SKRIPSI
OLEH
FAKULTAS PETERNAKAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2018
i
KARAKTERISTIK FISIKO-KIMIA DAGING SAPI BALI
HASIL PENGGEMUKAN DENGAN PEMBERIAN
LEVEL ASAP CAIR DALAM PAKAN SUPLEMEN
DAN WAKTU MATURASI YANG BERBEDA
SKRIPSI
OLEH
FAKULTAS PETERNAKAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2018
ii
PERNYATAAN KEASLIAN
iii
HALAMAN PENGESAHAN
iv
KATA PENGANTAR
Illahi Rabbi, karena dengan mata-Nya kita melihat, dengan telinga-Nya kita
dihidupkan. Shalawat dan salam tak lupa pula penulis haturkan pada Nabiullah
kebaikan.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini tidak lepas dari
bantuan berbagai pihak. Untuk itu dengan penuh rasa hormat, penulis
1. Bapak Prof. Dr. Ir. M.S. Effendi Abustam, M.Sc. selaku pembimbing
utama dan Bapak Prof. Dr. Muhammad Yusuf, S.Pt. selaku pembimbing
2. Bapak Dr. Hikmah M. Ali, S.Pt, M.Si., Ibu Dr. Nahariah, S.Pt. M.P dan
Ibu Dr. Fatma Maruddin, S.Pt., M.P. atas saran-saran dalam penulisan
skripsi ini.
3. Bapak Prof. Dr. Ir. H. Sudirman Baco, M.Sc. selaku Dekan Fakultas
v
4. Ibu Dr. Ir. Syahriani Syahrir, M.Si. selaku Penasehat Akademik.
Uleng Yusuf, dan Ahmad Rahman Yusuf Serta Kakak dan adek ipar atas
Ashari Aswan dan Amir Hamzah terima kasih atas kerjasama dan
7. Tim Asisten Teknologi Pengolahan Limbah dan Sisa Hasil Ternak (Anto,
12. Kepada L10N 010, Solandeven 011, Flock Mentality 012, Larfa 013, Ant
014, Rantai 015, dan Tanduk 016 penulis ucapkan banyak terima kasih.
vi
13. Teman-teman KKN Internasional UNHAS angkatan 93 Universitas Utara
Aizad) Terima Kasih atas kebersamaan dan keceriaan yang telah kalian
meski telah berusaha melakukan yang terbaik. Oleh karena itu, dengan segala
konstruktif dari pembaca demi penyempurnaan karya tulis ini. Harapan penulis,
vii
ABSTRAK
Daging paha sapi (otot Semitendinosus) adalah bagian sapi yang terletak pada
bagian paha belakang sapi. Potongannya sangat tipis dan sangat alot, bentuknya
besar melebar dan terbungkus bagian lemak. Upaya peningkatan kualitas daging
sapi (otot Semitendinosus) ini dapat dilakukan dengan penanganan sebelum
pemotongan (pemberian pakan dengan penambahan asap cair) dan setelah
pemotongan (proses maturasi). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
karakteristik fisikokimia daging Sapi Bali hasil penggemukan dengan pemberian
asap cair berbagai level dalam pakan suplemen dan waktu maturasi yang berbeda.
Parameter yang diukur pada penelitian ini adalah pH, daya ikat air, susut masak dan
daya putus daging. Penelitian ini disusun berdasarkan rancangan acak lengkap pola
faktorial. Faktor pertama adalah level asap cair (0%, 1%, dan 2%) dan faktor kedua
adalah waktu maturasi (0 hari, 4 hari, dan 8 hari) dengan 3 kali ulangan. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa penambahan level asap cair pada pakan suplemen
belum mampu memberikan pengaruh yang kuat pada karakteristik fisiko-kimia
daging Sapi Bali. Semakin lama waktu maturasi maka akan meningkatkan nilai
susut masak daging dan menurunkan nilai pH, namun tidak berpengaruh pada nilai
daya ikat air dan daya putus daging. Interaksi antara level asap cair dan waktu
maturasi yang berbeda mempengaruhi nilai pH. Di sisi lain, level asap cair dan
waktu maturasi tidak memiliki interaksi pada nilai daya ikat air, susut masak dan
daya putus daging. Dengan demikian, diperlukan penelitian lanjutan pada level asap
cair dalam pakan suplemen yang lebih tinggi untuk mengetahui pengaruhnya
terhadap karakteristik fisikokimia daging sapi hasil penggemukan.
Kata Kunci: Asap Cair, Maturasi, Sapi Bali, Karakteristik Fisiko-kimia Daging.
viii
ABSTRACT
ix
DAFTAR ISI
Halaman
PENDAHULUAN ..................................................................................... 1
TINJAUAN PUSTAKA
METODE PENELITIAN
Kesimpulan..................................................................................... 30
Saran ............................................................................................... 30
x
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................... 31
LAMPIRAN ............................................................................................... 34
xi
DAFTAR TABEL
No. Halaman
Teks
xii
DAFTAR GAMBAR
No. Halaman
Teks
2. Grafik interaksi level asap cair dan waktu maturasi berbeda terhadap
nilai pH daging..................................................................................... 23
xiii
DAFTAR LAMPIRAN
No. Halaman
Teks
2. Analisis Ragam Nilai Daya Ikat Air Daging Sapi Bali dengan Level
Asap Cair dalam Pakan dan Waktu Maturasi yang Berbeda .......... 35
3. Analisis Ragam Nilai Susut Masak Daging Sapi Bali dengan Level
Asap Cair dalam Pakan dan Waktu Maturasi yang Berbeda .......... 36
4. Analisis Ragam Nilai Daya Putus Daging Sapi Bali dengan Level
Asap Cair dalam Pakan dan Waktu Maturasi yang Berbeda .......... 37
5. Dokumentasi ................................................................................... 38
xiv
PENDAHULUAN
andalan sumber protein hewani, Daging Sapi sangat menunjang untuk memenuhi
daging sapi yang memiliki protein hewani yang tinggi dengan melakukan
pemotongan adalah proses maturasi. Pemberian pakan dan proses maturasi pasca
pemotongan yang kurang tepat, akan mengakibatkan kualitas daging menurun. Oleh
diperhatikan.
