Anda di halaman 1dari 71

PENGARUH PEMBERIAN LEVEL PROTEIN PAKAN YANG BERBEDA

TERHADAP PERFORMA AYAM BURAS JANTAN HASIL IN OVO


FEEDING L- ARGININ SELAMA DUA GENERASI (F2)

SKRIPSI

NUR HIKMAH
I111 14 341

FAKULTAS PETERNAKAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2018
PENGARUH PEMBERIAN LEVEL PROTEIN PAKAN YANG BERBEDA
TERHADAP PERFORMA AYAM BURAS JANTAN HASIL IN OVO
FEEDING L- ARGININ SELAMA DUA GENERASI (F2)

SKRIPSI

NUR HIKMAH
I111 14 341

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana


Fakultas Peternakan Universitas Hasanuddin

FAKULTAS PETERNAKAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2018

ii
iii
iv
ABSTRAK

Nur Hikmah I111 14 341. Pengaruh Pemberian Level Protein Pakan yang
Berbeda Terhadap Performa Ayam Buras Jantan Hasil In Ovo Feeding L-
Arginin Selama Dua Generasi (F2). Pembimbing : Wempie Pakiding dan
Syahdar Baba

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian level


protein pakan yang berbeda terhadap performa ayam buras jantan hasil in ovo
feeding l- arginin selama dua generasi (F2). Penelitian ini mengunakan
Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 3 perlakuan 4 kali ulangan dengan
menggunakan ayam buras jantan hasil in ovo feeding asam amino l-arginin
selama dua generasi (F2). Perlakuan pakan yang diberikan terdiri dari, P1 pakan
dengan tingkat protein 16%; P2 pakan dengan tingkat protein 18%; P3 pakan
dengan tingkat protein 20%. Parameter yang diukur adalah pertambahan berat
badan mutlak, pertambahan berat badan relative, konsumsi pakan, konversi pakan
dan dimensi tubuh. Analisis ragam menunjukkan bahwa pemberian level protein
pakan yang berbeda tidak berpengaruh nyata (P>0.05) terhadap parameter
pertambahan berat badan mutlak, pertambahan berat badan relatif, konsumsi
pakan dan konvesi pakan ayam buras jantan. Terdapat hubungan yang signifikan
(P<0.05) antara lingkar dada terhadap berat badan ayam buras jantan yang dapat
digunakan sebagai penduga bobot badan terbaik. Berdasarkan penelitian ini
disimpulkan bahwa pemberian level protein 20% pada ayam buras jantan
memberikan performa yang lebih baik walau tidak menunjukkan perbedaan yang
nyata, dapat dilihat dari pertambahan berat badan mutlak, konversi pakan berat
badan akhir.

Kata Kunci : Ayam buras jantan, in ovo l-arginin, protein, performa, dimensi
tubuh

v
ABSTRACT

Nur Hikmah I111 14 341. The Effect of Protein Levels on Performance Of


Male Local Chicken treated In Ovo Feeding L- Arginine for Two
Generations (F2). Supervised by Wempie Pakiding and Syahdar Baba

The study aims to determine the effect of protein levels on performance of


male local chicken treated in ovo feeding l-arginine for two generations (F2).
This research was using Completely Randomized Design (CRD) 3 treatments with
4 times replication by using the male local chicken’s injected with L-arginine
amino acid for two generations (F2). The treatments applied were three levels of
protein consisting of P1 16%, P2 18%, P3 20%. The parameters measured were
the absolute weight gain, the relative weight gain, feed consumption , feed
convertion ratio and body deminsions. Analysis of variance showed that giving of
different protein levels was not significantly affect (P>0.05) the absolute weight
gain, the relative weight gain, feed consumption and feed conventions ratio of
male local chicken. There was a significant correlation (P<0.05) between the chest
circumference on the weight of male local chicken showing to circumference as
the best body weight of the estimate. Based on this research, it can be concluded
that giving the protein level of 20% in male local chicken gives better
performance although it is not significantly different with others treatment when
viewed from absolute weight gain, feed convertion ratio, and final body weight.

Keywords : Male domestic chicken, in ovo l-arginine, protein level, performance,


body deminsions

vi
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh………………………………………

Puji dan Syukur senantiasa penulis panjatkan atas kehadirat Allah

Subhanahu Wa Taala Tuhan Yang Maha Esa, karena atas Kehendak, Rahmat dan

InayahNya sehingga penulis dapat menyelesaikan Makalah Usulan Penelitian ini

dengan judul “Pengaruh Pemberian Level Protein Pakan yang Berbeda Terhadap

Performa Ayam Buras Jantan Hasil In Ovo Feeding L- Arginin Selama Dua

Generasi (F2). Tak lupa pula salam serta shalawat senantiasa penulis haturkan

kepada Rasulullah Muhammad Shallallahu Alaihi Wasallam sebagai suri tauladan

ummat manusia.

Limpahkan rasa hormat, kasih sayang, cinta dan terima kasih tiada tara

kepada Ayahanda Irwan dan Ibunda Tahifa yang telah melahirkan, mendidik dan

membesarkan dengan penuh cinta dan kasih sayang yang begitu tulus kepada

penulis sampai saat ini dan senantiasa memanjatkan do’a dalam kehidupannya

untuk keberhasilan penulis. Semoga Allah senantiasa melindunginya dan

mengumpulkan kelurga kami dalam syurganya.

Banyak hambatan dan tantangan penulis hadapi dalam menyelesaikan

penulisan skripsi ini, namun berkat ketabahan, kesabaran dan dukungan dari

berbagai pihak akhirnya skripsi ini dapat kami selesaikan, oleh karena itu dengan

segala kerendahan hati dan rasa hormat penulis menyampaikan ucapan

terimakasih yang tulus kepada :

vii
1. Bapak Dr. Ir. Wempie Pakiding, M.Sc sebagai pembimbing dan Dr. Syahdar

Baba, S.Pt., M.Si atas segala waktu, saran, bimbingan, nasihat, semangat, dan

dukungan yang telah diberikan selama penelitian hingga selesainya penulisan

skripsi ini.

2. Bapak Prof. Dr. Ir. Lellah Rahim, M.Sc bapak Prof. Dr. Ir. Ambo Ako, M.sc

dan bapak Rachman Hakim S.Pt., MP. sebagai komisi pembahas/Penguji yang

telah memberikan arahan, petunjuk dan saran yang sangat berharga demi

perbaikan skripsi ini.

3. Ibu Rektor UNHAS, Bapak Dekan, Pembantu Dekan I,II dan III dan seluruh

Bapak Ibu Dosen yang telah melimpahkan ilmunya kepada penulis, dan Bapak

Ibu Staf Pegawai Fakultas Peternakan Universitas Hasanuddin.

4. Ibu Dr. Agr., Renny Fatmyah Utamy, S. Pt., M. Agr. selaku penasehat

akademik semester 5 sampai sekarang dan Dr. Aslina Asnawi, S.Pt., M.Si.

selaku penasehat akademik semester 1 sampai 4, atas segala bimbingan, saran,

nasehat, waktu serta dukungan yang diberikan pada penulis.

5. Bapak Rachman Hakim S.Pt., MP, Daryatmo, S.Pt., M.P, Muhammad Azhar

S.Pt., M.Si, Saifullah S.Pt yang telah banyak membantu di Laboratorium Ilmu

Ternak Unggas hingga penelitian selesai.

6. Teman satu tim penelitian Nurkhalisa dan Toban Rante Linggi yang selalu

kompak dan optimis bahkan disaat tersulit.

7. Kakanda dan teman-teman ‘poulty crew’ terutama ka ridho, ka zul, ka

makmur, ka arisman, ka ikram, ka nia, supriadi, irsyad, fajrin, agus, madhi,

yazid serta teman teman lain yang tidak disebutkan namanya, terimaksih atas

segala bantuan yang diberikan selama penelitian dilaksanakan.

viii
8. Teman angkatan Ant14, terutama ‘gengs’ age, muna, ruhul dan esy, grup

‘bureng’ mimi dan elisa, ‘penghuni perpus nutrisi’ alfi, lely, fitri, pite, mae,

danes, meygi, serta teman teman ‘c.Spt produksi’ elis, ayhie, icha, devi, pae,

arung, qayyum, bunga, sita, yayu, arfan, iccang, zakiyah, taal, bayu dan

samsul. Terimaksih telah menjadi teman, sahabat dan saudara bagi penulis.

9. Kakanda Solandeven 011, Lion 010, Flock Mentality 012, Larfa 013, serta

adik adik Rantai 015 dan Boss 16.

10. Lembaga Tercinta Himaprotek_UH yang telah banyak memberi wadah

terhadap penulis untuk berproses dan belajar.

11. Teman teman KKN 96 Kecamatan Bungoro, Pangkep, terutama posko Desa

Mangilu; lintang, rahma, arif dan ka Accung yang telah banyak menginspirasi

dan mengukir pengalaman hidup bersama penulis yang tak terlupakan selama

mengabdi di masyarakat.

Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, untuk itu

dengan kerendahan hati penulis mohon segala kritik dan saran yang bersifat

membangun dari pembaca demi terwujudnya karya yang lebih baik kedepannya.

Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

AAMIIN YA ROBBAL AALAMIN.

Wassalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.


Makassar, Mei 2018

Penulis

ix
DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN SAMPUL ............................................................................... i

HALAMAN JUDUL .................................................................................. ii

PERNYATAAN KEASLIAN .................................................................... iii

HALAMAN PENGESAHAN .................................................................... iv

ABSTRAK .................................................................................................. v

ABSTRACT ................................................................................................ vi

KATA PENGANTAR ................................................................................ vii

DAFTAR ISI............................................................................................... x

DAFTAR TABEL ...................................................................................... xii

DAFTAR GAMBAR .................................................................................. xiii

DAFTAR LAMPIRAN .............................................................................. xiv

PENDAHULUAN ...................................................................................... 1

TINJAUAN PUSTAKA

Tinjauan Umum Ayam Buras ............................................................... 4


Pemberian Nutrisi Asam Amino L- Arginin Secara In Ovo Feeding ... 6
Kebutuhan Protein Ayam Buras ........................................................... 8
Performa dan Dimensi Tubuh Ayam Buras .......................................... 10

METODE PENELITIAN

Waktu dan Tempat ................................................................................ 15


Materi Penelitian ................................................................................... 15
Rancangan Penelitian ............................................................................ 15
Prosedur Penelitian ............................................................................... 16
Parameter yang diukur .......................................................................... 18
Analisa Data .......................................................................................... 22

x
HASIL DAN PEMBAHASAN

Performa Ayam Buras Jantan Hasil In Ovo Feeding L- arginin yang


diberi Level Protein Pakan yang Berbeda ............................................. 24
Pertambahan Bobot Badan .................................................................... 24
Konsumsi Pakan ................................................................................... 26
Konversi Pakan ..................................................................................... 27
Berat Badan Akhir ................................................................................ 28
Dimensi Tubuh Ayam Buras Jantan Hasil In Ovo Feeding L- arginin
yang diberi Level Protein Pakan yang Berbeda .................................... 30

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan ........................................................................................... 34
Saran ..................................................................................................... 34

