Anda di halaman 1dari 109

PENGARUH PRODUK DOMESTIK BRUTO (PDB) DAN

TINGKAT PARTISIPASI ANGKATAN KERJA (TPAK)


TERHADAP KEMISKINAN DI INDONESIA

Skripsi
Disusun untuk Memenuhi Salah Satu Prasyarat
Kurikulum Sarjana Strata Satu (S-1 )

Disusun Oleh :

ANWAR RASYADI
( 106084003555 )

JURUSAN ILMU EKONOMI DAN STUDI PEMBANGUNAN


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS ISLAM NEGRI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1432 H/ 2011
PENGARUH PRODUK DOMESTIK BRUTO (PDB) DAN TINGKAT

PARTISIPASI ANGKATAN KERJA (TPAK) TERHADAP KEMISKINAN

DI INDONESIA

SKRIPSI
Diajukan Kepada Fakultas Ekonomi Dan Bisnis Untuk Memenuhi Syarat-Syarat
Guna Meraih Gelar Sarjana Ekonomi

Oleh :
Anwar Rasyadi
106084003555

Di Bawah Bimbingan

Pembimbing I Pembimbing II

Pheni Chalid,SF, MA, Ph.D M. Hartana I. Putra M.Si

JURUSAN ILMU EKONOMI DAN STUDI PEMBANGUNAN


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1432 H/2011

i
LEMBAR PENGESAHAN UJIAN SKRIPSI

Hari ini Rabu, 15 juni 2011 telah dilakukan Ujian Skripsi atas mahasiswa :

1. Nama : Anwar Rasyadi


2. NIM : 106084003555
3. Jurusan : Ilmu Ekonomi Studi Pembangunan
4. Judul skripsi : PENGARUH PRODUK DOMESTIK BRUTO (PDB)
DAN TINGKAT PARTISIPASI ANGKATAN KERJA
(TPAK) TERHADAP KEMISKINAN DI INDONESIA.

Setelah mencermati dan memperhatikan penampilan dan kemampuan yang


bersangkutan selama proses ujian skripsi, maka diputuskan bahwa mahasiswa
tersebut dinyatakan lulus dan skripsi ini diterima sebagai salah satu syarat untuk
memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Fakultas Ekonomi dan Bisnis
Universitas Islam Negri Syarif Hidayatullah Jakarta.

Jakarta, 15 juni 2011

1. Prof Dr. Abdul Hamid, MS (________________________)


Ketua

2. Utami Baroroh, M.Si (________________________)


Sekertaris

3. Dr. Lukman, M.Si (________________________)


Penguji Ahli

4. Pheni chalid, SF,MA.Ph.D (________________________)


Pembimbing I

5. M.Hartana I.Putra. M.Si (________________________)


Pembimbing I

ii
Hari ini Jum’at Tanggal 8 Bulan Oktober Tahun Dua Ribu Sepuluh telah

dilakukan Ujian Komprehensif atas nama Anwar Rasyadi NIM: 106084003555

dengan judul skripsi “PENGARUH PRODUK DOMESTIK BRUTO (PDB) DAN

TINGKAT PARTISIPASI ANGKATAN KERJA (TPAK) TERHADAP

KEMISKINAN DI INDONESIA”. Memperhatikan penampilan mahasiswa

tersebut selama ujian berlangsung, maka skripsi ini sudah dapat diterima sebagai

salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Jurusan Ilmu

Ekonomi dan Studi Pembangunan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Islam

Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

Jakarta, 8 Oktober 2010

Tim Penguji Ujian Komprehensif

Drs. Lukman M. Si M. Hartana I. Putra M.Si


Ketua Sekretaris

Dr. Yahya Hamja, SE, MM


Penguji Ahli

iii
SURAT PERNYATAAN

Saya yang bertanda tangan dibawah ini:

Nama Mahasiswa : Anwar Rasyaadi

NIM : 106084003555

Jurusan : Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan

Dengan ini menyatakan bahwa skripsi ini adalah hasil karya saya sendiri yang

merupakan hasil penelitian, pengolahan dan analisis saya sendiri dan bukan

merupakan rekapitulasi maupun saduran dari hasil karya atau penelitian orang

lain.

Apabila terbukti skripsi ini merupakan plagiat atau rekapitulasi maka skripsi

dianggap gugur dan harus melakukan penelitian ulang ataupun menyusun skripsi

baru dan kelulusan serta gelarnya dibatalkan.

Demikian pernyataan ini dibuat dengan segala akibat yang timbul di kemudian

hari menjadi tanggung jawab saya.

Jakarta, 15 Juni 2011

(Anwar Rasyadi)

iv
DAFTAR RIWAYAT HIDUP

I. IDENTITAS PRIBADI
1. Nama : Anwar Rasyadi
2. Tempat & tgl. Lahir : Jakarta, 01 Agustus 1987
3. Tinggal di : Jakarta
4. Alamat : Jl. R.S Fatmawati No.45 002/005 12410
5. Telepon : 0857-815 888 80 – 021 921 88 379

II. PENDIDIKAN
1. SD : SDI Darul Ma’arif
2. SMP : MTS Darul Ma’arif
3. SMA : SMA Darul Ma’arif
4. S1 : Ilmu Ekonomi Studi Pembangunan,
Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta

III. PENGALAMAN BERORGANISASI


1. BEM JURUSAN IESP 2006-2007
2. FORSA UIN JAKARTA 2008-2010
3. BG34 2006-2011

IV. LATAR BELAKANG KELUARGA


1. Ayah : Drs. H.Zainal Arifin
2. Ibu : Hj Maspah
3. Jumlah Saudara Kandung : 6 Bersaudara
4. Alamat : Jl. R.S Fatmawati No.45 002/005 12410

v
ABSTRACT

Poverty is an issue that often arises, especially in developing countries.


Someone may say poor if their income is insufficient to meet basic needs for life,
such as clothing, food and shelter. There are various factors that may affect the
level of poverty.
This research analyzes the factors that influence the level of poverty in
Indonesia 1984-2009, that are Gross Domestic Products (GDP), labor force
participation and dummy crisis. The analytical method is used an multiple
regression with time series analysis.
The results showed that GDP variable has significant impact and negative
relationship with the number of poor people in Indonesia. Where as if the GDP
increases, the number of poor people decreases. And variable of economic crisis
has significant impact in decreasing the number of poor people in Indonesia. But
the variable of labor force participation rate has unsignificant impact to the
number of poor people.

Keyword: Poverty, Gross Domestic Products (GDP), Labor Force


Participation Rate, and Dummy Crisis.

vi
ABSTRAK

Kemiskinan adalah suatu permasalahan yang kerap kali muncul khususnya


dinegara-negara yang sedang berkembang. Seseorang dapat dikatakan miskin
apabila pendapatanya tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan dasar untuk hidup,
seperti sandang, pangan dan papan. Terdapat beberapa faktor yang dapat
mempengaruhi tingkat kemiskinan.
Penelitian ini menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat
kemiskinan di Indonesia tahun 1984-2009, dimana faktor-faktor yang digunakan
diantaranya Produk Domestik Bruto (PDB), Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja
(TPAK) dan Krisis Ekonomi. Adapun Metode analisis yang digunakan adalah
metode regresi berganda dengan analisis runtut waktu (time series)
Hasil penelitian menunjukan bahwa variabel PDB berpengaruh signifikan
dan memiliki hubungan negatif terhadap jumlah penduduk miskin di Indonesia.
Dimana apabila PDB mengalami penigkatan/kenaikan, maka jumlah penduduk
miskin akan menurun. Variabel krisis ekonomi berpengaruh signifikan terhadap
jumlah penduduk miskin. Sedangkan variabel tingkat partisipasi angkatan kerja
(TPAK) tidak berpengaruh signifikan terhadap jumlah penduduk miskin.

Kata kunci: Kemiskinan, Produk Domestik Bruto (PDB), Tingkat Partisipasi


Angkatan Kerja (TPAK) dan Krisis Ekonomi.

vii
KATA PENGANTAR

Alhamdulilah, puji syukur atas kehadirat Allah SWT yang telah


memberikan limpahan rahmat dan karunia-Nya yang begitu besar, sehingga saya
mampu menyelesaikan skripsi ini dengan judul “Pengaruh Produk Domestik
Bruto (PDB) dan Tingakat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) Terhadap
Tingkat Kemiskinan di Indonesia”.
Penulis mengucapkan rasa terimakasih yang sebesar-besarnya kepada
seluruh pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan penyusunan skripsi ini,
ungkapan rasa trimakasih ini penulis tujukan kepada :
1. Abahku Drs. H.Zainal Arifin dan mamaku tercinta, Hj. Maspah, yang telah
memberikan begitu banyak perhatian, bimbingan, kebahagiaan dan kasih
sayangnya selama ini, sejak penulis kecil hingga seperti sekarang. Penulis
dedikasikan skripsi dan gelar sarjana ini untuk abah dan mama.
2. Bapak Prof. DR. Abdul Hamid, selaku Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang secara tidak langsung mengajarkan
penulis bagaimana menjadi ekonom yang baik.
3. Bapak Pheni Chalid,SF, MA, Ph.D selaku dosen pembimbing satu, terima
kasih telah membimbing dan memberikan support kepada penulis selama ini,
dari mulai menulis sampai selesai.
4. Bapak M. Hartana I.Putra.M.Si selaku dosen pembimbing II, terimakasih atas
saran, perhatian, dan kesabarannya selama membimbing penulis dalam
menulis skripsi ini.
5. Dr. Lukman, M.Si, Ketua Jurusan Ilmu Ekonomi Studi Pembangunan
Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah
Jakarta.
6. Utami Baroroh, M.Si, Sekertaris Jurusan Ilmu Ekonomi Studi Pembangunan
Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah
Jakarta.

viii
7. Seluruh dosen Ilmu Ekonomi Studi Pembangunan, Terimakasih atas ilmu
yang Bapak Ibu telah berikan kepada penulis.
8. Niken Natasya, sebagai salah satu motivasi penulis dalam kuliah, yang selalu
setia menemani dan memberikan semangat sehingga penulis bisa
menyelesaikan skripsi ini.
9. Atdeeehh…!! Pohon, Anda, Ikel, Rezi, Arsy, Cakung, Iwan, Pepeng, Bakar
burn, Babeh, Reza, Randi, Aris yang telah memberikan kedamaian di
kampus.
10. Seluruh kawan-kawan Ilmu Ekonomi Studi Pembangunan angkatan 2006,
terima kasih atas pengalaman dan kenangan yang kalian berikan selama ini.

Dan tidak lupa penulis mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya


kepada semua pihak yang membantu yang tidak dapat penulis sebutkan satu
persatu. Semoga bantuan doa dan dukungan semangat yang diberikan mendapat
balasan dari Allah SWT.
Penulis menyadari penulis skripsi ini masih sangat jauh untuk mencapai
kesempurnaan, oleh karena itu saran dan kritik yang sifatnya membangun
senantiasa penulis harapkan untuk membuat suatu perubahan yang lebih baik.
Akhirnya penulis sangat berharap semoga skripsi ini dapat memberikan
manfaat, baik kepada penulis maupun kepada semua pihak yang berkesempatan
membaca skripsi ini.

Jakarta , Juni 2011


Penulis

Anwar Rasyadi

ix
DAFTAR ISI

Lembar Pengesahan ........................................................................... i

Lembar Pengesahan Ujian Skripsi..................................................... ii

Lembar Pengesahan Uji komprehensif .............................................. iii

Surat Pernyataan ................................................................................ iv

Daftar Riwayat Hidup ........................................................................ v

Abstract ............................................................................................... vi

Abstrak................................................................................................ vii

Kata Pengantar ................................................................................... viii

Daftar Isi ............................................................................................. x

Daftar Tabel…………………………………………………………... xiii

Daftar Gambar ………………………………………………………. xiv

Daftar Lampiran……………………………………………………… xv

BAB I PENDAHULUAN…………………………………………… 1

A. Latar Belakang Penelitian .................................................. 1

B. Rumusan Masalah.............................................................. 10

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian.......................................... 11

x
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ................................................... 13

A. kemisikinan……………………………………………....... .. 13

1. Pengertian Kemiskinan….………………………………… 13

2. Penyebab kemiskinan…..……………………………….. 16

3. Ukuran Kemiskinan……………………………………… 19

4. Kreteria Kemiskinan…………………………………….. 21

5. Garis Kemiskinan................................................................ 22

6. Ciri-ciri Kemiskinan…………………………………….. 24

7. Teori Kemiskinan……………………………………….. 25

B. Produk Domestik Bruto (PDB)……………………………… 26

1. Pengertian Produk Domestik Bruto (PDB)......................... 26

2. Teori Pertumbuhan Ekonomi............................................... 29

C. Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK)..………………. 34

D. Penelitian Terdahulu………………………………………… 36

E. Kerangka Pemikiran ………………………………………… 42

F. Hipotesis Penelitian…………………………………………. 45

BAB III METODOLOGI PENELITIAN….…………………….. 47

A. Ruang Lingkup Penelitian ………………………..………… 47

B. Metode Pengumpulan Sampel………………………………. 47

C. Metode Pengumpulan Data….……………………………… 47

D. Metoda Anaisis Data..………………………………………. 49

xi
1. Uji Asumsi Klasik……………………………………… . 49

2. Metode Aanalisis Regresi Berganda …………………..... 54

3. Uji Hipotesis…………………………………………… 55

E. Oprasional Variabel Penelitian................................................ 57

BAB IV ANALISA DAN PEMBAHASAN ........................................ 59

A. Sekilas Gambaran Umum Objek Penelitian ............................ 59

B. Hasil dan Pembahasan ............................................................ 68

1. Hasil Uji Asumsi Klasik ....................................................... 68

a. Hasil Uji Normalitas .............................................. 68

b. Hasil Uji Liniearitas ............................................... 69

c. Hasil Uji Multikolinearitas ..................................... 69

d. Hasil Uji Heteroskedastisitas .................................. 71

e. Hasil Uji Autokorelasi ............................................ 71

2. Hasil Uji Hasil Uji Regresi Berganda OLS…......................... 72

3. Hasil Uji Hipotesis…………………………………………… 73

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN .............................................. 80

A. Kesimpulan...................................................................... 80

B. Saran ............................................................................... 81

DAFTAR PUSTAKA .......................................................................... 82

LAMPIRAN ........................................................................................ 83

xii
DAFTAR TABEL

Nomor Keterangan Hal

1.1 Perkembangan Kemiskinan di Indonesia tahun 1995-2000 4

1.2 Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Atas Harga Konstan,


Tahun 1997-2000 7

1.3 Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja di Indonesia Tahun


1998-2001 9

2.1 Kajian Sebelumnya 41

3.1 Uji Durbin-Watson 53

4.1 Hasil Uji Linieritas 69

4.2 Hasil Uji Multikolinearitas 70

4.3 Hasil Uji Heteroskedastisitas 71

4.4 Hasil Uji Autokorelasi 72

4.5 Hasil Uji Regresi Berganda 72

xiii
DAFTAR GAMBAR

Nomor Keteranggan Hal

2.1 Diagram Kerangka Pemikiran Penelitian

Secara Keseluruhan 44

4.1 Perkembangan Jumlah Penduduk Miskin di Indonesia

Tahun 1984-2009 60

4.2 Perkembangan Produk Domestik Bruto (PDB)

di Indonesia Tahun 1984-2009 64

4.3 Perkembangan Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja di

Indonesia Tahun 1984-2009 66

4.4 Hasil Uji Normalitas 68

xiv
DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Keterangan Hal

1 Data Variabel Penelitian 86

2 Hasil Uji Asumsi klasik 88

3 Hasil Uji Hasil Uji Regresi Berganda 95

xv
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Dalam ilmu ekonomi dikemukakan berbagai teori yang membahas tentang

bagaimana pembangunan ekonomi harus ditangani untuk mengejar

keterbelakangan. Sampai akhir tahun 1960-an para ahli ekonomi percaya bahwa

cara terbaik untuk mengejar keterbelakangan ekonomi adalah dengan

meningkatkan laju pertumbuhan ekonomi setinggi-tingginya, sehingga dapat

melampaui tingkat pertumbuhan penduduk. Dengan cara tersebut angka

pendapatan perkapita akan meningkat sehingga secara otomatis terjadi pula

peningkatan kemakmuran masyarakat. Akibatnya sasaran utama dalam

pembangunan ekonomi lebih ditekankan kepada usaha-usaha pencapain tingkat

pertumbuhan ekonomi yang tinggi (Esmara 1998). Dalam periode ini teori-teori

pertumbuhan seperti Harrod-Domar, Rostow dan Lewis menjadi sangat popular

dan dipercaya sebagai refrensi bagi para ahli pembangunan. Teori-teori tersebut

meyakini bahwa proses pemerataan pendapatan dan pengurangan tingkat

kemiskinan akan berlangsung dengan sendirinya melalui proses penyebaran.

Wie, 1981. (Dian Octaviani, 2003 :219)

Pada akhir masa orientasi GNP, para ahli ekonomi mulai meragukan

manfaat pertumbuhan GNP dalam pembangunan ekonomi, sebab banyak negara

sedang berkembang terdapat gejala adanya kemiskinan absolut, ketimpangan

distribusi pendapatan dan pengangguran yang cenderung meningkat walaupun

GNP mengalami peningkatan secara stabil. Oleh sebab itu mulai awal tahun 1970-

1
an muncul pendapat bahwa apabila pembangunan tidak disertai pemerataan hasil-

hasil pembangunan kepada penduduk miskin maka mustahil akan memberikan

hasil yang optimal. Dalam priode tersebut muncul teori-teori baru seperti

pertumbuhan dan distribusi New Keynesian oleh Kaldor (1955) dan Passireti

(1962). Secara umum teori-teori ini menyatakan bahwa pembangunan ekonomi

akan mencapai hasil yang optimal jika peningkatan GNP disertai dengan

pemerataan pendapatan bagi seluruh kelompok masyarakat. Peningkatan GNP

seharusnya diimbangi dengan semakin berkurangnya jumlah masyarakat yang

hidup dibawah garis kemiskinan (Tambunan, 1996) . (Dian Octaviani, 2003 :220)

Sejalan dengan semakin berkembangnya pendapatan bahwa pembangunan

ekonomi akan memberikan hasil yang lebih optimal jika peningkatan GNP

disertai dengan perbaikan kualitas hidup bagi seluruh kelompok masyarakat,

termasuk yang berpendapatan rendah, para ahli ekonomi mencoba menganalisa

dan meramalkan tentang pengaruh dari variabel-variabel ekonomi makro tertentu

terhadap tingkat kemiskinan. Dengan adanya penelitian tersebut diharapkan dapat

secara lebih spesifik ditentukan variabel-variabel kebijakan fiskal dan moneter

yang tepat dalam mengurangi tingkat kemiskinan.

