ANALISIS DETERMINAN
KEPUTUSAN PEREMPUAN USIA KERJA
BERSTATUS KAWIN TERLIBAT DALAM
KEGIATAN EKONOMI DI INDONESIA
(ANALISIS DATA SAKERNAS 2017)
TESIS
untuk memenuhi sebagian persyaratan
mencapai derajat sarjana S-2
Program Studi
Magister Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan
Khayu Caroline
12020115410005
TESIS
ANALISIS DETERMINAN
KEPUTUSAN PEREMPUAN USIA KERJA
BERSTATUS KAWIN TERLIBAT DALAM
KEGIATAN EKONOMI DI INDONESIA
(ANALISIS DATA SAKERNAS 2017)
disusun Oleh
Khayu Caroline
12020115410005
Prof. Drs. Waridin, MS, Ph.D Drs. Edy Yusuf AG, MSc, Ph.D
Pembimbing Pendamping
ii
iii
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis ini adalah hasil pekerjaan saya
sendiri dan di dalamnya tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk
lainnya. Pengetahuan yang diperoleh dari hasil penerbitan maupun yang belum
atau tidak diterbitkan, sumbernya dijelaskan di dalam tulisan dan daftar pustaka.
Khayu Caroline
iii
iv
ABSTRACT
iv
v
ABSTRAKSI
v
vi
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan limpahan nikmat
yang berupa kesehatan, kelonggaran, dan ithaln yang tiada putusnya sehingga
terselesaikan.
untuk mencapai derajat Sarjana S2 pada program studi Magister Ilmu Ekonomi
Diponegoro Semarang. Topik dari tesis ini diambil dengan harapan dapat
Penyusunan tesis ini tidak lepas dari doa, dukungan dan bantuan dari
banyak pihak, maka pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih
kepada:
1. Kedua orang tuaku tercinta, Abah Abdul Rochman dan Ummi Sri Sunarni
serta adek-adekku atas segala doa, dukungan dan kasih sayang yang tak
akan bisa terbalas oleh apapun, untuk anakku tersayang Queena yang
vi
vii
2. Dr. Suharnomo, SE., M.Si. selaku Dekan Fakultas Ekonomika dan Bisnis
3. Drs. Edy Yusuf AG MSc, Ph.D selaku Ketua Program studi Magister Ilmu
Ekonomi Studi Pembangunan dan Dr. Deden Dinar Iskandar, Agr., SE,
4. Prof. Drs. Waridin MS, Ph.D selaku Dosen Pembimbing Utama dan Dr.
ini.
Indri, mas Budi, mbak Ingga dan lainnya) yang sudah direpotkan oleh
7. Seluruh teman MIESP khususnya angkatan XXII plus (mbak Sari, mas
Arman, Aisyah, mb Intan, mas Rafi, mas Roto, mas Aul, Tito, pak Dib,
pak Zainul, mas Felix, Setyo, mas Ben, mas Irman) yang telah
vii
viii
yang tiada henti dari awal perkuliahan sampai tesis ini terselesaikan.
13. Semua pihak yang telah memberikan dukungan, bantuan, kemudahan dan
Semoga semua dan bantuan yang selama ini telah diberikan kepada
penulis mendapat balasan yang lebih dari Allah SWT. Penulis menyadari bahwa
masih banyak kekurangan pada penyelesaian tesis ini, untuk itu diharapkan saran
dan kritik demi kesempurnaan di masa yang akan datang. Semoga tesis ini dapat
Penulis
viii
ix
DAFTAR ISI
ix
x
x
xi
xi
xii
DAFTAR TABEL
xiii
xiv
DAFTAR GAMBAR
xiv
ix
DAFTAR LAMPIRAN
ix
BAB I
PENDAHULUAN
dunia dan saat ini menduduki peringkat 4, yaitu sebesar 260.580.739 jiwa yang
dilansir pada Juli 2017 (CIA, 2017) mempunyai aset yang besar dalam
saing dengan negara lain di dunia. Dengan adanya tenaga kerja yang melimpah
Tabel 1.1
Profil Ketenagakerjaan Indonesia
Tahun 2013 – 2016
diketahui bahwa dari tahun 2013 sampai tahun 2016 jumlah Penduduk Usia Kerja
1
2
PUK perempuan sebesar 90.192.180 jiwa dan jumlah PUK laki-laki 89.775.181
jiwa) pada tahun 2013 menjadi 189.096.722 jiwa (dimana jumlah PUK
perempuan sebesar 94.724.570 jiwa dan jumlah PUK laki-laki 94.372.152 jiwa)
pada tahun 2016. Dari data tersebut diketahui bahwa jumlah PUK Perempuan
lebih tinggi dibandingkan PUK laki-laki. Pada data bukan angkatan kerja,
dalam hal ini perempuan usia kerja berstatus kawin masih sangat besar dan
cenderung semakin meningkat. Hal ini dipertegas dengan data pada tabel 1.2
bahwa jumlah perempuan usia kerja berstatus kawin sangat besar jika
atau lebih dari 50% dari jumlah keseluruhan status perkawinan lainnya yang
berarti menunjukkan masih rendahnya peran dan partisipasi perempuan pada pasar
Tabel 1.2
Perempuan Usia Kerja Berdasarkan Status Perkawinan di Indonesia
Tahun 2017
Status Perkawinan
Belum Kawin Kawin Cerai Hidup Cerai Mati
19.185.408 63.590.096 2.829.045 10.592.204
Sumber: BPS, Sakernas (diolah), 2017
anak-anaknya. Hal ini terlihat pada keluarga dengan ekonomi rendah, perempuan
juga tidak sedikit yang terjun ke dalam dunia kerja (Nilakusmawati dan
Susilawati, 2012).
Indonesia. Hal ini dipertegas dengan pefngesahan Konvensi ILO No. 111 melalui
UU No. 21 tahun 1999 tentang Diskriminasi dalam Pekerjaan dan Jabatan menjadi
hal yang wajar seorang perempuan ikut berpartisipasi dalam bekerja, guna
perempuan memiliki beberapa potensi yang sama dengan pekerja laki-laki, baik
pekerjaan terhadap pekerja perempuan, secara tidak langsung hal ini sebagai
(sebagai angkatan kerja dapat diukur dari Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja
banyaknya angkatan kerja terhadap banyaknya PUK. Pada tabel 1.1, TPAK
Pada masa lajang atau belum pernah menikah, perempuan yang sudah
akan tetap bekerja seperti untuk memenuhi kebutuhan dalam hal memaksimalkan
2014). Tetapi, Rahamah dan Bakar (2009) juga menyatakan bahwa ada juga
penelitian yang dilakukan oleh Lee dkk partisipasi ekonomi tenaga kerja
perempuan di Korea sebelum menikah akan lebih besar jika dibandingkan dengan
partisipasi ekonomi tenaga kerja laki-laki; tetapi partisipasi ekonomi tenaga kerja
perempuan setelah menikah lebih kecil daripada partisipasi ekonomi tenaga kerja
rumah, sehingga TPAK semakin besar pula. Pada faktor umur, penduduk berumur
mencari nafkah bagi keluarganya. Sedangkan penduduk pada kelompok umur 25-
55 tahun, bagi penduduk laki-laki cenderung dituntut untuk ikut mencari nafkah
5
bagi keluarganya, sehingga TPAK relatif besar. Pada faktor upah, dengan semakin
tingginya tingkat upah dalam suatu masyarakat, akan semakin tinggi pula
menjadi salah satu faktor yang mendorong seseorang untuk bekerja, dengan
makin banyaknya jumlah anggota dalam suatu rumah tangga yang tidak bekerja
untuk bekerja lebih keras. Simanjuntak (1985) menyatakan bahwa keluarga adalah
salah satu unit dari pengambilan keputusan yang menentukan siapa yang harus
bekerja, siapa yang mengurus rumah tangga dan siapa yang meneruskan sekolah.
Jika makin banyak jumlah anggota keluarga (tanggungan keluarga) sedangkan ada
keluarga yang harus bekerja. Susanti dan Woyanti (2014) juga menyatakan bahwa
dikarenakan jika jumlah tanggungan keluarga semakin besar, maka biaya hidup
yang dikeluarkan semakin tinggi. Tetapi menurut Eliana dan Ratina (2007)
bekerja.
perempuan berstatus kawin dipengaruhi oleh upah per hari yang diterima, jumlah
6
anak, dan jarak dari rumah tempat tinggal terhadap tempat kerjanya. Sayyida
(2011) juga menyatakan hampir semua perempuan yang bertempat tinggal dikota
bekerja disektor non pertanian dengan jam kerja normal sedangkan yang
bertempat tinggal di desa lebih setengah dari mereka bekerja disektor pertanian
dengan jam kerja tidak normal. Sedangkan menurut Wirawan (2014) pada
penelitiannya terhadap tenaga kerja usia muda, probabilitas bekerja tenaga kerja di
perkotaan lebih kecil jika dibandingkan dengan probabilitas bekerja tenaga kerja
di perdesaan.
dan sebagian besar berada pada usia produktif, tetapi kenyataannya hanya sedikit
yang terlibat dan berpartisipasi dalam kegiatan ekonomi pasar kerja (bekerja).