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................. 35

LAMPIRAN................................................................................................ 42

RIWAYAT HIDUP

xi
DAFTAR TABEL

No. Teks Halaman

1. Susunan Bahan dan Kandungan Nutrisi Pakan Ayam Kampung


yang diberikan .................................................................................... 17
2. Rata-rata ± SD Performa Ayam Buras Jantan Hasil In Ovo Feeding
L- Arginin yang diberi Level Protein Pakan yang Berbeda ............... 24
3. Rata-rata ± SD Pertambahan Berat Badan (g/ekor) dan Beberapa
Dimensi Tubuh (cm) Ayam Buras Jantan Selama 9 Minggu
Pemeliharaan. ..................................................................................... 30
4. Koefisien Regresi (b), Koefisien Korelasi (r), Nilai Signifikansi (P)
dan Jumlah Sampel (N) Pola Korelasi diantara Beberapa Dimesi
Tubuh dan Berat Badan Ayam Buras Jantan Hasil In Ovo Feeding
L-arginin. ............................................................................................ 32

xii
DAFTAR GAMBAR

No. Teks Halaman

1. Asal Ayam yang digunakan ................................................................. 16


2. Sistem Kerangka Ayam dan Letak Pengukuran Beberapa Dimensi
Tubuh.................................................................................................... 20

xiii
DAFTAR LAMPIRAN

No. Teks Halaman

1. Analisis Ragam Pertambahan Berat Badan Mutlak Ayam Buras


Jantan Hasil In Ovo Feeding L-Arginin Selama Dua Generasi (F2)
yang diberi Pakan dengan Level Protein Pakan yang Berbeda ............ 42
2. Analisis Ragam Pertambahan Berat Badan Relatif Ayam Buras
Jantan Hasil In Ovo Feeding L-Arginin Selama Dua Generasi (F2)
yang diberi Pakan dengan Level Protein Pakan yang Berbeda ............ 43
3. Analisis Ragam Konsumsi Pakan Ayam Buras Jantan Hasil In Ovo
Feeding L-Arginin Selama Dua Generasi (F2) yang diberi Pakan
dengan Level Protein Pakan yang Berbeda .......................................... 44
4. Analisis Ragam Konversi Pakan Ayam Buras Jantan Hasil In Ovo
Feeding L-Arginin Selama Dua Generasi (F2) yang diberi Pakan
dengan Level Protein Pakan yang Berbeda .......................................... 44
5. Analisis Ragam Berat Badan Akhir Ayam Buras Jantan Hasil In Ovo
Feeding L-Arginin Selama Dua Generasi (F2) yang diberi Pakan
dengan Level Protein Pakan yang Berbeda .......................................... 46
6. Korelasi Antara Berat Badan dan Dimensi Tubuh Selama 9 Minggu
Pemeliharaan ........................................................................................ 47
7. Dokumentasi Kegiatan Penelitian ........................................................ 5

xiv
PENDAHULUAN

Sebagai sumber daya genetik di Indonesia, ayam lokal dapat

dikembangkan guna mendukung kemandirian penyediaan pangan sumber protein

hewani nasional. Akan tetapi ayam buras memiliki produktivitas yang rendah

dibandingkan ayam ras, sehingga perlu upaya peningkatan produktivitas pada

ayam kampung (Fahrudin dkk., 2016). Salah satu teknologi yang saat ini sedang

dikembangkan untuk mengoptimalkan pertumbuhan ayam buras adalah teknologi

in ovo feeding. Pemberian nutrisi tambahan pada periode inkubasi dengan tehnik

in ovo merupakan suatu teknik yang bertujuan untuk memaksimalkan

pertumbuhan dan perkembangan embrio pada periode inkubasi (Salmanzadeh,

2012). Embrio secara jelas mengkonsumsi cairan yang ada didalam telur

(terutama air dan protein albumen) sehingga membantu pertumbuhan dan proses

pipping yang sempurna. Oleh karena itu, penambahan nutrisi secara in ovo

berfungsi untuk mengatasi kendala pada pertumbuhan awal selama fase embrio

dan pertumbuhan pasca menetas pada unggas (Uni dan Ferket, 2003).

Ayam buras yang digunakan dalam penelitian ini merupakan ayam buras

yang telah diberi injeksi asam amino l-arginine secara in ovo selama dua generasi

(F2). L- arginin adalah salah satu asam amino dasar, dan diklasifikasikan sebagai

asam amino penting secara kondisional. Salah satu fungsi utamanya adalah

peranannya dalam sintesis protein. Arginin terlibat dalam sejumlah fungsi

metabolik lainnya di dalam tubuh, seperti potensinya untuk dikonversi menjadi

glukosa (oleh karena itu diklarifikasikan sebagai asam glikogenat), dan

kemampuannya untuk menghasilkan energi (Tong dan Barbul, 2004). Arginin


digunakan disejumlah jalur metabolisme yang menghasilkan berbagai senyawa

aktif secara biologis, seperti oksida nitrat, creatine, agmatine, glutamat,

poliamina, ornithine dan citrulline (Wu dan Morris, 1998).

Hasil penilitian Al-Shamery dan Al-Shuhaib, (2015) menunjukkan bahwa

penambahan nutrisi dengan tehnik in ovo yang dilakukan pada akhir periode

inkubasi tidak dapat menstimulasi hiperplasia sel otot. Pada periode tersebut,

penambahan nutrisi dengan tehnik in ovo hanya berfungsi untuk meningkatkan

ketersedian energi untuk aktifitas penetasan, pematangan sel, dan cadangan energi

setelah menetas. Azhar (2016) melaporkan bahwa penambahan l-arginin secara in

ovo dapat meningkatkan berat embrio, berat tetas, pertambahan berat badan, dan

laju pertumbuhan, sehingga ayam yang telah diinjeksi secara in ovo mengalami

tingkat pertumbuhan dan produktivitas yang lebih baik dari ayam buras biasa.

Pada fase pertumbuhan, ayam memerlukan protein yang tinggi sesuai

dengan kebutuhannya karena protein merupakan nutrisi makanan yang sangat

berperan dalam pertumbuhan (Kusnadi dkk., 2014). Sebaliknya bila tingkat

protein ransum terlalu tinggi maka pertumbuhan akan meningkat, namun tidak

sepadan dengan biaya peningkatan protein ransum (Swennen dkk., 2004). Dalam

usaha peternakan unggas, biaya untuk pakan mencapai 65–70% dari total biaya

produksi (Zuprizal, 2006), sehingga harga bahan pakan sangat menentukan biaya

produksi. Oleh karena itu perlu diupayakan penghematan untuk menekan biaya

produksi.

Penelitian tentang pemberian pakan dengan perbedaan level protein pada

ayam kampung telah banyak dilakukan. Akan tetapi penelitian pemberian tingkat

protein pakan yang berbeda pada ayam kampung hasil injeksi in ovo l-arginine

2
selama dua generasi (F2) belum pernah dilakukan sebelumnya. Perlakuan khusus

pada metode pemberian pakan belum diketahui apakah mampu meningkatkan lagi

performa ayam buras tersebut atau tidak berpengaruh sama sekali. Berdasarkan

uraian tersebut, dilakukannya penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan

performa ayam buras hasil in ovo feeding l-arginin melalui perlakuan perbedaan

level pakan yang berbeda, namun tetap efesien dalam penggunaan pakan.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian level

protein pakan yang berbeda terhadap performa ayam buras jantan hasil in ovo

feeding l-arginin selama dua generasi (F2) serta untuk mengetahui tingkat protein

pakan yang paling baik digunakan untuk peningkatan pertumbuhan pada ayam

buras jantan hasil in ovo feeding l-arginin namun tetap efesien dalam penggunaan

pakan. Kegunaan penelitian ini yaitu sebagai sumber informasi bagi mahasiswa

dan khalayak ramai mengenai pengaruh pemberian level protein pakan yang

berbeda terhadap performa ayam buras jantan hasil in ovo feeding l-arginin

selama dua generasi (F2)

3
TINJAUAN PUSTAKA

Tinjauan Umum Ayam Buras

Salah satu sumber protein asal hewani yang sangat mudah didapat, telah

banyak dikenal dan bermasyarakat adalah daging ataupun telur ayam kampung.

Ayam kampung adalah ayam lokal Indonesia berasal dari ayam hutan merah yang

telah dijinakkan. Akibat prosesevolusi dan domestikasi, terciptalah ayam

kampung yang sudah beradaptasi dengan lingkungan sekitarnya (Supraptini,

1985). Ayam kampung juga dikenal dengan sebutan ayam buras (bukan ras).

Penampilan ayam kampung sangat beragam, begitupula sifat genetiknya,

penyebarannya juga sangat luas karena dapat dijumpai di kota maupun di desa

(Kusnadi dkk., 2014).

Selama bertahun-tahun petani setempat telah memelihara ayam lokal

sebagai bagian dari budaya mereka dengan cara tradisional. Indonesia memiliki

setidaknya 31 bangsa atau kelompok ayam lokal yang berbeda (Nataamijaya,

2000). Ayam kampung sangat berarti bagi masyarakat karena kontribusinya dalam

meningkatkan pendapatan keluarga dan memenuhi kebutuhan gizi dari daging dan

telur yang dihasilkan. Di beberapa daerah di Indonesia ayam kampung sangat

dibutuhkan oleh masyarakat dalam acara keagamaan, adat istiadat dan hobi

sehingga pembudidayaannya perlu ditingkatkan (Nitis, 2006).

Ayam buras dinilai memiliki beberapa keunggulan dibanding dengan

strain-strain ayam komersil (ayam ras petelur atau pedaging) antara lain: mampu

bertahan dan berkembang biak dengan kualitas pakan yang rendah, serta lebih

tahan terhadap penyakit dan perubahan cuaca (Abidin, 2002). Kelebihan ayam

buras yang sering dilaporkan yaitu memiliki kemampuan adaptasi yang sangat

4
baik (Nataamijaya, 2006). Akan tetapi permasalahan dalam pengembangan ayam

kampung di pedesaan antara lain produksi telur rendah (30-40 butir/tahun) dan

sistem pemeliharaannya masih secara tradisional (Suryana dan Hasbianyanto,

2008). Performa yang rendah merupakan masalah utama dari ayam buras. Aspek

performa yang dilaporkan mengalami permasalahan oleh peneliti terdahulu yaitu

berat badan pertambahan, berat badan, konversi pakan (Kususiyah, 2011; Aryanti

dkk., 2013).

Sejak beberapa dekade terakhir, seleksi dan pemuliaan ayam kampung

mulai dikembangkan dalam rangka upaya menghasilkan ayam kampung dengan

peningkatan performa yang baik (Azahan dkk., 2014). Berbagai penelitian telah

dilakukan untuk meningkatkan produktivitas ayam buras pemberian pakan

komersial (Zakaria, 2004), dan perubahan manajemen pemeliharaan (Ohta dkk.,

2001), namun hasil peneliti tersebut belum optimal dalam upaya meningkatkan

produktivitas ayam buras. Peningkatan kualitas genetik dalam rangka peningkatan

populasi juga dapat dilakukan dengan cara persilangan. Namun persilangan ini

memiliki dampak negatif terhadap penurunan performa ayam kampung yang

kurang baik (Azahan dkk., 2014; Tamzil dkk., 2015), daya tetas yang rendah

(Prawirodigdo dkk., 2001) dan menurut Azhar (2016), persilangan juga tidak

direkomendasikan ditinjau dari segi konservasi keanekaragaman genetik

Resnawati dan Ida (2005) melaporkan bahwa usaha pengembangan ayam

lokal dengan tujuan meningkatkan produktivitas perlu ditunjang oleh teknologi

yang tepat. Berbagai aspek teknis dapat dilakukan seperti perbaikan mutu genetik

dan cara pemeliharaan dari tradisional ke semi intensif dan intensif. Salah satu hal

yang dapat dilakukan yaitu dengan perbaikan nutrisi dan pengembangan teknologi

5
penetasan. Studi Azhar (2016) melaporkan bahwa pemberian nutrisi ayam

kampung pra inkubasi dengan tehnik in ovo feeding dapat meningkatkan performa

ayam kampung. Demikian pula dengan Nasrun (2016) yang melaporkan bahwa

pemberian l-arginin pada hari ke-10 inkubasi berpengaruh terhadap peningkatkan

pertumbuhan (berat, panjang dan lingkar dada) embrio ayam kampung umur 18

hari.

Pemberian Nutrisi Asam Amino L- Arginin Secara In Ovo Feeding

Teknologi in ovo merupakan metode injeksi nutrisi atau vaksin kedalam

telur. Nutrien di masukkan ke dalam cairan amnion dan dilakukan pada saat

embrio mulai mengkonsumsi cairan amnion (Uni dan Ferket, 2003). Pada awal

periode inkubasi embrio memperoleh nutrisi dari albumen, oleh karena itu

penyuntikan dilakukan pada bagian albumen (Salmanzadeh dkk., 2016). In ovo

feeding diketahui dapat meningkatkan perkembangan saluran pencernaan ayam.

Menurut Azhar (2016) prinsip kerja in ovo feeding yaitu untuk meningkatkan

massa organ dan meningkatkan performa saluran pencernaan terutama intestine

(duodenum, jejenum dan ileum). Selain itu in ovo feeding juga diketahui dapat

meningkatkan total glikogen hati pada embrio dan pada saat penetasan. In ovo

feeding juga diketahui dapat meningkatkan ukuran relatif otot dada (% dari berat

badan ayam broiler) (Uni dan Ferket, 2004).

