan 95% (α=0,05). Dasar

pengambilan keputusan penelitian hipotesis (Budiarto, 2002 dalam Gita,

2016).

a. H0 diterima jika X2 hitung ≤ X² tabel atau nilai signifikansi (P) > 0,05

b. H0 ditolak jika X2 hitung ≥ X² tabel atau nilai signifikansi (P) < 0,05

Pengambilan keputusan H1 diterima atau ditolak dengan melihat taraf

signifikansi. Pada penelitian ini menggunakan taraf signifikansi 5% (α = 0,05)

dengan kriteria pengujian ditetapkan H0 diterima apabila p ≥ 0,05, Ho ditolak

apabila p ≤ 0,05 (Sugiono, 2017).

Aturan yang berlaku untuk uji Chi-Square untuk program komputerisasi

seperti SPSS adalah sebagai berikut:


62

a. Bila pada tabel kontigency 2x2 dijumpai nilai e (harapan) kurang dari 5, maka

hasil yang digunakan adalah Fisher Exact Test.

b. Bila pada tabel kontigency 2x2 tidak dijumpai nilai e (harapan) kurang dari 5,

maka hasil yang digunakan adalah Continuity Correction

c. Bila pada tabel kontigency yang lebih dari 2x2 misalnya 3x2, 3x3 dan lain-

lain, maka hasil yang digunakan adala Person Chi-Square.

d. Bila pada tabel kontigency 3x2 ada sel dengan nilai frekuensi harapan (e)

kurang dari 5, maka akan dilakukan merger sehingga menjadi tabel

kontigency 2x2 (Gita, 2016).

3.8.3 Penyajian Data

Data yang akan diolah kemudian disajikan dalam bentuk tabel frekuensi

kemudian disajikan dalam bentuk deskripsi untuk menjawab permasalahan

penelitian.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Gambaran Lokasi Penelitian

4.1.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian

a. Letak geografis

Puskesmas Maabodo terletak di Kecamatan Kontunaga Kabupaten

Muna. Wilayah Puskesmas Maabodo terletang di lintang -4,865397

dan bujur 122,658583 dan memiliki luas wilayah 5.088 KM2 dan

mencakup 5 desa. Dalam cakupan wilayah Puskesmas Maabodo

terdapat 8.078 Penduduk dengan karakteristik wilayah Pedesaan

dengan status Puskesmas Non Rawat Inap dan sudah terakreditasi.

b. Ketenagaan

Adapun jenis-jenis tenaga kerja yang bertugas di Puskesmas

Maabodo Kecamatan Kontunaga Kabupaten Muna, antara lain Dokter

umum (1 Orang), perawat (14 orang), Bidan (6 Orang), Kesehatan

Masyarakat (2 Orang), Tenaga Kesehatan Lingkungan (2 Orang),

Farmasi (2 Orang), Gizi (3 Orang), dan Tenaga Penunjang (2 Orang).

c. Sarana dan Prasarana

Puskesmas Maabodo merupakan Puskesmas Non Rawat Inap,

adapun fasilitas yang ada yaitu sebagai berikut: Ambulans (1 Buah),

Sepeda Motor (3 Buah), Puskesmas Pembantu (1 Buah), Posyandu

Lansia (5 Buah), dan Posyandu Kesehatan Ibu Anak (Posyandu

Madya 9 Buah dan Puskesmas Mandiri 2 Buah). Puskesmas Maabodo

63
64

juga sudah memiliki fasilitas listrik 24 jam dari PLN dengan sumber

air galian tanah.

4.1.2. Gambaran Umum Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada bulan Januari 2021 di Wilayah kerja

Puskesmas Maabodo Kecamatan Kontunaga Kabupaten Muna. Responden

dalam penelitian ini adalah penduduk yang termasuk pada orang dewasa

usia >30 tahun dan responden dalam penelitian ini berjumlah 85 orang.

Pembagian sampel pada penelitian ini berdasarkan jumlah

responden yang ditemui oleh peneliti serta memenuhi syarat kriteria

inklusi dan eksklusi pada hari yang telah ditentukan dengan menggunakan

teknik total sampling sampling.

Peneliti meminta izin dengan membawa surat izin penelitian dan

menjelaskan maksud penelitian kepada Kepala Puskesmas Maabodo

Kecamatan Kontunaga Kabupaten Muna. Setelah disetujui, peneliti mulai

pengambilan data di wilayah kerja Puskesmas Dana Kecamatan Watopute

Kabupaten Muna dengan memberikan kuesioner sebagai instrumen

penelitian kepada responden. Sebelum mengisi kuesioner, peneliti

menanyakan terlebih dahulu kesediaan responden untuk menjadi

responden, dikarenakan responden penelitian sudah berusia lanjut dan

penglihatan sudah kurang jelas ditambah lagi pertanyaan yang ada pada

kuesioner menggunakan bahasa baku dan formal sehingga ketika mengisi

kuesioner dilakukan oleh peneliti disesuaikan dengan cara berbicara pada

lokasi penelitian agar mudah dimengerti oleh responden dan pertanyaan


65

ditanyakan dalam bentuk wawancara singkat disesuaikan dengan

pertanyaan yang ada pada kuesioner. Setelah itu setiap jawaban diberikan

skor sesuai kriteria objektif yang telah ditentukan untuk memudahkan

peneliti dalam melakukan analisis nantinya.

4.2 Hasil Penelitian


4.1.1 Analisis Univariat

a. Karakteristik Dasar Responden

1) Umur

Pembagian umur terdiri atas anak-anak, remaja, dewasa dan lansia.

Adapun distribusi responden menurut kelompok umur dapat dilihat pada

tabel 4.1 sebagai berikut.

Tabel 4.1 Distribusi Responden Menurut Umur Responden di Wilayah


Kerja Puskesmas Maabodo Kecamatan Kontunaga
Kabupaten Muna Tahun 2020

No. Kelompok Umur Jumlah (n) Persentase (%)


1 ≤45 Tahun 38 44,7
2 >45 Tahun 47 55,3
Total 85 100
Sumber : Data Primer, Januari 2021

Tabel 4.1 menunjukkan dari 85 responden (100%), responden yang

berumur kisaran ≤45 tahun berjumlah 38 orang (44,7%) lebih sedikit

dibandingkan responden yang berumur kisaran >45 tahun berjumlah 47

orang (55,3%).

2) Jenis Kelamin

Pembagian jenis kelamin pada manusia terbagi atas laki-laki dan

perempuan. Adapun distribusi responden menurut jenis kelamin dapat

dilihat pada tabel 4.2 sebagai berikut.


66

Tabel 4.2 Distribusi Responden Menurut Jenis Kelamin di Wilayah


Kerja Puskesmas Maabodo Kecamatan Kontunaga
Kabupaten Muna Tahun 2020

No. Usia Kehamilan Jumlah (n) Persentase (%)


1 Laki-laki 61 71,8
2 Perempuan 24 28,2
Total 85 100
Data Primer, Januari 2021

Tabel 4.2 menunjukkan dari 85 responden, mayoritas berjenis kelamin

laki- laki berjumlah 61 responden (71,8%), sedangkan responden dengan

jenis kelamin perempuan berjumlah 24 orang (28,2%).

3) Pendidikan Terakhir

Pendidikan terakhir merupakan ketercapaian dalam proses

pembelajaran pada lembaga formal pendidikan. Adapun distribusi

responden menurut pendidikan terakhir dapat dilihat pada table 4.3 sebagai

berikut.

Tabel 4.3 Distribusi Responden Menurut Pendidikan Terakhir di


Wilayah Kerja Puskesmas Maabodo Kecamatan Kontunaga
Kabupaten Muna Tahun 2020

No. Pendidikan Terakhir Jumlah (n) Persentase (%)


1 SD/Sederajat 8 9,4
2 SMP/Sedarajat 40 47,1
3 SMA/Sederajat 29 34,1
4 D3 7 8,2
5 S1 1 1,2
Total 85 100
Sumber : Data Primer, Januari 2021

Tabel 4.3 menunjukkan bahwa dari 85 responden, paling banyak

responden dengan pendidikan terakhir SMP/Sederajat yaitu berjumlah 40

responden (47,1%) dan paling sedikit dengan pendidikan terakhir S1 yaitu

berjumlah 1 responden (1,2%).


67

4) Jenis Pekerjaan

Jenis pekerjaan merupakan bentuk pekerjaan yang dilakukan atau

ditugaskan kepada seseorang. Adapun distribusi responden menurut jenis

pekerjaan dapat dilihat pada tabel 4.4 yakni sebagai berikut.

Tabel 4.4 Distribusi Responden Menurut Jenis Pekerjaan Responden di


Wilayah Kerja Puskesmas Maabodo Kecamatan Kontunaga
Kabupaten Muna Tahun 2020

No. Jenis Pekerjaan Jumlah (n) Persentase (%)


1 Petani 44 51,7
2 Pedagang 14 16,5
3 Nelayan 16 18,8
4 Ibu Rumah Tangga 5 5,9
5 Swasta 5 5,9
6 Wiraswasta 1 1,2
Total 85 100
Sumber : Data Primer, Januari 2021

Tabel 4.4 menunjukkan bahwa dari 85 responden, jenis pekerjaan

terbanyak yaitu sebagai petani berjumlah 44 responden (51,8%) dan paling

sedikit bekerja sebagai wiraswasta yaitu berjumlah 1 responden (1,2%).

b. Variabel Penelitian

1) Status Diabetes Melitus Tipe 2

Distribusi responden berdasarkan status Diabetes Melitus pada

responden dapat dilihat pada tabel 4.5 berikut ini.

Tabel 4.5 Distribusi Responden Berdasarkan Status Diabetes Melitus


Tipe 2 pada Responden di Wilayah Kerja Puskesmas
Maabodo Kecamatan Kontunaga Kabupaten Muna Tahun
2020.

No. Status DM Tipe 2 Jumlah (n) Persentase (%)


1 Menderita DM 37 43,5
2 Tidak Menderita DM 48 56,5
Total 85 100
Sumber : Data Primer, Januari 2021
68

Dari Tabel 4.5 menunjukkan bahwa dari 85 respnden 27 responden

(43,5%) diantaranya menderita Diabetes Melitus tipe 2 dan 48 responden

(56,5%) tidak menderita Diabetes Melitus tipe 2.

