SKRIPSI
Oleh:
ARISMAN
I111 13 503
FAKULTAS PETERNAKAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2017
i
MORFOMETRI DAN HISTOLOGIS USUS HALUS AYAM KAMPUNG
JANTAN HASIL IN OVO FEEDING ASAM AMINO L-GLUTAMIN
SKRIPSI
Oleh:
ARISMAN
I111 13 503
FAKULTAS PETERNAKAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2017
ii
PERNYATAAN KEASLIAN
iii
HALAMAN PENGESAHAN
iv
KATA PENGANTAR
sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Shalawat dan salam tercurahkan
serta telah membawa ummat manusia dari lembah kehancuran menuju alam yang
terang benderang.
Terima kasih tak terhingga kepada bapak Prof. Dr. Ir. Djoni Prawira
Rahardja, M.Sc. selaku Pembimbing Utama dan kepada bapak Dr. Ir. Wempie
Pakiding, M.Sc. selaku Pembimbing Anggota atas didikan, bimbingan, serta waktu
Limpahan rasa hormat, kasih sayang, cinta dan terima kasih tiada tara
kepada Ayahanda (alm.) La Dollah dan Ibunda Ramasang yang telah melahirkan,
mendidik dan membesarkan dengan penuh cinta dan kasih sayang yang begitu tulus
kepada penulisُ sampaiُ saatُ iniُ danُ senantiasaُ memanjatkanُ do’aُ dalamُ
penulis Sunarya (almh.), Sumiati, Suarni dan Suryana yang selalu mendoakan,
v
1. Ibu Rektor UNHAS, Bapak Dekan, Pembantu Dekan I,II dan III dan
Hasanuddin.
2. Ibu Prof. Dr. drh. Hj. Ratmawati Malaka, M.Sc selaku dosen penasehat
kuliah.
3. Ibu Drh. Hj. Farida Nur Yuliati, M.Si atas segala motivasi dan
4. Bapak Prof. Dr. Ir. Ambo Ako, M.Sc, Ibu Prof. Rr. Sri Rachma A.B.,
M.Sc., P.hD dan Bapak Dr. Muhammad Ichsan A. Dagong, S.Pt., M.Si
Muhammad Azhar S.Pt., M.Si., Urfiana Sara S.Pt., M.Si, yang telah
penelitian selesai.
6. Teman- teman satu tim penelitian Nur Astuti, Ikram Muing, Muhammad
7. Teman angkatan Larfa 013, teman Ant 014, Solandeven 011, Lion 010,
vi
9. Teman-teman Poultry Crew atas segala bantuan dan dukungannya.
Dengan sangat rendah hati, penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh
dari kesempurnaan. Oleh karena itu, kritik serta saran pembaca sangat diharapkan
demi perkembangan dan kemajuan ilmu pengetahuan. Semoga makalah skripsi ini
dapat memberi manfaat bagi para pembaca terutama bagi penulis itu sendiri.
Penulis
vii
ABSTRAK
viii
ABSTRACT
ix
DAFTAR ISI
Halaman
ABSTRACT ........................................................................................... ix
PENDAHULUAN .................................................................................. 1
x
b. Panjang Usus Halus .......................................................... 26
Histologis Usus Halus Ayam kampung Jantan .............................. 28
a. Tinggi Vili......................................................................... 28
b. Lebar Vili.......................................................................... 30
c. Luas Permukaan Vili ........................................................ 31
d. Kedalaman Kripta ............................................................. 32
Kesimpulan .................................................................................... 35
Saran .............................................................................................. 35
LAMPIRAN ........................................................................................... 43
xi
DAFTAR TABEL
xii
DAFTAR GAMBAR
No Teks Halaman
1. Metabolisme L-Glutamin................................................................. 5
12
xiii
DAFTAR LAMPIRAN
No Teks Halaman
11. Gambar Vili Usus Halus Hasil Injeksi 0,5 ml larutan 1.5% L-
Glutamin dalam NaCl fisiologis ...................................................... 70
12. Dokumentasi Kegiatan Penelitian.................................................... 71
xiv
PENDAHULUAN
salah satu usaha yang berkontribusi dalam penyediaan daging dan telur. Peranan
ayam kampung dalam penyediaan daging dan telur cukup tinggi di kalangan
masyarakat pedesaan. Telur dan daging ayam kampung merupakan sumber protein
hewani yang mengandung asam amino esensial yang sangat dibutuhkan oleh tubuh
dengan kondisi lingkungan, perubahan iklim dan cuaca setempat. Selain itu, ayam
kampung juga memiliki tingkat daya tahan terhadap penyakit dan potensi ekonomi
yang tidak kalah dibandingkan dengan ayam ras komersil. Performa ayam rendah
ayam dapat dipengaruhi oleh efisiensi pakan. Ayam yang memiliki pertumbuhan
cepat efisiensi pakannya akan lebih baik dari pada ternak yang pertumbuhannya
lambat (Nurjamsiah, 1994; Rahmanto, 2012). Hal ini dipengaruhi oleh proses
1
Salah satu hal yang dapat diperhatikan untuk meningkatkan produktifitas
ayam kampung yaitu pada saat penetasan atau memperhatikan ketika masih dalam
performa ayam setelah menetas (Al-Shamery dan Al-Shuhaib, 2015). Teknik in ovo
juga berfungsi untuk mengatasi kendala pada pertumbuhan awal selama fase
embrio dan pertumbuhan setelah menetas pada unggas (Uni dan Ferket, 2003).
teknik In ovo (Grodzik dkk., 2013). Salah satu zat nutrisi yang dapat digunakan
untuk teknik in ovo adalah asam amino glutamin (Gln). Asam amino glutamin (Gln)
berperan sebagai sumber energi bagi pembelahan sel dan beberapa jalur
metabolisme, mengatur metabolisme nutrisi, ekspresi gen dan sintesis protein dan
merangsang respon imun (Shafey dkk., 2013). Glutamin juga berperan dalam
integritas dan fungsi usus (Liu dkk., 2002), membantu pencernaan dan penyerapan
Proses pembentukan organ pada fase embrional melalui dua tahap yaitu
hiperplasi dan hipertropi. Tahap awal hiperplasi dimulai dengan proliferase sel.
Jumlah sel yang terbentuk pada tahap tersebut akan menjadi salah satu faktor
penting dari seluruh aktifitas dan morfologi organ terutama untuk organ saluran
pencernaan.
2
terutama usus berkorelasi dengan tingkat pertumbuhan tubuh. Peningkatan
histologis usus halus ayam kampung hasil in ovo feeding asam amino L-Glutamin.
3
TINJAUAN PUSTAKA
Ayam kampung merupakan salah satu jenis ternak unggas yang telah
kampung berasal dari ayam liar yang telah didomestikasi dan tinggal di lingkungan
Keturunan ayam yang telah jinak kemudian dikawinkan oleh manusia untuk
menemukan potensi ayam kampung baik sebagai pedaging, petelur maupun sebagai
dan mengasuh anak selama satu tahun yang dipelihara dengan cara dibiarkan
waktu ± 20 hari, mengerami telur perlu waktu ± 21 hari, mengasuh anak perlu waktu
131 hari (± 4 bulan). Dengan demikian, 1 tahun 3 kali produksi. Lebih lanjut
dinyatakan produksi telur 15 butir, dieramkan dengan induk 10 butir, daya tetas
80% jadi menghasilkan anak 8 ekor, daya hidup sampai dengan disapih 50%
menghasilkan ayam 4 ekor. Jadi dalam satu tahun dihasilkan ayam 12 ekor.