Sejumlah penelitian empiris yang bertujuan untuk menganalisa pengaruh

variabel-variabel ekonomi makro terhadap kemiskinan yang dilakukan antara lain

oleh Blank & Blinder (1986), Cutler & Katz (1991), Mocan (1995) dan Powers

(1995-an) menghasilkan temuan tentang adanya hubungan yang kuat antara

tingkat kemiskinan dengan variabel makro.

2
Berbagai studi menggunakan pendekatan yang berbeda-beda untuk

mengukur kemiskinan. Di Indonesia sendiri dikenal tiga model pengukuran

kemiskinan. Pertama, model tingkat konsumsi (Basic Needs), digunakan oleh

BPS, sebagai alat pengukuran resmi kemiskinan di Indonesia, dan oleh Sayogyo

(1971). BPS menggunakan standar minimum makan dan non makanan sebagai

patokan untuk menetukan garis kemiskinan. Batasan garis kemiskinan menurut

BPS adalah 2100 kalori/orang/hari untuk kebutuhan minimum makan ditambah

dengan kebutuhan minimum bukan makanan seperti perumahan, bahan bakar,

sandang, pendidikan, kesehatan dan transportasi. Sedangkan Sayogya

menggunakan tingkat konsumsi ekuivalen beras perkapita, 240kg/orang/tahun

untuk daerah perdesaan dan 360kg/orang/tahun untuk daerah perkotaan. Kedua,

model kesejahteraan keluarga yang digunakan oleh BKKBN model ini lebih

melihat sisi kesejahteraan keluarga dari pada sisi kemiskinan. Keluarga pra

sejahtera (sangat miskin) diartikan sebagai ketidakmampuan memenuhi

kebutuhan dasar secara minimal meliputi kebutuhan akan penganutan agama,

sandang, pangan, papan dan kesehatan. Ketiga, model pembangunan manusia

yang diperomosikan perserikatan bangsa-bangsa (PBB) yang di Indonesia

dikembangkan oleh BPS dan BAPPENAS dengan nama pembangunan manusia

seutuhnya, dimana konsep ini menjadikan kesejahteran manusia sebagai tujuan

akhir.

Angka jumlah orang miskin di Indonesia yang hidup dibawah garis

kemiskinan memang berhasil diturunkan selama hampir 30 tahun. Dari 70 juta

orang pada tahun 1960-an menjadi 22,4 juta di tahun 1996, tetapi karena keadaan

3
Indonesia yang cenderung yang tak stabil terutama sektor ekonomi, maka angka

jumlah orang Indonesia yang harus hidup dibawah garis kemiskinan kembali

meningkat pada tahun 2000 sebesar 37,3 juta orang (Togar Saragih, 2006:54).

Perkembangan jumlah penduduk miskin di Indonesia tahun 1995-2000 dapat

dilihat pada tabel 1.1 dibawah ini :

TABEL 1.1
PERKEMBANGAN KEMISKINAN DI INDONESIA TAHUN 1995-2000

TAHUN TOTAL

(Dalam Jiwa)

1995 32.600.000

1996 31.400.000

1997 38.700.000

1998 49.500.000

1999 47.970.000

2000 38.700.000

Sumber : BPS dalaam laporan Indonesia 2000

Pada tabel 1.1 dapat dilihat bahwa jumlah penduduk miskin sejak tahun

1995 jumlah penduduk miskin sebesar 32,6 juta orang jumlah penduduk miskin

pada tahun 1996 mengalami penurunan 10,1 juta orang menjadi 22,5 juta orang.

Pada kurun tahun 1997 hingga 1998 jumlah tesebut mengalami peningkatan yang

pesat. Pada tahun 1997 jumlah penduduk miskin naik hingga menjadi besar 38,7

juta orang. Ini merupakan persentase peningkatan yang terbesar hal ini disebabkan

karena krisis ekonomi yang mulai melanda Indonesia pada bila agustus 1997. ini

terus mengalami peningkatan hingga menjadi 49,5 juta orang pada tahun 1998.

4
pada tahun 1999 jumlah pnduduk miskin sedikit berkurang hingga menjadi 47,97

juta orang. Pada tahun 2000 jumlah penduduk miskin juga kembali mengalami

penurunan walaupun tidak sebesar pada tahun 1999, yakni 9270 ribu orang

menjadi 38,7 juta orang.

Pemerintah Indonesia menyadari bahwa pembangunan nasional adalah

salah satu upaya untuk menjadi tujuan masyarakat adil dan sejahtera. Sejalan

dengan Tujuan pembangunan tidak semata-mata untuk mengejar pertumbuhan

ekonomi pendapatan perkapita yang tinggi, tetapi juga ditekankan pada

pemerataan pendapatan. Ini berarti tujuan dari pembangunan erat kaitannya

dengan usaha mengurangi angka kemiskinan dan mengurangi kesenjangan

pendapatan antara kelompok kaya dan kelompok miskin.

Pembangunan ekonomi dengan tujuan meningkatkan pertumbuhan

ekonomi dan mensejahterakan penduduk, menjadi tolak ukur kemapanan suatu

negara. Mempercepat pertumbuhan ekonomi bagi negara-negara berkembang

merupakan upaya untuk lebih mengejarketertinggalan dengan lain serta dapat

lebih mensejajarkan diri dengan negara-negara yang lebih maju. Namun, sebagian

besar negara berkembang mengalami hambatan terutama dalam hal dana untuk

membiayai berbagai kegiatan pembangunan.

Indonesia sebenarnya pernah memiliki suatu kondisi perekonomian yang

cukup menjanjikan pada awal tahun 1980-an sampai pertengahan tahun 1990-an.

Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik Indonesia, pertumbuhan ekonomi

Indonesia sejak tahun 1986 sampai tahun 1989 terus mengalami peningkatan,

yakni masing-masing 5,9% di tahun 1986, kemudian 6,9% di tahun 1988 dan

5
menjadi 7,5% di tahun 1989. Namun pada tahun 1990 sampai dengan enam tahun

kedepan tingkat pertumbuhan ekonominya fluktuatif. Namun, pada satu titik

tertentu, perekonomian Indonesia akhirnya runtuh oleh terjangan krisis ekonomi

yang melanda secara global di seluruh dunia. Ini ditandai dengan tingginya angka

inflasi, nilai kurs rupiah yang terus melemah, tingginya angka pengangguran

seiring dengan kecilnya kesempatan kerja, dan ditambah lagi dengan semakin

membesarnya jumlah utang luar negeri Indonesia akibat kurs rupiah yang semakin

melemah.

6
Tabel 1.2
Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Atas Harga Konstan
Tahun 1997-2000

Tahun PDB (MiliarnRp) Pertumbuhan


(%)
1997 1,512,780,600 4,7
1998 1,314,202,100 -13,1
1999 1,324,599,100 0,79
2000 1,389,770,300 4,92

Sumber:Badan Pusat Statistik

Sejak krisis melanda pertengahan tahun 1997 menjadi guncangan besar

bagi pertumbuhan ekonomi nasional. Krisis moneter yang berdampak pada laju

pertumbuhan ekonomi tahun 1998 mengalami minus -13,1%. Laju pertumbuhan

ekonomi seburuk ini lebih banyak dipengaruhi situasi nasional. Mulai tahun 1999

perekonomian nasional menunjukkan proses pemulihan dengan pertumbuhan

yang semaikin membaik. Hal ini diperkirakan bahwa kterpurukan ekonomi telah

sampai batas terendah dan kemabali ke suatu perbaikan. Laju pertumbuhan

ekonomi tahun 1999 mulai positif meski hanya tercatat 0,79% setelah sebelumnya

pada tahun 1998 mengalami penurunan yang sangat besar. Tanda-tanda awal

proses pemulihan ekonomi telah mulai Nampak, stabilitas moneter mulai

terkendali, tercermin dari tingkat inflasi yang rendah dan nilai tukar yang

menguat, keadaan social politik yang sudah lebih membaik.

Suatu perekonomian yang berkembang dengan pesat belum tentu jaminan

yang paling baik terhadap ciri suatu daaerah itu makmur, bila tidak diikuti

perluasan kesempatan kerja guna menampung tenaga- tenaga kerja baru yang

setiap tahun. Memasuki angkatan kerja, dalam hal ini pertumbuhan ekonomi

7
nasional maupun regional berkaitan erat dengan perluasan kesempatan kerja

karena faktor produksi tenaga kerja merupakan faktor yang penting artinya bagi

pertumbuhan ekonomi, selain dipengaruhi oleh model alam dan teknologi. Oleh

pertumbuhan penduduk harus diimbangi dengan perluasan kesempatan kerja agar

angkatan kerja yang ada dapat diserap.

Pertumbuhan penduduk dan hal- hal yang berhubungan dengan kenaikan

jumlah angkatan kerja secara tradisional dianggap sebagai faktor yang positif dan

merangsang pertumbuhan ekonomi artinya semakin banyak penduduk akan

meningkatkan potensi pasar domestik, dengan catatan mereka mempunyai daya

beli, sehinga permintaan akan meningkat (Todaro, 1998:63). Namun apabila

Pertumbuhan penduduk sangat pesat akan berakibat pada peningkatan jumlah

kerja. Tingkat partisipasi angkatan kerja merupakan perbandingan antara jumlah

angkatan kerja dengan penduduk dalam usia kerja dalam kelompok yang sama.

Tabel 1.3
Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja
di Indonesia 1998-2001
Tahun TPAK (%)
2001 68,7
2002 67,76
2003 65,72
2004 67,54
Sumber data : sakernas 2010

Pertumbuhan ekonomi didalam perekonomian dipengaruhi oleh banyak

faktor diantaranya tingkat partisipasi angkatan kerja. Pertumbuhan ekonomi yang

terjadi dari tahun ke tahun cenderung mengalami peningkatan. Pada pertengahan

8
tahun 1997 dimana Indonesia mengalami krisis ekonnomi, sehingga terjadi

perubahan pembangunan ketenagakerjaan dan perkembangan kesempatan kerja.

Hal ini dapat dilihat dari berkurangnya tingkat partisipasi angkatan kerja yang

terserap dari berbagai lapangan pekerjaan. Tingkat partisipasi angkatan kerja

(TPAK) dari tahun 2001 ke tahun 2002 mengalami penurunan 0,94, persen,

ditahun 2003 juga mengalami penurunan sebesar 2,24 persen. Pada tahun 2004

mengalami kenaikan 1,82 persen..

Berdasarkan pada uraian tersebut, maka dalam penulisan skripsi ini,

penulis mengambil judul “PENGARUH PRODUK DOMESTIK BRUTO

(PDB) DAN TINGAKAT PARTISIPASI ANGKATAN KERJA (TPAK)

TERHADAP TINGKAT KEMISKINAN DI INDONESIA PERIODE 1984 -

2009 ”

B. Rumusan Masalah

Masalah kemiskinan masih menjadi masalah utama dalam perekonomian

Indonesia. Berbagai upaya dan kebijakan telah dilakukan oleh pemerintah untuk

mengatasi masalah kemisikinan tersebut. Dikaitkan dengan kondisi Indonesia,

permasalahan yang akan diteliti adalah bagaimana sifat dan signifikansi dari

variable-variabel ekonomi makro yaitu Produk Domestik Bruto (PDB), Tingkat

Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) dan Krisis Ekonomi terhadap tingkat

kemiskinan di Indonesia. Produk domestik bruto (PDB) dapat mempengaruhi

kemiskinan dengan teori ekonomi menyatakan bahwa pertumbuhan ekonomi,

yang menunjukan semakin banyak output nasional, mengidentifikasi semakin

banyak yang bekerja, sehingga seharusnya akan mengurangi kemiskinan. Tingkat

9
partisipasi angkatan kerja (TPAK) adalah salah satu faktor yang mempengaruhi

besaran output suatu kegiatan perekonomian, sehingga semakin banyak

masyarakat yang produktif, maka akan menghasilkan output yang tinggi pula

yang mempengaruhi pertumbuhan ekonomi. Begitu pun pada pendapatan per

kapita. meningkatnya TPAK suatu daerah, berarti meningkat pula pendapatan

perkapita dan tingkat konsumsi yang mempengaruhi berkurangnya tingkat

kemisknan. Krisis ekonomi yang terjadi pada pertengahan 1997 menyebabkan

inflasi yang meningkat tajam. Tingkat harga terutama harga barang kebutuhan

pokok melonjak drastis sehingga menurunkan daya beli masyarakat. Selain itu

banyak perusahaan/ investor baik swasta domestik maupun asing yang

mempersempit wilayah usahanya dan mengurangi pekerja bahkan sampai gulung

tikar. Hal tersebut berdampak pada meningkatnya pengangguran dan

kemisiskinan.

Dengan demikian penelitian mencoba menganalisis :

1. Sejauh mana pengaruh produk domestik bruto (PDB) terhadap tingkat

kemiskinan di Indonesia?

2. Sejauh mana pengaruh tingkat partisipasi angkatan kerja (TPAK)

terhadap tingkat kemiskinan di Indonesia?

3. Sejauh mana pengaruh krisis ekonomi terhadap tingkat kemiskinan di

Indonesia?

10
c. Tujuan dan Manfaat Penelitian

Tujuan Penelitian

1. Untuk menganalisis pengaruh produk domestik bruto (PDB) terhadap

tingkat kemiskinan di Indonesia.

2. Untuk menganalisis pengaruh tingkat partisipasi angkatan kerja (TPAK)

terhadap tingkat kemiskinan di Indonesia.

3. Untuk menganalisis pengaruh krisis ekonomi terhadap tingkat kemiskinan

di Indonesia

Manfaat Penelitian

1. Bagi Penulis

Sebagai syarat mendapat gelar sarjana pada Fakultas Ekonomi Universitas

Islam Negeri Syarif Hidayatiullah Jakarta. Selain itu guna menambah

pengetahuan dan pengalaman penulis agar dapat mengembangkan ilmu

yang di peroleh selama mengikuti perkuliahan serta dapat membandingkan

secara teoritis dan praktek yang secara nyata terjadi di lapangan.

2. Bagi Instansi Terkait

Diharapkan mampu memberikan informasi dan penambahan wawasan

bagi pihak-pihak pengambil kebijakan, sehingga diharapkan dapat

menentukan kebijakan dengan tepat.

3. Bagi Dunia Ilmu Pengetahuan

Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan pemikiran atau studi banding

bagi mahasiswa atau pun pihak yang melakukan penelitian yang sejenis.

11
Di samping itu guna meningkatkan keterampilan, memperluas wawasan

yang akan membentuk mental mahasiswa sebagai bekal memasuki

lapangan.

12
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Kemiskinan

1. Pengertian Kemiskinan

Kemiskinan adalah suatu fenomena sosial bahkan juga dianggap sebagai

suatu problem yang dihadapi oleh setiap masyarakat diseluruh dunia sepanjang

masa dimana, kemiskinan merupakan suatu keadaan seseorang tidak sanggup

untuk memelihara dirinya sendiri sesuai dengan taraf hidup kelompoknya, juga

tidak mampu untuk memanfaatkan tenaga, mental maupun fisiknya dalam

kelompok tersebut. (Todaro, 2006:152)

Menurut Eryani Yustika (2005:25), pembicaraan mengenai kemiskinan

biasa meliputi berbagai aspek. Kemiskinan sangat terkait dengan kepemilikan

modal, kepemilikan lahan, sumber daya manusia, kekurangan gizi, penidikan,

pelayanan kesehatan, pendapatan per kapita yang rendah, dan minimnya investasi.

Konsep bawah kemiskinan perlu didalami karena akan berpengaruh bagi program

pengentasan kemiskinan didaerah berdasarkan corak dan karateristik kemiskinan

itu sendiri. Rasanya penyatuan gerak program pengentasan kemiskinan perlu

dilakukan, mengingat selama ini banyak ukuran-ukuran kemiskinan yang dipakai.

Mislanya, Scott (1979:5) dalam Eryani Yustika (2005:25) melihat kemiskinan dari

sisi pendapatan rata-rata kepala (Income Per Capita) dan Sen (1981) dalam Erani

Yutika (2005:25) mengkaji kemiskinan dari sudut pandang kebutuhan dasar

(Basic Needs).

13
Menurut Badan Pusat Statistik (1999) dari kutipan jurnal oleh (Eko Udi

Hartati, 2004), mendefinisikan kemiskinan sebagai ketidakmampuan untuk

memenuhi standar kebutuhan hidup minimum, yang meliputi makanan dan non

makanan, nilai standar kebutuhan minimum digunakan sebagai garis batas

kemiskinan atau garis kemiskinan, yang terdiri dari dua komponen yaitu garis

kemiskinan makanan dan garis kemiskinan non makanan. Batas kecukupan

makanan ditetapkan sebesar nilai pengeluarann untuk makanan yang mampu

menghasilkan energi sebebsar 2.100 kalori per kapita per hari. Batas kecukupan

non makanan adalah sebesar nilai rupiah yang dikeluarkan penduduk kelas bawah

untuk memenuhi kebutuhan pokok minimum non makanan yaitu perumusan,

pakaian, kesehatan, pendidikan, transportasi, dan aneka barang-barang serta jasa

lainnya.

Menurut Badan Pusat statistik (2006) kemiskinan adalah suatu problem

yang sulit dipecahkan, kemiskinan tersebut muncul karena ketidak mampuan

memenuhi kebutuhan hidupnya, yakni jasmaniah secara utuh. Adapun pendapatan

yang mereka terima selama ini pada kenyataannya sulit untuk menutupi seluruh

kebutuhan hidupnya (Deficit) baik pangan, sandang maupun papan. Padahal tidak

ada seorangpun pertumbuhan ekonomi yang tidak serta merta dapat menekan

angka kemiskinan.

Menurut Siregar dan Wahyuniarti (2008:27), seseorang dapat dikatakan

miskin atau hidup dalam kemiskinan jika pendapatan atau aksesnya terhadap

barang dan jasa relatif rendah dibandingkan rata-rata orang lain dalam

perekonomian tersebut secara absolut, seseorang dinyatakan miskin apabila

14
tingkat pendapatan atau standar hidupnya secara absolut berada dibawah tingkat

subsisten. Ukuran subsistensi tersebut dapat diproksi dengan garis kemiskinan,

secara umum, kemiskinan adalah ketidak mampuan seseorang untuk memenuhi

kebutuhan dasar standar atas setiap aspek kehidupan. Menurut (Sen, 1999)

kemiskinan lebih terkait pada ketidak mampuan untuk mencapai standar hidup

tersebut dari pada apakah standart hidup tersebut tercapai atau tidak.