Demografi yang diperkirakan terjadi pada tahun 2020-2030 dan berimplikasi pada
munculnya jendela peluang (window of opportunity). Hal ini dapat diketahui dari
rasio ketergantungan pada gambar 1.1, dimana beban ekonomi yang ditanggung
7
oleh penduduk produktif terhadap penduduk tidak produktif menurun dari tahun
2020-2030 yaitu sebesar 47,8 % pada tahun 2020 kemudian turun secara teratur
Gambar 1.1
Rasio Ketergantungan Proyeksi Penduduk Indonesia
Tahun 2012-2035
49,6
50
49,3
Rasio ketergantungan
48,9
49,5
48,6
49
48,4
48,1
48,5
47,9
47,8
47,7
47,6
47,5
48
47,4
47,3
47,3
%
47,2
47,2
47,1
46,9
47,5
46,9
46,9
46,9
47
47
47
47
46,5
46
45,5
Tahun
Bonus demografi adalah bonus yang dinikmati suatu negara sebagai akibat
dari besarnya proporsi penduduk produktif (rentang usia 15-64 tahun), sedangkan
proporsi usia tidak produktif (usia 15 tahun ke bawah dan usia 65 tahun ke atas)
terjadi dikarenakan proses transisi demografi sebagai dampak dari angka kelahiran
dan angka kematian bayi yang makin menurun serta usia harapan hidup yang
makin meningkat dalam kurun waktu 30 tahun terakhir. Jendela peluang hanya
terjadi sekali dalam sejarah demografi dimana proporsi penduduk usia produktif
peluang ini. Menurut Adioetomo (2013), diperlukan empat syarat agar jendela
ekonomi, yaitu: (1) ledakan penduduk usia produktif harus diiringi dengan adanya
pekerjaan yang produktif dan penduduk yang dapat menabung, yang pada saatnya
tabungan ini dapat (2) diinvestasikan untuk menciptakan lapangan kerja yang
perempuan dalam pasar kerja dapat menambah tabungan rumah tangga, dan (4)
jendela peluang dapat dimanfaatkan pada saatnya nanti. Dari poin (3) jelas terlihat
diatas, pertanyaan penelitian yang akan diteliti dan dicari jawabannya adalah:
Indonesia
Indonesia
Indonesia
usia kerja berstatus kawin terlibat aktif dalam kegiatan ekonomi (bekerja)
di Indonesia.
perempuan.
adalah:
Indonesia
10
Indonesia
Indonesia
berkembang.
sedang mencari pekerjaan dan mengerjakan kegiatan lainnya, seperti sekolah dan
mengurus rumah tangga yang secara fisik dianggap mampu untuk suatu saat ikut
adalah setiap orang laki-laki atau wanita yang sedang dalam dan atau akan
kerja adalah seluruh penduduk baik laki-laki atau perempuan yang mampu untuk
maka perlu dilakukan upaya untuk memberi pekerjaan yang lebih bernilai, upaya
perekonomian pasar, dimana barang dan jasa yang dihasilkan dapat menjamin
12
13
pembagian kerja secara seksual, yaitu teori nature dan teori nurture. Teori nature
adalah teori yang mendasari perbedaan psikologi antara laki-laki dan perempuan
yang disebabkan oleh faktor biologis yang ada pada diri laki-laki dan perempuan
itu sendiri sedangkan teori nurture adalah teori yang mendasari perbedaan laki-
laki dan perempuan yang tercipta melalui proses yang terjadi di lingkungan. Hal
ini dapat diartikan bahwa pembagian kerja secara seksual disebabkan oleh faktor
biologis yang ada pada diri laki-laki dan perempuan dan faktor sosial budaya.
secara seksual dapat bertahan hingga saat ini didasarkan pada kebutuhan sosial
ekonomi yang ada pada masyarakat dan didasarkan pada sistem psikokultural
yang bersumber dari ideolologi sistem patriarkal yang menjadikan lelaki lebih
antara peran laki-laki dan perempuan dalam dunia kerja. Hal ini diakibatkan dari
sistem dan struktur sosial yang diciptakan oleh masyarakat itu sendiri, sehingga
laki-laki dan perempuan menjadi korban dari sistem tersebut. Menurut Hastuti
c. Perempuan yang terlibat di sektor non pertanian tidak masuk dalam kategori
homogen.
menyatakan bahwa keluarga menjadi satu institusi utama yang ada dalam
masyarakat beradab dalam semua tahapan yang terjadi pada evolusi masyarakat
dimana suami dan istri mempunyai kedudukan yang sama dalam martabat, hak
(1884) membuat buku yang memberi tekanan dari data yang sudah para
komunitas manusia tidak terbagi dalam gender dan kelas sosial. Engels
atas perempuan hadir secara bersamaan yang bertujuan untuk melayani sistem
seperti laki-laki. Hal ini diperjelas dengan pembagian peran sosial di fase
15
sebelumnya memiliki hak yang sama dengan laki-laki sengaja digulingkan oleh
pembagian kerja dibedakan menjadi dua konsep, yaitu maskulin (untuk laki-laki)
dan feminin (untuk perempuan). Pada dua konsep ini terdapat berbagai macam hal
yang mendasari perbedaan dalam pembagian kerja terutama dari sisi sosial dan
budaya karena pada saat ini banyaknya perubahan pandangan dari feminin ke
maskulin atau sebaliknya. Hal ini ditandai dari perubahan peran laki-laki dan
perempuan dalam pasar kerja. Pekerjaan yang berkonsep maskulin, seperti kuli
bangunan, sopir bus, pilot, politikus dan sejenisnya telah banyak dikerjakan oleh
koki, pelayan dan sejenisnya telah banyak dikerjakan oleh laki-laki. Bahkan
tersebut dipengaruhi oleh kondisi sosial yang ada pada masyarakat setempat
(Effendi, 1995).
16
1945, dan GBHN. Pada dasarnya Pancasila sebagai falsafah hidup bangsa
Indonesia, tidak membedakan antara laki-laki dan perempuan. Hal ini tertuang
dalam Undang-Undang No. 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia tentang
Hak Asasi Manusia dimana setiap manusia memiliki seperangkat hak yang ada
pada dirinya sebagai makhluk Tuhan YME dan merupakan anugerah yang wajib
dihormati, dijunjung tinggi dan dilindungi oleh negara, hukum, pemerintah, dan
setiap orang tanpa membedakan suku, agama, ras, golongan, status sosial, status
ekonomi, jenis kelamin, bahasa, dan keyakinan politik . Tetapi sampai saat ini
masih saja ada pandangan mengenai kodrat perempuan sebagai pengurus rumah
perempuan pada abad XXI membentuk perempuan menjadi beberapa peran, yaitu:
a. Peran tradisi yaitu peran yang melekat pada perempuan sebagai fungsi
b. Peran transisi yaitu peran yang lebih mengutamakan peran tradisi daripada
dimana peran domestik (di dalam rumah) dan peran publik (di luar rumah)
sama pentingnya. Pada peran ini dibutuhkan dukungan moral dari suami agar
d. Peran egalitarian yaitu peran yang cenderung akan menghabiskan waktu dan
perhatian perempuan untuk melakukan aktivitas di luar rumah. Pada peran ini
dukungan moral dan pengertian yang besar dari laki-laki sangat dibutuhkan
e. Peran kontemporer yaitu peran yang dipilih perempuan untuk hidup mandiri
dalam kesendirian. Hal ini diakibatkan dari adanya benturan demi benturan
dari dominasi laki-laki yang belum terlalu peduli pada kepentingan perempuan.
rendah dan dipandang sebelah mata. Hal ini dapat dilihat dari perbedaan dalam
segi pekerjaan, upah, dan akses dalam sumber daya. Dari segi upah dapat dilihat
perbedaannya pada tabel 2.1 dimana pada tahun 2013-2016 rata-rata upah yang
diterima laki-laki selalu lebih besar daripada perempuan dan pada tahun 2016
selisih antara rata-rata upah antara laki-laki dan perempuan mencapai nilai yang
paling tinggi diantara tahun-tahun sebelumnya yaitu sebesar Rp 458.412,-. Hal ini
Sedangkan pada Konvensi ILO Nomor 100 Mengenai Upah yang setara bagi
Pekerja laki-laki dan perempuan untuk pekerjaan yang nilainya sama memberikan
18
Tabel 2.1
Rata-Rata Upah/Gaji/Pendapatan Bersih Selama Sebulan Pekerja
di Indonesia Tahun 2013-2016 (rupiah)
Jenis Kelamin
Tahun
Perempuan Laki-laki
2013 1.427.856 1.797.956
2014 1.490.202 1.868.203
2015 1.675.269 1.944.251
2016 1.977.207 2.435.619
Sumber : BPS, Sakernas (diolah), 2013-2016
karena dalam hal ini perempuan sebagai pencetak generasi penerus bangsa yang
berkualitas dan berperan serta dalam pembangunan sebagai tenaga kerja yang
berpartisipasi aktif dalam kegiatan ekonomi. Namun, ada batasan bagi perempuan
untuk bekerja karena peran perempuan dalam mengurus rumah tangga adalah
merupakan hal baru. Ada beberapa hal yang mendorong perempuan untuk bekerja
untuk dapat berdiri sendiri dari segi ekonomi, yaitu dengan membiayai kebutuhan
keluarga, dan (3) kesempatan kerja yang makin luas akan menyerap tenaga kerja
yang bekerja di luar rumah tangga, hal ini ditandai dengan naiknya TPAK
perempuan, hal ini ditandai dengan masuknya perempuan dalam bidang pekerjaan
yang sebelumnya didominasi oleh laki-laki. Dengan adanya dua proses tersebut
perempuan, dimana perempuan memiliki kesempatan kerja yang lebih luas, tetapi
juga mempunyai arti penting bagi analisis tentang makna perkembangan yang
2009).
dari sumber daya yang terbatas. Setiap orang mempunyai pilihan untuk
menentukan berapa lama dia bekerja yang disesuaikan pada apa yang menjadi
pilhan dan prioritasnya. Apabila waktu untuk bekerja dan waktu untuk tidak
seseorang tersebut bersikap tidak mau tahu terhadap kedua kombinasi waktu
tersebut. Kurva yang dibentuk berdasarkan prioritas dari konsumen disebut kurva
mengkonsumsi kedua jenis barang tersebut, dalam hal ini waktu untuk bekerja dan
waktunya untuk bekerja atau tidak bekerja (bersantai), dimana waktu untuk
bekerja dan waktu untuk bersantai dianggap sebagai dua jenis barang.
