Anda di halaman 1dari 151

HALAMAN JUDUL

DETERMINAN KEJADIAN GIZI KURANG PADA BALITA MASYARAKAT


SUKU BAJAU PULAU BONTU – BONTU KABUPATEN MUNA 2019

HASIL PENELITIAN
Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan untuk Mencapai Gelar
Sarjana Kesehatan Masyarakat

OLEH
SITTI HUSNUL KHATIMAH
J1A1 16 197

PROGRAM STUDI KESEHATAN MASAYARAKAT


FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS HALU OLEO
KENDARI
2019
HALAMAN PERSETUJUAN

HASIL

DETERMINAN KEJADIAN GIZI KURANG PADA BALITA MASYARAKAT


SUKU BAJAU PULAU BONTU – BONTU KABUPATEN MUNA 2019

Yang disusun dan diajukan oleh

SITTI HUSNUL KHATIMAH


J1A1 16 197

Pembimbing I Pembimbing II

Hariati Lestari, S.KM., M.Kes Jumakil, S.KM., M.PH


NIP. 198206162008122002 NIP. 197609282000121003

Mengetahui
Ketua Jurusan Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Halu Oleo

Dr. Asnia Zainuddin, M.Kes


NIP.19970601 200212 2 004

i
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Warohmatullahi Wabarokatuh

Syukur Alhamdulillah senantiasa penulis panjatkan kehadirat ALLAH

SWT.atas segala rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan

hasil penelitian dengan judul “Determinan Kejadian Gizi Kurang pada Balita

Masyarakat Suku Bajau Kabupaten Muna Tahun 2019”. Sesuai dengan eksistensi

penulis, maka apa yang tertuang dalam tulisan ini perwujudan dan upaya optimal

yang penulis lakukan.

Dalam penyusunan hasil ini banyak hambatan dan tantangan yang penulis

dapatkan, namun atas bantuan dan bimbingan serta motivasi yang tiada henti, disertai

harapan yang optimis dan tekad yang kuat sehingga penulis dapat mengatasi semua

itu.

Jika dalam hasil penelitian ini terdapat adanya kekurangan, baik dalam hal

sistematika, pola penyampaian, bahasa maupun materi yang diluar kemampuan

penulis, hal itu tidak terlepas dari keterbatasan penulis sebagai manusia biasa.

Sehingga saran yang bersifat konstruktif sangat penulis harapkan demi kesempurnaan

hasil penelitian ini.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam menyelesaikan hasil ini karena

bantuan dan dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis menghanturkan

ucapan terimakasih tidak terhingga, penghargaan dan penghormatan kepada Ibu

Hariati Lestari, S.K.M.,M.Kes selaku pembimbing I dan Bapak Jumakil,

ii
S.KM.,M.Kes selaku pembimbing II yang telah banyak memberikan arahan dan

bimbingan kepada penulis.

Ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya untuk diri saya sendiri, yang

meski ceroboh, keras kepala dan cenderung malas namun dapat menyelesaikan tugas

akhir ini. Ucapan terima kasih, penghormatan, dan penghargaan yang setinggi-

tingginya pula kepada kedua orang tua penulis, Ayahanda Taswan, S.Pd.I, dan Ibunda

Wa Ode Tide yang telah susah payah melahirkan, membesarkan dengan seluruh cinta

dan kasih sayang, juga memberikan bantuan, serta dorongan kepada penulis dalam

menyelesaikan studi. Kepada Kakak-kakak saya tercinta Sitti Hajar, Muhammad

Zulkarnain Daasa, S.T, Sitti Nurtina, S.Pd, M.HI, dan yang tidak bisa saya sebutkan

satu per satu, yang selalu memberi motivasi dan semangat kepada penulis.

Selain itu, ucapan terima kasih yang tak terhingga penulis sampaikan kepada:

1. Rektor Universitas Halu Oleo Kendari

2. Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Halu Oleo Kendari.

3. Ketua Jurusan Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas

Halu Oleo Kendari.

4. Dr. La Ode Muhammad Sety, S.KM.,M.Epid, Lymbran Tina, S.KM.,M.Kes, dan

Cece Suriani Ismail, S.KM.,M.Kes selaku penguji yang telah memberikan

masukan dan saran yang membangun demi penyempurnaan isi skripsi ini.

5. Dosen-Dosen pengajar dan staf administrasi jurusan Kesehatan Masyarakat yang

telah banyak memberikan dukungan dan bimbingan selama menempuh

pendidikan di Fakultas Kesehatan Masyarakat.

iii
6. Ibu-ibu yang menjadi responden saya yang tidak bisa saya sebutkan namanya

satu persatu dan masyarakat Pulau Bontu-bontu yang banyak membantu penulis

selama pelaksanaan penelitian.

7. Tetangga-tetangga tercintaku di Wisma Annisa yaitu, Elvi Harvianti, Salfiana,

Risnawati Nosari, Dwi Silfiani Pratiwi, A.Md, Arc, dan yang tak bisa disebutkan

satu persatu yang telah menemani penulis selama 4 tahun terakhir.

8. Terkhusus sahabat – sahabatku di Fakultas Kesehatan Masyarakat yaitu, Wa Ode

Sukmawati Syukur, Riski Anandita, Januar Rifandi Halulanga, Adinda

Valentina, Wa Ode Nurni, S.KM, Fidelia Anisa Gita dan yang tak bisa

disebutkan satu-satu atas segala dorongan, bantuan, motivasi, dan kebersamaan

yang tak akan tergantikan oleh penulis, terima kasih atas kenangannya.

9. Untuk sahabat – sahabatku di luar lingkup Fakultas Kesehatan Masyarakat yaitu,

Sri Wanti Dewi, Lismayasari, S.Si, Wa Ode Yani, Wa Ode Marwahi, Wa Ode

Indah Yani, Winda, dan La Ode Sumandra atas dorongan, bantuan, motivasi,

kekompakkan dan kebersamaan yang tak akan tergantikan oleh penulis, terima

kasih atas semuanya.

10. Seluruh teman-teman mahasiswa angkatan 2016 mulai dari peminatan

Epidemiologi, peminatan AKK, peminatan Promkes, peminataan Gizi dan

peminatan Kesling terkhusus anak-anak kelas A angkatan 2016 yang tidak dapat

saya sebutkan namanya satu persatu.

11. Teman – teman dan masyarakat di tempat PBL Kelurahan Kandai Kecamatan

Kendari dan KKN Reguler Desa Lanosangia Kecamatan Kulisusu Utara

iv
Kabupaten Buton Utara yang sudah banyak memberikan cerita dan pengalaman

yang luar biasa selama masa PBL dan KKN.

12. Leting-letingku angkatan 2016 SMAN 1 Napabalano terkhusus kelas IPA 1 yang

telah memberikan dorongan, motivasi, bantuan, cerita, dan pengalaman kepada

penulis.

13. Terkhusus teman-teman dari seluruh Indonesia yang telah dipertemukan dalam

kegiatan Festival Pemuda 2019 di Semarang atas motivasi, cerita dan

pengalaman yang luar biasa, semoga kita dipertemukan kembali dalam keadaan

sehat walafiat. Aamiin.

Semoga Allah SWT senantiasa melimpahkan berkah dan rahmat-Nya bagi

kita semua, terima kasih untuk bantuannya selama ini, semoga juga dapat menjadi

amal ibadah di hadapan-Nya dan semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi

pembangunan ilmu pengetahuan, bangsa dan agama. Aamiin.

Wassalamu’alaikum Warohmatullahi Wabarkatuh.

Kendari, Juni 2020

Penulis

v
DAFTAR ISI

Contents
HALAMAN JUDUL....................................................................................................1
HALAMAN PERSETUJUAN....................................................................................ii
KATA PENGANTAR................................................................................................iii
DAFTAR ISI..............................................................................................................vii
DAFTAR TABEL.......................................................................................................ix
DAFTAR GAMBAR..................................................................................................xi
DAFTAR LAMPIRAN.............................................................................................xii
DAFTAR ARTI DAN SINGKATAN.....................................................................xiii
DAFTAR ISTILAH...................................................................................................xv
ABSTRAK.................................................................................................................xvi
ABSTRACT.............................................................................................................xvii
BAB I PENDAHULUAN............................................................................................1
1.1 Latar belakang.................................................................................................1
1.2 Rumusan masalah...........................................................................................4
1.3 Tujuan penelitian............................................................................................4
1.4 Manfaat penelitian..........................................................................................5
1.5 Ruang Lingkup Penelitian...............................................................................6
1.6 Organisasi/Sistematika....................................................................................6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA.................................................................................7
2.1 Tinjauan Umum tentang Balita.......................................................................7
2.2 Tinjauan Umum tentang Status Gizi.............................................................10
2.3 Tinjauan Umum tentang Gizi Kurang...........................................................21
2.4 Tinjauan Hasil Penelitian Sebelumnya.........................................................36
2.5 Kerangka Teori.............................................................................................40
2.6 Kerangka Konsep..........................................................................................41
2.7 Hipotesis Penelitian......................................................................................42

vi
BAB III METODE PENELITIAN...........................................................................43
3.1 Jenis Dan Rancangan Penelitian...................................................................43
3.2 Waktu Dan Lokasi Penelitian.......................................................................43
3.3 Populasi Dan Sampel....................................................................................43
3.4 Variabel Penelitian........................................................................................45
3.5 Instrumen Penelitian.....................................................................................45
3.6 Defenisi Operasional Dan Kriteria Objektif.................................................45
3.7 Jenis Data Penelitian.....................................................................................48
3.8 Pengolahan, Analisis, Dan Penyajian Data...................................................48
3.9 Etika Penelitian.............................................................................................51
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN...................................................................52
4.1 Gambaran umum lokasi penelitian...............................................................52
4.2 Hasil penelitian.............................................................................................54
4.3 Pembahasan...................................................................................................68
4.4 Keterbatasan penelitian.................................................................................82
BAB V PENUTUP.....................................................................................................83
5.1 Kesimpulan...................................................................................................83
5.2 Saran.............................................................................................................83
DAFTAR PUSTAKA................................................................................................85
LAMPIRAN...............................................................................................................90

vii
DAFTAR TABEL

No. Judul Halaman


2.1 Angka Kecukupan Energi untuk Anak Balita………………….. 12
2.2 Angka Kecukupan Protein Anak Balita (gr/kgBB sehari)……… 13
2.3 Angka Kecukupan lemak Anak Balita…………………………. 14

2.4 Tingkat Kecukupan Vitamin dan Mineral Anak Balita………… 15


2.5 Klasifikasi Status Gizi Menurut Standar Baku Nasional……….. 18
2.6 Baku Antropometri BB/U menurut standard WHO NCHS.......... 20
2.7 Baku Antropometri TB/U menurut standard WHO-NCHS......... 21
2.8 Baku Antropometri BB/TB menurut standard WHO-NCHS....... 22

2.9 Angka kecukupan energy dan protein rata-rata............................ 24

4.1 Distribusi balita menurut usia di pulau Bontu-bontu Kabupaten


54
Muna tahun 2019..........................................................................
4.2 Distribusi balita menurut jenis kelamin di Pulau Bontu-bontu
55
Kabupaten Muna tahun 2019........................................................
4.3 Distribusi balita menurut berat badan di Pulau Bontu-bontu
55
Kabupaten Muna tahun 2019........................................................
4.4 Distribusi responden menurut umur responden di Pulau Bontu-
56
bontu Kabupaten Muna tahun 2019..............................................
4.5 Distribusi responden menurut pendidikan terakhir di Pulau
57
Bontu-bontu Kabupaten Muna tahun 2019..................................
4.6 Distribusi responden menurut pekerjaan responden di Pulau
58
Bontu-bontu Kabupaten Muna tahun 2019..................................
4.7 Distribusi responden menurut pendapatan responden di Pulau
58
Bontu-bontu Kabupaten Muna tahun 2019..................................
4.7 Distribusi responden menurut jumlah anak responden di Pulau 59

viii
Bontu-bontu Kabupaten Muna tahun 2019..................................
4.8 Distribusi balita menurut kejadian gizi kurang pada balita
masyarakat suku bajau Pulau Bontu-bontu Kabupaten Muna 60
tahun 2019....................................................................................
4.9 Distribusi responden menurut asupan energi pada balita
masyarakat suku bajau Pulau Bontu-bontu Kabupaten Muna 61
tahun 2019....................................................................................
4.10 Distribusi responden menurut pola asuh pemberian makan pada
balita masyarakat suku bajau Pulau Bontu-bontu Kabupaten 61
Muna tahun 2019..........................................................................
4.11 Distribusi responden menurut sanitasi lingkungan pada
masyarakat suku bajau Pulau Bontu-bontu Kabupaten Muna 62
tahun 2019....................................................................................
4.12 Distribusi responden menurut berat badan lahir rendah pada
balita masyarakat suku bajau Pulau Bontu-bontu Kabupaten 63
Muna tahun 2019..........................................................................
4.13 Hubungan asupan energi dengan kejadian gizi kurang pada
balita masyarkat suku bajau Pulau Bontu-bontu Kabupaten 64
Muna tahun 2019..........................................................................
4.14 Hubungan pola asuh pemberian makan dengan kejadian gizi
kurang pada balita masyarkat suku bajau Pulau Bontu-bontu 65
Kabupaten Muna tahun 2019........................................................
4.15 Hubungan sanitasi lingkungan dengan kejadian gizi kurang
pada balita masyarkat suku bajau Pulau Bontu-bontu 66
Kabupaten Muna tahun 2019........................................................
4.16 Hubungan berat badan lahir rendah dengan kejadian gizi kurang
pada balita masyarkat suku bajau Pulau Bontu-bontu 67
Kabupaten Muna tahun 2019........................................................

ix
DAFTAR GAMBAR

No. Judul Gambar Halaman


2. Kerangka Konsep.................................................................... 40

1
2. Kerangka Teori........................................................................ 41

x
DAFTAR LAMPIRAN

No. Lampiran Halaman


1. Lembar jadwal penelitian................................................................ 92
2. Lembar Informed Consent Kuesioner Penelitian………………… 93
3. Lembar Kuesioner Penelitian…………………………………….. 94
4. Master Tabel Hasil Penelitian……………………………………. 103
5. Output SPSS (Crosstabulation) 108
……………………………………….
6. Standar Antropometri Penilaian Status Gizi Anak (BB/U)……... 120
7. Surat Pengantar Penelitian Dekan FKM UHO............................... 122
8. Surat Rekomendasi Penelitian Badan Kesatuan Bangsa dan 123
Politik Sultra...................................................................
9. Surat Keterangan telah melakukan Penelitian…………………… 124
10. Dokumentasi Penelitian…………………………………………. 125

xi
DAFTAR ARTI DAN SINGKATAN

Lambang & Singkatan Arti dan Keterangan


() Dalam Kurung
< Lebih kecil
> Lebih besar
≤ Lebih kecil sama dengan
≥ Lebih besar sama dengan
% Persen
: Titik dua
= Sama dengan
± Kurang lebih
- Garis mendatar
H0 Hipotesis Nol
H1 Hipotesis Kerja
AKG Angka kecukupan gizi
BBLR Berat Badan Lahir Rendah
Dinkes Dinas Kesehatan
Kemenkes Kementerian Kesehatan
MCA Millennium Challenge Account
ρ value Phi value
Puskesmas Pusat kesehatan masyarakat
PSG Pemantauan status gizi
SPSS Statistical Package for Social Science
SDGs Sustainable development goals

xii
TB/U Tinggi badan menurut umur
WHO World Health Organisation

DAFTAR ISTILAH

Istilah Arti dan Keterangan

Antropometri Pengukuran individu manusia untuk

mengetahui variasi fisik manusia

Defisiensi Penurunan

Dependent Terikat

Independent Bebas

xiii
Malnutrisi Mala gizi

Prevalensi Frekuensi kasus rata-rata

Severely Stunting Sangat pendek


Stunting Pendek
Underweight Berat badan kurang
Wasting Kurus

Z-score Skor standar

xiv
DETERMINAN KEJADIAN GIZI KURANG PADA BALITA MASYARAKAT
SUKU BAJAU PULAU BONTU – BONTU KABUPATEN MUNA 2019

Oleh:
Sitti Husnul Khatimah

ABSTRAK

Gizi kurang adalah keadaan seseorang yang mengalami kekurangan atau


ketidakseimbangan zat gizi. Gizi kurang pada balita, membawa dampak negatif
terhadap pertumbuhan fisik maupun mental. Dampak paling serius dari gizi kurang
adalah timbulnya kecacatan, tingginya angka kesakitan dan percepatan kematian.
Untuk mencapai target internasional atau target SDGs tahun 2030 dalam mengakhiri
segala bentuk malnutrisi (kekurangan gizi), maka program nasional di Indonesia akan
difokuskan pada peningkatan gizi masyarakat yang telah tercantum pada Rencana
Strategis (Renstra) Kemenkes 2020-2024. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
hubungan determinan dari asupan energi, pola asuh pemberian makan, sanitasi
lingkungan, dan berat badan lahir rendah terhadap kejadian gizi kurang pada balita
masyarakat suku bajau pulau Bontu-bontu Kabupaten Muna tahun 2019. Metode
penelitian ini menggunakan penelitian kuantitatif dengan pendekatan cross sectional
study. Penelitian ini menggunakan teknik penarikan sampel simple random sampling.
Sampel dari penelitian ini sebanyak 102 balita dari 139 populasi. Hasil penelitian ini
menunjukkan bahwa dari asupan energi diperoleh nilai ρ value = 0,001, pola asuh
pemberian makan diperoleh nilai ρ value = 0,037, sanitasi lingkungan ρ value =
0,593, berat badan lahir rendah ρ value = 0,201. Kesimpulan dari hasil penelitian ini
yaitu adanya hubungan yang signifikan antara asupan energi dengan kejadian gizi
kurang, pola asuh pemberian makan dan kejadian gizi kurang, serta tidak adanya
hubungan yang signifikan antara sanitasi lingkungan dengan kejadian gizi kurang,
dan berat badan lahir rendah dengan kejadian gizi kurang.
Kata Kunci : asupan energi, pola asuh pemberian makan, sanitasi lingkungan,
BBLR, dan gizi kurang.

xv
DETERMINANT EVENTS OF LESS NUTRITION IN TODDLERS OF BONTU
ISLAND STEEL-BONTU DISTRICT, MUNA REGENCY 2019

By:
Sitti Husnul Khatimah

ABSTRACT

Malnutrition is a condition of a person experiencing a nutrient deficiency or


imbalance. Malnutrition in children under five, has a negative impact on physical
and mental growth. The most serious effects of malnutrition are disability, high
morbidity and accelerated mortality. To achieve international targets or SDGs
targets in 2030 in ending all forms of malnutrition (malnutrition), the national
program in Indonesia will focus on improving community nutrition that has been
listed in the Ministry of Health Strategic Plan (Renstra) 2020-2024. This study aims
to determine the determinant relationship of energy intake, parenting feeding,
environmental sanitation, and low birth weight to the incidence of undernutrition in
toddlers of Bajau tribe community in Bontu-Bontu Island, Muna Regency in 2019.
This research method uses quantitative research with an approach cross sectional
study. This study uses a simple random sampling technique. Samples from this study
were 102 toddlers from 139 populations. The results of this study indicate that from
the energy intake obtained value ρ value = 0.001, parenting care obtained value ρ
value = 0.037, environmental sanitation ρ value = 0.593, low birth weight ρ value =
0.201. The conclusion from the results of this study is that there is a significant
relationship between energy intake with the incidence of malnutrition, parenting
feeding and the incidence of malnutrition, as well as the absence of a significant
relationship between environmental sanitation with the incidence of malnutrition,
and low birth weight with the incidence of undernutrition.

Keywords: energy intake, feeding patterns, environmental sanitation, low birth


weight, and malnutrition.

xvi
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang

Gizi kurang adalah suatu keadaan dimana seseorang mengalami kekurangan

atau ketidak seimbangan zat gizi akibat tidak mendapatkan asupan gizi yang cukup.

Status gizi merupakan keadaan akibat dari keseimbangan antara konsumsi dan

penyerapan zat gizi, atau keadaan fisiologik akibat dari ketersedianya zat gizi dalam

tubuh.

Gizi kurang pada balita, membawa dampak negatif terhadap pertumbuhan

fisik maupun mental yang selanjutnya akan menghambat prestasi belajar. Akibat

lainnya adalah penurunan daya tahan, menyebabkan hilangnya masa hidup sehat

balita, serta dampak yang lebih serius adalah timbulnya kecacatan, tingginya angka

kesakitan dan percepatan kematian (Lilis Fauziah, 2017).

World Health Organization (WHO) melaporkan bahwa pada tahun 2013

terdapat 99 juta anak di bawah usia 5 tahun menderita gizi kurang di dunia

diantaranya 67% terdapat di Asia dan 29% di Afrika serta terdapat kematian 6,34 juta

anak usia dibawah 5 tahun atau hampir 17 ribu kematian setiap harinya akibat

penyakit infeksi dan status gizi (WHO, 2014). UNICEF mengungkap sebanyak 165

juta anak di seluruh dunia terhambat perkembangan fisik maupun otaknya, kondisi itu

1
2

bisa terjadi dikarenakan bayi mengalami kekurangan gizi (Nawawi, 2015). Data

WHO menunjukkan bahwa kasus anak usia prasekolah underweight di dunia sebesar

15,7 % dan anak usia prasekolah overweight sebanyak 6,6 %. Kurang gizi atau gizi

buruk merupakan penyebab kematian 3,5 juta anak di bawah usia lima tahun (balita)

di dunia (WHO, 2013) .

Kementerian Kesehatan akan memfokuskan peningkatan gizi masyarakat dan

telah tercantum pada Rencana Strategis (Renstra) Kemenkes 2020-2024. Berdasarkan

hasil Riset Kesehatan Dasar, kondisi gizi anak telah menunjukkan perbaikan.

Perbaikan gizi dari penurunan kekurangan gizi (underweight) pada anak balita dari

19,6% pada 2013 menjadi 17,68% pada 2018. Terobosan lainnya yang dilakukan

Kemenkes adalah PMT bagi Balita kurus, upaya pendidikan gizi dalam peningkatan

ASI Eksklusif, Pemberian Makanan Bayi dan Anak (PMBA), dan promosi pedoman

gizi seimbang. (Kemenkes RI, 2019).

Target SDGS 2030 tentang gizi masyarakat diharapkan dapat mengakhiri

segala bentuk malnutrisi, termasuk mencapai target internasional 2025 untuk

penurunan stunting dan wasting pada balita. Berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar

tahun 2010 mengungkapkan bahwa masih terjadi masalah gizi kurang dan gizi lebih

di Indonesia, pada semua kelompok umur dan jenis kelamin. Di Indonesia, terdapat

13,8% anak balita yang mengalami gizi kurang (underweight). Angka ini masih harus

diturunkan, karena dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional


3

(RPJMN) tahun 2015-2019, sasarannya adalah menurunkan prevalensi gizi

kurang(gizi kurang+gizi buruk) menjadi 17% (Kemenkes RI, 2018).

Prevalensi gizi kurang pada balita (BB/U<-2SD) di Indonesia, memberikan

gambaran pada tahun 2010 19,6%, tahun 2013 meningkat menjadi 19,9%, sedangkan

tahun 2018 menjadi 17,7% (Riskesdas, 2018).

Data balita Gizi kurang (BB/Umur) menurut Kabupaten/Kota Sulawesi

Tenggara tahun 2018, masih banyak kabupaten/kota dengan prsentase gizi kurang

yang masih tinggi, salah satunya adalah kabupaten Muna. Masih tingginya persentase

balita gizi kurang (BB/Umur) di Provinsi Sulawesi Tenggara disebabkan beberapa hal

diantanya, pelacakan kasus masih rendah, penetapan sasaran balita, pencatatan dan

pelaporan yang tidak up to date dari tingkat puskesmas ke Dinas Kesehatan

Kabupaten/Kota, kurangnya pemahaman petugas dalam mendefinisikan balita gizi

kurang. (Dinas Kesehatan Sulawesi Tenggara, 2018).