Penelitian yang dilakukan Azhar (2016), konsentrasi larutan yang

diinjeksikan pada telur menjadi salah satu penentu keberhasilan metode in ovo

feeding. Larutan tersebut, harus memiliki osmolaritas dan pH yang sesuai dengan

lingkungan embrio. Pada penelitian tersebut larutan yang digunakan sebagai

injeksi adalah asam amino l-arginin. Arginin adalah asam amino dasar dan

6
diklasifikasikan sebagai unsur penting, dengan fungsi utama sebagai partisipasi

dalam sintesis protein. Fungsi arginin dalam tubuh seperti potensinya untuk

dikonversi menjadi glukosa (maka klasifikasinya sebagai glycogenic asam), dan

kemampuannya dalam katabolisme untuk menghasilkan energi (Tong dan Barbul,

2004). Arginin digunakan dalam metabolisme yang menghasilkan berbagai

senyawa biologis aktif, seperti nitratoksida, creatine, agmatine, glutamat,

poliamina, ornithine dan citrulline (Wu dan Morris, 1998).

L-arginin merupakan asam amino esensial pada unggas, yang memainkan

peran penting dalam beberapa proses fisiologis seperti pertumbuhan dan

perkembangan, dan berfungsi sebagai prekursor protein, creatine, polyamines, l-

proline, berbagai hormon dan oksida nitrat (Khajali dan Wideman, 2010). Kwak

dkk. (1999) menggambarkan bahwa metabolisable plasma arginin secara langsung

dipengaruhi oleh komsumsi arginin. In ovo feeding dengan l-arginine dapat

digunakan sebagai bahan untuk meningkatkan daya tetas dan peningkatan

performa (Al-Daraji dkk., 2012).

Penambahan asam amino l-arginin pada 0,04% secara signifikan dapat

meningkatkan persentase karkas, otot dada dan otot paha ayam broiler (Al-Daraji

dan Salih, 2012). Penambahan asam amino l-arginin 1% atas rekomendasi NRC

(1994) untuk bebek pekin umur 21-42 hari dapat mengurangi lemak kulit dan

lemak perut (Al-Daraji dkk., 2011). Meningkatkan persentase otot dada dan

kandungan lemak intramuskular di otot dada bebek pekin putih dan burung puyuh

(Al-Daraji dkk., 2011). Pada penelitian yang dilakukan oleh Rahmawati (2016)

pemberian l-arginin secara in ovo feeding 1,0 g dan 1,5 g dapat meningkatkan

panjang organ saluran pencernaan (esophagus, duodenum, caeca dan usus besar)

7
dan meningkatkan berat organ saluran pencernaan (ileum dan usus besar). Dan

pada penelitian yang dilakukan Asmawati (2014) injeksi asam amino dapat

meningkatkan bobot embrio, bobot tetas, dan performa anak ayam umur tujuh

hari.

Kebutuhan Protein Ayam Buras

Pakan merupakan komponen yang sangat berpengaruh terhadap

keberhasilan suatu peternakan dan merupakan komponen biaya yang besar. Oleh

karena itu, dilakukan manajemen pakan yaitu dengan melihat kualitas dan

kuantitas pakan sehingga dapat meningkatkan kecernaan pakan penyerapan zat-

zat makanan dan efisiensi harga. Pengaturan proses-proses dalam tubuh ayam

seperti, hidup pokok, pertumbuhan, produksi daging maka dibutuhkan energi yang

dapat diperoleh dari konsumsi makanan. Zat-zat yang dibutukan ole tubuh dapat

diklasifikasikan kedalam group protein, karbohidrat, lemak, mineral, vitamin serta

air (Zulfanita dkk., 2011). Protein merupakan persenyawaan organik yang

mengandung unsur‐unsur karbon, hidrogen, oksigen, dan nitrogen (Anggorodi

1985). Protein adalah unsur pokok pembentuk alat tubuh dan jaringan lunak tubuh

aneka ternak unggas. Protein diperlukan untuk pertumbuhan, pengelolaan, dan

produksi daging serta merupakan bagian enzim dalam tubuh dan antibodi

(Setiyono, dkk., 2015).

Kualitas pakan unggas dilihat dari kandungan proteinnya, semakin tinggi

dan lengkap proteinnya maka pakan tersebut semakin baik (Sugiyono dkk., 2015).

Protein adalah unsur pokok pembentuk alat tubuh dan jaringan lunak tubuh aneka

ternak unggas. Protein diperlukan untuk pertumbuhan, pengelolaan, dan produksi

daging serta merupakan bagian enzim dalam tubuh dan antibodi (Setiyono dkk.

8
2015). Standar kebutuhan nutrisi protein ayam lokal di Indonesia masih beragam,

dan belum diketahui secara pasti (Varianti, dkk, 2017). Protein merupakan

senyawa biokimia kompleks yang terdiri atas polimer asam-asam amino dengan

ikatan-ikatan peptida. Ada 20 asam amino yang dibutuhkan tubuh, 10 di antaranya

dapat disintesis tubuh, sedangkan 10 asam amino lainnya merupakan asam amino

esensial yang harus disediakan dari luar tubuh. Protein diperlukan tubuh untuk

mempertahankan hidup pokok dalam menjalankan fungsi-fungsi sel dan

produktivitas, seperti pertumbuhan otot, lemak, tulang, telur, dan semen (Leeson

dan Summers, 1991).

Optimalisasi protein dan energi ransum merupakan upaya untuk

meningkatkan efisiensi ekonomis penggunaan ransum oleh ternak sesuai dengan

kapasitas laju pertumbuhan genetis ternak itu sendiri. Kekurangan asupan protein

dan energi menyebabkan tertahannya kapasitas genetik tumbuh sehingga ternak

tumbuh kurang optimal. Sebaliknya, apabila asupan protein dan energi berlebihan,

ternak akan mengeluarkan kelebihan protein tersebut sehingga merupakan

pemborosan. Jika kebutuhan energinya sudah terpenuhi, ayam akan berhenti

makan. Kandungan energi yang tinggi dalam pakan akan membuat ayam lebih

cepat berhenti makan (Iskandar, 2012).

Menurunnya kandungan energi dan protein dalam ransum akan

menyebabkan semakin rendahnya protein yang dapat dicerna dan menurunnya

retensi protein, sehingga akan menurunkan pertumbuhan. Menurut Soeharsono

(1976) mendapatkan bahwa ransum dengan energi dan protein yang tinggi

cenderung mempercepat pertumbuhan dan memperbaiki konversi ransum. Wahyu

(2004) menyatakan bahwa tingkat retensi protein dipengaruhi oleh konsumsi

9
protein dan energi metabolis ransum. Pertumbuhan dari ayam kampung yang

mendapat energi protein yang lebih tinggi lebih baik dari ayam kampung yang

mendapat ransum energi dan protein yang lebih rendah dan Kebutuhan energi

untuk hidup, pokok pada ayam kampung umur 0-10 minggu adalah 95,88 W0,75

kkal/hari dan kebutuhan protein untuk hidup pokok untuk hidup pokok sebesar

2,91 g/W0,75 (Ariesta dkk., 2015).

Penyusunan ransum ayam kampung yang dipakai di Indonesia masih

didasarkan kepada rekomendasi dari standar ayam ras menurut Scott dkk. (1982)

dan NRC (1994). Menurut Scott dkk. (1982) kebutuhan energi termetabolis ayam

tipe ringan umur 2-8 minggu antara 2600-3100 K.kal/kg dan protein pakan antara

18%-24%, sedangkan menurut NRC (1994) menetapkan kebutuhan energi

termetabolis dan protein masing-masing 2900 K.kal/kg dan 18%, sedangkan

standar kebutuhan energi dan protein untuk ayam kampung yang dipelihara di

daerah tropis belum ada, oleh sebab itu kebutuhan energi dan protein untuk ayam

kampung di Indonesia perlu ditetapkan. Sedangkan menurut Nawawi dan

Nurrohmah (2011) ayam kampung fase starter (0-4 minggu) membutuhkan

protein sekitar 19-20% dengan energi metabolis sebesar 2850 kkal/kg, fase

grower I memerlukan protein sekitar 18-19%, energy 2.900 kkal/kg, dan pada fase

grower II energi metabolis sekitar 3000 kkal/kg dengan protein sebesar 16-18%.

Performa dan Dimensi Tubuh Ayam Buras

Performa adalah sifat-sifat yang dapat diamati atau dapat diukur

merupakan kombinasi antara faktor genetik dan lingkungan. Perbedaan performa

dari setiap ternak umumnya terletak pada konsumsi ransum, pertambahan bobot

badan dan konversi ransum (Rasyaf, 2003). Kecepatan pertumbuhan bobot badan

10
serta ukuran badan ditentukan oleh sifat keturunan tetapi pakan juga memberikan

kesempatan bagi ternak untuk mengembangkan sifat keturunan semaksimal

mungkin (Zulfanita dkk., 2011). Kecepatan pertumbuhan dapat diukur melalui

pertambahan bobot badan pada saat tertentu, terhadap bobot badan pada minggu

sebelumnya (Charles dan Spackman, 1985).

Banuardi dkk. (2017) melaporkan bahwa pertumbuhan antara ayam jantan

dan betina berbeda, salah satu faktor penyebabnya adalah hormon reproduksi.

Menurut Soeparno (1992) pertumbuhan jantan yang lebih cepat dipengaruhi oleh

adanya hormon androgen yang merupakan hormon pengatur pertumbuhan.

Androgen berfungsi sebagai pengatur stimulan pertumbuhan yang dihasilkan oleh

sel-sel interstitial dan kelenjar adrenal. Salah satu dari steroid androgen adalah

testosteron yang dihasilkan oleh testis. Sekresi testosteron yang tinggi pada jantan

menyebabkan sekresi androgen menjadi tinggi pula, sehingga pertumbuhan ternak

jantan lebih cepat dibandingkan dengan betina terutama setelah pemunculan sifat-

sifat kelamin sekunder. Sartika (2005) melaporkan bahwa Ayam Kampung

memiliki bobot dewasa kelamin rata-rata yaitu 1,62 kg.

Salah satu hal yang patut diperhatikan dalam performa ayam kampung

adalah konsumsi ransum. Konsumsi ransum adalah jumlah makanan yang

dikonsumsi oleh ternak digunakan untuk mencukupi hidup pokok dan untuk

produksi hewan tersebut (Tilman dkk., 1991). Hasil perhitungan konsumsi ransum

yang diukur dengan cara pakan yang diberikan selama satu kali pemeliharaan

dibagi dengan jumlah populasi (Fahrudin dkk., 2016). Candrawati dan Mahardika

(1999) melaporkan bahwa ayam kampung yang diberikan ransum dengan

kandungan energi 3100 Kkal/kg dan protein kasar 22% berat badannya selama 8

11
minggu adalah 542 g/ekor atau 9,67 g/ekor/hari sedangkan yang mendapat ransum

dengan energi 2823 Kkal/kg dan protein kasar 15,33% adalah 391 g/ekor

Menurut Wahju (2004) besarnya konsumsi ransum tergantung pada

kandungan protein ransum. Konsumsi protein adalah konsumsi zat-zat organik

yang mengandung karbon hidrogen, nitrogen sulfur dan phosphor (Anggorodi,

1995). Gultom (2014) menyatakan bahwa konsumsi protein yang tinggi akan

mempengaruhi asupan protein pula ke dalam daging dan asam-asam amino

tercukupi di dalam tubuhnya sehingga metabolisme sel-sel dalam tubuh

berlangsung secara normal. Tampubolon (2012) menyatakan bahwa asupan

protein dipengaruhi oleh jumlah konsumsi ransum. Pakan yang energinya semakin

tinggi semakin sedikit dikonsumsi demikian sebaliknya bila energi pakan rendah

akan dikonsumsi semakin banyak untuk memenuhi kebutuhannya.

