Anda di halaman 1dari 66

PERFORMA AYAM KAMPUNG FASE LAYER HASIL IN OVO FEEDING ASAM

AMINO L - GLUTAMIN

SKRIPSI

Oleh :

MAKMUR
I111 13 022

FAKULTAS PETERNAKAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2018

i
PERFORMA AYAM KAMPUNG FASE LAYER HASIL IN OVO FEEDING ASAM
AMINO L - GLUTAMIN

SKRIPSI

Oleh :

MAKMUR
I111 13 022

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Fakultas


Peternakan Universitas Hasanuddin

FAKULTAS PETERNAKAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2018

ii
iii
iv
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakaatuh.

Segala puja dan puji bagi Allah atas Rahmat dan Hidayah-Nya

sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Shalawat dan salam tercurahkan

kepada junjungan Nabi Muhammad yang telah menjadi panutan serta

telah membawa ummat manusia dari lembah kehancuran menuju alam yang terang

benderang.

Terima kasih tak terhingga kepada bapak Prof. Dr. Ir. Djoni Prawira

Rahardja, M.Sc. selaku Pembimbing Utama dan kepada bapak Dr. Ir. Wempie

Pakiding, M.Sc. selaku Pembimbing Anggota atas didikan, bimbingan, serta waktu

yang telah diluangkan untuk memberikan petunjuk dan menyumbangkan pikirannya

dalam membimbing penulis mulai dari perencanaan penelitian sampai selesainya

skripsi ini.

Limpahan rasa hormat, kasih sayang, cinta dan terima kasih tiada tara kepada

Ayahanda Mentong dan Ibunda Hj. Asina yang telah melahirkan, mendidik dan

membesarkan dengan penuh cinta dan kasih sayang yang begitu tulus kepada penulis

sampai saat ini dan senantiasa memanjatkan do’a dalam kehidupannya untuk

keberhasilan penulis, begitupula dengan saudara-saudari penulis Ibbas, Adi, Jumain

dan fitriyani yang selalu mendoakan, menyemangati dan memotivasi. Semoga Allah

senantiasa mengumpulkan kita dalam kebaikan dan ketaatan kepada-Nya.

Terima kasih yang sebesar-besarnya penulis haturkan dengan segala

keikhlasan dan kerendahan hati kepada:

v
1. Ibu Rektor UNHAS, Bapak Dekan, Pembantu Dekan I,II dan III dan

seluruh Bapak Ibu Dosen yang telah melimpahkan ilmunya kepada

penulis, dan Bapak Ibu Staf Pegawai Fakultas Peternakan Universitas

Hasanuddin.

2. Ibu Prof. Dr. drh. Hj. Ratmawati Malaka, M.Sc selaku dosen penasehat

akademik yang telah banyak membantu dan membimbing selama kuliah.

3. Bapak Prof. Dr. Ir. Ambo Ako, M.Sc, Bapak Prof. Dr. Ir. Lellah Rahim,

M.Sc dan Bapak Dr. Muhammad Ichsan A. Dagong, S.Pt., M.Si selaku

dosen penguji.

4. Kanda M. Rachman Hakim S.Pt., MP, Daryatmo, S.Pt., MP, Muhammad

Azhar S.Pt., M.Si., Urfiana Sara S.Pt., M.Si, yang telah banyak membantu

di Laboratorium Ilmu Ternak Unggas hingga penelitian selesai.

5. Teman- teman satu tim penelitian Risman S.Pt, Ikram Muing, Abdan

Baso, Kurnia, Nurul Mutmainnah, S.Pt dan Fitri Fadillah Handayani S.Pt,

Muhammad Danial, S.Pt, Sulkifli, S.Pt, Muslimin S.Pt,.

6. Teman angkatan Larfa 013, teman Ant 014, Solandeven 011, Lion 010,

Flock Mentality 012 dan Rantai 015.

7. Lembaga tercinta Himpunan Sosial Ekonomi Peternakan yang telah

banyak memberi wadah terhadap penulis untuk berproses dan belajar.

8. Kepada Kakanda, Adinda sahabat Poultry Crew dan rekan-rekan asisten

laboratorium ternak unggas serta adik-adik KCB (Nur Alfillaelah Salam ,

Lely Ekawati, Fitri Ariyani, Rezkya) atas segala bantuan dan

dukungannya.

9. Nur Alfillaelah Salam yang selalu mendoakan, memberi semangat dan

vi
dukungan untuk penulis.

10. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebut satu persatu, terima kasih

atas bantuannya

Dengan sangat rendah hati, penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh

dari kesempurnaan. Oleh karena itu, kritik serta saran pembaca sangat diharapkan

demi perkembangan dan kemajuan ilmu pengetahuan. Semoga makalah skripsi ini

dapat bermanfaat bagi penulis maupun pembaca.

Aamiin Ya Robbal Aalamin.

Akhir Qalam Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakaatuh.

Makassar, April 2018

Penulis

vii
ABSTRAK

Makmur I111 13 022. Performa Ayam Kampung Fase Layer Hasil In Ovo
Feeding Asam Amino L-Glutamin. Pembimbing : Djoni Prawira Rahardja dan
Wempie Pakiding

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh in ovo feeding asam


amino L-Glutamin terhadap Performa ayam kampung pada Fase Layer. Materi yang
digunakan dalam penelitian ini adalah 5 ekor ayam kampung jantan 23 ekor ayam
kampung betina. Asam amino yang digunakan adalah asam amino L-glutamin yang
di injeksi pada hari ke-7 inkubasi. Penelitian ini menggunakan rancangan acak
lengkap (RAL) dengan 5 perlakuan dan jumlah ulangan setiap perlakuan sesuai
jumlah ayam hasil penetasan. Perlakuan ini terdiri dari, P0 tanpa injeksi (kontrol
negatif); P1 injeksi 0,5 ml NaCl 0,9% (kontrol positif); P2 Injeksi 0,5 ml larutan 0,5
% glutamin dalam NaCl 0,9%; P3 Injeksi 0,5 ml larutan 1 % glutamin dalam NaCl
0,9%; P4 Injeksi 0,5 ml larutan 1,5 % glutamin dalam NaCl 0,9%. Parameter yang
diukur adalah kansumsi pakan, konsumsi air minum, produksi telur, dan berat telur.
Hasil penelitian in ovo feeding asam amino L-Glutamin menunjukkan bahwa dapat
meningkatkan konsumsi pakan dan konsumsi air minum. Pemberian asam amino L-
Glutamin secara in ovo feeding pada hari ke-7 berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap
produksi telur dan bobot telur.

Kata Kunci : Ayam Kampung, In Ovo Feeding, L-Glutamin, Performa.

viii
ABSTRACT

Makmur I111 13 022. Performance of Kampong Chickens on Layer Phase


Result Of In Ovo Feeding L-Glutamine. Supervisor : Gjoni Prawira Rahardja
and Wempie Pakiding.

The research was conducted to evaluate the effect of in ovo feeding L-


glutamine toward performance of kampong chickens on layer phase. Thje material
used in this study was 5 kampong roosters and 23 hens. Amino acid used was L-
glutamine which was injected on the 7th day of incubation. This research used a
complete randomized design (CRD) with 5 treatments and the replication of unequal
number, appropriate chickens resluted from incubation. The treatments consist of 5 :
P0 without injection (negative control); P1 was 0,5 ml of NaCl 0,9% (positive
control); P2 was 0,5 ml solution of 0,5% glutamine in NaCl 0,9%; P3 was 0,5 ml
solution of 1% glutamine in NaCl 0,9%; P4 was 0,5 ml solution of 1,5% glutamine in
NaCl 0,9%. Parameters measured were feed consumption, water consumption, hen
day production (egg production) and egg weight. The result of in ovo feeding L-
glutamine showed that increase feed consumption and water consumption. In ovo
feeding L-glutamine had significant affect on hen day production (egg production)
and egg weight.

Key Words : Kampong Chickens, In Ovo Feeding, L-glutamine, Performance.

ix
DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN SAMPUL ................................................................................ i

HALAMAN JUDUL ................................................................................... ii

PERNYATAAN KEASLIAN ..................................................................... iii

HALAMAN PENGESAHAN ..................................................................... iv

KATA PENGANTAR ................................................................................. v

ABSTRAK ................................................................................................... viii

ABSTRACT .................................................................................................. ix

DAFTAR ISI ............................................................................................... x

DAFTAR TABEL ........................................................................................ xii

DAFTAR GAMBAR .................................................................................... xiii

DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................... xiv

PENDAHULUAN ......................................................................................... 1

TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................... 3

Tinjauan Umum Ayam Kampung ...................................................... 3


Pemberian Nutrisi Tambahan Melalui Teknik In Ovo ...................... 5
Asam Amino L-glutamin .................................................................. 6
Performa Ayam Kampung Fase Layer .............................................. 11

