Anda di halaman 1dari 92

LAPORAN AKHIR STUDI KASUS

ANALISIS ASPEK MANAJEMEN STRATEJIK, MANAJEMEN

KEUANGAN, MANAJEMEN PEMASARAN, DAN MANAJEMEN

SUMBER DAYA MANUSIA PT GARUDA INDONESIA

Ditulis untuk memenuhi sebagian persyaratan akademik matakuliah Studi Kasus

Oleh :

NAMA : GABRIEL NATHANIA SEMBODO


NPM : 02011170021

PROGRAM STUDI MANAJEMEN


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS PELITA HARAPAN
KAMPUS SURABAYA
2020
UNIVERSITAS PELITA HARAPAN
KAMPUS SURABAYA
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA STUDI KASUS

Saya mahasiswa Jurusan Manajemen, Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas


Pelita Harapan Kampus Surabaya,
Nama Mahasiswa : Gabriel Nathania Sembodo
Nomor Pokok Mahasiswa : 02011170021
Jurusan : Manajemen

Dengan ini menyatakan bahwa karya studi kasus yang saya buat dengan judul
“ANALISIS ASPEK MANAJEMEN STRATEJIK, MANAJEMEN
KEUANGAN, MANAJEMEN PEMASARAN, DAN MANAJEMEN
SUMBER DAYA MANUSIA PT GARUDA INDONESIA ” adalah:
1) Dibuat dan diselesaikan sendiri, dengan menggunakan hasil kuliah,
tinjauan lapangan dan buku – buku serta jurnal acuan yang tertera
di dalam referensi pada karya studi kasus saya
2) Bukan merupakan duplikasi karya tulis yang sudah dipublikasikan,
kecuali pada bagian-bagian sumber informasi dicantumkan dengan
cara referensi yang semestinya
3) Bukan merupakan karya terjemahan dari kumpulan buku atau
jurnal acuan yang tertera di dalam referensi pada karya studi kasus
saya.
Saya bersedia dilakukan pengecekan dengan menggunakan Turnitin dan
kalau terbukti saya tidak memenuhi apa yang telah dinyatakan di atas,
maka karya studi kasus ini batal.

Surabaya, 31 Agustus 2020


Yang membuat pernyataan

Materai 6000

(Gabriel Nathania Sembodo)

i
UNIVERSITAS PELITA HARAPAN KAMPUS
SURABAYA FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

HALAMAN PENGESAHAN LAPORAN AKHIR STUDI


KASUS

PERSETUJUAN DOSEN PEMBIMBING STUDI KASUS

ANALISIS ASPEK MANAJEMEN STRATEJIK, MANAJEMEN


KEUANGAN, MANAJEMEN PEMASARAN, DAN MANAJEMEN
SUMBER DAYA MANUSIA PT GARUDA INDONESIA

Oleh:
Nama : Gabriel Nathania Sembodo
NPM : 02011170021
Program Studi : Manajemen
Peminatan : International Business Management

Telah diperiksa dan disetujui untuk mata kuliah studi kasus pada Fakultas
Ekonomi dan Bisnis Universitas Pelita Harapan Kampus Surabaya

Surabaya 31 Agustus 2020


Menyetujui:
Pembimbing Studi Kasus Ketua Program Studi Manajemen

Dr. Oliandes Sondakh, S.E., M.M. Dr. Amelia S.E., RFP-I, M.M

Mengetahui,
Executive Director

Dr. Ronald, S,T., M.M.

ii
ABSTRAK

Pertumbuhan industri pertambangan Indonesia melambat karena kondisi


perekonomian saat ini yang kurang menguntungkan. Dapat dikatakan bahwa Garuda
Indonesia adalah perusahaan batubara yang sedang mengalami pemulihan serta
menyesuaikan strategi bisnisnya dengan perkembangan yang terjadi. Pergerakan
perekonomian global yang mempengaruhi perekonomian Indonesia tersebut berdampak
pada industri pertambangan sehingga membuat kinerja PT Garuda Indonesia Tbk.
belakangan ini sedikit tergoncang.
Pada Studi kasus ini ditemukan bahwa terdapat berbagai masalah dalam bidang
strategi, keuangan, pemasaran, dan sumber daya manusia. Permasalahan dalam bidang
srategi meliputi perusahaan belum melakukan manajemen strategi yang sesuai dan
secara maksimal. Permasalahan dalam bidang keuangan meliputi menurunnya nilai
penjualan dan tekanan kinerja keuangan di tahun sebelumnya yang rendah.
Permasalahan dalam bidang pemasaran meliputi strategi pemasaran yang kurang
maksimal. Dari sisi sumber daya manusia ditemukan permasalahan kurangnya
komitmen dan produktivitas karyawan pada perusahaan.
Oleh karena itu disarankan agar perusahaan memformulasikan strategi
diversifikasi dan efisiensi. Dari sisi keuangan disarankan untuk meningkatkan margin
keuntungan. Dari sisi pemasaran diharapkan perusahaan kerap menggunakan strategi
pemasaran dengan cermat dan spontan. Dari sisi sumber daya manusia dapat dilakukan
dengan pelatihan dan arahan manajemen karyawan yang lebih baik.

Kata Kunci: Strategi, Keuangan, Pemasaran, Sumber Daya Manusia

iii
ABSTRACT

The growth of the Indonesian mining industry has slowed down due to the
current unfavorable economic conditions. It can be said that Garuda Indonesia is a coal
company that is undergoing recovery and is adjusting its business strategy to reflect
developments. The global economic movements that affect the Indonesian economy
have an impact on the mining industry thus making the performance of PT Garuda
Indonesia Tbk. jolted a little lately.
In this case study it was found that there were various problems in the fields of
strategy, finance, marketing, and human resources. The problems in the strategic field
include the company has not implemented appropriate strategic management. Problems
in the financial sector include declining sales value and low financial performance
pressures in the previous year. Problems in the marketing sector include less than
optimal marketing strategies. In terms of human resources, it was found that there were
problems with the lack of commitment and productivity of employees in the company.
Therefore it is suggested that companies formulate a diversification and
efficiency strategy. From a financial perspective, it is advisable to increase profit
margins. From the marketing side, it is hoped that companies will often use marketing
strategies carefully and spontaneously. In terms of human resources, this can be done
with better employee management training and direction.

Key Words: Strategy, Finance, Marketing, Human Resources

iv
KATA PENGANTAR

Pertama-tama penulis ingin mengucapkan puji syukur kepada Tuhan Yang Maha
Esa yang terus memberikan hikmat dan kesehatan yang luar biasa dalam menyelesaikan
laporan akhir studi kasus di Universitas Pelita Harapan Kampus Surabaya ini. Penulis
meyakini bahwa pengungkapan, penyajian, maupun penggunaan kata-kata dan bahasa
pada penelitian ini dirasa masih sangat jauh dari sempurna. Oleh karena itu dengan
segala kerendahan hati, penulis mengharapkan saran, kritik, dan segala bentuk
pengarahan dari semua pihak untuk perbaikan studi kasus ini.
Pada kesempatan ini penulis juga ingin mengucapkan terima kasih yang begitu
besar kepada pihak-pihak yang telah membantu dan mendukung atas terselesaikannya
studi kasus ini hingga akhir. Ucapan terima kasih ini khususnya ditujukan kepada:
1. Bapak Dr.Yanuar Dananjaya B.SC, M.M., selaku pembimbing akademik yang
membantu banyak hal dalam kehidupan perkuliahan yang saya lalui selama
berkuliah di Universitas Pelita Harapan Kampus Surabaya.
2. Ibu Dr. Oliandes Sondakh S.E., M.M., selaku dosen pembimbing yang telah
membantu, membimbing, memberi perhatian, tenaga, serta memberikan
dorongan kepada saya dari awal perkuliahan dan selama proses pengerjaan
studi kasus ini dari awal hingga selesai.
3. Papa dan mama yang senantiasa mendoakan, memberikan semangat serta
dukungan, dan membantu dalam hal finansial sehingga laporan ini dapat
terselesaikan tepat pada waktunya.
4. Teman saya, Desy Purwanti, Alicia Sandra, Zebdi Farel, Moudy Renata, Safira
Lutfiani, Edwin Christian, Victor Abraham, Patrio Mangore, Alvin Wahyu,
Vini Agatha, dan teman-teman lainnya yang tidak bisa saya sebutkan satu
persatu yang telah menyemangati dan membantu banyak hal dalam kehidupan
perkuliahan yang saya lalui selama berkuliah di Universitas Pelita Harapan
Kampus Surabaya, terutama dalam perihal format, bertukar pikiran, dan
memberikan saran sehingga penelitian ini dapat terselesaikan dengan
semestinya serta tepat waktu.

v
5. Pihak-pihak lain yang tidak dapat disebut satu persatu yang telah membantu
penulis dalam penyusunan penelitian ini.
Hanya doa yang dapat penulis panjatkan semoga Tuhan Yang Maha Esa
berkenan membalas semua kebaikan dan dukungan dari Bapak, Ibu, Saudara, dan
teman-teman sekaligus. Semoga studi kasus ini bisa bermanfaat terutama bagi diri
pribadi penulis serta pihak-pihak yang berkepentingan dengan topik yang sama. Segala
kritik dan saran atas studi kasus ini tentunya akan sangat bermanfaat untuk
penyempurnaan selanjutnya.

Surabaya. 31 Agustus 2020

Gabriel Nathania Sembodo

vi
DAFTAR ISI

LAPORAN AKHIR STUDI KASUS.............................................................................................i


PERNYATAAN KEASLIAN........................................................................................................ii
HALAMAN PENGESAHAN........................................................................................................ii
ABSTRAK....................................................................................................................................iii
ABSTRACT..................................................................................................................................iv
KATA PENGANTAR....................................................................................................................v
DAFTAR ISI................................................................................................................................vii
DAFTAR GAMBAR....................................................................................................................ix
DAFTAR TABEL..........................................................................................................................x
DAFTAR LAMPIRAN.................................................................................................................xi
BAB I.............................................................................................................................................1
PENDAHULUAN..........................................................................................................................1
1.1 Latar Belakang Masalah.................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah Badan Usaha....................................................................................4
1.3 Tujuan Penelitian............................................................................................................4
1.4 Manfaat Penelitian..........................................................................................................4
1.4.1 Manfaat Teoritis.........................................................................................................5
1.4.2 Manfaat Praktis..........................................................................................................5
BAB II............................................................................................................................................6
ANALISIS INTERNAL PERUSAHAAN.....................................................................................6
2.1 Profil Badan Usaha.........................................................................................................6
2.2 Visi Misi Badan Usaha...................................................................................................8
2.3 Kondisi Lingkungan Badan Usaha.................................................................................8
2.4 Kinerja Badan Usaha....................................................................................................11
BAB III.........................................................................................................................................13
TELAAH KASUS BADAN USAHA..........................................................................................13
3.1 Permasalahan Utama Badan Usaha..............................................................................13
3.2 Permasalahan Tambahan Badan Usaha........................................................................17
3.2.1 PT. Garuda Indonesia Tbk. merumahkan pada ratusan karyawannya.....................17
BAB IV.........................................................................................................................................18
PENDEKATAN TEORITIS........................................................................................................18
4.1 Aspek Teori Utama......................................................................................................18
4.1.1 Aspek Manajemen Stratejik.....................................................................................18

vii
4.1.2 Aspek Manajemen Keuangan...................................................................................20
4.2 Aspek Teori Pendukung...............................................................................................21
4.2.1 Aspek Manajemen Pemasaran..................................................................................21
4.2.2 Aspek Manajemen Sumber Daya Manusia..............................................................21
BAB V..........................................................................................................................................24
PEMBAHASAN STUDI KASUS...............................................................................................24
5.1 Pembahasan Permasalahan Utama Badan Usaha.........................................................24
5.1.1 Pembahasan dari Aspek Manajemen Stratejik.........................................................24
5.1.2 Pembahasan dari Aspek Manajemen Keuangan......................................................37
5.2 Pembahasan Permasalahan Tambahan Badan Usaha...................................................39
5.2.1 PT Garuda Indonesia Tbk. merumahkan pada ratusan karyawannya......................39
5.2.1.1 Pembahasan dari Aspek Manajemen Keuangan......................................................39
5.2.1.2 Pembahasan dari Aspek Manajemen Sratejik..........................................................41
5.2.1.3 Pembahasan dari Aspek Manajemen Sumber Daya Manusia..................................44
BAB VI.........................................................................................................................................54
KESIMPULAN............................................................................................................................54
6.1 Kesimpulan...................................................................................................................54
6.2 Implikasi Teoritis.........................................................................................................54
6.3 Implikasi Managerial....................................................................................................56
6.4 Rekomendasi................................................................................................................57
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................................................58
LAMPIRAN...............................................................................................................................103

viii
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. 1 Logo PT Garuda Indonesia Tbk...................................................................9


Gambar 2. 1 Pertumbuhan Saham PT Garuda Indonesia Tbk. tahun 2015 hingga 201917
Gambar 4. 1 Rumus Pertumbuhan Laba..........................................................................25
Gambar 5.1 Laporan Keuangan PT Garuda Indonesia tahun 2017 hingga 2019............47
Gambar 5.2 Matriks Internal dan Eksternal....................................................................51

ix
DAFTAR TABEL

Tabel 5.1 Analisa SWOT pada PT Garuda Indonesia Tbk.............................................39


Tabel 5.2 Analisa Matriks SWOT pada PT Garuda Indonesia Tbk................................43
Tabel 5.3 Matriks IFAS pada PT Garuda Indonesia Tbk................................................44
Tabel 5.4 Tabel Perbandingan Perolehan Penghargaan pada PT Garuda Indonesia, PT
Lion Air, PT Batik Air, dan PT Sriwijaya air..................................................................45
Tabel 5.5 Matriks EFAS pada PT Garuda Indonesia Tbk...............................................48

x
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran A : Laporan Keuangan PT Garuda Indonesia Tbk. Tahun 2015 hingga 201777
Lampiran B : Laporan Keuangan PT Garuda Indonesia Tbk. Tahun 2017 hingga 201979

xi
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah


Sektor wisata merupakan salah satu sektor yang menjadi penopang perekonomian
Indonesia. Industri penerbangan memiliki kontribusi terbesar dalam perekonomian dunia dan
Indonesia didukung dari kondisi geologinya yang menjadikan Indonesia memiliki potensi besar
dalam menjalankan penerbangan di industri wisata. Industri penerbangan dan dirgantara
Indonesia memiliki prospek yang cerah dengan didukung kondisi geografis Indonesia yang
merupakan negara kepulauan terbesar di dunia dan memiliki lebih dari 17 ribu pulau
membentang lebih dari lima ribu kilometer dari timur ke barat. Dengan demikian transportasi
udara akan menjadi tulang punggung transportasi dan konektivitas nasional, serta penggerak
utama perekonomian Indonesia.
Jumlah penumpang udara di Indonesia diperkirakan akan tumbuh 30% dari tahun ke
tahun menjadi 140 juta dalam beberapa tahun ke depan, sehingga Indonesia diperkirakan
menjadi pasar transportasi udara terbesar keenam di dunia pada tahun 2034 Menperin
menuturkan, industri penerbangan nasional terdiri dari industri pembuatan pesawat dan
komponen, industri Maintenance Repair and Overhaul (MRO), dan industri
pembuatan drone. Indonesia memiliki sekitar 31 perusahaan MRO yang mendukung industri
pesawat terbang dan bisnis penerbangan. Perusahaan-perusahaan tersebut telah memiliki 145
sertifikat Aircraft Maintenance Organization (AMO) yang dikeluarkan oleh Indonesian Aircraft
Maintenance Services Association (IAMSA).
“Nilai MRO domestik pada 2022 diproyeksikan mencapai USD1,7 miliar, sedangkan nilai
bisnis MRO global mencapai USD93,5 miliar. Persaingan bisnis MRO global ke depan semakin
ketat. Oleh karena itu, kami mendorong MRO dalam negeri untuk berkolaborasi dengan mitra
asing untuk meningkatkan kapasitas dan kapabilitasnya
Wilayah ini merupakan salah satu daerah yang paling cepat berkembang di dunia
mengenai perjalanan udara. Dalam 20 tahun ke depan, pertumbuhan 7% per tahun rata-rata lalu
lintas udara diharapkan. Indonesia adalah salah satu industri kedirgantaraan yang paling cepat
berkembang di dunia, mesin saat ini pertumbuhan ekonomi di Asia Tenggara, dan salah satu
ekonomi terbesar di Asia-Pasifik. Ini memiliki kelas menengah yang sedang berkembang yang
semakin menggunakan pesawat terbang untuk transportasi domestik dan internasional. Menjadi
negara kepulauan terbesar di dunia (yang mengandung lebih dari 17.000 pulau), perjalanan

1
udara adalah pilihan yang logis untuk transportasi cepat di seluruh negeri. Pada tahun 2014 BPS
mencatat jumlah penumpang udara di Indonesia mencapai 72,6 juta orang, sementara pada 2013
mencapai 68,5 juta orang (meningkat 5,6%). Untuk periode tertentu 2015 (Januari-Oktober)
BPS mencatat jumlah penumpang mencapai 67.500.000 orang
Perkembangan politik akan memberikan peluang baru di sektor penerbangan
AsiaTenggara dari 2015 dan seterusnya. Pembentukan Masyarakat Ekonomi ASEAN, yang
bertujuan untuk negara-negara anggota untuk menjadi negara politik dan kesatuan ekonomi
yang lebih kohesif, menetapkan liberalisasi perjalanan udara antara anggotanya mulai tahun
2015.
Seperti negara-negara ASEAN lainnya memiliki perusahaan penerbangan yang kompetitif,
seperti Malaysia AirAsia dan Singapore Airlines, itu akan penting bagi maskapai penerbangan
Indonesia untuk sepenuhnya siap untuk memenuhi kompetisi ini. Hal frustrasi efisiensi bisnis
penerbangan di Indonesia yang kekurangan sumber daya manusia (misalnya pilot), manajemen
lalu lintas udara yang tidak memadai dan memfasilitasi infrastruktur untuk perjalanan udara.
Yang terakhir ini termasuk kurangnya ukuran bandara yang tepat (termasuk landasan pacu) dan
trek jalan raya /kereta api ke dan dari bandara..Batu sandungan lainnya adalah bahwa
persaingan ketat telah mengurangi margin keuntungan serius untuk maskapai, sementara
investasi modal tetap tinggi. Pada tahun 2016 Indonesia telah resmi 297 bandara dan hanya
beberapa dari mereka memiliki landasan pacu selama tiga kilometer panjangnya.
Oleh karena itu, saat ini ada banyak proyek baru untuk membangun baru dan
merenovasi bandara tua dan sistem. Kementerian Perhubungan (Kemenhub) akan membangun
dan mengembangkan bandara baru di 15 lokasi yang tersebar di seluruh Indonesia pada tahun
2016 yang mereka telah mengalokasikan Rp 5.840.000.000 untuk pembangunan, rehabilitasi
dan pemeliharaan prasarana bandara melalui Tahun Anggaran Negara 2016. Selain proyek-
proyek baru, Kementerian Perhubungan juga akan memperpanjang landasan pacu di 27 lokasi
dan merehabilitasi terminal penumpang bandara di 13 lokasi. Maskapai penerbangan lokal juga
memperkuat posisi pasar mereka, seperti Lion Air, yang pada bulan November 2011
memerintahkan 230 pesawat dari Boeing untuk harga US $ 21,7miliar. Pembelian ini
melibatkan 201 pesawat 737 MAX dan 29 737-900 pesawat ER, meningkatkan armada
penerbangan untuk lebih dari 400 pesawat pada 2017. Pada Maret 2013, Lion Air memesan
memecahkan rekor 234 pesawat dari Airbus yang berbasis di Perancis untuk harga gabungan
18,4 miliar € (US $ 24 miliar). Juga pada tahun 2016, Singa memerintahkan 42 pesawat yang
ATR, Boeing, dan Airbus untuk meningkatkan kapasitas.

2
Pada Tahun 2020 terdapat tren penurunan yang disebabkan oleh pandemi
COVID-19 yang baru saja terjadi. COVID-19 adalah penyakit menular yang disebabkan
oleh jenis coronavirus yang baru ditemukan. Virus baru dan penyakit yang
disebabkannya ini tidak dikenal sebelum mulainya wabah di Wuhan, Tiongkok, bulan
Desember 2019. World Health Organization (WHO) mengumumkan jika COVID-19
ini sekarang menjadi sebuah wabah pandemi yang terjadi di banyak negara di seluruh
dunia. Kasus COVID-19 per tanggal 9 April telah menginfeksi lebih dari satu juta
penduduk dunia. Seluruh sektor industri mengalami perlambatan ekonomi termasuk
sektor penerbangan. Pengaruh COVID-19 pada industri pertambangan cukup
memprihatinkan. Sektor penerbangan turun …, persen Penurunan permintaan ini yang
menyebabkan terjadinya pelambatan ekonomi di industri penerbangan di Indonesia Hal
ini diakibatkan oleh adanya kebijakan lockdown yang membuat industri penerbangan di
Indonesia melambat untuk beberapa waktu. Selain lock down, kebijakan penerbangan
juga diperketat dengan beberapa persyaratan tertentu. Hal ini berakibat pada
berhentinya atau melambatnya perusahaan penerbangan di negara Industri. Aktivitas
penerbangan yang minim akan berakibat penghasilan operasional perusahaan yang
kecil. Selain itu tidak adanya kepastian kapan pandemi COVID-19 ini akan berakhir,
memberikan kewaspadaan pada setiap perusahaan terhadap masa depan sektor
penerbangan.
Salah satu perusahaan yang bergerak dalam industri penerbangan dan terkena
pengaruh dari tren tersebut adalah PT Garuda Indonesia (GIIA) sangat dipengaruhi oleh
aktivitas orang berpergian yang menggunakan pesawat. Akibat dari hal tersebut PT
Garuda Indonesia tidak dapat menjual tiket dengan harga yang semestinya, sehingga
perusahaan tidak bisa mendaptkan profit/ return yang diharapkan. Pada kuartal I-2020,
industri penerbangan mengalami penurunan besar sehingga membuat PT Garuda
Indonesia menderita kerugian. PT Garuda Indonesia terpapar penurunan harga tiket
pesawat yang lemah. Hal ini disebabkan karenan krisis COVID-19. Kondisi ini
diperkirakan akan berlangsung dalam 12 bulan ke depan. Akibat dari penurunan
penghasilan operasional PT Garuda Indonesia, banyak karyawan yang di PHK oleh PT
Garuda. PT Garuda melakukan merumahkan tenaga kerja guna untuk melakukan
efisiensi biaya. Kebijakan ini merupakan keputusan berat yang harus diambil dengan

3
pertimbangan mendalam terkait aktivitas operasional penerbangan yang belum
sepenuhnya normal
(https://katadata.co.id/ameidyonasution/berita/5ec12448b76f1/hindari-phk-akibat-
corona-garuda-rumahkan-800-pegawai-kontrak)

1.2 Rumusan Masalah Badan Usaha


1. Faktor-faktor internal apa yang menjadi kekuatan dan kelemahan dari PT.
Garuda Indonesia
2. Faktor-faktor eksternal apa yang menjadi peluang dan ancaman dari PT. Garuda
Indonesia?
3. Alternatif strategi apakah yang sesuai dengan PT Garuda Indoensia untuk
mengatasi terjadinya penurunan laba?
4. Alternatif strategi apakah yang sesuai dengan PT. Garuda Indonesia untuk
mengatasi pembatasan penerbangan yang dilakukan oleh pemerintah?
5. Alternatif strategi apakah yang sesuai dengan PT Garuda Indonesia untuk
masalah terkait PHK?
6. Apakah tindakan PHK (Pemutus Hubungan Kerja) sudah tepat dilakukan oleh
PT Garuda Indonesia.?