Gambar 2.2
Kurva Indiferen
Konsumsi ($)
Waktu bersantai
Jam kerja
waktu untuk bekerja dan bersantai. 𝑈0 , 𝑈 ∗ , dan 𝑈1 adalah kurva indiferen yang
menggambarkan konsumsi untuk dua jenis barang, dalam hal ini waktu untuk
tersedia bagi tenaga kerja untuk memperoleh upah $100 per minggu, dalam
menghadapi tingkat upah pasar sebesar $10 perjam maka waktu yang tersedia
dalam seminggu adalah 110 jam yang dialokasikan untuk bekerja dan bersantai
(dengan asumsi tidur kira-kira 8 jam per hari). Titik P menunjukkan batas
anggaran dalam mencapai kurva indiferen tertinggi yaitu 𝑈 ∗ , dimana waktu untuk
21
bekerja dan waktu untuk bersantai berada pada batas maksimal seseorang dengan
waktu untuk bekerja adalah 40 jam per minggu dan waktu untuk bersantai adalah
70 jam per minggu dengan upah sebesar $500 per minggu yang nantinya dapat
digunakan untuk mengkonsumsi barang. Dengan melihat titik Y dalam hal ini
kurva indiferen adalah 𝑈1 tenaga kerja akan memilih ini tetapi dalam hal ini tidak
dapat dilakukan karena upah terlalu tinggi untuk waktu kerja selama 40 jam per
minggu, sedangan dengan melihat titik A dalam hal ini kurva indiferen adalah 𝑈0
tenaga kerja tidak akan memilihnya hal ini tidak akan dilakukan karena tingkat
1. Bentuk dari kurva indiferen miring ke bawah. Hal ini dapat diasumsikan bahwa
individu lebih memilih keduanya yaitu konsumsi barang dan waktu untuk
bersantai.
2. Kurva indiferen yang lebih tinggi dapat menunjukkan tingkat kepuasan yang
lebih tinggi. Karena pada kurva indiferen yang lebih tinggi memungkinkan
3. Kurva indiferen tidak berpotongan. Hal ini sesuai dengan asumsi bahwa
4. Kurva indiferen cembung ke titik asal jika ingin mengamati sesorang dalam
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui tingkat partisipasi tenaga
pengumpulan data menggunakan survei yang telah dilakukan oleh BPS yaitu
Susenas tahun 2009. Metode yang digunakan untuk menganalisis data adalah
bekerja.
23
2. Rizky Amalia Yulianti dan Vita Ratnasari dengan judul Pemetaan dan
Provinsi Jawa Timur dengan Pendekatan Model Probit pada tahun 2013
angkatan kerja perempuan, pemetaan wilayah Jawa Timur dari segi sektoral
Indeks Pembangunan Manusia (IPM), daerah tempat tinggal asal kota, PDRB
telah dilakukan oleh BPS yaitu Susenas dan Sakernas tahun 2011. Metode
analisis kelompok dan analisis regresi probit. Hasil dari penelitian ini adalah
3. Muinah Kusnul Kotimah dan Sri Pingit Wulandari dengan judul Model
ekonomi perempuan untuk bekerja atau tidak bekerja sebagai variabel terikat.
BPS yaitu data Susenas Jawa Timur tahun 2009. Metode yang digunakan
stratifikasi. Hasil dari penelitian ini adalah pada daerah perkotaan ada 3
signifikan yaitu status pernikahan dan pendidikan. Hal ini berarti ada variabel
dan menengah, serta upah minimum provinsi sebagai variabel bebas. Metode
menggunakan panel data fixed effect. Hasil dari penelitian ini adalah (1)
yang lebih tinggi serta memberikan kemudahan akses bagi wanita untuk
rumah tangga, budaya masyarakat orang Melayu lokal, kondisi kerja, fasilitas
26
di tempat kerja yang tidak ―ramah perempuan‖, dan prioritas individu dalam
hal selera, preferensi, dan bakat sebagai variabel bebas. Metode pengumpulan
yang jelas dan akurat dan menggunakan data sekunder yang berasal dari
Sensus Penduduk dan Perumahan oleh Depatemen Statistik pada tahun 1970,
1980, 1991, dan 2003. Jumlah sampel yang digunakan dalam teknik snowball
sampling adalah 120 orang, dimana jumlah tersebut adalah 10% dari populasi
penelitian ini adalah pendidikan formal dan latihan penting bagi seorang
fokus perempuan pada jenis pekerjaan tertentu. Ada 3 cara untuk memperluas
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui berbagai faktor yang
tangga pada sosial ekonomi, demografi, dan modal manusia. Variabel yang
jumlah anak, penghasilan suami, usia anak, sebagai variabel bebas. Metode
pada kelompok usia 15-64 tahun. Metode analisis yang digunakan adalah
dalam kegiatan ekonomi, lokasi (perkotaan), usia anak (kelompok usia 0-6
28
7. Dr. Rummana Zaheer dan Miss Sahar Qaiser dengan judul Factors That
di Pakistan.
29
2007
tanggal survei sebagai variabel bebas. Metode analisis yang digunakan adalah
pada sektor formal sedangkan variabel status perkawinan dan tanggal survei
(2006) dan Survei Ekonomi Pakistan. Metode analisis yang digunakan adalah
Teknik Ordinary Least Square (OLS). Hasil dari penelitian ini adalah tidak
10. An Liu dan Inge Noback dengan judul Determinants of regional female
kotamadya, dan data tentang variabel penjelas tersedia untuk 278 kotamadya
36
37
Banyak faktor yang menjadi penentu dari keputusan perempuan usia kerja
berstatus kawin untuk bekerja di Indonesia tetapi dalam penelitian dibatasi oleh
faktor-faktor yang berasal dari dalam data Sakernas 2017 yaitu variabel
kedudukan dalam rumah tangga, pelatihan dan sertifikat dengan sumber referensi
yang berasal dari tinjauan pustaka dan penelitian-penelitian terdahulu agar hasil
penelitian ini dapat memberikan gambaran yang cukup akurat bahwa terdapat
memiliki kecenderungan untuk bekerja di sektor non pertanian dan jam kerja
normal. Penelitian yang dilakukan oleh Kotimah dan Wulandari (2014), Andriani
(2016), Rahamah dan Bakar (2009), Faridi, dkk (2009), dan Munoz (2007) juga
38
untuk bekerja.
Tempat tinggal juga menjadi salah satu faktor penentu perempuan untuk
bekerja. Pada tempat tinggal dibedakan menjadi 2, yaitu perkotaan dan perdesaan.
Penelitian yang dilakukan oleh Sayyida (2011), Yulianti dan Ratnasari (2013),
Faridi, dkk (2009) dan Wirawan (2014) juga memberikan hasil bahwa tempat
bertempat tinggal di perkotaan bekerja disektor non pertanian dengan jam kerja
bekerja disektor pertanian dengan jam kerja tidak normal (bekerja kurang dari 35
jam per minggu). Pada penelitian Yulianti dan Ratnasari (2013) dan Faridi, dkk
menjelaskan bahwa probabilitas tenaga kerja yang bekerja di perkotaan lebih kecil
jika dibandingkan dengan tenaga kerja di perdesaan. Penelitian ini lebih condong
pada penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Wirawan (2014) karena memiliki
Umur juga menjadi salah satu faktor penentu perempuan untuk bekerja,
umur yang semakin bertambah dikarenakan kondisi fisik perempuan lebih cepat
39
Penelitian yang dilakukan oleh Sayyida (2011), Faridi, dkk (2009), dan
Munoz (2007) juga memberikan hasil bahwa umur mempunyai pengaruh yang
perempuan ikut berpartisipasi dalam bekerja yaitu di umur 25-54 tahun sedangkan
pada umur 15-24 tahun dan umur 55-64 tahun kurangnya partisipasi perempuan
Anggota rumah tangga juga menjadi salah satu faktor penentu perempuan
untuk bekerja, dimana semakin banyak jumlah anggota rumah tangga sebagai
tanggungan keluarga maka akan mendorong perempuan untuk ikut bekerja demi
usia sekolah atau tidak mampu untuk bekerja. Hal ini sejalan dengan penelitian
yang telah dilakukan oleh Handayani dan Artini (2009), Susanti dan Woyanti
untuk bekerja. Kerap kali adanya balita dalam suatu rumah tangga membuat
tangganya demi menjaga balitanya. Hal ini sesuai dengan penelitian yang
dilakukan oleh Faridi, dkk (2009) dimana dalam penelitiannya menyebutkan umur
40
kegiatan ekonomi (bekerja) dan ketika umur anak 7-11 tahun probabilitas
Kedudukan dalam rumah tangga juga menjadi salah satu faktor penentu
perempuan yang bertindak sebagai kepala rumah tangga. Pada penelitian Sayyida
(2011) , Kotimah dan Wulandari (2014) menyatakan bahwa status sebagai kepala
ekonomi (bekerja).
