Anda di halaman 1dari 48

DISERTASI

PERAN STRATEGI BISNIS DALAM MEMEDIASI


HUBUNGAN ANTARA PERSAINGAN INDUSTRI
DENGAN KINERJA INDUSTRI
(Studi Pada Industri Jasa Pendidikan Tinggi di Timor-Leste)

ESTANISLAU DE SOUSA SALDANHA

PROGRAM PASCA SARJANA


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
2018
PERAN STRATEGI BISNIS DALAM MEMEDIASI
HUBUNGAN ANTARA PERSAINGAN INDUSTRI
DENGAN KINERJA INDUSTRI
(Studi Pada Industri Jasa Pendidikan Tinggi di Timor-Leste)

ESTANISLAU DE SOUSA SALDANHA


NIM : 1490871016

PROGRAM DOKTOR ILMU MANAJEMEN


PROGRAM PASCA SARJANA
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
2018

ii
Lembar Pengesahan

DISERTASI INI TELAH DISETUJUI


TANGGAL 05 JULI 2018

Promotor,

Prof. Dr. I Ketut Rahyuda, SE, MSIE


NIP. 19500130 198303 1 001

Kopromotor I, Kopromotor II,

Prof. Dr. Ni Nyoman Kerti Yasa, SE, MS Dr. I Putu Gde Sukaatmadja, SE, MP
NIP. 19620717 198601 2 001 NIP. 19600707 1987703 1 020

Mengetahui

Ketua Program Doktor Ilmu Manajemen Dekan


Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Fakultas Ekonomi dan Bisnis,

Prof. Dr. I Wayan Gede Supartha, SE, SU Dr. I Nyoman Mahaendra Yasa, SE,
MSi
NIP. 19550202 198003 1 004 NIP. 19610620 198603 1 001

iii
SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIAT

Yang bertanda tangan di bawah ini, saya, penulis disertasi

Nama : Estanislau de Sousa Saldanha

NIM : 1490871016

Program Studi : Program Doktor Ilmu Manajemen, Fakultas Ekonomi

dan Bisnis, Universitas Udayana

Dengan ini, untuk dan atas nama saya, menyatakan bahwa karya ilmiah disertasi

saya bebas plagiat. Apabila dikemudian hari terbukti adanya plagiasi dalam karya

ilmiah disertasi ini, maka saya siap menerima sanksi sesuai dengan peraturan

Mendiknas RI No 17 Tahun 2010, dan Peraturan Perundang-undangan lainnya

yang berlaku di Republik Indonesia.

Denpasar, 05 Juli 2018

Estanislau de Sousa Saldanha

iv
UCAPAN TERIMA KASIH

Disertasi dengan Judul : “PERAN STRATEGI BISNIS DALAM MEMEDIASI


HUBUNGAN ANTARA PERSAINGAN INDUSTRI DAN KINERJA
INDUSTRI: STUDI DI INDUSTRI PENDIDIKAN TINGGI TIMOR-LESTE”
telah diselesaikan dengan baik, dan sukses karena berkat, rahmat, dan bimbingan
dari Tuhan Yang Maha Kuasa.

Penyelesaian disertasi ini juga karena dukungan moral dan material dari berbagai
pihak. Oleh karena itu, penulis ingin mengucapkan terima kasih dan penghargaan
yang setingg-tingginya kepada:
1) Prof. Dr. dr. A.A. Raka Sudewi, Sp.S, Rektor Universitas Udayana Bali
atas ijin yang diberikan kepada penulis untuk kuliah di Universitas
Udayana Bali.
2) Dr. I Nyoman Mahaendra Yasa, SE., M.Si., Dekan Fakultas Ekonomi dan
Bisnis, Universitas Udayana Bali yang memberikan kesempatan
kepada penulis untuk belajar di Fakultas ini.
3) Prof. Dr. I Wayan Gede Supartha, SE, SU., Koordinator Program Doktor
Ilmu Manajemen, Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Udayana Bali.
4) Prof. Dr. I Ketut Rahyuda, SE, MSIE sebagai Promotor yang telah
memberikan motivasi dan arahan selama kuliah di Program Doktor Ilmu
Manajemen, dan selama penelitian dan penulisan disertasi ini.
5) Prof. Dr. Ni Nyoman Kerti Yasa, SE, MS sebagai Kopromotor, dan Dr. I
Putu Gde Sukaatmadja sebagai Kopromotor yang memberikan arahan dan
saran dalam penelitian dan penyusunan disertasi ini.
6) Dr. Alvaro Meneses Amaral, SE MSi, sebagai Rektor Dili Institute of
Technology (DIT), Timor-Leste, dan seluruh staf DIT yang selalu
memberikan dorongan, dan dukungan dalam penyelesaian disertasi ini.
7) Semua teman-teman Rektor dan Ketua Jurusan Perguruan Tinggi di
Timor-Leste yang telah membantu penulis sepenuhnya selama proses
pengambilan data lapangan.

v
8) Ayahanda, Januario Saldanha (Almarhun), dan Ibunda, Amelia de Sousa,
sebagai petani, dan ibu rumah tangga, yang sederhana dan tidak pernah
mendapatkan kesempatan untuk sekolah formal, namun merupakan
pekerja keras, dan memiliki motivasi tinggi untuk mendorong anak-
anaknya sekolah hingga jenjang pendidikan yang lebih tinggi sebagai
bekal transformasi keluarga dari kehidupan petani menjadi yang lebih
baik. Saudara-saudari saya Jacinta, Salvador, Adozinda, Domingos, Joao,
Saturnino, Angelina, Ladislau, dan Amelia yang saling memotivasi, dan
membantu dalam belajar dan bekerja.
9) Istri saya, Isabel Franklin de Jesus Marques Belo, dan anak-anak saya,
Jovelinho Franklin Saldanha, Estornino Franklin Saldanha, dan Joaozinho
Franklin Saldanha yang selalu setia, sabar, dan memberi dukungan untuk
menyelesaikan disertasi ini. Demikian juga adik-adik Agata, Joana, Jorge,
Ildefonso dan Ivio di Palapaso Dili, Timor-Leste.
10) Teman-teman Program Doktor Ilmu Manajemen Universitas Udayana
Bali Angkatan III tahun 2014 yang saling menolong dan memotivasi
selama kuliah di Univesitas Udayana Bali.

Semoga Tuhan Yang Maha Kuasa senantiasa memberikan rahmat dan anugrah
kepada semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan disertasi
ini. Akhirnya disertasi sederhana ini, penulis persembahkan kepada ayahanda dan
ibunda, Januario Saldanha, dan Amelia de Sousa, kepada semua guru di manapun
berada atas sumbangsih tanpa pamrih dan sumber terang dunia, serta kepada
masyarakat Timor-Leste yang tercinta, terutama anak-anak muda. Semoga
disertasi ini bermanfaat bagi ilmu pengetahuan dan masyarakat.

Denpasar, 05 Juli 2018

Estanislau de Sousa Saldanha


Penulis

vi
ABSTRAK

Penelitian ini dilakukan atas fenomena peningkatan jumlah perguruan


tinggi, duplikasi jurusan yang tidak seimbang dengan ketersediaan sumber daya
dan kapabilitas perguruan tinggi di Timor-Leste yang memicu peningkatan
persaingan industri yang dapat berimplikasi pada turunnya kinerja perguruan
tinggi. Penelitian ini juga dilakukan didasarkan pada bukti inkonsistensi hasil
studi empirik sebelumnya tentang hubungan antara persaingan dan kinerja
industri. Tujuan penelitian ini adalah untuk menguji dan menjelaskan peran
strategi bisnis (differentiation, cost leadership, focus and innovation) dalam
memediasi hubungan antara persaingan industri dan kinerja industri pendidikan
tinggi di Timor-Leste.
Studi ini menggunakan Porter five competitive forces untuk menjelaskan
hubungan persaingan industri dan kinerja industri. Demikian juga menggunakan
teori kontingensi, strategi generik Porter, dan teori resource-based view (RBV)
untuk mengkaji peran mediasi strategi bisnis dalam hubungan antara persaingan
industri dan kinerja industri pendidikan tinggi.
Penelitian ini menggunakan sampel jenuh dengan target populasi 157
ketua jurusan pada 11 perguruan tinggi terakreditasi di Timor-Leste. Kuesioner
telah disebarkan, dan hanya 130 kuesioner yang dikembalikan dan digunakan
dalam penelitian ini. Kuesioner juga telah dilakukan pre-test dan uji reliabilitas
dan validitas untuk meminimalkan kesalahan yang berpengaruh terhadap hasil
penelitian. Smart-PLS telah digunakan untuk menguji hipotesis.
Studi ini menemukan bahwa kombinasi strategi fokus pelayanan, inovasi,
dan keunggulan biaya sangat signifikan dalam memediasi hubungan antara
persaingan industri dan kinerja industri. Fokus strategi pelayanan merupakan
konstruk yang lebih signifikan memediasi hubungan persaingan industri dan
kinerja industri, dibandingkan dengan inovasi dan strategi keunggulan biaya.
Sebaliknya, strategi diferensiasi tidak signifikan memediasi hubungan persaingan
industri dan kinerja industri.
Studi ini memberikan konstribusi empirik dalam debat tentang strategi
yang fit dengan lingkungan industri untuk meningkatkan keunggulan bersaing dan
kinerja industri. Studi ini bernilai juga untuk mendemonstrasikan bahwa
kombinasi strategi bisa dilakukan antara strategi Porter dan resource-based view
dalam konteks industri pendidikan tinggi. Implikasi praktis dari penelitian ini
adalah untuk memberikan informasi kepada pemerintah dan pengelola industri
pendidikan tinggi tentang penggunaan strategi fokus pelayanan, inovasi dan
strategi keunggulan biaya untuk meningkatkan kinerja industri pendidikan tinggi
dalam lingkungan yang dinamik, ketidakpastian dan kompleks sekarang ini.

Kata kunci: Persaingan industri, strategi bisnis, industri pendidikan tinggi, dan
kinerja industri.

vii
ABSTRACT

This research was conducted based on the phenomena of increasing


number of higher education institutions in Timor-Leste, and high duplication of
its departments, which are not aligned with the availability of adequate teaching
resources and capabilities. This has led to fostering high intensity of industrial
competition, which affects the overall higher education industrial performances.
This study was also carried out to fill the inconsistency empirical results from
previous studies on the relationship between industrial competition and
performances. The objective of this study is to examine and explain the role of
business strategy (i.e. differentiation strategy, cost leadership, focus services, and
innovation strategy) on the relationship between industrial competition and higher
education industrial performances.
The study used Porter’s five competitive forces to explain the relationship
between higher education industrial competition and performances in Timor-
Leste. Contingency theory, Porter’s generic strategy, and resource-based view
(RBV) theory were used to explain the mediation effects of business strategy on
the relationship between industrial competition and performances.
157 departments from 11 accredited higher education institutions in
Timor-Leste were used as targeted population of this research; therefore,
questionnaires were distributed to this targeted population. Unfortunately, only
130 questionnaires were filled and returned. Smart-PLS was used to test the
hypothesis.
This study found that combined business strategies based on the industrial
strategy (cost leadership, and focus service), and resource-based view
(innovation) were positively and significantly influenced industrial performances.
Focus service strategy was the most significant construct, which fully mediated
industrial competition and performance, compared to innovation and cost
leadership strategy. Conversely, differentiation strategy was not significant in
mediating the relationship between industrial competition and performances.
The study contributed empirically to the debate on the industrial
environment strategic fitness, and combined strategy based on the contingency
approach from higher education industrial perspectives. The practical implications
were to enlighten government and higher industrial leaders to adopt strategic
fitness principles based on focus service, innovation and cost leadership strategy
in enhancing higher education industrial performances in recent dynamic,
uncertainty, and complex industrial competition.

