ii
Lembar Pengesahan
Promotor,
Prof. Dr. Ni Nyoman Kerti Yasa, SE, MS Dr. I Putu Gde Sukaatmadja, SE, MP
NIP. 19620717 198601 2 001 NIP. 19600707 1987703 1 020
Mengetahui
Prof. Dr. I Wayan Gede Supartha, SE, SU Dr. I Nyoman Mahaendra Yasa, SE,
MSi
NIP. 19550202 198003 1 004 NIP. 19610620 198603 1 001
iii
SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIAT
NIM : 1490871016
Dengan ini, untuk dan atas nama saya, menyatakan bahwa karya ilmiah disertasi
saya bebas plagiat. Apabila dikemudian hari terbukti adanya plagiasi dalam karya
ilmiah disertasi ini, maka saya siap menerima sanksi sesuai dengan peraturan
iv
UCAPAN TERIMA KASIH
Penyelesaian disertasi ini juga karena dukungan moral dan material dari berbagai
pihak. Oleh karena itu, penulis ingin mengucapkan terima kasih dan penghargaan
yang setingg-tingginya kepada:
1) Prof. Dr. dr. A.A. Raka Sudewi, Sp.S, Rektor Universitas Udayana Bali
atas ijin yang diberikan kepada penulis untuk kuliah di Universitas
Udayana Bali.
2) Dr. I Nyoman Mahaendra Yasa, SE., M.Si., Dekan Fakultas Ekonomi dan
Bisnis, Universitas Udayana Bali yang memberikan kesempatan
kepada penulis untuk belajar di Fakultas ini.
3) Prof. Dr. I Wayan Gede Supartha, SE, SU., Koordinator Program Doktor
Ilmu Manajemen, Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Udayana Bali.
4) Prof. Dr. I Ketut Rahyuda, SE, MSIE sebagai Promotor yang telah
memberikan motivasi dan arahan selama kuliah di Program Doktor Ilmu
Manajemen, dan selama penelitian dan penulisan disertasi ini.
5) Prof. Dr. Ni Nyoman Kerti Yasa, SE, MS sebagai Kopromotor, dan Dr. I
Putu Gde Sukaatmadja sebagai Kopromotor yang memberikan arahan dan
saran dalam penelitian dan penyusunan disertasi ini.
6) Dr. Alvaro Meneses Amaral, SE MSi, sebagai Rektor Dili Institute of
Technology (DIT), Timor-Leste, dan seluruh staf DIT yang selalu
memberikan dorongan, dan dukungan dalam penyelesaian disertasi ini.
7) Semua teman-teman Rektor dan Ketua Jurusan Perguruan Tinggi di
Timor-Leste yang telah membantu penulis sepenuhnya selama proses
pengambilan data lapangan.
v
8) Ayahanda, Januario Saldanha (Almarhun), dan Ibunda, Amelia de Sousa,
sebagai petani, dan ibu rumah tangga, yang sederhana dan tidak pernah
mendapatkan kesempatan untuk sekolah formal, namun merupakan
pekerja keras, dan memiliki motivasi tinggi untuk mendorong anak-
anaknya sekolah hingga jenjang pendidikan yang lebih tinggi sebagai
bekal transformasi keluarga dari kehidupan petani menjadi yang lebih
baik. Saudara-saudari saya Jacinta, Salvador, Adozinda, Domingos, Joao,
Saturnino, Angelina, Ladislau, dan Amelia yang saling memotivasi, dan
membantu dalam belajar dan bekerja.
9) Istri saya, Isabel Franklin de Jesus Marques Belo, dan anak-anak saya,
Jovelinho Franklin Saldanha, Estornino Franklin Saldanha, dan Joaozinho
Franklin Saldanha yang selalu setia, sabar, dan memberi dukungan untuk
menyelesaikan disertasi ini. Demikian juga adik-adik Agata, Joana, Jorge,
Ildefonso dan Ivio di Palapaso Dili, Timor-Leste.
10) Teman-teman Program Doktor Ilmu Manajemen Universitas Udayana
Bali Angkatan III tahun 2014 yang saling menolong dan memotivasi
selama kuliah di Univesitas Udayana Bali.
Semoga Tuhan Yang Maha Kuasa senantiasa memberikan rahmat dan anugrah
kepada semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan disertasi
ini. Akhirnya disertasi sederhana ini, penulis persembahkan kepada ayahanda dan
ibunda, Januario Saldanha, dan Amelia de Sousa, kepada semua guru di manapun
berada atas sumbangsih tanpa pamrih dan sumber terang dunia, serta kepada
masyarakat Timor-Leste yang tercinta, terutama anak-anak muda. Semoga
disertasi ini bermanfaat bagi ilmu pengetahuan dan masyarakat.
vi
ABSTRAK
Kata kunci: Persaingan industri, strategi bisnis, industri pendidikan tinggi, dan
kinerja industri.
vii
ABSTRACT
viii
RINGKASAN DISERTASI
PERAN STRATEGI BISNIS DALAM MEMEDIASI HUBUNGAN
ANTARA PERSAINGAN INDUSTRI DENGAN KINERJA INDUSTRI
(Studi Pada Industri Jasa Pendidikan Tinggi di Timor-Leste)
ix
Porter dalam konteks strategi diferensiasi atau strategi keunggulan biaya pada
jenis industri tertentu. Sebaliknya, fokus strategi bisa dilakukan pada fokus
pelayanan atau fokus strategi sumber daya dan kapabilitas pada industri dan
segmen pasar tertentu. Demikian juga, studi tentang kombinasi strategi bisnis
masih dominan fokus pada industri manufaktur dan jasa perbankan (Yuliansyah et
al., 2016), namun industri jasa pendidikan tinggi di negara-negara sedang
berkembang seperti Timor-Leste masih belum mendapatkan perhatian.
Studi ini mengisi celah tersebut dengan memberikan bukti empiris tentang
persaingan industri, strategi bisnis dan kinerja industri pendidikan tinggi di
Timor-Leste. Industri pendidikan tinggi di Timor-Leste tumbuh sangat cepat baik
secara institusi maupun program studi yang saling duplikasi yang memicu
peningkatan persaingan industri sehingga dapat mempengaruhi kinerja industri.
Tujuan penelitian ini adalah untuk (1). Indentifikasi dan menjelaskan pengaruh
persaingan industri pada kinerja industri pendidikan tinggi; (2). Menguji pengaruh
strategi bisnis terhadap kinerja industri pendidikan tinggi; (3). Menguji peran
mediasi strategi bisnis dalam hubungan antara persaingan industri dan kinerja
industri pendidikan tinggi.
Persaingan industri merupakan rivalitas antara dua atau lebih industri yang
sejenis atau mirip untuk menyediakan produk, jasa, harga, produk, distribusi, dan
promosi kepada pelanggan (Adnan et al., 2016). Intensitas persaingan industri
tergantung pada jumlah pesaing di pasar yang sama, frekuensi perubahan
teknologi dalam industri, frekuensi pengenalan produk baru, penurunan harga,
persetujuan paket yang diberikan kepada pelanggan dari berbagai pesaing, dan
perubahan peraturan dan kebijakan pemerintah dan penurunan tarif (Chong and
Rundus, 2004). Persaingan industri juga terjadi pada biaya, ketergantungan
sumber daya, praktek manajerial, hambatan masuk, dan penerapan teknologi (Du
and Chen, 2010). Faktor-faktor lingkungan eksternal industri sebagai pemicu
persaingan industri adalah: (1) intensitas persaingan antar pemain yang ada pada
saat ini. (2) ancaman dari pendatang baru. (3) kekuatan tawar-menawar dari
pemasok, (4) kekuatan tawar-menawar dari pembeli, dan (5) Ancaman dari
produk pengganti (Porter, 1980; Metts, 2007; Huang and Lee, 2012).
Persaingan industri mempengaruhi kinerja industri, sehingga perusahaan
harus beradaptasi dengan perubahan lingkungan untuk mempertahankan posisi
bersaing (Huang and Lee, 2012; de Haan, 2015). Porter (1980) menyatakan
bahwa persaingan industri menurunkan rate of return yang dihasilkan oleh sebuah
perusahaan dalam lingkungan persaingan industri yang perfek (perfectly
competitive industry). Dengan demikian, perusahaaan berupaya untuk
meningkatkan posisi bersaing agar lebih kompetitif dibandingkan dengan
perusahaan pesaingnya. Dalam konteks demikian, perusahaan harus
mengembangkan strategi bisnis yang jelas untuk mempertahankan posisi bersaing
dalam lingkungan industri yang sangat kompetitif. Strategi bisnis menjabarkan
pencapaian tujuan perusahaan berdasarkan evaluasi internal dan eksternal
(Soltanizadeh et al., 2016).
Persaingan industri diukur dengan dimensi-dimensi dan indikator-
indikator yang diadaptasi dari studi-studi empirik sebelumnya (Metts, 2007;
Hoque, 2011; Huang and Lee, 2012; Mathooko and Ogutu, 2015; Teller et al.,
x
2016) seperti: Pertama, dimensi intensitas persaingan dalam persaingan industri
memiliki lima indikator yakni peningkatan jumlah perguruan tinggi, intensitas
persaingan untuk mendapatkan dosen bergelar master dan doktor, intensitas
persaingan uang kuliah, dan intensitas persaingan biaya promosi. Kedua, dimensi
ancaman pengganti memiliki tiga indikator yakni keberadaan perguruan tinggi
luar negeri, keberadaan perusahaan swasta, keberadaan pusat pelatihan berbasis
kompetensi. Ketiga, dimensi kekuatan tawar-menawar pembeli memiliki empat
indikator yakni kekuatan keluarga, kekuatan penyedia kerja, kekuatan mahasiswa,
kekuatan pemerintah. Keempat, dimensi kekuatan tawar menawar pemacok
memiliki tiga indikator yakni kekuatan tenaga dosen tetap, kekuatan
administrator, dan kekuatan tenaga dosen tidak tetap. Kelima, dimensi ancaman
masuk pendatang baru memiliki empat indikator yakni regulasi pendirian
perguruan tinggi baru dari Kementerian Pendidikan Timor-Leste, modal minimum
yang dibutuhkan untuk mendirikan perguruan tinggi, peraturan dan kebijakan
pemerintah tentang operasi perguruan tinggi, dan duplikasi program studi dari
perguruan tinggi yang ada.
Strategi diferensiasi merupakan strategi perusahaan untuk
mengembangkan produk, jasa, garansi, citra merek, inovasi, reliabilitas,
durabilitas, teknologi, reputasi, bentuk, kualitas, dan nilai yang unik bagi
pelanggan yang sulit ditiru oleh industri pesaingnya (Acquaah, 2011; Baroto et
al., 2012). Strategi diferensiasi muncul karena perusahaan ingin memenuhi
tuntutan pelanggan yang ingin produk alternatif dan unik (Becerra et al., 2013;
Dirisu et al., 2013). Porter (1980) menyatakan bahwa semakin tinggi persaingan
antara industri sejenis, perusahaan dapat mengadopsi strategi diferensiasi guna
mempertahankan daya saing dan kinerja. Diferensiasi tersebut bisa dalam bentuk
kualitas produk, proses dan pelayanan untuk memenuhi kebutuhan pelanggan
(Dadfar and Brege, 2012). Beberapa kajian empirik memperkuat strategi generik
Porter (Dirisu et al., 2013; Torres et al., 2014; Newton et al., 2015; Banker et al.,
2014; Martins and Queirós, 2015; Pehrsson, 2016; Yuliansyah et al., 2016).
Walaupun demikian, ada juga studi yang menyatakan bahwa strategi diferensiasi
tidak berpengaruh atau berpengaruh negatif terhadap kinerja (Parnell, 2011;
Nandakumar et al., 2011; Wu et al., 2015). Dalam studi ini, strategi diferensiasi
diukur dengan program studi, kualitas kelulusan, dan kualitas pelayanan.
Strategi keunggulan biaya (cost leadership strategy) adalah strategi
perusahaan untuk menyediakan produk dan jasa dengan biaya lebih rendah dari
perusahaan pesaingnya untuk menarik pelanggan dan memperoleh pangsa pasar
(Porter, 1985; Banker et al., 2014), sehingga produk atau jasa tersebut laku dan
memberikan profit kepada perusahaan. Perusahaan yang menggunakan cost
leadership lebih fokus untuk mengembangkan produk, jasa, dan proses dengan
memaksimalkan efisiensi operasi (Banker et al., 2014), sehingga melakukan
kontrol dan pengetatan biaya dalam semua tingkatan operasi agar unggul atas
pesaingnya guna mempertahankan keunggulan bersaing (Porter, 1985; Acquaah,
2011). Porter (1980) menyatakan bahwa industri dapat meningkatkan keunggulan
bersaing dan kinerja jika mengadopsi strategi keunggulan biaya atau cost
leadership strategy (Parnell and Hershey, 2005; Oyewobi et al., 2016). Strategi
Porter ini diperkuat oleh beberapa temuan empiris bahwa strategi keunggulan
xi
biaya (cost leadership) berpengaruh positif terhadap keunggulan bersaing dan
kinerja perusahaan (Allen and Helms, 2006; Banker et al., 2014; Indounas, 2015)
karena perusahaan menggunakan produksi dan distribusi masal, skala ekonomi,
teknologi, design produk, biaya masukkan, penggunaan kemampuan sumber daya,
dan akses ke bahan baku yang lebih baik (Akan et al., 2006). Walaupun demikian,
pelanggan memiliki loyalitas rendah terhadap strategi keunggulan biaya (Cost
leadership strategy), dan jika biaya terlalu rendah perusahaan akan kehilangan
pendapatan (Allen and Helms, 2006). Demikian juga, jika produk dan servis
berbiaya rendah dapat diimitasi oleh industri pesaing, sehingga dapat menurunkan
daya saing dan kinerja industri (Salavou, 2015). Hal ini diperkuat dengan kajian
empirik yang menunjukkan strategi keunggulan biaya berpengaruh negatif
terhadap kinerja perusahaan (Parnell et al., 2012; Yuliansyah et al., 2016;
Yuliansyah et al., 2017). Dalam studi ini, cost leadership diukur dengan
pengontrolan dan efisiensi biaya, biaya operasi rendah, dan biaya kuliah per
mahasiswa rendah yang dikembangkan dari studi-studi empirik sebelumnya
(Ortega, 2010; Banker et al., 2014; Hansen et al., 2015; Oyekunle et al., 2016).
Strategi fokus merupakan salah satu dimensi dari strategi generik Porter
yang mencakup fokus diferensiasi dan fokus biaya rendah (Baack and Boggs,
2008). Namun demikian, strategi fokus dalam studi ini lebih ditekankan pada
pelayanan, karena kualitas pelayanan berhubungan erat dengan profit,
penghematan biaya (cost saving), pangsa pasar (market share) dan kepuasan
pelanggan (Angelova, 2011; Zameer et al., 2015). Dengan demikian, kualitas
pelayanan berpengaruh positif terhadap keunggulan bersaing dan kinerja industri
(Angelova, 2011; Jain et al., 2011; Kwak and Kim, 2016; Paul et al., 2016).
Walaupun demikian, ada juga hasil studi yang menunjukkan bahwa kualitas
pelayanan berpengaruh negatif terhadap kinerja industri (Neely, 2008; Jamal,
2009). Studi-studi sebelumnya telah menunjukkan bahwa penawaran pelayanan
baik sebuah perusahaan akan ditentukan oleh kemampuan sumber daya dan
kapabilitasnya. Oleh karena itu, perusahaan berupaya untuk mengembangkan
sumber daya dan kapabilitas untuk memperkuat strategi pelayanan guna
mempertahankan hubungan baik dengan pelanggan dan memperkuat daya saing
perusahaan (Kwak and Kim, 2016). Menurut teori resource-based view (RBV),
sumber daya dan kapabilitas perusahaan dapat berupa fasilitas fisik, sumber daya
manusia, pengetahuan dan teknologi (Douglas et al., 2010; El Shafeey and Trott,
2014). Fokus strategi pelayanan berhubungan dengan kepuasan pelanggan
(Khodayari and Khodayari, 2011) dan berpengaruh positif terhadap kinerja
organisasi (Ham, 2003; Paul et al., 2016). Industri yang memberikan kepuasan
kepada pelanggan akan sukses mempertahankan loyalitas dan retensi pelanggan
terhadap produk dan jasa yang ditawarkan, pada gilirannya akan memberikan
profitabilitas kepada perusahaan (Angelova, 2011). Dengan demikian, perusahaan
dapat mengembangkan kualitas pelayanan yang baik untuk memenuhi ekspektasi
pelanggan. Dalam penelitian ini, fokus pelayanan diukur dengan lima (5)
indikator seperti kompetensi dosen membantu mahasiswa, kesesuian kepemilikan
fasilitas dengan harapan mahasiswa, kualitas sebagai basis layanan, tanggap
melayani mahasiswa, dan perhatian terhadap mahasiswa (Firdaus, 2006; Trivellas
and Dargenidou, 2009; Gruber et al., 2010; Cardona and Bravo, 2012; Chui et al.,
xii
2016).
Strategi inovasi merupakan upaya untuk merubah pengetahuan dan ide ke
dalam produk, proses, layanan, sistem baru guna memberikan keuntungan kepada
perusahaan dan stakeholders (Perdomo-Ortiz et al., 2006; Perdomo-Ortiz et al.,
2009; Jaskyte, 2011) atau merubah pengetahuan menjadi uang (Boult et al.,
2009). Inovasi bisa dilakukan dengan menggunakan teknologi dan kombinasi
sumber daya organisasi untuk menciptakan produk, proses, teknologi dan
pelayanan baru, unik, dan sesuai ekspektasi pelanggan guna meningkatkan
keunggulan bersaing dan kinerja perusahaan (Torres et al., 2014; Havenvid,
2015). Dalam teori resource-based view (RBV), inovasi merupakan kapabilitas
bisnis penting perusahaan untuk menghasilkan produk atau servis yang bernilai,
unik, sulit diimitasi oleh perusahaan pesaing (Acar and Acar, 2012), sehingga
meningkatkan posisi bersaing dan kinerja. Beberapa kajian empiris menunjukkan
bahwa dalam lingkungan industri yang kompetitif, inovasi berpengaruh positif
terhadap kinerja industri (Camison and Villar-Lopez, 2014; Babkin et al., 2015;
Leal-rodríguez et al., 2015; Obembe and Soetan, 2015; Pehrsson, 2016) karena
inovasi dapat membuat perusahaan untuk menghasilkan produk dan layanan baru,
unik dan bernilai yang sesuai dengan perubahaan tuntutan pelanggan. Namun
demikian, ada juga studi yang menunjukkan bahwa inovasi berpengaruh negatif
terhadap kinerja (Loof and Heshmati, 2002; Vermeulen et al., 2005; Hashi and
Stojčić, 2013; Guisado-González et al., 2013; Campo et al., 2014; Im et al., 2015)
karena perusahaan membutuhkan sumber daya dan kapabilitas, frekuensi
perubahan produk dan layanan utama yang membutuhkan penelitian dan
pengembangan, serta mengembangkan pemasaran yang kesemuanya berimplikasi
pada biaya, sehingga dapat meningkatkan risiko bagi perusahaan (Soltanizadeh et
al., 2016). Dalam penelitian ini, inovasi diukur dengan menggunakan indikator
kurikulum, metode belajar dan mengajar, dan teknologi pengajaran.
Kinerja industri merupakan indikator yang biasanya digunakan untuk
mengukur keberhasilan sebuah perusahaan dalam mencapai tujuan dan target
yang sudah ditetapkan (Ho 2011; Avram and Avasilcai 2014), atau kemampuan
perusahaan untuk memenuhi kepuasan pelanggan dan memenangkan pasar
terhadap kompetitornya melalui produk dan jasa yang ditawarkan. Kinerja
perusahaan adalah himpunan manajemen dan proses analitik yang memungkinkan
pengelolaan organisasi untuk mencapai satu atau lebih tujuannya (Ab Hamid et
al., 2014). Kinerja organisasi menunjukkan sebepara baik perusahaan mencapai
tujuan keuangan dan pemasarannya (Li et al., 2006). Dalam konteks industri
pendidikan tinggi, kinerja industri adalah seberapa baik industri pendidikan tinggi
mengembangkan strategi untuk mencapai tujuan pengajaran, penelitian,
pengabdian masyarakat, keuangan, dan pemasarannya. Kinerja industri
dipengaruhi oleh faktor-faktor eksternal (Porter 1980; Metts 2007; Huang and
Lee, 2012), faktor-faktor internal (Barney, 1991; Metts 2007; Huang and Lee,
2012; Battagello et al., 2016;) dan strategi bisnis perusahaan (Porter 1980; Barney
1991; Bobe and Kober, 2015; Friis et al., 2016; Anwar and Hasnu, 2016;
Oyewobi et al., 2016; Soltanizadeh et al., 2016; Yuliansyah et al., 2017). Faktor-
faktor eksternal seperti lima kekuatan diamond dapat memicu intensitas
persaingan dan kinerja (Porter, 1980; Porter, 1985). Demikian juga faktor-faktor
xiii
internal seperti sumber daya, dan kapabilitas internal perusahaan (Barney, 1991),
dan strategi perusahaan dapat mempengaruhi posisi bersaing dan kinerja industri
(Gabrielsson et al., 2016; Yuliansyah et al., 2016). Dalam penelitian ini, kinerja
industri (IP) menggunakan kombinasi indikator dari Zebal and Goodwin (2012),
Asif and Searcy (2014), Andreou et al. (2014), Abdifatah (2014), Al-Najjar,
(2014), Kilic et al. (2015) yang dibagi dalam empat dimensi yakni (1). Kinerja
belajar dan mengajar adalah suatu pengukuran untuk melihat keberhasilan belajar
dan mengajar sebuah perguruan tinggi. Dimensi kinerja belajar dan mengajar
diukur dengan lima indikator yakni kepuasan mahasiswa, tingkat drop out
mahasiswa, kepuasan penyedia lapangan kerja terhadap keahlian alumni, alumni
yang terserap dalam lapangan kerja, dan pertumbuhan jumlah mahasiswa). (2).
Kinerja penelitian diukur dengan empat indikator yakni publikasi staf di jurnal
nasional dan internasional, partisipasi staf dalam pelatihan, seminar, dan
workshop sebagai peserta dan pemakalah, penelitian yang mendatangkan dana,
dan dampak penelitian terhadap masyarakat. (3). Kinerja pelayanan masyarakat
diukur dengan dua indikator yakni konseling kepada mahasiswa dan alumni, dan
kegiatan pelayanan masyarakat, dan partisipasi dalam pengembangan kurikulum.
(4). Kinerja keuangan dan pemasaran diukur dengan empat indikator yakni
pertumbuhan pengembalian modal, pertumbuhan surplus, pertumbuhan
pendapatan total, penguasaan pangsa pasar.
Penelitian ini menggunakan teori kontingensi untuk menjelaskan strategi
bisnis dalam mengadopsi strategi yang fit dengan lingkungan dimana industri
beroperasi untuk mempertahankan daya saing dan kinerja. Strategi kontingensi
tersebut dilakukan dalam konteks industrial competitive strategy (Porter, 1980)
dan resource-based strategy (Barney, 1991) atau kombinasi strategi industrial
competitive strategy dengan resource-based strategy. Strategi bisnis yang
diadopsi dalam penelitian ini merupakan kombinasi strategi yakni strategi
diferensiasi (DS), strategi keunggulan biaya (CL), fokus pelayanan (FS), dan
strategi inovasi (IN). Strategi bisnis digunakan sebagai pemediasi hubungan
antara persaingan industri (IC) dan kinerja industri tinggi (IP) di Timor-Leste.
Indikator-indikator reflektif dikembangkan sesuai dengan konteks industri
pendidikan tinggi di Timor-Leste. Lima kekuatan external dari Porter (1980)
sebagai pemicu persaingan industri. Penelitian ini menggunakan lima kekuatan
Porter yang dikembangkan lebih lanjut oleh Huang and Lee (2012) dan Mathooko
and Ogutu (2015) dalam konteks industri pendidikan tinggi. Kinerja industri
pendidikan tinggi (IP) diukur dengan menggunakan 4 dimensi (Asif and Searcy,
2014)), sedangkan indikator Liao (2011), (Zebal and Goodwin, 2012), (Asif and
Searcy, 2014)), dan (Kilic et al., 2015).
Penelitian ini dilakukan di 11 Perguruan tinggi terakreditasi di Timor-
Leste dengan unit analisisnya adalah jurusan yang berjumlah 157. Kuesioner
kemudian dibagikan pada 157 jurusan yang diisi oleh Ketua Jurusan atau Wakil
Ketua Jurusan dari 11 perguruan tinggi yang terakreditasi. Namun demikian,
hanya 130 kuesioner yang diisi, dikembalikan dan dipakai dalam penelitian. Hal
ini menunjukkan response rate penelitian ini (83%) diatas response rate
minimum (80%) bagi sebuah survei yang baik dari Jurusan/Fakultas yang
mewakili perguruan tinggi (Fincham, 2008), atau lebih besar dari response rate
xiv
67.29% yang digunakan dalam survey yang mengukur kinerja Perguruan Tinggi
di Taiwan (Huang and Lee, 2012), dan 61.7% studi tentang Perguruan Tinggi di
Zimbabwe (Garwe, 2016). Response rate yang rendah dapat memberikan bias
sampel yang dapat mempengaruhi hasil penelitian (Fogliani, 1999; Sivo et al.,
2004). Dalam penelitian ini, instrumen penelitian yang digunakan adalah
kuesioner dengan menggunakan lima skala Likert. Kuesioner tersebut diuji
validitas dan reliabilitasnya dengan melakukan pilot test terhadap 30 orang
responden (Oyewobi et al., 2016). Analisis penelitian kuantitatif-inferensi
dilakukan untuk menjawab masalah dan hipotesis penelitian. Data yang
dikumpulkan dianalisis dengan menggunakan alat analisis partial least square
(PLS). Alat analisis ini dipilih karena memiliki beberapa keunggulan seperti tidak
perlu melakukan uji asumsi klasik, dapat digunakan untuk sampel berukuran
kecil, indikator reflektif dan formatif (Hair et al., 2014; Hopkins, 2015; Ringle
and Sarstedt, 2016; Valaei, 2017). PLS merupakan teknik yang sudah mapan
untuk menghitung koefisien jalur (path confficient), dapat memprediksi konstruk,
menganalisis data multivariat, mengembangkan dan menguji hubungan antara
variabel berdasarkan teori, dan metode yang kaya dalam penelitian manajemen
dan strategi (Roemer, 2016; Valaei, 2017). Secara statistik, uji validitas instrumen
penelitian dilakukan dengan menggunakan koefisien correlation Pearsson (r)
dengan batasan nilai minimum 0.3. Demikian uji reliabilitas dengan menggunakan
cronbach alpha dengan nilai minimum adalah 0,7. Berdasarkan hasil uji validitas
instrumen, nilai r dan cronbach alpha dari semua konstruk lebih besar 0.3 dan 0.7.
Hal ini menunjukkan bahwa instrumen penelitian ini valid digunakan dalam
analisis outer dan inner model.
Dari 130 responden yang ada, maioritas laki (75%) dan perempuan (25%).
Jika dilihat dari tingkat pendidikan, maioritas Ketua Jurusan/Wakil Ketua Jurusan
berpendidikan master (59%) dan hanya 3% yang berpendidikan doktor.
Walaupun demikian, ada 38% Ketua dan Wakil Ketua Jurusan yang masih
berpendidikan sarjana (38%). Sebaliknya Kementerian Pendidikan Timor-Leste
melalui Badan Akreditasi Nasional (ANAAA) mewajibkan seorang dosen,
terlebih Ketua Jurusan atau Wakil Ketua Jurusan, dari Program Strata Satu
(Sarjana) minimal bergelar master. Demikian juga Ketua Jurusan/Wakil Ketua
Jurusan dengan tingkat pendidikan dominan sarjana (59%) dan master (38%).
Kebanyakan responden berasal dari Perguruan Tinggi Swasta (PTS) (76%) karena
PTS jurusannya lebih banyak dibanding dengan Perguruan Tinggi Negeri (PTN)
(24%). Hal ini bisa dimengerti karena di Timor-Leste hanya ada satu PTN yakni
Universidade Nasional Timor Lorosae (UNTL) dengan jumlah jurusan 32. Jika
dilihat dari status perguruan tinggi, jumlah responden dari empat universitas yang
ada (67%) memiliki jurusan lebih banyak dibandingkan dengan tujuh institut
terakreditasi di Timor-Leste (33%). Hal ini disebabkan karena syarat pendirian
perguruan tinggi dari Dirjen Pendidikan Tinggi (DIKTI) Timor-Leste, Universitas
harus memiliki minimal 4 Fakultas dengan komposisi dua Fakultas Eksak dan dua
Fakultas Social. Sebaliknya bagi institut diijinkan pendiriannya dengan memiliki
minimal satu jurusan.
Uji reliabilitas construct dilakukan dengan menggunakan composite
reliability (CR), average variable extracted (AVE), dan alpha cronbach.
xv
Konstruk dianggap reliabel, jika nilai CR lebih besar dari 0.7, AVE minimum
adalah 0.5, dan Alpha Crombach minimum adalah 0.6 (Kumar and Banerjee,
2012; Abd Razak et al., 2016). Nilai CR, AVE, dan cronbach alpha dari masing-
masing konstruk lebih besar 0.7, nilai AVE lebih besar atau sama dengan 0.5 dan
nilai cronbach alpha minimum 0.6. Dengan demikian semua konstruk memiliki
konsistensi internal yang baik untuk digunakan dalam pengukuran model ini. Uji
validitas dapat menggunakan parameter Discriminant validity dengan average
variant extracted (AVE), Heterotrait-Monotrait Ratio (HTMT). Berdasarkan uji
ini, nilai Fornell Larscker Validity Test, Cross-loading Validity Test, dan HTMT
semua parameter-parameter dari konstruk melebihi nilai minimum yang
diisyaratkan. Oleh karena itu, semua data konstruk-konstruk valid untuk
digunakan dalam model ini.
Dalam hubungan antara persaingan industri pendidikan tinggi (IC) dan
kinerja industri pendidikan tinggi (IP), hasil uji statistik dengan SMART-PLS
menunjukkan bahwa nilai t-statistics (0.180) yang lebih kecil dari nilai t-tabel 0.5
=1.96, dan nilai P (0.857). Ini berarti persaingan industri berpengaruh positif
tetapi tidak signifikan terhadap kinerja industri pendidikan tinggi. Maka hipotesis
(H1) ditolak.
Dalam hubungan persaingan industri dan strategi diferensiasi, nilai T-
statistics (3.663) dan nilai P values (0.000). Hasil ini menunjukkan bahwa
persaingan industri berpengaruh positif dan signifikan terhadap strategi
diferensiasi. Dengan demikian hipotesis (H2) dapat diterima. Dalam hubungan
persaingan industri (IC) dan strategi keunggulan biaya (CL), hasil statistik
menunjukkan bahwa nilai T statistics (6.144) dan nilai P values (0.000) (Tabel V).
Hasil ini menunjukkan bahwa persaingan industri berpengaruh positif dan
signifikan terhadap strategi keunggulan biaya (cost leadership). Dengan demikian
hipotesis (H3) dapat diterima. Dalam hubungan persaingan industri (IC) dan fokus
pelayanan (FS), hasil penelitian ini menunjukkan bahwa nilai T statistics (4.639)
dan nilai P values (0,000). Hasil ini menunjukkan bahwa persaingan industri
berpengaruh positif dan signifikan terhadap fokus pelayanan (FS). Dengan
demikian, hipotesis (H4) dapat diterima. Dalam hubungan persaingan industri (IC)
dan inovasi (IN), hasil uji PLS menunjukkan nilai T statistics (3.663) dan nilai P
values (0.000). Hasil ini menunjukkan bahwa persaingan industri berpengaruh
positif dan signifikan terhadap inovasi (innovation) yang berbasis pada inovasi
kurikulum (IN1), inovasi metode belajar dan mengajar (IN2), dan inovasi
teknologi belajar dan mengajar (IN3). Dengan demikian, hipotesis (H5) dapat
diterima. Dalam uji hubungan antara strategi diferensiasi (DS) dan kinerja industri
pendidikan tinggi (IP), nilai T statistics (0.801) dan nilai P values (0.424). Hasil
ini menunjukkan bahwa strategi diferensiasi (DS) berbasis pada diferensiasi
program studi (DS1), kualitas keahlian tinggi (DS2), dan kualitas pelayanan (DS3)
tidak signifikan berpengaruh pada kinerja industri pendidikan tinggi (IP). Dengan
demikian, hipotesis (H6) ditolak. Dalam hubungan antara strategi keunggulan
biaya atau cost leadership strategy (CL) dan kinerja industri pendidikan tinggi
(IP) menunjukkan bahwa nilai T statistics (2.075) dan nilai P values (0.039). Hasil
ini menunjukkan bahwa strategi keunggulan biaya (CL) berbasis pada efisiensi
biaya (CL1), biaya operasional rendah (CL2), dan biaya kuliah per mahasiswa
xvi
rendah (CL3) berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja industri
pendidikan tinggi (IP). Dengan demikian, hipotesis (H7) dapat diterima. Dalam
hubungan fokus pelayanan (FS) dan kinerja industri pendidikan tinggi (IP), hasil
hasil olahan data PLS menunjukkan bahwa nilai T statistics (3.809) dan nilai P
values (0.000). Hasil ini menunjukkan bahwa fokus pelayanan (FS) yang berbasis
pada kompetensi dosen baik yang selalu membantu mahasiswa (FS1), fasilitas
pengajaran sesuai harapan mahasiswa (FS2), pelayanan mahasiswa berbasis
kualitas jasa (FS3), tanggap melayani permintaan mahasiswa (FS4), dan perhatian
kepada semua mahasiswa (FS5) berpengaruh positif dan signifikan terhadap
kinerja industri pendidikan tinggi (IP). Maka hipotesis (H8) dapat diterima. Dalam
hubungan antara inovasi (IN) dan kinerja industri pendidikan tinggi (IP), data PLS
menunjukkan bahwa nilai T statistics (2.720) dan nilai P values (0.005). Hasil ini
menunjukkan bahwa inovasi (IN) yang berbasis pada kurikulum (IN1), metode
belajar dan mengajar (IN2), dan teknologi belajar dan mengajar (IN3) berpengaruh
positif dan signifikan terhadap kinerja industri pendidikan tinggi (IP). Maka
hipotesis (H9) dapat diterima.
Hasil statistik menunjukkan bahwa nilai a (hubungan persaingan industri
dengan strategi diferensisasi) dengan nilai T statistics (3.663) dan nilai P (000)
menunjukkan bahwa hubungan kedua variabel tersebut signifikan, namun nilai b
(hubungan strategi diferensiasi dengan kinerja industri) dengan nilai T statistics
(0.801) dan nilai P (0.405) tidak signifikan. Sedangkan nilai c (hubungan variabel
persaingan industri (IC) dengan kinerja industri pendidikan (IP) dengan nilai T
statistics (0.180), dan nilai P (0.856) tidak signifikan. Walaupun nilai b (0.801)
lebih besar dari nilai c (0.180), tetapi nilai keduanya lebih rendah dari nilai T tabel
0.05 =1.96, maka hubungan keduanya tidak signifikan. Dengan demikian,
hipotesis (H10) ditolak. Dalam penelitian ini, hipotesis kesebelas (H11) adalah
strategi keunggulan biaya (CL) beperan penting untuk memediasi hubungan
persaingan industri (IC) dengan kinerja industri pendidikan tinggi (IP).
Berdasarkan hasil olahan data PLS, nilai a (IC CL) dengan nilai T statistics
(6.144) dan nilai P (000) terbukti signifikan, demikian juga nilai b (CL IP)
dengan nilai T statistics (2.075) dan nilai P (0.039) adalah signifikan. Sedangkan
nilai c (IC IP) dengan nilai T statistics (0.180), dan nilai P (0.856) menunjukkan
tidak signifikan. Dengan demikian hipotesis (H11) dapat diterima. Dalam
penelitian ini, hipotesis kedua belas (H12) adalah fokus pelayanan (FS) berperan
penting untuk memediasi hubungan persaingan industri (IC) dengan kinerja
industri pendidikan tinggi (IP). Berdasarkan hasil olahan data PLS menunjukkan
bahwa nilai a (IC FS) dengan nilai T statistics (4.639) dan nilai P (000) terbukti
signifikan. Demikian juga nilai b (FS IP) dengan nilai T statistics (3,809) dan
nilai P (0.000) terbukti signifikan. Sedangkan nilai c (IC IP) dengan nilai T
statistics (0.180), dan nilai P (0.856) menunjukkan tidak signifikan. Dengan
demikian, hipotesis (H12) dapat diterima. Dalam penelitian ini, hipotesis ketiga
belas (H13) adalah inovasi (IN) berperan penting untuk memediasi hubungan
persaingan industri (IC) dengan kinerja industri pendidikan tinggi (IP).
Berdasarkan hasil olahan data PLS menunjukkan bahwa nilai a (IC IN)
dengan nilai T statistics (3.663) dan nilai P (000) signifikan. Demikian juga
nilai b (IN IP) dengan nilai T statistics (2.720) dan nilai P (0.005)
xvii
menunjukkan hubungan kedua variabel signifikan. Sedangkan nilai c (IC IP)
dengan nilai T statistics (0.180), dan nilai P (0.856) menunjukkan hubungan
kedua variabel tidak signifikan. Dengan demikian, hipotesis (H13) dapat diterima.