Pelatihan dan sertifikat juga menjadi salah satu faktor penentu perempuan
untuk bekerja. Pelatihan adalah salah usaha bentuk pendidikan non formal untuk
meningkatkan kualitas SDM dalam dunia kerja. Untuk lebih mengetahui kualitas
dari SDM tersebut maka setelah menjalani pelatihan kerap kali diikuti dengan
proses sertifikasi yang nantinya dapat digunakan sebagai nilai tambah dalam
dapat mengetahui kualitas dirinya. Oleh karena itu, keikutsertaan dalam pelatihan
dan perolehan sertifikat menjadi satu pertimbangan dari perempuan untuk bekerja.
keputusan untuk bekerja dipengaruhi oleh pendidikan baik itu formal ataupun
informal yang diikuti oleh seseorang. Fadah dan Yuswanto (2004), Sayyida
(2011), Kotimah dan Wulandari (2014), Andriani (2016), Rahamah dan Bakar
(2009), dan Faridi, dkk (2009) juga sependapat melalui penelitian yang mereka
bahwa pendidikan formal dan pelatihan penting bagi seorang perempuan dalam
Gambar 2.2
Kerangka Pemikiran Teoritis
Pendidikan H1
(didik)
Tempat Tinggal H2
(lok)
Umur H3
(umur)
Keputusan Perempuan Usia
Anggota rumah tangga H4 Kerja Berstatus Kawin Terlibat
(art) Aktif dalam Kegiatan Ekonomi
(Pi)
Keberadaan Balita H5
(balita)
2.3 Hipotesis
didasarkan pada teori atau jurnal yang dimuat pada penelitian-penelitian yang
perempuan usia kerja terlibat aktif dalam kegiatan ekonomi (bekerja) (H1),
perempuan usia kerja terlibat aktif dalam kegiatan ekonomi (bekerja) (H3).
(bekerja) (H4).
(bekerja) (H5).
(bekerja) (H7).
BAB III
METODE PENELITIAN
karakteristik atau ciri khas yang dimiliki oleh individu atau organisasi yang dapat
diukur atau dinilai berdasarkan satu skala. Menurut Prasetyo dan Jannah (2005),
pada penelitian kuantitatif variabel dapat dibedakan menjadi dua, yaitu variabel
dari pengaruh variabel bebas. Pada penelitian ini, keputusan perempuan usia kerja
rumah tangga, keberadaan balita, kedudukan dalam rumah tangga, pelatihan dan
43
44
Keputusan perempuan usia kerja berstatus kawin terlibat aktif atau tidak aktif
bekerja atau tetap mengurus rumah tangga. Variabel keputusan perempuan ini
termasuk dalam variabel dummy, dimana 1 untuk responden aktif dalam kegiatan
ekonomi (bekerja) dan 0 untuk responden tidak aktif dalam kegiatan ekonomi
1. Pendidikan (didik)
pendidikan formal untuk yang terakhir kali, dihitung berdasarkan lama masa
f. 15 Diploma III
g. 16 Diploma IV/S1
h. 18 S2
i. 21 S3
45
3. Umur (umur)
Segi umur sangat fleksibel bahwa pekerjaan ini tak mengenal usia. Mulai
dari anak-anak sampai orang tua renta dan pada penelitian ini batasan umur
minimal responden yang disurvei adalah 15 tahun. Dihitung dari ulang tahun
Yaitu banyaknya anggota rumah tangga yang terdiri dari keluarga inti
ataupun orang lain yang berada atau hidup dalam satu rumah dan ditanggung oleh
responden. Pada penelitian ini anggota rumah tangga yang dimaksud adalah
banyaknya anggota rumah tangga yang berumur 5 tahun ke atas. Diukur dalam
satuan orang.
Yaitu status atau kedudukan perempuan Usia Kerja dengan status kawin
dalam rumah tangganya. Pada penelitian dibedakan menjadi dua variabel dummy,
46
Pada penelitian ini yang dimaksud pelatihan dan sertifikat tersebut adalah
sertifikat, dengan skala pengukuran dimana 1 yang berarti Ya dan 0 yang berarti
Tidak. Pertanyaan ini ada pada kuesioner dengan kode pertanyaan b5_r1d.
Jenis data yang digunakan pada penelitian ini adalah data kuantitatif yaitu
data yang berbentuk angka yang bersifat objektif dan bisa dimengerti oleh semua
orang sedangkan sumber datanya berasal dari data sekuder. Data sekunder
merupakan sumber data penelitian yang diperoleh peneliti secara tidak langsung
melalui media perantara atau diperoleh dan dicatat oleh pihak lain (Indriantoro
dan Supomo, 2002). Data sekunder yang digunakan berasal dari data mentah hasil
Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas) tahun 2017 dan data yang diperoleh
3.3 Sampel
Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh
ini berasal dari data individu hasil Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas)
pada tahun 2017. Dari data tersebut diperoleh sampel data perempuan umur 15
tahun ke atas. Hal ini berkaitan dengan definisi penduduk usia kerja. Jumlah
47
sampel perempuan usia kerja berstatus kawin yang bekerja dan mengurus rumah
provinsi di Indonesia.
digunakan oleh peneliti baik berupa angket, wawancara, pengamatan, ujian (tes),
dokumentasi dan lainnya untuk mengumpulkan data dalam suatu penelitian yang
penelitian ini adalah metode pengumpulan data dengan dokumentasi dimana data
diperoleh dari row data Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas) pada bulan
Agustus tahun 2017 yang berasal dari BPS dan penelitian kepustakaan (library
research).
dibaca dan ditafsirkan. Metode yang dipilih dalam analisis data harus sesuai
perempuan yang bekerja dan mengurus rumah tangga berstatus kawin serta g
48
untuk bekerja menurut status pekerjaan utamanya yang ada di Indonesia pada
tahun 2017.
berganda, hanya variabel terikatnya merupakan variabel kategori. Dengan kata lain,
regresi logistik biner adalah suatu metode analisis data yang digunakan untuk
mencari hubungan antara variabel terikat (y) yang bersifat biner/dikotomi (yang
dinotasikan dengan 0 dan 1) dengan variabel bebas (x) (Hosmer dan Lemeshow,
1
Pi ( xi )
1 e
1 e zi
Pi
1 e zi 1 e zi
Dimana Z i = X i
(mengurus rumah tangga) (1- Pi), sehingga didapat persamaan seperti dibawah ini:
e zi 1
1 P1 1
1 e zi
1 e zi
49
Setelah didapatkan persamaan di atas, maka selanjutnya dapat juga dibuat rasio
peluang (Odd Ratio) dari rasio probabilitas keputusan perempuan usia kerja terlibat
dalam kegiatan ekonomi (bekerja) terhadap probabilitas tidak bekerja, yang ditulis
seperti dibawah.
e zi
1 e e zi
Pi zi
1 Pi 1
1 e zi
Untuk mendapatkan nilai z yang sudah linear maka diperlukan treatment tambahan
setelah melakukan odd ratio, yakni dengan mengalikan persamaan diatas dengan
P
ln i Z i X i
1 Pi
Logaritma Natural atau ln dari odds ratio tidak hanya bersifat linear pada X tetapi
juga bersifat linear terhadap parameter. Persamaan tersebut yang kemudian dikenal
usia kerja berstatus kawin terlibat aktif dalam kegiatan ekonomi (bekerja) di
P
ln i =∝ +𝛽1 𝑑𝑖𝑑𝑖𝑘 + 𝛽2 𝑙𝑜𝑘 + 𝛽3 𝑢𝑚𝑢𝑟 + 𝛽4 𝑢𝑚𝑢𝑟 2 + 𝛽5 𝑎𝑟𝑡 +
1 Pi
dimana :
Pi = probabilitas bekerja
50
didik = pendidikan
tangga)
bertambah kualitas diri baik itu kualitas dalam menyikapi sesuatu hal maupun
bagian dari sumber hukum di Indonesia yaitu Undang-Undang Dasar 1945 pasal
31 ayat 1-5, dimana pendidikan merupakan salah satu hak dari setiap warga
dan Belanja Negara (APBN) dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah
(APBD) sebesar 20% dari APBN dan APBD untuk membiayai pendidikan dasar
yang saat ini adalah 9 tahun demi mencetak SDM yang berkualitas demi
kemajuan bangsa.
Indonesia pada tahun 2017 didominasi oleh pendidikan tertinggi yang ditamatkan
kurang dari sama dengan SD yaitu sebesar 83.250 orang atau 47,30 % dari total
perempuan berstatus kawin yang bekerja dan mengurus rumah tangga. Hal ini
pendidikan masih rendah. Tetapi disisi lain pada jumlah perempuan yang bekerja
51
52
jumlah tertinggi berada pada pendidikan tertinggi yang ditamatkan kurang dari
yaitu 35.905 orang (20,40%). Pada perempuan bekerja dengan pendidikan kurang
di sektor informal, yang artinya pekerjaan yang dilakukan tidak menuntut suatu
langsung dengan pendidikan yang tinggi dapat mencetak generasi penerus bangsa
yang berkualitas.
maka semakin rendah persentase yang bekerja yaitu kurang dari sama dengan SD
persentase mengurus rumah tangga yaitu kurang dari sama dengan SD 20,40%,
SMP 9,66%, SMA 8,47%, SMK 3,06%, Diploma I/II/III/Akademi 0,89%, dan
yang terlibat dalam kegiatan ekonomi dengan pendidikan yang semakin tinggi.