Keywords: Industrial competition, business strategy, higher education industry,


and industrial performance.

viii
RINGKASAN DISERTASI
PERAN STRATEGI BISNIS DALAM MEMEDIASI HUBUNGAN
ANTARA PERSAINGAN INDUSTRI DENGAN KINERJA INDUSTRI
(Studi Pada Industri Jasa Pendidikan Tinggi di Timor-Leste)

Kinerja industri merupakan ukuran pencapaian target dan tujuan organisasi


yang sudah ditetapkan sebelumnya (Avram and Avasilcai, 2014). Kinerja industri
dipengaruhi oleh faktor-faktor eksternal organisasi seperti lima kekuatan Porter
(Porter 1980; Metts 2007; Huang and Lee, 2012), faktor-faktor internal organisasi
seperti sumber daya dan kapabilitas organisasi (Barney, 1991; Metts 2007; Huang
and Lee, 2012; Battagello et al., 2016;), dan strategi bisnis organisasi (Porter
1980; Barney 1991; Parnell, 2010; Bobe and Kober, 2015; Friis et al., 2016;
Anwar and Hasnu, 2016; Oyewobi et al., 2016; Soltanizadeh et al., 2016;
Yuliansyah et al., 2016).
Studi-studi tentang hubungan antara persaingan industri dan kinerja
industri telah dilakukan cukup intens dewasa ini, namun hasil-hasilnya tidak
konsisten. Beberapa studi menemukan bahwa persaingan industri berpengaruh
positif dan signifikan terhadap kinerja industri (Chong and Rundus, 2004; Chen,
2010; Hoque, 2011; Al-Rfou, 2012; Huang and Lee, 2012; Mia and Winata,
2014; Ghasemi et al., 2015; Obembe and Soetan, 2015) karena dalam lingkungan
industri yang bersaing ketat, pemilik organisasi industri akan melakukan efisiensi
untuk menurunkan biaya, resiko operasional, manajerial, menyediakan insentif
untuk mendorong efisiensi, dan inovasi guna meningkatkan kinerja (Januszewski,
2002; Du and Chen, 2010; Obembe and Soetan, 2015). Walaupun demikian, ada
juga beberapa studi yang menemukan bahwa persaingan industri berpengaruh
negatif atau tidak berpengaruh signifikan terhadap kinerja industri (Metts, 2007;
Patiar and Mia, 2009; Lee and Yang, 2011; Assaf and Cvelbar, 2011; Fosu, 2013;
Teller et al., 2016) karena banyak industri kehilangan pangsa pasar dan
profitabilitasnya karena kehadiran banyak pesaing baru yang menawarkan produk
dan servis yang sama dalam segmen pasar yang terbatas.
Dalam era kompleksitas, ketidakpastian, dan intensitas persaingan
industri, organisasi industri dituntut untuk mengembangkan strategi yang fit
dengan lingkungan untuk meningkatkan posisi bersaing, dan kinerja industri.
Beberapa peneliti menggunakan pendekatan strategi kontingensi dengan
mengadopsi strategi bersaing industri (Porter, 1980; Prajogo, 2007; Parnell, 2010;
Parnell, 2011; Miles, 2013), atau strategi sumber daya dan kapabilitas (Barney,
1991; Metts, 2007; Huang and Lee, 2012; Battagello et al., 2016) atau kombinasi
kedua strategi tersebut (Furrer et al., 2008; Ortega, 2010; Salavou, 2015) untuk
meningkatkan posisi bersaing dan mempertahankan kesinambungan kinerja
industri yang tinggi.
Dewasa ini, studi strategi bisnis masih dominan pada strategi bersaing
industri Porter atau kombinasi strategi antara strategi diferensiasi dan strategi
keunggulan biaya. Demikian juga masih dominan eksplorasi fokus strategi dari

ix
Porter dalam konteks strategi diferensiasi atau strategi keunggulan biaya pada
jenis industri tertentu. Sebaliknya, fokus strategi bisa dilakukan pada fokus
pelayanan atau fokus strategi sumber daya dan kapabilitas pada industri dan
segmen pasar tertentu. Demikian juga, studi tentang kombinasi strategi bisnis
masih dominan fokus pada industri manufaktur dan jasa perbankan (Yuliansyah et
al., 2016), namun industri jasa pendidikan tinggi di negara-negara sedang
berkembang seperti Timor-Leste masih belum mendapatkan perhatian.
Studi ini mengisi celah tersebut dengan memberikan bukti empiris tentang
persaingan industri, strategi bisnis dan kinerja industri pendidikan tinggi di
Timor-Leste. Industri pendidikan tinggi di Timor-Leste tumbuh sangat cepat baik
secara institusi maupun program studi yang saling duplikasi yang memicu
peningkatan persaingan industri sehingga dapat mempengaruhi kinerja industri.
Tujuan penelitian ini adalah untuk (1). Indentifikasi dan menjelaskan pengaruh
persaingan industri pada kinerja industri pendidikan tinggi; (2). Menguji pengaruh
strategi bisnis terhadap kinerja industri pendidikan tinggi; (3). Menguji peran
mediasi strategi bisnis dalam hubungan antara persaingan industri dan kinerja
industri pendidikan tinggi.
Persaingan industri merupakan rivalitas antara dua atau lebih industri yang
sejenis atau mirip untuk menyediakan produk, jasa, harga, produk, distribusi, dan
promosi kepada pelanggan (Adnan et al., 2016). Intensitas persaingan industri
tergantung pada jumlah pesaing di pasar yang sama, frekuensi perubahan
teknologi dalam industri, frekuensi pengenalan produk baru, penurunan harga,
persetujuan paket yang diberikan kepada pelanggan dari berbagai pesaing, dan
perubahan peraturan dan kebijakan pemerintah dan penurunan tarif (Chong and
Rundus, 2004). Persaingan industri juga terjadi pada biaya, ketergantungan
sumber daya, praktek manajerial, hambatan masuk, dan penerapan teknologi (Du
and Chen, 2010). Faktor-faktor lingkungan eksternal industri sebagai pemicu
persaingan industri adalah: (1) intensitas persaingan antar pemain yang ada pada
saat ini. (2) ancaman dari pendatang baru. (3) kekuatan tawar-menawar dari
pemasok, (4) kekuatan tawar-menawar dari pembeli, dan (5) Ancaman dari
produk pengganti (Porter, 1980; Metts, 2007; Huang and Lee, 2012).
Persaingan industri mempengaruhi kinerja industri, sehingga perusahaan
harus beradaptasi dengan perubahan lingkungan untuk mempertahankan posisi
bersaing (Huang and Lee, 2012; de Haan, 2015). Porter (1980) menyatakan
bahwa persaingan industri menurunkan rate of return yang dihasilkan oleh sebuah
perusahaan dalam lingkungan persaingan industri yang perfek (perfectly
competitive industry). Dengan demikian, perusahaaan berupaya untuk
meningkatkan posisi bersaing agar lebih kompetitif dibandingkan dengan
perusahaan pesaingnya. Dalam konteks demikian, perusahaan harus
mengembangkan strategi bisnis yang jelas untuk mempertahankan posisi bersaing
dalam lingkungan industri yang sangat kompetitif. Strategi bisnis menjabarkan
pencapaian tujuan perusahaan berdasarkan evaluasi internal dan eksternal
(Soltanizadeh et al., 2016).
Persaingan industri diukur dengan dimensi-dimensi dan indikator-
indikator yang diadaptasi dari studi-studi empirik sebelumnya (Metts, 2007;
Hoque, 2011; Huang and Lee, 2012; Mathooko and Ogutu, 2015; Teller et al.,

x
2016) seperti: Pertama, dimensi intensitas persaingan dalam persaingan industri
memiliki lima indikator yakni peningkatan jumlah perguruan tinggi, intensitas
persaingan untuk mendapatkan dosen bergelar master dan doktor, intensitas
persaingan uang kuliah, dan intensitas persaingan biaya promosi. Kedua, dimensi
ancaman pengganti memiliki tiga indikator yakni keberadaan perguruan tinggi
luar negeri, keberadaan perusahaan swasta, keberadaan pusat pelatihan berbasis
kompetensi. Ketiga, dimensi kekuatan tawar-menawar pembeli memiliki empat
indikator yakni kekuatan keluarga, kekuatan penyedia kerja, kekuatan mahasiswa,
kekuatan pemerintah. Keempat, dimensi kekuatan tawar menawar pemacok
memiliki tiga indikator yakni kekuatan tenaga dosen tetap, kekuatan
administrator, dan kekuatan tenaga dosen tidak tetap. Kelima, dimensi ancaman
masuk pendatang baru memiliki empat indikator yakni regulasi pendirian
perguruan tinggi baru dari Kementerian Pendidikan Timor-Leste, modal minimum
yang dibutuhkan untuk mendirikan perguruan tinggi, peraturan dan kebijakan
pemerintah tentang operasi perguruan tinggi, dan duplikasi program studi dari
perguruan tinggi yang ada.
Strategi diferensiasi merupakan strategi perusahaan untuk
mengembangkan produk, jasa, garansi, citra merek, inovasi, reliabilitas,
durabilitas, teknologi, reputasi, bentuk, kualitas, dan nilai yang unik bagi
pelanggan yang sulit ditiru oleh industri pesaingnya (Acquaah, 2011; Baroto et
al., 2012). Strategi diferensiasi muncul karena perusahaan ingin memenuhi
tuntutan pelanggan yang ingin produk alternatif dan unik (Becerra et al., 2013;
Dirisu et al., 2013). Porter (1980) menyatakan bahwa semakin tinggi persaingan
antara industri sejenis, perusahaan dapat mengadopsi strategi diferensiasi guna
mempertahankan daya saing dan kinerja. Diferensiasi tersebut bisa dalam bentuk
kualitas produk, proses dan pelayanan untuk memenuhi kebutuhan pelanggan
(Dadfar and Brege, 2012). Beberapa kajian empirik memperkuat strategi generik
Porter (Dirisu et al., 2013; Torres et al., 2014; Newton et al., 2015; Banker et al.,
2014; Martins and Queirós, 2015; Pehrsson, 2016; Yuliansyah et al., 2016).
Walaupun demikian, ada juga studi yang menyatakan bahwa strategi diferensiasi
tidak berpengaruh atau berpengaruh negatif terhadap kinerja (Parnell, 2011;
Nandakumar et al., 2011; Wu et al., 2015). Dalam studi ini, strategi diferensiasi
diukur dengan program studi, kualitas kelulusan, dan kualitas pelayanan.
Strategi keunggulan biaya (cost leadership strategy) adalah strategi
perusahaan untuk menyediakan produk dan jasa dengan biaya lebih rendah dari
perusahaan pesaingnya untuk menarik pelanggan dan memperoleh pangsa pasar
(Porter, 1985; Banker et al., 2014), sehingga produk atau jasa tersebut laku dan
memberikan profit kepada perusahaan. Perusahaan yang menggunakan cost
leadership lebih fokus untuk mengembangkan produk, jasa, dan proses dengan
memaksimalkan efisiensi operasi (Banker et al., 2014), sehingga melakukan
kontrol dan pengetatan biaya dalam semua tingkatan operasi agar unggul atas
pesaingnya guna mempertahankan keunggulan bersaing (Porter, 1985; Acquaah,
2011). Porter (1980) menyatakan bahwa industri dapat meningkatkan keunggulan
bersaing dan kinerja jika mengadopsi strategi keunggulan biaya atau cost
leadership strategy (Parnell and Hershey, 2005; Oyewobi et al., 2016). Strategi
Porter ini diperkuat oleh beberapa temuan empiris bahwa strategi keunggulan

xi
biaya (cost leadership) berpengaruh positif terhadap keunggulan bersaing dan
kinerja perusahaan (Allen and Helms, 2006; Banker et al., 2014; Indounas, 2015)
karena perusahaan menggunakan produksi dan distribusi masal, skala ekonomi,
teknologi, design produk, biaya masukkan, penggunaan kemampuan sumber daya,
dan akses ke bahan baku yang lebih baik (Akan et al., 2006). Walaupun demikian,
pelanggan memiliki loyalitas rendah terhadap strategi keunggulan biaya (Cost
leadership strategy), dan jika biaya terlalu rendah perusahaan akan kehilangan
pendapatan (Allen and Helms, 2006). Demikian juga, jika produk dan servis
berbiaya rendah dapat diimitasi oleh industri pesaing, sehingga dapat menurunkan
daya saing dan kinerja industri (Salavou, 2015). Hal ini diperkuat dengan kajian
empirik yang menunjukkan strategi keunggulan biaya berpengaruh negatif
terhadap kinerja perusahaan (Parnell et al., 2012; Yuliansyah et al., 2016;
Yuliansyah et al., 2017). Dalam studi ini, cost leadership diukur dengan
pengontrolan dan efisiensi biaya, biaya operasi rendah, dan biaya kuliah per
mahasiswa rendah yang dikembangkan dari studi-studi empirik sebelumnya
(Ortega, 2010; Banker et al., 2014; Hansen et al., 2015; Oyekunle et al., 2016).
Strategi fokus merupakan salah satu dimensi dari strategi generik Porter
yang mencakup fokus diferensiasi dan fokus biaya rendah (Baack and Boggs,
2008). Namun demikian, strategi fokus dalam studi ini lebih ditekankan pada
pelayanan, karena kualitas pelayanan berhubungan erat dengan profit,
penghematan biaya (cost saving), pangsa pasar (market share) dan kepuasan
pelanggan (Angelova, 2011; Zameer et al., 2015). Dengan demikian, kualitas
pelayanan berpengaruh positif terhadap keunggulan bersaing dan kinerja industri
(Angelova, 2011; Jain et al., 2011; Kwak and Kim, 2016; Paul et al., 2016).
Walaupun demikian, ada juga hasil studi yang menunjukkan bahwa kualitas
pelayanan berpengaruh negatif terhadap kinerja industri (Neely, 2008; Jamal,
2009). Studi-studi sebelumnya telah menunjukkan bahwa penawaran pelayanan
baik sebuah perusahaan akan ditentukan oleh kemampuan sumber daya dan
kapabilitasnya. Oleh karena itu, perusahaan berupaya untuk mengembangkan
sumber daya dan kapabilitas untuk memperkuat strategi pelayanan guna
mempertahankan hubungan baik dengan pelanggan dan memperkuat daya saing
perusahaan (Kwak and Kim, 2016). Menurut teori resource-based view (RBV),
sumber daya dan kapabilitas perusahaan dapat berupa fasilitas fisik, sumber daya
manusia, pengetahuan dan teknologi (Douglas et al., 2010; El Shafeey and Trott,
2014). Fokus strategi pelayanan berhubungan dengan kepuasan pelanggan
(Khodayari and Khodayari, 2011) dan berpengaruh positif terhadap kinerja
organisasi (Ham, 2003; Paul et al., 2016). Industri yang memberikan kepuasan
kepada pelanggan akan sukses mempertahankan loyalitas dan retensi pelanggan
terhadap produk dan jasa yang ditawarkan, pada gilirannya akan memberikan
profitabilitas kepada perusahaan (Angelova, 2011). Dengan demikian, perusahaan
dapat mengembangkan kualitas pelayanan yang baik untuk memenuhi ekspektasi
pelanggan. Dalam penelitian ini, fokus pelayanan diukur dengan lima (5)
indikator seperti kompetensi dosen membantu mahasiswa, kesesuian kepemilikan
fasilitas dengan harapan mahasiswa, kualitas sebagai basis layanan, tanggap
melayani mahasiswa, dan perhatian terhadap mahasiswa (Firdaus, 2006; Trivellas
and Dargenidou, 2009; Gruber et al., 2010; Cardona and Bravo, 2012; Chui et al.,