(Biyatmoko, 2003).
pakan yang diberikan tidak mencukupi dan pemberian pakan yang belum mengacu
4
populasi, produksi, produktifitas, dan efisiensi usaha ayam kampung, pemeliharaan
strain-strain ayam komersil (ayam ras petelur atau pedaging) antara lain: mampu
bertahan dan berkembang biak dengan kualitas pakan yang rendah, serta lebih tahan
terhadap penyakit dan perubahan cuaca (Abidin, 2002). Kelebihan ayam kampung
yang sering dilaporkan yaitu memiliki kemampuan adaptasi yang sangat baik
(Nataamijaya, 2009). Performa yang rendah merupakan masalah utama dari ayam
terdahulu yaitu berat badan pertambahan, berat badan, konversi pakan (Kususiyah,
2011; Aryanti dkk., 2013). Gambaran umum dari performa ayam kampung dapat
pertambahan berat badan. Peningkatan berat badan dapat diketahui dengan cara
5
menimbang secara berulang-ulang dalam jangka waktu tertentu. Pertumbuhan
Metode budidaya ayam ras komersil telah diterapkan pada ayam kampung.
Genetik yang beragam dilaporkan sebagai penyebab performa ayam kampung yang
peningkatan mutu genetik ayam kampung yang telah dilaporkan. Namun, hasil
yang diperoleh masih bervariasi (Sudaryati dkk., 2013). Selain itu, persilangan juga
(Adebambo dkk., 2011). Salah satu hal yang dapat diperhatikan untuk mendapatkan
performa yang baik yaitu pada saat penetasan atau memperhatikan ketika masih
inkubasi yang lebih lama dari 21 hari pada proses penetasan menyebabkan
rendahnya kadar glikogen pada anak ayam. Pada masa ini banyak embrio yang
menggunakan glikogen sebagai energi untuk menetas. Oleh sebab itu, anak ayam
itu harus membentuk glikogen melalui proses gluconeogenesis dari protein tubuh
untuk mendukung termogulasi post-hatch dan daya tahan tubuh. Hal ini
berlangsung sampai anak ayam tersebut dapat asupan makanan dan memanfaatkan
6
nutrien dari makanan tersebut. Setelah ayam menetas, terjadi perubahan
Cadangan glikogen mulai disimpan kembali pada saat anak ayam yang baru
menetas mendapatkan makanan dan oksigen serta dapat menggunakan lemak yang
tersimpan dalam yolk sac secara maksimal (Rosebrough dkk., 1978). Kurangnya
jumlah glikogen dan albumin akan memaksa embrio untuk menggunakan protein
otot dalam jumlah besar. Hal ini akan menyebabkan terhambatnya pertumbuhan
embrio pada periode akhir inkubasi dan anak ayam yang baru menetas (Uni dkk.,
2005).
embrio dengan teknologi in ovo dapat meningkatkan status nutrisi pada saat
menurunkan kematian pada periode post hatch, serta meningkatkan respon imun
pada saluran pencernaan dan meningkatkan pertumbuhan otot terutama otot daging
Perkembangan Embrio
disediakan oleh induknya dalam telur. Transfer nutrisi dari induk ke embrio selesai
sebelum diletakkan. Dengan demikian telur mengandung semua dari nutrisi yang
7
ditukar ke lingkungan adalah air (uap), oksigen dan karbon dioksida. Nutrisi yang
tersimpan dalam telur yaitu kuning (32% lemak, 17% protein, 1% karbohidrat dan
50% air) dan albumin ( 87% air dan 11% protein) (Foye, 2005).
pembentukan zigot. Sekitar lima jam setelah ovulasi dan telur berada dalam
terjadi sekitar 20 menit kemudian. Setelah itu, telur meninggalkan istmush satu jam
Setelah sekitar 4 jam berada di uterus, telah terbentuk 256 sel sebagai blastoderm.
Proses penetasan tidak terlepas dari perkembangan embrio yang tumbuh di dalam
Embrio yang berkembang dibantu oleh kantung kuning telur, amnion, dan
alantois. Dinding kantung kuning telur dapat menghasilkan enzim yang berfungsi
mengubah isi kuning telur sehingga mudah diserap embrio. Amnion berfungsi
menyerap zat asam dari embrio, mengambil sisa-sisa pencernaan yang terdapat
karbohidrat, asam amino, asam lemak, dan vitamin telah banyak digunakan untuk
8
memaksimalkan potensi pertumbuhan terutama pada ayam ras pedaging, petelur
dan kalkun. Penambahan nutrisi tambahan pada periode inkubasi dilakukan untuk
oleh embrio. Menjelang tahap akhir penetasan, embrio yang sedang diinkubasi
dkk., 2001). Meskipun glukosa dapat disintesis dari lemak dan protein, glukosa juga
glikogen berkurang selama kuartal terakhir inkubasi karena oksigen terbatas (John
dkk., 1987). Oleh karena itu salah satu solusi untuk membantu embrio selama
nutrisi pada usus, meningkatkan aktivitas enzim usus, membantu dalam proses
berfungsi untuk mengatasi kendala pada pertumbuhan awal selama fase embrio dan
pertumbuhan setalah menetas pada unggas (Uni dan Ferket, 2003). Ohta dan Kidd,
(2001) melaporkan bahwa injeksi asam amino pada ayam broiler dapat
Konsentrasi larutan yang diinjeksikan pada telur menjadi salah satu penentu
penambahan saline 0,9% pada seyawa in ovo feeding tanpa menentukan osmolaritas
9
dan pH larutan (Shafey dkk., 2013). Konsentrasi terbaik yang dilaporkan peneliti
terdahulu sangatlah bervariasi. 0,7 g/100 ml saline 0,9% pada kalkun (Keralapurath
dkk., 2010), 1 g/100 ml saline 0,9% pada broiler (Shafey dkk., 2012),
Waktu injeksi dan target deposisi pada telur dengan teknik in ovo yang
dilaporkan sangat bervariasi. Al-Daraji dan Salih, (2012) melakukan injeksi hari
ke-0 inkubasi dengan target kantung udara. El-Azeem dkk. (2014) melakukan
injeksi hari ke-14 inkubasi dengan target amnion. Hasil penilitian Al-Shamery dan
yang dilakukan pada akhir periode inkubasi tidak dapat menstimulasi hiperplasi sel.
Pada periode tersebut, penambahan nutrisi dengan teknik in ovo hanya berfungsi
inkubasi (Stockdale, 1992). Oleh karena itu, panambahan nutrisi melalui teknik in
ovo dengan tujuan menstimulasi aktifitas hiperplasi sel otot sebaiknya dilakukan
pada periode tersebut. Injeksi pada hari ke-7 merupakan periode inkubasi dengan
target albumin. Pada waktu tersebut, aktifitas absorsi substansi protein albumen
mulai meningkat (Baggott, 2001). Injeksi dengan target albumen lebih efektif
terhadap absorsi nutrisi dengan resiko kerusakan kantong embrio yang rendah
asam amino kedalam telur selama proses inkubasi dapat meningkatkan berat badan
10
pascatetas seperti peningkatan berat tetas, pertumbuhan berat badan, pertumbahan
Asam amino adalah unit dasar dari struktur protein. Semua asam amino
mempunyai sekurang-kurangnya satu gugusan amino (-NH2) pada posisi alfa dari
rantai karbon dan satu gugusan karboksil (-COOH). Fungsi asam amino sebagai
komponen struktur tubuh yang merupakan bagian dari enzim, sebagai prekursor
regulasi metabolit dan berperan dalam proses fisiologis. Asam amino diperlukan
untuk sintesis protein jaringan tubuh dan telur (Suprijatna dkk., 2005).
merupakan amida dari asam glutamate, bersifat mudah larut dalam air karena
asam amino yang paling banyak keberadaannya pada cairan intraseluller. Glutamin
mempunyai dua grup ammonia, satu dari prekursornya yaitu glutamat dan yang
lainnya berasal dari ammonia bebas pada aliran darah (Antonio dkk., 1999).
Glutamin merupakan asam amino non essensial dimana dapat berubah fungsi
dkk. (2007) melaporkan bahwa glutamin merupakan asam amino yang penting
nutrisi.
11
L-Glutamin berperan penting sebagai prekursor untuk peptida dan sintesis
protein, sintesis asam amino, purin dan primidin, asam nukleat dan sintesis
nukleotida serta menyediakan sumber karbon untuk oksidasi dalam beberapa sel.