Hal lain yang patut diperhatikan adalah konversi pakan. Konversi pakan

merupakan angka perbandingan dari berat pakan yang dikonsumsi dengan

pertambahan bobot badan yang diperoleh ternak. Seiring pertambahan umur

ayam, konversi pakan pun semakin meningkat. Hal ini disebabkan semakin tua

umur ayam, konsumsi semakin meningkat sedangkan pertambahan bobot badan

semakin berkurang (Rambe, 2014). Hal ini menyebabkan keefisienan berkurang.

Anggorodi (1995) bahwa faktor yang mempengaruhi besar kecilnya konversi

pakan adalah daya cerna ternak, kualitas pakan yang dikonsumsi, dan keserasian

nilai nutrien yang dikandung pakan tersebut. Wahyu (2004) bahwa semakin tinggi

angka konversi pakan kualitasnya semakin jelek karena semakin banyak pakan

yang dihabiskan untuk menaikkan bobot badan per satuan berat.

12
Menurut Lacy dan Veast (2000) konversi pakan berguna untuk mengukur

produktivitas ternak dan didefinisikan sebagai rasio antara konsumsi pakan dan

pertambahan bobot badan (PBB) yang diperoleh selama kurun waktu tertentu.

Konversi pakan menunjukkan ukuran efisiensi dalam penggunaan pakan. Nilai

Konversi pakan yang semakin rendah menunjukkan penggunaan pakan yang lebih

efisien, konversi pakan dapat digunakan untuk menilai tingkat efisiensi dalam

seuatu pengunaan pakan yang dikonsumsi. Alimin dkk. (2012) melaporkan bahwa

tingkat konversi pakan pada unggas sangat ditentukan oleh performa saluran

pencernaan terutama usus kecil.

Dimensi tubuh seringkali digunakan didalam melakukan seleksi bibit,

mengetahui sifat keturunan, tingkat produksi maupun dalam menaksir berat badan

(Ahmad dkk., 2016). Pengukuran dimensi tubuh diketahui sangat berguna dalam

membedakan ukuran dan bentuk ternak, disamping itu bisa juga digunakan untuk

menentukan morfogenetik dari jenis ternak tertentu yang meluas pada populasi

antara daerah atau negara. Bentuk tubuh ayam lokal Indonesia dipengaruhi oleh

tinggi badan, panjang sayap, panjang femur, dan panjang paha. Selain itu panjang

paha depan juga sangat mempengaruhi ukuran tubuh ayam. Panjang ekor juga

merupakan salah satu sifat kuantitatif parameter pertumbuhan (Rahma dkk.,

2013).

Menurut Haznelly dan Armayanti (2006) bobot badan dan ukuran-ukuran

tubuh ayam dapat dijadikan sebagai informasi awal dalam standarisasi karakter

ayam. Kita dkk., (2002) melaporkan bahwa penambahan protein tinggi seperti

arginin, metionin ataupun sistein dapat meningkatkan plasma Insulin- Like

Growth Factor (IGF-I) sehingga mampu meningkatkan bobot komposisi tubuh

13
anak ayam. IGF-I ini berperan penting dalam proses pertumbuhan, metabolisme,

perkembangan pada unggas serta meningkatkan pertumbuhan deposisi otot. IGF-I

juga bertindak sebagai pro-insulin atau presekutor insulin dalam faktor

pertumbuhan. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa pro-insulin mampu

merangsang pertumbuhan fibroblast anak ayam selama pengembangan embrio

sehingga dapatmempengaruhi ukuran tubuh seperti panjang embrio dan lingkar

dada dari anak ayam yang dihasilkan.

14
METODE PENELITIAN

Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari hingga Maret 2018,

bertempat di Laboratorium Produksi Ternak Unggas Fakultas Peternakan

Universitas Hasanuddin, Makassar.

Alat dan Bahan Penelitian

Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah ayam buras jantan

sebanyak 12 ekor umur 10 minggu, pakan (jagung, konsentrat dan dedak),

disinfektan, litter dan antibiotik.

Alat yang digunakan pada penelitian ini adalah kandang penelitian, kawat,

tang, gunting, hanging tube feeder, hanging tube drinker, timbangan, penggaris

dan pita ukur.

Rancangan Penelitian

Penelitian dilakukan secara eksperimen menggunakan Rancangan Acak

Lengkap (RAL) dengan 3 perlakuan dan 4 ekor ayam buras jantan sebagai

ulangan. Adapun perlakuan yang diterapkan adalah level protein pakan yang

terdiri atas:

P1 : Pakan dengan level protein 16%

P2 : Pakan dengan level protein 18%

P3 : Pakan dengan level protein 20%

15
Prosedur Penelitian

1. Asal Ayam

Ayam yang diguanakan dalam penelitian ini merupakan ayam buras jantan

umur 10 minggu yang berasal dari CV. Bittara Wanua Kel. Sudiang Raya,

Kec. Biringkanaya, Kota Makassar. Ayam tersebut telah di injeksi secara in

ovo l-arginin selama dua generasi (F2). Injeksi arginin tersebut diberikan

sebanyak 0,5ml/injeksi dari campuran 0,7 gr/ml l-arginin dan 100 ml NaCl.

Injeksi dilakukan pada saat umur inkubasi 7 hari. Berikut merupakan bagan

asal ayam yang disajikan pada Gambar 1.

Ayam yang berasal dari F


peternak komersil
Telur diinjeksi l-arginine
0,5ml/injeksi dari
campuran 0,7 gr/ml l-
arginine dan 100 ml NaCl

F1

Dilakukan seleksi dan


injeksi l-arginin ke-2 pada
telur, 0,5ml/injeksi dari
campuran 0,7 gr/ml l-
arginin dan 100 ml NaCl

F2

Janta Ayam
n penelitian

Gambar 1. Asal Ayam yang digunakan

16
2. Persiapan kandang

Kandang yang diguanakan dalam pemeliharaan ternak merupakan

kandang postal yang dibuat dalam 3 pen yang dirangkai dengan kawat seluas

1x1 m yang menampung 4 ekor ayam perpen yang disesuaikan dengan

perlakuan pakan yang diberikan. Pada lantai kandang diberi litter, dan setiap

pen dilengkapi dengan tenggeran beserta tempat pakan dan minum yang

digantung (hanging tube feeder dan hanging tube drinker).

3. Penyusunan Pakan

Pakan yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari dedak, jagung dan

konsentrat. Penyusunan pakan dilakukan berdasarkan rekomendasi Scott dkk.

(1982) kebutuhan energi termetabolis ayam tipe ringan umur 2-8 minggu

antara 2600-3100 k.kal/kg dan protein pakan antara 18%-24%, dan NRC

(1994) menetapkan kebutuhan energi termetabolis dan protein masing-masing

2900 K.kal/kg dan 18%. Disusun menggunakan metode trial and error untuk

mendapatkan kadar protein pakan 16, 18 dan 20% dengan energi metabolisme

sekitar 3000 kkal/kg pakan. Adapun susunan pakan yang digunakan dapat

dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Susunan Bahan dan Kandungan Nutrisi Pakan Ayam Kampung yang
diberikan
Level Protein Pakan (%)
Peubah
16 18 20
Bahan Pakan
Jagung 55,75 48 40
Konsentrat 24,25 32 40
Dedak 20 20 20
Kandungan Nutrisi
Protein (%) 16,0 18,0 20,0
EM (kkal/kg) 3011,0 3007,6 3004,0

17
4. Manajemen Pemeliharaan

Ternak dipelihara pada kandang postal yang dibuat dalam 3 pen, setiap

pen menampung 4 ekor ayam jantan, pada tiap pen terdapat tempat pakan dan

minum, litter dan tenggeran. Penempatan masing-masing ayam ini disesuaikan

dengan perlakuan pakan yang diberikan, setiap ayam yang digunakan

diidentifikasi sesuai ciri morfologinya untuk mencegah ayam tertukar.

Manajemen pemberian pakan dan air minum dilakukan pada pagi hari secara

ad libitum. Vitamin dan antibiotik diberikan sesuai kebutuhan.

Parameter yang diukur

Parameter performa diukur selama 9 minggu dimulai saat ayam telah

berumur 10 minggu. Performa yang diukur adalah sebagai berikut:

1. Pertumbuhan

a. Pertambahan Berat Badan

Pertambahan berat badan merupakan selisih dari bobot akhir

dengan berat badan awal pada saat tertentu. Perhitungan pertambahan

berat badan yang dilakukan dengan 2 cara yaitu pertambahan berat badan

mutlak (g/e) dan pertambahan berat badan relatif (%). Pertambahan berat

badan mutlak dihitung dengan cara berat badan akhir dikurangi dengan

berat badan awal kemudian dibagi dengan waktu pemeliharaan,dan dapat

dilihat pada rumus berikut:


PBB mutlak :

Keterangan:

PBB = Pertambahan bobot badan (g/ekor)

BB (t0) = Bobot badan awal (g)

18
BB (t1) = Bobot badan akhir (g)

= waktu pemeliharaan (Σ minggu)

Sedangkan berat badan relatif dihitung dengan cara berat badan

akhir dikurangi dengan berat badan awal kemudian dibagi dengan berat

badan awal lalu dikali 100% dan dapat dilihat pada rumus berikut:

PBB relatif =

Keterangan:

PBB = Pertambahan bobot badan (g/ekor)

BB (t0) = Bobot badan awal (g)

BB (t1) = Bobot badan akhir (g)

b. Pengukuran Dimensi Tubuh

Pengukuran dimensi tubuh dilakukan pada hari pertama pemeliharaan

ternak dan hari terakhir pemeliharaan. Parameter dimensi tubuh yang

diamati adalah panjang tarsometatarsus (cm), diameter tarsometatarsus

(cm), panjang tibia (cm), panjang sayap (cm), lingkar dada (cm), panjang

badan (cm), tinggi badan (cm), panjang paruh (cm)

19
Posisi pengukuran dimensi tubuh yang diamati disajikan pada gambar

berikut ini:

PS
PP
PB

L PT
TB D
DM
T
PMT

Keterangan: PP (Panjang Paruh), PS (Panjang Sayap), PB (Panjang Badan),


LD (lingkar Dada), PT (Panjang Tibia), TB (Tinggi Badan),
PMT (Panjang Metatarsus), DMT (Diameter Metatarsus)

Gambar 2. Sistem Kerangka Ayam dan Letak Pengukuran Beberapa


Dimensi Tubuh.

Bagian-bagian yang diukur dalam satuan cm yaitu:

1. Panjang badan (PB), dapat diukur menggunakan pita ukur yang dijulurkan

dari pangkal tulang leher hingga ke pangkal ekor.

2. Panjang sayap (PS), dilakukan dengan merentangkan bagian sayap,

kemudian diukur dari pangkal sayap atau bagian yang menutupi tulang

humerus hingga ujung bagian sayap atau tulang phalanges dengan

menggunakan pita ukur.

3. Lingkar dada (LD), diukur dengan cara melingkarkan pita ukur pada

bagian dada/scapula.

20
4. Panjang paruh (PP), diukur menggunakan pita ukur atau jangka sorong

yang dilakukan mulai dari tulang paruh ujung depan sampai kebelakang.

5. Panjang tibia (PT), diukur menggunakan pita ukur yang dilakukan dari

patella sampai ujung tibia.

6. Panjang metatarsus (PMT), diukur dari ujung tulang tibia hingga pangkal

metatarsus bagian bawah, diukur menggunakan pita ukur atau jangka

sorong.

7. Diameter metatarsus (DMT) diukur dengan cara melingkarkan jangka

sorong/pita ukur pada bagian metatarsus.

8. Tinggi Badan (TB) diukur menggunakan pita ukur/penggaris mulai dari

ujung kaki sampai diatas bagian punggung.

2. Komsumsi Pakan

Konsumsi pakan (g/e) diukur setiap minggu dengan cara menimbang

jumlah pakan yang diberikan dikurangi dengan jumlah pakan yang tersisa dalam

tempat pakan tersebut. Konsumsi pakan diperoleh dari akumulasi konsumsi pakan

mingguan dibagi dengan jumlah ayam per pen dan lama pemeliharaan.