2) Status Hipertensi

Hipertensi adalah penyakit yang terjadi akibat peningkatan tekanan

darah. Hipertensi seringkali tidak menimbulkan gejala, sementara tekanan

darah yang terus-menerus tinggi dalam jangka waktu lama dapat

menimbulkan komplikasi. Adapun distribusi responden berdasarkan status

hipertensi pada responden dapat dilihat pada tabel berikut ini.

Tabel 4.6 Distribusi Responden Berdasarkan Status Hipertensi pada


Responden di Wilayah Kerja Puskesmas Maabodo
Kecamatan Kontunaga Kabupaten Muna Tahun 2020.

No. Status Hipertensi Jumlah (n) Persentase (%)


1 Hipertensi 17 20
2 Tidak Hipertensi 68 80
Total 85 100
Sumber : Data Primer, Januari 2021

Tabel 4.6 di atas menunjukkan bahwa dari 85 responden, sebanyak 17

responden (20%) menderita hipertensi dan sebanyak 68 responden (80%)

tidak menderita hipertensi.

3) Riwayat Keluarga

Keluarga mempunyai peran penting untuk generasi selanjutnya, hal ini

dikarenakan ada berbagai macam penyakit yang dapat terjadi karena riwayat

keluarga. Distribusi responden berdasarkan riwayat keluarga dapat dilihat

pada tabel berikut ini.


69

Tabel 4.7 Distribusi Responden Berdasarkan Riwayat Keluarga Pada


Responden di Wilayah Kerja Puskesmas Maabodo
Kecamatan Kontunaga Kabupaten Muna Tahun 2020

No. Riwayat Keluarga Jumlah (n) Persentase (%)


1 Resiko Tinggi 30 35,3
2 Resiko Rendah 55 64,7
Total 85 100
Sumber : Data Primer, Januari 2021

Tabel 4.7 menunjukkan bahwa dari 85 responden, sebanyak 30

responden (35,3%) memiliki riwayat keluarga berisiko tinggi, sedangkan 55

responden (64,7%) memiliki riwayat keluarga berisiko rendah.

4) Pola Makan

Asupan makanan yang berlebihan merupakan faktor resiko pertama

yang diketahui menyebabkan Diabetes Melitus.Adapun distribusi

berdasarkan pola konsumsi responden, dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 4.8 Distribusi Berdasarkan Pola Konsumsi Responden di


Wilayah Kerja Puskesmas Maabodo Kecamatan
Kontunaga Kabupaten Muna Tahun 2020

No. Pola Makan Jumlah (n) Persentase (%)


1 Tidak Teratur 40 47,1
2 Teratur 45 52,9
Total 85 100
Sumber : Data Primer, Januari 2021

Tabel 4.8 menunjukkan bahwa dari 85 responden, sebanyak 40

responden (47,1%) memiliki pola makan yang tidak teratur dan sebanyak 45

responden (52,9%) memiliki pola konsumsi yang teratur.


70

5) Aktifitas Fisik

Aktifitas fisik adalah kegiatan yang biasa dilakukan sehari-hari,

seperti aktivitas umum, aktivitas rumah tangga/domestik, aktivitas yang

berkaitan dengan penggunaan transportasi, bekerja, olahraga, dan aktivitas

lainnya yang dilakukan di waktu senggang selama 24 jam. Adapun

distribusi responden berdasarkan tingkat kualitas hidup, dapat dilihat pada

tabel berikut.

Tabel 4.9 Distribusi Berdasarkan Aktifitas Fisik Responden di Wilayah


Kerja Puskesmas Maabodo Kecamatan Kontunaga
Kabupaten Muna Tahun 2020

No. Aktifitas Fisik Jumlah (n) Persentase (%)


1 Risiko Tinggi 25 29,4
2 Risiko Rendah 60 70,6
Total 85 100
Sumber : Data Primer, Januari 2021

Tabel 4.9 menunjukkan bahwa dari 85 responden, 60 responden (70,6%)

dengan aktifitas fisik berisiko rendah, dan 25 responden (29,4%) lainnya

dengan aktifitas fisik berisiko tinggi.

4.2.1 Analisis Bivariat

Analisis bivariat digunakan untuk membuktikan hipotesis penelitian

antara variabel independen dan variabel dependen. Karena rancangan

penelitiaan ini menggunakan pendekatan cross sectional atau membuktikan

adanya hubungan antara variabel bebas dengan variabel terikat, maka uji

statistik yang digunakan oleh peneliti untuk analisis bivariat adalah

menggunakan uji Chi-square pada tingkat kepercayaan 95% (α = 0,05)

(Hidayat, 2017).
71

a. Hubungan Antara Hipertensi dengan Kejadian Diabetes Melitus Tipe 2 di

Wilayah Kerja Puskesmas Maabodo Kecamatan Kontunaga Kabupaten

Muna Tahun 2020

Hubungan Hipertensi dengan kejadian Diabetes Melitus tipe 2 di

Wilayah Kerja Puskesmas Maabodo Kecamatan Kontunaga Kabupaten

Muna dapat dilihat pada tabel 4.10 yaitu sebagai berikut.

Tabel 4.10 Distribusi Hubungan Antara Hipertensi dengan Kejadian


Diabetes Melitus Tipe 2 di Wilayah Kerja Puskesmas
Maabodo Kecamatan Watopute Kabupaten Muna Tahun
2020

Status DM
Tidak Total P-value
Hipertensi Menderita
Menderita
n % n % N %
Tinggi 2 11,76 15 88,24 17 100
0,068
Normal 35 51,47 33 48,53 68 100
Total 37 43,5 48 56,5 85 100
Sumber : Data Primer, Januari 2021

Tabel 4.10 menunjukkan bahwa dari 17 responden yang memiliki

tekanan darah tinggi terdapat 2 responden (11,76%) menderita hipertensi

dan 15 responden (88,24%) tidak menderita Diabetes Melitus Tipe 2.

Sedangkan dari 68 responden yang memiliki tekanan darah normal terdapat

35 responden (51,47%) menderita Diabetes dan 33 responden (48,53%)

tidak menderita Diabetes Melitus Tipe 2.

Berdasarkan hasil analisis chi-square, didapatkan p-value (0,068) > α

(0,05), sehingga Ho diterima dan Ha ditolak yang berarti bahwa tidak ada

hubungan antara hipertensi dengan kejadian Diabetes Melitus tipe 2 di

wilayah Puskesmas Maabodo Kecamatan Kontunaga Kabupaten Muna.


72

b. Hubungan Antara Riwayat Keluarga dengan Kejadian Diabetes

Melitus Tipe 2 di Wilayah Kerja Puskesmas Maabodo Kecamatan

Kontunaga Kabupaten Muna Tahun 2020

Hubungan antara antara riwayat keluarga dengan kejadian Diabetes

Melitus Tipe 2 di Wilayah Kerja Puskesmas Maabodo Kecamatan

Kontunaga Kabupaten Muna dapat dilihat pada tabel 4.11.

Tabel 4.11 Distribusi Hubungan Antara Riwayat Keluarga dengan


Kejadian Diabtes Mellitus Tipe 2 di Wilayah Kerja
Puskesmas Maabodo Kecamatan Kontunaga Kabupaten
Muna Tahun 2020

Status DM
Riwayat Tidak Total P-value
Menderita
Keluarga Menderita
n % n % N %
Risiko Tinggi 30 100 0 0 30 100
0,000
Risiko Rendah 7 12,7 48 87,3 65 100
Total 37 43,5 48 56,5 85 100
Sumber : Data Primer, Januari 2021

Tabel 4.11 menunjukkan terdapat 30 responden dengan riwayat

keluarga berisiko tinggi dan seluruhnya menderita Diabetes Melitus tipe 2.

Sedangkan dari 65 responden dengan riwayat keluarga berisiko rendah, 7

responden (12,7%) diantaranya menderita diabetes dan 48 responden

(87,3%) diantaranya tidak menderita diabetes.

Berdasarkan hasil analisis chi-square, didapatkan nilai p-value (0,000)

< α (0,05) dengan demikian Ho ditolak dan Ha diterima yang berarti bahwa

ada hubungan antara riwayat keluarga dengan kejadian Diabetes Melitus

tipe 2 di wilayah kerja Puskesmas Maabodo Kecamatan Kontunaga

Kabupaten Muna.
73

c. Hubungan Antara Pola Makan dengan Kejadian Diabetes Melitus Tipe 2

di Wilayah Kerja Puskesmas Maabodo Kecamatan Kontunaga Kabupaten

Muna Tahun 2020

Hubungan antara pola makan dengan kejadian Diabetes Melitus Tipe 2 di

Wilayah Kerja Puskesmas Maabodo Kecamatan Kontunaga Kabupaten Muna

dapat dilihat pada tabel 4.12.

Tabel 4.12 Distribusi Hubungan Antara Pola Makan dengan Kejadian


Diabetes Melitus Tipe 2 di Wilayah Kerja Puskesmas
Maabodo Kecamatan Kontunaga Kabupaten Muna Tahun
2020

Status DM
Tidak Total P-value
Pola Makan Menderita
Menderita
n % n % N %
Tidak Teratur 35 87,5 5 12,5 40 100
0,000
Teratur 2 4,4 43 95,6 45 100
Total 37 43,5 48 56,5 85 100
Sumber : Data Primer, Januari 2021

Tabel 4.12 menunjukkan dari 40 responden dengan pola makan tidak

teratur, 35 responden (87,5%) diantaranya menderita Diabetes Melitus tipe 2

dan 5 responden (12,5%) tidak menderita Diabetes Melitus tipe 2.

Sedangkan dari 45 responden dengan pola makan teratur, 2 responden

(4,4%) diantaranya menderita Diabetes Melitus tipe 2 dan 43 responden

(95,6%) tidak menderita Diabetes Melitus tipe 2.

Berdasarkan hasil analisis chi-square, didapatkan nilai p-value (0,000)

< α (0,05) sehingga Ho ditolak dan Ha diterima yang berarti bahwa terdapat

hubungan antara pola makan dengan kejadian Diabetes Melitus tipe 2 di

wilayah Puskesmas Maabodo Kecamatan Kontunaga Kabupaten Muna.


74

d. Hubungan Antara Aktifitas Fisik dengan Kejadian Diabetes Melitus Tipe

2 di Wilayah Kerja Puskesmas Maabodo Kecamatan Kontunaga

Kabupaten Muna Tahun 2020

Hubungan antara aktifitas fisik dengan kejadian Diabetes Melitus Tipe 2

di Wilayah Kerja Puskesmas Maabodo Kecamatan Kontunaga Kabupaten

Muna dapat dilihat pada tabel 4.13.