Namun, produk langsung dari metabolisme glutamin pada sebagian besar sel adalah
2003).
efek nutrisi sederhana dengan cara menyediakan energi untuk mukosa saluran
untuk sintesa purin dan pirimidin yang merupakan building blocks dari asam
nukleat yang diperlukan dalam jumlah besar selama proses replikasi sel,
bahan bakar utama limfosit dan makrofag, meningkatkan aliran darah saluran
pencernaan.
12
meningkatkan tinggi vili sehingga mempunyai area yang lebih banyak dalam
performa yaitu menurunnya konsumsi pakan dan bobot badan, yang diketahui
sebagai indikasi dari efek toksik dari dosis glutamin yang diberikan tersebut.
secara cepat seperti pada enterosit saluran pencernaan dan limfosit aktif
(Newsholme dan Calder, 2002). Pada penelitian Allee dkk. (2005), diketahui bahwa
pemberian suplementasi glutamin pada anak ayam sebanyak 1% pada pakan setelah
dan mempunyai perkembangan intestinal yang lebih baik serta mempunyai respons
transminasi yang dapat mencegah hewan kekurangan nutrisi (Boza dkk., 2001).
Selain dapat mensintesis protein, glutamin juga berperan dalam integritas dan
fungsi usus (Liu dkk., 2002), membantu pencernaan dan penyerapan nutrisi (Xiao-
ying dkk., 2010), sebagai sumber energi untuk pematangan sel mukosa (Maiorka
dkk., 2000), dan sebagai sistem kekebalan pada usus terhadap serangan bakteri
(Belmonte dkk., 2007). Hasil penelitian Samli dkk., (2007), yang melaporkan
glutamin adalah asam amino yang pemanfaatannya sebagai sumber energi untuk
nutrisi.
glukoneogenesis. Glutamin adalah salah satu substrat non karbohidrat yang paling
13
efisien karena dapat digunakan sebagai energi. Pada beberapa sel sekitar 30% dari
meningkat ketika glukosa menurun, bahkan pada beberapa kondisi sel-sel dapat
bertahan dan tumbuh pada keadaan glukosa rendah dengan penambahan glutamin
yang cukup. Glutamin dapat di metabolisme pada siklus urea, jalur sintesis protein
dan siklus krebs untuk energi serta produksi dari sitrat, laktat dan glukosa (Antonio,
1999).
Glukosa yang berlebih akan disimpan dalam bentuk glikogen hati dan otot
sebagai cadangan energi dengan bantuan insulin (Bottje dkk., 2010; Chen dkk.,
2013). Hasil penelitian Dong dkk. (2013) menunjukkan bahwa peningkatan level
glikogen otot akhir periode inkubasi akan diikuti dengan peningkatan massa otot
setelah menetas.
ekspresi gen dan sintesis protein dan merangsang respon imun (Shafey dkk., 2013).
Kandungan asam amino glutamin didalam telur ayam ras yaitu sebesar 1,05%
(Heny, 2002). Glutamin memiliki banyak fungsi, maka dari itu penting untuk
memastikan jumlah glutamin dalam telur dapat mencukupi kebutuhan embrio pada
masa inkubasi dan setalah masa inkubasi untuk mengetahui perkembangan dan
kemampuan usus halus dalam menyerap zat nutrisi yang akan berdampak pada
14
Saluran Pencernaan Ayam Kampung
Kebutuhan nutrisi ayam yang digunakan setelah penetasan berasal dari yolk
sac. Setelah penetasan anak ayam mengkonsumsi yolk sac untuk daya tahan tubuh
terdiri dari saluran pencernaan dan organ-organ pelengkap yang berperan dalam
proses pencernaan bahan pakan yang dapat diserap oleh dinding saluran
yaitu terdiri dari rongga mulut, esophagus, tembolok, proventriculus, gizzard, usus
halus, caeca, usus besar, dan kloaka (Abun, 2007 ; Hamzah, 2013).
Rahmanto (2012) menyatakan histologis usus halus ayam broiler dan ayam
kampung memiliki perbedaan. Vili-vili pada usus halus ayam broiler memiliki
jumlah yang lebih banyak dan ukurannya lebih panjang dibandingkan vili-vili usus
halus pada ayam kampung. Tingkat efisiensi pakan ayam broiler lebih tinggi
pada usus halus. Suprijatna dkk. (2008) Usus halus merupakan organ utama tempat
peranan penting dalam transfer nutrisi. Alfiansyah (2011) Usus halus merupakan
saluran berkelok-kelok yang memiliki banyak lipatan yang disebut vili atau jonjot-
jonjot usus. Rahayu dkk. (2011) mengemukakan bahwa pada ayam dewasa, panjang
banyaknya villi dan mikrovilli yang memperluas bidang penyerapan (Austic dan
15
Nesheim, 1990 ; Ibrahim 2008) dan dipengaruhi juga oleh tinggi dan luas
permukaan villi, duodenum, jejunum, dan ileum (Sugito, dkk., 2007 ; Ibrahim
2008). Usus halus broiler yang bertubuh berat adalah lebih panjang dan lebih luas
bidang absorpsinya dibanding dengan usus halus unggas yang bertubuh lebih ringan
a = Tinggi vili
b = Lebar Apikal Vili
c = Lebar Basal Vili
d = Kedalaman Kripta
usus pada ayam broiler berkaitan dengan fungsi dari usus dan pertumbuhan dari
ayam tersebut (Sun, 2004). Vili merupakan tempat penyerapan zat zat gizi, semakin
lebar vili semakin banyak zat zat makanan yang akan diserap pada akhirnya dapat
(Asmawati, 2014). Peningkatan tinggi vili pada usus halus ayam pedaging berkaitan
transportasi nutrisi keseluruh tubuh (Awad dkk., 2008). Salah satu parameter yang
16
dapat digunakan untuk mengukur kualitas pertumbuhan adalah struktur morfologis
usus. Tinggi vili dan kedalaman kripta pada semua bagian usus halus secara umum
17
METODE PENELITIAN
Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan Januari 2017 sampai Mei 2017,
bertempat di :
Alat yang digunakan pada penelitian ini yaitu mesin tetas otomatis, gunting
hidrometer, hand spray, stirrer, automatic syringe, gelas ukur, rak telur, mikroskop
zeiss primo star, kamera optiLab, program optiLab viewer 2.2, program axio vision
40 V 4.8.2.0, program SPSS 16.0, benang, pensil, tempat pakan, tempat air minum,
Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah telur ayam kampung fertil,
asam amino L-Glutamin, NaCl fisiologis 0,9%, alkohol 70%, formalin 10%, selotip
plastik, tissu dan kertas label, gloves, pakan komersil, vaksin, vitamin, antibiotik
dan sampel usus halus (duodenum, jejenum, ileum) ayam jantan yang dipreparasi
Rancangan Penelitian
18
Perlakuan:
Hasil injeksi telur yang ditetaskan atau sampel (DOC) kemudian dilakukan
Lengkap (RAL) dengan 5 perlakuan (level injeksi L-Glutamin secara in ovo) dan 3
ulangan. Masing-masing diisi 1 ekor ayam tiap ulangan. Total ayam yang
Prosedur Penelitian
1. Manajemen Pemeliharaan
Ayam yang digunakan dalam penilitian ini merupakan hasil penetasan yang
Universitas Hasanuddin. Ayam kampung hasil injeksi in ovo asam amino glutamin,
ditempatkan secara acak pada 15 petak bambu (pen) dengan alas (litter) serbuk
gergaji yang berukuran panjang x lebar x tinggi (0,6 x 0,6 x 0,5 m). Pen disemprot
desinfektan menggunakan backpack sprayer. Setiap pen diisi 1 ekor ayam. Masing-
masing pen dilengkapi dengan tempat minum, tempat pakan, sebuah lampu pijar
(60 watt), waring dan kain penutup. Lampu berfungsi sebagai pemanas selama 14
guard yang dilapisi kertas untuk menghindari pelepasan panas didalam pen. Setelah
14 hari, lampu dimatikan pada siang hari kemudian diganti dengan pencahayaan di
19
dalam kandang dan kembali dinyalakan pada malam hari. Pemeliharaan
Sumber air minum yang digunakan adalah air sumur yang telah diklorinasi
terlebih dahulu dan diberikan secara ad libitum dan dilakukan pergantian tiap pagi
dan sore hari. Pakan yang diberikan pada fase starter (umur 1 – 8 minggu) berupa
butiran kecil (crumble) dengan kandungan nutrisi sesuai dengan standar pakan
komersil yaitu protein 21- 23 % dan energi metabolisme (ME) 2600 Kcal,
sedangkan pakan untuk fase grower (9 – 18 minggu) berupa pakan campuran terdiri
dari jagung, konsentrat dan dedak (perbandingan 3:2:1) dengan kandungan protein
Preparasi sampel usus dilakukan pada hari ke-77 pemeliharaan. Sampel dipilih
setelah melakukan penimbangan berat badan. Ayam yang diambil setiap perlakuan
memiliki berat badan rata-rata antara berat badan ayam yang paling ringan dan yang
paling berat. Preparasi dimulai dengan memotong ayam pada bagian leher masing-
masing 1 ekor per pen pada penelitian. Sampel yang digunakan yaitu bagian-bagian
usus halus yang terdiri dari duodenum, jejenum dan ileum. Duodenum rentangannya
melipat membentuk putaran sejajar. Jejenum didefinisikan segmen usus halus bagian
tengah antara bagian akhir duodenum dan Meckel’s diverticulum. Ileum didefinisikan
segmen usus halus yang rentangannya adalah dari Meckel’s diverticulum sampai
panjangnya.