METODE PENELITIAN ............................................................................ 18

Waktu dan Tempat ............................................................................. 18


Alat dan Bahan Penelitian ................................................................. 18
Rancangan Penelitian ........................................................................ 18
Prosedur Penelitian............................................................................. 19
Parameter yang Diukur ...................................................................... 20
Analisis Data ...................................................................................... 21

HASIL DAN PEMBAHASAN .................................................................... 22

Konsumsi Pakan ................................................................................ 22


Konsumsi Air Minum ........................................................................ 23

x
Produksi Telur ................................................................................... 25
Berat Telur ......................................................................................... 27

KESIMPULAN DAN SARAN .................................................................... 29

Kesimpulan......................................................................................... 29
Saran ................................................................................................... 29

DAFTAR PUSTAKA .................................................................................. 30


LAMPIRAN .................................................................................................. 37
RIWAYAT HIDUP ..................................................................................... 52

xi
DAFTAR TABEL

No Teks Halaman

1. Kebutuhan Nutrisi Ayam Kampung ....................................................... 12

2. Pengaruh Pola Pemeliharaan terhadap Produktivitas Ayam Kampung . 16

3. Jumlah Ayam Tiap Perlakuan Penelitian In Ovo L-Glutamin ................ 19

4. Rata-rata Konsumsi Pakan (g/e/hari) Ayam Kampung Hasil In Ovo


Asam Amino L-Glutamin ...................................................................... 22

5. Rata-rata Konsumsi Air Minum (g/e/hari) Ayam Kampung Hasil In


Ovo Asam Amino L-Glutamin .............................................................. 23

6. Produksi Telur (%/5 minggu) Ayam Kampung Hasil In Ovo Asam


Amino L-Glutamin ................................................................................. 25

7. Rata-rata Berat Telur (g/butir) Ayam Kampung Hasil In Ovo Asam


Amino L-Glutamin ................................................................................. 27

xii
DAFTAR GAMBAR

No. Teks Halaman

1. Metabolisme Glutamin ....................................................................... 8

xiii
DAFTAR LAMPIRAN

No. Teks Halaman

1. Konsumsi Pakan Ayam Kampung Umur 26-30 Minggu Hasil In


Ovo Asam Amino L-glutamin .............................................................. 37

2. Konsumsi Pakan Ayam Kampung Umur 31-35 Minggu Hasil In


Ovo Asam Amino L-glutamin ............................................................. 38

3. Konsumsi Pakan Ayam Kampung Umur 36-40 Minggu Hasil In


Ovo Asam Amino L-glutamin ............................................................. 39

4. Konsumsi Air Minum Ayam Kampung Umur 26-30 Minggu Hasil


In Ovo Asam Amino L-glutamin ......................................................... 40

5. Konsumsi Air Minum Ayam Kampung Umur 31-35 Minggu Hasil


In Ovo Asam Amino L-glutamin .......................................................... 41

6. Konsumsi Air Minum Ayam Kampung Umur 36-40 Minggu Hasil


In Ovo Asam Amino L-glutamin .......................................................... 42

7. Analisis Ragam Produksi Telur pada Umur 26-30 Minggu Ayam


Kampung Hasil In Ovo Asam Amino L-glutamin ................................ 43

8. Analisis Ragam Produksi Telur pada Umur 31-35 Minggu Ayam


Kampung Hasil In Ovo Asam Amino L-glutamin ............................... 44

9. Analisis Ragam Produksi Telur pada Umur 36-40 Minggu Ayam


Kampung Hasil In Ovo Asam Amino L-glutamin ................................ 45

10. Analisis Ragam Berat Telur pada Umur 26-30 Minggu Ayam
Kampung Hasil In Ovo Asam Amino L-glutamin ............................... 46

11. Analisis Ragam Berat Telur pada Umur 31-35 Minggu Ayam
Kampung Hasil In Ovo Asam Amino L-glutamin ................................ 47

12. Analisis Ragam Berat Telur pada Umur 36-40 Minggu Ayam
Kampung Hasil In Ovo Asam Amino L-glutamin ................................ 48

13. Dokumentasi Kegiatan.......................................................................... 50

xiv
PENDAHULUAN

Industri perunggasan memiliki peran sangat penting dalam perekonomian

karena industri perunggasan mampu menghasilkan swasembada daging unggas

maupun telur. Telur dan daging ayam kampung merupakan sumber protein hewani

yang mengandung asam amino esensial yang sangat dibutuhkan oleh tubuh dan

berperan dalam meningkatkan kesehatan masyarakat. Kendala yang memperlambat

usaha peternakan ayam kampung adalah tingkat pertumbuhan dan produksi serta

bobot telur yang rendah.