3. Konversi Pakan (FCR)

Nilai FCR merupakan perbandingan antara konsumsi pakan dengan

pertambahan bobot badan yang diperoleh dalam jangka waktu tertentu. Konversi

pakan dihitung dengan rumus sebagai berikut:

Konversi Pakan :

21
Analisis Data

Data pertumbuhan dianalisis ragam berdasarkan Rancangan Acak Lengkap

(RAL) 3 perlakuan dengan 4 ulangan, sedangkan data konsumsi dan konversi

pakan (FCR) diolah secara deskriptif. Adapun model analisis ragam yang

digunakan adalah sebagai berikut:

Yij = µ + ᴛi + ɛij

i = 1, 2, 3, (jumlah perlakuan)

j = 1, 2, 3,4, (jumlah ulangan)

Keterangan :

Yij = Hasil pengamatan perlakuan ke-i dan ulangan ke-j

µ = Rata-rata pengamatan

ᴛi = Pengaruh perlakuan level protein ke-i

ɛij = Pengaruh galat percobaan dari perlakuan ke-i dan ulangan ke-j.

Apabila perlakuan memperlihatkan pengaruh yang nyata maka dilanjutkan

dengan uji Duncan (Gaspersz, 1991).

Data pengukuran dimensi tubuh disajikan secara deskriptif dan dianalisis

menggunakan Analisis Regresi serta menghitung Koefisien Korelasi untuk

menentukan keeratan hubungan antara parameter yang diamati. Rumus yang

digunakan adalah (Walpore, 1995) :

Y = a + bX

∑ ∑ ∑
∑ – ∑

∑ ∑ ∑
√ ∑ – ∑ ∑ – ∑

22
Keterangan:

Y = Variabel Dependen

a = Konstanta

b = Koefisien Regresi

r = Koefisien Korelasi

n = Jumlah Sampel

X = Variabel Independen

xi = Dimensi Tubuh

yi = Berat Badan

23
HASIL DAN PEMBAHASAN

Performa Ayam Buras Jantan Hasil In Ovo Feeding L- arginin yang diberi
Level Protein Pakan yang Berbeda

Pertambahan Bobot Badan

Hasil analisis ragam pada Tabel 2. menunjukkan bahwa pemberian level

protein yang berbeda dalam ransum tidak berpengaruh nyata (P>0,05) terhadap

pertambahan berat badan mutlak pada ayam jantan hasil in ovo feeding l-arginin.

Pertambahan berat badan mutlak menunjukkan jumlah peningkatan berat badan

ayam buras jantan selama masa pemeliharaan. Hasil analisis ragam terhadap

pertambahan berat badan relatif menunjukkan pengaruh yang sama yaitu tidak

berpengaruh nyata (P>0,05). Pertambahan berat badan relatif menunjukkan

tingkat pertumbuhan atau laju pertumbuhan ayam buras selama masa

pemeliharaan. Namun dari data yang diperoleh pertambahan berat badan mutlak

paling baik pada penggunaan protein 20% yaitu 75.55 g/e/h, sedangkan pada

pertambahan berat badan relatif paling baik yaitu pada penggunaan protein 18%

yaitu 63.39 % . Adanya perbedaan antara pertambahan berat badan mutlak dan

relatif dipengaruhi oleh besarnya keseragaman berat badan pada ayam buras

jantan sejak masa awal pemeliharaan, dimana walaupun dipelihara pada umur

yang sama berat badan ayam buras cukup variatif yaitu 800-1300 g setiap

individu pada tiga perlakuan. Besarnya tingkat keseragaman ini dapat dilihat dari

standar deviasi yang tinggi pada hasil analisis, walaupun dipengaruhi pula dari

jumlah populasi yang digunakan. Lasley (1978) menyatakan bahwa populasi

dengan standar deviasi yang lebih tinggi adalah yang lebih beragam.

24
Pertambahan berat badan mutlak pada ayam buras jantan hasil in ovo

feeding l-arginin lebih tinggi pada protein 20%. Selain karena ayam buras jantan

pada perlakuan protein 20% memiliki bobot rata rata lebih besar, hal ini juga

dapat dikarenakan pakan yang mengandung protein yang lebih tinggi akan

semakin mepercepat pertumbuhan pada ayam kampung. Hal ini sesuai dengan

pendapat Soeharsono (1976) mendapatkan bahwa ransum dengan energi dan

protein yang tinggi cenderung mempercepat pertumbuhan dan memperbaiki

konversi ransum. Ditambahkan oleh Kusnadi dkk. (2014) yang menyatakan pakan

dengan tingkat protein dan energi paling tinggi memberikan kesempatan lebih

baik dalam memanfaatkan protein dan energi yang dikonsumsi untuk

menghasilkan berat badan yang lebih tinggi daripada pakan dengan tingkat protein

dan energi yang lebih rendah.

Pertambahan berat badan relatif yang paling baik pada ayam buras

jantan hasil in ovo feeding l-arginin adalah penggunaan protein 18%. Hal ini

menunjukkan bahwa presentase pertumbuhan atau laju pertumbuhan pada ayam

buras jantan paling optimal dengan pemberian pakan dengan protein 18%. Hal ini

sesuai dengan pendapat NRC (1994) menetapkan kebutuhan energi termetabolis

dan protein masing-masing pada yam kampung yaitu sekitar 2900 K.kal/kg dan

18%. (Kiarie dkk., 2014; Zulkifli, 2017) melaporkan bahwa partisi nutrisi pakan

pada fase pertumbuhan diprioritaskan untuk pertumbuhan organ terutama otot,

tulang, dan pencernaan. Berdasarkan hal tersebut semakin banyak nutrisi yang

terserap kedalam tubuh maka pertambahan berat badan juga meningkat. Oleh

karena itu peningkatan pertambahan berat badan akan mempengaruhi berat badan

akhir.

25
Konsumsi Pakan

Hasil analisis ragam pada Tabel 2. menunjukkan bahwa pemberian pakan

dengan level protein berbeda tidak berpengaruh nyata (P>0,05) terhadap

parameter konsumsi pakan. Hal ini dipengaruhi oleh tingkat keseragaman berat

badan pada ayam buras jantan, dimana walaupun pada umur yang sama berat

badannya cukup variatif yaitu 800-1300 g individu pada tiga perlakuan. Perlakuan

dengan berat rata-rata paling besar sejak awal pemeliharaan adalah protein 20%

kemudian 16% dan 18%, hal ini terjadi karena pada individu ternak yang tersedia

dengan umur yang seragam terbatas dan dengan berat yang tidak teralu seragam.

Hal ini kemudian berimbas pada tingkat konsumsi pakan yang lebih tinggi pada

pemberian protein 20%.

Walaupun konsumsi pakan tidak berpengaruh secara nyata, dari hasil yang

diperoleh diketahui bahwa rata rata konsumsi pakan yang tertinggi yaitu pada

protein 20%. Konsumsi yang tinggi pada perlakuan P3 menunjukkan bahwa

kandungan protein pakan sudah sesuai untuk kebutuhan ayam buras jantan.

Namun secara keseluruhan konsumsi pakan pada penelitian ini tidak berbeda

nyata. Konsumsi pakan yang tinggi berindikasi pada pemenuhan kebutuhan pakan

unggas baik secara kualitas maupun kuantitas (Fitasari dkk., 2014). Kemampuan

ayam buras mengonsumsi ransum sangat bergantung pada genetik (varietas).

Apabila diberikan ransum dengan kandungan nutrisi yang berlebih, tidak akan

berpengaruh nyata terhadap jumlah konsumsi ransum. Pemberian ransum dengan

level energi dan protein yang terlalu tinggi hanya akan terbuang secara percuma

karena kemampaun genetik ayam untuk menyerap kandungan nutrisi yang

dikonsumsi terbatas sesuai dengan kebutuhan (Rusdiansyah, 2014).

26
Konversi Pakan

Hasil analisis ragam pada Tabel 2. menunjukkan bahwa pemberian pakan

dengan level protein berbeda tidak berpengaruh nyata (P>0,05) terhadap

parameter konversi pakan. Namun, jika dilihat pada perlakuan P3, ayam lebih

efisien dalam memanfaatkan pakan dibandingkan perlakuan lainya walaupun

secara statistik tidak menunjukkan perbedaan. Hal ini menunjukkan tingkat

efisiensi konsumsi ransum sangat dipengaruhi oleh kandungan energi dan protein

rasum yang dikonsumsi. Semakin tinggi kandungan energi dan protein ransum

yang diberikan, maka akan lebih banyak yang dimanfaatkan untuk pertumbuhan,

sehingga berpengaruh terhadap tingkat konversi ransum. Kusnadi dkk. (2014)

melaporkan bahwa pakan dengan tingkat protein dan energi lebih tinggi mampu

dimanfaatkan dengan baik untuk menghasilkan pertambahan berat badan lebih

tinggi dibandingkan pakan dengan tingkat protein dan energi lebih rendah.

Ditambahkan oleh Abidin (2002), bahwa konversi ransum mencerminkan

keberhasilan dalam memilih atau menyusun ransum yang berkualitas, semakin

rendah konversi ransum maka semakin efisien penggunaan ransum.

Tingkat konversi pakan yang lebih baik pada penggunaan protein ransum

20% dipengaruhi oleh imbangan antara konsumsi pakan yang tinggi dan

pertambahan bobot badan yang meningkat. Perlakuan pakan dengan konsentrasi

protein energi rendah akan menghasilkan konversi pakan yang lebih tinggi

dibandingkan dengan perlakuan konsentrasi protein energi pakan sedang dan

tinggi (Sidadolog dan Yuwanta, 2011; Kusnadi dkk., 2014). Menurut Suryono

(1983), bahwa protein merupakan nutrisi utama yang dibutuhkan ternak unggas

untuk tumbuh dan berproduksi. Protein diperlukan tubuh untuk mempertahankan

27
hidup pokok dalam menjalankan fungsi-fungsi sel dan produktivitas, seperti

pertumbuhan otot, lemak, tulang, telur, dan semen (Leeson dan Summers, 1991).

Berat Badan Akhir

Hasil analisis ragam pada Tabel 2. menunjukkan bahwa pemberian pakan

dengan level protein berbeda tidak berpengaruh nyata (P>0,05) terhadap berat

badan akhir ayam buras jantan hasil in ovo feeding l-arginin. Hal ini disebabkan

karena jumlah protein yang diberikan telah mencukupi kebutuhan untuk mencapai

berat badan optimal. Namun dari hasil yang diperoleh ayam buras jantan pada

perlakuan protein pakan 20% memiliki bobot badan akhir yang lebih baik dari

perlakuan protein pakan 18 dan 16%. Hal ini mengindikasikan bahwa pakan

dengan level protein 20% dapat memberikan performa yang lebih baik terhadap

berat badan akhir ayam buras jantan hasil in ovo feeding walau tidak berbeda

secara nyata. Semakin baik tingkat protein ransum maka kan memberikan

performa yang lebih baik. Hasil penelitian Dewi dkk. (2009) melaporkan bahwa

ayam kampung yang diberi ransum mengandung imbangan energi dan protein

lebih tinggi menghasilkan bobot badan lebih tinggi secara nyata dibandingkan

energi dan protein lebih rendah pada umur 8 minggu.

Berdasarkan data pada Tabel 2. diketahui bahwa berat rata rata ayam buras

jantan lebih baik dari ayam buras biasa, hal ini karena ayam yang digunakan

dalam penelitian ini merupakan ayam jantan hasil in ovo feeding l-arginine yang

diketahui memiliki produktivitas yang lebih baik dari ayam kampung biasa.

Gunawan (1998) melaporkan bahwa bobot badan ayam buras jantan 1.014,34 g

pada umur 12 minggu. Asmawati (2014) melaporkan bahwa injeksi asam amino

dapat meningkatkan bobot embrio, bobot tetas, dan performa anak ayam umur

28
tujuh hari, serta Nasrun (2016) melaporkan bahwa pemberian l-arginin pada hari

ke-10 inkubasi berpengaruh terhadap peningkatkan pertumbuhan (berat, panjang

dan lingkar dada) embrio ayam kampung umur 18 hari.

Pada ayam jantan sendiri memiki tingkat pertumbuhan yang relatif cepat.

Menurut Soeparno (1992) pertumbuhan jantan yang lebih cepat dipengaruhi oleh

adanya hormon androgen yang merupakan hormon pengatur pertumbuhan.