20
3. Preparasi Sampel Histologis
Balai Besar Veteriner (BB-Vet) Maros dengan prosedur pengujian histologis secara
Penyiapan sampel usus halus yang untuk studi histologis adalah sampel usus
segmen usus halus yakni duodenum, jejunum dan ileum kemudian difiksasi dalam
10% buffer formalin, dibiarkan terendam 24 – 48 jam, dan untuk selanjutnya dibuat
sampel jaringan dihidrasi melalui satu seri alkohol yang konsentrasinya bertingkat
semakin meninggi. Sampel ditransfer satu demi satu kedalam setiap konsentrasi
alkohol dan dibiarkan untuk terendam dalam setiap konsentrasi alkohol tersebut
kira-kira 10 detik.
sudah siap dalam objek glas diamati dan diukur menggunakan mikroskop dengan
bantuan komputer.
Langkah untuk pengukuran tinggi vili, lebar vili dan kedalaman kripta.
Terlebih dahulu obyek ditentukan menggunakan mikroskop zeiss primo star yang
histologis muncul pada layar monitor optilab viewer 2.2. Setelah ditemukan
21
morfologi usus sesuai dengan yang diharapkan, dilakukan pemotretan seluruh
preparat yang akan diukur. Pengukuran minimum tiga kali per slide yang dibuat
untuk setiap parameter. Selanjutnya cara pengukuran tinggi villi, lebar villi dan
ditentukan lebih dahulu dengan bantuan komputer yaitu berapa nilai perbesaran
yang dipakai atau diinginkan dikonversikan kedalam satuan panjang (µm). Angka
Berat usus halus (g) utuh dan berat setiap segmennya (duodenum, jejunum,
dalam bentuk persentase (%) terhadap berat total usus halus. Persentase berat
Panjang usus halus (cm) utuh dan panjang setiap bagiannya (duodenum,
jejunum, ileum). Panjang usus halus (cm) diukur mulai dari pangkal gizzard
percabangan caeca (ileum). Panjang usus halus diukur menggunakan pita ukur.
22
Panjang duodenum, panjang jejenum dan panjang ileum disajikan dalam bentuk
persentase (%) terhadap panjang total usus halus. Persentase panjang segmen
b) Pengukuran Lebar vili (µm) : diukur lebar apikal dan lebar basal vili kemudian
dirata-ratakan.
Keterangan :
a = Tinggi vili
b = Kedalaman Kripta
c = Lebar Basal Vili
d = Lebar Apikal Vili
Gambar 3. Pengukuran Tinggi Vili, Lebar Vili dan Kedalaman Kripta (Iji dkk.,
2001)
dkk. (2001) yang dimodifikasi dengan asumsi bahwa model vili adalah analog
bentuk trapezium sehingga jumlah rata-rata antara lebar apikal vili ditambah jumlah
rata-rata lebar basal vili dibagi dua kemudian dikali tinggi vili. Secara matematis
23
𝑏+𝑐
Luas Permukaan Vili = x𝑎
2
Keterangan :
Analisa Data
Yij = µ + ᴛi + ɛij
i = 1, 2, 3, 4, 5 (jumlah perlakuan)
j = 1, 2, 3 (jumlah ulangan)
Keterangan :
µ = Rata-rata pengamatan
ɛij = Pengaruh galat percobaan dari perlakuan ke-i dan ulangan ke-j.
24
HASIL DAN PEMBAHASAN
Berat usus halus ayam kampung jantan hasil in ovo feeding asam amino L-
Tabel 2. Berat Total Usus Halus dan Persentase Berat Duodenum, Jejenum dan
Ileum dari Berat Total Usus Halus
Berat Total Berat Berat Berat
Perlakuan Usus Halus Duodenum Jejenum Ileum
(g) (%) (%) (%)
P0 22,38 ± 3,00 27,28 ± 1,55 39,62 ± 2,48 33,09 ± 2,86
P1 24,64 ± 4,11 28,89 ± 3,81 38,92 ± 1,89 32,17 ± 1,92
P2 24,13 ± 1,14 29,47 ± 4,24 41,59 ± 3,01 28,93 ± 1,62
P3 23,68 ± 2,98 29,23 ± 1,55 38,67 ± 2,07 32,09 ± 0,53
P4 21,41 ± 0,97 26,47 ± 1,54 41,49 ± 0,70 32,04 ± 2,14
*P0 (Kontrol negatif, tanpa injeksi), P1 (Kontrol positif, injeksi dengan larutan NaCl fisiologis tanpa
L-Glutamin), P2 (Injeksi 0,5 ml larutan 0,5 % L-Glutamin dalam NaCl fisiologis), P3 (Injeksi 0,5
ml larutan 1 % L-Glutamin dalam NaCl fisiologis), P4 (Injeksi 0,5 ml larutan 1% L-Glutamin dalam
NaCl fisiologis).
nyata (P>0,05) terhadap berat total usus halus, berat duodenum, berat jejenum dan
pertumbuhan saat embrio hingga pemeliharaan sampai hari ke-77 dapat dipengaruhi
ayam. Selain itu, pada umur 77 hari proses hiperplasi telah menurun sehingga
25
nutrisi pakan hanya akan berpengaruh terhadap ukuran sel bukan pertambahan sel.
Proses hiperplasi tertinggi terjadi sejak pertumbuhan embrio pada saat proses
Menurut Cahyono dkk. (2012), persentase bobot usus halus yang sama
terhadap bobot hidup dipengaruhi oleh daya cerna nutrisi pakan yang relatif sama,
jika konsumsi pakan meningkat, maka permukaan dari usus akan mengalami
perluasan karena kinerja usus akan meningkat pada proses absorbsi nutrisi pada
pakan. Vili yang terdapat di dalam usus memiliki peran penting dalam proses
nutrisi pakan. Usus halus yang panjang memiliki vili yang banyak dan permukaan
yang lebih luas, sehingga memungkinkan lebih optimal dalam menyerap zat-zat
Berbagai reaksi enzimatis terjadi di dalam usus halus yang berfungsi untuk
utuk mempermudah proses absorbsi. Jika konsumsi pakan meningkat maka panjang
26
dan luas permukaan usus akan meningkat karena kinerja usus akan mengalami
peningkatan pada proses absorbsi nutrisi pada pakan (Suprijatna dkk., 2008).