Salah satu cara meningkatkan produktivitas ayam kampung yaitu dengan

pemberian nutrisi tambahan pada periode inkubasi melalui teknik in ovo, yang dapat

meningkatkan pertumbuhan embrio. Teknik in ovo berfungsi untuk mengatasi

kendala pada pertumbuhan awal selama fase embrio dan pertumbuhan setelah

menetas pada unggas (Uni dan Ferket, 2003).

Salah satu zat nutrisi yang dapat digunakan untuk teknik in ovo adalah asam

amino glutamin (Gln). Asam amino glutamin (Gln) berperan sebagai sumber energi

bagi pembelahan sel dan beberapa jalur metabolisme. Mengatur metabolisme nutrisi,

ekspresi gen dan sintesis protein dan merangsang respon imun (Shafey et al.,

2013).Selain itu, l-glutamin memiliki beberapa fungsi yaitu substrat untuk

glukoneogenesis, menstimulasi hati untuk mensintesa glikogen dan sebagai prekursor

untuk arginin (Kumar dkk., 2007; sains, 2005; Jolliet dkk., 1998 dan Zheng, 2006).

Soewanto (2009) melaporkan bahwa ketika hati distimulasi untuk mensintesis

glikogen maka kadar glukosa dalam darah akan meningkat dan untuk mengubah

glikogen menjadi glukosa serta menstimulasi konversi asam amino dan asam lemak.

1
Menurut Suprijatna dkk. (2005) bahwa asam lemak dan asam amino (protein) akan

bergabung membentuk lipoprotein sebagai bahan pembentuk yolk.

Glukoneogenesis merupakan mekanisme tunggal produksi glukosa pada

periode inkubasi (Foye dkk., 2006; Zhai dkk., 2011; Salmanzadeh dkk., 2012).

Glukosa yang berlebih akan disimpan dalam bentuk glikogen hati dan otot sebagai

cadangan energi dengan bantuan insulin (Bottje dkk., 2010; Mcgruder dkk., 2011;

Chen dkk., 2013). Sedangkan L-glutamin sebagai prekursor L-arginin dilaporkan

dapat meningkatkan produksi IGF-1 (Foye dkk., 2006; Fernandes dkk., 2009; Al-

Daraji dkk., 2012; Fouad dkk., 2012) dan insulin (Foye, 2005; Hazim dkk., 2012).

Adanya insulin dan IGF 1 ini di harapkan akan membantu dalam proses

perbanyakan jumlah sel terutama sel ovarium yang mendukung produksi telur.

Menurut Bobes dkk. (2001) Insulin meningkatkan proliferasi (perbanyakan sel) sel

gonad ayam, steroidogenesis (produksi hormon steroid) dari sel-sel Leydig dan sel

Sertoli. Sedangkan dengan adanya IGF-1 diyakini menjadi penentu peningkatan

aktifitas sintesis protein, proliferase sel, serta myogenesis jaringan otot secara

keseluruhan (Azhar, 2016). Sehingga melalui penerapan teknik in ovo diharapkan

bukan hanya dapat meningkatkan performa tetapi juga dapat meningkatkan produksi

telur dan bobot telur. Oleh karena itu dengan pemberian L-glutamin seacara in

ovopada hari ke-7 inkubasi memungkinkan dapat memberikan pengaruh berupa

terjadinya perbanyakan jumlah sel (hiperplasia) pada awal perkembangan ovarium

yang akan mendukung produksi telur pada fase layer dalam rangka untuk

peningkatan produksi telur dan bobot telur. Berdasarkan uraian tersebut maka

dilakukanlah penelitian mengenai performa ayam kampung fase layer hasil in ovo

feeding asam amino l-glutamin.

2
TINJAUAN PUSTAKA

Tinjauan Umum Ayam Kampung

Ayam kampung merupakan hewan vertebrata yang termasuk dalam kelas

Aves dengan ordo Galliformes dan spesies Gallus domesticus. Ayam kampung telah

berkembang pesat di Indonesia dan telah banyak dipelihara oleh masyarakat

Indonesia sebagai pemanfaatan perkarangan, pemenuhan gizi, dan tambahan

pendapatan sehingga ayam kampung sangat mudah ditemukan di berbagai tempat.