Tabel 4.13 Distribusi Hubungan Antara Aktifitas Fisik dengan


Kejadian Diabetes Melitus Tipe 2 Di Wilayah Kerja
Puskesmas Maabodo Kecamatan Kontunaga Kabupaten
Muna Tahun 2020

Status DM
Tidak Total P-value
Aktifitas Fisik Menderita
Menderita
n % n % N %
Risiko Tinggi 9 36,0 16 64,0 25 100
0,507
Risiko Rendah 28 46,7 32 53,3 60 100
Total 37 43,5 48 56,5 85 100
Sumber : Data Primer, Januari 2021

Tabel 4.13 menunjukkan dari 25 responden yang memiliki risiko

tinggi aktifitas fisik, 9 responden (36,0%) diantaranya menderita Diabetes

Melitus tipe 2 dan 16 responden (64,0%) tidak menderita Diabetes Melitus

tipe 2. Sedangkan dari 60 responden yang memiliki risiko rendah aktifitas

fisik, 28 responden (46,7%) diantaranya menderita Diabetes Melitus tipe 2

dan 32 responden (53,3%) tidak menderita Diabetes Melitus tipe 2.

Berdasarkan hasil analisis chi-square, didapatkan nilai p-value (0,507)

> α (0,05) dengan demikian Ho diterima dan Ha ditolak yang berarti bahwa

tidak ada hubungan antara aktifitas fisik dengan kejadian Diabetes Melitus

tipe 2 di wilayah kerja Puskesmas Maabodo Kecamatan Kontunaga


75

Kabupaten Muna Tahun.

4.3 Pembahasan

4.3.1 Hubungan Antara Hipertensi dengan Diabetes Melitus Tipe 2

Berdasarkan hasil analisis bivariat didapatkan hasil dari 17 responden

yang menderita hipertensi, 2 diantaranya menderita Diabetes Melitus. Dari

informasi yang didapatkan dari responden mengatakan bahwa hipertensi

yang dialaminya bukanlah akibat Diabetes Melitus tipe 2, melainkan sudah

terdiagnosa hipertensi sebelum terdiagnosa Diabetes Melitus tipe 2.

Adapun dari 17 responden yang menderita hipertensi, 15 diantaranya

tidak menderita Diabetes Melitus dari penelusuran yang didapatkan oleh

peneliti dimana keluarga tidak melarang maupun mengontrol responden

dalam mengkonsumsi minuman yang mengandung kafein seperti teh dan

kopi, juga tidak memberitahukan pentingnya mengkonsumsi sayuran dan

buah, serta tidak menganjurkan untuk berolahraga ringan.

Penyakit Diabetes Melitus adalah penyakit metabolik yang ditandai

dengan hiperglikemia yang disebabkan karena adanya gangguan sekresi

insulin, gangguan kerja insulin atau keduanya. Penyakit metabolik ini

berlangsung kronik dan dapat mengakibatkan kerusakan jangka Panjang dan

dapat menyebabkan kemunduran fungsi organ-orang pada tubuhnya yakni

kerusakan mata, ginjal, saraf, jantung dan pembuluh darah. Penyakit

Diabetes Melitus dapat disebabkan oleh beberapa factor risiko antara lain

yakni faktor yang tidak dapat dimodifikasi, meliputi: factor umur terutama ≥

45 tahun, jenis kelamin terutama perempuan, bangsa dan etnik, factor


76

keturunan, riwayat melahirkan bayi dengan berat badan lebih dari 4000

gram, riwayat menderita diabetes gestasional sedangkan faktor yang dapat

dimodifikasi yakni meliputi: obesitas, aktifitas fisik, hipertensi, stress, pola

makan, penyakit pada pankreas (pankreatitis, neoplasma, fibrosis kistik) dan

alcohol (American Diabetes Association, 2012).

Hipertensi diketahui mempercepat dan memperberat penyulit-penyulit

akibat diabetes seperti penyakit jantung koroner, stroke, nefropati diabetik,

retinopati diabetik, dan penyakit kardiovaskular akibat diabetes, meningkat

dua kali lipat bila disertai hipertensi. Hipertensi merupakan faktor utama

dari harapan hidup dan komplikasi pada pasien diabetes dan menentukan

evaluasi dari nefropati dan retinopati penderita diabetes khususnya

(PERKENI, 2015).

Pengaruh hipertensi terhadap kejadian Diabetes Melitus disebabkan

oleh penebalan pembuluh darah arteri yang menyebabkan diameter

pembuluh darah menjadi menyempit. Hal ini akan menyebabkan proses

pengangkutan glukosa dari dalam darah menjadi terganggu (Trisnawati,

2013).

Hipertensi juga berkaitan erat dengan obesitas dan pola hidup tidak

sehat. Penting untuk diingat bahwa hipertensi juga sering ditemukan pada

pasien dengan penyakit kronis seperti Diabetes Melitus sebagai penyakit

penyerta. Sehingga akan sulit menentukan apakah hipertensi pada individu

tertentu benar-benar menyebabkan terjadinya Diabetes Melitus. Terjadinya

suatu penyakit tidak hanya ditentukan oleh unsur penyebab semata, tetapi
77

yang utama adalah bagaimana rantai penyebab dan hubungan sebab akibat

dipengaruhi oleh berbagai faktor maupun unsur lainnya (Syamiyah, 2014).

Hasil penelitian diperoleh bahwa tidak terdapat hubungan antara

hipertensi dengan kejadian Diabetes Melitus Tipe 2. Peneliti berasumsi

bahwa responden yang memiliki riwayat hipertensi sudah melakukan

pengobatan atau mengelola tekanan darahnya agar tidak meningkat,

sehingga tidak mempengaruhi kejadian Diabetes Melitus. Selain itu,

terdapat faktor lain yang mempengaruhi Diabetes Melitus Tipe 2 pada

responden yang mana dalam hasil analisis diketahui bahwa sebagaian besar

responden berjenis kelamin laki-laki yang mana hasil observasi diketahui

bahwa mayoritas memiliki kebiasaan merokok. Rokok sendiri memiliki

kandungan aktif yang utama yaitu nikotin yang dapat memperburuk kontrol

metabolik yang berisiko menyebabkan resistensi insulin dan mengakibatkan

terjadinya penyakit DM Tipe 2.

Sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Isnaini dan Ratnasari

(2018) diperoleh nilai p value = 0,689, artinya tidak ada hubungan antara

tekanan darah dengan kejadian DM tipe 2 di wilayah kerja Puskesmas I

Wangon karena kemungkinan responden yang menderita hipertensi

sudahmendapatkan pengobatan. Sejalan juga dengan penelitian yang

dilakukan oleh Susilawati dan Rista yang menyatakan bahwa tidak ada

hubungan antara Hipertensi dengan kejadia Diabetes Melitus tipe 2, dengan

peroleh p-value yaitu 0,862 > α (0,05).


78

4.3.2 Hubungan Antara Riwayat Keluarga Dengan Kejadian Diabetes

Melitus Tipe 2

Riwayat penyakit keluarga dapat menjadi pendeteksi bagi orang

yang memiliki keluarga dengan Diabetes Melitus. Dalam teori disebutkan

bahwa penyakit ini berhubungan dengan kromosom 3q, 15q, dan 20q, serta

mengidentifikasi 2 loci potensial, yaitu 7p dan 11p yang mungkin

merupakan risiko genetik bagi Diabetes Melitus pada masyarakat (American

Diabetes Association, 2014).

Dari hasil penelitian di lapangan Keseluruhan responden yang

memiliki risiko tinggi dan menderita Diabetes Melitus Tipe 2 yaitu 30

responden atau 100% dan dari 65 responden yang memiliki Risiko rendah

yang menderita Diabetes Melitus Tipe 2 berjumlah 7 responden atau 12,7%

dan risiko rendah yang tidak menderita Diabetes Melitus Tipe 2 berjumlah

48 orang atau 87,3%.

Keluarga memiliki peranan yang penting bagi generasi selanjutnya,

sebab terdapat beberapa macam penyakit yang dapat timbul akibat dari

adanya diwayat penyakit dikeluarga tersebut. Dalam penelitian ini

didapatkan nilai uji chi square dengan p-value 0,000 dimana terdapat

hubungan antara riwayat keluarga dengan kejadian Diabetes Melitus tipe 2

di wilayah kerja Puskesmas Maabodo Kecamatan Kontunaga Kabupaten

Muna Tahun 2020. Dalam penelitian ini juga didapatkan bahwa mayoritas

responden yang memiliki riwayat penyakit dalam keluarga, ternyata saat ini

mengalami Diabetes Melitus juga.


79

Sesuai dalam teori disebutkan bahwa Diabetes Melitus merupakan

penyakit yang dipengaruhi oleh dua faktor, yang pertama adalah faktor yang

tidak dapat diubah seperti herediter/riwayat keluarga, usia, jenis kelamin

dan yang kedua adalah faktor yang dapat diubah seperti aktivitas fisik, gaya

hidup, merokok, dan stress. Faktor genetik akan menentukan individu yang

suseptibel atau rentan kena DM. Dalam masyarakat, kelompok risiko (high

risk group) dengan riwayat keluarga DM merupakan salah satu faktor risiko

yang tidak dapat dimodifikasi. Menurut ADA (American Diabetes

Association) riwayat keluarga DM termasuk salah faktor risiko mayor selain

obesitas atau berat badan lebih (IMT > 23 kg/m2) (Bustan, 2007).

Seseorang yang kedua orang tuanya menyandang diabetes melitus

akan lebih mungkin menderita diabetes melitus daripada seseorang dimana

kedua orangtuanya tidak menderita diabetes melitus. Demikian juga apabila

salah satu dari orang tua ada yang menderita diabetes melitus, tidak

menutup kemungkinan salah seorang anaknya ada yang menderita diabetes

melitus (Nuraini dan Supriatna, 2016).

Sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Rahmi (2018) yang

menyatakan bahwa riwayat keluarga (ibu atau ayah) positif menderita

diabetes menjadi variabel faktor risiko yang mempengaruhi kejadian

diabetes. Dengan nilai p-value yaitu 0,000 < α(0,05) pada taraf kepercayaan

95%. Penelitian dengan hasil serupa dari Fatmawati (2010) yang dilakukan

di RSUD Sunan Kalijaga Demak yang memperoleh hasil bahwa riwayat

keluarga merupakan faktor yang berhubungan dengan kejadian diabetes


80

melitus. Penelitian dari Alfiayah pada tahun yang sama juga mendukung

hasil penelitian ini.