Panjang usus halus ayam kampung jantan hasil in ovo feeding asam amino
Tabel 3. Panjang Total Usus Halus dan Persentase Panjang Duodenum, Jejenum
dan Ileum dari Panjang Total Usus Halus
Panjang Total Panjang Panjang Panjang
Perlakuan Usus Halus Duodenum Jejenum Ileum
(cm) (%) (%) (%)
b
P0 77,26 ± 14,87 24,91 ± 0,19 38,00 ± 2,36 37,07 ± 2,23
b
P1 91,73 ± 17,51 23,58 ± 1,38 36,77 ± 5,42 39,64 ± 4,85
b
P2 77,83 ± 9,45 24,18 ± 0,95 37,99 ± 5,52 37,82 ± 5,15
b
P3 86,63 ± 12,82 24,76 ± 1,40 35,48 ± 1,98 39,75 ± 1,76
a
P4 86,56 ± 7,45 19,96 ± 3,28 37,31 ± 4,91 42,72 ± 1,83
*P0 (Kontrol negatif, tanpa injeksi), P1 (Kontrol positif, injeksi dengan larutan NaCl fisiologis tanpa
L-Glutamin), P2 (Injeksi 0,5 ml larutan 0,5 % L-Glutamin dalam NaCl fisiologis), P3 (Injeksi 0,5
ml larutan 1 % L-Glutamin dalam NaCl fisiologis), P4 (Injeksi 0,5 ml larutan 1% L-Glutamin dalam
NaCl fisiologis).
Ket: a,b Superskrip yang berbeda pada kolom yang sama menandakan perbedaan signifikan (P<0,05)
duodenum usus halus ayam kampung jantan. Namun, tidak memberikan pengaruh
yang nyata (P>0,05) terhadap panjang jejenum, panjang ileum dan panjang
keseluruhan usus halus ayam kampung jantan. Hal ini diduga karena laju
pertumbuhan usus halus hingga pemeliharaan 77 hari telah menurun. Hal ini sesuai
dengan pendapat Jull (1972) bahwa laju pertumbuhan saluran pencernaan tertinggi
pada unggas terjadi pada saat menetas hingga umur 6 minggu dan setelah itu
terhenti. Ileum memiliki ukuran lebih panjang dari duodenum dan jejenum karena
ileum merupakan pusat absorbsi zat-zat nutrisi dengan asusmsi semakin panjang
27
Histologi Usus Halus Ayam kampung Jantan
Histologis usus halus ayam kampung hasil in ovo feeding asam amino L-
Tabel 4. Histologis Usus Halus Ayam Kampung Jantan Hasil In Ovo Feeding Asam
Amino L-Glutamin
Tinggi Lebar Luas Permukaan Kedalaman
Vili Vili Vili Kripta
Perlakuan (µm) (µm) 104 (µm 2) (µm)
Duodenum
P0 1113,0±334,3a 173,9±66,0a 20,71±11,86a 350,6±1,71b
P1 1310,0±196,9ab 292,0±27,4b 38,56±8,77ab 269,9±8,45a
P2 1527,0±159,9ab 462,2±72,5c 70,50±12,22c 343,8±20,86b
P3 1551,0±120,0b 322,3±70,2b 49,58±8,03b 355,3±37,16b
P4 1723,0±94,5b 311,7±39,0b 53,89±9,66bc 348,2±13,68b
Jejenum
P0 1670,5±285,4 312,9±62,4 51,39±1,49b 326,2±20,7ab
P1 1504,1±118,0 250,8±57,5 37,90±9,88ab 361,2± 46,5b
P2 1650,9±191,0 263,8±37,3 43,79±10,11b 362,3± 3,1b
P3 1236,8±312,7 230,0±67,0 27,15±4,36a 378,4± 27,6b
P4 1660,3±6,7 136,8±30,3 22,73±5,13a 275,9± 15,1a
Ileum
P0 1174,3±87,2b 206,1±37,1a 24,15±4,45ab 221,0±12,7a
P1 784,4±182,2a 306,5±53,0cb 21,75±0,72ab 262,0±46,2a
P2 1217,2±232,1b 262,9±8,7abc 32,13±7,10b 212, 9±33,7a
P3 739,1±107,8a 228,7±1,2ab 14,89±5,92a 248,4±53,0a
P4 1034,1±21,9ab 321,7±44,2c 33,32±5,31b 331,4±28,7b
*P0 (Kontrol negatif, tanpa injeksi), P1 (Kontrol positif, injeksi dengan larutan NaCl fisiologis tanpa
L-Glutamin), P2 (Injeksi 0,5 ml larutan 0,5 % L-Glutamin dalam NaCl fisiologis), P3 (Injeksi 0,5
ml larutan 1 % L-Glutamin dalam NaCl fisiologis), P4 (Injeksi 0,5 ml larutan 1% L-Glutamin dalam
NaCl fisiologis),
Ket: a,b Superskrip yang berbeda pada kolom yang sama menandakan perbedaan signifikan (P<0, 05)
a. Tinggi Vili
duodenum dan tinggi vili ileum. Namun, tidak memberi pengaruh yang nyata
28
Tinggi vili duodenum injeksi asam amino L-Glutamin 1% (P3) dan injeksi
asam amino L-Glutamin 1,5% (P4) lebih tinggi dari tinggi vili duodenum P0 tanpa
injeksi. Tinggi vili jejenum tidak memiliki perbedaan per perlakuan. Pada tinggi
vili ileum injeksi asam amino L-Glutamin 1% (P3) lebih rendah dari tinggi vili P0
tanpa injeksi. Hal ini menunjukkan bahwa in ovo feeding asam amino L-Glutamin
1% dan 1,5% dapat memicu poliferasi sel-sel usus duodenum selama fase embrio
(Samli dkk., 2001) sehingga berdampak positif terhadap perkembangan sel hingga
ke fase selanjutnya. Marchini dkk. (1999) menyatakan bahwa efek dari glutamin
yaitu memberikan efek nutrisi sederhana dengan cara menyediakan energi untuk
vili diduga karena injeksi asam amino dapat meningkatkan terjadinya hiperplasi dan
hipertropi pada usus halus pada masa embrio. Mile dkk. (2006) menyatakan bahwa
peningkatan tinggi vili diasosiasikan dengan lebih luasnya permukaan vili untuk
Tinggi vili jejenum yang tidak berbeda diduga karena pengaruh asam amino
L-Glutamin pada masa embrio tidak semaksimal duodenum dan ileum. Dalam
pembentukan organ pada masa embrio, usus bagian depan (duodenum) dan bagian-
bagiannya yang pertama terbentuk baru kemudian usus bagian tengah (jejenum dan
ileum) dan usus bagian belakang (usus besar) (Salmah, 1984). Sedangkan vili
2014). Asam amino L-Glutamin merupakan asam amino non esensial, namun dapat
(Newsholme, 2001). Diduga fungsi asam amino L-Glutamin pada usus halus ayam
29
sintesis protein (Liu dkk., 2002), membantu pencernaan dan penyerapan nutrisi
(Xiao-ying dkk., 2010), sebagai sumber energi untuk pematangan sel mukosa
(Maiorka dkk., 2000) dan sebagai sistem kekebalan pada usus terhadap serangan
bakteri (Belmonte dkk., 2007). Sehingga tidak lagi berfungsi untuk penambahan
jumlah sel.
b. Lebar Vili
duodenum dan lebar vili ileum. Namun, tidak memberikan pengaruh yang nyata
(P>0,05) terhadap lebar vili jejenum. Lebar vili duodenum injeksi asam amino L-
Glutamin 0,5% (P2) lebih lebar dibanding semua perlakuan dan lebar vili
duodenum injeksi asam amino L-Glutamin 1% (P3) dan 1,5% (P4) lebih lebar
dibanding P0 tanpa injeksi. Lebar vili jejenum tidak menunjukkan perbedaan per
perlakuan. Lebar vili ileum injeksi asam amio L-Glutamin 1,5% (P4) lebih lebar
dari P0 tanpa injeksi dan injeksi asam amino L-Glutamin 1% (P3), begitupun
kontrol positif (injeksi NaCl 0,9% tanpa L-Glutamin) terhadap P0 tanpa injeksi.