1.3 Tujuan Penelitian


1. Untuk menganalisis faktor-faktor internal yang menjadi kekuatan dan
kelemahan dari PT. Garuda Indonesia Tbk.
2. Untuk menganalisis faktor-faktor eksternal yang menjadi peluang dan ancaman
dari PT. Garuda Indonesia Tbk.
3. Untuk menganalisis alternatif strategi yang sesuai dengan PT. Garuda
Indonseia Tbk untuk mengatasi terjadinya penurunan laba.
4. Untuk menganalisis alternatif strategi yang sesuai dengan PT. Garuda
Indonesia mengatasi pembatasan penerbangan yang dilakukan oleh pemerintah.
5. Untuk menganalisis alternatif strategi yang sesuai dengan PT. Garuda
Indonesia Tbk terkait kasus PHK

4
6. Untuk menganalisis ketepatan tindakan PHK (Pemutus Hubungan Kerja) yang
dilakukan oleh PT Garuda Indonesia.

1.4 Manfaat Penelitian


Berdasarkan tujuan penelitian yang telah diuraikan, diharapkan penelitian ini
dapat bermanfaat bagi pihak pihak yang dapat dijelaskan sebagai berikut:

1.4.1 Manfaat Teoritis


Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat digunakan untuk memberikan
kontribusi pada pengembangan teori dan penelitian studi kasus, khususnya mengenai
analisis penurunan laba PT. Garuda Indonesia. melalui pendekatan aspek manajemen
stratejik, manajemen keuangan, manajemen pemasaran, dan manajemen sumber daya
manusia. Selain itu hasil dari penelitian ini juga diharapkan dapat digunakan sebagai
acuan bagi studi kasus selanjutnya dimasa yang akan datang.

1.4.2 Manfaat Praktis


1) Bagi penulis
Bermanfaat secara langsung dalam memperluas pandangan serta menambah
pengetahuan penulis tentang penelitian analisis penurunan laba PT. Garuda
Indonesia melalui pendekatan aspek manajemen stratejik, manajemen keuangan,
manajemen pemasaran, dan manajemen sumber daya manusia, khususnya dalam
industri penerbangan.
2) Bagi PT. Garuda Indonesia Tbk
Diharapkan mampu menjadi bahan masukan dalam merumuskan strategi
sehubungan dengan penelitian analisis penurunan laba PT. Garuda Indonesia
Tbk. melalui pendekatan aspek manajemen stratejik, manajemen keuangan,
manajemen pemasaran, dan manajemen sumber daya manusia.

5
BAB II
ANALISIS INTERNAL PERUSAHAAN

2.1 Profil Badan Usaha


Penerbangan sipil Indonesia tercipta pertama kali atas inisatif Angkatan
Udara Republik Indonesia (AURI) dengan menyewakan pesawat yang dinamai
“Indonesian Airways” kepada pemerintah Burma pada 26 Januari 1949. Peran
“Indonesian Airways” pun berakhir setelah disepakatinya Konferensi Meja
Bundar (KMB) pada 1949. Seluruh awak dan pesawatnya pun baru bisa kembali
ke Indonesia pada 1950. Setibanya di Indonesia, semua pesawat dan fungsinya
dikembalikan kepada AURI ke dalam formasi Dinas Angkutan Udara Militer.
Dengan ditandatanganinya perjanjian Konferensi Meja Bundar (KMB)
pada 1949 maka Belanda wajib menyerahkan seluruh kekayaan pemerintah
Hindia Belanda kepada pemerintahan Republik Indonesia Serikat (RIS)
termasuk maskapai KLM-IIB (Koninklijke Luchtvaart Maatschappij- Inter-
Insulair Bedrijf). KLM-IIB merupakan anak perusahaan KLM setelah
mengambil alih maskapai swasta K.N.I.L.M (Koninklijke Nederlandshindische
Luchtvaart Maatschappij) yang sudah eksis sejak 1928 di area Hindia Belanda.
Pada 21 Desember 1949 dilaksanakan perundingan lanjutan dari hasil
KMB antara pemerintah Indonesia dengan maskapai KLM mengenai berdirinya
sebuah maskapai nasional. Presiden Soekarno memilih dan memutuskan
“Garuda Indonesian Airways” (GIA) sebagai nama maskapai ini.
Dalam mempersiapkan kemampuan staf udara Indonesia, maka KLM
bersedia menempatkan sementara stafnya untuk tetap bertugas sekaligus melatih
para staf udara Indonesia. Karena itulah pada masa peralihan ini Direktur Utama
pertama GIA merupakan orang Belanda, Dr. E. Konijneburg. Armada pertama
GIA pertama pun merupakan peninggalan KLM-IIB.
Sehari setelah pengakuan kedaulatan Republik Indonesia (RI) oleh
Belanda, yaitu tanggal 28 Desember 1949, dua buah pesawat Dakota (DC-3)
berangkat dari bandar udara Kemayoran, Jakarta menuju Yogyakarta untuk
menjemput Soekarno dibawa kembali ke Jakarta yang sekaligus menandai

6
perpindahan kembali Ibukota RI ke Jakarta. Sejak saat itulah GIA terus
berkembang hingga dikenal sekarang sebagai Garuda Indonesia.
Setahun kemudian, di tahun 1950, Garuda Indonesia menjadi perusahaan
negara. Pada periode tersebut, Garuda Indonesia mengoperasikan armada
dengan jumlah pesawat sebanyak 38 buah yang terdiri dari 22 DC-3, 8 Catalina
kapal terbang, and 8 Convair 240. Armada Garuda Indonesia terus bertambah
dan akhirnya berhasil melaksanakan penerbangan pertama kali ke Mekah
membawa jemaah haji dari Indonesia pada tahun 1956. Tahun 1965,
penerbangan pertama kali ke negara-negara di Eropa dilakukan dengan
Amsterdam sebagai tujuan terakhir
Garuda Indonesia saat ini melayani lebih dari 60 destinasi di seluruh
dunia dan berbagai lokasi eksotis di Indonesia. Sebagai maskapai pembawa
bendera bangsa dan demi mempersembahkan layanan penerbangan full service
terbaik, Garuda Indonesia memberikan pelayanan terbaik melalui konsep
layanan “Garuda Indonesia Experience” pada seluruh touch point layanan
penerbangannya yang mengadaptasi nuansa “Indonesian Hospitality” dengan
menghadirkan keramahtamahan dan kekayaan budaya khas Indonesia.
Garuda Indonesia Group mengoperasikan 210 armada pesawat sebagai
jumlah keseluruhan dengan rata-rata usia armada dibawah lima tahun. Adapun
Garuda Indonesia sebagai mainbrand saat ini mengoperasikan sebanyak 142
pesawat, sedangkan Citilink mengoperasikan sebanyak 68 armada.
Melalui berbagai upaya pengembangan perusahaan yang kami lakukan,
sepanjang tahun 2020 ini Garuda Indonesia telah berhasil mendapatkan
pengakuan dari berbagai pihak diantaranya adalah Garuda Indonesia meraih
peringkat 5-Star On Time Perfomance Rating 2020 dari OAG Flightview yang
merupakan Lembaga pemeringkatan On Time Perfomance Independent yang
berkedudukan di Inggris.
Selain itu, Garuda Indonesia juga meraih “The Best Airline in Indonesia”
selama 4 tahun berturut-turut sejak 2017 – 2020; “Major Airlines – Traveler’s
Choice Major Airline Asia” selama 3 tahun berturut-turutsejak 2018 – 2020 dari
TripAdvisor 2020 Traveler’s Choice Airlines Awards serta berhasil dinobatkan

7
menjadi salah satu maskapai dengan penerapan protokol kesehatan terbaik di
dunia versi “Safe Travel Barometer”.
Sejalan dengan upaya dan komitmen untuk memberikan pengalaman
terbang yang aman dan nyaman bagi seluruh pengguna jasa khususnya dalam
melaksanakan perjalanan pada masa pandemi Covid-19, Garuda Indonesia
secara konsisten mengedepankan aspek keamanan dan kenyamanan salah
satunya dengan secara ketat menerapkan berbagai kebijakan protokol kesehatan
di seluruh lini layanan terutama melalui kebijakan physical distancing selama
penerbangan.
2.2 Visi Misi Badan Usaha
2.2.1 Visi
Company Vision
“TO BECOME A SUSTAINABLE AVIATION GROUP BY
CONNECTING INDONESIA AND BEYOND WHILE DELIVERING
INDONESIAN HOSPITALITY”
2.2.2 Misi
“STRENGTHENING BUSINESS FUNDAMENTAL THROUGH
STRONG REVENUE GROWTH, COST LEADERSHIP IMPLEMENTATION,
ORGANIZATION EFFECTIVENESS AND GROUP SYNERGY
REINFORCEMENT WHILE FOCUSING ON HIGH STANDARD OF SAFETY
AND CUSTOMER-ORIENTED SERVICES DELIVERED BY PROFESSIONAL
& PASSIONATE EMPLOYEES”
2.3 Kondisi Lingkungan Badan Usaha
Industri penerbangan merupakan sektor yang sangat menguntungkan di
Indonesia karena industri penerbangan merupakan salah satu sektor industri
yang mempunyai sumbangsih besar bagi Indonesia khususnya di bidang
pariwisata. Menurut sumber BPS 2016 penyediaan akomodasi memberikan
sumbangsih 7,2% bagi kebutuhan lapangan pekerjaan Hal tersebut merupakan
sumbangsih terbesar ketiga bagi kebutuhan lapangan pekerjaan di Indonesia.
Organisasi pariwisata dunia (UNWTO) pada bulan Maret 2020
mengumumkan bahwa dampak wabah Covid 19 akan terasa diseluruh rantai

8
nilai pariwisata. Sekitar 80% usaha kecil dan menengah dari sektor pariwisata
dengan jutaan mata pencaharian di seluruh dunia terkena dampak Covid-19.
Dalam merespon wabah Covid-19,UNWTO telah merevisi prospek
pertumbuhan wisatawan internasional negatif 1% hingga 3%. Hal ini berdampak
pada menurunnya penerimaan atau perkiraan kerugian US$30 miliar sampai
dengan US$ 50 miliar. Sebelum wabah Covid-19, wisatawan internasional
diperkirakan tumbuh antara 3% sampai 4%. Asia dan Pasifik akan menjadi
wilayah yang terkena dampak terburuk, dengan penurunan kedatangan yang
diperkirakan antara 9% hingga 12% . Pada Maret 2020, UNWTO melakukan
penilaian dampak wabah Covid-19 terhadap wisatawan internasional. Dari hasil
assessement nampak bahwa perkembangan wisatawan internasional sejak tahun
1995 terus mengalami pertumbuhan dengan menunjukkan kekuatan dan
ketahanan menghadapi guncangan seperti SARS pada tahun 2003, dan krisis
ekonomi global disertai dengan perang Irak pada tahun 2009. Badai ini dapat
diatasi dengan cepat sehingga sampai tahun 2019 jumlah wisatawan
mancanegara meningkat menjadi 1,461 juta orang.Sampai hari ini, belajar dari
pengalaman menangani wabah SARS dilihat dari sisi ukuran, dinamika
pasar perjalanan global, penyebaran geografis COVID-19 dan potensi
dampak ekonominya, UNWTO memperkirakan kedatangan wisatawan
internasional bisa menurun sebesar 1% hingga 3% pada tahun 2020 secara
global, atau turun dari perkiraan pertumbuhan 3% hingga 4% pada awal Januari
2020
Pusat Statistik (BPS) mencatat kunjungan wisatawan mancanegara
(wisman)yang datang ke Tanah Air pada awal tahun 2020 mengalami
penurunan. Selama Januari 2020, kunjungan wisman mencapai sebanyak 1,27
juta kunjungan. Angka ini merosot 7,62 persen bila dibandingkan jumlah
kunjungan turis asing pada Desember 2019 sebanyak 1,37 juta kunjungan.
Penurunan jumlah kunjungan turis asing ini utamanya disebabkan oleh
mewabahnya Covid-19 yang terjadi padapekan terakhir Januari
2020.Merosotnya kunjungan turis asing ke Indonesia itu terlihat juga dari
data wisman yang datang melalui pintu masuk udara (bandara). Jika

9
dibandingkan dengan kunjungan pada Desember 2019, jumlah kunjungan
wisman ke Indonesia melalui pintu masuk udara pada Januari 2020
mengalami penurunan sebesar 5,01 persen.Gambar 6. Kedatangan Wisman
Menurut Kebangsaan Januari 2020 Tingkat Penghunian Kamar (TPK) hotel
klasifikasi bintang di Indonesia pada Januari 2020 mencapai rata-rata 49,17
persen atau turun 2,30 poin dibandingkan dengan TPK Januari 2019 yang
tercatat sebesar 51,47 persen. Begitu pula,jika dibanding TPK Desember 2019,
TPK hotel klasifikasi bintang pada Januari 2020 mengalami penurunan sebesar
10,22 poin. Rata-rata lama menginap tamu asing dan Indonesia pada hotel
klasifikasi bintang selama Januari 2020 tercatat sebesar 1,88hari, terjadi
penurunan sebesar 0,17 poin jika dibandingkan keadaan Januari 2019.
Industri pariwisata dihadapkan pada penurunan yang besar dari
kedatangan wisatawan mancanegara dengan pembatalan besar-besaran dan
penurunan pemesanan. Penurunan juga terjadi karena perlambatan perjalanan
domestik, terutama karena keengganan masyarakat untuk melakukan perjalanan,
khawatir dengan dampak Covid-19. Penurunan bisnis pariwisata dan perjalanan
berdampak pada usaha UMKM, dan terganggunya lapangan kerja. Padahal
selama ini pariwisata merupakan sektor padat karya yang menyerap lebih dari 13
juta pekerja. Angka itu belum termasuk dampak turunan atau multiplier effect
yang mengikuti termasuk industri turunan yang terbentuk di bawahnya.
Turunnya wisman terutama ke Indonesia akan berpengaruh terhadap penerimaan
devisa dari pariwisata. Kurang lebih turun USD1,3miliar penerimaan devisa dari
pariwisata. Tiongkok sebagai Negara asal wisatawan mancanegara terbanyak
kedua diIndonesia.Berdasar data Survei Tenaga Kerja Nasional (Sakernas),
tenaga yang terserap pada usaha-usaha pariwisata terus meningkat. Bukan hanya
dari jumlah tenaga kerja, pangsa (share) pariwisata terhadap penyerapan tenaga
kerja nasional juga terus meningkat. Ini menunjukkan bahwa pariwisata dapat
menjadi salah satu alternatif untuk mengurangi tingkat pengangguran. Pada
tahun 2017 jumlah tenaga kerja pada industri pariwisata mencapai 12,74 juta
orang atau 10,53 persen terhadap total tenaga kerja nasional yang berjumlah
121,02 juta orang, Tahun 2011-2017 Dari 12,74 juta orang yang bekerja pada

10
usaha pariwisata, porsi terbesar (30,57 persen) merupakan mereka yang
berstatus berusaha sendiri, sementara yang berstatus berusaha dibantu buruh,
baik dibayar maupun tidak dibayar, dan sebagai karyawan/buruh masing-masing
sebesar 27,66 persen dan 24,23 persen. Untuk yang berstatus sebagai pekerja
tidak dibayar mencapai 16,17persen. Sedangkan untuk yang berstatus sebagai
pekerja bebas hanya sebesar 1,36 persen. Menurut lapangan usaha, usaha
pariwisata yang menyerap tenaga kerja paling besar adalah usaha penyedia
makanminum dan perdagangan yang masing-masing mempunyai pangsa
mencapai 48,79 persen dan 36,76 persen. Hal ini dapat dipahami, selain karena
jumlah usahanya yang relatif banyak dan tersebar, kedua usahaini juga sangat
berkaitan dengan aktivitas para wisatawan dalam perjalanan yang mereka
lakukan, baik sebelum, selama perjalanan, maupun setelah melakukan
perjalanan. Lapangan usaha lain yang cukup besar kontribusinya dalam
penyerapan tenaga kerja adalah usaha penyediaan akomodasi dan kegiatan
olahraga dan rekreasi lainnya yang masing-masing menyumbang 7,20 persen
dan 1,94 persen. Sementara kegiatan hiburan, kesenian dan kreativitas
menyumbang 1,54 persen. Usaha angkutan dan jasa agen perjalanan wisata
mempunyai kontribusi masing-masing sebesar 0,56 persen dan 0,64 persen.
2.4 Kinerja Badan Usaha
Hasil Perhitungan Current Ratio Berikut ini adalah hasil perhitungan
Current Ratio PT. Garuda Indonesia (Persero) Tbk selama lima tahun terakhir.
Tabel 3 Hasil Current Ratio PT. Garuda Indonesia (Persero) Tbk
Tabel 3 Hasil Current Ratio PT. Garuda Indonesia (Persero) Tbk

Sumber diolah peneliti


Berdasarkan tabel di atas rasio perhitungan current ratio PT. Garuda

11
Indonesia (Persero) Tbk menunjukan bahwa hasil perhitungan dari current ratio
di bawah standar industri sebesar 2 kali. Jika dilihat tahun 2016 hasil
perhitungan Current Ratio yang menunjukkan bahwa aktiva lancar yang
diperoleh adalah sebesar 0,74 kali dari hutang lancar tahun 2016. Pada tahun
2017 hasil perhitungan Current Ratio yang menunjukkan bahwa aktiva lancar
yang diperoleh adalah sebesar 0,51 kali dari hutang lancar tahun 2017. Pada
tahun 2018 hasil perhitungan Current Ratio yang menunjukan bahwa aktiva
lancar yang diperoleh adalah sebesar 0,35 kali dari hutang lancar tahun 2018.
Pada tahun 2019 hasil perhitungan
Current Ratio yang menunjukan bahwa aktiva lancar yang diperoleh
adalah sebesar 0,33 kali dari hutang lancar tahun 2019. Pada tahun 2020 hasil
perhitungan Current Ratio yang menunjukan bahwa aktiva lancar yang diperoleh
adalah sebesar 0,12 kali dari hutang lancar tahun 2017. Sehingga dapat
disimpulkan bahwa dari 5 tahun terakhir Current Ratio tidak memenuhi standar
industri yang telah ditetapkan. Hal ini disebabkan karena PT. Garuda Indonesia
(Persero) Tbk memiliki jumlah hutang lancar yang lebih besar dibandingkan
dengan asset lancar yang dimiliki, sehingga menunjukkan bahwa kinerja
keuangan PT. Garuda Indonesia (Persero) Tbk dinilai kurang baik dari segi asset
lancar. Jika angka rasio lancar suatu perusahaan minimal dapat melebihi standar
atau sama dengan standar maka perusahaan tersebut punya kemampuan yang
baik dalam melunasi kewajibannya. Karena perbandingan aktivanya lebih besar
dibanding kewajiban yang dimiliki. Namun, jika rasio yang dimiliki perusahaan
di bawah standar maka kemampuan perusahaan dalam melunasi hutang masih
dipertanyakan. Namun, jika hasil perhitungan rasio lancar lebih besar
daristandar bukan berarti perusahaan dapat dikatakan memiliki keadaan
keuangan yangbaik, karena suatu perusahaan bisa saja tidak mengalokasikan
aktiva lancarnya secara optimal, tidak memanfaatkan aktiva lancarnya secara
efisien, dan tidak mengelola modalmodalnya dengan baik.
Current Ratio PT. Garuda Indonesia Tbk Tahun 2017 – 2021

12
Dari table diatas dapat dijelaskan bahwa Current Ratio PT.Garuda
Indonesia Tbk pada tahun 2017 adalah 51,34% dan pada tahun 2018 terjadi
peningkatan menjadi 55,36%. Pada tahun 2019 terjadi penurunan yang cukup
signifikan menjadi 34,81%. Penurunan tersebut terus terjadi pada tahun 2020
sebesar 12,46% hingga pada tahun 2021 sebesar 5,30%.
Net Profit Margin PT Garuda Indonesia PT Tbk Tahun

Dari table diatas dapat dijelaskan pada perhitungan pada bahwa Gross
Profit Margin PT.Garuda Indonesia Tbk pada tahun 2017 cukup rendah sebesar -
5,11% dan pada tahun 2018 terjadi peningkatan menjadi 0,11%. Pada tahun
2019 terjadi peningkatan yang menjadi 0,14%. Pada tahun 2020 terjadi
penurunan yang besar dari 2019 ke 2020. Pada tahun 2020 NPM PT Garuda
Indonesia Tbk adalah sebesar -165,96% penurunan tersebut terus terjadi hingga
pada tahun 2021 yaitu sebesar -312,27%..