4.3.3 Hubungan Antara Pola Makan dengan Kejadian Diabetes Melitus

Tipe 2

Pola makan merupakan suatu cara usaha dalam pengaturan jumlah dan

jenis makanan dengan maksud tertentu seperti mempertahankan kesehatan,

status nutrisi, mencegah atau membantu kesembuhan penyakit. Apabila pola

makan yang baik sesuai kebutuhan tubuh akan berdampak baik pula bagi

tubuh dan tidak memicu terjadinya kejadian Diabetes Melitus, sebaliknya

pola makan tidak baik maka akan memicu timbulnya Diabetes Melitus.

Pada penderita dengan diabetes terdapat dua masalah utama yang

berhubungan dengan insulin, yaitu resistensi insulin dan gangguan sekresi

insulin. Normalnya insulin akan terikat dengan reseptor khusus pada

permukaan sel. Sebagai akibat terikatnya insulin dengan reseptor tersebut,

terjadi suatu rangkaian reaksi dalam metabolisme glukosa di dalam sel.

Respon sekresi insulin terhadap peningkatan konsentrasi glukosa darah

memberikan mekanisme umpan balik yang sangat penting untuk pengaturan

konsentrasi glukosa darah. Yaitu kenaikan glukosa darah meningkatkan

sekresi insulin, dan insulin selanjutnya menyebabkan transfer glukosa ke

dalam sel, karena itu mengurangi konsentrasi glukosa darah kembali ke nilai

normal (Hariawan, 2019).

Pola makan yang tidak sehat menyebabkan tidak adanya

keseimbangan antara karbohidrat dan kandungan lain yang dibutuhkan oleh


81

tubuh. Akibatnya kandungan gula di dalam tubuh menjadi tinggi melebihi

kapasitas kerja pankreas dan mengakibatkan terjadinya Diabetes Melitus

(Hariawan, 2013).

Pola makan sangat berhubungan dengan berbagai macam penyakit,

pola makan yang berlebihan akan mempengaruhi metabolism tubuh,

faktorfaktor yang dapat menyebabkan penyakit Diabetes Melitus salah satu

adalah pola makan yang berlebihan. Pola makan yang dipersyaratkan oleh

pakar kesehatan yaitu ola makan yang seimbang artinya pola makan yang

memenuhi syarat-syarat pemenuhan gizi dan protein. Dari 40 responden

yang memiliki pola makan tidak teratur, 35 diantaranya menderita Diabetes

Melitus tipe 2 dan 5 lainnya tidak menderita Diabetes Melitus tipe 2. Dan

dari 45 responden yang memiliki pola makan teratur, 2 diantaranya

menderita Diabetes Melitus tipe 2 dan 43 diantaranya tidak menderita

Diabetes Melitus tipe 2.

Pola makan yang cenderung menjauhkan konsep makan seimbang

dapat berdampak negatif terhadap kesehatan dan gizi. Pola konsumsi

makanan yang dapat mengakibatkan Diabetes Melitus yaitu pola konsumsi

makanan yang mengandung jumlah kalori yang berlebih, tinggi lemak jenuh

dan gula, rendah serat dan rendah gizi mikro akan menyebabkan masalah

kegemukan, gizi lebih, serta meningkatkan radikal bebas yang akhirnya

mengakibatkan perubahan pola penyakit, dari infeksi kepenyakit kronis non

infeksi atau memicu munculnya penyakit degeneratif (Suiraoka, 2012)

Pola makan adalah jenis dan jumlah bahan makan yang dikonsumsi,
82

pola makanan, termasuk dari gaya hidup dalam memilih tempat makan dan

jenis makanan yang dikonsumsi merupakan salah satu faktor penyebab

terjadinya Diabetes Melitus. Perubahan pola makan dalam hal komsumsi

makanan dipicu oleh perbaikan/peningkatan disektor pendapatan (ekonomi),

kesibukan kerja yang tinggi dan promosi makanan yang trendy ala barat,

namun tidak diimbangi dengan pengetahuan dan kesadaran gizi, akhirnya

badan akan berubah menjadi tinggi lemak jenuh dan gula, rendah serat dan

rendah zat gizi mikro (Timah, 2019).

Makanan memegang peranan dalam peningkatan kadar gula darah.

Pada proses makan, makanan yang dimakan akan dicerna dan kemudian

diubah menjadi suatu bentuk gula yang disebut glukosa. Dari hasil

penelitian, didapati responden yang sering mengkonsumsi teh dengan gula

yang banyak dan minuman kemasan yang mengandung pemanis buatan.

Tiap pagi responden di wilayah kerja Puskesmas Maabodo tidak luput dari

mengkonsumsi Teh, susu, bahkan kopi sebagai teman sarapan dengan

beberapa roti yang juga manis seperti donat dan roti goreng. Dan

masyarakat di wilayah kerja Puskesmas Maboodo cenderung juga memiliki

selera makanan yang asin atau terbiasa memakan-makanan asin, baik pada

makanan berupa sayuran maupun lauk pauk.

Penelitian yang dilakukan Rahmawati pada tahun 2011 tentang

hubungan pola makan dan aktivitas dengan kadar glukosa darah penderita

Diabetes Melitus tipe II di makasar, hasil yang didapat menujukkan adanya

hubungan pola makan dengan kejadian Diabetes Melitus tipe II dengan nilai
83

p 0,00 (𝛼<0,05). Dengan membandingkan teori ataupun penelitian terdahulu

mengenai pola makan dengan diabetes melitus. Hal ini sesuai dengan teori

yang mengatakan tidak diragukan lagi bahwa nutrisi merupakan faktor yang

penting dalam timbulnya penyakit Diabetes Melitus tipe II (Sumangkut et

al., 2013).

Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Hariawan, dkk

(2019), hasil analisis uji statistik dengan menggunakan chi square diperoleh

nilai p-value 0,009 (p<0,05) hal ini berarti Ho ditolak yang menunjukkan

terdapat hubungan yang signifikan antara pola makan dengan kejadian

diabetes di Rumah Sakit Umum Provinsi NTB.

4.3.4Hubungan Antara Aktifitas Fisik dengan Kejadian Diabetes Melitus

Tipe 2

Menurut data di lapangan, dari 25 responden yang aktifitas fisiknya

memiliki risiko tinggi, 9 diantaranya menderita Diabetes Melitus. Hal itu

didapati pada responden yang bekerja di kantor dan beberapa lainnya ialah

pedagang. Dikarenakan kebanyakan aktifitasnya dihabiskan dengan duduk.

Dan 16 responden lainnya tidak menderita diabetes melainkan penyakit lain

seperti hipertensi. yang tentu saja juga berkaitan dengan tinggi rendahnya

aktifitas fisik responden. Yang tentunya dipengaruhi pula oleh jenis

pekerjaan tiap responden.

Aktifitas fisik yang kurang juga menjadi faktor predisposisi terjadinya

Diabetes Melitus. Otot normal yang dalam keadaan istirahat yang dapat

diakibatkan oleh kurangnya aktivitas fisik hampir tidak permeabel terhadap


84

glukosa kecuali bila serat otot dirangsang oleh insulin. Peningkatan risiko

diabetes melitus pada aktivitas fisik rendah terjadi karena penurunan

kontraksi otot yang menyebabkan berkurangnya permeabilitas membran sel

terhadap glukosa. Akibatnya terjadi gangguan transfer glukosa ke dalam sel

dan berkurangnya respon terhadap insulin yang mengarah pada keadaan

resisten dan dapat menimbulkan diabetes melitus (Ponzo, et.al., 2019).

Aktivitas fisik didefinisikan sebagai aktivitas sehari-hari yang dibagi

menjadi 3 bagian. Bagian pertama, yaitu aktivitas fisik yang berhubungan

dengan pekerjaan; menanyakan tentang aktivitas fisik pada hari-hari kerja

(aktivitas yang berat). Bagian kedua, yaitu aktivitas fisik di luar pekerjaan

(aktivitas yang sedang). Bagian ketiga, yaitu aktivitas fisik yang

berhubungan dengan perjalanan; menanyakan tentang macam transportasi

yang digunakan untuk pergi dan kembali dari tempat kerja, pasar,

mesjid/gereja, dan lainnya (Kristanti, 2002). Aktivitas fisik dapat

menurunkan terjadinya resiko diabetes melalui efek berat badan dan

sensitivitas insulin. Seseorang dengan kadar lemak tubuh yang rendah

memiliki resiko yang rendah juga untuk menderita diabetes. Selain itu,

aktivitas fisik juga terbukti dapat membantu seseorang dengan diabetes

untuk mengurangi konsumsi pengobatan dengan insulin maupun non-insulin

(Fretts et al., 2009).

Berdasarkan hasil penelitian ini didapatkan nilai uji chi square, p

value= 0,507 (p>0,05) dimana tidak terdapat hubungan antara aktifitas fisik

dengan kejadian Diabetes Melitus tipe 2 di wilayah Kerja Puskesmas


85

Maabodo Kecamatan Kontunaga Kabupaten Muna Tahun 2020.

Berdasarkan pengamatan peneliti, hal ini disebabkan oleh faktor lain yaitu

terdapat keluarga yang menderita diabetes. Sehingga walaupun mayoritas

responden memiliki ativitas fisik yang berisiko rendah namun adanya

riwayat keluarga dapat memicu terjadinya diabetes. Ditambah lagi

masyarakat disana tidak memiliki pola makan yang teratur, seperti sering

memakan makanan yang mengandung lemak yang tinggi dan konsumsi

karbohidrat yang tinggi, serta suka memakan kue-kue yang manis disertai

dengan teh. Mayoritas responden juga yang berjenis kelamin laki-laki juga

banyak yang memiliki kebiasaan merokok, sehingga rokok yang

mengandung nikotin tersebut memicu peningkatan gula darah seseorang,

begitu pula dengan orang sekitarnya yang menghirup asap rokok (perokok

pasif).