Diduga injeksi asam amino L-Glutamin pada masa embrio lebih optimal
duodenum dan ileum ayam kampung jantan, sehingga berdampak positif hingga
ayam menetas sampai umur 11 minggu (77 hari). Peningkatan lebar vili dan tinggi
vili dapat memperluas area absorbsi vili. Menurut Asmawati (2014), semakin lebar
vili semakin banyak zat-zat makanan yang akan diserap pada akhirnya dapat
30
Lebar vili jejenum memiliki respon yang berbeda terhadap asam amino L-
Glutamin yang menunjukkan tidak ada perbedaan hasil. Kondisi ini, selain
fungsi setiap segmen usus dalam proses pencernaan dan penyerapan absorbsi zat-
zat nutrisi pakan. Menurut Foye dkk. (2007), kegiatan menyuntikkan nutrisi
factor (IGF) dan glikogen cadangan serta meningkatkan penyerapan nutrisi pada
usus, meningkatkan aktivitas enzim usus, membantu dalam proses penetasan serta
larutan yang diinjeksikan pada telur menjadi salah satu penentu keberhasilan
metode in ovo. Larutan tersebut, harus memiliki osmolaritas dan pH yang sesuai
vili duodenum, jejenum dan ileum. Luas permukaan vili duodenum injeksi asam
amino L-Glutamin 0,5% (P2) lebih luas dibanding injeksi asam amino L-Glutamin
1% (P3), injeksi NaCl 0,9% tanpa glutamin (P1) dan tanpa injeksi (P0), namun tidak
berbeda dengan injeksi asam amino L-Glutamin 1,5% (P4). Luas permukaan vili
jejenum injeksi asam amino L-Glutamin 0,5% (P2) lebih luas dibanding injeksi
asam amino L-Glutamin 1% (P3), 1,5% (P4) namun tidak berbeda dengan injeksi
NaCl 0,9% tanpa glutamin (P1) dan tanpa injeksi (P0). Luas permukaan vili ileum
31
injeksi asam amino L-Glutamin 1% (P3) lebih sempit dibanding injeksi asam amino
L-Glutamin 0,5% (P2) 1,5% (P4) dan injeksi NaCl 0,9% tanpa glutamin (P1),
tersebut memiliki pengaruh positif terhadap luas permukaan vili. Luas permukaan
vili pada usus berpengaruh terhadap tingkat absorbsi nutrisi. Menurut Guyton
nutrien yang terjadi. Efisiensi penyerapan nutrien tidak terlepas dari kerja
banyaknya vili dan mikrovili yang memperluas bidang penyerapan (Austic dan
Nesheim, 1990 ; Ibrahim 2008) dan dipengaruhi juga oleh tinggi dan luas
permukaan vili duodenum, jejunum, dan ileum (Sugito, dkk., 2007 ; Ibrahim 2008).
d. Kedalaman Kripta
kripta duodenum injeksi asam amino L-Glutamin 0,5% (P2), 1% (P3) dan 1,5%
(P4) lebih dalam dari P1 (injeksi NaCl 0,9% tanpa glutamin), namun tidak berbeda
dengan P0 tanpa injeksi. Kedalaman kripta jejenum injeksi asam amino L-Glutamin
1.5% (P4) lebih dangkal dari injeksi asam amino L-Glutamin 0,5% (P2), 1% (P3)
dan injeksi NaCl 0,9% tanpa glutamin (P1) namun tidak berbeda dengan P0 tanpa
32
injeksi. Kedalaman kripta ileum injeksi asam amino L-Glutamin 1,5% (P4) lebih
Hal ini diduga karena pertumbuhan kripta usus halus tidak lagi terjadi
hingga umur 11 minggu (77 hari). Selain itu, diduga karena tingkat dosis asam
kripta sejak embrio. Jika sejak embrio kriptanya berkembang dengan baik maka
halus duodenum dan jejenum, bahkan pada dosis injeksi 1,5 % (P4) kedalaman
kripta jejenum lebih dangkal dari dosis injeksi lainnya. Namun, berbeda dengan
kedalaman kripta ileum, dosis 1,5% (P4) menunjukkan pertumbuhan kripta yang
lebih baik dari dosis lainnnya. Hal ini menunjukkan tingkat dosis yang berbeda
memberikan respon yang berbeda pula terhadap pertumbuhan kripta usus halus.
Menurut Uni dkk. (2000) dan Geyra dkk. (2001), terjadi peningkatan kripta
dengan peningkatan jumlah dan ukuran sel. Hal yang sama dilaporkan Uni dkk.
(1999) dan Sklan, (2001), perubahan secara morfologi kemampuan jaringan usus
vili dan kedalaman kripta maka semakin luas bidang penyerapan nutrisi oleh
(Rahmawati, 2016).
33
Kebutuhan nutrisi pada periode pertumbuhan atau perkembangan awal
histologis usus halus dapat membantu anak ayam dalam mencerna pakan yang
diberikan lebih awal. Setelah menetas, anak ayam masih memiliki sisa yolk sac
yang terserap kedalam ususnya sebagai nutrisi pada awal penetasan sebelum
mendapatkan pakan dalam bentuk padat. Anak ayam yang memiliki pertumbuhan
organ saluran pencernaan yang cepat dapat dengan cepat menyesuaikan pakan yang
diberikan lebih awal. Perkembangan organ saluran pencernaan yang cepat dapat
memicu peningkatan pertumbuhan yang lebih cepat (Choct, 2009 ; Kidd, 2009).
34
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
ayam kampung jantan hasil in ovo feeding asam amino L-Glutamin dapat
disimpulkan bahwa :
3. Tinggi vili, lebar vili, luas permukaan vili dan kedalaman kripta menunjukkan
Saran
Diharap adanya penelitian lebih lanjut mengenai in ovo feeding asam amino
L-Glutamin dengan dosis yang lebih beragam dengan waktu injeksi yang sama atau
dosis yang sama namun waktu injeksi yang berbeda untuk mengetahui pemanfataan
35
DAFTAR PUSTAKA
Abun. 2007. Pengukuran nilai kecernaan pakan yang mengandung limbah udang
windu produk fermentasi pada ayam broiler. Laporan Penelitian. Unpad.
Jatinangor.
Allee, G.L, G.F. Yi, C.D. Knight and J.J. Dibner. 2005. Impact of Glutamin and
oasis supplement on growth performance, small Intestine morphology, and
Immune response of broiler vaccinated and challenge with Eimeria Maxima.
Poult Sci 84: 183-293.
Anggorodi, R.1990. Ilmu Makanan Ternak Umum. Jakarta: Penerbit PT. Gramedia.
Aryanti, F., M.B. Aji, dan N. Budiono. 2013. Pengaruh pemberian air gula
merah terhadap performans ayam kampung pedaging. Jurnal Sain
Veteriner 31 (2) : 156-165.
Asmawati. 2014. The Effect of In Ovo Feeding on Hatching Weight and Small
Intestinal Tissue Development of Native Chicken. Disertasi. Program
Pascasarjana Universitas Hasanuddin, Makassar.
Austic, R. E. and Nesheim., 1990. Poultry Production, 13th ed. Lea and Febiger.
Philadelph. London. p.29-30.
Awad, W.A., K. Ghareeb, S. Nitclu S. Pasteiner, S.A. Raheem, and J. Bohm. 2008.
Efect of dietary inclusion of probiotic, prebiotic and symbiotic on intestinal
glucose absorb'tion of broiler chickens. Lrt. J. Poult. Sci. 7: 688-691.