Penelitian ini menguji pengaruh persaingan industri terhadap kinerja
industri pendidikan tinggi di Timor-Leste. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
persaingan industri yang dipicu faktor-faktor eksternal industri tidak signifikan
bepergaruh terhadap kinerja industri. Faktor-faktor pemicu utama persaingan
industri pendidikan tinggi di Timor-Leste adalah pertumbuhan industri pendidikan
tinggi akibat longgarnya peraturan dan kebijakan pemerintah tentang operasi
perguruan tinggi di Timor-Leste. Hal ini berimplikasi pada peningkatan
persaingan untuk mendapat dosen bergelar master dan doktor yang terbatas
tersedia di Timor-Leste. Keterbatasan sumber daya manusia ini bisa dilihat juga
dari tingkat pendidikan ketua atau wakil ketua jurusan industri pendidikan tinggi
yang lebih banyak bergelar master (59%), dan sarjana (39%), tetapi sangat sedikit
yang bergelar doktor (3%). Ini berarti persentase dosen bergelar master dan doktor
dipercaya lebih rendah lagi. Pertumbuhan industri pendidikan tinggi ini telah
meningkatkan kekuatan keluarga mahasiswa, penyedia kerja, mahasiswa, dan
pemerintah karena banyaknya alternatif pilihan yang memicu intensitas
persaingan industri pendidikan tinggi. Semakin banyak industri pendidikan tinggi,
semakin kuat kekuatan tawar-menawar mahasiswa, keluarga mahasiswa, penyedia
kerja, dan pemerintah yang berimplikasi pada beberapa perguruan tinggi akan
kesulitan mendapatkan mahasiswa dan biaya kuliah juga semakin murah yang
berimplikasi pada kinerja keuangan industri pendidikan tinggi (Huang and Lee,
2012; Mathooko and Ogutu, 2015). Hasil penelitian ini simetris dengan hasil
studi Huang and Lee (2012), tetapi asimetris dengan konsep Porter (1980) dan
beberapa studi empris sebelumnya (Metts, 2007; Patiar and Mia, 2009; Lee and
Yang, 2011; Assaf and Cvelbar, 2011; Fosu, 2013; Teller et al., 2016). Perbedaan
hasil ini dapat disebabkan karena perbedaan jenis industri, indikator yang
digunakan, lingkungan industri dan sumber daya dan kapabilitas industri yang
berbeda.
Penelitian ini juga menguji peran strategi bisnis dalam memediasi
hubungan persaingan industri dan kinerja industri pendidikan tinggi di Timor-
Leste. Dalam lingkungan industri yang sangat dinamis dan kompetitif, faktor
utama bagi sebuah organisasi atau perusahaan untuk mempertahankan
kesinambungan daya saing dan kinerja dengan pendekatan kesesuaian pemilihan
strategi (industrial strategy) (Porter, 1980; Porter, 1985; Allen et al., 2006) atau
mengembangkan sumber daya dan kapabilitas internalnya (resource-based
strategy) (Barney, 1991; Huang and Lee, 2012) Strategi bisnis yang diadopsi
dalam penelitian ini mengikuti teori kontigensi yang menyatakan organisasi atau
perusahaan dapat mengadopsi strategi yang fit dengan lingkungan dimana
organisasi atau perusahaan beroperasi. Dalam realitanya, para manajer dibebaskan
untuk memilih strategi yang fit untuk meningkatkan kinerja industri dalam
dinamika persaingan industri yang sangat tinggi saat ini (Akan et al., 2006).
Strategi kontingensi dapat dilakukan dengan menggunakan strategi murni
Porter (strategi diferensiasi atau strategi biaya murah, bukan kedua-duanya) untuk
meningkatkan daya saing dan kinerja, atau resource-based strategy (Barney,
xviii
1991), ataupun kombinasi antara kedua strategi tersebut (Claver-Cortés et al.,
2012; Huang and Lee, 2012; Gabrielsson et al., 2016). Kombinasi strategi
berbasis strategi bersaing (competitive strategy) dan sumber daya dan kapabilitas
berbasis pada RBV dapat memberikan efek yang baik bagi kinerja industri
(Ortega, 2010) dan fokus pelayanan yang diturunkan dari Porter (1980).
Penelitian ini mengembangkan strategi generik Porter (diferensiasi, cost
leadership dan focus) yang dikombinasikan dengan strategi inovasi yang
diturunkan dari teori resource-based view (RBV). Hasilnya strategi fokus
pelayanan, strategi inovasi, dan strategi keunggulan biaya berperan signifikan
dalam meningkatkan kinerja industri pendidikan tinggi di Timor-Leste dalam
lingkungan industri yang bersaing ketat. Secara terintegrasi industri pendidikan
tinggi Timor-Leste telah menggunakan kombinasi strategi fokus pelayanan,
strategi inovasi dan strategi keunggulan biaya. Hasil ini jelas bertentangan dengan
strategi Porter yang menyatakan perusahaan hanya memilih salah satu strategi
untuk mencapai daya saing dan kinerja industri (Porter, 1980; Hansen et al., 2015)
karena terbukti kombinasi antara strategi keunggulan biaya (cost leadership),
strategi fokus pelayanan (focus services) dan strategi inovasi (innovation) dapat
berperan penuh memediasi (full mediation) hubungan persaingan industri dengan
kinerja industri pendidikan tinggi di Timor-Leste. Hal ini sesuai dengan
pernyataan Gabrielsson et al. (2016) bahwa dengan komplexitas persaingan,
kemajuan teknologi dan kemampuan sumber daya yang tersedia menuntut
perusahaaan untuk menggunakan multi-strategi guna mempertahankan daya saing,
dan kinerja industri.
Penelitian ini mempertegas bahwa kombinasi strategi yang dipilih oleh
industri pendidikan tinggi tidak harus hanya fokus pada strategi diferensiasi atau
strategi keunggulan biaya, tetapi dapat menggunakan kombinasi dengan strategi
lain yang seperti strategi pegembangan sumber daya dan kapabilitas organisasi
dari teori resource based view (RBV) atau strategi fokus pelayanan. Hal ini lebih
diperkuat dengan hasil penelitian yang menunjukkan strategi diferensiasi tidak
signifikan dalam memediasi hubungan persaingan industri dengan industri
pendidikan tinggi di Timor-Leste, sedangkan inovasi yang berbasis pada sumber
daya dan kapabilitas industri pendidikan tinggi berperan penuh dalam memediasi
hubungan persaingan industri dan kinerja industri.
Hasil penelitian ini juga menunjukkan bahwa strategi bisnis menjadi faktor
dominan dalam meningkatkan signifikasi hubungan persaingan industri yang
dipicu faktor eksternalitas dengan kinerja industri pendidikan tinggi di Timor-
Leste. Faktor pendorong utama signifikasi hubungan persaingan industri dan
kinerja industri pendidikan tinggi di Timor-Leste adalah strategi fokus pelayanan,
inovasi dan strategi keunggulan biaya, sedangkan strategi diferensiasi tidak
signifikan memediasi hubungan kedua variabel tersebut.
Hasil penelitian ini juga menunjukkan bahwa industri pendidikan tinggi di
Timor-Leste dapat menggunakan satu strategi sesuai dengan strategi Porter
(1980), maupun menggunakan strategi kombinasi (fokus pelayanan, inovasi, dan
strategi keunggulan biaya) untuk meningkatkan posisi bersaing dan kinerjanya.
Hal demikian sesuai dengan penelitian sebelumnya bahwa organisasi atau
perusahaan dapat menggunakan satu strategi ataupun kombinasi strategi untuk
xix
meningkatkan daya saing dan kinerja industri pendidikan (Cadez and Guilding,
2012). Demikian juga sesuai dengan teori kontigensi bahwa industri bisa
mengadopsi strategi murni atau strategi kombinasi yang sesuai dengan lingkungan
industri pendidikan tinggi beroperasi.
Penelitian ini menemukan bahwa faktor-faktor eksternal industri seperti
intensitas persaingan, ancaman pengganti, kekuatan tawar-menawar pembeli,
kekuatan tawar menawar pemacok dan ancaman pendatang baru dari Porter
(1980) tidak signifikan berpengaruh terhadap kinerja industri pendidikan tinggi.
Temuan ini seiring dengan penelitian (Huang and Lee, 2012), tetapi bertolak
belakang dengan konsep (Porter, 1980), dan studi (Metts, 2007). Hal ini dapat
disebabkan oleh perbedaan indikator, budaya (Sharma, 2017), jenis dan ukuran
industri.
Penelitian ini juga menemukan bahwa strategi inovasi, fokus pelayanan,
dan biaya rendah sebagai pemicu utama dalam peningkatan kinerja industri
pendidikan tinggi. Temuan ini memperkaya teori kontigensi bahwa industri harus
memilih strategi yang fit dengan lingkungan dimana industri beroperasi (Baack
and Boggs, 2008; Oltra and Flor, 2010; Al-Rfou, 2012). Walaupun demikian,
strategi diferensiasi bisa signifikan meningkatkan kinerja industri di industri lain
dan Negara lain, namun tidak signifikan mempengaruhi industri pendidikan tinggi
di Timor-Leste. Hasil studi ini asimetris dengan strategi generik Porter (1980)
bahwa perusahaan hanya memilih salah satu strategi baik strategi diferensiasi,
maupun strategi keunggulan biaya untuk mempertahankan daya saing dan kinerja.
Dengan demikian, penelitian ini memperkaya debat tentang strategi
kombinasi baik strategi diferensiasi dan strategi keunggulan biaya (Salavou, 2015;
Hansen et al., 2015; Gabrielsson et al., 2016; Anwar and Hasnu, 2016;
Yuliansyah et al., 2016). Dengan melakukan inovasi strategi untuk
mengintegrasikan fokus pelayanan, strategi inovasi berdasarkan teori RBV
dengan strategi generik Porter (strategi diferensiasi, strategi keunggulan biaya dan
fokus) dalam terang teori kontigensi menunjukkan bahwa strategi kombinasi
(fokus pelayanan, inovasi dan strategi keunggulan biaya) signifikan berpengaruh
dalam meningkatkan kinerja industri pendidikan tinggi. Secara praktis, penelitian
ini bernilai bagi pemerintah dan pengelolan industri pendidikan tinggi di Timor-
Leste untuk mengembangkan strategi yang fit dengan kondisi industri pendidikan
tinggi Timor-Leste. Strategi diferensiasi, strategi keunggulan biaya, strategi fokus
pelayanan, dan strategi inovasi dapat digunakan pada industri pendidikan tinggi di
Timor-Leste yang sedang menghadapi persaingan yang ketat. Walaupun
demikian, fokus pelayanan, strategi keunggulan biaya dan inovasi menjadi faktor
paling signifikan meningkatkan kinerja, sebaliknya strategi diferensiasi kurang
signifikan.
Studi ini memiliki beberapa keterbatasan. Pertama, studi ini hanya melihat
pada sisi penyedia (supply side) industri pendidikan tinggi sehingga data yang
diberikan dapat mengalami pembiasan karena masing-masing pengelola industri
dapat memberikan skor yang baik untuk menjaga reputasi perguruan tingginya.
Maka penelitian yang akan datang dapat juga melihat demand side seperti
mahasiswa, penyedia lapangan kerja (industri), dan pemerintah sehingga dapat
memperoleh hasil yang lebih komprehensif dari kedua sisi. Penelitian ini hanya
xx
menggunakan metode survei dengan kuesioner sebagai instrumen pengambilan
data yang jawabannya sangat tergantung pada responden. Maka dapat terjadi
ketidakjujuran responden hanya memberikan jawaban yang socially acceptable
dan tidak sesuai dengan kenyataan yang dapat mempengaruhi hasil penelitian
(Bobe and Kober, 2015; Gabrielsson et al., 2016). Oleh karena itu, penelitian
yang akan datang dapat dilakukan selain menggunakan kuesioner, juga dapat
dilakukan dengan indepth interview atau focus group discussion yang tidak hanya
kepada penyedia industri pendidikan tinggi, tetapi juga para stakeholders seperti
mahasiswa, industri dan pemerintah. Penelitian ini difokuskan untuk menganalisis
faktor ekstrenal sebagai pemicu persaingan industri dan pengaruhnya terhadap
kinerja industri pendidikan tinggi dengan mengikuti Porter Five Competitive
Forces (PFCF), namun indikator-indikator nya disesuaikan dengan industri
pendidikan tinggi dan keadaan di Timor-Leste. Sebaliknya dalam realita, faktor-
faktor internal seperti sumber daya dan kapabilitas organisasi atau industri sesuai
teori resource-based view (RBV) juga memiliki peran penting dalam menentukan
kinerja sebuah organisasi dalam lingkungan industri yang kompetitif. Maka
penelitian-penelitian mendatang perlu menguji pengaruh faktor-faktor internal
organisasi seperti sumber daya manusia, sumber daya teknologi, sumber daya
organisasi, sumber daya keuangan, sumber daya pemasaran terhadap daya saing
dan kinerja industri. Dalam penelitian ini unit analisisnya ada di tingkat jurusan.
Hal ini bisa dimengerti karena hanya ada 11 perguruan tinggi yang terakreditasi di
Timor-Leste, sehingga unit analisisnya mungkin belum optimal mewakili
perguruan tinggi. Untuk itu direkomendasikan agar penelitian-penelitian
mendatang dapat dilakukan di Negara-negara lain dengan unit analisisnya di level
perguruan tinggi dengan jumlah sampelnya dapat ditingkatkan agar bisa
digeneralisasi lebih baik.
xxi
DAFTAR ISI
Halaman
LEMBAR PERSETUJUAN ............................................................................................ iii
SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIAT ................................................................ iv
UCAPAN TERIMA KASIH ............................................................................................ v
ABSTRAK ....................................................................................................................... vii
ABSTRACT ..................................................................................................................... viii
RINGKASAN .................................................................................................................. ix
DAFTAR ISI.................................................................................................................. xxii
DAFTAR GAMBAR ..................................................................................................... xxv
DAFTAR TABEL ........................................................................................................ xxvi
BAB I PENDAHULUAN .............................................................................................. 1
1.1 Latar Belakang ....................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah Penelitian ............................................................17
1.3 Tujuan Penelitian ..............................................................................18
1.4. Manfaat Penelitian ............................................................................19
1.4.1 Manfaat teoritis ......................................................................19
1.4.2 Manfaat praktis ......................................................................20
BAB II KAJIAN PUSTAKA ........................................................................................ 22
2.1 Persaingan Industri...........................................................................22
2.2 Strategi Diferensiasi .........................................................................27
2.3 Strategi Keunggulan Biaya ..............................................................30
2.4 Fokus Strategi Pelayanan .................................................................33
2.5 Strategi Inovasi ................................................................................38
2.6 Kinerja Industri ................................................................................44
2.7 Persaingan Industri dan Kinerja Industri .........................................47
2.8 Persaingan Industri dan Diferensiasi ...............................................49
2.9 Persaingan Industri dan Strategi Keunggulan Biaya .......................51
xxii
2.10 Persaingan Industri dan Fokus Strategi Pelayanan ..........................52
2.11 Persaingan Industri dan Inovasi .......................................................56
2.12 Diferensiasi dan Kinerja Industri .....................................................58
2.13 Strategi Keunggulan Biaya dan Kinerja Industri .............................60
2.14 Fokus Strategi Pelayanan dan Kinerja Industri ................................61
2.15 Inovasi dan Kinerja Industri.............................................................62
BAB III KERANGKA BERPIKIR, KONSEP, DAN HIPOTESIS PENELITIAN .. 65
3.1 Kerangka Berpikir .............................................................................65
3.2 Konsep Penelitian .............................................................................68
3.2.1 Persaingan industri .................................................................69
3.2.2 Strategi diferensiasi................................................................71
3.2.3 Strategi keunggulan biaya ......................................................72
3.2.4 Fokus pelayanan ....................................................................73
3.2.5 Strategi inovasi ......................................................................73
3.2.6 Kinerja industri ......................................................................74
3.3 Hipotesis ............................................................................................76
3.3.1 Persaingan industri dan kinerja industri.................................76
3.3.2 Persaingan industri dan strategi diferensiasi ..........................77
3.3.3 Persaingan industri dan strategi keunggulan biaya ................78
3.3.4 Persaingan industri dan fokus pelayanan ...............................78
3.3.5 Persaingan industri dan inovasi .............................................79
3.3.6 Diferensiasi dan kinerja industri ............................................80
3.3.7 Strategi keunggulan biaya dan kinerja industri......................81
3.3.8 Fokus strategi pelayanan dan kinerja industri........................81
3.3.9 Inovasi dan kinerja industri....................................................82
3.3.10 Persaingan industri, strategi diferensiasi dan
kinerja industri .......................................................................83
3.3.11 Persaingan industri, strategi keunggulan biaya, dan
kinerja industri .......................................................................83
3.3.12 Persaingan industri, fokus strategi pelayanan
dan kinerja industri ................................................................84
3.3.13 Persaingan industri, strategi inovasi, dan kinerja industri .....85
BAB IV METODE PENELITIAN ................................................................................ 87
4.1 Rancangan Penelitian ........................................................................87
4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ............................................................88
4.3 Penentuan Sumber Data ....................................................................89
4.3.1 Populasi dan Sampel ..............................................................89
4.3.2 Teknik sampling ....................................................................90
4.4 Variabel Penelitian .............................................................................91
4.4.1 Identifikasi variabel ...............................................................91
4.4.2 Definisi operasional variabel .................................................96
4.5. Instrumen Penelitian .......................................................................102
4.5.1 Kuesioner .............................................................................102
4.5.2 Uji validitas ..........................................................................103
4.5.3 Uji reliabilitas ......................................................................104
xxiii
4.6. Prosedur Penelitian .........................................................................104
4.7. Analisis Data ...................................................................................105
4.7.1 Analisa data deskriptif .........................................................105
4.7.2 Analisa data inferensial ........................................................106
BAB V. HASIL DAN PEMBAHASAN ....................................................................... 112
5.1 Hasil Penelitian ...............................................................................112
5.1.1 Gambaran Umum Perguruan Tinggi Timor-Leste……… 112
5.1.2. Uji validitas dan reliabilitas instrumen penelitian ...............115
5.1.3 Karakteristik responden .......................................................118
5.1.4 Hasil deskripsi......................................................................121
5.1.5 Hasil analisis inferensial ......................................................139
5.2. Pembahasan.....................................................................................158
5.2.1 Pengaruh persaingan industri terhadap kinerja industri .......162
5.2.2 Persaingan industri dan strategi diferensiasi ........................165
5.2.3 Persaingan industri dan strategi keunggulan biaya ..............169
5.2.4 Persaingan Industri dan strategi fokus pelayanan ................171
5.2.5 Persaingan industri dan inovasi ...........................................173
5.2.6 Strategi diferensiasi dan kinerja industri .............................175
5.2.7 Strategi biaya rendah dan kinerja industri ...........................178
5.2.8 Strategi fokus pelayanan dan kinerja industri ......................179
5.2.9 Strategi inovasi dan kinerja industri ....................................184
5.2.10 Persaingan industri, strategi diferensiasi dan
kinerja industri .....................................................................187
5.2.11 Persaingan industri, strategi biaya rendah, dan
kinerja industri .....................................................................188
5.2.12 Persaingan industri, strategi fokus pelayanan, dan
kinerja industri .....................................................................189
5.2.13 Persaingan industri, inovasi, dan kinerja industri ................191
5.3 Temuan Penelitian ..........................................................................193
5.4 Implikasi Penlitian ..........................................................................200
5.4.1 Implikasi teoritis ..................................................................200
5.4.2 Implikasi praktis ..................................................................201
5.5 Keterbatasan Penelitian ...................................................................203
BAB VI. PENUTUP ...................................................................................................... 205
6.1 Simpulan ..........................................................................................205
6.2 Saran ................................................................................................211
xxiv
DAFTAR TABEL
xxv
Validity Test .................................................................................... 142
Tabel 5.12 Uji Discriminant Validity Cross-Loading Validity Test ................. 143
Tabel 5.13 Uji Discriminant Validity Heterotrait-Monotrait Ratio................. 145
Tabel 5.14 Hasil Uji R-square .......................................................................... 146
Tabel 5.15 Nilai R2, dan Communalities........................................................... 147
Tabel 5.16 Effect Size ........................................................................................ 149
Tabel 5.17 Hasil Uji Path Coefficient ............................................................... 150
DAFTAR GAMBAR
xxvi
xxvii
BAB I
PENDAHULUAN
Kinerja industri telah menjadi perhatian utama praktisi dan peneliti strategi
dewasa ini, karena berhubungan dengan tercapainya misi, target, dan tujuan
organisasi. Kinerja industri juga berhubungan dengan kinerja non finansial dan
sebuah organisasi atau industri. Kinerja industri menjadi faktor penting untuk
Metts 2007; Huang and Lee, 2012), faktor-faktor internal (Barney, 1991; Metts
2007; Huang and Lee, 2012; Battagello et al., 2016), dan strategi bisnis organisasi
industri (Porter 1980; Barney 1991; Parnell, 2010; Bobe and Kober, 2015; Friis et
al., 2016; Anwar and Hasnu, 2016; Oyewobi et al., 2016; Soltanizadeh et al.,
Demikian juga faktor-faktor internal seperti sumber daya dan kapabilitas internal,
dan strategi organisasi industri dapat mempengaruhi posisi bersaing dan kinerja
1
2
umumnya fokus pada tiga hal utama: Pertama, meneliti parameter pengukur
kinerja industri karena belum adanya konsensus dari para peneliti tentang
industri yang sejenis (Secundo and Elia, 2014; Silvestro 2014; Vij and Bedi,
2016). Kedua, menguji hubungan antara persaingan dan kinerja industri akibat
perbedaan hasil-hasil studi empiris sebelumnya (Lee and Yang, 2011; Mia and
Winata, 2014; Ghasemi et al., 2015; Obembe and Soetan, 2015; Teller et al.,
2016). Ketiga, mencari strategi yang tepat untuk memediasi hubungan antara
persaingan dan kinerja industri (Metts, 2007; Ghasemi et al., 2015) karena kinerja
indikator yang ada atau yang baru guna meningkatkan kinerja industri dalam
oleh faktor-faktor eksternal yang dikenal sebagai Porter’s five competitive forces.
new entrance) berpengaruh pada setiap industri (Metts, 2007; Huang and Lee,
2012; Mathooko and Ogutu, 2015). Berbagai studi empiris tentang hubungan
terhadap kinerja industri (Chong and Rundus, 2004; Chen, 2010; Hoque, 2011;
Al-Rfou, 2012; Mia and Winata, 2014; Ghasemi et al., 2015; Obembe and
Soetan, 2015), karena dalam lingkungan di mana pasar sangat kompetitif, pemilik
Chen, 2010; Obembe and Soetan, 2015). Ada juga studi yang menunjukkan
industri (Metts, 2007; Patiar and Mia, 2009; Lee and Yang, 2011; Assaf and
Cvelbar, 2011; Huang and Lee, 2012; Fosu, 2013; Teller et al., 2016; Bayar et al.,
2018) karena persaingan yang tinggi akan membuat beberapa organisasi industri
dapat kehilangan pangsa pasar karena masuknya pesaing baru yang memiliki
sumber daya dan strategi yang lebih baik. Organisasi industri yang tidak memiliki
sumber daya dan strategi yang jelas sulit melakukan inovasi, menciptakan produk,
jasa, dan nilai baru untuk memenuhi perubahan tuntutan kebutuhan pelanggan
industri untuk tumbuh, stabil, dan efisien atau cara sebuah bisnis dapat bersaing
dengan industri-industri lain yang sejenis. Strategi organisasi industri adalah cara
mencapai kinerja yang lebih baik dari kompetitor dalam industri atau lingkungan
yang sama (Salavou 2015). Liao (2005) menyatakan bahwa strategi merupakan
mempunyai strategi yang jelas dan adaptif terhadap perubahan lingkungan dapat
Parnell, 2010; Tuanmat and Smith, 2011; Ghasemi et al., 2015; Gabrielsson et al.,
2016).
beroperasi untuk meningkatkan posisi bersaing (Baack and Boggs, 2008; Oltra
and Flor, 2010; Al-Rfou, 2012), karena perbedaan strategi, parameter pengukur,
Dengan demikian, tidak relevan lagi pandangan bahwa organisasi industri hanya
komplexitas dan ketidakpastian persaingan industri dewasa ini. Hal ini disebabkan
kehilangan daya saing, dan kinerja. Demikian juga dengan perubahan lingkungan
industri yang sangat cepat, dinamis, dan diiringi dengan ketidakpastian yang
atau dengan strategi-strategi lain yang dikenal dengan integrative strategy atau
hybrid strategy atau combined strategy (Furrer et al., 2008; Parnell, 2011; Huang
and Lee, 2012; Baroto et al., 2012; Salavou, 2013; Salavou, 2015). Realitanya ada
organisasi industri yang menggunakan pure strategy dan kinerjanya lebih baik
signifikan antara strategi Porter dan implementasi dalam tingkatan bisnis karena
biaya (Baroto et al., 2012). Oleh karena itu, muncul strategi hybrid atau strategi
diimitasi, dapat memenuhi kebutuhan pelangan yang ingin kualitas produk dan
6
layanan yang baik dengan harga yang terjangkau, tidak spesialisasi dalam satu
strategi yang berisiko terhadap perubahan tuntutan pelanggan, lebih stabil dalam
al., 2012; Salavou, 2015; Hansen et al., 2015; Gabrielsson et al., 2016).
memiliki sumber daya kunci seperti manusia, teknologi, dan keuangan (Hansen et
al., 2015; Gabrielsson et al., 2016), sehingga sulit bagi organisasi industri kecil
yang bersinergi dengan teori resource-based view (inovasi sumber daya dan
kinerja masih tetap menjadi topik aktual untuk dieksplorasi oleh peneliti dan
praktisi bisnis.
durabilitas, teknologi, reputasi, bentuk, kualitas, dan nilai yang unik bagi
pelanggan yang sulit ditiru oleh industri pesaingnya (Acquaah, 2011; Baroto et
al., 2012). Strategi diferensiasi muncul karena organisasi industri ingin memenuhi
tuntutan pelanggan yang ingin produk alternatif dan unik. Semakin tinggi
bisa dalam bentuk kualitas produk, proses dan pelayanan untuk memenuhi
praktis strategi Porter. Hal ini dapat dilhat dengan adanya beberapa kajian empirik
yang mendukung strategi generik Porter (Powers and Hahn, 2004; Spencer et al.,
2009; Lozano-Vivas, 2009; Parnell, 2010; Acquaah, 2011; Dirisu et al., 2013;
Torres et al., 2014; Newton et al., 2015; Banker et al., 2014; Martins and Queirós,
meningkatkan daya saing dan kinerja industri. Walaupun demikian, ada juga studi
inovasi dan menciptakan produk atau jasa baru yang berbeda, unik, dan bernilai
(Acquaah, 2011) yang membutuhkan anggaran besar (Aghion et al., 2005), dan
produk dan jasa tersebut dapat diimitasi oleh industri kompetitor (Douglas et al.,
2010), sehingga berisiko dan volatil terhadap kinerja (Banker et al., 2014).
organisasi industri untuk menyediakan produk dan jasa dengan biaya lebih rendah
pangsa pasar (Porter, 1985; Banker et al., 2014), sehingga produk atau jasa
produk, jasa, dan proses dengan memaksimalkan efisiensi operasi (Banker et al.,
2014), sehingga melakukan kontrol dan pengetatan biaya dalam semua tingkatan
dan kinerja jika mengadopsi strategi keunggulan biaya atau cost leadership
strategy (Parnell and Hershey, 2005; Oyewobi et al., 2016). Strategi Porter ini
kinerja organisasi industri (Allen and Helms, 2006; Banker et al., 2014;
produksi dan distribusi masal, skala ekonomi, teknologi, design produk, biaya
masukkan, penggunaan kemampuan sumber daya, dan akses ke bahan baku yang
lebih baik (Akan et al., 2006). Walaupun demikian, strategi keunggulan biaya
strategi keunggulan biaya (Cost leadership), dan jika biaya terlalu rendah
Demikian juga, jika produk dan servis berbiaya rendah dapat diimitasi oleh
industri pesaing, sehingga dapat menurunkan daya saing dan kinerja industri
(Salavou, 2015). Hal ini diperkuat dengan kajian empirik yang menunjukkan
(Parnell et al., 2012; Yuliansyah et al., 2016; Yuliansyah et al., 2017) karena para
pelanggan industri jasa ingin pelayanan yang lebih murah dan lebih personal
(Yuliansyah et al., 2016), sensitif terhadap harga sehingga pelanggan bisa beralih
ke produk dan jasa lain, jika industri kompetitor berhasil melakukan imitasi
dengan cara dan biaya yang sama (Parnell, 2010; Baroto et al., 2012), dan lebih
cocok dalam lingkungan industri lebih stabil (Baack and Boggs, 2008).
9
Lingkungan industri yang tidak stabil dan tidak pasti sulit bagi organisasi industri
untuk mendapatkan sumber daya dan bahan baku (raw material) yang banyak
sesuai dengan permintaan, konsisten suplai, dan murah sehingga sulit menghemat
atau melakukan efisiensi biaya yang berimplikasi pada harga murah (low price).
Kesulitan melakukan efisiensi biaya dapat menurunkan daya saing dan kinerja.
Strategi fokus merupakan salah satu dimensi dari strategi generik Porter
yang mencakup fokus diferensiasi dan fokus keunggulan biaya (Baack and Boggs,
2008). Namun demikian, strategi fokus dalam studi ini lebih ditekankan pada
penghematan biaya (cost saving), pangsa pasar (market share) dan kepuasan
(Angelova, 2011; Jain et al., 2011; Kwak and Kim, 2016; Paul et al., 2016).
Walaupun demikian, ada juga hasil studi yang menunjukkan bahwa kualitas
2009) karena pelayanan baik membutuhkan sumber daya manusia, teknologi dan
berimplikasi pada penurunan profitabilitas, net profit rate dan daya saing industri
(Neely, 2008).
dalam produk, proses, layanan, sistem baru guna memberikan keuntungan kepada
et al., 2009; Jaskyte, 2011) atau merubah pengetahuan menjadi uang (Boult et al.,
10
servis yang bernilai, unik, sulit diimitasi oleh organisasi industri pesaing (Acar
and Acar, 2012), sehingga meningkatkan posisi bersaing dan kinerja. Beberapa
inovasi berpengaruh positif terhadap kinerja industri (Li et al., 2010; Jaskyte,
2011; Zehir et al., 2011; Kim et al., 2011; Acar and Acar, 2012; Uzkurt et al.,
2013; Al-ansari et al., 2013; Altuntaş et al., 2013; Camison and Villar-Lopez,
2014; Babkin et al., 2015; Leal-rodríguez et al., 2015; Obembe and Soetan, 2015;
Ramanathan et al., 2018) karena inovasi dapat membuat organisasi industri untuk
menghasilkan produk dan layanan baru, unik dan bernilai yang sesuai dengan
al., 2005; Hashi and Stojčić, 2013; Guisado-González et al., 2013; Campo et al.,
2014; Im et al., 2015; Mir et al., 2016; Hu et al., 2017; Kocak et al., 2017) karena
lembaga sosial tetapi juga berperan sebagai korporasi dan industri yang
(Gumport, 2000; Chui et al., 2016) dan sebagai aktor kunci bagi pertumbuhan
dan jasa perguruan tinggi dilakukan melalui tiga misi utamanya yakni pengajaran,
penelitian, inovasi, serta jasa. Industri pendidikan tinggi dewasa ini mulai
kepuasan industri yang mempekerjakan lulusan, drop out rate, retention rate,
indeks prestasi rata-rata (grade point average), tingkat kelulusan, daya serap
lulusan dalam lapangan kerja, jumlah penelitian, dan karya ilmiah, tetapi juga
12
pangsa pasar. Dalam konteks demikian Huang and Lee (2012) telah melakukan
penelitian dengan mengukur kinerja industri pendidikan tinggi dari sisi non
marketing performance tidak diukur. Sebaliknya studi Asif and Searcy (2014)
and Goodwin (2012) mengukur kinerja dengan kinerja total, kualitas belajar dan
operasi yang simetris dengan kinerja keuangan. Hal tersebut telah meninggalkan
empirical gap yang besar untuk diteliti lebih lanjut guna mendapatkan indikator-
indikator yang relevan dan sesuai dengan industri pendidikan tinggi, terutama di
mendapatkan sumber daya dan kapabilitas seperti sumber daya organisasi, sumber
daya manusia, sumber daya fisik, sumber daya keuangan, kapabilitas organisasi,
Lee, 2012). Persaingan tersebut juga terjadi pada dana penelitian, dan mahasiswa
13
sebagai pelanggan (Mathooko and Ogutu, 2015; Sahney and Thakkar, 2016).
dan masyarakat agar industri jasa pendidikan tinggi beroperasi lebih transparansi
dan akuntabel dalam menjamin kualitas (Anctil, 2008) yang beresiko pada
fisik, dan kehadiran sistem penyediaan pendidikan jarak jauh (long distance
berkualitas dan flexibel (Gumport, 2000; Martensen and Grønholdt, 2009; Barr,
Chui et al., 2016). Dengan demikian, industri pendidikan tinggi dapat mengadopsi
atau resourse-based strategy, atau kombinasi strategi strategi yang sesuai dengan
konteks industri pendidikan tinggi sesuai lingkungan industri. Hal ini disebabkan
manufaktur seperti produk dan jasa sudah banyak dikembangkan, namun untuk
kelulusan, dan kualitas pelayanan masih langka atau belum ada. Demikian juga
produk, proses, dan pelayanan industri manufaktur masih belum banyak dilakukan
tinggi.
peningkatan jumlah perguruan tinggi, dan duplikasi jurusan. Hal ini sesuai dengan
konsep Porter (1980) bahwa rivalitas persaingan yang diakibatkan oleh faktor
lulusan dan kinerja yang mengancam kontinuitas operasi perguruan tinggi. Hal
tinggi telah berimplikasi pada kualitas perguruan tinggi (Araujo, 2016), dan
tersebut masih bersifat abstrak dan belum terjustifikasi dengan studi-studi empirik
mengukur kinerja industri pendidikan tinggi dalam konteks finansial dan non-
finansial.
perguruan tinggi yakni: (1) Belajar dan mengajar (student satisfaction, end-user
satisfaction, drop out rate, employment rate, enrollment rate, dan grade point
average). (2) Kinerja penelitian diukur dengan publikasi staf di jurnal nasional,
informasi yang baik bagi pengelola untuk mengembangkan strategi yang sesuai
biaya, fokus pelayanan (focus services), dan inovasi dapat menjadi solusi. Strategi
kualitas lulusan, dan pelayanan. Dengan program studi yang berbeda dalam
tersendiri. Industri pendidikan tinggi juga dapat melakukan efisiensi biaya, biaya
operasi rendah, dan menawarkan harga yang murah untuk menarik mahasiswa.
Hal ini dapat ditunjang dengan inovasi yang berbasis pada kurikulum, metode
belajar dan mengajar, serta teknologi pengajaran. Dengan program studi, dan
keahlian yang berbeda, melakukan efisiensi biaya yang ketat yang didukung
tinggi Timor-Leste dapat meningkatkan kualitas produk yang baik dengan harga
Sayangnya hingga kini belum ada studi empiris tentang peran strategi
inovasi) dalam memediasi hubungan antara persaingan dan kinerja industri jasa
eksistensi operasi, menghasilkan produk dan layanan yang berkualitas, unik dan
bernilai bagi masyarakat dan bangsa. Oleh karena itu, penelitian ini relevan
dilakukan untuk mengisi celah bisnis dan empiris (empirical gap) yang ada.
Empirical gap tersebut adalah: (1) Hubungan antara persaingan industri, strategi
diferensiasi, strategi biaya, fokus pelayanan, inovasi, dan kinerja industri. (2)
Belum ada uji simultan hubungan persaingan dan kinerja dengan peran mediasi
strategi diferensiasi, biaya, fokus pelayanan dan inovasi dalam konteks industri
pendidikan tinggi.
Leste?
tinggi di Timor-Leste.
tinggi di Timor-Leste.
11) Menguji dan menjelaskan peran mediasi strategi biaya dalam hubungan
Timor-Leste.
12) Menguji dan menjelaskan peran mediasi strategi fokus pelayanan dalam
tinggi di Timor-Leste.