Masyarakat pada umumnya memelihara ayam kampung karena sebagai usaha

sampingan sehingga pemeliharaan ayam kampung sangat sederhana (Sarwono 1999;

Tarwiyah 2001).

Ayam kampung adalah ayam lokal Indonesia yang berasal dari ayam hutan

merah yang telah berhasil dijinakkan. Akibat dari proses evolusi dan domestikasi,

maka terciptalah ayam kampung yang telah beradaptasi dengan lingkungan

sekitarnya, sehingga lebih tahan terhadap penyakit dan cuaca dibandingkan dengan

ayam ras (Sarwono, 1991). Hal ini juga diperkuat oleh pendapat Abidin, (2002)

Nataamijaya (2009) bahwa ayam kampung dinilai memiliki beberapa keunggulan

dibanding dengan strain-strain ayam komersil (ayam ras petelur atau pedaging)

antara lain mampu bertahan dan berkembang biak dengan kualitas pakan yang

rendah, serta lebih tahan terhadap penyakit dan perubahan cuaca.

Kekurangan dalam beternak ayam kampung (G. domesticus) memiliki tubuh

yang kecil, produktivitas telur yang rendah, dan pertumbuhan tubuh yang lambat.

Suara dan penampilan yang sangat tidak menarik membuat ayam kampung (G.

domesticus) tidak dijadikan ayam hias (Nurcahyo & Widyastuti 2002). Kemampuan

biologi seekor induk ayam kampung untuk memproduksi telur dan mengasuh anak

3
selama satu tahun yang dipelihara dengan cara dibiarkan berkeliaran memperlihatkan

performa sebagai berikut bertelur 10 – 15 butir perlu waktu ± 20 hari, mengerami

telur perlu waktu ± 21 hari, mengasuh anak perlu waktu 131 hari (± 4 bulan). Dengan

demikian, 1 tahun 3 kali produksi. Lebih lanjut dinyatakan produksi telur 15 butir,

dieramkan dengan induk 10 butir, daya tetas 80% jadi menghasilkan anak 8 ekor,

daya hidup sampai dengan disapih 50% menghasilkan ayam 4 ekor. Jadi dalam satu

tahun dihasilkan ayam 12 ekor. (Asmawati, 2013; Biyatmoko, 2003).

Salah satu solusi yang ditawarkan oleh beberapa peneliti untuk menjawab

permasalahan dalam beternak ayam kampung yaitu dengan penerapan pemberian

nutrisi dengan teknik in ovo selam perkembangan embrio. Foye dkk. (2006); Zhai

dkk. (2008) dan Grodzik dkk. (2013) bahwa salah satu nutrisi yang tepat untuk

memaksimalkan pertumbuhan dan perkembangan ayam baik selama inkubasi

maupun setelah inkubasi yaitu pemberian protein atau asam amino seperti lisin,

treonin, metionin, L-argini dan L-glutamin dengan teknik in ovo feeding.

Menurut Mutmainna (2017) bahwa Melalui penerapan teknik in ovo feeding

pemberian asam amino L-glutamin yang dilakukan pada hari ke-7 inkubasi

memungkinkan terjadinya proses penyerapan melalui aliran darah sebagai komponen

zat pengangkut ke seluruh jaringan dan organ target untuk mendukung

perkembangan embrio ayam. Menurut Asmawati (2014) bahwa injeksi yang

dilakukan pada hari ke-7 inkubasi dengan terget albumin dilakukan karena tingginya

peroses penyerapan albumen pada hari ke-7 ingkubasi tersebut. Sehingga fungsi dari

L-glutamin ini diharapkan dapat berpengaruh baik saat inkubasi mapun pasca

inkubasi.

4
Pemberian Nutrisi Tambahan Melalui Teknik In-ovo

Pemberian nutrisi tambahan pada periode inkubasi dengan teknik in ovo

merupakan suatu teknik yang bertujuan untuk memaksimalkan pertumbuhan dan

perkembangan embrio pada periode inkubasi. Berbagai jenis nutrisi seperti

karbohidrat, asam amino, asam lemak, dan vitamin telah banyak digunakan untuk

memaksimalkan potensi pertumbuahan terutama pada ayam ras pedaging, petelur

dan kalkun. Penambahan nutrisi tambahan pada periode inkubasi dilakukan untuk

memaksimalkan aktifitas organogenesis embrio (Salmanzadeh, 2012).