13
BAB III
TELAAH KASUS BADAN USAHA

3.1 Permasalahan Utama Badan Usaha


Pandemi Covid-19 yang mulai terjadi di Indonesia pada bulan Maret 2020,
berpengaruh juga terhadap sektor penerbangan juga terhadap kondisi keuangan PT
Garuda Indonesia. Adanya pembatasan mobilitas dan jumlah penumpang
berpengaruh terhadap pendapatan, karena penumpang pesawat menyumbang 80%
dari pendapatan perusahaan. Total pendapatan PT Garuda Indonesiapada peride
Januari –Maret 2020 atau quartal 1 tahun 2020 (Q1 2020) mengalami penurunan
sebesar Rp.5.275.281.661.463,28 dari Q1 2019 menjadi Rp.11 triliun atau sekitar
33%. Bukan hanya itu, adanya pandemiCovid-19 di Indonesia, serta adanya
pembatasan dan persyaratan khusus yang harus dimiliki penumpang pesawat udara
selain berpengaruh terhadap pendapatan perusahaan , juga berpengaruh terhadap
harga saham PT Garuda yang diperjualbelikan di bursa efek. Hal tersebut
sesuai dengan hasil penelitian Mangindaandan Manossh (2020) yang menyatakan
terjadi penurunan yang signifikan rata rata harga saham PT Garuda Indonesia ,
sebelum dan sesudah peristiwa pandemid

14
Berdasarkan grafik 2. Dapat dilihat bahwa PT Garuda Indonesia mulai
mengalami kerugian pada quartal 1 tahun 2020, sementara Quartal 4 tahun 2019, masih
mengalami keuntungan. Rugi yang dialami terus mengalami peningkatan dari
Quartal 1 sampai dengan Quartal 4 tahun 2020. Padahal pendapatan mulai terjadi
peningkatan dari Q1 sampai Q4, walaupun pendapatantersebut belum mencapai
titik tertinggi pendapatan yang diperoleh pada Q4 2019.
Ini menunjukkan hal yang menjadi titik masalah, bahwa pendapatan ada
peningkatan tetapi ternyata kerugian dialami terus. Hal ini menunjukkan adanya
pembayaran kewajiban perusahaan yang dialokasikan dari pendapatan yang
diperoleh, padahal disisi lain pendapatan tersebut mengalami penurunan juga karena
adanya pandemiCovid 19.Berdasarkan grafik 1 dan grafik 2 yang diolah dari laporan
neraca dan laporan laba tugi dapat dikatakan bahwa peralihan periode Q4 2019 ke
Q1 2020 terjadi permasalahan. Pada saat itu PT Garuda Indonesia Tbk mengalami
kerugian. Pada saat yang sama juga terlihat peningkatan yang signifikan dalam
jumlah pinjaman jangka panjangnya. Berarti kesulitan keuangan yang dialami karena
dapat disebabkan oleh factor internal yaitu mis manajemen dalam perusahaan yang
terkait dengan struktur modal dan pembayaran sewa pesawat dengan biaya tinggi
dan juga adanya faktor eksternal yaitu dengan adanya pembatasan mobilitas
masyarakat karena adanya pandemi

Sumber (https://reviewbekasi,2022)
Gambar 3. Pasar penerbangan Domestik Indonesia pada akhir tahun 2021
Berdasarkan gambar 3dapat dilihat market share dari penerbangan domestik
Garuda sebesar 20%, sedangkan yang paling besar sebanyak 30% dimiliki oleh Lion
Air.Pada tahun 2017, penerbangan Garuda internasional berada pada posisi diatas Lion

15
Air yaitu sebanyak 39%. Hal ini berarti bahwa penerbangan domestik Lion Air,
yang terdepan, sedangkan di penerbangan internasional Garuda yang paling besar.
Menurut Gumiwang (2016) Garuda memang banyak melakukan penyesuaian
terhadap rute internasional dalam upaya mencari pasar yang lebih sesuai. Namun
sayangnya menurut pada saat ini banyak rute penerbangan internasional yang
merugikan sehingga akan ditutup, kecuali rute kecuali rute ke Bangkok,
Hongkong dan Cina karena masih memberikan keuntungan yang signifikan. Selain
itu Garuda memilikiproposisi produk yang hanya memenuhi kebutuhan segmen
tertentu, dan tidak masuk dalam kriteria yang diinginkan oleh pasar secara
keseluruhan, sehingga ini pula yang menjadi pemicu anjloknya pangsa pasar
Garuda.
Berdasarkan rencana bisnis ke depan, Garuda Indonesia hanya akan memiliki
140 rute penerbangan di 2022, atau berkurang 97 rute penerbangan dibandingkan 2019
yang memiliki 237 rute penerbangan. Seiring dengan semakin berkurangnya rute
penerbangan, perseroan pun memangkas jumlah pesawatnya.Selanjutnya Garuda akan
berfokus pada bisnis cargo internasional. Hal ini berarti sudah ada pergeseran segmen
yang akan dilayani dari yang lebih terkosentrasi pada pengangkutan barang/cargo
untuk penerbangan internasional daripada angkutan penumpang. Hal inididasarkan ada
lonjakan peningkatan cargo internasional yang tadinya hanya 8,3 juta tonmenjadi 20
juta ton.Dalam positioning pasar domestik pengangkutan penumpang, saingan
terberat adalah maskapai Lion yang sudah dikenal dengan memberikan harga tiket yang
rendah, walaupun Lion dari segi pelayanan mengalami berbagai pemasalahan.
Sebaliknya Garuda selama ini dikenal memiliki ‘full service“ dengan harga
premium, sehingga kompetisi persaingan di pasar penerbangan secara langsung akan
sulit dilakukan, karenakeduanya memiliki karakteristik yang berbeda, kecuali kalau
Garuda melakukan reorientasi pada pasar yang dilayani dengan penurunan pelayanan
dan harga yang diberikan. Garuda bisa juga dengan tetap mempertahankan karakteristik
pelayanan yang diberikan, tapi mencari segmen yang cocok yang selama ini belum
dilayani dengan baik. Selama ini PT Garuda memiliki proposisi produk yang hanya
memenuhi kebutuhan segmen tertentu tanpa harus menjadi yang diinginkan oleh
keseluruhan pasar. Alhasil, kondisi ini yang mengakibatkan pangsa pasar Garuda anjlok

16
pada tahun lalu apabila dibandingkan dengan pada 2019.Hasil penelitian Pakan (2014)
yang melakukan penelitian di Bandara Haluoleo Kendarimengenai pertimbangan
utama penumpang memilih maskapai mengatakan pada urutanpertama penumpang
adalah harga tiket yang murah (39%), Umur dan tipe pesawat 928%), safety dan
security (18%) dan yang terakhir service (15%). Berdasarkan hal tersebut, maka
dapat dikatakan karakteristik Garuda pada saat ini justru dalam kondisi sebaliknya,
harga premium (padahal yang diminati harga yang rendah), Garuda juga memiliki
pelayanan prima (padahal pelayanan urutan paling bawah yang dijadikan
pertimbangan penumpang dalam memilih maskapai).
Konsumen Garuda sendiri terbagi atas 2 yaitu konsumen individu dan konsumen
instansi. Berdasarkan hal itu, maka dapat disimpulkan bahwa pasar sasaran dari
Garuda adalah penumpang yang menginginkan pelayanan prima walaupun harus
membayar tiket dengan harga tinggi. Padahal karakteristik demografi penumpang
penerbangan di Indonesia di dominasi oleh penumpang yang mengutamakan harga tiket
rendah. Sehingga tidak ada kesesuaian antara yang diinginkan oleh pasar, dan sumber
daya (fasilitas) yang dimiliki Garuda. Persoalan lainnya, pangsa pasar internasional
merupakan pasar dominan Garuda, nyatanya banyak rute internasional yang justru
merugikan, sehingga ada subsidi silang dengan rute internasional yang menguntungkan.
Hal ini sesuai dengan pendapat Sari (2021) yang menyatakan telah terjadi
inefisiensi dalam pengelolaan PT Garuda yang berkaitan dengan buruknya tata
kelola perusahaan di masa lalu, seperti jumlah pesawat sewaan yang banyak, harga sewa
yang mahal, rute penerbangan yang beragam dan rute yang tidak menguntungkan.
Dimasa pandemi, berkurangnya jumlah penumpang mempengaruhi kondisi
keuangan yang sudah dalam keadaan sulit. Sehingga perbaikan manajemen secara
internal harus segera dilakukan, sementara perusahaan harus siap mengantisipasi
perubahan perubahan dinamis yang mempengaruhi kondisi keuangan
perusahaan.Menurut Andriani, Mai & Ruhadi (2022), di masa yang akan datang,
Garuda harus meningkatkan kinerja keuangannya melalui berbagai ekspansi gunan
mepertahankan pangsa pasar. Keputusan yang cepat dan tepat juga harus dilakukan
manajemen perusahaan untuk memperbaiki kondisi keuangan perusahaan. Selain itu
restrukturisasi hutang dilakukan dan juga pemangkasan rute-rute yang tidak

17
menguntungkan.
3.2 Permasalahan Tambahan Badan Usaha
3.2.1 PT. Garuda Indonesia Tbk. merumahkan pada ratusan karyawannya
Pandemi virus corona Covid-19 semakin berdampak kepada bisnis PT Garuda
Indonesia Tbk (Persero). Maskapai pelat merah ini terpaksa merumahkan 800
karyawannya dengan status tenaga kerja kontrak atau Perjanjian Kerja Waktu Tertentu
(PKWT). Direktur Utama Garuda Indonesia Irfan Setiaputra mengungkapkan, kebijakan
merumahkan karyawan dengan status PKWT tak dapat dihindari. Alasannya untuk
menjaga kondisi perusahaan di tengah industri penerbangan yang belum kembali normal
karena Covid-19. "Kebijakan ini merupakan keputusan berat yang harus diambil dengan
pertimbangan mendalam terkait aktivitas operasional penerbangan yang belum
sepenuhnya normal,”, Skenario Pemerintah Selamatkan BUMN dari Pandemi Corona)
Kebijakan ini berlangsung selama 3 (tiga) bulan terhitung sejak tanggal 14 Mei 2020
lalu. Namun Irfan menjelaskan karyawan yang dirumahkan tetap mendapat asuransi
kesehatan maupun tunjangan hari raya yang sebelumnya telah dibayarkan.
Selain itu kebijakan ini dilakukan dalam rangka menghindari dilakukannya
pemutusan hubungan kerja (PHK). Irfan mengatakan langkah ini juga diambil
berdasarkan kesepakatan karyawan dan perusahaan. Manajemen akan terus mengkaji
dan akan mengevaluasi secara berkala seiring dengan kondisi perusahaan dan
peningkatan operasional penerbangan. “Kami meyakini Garuda Indonesia akan dapat
terus bertahan melewati masa yang sangat menantang bagi industri penerbangan saat ini
", ujar Irfan.
Di masa pandemi, Garuda telah melaksanakan berbagai upaya strategis
berkelanjutan dalam memastikan keberlangsungan bisnisnya. Beberapa langkah yang
diambil adalah renegosiasi sewa pesawat, restrukturisasi jaringan, efisiensi biaya
produksi. Selain itu mereka telah menyesuaikan gaji jajaran komisaris, direksi hingga
staf secara proporsional serta tidak memberikan Tunjangan Hari Raya kepada direksi
dan komisaris.

18
BAB IV
PENDEKATAN TEORITIS
4.1 Aspek Teori Utama
4.1.1 Aspek Manajemen Stratejik
David (2011) strategi adalah sarana bersama dengan tujuan jangka panjang yang
hendak dicapai. Strategi bisnis mencakup ekspansi geografis, diversifikasi, akuisisi,
pengembangan produk, penetrasi pasar, pengetatan, divestasi, likuidasi, dan usaha
patungan atau joint ventureRangkuti (2013) berpendapat bahwa strategi adalah
perencanaan induk yang komprehensif, yang menjelaskan bagaimana perusahaan akan
mencapai semua tujuan yang telah di tetapkan berdasarkan misi yang telah di tetapkan
sebelumnya. Menurut Pearce dan Robinson (2008), strategi adalah rencana berskala
besar, dengan orientasi masa depan, guna berinteraksi dengan kondisi persaingan untuk
mencapai tujuan. Sedangkan menurut.
Menurut Kuncoro (2006), manajemen strategi terdiri dari analisis, keputusan,
dan aksi yang di ambil organisasi untuk menciptakan dan mempertahankan keunggulan
kompetitif.Menurut Pearce dan Robinson (2008) manajemen strategis adalah keputusan
dan tindakan yang merupakan hasil dari rumusan dan implementasi pada rencana yang
dibuat untuk mencapai tujuan perusahaan serta bagaimana mengevaluasi dan
melaksanakan tindakan tersebut demi tercapainya tujuan organisasi, yang mencakup
perumusan, implementasi dan evaluasi rencana strategi..
Pearce dan Robinson (2013) mendefinisikan lingkungan eksternal merupakan
faktor-faktor diluar kendali yang mempengaruhi pilihan perusahaan mengenai arah dan
tindakan, yang pada akhirnya juga mempengaruhi struktur organisasi dan proses
internalnya.Menurut Duncan (1972), lingkungan eksternal perusahaan (external
business environment) adalah berbagai faktor yang berada di luar organisasi yang harus
diperhitungkan oleh organisasi perusahaan pada saat membuat keputusan. Lingkungan
eksternal perusahaan adalah semua kejadian di luar perusahaan yang memiliki potensi
untuk mempengaruhi perusahaan (Williams, 2001).
Menurut Lawrence dan Wiliam (1998), lingkungan internal perusahaan adalah
lingkungan organisasi yang berada di dalam organisasi tersebut dan secara normal
memiliki implikasi yang langsung dan khusus pada perusahaan. Analisis lingkungan

19
internal perusahaan didefinisikan sebagai suatu proses perencanaan strategi yang
mengkaji bidang pemasaran, dan distribusi perusahaan, penelitian dan pengembangan,
produksi dan operasi, sumber daya dan karyawan perusahaan, serta faktor keuangan dan
akuntansi untuk menganalisa kekuatan dan kelemahan dari masing-masing divisi
tersebut sehingga perusahaan dapat memanfaatkan peluang dengan cara yang paling
efektif dan dapat menangani ancaman (Lawrence dan Wiliam, 1998).
Menurut Keller (2009), analisis SWOT (Strength, Weakness, Opportunity,
Threat) adalah evaluasi keseluruhan dari kekuatan, kelemahan, peluang, dan ancaman.
1. Strength (Kekuatan) merupakan kekuatan yang dimiliki oleh perusahaan
dibandingkan dengan perusahaan lainnya.
2. Weakness (Kelemahan), merupakan masalah-masalah yang dihadapi oleh
perusahaan dibandingkan dengan perusahaan lain, sehingga ini menjadi
kelemahan bagi perusahaan.
3. Opportunity (Peluang) merupakan suatu kesempatan dimana perusahaan dapat
melakukan operasi dalam menghadapi tantangan dan untuk menjadikan
kesempatan itu menjadi sebuah keuntungan.
4. Threat (Ancaman) merupakan suatu bahaya yang biasanya terjadi karena
perkembangan yang kurang menguntungkan, dimana akan memberikan dampak
seperti pengurangan laba dan penjualan jika tidak dilakukan tindakan untuk
bertahan.
Menurut Riadi (2013), analisis SWOT memiliki fungsi untuk mendapatkan
informasi dari analisis situasi dan memisahkannya dalam pokok persoalan internal
(kekuatan dan kelemahan) dan pokok persoalan eksternal (peluang dan ancaman).
Analisis SWOT tersebut akan menjelaskan apakah informasi tersebut memiliki sesuatu
yang akan membantu perusahaan mencapai tujuannya atau memberikan indikasi bahwa
terdapat rintangan yang harus dihadapi atau diminimalkan untuk memenuhi pemasukan
yang diinginkan. Menurut Riadi (2013), analisis SWOT dapat digunakan dengan
berbagai cara untuk meningkatkan analisis dalam usaha penetapan strategi. Umumnya
sering digunakan adalah sebagai kerangka atau panduan sistematis dalam diskusi untuk
membahas kondisi alternatif dasar yang mungkin menjadi pertimbangan perusahaan.

20
4.1.2 Aspek Manajemen Keuangan
Menurut Munawir (2010), laporan keuangan adalah suatu bentuk pelaporan yang
tediri dari neraca dan perhitungan laba rugi serta laporan perubahan ekuitas. Menurut
Harahap (2015) laporan keuangan menggambarkan kondisi keuangan dan hasil usaha
suatu perusahaan pada saat tertentu atau jangka waktu tertentu. Menurut Prastowo
(2015), analisa laporan keuangan merupakan suatu proses yang penuh pertimbangan
dalam rangka membantu evaluasi posisi keuangan dan hasil operasi perusahaan pada
masa sekarang dan masa lalu, dengan tujuan utama untuk menentukan estimasi dan
prediksi yang paling mungkin mengenai kondisi keuangan dan kinerja perusahaan pada
masa mendatang. Menurut Kasmir (2016), terdapat dua macam metode analisis laporan
keuangan yang biasa dipakai, yaitu sebagai berikut:
1) Analisis Vertikal (Statis) merupakan analisis yang dilakukan terhadap hanya satu
periode laporan keuangan saja. Analisis dilakukan antara pos-pos yang ada dalam
satu periode. Informasi yang diperoleh hanya untuk satu periode saja dan tidak
diketahui perkembangan dari periode ke periode.
2) Analisis Horizontal (Dinamis) merupakan analisis yang dilakukan dengan
membandingkan laporan keuangan untuk beberapa periode. Dari hasil analisis ini
akan terlihat perkembangan perusahaan dari periode yang satu ke periode yang lain
Menurut Harahap (2009), laba adalah kelebihan penghasilan diatas biaya selama
satu periode akuntansi. Sedangkan menurut Suwardjono (2008) laba didefinisikan
sebagai imbalan atas upaya perusahaan menghasilkan barang dan jasa. Ini berarti laba
merupakan kelebihan pendapatan di atas biaya (biaya total yang melekat dalam kegiatan
produksi dan penyerahan barang/jasa). Menurut Harahap (2009) pertumbuhan laba
dihitung dengan cara mengurangkan laba bersih tahun ini dengan laba bersih tahun lalu
kemudian dibagi dengan laba bersih tahun lalu.

Gambar 4. 1 Rumus Pertumbuhan Laba

21
4.2 Aspek Teori Pendukung
4.2.1 Aspek Manajemen Pemasaran
Menurut Kotler (2002), citra adalah persepsi masyarakat terhadap perusahaan
atau produknya. Alma (2000) mengutip dari pendapat Huddleston (1985) mengenai
citra yaitu kesan yang dipikirkan dan yang diketahui oleh seseorang atau kelompok
mengenai suatu hal baik perusahaan maupun produknya yang diperoleh melalui
pengalaman. Citra perusahaan menurut Sutisna (2000) adalah gambaran singkat yang
dimiliki dari sebuah organisasi yang dihasilkan melalui akumulasi pesan-pesan yang
diterima.
Pengertian CSR (Corporate Social Responsibility) menurut Hadi (2011) adalah
komitmen berkelanjutan dari perusahaan yang berjalan secara etis dan memiliki
kontribusi terhadap pembangunan untuk meningkatkan kualitas hidup tenaga kerja dan
keluarga mereka, dan juga komunitas lokal serta masyarakat luas. CSR adalah
bagaimana mengelola perusahaan baik sebagian maupun keseluruhan memiliki dampak
positif bagi dirinya dan lingkungannya (Hadi, 2011).
4.2.2 Aspek Manajemen Sumber Daya Manusia
Berdasarkan UU No. 13 Tahun 200, pemutusan hubungan kerja adalah
pengakhiran hubungan kerja karena suatu hal tertentu yang mengakibatkan berakhirnya
hak dan kewajiban antara pekerja/buruh dan pengusaha.
Menurut pasal 61 Undang – Undang No. 13 tahun 2003 mengenai tenaga kerja,
perjanjian kerja dapat berakhir apabila :
1) Pekerja meninggal dunia
2) Jangka waktu kontak kerja telah berakhir
3) Adanya putusan pengadilan atau penetapan lembaga penyelesaian perselisihan
hubungan industrial yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap
4) Adanya keadaan atau kejadian tertentu yang dicantumkan dalam perjanjian
kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama yang dapat
menyebabkan berakhirnya hubungan kerja.
Menurut UU No. 13 Tahun 2003, Pekerja Kontrak disebut juga sebagai
Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT). Perjanjian kerja untuk waktu tertentu hanya
dapat dibuat untuk pekerjaan tertentu yang menurut jenis dan sifat atau kegiatan

22
pekerjaannya akan selesai dalam waktu tertentu, yaitu :
1) pekerjaan yang sekali selesai atau yang sementara sifatnya;
2) pekerjaan yang diperkirakan penyelesaiannya dalam waktu yang tidak terlalu lama
dan paling lama 3 (tiga) tahun;
3) pekerjaan yang bersifat musiman; atau
4) pekerjaan yang berhubungan dengan produk baru, kegiatan baru, atau produk
tambahan yang masih dalam percobaan atau penjajakan.

Sehingga, pihak yang mengakhiri perjanjian kerja sebelum jangka waktu yang
ditentukan wajib membayar ganti rugi kepada pihak lainnya sebesar upah pekerja/buruh
sampai batas waktu berakhirnya jangka waktu perjanjian kerja.
Menurut pasal 156 Undang – Undang No. 13 tahun 2003 mengenai tenaga kerja
menyatakan bahwa :
1) Dalam hal terjadi pemutusan hubungan kerja, pengusaha diwajibkan membayar
pesangon dan atau uang penghargaan masa kerja dan uang penggantian hak yang
seharusnya diterima
2) Perhitungan pesangon sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) paling sedikit sebagai
berikut:
Masa Kerja (MK) - Tahun Uang Pesangon (Bulan Upah)
MK < 1 thn 1 kali
1 thn <= MK < 2 thn 2 kali
2 thn <= MK < 3 thn 3 kali
3 thn <= MK < 4 thn 4 kali
4 thn <= MK < 5 thn 5 kali
5 thn <= MK < 6 thn 6 kali
6 thn <= MK < 7 thn 7 kali
7 thn <= MK < 8 thn 8 kali
MK => 8 thn 9 kali
3) Perhitungan uang penghargaan masa kerja sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
ditetapkan sebagai berikut:
Masa Kerja (MK) - Tahun Penghargaan (Bulan Upah)
3 thn <= MK < 6 thn 2 kali
6 thn <= MK < 9 thn 3 kali
9 thn <= MK < 12 thn 4 kali
12 thn <= MK < 15 thn 5 kali

23
15 thn <= MK < 18 thn 6 kali
18 thn <= MK < 21 thn 7 kali
21 thn <= MK < 24 thn 8 kali
MK => 24 thn 10 kali

4) Uang penggantian hak yang seharusnya diterima sebagaimana dimaksud dalam ayat
(1) meliputi :
(a) cuti tahunan yang belum diambil dan belum gugur;
(b) biaya atau ongkos pulang untuk pekerja/buruh dan keluarganya ke tempat
dimana pekerja/buruh diterima bekerja;
(c) penggantian perumahan serta pengobatan dan perawatan ditetapkan 15% (lima
belas perseratus) dari uang pesangon dan/atau uang penghargaan masa kerja
bagi yang memenuhi syarat;
(d) hal-hal lain yang ditetapkan dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan atau
perjanjian kerja bersama.