Tabel 4.1
Keputusan Perempuan Berstatus Kawin Menurut Pendidikan di Indonesia
Tahun 2017
dapat diketahui bahwa jumlah yang bekerja sebesar 37.274 orang (21,16 %)
dan yang mengurus rumah tangga sebesar 42.752 orang (24,29 %) tinggal di
total perempuan yang mengurus rumah tangga jumlahnya relatif lebih besar jika
perempuan untuk terlibat dalam kegiatan ekonomi dalam hal ini bekerja atau
mengurus rumah tangga belum tentu didasarkan pada daerah tempat tinggal
Tabel 4.2
Keputusan Perempuan Berstatus Kawin Menurut Daerah di Indonesia
Tahun 2017
perempuan untuk terlibat dalam kegiatan ekonomi dalam hal ini bekerja atau tidak
bekerja, tetapi ada salah satu hal unik dari umur dimana pada umur tertentu
seseorang akan memasuki usia produktif dan tidak produktif yang jika
terbalik). Seperti yang ditunjukkan pada tabel 4.3 bahwa ada saat dimana pada
Pada PUK perempuan berstatus kawin umur 30-44 tahun adalah masa
puncak untuk perempuan berstatus kawin dalam bekerja dimana 14.121 orang
(8,02%) pada umur 30-34 tahun, 16.272 orang (9,25%) pada umur 35-39 tahun,
dan 15.918 orang (9,04%) pada umur 40-44 tahun, di lain pihak pada umur 25-39
tahun adalah masa puncak untuk perempuan berstatus kawin dalam mengurus
rumah tangga dimana 10.201 orang (5,80%) pada umur 25-29 tahun, 11.652 orang
(6,62%) pada umur 30-34 tahun , dan 10.939 orang (6,22%) pada umur 35-39
55
sendirinya.
Tabel 4.3
Keputusan Perempuan Berstatus Kawin Menurut Umur di Indonesia
Tahun 2017
Pada tabel 4.4 dapat diketahui bahwa jumlah anggota rumah tangga di
Indonesia berkisar antara 1-20 orang anggota rumah tangga yang berumur 5 tahun
Indonesia masih banyak penduduk yang hidup dalam satu rumah tangga meskipun
Tabel 4.4 menjelaskan jika jumlah anggota rumah tangga semakin banyak
maka jumlah yang bekerja semakin menurun dimana jumlah anggota rumah
tangga 1-4 orang sebesar 69.492 orang (39,48%), anggota rumah tangga 5-8 orang
56
sebesar 28.391 orang (16,13%), anggota rumah tangga 9-12 orang sebesar 985
orang (0,56%), anggota rumah tangga 13-16 orang sebesar 62 orang (0,04%) dan
persentase anggota rumah tangga 17-20 orang hanya sebesar 1 orang (0,00%). Hal
ini disebabkan sebagian dari anggota rumah tangga ikut aktif dalam bekerja
sehingga secara otomatis akan meringankan beban dalam suatu rumah tangga
karena pada penelitian ini anggota rumah tangga adalah anggota keluarga yang
berturut-turut yaitu 53.890 orang (30,62%) pada anggota rumah tangga 1-4 orang,
22.166 orang (12,59%) pada anggota rumah tangga 5-8 orang, 948 orang (0,54%)
pada anggota rumah tangga 9-12 orang, 67 orang (0,04%) pada pada anggota
rumah tangga 13-16 orang, dan 4 orang (0,00%) pada anggota rumah tangga 17-
20 orang.
Tabel 4.4
Keputusan Perempuan Berstatus Kawin Menurut Anggota Rumah Tangga
di Indonesia Tahun 2017
pengambilan keputusan perempuan berstatus kawin terlibat untuk bekerja. Hal ini
berkaitan dengan siapa yang akan merawat balita mereka dan bagaimana
perkembangan balita mereka jika ditinggal bekerja. Pada tabel 4.6 dapat diketahui
bahwa jumlah perempuan yang bekerja lebih besar 2x lipat tanpa keberadaan
balita yaitu 68.212 orang (38,76%) untuk yang bekerja jika dibandingkan dengan
memiliki balita masih sangat besar yaitu 44.656 orang (25,37%). Hal ini
Tabel 4.5
Keputusan Perempuan Berstatus Kawin Menurut Keberadaan Balita
di Indonesia Tahun 2017
Keputusan Keberadaan Balita
Perempuan Total
Berstatus Kawin Ada Balita Tidak Ada Balita
Bekerja 30.719 68.212 98.931
% 17,45 38,76 56,21
Mengurus
32.418 44.656 77.074
rumah tangga
% 18,42 25,37 43,79
Total 63.137 112.868 176.005
% 35,87 64,13 100
Sumber : BPS, Sakernas (diolah)
tabel 4.6 mencapai 3.386 orang (1,92%). Hal ini mengindikasikan bahwa ada
kebutuhan sehari-hari, baik itu mengatur berbagai jenis pengeluaran rumah tangga
58
rumah tangga sebesar 96.536 orang (54,85%) yang bekerja sedangkan yang
berstatus sebagai kepala rumah tangga sebesar 2.395 orang (1,36%) yang bekerja.
rumah tangga sebesar 76.083 orang (43,23%) yang mengurus rumah tangga
sedangkan yang berstatus sebagai kepala rumah tangga sebesar 991 orang (0,56%)
Tabel 4.6
Keputusan Perempuan Berstatus Kawin Menurut Kedudukan
Dalam Rumah Tangga di Indonesia Tahun 2017
keterampilan, keahlian dan kompetensi bagi tenaga kerja untuk bersaing masuk
dalam pasar kerja ataupun untuk menambah kompetensi tenaga kerja agar menjadi
59
pelatihan yang bersertifikasi secara gratis. Hal ini tidak lain untuk memberi
bahwa status tidak membatasi ruang geraknya untuk ikut aktif dalam kegiatan
ekonomi.
Tetapi saat ini antusias perempuan berstatus kawin masih sangat kurang,
ini terlihat dari tabel 4.7 secara keseluruhan. Perempuan yang mengikuti pelatihan
dan bersertifikat hanya sebesar 14.875 orang (8,45%) yang bekerja sedangkan
yang tidak mengikuti pelatihan dan tidak bersertifikat sebesar 84.056 orang
orang (3,03%) yang mengurus rumah tangga sedangkan yang tidak mengikuti
pelatihan dan tidak bersertifikat sebesar 71.745 orang (40,76%) yang mengurus
rumah tangga.
Tabel 4.7
Keputusan Perempuan Berstatus Kawin Menurut Pelatihan dan
Sertifikat di Indonesia Tahun 2017
berstatus kawin yang memutuskan untuk bekerja maka pada penelitian ini akan
utama.
Tabel 4.8
Perempuan Yang Bekerja Menurut Pendidikan dan Status Pekerjaan Utama
di Indonesia Tahun 2017
Pada tabel 4.8 yang menduduki urutan pertama dari perempuan yang
sebesar 21.176 orang dimana perempuan yang ada pada posisi ini dimanfaatkan
sebesar 10.146 orang dimana perempuan pada posisi ini mempunyai kualitas
SDM yang memadai, mereka dengan pendidikan yang tinggi tidak menyia-
pekerja bebas di pertanian dan 6 orang untuk pekerja bebas di non pertanian
bebas di pertanian dan 5 orang untuk pekerja bebas di non pertanian. Hal ini
memiliki kehidupan yang lebih mapan dan beranggapan menjadi pekerja bebas
tidak menjamin kehidupan yang lebih baik untuk dirinya sendiri ataupun
keluarganya.
Tabel 4.9
Perempuan Yang Bekerja Menurut Daerah dan Status Pekerjaan Utama di
Indonesia Tahun 2017
Pada tabel 4.9 yang menduduki urutan pertama dari perempuan yang
bekerja menurut daerah dan status pekerjaan utama adalah pekerja keluarga/tak
dibayar dengan tempat tinggal perdesaan yaitu sebesar 24.637 orang. Hal ini
yang ada di perdesaan karena perempuan tersebut mau untuk bekerja tanpa
orang. Hal ini mengindikasikan bahwa cukup banyak lowongan pekerjaan bagi
tinggal di perdesaan yaitu sebesar 436 orang. Hal ini mengindikasikan bahwa
memenuhi kebutuhan keluarga terlebih lagi dengan mempunyai buruh yang harus
dibayar.
63
Tabel 4.10
Perempuan Yang Bekerja Menurut Umur dan Status Pekerjaan Utama di
Indonesia Tahun 2017
Pada tabel 4.10 yang menduduki urutan pertama dari perempuan yang
berumur 35-39 tahun yaitu sebesar 5.226 orang. Hal ini mengindikasikan bahwa
pada umur 30-39 semangat kerja perempuan cukup tinggi untuk bekerja di luar
rumah. Tetapi pada umur 60-65+ tahun partisipasi kerja perempuan menurun dari
semua aspek status pekerjaan utama. Hal ini mengindikasikan bahwa dengan
dalam bekerja. Terlebih pada umur tersebut banyak perusahaan dan instansi-
64
Tabel 4.11
Perempuan Yang Bekerja Menurut Anggota Rumah Tangga
dan Status Pekerjaan Utama di Indonesia Tahun 2017
Pada tabel 4.11 yang menduduki urutan pertama dari perempuan yang bekerja
menurut anggota rumah tangga dan status pekerjaan utama adalah pekerja
keluarga/tak dibayar yang memiliki jumlah anggota rumah tangga 1-4 orang yaitu
sebesar 22.601 orang. Hal ini mengindikasikasikan bahwa dengan bekerja dalam
keluarga perempuan masih bisa bertanggung jawab penuh atas anggota rumah
tangga karena dalam usaha keluarga tidak memberi batasan waktu untuk para
65
anggota keluarganya atau dapat diartikan jam kerjanya bebas dan tidak mengikat.
memiliki jumlah anggota rumah tangga 1-4 orang yaitu sebesar 20.063 orang. Hal
perempuan masih bisa membagi waktu antara pekerjaan dan rumah tangganya
rumah.