20
13) Menguji dan menjelaskan peran mediasi strategi inovasi dalam hubungan
Timor-Leste.
kontingensi.
biaya, fokus strategi pelayanan dan inovasi sebagai variabel mediasi dalam
KAJIAN PUSTAKA
Persaingan industri merupakan rivalitas antara dua atau lebih industri yang
sejenis atau mirip untuk menyediakan produk, jasa, harga, produk, distribusi, dan
persetujuan paket yang diberikan kepada pelanggan dari berbagai pesaing, dan
perubahan peraturan dan kebijakan pemerintah dan penurunan tarif (Chong and
sumber daya, praktek manajerial, hambatan masuk, dan penerapan teknologi (Du
utama persaingan industri adalah: (1) intensitas persaingan antar pemain yang ada
pada saat ini. (2) ancaman pendatang baru. (3) kekuatan tawar-menawar pemasok,
(4) kekuatan tawar-menawar pembeli, dan (5) ancaman produk pengganti (Porter,
posisi bersaing (Huang and Lee, 2012; de Haan, 2015). Hal ini disebabkan oleh
industri menjadi terancam (Anning-dorson, 2017). Hal ini diperkuat oleh Porter
22
23
(1980) bahwa persaingan industri menurunkan rate of return yang dihasilkan oleh
industri yang bersaing ketat. Jika organisasi industri mengadopsi dua strategi akan
dan proses yang berbeda, unik dan bernilai bagi pelanggan, sehingga organisasi
industri dapat mengenakan harga tinggi (price premium) pada produk tersebut
bernilai dan murah dibandingkan industri pesaingnya (Porter, 1980; Baack and
24
al., 2016; Anwar and Hasnu, 2016), karena realitanya organisasi industri dapat
mengadopsi lebih dari satu strategi dalam lingkungan bisnis yang kompleks
sekarang ini (Hansen et al., 2015). Demikian juga adopsi strategi sangat
teknologi dan sumber daya kunci yang dimiliki organisasi industri (Gabrielsson et
al., 2016). Dalam intensitas tinggi persaingan industri, posisi bersaing organisasi
tetapi juga faktor internal industri seperti sumber daya dan kapabilitas yang
untuk menghasilkan produk yang berbeda, unik dan bernilai bagi pelanggan dapat
meningkatkan posisi bersaing dan kinerja yang lebih baik dari industri pesaingnya
kajian teori dan empirik yang ada. Perbedaan tersebut disebabkan karena jenis
industri dan lingkungan eksternal industri yang berbeda, dan perbedaan tersebut
persaingan industri, Mia and Winata (2014) menggunakan harga (price), produk
buyers). Patiar et al. (2012) dan Patiar and Mia (2009) mengukur persaingan
(1) kompetisi untuk mendapatkan bahan baku, bahan dan peralatan. (2) kompetisi
untuk personel teknis misalnya insinyur, akuntan, dan programmer. (3) kompetisi
untuk promosi, periklanan, penjualan dan distribusi. (4) kompetisi dalam kualitas
dan variasi produk. (5) kompetisi harga. Al-Rfou (2012) mengukur persaingan
industri di Yordania dengan menggunakan lima (5) dimensi yakni: (1) jumlah
produk baru. (4) persaingan harga. (5) akses ke saluran pemasaran. (6) perubahan
industri dan kondisi geografis industri dapat juga memberikan hasil berbeda
share), (5) menyediakan program pendidikan dan pelatihan yang berbayar, dan (6)
menjual jasa pendidikan seperti tes atau akreditasi bahasa. Bobe and Kober (2015)
untuk mendapatkan mahasiswa, staf dan dana penelitian. Huang and Lee (2012)
industri pendidikan tinggi yakni: (1) rivalitas persaingan; (2) ancaman pendatang
pembeli; dan (5) ancaman dari produk pengganti. Demikian juga Mathooko and
Ogutu (2015) mengembangkan lebih lanjut kerangka Porter‘s five forces dan
Huang and Lee (2012), dan Mathooko and Ogutu (2015). Demikian juga adaptasi
beberapa indikator dari Hoque (2011), dan Teller et al. (2016) yang disesuaikan
dengan konteks industri jasa pendidikan tinggi (Lihat Tabel 4.2. halaman 93).
memasarkan produk. Produk yang baik dan murah akan mendapatkan respons
yang positif dari pasar. Karena penelitian ini berhubungan dengan industri jasa
dikutip oleh Gruber et al. (2010) menyatakan bahwa mahasiswa bisa berperan
sebagai klien, produser dan produk. Dalam studi ini, produk industri pendidikan
terhadap produk atau jasa. Diferensiasi adalah strategi organisasi industri yang
pelayanan dari industri sejenis (Chenet et al., 2010). Douglas et al. (2010)
mengembangkan produk, jasa, garansi, citra merek, bentuk, kualitas dan nilai
yang unik bagi pelanggan yang sulit ditiru oleh industri pesaingnya (Baroto et al.,
2012).
tuntutan pelanggan yang ingin produk alternatif dan unik dari industri sejenis
(Becerra et al., 2013; Dirisu et al., 2013). Oleh karena itu, organisasi industri
pelanggan (Dadfar and Brege, 2012) guna mempertahankan daya saingnya. Hal
tersebut di pasar yang ada (market niche) dan menciptakan pasar baru (new
market), memungkinkan produk baru masuk pada pasar (new entrance) serta
produk yang ada memiliki keunggulan pasar terhadap produk lain (Davcik and
Sharma, 2015). Oleh karena itu, selain mengenalkan produk/jasa yang baru yang
pelayanan pelanggan, distribusi produk dan kegiatan lain yang relevan untuk
berbeda produk sebuah organisasi industri dalam industri yang sejenis maka
dipasar. Keunggulan tersebut bisa dalam produk dan jasa yang dikembangkan
berdasarkan keadaan spesifik dan inovasi organisasi industri yang unik dan
berbeda sehingga sulit diimitasi secara cepat oleh pesaingnya (Rajiv et al., 2014).
kekuatan di pasar, rekayasa produk dan jasa, kreativitas insting, penelitian dan
2014 dan Rajiv et al., 2014). Oleh karena produk dan jasa yang unik, berbeda dan
dengan harga yang tinggi (premium price) (Akan et al., 2006; Douglas et al.,
29
2010). Namun demikian, pelanggan akan meninggalkan produk dan jasa tersebut
diakui pengaruhnya terhadap daya saing dan kinerja organisasi industri (Salavou,
2015). Strategi diferensiasi dapat dilakukan terhadap produk dan jasa, inovasi dan
pasar, kualitas, rancangan, dukungan, citra dan harga, serta diferensiasi horizontal
dan vertikal (Becerra et al., 2013). Produk dikatakan berbeda secara horizontal
ketika produk tersebut ditawarkan kepada pelangan yang sama dengan harga yang
sama. Sedangkan produk dikatakan berbeda secara vertikal jika produk tersebut
ditawarkan dengan harga yang sama kepada semua pelanggan, kualitas berbeda,
dan pelanggan akan memilih produk yang kualitasnya baik (Hingley et al., 2008).
Ada banyak studi empiris tentang strategi diferensiasi dalam bisnis. Studi-
dikembangkan oleh Milner et al. (1992) dan Hoque (2004). Acquaah (2011)
dalam melakukan studinya tentang strategi bisnis dan daya saing bisnis keluarga
(1) mengembangkan produk/jasa baru, (2) memperbaiki produk/jasa yang ada, (3)
yang diadaptasi dari Banker et al. (2014), Hansen et al. (2015), Gabrielsson et al.
kualitas keahlian lulusan (Lihat Tabel 4.2 halaman 95), karena relevan dengan
tinggi, dan duplikasi program studi sangat tinggi yang dapat berimplikasi pada
penduduk yang kecil (1.5 juta orang), Timor-Leste memerlukan kualitas lulusan
kualitas yang tinggi sesuai dengan tuntutan kebutuhan industri, pasar kerja, dan
masyarakat.
organisasi industri untuk menyediakan produk dan jasa dengan biaya lebih rendah
pangsa pasar (Porter, 1985; Banker et al., 2014). Tujuannya adalah untuk
membuat produk dan jasa yang ditawarkan kepada pelanggan dengan harga yang
lebih rendah dari pesaingnya sehingga produk atau jasa tersebut laku dan
memberikan profit.
efisiensi operasi (Banker et al., 2014) sehingga melakukan kontrol dan pengetatan
biaya dalam semua tingkatan operasi agar unggul atas pesaingnya guna
mempertahankan daya saing (Porter, 1985; Acquaah, 2011). Dalam konteks ini,
biaya, lebih ketat mengontrol biaya, dan meminimalkan biaya dalam area seperti
(Acquaah, 2011; Baroto et al., 2012; Baack and Boggs, 2008). Organisasi industri
juga menggunakan teknologi, peralatan, desain, dan desain ulang yang sudah
dikuasai, serta memilih saluran distribusi yang dapat menurunkan biaya (Brenes et
al., 2014). Konsekuensi adopsi cost leadership adalah organisasi industri harus
lebih efisien dalam melakukan produksi dan penggunaan sumber daya (Valos et
al., 2007) sehingga strategi, proses pembuatan produk, tenaga kerja yang dipakai
leadership, tetapi perlu memperhatikan dulu beberapa kondisi berikut: (1) target
luasnya pasar, tidak tersegmentasi, dan (2) permintaan pelanggan terhadap produk
32
harus sensitif terhadap harga (Baack and Boggs, 2008). Dengan demikian,
organisasi industri harus melakukan produksi dan distribusi masal, skala ekonomi,
rancangan produk, biaya masukan, kapasitas penggunaan sumber daya, dan akses
terhadap bahan baku dan teknologi yang lebih baik dan cepat dari industri
pesaingnya (Allen and Helms, 2006; Agasisti and Johnes, 2013) sehingga
organisasi industri dapat menjual produk atau jasanya dengan harga yang lebih
daya saingnya, jika produk atau jasa yang ditawarkannya dapat diimitasi oleh
organisasi industri pesaing dengan cara dan biaya yang sama (Parnell, 2010). Jika
cost leadership strategy diadopsi oleh beberapa organisasi industri dalam satu
biaya dalam meniru cost leadership strategy, maka organisasi industri yang
kompetitif (Barney, 2002). Oleh karena itu, perbaikan efisiensi operasional harus
terus dilakukan dan lebih cepat dari kompetitor agar organisasi industri tetap
oleh banyak peneliti, namun dalam praktiknya ada ketidaksamaan pendapat dalam
jenis industri dan kondisi eksternal dan internal lingkungan yang dihadapi
industri. Allen and Helms (2006) mengukur cost leadership dengan menggunakan
33
cost reductions), keketatan mengontrol biaya yang tak terduga (Tight control of
indikator: (1) efisiensi yang diukur dari kondisi dimana biaya input per unit
output rendah, (2) biaya operasi yang minimum dan kontrol terhadap biaya tak
terduga (overhead cost). (3) meminimalkan biaya dan aset per unit output.
Penelitian ini menggunakan indikator seperti: (1) efisiensi biaya (2) biaya
Fokus merupakan salah satu strategi dari Porter generic strategy. Pada
diferensiasi atau keunggulan biaya (cost leadership) (Wu et al., 2015). Fokus
dapat juga dijalankan oleh organisasi industri atau organisasi untuk menyediakan
pelayanan yang berbeda dan unik atau menawarkan pelayanan dengan biaya yang
lebih murah dari industri pesaingnya. Pelayanan atau jasa merupakan produk yang
dimanfaatkan pada waktu dan tempat tertentu (Green, 2014). Angelova (2011)
(intangible) atau barang yang bukan berbentuk seperti produk yang memberikan
dan realitas yang dirasakan setelah menggunakan produk tersebut (Zameer et al.,
2015). Dalam studi ini, pelayanan didefinisikan sebagai suatu kegiatan untuk
baik sebuah organisasi industri akan ditentukan oleh kemampuan sumber daya
memperkuat daya saing organisasi industri (Kwak and Kim, 2016). Menurut teori
resource-based view (RBV), sumber daya dan kapabilitas organisasi industri dapat
berupa fasilitas fisik, sumber daya manusia, pengetahuan dan teknologi (Douglas
juga dewasa ini bukan hanya berfokus pada peningkatan kualitas produk, tetapi
pelanggan dan meningkatkan daya saing (Gebauer et al., 2010; Gebauer et al.,
2012; Hsieh et al., 2013; Hallavo et al., 2015; Kwak and Kim, 2016).
organisasi (Ham, 2003; Paul et al., 2016). Industri yang memberikan kepuasan
terhadap produk dan jasa yang ditawarkan, pada gilirannya akan memberikan
(word of mouth marketing) (Cardona and Bravo, 2012). Jika kualitas pelayanan
sehingga industri pendidikan tersebut akan menarik lebih banyak lagi pelanggan.
yang berbeda dengan kualitas produk yang dapat diukur secara nyata (Jain et al.,
memilih cara yang tepat untuk meningkatkan kualitas pelayanan guna mencapai
keunggulan daya saing dan loyalitas pelanggan. Namun demikian, para akademisi
digunakan lintas industri (Firdaus, 2006; Gruber et al., 2010; Faganel, 2010)
dirumuskan sesuai dengan jenis industri (Farooq et al., 2017). Oleh karena itu,
studi terus dilakukan untuk mendapatkan instrumen yang tepat dan reliabel guna
aspects. (2) academic aspects. (3) realiability. (4) empathy. Sedangkan Dadfar
pelayanan mahasiswa dan administratif. (2) atmosfir diantara mahasiswa. (3) daya
tarik di sekitar kota. (4) peralatan computer. (5) kursus/program studi. (6)
perpustakaan. (7) staf pengajar. (8) ruang kuliah. (9) kafertaria/kantin. (10)
sekolah. (13) dukungan staf pengajar. (14). Presentasi informasi. (15) gedung
universitas.
indikator-indikator seperti: (1) kualitas pengajaran. (2) sumber daya akademik. (3)
dalam pendidikan tinggi yakni tangibility (alat dan fasilitas yang cukup),
oleh Parasuraman et al. (1994) untuk mengukur kualitas pelayanan: (1) tangible
(memiliki peralatan yang terbaru, adanya fasilitas, adanya sumber daya manusia,
sesuai dengan waktu yang dibutuhkan dan menyimpan data yang akurat). (3)
waktu operasi yang sesuai dengan semua mahasiswa, institusi memiliki pekerja
mahasiswanya).
indikator-indikator yang digunakan oleh Firdaus (2006) dan Soutar and McNeil
(1996), Trivellas and Dargenidou (2009), Gruber et al. (2010), Dadfar and Brege
(2012), Cardona and Bravo (2012), dan Chui et al. (2016). Walaupun demikian,
Negara dimana institusi tersebut berada (de Jager and Gbadamosi, 2013; Farooq
et al., 2017). Oleh karean itu, dalam penelitian ini, indikator-indikator yang
Trivellas and Dargenidou, 2009; Gruber et al., 2010; Cardona and Bravo, 2012;
al., 2014) karena inovasi merupakan faktor kunci dalam pertumbuhan ekonomi
dunia (Boult et al., 2009; Babkin et al., 2015) dan pertumbuhan organisasi
industri (Back et al., 2014). Peneliti dan praktisi bisnis berupaya untuk
kesamaan tentang inovasi yakni suatu proses merubah pengetahuan dan ide
kedalam produk dan jasa baru yang bernilai bagi pelanggan, pasar dan
memberikan keuntungan atau nilai tambah bagi organisasi industri ( Feeny and
Rogers, 2003; Jaskyte, 2011; Acar and Acar, 2012; Al-Hakim and Hassan, 2013;
dan ide ke dalam produk, proses, layanan, sistem baru guna memberikan
menjadi uang (Boult et al., 2009). Dalam studi ini, strategi inovasi didefinisikan
40
sebagai merubah pengetahuan dan ide kedalam produk, proses, jasa baru atau
memperbaiki metode, produk dan jasa yang ada untuk memenuhi kebutuhan
daya saing dan kinerja organisasi industri dalam lingkungan bisnis yang semakin
industri berperan penting dalam proses inovasi (Al-ansari et al., 2013). Dalam
atau jasa yang berbeda, bernilai dan unik untuk mempertahankan daya saing
kapabilitas untuk menghasilkan produk yang bernilai, unik, langka dan sulit
diimitasi oleh industri pesaingnya (Barney, 1991; Acar and Acar, 2012) serta
menurunkan biaya bersih (net cost) atau meningkatkan pendapatan bersih (net
atau jasa yang bernilai, unik, berbeda dan sulit diimitasi dihasilkan melalui proses
inovasi (Acar and Acar, 2012) berdasarkan pada penelitian dan pengembangan.
untuk menjadi uang (Boult et al., 2009). Oleh karena itu, inovasi berhubungan
pada ilmu dan teknologi. Organisasi industri yang menggunakan informasi dan
data dari research and development dapat meningkatkan inovasi terhadap produk
(Shao and Lin, 2016). Inovasi juga bermanfaat untuk efisiensi proses produksi,
karena dua alasan utama: (1). Inovasi merupakan kegiatan yang berisiko yang
membutuhkan biaya untuk kompensasi resiko tersebut; dan (2). Banyak organisasi
pengembangan sebagai sumber inovasi (Feeny and Rogers 2003; Allred and
(1). Inovasi administratif dan teknis; (2). Inovasi produk dan jasa; (3). Inovasi
radikal dan inkremental; (4). Inovasi eksploratif dan eksploitatif (Wang and
Ahmed, 2004; Bowen et al., 2010; Li et al., 2010; Jaskyte, 2011; Al-Hakim and
system, atau proses baru dan berbeda dari praktek-praktek administratif yang
penerapan pelayanan, program atau produk baru yang berbeda dengan praktek-
produk adalah kegiatan organisasi industri untuk membuat produk baru yang
bernilai bagi pelanggan dan pasar pada waktu yang tepat (Wang Ahmed, 2004).
42
mengembangkan produk dan proses yang ada untuk lebih efisiensi dan efikasi,
membuat produk dan proses baru dengan pengetahuan dan teknologi baru yang
bernilai bagi pasar (Benner Tushman 2003; Li et al., 2010; Bedford, 2015).
dan budaya, tuntutan pelanggan dan pasar yang dihadapi sebuah organisasi
industri.
industri pendidikan tinggi yang semakin kompetitif dewasa ini. Inovasi tersebut
2015).
integrasi dan kolaborasi kurikulum antara gelar berbasis penelitian dan gelar
kegiatan belajar dan mengajar (teaching and learning). Inovasi juga bisa
program studi, dan keahlian yang ditawarkan, cara seleksi mahasiswa dan evaluasi
kinerja staf dosen dan penelitian (Desai, 2012; Durkin et al., 2016).
inovasi. Perbedaan tersebut pada umumnya dapat disebabkan oleh perbedaan jenis
dan ukuran industri, dan kebutuhan pelanggan dimana industri berada. Hal ini
sesuai dengan pernyataan Alshammari et al. (2014) bahwa tiap Negara dan jenis
(2009) mengukur kinerja inovasi dengan inovasi penjualan dan rasio inovasi yang
merupakan persentase produk baru yang terjual dibagi dengan total produk yang
(2010), Gunday et al. (2011), Jimenez-Jimenez and Sanz-Valle (2011), Yam et al.
(2011) dan Forsman (2011). Menurut Acar and Acar (2012) inovasi dapat diukur
44
dengan menggunakan dimensi dan indikator dari Wang and Ahmed (2004), dan
Dalam penelitian ini, inovasi diukur dengan 3 indikator yakni: (1) inovasi
kurikulum (Desai, 2012; Al-ansari et al., 2013; Durkin et al., 2016),(2) inovasi
metode belajar dan mengajar (Alshammari et al., 2014; Zubielqui et al., 2015),
dan (3) inovasi teknologi pengajaran (Desai, 2012; Al-ansari et al., 2013; Durkin
et al., 2016). Penggunaan indikator-indikator ini lebih sesuai dengan jenis industri
pengembangan.
target yang sudah ditetapkan (Ho, 2011; Avram and Avasilcai, 2014). Atau
(Ab Hamid et al., 2014) seperti tujuan keuangan dan pemasarannya (Li et al.,
2006). Maka, kinerja industri menjadi parameter sangat penting bagi para
45
Dalam konteks industri pendidikan tinggi, kinerja industri adalah seberapa baik
Metts 2007; Huang and Lee, 2012), faktor-faktor internal (Barney, 1991; Metts,
2007; Huang and Lee, 2012; Battagello et al., 2016;) dan strategi bisnis organisasi
industri (Porter, 1980; Barney 1991; Parnell, 2010; Bobe and Kober, 2015; Friis
et al., 2016; Anwar and Hasnu, 2016; Oyewobi et al., 2016; Soltanizadeh et al.,
diamond dapat memicu intensitas persaingan dan kinerja (Porter, 1980; Porter,
1985). Demikian juga faktor-faktor internal seperti sumber daya, dan kapabilitas
internal organisasi industri (Barney, 1991), dan strategi organisasi industri dapat
indikator dari kinerja keuangan, dan kinerja non keuangan (Allen and Helms,
2006; Aliyu et al., 2014). Walaupun demikian, ada variasi indikator dalam
kinerja keuangan seperti return on investment atau ROI, return on equity atau
ROE (Alipour, 2013; Andreou et al., 2014; Abdifatah, 2014; Al-Najjar, 2014;
46
Kilic et al., 2015; Sánchez et al., 2015; Bayar et al., 2018), pertumbuhan
Lee and Yang, 2011), market share (Antoncic and Prodan, 2008; Kilic et al.,
2015; Zehir et al., 2015; Prajogo, 2016), kepuasan pelanggan, dan total penjualan
and Goodwin, 2012), kinerja mahasiswa (student achievement), satuan biaya per
mahasiswa (Harrison and Rouse, 2014), atau dimensi pengajaran (learning and
dan (4) market share. Sahney and Thakkar (2016) menggunakan input indicator
menggunakan empat dimensi yakni belajar dan mengajar (kepuasan, drop out
rate, nilai rata-rata mahasiswa, alumni yang terserap dalam lapangan kerja, dan
nasional dan internasional, jumlah dosen yang mengikuti seminar, dan workshop
sebagai peserta dan pemakalah, dan penelitian yang mendatangkan dana), dimensi
Alipour (2013), Asif and Searcy (2014), Andreou et al. (2014), Abdifatah (2014),
untuk meningkatkan produktivitas (Du and Chen, 2010). Oleh karena itu,
organisasi industri harus memiliki sumber daya yang baik, bernilai, dan unik
keuangan, dan pemasaran) yang baik, unik dan sulit diimitasi lawannya untuk
saing dan kinerja organisasi industri (Barney, 1991; Douglas et al., 2010; Dirisu
saing dan kinerja industri. Guna meningkatkan daya saing, organisasi industri
harus mengadopsi salah satu strategi yakni differentiation strategy atau cost
48
daya dengan baik guna membuat strategi yang cocok (fit strategy) dengan kondisi
lingkungan industri (Baack and Boggs, 2008). Teori kontigensi ini dapat
dilaksanakan lebih fleksibel sesuai tuntutan lingkungan industri (Oltra and Flor,
2010).
based strategy, Porter Generic Strategy dan contingency strategy dalam melihat
berpengaruh positif terhadap kinerja industri (Hoque, 2011; Lee and Yang, 2011;
Al-Rfou, 2012; Ghasemi et al., 2015; Obembe and Soetan, 2015) karena dalam
dan mendorong inovasi (Januszewski, 2002; Du and Chen, 2010; Obembe and
Soetan, 2015).
49
Patiar and Mia, 2009; Lee and Yang, 2011; Assaf and Cvelbar, 2011; Huang and
Lee, 2012; Fosu, 2013; Mia and Winata, 2014; Teller et al., 2016;) karena
kehilangan pangsa pasar karena masuknya pesaing baru yang memiliki sumber
daya dan strategi yang lebih baik. Organisasi industri yang tidak memiliki sumber
daya dan strategi yang jelas sulit melakukan inovasi, menciptakan produk, jasa,
dan nilai baru untuk memenuhi perubahan tuntutan kebutuhan pelanggan atau
pasar.
industri akan megembangkan strategi antara lain membuat diferensiasi produk dan
proses guna menjamin keberkelanjutan daya saing (Zehir et al., 2015). Strategi
Resource-based view (Barney, 1991) dan strategi generik Porter (Porter, 1985).
kapabilitasnya untuk melakukan inovasi dan menciptakan produk atau jasa baru
atau memperbaiki produk atau jasa yang ada sehingga menjadi unik dan bernilai
bagi pelanggan guna meningkatkan daya saing (Barney, 1991; Rubio and Aragón,
2009; Dirisu et al., 2013). Sebaliknya, strategi Porter menyatakan bahwa dalam
dan mempertahankan kinerja yang baik (Parnell, 2011; Becerra et al., 2013;
menggunakan kombinasi antara kedua strategi tersebut. Hal ini disebabkan oleh
intensitas tinggi kompetisi industri yang dipicu oleh globalisasi dan pasar bebas
dewasa ini berimplikasi pada banyak organisasi industri yang menghadapi multi
(Salavou 2015). Dengan persaingan yang semakin tinggi, organisasi industri harus
bisa mempertahankan daya saing (Dadfar and Brege, 2012). Rubio and Aragón
(2009) menyatakan bahwa organisasi industri yang mempunyai sumber daya dan
kapabilitas yang baik dan diintegrasikan dengan strategi bisnis yang baik dan
cocok dengan lingkungan industri yang dinamis akan meningkatkan daya saing
dan kinerja. Spencer et al. (2009) dan Douglas et al. (2010) juga menyatakan
fleksibel, dan daya tahan kuat dan berbeda dengan industri pesaingnya guna
produk dan proses yang bernilai bagi pelanggan memiliki posisi bersaing yang
lebih baik dengan pesaingnya (Brenes et al., 2014). Demikian juga dalam
yang berbeda memiliki posisi yang lebih baik untuk menghadapi perubahan
(Cohen and Mazzeo, 2004; Becerra et al., 2013; Kertiyasa et al., 2014; Banker et
al., 2014) karena organisasi industri akan terdorong untuk membuat inovasi guna
menciptakan produk atau jasa baru dan bernilai bagi pelanggan guna menghindari
strategi diferensiasi. Hal ini disebabkan organisasi industri yang ingin mengadopsi
strategi diferensiasi harus melakukan investasi untuk terus melakukan inovasi dan
menciptakan produk atau jasa baru yang berbeda, unik, dan bernilai guna
sumber daya terbatas dan ukuran pasar yang kecil, dan mudah tergoncang dengan
adanya perubahan pasar dan lingkungan bisnis (Al-ansari et al., 2013). Selain itu,
karena ada produk yang tidak bisa dipatenkan atau karena perubahan kebijakan
melakukan imitasi terhadap produk atau jasa yang dihasilkan, maka organisasi
52
industri yang mengadopsi strategi diferensiasi dapat kehilangan daya saing dan
profit dalam lingkungan industri yang kompetitif (Furrer et al., 2008; Banker et
al., 2014). Hal ini disebabkan oleh organisasi industri yang mengadopsi strategi
diferensiasi hanya bisa mempunyai daya saing tinggi jika produk yang dihasilkan
unik, bernilai, dan dapat menghasilkan profit (Nandakumar et al., 2011; Baroto et
(Kaufman, 2015).
industri beroperasi lebih efisien dan melakukan pengetatan biaya untuk menjual
produk dan jasa yang lebih rendah (cost leadership) dibandingkan dengan
berorientasi pada sisi suplai dibandingkan dengan sisi permintaan pasar sehingga
(Parnell, 2011).
solusi guna mempertahankan daya saing dan kinerja. Fokus strategi pelayanan
telah menjadi perhatian industri manufaktur dan jasa. Hal ini disebabkan kualitas
daya saing karena pelayanan yang baik akan memuaskan pelanggan sehingga
produk dan jasa yang ditawarkan akan semakin laku (Angelova, 2011). Karena
terhadap produk dan jasa yang ada di pasar. Dengan demikian, organisasi industri
and Rabeson, 2015). Penawaran pelayanan yang lebih baik dan berkualitas berarti
perbedaan sumber daya dan tantangan persaingan yang dihadapi berbeda (Alam,
and Gbadamosi, 2013). Namun demikian, muara dalam strategi pelayanan adalah
kepuasan pelanggan sehingga membuat produk dan jasa bisa laku, dan
yang berkelanjutan.
dipuaskan, akan mendorong pelanggan tetap loyal terhap produk dan jasa yang
kompetisi pasar. Untuk itu, organisasi industri berupaya tetap fokus pada
pelayanan. Hal ini disebabkan oleh kualitas strategi pelayanan dalam lingkungan
yang kompetitif ditentukan juga oleh sumber daya dan strategi yang diadopsi oleh
55
organisasi industri. Jika sebuah organisasi industri yang memiliki sumber daya
baru yang ditawarkan masih belum teruji, dan cenderung mengasorbsi sumber
daya baik finansial, teknologi baru dan sumber daya manusia untuk menyediakan
2009).
memuaskan pelanggan (mahasiswa, orang tua, dan penyedia lapangan kerja) akan
daya manusia (kualitas dan kompetensi dosen, manajer dan tenaga administratif,
development).
Kinerja perguruan tinggi diukur dari (1). Dimensi belajar dan mengajar
dengan indikator: (a) kepuasan mahasiswa. (b) kepuasan penyedia kerja terhadap
pekerjaan. (d) tingkat drop-out rate. (e) jumlah mahasiswa yang lulus. (f) evaluasi
56
program studi, (2) dimensi penelitian dengan indikator: (a) jumlah publikasi
penelitian. (b) jumlah staf yang memperoleh anggaran penelitian. (c) jumlah
skripsi, tesis dan disertasi (monografi). (d) penelitian yang dilaksanakan untuk
partisipasi dalam komite akademik. (4) dimensi keuangan dan pemasaran dengan
lain untuk melakukan studi dengan berbagai dimensi dan indikator dengan tujuan
dan inovasi. Ada teori yang menyatakan bahwa persaingan industri dapat
mendorong inovasi (Du and Chen, 2010). Sebaliknya, teori inovasi klasik dari
industri seperti itu tidak mempunyai sumber daya yang lebih (excess resources)
untuk membuat inovasi. Sementara itu, teori inovasi Arrow (1962) menyatakan
57
pangsa pasar nya (market share) (Im et al., 2015). Dikotomi pandangan tentang
kompetisi dan inovasi bukan saja berada dalam tingkatan teori, namun juga terjadi
membuat efisiensi dan mendorong inovasi (Du and Chen, 2010) dan pertumbuhan
(Havenvid, 2015). Industri yang memiliki sumber daya dan kapabilitas tinggi
inovasi guna menjamin kelanjutan operasi dan pertumbuhan (Guan et al., 2009;
akan membuat dan memberikan produk baru bagi pelanggan sehingga dapat
jenis pasar, sektor, orientasi strategis, orientasi pasar dan struktur persaingan,
Theilen (2012) menyatakan bahwa ketika kompetisi industri yang intensif akan
teknologi akan membuat produk dihasilkan berkualitas, berbeda, dan bernilai bagi
kinerja organisasi industri (Aghion et al., 2014). Faktor pendorong inovasi adalah
58
kemajuan teknologi dan sumber daya nya yang ada (Havenvid, 2015). Beberapa
positif (Boss et al., 2009; Hopman et al., 2010; Bos et al., 2013; Aghion et al.,
dan pengembangan bagi organisasi industri yang sejenis yang saling bersaing
kompetisi dan inovasi. Inovasi sangat tergantung pada derajat kompetisi. Semakin
guna mendapatkan keuntungan dalam jangka waktu yang lebih lama (Hopman et
al., 2010). Hsu et al. (2014) menyatakan bahwa proses inovasi bukan saja lama
dan tidak dapat diprediksi, tetapi juga resiko kehilangan profit juga besar. Hal ini
industri yang sumber daya terbatas (laggerd firms) untuk membuat inovasi
(Aghion et al., 2005). Perbedaan hasil-hasil studi empiris membuka ruang untuk
melakukan studi lanjutan hubungan antara kompetisi dan inovasi (Im et al., 2015).
59
diferensiasi atau keunggulan biaya untuk meningkatkan daya saing dan kinerja
mendapatkan daya saing dengan investasi pada pengembangan produk atau jasa
yang memberikan kualitas unik yang memuaskan pelanggan sehingga produk atau
2009; Acquaah, 2011; Dirisu et al., 2013; Banker et al., 2014; Newton et al.,
2015; Yuliansyah et al., 2016). Ada juga beberapa studi yang menujukkan bahwa
strategi dan kinerja tidak begitu kuat untuk variabel tertentu. Studi Parnell (2011)
terhadap kinerja industri, tetapi tidak signifikan. Studi Banker et al. (2014)
yang besar dan memberikan kinerja yang kurang stabil. Hal ini sesuai dengan
diferensiasi produk dan jasa yang unik dan sulit diimitasi, tetapi juga produk atau
unik dan langka serta tidak dapat atau sulit diimitasi oleh organisasi industri lain.
60
Jika organisasi industri lain dapat meniru produk tersebut, dan perusahan tetap
investasi pada sumber daya tersebut, maka organisasi industri hanya dapat
mempertahankan daya saing pada jangka pendek, namun kehilangan daya saing
pada jangka panjang. Dalam konteks ini, Nandakumar et al. (2011) dalam
untuk mengadakan studi lebih lanjut tentang hubungan strategi diferensiasi dan
kinerja organisasi dengan fokus pada berbagai jenis organisasi industri dan
kinerja industri telah dijelaskan dengan beberapa teori dan studi empiris. Porter
(1980) menyatakan bahwa organisasi industri dapat mencapai daya saing dengan
industri dapat menawarkan produk dan jasa yang lebih murah kepada pelanggan
peningkatan pendapatan dan net profit. Untuk meningkatkan daya saing dan
kinerja, organisasi industri harus melakukan pengurangan biaya dan ketat dalam
mengontrol biaya tak terduga (overhead cost) sehingga kegiatan operasional lebih
61
antara strategi generik Porter dengan kinerja organisasi industri. Dalam penelitian
tersebut kedua peneliti menemukan bahwa cost leadership yang merupakan satu
manufaktur dan pelayanan yang efisien dan murah akan membuat organisasi
industri menawarkan produk dan jasa yang murah sesuai dengan kebutuhan
penghematan biaya (cost saving), pangsa pasar (market share), dan kepuasan
pelanggan (Jain et al., 2011). Oleh karena itu, organisasi industri perlu fokus
62
pelanggan. Kwak and Kim (2016) dalam penelitian tentang pengaruh integrasi
organisasi industri yang diukur dengan return on sales (ROS). Demikian juga
Paul et al. (2016) dalam studinya pada industri perbankan menemukan bahwa
positif terhadap pendapatan tetapi berdampak negatif terhadap net profit rate
karena mahalnya biaya pekerja dan biaya investasi untuk penerapan integrasi
perhatian luas bagi para peneliti dan praktisi bisnis karena lingkungan bisnis
63
dewasa ini sangat kompetetif akibat konsekuensi globalisasi, pasar bebas dan
(Jaskyte 2011). Inovasi berhubungan dengan akses teknologi (Babkin et al., 2015)
guna memperbaiki efisiensi, produktivitas, kualitas, posisi saing dan market share
(Zehir et al., 2011). Teori strategi generik Porter dan teori RBV menyatakan
bahwa organisasi industri yang memiliki strategi berbeda dan memiliki sumber
daya dan kapabilitas yang baik akan menghasilkan produk, proses dan nilai yang
meningkatkan daya saing dan kinerja organisasi industri (Acar and Acar, 2012).
daya dan kapabilitas. Oleh karena itu, inovasi berhubungan dengan daya saing dan
Berbagai studi empiris memperkuat teori strategi generik Porter dan teori
RBV bahwa strategi inovasi berpengaruh positif terhadap kinerja industri (Li et
al., 2010; Jaskyte, 2011; Gebauer et al., 2011; Zehir et al., 2011; Acar and Acar,
2012; Uzkurt et al., 2013; Altuntaş et al., 2013; Al-ansari et al., 2013; Camison
and Villar-Lopez, 2014; Babkin et al., 2015; Leal-rodríguez et al., 2015; Obembe
and Soetan, 2015; Atalay et al., 2017; Jajja et al., 2017; Martinez-Conesa et al.,
menghasilkan produk, proses, layanan dan nilai yang berbeda dan sulit diimitasi
oleh pesaing industri sejenis dalam lingkungan industri yang dinamik dan
turbulen (Li and Mitchell 2009; Rosenbusch et al., 2011; Leal-rodríguez et al.,
64
2015). Walaupun demikian, ada juga studi empiris yang menunjukan bahwa
industri (Loof and Heshmati 2002; Vermeulen et al., 2005; Hashi and Stojčić,
2013; Guisado-González et al., 2013; Campo et al., 2014; Im et al., 2015; Mir et
al., 2016, Hu et al., 2017; Kocak et al., 2017) karena banyak organisasi industri
yang tidak mau mengambil risiko dan mengadopsi strategi inovasi karena faktor
biaya, pengetahuan dan pasar (Hashi and Stojčić, 2013) yang hasilnyapun sulit
lingkungan bisnis yang kompetitif (Hopman et al., 2010). Hal ini bersinergi juga
dengan teori klasik inovasi Schumpeter bahwa inovasi tidak cocok dilakukan
kondisi industri seperti itu tidak mempunyai sumber daya yang lebih (excess
PENELITIAN
adalah organisasi industri yang tahan terhadap tekanan eskternal dalam proses
Porter (1980) kemudian dikembangkan lebih lanjut oleh Huang and Lee (2012)
dan Mathooko and Ogutu (2015) untuk menjelaskan persaingan industri jasa
pendidikan tinggi.
(Baack and Boggs, 2008; Oltra and Flor, 2010; Al-Rfou, 2012). Kesesuaian
strategi tersebut bisa dalam kerangka strategi Porter, dan strategi kombinasi
65
66
(deferensiasi, biaya, fokus pelayanan dan inovasi). Walaupun studi cukup intensif
fokus pada industri manufaktur, dan jasa perbankan, dan masih sedikit studi yang
fokus pada industri jasa pendidikan tinggi. Dengan demikian, hingga sekarang,
belum ada kesimpulan baik yang pros maupun yang cons terhadap strategi murni
konsensus umum bahwa strategi kombinasi atau strategi murni yang diadopsi
al., 2016). Dengan demikian, penggunaan bersama strategi Porter dan resource-
based strategy yang bernuansa teori kontingensi akan menjadi atensi praktisi dan
diferensiasi yang berbasis pada budaya dan kearifan lokal dalam konteks industri
jasa pendidikan tinggi untuk meningkatkan posisi bersaing dan kinerja masih
sangat minim dalam kajian empirik dewasa ini. Oleh karena itu, penelitian ini
berpengaruh negatif dan tidak signifikan terhadap kinerja industri (Metts, 2007).
industri guna meningkatkan posisi bersaing dan kinerja industri (Salavou, 2010;
Nandakumar et al., 2011; Parnell et al., 2012; Teeratansirikool et al., 2013; Hsiao
and Chen, 2013; Oyewobi et al., 2015; Yuliansyah et al., 2017). Oleh karena itu,
strategi bisnis (diferensiasi, biaya, fokus pelayanan, dan inovasi) dapat berperan
Porter (1980), Porter (1985), Huang and Lee (2012), Mathooko and Ogutu
(2015) untuk persaingan industri, Zebal and Goodwin 2012), Asif and Searcy
(2014) untuk kinerja industri. Data diambil dari pejabat senior perguruan tinggi
yang diwakili oleh para Ketua Jurusan atau Wakil Jurusan yang mengetahui
strategi dan kinerja industri pendidikan tinggi. Para Ketua Jurusan atau Wakil
Ketua Jurusan dari sebelas perguruan tinggi di Timor-Leste berjumlah 157 orang,
maka semua populasi diambil sebagai responden (sampel jenuh). Namun dalam
penyebaran kuesioner, hanya 130 yang kembali dengan response rate 83%. Data
(outer model atau measurement model), dan hubungan antar variabel dalam model
(inner model atau structural model). PLS dipilih karena bisa digunakan untuk
analisis multivariat dengan sampel kecil, dan tidak perlu melakukan uji asumsi
fokus pelayanan, inovasi, dan kinerja industri) dalam inner model, terutama peran
disparitas hasil kajian empiris tentang peran strategi murni Porter versus strategi
meningkatkan kinerja industri yang hingga kini belum bisa disimpulkan secara
tegas oleh para peneliti dan praktisi (Salavou, 2015; Hansen et al., 2015;
dan teori kontingensi. Model strategi ini digunakan dalam penelitian ini karena
bersaing dan meningkatkan kinerja (Porter, 1980; Porter, 1985; Banker et al.,
secara efektif pada organisasi industri yang menggunakan prinsip bisnis dengan
produk dan pelayanan yang unik, bernilai tinggi, bentuk dan pelayanan purna jual
yang baik kepada pelanggan (Allen et al., 2008; Teeratansirikool et al., 2013;
69
bersaing diatas industri pesaing dengan menawarkan biaya lebih rendah (Allen et
al., 2008; Ortega, 2010; Oyewobi et al., 2015). Untuk mencapai keunggulan
strategi diferensiasi dan strategi keunggulan biaya yang dapat berpengaruh positif
Persaingan industri adalah rivalitas antara industri yang dipicu oleh faktor-
70
pembeli, kekuatan tawar menawar pemacok, dan hambatan masuk pendatang baru
(Porter, 1980; Metts, 2007; Huang and Lee, 2012) yang mempengaruhi intensitas
sebelumnya (Metts, 2007; Hoque, 2011; Huang and Lee, 2012; Mathooko and
memiliki lima indikator yakni peningkatan jumlah perguruan tinggi (IC 11) (Huang
and Lee, 2012), intensitas persaingan untuk mendapatkan dosen bergelar master
dan doktor (IC12) (Hoque, 2011; Huang and Lee, 2012; Mathooko and Ogutu,
2015), intensitas persaingan uang kuliah (IC13) (Hoque, 2011; Huang and Lee,
2012; Teller et al., 2016), dan intensitas persaingan biaya promosi (IC14) (Hoque,
keberadaan perguruan tinggi luar negeri (IC21)(Huang and Lee, 2012), keberadaan
pelatihan berbasis kompetensi (IC23)(Huang and Lee, 2012; Mathooko and Ogutu,
2015).