pakan suplemen. Pakan suplemen yang diberikan dalam bentuk Urea Multinutrien
Air Kelapa Asap Cair Blok (UKAMB). Pakan tambahan ini diberikan dalam bentuk
permen untuk ternak, karena ketika diberi ternaknya akan menjilatnya seperti
permen. Pakan suplemen ini berbentuk padat yang terbuat dari berbagai macam
sumber pakan yang dilengkapi dengan asap cair. Kandungan asap cair seperti fenol,
asam dan karbonil mampu berperan dalam peningkatan daya tahan serta kualitas
suplemen dengan 10% konsentrasi asap cair. Namun, dengan minimnya pemberian
level asap cair pada pakan suplemen diharapkan dapat meningkatkan kualitas pada
daging.
1
pemotongan dapat dilakukan dengan cara penyimpanan pada suhu rendah (5oC)
yang biasa disebut dengan maturasi. Maturasi bertujuan agar terjadi perbaikan
calpain dan cathepsin yang berperan dalam mendegradasi protein. Adanya interaksi
antara level asap cair dengan maturasi diharapkan dapat meningkatkan kualitas
Semitendinosus) hasil penggemukan dengan pemberian level asap cair dalam pakan
kimia daging Sapi Bali hasil penggemukan dengan pemberian level asap cair dalam
pakan suplemen dan waktu maturasi yang berbeda. Kegunaan dari penelitian ini
adalah sebagai sumber informasi ilmiah bagi mahasiswa, dosen dan masyarakat
dalam upaya penggunaan level asap cair yang optimal dan penerapan waktu
2
TINJAUAN PUSTAKA
gizi. Selain mutu proteinnya yang tinggi, daging mengandung asam amino esensial
yang lengkap dan seimbang serta beberapa jenis mineral dan vitamin. Daging
merupakan protein hewani yang lebih mudah dicerna dibanding dengan protein
nabati. Bagian yang terpenting yang menjadi acuan konsumen dalam pemilihan
daging adalah sifat fisik. Sifat fisik dalam hal ini antara lain warna, keempukan,
tekstur, kekenyalan dan kebasahan (Komariah dkk., 2009). Soeparno (2011) juga
berpendapat bahwa daging merupakan hasil ternak yang tidak dapat dipisahkan dari
terpenuhi.
Kualitas karkas dan daging dipengaruhi oleh faktor sebelum dan setelah
daging antara lain adalah genetik, spesies, bangsa, tipe ternak, jenis kelamin, umur,
pakan termasuk bahan aditif dan stres. Faktor setelah pemotongan yang
daging, macam otot daging dan lokasi pada suatu otot daging (Soeparno, 2011).
3
Daging paha (Topside atau Round) adalah bagian daging sapi yang terletak
di bagian paha belakang sapi yang besar dan tebal (6,2% dari berat karkas).
Potongan daging sapi di bagian ini sangat tipis dan sangat alot. Bentuknya besar
melebar dan terbungkus lapisan lemak (Nurani, 2010). Menurut Mujahidin (2012)
Eye round atau gandik merupakan bagian dari Silverside, disebut Eye round karena
bentuknya seperti mata. Eye round memeliki kekhasan yaitu pada warna. Warna
Eye round merah sangat muda, Bila diurut dari semua katagori daging, Eye round
menyebabkan daging menjadi lebih alot seperti pada contoh otot loin lebih empuk
dari otot paha dan otot paha lebih empuk daripada otot leher. Menurut Bahtiar
(2014) keempukan daging bervariasi diantara jenis otot, jumlah jaringan ikat dalam
otot mempunyai tekstur daging. Otot yang lebih banyak bergerak selama terlihat
lebih kasar, sedangkan otot yang kurang digerakkan seperti otot Semitendinosus dan
otot Longissimus dorsi maka teksturnya lebih halus. Berdasarkan hasil penelitian
Abustam dkk. (2010) otot Semitendinosus memiliki keempukan yang lebih rendah
Asap cair merupakan hasil kondensasi dari pirolisis kayu yang mengandung
sejumlah besar senyawa yang terbentuk akibat proses pirolisis konstituen kayu
4
seperti selulosa, hemiselulosa dan lignin. Proses pirolisa melibatkan berbagai proses
serta cita rasa yang khas. Sifat – sifat fungsional tersebut berkaitan dengan
komponen - komponen yang terdapat didalam asap cair tersebut. Asap cair memiliki
Asap cair merupakan suatu campuran dispersi asap kayu dalam air yang
senyawa fenol yang berperan sebagai antioksidan dan dapat meningkatakan daya
tahan dan kualitas daging. Pada umumnya, penggunaan asap cair sering
Menurut Akbar dkk. (2014) bahwa dengan tersedianya asap cair maka proses
dikendalikan, kualitas yang tidak konsisten serta timbulnya bahaya kebakaran yang
semuanya dapat dihindari sebagai pengawet bahan makanan seperti daging, ikan
dan bakso.
Kandungan yang terdapat dalam asap cair mampu meningkatkan daya ikat
air, sehingga menurunkan susut masak daging. Penurunan susut masak disebakan
karena kandungan fenol yang terdapat dalam asap cair, dimana senyawa fenol yang
5
terdapat dalam asap cair mampu mengikat gugus aldehid, keton asam, dan ester
yang dapat mempengaruhi kemampuan mengikat air pada daging, dalam hal ini
fenol terdisosiasi sehingga menghasilkan H+ dan anion. Penambahan asap cair akan
2011). Abustam dan Ali (2012) mengemukakan bahwa pengaplikasian asap cair
pada daging sapi Bali, minimal pada level 1 – 1,5 % dari berat daging, dapat
ikat air. Berdasarkan hasil penelitian Abustam dkk. (2009) penggunaan asap cair
sampai level 1,0% pada pembuatan bakso daging sapi Bali menghasilkan daya
putus bakso dan susut masak yang rendah, daya lenting dan kekenyalan bakso
Kandungan yang terdapat dalam asap cair mampu menurunkan daya putus
daging, karena asap cair menghambat oksidasi protein sehingga daya ikat air
meningkat yang selanjutnya berdampak pada penurunan nilai daya putus daging.