Data Dinas Kesehatan Kabupaten Muna tahun 2018 presentase kasus gizi

kurang yaitu sebanyak 9,9% dengan jumlah 2.007 balita dari total 19.856 balita yang

ada di Kabupaten Muna. Sementara presentase kasus gizi kurang wilayah kerja

Puskesmas Towea yaitu sebanyak 12,53%. Menurut data laporan status gizi

puskesmas Towea kasus gizi kurang di Pulau Bontu-bontu pada bulan Agustus

sebanyak 3 orang balita dan naik pada bulan Oktober 2019 menjadi 12 balita yang
4

mengalami gizi kurang. Dengan jumlah tersebut menjadikan pulau Bontu-bontu

dengan kasus gizi tertinggi di wilayah kerja Puskesmas Towea.

Peneliti tertarik untuk focus pada beberapa variabel penyebab gizi kurang

seperti asupan energi, pola asuh pemberian makan, sanitasi lingkungan, dan berat

badan lahir rendah . Pulau Bontu-bontu yang wilayahnya pulau menjadikannya

wilayah yang tidak ditanami sayur-sayuran sehingga harus disuplai dari luar pulau.

Ciri khas suku bajau yang bermukim dipinggir laut memungkinkan mereka kesulitan

air bersih yang sangat berpengaruh dengan sanitasi lingkungan. Berdasarkan uraian di

atas maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian mengenai “Determinan

kejadian gizi kurang pada balita masyarakat suku bajau pulau Bontu-bontu

Kabupaten Muna tahun 2019“.

1.2 Rumusan masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, maka dapat dirumuskan masalah dalam

penelitian ini adalah apa saja determinan kejadian gizi kurang pada balita masyarakat

suku bajau pulau Bontu-Bontu kabupaten Muna tahun 2019 ?

1.3 Tujuan penelitian

1.3.1 Tujuan Umum


5

Adapun tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mengetahui determinan

kejadian gizi kurang pada balita masyarakat suku bajau pulau Bontu-Bontu kabupaten

Muna tahun 2019.

1.3.2 Tujuan Khusus


1. Untuk mengetahui hubungan asupan energi dengan kejadian gizi kurang pada

balita masyarakat suku bajau pulau Bontu-Bontu.

2. Untuk mengetahui hubungan pola asuh pemberian makan dengan kejadian gizi

kurang pada balita masyarakat suku bajau pulau Bontu-Bontu.

3. Untuk mengetahui hubungan sanitasi lingkungan dengan kejadian gizi kurang

pada balita masyarakat suku bajau pulau Bontu-Bontu.

4. Untuk mengetahui hubungan berat badan lahir rendah dengan kejadian gizi kurang

pada balita masyarakat suku bajau pulau Bontu-Bontu.

1.4 Manfaat penelitian

1.4.1 Manfaat Teoritis

Sebagai data penunjang untuk penanggulangan dan pencegahan kejadian gizi

kurang pada balita. Juga sebagai informasi pada masyarakat tentang determinan atau

factor yang menentukan kejadian gizi kurang pada balita.

1.4.2 Manfaat Praktis

1. Manfaat Bagi Keluarga


6

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran mengenai

faktor ng menentukan kejadian gizi kurang pada balita. Selain itu, diharapakan

agar keluarga menjadi yang paling memperhatikan dan peduli mengenai status gizi

balita.

2. Manfaat Bagi Instansi Kesehatan

Diharapkan dapat bermanfaat bagi Dinas Kesehatan, Pusekesmas, dan

instansi terkait untuk perbaikan perencanaan maupun implementasi program gizi

kesehatan masyarakat .

1.4.3 Manfaat Bagi Peneliti

Dapat mengembangkan wawasan peneliti dan pengalaman berharga dalam melatih

kemampuan peneliti dalam melakukan penelitian yang berkaitan dengan determinan

kejadian gizi kurang pada balita masyarakat suku Bajau pulau Bontu-bontu kabupaten

Muna tahun 2019.

1.5 Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini membahas mengenai Determinan Kejadian Gizi Kurang Pada

Balita Masyarakat Suku Bajau Pulau Bontu-Bontu Kabupaten Muna Tahun 2019.

Penelitian ini dibatasi lokasinya, hanya pada masyarakat suku Bajau Bontu-Bontu.
7

1.6 Organisasi/Sistematika

Judul penelitian ini adalah Determinan Kejadian Gizi Kurang Pada Balita

Masyarakat Suku Bajau Pulau Bontu-Bontu Kabupaten Muna Tahun 2019 yang

dibimbing oleh Ibu Hariati Lestari, S.KM., M.Kes selaku Pembimbing 1, dan Bapak

Jumakil, S.KM., M.PH selaku Pembimbing 2.


BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tinjauan Umum Tentang Balita

2.1.1 Defenisi Balita

Anak bawah umur lima tahun atau sering disingkat anak balita adalah anak

yang berusia di atas satu tahun atau di bawah lima tahun dengan perhitungan bulan

12-59 bulan (Kemenkes RI, 2015). Balita didefenisikan sebagai anak dengan usia di

bawah lima tahun dimana pertumbuhan tubuh dan otak sangat pesat dalam

pencapaian keoptimalan fungsinya. Masa balita sering disebut sebagai golden age

karena pada masa ini pertumbuhan dasar yang akan mempengaruhi dan menentukan

perkembangan kemampuan berbahasa, kreatifitas, kesadaran social, emosional, dan

intelegensia yang berjalan sangat cepat dan merupakan dasar perkembangan

berikutnya (Wirandani, 2013).

2.1.2 Karakteristik Balita

Balita mempunyai karakteristik yang digolongkan menjadi dua yaitu anak usia

1-3 tahun yang disebut batita dan anak usia prasekolah (Kemenkes RI, 2015).

Menurut Sufyanti (2009), toddler adalah anak berusia 12-36 bulan dimana masa ini

yang paling penting untuk pertumbuhan intelektual dan perkembangan kepandaian

anak. Anak usia dibawah lima tahun khususnya 1-3 tahun merupakan masa

pertumbuhan fisik yang cepat, sehingga memerlukan kebutuhan gizi yang paling

8
9

banyak disbanding masa-masa berikutnya. Anak akan mudah mengalami gizi kurang

di usia ini apabila kebutuan nutrisi tidak ditangani dengan baik.

2.1.3 Tumbuh Kembang Balita

Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan

anak terdiri dari (Sufyanti 2009):

1. Faktor genetik

Faktor genetik merupakan faktor bawaan yang diturunkan oleh orang tua. Faktor

genetik antara lain jenis kelamin dan suku bangsa. Gangguan pertumbuhan di

negara maju biasanya disebabkan oleh faktor genetik, sedangkan di Negara

berkembang selain faktor genetik, penyebab kematian terbesar adalah faktor

lingkungan yang kurang memadai, seperti asupan gizi, infeksi penyakit, dan

kekerasan pada anak.

2. Faktor lingkungan

Faktor lingkungan sangat berperan penting dalam menentukan potensi yang sudah

dimilikinya. Faktor lingkungan meliputi faktor prenatal yaitu faktor lingkungan

dalam kandungan, dan lingkungan postnatal yaitu lingkungan setelah bayi lahir

yang didalam faktor tersebut terdapat kebutuhan mutrisi yang penting dalam

proses pertumbuhan dan perkembangan. Faktor lingkungan prenatal yang

berpengaruh terhadap pertumbuhan dan perkembangan janin, yaitu gizi pada ibu

sewaktu hamil, mekanis, toksin/zat kimia, endokrin, radiasi, infeksi, stress,

imunitas, dan anoksia embrio.


10

Berdasarkan usia, pertumbuhan pada anak sebagai berikut Hidayat (2008):

1) Berat badan

Berat badan anak usia 1-3 tahun akan mengalami penambahan berat badan

sekitar empat kali lipat dari berat badan lahir pada usia kurang lebih 2,5 tahun.

Penambahan berat badan setiap tahunnya adalah 2-3 kg.

2) Tinggi badan

Tinggi badan anak usia 1-3 tahun akan mengalami penambahan tinggi

badan kurang lebih 12cm selama tahun ke-2. Sedangkan penambahan untuk tahun

ke-3 rata-rata 4-6 cm.

3) Linkar kepala

Pertumbuhan lingkar kepala terjadi sangat cepat pada 6 bulan pertama

melahirkan yaitu 35-43 cm. pada usia selanjutnya lingkar kepala akan mengalami

perlambatan. Pada usia 1 tahun hanya mengalami pertumbuhan kurang lebih 46,5

cm. pada usia 2 tahun mengalami pertumbuhan kurang lebih 49 cm, kemudian

bertambah 1 cm sampai usia 3 tahun.

4) Gigi

Pertumbuhan gigi pada masa tumbuh kembang dibagi menjadi dua bagian,

yaitu bagian rahang atas dan rahang bawah.

a. Pertumbuhan gigi rahang atas

a) Gigi insisi sentral pada usai 8-12 bulan

b) Gigi insisi lateral pada usia 9-13 bulan

c) Gigi taring (caninus) pada usia 16-22 bulan


11

d) Molar pertama usia 14-18 bulan dan molar kedua 24-30 bulan

b. Pertumbuhan gigi rahang bawah

a) Gigi insisi sentral pada usai 6-10 bulan

b) Gigi insisi lateral pada usia 10-16 bulan

c) Gigi taring (caninus) pada usia 17-23 bulan

d) Molar pertama usia 14-18 bulan dan molar kedua 24-30 bulan

5) Organ penglihatan

Perkembangan organ penglihatan anak dapat dimulai sejak anak itu lahir.

Usia 11-12 bulan ketajaman penglihatan mencapai 20/20, dapat mengikuti objek

bergerak. Pada usia 12-18 bulan mampu mengidentifikasi bentuk geometric. Pada

usia 18-24 bulan penglihatan mampu berakomodasi dengan baik.

6) Organ pendengaran

Perkembangan pada pendengaran dapat dimulai saat anak itu lahir. Pada

usia 10-12 bulan anak mampu mengenal beberapa kata dan artinya. Pada usia 18

bulan organ pendengaran anak dapat membedakan bunyi. Pada usia 36 bulan

mampu membedakan bunyi yang halus dalam berbicara.

2.2 Tinjauan Umum tentang Status Gizi

2.2.1 Definisi Status Gizi

Status gizi adalah hasil akhir keadaan tubuh dari keseimbangan antara zat gizi

yang dikonsumsi dengan kebutuhan tubuh. Status gizi adalah kondisi kesehatan yang

tampak pada tubuh berkat adanya asupan zat gizi melalui makanan dan minuman

yang sesuai dengan kebutuhan (Sutomo dan Anggraini 2010). Pemenuhan zat gizi
12

yang sesuai akan berdampak pada kecukupan gizi seseorang, namun pada kondisi

tertentu yang berhubungan dengan pemenuhan zat gizi tersebut. Pola konsumsi yang

salah dan tidak seimbang zat gizi yang diberikan akan menimbulkan status gizi buruk

dan gizi lebih (Sutomo dan Anggraini 2010).

2.2.2 Kebutuhan Gizi Balita

1. Kebutuhan Energi Balita

Konsumsi energi sebanyak 115 Kkal/kg berat badan (sekitar 95-145

Kkal/kg) untuk kebutuhan bayi pada bulan pertama kehidupannya. Dari jumlah

energi yang dikonsumsi bayi, 50% digunakan untuk energi basal (energi yang

dibutuhkan untuk bekerjanya organ-organ di dalam tubuh, peredaran darah dan

sebagainya) 25% untuk aktivitasnya, 25% lainnya untuk pertumbuhan badan yang

berkisar antara 5-7 gr/hari. Untuk umur 6 bulan energi yang dibutuhkan turun

menjadi 95 Kkal/kg berat badan (Arisman, 2010).

Tabel 2.1 Angka kecukupan Energi untuk Anak Balita

Golongan umur Kecukupan energi Kal/kg BB/hari


1 900 110
1-3 1200 100
4-5 1620 90
Sumber: Soedioetama, 2014

2. Kebutuhan Protein Balita

Terdiri dari unsur C, H, O dan N, dan kadang- kadang S dan P, diperoleh

melalui tumbuh-tumbuhan (protein nabati) dan melalui hewan (protein hewani)

berfungsi membangun sel – sel yang telah rusak, membentuk zat-zat pengatur
13

seperti enzim dan hormon serta membentuk zat anti energi. Kebutuhan akan

protein selama periode pertumbuhan tulang rangka dan otot yang cepat pada masa

bayi relatif tinggi. konsumsi sebanyak 2,2 gr protein bernilai gizi tinggi per kg

berat badan per hari menghasilkan retensi nitrogen sekitar 45%, jumlah ini cukup

untuk pertumbuhan bayi yang normal (Arisman, 2010).

Tabel 2.2 Angka kecukupan Protein Anak Balita (gr/kgBB sehari)

Umur Gram/Hari
1 1,27
2 1,19
3 1,12
4 1,06
5 1,01
Sumber: Soediaoetama, 2014

3. Kebutuhan Lemak Balita

ASI memasok sekitar 40-50% energi sebagai lemak (3-4 gr/100 cc). lemak

minimal harus menyediakan 30% energi, yang dibutuhkan bukan saja untuk

mencukupi kebutuhan energi tetapi juga memudahkan penyerapan asam lemak

esensial, vitamin yang terlarut dalam lemak, kalsium serta mineral lain dan juga

untuk menyeimbangkan diet agar zat gizi yang lain tidak terpakai sebagai sumber

energi (Arisman, 2010).

Tabel 2.3 Tingkat kecukupan lemak balita

Umur Gram
0-5 Bulan 31
14

6-11 Bulan 36
1-3 Tahun 44
4-6 Tahun 62
Sumber: Hardiansyah, 2012

4. Vitamin dan Mineral

Jumlah vitamin A yang dibutuhkan bayi sebanyak 75 RE per hari.

Konsumsi vitamin D pada bayi akan meningkat pada waktu terjadinya klasifikasi

tulang dan gigi yang cepat. Konsumsi vitamin D dianjurkan 400 IU/hari.

Kebutuhan vitamin E pada bayi sebanyak 2-4 mg TE (Tocopherol Equivelent) per

hari. Untuk vitamin K, defisiensi vitamin K dapat terjadi pada beberapa hari

pertama kehidupan (Arisman, 2010).

ASI mengandung 280 mg kalsium per liter, yang berarti dapat mensuplai

sekitar 210 mg kalsium per hari. Mineral mempunyai fungsi sebagai pembentuk

berbagai jaringantubuh, tulang, hormon, dan enzim, sebagai zat pengatur berbagai

proses metabolisme, keseimbangan cairan tubuh, proses pembekuandarah. Zat besi

atau Fe berfungsi sebagai komponen sitokrom yang penting dalam pernafasan dan

sebagai komponen dalam hemoglobin yang penting dalam mengikat oksigen

dalam sel darah merah (Arisman, 2010).

Tabel 2.4 Tingkat kecukupan vitamin dan mineral anak balita

Umur Kalsium Fosfor Zat besi Vit A Vit C


(mg) (mg) (mg) (RE) (mg)
0-5 bulan 200 100 0,5 375 40
15

6-11 bulan 400 225 7 400 40


1-3 tahun 400 400 8 400 40
4-6 tahun 500 400 9 450 45
Sumber: Angka Kecukupan Gizi

2.2.3 Penilaian Status Gizi

Status gizi di definisikan sebagai status kesehatan yang dihasilkan oleh

keseimbangan antara kebutuhan dan masukan nutrient. Penilaian status gizi dapat

diukur secara langsung maupun tidak langsung. Penilaian status gizi secara langsung

dapat dibagi menjadi empat penilaian yaitu antropometri, klinis, biokimia, dan

biofisik. Penilaian status gizi secara tidak langsung dapat dibagi menjadi tiga

penilaian yaitu survei konsumsi makanan, statistik vital, dan faktor ekologi (Waryana,

2010).

Penilaian status gizi secara langsung :

1. Antropometri

Ditinjau dari sudut pandang gizi, maka antropometri gizi berhubungan dengan

berbagai macam pengukuran dimensi tubuh dan komposisi tubuh dari berbagai

tingkat umur dan tingkat gizi. Biasanya antropometri digunakan untuk melihat

ketidak seimbangan asupan protein dan energi. Ketidak seimbangan ini terlihat

pada pola pertumbuhan fisik dan proporsi jaringan tubuh seperti lemak, otot, dan

jumlah air dalam tubuh. Penilaian status gizi menggunakan metode antropometri

merupakan yang sering digunakan dan mudah dilakukan.

2. Klinis
16

Penggunaan metode ini umumnya untuk survei klinis secara cepat (rapid

clinical surveys). Survei ini dirancang untuk mendeteksi secara cepat tanda-tanda

klinis umum dari kekurangan salah satu atau lebih zat gizi. Disamping itu

digunakan untuk mengetahui tingkat status gizi seseorang dengan melakukan

pemeriksaan fisik yaitu tanda dan gejala atau riwayat penyakit.

3. Biokimia

Metode ini digunakan untuk suatu peringatan bahwa kemungkinan akan

terjadi keadaan malnutrisi yang lebih parah lagi. Banyak gejala klinis yang kurang

spesifik, maka penentuan kimia faali dapat lebih banyak menolong untuk

menentukan kekurangan gizi yang spesifik.

4. Biofisik

Penentuan status gizi secara biofisik adalah metode penentuan status gizi

dengan melihat kemampuan fungsi (khususnya jaringan) dan melihat perubahan

struktur dan jaringan. Umumnya dapat digunakan dalam situasi tertentu seperti

kejadian buta senja epidemik.

Penilaian Status Gizi Secara Tidak Langsung :

1. Survei Konsumsi Makanan

Survei konsumsi makanan adalah metode penentuan status gizi secara

tidak langsung dengan melihat jumlah dan jenis zat gizi yang dikonsumsi.

Pengumpulan data konsumsi makanan dapat memberikan gambaran tentang

konsumsi berbagai zat gizi pada masyarakat, keluarga, dan individu. Survei ini

dapat mengidentifikasikan kelebihan dan kekurangan zat gizi.


17

2. Statistik Vital

Pengukuran status gizi dengan statistik vital adalah dengan menganalisis

data beberapa statistik kesehatan seperti angka kematian berdasarkan umur, angka

kesakitan, dan kematian akibat penyebab tertentu dan data lainnya yang

berhubungan dengan gizi.

3. Faktor Ekologi

Pengukuran faktor ekologi dipandang sangat penting untuk mengetahui

penyebab malnutrisi di suatu masyarakat sebagai dasar untuk melakukan program

intervensi gizi.

2.2.4 Klasifikasi Status Gizi

Klasifikasi status gizi ditentukan menggunakan standar deviasi unit (Zscore)

yang digunakan untuk memantau pertumbuhan serta mengetahui klasifikasi status

gizi.

1 ) Klasifikasi status gizi menurut standar baku nasional:

Tabel 2.5 Klasifikasi Status Gizi Menurut Standar Baku Nasional


18

Indeks Status Gizi Ambang Batas


(SD: Standart Devisial)
Gizi Lebih Zscore > +2 SD
Gizi Baik Zscore ≥ -2 SD s/d +2 SD
Gizi Kurang Zscore < -2 SD s/d ≥ -3 SD
BB/U Gizi Buruk Zscore < -3 SD

Normal Zscore ≥ -2 SD
Pendek (Stunted) Zscore < -2 SD
TB/U
Gemuk Zscore > +2 SD
Normal Zscore ≥ -2 SD s/d +2 SD
Kurus (Wasted) Zscore < -2 SD s/d ≥ -3 SD
BB/TB Kurus Sekali Zscore < -3 SD
Sumber : WNPG VII, 2004

2) Klasifikasi Status Gizi

Menurut baku antopometri WHO-NHCS dalam Depkes RI, status gizi dibedakan

menjadi:

Buruk : < 60% BB/U baku WHO-NCHS

Kurang : 60-69% BB/U baku WHO-NCHS

Sedang : 70-79,9% BB/U baku WHO-NCHS

Baik : 80-110% BB/U baku WHO-NCHS

Lebih : > 110% BB/U baku WHO-NCHS

3) Klasifikasi KEP menurut Depkes RI

Penggolongan KEP berdasarkan baku antopometri WHO-NCHS Depkes RI

adalah:

Gizi lebih : BB/U ≥ +2SD baku WHO-NCHS


19

Gizi baik : BB/U ≥ -2SD s/d -2 SD baku WHO-NCHS

Gizi kurang : BB/U ≤ -2SD s/d -3 baku WHO-NCHS

Gizi Buruk : BB/U ≤ -3SD baku WHO-NCHS

(Sumber : WNPG VII, 2004).

2.2.5 Parameter Antropometri

a. Umur

Faktor umur sangat penting dalam pementuan status gizi. Kesalahan

penentuan umur akan menyebabkan interpretasi status gizi menjadi salah. Hasil

pengukuran tinggi badan dan berat badan yang akurat menjadi tidak berarti bila

tidak disertai dengan penentuan umur yang tepat (Supariasa, et.al, 2012).

b. Tinggi Badan

Tinggi badan (TB) merupakan parameter penting bagi keadaan gizi yang

telah lalu. Selain itu, tinggi badan merupakan ukuran kedua yang penting karena

dengan menghubungkan berat badan terhadap tinggi badan (quack stick), faktor

umum dapat di kesampingkan. Nilai tinggi badan meningkat terus, walaupun laju

tumbuh berubah pesat pada masa bayi lalu melambat dan kemudian menjadi pesat

lagi pada saat remaja (Adriani dan Wirjatmadi, 2014).

c. Berat Badan

Berat badan (BB) adalah parameter pertumbuhan yang paling

sederhana,mudah diukur,dan diulang. BB merupakan ukuran yang terpenting yang

dipakai pada setiap pemeriksaan penilaian pertumbuhan fisik anak pada semua
20

kelompok umur karena BB merupakan indikator yang tepat untuk mengetahui

keadaan gizi dan tumbuh kembang anak saat pemeriksaan (akut). Alasannya

adalah BB sangat sensitif terhadap perubahan sedikit saja seperti sakit dan pola

makan. Selain itu dari sisi pelaksanaan, pengukuran obyektif dan dapat diulangi

dengan timbangan apa saja, relatif murah dan mudah, serta tidak memerlukan

waktu lama (Latief, et.al, 2013).

2.2.6 Indeks Antropometri

a. Indeks Berat Badan Menurut Umur (BB/U)

Penentuan gizi buruk yang umum dilakukan adalah menimbang berat

badan yang dibandingkan dengan umur anak. Salah satu standar antopometri yang

biasa digunakan antara lain adalah WHO-NCHS (National Center Health

Statistics).

Tabel 2.6 Baku Antropometri BB/U menurut standard WHO NCHS

Indikator Status Gizi Keterangan


Gizi Lebih >2 SD
Gizi Baik -2 SD s/d 2 SD
Berat Badan
Gizi Kurang -3 SD s/d <-2 SD
Menurut Umur
Gizi Buruk < -3 SD
(BB/U)
Sumber: Kepmenkes No.1995/MENKES/SK/XII/2010

Berdasarkan baku standart WHO-NCHS status gizi berdasarkan berat

badan menurut umur (BB/U) dapat dibagi menjadi empat yaitu:

1) Gizi lebih untuk over weight termasuk kegemukan dan obesitas

2) Gizi baik untuk well nourished


21

3) Gizi kurang untuk under weight yang mencakup mild dan moderate PCM

(Protein Calori Malnutrition.