Berdasarkan penelitian bahwa aktifitas fisik yang dilakukan secara

teratur dapat menambah sensitifitas insulin. Prevalensi diabetes mencapai 2-

4 kali lipat terjadi pada individu yang kurang aktif dibandingkan dengan

individu yang aktif. Semakin kurang aktifitas fisik, maka semakin mudah

seseorang terkena diabetes. Olahraga atau aktifitas fisik dapat membantu

mengontrol berat badan. Glukosa dalam darah akan dibakar menjadi energi,

sehingga sel-sel tubuh menjadi lebih sensitif terhadap insulin. Selain itu,

aktifitas fisik yang teratur juga dapat melancarkan peredaran darah, dan

menurunkan faktor risiko terjadinya Diabetes Melitus (Suiraoka,2012)

Searah dengan penelitian yang dilakukan oleh Nuraini dan Supriatna


86

yang memperoleh aktivitas fisik buruk tanpa diabetes melitus sebanyak 17

(89,5%), aktivitas fisik baik dengan diabetes melitus adalah 3 (20%).

Setelah dilakukan pengolahan data diperoleh p-value 0,634 dimana nilai p >

α (0,05), sehingga dapat dinyatakan bahwa tidak ada hubungan antara

aktivitas fisik dengan kejadian Diabetes Melitus tipe 2. Namun berbeda

hasil dengan yang dilakukan oleh Dewi (2019) tentang hubungan aktifitas

fisik pasien Diabetes Melitus terhadap terjadinya diabetes di salah satu pusat

perawatan luka Medan, dimana nilai p-value nya yaitu 0,001 dimana p<0,05

yang artinya terdapat hubungan antara aktifitas fisik dengan kejadian

diabetes.
87

BAB V
PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan di atas, maka peneliti

menarik beberapa kesimpulan yaitu sebagai berikut.

a. Tidak ada hubungan antara hipertensi dengan kejadian Diabetes Melitus tipe

2 di Wilayah Kerja Puskesmas Maabodo Kecamatan Kontunaga Kabupaten

Muna Tahun 2020.

b. Ada hubungan antara riwayat keluarga dengan kejadian Diabetes Melitus

tipe 2 di Wilayah Kerja Puskesmas Maabodo Kecamatan Kontunaga

Kabupaten Muna Tahun 2020.

c. Ada hubungan antara pola makan dengan kejadian Diabetes Melitus tipe 2

di Wilayah Kerja Puskesmas Maabodo Kecamatan Kontunaga Kabupaten

Muna Tahun 2020.

d. Tidak ada hubungan antara Aktivitas fisik dengan kejadian Diabetes Melitus

tipe 2 di Wilayah Kerja Puskesmas Maabodo Kecamatan Kontunaga

Kabupaten Muna Tahun 2020.

5.2 Saran

Berdasarkan kesimpulan tersebut, maka peneliti mengemukakan

beberapa saran yaitu sebagai berikut.


88

a. Bagi masyarakat

Agar tetap menjaga pola makan dan memperhatikan aktifitas fisik agar

terhindar dari penyakit Diabetes Melitus

b. Bagi puskesmas

Disarankan kepada pihak puskemas untuk melakukan promosi

kesehatan untuk meningkatkan pengetahuan dan pada penderita diabetes dan

keluarga agar pelaksanaan dukungan dan fungsi keluarga dapat

ditingkatkan.

c. Bagi penelitian

Disarankan kepada peneliti lainnya untuk melakukan penelitian dengan

meneliti faktor lain yang tidak diteliti dalam penelitian ini.


89

DAFTAR PUSTAKA

American Diabetes Association. (2012). Standards of Medical Care in


Diabetes. Avaliable at: http://www.diabetes.org (Accessed: 22 Oktober
2021)
American Diabetes Association. (2014). Diagnosis and Classification of Diabetes
Melitus. Avaliable at: http://www.diabetes.org (Accessed: 22 Oktober 2021)
Arisandi, D., Triyanti, M. A., Muhajir, N. F., dan Fatimah, S. (2015). Gambaran
Faktor Risiko Kejadian Hiperglikemia Pada Pralansia di Dusun Rejosari,
Kemadang, Gunung Kidul, Yogyakarta. The 2ndUniversity Research
Coloquium 2015.Stikes Guna Bangsa Yogyakarta. Yogyakarta.
Arum, V. M., dan Mulyati, T. (2014). Hubungan intensitas latihan, persen lemak
tubuh, dan kadar hemoglobin dengan ketahanan kardiorespirasi atlet sepak
bola. (Dissertation, Universitas Diponegoro).
Balitbang Kemenkes, R. I. (2013).Riset kesehatan dasar; RISKESDAS: Kemenkes
RI  2013. Jakarta.
Bustan M. N. (2007). Epidemiologi Penyakit Tidak Menular. Jakarta: Rineka
Cipta.
Cho, N., Shaw, J. E., Karuranga, S., Huang, Y., da Rocha Fernandes, J. D.,
Ohlrogge, A. W., dan Malanda, B. (2018). ‘IDF Diabetes Atlas: Global
estimates of diabetes prevalence for 2017 and projections for 2045’.
Diabetes research and clinical practice, 138, pp. 271-281.
Dinkes Sultra. (2019). Profil Kesehatan Sultra 2018. Kendari.
Dinkes Kab.Muna. (2019). Profil Kesehatan Kabupaten 2018.Muna
Dhillon, P., Tandra, V. N., Chorghade, S. G., Namsa, N. D., Sahoo, L., and Rao,
C. D. 2018. ‘Cytoplasmic relocalization and colocalization with viroplasms
of host cell proteins, and their role in rotavirus infection’. Journal of
virology, 92(15), pp.12-18.

DyahAyu Marissa Frankilawati. 2014. Hubungan Antara Pola Makan, Genetik


dan Kebiasaan Olahraga Terhadap Kejadian Diabetes Melitus Tipe 2 Di
Wilayah Kerja Puskesmas Nusukan Surakarta. Fakultas Ilmu Kesehatan.
Skripsi. Universitas Muhammadiyah Surakarta.

Fatmawati, A. (2010). Faktor Risiko Kejadian Diabetes Melitus Tipe 2 Pasien


Rawat Jalan (Studi Kasus di Rumah Sakit Umum Daerah Sunan Kalijaga
Demak) (Doctoral dissertation, Universitas Negeri Semarang).
90

Fitriyani. (2012). Faktor Risiko Diabetes Melitus Tipe 2 di Puskesmas Kecamatan


Citangkil dan Puskesmas Kecamatan Pulo Merak Kota Cilegon.
(Undergraduate Thesis, Universitas Indonesia).
Fransiska, M. (2016). ‘Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian
Diabetes Melitus Tipe II Pada Lansia di Wilayah Kerja Puskesmas
Mandiangin Kota Bukittinggi Tahun 2015’. Jurnal Kesehatan, 7(2), pp. 1-
11.
Fretts, A. M., Howard, B. V., Kriska, A. M., Smith, N. L., Lumley, T., Lee, E.
T., ... & Siscovick, D. (2009). ‘Physical activity and incident diabetes in
American Indians: the Strong Heart Study’. American journal of
epidemiology, 170(5), pp. 632-639.
Harmawati, H., & Yanti, E. (2020). ‘Upaya Pencegahan Dini Terhadap Diabetes
Melitus Tipe 2’. Jurnal Abdimas Saintika, 2(2), pp. 43-46.
Hariawan, H., Fathoni, A., & Purnamawati, D. (2019). ‘Hubungan gaya hidup
(pola makan dan aktivitas fisik) dengan kejadian diabetes melitus di Rumah
Sakit Umum Provinsi NTB’. Jurnal Keperawatan Terpadu (Integrated
Nursing Journal), 1(1), pp. 1-7.
Herdianti, H. (2017). ‘Determinan Kualitas Hidup Penderita DM Tipe 2 di RSUD
Ajjappange’. Jurnal Endurance, 2(1), pp. 74-80.
International Diabetes Federation (IDF). (2015). WDD 2015 Campaign. Sara
Webber: International Diabetes Federation.
International Diabetes Federation (IDF). (2017) International Diabetes Federation
Diabetes Atlas 8th ed.
Irawan, D. (2010). Prevalensi dan Faktor Risiko Kejadian Diabetes Melitus Tipe 2
di Daerah Urban Indonesia (Analisa Data Sekunder Riskesdas 2007).
(Thesis, Universitas Indonesia).
Isnaini, N., & Ratnasari, R. (2018). ‘Faktor risiko mempengaruhi kejadian
Diabetes Melitus tipe dua’. Jurnal Kebidanan Dan Keperawatan
Aisyiyah, 14(1), pp. 59-68.
Kemenkes RI. (2018) Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2018. Jakarta: Badan
Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementerian RI.
Kemenkes, R. I. (2015). Profil kesehatan Indonesia tahun 2014. Jakarta:
Kementerian Kesehatan RI.
Kistianita, A. N., Yunus, M., dan Gayatri, R. W. (2018). ‘Analisis faktor risiko
Diabetes Melitus tipe 2 pada usia produktif dengan pendekatan WHO
stepwise step 1 (core/inti) di Puskesmas Kendalkerep Kota Malang’.
Preventia: The Indonesian Journal of Public Health, 3(1), pp. 85-108.
91

Kristanti, C. M. (2002). ‘Kondisi Fisik Kurang Gerak dan Instrumen


Pengukuran’. Media Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, 12(1), pp.
11-17.
Mihardja, L., Delima, D., Alwi, Q., Ghani, L., Nainggolan, O., & Raflizar, R.
(2014). ‘Follow-up of Impaired Glucose Tolerance Basic Health Survey
2007 in Jakarta in 2009’. Buletin Penelitian Sistem Kesehatan, 17(3), pp.
233-239.
Mihardja, L. 2010. Faktor Risiko Terbesar Dan Masalah Pengendalian Diabetes
Melitus Di Kota Singkawang Propinsi Kalimantan Barat. Badan Penelitian
dan Pengembangan Kesehatan. Kalimantan Barat.
Miller, D. T., Adam, M. P., Aradhya, S., Biesecker, L. G., Brothman, A. R.,
Carter, N. P and Faucett, W. A. (2010). Consensus statement: chromosomal
microarray is a first-tier clinical diagnostic test for individuals with
developmental disabilities or congenital anomalies. The American Journal
of Human Genetics, 86(5), pp. 749-764.