Adanya kandungan fenol yang terdapat dalam asap cair berperan dalam
menghambat autooksidasi protein sehingga air yang terdapat dalam protein daging
dapat dipertahankan. Semakin banyak air yang terikat dalam struktur daging maka
susut masak dari daging tersebut akan semakin rendah (Basmar, 2017). Rahman
(2017) mengemukakan bahwa nilai daya putus daging menurun sejalan dengan
bertambahnya konsentrasi asap cair dan lama waktu maturasi. Penurunan nilai daya
putus daging selain disebabkan oleh enzim pencerna protein pada saat maturasi,
6
juga disebabkan oleh senyawa fenol yang terdapat pada asap cair dalam pakan
suplemen yang dapat meningkatkan nilai daya ikat air pada daging sehingga
Maturasi Daging
Maturasi adalah proses secara alamiah yang terjadi pada daging selama
(2012) ada dua kelompok enzim proteolitik yang berperan dalam proses
pengempukan ini yakni calcium dependence protease (CaDP) atau nama lainnya
calpain (µ dan m-calpain) yang intens bekerja pada saat prarigor dan kelompok
cathepsin yang aktif bekerja pada saat pascarigor. Keduanya berperan dalam
khususnya pada bagian rib dan loin. Pada suhu 2º C, waktu yang dibutuhkan utnuk
Lawrie (2003) mengemukakan bahwa selama proses aging atau biasa disebut
7
larut dan karena kehilangan ion-ion potasium maka protein-protein urat daging
meningkat dalam mengikat air. Pada umumnya suhu conditioning yang lebih tinggi
akan menghasilkan level pengempukan tertentu dalam waktu yang relatif lebih
cepat dibanding pada suhu yang lebih rendah. Menurut Sihombing (2012), proses
kondensasi air berlebihan pada produk yang mana akan menghasilkan aroma
yang berlebihan,
Maturasi akan meningkatkan Daya Ikat Air (DIA) daging pada berbagai
muatan melalui absorbs ion K+ dan pembebasan Ca++, atau melemahnya myofibril
karena perubahan struktur jalur Z dan ban I. Namun, demikian maturasi yang terlalu
lama akan menurunkan DIA dan terjadinya perubahan struktur protein daging
maturasi maka daya ikat air akan semakin meningkat, dimana maturasi pada hari ke
8
12 memberikan pengaruh yang sangat nyata dibanding dengan pada hari ke 3 dan
hari ke 6 dan nyata jika dibandingkan pada hari ke 0 (kontrol). Dikuatkan oleh hasil
penelitian Basmar (2017) bahwa semakin lama waktu maturasi maka akan
meningkatkan nilai pH dan daya ikat air daging, dan menurunkan susut masak
Nilai pH otot (otot bergaris melintang atau otot skeletal atau yang disebut
daging) saat hewan hidup sekitar 7,0-7,2 (pH netral). Setelah hewan disembelih
(mati), nilai pH dalam otot (pH daging) akan menurun akibat adanya akumulasi
asam laktat. pH awal diukur pada awal pengukuran setelah pemotongan sampai 45
menit, kemudian nilai pH akhir (ultimate pH value) adalah nilai pH terendah yang
biasanya dilakukan 24-36 jam setelah kematian pada karkas sapi selama di dalam
adalah 5,4- 5,8. Nilai pH daging post-mortem akan ditentukan oleh jumlah asam
laktat yang dihasilkan dari glikogen selama proses glikolisis anaerob dan akan
terbatas bila hewan terdepresi karena lelah. Setelah hewan disembelih, penyedian
oksigen otot terhenti. Dengan demikian persediaan oksigen tidak lagi di otot dan
sisa metabolisme tidak dapat dikeluarkan lagi dari otot. Jadi daging hewan yang
9
Pembentukan asam laktat yang rendah karena proses glikolisis yang cepat
akan menghasilkan pH yang rendah (Abustam dan Ali, 2004). Lawrie (2003)
merupakan salah satu hal yang nyata pada otot selama berlangsungnya konversi otot
menjadi daging. Pada beberapa hewan penurunan pH terjadi pada jam-jam pertama
setelah hewan dipotong dan akan stabil pada pH sekitar 6,5 – 6,8. Ada juga hewan
dimana penurunan pHnya terjadi dengan cepat dan mencapai 5,4 – 5,5 dalam jam
5,41.
mengikat air yang tinggi yang dikenal sebagai DFD (dark, firm, dry) dan daging
dengan pH yang rendah akan mempunyai daya mengikat air yang rendah yang
dikenal sebagai PSE (pale, soft, exudative). Faktor suhu dan lingkungan sangat
tinggi terjadi glikolisis di dalam daging yang cepat sehingga pH cepat menurun,
Daya ikat air oleh protein daging atau water-holding capacity adalah
kemampuan daging untuk mengikat air. Air yang terikat didalam otot dapat dibagi
menjadi 3 kompartemen air, yaitu air yang terikat secara kimiawi oleh protein otot
sebesar 4-5% sebagai lapisan monomolekular pertama; air terikat agak lemah
sebagai lapisan kedua dari molekul air terhadap grup hidrofilik, sebesar kira-kira
10
4%, dan lapisan kedua ini akan terikat oleh protein bila tekanan uap air meningkat.
berjumlah kira-kira 10%. Jumlah air yang terikat (lapisan pertama dan kedua)
adalah bebas dari perubahan molekul yang disebabkan oleh denaturasi protein
daging, sedangkan jumlah air terikat yang lebih lemah yaitu lapisan diantara
(Soeparno, 2011).