4) Gizi buruk untuk severe PCM, termasuk marasmus, marasmik- kwasiorkor dan

kwashiorkor.

b. Indeks Tinggi Badan Menurut Umur (TB/U)

Tinggi badan merupakan salah satu indikator penentuan kualitas gizi pada

seseorang. Faktor yang mempengaruhi tinggi badan adalah hereditas dan zat gizi

yang diperoleh dari makanan sehari-hari. Gizi makanan sangat penting dalam

membantu pertumbuhan tinggi badan anak. Tinggi badan dinyatakan dalam bentuk

indeks TB/U (tinggi badan menurut umur), atau juga indeks BB/TB (berat badan

menurut tinggi badan) jarang dilakukan karena perubahan tinggi badan yang

lambat dan biasanya hanya dilakukan setahun sekali (Khomsan, 2012).

Salah satu standar antopometri yang biasa digunakan untuk menentukan

kategori TB/U antara lain adalah WHO-NCHS (National Center Health

Statistics).

Tabel 2.7 Baku Antropometri TB/U menurut standard WHO-NCHS

Indikator Status Gizi Keterangan


Tinggi >2 SD
22

Tinggi Badan Menurut Normal -2 SD s/d 2 SD


Pendek -3 SD s/d < -2 SD
Umur (TB/U)
Sangat Pendek < -3 SD
Sumber : Kepmenkes No.1995/MENKES/SK/XII/2010

c. Indeks Berat Badan Menurut Tinggi Badan (BB/TB)

Penggunaan standar Antopometri WHO 2015 dalam menilai status gizi

anak yaitu status gizi yang didasarkan pada indeks berat badab menurut panjang

badan (BB/TB) atau berat badan menurut tinggi badan (BB/TB), yang

merupakan padanan istilah wasted (kurus) dan severely wasted (Sangat Kurus)

(Adriani, 2016).

Tabel 2.8 Baku Antopometri BB/TB menurut standar WHO-NCHS

Indikator Status Gizi Keterangan


Gemuk >2 SD
Normal -2 SD s/d 2 SD
Berat Badan Menurut
Kurus -3 SD s/d -2 SD
Tinggi Badan (BB/TB) Sangat Kurus < -3 SD
Sumber: Kepmenkes No.1995/MENKES/SK/XII/2010

2.3 Tinjauan Umum tentang Gizi Kurang

Gizi kurang merupakan status kondisi seseorang yang kekurangan nutrisi, atau

nutrisinya dibawah rata-rata. Gizi kurang adalah kekurangan bahan-bahan nutrisi

seperti protein, karbohidrat, lemak, dan vitamin yang dibutuhkan oleh tubuh

(Krisnansari, 2010). Gizi kurang merupakan kondisi dimana seseorang tidak memiliki

nutrien yang dibutuhkan tubuh akibat kesalahan atau kekurangan asupan makanan.

Secara sederhana kondisi ini terjadi akibat kekurangan gizi secara terus menerus dan

menumpuk dalam derajat ketidak seimbangan yang absolute dan bersifat immaterial.
23

Ketidakseimbangan tersebut menyebabkan terjadinya defisiensi atau deficit dan

protein dan sering disebut dengan KKP (Kekurangan Kalori Protein).

Menurut Supariasa, (2012) masalah gizi pada hakikatnya adalah masalah

kesehatan masyarakat, namun penanggulangannya tidak dapat dilakukan dengan

pendekatan medis dan pelayanan kesehatan saja. Penyebab timbulnya masalah gizi

adalah multifaktor, oleh karena itu pendekatan penanggulangannya harus melibatkan

berbagai sektor yang terkait, berikut merupakan faktor – faktor yang mempengaruhi

status gizi, yaitu :

2.3.1 Asupan Makanan

Gizi buruk dan gizi kurang sering dijumpai pada anak usia 6 bulan sampai 5

tahun dimana pada saat ini tubuh memerlukan zat gizi sangat tinggi, sehingga bila

kebutuhan zat gizi tidak terpenuhi maka tubuh akan menggunakan cadangan zat gizi

yang ada dalam tubuh, yang berakibat cadangan semakin habis dan kelamaan akan

terjadi kekurangan yang akan menimbulkan perubahan pada gejala klinis (Adriani,

2012).

1) Kebutuhan Energi

Kebutuhan energi tiap anak berbeda, yang ditentukan oleh metabolisme

basal tubuh, umur, aktifitas fisik, suhu, lingkungan, serta kesehatannya. Zat gizi

yang mengandung energi tersebut disebut macronutrient yang dikenal dengan

karbohidrat, lemak, dan protein. Tiap gram lemak, protein, dan karbohidrat

masing-masing menghasilkan 9 kalori, 5 kalori, dan 4 kalori. Dianjurkan agar


24

jumlah energi yang diperlukan didapat dari 50-60% karbohidrat, 25-35% protein,

dan 10-15% lemak (Adriani, 2012).

Energi yang dibutuhkan seseorang tergantung pada beberapa faktor:

a) Jenis kelamin: pada umumnya laki-laki membutuhkan lebih banyak energi

daripada perempuan.

b) Umur: pada anak-anak energi yang dibutuhkan lebih banyak daripada

kelompok umur lainnya karena masa ini memerlukan energi untuk

pertumbuhan.

c) Aktivitas fisik: semakin berat aktifitas yang dilakukan akan memerlukan

energi lebih besar pula.

d) Kondisi fisiologis: kondisi fisiologis seseorang misal pada saat hamil,

menyusui, atau setelah sakit (Adriani, 2012).

2) Kebutuhan Protein

Protein merupakan zat gizi yang sangat penting, karena paling erat

hubungannya dengan proses kehidupan. Kebutuhan protein bagi orang dewasa

adalah 1 g untuk setiap kilogram berat badannya setiap hari. Untuk anak-anak

yang sedang tumbuh atau bayi 2,5-3 g per kilogram berat badan bayi dan 1,5-2 g

per kilogram berat badan bagi anak sekolah sampai remaja (Adriani, 2016).

Kecukupan protein ini hanya dapat dipakai dengan syarat kebutuhan energi

sudah terpenuhi. Bila kebutuhan energi tidak terpenuhi maka sebagian protein

yang dikonsumsi akan dipakai untuk pemenuhan kebutuhan energi. Angka


25

kecukupan gizi (AKG) rata-rata yang dianjurkan dalam WKPG VI tahun 1998

untuk bayi dan anak adalah sebagai berikut (Adriani, 2016):

Tabel 2.9 Angka kecukupan energi dan protein ratarata yang dianjurkan per
orang per hari
Gol umur Berat badan Tinggi badan Energy Protein
(blm) (kg) (tb) (kkal) (g)
0-6 5,5 60 560 12
7-12 8,5 71 800 15
13-36 12 90 1250 23
37-47 15 100 1500 28
48-72 18 110 1750 32
Sumber: Angka Kecukupan Gizi

2.3.2 Penyakit Infeksi

Penyakit infeksi yang bisa menyebabkan gizi buruk antara lain cacar air,

batuk rejang, TBC, malaria, diare, dan cacing misalnya cacing Ascaris Lumbricoides,

dapat memberikan hambatan absorpsi dan hambatan utilisasi zat gizi yang

menurunkan daya tahan tubuh yang jika dibiarkan akan menimbulkan gizi buruk

(Adriani, 2012).

Penelitian yang menunjukkan ada hubungan yang bermakna antara penyakit

infeksi dengan kejadian gizi buruk pada balita. Berdasarkan penelitian yang telah

dilakukan penyakit infeksi yang diderita balita yaitu, diare, demam yang disertai flu

dan batuk, bronkhitis, cacingan, campak, flu singapura, juga penyakit bawaan yang

diderita oleh balita meliputi kelainan jantung, kelainan kongenital dan kelainan

mental (Mursyid et.al, 2015).


26

2.3.3 Berat Badan Lahir

Berat lahir adalah berat bayi yang ditimbang dalam waktu satu jam pertama

setelah lahir. Pengukuran dilakukan di tempat fasilitas (Rumah sakit, Puskesmas, dan

Polindes), sedang bayi yang lahir dirumah waktu pengukuran berat badan dapat

dilakukan dalam waktu 24jam (Kosim et.al, 2008). Bayi baru lahir adalah bayi dari

lahir sampai usia 4 minggu. Lahirrnya biasanya dengan usia gestasi 38 – 42 minggu.

Pada bayi dengan berat lahir rendah maka perlu dilakukan perawatan yang

lebih ekstra terutama terkait dengan pemenuhan kebutuhan nutrisi bayi, karena akan

berpengaruh terhadap status gizinya. Bayi berat lahir rendah (BBLR) adalah bayi

yang lahir kurang dari 2500 gram (2,5 kilogram). Keadaan anak balita gizi kurang

dimulai pada bayi dengan BBLR yang mempunyai risiko lebih tinggi untuk

meninggal dalam lima tahun pertama kehidupan. Bayi non BBLR dengan asupan gizi

kurang dari kebutuhan serta masa rentan terinfeksi kuman penyakit di awal kehidupan

dapat mengakibatkan penurunan status gizi. Angka tertinggi yang menunjukkan

adanya penurunan status gizi anak balita lahir non BBLR di Indonesia terdapat pada

kelompok umur 18–24 bulan. Semakin kecil dan semakin prematur bayi maka

semakin tinggi risiko kekurangan gizinya (Hadi, 2015).

2.3.4 Pola Asuh

1) Riwayat ASI Eksklusif

Menyusui adalah proses memberikan ASI pada bayi. Pemberian ASI

berarti menumbuhkan kasih sayang antara ibu dan bayinya yang akan sangat
27

mempengaruhi tumbuh kembang dan kecerdasan anak dikemudian hari. ASI

diberikan setelah lahir biasanya 30 menit setelah lahir. Kolostrum merupakan

salah satu kandungan ASI yang sangat penting yang keluar 4 -6 hari pertama.

Kolostrum berupa cairan yang agak kental dan kasar serta berwarna kekuning-

kuningan terdiri dari banyak mineral (natrium, kalium dan klorida) vitamin A,

serta zat-zat anti infeksi penyakit diare, pertusis, difteri dan tetanus (Depkes

RI, 2012).

Sampai bayi berumur 6 bulan hanya diberi ASI saja tanpa tambahan

bahan makanan dan minuman lain. Bayi yang diberi susu selain ASI mempunyai

resiko 17 kali lebih besar mengalami diare, dan 3 sampai 4 kali lebih besar

kemungkinan terkena ISPA dibandingkan dengan bayi yang mendapat ASI

(Depkes RI, 2012).

Bayi yang tidak mendapatkan ASI eksklusif akan berpeluang mengalami

underweight saat dewasa, hal ini disebabkan karena pemberian ASI eksklusif

menurunkan angka kejadian penyakit infeksi yang berhubungan dengan kondisi

status gizi balita. ASI eksklusif akan meningkatkan sistem imunitas bayi, sehingga

daya tubuh terhadap infeksi akan meningkat (Nakamori et al, 2010).

2) Riwayat MP-ASI

Makanan pendamping ASI (MP ASI) adalah makanan tambahan yang

diberikan kepada bayi setelah usia 6 bulan sampai usia 24 bulan guna memenuhi

kebutuhan gizi selain ASI (Kemenkes RI, 2014). Peranan makanan tambahan

bukan sebagai pengganti ASI tetapi untuk melengkapi atau mendampingi ASI.
28

Pemberian MP-ASI sebelum usia 6 bulan ditinjau dari perkembangan sistem

pencernaan belum siap menerima makanan semi padat dan berisiko terkena diare.

MP-ASI yang tidak diberikan pada waktu dan jumlah yang tepat maka dapat

menurunkan status gizi (Marimbi, 2010).

3) Pola Asuh Pemberian Makan

Pola asuh makan adalah cara makan seseorang atau sekelompok orang

dalam memilih makanan dan memakannya sebagai tanggapan terhadap pengaruh

fisiologi, psikologi budaya dan sosial (Waryana, 2010). Pola makan yang

seimbang bagi bayi adalah merupakan keadaan keseimbangan antara zat gizi yang

diperlukan bayi untuk aktivitas ototnya, pembentukan jaringan baru dan perbaikan

jaringan yang rusak, memberi rasa aman dan nyaman, dapat dipenuhi dengan

asupan zat gizi yang beraneka ragam makanan (Adiningsih, 2010).

Pola makanan yang sebaiknya diberikan yaitu menu seimbang sehari-hari,

sumber zat tenaga, sumber zat pembangun dan sumber zat pengantar. Pola asuh

makan orang tua kepada anak atau parental feeding adalah perilaku orang tua yang

menunjukkan bahwa mereka memberikan makan kepada anaknya baik dengan

pertimbangan atau tanpa pertimbangan. Pola makan didefinisikan sebagai

karateristik dari kegiatan yang berulang kalimakan individu atau setiap orang

makan dalam memenuhi kebutuhanmakanan (Sulistyoningsih, 2011). Secara

umum pola makan memiliki 3 (tiga) komponen yang terdiri dari: jenis, frekuensi,

dan jumlah makanan.

a. Jenis makan
29

Jenis makan adalah sejenis makanan pokok yang dimakan setiap hari

terdiri dari makanan pokok, Lauk hewani, Lauk nabati,Sayuran ,dan Buah yang

dikonsumsi setiap hari Makanan pokok adalah sumber makanan utamadi negara

indonesia yang dikonsumsi setiap orang atau sekelompok masyarakat yang

terdiri dari beras, jangung, sagu, umbi-umbian, dan tepung. (Sulistyoningsih,

2011).

b. Frekuensi makan

Frekuensi makan adalah beberapa kali makan dalam seharimeliputi

makan pagi, makan siang, makan malam dan makanselingan (Kemenkes,

2013). Sedangkan menurut Suhardjo (2009) frekuensi makan merupakan

berulang kali makan sehari dengan jumlah tiga kali makan pagi, makan siang,

dan makan malam.

c. Jumlah makan

Jumlah makan adalah banyaknya makanan yang dimakan dalam setiap

orang atau setiap individu dalam kelompok (Willy, 2011).

2.3.5 Karakteristik Social Ekonomi Keluarga

1) Pekerjaan Ibu

Seorang ibu bekerja adalah ibu yang tiga hari atau lebih dalam

seminggu meninggalkan bayinya 4 jam/hari atau lebih dalam satu waktu.


30

Padahal seorang anak usia 0-5 tahun masih sangat tergantung dengan ibunya.

Anak balita masih perlu bantuan dari orang tua untuk melakukan tugas pribadinya

dan mereka akan belajar dari hal-hal yang dilakukan oleh orang-orang

disekitarnya. Ibu yang bekerja akan mengurangi kuantitas untuk menemani

anaknya di rumah. Anak yang memiliki ibu tidak bekerja memiliki status gizi yang

lebih baik dibandingkan anak balita yang memiliki ibu yang bekerja (Adhawiyah,

2009).

2) Pendapatan Orang Tua

Pendapatan keluarga adalah jumlah semua hasil perolehan yang didapat

oleh anggota keluarga dalam bentuk uang sebagai hasil pekerjaannya .

Pendapatan akan menentukan daya beli terhadap pangan dan fasilitas

lain (pendidikan, perumahan, kesehatan) yang dapat mempengaruhi status gizi.

Adanya hubungan antara pendapatan dan status gizi telah banyak dikemukakan

para ahli (Wahid, 2009).

3) Besar anggota keluarga

Banyaknya anggota keluarga akan mempengaruhi konsumsi pangan.

Hubungan sangat nyata antara besar keluarga dan kurang gizi pada masing-masing

keluarga. Jumlah anggota keluarga yang semakin besar tanpa diimbangi

dengan meningkatnya pendapatan akan menyebabkan pendistribusian konsumsi

pangan akan semakin tidak merata (Wahid,2009).

Anak-anak yang tumbuh dalam suatu keluarga miskin paling rentan

terhadap kurang gizi diantara seluruh anggota keluarga dan anak yang paling
31

kecil biasanya paling terpengaruh oleh kekurangan pangan. Jumlah keluarga

juga mempengaruhi keadaan gizi (Suhardjo, 2009).

2.3.6 Tingkat Pendidikan

Tingkat pendidikan sangat berpengaruh terhadap status kesehatan, dalam hal

ini gizi buruk dan gizi kurang karena orang yang memiliki tingkat pendidikan lebih

tinggi cenderung lebih berpeluang terpapar informasi kesehatan dan tingkat

pemahaman mengenai informasi kesehatan juga lebih baik. Kurangnya pendidikan

dan pengertian yang salah tentang kebutuhan pangan dan nilai pangan adalah umum

dijumpai setiap negara di dunia.Kemiskinan dan kekurangan persediaan pangan yang

bergizi merupakan faktor penting dalam masalah kurang gizi.Salah satu faktor yang

menyebabkan timbulnya kemiskinan adalah pendidikan yang rendah. Adanya

pendidikan yang rendah tersebut menyebabkan seseorang kurang mempunyai

keterampilan tertentu yang diperlukan dalam kehidupan (Abu A,2010).

2.3.7 Tingkat Pengetahuan

Menurut Abu A, (2010) Ibu merupakan orang yang berperan penting dalam

penentuan konsumsi makanan dalam keluaga khususnya pada anak balita.

Pengetahuan yang dimiliki ibu berpengaruh terhadap pola konsumsi makanan

keluarga. Kurangnya pengetahuan ibu tentang gizi menyebabkan keanekaragaman

makanan yang berkurang.Keluarga akan lebih banyak membeli barang karena

pengaruh kebiasaan, iklan, dan lingkungan. Selain itu, gangguan gizi juga disebabkan

karena kurangnya kemampuan ibu menerapkan informasi tentang gizi dalam

kehidupan sehari-hari.
32

2.3.8 Kelengkapan Imunisasi

Imunisasi berasal dari kata imun yaitu resisten atau kebal. Imunisasi terhadap

suatu penyakit hanya dapat memberi kekebalan terhadap penyakit tersebut sehingga

bila balita kelak terpajan antigen yang sama, balita tersebut tidak akan sakit dan untuk

menghindari penyakit lain diperlukan imunisasi yang lain. Infeksi pada balita penting

untuk dicegah dengan imunisasi. Imunisasi merupakan suatu cara untuk

meningkatkan kekebalan terhadap suatu antigen yang dapat dibagi menjadi imunisasi

aktif dan imunisasi pasif. Imunisasi aktif adalah pemberian kuman atau racun kuman

yang sudah dilemahkan atau dimatikan untuk merangsang tubuh memproduksi

antibodi sendiri sedangkan imunisasi pasif adalah penyuntikan sejumlah antibodi

sehingga kadar antibodi dalam tubuh meningkat (Supartini, 2010).

Sistem kekebalan tersebut yang menyebabkan balita menjadi tidak terjangkit

sakit. Apabila balita tidak melakukan imunisasi, maka kekebalan tubuh balita akan

berkurang dan akan rentan terkena penyakit. Hal ini mempunyai dampak yang tidak

langsung dengan kejadian gizi. Imunisasi tidak cukup hanya dilakukan satu kali tetapi

dilakukan secara bertahap dan lengkap terhadap berbagai penyakit untuk

mempertahankan agar kekebalan dapat tetap melindungi terhadap paparan bibit

penyakit. Macam- macam imunisasi antara lain :

a) BCG : vaksin untuk mencegah TBC yang dianjurkan diberikan saat berumur 2

bulan sampai 3 bulan dengan dosis 0,05 ml pada bayi kurang dari 1 tahun dan 0,1

ml pada anak disuntikkan secara intrakutan.


33

b) Hepatitis B : salah satu imunisasi yang diwajibkan dengan diberikan sebanyak 3

kali dengan interval 1 bulan antara suntikan pertama dan kedua kemudian 5 bulan

antara suntikan kedua dan ketiga. Usia pemberian dianjurkan sekurangkurangnya

12 jam setelah lahir.

c) Polio : imunisasi ini terdapat 2 macam yaitu vaksi oral polio dan inactivated polio

vaccine.Kelebihan dari vaksin oral adalah mudah diberikan dan murah sehingga

banyak digunakan.

d) DPT : vaksin yang terdiri dari toksoid difteri dan tetanus yang dimurnikan serta

bakteri pertusis yang diinaktivasi.

e) Campak : imunisasi yang digunakan untuk mencegah terjadinya penyakit campak

pada anak karena termasuk penyakit menular. Pemberian yang dianjurkan adalah

sebanyak 2 kali yaitu pada usia 9 bulan dan pada usia 6 tahun.

f) MMR : diberikan untuk penyakit measles,mumps,danrubella sebaiknya diberikan

pada usia 4 bulan sampai 6 bulan atau 9 bulan sampai 11 bulan yang dilakukan

pengulangan pada usia 15bulan-18 bulan.

g) Typhus abdominal : terdapat 3 jenis vaksin yang terdapat di Indonesia yaitu kuman

yang dimatikan, kuman yang dilemahkan, dan antigen capsular Vi polysaccharida.

h) Varicella : pemberian vaksin diberikan suntikan tunggal pada usia diatas 12 tahun

dan usia 13 tahun diberikan 2 kali suntikan dengan interval 4-8mg.

i) Hepatitis A:imunisasi yang digunakan untuk mencegah terjadinya hepatitis A yang

diberikan pada usia diatas 2 tahun.


34

j) HiB :Haemophilusinfluenzae tipe b yang digunakan untuk mencegah terjadinya

influenza tipe b dan diberikan sebanyak 3 kali suntikan.

k) Menurut penelitian yang dilakukan di Kabupaten Lombok Timur,imunisasi yang

tidak lengkap terdapat hubungan yang bermakna dengan kejadian gizi buruk

2.3.9 Personal Hgyene dan Sanitasi Lingkungan

Personal Hygine adalah cara perawatan diri untuk memelihara kesehatan

mereka. Pemeliharaan perorangan diperlukan untuk kenyamanan individu, keamanan,

dan kesehatan. Praktek hygine sama dengan meningkatkan kesehatan (Potter dan

perry, 2012). Menurut Potter dan Perry (2012) bahwa macam-macam Personal

Hygine adalah sebagai berikut:

a) Perawatan Kulit: meliputi frekuensi mandi dan mandi menggunakan air bersih

serta sabun mandi.

b) Perawatan kuku tangan dan kaki: meliputi menjaga kebersihan kuku tangan dan

kaki tetap bersih dan menjaga kuku tetappendek.

c) Perawatan mulut dan gigi: meliputi menggosok dan membersihkan gigi secara

teratur minimal 2 kali dalam sehari.

d) Perawatan rambut: meliputi memotong, menyisir dan bershampo sebagai

perawatan rambut sehari-hari.

e) Perawatan mata: menjaga mata tetap bersih dengan memindahkan sekresi kering

yang terkumpul pada kantus sebelah dalam bulu mata.

f) Perawatan telinga: membersihkan telinga dengan teratur dan tidak mengorek

telinga dengan benda tajam.


35

g) Perawatan hidung: membersihkan hidung secara teratur akumulasi sekresi yang

mengeras di dalam nares.

Lingkungan merupakan faktor yang sangat mempengaruhi proses tumbuh

kembang anak. Peran orang tua dalam membantu proses pertumbuhan dan

perkembangan anak adalah dengan membentuk kebersihan diri dan sanitasi

lingkungan yang sehat. Hal ini menyangkut dengan keadaan bersih, rapi dan teratur

(Listyowati, 2010). Anak perlu dilatih untuk mengembangkan sifat-sifat sehat

seperti berikut ini:

1) Mandi dua kali sehari;

2) Cuci tangan sebelum dan sesudah tidur;

3) Menyikat gigi sebelum tidur;

4) Membuang sampah pada tempatnya;

5) Buang air kecil pada tempatnya atau WC (Listyowati, 2010).

Menjaga kesehatan bayi dapat dilakukan melalui langkah sederhana dengan

membersihkan botol susunya secara rutin, menjaga botol susu tetap kering, dan

menyimpan botol susu di tempat yang tepat agar hygenitas botol susu tetap terjaga

(Setyowati, 2014).