Nurayati, L., & Adriani, M. (2017). ‘Hubungan aktifitas fisik dengan kadar gula
darah puasa penderita diabetes melitus tipe 2’. Amerta Nutrition, 1(2), pp.
80-87.
Ndraha, S. (2014). ‘Diabetes melitus tipe 2 dan tatalaksana
terkini’. Medicinus, 27(2), pp. 9-16.
Nossal, G. J. V., and Ada, G. L. 2014. Antigens, lymphoid cells and the immune
response. Academic Press.
Nuraini, H. Y., & Supriatna, R. (2016). ‘Hubungan Pola Makan, Aktivitas Fisik
dan Riwayat Penyakit Keluarga Terhadap Diabetes Melitus Tipe 2’. Jurnal
Ilmu Kesehatan Masyarakat, 5(1), pp. 5-14.
Ogurtsova, K., da Rocha Fernandes, J. D., Huang, Y., Linnenkamp, U.,
Guariguata, L., Cho, N. H dan Makaroff, L. E. 2017. ‘IDF Diabetes Atlas:
Global estimates for the prevalence of diabetes for 2015 and 2040’.
Diabetes research and clinical practice, 128, pp. 40-50.
PERKENI. (2015). Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Melitus Tipe 2 di
Indonesia. Jakarta: PERKENI.
Ponzo, Bo, S., Gambino, R., V., Cioffi, I., Goitre, I., Evangelista, A., ... &
Procopio, M. (2018). ‘Effects of resveratrol on bone health in type 2
diabetic patients. A double-blind randomized-controlled trial’. Nutrition &
diabetes, 8(1), pp. 1-10.
Purnamasari, D. (2009). Diagnosis dan klasifikasi diabetes melitus. Di dalam:
Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, and Setiati S (Eds). Buku
Ajar Ilmu Penyakit Dalam edisi, 5, pp. 1880-1883.
92

Purwanti, L. E dan Maghfirah, S. 2016. ‘Faktor risiko komplikasi kronis (kaki


diabetik) dalam Diabetes Melitus tipe 2’. The indonesian journal of health
science, 7(1), pp. 26-39.
Ramadhan, N dan Marissa, N. 2015. ‘Karakteristik penderita Diabetes Melitus
tipe 2 berdasarkan kadar HbA1c di puskesmas jayabaru kota banda aceh’.
Sel, 2(2), pp. 49-56.
Siegel, R. L., Miller, K. D., & Jemal, A. (2015). ‘Cancer statistics, 2015’. CA: a
cancer journal for clinicians, 65(1), pp. 5-29.
Sinurat I.F. (2018). ‘Uji Efek Penurunan Kadar Glukosa Darah Tikus Putih
(Rattus Novergicus) dengan Pemberian Ekstrak Etanol Kayu Manis
(Cinnamomum Verum J.S. Presl) Yang di Induksi Glukosa’. Journal of
Chemical Information and Modeling, 53(9), pp. 1689-1699.
Suiraoka, I. (2012). Penyakit Degeneratif. Yogyakarta: Nuhamedika.
Sumangkut, S., Supit, W., & Onibala, F. (2013). ‘Hubungan Pola Makan Dengan
Kejadian Penyakit Diabetes Melitus Tipe-2 Di Poli Interna Blu. rsup. Prof.
Dr. RD Kandou Manado’. Jurnal Keperawatan, 1(1), pp. 1-6.
Syamimah, Najah. 2014. Faktor Risiko Kejadian Diabetes Melitus Tipe 2 Pada
Wanita di Puskesmas Kecamatan Renggrahan Jakarta Selatan.
(Undergraduate Thesis, Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta).
Syelvita, C. Y. 2019. Faktor Risiko Kejadian Diabetes Melitus Tipe II Pada Usia
20-35 Tahun Di Wilayah Kerja Puskesmas Jaya Baru Kota Banda Aceh
Tahun 2019. (Disertasi, Universitas Muhammadiyah Aceh).
Taylor Jr, C. G., Krimholtz, M., Belgrave, K. C., Hambleton, I., George, C. N., &
Rayman, G. 2014. The extensive inpatient burden of diabetes and diabetes-
related foot disease in Barbados. Clinical medicine, 14(4), 367.
Timah, S. (2019). ‘Hubungan Pola Makan dengan Kejadian Diabetes Melitus di
Rumah Sakit Islam Sitty Maryam Kecamatan Tuminting Kota
Manado’. Jurnal Ilmiah Kesehatan Diagnosis, 14(3), pp. 209-213.
Trisnawati, S. K dan Setyorogo, S. (2013). ‘Faktor risiko Kejadian diabetes
melitus tipe II di puskesmas kecamatan cengkareng Jakarta Barat Tahun
2012’. Jurnal Ilmiah Kesehatan, 5(1), pp. 6-11.
World Health Organization. 2015. World health statistics 2015. World Health
Organization.
World Health Organization (WHO). (2012). Global Physical Activity
Questionnaire (GPAQ) Analysis Guide.

World Health Organization.(2016). Global Report on Diabetes. ISBN, 978, 88.


https://doi.org/ISBN 978 92 4 156525 7
93

WHO.(2017). World Health Organization. Diakses Pada Tanggal 3 Desember


2017http://www.who.int/mediacentre/factsheets/fs312/en/.
LAMPIRAN

L
A
M
P
I
R
A
N

94
KUESIONER PENELITIAN

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN


DIABETES MELITUS TIPE 2 PADA MASYARAKAT DI WILAYAH
KERJA PUSKESMAS MAABODO KECAMATAN KONTUNAGA
KABUPATEN MUNA

Apakah responden menderita Diabetes Melitus? Ya/Tidak

A. Identitas Responden

Nama :
Jenis kelamin :
Umur :
Pekerjaan :
Pendidikan terakhir :
Alamat :
B. Aktivitas Fisik

“International Physical Activity Questionaire (IPAQ)”

Di bawah ini merupakan beberapa pertanyaan tentang waktu yang


dihabiskan dalam melakukan aktivitas fisik selama 7 hari terakhir. Jawablah setiap
pertanyaan dengan mengingat berbagai kegiatan yang anda lakukan di tempat
kerja, rumah dan berbagai tempat pada saat anda melakukan rekreasi, latihan atau
olahraga.
Petunjuk :
Sekarang pikirkan tentang berbagai aktivitas fisik berat yang anda lakukan
dalam 7 hari terakhir. Aktivitas fisik Berat adalah berbagai kegiatan yang
membuat meningkatnya denyut nadi dan nafas lebih cepat dari biasanya (berlari,
mencangkul, berolahraga, naik turun tangga, bersepeda, dan bermain dengan
banyak menggerakkan lengan dan kaki).
Pertanyaan :
1. Selama 7 hari terakhir berapa hari anda melakukan aktivitas fisik berat?
a. ____ hari per minggu b. Tidak pernah

95
2. Berapa banyak waktu yang dihabiskan untuk melakukan aktivitas fisik berat
pada hari tersebut?
a. ____ jam perhari
b. ___ menit per hari
Petunjuk :
Sekarang pikirkan tentang berbagai aktivitas fisik sedang yang anda
lakukan Dalam 7 hari terakhir. Aktivitas fisik sedang adalah aktivitas yang
membuat Anda bernapas agak lebih cepat dari biasanya misalnya mencuci baju
dengan tangan, menjemur pakaian, menyapu,bermain dengan mendorong benda,
dan berbagai kegiatan yang dikerjakan dengan berdiri atau duduk yang banyak
menggerakan lengan.
Pertanyaan
3. Selama 7 hari terakhir, berapa hari anda melakukan aktivitas fisik sedang?
a. .......hari per minggu
b. Tidak pernah
4. Berapa banyak waktu yang anda habiskan untuk melakukan aktivitas fisik
sedang pada hari tersebut?
a. ....... jam perhari
b. .......menit per hari
Petunjuk :
Sekarang pikirkan tentang berbagai aktivitas fisik ringan yang anda
lakukan dalam 7 hari terakhir. Aktivitas fisik ringan adalah aktivitas yang tidak
membutuhkan banyak tenaga (misalnya, membaca, makan, menonton televisi,
bermain game, mandi, berdandan dan berbagai kegiatan yang dikerjakan dengan
duduk atau tanpa menggerakkan lengan dan kaki)
Pertanyaan:
5. Selama 7 hari terakhir, berapa hari anda melakukan aktivitas fisik ringan
a. ........Hari per minggu
b. Tidak pernah
6. Berapa banyak waktu yang anda habiskan untuk melakukan aktivitas fisik
ringan pada hari tersebut?

96
a. ...... Jam perhari
b. .......menit per hari
Petunjuk :
Pertanyaan berikut tentang Bagaimana anda berpergian dari satu tempat ke
tempat lainnya termasuk balik ke tempat kerja, toko, bioskop dan lain-lain
7. Selama 7 hari terakhir berapa hari Anda berpergian menggunakan kendaraan
bermesin seperti bus, mobil pribadi, angkot, motor dan sejenisnya?
a. ..... Hari per minggu
b. Tidak menggunakan kendaraan bermesin saat sedang berpergian
8. Berapa lama waktu yang dihabiskan dengan menggunakan kendaraan
bermesin seperti bus, mobil pribadi, angkot, motor dan sejenisnya?
a. ....... Jam perhari
b. ........Menit perhari
9. Selama 7 hari terakhir berapa hari Anda menggunakan sepeda dan atau
berjalan kaki selama 10 menit pada waktu berpergian dari tempat satu ke
tempat lainnya?
a. .........Hari per minggu
b. Saya tidak menggunakan sepeda dan atau berjalan kaki
10. Berapa lama waktu yang anda habiskan pada saat menggunakan sepeda dan
atau berjalan kaki untuk berpergian dalam sehari?
a........ Jam perhari
b....... Menit per hari
Petunjuk :
Pertanyaan berikut mengenai waktu yang dihabiskan untuk mengerjakan
suatu aktivitas Dalam posisi duduk baik pada saat bekerja maupun di rumah,
misalnya duduk pada saat belajar, mengerjakan tugas, duduk atau berbaring
sambil menonton TV. Hal ini tidak termasuk dengan duduk pada saat sedang naik
kendaraan seperti sudah yang ditanyakan dari.
11. Selama 7 hari terakhir Berapa banyak waktu yang Anda habiskan dengan
melakukan aktivitas pada posisi duduk dan atau berbaring pada hari sekolah?
a. ..... Jam perhari

97
b. .......Menit perhari
12. Selama 7 hari terakhir Berapa banyak waktu yang anda habiskan dengan
melakukan aktivitas pada posisi duduk daan tau berbaring pada hari libur?
a. ...... Jam perhari
b. ...... Menit per hari
Sumber : IPAQ

C. Riwayat Keluarga

1. Apakah keluargaanda (istri, suami, ibu, bapak, kakek, nenek) mempunyai

riwayat penyakit Diabetes Melitus ?

a. Ya

b. Tidak

D. Pola Makan (Food Frequency)

Petunjuk : Kebiasaan makan sebulan lalu, teri tanda (√) pada poin yang tersedia!