24
BAB V
PEMBAHASAN STUDI KASUS

5.1 Pembahasan Permasalahan Utama Badan Usaha


5.1.1 Pembahasan dari Aspek Manajemen Stratejik
SWOT adalah suatu bentuk analisis didalam manajemen perusahaan atau dalam
organisasi yang secara sistematis dapat membantu dalam usaha penyusunan suatu
rencana yang matang untuk mencapai tujuan, baik tujuan jangka pendek maupun
panjang (Rangkuti, 2008). Analisis SWOT adalah penilaian terhadap hasil identifikasi
situasi, untuk menentukan suatu kondisi dikategorikan sebagai kekuatan, kelemahan,
peluang atau ancaman (Rangkuti, 2008). Melalui analisa SWOT (Strength, Weakness,
Opportunity, dan Threat) dalam aspek manajemen stratejik dapat diketahui bahwa
faktor-faktor internal perusahaan meliputi Strength dan Weakness, sedangkan faktor-
faktor eksternal perusahaan meliputi Opportunity dan Threat. Strength (Kekuatan)
merupakan kekuatan yang dimiliki oleh perusahaan dibandingkan dengan perusahaan
lainnya. Weakness (Kelemahan), merupakan masalah-masalah yang dihadapi oleh
perusahaan dibandingkan dengan perusahaan lain, sehingga ini menjadi kelemahan bagi
perusahaan. Opportunity (Peluang) merupakan suatu kesempatan dimana perusahaan
dapat melakukan operasi dalam menghadapi tantangan dan untuk menjadikan
kesempatan itu menjadi sebuah keuntungan. Sedangkan Threat (Ancaman) merupakan
suatu bahaya yang biasanya terjadi karena perkembangan yang kurang menguntungkan,
dimana akan memberikan dampak seperti pengurangan laba dan penjualan jika tidak
dilakukan tindakan untuk bertahan (Keller, 2009).
Penjabaran analisa SWOT pada PT Garuda Indonesia Tbk. adalah sebagai
berikut:
1. Kekuatan (Strength)
a) Corporate Image yang kuat
PT Garuda Indonesia memiliki Corporate Image yang kuat, hal ini dapat
terlihat dari PT Garuda Indonesia Tbk adalah perusahaan akomodasi
penerbangan terbesar di Indonesia. Terlihat juga pada pertumbuhan kinerja
PT Garuda Indonesia yang positif dan valuasi saham yang murah. Selain itu,

25
Garuda indonesia juga seringkali telah meraih berbagai macam penghargaan
misalnya Maskapai penerbangan nasional Garuda Indonesia memperoleh
sejumlah pengakuan internasional pada ajang "Skytrax World Airline
Awards 2021". Penghargaan ini menjadi pengakuan atas konsistensi
keberadaan Garuda Indonesia sebagai jajaran maskapai global terbaik.
Dalam ajang ini Garuda menyabet penghargaan di tujuh kategori unggulan
yaitu Top 15 World's Best Airline, Top 4 World's Best Airline Cabin Crew,
Top 5 World's Best Airport Service, Top 20 World's Best First Class
Airlines, Top 20 World's Best Business Class Airlines, Top 10 World's Best
Economy Class Airlines, hingga Top 6 Best Airline Staff in Asia. Garuda
Indonesia berserta anak usaha Citilink juga mendapatkan penghargaan
khusus dengan meraih "2021 Covid-19 Airline Excellence Awards".
Predikat yang hanya diberikan kepada 41 maskapai penerbangan dunia
tersebut didasarkan pada penilaian terhadap penerapan protokol kesehatan
terbaik yang dilaksanakan pada seluruh lini layanan operasional maskapai
penerbangan global.
b) PT Garuda Indonesia ikut andil dalam peningkatan pendapatan negara dalam
industri penerbangan.
PT. Garuda Indonesia (Persero) Tbk. (GIAA) berhasil membukukan
operating revenue semester 1-2017 sebesar USD 1,9 Miliar dengan
pertumbuhan sebesar 7 persen dibandingkan periode yang sama di tahun
2016. Pencapaian tersebut didukung oleh penerapan strategi kinerja
operasional "5 Quick Wins" perusahaan melalui tiga long term strategy :
Financial Performance, Operational Excellence, dan Customer Experience.
Pada semester 1 - 2017 ini Garuda Indonesia Group mencatatkan jumlah
passenger carried sebanyak 17.2 juta atau meningkat sebesar 3,9 persen,
sedangkan khusus passenger carried rute internasional tercatat tumbuh
sebesar 15 persen. Sementara itu, kargo yang diangkut (cargo carried) juga
meningkat sebesar 10,6 persen menjadi 219,4 ribu ton.
Melalui pertumbuhan pendapatan perusahaan tersebut, Garuda Indonesia
sebagai mainbrand juga berhasil mencatatkan pertumbuhan pendapatan

26
sebesar 6,6 persen dengan beban biaya perusahaan yang berhasil ditekan
peningkatannya menjadi 0,4 persen di kuartal 2 - 2017. Sejalan dengan
upaya peningkatan kinerja perusahaan, Garuda Indonesia melaksanakan
sejumlah strategi kinerja operasional melalui optimalisasi armada (antara
lain melalui rekonfigurasi seat serta peningkatan konektivitas jaringan
penerbangan), upaya renegosiasi kontrak dengan lessor dan produsen
pesawat, hingga optimalisasi pendapatan melalui lini bisnis digital & e-
commerce.
Maskapai nasional Garuda Indonesia berhasil meraih 5 penghargaan
sekaligus dalam ajang BUMN Markeeters 2018 yang diselenggarakan
Forum Humas BUMN bekerjasama dengan Mark Plus Inc. Pada ajang
tersebut, Garuda Indonesia meraih penghargaan "The Promising Company in
Tactical Marketing"- GOLD WINNER, "The Most Promising Company in
Branding Campaign" - GOLD WINNER, "The Most Promising Company in
Strategic Campaign" - SILVER WINNER, "The Most Promising Company
in Marketing 3.0" - BRONZE WINNER, dan Kategori "CMO BUMN 2018"
- FINALIS TOP 2.
c) Perusahaan aktif dalam menghadapi perubahan.
Fasilitas VR Experience tersebut merupakan bagian dari upaya
berkelanjutan atas komitmen maskapai dalam menghadirkan inovasi layanan
bertajuk "The New Flight Experience" yang direpresentasikan melalui
berbagai pembaharuan fasilitas dan fitur layanan penerbangan bagi pengguna
jasa. Adapun fitur ini telah diperkenalkan sejak 26 Januari 2019 lalu.
Maskapai penerbangan nasional Garuda Indonesia melalui lini usaha
Aerojasa Cargo memperkenalkan terobosan baru pada layanan pengiriman
barang "KirimAja" dengan meluncurkan fitur "KirimAja Dompet". Predikat
"5 - Star COVID-19 Airline Safety Rating" tersebut merupakan penilaian
tertinggi yang diberikan kepada maskapai penerbangan global atas
penerapan protokol kesehatan terbaik dalam layanan penerbangan di tengah
situasi pandemi. Garuda Indonesia menjadi maskapai penerbangan pertama
di Asia Tenggara sekaligus menjadi satu-satunya maskapai asal Indonesia

27
yang mampu meraih predikat tersebut dari 8 maskapai penerbangan dunia
yang sejauh ini berhasil memperoleh "5-Star COVID-19 Airline Safety
Rating".

Adapun raihan predikat tersebut didasarkan pada proses audit yang


dilaksanakan pada bulan Juni 2021 lalu, mencakup keseluruhan aspek
keselamatan penerbangan dan penerapan protokol kesehatan oleh maskapai
penerbangan, utamanya dalam memberikan pelayanan terbaik selama masa
pandemi COVID-19. Penilaian dilakukan mulai dari tahapan pre, in hingga
post flight, seperti kebersihan pesawat, informasi mengenai COVID-19,
penerapan physical distancing, ketersediaan hand sanitizer, penyesuaian
meal service dan berbagai aspek penunjang lainnya.

2. Kelemahan (Weakness)
a) Harga tiket yang cukup mahal
Garuda membayar biaya sewa pesawat kepada pemberi sewa atau lessor
pesawat termahal di dunia sampai dengan 28 persen dibandingkan dengan
lessor pesawat maskapai-maskapai lain yang hanya 8 persen. (kontan.co.id),
diunduh pada tanggal 12 Juni 2023).
b) Kondisi Keuangan PT Garuda Indonesia yang kurang bagus
Dikutip dari keterbukaan informasi Bursa Efek Indonesia (BEI), Senin
(25/4/2022), Garuda menderita kerugian US$ 1,66 miliar atau setara Rp
23,73 triliun (asumsi kurs Rp 14.300) pada September 2021 menurut laporan
keuangan interim yang tidak diaudit. Rugi ini naik dibanding periode yang
sama tahun sebelumnya US$ 1,07 miliar. Pendapatan dan penjualan hingga
September 2021 sebanyak US$ 939,02 juta. Pendapatan ini turun dibanding
periode yang sama tahun 2020 sebesar US$ 1,13 miliar. Jumlah aset Garuda
tercatat US$ 9,42 miliar. Aset ini juga turun dari sebelumnya US$ 10,78
miliar
utama
3. Peluang (Opportunity)
a) Kebutuhan masyarakat akan penerbangan ke dalam dan luar negeri.

28
Garuda Indonesia Experience adalah konsep layanan baru yang menyajikan
aspek-aspek terbaik dari Indonesia kepada para penumpang. Mulai dari saat
reservasi penerbangan hingga tiba di bandara tujuan, para penumpang akan
dimanjakan oleh pelayanan yang tulus dan bersahabat yang menjadi ciri
keramahtamahan Indonesia, diwakili oleh ‘Salam Garuda Indonesia’ dari
para awak kabin
Dengan pengenalan konsep Garuda Indonesia Experience, Garuda
Indonesia menciptakan ciri khas yang membanggakan, sekaligus
meningkatkan citra Indonesia di dunia internasional. Konsep Garuda
Indonesia Experience didasarkan pada pancaindra atau “5 senses” (sight,
sound, scent, taste, dan touch) dan mencakup 24 “customer touch points”;
mulai dari pelayanan pre-journey, pre-flight, in-flight, post-flight dan post-
journey.
Sejak pertama diluncurkan pada 2009, Garuda Indonesia Experience
mengandalkan keramahtamahan Indonesia. Ini sejalan dengan visi Garuda
Indonesia, yaitu perusahaan penerbangan yang handal, menawarkan layanan
berkualitas bagi masyarakat dunia dengan menggunakan keramahan
Indonesia. Garuda Indonesia mengemban misi khusus sebagai perusahaan
penerbangan pembawa bendera bangsa Indonesia, yang mempromosikan
Indonesia kepada dunia.
Konsep keramahtamahan Indonesia ini diterjemahkan dalam ikon-ikon
yang mengandalkan pancaindra, yang antara lain tercermin dari penggunaan
bahan dan ornamen khas Indonesia untuk interior pesawat, aroma
wewangian bunga khas Indonesia, musik khas Indonesia, serta cita rasa
makanan dan minuman khas Indonesia. Pada 2009, perusahaan melakukan
program peremajaan untuk armada-armada lama, Boeing 747-400 dan
Airbus 330-300, dengan mengganti interior pesawat dan menambah fasilitas
AVOD (Audio and Video on Demand). Langkah yang sesuai dengan konsep
layanan Garuda Indonesia Experience.
Di samping melibatkan pancaindra, konsep Garuda Indonesia Experience
juga harus memiliki nilai-nilai dasar sebagai berikut: tepat waktu dan aman

29
(tentang produk), cepat dan tepat (tentang proses), bersih dan nyaman
(tentang bangunan) serta andal, profesional, kompeten dan siap membantu
(tentang staf). Konsep ini diterima dengan baik oleh pelanggan Garuda
Indonesia.
b. Adanya dukungan dari pemerintah berupa pinjaman dana untuk
membantu menyehatkan keuangan perusahaan
Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) mengatakan PT
Garuda Indonesia Tbk (GIAA) bakal mendapatkan dana talangan senilai Rp
8,5 triliun dari pemerintah. Namun dana ini bukan berupa bailout dari
pemerintah kepada perusahaan tersebut melainkan pinjaman yang harus
dikembalikan. Staf Khusus Menteri BUMN Arya Sinulingga mengatakan
dana ini diperoleh perusahaan karena memiliki utang dalam dolar Amerika
Serikat yang akan jatuh tempo. Namun saat ini perusahaan tengah dalam
pembicaraan dengan para pemegang sukuk tersebut untuk mengupayakan
restrukturisasi.
Hal ini tertuang dalam dokumen paparan Menteri Keuangan dengan
Komisi XI yang diperoleh CNBC Indonesia. Dana tersebut masuk dalam
kebijakan pemerintah untuk melakukan program pemulihan ekonomi
nasional (PEN). Program tersebut disiapkan untuk memberikan stimulus
kepada berbagai jenis kalangan usaha mulai dari UMKM, BUMN hingga
korporasi.
Garuda memang tengah dilanda kesulitan utang setelah melakukan
negosiasi dengan pemegang sukuk perusahaan. Kementerian Keuangan
(Kemenkeu) bahkan berkoordinasi dengan Kementerian BUMN untuk
membantu keuangan Garuda, terutama dalam membayar utang yang jatuh
tempo tahun ini.Direktur Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko,
Luky Alfirman saat itu mengatakan, bantuan seperti apa yang akan diberikan
masih dalam pembahasan secara intens. Adapun utang Garuda Indonesia
yang jatuh tempo pada 3 Juni 2020 adalah berupa sukuk global senilai US$
500 juta atau setara Rp 7,5 triliun (kurs Rp 15.000/US$).
4. Ancaman (Threat)

30
a) Bahan bakar pesawat Garuda Indonesia berasal dari pertamina, sehingga
bahan bakar bergantung pada Pertamina
PT Pertamina (Persero) akan menjadi pemasok bahan bakar pesawat atau
avtur tunggal bagi PT Garuda Indonesia Tbk untuk pengisian di stasiun
pengisian bahan bakar luar negeri. Saat ini pesawat Garuda melakukan
pengisian di 15 stasiun pengisian bahan bakar di beberapa negara. Kerja
sama dengan Garuda merupakan salah satu sinergi Pertamina dengan
beberapa BUMN lainnya dalam rangka penggunaan BBM yang diproduksi
perseroan. Dunia energi.com, diunduh pada tanggal 12 Juni 2023)
b) Maskapai Penerbangan lain yang lebih murah dan kapasitas lebih besar
Garuda pun akhirnya mulai memberikan potongan harga tiket pesawat
untuk rute penerbangan domestik maupun internasional. Adapun periode
pemesanan promo khusus tersebut berlangsung mulai 25 Agustus 2022
hingga 30 Agustus 2022 dengan waktu penerbangan hingga 31 Maret 2023
mendatang.Direktur Utama Garuda Indonesia Irfan Setiaputra menyebut,
melalui program 'Jelajah Negeri', Garuda Indonesia menawarkan potongan
harga khusus hingga 15% yang disertai dengan berbagai penawaran cash
back dan benefit lainnya dari berbagai bank partner.
Adapun beberapa rute domestik yang turut mendapatkan promo khusus
tersebut di antaranya Jakarta - Balikpapan pp mulai dari Rp 2,7 jutaan,
Jakarta-Lombok pp mulai Rp 2,5 jutaan, Jakarta - Jambi pp mulai Rp 2
jutaan, Jakarta - Sorong pp mulai Rp 5,7 jutaan, serta Jakarta - Surabaya pp
mulai Rp 2,1 jutaan. Sedangkan untuk rute internasional sejumlah promo
harga khusus yang dihadirkan di antaranya pada rute Jakarta - Kuala Lumpur
pp mulai Rp 2 jutaan, Jakarta - Bangkok pp mulai Rp 5 jutaan, Jakarta -
Seoul pp mulai Rp 9 jutaan, Jakarta - Sydney pp mulai Rp 9 jutaan, serta
Jakarta - Tokyo pp mulai Rp 15 jutaan.Regulasi yang ditetapkan negara
importir juga dapat memberikan kerugian bagi negara eksportir.
Penurunan jumlah armada pesawat seiring dengan permintaan yang
menurun ketika pandemi Covid-19. Namun, ketika pemerintah
melonggarkan pembatasan kegiatan di dalam negeri, permintaan pun

31
kembali meningkat. Melansir data Badan Pusat Statistik (BPS), jumlah
angkutan penerbangan selama periode Januari-Juni 2022, naik 57,59%
menjadi 24,6 juta orang dan penumpang internasional melesat 540,9%
menjadi 375,5 ribu jika dibandingkan dengan periode yang sama pada 2021.

Tabel 5.1 Analisa SWOT pada PT Garuda Indonesia Tbk.


Kekuatan (Strength) Kelemahan (Weakness)
1. Nama besar perusahaan 1. Beberapa SDM Perusahaan
2. Pengalaman perusahaan di bidang bermasalah sehingga
penerbangan muncul konflik antara
3. Sumber daya manusia yang handal karyawan dengan
4. Memiliki sistem penerbangan yang Manajemen Garuda
beradaptasi dengan jaman 2. Kondisi Keuangan kurang
5. Memiliki rute penerbangan domestik dan bagus
Faktor Internal internasional 3. Biaya operasional yang
6. Fasilitas dan pelayanan yang prima tinggi sehingga
menyebabkan harga tiket
pesawat lebih mahal
dibandingkan maskapai
lain.
4. Harga tiket tidak
terjangkau untuk semua
segmen pasar.
Ancaman (Threat) Peluang (Opportunity)
1. Bahan bakar pesawat Garuda Indonesia 1. Adanya dukungan dari
berasal dari pertamina, sehingga bahan pemerintah berupa
bakar bergantung pada PertaminaSumber pinjaman dana untuk
Daya Alam Indonesia yang melimpah membantu menyehatkan
sehingga tidak menutup kemungkinan keuangan
perusahaan akan menyasar pasar ekspor perusahaanRegulasi yang
Faktor
baru yang potensial. ditetapkan oleh negara
Eksternal
2. Maskapai Penerbangan lain yang lebih importir
murah dan kapasitas lebih besar. 2. Kebutuhan masyarakat
akan penerbangan ke
dalam dan luar negeri.
3. Berkembangnya sistem
penerbangan di Indonesia

Matriks SWOT dapat menggambarkan secara jelas bagaimana peluang dan


ancaman eksternal yang dihadapi perusahaan dapat disesuaikan dengan kekuatan dan
kelemahan yang dimilikinya (Ihsan, 2016). Matriks SWOT dapat menghasilkan empat
sel kemungkinan altenatif strategis. Alternatif strategi adalah hasil dari matriks analisis
SWOT yang menghasilkan berupa strategi SO, WO, ST, WT. Berikut adalah penjelasan
matriks SWOT yaitu:

32
1. Strategi SO (Strength-Opportunity)
Strategi ini merupakan gabungan dari faktor internal (Strength) dan faktor
eksternal (Opportunity), strategi ini dibuat berdasarkan pemikiran para eksekutif
perusahaan, yaitu dengan memanfaatkan seluruh kekuatan untuk merebut dan
memanfaatkan peluang sebesar-besarnya.
2. Strategi ST (Strength- Threat)
Strategi ini merupakan gabungan dari faktor internal (Strength) dan faktor
eksternal (Threat), strategi ini menggunakan kekuatan yang dimiliki perusahaan
untuk mengatasi segala ancaman dari luar.
3. Strategi WO (Weakness-Opportunity)
Strategi ini merupakan gabungan dari faktor internal (Weakness) dan faktor
eksternal (Opportunity), strategi ini diterapkan berdasarkan pemanfaatan
peluang yang ada dengan cara mengurangi kelemahan yang dimiliki oleh
perusahaan.
4. Strategi WT (Weakness- Threat)
Strategi ini merupakan gabungan dari faktor internal (Weakness) dan faktor
eksternal (Threat), strategi ini didasarkan pada aktivitas yang sifatnya defensive
dan berusaha menghindari kemungkinan adanya ancaman dari luar untuk
mengurangi kelemahan perusahaan.
Analisis Matriks SWOT pada PT Garuda Indonesia Tbk. dapat dijabarkan
sebagai berikut :
1. Strategi SO (Strength-Opportunity)
a) Mempertahankan citra perusahaan sebagai perusahaan industri penerbangan
yang berkualitas, dengan miemiliki nama besar perusahaan yang baik.
b) Dengan berkembangnya sistem penerbangan di Indonesia ditmabah dengan
Sumber Daya manusia yang handal dari PT Garuda Indonesia membuat PT
Garuda Indonesia menjadi pilihan utama dalam akomodasi penerbangan.
2. Strategi ST (Strength- Threat)
a) Menjalin hubungan yang baik dengan Pertamina, dengna cara menerapkan
siklus pembayaran yang baik dan minim risiko, sehingga pasokan supply
avtur dari Pihak Pertamina lancar.

33
b) Membuka segmen baru dengan memaksimalkan anak perusahaan PT Garuda
Indonesia yaitu Citilink Indonesia sebagai segmen pasar yang lebih
terjangkau
3. Strategi WO (Weakness-Opportunity)
a) Dengan adanya Sumber Daya manusia yang handal harus bisa membuat
laporan keuangan dan kinerja perushaan lebih efektif dan efisien.
b) Memperbaiki dan menggunakan dana secara efisien secara maksimal yang
telah diberikan pinjaman dana oleh pemerintah
4. Strategi WT (Weakness- Threat)
a) Menambah presentase kepemilikan di bidang anak usaha lainnya.
Perusahaan PT Garuda Indonesia bisa lebih menawarkan citilink sebagai
alternatif penerbangan untuk kelas yang lebih terjangkau..
Tabel 5.2 Analisa Matriks SWOT pada PT Garuda Indonesia Tbk.
Strategi SO Strategi ST
1. Mempertahankan citra perusahaan sebagai 1. Menjalin hubungan baik dengan PT Pertamina
perusahaan penerbangan nomor satu di Indonesia. sebagai pasokan bahan bakar avtur
2. Memanfaat sumber daya yang handal guna 2. Memperluas segemen baru PT Garuda Indonesia
menjadikan PT Garuda Indonesia menjadi pilihan
untuk akomodasi penerbangan
Strategi WO Strategi WT
1. Sumber Daya yang handal 1. Menambah presentase kepemilikan di bidang
2. Memperbaiki peminjaman dana dari pemerintah anak usaha lainnya
agar efektif dan efisien

Setelah menganalisa Matriks SWOT pada PT Garuda Indonesia Tbk, selanjutnya


dilakukan pembobotan dan pemberian rating IFAS (Internal Factor Analysis Summary)
dan EFAS (External Factor Analysis Summary). Dalam IFAS, pembobotan dan rating
diisi berdasarkan faktor strategi internal PT Garuda Indonesia Tbk dimana pembobotan
dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui seberapa besar faktor-faktor keberhasilan
perusahaan dalam suatu industri, tanpa memandang apakah hal tersebut adalah kekuatan
atau kelemahan internal.