Daya ikat air (WHC) oleh protein daging adalah kemampuan daging untuk
mengikat airnya atau air yang ditambahkan selama ada pengaruh kekuatan dari luar,
dipengaruhi oleh pH, dimana WHC menurun dari pH tinggi sekitar 7-10 sampai pH
Persentase daya ikat air pada kondisi tidak istirahat lebih rendah jika
dibandingkan pada kondisi istirahat. Meningkatnya daya ikat air pada daging ternak
air yang masuk pada daging. Pada pH yang yang lebih tinggi sejumlah muatan
positif dibebaskan dan terjadi kelebihan muatan negatif yang memberikan ruang
Pelayuan dapat meningkatkan DIA dan menurunkan susut masak. Daya ikat
air dan susut masak mempunyai hubungan berbanding terbalik. Bila daya ikat air
tinggi, maka susut masak akan rendah. Sebaliknya, bila Daya ikat air rendah, maka
susut masak akan tinggi. Menurut Soeparno (2011), peningkatan DIA selama
pelayuan disebabkan oleh adanya perubahan hubungan antara protein dan air, yaitu
11
peningkatan muatan melalui absorpsi ion K+ dan pembebasan Ca++, atau karena
melemahnya ikatan miofibril (aktin dan miosin). Susut masak daging juga
dipengaruhi oleh daya ikat air dan kadar air. Semakin tinggi daya ikat air, maka
semakin rendah kadar air daging. Menurut Forrest dkk. (1975), semakin rendah
suhu pelayuan maka akan terjadi pertukaran ion Ca++ dan Mg++ sehingga akan
terjadi pengikatan air oleh protein lebih banyak karena adanya faktor ”Steric
Effect”. Sebaliknya, penyimpanan yang terlalu lama juga akan menurunkan DIA
Susut masak adalah perhitungan berat yang hilang selama pemasakan atau
pemanasan pada daging. Pada umumnya, makin lama waktu pemasakan makin
besar kadar cairan daging hingga mencapai tingkat yang konstan. Susut masak
merupakan indikator nilai nutrisi daging yang berhubungan dengan kadar jus
daging yaitu banyaknya air yang terikat dalam dan diantara serabut otot. Jus
biasa disebut susut masak atau cooking losses. Susut masak merupakan fungsi dari
temperatur dan lama pemasakan. Semakin tinggi suhu pemasakan dan makin lama
waktu pemanasan, makin tinggi kadar air yang hilang. Soeparno (2011)
mengatakan, bahwa susut masak merupakan indikator terhadap nilai nutrisi daging
dan berhubungan dengan banyaknya jumlah air terikat didalam sel diantara serabut
otot. Daging yang mempunyai nilai susut masak lebih rendah akan mempunyai
12
kualitas yang relatif lebih baik dibandingkan dengan daging yang mempunyai nilai
susut masak lebih tinggi. Daging dengan susut masak tinggi, maka kehilangan
Susut masak dipengaruhi oleh pH, panjang sarkomer serabut otot, panjang
potongan serabut otot, berat sample daging dan penampang lintang daging (Forrest
dkk., 1975). Hasil analisis statistik menunjukkan perlakuan pakan, macam daging
dan interaksinya tidak berpengaruh nyata terhadap susut masak daging sapi.
Keadaan ini diduga karena lemak daging yang terbentuk tidak berbeda nyata. Otot
air yang tinggi pula sehingga pada waktu dimasak kadar air yang hilang sedikit
pengujian adhesi arah serabut sampel yang digunakan adalah tegak lurus pada
arah serabut otot untuk pengujian daya putus daging. Sampel daging untuk
sampel untuk pengujian daya putus Warner Blatzler (WB). Selanjutnya dibuat
tanda bagian tengah sampel daging dengan lebar 0,67 cm, dan sampel dipotong
Keempukan daging dapat diukur dengan melihat daya putus daging dengan
menggunakan alat CD Shear Force. Uji daya putus daging merupakan pengujian
yang dilakukan untuk mengetahui tingkat kealotan dari daging, semakin tinggi
13
nilai DPD suatu sampel daging maka semakin tinggi pula tingkat kealotannya.
Faktor utama yang mempengaruhi tingkat kealotan daging adalah jumlah kolagen
14
METODE PENELITIAN
Materi Penelitian
Alat yang digunakan pada penelitian ini adalah timbangan analitik, pisau,
pH meter, refrigerator, scan model HP Deskjet F2180, Coolbox, dan stop watch.
Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah 9 ekor Sapi Bali umur ±2
label, kertas saring, plastik klip, serta pakan suplemen Urea Air kelapa Asap Cair
Rancangan Penelitian
A1 = Kontrol (0%)
15
Faktor B (Waktu Maturasi)
B1 = Kontrol (0 hari)
B2 = Maturasi (4 hari)
B3 = Maturasi (8 hari)
Prosedur Penelitian
Pemberian level asap cair yang berbeda (0%, 1%, dan 2%) dalam pakan
suplemen. Pemberian pakan suplemen sebanyak 0,5 kg per hari sedangkan pakan
daging Sapi Bali hasil penggemukan selama 45 hari bagian otot Semitendinosus
dengan level asap cair (0%, 1%, dan 2%) dalam pakan suplemen. Sampel daging
selama 0 hari, 4 hari, dan 8 hari. Pengujian yang akan dilakukan adalah uji pH,
Daya Putus Daging (DPD), Daya Ikat Air (DIA) dan Susut Masak (SM).
16
Pemberian pakan
Pemotongan ternak
suplemen dengan
pasca penggemukan
level asap cair (0%,
(45 Hari)
1% dan 2%)
Pengujian
Gambar.1.1Diagram
Gambar Diagramalir
alirproses
prosespenelitian
penelitian
Parameter yang diamati pada penelitian ini adalah pH, Daya Putus Daging
(DPD), Daya Ikat Air (DIA) dan Susut Masak. Masing-masing akan diamati pada
17
Nilai pH Daging
Daya ikat air dilakukan dengan metode penekanan (press method) sesuai
petunjuk Hamm (Soeparno, 2011) yaitu sampel sebanyak 0,5 gr. Sampel
dimasukkan diantara 2 kertas saring Watchman 42. Sampel yang dipress diantara
dua plat dengan beban seberat 50 kg selama 5 menit menggunakan alat modifikasi
Filter Paper Press. Kemudian area yang terbentuk digambar pada kertas grafik.