71
indikator yakni kekuatan keluarga (IC31) (Huang and Lee, 2012; Mathooko and
Ogutu, 2015), kekuatan penyedia kerja (IC32) (Huang and Lee, 2012; Mathooko
indikator yakni kekuatan tenaga dosen tetap (IC41) (Huang and Lee, 2012;
Mathooko and Ogutu, 2015), kekuatan administrator (IC42) (Huang and Lee,
2012; Mathooko and Ogutu, 2015), dan kekuatan tenaga dosen tidak tetap (IC43)
Pendidikan Timor-Leste (IC51) (Huang and Lee, 2012), modal minimum yang
dibutuhkan untuk mendirikan perguruan tinggi (IC52) (Huang and Lee, 2012),
(Huang and Lee, 2012), dan duplikasi program studi dari perguruan tinggi yang
dan metode yang unik, berbeda dan bernilai bagi pelanggan (Porter, 1980; Baroto
et al., 2012; Teeratansirikool et al., 2013). Produk dalam konteks industri jasa
and Oplatka, 2006; Gruber et al., 2010; Jain et al., 2011). Strategi diferensiasi
keahlian lulusan tinggi (DS12) (Adaptasi dari Hansen et al., 2015; Gabrielsson et
al., 2016), dan kualitas pelayanan berbeda (DS13) (adaptasi dari Allen and Helms,
2006).
variabel mediasi (CL) yang didefinisikan sebagai strategi perguruan tinggi untuk
menyediakan program studi dan keahlian dengan biaya lebih rendah dari
al., 2014). Untuk mencapai harga rendah, perguruan tinggi dapat memaksimalkan
efisiensi operasi (Banker et al., 2014), melakukan kontrol dan pengetatan biaya
al., 2013). Strategi keunggulan biaya berpengaruh positif dan signifikan terhadap
kinerja industri (Ortega, 2010; Oyewobi et al., 2015; Teeratansirikool et al., 2013;
menggunakan tiga indikator yakni efisiensi biaya (CL21) (Banker et al., 2014;
Hansen et al., 2015; Oyekunle et al., 2016), biaya operasional rendah (CL22)
73
(Hansen et al., 2015; Gabrielsson et al., 2016), dan rendahnya biaya kuliah per
positif dan signifikan terhadap kinerja industri (Angelova, 2011; Jain et al., 2011;
dimensi dan indikator-indikator yang digunakan oleh Chui et al. (2016), Dadfar
and Brege (2012), Cardona and Bravo (2012), Gruber et al. (2010), Trivellas and
Dargenidou (2009), Firdaus (2006) dan Soutar and McNeil (1996), namun
sebagai basis layanan (FS33), tanggap melayani mahasiswa (FS34), dan perhatian
Gruber et al., 2010; Cardona and Bravo, 2012; Chui et al., 2016).
dan ide kedalam produk, proses, jasa baru atau memperbaiki metode, produk dan
jasa yang ada untuk memenuhi kebutuhan pelanggan dan meningkatkan kinerja
74
Huhtala et al., 2014). Dalam konteks pendidikan tinggi inovasi dapat diukur
keahlian yang ditawarkan, cara seleksi mahasiswa dan evaluasi kinerja staf dosen
dan penelitian (Desai, 2012; Durkin et al., 2016). Inovasi berpengaruh positif dan
al., 2015; Leal-rodríguez et al., 2015; Obembe and Soetan, 2015; Pehrsson,
2016).
Edwards et al., 2016), metode belajar dan mengajar (IN42) (Alshammari et al.,
2014, Corral de Zubielqui et al., 2015), dan teknologi pengajaran (IN43) (Desai,
dalam 4 dimensi perguruan tinggi yakni belajar dan mengajar (IP1), penelitian
(IP2), pengabdian masyarakat (IP3), dan keuangan dan pemasaran (IP4) (Asif and
Kinerja belajar dan mengajar (IP1) adalah suatu pengukuran untuk melihat
belajar dan mengajar (IP1) diukur dengan lima indikator yakni kepuasan
mahasiswa (IP11) (Asif and Searcy, 2014), tingkat drop out mahasiswa (IP12) (Asif
and Searcy, 2014), kepuasan penyedia lapangan kerja terhadap keahlian alumni
(IP13) (Asif and Searcy, 2014), alumni yang terserap dalam lapangan kerja (IP14)
(Asif and Searcy, 2014), dan pertumbuhan jumlah mahasiswa (IP15) (Zebal and
Goodwin, 2012).
Kinerja penelitian (IP2) diukur dengan empat indikator yakni publikasi staf
seminar, dan workshop sebagai peserta dan pemakalah (IP22) (Asif and Searcy,
2014), penelitian yang mendatangkan dana (IP23), dan dampak penelitian terhadap
masyarakat (IP24).
(IP32), dan partisipasi dalam pengembangan kurikulum (Asif and Searcy, 2014).
2014; Abdifatah, 2014; Al-Najjar, 2014; Kilic et al., 2015), pertumbuhan surplus
(IP42) (Zebal and Goodwin, 2012; Asif and Searcy, 2014), pertumbuhan
pendapatan total (IP43) (Zebal and Goodwin, 2012; Asif and Searcy, 2014),
penguasaan pangsa pasar (IP44) (Zebal and Goodwin, 2012; Asif and Searcy,
2014).
Keterangan:
IC = Persaingan industri atau industrial competition (Variabel exogen atau X)
DS = Strategi diferensiasi atau differentiation strategy (Variabel mediasi atau M1)
CL = Strategi keunggulan biaya atau cost leadership (Variabel mediasi atau M2)
FS = Fokus pelayanan atau focus service (Variabel mediasi atau M3)
IN = Inovasi atau innovation (Variabel mediasi atau M4)
IP = Kinerja industri atau industrial performance (variabel endogen atau Y)
3.3 Hipotesis
3.3.1 Persaingan Industri dan Kinerja Industri
industri (Metts, 2007; Baack and Boggs, 2008). Persaingan industri berpengaruh
negatif terhadap kinerja industri (Metts, 2007; Patiar and Mia, 2009; Lee and
Yang, 2011; Assaf and Cvelbar, 2011; Huang and Lee, 2012; Fosu, 2013; Teller
et al., 2016). Oleh karena itu, hipotesis untuk hubungan persaingan industri dan
meningkatkan daya saing dan kinerja. Strategi diferensiasi dapat dilakukan untuk
mengembangkan produk, jasa, garansi, citra merek, bentuk, kualitas, dan nilai
yang unik bagi pelanggan yang sulit ditiru oleh industri pesaingnya (Baroto et al.,
2012). Hal ini dilakukan untuk memenuhi tuntutan pelanggan yang ingin produk
alternatif dan unik dari industri sejenis (Becerra et al., 2013; Dirisu et al., 2013),
sehingga memperkuat posisi industri tersebut di pasar yang ada (market niche)
dan menciptakan pasar baru (new market), memungkinkan produk baru masuk
pada pasar (new entrance) serta produk yang ada memiliki keunggulan pasar
terhadap produk lain (Davcik and Sharma, 2015). Persaingan industri menuntut
produk, jasa dan nilai yang berbeda dan unik untuk memenangkan persaingan
(Salavou, 2015; Mathooko and Ogutu, 2015; Parnell, 2011; Becerra et al., 2013).
Oleh karena itu, hipotesis persaingan dan strategi diferensiasi adalah sebagai
berikut:
78
menawarkan harga yang lebih rendah kepada pelanggan (Banker et al., 2014;
industri harus melakukan kontrol, pengetatan biaya dan beroperasi lebih efisien
lebih berorientasi pada sisi suplai dibandingkan dengan sisi permintaan pasar
keunggulan biaya (Parnell, 2011). Oleh karena itu, hipotesis persaingan industri
solusi guna mempertahankan daya saing dan kinerja. Semakin tinggi persaingan,
guna memberikan kepuasan kepada pelanggan sehingga produk dan jasa yang
79
ditawarkan akan semakin laku (Angelova, 2011). Jika organisasi industri memiliki
sumber daya terbatas, maka organisasi industri tersebut lebih fokus untuk
pelanggan (Kwak and Kim, 2016). Penawaran pelayanan yang lebih baik dan
industri dan fokus strategi pelayanan dapat dibuat hipotesis sebagai berikut:
yang berbasis pada teknologi akan membuat produk yang dihasilkan berkualitas,
menjaga daya saing dan kinerja organisasi industri (Aghion et al. 2014). Inovasi
kemajuan teknologi dan sumber daya yang ada (Havenvid, 2015), sehingga
80
Hopman et al., 2010; Aghion et al., 2014). Hal ini disebabkan oleh peningkatan
bagi organisasi industri yang sejenis yang saling bersaing (Aghion et al., 2005;
daya saing dengan investasi pada pengembangan produk atau jasa yang
memberikan kualitas unik yang memuaskan pelanggan sehingga produk atau jasa
tersebut mendapatkan harga yang tinggi (Banker et al., 2014). Beberapa studi
al., 2013; Banker et al., 2014; Newton et al., 2015). Oleh karena itu, hipotesis
(Banker et al., 2014). Untuk meningkatkan daya saing dan kinerja, organisasi
industri harus melakukan pengurangan biaya dan ketat dalam mengontrol biaya
tak terduga (overhead cost) sehingga kegiatan operasional lebih efisien dan murah
and Helms, 2006; Banker et al., 2014). Demikian juga, studi Indounas (2015)
menunjukkan bahwa ada pengaruh positif antara strategi penetapan harga dengan
pangsa pasar (market share) dan kepuasan pelanggan (Jain et al., 2011). Industri
loyalitas dan retensi pelanggan terhadap produk dan jasa yang ditawarkan,
meningkatkan daya saing (Gebauer et al., 2010; Gebauer et al., 2012; Hsieh et al.,
82
2013; Hallavo et al., 2015; Kwak and Kim, 2016). Kualitas pelayanan
(Cardona and Bravo, 2012). Oleh karena itu, pelayanan berpengaruh positif
terhadap kinerja organisasi industri (Neely, 2008; Jamal, 2009; Kwak and Kim,
2016).
(Zehir et al., 2011). Organisasi industri yang memiliki strategi berbeda dan
memiliki sumber daya dan kapabilitas yang baik akan menghasilkan produk,
proses dan nilai yang unik, berbeda, sulit tersubstitusi untuk memenuhi kebutuhan
(Acar and Acar, 2012). Untuk membuat inovasi, organisasi industri harus
dengan daya saing dan kinerja organisasi industri (Babkin et al., 2015). Inovasi
berpengaruh positif terhadap kinerja industri (Altuntaş et al., 2013; Uzkurt et al.,
2013; Al-ansari et al., 2013; Camison and Villar-Lopez, 2014; Babkin et al.,
2015; Leal-rodríguez et al., 2015; Obembe and Soetan, 2015; Rangus and Slavec,
2017; Ramanathan et al., 2018) karena inovasi akan menghasilkan produk, proses,
layanan dan, serta nilai yang berbeda dan sulit diimitasi oleh pesaing industri
sejenis dalam lingkungan industri yang dinamik dan turbulen (Li and Mitchell
83
biaya untuk meningkatkan daya saing dan kinerja organisasi industri dalam
lingkungan industri yang bersaing ketat (Porter, 1980; Porter, 1985; Porter, 1991).
atau jasa yang memberikan kualitas unik yang memuaskan pelanggan sehingga
produk atau jasa tersebut mendapatkan harga tinggi (Banker et al., 2014). Ada
(Spencer, 2009; Lozano-Vivas, 2009; Acquaah, 2011; Dirisu et al., 2013; Banker
organisasi industri untuk menyediakan produk dan jasa dengan biaya lebih rendah
pangsa pasar (Porter, 1985; Banker et al., 2014). Organisasi industri yang
sehingga melakukan kontrol dan pengetatan biaya dalam semua tingkatan operasi
agar unggul atas pesaingnya guna mempertahankan daya saing dan meningkatkan
kinerja (Porter, 1985; Baroto et al., 2012; Miles, 2013). Cost leadership berperan
pangsa pasar (market share) dan kepuasan pelanggan (Jain et al., 2011). Kwak
and Kim (2016) dalam penelitian tentang pengaruh integrasi pelayanan terhadap
kinerja di organisasi industri mesin dan alat di Korea menemukan bahwa integrasi
dengan return on sales (ROS). Jamal (2009) tentang pengaruh lima dimensi
kualitas pelayanan dan keahlian terhadap kepuasan dan loyalitas pelanggan bank
terhadap pendapatan.
(Aghion et al. 2014). Faktor pendorong inovasi adalah organisasi industri ingin
al., 2009; Hopman et al., 2010; Aghion et al., 2014) karena peningkatan
(Aghion et al., 2005; Aghion et al., 2014). Demikian juga strategi inovasi
berpengaruh positif terhadap kinerja industri (2012; Altuntaş et al., 2013; Uzkurt
et al., 2013; Al-ansari et al., 2013; Camison and Villar-Lopez, 2014; Babkin et
al., 2015; Leal-rodríguez et al., 2015; Obembe and Soetan, 2015) karena inovasi
akan menghasilkan produk, proses, layanan, serta nilai yang berbeda dan sulit
diimitasi oleh pesaing industri sejenis dalam lingkungan industri yang dinamik
dan turbulen (Li and Mitchell, 2009; Rosenbusch et al., 2011; Leal-rodríguez et
86
al., 2015). Studi Huhtala et al. (2014) menunjukkan bahwa inovasi berperan
positif dan signifikan dalam memediasi hubungan orientasi pasar, dan pelangan
dengan kinerja bisnis. Studi Akgun et al. (2009) juga membuktikan bahwa
emosi dengan kinerja organisasi industri. Al-Hakim and Hassan (2013) dalam
juga Rangus and Slavec (2017) menunjukkan bahwa inovasi berperan signifikan
Oleh karena itu, hubungan persaingan industri, inovasi dan kinerja industri dapat
METODE PENELITIAN
least square (PLS). Pengujian kuantitatif dilakukan untuk menguji data lapangan
yang diambil berdasarkan kajian teori dan empiris, uji validitas dan reliabilitas
hubungan indikator dan variabel laten (outer model atau measurement model),
dan hubungan antar variabel yang diakhiri dengan menguji hipotesis penelitian
adalah ketua jurusan dari perguruan tinggi yang ada. Data kuantiatif diambil
inovasi), dan kinerja. Kuesioner telah dilakukan pre-tes kepada ofisial senior,
guna menjamin kejelasan, ketepatan, konsisten dan relevansi data yang diambil
sesuai dengan masalah dan tujuan penelitian. Hasil pre-tes kuesioner digunakan
lapangan.
87
88
menggunakan PLS adalah data tidak harus berdistribusi normal, bisa digunakan
untuk analisis pada variabel dengan indikator reflektif maupun formatif, dan dapat
kecil (Hair et al., 2014; Hopkins, 2015). PLS juga sangat baik untuk analisis data
Analisis data dengan PLS telah dilakukan melalui tiga tahap yakni: (1)
semua variabel laten dan indikator sebagai sebuah model berdasarkan kajian teori
dan empirik yang ada. (2) Tahap evaluasi outer model atau measurement model.
dari semua variabel pembentuk model yang dilakukan berdasarkan pada kajian
teori dan empiris yang ada. Dalam penelitian ini, semua variabel eksogen,
endogen, dan mediasi yang membentuk inner model atau structural model
indikator yang digunakan untuk mengukur variabel laten (konstruk). (3) Tahap
evaluasi inner model atau structural model untuk menguji hubungan dan
signifikasi antar variabel dalam model (Hair et al., 2014; Hopkins, 2015).
Penelitian ini dilakukan pada semua jurusan yang ada di sebelas perguruan
tinggi terakreditasi di Timor-Leste. Waktu penelitian ini dimulai pada bulan Mei
tinggi di Timor-Leste dari sisi penyedia jasa pelayanan (supply side). Oleh karena
itu, unit analisis penelitian ini adalah jurusan dari perguruan tinggi 11
Jurusan dipilih sebagai unit analisis karena (1) Jurusan merupakan unit
(Senat atau Dewan Eksekutif) perguruan tinggi yang ikut merumuskan misi, visi,
tujuan, program, strategi dan target kinerja. (2) Jarak birokrasi perguruan tinggi di
jurusan dan rektor sangat dekat. Power distance sangat dekat dalam sebuah
sharing informasi sangat tinggi dengan gap antara pimpinan dan sub-ordinasi
sangat rendah (Dash et al., 2009; Pesch and Bouncken, 2017; Puni and Anlesinya,
2017) (3) Sistem akreditasi yang dilakukan oleh Badan Akreditasi Nasional
institusi dan jurusan menuntut agar para pejabat perguruan tinggi, termasuk ketua
jurusan, harus tahu deskripsi visi, misi, goals, learning competencies, strategi dan
target dan pencapaian kinerja dari perguruan tinggi hingga jurusan, ataupun
sebaliknya. Hal ini diperkuat oleh Direktur Eksekutif Asosiasi Perguruan Tinggi
90
Swasta Timor-Leste yang juga Rektor Dili Institute of Technology (DIT), Timor-
Leste, Dr. Alvaro Menezes, SE, MSi, dan Presiden Board Asosiasi Perguruan
Tinggi Swasta Timor-Leste yang juga Rektor Institute of Business (IOB), Dr.
Augusto Soares, SE, MSi pada saat dilakukan interview. Oleh karena itu,
pemilihan jurusan sebagai unit analisis dalam penelitian ini dapat dijustifikasi.
sebanyak 157 yang menjadi target populasi. Jumlah ini tidak banyak sehingga
semua jurusan dipilih sebagai sampel (sampel jenuh). Oleh karena itu, 157
oleh Ketua Jurusan atau Wakil Ketua Jurusan. Walaupun demikian, hanya 130
kuesioner yang diisi dan dikembalikan yang dianggap sebagai sampel (Tabel 4.1).
Ukuran sampel tersebut bisa digunakan dalam penelitian ini karena sampel
minimum untuk analisis multivariat adalah 30 (Alreck and Settle, 2004: 63).
Demikian juga penelitian ini menggunakan alat analisis Partial Least Square
91
sampel minimum 30 (Hair et al., 2010; Hair et al., 2014; Hopkins, 2015). Oleh
karena itu, ukuran sampel 130 dalam penelitian ini sudah cukup terjustifikasi
untuk digunakan.
(satu buah), endogen (satu buah) dan variabel mediasi (enam buah). Adapun
Variabel eksogen adalah variabel yang nilainya tidak terikat dengan nilai
variabel yang lain (independent variable). Variabel eksogen adalah variabel yang
tidak dijelaskan oleh variabel lain dalam sebuah model, dan tidak ada anak panah
dalam inner model atau structural model yang menunjukkan ke variabel tersebut
(Henseler et al., 2016). Dalam penelitian ini ada satu variabel eksogen yakni
persaingan industri (IC) dengan lima dimensi yang diadopsi dari lima kekuatan
pemacok (IC4), dan ancaman masuk pendatang baru (IC5) (Metts, 2007; de Haan,
Lee, 2012; Hoque, 2011; Mathooko and Ogutu, 2015; Teller et al., 2016),
ancaman pengganti (IC2) dengan tiga indikator (Hoque, 2011; Huang and Lee,
92
2012; Teller et al., 2016), kekuatan tawar-menawar pembeli (IC3) dengan empat
indikator (Huang and Lee, 2012; Mathooko and Ogutu, 2015), kekuatan tawar
menawar pemacok (IC4) dengan tiga indikator (Huang and Lee, 2012; Mathooko
and Ogutu, 2015), dan ancaman masuk pendatang baru (IC5) dengan empat
variabel yang lain (dependent variable). Variabel endogen adalah variabel yang
dijelaskan oleh variabel lain dalam sebuah model, dan sebuah variabel dikatakan
variabel tersebut dalam sebuah model (Henseler et al., 2016). Penelitian ini
mempunyai satu variabel endogen yakni kinerja industri (IP). Kinerja industri jasa
belajar dan mengajar (IP1) dengan lima indikator (Zebal and Goodwin (2012; Asif
and Searcy, 2014), kinerja penelitian (IP2) dengan empat indikator (Asif and
Searcy, 2014), kinerja pelayanan masyarakat (IP3) dengan tiga indikator (Asif and
Searcy (2014), dan kinerja keuangan dan pemasaran (IP4) dengan empat indikator
3) Variabel Mediasi
al., 2016). Dalam penelitian ini, ada empat variabel mediasi yakni:
indikator yakni efisiensi biaya (CL21) (Banker et al., 2014; Hansen et al.,
al., 2015); Gabrielsson et al., 2016), dan Biaya kuliah per mahasiswa
3) Fokus pelayanan (FS) memiliki 5 indikator yang diadaptasi dari Chui et al.
1998; Duening; 2009; Bunyi, 2013; Edwards et al., 2016), metode belajar
profitabilitas industri.
mahasiswa, dosen, dana, biaya kuliah, promosi dan pemasaran. Dalam penelitian
ini, intensitas persaingan perguruan tinggi diukur dengan: (1) Peningkatan jumlah
master dan doktor, (3) Intensitas persaingan uang kuliah, dan (4) Intensitas
produk atau servis yang menjadi pengganti produk atau servis perguruan tinggi di
kurikuler dari perguruan tinggi luar negeri. Dalam penelitian ini, ancaman
pengganti diukur dengan: (1) Keberadaan perguruan tinggi luar negeri, Perguruan
97
tinggi luar negeri memberikan kursus-kursus online, dan menarik minat banyak
mahasiswa untuk kuliah diluar negeri seperti Indonesia, dan Philipina. Ini dapat
menjadi ancaman bagi perguruan tinggi di dalam negeri, karena jumlah lulusan
mereka mempunyai pilihan, di antara kuliah atau bekerja. Semakin banyak lulusan
berbasis pada kompetensi tanpa harus melihat gelar kesarjanaan, maka membuat
banyak lulusan yang tertarik untuk mengikuti pelatihan berbasis kompetensi untuk
jumlah lulusan SLTA yang melanjutkan studi di perguruan tinggi. (3) Ancaman
akan menjadi daya tarik bagi calon mahasiswa untuk mendapatkan ketrampilan
98
sebagai bekal kerja. Hal demikian diperkuat lagi perubahan pola rekruitmen dan
pusat pelatihan berbasis kompetensi yang menarik lulusan SLTA lebih banyak
produk atau jasa dari perguruan tinggi di Timor-Leste. Dalam penelitian ini,
jasa perguruan tinggi atau dengan kata lain sebagai pelanggan utama (main
dari uang kuliah mahasiswa. Semakin banyak mahasiswa maka semakin baik
Kekuatan mahasiswa juga akan tergantung pada jumlah perguruan tinggi dan
keahlian yang ditawarkan. Semakin banyak perguruan tinggi dan duplikasi kursus
yang tinggi diantara perguruan tinggi yang ada membuat mahasiswa memiliki
banyak pilihan. Pilihan tersebut bisa didasarkan pada reputasi akademik, keadaan
fisik, promosi institusi, dan brand image (Mathooko and Ogutu, 2015), biaya,
menawar tawar mahasiswa. (2) Keluarga. Keluarga merupakan salah satu faktor
determinan untuk menentukan jurusan dan perguruan tinggi mana yang akan
studi, maka keluarga memiliki lebih banyak pilihan, sehingga memiliki daya
tawar menawar yang lebih tinggi. (3) Penyedia kerja. Penyedia kerja dapat juga
Demikian juga memiliki banyak pilihan untuk membeli produk perguruan tinggi
(alumni, servis, hasil penelitian, dan paten) sehingga menyebabkan penyedia kerja
memiliki daya tawar menawar yang lebih tinggi. (4) Pemerintah. Pemerintah
bertindak sebagai penyedia kerja bagi alumni, pembeli produk dari perguruan
tinggi. Semakin banyak perguruan tinggi, semakin tinggi kekuatan tawar menawar
pemerintah.
industri pendidikan tinggi, pekerja adalah pemacok. Pekerja disini adalah dosen,
peneliti dan administrator. Dalam penelitian ini kekuatan tawar menawar pemacok
diukur dengan: (1) Tenaga dosen. Tenaga dosen yang baik dan kompeten akan
dosen yang kompeten akan memiliki bargaining power yang baik terhadap
salah satu komponen penting dalam perguruan tinggi. Staf administrasi yang
kompeten dan handal dalam melakukan tugas pelayanan kepada mahasiswa dan
mahasiswa akan menyampaikan kepada orang lain lewat promosi mulut ke mulut.
daya tawar menawar yang tinggi, dan (3) Dosen tidak tetap. Dewasa ini banyak
perguruan tinggi yang menggunakan dosen tidak tetap dari perguruan tinggi lain
atau praktisi industri. Jika kualitas dan reputasi dosen tidak tetap baik akan
Leste. Dalam penelitian ini, hambatan pendatang baru diukur dengan: (1) Regulasi
Timor-Leste.
mengembangkan produk, kualitas, proses, metode yang unik, serta berbeda dan
bernilai bagi pelanggan. Dalam penelitian ini, diferensiasi diukur dengan: (1)
Program studi yang berbeda, (2) Tingginya kualitas keahlian lulusan, dan (3)
dengan biaya lebih rendah dari perguruan tinggi pesaingnya untuk menarik
Penelitian ini mengukur strategi biaya dengan menggunakan tiga indikator yakni
penelitian ini, fokus pelayanan diukur dengan indikator seperti: (1) Kompetensi
(5) Inovasi
keahlian yang ditawarkan, cara seleksi mahasiswa dan evaluasi kinerja staf dosen.
Kinerja belajar dan mengajar adalah suatu pengukuran untuk melihat keberhasilan
belajar dan mengajar sebuah perguruan tinggi yang diukur dengan menggunakan
terhadap keahlian alumni, (3) Alumni yang terserap dalam lapangan kerja, dan (4)
staf di jurnal nasional dan internasional, (2) Partisipasi staf dalam pelatihan,
seminar, dan workshop sebagai peserta dan pemakalah, (3) Penelitian yang
surplus, (3) Pertumbuhan pendapatan total, dan (4) Penguasaan pangsa pasar.
yang telah disiapkan oleh peneliti. Kuesioner penelitian ini dibagi dalam tiga
bagian utama: (1) persaingan industri yang dipicu oleh faktor eksternal industri
103
yang diukur dengan 5 dimensi dan 18 item. (2) strategi bisnis dibagi dalam 4
pelayanan, inovasi, dan hibrid dengan 28 item (3) Kinerja industri pendidian
kuesioner sudah diberikan skor dengan menggunakan lima Skala Likert. Daftar
pertanyaan dan jawaban dalam kuesioner penelitian ini dibuat relevan dengan
mendapatkan data, diolah dan digunakan untuk menguji hipotesis guna menjawab
hubungan antara variabel. Akurasi data sangat tergantung pada ketelitian alat yang
digunakan dalam proses pengukuran data. Untuk itu, alat penelitian harus diuji
validitas guna menjamin akurasinya. Validitas alat adalah ketepatan sebuah alat
dalam memberikan nilai yang tepat dan sesuai yang diukur. Dalam penelitian ini,
instrumen penelitian adalah kuesioner. Isi kuesioner dikembangkan dari teori atau
empiris yang ada berdasarkan kajian pustaka untuk menjawab masalah dan tujuan
responden untuk menjamin isi kuesioner relevan, jelas, dan mudah dipahami dan
dijawab oleh responden sehingga meminimalkan jawaban bias (Huang and Lee,
104
2012; Yuliansyah et al., 2017). Hasil pre-tes ini kemudian digunakan untuk
koefisien korelasi Pearson (r) dengan nilai minimal lebih besar dari 0.3.
walaupun pengukuran dilakukan lebih dari satu kali. Dalam penelitian ini,
alpha crombach (Liao, 2011; Huang and Lee, 2012; Oyewobi et al., 2016). Nilai
Alpha Cronbach minimum 0.6 untuk tingkat penerimaan konsistensi internal yang
diadopsi dari studi-studi sebelumnya (Huang and Lee, 2012; Oyewobi et al.,
Secara umum, penelitian ini dibagi dalam 3 tahap yakni: (1) Eksplorasi
penelitian. Pada tahap ini akan dilakukan pencarian isu penelitian, teoritis, empiris
dan fenomena bisnis berdasarkan kajian teori, empiris dan pengamatan lapangan.
penelitian. Pada tahap ini akan melakukan pengambilan data lapangan, uji
validtias dan reliabilitas data, uji hipotesis dan analisis data. (3) Pelaporan
penelitian. Pada tahap ini akan melakukan interpretasi dan argumentasi data hasil
penelitian yang kemudian dibandingkan atau diperkuat dengan teori dan empiris
105
yang dituliskan secara terintegratif dengan latar belakang, kajian teori dan
data penelitian dalam bentuk tabel frekuensi atau grafik, dan diakukan
menggunakan alat analisis partial least square (PLS). Alat analisis ini dipilih
karena memiliki beberapa keunggulan seperti tidak perlu melakukan uji asumsi
klasik, dapat digunakan untuk sampel berukuran kecil, indikator reflektif dan
formatif (Hair et al., 2014; Hopkins, 2015; Ringle and Sarstedt, 2016; Valaei,
2017). PLS merupakan teknik yang sudah mapan untuk menghitung koefisien
teori, dan metode yang kaya dalam penelitian manajemen dan strategi (Roemer,
menggunakan Skala Likert mulai skala dari 1 sampai dengan 5. Skala pengukuran
rentang jawaban responden dari yang negatif (1) sampai dengan jawaban yang
positif (5). Jika responden memilih 1, maka artinya responden sangat tidak setuju
107
membangun model hubungan antara outer model dan inner model. Inner model
indikator dengan variabel latennya (construct). Oleh karena itu, dalam tahap ini,
model jalur (path model) dibuat dengan membuat hubungan antara variabel laten
yang didasarkan pada logika dan teori (Hopkins, 2015). Disini penting juga
108
variabel independen yang dalam jalur model tidak ada anak panah yang menuju
kepadanya. Variabel endogen adalah variabel yang dependen yang ada anak
panah menuju kepadanya. Variabel mediasi adalah variabel yang terletak diantara
dua variabel eksogen dan endogen. Variabel mediasi bisa juga berperan sebagai
variabel eksogen dan variabel endogen. Jika anak panah menunjukkan pada
endogen. Sebaliknya, jika anak panah dari variabel mediasi menunjukkan pada
variabel lain, maka variabel mediasi ini berperan sebagai variabel Eksogen (Hair
dikatakan reflektif jika anak panah berasal dari variabel laten (construct)
ditunjukkan pada indikator. Sebaliknya, jika anak panah berasal dari indikator dan
Dalam penelitian ini, ada satu variabel eksogen (persaingan industri), satu
biaya, fokus pelayanan, dan inovasi) yang bisa juga berperan sebagai variabel
109
eksogen maupun sebagai variabel endogen. Demikian juga, semua konstruk dalam
evaluasi ini dilakukan untuk melihat hubungan antara variabel laten dengan
berikut:
al., 2016).
validity bisa diterima jika outer loading per item construct diatas
0,70 dan average variance extracted (AVE) adalah 0,50 atau lebih
Tahap ketiga. Evaluasi Inner Model atau Structural Model. Model ini
merupakan evaluasi untuk melihat hubungan antara semua variabel laten yang
membentuk sebuah model (Hair et al., 2014; Hopkins, 2015). Inner model atau
penelitian (Henseler et al., 2016). Dalam evalusasi kualitas model lebih banyak
path coefficients, dan effect size (f2) (Hair et al., 2014; Hopkins, 2015). Dalam
penelitian ini, evaluasi inner model atau structural model dilakukan dengan
parameter-parameter berikut:
sedang), dan 0.25 (pengaruh lemah) (Hair et al., 2014; Hopkins, 2015).
prediktif model. Jika nilai cross validate redundancy (Q2) lebih besar
Sebaliknya jika nilainya lebih kecil dari nol, maka model tersebut tidak
iv) Effect size. Effect size untuk setiap jalur model (path model) dapat
dari model. Untuk menghitung f2, maka dua model jalur PLS harus
Hopkins, 2015).
BAB V
km2 yang terletak di kawasan ASEAN, di sebelah Timur Indonesia, yang baru
tersebut adalah 1.3 juta orang dengan maioritas masyarakatnya (lebih dari 60%)
hidup dari sektor pertanian. Sumber pendapatan utama berasal dari minyak dan
gas (MIGAS) yang hampir 90% dari total GDP Negara tersebut, sedangkan
pendapatan utama non MIGAS berasal dari ekspor kopi organik, dan sektor-sektor
lainnya.
tinggi. Total perguruan tinggi terakreditasi adalah 11, dan sekitar 8 perguruan
tinggi yang belum terakreditasi. Jumlah perguruan tinggi tersebut lebih banyak
lebih dari delapan kali lipat penduduk Timor-Leste. Kesebelas perguruan tinggi
terakreditasi tersebut memiliki total jurusan atau program studi sebanyak 157, di
terbanyak (42 jurusan), disusul dengan Unversitas Nasional Timor Lorosa’e (37
112
113
Jumlah
No Nama Perguruan Tinggi Singkatan
Jurusan
penduduknya hanya 1,3 juta orang, dan jumlah lulusan sekolah lanjutan atas
(SLTA) sebagai input bagi perguruan tinggi hanya 17.000-19.000 per tahun.
sangat ketat untuk mendapatkan input mahasiswa, dan sumber daya pengajaran
manajer, staf administrasi, dan teknis), sumber daya fasilitas (ruang kuliah,
lainnya), sumber daya keuangan (dana operasional, dana penelitian, dana sosial,
sesuai dengan kebutuhan masyarakat dan pasar kerja. Hal ini bisa dilihat dari
banyaknya perguruan tinggi yang masih menghadapi keterbatasan: (1) Dosen baik
dibidang keahliannya). (2) Sarana dan prasarana pengajaran seperti ruang kuliah,
laboratorium, perpustakaan, dan (3) Kurikulum yang masih “copy and paste” dari
Perguruan Tinggi Luar Negeri tanpa ada penyesuaian signifikan dengan kondisi
lingkungan industri, dan menyesuaikan strategi secara cepat, dan tepat untuk
Kondisi diatas berimplikasi pada daya saing dan kinerja perguruan tinggi
Negara-negara lain. Jika Timor-Leste masuk dan menjadi anggota ASEAN, yang
Leste akan menghadapi tantangan besar dalam mempertahankan daya saing untuk
menarik mahasiswa, dana, dan lulusannya juga cukup rentan dalam persaingan di
sumber daya dan kapabilitas terbatas, akan sulit untuk mengembangkan produk
dan servis yang berkualitas, unik, berbeda, dan bernilai bagi pelanggan
saing, dan kinerja (Barney, 1991). Dalam kondisi demikian, perguruan tinggi
harus mendapatkan sumber daya dan kapabilitas dari luar institusi untuk
memperkuat dirinya guna meningkatkan daya saing. Sumber daya tersebut bisa
dari pemerintah atau industri dengan menyediakan subsidi keuangan, dan donasi
“pemain” dalam segmen pasar yang terbatas, subsidi dan hibah pada industri
pendidikan tinggi menjadi tidak signifikan untuk meningkatkan daya saing dan
performance).
yang sesuai dengan realitas. Dalam penelitian ini, instrumen penelitian yang
responden (Oyewobi et al., 2016). Responden tersebut dari Ketua Jurusan dan
116
karena mereka lebih tahu strategi bisnis dan kinerja industri pendidikan tinggi.
akurasi dan pemahaman tentang item yang ada dalam kuesioner sebagai alat ukur
persaingan industri, strategi bisnis dan kinerja industri jasa pendidikan tinggi di
terhadap bias hasil (Huang and Lee, 2012; Mathooko and Ogutu, 2015).
Pearson Correlation (r) dengan SPSS Versi 17. Nilai Pearson Correlation
minimum adalah 0,3. Berdasarkan hasil uji validitas instrumen, nilai Pearson
Correlation dari semua konstruk lebih besar dari 0,3 (Tabel 5.2). Hal ini
data.
Alpha. Jika nilai Cronbach’s Alpha lebih besar atau sama dengan 0,7
118
(Hair et al., 2010; Ndubisi and Iftikhar, 2012). Walaupun demikian, untuk
penelitian eksploratori, nilai Cronbach’s Alpha minimum adalah 0,6 (Hair et al.,
2010). Berdasarkan hasil tes, nilai Cronbath’s Alpha dari semua konstruk lebih
besar 0,7 (Tabel 5.2.), sehingga semua konstruk memiliki konsistensi internal
pengambilan data.