Faktor yang diangap memiliki pengaruh besar dalam kinerja organisasi diberikan
bobot yang tinggi dengan skala mulai dari 0,0 (tidak penting) sampai 1,0 (sangat
penting) dan jumlah seluruh bobot sama dengan 1,0. Tujuan dari pemberian rating
adalah memberikan skala mulai dari angka 1,0 (kelemahan yang besar), 2,0 (kelemahan

34
yang kecil), 3,0 (kekuatan yang kecil), dan 4,0 (kekuatan yang besar) berdasarkan faktor
tersebut terhadap pengembangan industri pertambangan dalam sektor batubara. Nilai
total keseluruhan menunjukkan bahwa bagaimana reaksi pengembangan industri
pertambangan dalam sektor batubara ini terhadap faktor strategi internalnya. Sedangkan
dalam EFAS pembobotan dan rating diisi berdasarkan faktor strategi eksternal PT
Garuda Indonesia Tbk dimana pembobotan dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui
seberapa besar faktor-faktor yang berpengaruh atau berdampak terhadap faktor strategi
itu sendiri. Bobot masing-masing faktor mulai dari angka 0,0 (tidak penting) sampai 1,0
(sangat penting) dan jumlah seluruh bobot harus sama dengan 1,0. Tujuan dari
pemberian rating adalah memberikan skala mulai angka 1,0 (respon dibawah rata-rata),
2,0 (respon rata-rata), 3,0 (respon di atas rata-rata), dan 4,0 (respon sangat bagus)
berdasarkan pada efektifitas strategi perusahaan. Nilai total keseluruhan menunjukkan
bahwa bagaimana reaksi pengembangan industri pertambangan dalam sektor batubara
terhadap kondisi perusahaan atau faktor eksternalnya (Dianiffa, 2015; Suhartini, 2012).
Tabel 5.3 Matriks IFAS pada PT Garuda Indonesia Tbk.
No Faktor Internal Bobot Rating Skor
Kekuatan (Strength)
1. Nama Besar perusahaan yang kuat 0,30 4 1,2
2. Pengalaman perusahaan di penerbangan 0,15 3 0,45
3. Rute Penerbangan domestik dan interdomestik 0,20 4 0,80
4. Perusahaan aktif dalam menghadapi perubahan jaman 0,05 4 0,20
Subtotal 0,70 2,65
Kelemahan (Weakness)
1. Harga tiket kurang terjangkau 0,10 3 0,30
2. Kondisi keuangan kurang bagus 0,20 3 0,60
Subtotal 0,3 0,9
Total 1,0 3,55

Berdasarkan tabel 5.3 pada Matriks IFAS didapatkan skor dengan jumlah total
sebesar 3,55 dimana pada strength dan weakness perusahaan mendapatkan skor masing-
masing sebesar 2,65 dan 0,9. Jumlah bobot pada kategori strength dan weakness
masing-masing sebesar 0,7 dan 0,3. Pada kategori strength, bobot terbesar dimiliki oleh
“Nama besar perusahaan” dengan nilai sebesar 0,3. Hal ini disebabkan karena Nama
besar perusahaan perusahaan yang kuat memiliki peran penting dalam keberhasilan
perusahaan dalam industri tersebut. Hingga saat ini PT garuda Indonesia telah memiliki
citra perusahaan yang kuat dan inilah yang membuat PT Garuda Indonesia menjadi
perusahaan penerbangan terbesar di Indonesia Bobot terbesar kedua dimiliki oleh

35
“Pengalaman perusahaan di Penerbagnan” dengan nilai sebsar 0,2. Hal ini disebabkan
oleh banyaknya pengalaman PT Garuda Indonesia di bidang penerbangan baik domestik
maupun interdomestik (www.m.bisnis.com, diunduh pada tanggal 11 Agustus 2020).
Bobot terbesar ketiga dimiliki oleh “PT Garuda Indonesia Rute penerbangan domestik
dan interdomestik” dengan nilai bobot sebesar 0,15. Hal ini disebabkan karena dalam
industri penerbangan, PT Garuda Indonesia dianggap penting bagi negara karena hanya
Garuda Indonesia mempunya penerbangan domestik dan interdomestik dengan kualitas
premium yang sudah diakui dunia . (www.finance.detik.com, diunduh pada tanggal 11
Agustus 2020). Bobot terbesar terakhir dimiliki oleh “Perusahaan aktif dalam
menghadapi perubahan” dengan nilai bobot sebesar 0,05. Hal ini dikarenakan pada
jaman sekarang ini keadaan terus berubah dan untuk mampu bertahan perusahaan harus
siap menghadapi perubahan-perubahan tersebut (www.beritasatu.com, diunduh pada
tanggal 11 Agustus 2020). Jika dilihat dari rating-nya, maka rating terbesar dimiliki
oleh “Nama perusahaan yang besar”, “Rute penerbangan domestik dan interdomestik”
dan “Perusahaan aktif dalam menghadapi perubahan” dengan angka sebesar 4,0. Hal ini
disebabkan PT Garuda Indonesia lebih unggul dibandingkan dengan pesaingnya dengan
ditunjukkan dari kinerja dan penghargaan-penghargaan yang diraih perusahaan.
Berdasarkan tabel 5.4 PT Garuda Indonesia telah memperoleh lebih banyak
penghargaan dibandingkan dengan pesaingnya.
Tabel 5.4 Tabel Perbandingan Perolehan Penghargaan pada PT Garuda Indonesia, Batik/Lion Air
Indonesia. Sriwijaya Air,
PT Garuda Indonesia Batik Air Lion Air Sriwijaya
Maskapai nasional Garuda Sebanyak 18 orang pilot dan Top 5 Airlines and penghargaan
Indonesia berhasil meraih kru Batik Air member of Airline Groups by keselamatan
predikat “Gold - Indonesia Lion Group, mendapatkan Passenger Carriage" penerbangan
Go ASEAN Champion” penghargaan “Adikarya (lima maskapai dari Boeing,
Dirgantara Adhirajasa” dari teratas yang yaitu Boeing
Menteri Perhubungan, Budi berkontribusi besar International
Karya Sumadi. Mereka membawa Award for
adalah pilot dan kru yang penumpang paling Safety and
bertugas membawa pulang banyak) dalam acara Maintenance of
238 Warga Negara Indonesia 14th Changi Airline Aircraft,
(WNI) dari Provinsi Hubei, Awards di Singapura. diberikan
China. setelah inspeksi
dilakukan
selama
beberapa bulan
oleh tim dari
Boeing
Company

36
Sumber : (kata.com)

(sumber diunduh tanggal 12 Juni 2023)

Selanjutnya rating terakhir dengan angka yang diperoleh sebesar 3,0 dimiliki oleh “PT
Garuda Indonesia ikut andil dalam peningkatan pendapatan negara dalam industri
penerbangan”. Karena walaupun PT Garuda Indonesia juga berkontribusi pada
pendapatan negara tetapi perusahaan batubara lainnya juga ikut berkontribusi pada
peningkatan pendapatan negara tersebut (www.finance.detik.com, diunduh pada tanggal
11 Agustus 2020).
Pada kategori weakness, bobot terbesar dimiliki oleh “Harga Tiket Pesawat PT
Garuda Indonesia yang cukup mahal” dengan angka sebesar 0,2. Hal ini dikarenakan
salah satu keberhasilan PT Garuda Indonesia juga bergantung pada permintaan
pelanggan atau masyarkaat terkait rute penerbangannya ). Bobot terakhir dimiliki oleh
“Kondisi keuangan kurang bagus” dengan bobot sebesar 0,1. Hal ini dikarenakan PT
Garuda Indonesia masih memeiliki tunggakan hutang yang cukup besar, tetapi Garuda
Indonesia memiliki anak usaha lain dengan sektor yang sama yaitu citilink Sedangkan
pada kategori rating, rating terbesar dimiliki oleh “harga tiket pesawat kurang
terjangkau” dengan rating sebesar 3,0. Hal ini dikarenakan PT Garuda Indonesia
memberikan harga premium dengan fasilitas yang premium. Hal ini dapat terlihat pada
gambar 5.1 yang menunjukkan bahwa pendapatan perusahaan meningkat setiap
tahunnya.
Gambar 5.1 Laporan Keuangan PT Garuda Indonesia 2015 hingga 2019

Selanjutnya rating terakhir dimiliki oleh “PT Garuda Indonesia pada Harga yang kurang
terjangkau” dengan jumlah rating sebesar 3,0. Hal ini dikarenakan PT Garuda Indonesia

37
penjualan dari penjualan tiket pesawat Hal tersebut dapat terlihat juga pada gambar 5.1
yang menunjukkan adanya peningkatan pendapatan dimana perusahaan mengalami
peningkatan penjualan.

Tabel 5.5 Matriks EFAS pada PT Garuda Indonesia Tbk.


No Faktor Internal Bobot Rating Skor
Peluang (Opportunity)
Adanya dukungan dari pemerintah berupa pinjaman dana untuk
1. 0,40 4 1,60
membantu menyehatkan keuangan perusahaan
Kebutuhan masyarakat akan penerbangan ke dalam dan luar
2. 0,20 4 0,80
negeri.
3. Berkembangnya sistem penerbangan di Indonesia 0,1 3 0,30
Subtotal 0,7 2,70
Ancaman (Threat)
Beberapa SDM Perusahaan bermasalah sehingga muncul
1. 0,07 2 0,14
konflik antara karyawan dengan Manajemen Garuda
2. Kondisi Keuangan kurang bagus 0,11 2 0,22
Biaya operasional yang tinggi sehingga menyebabkan harga
3. 0,09 3 0,27
tiket pesawat lebih mahal dibandingkan maskapai lain.
4 Harga tiket tidak terjangkau untuk semua segmen pasar. 0,03 1 0,03
Subtotal 0,30 0,66
Total 1,0 3,36

Berdasarkan tabel 5.5 pada Matriks EFAS didapatkan skor dengan jumlah total
sebesar 3,36 dimana pada opportunity dan threat perusahaan mendapatkan skor masing-
masing sebesar 2,70 dan 0,66. Jumlah bobot pada kategori opportunity dan threat
masing-masing sebesar 0,7 dan 0,30. Pada kategori opportunity, bobot terbesar dimiliki
oleh “Adanya dukungan dari pemerintah berupa pinjaman dana untuk membantu menyehatkan keuangan
perusahaan” dengan nilai sebesar 0,4. Hal ini dikarenakan bisnis utama PT Garuda
Indonesia adalah penerbangan sehingga dukungan pemerintah terhadap Garuda
Indonesia sangat dibutuhkan (www.wartaekonomi.co.id, diunduh pada tanggal 11
Agustus 2020). Bobot terbesar kedua dimiliki oleh “ Kebutuhan masyarakat akan
penerbangan ke dalam dan luar negeri” dengan nilai sebesar 0,2. Hal ini dikarenakan
berkaitan dengan bisnis utama PT Garuda Indonesia sehingga hal ini tentunya
berpengaruh pada kinerja Garuda Indonesia dalam meningkatkan penjualannya
(www.wartaekonomi.co.id, diunduh pada tanggal 11 Agustus 2020). Bobot terbesar
ketiga dimiliki oleh “Didukung oleh Berkembanganya sistem penerbangan di Indonesia
industri ini” dengan nilai sebesar 0,1. Hal ini dikarenakan berkembanganya industri
penerbangan juga sangat berpengaruh terhadap bisnis ini (www.republika.co.id,

38
diunduh pada tanggal 11 Agustus 2020). Bobot tertinggi terakhir dimiliki oleh
“Permintaan yang cenderung meningkat terhadap akomodasi penerbangan ” dengan
nilai bobot sebesar 0,03.
5.1.2 Pembahasan dari Aspek Manajemen Keuangan
Pemerintah sudah menyebut maskapai milik negara tersebut sudah dalam
kondisi bangkrut secara teknis. Hal itu karena Garuda Indonesia memiliki utang yang
lebih besar ketimbang asetnya. Hingga September 2021, Garuda Indonesia memiliki
liabilitas atau kewajiban yang harus dibayarkan sebesar 9,8 miliar dollar AS atau Rp
139,16 triliun (asumsi kurs Rp 14.200 per dollar AS). Sementara asetnya hanya sebesar
6,9 miliar dollar AS atau sekitar Rp 97,98 triliun. Mengutip keterbukaan informasi
Bursa Efek Indonesia (BEI) Selasa (16/11/2021), Garuda saat ini tengah menyusun
proses restrukturisasi, baik dari sisi keuangan maupun operasional untuk menyehatkan
keuangan perseroan. Baca juga:
Kementan Sumbang PDB Besar Selama Pandemi, Kapolri: Ini Kebanggaan
Tersendiri Sejumlah aspek pun akan dioptimalkan dalam proses penyelamatan
perseroan. Diantaranya dengan melakukan restrukturisasi melalui in-court settlement
maupun out of court settlement lewat negosiasi dengan para kreditur. Garuda Indonesia
memastikan terus melakukan komunikasi intensif serta negosiasi kepada kreditur dan
lessor. “Khusus untuk lessor, negosiasi dilakukan guna mencapai kesepakatan mengenai
restrukturisasi biaya sewa dengan skema PBH (power by the hour)," tulis Manajemen
Garuda. Sementara dengan para kreditur lainnya,
Garuda masih dalam proses pemaparan initial proposal untuk restrukturisasi
secara bertahap dan berdiskusi lebih lanjut guna memperoleh kesepakatan. Dalam
waktu dekat, Garuda akan segera menyampaikan proposal restrukturisasi kepada para
kreditur. “Perseroan saat ini telah merampungkan penyusunan proposal restrukturisasi
dengan berkoordinasi dengan beberapa konsultan pendukung restrukturisasi,”.
Berdasarkan rencana bisnis ke depan, Garuda hanya akan memiliki 140 rute
penerbangan di 2022, atau berkurang 97 rute penerbangan dari posisi di 2019 yang
memiliki 237 rute penerbangan. Perseroan pun memangkas jumlah pesawatnya dari 202
pesawat pada 2019 menjadi 134 pesawat pada 2022, atau berkurang 68 pesawat.
Selain itu, jenis pesawat Garuda Indonesia juga akan dikurangi dari 13 menjadi

39
hanya 7. Secara rinci beberapa negosiasi dan kesepakatan yang sudah didapatkan
perusahaan dengan para kreditur sebagai berikut: - Penangguhan pokok dan bunga oleh
kreditur perbankan. - Restrukturisasi utang tertunggak selama 2020 yang dibayarkan
dengan cicilan balloon payment sampai dengan 2023 oleh kreditur bisnis. - Terkait
dengan KIK EBA, telah dilakukan penangguhan sebagian kewajiban pembagian
pendapatan penjualan tiket ke-36 sampai dengan 3 Desember 2021 atau tanggal yang
disesuaikan kemudian dengan Manajer Investasi (MMI). - Terkait dengan Sukuk, telah
dilakukan perpanjangan waktu jatuh tempo sampai dengan 3 Juni 2022 dan
penangguhan pembayaran jumlah pembagian berkala yang jatuh tempo pada tanggal 17
Juni 2021 sebesar 14 juta dollar AS sampai dengan waktu yang akan disepakati,
bersamaan dengan persetujuan rencana restrukturisasi. - Terkait dengan EDC, telah
dilakukan penangguhan pokok dan bunga periode Juni 2020 sampai dengan waktu yang
akan disepakati, bersamaan dengan persetujuan rencana restrukturisasi.
Sumber di Kompas.com diundung 13 Juni 2023
5.2 Pembahasan Permasalahan Tambahan Badan Usaha
5.2.1 PT Garuda Indonesia Tbk. merumahkan pada ratusan karyawannya
5.2.1.1 Pembahasan dari Aspek Manajemen Keuangan
Berdasarkan laporan keuangan perusahaan PT Garuda Indonesia Pada tahun
2015, rasio net profit margin (NPM) perusahaan sebesar 2,04%. Hal ini menunjukkan
bahwa perusahaan mendapatkan laba bersih sebesar 2,04% dari total
penjualan/pendapatan perusahaan (sales/revenue). Rasio NPM yang bernilai positif
menunjukkan bahwa perusahaan memperoleh laba. Rasio tersebut memberikan
gambaran bahwa perusahaan memperoleh laba pada tahun ini. Pada tahun 2016, rasio
net profit margin (NPM) perusahaan sebesar 0,24%. Hal ini menunjukkan bahwa
perusahaan mendapatkan laba bersih yang lebih sedikit dari tahun 2015 (penurunan)
yakni sebesar 0,24% dari total penjualan/pendapatan perusahaan (sales/revenue).).
Rasio NPM yang bernilai positif menunjukkan bahwa perusahaan memperoleh laba.
Rasio tersebut memberikan gambaran bahwa perusahaan memperoleh laba pada tahun
ini. Pada tahun 2017, rasio net profit margin (NPM) perusahaan sebesar - 5,11%. Hal ini
menunjukkan bahwa perusahaan mengalami kerugian sebesar 5,11 dari total
penjualan/pendapatan perusahaan (sales/revenue).).

40
Rasio NPM yang bernilai negatif menunjukkan bahwa perusahaan mengalami
kerugian. Rasio tersebut memberikan gambaran bahwa perusahaan tidak memperoleh
laba atau mengalami kerugian pada tahun ini. Pada tahun 2018, rasio net profit margin
(NPM) perusahaan sebesar - 4,00%. Hal ini menunjukkan bahwa perusahaan mengalami
kerugian sebesar 4,00 76 dari total penjualan/pendapatan perusahaan (sales/revenue).).
Kerugian yang dialami perusahaan mengalami penurunan dari tahun sebelumnya. Rasio
NPM yang bernilai negatif menunjukkan bahwa perusahaan mengalami kerugian. Rasio
tersebut memberikan gambaran bahwa perusahaan tidak memperoleh laba atau
mengalami kerugian pada tahun ini. Pada tahun 2019, rasio net profit margin (NPM)
perusahaan sebesar - 0,97%. Hal ini menunjukkan bahwa perusahaan mengalami
kerugian sebesar 0,97% dari total penjualan/pendapatan perusahaan (sales/revenue).
Kerugian yang dialami perusahaan mengalami penurunan dari tahun sebelumnya. Tahun
2018- 2019 terlihat bahwa perusahaan sudah mulai berupaya untuk melakukan
perbaikan kinerjanya. Hal ini terlihat dari jumlah kerugian yang menurun selama tahun
2018-2019. Rasio NPM yang bernilai negatif menunjukkan bahwa perusahaan
mengalami kerugian. Rasio tersebut memberikan gambaran bahwa perusahaan tidak
memperoleh laba atau mengalami kerugian pada tahun ini. Pada tahun 2020, rasio net
profit margin (NPM) perusahaan sebesar - 165,96%. Hal ini menunjukkan bahwa
perusahaan mengalami kerugian sebesar 165,96% dari total penjualan/pendapatan
perusahaan (sales/revenue).). Rasio ini merupakan rasio terburuk perusahaan sejak
tahun 2015 hingga 2020. Hal ini menunjukkan bahwa jumlah kerugian bersih
perusahaan senilai 16-17 kali lipat dari total penjualan/pendapatan perusahaan.
Rasio NPM yang bernilai negatif menunjukkan bahwa perusahaan mengalami
kerugian. Rasio tersebut memberikan gambaran bahwa perusahaan tidak memperoleh
laba atau mengalami kerugian pada tahun ini. 77 Dari hasil penelitian yang dilakukan
penulis, rasio NPM perusahaan pada tahun 2016 mengalami penurunan sebesar 88,14%.
Pada tahun 2017, rasio tersebut juga mengalami penurunan sebesar 2207,67%.
Kemudian, pada tahun 2018, rasio NPM mengalami peningkatan tetapi masih bernilai
negatif. Peningkatan tersebut sebesar 21,65%. Artinya kondisi perusahaan sudah mulai
mengalami perbaikan tetapi belum signifikan. Pada tahun 2019, rasio NPM perusahaan
kembali mengalami peningkatan sebesar 75,65%. Disini dapat kita lihat bahwa selama 2

41
tahun berturut turut, perusahaan sedang berupaya untuk meminimalisasi kerugian
perusahaan. Hal ini dibuktikan dengan adanya kenaikan persentase NPM meskipun
masih bernilai negatif. Pada tahun 2020 merupakan kondisi terburuk perusahaan dari
tahun 2015 hingga 2020. Rasio NPM mengalami penurunan yang sangat tajam yakni
sebesar 16927,27%. Hal ini menunjukkan rasio NPM perusahaan pada tahun 2020
menurun sebanyak sekitar 169 kali lipat dari tahun 2019. Rasio Net Profit Margin
(NPM) PT Garuda Indonesia Tbk dinilai memiliki pertumbuhan yang tidak baik karena
selama tahun 2015 hingga 2020, rasio NPM perusahaan cenderung mengalami
penurunan bahkan bernilai negatif. Rasio NPM terburuk PT Garuda Indonesia Tbk
terjadi pada tahun 2020.
.
5.2.1.2 Pembahasan dari Aspek Manajemen Sratejik
 Program Penghematan Bahan Bakar
Program Penghematan Bahan Bakar merupakan program penghematan
pemakaian bahan bakar (fuel) yang telah dan akan terus dijalankan oleh Garuda
Indonesia. Melalui program Program Penghematan Bahan Bakar ini beberapa langkah
strategis terus dijalankan dan ditingkatkan pencapaiannya.
 Potable Water Management
Salah satu cara mengurangi beban pesawat dengan melakukan pengelolaan
volume air yang diangkut dalam pesawat yang disesuaikan dengan jumlah souls on
board dan waktu tempuh dari setiap penerbangan. Semakin banyak volume air yang
diangkut, maka semakin besar konsumsi bahan bakar pesawat. Oleh karenanya
diperlukan perhitungan yang cermat dan teliti untuk menentukan berapa volume air
yang harus diangkut untuk suatu penerbangan.
 Optimum Centre of Gravity
Pengaturan posisi beban pesawat yang optimum sehingga diperoleh konsumsi
bahan bakar yang paling efisien.
 Nearest Alternate
Kebijakan dalam pemilihan bandara alternate pada setiap penerbangan adalah
yang terdekat jaraknya dari bandara destinasi. Dengan pemilihan jarak yang lebih dekat,
maka bahan bakar yang dibawa akan lebih sedikit.

42
 Cost Index
Cost Index adalah pengaturan kecepatan pesawat untuk memperoleh efisiensi
bahan bakar, dengan menerapkan suatu “nilai speed” tertentu pada masing-masing
aircraft type untuk setiap stasiun keberangkatan.
 ATC Coordination (Direct Routes & Optimum Flight Level)
Dengan melakukan koordinasi yang baik dengan pihak Air Traffic Controller
(ATC), diharapkan pada setiap penerbangan Garuda mendapatkan Direct Routing dan
Optimum Flight Level, yang tentunya berdampak pada konsumsi bahan bakar yang
lebih efisien.
 Pilot Flight Technique
Demikian pula dengan flight technique yang senantiasa dilakukan modifikasi
dari waktu ke waktu sesuai dengan perkembangan teknologi yang ada, untuk
menghasilkan penerbangan yang efisien namun tetap aman dan nyaman.
 Aircraft Performance Monitoring
Regular maintenance program dilakukan oleh jajaran Teknik dalam menunjang
fuel conservation program. Hal ini terus dilakukan untuk mengendalikan tingkat
keborosan mesin pesawat (engine high consume).
 Optimum GPU Usage
Optimalisasi penggunaan GPU merupakan upaya mengoptimalkan penggunaan
GPU sebagai pengganti Auxiliary Power Unit (APU) di bandara domestik dan
internasional untuk pesawat RON (Remain Over Night; Pesawat yang menginap di
bandara hingga melewati hari), pesawat penerbangan pertama setelah RON dan untuk
pesawat yang transit lebih dari 2 jam.
Melalui program penghematan bahan bakar, pada tahun 2016 Garuda Indonesia
berhasil melakukan penghematan pemakaian bahan bakar sebanyak 41,78 juta liter yang
setara dengan 104,21 juta ton CO2.

43
Garuda Indonesia menjalankan program pengembangan armada melalui
penyederhanaan dan peremajaan pesawat (fleet revitalization) secara signifikan dengan
armada-armada baru seperti Airbus A330, Boeing 737-800NG, dan Boeing 777-300
ER. Hal ini bertujuan untuk meningkatkan kualitas pelayanan, efisiensi biaya operasi,
menurunkan tingkat emisi, serta mengurangi tingkat kebisingan (noise reduction) yang
ditimbulkan dari penerbangan. Dengan jajaran armada baru yang didukung teknologi
mutakhir dan hemat bahan bakar, Garuda Indonesia akan mampu meningkatkan
efisiensi secara signifikan. Garuda Indonesia menargetkan rata-rata usia pesawat pada
tahun 2016, di bawah 6 tahun.
 Noise Reduction
Tingkat kebisingan pada setiap pesawat yang akan disewa atau dibeli
perusahaan merupakan salah satu item yang dijadikan pertimbangan penting oleh
manajemen. Proses perawatan mesin pesawat juga selalu dimonitor dan dipastikan
sesuai dengan standar perusahaan (Company Maintenance Standard) serta
standar/persyaratan perawatan pesawat dari pabrik/perusahaan manufaktur masing-
masing pesawat.Selain itu, seperti yang disampaikan sebelumnya, peremajaan pesawat
selain menurunkan tingkat emisi juga mengurangi tingkat kebisingan yang dapat
ditimbulkan dari setiap pesawat. Garuda selalu mengurangi tingkat kebisingan (noise)
yang ditimbulkan dari penerbangan pesawat dengan cara memperbarui armadanya
secara signifikan dengan A330, Boeing 738 dan Boeing 777 yang memenuhi
persyaratan stage 3.
 Penghematan Energi Listrik
Garuda Indonesia memahami bahwa bangunan dan gedung merupakan salah
satu faktor yang berkontribusi terhadap pemanasan global. Untuk itu, bentuk kepedulian
dan tanggung jawab kami terhadap lingkungan juga diwujudkan melalui pembangunan
area perkantoran ramah lingkungan yang salah satunya melakukan penghematan energi.
Dalam rangka mencapai penghematan listrik telah dilakukan berbagai upaya terutama
pengaturan penggunaan peralatan:
o Mengurangi penggunaan cahaya lampu dengan pemasangan dinding
kaca.