xii
2016).
Strategi inovasi merupakan upaya untuk merubah pengetahuan dan ide ke
dalam produk, proses, layanan, sistem baru guna memberikan keuntungan kepada
perusahaan dan stakeholders (Perdomo-Ortiz et al., 2006; Perdomo-Ortiz et al.,
2009; Jaskyte, 2011) atau merubah pengetahuan menjadi uang (Boult et al.,
2009). Inovasi bisa dilakukan dengan menggunakan teknologi dan kombinasi
sumber daya organisasi untuk menciptakan produk, proses, teknologi dan
pelayanan baru, unik, dan sesuai ekspektasi pelanggan guna meningkatkan
keunggulan bersaing dan kinerja perusahaan (Torres et al., 2014; Havenvid,
2015). Dalam teori resource-based view (RBV), inovasi merupakan kapabilitas
bisnis penting perusahaan untuk menghasilkan produk atau servis yang bernilai,
unik, sulit diimitasi oleh perusahaan pesaing (Acar and Acar, 2012), sehingga
meningkatkan posisi bersaing dan kinerja. Beberapa kajian empiris menunjukkan
bahwa dalam lingkungan industri yang kompetitif, inovasi berpengaruh positif
terhadap kinerja industri (Camison and Villar-Lopez, 2014; Babkin et al., 2015;
Leal-rodríguez et al., 2015; Obembe and Soetan, 2015; Pehrsson, 2016) karena
inovasi dapat membuat perusahaan untuk menghasilkan produk dan layanan baru,
unik dan bernilai yang sesuai dengan perubahaan tuntutan pelanggan. Namun
demikian, ada juga studi yang menunjukkan bahwa inovasi berpengaruh negatif
terhadap kinerja (Loof and Heshmati, 2002; Vermeulen et al., 2005; Hashi and
Stojčić, 2013; Guisado-González et al., 2013; Campo et al., 2014; Im et al., 2015)
karena perusahaan membutuhkan sumber daya dan kapabilitas, frekuensi
perubahan produk dan layanan utama yang membutuhkan penelitian dan
pengembangan, serta mengembangkan pemasaran yang kesemuanya berimplikasi
pada biaya, sehingga dapat meningkatkan risiko bagi perusahaan (Soltanizadeh et
al., 2016). Dalam penelitian ini, inovasi diukur dengan menggunakan indikator
kurikulum, metode belajar dan mengajar, dan teknologi pengajaran.
Kinerja industri merupakan indikator yang biasanya digunakan untuk
mengukur keberhasilan sebuah perusahaan dalam mencapai tujuan dan target
yang sudah ditetapkan (Ho 2011; Avram and Avasilcai 2014), atau kemampuan
perusahaan untuk memenuhi kepuasan pelanggan dan memenangkan pasar
terhadap kompetitornya melalui produk dan jasa yang ditawarkan. Kinerja
perusahaan adalah himpunan manajemen dan proses analitik yang memungkinkan
pengelolaan organisasi untuk mencapai satu atau lebih tujuannya (Ab Hamid et
al., 2014). Kinerja organisasi menunjukkan sebepara baik perusahaan mencapai
tujuan keuangan dan pemasarannya (Li et al., 2006). Dalam konteks industri
pendidikan tinggi, kinerja industri adalah seberapa baik industri pendidikan tinggi
mengembangkan strategi untuk mencapai tujuan pengajaran, penelitian,
pengabdian masyarakat, keuangan, dan pemasarannya. Kinerja industri
dipengaruhi oleh faktor-faktor eksternal (Porter 1980; Metts 2007; Huang and
Lee, 2012), faktor-faktor internal (Barney, 1991; Metts 2007; Huang and Lee,
2012; Battagello et al., 2016;) dan strategi bisnis perusahaan (Porter 1980; Barney
1991; Bobe and Kober, 2015; Friis et al., 2016; Anwar and Hasnu, 2016;
Oyewobi et al., 2016; Soltanizadeh et al., 2016; Yuliansyah et al., 2017). Faktor-
faktor eksternal seperti lima kekuatan diamond dapat memicu intensitas
persaingan dan kinerja (Porter, 1980; Porter, 1985). Demikian juga faktor-faktor

xiii
internal seperti sumber daya, dan kapabilitas internal perusahaan (Barney, 1991),
dan strategi perusahaan dapat mempengaruhi posisi bersaing dan kinerja industri
(Gabrielsson et al., 2016; Yuliansyah et al., 2016). Dalam penelitian ini, kinerja
industri (IP) menggunakan kombinasi indikator dari Zebal and Goodwin (2012),
Asif and Searcy (2014), Andreou et al. (2014), Abdifatah (2014), Al-Najjar,
(2014), Kilic et al. (2015) yang dibagi dalam empat dimensi yakni (1). Kinerja
belajar dan mengajar adalah suatu pengukuran untuk melihat keberhasilan belajar
dan mengajar sebuah perguruan tinggi. Dimensi kinerja belajar dan mengajar
diukur dengan lima indikator yakni kepuasan mahasiswa, tingkat drop out
mahasiswa, kepuasan penyedia lapangan kerja terhadap keahlian alumni, alumni
yang terserap dalam lapangan kerja, dan pertumbuhan jumlah mahasiswa). (2).
Kinerja penelitian diukur dengan empat indikator yakni publikasi staf di jurnal
nasional dan internasional, partisipasi staf dalam pelatihan, seminar, dan
workshop sebagai peserta dan pemakalah, penelitian yang mendatangkan dana,
dan dampak penelitian terhadap masyarakat. (3). Kinerja pelayanan masyarakat
diukur dengan dua indikator yakni konseling kepada mahasiswa dan alumni, dan
kegiatan pelayanan masyarakat, dan partisipasi dalam pengembangan kurikulum.
(4). Kinerja keuangan dan pemasaran diukur dengan empat indikator yakni
pertumbuhan pengembalian modal, pertumbuhan surplus, pertumbuhan
pendapatan total, penguasaan pangsa pasar.
Penelitian ini menggunakan teori kontingensi untuk menjelaskan strategi
bisnis dalam mengadopsi strategi yang fit dengan lingkungan dimana industri
beroperasi untuk mempertahankan daya saing dan kinerja. Strategi kontingensi
tersebut dilakukan dalam konteks industrial competitive strategy (Porter, 1980)
dan resource-based strategy (Barney, 1991) atau kombinasi strategi industrial
competitive strategy dengan resource-based strategy. Strategi bisnis yang
diadopsi dalam penelitian ini merupakan kombinasi strategi yakni strategi
diferensiasi (DS), strategi keunggulan biaya (CL), fokus pelayanan (FS), dan
strategi inovasi (IN). Strategi bisnis digunakan sebagai pemediasi hubungan
antara persaingan industri (IC) dan kinerja industri tinggi (IP) di Timor-Leste.
Indikator-indikator reflektif dikembangkan sesuai dengan konteks industri
pendidikan tinggi di Timor-Leste. Lima kekuatan external dari Porter (1980)
sebagai pemicu persaingan industri. Penelitian ini menggunakan lima kekuatan
Porter yang dikembangkan lebih lanjut oleh Huang and Lee (2012) dan Mathooko
and Ogutu (2015) dalam konteks industri pendidikan tinggi. Kinerja industri
pendidikan tinggi (IP) diukur dengan menggunakan 4 dimensi (Asif and Searcy,
2014)), sedangkan indikator Liao (2011), (Zebal and Goodwin, 2012), (Asif and
Searcy, 2014)), dan (Kilic et al., 2015).
Penelitian ini dilakukan di 11 Perguruan tinggi terakreditasi di Timor-
Leste dengan unit analisisnya adalah jurusan yang berjumlah 157. Kuesioner
kemudian dibagikan pada 157 jurusan yang diisi oleh Ketua Jurusan atau Wakil
Ketua Jurusan dari 11 perguruan tinggi yang terakreditasi. Namun demikian,
hanya 130 kuesioner yang diisi, dikembalikan dan dipakai dalam penelitian. Hal
ini menunjukkan response rate penelitian ini (83%) diatas response rate
minimum (80%) bagi sebuah survei yang baik dari Jurusan/Fakultas yang
mewakili perguruan tinggi (Fincham, 2008), atau lebih besar dari response rate

xiv
67.29% yang digunakan dalam survey yang mengukur kinerja Perguruan Tinggi
di Taiwan (Huang and Lee, 2012), dan 61.7% studi tentang Perguruan Tinggi di
Zimbabwe (Garwe, 2016). Response rate yang rendah dapat memberikan bias
sampel yang dapat mempengaruhi hasil penelitian (Fogliani, 1999; Sivo et al.,
2004). Dalam penelitian ini, instrumen penelitian yang digunakan adalah
kuesioner dengan menggunakan lima skala Likert. Kuesioner tersebut diuji
validitas dan reliabilitasnya dengan melakukan pilot test terhadap 30 orang
responden (Oyewobi et al., 2016). Analisis penelitian kuantitatif-inferensi
dilakukan untuk menjawab masalah dan hipotesis penelitian. Data yang
dikumpulkan dianalisis dengan menggunakan alat analisis partial least square
(PLS). Alat analisis ini dipilih karena memiliki beberapa keunggulan seperti tidak
perlu melakukan uji asumsi klasik, dapat digunakan untuk sampel berukuran
kecil, indikator reflektif dan formatif (Hair et al., 2014; Hopkins, 2015; Ringle
and Sarstedt, 2016; Valaei, 2017). PLS merupakan teknik yang sudah mapan
untuk menghitung koefisien jalur (path confficient), dapat memprediksi konstruk,
menganalisis data multivariat, mengembangkan dan menguji hubungan antara
variabel berdasarkan teori, dan metode yang kaya dalam penelitian manajemen
dan strategi (Roemer, 2016; Valaei, 2017). Secara statistik, uji validitas instrumen
penelitian dilakukan dengan menggunakan koefisien correlation Pearsson (r)
dengan batasan nilai minimum 0.3. Demikian uji reliabilitas dengan menggunakan
cronbach alpha dengan nilai minimum adalah 0,7. Berdasarkan hasil uji validitas
instrumen, nilai r dan cronbach alpha dari semua konstruk lebih besar 0.3 dan 0.7.
Hal ini menunjukkan bahwa instrumen penelitian ini valid digunakan dalam
analisis outer dan inner model.
Dari 130 responden yang ada, maioritas laki (75%) dan perempuan (25%).
Jika dilihat dari tingkat pendidikan, maioritas Ketua Jurusan/Wakil Ketua Jurusan
berpendidikan master (59%) dan hanya 3% yang berpendidikan doktor.
Walaupun demikian, ada 38% Ketua dan Wakil Ketua Jurusan yang masih
berpendidikan sarjana (38%). Sebaliknya Kementerian Pendidikan Timor-Leste
melalui Badan Akreditasi Nasional (ANAAA) mewajibkan seorang dosen,
terlebih Ketua Jurusan atau Wakil Ketua Jurusan, dari Program Strata Satu
(Sarjana) minimal bergelar master. Demikian juga Ketua Jurusan/Wakil Ketua
Jurusan dengan tingkat pendidikan dominan sarjana (59%) dan master (38%).
Kebanyakan responden berasal dari Perguruan Tinggi Swasta (PTS) (76%) karena
PTS jurusannya lebih banyak dibanding dengan Perguruan Tinggi Negeri (PTN)
(24%). Hal ini bisa dimengerti karena di Timor-Leste hanya ada satu PTN yakni
Universidade Nasional Timor Lorosae (UNTL) dengan jumlah jurusan 32. Jika
dilihat dari status perguruan tinggi, jumlah responden dari empat universitas yang
ada (67%) memiliki jurusan lebih banyak dibandingkan dengan tujuh institut
terakreditasi di Timor-Leste (33%). Hal ini disebabkan karena syarat pendirian
perguruan tinggi dari Dirjen Pendidikan Tinggi (DIKTI) Timor-Leste, Universitas
harus memiliki minimal 4 Fakultas dengan komposisi dua Fakultas Eksak dan dua
Fakultas Social. Sebaliknya bagi institut diijinkan pendiriannya dengan memiliki
minimal satu jurusan.
Uji reliabilitas construct dilakukan dengan menggunakan composite
reliability (CR), average variable extracted (AVE), dan alpha cronbach.