2.3.10 Akses Pelayanan Kesehatan

Defenisi Pelayanan kesehatan menurut Departemen Kesehatan Republik

Indonesia Tahun 2009 (Depkes RI) yang tertuang dalam Undang-Undang Kesehatan

tentang kesehatan ialah setiap upaya yang diselenggarakan sendiri atau secara

bersama-sama dalam suatu organisasi untuk memelihara dan meningkatkan


36

kesehatan, mencegah dan menyembuhkan penyakit serta memulihkan kesehatan,

perorangan, keluarga, kelompok ataupun masyarakat. Pelayanan kesehatan

merupakan salah satu bentuk dari pelayanan publik yang sangat dibutuhkan

masyarakat luas. Pelayanan kesehatan sendiri merupakan merit goods, yakni

memiliki manfaat yang penting bagi masyarakat banyak dan penyediaannya tidak

dapat diserahkan sepenuhnya kepada swasta.

Upaya pemeliharaan dan peningkatan kesehatan diwujudkan dalam suatu

wadah pelayanan kesehatan yang disebut sarana atau pelayanan kesehatan (health

service). Sedangkan mengenai stratifikasi pelayanan kesehatan, secara umum dapat

dikelompokkan menjadi tiga macam, yaitu :

1. Pelayanan Kesehatan Tingkat Pertama (Primary Health Service)

Adalah pelayanan kesehatan yang bersifat pokok (Basic Health Service)

yangsangat dibutuhkan oleh masyarakat serta mempunyai nilai strategis untuk

meningkatkan derajat kesehatan masyarakat. Pada umumnya pelayanan kesehatan

ini bersifat rawat jalan (Ambulatory/out patient service).

2. Pelayanan Kesehatan Tingkat Kedua (Secondary Health Service)

Adalah pelayanan kesehatan yang lebih lanjut, telah bersifat rawat inap (inpatient

service) dan dibutuhkan tenaga-tenaga spesialis untuk menyelenggarakan

pelayanan kesehatan ini.

3. Pelayanan Kesehatan Tingkat Ketiga (Tertiary Health Service)


37

Adalah pelayanan kesehatan yang bersifat lebih kompleks dan dibutuhkan tenaga-

tenaga subspesialis untuk menyelenggarakan pelayanan kesehatan tingkat ketiga

ini.

2.4 Tinjauan Hasil Penelitian Sebelumnya

a. Penelitian ini dilakukan oleh Vina Novela dan Listiani Kartika (2019) dengan

judul Faktor-Faktor Status Gizi Kurang Pada Anak Usia Prasekolah di

Wilayah Kerja Puskesmas Guguk Panjang Kota Bukittinggi. Hasil penelitian

menunjukkan terdapat 54,3% tingkat pengetahuan tinggi. Ibu yang pola asuh

kurang baik sebanyak 52,2% . Ibu yang tidak memberikan ASI Ekslusif

sebanyak 63,0%. Dari uji statistik didapatkan ada hubungan bermakna antara

pengetahuan dengan gizi kurang (p value 0,008). Ada hubungan antara pola

asuh dengan gizi kurang (p value 0,001) dan ada hubungan antara riwayat

pemberian ASI Eksklusif dengan gizi kurang (p value,021).

b. Penelitian ini dilakukan oleh Nurul Hikmah Alhidayati (2018) dengan judul

Faktor yang Berhubungan dengan Kejadian Gizi Buruk dan Gizi Kurang Pada

Balita di Wilayah Kerja Uptd Puskesmas Kebong Kabupaten Sintang. Hasil

penelitian menunjukkan tidak ada hubungan (p > 0,05) antara pengetahuan

ibu tentang gizi (p value= 0,782), pola asuh makan (p value= 0,670), dan

personal hygine ibu (p value= 0,609).

c. Penelitian ini dilakukan oleh Wa ode Nurtina, Amiruddin, dan Asmawati

Munir (2017) dengan judul Faktor Risiko Kejadian Gizi Kurang Pada Balita

di Wilayah Kerja Puskesmas Benu-Benua Kota Kendari. Hasil analisis


38

statistik untuk hubungan tingkat pengetahuan Ibu dengan Balita Gizi Kurang

diperoleh nilai (p<0,05) yang berarti bahwa ada hubungan antara pengetahuan

ibu dengan gizi kurang, untuk hubungan tingkat pendapatan keluarga dengan

gizi kurang diperoleh nilai (p<0,05) yang berarti bahwa ada hubungan yang

signifikan antara pendapatan keluarga dengan gizi kurang dan untuk

hubungan tingkat pola makan dengan gizi kurang diperoleh nilai (p>0,05)

yang berarti tidak ada hubungan antara pola makan dengan gizi kurang dan

untuk hubungan antara tingkat pengetahuan ibu, pendapatan keluarga dan pola

makan dengan gizi kurang diperoleh nilai (p<0,05) yang berarti bahwa ada

hubungan yang signifikan dan simultan antara tingkat pengetahuan ibu,

pendapatan keluarga dan pola makan terhadap gizi kurang dengan pengaruh

sebesar 19,53%.

d. Penelitian ini dilakukan oleh Husnul Amalia (2016) dengan judul Hubungan

Pola Asuh Gizi dengan Status Gizi Batita di Wilayah Kerja Puskesmas

Lamper Tengah Kota Semarang. Hasil penelitian didapatkan ada hubungan

antara dukungan ibu dalam praktik pemberian makan (p=0,019), rangsangan

psikososial (p=0,049), praktik higiene (p=0,022) dan perawatan kesehatan

batita (p=0,037) dengan status gizi batita. Sedangkan persiapan makanan

untuk anak (p=0,9) dan penyimpanan makanan (p=1,000) tidak berhubungan.

e. Penelitian ini dilakukan oleh Nurun Ayati Khasanah dan Wiwit Sulistyawati

(2016) dengan judul Karakteristik Ibu dengan Kejadian Gizi Kurang pada

Balita 6-24 Bulan di Kecamatan Selat Kapuas. Hasil uji statistik dengan
39

menggunakan uji chi Square untuk melihat faktor yang mempengaruhi

status gizi balita usia 6 – 24 bulan di kecamatan selat kabupaten Kapuas

Kalimantan tengah diperoleh karakteristik faktor memiliki pengaruh

terhadap status gizi kurang balita meliputi : pendidikan ibu (P value 0,015),

Pengetahuan ibu (P value 0,020), Pekerjaan ibu (P value 0,017) dan

pendapatan ibu (P value 0,000).

f. Penelitian ini dilakukan oleh Lastanto (2015) dengan judul Analisis Faktor

yang Mempengaruhi Kejadian Balita Gizi Kurang di Wilayah Kerja

Puskesmas Cebongan. Hasil penelitian ini menjelaskan bahwa untuk tingkat

penngetahuan hasil p-value (0,021) < 0,05. Tingkat pendidikan ibu dengan

hasil p-value (1,000) > 0,05. Tingkat pendapatan keluarga dengan hadil p-

value (0.010) < 0,05. Pemeberian ASI dengan hasil p-value (0,038) < 0,05.

Kelengkapan imunisasi dengan hasil p-value (-). BBLR dengan hasil p-value

(0,002) < 0,05. Artinya bahwa factor yang mempengaruhi kejadian balita gizi

kurang di wilyah kerja Puskesmas Cebongan adalah tingkat pengetahuan ibu,

tingkat pendapatan keluarga, pemeberian ASI, dan BBLR. Sedangkat tingkat

pendidikan ibu dan kelengkapan imunisasi tidak mempengaruhi secara

signifikan terhadap kejadian balita gizi kurang di wilayah kerja Puskesmas

Cebongan.

g. Penelitian ini dilakukan oleh Eka Diah Kartiningrum (2015) dengan judul

Faktor Risiko Kejadian Gizi Kurang Pada Balita di Desa Gayaman

Kecamatan Mojoanyar Mojokerto. Hasil penelitian ini menyimpulkan factor


40

riwayat infeksi, pemberian ASI ekslusif dan riwayat pemebErian Menyusu

Dini (IMD) meupakan factor risiko kejadian gizi kurang pada balita.

h. Penelitian ini dilakukan oleh Evi Lutviana dan Irwan Budiono (2009) dengan

judul Prevalensi Dan Determinan Kejadian Gizi Kurang Pada Balita. Hasil

penelitian ini Ada hubungan antara tingkat konsumsi energi (nilai p=0,001),

tingkat konsumsi protein (nilai p =0,001), penyakit infeksi (nilai p=0,001),

tingkat pengetahuan(nilai p=0,002), tingkat pendidikan (nilai p=0,001), dan

tingkat pendapatan (nilai p=0,002) dengan status gizi balita pada keluarga

nelayan di Desa Bajomulyo Kecamatan Juwana Kabupaten Pati. Tidak ada

hubungan antara pola asuh (nilai p=0,640), jumlah anggota keluarga (nilai

p=0,485) dan kontribusi protein ikan (nilai p=0,962) dengan status gizi balita

pada keluarga nelayan di Desa Bajomulyo Kecamatan Juwana Kabupaten

Patih.
41

2.5 Kerangka Teori

Adapun kerangka teori dari penelitian ini yaitu :


Karakteristik Anak :
Usia
Jenis Kelamin

Karakteristik keluarga:
Wilayah tempat tinggal
Jumlah anggota keluarga
Jumlah balita

Karakteristik ibu:
Usia ibu
Pendidikan ibu
Pekerjaan ibu

Sanitasi Perilaku Akses dan


lingkungan PHBS ibu pemanfaatan pelayanan
kesehatan

Asupan Penyakit
Gizi Infeksi

STATUS
GIZI
BALITA

Gambar 2.1 Kerangka Teori

Kerangka Teori UNICEF (1997) Dalam Menanggulangi Masalah Gizi


42

2.6 Kerangka Konsep

Berdasarkan kerangka teori diatas, maka peneliti tertarik untuk meneiliti

beberapa variabel yang kemudian akan digunakan untuk mecari tahu factor factor

gizi kurang pada balita yang tertuang dalam kerangka konsep berikut ini :

Asupan Energi

Pola Asuh
Pemberian Makan KEJADIAN GIZI

KURANG

Sanitasi
Lingkungan

Berat Badan Lahir


Rendah

Gambar 2.2 Kerangka Konsep

Keterangan :

: Variabel Independent

: Variabel Dependen
43

2.7 Hipotesis Penelitian

2.7.1 H0 : Tidak ada hubungan asupan energi dengan kejadian gizi kurang pada

balita masyarakat suku Bajau pulau Bontu-bontu.

Hα : Ada hubungan asupan energi dengan kejadian gizi kurang pada balita

masyarakat suku Bajau pulau Bontu-bontu.

2.7.2 H0 : Tidak ada hubungan pola asuh pemberian makan dengan kejadian gizi

kurang pada balita masyarakat suku Bajau pulau Bontu-bontu.

Hα : Ada hubungan pola asuh pemberian makan dengan kejadian gizi kurang

pada balita masyarakat suku Bajau pulau Bontu-bontu.

2.7.3 H0 : Tidak ada hubungan sanitasi lingkungan dengan kejadian gizi kurang pada

balita masyarakat suku Bajau pulau Bontu-bontu.

Hα : Ada hubungan sanitasi lingkungan dengan kejadian gizi kurang pada

balita masyarakat suku Bajau pulau Bontu-bontu.

2.7.4 H0 : Tidak ada hubungan berat badan lahir rendah dengan kejadian gizi kurang

pada balita masyarakat suku Bajau pulau Bontu-bontu.

Hα : Ada hubungan berat badan lahir rendah dengan kejadian gizi kurang pada

balita masyarakat suku Bajau pulau Bontu-bontu.


BAB III
METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Dan Rancangan Penelitian

Penelitian ini merupakan jenis penelitian kuantitatif dengan desain studi cross

sectional, yaitu metode pengambilan data yang berkaitan dengan variabel dependen

dan independen penelitian dilihat dan dikumpulkan pada sekali waktu (waktu yang

bersamaan). Penelitian ini dilakukan di Pulau Bontu-Bontu Kecamatan Towea

Kabupaten Muna.

3.2 Waktu Dan Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Pulau Bontu-Bontu, Kecamatan Towea, Kabupaten

Muna, pada bulan Maret 2020 sampai selesai.

3.3 Populasi Dan Sampel

3.3.1 Populasi

Populasi dalam penelitian ini yaitu seluruh balita di pulau Bontu-bontu, yaitu

sebanyak 139 balita, dan responden dari penelitian ini adalah ibu balita.

3.3.2 Sampel
45

Teknik pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitan ini adalah simple

random sampling. Simple random sampling adalah teknik pengambilan sampel dari

anggota populasi yang dilakukan secara acak tanpa memperhatikan strata yang ada

dalam populasi itu. (Sugiyono, 2001). Sampel dalam penelitian ini adalah balita.

Penelitian ini menggunakan rumus Lemeshow.

Peneliti menggunakan rumus besar sampel sebagai berikut :

2
Z1−α /2 P ( 1−P ) N
n=
d ( N−1 ) + Z 21−α / 2 P(1−P)
2

Keterangan :

n = jumlah sampel yang dibutuhkan

Z1−α /2 = standar skor yang dikaitkan dengan taraf nyata diinginkan (1,96)

P = proporsi kejadian, jika tidak diketahui dianjurkan (0,5)

N = jumlah populasi

d = besar penyimpangan terhadap populasi (5%)

Dengan rumus tersebut, maka besar sampel dalam penelitian ini adalah :
2
Z1−α /2 P ( 1−P ) N
n=
d ( N−1 ) + Z 21−α / 2 P(1−P)
2
46

(1,96)2 ( 0,5 )( 1−0,5 ) (139)


n
(0,05)2 ( 139−1 ) +(1,96)2 (0,5)(1−0,5)

( 3,84 ) ( 0,5 ) ( 0,5 ) (139)


n=
(0,0025) ( 138 ) +(3,84)(0,5)(0,5)

133,44
n=
0,345+ 0,96

133,44
n=
1,305

n=102,2 (dibulatkan 102)

Berdasarkan hasil perhitungan di atas maka sampel yang akan digunakan

adalah sebanyak 102 balita.

3.3.3 Kriteria Inklusi

Balita berusia12-59 bulan.

3.4 Variabel Penelitian

Variabel penelitian ini terdiri atas variabel independen dan dependen:

a.Variabel terikat (Dependen) yaitu kejadian gizi kurang

b.Variabel independen (Bebas) yaitu asupan energi, pola asuh pemberian makan,

sanitasi lingkungan, berat badan lahir rendah


47

3.5 Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian adalah alat-alat yang digunakan untuk pengumpulan data

(Arikunto,2010). Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuesioner.

Kuesioner ini berisi pertanyaan - pertanyaan sesuai dengan variabel dalam penelitian

ini.

3.6 Defenisi Operasional Dan Kriteria Objektif

3.6.1 Kejadian Gizi Kurang

Gizi kurang adalah keadaan kurang zat gizi yang disebabkan oleh rendahnya

asupan energi dan protein dalam waktu cukup lama yang ditandai dengan berat badan

menurut umur (BB/U) yang berada pada -3 SD sampai <-2 SD table baku WHO-

NCHS (Soetjiningsih, 2002).

Pengukuran ini memakai cara antropometri BB dengan alat ukur timbangan

dan alat ukur tinggi badan. Standar deviasi unit disebut Z-skor. WHO menyarankan

cara ini untuk meneliti dan untuk memantau pertumbuhan. Status gizi dapat

diklasifikasikan dengan menggunakan Z-skor sebagai batas ambang kategori. Rumus

perhitungan Z-skor adalah sebagai berikut:

Nilaiindividu ( subjek )−nilai median baku rujukan


Z−skor=
Nilai simpangan baku rujukan

3.6.2 Asupan Energi


48

Asupan energi adalah total makanan yang bersumber dari makanan dan

minuman yang dikonsumsi, diperoleh dari survei konsumsi menggunakan metode

frekuensi makanan. (Departemen Kesehatan RI, 2007).

Ktiteria Objektif :

a. Kurang jika <80% AKG.

b. Cukup jika >80% AKG.

3.6.3 Pola Asuh Pemberian Makan

Pola asuh pemberian makan merupakan praktik yang diterapkan ibu kepada

anak meliputi situasi dan cara makan, sehingga dapat memberikan suasana yang

menyenangkan bagi anak pada saat makan(Pramuditya, 2010). Pengukuran ini

berdasarkan skala gutman, untuk pertanyaan dengan jawaban “Benar” diberi skor 1

dan untuk jawaban “Salah” diberi skor 0.

Jumlah Pertanyaan : 15

Nilai Jawaban Responden : 1 dan 0

Skor Tertinggi : 1 x 15= 15 (100%)

Skor Terendah : 0 x 15 = 0 (0%)


49

Range = 100% - 0% = 100%, maka interval (I) dapat dihitung dengan

menggunakan rumus (Ridwan, 2008) :

R
I=
K

Keterangan : I = Interval

R = Range

K = Jumlah Kategori (3)

R 100
I= I= = 33,33
K 3

Batas atas = 100%

Batas bawah = Batas atas – I

= 100 – 33,33

= 66,7% atau dibulatkan menjadi 67%

Skala data peneitian ini adalah ordinal, dengan kriteria objektif yaitu :
50

b. dikatakan baik apabila ≥ 67%

c. dikatakan buruk apabila < 67%

3.6.4 Sanitasi Lingkungan

Kebersihan lingkungan sekitar meliputi sanitasi perumahan, tempat sampah,

jamban, SPAL, sumber air bersih, termasuk perilaku merokok di dalam rumah.

Wawancara menggunakan kuesioner kemudian di scoring. Jika jawaban benar nilai

(1), jika jawaban salah nilai (0). Kriteria Objektif :

a. Memenuhi syarat : Apabila hasil observasi baik (√) 100% memenuhi syarat.

b. Tidak memenuhi syarat : Apabila hasil observasi tidak memenuhi kriteria di

atas.

3.6.5 Berat Badan Lahir Rendah

Berat badan lahir rendah adalah bayi yang lahir dengan berat badan kurang dari

2.500 gram tanpa memandang status kehamilan. Dengan pengukuran : 0=BBLR

(<2500 gr), 1=Normal (≥ 2500 gr). (Kementrian Kesehatan RI, 2011).

3.7 Jenis Data Penelitian

3.7.1 Data Primer


51

Data primer adalah data yang langsung diambil dari subjek atau repsonden

dalam penelitian ini, data primer ini terdiri dari jawaban dari responden yang

berkaitan dengan wawancara yang dilakukan.

3.7.2 Data Sekunder

Data sekunder adalah data yang didapatkan dari institusi terkait dengan tempat

penelitan dan data pendukung penelitian. Data sekunder terdiri dari data jumlah balita

di tempat penelitian dan data kejadian gizi kurang di Pulau Bontu-bontu Kabupaten

Muna.

3.8 Pengolahan, Analisis, Dan Penyajian Data

3.8.1 Teknik Pengolahan Data

Data yang diperoleh diberikan nomor responden, selanjutnya ditabulasi

dengan menggunakan program SPSS ( Statistical Package for Social Science).

Pengolahan data dilakukan dilakukan secara manual dengan menggunakan Microsoft

Excel untuk menghitung skor variabel yang didapatkan dari lapangan. Selanjutnya

dilakukan pengolahan data lebih lanjut menggunakan SPSS versi 16.00 Windows dan

disajikan dalam bentuk tabel disertai dengan penjelasan.

3.8.2 Teknik Analisis Data


52

Data yang telah terkumpul kemudian diedit, dikelompokan, dikoding dan

dientri dalam komputer untuk diolah dengan program statistik. Analisis data dalam

penelitian ini adalah:

a. Analisis Univariat

Analisis univariat dilakukan untuk menjelaskan karakteristik, masing-

masing variable yang diteliti baik variable independen maupun dependen.Tehnik

analisis yang digunakan adalah analisis distribusi frekuensi untuk melihat

masing-masing variable.

b. Analisis Bivariat

Analisis Bivariat Dilakukan untuk mengetahui hubungan pendidikan ibu,

status ekonomi sosial, dan asupan makanan dengan dengan kejadian pada balita.

Analisis bivariat dilakukan dengan menggunakan uji Chi Square dengan tabel

kontingensi 2 x 2 dan menggunakan komputerisasi dengan tingkat kepercayaan

95% (α = 0,05).Adapun rumus dari chi-squareyaitu :

X 2 =∑ ¿ ¿

Keterangan:

X2:nilai chi-kuadrat
53

fe: frekuensi yang diharapkan

fo: frekuensi yang diperoleh/diamati

Karena rancangan penelitian ini adalah cross sectional, maka uji statistic

yang digunakan pada tingkat kepercayaan 95% (α=0,05). Dasar pengambilan

keputusan penelitian hipotesis (Budiarto, 2002 dalam Gita, 2016).

a. H0 diterima jika X2 hitung ≤ X² tabel atau nilai signifikansi (P) > 0,05

b. H0 ditolak jika X2 hitung ≥ X² tabel atau nilai signifikansi (P) < 0,05

Pengambilan keputusan H1 diterima atau ditolak dengan melihat taraf

signifikansi. Pada penelitian ini menggunakan taraf signifikansi 5% (α = 0,05) dengan

kriteria pengujian ditetapkan H0 diterima apabila p ≥ 0,05, Ho ditolak apabila p ≤ 0,05

(Sugiono, 2017).

Aturan yang berlaku untuk uji Chi-Square untuk program komputerisasi

seperti SPSS adalah sebagai berikut:

a. Bila pada tabel kontigency 2x2 dijumpai nilai e (harapan) kurang dari 5, maka

hasil yang digunakan adalah Fisher Exact Test.


54

b. Bila pada tabel kontigency 2x2 tidak dijumpai nilai e (harapan) kurang dari 5,

maka hasil yang digunakan adalah Continuity Correction

c. Bila pada tabel kontigency yang lebih dari 2x2 misalnya 3x2, 3x3 dan lain-lain,

maka hasil yang digunakan adala Person Chi-Square.

d. Bila pada tabel kontigency 3x2 ada sel dengan nilai frekuensi harapan (e) kurang

dari 5, maka akan dilakukan merger sehingga menjadi tabel kontigency 2x2

(Gita, 2016).

3.8.3 Teknik Penyajian Data

Data-data yang telah didapat dan diolah kemudian ditampilkan dalam bentuk

tabel, dan tekstual serta selanjutnya diinterpretasikan dalam bentuk penjelasan.

3.9 Etika Penelitian

Lembar persetujuan menjadi responden (informedconsent). Lembar

persetujuan diberikan kepada subjek yang akan diteliti. Peneliti menjelaskan maksud

dan tujuan dari penelitian yang akan dilakukan serta dampak yang mungkin akan

terjadi selama dan sesudah pengumpulan data.


55
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Gambaran umum lokasi penelitian

4.1.1 Letak Geografis

Bhontu-bhontu atau pulau Bontu-bontu adalah pulau yang terletak di

Kecamatan Towea, Kabupaten Muna. Desa ini terdiri dari dua pulau kecil

yang disebut Bontu-bontu Timur dan Bontu-bontu Barat yang dipisahkan oleh

kanalselebar 30 meter, dan dihubungkan oleh sebuah jembatan dengan

kontruksi kayu. Bontu-bontu Timur memiliki luas sekitar 69,37 hektar dengan

panjang garis pantai mencapai 5,08 kilometer dan berada pada koordinat

04°35,739′ lintang selatan – 122°43,156′ Bujur Timur. Sementara di Bontu-

Bontu Barat yang berada pada koordinat 04°35,680′ lintang selatan –

122°43,016′ Bujur Timur, luasnya mencapai 59,50 hektar dengan panjang

garis pantai 3,88 kilometer.