44
o Penataan lampu sesuai dengan letak untuk mendapatkan pencahayaan
yang optimal.
o Mematikan pendingin ruangan, lampu, komputer, dan peralatan listrik
lainnya bila sudah tidak digunakan.
o Penandatanganan komitmen penggantian lampu LED untuk perkantoran
secara bertahap.
Adapun jumlah penggunaan listrik di area perkantoran Garuda City dari tahun
2012 sampai dengan tahun 2016 adalah sebagai berikut:

 Penghematan Air
Upaya penghematan air dilakukan Garuda Indonesia melalui aspek pengelolaan
sumber daya air di seluruh area kerja Garuda Indonesia. Upaya ini dilakukan dengan
mengurangi tingkat debit air dan penggunaan hand wash detector. Dari upaya
penghematan energi air yang dilakukan, yaitu dengan mengatur debit air dan
menggunakan hand wash detector di toilet di gedung kantor pusat Garuda City Centre
maka didapatkan jumlah penghematan air meningkat. Pipa-pipa air bersih di seluruh
perkantoran Garuda Indonesia juga secara rutin dipelihara. Setiap tahunnya pihak
pengelola aset gedung perkantoran melakukan peremajaan pipa-pipa air bersih,
sehingga kebocoran-kebocoran air di pipa tersebut dapat diminimalisir. Hal ini juga
menjadi wujud kepedulian dari Garuda Indonesia dalam melestarikan air sebagai
sumber daya yang harus digunakan seefisien mungkin. Adapun jumlah pemakaian air di
area perkantoran Garuda City dari tahun 2012 sampai dengan tahun 2016 adalah sebagai

45
berikut:
5.2.1.3 Pembahasan dari Aspek Manajemen Sumber Daya Manusia
Unit SDM melakukan transformasi peran dan fungsinya agar menciptakan nilai
tambah sejalan dengan strategi bisnis perusahaan. Transformasi SDM dimulai di tahun
2008 dengan meluncurkan beberapa inisiatif program diantaranya yaitu penentuan
penempatan para karyawan berdasarkan level organisasi dan tingkat pendidikan,
termasuk di dalamnya penataan organisasi yang efisien dan efektif agar dapat
memudahkan proses penerjemahan visi, misi dan sasaran bisnis kepada seluruh pihak
internal. Knowledge Based Management dilakukan di unit ini sehingga perencanaan
sumberdaya manusia dapat diimplementasikan dengan tepat. Program e-Recruitment
Garuda Indonesia tidak hanya mencakup tools publish vacant position, namun juga
seluruh proses administrasi dan pencatatannya.
Sistem ini telah diterapkan sejak bulan September 2010 dengan merekrut posisi
Awak Kabin, untuk selanjutnya digunakan untuk posisi lainnya seperti Penerbang dan
para profesional. Dalam bidang rekrutmen pekerja atau karyawan, perusahaan juga
menyadari pentingnya rekrutmen yang baik di tengah persaingan yang demikian ketat
dalam memperebutkan sumber daya manusia yang handal. Untuk itu faktor penyajian
informasi, penyediaan proses dan kecepatan waktu menjadi penting artinya dalam
memperoleh karyawan berkualitas sesuai kebutuhan perusahaan.
Untuk mengoptimalkan SDM, perusahaan juga telah memetakan potensi SDM
dan mengalokasikan pada fungsi organisasi yang tepat (unit bisnis maupun grup
Perusahaan). Selain itu, Garuda juga terus berupaya menyempurnakan pengelolaan karir
sehingga lebih mudah memetakan pegawai potensial dalam talent pool (grup
Perusahaan). Sistem pembelajaran e-learning juga dilakukan untuk meningkatkan
kualitas SDM perusahaan.
Sementara itu, sejalan dengan strategi bisnis, Perusahaan berupaya
menyempurnakan Human Capital Manual (HCM) yang mengatur tentang kebijakan
SDM, organisasi, rekrutmen dan seleksi, mutasi antar unit maupun antar perusahaan
dalam grup, sistem penilaian kinerja, pengembangan karir serta kompensasi dalam
Human Resources Management System sehingga menghasilkan SDM yang kompetitif,
inovatif dan memiliki integritas tinggi sesuai sasaran pencapaian bisnis perusahaan

46
Selain program tersebut di atas, dalam upaya menciptakan tenaga terampil dan
profesional yang diproyeksikan untuk menduduki jabatan tertentu di masa depan,
Perusahaan membuka program rekrutmen jalur khusus yaitu Program Management
Trainee.
Program ini bertujuan untuk menyiapkan tenaga potensial yang diharapkan
mampu menciptakan perubahan dalam pola kerja, suasana kerja dan komitmen kerja
yang tinggi. Melalui Program Management Trainee ini, perusahaan juga memastikan
ketersediaan kandidat suksesi yang kompeten dan berkualitas.
PROSES PEREKRUTAN PT GARUDA INDONESIA
Ketika ada posisi kosong dalam sebuah perusahaan, penggantian (baik dari
eksternal atau internal) harus dilakukan. Posisi-posisi yang kosong dipublikasikan
dalam iklan lowongan pekerjaan melalui beberapa media, seperti koran untuk pelamar
eksternal dan modul employee-self-service untuk pelamar internal. Iklan tersebut
mempublikasikan satu atau lebih lowongan pekerjaan, untuk mendapatkan pelamar-
pelamar yang cocok. Memeriksa sura-surat lamaran yang diterima merupakan salah satu
proses perekrutan. Karyawan diberi peringkat menggunakan perbandingan profil
(match-up) dari persyaratan perkerjaan dan kualifikas i pelamar. Pemohon kemudian
akan melalui prosedur seleksi, dan karyawan/pemohon yang sesuai akan dipekerjakan
atau dipromosikan/transfer.
Tahap seleksi yang ketat.Mengadopsi sistem eliminasi dimana para calon
pramugari yang tidak lolos pada tahap yang ia lalui maka langsung gugur. Data para
pelamar disimpan sebagai data histori pelamar dan dapat dipertimbangkan kembali pada
lowongan pekerjaan kosong lainnya.Dengan sumber internal yang dapat mengakibatkan
kinerja karyawan menurun.Dalam perekrutan dengan sumber eksternal memiliki biaya
yang cukup tinggi.
Program pelatihan dilakukan dengan sangat baik dan persiapan yang matang.
Garuda Indonesia juga menyediakan kelas kecantikan.Garuda Indonesia memberikan
semua pengetahuan yang sangat cukup dan memadai mengenai segala hal yang perlu
diketahui oleh para calon karyawan. Selain pengetahuan yang sangat memadai yang
diberikan kepada para pesertanya Garuda Indonesia juga memberikan praktek
pelatihan.Setelah melalui proses pelatihan ada penilaian terakhir dan ujian negara

47
tertulis barulah para calon pramugari mendapatkan lisensi untuk
Pada proses training ini juga diterapkan sistem eliminasi seperti proses
perekrutan sebelumnya, dimana Garuda Indonesia akan mendapatkan pramugari yang
sesuai dengan standar kualifikasi yang dibuat.Terkadang daya serap karyawan Garuda
Indonesia berbeda satu dengan lainnya, sehingga pada saat selesai pelatihan ada
karyawan yang belum benar-benar menguasai materi pelatihan, sehingga dilakukan
proses pelatihan ulang yang mengeluarkan biaya.Pelatihan dan pengembangan
karyawan yang dilakukan seringkali berjalan tidak sesuai dengan yang diharapkan oleh
perusahaan.
Personnel Administration
Dimulai adanya penerimaan karyawan pada proses recruitment. Setiap karyawan pada
PT. GARUDA INDONESIA mungkin mengalami perubahan data yang dikarenakan
adanya action-action. Beberapa action-action yang ada dalam PT. GARUDA
INDONESIA seperti : Mutasi, Promosi, Tugas pendidikan, Kembali dari pendidikan,
Termination, Pelanggaran, Disiplin, Dll, Masuk data pegawai baru, Perubahan status
pegawai, Perpanjang kontrak
Jika ada penerimaan karyawan baru, maka akan dilakukan action masuk data
pegawai baru. Infotypes yang terkait meliputi: personal data, organizational assignment,
addresses, panning work time, basic pay, bank detail, capital formating, fiscal data,
social insurance, contract elements, dan leave entitlement. Jika ada karyawan yang akan
dipromosikan, maka akan dilakukan action promosi. Infotype yang terkait meliputi:
organizational assignment, basic pay, company instruction, date specification, dan
monitoring of task. Setelah dilakukan action-action tersebut maka sistem akan secara
otomatis melakukan peng-update-an terhadap master data karyawan.
Time Management
Skenario ini secara khusus ditetapkan untuk manajemen. Ini berfokus pada
semua informasi yang terkait dengan waktu yang dihabiskan karyawan untuk bekerja
dan ketersediaan karyawan. Untuk kesuksesan dan keefisienan skenario manajemen
waktu, manajemen PT. GARUDA INDONESIA perlu menetapkan tujuan-tujuan
tertentu, kriteria kesuksesan dan indikator kinerja untuk skenario ini. Sealnjutnya
indikator kinerja perlu untuk direncanakan, hasil aktual dikumpulkan dan danalisis

48
perbedaannya.
Proses time management
Kepala departemen akan menentukan beban kerja (workload) dan persetujuan
absen (absence approval). Setelah itu, daftar sift didefinisikan dalam sistem dengan
mempertimbangkan ketersediaan karyawan (misalnya menggunakan hari libur, keluar,
dll). Pendefinisian daftar difasilitasi melalui integrasi antar absen dengan penjadwalan
sift. Karyawan dengan penjadwalan sift yang dikenal dalam SAP dan konsekuensi
keuangan secara otomatis akan diteruskan ke SAP penggajian.
SAP memungkinkan pencatatan waktu positif dan negatif pada waktu kerja
karyawan. Pencatatan waktu yang positif digunakan ketika sistem HR SAP terhubung
dengan alat pencatat waktu. Setelah regristasi waktu di SAP kemudian akan di valuasi
dalam SAP, jam lembur dan ketidak hadiran secara otomatis dihitung berdasarkan
kriteria lembur yang ditentukan dalam sift master. Kemudian jam tersebut dilanjutkan
ke bagian penggajian untuk diperhitungkan keuangan cuti dan lembur yang belum
dibayar.
Proses Bisnis Recruitment
Permintaan akan karyawan berasal dari divisi-divisi PT. GARUDA
INDONESIA yang membutuhkan. Divisi-divisi tersebut akan meminta divisi HR
mencari tenaga kerja untuk mengisi posisi yang kosong pada divisinya. Position
Requirement akan ditentukan oleh divisi yang bersangkutan.
Selanjutnya Divisi Human Resource (HR) akan mencari calon yang cocok
(baik calon dari eksternal maupun internal) untuk mengisi lowongan tersebut.
Lowongan dipublikasikan melalui pemasangan iklan pada beberapa medium seperti
koran atau majalah untuk applicant eksternal dan modul employee-self-service untuk
applicant internal.
Applicant Eksternal
Manajemen pada PT. GARUDA INDONESIA akan meng-input data applicant
ke dalam sistem. Data pelamar akan disimpan sebagai data histori applicant dan akan
dipertimbangkan kembali pada lowongan lainnya. Setiap applicant akan mendapatkan
personnel number.
Setelah mendapatkan lamaran dari beberapa applicant , akan dilakukan seleksi

49
untuk memilih beberapa applicant yang cocok untuk menempati posisi yang kosong.
Applicant akan diundang untuk mengikuti interview dan tes yang sesuai dengan
bidangnya masingmasing. Selain itu, akan dilakukan profile matchup antara job
requirement yang ditentukan masing-masing divisi dengan employee qualification.
Jika dianggap memenuhi kriteria yang diinginkan, applicant tersebut akan
dipanggil kembali dan ditempatkan dalam perusahaan untuk mengisi posisi yang
kosong. Data applicant tersebut akan dipindahkan dari master data applicant ke master
data karyawan melalui fitur Employee Administration dan karyawan akan mendapatkan
personnel number yang baru.
Applicant Internal
Manajemen PT. GARUDA INDONESIA akan mengecek qualification dari
masing-masing applicant internal. Employee qualification akan dibandingkan dengan
job requirement yang ditentukan oleh divisi.
Jika cocok ataupun sesuai, applicant internal akan dipromosikan ataupun
dipindahkan dari posisinya yang lama. Kemudian dengan fitur Employee
Administration, data applicant internal akan diganti dan di proses sesuai dengan
posisinya yang baru. Setelah itu, applicant internal akan memperoleh personnel number
yang baru. Jika tidak match antara Employee Requirement dengan Job Qualification,
akan dibuat rencana pengembangan untuk menaikkan qualification applicant internal
tersebut melalui training-training.
Performance Management System
Kelompok proses bisnis ini menangani semua proses HR yang terkait dengan
pencatatan dan evaluasi penilaian karyawan. Pencatatan penilaian karyawan merupakan
fasilitas bagaimana mencatat susunan Sistem Manajemen Personalia (Personnel
Management System) ke dalam SAP R/3. Sedangkan evaluasi penilaian adalah
bagaimana sistem melakukan perhitungan berhubungan dengan hal akuntansi
penggajian (Payroll).
Proses Bisnis Performance Management System
Karyawan memiliki aktivitas kerja mereka sendiri dan tujuan yang harus
dicapai dalam setiap periode.
Berdasarkan rencana kinerja karyawan dan hasil pencapaian kinerja, maka

50
pengawas akan mendistribusikan formulir evaluasi di tiap periode, yang telah diisi oleh
pengawas. Kemudian kinerja pekerjaan akan ditinjau ulang dan dibahas, dengan maksud
untuk mengidentifikasi kelemahan dan kekuatan serta kesempatan untuk perbaikan dan
pengembangan keterampilan karyawan.
Hasil-hasil penilaian yg telah disetujui digunakan, baik secara langsung atau
tidak langsung, untuk membantu menentukan hasil terbaik dan perencanaan karir.
Dengan kata lain, hasil evaluasi digunakan untuk mengidentifikasi karyawan yang
berkinerja lebih baik yang seharusnya mendapatkan kenaikan gaji yang pantas, bonus
dan promosi. Dengan cara yang sama, hasil penilaian digunakan untuk mengidentifikasi
karyawan yang memiliki kinerja yang menurun yang mungkin nantinya membutuhkan
beberapa konseling atau pengembangan.
Hasil penilaian karyawan akan disimpan dalam infotype, termasuk juga nama
evaluator, dan informasi yang berkaitan dengan skala reklasifikasi atau promosi.
Training & Event Management
Kelompok proses bisnis ini memungkinkan kita untuk mengelola semua jenis
kegiatan bisnis dari kegiatan pelatihan sampai konvensi (rapat) dengan sederhana dan
efisien. Meliputi fungsi perencanaan, pelaksanaan, follow-up processing, alokasi biaya
internal dan penagihan. Komponen Training & Event Management berisi berbagai
fungsi tambahan, yang memudahkan kita, misalnya membuat brosur acara bisnis,
komponen ini memiliki koneksi langsung ke Microsoft Word. Integrasi dengan
komponen lain dari SAP R/3 juga dicakup oleh kelompok proses bisnis ini, seperti
Manajemen Waktu (Time Management), Pengembangan Personil (Personnel
Development), Manajemen Organisasi (Organizational Management) dan Pengendalian
(Controlling). Koneksi dengan Time Management memungkinkan kita untuk merekam
kehadiran untuk karyawan yang telah di-book untuk hadir atau melaksanakan kegiatan
bisnis.
Proses Bisnis Training & Event Management
Training and Event Management diintegrasikan dengan komponen aplikasi
berikut: Time Management, Personnel Development, Organizational Management,
Materials Management, Sales and Distribution, dan Controlling.
Integrasi dengan modul lain memungkinkan pertukaran data cepat dan efisien.

51
Integrasi dengan Controlling memungkinkan untuk alokasi biaya kegiatan. Integrasi
dengan Material Management memungkinkan untuk mengelola materi pelatihan dengan
menggunakan materi master. Integrasi pada Time Management digunakan untuk
mencatat kehadiran untuk karyawan yang diperintahkan untuk hadir atau melaksanakan
kegiatan usaha. Integrasi dengan Personnel Development akan secara otomatis
memperbaharui kualifikasi karyawan, terutama untuk pelatihan wajib.
Dari perencanaan karir, masing-masing GM, DM dan AM PT. GARUDA
INDONESIA akan tahu bawahan mana yang membutuhkan pelatihan untuk
meningkatkan kinerja dan mengembangkan keterampilan mereka. GM dan DM hanya
dapat langsung memesankan pelatihan untuk sub-koordinat nya saja, langsung ke sistem
SAP, termasuk harga pelatihan dan cost center. Sedangkan AM dapat memesankan
pelatihan bagi seluruh karyawan di direktorat-nya.
Untuk peserta eksternal, petugas pelatihan akan memeriksa jadwal pelatihan
dan ketersediaan tempat duduk. Sebelum menetapkan peserta, administrator harus
memeriksa sumber-sumber daya yang diperlukan dalam pelatihan seperti ruang kelas,
instruktur (eksternal) dan stasioneri.
Setelah kehadiran karyawan dikonfirmasi, administrator akan memeriksa
kegiatan bisnis itu sendiri. Jika kegiatan bisnis dibatalkan, semua peserta akan
dipindahkan ke kegiatan lain yang tersedia dalam waktu tertentu dan mengirimkan surat
pemberitahuan. Jika kegiatan bisnis adalah dipesan (booked), pelatihan akan
dilaksanakan sesuai jadwal namun belum dimulai dan masih menunggu peserta lainnya.
Jika pelatihan telah dimulai dan masih berlangsung, kegiatan bisnis tersebut akan
diteruskan ke langkah-langkah berikutnya. Dalam langkah ini, semua data waktu untuk
peserta dan instruktur internal akan dimasukkan dalam Time Management. Jika
kehadiran karyawan adalah sebagai salah satu peserta, waktu data yang akan disimpan
sebagai pelatihan (training). Tetapi jika kehadiran karyawan adalah sebagai seorang
instruktur, ketika data yang akan disimpan sebagai seorang instruktur (trainer).
Setelah pelatihan selesai diadakan, administrator akan melakukan penilaian
untuk peserta dan instruktur. Selanjutnya, mereka akan melakukan tagihan, jika para
peserta datang dari luar PT. GARUDA INDONESIA. Mereka juga akan mengirimkan
data transfer biaya untuk pengontrolan.

52
Compensation Management
Kelompok proses bisnis ini digunakan untuk membantu manajemen dalam
pengendalian dan kebijakan remunirasi administrasi. Hal ini juga memungkinkan fitur
untuk Job Pricing, Anggaran Sentralisasi dan Desentralisasi, menggulirkan Rencana
Kompensasi (Compensation Plan) pada struktur organisasi dan pelaporan total
kompensasi untuk tingkat karyawan.
Proses Bisnis Compensation Management
Manajemen PT. GARUDA INDONESIA harus menetapkan perencanaan untuk
setiap karyawan berdasarkan kriteria kelayakan, rencana dan mengelola remunerasi
distribusi melalui struktur organisasi dan memutar distribusi remunerasi.
Administrasi Kompensasi memungkinkan manajemen PT. GARUDA
INDONESIA untuk melakukan tugas-tugas kompensasi, misalnya kenaikan gaji,
mendistribusikan bonus, saham penghargaan atas struktur organisasi dan menyediakan
mekanisme untuk persetujuan multi-level.
Manajemen PT. GARUDA INDONESIA dapat menyimpan semua set berbeda
untuk setiap proses perhitungan kompensasi dan rencana kompensasi di tingkat
karyawan. Ini akan memungkinkan mereka untuk merekam perubahan dalam
kompensasi penghargaan kepada karyawan lembur, juga mencatat rincian kompensasi
penghargaan.
Personnel Cost Planning
Kelompok proses bisnis ini digunakan untuk perencanaan yang berfokus pada
biaya yang berkaitan dengan pembiayaan pegawai. Dengan fungsi ini, pengguna dapat
mensimulasikan gaji, tunjangan, dan kesejahteraan bagi karyawan sesuai dengan
anggaran perusahaan. Selain itu, Personnel Cost Planning juga memiliki integrasi
dengan modul Controlling untuk menanamkan anggaran, yang telah disimulasi dan
disetujui.
Proses Bisnis Personnel Cost Planning
Sebagai prasyarat pelaksanaan perencanaan biaya personil, manajemen PT.
GARUDA INDONESIA harus mempertahankan struktur organisasi. Perencanaan Biaya
personil memiliki kemampuan untuk faktor kekosongan posisi dan perubahan
organisasi, seperti pengurangan staf atau peningkatan, ke dalam perhitungan.

53
Kemampuan ini sangat membantu jika perusahaan memiliki rencana ekspansi,
perampingan atau reorganisasi umum.
Selain itu pengguna PT. GARUDA INDONESIA harus mempertahankan
indeks dari semua posisi di Organisasi PT. GARUDA INDONESIA, untuk menentukan
masing-masing posisi dalam unit organisasi yang ada dalam struktur organisasi PT.
GARUDA INDONESIA. Ini berarti bahwa harus ada hubungan antara posisi dan unit-
unit organisasi.
Career & Succession Planning
Kelompok proses bisnis ini digunakan untuk memaksimalkan utilitas karyawan
terhadap perusahaan. Dengan menggunakan account preferences and suitability
karyawan, kita dapat meningkatkan kepuasan kerja mereka. Personnel Development
juga di-set untuk memastikan semua karyawan pada setiap area fungsional di dalam
perusahaan selalu memenuhi standar yang diharuskan. Kebutuhan Personnel
Development ditentukan dengan membandingkan persyaratan kerja saat ini atau masa
depan dengan kualifikasi, preferensi dan aspirasi karyawan. Untuk melakukan skenario
ini, kita perlu membuat katalog (catalogue) yang berisi kualifikasi-kualifikasi yang
kemudian akan kita tetapkan pada objek (karyawan, pekerjaan, posisi) spesifik
kualifikasi masing-masing objek. Dalam perencanaan karir (Career Planning), kita
dapat mengidentifikasi kemungkinan Career goals dan gambaran Career Plan setiap
karyawan, sementara Succession Planning berkaitan dalam pencarian seseorang untuk
mengisi posisi yang ditinggalkan.
Proses Bisnis Career & Succession Planning
Proses perencanaan karir akan menggabungkan kepribadian, keterampilan dan
kemampuan karyawan dan pada akhirnya akan menentukan tahapan posisi yang dapat
ditempati oleh karyawan untuk karier masa depan, dan ukuran pelatihan yang
diperlukan untuk memperoleh kualifikasi tambahan yang diperlukan. Skenario
perencanaan karir mengantisipasi perkembangan karir karyawan. Manajemen PT.
GARUDA INDONESIA dapat menggunakan berbagai kriteria dalam proses
perencanaan karir dan memilih masingmasing kriteria dan menggabungkan mereka.
Sebagai tambahan manajemen. PT. GARUDA INDONESIA dapat menggunakan
kriteria sebagai berikut: Kualifikasi (Qualifications) , Preferensi (Preferences) , Potensi

54
(Potentials), Designations , Ketidaksukaan (Dislikes) . Untuk memaksimalkan
penggunaan proses perencanaan karir, manajemen PT. GARUDA INDONESIA perlu
melakukan pemeliharaan terhadap katalog kualifikasi dan model karir untuk karyawan
mereka. Proses akan dimulai ketika manajemen PT. GARUDA INDONESIA memiliki
posisi kosong dari modul Organizational Management (OM) dan dilanjutkan dengan
melakukan profil match up yang dapat menemukan orang yang paling cocok terhadap
kualifikasi/persyaratan posisi. Sistem akan menampilkan semua objek dalam bentuk
daftar peringkat (ranking list).
Setelah menemukan orang yang tepat, manajemen PT. GARUDA
INDONESIA dapat mengajukan calon tersebut untuk dipromosikan/ditransfer ke posisi
yang kosong. Jika mereka tidak dapat menemukan orang yang tepat, mereka akan
mendapatkan informasi tentang orang yang mendekati persyaratan posisi dan
manajemen PT. GARUDA INDONESIA dapat mengajukan orang-orang tersebut untuk
promosi atau transfer atau rencana pengembangan lebih lanjut, seperti pelatihan.