Menurut Tambunan (2001:84), besarnya kemiskinan dapat diukur dengan

atau tanpa mengacu kepada garis kemiskinan. Konsep yang mengancu kepada

garis kemiskinan disebut kemiskinan relatif, sedangkan konsep yang

pengukurannya tidak didasarkan pada garis kemiskinan disebut kemiskinan

absolut. Kemiskinan relatif adalah ukuran mengenai kesenjangan di dalam

distribusi pendapatan, yang biasanya dapat didefisinikan didalam kaitannya

dengan tingkat rata-rata dari distribusi yang dimaksud, kemiskinan relatif dapat

berbeda menurut Negara atau priode didalam suatu Negara. Kemiskinan absolut

adalah derajat dari kemiskinan dibawah, dimana kebutuhan-kebutuhan minimum

untuk bertahan hidup tidak dipenuhi. Ini adalah suatu ukuran tetap (tidak berubah)

didalam bentuk suatu kebutuhan kalori minimum ditambah komponen-komponen

non makanan yang juga sangat diperlukan untuk bertahan hidup. Walaupun

kemiskinan absolut sering juga disebut kemiskinan ekstream, tetapi maksud dari

yang akhir ini bisa bervarisi, tergantung pada interprestasi setempat atau kalkulasi.

BAPENAS (2004) dari kutipan jurnal oleh (Evi Susanti Tasri,2006:189),

mendefinisikan kemiskinan sebagai kondisi diamana seseorang atau sekelompok

orang, laki-laki dan perempuan , tidak mampu memenuhi hak-hak dasarnya untuk

15
mempertahankan dan mengembangkan kehidupan yang bermartabat. Hak-hak

dasar warga desa antara lain terpenuhinya kebutuhan pangan, kesehatan,

pendidikan, pekerjaan, perumahan, air bersih, pertahanan, sumberdaya alam dan

lingkungan hidup, rasa aman dari perlakuan atau ancaman tindakan kekerasan dan

hak unuk berpartisipasi dalam kehidupan sosial politik, baik perempuan maupun

laki-laki.

Menurut Esmara (1996), Woon (2000), Sahdan (2005) dari kutipan jurnal

Evi susanti tarsi, (2006:189), persoalan pengertin kemiskinan bukanlah hal yang

mudah. Kemiskinan sebagai gejala ekonomi berbeda dengan kemiskinan sebagai

gejala sosial. Kemiskinan berbagai gejala yang terjadi disekitar lingkungan

penduduk miskin dan biasanya dikaitan dengan masalah kekurangan pendapatan.

Sebaliknya kebudayaan miskin sebagai gejala sosial lebih banyak terletak dalam

diri penduduk miskin itu sendiri seperti cara hidup, tingkah laku dan sebagainya.

2. Penyebab Kemiskinan

Menurut Arsyad (2001:237-238) Penyebab Kemiskinan adalah Para

pembuat kebijakan pembangunan selalu berupaya agar alokasi sumber daya dapat

dinikmati oleh sebagaian besar anggota masyarakat, namun demikian, karena ciri

dan keadaan masyarakat amat beragam dan ditambah pula dengan tingkat

kemajuan ekonomi negara yang bersangkutan yang masih lemah, maka kebijakan

nasional umumnya diarahkan untuk memecahkan permasalahan jangka pendek.

Sehingga kebijakan pemerintah belum berhasil memecahkan persoalan kelompok

ekonomi ditingkat bawah. Selain itu, kebijakan dalam negri sering kali tidak

16
terlepas dengan keadaan yang ada diluar negri secara tidak langsung

mempengaruhi kebijakan antara lain dari segi pendapatan pembangunan.

Dengan demikian, kemiskinan dapat diminati sebagai kondisi anggota

masyarakat yang tidak atau belum ikut serta dalam proses perubahan karena tidak

mempunyai kemampuan, baik kemampuan dalam pemilikan faktor produksi

maupun kualitas faktor produksi yang memadai sehingga tidak mendapatkan

manfaat dari hasil proses pembangunan. Ketidak ikut sertaan dalam proses

pembangunan ini dapat disebabkan karena secara alamiah tidak atau belum

mampu mendayagunan faktor produksinya, dapat pula terjadi secara tidak

alamiah. Pembangunan yang direncanakan oleh pemerintah yang tidak sesuai

dengan kemampuan masyarakat yang bersangkutan untuk partispasi berakibat

manfaat pembangunan tidak menjangkau mereka.

Oleh karena itu kemiskinan disamping merupakan masalah yang muncul

dalam masyarakat berkaitan dengan pemilik faktor produksi, produktivitas dan

tingkat perkembangan masyarakat sendiri. Juga berkaitan dengan kebijakan

pembangunan nasional yang dilaksanakan. Dengan kata lain, masalah kemiskinan

ini bisa selain timbul oleh hal yang bersifat alamiah dan kultural juga disebabkan

oleh miskinnya strategi dan kebijakan pembangunan yang ada, sehingga para

pakar pemikir tentang kemiskinan kebanyakan melihat kemiskinan sebagai

masalah sktruktural. Dan pada akhirnya timbul istilah kemiskinan sebagai

masalah struktural. dan pada akhirnya timbul istilah kemiskinan struktural yakni

kemiskinan yang diderita oleh suatu golongan masyarakat karena struktural sosial

17
masyarakat tersebut tidak dapat ikut menggunakan sumber-sumber pendapatan

yang sebenarnya tersedia bagi mereka.

Tiga hal penyebab kemiskinan menurut Kuncoro (2003:107) apabila

dipandang dari sisi ekonomi, yaitu;

a. Kemiskinan muncul karena ketidaksamaan kepemilikan sumber daya yang

menimbulkan distribusi pendapatan yang timpang, penduduk miskin hanya

memiliki sumber daya dalam jumlah terbatas dan kualitas rendah.

b. Kemiskinan muncul akibat adanya perbedaan kualitas sumberdaya

manusia, kualitas sumber daya manusia rendah berarti produktivitas

rendah, yang pada upahnya rendah. Rendahnya kualitas sumber daya ini

karma rendah nya pendidikan, nasib yang kurang beruntung, adanya

diskriminasi atau keturunan

c. Kemiskinan muncul akibat adanya perbedaan akses dan modal.

3. Ukuran Kemisikinan

Ada 3 macam ukuran kemiskinan dilihat dari tingkat pendapatan yang

mampu digunakan yaitu kemiskinan absolut dan kemiskinan relatif (Arsyad,

2001: 238-240).

a. Kemiskinan Absolut

Kemiskinan absolut merupakan kemisikinan yang berkaitan dengan

perkiraan tingkat pendapatan kebutuhan. Perkiraan kebutuhan hanya dibatasi pada

kebutuhan pokok atau kebutuhan dasar minimum yang memungkinkan seseorang

untuk dapat hidup secara baik. Bila pendapatan tidak dapat mencapai kebutuhan

minimum, makan orang dapat dikatakan miskin. Dengan demikian, kemiskian

18
diukur dengan memperbandingkan tingkat pendapatan orang dengan tingkat

pendapatan yang dibutuhkan untuk memperoleh kebutuhan dasarnya. Tingkat

pendapatan minimum merupakan pembatas antara keadaan miskin dengan tidak

miskin atau sering disebut sebagai garis batas kemiskinan. Konsep ini sering

disebut dengan kemiskinan absolut. Konsep ini dimaksudkan untuk menentukan

tingkat pendapatan minimum yang cukup untuk memenuhi kebutuhan fisik

terhadap makan, pakaian dan perumahan untuk menjalani kelangsungan hidup.

Kesulitan utama dalam konsep kemiskinan absolut adalah menetukan

komposisi dan tingkat kebutuhan minimum karena kedua hal tersebut tidak hanya

dipengaruhi oleh adat kebiasaan saja, tetapi juga iklim, tingkat kemajuan suatu

negara, dan berbagai faktor ekonomi lainnya. Walaupun demikian. Untuk dapat

hidup layak seseorang membutuhkan barang-barang dan jasa untuk memenuhi

kebuutuhan fisik dan sosialnya.

b. Kemiskinan Relatif

Orang yang sudah memepunyai tingkat pendapatan yang dapat memenuhi

kebutuhan dasar minimum tidak selalu berarti “tidak miskin” ada ahli yang

berpendapat bahwa walaupun pendapatan sudah mencapai tingkat kebutuhan

dasar minimum, tetapi masih jauh lebih rendah dibandingkan dengan keadaan

dimasyarakat disekitarnya, maka orang tersebut masih berada dalam keadaan

miskin. Ini terjadi karena kemisikinan lebih banyak ditentukan oleh keadaan

sekitarnya, dari pada lingkungan orang yang bersangkutan.

Berdasarkan konsep ini, garis kemiskinan akan mengalami perubahan bila

tingkat hidup masayarakat berubah. Hal ini jelas mengurangi perbaikan dari

19
konsep kemiskinan absolut, konsep kemiskinan relatif bersifat dinamis, sehingga

kemiskinan akan selalu ada.

c. Kemiskinan Kultural

Kemiskinan ini disebabkan oleh pemahaman suatu sikap, kebiasaan hidup

dan budaya seseorang atau masyarakat yang merasa cukup dan tidak kekurangan.

Kelompok ini tidak mudah untuk diajak berpartisipasi dalam pembangunan dan

cenderung tidak mau berusaha memperbaiki tingkat kehidupannya meskipun ada

usaha pihak luar untuk membantu. Dengan ukuran absolut mereka dapat

dikatakan miskin, tetapi tidak merasa miskin dan tidak mau disebutkan.

Sedangkan ada empat macam ukuran kemiskian dilihat dari pola waktu

diteropong (Erani Yustika, 2005:26):

a. Persistent Poverty, adalah kemiskinan yang telah kronis atau turun

menurun

b. Cycliacal Poverty, yaitu kemiskinan yang mengikuti pola siklus ekonomi

secara keseluruhan.

c. Seasonal Poverty, adalah kemiskinan musimam yang sering dijumpai

seperti kasus nelayan dan pertanian tanaman pangan.

d. Acciedent Poverty, adalah kemiskinan yang tercipta karena adanya

bencana alam, konflik, dan kekerasan, atau dampak dari suatu kebijakan

tertentu yang menyebabkan menurunannya tingkat kesejahteraan suatu

masyarakat

20
4. Kreteria Kemiskinan

Ada berbagai macam kreteria yang digunakan untuk mengukur tingkat

kemiskinan, salah satunya kreteria miskin menurut Sayogyo. Komponen yang

digunakan sebagai dasar untuk ukuran garis kemiskinan Sayogyo adalah

pendapatan keluarga yang disertakan dengan nilai harga beras yang berlaku pada

saat itu dan rata anggota tiap rumah (lima orang). Berdasarkan kereteria tersebut,

Sayogyo membedakan masyarakat ke dalam beberpa kelompok, yaitu :

1. Sangat Miskin

Yang termasuk dalam kelompok ini adalah mereka yang pendapatannya

dibawah setara 240 kg beras ekuivalen setiap orang dalam setahun

penduduk yang tinggal diperkotaan

2. Miskin

Yang termasuk dalam kelompok ini adalah mereka yang pendapatannya

setara dengan 240 kg beras sampai 320 kg beras selama setahun untuk

penduduk tertinggal di pedesaan, dan 360 kg beras sampai 480 kg beras

pertahun untuk tinggal diperkotaan.

3. Hampir Cukup.

Yang termasuk dalam kelompok ini adalah mereka yang pendapatannya

setara dengan 320 kg beras sampai 480 kg beras dalam setahun untuk

penduduk yang tinggal dipedesaan, dan 720 kg beras pertahun untuk yang

tinggal diperkotan.

21
4. Cukup

Yang termasuk dalam kelompok ini adalah mereka yang pendapatannya

setara dengan lebih 480kg beras setiap orang selama setahun dipedesaan,

dan di atas 720 kg beras setiap orang pertahun untuk penduduk yang

tinggal di perkotaan.

5. Garis Kemiskinan.

Garis kemiskianan menurut Kuncoro (2003:103) yang di dasarkan pada

konsumsi terdiri tas dua elemen:

a. Pengeluaran yang diperlukan untuk membeli standar gizi minimum dan

kebutuhan mendasar lainnya.

b. Jumlah kebutuhan lain yang sangat bervariasi, yang mencerminkan biaya

partisipasi dalam kehidupan masyarakat sehari-hari.

Dalam rangka pengentasan kemiskinan, pengenalan teoritis tentang garis

kemiskinan menjadi suatu titik awal yang penting. Siapakah penduduk miskin,

dimana mereka berada mereka berada dan pada kelompok-kelompok mana saja

kemiskinan tersebut terlihat paling besar dapat dikenali dengan cermat

berdasarkan garis kemiskinan. Kemiskinan dapat diukur secara langsung dengan

menatapkan tingkat pendapatan minimum yang dimiliki, melalui penggunaan

standar baku yang dikenal dengan garis kemiskinan ini.

Garis kemiskinan dapat dihitung dengan menggunakan tiga pendapatan,

dan pengeluaran. Garis kemiskinan yang ditentukan berdasarkan tingkat produksi

adalah garis kemiskinan berdasarkan produksi perkapita, mislanya produksi padi

perkapita, hanya dapat menggambarkan kegiatan produksi tanpa memperhatikan

22
pemenuhan kebutuhan hidupnya. Selanjutnya perhitungan garis kemiskinan

dengan menggunakan pendekatan pendapatan rumah tangga tidak mudah

dikumpulkan dilapangan, karena nilai produksi rumah tangga atau individu tidak

tercatat dengan baik, untuk mengatasi kesulitan pengumpulan data pendapatan,

maka garis kemiskinan ditentukan dengan pendekatan pengeluaran.

Garis kemiskinan tersebut dapat mengambil beberapa bentuk, seperti

jumlah pendapatan dalam arti unit uang, atau jumlah konsumsi dalam jumlah unit

uang, ataupun jumlah konsumsi kalori perhari dimana garis kemiskinan memberi

batas kemampuan untuk memenuhi kebutuhan minimum individu atau kebutuhan

dasar individu.

Garis kemiskinan menurut Badan Pusat Statistik (BPS,2002) adalah batas

kemiskinan (Poverty Line) yang digunakan dalam pengukuran ini adalah setara

dengan besarnya rupiah perkapita perbulan yang diperlukan untuk mencukupi

kebutuhan 2.100 kalori ditambah dengan beberapa komoditi penting non

makanan, seperti perumahan, sandang, pendidikan dan kesehatan. Konsep ini

menghasilkan data penduduk yang bersifat agregat (makro).

6. Ciri-ciri Kemiskinan

Emil Salim (1982) dari kutipan jurnal (Togar Saragih, 2006:59),

mengemukakan bahwa ciri-ciri orang miskin adalah :

a. Umumnya tidak memiliki faktor produksi, seperti tanah, modal dan

keterampilan. Faktor produksi yang dimiliki kecil, sehingga kemampuan

untuk memperoleh pendapatan terbatas.

23
b. Tidak mempunyai kemungkinan untuk memperoleh asset produksi dengan

kekuatan sendiri. Pendapatan yang diperoleh tidak cukup memperoleh tanah

garapan ataupun modal usaha, dismping itu tidak terpenuhinya syarat untuk

mendapatkan keredit perbangkan, menyebabkan mereka berpaling ke

renternir.

c. Tidak memiliki tanah, jika adapun relatif kecil. Mereka umumnya jadi buruh

tani atau pekerja kasar diluar pertanian. Pekerjaan pertanian bersifat musiman

menyebabkan kesinammbungan kerja kurang terjamin. Mereka umumnya

sebagai pekerja bebas, akibatnya dalam situasi penawaran tenaga kerja tingkat

upah menjadi rendah dan mendukung atau mempertahankan mereka untuk

selalu hidup dalam kemiskinan.

7. Teori Kemiskinan

Dari segi teori pengaruh pertumbuhan ekonomi dan kemajuan kota

terhadap pendapatan dan kemiskinan dapat diterangkan melalui empat pendektaan

teori (Firdausi dikutip dalam Tulus Tambunan, 2001:51).

a) Michael P.Todaro. salah satu cara atau mekanisme yang utama dalam

mengurangi kemiskinan atau dengan mengurangi pengangguran karena cara

paling ampuh untuk mengetaskan kmiskinan atau dengan menangulangi

masalah pengangguran dan ketenagakerjaan.

b) Teori Marx (1787), menurutnya pertumbuhan ekonomi pada tahap

pembangunan awal akan meningkatkan permintaan harga tenaga kerja yang

berakibat pada peningkatan upah tenaga kerja. Kenaikan kerja akan

mempengaruhi terhadap kenaikan rasio capital terhadap penurunan

24
permintaan tenaga kerja yang mengakibatkan masalah pengangguran,

ketimpangan pendapatan dan tenaga kerja.

c) Teori Kuznetz (Firdausi, 1994), teori ini menunjukan pertumbuhan ekonomi

Negara-negara miskin pada awalnya cenderung menyebabkan semkin

tingginya tingkat kemiskinan dan tingkat pemerataan distribusi pendapatan,

namun bila Negara-negara miskin maju dan berkembang maka tingkat

kemiskinan dan ketimpangan distribusi pendapatan akan semakin menurun.

d) Teori para Ekonom Klasik seperti Roberty (1974), Hayami dan Retten (1985)

dan Pralad Char (1983). Mereka menyatakan bahwa pertumbuhan ekonomi

akan selalu cenderung mengurangi kemiskinan dan ketimpangan pendapatan

walaupun masih dalam tahap awal pertumbuhan.

B. Produk Domestik Bruto (PDB)

1. Pengertian Produk Domestik Bruto (PDB)

Produk domestik bruto (PDB) diartikan sebagai nilai barang-barang dan

jasa yang diproduksikan di dalam Negara tersebut dalam satu tahun tertentu. Di

dalam suatu perekonomian, di Negara-negara maju maupun di Negara-negara

berkembang, barang dan jasa diproduksikan bukan saja oleh perusahaan milik

penduduk Negara tersebut tetapi oleh penduduk Negara lain ( Sadono Sukirno,

2004:34).

Menurut Mankiw (2003:6) PDB merupakan nilai dari semua barang dan

jasa yang diproduksi oleh penduduk dalam suatu Negara baik domestik maupun

asing dalam priode tertentu.