Secara fisik, Pulau Bontu-Bontu Timur dan Pulau Bontu-Bontu Barat

memiliki ciri-ciri yakni : (1) Kedua pulau ini dipisahkan oleh kanal dengan

lebar sekitar 30 meter; (2) Daratannya memiliki hutan mangrove yang

didominasi species Rhizophora mucronata, Bruguiera Gymnorhiza dan

Soneratia alba; (3) Dikelilingi oleh ekosistem terumbu karang namun


57

kondisinya telah rusak berat; (4) Berpantai pasir dan batu cadas; (5) Posisi

pulau terletak di depan Dermaga Fery Tampo dengan jarak tempuh dari

dermaga tersebut sekitar 10 menit.

Kondisi kualitas air disekitar Pulau Bontu-Bontu Timur dan Pulau

Bontu-Bontu Barat meliputi suhu berkisar 26oC, kecepatan arus 23,47

sentimeter perdetik, kecerahan 8,0 meter, pH 8,1 dan salinitas 33 ppm.

Kondisi demikian meruakan potensi yang memungkinakan Pulau Bontu-

Bontu dikembangnkan sebagai lokasi kegiatan budidaya laut seperti rumput

laut dan teripang. Selain itu, kedua pulau ini juga merupakan penghasil

kepiting rajungan. Dari ibukota Kabupaten Muna di Raha, pulau ini berjarak

sekitar 30,25 kilometer. Sementara dari daratan Tampo, pulau ini berjaral

sekitar 2,75 kilometer.

4.1.2 Keadaan Demografi

Penduduk yang mendiami Pulau Bontu-Bontu Timur ini mencapai 822

jiwa yang terdiri dari 594 jiwa laki-laki, 228 jiwa perempuan dan 126 rumah

tangga. Pulau Bontu-Bontu Barat ini mencapai 579 jiwa terdiri 395 jiwa laki-

laki dan 184 jiwa perempuan dengan 80 rumah tangga. Kedua pulai ini dihuni

oleh etnis Bajo, Muna dan Bugis. Sarana dan prasarana yang terdapat di kedua
58

pulau ini yakni 2 buah Mesjid, 2 unit sekolah, dermaga, 1 unit balai desa, 1

unit Puskesmas; serta 1 unit pasar.

4.2 Hasil penelitian

4.2.1 Karakteristik Sampel

a. Usia Balita

Usia adalah lama waktu hidup atau usia balita pada saat wawancara

dilakukan. Distribusi balita berdasarkan umur dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 4.1 Distribusi Balita menurut Usia di Pulau Bontu-Bontu


Kabupaten Muna tahun 2019
Usia Jumlah Persentase
No.
(Bulan) (n) (%)
1. 12 – 23 25 24.5
2. 24 – 35 28 27.5
3. 36 – 47 30 29.4
4. 48 – 59 19 18.6
Total 102 100
Sumber: Data Primer, Maret 2020
59

Berdasarkan Tabel 4.1 menunjukkan bahwa golongan umur 36 – 47

bulan merupakan responden terbanyak (29,4%) serta yang paling rendah

golongan umur 48-59 bulan (18,6%).

b. Jenis kelamin

Jenis kelamin adalah perbedaan yang tampak antara laki-laki dan

perempuan dilihat dari segi nilai dan tingkah laku.. Dalam penelitian ini

jumlah responden laki-laki dan perempuan tidak sama. Distribusi responden

berdasarkan jenis kelamin dalam penelitian ini disajikan pada tabel sebagai

berikut :

Tabel 4.2 Distribusi Balita Menurut Jenis Kelamin di Pulau Bontu-


bontu Kabupaten Muna tahun 2019

Jumlah Persentase
No. Jenis Kelamin
(n) (%)
1. Laki-laki 52 51,0
2. Perempuan 50 49,0
Total 102 100

Sumber : Data Primer, Maret 2020

Berdasrkan Tabel 4.2 menunjukkan jumlah balita berjenis kelamin

laki-laki berjumlah 52 balita (51,0%) lebih banyak dari jumlah balita berjenis

kelamin perempuan yang berjumlah 50 balita (49,0%).

c. Berat Badan (BB) / Umur (U)


60

Berat badan/Umur adalah indicator yang digunakan untuk usia 0-60

bulan, dengan tujuan untuk mengukur berat badan sesuai dengan usia anak.

Penilaian BB/U dipakai untuk mencri tahu kemungkinan seseorang anak

mrengalami brat badan kurang, sangat kurang, atau lebih.

Tabel 4.3 Distribusi Balita Menurut Berat Badan di Pulau Bontu-bontu


Kabupaten Muna tahun 2019

Jumlah Persentase
No. Berat badan
(n) (%)
1. 7-9 kg 23 22.5
2. 10-12 kg 32 31.4
3. 13-15 kg 36 35.3
4. 16-18 kg 11 10.8
Total 102 100
Sumber : Data Primer, Maret 2020

Berdasarkan Tabel 4.3 menunjukkan bahwa jumlah balita yang memiliki

berat badan terberat yaitu 13-15 berjumlah 36 balita (35,3%), sedangkan yang

memiliki berat badan terendah yaitu 16-18 berjumlah 11 balita (10,8%).

4.2.1 Karakteristik Responden

a. Umur Responden

Umur adalah lama waktu hidup atau usia responden pada saat

wawancara dilakukan. Distribusi berdasarkan umur dapat dilihat pada

tabel sebagai berikut :

Tabel 4.4 Distribusi Responden menurut Umur di Pulau Bontu-bontu


Kabupaten Muna tahun 2019

No. Umur responden Jumlah Persentase


61

(n) (%)
1. 20 – 30 47 46,1
2. 31 – 40 41 40,2
3. 41- 50 14 13,7
Total 102 100
Sumber : Data Primer, Maret 2020

Berdasarkan Tabel 4.4 menunjukkan jumlah responden yang

memiliki kisaran umur terbanyak yaitu 20-30 tahun berjumlah 47

responden (46,1%), sedangkan responden yang memiliki umur terendah

yaitu 41-50 tahun berjumlah 14 responden (13,7%).

b. Pendidikan Terakhir

Pendidikan terakhir adalah jenjang pendidikan terakhir yang

dijalani seseorang dan tidak dilanjutkan. Misalnya, seseorang terakhir

menjalani pendidikan SD dan tidak melanjutkan ke jenjang berikutnya,

maka pendidikan terakhir orang tersebut adalah SD. Distribusi

berdasarkan pendidikan terakhir dapat dilihat pada tabel sebagai berikut :

Tabel 4.5 Distribusi Responden menurut Pendidikan Terakhir di


Pulau Bontu-bontu Kabupaten Muna tahun 2019

No. Pendidikan Terakhir Jumlah Persentase


(n) (%)
1. Tidak Sekolah 3 2.9
2. SD 54 52.9
3. SMP 31 30.4
4. SMA 9 8.8
5. Perguruan Tinggi 5 4.9
Total 102 100
62

Sumber : Data Primer, Maret 2020

Berdasarkan Tabel 4.5 menunjukkan bahwa jumlah responden

dengan pendidikan terakhir terbanyak yaitu tingkat SD dengan jumlah 54

responden (52,9%) sedangkan yang memiliki pendidikan terakhir paling

sedikit yaitu Tidak sekolah atau tidak tamat Sekolah Dasar sejumlah 3

responden (2,9 %).

c. Pekerjaan

Pekerjaan adalah aktivitas utama yang dilakukan oleh manusia untuk

menghasilkan barang atau jasa. Distribusi berdasarkan pekerjaan dapat

dilihat pada tabel sebagai berikut :

Tabel 4.6 Distribusi Responden menurut Pekerjaan di Pulau Bontu-


bontu Kabupaten Muna tahun 2019

No Jumlah Persentase
Pekerjaan
. (n) (%)
1. IRT 83 81.4
2. Wirausaha 14 13.7
3. PNS 3 2.9
4. Honorer 2 2.0
Total 102 100

Sumber : Data Primer, Maret 2020


63

Berdasarkan Tabel di atas menunjukkan bahwa dari 102 responden,

sebagian besar responden adalah Ibu Rumah Tangga (IRT) yaitu sebanyak

83 responden (81,4%) dan paling sedikit pekerjaan adalah honorer yaitu

sebanyak 2 responden (2,0%).

d. Pendapatan Keluarga

Pendapatan keluarga adalah jumlah penghasilan riil setiap bulan

dari seluruh anggota keluarga yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan

bersama maupun perseorangan dalam rumah tangga. Distribusi responden

menurut pendapatan keluarga pada orang tua balita.

Tabel 4.7 Distribusi Responden menurut Pendapatan Keluarga di


Pulau Bontu-Bontu Kabupaten Muna tahun 2019

Jumlah Persentase
No. Pendapatan Keluarga
(n) (%)
1. <500.000 15 14.7
2. 500.000-1.000.000 76 74.5
3. >1.000.000 11 10.8
Total 102 100
Sumber : Data Primer, Maret 2020

Berdasarkan tabel di atas menunjukkan bahwa dari 102 responden,

sebagian besar responden memiliki pendapatan keluarga Rp500,000-

1.000.000 yaitu sebanyak 76 responden (74,5%), dan paling sedikit

pendapatan keluarga >Rp1.000,000 yaitu sebanyak 11 responden (10,8%).

e. Jumlah Anak
64

Jumlah anak adalah banyaknya anak yang dimiliki setiap responden.

Distribusi responden menurut jumlah anak pada orang tua balita yaitu

sebagai berikut:

Tabel 4.8 Distribusi Responden menurut Jumlah Anak di Pulau


Bontu-Bontu Kabupaten Muna tahun 2019

No. Jumlah Anak Jumlah Persentase (%)


1. 1-3 anak 73 71.6
2. 4-6 anak 28 27.5
3. >6 anak 1 1.0
Total 102 100
Sumber : Data Primer, Maret 2020
Berdasarkan Tabel di atas menunjukkan bahwa dari 102

responden, sebagian besar responden memiliki anak 1-3 anak yaitu

sebanyak 73 anak (71,6%) dan 1 responden memiliki anak sebanyak >6

balita (1,0%).

4.2.2 Analisis Univariat

Analisis univariat dalam penelitian ini mencakup distribusi responden

berdasarkan kejadian gizi kurang pada balita, asupan energi, pola asuh pemberian

makan, sanitasi lingkungan dan berat badan lahir rendah. Adapun analisis

univariat tersebut yakni sebagai berikut :

a. Kejadian Gizi Kurang


65

Gizi kurang adalah keadaan kurang zat gizi tingkat sedang yang

disebabkan oleh rendahnya asupan energi dan protein dalam waktu cukup

lama yang ditandai dengan berat badan menurut umur (BB/U) yang berada

pada -3 SD sampai <-2 SD table baku WHO-NCHS. Distribusi balita yang

mengalami gizi kurang disajikan pada tabel berikut :

Tabel 4.9 Distribusi Kejadian gizi kurang pada Balita Usia 12-59 Bulan
di Pulau Bontu-bontu Kabupaten Muna tahun 2019
Jumlah Persentase
No Kejadian gizi kurang
(n) (%)
1. Gizi Kurang 33 32,4
2. Gizi Baik 69 67,6
Total 102 100

Sumber : Data Primer, Maret 2020

Tabel di atas menunjukkan bahwa dari 102 balita, sebagian besar

sampel tidak mengalami gizi kurang yaitu sebanyak 69 balita (67,6%) dan

yang mengalami gizi kurang yaitu sebanyak 33 balita (32,4%).

b. Asupan Energi

Asupan energi adalah total makanan yang bersumber dari makanan

dan minuman yang dikonsumsi, diperoleh dari survei konsumsi

menggunakan metode frekuensi makanan. Distribusi responden menurut

asupan energi disajikan pada tabel berikut :


66

Tabel 4.10 Distribusi Responden berdasarkan Asupan Energi di Pulau


Bontu-Bontu Kabupaten Muna tahun 2019

No Asupan Energi Jumlah Persentase (%)


1. Rendah 36 35.3
2. Cukup 66 64.7
Total 102 100
Sumber : Data Primer, Maret 2020

Tabel di atas menunjukkan bahwa dari 102 responden, sebagian besar

asupan energi balita cukup yaitu sebanyak 66 balita (64,7%) dan asupan

energi responden rendah sebanyak 36 balita (35,3%).

c. Pola Asuh Pemberian Makan

Pola asuh pemberian makan merupakan praktik yang diterapkan ibu

kepada anak meliputi situasi dan cara makan, sehingga dapat memberikan

suasana yang menyenangkan bagi anak pada saat makan. Distribusi

responden menurut pola asuh pemberian makan disajikan pada tabel berikut:

Tabel 11. Distribusi Responden berdasarkan Pola Asuh Psemberian


Makan di Pulau Bontu-Bontu Kabupaten Muna tahun 2019
Pola Asuh Pemberian Jumlah Persentase
No
Makan (n) (%)
1. Buruk 71 69.6
2. Baik 31 30.4
Total 102 100
Sumber : Data Primer, Maret 2020

Tabel di atas menunjukkan bahwa dari 102 responden, sebagian besar

balita mendapatkan pola asuh pemberian makan yang buruk yaitu sebanyak
67

71 balita (69,9%) sedangkan balita yang mendapatkan pola asuh pemberian

makan yang baik sebanyak 31 balita (30,4%).

d. Sanitasi Lingkungan

Sanitasi lingkungan adalah kebersihan lingkungan sekitar meliputi

sanitasi perumahan, tempat sampah, jamban, SPAL, sumber air bersih,

termasuk perilaku merokok di dalam rumah. Distribusi responden menurut

sanitasi lingkungan disajikan pada tabel berikut :

Tabel 4.12 Distribusi Responden berdasarkan Sanitasi Lingkungan di


Pulau Bontu-Bontu Kabupaten Muna tahun 2019
Jumlah Persentase
No Sanitasi Lingkungan
(n) (%)
1. Tidak Memenuhi Syarat 98 96.1
2. Memenuhi Syarat 4 3.9
Total 102 100
Sumber : Data Primer, Maret 2020

Tabel di atas menunjukkan bahwa dari 102 responden, sebagian

besar sanitasi lingkungan keluarga tidak memenuhi syarat yaitu sebanyak

98 responden (96,1%) dan yang memenuhi syarat sebanyak 4 responden

(3,9%).

e. Berat Badan Lahir Rendah

Berat badan lahir rendah adalah bayi yang lahir dengan berat badan

kurang dari 2.500 gram tanpa memandang status kehamilan. Distribusi

responden menurut beat badan lahir rendah disajikan pada tabel berikut :
68

Tabel 4.13 Distribusi Responden berdasarkan Berat Badan Lahir


Rendah di Pulau Bontu-Bontu Kabupaten Muna tahun 2019
Berat Badan Lahir Jumlah Persentase
No
Rendah (n) (%)
1. Ya 19 18.6
2. Tidak 83 81.4
Total 102 100
Sumber : Data Primer, Maret 2020

Tabel di atas menunjukkan bahwa dari 102 responden, sebagian

besar balita tidak mengalami kejadian berat badan lahir rendah (bblr)

yaitu sebanyak 83 balita (81,4%) sedangkan balita yang mengalami

kejadian bblr yaitu sebanyak 19 balita(18,6%).

4.2.3 Analisis Bivariat

Analisis bivariat dilakukan untuk melihat faktor penentu antara

variabel dependen dan independen, dimana variabel penelitian dianalisis

menggunakan uji Chi Square untuk melihat hubungan variabel independen

yakni asupan energi, pola asuh pemberian makan, sanitasi lingkungan dan

berat badan lahir rendah. Sedangkan variabel dependen yakni kejadian gizi

kurang pada balita usia 12-59 bulan di Pulau Bontu-bontu Kecamatan Towea.

a. Hubungan Asupan Energi dengan Kejadian Gizi Kurang


69

Hasil analisis statistik asupan energi dengan kejadian gizi kurang

pada balita masyarakat suku bajau pulau Bontu-bontu Kabupaten Muna

tahun 2019.

Tabel 4.14 Hubungan Asupan Energi dengan Kejadian Gizi Kurang


pada Balita Masyarakat Suku Bajau Kabupaten Muna
Tahun 2019
Kejadian gizi kurang
Total ρ
No Asupan Value
. energi n %
Gizi kurang Gizi Baik
n % n %

1. Kurang 21 58,3 15 41,7 36 100,0

2. Cukup 12 18,2 54 81,8 66 100,0 0,000

Total 33 32,4 69 67,6 102 100,0

Sumber : Data Primer, Maret 2020


Berdasarkan Tabel 4.14 menunjukkan bahwa dari 36 responden

yang memiliki asupan gizi kurang, terdapat 21 responden (58,3%) yang

mengalami gizi kurang, dan 15 responden (41,7%) yang bergizi baik.

Sedangkan dari 66 responden yang memiliki asupan gizi cukup, terdapat


70

12 responden (18,2%) yang mengalami gizi kurang dan 54 responden

(81,8%) tidak mengalami gizi kurang.

Hasil uji statistik Chi-Square pada taraf kepercayaan 95% (0,05)

menunjukkan bahwa ρ Value = 0,000, ρ Value < 0,05, sehingga H0

ditolak dan H1 diterima, menunjukkan bahwa ada hubungan yang

bermakna antara asupan energi dengan kejadian gizi kurang pada balita

masyarakat suku bajau kabupaten Muna tahun 2019.

b. Hubungan Pola Asuh Pemberian Makan dengan dengan Kejadian

Gizi Kurang

Hasil analisis statistik pola asuh pemberian makan dengan kejadian

gizi kurang pada balita masyarakat suku bajau pulau Bontu-bontu

Kabupaten Muna 2019.

Tabel 4.15 Hubungan Pola Asuh Pemberian Makan dengan Kejadian


Gizi Kurang pada Balita Masyarakat Suku Bajau
Kabupaten Muna Tahun 2019

Kejadian gizi kurang


Total ρ
Pola asuh
No Gizi Value
pemberian Gizi Baik
. kurang n %
makan
N % n %

100, 0,037
1. Buruk 28 39,4 43 60,6 71 0

2. Baik 5 16,1 26 83,9 31 100,


71

Total 33 32,4 69 67,6 102 100,0

Sumber : Data Primer, Maret 2020

Berdasarkan Tabel 4.15 menunjukkan bahwa dari 71 responden

yang mendapatkan pola asuh pemberian makan yang buruk, terdapat 28

responden (39,4%) yang mengalami gizi kurang, dan 43 responden

(60,6%) yang bergizi baik. Sedangkan dari 31 responden yang

mendapatkan pola asuh pemberian makan yang baik, terdapat 5

responden (16,1%) yang mengalami gizi kurang dan 26 responden

(83,9%) yang bergizi baik.

Hasil uji statistik Chi-Square pada taraf kepercayaan 95% (0,05)

menunjukkan bahwa ρ Value = 0,037, ρ Value < 0,05, sehingga H0

ditolak dan H1 diterima, menunjukkan bahwa ada hubungan yang

bermakna antara pola asuh pemberian makan dengan kejadian gizi kurang

pada balita masyarakat suku bajau kabupaten Muna tahun 2019.

c. Hubungan Sanitasi Lingkungan dengan Kejadian Gizi Kurang

Hasil analisis statistik sanitasi lingkungan dengan kejadian gizi

kurang pada balita masyarakat suku bajau pulau Bontu-bontu Kabupaten

Muna 2019.

Tabel 4.16 Hubungan Sanitasi Lingkungan dengan Kejadian Gizi Kurang


pada Balita Masyarakat Suku Bajau Kabupaten Muna Tahun
2019
72

Kejadian gizi kurang


Total
No Sanitasi Gizi ρ Value
Baik
. Lingkungan kurang n %

n % n %

1. Tidak memenuhi
syarat 31 31,6 67 68,4 98 100,0
0,593
2. Memenuhi syarat 2 50,0 2 50,0 4 100,0

Total 33 32,4 69 67,6 102 100,0

Sumber : Data Primer, Maret 2020

Berdasarkan Tabel 4.16 menunjukkan bahwa dari 98 responden

dengan sanitasi lingkungan yang tidak memenuhi syarat, terdapat 31

responden (31,6%) yang mengalami gizi kurang, dan 67 responden

(68,4%) yang bergizi baik. Sedangkan dari 4 responden dengan sanitasi

lingkungan yang memenuhi syarat, terdapat 2 responden (50,0%) yang

mengalami gizi kurang dan 2 responden (50,0%) yang bergizi baik.

Hasil uji statistik Fisher exact pada taraf kepercayaan 90% (0,1)

menunjukkan bahwa ρ Value = 0,593, ρ Value > 0,1, sehingga H1 ditolak

dan H0 dite menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang bermakna

antara sanitasi lingkungan dengan kejadian gizi kurang pada balita

masyarakat pulau Bontu-bontu Kabupate Muna tahun 2019.

d. Hubungan Berat Badan Lahir Rendah dengan Kejadian Gizi Kurang


73

Hasil analisis statistik berat badan lahir rendah dengan kejadian gizi

kurang pada balita masyarakat suku bajau pulau Bontu-bontu Kabupaten

Muna 2019.

Tabel 4.17 Hubungan Berat Badan Lahir Rendah dengan Kejadian


Gizi Kurang pada Balita Basyarakat Suku Bajau
Kabupaten Muna Tahun 2019

Kejadian gizi kurang


Total ρ
Berat Badan
No Gizi Value
Lahir Gizi Baik
. kurang n %
Rendah
N % n %

1. Ya 9 47,4 10 52,6 19 100,0

2. Tidak 24 28,9 59 71,7 83 100,0


0,201
100,
Total
33 32,4 69 67,6 102 0

Sumber : Data Primer, Maret 2020

Berdasarkan Tabel 4.17 menunjukkan bahwa dari 19 responden

yang memiliki balita dengan berat badan lahir rendah, terdapat 9

responden (8,8%) yang mengalami gizi kurang, dan 10 responden (9,8%)

tidak mengalami gizi kurang. Sedangkan dari 83 responden yang

memiliki balita dengan berat badan lahir rendah, terdapat 24 responden

(23,5%) yang mengalami gizi kurang dan 59 responden (57,8%) tidak

mengalami gizi kurang.

Hasil uji statistik Chi-Square pada taraf kepercayaan 95% (0,05)

menunjukkan bahwa ρ Value = 0,201, ρ Value > 0,05, sehingga H1


74

ditolak dan H0 diterima, menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang

bermakna antara berat badan lahir rendah dengan kejadian gizi kurang

pada balita masyarakat suku bajau kabupaten Muna tahun 2019.

4.3 Pembahasan

4.3.1 Hubungan Asupan Energi dengan Kejadian Gizi Kurang pada Balita

Masyarakat Suku Bajau Kabupaten Muna Tahun 2019

Menurut Suhardjo (2003) yang dikutip oleh Fitri (2012), makanan

merupakan sumber energi untuk menunjang semua aktivitas manusia. Adanya

pembakaran karbohidrat, protein, dan lemak menghasilkan energi pada tubuh

manusia. Maka dari itu, agar manusia tercukupi energinya dibutuhkan

makanan yang masuk ke dalam tubuh secara adekuat (Fitri, 2012). Sejalan

dengan teori asupan energi bertujuan untuk mempertahankan hidup,

menunjang pertumbuhan dan melakukan aktivitas fisik. Kekurangan energi

dapat berakibat berat badan turun (Putri, 2016). Asupan energi sangat

menunjang untuk tumbuh kembang anak pada usia 25-60 bulan. Pada usia

tersebut balita mengalami pertumbuhan yang cepat.

Teori Almatsier (2003) menyatakan bahwa gizi buruk dan gizi kurang

pada anak dapat terjadi karena kekurangan makanan sumber energi secara

umum. Apabila sumber energi yang masuk ke dalam tubuh melebihi energi

yang dibutuhkan untuk melakukan kegiatan maka akan terjadi status gizi lebih

sebaliknya status gizi baik merupakan suatu keadaan dimana terjadi suatu

keseimbangan antara zat-zat gizi yang masuk ke dalam tubuh, sedangkan


75

status gizi buruk dan status gizi kurang merupakan akibat kurang

terpenuhinya kebutuhan dalam waktu yang lama.