xv
Konstruk dianggap reliabel, jika nilai CR lebih besar dari 0.7, AVE minimum
adalah 0.5, dan Alpha Crombach minimum adalah 0.6 (Kumar and Banerjee,
2012; Abd Razak et al., 2016). Nilai CR, AVE, dan cronbach alpha dari masing-
masing konstruk lebih besar 0.7, nilai AVE lebih besar atau sama dengan 0.5 dan
nilai cronbach alpha minimum 0.6. Dengan demikian semua konstruk memiliki
konsistensi internal yang baik untuk digunakan dalam pengukuran model ini. Uji
validitas dapat menggunakan parameter Discriminant validity dengan average
variant extracted (AVE), Heterotrait-Monotrait Ratio (HTMT). Berdasarkan uji
ini, nilai Fornell Larscker Validity Test, Cross-loading Validity Test, dan HTMT
semua parameter-parameter dari konstruk melebihi nilai minimum yang
diisyaratkan. Oleh karena itu, semua data konstruk-konstruk valid untuk
digunakan dalam model ini.
Dalam hubungan antara persaingan industri pendidikan tinggi (IC) dan
kinerja industri pendidikan tinggi (IP), hasil uji statistik dengan SMART-PLS
menunjukkan bahwa nilai t-statistics (0.180) yang lebih kecil dari nilai t-tabel 0.5
=1.96, dan nilai P (0.857). Ini berarti persaingan industri berpengaruh positif
tetapi tidak signifikan terhadap kinerja industri pendidikan tinggi. Maka hipotesis
(H1) ditolak.
Dalam hubungan persaingan industri dan strategi diferensiasi, nilai T-
statistics (3.663) dan nilai P values (0.000). Hasil ini menunjukkan bahwa
persaingan industri berpengaruh positif dan signifikan terhadap strategi
diferensiasi. Dengan demikian hipotesis (H2) dapat diterima. Dalam hubungan
persaingan industri (IC) dan strategi keunggulan biaya (CL), hasil statistik
menunjukkan bahwa nilai T statistics (6.144) dan nilai P values (0.000) (Tabel V).
Hasil ini menunjukkan bahwa persaingan industri berpengaruh positif dan
signifikan terhadap strategi keunggulan biaya (cost leadership). Dengan demikian
hipotesis (H3) dapat diterima. Dalam hubungan persaingan industri (IC) dan fokus
pelayanan (FS), hasil penelitian ini menunjukkan bahwa nilai T statistics (4.639)
dan nilai P values (0,000). Hasil ini menunjukkan bahwa persaingan industri
berpengaruh positif dan signifikan terhadap fokus pelayanan (FS). Dengan
demikian, hipotesis (H4) dapat diterima. Dalam hubungan persaingan industri (IC)
dan inovasi (IN), hasil uji PLS menunjukkan nilai T statistics (3.663) dan nilai P
values (0.000). Hasil ini menunjukkan bahwa persaingan industri berpengaruh
positif dan signifikan terhadap inovasi (innovation) yang berbasis pada inovasi
kurikulum (IN1), inovasi metode belajar dan mengajar (IN2), dan inovasi
teknologi belajar dan mengajar (IN3). Dengan demikian, hipotesis (H5) dapat
diterima. Dalam uji hubungan antara strategi diferensiasi (DS) dan kinerja industri
pendidikan tinggi (IP), nilai T statistics (0.801) dan nilai P values (0.424). Hasil
ini menunjukkan bahwa strategi diferensiasi (DS) berbasis pada diferensiasi
program studi (DS1), kualitas keahlian tinggi (DS2), dan kualitas pelayanan (DS3)
tidak signifikan berpengaruh pada kinerja industri pendidikan tinggi (IP). Dengan
demikian, hipotesis (H6) ditolak. Dalam hubungan antara strategi keunggulan
biaya atau cost leadership strategy (CL) dan kinerja industri pendidikan tinggi
(IP) menunjukkan bahwa nilai T statistics (2.075) dan nilai P values (0.039). Hasil
ini menunjukkan bahwa strategi keunggulan biaya (CL) berbasis pada efisiensi
biaya (CL1), biaya operasional rendah (CL2), dan biaya kuliah per mahasiswa

xvi
rendah (CL3) berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja industri
pendidikan tinggi (IP). Dengan demikian, hipotesis (H7) dapat diterima. Dalam
hubungan fokus pelayanan (FS) dan kinerja industri pendidikan tinggi (IP), hasil
hasil olahan data PLS menunjukkan bahwa nilai T statistics (3.809) dan nilai P
values (0.000). Hasil ini menunjukkan bahwa fokus pelayanan (FS) yang berbasis
pada kompetensi dosen baik yang selalu membantu mahasiswa (FS1), fasilitas
pengajaran sesuai harapan mahasiswa (FS2), pelayanan mahasiswa berbasis
kualitas jasa (FS3), tanggap melayani permintaan mahasiswa (FS4), dan perhatian
kepada semua mahasiswa (FS5) berpengaruh positif dan signifikan terhadap
kinerja industri pendidikan tinggi (IP). Maka hipotesis (H8) dapat diterima. Dalam
hubungan antara inovasi (IN) dan kinerja industri pendidikan tinggi (IP), data PLS
menunjukkan bahwa nilai T statistics (2.720) dan nilai P values (0.005). Hasil ini
menunjukkan bahwa inovasi (IN) yang berbasis pada kurikulum (IN1), metode
belajar dan mengajar (IN2), dan teknologi belajar dan mengajar (IN3) berpengaruh
positif dan signifikan terhadap kinerja industri pendidikan tinggi (IP). Maka
hipotesis (H9) dapat diterima.
Hasil statistik menunjukkan bahwa nilai a (hubungan persaingan industri
dengan strategi diferensisasi) dengan nilai T statistics (3.663) dan nilai P (000)
menunjukkan bahwa hubungan kedua variabel tersebut signifikan, namun nilai b
(hubungan strategi diferensiasi dengan kinerja industri) dengan nilai T statistics
(0.801) dan nilai P (0.405) tidak signifikan. Sedangkan nilai c (hubungan variabel
persaingan industri (IC) dengan kinerja industri pendidikan (IP) dengan nilai T
statistics (0.180), dan nilai P (0.856) tidak signifikan. Walaupun nilai b (0.801)
lebih besar dari nilai c (0.180), tetapi nilai keduanya lebih rendah dari nilai T tabel
0.05 =1.96, maka hubungan keduanya tidak signifikan. Dengan demikian,
hipotesis (H10) ditolak. Dalam penelitian ini, hipotesis kesebelas (H11) adalah
strategi keunggulan biaya (CL) beperan penting untuk memediasi hubungan
persaingan industri (IC) dengan kinerja industri pendidikan tinggi (IP).
Berdasarkan hasil olahan data PLS, nilai a (IC  CL) dengan nilai T statistics
(6.144) dan nilai P (000) terbukti signifikan, demikian juga nilai b (CL  IP)
dengan nilai T statistics (2.075) dan nilai P (0.039) adalah signifikan. Sedangkan
nilai c (IC IP) dengan nilai T statistics (0.180), dan nilai P (0.856) menunjukkan
tidak signifikan. Dengan demikian hipotesis (H11) dapat diterima. Dalam
penelitian ini, hipotesis kedua belas (H12) adalah fokus pelayanan (FS) berperan
penting untuk memediasi hubungan persaingan industri (IC) dengan kinerja
industri pendidikan tinggi (IP). Berdasarkan hasil olahan data PLS menunjukkan
bahwa nilai a (IC  FS) dengan nilai T statistics (4.639) dan nilai P (000) terbukti
signifikan. Demikian juga nilai b (FS  IP) dengan nilai T statistics (3,809) dan
nilai P (0.000) terbukti signifikan. Sedangkan nilai c (IC IP) dengan nilai T
statistics (0.180), dan nilai P (0.856) menunjukkan tidak signifikan. Dengan
demikian, hipotesis (H12) dapat diterima. Dalam penelitian ini, hipotesis ketiga
belas (H13) adalah inovasi (IN) berperan penting untuk memediasi hubungan
persaingan industri (IC) dengan kinerja industri pendidikan tinggi (IP).
Berdasarkan hasil olahan data PLS menunjukkan bahwa nilai a (IC  IN)
dengan nilai T statistics (3.663) dan nilai P (000) signifikan. Demikian juga
nilai b (IN  IP) dengan nilai T statistics (2.720) dan nilai P (0.005)

xvii
menunjukkan hubungan kedua variabel signifikan. Sedangkan nilai c (IC IP)
dengan nilai T statistics (0.180), dan nilai P (0.856) menunjukkan hubungan
kedua variabel tidak signifikan. Dengan demikian, hipotesis (H13) dapat diterima.
Penelitian ini menguji pengaruh persaingan industri terhadap kinerja
industri pendidikan tinggi di Timor-Leste. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
persaingan industri yang dipicu faktor-faktor eksternal industri tidak signifikan
bepergaruh terhadap kinerja industri. Faktor-faktor pemicu utama persaingan
industri pendidikan tinggi di Timor-Leste adalah pertumbuhan industri pendidikan
tinggi akibat longgarnya peraturan dan kebijakan pemerintah tentang operasi
perguruan tinggi di Timor-Leste. Hal ini berimplikasi pada peningkatan
persaingan untuk mendapat dosen bergelar master dan doktor yang terbatas
tersedia di Timor-Leste. Keterbatasan sumber daya manusia ini bisa dilihat juga
dari tingkat pendidikan ketua atau wakil ketua jurusan industri pendidikan tinggi
yang lebih banyak bergelar master (59%), dan sarjana (39%), tetapi sangat sedikit
yang bergelar doktor (3%). Ini berarti persentase dosen bergelar master dan doktor
dipercaya lebih rendah lagi. Pertumbuhan industri pendidikan tinggi ini telah
meningkatkan kekuatan keluarga mahasiswa, penyedia kerja, mahasiswa, dan
pemerintah karena banyaknya alternatif pilihan yang memicu intensitas
persaingan industri pendidikan tinggi. Semakin banyak industri pendidikan tinggi,
semakin kuat kekuatan tawar-menawar mahasiswa, keluarga mahasiswa, penyedia
kerja, dan pemerintah yang berimplikasi pada beberapa perguruan tinggi akan
kesulitan mendapatkan mahasiswa dan biaya kuliah juga semakin murah yang
berimplikasi pada kinerja keuangan industri pendidikan tinggi (Huang and Lee,
2012; Mathooko and Ogutu, 2015). Hasil penelitian ini simetris dengan hasil
studi Huang and Lee (2012), tetapi asimetris dengan konsep Porter (1980) dan
beberapa studi empris sebelumnya (Metts, 2007; Patiar and Mia, 2009; Lee and
Yang, 2011; Assaf and Cvelbar, 2011; Fosu, 2013; Teller et al., 2016). Perbedaan
hasil ini dapat disebabkan karena perbedaan jenis industri, indikator yang
digunakan, lingkungan industri dan sumber daya dan kapabilitas industri yang
berbeda.
Penelitian ini juga menguji peran strategi bisnis dalam memediasi
hubungan persaingan industri dan kinerja industri pendidikan tinggi di Timor-
Leste. Dalam lingkungan industri yang sangat dinamis dan kompetitif, faktor
utama bagi sebuah organisasi atau perusahaan untuk mempertahankan
kesinambungan daya saing dan kinerja dengan pendekatan kesesuaian pemilihan
strategi (industrial strategy) (Porter, 1980; Porter, 1985; Allen et al., 2006) atau
mengembangkan sumber daya dan kapabilitas internalnya (resource-based
strategy) (Barney, 1991; Huang and Lee, 2012) Strategi bisnis yang diadopsi
dalam penelitian ini mengikuti teori kontigensi yang menyatakan organisasi atau
perusahaan dapat mengadopsi strategi yang fit dengan lingkungan dimana
organisasi atau perusahaan beroperasi. Dalam realitanya, para manajer dibebaskan
untuk memilih strategi yang fit untuk meningkatkan kinerja industri dalam
dinamika persaingan industri yang sangat tinggi saat ini (Akan et al., 2006).
Strategi kontingensi dapat dilakukan dengan menggunakan strategi murni
Porter (strategi diferensiasi atau strategi biaya murah, bukan kedua-duanya) untuk
meningkatkan daya saing dan kinerja, atau resource-based strategy (Barney,

xviii
1991), ataupun kombinasi antara kedua strategi tersebut (Claver-Cortés et al.,
2012; Huang and Lee, 2012; Gabrielsson et al., 2016). Kombinasi strategi
berbasis strategi bersaing (competitive strategy) dan sumber daya dan kapabilitas
berbasis pada RBV dapat memberikan efek yang baik bagi kinerja industri
(Ortega, 2010) dan fokus pelayanan yang diturunkan dari Porter (1980).
Penelitian ini mengembangkan strategi generik Porter (diferensiasi, cost
leadership dan focus) yang dikombinasikan dengan strategi inovasi yang
diturunkan dari teori resource-based view (RBV). Hasilnya strategi fokus
pelayanan, strategi inovasi, dan strategi keunggulan biaya berperan signifikan
dalam meningkatkan kinerja industri pendidikan tinggi di Timor-Leste dalam
lingkungan industri yang bersaing ketat. Secara terintegrasi industri pendidikan
tinggi Timor-Leste telah menggunakan kombinasi strategi fokus pelayanan,
strategi inovasi dan strategi keunggulan biaya. Hasil ini jelas bertentangan dengan
strategi Porter yang menyatakan perusahaan hanya memilih salah satu strategi
untuk mencapai daya saing dan kinerja industri (Porter, 1980; Hansen et al., 2015)
karena terbukti kombinasi antara strategi keunggulan biaya (cost leadership),
strategi fokus pelayanan (focus services) dan strategi inovasi (innovation) dapat
berperan penuh memediasi (full mediation) hubungan persaingan industri dengan
kinerja industri pendidikan tinggi di Timor-Leste. Hal ini sesuai dengan
pernyataan Gabrielsson et al. (2016) bahwa dengan komplexitas persaingan,
kemajuan teknologi dan kemampuan sumber daya yang tersedia menuntut
perusahaaan untuk menggunakan multi-strategi guna mempertahankan daya saing,
dan kinerja industri.
Penelitian ini mempertegas bahwa kombinasi strategi yang dipilih oleh
industri pendidikan tinggi tidak harus hanya fokus pada strategi diferensiasi atau
strategi keunggulan biaya, tetapi dapat menggunakan kombinasi dengan strategi
lain yang seperti strategi pegembangan sumber daya dan kapabilitas organisasi
dari teori resource based view (RBV) atau strategi fokus pelayanan. Hal ini lebih
diperkuat dengan hasil penelitian yang menunjukkan strategi diferensiasi tidak
signifikan dalam memediasi hubungan persaingan industri dengan industri
pendidikan tinggi di Timor-Leste, sedangkan inovasi yang berbasis pada sumber
daya dan kapabilitas industri pendidikan tinggi berperan penuh dalam memediasi
hubungan persaingan industri dan kinerja industri.
Hasil penelitian ini juga menunjukkan bahwa strategi bisnis menjadi faktor
dominan dalam meningkatkan signifikasi hubungan persaingan industri yang
dipicu faktor eksternalitas dengan kinerja industri pendidikan tinggi di Timor-
Leste. Faktor pendorong utama signifikasi hubungan persaingan industri dan
kinerja industri pendidikan tinggi di Timor-Leste adalah strategi fokus pelayanan,
inovasi dan strategi keunggulan biaya, sedangkan strategi diferensiasi tidak
signifikan memediasi hubungan kedua variabel tersebut.
Hasil penelitian ini juga menunjukkan bahwa industri pendidikan tinggi di
Timor-Leste dapat menggunakan satu strategi sesuai dengan strategi Porter
(1980), maupun menggunakan strategi kombinasi (fokus pelayanan, inovasi, dan
strategi keunggulan biaya) untuk meningkatkan posisi bersaing dan kinerjanya.
Hal demikian sesuai dengan penelitian sebelumnya bahwa organisasi atau
perusahaan dapat menggunakan satu strategi ataupun kombinasi strategi untuk