Tabel 4.12
Perempuan Yang Bekerja Menurut Keberadaan Balita dan Status Pekerjaan
Utama di Indonesia Tahun 2017
Keberadaan Balita
Status Pekerjaan Utama Total
Ada Balita Tidak Ada Balita
Berusaha sendiri 5.667 13.428 19.095
Berusaha dibantu buruh
3.845 9.107 12.952
tidak tetap/tak dibayar
Berusaha dibantu buruh
423 1.120 1.543
tetap/dibayar
Buruh/karyawan/pegawai 10.189 18.439 28.628
Pekerja bebas di
742 2.585 3.327
pertanian
Pekerja bebas di non
429 1.095 1.524
pertanian
Pekerja keluarga/tak
9.424 22.438 31.862
dibayar
Total 30.719 68.212 98.931
Sumber : BPS, Sakernas (diolah)
Pada tabel 4.12 yang menduduki urutan pertama dari perempuan yang bekerja
menurut keberadaan balita dan status pekerjaan utama adalah pekerja keluarga/tak
dibayar yang tidak memiliki balita yaitu sebesar 22.438 orang. Selanjutnya yang
balita yaitu sebesar 18.439 orang. Hal ini mengindikasikan bahwa dengan tidak
ada balita partisipasi kerja perempuan sangat tinggi dikarenakan perempuan tidak
mempunyai beban berat sebagai seorang ibu yang harus mengasuh dan merawat
balitanya. Terlebih saat ini banyaknya kejahatan yang menimpa pada balita akibat
dari pengasuhnya dan juga dibutuhkan biaya yang lebih besar dari untuk
Tabel 4.13
Perempuan Yang Bekerja Menurut Kedudukan
Dalam Rumah Tangga dan Status Pekerjaan Utama
di Indonesia Tahun 2017
Pada tabel 4.13 yang menduduki urutan pertama dari perempuan yang bekerja
menurut kedudukan dalam rumah tangga dan status pekerjaan utama adalah
pekerja keluarga/tak dibayar yang bukan sebagai kepala rumah tangga yaitu
67
27.890 orang dan yang menduduki urutan ketiga adalah berusaha sendiri yang
bukan sebagai kepala rumah tangga yaitu sebesar 18.290 orang. Dari tabel 4.13
urutan 1-3 didominasi oleh perempuan yang bukan sebagai kepala rumah tangga
dimana pada posisi tersebut mereka lebih leluasa dalam menggunakan upah dari
kepala rumah tangga mereka harus bisa mengatur keuangan rumah tangga baik itu
yang berasal dari suami ataupun dari perempuan itu sendiri. Sehingga perempuan
Tabel 4.14
Perempuan Yang Bekerja Menurut Pelatihan dan Sertifikat dan Status
Pekerjaan Utama di Indonesia Tahun 2017
Pada tabel 4.14 yang menduduki urutan pertama dari perempuan yang
bekerja menurut pelatihan dan sertifikat dan status pekerjaan utama adalah pekerja
keluarga/tak dibayar yang tidak mengikuti pelatihan dan tidak memiliki sertifikat
yaitu sebesar 30.713 orang. Hal ini mengindikasikan bahwa status pekerjaan ini
sertifikat yaitu sebesar 27.890 orang dan yang menduduki urutan ketiga adalah
berusaha sendiri yang tidak mengikuti pelatihan dan tidak memiliki yaitu sebesar
18.151 orang. Jika dilihat secara berurutan pentingnya pelatihan dan kepemilikan
pelatihan bersertifikat agar SDM di Indonesia lebih berkualitas dan berdaya saing.
BAB V
Untuk Bekerja
regresi logistik biner. Model fungsi probabilitas pada penelitian ini merupakan
fungsi dari variabel pendidikan, tempat tinggal, umur, anggota rumah tangga,
Tabel 5.1
Hasil Estimasi Probabilitas Perempuan Usia Kerja Berstatus Kawin
Untuk Bekerja
Pada tabel 5.1 dapat diketahui bahwa nilai signifikansi pada variabel
anggota rumah tangga lebih dari 0,05 untuk tingkat kepercayaan 5% tetapi jika
69
70
Pada tabel 5.1 dapat diketahui bahwa semua variabel bebas mempunyai
nilai signifikansi (tingkat kepercayaan) kurang dari 0,10, maka dapat diambil
perempuan usia kerja berstatus kawin untuk bekerja, sehingga model regresi
logistik yang terbentuk dari probabilitas keputusan perempuan usia kerja berstatus
P
ln i = −3,054 + 0,006 𝑑𝑖𝑑𝑖𝑘 + 0,353 𝑙𝑜𝑘 + 0,150 𝑢𝑚𝑢𝑟
1 Pi
+ 0,918 𝑙𝑎𝑡
Variabel Pendidikan
kawin untuk bekerja memiliki estimasi koefisien untuk pendidikan yang bernilai
kawin untuk bekerja memiliki estimasi koefisien untuk tempat tinggal yang
bernilai signifikan dalam mempengaruhi model dan bertanda positif karena nilai
Variabel umur
kawin untuk bekerja memiliki estimasi koefisien untuk umur yang bernilai
signifikansi yang diperoleh adalah 0,000 dan nilai 𝛽3 sebesar 0,150, sedangkan
untuk umur2 bernilai signifikan dalam mempengaruhi model dan bertanda negatif
karena nilai signifikansi yang diperoleh adalah 0,000 dan nilai 𝛽4 sebesar - 0,002.
kawin untuk bekerja memiliki estimasi koefisien untuk anggota rumah tangga
yang bernilai signifikan dalam mempengaruhi model dan bertanda negatif karena
nilai signifikansi yang diperoleh adalah 0,056 untuk tingkat kepercayaan 10% dan
kawin untuk bekerja memiliki estimasi koefisien untuk keberadaan balita yang
bernilai signifikan dalam mempengaruhi model dan bertanda negatif karena nilai
kawin untuk bekerja memiliki estimasi koefisien untuk kedudukan dalam rumah
tangga yang bernilai signifikan dalam mempengaruhi model dan bertanda positif
karena nilai signifikansi yang diperoleh adalah 0,000 dan nilai 𝛽7 sebesar 0,597.
72
kawin untuk bekerja memiliki estimasi koefisien untuk pelatihan dan sertifikat
yang bernilai signifikan dalam mempengaruhi model dan bertanda positif karena
nilai signifikansi yang diperoleh adalah 0,000 dan nilai 𝛽8 sebesar 0,918.
Tabel 5.2
Hasil Estimasi Secara Simultan Variabel Determinan Perempuan Usia Kerja
Berstatus Kawin Untuk Bekerja
Chi-square 10.324,065
sig. 0,000
Overall Percentage 60,9
Sumber : BPS, Sakernas (diolah)
Pada output Omnibus Test of Model Coefficients blok 1, selisih dari -2 Log
likelihood sama dengan nilai Chi-square yaitu sebesar 10.324,065 > nilai kritis 𝛘2
dari tabel Chi-square yaitu 15,5073, sehingga dapat diambil kesimpulan bahwa
Selanjutnya pada nilai signifikansi sebesar 0,000 yang berarti kurang dari 0,05
dengan hipotesis 0 (H0) tidak ada variabel bebas yang sigifikan mempengaruhi
variabel terikat, sehingga dapat diartikan bahwa ada minimal satu variabel bebas
yang berpengaruh secara signifikan pada variabel terikat. Hal ini menunjukkan
bahwa analisis yang lebih lanjut dapat digunakan pada model ini.
yang digunakan telah cukup baik dimana 60,9 % mewakili situasi yang terjadi.
73
Terlebih Sakernas adalah survei yang dilaksanakan tingkat nasional yang tentunya
banyak sekali kendala yang dihadapi di lapangan oleh para surveior dalam
Di Indonesia
keputusan perempuan usia kerja berstatus kawin untuk bekerja akan naik 1,006
kali untuk setiap bertambahnya rata-rata lama pendidikan dalam jangka waktu 1
perempuan usia kerja berstatus kawin maka semakin tinggi pula keinginan
perempuan untuk memutuskan ikut aktif dalam kegiatan ekonomi (bekerja). Hal
berpengaruh positif terhadap keputusan perempuan usia kerja terlibat aktif dalam
memiliki kualitas yang baik. Seseorang yang memiliki pendidikan lebih tinggi
oleh pemberi kerja dianggap akan lebih mampu memberikan output yang lebih
yang tingkat pendidikannya lebih tinggi, dan lamanya menempuh pendidikan akan
memperbesar peluang seseorang memiliki pekerjaan dan upah yang lebih baik di
bandingkan dengan pendidikan yang lebih rendah. Karena itu, mereka yang
peluang lebih besar untuk mendapatkan pekerjaan. Hal ini membuat perempuan
yang semakin tinggi tingkat pendidikannya akan merasa lebih percaya diri untuk
bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan perempuan, akan semakin besar rata-
rata upah yang diterima. Hal ini tentu akan menjadi dorongan bagi perempuan
yang berpendidikan lebih tinggi untuk bekerja, karena berpotensi untuk bisa lebih
Tabel 5.3
Rata-rata Upah Pekerja Perempuan Berstatus Kawin Menurut Pendidikan
berpengaruh positif terhadap keputusan perempuan usia kerja terlibat aktif dalam
kegiatan ekonomi (sebagai angkatan kerja). Hasil ini juga sejalan dengan yang
untuk bekerja. Begitu pula dengan penelitian yang dilakukan oleh Sayyida (2011),
Kotimah dan Wulandari (2014), Andriani (2016), Rahamah dan Bakar (2009),
ekonomi.