25
PDB diartikan sebagai nilai keseluruhan output semua barang dan jasa

yang diproduksi di dalam wilayah Indonsia dalam jangka waktu tertentu yang

dihitung adalah semua barang dan jasa yang digunakan oleh pengguna akhir dan

bukan yang digunakan untuk proses produksi selanjutnya.

Beberapa definisi tentang PDB/GDP (Gross Domestic Product), meliputi

(Blancard,2000 dalam Hamid Ponco Wibowo, 2006:37) :

1. GDP adalah nilai “barang dan jasa final” yang dihasilkan dalam suatu

ekonomi dalam priode tertentu.

2. GDP adalah jumlah nilai tambah yang dihasilkan oleh suatu ekonomi

dalam priode tertentu.

3. GDP adalah jumlah pendapatan dalam suatu ekonomi pada priode tertentu.

Mankiw (2006) merumuskan persamaan indentitas yang menggambarkan

komponen-komponen dari PDB, persamaan tersebut adalah sebagai berikut :

Y = C + I + G + NX

Keterangan :

Y = PDB

C = Konsumsi

I = Investasi

G = Belanja Pemerintah

NX = Ekspor Netto

1. Konsumsi

26
Konsumsi (Consumption) adalah pembelajaan barang dan jasa oleh rumah

tangga. “barang” mencangkup pembelanjaan rumah tangga barang yang lama,

seperti kendaraan dan perlengkapan dan barang tiddak tahan lama seperti

makanan dan pakaian. “ jasa” mencangkup barang yang tidak berwujud konkret,

seperti pangkas rambut dan perawatan kesehatan. Pembelanjaan rumah tangga

atas pendidikan juga dimaksudkan sebagai konsumsi jasa (walaupun seseorang

dapat saja berpendapat bahwa hal itu lebih cocok berda di komponen selanjutnya).

2. Investasi

Investasi (Investment) adalah pembelian barang yang nantinya akan

digunakan untuk memproduksi lebih banyak barang dan jasa. Investasi adalah

jumlah dari pembelian peralatan modal, persediaan, dan bangunan atau struktur.

Invetasi pada bangunan mencangkup pengeluaran untuk mendapatkan tempat

tinggal baru. Menurut kesepakatan brsama, pembelian tempat tinggal baru.

Menurut kesepakan berama, pembelian tempat tinggal baru merupakan satu

bentuk pembelanjaan rumah tangga yang dikatagorikan sebagai investasi dan

bukan konsumsi.

3. Belanja Pemerintah

Belanja pemerintah (Government Purchase) mencakup pembelanjaan

barang dan jasa oleh pemerintah mencangkup upah pekerja pemerintah dan

pembelanjaan kepentingan umum.

4. Ekspor Neto

Ekspor neto (Neto Exports) sama dengan pembelian produk dalam negri

oleh orang asing (export) dikurangi pembelian produk luar negri oleh warga

27
Negara (import). Penjualan yang dilakukan sebuah perusahaan dalam negeri

kepada pembeli di Negara lain seperti penjualaan Boeing kepada British Airways

akan meningkatkan ekspor neto AS.

2. Teori Pertumbuhan Ekonomi

Teori pertumbuhan ekonomi adalah teori-teori yang menerangkan faktor-

faktor yang menimbulkan dan menentukan lajunya pertumbuhan ekonomi, teori

tentang pertumbuhan ekonomi telah dikemukakan sejak zaman historimus, seiring

dengan perkembangan zaman dimana terjadinya perubahan ideologi, revolusi dan

inovasi teknologi, membuat perkembangan twori dan konsep pemikiran tentang

pertumbuhan ekonomi berkembang sangat pesat (Adelman, dalam Arsyad (2010:

55-56)). Oleh karena itu peneliti menggunakan beberapa teori pertumbuhan yang

mendukung penelitian ini sebagai berikut :

• Teori Ricardian

Asumsi Teori Ricardo :

Asumsi-asumsi tentang pertumbuhan ekonomi yang digunakan oleh

Ricardo (Arsyad, 2010: 80) yaitu, keadaan perekonomian saat itu adalah dimana

jumlah tanah terbatas; kemudian meningkat atau menurunnya tenaga kerja

(penduduk), tergantung pada tingkat upah nominal. Apabila tingkat upah nominal

lebih besar dibandingkan tingkat upah minimum, maka jumlah tenaga kerja akan

meningkat, begitupun sebaliknya; Akumulasi modal terjadi jika tingkat

keuntungan yang diperoleh para pemilik modal berada diatas tingkat keuntungan

minimal yang diperlukan untuk menarik mereka untuk melakukan investasi.

28
Diasumsikan pula, bahwa kemajuan teknologi terjadi sepanjang waktu,

serta sektor pertanian sangat dominan.

David Ricardo mengungkapkan pandangannya bahwa, dengan terbatasnya

jumlah tanah, maka pertumbuhan penduduk (tenaga kerja) akan menurunkan

produk marginal yang kemudian dikenal dengan istilah Law of deminishing return

atau hukum kenaikan hasil yang semakin berkurang. Selama tenaga kerja yang

dipekerjakan pada tanah tersebut dapat menerima upah diatas tingkat upah

alamiah, jumlah tenaga kerja akan terus bertambah. Hal tersebut akan

menurunkan lagi produk marginal tenaga kerjanya dan pada gilirannya akan

menurunkan tingkat upah.

Menurut Ricardo (Arsyad, 2010: 81), peranan akumulasi modal dan

kemajuan teknologi akan cenderung meningkatkan produktivitas tenaga kerja.

Dengan kata lain akan memperlambat terjadinya the law of deminishing return

yang pada gilirannya akan memperlambat pula penurunan tingkat hidup kearah

tingkat hidup minimal.

• Teori Keynes

Menurut Keynes terjadinya pengangguran merupakan akibat dari

kurangnya pengeluaran agregat, dan untuk mengatasinya Keynes menyarankan

agar memperbesar pengeluaran konsumsi dan non konsumsi. Dalam hal ini maka

Keynes menganjurkan adanya campur tangan pemerintah melalui kebijakan

fiskal, kebijakan moneter dan kebijakan segi penawaran yang dapat

mempengaruhi permintaan efektif (Sadono, 2004: 85).

29
• Teori Harrod-Dommar

Teori Harrod-Domar merupakan teori pertumbuhan jangka panjang,

karena teori ini menerangkan syarat-syarat apa saja harus dipenuhi agar suatu

perekonomian dapat mencapai pertumbuhan yang teguh atau steady growth..

Analisis Harrod-Dommar menggunakan pemisalan-pemisalan berikut (Sadono,

2004: 435) :

“(i) barang modal telah mencapai kapasitas penuh, (ii) tabungan adalah

proporsional dengan pendapatan nasional, (iii) rasio modal-produksi

nilainya tetap, (iv) perekonomian terdiri dari dua sektor.”

Menurut Arsyad (2010: 84-85), Teori ini menunjukan bahwa

perekonomian dapat menyisihkan sejumlah proporsi tertentu dari pendapatan

nasionalnya untuk mengganti barang-barang modal seperti gedung, peralatan dan

lain-lain yang telah rusak. Namun demikian untuk dapat meningkatkan laju

perekonomian, diperlukan pula investasi-investasi baru sebagai tambahan stok

modal. Teori Harrod-domar memandang bahwa ada hubungan ekonomis antara

besarnya stok modal dan output total, misalnya, jika 3 rupiah modal diperlukan

untuk menghasilkan output sebesar 1 rupiah, maka setiap tambahan bersih

terhadap stok modal akan mengakibatkan kenaikan output total sesuai dengan

rasio modal output tersebut.

• Teori Schumpeter

Menurut Schumpeter, kemajuan perekonomian kapitalis disebabkan

karena diberinya keleluasaan untuk para entrepreneurship. Sayangnya keleluasaan

tersebut cenderung memunculkan monopoli kekuatan pasar. Monopoli inilah yang

30
memunculkan masalah-masalah non ekonomi, terutama sosial politik yang

akhirnya dapat menghancurkan kapitalis itu sendiri (Sadono, 2007:434).

Schumpeter berpandangan bahwa pertumbuhan ekonomi sangat ditentukan

oleh kemampuan kewirausahaan (entrepreneurship). Sebab, para pengusahalah

yang mempunyai kemampuan dan keberanian untuk mengumpulkan dan

mengorganisasikan seluruh faktor-faktor produksi lain yang dapat digunakan

untuk menghasilkan kebutuhan bagi masyarakat (Sadono, 2007:251).

• Teori Robert Solow

Robert Solow (dikutip dari Siregar dan Wahyuniarti, 2008:26)

mengemukakan model pertumbuhan ekonomi yang disebut model pertumbuhan

Solow. Model tersebut berangkat dari fungsi produksi agregat sebagai berikut:

Y = A . F (K,L)

Dimana Y adalah output nasional (kawasan), K adalah modal (kapital) fisik, L

adalah tenaga kerja dan A merupakan teknologi. Faktor yang mempengaruhi

pengadaan modal fisik adalah investasi. Y juga akan meningkat jika terjadi

perkembangan dalam kemajuan teknologi yang terindikasi dari kenaikan A. Oleh

karena itu pertumbuhan perekonomian nasional dapat berasal dari pertumbuhan

input dan perkembangan kemajuan teknologi yang disebut juga pertumbuhan total

faktor produktivitas.

Model solow dapat diperluas sehingga mencakup sumberdaya alam

sebagai salah satu input. Dasar pemikirannya yaitu output nasional tidak hanya

dipengaruhi K dan L tapi juga dipengaruhi oleh lahan pertanian atau sumberdaya

alam lainnya seperti cadangan minyak. Perluasan model solow lainnya adalah

31
dengan memasukkan sumberdaya manusia sebagai modal (Human Capital).

Dalam literatur, teori pertumbuhan seperti ini terkategori sebagai pertumbuhan

endogen dengan pionirnya Lucas dan Romer. Lucas menyatakan bahwa

akumulasi modal manusia, sebagaimana akumulasi modal fisik menentukan

pertumbuhan ekonomi, sedangkan Romer berpandangan bahwa pertumbuhan

dipengaruhi oleh tingkat modal manusia melalui pertumbuhan teknologi.

Secara sederhana dengan demikian fungsi produksi agregat dapat

dimodifikasi menjadi sebagai berikut:

Y = A . F (K,H,L)

Pada persamaan diatas, H adalah sumberdaya manusia yang merupakan

akumulasi dari pendidikan dan pelatihan. Menurut Mankiw et. al. (1992)

kontribusi dari setiap input pada persamaan tersebut terhadap output nasional

bersifat proporsional. Suatu negara yang memberikan perhatian lebih kepada

pendidikan terhadap masyarakatnya ceteris paribus lebih baik daripada yang tidak

melakukannya. Dengan kata lain, investasi terhadap sumberdaya manusia melalui

kemajuan pendidikan akan menghasilkan pendapatan nasional atau pertumbuhan

ekonomi yang lebih tinggi. Apabila investasi tersebut dilaksanakan secara relatif

merata, termasuk terhadap golongan berpendapatan rendah, maka kemiskinan

akan berkurang. Sehingga dapat di simpulkan bahwa apabila pertumbuhan ouput

meningkat yang dipengaruhi investasi terhadap sumberdaya manusia maka dapat

menurunkan kemiskinan.

32
C. Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK)

Menurut Sadono (2004:18), angkatan kerja adalah jumlah tenaga kerja

yang terdapat dalam suatu perekonomian pada suatu waktu tertentu. Angkatan

kerja terdiri atas golongan yang bekerja, dan golongan yang menganggur yang

sedang mencari pekerjaan, Sedangkan yang dimaksud dengan bukan angkatan

kerja adalah mereka yang masih sekolah, golongan yang mengurus rumah tangga,

dan golongan lain-lain atau penerima pendapatan.

Sedangkan, Tingkat partisipasi angkatan kerja (TPAK) adalah

perbandingan antara jumlah angkatan kerja dengan penduduk dalam usia kerja.

Yang dimaksud dengan penduduk usia kerja adalah penduduk yang telah berusia

15-64 tahun yang berpotensi memproduksi barang dan jasa.

Sebelum tahun 2000, Indonesia menggunakan patokan seluruh penduduk

berusia 10 tahun ke atas untuk kategori usia kerja (lihat hasil Sensus Penduduk

1971, 1980 dan 1990). Namun sejak Sensus Penduduk 2000 dan sesuai dengan

ketentuan internasional, penduduk usia kerja adalah yang telah berusia 15 tahun

atau lebih.

TPAK merupakan ukuran tingkat partisipasi penduduk dalam angkatan

kerja yang dapat memberikan gambaran yang jelas sampai seberapa jauh

sebenarnya penduduk yang termasuk usia kerja ( sepuluh tahun keatas) benar-

benar aktif didalam bekerja dan tidak aktif bekerja. Jadi TPAK perbandingan

antara angkatan kerja penduduk dalam usia kerja. Semakin besar jumlah

penduduk usia kerja akan menyebabkan semakin besarnya angkatan kerja. Untuk

33
menghitung tingkat partisipasi angkatan kerja (TPAK) dapat digunakan rumus

sebagai berikut :

TPAK = Angkatan kerja X 100%


Penduduk Usia Kerja

Semakin besar tingkat partisipasi angkatan kerja merupakan dampak dari

semakin besar jumlah angkatan kerja. Begitupun sebaliknya, semakin besar

jumlah penduduk yang bukan angkatan kerja (masih bersekolah dan mengurus

rumah tangga) semakin kecil jumlah angkatan kerja, yang membuat persentase

TPAK juga mengecil.

Selain itu, dapat disimpulkan juga bahwa TPAK adalah salah satu faktor

yang mempengaruhi besaran output suatu kegiatan perekonomian, sehingga

semakin banyak masyarakat yang produktif, maka akan menghasilkan output yang

tinggi pula yang mempengaruhi PDB. Begitu pun pada pendapatan per kapita.

meningkatnya TPAK suatu daerah, berarti meningkat pula pendapatan perkapita

dan tingkat konsumsi yang mempengaruhi pertumbuhan ekonomi.

Faktor-faktor yang mempengaruhi tingginya TPAK meliputi :

a. Jumlah penduduk bersekolah dan mengurus rumah tangga

hubungan antara TPAK dan jumlah penduduk yang masih berekolah

adalah semakin besar jumlah penduduk yang bersekolah, semakin kecil

junlah angkatan kerja yang berarti semakin kecil TPAK.

34
b. Tingkat umur

Umur berkaitan dengan TPAK, dengan adanya kenyataan bahwa

penduduk berumur muda umumnya mempunyai tanggung jawab yang

tidak begitu besar sebagai pencari nafkah untuk keluarga dan mereka

umumnya bersekolah.

c. Tingkat upah

Kaitan antara tingkat upah TPAK adalah melalui kenyataan bahwa

semakin tinggi tingkat upah dalam masyarakat, semakin banyak anggota

keluarga yang tertarik masuk pasar kerja atau dengan kata lain semakin

tinggi TPAK.

d. Tinggi pendidikan

Tingkat pendidikan berhubungan dengan TPAK karena semakin tinggi

tingkat pendidikan semakin banyak waktu yang disediakan untuk bekerja.

D. Penelitian Terdahulu

1. Latief Kharie (2007)

Melakukan penelitian tentang analisis kemiskinan di Indonesia. Adapun

variabel-variabel yang diteliti adalah tingkat kemiskinan sebagai variabel

dependen, dan pertumbuhan ekonomi dan inflasi sebagai variabel independen.

Analisis data secara kuantitatif didekati dengan least square method melalui satu

persamaan regresi berganda yang dikondisikan untuk priode 1987-2005. dari

penelitian ini terlihat bahwa pertumbuhan ekonomi berpengaruh negatif terhadap

kemiskinan. Dan inflasi juga berpengaruh signifikansi terhadap kemiskinan di

Indonesia.berdasarkan temuan tersebut rekomendasi kebijakan makro-ekonomi

35
yang optimal, yakni dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi, memperbaiki

distribusi pendapatan dan menciptakan stabilitas rupiah.

2. Evi Susanti Tarsi (2006)

Melakukan penelitian tentang analisis kemiskinan di sumatra barat.

Adapun variabel-variabel yang diteliti adalah tingkat kemiskinan sebagai

dependen dan pendidikan, luas lahan pertanian dan jumlah anggota rumah tangga

sebagai varibel independent. Alat analisis yang digunakan adalah diskriminasi

analisis, karena diskriminan analisis pada perinsip pengelompokan setiap objek

kedalam dua atau lebih kelompok berdasarkan kriteria sejumlah variabel bebas.

Dari penelitian ini bahwa terlihat kemiskinan yang terjadi disebabkan oleh kondisi

keluarga yang bersangkutan dan dipengaruhi budaya masyarakat. Dilihat dari

pembangunan ekonomi secara umum, tingkat kemiskinan di Sumatra barat yang

relatif tinggi untuk daerah kasus dimana pembangunan daerah tersebut juga cukup

terttinggal disbanding daerah lain di Sumatra barat. Penelitian ini juga

memperlihatkan bahwa terjadi kemiskinan memang merupakan persoalan multi

dimensi yang melibatkan berbagai aspek, baik bila dilihat dari penduduk miskin

itu sendiri maupun memberikan mereka ruang untuk berusaha dan bertahan hidup

yang lebih baik antara lain meliputi sarana dan prasarana serta berkembang

aktivitas ekonomi daerah yang bersangkutan merupakan penentu dari sebuah

fenomena kemiskinan yang terjadi.

36
3. Hermanto Siregar dan Dwi Wahyuni (2008)

Melakukan penelitian tentang dampak pertumbuhan ekonomi terhadap

penurunan jumlah penduduk miskin (impact of economic growrh on the

ereduction of poor people). Variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah

poverty, PDRB, agrishare, indutrishare, populasi, inflasi, SMP<SMA, DIPLM,

dummy krisis. Dalam penelitian ini metode analisis yang dilakukan berupa

analisis deskriptif dan analisis ekonometrika. Analisis deskriptif dilakuakan

dengan mnyajikan data dalam bentuk table dan grafik, sedangkan analisis

ekonometrik, yang dilakukan dengan menggunakan panel data, dilakukan untuk

menelaah pengaruh pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi terhambat oleh

krisis ekonomi yang menerapa kawasan asia timur. Setelah krisis berlalu ternyata

pertumbuhan ekonomi yang dicapai belum dapat sampai pertumbuhan yang

terjadi sebelum krisis. Jumlah penduduk miskin meningkat signifikan setelah

krisis ekonomi dan terjadi sampai saat ini, belum berhasil dikurangi bahkan

cenderung meningkat. Persebaran penduduk miskin berpusat di Pulau jawa dan

sumatera, dimana kemiskinan terutama terjadi di daerah pedesaan dengan

pertanian sebagai mata pencarian.