xix
meningkatkan daya saing dan kinerja industri pendidikan (Cadez and Guilding,
2012). Demikian juga sesuai dengan teori kontigensi bahwa industri bisa
mengadopsi strategi murni atau strategi kombinasi yang sesuai dengan lingkungan
industri pendidikan tinggi beroperasi.
Penelitian ini menemukan bahwa faktor-faktor eksternal industri seperti
intensitas persaingan, ancaman pengganti, kekuatan tawar-menawar pembeli,
kekuatan tawar menawar pemacok dan ancaman pendatang baru dari Porter
(1980) tidak signifikan berpengaruh terhadap kinerja industri pendidikan tinggi.
Temuan ini seiring dengan penelitian (Huang and Lee, 2012), tetapi bertolak
belakang dengan konsep (Porter, 1980), dan studi (Metts, 2007). Hal ini dapat
disebabkan oleh perbedaan indikator, budaya (Sharma, 2017), jenis dan ukuran
industri.
Penelitian ini juga menemukan bahwa strategi inovasi, fokus pelayanan,
dan biaya rendah sebagai pemicu utama dalam peningkatan kinerja industri
pendidikan tinggi. Temuan ini memperkaya teori kontigensi bahwa industri harus
memilih strategi yang fit dengan lingkungan dimana industri beroperasi (Baack
and Boggs, 2008; Oltra and Flor, 2010; Al-Rfou, 2012). Walaupun demikian,
strategi diferensiasi bisa signifikan meningkatkan kinerja industri di industri lain
dan Negara lain, namun tidak signifikan mempengaruhi industri pendidikan tinggi
di Timor-Leste. Hasil studi ini asimetris dengan strategi generik Porter (1980)
bahwa perusahaan hanya memilih salah satu strategi baik strategi diferensiasi,
maupun strategi keunggulan biaya untuk mempertahankan daya saing dan kinerja.
Dengan demikian, penelitian ini memperkaya debat tentang strategi
kombinasi baik strategi diferensiasi dan strategi keunggulan biaya (Salavou, 2015;
Hansen et al., 2015; Gabrielsson et al., 2016; Anwar and Hasnu, 2016;
Yuliansyah et al., 2016). Dengan melakukan inovasi strategi untuk
mengintegrasikan fokus pelayanan, strategi inovasi berdasarkan teori RBV
dengan strategi generik Porter (strategi diferensiasi, strategi keunggulan biaya dan
fokus) dalam terang teori kontigensi menunjukkan bahwa strategi kombinasi
(fokus pelayanan, inovasi dan strategi keunggulan biaya) signifikan berpengaruh
dalam meningkatkan kinerja industri pendidikan tinggi. Secara praktis, penelitian
ini bernilai bagi pemerintah dan pengelolan industri pendidikan tinggi di Timor-
Leste untuk mengembangkan strategi yang fit dengan kondisi industri pendidikan
tinggi Timor-Leste. Strategi diferensiasi, strategi keunggulan biaya, strategi fokus
pelayanan, dan strategi inovasi dapat digunakan pada industri pendidikan tinggi di
Timor-Leste yang sedang menghadapi persaingan yang ketat. Walaupun
demikian, fokus pelayanan, strategi keunggulan biaya dan inovasi menjadi faktor
paling signifikan meningkatkan kinerja, sebaliknya strategi diferensiasi kurang
signifikan.
Studi ini memiliki beberapa keterbatasan. Pertama, studi ini hanya melihat
pada sisi penyedia (supply side) industri pendidikan tinggi sehingga data yang
diberikan dapat mengalami pembiasan karena masing-masing pengelola industri
dapat memberikan skor yang baik untuk menjaga reputasi perguruan tingginya.
Maka penelitian yang akan datang dapat juga melihat demand side seperti
mahasiswa, penyedia lapangan kerja (industri), dan pemerintah sehingga dapat
memperoleh hasil yang lebih komprehensif dari kedua sisi. Penelitian ini hanya

xx
menggunakan metode survei dengan kuesioner sebagai instrumen pengambilan
data yang jawabannya sangat tergantung pada responden. Maka dapat terjadi
ketidakjujuran responden hanya memberikan jawaban yang socially acceptable
dan tidak sesuai dengan kenyataan yang dapat mempengaruhi hasil penelitian
(Bobe and Kober, 2015; Gabrielsson et al., 2016). Oleh karena itu, penelitian
yang akan datang dapat dilakukan selain menggunakan kuesioner, juga dapat
dilakukan dengan indepth interview atau focus group discussion yang tidak hanya
kepada penyedia industri pendidikan tinggi, tetapi juga para stakeholders seperti
mahasiswa, industri dan pemerintah. Penelitian ini difokuskan untuk menganalisis
faktor ekstrenal sebagai pemicu persaingan industri dan pengaruhnya terhadap
kinerja industri pendidikan tinggi dengan mengikuti Porter Five Competitive
Forces (PFCF), namun indikator-indikator nya disesuaikan dengan industri
pendidikan tinggi dan keadaan di Timor-Leste. Sebaliknya dalam realita, faktor-
faktor internal seperti sumber daya dan kapabilitas organisasi atau industri sesuai
teori resource-based view (RBV) juga memiliki peran penting dalam menentukan
kinerja sebuah organisasi dalam lingkungan industri yang kompetitif. Maka
penelitian-penelitian mendatang perlu menguji pengaruh faktor-faktor internal
organisasi seperti sumber daya manusia, sumber daya teknologi, sumber daya
organisasi, sumber daya keuangan, sumber daya pemasaran terhadap daya saing
dan kinerja industri. Dalam penelitian ini unit analisisnya ada di tingkat jurusan.
Hal ini bisa dimengerti karena hanya ada 11 perguruan tinggi yang terakreditasi di
Timor-Leste, sehingga unit analisisnya mungkin belum optimal mewakili
perguruan tinggi. Untuk itu direkomendasikan agar penelitian-penelitian
mendatang dapat dilakukan di Negara-negara lain dengan unit analisisnya di level
perguruan tinggi dengan jumlah sampelnya dapat ditingkatkan agar bisa
digeneralisasi lebih baik.

xxi
DAFTAR ISI

Halaman
LEMBAR PERSETUJUAN ............................................................................................ iii
SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIAT ................................................................ iv
UCAPAN TERIMA KASIH ............................................................................................ v
ABSTRAK ....................................................................................................................... vii
ABSTRACT ..................................................................................................................... viii
RINGKASAN .................................................................................................................. ix
DAFTAR ISI.................................................................................................................. xxii
DAFTAR GAMBAR ..................................................................................................... xxv
DAFTAR TABEL ........................................................................................................ xxvi
BAB I PENDAHULUAN .............................................................................................. 1
1.1 Latar Belakang ....................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah Penelitian ............................................................17
1.3 Tujuan Penelitian ..............................................................................18
1.4. Manfaat Penelitian ............................................................................19
1.4.1 Manfaat teoritis ......................................................................19
1.4.2 Manfaat praktis ......................................................................20
BAB II KAJIAN PUSTAKA ........................................................................................ 22
2.1 Persaingan Industri...........................................................................22
2.2 Strategi Diferensiasi .........................................................................27
2.3 Strategi Keunggulan Biaya ..............................................................30
2.4 Fokus Strategi Pelayanan .................................................................33
2.5 Strategi Inovasi ................................................................................38
2.6 Kinerja Industri ................................................................................44
2.7 Persaingan Industri dan Kinerja Industri .........................................47
2.8 Persaingan Industri dan Diferensiasi ...............................................49
2.9 Persaingan Industri dan Strategi Keunggulan Biaya .......................51

xxii
2.10 Persaingan Industri dan Fokus Strategi Pelayanan ..........................52
2.11 Persaingan Industri dan Inovasi .......................................................56
2.12 Diferensiasi dan Kinerja Industri .....................................................58
2.13 Strategi Keunggulan Biaya dan Kinerja Industri .............................60
2.14 Fokus Strategi Pelayanan dan Kinerja Industri ................................61
2.15 Inovasi dan Kinerja Industri.............................................................62
BAB III KERANGKA BERPIKIR, KONSEP, DAN HIPOTESIS PENELITIAN .. 65
3.1 Kerangka Berpikir .............................................................................65
3.2 Konsep Penelitian .............................................................................68
3.2.1 Persaingan industri .................................................................69
3.2.2 Strategi diferensiasi................................................................71
3.2.3 Strategi keunggulan biaya ......................................................72
3.2.4 Fokus pelayanan ....................................................................73
3.2.5 Strategi inovasi ......................................................................73
3.2.6 Kinerja industri ......................................................................74
3.3 Hipotesis ............................................................................................76
3.3.1 Persaingan industri dan kinerja industri.................................76
3.3.2 Persaingan industri dan strategi diferensiasi ..........................77
3.3.3 Persaingan industri dan strategi keunggulan biaya ................78
3.3.4 Persaingan industri dan fokus pelayanan ...............................78
3.3.5 Persaingan industri dan inovasi .............................................79
3.3.6 Diferensiasi dan kinerja industri ............................................80
3.3.7 Strategi keunggulan biaya dan kinerja industri......................81
3.3.8 Fokus strategi pelayanan dan kinerja industri........................81
3.3.9 Inovasi dan kinerja industri....................................................82
3.3.10 Persaingan industri, strategi diferensiasi dan
kinerja industri .......................................................................83
3.3.11 Persaingan industri, strategi keunggulan biaya, dan
kinerja industri .......................................................................83
3.3.12 Persaingan industri, fokus strategi pelayanan
dan kinerja industri ................................................................84
3.3.13 Persaingan industri, strategi inovasi, dan kinerja industri .....85
BAB IV METODE PENELITIAN ................................................................................ 87
4.1 Rancangan Penelitian ........................................................................87
4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ............................................................88
4.3 Penentuan Sumber Data ....................................................................89
4.3.1 Populasi dan Sampel ..............................................................89
4.3.2 Teknik sampling ....................................................................90
4.4 Variabel Penelitian .............................................................................91
4.4.1 Identifikasi variabel ...............................................................91
4.4.2 Definisi operasional variabel .................................................96
4.5. Instrumen Penelitian .......................................................................102
4.5.1 Kuesioner .............................................................................102
4.5.2 Uji validitas ..........................................................................103
4.5.3 Uji reliabilitas ......................................................................104

xxiii
4.6. Prosedur Penelitian .........................................................................104
4.7. Analisis Data ...................................................................................105
4.7.1 Analisa data deskriptif .........................................................105
4.7.2 Analisa data inferensial ........................................................106
BAB V. HASIL DAN PEMBAHASAN ....................................................................... 112
5.1 Hasil Penelitian ...............................................................................112
5.1.1 Gambaran Umum Perguruan Tinggi Timor-Leste……… 112
5.1.2. Uji validitas dan reliabilitas instrumen penelitian ...............115
5.1.3 Karakteristik responden .......................................................118
5.1.4 Hasil deskripsi......................................................................121
5.1.5 Hasil analisis inferensial ......................................................139
5.2. Pembahasan.....................................................................................158
5.2.1 Pengaruh persaingan industri terhadap kinerja industri .......162
5.2.2 Persaingan industri dan strategi diferensiasi ........................165
5.2.3 Persaingan industri dan strategi keunggulan biaya ..............169
5.2.4 Persaingan Industri dan strategi fokus pelayanan ................171
5.2.5 Persaingan industri dan inovasi ...........................................173
5.2.6 Strategi diferensiasi dan kinerja industri .............................175
5.2.7 Strategi biaya rendah dan kinerja industri ...........................178
5.2.8 Strategi fokus pelayanan dan kinerja industri ......................179
5.2.9 Strategi inovasi dan kinerja industri ....................................184
5.2.10 Persaingan industri, strategi diferensiasi dan
kinerja industri .....................................................................187
5.2.11 Persaingan industri, strategi biaya rendah, dan
kinerja industri .....................................................................188
5.2.12 Persaingan industri, strategi fokus pelayanan, dan
kinerja industri .....................................................................189
5.2.13 Persaingan industri, inovasi, dan kinerja industri ................191
5.3 Temuan Penelitian ..........................................................................193
5.4 Implikasi Penlitian ..........................................................................200
5.4.1 Implikasi teoritis ..................................................................200
5.4.2 Implikasi praktis ..................................................................201
5.5 Keterbatasan Penelitian ...................................................................203
BAB VI. PENUTUP ...................................................................................................... 205
6.1 Simpulan ..........................................................................................205
6.2 Saran ................................................................................................211

DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................... 216


LAMPIRAN .................................................................................................................. 239
Lampiran 1 Kuesioner............................................................................239
Lampiran 2 Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Instrumen Penelitian ..246
Lampiran 3 Hasil Deskriptif ..................................................................260
Lampiran 4 Hasil inferensial ..................................................................277

xxiv
DAFTAR TABEL

Tabel 4.1 Jumlah Jurusan dari 11 Perguruan Tinggi Terakreditasi


di Timor-Leste................................................................................... 90
Tabel 4.2 Variabel, Dimensi, dan Indikator Penelitian ..................................... 94
Tabel 5.1 Nama Perguruan Tinggi Terakreditasi di Timor-Leste ................... 113
Tabel 5.2 Hasil Analisa Validitas dan Reliabilitas Instrumen
Penelitian ......................................................................................... 116
Tabel 5.3 Karakteritik Responden................................................................... 120
Tabel 5.4 Nilai Distribusi Frekuensi dan Rerata Indikator-Indikator
Variabel Persaingan Industri. .......................................................... 122
Tabel 5.5 Nilai Distribusi Frekuensi dan Rerata Indikator-Indikator
Variabel Strategi Diferensiasi. ...................................................... 128
Tabel 5.6 Nilai Distribusi Frekuensi dan Rerata dari Indikator-Indikator
Variabel Cost Leadership................................................................ 131
Tabel 5.7 Nilai Distribusi Frekuensi dan Rerata dari Indikator-Indikator
Variabel Fokus Pelayanan ............................................................. 133
Tabel 5.8 Nilai Distribusi Frekuensi dan Rerata dari Indikator-Indikator
Variabel Inovasi. .......................................................................... 134
Tabel 5.9 Nilai Distribusi Frekuensi dan Rerata dari Indikator-Indikator
Variabel Kinerja Industri. ............................................................. 138
Tabel 5.10 Hasil Uji Reliabilitas Konstruk. ...................................................... 140
Tabel 5.11 Uji Validitas dengan Menggunakan Fornell Larscker

xxv
Validity Test .................................................................................... 142
Tabel 5.12 Uji Discriminant Validity Cross-Loading Validity Test ................. 143
Tabel 5.13 Uji Discriminant Validity Heterotrait-Monotrait Ratio................. 145
Tabel 5.14 Hasil Uji R-square .......................................................................... 146
Tabel 5.15 Nilai R2, dan Communalities........................................................... 147
Tabel 5.16 Effect Size ........................................................................................ 149
Tabel 5.17 Hasil Uji Path Coefficient ............................................................... 150

DAFTAR GAMBAR

Gambar 3.1 Kerangka Konsep Penelitian ......................................................... 76


Gambar 4.1 Hierarchial Component Model .................................................... 107
Gambar 5.1 Hasil Olahan SMART-PLS Hubungan
Antara Variabel (Inner Model).................................................... 151
Gambar 5.2 Hubungan Variabel Exogen (A) Dengan
Variabel Endogen (C) yang Dimediasi oleh Variabel (B) .......... 154
Gambar 5.3 Hubungan Antara Persaingan Industri Dengan Kinerja
Industri Yang dimediasi Oleh Strategi Diferensiasi.................... 156
Gambar 5.4 Hubungan Persaingan Industri Dengan Kinerja Industri
Yang Dimediasi Oleh Strategi Keunggulan Biaya ..................... 156
Gambar 5.5 Hubungan Persaingan Industri Dengan Kinerja
Industri Yang Dimediasi Oleh Strategi Fokus Pelayanan ........... 157
Gambar 5.6 Hubungan Persaingan Industri Dengan Kinerja Industri
Yang Dimediasi Oleh Inovasi ..................................................... 158

xxvi
xxvii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Kinerja industri telah menjadi perhatian utama praktisi dan peneliti strategi

dewasa ini, karena berhubungan dengan tercapainya misi, target, dan tujuan

organisasi. Kinerja industri juga berhubungan dengan kinerja non finansial dan

finansial yang menentukan profitabilitas, daya saing, dan keberkelanjutan operasi

sebuah organisasi atau industri. Kinerja industri menjadi faktor penting untuk

menjamin kesuksesan bersaing guna mengarahkan para pengelola organisasi

industri untuk mengambil keputusan (Bouranta and Psomas, 2017).

Kinerja industri dipengaruhi oleh faktor-faktor eksternal (Porter 1980;

Metts 2007; Huang and Lee, 2012), faktor-faktor internal (Barney, 1991; Metts

2007; Huang and Lee, 2012; Battagello et al., 2016), dan strategi bisnis organisasi

industri (Porter 1980; Barney 1991; Parnell, 2010; Bobe and Kober, 2015; Friis et

al., 2016; Anwar and Hasnu, 2016; Oyewobi et al., 2016; Soltanizadeh et al.,

2016; Yuliansyah et al., 2017). Faktor-faktor eksternal seperti lima kekuatan

diamond Porter dapat memicu intensitas persaingan dan kinerja industri.

Demikian juga faktor-faktor internal seperti sumber daya dan kapabilitas internal,

dan strategi organisasi industri dapat mempengaruhi posisi bersaing dan kinerja

industri. Untuk itu, organisasi industri berupaya untuk mengembangkan strategi,

sumber daya, dan kapabilitas internal untuk meningkatkan kinerja dalam

lingkungan persaingan industri yang ketat.

1
2

Studi-studi empiris tentang hubungan persaingan dan kinerja industri

umumnya fokus pada tiga hal utama: Pertama, meneliti parameter pengukur

kinerja industri karena belum adanya konsensus dari para peneliti tentang

parameter-parameter yang digunakan untuk mengukur kinerja dari industri-

industri yang sejenis (Secundo and Elia, 2014; Silvestro 2014; Vij and Bedi,

2016). Kedua, menguji hubungan antara persaingan dan kinerja industri akibat

perbedaan hasil-hasil studi empiris sebelumnya (Lee and Yang, 2011; Mia and

Winata, 2014; Ghasemi et al., 2015; Obembe and Soetan, 2015; Teller et al.,

2016). Ketiga, mencari strategi yang tepat untuk memediasi hubungan antara

persaingan dan kinerja industri (Metts, 2007; Ghasemi et al., 2015) karena kinerja

industri menjadi masalah fundamental dalam lingkungan bisnis yang semakin

kompetitif (intense business competition). Hasil-hasil studi empiris tersebut

berbeda namun ada kesamaan tujuannya yakni mengeksplorasi dan

mengembangkan berbagai variabel baik sebagai mediasi maupun moderasi,

indikator yang ada atau yang baru guna meningkatkan kinerja industri dalam

lingkungan yang intensitas persaingan industrinya tinggi.

Persaingan industri merupakan rivalitas organisasi industri yang dipicu

oleh faktor-faktor eksternal yang dikenal sebagai Porter’s five competitive forces.

Faktor-faktor lingkungan eksternal industri tersebut adalah intensitas persaingan

(intensity of competition), ancaman pengganti (threat of substitution), kekuatan

tawar menawar pemacok (bargaing power of supplier), kekuatan tawar menawar

pembeli (bargaining power of buyers), dan ancaman pendatang baru (power of


3

new entrance) berpengaruh pada setiap industri (Metts, 2007; Huang and Lee,

2012; Mathooko and Ogutu, 2015). Berbagai studi empiris tentang hubungan

antara persaingan dan kinerja industri telah dilakukan, namun hasil-hasilnya

cukup bervariasi. Ada studi yang menunjukkan persaingan berpengaruh positif

terhadap kinerja industri (Chong and Rundus, 2004; Chen, 2010; Hoque, 2011;

Al-Rfou, 2012; Mia and Winata, 2014; Ghasemi et al., 2015; Obembe and

Soetan, 2015), karena dalam lingkungan di mana pasar sangat kompetitif, pemilik

organisasi industri melakukan optimalisasi kegiatan untuk menurunkan biaya,

mengurangi resiko manajerial dan operasional, menyediakan insentif untuk

mengoptimalkan efisiensi dan mendorong inovasi (Januszewski, 2002; Du and

Chen, 2010; Obembe and Soetan, 2015). Ada juga studi yang menunjukkan

bahwa persaingan berpengaruh negatif atau tidak berpengaruh terhadap kinerja

industri (Metts, 2007; Patiar and Mia, 2009; Lee and Yang, 2011; Assaf and

Cvelbar, 2011; Huang and Lee, 2012; Fosu, 2013; Teller et al., 2016; Bayar et al.,

2018) karena persaingan yang tinggi akan membuat beberapa organisasi industri

dapat kehilangan pangsa pasar karena masuknya pesaing baru yang memiliki

sumber daya dan strategi yang lebih baik. Organisasi industri yang tidak memiliki

sumber daya dan strategi yang jelas sulit melakukan inovasi, menciptakan produk,

jasa, dan nilai baru untuk memenuhi perubahan tuntutan kebutuhan pelanggan

atau pasar. Inkonsistensi hasil-hasil studi ini disebabkan karena studi-studi

empiris sebelumnya mengabaikan efek simultan antara persaingan dan strategi

bisnis (Wu et al., 2015).


4

Strategi bisnis berperan penting dalam memediasi hubungan antara

persaingan dan kinerja karena strategi berhubungan dengan arah organisasi

industri untuk tumbuh, stabil, dan efisien atau cara sebuah bisnis dapat bersaing

dengan industri-industri lain yang sejenis. Strategi organisasi industri adalah cara

organisasi industri mengembangkan kemampuan untuk bersaing, unggul, dan

mencapai kinerja yang lebih baik dari kompetitor dalam industri atau lingkungan

yang sama (Salavou 2015). Liao (2005) menyatakan bahwa strategi merupakan

sekumpulan komitmen dan aksi yang terintegrasi dan terkoordinasi yang

dirancang untuk mengembangkan kompetensi utama (core competency) dan

mencapai keunggulan kompetetif. Oleh karena itu, organisasi industri yang

mempunyai strategi yang jelas dan adaptif terhadap perubahan lingkungan dapat

mempertahankan keunggulan bersaing dan kinerja bisnisnya (Porter, 1980;

Parnell, 2010; Tuanmat and Smith, 2011; Ghasemi et al., 2015; Gabrielsson et al.,

2016).

Teori kontingensi menyatakan bahwa organisasi industri harus

menyesuaikan strateginya dengan lingkungan di mana organisasi industri

beroperasi untuk meningkatkan posisi bersaing (Baack and Boggs, 2008; Oltra

and Flor, 2010; Al-Rfou, 2012), karena perbedaan strategi, parameter pengukur,

dan lingkungan mempengaruhi kinerja (Anwar and Hasnu, 2016). Organisasi

industri dapat mengembangkan multi-strategi dan multi-dimensi sesuai dengan

lingkungan operasi bisnis guna mempertahankan eksistensi operasi dan kinerja.

Dengan demikian, tidak relevan lagi pandangan bahwa organisasi industri hanya

mengadopsi strategi tunggal (single strategy) dalam menghadapi dinamika,


5

komplexitas dan ketidakpastian persaingan industri dewasa ini. Hal ini disebabkan

strategi tunggal dapat mudah diimitasi oleh industri pensaing, sehingga

kehilangan daya saing, dan kinerja. Demikian juga dengan perubahan lingkungan

industri yang sangat cepat, dinamis, dan diiringi dengan ketidakpastian yang

tinggi (high uncertainty).

Beberapa kajian empiris telah mengkombinasikan strategi generik Porter

atau dengan strategi-strategi lain yang dikenal dengan integrative strategy atau

hybrid strategy atau combined strategy (Furrer et al., 2008; Parnell, 2011; Huang

and Lee, 2012; Baroto et al., 2012; Salavou, 2013; Salavou, 2015). Realitanya ada

organisasi industri yang menggunakan pure strategy dan kinerjanya lebih baik

dibandingkan dengan organisasi industri yang menggunakan combined strategy

atau integrative strategy ataupun sebaliknya. Kondisi ini memunculkan debat

signifikan antara strategi Porter dan implementasi dalam tingkatan bisnis karena

organisasi industri dapat menggunakan multi-strategi dengan multi-dimensi

dengan memperhatikan kesesuaian strategi, kemajuan teknologi dan sumber daya

kunci organisasi industri (Gabrielsson et al., 2016), seiring dengan kesulitan

organisasi industri untuk mempertahankan strategi diferensiasi dan keunggulan

biaya (Baroto et al., 2012). Oleh karena itu, muncul strategi hybrid atau strategi

kombinasi, baik kombinasi strategi diferensiasi dan keunggulan biaya dalam

lingkup Porter’s generic strategy, maupun kombinasi dengan strategi-strategi lain

sebagai implikasi dari debat-debat tersebut. Kelebihan strategi hybrid atau

kombinasi strategi adalah mudah adaptasi dengan lingkungan industri, sulit

diimitasi, dapat memenuhi kebutuhan pelangan yang ingin kualitas produk dan
6

layanan yang baik dengan harga yang terjangkau, tidak spesialisasi dalam satu

strategi yang berisiko terhadap perubahan tuntutan pelanggan, lebih stabil dalam

menjaga keseimbangan organisasi industri (Claver-Cortés et al., 2012; Baroto et

al., 2012; Salavou, 2015; Hansen et al., 2015; Gabrielsson et al., 2016).

Walaupun demikian, kelemahan strategi hybrid adalah organisasi industri perlu

memiliki sumber daya kunci seperti manusia, teknologi, dan keuangan (Hansen et

al., 2015; Gabrielsson et al., 2016), sehingga sulit bagi organisasi industri kecil

untuk mengadopsi strategi tersebut. Studi untuk pengembangan strategi dalam

konteks generic strategy dan integrative strategy (differentiation, cost, focus)

yang bersinergi dengan teori resource-based view (inovasi sumber daya dan

kapabilitas industri) untuk mediasi hubungan antara persaingan industri dan

kinerja masih tetap menjadi topik aktual untuk dieksplorasi oleh peneliti dan

praktisi bisnis.