55
BAB VI
KESIMPULAN

6.1 Kesimpulan
Sektor penerbangan merupakan salah satu sektor yang menjadi penopang
perekonomian parawisata di Indonesia. Industri penerbangan memiliki kontribusi
terbesar dalam perekonomian dunia dan Indonesia didukung dari kondisi geologinya
yang menjadikan industri penerbangan memiliki andil dalam menyumbang
perekonomian di Indonesia.. Secara total industri penerbangan menyumbang 7% dalam
industri dalam penyediaan lapangan pekerjaan. Predikat "5 - Star COVID-19 Airline Safety
Rating" tersebut merupakan penilaian tertinggi yang diberikan kepada maskapai penerbangan
global atas penerapan protokol kesehatan terbaik dalam layanan penerbangan di tengah situasi
pandemi.
Dalam 5 tahun terakhir PT Garuda memang mengalami masalah keuangan
dengan kondisi yang kurang bagus. Karena ada beberapa masalah yang menyangkut PT
Garuda antara lain konfilik antar karyawan dikarenakan perbedaan visi dan pemikiran
lalu biaya operasional yang cukup tinggi tidak sebanding dengan penjualan tiket PT
Garuda Indonesi
Berdasarkan rumusan masalah yang terbentuk, adapun kasus-kasus yang telah
dialami oleh PT Garuda Indonesia, hingga PT Garuda Indonesia merumahkan pada
ratusan karyawannya.

6.2 Implikasi Teoritis


Berdasarkan permasalahan utama dan permasalahan tambahan perusahaan, maka
dapat disimpulkan bahwa pembahasan dapat dijelaskan mengunakan aspek manajemen
stratejik. Permasalahan dibahas menggunakan Analisis SWOT, Matriks SWOT, Matriks
IFAS dan EFAS, Matriks IE. Analisis SWOT adalah penilaian terhadap hasil
identifikasi situasi, untuk menentukan suatu kondisi dikategorikan sebagai kekuatan,
kelemahan, peluang atau ancaman. Dapat diketahui bahwa faktor-faktor internal
perusahaan meliputi Strength dan Weakness, sedangkan faktor-faktor eksternal
perusahaan meliputi Opportunity dan Threat. Yang termasuk pada Strength PT Garuda

56
Indonesia adalah (a) Nama besar perusahaan, (b) PT Garuda Indonesia ikut andil dalam
peningkatan pendapatan negara dalam industri penerbagnan (c) sumber daya yang
handal, dan (d) Memiliki sistem penerbangan yang beradaptasi dengan jaman, (e)
Memiliki rute penerbangan domestik dan internasional, (f) Fasilitas dan pelayanan yang
prima. Yang termasuk pada Weakness PT Garuda Indonesia adalah (a) Beberapa SDM
Perusahaan bermasalah sehingga muncul konflik antara karyawan dengan Manajemen
Garuda dan (b) Kondisi Keuangan kurang bagus, (c) Biaya operasional yang tinggi (d)
Harga tiket tidak terjangkau untuk semua segmen pasar.sehingga menyebabkan harga
tiket pesawat lebih mahal dibandingkan maskapai lain. Pada Opportunity perusahaan PT
Garuda Indonesia adalah (a) Adanya dukungan dari pemerintah berupa pinjaman dana
untuk membantu menyehatkan keuangan perusahaan (b) Kebutuhan masyarakat akan
penerbangan ke dalam dan luar negeri,(c) Berkembangnya sistem penerbangan di
Indonesia Sedangkan Threat PT Garuda Indonesia adalah (a) Bahan bakar pesawat
Garuda Indonesia berasal dari pertamina, sehingga bahan bakar bergantung pada
Pertamina (b) Maskapai Penerbangan lain yang lebih murah dan kapasitas lebih besar.
Dalam aspek manajemen keuangan, permasalahan dibahas menggunakan analisa
pada laporan keuangan perusahaan. Analisa Laporan keuangan perusahaan adalah suatu
proses yang penuh pertimbangan dalam rangka membantu evaluasi posisi keuangan dan
hasil operasi perusahaan pada masa sekarang dan masa lalu, dengan tujuan utama untuk
menentukan estimasi dan prediksi yang paling mungkin mengenai kondisi keuangan dan
kinerja perusahaan pada masa mendatang. Pertumbuhan laba perusahaan dapat dihitung
dengan cara mengurangkan laba bersih tahun ini dengan laba bersih tahun lalu
kemudian dibagi dengan laba bersih tahun lalu. Selain itu, analisa laporan keuangan
juga dapat digunakan untuk melihat perkembangan pendapatan anak usaha perusahaan
maupun operasionalnya.
Berdasarkan permasalahan tambahan perusahaan, dapat disimpulkan juga bahwa
dalam aspek manajemen pemasaran permasalahan dapat dibahas menggunakan analisa
citra perusahaan dengan melakukan kegiatan CSR dan menaikkan nilai penjualan. CSR
adalah bagaimana mengelola perusahaan baik sebagian maupun keseluruhan memiliki
dampak positif bagi dirinya dan lingkungannya. Sedangkan dalam aspek manajemen
sumber daya manusia, permasalahan dibahas menggunakan manajemen pengembangan

57
sumber daya manusia dan UU No.13 tahun 2003 mengenai UU Ketenagakerjaan.
Peraturan tersebut menyatakan bahwa “Jika Perusahaan memutus hubungan kerja
pekerja yang berstatus PKWT sebelum masa kerja berakhir maka Perusahaan wajib
membayar ganti rugi kepada pihak pekerja sebesar upah pekerja/buruh sampai batas
waktu berakhirnya jangka waktu perjanjian kerja” dan “Jika perusahaan melakukan
PHK kepada Pekerja yang berstatus PKWTT maka Perusahaan wajib membayar
kompensasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 156 UU Ketenagakerjaan”. Lalu bisa
juga dilakukan per shift selain untuk efisiensi biaya juga per shift ini digunakan agar
tidak merumahkan karyawan dalam jumlah yang besar, lalu kegiatan operasional
menjadi lebih baik

6.3 Implikasi Managerial


Berdasarkan pembahasan rumusan masalah yan terbentuk, yang dapat
perusahaan lakukan adalah pertama Matrik IFAS dan EFAS PT Garuda Indonesia
menunjukkan bahwa perusahaan mendapatkan skor 3,55 dan 3,36 sehingga perusahaan
berada pada posisi nomor satu yaitu strategi perusahaan yang mendukung kebijakan
pertumbuhan yang agresif (Growth Strategy) melalui integrasi vertikal. Strategi dapat
dilakukan dengan cara backward integration (mengambil alih fungsi supplier) atau
dengan cara forward integration (mengambil alih fungsi distributor). Melalui hal
tersebut perusahaan lebih cenderung menggunakan forward integration sebab
perusahaan perlu mengambil langkah efisiensi pada biaya operasional perusahaan untuk
mengontrol kualitas serta distribusi produk. Hal ini sejalan dengan strategi SO, ST, WO
dan WT perusahaan dimana strategi SO adalah (a) Mempertahankan citra perusahaan
sebagai perusahaan penerbangan nomor satu di Indonesia., (b) Memanfaat sumber daya
yang handal guna menjadikan PT Garuda Indonesia menjadi pilihan untuk akomodasi
penerbangan,. Strategi ST adalah (a) Menjalin hubungan baik dengan PT Pertamina
sebagai pasokan bahan bakar avtur, (b) Memperluas segemen baru PT Garuda
Indonesia, Strategi WO adalah (a) Sumber Daya yang handal dan (b) Memperbaiki
peminjaman dana dari pemerintah agar efektif dan efisien. Sedangkan strategi WT
adalah (a) Menambah presentase kepemilikan di bidang anak usaha lainnya. Kedua,
perusahaan harus melaksanakan upaya meminimalkan biaya operasional yang tidak

58
efisien untuk mengontrol kualitas serta distribusi produk, melakukan optimalisasi
belanja modal dan menjaga kas perusahaan, meningkatkan metrik kredit secara
berkelanjutan dan menjaga likuiditas yang cukup untuk menutupi kebutuhan uang tunai.
Ketiga, perusahaan perlu menaikkan kembali nilai penjualan dan melakukan kegiatan
CSR misalnya dengan cara menerapkan budaya organisasi yang bersih. Keempat,
melakukan pengembangan sumber daya manusia dengan fokus pada upaya peningkatan
produktivitas melalui multitasking yaitu kemampuan melakukan perubahan, adaptasi,
dan inovasi untuk mendorong pertumbuhan bisnis dan memperketat sistem regulasi
internal perusahaan.

6.4 Rekomendasi
Melihat hasil penelitian yang dimana masih banyak keterbatasan pada penelitian
yang dilakukan penulis, rekomendasi yang dapat disampaikan oleh penulis adalah
melihat keterbatasan mengenai permasalahan yang hanya berfokus pada aspek
manajemen stratejik, manajemen keuangan, manajemen pemasaran, dan manajemen
sumber daya manusia. Kedepannya diharapkan penelitian selanjutnya agar bisa
membahas studi kasus tersebut dengan menggunakan pendekatan di luar aspek tersebut
seperti aspek manajemen operasional, aspek manajemen teknologi dan informasi dan
lain sebagainya.

59
DAFTAR PUSTAKA

(2023, Juni 20). Diambil kembali dari https://www.who.int/indonesia/news/novel-


coronavirus/qa-for-public

(2023, Juni 24). Diambil kembali dari https://insight.kontan.co.id/news/harga-komoditas-lesu-


investasi-di-sektor-pertambangan-tersendat

(2023, Juni 29). Diambil kembali dari


https://market.bisnis.com/read/20190731/192/1130735/kinerja-emiten-semester-
i2019-

(2023, Juni 30). Diambil kembali dari


https://www.idx.co.id/Portals/0/StaticData/ListedCompanies/Corporate_Actions/
New_Info_JSX/Jenis_Informasi/01_Laporan_Keuangan/04_Annual%20Report//2019/
INDY/INDY_Annual%20Report_2019.pdf

(2023, Juni 30). Diambil kembali dari


https://www.idx.co.id/Portals/0/StaticData/ListedCompanies/Corporate_Actions/
New_Info_JSX/Jenis_Informasi/01_Laporan_Keuangan/04_Annual%20Report//2018/
INDY/INDY_Annual%20Report_2018.pdf

(2023, Juli 1). Diambil kembali dari


https://www.idx.co.id/Portals/0/StaticData/ListedCompanies/Corporate_Actions/
New_Info_JSX/Jenis_Informasi/01_Laporan_Keuangan/04_Annual%20Report//2017/
INDY/INDY_Annual%20Report_2017.pdf

(2023, Juli 1). Diambil kembali dari


https://www.indikaenergy.co.id/wp-content/uploads/2017/04/2016_Annual-
Report_Bahasa1.pdf

(2023, Juli 1). Diambil kembali dari


https://www.indikaenergy.co.id/wp-content/uploads/2016/04/2015-Annual-Report-
Bahasa.pdf

(Adu Balap Transaksi Triliunan Rupiah Shopee dan Tokopedia. (t.thn.). Dipetik Februari 29,
2020, dari
https://www.cnnindonesia.com/teknologi/20190904193850-185-427589/adu-balap-
transaksi-triliunan-rupiah-shopee-dan-tokopedia

60
Algharabat, R., Alalwan, A. A., Ranac, N., & Dwivedi, Y. (2017). Three Dimensional Product
Presentation Quality Antecedents And Their Consequences For Online Retailers: The
Moderating Role Of Virtual Product Experience. Journal of Retailing and Consumer
Services, 203–217.

Al-Hawari, M. A. (2014). Does Customer Sociability Matter? Differences in E-quality, E-


satisfaction, and E-loyalty Between Introvert and Extravert Online Banking Users.
Journal of Services Marketing.

Alma. (2000). Manajemen Pemasaran dan Pemasaran Jasa. Bandung: Alfabeta.

Amplayo, R. K., Lee, S., & Song, M. (2018). Incorporating Product Description to Sentiment
Topic Models for Improved Aspect-based Sentiment Analysis. Information Sciences.

Anderson, R. (1973). Consumer Dissatisfaction: The Effect of Disconflrmed Expectancy on


Perceived Product Performance. Journal of Marketinz Research, 38-44 .

Anderson, R., & Srinivasan, S. (2003). E-satisfaction And E-loyalty: A Contingency Framework.
Psychology & Marketing, 123–128.

Arifin, Z. (1991). Evaluasi Instruksional. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.

Arikunto, S. (1999). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka Cipta.

Arya , S., & Srivastava, S. (2015). Effects Of User’s Primary Need On Relationship Between E-
loyalty And Its Antecedents. Decision.

Atulkar, S., & Kesari, B. (2017). Satisfaction, Loyalty And Repatronage Intentions: Role Of
Hedonic Shopping Values. Journal of Retailing and Consumer Services, 23-34.

Aune, K. S., & Wong, N. (2002). Antecedents And Consequences Of Adult Play In Romantic
Relationships. Personal Relationships,, 279–286.

Azizi, F., & Wang, X. (2018). Your Secret Weapon To Achieve E-Loyalty: A Quantitative Study On
Antecedents Leading To E-loyalty. Business Administration.

Azwar, S. (2003). Metode Penelitian. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Balabanis, G., Reynolds, N., & Simintiras, A. (2006). Bases Of E-store Loyalty: Perceived
Switching Barriers And Satisfaction. Journal of Business Research, 214-224.

Ballantine, P. (2005). Effects Of Interactivity And Product Information On Consumer


Satisfaction In An Online Retail Setting. International Journal of Retail & Distribution
Management, 461-471.

Bangun. (2012). Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta: Erlangga.

61
Bearden, W., & Teel, J. (1983). Selected Determinants Of Consumer Satisfaction And Complaint
Reports. Journal of Marketing Research, 21 – 28.

Bloemer, J., & Poiesz, T. (1989). The Illusion Of Consumer Satisfaction. Journal of Consumer
Satisfaction, Dissatisfaction and Complaining Behavior, 43-8.

Boediono. (2001). Pengantar Ilmu Ekonomi. Yogyakarta.

Cahan, L., & Robinson, J. (1984). A Practical Guide to Visual Merchandising. New York: Wiley.

Caruana, A. (2002). Service Loyalty The Effects Of Service Quality And The Mediating Role Of
Customer satisfaction. European Journal of Marketing, 811-828.

Chang, H. H., & Chen, S. W. (2009). Consumer Perception Of Interface Quality, Security, And
Loyalty In Electronic Commerce. Information & Management, 411–417.

Chang, H. H., & Chen, W. S. (2008). The Impact Of Customer Interface Quality, Satisfaction And
Switching Costs On E-loyalty: Internet Experience As A Moderator. Computers in
Human Behavior, 2927–2944.

Chang, T.-Z., & Wildt, A. (1994). Price, Product Information, and Purchase Intention: An
Empirical Study. Journal of the Academy of Marketing Science, 16-27.

CHarris, L., & Goode, M. (2004). The Four Levels of Loyalty and the Pivotal Role of Trust: A
Study of Online Service Dynamics. Journal of Retailing, 139-158.

Chau, P., Tam, K. Y., & Au, G. (2000). Impact Of Information Presentation Modes On Online
Shopping: An Empirical Evaluation Of A Broadband Interactive Shopping Service.
Journal of Organizational Computingand Electronic Commerce, 1-22.

Chen, C.-C., & Lin, Y.-C. (2018). What Drives Live-stream Usage Intention? The Perspectives Of
Flow, Entertainment, Social Interaction, And Endorsement. Telematics and Informatics,
293-303.

Chin, W., & Lee, M. K. (2000). A Proposed Model And Measurement Instrument For The
Formation Of Is Satisfaction: The Case Of End-user Computing Satisfaction. Twenty-
First International Conference on Information Systems.

Cho, N., & Park , S. (2001). Development Of Electronic Commerce User – Consumer Satisfaction
Index (Ecusi) For Internet Shopping. Industrial Management and Data Systems, 400-5.

Chou, S., Chen, C.-W., & Lin, J.-Y. (2015). Female Online Shoppers: Examining The Mediating
Roles Of E-satisfaction And E-trust On E-loyalty Development. Internet Research, 542-
561.

62
Christodoulides, G., & Michaelidou, N. (2010). Shopping Motives As Antecedents Of E-
satisfaction And E-loyalty. Journal Of Marketing Management, 181-197.

Clark, M., Rose, S., Samouel, P., & Hair , N. (2012). Online Customer Experience in e-Retailing:
An empirical model of Antecedents and Outcomes. Journal of Retailing .

Collier, J., & Bienstock, C. (2006). Measuring Service Quality in E-Retailing. Journal of Service
Research, 260-275.

Cooper, D., & Emory, C. (1996). Metode Penelitian Bisnis.

Cristobal, E., Flavia´n, C., & Guinalı´u, M. (2007). Perceived E-service Quality (PeSQ) :
Measurement Validation And Effects On Consumer Satisfaction And Web Site Loyalty.
Managing Service Quality : An International Journal, 317-340.

Cyr, D. (2008). Modeling Web Site Design Across Cultures : Relationships To Trust, Satisfaction,
and E-loyalty. Journal of Management Information Systems.

Cyr, D., Bonanni, C., Bowes, E. J., & Ilsever, J. (2005). Beyond Trust: Website Design Preferences
Across Cultures. Journal of Global Information Management.

Cyr, D., Kindra, G., & Dash, S. (2008). Web Site Design, Trust, Satisfaction And E-loyalty: The
Indian Experience. Online Information Review, 773-790.

Dajan, A. (1996). Pengantar Metode Statistik Jilid I dan II. Jakarta: PT. Pustaka LP3ES Indonesia.

David. (2017). Manajemen Keuangan Konsep dan Penerapannya. Jakarta.

Davis. (2010). Organizational Behavior : Human Behavior at Work. New Delhi: McGraw Hill
Company.

Davis, F. (1989). Perceived Usefulness, Perceived Ease Of Use, And User Acceptance Of
Information Technology. Management Information Systems, 319-340.

Davis, F., Bagozzi, R., & Warshaw, P. (1992). Extrinsic and Intrinsic Motivation to Use
Computers in the Workplace. Journal of Applied Social Psychology, 1111-1132.

DeSimone, & Werner. (2011). Human Resource Development. Canada: South Western.

Dessler. (2003). Manajemen Sumber Daya Manusia. PT Indeks: Jakarta.

Doll, W., & Torkzadeh, G. (1988). The Measurement Of End User Computing Satisfaction.
Management Information Systems, 259-274.

Doney, P., & Cannon, J. (1997). An Examination Of The Nature Of Trust In Buyer-seller
Relationships. Journal of Marketing, 35-51.

63
Duncan. (1972). Characteristics of organizational environments and perceived environmental
uncertainty. Administartive Science Quarterly, 313-327.

E-Commerce Adu Modal Berebut Trafik. (t.thn.). Dipetik Februari 3, 2020, dari
https://teknologi.bisnis.com/read/20190527/266/927746/e-commerce-adu-modal-
berebut-trafik

Eid, M. I. (2011). Determinants Of E-commerce Customer Satisfaction, Trust, And Loyalty In


Saudi Arabia. Journal of Electronic Commerce Research.

Elbers, T. (2016). The Effects Of In-store Layout- And Shelf Designs On Consumer Behaviour .

Fan, Z.-P., Li, G.-M., & Liu, Y. (2020). Processes And Methods Of Information Fusion For Ranking
Products Based On Online Reviews: An Overview. Journal Pre-proof.

Fang, Y.‐H., Chiu, C.‐M., & Wang , E. (2011). Understanding Customers' Satisfaction And
Repurchase Intentions: An Integration Of Is Success Model, Trust, And Justice. Internet
Research, 479-503.

Fassnacht, M., & Koese, I. (2006). Quality of Electronic Services: Conceptualizing and Testing a
Hierarchical Model. Journal of Service Research, 19-37.

Fiore, A. M., Yah, X., & Yoh, E. (2000). Effects Of A Product Display And Environmental
Fragrancing On Approach Responses And Pleasurable Experiences. Psychology &
Marketing, 27-54.

Flavia´n , C., Guinalı´u, M., & Gurrea, R. (2006). The Role Played By Perceived Usability,
Satisfaction and Consumer Trust on Website Loyalty. Information & Management.

Flavián, C., Gurrea, R., & Orús, C. (2009). A heuristic evaluation of websites design for.
International Journal of Services and Standards.

Fornell, C. (1992). A national customer satisfaction barometer: The Swedish experience.


Journal of Marketing, 6-12.

Francis, J. (2007). Internet Retailing Quality: One Size Does Not Fit All. Managing Service
Quality: An International Journal, 341-355.

Friedrich, T., Schlauderer, S., & Overhage, S. (2019). The Impact Of Social Commerce Feature
Richness On Website Stickiness Through Cognitive And Affective Factors: An
Experimental Study. Electronic Commerce Research and Applications.

Gary. (2003). Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta: PT Indeks.

Gefen, D. (2000). E-commerce: The Role Of Familiarity And Trust. The international Journal of
Management Science, 725-37.

64
Ghosh, M. (2018). Measuring Electronic Service Quality In India Using E-s-qual Instrument .
International Journal of Quality & Reliability Management, 430-445.

Gibson, Ivancevich, & Donnely. (1993). Organisasi, perilaku, Struktur dan proses. Jakarta:
Erlangga.

Glazer, R. (1991). Marketing In An Information-intensive Environment: Strategic Implications


Of Knowledge As An Asset. Journal of Marketing, 1-19.

Gommans, M., Krishman, K., & Scheffold, K. (2001). From Brand Loyalty To E-loyalty: A
Conceptual Framework. Journal of Economic & Social Research, 43-58.

Gremler, D. D., & Brown, S. W. (1996). Service Loyalty: Its Nature, Importance, and
Implications.

Griffith, D., & Krampf, R. (1998). An Examination Of The Web-based Strategies Of The Top 100
Us Retailers. Journal of Marketing Theory and Practice, 12-23.

Gummerus, J., Liljander, V., Pura, M., & Riel, A. v. (2004). Customer Loyalty To Content-Based
Web Sites : The Case Of An Online Health-Care Service. Journal of Services Marketing,
176.

Ha, S., & Stoel, L. (2012). Online Apparel Retailing: Roles Of E-shopping Quality And
Experiential E-shopping Motives. Journal of Service Management, 197-215.

Hadi. (2011). Corporate Social Responsibility. Yogyakarta: Graha Ilmu.

Hair, J., Arthur, H., Samouel, P., & Page, M. (2007). Research Methods for Business. England,
UK: John Wiley & Sons Ltd.

Hair, J., Black, J., Babin, W., Anderson, B., R. E, & L. Tatham, R. (2006). Multivariant Data
Analysis. New Jersey: Pearson International Edition.

Harahap. (2009). Teori Kritis Laporan Keuangan . Jakarta: Bumi Aksara.

Harahap. (2015). Analisis Kritis atas Laporan Keuangan. Jakarta: Rajawali.

Hasan, M. (2002). Pokok-Pokok Materi Metodologi Penelitian dan Aplikasinya. Jakarta: Ghalia
Indonesia.

Hoffman, D., Novak, T., & Peralta, M. (1999). Building Consumer Trust in Online
Environments:The Case for Information Privacy. Communications of the ACM, 80-85.

Holloway, B. B., & Beatty, S. (2008). Satisfiers And Dissatisfiers In The Online Environment.
Journal of Service Research, 347–364.

65
Huizingh, E. K. (2000). The Content And Design Of Web Sites: An Empirical Study. Information
& Management, 123-134.

Indriantoro, N., & Bambang, S. (1999). Metodologi Penelitian dan Bisnis. Yogyakarta: BPFE
Yogyakarta.