Leste dengan unit analisisnya adalah jurusan yang berjumlah 157. Kuesioner
kemudian dibagikan pada 157 jurusan yang diisi oleh Ketua Jurusan atau Wakil
hanya 130 kuesioner yang diisi, dikembalikan dan dipakai dalam penelitian. Hal
ini menunjukkan response rate penelitian ini (83%) diatas response rate
minimum (80%) bagi sebuah survei yang baik dari Jurusan/Fakultas yang
mewakili perguruan tinggi (Fincham, 2008), atau lebih besar dari response rate
67,29% yang digunakan dalam survey yang mengukur kinerja Perguruan Tinggi
di Taiwan (Huang and Lee, 2012), dan 61,7% studi tentang Perguruan Tinggi di
Zimbabwe (Garwe, 2016). Response rate yang rendah dapat memberikan bias
sampel yang dapat mempengaruhi hasil penelitian (Fogliani, 1999; Sivo et al.,
2004).
perempuan (25%) (Tabel 5.3). Hal ini menunjukkan bahwa jabatan Ketua
119
Jurusan/Wakil Ketua Jurusan masih dominan dijabat oleh laki-laki, hal mana
masih simetris dengan trend umum di Timor-Leste yang mayoritas jabatan politik,
sektor swasta, pemerintahan, dan Parlemen Nasional masih didominasi oleh laki-
laki. Oleh karena itu, Pemerintah Timor-Leste melalui Sekretaris Negara Urusan
institusi pendidikan.
Walaupun demikian, masih ada 38% Ketua dan Wakil Ketua Jurusan yang masih
mewajibkan seorang dosen, terlebih Ketua Jurusan atau Wakil Ketua Jurusan, dari
Program Strata Satu (sarjana) minimal bergelar magister. Kondisi ini tentunya
kinerja Perguruan Tinggi adalah kompetensi dosen dari program strata satu harus
Jurusan dengan tingkat pendidikan dominan sarjana (59%) dan magister (38%),
pendidikan tinggi.
karena PTS jurusannya lebih banyak dibanding dengan Perguruan Tinggi Negeri
(PTN) (24%). Hal ini bisa dimengerti karena di Timor-Leste hanya ada satu PTN
yakni Universidade Nasional Timor Lorosae (UNTL) dengan jumlah jurusan 31.
121
Jika dilihat dari status perguruan tinggi, jumlah responden dari empat universitas
yang ada (67%) memiliki jurusan lebih banyak dibandingkan dengan tujuh institut
terakreditasi di Timor-Leste (33%) (Tabel 5.3). Hal ini, disebabkan karena syarat
eksak dan dua Fakultas Social. Sebaliknya, bagi institut diijinkan pendiriannya
untuk variabel persaingan industri (industrial competition) adalah 3,7 (Tabel 5.4).
dan doktor (IC12), persaingan uang kuliah (IC13), dan persaingan biaya promosi
(IC14). Secara keseluruhan, nilai rerata dari empat indikator dalam dimensi ini
lebih besar dari angka 3,0 (Lihat Tabel 5.4). Namun demikian, faktor dominan
tinggi (nilai rerata 3,9) dan persaingan untuk mendapatkan dosen bergelar
magister dan doktor (nilai rerata 3,80). Sebaliknya, persaingan biaya kuliah dan
biaya promosi paling rendah mendorong intensitas persaingan dengan nilai rerata
dengan tiga indikator (Tabel 5.4). Berdasarkan ketiga indikator tersebut, nilai
rerata keberadaan pusat pelatihan (IC23) paling tinggi (3,9), dan diikuti dengan
nilai rerata terendah pada indikator keberadaan perguruan tinggi luar negeri (3,7).
Tingginya nilai rerata dari indikator keberadaan pusat pelatihan (IC23) sebagai
sesuai dengan tuntutan pasar kerja. Dengan demikian, banyak lulusan SLTA yang
yang lebih lama, biaya tinggi dan kompetensi yang kadang tidak sesuai dengan
kebutuhan pasar kerja. Sebaliknya, biaya pelatihan lebih rendah karena disubsidi
oleh pemerintah. Hal ini, akan menjadi ancaman serius bagi eksistensi perguruan
jumlah perguruan tinggi, dan jumlah pusat pelatihan berbasis kompetensi yang
IC32 Kekuatan penyedia kerja 0,0 4,6 18,5 58,5 18,5 3,9
IC33 Kekuatan mahasiswa 3,1 6.2 12,3 50,0 28,5 3,9
IC34 Kekuatan pemerintah 1,5 10,0 16,2 51,5 20,8 3,8
Rerata Kekuatan Tawar Menawar Pembeli (IC3) 3,9
dua indikator yang paling tinggi yakni kekuatan mahasiswa (3,9), dan kekuatan
penyedia kerja (3,9). Hal ini, disebabkan mahasiswa menjadi faktor dominan
dalam sebuah perguruan tinggi. Bagi perguruan tinggi yang berbasis pada
dan menarik lebih banyak mahasiswa baru. Demikian juga, penyedia lapangan
kerja memiliki kekuatan tawar menawar lebih tinggi karena mereka yang
merupakan pemakai akhir (end user) lulusan perguruan tinggi. Semakin tinggi
jumlah mahasiswa sebuah perguruan tinggi terserap dalam lapangan kerja, maka
semakin tinggi reputasi perguruan tinggi tersebut, sehingga dapat menarik lebih
kompetensi dan keunikan keahlian lulusan yang sesuai dengan tuntutan penyedia
kompetensi di Timor-Leste.
memiliki nilai rerata paling tinggi adalah tenaga dosen tetap (3,7). Hal ini bisa
dimengerti karena tenaga dosen tetap merupakan salah satu faktor utama dalam
menentukan kualitas perguruan tinggi. Dengan adanya tenaga dosen tetap yang
akan membuat mahasiswa lebih betah (feel at home), serta dekat dosen dan
dosen tetap yang berkualitas tinggi akan berimplikasi pada peningkatan kualitas
belajar dan mengajar yang pada gilirannya akan meningkatkan reputasi perguruan
125
tinggi. Dengan demikian perguruan tinggi dapat menarik lebih banyak mahasiswa
retention). Jika pertumbuhan perguruan tinggi dan duplikasi jurusan yang tinggi,
sebaliknya tenaga dosen tetap yang tersedia terbatas akan berimplikasi pada
tenaga dosen tetap memiliki banyak pilihan yang dapat meningkatkan persaingan
Dalam kondisi demikian dosen tetap memiliki kekuatan tawar menawar yang
mempertahankan dosen tetap yang ada dan menarik lebih banyak dosen tetap baru
Dalam dimensi ancaman masuk pendatang baru (IC5), ada dua indikator
yang memiliki nilai rerata paling tinggi yakni peraturan dan kebijakan pemerintah
dimengerti karena regulasi pendirian perguruan tinggi yang ketat dengan kriteria
yang sangat tinggi akan mempersulit pendirian perguruan tinggi, dan program
studi baru. Sebaliknya regulasi pendirian perguruan tinggi yang kurang ketat akan
kebijakan operasi perguruan tinggi yang ketat dengan tuntutan kriteria operasi
regulasi operasi industri pendidikan tinggi tidak terlalu ketat akan menyebabkan
banyak pemain baru yang akan masuk. Demikian juga industri pendidikan tinggi
yang sudah ada, tidak melakukan investasi yang signifikan untuk meningkatkan
Jika melihat nilai rerata dari keseluruhan lima dimensi persaingan industri
dan diikuti oleh ancaman pengganti (3,8), sedangkan ketiga dimensi lain
mendapatkan nilai rerata yang sama (3,5). Hal demikian, masih konsisten dengan
peningkatan jumlah perguruan tinggi (nilai rerata 3,9), keberadaan pusat pelatihan
berbasis kompetensi (nilai rerata 3,9), kekuatan penyedia lapangan kerja (nilai
rerata 3.9), dan kekuatan mahasiswa (nilai rerata 3,9) merupakan faktor-faktor
persaingan untuk mendapatkan dosen bergelar master dan doktor (nilai rerata 3,8),
keluarga mahasiswa (nilai rerata 3,8), kekuatan pemerintah (nilai rerata 3,8), dan
peraturan dan kebijakan pemerintah tentang operasi perguruan tinggi (nilai rerata
3,8).
metode yang unik, serta berbeda dan bernilai bagi pelanggan. Variabel ini
merupakan variabel mediasi yang diukur dengan tiga indikator yakni perbedaan
program studi (DS11), kualitas keahlian lulusan tinggi (DS12), dan kualitas
pelayanan yang berbeda (DS13) dengan nilai rerata minimum (3,9). Dari sini,
diferensiasi dengan nilai rerata (4,1) yang diikuti dengan kualitas pelayanan (4,0),
tinggi jumlah lulusan yang terserap dalam lapangan kerja, semakin tinggi pula
kinerja dan reputasi perguruan tinggi. Hal ini akan menambah daya tarik
perguruan tinggi untuk menarik mahasiswa lebih banyak. Demikian juga dapat
dan kompetensi dosen, serta sumber daya pengajaran yang lebih baik untuk
dan kapabilitas organisasi yang baik, unik, dan kualitas tinggi merupakan faktor
meningkatkan kinerja (Barney, 1991). Dengan kompetensi dosen yang baik akan
membuat perguruan tinggi melayani dan mengajar mahasiswa dengan lebih baik,
penyesuaian kurikulum, proses belajar dan mengajar, serta metode evaluasi yang
sesuai dengan tuntutan industri dan pasar kerja sehingga meningkatkan kepuasan
mahasiswa dan daya serap lulusan perguruan tinggi (Spencer et al., 2009).
Tabel 5.5 Nilai Distribusi Frekuensi dan Rerata dari Indikator-Indikator Variabel
Strategi Diferensiasi.
DS12 Kualitas keahlian lulusan 0,8 3,8 12,3 49.2 33,8 4,1
yang tinggi
129
tinggi adalah perbedaan kualitas pelayanan dengan nilai rerata (4,0). Perguruan
tinggi memiliki pelayanan yang baik dan berbeda dengan perguruan tinggi yang
lain akan meningkatkan retention rate mahasiswa dan menarik lebih banyak
mahasiswa baru untuk meningkatkan kinerja yang diukur dengan kepuasan dan
penelitian ini adalah perbedaan program studi bukan menjadi faktor pembeda
Sebaliknya, dengan jumlah penduduk Timor-Leste yang hanya 1,3 juta orang,
dengan lulusan SLTA yang hanya sekitar 17.000-19.000 per anum, dengan
seharusnya program studi yang berbeda mendapatkan respons yang baik, karena
banyak perguruan tinggi dan program studi yang kurang mempunyai mahasiswa
dibandingkan dengan daya tampung yang ada. Hal ini diyakini, walaupun
duplikasi program studi tinggi, namun perguruan tinggi dapat tetap eksis dengan
yang lain sebagai faktor pembeda. Hal demikian dapat membangun reputasi
indikator (3,9), maka perbedaan nilai rerata yang sangat kecil (0,1), maka
duplikasi program studi di Timor-Leste tetap menjadi faktor penting yang perlu
dihindari.
variabel mediasi kedua dalam penelitian ini. Strategi keunggulan biaya atau cost
menyediakan program studi dan keahlian dengan biaya lebih rendah dari
Dalam penelitian ini, variabel cost ledareship (CL) diukur dengan tiga
indikator yakni efisiensi biaya (CL11), biaya operasional rendah (CL12), dan biaya
kuliah per mahasiswa rendah (CL13). Berdasarkan ketiga indikator ini, biaya
mendapatkan nilai rerata (3,9), dan disusul dengan efisiensi biaya dengan nilai
operasinya. Efisiensi dan menetapkan biaya kuliah yang lebih rendah dapat
menarik mahasiswa lebih banyak. Hal ini terutama terjadi karena kondisi ekonomi
tingkat atas untuk melanjutkan kuliah dan mendapatkan gelar sangat besar.
yang rendah dan cepat lulus. Perguruan tinggi dapat menarik mahasiswa lebih
yang pada gilirannya dapat berimplikasi pada peningkatan reputasi, citra, dan
kinerja.
keunggulan biaya dalam segmen pasar kecil dengan terlalu banyak pemain dapat
kekurangan sumber daya keuangan untuk merekrut dosen dan manajer dengan
CL12 Biaya operasional rendah. 6,9 11,5 22,3 42,3 16,9 3,5
fokus pelayanan atau focus service (FS) merupakan variabel mediasi ketiga dalam
penelitian ini. Variabel ini diukur dengan lima indikator yakni Dosen kompeten
selalu membantu mahasiswa (FS1) dan perhatian yang baik kepada semua
mahasiswa (FS5). Hal ini bisa dilihat dari nilai rerata kedua indikator dalam
konstruk fokus pelayanan lebih tinggi (4,2) dengan distribusi frekuensi setuju dan
sangat setuju yang hampir sama. Hal ini simetris juga dengan kriteria penilaian
penilaian lebih tinggi pada dosen dan kompetensinya, serta pelayanan kepada
mahasiswa. Menurut Faganel (2010), kualitas dosen yang baik dan selalu
mahasiswa lebih banyak mempertahankan mahasiswa yang ada, dan menarik dana
dari luar institusi. Hal ini diperkuat oleh Martirosyan and Martirosyan (2015)
133
bahwa dosen yang baik, bijaksana dan adil dapat meningkatkan motivasi belajar
melayani mahasiswa berbasis kualitas jasa (FS 3) memiliki nilai rerata paling
rendah (3.7). Walaupun demikian, nilai rerata indikator tersebut masih tinggi yang
berarti pelayanan berbasis kualitas jasa masih tetap menjadi faktor yang penting
tinggi, dan budaya lokal masyarakat. Hal tersebut dapat memberikan kenyamanan
bersama, dan saling percaya yang akan memperkuat kerjasama internal dan
Tabel 5.7 Nilai Distribusi Frekuensi dan Rerata Indikator-Indikator Variabel Fokus
Pelayanan (Focus Service).
yang ditawarkan, cara seleksi mahasiswa, dan evaluasi kinerja staf dosen.
Variabel inovasi merupakan variabel mediasi keempat (IN) dalam penelitian ini,
diukur dengan tiga (3) indikator yakni Inovasi kurikulum sesuai tuntutan pasar
(IN11), Metode belajar mengajar baru (IN12), dan Teknologi baru untuk
5.8) menunjukkan bahwa variabel ini memiliki nilai rata-rata mean (4,1) yang
tertinggi dibandingkan dengan nilai rerata dari variabel-variabel mediasi yang lain
Tingginya nilai rerata dari variabel ini dipicu secara dominan oleh
indikator kurikulum inovatif sesuai tuntutan pasar (IN11) dengan nilai rerata (4,2)
(Tabel 5.8). Hal ini, sesuai dengan kritik dari kurikulum konservatif industri
pendidikan tinggi yang hanya fokus pada keahlian teknis, melupakan soft skills
dan pengalaman industri yang membuat banyak lulusan yang keahliannya tidak
sesuai dengan tuntutan lapangan kerja (Bayerlein, 2015). Hasil ini, juga sesuai
memberikan skor nilai tertinggi pada kurikulum dalam proses akreditasi jurusan
indikator-indikator lain seperti metode belajar dan mengajar yang baru (IN2), dan
135
penggunaan teknologi baru dalam proses belajar dan mengajar (IN3) juga
Kinerja industri jasa pendidikan tinggi (IP) adalah suatu parameter yang
Variabel ini memiliki lima dimensi yakni kinerja belajar dan mengajar (IP1),
kinerja penelitian IP2), kinerja pelayanan masyarakat (IP3), dan kinerja keuangan
dan pemasaran (IP4). Nilai mean rata-rata dari keempat dimensi dalam kinerja
industri adalah (3,7) yang menunjukkan bahwa kinerja perguruan tinggi di Timor-
Leste baik (Tabel 5.9). Namun demikian, dimensi kinerja belajar mengajar
Leste. Hal ini bisa dilihat dari nilai rata-rata mean kinerja belajar dan mengajar
(IP1) yang lebih tinggi (4,0), kemudian disusul oleh kinerja pelayanan masyarakat
(IP2) (3,9), kinerja penelitian (3,5), dan kinerja keuangan dan pemasaran (3,4).
Tingginya nilai rerata dari kinerja belajar mengajar ini dapat disebabkan
oleh semua perguruan tinggi di Timor-Leste lebih banyak fokus pada kegiatan
dosen dan fasilitas pengajaran. Dengan pendapatan yang hanya tergantung pada
uang mahasiswa, perguruan tinggi harus melakukan investasi lebih banyak kepada
dosen, dan fasilitas pengajaran yang dapat menghasilkan lulusan yang terserap
perguruan tinggi (Tabel 5.9) adalah alumni perguruan tinggi yang banyak terserap
dalam lapangan kerja (IP14) dengan nilai rerata (4,2), kepuasan mahasiswa (IP11)
dengan nilai rerata (4,1), kepuasan penyedia kerja (IP13) dengan nilai rerata (4,1).
(IP15) dengan nilai rerata (3,9), Peningkatan kegiatan pelayanan masyarakat (IP32),
masing (3,9).
mengajar (IP1), dan kinerja pelayanan masyarakat (IP3) dalam membentuk kinerja
industri pendidikan tinggi yang paling rendah adalah kinerja keuangan dan
pemasaran (IP4), dan kinerja penelitian (IP2). Hal ini semakin memperkuat bahwa
perguruan tinggi di Timor-Leste masih fokus pada peningkatan kinerja belajar dan
137
internasional (IP21) dengan nilai rerata (3,3), dan penelitian banyak yang
mendatangkan dana dengan nilai rerata (3,3). Hal ini juga mempegaruhi kinerja
keuangan dan pemasaran yang lebih rendah dibanding dengan kinerja industri
yang lain.
Jika melihat melihat empat dimensi dalam variabel Kinerja Industri (IP)
secara tersendiri, dalam kinerja belajar dan mengajar (IP1) maka faktor pemicunya
adalah alumni banyak yang terserap dalam lapangan kerja dengan nilai rerata (4,2)
keahlian alumni dengan nilai rerata (4,1), dan kepuasan mahasiswa dengan nilai
rerata (4,1). Sebaliknya tingkat drop out mahasiswa dengan nilai rerata (3,6), dan
terendah.
Tabel 5.9 Nilai Distribusi Frekuensi dan Rerata Indikator Variabel Kinerja
Industri.
Distribusi Jawaban Responden
(%)
Simbol Indikator Rerata
1 2 3 4 5
IP12 Tingkat drop out mahasiswa 5,4 13,1 18,5 42,3 20,8 3,6
IP23 Penelitian banyak mendatangkan dana 6,2 14,6 33,1 39,2 6,9 3,3
IP24 Penelitian berdampak bagi masyarakat 4,6 7,7 22,3 44,6 20,8 3,7
1 2 3 4 5
IP42 Pertumbuhan surplus tinggi. 7,7 6,9 33,8 39,2 12,3 3,4
IP43 Pertumbuhan pendapatan total. 7,7 10,8 33,8 35,4 12,3 3,3
IP44 Penguasaan pangsa pasar. 6,2 11,5 24,6 43,8 13,8 3,5
Jika melihat kinerja penelitian (IP2), maka faktor pemicu utamanya adalah
staf dosen berpartisipasi dalam kegiatan ilmiah, baik sebagai peserta maupun
nilai rerata sama besar yakni (3,7). Sebaliknya, faktor pemicu terendah pada
dengan nilai rerata (3,3), dan penelitian banyak mendatangkan dana (3,3).
139
Jika melihat kinerja pelayanan masyarakat (IP 3), maka faktor pemicu
rerata (3,8).
Jika melihat kinerja keuangan dan pemasaran (IP4), maka faktor pemicu
(3,5), dan penguasaan pangsa pasar dengan nilai rerata (3,5). Sebaliknya,
indikator yang paling rendah dalam kinerja keuangan adalah pertumbuhan surplus
tinggi dengan nilai rerata (3,4), dan pertumbuhan pendapatan total dengan nilai
rerata (3,3).
memvaliditasi model dan menguji reliabilitas konstruk yang ada, sesuai dengan
Konstruk dianggap reliabel, jika nilai CR lebih besar dari 0,7, AVE minimum
adalah 0,5, dan Alpha Cronbach minimum adalah 0,6 (Kumar and Banerjee,
dengan menggunakan average variance extracted (AVE), dan besarnya 0,5 atau
variabel konstruk yang lain dalam sebuah structural model. Discriminant validity
tinggi loading dari item yang didesain untuk mengukur semua konstruk
(Soltanizadeh et al., 2016). Descriminat validity bisa diterima jika outer loading
per item construct diatas 0,70 dan average variance extracted (AVE) adalah 0,50
atau lebih (Hair et al., 2014; Hopkins, 2015; Valaei and Jiroudi, 2016; Henseler et
al., 2016).
Alpha, composite relaibility, dan avarage variance extracted (AVE). Hasil uji
extracted (AVE) menunjukkan bahwa nilai dari semua konstruk lebih besar dari
batas minimum Cronbach Alpha (lebih besar 0,7), composite reliability (lebih
besar atau sama dengan 0,7), dan avarage variance extracted (AVE) (lebih besar
parameter dari semua konstruk diatas 0,7, kecuali strategi keunggulan biaya atau
141
cost leadership (0,6) (Tabel 5.10). Dalam penelitian ini, nilai Cronbach Alpha
tertinggi ada pada variabel strategi inovasi (0.9), kinerja penelitian (0,9), serta
kinerja keuangan dan pemasaran (0,9), sedangkan konstruk strategi biaya (0,6)
lebih rendah dari 0,7. Namun demikian, ada beberapa studi empiris juga
menggunakan Cronbach Alpha minimum 0,6 (Kumar and Banerjee, 2012; Abd
crombach alpha dari semua konstruk memiliki konsistensi internal yang baik
memiliki nilai composite reliability minimum adalah 0,8 (Tabel 5.10). Nilai
composite reliability tersebut lebih besar dari 0,7 yang artinya semua konstruk
dalam penelitian memiliki konsistensi internal yang baik dalam uji hubungan
(AVE), hasilnya menunjukkan nilai terendah AVE semua konstruk adalah 0,5
(Tabel 5.10). Nilai tersebut sama dengan batas minimum yang dibutuhkan dalam
bahwa dimensi dan variabel dalam penelitian ini memiliki konsistensi internal
antara variabel.
penelitian ini reliabel yang diukur dengan nilai Cronbach’s Alpha lebih besar
dari 0,7, composite relibiality lebih besar dari 0,7, dan nilai AVE lebih besar atau
average variant extracted (AVE), di mana indikator dikatakan valid jika nilai
square root of average variant extracted (√AVE) setiap variabel lebih besar dari
nilai korelasi antara variabel laten tersebut dengan variabel laten lainnya
143
(Yuliansyah et al., 2017) dan nilai minimalnya adalah 0,5 (Hair et al., 2014).
Berdasarkan hasil uji discriminant validity, nilai AVE dari setiap korelasi variabel
laten lebih besar dari variabel laten yang lainnya dengan nilai minimum 0.690.
Nilai minimum tersebut lebih besar dari 0,5 (Tabel 5.11). Oleh karena itu, semua
Tabel 5.11 Uji Validitas dengan Menggunakan Fornell Larscker Validity Test
CL DS FS IC1 IC2 IC3 IC4 IC5 IN IP1 IP2 IP3 IP4
CL 0,73
DS 0,44 0,82
FS 0,59 0,59 0,73
IC1 0,21 0,17 0,15 0,69
IC2 0,32 0,22 0,26 0,51 0,81
IC3 0,38 0,37 0,39 0,40 0,51 0,78
IC4 0,38 0,23 0,29 0,18 0,28 0,41 0,78
IC5 0,25 0,17 0,26 0,30 0,43 0,28 0,24 0,72
IN 0,50 0,45 0,66 0,02 0,23 0,33 0,28 0,22 0,90
IP1 0,59 0,49 0,65 0,09 0,33 0,31 0,27 0,18 0,59 0,75
IP2 0,46 0,35 0,55 -0,10 0,15 0,21 0,27 0,06 0,55 0,61 0,83
IP3 0,47 0,38 0,57 0,10 0,18 0,26 0,10 0,09 0,40 0,57 0,60 0,76
IP4 0,41 0,36 048 0,21 0,34 0,28 0,29 0,21 0,54 0,51 0,63 0,62 0,91
Sumber: Data diolah, 2017.
Jika nilai cross loading setiap indikator dari variabel yang satu lebih besar
dikatakan valid. Menurut Hair et al. (2010), Outer loading sebuah konstruk harus
CL2 0,667 0,196 0,259 0,113 0,102 0,167 0,217 0,238 0,185 0,219 0,191 0,258 0,184
CL3 0,711 0,354 0,393 0,091 0,204 0,291 0,325 0,224 0,336 0,388 0,292 0,282 0,194
DS1 0,228 0,732 0,366 0,150 0,126 0,193 0,247 0,047 0,212 0,312 0,230 0,122 0,242
DS2 0,321 0,841 0,527 0,160 0,234 0,365 0,185 0,224 0,455 0,387 0,272 0,311 0,266
DS3 0,486 0,887 0,539 0,110 0,175 0,318 0,156 0,129 0,395 0,488 0,343 0,442 0,376
FS1 0,270 0,395 0,673 0,074 0,174 0,136 0,121 0,196 0,450 0,403 0,280 0,285 0,272
144
FS2 0,289 0,414 0,662 0,198 0,254 0,233 0,187 0,277 0,377 0,313 0,292 0,320 0,259
FS3 0,431 0,442 0,710 0,075 0,091 0,314 0,233 0,216 0,445 0,476 0,479 0,374 0,369
FS4 0,417 0,375 0,781 0,058 0,134 0,278 0,169 0,128 0,563 0,429 0,369 0,434 0,343
FS5 0,621 0,510 0,806 0,126 0,285 0,385 0,286 0,164 0,541 0,664 0,524 0,593 0,441
IC11 0,307 0,288 0,218 0,849 0,423 0,395 0,140 0,304 0,131 0,226 0,068 0,181 0,309
IC12 0,142 0,060 0,109 0,796 0,388 0,288 0,175 0,136 -0,073 -0,010 -0,201 0,066 0,021
IC13 -0,128 -0,217 -0,106 0,454 0,237 0,071 0,035 0,190 -0,164 -0.197 -0,283 -0,105 -0,012
IC14 -0,075 -0,058 -0,088 0,588 0,344 0,178 0,110 0,194 -0,091 -0,121 -0,152 -0,116 0,073
IC21 0,165 0,175 0,074 0,482 0,689 0,376 0,203 0,282 0,116 0,170 0,076 0,072 0,223
IC22 0,263 0,154 0,261 0,424 0,880 0,481 0,172 0,395 0,208 0,299 0,127 0,216 0,264
IC23 0,329 0,211 0,278 0,347 0,846 0,388 0,291 0,363 0,226 0,319 0,148 0,143 0,324
IC31 0,311 0,196 0,258 0,331 0,445 0,792 0,194 0,276 0,265 0,248 0,190 0,203 0,222
IC32 0,385 0,426 0,455 0,333 0,415 0,838 0,328 0,138 0,349 0,352 0,204 0,318 0,212
IC33 0,158 0,272 0,273 0,287 0,438 0,804 0,365 0,281 0,146 0,153 0,131 0,153 0,161
IC34 0,317 0,226 0,193 0,294 0,302 0,682 0,413 0,209 0,260 0,204 0,111 0,102 0,273
IC41 0,269 0,317 0,209 0,191 0,281 0,418 0,854 0,155 0,254 0,240 0,223 0,043 0,295
IC42 0,296 0,163 0,280 0,128 0,215 0,262 0,828 0,146 0,286 0,271 0,342 0,120 0,308
IC43 0,345 0,002 0,178 0,095 0,129 0,278 0,652 0,296 0,099 0,099 0,042 0,062 0,040
IC51 0,212 0,047 0,173 0,347 0,397 0,255 0,193 0,828 0,238 0,134 0,037 0,087 0,218
IC52 0,295 0,202 0,226 0,150 0,305 0,223 0,336 0,816 0,188 0,244 0,167 0,122 0,210
IC53 0,044 0,183 0,233 0,219 0,350 0,236 0,067 0,706 0,096 0,049 -0,083 0,007 0,046
IC54 0,122 0,053 0,111 0,112 0,150 0,045 -0,026 0,492 0,070 0,028 0,001 0,015 0,095
IN2 0,427 0,423 0,594 0,016 0,272 0,357 0,296 0,254 0,934 0,544 0,532 0,380 0,520
IN3 0,447 0,424 0,633 -0,027 0,153 0,283 0,233 0,117 0,873 0,546 0,505 0,383 0,439
IP11 0,556 0,356 0,557 0,023 0,190 0,201 0,125 0,154 0,519 0,730 0,504 0,434 0,343
IP12 0,177 0,107 0,189 -0,051 0,122 0,107 0,160 0,032 0,199 0,493 0,265 0,165 0,182
IP13 0,434 0,568 0,549 0,164 0,351 0,319 0,240 0,221 0,455 0,819 0,432 0,436 0,460
IP14 0,459 0,472 0,570 0,149 0,268 0,276 0,264 0,091 0,520 0,859 0,501 0,459 0,457
IP15 0,492 0,244 0,477 -0,014 0,273 0,227 0,215 0,141 0,455 0,797 0,545 0,540 0,419
IP21 0,393 0,336 0,436 -0,013 0,172 0,194 0,233 0,119 0,500 0,514 0,837 0,418 0,525
IP22 0,369 0,257 0,458 -0,123 0,086 0,103 0,244 -0,013 0,420 0,499 0,832 0,464 0,463
IP23 0,369 0,274 0,441 -0,006 0,186 0,277 0,319 0,103 0,408 0,538 0,846 0,497 0,598
IP24 0,406 0,294 0,507 -0,181 0,049 0,111 0,114 -0,011 0,517 0,493 0,821 0,598 0,524
IP31 0,427 0,290 0,491 0,090 0,122 0,166 0,117 0,020 0,348 0,483 0,563 0,915 0,534
IP32 0,452 0,418 0,559 0,093 0,212 0,303 0,065 0,145 0,388 0,576 0,534 0,926 0,595
IP33 -0,024 -0,020 0,126 0,012 0,028 0,027 -0,036 0,031 0,045 -0,062 0,080 0,154 0,165
IP41 0,354 0,334 0,385 0,217 0,191 0,239 0,233 0,049 0,460 0,422 0,499 0,581 0,866
IP42 0,393 0,304 0,462 0,207 0,357 0,249 0,267 0,273 0,504 0,478 0,570 0,530 0,904
IP43 0,336 0,286 0,390 0,165 0,364 0,210 0,245 0,197 0,467 0,438 0,586 0,532 0,916
IP44 0,388 0,392 0,477 0,174 0,303 0,297 0,307 0,232 0,516 0,517 0,634 0,597 0,933
Analisis discriminant validity ini berdasarkan pada nilai cross loading antara
indikator dengan konstruk laten. Apabila nilai korelasi antara konstruk dengan
indikator lain berarti konstruk laten atau variabel dapat merefleksikan indikator
pada bloknya lebih baik dibandingkan dengan pada blok lainnya. Berdasarkan
penjelasan tersebut, nilai cross-loading dari semua variabel dalam blok yang lebih
besar dari nilai cross-loading variabel laten yang lain (Tabel 5.12). Oleh karena
itu, data dari konstruk penelitian ini valid digunakan untuk analisis inner model.
Heterotrait-Monotraits Ratio
(HTMT). Berdasarkan uji ini, nilai HTMT semua konstruk harus lebih rendah dari
0,85 (Henseler et al., 2015; Becker and Ismail, 2016), walaupun ada beberapa
autor yang merekomendasikan batas HTMT lebih rendah dari 0,90 (Henseler et
al., 2015). Namun demikian, dalam penelitian ini menggunakan batas HTMT
lebih kecil dari 0,85. Berdasarkan hasil uji penelitian ini menunjukkan bahwa nilai
HTMT yang diperoleh dari semua konstruk lebih kecil dari 0,85 (Tabel 5.13).
CL
DS 0,59
FS 0,76 0,74
IP1 0,75 0,59 0,78 0,30 0,42 0,38 0,36 0,23 0,69
IP2 0,59 0,42 0,65 0,32 0,19 0,25 0,34 0,19 0,64 0,7
IP3 0,77 0,50 0,80 0,24 0,26 0,35 0,18 0,23 0,52 0,8 0,79
IP4 0,50 0,42 0,54 0,21 0,41 0,33 0,35 0,26 0,60 0,6 0,71 0,84
seperti Fornell Larscker Validity Test, Cross-loading Validity Test, dan HTMT,
Oleh karena itu, semua data konstruk valid untuk digunakan dalam model ini.
atau inner model predictive relevance (Q2), path coefficients, dan effect size ( f2)
tersebut untuk uji hubungan dan signifikansi antara variabel dalam inner model.
pengaruh dari variabel eksogen terhadap variabel endogen (Hair et al., 2014).
Nilai R2 yang dapat diterima adalah 0,75 (model kuat), 0,5 (model sedang), dan
0,25 (model lemah) (Hair et al., 2014; Hopkins, 2015), sedangkan menurut
Lathan dan Ghozali (2012), nilai R2 sebesar 0,67 (model kuat), 0,33 (model
moderat), dan 0,19 (model lemah). Dalam penelitian ini, nilai R2 differentitaion
strategy adalah 0,176 (lemah), innovation adalah 0,160 (model lemah), focus
service adalah 0,224 (model lemah), dan cost leadership adalah 0,274 (model
lemah). Kemudian nilai R2 yang paling tinggi antara lain research performance
147
adalah 0,720 (model kuat), learning and teaching performance adalah 0,699
(model kuat), community service adalah 0,674 (model kuat). Sebaliknya, nilai R2
antara 0 sampai dengan 1. Nilai GoF dapat dihitung dengan rumus berikut
dengan menggunakan data dalam Tabel 5.15. Nilai GoF sebesar 0,1 (lemah),
GoF (Comm x R 2 )
= √0,63𝑥0.283 = 0,42
148
sehingga model ini secara keseluruhan adalah termasuk model prediktif yang
sangat fit.
semakin baik. Kriteria kuat lemahnya model diukur dengan nilai Q2 adalah 0,35 (
model kuat), 0,15 (model moderat), dan 0,02 (model lemah) (Abd Razak et al.,
2016).
Q2 =1- (1- Ry22 )*(1- Ry12 )*(1- Rx12 )*(1- Rx22 )*(1- Rx32 )
Q2 = 1 - (1 – 0,583)*(1 – 0,274)*(1- 0,176)*(1- 0,224)*(1 – 0,160)
= 0.84
Berdasarkan hasil perhitungan Q-square predictive relevance (Q2) pada
penelitian ini ditemukan hasilnya sebesar 0,84, yang artinya 84% persen variasi
model.
effect size (f2) dari masing-masing variabel dependen. Nilai effect size (f2) 0,02
149
(efek lemah), 0,15 (efek sedang), dan 0,35 (efek sangat kuat) (Hair et al., 2014;
Henseler et al., 2016; Fassot et al., 2016). Jika konstruk exogen sangat kuat
R2excluded sangat tinggi yang menyebabkan nilai f2 sangat tinggi (Hair et al.,
2014). Perhitungan nilai effect size (f2) dapat menggunakan rumus berikut:
f2 = R2 included - R2excluded
1-R2included
adalah sebaran nilai R2 yang tidak menyertakan variabel eksogen dalam model
penelitian. Dalam penelitian ini, hasil uji effect size dalam Tabel 5.16
menunjukkan bahwa konstruk endogen berpengaruh kuat karena nilai effect size
diatas 0,47 (Hair et al., 2014; Henseler et al., 2016; Fassot et al., 2016).
berpengaruh positif terhadap kinerja industri. Nilai ini lebih kecil dari nilai t Tabel
0,05 adalah 1,98 (Hair et al., 2010: ). Walaupun demikian, p-values sebesar 0,857
industri pendidikan tinggi (Tabel 5.17). Maka hipotesis (H1) dapat ditolak.
strategi diferensiasi, nilai t-statistics (3,663), dan nilai p values (0,000) (Tabel
5.17). Hasil ini, menunjukkan bahwa persaingan industri berpengaruh positif dan
yang dipicu oleh Porter Five Competitive Forces (PFCF), maka semakin tinggi
Gambar 5.1 Hasil Olahan SMART-PLS Hubungan Antara Variabel (Inner Model)
biaya (CL), hasil penelitian menunjukkan bahwa t-statistics (6,144) dan p values
leadership). Semakin tinggi persaingan industri (IC) yang dipicu oleh faktor
efisiensi biaya (CL1), biaya operasional rendah (CL2), dan biaya kuliah per
hasil penelitian ini menunjukkan bahwa t-statistics (4,639) dan p-values (0,000)
(Tabel 5.14). Hasil ini, menunjukkan bahwa persaingan industri (IC) berpengaruh
positif dan signifikan terhadap fokus pelayanan (FS). Semakin tinggi persaingan
pada kompotensi dosen baik yang selalu membantu mahasiswa (FS1), fasilitas
kualitas jasa (FS3), tanggap melayani permintaan mahasiswa (FS4), dan perhatian
kepada semua mahasiswa (FS5). Dengan demikian, hipotesis (H4) dapat diterima.