Hasil analisis univariat pada tabel 4.9 menunjukkan bahwa, dari 102

responden, sebagian besar asupan energi balita cukup yaitu sebanyak 64,7%

dan asupan energi responden rendah sebanyak 35,3%. Rendahnya asupan

energi pada balita gizi kurang kemungkinan disebabkan oleh beberapa faktor

diantaranya frekuensi dan jumlah pemberian makan, nafsu makan balita

berkurang, densitas energi yang rendah, dan ada penyakit infeksi penyerta.

Kejadian gizi kurang merupakan peristiwa yang terjadi dalam periode waktu

yang lama. Asupan energi yang tidak mencukupi kebutuhan dapat

menyebabkan terjadinya ketidakseimbangan energi. Ketidakseimbangan

energi secara berkepanjangan menyebabkan terjadinya masalah gizi. Balita

dengan tingkat asupan energi yang rendah mempengaruhi pada fungsi dan

struktural perkembangan otak serta dapat mengakibatkan pertumbuhan dan

perkembangan kognitif yang terhambat. Energi yang berasal dari makanan

dapat diperoleh dari beberapa zat gizi makro yaitu karbohidrat, protein dan

lemak. Energi memiliki fungsi sebagai penunjang proses pertumbuhan,

metabolisme tubuh dan berperan dalam proses aktivitas fisik.

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dapat dilihat pada

tabel 4.14, hasil penelitian menunjukkan dari 36 responden yang memiliki

asupan energi kurang, terdapat 15 responden (41,7%) bergizi baik, hal ini

dapat disebabkan tercukupinya zat gizi makro lainnya seperti protein, lemak,
76

karbohidrat, dan hal-hal yang menunjang lainnya sehingga walaupun asupan

energi kurang tetapi balita tetap bergizi normal. Sedangkan dari 66 responden

yang memiliki asupan energi cukup, terdapat 12 responden (18,2%)

mengalami gizi kurang, hal ini disebakan frekuensi dan jumlah pemberian

makan yang tidak teratur, serta nafsu makan anak yang tidak menentu.

Hasil uji statistik Chi-Square pada taraf kepercayaan 95% (0,05)

menunjukkan bahwa ρ Value = 0,000, ρ Value < 0,05, sehingga H0 ditolak

dan H1 diterima, menunjukkan bahwa ada hubungan yang bermakna antara

asupan energi dengan kejadian gizi kurang pada balita masyarakat suku bajau

kabupaten Muna tahun 2019. Menurut asumsi peneliti, ratarata ibu responden

telah memiliki pengetahuan dasar tentang pentingnya energi untuk menunjang

pertumbuhan dan melakukan aktifitas fisik. Hal ini terlihat pada hasil

penelitian dimana responden yang status gizinya normal dan asupan energinya

tercukupi lebih banyak proporsinya dibandingkan dengan responden yang

status gizinya tidak normal dan asupan energinya tidak tercukupi. Namun

nafsu makan anak balita yang tidak menentu juga jajan sembarang menjadi

salah satu permasalahan, hal ini dapat dilihat dari hasil penelitian dimana

masih banyaknya responden yang status gizinya normal tetapi asupan

energinya tidak tercukupi dan responden yang status gizinya tidak normal

tetapi asupan energinya tercukupi.

Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Putri (2016) yang

berjudul “Hubungan Tingkat Konsumsi Energi dan Protein dengan Status Gizi
77

Anak Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Talise Kecamatan Mantikulore Kota

Palu”, jika konsumsi energi dari makanan tidak tercukupi maka akan terjadi

kekurangan asupan energi sehingga mengakibatkan penururnan berat badan.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa sejalan dengan hasil penelitian yang

telah dilakukan oleh Ferawati (2012) dengan judul “Faktor Resiko Kejadian

Kurang Energi Protein (KEP) Pada Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Sei

Aur Kabupaten Pasaman Barat, Sumatra Barat”, yang menyatakan bahwa

hasil uji statistik ditemukan adanya hubungan yang bermakna antara angka

kecukupan energi dengan status gizi anak balita.

Hasil penelitian ini didukung oleh teori bahwa status gizi anak balita

sangat dipengaruhi oleh angka kecukupan energi yang harus dikonsumsi

setiap harinya. Karena manusia membutuhkan energi untuk mempertahankan

hidup, menunjang pertumbuhan dan melakukan aktivitas fisik. Apabila

konsumsi energi melalui makanan kurang dari energi yang dikeluarkan, maka

akan terjadi kekurangan energi. Akibatnya berat badan akan kurang dari berat

badanseharusnya(ideal). Nafsu makan yang berubah-ubah dipengaruhi oleh

beberapa hal seperti keadaan sehat dan tidak sehatnya kondisi fisik anak

balita, interaksi dengan lingkungan, dan aktifitas anak balita.

Berdasarkan Hasil dari uji hubungan antara asupan energi dengan

kejadian gizi kurang menunjukkan ada hubungan antara antara asupan energi

dengan kejadian gizi kurang.


78

4.3.2 Hubungan Pola Asuh Pemberian Makan Dengan Kejadian Gizi Kurang

Pada Balita Masyarakat Suku Bajau Kabupaten Muna Tahun 2019

Peran keluarga terutama ibu dalam mengasuh anak akan menentukan

tumbuh kembang anak, perilaku ibu dalam menyusui atau memberi makan,

cara makan yang sehat, memberi makanan yang bergizi dan mengontrol besar

porsi yang dihabiskan akan meningkatkan status gizi anak. Anak yang diasuh

dengan baik oleh ibunya akan lebih berinteraksi secara positif dibandingkan

bila diasuh oleh selain ibunya (Susanti, 2017). Praktik memberi makan pada

anak meliputi pemberian ASI, makanan tambahan berkualitas, penyiapan dan

penyediaan makanan yang bergizi. Perawatan anak termasuk merawat apabila

anak sakit, imunisasi, pemberian suplemen, memandikan anak dan

sebagainya. Sedangkan pengasuhan anak adalah yang berhubungan dengan

stimulasi mental dengan cara member alat bermain atau mengajak anak

bermain UNICEF (Ari Istiany, 2014).

Pola asuh makan adalah cara makan seseorang atau sekelompok orang

dalam memilih makanan dan memakannya sebagai tanggapan terhadap

pengaruh fisiologi, psikologi budaya dan sosial (Waryana, 2010). Pola makan

yang seimbang bagi bayi adalah merupakan keadaan keseimbangan antara zat

gizi yang diperlukan bayi untuk aktivitas ototnya, pembentukan jaringan baru

dan perbaikan jaringan yang rusak, memberi rasa aman dan nyaman, dapat

dipenuhi dengan asupan zat gizi yang beraneka ragam makanan (Adiningsih,

2010).
79

Pola makanan yang sebaiknya diberikan yaitu menu seimbang sehari-

hari, sumber zat tenaga, sumber zat pembangun dan sumber zat pengantar.

Pola asuh makan orang tua kepada anak atau parental feeding adalah perilaku

orang tua yang menunjukkan bahwa mereka memberikan makan kepada

anaknya baik dengan pertimbangan atau tanpa pertimbangan. Pola makan

didefinisikan sebagai karateristik dari kegiatan yang berulang kali makan

individu atau setiap orang makan dalam memenuhi kebutuhan makanan

(Sulistyoningsih, 2011).

Hasil analis univariat pada tabel 4.11 dapat dilihat bahwa sebagian

besar sampel dengan kualitas pola asuh pemberian makan oleh ibu dikatakan

buruk yaitu sebanyak 69,6%, dan paling sedikit kualitas pola asuh pemberian

makan baik yaitu sebanyak 30,4%. Secara umum kualitas pola asuh

pemberian makan ibu terhadap balita masih buruk. Jika dikaji pada setiap item

pertanyaan, item yang belum terpenuhi (kurang baik) dalam hal kualitas pola

asuh pemberian makan yaitu sikap dan pangan yang diberikan ibu kepada

anak.

Berdasarkan Hasil penelitian yang telah dilakukan dapat dilihat pada

tabel 4.15, hasil penelitian menunjukkan dari 71 responden yang memiliki

pola asuh makan yang buruk, terdapat 43 responden (60,6%) yang bergizi

baik, hal ini disebabkan ibu balita memberikan makanan dengan cara dirayu,

dan ibu akan mencoba memberikan makanan di lain waktu apabila anak

menolak makanan tersebut. Sedangkan dari 31 responden dengan pola asuh


80

makan yang baik, terdapat 5 responden (16,1%) yang bergizi kurang hal ini

disebakan balita tidak disiapkan makanannya dan ditentukan jadwal

makannya oleh ibunya.

Berdasarkan hasil uji statistik Chi-Square pada taraf kepercayaan 95%

(0,05) menunjukkan bahwa ρ Value = 0,037, ρ Value < 0,05, sehingga H0

ditolak dan H1 diterima, menunjukkan bahwa ada hubungan yang bermakna

antara pola asuh pemberian makan dengan kejadian gizi kurang pada balita

masyarakat suku bajau kabupaten Muna tahun 2019. Hal ini diduga karena

sebagian besar ibu memiliki pengetahuan gizi rendah sehingga kurang dalam

menerapkan pola asuh makan yang baik dan membentuk kebiasaan makan

balita yang baik pula. Kurangnya pengetahuan yang baik dari ibu balita

dipengaruhi oleh tingkat pendidikan formal yang diterima ibu, sesuai dengan

fakta di lapangan bahwa 52,9% pendidikan terakhir ibu adalah jenjang SD.

Selain pengetahuan ibu tentang gizi yang rendah, para ibu juga mempunyai

kebiasan yang membiarkan anaknya ingin makan apa saja, fakta ini dapat

dilihat dari kebiasaan makan anak yang buruk seperti makan-makanan dengan

pemanis buatan, mie mentah yang terlalu sering, dll, sehingga berdasarkan

dengan item kuesioner praktik pemberian makan serta pangan yang diberikan

dikatakan buruk dimana sangat mempengaruhi variable pola asuh pemberian

makan ibu ini.

Penelitian ini sejalan dengan penelitian Esti Sulastiri (2018) dengan

judul “ Hubungan Pola Pemberian Makan dengan Status Gizi Balita di


81

Posyandu Kunir Putih VIII Desa Giwangan Kota Yogyakarta “ dengan hasil

uji statistik 0,001 yang berarti bahwa ada hubungan yang bermakna antara

Pola pemberian makan dengan status gizi kurang dimana salah factor yang

paling berpengaruh sebagai penyebab pola asuh yang buruk adalah tingkat

pendidikan ibu yang rendah.

4.3.3 Hubungan Sanitasi Lingkungan dengan Kejadian Gizi Kurang pada

Balita Masyarakat Suku Bajau Kabupaten Muna Tahun 2019

Kesehatan lingkungan memiliki peran yang cukup dominan dalam

penyedianan lingkungan yang mendukung kesehatan anak dan proses tumbuh

kembangnya. Sanitasi lingkungan yang buruk akan menyebabkan anak balita

akan lebih muda terserang penyakit infeksi yang akhirnya dapat

mempengaruhi status gizi anak.

Tingkat kesehatan lingkungan ditentukan oleh berbagai kemungkinan

bahwa lingkungan berperan sebagai pembiakan agent hidup, tingkat

lingkungan yang tidak sehat bisa diukur dengan penyedian air bersih yang

kurang, pembuangan air limbah yang tidak memenuhi persyaratan kesehatan,

tidak adanya penyedian dan pemanfaatan tempat pembuangan sampah rumah

tangga yang memenuhi persyaratan kesehatan, tidak adanya penyedian sarana

pengawasan makanan, serta penyedian sarana perumahan yang tidak

memenuhi persyaratan kesehatan. Hal-hal yang menyangkut sanitasi pertama

adalah ventilasi. Perumahan yang penghuninya banyak dan ventilasi yang

tidak memenuhi syarat-syarat kesehatan dapat mempermudah dan


82

memungkinkan adanya transisi penyakit dan mempengaruhi kesehatan

penghuninya. Kedua adalah pencahayaan, pencahayaan yang cukup untuk

penerangan ruangan di dalam rumah merupakan kebutuhan kesehatan

manusia. Pencahayaan dapat diperoleh dari pencahayaan dari sinar matahari,

pencahayaan dari sinar matahari masuk ke dalam melalui jendela. Celah-celah

dan bagian rumah yang terkena sinar matahari hendaknya tidak terhalang oleh

benda lain. Ketiga dinding rumah harus bersih, kering dan kuat. Kempat

kepadatan penghuni risiko yang ditimbulkan oleh kepadatan penguni rumah

terhadap terjadinya penyakit (Natalia Puspitawati, 2011).

Sanitasi lingkungan yaitu keadaan faktor-faktor lingkungan fisik dan

biologi yang memenuhi syarat kesehatan yang diukur dari ketersediaan air

bersih, ketersediaan jamban, ketersediaan saluran pembuangan air limbah

(SPAL), kondisi rumah, dan perilaku penghuni rumah. Sanitasi lingkungan

merupakan salah satu penyebab tidak langsung terjadinya gizi kurang pada

balita (Adisasmito, 2007). Kebersihan perorangan maupun lingkungan

memegang peranan penting dalam timbulnya penyakit. Akibat dari kebersihan

yang kurang adalah anak balita akan sering sakit, misalnya diare, kecacingan,

tifus, hepatitis, demam berdarah, dan sebagainya. Apabila anak balita sering

sakit, maka tumbuh kembangnya akan terganggu.

Berdasarkan hasil analisis univariat pada tabel 4.12 dapat dilihat

bahwa besar sampel dengan sanitasi lingkungan ‘tidak memenuhi syarat’

yakni 96,1% dan paling sedikit dengan sanitasi lingkungan ‘memenuhi syarat’
83

yakni 3,9%. Berdasarkan penelitian secara umum sanitasi lingkungan di Pulau

Bontu-bontu dikatakan tidak baik karena sebagian besar dengan sanitasi

lingkungan tidak memenuhi syarat. Responden memiliki sanitasi lingkungan

tidak memenuhi syarat dikarenakan kriteria sanitasi lingkungan ‘memenuhi

syarat’ adalah 100% sehingga jika terdapat 1 item yang tidak terpenuhi dalam

penilaian lembar observasi sanitasi lingkungan maka termasuk kategori ‘tidak

memenuhi syarat’. Permasalahan sanitasi tidak memenuhi syarat baik sanitasi

perumahan maupun sanitasi lingkungan prmasalahan sanitasi perumahan

berupa kepemilikan jamban, tempat sampah, dan SPAL tidak memenuhi

syarat, ventilasi, pencahayaan yang kurang, dinding tidak tertutup rapat, lantai

tidak kedap air, dan padat penghuni. Permasalahan lainnya ialah SPAL tidak

memenuhi syarat yakni tidak tertutup, sebagian pula tidak mempunyai SPAL

sehingga membuang air limbah ke laut. SPAL yang tidak tertutup dapat

menjadi salah satu tempat tinggal dan pertumbuhan vektor penyakit. Selain itu

sebagian besar responden tidak memiliki jamban yang memadai sehinngga

BAB langsung ke laut.

Permasalahan sanitasi tersebut apabila terus terjadi dalam jangka

waktu yang lama tanpa tindakan perbaikan dan pencegahan kedepannya tentu

akan berdampak pada kesehatan masyarakat, khususnya kelompok balita,

salah satunya adalah penyakit infeksi. Penyakit infeksi erat kaitannya dengan

masalah status gizi, anak yang menderita penyakit infeksi lebih besar
84

risikonya mengalami gizi kurang. Penyakit infeksi akan menyebabkan

gangguan gizi melalui beberapa cara yaitu menghilangkan bahan makanan

melalui muntah-muntah dan diare. Penyakit infeksi seperti infeksi saluran

pernapasan akut (ISPA) dapat juga menurunkan nafsu makan (Arisman,

2004). Sehingga akan berdampak pada status gizi.

Berdasarkan tabel 4.16 menunujukkan bahwa dari 98 responden

dengan sanitasi lingkungan tidak memenuhi syarat, terdapat 67 responden

(68,4%) yang bergizi baik. Sedangkan dari 4 responden dengan sanitasi

lingkungan yang memenuhi syarat, terdapat 2 responden (50,0%) yang

mengalami gizi kurang. Berdasarkan hasil uji statistik Fisher exact pada taraf

kepercayaan dengan ρ Value = 0,593, ρ Value > 0,1 maka dapat disimpulkan

bahwa tidak ada hubungan yang bermakna antara sanitasi linkungan dengan

kejadian gizi kurang. Dari hasil penelitian ini menunjukkan bahwa sanitasi

hanya menjadi faktor pendukung kejadian gizi kurang di Pulau Bontu-bontu

dikarenakan masyarakat bajau yang terbiasa hidup dengan sanitasi lingkungan

yang buruk sehingga tidak memicu adanya penyakit infeksi yang berpengaruh

terhadap status gizi. Selain itu masyarakat di Pulau Bontu-bontu juga sudah

menggunakan air bersih untuk kebutuhan sehari-hari yang diperoleh dari

daratan pulan Towea.


85

Penelitian ini berbanding terbailik dengan penelitian yang dilakukan

sebelumnya, bahwa penduduk yang tinggal di daerah yang kumuh sangat

mendukung terjadinya status gizi balita kurus dan sangat kurus (Hapsari &

Supraptini, 2007), juga berbanding terbalik dengan dengan penelitian

sebelumnya bahwa jumlah anggota keluarga, jumlah anak, ekonomi keluarga,

BBLR, usia anak, pendidikan ibu, dan kesehatan lingkungan (sumber air

minum) adalah penyebab kuat dari kekurangan gizi pada anak. Rumah tangga

yang tidak tersedia air bersih memiliki 4 (empat) kali lebih tinggi terhambat

pertumbuhannya dibandingkan dengan rumah tangga yang memiliki persedian

air bersih (Bomela, 2009). Tetapi penelitian ini sejalan dengan penelitian

sebelumnya di Kabupaten Kulonprogo, hasil penelitian ini tidak ada hubungan

yang signifikan antara sanitasi dengan statuss gizi balita (Wahyudi Istiono et

al., 2009).

4.3.4 Hubungan Berat Badan Lahir Rendah Dengan Kejadian Gizi Kurang

Pada Balita Masyarakat Suku Bajau Kabupaten Muna Tahun 2019

Berat lahir adalah berat bayi yang ditimbang dalam waktu satu jam

pertama setelah lahir. Pengukuran dilakukan di tempat fasilitas (Rumah sakit,

Puskesmas, dan Polindes), sedang bayi yang lahir dirumah waktu pengukuran

berat badan dapat dilakukan dalam waktu 24jam (Kosim et.al, 2008). Bayi
86

baru lahir adalah bayi dari lahir sampai usia 4 minggu. Lahirrnya biasanya

dengan usia gestasi 38 – 42 minggu.

Pada bayi dengan berat lahir rendah maka perlu dilakukan perawatan

yang lebih ekstra terutama terkait dengan pemenuhan kebutuhan nutrisi bayi,

karena akan berpengaruh terhadap status gizinya. Bayi berat lahir rendah

(BBLR) adalah bayi yang lahir kurang dari 2500 gram (2,5 kilogram).

Keadaan anak balita gizi kurang dimulai pada bayi dengan BBLR yang

mempunyai risiko lebih tinggi untuk meninggal dalam lima tahun pertama

kehidupan. Bayi non BBLR dengan asupan gizi kurang dari kebutuhan serta

masa rentan terinfeksi kuman penyakit di awal kehidupan dapat

mengakibatkan penurunan status gizi. Angka tertinggi yang menunjukkan

adanya penurunan status gizi anak balita lahir non BBLR di Indonesia

terdapat pada kelompok umur 18–24 bulan. Semakin kecil dan semakin

prematur bayi maka semakin tinggi risiko kekurangan gizinya (Hadi, 2015).

Faktor etiologi yang berkontribusi menyebabkan kejadian berat

badan lahir rendah terutama di negara-negara berkembang meliputi

penggunaan tembakau (merokok, konsumsi tembakau kunyah, dan

tembakau untuk kegunaan terapi), kurang intake kalori, berat badan rendah

sebelum masa kehamilan, primipara, riwayat BBLR sebelumnya, dan faktor

risiko lingkungan seperti paparan timbal, dan jenis-jenis polusi udara

(WHO,2011). Sampai sekarang penyebab terbanyak yang diketahui

menyebabkan terjadinya BBLR adalaah kelahiran prematur. Dan dalam


87

kasus demikian bayi yang BBLR harus mendapatkan penanganan yang

adekuat. Sedangkan faktor lain berkaitan dengan faktor ibu dan janin

(Sulistyoningsih, 2011).

Wibowo (2008) menambahkan bahwa bayi yang lahir dengan berat

badan rendah akan lebih cepat bertambah brat badannya seakan-akan

mengejar ketertinggalan sedangkan bayi non BBLR umumnya sering tumbuh

lambat hal ini diperkirakan oleh kualitas dan kuantitas makanan serta adanya

gangguan perncernaan yang diderita bayi selama masa pertumbuhan dan

perkembangannya. Berbeda dengan bayi yang sudah lahir dengan berat badan

normal, maka bayi akan lebih mudah untuk mempertahankan berat badan

sesuai usia ataupun meningkatkan berat badannya dengan mengonsumsi

seperti ASI ekslusif. Dalam penelitian ditemukan balita pada saat lahir

memiliki berat badan normal namun saat sekarang balita justru memiliki

status gizi kurang. Hal ini dikarenakan ibu memiliki tingkat pendidikan yang

rendah sehingga memungkinkan ibu memiliki tingkat pengetahuan yang

rendah tentang gizi.

Berdasakan hasil analisis univariat pada tabel 4.13 menunjukkan

bahwa dari 102 balita, sebagian besar balita tidak mengalami kejadian berat

badan lahir rendah (BBLR) yaitu sebanyak 83 balita (81,4%) sedangkan balita

yang mengalami kejadian BBLR yaitu sebanyak 19 balita (18,6%).

Berdasarkan Hasil penelitian yang telah dilakukan dapat dilihat pada

tabel 4.17, hasil penelitian menunjukkan dari 19 responden yang BBLR dan
88

mengalami gizi kurang terdapat 9 responden (47,4%) dan yang BBLR dan

bergizi baik terdapat 10 responden (52,6%). Sedangkan dari 83 responden

yang tidak BBLR dan mengalami gizi kurang terdapat 24 responden (28,9%)

dan yang tidak BBLR dan tidak mengalami gizi kurang terdapat 59 responden

(71,1%).

Berdasarkan hasil penelitian diketahui tidak adanya hubungan antara

berat badan lahir rendah dengan kejadian gizi kurang dengan p = 0,201. Maka

dapat disimpulkan bahwa tdak ada hubungan yang bermakna antara Berat

Badan Lahir Rendah dengan Kejadian Gizi Kurang di Pulau Bontu-bontu

Kabupaten Muna tahun 2019. Penelitiaian ini bertentangan dengan penelitian

yang dilakukan oleh Lastanto dengan judul “Analisis Faktor yang

Mempengaruhi Kejadian Gizi Kurang pada Balita di Wilayah Kerja

Puskesmas Cebongan” tahun 2015 dimana ada hubungan antara berat badan

lahir rendah dengan kejadian gizi kurang dengan p = 0,002.