Keterangan:
𝐷
DIA/WHC = × 100%
𝑇 D = Luas Area Daging
dipanaskan dengan suhu 80oC dalam waterbath selama 30 menit. Setelah perebusan
selesai sampel dikeluarkan dan didinginkan. Sisa air yang menempel dipermukaan
18
Selanjutnya sampel ditimbang. Setelah sampel ditimbang nilai susut masak dapat
melihat daya putus daging yang dinyatakan dalam kg/cm 2. Sebelum diukur terlebih
dahulu daging dimasak pada suhu 80oC selama 30 menit. Semakin rendah nilai
semakin tinggi nilai daya putus daging maka semakin alot. Prosedur pengukuran
perlahan.
Keterangan:
𝐴1
A=
𝐿 A = Daya putus daging (kg/cm2)
19
Analisis Data
Keterangan:
i = 1,2,3... (faktor asap cair)
k = 1,2,3...(ulangan)
Yijk = Nilai pengamatan level asap cair ke-i dan waktu maturasi ke-j
αi = Pengaruh level asap cair ke-i terhadap daging Sapi Bali hasil
(αβ)ij = Pengaruh interaksi level asap cair ke-i dan waktu maturasi ke-j.
Ɛijk = Pengaruh galat yang menerima level asap cair ke-i dan waktu
20
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pengaruh Level Asap Cair dan Waktu Maturasi terhadap Nilai pH Daging
level asap cair dalam pakan suplemen dan waktu maturasi yang berbeda disajikan
pada Tabel 1.
Tabel 1. Nilai rata-rata pH daging Sapi Bali dengan pemberian level asap cair dalam
pakan suplemen dan waktu maturasi yang berbeda
Waktu Maturasi (Hari)
Level Asap Cair (%) Rata-rata
0 4 8
0 7,70±0,09 6,80±0,12 6,56±0,08 7,02±0,53a
1 7,30±0,11 6,66±0,14 6,73±0,17 6,89±0,33b
2 6,95±0,04 6,62±0,06 6,64±0,10 6,74±0,17c
Rata-rata 7,32±0,33a 6,69±0,12b 6,64±0,13b
Keterangan : Superskrip yang berbeda pada baris dan kolom yang sama menunjukkan
perbedaan yang nyata (P < 0,05)
level asap cair dalam pakan suplemen berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap
nilai pH daging Sapi Bali (otot Semitendinosus) hasil penggemukan. Hasil uji beda
nyata terkecil (BNT) menunjukkan bahwa nilai pH daging dengan pemberian level
asap cair 0% berbeda nyata (P<0,05) lebih tinggi dibanding dengan pemberian level
asap cair 1% dan pemberian level asap cair 0 dan 1% berbeda sangat nyata lebih
tinggi dibanding dengan pemberian level asap cair 2%. Peningkatan pemberian
level asap cair akan berdampak pada penurunan nilai pH daging. Penurunan pH
disebabkan karena kandungan asam yang terdapat dalam asap cair. Hal ini sejalan
disebabkan karena komponen asap yang melekat pada daging mempunyai sifat
21
asam diantaranya asam karboksilat yang meliputi asam formiat, asetat dan butirat.
Kemudian didukung oleh pendapat Arfan (2004) bahwa asam dalam asap cair
sehingga pertumbuhan bakteri dapat terhambat. Nilai rata – rata pH daging Sapi
hasil penggemukan termasuk cukup tinggi namun masih dalam kisaran nilai pH
yang berbeda berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap nilai pH daging Sapi
(otot Semitendinosus) hasil penggemukan. Hasil uji beda nyata terkecil (BNT)
menunjukkan bahwa nilai pH daging dengan waktu maturasi 0 hari berbeda sangat
nyata (P<0,01) lebih tinggi dibanding dengan nilai pH daging pada waktu maturasi
4 dan 8 hari. Sedangkan nilai pH daging antara 4 dan 8 hari tidak menunjukkan
perbedaan yang nyata (P>0,05). Nilai rata – rata pH daging menurun seiring dengan
lama waktu maturasi (Tabel 1). Hal ini disebabkan oleh lama waktu maturasi. Hal
ini sesuai dengan pendapat Lawrie (2003) bahwa pH daging dapat dipengaruhi oleh
lama penyimpanan. Hal sejalan dengan Rahayu dkk. (2012) bahwa nilai pH dengan
Nila pH daging makin rendah seiring presentasi asap cair yang ditambahkan, hal
tersebut disebabkan oleh tingkat keasaman dari asap cair tempurung kelapa. Namun
yang besar.
pemberian level asap cair dengan waktu maturasi yang berbeda sangat berpengaruh
22
nyata (P<0,01) terhadap nilai pH daging. Hal ini berarti terdapat hubungan antara
level asap cair dalam pakan dan waktu waktu maturasi terhadap nilai pH daging.
7.8
7.6
7.4
7.2
7
Nilai pH
6.8 0%
6.6 1%
6.4
2%
6.2
6
5.8
0 4 8
Waktu Maturasi (Hari)
Gambar 2. Grafik interaksi level asap cair dan waktu maturasi berbeda terhadap
nilai pH daging
antara penambahan level asap cair dalam pakan suplemen dan waktu maturasi
terhadap nilai pH daging Sapi Bali hasil penggemukan. Secara umum nilai pH
daging menurun seiring dengan bertambahnya penambahan level asap cair dan
wakru maturasi. Sehingga dengan adanya penambahan asap cair dalam pakan
Nilai pH daging Sapi Bali hasil penggemukan pada penambahan level asap
cair 0% dan waktu maturasi yang berbeda menurun secara konstan. Hal ini
kemungkinan disebabkan karena adanya zat – zat buffer di dalam daging yang
berperan dalam melepas ion H+ dalam daging. Zat buffer dalam daging antara lain
garam – garam dari senyawa asam laktat dan protein daging. Asam laktat dalam
daging dapat menurunkan nilai pada pH daging. Asam laktat akan berhenti setelah
23
cadangan glikogen otot menjadi habis atau setelah kondisi yang tercapai yaitu pH
Pengaruh Level Asap Cair dan Waktu Maturasi terhadap Nilai Daya Ikat Air
Daging (%)
Nilai rata-rata daya ikat air daging Sapi Bali hasil penggemukan dengan
pemberian level asap cair dalam pakan suplemen dan waktu maturasi yang berbeda
Tabel 2. Nilai rata-rata daya ikat air (%) daging Sapi Bali dengan pemberian level
asap cair dalam pakan suplemen dan waktu maturasi yang berbeda.