Dalam hubungan persaingan industri (IC) dengan inovasi (IN), hasil PLS
menunjukkan bahwa nilai t-statistics (3,663) dan nilai p values (0,000) (Tabel
5.17). Hasil ini menunjukkan bahwa persaingan industri berpengaruh positif dan
(IN41), inovasi metode belajar dan mengajar (IN42), dan inovasi teknologi belajar
pendidikan tinggi (IP), data olahan PLS menunjukkan bahwa t-statistics (0,801)
dan p values (0,424) (Tabel 5.17). Hasil ini menunjukkan bahwa strategi
diferensiasi (DS) berbasis pada diferensiasi program studi (DS1), kualitas keahlian
153
tinggi (DS2), dan kualitas pelayanan (DS3) berpengaruh positif dan tidak
signifikan pada kinerja industri pendidikan tinggi (IP) yang diukur dari kinerja
belajar dan mengajar (IP1), penelitian (IP2), pelayanan masyarakat (IP3), serta
keuangan dan pemasaran (IP4). Dengan demikian, hipotesis (H5) ini dapat ditolak.
pendidikan tinggi (IP), hasil PLS menunjukkan bahwa t-statistics (2,075) dan nilai
p values (0,039) (Tabel 5.17). Hasil ini menunjukkan bahwa strategi keunggulan
biaya (CL) berbasis pada efisiensi biaya (CL1), biaya operasional rendah (CL2),
dan biaya kuliah per mahasiswa rendah (CL3) berpengaruh positif dan signfikan
terhadap kinerja industri pendidikan tinggi (IP) yang diukur dari kinerja belajar
dan mengajar (IP1), penelitian (IP2), pelayanan masyarakat (IP3), dan keuangan
industri pendidikan tinggi (IP), hasil PLS menunjukkan bahwa t-statistics (3,809)
dan nilai p values (0,000) (Tabel 5.17). Hasil ini menunjukkan bahwa fokus
pelayanan (FS) yang berbasis pada kompetensi dosen baik yang selalu membantu
(FS4), dan perhatian kepada semua mahasiswa (FS5) berpengaruh positif dan
signifikan terhadap kinerja industri pendidikan tinggi (IP) yang diukur dari kinerja
154
belajar dan mengajar (IP1), penelitian (IP2), pelayanan masyarakat (IP3), dan
keuangan dan pemasaran (IP4). Dengan demikian, hipotesis (H8) dapat diterima.
pendidikan tinggi (IP), hasil PLS menunjukkan bahwa t-statistics (2,720) dan nilai
p values (0,007) (Tabel 5.17). Hasil ini menunjukkan bahwa inovasi (IN) yang
berbasis pada inovasi kurikulum (IN41), inovasi metode belajar dan mengajar
(IN42), serta inovasi teknologi belajar dan mengajar (IN43) berpengaruh positif dan
signifikan terhadap kinerja industri pendidikan tinggi (IP) yang diukur dari kinerja
belajar dan mengajar (IP1), penelitian (IP2), pelayanan masyarakat (IP3), dan
keuangan dan pemasaran (IP4). Dengan demikian, hipotesis (H9) dapat diterima.
persaingan industri dan kinerja industri pendidikan tinggi. Menurut Hair et al.
(2010), dan Nitzl et al. (2016), prinsip dasar mediasi adalah sebagai berikut.
Gambar 5.2 Hubungan Variabel Eksogen (A) Dengan Variabel Endongen (C)
Yang Dimediasi Oleh Variabel (B).
3) Jika a, b, dan c signifikan tetapi nilai koefisien langsung c < b, maka dikatakan
dengan kinerja industri) dengan nilai t-statistics (0,801) dan p values (0,424) tidak
kinerja industri pendidikan (IP) dengan nilai t-statistics (0,180), dan p values
(0,857) tidak signifikan (Tabel 5.17). Walaupun nilai b (0,801) lebih besar dari
nilai c (0,180), tetapi nilai keduanya lebih rendah dari nilai ttabel 0.05 =1,96, maka
empiris tidak terbukti karena strategi diferensiasi (DS) tidak dapat berperan untuk
(IP).
industri (IC) dengan kinerja industri pendidikan tinggi (IP). Berdasarkan hasil
olahan data PLS dalam Tabel 5.17, nilai a (IC CL) dengan nilai t-statistics
(6,144) dan p values (0,000) terbukti signifikan, demikian juga nilai b (CL IP)
dengan nilai t-statistics (2,075), dan p values (0,039) adalah signifikan. Sementara
itu, nilai c (IC IP) dengan t-statistics (0,182), dan p values (0,857)
Dalam penelitian ini, hipotesis kedua belas (H12) adalah fokus pelayanan
(FS) berperan penting untuk memediasi hubungan persaingan industri (IC) dengan
kinerja industri pendidikan tinggi (IP). Berdasarkan hasil olahan data PLS dalam
Tabel 5.17 menunjukkan bahwa nilai a (IC FS) dengan t-statistics (4,639) dan
p values (0,000) terbukti signifikan. Demikian juga nilai b (FS IP) dengan nilai
t-statistics (3,809) dan nilai p (0,000) terbukti signifikan. Sementara itu, nilai c
157
(IC IP) dengan t-statistics (0,182), dan p values (0,856) menunjukkan tidak
Dalam penelitian ini, hipotesis ketiga belas (H13) adalah inovasi (IN)
kinerja industri pendidikan tinggi (IP). Berdasarkan hasil PLS dalam Tabel 5.17
menunjukkan bahwa nilai a (IC IN) dengan t-statistics (3,663), dan p values
(0,000) signifikan. Demikian juga nilai b (IN IP) dengan t-statistics (2,720),
Sedangkan nilai c (IC IP) dengan t-statistics (0,180), dan p values (0,857)
5.2 Pembahasan
Leste. Dalam lingkungan industri yang sangat dinamis dan kompetitif, faktor
strategi (industrial strategy) (Porter, 1980; Porter, 1985; Allen et al., 2006) atau
strategy) (Barney, 1991; Huang and Lee, 2012). Strategi bisnis yang diadopsi
dalam penelitian ini mengikuti teori kontingensi yang menyatakan organisasi atau
untuk memilih strategi yang fit untuk meningkatkan kinerja industri dalam
dinamika persaingan industri yang sangat tinggi saat ini (Akan et al., 2006).
Strategi tersebut dapat menggunakan strategi generik Porter yakni purity strategy
(hanya strategi diferensiasi atau strategi biaya murah, bukan kedua-duanya) untuk
meningkatkan daya saing dan kinerja, atau resource-based theory (Barney, 1991),
atau kombinasi antara kedua strategi tersebut (Claver-Cortés et al., 2012; Huang
and Lee, 2012; Gabrielsson et al., 2016). Kombinasi strategi berbasis strategi
bersaing (competitive strategy) dan sumber daya dan kapabilitas berbasis pada
RBV dapat memberikan efek yang baik bagi kinerja industri (Ortega, 2010).
159
salah satu strategi untuk mencapai daya saing dan kinerja industri (Porter, 1980;
Hansen et al., 2015) karena terbukti kombinasi antara strategi keunggulan biaya
(cost leadership), strategi fokus pelayanan (focus services) dan strategi inovasi
ini senada dengan argumen Hansen et al. (2015) bahwa pada prakteknya industri
diferensiasi, dan strategi keunggulan biaya. Hal ini juga sesuai dengan pernyataan
industri.
pelayanan yang berbeda dengan strategi Porter yang strategi fokus hanya
ditekankan pada strategi diferensiasi atau strategi keunggulan biaya pada industri
tertentu dengan pasar tertentu (niche market). Hasil penelitian ini menunjukkan
persaingan industri yang dipicu oleh faktor-faktor eksternal industri dan kinerja
kombinasi strategi yang dipilih oleh industri pendidikan tinggi tidak harus hanya
fokus pada strategi diferensiasi atau strategi keunggulan biaya, tetapi dapat
sumber daya dan kapabilitas organisasi dari teori resource based view (RBV). Hal
ini lebih diperkuat dengan hasil penelitian yang menunjukkan bahwa strategi
sumber daya dan kapabilitas industri pendidikan tinggi berperan penuh dalam
Hasil penelitian ini juga menunjukkan bahwa strategi bisnis menjadi faktor
meningkatkan daya saing dan kinerja industri pendidikan (Cadez and Guilding,
161
2012). Temuan penelitian ini juga sesuai dengan teori kontingensi bahwa industri
bisa mengadopsi strategi murni atau strategi kombinasi yang sesuai dengan
(combined strategy), namun konsiderasi paling utama adalah strategi yang dipilih
harus yang relevan dengan lingkungan industri untuk meningkatkan daya saing,
industri pesaing sulit melakukan imitasi, karena sulit memprediksi strategi mana
and Villar López (2010) menunjukkan bahwa industri yang mengadopsi strategi
industri. Walaupun studi ini dilakukan pada industri manufaktur, namun dipercaya
ada relevansinya dengan industri jasa pendidikan tinggi, karena industri jasa
Tinggi
positif tetapi tidak signifikan terhadap kinerja industri pendidikan tinggi di Timor-
tinggi di Timor-Leste yang dipicu oleh faktor eksternalitas atau yang disebut
menurunkan kinerja industri pendidikan tinggi yang diukur dari kinerja belajar
demikian bisa terjadi karena dalam lingkungan dimana persaingan industri sangat
persaingan industri dengan baik untuk menghadapi ancaman eksternal. Hal ini
sesuai dengan pernyataan Huang and Lee (2012) bahwa industri pendidikan tinggi
biaya dan efisiensi yang tinggi guna meningkatkan produktivitas (Du and Chen,
yang membutuhkan biaya yang lebih rendah. Hal ini dikonfirmasi oleh Rektor
Ada beberapa studi empiris yang mendukung hasil penelitian ini bahwa
Lee and Yang, 2011; Al-Rfou, 2012; Ghasemi et al., 2015; Obembe and Soetan,
163
2002; Du and Chen, 2010; Obembe and Soetan, 2015). Namun demikian, kontrol
biaya yang tinggi, dapat mendorong industri pendidikan tinggi dapat menurunkan
rendah, dan tidak sesuai dengan tuntutan lapangan kerja. Hal ini, bisa dilihat juga
dari hubungan strategi diferensiasi dengan kinerja industri dalam penelitian ini, di
pendatang baru berpengaruh negatif terhadap daya saing dan kinerja industri.
Hasil studi ini juga bertentangan dengan beberapa studi empiris sebelumnya yang
industri (Lee and Yang, 2011; Assaf and Cvelbar, 2011; Fosu, 2013; Mia and
Winata, 2014; Teller et al., 2016) karena persaingan yang tinggi akan membuat
baru yang memiliki sumber daya dan strategi yang lebih baik. Demikian juga
164
industri yang memiliki sumber daya dan strategi yang terbatas untuk melakukan
inovasi, menciptakan produk, jasa, dan nilai baru untuk memenuhi perubahan
menyediakan proses belajar dan mengajar yang baik. Kondisi ini menuntut
sumber daya seperti tenaga dosen yang kompeten, dan fasilitas pengajaran yang
pengajaran yang terbatas berpengaruh pada kinerja belajar dan mengajar dan
penelitian (Huang and Lee, 2012), dan pada gilirannya akan mempengaruhi
sumber daya dan kapabilitas yang terbatas akan berpengaruh negatif pada kinerja
industri pendidikan tinggi (Barney, 1991; Douglas et al., 2010; Dirisu et al.,
2013) karena sumber daya dan kapabilitas yang terbatas akan menyulitkan
industri pendidikan tinggi untuk membuat inovasi dan menghasilkan nilai baru,
dan menyediakan pelayanan yang baik. Demikian juga, jika memiliki sumber
daya dan kapabilitas yang baik, industri pendidikan tinggi Timor-Leste dapat
out rate, dan alumni work absorption rate), penelitian (publikasi, seminar dan
dan keuangan serta pemasaran (pertumbuhan pendapatan, profit, asset, dan pangsa
pasar) (Asif and Searcy, 2014). Hal ini, sesuai dengan pernyataan Bobe and Kober
pelayanan.
industri. Hasil studi ini memperkuat juga beberapa studi empiris sebelumnya yang
(Cohen and Mazzeo, 2004; Becerra et al., 2013; Kertiyasa et al., 2014; Banker et
al., 2014) karena perusahaan akan terdorong untuk membuat inovasi guna
menciptakan produk atau jasa baru dan bernilai bagi pelanggan guna menghindari
al., 2013; Banker et al., 2014). Dalan konteks Timor-Leste, persaingan industri
yang berbasis pada perbedaan program studi, kualitas keahlian lulusan dan
signifikan.
Secara spesifik hasil studi ini menunjukkan bahwa program studi yang
merupakan salah satu produk industri jasa pendidikan menjadi pembeda untuk
semakin kompetitif. Hal ini jika dijelaskan dengan dengan argumen Kim and
Mauborgne (2005), program studi industri pendidikan yang sama akan membuat
lulusan perguruan tinggi juga semakin tinggi dan melebihi tuntutan lapangan kerja
seiring dengan pertumbuhan industri pendidikan tinggi yang cepat. Maka industri
nilai baru yang dapat menurunkan biaya dan meningkatkan nilai bagi pelanggan
(mahasiswa) (Chang, 2010). Nilai baru dari program studi dihasilkan dari
berbeda, dinamis dan bernilai baru untuk menghasilkan lulusan yang berkualitas
167
dengan nilai tambah yang tidak dimiliki oleh industri pendidikan tinggi-industri
demikian, persaingan ini dapat dimenangkan oleh industri pendidikan tinggi yang
memiliki kemampuan untuk eksplorasi pasar baru pertama dengan injeksi lulusan
lebih baik yang sesuai dengan tuntutan lapangan kerja dapat membuat produk dari
industri pendidikan tinggi yang diukur dengan kualitas lulusan tinggi sesuai
dengan tuntutan pasar kerja yang sulit diimitasi oleh industri pesaing sejenis atau
membutuhkan waktu yang lebih lama untuk diimitasi (Lindič et al., 2012; Banker
et al., 2014).
mendapatkan dosen yang berkompetensi, faktor pelayanan yang baik dan berbeda
merupakan tuntutan utama untuk mempertahankan daya saing. Hal ini sesuai juga
dengan pernyataan Gebauer et al. (2011) bahwa dalam lingkungan industri yang
pelanggan.
al., 2011; Wu et al., 2015). Hal ini disebabkan industri pendidikan tinggi yang
melakukan inovasi dan menciptakan produk atau jasa baru yang berbeda, unik,
produk baru yang bernilai unik dan sesuai kebutuhan pelanggan membutuhkan
mengadopsi strategi diferensiasi (Aghion et al., 2005), terutama industri kecil dan
menengah yang kurang skala ekonomi, memiliki sumber daya terbatas dan ukuran
pasar yang kecil, dan mudah tergoncang dengan adanya perubahan pasar dan
pelayanan yang belum bisa dipatenkan sehingga dapat menurunkan daya saing
dan kinerja industri yang telah melakukan investasi besar untuk membuat inovasi
industri yang menggunakan strategi diferensiasi produk, proses dan jasa memiliki
daya saing dan kinerja tinggi harus memiliki produk yang unik, bernilai, dan
berbeda dengan produk pesaing, sehingga pelanggan bisa membayar dengan harga
mahal (Allen et al., 2006). Jika perusahaan kompetitor berhasil melakukan imitasi
terhadap produk atau jasa yang dihasilkan, maka perusahaan yang mengadopsi
strategi diferensiasi dapat kehilangan daya saing dan profit dalam lingkungan
169
industri yang kompetitif (Furrer et al., 2008; Banker et al., 2014). Hal ini
mempunyai daya saing tinggi jika produk yang dihasilkan unik, bernilai, dan
dapat menghasilkan profit (Nandakumar et al., 2011; Baroto et al., 2012; Banker
program studi, kelulusan tinggi dan kualitas pelayanan, namun sangat penting
hubungan social yang unik diantara akademisi yang berbeda latar belakang dan
keahlian, manajer akademik, dan staf pendukung yang sulit diimitasi oleh industri
pendidikan tinggi yang lain. Hubungan relasional yang unik tersebut dapat
dikembangkan dalam konteks nilai budaya lokal (local wisdom) sebagai basis
biaya. Semakin tinggi persaingan industri pendidikan tinggi yang dipicu oleh
menetapkan biaya kuliah yang rendah, melakukan efisiensi, kontrol biaya, dan
pengetatan biaya.
170
Hasil ini senada dengan strategi generik Porter (1980) bahwa dalam
produk dan jasa dengan biaya lebih rendah dari perusahaan pesaingnya untuk
menarik pelanggan dan memperoleh pangsa pasar (Porter, 1985; Banker et al.,
kinerja industri (Parnell, 2011; Oyewobi et al., 2016) karena dalam lingkungan
industri yang bersaing ketat, industri pendidikan tinggi lebih berorientasi pada sisi
tuntutan pasar kerja (output atau end-user demand). Dengan merespons tuntutan
mahasiswa, industri pendidikan tinggi menawarkan biaya kuliah yang murah, dan
kelulusan yang cepat. Strategi ini diadopsi untuk menarik mahasiswa lebih
meningkatkan biaya yang asimetris dengan strategi keunggulan biaya. Hal ini
segmen pasar yang kecil tetapi jumlah pemain (industri pesaing) lebih banyak
mahasiswa yang sesuai dengan daya tampung. Ini yang disebut oleh Baack and
Boggs (2008) bahwa strategi keunggulan biaya cocok untuk diadopsi industri
pada pasar yang sesnsitif terhadap harga, tetapi jika pemain terlalu banyak maka
yang tidak diimbangi dengan peningkatan kualitas pelayanan karena dalam jangka
tidak mendapatkan respons yang optimal dari end-user atau outputnya tidak
sesuai dengan tuntutan industri (input and output demand gap). Kondisi ini dapat
menurunkan reputasi industri pendidikan tinggi dan memberikan beban social dan
terhadap strategi fokus pelayanan. Hal ini menunjukkan bahwa pada intensitas
172
memilih strategi fokus pelayanan yang berbasis pada dosen kompeten yang selalu
permintaan mahasiswa (FS4), dan memberikan perhatian yang baik kepada semua
sesuai dengan perubahaan tuntutan dan kepuasan pelanggan (Bamert and Wehrli,
2008; Jamal, 2009) karena keterbatasan sumber daya dan strategi dari organisasi
kualitas pelayanan. Hal demikian bisa dijustifikasi oleh Firdaus (2006), Gruber et
dan signifikan terhadap inovasi. Inovasi tersebut secara dominan dipicu oleh
industri berpengaruh positif dengan inovasi (Boss et al., 2009; Hopman et al.,
2010; Bos et al., 2013; Aghion et al., 2014) karena peningkatan persaingan
yang saling bersaing (Aghion et al., 2005; Aghion et al., 2014). Namun demikian,
inovasi yang berbasis pada faktor intagibilitas, kualitas pelayanan, nilai budaya
dan intimasi sumber daya manusia dengan pelanggan menghasilkan produk dan
hasil yang lebih murah tetapi sulit diimitasi industri pesaing. Hal ini relevan
kurikulum, dan pelayanan, namun mudah diimitasi industri pesaing sejenis karena
keuntungan dalam jangka waktu yang lebih lama (Hopman et al., 2010). Hsu et
al. (2014) menyatakan bahwa proses inovasi bukan saja lama dan tidak dapat
diprediksi, tetapi juga resiko kehilangan profit juga besar. Hal ini diperkuat oleh
juga, kompetisi tinggi kurang mendorong perusahaan yang sumber daya terbatas
(laggerd firms) untuk membuat inovasi (Aghion et al., 2005). Menurut teori RBV,
organiasi industri harus memiliki sumber daya, dan kapabilitas untuk melakukan
banyak organisasi kecil yang memiliki sumber daya dan kapabilitas terbatas untuk
positif tetapi tidak signifikan terhadap kinerja industri pendidikan tinggi di Timor-
program studi, kualitas keahlian lulusan, dan kualitas pelayanan. Ini berarti
program studi, kualitas keahlian dan pelayanan industri pendidikan tinggi Timor-
pengelola perguruan tinggi juga menjadi pengelola perguruan tinggi lain baik
melakukan imitasi produk dan pelayanan; 2) Belum ada atau belum maksimalnya
penghargaan terhadap karya kreativitas dan inovasi yang dilindungi oleh legislasi
yang baik, diterapkan secara tegas dan konsisten sehingga memicu industri
implementasi regulasi pendirian perguruan tinggi dan program studi baru, ijin
dan duplikasi program studi, imitasi metode, dan proses pelayanan. 4) Industri
program studi, kurikulum, dosen bergelar master (S2), dan doktor (S3), serta
176
kompleks antara sivitas akademika, cara belajar dan mengajar, reputasi penelitian
(Bobe and Kober, 2015), dan keterlibatan emosi pelanggan (mahasiswa) (Carter
berpengaruh negatif terhadap kinerja perusahaan. Hal ini, disebabkan oleh strategi
perusahaan tidak hanya mengandalkan diferensiasi produk dan jasa yang unik dan
sulit diimitasi, tetapi juga produk atau servis tersebut harus memenuhi ekspektasi
pada sumber daya yang unik dan langka serta tidak dapat atau sulit diimitasi oleh
perusahaan lain. Jika perusahaan lain dapat meniru produk tersebut, dan
perusahan tetap investasi pada sumber daya tersebut, maka perusahaan hanya
dapat mempertahankan daya saing pada jangka pendek, namun kehilangan daya
2010; Acquaah, 2011; Dirisu et al., 2013; Torres et al., 2014; Newton et al., 2015;
Banker et al., 2014; Martins and Queirós, 2015; Pehrsson, 2016; Yuliansyah et
al., 2016). Perbedaan hasil studi ini dapat disebabkan oleh: 1) Studi ini dilakukan
pada industri pendidikan tinggi dengan indikator, dan lingkungan yang berbeda.
kompetensi lulusan tinggi, dan kualitas pelayanan. Demikian juga kinerja industri
penelitian, dan pelayanan masyarakat), dan kinerja keuangan, dan pemasaran yang
dan layanan jasa dapat dipatenkan sehingga sulit diimitasi industri pesaing karena
produk dan layanan industri pendidikan tinggi mudah diimitasi oleh industri
pesaing karena belum adanya penghargaan terhadap kreasi akademik dan legislasi
tentang hak cipta dan paten. 3) Diferensiasi industri pendidikan tinggi Timor-
Leste lebih banyak difokuskan pada dimensi tanjibilitas seperti program studi,
kualitas pelayanan yang berbasis pada dosen bergelar doktor dan master, dan
Hal diatas dapat disebabkan oleh pertumbuhan industri yang tinggi, dan
keterbatasan sumber daya seperti sumber daya manusia, keuangan, teknologi dan
mendapatkan sumber daya yang terbatas tersebut. Demikian juga dengan tingkat
jika jumlah mahasiswa dibawah daya tampung perguruan tinggi sehingga tidak
mendapatkan pendapatan yang cukup untuk menutup biaya yang dikeluarkan. Hal
ini sesuai dengan argumen Porter (1980), dan Baack and Boggs (2008) bahwa
banyak, dan pelanggan menuntut produk dan layanan yang ada sensitif terhadap
harga. Hal ini membutuhkan sumber daya cukup yang seringkali tidak dapat
dijangkau oleh industri pendidikan tinggi yang memiliki sumber daya terbatas.
terhadap kinerja industri (Allen and Helms, 2006; Banker et al., 2014; Indounas,
2015; Wu et al., 2015; Oyewobi et al., 2016). Hal ini disebabkan oleh strategi
produksi dan pelayanan yang efisien dan murah membuat industri dapat
menawarkan produk dan jasa yang murah sesuai dengan kebutuhan pelanggan
penelitian ini berbeda dengan studi Yuliansyah et al. (2016) yang menunjukkan
Perbedaan hasil ini disebabkan karena penelitian ini dilakukan pada industri jasa
mengadopsi strategi fokus pelayanan berbasis pada dosen kompeten yang selalu
industri.
180
jasa, selalu tanggap, dan memberikan perhatian kepada mahasiswa menjadi faktor
staf, administrasi, dan manajer menjadi sumber daya dan kapabilitas yang
lingkungan industri yang sangat dinamis, kompleks, tidak pasti, dan kompetitif.
Hal ini disebakan kompetensi interpersonal sulit diimitasi oleh industri pesaing.
berorientasi pada hubungan baik dan resiprokal antara dosen, staf administrasi,
masalah mahasiswa sebagai pelanggan dengan cepat, tepat dan efektif sesuai
pendidikan tinggi perlu merubah paradigma bahwa “dosen adalah raja”, paling
tahu, bos, dan penentu nasib mahasiswa, sebaliknya mahasiswa adalah “orang
tidak tahu”, ketergantungan pada dosen, anak buah, dan memiliki obligasi untuk
proses belajar dan mengajar. Kreasi lingkungan kampus yang berbasis pada
181
kepada dosen dan institusi. Hal tersebut, menurut Bayerlein (2015), membuat
sistem akademik dewasa ini, dosen bukan lagi menjadi faktor yang lebih dominan
bersahabat, dan kemauan dan keterbukaan untuk melayani, sehingga dapat secara
maupun mahasiswa. Hal mana diperkuat oleh de Jager and Gbadamosi (2013),
produk dan layanan yang disediakan oleh industri pendidikan tinggi harus
dari industri pendidikan tinggi sangat bagus ditradisikan karena tiga hal: 1) tidak
ada kesenjangan mahasiswa, dosen, dan staf administrasi sehingga mudah terjadi
materi, dan nilai akan baik, sehingga meningkatkan kepuasan mahasiswa, dan
pendidikan tinggi sebagai budaya organisasi sehingga sulit diimitasi oleh industri
yang diukur dengan output (jumlah lulusan, pemahaman materi, nilai, kepuasan
mahasiswa), dan biaya. Hal ini disebabkan hubungan tersebut tidak harus
investasi keuangan yang lebih signifikan. Hal ini sesuai dengan pernyataan Storey
and Hull (2010) bahwa peningkatan pelayanan baik perlu didukung dengan
Hasil penelitian ini simetris dengan hasil penelitian studi sebelumnya yang
positif terhadap kinerja perusahaan yang diukur dengan return on sales (ROS)
(Kwak and Kim, 2016), kepuasan pelanggan (Juga et al., 2010; Jain et al., 2011;
Annamdevula and Bellamkonda, 2016; Meesala and Paul, 2018; Farooq et al.,
2018), dan komitmen pelanggan (Izogo, 2017). Hal ini disebabkan bahwa fokus
pangsa pasar (market share), dan kepuasan pelanggan (Jain et al., 2011).
Kesamaan hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pelayanan berbasis pada aspek
intanjibilitas tetap menjadi faktor dominan baik dalam industri jasa maupun
183
Negara.
Hasil penelitian ini berlawanan dengan hasil studi Neely (2008;), dan
manusia, teknologi dan biaya investasi tinggi untuk memberikan kepuasan kepada
dan daya saing industri (Neely 2008). Perbedaan ini dapat disebabkan oleh
penelitian Neely (2008;), dan Jamal (2009) lebih fokus pada dimensi tanjibilitas
fokus strategi pelayanan yang menjadi faktor penting dalam industri jasa
pendidikan tinggi. Perbedaan hasil ini juga dapat dipicu oleh perbedaan jenis
industri sebagai obyek penelitian. Penelitian ini lebih fokus pada industri jasa
yang berbasis pada teknologi. Hal demikian membutuhkan investasi biaya yang
interface) yang meningkatkan kinerja yang diukur dengan net profit. Sebaliknya,
(Khudri and Sultana, 2015). Oleh karena itu, kedekatan, intimasi, keterbukaan,
inovasi yang berbasis pada inovasi kurikulum, metode belajar dan mengajar,
yang sesuai dengan tempat kerja industri (industrial work place) merupakan basis
inovasi kurikulum dari industri pendidikan tinggi. Hal ini dapat dilakukan dengan
yang diperoleh mahasiswa dari pengalaman kerja (Bjornali and Støren, 2012).
Kurikulum baik yang ditunjang dengan metode belajar dan mengajar yang baik
dan inovatif berbasis pada konten yang relevan dengan industri, dan interaksi
belajar dan mengajar, teknologi pengajaran yang baik, inovatif, dan sesuai dengan
mendukung reputasi dan brand industri pendidikan tinggi yang pada gilirannya
kinerja industri (Li et al., 2010; Jaskyte, 2011; Zehir et al., 2011; Uzkurt et al.,
2013; Babkin et al., 2015; Leal-rodríguez et al., 2015; Obembe and Soetan, 2015;
Al-ansari et al., 2013; Acar and Acar, 2012; Altuntaş et al., 2013; Camison and
al., 2018) karena inovasi akan menghasilkan produk, proses, layanan dan nilai
yang berbeda dan sulit diimitasi oleh pesaing industri sejenis dalam lingkungan
industri yang dinamik dan turbulen (Li and Mitchell 2009; Rosenbusch et al.,
2011; Leal-rodríguez et al., 2015). Inovasi juga bisa dilakukan terhadap proses
inovasi sebagai fokus pengembangan daya saing dan kinerja industri dalam
bersifat intanjibilitas yang berbasis pada hubungan antara manusia. Jika interaksi
antara manusia dalam lingkup kampus yang baik, dapat meningkatkan kedekatan
yang lebih besar karena inovasi tanjbilitas berbasis teknologi dan fasilitas lebih
kebijaksanaan, dan kemauan untuk saling menerima dan terbuka). Hal demikian
akan membuat mahasiswa sebagai pelanggan utama (main costumer) akan betah
di kampus, dan berbicara baik tentang kampus sebagai bentuk promosi kampus
yang menyatakan bahwa inovasi berpengaruh negatif terhadap kinerja (Loof and
Heshmati, 2002; Vermeulen et al., 2005; Hashi and Stojčić, 2013; Guisado-
González et al., 2013; Campo et al., 2014; Im et al., 2015; Mir et al., 2016, Hu et
al., 2017; Kocak et al., 2017) karena dalam lingkungan industri yang bersaing
produk, dan layanan utama. Dengan demikian, industri didorong untuk melakukan
sumber daya terbatas, inovasi yang berbasis pada aspek tanjibilitas memerlukan
kinerja industri pendidikan tinggi. Hal ini berarti bahwa dalam lingkungan
industri pendidikan tinggi yang bersaing ketat, strategi diferensiasi yang berbasis
pada perbedaan program studi, kualitas kelulusan, dan kualitas pelayanan tidak
yang diukur dari empat dimensi yakni kinerja belajar mengajar, kinerja penelitian,
tinggi dengan sumber daya terbatas, belum ada legislasi untuk mengatur hak
imitasi terhadap produk dan layanan dari perguruan tinggi-perguruan tinggi lain.
Ini sesuai dengan argumen Porter (980), dan Banker et al. (2014) bahwa industri
yang mengadopsi strategi diferensiasi harus memiliki sumber daya yang unik dan
langka serta sulit diimitasi oleh industri pesaing. Jika industri pesaing dapat
meniru produk dan layanan tersebut, maka industri akan kehilangan daya saing
pada jangka panjang. Selain itu, diferensiasi program studi, kualitas keahlian dan
bergelar master, dan kurikulum yang mudah dilihat, diketahui, dan diimitasi oleh
188
layanan yang tersedia menjadi tidak langka, tidak unik dan mengalami degradasi
nilai bagi pelanggan sehingga industri pendidikan tinggi sulit menetapkan harga
yang tinggi (premium price) bagi pelanggan. Hal ini sesuai dengan argumen
bahwa diferensiasi tidak hanya mengandalkan produk dan layanan yang berbeda,
tetapi produk dan layanan tersebut harus berkualitas langka dan bernilai bagi
Hasil penelitian ini berbeda dengan konsep Porter (1980), bahwa strategi
lingkungan industri yang bersaing ketat (Porter, 1980; Porter, 1985; Porter, 1991).
Dalam kondisi ini, industri pendidikan tinggi terus fokus untuk mengembangkan
produk atau jasa yang baik untuk memberikan kualitas unik yang dapat
tinggi (Banker et al., 2014). Ada beberapa studi empiris yang membuktikan
Acquaah, 2011; Dirisu et al., 2013; Banker et al., 2014; Newton et al., 2015).
Studi ini juga searah dengan penelitian Zehir et al. (2015) bahwa strategi
industri pendidikan tinggi Timor-Leste. Hal ini berarti efisiensi biaya, biaya
operasional rendah, dan biaya kuliah per mahasiswa rendah dapat memediasi
Timor-Leste yang diukur dengan kinerja belajar dan mengajar, kinerja penelitian,
perusahaan untuk menyediakan produk dan jasa dengan biaya lebih rendah dari
leadership lebih fokus untuk mengembangkan produk, jasa dan proses dengan
kontrol dan pengetatan biaya dalam semua tingkatan operasi agar unggul atas
1985; Baroto et al., 2012; Miles, 2013). Cost leadership berperan penting dalam
penuh dalam memediasi (full mediation) hubungan antara persaingan industri dan
kinerja industri. Hal ini berarti fokus strategi pelayanan pada industri pendidikan
190
tinggi yang berbasis pada dosen kompeten yang selalu siap membantu mahasiswa,
masyarakat, dan dimensi keuangan dan pemasaran. Hal ini disebabkan karena
2018), reputasi perguruan tinggi (Ali et al., 2016), surplus, penghematan biaya
(cost saving), pangsa pasar (market share) (Jain et al., 2011), dan return on sales
(Kwak and Kim, 2016). Dalam intensitas tinggi persaingan industri pendidikan
tinggi, kualitas pelayanan menjadi tujuan utama industri pendidikan tinggi sebagai
faktor pembeda diantara industri pesaing (Chui et al., 2016) yang selanjutnya
tinggi dapat meningkatkan kinerja industri yang diukur dengan dimensi belajar
Hasil penelitian ini searah dengan hasil penelitian Jamal (2009) bahwa
yang diukur dengan kepuasan pelanggan dalam lingkungan industri yang bersaing
ketat. Demikian juga memperkuat studi Neely (2008) bahwa perusahaan dapat
industri. Hal berarti bahwa inovasi kurikulum, metode belajar dan mengajar, serta
eksternal seperti dinyatakan oleh Porter (1980). Industri pendidikan tinggi Timor-
Leste melakukan inovasi pada kurikulum, metode belajar dan mengajar, dan
mahasiswa. Hal demikian diperkuat oleh Brenes et al. (2014) bahwa inovasi yang
berbasis pada teknologi akan membuat produk dan layanan berkualitas, berbeda,
Hopman et al., 2010; Aghion et al., 2014), yang selanjutnya berpengaruh positif
terhadap kinerja industri (2012; Altuntaş et al., 2013; Uzkurt et al., 2013; Al-
ansari et al., 2013; Camison and Villar-Lopez, 2014; Babkin et al., 2015; Leal-
rodríguez et al., 2015; Obembe and Soetan, 2015). Demikian juga inovasi dapat
kinerja industri (Uzkurt et al., 2013), orientasi pasar, dan pelangan dengan kinerja
bisnis (Huhtala et al., 2014), dinamika emosi, dan kinerja perusahaan (Akgun et
kinerja industri (Camisón and Villar López, 2010). Demikian juga inovasi
dan kinerja organisasi (Zehir et al., 2015), kapabilitas keterlibatan pelanggan dan
tingkat persaingan industri yang tinggi berimplikasi pada potensi imitasi produk
dan pelayanan juga semakin tinggi, sehingga industri harus terus melakukan
inovasi untuk meningkatkan daya saing dan kinerja. Walaupun demikian, inovasi
bukan harus dilakukan pada aspek tanjibilitas seperti teknologi, dan produk
dengan kualitas tinggi, tetapi dapat juga ditekankan pada inovasi pada aspek
intanjibilitas yang menekankan pada pelayanan yang berbasis pada reputasi (nilai
193
dan etis) dan interaksi antara manusia yang bersifat low cost. Hal ini terutama
valid pada perusahaan atau organisasi yang memiliki sumber daya terbatas di
harga.
kinerja industri. Konsep Porter tersebut kemudian diuji secara empiris oleh
negatif terhadap kinerja industri, sebaliknya Huang and Lee (2012), dan
tinggi, hasilnya berbeda. Adanya perbedaan hasil studi ini dapat disebabkan oleh
peneliti.
bergelar magister (S2), dan doktor (S3), kuliah per mahasiswa, dan promosi
and Thakkar (2016) untuk industri pendidikan tinggi yang berbeda dengan
penelitian Huang and Lee (2012). Temuan penelitian ini menunjukkan bahwa
demikian, temuan ini menjustifikasi penelitian Huang and Lee (2012), walaupun
industri berbeda.
(keunggulan rendah dan fokus) dengan inovasi dari teori resource based view
pendidikan tinggi dalam lingkungan industri yang kompetitif yang dipicu oleh
faktor-faktor eksternal industri. Yang baru dalam penelitian ini adalah kombinasi
strategi fokus pelayanan, strategi inovasi dan strategi keunggulan biaya yang
fokus pada kedua strategi tersebut dalam segmen pasar tertentu (Allen et al.,
2006; Salavou 2010; Nandakumar et al., 2011; Wu et al., 2015; Yuliansyah et al.,
2016).
meningkatkan daya saing dan kinerja (Baack and Boggs, 2008; Oyewobi et al.,
Leste yang cukup tinggi sekarang ini, industri pendidikan tinggi mengadopsi
bahwa strategi kombinasi (fokus pelayanan, inovasi dan keunggulan biaya) dapat
195
Leste.
Hasil penelitian ini memperkuat hasil penelitian Huang and Lee (2012)
Rundus, 2004; Chen, 2010; Hoque, 2011; Al-Rfou, 2012; Mia and Winata,
2014; Ghasemi et al., 2015; Obembe and Soetan, 2015), namun bertolak
(Metts, 2007; Patiar and Mia, 2009; Lee and Yang, 2011; Assaf and
Cvelbar, 2011; Huang and Lee, 2012; Fosu, 2013; Teller et al., 2016).
lingkungan industri yang bersaing ketat. Hal ini dapat diterima karena
yang tinggi memerlukan biaya tinggi, sehingga produk dan layanan jasa
produk dan layanan industri pendidikan tinggi yang lain karena belum ada
terhadap hak cipta. Hal demikian menurut Banker et al. (2014) akan
Banker et al. (2014), Martins and Queirós (2015), Newton et al. (2015),
(Allen and Helms, 2006; Banker et al., 2014; Indounas, 2015; Yuliansyah
tinggi dalam lingkungan industri yang bersaing ketat. Pelayanan yang baik
ini sejalan dengan hasil penelitian Angelova (2011), Jain et al. (2011),
Kwak and Kim (2016), dan Paul et al. (2016), tetapi bertolak belakang
Jaskyte (2011), Kim et al. (2011), Zehir et al. (2011), Acar and Acar
(2012), Uzkurt et al. (2013), Al-ansari et al. (2013), Altuntaş et al. (2013),
al. (2015), Obembe and Soetan (2015), dan Pehrsson (2016), tetapi
bertolak belakang dengan hasil studi Hashi and Stojčić (2013), Guisado-
daya manusia dan teknologi akan meningkatkan daya saing dan kinerja
Perbedaan hasil studi ini dapat disebabkan oleh perbedaan jenis industri,
Timor-Leste. Temuan ini seiring dengan penelitian (Huang and Lee, 2012), tetapi
bertolak belakang dengan konsep (Porter, 1980), dan studi (Metts, 2007). Hal ini
budaya (Sharma, 2017), jenis industri mempengaruhi daya saing dan kinerja
industri. Dengan demikian, secara empiris studi ini masih menantang para
mengukur kinerja industri lintas industri dan lintas Negara (cross-industry and
201
dan keunggulan biaya sebagai pemicu utama dalam peningkatan kinerja industri
harus memilih strategi yang fit dengan lingkungan di mana industri beroperasi
(Baack and Boggs, 2008; Oltra and Flor, 2010; Al-Rfou, 2012). Ini bisa
industri di industri lain dan negara lain, namun tidak signifikan mempengaruhi
industri pendidikan tinggi di Timor-Leste. Hasil studi ini asimetris dengan strategi
Porter (1980) yang menyatakan perusahaan hanya memilih salah satu strategi
daya saing dan kinerja. Namun strategi Porter ini mendapatkan kritik cukup tajam
karena pada era sekarang di mana kompleksitas persaingan tinggi, adanya sumber
strategi keunggulan biaya (Salavou, 2015; Hansen et al., 2015; Gabrielsson et al.,
2016; Anwar and Hasnu, 2016; Yuliansyah et al., 2016). Dengan melakukan
mengadopsi strategi bisnis yang tepat untuk meningkatkan daya saing dan kinerja.