Hasil analisis dampak pertumbuhan ekonomi terhadap penurunan jumlah

penduduk miskin menunjukan bahwa pertumbuhan berpengaruh signifikan dalam

mengurangi kemiskinan, namun besaran pengaruh masing-masing relative kecil.

Peningkatan share sector pertanian dan share sector industri juga signifikan

mengurangi jumlah kemiskinan. Variabel yang signifikan dan relatif paling besar

pengaruhnya terhadap penurunan kemiskinan ialah pendidikan.

37
4. DR Togar Saragih (2006)

Melakukan penelitian tentang analisis kemiskinan di Indonesia. Adapun

variabel-variabel yang diteliti adalah tingkat kemiskinan sebagai variabel

dependen, dan pengangguran dan pendidikan sebagai variabel independen.

Analisis data secara kuantitatif didekati dengan melalui satu persamaan regresi

berganda yang dikondisikan untuk priode 1992-2005. dari hasil estimasi

penelitian ini terlihat bahwa kemiskinan yang dipengaruhi oleh pengangguran dan

tingkat pendidikan signifikan secara statistik .berdasarkan temuan tersebut

pemerintah perlu merangsang terciptanya lapangan pekerjaan baru, seharusnya

pemerintah lebih peduli terhadap usaha kecil dan menengah (UMKM) karena

pada sektor itulah kalangan masayarakat miskin banyak bekerja.

5. Gary Moser dan Ichida Toshihiro (2006)

Melakukan penelitian tentang analisis pertumbuhan ekonomi dan

penanggulangan kemiskinan di sub-Sahara Afrika. Dengan menggunakan variabel

dependen kemiskinan dan pertumbuhan ekonomi dan pendapatan perkapita

sebagai independen. Analisis yang digunakan data panel dari 46 negara. Dari hasil

penelitian tersebut bahwa tingkat pertumbuhan ekonomi dan pendapatan perkapita

menunjukan signifikan secara statistik. Berdasarkan temuan tersebut bahwa

pertumbuhan ekonomi dan peningkatan pendapatan penting bagi penanggulangan

kemiskinan yang berkelanjutan di Afrika- di model empiris formulasi untuk

mendorong turunnya kemiskinan.

38
6. Richad H Adams,Jr (2002)

Melakukan penelitian tentang pertumbuhan ekonomi, ketimpangan

pendapatan dan kemiskinan di Eropa timur dan tengah. Dengan menggunakan

variabel dependen kemiskinan dan PDB dan ketimpangan pendapatan sebagai

variabel independen. Dengan menggunakan sampel 50 negara dan 101 interval

termasuk dalam kumpulan data menunjukan bahwa ketimpangan pendapatan naik

rata-rata kurang dari 1% per tahun. Selain itu, analisis ekonometrik menunjukan

bahwa bahwa pertumbuhan ekonomi tidak berpengaruh statistik terhadap

pendapatan. Bahwa dengan mengukur $ 1 per orang standart hari, maka banyak

orang yang dalam garis kemsikinan. Dari variabel tersebut menyatakan bahwa

PDB dan pendapatan kemiskinan berpengaruh signifikan.

Tabel 2.1
Kajian Sebelumnya
No Nama Penulis Judul Metodologi Variabel
1 Latief Kharie Pertumbuhan Anlisa • Tingkat
ekonomi, inflasi Regresi Kemiskinan
(2007) dan kemiskinan di Berganda • Pertumbuhan
Indonesia :1976- Ekonomi
2005 • Inflasi

2 Evi Susanti Analisis Diskriminas • Tingkat


Tasri (2006) Kemiskinan di i analisis kemiskinan
Sumatera Barat • Pendidikan
• Rumah tangga
• Luas lahan
pertanian
3 Hermanto Dampak Analisis • Tingkt
siregar dan pertumbuhan deskriptif Kemiskinan
Dwi ekonomi terhadap dan analisis • PDRB
Wahyuni jumlah penduduk ekonometrik • Agrishre
(2008) miskin a • Industrishare
• Populasi

39
• Inflasi
• Dummy Crisis

4 DR Togar Analisis Anlisa • Tingkat


kemiskinan di Regresi kemiskinan
Saragih Indonesia Berganda • Pengangguran
• Pendidikan
(2006)

5 Gary Moser Analisis Anlisa • PDB


dan Ichida pertumbuhan Regresi • Pendapatan
Toshihiro ekonomi dan Berganda perkapita
penanggulangan • Kemiskinan
kemiskinan di sub-
Sahara Afrika.
6. Richad H Pertumbuhan Anlisa
ekonomi, Regresi • Pertumbuhan
Adams,Jr ketimpangan Berganda Ekonomi
pendapatan dan • Ketimpangan
kemiskinan di poendapatan
Eropa timur dan • kemiskinan
tengah.

E. Kerangka Pemikiran

Kerangka pemikiran dalam penelitian ini adalah bahwa kemiskinan

dipengaruhi oleh dua variabel pembangunan ekonomi, antara lain produk

domestik bruto (PDB) dan tingkat partisipasi angkatan kerja (TPAK). Kemudian

variabel-variabel tersebut sebagai variabel independen (bebas) dan bersama-sama,

dengan variabel dependen (terikat) yaitu kemiskinan yang diukur dengan alat

analisis regresi untuk mendapatkan tingkat signifikansinya. Dengan hasil regresi

tersebut diharapkan mendapatkan tingkat signifikansi setiap variabel independen

dalam mempengaruhi kemiskinan. Selanjutnya tingkat signifikansi setiap variabel

independen tersebut diharapkan mampu memberikan gambaran kepada

40
pemerintah dan pihak yang terkait mengenai penyebab kemiskinan di Indonesia

untuk dapat merumuskan suatu kebijakan yang relevan dalam upaya pengentasan

kemiskinan.

Produk domestik bruto (PDB) dapat mempengaruhi kemiskinan dengan

teori ekonomi menyatakan bahwa pertumbuhan ekonomi, yang menunjukan

semakin banyak output nasional, mengidentifikasi semakin banyak yang bekerja,

sehingga seharusnya akan mengurangi kemiskinan. pertumbuhan dan kemiskinan

mempunyai korelasi yang sangat kuat, karena pada tahap awal proses

pembangunan tingkat kemiskinan cenderung meningkat dan pada saat mendekati

tahap akhir pembangunan jumlah orang miskin berangsur-angsur berkurang.

Tingkat partisipasi angkatan kerja (TPAK) adalah salah satu faktor yang

mempengaruhi besaran output suatu kegiatan perekonomian, sehingga semakin

banyak masyarakat yang produktif, maka akan menghasilkan output yang tinggi

pula yang mempengaruhi pertumbuhan ekonomi. Begitu pun pada pendapatan per

kapita. meningkatnya TPAK suatu daerah, berarti meningkat pula pendapatan

perkapita dan tingkat konsumsi yang mempengaruhi berkurangnya tingkat

kemisknan.

Terjadinya krisis pada pertengahan 1997 memperlihatkan pondasi

perekonomian Indonesia yang sudah dibangun sekian lama mengalami guncangan

hebat. Krisis ini juga berimbas pada indikator makro lainnya seperti inflasi yang

meningkat tajam yang menyebabkan tingkat harga terutama harga barang

kebutuhan pokok melonjak drastis sehingga menurunkan daya beli masyarakat.

Situasi ini semakin memperparah kemiskinan yang pada masa sebelum krisis

41
belum teratasi secara berarti. Selain itu, menggeser titik aman perekonomian dan

iklim usaha kearah yang kurang aman, sehingga banyak perusahaan/ investor baik

swasta domestik maupun asing yang mempersempit wilayah usahanya dan

mengurangi pekerja bahkan sampai gulung tikar. Hal tersebut berdampak pada

meningkatnya pengangguran dan kemiskinan

Dari pembahasan yang telah diuraikan diatas, berikut ini adalah kerangka

pemikiran dari penelitian yang dilakukan. (halaman berikut)

42
Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran

Produk Domestik
Bruto (PDB)
(X1)

Tingkat Partisipasi
Angkatan Kerja Tingkat Kemiskinan
(TPAK) (Y)
(X2)

Dummy Crisis (DM)


(X3)

Uji Asumsi Klasik

• Uji Normalitas
• Uji Linieritas
• Uji Multokolinieritas
• Uji Heterokedasitas
• Uji Autokorelasi

Analisis Regresi Berganda

Uji Hipotesis

• Uji t
• Uji f
• Uji Koefisien Determinasi
(R2)

Hasil Penelitian dan


Pembahasan

43
F. Hipotesis Penelitian

Berdasarkan uraian perumusan masalah serta tujuan penelitian, maka

penulis mengajukan hipotesa sebagai berikut:

1. PDB diduga mempunyai pengaruh yang negatif dan signifikan terhadap

tingkat kemiskinan, dimana kenaikan tingkat output akan menurunkan

tingkat kemiskinan di Indonesia.

Ho : Tidak terdapat pengaruh Produk Domestik Bruto (PDB) terhadap

tingkat kemiskinan di Indonesia.

Ha : Terdapat pengaruh Produk Domestik Bruto (PDB) terhadap

tingkat

kemiskinan di Indonesia

2. TPAK diduga mempunyai pengaruh yang negatif dan signifikan terhadap

tingkat kemiskinan, dimana kenaikan tingkat TPAK yang produktif

menghasilkan output yang tinggi, begitu pula dengan pendapatan

perkapita dan tingkat konsumsi yang akan menurunkan tingkat kemiskinan

di Indonesia

Ho : Tidak terdapat pengaruh antara Tingkat Partisipasi Angkatan

Kerja

(TPAK) terhadap tingkat kemiskinan di Indonesia

Ha : Terdapat pengaruh antara Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja

(TPAK) terhadap tingkat kemiskinan di Indonesia

44
3. Krisis ekonomi diduga mempunyai pengaruh positif dan signifikan

terhadap tingkat kemiskinan, dimana terjadinya krisis ekonomi akan

meningkatkan kemiskinan di Indonesia.

Ho : Tidak terdapat pengaruh variabel Dummy Crisis terhadap tingkat

kemiskinan di Indonesia

Ha : Terdapat pengaruh antara variabel Dummy Crisis terhadap tingkat

kemiskinan di Indonesia

45
BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Ruang Lingkup Penelitian

Dalam penelitian ini menggunakan satu variabel tidak bebas (dependent

variable) dan dua variabel bebas (independent variable) yaitu:

a. Variabel bebas yaitu Prouduk Domestik Bruto (PDB) , Tingkat

Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) dan Dummy Crisis (DM)

b. Variable tidak bebas yaitu Tingkat Kemiskinan.

Data-data yang digunakan adalah data tahunan yaitu pada saat tiga belas

tahun sebelum krisis moneter dan dua belas tahun setelah krisis moneter (1984-

2009).

B. Metode Penentuan Sampel

Pada penelitian ini, yang menjadi populasi adalah tingkat kemiskinan,

produk dometik bruto, tingkat partisipasi angkatan kerja dan dummy crisis.

Sedangkan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah adalah tingkat

kemiskinan, produk dometik bruto, tingkat partisipasi angkatan kerja dan dummy

crisis selama periode 1984 - 2009 dengan berupa data per tahun di Indonesia.

C. Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data sangat penting untuk mempertanggung

jawabkan kebenaran ilmiah suatu penelitian, selain itu metode penelitian juga

diperlukan untuk memperoleh hasil yang sesuai dengan tujuan penelitian yang di

kehendaki. Dalam penelitian ini data dihimpun melalui penelitian tingkat

kemiskinan di Indonesia dengan menggunakan data sebagai berikut:

46
1. Sumber Data

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder dengan

jenis data time series, yaitu merupakan data atau informasi yang diperoleh

dari Badan Pusat Statistik (BPS), Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia

(LIPI) Jakarta

2. Metode Pengumpulan Data

a. Field research

Penulis melakukan penelitian ketempat-tempat yang menyediakan data-

data sekunder yang diperlukan sebagai bahan referensi seperti BPS.

b. Library research

Landasan dan teori yang kuat dibutuhkan dalam pemecahan masalah,

sehingga penulis melakukan penelitian kepustakaan dan LIPI dengan

mengumpulkan buku-buku, jurnal-jurnal, dan sumber dokumentasi

lainnya yang berhubungan dengan penelitian.

c. Internet Research

Terkadang buku refrensi atau literature yang kita miliki atau

diperpustakaan tertinggal selama beberapa waktu atau kadaluarsa,

karena ilmu yang selalu berkembang yaitu internet sehingga data yang

diperoleh up to date seperti : www.google.com dan www.wikipedia.com.

D. Metode Analisis data

Jenis penelitian yang dipakai dalam penelitian ini yaitu pengujian

hipotesis, khususnya dengan menggunakan analisis regresi linear berganda.

Adapun alat analisis yang digunakan adalah:

47
1. Uji Asumsi Klasik

Uji asumsi klasik dilakukan untuk melihat yang diestimasi telah

memenuhi asumsi klasik dari regresi berganda atau belum, sehingga nilai

koefisien regresinya mendeteksi nilai sebenarnya. Jika model yang digunakan

memenuhi syarat tersebut, berarti tidak ada masalahnya dalam menggunakan

metode regresi berganda. untuk memperoleh model yang baik, model harus

terbebas dari masalah-masalah dalam regresi yaitu multikolinearitas,

heterokedastisitas, dan autokorelasi. (Gujarati, 2006: 183).

a. Uji Normalitas

Uji normalitas digunakan untuk menguji apakah dalam sebuah model

regresi variabel terikat dan variabel bebasnya mempunyai model regresi yang

baik. Model regresi yang baik adalah jika distribusi data normal atau mendekati

normal. Pengujian dilakukan dengan menggunakan Uji Jargue-Bera Test atau J-B

test.

Langkah-langkah pengujian sebagai berikut:

Hipotesis

Ho: residual berdistribusi tidak normal

Ha: residual berdistribusi normal

Pengambilan keputusan dilakukan dengan kriteria:

• Bila probabilitas obs*R2 > 0.05 maka signifikan, Ho ditolak (distribusi

data normal)

• Bila probabilitas obs*R2 < 0.05 maka tidak signifikan Ha ditolak

(distribusi data tidak normal)

48
b. Uji Linieritas

Uji yang sangat populer untuk menguji masalah linieritas adalah uji yang

dikembangkan oleh J.B Ramsey tahun 1969 untuk lebih dikenal dengan nama

Ramsey RESET test. Uji ini biasanya didesain untuk menguji apakah suatu

variabel penjelas cocok atau tidak dimasukan dalam suatu model estimasi. Akan

tetapi menurut Kennedy (1996) uji yang dikembangkan oleh J.B Ramsey ini

digunakan untuk menguji apakah bentuk fungsi suatu model estimasi linier atau

tidak linier.

Langkah-langkah pengujian sebagai berikut:

Hipotesis

Ho: model tidak linier

Ha: model linier

Pengambilan keputusan dilakukan dengan kriteria:

• Bila probabilitas obs*R2 > 0.05 maka signifikan, Ho ditolak (model linier)

• Bila probabilitas obs*R2 < 0.05 maka tidak signifikan Ha ditolak (model

tidak linier).

c. Uji Multikolinearitas

Uji multikolinearitas bertujuan untuk menguji apakah pada model regresi

ditemukan adanya hubungan linier yang sempurna antara semua variabel bebas.

Jika terjadi hubungan linear yang sempurna maka terdapat problem

multikolinearitas. Model regresi yang baik seharusnya tidak terjadi hubungan

yang linear diantara variabel bebasnya.

49
Menurut Montgomery dan Hinies dalam blog Dicky Rahardiyantoro

(2006) dijelaskan bahwa multikolinearitas data mengakibatkan koefisien regresi

yang dihasilkan oleh analisis regresi berganda menjadi sangat lemah atau tidak

dapat memberikan hasil analisis yang mewakili sifat atau pengaruh dari variable

bebas yang bersangkutan. Dalam banyak masalah multikolinearitas dapat

menyebabkan uji t menjadi tidak siginifikan.

Pengujian dilakukan dengan menggunakan matriks korelasi (Corelation

Matrix).

Dengan langkah pengujian sebagai berikut:

Hipotesis:

Ho: tidak bersifat Multikolinearitas

Ha: bersifat Multikolinearitas

Pengambilan keputusan dilakukan dengan kriteria:

• Bila hubungan antara X1 dan X2 > 0.8 → Ho ditolak, model bersifat

multikolinearitas

• Bila hubungan antara X1 dan X2 < 0.8 → Ho diterima, model tidak bersifat

multikolinieritas

d. Uji Heteroskedastisitas

Uji heteroskedastisitas dilakukan untuk menguji apakah dalam sebuah

model regresi terjadi ketidaksamaan varian dari residual satu pengamatan ke

pengamatan lain. Jika nilai dari variannya tetap maka disebut homoskedastisitas,

sedangkan jika variannya berbeda disebut heteroskedastisitas, dimana model

regresi yang baik adalah yang tidak terjadi heteroskedastisitas.

50
Pendeteksian heteroskedastisitas dapat dilakukan melalui Uji White.

Dengan langkah-langkah pengujian sebagai berikut:

Hipotesis;

Ho: tidak terjadi Heteroskedastisitas

Ha: Terjadi Heteroskedastisitas

Pengambilan keputusan dilakukan dengan kriteria:

• Bila probabilitas Obs*R2 < 0.05 → Ho ditolak, terjadi heteroskedatisitas

• Bila probabilitas Obs*R2 > 0.05 → Ho diterima, tidak terjadi

heteroskedatisitas.

e. Uji Autokorelasi

Uji autokorelasi bertujuan untuk menguji apakah dalam sebuah model

regresi liniear terdapat korelasi atau tidak.

Model regresi yang baik adalah model regresi yang tidak terdapat problem

autokorelasi.

Pengambilan keputusan ada tidaknya autokorelasi adalah sebagai berikut :

a. Bila D-W di bawah -2 berarti terdapat autokorelasi positif.

b. Bila D-W diantara -2 s.d. +2 tidak terdapat autokorelasi.

c. Bila D-W di atas +2 terdapat autokorelasi negatif.

Untuk mengetahui ada atau tidaknya penyakit autokorelasi dalam suatu

model, dapat dilihat dari nilai statistik Durbin-Watson.

