Anda di halaman 1dari 53

KARAKTERISTIK FISIKO-KIMIA DAGING SAPI BALI

HASIL PENGGEMUKAN DENGAN PEMBERIAN


LEVEL ASAP CAIR DALAM PAKAN SUPLEMEN
DAN WAKTU MATURASI YANG BERBEDA

SKRIPSI

OLEH

MUH SYAFI’IY YUSUF


I111 13 523

FAKULTAS PETERNAKAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2018
i
KARAKTERISTIK FISIKO-KIMIA DAGING SAPI BALI
HASIL PENGGEMUKAN DENGAN PEMBERIAN
LEVEL ASAP CAIR DALAM PAKAN SUPLEMEN
DAN WAKTU MATURASI YANG BERBEDA

SKRIPSI

OLEH

MUH. SYAFI’IY YUSUF


I 111 13 523

Skripsi sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh


Gelar Sarjana Peternakan pada Fakultas Peternakan
Universitas Hasanuddin

FAKULTAS PETERNAKAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2018

ii
PERNYATAAN KEASLIAN

iii
HALAMAN PENGESAHAN

iv
KATA PENGANTAR

‫الر ِحي ِْم‬


َّ ‫الرحْ َم ِن‬
َّ ِ‫ْــــــــــــــــــم هللا‬
ِ ‫بِس‬

Alhamdulillahi Rabbil Alamin, puji syukur kita panjatkan ke hadirat

Illahi Rabbi, karena dengan mata-Nya kita melihat, dengan telinga-Nya kita

mendengar, dengan firman-Nya kita berbicara, dan dengan ruh-Nya kita

dihidupkan. Shalawat dan salam tak lupa pula penulis haturkan pada Nabiullah

Muhammad Sallallahu Alaihi wa Sallam, ialah sang revolusioner sejati yang

telah menggulung permadani kebatilan dan membentangkan sajadah-sajadah

kebaikan.

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini tidak lepas dari

bantuan berbagai pihak. Untuk itu dengan penuh rasa hormat, penulis

merangkaikan untaian terima kasih dan penghargaan yang sebesar-besarnya

1. Bapak Prof. Dr. Ir. M.S. Effendi Abustam, M.Sc. selaku pembimbing

utama dan Bapak Prof. Dr. Muhammad Yusuf, S.Pt. selaku pembimbing

anggota yang telah mencurahkan perhatian untuk membimbing dan

mengarahkan penulis dalam penyusunan skripsi ini.

2. Bapak Dr. Hikmah M. Ali, S.Pt, M.Si., Ibu Dr. Nahariah, S.Pt. M.P dan

Ibu Dr. Fatma Maruddin, S.Pt., M.P. atas saran-saran dalam penulisan

skripsi ini.

3. Bapak Prof. Dr. Ir. H. Sudirman Baco, M.Sc. selaku Dekan Fakultas

Peternakan beserta jajarannya terima kasih atas segala bantuan kepada

penulis selama menjadi mahasiswa di Fakultas Peternakan.

v
4. Ibu Dr. Ir. Syahriani Syahrir, M.Si. selaku Penasehat Akademik.

5. Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada orang

tua, Aba Muhammad Yusuf Madeamin dan Ummi Aniswati Amiruddin,

kepada saudara dan saudariku Rifaatul Mahmuda Yusuf, Raidah Intizar

Yusuf, Muhammad Huzaifah Ali M Yusuf, Mahfudz Yusuf, Nur

Misuari Yusuf, Muhammad Husain Fadlullah Yusuf, Dahniar Sitti

Uleng Yusuf, dan Ahmad Rahman Yusuf Serta Kakak dan adek ipar atas

segala doa, motivasi, teladan, pengetahuan, dukungan dan kasih sayangnya.

6. Rekan-rekan TIM UKAMB Kanda Syamsuddin, Laode Rahman Musawa,

Ashari Aswan dan Amir Hamzah terima kasih atas kerjasama dan

bantuannya selama penelitian.

7. Tim Asisten Teknologi Pengolahan Limbah dan Sisa Hasil Ternak (Anto,

Tyo, Tuang, Dartina) terima kasih atas kerjasamanya selama ini.

8. Teman-teman pondok armita (Laode Rahman, Ikram, Makmur,

Ardiansyah, Arisman, Abdan Baso, Ehsan, Agi, Wawan, Tyo,

Febriansyah, Arman dan Dede) terima kasih atas kebersamaan kalian.

9. Teman-teman LARFA 013 terima kasih atas kebersamaan kalian.

10. Kepada Kakanda Syamsuddin, Andri Teguh Prabowo, Haikal, Syahriana

sabil, Andi Dharmawan Wicaksono, dan Kartina terima kasih atas

bantuan dan motivasinya kepada penulis.

11. “HIMATEHATE-UH” yang telah memberi keceriaan selama berhimpunan.

12. Kepada L10N 010, Solandeven 011, Flock Mentality 012, Larfa 013, Ant

014, Rantai 015, dan Tanduk 016 penulis ucapkan banyak terima kasih.

vi
13. Teman-teman KKN Internasional UNHAS angkatan 93 Universitas Utara

Malaysia, Kedah, Malaysia. Khususnya (Safah, Dwiky, Wahyu, Amil, dan

Aizad) Terima Kasih atas kebersamaan dan keceriaan yang telah kalian

ciptakan selama berada di lokasi KKN.

Penulis menyadari bahwa Skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan

meski telah berusaha melakukan yang terbaik. Oleh karena itu, dengan segala

kerendahan hati penulis mengharapkan saran ataupun kritikan yang bersifat

konstruktif dari pembaca demi penyempurnaan karya tulis ini. Harapan penulis,

semoga karya tulis ini dapat bermanfaat.

Makassar, 10 Februari 2018

Muh Syafi’iy Yusuf

vii
ABSTRAK

MUH. SYAFI’IY YUSUF (I111 13 523). Karakteristik Fisiko-kimia Daging Sapi


Bali Hasil Penggemukan dengan Pemberian level Asap Cair dalam Pakan
Suplemen dan Waktu Maturasi yang Berbeda. Dibawah bimbingan EFFENDI
ABUSTAM sebagai pembimbing utama dan MUHAMMAD YUSUF sebagai
pembimbing anggota.

Daging paha sapi (otot Semitendinosus) adalah bagian sapi yang terletak pada
bagian paha belakang sapi. Potongannya sangat tipis dan sangat alot, bentuknya
besar melebar dan terbungkus bagian lemak. Upaya peningkatan kualitas daging
sapi (otot Semitendinosus) ini dapat dilakukan dengan penanganan sebelum
pemotongan (pemberian pakan dengan penambahan asap cair) dan setelah
pemotongan (proses maturasi). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
karakteristik fisikokimia daging Sapi Bali hasil penggemukan dengan pemberian
asap cair berbagai level dalam pakan suplemen dan waktu maturasi yang berbeda.
Parameter yang diukur pada penelitian ini adalah pH, daya ikat air, susut masak dan
daya putus daging. Penelitian ini disusun berdasarkan rancangan acak lengkap pola
faktorial. Faktor pertama adalah level asap cair (0%, 1%, dan 2%) dan faktor kedua
adalah waktu maturasi (0 hari, 4 hari, dan 8 hari) dengan 3 kali ulangan. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa penambahan level asap cair pada pakan suplemen
belum mampu memberikan pengaruh yang kuat pada karakteristik fisiko-kimia
daging Sapi Bali. Semakin lama waktu maturasi maka akan meningkatkan nilai
susut masak daging dan menurunkan nilai pH, namun tidak berpengaruh pada nilai
daya ikat air dan daya putus daging. Interaksi antara level asap cair dan waktu
maturasi yang berbeda mempengaruhi nilai pH. Di sisi lain, level asap cair dan
waktu maturasi tidak memiliki interaksi pada nilai daya ikat air, susut masak dan
daya putus daging. Dengan demikian, diperlukan penelitian lanjutan pada level asap
cair dalam pakan suplemen yang lebih tinggi untuk mengetahui pengaruhnya
terhadap karakteristik fisikokimia daging sapi hasil penggemukan.

Kata Kunci: Asap Cair, Maturasi, Sapi Bali, Karakteristik Fisiko-kimia Daging.

viii
ABSTRACT

MUH. SYAFI’IY YUSUF (I111 13 523). Physico-chemical Characteristics of


Fattened Bali Beef Treated with Different Liquid Smoke Levels in the Feed
Suplements and Maturation Time. Supervised by EFFENDI ABUSTAM as main
supervisor and MUHAMMAD YUSUF as Co-Supervisor.

Silverside (Semitendinosus muscle) is a part of cattle that is located on the


hamstrings. The pieces of beef are very thin and tough, the shape is big widened
and covered with fat. Effort to improve the beef quality (Semitendinosus muscle)
can be done by handling before slaughtering (feeding with the addition of liquid
smoke) and after slaughtering (maturation process). The objective of this rstudy was
to know the physico-chemical characteristics of fattened Bali Beef with the
provision of various levels of liquid smoke in the feed supplements and different
maturation time. The parameters measured in this study were pH, water holding
capacity, cooking loss and shear force values. This study was arranged using
complete randomized design of factorial patterns. The first factor was the level of
liquid smoke (0%, 1%, and 2%) and the second factor was maturation time (0 day,
4 days and 8 days) with 3 replications in each factor. The results of this study
showed that the addition of liquid smoke at different levels in the feed supplements
had not been able to have a strong influence on the physicochemical characteristics
of fattened Bali Beef. The longer maturation time increased the cooking loss value
of the meat and decreased the pH value; however, it did not affect the value of water
holding capacity and shear force of the meet. The interaction between liquid smoke
levels and different maturation times affected the pH values. On the other hand,
level of liquid smoke and maturation time did not show any interaction with water
holding capacity, cooking loss, and shear force values of the meat. Therefore,
further study is needed with higher levels of liquid smoke in the feed suplements to
determine its effect on the physicochemical characteristics of fattened beef.