Berdasarkan hasil uji statistik, strategi bisnis yang tepat dalam meningkatkan
menetapkan biaya operasional yang rendah, dan biaya kuliah per mahasiwa
rendah. Ketiga strategi tersebut bisa diadopsi secara bersama karena temuan
seperti perbedaan program studi, kualitas keahlian tinggi kelulusan, dan kualitas
203
pertumbuhan industri pendidikan tinggi dan program studi tinggi yang tidak
menjadi problem social. Oleh karena itu, strategi diferensiasi masih tetap relevan
untuk diadopsi oleh industri pendidikan tinggi dan para pengambil keputusan di
industri kompetitor. Selain itu, pemerintah perlu juga membuat regulasi agar
tanpa harus melakukan duplikasi jurusan dan imitasi produk, proses dan
(1) Hanya fokus pada penyedia industri pendidikan tinggi (supply side). Studi
ini dilakukan dengan hanya melihat pada sisi penyedia (supply side) sehingga data
dapat memberikan skor yang baik untuk menjaga reputasi perguruan tingginya.
Penelitian yang akan datang dapat dilakukan juga pada demand side seperti
204
pengambilan data yang jawabannya sangat tergantung pada responden. Jika terjadi
acceptable dan tidak sesuai dengan kenyataan yang dapat mempengaruhi hasil
penelitian (Bobe and Kober, 2015; Gabrielsson et al., 2016). Penelitian yang akan
dengan indepth interview atau focus group discussion yang tidak hanya kepada
industri
daya dan kapabilitas organisasi atau industri sesuai teori resource-based view
(RBV) juga memiliki faktor penting dalam menentukan kinerja sebuah organisasi
kinerja industri.
(4) Unit analisis di level jurusan. Dalam penelitian ini unit analisisnya ada di
tingkat jurusan. Hal ini bisa dimengerti karena hanya ada 11 perguruan tinggi
ukuran sampelnya dapat ditingkatkan agar bisa digeneralisasi dengan lebih baik.
BAB VI
PENUTUP
6.1 Simpulan
1980; Porter, 1985), dan resource based strategy (Barney, 1991). Strategi
keunggulan biaya, fokus strategi diturunkan dari strategi generik Proter, dan
bahwa organisasi industri hanya dapat memilih salah satu strategi yakni
dinegara-negara lain seperti studi Hansen et al. (2015), dan Yuliansyah et al.
205
206
berturut-turut strategi inovasi, dan strategi kunggulan biaya. Ini berarti ketiga
duplikasi jurusan, dan keterbatasan jumlah dosen yang bergelar master dan
peneliti-peneliti sebelumnya.
Secara spesifik hasil penelitian ini dapat disimpulkan untuk menjawab masalah
persaingan industri yang diukur dengan empat dimensi Porter (1980) yang
dikembangkan lebih lanjut oleh Huang dan Lee (2012) tidak signifikan
studi ini simetris dengan hasil studi Huang dan Lee (2012), tetapi asimetris
pemasaran.
efisiensi biaya, biaya operasional yang rendah, dan biaya kuliah per
yang diukur dari kinerja belajar dan mengajar, kinerja penelitian, kinerja
jumlah dosen kompeten bergelar master dan doktor, dan limitasi regulasi
peningkatan efisiensi biaya, biaya operasional rendah, dan biaya kuliah per
doktor.
tinggi Timor-Leste.
6.2 Saran
sebagai berikut:
pendirian dan operasi perguruan tinggi. Oleh karena itu, disarankan agar:
bersaing ketat yang dipicu oleh faktor eksternal industri. Oleh karena itu,
pada lulusan sekolah menengah atas sebagai input bagi industri pendidikan
pendidikan tinggi dan program studi yang ada, maka mengadopsi strategi
biaya murah dapat menarik jumlah mahasiswa lebih banyak, namun dapat
rendah dan tidak sesuai dengan ekspektasi industri dan pasar kerja yang
subsidy).
mendapatkan data yang lebih komprehensif dari kedua sisi. Hal ini
215
disebabkan karena penelitian ini hanya dilakukan dari “supply side” yang
4) Unit analisis penelitian ini adalah program studi/jurusan. Oleh karena itu,
5) Penelitian ini baru pertama kali dilakukan pada industri pendidikan tinggi
Timor-Leste. Data yang diperoleh masih awal dan tidak periodik, sehingga
DAFTAR PUSTAKA
Ab Hamid, N.H., Zakaria, N.B. and Ab Aziz, N.H., 2014. Firms’ performance and
risk with the presence of Sukuk rating as default risk. International
Conference on Corporate Governance and Strategic Management, 145,
pp.181–188.
Abd Razak, N., Ab Rahman, Z. and Borhan, H., 2016. Modeling firm resources –
enterprise risk management relationships: An empirical finding using PLS-
SEM. World Journal of Entrepreneurship, Management and Sustainable
Development, 12(1), pp.35–49.
Acar, A.Z. and Acar, P., 2012. The Effects of Organizational Culture and
Innovativeness on Business Performance in Healthcare Industry. Procedia -
Social and Behavioral Sciences, 58(0), pp.683–692.
Adnan, Z., Abdullah, H.S. and Ahmad, J., 2016. Assessing the Moderating Effect
of Competition Intensity on HRM Practices and Organizational Performance
Link: The Experience of Malaysian Rand Companies. Procedia Economics
and Finance, 35(October 2015), pp.462–467.
Agasisti, T. and Johnes, G., 2013. Efficiency, costs, rankings and heterogeneity:
the case of US higher education. Studies in Higher Education, 40(1), pp.60–
82.
Aghion, P., Bloom, N., Blundell, R., Griffith, R., and Howitt, P., 2005.
Competition and Innovation: an Inverted-U Relationship. The Quarterly
Journal of Economics, 120(2), pp.701–728.
Aghion, P., Bechtold, S., Cassar, L., and Herz, H., 2014. The causal effects of
competition on innovation: Experimental evidence, Available at:
http://www.nber.org/papers/w19987.
217
Akan, O., Allen, R.S., Helms, M.M., and Spralls, S.A., 2006. Critical tactics for
implementing Porter’s generic strategies. Journal of Business Strategy,
27(1), pp.43–53.
Akgun, A.E., Keskin, H. and Byrne, J., 2009. Organizational emotional capability,
product and process innovation, and firm performance: An empirical
analysis. Journal of Engineering and Technology Management, 26(3),
pp.103–130.
Al-ansari, Y., Pervan, S. and Xu, J., 2013. Innovation and business performance
of SMEs : the case of Dubai. Contemporary Middle Eastern Issues, 6(3/4),
pp.162–180.
Al-Najjar, B., 2014. Corporate governance, tourism growth and firm performance:
Evidence from publicly listed tourism firms in five Middle Eastern countries.
Tourism Management, 42, pp.342–351.
Ali, F., Zhou, Y., Kashif, H., Kumar, Nair Pradeep, Ari, Ragayan, R.N., 2016.
Does higher education service quality effect student satisfaction, image and
loyalty ? A study of international students in Malaysian public universities.
Quality Assurance in Education, 24(1), pp.70–74.
Aliyu, N.S., Jamil, C.Z.M. and Mohamed, R., 2014. The Mediating Role of
Management Control System in the Relationship between Corporate
Governance and the Performance of Bailed-out Banks in Nigeria. Procedia -
Social and Behavioral Sciences, 164(August), pp.613–620.
Allen, R.S., Helms, M.M., Jones, H., Takeda, M. B., and White, C. S.,, 2008.
Porter’s business strategies in Japan. Business Strategy Series, 9(1), pp.37–
44.
218
Allen, R.S. and Helms, M.M., 2006. Linking strategic practices and
organizational performance to Porter’s generic strategies. Business Process
Management Journal, 12(4), pp.433–454.
Allred, B.B. and Swan, K.S., 2005. The mediating role of innovation on the
influence of industry structure and national context on firm performance.
Journal of International Management, 11(2 SPEC. ISS.), pp.229–252.
Alreck, P.L. and Settle, R.B., 2004. The Survey Research Handbook 3rdedition
ed., New York: Mc-Graw-Hill Irwin.
Alshammari, A.A., Rasli, A., Alnajem, M., and Arshad, A.S., 2014. An
exploratory study on the relationship between organizational innovation and
performance of non-profit organizations in Saudi Arabia. Procedia - Social
and Behavioral Sciences, 129, pp.250–256.
Altuntaş, G., Semerciöz, F. and Eregez, H., 2013. Linking Strategic and Market
Orientations to Organizational Performance: The Role of Innovation in
Private Healthcare Organizations. Procedia - Social and Behavioral
Sciences, 99, pp.413–419.
Amaral, A.M. (2018). Private Interview. Dili, Timor-Leste. Rector, Dili, Institute
of Technology (DIT).
Anctil, E.J., 2008. Marketing and Advertising Higher Education. ASHE Higher
Education Report, 34(2), pp.19–30.
Angelova, B., 2011. Measuring Customer Satisfaction with Service Quality Using
American Customer Satisfaction Model (ACSI Model). International
Journal of Academic Research in Business and Social Sciences, 1(3),
pp.2222–6990.
Anning-Dorson, T., 2017. How much and when to innovate: The nexus of
environmental pressures, innovation and service firm performance. European
Journal of Innovation Management, 20(4), pp.599–619
Anwar, J. and Hasnu, S., 2016. Business strategy and firm performance: a multi-
industry analysis. Journal of Strategy and Management, 9(3), pp.361–382.
Asif, M. and Searcy, C., 2014. A composite index for measuring performance in
higher education institutions. The International Journal of Quality and
Reliability Management, 31(9), p.983.
Atalay, M., Dirlik, O. and Sarvan, F., 2017. Impact of multilevel strategic
alliances on innovation and firm performance. International Journal of
Innovation Science, 9(1), pp.53–80.
Baack, D.W. and Boggs, D.J., 2008. The difficulties in using a cost leadership
strategy in emerging markets. International Journal of Emerging Markets,
3(2), pp.125–139.
Babkin, A.V., Lipatnikov, V.S. and Muraveva, S.V., 2015. Assessing the Impact
of Innovation Strategies and RandD Costs on the Performance of IT
Companies. Procedia - Social and Behavioral Sciences, 207, pp.749–758.
Back, Y., Parboteeah, K.P. and Nam, D., 2014. Innovation in Emerging Markets:
The Role of Management Consulting Firms. Journal of International
Management, 20(4), pp.390–405.
Bambauer-Sachse, S. and Rabeson, L.E., 2015. Service recovery for moderate and
220
Baroto, M.B., Abdullah, M.M. Bin and Wan, H.L., 2012. Hybrid Strategy : A
New Strategy for Competitive Advantage. International Journal of Business
and Management, 7(20), pp.120–133.
Becerra, M., Santaló, J. and Silva, R., 2013. Being better vs. being different:
Differentiation, competition, and pricing strategies in the Spanish hotel
industry. Tourism Management, 34, pp.71–79.
Becker, J.M. and Ismail, I.R., 2016. Accounting for sampling weights in PLS path
modeling: Simulations and empirical examples. European Management
Journal, 34(6), pp.606–617.
Benner, M.J. and Tushman, M.L., 2003. Exploitation, Exploration, and Process
Management: the Productivity Dilemma Revisited. Academy ol Management
Review, 28(2), pp.238–256.
221
Berghman, L., Matthyssens, P., Streukens, S., and Vandenbempt, K., 2013.
Deliberate Learning Mechanisms for Stimulating Strategic Innovation
Capacity. Long Range Planning, 46(1–2), pp.39–71.
Bjornali, E.S. and Støren, L.A., 2012. Examining competence factors that
encourage innovative behaviour by European higher education graduate
professionals. Journal of Small Business and Enterprise Development, 19(3),
pp.402–423.
Bobe, B.J. and Kober, R., 2015. Measuring organisational capabilities in the
higher education sector. Education + Training, 57(3), pp.322–342.
Bos, J.W.B., Kolari, J.W. and van Lamoen, R.C.R., 2013. Competition and
innovation: Evidence from financial services. Journal of Banking and
Finance, 37(5), pp.1590–1601.
Boss, J.W.B., Kolari, J.W. and Van Lamoen, R.C.R., 2009. Competition and
innovation: Evidence from financial services, Utrecht.
Boult, T.E., Chamillard, A.T., Lewis, R., Polok, N., Stock, G., and Wortman, D.,
2009. Innovations in university education in innovation: Moving beyong the
BS. International Journal of Innovation Science, 1(4), pp.167–178.
Bowen, F.E., Rostami, M. and Steel, P., 2010. Timing is everything: A meta-
analysis of the relationships between organizational performance and
innovation. Journal of Business Research, 63(11), pp.1179–1185.
Campo, S., M. Díaz, A. and J. Yagüe, M., 2014. Hotel innovation and
performance in times of crisis. International Journal of Contemporary
Hospitality Management, 26(8), pp.1292–1311.
Cardona, M.M. and Bravo, J.J., 2012. Service quality perceptions in higher
education institutions: the case of a colombian university. Estudios
Gerenciales, 28(125), pp.23–29.
Chan Kim, W. and Mauborgne, R., 2005. Value innovation: a leap into the blue
ocean. Journal of Business Strategy, 26(4), pp.22–28.
Chen, C.-Y., Sok, P. and Sok, K., 2007. Benchmarking potential factors leading to
education quality: A study of Cambodian higher education. Quality
Assurance in Education, 15(2), pp.128–148.
Chen, M.H., 2010. The economy, tourism growth and corporate performance in
the Taiwanese hotel industry. Tourism Management, 31(5), pp.665–675.
Chenet, P., Dagger, T.S. and O’Sullivan, D., 2010. Service quality, trust,
commitment and service differentiation in business relationships. Journal of
223
Chong, V.K. and Rundus, M.J., 2004. Total quality management, market
competition and organizational performance. British Accounting Review,
36(2), pp.155–172.
Chui, T.B., Ahmad, M., S. B., Bassim, F.B.A., and Zaimi, N.B.A., 2016.
Evaluation of Service Quality of Private Higher Education Using Service
Improvement Matrix. Procedia - Social and Behavioral Sciences, 224,
pp.132–140.
Cornaggia, J., Mao, Y., Tian, X., and Wolfe, B., 2015. Does banking competition
affect innovation? Journal of Financial Economics, 115(1), pp.189–209.
Dash, S., Bruning, E. and Acharya, M., 2009. The effect of power distance and
individualism on service quality expectations in banking. International
Journal of Bank Marketing, 27(5), pp.336–358.
Davcik, N.S. and Sharma, P., 2015. Impact of product differntiation, marketing
investment and brand equity on pricing strategies. European Journal of
Marketing, 49(5/6), pp.760–781.
Dirisu, J.I., Iyiola, O. and Ibidunni, O.S., 2013. Product differentiation: A tool of
competitive advantage and optimal organizational performance. European
Scientific Journa, 9(34), pp.258–281.
Douglas, A., Douglas, J. and Davies, J., 2010. Differentiation for competitive
advantage in a small family business. Journal of Small Business and
Enterprise Development, 17(3), pp.371–386.
224
Du, J. and Chen, M., 2010. Market Competition Measurements and Firms’ R and
D Responses to Market Competition Pressure. , pp.1–25.
Duening, T.N., 2009. Integrated Innovation: A Model for A New New Product
Development Curriculum. International Journal of Innovation Science, 1(2),
pp.61–72.
Durkin, M., Howcroft, B. and Fairless, C., 2016. Product development in higher
education marketing. International Journal of Educational Management,
30(3), pp.354–369.
Edwards, J., Rayman, K., Diffenderfer, S., and Stidham, A., 2016. Strategic
Innovation between PhD and DNP Programs: Collaboration, Collegiality and
Shared Resources. Nursing Outlook, 64(4), pp.312–320.
Faganel, A., 2010. Quality perception gap Inside the higher education institution.
International Journal of Academic Research, 2(1), pp.213–215.
Farooq, M.S., Salam, M., Favolle, A., Jaafar, N., Ayupp, K., 2018. Impact of
service quality on customer satisfaction in Malaysia airlines: A PLS-SEM
approach. Journal of Air Transport Management, 67(--), pp.169–180.
Fassot, G., Henseler, J. and Coelho, P., 2016. Testing moderating effects in PLS
path models with composite variables. Industrial Management and Data
Systems, 116(9), pp.1887–1900.
Fincham, J.E., 2008. Response rates and responsiveness for surveys, standards,
and the Journal. American journal of pharmaceutical education, 72(2), p.43.
Fogliani, M., 1999. Low response rates and their effects on survey results.
Methodology Advisory Committee paper, (November), p.13.
Fosu, S., 2013. Capital structure, product market competition and firm
performance- Evidence from South Africa. The Quarterly Review of
Economics abd Finance, 53, pp.140–151.
Friis, O., Holmgren, J. and Eskildsen, J.K., 2016. A strategy model – better
performance through improved strategy work. Journal of Modelling in
Management, 11(3), pp.742–762.
Furrer, O. Sudharshan, D., Thomas, H., and Alexandre, M.T., 2008. Resource
configurations, generic strategies, and firm performance. Journal of Strategy
and Management, 1(1), pp.15–40.
Garwe, E.C., 2016. Increase in the demand for private higher education:
unmasking the “paradox.” International Journal of Educational
Management, 30(2).
Gebauer, H. Ren, G., Valtakoski, A., and Reynoso, J., 2012. Service‐driven
manufacturing. Journal of Service Management, 23(1), pp.120–136.
Gebauer, H., Fischer, T. and Fleisch, E., 2010. Exploring the interrelationship
among patterns of service strategy changes and organizational design
elements. Journal of Service Management, 21(1), pp.103–129.
Gebauer, H., Gustafsson, A. and Witell, L., 2011. Competitive advantage through
service differentiation by manufacturing companies. Journal of Business
Research, 64(12), pp.1270–1280.
Ghasemi, R. Mohamad, N.A., Karami, M., Bajuri, N.H., 2015. The relationship
among strategy, competition and management accounting systems on
organizational performance. European Online Journal of Natural and Social
Sciences, 4(3), pp.565–581.
Ghozali, Imam dan Latan, Hengky., 2012.Partial Least Squares : Konsep, Teknik
226
Green, P., 2014. Measuring service quality in higher education: A South African
case study. Journal of International Education Research, 10(2), pp.131–142.
Gruber, T. Fub, S., Voss, R., and Glaeser-Zikuda, M., 2010. Examining student
satisfaction with higher education services. International Journal of Public
Sector Management, 23(2), pp.105–123.
Guan, J., Zhang, J. and Yan, Y., 2015. The impact of multilevel networks on
innovation. Research Policy, 44(3), pp.545–559.
Guan, J., Zhang, J., and Yan, Y., 2009. Innovation strategy and performance
during economic transition : Evidences in Beijing , China. Research Policy,
38, pp.802–812.
Gunday, G. Ulusoy, G., Kilic, K., and Alpkan, L., 2011. Effects of innovation
types on firm performance. International Journal of Production Economics,
133(2), pp.662–676.
Gusmao, K.R.X., 2016. Xanana Duvidas ho S1 and S2. Diario Nacional, p.1.
de Haan, H.H., 2015. Competitive advantage, what does it really mean in the
context of public higher education institutions? International Journal of
Educational Management, 29(1), pp.44–61.
Hair, J.F. Black, W.C., Babin, B.J., and Anderson, R.E., 2010. Multivariate data
analysis Seventh ed.,
Hair, J.F. Sarstedt, M., Hopkins, L., and Kuppelwieser, V.G., 2014. Partial least
squares structural equation modeling (PLS-SEM). European Business
Review, 26(2), pp.106–121.
Hallavo, V., Kuula, M. and Putkiranta, A., 2015. Strategic roles of service sites:
application of Ferdows’s model. Benchmarking: An International Journal,
22(2), pp.186–200.
Ham, C.L., 2003. Service quality, customer satisfaction, and customer behavioral
intentions in higher education. Nova Southeastern University.
Hansen, E., Nybakk, E. and Panwar, R., 2015. Pure versus hybrid competitive
strategies in the forest sector: Performance implications. Forest Policy and
Economics, 54(1), pp.51–57.
Harrison, J. and Rouse, P., 2014. Competition and public high school
performance. Socio-Economic Planning Sciences, 48(1), pp.10–19.
Hashi, I. and Stojčić, N., 2013. The impact of innovation activities on firm
performance using a multi-stage model: Evidence from the Community
Innovation Survey 4. Research Policy, 42(2), pp.353–366.
Henseler, J., Hubona, R. and Ash, P., 2016. Using PLS path modeling in new
technology research: updated guidelines. Industrial Management and Data
Systems, 116(1), pp.2–20.
Henseler, J., Ringle, C.M. and Sarstedt, M., 2015. A new criterion for assessing
discriminant validity in variance-based structural equation modeling. Journal
of the Academy of Marketing Science, 43(1), pp.115–135.
Hilman, H. and Kaliappen, N., 2015. Innovation strategies and performance: are
they truly linked? World Journal of Entrepreneurship, Management and
Sustainable Development, 11(1), pp.48–63.
Hopkins, L., 2015. Partial least squares structural equation modeling ( PLS-SEM )
An emerging tool in business research. European Business Review, 26(2),
pp.106–121.
Hsiao, Y.C. and Chen, C.J., 2013. Branding vs contract manufacturing: capability,
strategy, and performance. Journal of Business and Industrial Marketing,
28(4), pp.317–334.
Hsieh, J., Chiu, H., Wei, C., Yen, H.R., and Cheng, Y., 2013. A practical
perspective on the classification of service innovations. Journal of Services
Marketing, 27(5), pp.371–384.
Hsu, P., Tian, X. and Xu, Y., 2014. Financial development and innovation: Cross-
country evidence. Journal of Financial Economics, 112(1), pp.116–135.
Hu, D., Wang, Y., Huang, J., and Huang, H., 2017. How do different innovation
forms mediate the relationship between environmental regulation and
performance? Journal of Cleaner Production, 161, pp.466–476.
Huang, H.-I. and Lee, C.-F., 2012. Strategic management for competitive
advantage: a case study of higher technical and vocational education in
Taiwan. Journal of Higher Education Policy and Management, 34(6),
pp.611–628.
Huhtala, J.P., Sihvonen, A., Frösén, J., Jaakkola, M., and Tikkanen, H., 2014.
Market orientation, innovation capability and business performance. Baltic
Journal of Management, 9(2), pp.134–152.
229
Im, H.J., Park, Y.J. and Shon, J., 2015. Product market competition and the value
of innovation: Evidence from US patent data. Economics Letters, 137,
pp.78–82.
Indounas, K., 2015. The adoption of strategic pricing by industrial service firms.
Journal of Business and Industrial Marketing, 30(5), pp.521–535.
Izogo, E.E., 2017. Customer loyalty in telecom service sector: the role of service
quality and customer commitment. The TQM Journal, 29(1), pp.19–36.
Jain, R., Sinha, G. and Sahney, S., 2011. Conceptualizing service quality in higher
education. Asian Journal on Quality, 12, pp.296–314.
Jamal, A., 2009. Investigating the effects of service quality dimensions and
expertise on loyalty. European Journal of Marketing, 43(3/4), pp.398–420.
Jajja, M.S.S. Kannan, V. R., Brah, S.A., and Hassan, S.Z., 2017. Linkages
between firm innovation strategy, suppliers, product innovation, and business
performance Insights from resource dependence theory. International
Journal of Operations & Production Management, 37(8), pp.1054–1075.
Jansen, J.J.P., van den Bosch, F.A.J. and Volberda, H.W., 2006. Exploratory
Innovation, Exploitative Innovation, and Performance: Effects of
Organizational and Environmental Moderators. Management Science,
52(11), pp.1661–1674.
Juga, J., Juntunen, J. and Grant, D.B., 2010. Service quality and its relation to
satisfaction and loyalty in logistics outsourcing relationships. Managing
Service Quality, 20, pp.496–510.
Kaufman, B.E., 2015. Market competition, HRM, and firm performance: The
conventional paradigm critiqued and reformulated. Human Resource
Management Review, 25(1), pp.107–125.
Kertiyasa, N.N., Sukaatmadja, P.G., Rahyuda, H., and Giantari, I.G.A.K., 2014.
Effect of Industry Competıtıon and Entrepreneurıal Company to
Implementatıon of Dıfferentıatıon Strategy, SME Performance, and Poverty
Allevıatıon. Asia-Pacific Management and Business Application, 3(1),
pp.14–27.
Khudri, M.M. and Sultana, S., 2015. Determinants of service quality and impact
of service quality and consumer characteristics on channel selection. British
Food Journal, 117(8), pp.2078–2097.
Kilic, K. Ulusoy, G., Gunday, G., and Alpkan, L., 2015. Innovativeness,
operations priorities and corporate performance: An analysis based on a
taxonomy of innovativeness. Journal of Engineering and Technology
Management - JET-M, 35, pp.115–133.
Kim, D. Basu, C., Naidu, G. M., and Cavusgil, E., 2011. The innovativeness of
Born-Globals and customer orientation: Learning from Indian Born-Globals.
Journal of Business Research, 64(8), pp.879–886.
Kwak, K. and Kim, W., 2016. Effect of service integration strategy on industrial
firm performance. , 27(3), pp.391–430.
Leal-rodríguez, A.L. Eldridge, S., Luis, J., Leal-millán, A.G., and Ortega-
gutiérrez, J., 2015. Organizational unlearning , innovation outcomes, and
performance : The moderating effect of fi rm size. Journal of Business
Research, 68(4), pp.803–809.
Lee, C.-L. and Yang, H.-J., 2011. Organization structure, competition and
performance measurement systems and their joint effects on performance.
Management Accounting Research, 22(2), pp.84–104.
Li, S., Ragu-Nathan, B., Ragu-Nathan, T. S. and Subba Rao, S., 2006. The impact
of supply chain management practices on competitive advantage and
organizational performance. Omega, 34(2), pp.107–124.
Li, X. and Mitchell, R.K., 2009. The pace and stability of small enterprise
innovation in highly dynamic economies: A China-based template. Journal
of Small Business Management, 47(3), pp.370–397.
Li, Y., Zhou, N. and Si, Y., 2010. Exploratory innovation, exploitative innovation,
and performance. Nankai Business Review International, 1(3), pp.297–316.
Liao, Y.-S., 2005. Business strategy and performance: the role of human resource
management control. Personnel Review, 34, pp.294–309.
Liao, Y.-S., 2011. The effect of human resource management control systems on
the relationship between knowledge management strategy and firm
performance. International Journal of Manpower, 32(5/6), pp.494–511.
Lindič, J., Bavdaž, M. and Kovačič, H., 2012. Higher growth through the Blue
Ocean Strategy: Implications for economic policy. Research Policy, 41(5),
pp.928–938.
Lozano-Vivas, A., 2009. Measuring and explaining the impact of vertical product
differentiation on banking efficiency. Managerial Finance, 35(3), p.246.
Mathooko, F.M. and Ogutu, M., 2015. Porter’s five competitive forces framework
and other factors that influence the choice of response strategies adopted by
public universities in Kenya. International Journal of Educational
232
Meesala, A. and Paul, J., 2018. Service quality, consumer satisfaction and loyalty
in hospitals: Thinking for the future. Journal of Retailing and Consumer
Services, 40, pp.261–269.
Miles, P.C., 2013. Competitive strategy: the link between service characteristics
and customer satisfaction. International Journal of Quality and Service
Sciences, 5(4), pp.395–414.
Newton, S.K., Gilinsky, A. and Jordan, D., 2015. Differentiation strategies and
winery financial performance: An empirical investigation. Wine Economics
and Policy, 4(2), pp.88–97.
Nitzl, C., Roldan, J.L. and Cepeda, G., 2016. Mediation analysis in partial least
squares path modeling. Industrial Management and Data Systems, 116(9),
pp.1849–1864.
Obembe, O.B. and Soetan, R.O., 2015. Competition, corporate governance and
corporate performance. African Journal of Economic and Management
Studies, 6(3), pp.251–271.
Oltra, M.J. and Flor, M.L., 2010. The moderating effect of business strategy on
the relationship between operations strategy and firms’ results. International
Journal of Operations and Production Management, 30(6), pp.612–638.
233
Oyewobi, L.O., Windapo, A.O. and James, R.O.B., 2015. An empirical analysis
of construction organisations’ competitive strategies and performance. Built
Environment Project and Asset Management, 5(4), pp.417–431.
Parasuraman, A., Zeithaml, V.A. and Berry, L.L., 1994. Alternative scales for
measuring service quality: A comparative assessment based on psychometric
and diagnostic criteria. Journal of Retailing, 70(3), pp.201–230.
Parnell, J.A. Lester, D.L., Long, Z., and Köseoglu, M.A., 2012. How
environmental uncertainty affects the link between business strategy and
performance in SMEs: Evidence from China, Turkey, and the USA.
Management Decision, 50(4), pp.546–568.
Parnell, J.A., 2010. Strategic clarity, business strategy and performance. Journal
of Strategy and Management, 3(4), pp.304–324.
Patiar, A., Davidson, M.C.G. and Wang, Y., 2012. Competition, Total Quality
Management Practices, and Performance: Evidence from Upscale Hotels.
Tourism Analysis, 17(2), pp.195–211.
Paul, J., Mittal, A. and Srivastav, G., 2016. Impact of service quality on customer
satisfaction in private and public sector banks. International Journal of Bank
234
Pehrsson, A., 2016. How does a foreign subsidiary’s differentiation strategy fit
competitive dynamics and mandate? European Business Review, 28(6), p.
Pesch, R. and Bouncken, R.B., 2017. The double-edged sword of cultural distance
in international alliances. Cross Cultural and Strategic Management, 24(1),
pp.33–54.
Pinho, J.C., Rodrigues, A.P. and Dibb, S., 2014. The role of corporate culture,
market orientation and organisational commitment in organisational
performance: The case of non-profit organisations. Journal of Management
Development, 33, pp.374–398.
Porter, M.E., 1980. Competitive strategy: Techniques for analyzing industries and
companies, New York: The Free Press.
Powers, T.L. and Hahn, W., 2004. Critical competitive methods, generic
strategies, and firm performance. International Journal of Bank Marketing,
22(1), pp.43–64.
Prajogo, D.I., 2016. The strategic fit between innovation strategies and business
environment in delivering business performance. International Journal of
Production Economics, 171, pp.241–249.
Ramayah, T., Samat, N. and Lo, M., 2011. Market orientation, service quality and
organizational performance in service organizations in Malaysia. Asia-
Pacific Journal of Business Administration, 3(1), pp.8–27.
Ringle, C.M. and Sarstedt, M., 2016. analysis Gain more insight from your PLS-
SEM results The importance-performance map analysis.
Roemer, E., 2016. A tutorial on the use of PLS path modeling in longitudinal
studies. Industrial Management and Data Systems, 116(9), pp.1901–1921.
Salavou, H., 2010. Strategy types of service firms: evidence from Greece.
Management Decision, 48(7), pp.1033–1047.
Salavou, H.E., 2015. Competitive strategies and their shift to the future. European
Business Review, 27(1), pp.80–99.
Sánchez, A.A., Marín, G.S. and Morales, A.M., 2015. The mediating effect of
strategic human resource practices on knowledge management and firm
performance. Revista Europea de Dirección y Economía de la Empresa,
24(3), pp.138–148.
Santos, D.F.L., Basso, L.F.C., Kimura, H., and Kayo, E.K., 2014. Innovation
efforts and performances of Brazilian firms. Journal of Business Research,
67(4), pp.527–535.
Secundo, G. and Elia, G., 2014. A performance measurement system for academic
entrepreneurship: a case study. Measuring Business Excellence, 18(3),
pp.23–37.
236
Shao, B.B.M. and Lin, W.T., 2016. Assessing output performance of information
technology service industries: Productivity, innovation and catch-up.
International Journal of Production Economics, 172, pp.43–53.
Shi-Huei Ho, S. and Yao-Ping Peng, M., 2016. Managing Resources and
Relations in Higher Education Institutions: A Framework for Understanding
Performance Improvement. Educational Sciences: Theory and Practice,
16(1), pp.279–300.
Sivo, S.A., Saunders, C. and Jiang, J.J., 2004. How Low Should You Go ? Low
Response Rates and the Validity of Inference in IS Questionnaire Research
1. Journal of The Association for Information Systems, 7(6), pp.351–414.
Soltanizadeh, S., Rasid, S.Z.A., Golshan, N. M., and Ismail, W.K.W., 2016.
Business strategy, enterprise risk management and organizational
performance. Management Research Review, 39(9), pp.1016–1033.
Spencer, X.S.Y., Joiner, T.A. and Salmon, S., 2009. Differentiation strategy,
performance measurement systems and organizational performance:
evidence from Australia. International Journal Of Business, 14(1), pp.83–
103.
Teeratansirikool, L., Siengthai, S., Badir, Y., and Charoenngam, C., 2013.
Competitive strategies and firm performance: the mediating role of
performance measurement. International Journal of Productivity and
Performance Management, 62(2), pp.168–184.
Teller, C., Alexander, A. and Floh, A., 2016. The impact of competition and
cooperation on the performance of a retail agglomeration and its stores.
Industrial Marketing Management, 52, pp.6–17.
Tomlinson, P.R., 2010. Co-operative ties and innovation: Some new evidence for
UK manufacturing. Research Policy, 39(6), pp.762–775.
Torres, P.M., Lisboa, J.V. and Yasin, M.M., 2014. E-commerce strategies and
corporate performance: an empirical investigation. Competitiveness Review,
24(5), pp.463–481.
Trivellas, P. and Dargenidou, D., 2009. Leadership and service quality in higher
education. International Journal of Quality and Service Sciences, 1(3),
pp.294–310.
Tuanmat, T.Z. and Smith, M., 2011. The effects of changes in competition,
technology and strategy on organizational performance in small and medium
manufacturing companies. Asian Review of Accounting, 19(3), pp.208–220.
Uzkurt, C., Kumar, R., Kimzan, H.S., and Eminoglu, G., 2013. Role of innovation
in the relationship between organizational culture and firm performance A
study of the banking sector in Turkey. European Journal of Innovation
Management, 16(1), pp.92–117.
Valaei, N. and Jiroudi, S., 2016. Job satisfaction and job performance in the media
industry. Asia Pacific Journal of Marketing and Logistics, 28(5), pp.984–
1014.
Valos, M.J., Bednall, D.H.B. and Callaghan, B., 2007. The impact of Porter’s
strategy types on the role of market research and customer relationship
management. Marketing Intelligence and Planning, 25(2), pp.147–156.
238
Vij, S. and Bedi, H.S., 2016. Are subjective business performance measures
justified? International Journal of Productivity and Performance
Management, 65(5).
Wang, C.L. and Ahmed, P.K., 2004. The Development and Validation of the
Organisational Innovativeness Construct Using Confirmatory Factor
Analysis. European Journal of Innovation Management, 7(4), pp.303–313.
Wu, P., Gao, L. and and Gu, T., 2015. Business strategy, market competition and
earnings management. Chinese Management Studies, 9(3), pp.401–424.
Yam, R.C.M., Lo, W., Tang, E.P.Y., and Lau, A.K.W., 2011. Analysis of sources
of innovation, technological innovation capabilities, and performance: An
empirical study of Hong Kong manufacturing industries. Research Policy,
40(3), pp.391–402.
Yuliansyah, Y., Gurd, B. and Mohamed, N., 2017. The significant of business
strategy in improving organizational performance. Humanomics, 33(1),
pp.56–74.
Yuliansyah, Y., Rammal, H.G. and Rose, E., 2016. Business strategy and
performance in Indonesia’s service sector. Journal of Asia Business Studies,
10(2), pp.164–182.
Zameer, H., Tara, A., Kausar, U., and Mohsin, A., 2015. Impact of service
quality, corporate image and customer satisfaction towards customers’
perceived value. International Journal of Bank Marketing, 33(4), p.
Zebal, A.M. and Goodwin, D.R., 2012. Market orientation and performance in
private universities. Marketing Intelligence and Planning, 30(3), pp.339–
357.
Zehir, C., Altindag, E. and Acar, A.Z., 2011. The effects of relationship
orientation through innovation orientation on firm performance: An
empirical study on Turkish family-owned firms. In Procedia - Social and
Behavioral Sciences. Elsevier B.V., pp. 896–908.
Zehir, C., Can, E. and Karaboga, T., 2015. Linking Entrepreneurial Orientation to
Firm Performance: The Role of Differentiation Strategy and Innovation
239
Zubielqui, G.C., Jones, J., Seet, P., and Lindsay, N., 2015. Knowledge transfer
between actors in the innovation system: a study of higher education
institutions (HEIS) and SMES. Journal of Business and Industrial
Marketing, 30(3/4), pp.436–458.
240
Udayana Bali dengan Program Studi Doktor Ilmu Manajemen (DIM) yang sedang
karena itu, dengan kerendahan hati saya memohon kesediaan Bapak/Ibu untuk
jujurnya dan sesuai dengan keadaan yang sebenarnya. Jawaban Bapak/Ibu tidak
akan berpengaruh pada diri Bapak/Ibu, karena penelitian ini dilakukan dengan
tujuan hanya untuk mengembangkan ilmu pengetahuan. Demikian juga, data dan
Hormat kami,
KUESIONER PENELITIAN
Waktu Pendirian
No Telepon
B. PROFIL RESPONDEN
Nama Responden
[1] Laki-laki [2] Perempuan
Jenis Kelamin
C. KETERANGAN
1 Pada kolom isian, mohon isilah jawaban dengan jujur dan benar.
2 Pada kolom pilihan, mohon lingkari satu jawaban yang sesuai dengan
kenyataan.