Androgen berfungsi sebagai pengatur stimulan pertumbuhan yang dihasilkan oleh

sel-sel interstitial dan kelenjar adrenal. Salah satu dari steroid androgen adalah

testosteron yang dihasilkan oleh testis. Sekresi testosteron yang tinggi pada jantan

menyebabkan sekresi androgen menjadi tinggi pula, sehingga pertumbuhan ternak

jantan lebih cepat dibandingkan dengan betina terutama setelah pemunculan sifat-

sifat kelamin sekunder.

Dimensi Tubuh Ayam Buras Jantan Hasil In Ovo Feeding L- Arginin yang
diberi Level Protein Pakan yang Berbeda

Rata-rata hasil perhitungan berat badan dan dimensi tubuh menunjukkan

bahwa berat badan ayam buras jantan yang dipelihara tertinggi pada penggunaan

level protein 20% yaitu 680 g/ekor selama fase pemeliharaan. Hal ini dikarenakan

pada fase awal pemeliharaan ayam jantan pada perlakuan protein pakan 20% sejak

awal memiliki berat rata rata yang sedikit lebih tinggi dari perlakuan lain, yang

dipengaruhi oleh variasi berat badan pada ayam yang digunakan. Namun berat

badan yang lebih tinggi juga dapat didindikasikan bahwa penggunaan level

protein 20% sudah sesuai dengan kebutuhan nutrisi ayam buras jantan, dan sangat

efesien digunakan untuk meningkatkan pertumbuhan otot pada ayam buras jantan,

dimana tingkat konsumsi pakan dan pertambahan berat badan mutlak juga paling

29
baik pada penggunaan level protein 20%. Hal ini sesuai dengan pendapat Fitasari

dkk. (2014) yang menyatakan bahwa peningkatan konsumsi yang berkolerasi

dengan pertambahan berat badan yang lebih tinggi dibandingkan dengan

perlakuan lain menunjukkan bahwa pakan efisien untuk diubah menjadi daging

dan organ-organ tubuh. Ditambahkan oleh Gultom (2014) menyatakan bahwa

konsumsi protein yang tinggi akan mempengaruhi asupan protein pula ke dalam

daging dan asam-asam amino tercukupi di dalam tubuhnya sehingga metabolisme

sel-sel dalam tubuh berlangsung secara normal.

Dimensi tubuh pada ayam buras jantan tidak menunjukkan perbedaan yang

nyata pada ketiga jenis perlakuan. Hal ini bisa dapat disebabkan karena ayam

jantan yang dipelihara telah berumur 10 minggu dan tingkat pertumbuhan otot

tidak sepesat pertumbuhan pada fase starter dan fase grower awal, sehingga

pemberian level pakan yang berbeda tidak memberikan pengaruh yang nyata pada

dimensi tubuh ayam buras jantan. Namun diketahui bahwa dimensi tubuh lebih

besar dari rata rata ayam buras jantan pada umumnya karena ayam buras tersebut

telah diinjeksi dengan l-arginine secara in ovo. Kita dkk. (2002) melaporkan

bahwa penambahan protein tinggi seperti arginin, metionin ataupun sistein dapat

meningkatkan plasma Insulin- Like Growth Factor (IGF-I) sehingga mampu

meningkatkan bobot komposisi tubuh anak ayam.

Dimensi tubuh merupakan suatu metode untuk menduga berat badan suatu

ternak (Danial, 2017). Dimensi tubuh memiliki korelasi positif dengan berat badan

ternak. Tingkat keakuratan yang didapat dalam menaksir berat badan dengan

menggunakan dimensi tubuh sangat baik (cukup akurat) (Ahmad dkk., 2016;

Danial, 2017). Menurut Haznelly dan Armayanti (2006) bobot badan dan ukuran-

30
ukuran tubuh ayam dapat dijadikan sebagai informasi awal dalam standarisasi

karakter ayam. Berikut adalah hasil korelasi antara berat badan dan dimensi tubuh

pada ayam buras jantan pada Tabel 4.

Tabel 4. Koefisien Regresi (b), Koefisien Korelasi (r), Nilai Signifikansi (P) dan
Jumlah Sampel (N) Pola Korelasi diantara Beberapa Dimesi Tubuh dan
Berat Badan Ayam Buras Jantan Hasil In Ovo Feeding L-arginin.
Dimensi Tubuh b r P N
Panjang badan -52.150 0.408 0.187 12
Panjang sayap -18.338 0.094 0.769 12
Lingkar dada 73.685 0.621 0.031* 12
Panjang paruh 331.25 0.177 0.580 12
Panjang tibia -54.002 0.198 0.536 12
Panjang metatarsus 137.788 0.376 0.228 12
Diameter metatarsus 317.188 0.383 0.218 12
Tinggi badan 10.144 0.127 0.692 12
Keterangan: *) Berpengaruh nyata (P<0.05)
Dari data yang diperoleh mengenai korelasi antara berat badan dan dimensi

tubuh ayam jantan, korelasi hanya diperlihatkan pada lingkar dada. Dimana nilai

koefision korelasi (r) yaitu 0.621 dengan hasil perhitungan varians (P)

mengindikasikan korelasi dengan berat badan menunjukkan hubungan korelasi

yang signifikan (P<0,05). Hal ini mengindikasikan bahwa diantara beberapa

dimensi tubuh yang diamati hanya lingkar dada yang dapat digunakan untuk

menduga berat badan ayam buras jantan. Nilai koefisien regresi (b) pada

parameter lingkar dada, mengindikasikan bahwa setiap pertambahan 1 cm lingkar

dada akan meningkatkan berat badan sebesar 73.685 g pada ayam buras jantan.

Korelasi antara berat badan dan lingkar dada pada ayam buras mungkin disebakan

karena pada ayam bagian otot terbanyak berada pada bagian dada. Hal ini sesuai

dengan pendapat Tama dkk. (2016) yang menyatakan bahwa lingkar dada

berhubungan langsung dengan dada dan ruang abdomen dimana sebagian besar

bobot badan ternak berasal dari bagian dada hingga pinggul, sehingga semakin

besar ukuran lingkar dada maka bobot badan semakin berat. Ditambahkan oleh

31
Soeparno (1992) yang menyatakan bahwa setiap kenaikan ukuran tubuh maka

akan diikuti kenaikan ukuran tubuh lainnya. Sedangkan pada penelitian yang

dilakukan Mansjoer (1985) dan Kurnia (2011) menunjukkan panjang shank,

panjang paruh, lebar dada, panjang tubuh dan lingkar dada merupakan peubah

yang bisa digunakan sebagai penduga bobot badan

32
KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, maka dapat

disimpulkan bahwa :

1. Penggunaan level protein yang berbeda dalam pakan tidak memberi pergaruh

nyata terhadap pertambahan berat badan, konsumsi pakan, dan konversi

pakan ayam buras jantan hasil In ovo feeding l-arginin.

2. Terdapat korelasi positif antara lingkar dada dan berat badan pada ayam

jantan yang dapat diguanakan sebagai penduga bobot badan terbaik.

3. Walaupun tidak berpengaruh secara nyata, namun pemberian pakan dengan

kadar protein 20% lebih baik pada pada ayam buras jantan dapat dilihat dari

pertambahan berat badan mutlak, konversi pakan berat badan akhir.

Saran

Disarankan ayam buras jantan hasil in ove feeding l-arginin diberi ransum

dengan level protein 20% karena dapat menghasilkan pertambahan berat badan

mutlak, konsumsi pakan, konversi pakan dan berat badan akhir yang lebih baik

dari perlakuan pakan lainnya.

33
DAFTAR PUSTAKA

Abidin, Z. 2002. Meningkatkan Produktivitas Ayam Kampung Pedaging. Agro


Media Pustaka. Jakarta.

Ahmad, D. F., Y.S. Endang dan S. Nono. 2016. Hubungan panjang badan dan
panjang kelangkang dengan persentase karkas Sapi Bali. Fakultas
Peternakan Universitas Padjajaran, Bandung.

Al-Daraji, H.J., A. A. Al-Mashadani, W.K. Al-Hayani, A.S. Al- Hassani and H.A.
Mirza, 2011. Influence of in ovo injection of L-arginine on productive
and physiological performance of quails. Res. Opin. Anim. Vet. Sci., 7:
463-467.

Al-Daraji, H.J., A.A. Al-Mashadani, W.K. Al-Hayani, A.S. Al-Hassani, and H.A.
Mirza. 2012. Effect of in ovo injection with l-arginine on productive and
physiological traits of Japanese quail. South African Journal of Animal
Science 42 (2) : 139-145.

Al-Daraji, H.J. and A.M. Salih. 2012. Effect of dietary l-arginine on productive
performance of broiler chicken. Pakistan Journal of Nutrition 11 (3):
252-257.

Al-Shamery, N.J. and M.B.S. Al-Shuhaib. 2015. Effect of in ovo injection of


various nutrients on the hatchability, mortality ratio and weight of the
broiler chickens. IOSR Journal of Agriculture and Veterinary Science 8
(2): 30-33.

Alimin, T., E.A.E. Ahmed, I.A.A. Azma, and Y.H. Ahmad. 2012. Effect of
dietary protein level during early brooding phase on subsequent growth
performance and morphological development of digestive system in
crossbred kampung chicken. 7th Proceedings of the Seminar in
Veterinary Sciences

Anggorodi, 1985. Kemajuan Mutakhir dalam Ilmu Makanan Ternak Unggas.


Penerbit Universitas Indonesia. Jakarta.

Anggorodi, 1995. Nutrisi Aneka Ternak Unggas. Gramedia Pustaka Utama.


Jakarta

Ariesta, A.H., IG. Mahardika, dan G.A.M.K. Dewi. 2015. Pengaruh level energi
dan protein ransum terhadap penampilan ayam kampung umur 0-10
minggu. Majalah Ilmiah Peternakan 18 (3) : 89-94

Aryanti, F., M.B. Aji, dan N. Budiono. 2013. Pengaruh pemberian air gula merah
terhadap performans ayam kampung pedaging. Jurnal Sain Veteriner 31
(2): 156-165.

34
Asmawati. 2014. Peningkatan kualitas embrio dan pertumbuhan ayam buras
melalui in ovo feeding. [Tesis] Program Pascasarjana, Universitas
Hasanuddin, Makassar.

Azahan, E.A., I.A. Azlina Azma, and M. Noraziah. 2014. Effects of strain, sex
and age on growth performance of Malaysian kampong chickens. Mal. J.
Anim. Sci. 17(1): 27-33

Azhar, M. 2016. Performa ayam kampung pra dan pasca-tetas hasil in ovo feeding
l-arginin. [Tesis]. Sekolah Pasca Sarjana. Universitas Hasanuddin.
Makassar.

Banuardi, I., W. Tanwiriah, dan H. Indrijani. 2017. Bobot badan, karkas, dan
income over feed and chick cost ayam lokal Jimmy’s farm Cipanas
Kabupaten Cianjur Jawa Barat. Fakultas Peternakan Universitas
Padjadjaran, Bandung.

Danial, M. 2017. Lama inkubasi dan dimensi tubuh day old chick (DOC) ayam
kampung hasil pemberian asam amino l-glutamin secara in ovo.
[Skripsi]. Fakultas Peternakan. Universitas Hasanuddin. Makassar.

Dewi, G.A.M.K., I.G. Mahardika, I.K. Sumadi, I.M. Suasta, dan I.M. Wirapartha.
2009. Peningkatan produktifitas ayam kampung melalui kebutuhan
energi dan protein pakan. Laporan penelitian hibah bersaing, Fakultas
Peternakan, Universitas Udayana, Denpasar.

Fahrudin A.,W. Tanwiriah, dan H. Indrijani. 2016. Konsumsi ransum,


pertambahan bobot badan dan konversi ransum ayam lokal di Jimmy’s
Farm Cipanas Kabupaten Cianjur. Laporan Penelitian Fakultas
Peternakan Universitas Padjadjaran, Bandung.

Fitasari, E., K. Reo, dan N. Niswi. 2014. Penggunaan kadar protein berbeda pada
ayam kampung terhadap penampilan produksi dan kecernaan protein.
Jurnal Ilmu-Ilmu Peternakan 26 (2): 73 - 83

Gaspersz. 1991. Teknik Analisis dalam Penelitian Percobaan. Tarsito, Bandung.