Keywords: Liquid Smoke, Maturation, Bali Cattle, Physico-chemical


Characteristics of Meat.

ix
DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI ............................................................................................ x

DAFTAR TABEL ..................................................................................... xii

DAFTAR GAMBAR ................................................................................. xiii

DAFTAR LAMPIRAN .............................................................................. xiv

PENDAHULUAN ..................................................................................... 1

TINJAUAN PUSTAKA

Tinjauan Umum Daging................................................................. 4


Asap Cair dan Kandungan-kandungannya .................................... 5
Maturasi Daging ............................................................................ 8
Tinjauan Umum Karakteristik Fisikokimia Daging ....................... 10
Hipotesis Penelitian ....................................................................... 15

METODE PENELITIAN

Waktu dan Tempat ......................................................................... 16


Materi Penelitian ........................................................................... 16
Rancangan Penelitian .................................................................... 16
Prosedur Penelitian......................................................................... 17
Parameter yang Diukur .................................................................. 18
Analisis Data .................................................................................. 21

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pengaruh level Asap Cair dan Waktu Maturasi terhadap nilai pH


Daging ............................................................................................ 20
Pengaruh Level Asap Cair dan Waktu Maturasi terhadap Nilai
Daya Ikat Air Daging ..................................................................... 23
Pengaruh Level Asap Cair dan Waktu Maturasi terhadap Nilai
Susut Masak Daging....................................................................... 24
Pengaruh Level Asap Cair dan Waktu Maturasi terhadap Nilai
Daya Putus Daging ......................................................................... 26

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan..................................................................................... 30
Saran ............................................................................................... 30

x
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................... 31

LAMPIRAN ............................................................................................... 34

RIWAYAT HIDUP .................................................................................... 39

xi
DAFTAR TABEL

No. Halaman
Teks

1. Nilai rata-rata pH daging Sapi Bali ...................................................... 21

2. Nilai rata-rata daya ikat air daging sapi bali ........................................ 24

3. Nilai rata-rata susut masak daging Sapi Bali ....................................... 25

4. Nilai rata-rata daya putus daging Sapi Bali ......................................... 27

xii
DAFTAR GAMBAR

No. Halaman
Teks

1. Diagram Alir Proses Penelitian ........................................................... 17

2. Grafik interaksi level asap cair dan waktu maturasi berbeda terhadap
nilai pH daging..................................................................................... 23

xiii
DAFTAR LAMPIRAN

No. Halaman
Teks

1. Analisis Ragam Nilai pH Daging Sapi Bali dengan Level Asap


Cair dalam Pakan dan Waktu Maturasi yang Berbeda.................... 34

2. Analisis Ragam Nilai Daya Ikat Air Daging Sapi Bali dengan Level
Asap Cair dalam Pakan dan Waktu Maturasi yang Berbeda .......... 35

3. Analisis Ragam Nilai Susut Masak Daging Sapi Bali dengan Level
Asap Cair dalam Pakan dan Waktu Maturasi yang Berbeda .......... 36

4. Analisis Ragam Nilai Daya Putus Daging Sapi Bali dengan Level
Asap Cair dalam Pakan dan Waktu Maturasi yang Berbeda .......... 37

5. Dokumentasi ................................................................................... 38

xiv
PENDAHULUAN

Daging sapi merupakan salah satu komoditi peternakan yang menjadi

andalan sumber protein hewani, Daging Sapi sangat menunjang untuk memenuhi

kebutuhan dasar bahan pangan di Indonesia. Upaya dalam meningkatkan kualitas

daging sapi yang memiliki protein hewani yang tinggi dengan melakukan

penanganan sebelum pemotongan adalah pemberian pakan, sedangkan setelah

pemotongan adalah proses maturasi. Pemberian pakan dan proses maturasi pasca

pemotongan yang kurang tepat, akan mengakibatkan kualitas daging menurun. Oleh

sebab itu penanganan sebelum pemotongan dan sesudah pemotongan perlu

diperhatikan.

Penanganan sebelum pemotongan dapat dilakukan dengan cara pemberian

pakan suplemen. Pakan suplemen yang diberikan dalam bentuk Urea Multinutrien

Air Kelapa Asap Cair Blok (UKAMB). Pakan tambahan ini diberikan dalam bentuk

permen untuk ternak, karena ketika diberi ternaknya akan menjilatnya seperti

permen. Pakan suplemen ini berbentuk padat yang terbuat dari berbagai macam

sumber pakan yang dilengkapi dengan asap cair. Kandungan asap cair seperti fenol,

asam dan karbonil mampu berperan dalam peningkatan daya tahan serta kualitas

daging. Basmar (2017) menyarankan untuk menggunakan pemberian pakan

suplemen dengan 10% konsentrasi asap cair. Namun, dengan minimnya pemberian

level asap cair pada pakan suplemen diharapkan dapat meningkatkan kualitas pada

daging.

Upaya dalam meningkatkan kualitas daging selain pemberian pakan juga

dengan melakukan penanganan setelah pemotongan. Penanganan setelah

1
pemotongan dapat dilakukan dengan cara penyimpanan pada suhu rendah (5oC)

yang biasa disebut dengan maturasi. Maturasi bertujuan agar terjadi perbaikan

keempukan pada daging, dikarenakan adanya kerja enzim proteolitik seperti

calpain dan cathepsin yang berperan dalam mendegradasi protein. Adanya interaksi

antara level asap cair dengan maturasi diharapkan dapat meningkatkan kualitas

pada karakteristik fisikokimia daging pascapemotongan. Oleh karena itu, dilakukan

penelitian mengenai Karakteristik fisikokimia daging Sapi Bali (otot

Semitendinosus) hasil penggemukan dengan pemberian level asap cair dalam pakan

suplemen dan waktu maturasi yang berbeda

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui karakteristik fisiko-

kimia daging Sapi Bali hasil penggemukan dengan pemberian level asap cair dalam

pakan suplemen dan waktu maturasi yang berbeda. Kegunaan dari penelitian ini

adalah sebagai sumber informasi ilmiah bagi mahasiswa, dosen dan masyarakat

dalam upaya penggunaan level asap cair yang optimal dan penerapan waktu

maturasi pada suhu rendah untuk meningkatkan karakteristik fisikokimia daging

Sapi Bali pada hasil penggemukan.

2
TINJAUAN PUSTAKA

Definisi dan Karakteristik Daging

Daging merupakan bahan pangan yang penting dalam memenuhi kebutuhan

gizi. Selain mutu proteinnya yang tinggi, daging mengandung asam amino esensial

yang lengkap dan seimbang serta beberapa jenis mineral dan vitamin. Daging

merupakan protein hewani yang lebih mudah dicerna dibanding dengan protein

nabati. Bagian yang terpenting yang menjadi acuan konsumen dalam pemilihan

daging adalah sifat fisik. Sifat fisik dalam hal ini antara lain warna, keempukan,

tekstur, kekenyalan dan kebasahan (Komariah dkk., 2009). Soeparno (2011) juga

berpendapat bahwa daging merupakan hasil ternak yang tidak dapat dipisahkan dari

kehidupan manusia. Selain penganekaragaman sumber pangan, daging juga dapat

menimbulkan kepuasan atau kenikmatan bagi yang mengkonsumsinya karena

kandungan gizinya lengkap sehingga keseimbangan gizi untuk hidup dapat

terpenuhi.

Kualitas karkas dan daging dipengaruhi oleh faktor sebelum dan setelah

pemotongan. Faktor sebelum pemotongan yang dapat mempengaruhi kualitas

daging antara lain adalah genetik, spesies, bangsa, tipe ternak, jenis kelamin, umur,

pakan termasuk bahan aditif dan stres. Faktor setelah pemotongan yang

mempengaruhi kualitas daging antara lain meliputi metode pelayuan, metode

pemasakan, pH karkas dan daging, bahan tambahan termasuk enzim pengempuk

daging, macam otot daging dan lokasi pada suatu otot daging (Soeparno, 2011).

3
Daging paha (Topside atau Round) adalah bagian daging sapi yang terletak

di bagian paha belakang sapi yang besar dan tebal (6,2% dari berat karkas).

Potongan daging sapi di bagian ini sangat tipis dan sangat alot. Bentuknya besar

melebar dan terbungkus lapisan lemak (Nurani, 2010). Menurut Mujahidin (2012)

Eye round atau gandik merupakan bagian dari Silverside, disebut Eye round karena

bentuknya seperti mata. Eye round memeliki kekhasan yaitu pada warna. Warna

Eye round merah sangat muda, Bila diurut dari semua katagori daging, Eye round

memiliki warna merah yang paling muda.

Otot semitendinosus berada pada bagian posterior paha. Soeparno (2011)

mengemukakan bahwa lokasi otot mempengaruhi kontraksi dan kontraksi/status

kontraksi otot mempengaruhi keempukan, kontraksi yang semakin banyak akan

menyebabkan daging menjadi lebih alot seperti pada contoh otot loin lebih empuk

dari otot paha dan otot paha lebih empuk daripada otot leher. Menurut Bahtiar

(2014) keempukan daging bervariasi diantara jenis otot, jumlah jaringan ikat dalam

otot mempunyai tekstur daging. Otot yang lebih banyak bergerak selama terlihat

lebih kasar, sedangkan otot yang kurang digerakkan seperti otot Semitendinosus dan

otot Longissimus dorsi maka teksturnya lebih halus. Berdasarkan hasil penelitian

Abustam dkk. (2010) otot Semitendinosus memiliki keempukan yang lebih rendah

dibandingkan dengan otot Longisimus dorsi. Sedangkan pada otot Pectoralis

profundus menghasilkan keempukan yang kurang lebih sama.