242
No Pernyataan Jawaban
1.1 Intensitas Persaingan Industri
1.11 Perguruan tinggi kami menghadapi
intensitas persaingan dengan 1 2 3 4 5
meningkatnya jumlah perguruan tinggi.
1.12 Perguruan tinggi kami menghadapi
intensitas persaingan untuk mendapatkan
1 2 3 4 5
dosen bergelar master dan doktor dalam
tiga tahun terakhir.
1.13 Perguruan tinggi kami menghadapi
1 2 3 4 5
intensitas persaingan uang kuliah.
1.14 Perguruan tinggi kami menghadapi
1 2 3 4 5
intensitas persaingan biaya promosi.
1.2. Ancaman pengganti
1.21 Keberadaan perguruan tinggi-perguruan
tinggi luar negeri meningkatkan 1 2 3 4 5
persaingan antara perguruan tinggi.
1.22 Perubahan tuntutan kompetensi
perusahaan swasta meningkatkan 1 2 3 4 5
persaingan perguruan tinggi.
1.23 Keberadaan pusat pelatihan berbasis
kompetensi meningkatkan persaingan 1 2 3 4 5
perguruan tinggi.
1.3. Kekuatan tawar-menawar pembeli
1.31 Keluarga mahasiswa memiliki kekuatan
untuk meningkatkan persaingan 1 2 3 4 5
perguruan tinggi.
1.32 Penyedia kerja mempunyai kekuatan
untuk meningkatkan persaingan 1 2 3 4 5
perguruan tinggi.
1.33 Mahasiswa memiliki kekuatan untuk
meningkatkan persaingan perguruan 1 2 3 4 5
tinggi.
1.34 Pemerintah memiliki kekuatan untuk 1 2 3 4 5
meningkatkan persaingan perguruan
tinggi.
1.4. Kekuatan tawar-menawar pemacok
1.41 Keberadaan tenaga dosen tetap kami 1 2 3 4 5
membuat posisi tawar menawar
perguruan tinggi kami lebih baik.
1.42 Keberadaan staf administrasi kami 1 2 3 4 5
membuat posisi tawar menawar
perguruan tinggi kami lebih baik.
243
No Pernyataan Jawaban
1.43 Keberadaan tenaga dosen tidak tetap 1 2 3 4 5
kami membuat posisi tawar menawar
perguruan tinggi kami lebih baik.
1.5. Ancaman masuk pendatang baru
1.51 Regulasi pendirian perguruan tinggi baru 1 2 3 4 5
dari Kementerian Pendidikan Timor-
Leste dapat menghambat pendirian
perguruan tinggi baru.
1.52 Modal minimum yang dibutuhkan 1 2 3 4 5
menghambat pendirian perguruan tinggi
baru.
1.53 Peraturan pemerintah tentang operasi 1 2 3 4 5
perguruan tinggi menghambat pendirian
perguruan tinggi baru.
1.54 Duplikasi program studi perguruan tinggi 1 2 3 4 5
meningkatkan persaingan perguruan
tinggi.
No Pernyataan Jawaban
3.11 Perguruan tinggi kami melakukan efisiensi biaya yang tinggi 1 2 3 4 5
3.12 Biaya operasional perguruan tinggi kami lebih rendah
1 2 3 4 5
daripada perguruan tinggi-perguruan tinggi yang lain.
3.13 Biaya kuliah per mahasiswa di perguruan tinggi kami lebih
rendah daripada perguruan tinggi-perguruan tinggi yang 1 2 3 4 5
lain.
244
No Pernyataan Jawaban
No Pernyataan Jawaban
5.11 Perguruan tinggi kami menggunakan kurikulum
1 2 3 4 5
inovatif sesuai dengan perubahan tuntutan pasar.
5.12 Perguruan tinggi kami sering mengenalkan
1 2 3 4 5
metode belajar mengajar baru.
5.13 Perguruan tinggi kami menggunakan teknologi
baru untuk mendukung kegiatan belajar- 1 2 3 4 5
mengajar.
245
No Pernyataan Jawaban
No Pernyataan Jawaban
6.32 Kegiatan pelayanan masyarakat 1 2 3 4 5
Perguruan Tinggi kami mengalami
peningkatan selama tiga tahun
terakhir.
6.33. Staf Perguruan Tinggi kami yang 1 2 3 4 5
berpartisipasi dalam pengembangan
kurikulum mengalami peningkatan
selama tiga tahun terakhir.
6.4. Kinerja Keuangan dan Pemasaran
6.41 Tingkat pertumbuhan pengembalian 1 2 3 4 5
investasi Perguruan Tinggi kami
mengalami peningkatan selama tiga
tahun terakhir.
6.42 Pertumbuhan surplus Perguruan 1 2 3 4 5
Tinggi kami sangat tinggi dalam tiga
tahun terakhir.
6.43 Pertumbuhan pendapatan total 1 2 3 4 5
Perguruan Tinggi kami sangat tinggi
dalam tiga tahun terakhir.
6.44 Penguasaan pangsa pasar Perguruan 1 2 3 4 5
Tinggi kami mengalami peningkatan
tinggi dalam tiga tahun terakhir.
247
Correlations
IC11 IC12 IC13 IC14 IC1
IC11 Pearson Correlation 1 ,368* ,196 ,252 ,589**
Sig. (2-tailed) ,046 ,300 ,179 ,001
N 30 30 30 30 30
IC12 Pearson Correlation ,368* 1 ,341 ,296 ,725**
Sig. (2-tailed) ,046 ,066 ,112 ,000
N 30 30 30 30 30
IC13 Pearson Correlation ,196 ,341 1 ,626** ,760**
Sig. (2-tailed) ,300 ,066 ,000 ,000
N 30 30 30 30 30
IC14 Pearson Correlation ,252 ,296 ,626** 1 ,777**
Sig. (2-tailed) ,179 ,112 ,000 ,000
N 30 30 30 30 30
IC1 Pearson Correlation ,589** ,725** ,760** ,777** 1
Sig. (2-tailed) ,001 ,000 ,000 ,000
N 30 30 30 30 30
*. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
CORRELATIONS
/VARIABLES=IC21 IC22 IC23 IC2
/PRINT=TWOTAIL NOSIG
/MISSING=PAIRWISE.
Correlations
IC21 IC22 IC23 IC2
IC21 Pearson Correlation 1 ,525** ,363* ,795**
Sig. (2-tailed) ,003 ,049 ,000
N 30 30 30 30
IC22 Pearson Correlation ,525** 1 ,595** ,861**
Sig. (2-tailed) ,003 ,001 ,000
N 30 30 30 30
IC23 Pearson Correlation ,363* ,595** 1 ,786**
Sig. (2-tailed) ,049 ,001 ,000
N 30 30 30 30
IC2 Pearson Correlation ,795** ,861** ,786** 1
Sig. (2-tailed) ,000 ,000 ,000
N 30 30 30 30
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
*. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).
248
CORRELATIONS
/VARIABLES=IC31 IC32 IC33 IC34 IC3
/PRINT=TWOTAIL NOSIG
/MISSING=PAIRWISE.
Correlations
IC31 IC32 IC33 IC34 IC3
IC31 Pearson Correlation 1 ,427* -,053 ,296 ,618**
Sig. (2-tailed) ,018 ,780 ,112 ,000
N 30 30 30 30 30
IC32 Pearson Correlation ,427* 1 ,237 ,539** ,792**
Sig. (2-tailed) ,018 ,208 ,002 ,000
N 30 30 30 30 30
IC33 Pearson Correlation -,053 ,237 1 ,494** ,577**
Sig. (2-tailed) ,780 ,208 ,006 ,001
N 30 30 30 30 30
IC34 Pearson Correlation ,296 ,539** ,494** 1 ,818**
Sig. (2-tailed) ,112 ,002 ,006 ,000
N 30 30 30 30 30
IC3 Pearson Correlation ,618** ,792** ,577** ,818** 1
Sig. (2-tailed) ,000 ,000 ,001 ,000
N 30 30 30 30 30
*. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
CORRELATIONS
/VARIABLES=IC41 IC42 IC43 IC4
/PRINT=TWOTAIL NOSIG
/MISSING=PAIRWISE.
Correlations
IC41 IC42 IC43 IC4
IC41 Pearson Correlation 1 ,487** ,246 ,730**
Sig. (2-tailed) ,006 ,190 ,000
N 30 30 30 30
IC42 Pearson Correlation ,487** 1 ,509** ,865**
Sig. (2-tailed) ,006 ,004 ,000
N 30 30 30 30
IC43 Pearson Correlation ,246 ,509** 1 ,745**
Sig. (2-tailed) ,190 ,004 ,000
N 30 30 30 30
IC4 Pearson Correlation ,730** ,865** ,745** 1
Sig. (2-tailed) ,000 ,000 ,000
N 30 30 30 30
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
249
CORRELATIONS
/VARIABLES=IC51 IC52 IC53 IC54 IC5
/PRINT=TWOTAIL NOSIG
/MISSING=PAIRWISE.
Correlations
IC51 IC52 IC53 IC54 IC5
IC51 Pearson Correlation 1 ,450* ,366* ,393* ,729**
Sig. (2-tailed) ,013 ,047 ,032 ,000
N 30 30 30 30 30
IC52 Pearson Correlation ,450* 1 ,292 ,554** ,770**
Sig. (2-tailed) ,013 ,118 ,001 ,000
N 30 30 30 30 30
IC53 Pearson Correlation ,366* ,292 1 ,413* ,656**
Sig. (2-tailed) ,047 ,118 ,023 ,000
N 30 30 30 30 30
IC54 Pearson Correlation ,393* ,554** ,413* 1 ,826**
Sig. (2-tailed) ,032 ,001 ,023 ,000
N 30 30 30 30 30
IC5 Pearson Correlation ,729** ,770** ,656** ,826** 1
Sig. (2-tailed) ,000 ,000 ,000 ,000
N 30 30 30 30 30
*. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
CORRELATIONS
/VARIABLES=DS1 DS2 DS3 DS
/PRINT=TWOTAIL NOSIG
/MISSING=PAIRWISE.
Correlations
DS1 DS2 DS3 DS
DS1 Pearson Correlation 1 ,200 ,492** ,762**
Sig. (2-tailed) ,289 ,006 ,000
N 30 30 30 30
DS2 Pearson Correlation ,200 1 ,656** ,721**
Sig. (2-tailed) ,289 ,000 ,000
N 30 30 30 30
DS3 Pearson Correlation ,492** ,656** 1 ,895**
Sig. (2-tailed) ,006 ,000 ,000
N 30 30 30 30
DS Pearson Correlation ,762** ,721** ,895** 1
Sig. (2-tailed) ,000 ,000 ,000
N 30 30 30 30
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
250
CORRELATIONS
/VARIABLES=CL1 CL2 CL3 CL
/PRINT=TWOTAIL NOSIG
/MISSING=PAIRWISE.
Correlations
CL1 CL2 CL3 CL
CL1 Pearson Correlation 1 ,302 ,173 ,663**
Sig. (2-tailed) ,105 ,361 ,000
N 30 30 30 30
CL2 Pearson Correlation ,302 1 ,727** ,865**
Sig. (2-tailed) ,105 ,000 ,000
N 30 30 30 30
CL3 Pearson Correlation ,173 ,727** 1 ,794**
Sig. (2-tailed) ,361 ,000 ,000
N 30 30 30 30
CL Pearson Correlation ,663** ,865** ,794** 1
Sig. (2-tailed) ,000 ,000 ,000
N 30 30 30 30
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
CORRELATIONS
/VARIABLES=FS1 FS2 FS3 FS4 FS5 FS
/PRINT=TWOTAIL NOSIG
/MISSING=PAIRWISE.
Correlations
FS1 FS2 FS3 FS4 FS5 FS
FS1 Pearson Correlation 1 ,661** ,597** ,550** ,696** ,821**
Sig. (2-tailed) ,000 ,000 ,002 ,000 ,000
N 30 30 30 30 30 30
FS2 Pearson Correlation ,661** 1 ,720** ,493** ,729** ,881**
Sig. (2-tailed) ,000 ,000 ,006 ,000 ,000
N 30 30 30 30 30 30
FS3 Pearson Correlation ,597** ,720** 1 ,497** ,660** ,855**
Sig. (2-tailed) ,000 ,000 ,005 ,000 ,000
N 30 30 30 30 30 30
FS4 Pearson Correlation ,550** ,493** ,497** 1 ,637** ,732**
Sig. (2-tailed) ,002 ,006 ,005 ,000 ,000
N 30 30 30 30 30 30
FS5 Pearson Correlation ,696** ,729** ,660** ,637** 1 ,883**
Sig. (2-tailed) ,000 ,000 ,000 ,000 ,000
N 30 30 30 30 30 30
FS Pearson Correlation ,821** ,881** ,855** ,732** ,883** 1
Sig. (2-tailed) ,000 ,000 ,000 ,000 ,000
N 30 30 30 30 30 30
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
251
CORRELATIONS
/VARIABLES=IN1 IN2 IN3 IN
/PRINT=TWOTAIL NOSIG
/MISSING=PAIRWISE.
Correlations
IN1 IN2 IN3 IN
IN1 Pearson Correlation 1 ,610** ,630** ,811**
Sig. (2-tailed) ,000 ,000 ,000
N 30 30 30 30
IN2 Pearson Correlation ,610** 1 ,775** ,915**
Sig. (2-tailed) ,000 ,000 ,000
N 30 30 30 30
IN3 Pearson Correlation ,630** ,775** 1 ,921**
Sig. (2-tailed) ,000 ,000 ,000
N 30 30 30 30
IN Pearson Correlation ,811** ,915** ,921** 1
Sig. (2-tailed) ,000 ,000 ,000
N 30 30 30 30
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
CORRELATIONS
/VARIABLES=IP11 IP12 IP13 IP14 IP15 IP1
/PRINT=TWOTAIL NOSIG
/MISSING=PAIRWISE.
Correlations
IP11 IP12 IP13 IP14 IP15 IP1
IP11 Pearson Correlation 1 ,412* ,715** ,641** ,300 ,827**
Sig. (2-tailed) ,024 ,000 ,000 ,108 ,000
N 30 30 30 30 30 30
IP12 Pearson Correlation ,412* 1 ,383* ,586** ,117 ,730**
Sig. (2-tailed) ,024 ,037 ,001 ,539 ,000
N 30 30 30 30 30 30
IP13 Pearson Correlation ,715** ,383* 1 ,509** ,231 ,768**
Sig. (2-tailed) ,000 ,037 ,004 ,220 ,000
N 30 30 30 30 30 30
IP14 Pearson Correlation ,641** ,586** ,509** 1 ,221 ,804**
Sig. (2-tailed) ,000 ,001 ,004 ,240 ,000
N 30 30 30 30 30 30
IP15 Pearson Correlation ,300 ,117 ,231 ,221 1 ,500**
Sig. (2-tailed) ,108 ,539 ,220 ,240 ,005
N 30 30 30 30 30 30
IP1 Pearson Correlation ,827** ,730** ,768** ,804** ,500** 1
Sig. (2-tailed) ,000 ,000 ,000 ,000 ,005
N 30 30 30 30 30 30
*. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
252
CORRELATIONS
/VARIABLES=IP21 IP22 IP23 IP24 IP2
/PRINT=TWOTAIL NOSIG
/MISSING=PAIRWISE.
Correlations
IP21 IP22 IP23 IP24 IP2
IP21 Pearson Correlation 1 ,538** ,701** ,432* ,793**
Sig. (2-tailed) ,002 ,000 ,017 ,000
N 30 30 30 30 30
IP22 Pearson Correlation ,538** 1 ,544** ,742** ,860**
Sig. (2-tailed) ,002 ,002 ,000 ,000
N 30 30 30 30 30
IP23 Pearson Correlation ,701** ,544** 1 ,546** ,823**
Sig. (2-tailed) ,000 ,002 ,002 ,000
N 30 30 30 30 30
IP24 Pearson Correlation ,432* ,742** ,546** 1 ,839**
Sig. (2-tailed) ,017 ,000 ,002 ,000
N 30 30 30 30 30
IP2 Pearson Correlation ,793** ,860** ,823** ,839** 1
Sig. (2-tailed) ,000 ,000 ,000 ,000
N 30 30 30 30 30
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
*. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).
CORRELATIONS
/VARIABLES=IP31 IP32 IP33 IP3
/PRINT=TWOTAIL NOSIG
/MISSING=PAIRWISE.
Correlations
IP31 IP32 IP33 IP3
IP31 Pearson Correlation 1 ,630** ,122 ,797**
Sig. (2-tailed) ,000 ,521 ,000
N 30 30 30 30
IP32 Pearson Correlation ,630** 1 ,364* ,865**
Sig. (2-tailed) ,000 ,048 ,000
N 30 30 30 30
IP33 Pearson Correlation ,122 ,364* 1 ,623**
Sig. (2-tailed) ,521 ,048 ,000
N 30 30 30 30
IP3 Pearson Correlation ,797** ,865** ,623** 1
Sig. (2-tailed) ,000 ,000 ,000
N 30 30 30 30
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
*. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).
253
CORRELATIONS
/VARIABLES=IP41 IP42 IP43 IP44 IP4
/PRINT=TWOTAIL NOSIG
/MISSING=PAIRWISE.
Correlations
IP41 IP42 IP43 IP44 IP4
IP41 Pearson Correlation 1 ,855** ,840** ,406* ,913**
Sig. (2-tailed) ,000 ,000 ,026 ,000
N 30 30 30 30 30
IP42 Pearson Correlation ,855** 1 ,801** ,399* ,902**
Sig. (2-tailed) ,000 ,000 ,029 ,000
N 30 30 30 30 30
IP43 Pearson Correlation ,840** ,801** 1 ,471** ,909**
Sig. (2-tailed) ,000 ,000 ,009 ,000
N 30 30 30 30 30
IP44 Pearson Correlation ,406* ,399* ,471** 1 ,673**
Sig. (2-tailed) ,026 ,029 ,009 ,000
N 30 30 30 30 30
IP4 Pearson Correlation ,913** ,902** ,909** ,673** 1
Sig. (2-tailed) ,000 ,000 ,000 ,000
N 30 30 30 30 30
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
*. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).
Reliability IC 1
N %
Excludeda 0 .0
Total 30 100.0
Reliability Statistics
.764 4
254
Reliability IC2
Scale: ALL VARIABLES
Case Processing Summary
N %
Excludeda 0 .0
Total 30 100.0
Reliability Statistics
.878 3
Reliability IC3
Scale: ALL VARIABLES
N %
Excludeda 0 .0
Total 30 100.0
Reliability Statistics
.904 4
255
Reliability IC4
N %
Excludeda 0 .0
Total 30 100.0
Reliability Statistics
.796 3
Reliability IC5
N %
Excludeda 0 .0
Total 30 100.0
Reliability Statistics
.771 4
256
Reliability DS
N %
Excludeda 0 .0
Total 30 100.0
Reliability Statistics
.901 3
Reliability CL
N %
Excludeda 0 .0
Total 30 100.0
Reliability Statistics
.790 3
257
Reliability FS
Case Processing Summary
N %
Excludeda 0 .0
Total 30 100.0
Reliability Statistics
.921 5
Reliability IN
N %
Excludeda 0 .0
Total 30 100.0
Reliability Statistics
.956 3
258
Reliability IP1
N %
Excludeda 0 .0
Total 30 100.0
Reliability Statistics
.933 5
Reliability IP2
Case Processing Summary
N %
Excludeda 0 .0
Total 30 100.0
Reliability Statistics
.881 4
259
Reliability IP3
Case Processing Summary
N %
Excludeda 0 .0
Total 30 100.0
Reliability Statistics
.829 2
Reliability IP4
N %
Excludeda 0 .0
Total 30 100.0
Reliability Statistics
.901 4
260
Frequencies
Jenis_kelami n
Cumulat iv e
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Laki-laki 97 74,6 74,6 74,6
Perempuan 33 25,4 25,4 100,0
Total 130 100,0 100,0
Pendidi kan
Cumulat iv e
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid S1 50 38,5 38,5 38,5
S2 76 58,5 58,5 96,9
S3 4 3,1 3,1 100,0
Total 130 100,0 100,0
Jabatan
Cumulat iv e
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Ketua jurusan 95 73,1 73,1 73,1
Wakil ketua jurusan 35 26,9 26,9 100,0
Total 130 100,0 100,0
Nama_PT
Cumulativ e
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid DIT 12 9,2 9,2 9,2
ETCI 12 9,2 9,2 18,5
ICFP 1 ,8 ,8 19,2
ICR 3 2,3 2,3 21,5
IOB 6 4,6 4,6 26,2
IPDC 4 3,1 3,1 29,2
ISC 6 4,6 4,6 33,8
UNDIL 9 6,9 6,9 40,8
UNI TAL 33 25,4 25,4 66,2
UNPAZ 13 10,0 10,0 76,2
UNTL 31 23,8 23,8 100,0
Total 130 100,0 100,0
261
Status_PT
Cumulat iv e
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Negeri 31 23,8 23,8 23,8
Swasta 99 76,2 76,2 100,0
Total 130 100,0 100,0
Jenis_PT
Cumulativ e
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Univ ersitas 87 66,9 66,9 66,9
Institut 43 33,1 33,1 100,0
Total 130 100,0 100,0
IC11
Cumulat iv e
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid 1,00 5 3,8 3,8 3,8
2,00 10 7,7 7,7 11,5
3,00 13 10,0 10,0 21,5
4,00 68 52,3 52,3 73,8
5,00 34 26,2 26,2 100,0
Total 130 100,0 100,0
IC12
Cumulat iv e
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid 1,00 6 4,6 4,6 4,6
2,00 13 10,0 10,0 14,6
3,00 14 10,8 10,8 25,4
4,00 65 50,0 50,0 75,4
5,00 32 24,6 24,6 100,0
Total 130 100,0 100,0
IC13
Cumulat iv e
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid 1,00 16 12,3 12,3 12,3
2,00 21 16,2 16,2 28,5
3,00 31 23,8 23,8 52,3
4,00 43 33,1 33,1 85,4
5,00 19 14,6 14,6 100,0
Total 130 100,0 100,0
262
IC14
Cumulat iv e
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid 1,00 9 6,9 6,9 6,9
2,00 28 21,5 21,5 28,5
3,00 30 23,1 23,1 51,5
4,00 52 40,0 40,0 91,5
5,00 11 8,5 8,5 100,0
Total 130 100,0 100,0
IC21
Cumulat iv e
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid 1,00 7 5,4 5,4 5,4
2,00 13 10,0 10,0 15,4
3,00 16 12,3 12,3 27,7
4,00 66 50,8 50,8 78,5
5,00 28 21,5 21,5 100,0
Total 130 100,0 100,0
IC22
Cumulat iv e
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid 1,00 3 2,3 2,3 2,3
2,00 12 9,2 9,2 11,5
3,00 19 14,6 14,6 26,2
4,00 70 53,8 53,8 80,0
5,00 26 20,0 20,0 100,0
Total 130 100,0 100,0
IC23
Cumulat iv e
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid 1,00 4 3,1 3,1 3,1
2,00 5 3,8 3,8 6,9
3,00 16 12,3 12,3 19,2
4,00 80 61,5 61,5 80,8
5,00 25 19,2 19,2 100,0
Total 130 100,0 100,0
263
IC31
Cumulat iv e
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid 1,00 2 1,5 1,5 1,5
2,00 10 7,7 7,7 9,2
3,00 26 20,0 20,0 29,2
4,00 69 53,1 53,1 82,3
5,00 23 17,7 17,7 100,0
Total 130 100,0 100,0
IC32
Cumulat iv e
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid 2,00 6 4,6 4,6 4,6
3,00 24 18,5 18,5 23,1
4,00 76 58,5 58,5 81,5
5,00 24 18,5 18,5 100,0
Total 130 100,0 100,0
IC33
Cumulat iv e
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid 1,00 4 3,1 3,1 3,1
2,00 8 6,2 6,2 9,2
3,00 16 12,3 12,3 21,5
4,00 65 50,0 50,0 71,5
5,00 37 28,5 28,5 100,0
Total 130 100,0 100,0
IC34
Cumulat iv e
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid 1,00 2 1,5 1,5 1,5
2,00 13 10,0 10,0 11,5
3,00 21 16,2 16,2 27,7
4,00 67 51,5 51,5 79,2
5,00 27 20,8 20,8 100,0
Total 130 100,0 100,0
264
IC41
Cumulat iv e
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid 1,00 2 1,5 1,5 1,5
2,00 15 11,5 11,5 13,1
3,00 27 20,8 20,8 33,8
4,00 58 44,6 44,6 78,5
5,00 28 21,5 21,5 100,0
Total 130 100,0 100,0
IC42
Cumulat iv e
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid 1,00 3 2,3 2,3 2,3
2,00 16 12,3 12,3 14,6
3,00 24 18,5 18,5 33,1
4,00 70 53,8 53,8 86,9
5,00 17 13,1 13,1 100,0
Total 130 100,0 100,0
IC43
Cumulat iv e
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid 1,00 9 6,9 6,9 6,9
2,00 28 21,5 21,5 28,5
3,00 38 29,2 29,2 57,7
4,00 43 33,1 33,1 90,8
5,00 12 9,2 9,2 100,0
Total 130 100,0 100,0
IC51
Cumulat iv e
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid 1,00 5 3,8 3,8 3,8
2,00 16 12,3 12,3 16,2
3,00 25 19,2 19,2 35,4
4,00 63 48,5 48,5 83,8
5,00 21 16,2 16,2 100,0
Total 130 100,0 100,0
265
IC52
Cumulat iv e
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid 1,00 11 8,5 8,5 8,5
2,00 22 16,9 16,9 25,4
3,00 25 19,2 19,2 44,6
4,00 54 41,5 41,5 86,2
5,00 18 13,8 13,8 100,0
Total 130 100,0 100,0
IC53
Cumulat iv e
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid 1,00 4 3,1 3,1 3,1
2,00 9 6,9 6,9 10,0
3,00 22 16,9 16,9 26,9
4,00 73 56,2 56,2 83,1
5,00 22 16,9 16,9 100,0
Total 130 100,0 100,0
IC54
Cumulat iv e
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid 1,00 19 14,6 14,6 14,6
2,00 23 17,7 17,7 32,3
3,00 32 24,6 24,6 56,9
4,00 44 33,8 33,8 90,8
5,00 12 9,2 9,2 100,0
Total 130 100,0 100,0
DS1
Cumulat iv e
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid 1,00 5 3,8 3,8 3,8
2,00 10 7,7 7,7 11,5
3,00 15 11,5 11,5 23,1
4,00 61 46,9 46,9 70,0
5,00 39 30,0 30,0 100,0
Total 130 100,0 100,0
266
DS2
Cumulat iv e
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid 1,00 1 ,8 ,8 ,8
2,00 5 3,8 3,8 4,6
3,00 16 12,3 12,3 16,9
4,00 64 49,2 49,2 66,2
5,00 44 33,8 33,8 100,0
Total 130 100,0 100,0
DS3
Cumulat iv e
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid 1,00 3 2,3 2,3 2,3
2,00 8 6,2 6,2 8,5
3,00 20 15,4 15,4 23,8
4,00 55 42,3 42,3 66,2
5,00 44 33,8 33,8 100,0
Total 130 100,0 100,0
CL1
Cumulat iv e
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid 1,00 6 4,6 4,6 4,6
2,00 5 3,8 3,8 8,5
3,00 31 23,8 23,8 32,3
4,00 62 47,7 47,7 80,0
5,00 26 20,0 20,0 100,0
Total 130 100,0 100,0
CL2
Cumulat iv e
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid 1,00 9 6,9 6,9 6,9
2,00 15 11,5 11,5 18,5
3,00 29 22,3 22,3 40,8
4,00 55 42,3 42,3 83,1
5,00 22 16,9 16,9 100,0
Total 130 100,0 100,0
267
CL3
Cumulat iv e
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid 1,00 7 5,4 5,4 5,4
2,00 5 3,8 3,8 9,2
3,00 25 19,2 19,2 28,5
4,00 51 39,2 39,2 67,7
5,00 42 32,3 32,3 100,0
Total 130 100,0 100,0
FS1
Cumulat iv e
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid 1,00 1 ,8 ,8 ,8
2,00 3 2,3 2,3 3,1
3,00 14 10,8 10,8 13,8
4,00 69 53,1 53,1 66,9
5,00 43 33,1 33,1 100,0
Total 130 100,0 100,0
FS2
Cumulat iv e
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid 2,00 10 7,7 7,7 7,7
3,00 27 20,8 20,8 28,5
4,00 55 42,3 42,3 70,8
5,00 38 29,2 29,2 100,0
Total 130 100,0 100,0
FS3
Cumulat iv e
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid 1,00 6 4,6 4,6 4,6
2,00 7 5,4 5,4 10,0
3,00 31 23,8 23,8 33,8
4,00 59 45,4 45,4 79,2
5,00 27 20,8 20,8 100,0
Total 130 100,0 100,0
268
FS4
Cumulat iv e
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid 1,00 1 ,8 ,8 ,8
2,00 6 4,6 4,6 5,4
3,00 29 22,3 22,3 27,7
4,00 66 50,8 50,8 78,5
5,00 28 21,5 21,5 100,0
Total 130 100,0 100,0
FS5
Cumulat iv e
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid 1,00 3 2,3 2,3 2,3
2,00 2 1,5 1,5 3,8
3,00 16 12,3 12,3 16,2
4,00 55 42,3 42,3 58,5
5,00 54 41,5 41,5 100,0
Total 130 100,0 100,0
IN1
Cumulat iv e
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid 1,00 4 3,1 3,1 3,1
2,00 5 3,8 3,8 6,9
3,00 6 4,6 4,6 11,5
4,00 60 46,2 46,2 57,7
5,00 55 42,3 42,3 100,0
Total 130 100,0 100,0
IN2
Cumulat iv e
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid 1,00 5 3,8 3,8 3,8
2,00 7 5,4 5,4 9,2
3,00 9 6,9 6,9 16,2
4,00 64 49,2 49,2 65,4
5,00 45 34,6 34,6 100,0
Total 130 100,0 100,0
269
IN3
Cumulat iv e
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid 1,00 2 1,5 1,5 1,5
2,00 6 4,6 4,6 6,2
3,00 24 18,5 18,5 24,6
4,00 56 43,1 43,1 67,7
5,00 42 32,3 32,3 100,0
Total 130 100,0 100,0
IP11
Cumulat iv e
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid 1,00 4 3,1 3,1 3,1
3,00 16 12,3 12,3 15,4
4,00 73 56,2 56,2 71,5
5,00 37 28,5 28,5 100,0
Total 130 100,0 100,0
IP12
Cumulat iv e
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid 1,00 7 5,4 5,4 5,4
2,00 17 13,1 13,1 18,5
3,00 24 18,5 18,5 36,9
4,00 55 42,3 42,3 79,2
5,00 27 20,8 20,8 100,0
Total 130 100,0 100,0
IP13
Cumulat iv e
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid 1,00 4 3,1 3,1 3,1
2,00 3 2,3 2,3 5,4
3,00 22 16,9 16,9 22,3
4,00 48 36,9 36,9 59,2
5,00 53 40,8 40,8 100,0
Total 130 100,0 100,0
270
IP14
Cumulat iv e
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid 1,00 4 3,1 3,1 3,1
2,00 5 3,8 3,8 6,9
3,00 10 7,7 7,7 14,6
4,00 53 40,8 40,8 55,4
5,00 58 44,6 44,6 100,0
Total 130 100,0 100,0
IP15
Cumulat iv e
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid 1,00 5 3,8 3,8 3,8
2,00 6 4,6 4,6 8,5
3,00 26 20,0 20,0 28,5
4,00 57 43,8 43,8 72,3
5,00 36 27,7 27,7 100,0
Total 130 100,0 100,0
IP21
Cumulat iv e
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid 1,00 9 6,9 6,9 6,9
2,00 23 17,7 17,7 24,6
3,00 37 28,5 28,5 53,1
4,00 45 34,6 34,6 87,7
5,00 16 12,3 12,3 100,0
Total 130 100,0 100,0
IP22
Cumulat iv e
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid 1,00 4 3,1 3,1 3,1
2,00 11 8,5 8,5 11,5
3,00 30 23,1 23,1 34,6
4,00 57 43,8 43,8 78,5
5,00 28 21,5 21,5 100,0
Total 130 100,0 100,0
271
IP23
Cumulat iv e
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid 1,00 8 6,2 6,2 6,2
2,00 19 14,6 14,6 20,8
3,00 43 33,1 33,1 53,8
4,00 51 39,2 39,2 93,1
5,00 9 6,9 6,9 100,0
Total 130 100,0 100,0
IP24
Cumulat iv e
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid 1,00 6 4,6 4,6 4,6
2,00 10 7,7 7,7 12,3
3,00 29 22,3 22,3 34,6
4,00 58 44,6 44,6 79,2
5,00 27 20,8 20,8 100,0
Total 130 100,0 100,0
IP31
Cumulat iv e
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid 1,00 4 3,1 3,1 3,1
2,00 7 5,4 5,4 8,5
3,00 27 20,8 20,8 29,2
4,00 60 46,2 46,2 75,4
5,00 32 24,6 24,6 100,0
Total 130 100,0 100,0
IP32
Cumulat iv e
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid 1,00 2 1,5 1,5 1,5
2,00 5 3,8 3,8 5,4
3,00 30 23,1 23,1 28,5
4,00 56 43,1 43,1 71,5
5,00 37 28,5 28,5 100,0
Total 130 100,0 100,0
272
IP33
Cumulat iv e
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid 2,00 4 3,1 3,1 3,1
3,00 11 8,5 8,5 11,5
4,00 104 80,0 80,0 91,5
5,00 11 8,5 8,5 100,0
Total 130 100,0 100,0
IP41
Cumulat iv e
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid 1,00 8 6,2 6,2 6,2
2,00 11 8,5 8,5 14,6
3,00 33 25,4 25,4 40,0
4,00 59 45,4 45,4 85,4
5,00 19 14,6 14,6 100,0
Total 130 100,0 100,0
IP42
Cumulat iv e
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid 1,00 10 7,7 7,7 7,7
2,00 9 6,9 6,9 14,6
3,00 44 33,8 33,8 48,5
4,00 51 39,2 39,2 87,7
5,00 16 12,3 12,3 100,0
Total 130 100,0 100,0
IP43
Cumulat iv e
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid 1,00 10 7,7 7,7 7,7
2,00 14 10,8 10,8 18,5
3,00 44 33,8 33,8 52,3
4,00 46 35,4 35,4 87,7
5,00 16 12,3 12,3 100,0
Total 130 100,0 100,0
273
IP44
Cumulat iv e
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid 1,00 8 6,2 6,2 6,2
2,00 15 11,5 11,5 17,7
3,00 32 24,6 24,6 42,3
4,00 57 43,8 43,8 86,2
5,00 18 13,8 13,8 100,0
Total 130 100,0 100,0
Descriptive
Descriptive Statistics
N Mean
IC11 130 3,8923
IC12 130 3,8000
IC13 130 3,2154
IC14 130 3,2154
Valid N (listwise) 130
Descriptive
Descriptive Statistics
N Mean
IC21 130 3,7308
IC22 130 3,8000
IC23 130 3,9000
Valid N (listwise) 130
Descriptive
Descriptive Statistics
N Mean
IC31 130 3,7769
IC32 130 3,9077
IC33 130 3,9462
IC34 130 3,8000
Valid N (listwise) 130
274
Descriptive
Descriptive Statistics
N Mean
IC41 130 3,7308
IC42 130 3,6308
IC43 130 3,1615
Valid N (listwise) 130
Descriptive
Descriptive Statistics
N Mean
IC51 130 3,6077
IC52 130 3,3538
IC53 130 3,7692
IC54 130 3,0538
Valid N (listwise) 130
Descriptive
Descriptive Statistics
N Mean
DS1 130 3,9154
DS2 130 4,1154
DS3 130 3,9923
Valid N (listwise) 130
Descriptive
Descriptive Statistics
N Mean
CL1 130 3,7462
CL2 130 3,5077
CL3 130 3,8923
Valid N (listwise) 130
275
Descriptive
Descriptive Statistics
N Mean
FS1 130 4,1538
FS2 130 3,9308
FS3 130 3,7231
FS4 130 3,8769
FS5 130 4,1923
Valid N (listwise) 130
Descriptive
Descriptive Statistics
N Mean
IN1 130 4,2077
IN2 130 4,0538
IN3 130 4,0000
Valid N (listwise) 130
Descriptive
Descriptive Statistics
N Mean
IP11 130 4,0692
IP12 130 3,6000
IP13 130 4,1000
IP14 130 4,2000
IP15 130 3,8692
Valid N (listwise) 130
Descriptive
Descriptive Statistics
N Mean
IP21 130 3,2769
IP22 130 3,7231
IP23 130 3,2615
IP24 130 3,6923
Valid N (listwise) 130
276
Descriptive
Descriptive Statistics
N Mean
IP31 130 3,8385
IP32 130 3,9308
IP33 130 3,9385
Valid N (listwise) 130
Descriptive
Descriptive Statistics
N Mean
IP41 130 3,5385
IP42 130 3,4154
IP43 130 3,3385
IP44 130 3,4769
Valid N (listwise) 130
277
1.1. Reliability
CL
DS 0.589
FS 0.756 0.743
IP1 0.753 0.588 0.784 0.301 0.415 0.377 0.359 0.234 0.688
IP2 0.592 0.423 0.652 0.318 0.185 0.248 0.344 0.186 0.637 0.730
IP3 0.769 0.497 0.795 0.244 0.264 0.352 0.175 0.225 0.518 0.758 0.789
IP4 0.496 0.424 0.541 0.207 0.406 0.325 0.352 0.260 0.596 0.579 0.709 0.837
2.1. R Square
Rumus
GoF (Comm x R 2 )
2.3. Perhitungan Q2
Konstruk R2 Communalities
IP 0.583 0.57
DS 0.176 0.68
CL 0.274 0.55
FS 0.224 0.51
IN 0.160 0.81
Rerata 0.283 0.62
= 0.84
281
f2 = R2 included - R2excluded
1-R2included