51
Tabel 3.1

Uji Durbin-Watson

Ada Tidak Tidak Ada


Tidak ada
autokorelasi dapat dapat autokorelasi
autokorelasi
positif diputuskan diputuskan negatif

0 dl du 2 4-du 4-dl 4
1.10 1.54 2.46 2.90

Langkah-langkah pengujian sebagai berikut:

Hipotesis:

Ho: tidak terdapat Autokorelasi

Ha: Terdapat Autokorelasi

Pengambilan keputusan dilakukan dengan kriteria:

• Bila nilai DW tidak berada antara 1.54 – 2.46 → Ho ditolak, model

terdapat autokorelasi

• Bila nilai DW berada antara 1.54 – 2.46 → Ho diterima, model tidak

terdapat autokorelasi

Selain dengan menggunakan uji Durbin Watson, untuk melihat ada

tidaknya penyakit autokorelasi dapat juga digunakan uji Langrange Multiplier

(LM Test) dengan membandingkan nilai probabilitas R-Squared dengan α = 0.05

(Gujarati: 2006)

Langkah-langkah pengujian sebagai berikut:

Hipotesis:

Ho: tidak terjadi Autokorelasi

Ha: Terjadi Autokorelasi

52
Pengambilan keputusan dilakukan dengan kriteria:

• Bila probabilitas Obs*R2 < 0.05 → Ho ditolak, terjadi autokorelasi

Bila probabilitas Obs*R2 > 0.05 → Ho diterima, tidak terjadi autokorelasi

2. Metode Analisis Regresi Linear Berganda

Analisis regresi linear berganda adalah hubungan secara linear antara dua

atau lebih variabel independen dengan variabel dependen. Analisis ini untuk

mengetahui arah hubungan antara variabel independen dengan variabel

dependen apakah masing-masing variabel independen berhubungan positif atau

negatif dan untuk memprediksi nilai variabel dependen apabila nilai variabel

independen mengalami kenaikan atau penurunan. Data yang digunakan biasanya

berskala interval atau rasio.

Dalam upaya untuk mencapai tujuan dan pengujian hipotesis, maka akan

digunakan metode analisis regresi linear berganda secara umum model yang

digunakan adalah sebagai berikut:

LNKM = βo + β1 LNPDB + β2 LNTPAK + β3 DM + ε

Dimana:

KM = Jumlah penduduk miskin di Indonesia

TPAK = Jumlah Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja di Indonesia

PDB = Produk Domestik Bruto di Indonesia

DM = Dummy krisis ekonomi, D=0 (1984-1997), D=1 (1998-2009)

βo = konstanta

ε = Error term

53
3. Uji Hipotesis

Untuk membuktikan kebenaran hipotesa yang di ajukan dalam analisa ini

menggunakan suatu uji terhadap output yang dihasilkan oleh model regresi linear

berganda tersebut diatas. Uji statistik ini disebut juga uji signifikan.(Gujarati,

1999).

a. Uji t

Uji t digunakan untuk menguji hubungan regresi secara parsial.

Pengujian ini dilakukan untuk mengukur tingkat signifikan setiap variabel

bebas terhadap variabel terikatnya dalam model regresi.

• Jika t statistik < t table, maka Ho diterima dan ha ditolak, artinya

tidak ada pengaruhnya antara Variabel independen terhadap Variabel

dependen.

• Jika t statistik > t table, maka Ha diterima dan Ho ditolak, artinya ada

pengaruh antara Variabel independen terhadap Variabel dependen.

Pengujian ini dilakukan pada taraf signifikan tertentu adalah 5%,

yang artinya tingkat kesalahan suatu variable adalah 5% atau 0,05

sedangkan tingkat keyakinannya adalah 95% atau 0,95. Jadi apabila tingkat

kesalahan suatu Variabel > 5% atau 0,05 berarti Variabel tersebut tidak

signifikan.

b. Uji F

Uji F digunakan untuk menguji apakah ada hubungan antara variable

bebas (independen variabel) secara bersama-sama terhadap variabel tidak

bebas (dependen variabel). Maka dalam pengujian ini dilakukan hipotesis

sebagai berikut:

54
• F hitung > F tabel, maka Ho ditolak dan Ha diterima. Artinya secara

bersama-sama variable bebas (independen variabel) berpengaruh terhadap

variabel tidak bebas (dependen variabel).

• F hitung < F tabel, maka Ho diterima dan Ha ditolak. Artinya secara

bersama-sama Variabel bebas (independen variabel) tidak berpengaruh

terhadap variabel tidak bebas (dependen variabel).

Selain dengan cara diatas, uji-F juga dapat dilakukan dengan cara Quick

Look, yaitu: melihat nilai probability dan derajat kepercayaan yang

ditentukan dalam penelitian atau melihat nilai F-tabel dengan F-hitungnya.

Jika nilai probability < 0,05 atau α=5 persen yang berarti menolak Ho dan

menerima Ha dan sebaliknya. Hal ini menunjukkan bahwa variabel

independen secara bersama-sama mempengaruhi variabel dependennya dan

sebaliknya (Kuncoro, 2003:219).

c. Koefisiean Determinasi

Koefisien determinasi yaitu koefisien nilai yang menunjukkan besarnya

variasi pengaruh variabel tidak bebas yang dipengaruhi oleh variasi variabel

bebas. Besarnya koefisiean determinasi dinyatakan dengan koefisien determinasi

(KP), maka untuk mengetahui besarnya koefisien determinasi adalah sebagai

berikut:

KP = R2

Cara menghitung r, adalah sebagai berikut:

R2 = ∑ ( Yi – Y ) = ESS
∑ ( Yi – Y ) ESS

55
Adjusted R-Squared ini digunakan untuk melihat berapa besar pengaruh

faktor-faktor yang ditimbulkan oleh variabel-variabel bebas terhadap

variabel tidak bebas. Dan besarnya R-Squared ini berkisar antara 0 < R2 <

1.

E. Operasional Variabel Penelitian

Berdasarkan perumusan masalah dan kerangka pemikiran diatas, maka

variable-variabel dalam penelitian ini, adalah :

1). Variabel tidak bebas (dependent variable)

Variabel tingkat kemiskinan (KM) : banyaknya jumlah penduduk yang tidak

bisa memenuhi kebutuhan hidup sesuai dengan standar hidup yang layak

yang dibahas penulis dalam skripsi ini adalah jumlah orang yang berada

dibawah garis kemiskinan yang terjadi di Indonesia (dalam juta jiwa).

2). Variabel bebas (independent variable)

a. Variabel Jumlah Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK)

adalah perbandingan antara angkatan kerja penduduk dalam usia kerja.

Semakin besar jumlah penduduk usia kerja akan menyebabkan semakin

besarnya angkatan kerja di Indonesia (dalam %).

b. Variabel Produk Domestik Bruto (PDB )

adalah nilai barang dan jasa akhir yang dihasilkan oleh seluruh masyarakat

Indonesia (termasuk warga Negara asing yang ada di Indonesia ) dalam

per tahun atas harga konstan 2000. (dalam miliyar rupiah).

56
c. Dummy crisis (DM)

Variabel ini digunakan sebagai variabel yang menjelaskan hubungan

antara krisis ekonomi yang terjadi di Indonesia pada tahun 1997. Variabel

dummy adalah variabel bebas berukuran kategori atau dikotomi. (Imam

Ghozali, 2001:49). Setiap variabel dummy menyatakan satu kategori

variabel bebas non-metrik, cara pemberian kode dummy umumnya

menggunakan kategori yang dinyatakan dengan angka 1 atau 0. Kelompok

yang diberi nilai dummy 0 (nol) disebut excluded group, sedangkan

kelompok yang diberi nilai dummy 1 (satu) disebut included group. Jadi

dalam hal ini dummy 0 adalah sebelum krisis dan dummy 1 adalah

sesudah krisis.

57
BAB IV

ANALISIS DAN PEMBAHASAN

A. SEKILAS GAMBARAN UMUM OBJEK PENELITIAN

1. Perkembangan Kemiskinan di Indonesia

Tujuan pembangunan tidak semata-mata untuk mengejar pertumbuhan

ekonomi pendapatan perkapita yang tinggi, tetapi juga ditekankan pada

pemerataan pendapatan. Ini berarti tujuan dari pembangunan erat kaitannya

dengan usaha mengurangi angka kemiskinan dan mengurangi kesenjangan

pendapatan antara kelompok kaya dan kelompok miskin. Untuk itu kebijakan

pembangunan yang dijalankan bertumpu pada triologi pembangunan.

Urbanisasi menjadi salah satu faktor yang telah menyumbang cukup besar

proses pertumbuhan penduduk dan kompleksitas masyarakat perkotaan. Frekuensi

arus urbanisasi cukup tinggi dan tidak sebanding dengan kesigapan pemerintah

kota untuk mengatasi suatu keadaan yang terjadi, hal ini hampir terjadi di

sebagaian besar kota di negara berkembang. Akibatnya, penduduk migran sangat

padat di daerah perkotaan yang kumuh atau tinggal di pemukian liar, sebagaian

besar dari mereka memasuki sektor informal, karena relevan dengan jumlah

kapasitas dan kualifikasi sumber daya yang mereka miliki. Dalam memperoleh

akses kerja, mereka harus bersaing dengan penduduk miskin lain atau golongan

menengah kota.

Data SUSENAS tahun 1993 menunjukan bahwa jumlah penduduk miskin

di perkotaan cenderung meningkat, sedangkan di pedesaan mengalami penurunan.

58
Ada indikasi bahwa, sejak lebih dari sepuluh tahun terakhir penduduk miskin di

desa telah bermigrasi ke kota.

Upaya pemerintah untuk mengatasi kemiskinan penduduk baik yang

dilakukan melalui program sektoral dan terutama yang dilakukan melalui

intervensi khusus telah menurunkan jumlah penduduk yang hidup dibawah garis

kemiskinan.

Gambar 4.1 Jumlah Penduduk Miskin di Indonesia Tahun 1984-2009

KM
60000000

50000000

40000000

30000000
KM
20000000

10000000

0
1984 1986 1988 1990 1992 1994 1996 1998 2000 2002 2004 2006 2008

Sumber : BPS Indonesia

Gambar 4.1 menunjukan selama periode 1984 sampai 1996, usaha

pemerintah untuk pengetasan kemiskimnan di Indonesia cukup berhasil.

Keberhasilan ini ditandai dengan menurunnya jumlah dan persentase kemiskinan

dari 35.00 juta jiwa (21,60 persen dari total penduduk Indonesia) pada tahun 1984

menjadi (11,30 persen) pada tahun 1996.

59
Krisis ekonmi yang melanda Indonesia pada pertengahan tahun 1997

menyebabkan jumlah penduduk dan persentase penduduk miskin meningkat

derastis. Akibat krisis ekonomi yang dibarengi dengan kerisis sosial-politik.

Jumlah penduduk miskin naik menjadi 49,50 juta jiwa atau (24,23 persen dari

jumlah penduduk Indonesia) pada tahun 1998.

Peningkatan jumlah penduduk miskin menjadi 49,50 juta jiwa pada akhir

tahun 1998 bukan sepenuhnya terjadi akibat dampak kerisis ekonomi, tetapi juga

karena penyempurnaan standar kemiskinan yang digunakan. Pada tahun 1998

BPS melakukan penyempurnaan standar perhitungan kemiskinan yang meliputi

perluasan cakupan komoditi yang diperhitungkan dalam kebutuhan dasar.

Disamping itu penyempurnaan juga dilakukan dengan mempertimbangkan

keterbandingan antar daerah dan antar waktu yang disebabkan adanya standar

kemiskinan ini diharapkan dapat mengukur tingkat kemiskinan secara lebih

realistis.

Sesudah mengalami kerisis ekonomi dan politik, Indonesia mencoba

bangkit. Secara umum. Perkembangan jumlah dan persentase penduduk miskin

pada tahun 1998-2000 menunjukan kecenderungan menurun. Dari 49.50 juta jiwa

(24,23 persen) pada tahun 1998 menjadi 38,70 juta jiwa (19,14 persen dari jumlah

penduduk indonesia).

Pada periode 2000-2005 jumlah penduduk miskin cenderung menurun

menjadi 38,70 juta jiwa pada tahun 2000 menjadi 35,10 juta jiwa pada tahun

2005. secara relatif juga terjadi penurunan persentase penduduk miskin dari 19,14

persen pada tahun 2000 menjadi 15,97 persn tahun 2005. namun pada tahun 2006,

60
terjadi kenaikan jumlah penduduk miskin yang cukup derastis, yaitu dari 35,10

juta menjadi 39,30 juta pada tahu 2006. peningkatan jumlah penduduk miskin

terjadi karena adanya kenaikan BBM yang menyebabkan naiknya harga berbagai

barang barang sehingga inflasi mencapai 15,95 persen selama tahun 2005-2006.

Akibatnya penduduk yang tergolong tidak miskin namun penghasilan berada

disekitar garis kemiskinan banyak yang bergeser posisinya menjadi miskin.

Jumlah penduduk miskin di Indonesia pada tahun 2007 sebesar 37,17 juta

turun 2,13 juta dibandingkan dengan penduduk miskin pada bulan 2006.

meskipun demikian, persentase penduduk miskin pada tahun 2007 masih lebih

tinggi dibandingkan keadaan tahun 2005, dimana persentase penduduk miskiin

sebesar 15,97 persen.

Jumlah penduduk miskin di Indonesia pada tahun 2008 sebesar 34,96 juta

jiwa dibandingkan dengan penduduk miskin pada tahun 2007 yaitu berjumlah

37,17 juta jiwa berarti jumlah penduduk miskin turun sebesar 2,21 juta jiwa. Dan

pada tahun 2009 penurunan jumlah penduduk terus dirasakan menjadi 32,53 juta

jiwa atau menjadi 14.15 persen dari jumlah penduduk Indonesia.

2. Perkembangan Produk Domestik Bruto (PDB)

Produk Domestik Bruto (PDB) dapat diartikan sebagai nilai-nilai barang-

barang dan jasa-jasa yang diproduksi dalam negara tersebut dalam satu tahun

tertentu. Di dalam suatu perekonomian, di negara-negara maju ataupun

berkembang, barang dan jasa diproduksi bukan oleh perusahaan milik penduduk

negara tersebut tetapi oleh penduduk Negara lain.

61
Variabel yang digunakan adalah nilai barang dan jasa yang dihasikan oleh

seluruh masyarakat Indonesia (termasuk warga negara asing yang berada di

Indonesia) dalam tahun tertentu. Nilai barang dan jasa yang diukur adalah

berdasarkan harga konstan, yaitu sebagai berikut :

GDP Rill = GDP Nominal

GDP Defelator

• GDP nominal merupakan nili produk dihitung berdasarkan harga yang

berlaku ketika produk itu dihasilkan. GDP nominal dihitung dengan

mengalikan kuantitas dengan harga pasar setiap tahun yang berubah-ubah

• GDP rill merupakan nilai produk dihitung berdasarkan harga tahun

tertentu yang ditetapkan sebagai tahun dasar.

• GDP defelator merupakan nilai produk berdasarkan indeks harga. GDP

defelator dihitung dengan cara membagi GDP nominal dengan GDP rill.

Gambar 4.2 Perkembangan PDB di Indonesia pada tahun 1984-2009.

PDB
2.5E+11

2E+11

1.5E+11

1E+11 PDB

5E+10

0
1984198619881990199219941996199820002002200420062008
Sumber : BPS Indonesia.

62
Berdasarkan grafik pada gambar 4.2 dapat diketahui bahwa PDB pada

tahun 1984-1996 cenderung stabil dan meningkat, namun adanya krisis ekonomi

di Indonesia pada tahun 1997-1998 yang disebabkan oleh beberapa faktor antar

lain stok utang luar negri swasta yang sangat besar yang umumnya berjangka

pendek, banyaknya kelemahan dalam sistem perbankan di Indonesia, serta dengan

makin tidak jelasnya arah perubahan politik. Menyebabkan kondisi perekonomian

mengalami penurunan. Dalam perkembangan pada tahun 2000 menunjukan

proses pemulihan ekonomi nampak semakin kuat beberapa faktor seperti

membaiknya permintaan domestik, serta situasi ekonomi dunia yang membaik.

Pada tahun 2007 pertumbuhan ekonomi mulai membaik, terutama disebabkan

oleh meningkatnya daya beli masyarakat, membaiknya iklim investasi dan

tingginya permintaan dunia terhadap ekspor Indonesia. Pada sisi penawaran,

kinerja pertumbuhan ekonomi di tahun 2007 ditandai dengan meningkatnya

pertumbuhan pada hampir seluruh sektor ekonomi. Namun iklim yang kondusif

tersebut tidak dapat bertahan lama, karena harga minyak semakin meroket

ditambah dengan krisis subprime mortage di AS dan gejala resesi dunia serta

gejala krisis pangan dunia. Hal ini nampak terjadi pelambatan pertumbuhan

ekonomi Indonesia pada 2008.

3. Perkembangan Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK)

Tenaga kerja sangat mutlak diperlukan dalam kegiatan pembangunan

suatu wilayah, karena tenaga kerja merupakan penggerak dan pelaksana

pembangunan ekonomi tersebut. Sumber daya manusia yang berkualitas serta

63
memiliki keinginan untuk berusaha merupakan modal utama bagi terciptanya

pembangunan yang aktif terhadap perekonomian.

Semakin banyak tenaga kerja yang berpartisipasi dalam kegiatan ekonomi,

semakin terpenuhinya kebutuhan produksi oleh pasar, semakin banyak tenaga

kerja yang bekerja, semakin tinggi kebutuhannya pula akan konsumsi, sehingga

baik langsung maupun tidak langsung, berpengaruh terhadap pertumbuhan PDB

dan menyebabkan output yang lebih tinggi dan berkurangnya tingkat kmiskinan.

Tetapi pada negara berkembang seperti Indonesia umumnya yang

memiliki jumlah penduduk yang padat dan memiliki kota besar, terpenuhinya

kebutuhan akan tenaga kerja masih terganjal oleh hal-hal dimana pertumbuhan

angkatan kerja lebih pesat dari pada pertumbuhan kesempatan kerja, ditambah

lagi dengan imigran dari pedesaan yang ingin mengadu nasib di kota-kota besar,

sehingga masih banyak angkatan kerja yang tidak dapat berpartisipasi dalam

kegiatan ekonomi dikarenakan kurangnya ketersediaan lapangan pekerjaan.

Terkecuali jika mereka berwiraswasta. Tetapi hal itu pun terkadang terbatas oleh

usaha yang dibutuhkan.