Waktu Maturasi (Hari)
Level Asap Cair (%) Rata-rata
0 4 8
0 24,34±5,60 24,17±0,95 30,70±4,05 26,40±4,75
1 30,14±0,31 26,06±2,44 31,10±4,67 29,10±3,51
2 21,89±5,99 27,74±1,15 27,12±5,88 25,58±5,07
Rata-rata 25,46±5,50 25,99±2,11 29,64±4,66
level asap cair dalam pakan suplemen tidak berpengaruh nyata (P>0,05) terhadap
daya ikat air daging Sapi Bali (otot Semitendinosus) hasil penggemukan. Nilai rata
– rata pada level asap cair 0% (26,40) dan pada level asap cair 2% (25,58) tidak
menunjukkan perbedaan yang besar. Hal ini menunjukkan bahwa pada penambahan
level asap cair tidak mempengaruhi nilai daya ikat air daging Sapi Bali (otot
yang berbeda tidak berpengaruh nyata (P>0,05) terhadap nilai daya ikat air daging
Sapi Bali (otot Semitendinosus) hasil penggemukan. Nilai rata – rata daya ikat air
pada lama waktu maturasi 0 hari (25,46), 4 hari (25,99) dan 8 hari (29,64)
24
meningkat seiring dengan lama waktu maturasi (Tabel 2). Secara umum lama waktu
maturasi dapat meningkatkan nilai daya ikat air akan tetapi nilainya tidak
asap cair dalam pakan suplemen dan waktu maturasi yang berbeda tidak
berpengaruh nyata (P>0,05) terhadap daya ikat air daging Sapi Bali hasil
penggemukan. Hal ini mengindikasikan bahwa tingkat pemberian asap cair terdapat
Pengaruh Level Asap Cair dan Waktu Maturasi terhadap Nilai Susut Masak Daging
(%)
Nilai rata-rata susut masak daging Sapi Bali hasil penggemukan dengan
pemberian level asap cair dalam pakan suplemen dan waktu maturasi yang berbeda
Tabel 3. Nilai rata-rata susut masak (%) daging Sapi Bali dengan pemberian level
asap cair dalam pakan suplemen dan waktu maturasi yang berbeda.
Waktu Maturasi (Hari)
Level Asap Cair (%) Rata-rata
0 4 8
0 36,60±5,46 39,50±0,52 39,13±2,06 38,41±3,23a
1 37,30±3,36 45,93±1,62 37,63±4,02 40,28±5,05a
2 44,33±7,16 47.56±1,59 42,73±3,41 44,88±4,57b
Rata-rata 39,41±5,07a 44,33±3,87b 39,83±3,63a
Keterangan : Superskrip yang berbeda pada baris dan kolom yang sama menunjukkan
perbedaan yang nyata (P < 0,05)
level asap cair dalam pakan suplemen berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap
susut masak daging Sapi Bali (otot Semitendinosus) hasil penggemukan. Hasil uji
beda nyata terkecil (BNT) menunjukkan bahwa nilai susut masak daging dengan
25
pemberian level asap cair 0% tidak berbeda nyata (P>0,05) dengan level asap cair
1% dan pemberian level asap cair 2% berbeda sangat nyata (P<0,01) dengan level
asap cair 0% dan berbeda nyata (P<0,05) dengan level asap cair 1%. Nilai susut
masak pemberian level asap cair 2% lebih tinggi dibandingkan dengan 0% dan 1
dengan meningkatnya pemberian level asap cair disebabkan karena asam – asam
pada asap cair menyebabkan protein daging rusak sehingga air yang terikat dalam
struktur daging berkurang. Hal ini sejalan dengan penelitian Arizona dkk. (2011)
bahwa nilai susut masak meningkat disebabkan karena asam – asam pada asap cair
menyebabkan protein daging rusak sehingga ketersediaan grup reaktif protein pada
daging untuk mengikat air kurang, mengakibatkan susut masak menjadi lebih besar.
yang berbeda berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap susut masak daging Sapi Bali
(otot Semitendinosus) hasil penggemukan. Hasil uji beda nyata terkecil (BNT)
menunjukkan bahwa nilai susut masak daging pada waktu maturasi 4 hari berbeda
nyata (P<0,05) lebih tinggi dibanding dengan nilai susut masak daging pada waktu
maturasi 0 dan 8 hari. Sedangkan nilai susut masak daging antara waktu maturasi 0
dan 8 hari tidak menunjukkan perbedaan yang nyata (P>0,05). Data pada tabel 3
memperlihatkan nilai susut masak dari waktu maturasi 0 hari sampai dengan 8 hari
indikator dari melemahnya ikatan – ikatan protein. Hal ini sesuai dengan pendapat
Hamm (1960) yang menyatakan bahwa tingginya nilai susut masak merupakan
26
mengikat cairan daging melemah dan banyak cairan daging yang keluar karena
asap cair dalam pakan suplemen dan waktu maturasi yang berbeda tidak
berpengaruh nyata (P>0,05) terhadap susut masak daging Sapi Bali hasil
penggemukan. Hal ini mengindikasikan bahwa tingkat pemberian asap cair terdapat
Pengaruh Level Asap Cair dan Waktu Maturasi terhadap Nilai Daya Putus Daging
(kg/cm2)
Nilai rata-rata daya putus daging daging Sapi Bali hasil penggemukan
dengan pemberian level asap cair dalam pakan suplemen dan waktu maturasi yang
Tabel 4. Nilai rata-rata daya putus daging daging (kg/cm2) Sapi Bali dengan
pmeberian level asap cair dalam pakan suplemen dan waktu maturasi yang
berbeda.