(Bekerja) Di Indonesia
perempuan usia kerja berstatus kawin di perdesaan 1,423 kali lebih mungkin
untuk memutuskan untuk bekerja dibanding perempuan usia kerja berstatus kawin
kawin yang tinggal di perdesaan lebih memiliki kecenderungan untuk ikut aktif
76
dibanding penduduk di perkotaan. Hal ini ditunjukkan oleh data BPS dimana
Selain itu, masih berdasarkan data BPS, rata-rata pengeluaran per kapita sebulan
untuk barang makanan dan non makanan di daerah perdesaan pada tahun 2017
untuk barang makanan dan non makanan di daerah perkotaan pada tahun 2017
sebesar Rp.1.263.526,-.
menikah di perkotaan lebih banyak dari sektor perdagangan dan jasa. Sementara
pertanian.
77
kerja dengan kualifikasi pendidikan dan ketrampilan yang tinggi. Oleh karena itu,
tersebut. Apalagi pekerjaan di sektor pertanian memiliki jam kerja yang fleksibel
pekerjaan publik dengan baik. Yang tentu saja hal ini semakin mendorong
produktif.
Tabel 5.4
Komposisi Kesempatan Kerja (%) Menurut Sektor Lapangan Usaha
Tetapi jika dilihat pada persentase bukan angkatan kerja yang mengurus rumah
Secara garis besar, dari hasil estimasi pada tabel 5.1 menguatkan dugaan
keputusan perempuan usia kerja terlibat aktif dalam kegiatan ekonomi (bekerja).
Di Indonesia
Dari hasil nilai estimasi, didapatkan nilai B pada umur sebesar 0,150 dan
nilai umur kuadrat sebesar -0,002 sehingga fungsi kuadrat dari keduanya
maksimum sebesar 37,5, yang artinya umur maksimum perempuan usia kerja
berstatus kawin yang memutuskan untuk bekerja adalah 37,5 tahun. Dimana
partisipasi ekonomi perempuan usia kerja berstatus kawin akan naik seiring
bertambahnya umur hingga mencapai umur 37,5 tahun, dan setelah melewati
umur 37,5 tahun partisipasi ekonomi tenaga kerja perempuan berstatus kawin
terhadap probabilitas untuk bekerja pada titik umur tertentu dapat dihitung
Dapat dijelaskan bahwa pada saat umur masih relatif muda (15-19 tahun)
meskipun sudah menikah, namun pada umumnya mereka belum memiliki anak.
Kalaupun mereka telah memiliki anak, jumlahnya belum terlalu banyak. Dengan
kondisi ini, perempuan masih cukup leluasa untuk ikut terjun ke pasar kerja
Apabila dilihat dari tabel 5.5 nampak bahwa pada kelompok umur 35-39
tahun jumlah anggota keluarga tertinggi ada pada 1-4 orang yaitu sebesar 10,99%.
Hal ini mengindikasikan bahwa pada usia tersebut jumlah anggota rumah tangga
Tabel 5.5
Persentase Perempuan Yang Bekerja Menurut Jumlah Anggoota
Rumah Tangga dan Kelompok Umur di Indonesia Tahun 2017
Namun setelah mencapai umur maksimal, yang dalam penelitian ini pada
umur 37,5 tahun, keinginan perempuan menikah untuk bekerja mulai berkurang.
dalam bekerja, keterbatasan lapangan kerja untuk perempuan yang berumur lebih
dari 37,5 tahun, dan dapat dipengaruhi juga oleh berkurangnya beban rumah
tangga dengan anggota rumah tangga yang mulai beranjak dewasa atau masuk
dalam usia produktif sehingga berakibat partisipasi perempuan usia kerja berstatus
kawin mulai menurun, hal ini menguatkan dugaan pada hipotesis 3 bahwa
dimilikinya. Begitu pula dengan penelitian yang dilakukan oleh Sayyida (2011)
(Bekerja) Di Indonesia
perempuan usia kerja berstatus kawin untuk bekerja akan turun 0,994 kali untuk
bahwa semakin banyak jumlah anggota rumah tangga perempuan usia kerja
81
ikut aktif dalam kegiatan ekonomi (bekerja) dikarenakan tidak ada batasan umur
diantara anggota rumah tangga sudah bekerja dan bisa membantu memenuhi
kebutuhan keluarganya. Hal ini bertolak belakang pada hipotesis 4 bahwa variabel
(Bekerja) Di Indonesia
perempuan usia kerja berstatus kawin yang memiliki balita dalam memutuskan
untuk bekerja 0,691 kali lebih rendah dari probabilitas perempuan usia kerja
berstatus kawin yang tidak memiliki balita. Hasil ini berarti bahwa perempuan
menikah yang belum memiliki balita lebih mungkin terlibat dalam kegiatan
Tabel 5.6
Alasan Perempuan Menikah Tidak Mencari Pekerjaan Berdasarkan
Keberadaan Balita Dalam Rumah Tangga
Keberadaan Balita
Alasan tidak mencari pekerjaan tidak ada ada Total
balita balita
Sudah diterima bekerja tapi belum mulai
0,03
bekerja 0,04 0,03
Sudah mempunyai usaha tapi belum
0,09 0,08 0,09
memulainya
Putus asa 0,51 0,36 0,45
82
Keberadaan Balita
Alasan tidak mencari pekerjaan tidak ada ada Total
balita balita
Sudah mempunyai pekerjaan/usaha 41,74 32,53 38,44
Merasa sudah cukup/memiliki sumber
1,34 0,68 1,10
pendapatan lain
Mengurus rumah tangga 53,05 64,47 57,15
Sedang bersekolah 0,12 0,14 0,13
Hamil 0,67 0,54 0,62
Kurangnya infrastruktur 0,16 0,18 0,17
Mengalami pengucilan/penolakan sosial 0,01 0,01 0,01
Tidak mampu melakukan pekerjaan 0,02 0,02 0,02
Lainnya 2,24 0,95 1,78
Total 100,00 100,00 100,00
Sumber: BPS, Sakernas (diolah), 2017
Baik sudah memiliki balita maupun belum memiliki balita, pada umumnya
Namun, pada perempuan yang memiliki balita beban pekerjaan rumah tangga
menjadi lebih besar. Anak pada usia balita sangat membutuhkan ibunya dimana
pada usia tersebut adalah masa emas anak yang akan menentukan tumbuh
kembangnya. Untuk itu peran ibu sangat penting, terlebih pada usia 0-2 tahun,
balita mempunyai hak penuh dalam menerima ASI dari ibunya. Hal ini
Dari sisi ekonomi, jika seorang perempuan yang memiliki balita memilih
merawat balita tersebut. Artinya harus ada pengeluaran tambahan didalam rumah
tangga tersebut. Sehingga, jika upah/gaji yang didapat dari bekerja tidak
83
diduga berpengaruh negatif terhadap keputusan perempuan usia kerja terlibat aktif
dalam kegiatan ekonomi (bekerja). Hasil penelitian ini juga sejalan dengan
penelitian yang dilakukan oleh Faridi, dkk (2009) yang menyebutkan bahwa anak-
(2003) juga penelitian yang dilakukan oleh Handayani dan Artini (2009), Susanti
keluarga tersebut dipecah menjadi ada dan tidaknya keberadaan balita maka
cukup relevan jika hasil penelitian ini berbeda dengan apa yang dikemukakan oleh
Susanti dan Woyanti (2014). Tetapi berbeda dengan penelitian yang dilakukan
perempuan usia kerja berstatus kawin yang berkedudukan sebagai kepala rumah
tangga dalam memutuskan untuk bekerja 1,818 kali lebih besar dari probabilitas
84
perempuan usia kerja berstatus kawin yang bukan berkedudukan sebagai kepala
rumah tangga.
menjadi lebih besar karena dia juga harus bertanggung jawab terhadap anggota
jawab untuk membina kehidupan keluarganya agar dapat menjadi keluarga yang
mandiri dan sejahtera. Dalam hal ini perempuan yang berstatus kepala rumah
kepala rumah tangga cenderung akan lebih banyak terlibat dalam kegiatan
bekerja.
bertanggungjawab untuk mencari nafkah bagi rumah tangganya. Karena itu, dia
Gambar 5.1
Alasan Perempuan Menikah Mencari Pekerjaan
perempuan usia kerja terlibat aktif dalam kegiatan ekonomi (bekerja). Sejalan
dengan penelitian yang dilakukan oleh Sayyida (2011) , Kotimah dan Wulandari
kegiatan ekonomi.