Komposisi Asap Cair

Asap cair merupakan hasil kondensasi dari pirolisis kayu yang mengandung

sejumlah besar senyawa yang terbentuk akibat proses pirolisis konstituen kayu

4
seperti selulosa, hemiselulosa dan lignin. Proses pirolisa melibatkan berbagai proses

reaksi yaitu dekomposisi, oksidasi, polimerisasi, dan kondensasi. Asap cair

memiliki sifat fungsional sebagai antioksidan, antibakteri dan pembentuk warna

serta cita rasa yang khas. Sifat – sifat fungsional tersebut berkaitan dengan

komponen - komponen yang terdapat didalam asap cair tersebut. Asap cair memiliki

kemampuan untuk mengawetkan bahan makanan karena adanya senyawa asam,

derivat fenol, dan karbonil (Darmadji, 1995).

Asap cair merupakan suatu campuran dispersi asap kayu dalam air yang

dibuat dengan mengkondensasikan asap hasil pembakaran kayu yang mengandung

senyawa fenol yang berperan sebagai antioksidan dan dapat meningkatakan daya

tahan dan kualitas daging. Pada umumnya, penggunaan asap cair sering

dikombinasikan dengan berbagai perlakuan seperti penggaraman, teknik

pengemasan dan suhu penyimpanan, sebagai upaya efek sinergis terhadap

mikroorganisme perusak dan meningkatkan umur simpan (Bahtiar dkk., 2014).

Menurut Akbar dkk. (2014) bahwa dengan tersedianya asap cair maka proses

pengasapan tradisional dengan menggunakan asap secara langsung mengandung

banyak kelemahan seperti pencemaran lingkungan sehingga proses tidak dapat

dikendalikan, kualitas yang tidak konsisten serta timbulnya bahaya kebakaran yang

semuanya dapat dihindari sebagai pengawet bahan makanan seperti daging, ikan

dan bakso.

Kandungan yang terdapat dalam asap cair mampu meningkatkan daya ikat

air, sehingga menurunkan susut masak daging. Penurunan susut masak disebakan

karena kandungan fenol yang terdapat dalam asap cair, dimana senyawa fenol yang

5
terdapat dalam asap cair mampu mengikat gugus aldehid, keton asam, dan ester

yang dapat mempengaruhi kemampuan mengikat air pada daging, dalam hal ini

fenol terdisosiasi sehingga menghasilkan H+ dan anion. Penambahan asap cair akan

memperbaiki kualitas daging dimana pada level 2% menurunkan susut masak,

menurunkan DPD, meningkatkan skor keempukan, meningkatkan skor kebasahan,

meningkatkan skor residu pengunyahan meningkatkan skor flavor (Wulandari,

2011). Abustam dan Ali (2012) mengemukakan bahwa pengaplikasian asap cair

pada daging sapi Bali, minimal pada level 1 – 1,5 % dari berat daging, dapat

dipertimbangkan dalam rangka perbaikan kualitas daging khususnya pH dan daya

ikat air. Berdasarkan hasil penelitian Abustam dkk. (2009) penggunaan asap cair

sampai level 1,0% pada pembuatan bakso daging sapi Bali menghasilkan daya

putus bakso dan susut masak yang rendah, daya lenting dan kekenyalan bakso

(organolepetik) yang tinggi serta tingkat kesukaan panelis yang tinggi.

Kandungan yang terdapat dalam asap cair mampu menurunkan daya putus

daging, karena asap cair menghambat oksidasi protein sehingga daya ikat air

meningkat yang selanjutnya berdampak pada penurunan nilai daya putus daging.

Adanya kandungan fenol yang terdapat dalam asap cair berperan dalam

menghambat autooksidasi protein sehingga air yang terdapat dalam protein daging

dapat dipertahankan. Semakin banyak air yang terikat dalam struktur daging maka

susut masak dari daging tersebut akan semakin rendah (Basmar, 2017). Rahman

(2017) mengemukakan bahwa nilai daya putus daging menurun sejalan dengan

bertambahnya konsentrasi asap cair dan lama waktu maturasi. Penurunan nilai daya

putus daging selain disebabkan oleh enzim pencerna protein pada saat maturasi,

6
juga disebabkan oleh senyawa fenol yang terdapat pada asap cair dalam pakan

suplemen yang dapat meningkatkan nilai daya ikat air pada daging sehingga

berdampak pada penurunan nilai daya putus daging.

Maturasi Daging

Maturasi adalah proses secara alamiah yang terjadi pada daging selama

penyimpanan dingin (2-5°C) setelah ternak disembelih yang memberikan dampak

terhadap perbaikan palatabilitas daging tersebut. Selama maturasi akan terjadi

pemecahan atau fragmentasi protein miofibriler oleh enzim-enzim alami

menghasilkan perbaikan keempukan daging (Sihombing, 2012). Menurut Abustam

(2012) ada dua kelompok enzim proteolitik yang berperan dalam proses

pengempukan ini yakni calcium dependence protease (CaDP) atau nama lainnya

calpain (µ dan m-calpain) yang intens bekerja pada saat prarigor dan kelompok

cathepsin yang aktif bekerja pada saat pascarigor. Keduanya berperan dalam

mendegradasi protein miofibriler. Calpain dalam aktivitasnya akan dihambat oleh

enzim calpastatin (inhibitor calpain), sehingga efektivitasnya terhadap perbaikan

keempukan akan sangat tergantung pada jumlah enzim inhibitor tersebut.

Selama maturasi akan terjadi pemecahan atau fragmentasi protein

miofibriler oleh enzim-enzim alami menghasilkan perbaikan keempukan daging,

khususnya pada bagian rib dan loin. Pada suhu 2º C, waktu yang dibutuhkan utnuk

pematangan daging adalah 10 - 15 hari, namun dengan alasan ekonomi waktu

diturunkan menajdi 7 - 8 hari. Akibat permintaan penyediaan daging yang cepat.

Lawrie (2003) mengemukakan bahwa selama proses aging atau biasa disebut

conditioning terjadi proteolisis yang kuat dari protein-protein sarkoplasma yang

7
larut dan karena kehilangan ion-ion potasium maka protein-protein urat daging

meningkat dalam mengikat air. Pada umumnya suhu conditioning yang lebih tinggi

akan menghasilkan level pengempukan tertentu dalam waktu yang relatif lebih

cepat dibanding pada suhu yang lebih rendah. Menurut Sihombing (2012), proses

aging dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu:

1. Kelembaban: kelembaban yang tinggi akan mengakibatkan pertumbuhan

mikroba yang berlebihan. Pada kelembabab rendah mengakibatkan

pengkerutan yang berlebihan. Kelembaban relative 85% memperlambat

pertumbuhan mikroba dan kehilangan cairan daging akan menurun.

2. Suhu: pada suhu yang tinggi akan mempercepat perkembangan keempukan

namun pertumbuhan mikroba juga meningkat,

3. Kecepatan udara: pada kecepatan udara rendah akan mengakibatkan

kondensasi air berlebihan pada produk yang mana akan menghasilkan aroma

dan flavor yang menyimpang (off-flavor), dan pembusukan. Sedang pada

kecepatan udara tinggi akan mengakibatkan pengeringan permukaan karkas

yang berlebihan,

Maturasi akan meningkatkan Daya Ikat Air (DIA) daging pada berbagai

macam pH karena terjadinya perubahan hubungan air-protein, yaitu peningkatan

muatan melalui absorbs ion K+ dan pembebasan Ca++, atau melemahnya myofibril

karena perubahan struktur jalur Z dan ban I. Namun, demikian maturasi yang terlalu

lama akan menurunkan DIA dan terjadinya perubahan struktur protein daging

(Abustam, 2012). Menurut Abustam (1995) yang menyatakan semakin lama

maturasi maka daya ikat air akan semakin meningkat, dimana maturasi pada hari ke

8
12 memberikan pengaruh yang sangat nyata dibanding dengan pada hari ke 3 dan

hari ke 6 dan nyata jika dibandingkan pada hari ke 0 (kontrol). Dikuatkan oleh hasil

penelitian Basmar (2017) bahwa semakin lama waktu maturasi maka akan

meningkatkan nilai pH dan daya ikat air daging, dan menurunkan susut masak

daging dan daya putus daging.

Tinjauan Umum Karakteristik Fisikokimia Daging

Derajat keasaman/potensial hidrogen (pH)

Nilai pH otot (otot bergaris melintang atau otot skeletal atau yang disebut

daging) saat hewan hidup sekitar 7,0-7,2 (pH netral). Setelah hewan disembelih

(mati), nilai pH dalam otot (pH daging) akan menurun akibat adanya akumulasi

asam laktat. pH awal diukur pada awal pengukuran setelah pemotongan sampai 45

menit, kemudian nilai pH akhir (ultimate pH value) adalah nilai pH terendah yang

dicapai pada otot setelah pemotongan (kematian). Pengukuran nilai pH akhir

biasanya dilakukan 24-36 jam setelah kematian pada karkas sapi selama di dalam

pendingin (chiller). Menurut Suardana dan Swacita (2009) pH normal daging

adalah 5,4- 5,8. Nilai pH daging post-mortem akan ditentukan oleh jumlah asam

laktat yang dihasilkan dari glikogen selama proses glikolisis anaerob dan akan

terbatas bila hewan terdepresi karena lelah. Setelah hewan disembelih, penyedian

oksigen otot terhenti. Dengan demikian persediaan oksigen tidak lagi di otot dan

sisa metabolisme tidak dapat dikeluarkan lagi dari otot. Jadi daging hewan yang

sudah disembelih akan mengalami penurunan pH (Purnomo dan Adiono, 1985).