4.4 Keterbatasan penelitian

Penelitian ini telah dilaksanakan sesuai dengan prosedur ilmiah, namun

demikian, peneliti menyadari masih ditemukan keterbatasan-keterbatasan yaitu

responden yang tercatat sebagai sampel tidak bersedia untuk diwawancarai oleh

peneliti
BAB V
PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan maka dapat diperoleh

simpulan bahwa :

1. Ada hubungan antara asupan energi dengan kejadian gizi kurang pada balita

masyarakat suku bajau pulau Bontu-bontu kabupaten Muna Tahun 2019

2. Ada hubungan antara pola asuh pemberian makan dengan kejadian gizi

kurang pada balita masyarakat suku bajau pulau Bontu-bontu kabupaten

Muna Tahun 2019

3. Tidak ada hubungan antara sanitasi lingkungan dengan kejadian gizi kurang

pada balita masyarakat suku bajau pulau Bontu-bontu kabupaten Muna

Tahun 2019

4. Tidak ada hubungan antara berat badan lahir rendah dengan kejadian gizi

kurang pada balita masyarakat suku bajau pulau Bontu-bontu kabupaten

Muna Tahun 2019

5.2 Saran

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan serta simpulan, maka

dapat dikemukakan saran-saran sebagai berikut :


90

1. Di harapkan kepada Pemerintah, Dinas Kesehatan, dan unit pelayanan

kesehatan setempat, untuk meningkatkan kunjungan serta penyuluhan

kepada masyarakat untuk lebih menjaga kualitas serta kuantitas asupan

makanan bagi anaknya.

2. Diharapkan pada orang tua balita agar memperhatikan pola asuh balitanya.

3. Diharapakan agar dapat meningkatkan penyuluhan-penyuluhan terkait cara

pencegahan gizi kurang di wilayah kerja Puskesmas Towea agar prevalensi

kejadian gizi kurang dapat menurun, khususnya di Pulau Bontu-bontu.

4. Diharapkan kepada pemerintah desa agar lebih bersinergi dengan

puskesmas atau dinas kesehatan untuk menurunkan kejadian gizi kurang

salah satunya dengan cara penyediaan alokasi dana desa untuk pemberian

makanan tambahan kepada keluarga yang kurang mampu dan memiliki

bayi dan balita, tetapi pemberian alokasi dana ini harus di control.
DAFTAR PUSTAKA

Abu A. 2010. Ilmu Sosial Dasar. Jakarta: Rineka Cipta .


A, Sufyanti Yuni. 2009. Pertumbuhan dan Perkembangan Anak Usia Toodler.
Pediatric Nursing Devision. Universitas Airlangga.
Achmad, D. Sediaoetama. 2010. Ilmu Gizi. Jakarta : Dian Rakyat.
Adhawiyah, R. 2009. Pengolahan Dan Pengawetan Ikan. Jakarta: Bumi Aksara.
Adiningsih, S. 2010. Waspadai Gizi Balita Anda Tips Mengatasi Anak Sulit Makan
Sulit Makan Sayur Dan Minum Susu. Jakarta: PT. Elex Media Komputindo.
Adisasmito, W. 2007. Sistem Kesehatan Edisi I. Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada.
Akdon dan Ridwan. 2008. Aplikasi Statistika dan Metode Penelitian untuk
Asministrasi & Manajemen. Bandung. Dewa Ruchi.
Alimul Hidayat. 2008. Pengantar Ilmu Keperawatan Anak. Salemba Medika.
Andriani. 2016. Hubungan antara Indeks Masa Tubuh dan Aktivitas Fisik dengan
Volume Oksigen Maksimum. Skripsi. Universitas Muhammadiyah Surakarta :
Surakarta.
Andriani dan Wirjatmadi. 2012. Pengantar Gizi Masyarakat. Jakarta : Kencana.
Andriani dan Wirjatmadi. 2012. Peranan Gizi dalam Siklus Kehidupan. Jakarta :
Kencana.
Arisman, MB. 2004. Gizi dalam Daur Kehidupan. EGC : Jakarta
Arisman. 2010. Gizi dalam Daur Kehidupan. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran.
Arikunto, S. 2010. Prosedur Penelitian : Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta : Rineka
Cipta.
A, Sufyanti Yuni. 2009. Pertumbuhan dan Perkembangan Anak Usia Toodler.
Pediatric Nursing Devision. Universitas Airlangga.
Ayati, Khasah Nurun Dan Wiwit Sulistyawati. 2018. Karakteristik Ibu Dengan
Kejadian Gizi Kurang Pada Balita 6-24 Bulan Di Kecamatan Selat , Kapuas
Tahun 2016 . Strada Jurnal Ilmiah Kesehatan Issn Issn : 2252-3847 (Print),
2614-350x (Online) Vol. 7, No. 1, May 2018, Pp: 1-8
92

Ayu, Ratu Dewi Sartika. 2010. Analisis Pemanfaatan Program Pelayanan Kesehatan
Status Gizi Balita. Kesmas, Jurnal Kesehatan Masyarakat Nasional Vol. 5, No.
2, Oktober 2010.

Depkes RI. 2007. Daftar Komposisi Bahan Makanan (DKBM). Jakarta: Direkorat
Gizi Departemen Kesehatan RI.
Depkes RI. 2012. Pemantauan Pertumbuhan Balita. Jakarta: Direktorat Gizi
Departemen Kesehatan RI.
Diah, Eka Kartiningrum. 2015. Faktor Risiko Kejadian Gizi Kurang Pada Balita Di
Desa Gayaman Kecamatan Mojoanyar Mojokerto. Hospital Majapahit Vol 7
No. 2 Nopember 2015.
Dinkes Sulawesi Tenggara. Profil Kesehatan Sulawesi Tenggara 2018.
Dinkes Kabupaten Muna. Profil Kesehatan Kabupaten Muna 2018.
Dwi, Nina Lestari. 2016. Analisis Determinan Gizi Kurang Pada Balita Di Kulon
Progo, Yogyakarta. Indonesian Journal Of Nursing Practices Vol. 1 No. 1
Desember 2016.
Fauziah, Lilis. 2017. Factor Risiko Kejadian Gizi Kurang Pada Balita Usia 24-59
bulan di Kelurahan Taipa Kota Palu. Skripsi. Palu : Universitas Tadulako.

Fitri.(2012). Berat Lahir Sebagai Faktor Dominan terjadi stunting balita (12-59
bulan) di sumatera.Depok : FKM UI

Hadi. 2015. Pentingnya Keseimbangan Gizi Ibu Hamil. Yogyakarta: Gramedia


Pustaka Utama.
Hardiansyah. 2012. Kecukupan Energi, Protein, Lemak, dan Karbohidrat. Skripsi.
Bogor : IPB
Hikmah, Nurul Alhidayati. 2018. Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Gizi
Buruk Dan Gizi Kurang Pada Balita Di Wilayah Kerja Uptd Puskesmas
Kebong Kabupaten Sintang. Skripsi. Pontianak: Universitas Muhammadiyah
Pontianak.
Jurnal Endurance : Kajian Ilmiah Problema Kesehatan Avalilable Online
Http://Ejournal.Kopertis10.Or.Id/Index.Php/Endurance.
93

Kemenkes RI. 2011. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No:


1995/Menkes/SK/XII/2010 tentang Standar Antropometri Penilaian Status Gizi
Anak. Jakarta: Kemenkes RI.
Kemenkes RI. 2011. Manajemen Bayi Lahir Rendah untuk Bidan dan Perawat.
Jakarta: Direktorat Jenderal Bina Gizi dan Kesehatan Ibu dan Anak Kementrian
Kesehatan RI.
Kementerian Kesehatan RI. 2013. Pedoman Teknis Pemberian Makan Bayi dan
Anak. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI.
Kemenkes RI. 2015. Profil Kesehatan Republik Indonesia 2015. Jakarta

Kemenkes RI. 2017. Dirjen Bina gizi Dan Kesehatan Ibu dan Anak. Modul
sinkronisasi RPJMD_RPJMN Bidang Kesehatan Dan gizi Masyarakat.

Kemenkes RI. 2018. Konsumsi Makanan Penduduk Indonesia. In Infodatin


Kementerian Kesehatan RI (p. 8).

Kemenkes RI. 2018. Info DATIN (Pusat Data dan Informasi Kementrian RI).
Kementerian Kesehatan RI, 1–7.

Kemenkes RI. 2018. Buku saku pemantauan status gizi. Buku Saku Pemantauan
Status Gizi Tahun 2017, 7–11.

Kemenkes RI. 2019. Rencana Strategis (Renstra) Kemenkes 2020-2024. Jakarta.

Kemenkes RI. 2019. Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2018. Jakarta.

Khomsan A. Ekologi Masalah Gizi, Pangan dan Kemiskinan. Bandung : Alvabeta;


2012.
Krisnansari D. 2010. Nutrisi dan Gizi Buruk. Journal Mandala Of Health. 4(1): 60-68.
Listyowati, Lita D. 2010. Determinan Kejadian Anak Balita Gizi Buruk Dan Gizi
Kurang Usia 6-24 Bulan Pada Keluarga Non Miskin. Fakultas Kesehatan
Masyarakat. Universitas Jember.
Latif, Muktar, et.al. 2013. Orientasi Baru Anak Usia Dini. Jakara : Kencana.
Lutviana, Evi Dan Irwan Budiono. 2010. Prevalensi Dan Determinan Kejadian Gizi
Kurang Pada Balita. Jurnal Kesehatan Masyarakat Kemas 5 (2) (2010) 138-144
Http://Journal.Unnes.Ac.Id/Index.Php/Kemas.
94

Ma’rifat. 2010. Analisis Hubungan Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan Dengan


Status Gizi Anak Batita. Bogor.
Marimbi, Hanum. 2010. Tumbuh Kembang, Status gizi & Imunisasi dasar pada
Balita. Yogyakarta : Nuha Medika.
Ngafiyah, Nur. 2015. Akses Masyarakat Miskin Terhadap Pelayanan Kesehatan
Program Bpjs Kesehatan Di Kelurahan Bumirejo Kabupaten Kebumen.
Notoatmodjo, Soekidjo. 2010. Promosi Kesehatan & Ilmu Perilaku. Jakarta: Rineka
Cipta
Novella, Vina Dan Listiani Kartika. 2019. Faktor-Faktor Status Gizi Kurang Pada
Anak Usia Prasekolah Di Wilayah Kerja Puskesmas Guguk Panjang Kota
Bukittinggi. E-Issn - 2477-6521 Vol 4(2) Juni 2019 (359-370)
Nurtina, Wa Ode, et.al. 2017. Faktor Risiko Kejadian Gizi Kurang Pada Balita Di
Wilayah Kerja Puskesmas Benu-Benua Kota Kendari. J. A M P I B I 2 (1)
Hal. ( 21-27 ) Februari 2017.
Potter, P.A & Perry A.G. 2012. Fundamental of Nursing. Jakarta : EGC
Pramuditya SW. 2010. Kaitan Antara Tingkat Pendidikan dan Pengetahuan Gizi Ibu,
Serta Pola Asuh dengan Perilaku Keluarga Sadar Gizi dan Status Gizi Anak
(Skripsi), Bogor: Departemen Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga,
Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Risa. Harmeida, et.al. Hubungan Antara Personal Hygiene Dan Status Gizi Dengan
Infeksi Kecacingan Pada Siswa Sekolah Dasar Negeri Di Natar. J
Agromedunila | Volume 4 | Nomor 2 | Desember 2017.

Riskesdas, K. (2018). Hasil Utama Riset Kesehata Dasar (RISKESDAS). Journal of


Physics A: Mathematical and Theoretical, 44(8), 1–200.
https://doi.org/10.1088/1751-8113/44/8/085201

RI, P. D. dan I. K. K. (2015). Situasi Kesehatan ANAK BALITA Di Indonesia (pp. 1–


8). www.depkes.go.id

Setyowati, Melyana. 2014. Tingkat Pengetahuan Tentang Higenitas Botol Susu Pada
Ibu Yang Memiliki Bayi Dan Balita Usia 6 Bulan- 2 Tahun Di Desa Soka Miri
Sragen. Skripsi. Surakarta: STIK Kusuma Husada.

Soetjiningsih. 2012. Perkembangan Anak dan Permasalahannya dalam Buku Ajar I


Ilmu Perkembangan Anak Dan Remaja. Jakarta :Sagungseto .Pp 86-90
95

Sugiyono. 2010. Mrtode Penelitian. Bandung : CV Alfabeta.


Suhardjo. 2009. Sosial Budaya Gizi. Bogor: PAU Pangan dan Gizi.
Supariasa, et.al. 2012. Penilaian Status Gizi. EGC. Jakarta.
Sutomo B, dan Anggaraini, D. 2010. Menu Sehat Alami untul Balita dan Batita.
Jakarta : PT. Anggromedia Pustaka.
Sulistyoningsih, Hariyani. 2012. Gizi Untuk Kesehatan Ibu dan Anak. Yogyakarta:
Graha Ilmu.
Syarif, Tjetjep Hidayat Dan Abas Basuni Jahari. Perilaku Pemanfaatan Posyandu
Hubungannya Dengan Status Gizi Dan Morbiditas Balita. Bul. Penelit.
Kesehat, Vol. 40, No. 1, Maret, 2012: 1 – 10.
Taher, Akmal. 2019. Isu Srategik Dalam Implementasi Rpjmn Menuju Cakupan
Kesehatan Semest.
Trintrin Tjukami, Sri Prihatini Dan Hermina. 2011. Faktor Pembeda Prevalensi Gizi
Kurang Dan Buruk Pada Balita Di Daerah Tidak Miskin. Bul. Penelit. Kesehat,
Vol. 39, No.2, 2011: 52 – 61.
Wahid, Iqbal. 2009. Ilmu Kesehatan Masyarakat Teori dan Aplikasi. Jakarta:
Salemba Medika.
Waryana. 2010. Gizi Reproduksi. Pustaka Rihama : Yogyakarta.
Willy, Andika. 2011. The Relationship Exclusive Breastfeeding With The Menstrual
Cycle In Breastfeeding Mothers (studies in puskesmas bungkal, district
bungkal, ponorogo). Nursing Jurnal Of STIKES Insan Cendekia Medika
Jombang.
Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi (WNPG). 2004. Ketahanan Pangan dan Gizi
di Era Otonomi Daerah dan Globalisasi. Jakarta : Lembaga Ilmu Pengetahuan
Indonesia.
Wirandani, A. (2013). Perilaku Ibu dalam Memenuhi Status Gizi Balita Berbasis
Theory Of Planed Behaviour (TBP) di Kelurahan Mulyorejo Surabaya.
Surabaya : Universitas Airlangga.
96

LAMPIRAN

N
Lampiran 1
Jadwal Penelitian

Bulan
No Kegiatan Maret April Mei Juni
. I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV
1. Izin penelitian di
Pulau Bontu-bontu
2. Pengumpulan data di
di Pulau Bontu-bontu
3. Pengolahan data
4. Analisis data
5. Penyusunan Hasil
Penelitian
98

Lampiran 2.

INFORMED CONSENT

Kepada. Yth. Responden

Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Saya Mahasiswa Jurusan Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan


Masyarakat Universitas Halu Oleo Kendari, saat ini sedang melaksanakan penelitian
yang berjudul “Determinan kejadian gizi kurang pada balita masyarakat suku Bajau
pulau Bontu-bontu Kabupaten Muna tahun 2019”. Penelitian ini merupakan bagian
dari tugas akhir untuk mencapai derajat sarjana kesehatan masyarakat. Saya sangat
mengharapkan patrisipasi Ibu untuk menjadi responden saya dan menjawab
pertanyaan yang saya ajukan.

Jawaban yang anda berikan selama proses penelitian berlangsung tidak akan
disalahgunakan untuk maksud lain. Untuk keperluan tersebut diharapkan kesediaan
dan kesungguhan Ibu untuk menjawab pertanyaan dengan sebenar-benarnya karena
kejujuran jawaban yang anda berikan sangat mempengaruhi proses penelitian ini.
Atas partisipasinya dan kerjasamanya saya ucapkan terima kasih.
Pernyataan :
Saya menyatakan bahwa saya secara sukarela bersedia untuk menjadi responden
dalam penelitian ini.

Muna, Maret 2020

Peneliti Responden

(Sitti Husnul Khatimah) (.......................................)


99

Lampiran 3.

KUESIONER PENELITIAN

DETERMINAN KEJADIAN GIZI KURANG PADA BALITA


MASYARAKAT SUKU BAJAU PULAU BONTU – BONTU
KABUPATEN MUNA 2019

No. Kuesioner :

I. Karakteristik Responden
1. Nama Responden :
2. Umur
3. Pendidikan Terakhir :
4. Pekerjaan :
5. Pendapatan Keluarga :
6. Jumlah Anak :
II. Karakteristik Sampel
1. Nama anak :
2. Jenis kelamin :
3. Tempat/TL :
4. Usia anak :
5. Berat badan :
III. Riwayat Berat Badan Lahir Rendah
BB Lahir :
BBLR : Ya Tidak
100

A. AsupanEnergi

Bahan Porsi Porsi Tiap Penyajian Berapa Kali Konsumsi Cara Masak Gram
Makanan Penyajian (Keseringan) Tersering
Kecil Sedang Besar Sehari Seminggu Sebulan
Sedang
Sumber Karbohidrat
Nasi 1 porsisedang
Jagung 1 buah
Kentang 2 bijisedang
Singkong 1 potong
Ubijalar 1 bijisedang
Roti 3 potongsdg
Miinstan 1 bungkus
Lainnya...
Sumber Protein
Daging ayam 1 potong sdg
Daging 2 potong sdg
kambing
Dagingsapi 3 potong sdg
Telur ayam 1 butir
Telur bebek 1 butir
Ikan 1 ekor sdg
Ikan asin 1 ekor sdg
Sardin 1 ekor sdg
Sosis 3 potong sdg
Udang 5 ekor sdg
Tempe 2 potong sdg
Tahu 1 biji besar
Kacang tanah 2 sdm
101

Bahan Porsi Porsi Tiap Penyajian Berapa Kali Konsumsi Cara Masak Gram
Makanan Penyajian (Keseringan) Tersering
Kecil Sedang Besar Sehari Seminggu Sebulan
Sedang
Kacang hijau 3 sdm
Kacang kedelai 4 sdm
Kacanglainnya..
.
Oncom 2 potong kcl
Lainnya ....
Sumber
Lemak
Jeroan 1 potong sdg
Susu full cream 6 sdm
Keju 1 sdm/ 1 slise
Minyak goreng 1 sdt
Minyak ikan 1 sdt
Santan 1/3 gelas
Mentega 1 sdt
Alpukat 1
buah besar
2
Lainnya ....
Sumber Serat
Bayam 1 sendok sayur
Kangkung 1 sdm
Daun ubi 1 sendok sayur
Sawi 1 sendok sayur
Buncis 5 buah
Kol 1 sdm
Kacang panjang 1 sdm
Tomat 2 buah
Apel 1 buah
102

Bahan Porsi Porsi Tiap Penyajian Berapa Kali Konsumsi Cara Masak Gram
Makanan Penyajian (Keseringan) Tersering
Kecil Sedang Besar Sehari Seminggu Sebulan
Sedang
Jeruk 2 buah
Mangga 3
buah besar
4
Anggur 20 buahsdg

Semangka 1 potong besar


Pisang 1 buah
Nanas 1
buah sedang
4
Papaya 1 potong
Kurma 3 buah
Jambu biji 1 buah besar
Jambu air 2 buah besar
Lainnya.....
Gula
Gula pasir 1 sdm
Gula jawa 1 sdm
Madu 1 sdm
Lainnya......
Sumber :Dwi Hantoro Adhi, 2012 dan KEMENKES, 2014
103

B. Pola Asuh Pemberian Makan


Petunjuk : Berilah tanda (√) pada kolom jawaban yang paling sesuai. Jawaban
tidak harus sama dengan orang lain karena setiap orang mempunyai kebebasan untuk
menjawab sesuai dengan yang dialami.

Praktik pemberian makan & jadwal makan

No Pertanyaan Ya Tidak
1. Biasanya yang menyiapkan makanan aladalah ibu
sendiri
2. Ibu selalu mengawasi makan anak jika tidak sedang
menyuapi
3. Yang menentukan jadwal makanan adadalah ibu
sendiri
4. Jadwal makan anak tetap

Sikap ibu dalam memberikan makan

No Pernyataan Ya Tidak
1. Cara ibu menghidangkan makanan anak yaitu dengan
porsi kecil
2. Situasi memberikan makan anak yaitu dengan
mengajak bicara dan bermain
3. Cara ibu memperkenalkan makanan baru kepada anak
yaitu diberikan dengan makanan yang dikenal
4. Cara ibu memberi makan anak dengan dirayu
5. Sikap ibu jika anak menolak makanan baru maka lain
kali dicobakan
6. Anak sealalu menghabiskan makanan

Pangan yang diberikan ibu

No Pertanyaan Ya Tidak
1. Protein hewani yang diberikan kepada anak berupa
ikan/seafood
104

2. Protein nabati yang diberikan pada anak berupa tahu


dan tempe
3. Anak selalu diberikan sayur
4. Balita menyukai buah (Jika Ya, maka lanjut
pertanyaan selanjutnya)
5. Ibu selalu memberikan buah setiap hari
Sumber :Modifikasi;Yuni Nurwati, 2016

C. Sanitasi Lingkungan
I. Lembar Observasi
Petunjuk : Berilah tanda (√) pada kolom jawaban yang paling sesuai. Jawaban
tidak harus sama dengan orang lain karena setiap orang mempunyai kebebasan
untuk menjawab sesuai dengan yang dialami.

No Pertanyaan Ya Tidak
1 Ventilasi
2 Pencahayaan
3 Dinding tertutup rapat
4 Atap kedap air
5 Lantai kedap air (semen, ubin, keramik)
6 Tempat Sampah
- Tertutup
- Bersih
- Dibersihkan secararutin
7 Jamban Keluarga
- Leher angsa
- Septic tank
- Tertutup Bersih
- Dibersihkan secararutin
- Jarak jamban dgn sumber air >10 m
8 SPAL
- Tertutup
105

- Bersih/tidak tersumbat
- Dibersihkan secara rutin
9 Sumber Air
- Sumur gali
- Sumur bor
- Kali
- PDAM

II.Pertanyaan
1) Berapakah luas ventilasi rumah anda? …… m2
(5% dari luas lantai ruangan)
2) Berapakah luas lantai rumah anda? ……. m2
(9 m2/orang)
3) Berapakah luas kamar dalam rumah anda? ….. m2
(3 m2/orang, sebaiknya 1 kamar tidur tidak dihuni> 2 orang)
4) Berapa penghuni yang tinggal dalam rumah anda?

5) Berapa penghuni dalam 1 kamar ?

6) Apakah rumah anda padat penghuni?


a. Ya b. Tidak
7) Apakah ada yang merokok di dalam rumah anda?
a. Ya b. Tidak
8) Apakah balita BAB di jamban keluarga?
a. Ya b. Tidak
9) Jika tidak, dimanakah biasanya balita buang air besar?
Jawab :
106

10) Dimana biasanya anda membuang sampah?