Gultom,S.M., R.D.H. Supratman, dan Abun. 2014. Pengaruh imbangan energi dan
protein ransum terhadap bobot karkas dan bobot lemak abdominal ayam
broiler umur 3-5 minggu. Jurnal Fakultas Peternakan, Universitas
Padjajaran, Bandung.

Gunawan, B., D. Zainuddin, T. Saktika dan Abubakar. 1998. Persilangan ayam


pelung jantan dengan ayam buras betina untuk meningkatkan ayam buras
pedaging. Prosiding Seminar Nasional Peternakan dan Veteriner. Balai
Penelitian Ternak. Bogor. 348-355.

35
Haznelly, Z., dan R. Armayanti. 2006. Performans ayam merawang betina dewasa
berdasarkan karakter kualitatif dan ukuran-ukuran tubuh sebagai bibit.
Balai pengkajia teknologi pertanian. Bangka Belitung.

Iskandar, S. 2012. Optimalisasi Protein dan energi ransum untuk meningkatkan


produksi daging ayam lokal. Balai Penelitian Ternak, Ciawi. Bogor.

Khajali, F. and R.F. Wideman, 2010. Dietary arginine: Metabolic, environmental,


immunological andphysiological interrelationships. World’s Poult.
Sci.J., 66: 751-766.

Kiarie, E., L.F. Romero, and V. Ravindran. 2014. Growth performance, nutrient
utilization, and digesta characteristics in broiler chickens fed corn or
wheat diets without or with supplemental xylanase. Poultry Science 93:
1186–1196.

Kita, K., K. Nagao, N. Taneda, Y. Inagaki, K. Hirano, T. Shibata, M. A. Yaman,


M. A. Conlon and J. Okumura, 2002. Insulin-like growth factor binding
protein-2 gene expression can be regulated by diet manipulation in
several tissues of young chickens. J. Nutr., 132: 145-51.

Kurnia, Y. 2011. Morfometrik ayam sentul, kampung dan kedu pada fase
pertumbuhan dari umur 1 - 12 minggu. [Skripsi] Fakultas Peternakan,
Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Kusnadi, H., Jafendi H. P. S., Zuprizal, dan Heru P. W. 2014. Pengaruh tingkat
protein dengan imbangan energi yang sama terhadap pertumbuhan ayam
leher gundul dan normal sampai umur 10 minggu. Buletin Peternakan 38
(3): 163-173,

Kususiyah. 2011. Performans pertumbuhan ayam peraskok sebagai ayam potong


belah empat serta nilai income over feed and chick cost. Jurnal Sain
Peternakan Indonesia 6 (2): 83-87.

Kwak, H., R.E. Austic and R.R. Dietert, 1999. Influence of dietary arginine
concentration on lymphoid organ growth in chickens. Poult. Sci., 78:
1536-1541.

Lasley, L.J. 1978. Genetics of Livestock Improvement. 3 rd Ed. Prentice Hall Inc.
Englewood Cliffs. New Jersey

Leeson, S. and J. D. Summers. 1982. Use of single-stage low protein diet for
growing Leghorn pullets. Poultry Sci. 61: 1684-1691.

Mansyoer, S., S. 1985. Pengkajian sifat-sifat produksi ayam kampung beserta


persilangannya dengan Rhode Island Red. [Disertasi] Pascasarjana,
Institut Pertanian Bogor, Bogor.

36
Nasrun. 2016. Pertumbuhan embrio ayam buras umur 18 hari hasil induksi asam
amino l-arginine kedalam telur tetas selama masa ingkuasi (in ovo
feeding). [Skripsi]. Fakultas Peternakan. Universitas Hasanuddin.
Makassar.

Nataamijaya, A.G. 2000. The Native Chicken of Indonesia. Bulletin Germ Plasm,
Litbang Pertanian. 6 (1):1-6.

Nataamijaya, A.G. 2006. Egg production and quality of kampung chicken fed rice
bran diluted commercial diet and forages supplement. J. Anim. Prod. 8
(3): 206 − 210.

National Research Council. 1994. Nutrient Requirements of Poultry. National


Academy of Sciences, Washington, DC.

Nawawi, N. T., dan Nurrohmah. 2011. Pakan Ayam Kampung. Penebar Swadaya.
Jakarta.

Nitis, I. M. 2006. Peternakan Berwawasan Kebudayaan. Cetakan Pertama. Arti


Foundation. Denpasar.

Ohta, Y., M.T. Kidd and T. Ishibashi. 2001. Embrio growth in amino acid
concentration profiles of broiler eggs, embryos, and chick after in ovo
administration of amino acid. Poult. Sci., 80: 1430-1436.

Prawirodigdo, S., D. Pramono, B. Budiharto, Ernawati, S. Iskandar, D.


Zaenudin,Sugiyono, G. Sejati, Prawoto dan P. Lestari. 2001. Laporan
kegiatan pengkajian partisipatif persilangan ayam lokal dengan ayam ras
petelur. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jawa Tengah.

Rahma S. A., H. Harada, M. I. A.Dagong, L. Rahim, and K. I. Prahesti. 2013.


Study of body dimension of gaga’ chicken, germ plasm of local chicken
from South Sulawesi-Indonesia. IJPAES. 3 (4) : 204-209

Rahmawati. 2016. Histologis saluran pencernaan ayam buras hasil in ovo feeding
asam amino l-arginin. [Skripsi]. Fakultas Peternakan. Universitas
Hasanuddin. Makassar.

Rambe Y.A. 2014. Performa dan ukuran tubuh Ayam F1 persilangan ayam
kampung dengan ayam ras pedaging umur 12-22 minggu. [Skripsi].
Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Bogor

Rasyaf, M. 2003. Beternak Ayam Pedaging. Penebar Swadaya. Jakarta

Resnawati, H. dan A.K.B. Ida. 2005. Produktivitas ayam lokal yang dipelihara
secara intensif. Lokakarya Nasional Inovasi Teknologi Pengembangan
Ayam Lokal. Balai Penelitian Ternak, Bogor.

37
Salmanzadeh, M., Y. Ebrahimnezhad, H. A. Shahryar, and , J.G. Kandi. 2016. The
effects of in ovo feeding of glutamine in broiler breeder eggs on
hatchability, development of the gastrointestinal tract, growth
performance and carcaa characteristics of broiler chickens. Arch. Anim.
Breed., 59, 235-242.

Sartika, T. 2005. Peningkatan mutu bibit ayam kampung melalui seleksi dan
pengkajian penggunaan penanda genetik promotor prolaktin dalam
mas/marker assisted selection untuk mempercepat proses seleksi.
[Disertasi]. Sekolah Pasca Sarjana Institut Pertanian Bogor. Bogor

Scott, M.L, Nesheim M.C., and Young R. J., 1982. Nutrition of the Chickens.
Second Ed. M.L. Scott and Associates Ithaca, New York.

Setiyono E., D Sudrajat, dan Anggraeni. 2015. Penggunaan kadar protein ransum
yang berbeda terhadap performa Ayam Jantan Petelur. Jurnal Pertanian 6
(2): 68‐74.

Sidadolog, J. H. P. dan T. Yuwanta. 2011. Pengaruh konsentrasi protein-energi


pakan terhadap pertambahan berat badan, efisiensi energi dan efisiensi
protein pada masa pertumbuhan ayam Merawang. Anim. Prod. 11: 15-
22.

Soeharsono, 1976. Respon broiler terhadap berbagai kondisi lingkungan.


[Disertasi] . Program Pascasarjana, Universitas Pajajaran, Bandung.

Soeparno. 1992. Ilmu dan Teknologi Daging. Gadjah Mada University Press,
Yogyakarta

Sugiyono, N., Elindratiningrum dan Primandini, Y. 2015. Determinasi energi


metabolis dan kandungan nutrisi hasil samping pasar sebagai potensi
bahan pakan lokal ternak unggas. Jurnal Agripet. 15 (1) : 41-45.

Supraptini, M.S. 1985. Pengkajian sifat-sifat produksi ayam kampung serta


persilangannya dengan Rhode Island Red. [Desertasi] Institut Pertanian
Bogor

Suryana dan A. Hasbianto. 2008. Usaha tani ayam buras di Indonesia


permasalahan dan tantangan. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian.
Kalimantan Selatan. 27 (3): 75-83

Swennen, Q., G. P. J. Janssens, E. Decuypere and J.Buyse. 2004. Effect of


substitution between fat and protein on feed intake and its regulatory
mechanism in broiler chicken: Energy and protein metabolism and diet
induced thermogenesis. Poult. Sci. 83: 731-742.

38
Tama, W.A., Moch. Nasich dan S. Wahyuningsih. 2016. Hubungan antara lingkar
dada, panjang dan tinggi badan dengan bobot badan kambing Senduro
jantan di Kecamatan Senduro, Kabupaten Lumajang. Jurnal Ilmu-Ilmu
Peternakan 26 (1): 37 – 42

Tamzil, M.H., M. Ichsan, N.S. Jaya dan M. Taqiuddin. 2015. Growth rate, carcass
weight and percentage weight of carcass parts of laying ages. Pakistan J.
of Nutrition 14 (7) : 377-382.

Tampubolon., B., P.2012. Pengaruh imbangan energi dan protein ransum terhadap
energi metabolis dan retensi nitrogen ayam broiler. Jurnal Fakultas
Peternakan Universitas Padjajaran, Bandung, 1 (1)

Tong, B.C. and Barbul, A., 2004. Cellular and physiological effects of arginine.
Mini Rev. Med. Chem. 4 (8),823-832.

Uni, Z. and P.R. Ferket, 2003. Enhancement of development of oviparous species


by in ovo feeding. U. S. Regular Patent US 6,592,878 B2,

Uni, Z., and P.R. Ferket. 2004. Methods for early nutrition and their potential.
World’s J. Poult. Sci. 60:101-111.
Varianti I. N, Umiyati A. dan Luthfi D. M. 2017. Pengaruh pemberian pakan
dengan sumber protein berbeda terhadap efisiensi penggunaan protein
ayam lokal persilangan. Fakultas Peternakan dan Pertanian, Universitas
Diponegoro, Semarang. 17 (1) : 53-59

Wahju, J. 2004. Ilmu Nutrisi Unggas. Edisi kelima. Gadjah Mada Press,
Yogyakarta.

Walpore, R.E. 1995. Pengantar Statistika Edisi Ketiga. Gramedia Pustaka Utama,
Jakarta.

Wu, G. and Morris, S.M., 1998. Arginine metabolism: nitric oxide and beyond.
Biochem. J. 336: 1-17.

Zakaria, S. 2004. Pengaruh luas kandang terhadap produksi dan kualitas telur
ayam buras yang dipelihara dengan sistem litter. Bulletin Nutrisi dan
Makanan Ternak., 5(1): 1−11.

Zulfanita, Roisu E. ,M, D. P. Utami. 2011. Pembatasan ransum berpengaruh


terhadap pertambahan bobot badan ayam broiler pada periode
pertumbuhan. Mediaagro 7 (1): 59-67

Zulkifli. 2017. Pengaruh injeksi in ovo glutamin terhadap performa ayam buras
pascatetas. [Skripsi] Fakultas Peternakan, Universitas Hasanuddin,
Makassar.

39
Zuprizal. 2006. Nutrisi Unggas. [Handout]. Jurusan Nutrisi dan Makanan Ternak,
Fakultas Peternakan, Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.