9
Pembentukan asam laktat yang rendah karena proses glikolisis yang cepat

akan menghasilkan pH yang rendah (Abustam dan Ali, 2004). Lawrie (2003)

mengemukakan bahwa penurunan pH otot dan pembentukan asam laktat

merupakan salah satu hal yang nyata pada otot selama berlangsungnya konversi otot

menjadi daging. Pada beberapa hewan penurunan pH terjadi pada jam-jam pertama

setelah hewan dipotong dan akan stabil pada pH sekitar 6,5 – 6,8. Ada juga hewan

dimana penurunan pHnya terjadi dengan cepat dan mencapai 5,4 – 5,5 dalam jam

pertama setelah eksanguinasi. Hasil penelitian Hartati (2010) menunjukkan bahwa

otot Longissimus dorsi memiliki pH 5,04; Semitendinosus 5,25; dan Infraspinatus

5,41.

Menurut Lawrie (2003) daging dengan pH tinggi akan mempunyai daya

mengikat air yang tinggi yang dikenal sebagai DFD (dark, firm, dry) dan daging

dengan pH yang rendah akan mempunyai daya mengikat air yang rendah yang

dikenal sebagai PSE (pale, soft, exudative). Faktor suhu dan lingkungan sangat

berpengaruh terhadap kecepatan dan besarnya penurunan pH daging. Pada suhu

tinggi terjadi glikolisis di dalam daging yang cepat sehingga pH cepat menurun,

karena meningkatnya asam laktat.

Daya ikat air (DIA)

Daya ikat air oleh protein daging atau water-holding capacity adalah

kemampuan daging untuk mengikat air. Air yang terikat didalam otot dapat dibagi

menjadi 3 kompartemen air, yaitu air yang terikat secara kimiawi oleh protein otot

sebesar 4-5% sebagai lapisan monomolekular pertama; air terikat agak lemah

sebagai lapisan kedua dari molekul air terhadap grup hidrofilik, sebesar kira-kira

10
4%, dan lapisan kedua ini akan terikat oleh protein bila tekanan uap air meningkat.

Lapisan ketiga adalah molekul-molekul air bebas diantara molekul protein,

berjumlah kira-kira 10%. Jumlah air yang terikat (lapisan pertama dan kedua)

adalah bebas dari perubahan molekul yang disebabkan oleh denaturasi protein

daging, sedangkan jumlah air terikat yang lebih lemah yaitu lapisan diantara

molekul protein akan menurun bila protein daging mengalami denaturasi

(Soeparno, 2011).

Daya ikat air (WHC) oleh protein daging adalah kemampuan daging untuk

mengikat airnya atau air yang ditambahkan selama ada pengaruh kekuatan dari luar,

misalnya potongan daging, pemanasan, penggilingan dan tekanan. WHC

dipengaruhi oleh pH, dimana WHC menurun dari pH tinggi sekitar 7-10 sampai pH

daging antara 5,0-5,1 (Abubakar dkk., 2001)

Persentase daya ikat air pada kondisi tidak istirahat lebih rendah jika

dibandingkan pada kondisi istirahat. Meningkatnya daya ikat air pada daging ternak

yang stress disebabkan kondisi pH < 6 sehingga menyebabkan banyaknya molekul

air yang masuk pada daging. Pada pH yang yang lebih tinggi sejumlah muatan

positif dibebaskan dan terjadi kelebihan muatan negatif yang memberikan ruang

lebih untuk masuknya molekul air (Ali, 2013).

Pelayuan dapat meningkatkan DIA dan menurunkan susut masak. Daya ikat

air dan susut masak mempunyai hubungan berbanding terbalik. Bila daya ikat air

tinggi, maka susut masak akan rendah. Sebaliknya, bila Daya ikat air rendah, maka

susut masak akan tinggi. Menurut Soeparno (2011), peningkatan DIA selama

pelayuan disebabkan oleh adanya perubahan hubungan antara protein dan air, yaitu

11
peningkatan muatan melalui absorpsi ion K+ dan pembebasan Ca++, atau karena

melemahnya ikatan miofibril (aktin dan miosin). Susut masak daging juga

dipengaruhi oleh daya ikat air dan kadar air. Semakin tinggi daya ikat air, maka

semakin rendah kadar air daging. Menurut Forrest dkk. (1975), semakin rendah

suhu pelayuan maka akan terjadi pertukaran ion Ca++ dan Mg++ sehingga akan

terjadi pengikatan air oleh protein lebih banyak karena adanya faktor ”Steric

Effect”. Sebaliknya, penyimpanan yang terlalu lama juga akan menurunkan DIA

dan terjadinya perubahan struktur protein daging.

Susut Masak (SM)

Susut masak adalah perhitungan berat yang hilang selama pemasakan atau

pemanasan pada daging. Pada umumnya, makin lama waktu pemasakan makin

besar kadar cairan daging hingga mencapai tingkat yang konstan. Susut masak

merupakan indikator nilai nutrisi daging yang berhubungan dengan kadar jus

daging yaitu banyaknya air yang terikat dalam dan diantara serabut otot. Jus

daging merupakan komponen dari daging yang ikut menentukan keempukan

daging (Ma’arif, 2009).

Selama proses pemasakan, daging akan mengalami penyusutan berat atau

biasa disebut susut masak atau cooking losses. Susut masak merupakan fungsi dari

temperatur dan lama pemasakan. Semakin tinggi suhu pemasakan dan makin lama

waktu pemanasan, makin tinggi kadar air yang hilang. Soeparno (2011)

mengatakan, bahwa susut masak merupakan indikator terhadap nilai nutrisi daging

dan berhubungan dengan banyaknya jumlah air terikat didalam sel diantara serabut

otot. Daging yang mempunyai nilai susut masak lebih rendah akan mempunyai

12
kualitas yang relatif lebih baik dibandingkan dengan daging yang mempunyai nilai

susut masak lebih tinggi. Daging dengan susut masak tinggi, maka kehilangan

nutrisinya juga semakin banyak.

Susut masak dipengaruhi oleh pH, panjang sarkomer serabut otot, panjang

potongan serabut otot, berat sample daging dan penampang lintang daging (Forrest

dkk., 1975). Hasil analisis statistik menunjukkan perlakuan pakan, macam daging

dan interaksinya tidak berpengaruh nyata terhadap susut masak daging sapi.

Keadaan ini diduga karena lemak daging yang terbentuk tidak berbeda nyata. Otot

yang mempunyai lemak intramuskuler tinggi akan mempunyai kapasitas menahan

air yang tinggi pula sehingga pada waktu dimasak kadar air yang hilang sedikit

(Abubakar dkk., 2001).

Daya Putus Daging (DPD)

Nilai daya putus daging ikut menunjukkan keempukan daging. Pada

pengujian adhesi arah serabut sampel yang digunakan adalah tegak lurus pada

arah serabut otot untuk pengujian daya putus daging. Sampel daging untuk

pengujian kekuatan tarik (tensile strength) mula-mula dibuat seperti penyiapan

sampel untuk pengujian daya putus Warner Blatzler (WB). Selanjutnya dibuat

tanda bagian tengah sampel daging dengan lebar 0,67 cm, dan sampel dipotong

sehingga berbentuk seperti pasak. Kekuatan tarik juga merupakan identitas

keempukan atau kealotan daging (Soeparno, 2011).

Keempukan daging dapat diukur dengan melihat daya putus daging dengan

menggunakan alat CD Shear Force. Uji daya putus daging merupakan pengujian

yang dilakukan untuk mengetahui tingkat kealotan dari daging, semakin tinggi

13
nilai DPD suatu sampel daging maka semakin tinggi pula tingkat kealotannya.

Faktor utama yang mempengaruhi tingkat kealotan daging adalah jumlah kolagen

dan tingkat kelarutan kolagen (Ma’arif, 2009).

14
METODE PENELITIAN

Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Desember 2017 Sampai Januari

2018 bertempat di Laboratorium Teknologi Pengolahan Daging dan Telur,

Fakultas Peternakan Universitas Hasanuddin, Makassar.

Materi Penelitian

Alat yang digunakan pada penelitian ini adalah timbangan analitik, pisau,

CD Shear Force, papan pengalas, waterbath, Filter Paper Press (Modifikasi),

pH meter, refrigerator, scan model HP Deskjet F2180, Coolbox, dan stop watch.

Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah 9 ekor Sapi Bali umur ±2

tahun dengan penggemukan selama 45 hari bagian otot Semitendinosus, kertas

label, kertas saring, plastik klip, serta pakan suplemen Urea Air kelapa Asap Cair

Multinutrien Blok (UKAMB).