Jawab :

Sumber : Natalia Puspitawati, 2013


107

Lampiran 4.Master Tabel SPSS

Nilai Asupan Pola Asuh Usia


Nama Tanggal Usia BB Kategori Sanitasi Pendidika Pendapata Jumlah
NO. JK Z- Energi Pemberia BBLR Responde Pekerjaan
(balita) Lahir (bulan) (kg) BB/U Lingkungan n Terakhir n Keluarga Anak
score (kkal) n Makan n
1. AS L 18/05/2016 45 13,2 -1,69 Normal Cukup Buruk Tidak Tidak 37 IRT SD 1.000.000 5
Memenuhi
Syarat
2. TS L 16/04/2016 46 15,2 -0,7 Normal Cukup Baik Tidak Tidak 23 IRT SMP >1.000.000 2
Memenuhi
Syarat
3. AA P 26/06/2016 44 12,5 -1,81 Normal Kurang Buruk Tidak Tidak 35 IRT SD 500.000 4
Memenuhi
Syarat
4. AD P 25/10/2016 40 13,6 -0,4 Normal Cukup Buruk Tidak Ya 25 IRT SMP 500.000 3
Memenuhi
Syarat
5. AL L 23/08/2017 30 9,1 -3,21 Kurang Kurang Buruk Tidak Tidak 31 IRT SMP 500.000 2
Memenuhi
Syarat
6. AQ P 27/06/2016 44 14,3 -0,7 Normal Cukup Buruk Tidak Tidak 35 IRT SMP 700.000. 1
Memenuhi
Syarat
7. SP L 03/11/2016 40 13,4 -1,15 Normal Kurang Buruk Tidak Tidak 30 IRT SD 500.000 4
Memenuhi
Syarat
8. ZA L 05/10/2015 53 13,7 -1,93 Normal Kurang Buruk Tidak Ya 32 IRT SD <500.000 3
Memenuhi
Syarat
9. RR P 10/12/2016 39 12,1 -1,64 Normal Cukup Buruk Tidak Tidak 45 IRT Tidak 500.000 5
Memenuhi Sekolah
Syarat
10. RB P 27/04/2016 46 12,8 -1,76 Normal Cukup Buruk Tidak Tidak 23 IRT SMP 500.000 1
Memenuhi
Syarat
108

11. EN P 10-May 58 11,6 -3,06 Kurang Cukup Buruk Tidak Tidak 27 IRT SD 700.000 1
Memenuhi
Syarat
12. CD L 19/08/2018 18 7,2 -3,68 Kurang Cukup Buruk Tidak Tidak 22 IRT SD <500.000 2
Memenuhi
Syarat
13. GS P 09/03/2016 48 10,7 -3,1 Kurang Cukup Buruk Tidak Tidak 24 Wirausaha SD 1.000.000 2
Memenuhi
Syarat
14. SW L 31/12/2017 26 17 2,46 Normal Cukup Buruk Tidak Tidak 25 Wirausaha SD <500.000 3
Memenuhi
Syarat
15. RS L 24/02/2017 36 14,6 -0,08 Normal Cukup Baik Tidak Tidak 21 IRT SMP 500.000 2
Memenuhi
Syarat
16. AF L 03/06/2017 33 11,8 -1,55 Normal Kurang Buruk Tidak Tidak 38 IRT SD <500.000 4
Memenuhi
Syarat
17. KV L 14/12/2018 15 9,9 -0,89 Normal Kurang Baik Tidak Ya 32 IRT SD 500.000 3
Memenuhi
Syarat
18. AL L 02/03/2016 48 11,9 -2,55 Kurang Kurang Baik Tidak Ya 35 IRT SMP 500.000 3
Memenuhi
Syarat
19. MA L 01/09/2017 30 11,5 1,49 Normal Cukup Buruk Tidak Ya 25 IRT SMA <500.000 1
Memenuhi
Syarat
20. SF P 28/11/2016 39 11,8 -1,86 Normal Kurang Buruk Tidak Tidak 27 IRT SD 500.000 1
Memenuhi
Syarat
21. KZ P 21/09/2017 29 12,4 -0,58 Normal Kurang Buruk Tidak Tidak 28 IRT SD 500.000 2
Memenuhi
Syarat
22. MAA L 28/02/2016 48 13,4 -1,77 Normal Kurang Buruk Memenuhi Tidak 37 PNS Perguruan >1.000.000 1
Syarat Tinggi
23. NA P 14/12/2015 51 11,5 -2,79 Kurang Kurang Buruk Tidak Tidak 45 IRT SD >1.000.000 4
109

Memenuhi
Syarat
24. CI P 25/10/2018 16 8,3 -1,99 Normal Kurang Buruk Tidak Tidak 31 IRT SD 1.000.000 2
Memenuhi
Syarat
25. AD L 05/06/2017 33 12,1 -1,35 Normal Kurang Buruk Tidak Tidak 39 Wirausaha SD 700.000 5
Memenuhi
Syarat
26. MAL L 07/11/2015 52 14,2 -1,61 Normal Kurang Buruk Memenuhi Tidak 45 PNS Perguruan >1.000.000 2
Syarat Tinggi
27. IR L 14/03/2016 48 12,5 -2,73 Kurang Kurang Baik Tidak Tidak 37 IRT SD 500.000 2
Memenuhi
Syarat
28. KS P 25/08/2016 42 14,3 -0,54 Normal Cukup Buruk Tidak Tidak 37 IRT SD 500.000 4
Memenuhi
Syarat
29. MS L 22/01/2016 49 12,8 -2,16 Kurang Kurang Buruk Tidak Tidak 41 IRT SD 500.000 4
Memenuhi
Syarat
30. NU P 02/09/2016 42 14,9 0,14 Normal Cukup Buruk Tidak Tidak 46 IRT SD 500.000 7
Memenuhi
Syarat
31. NSN P 04/07/2018 20 9,9 -1,13 Normal Cukup Buruk Tidak Tidak 40 IRT SD <500.000 4
Memenuhi
Syarat
32. NT P 26/05/2018 21 7,8 -3,04 Kurang Cukup Baik Tidak Ya 24 Wirausaha SMP 700.000 2
Memenuhi
Syarat
33. ST P 16/08/2018 18 8 -2,54 Kurang Kurang Buruk Tidak Ya 46 IRT Tidak <500.000 5
Memenuhi Sekolah
Syarat
34. AL P 20/05/2016 45 16 0,15 Normal Cukup Buruk Tidak Tidak 32 IRT SD 600.000 3
Memenuhi
Syarat
35. NN P 18/03/2017 35 15 0,46 Normal Cukup Baik Tidak Ya 27 IRT SD 800.000 2
Memenuhi
110

Syarat
36. RK L 10/01/2018 26 9,2 -2,91 Kurang Kurang Buruk Tidak Tidak 25 IRT SD 500.000 3
Memenuhi
Syarat
37. AZ L 12/07/2018 20 8,9 -2,4 Kurang Kurang Buruk Tidak Ya 30 IRT SMP 500.000 3
Memenuhi
Syarat
38. SB L 24/04/2017 34 9 -3,46 Kurang Kurang Buruk Tidak Tidak 26 Honorer Perguruan >1.000.000 1
Memenuhi Tinggi
Syarat
39. DE P 10/01/2019 14 7,6 -2,24 Normal Cukup Baik Tidak Tidak 24 IRT SMP 600.000 2
Memenuhi
Syarat
40 SS P 02/03/2019 11 7,8 -1,43 Normal Cukup Baik Tidak Tidak 28 Wirausaha SMP 700.000 2
Memenuhi
Syarat
41. MI L 07/03/2019 12 8,4 -1,8 Normal Kurang Buruk Tidak Ya 36 IRT SD 500.000 3
Memenuhi
Syarat
42. NR P 05/12/2018 15 8,3 -1,79 Normal Kurang Buruk Tidak Tidak 41 IRT SD 700.000 5
Memenuhi
Syarat
43. RZ L 10/11/2018 16 9,5 -1,43 Normal Cukup Buruk Tidak Tidak 40 IRT SMP <500.000 3
Memenuhi
Syarat
44. RN P 21/10/2017 28 11,7 -0,84 Normal Cukup Buruk Tidak Tidak 23 IRT SMP 500.000 1
Memenuhi
Syarat
45. MAK L 30/09/2016 41 13,6 -1,14 Normal Kurang Buruk Tidak Tidak 35 IRT SD 500.000 3
Memenuhi
Syarat
46. UN L 02/04/2016 47 15,5 -0,58 Normal Cukup Baik Tidak Tidak 27 IRT SD 1.000.000 2
Memenuhi
Syarat
47. SA P 12/05/2016 46 13,2 -1,49 Normal Kurang Buruk Tidak Tidak 29 IRT SMP 600.000 3
Memenuhi
111

Syarat
48. RA P 23/06/2017 32 9,9 -2,59 Kurang Kurang Buruk Tidak Tidak 37 IRT SD <500.000 4
Memenuhi
Syarat
49. WA P 30/07/2017 31 13,3 -0,01 Normal Cukup Buruk Tidak Tidak 31 Wirausaha SMA >1.000.000 3
Memenuhi
Syarat
50. WD P 04/08/2018 19 10,7 -0,32 Normal Cukup Buruk Tidak Tidak 21 IRT SMA 500.000 1
Memenuhi
Syarat
51. YS L 29/09/2018 17 9,6 -1,53 Normal Cukup Baik Tidak Ya 42 IRT SD 700.000 5
Memenuhi
Syarat
52. HL L 28/03/2019 11 8,5 -1,54 Normal Cukup Buruk Tidak Tidak 34 IRT SMP 800.000 4
Memenuhi
Syarat
53. MH L 14/05/2018 22 9 -2,51 Kurang Kurang Buruk Tidak Ya 46 IRT Tidak 500.000 6
Memenuhi Sekolah
Syarat
54. SZ P 03/01/2019 14 7,8 -2,1 Normal Cukup Baik Tidak Tidak 26 IRT SMP <500.000 2
Memenuhi
Syarat
55. RJ L 13/02/2016 49 16 -0,46 Normal Cukup Buruk Tidak Tidak 39 IRT SD 500.000 3
Memenuhi
Syarat
56. IK P 22/12/2015 50 15,7 -0,38 Normal Cukup Buruk Tidak Tidak 38 IRT SMP 600.000 4
Memenuhi
Syarat
57. WW P 03/03/2016 48 15,3 -0,42 Normal Cukup Baik Tidak Tidak 27 IRT SMP 500.000 2
Memenuhi
Syarat
58. DA P 07/06/2016 45 13 -1,55 Normal Kurang Buruk Tidak Tidak 26 IRT SD >500.000 3
Memenuhi
Syarat
59. RW P 07/07/2017 32 15,4 1,07 Normal Cukup Buruk Tidak Tidak 35 Wirausaha SMP >1.000.000 4
Memenuhi
112

Syarat
60. TM L 12/10/2018 17 12 0,57 Normal Cukup Baik Tidak Tidak 40 IRT SD 800.000 3
Memenuhi
Syarat
61. SM P 26/09/2017 29 12,9 -0,05 Normal Cukup Buruk Tidak Tidak 41 IRT SD 500.000 2
Memenuhi
Syarat
62. SL L 27/02/2018 24 13,1 0,38 Normal Cukup Baik Memenuhi Tidak 26 Honorer Perguruan 1.000.000 1
Syarat Tinggi
63. MAR L 19/06/2017 35 14 -0,49 Normal Cukup Buruk Tidak Tidak 23 IRT SMA 500.000 1
Memenuhi
Syarat
64. EH P 05/04/2018 23 9,4 -1,95 Normal Kurang Buruk Tidak Tidak 30 IRT SD 600.000 3
Memenuhi
Syarat
65. KF L 31/12/2017 26 11,7 -0,92 Normal Cukup Buruk Tidak Tidak 25 IRT SMP 500.000 2
Memenuhi
Syarat
66. EK P 22/04/2016 46 16,9 0,48 Normal Cukup Buruk Tidak Tidak 28 IRT SMA 1.000.000 2
Memenuhi
Syarat
67. SFS P 30/10/2017 28 11,2 -1,19 Normal Kurang Baik Tidak Ya 44 IRT SD 500.000 6
Memenuhi
Syarat
68. PA P 13/03/2018 24 11,9 0,05 Normal Cukup Buruk Tidak Tidak 40 IRT SD 700.00 3
Memenuhi
Syarat
69. RK L 29/11/2016 39 17 0,93 Normal Cukup Buruk Tidak Tidak 33 Wirausaha SMP >1.000.000 4
Memenuhi
Syarat
70. PM P 27/02/2018 24 12,5 0,4 Normal Cukup Buruk Tidak Tidak 37 IRT SD <500.000 3
Memenuhi
Syarat
71. RS P 24/12/2017 26 12,3 -0,06 Normal Cukup Buruk Tidak Tidak 32 Wirausaha SMP 700.000 2
Memenuhi
Syarat
113

72. MS L 11/02/2019 13 12,4 1,72 Normal Cukup Buruk Tidak Tidak 38 IRT SD 500.000 4
Memenuhi
Syarat
73. AB L 18/09/2016 41 16 0,17 Normal Cukup Buruk Tidak Tidak 30 IRT SMP 600.000 3
Memenuhi
Syarat
74. AD L 18/08/2017 30 13,6 -0,07 Normal Cukup Buruk Tidak Tidak 34 IRT SD 500.000 2
Memenuhi
Syarat
75. UT L 19/08/2016 42 14,2 -0,91 Normal Cukup Baik Tidak Tidak 26 Wirausaha SMA 1.000.000 1
Memenuhi
Syarat
76. BB L 04/11/2015 52 11,5 -2,96 Kurang Kurang Buruk Tidak Ya 29 IRT SD <500.000 3
Memenuhi
Syarat
77. BS L 23/10/2015 52 14 -1,75 Normal Kurang Buruk Tidak Tidak 30 IRT SD 500.000 3
Memenuhi
Syarat
78. FM L 28/04/2017 34 12,7 -1,08 Normal Kurang Baik Tidak Tidak 42 IRT SD 500.000 5
Memenuhi
Syarat
79. CC P 18/05/2016 45 11,3 -2,68 Kurang Cukup Buruk Tidak Ya 28 Wirausaha SMA >1.000.000 2
Memenuhi
Syarat
80. RM L 09/03/2016 48 14 -1,44 Normal Kurang Buruk Tidak Tidak 31 IRT SMP 800.000 3
Memenuhi
Syarat
81. CA P 16/04/2016 47 16,3 0,2 Normal Cukup Buruk Tidak Tidak 32 IRT SD 500.000 2
Memenuhi
Syarat
82. HD P 26/06/2016 44 15 0,29 Normal Cukup Baik Tidak Tidak 40 IRT SD 500.000 4
Memenuhi
Syarat
83. VA P 25/10/2016 40 15,6 0,34 Normal Cukup Buruk Tidak Tidak 39 IRT SD 700.000 5
Memenuhi
Syarat
114

84. PRP P 23/08/2017 30 11 -1,6 Normal Kurang Baik Tidak Tidak 25 IRT SMA 500.000 1
Memenuhi
Syarat
85. LMR L 27/06/2016 44 11,9 -2,32 Kurang Kurang Buruk Tidak Tidak 29 IRT SMP <500.000 2
Memenuhi
Syarat
86. PP L 16/02/2019 13 12 1,4 Normal Cukup Baik Tidak Tidak 29 PNS Perguruan >1.000.000 2
Memenuhi Tinggi
Syarat
87. JM L 03/11/2016 40 15,2 -0,12 Normal Cukup Buruk Tidak Tidak 30 IRT SMP 1.000.000 3
Memenuhi
Syarat
88. TS L 05/10/2015 53 16,9 -0,35 Normal Cukup Baik Tidak Tidak 34 IRT SD 500.000 2
Memenuhi
Syarat
89. TN P 19/08/2017 30 14,4 -0,68 Normal Cukup Buruk Tidak Tidak 29 Wirausaha SMP 800.000 2
Memenuhi
Syarat
90. ZD L 09/03/2016 48 15,8 -0,49 Normal Cukup Buruk Tidak Tidak 37 IRT SD 500.000 2
Memenuhi
Syarat
91. SD P 31/12/2017 26 13,8 -0,95 Normal Cukup Baik Tidak Ya 39 IRT SD 500.000 1
Memenuhi
Syarat
92. SN P 24/02/2017 36 14,9 0,34 Normal Cukup Baik Tidak Tidak 38 Wirausaha SD 1.000.000 2
Memenuhi
Syarat
93. SH P 13/11/2016 40 16,1 0,63 Normal Cukup Buruk Tidak Tidak 28 IRT SMP 500.000 1
Memenuhi
Syarat
94. RP P 30/10/2015 52 16,7 0,03 Normal Cukup Baik Memenuhi Tidak 29 IRT SD 1.000.000 4
Syarat
95. MG L 14/06/2018 21 12 -0,05 Normal Cukup Buruk Tidak Tidak 25 IRT SD 800.000 3
Memenuhi
Syarat
96. DT L 27/01/2019 13 9,8 -0,73 Normal Cukup Baik Tidak Ya 27 IRT SMP <500.000 3
115

Memenuhi
Syarat
97. NP L 25/09/2016 41 16 0,19 Normal Cukup Buruk Tidak Tidak 28 IRT SMP 700.000 2
Memenuhi
Syarat
98. BT P 14/06/2017 33 14,5 0,49 Normal Cukup Buruk Tidak Tidak 40 IRT SD 500.000 4
Memenuhi
Syarat
99. HN P 26/12/2016 38 14,6 0,02 Normal Cukup Baik Tidak Tidak 32 IRT SD 500.000 4
Memenuhi
Syarat
100. AN L 25/03/2017 35 14,7 0,06 Normal Cukup Baik Tidak Tidak 27 IRT SMA 800.000 3
Memenuhi
Syarat
101. RJ L 11/01/2019 14 9 -1,59 Normal Cukup Buruk Tidak Ya 36 Wirausaha SMP >1.000.000 2
Memenuhi
Syarat
102. AR L 13/07/2018 20 11 -0,71 Normal Kurang Baik Tidak Tidak 42 IRT SD 600.000 6
Memenuhi
Syarat
116

Lampiran 5. Output Karakteristik

1. Usia Balita

umur_balita

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid 12-23 bulan 25 24.5 24.5 24.5

24-35 bulan 28 27.5 27.5 52.0

36-47 bulan 30 29.4 29.4 81.4

48-59 bulan 19 18.6 18.6 100.0

Total 102 100.0 100.0

2. Berat badan (BB) / Umur (U)

berat_badan

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid 7-9 kg 23 22.5 22.5 22.5

10-12 kg 32 31.4 31.4 53.9

13-15 kg 36 35.3 35.3 89.2

16-18 kg 11 10.8 10.8 100.0

Total 102 100.0 100.0


117

3. Jenis Kelamin

Jk

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid Laki-Laki 52 51.0 51.0 51.0

Perempuan 50 49.0 49.0 100.0

Total 102 100.0 100.0

4. Umur Responden

usia_responden

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid 20-30 47 46.1 46.1 46.1

31-40 41 40.2 40.2 86.3

41-50 14 13.7 13.7 100.0

Total 102 100.0 100.0


118

5. Pekerjaan
Pekerjaan

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid IRT 83 81.4 81.4 81.4

Wirausaha 14 13.7 13.7 95.1

PNS 3 2.9 2.9 98.0

Honorer 2 2.0 2.0 100.0

Total 102 100.0 100.0

6. Pendidikan Terakhir
pendidikan_terakhir

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid tidak sekolah 3 2.9 2.9 2.9

SD 54 52.9 52.9 55.9

SMP 31 30.4 30.4 86.3

SMA 9 8.8 8.8 95.1

perguruan tinggi 5 4.9 4.9 100.0

Total 102 100.0 100.0


119

7. Pendapatan Keluarga

pendapatan_keluarga

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid <500.000 15 14.7 14.7 14.7

500.000-1.000.000 76 74.5 74.5 89.2

>1.000.000 11 10.8 10.8 100.0

Total 102 100.0 100.0

8. Jumlah Anak
jumlah_anak

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid 1-3 anak 73 71.6 71.6 71.6

4-6 anak 28 27.5 27.5 99.0

>6 anak 1 1.0 1.0 100.0

Total 102 100.0 100.0


120

A. Analisis Univariat
1. Asupan Energi

asupan_energi

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid Kurang 36 35.3 35.3 35.3

Cukup 66 64.7 64.7 100.0

Total 102 100.0 100.0

2. Pola Asuh Pemberian Makan


pola_asuh

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid Buruk 71 69.6 69.6 69.6

Baik 31 30.4 30.4 100.0

Total 102 100.0 100.0


121

3. Sanitasi Lingkungan
sanitasi_lingkungan

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid tidak memenuhi syarat 98 96.1 96.1 96.1

memenuhi syarat 4 3.9 3.9 100.0

Total 102 100.0 100.0

4. BBLR

Bblr

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid Bblr 19 18.6 18.6 18.6

Normal 83 81.4 81.4 100.0

Total 102 100.0 100.0

5. Status Balita
status_balita

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid Gizi Kurang 33 32.4 32.4 32.4

Normal 69 67.6 67.6 100.0

Total 102 100.0 100.0

B. Analisis Bivariat
122

1. Hubungan Asupan Energi dengan Kejadian Gizi Kurang


asupan_energi * status_balita Crosstabulation

status_balita

Gizi Kurang Normal Total


asupan_energi kurang Count 21 15 36
% within asupan_energi 58.3% 41.7% 100.0%
cukup Count 12 54 66
% within asupan_energi 18.2% 81.8% 100.0%
Total Count 33 69 102
% within asupan_energi 32.4% 67.6% 100.0%

Chi-Square Tests

Asymp. Sig. Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-


Value df (2-sided) sided) sided)
Pearson Chi-Square 17.159a 1 .000
b
Continuity Correction 15.373 1 .000
Likelihood Ratio 16.930 1 .000
Fisher's Exact Test .000 .000
Linear-by-Linear
Association 16.991 1 .000

N of Valid Casesb 102


a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 11,65.
b. Computed only for a 2x2 table

2. Hubungan Pola Asuh Pemberian Makan dengan Kejadian Gizi Kurang


123

pola_asuh * status_balita Crosstabulation


status_balita
Gizi Kurang Normal Total
pola_asuh Buruk Count 28 43 71
% within pola_asuh 39.4% 60.6% 100.0%
baik Count 5 26 31
% within pola_asuh 16.1% 83.9% 100.0%
Total Count 33 69 102
% within pola_asuh 32.4% 67.6% 100.0%

Chi-Square Tests

Asymp. Sig. Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-


Value df (2-sided) sided) sided)

Pearson Chi-Square 5.356a 1 .021

Continuity Correctionb 4.344 1 .037

Likelihood Ratio 5.793 1 .016

Fisher's Exact Test .023 .016

Linear-by-Linear
5.304 1 .021
Association

N of Valid Casesb 102

a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 10,03.

b. Computed only for a 2x2 table

3. Hubungan Sanitasi Lingkungan dengan Kejadian Gizi Kurang


124

sanitasi_lingkungan * status_balita Crosstabulation

status_balita
Gizi
Kurang Normal Total
sanitasi_lingkung tidak memenuhi Count 31 67 98
an syarat
% within
31.6% 68.4% 100.0%
sanitasi_lingkungan
memenuhi syarat Count 2 2 4
% within
50.0% 50.0% 100.0%
sanitasi_lingkungan
Total Count
33 69 102

% within
32.4% 67.6% 100.0%
sanitasi_lingkungan

Chi-Square Tests

Asymp. Sig. Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-


Value df (2-sided) sided) sided)
Pearson Chi-Square .592a 1 .441
Continuity Correctionb
.050 1 .822
Likelihood Ratio
.555 1 .456
Fisher's Exact Test
.593 .390
Linear-by-Linear
.587 1 .444
Association
N of Valid Casesb
102

a. 2 cells (50,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 1,29.

b. Computed only for a 2x2 table

4. Hubungan Berat Badan Lahir Rendah dengan Kejadian Gizi Kurang


125

bblr * status_balita Crosstabulation


status_balita
Gizi Kurang Normal Total
Bblr Bblr Count 9 10 19
% within bblr 47.4% 52.6% 100.0%
Normal Count 24 59 83
% within bblr 28.9% 71.1% 100.0%
Total Count 33 69 102
% within bblr 32.4% 67.6% 100.0%

Chi-Square Tests

Asymp. Sig. Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-


Value df (2-sided) sided) sided)

Pearson Chi-Square 2.405a 1 .121

Continuity Correctionb 1.636 1 .201

Likelihood Ratio 2.300 1 .129

Fisher's Exact Test .173 .102

Linear-by-Linear
2.382 1 .123
Association

N of Valid Casesb 102

a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 6,15.

b. Computed only for a 2x2 table


126

Lampiran 6
127
128
129
130
131
132
133

Lampiran 10. Dokumentasi Penelitian


134

Anda mungkin juga menyukai