Garmbar 4.3 Perkembangan Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja di

Indonesia Tahun 1984-2009

TPAK
80
70
60
50
40
TPAK
30
20
10
0
1984 1986 1988 1990 1992 1994 1996 1998 2000 2002 2004 2006 2008 64
Sumber : BPS Indonesia

Berdasarkan grafik pada gambar 4.3 Perkembangan tingkat partisipasi

angkatan kerja di Indonesia dari tahun 1984 sampai 1993 cenderung setabil , dan

pada tahun 1993 mengalami penurunan. Dan meningkat kembali pada tahun 1996

menjadi 10.3% sampai dengan tahun 2008 kondisi partisipasi angkatan kerja

cenderung stabil meskipun mengalami penurunan yang tidak terlalu banyak.

Menurut pakar ekonomi hal tersebut masih dalam batas wajar, dimana hal tersebut

dapat diakibatkan oleh belum mampunya pemerintah dalam menyeimbangkan

antara kesediaan lapangan pekerjaan dengan penawaran tenaga kerja,

perkembangan yang terjadi dalam jumlah angkatan kerja (AK) tidak bisa

dilepaskan dari perkembngan jumlah pnduduk. Perkembangan tersebut

diakibatkan oleh faktor kelahiran dan kematian, migrasi juga pergeseran usia

karena waktu. Besarnya TPAK menggambarkan dari seluruh penduduk usia kerja

(15-64 tahun) di suatu wilayah yang siap dan bersedia untuk bekerja. Sementara

yang lainnya lebih memilih untuk melakukan aktifitas lain seperti bersekolah,

mengurus rumah tangga, dan lainnya. Tinggi rendahnya angka TPAK yang terjadi

tergantung dari prioritas pilihan penduduk usia kerja akan beraktifitas yang akan

dilakukan, antara lain bekerja, bersekolah, mengurus rumah tangga atau aktifitas

lainnya

Menurunnya TPAK dapat juga terjadi akibat kebijakan-kebijakan yang

diberlakukan oleh pemerintah dalam sistem pendidikan yang meningkatkan

standar kelulusan dalam rangka penekanan supply tenaga kerja, dan perusahaan

65
yang meningkatkan standar kualifikasi karyawan, sehingga mempersulit

penerimaan karyawan baru pada perusahaan yang bersangkutan, dan lain-lain

yang dapat mengurangi fluktuasi partisipasi angkatan kerja di Indonesia.

B. HASIL DAN PEMBAHASAN

1. Hasil Uji Asumsi Klasik

a. Hasil Uji normalitas

Pengambilan keputusan dilakukan dengan kriteria:

• Bila probabilitas obs*R2 > 0.05 maka signifikan, Ho ditolak (residual

berdistribusi normal)

• Bila probabilitas obs*R2 < 0.05 maka tidak signifikan Ha ditolak (residual

berdistribusi tidak normal)

Gambar 4.4 Hasil uji normalitas

66
Dari diagram pada gambar 4.4 dapat dilihat bahwa pada hasil uji

normalitas nilai probabilitas sebesar 0.321421 lebih besar dari obs* R2 0.05. Hal

ini berarti Ho ditolak maka distribusi data normal.

b. Hasil Uji Linieritas

Pengambilan keputusan dilakukan dengan kriteria:

• Bila probabilitas obs*R2 > 0.05 maka signifikan, Ho ditolak (model linier)

• Bila probabilitas obs*R2 < 0.05 maka tidak signifikan Ha ditolak (model

tidak linier)

Tabel 4.1

Hasil Uji Ramsey RESET Test

Ramsey RESET Test:

F-statistic 0.226010 Probability 0.639406


Log likelihood ratio 0.278326 Probability 0.597800

Dari uji linieritas (uji Ramsey RESET Test) pada tabel 4.1, nilai

probabilitasnya adalah 0.5656 lebih besar dari α = 0.05, artinya tidak ada

permasalahan linieritas, maka Ho ditolak (model linier).

c. Hasil Uji Multikolinearitas

Pengambilan keputusan dilakukan dengan kriteria:

• Bila hubungan antara X1 dan X2 > 0.8 → Ho ditolak, model bersifat

multikolinearitas

67
• Bila hubungan antara X1 dan X2 < 0.8 → Ho diterima, tidak bersifat

multikolinieritas

Tabel 4.2
Hasil Uji Multikolinieritas dengan Regresi Auxiliary

Variabel Koefisien R2
TPAK=f(LPDB,DM) 0.878138

LPDB=f(TPAK,DM 0.753775

DM=f(LPDB,TPAK) 0.877426

Sumber: Data sekunder yang diolah

Dari tabel 4.2, uji multikolinieritas dengan regresi auxiliary dapat

menunjukkan koefisian determinasi regresi auxiliary masing-masing variabel.

Hasil uji dengan regresi auxiliary menunjukkan bahwa R2TPAK = 0,878138, R2LPDB

= 0,753775, dan R2DM = 0,877426 . Semua nilai koefisien determinasi tersebut

harus lebih kecil dari koefisien determinasi untuk regresi aslinya (R2 = 0.692937).

Dari hasil tersebut diketahui bahwa R-squared yang dihasilkan dari regresi

auxiliary lebih besar dari regresi model utama. Oleh karena itu dapat disimpulkan

bahwa pada model ini terdapat permasalahan multikolinearitas.

Asumsi Keberadaan multikolinearitas boleh diabaikan apabila pada hasil

regresi awal, paling sedikit ada dua variabel independen yang berpengaruh

signifikan terhadap variabel dependen. Dalam penelitian ini terdapat dua variabel

68
independen yang berpengaruh signifikan, yaitu variabel PDB dan variabel Dummy

crisis. Sehingga keberadaan multikolinearitas boleh di abaikan.

d. Hasil Uji Heteroskedastisitas

Pengambilan keputusan dilakukan dengan kriteria:

• Bila probabilitas Obs*R2 < 0.05 → Ho ditolak, terjadi heteroskedatisitas

• Bila probabilitas Obs*R2 > 0.05 → Ho diterima, tidak terjadi

heteroskedatisitas

Tabel 4.3
Hasil Uji White Untuk Heteroskedastisitas
White Heteroskedasticity Test:

F-statistic 5.419495 Probability 0.002605


Obs*R-squared 14.95907 Probability 0.010539

Dari tabel 4.3 dapat dilihat bahwa dalam model ini nilai probabilitas

sebesar 0.010539 dengan Obs*R2 yaitu 23.57307 diatas 0.05. Hal ini berarti

dalam model tidak terjadi heteroskedastisitas

e. Hasil Uji Autokorelasi

Pengambilan keputusan dilakukan dengan kriteria:

• Bila probabilitas Obs*R2 < 0.05 → Ho ditolak, model terjadi autokorelasi

• Bila probabilitas Obs*R2 > 0.05 → Ho diterima, model tidak terjadi

autokorelasi.

69
Tabel 4.4
Hasil Uji Autokorelasi menggunakan
Uji Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test:

F-statistic 1.171242 Probability 0.330358


Obs*R-squared 2.725954 Probability 0.255898

Dari tabel 4.4 pada tabel uji LM dapat dilihat bahwa nilai probabilitas Chi-

Square 0.255894 atau lebih besar dari α = 0.05. Hal ini berarti dalam model ini

tidak terjadi autokorelasi, atau berarti Ho diterima.

2. Hasil Uji Regresi Berganda


Tabel 4.5
Hasil Uji Regresi Berganda
Dependent Variable: LKM
Method: Least Squares
Date: 06/15/11 Time: 20:59
Sample: 1984 2009
Included observations: 26

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

TPAK 0.018790 0.012981 1.447575 0.1618


LPDB -0.102939 0.037509 -2.744363 0.0118
DM 0.337423 0.131684 2.562366 0.0178
C 18.48103 0.955841 19.33483 0.0000

R-squared 0.692937 Mean dependent var 17.31688


Adjusted R-squared 0.651064 S.D. dependent var 0.198983
-
S.E. of regression 0.117541 Akaike info criterion 1.303422
-
Sum squared resid 0.303949 Schwarz criterion 1.109869
Log likelihood 20.94449 F-statistic 16.54881
Durbin-Watson stat 1.558382 Prob(F-statistic) 0.000008

Berdasarkan hasil pengolahan data pada tabel 4.5 secara ekonometrika

70
dengan menggunakan program eviews, maka didapat persamaan regresi sebagai

berikut :

persamaan :

LNKM = 18.48103-0.102939LNPDB + 0.018790TPAK+ 0.337423DM + ε

3. Hasil Uji Hipotesis

a. Hasil Uji t-Statistik (Uji Parsial)

Uji-t digunakan untuk menguji signifikansi konstanta dan variabel-

variabel independen. Uji t dilakukan dengan cara membandingkan t hitung dengan

t table. t table diperoleh dengan melihat tabel distribusi t pada alpha = 5%

hipotesis : Ho = Koefesien regresi tidak signifikan

Ha = Koefesien regresi signifikan

Keputusan : Jika t hitung < t table, maka Ho diterima

Jika t hitung > t table, maka Ho ditolak

Berdasarkan hasil analisis data dengan menggunakan regresi dapat dilihat

pada tabel 4.1 diketahui bahwa t hitung untuk masing-masing variabel didapat

α=5% , 0,05 (tingkat kesalahan), n = 26 (jumlah observasi), k= 4 (jumlah

variabel), dan df= n - k = 22 (derajat bebas). Dengan keterangan tersebut maka t-

tabel yang diperoleh adalah 1,717144. Maka hasill uji-t dapat dijelaskan sebagai

berikut:

1. Produk Domestik Bruto (PDB)

PDB memeiliki nilai t-statistik sebesar (-2.744363> t tabel 1,717144)

artinya Ho ditolak dan Ha diterima, artinya berpengaruh secara negatif dan

signifikan. Dan nilai probabilitas t-statistik PDB memiliki probabilitas sebesar

71
0.0124, karena probbilitas lebih kecil dari tingkat kesalahan sebesar 5% atau 0,05

maka hasilnya signifikan.

Hasil analisa regresi tersebut menunjukan bahwa variabel PDB

berpengaruh negatif dan signifikan terhadap kemiskinan, ini menunjukan bahwa

kemiskinan yang terjadi di Indonesia akan semakin rendah jika terjadi

pertumbuhan ekonomi pada tahun-tahun sebelumnya meningkat. Semakin tinggi

pertumbuhan PDB, semakin cepat turunnya kemiskinan, dengan melihat bahwa

penurunan kemiskinan hampir selalu dibarengi peningkatan pendapatan rata-rata

perkapita atau standar kehidupan, dan sebaliknya kemiskinan bertambah jika

terjadi penurunan PDB.

Pertumbuhan ekonomi yang prokemiskinan merupakan pertumbuhan

ekonomi yang membuat penurunan kemiskian yang signifikan. Dimana orang-

orang miskin pasti mendapatkan keuntungan dari pertumbuhan ekonomi

walaupun tidak proposional. Artinya pertumbuhan ekonomi memihak kepada

orang miskin dengan suatu pengurangan kesenjangan pendapatan.

Hasil tersebut sesuai dengan teori dan penelitian terdahulu yang menjadi

landasan teori dalam penelitian ini. Yang mana menurut Kuznet dalam Tulus

Tambunan (2001), pertumbuhan dan kemiskinan mempunyai korelasi yang sangat

kuat, karena pada tahap awal proses pembangunan kemiskinan cenderung

meningkat dan pada saat mendekati tahap akhir pembangunan jumlah orang

miskin berangsur-angsur berkurang. Selanjutnya menurut Hermanto S. dan Dwi

W. (2006) mengungkapkan pentingnya mempercepat pertumbuhan ekonomi

72
untuk menurunkan jumlah penduduk miskin. Karena dengan pertumbuhan

ekonomi yang cepat maka kemiskinan di suatu daerah dapat ditekan jumlahnya.

2. Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK)

TPAK memiliki nilai t-statistik sebesar (1.447575< t table 1.717144)

artinya Ho diterima dan Ha ditolak, artinya tidak berpengaruh signifikan. Dan

Tpak memiliki nilai probabilitas t-statistik memliki probabilitas sebesar 0. 0.1618,

karena probabilitasnya lebih dari 5% atau 0,05 maka hasilnya tidak signifikan.

Sehingga dapat disimpulkan TPAK secara parsial tidak berpengaruh signifikan

terhadap kemiskinan.

Hasil analisa regresi menunjukan bahwa variabel TPAK terhadap

kemiskinan tidak berpengaruh dan tidak signifikan. Hasil ini sangat bertolak

belakang dengan teori Michael P.Todaro, menurut teori ini salah satu mekanisme

yang utama dalam mengurangi kemiskinan adalah menanggulangi masalah

pengangguran dan tenaga kerja. Dalam teori tersebut dijelaskan bahwa tingginya

angkatan kerja memiliki pengaruh dalam pertumbuhan ekonomi. Dimana

tingginya partisipasi angkatan kerja akan mendorong pertumbuhan ekonomi dan

mengurangi kemiskinan.

Tenaga kerja yang diwakili oleh tingkat partisipasi angkatan kerja tidak

berpengaruh dan tidak signifikan pada α=0.05 terhadap kemiskinan dengan nilai

probabilitas 0.1618. Hal tersebut bertolak belakang dengan hipotesis peneliti

dimana TPAK dapat mengurangi kemiskinan. Berdasarkan pengamatan yang

dilakukan peneliti pada tahun obeservasi, tidak berpengaruh TPAK terhadap

73
kemiskinan dapat disebabkan salah satunya adalah belum mampu memenuhi

kebutuhan lapangan pekerjaan yang diharapkan. Dimana pertumbuhan penduduk

terus meningkat, bahkan sempat atau masih sering terjadi peledakan penduduk

khususnya di daerah terpencil yang masih jauh dari keinginan untuk menggalakan

program KB, hal tersebut menjadikan meningkatnya usia kerja. Semakin besarnya

jumlah penduduk yang bukan angkatan kerja (masih bersekolah dan mengurus

rumah tangga) semakin kecil jumlah angkatan kerja, yang membuat persentase

TPAK juga mengecil. Semakin sedikitnya masyarakat yang produktif, maka akan

menghasilkan output yang rendah. Begitupun pada pendapatan perkapita.

Menurunnya TPAK suatu daerah, berarti menurunnya pendapatan perkapita dan

tingkat konsumsi yang mempengaruhi pertumbuhan ekonomi. Selain itu,

meningkatnya jumlah angkatan kerja walaupun tingkat pendidikan mengalami

peningkatan, tanpa diiringi dengan bertambahnya lapangan kerja yang tersedia,

hanya akan meningkatkan pengangguran, yang secara langsung meningkatkan

kemiskinan.

3. Krisis Ekonomi (Dummy Crisis)

Kerisis ekonomi memliki nilai t-statistik sebesar (2.562366 > t table

1.717144) artinya Ho ditolak dan Ha diterima, artinya berpengaruh positif dan

signifikan. Dan krisis ekonomi memiliki nilai probabilitas t-statistik memiliki

probabilitas sebesar 0.0178, karena probabilitasnya lebih kecil dari tingkat

kesalahan sebesar 5% atau 0,05 maka hasilnya signifikan. Sehingga dapat

74
disimpulkan krisis ekonomi secara parsial berpengaruh signifikan terhadap

kemiskinan.

Pada hasil regresi ini diperoleh bahwa krisis ekonomi (DM) berpengaruh

terhadap kemiskinan. Hal ini sesuai dengan hipotesa yang diajukan dalam

penelitian ini, yaitu krisis ekonomi dan kemiskinan mempunyai pengaruh yang

positif. Jadi adanya krisis ekonomi akan meningkatkan jumlah penduduk miskin.

Krisis ekonomi berpengaruh positif terhadap jumlah penduduk miskin.

Terjadinya krisis memperlihatkan pada pertengahan 1997 pondasi perekonomian

Indonesia yang sudah dibangun sekian lama mengalami guncangan hebat. Krisis

ekonomi yang diawali dengan krisis moneter telah “memporak-porandakan”

perekonomian Indonesia. Pertumbuhan ekonomi berkontraksi pada tahun 1997,

kemudian merosot tajam pada tahun 1998. krisis ini juga berimbas pada indikator

makro lainnya seperti inflasi yang meningkat tajam yang menyebabkan tingkat

harga terutama harga barang kebutuhan pokok melonjak drastis sehingga

menurunkan daya beli masyarakat. Situasi ini semakin memperparah kemiskinan

yang pada masa sebelum krisis belum teratasi secara berarti. Selain itu, menggeser

titik aman perekonomian dan iklim usaha kearah yang kurang aman, sehingga

banyak perusahaan/ investor baik swasta domestik maupun asing yang

mempersempit wilayah usahanya dan mengurangi pekerja bahkan sampai gulung

tikar. Hal tersebut berdampak pada meningkatnya pengangguran dan kemiskinan,

maupun menurunkan output hasil dari berkurangnya kegiatan ekonomi yang

menurunkan PDB

75
b. Hasil Uji F-Statistik (Uji Simultan)

Uji F-Statistik bertujuan untuk menunjukan apakah semua variabel

independen yang dimasukan dalam model regresi mempunyai pengaruh yang

signifikan secara bersamaan terhadap variabel dependen. Dapat dilihat pada tabel

4.1, analisisnya sebagai berikut: didapat α=5%, 0,05 (tingkat kesalahan), n = 26

(jumlah observasi), k = 4 (jumlah variabel).

Maka F tabel = (α=5%, df (k-1), (n-k) = 0,05, 3, 22 = 3,049125

Pada tabel regresi di atas F statistik dapat dilihat bahwa nilai Fhitung adalah

16.42232 dan F table 3,049125 artinya Fhitung < F table, maka dapat disimpulkan

bahwa Ho menolak dan Ha menerima, artinya pada variable bebas secara

bersama-sama yang mempengaruhi tingkat kemiskinan di Indonesia. Dengan

membandingkan probabilitasnya pada F statistik sebesar 0,000008 lbih kecil dari

tingkat kesalahan sebesar 0,05 (0,000008 < 0,05 yang berarti ada pengaruh secara

signifikan antara PDB, TPAK dan Krisis Ekonomi terhadap kemiskinan. Maka

dapat disimpulkan bahwa yang mempengaruhi secara bersama-sama (simultan)

berpengaruh secara signifikan terhadap kemiskinan.

c. Hasil Uji Koefisien Determinasi (R2)

Koefesien determinasi bertujuan untuk mengetahui seberapa besar

kemampuan variabel independen menjelaskan variabel dependen. Hasil uji

koefesien determinasi dapat dilihat pada tabel 4.1 menunjukan bahwa koefesien

determinasi (R2) sebesar 0,691302. hal ini berarti bahwa variabel bebas yang

terdiri PDB, TPAK dan Krisis Ekonomi mempunyai pengaruh sebesar 69,13%.