Rancangan Penelitian

Rancangan penelitian yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap

(RAL) pola faktorial 3x3 dengan 3 kali ulangan sebagai berikut:

Faktor A (Level Asap Cair)

A1 = Kontrol (0%)

A2 = Asap Cair (1%)

A3 = Asap Cair (2%)

15
Faktor B (Waktu Maturasi)

B1 = Kontrol (0 hari)

B2 = Maturasi (4 hari)

B3 = Maturasi (8 hari)

Prosedur Penelitian

Pemberian level asap cair yang berbeda (0%, 1%, dan 2%) dalam pakan

suplemen. Pemberian pakan suplemen sebanyak 0,5 kg per hari sedangkan pakan

lainnya berupa jerami padi sebanyak 6 kg perhari. Pemotongan ternak

dilaksanakan pada hari ke 45 masa penggemukan. Pengambilan sampel akan

dilakukan di rumah pemotongan hewan (RPH) Antang Sampel diperoleh dari

daging Sapi Bali hasil penggemukan selama 45 hari bagian otot Semitendinosus

dengan level asap cair (0%, 1%, dan 2%) dalam pakan suplemen. Sampel daging

akan dibawa menggunakan coolbox dan dibersihkan di Laboratorium Teknologi

Pengolahan Daging dan Telur, kemudian dilakukan penimbangan sampel daging

seberat 50 g/ sampel. Sampel di simpan dalam refrigerator dengan suhu 5oC

selama 0 hari, 4 hari, dan 8 hari. Pengujian yang akan dilakukan adalah uji pH,

Daya Putus Daging (DPD), Daya Ikat Air (DIA) dan Susut Masak (SM).

16
Pemberian pakan
Pemotongan ternak
suplemen dengan
pasca penggemukan
level asap cair (0%,
(45 Hari)
1% dan 2%)

Pengambilan sampel daging bagian


otot Semitendinosus

Pembersihan dan pemisaan lemak dari


daging

Sampel ditimbang 50 g dan


dimasukkan kedalam plastik klip

Maturasi daging (0, 4 dan 8 hari)

Pengujian

Derajat Daya Ikat Air Susut Masak Daya Putus


Keasaman (pH) (DIA) (SM) Daging (DPD)

Gambar.1.1Diagram
Gambar Diagramalir
alirproses
prosespenelitian
penelitian

Parameter yang Diukur

Parameter yang diamati pada penelitian ini adalah pH, Daya Putus Daging

(DPD), Daya Ikat Air (DIA) dan Susut Masak. Masing-masing akan diamati pada

hari (0, 4 dan 8).

17
Nilai pH Daging

Pengukuran pH dilakukan dengan menggunakan pH meter dengan cara

memasukkan ujung elektroda (khusus daging) ke dalam daging dan melakukan

pembacaan skala pH setelah angka ditunjukkan pada layar menjadi stabil.

Daya Ikat Air (DIA)

Daya ikat air dilakukan dengan metode penekanan (press method) sesuai

petunjuk Hamm (Soeparno, 2011) yaitu sampel sebanyak 0,5 gr. Sampel

dimasukkan diantara 2 kertas saring Watchman 42. Sampel yang dipress diantara

dua plat dengan beban seberat 50 kg selama 5 menit menggunakan alat modifikasi

Filter Paper Press. Kemudian area yang terbentuk digambar pada kertas grafik.

Daya ikat air dihitung dengan rumus berikut:

Keterangan:
𝐷
DIA/WHC = × 100%
𝑇 D = Luas Area Daging

T = Luas Area Total

Susut Masak (SM)

Prosedur pengujian susut masak dapat dilakukan dengan cara sampel

sebanyak 20 g dibungkus dengan menggunakan plastik kemudian dimasukkan dan

dipanaskan dengan suhu 80oC dalam waterbath selama 30 menit. Setelah perebusan

selesai sampel dikeluarkan dan didinginkan. Sisa air yang menempel dipermukaan

daging dikeringkan dengan menggunakan kertas hisap tanpa dilakukan penekanan.

18
Selanjutnya sampel ditimbang. Setelah sampel ditimbang nilai susut masak dapat

dihitung dengan rumus :

(berat sebelum dimasak − berat setelah dimasak)


Susut Masak (SM = x 100
berat sebelum dimasak

DPD (Daya Putus Daging)

Pengukuran daya putus daging menggunakan alat CD-ShearForce untuk

melihat daya putus daging yang dinyatakan dalam kg/cm 2. Sebelum diukur terlebih

dahulu daging dimasak pada suhu 80oC selama 30 menit. Semakin rendah nilai

daya putus daging, menunjukkan daging tersebut semakin empuk, sebaliknya

semakin tinggi nilai daya putus daging maka semakin alot. Prosedur pengukuran

keempukan daging adalah:

a. Bagian semitendinosus dipotong dengan panjang 2 cm, jari-jari 0,635 cm.

b. Setelah dipotong kemudian dimasukkan pada lubang CD Shear Force

c. Menarik ke bawah ganggang yang ada pada CD shear force secara

perlahan.

d. Perhitungan daya putus daging sesuai pembacaan pada CD Shear Force

dengan menggunakan rumus:

Keterangan:
𝐴1
A=
𝐿 A = Daya putus daging (kg/cm2)

A1 = Tenaga yang digunakan (kg)

L = Luas penampang sampel (3,14 x (0,635 cm)2 = 1,27)

19
Analisis Data

Data yang diperoleh dianalisis ragam berdasarkan rancangan acak lengkap

(RAL) pola faktorial 3 x 3 dengan 3 kali ulangan. Analisis ragam tersebut

didasarkan pada model matematika rancangan yang digunakan, sebagai berikut :

Yijk = µ + αi +βj + (αβ)ij + Ɛijk

Keterangan:
i = 1,2,3... (faktor asap cair)

j = 1,2,3,…(faktor waktu maturasi)

k = 1,2,3...(ulangan)

Yijk = Nilai pengamatan level asap cair ke-i dan waktu maturasi ke-j

pada daging sapi hasil Bali penggemukan bagian otot

Semitendinosus pada pengulangan ke-k.

 = Rataan umum (nilai tengah).

αi = Pengaruh level asap cair ke-i terhadap daging Sapi Bali hasil

penggemukan bagian otot Semitendinosus

βj = Pengaruh waktu maturasi ke-j terhadap daging Sapi Bali hasil

penggemukan bagian otot Semitendinosus

(αβ)ij = Pengaruh interaksi level asap cair ke-i dan waktu maturasi ke-j.

Ɛijk = Pengaruh galat yang menerima level asap cair ke-i dan waktu

maturasi ke-j dengan pengulangan ke-k.

Selanjutnya apabila perlakuan menunjukkan pengaruh maka dilanjutkan

dengan uji Beda Nyata Terkecil / BNT (Gasperz, 1991).

20
HASIL DAN PEMBAHASAN

Pengaruh Level Asap Cair dan Waktu Maturasi terhadap Nilai pH Daging

Nilai rata-rata pH daging Sapi Bali hasil penggemukan dengan pemberian

level asap cair dalam pakan suplemen dan waktu maturasi yang berbeda disajikan

pada Tabel 1.

Tabel 1. Nilai rata-rata pH daging Sapi Bali dengan pemberian level asap cair dalam
pakan suplemen dan waktu maturasi yang berbeda
Waktu Maturasi (Hari)
Level Asap Cair (%) Rata-rata
0 4 8
0 7,70±0,09 6,80±0,12 6,56±0,08 7,02±0,53a
1 7,30±0,11 6,66±0,14 6,73±0,17 6,89±0,33b
2 6,95±0,04 6,62±0,06 6,64±0,10 6,74±0,17c
Rata-rata 7,32±0,33a 6,69±0,12b 6,64±0,13b
Keterangan : Superskrip yang berbeda pada baris dan kolom yang sama menunjukkan
perbedaan yang nyata (P < 0,05)

Berdasarkan analisis ragam (Lampiran 1) menunjukkan bahwa pemberian

level asap cair dalam pakan suplemen berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap

nilai pH daging Sapi Bali (otot Semitendinosus) hasil penggemukan. Hasil uji beda

nyata terkecil (BNT) menunjukkan bahwa nilai pH daging dengan pemberian level

asap cair 0% berbeda nyata (P<0,05) lebih tinggi dibanding dengan pemberian level

asap cair 1% dan pemberian level asap cair 0 dan 1% berbeda sangat nyata lebih

tinggi dibanding dengan pemberian level asap cair 2%. Peningkatan pemberian

level asap cair akan berdampak pada penurunan nilai pH daging. Penurunan pH

disebabkan karena kandungan asam yang terdapat dalam asap cair. Hal ini sejalan

dengan pendapat Julianto (2016) yang menyatakan bahwa penurunan pH

disebabkan karena komponen asap yang melekat pada daging mempunyai sifat

21
asam diantaranya asam karboksilat yang meliputi asam formiat, asetat dan butirat.

Kemudian didukung oleh pendapat Arfan (2004) bahwa asam dalam asap cair

merupakan katalis yang mempunyai efek bakteriostatik dengan menurunkan pH

sehingga pertumbuhan bakteri dapat terhambat. Nilai rata – rata pH daging Sapi

hasil penggemukan termasuk cukup tinggi namun masih dalam kisaran nilai pH

produk pangan yang dianjurkan Standar Nasional Indonesia yaitu 6-7.

Hasil analisis ragam (Lampiran 1) menunjukkan bahwa waktu maturasi

yang berbeda berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap nilai pH daging Sapi

(otot Semitendinosus) hasil penggemukan. Hasil uji beda nyata terkecil (BNT)

menunjukkan bahwa nilai pH daging dengan waktu maturasi 0 hari berbeda sangat

nyata (P<0,01) lebih tinggi dibanding dengan nilai pH daging pada waktu maturasi

4 dan 8 hari. Sedangkan nilai pH daging antara 4 dan 8 hari tidak menunjukkan

perbedaan yang nyata (P>0,05). Nilai rata – rata pH daging menurun seiring dengan

lama waktu maturasi (Tabel 1). Hal ini disebabkan oleh lama waktu maturasi. Hal

ini sesuai dengan pendapat Lawrie (2003) bahwa pH daging dapat dipengaruhi oleh

lama penyimpanan. Hal sejalan dengan Rahayu dkk. (2012) bahwa nilai pH dengan

penambahan asap cair yang berbeda memiliki pengaruh terhadap penyimpanan.