Waktu Maturasi (Hari)
Level Asap Cair (%) Rata-rata
0 4 8
0 3,00±0,31 3,15±0,16 2,91±0,39 3,02±0,28
1 3,40±0,14 3,22±0,69 3,19±0,22 3,27±0,38
2 3,46±0,36 3,35±0,71 3,08±0,02 3,30±0,43
Rata-rata 3,29±0,32 3,24±0,51 3,06±0,25
level asap cair dalam pakan suplemen tidak berpengaruh nyata (P>0,05) terhadap
daya putus daging Sapi Bali (otot Semitendinosus) hasil penggemukan. Nilai rata –
rata pada level asap cair 0% (3,02), 1% (3,27) dan pada level asap cair 2% (3,30)
tidak menunjukkan perbedaan yang besar. Hal ini menunjukkan bahwa pada
27
penambahan level asap cair tidak mempengaruhi nilai daya putus daging Sapi Bali
daging pada tabel 4 termasuk dalam tingkat keempukan yang sangat empuk yaitu
daging sangat empuk memiliki nilai daya putus daging kurang 3,30 kg/cm2. Kriteria
tingkat keempukan ini dikelompokkan oleh Suryati dkk. (2008) bahwa keempukan
empuk memiliki nilai daya putus kurang dari 3,30 kg/cm2, daging empuk memiliki
yang berbeda tidak berpengaruh nyata (P>0,05) terhadap nilai daya putus daging
Sapi Bali (otot Semitendinosus) hasil penggemukan. Nilai rata – rata pada waktu
maturasi 0 hari (3,29), 4 hari (3,24) dan 8 hari (3,06) menunjukkan adanya
penurunan dari waktu maturasi 0 hari sampai 8 hari. Pada rentang 0 hari (3,29)
banyak faktor yang mempengaruhi keempukan pada daging, yang paling utama
adalah degradasi protein miofibrillar oleh enzim kalpain. Kekuatan uji tarik daging
miofibril. Akan tetapi nilai daya putus daging tidak menunjukkan perbedaan yang
jauh baik pada waktu maturasi 0 hari hingga waktu maturasi 8 hari. Hal ini
menunjukkan bahwa waktu maturasi yang berbeda tidak mempengaruhi nilai daya
28
Hasil analisis ragam (Lampiran 4) menunjukkan bahwa pemberian level
asap cair dalam pakan suplemen dan waktu maturasi yang berbeda tidak
berpengaruh nyata (P>0,05) terhadap daya putus daging Sapi Bali hasil
penggemukan. Hal ini mengindikasikan bahwa tingkat pemberian asap cair terdapat
29
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
bahwa :
Sapi Bali
daging, dan menurunkan nilai pH, sedangkan nilai daya ikat air dan daya
3. Interaksi antara level asap cair dan waktu maturasi yang berbeda
mempengaruhi nilai pH dan tidak terdapat interaksi antara level asap cair
dan waktu maturasi pada nilai daya ikat air, susut masak dan daya putus
daging.
Saran
diperlukan penelitian lanjutan pada level asap cair dalam pakan suplemen
30
DAFTAR PUSTAKA
Abustam, E. 1995. Studi maturasi (aging) daging sapi Bali penggemukan dan tanpa
penggemukan di Sulawesi Selatan. Jurnal Ilmiah Penelitian Ternak
Gowa, Edisi Khusus. Hal: 135.
Abustam, E dan Ali H. M. 2004. Bahan Ajar Ilmu dan Teknologi Daging. Fakultas
Peternakan Universitas Hasanuddin, Makassar.
Abustam, E dan Ali H. M. 2012. Peningkatan sifat fungsional daging sapi Bali
(Longisismus dorsi) melalui penambahan asap cair pascamerta dan
waktu rigor. Buletin Veteriner Udayana Volume 8
Abustam, E. J.C. Likadja dan F. Sikapang. 2010. Pemanfaatan asap cair sebagai
bahan pengikat pada pembuatan bakso daging dari tiga jenis otot sapi
Bali. Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner Hal 467-473
Arizona, R., E. Suryanto, dan Y. Erwanto. 2011. Pengaruh konsentrasi asap cair
tempurung kenari dan lama penyimpanan terhadap kualitas kimia dan
fisik daging. Buletin Peternakan Vol. 35(1): 50-56.
Bahtiar. 2014. Pengaruh konsentrasi asap cair dan lama penyimpanan terhadap
kualitas otot daging sapi Bali Longissimus dorsi (LD). Skripsi. Jurusan
31
Ilmu Peternakan Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri
Alauddin, Makassar.
Bahtiar., E. Abustam. dan K. Kiramang. 2014. Pengaruh konsentrasi asap cair dan
lama penyimpanan terhadap daya ikat air dan daya putus daging. JIIP
Volume 1 Nomor 3, h. 191-200
Basmar, I. 2017. Pengaruh konsentrasi asap cair dalam pakan suplemen dan waktu
maturasi terhadap karakteristik fisik daging sapi bali hasil penggemukan.
Skripsi. Fakultas Peternakan Universitas Hasanuddin, Makassar
Hartati, S. 2010. Populasi Mikroba Dan Sifat Fisik Daging Sapi Beku Selama
Penyimpanan. Skripsi. Program Studi Peternakan Fakultas Agroindustri
Universitas Mercu Buana. Yogyakarta.
Julianto, D., I. Dianasari, dan S. Susilowati. 2016. Pengaruh dosis pemberian asap
cair (liquid smoke) dan lama simpan terhadap jumlah bakteri dan pH
daging ayam. Fakultas Peternakan, Universitas Islam Malang, Malang.