36
Azhar, M. 2016. Performa ayam kampung pra- dan pasca-tetas hasil in ovo feeding
L-arginine. (Thesis belum publikasi). Fakultas Ilmu dan Teknologi
Peternakan Pasca Sarjana Universitas Hasanuddin.
Chen, W., Y.T. Lv, H.X. Zhang, D. Ruan, S. Wang, and Y.C. Lin. 2013. Review:
Developmental specificity in skeletal muscle of late-term avian embryos
and its potential manipulation. Poultry Science 92 : 2754–2764.
Choct M. 2009. Managing gut health trough nutrition. Br. Poult. Sci. 50:19-15.
37
Christensen, V. L., M.J, Wineland, G. M. Fasenko, and W.E. Donaldson. 2001. Egg
storoge effects on plasma glucose and suplay and demand tissue glycogen
concentration of broiler embryos. Poult. Sci. 80:1729-1735.
Dong, D.Y., Y.J. Jiang, M.Q. Wang, Y.M. Wang, and X T. Zou. 2013. Effects
of in ovo feeding of carbohydrates on hatchability, body weight, and energy
status in domestic pigeons (Columba livia). Poult. Sci. 92 : 2118–2123.
, O.T., Ferket, P. R. and Z. Uni. 2007. The effects of in ovo feeding arginine,
hydroxyl-methylbutyrate, and protein on jejunal digestive and absorptive
activity in embryonic and neonatal turkey poults. Poult. Sci. 86, 2343- 2349.
Geyra, A., Z. Uni, and D. Sklan. 2001. Enterocyte dynamics and mucosal
development in the posthatch chick. Poult. Sci.80, 776-782.
38
Hamzah. 2013. Respon usus dan karakteristik karkas pada ayam ras pedaging
dengan berat badan awal berbeda yang dipuasakan setelah menetas.
Fakultas Pentenakan Universitas Hasanuddin. Makassar.
Heny. 2002. Perbandingan Kadar Asam Amino dalam Telur Ayam Ras dan Telur
Bebek dengan High Speed Amino Acid Analyzer. Thesis. Fakultas Farmasi
UBAYA, Surabaya.
Ibrahim, S. 2008. Hubungan ukuran-ukuran usus halus dengan berat badan broiler.
Agripet : Vol (8) No. 2: 42-46.
Iji, P. A., R. J. Hughes, M. Choct and D. R. Tivey. 2001. Intestinal structure and
function of broiler chickens on wheat-based diets supplemented with
microbial enzyme. Asian-Aust. J. Anim. Sci. 14(1):54-60.
John. T. M., J. C. George and E. T. Moran, Jr. 1987. Pre and postthatch
ultrastructural and metabolic changes in the hatching muscle of turkey
embryos from antibiotic and glucose treated eggs. Cytobios 49:197-210.
Kidd MT. 2009. Advances in poultry nutrition. R Bras Zootec. 38:201-204 (supl.
especial).
Liu, T., P. Jian, Y. Z. Xiong, S. Q. Zhou dan X. H. Cheng. 2002. Effects of dietary
Glutamin and glutamate supplementation on small intestinal structure,
active absorption and DNA, RNA concentration in skeletal muscle tissue of
weaned piglets during d 28 to 42 of age. Asian-Aust. J. Anim. Sci. 15:238-
242.
39
Mile, R.D., Butcher, G.D., Henry, P.R. dan Littell, R.C. (2006). Effecf of antibiotic
growth promoters on broiler performance, intestinal growth parameters, and
quanti- tative morphology. J. of Poult. Sci. 85: 476-485.
Nataamijaya, A.G. 2009. The performance of nagrak and kampung chicken kept
intensively in Cibadak Sukabumi, West Java. JITV 14 (2) : 97-103.
Noy, Y and D. Sklan. 2001. Yolk and exogenous feed utilization in the posthatch
chick. Poult Sci 80: 1490-1495.
Nursjamsiah. 1994. Efek campuran rumput gajah, dedak jagung dan konsentrat
komersial terhadap performa sapi PO. (Skripsi). Fakultas Peternakan
Universitas Padjajaran, Bandung.
Ohta, Y. and M. T. Kidd. 2001. Optimum site for in ovo amino acid injection in
broiler breeder eggs. Poult Sci 80: 1425 – 1429.
Rahayu, I., T. Sudaryani, dan H. Santosa. 2011. Panduan Lengkap Ayam. Penebar
Swadaya, Jakarta.
Rahmanto. 2012. Struktur histologik usus halus dan efesiensi pakan ayam kampung
dan ayam broiler. (Skripsi). Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan
Alam. Universitas Negeri Yogyakarta.
Rahmawati. 2016. Histologis saluran pencernaan ayam buras hasil in ovo feeding
asam amino l-arginine. (Skripsi). Fakultas Peternakan Universitas
Hasanuddin. Makassar.
40
Rosebourgh RW, Geis E, Henderson K, Frobish LT. 1978. Glycogen metabolism
the turkey embryo and poultry. J.ُWorld’sُPoultُSciُ60: 121 – 134.
Shafey, T.M., M.A. Alodan, I.M. Al-Ruqaie, and M.A. Abouheif. 2012. in ovo
feeding of carbohydrates and incubated at a high incubation temperature on
hatchability and glycogen status of chicks. South African Journal of Animal
Science 42 (3) : 210-220.
Sklan, D. 2001. Development of the digestive tract of poultry. Worlds Poult. J. 57,
415-428.
Stockdale, F.E. 1992. Myogenic cell lineages. Dev Biol 154 : 284-298.
Sudaryati, S., J.H.P. Sidadolog, Wihandoyo, W.T. Artama, and D. Maharani. 2013.
The effect of insulin like growth factor binding protein2 geneon kampung
chicken growth rate. International Journal of Poultry Science 12 (8) : 495-
500.
Sugito MW, Astuti DA, Handharyani E, Chairul. 2007.Histopatologi hati dan ginjal
pada ayam broiler yangdipapar cekaman panas dan diberi ekstrak
kulitbatang Jaloh (Salix tetrasperma Roxb). JITV. 12:6873.
Sun, X. 2004. Broiler performance and intestinal alterations when fed drug-free
diets. Thesis. Animal and Poultry Science. Blacksburg. Virginia.
41
Tamzil, M.H., M. Ichsan, N.S. Jaya, and M. Taqiuddin. 2015. Growth rate, carcass
weight and percentage weight of carcass parts of laying type cockerels,
kampong chicken and arabic chicken in different ages. Pakistan Journal of
Nutrition 14 (7) : 377-382.
, Ferket PR, Tako E, Kedar O. 2005. In ovo feeding improves energy status
of late – term chicken embryos. Poult Sci 84: 764 – 770.
Zakaria, S 2004. Pengaruh luas kandang terhadap produksi dan kualitas telur ayam
kampung yang dipelihara dengan sistem litter. Bulletin Nutrisi dan Makanan
Ternak 5(1): 1-11.