Jarvenpaa, S., Tractinsky, N., & Vitale, M. (2000). Consumer Trust in an Internet Store.
Information Technology and Management.

Jauch, L., & William, F. (1998). Manajemen Strategis dan Kebijakan Perusahaan. Jakarta:
Erlangga.

Jones, M., & Suh , J. (2000). Transaction‐Specific Satisfaction and Overall Satisfaction: An
Empirical Analysis. Journal of Services Marketing, 147-159.

Jun, M., & Cai, S. (2001). The Key Determinants Of Internet Banking Service Quality : A Content
Analysis. International Journal Of Bank Marketing, 276-291.

Jun, M., Yang, Z., & Kim, D. (2004). Customers’ Perceptions Of Online Retailing Service Quality
And Their Satisfaction. International Journal of Quality & Reliability Management, 817-
840.

Kasiri, L. A., Cheng, K. T., Sambasivan, M., & Sidin, S. (2017). Integration Of Standardization And
Customization: Impact On Service Quality, Customer Satisfaction, And Loyalty. Journal
of Retailing and Consumer Services, 91-97.

Kasmir. (2012). Analisis Laporan Keuangan. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.

Kasmir. (2016). Analisis Laporan Keuangan. Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Kaynama, S., & Black, C. (2000). A Proposal to Assess the Service Quality of Online Travel
Agencies: An Exploratory Study. Journal of Professional Services Marketing, 63-88.

Keller. (2009). Manajemen Pemasaran. Jakarta: Erlangga.

Khoironi, T. A., Syah, H., & Dongoran, P. (2018). Product Quality, Brand Image and Pricing To
Improve Satisfaction Impact on Customer Loyalty. International Review of
Management and, 51-58.

Kim, E., & Eom, S. (2002). Designing Effective Cyber Store User Interface. Industrial
Management & Data Systems, 241-51.

Kim, J., & Lee, J. (2002). Critical Design Factors For Successful E-commerce Systems. Behaviour
& Information Technology, 185-199.

66
Kim, J., Jin, B., & Swinney, J. (2009). The Role Of Etail Quality, E-satisfaction And E-trust In
Online Loyalty Development Process. Journal of Retailing and Consumer Services, 239–
247.

Kim, J.-H. (2019). Imperative Challenge For Luxury Brands : Generation Y Consumers’
Perceptions Of Luxury Fashion Brands’ E-commerce Sites. International Journal of
Retail & Distribution Management.

Kim, J.-H., Kim, M., & Kandampully, J. (2011). The Impact of E-Retail Environment
Characteristics on E-Satisfaction and Purchase Intent. International Journal of Service
Science, Management, Engineering, and Technology, 1-19.

Kim, M. (2018). Digital Product Presentation, Information Processing, Need For Cognition And
Behavioral Intent In Digital Commerce. Journal of Retailing and Consumer Services.

Kim, M., Kim, J.-H., & Lennon, S. (2006). Online Service Attributes Available On Apparel Retail
Web Sites: An E-S-QUAL Approach. Managing Service Quality : An International
Journal, 51-77.

Kim, S., & Stoel, L. (2004). Apparel Retailers:Website Quality Dimensions And Satisfaction.
Journal of Retailing and Consumer Services, 109–117.

Kim, S., Williams, R., & Lee, Y. (2004). Attitude Toward Online Shopping and Retail Website
Quality. Journal of International Consumer Marketing, 89-111.

kim, u. (2019). yygygi.

Kimery, K., & Mccord, M. (2002). Third-party Assurances: Mapping The Road To Trust In E-
retailing. Journal of Information Technology Theory and Application, 63-82.

Kitchin, P. (2006). Considering Entertainment-games Websites In Sports Marketing: The Case


Of Stick Cricket. International Journal of Sports Marketing and Sponsorship, 92-103.

Kotler. (2002). Manajemen Pemasaran. Jakarta: PT Prenhallindo.

Lee, G.-G., & Lin, H.-F. (2005). Customer Perceptions Of E-service Quality In Online Shopping.
International Journal of Retail & Distribution Management, 161-176.

Li, H., & Suomi, R. (2009). A Proposed Scale for Measuring E-service Quality. International
Journal of u- and e-Service, Science and Technology .

Li, H., & Suomi, R. (2009). A Proposed Scale for Measuring E-service Quality. International
Journal of u- and e-Service, Science and Technology .

67
Li, H., Aham-Anyanwu, N., Tevrizci, C., & Luo, X. (2015). The Interplay Between Value And
Service Quality Experience: E-loyalty Development Process Through The Etailq Scale
And Value Perception. Electronic Commerce Research, 585-615.

Liang, T.-P., & Lai, H.-J. (2002). Effect Of Store Design On Consumer Purchases: Van Empirical
Study Of On-line Bookstores. Information and Management, 431-44.

Liao, Z., & Cheung, M. T. (2002). Internet Based E-banking And Consumer Attitudes: An
Empirical Study. Information and management, 283-95.

Liu, X., Gao, F., He, M., & Xie, P. (2008). An Empirical Study Of Online Shopping Customer
Satisfaction In China: A Holistic Perspective. International Journal of Retail &
Distribution Management, 919-940.

Loiacono, E., Watson, R., & Goodhue, D. (2002). WebQual™: A Measure of Web Site Quality.
AMA Winter Conference. Austin.

Long, M., & McMellon, C. (2004). Exploring The Determinants Of Retail Service Quality On The
Internet. Journal of Services Marketing, 78-90.

Luc, M., Tsang, S., Thrul, J., Kennedy, R., & Moran, M. (2020). Content Analysis Of Online
Product Descriptions From Cannabis Retailers In Six Us States. International Journal of
Drug Policy.

Lynch, J., & Ariely, D. (2000). Wine Online: Search Costs Affect Competition on Price, Quality
and Distribution. Marketing Science, 83-103.

Madu, C., & Madu, A. (2002). Dimensions of E-quality. International Journal of Quality &
Reliability Management , 246-258.

Mankiw. (2006). Makro Ekonomi. Jakarta: Erlangga.

Manovich. (2002). The Language of New Media. Cambridge: MA: The MIT Press.

Martocchio, J., & Webster, J. (1992). Effects Of Feedback And Cognitive Playfulness On
Performance In Microcomputer Software Training. Personnel Psychology, 553-78.

Matondang, Z. (2009). Validitas dan Reliabilitas Suatu Instrumen Penelitian. Jurnal Tabularsa
PPS UNIMED, 87-97.

Mayer, R., Davis, J., & Schoorman, F. D. (1995). An Integrative Model Of Organizational Trust.
Academy ol Management Review, 709-734.

McKinney, V., Yoon, K., & Zahedi, F. “. (2002). The Measurement of Web-Customer
Satisfaction: An Expectation and Disconfirmation Approach. Information Systems
Research, 296–315.

68
McKnight , D., & Chervany, N. (2001). What Trust Means in E-Commerce Customer
Relationships: An Interdisciplinary Conceptual Typology. International Journal of
Electronic Commerce, 35-59.

McQuail, D. (2005). Mass Communication Theory: An Introduction. Journal of Business


Research, 1632–1642.

Mei 2019, Tokopedia Catat Nilai Transaksi Rp 18,5 Triliun. (t.thn.). Dipetik Februari 29, 2020,
dari https://www.beritasatu.com/ekonomi/560130/mei-2019-tokopedia-catat-nilai-
transaksi-rp-185-triliun

Morgan, R., & Hunt, S. (1994). The Commitment-Trust Theory of Relationship Marketing.
Journal of Marketing, 20 – 38.

Mou, J., Zhu, W., & Benyoucef , M. (2019). Predicting the Effects of Product Description on
Purchase Intentions in Cross-border E-commerce: An Integration of Involvement
Theory and Commitment-involvement Theory. Twenty-Third Pacific Asia Conference
on Information Systems. China.

Munawir. (2010). Analisis laporan Keuangan. Yogyakarta: Liberty.

Natsir, M. (1999). Metode Penelitian. Jakarta: Gahalia Indonesia.

Notoatmodjo, S. (2005). Metodologi Penelitian. Jakarta: Penerbit Rineka Cipta.

Nur, M. (1987). Teori Tes. Surabaya: IKIP Surabaya.

Oliver, R. (1980). A Cognitive Model of the Antecedents and Consequences of Satisfaction


Decisions. Journal of Marketing Research, 460-469.

Oliver, R. (1997). A Behavioral Perspective on the Consumer. New York: McGraw-Hill.

Oliver, R. (1999). Whence Consumer Loyalty? Journal of Marketing.

Parasuraman, A. P. (2000). Technology Readiness Index (Tri): A Multiple-item Scale To Measure


Readiness To Embrace New Technologies. Journal of Service Research, 307-20.

Parasuraman, A. P., Zeithaml, V., & Berry, L. (1991). Refinement And Reassessment Of The
SERVQUAL Scale. Journal of Retailing, 420-50.

Parasuraman, A., Zeithaml, V., & Berry, L. (1988). Servqual: A Multiple Item Scale For
Measuring Customer Perceptions Of Service Quality. Journal of Retailing, 12-40.

Parasuraman, A., Zeithaml, V., & Malhotra, A. (2005). E-S-QUAL : A Multiple-Item Scale for
Assessing Electronic Service Quality. Journal of Service Research, 213-233.

69
Pearce, J., & Robinson, R. (2013). Manajemen Strategis : Formulasi, Implementasi, dan
Pengendalian. Jakarta: Salemba Empat.

Peterson, R., Balasubramanian , S., & Bronnenberg, B. (1997). Exploring The Implications Of
The Internet For Consumer Marketing. Journal of the Academy of Marketing Science,
329-346.

Piccoli, G., Brohman, M. K., Watson, R., & Parasuraman, A. (2004). Net-Based Customer Service
Systems: Evolution and Revolution in Web Site Functionalities. Decision Sciences, 423-
455.

Piercy, N. (2013). Online Service Quality: Content and Process Of Analysis. Journal of
Marketing Management, 747-785.

Prastowo. (2015). Analisis Laporan Keuangan. Yogyakarta: UPP STIM.

Priansa. (2014). Perencanaan dan Pengembangan Sumber Daya Manusia. Bandung: Alfabeta.

Price. (2011). Human Resource Management. USA: Cengage Learning EMEA.

Priyatno, D. (2010). Paham Analisa Statistik Data Dengan SPSS. Yogyakarta: Mediakom.

Putong. (2013). Pengantar Mikro dan Makro. Jakarta: Mitra Wacana Media.

Reichheld, F., & Schefter, P. (2000). E-loyalty: Your secret weapon on the Web. Harvard
Business Review,, 105-113.

Riadi. (2013). Pengertian SWOT.

Ribbink, D., Riel, A. v., Liljander, V., & Streukens, S. (2004). Comfort Your Online Customer:
Quality, Trust And Loyalty On The Internet. Managing Service Quality, 446-456.

Richard, M.-O. (2005). Modeling The Impact Of Internet Atmospherics On Surfer Behavior.
Journal of Business Research, 1632 – 1642.

Riyanto. (2010). Dasar-Dasar Pembelanjaan Perusahaan. Yogyakarta: BPFE.

Robert, M., & Jackson, H. (2001). Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta.

Sabiote, C., Frı´as , D., & Castan˜eda, J. (2012). The Moderating Effect Of Uncertainty-
avoidance On Overall Perceived Value Of A Service Purchased Online. Internet
Research, 180-198.

Santos, J. (2003). E‐service Quality: A Model Of Virtual Service Quality Dimensions. Managing
Service Quality: An International Journal, 233-246.

70
Santoso, S. (1999). SPSS: Mengolah Data Statistik Secara Profesional Versi 7.5. Jakarta: Elex
Media Komputindo.

Santoso, S. (2000). Buku Latihan SPSS: Statistik Parametrik. Jakarta: ELex.

Santoso, S. (2002). Mengatasi Berbagai Masalah Statistik Dengan SPSS Versi 11,5 . Jakarta:
Elex Media Komputindo.

Santoso, S. (2009). Panduan Lengkap Menguasai Statistik dengan SPSS. Jakarta: PT Elex Media
Komputindo.

Sedarmayanti. (2007). Manajemen Sumber Daya Manusia. Bandung: Refika Aditama.

Sedarmayanti. (2009). Sumber Daya Manusia dan Produktivitas Kerja. Bandung: CV.

Sejarah shopee dan kesuksesannya sebagai marketplace. (t.thn.). Dipetik Februari 2, 2020, dari
https://ngurusduit.com/sejarah-shopee-dan-kesuksesannya-sebagai-marketplace/

Sekaran, U. (2000). Research Methods for Business. United States of Amerika: John Willey &
Sons. Inc.

Sekaran, U. (2003). Research Methods For Business: A Skill Building Aproach. New York: John
Wiley and Sons, Inc.

Sekaran, U. (2006). Research method of business: A skill-building approach. Writing.

Selnes, F. (1993). An Examination of the Effect of Product Performance on Brand Reputation,


Satisfaction and Loyalty. European Journal of Marketing, 19-35.

Semeijn, J., Riel, A. v., Birgelen, M. v., & Streukens, S. (2005). E-services And Offline Fulfilment:
How E-loyalty Is Created. Managing Service Quality, 182-94.

Serpico, E., Aquilani, B., Ruggieri, A., & Silvestri, C. (2013). Customer Centric Marketing
Strategies : The Importance and Measurement of Customer Satisfaction - Offline Vs.
Online. Customer Centric Marketing Strategies .

Shopee. (t.thn.). Dipetik Februari 8, 2020, dari https://shopee.co.id/

Shopee Gaet Penghargaan Indonesian Netizen Brand Choice Award 2017. (t.thn.). Dipetik
Februari 5, 2020, dari https://m.jitunews.com/read/54675/shopee-gaet-penghargaan-
indonesian-netizen-brand-choice-award-2017

Shopee Indonesia Raih Penghargaan “The Best in Marketing Campaign”. (t.thn.). Dipetik
Februari 5, 2020, dari https://www.pcplus.co.id/2017/09/shopee-indonesia-raih-
penghargaan-the-best-in-marketing-campaign/

Shostak, G. L. (1987). Breaking Free From Product Marketing. Journal Of Marketing, 73-80.

71
Sikula. (1981). Pelatihan dan Pengembangan Tenaga Kerja. Jakarta: Pustaka Binaman.

Simon, S. J. (2001). The Impact Of Culture And Gender On Web Sites: An Empirical Study. The
Data Base for Advances in Information Systems, 18-37.

Singarimbun, M., & Effendi, S. (1989). Metodologi penelitian survei. Jakarta: LP3ES.

Singh, J., & Sirdeshmukh, D. (2000). Agency and Trust Mechanisms in Consumer Satisfaction
and Loyalty Judgments. Journal of the Academy of Marketing Science, 150-167.

Sirait. (2006). Memahami Aspek-aspek Pengelolaan Sumber Daya Manusia dalam Organisasi.
Jakarta: PT Grasindo.

Sohn , C., & Tadisina, S. (2008). Development Of E-service Quality Measure For Internet-based
Financial Institutions. Total Quality Management & Business, 903-918.

Srinivasan, S. S., Anderson, R., & Ponnavolu, K. (2002). Customer Loyalty In E-commerce: An
Exploration Of Its Antecedents And Consequences. Journal of Retailing , 42.

Srinivasan, S., & Anderson, R. (2003). E-Satisfaction and E-Loyalty: A Contingency Framework.
Psychology & Marketing, 123-138.

Sudjana, N. (2004). Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Sugiyono. (2007). Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D . Bandung: Alfabeta.

Sugiyono. (2009). Metode Penelitian Kuantitatif Bandung. Kualitatif dan R&D: Alfabeta.

Sugiyono. (2011). Metode Penelitian Administratif. Bandung: Alfabeta.

Sugiyono. (2013 ). Metode Penelitian Kuantitatif. Bandung: Alfabeta.CV.

Sugiyono, D. (2008). Metode penelitian bisnis. Bandung: Pusat Bahasa Depdiknas.

Sugiyono, P. D. (2010). Metode penelitian pendidikan. Pendekatan Kuantitatif.

Sunyoto, D. (2011). Metodologi Penelitian Ekonomi. Yogyakarta: CAPS.

Suryabrata, S. (2000). Metode Penelitian. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.

Sutisna. (2001). Perilaku Konsumen dan Komunikasi Pemasaran. Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya.

Sutrisno. (2012). Manajemen Keuangan Teori, Konsep dan Aplikasi. Yogyakarta.

Suwardjono. (2008). Teori Akuntansi : Perekayasaan Pelaporan Keuangan. Yogyakarta: BPFE.

72
Szymanski, D., & Hise, R. (2000). E-Satisfaction: An Initial Examination. Journal of Retailing,
309–322.

Thirumalai, S., & Sinha, K. (2011). Customization Of The Online Purchase Process In Electronic
Retailing And Customer Satisfaction: An Online Field Study. Journal of Operations
Management, 477-487.

Tiap Tahun, e-Commerce RI Diguyur Investasi Asing USD2,5 Miliar. (t.thn.). Dipetik Februari 2,
2020, dari https://tirto.id/tiap-tahun-e-commerce-ri-diguyur-investasi-asing-usd25-
miliar-dhQw

Tiwari, D., Dubey, S. D., Chopra, D. P., & Jain, M. (2015). Impact of Merchandising on Customer
satisfaction and thereby on Retailers‟ sale - A study in selected Malls of Jabalpur and
Gwalior city. International Journal of Engineering and Applied Sciences (IJEAS).

Tsang, N., Lai, M., & Law, R. (2010). Measuring E-service Quality For Online Travel Agencies.
Journal of Travel and Tourism Marketing, 306–323.

Türk, B., Scholz, M., & Berresheim, P. (2012). Measuring Service Quality In Online Luxury Goods
Retailing. Journal of Electronic Commerce Research,, 88-103.

Utari, Ari, & Darsono. (2014). Manajemen Keuangan : Kajian Praktik dan Teori dalam
Mengelola Keuangan Organisasi Perusahaan. Jakarta: Mitra Wacana Media.

Valvi, A., & West, D. (2013). E-loyalty Is Not All About Trust, Price Also Matters: Extending
Expectation-confirmation Theory In Bookselling Websites. Journal of Electronic
Commerce Research, 99–123.

Verma, P., & Sharma, A. K. (2018). Assortment Satisfaction: The Tale Of Online Footwear Sales.
Technology in Society, 57–65.

Vipushan, V., & Janathanan, C. (2018). The Impact Of Service Quality Related To E-commerce
On Customer Satisfaction At Retail Genius (Pvt) Ltd. Law & Technology Conference.
Colombo.

Vogt, W. P. (1999). Dictionary of Statistics and Methodology: A Nontechnical Guide for the
Social Sciences. London: Sage.

Waite, K., & Harrison, T. (2002). Consumer Expectations Of Online Information Provided By
Bank Web Sites. Journal of Financial Services Marketing, 309-22.

Walter, N., Ortbach, K., & Niehaves, B. (2015). Designing Electronic Feedback – Analyzing The
Effects Of Social Presence On Perceived Feedback Usefulness. Int. J. Human-Computer
Studies, 1–11.

73
Wang, Y., Lu, X., & Tan, Y. (2018). Impact Of Product Attributes On Customer Satisfaction: An
Analysis Of Online Reviews For Washing Machines. Electronic Commerce Research and
Applications, 1–11.

Wang, Y.-S., Yeh, C.-H., Wang, Y.-M., Tseng, T., Lin, H.-H., Lin, S., & Xie, M. (2019). Investigating
Online Consumers’ Responses To Product Presentation Modes Does Product Type
Really Matter? Internet Research.

Werther, W., & Davis, K. (1996). Human Resources And Personal Management. New York:
McGraw-Hill.

Wijaya, T. (2009). Analisis Data Penelitian Menggunakan SPSS. Yogyakarta.

Williams. (Jakarta). Management . 2001: Salemba Empat.

Wolfinbarger, M., & Gilly, M. (2003). Etailq: Dimensionalizing, Measuring And Predicting Etail
Quality. Journal of Retailing, 183–198.

Yang, H.-e., & Tsai, F.-S. (2007). General ES-Qual Scales Applied To Websites Satisfaction And
Loyalty Model. Communications of the IIMA.

Yang, Z., & Fang, X. (2004). Online Service Quality Dimensions And Their Relationships With
Satisfaction. International Journal of Service Industry Management, 302-26.

Yang, Z., & Jun, M. (2002). Consumer Perception of E-Service Quality From Internet Purchaser
and Non-Purchaser Perspectives. Journal Of Business Strategy.

Yang, Z., & Peterson, R. (2004). Customer Perceived Value, Satisfaction, And Loyalty: The Role
Of Switching Costs. Psychology & Marketing, 799-822.

Yang, Z., Peterson, R., & Cai, S. (2003). Services Quality Dimensions Of Internet Retailing: An
Exploratory Analysis. Journal of Services Marketing, 685 - 700.

Yen, C.‐H., & Lu, H.‐P. (2008). Effects Of E-service Quality On Loyalty Intention. Managing
Service Quality, 127–146.

Yoo, B., & Donthu, N. (2001). Developing a Scale to Measure the Perceived Quality of An
Internet Shopping Site (SITEQUAL). Journal of Electronic Commerce, 31-47.

Yoo, J., & Kim , M. (2014). The Effects Of Online Product Presentation On Consumer Responses:
A Mental Imagery Perspective. Journal of Business Research, 2464–2472.

Yoon, S.-J. (2002). The Antecedents And Consequences Of Trust In Online-purchase Decisions.
Journal of Interactive Marketing,, 47-63.

Yu, C.-S. (2008). Accessing And Differentiating The Quality Of Internet Based Services. Service
Industries Journal, 581–602.

74
Zeithaml , V., Parasurarnan , A., & Malhotra , A. (2002). Service Quality Delivery Through Web
Sites: A Critical Review Of Extant Knowledge. Journal of the Academy of Marketing
Science, 362–375.

Zeithaml, V., & Bitner, M. J. (2003). Service Marketing: Integrating Customer Focus Across The
Firm. New York: McGraw-Hill.

Zeithaml, V., Bitner, J. M., & Gremler, D. (2009). Services Marketing: Integrating Customer
Focus Across The Firm. New York: McGraw-Hill Irwin.

Zeithaml, V., Malhotra, A., & Parasuraman, A. P. (2000). E-Service Quality: Definition,
Dimensions, and Conceptual Model. Marketing Science Institute.

Zeithaml, V., Malhotra, A., & Parasuraman, A. P. (2005). E-S-QUAL :A Multiple-Item Scale for
Assessing Electronic Service Quality. Journal of Service Research.

Zeithaml, V., Parasuraman, A. P., & Berry, L. (1993). The Nature And Determinants Of
Customer Expectations Of Service. Journal of the Academy of Marketing Science, 1-12.

Zeithaml, V., Parasuraman, A., & Berry, L. (1988). Communication And Control Processes In
Delivery Of Service Quality. Journal of Marketing, 35-48.

Zhou, T., Lu, Y., & Wang, B. (2009). The Relative Importance of Website Design Quality and
Service Quality. Information Systems Management, 327–337.

Zhu, F., Wymer, W., & Chen, I. (2002). It‐based Services And Service Quality In Consumer
Banking. International Journal of Service Industry Management, 69-90.

75
LAMPIRAN

Lampiran A : Laporan Keuangan PT Garuda Indonesia Tbk. Tahun 2015 hingga 2017

76
77
Lampiran B : Laporan Keuangan PT Garuda Indonesia Tbk. Tahun 2017 hingga 2019

78
79
80

Anda mungkin juga menyukai