Nila pH daging makin rendah seiring presentasi asap cair yang ditambahkan, hal

tersebut disebabkan oleh tingkat keasaman dari asap cair tempurung kelapa. Namun

dapat diperhatikan penurunan waktu maturasi 4 ke 8 hari tidak memiliki perbedaan

yang besar.

Hasil analisis ragam (Lampiran 1) menunjukkan bahwa interaksi antara

pemberian level asap cair dengan waktu maturasi yang berbeda sangat berpengaruh

22
nyata (P<0,01) terhadap nilai pH daging. Hal ini berarti terdapat hubungan antara

level asap cair dalam pakan dan waktu waktu maturasi terhadap nilai pH daging.

7.8
7.6
7.4
7.2
7
Nilai pH

6.8 0%
6.6 1%
6.4
2%
6.2
6
5.8
0 4 8
Waktu Maturasi (Hari)

Gambar 2. Grafik interaksi level asap cair dan waktu maturasi berbeda terhadap
nilai pH daging

Grafik yang tertera pada Gambar 2 menunjukkan bahwa terdapat interaksi

antara penambahan level asap cair dalam pakan suplemen dan waktu maturasi

terhadap nilai pH daging Sapi Bali hasil penggemukan. Secara umum nilai pH

daging menurun seiring dengan bertambahnya penambahan level asap cair dan

wakru maturasi. Sehingga dengan adanya penambahan asap cair dalam pakan

suplemen, maka dapat menurunkan nilai pH daging pada saat maturasi.

Nilai pH daging Sapi Bali hasil penggemukan pada penambahan level asap

cair 0% dan waktu maturasi yang berbeda menurun secara konstan. Hal ini

kemungkinan disebabkan karena adanya zat – zat buffer di dalam daging yang

berperan dalam melepas ion H+ dalam daging. Zat buffer dalam daging antara lain

garam – garam dari senyawa asam laktat dan protein daging. Asam laktat dalam

daging dapat menurunkan nilai pada pH daging. Asam laktat akan berhenti setelah

23
cadangan glikogen otot menjadi habis atau setelah kondisi yang tercapai yaitu pH

cukup rendah untuk menghentikan enzim – enzim glikolitik.

Pengaruh Level Asap Cair dan Waktu Maturasi terhadap Nilai Daya Ikat Air
Daging (%)

Nilai rata-rata daya ikat air daging Sapi Bali hasil penggemukan dengan

pemberian level asap cair dalam pakan suplemen dan waktu maturasi yang berbeda

disajikan pada Tabel 2.

Tabel 2. Nilai rata-rata daya ikat air (%) daging Sapi Bali dengan pemberian level
asap cair dalam pakan suplemen dan waktu maturasi yang berbeda.
Waktu Maturasi (Hari)
Level Asap Cair (%) Rata-rata
0 4 8
0 24,34±5,60 24,17±0,95 30,70±4,05 26,40±4,75
1 30,14±0,31 26,06±2,44 31,10±4,67 29,10±3,51
2 21,89±5,99 27,74±1,15 27,12±5,88 25,58±5,07
Rata-rata 25,46±5,50 25,99±2,11 29,64±4,66

Berdasarkan analisis ragam (Lampiran 2) menunjukkan bahwa pemberian

level asap cair dalam pakan suplemen tidak berpengaruh nyata (P>0,05) terhadap

daya ikat air daging Sapi Bali (otot Semitendinosus) hasil penggemukan. Nilai rata

– rata pada level asap cair 0% (26,40) dan pada level asap cair 2% (25,58) tidak

menunjukkan perbedaan yang besar. Hal ini menunjukkan bahwa pada penambahan

level asap cair tidak mempengaruhi nilai daya ikat air daging Sapi Bali (otot

Semitendinosus) hasil penggemukan.

Hasil analisis ragam (Lampiran 2) menunjukkan bahwa waktu maturasi

yang berbeda tidak berpengaruh nyata (P>0,05) terhadap nilai daya ikat air daging

Sapi Bali (otot Semitendinosus) hasil penggemukan. Nilai rata – rata daya ikat air

pada lama waktu maturasi 0 hari (25,46), 4 hari (25,99) dan 8 hari (29,64)

24
meningkat seiring dengan lama waktu maturasi (Tabel 2). Secara umum lama waktu

maturasi dapat meningkatkan nilai daya ikat air akan tetapi nilainya tidak

menunjukkan pengaruh yang nyata.

Hasil analisis ragam (Lampiran 2) menunjukkan bahwa pemberian level

asap cair dalam pakan suplemen dan waktu maturasi yang berbeda tidak

berpengaruh nyata (P>0,05) terhadap daya ikat air daging Sapi Bali hasil

penggemukan. Hal ini mengindikasikan bahwa tingkat pemberian asap cair terdapat

respon yang relatif sama pada tiap waktu maturasi.

Pengaruh Level Asap Cair dan Waktu Maturasi terhadap Nilai Susut Masak Daging
(%)

Nilai rata-rata susut masak daging Sapi Bali hasil penggemukan dengan

pemberian level asap cair dalam pakan suplemen dan waktu maturasi yang berbeda

disajikan pada Tabel 3.

Tabel 3. Nilai rata-rata susut masak (%) daging Sapi Bali dengan pemberian level
asap cair dalam pakan suplemen dan waktu maturasi yang berbeda.
Waktu Maturasi (Hari)
Level Asap Cair (%) Rata-rata
0 4 8
0 36,60±5,46 39,50±0,52 39,13±2,06 38,41±3,23a
1 37,30±3,36 45,93±1,62 37,63±4,02 40,28±5,05a
2 44,33±7,16 47.56±1,59 42,73±3,41 44,88±4,57b
Rata-rata 39,41±5,07a 44,33±3,87b 39,83±3,63a
Keterangan : Superskrip yang berbeda pada baris dan kolom yang sama menunjukkan
perbedaan yang nyata (P < 0,05)

Berdasarkan analisis ragam (Lampiran 3) menunjukkan bahwa pemberian

level asap cair dalam pakan suplemen berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap

susut masak daging Sapi Bali (otot Semitendinosus) hasil penggemukan. Hasil uji

beda nyata terkecil (BNT) menunjukkan bahwa nilai susut masak daging dengan

25
pemberian level asap cair 0% tidak berbeda nyata (P>0,05) dengan level asap cair

1% dan pemberian level asap cair 2% berbeda sangat nyata (P<0,01) dengan level

asap cair 0% dan berbeda nyata (P<0,05) dengan level asap cair 1%. Nilai susut

masak pemberian level asap cair 2% lebih tinggi dibandingkan dengan 0% dan 1

%. Data pada tabel 3 mengindikasikan bahwa susut masak meningkat seiring

dengan meningkatnya pemberian level asap cair disebabkan karena asam – asam

pada asap cair menyebabkan protein daging rusak sehingga air yang terikat dalam

struktur daging berkurang. Hal ini sejalan dengan penelitian Arizona dkk. (2011)

bahwa nilai susut masak meningkat disebabkan karena asam – asam pada asap cair

menyebabkan protein daging rusak sehingga ketersediaan grup reaktif protein pada

daging untuk mengikat air kurang, mengakibatkan susut masak menjadi lebih besar.

Hasil analisis ragam (Lampiran 3) menunjukkan bahwa waktu maturasi

yang berbeda berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap susut masak daging Sapi Bali

(otot Semitendinosus) hasil penggemukan. Hasil uji beda nyata terkecil (BNT)

menunjukkan bahwa nilai susut masak daging pada waktu maturasi 4 hari berbeda

nyata (P<0,05) lebih tinggi dibanding dengan nilai susut masak daging pada waktu

maturasi 0 dan 8 hari. Sedangkan nilai susut masak daging antara waktu maturasi 0

dan 8 hari tidak menunjukkan perbedaan yang nyata (P>0,05). Data pada tabel 3

memperlihatkan nilai susut masak dari waktu maturasi 0 hari sampai dengan 8 hari

secara umum menunjukkan peningkatan. Tingginya nilai susust masak merupakan

indikator dari melemahnya ikatan – ikatan protein. Hal ini sesuai dengan pendapat

Hamm (1960) yang menyatakan bahwa tingginya nilai susut masak merupakan

indikator dari melemahnya ikatan – ikatan protein, sehingga kemampuan untuk

26
mengikat cairan daging melemah dan banyak cairan daging yang keluar karena

daya ikat air menurun sehingga nilai susut masak meningkat.

Hasil analisis ragam (Lampiran 3) menunjukkan bahwa pemberian level

asap cair dalam pakan suplemen dan waktu maturasi yang berbeda tidak

berpengaruh nyata (P>0,05) terhadap susut masak daging Sapi Bali hasil

penggemukan. Hal ini mengindikasikan bahwa tingkat pemberian asap cair terdapat

respon yang relatif sama pada tiap waktu maturasi.

Pengaruh Level Asap Cair dan Waktu Maturasi terhadap Nilai Daya Putus Daging
(kg/cm2)

Nilai rata-rata daya putus daging daging Sapi Bali hasil penggemukan

dengan pemberian level asap cair dalam pakan suplemen dan waktu maturasi yang

berbeda disajikan pada Tabel 4.