Nama Frekuensi
Bahan Sangat Sering Biasa(< 1- Kadang Tidak
Makanan Sering (4-6 3 x/mgg) (<3x Pernah
(>1 x/hr) x/mgg) mgg)

Sumber Karbohidrat

Nasi

Singkong

Kentang

Ubi jalar

Roti

Mie

Sumber Protein Hewani

98
Nama Frekuensi
Bahan Sangat Sering Biasa(< 1- Kadang Tidak
Makanan Sering (4-6 3 x/mgg) (<3x Pernah
(>1 x/hr) x/mgg) mgg)

Daging sapi

Daging
ayam

Daging
kambing

Babat

Telur

Ikan segar

Ikan asin

Akan teri

Sumber Protein Nabati

Tempe

Tahu

Kacang
hijau

Kacang
kedelai

Kacang
tanah

Sumber Lemak

Susu
fullcream

99
Nama Frekuensi
Bahan Sangat Sering Biasa(< 1- Kadang Tidak
Makanan Sering (4-6 3 x/mgg) (<3x Pernah
(>1 x/hr) x/mgg) mgg)

Minyak
sayur

Jeroan

Keju

Mentega

Santan

Makanan Jadi / Jajanan

Fastfood

Softdrink

Gorengan

Sumber Serat (Sayuran)

Buncis

Kacang
panjang

Daun
pepaya

Kangkung

Bayam

Sawi

Daun
singkong

Sumber Serat (Buah-buahan)

Pisang

100
Nama Frekuensi
Bahan Sangat Sering Biasa(< 1- Kadang Tidak
Makanan Sering (4-6 3 x/mgg) (<3x Pernah
(>1 x/hr) x/mgg) mgg)

Jeruk

Pepaya

Semangka

Mangga

Apel

Sumber : Penelitian Ernawati, 2013

E. Hipertensi

1. Data tekanan darah responden

2. Apakah anda pernah didiagnosa menderita hipertensi/darah tinggi oleh


tenaga kesehatan (dokter/perwat/bidan) ?
a. Ya
b. Tidak
2. Jika ya, kapan didiagnosa
a. Sebelum DM tipe 2
b. Sesudah DM tipe 2
Sumber : Riskesdas 2007

101
OUTPUT SPSS

Frequencies

Statistics
Riwayat Keluarga Diagnosis Hipertensi Aktifitas Fisik
Valid 85 85 85
N
Missing 0 0 0

Jenis Kelamin
Frequency Percent Valid Cumulative
Percent Percent
Laki-laki 61 71.8 71.8 71.8
Valid Perempuan 24 28.2 28.2 100.0
Total 85 100.0 100.0

Umur
Frequency Percent Valid Cumulative
Percent Percent
Valid <= 45 38 44.7 44.7 44.7
Tahun

102
> 45 Tahun 47 55.3 55.3 100.0
Total 85 100.0 100.0

Pekerjaan
Frequency Percent Valid Cumulative
Percent Percent
Petani 44 51.8 51.8 51.8
Pedagang 14 16.5 16.5 68.2
Nelayan 16 18.8 18.8 87.1
Ibu Rumah
Valid 5 5.9 5.9 92.9
Tangga
Swasta 5 5.9 5.9 98.8
Wiraswasta 1 1.2 1.2 100.0
Total 85 100.0 100.0

Pendidikan Terakhir

Frequency Percent Valid Cumulative


Percent Percent

SD/Sederajat 8 9.4 9.4 9.4

SMP/Sederaja
40 47.1 47.1 56.5
t
SMA/Sederaja
29 34.1 34.1 90.6
t
Valid
D3 7 8.2 8.2 98.8

S1 1 1.2 1.2 100.0

Total 85 100.0 100.0

Status DM
Frequency Percent Valid Cumulative
Percent Percent

103
Menderita DM 37 43.5 43.5 43.5
Tidak Menderita
Valid 48 56.5 56.5 100.0
DM
Total 85 100.0 100.0

Pola Makan
Frequency Percent Valid Cumulative
Percent Percent
Tidak
40 47.1 47.1 47.1
Teratur
Valid
Teratur 45 52.9 52.9 100.0
Total 85 100.0 100.0

Riwayat Keluarga
Frequency Percent Valid Cumulative
Percent Percent
Risiko Tinggi 30 35.3 35.3 35.3
Valid Risiko Rendah 55 64.7 64.7 100.0
Total 85 100.0 100.0

Diagnosis Hipertensi
Frequency Percent Valid Cumulative
Percent Percent
Tinggi 17 20.0 20.0 20.0

Valid Rendah 68 80.0 80.0 100.0

Total 85 100.0 100.0

Aktifitas Fisik
Frequency Percent Valid Cumulative
Percent Percent
Risiko Tinggi 25 29.4 29.4 29.4
Valid Risiko Rendah 60 70.6 70.6 100.0
Total 85 100.0 100.0

104
Crosstabs

Case Processing Summary


Cases
Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent
Pola Makan * Status
85 100.0% 0 0.0% 85 100.0%
DM
Riwayat Keluarga *
85 100.0% 0 0.0% 85 100.0%
Status DM
Diagnosis Hipertensi *
85 100.0% 0 0.0% 85 100.0%
Status DM
Aktifitas Fisik * Status
85 100.0% 0 0.0% 85 100.0%
DM

Pola Makan * Status DM


Crosstab
Status DM Total
Menderita Tidak
DM Menderita
DM
Count 35 5 40
Expected Count 17.4 22.6 40.0
Tidak
% within Pola Makan 87.5% 12.5% 100.0%
Teratur
% within Status DM 94.6% 10.4% 47.1%
Pola % of Total 41.2% 5.9% 47.1%
Makan Count 2 43 45
Expected Count 19.6 25.4 45.0
Teratur % within Pola Makan 4.4% 95.6% 100.0%
% within Status DM 5.4% 89.6% 52.9%
% of Total 2.4% 50.6% 52.9%
Count 37 48 85
Expected Count 37.0 48.0 85.0
Total % within Pola Makan 43.5% 56.5% 100.0%
% within Status DM 100.0% 100.0% 100.0%
% of Total 43.5% 56.5% 100.0%

105
Chi-Square Tests
Value Df Asymp. Sig. Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-
(2-sided) sided) sided)
a
Pearson Chi-Square 59.427 1 .000
Continuity Correctionb 56.096 1 .000
Likelihood Ratio 69.902 1 .000
Fisher's Exact Test .000 .000
Linear-by-Linear
58.728 1 .000
Association
N of Valid Cases 85

a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 17.41.
b. Computed only for a 2x2 table

Riwayat Keluarga * Status DM


Crosstab
Status DM
Menderita Tidak
Total
DM Menderita
DM
Count 30 0 30
Expected Count 13.1 16.9 30.0
Risiko
% within Riwayat Keluarga 100.0% 0.0% 100.0%
Tinggi
% within Status DM 81.1% 0.0% 35.3%
Riwayat % of Total 35.3% 0.0% 35.3%
Keluarga Count 7 48 55
Expected Count 23.9 31.1 55.0
Risiko
% within Riwayat Keluarga 12.7% 87.3% 100.0%
Rendah
% within Status DM 18.9% 100.0% 64.7%
% of Total 8.2% 56.5% 64.7%
Count 37 48 85
Expected Count 37.0 48.0 85.0
Total % within Riwayat Keluarga 43.5% 56.5% 100.0%
% within Status DM 100.0% 100.0% 100.0%
% of Total 43.5% 56.5% 100.0%

106
Chi-Square Tests
Value Df Asymp. Sig. Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-
(2-sided) sided) sided)
a
Pearson Chi-Square 60.147 1 .000
Continuity Correctionb 56.649 1 .000
Likelihood Ratio 74.479 1 .000
Fisher's Exact Test .000 .000
Linear-by-Linear
59.440 1 .000
Association
N of Valid Cases 85

a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 13.06.
b. Computed only for a 2x2 table

Diagnosis Hipertensi * Status DM


Crosstab
Status DM Total
Menderita Tidak
DM Menderita
DM
Count 2 15 17
Expected Count 7.4 9.6 17.0
Tinggi % within Diagnosis Hipertensi 11.76% 88.23% 100.0%
% within Status DM 0.0% 35.4% 20.0%
Diagnosis % of Total 0.0% 20.0% 20.0%
Hipertensi Count 35 33 68
Expected Count 29.6 38.4 68.0
Rendah % within Diagnosis Hipertensi 51.47% 48.52% 100.0%
% within Status DM 100.0% 64.6% 80.0%
% of Total 43.5% 36.5% 80.0%
Count 37 48 85
Expected Count 37.0 48.0 85.0
Total % within Diagnosis Hipertensi 43.5% 56.5% 100.0%
% within Status DM 100.0% 100.0% 100.0%
% of Total 43.5% 56.5% 100.0%

107
Chi-Square Tests
Value Df Asymp. Sig. Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-
(2-sided) sided) sided)
a
Pearson Chi-Square 16.380 1 .070
Continuity Correctionb 14.241 1 .068
Likelihood Ratio 22.670 1 .120
Fisher's Exact Test .083 .065
Linear-by-Linear
16.188 1 .137
Association
N of Valid Cases 85

a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 7.40.
b. Computed only for a 2x2 table

Aktifitas Fisik * Status DM


Crosstab
Status DM Total
Menderita Tidak
DM Menderita
DM
Count 9 16 25
Expected Count 10.9 14.1 25.0
Risiko
% within Aktifitas Fisik 36.0% 64.0% 100.0%
Tinggi
% within Status DM 24.3% 33.3% 29.4%
Aktifitas % of Total 10.6% 18.8% 29.4%
Fisik Count 28 32 60
Expected Count 26.1 33.9 60.0
Risiko
% within Aktifitas Fisik 46.7% 53.3% 100.0%
Rendah
% within Status DM 75.7% 66.7% 70.6%
% of Total 32.9% 37.6% 70.6%
Count 37 48 85
Expected Count 37.0 48.0 85.0
Total % within Aktifitas Fisik 43.5% 56.5% 100.0%
% within Status DM 100.0% 100.0% 100.0%
% of Total 43.5% 56.5% 100.0%