40
LAMPIRAN

Lampiran 1. Analisis Ragam Pertambahan Berat Badan Mutlak Ayam Buras


Jantan Hasil In Ovo Feeding L-Arginin Selama Dua Generasi (F2)
yang diberi Pakan dengan Level Protein Pakan yang Berbeda

Tests of Between-Subjects Effects

Dependent Variable:pbbmutlak

Type III Sum of


Source Squares Df Mean Square F Sig.
a
Corrected Model 667.113 2 333.557 .766 .493

Intercept 56320.701 1 56320.701 129.379 .000

Perlakuan 667.113 2 333.557 .766 .493

Error 3917.850 9 435.317

Total 60905.664 12

Corrected Total 4584.963 11

a. R Squared = .146 (Adjusted R Squared = -.044)

41
Lampiran 2. Analisis Ragam Pertambahan Berat Badan Relatif Ayam Buras
Jantan Hasil In Ovo Feeding L-Arginin Selama Dua Generasi (F2)
yang diberi Pakan dengan Level Protein Pakan yang Berbeda

Tests of Between-Subjects Effects

Dependent Variable:pbbrelatif

Type III Sum of


Source Squares Df Mean Square F Sig.
a
Corrected Model 157.072 2 78.536 .164 .851

Intercept 40941.905 1 40941.905 85.531 .000

Perlakuan 157.072 2 78.536 .164 .851

Error 4308.123 9 478.680

Total 45407.100 12

Corrected Total 4465.195 11

a. R Squared = .035 (Adjusted R Squared = -.179)

42
Lampiran 3. Analisis Ragam Konsumsi Pakan Ayam Buras Jantan Hasil In Ovo
Feeding L-Arginin Selama Dua Generasi (F2) yang diberi Pakan
dengan Level Protein Pakan yang Berbeda

Tests of Between-Subjects Effects

Dependent Variable:konsumsipakan

Type III Sum of


Source Squares Df Mean Square F Sig.

Corrected a
292.405 2 146.203 .378 .690
Model

Intercept 332384.807 1 332384.807 859.336 .000

Perlakuan 292.405 2 146.203 .378 .690

Error 8122.645 21 386.793

Total 340799.857 24

Corrected
8415.051 23
Total

a. R Squared = .035 (Adjusted R Squared = -.057)

43
Lampiran 4. Analisis Ragam Konversi Pakan Ayam Buras Jantan Hasil In Ovo
Feeding L-Arginin Selama Dua Generasi (F2) yang diberi Pakan
dengan Level Protein Pakan yang Berbeda

Tests of Between-Subjects Effects

Dependent Variable:Konversipakan

Type III Sum of


Source Squares Df Mean Square F Sig.
a
Corrected Model .298 2 .149 .229 .799

Intercept 161.260 1 161.260 248.327 .000

Perlakuan .298 2 .149 .229 .799

Error 5.844 9 .649

Total 167.402 12

Corrected Total 6.142 11

a. R Squared = .049 (Adjusted R Squared = -.163)

44
Lampiran 5. Analisis Ragam Berat Badan Akhir Ayam Buras Jantan Hasil In Ovo
Feeding L-Arginin Selama Dua Generasi (F2) yang diberi Pakan
dengan Level Protein Pakan yang Berbeda

Tests of Between-Subjects Effects

Dependent Variable:beratbadan

Type III Sum of


Source Squares df Mean Square F Sig.
a
Corrected Model 320433.500 2 160216.750 1.266 .328

Intercept 3.497E7 1 3.497E7 276.242 .000

perlakuan 320433.500 2 160216.750 1.266 .328

Error 1139204.500 9 126578.278

Total 3.643E7 12

Corrected Total 1459638.000 11

a. R Squared = .220 (Adjusted R Squared = .046)


Lampiran 6. Korelasi Antara Berat Badan dan Dimensi Tubuh Selama 9 Minggu
Pemeliharaan

a. Panjang Badan Vs Berat Badan

Regression Statistics
Multiple R 0.408491
R Square 0.166865
Adjusted R
Square 0.083551
Standard
Error 175.9031
Observations 12

ANOVA
Significance
df SS MS F F
Regression 1 61972.04 61972.04 2.002852 0.187382
Residual 10 309418.9 30941.89
Total 11 371390.9

Standard Upper Lower Upper


Coefficients Error t Stat P-value Lower 95% 95% 95.0% 95.0%
Intercept 806.063 143.1929 5.629211 0.000219 487.0094 1125.117 487.0094 1125.117
P. badan
(x1) -52.1504 36.84962 -1.41522 0.187382 -134.256 29.95569 -134.256 29.95569

Berat badan (Y1)


900
800 y = -52.15x + 806.06
700 R² = 0.1669

600
Berat Badan

500 Berat badan (Y1)


400
300 Linear (Berat badan
200 (Y1))
100
0
0 2 4 6 8
Panjang Badan
b. Panjang Sayap Vs Berat Badan

Regression Statistics
Multiple R 0.094599
R Square 0.008949
Adjusted R
Square -0.09016
Standard Error 191.8508
Observations 12

ANOVA
df SS MS F Significance F
Regression 1 3323.532 3323.532 0.090297 0.769954
Residual 10 368067.4 36806.74
Total 11 371390.9

Standard Lower Upper Lower U


Coefficients Error t Stat P-value 95% 95% 95.0% 95
Intercept 691.8221 256.4353 2.697842 0.022396 120.4486 1263.196 120.4486 126
117.95
P. sayap -18.3883 61.1935 0 0.769954 -154.736 93 -154.736 117

Berat badan
900
y = -18.388x + 691.82
800 R² = 0.0089
700
600
Berat Badan

500
400 Berat badan
300 Linear (Berat badan )
200
100
0
0 2 4 6
Panjang Sayap
c. Lingkar Dada Vs Berat Badan

Regression Statistics
Multiple R 0.621446
R Square 0.386195
Adjusted R
Square 0.324815
Standard
Error 150.9839
Observations 12

ANOVA
Significance
df SS MS F F
Regression 1 143429.4 143429.4 6.291826 0.031
Residual 10 227961.5 22796.15
Total 11 371390.9

Standard Lower Upper Lower Upp


Coefficients Error t Stat P-value 95% 95% 95.0% 95.0
Intercept 330.4392 122.1194 2.705871 0.02209 58.34033 602.5382 58.34033 602.5
P. badan
(x1) 73.68517 29.37594 2.508351 0.031 8.231505 139.1388 8.231505 139.1

Berat badan
900
y = 73.685x + 330.44
800
R² = 0.3862
700
600
Berat Badan

500
400 Berat badan
300
Linear (Berat badan )
200
100
0
0 2 4 6 8
Lingkar Dada
d. Panjang Paruh Vs Berat Badan

Regression Statistics
Multiple R 0.177523
R Square 0.031514
Adjusted R
Square -0.06533
Standard Error 189.6541
Observations 12

ANOVA
df SS MS F Significance F
Regression 1 11704.17 11704.17 0.325399 0.580971
Residual 10 359686.8 35968.68
Total 11 371390.9

Standard Lower Upper Lower U


Coefficients Error t Stat P-value 95% 95% 95.0% 95
Intercept 528.25 164.2453 3.216227 0.009234 162.2888 894.2112 162.2888 894
P. sayap 331.25 580.6947 0.570437 0.580971 -962.618 1625.118 -962.618 162

Berat badan (y)


900
y = 331.25x + 528.25
800
R² = 0.0315
700
600
Berat Badan

500 Berat badan (y)


400
300
Linear (Berat badan
200 (y))
100
0
0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5
Panjang Paruh
e. Panjang Tibia Vs Berat Badan

Regression Statistics
Multiple R 0.198327
R Square 0.039334
Adjusted R
Square -0.05673
Standard
Error 188.8869
Observations 12

ANOVA
Significance
df SS MS F F
Regression 1 14608.17 14608.17 0.409442 0.536637
Residual 10 356782.7 35678.27
Total 11 371390.9

Standard Lower Upper Lower Upp


Coefficients Error t Stat P-value 95% 95% 95.0% 95.0
Intercept 787.1417 272.0691 2.893169 0.01602 180.934 1393.349 180.934 1393.
P. badan -
(x1) -54.0027 84.39548 -0.63988 0.536637 -242.048 134.0422 242.048 134.0

Berat badan
900
800 y = -54.003x + 787.14
R² = 0.0393
700
600
Berat Badan

500
400 Berat badan
300
Linear (Berat badan )
200
100
0
0 1 2 3 4 5
Panjang Tibia
f. Panjang Metatarsus Vs Berat Badan

Regression Statistics
Multiple R 0.376245
R Square 0.14156
Adjusted R
Square 0.055716
Standard
Error 178.5544
Observations 12

ANOVA
Significance
df SS MS F F
Regression 1 52574.21 52574.21 1.649042 0.228042
Residual 10 318816.7 31881.67
Total 11 371390.9

Standard Lower Upper Lower Up


Coefficients Error t Stat P-value 95% 95% 95.0% 95.
Intercept 466.1646 127.9741 3.642648 0.004517 181.0205 751.3087 181.0205 751.
P. badan
(x1) 137.7881 107.2991 1.28415 0.228042 -101.289 376.8654 -101.289 376.

Berat badan
900
800 y = 137.79x + 466.16
700 R² = 0.1416
600
Berat Badan

500
400 Berat badan
300
Linear (Berat badan )
200
100
0
0 0.5 1 1.5 2 2.5
Panjang Metatarsus
g. Diameter Metatarsus Vs Berat Badan

Regression Statistics
Multiple R 0.383356
R Square 0.146962
Adjusted R
Square 0.061658
Standard
Error 177.9917
Observations 12

ANOVA
Significance
df SS MS F F
Regression 1 54580.29 54580.29 1.722805 0.218658
Residual 10 316810.6 31681.06
Total 11 371390.9

Standard Lower Upper Lower Upp


Coefficients Error t Stat P-value 95% 95% 95.0% 95.0
Intercept 434.1997 148.1486 2.930838 0.015019 104.104 764.2954 104.104 764.2
P. badan -
(x1) 317.1889 241.6573 1.312557 0.218658 -221.257 855.6351 221.257 855.6

Berat badan
900
800 y = 317.19x + 434.2
R² = 0.147
700
600
Berat Badan

500
400 Berat badan
300
Linear (Berat badan )
200
100
0
0 0.5 1 1.5
Diameter Metatarsus
h. Tinggi Badan Vs Berat Badan

Regression Statistics
Multiple R 0.127878
R Square 0.016353
Adjusted R
Square -0.08201
Standard
Error 191.1329
Observations 12

ANOVA
Significance
df SS MS F F
Regression 1 6073.229 6073.229 0.166245 0.692063
Residual 10 365317.7 36531.77
Total 11 371390.9

Standard Lower Upper Lower Up


Coefficients Error t Stat P-value 95% 95% 95.0% 95.
Intercept 562.6494 143.324 3.925717 0.00284 243.3036 881.9952 243.3036 881.
P. badan
(x1) 10.14431 24.87986 0.407732 0.692063 -45.2915 65.5801 -45.2915 65.

Berat badan
900
800 y = 10.144x + 562.65
700 R² = 0.0164
600
Berat Badan

500
400 Berat badan
300
Linear (Berat badan )
200
100
0
0 2 4 6 8 10
Tinggi Badan
Lampiran 6. Dokumentasi Kegiatan Penelitian

Pembuatan Kandang

Pengenalan Ciri Morfologi Ayam Buras Jantan

Pemeliharaan Selama 9 minggu


Pencampuran Pakan

Penimbangan dan Pengukuran Dimensi Tubuh Ayam Buras Jantan


RIWAYAT HIDUP

NUR HIKMAH, lahir di Bonto Tengnga, Kecamatan Camba,


Kabupaten Maros pada tanggal 20 Nopember 1997, sebagai
anak keempat dari enam bersaudara dari pasangan bapak
Irwan dan ibu Thaifa. Jenjang pendidikan formal yang pernah
ditempuh adalah SD No. 7 Bonto Tengnga dan lulus pada
tahun 2008. Kemudian penulis melanjutkan pendidikan di
MTs. DDI Camba dan lulus pada tahun 2011. Setelah itu penulis melanjutkan
pendidikan tingkat menegah kejuruan di SMK SMTI Makassar dengan jurusan
Kimia Industri pada tahun 2011 dan lulus pada tahun 2014. Pada tahun yang
sama pula, Penulis melanjutkan pendidikan ke Perguruan Tinggi Negeri dan lulus
melalui Seleksi Bersama Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SBMPTN) di Fakultas
Peternakan Program Studi Ilmu Peternakan Universitas Hasanuddin (Unhas)
Makassar. Selama menjadi mahasiswa penulis aktif sebagai asisten laboratorium
ilmu dan manajemen ternak unggas serta ilmu reproduksi ternak. Penulis juga
aktif sebagai pengurus di Himpunan Mahasiswa Produksi Ternak
(HIMAPROTEK_UH).

Anda mungkin juga menyukai