Strategi diferensiasi merupakan strategi organisasi industri untuk

mengembangkan produk, jasa, garansi, citra merek, inovasi, reliabilitas,

durabilitas, teknologi, reputasi, bentuk, kualitas, dan nilai yang unik bagi

pelanggan yang sulit ditiru oleh industri pesaingnya (Acquaah, 2011; Baroto et

al., 2012). Strategi diferensiasi muncul karena organisasi industri ingin memenuhi

tuntutan pelanggan yang ingin produk alternatif dan unik. Semakin tinggi

persaingan antara industri sejenis, organisasi industri dapat mengadopsi strategi

diferensiasi guna mempertahankan daya saing dan kinerja. Diferensiasi tersebut

bisa dalam bentuk kualitas produk, proses dan pelayanan untuk memenuhi

kebutuhan pelanggan. Walaupun demikian, banyak studi yang muncul untuk


7

mengembangankan strategi Porter, dan ada juga studi mempertanyakan implikasi

praktis strategi Porter. Hal ini dapat dilhat dengan adanya beberapa kajian empirik

yang mendukung strategi generik Porter (Powers and Hahn, 2004; Spencer et al.,

2009; Lozano-Vivas, 2009; Parnell, 2010; Acquaah, 2011; Dirisu et al., 2013;

Torres et al., 2014; Newton et al., 2015; Banker et al., 2014; Martins and Queirós,

2015; Pehrsson, 2016; Yuliansyah et al., 2016) bahwa diferensiasi dapat

meningkatkan daya saing dan kinerja industri. Walaupun demikian, ada juga studi

yang menyatakan bahwa strategi diferensiasi tidak berpengaruh atau berpengaruh

negatif terhadap kinerja (Parnell, 2011; Nandakumar et al., 2011; Wu et al.,

2015), karena strategi diferensiasi memerlukan investasi untuk terus melakukan

inovasi dan menciptakan produk atau jasa baru yang berbeda, unik, dan bernilai

(Acquaah, 2011) yang membutuhkan anggaran besar (Aghion et al., 2005), dan

produk dan jasa tersebut dapat diimitasi oleh industri kompetitor (Douglas et al.,

2010), sehingga berisiko dan volatil terhadap kinerja (Banker et al., 2014).

Strategi keunggulan biaya (cost leadership strategy) adalah strategi

organisasi industri untuk menyediakan produk dan jasa dengan biaya lebih rendah

dari organisasi industri pesaingnya untuk menarik pelanggan dan memperoleh

pangsa pasar (Porter, 1985; Banker et al., 2014), sehingga produk atau jasa

tersebut laku dan memberikan profit kepada organisasi industri. Organisasi

industri yang menggunakan cost leadership lebih fokus untuk mengembangkan

produk, jasa, dan proses dengan memaksimalkan efisiensi operasi (Banker et al.,

2014), sehingga melakukan kontrol dan pengetatan biaya dalam semua tingkatan

operasi agar unggul atas pesaingnya guna mempertahankan keunggulan bersaing


8

(Porter, 1985; Acquaah, 2011). Industri dapat meningkatkan keunggulan bersaing

dan kinerja jika mengadopsi strategi keunggulan biaya atau cost leadership

strategy (Parnell and Hershey, 2005; Oyewobi et al., 2016). Strategi Porter ini

kemudian diperkuat oleh beberapa temuan empiris bahwa strategi keunggulan

biaya (cost leadership) berpengaruh positif terhadap keunggulan bersaing dan

kinerja organisasi industri (Allen and Helms, 2006; Banker et al., 2014;

Indounas, 2015; Wu et al., 2015) karena organisasi industri menggunakan

produksi dan distribusi masal, skala ekonomi, teknologi, design produk, biaya

masukkan, penggunaan kemampuan sumber daya, dan akses ke bahan baku yang

lebih baik (Akan et al., 2006). Walaupun demikian, strategi keunggulan biaya

mempunyai kelemahan karena pelanggan memiliki loyalitas rendah terhadap

strategi keunggulan biaya (Cost leadership), dan jika biaya terlalu rendah

organisasi industri akan kehilangan pendapatan (Allen and Helms, 2006).

Demikian juga, jika produk dan servis berbiaya rendah dapat diimitasi oleh

industri pesaing, sehingga dapat menurunkan daya saing dan kinerja industri

(Salavou, 2015). Hal ini diperkuat dengan kajian empirik yang menunjukkan

strategi keunggulan biaya berpengaruh negatif terhadap kinerja organisasi industri

(Parnell et al., 2012; Yuliansyah et al., 2016; Yuliansyah et al., 2017) karena para

pelanggan industri jasa ingin pelayanan yang lebih murah dan lebih personal

(Yuliansyah et al., 2016), sensitif terhadap harga sehingga pelanggan bisa beralih

ke produk dan jasa lain, jika industri kompetitor berhasil melakukan imitasi

dengan cara dan biaya yang sama (Parnell, 2010; Baroto et al., 2012), dan lebih

cocok dalam lingkungan industri lebih stabil (Baack and Boggs, 2008).
9

Lingkungan industri yang tidak stabil dan tidak pasti sulit bagi organisasi industri

untuk mendapatkan sumber daya dan bahan baku (raw material) yang banyak

sesuai dengan permintaan, konsisten suplai, dan murah sehingga sulit menghemat

atau melakukan efisiensi biaya yang berimplikasi pada harga murah (low price).

Kesulitan melakukan efisiensi biaya dapat menurunkan daya saing dan kinerja.

Strategi fokus merupakan salah satu dimensi dari strategi generik Porter

yang mencakup fokus diferensiasi dan fokus keunggulan biaya (Baack and Boggs,

2008). Namun demikian, strategi fokus dalam studi ini lebih ditekankan pada

pelayanan, karena kualitas pelayanan berhubungan erat dengan profit,

penghematan biaya (cost saving), pangsa pasar (market share) dan kepuasan

pelanggan (Angelova, 2011; Zameer et al., 2015). Dengan demikian, kualitas

pelayanan berpengaruh positif terhadap keunggulan bersaing dan kinerja industri

(Angelova, 2011; Jain et al., 2011; Kwak and Kim, 2016; Paul et al., 2016).

Walaupun demikian, ada juga hasil studi yang menunjukkan bahwa kualitas

pelayanan berpengaruh negatif terhadap kinerja industri (Neely, 2008; Jamal,

2009) karena pelayanan baik membutuhkan sumber daya manusia, teknologi dan

biaya investasi tinggi untuk memberikan kepuasan kepada pelanggan sehingga

berimplikasi pada penurunan profitabilitas, net profit rate dan daya saing industri

(Neely, 2008).

Strategi inovasi merupakan upaya untuk merubah pengetahuan dan ide ke

dalam produk, proses, layanan, sistem baru guna memberikan keuntungan kepada

organisasi industri dan stakeholders (Perdomo-Ortiz et al., 2006; Perdomo-Ortiz

et al., 2009; Jaskyte, 2011) atau merubah pengetahuan menjadi uang (Boult et al.,
10

2009). Inovasi bisa dilakukan dengan menggunakan teknologi dan kombinasi

sumber daya organisasi untuk menciptakan produk, proses, teknologi dan

pelayanan baru, unik, dan sesuai ekspektasi pelanggan guna meningkatkan

keunggulan bersaing dan kinerja organisasi industri (Torres et al., 2014;

Havenvid, 2015). Dalam teori resource-based view (RBV), inovasi merupakan

kapabilitas bisnis penting organisasi industri untuk menghasilkan produk atau

servis yang bernilai, unik, sulit diimitasi oleh organisasi industri pesaing (Acar

and Acar, 2012), sehingga meningkatkan posisi bersaing dan kinerja. Beberapa

kajian empiris menunjukkan bahwa dalam lingkungan industri yang kompetitif,

inovasi berpengaruh positif terhadap kinerja industri (Li et al., 2010; Jaskyte,

2011; Zehir et al., 2011; Kim et al., 2011; Acar and Acar, 2012; Uzkurt et al.,

2013; Al-ansari et al., 2013; Altuntaş et al., 2013; Camison and Villar-Lopez,

2014; Babkin et al., 2015; Leal-rodríguez et al., 2015; Obembe and Soetan, 2015;

Pehrsson, 2016; Anning-Dorson, 2017; Atalay et al., 2017; Aboelmaged, 2018;

Ramanathan et al., 2018) karena inovasi dapat membuat organisasi industri untuk

menghasilkan produk dan layanan baru, unik dan bernilai yang sesuai dengan

perubahaan tuntutan pelanggan. Namun demikian, ada juga studi yang

menunjukkan bahwa inovasi berpengaruh negatif atau tidak signifikan

berpengaruh terhadap kinerja industri (Loof and Heshmati, 2002; Vermeulen et

al., 2005; Hashi and Stojčić, 2013; Guisado-González et al., 2013; Campo et al.,

2014; Im et al., 2015; Mir et al., 2016; Hu et al., 2017; Kocak et al., 2017) karena

organisasi industri membutuhkan sumber daya dan kapabilitas, frekuensi

perubahan produk dan layanan utama yang membutuhkan penelitian dan


11

pengembangan, serta mengembangkan pemasaran yang kesemuanya berimplikasi

pada biaya, sehingga dapat meningkatkan risiko bagi organisasi industri

(Soltanizadeh et al., 2016).

Dewasa ini institusi pendidikan tinggi bukan lagi berperan sebagai

lembaga sosial tetapi juga berperan sebagai korporasi dan industri yang

menyediakan produk dan jasa dimana mahasiswa sebagai pelanggan utama

(Gumport, 2000; Chui et al., 2016) dan sebagai aktor kunci bagi pertumbuhan

ekonomi dan persaingan internasional (Bellucci and Pennacchio, 2016). Produk

dan jasa perguruan tinggi dilakukan melalui tiga misi utamanya yakni pengajaran,

penelitian, dan pelayanan masyarakat seperti gelar dan keahlian, lulusan,

penelitian, inovasi, serta jasa. Industri pendidikan tinggi dewasa ini mulai

menggunakan ilmu, dan inovasinya untuk mengembangkan bisnis dari kegiatan-

kegiatan professional dalam tiga dimensi utama universitas 3P (pendidikan,

penelitian dan pelayanan) untuk diversifikasi pendapatan dalam menjamin

susteinabilitas operasi, peningkatan penguasaan pasar, dan kinerja keuangan. Hal

demikian telah mengeser fungsi konvesional industri pendidikan tinggi dari

teaching and research based-university ke integrasi teaching, research, corporate

and entrepreneurship based-university.

Dengan demikian, kinerja industri pendidikan tinggi tidak hanya diukur

dengan menggunakan parameter non-finansial seperti kepuasan mahasiswa,

kepuasan industri yang mempekerjakan lulusan, drop out rate, retention rate,

indeks prestasi rata-rata (grade point average), tingkat kelulusan, daya serap

lulusan dalam lapangan kerja, jumlah penelitian, dan karya ilmiah, tetapi juga
12

parameter finansial dan pemasaran seperti pengembalian modal investasi,

pertumbuhan pendapatan, pertumbuhan surplus, pengembalian investasi, dan

pangsa pasar. Dalam konteks demikian Huang and Lee (2012) telah melakukan

penelitian dengan mengukur kinerja industri pendidikan tinggi dari sisi non

finansial (staff performance, dan student performance), sebaliknya financial and

marketing performance tidak diukur. Sebaliknya studi Asif and Searcy (2014)

mengukur kinerja industri dari non financial (teaching, and research

performance), dan financial (pendapatan dari penelitian dan pengajaran,

sponsor/dana hibah, biaya pengajaran, persentase alokasi pada penelitian). Zebal

and Goodwin (2012) mengukur kinerja dengan kinerja total, kualitas belajar dan

pelayanan, pertumbuhan mahasiswa, dan pangsa pasar. Sayangnya ketiga studi

tersebut tidak memasukkan aspek finansial seperti tingkat pengembalian modal,

pertumbuhan pendapatan, pertumbuhan aset, dan pertumbuhan surplus yang

penting bagi industri pendidikan tinggi karena berhubungan dengan sustentabilitas

operasi yang simetris dengan kinerja keuangan. Hal tersebut telah meninggalkan

empirical gap yang besar untuk diteliti lebih lanjut guna mendapatkan indikator-

indikator yang relevan dan sesuai dengan industri pendidikan tinggi, terutama di

negera-negara yang baru berkembang (emerging countries).

Industri pendidikan tinggi mengalami peningkatan persaingan untuk

mendapatkan sumber daya dan kapabilitas seperti sumber daya organisasi, sumber

daya manusia, sumber daya fisik, sumber daya keuangan, kapabilitas organisasi,

kapabilitas pemasaran, serta kapabilitas penelitian dan pengembangan (Huang and

Lee, 2012). Persaingan tersebut juga terjadi pada dana penelitian, dan mahasiswa
13

sebagai pelanggan (Mathooko and Ogutu, 2015; Sahney and Thakkar, 2016).

Peningkatan persaingan perguruan tinggi dibarengi dengan tuntutan pemerintah

dan masyarakat agar industri jasa pendidikan tinggi beroperasi lebih transparansi

dan akuntabel dalam menjamin kualitas (Anctil, 2008) yang beresiko pada

peningkatan komplikasi, tantangan dan ketidakpastian (Pucciarelli and Kaplan,

2016). Masuknya lembaga pendidikan tinggi internasional melalui kehadiran

fisik, dan kehadiran sistem penyediaan pendidikan jarak jauh (long distance

education system) dapat meningkatkan persaingan industri jasa pendidikan tinggi.

Peningkatan persaingan tersebut dapat mempengaruhi kinerja non keuangan dan

kinerja keuangan industri pendidikan tinggi.