Tabel 4. Nilai rata-rata daya putus daging daging (kg/cm2) Sapi Bali dengan
pmeberian level asap cair dalam pakan suplemen dan waktu maturasi yang
berbeda.
Waktu Maturasi (Hari)
Level Asap Cair (%) Rata-rata
0 4 8
0 3,00±0,31 3,15±0,16 2,91±0,39 3,02±0,28
1 3,40±0,14 3,22±0,69 3,19±0,22 3,27±0,38
2 3,46±0,36 3,35±0,71 3,08±0,02 3,30±0,43
Rata-rata 3,29±0,32 3,24±0,51 3,06±0,25

Berdasarkan analisis ragam (Lampiran 4) menunjukkan bahwa pemberian

level asap cair dalam pakan suplemen tidak berpengaruh nyata (P>0,05) terhadap

daya putus daging Sapi Bali (otot Semitendinosus) hasil penggemukan. Nilai rata –

rata pada level asap cair 0% (3,02), 1% (3,27) dan pada level asap cair 2% (3,30)

tidak menunjukkan perbedaan yang besar. Hal ini menunjukkan bahwa pada

27
penambahan level asap cair tidak mempengaruhi nilai daya putus daging Sapi Bali

(otot Semitendinosus) hasil penggemukan. Namun demikian nilai daya putus

daging pada tabel 4 termasuk dalam tingkat keempukan yang sangat empuk yaitu

daging sangat empuk memiliki nilai daya putus daging kurang 3,30 kg/cm2. Kriteria

tingkat keempukan ini dikelompokkan oleh Suryati dkk. (2008) bahwa keempukan

dapat dikelompokkan menjadi beberapa kriteria tingkat keempukan, daging sangat

empuk memiliki nilai daya putus kurang dari 3,30 kg/cm2, daging empuk memiliki

nilai daya putus lebih dari 3,30 sampai 5,00 kg/cm2

Hasil analisis ragam (Lampiran 4) menunujukkan bahwa waktu maturasi

yang berbeda tidak berpengaruh nyata (P>0,05) terhadap nilai daya putus daging

Sapi Bali (otot Semitendinosus) hasil penggemukan. Nilai rata – rata pada waktu

maturasi 0 hari (3,29), 4 hari (3,24) dan 8 hari (3,06) menunjukkan adanya

penurunan dari waktu maturasi 0 hari sampai 8 hari. Pada rentang 0 hari (3,29)

sampai 8 hari (3,06). Nilai kekuatan tarik daging menurun mengindikasikan

terjadinya peningkatan keempukan daging. Soeparno (2011) menyatakan bahawa

banyak faktor yang mempengaruhi keempukan pada daging, yang paling utama

adalah degradasi protein miofibrillar oleh enzim kalpain. Kekuatan uji tarik daging

lebih mengukur keempukan daging yang disebabkan oleh keempukan serat-serat

miofibril. Akan tetapi nilai daya putus daging tidak menunjukkan perbedaan yang

jauh baik pada waktu maturasi 0 hari hingga waktu maturasi 8 hari. Hal ini

menunjukkan bahwa waktu maturasi yang berbeda tidak mempengaruhi nilai daya

putus daging Sapi Bali (otot Semitendinosus) hasil penggemukan.

28
Hasil analisis ragam (Lampiran 4) menunjukkan bahwa pemberian level

asap cair dalam pakan suplemen dan waktu maturasi yang berbeda tidak

berpengaruh nyata (P>0,05) terhadap daya putus daging Sapi Bali hasil

penggemukan. Hal ini mengindikasikan bahwa tingkat pemberian asap cair terdapat

respon yang relatif sama pada tiap waktu maturasi.

29
KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Berdasarkan penelitian yang telah dilaksanakan maka dapat disimpulkan

bahwa :

1. Penambahan level asap cair pada pakan suplemen belum mampu

memberikan pengaruh yang kuat pada karakteristik fisiko-kimia daging

Sapi Bali

2. Semakin lama waktu maturasi maka akan meningkatkan susut masak

daging, dan menurunkan nilai pH, sedangkan nilai daya ikat air dan daya

putus daging tidak berubah.

3. Interaksi antara level asap cair dan waktu maturasi yang berbeda

mempengaruhi nilai pH dan tidak terdapat interaksi antara level asap cair

dan waktu maturasi pada nilai daya ikat air, susut masak dan daya putus

daging.

Saran

diperlukan penelitian lanjutan pada level asap cair dalam pakan suplemen

yang lebih tinggi untuk mengetahui pengaruhnya terhadap karakteristik fisikokimia

daging sapi hasil penggemukan.

30
DAFTAR PUSTAKA

Abubakar, B. Haryanto. Kuswandi dan Murdiati, T.B. 2001. Karakteristik karkas


dan kualitas daging sapi PO yang mendapat pakan mengandung
probiotik. Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2001.

Abustam, E. 1995. Studi maturasi (aging) daging sapi Bali penggemukan dan tanpa
penggemukan di Sulawesi Selatan. Jurnal Ilmiah Penelitian Ternak
Gowa, Edisi Khusus. Hal: 135.

Abustam, E. 2012. Ilmu Daging. Masagena Press. Makassar.

Abustam, E dan Ali H. M. 2004. Bahan Ajar Ilmu dan Teknologi Daging. Fakultas
Peternakan Universitas Hasanuddin, Makassar.

Abustam, E dan Ali H. M. 2012. Peningkatan sifat fungsional daging sapi Bali
(Longisismus dorsi) melalui penambahan asap cair pascamerta dan
waktu rigor. Buletin Veteriner Udayana Volume 8

Abustam, E, J. C. Likadja dan A. Ma’arif. 2009. Penggunaan asap cair sebagai


bahan pengikat pada pembuatan bakso daging sapi Bali. Prosiding
Seminar Nasional Kebangkitan Peternakan. Program Magister Ilmu
Ternak Pasacasarjana Fakultas Peternakan Universitas Diponegoro.
Badan Penerbit Universitas Diponegoro

Abustam, E. J.C. Likadja dan F. Sikapang. 2010. Pemanfaatan asap cair sebagai
bahan pengikat pada pembuatan bakso daging dari tiga jenis otot sapi
Bali. Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner Hal 467-473

Akbar, A. E. Abustam. dan M. N. Hidayat. 2014. Pengaruh Lama Perendaman Asap


Cair Konsentrasi 10 % dan Lama Penyimpanan Terhadap Daya Ikat Air
dan Daya Putus Daging. JIIP Volume 1 Nomor 1, Juni 2014, h. 141-149

Ali, H. M. 2013. Perbaikan Kualitas Daging Sapi Bali melalui percepatan


pemulihan cekaman akibat transportasi dengan pemberian teobromin dan
polifenol dari ekstrak kakao. Disertasi. Universitas Hasanuddin,
Makassar.

Arizona, R., E. Suryanto, dan Y. Erwanto. 2011. Pengaruh konsentrasi asap cair
tempurung kenari dan lama penyimpanan terhadap kualitas kimia dan
fisik daging. Buletin Peternakan Vol. 35(1): 50-56.

Bahtiar. 2014. Pengaruh konsentrasi asap cair dan lama penyimpanan terhadap
kualitas otot daging sapi Bali Longissimus dorsi (LD). Skripsi. Jurusan

31
Ilmu Peternakan Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri
Alauddin, Makassar.

Bahtiar., E. Abustam. dan K. Kiramang. 2014. Pengaruh konsentrasi asap cair dan
lama penyimpanan terhadap daya ikat air dan daya putus daging. JIIP
Volume 1 Nomor 3, h. 191-200

Basmar, I. 2017. Pengaruh konsentrasi asap cair dalam pakan suplemen dan waktu
maturasi terhadap karakteristik fisik daging sapi bali hasil penggemukan.
Skripsi. Fakultas Peternakan Universitas Hasanuddin, Makassar

Darmadji, P. 1995. Produksi Asap Cair dan Sifat-sifat Fungsionalnya. Fakultas


Teknologi Pangan. Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.

Forrest, J.C., E. D. Aberle, A.B. Hendrick., M. D. Judge & R. A. Merkel.


1975. Principles of Meat Science. WH. Freeman and Co Sanfransisco.

Gaspersz. 1991. Metode Perancangan Percobaan. Penerbit CV. Armico, Bandung.

Hamm, R. 1960. Biochemistry of meat hydration. Food Res 10:355-463.

Hartati, S. 2010. Populasi Mikroba Dan Sifat Fisik Daging Sapi Beku Selama
Penyimpanan. Skripsi. Program Studi Peternakan Fakultas Agroindustri
Universitas Mercu Buana. Yogyakarta.

Julianto, D., I. Dianasari, dan S. Susilowati. 2016. Pengaruh dosis pemberian asap
cair (liquid smoke) dan lama simpan terhadap jumlah bakteri dan pH
daging ayam. Fakultas Peternakan, Universitas Islam Malang, Malang.

Komariah., S. Rahayu, dan Sarjito. 2009. Sifat fisikokimia daging sapi, kerbau dan
domba pada lama postmortem yang berbeda. Buletin Peternakan Vol.
33(3): 183-189

Lawrie, R. A. 2003. Ilmu Daging. (Terjemahan Parakasi, A) Universitas Indonesia


Press. Jakarta.

Ma’arif, A. 2009. Pengaruh Asap Cair Terhadap Kualitas Bakso Daging Sapi Bali.
Skripsi. Fakultas Peternakan Universitas Hasanuddin, Makassar.