108
Chi-Square Tests
Value df Asymp. Sig. Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-
(2-sided) sided) sided)
a
Pearson Chi-Square .817 1 .366
Continuity Correctionb .441 1 .507
Likelihood Ratio .826 1 .363
Fisher's Exact Test .473 .254
Linear-by-Linear
.807 1 .369
Association
N of Valid Cases 85

a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 10.88.
b. Computed only for a 2x2 table

Master Tabel Karasteristik Responden

Jenis
No Inisial Umur pekerjaan PT
Kelamin
1 LA Laki-laki 52 petani SMA
2 SM Laki-laki 46 petani SMP
3 ISM Perempuan 48 petani SMA
4 GS Laki-laki 50 petani SMA
5 AI Perempuan 39 petani SMA
6 KI Perempuan 49 pedagang SMP
7 YDP Laki-laki 42 petani SMP
8 Cd Laki-laki 43 petani SD
9 Mm Laki-laki 54 nelayan SMP
10 PS Perempuan 46 ibu rumah tangga SMP
11 DN Laki-laki 47 petani SMP
12 KNA Perempuan 49 petani SD
13 DF Perempuan 47 swasta D3
14 YM Laki-laki 49 petani SMP
15 UL Laki-laki 47 nelayan SMP
16 K.D.A Laki-laki 42 nelayan SMA
17 EM Laki-laki 42 petani SMP
18 RE Laki-laki 39 petani SMA

109
Jenis
No Inisial Umur pekerjaan PT
Kelamin
19 S.K Laki-laki 60 petani SMA
20 LN Laki-laki 37 nelayan SMP
21 HRN Laki-laki 47 swasta S1
22 GR Laki-laki 45 petani SMP
23 M.P Laki-laki 55 pedagang SD
24 MPA Laki-laki 60 nelayan S1
25 RSI Laki-laki 47 nelayan SMP
26 NDR Laki-laki 38 swasta D3
27 KSY Laki-laki 30 petani SMA
28 JN Laki-laki 48 nelayan SD
29 YMR Laki-laki 51 petani SMP
30 LR Laki-laki 49 petani SMP
31 JE Laki-laki 50 petani SMA
32 SR Laki-laki 39 petani SMA
33 JI Perempuan 42 petani SMP
34 YN Laki-laki 42 petani SMP
35 Ma Perempuan 37 petani SMA
36 UL Perempuan 62 pedagang SD
37 Mn Laki-laki 45 nelayan SMA
38 BOP Laki-laki 42 petani SMP
39 MUL Laki-laki 49 petani SMP
40 KS Laki-laki 46 pedagang SMP
41 HDY Laki-laki 39 petani SMP
42 MN Perempuan 47 ibu rumah tangga SD
43 FAT Laki-laki 42 swasta D3
44 Asp Laki-laki 46 petani SMP
45 LDG Laki-laki 37 petani SMP
46 OCA Perempuan 35 petani SMA
47 KS Laki-laki 35 nelayan SMA
48 MK Laki-laki 40 nelayan SMA
49 LR Laki-laki 47 nelayan SMP
50 MK Laki-laki 48 petani SMA
51 LMS Laki-laki 50 pedagang SMP
52 WWN Perempuan 52 pedagang SMP
53 JN Laki-laki 36 petani SMA
54 BSR Laki-laki 48 nelayan SMP
55 WAY Perempuan 40 pedagang SMA
56 LAP Laki-laki 39 pedagang SMA

110
Jenis
No Inisial Umur pekerjaan PT
Kelamin
57 TGH Laki-laki 49 petani SMP
58 FRS Perempuan 42 petani SMA
59 SYL Perempuan 33 petani SMP
60 BF Laki-laki 40 petani S1
61 FR Laki-laki 46 petani SMP
Perempuan
62 JUM 47 ibu rumah tangga SD
Perempuan
63 IRA 53 ibu rumah tangga S1
64 EKO Laki-laki 46 pedagang SMP
65 LDM Laki-laki 42 petani SMP
66 LJ Laki-laki 47 petani SMA
67 WND P 45 swasta D3
68 TEO Laki-laki 53 petani SD
69 STK Laki-laki 42 petani SMP
70 AN Perempuan 40 petani SMA
71 SLA Perempuan 46 nelayan SMA
72 SYKR Laki-laki 59 pedagang SMP
73 IMN Laki-laki 47 nelayan SMP
74 WDI Perempuan 42 petani SMA
75 IIS Perempuan 46 nelayan SMP
76 MK Laki-laki 57 pedagang SMA
77 YN Laki-laki 45 pedagang SMP
78 NDN Perempuan 45 ibu rumah tangga SMP
79 AMH Laki-laki 48 petani SMA
80 BD Laki-laki 53 nelayan SMA
81 IA Laki-laki 39 petani SMP
82 NOE Laki-laki 40 petani SMP
83 LRS Perempuan 49 wiraswasta SMA
84 ILH Laki-laki 50 pedagang SMP
85 IDO Laki-laki 42 pedagang SMA

111
Master Tabel Variabel Penelitian

Diag
STATUS POLA Riwayat AKTIVITAS
No Hipertens
DM MAKAN Keluarga FISIK
i
1 Tidak Cukup tidak riwayat ya Cukup
2 Tidak Cukup tidak riwayat ya Cukup
3 Penderita Lebih ada riwayat tidak Cukup
4 Tidak Lebih tidak riwayat ya Cukup
5 Tidak Cukup tidak riwayat tidak Cukup
6 Tidak Cukup tidak riwayat ya Cukup
7 Tidak Lebih tidak riwayat ya Cukup
8 Tidak Cukup tidak riwayat tidak Cukup
9 Penderita Lebih ada riwayat tidak Cukup
10 Tidak Lebih tidak riwayat ya Kurang
11 Tidak Cukup tidak riwayat ya Cukup
12 Penderita Lebih ada riwayat tidak Cukup
13 Tidak Lebih tidak riwayat ya Kurang
14 Tidak Cukup tidak riwayat ya Kurang
15 Penderita Lebih ada riwayat tidak Cukup
16 Tidak Cukup tidak riwayat ya Kurang
17 Tidak Cukup tidak riwayat tidak Cukup
18 Tidak Cukup tidak riwayat ya Kurang
19 Penderita Lebih ada riwayat tidak Kurang

112
Diag
STATUS POLA Riwayat AKTIVITAS
No Hipertens
DM MAKAN Keluarga FISIK
i
20 Tidak Cukup tidak riwayat tidak Cukup
21 Tidak Cukup tidak riwayat ya Kurang
22 Tidak Cukup tidak riwayat ya Cukup
23 Tidak Cukup tidak riwayat ya Cukup
24 Tidak Cukup tidak riwayat tidak Cukup
25 Penderita Lebih ada riwayat tidak Cukup
26 Tidak Cukup tidak riwayat ya Kurang
27 Tidak Cukup tidak riwayat tidak Cukup
28 Penderita Lebih ada riwayat tidak Cukup
29 Penderita Lebih ada riwayat tidak Cukup
30 Penderita Lebih ada riwayat tidak Kurang
31 Penderita Lebih tidak riwayat ya Cukup
32 Penderita Lebih ada riwayat tidak Cukup
33 Tidak Cukup tidak riwayat ya Cukup
34 Penderita Lebih ada riwayat tidak Cukup
35 Tidak Cukup tidak riwayat ya Cukup
36 Penderita Lebih tidak riwayat ya Kurang
37 Penderita Lebih ada riwayat tidak Kurang
38 Tidak Cukup tidak riwayat tidak Cukup
39 Penderita Lebih ada riwayat tidak Cukup
40 Tidak Cukup tidak riwayat ya Kurang
41 Tidak Cukup tidak riwayat tidak Cukup
42 Penderita Lebih ada riwayat tidak Cukup
43 Penderita Lebih tidak riwayat ya Kurang
44 Penderita Lebih ada riwayat tidak Cukup
45 Tidak Cukup tidak riwayat ya Kurang
46 Tidak Cukup tidak riwayat tidak Cukup
47 Penderita Lebih ada riwayat tidak Cukup
48 Tidak Cukup tidak riwayat ya Cukup
49 Penderita Lebih ada riwayat tidak Cukup
50 Penderita Lebih ada riwayat tidak Cukup
51 Penderita Lebih ada riwayat tidak Cukup
52 Penderita Lebih ada riwayat tidak Cukup
53 Penderita Lebih tidak riwayat ya Kurang
54 Penderita Lebih tidak riwayat ya Cukup
55 Penderita Lebih ada riwayat tidak Cukup
56 Tidak Cukup tidak riwayat ya Kurang
57 Tidak Lebih tidak riwayat tidak Cukup

113
Diag
STATUS POLA Riwayat AKTIVITAS
No Hipertens
DM MAKAN Keluarga FISIK
i
58 Tidak Cukup tidak riwayat ya Kurang
59 Tidak Cukup tidak riwayat ya Cukup
60 Tidak Cukup tidak riwayat tidak Cukup
61 Tidak Cukup tidak riwayat ya Cukup
62 Tidak Cukup tidak riwayat tidak Cukup
63 Penderita Cukup ada riwayat tidak Cukup
64 Penderita Cukup ada riwayat tidak Kurang
65 Tidak Cukup tidak riwayat tidak Cukup
66 Penderita Lebih ada riwayat tidak Cukup
67 Penderita Lebih tidak riwayat ya Cukup
68 Tidak Cukup tidak riwayat tidak Kurang
69 Tidak Cukup tidak riwayat ya Cukup
70 Penderita Lebih tidak riwayat tidak Cukup
71 Tidak Cukup tidak riwayat tidak Kurang
72 Tidak Cukup tidak riwayat ya Cukup
73 Penderita Lebih ada riwayat tidak Kurang
74 Tidak Cukup tidak riwayat ya Cukup
75 Penderita Lebih ada riwayat tidak Cukup
76 Tidak Cukup tidak riwayat ya Kurang
77 Tidak Cukup tidak riwayat ya Cukup
78 Penderita Lebih ada riwayat tidak Kurang
79 Tidak Cukup tidak riwayat tidak Cukup
80 Tidak Cukup tidak riwayat ya Cukup
81 Penderita Lebih ada riwayat tidak Cukup
82 Penderita Lebih ada riwayat tidak Cukup
83 Tidak Cukup tidak riwayat tidak Kurang
84 Tidak Cukup tidak riwayat tidak Kurang
85 Penderita Lebih ada riwayat tidak Cukup

114
DOKUMENTASI PENELITIAN

115
116

Anda mungkin juga menyukai