Untuk menghadapi intensitas persaingan, industri jasa pendidikan tinggi

dapat mengembangkan strategi yang tepat agar beroperasi lebih efisien,

berkualitas dan flexibel (Gumport, 2000; Martensen and Grønholdt, 2009; Barr,

2011) guna meningkatkan kualitas pelayanan, memenuhi kepuasan mahasiswa,

mempertahankan keunggulan bersaing dan kinerja (Cardona and Bravo, 2012;

Chui et al., 2016). Dengan demikian, industri pendidikan tinggi dapat mengadopsi

strategi industri yang berbasis korporasi dan kewirausahaan (corporate and

entrepreneurship) dari industrial strategy, strategi sumber daya dan kapabilitas

atau resourse-based strategy, atau kombinasi strategi strategi yang sesuai dengan

dinamika lingkungan industri untuk mempertahankan daya saing dan kinerjanya.

Industri pendidikan tinggi juga dapat adaptasi dan mengembangkan

indikator-indikator dari strategi Porter, sumber daya, dan kapabilitas atau

kombinasi yang lebih banyak digunakan pada industri manufaktur ke dalam


14

konteks industri pendidikan tinggi sesuai lingkungan industri. Hal ini disebabkan

indikator-indikator strategi dari industri manufaktur berbeda dengan industri jasa

pendidikan tinggi. Indikator-indikator strategi diferensiasi untuk industri

manufaktur seperti produk dan jasa sudah banyak dikembangkan, namun untuk

industri jasa pendidikan tinggi seperti perbedaan program studi, kualitas

kelulusan, dan kualitas pelayanan masih langka atau belum ada. Demikian juga

indikator-indikator inovasi seperti inovasi kurikulum, metode belajar dan

mengajar, dan teknologi pendukung pengajaran yang diadaptasi dari inovasi

produk, proses, dan pelayanan industri manufaktur masih belum banyak dilakukan

penelitian. Sebaliknya indikator-indikator tersebut sangat determinan dalam

menentukan kualitas, kepuasan, dan susteinabilitas kinerja industri pendidikan

tinggi.

Penelitian ini dilakukan pada 11 industri jasa pendidikan tinggi

terakreditasi di Timor-Leste yang menghadapi persaingan tinggi, karena

peningkatan jumlah perguruan tinggi, dan duplikasi jurusan. Hal ini sesuai dengan

konsep Porter (1980) bahwa rivalitas persaingan yang diakibatkan oleh faktor

ekternalitas dapat menurunkan kinerja industri. Demikian juga persaingan industri

pendidikan tinggi Timor-Leste dapat berimplikasi pada penurunan kualitas

lulusan dan kinerja yang mengancam kontinuitas operasi perguruan tinggi. Hal

demikian telah menjadi perhatian utama pemerintah karena persaingan perguruan

tinggi telah berimplikasi pada kualitas perguruan tinggi (Araujo, 2016), dan

kinerja lulusannya lebih rendah dibandingkan dengan lulusan-lulusan perguruan

tinggi luar negeri (Gusmao, 2016). Walaupun demikian, pernyataan-pernyataan


15

tersebut masih bersifat abstrak dan belum terjustifikasi dengan studi-studi empirik

yang menggunakan indikator-indikator terintegrasi, dan komprehensif dalam

mengukur kinerja industri pendidikan tinggi dalam konteks finansial dan non-

finansial.

Kinerja non-finansial industri pendidikan tinggi Timor-Leste dapat diukur

dengan menggunakan parameter-parameter yang ada dalam tiga pilar utama

perguruan tinggi yakni: (1) Belajar dan mengajar (student satisfaction, end-user

satisfaction, drop out rate, employment rate, enrollment rate, dan grade point

average). (2) Kinerja penelitian diukur dengan publikasi staf di jurnal nasional,

dan internasional, partisipasi staf dalam kegiatan ilmiah, penelitian yang

mendatangkan dana, dan penelitian berdampak pada masyarakat. 3) Pelayanan

masyarakat diukur dengan peningkatan kegiatan konseling kepada mahasiswa,

peningkatan kegiatan pelayanan masyarakat, dan berpartisipasi dalam

pengembangan kurikulum. Demikian juga kinerja finansial dapat diukur dengan

menggunakan parameter seperti pengembalian modal (ROI), pertumbuhan

pendapatan (income growth), pertumbuhan surplus (surplus growth), dan

pertumbuhan pangsa pasar (market share growth). Integrasi pengukuran kinerja

seperti ini belum ada, apalagi industri pendidikan tinggi di Timor-Leste.

Sebaliknya, pengukuran kinerja terintegrasi dan komprehensif dapat memberikan

informasi yang baik bagi pengelola untuk mengembangkan strategi yang sesuai

guna mempertahankan daya saing, dan menjamin kesinambungan operasi industri

pendidikan tinggi dalam lingkungan industri yang sangat kompetitif, kompleks,

dan penuh dengan ketidakpastian dewasa ini.


16

Industri pendidikan tinggi Timor-Leste juga dapat mengembangkan

strategi yang tepat untuk meningkatkan posisi bersaing, kinerja, dan

mempertahankan eksistensi operasinya. Oleh karena itu, strategi diferensiasi,

biaya, fokus pelayanan (focus services), dan inovasi dapat menjadi solusi. Strategi

diferensiasi dapat dilakukan dengan mengembangkan perbedaan program studi,

kualitas lulusan, dan pelayanan. Dengan program studi yang berbeda dalam

segmen pasar yang kecil seperti Timor-Leste dapat membuat masing-masing

industri pendidikan tinggi dapat mengembangkan keunikan dan keahlian

tersendiri. Industri pendidikan tinggi juga dapat melakukan efisiensi biaya, biaya

operasi rendah, dan menawarkan harga yang murah untuk menarik mahasiswa.

Hal ini dapat ditunjang dengan inovasi yang berbasis pada kurikulum, metode

belajar dan mengajar, serta teknologi pengajaran. Dengan program studi, dan

keahlian yang berbeda, melakukan efisiensi biaya yang ketat yang didukung

dengan diferensiasi intanjibilitas dan kualitas pelayanan, maka industri pendidikan

tinggi Timor-Leste dapat meningkatkan kualitas produk yang baik dengan harga

yang dapat dijangkau mahasiswa. Walaupun demikian, efektivitas strategi tersebut

perlu diuji secara empirik.

Sayangnya hingga kini belum ada studi empiris tentang peran strategi

bisnis (strategi diferensiasi, strategi kunggulan biaya, fokus pelayanan, dan

inovasi) dalam memediasi hubungan antara persaingan dan kinerja industri jasa

pendidikan tinggi terutama di Timor-Leste. Sebaliknya, pemerintah dan pengelola

industri jasa pendidikan tinggi di Timor-Leste sangat membutuhkan kajian

empirik sebagai dasar untuk mengembangkan strategi dan regulasi untuk


17

meningkatkan kualitas, keunggulan bersaing, dan kinerja guna mempertahankan

eksistensi operasi, menghasilkan produk dan layanan yang berkualitas, unik dan

bernilai bagi masyarakat dan bangsa. Oleh karena itu, penelitian ini relevan

dilakukan untuk mengisi celah bisnis dan empiris (empirical gap) yang ada.

Empirical gap tersebut adalah: (1) Hubungan antara persaingan industri, strategi

diferensiasi, strategi biaya, fokus pelayanan, inovasi, dan kinerja industri. (2)

Belum ada uji simultan hubungan persaingan dan kinerja dengan peran mediasi

strategi diferensiasi, biaya, fokus pelayanan dan inovasi dalam konteks industri

pendidikan tinggi.

1.2. Rumusan Masalah Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada industri jasa pendidikan tinggi yang

terakreditasi di Timor-Leste dengan rumusan masalah sebagai berikut:

1) Bagaimanakah pengaruh persaingan industri terhadap kinerja industri jasa

pendidikan tinggi di Timor-Leste?

2) Bagaimanakah pengaruh persaingan industri terhadap strategi diferensiasi

pada industri jasa pendidikan tinggi di Timor-Leste?

3) Bagaimanakah pengaruh persaingan industri terhadap strategi biaya

industri jasa pendidikan tinggi di Timor-Leste?

4) Bagaimanakah pengaruh persaingan industri terhadap strategi fokus

pelayanan industri jasa pendidikan tinggi di Timor-Leste?

5) Bagaimanakah pengaruh persaingan industri terhadap strategi inovasi

industri jasa pendidikan tinggi di Timor-Leste?


18

6) Bagaimanakah pengaruh strategi diferensiasi terhadap kinerja industri jasa

pendidikan tinggi di Timor-Leste?

7) Bagaimanakah pengaruh strategi biaya terhadap kinerja industri jasa

pendidikan tinggi di Timor-Leste?

8) Bagaimanakah pengaruh strategi fokus pelayanan terhadap kinerja industri

jasa pendidikan tinggi di Timor-Leste?

9) Bagaimana pengaruh strategi inovasi terhadap kinerja industri jasa

pendidikan tinggi di Timor-Leste?

10) Bagaimanakah peran mediasi strategi diferensiasi dalam hubungan

persaingan industri dengan kinerja industri pendidikan tinggi di Timor-

Leste?

11) Bagaimanakah peran mediasi strategi biaya dalam hubungan persaingan

industri dengan kinerja industri pendidikan tinggi di Timor-Leste?

12) Bagaimanakah peran mediasi fokus pelayanan dalam hubungan persaingan

industri dengan kinerja industri pendidikan tinggi di Timor-Leste?

13) Bagaimanakah peran mediasi strategi inovasi dalam hubungan persaingan

industri dengan kinerja industri jasa pendidikan tinggi di Timor-Leste?

1.3. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah:

1) Menjelaskan pengaruh persaingan industri terhadap kinerja industri jasa

pendidikan tinggi di Timor-Leste.

2) Menjelaskan pengaruh persaingan industri terhadap strategi diferensiasi

pada industri jasa pendidikan tinggi di Timor-Leste.


19

3) Menjelaskan pengaruh persaingan industri terhadap strategi biaya pada

industri jasa pendidikan tinggi di Timor-Leste.

4) Menjelaskan pengaruh persaingan industri terhadap strategi fokus pada

pelayanan pada industri jasa pendidikan tinggi di Timor-Leste.

5) Menjelaskan pengaruh persaingan industri terhadap strategi inovasi pada

industri jasa pendidikan tinggi di Timor-Leste.

6) Menjelaskan pengaruh strategi diferensiasi terhadap kinerja industri

pendidikan tinggi di Timor-Leste.

7) Menjelaskan pengaruh strategi biaya terhadap kinerja industri pendidikan

tinggi di Timor-Leste.

8) Menjelaskan pengaruh strategi fokus pelayanan terhadap kinerja industri

pendidikan tinggi di Timor-Leste.

9) Menjelaskan pengaruh strategi inovasi terhadap kinerja industri

pendidikan tinggi di Timor-Leste.

10) Menguji dan menganalisis peran mediasi strategi diferensiasi dalam

hubungan persaingan industri dengan kinerja industri jasa pendidikan

tinggi di Timor-Leste.

11) Menguji dan menjelaskan peran mediasi strategi biaya dalam hubungan

persaingan industri dengan kinerja industri jasa pendidikan tinggi di

Timor-Leste.

12) Menguji dan menjelaskan peran mediasi strategi fokus pelayanan dalam

hubungan persaingan industri dengan kinerja industri jasa pendidikan

tinggi di Timor-Leste.
20

13) Menguji dan menjelaskan peran mediasi strategi inovasi dalam hubungan

persaingan industri dengan kinerja industri jasa pendidikan tinggi di

Timor-Leste.

1.4. Manfaat Penelitian

1.4.1. Manfaat Teoritis

Studi ini memberikan kontribusi untuk:

1) Memperkaya Porter’s generic competitive strategy tentang persaingan,

strategi, dan kinerja industri.

2) Memperkaya kajian empiris yang ada tentang persaingan bisnis dan

kinerja dengan menggunakan strategi diferensiasi, biaya, fokus pelayanan

dan inovasi, sebagai mediasi dalam konteks industri jasa pendidikan.

3) Melengkapi keterbatasan kajian empiris tentang aplikasi multiple-strategy

dengan multiple-dimensions dengan uji simultan antara hubungan

persaingan dan kinerja dengan strategi diferensiasi, biaya, fokus

pelayanan, dan inovasi sabagai variabel mediasi dalam konteks industri

jasa pendidikan tinggi. Studi ini juga memberikan konstribusi pada

pengembangan kombinasi strategi industri, strategi sumber daya

kapabilitas (resource based view atau RBV) dalam terang teori

kontingensi.

1.4.2. Manfaat Praktis

Studi ini memberikan kontribusi praktis kepada:

1) Pengelola industri pendidikan terutama Perguruan Tinggi di Timor-Leste

dalam menghadapi intensitas persaingan Perguruan Tinggi,


21

mempertahankan kontinuitas operasi dan menjamin kualitas pendidikan

dengan menerapkan strategi-strategi yang tepat seperti strategi keunggulan

biaya, fokus strategi pelayanan dan inovasi sebagai variabel mediasi dalam

industri jasa pendidikan tinggi.

2) Memberikan kontribusi kepada pengambil kebijakan terutama

meningkatkan kualitas lulusan dan menjamin keberkelanjutan operasi

Perguruan Tinggi di Timor-Leste dengan menekankan pada strategi

keunggulan biaya, fokus pelayanan dan inovasi.

3) Mendorong Pemerintah Timor-Leste melalui Kementerian Pendidikan

untuk meningkatkan kualitas pendidikan di perguruan tinggi dengan

mengadopsi strategi keunggulan biaya, fokus pelayanan dan inovasi.

Pemerintah dapat juga menggunakan instrumen akreditasi dan subsidi

dana untuk mendorong perguruan tinggi Timor-Leste guna meningkatkan

kualitas lulusan dan sustainabilitas institusional sebagai sumber daya dan

kapabilitas nasional untuk pembangunan nasional dengan mengadopsi

strategi bisnis seperti diferensiasi, keunggulan biaya, fokus kualitas

pelayanan, inovasi, merger, strategi aliansi, dan kemitraan.

Anda mungkin juga menyukai