Komariah., S. Rahayu, dan Sarjito. 2009. Sifat fisikokimia daging sapi, kerbau dan
domba pada lama postmortem yang berbeda. Buletin Peternakan Vol.
33(3): 183-189
Ma’arif, A. 2009. Pengaruh Asap Cair Terhadap Kualitas Bakso Daging Sapi Bali.
Skripsi. Fakultas Peternakan Universitas Hasanuddin, Makassar.
32
Rahayu, S., V. P. Bintoro, dan Kusrahayu. 2012. Pengaruh pemberian asap cair dan
metode pengemasan terhadap kualitas dan tingkat kesukaan
dendeng sapi selama penyimpanan. Jurnal Aplikasi Teknologi Pangan
Vol. 1 No. 4.
Rahman, A. 2017. Pengaruh Konsentrasi Asap Cair dalam Pakan Suplemen dan
Waktu Maturasi Terhadap Nilai dpd, tba dan Aktivitas Antioksidan
Daging Sapi Bali Hasil Penggemukan. Skripsi. Fakultas Peternakan
Universitas Hasanuddin, Makassar.
Soeparno. 2011. Ilmu dan Teknologi Daging. Gajah mada University press.
Yogyakarta.
Suardana IW, Swacita IBN. 2009. Higiene Makanan. Udayana University Press,
Denpasar, Bali.
Suryati, T., I. I. Arief, dan B. N. Polli. 2008. Korelasi dan kategori keempukan
daging berdasarkan hasil pengujian menggunakan alat dan panelis.
Animal Production, Vol. 10 No. 3 Hal 188 – 193
Wulandari, S. 2011. Pengaruh Jenis Otot Dan Level Asap Cair Terhadap Kualitas
Daging Pascarigor Sapi Bali. Skripsi. Fakultas Peternakan Universitas
Hasanuddin, Makassar.
33
LAMPIRAN
Lampiran 1. Analisis Ragam Nilai pH Daging Sapi Bali dengan Level Asap Cair
dalam Pakan dan Waktu Maturasi yang Berbeda
Level
Multiple Comparisons
Dependent Variable:pH
95% Confidence
Interval
(I) (J) Mean Lower Upper
Level Level Difference (I-J) Std. Error Sig. Bound Bound
LSD 0% 1% .1233* .04980 .023 .0187 .2280
2% .2800* .04980 .000 .1754 .3846
*
1% 0% -.1233 .04980 .023 -.2280 -.0187
2% .1567* .04980 .006 .0520 .2613
2% 0% -.2800* .04980 .000 -.3846 -.1754
*
1% -.1567 .04980 .006 -.2613 -.0520
Based on observed means.
The error term is Mean Square(Error) = .011.
*. The mean difference is significant at the .05 level.
34
Maturasi
Multiple Comparisons
Dependent Variable:pH
95% Confidence
Interval
(I) (J) Mean Std. Lower Upper
Maturasi Maturasi Difference (I-J) Error Sig. Bound Bound
LSD 0 Hari 4 Hari .6233* .04980 .000 .5187 .7280
*
8 Hari .6733 .04980 .000 .5687 .7780
4 Hari 0 Hari -.6233* .04980 .000 -.7280 -.5187
8 Hari .0500 .04980 .329 -.0546 .1546
*
8 Hari 0 Hari -.6733 .04980 .000 -.7780 -.5687
4 Hari -.0500 .04980 .329 -.1546 .0546
Based on observed means.
The error term is Mean Square(Error) = .011.
*. The mean difference is significant at the .05 level.
Lampiran 2. Analisis Ragam Nilai Daya Ikat Air Daging Sapi Bali dengan Level
Asap Cair dalam Pakan dan Waktu Maturasi yang Berbeda
35
Lampiran 3. Analisis Ragam Nilai Susut Masak Daging Sapi Bali dengan Level
Asap Cair dalam Pakan dan Waktu Maturasi yang Berbeda
Level
Multiple Comparisons
Dependent Variable:SM
95% Confidence
Interval
(I) (J) Mean Lower Upper
Level Level Difference (I-J) Std. Error Sig. Bound Bound
LSD 0% 1% -1.8778 1.79106 .308 -5.6407 1.8851
*
2% -6.4667 1.79106 .002 -10.2295 -2.7038
1% 0% 1.8778 1.79106 .308 -1.8851 5.6407
2% -4.5889* 1.79106 .020 -8.3518 -.8260
*
2% 0% 6.4667 1.79106 .002 2.7038 10.2295
1% 4.5889* 1.79106 .020 .8260 8.3518
Based on observed means.
The error term is Mean Square(Error) = 14.436.
*. The mean difference is significant at the .05 level.
36
Maturasi
Multiple Comparisons
Dependent Variable:SM
95% Confidence
(I) (J) Interval
Maturas Maturas Mean Lower Upper
i i Difference (I-J) Std. Error Sig. Bound Bound
LSD 0 Hari 4 Hari -4.9222* 1.79106 .013 -8.6851 -1.1593
8 Hari -.4222 1.79106 .816 -4.1851 3.3407
*
4 Hari 0 Hari 4.9222 1.79106 .013 1.1593 8.6851
*
8 Hari 4.5000 1.79106 .022 .7371 8.2629
8 Hari 0 Hari .4222 1.79106 .816 -3.3407 4.1851
*
4 Hari -4.5000 1.79106 .022 -8.2629 -.7371
Based on observed means.
The error term is Mean Square(Error) = 14.436.
*. The mean difference is significant at the .05 level.
Lampiran 4. Analisis Ragam Nilai Daya Putus Daging Sapi Bali dengan Level
Asap Cair dalam Pakan dan Waktu Maturasi yang Berbeda
37
Lampiran 5. Dokumentasi
38
RIWAYAT HIDUP
dan lulus pada tahun 2007. Penulis melanjutkan pendidikan di SMPIT AL-ISHLAH
Maros dan lulus pada tahun 2010, kemudian melanjutkan pendidikan di SMA
Negeri 1 Maros, dan lulus pada tahun 2013. Setelah menyelesaikan pendidikan
39