(Bekerja) Di Indonesia
perempuan usia kerja berstatus kawin yang pernah mengikuti pelatihan dan
mendapat sertifikat dalam memutuskan untuk bekerja 2,503 kali lebih besar dari
86
probabilitas perempuan usia kerja berstatus kawin yang tidak pernah mengikuti
pendidikan non formal menjadi satu hal yang cukup menarik untuk diikuti terlebih
pelatihan tidak memerlukan waktu yang lama dan beberapa diantaranya tidak
pendidikan non formal merupakan investasi dan menjadi satu hal yang cukup
dimana yang diajarkan lebih banyak praktek dibanding teori. Selain itu, jurusan
tidak memerlukan waktu yang lama dan beberapa diantaranya tidak memberikan
pekerjaan pun akan semakin besar. Sehingga dengan mengikuti pelatihan juga
lebih besar dari angka partisipasi angkatan kerja perempuan menikah yang tidak
Gambar 5.2
Angka Partisipasi Angkatan Kerja Perempuan Berstatus Kawin Menurut
Kepemilikan Sertifikat Pelatihan
Hal ini juga sejalan dengan yang disampaikan oleh Simanjuntak (1985)
dengan penelitian yang dilakukan oleh Sayyida (2011), Kotimah and Wulandari
(2014), Andriani (2016), Rahamah and Bakar (2009), dan Faridi, dkk (2009)
terhadap partisipasi perempuan dalam kegiatan ekonomi. Hal ini lebih diperjelas
dengan penelitian yang dilakukan oleh Rahamah Rahamah dan Bakar (2009) yang
perempuankdalamkmenentukankpekerjaan.
BAB VI
6.1 Kesimpulan
keputusan perempuan usia kerja berstatus kawin terlibat dalam kegiatan ekonomi
analisis deskriptif yang disajikan dalam bentuk tabulasi silang dan probabilitas
perempuan usia kerja berstatus kawin untuk bekerja dengan menggunakan analisis
Sakernas Agustus 2017 yaitu variabel pendidikan, tempat tinggal, umur, anggota
rumah tangga, keberadaan balita, kedudukan dalam rumah tangga, pelatihan dan
sertifikat.
kegiatan mengurus rumah tangga pada semua variabel bebas yang digunakan pada
penelitian ini.
Hasil dari analisis regresi logistik biner pada keputusan perempuan usia
88
89
2. Pada penelitian ini data yang digunakan digunakan telah cukup baik
untuk bekerja akan naik 1,006 kali untuk setiap bertambahnya rata-rata
perkotaan.
umur 37,5 tahun, dan setelah melewati umur 37,5 tahun partisipasi
umur²)}.
berstatus kawin untuk bekerja akan turun 0,994 kali untuk setiap
turun 0,691 kali dari probabilitas perempuan usia kerja berstatus kawin
Penelitian ini masih terbatas pada data sekunder yang berasal dari BPS dan
sekiranya mempengaruhi. Penelitian ini hanya mencakup data Sakernas pada satu
periode saja yaitu periode Agustus 2017. Namun penulis berharap ada manfaat
6.3 Rekomendasi
keputusan perempuan usia kerja berstatus kawin terlibat dalam kegiatan ekonomi
di Indonesia dan dengan masih tingginya perempuan usia kerja berstatus kawin
diperlukan upaya dari semua pihak dalam hal ini pemerintah sebagai pengambilan
kebijakan, suami sebagai pasangan dalam rumah tangga, dan juga perempuan itu
sendiri.
kerja berstatus kawin untuk bekerja tetapi di lain pihak pada analisis
keputusan perempuan usia kerja berstatus kawin untuk bekerja. Hal ini
untuk bekerja akan naik hingga mencapai umur 37,5 tahun setelah
istri dan juga ibu. Sehingga secara tidak langsung peran serta mereka
pertumbuhan ekonomi.
sebagai kepala rumah tangga. Hal ini tentunya akan sangat membantu
DAFTAR PUSTAKA
Gujarati, Damodar N., and Dawn C. Porter. 2009. Basic Econometrics. 5thed.
New York: McGraw-Hill Education.
Handayani, M.Th., and Ni Wayan Putu Artini. 2009. ―Kontribusi Pendapatan Ibu
Rumah Tangga Pembuat Makanan Olahan Terhadap Pendapatan Keluarga.‖
Piramida V (1).
Hastuti, Endang Lestari. 2005. ―Hambatan Sosial Budaya Dalam
Pengarusutamaan Gender Di Indonesia (Socio-Cultural Constraints On
Gender Mainstreaming In Indonesia).‖ SOCA 5 (2):1–14.
Hosmer, David W, and Stanley Lemeshow. 2000. Applied Logistic Regression.
2nded. New York: John Willey & Sons.
Indriantoro, Nur, and Bambang Supomo. 2002. Metodologi Penelitian Bisnis
Untuk Akuntansi Dan Manajemen. Yogyakarta: BPFE Yogyakarta.
Kemenakertrans. 2011. Himpunan Peraturan Perundang-Undangan Bidang
Kesetaraan Dan Perlakuan Yang Sama Di Tempat Kerja. Jakarta: Direktorat
Jenderal Pembinaan HI&Jamsostek.
Kotimah, Muinah Kusnul, and Sri Pingit Wulandari. 2014. ―Model Regresi
Logistik Biner Stratifikasi Pada Partisipasi Ekonomi Perempuan Di Provinsi
Jawa Timur.‖ Jurnal Sains Dan Seni Pomits 3 (1):D-1-D-5.
Liu, An, and Inge Noback. 2011. ―Determinants of Regional Female Labour
Market Participation in The Netherlands A Spatial Structural Equation
Modelling Approach.‖ Springer, 641–58. https://doi.org/10.1007/s00168-
010-0390-8.
Morgan, Lewis H. 1944. Ancient Society. Calcutta: Bharti Library.
Mosse, Julia Cleves. 2003. Gender Dan Pembangunan. 3rded. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar.
Munoz, Betilde Rincon de. 2007. ―Determinants of Female Labor Force
Participation in Venezuela: A Cross-Sectional Analysis.‖ University of South
Florida.
Nilakusmawati, Desak Putu Eka, and Made Susilawati. 2012. ―Studi Faktor-
Faktor Yang Mempengaruhi Wanita Bekerja Di Kota Denpasar.‖ Piramida
VIII (1):26–31.
Perdana, Biondi. 2014. ―Partisipasi Kerja Perempuan Dalam Rangka
Meningkatkan Kesejahteraan Keluarga (Studi Kasus Pada KUD Sumber
Makmur Kecamatan Ngantang Kabupaten Malang 2013).‖ Universitas
Brawijaya Malang.
Prasetyo, Bambang, and Lina Miftahul Jannah. 2005. Metode Penelitian
Kuantitatif : Teori Dan Aplikasi. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
97
Tempat tinggal
Perkotaan Perdesaan Total
keputusanbekerja mengurus rumah tangga 37247 39827 77074
bekerja 42752 56179 98931
Total 79999 96006 176005
Kelompok Umur
15-19 20-24 25-29 30-34 35-39 40-44 45-49 50-54
tahun tahun tahun tahun tahun tahun tahun tahun
keputusanbekerja mengurus rumah tangga 1495 6427 10201 11652 10939 9229 8078 6347
bekerja 587 3872 9638 14121 16272 15918 13953 11020
Total 2082 10299 19839 25773 27211 25147 22031 17367
98
99
Kelompok Umur
55-59 60-64
tahun tahun 65 tahun + Total
keputusanbekerja mengurus rumah tangga 5160 3679 3867 77074
bekerja 7318 3622 2610 98931
Total 12478 7301 6477 176005
Keberadaan Balita
tidak ada
balita ada balita Total
keputusanbekerja mengurus rumah tangga 44656 32418 77074
bekerja 68212 30719 98931
Total 112868 63137 176005
Kedudukan dlm RT
bukan
sebagai
kepala sebagai
rumah kepala rumah
tangga tangga Total
keputusanbekerja mengurus rumah tangga 76083 991 77074
bekerja 96536 2395 98931
Total 172619 3386 176005
Berusaha
dibantu buruh Berusaha
tidak tetap/ dibantu Buruh/ Pekerja Pekerja Pekerja
Berusaha pekerja buruh karyawan/ bebas di bebas di keluarga/tidak
sendiri keluarga/tidak tetap/dibayar pegawai pertanian nonpertanian dibayar Total
Keberadaan Balita tidak ada balita 13428 9107 1120 18439 2585 1095 22438 68212
ada balita 5667 3845 423 10189 742 429 9424 30719
Total 19095 12952 1543 28628 3327 1524 31862 98931
Berusaha
dibantu buruh Berusaha
tidak tetap/ dibantu Buruh/ Pekerja Pekerja Pekerja
Berusaha pekerja buruh karyawan/ bebas di bebas di keluarga/tidak
sendiri keluarga/tidak tetap/dibayar pegawai pertanian nonpertanian dibayar Total
Kedudukan dlm bukan sebagai 18290 12415 1475 27890 3194 1467 31805 96536
RT kepala rumah
tangga
sebagai kepala 805 537 68 738 133 57 57 2395
rumah tangga
Total 19095 12952 1543 28628 3327 1524 31862 98931
105
Pernah mendapat pelatihan & mendapat sertifikat * Status pekerjaan utama Crosstabulation
Count
Berusaha
dibantu buruh Berusaha
tidak tetap/ dibantu Buruh/ Pekerja Pekerja Pekerja
Berusaha pekerja buruh karyawan/ bebas di bebas di keluarga/tidak
sendiri keluarga/tidak tetap/dibayar pegawai pertanian nonpertanian dibayar Total
Pernah mendapat Ya 1749 991 379 10477 47 83 1149 14875
pelatihan & mendapat
sertifikat Tidak 17346 11961 1164 18151 3280 1441 30713 84056
a
Classification Table
Predicted
keputusanbekerja
mengurus rumah Percentage
Observed tangga bekerja Correct
Step 1 keputusanbekerja mengurus rumah tangga 29335 47739 38.1
bekerja 21088 77843 78.7
Overall Percentage 60.9
108
109
110
111
112
113
BIODATA