Mujahidin. 2012. Daging. Pada http://www.laporankuahmujahidin6133.blogspot


.co.id. Diakses pada 06 januari 2018, Makassar.

Nurani, A. T. 2010. Meat (Daging). Universitas Pendidikan Indonesia. Bandung.

Purnomo, H. dan Adiono. 1985. Ilmu Pangan. Penerbit Universitas Indonesia.


Jakarta.

32
Rahayu, S., V. P. Bintoro, dan Kusrahayu. 2012. Pengaruh pemberian asap cair dan
metode pengemasan terhadap kualitas dan tingkat kesukaan
dendeng sapi selama penyimpanan. Jurnal Aplikasi Teknologi Pangan
Vol. 1 No. 4.

Rahman, A. 2017. Pengaruh Konsentrasi Asap Cair dalam Pakan Suplemen dan
Waktu Maturasi Terhadap Nilai dpd, tba dan Aktivitas Antioksidan
Daging Sapi Bali Hasil Penggemukan. Skripsi. Fakultas Peternakan
Universitas Hasanuddin, Makassar.

Sihombing, J. M. 2012. Kajian Kualitas Daging Rusa Sambar (cervus unicolor)


Buru Dan Dipelihara Secara Intensif. Tesis. Universitas Sumatera Utara,
Medan.

Soeparno. 2011. Ilmu dan Teknologi Daging. Gajah mada University press.
Yogyakarta.

Suardana IW, Swacita IBN. 2009. Higiene Makanan. Udayana University Press,
Denpasar, Bali.

Suryati, T., I. I. Arief, dan B. N. Polli. 2008. Korelasi dan kategori keempukan
daging berdasarkan hasil pengujian menggunakan alat dan panelis.
Animal Production, Vol. 10 No. 3 Hal 188 – 193

Wulandari, S. 2011. Pengaruh Jenis Otot Dan Level Asap Cair Terhadap Kualitas
Daging Pascarigor Sapi Bali. Skripsi. Fakultas Peternakan Universitas
Hasanuddin, Makassar.

33
LAMPIRAN

Lampiran 1. Analisis Ragam Nilai pH Daging Sapi Bali dengan Level Asap Cair
dalam Pakan dan Waktu Maturasi yang Berbeda

Tests of Between-Subjects Effects


Dependent Variable:pH
Source Type III Sum of Squares df Mean Square F Sig.
Corrected Model 3.480a 8 .435 38.978 .000
Intercept 1279.268 1 1279.268 1.146E5 .000
Maturasi 2.533 2 1.267 113.505 .000
Level .354 2 .177 15.882 .000
Maturasi * Level .592 4 .148 13.263 .000
Error .201 18 .011
Total 1282.948 27
Corrected Total 3.681 26
a. R Squared = .945 (Adjusted R Squared = .921)

Level
Multiple Comparisons
Dependent Variable:pH
95% Confidence
Interval
(I) (J) Mean Lower Upper
Level Level Difference (I-J) Std. Error Sig. Bound Bound
LSD 0% 1% .1233* .04980 .023 .0187 .2280
2% .2800* .04980 .000 .1754 .3846
*
1% 0% -.1233 .04980 .023 -.2280 -.0187
2% .1567* .04980 .006 .0520 .2613
2% 0% -.2800* .04980 .000 -.3846 -.1754
*
1% -.1567 .04980 .006 -.2613 -.0520
Based on observed means.
The error term is Mean Square(Error) = .011.
*. The mean difference is significant at the .05 level.

34
Maturasi
Multiple Comparisons
Dependent Variable:pH
95% Confidence
Interval
(I) (J) Mean Std. Lower Upper
Maturasi Maturasi Difference (I-J) Error Sig. Bound Bound
LSD 0 Hari 4 Hari .6233* .04980 .000 .5187 .7280
*
8 Hari .6733 .04980 .000 .5687 .7780
4 Hari 0 Hari -.6233* .04980 .000 -.7280 -.5187
8 Hari .0500 .04980 .329 -.0546 .1546
*
8 Hari 0 Hari -.6733 .04980 .000 -.7780 -.5687
4 Hari -.0500 .04980 .329 -.1546 .0546
Based on observed means.
The error term is Mean Square(Error) = .011.
*. The mean difference is significant at the .05 level.

Lampiran 2. Analisis Ragam Nilai Daya Ikat Air Daging Sapi Bali dengan Level
Asap Cair dalam Pakan dan Waktu Maturasi yang Berbeda

Tests of Between-Subjects Effects


Dependent Variable:DIA
Source Type III Sum of Squares df Mean Square F Sig.
Corrected Model 249.027a 8 31.128 1.889 .125
Intercept 19727.305 1 19727.305 1.197E3 .000
Maturasi 93.458 2 46.729 2.836 .085
Level 60.889 2 30.444 1.848 .186
Maturasi * Level 94.680 4 23.670 1.437 .263
Error 296.583 18 16.477
Total 20272.915 27
Corrected Total 545.610 26
a. R Squared = .456 (Adjusted R Squared = .215)

35
Lampiran 3. Analisis Ragam Nilai Susut Masak Daging Sapi Bali dengan Level
Asap Cair dalam Pakan dan Waktu Maturasi yang Berbeda

Tests of Between-Subjects Effects


Dependent Variable:SM
Source Type III Sum of Squares df Mean Square F Sig.
Corrected Model 394.079a 8 49.260 3.412 .015
Intercept 45814.401 1 45814.401 3.174E3 .000
Maturasi 133.970 2 66.985 4.640 .024
Level 199.205 2 99.603 6.900 .006
Maturasi * Level 60.904 4 15.226 1.055 .407
Error 259.840 18 14.436
Total 46468.320 27
Corrected Total 653.919 26
a. R Squared = .603 (Adjusted R Squared = .426)

Level

Multiple Comparisons
Dependent Variable:SM
95% Confidence
Interval
(I) (J) Mean Lower Upper
Level Level Difference (I-J) Std. Error Sig. Bound Bound
LSD 0% 1% -1.8778 1.79106 .308 -5.6407 1.8851
*
2% -6.4667 1.79106 .002 -10.2295 -2.7038
1% 0% 1.8778 1.79106 .308 -1.8851 5.6407
2% -4.5889* 1.79106 .020 -8.3518 -.8260
*
2% 0% 6.4667 1.79106 .002 2.7038 10.2295
1% 4.5889* 1.79106 .020 .8260 8.3518
Based on observed means.
The error term is Mean Square(Error) = 14.436.
*. The mean difference is significant at the .05 level.

36
Maturasi

Multiple Comparisons
Dependent Variable:SM
95% Confidence
(I) (J) Interval
Maturas Maturas Mean Lower Upper
i i Difference (I-J) Std. Error Sig. Bound Bound
LSD 0 Hari 4 Hari -4.9222* 1.79106 .013 -8.6851 -1.1593
8 Hari -.4222 1.79106 .816 -4.1851 3.3407
*
4 Hari 0 Hari 4.9222 1.79106 .013 1.1593 8.6851
*
8 Hari 4.5000 1.79106 .022 .7371 8.2629
8 Hari 0 Hari .4222 1.79106 .816 -3.3407 4.1851
*
4 Hari -4.5000 1.79106 .022 -8.2629 -.7371
Based on observed means.
The error term is Mean Square(Error) = 14.436.
*. The mean difference is significant at the .05 level.

Lampiran 4. Analisis Ragam Nilai Daya Putus Daging Sapi Bali dengan Level
Asap Cair dalam Pakan dan Waktu Maturasi yang Berbeda

Tests of Between-Subjects Effects


Dependent Variable:DPD_masak
Source Type III Sum of Squares df Mean Square F Sig.
Corrected Model .806a 8 .101 .630 .742
Intercept 275.840 1 275.840 1.727E3 .000
Maturasi .261 2 .130 .816 .458
Level .417 2 .208 1.304 .296
Maturasi * Level .128 4 .032 .201 .935
Error 2.875 18 .160
Total 279.522 27
Corrected Total 3.681 26
a. R Squared = .219 (Adjusted R Squared = -.128)

37
Lampiran 5. Dokumentasi

Sampel yang telah di press Pengujian Daya Ikat Air

Pengujian Susut Masak Daging Pengujian pH Daging

38
RIWAYAT HIDUP

Muh Syafi’iy Yusuf, lahir pada tanggal 13 Desember 1994 di

Kabupaten Maros, Provinsi Sulawesi Selatan. Penulis adalah

anak kelima dari 9 bersaudara, lahir dari pasangan Muhammad

Yusuf Madeamin dan Aniswati Amiruddin. Pendidikan yang

pernah ditempuh penulis adalah SDIT AL-ISHLAH Maros

dan lulus pada tahun 2007. Penulis melanjutkan pendidikan di SMPIT AL-ISHLAH

Maros dan lulus pada tahun 2010, kemudian melanjutkan pendidikan di SMA

Negeri 1 Maros, dan lulus pada tahun 2013. Setelah menyelesaikan pendidikan

SMA, penulis diterima sebagai mahasiswa di Perguruan Tinggi Negeri (PTN)

melalui Jalur Non Subsidi (JNS) di Fakultas Peternakan, Universitas Hasanuddin,

Makassar. Penulis aktif sebagai pengurus Himpunan Mahasiswa Teknologi Hasil

Ternak Universitas Hasanuddin (HIMATEHATE_UH) serta sebagai asisten

praktikum Teknologi Pengolahan Limbah dan Sisa Hasil Ternak (TPL-SHT).

39

Anda mungkin juga menyukai