76
Sedngkan sisanya sebesar 30,87% dipengaruhi oleh variabel lain yang tidak

dimasukan kedalam model.

77
BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

1. Dari hasil penelitian ditemukan bahwa PDB berpengaruh signifikan dan

bersifat negatif dengan jumlah penduduk miskin. Hal ini menunjukan bahwa

kemiskinan yang terjadi di Indonesia akan semakin rendah jika terjadi

pertumbuhan ekonomi pada tahun-tahun sebelumnya meningkat. Semakin

tinggi pertumbuhan PDB, semakin cepat turunnya kemiskinan, dengan

melihat bahwa penurunan kemiskinan hampir selalu dibarengi dengan

peningkatan pendapatan rata-rata perkapita atau standar kehidupan, dan

sebaliknya kemiskinan bertambah jika terjadi penurunan PDB.

2. Dari hasil penelitian ditemukan bahwa Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja

(TPAK) tidak berpengaruh signifikan terhadap jumlah penduduk miskin.

Hal ini terjadi karena, tingkat partisipasi angkatan kerja yang meningkat

tanpa diimbangi dengan tercukupinya lapangan pekerjaan yang memadai

didaerah penelitian, dan juga rendahnya pendidikan seseorang, sedangkan

pada masa sekarang tingkat pendidikan merupakan hal sangat penting

untuk mencari pekerjaan.

3. Dari hasil penelitian ditemukan bahwa krisis ekonomi berpengaruh

signifikan dan positif terhadap jumlah penduduk miskin. Hal ini sesuai

dengan hipotesa. Terjadinya krisis memperlihatkan pengaruh yang besar

terhadap peningkatan jumlah orang miskin, yang terjadi karena banyak

78
orang yang kehilangan pekerjaan serta tingginya harga-harga bahan pokok

sehingga menurunkan daya beli masyarakat

B. Saran

Merujuk pada hasil pembahasan dan kesimpulan dari penelitian yang

penulis buat, maka untuk mengatasi kemiskinan di Indonesia penulis

menyarankan hal-hal dibawah ini:

1. Pertumbuhan ekonomi yang dibutuhkan untuk mengurangi jumlah

penduduk miskin adalah pertumbuhan yang berkualitas dan berkeadilan.

Investasi sebagai penyumbang pertumbuhan harus dilakukan dalam bentuk

mempercepat industrialisasi pertanian/perdesaan, akumulasi modal

manusia melalui pendidikan dan pelatihan, serta pengembangan dan

perbaikan infrastruktur perdesaan (modal fisik). Hal ini membutuhkan

campur tangan pemerintah dan partisipasi swasta.

2. Khususnya bagi pemerintah daerah untuk lebih mengoptimalkan

daerahnya, baik dari segi lahan, sumber daya dan dana anggaran

pembangunan daerah untuk membuka atau memperluas lapangan

pekerjaan sehingga dapat mengimbangi laju pertumbuhan tenaga kerja di

daerah yang bersangkutan guna meminimalisir terjadinya peningkatan

kemiskinan.

79
3. Model yang dikembangkan dalam penelitian ini masih terbatas karena

hanya melihat pengaruh variabel PDB, TPAK dan Dummy Crisis terhadap

Kemiskinan di Indonesia. Oleh karenanya diperlukan studi lanjutan yang

lebih mendalam dengan data dan metode yang lebih lengkap sehingga

dapat melengkapi hasil penelitian yang telah ada dan hasilnya dapat

dipergunakan sebagai bahan pertimbangan berbagai pihak yang berkaitan

dengan pembangunan ekonomi dalam hal penekanan kemiskinan.

80
DAFTAR PUSTAKA

Arsyad, Lincoln, ”Ekonomi Pembangunan”. Edisi Keempat, Sekolah Tinggi Ilmu


Ekonomi YKPN,. Yogyakarta: Aditya Media. 2001.

Balanchard, “Economics”, Prentice Hall International, inc., New Jersey.2000.

Biro Pusat Statistik . Data dan Informasi Kemiskinan. Tahun 2000.

.Statistik Indonesia. Berbagai Edisi Penerbitan

Firdausy, C.M. “Urban poverty in Indonesia: trends, issues and policies”, Asian
Development Review, Vol 12 No 1.1994.

Gujararati, Damohar. “Basic Ekonometrika”. Edisi 3, Mc Graw-Hill. Newyork,


1999

Gujararati, Damohar. “Basic Ekonometrika”. Edisi 4, Mc Graw-Hill. Erlangga:


Jakarta.2006.

Hendra,Esmara, “Melihara Momentum Pembangunan, penerbit PT


Gramedia.1998.

Kharie, Latief. “pertumbuhan Ekonomi, Inflasi dan Kemiskinan di Indonesia:


1976:2005” Jurnal Cita Ekonomi. ISSN: Ambon 2007.

Kuncoro, Mudrajad. “Metode Riset Untuk Bisnis dan Ekonomi. Bagaimana


Meneliti dan Menulis Tesis?”. Erlangga: Jakarta. 2003.

Mankiw, N. Gregory.”Macroekonomics” edisi 5, Harvard University, Edisi


Indonesia. Erlangga: Jakarta. 2003.

Moser, Gary dan Thoshihiro, ichida.”Economic Growth and Poverty Reduction


in Sub-Saharan Africa” International Monetary Fund. 2001

Nachorawi, D. Nachorawi. Ekonometrika: Untuk Analisis Ekonomi dan


Keuangan. Lembaga Penerbit FE UI: Jakarta. 2006.

81
Octaviani, Dian, ”Inflasi, Pengangguran dan Kemiskinan di Indonesia: Analisis
indeks FGT” Media Ekonomi. 2003

Ponco Wibowo, Hamid. “Pengaruh Variable Makro Terhadap Kinerka Perbankan


Syariah”. Magisteter Manajemen. Universitas Indonesia. 2006.

Prasetiantono, Tony.A, Dasar-dasar Demografi, Jakarta: Penerbit Lembaga


Demografi Fakultas Ekonomi Unversitas Indonesia. 2000.

Rahardja, Prathama, “Pengantar Ilmu Ekonomi (Mikroekonomi dan


Makroekonomi)”, Lembaga Penerbit FE UI:Jakarta. 2002.

Richard H. Adams, Jr.” Economic Growth, Inequality and Poverty” World Bank
Policy Research Working Paper 2972, February 2006

Saragih, Togar.DR “Pengangguran Pendidikan dan Kemiskinan”. Jurnal


Ekonomi Teleskop STIE. Y.A.I, Volume 5. Edisi 9: Jakarta .2006.

Siregar, Hermanto dan Wahyuniarti, Dwi. “Dampak Pertumbuhan Ekonomi


Terhadap Penurunan Jumlah Penduduk Miskin”, Direktur Akademi MP-
IPB dan Direktur Kajian Ekonomi & Lingkungan Brighten Institue
Bogor.2008.

Santoso, Singgih. “ Buku Latihan SPSS Statistic Versi 10.6”. P.T Elex Media
Komputindo, Jakarta, 2002

Sarman, Muchtar, “Kemisikinan dan Perbedayaan Rakyat”. Prisma, No.1.1997,


LP3ES: Jakarta. 1997.

Sukirno, Sadono. Teori Pengantar Ekonomi Makro. PT. Grafindo persada: Jakarta
2004.

Thee Kian Wie, 1989, Pembangunan Ekonomi dan Pemerataan, Beberapa


Pendekatan
Alternatif, LP3ES: Jakarta.1989

Tambunan, Tulus. Perekonomian Indonesia. PT. Ghalia Indonesia: Jakarta. 1996

Tambunan, Tulus. Perekonomian Indonesia. PT. Ghalia Indonesia: Jakarta. 2001.

82
Tarsi, Susianti, Evi. “Analisis Kemiskinan Di Sumatera Barat”, Jurnal Ekonomi,
Edisi Agustus 2006. Media Ekonomi: Padang. 2006

Todaro, Michael p., ”Pembangunan Ekonomi di Dunia Ketiga”, Edisi ke 7,


Erlangga, Jakarta, 1998.

Todoro, Eduardus.”Portfolio dan Investasi”. Fakultas Ekonomi dan Bisnis :


Yogyakarta. 2001.

Yustika, Ahmad, Erani“Perekonomian Indonesia, Deskripsi, Preskripsi dan


Kebijakan”, Bayumedia: Malang. .2006.

83
Lampiran 1 Data Variabel Penelitian

KM TPAK PDB
TAHUN (juta jiwa) (%) (Miliyar Rupiah) DM
1984 35000000 55.8 77.213.80 0
1985 35000000 55.9 78.679.10 0
1986 27200000 57.3 89.013.60 0
1987 30000000 57.4 93.517.80 0
1988 28400000 57.6 98.936.00 0
1989 27200000 57.8 90.366.30 0
1990 27200000 57.3 97.230.90 0
1991 26300000 57.1 104.504.40 0
1992 25900000 57.3 110.725.70 0
1993 23700000 56.6 196.017.40 0
1994 22500000 58 301.289.30 0
1995 32600000 56.6 331.869.40 0
1996 34010000 66.3 359.187.70 0
1997 38700000 66.9 370.020.50 1
1998 49500000 66.91 327.731.70 1
1999 47970000 67.22 379.957.80 1
2000 38700000 67.76 397.666.20 1
2001 37900000 68.6 1.442.984.60 1
2002 38400000 67.76 1.506.124.40 1
2003 37300000 65.72 1.557.171.30 1
2004 36100000 67.54 1.656.827.50 1
2005 35100000 68.02 1.750.825.70 1
2006 39300000 66.16 1.847.292.30 1
2007 37170000 66.99 1.963.973.30 1
2008 34960000 67.18 2.098.133.60 1
2009 32530000 67.23 2.176.975.50 1

84
Hasil Data Setelah Diestimasi

Tahun LKM TPAK LPDB DM


1984 1.737.086 5.580.000 2.276.726 0.000000
1985 1.737.086 5.590.000 2.278.606 0.000000
1986 1.711.873 5.730.000 2.290.947 0.000000
1987 1.721.671 5.740.000 2.295.883 0.000000
1988 1.716.190 5.760.000 2.301.515 0.000000
1989 1.711.873 5.780.000 2.292.455 0.000000
1990 1.711.873 5.730.000 2.299.777 0.000000
1991 1.708.508 5.710.000 2.306.991 0.000000
1992 1.706.975 5.730.000 2.312.774 0.000000
1993 1.698.099 5.660.000 2.369.888 0.000000
1994 1.692.903 5.800.000 2.412.875 0.000000
1995 1.729.982 5.660.000 2.422.542 0.000000
1996 1.734.217 6.630.000 2.430.453 0.000000
1997 1.747.135 6.690.000 2.433.424 1.000.000
1998 1.771.748 6.691.000 2.421.288 1.000.000
1999 1.768.609 6.722.000 2.436.074 1.000.000
2000 1.747.135 6.776.000 2.440.629 1.000.000
2001 1.745.046 6.860.000 2.569.515 1.000.000
2002 1.746.357 6.776.000 2.573.798 1.000.000
2003 1.743.450 6.572.000 2.577.131 1.000.000
2004 1.740.180 6.754.000 2.583.334 1.000.000
2005 1.737.371 6.802.000 2.588.852 1.000.000
2006 1.748.674 6.616.000 2.594.216 1.000.000
2007 1.743.101 6.699.000 2.600.341 1.000.000
2008 1.736.972 6.718.000 2.606.948 1.000.000
2009 1.729.767 6.723.000 2.610.637 1.000.000

85
Lampiran 2 Hasil Uji Asusmsi Klasik

Hasill Uji Normalitas

86
Hasil Uji Linieritas

Ramsey RESET Test:

F-statistic 0.226010 Probability 0.639406


Log likelihood ratio 0.278326 Probability 0.597800

Test Equation:
Dependent Variable: LKM
Method: Least Squares
Date: 06/16/11 Time: 08:31
Sample: 1984 2009
Included observations: 26

Coefficie
Variable nt Std. Error t-Statistic Prob.

-
TPAK 0.333853 0.741894 -0.450002 0.6573
LPDB 1.836722 4.080199 0.450155 0.6572
-
DM 6.011527 13.35550 -0.450116 0.6572
-
C 166.0052 388.0627 -0.427779 0.6732
FITTED^2 0.541703 1.139456 0.475405 0.6394

R-squared 0.696206 Mean dependent var 17.31688


Adjusted R-squared 0.638341 S.D. dependent var 0.198983
-
S.E. of regression 0.119665 Akaike info criterion 1.237204
-
Sum squared resid 0.300713 Schwarz criterion 0.995262
Log likelihood 21.08365 F-statistic 12.03145
Durbin-Watson stat 1.556380 Prob(F-statistic) 0.000031

87
Hasil Uji Multikolinearitas

Dependent Variable: TPAK


Method: Least Squares
Date: 06/15/11 Time: 21:15
Sample: 1984 2009
Included observations: 26

Coefficien
Variable t Std. Error t-Statistic Prob.

LPDB 0.911853 0.571745 1.594860 0.1244


DM 7.535530 1.416220 5.320874 0.0000
C 36.52205 13.33257 2.739310 0.0117

R-squared 0.878138 Mean dependent var 62.49962


Adjusted R-squared 0.867541 S.D. dependent var 5.187882
S.E. of regression 1.888123 Akaike info criterion 4.217211
Sum squared resid 81.99521 Schwarz criterion 4.362376
Log likelihood -51.82374 F-statistic 82.86906
Durbin-Watson stat 1.964725 Prob(F-statistic) 0.000000

88
Dependent Variable: LPDB
Method: Least Squares
Date: 06/15/11 Time: 21:16
Sample: 1984 2009
Included observations: 26

Coefficie
Variable nt Std. Error t-Statistic Prob.

DM 1.078194 0.696658 1.547667 0.1354


TPAK 0.109204 0.068472 1.594860 0.1244
C 16.99247 3.959752 4.291296 0.0003

R-squared 0.753775 Mean dependent var 24.35678


Adjusted R-squared 0.732364 S.D. dependent var 1.263035
S.E. of regression 0.653412 Akaike info criterion 2.094950
Sum squared resid 9.819794 Schwarz criterion 2.240115
-
Log likelihood 24.23435 F-statistic 35.20530
Durbin-Watson stat 0.451775 Prob(F-statistic) 0.000000

89
Dependent Variable: DM
Method: Least Squares
Date: 06/15/11 Time: 21:17
Sample: 1984 2009
Included observations: 26

Coefficie
Variable nt Std. Error t-Statistic Prob.

TPAK 0.073221 0.013761 5.320874 0.0000


LPDB 0.087479 0.056523 1.547667 0.1354
-
C 6.206998 0.784642 -7.910615 0.0000

R-squared 0.877426 Mean dependent var 0.500000


Adjusted R-squared 0.866768 S.D. dependent var 0.509902
-
S.E. of regression 0.186119 Akaike info criterion 0.416691
-
Sum squared resid 0.796729 Schwarz criterion 0.271526
Log likelihood 8.416988 F-statistic 82.32115
Durbin-Watson stat 1.968175 Prob(F-statistic) 0.000000

90
Hasil Uji Heteroskedasitas

White Heteroskedasticity Test:

F-statistic 5.419495 Probability 0.002605


Obs*R-squared 14.95907 Probability 0.010539

Test Equation:
Dependent Variable: RESID^2
Method: Least Squares
Date: 06/15/11 Time: 21:13
Sample: 1984 2009
Included observations: 26

Coefficie
Variable nt Std. Error t-Statistic Prob.

-
C 2.207202 1.592916 -1.385636 0.1811
-
TPAK 0.085996 0.035221 -2.441595 0.0240
TPAK^2 0.000667 0.000284 2.346806 0.0293
LPDB 0.401339 0.109516 3.664661 0.0015
-
LPDB^2 0.008079 0.002218 -3.642171 0.0016
DM 0.003072 0.011911 0.257910 0.7991

R-squared 0.575349 Mean dependent var 0.011690


Adjusted R-squared 0.469186 S.D. dependent var 0.014037
-
S.E. of regression 0.010227 Akaike info criterion 6.128438
-
Sum squared resid 0.002092 Schwarz criterion 5.838108
Log likelihood 85.66969 F-statistic 5.419495
Durbin-Watson stat 1.205345 Prob(F-statistic) 0.002605

91
Hasil Uji Autokorelasi

Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test:

F-statistic 1.171242 Probability 0.330358


Obs*R-squared 2.725954 Probability 0.255898

Test Equation:
Dependent Variable: RESID
Method: Least Squares
Date: 06/15/11 Time: 21:12
Presample missing value lagged residuals set to zero.

Coefficie
Variable nt Std. Error t-Statistic Prob.

-
TPAK 0.007561 0.014873 -0.508389 0.6167
-
LPDB 0.011757 0.044831 -0.262261 0.7958
DM 0.112605 0.150484 0.748289 0.4630
C 0.703391 1.078143 0.652410 0.5216
RESID(-1) 0.230076 0.255442 0.900699 0.3785
-
RESID(-2) 0.335490 0.263664 -1.272413 0.2178

R-squared 0.104844 Mean dependent var 3.14E-15


-
Adjusted R-squared 0.118945 S.D. dependent var 0.110263
-
S.E. of regression 0.116637 Akaike info criterion 1.260334
-
Sum squared resid 0.272082 Schwarz criterion 0.970004
Log likelihood 22.38434 F-statistic 0.468497
Durbin-Watson stat 1.713176 Prob(F-statistic) 0.795155

92
Lampiran 3 Hasil Uji Regresi Berganda

Dependent Variable: LKM


Method: Least Squares
Date: 06/15/11 Time: 20:59
Sample: 1984 2009
Included observations: 26

Coefficie
Variable nt Std. Error t-Statistic Prob.

TPAK 0.018790 0.012981 1.447575 0.1618


-
LPDB 0.102939 0.037509 -2.744363 0.0118
DM 0.337423 0.131684 2.562366 0.0178
C 18.48103 0.955841 19.33483 0.0000

R-squared 0.692937 Mean dependent var 17.31688


Adjusted R-squared 0.651064 S.D. dependent var 0.198983
-
S.E. of regression 0.117541 Akaike info criterion 1.303422
-
Sum squared resid 0.303949 Schwarz criterion 1.109869
Log likelihood 20.94449 F-statistic 16.54881
Durbin-Watson stat 1.558382 Prob(F-statistic) 0.000008

93

Anda mungkin juga menyukai