42
LAMPIRAN
Descriptive Statistics
P0 22.3800 3.00326 3
P1 24.6400 4.11985 3
P2 24.1367 1.14553 3
P3 23.6800 2.98783 3
P4 21.4133 .97521 3
Total 8203.904 15
43
Descriptive Statistics
P0 27.2800 1.55743 3
P1 28.8967 3.81340 3
P2 29.4767 4.24949 3
P3 29.2367 1.55275 3
P4 26.4700 1.54929 3
Total 12090.274 15
44
Descriptive Statistics
P0 39.6267 2.48484 3
P1 38.9267 1.89363 3
P2 41.5967 3.01757 3
P3 38.6733 2.07731 3
P4 41.4900 .70342 3
Total 24146.015 15
45
Descriptive Statistics
Dependent Variable:Persentase Berat Ileum
P0 33.0900 2.86524 3
P1 32.1767 1.92420 3
P2 28.9300 1.62250 3
P3 32.0900 .53019 3
P4 32.0400 2.14888 3
Total 15109.569 15
46
Lampiran 2. Hasil Analisis Ragam Panjang Usus Halus
Descriptive Statistics
P0 77.2667 14.87358 3
P1 91.7333 17.51923 3
P2 77.8333 9.45110 3
P3 86.6333 12.82199 3
P4 86.5667 7.45408 3
Total 108001.750 15
47
Descriptive Statistics
P0 24.9167 .19553 3
P1 23.5833 1.38233 3
P2 24.1800 .95859 3
P3 24.7633 1.40119 3
P4 19.9667 3.28485 3
Total 8351.973 15
Duncan
Subset
Perlakuan N 1 2
P4 3 19.9667
P1 3 23.5833
P2 3 24.1800
P3 3 24.7633
P0 3 24.9167
48
Descriptive Statistics
P0 38.0067 2.36990 3
P1 36.7733 5.42929 3
P2 37.9967 5.52595 3
P3 35.4800 1.98653 3
P4 37.3133 4.91839 3
Total 20862.473 15
49
Descriptive Statistics
P0 37.0767 2.23733 3
P1 39.6467 4.85965 3
P2 37.8267 5.15094 3
P3 39.7567 1.76540 3
P4 42.7233 1.83118 3
Total 23473.057 15
50
Lampiran 3. Hasil Analisis Ragam Tinggi Vili Usus Halus
Descriptive Statistics
P0 1.113E3 334.3101 3
P1 1.310E3 196.9692 3
P2 1.527E3 156.9705 3
P3 1.551E3 120.0306 3
P4 1.723E3 94.5190 2
Total 2.939E7 14
51
Hasil Uji Duncan Tinggi Vili Duodenum
Duncan
Subset
Perlakuan N 1 2
P0 3 1.113E3
P1 3 1.310E3 1.310E3
P2 3 1.527E3 1.527E3
P3 3 1.551E3
P4 2 1.723E3
52
Descriptive Statistics
P0 1.6705E3 285.42365 2
P1 1.5041E3 118.08346 3
P2 1.6509E3 191.06616 3
P3 1.2368E3 312.77300 3
P4 1.6603E3 6.76701 2
Total 3.103E7 13
53
Descriptive Statistics
P0 1.1743E3 87.26127 3
P1 7.8443E2 182.29743 2
P2 1.2172E3 232.14064 3
P3 7.3919E2 107.87225 3
P4 1.0341E3 21.94859 2
Total 1.377E7 13
Duncan
Subset
Perlakuan N 1 2
P3 3 7.3919E2
P1 2 7.8443E2
P4 2 1.0341E3 1.0341E3
P0 3 1.1743E3
P2 3 1.2172E3
54
Lampiran 4. Hasil Analisis Ragam Lebar Vili
Descriptive Statistics
P0 1.7399E2 66.08081 3
P1 2.9209E2 27.41466 3
P2 4.6221E2 72.58355 3
P3 3.2238E2 70.23910 3
P4 3.1176E2 39.00401 2
Total 1526008.370 14
55
Hasil Uji Duncan Lebar Vili Duodenum
Duncan
Subset
Perlakuan N 1 2 3
P0 3 1.7399E2
P1 3 2.9209E2
P4 2 3.1176E2
P3 3 3.2238E2
P2 3 4.6221E2
56
Descriptive Statistics
P0 3.1299E2 62.43753 2
P1 2.5089E2 57.53768 3
P2 2.6381E2 37.35379 3
P3 2.3003E2 67.08211 3
P4 1.3688E2 30.38261 2
Total 812995.647 13
57
Descriptive Statistics
P0 2.0618E2 37.14022 3
P1 3.0655E2 53.03371 3
P2 2.6295E2 8.79108 3
P3 2.2874E2 1.22329 2
P4 3.2176E2 44.56187 2
Total 939115.959 13
Duncan
Subset
Perlakuan N 1 2 3
P0 3 2.0618E2
P3 2 2.2874E2 2.2874E2
P1 3 3.0655E2 3.0655E2
P4 2 3.2176E2
58
Lampiran 5. Hasil Analisis Ragam Luas Permukaan Vili
Descriptive Statistics
P0 2.0717E5 1.18681E5 3
P1 3.8569E5 87714.56961 3
P2 7.0500E5 1.22275E5 3
P3 4.9584E5 80360.24896 3
P4 5.3897E5 96667.04778 2
Total 3.480E12 14
Duncan
Subset
Perlakuan N 1 2 3
P0 3 2.0717E5
P1 3 3.8569E5 3.8569E5
P3 3 4.9584E5
P4 2 5.3897E5 5.3897E5
P2 3 7.0500E5
59
Descriptive Statistics
P0 5.1395E5 14968.70385 2
P1 3.7902E5 98843.02658 3
P2 4.3797E5 1.01175E5 3
P3 2.7158E5 43685.30215 3
P4 2.2736E5 51366.71895 2
Total 1.906E12 13
Duncan
Subset
Perlakuan N 1 2
P4 2 2.2736E5
P3 3 2.7158E5
P1 3 3.7902E5 3.7902E5
P2 3 4.3797E5
P0 2 5.1395E5
60
Descriptive Statistics
P0 2.4156E5 44502.12869 3
P1 2.1753E5 7268.80640 2
P2 3.2132E5 71069.41641 3
P3 1.4892E5 59205.65660 3
P4 3.3324E5 53142.99042 2
Total 8.920E11 13
Duncan
Subset
Perlakuan N 1 2
P3 3 1.4892E5
P1 2 2.1753E5 2.1753E5
P0 3 2.4156E5 2.4156E5
P2 3 3.2132E5
P4 2 3.3324E5
61
Lampiran 6. Hasil Analisis Ragam Kedalaman Kripta
Descriptive Statistics
P0 3.5060E2 1.71827 2
P1 2.6997E2 8.45247 3
P2 3.4387E2 20.86683 3
P3 3.5539E2 37.16162 3
P4 3.4827E2 13.68959 2
Total 1444693.327 13
62
Hasil Uji Duncan Kedalaman Kripta Duodenum
Duncan
Subset
Perlakuan N 1 2
P1 3 2.6997E2
P2 3 3.4387E2
P4 2 3.4827E2
P0 2 3.5060E2
P3 3 3.5539E2
63
Descriptive Statistics
P0 3.2623E2 20.73417 3
P1 3.6124E2 46.58057 3
P2 3.6237E2 3.11481 2
P3 3.7840E2 27.67024 3
P4 2.7591E2 15.16933 2
Total 1562165.289 13
Duncan
Subset
Perlakuan N 1 2
P4 2 2.7591E2
P0 3 3.2623E2 3.2623E2
P1 3 3.6124E2
P2 2 3.6237E2
P3 3 3.7840E2
64
Descriptive Statistics
P0 3.5060E2 1.71827 2
P1 2.6997E2 8.45247 3
P2 3.4387E2 20.86683 3
P3 3.5539E2 37.16162 3
P4 3.4827E2 13.68959 2
Total 1017507.304 15
Duncan
Subset
Perlakuan N 1 2
P2 3 2.1298E2
P0 3 2.2106E2
P3 3 2.4845E2
P1 3 2.6205E2
P4 3 3.3140E2
65
Lampiran 7. Gambar Vili Usus Halus Tanpa Injeksi (Kontrol Negatif)
66
Lampiran 8. Gambar Vili Usus Halus Hasil Injeksi Larutan NaCl Fisiologis 0,9%
tanpa L-Glutamin (Kontrol Positif)
67
Lampiran 9. Gambar Vili Usus Halus Hasil Injeksi 0,5 ml larutan 0,5 % L-Glutamin
dalam NaCl fisiologis
68
Lampiran 10. Gambar Vili Usus Halus Hasil Injeksi 0,5 ml larutan 1% L-Glutamin
dalam NaCl fisiologis
69
Lampiran 11. Gambar Vili Usus Halus Hasil Injeksi 0,5 ml larutan 1.5% L-
Glutamin dalam NaCl fisiologis
70
Lampiran 12. Dokumentasi Kegiatan Penelitian
71
RIWAYAT HIDUP
72