Nutrisi yang ditambahkan dengan tehnik in ovo diyakini akan dimanfaatkan

oleh embrio. Menjelang tahap akhir penetasan, embrio yang sedang diinkubasi

mengunakan cadangan energinya untuk membantu proses penetasan (Christensen et

al., 2001). Meskipun glukosa dapat disintesis dari lemak dan protein, tetapi glukosa

juga dihasilkan dari protein melalui proses glukoneogenesis atau glikolisis mengingat

cadangan glikogen menjadi sedikit karena oksigen terbatas selama kuartal terakhir

inkubasi (John et al., 1987). Oleh karena itu salah satu solusi untuk membantu

embrio selama proses inkubasi adalah memberikan nutrisi tambahan melalui in ovo.

Konsentrasi larutan yang diinjeksikan pada telur menjadi salah satu penentu

keberhasilan metode in ovo. Larutan tersebut, harus memiliki osmolaritas dan pH

yang sesuai dengan lingkungan embrio. Peneliti terdahulu umumnya menggunakan

penambahan saline 0,9% pada seyawa in ovo feeding tanpa menentukan osmolaritas

dan pH larutan (Shafey et al., 2013).Konsentrasi terbaik yang dilaporkan peneliti

terdahulu sangatlah bervariasi. 0,7 g/100 ml saline 0,9% pada kalkun (Keralapurath

et al., 2010), 1 g/100 ml saline 0,9% pada broiler (Shafey et al., 2012),

5
Waktu injeksi dan target deposisi pada telur dengan tehnik in ovo yang

dilaporkan sangat bervariasi. Al-Daraji et al. (2012) melakukan injeksi hari ke-0

inkubasi dengan target kantung udara. El-Azeem et al. (2014) melakukan injeksi hari

ke-14 inkubasi dengan target amnion. Hasil penilitian Al-Shamery dan Al-Shuhaib,

(2015) menunjukkan bahwa penambahan Nutrisi dengan tehnik in Ovo yang

dilakukan pada akhir periode inkubasi tidak dapat menstimulasi hyperplasia sel otot.

Pada periode tersebut, penambahan nutrisi dengan tehnikin ovo hanya berfungsi

untuk meningkatkan ketersedian energi untuk aktifitas penetasan, pematangan sel,

dan cadangan energi setelah menetas.

Aktifitas hyperplasia tertinggi pada minggu ke-1 sampai ke-2 periode

inkubasi (Stocdale, 1992). Maka dari itu untuk panambahan nutrisi melalui teknik in

ovo dengan tujuan menstimulasih aktifitas hyperplasia sel otot sebaiknya dilakukan

pada periode tersebut. Injeksi pada hari ke-7 merupakan periode inkubasi dengan

target albumin. Pada waktu tersebut, aktifitas absorsi substansi protein albumen

mulai meningkat (Baggott, 2001). Injeksi dengan target albumen lebih efektif

terhadap absorsi nutrisi dengan resiko kerusakan kantong embrio yang rendah

(Bhanja dan mandal, 2005).

Asam Amino L-glutamin

Asam amino adalah unit dasar dari struktur protein. Semua asam amino

mempunyai sekurang-kurangnya satu gugusan amino (-NH2) pada posisi alfa dari

rantai karbon dan satu gugusan karboksil (-COOH. Fungsi asam amino sebagai

komponen struktur tubuh yang merupakan bagian dari enzyme, sebagai precursor

regulasi metabolit dan berperan dalam proses fisiologis. Asam amino diperlukan

untuk sintesis protein jaringan tubuh dan telur (Suprijatna et al., 2005).

6
L-glutamin merupakan asam amino alifatik bersifat polar tidak bermuatan,

merupakan amida dari asam glutamate, bersifat mudah larut dalam air karena

mempunyai gugus ekstra-NH2 yang bersifat polar. Glutamin diketahui menjadi

amino yang paling banyak keberadaannya pada cairan intraseluller. Glutamin

mempunyai dua grup ammonia, satu dari prekursornya yaitu glutamat dan yang

lainnya berasal dari ammonia bebas pada aliran darah (Antonio et al., 1999).

Glutamin merupakan asam amino non essensial dimana dapat berubah fungsi

menjadi essensial pada kasus-kasus peradangan tertentu (Newsholme, 2001). Samli

et al. (2007) melaporkan bahwa glutamin merupakan asam amino yang penting

dalam pemanfaatan sebagai sumber energi untuk perkembangan sistem pernapasan

gastrointestinal dan merangsang proliferasi sel usus, yang menuntun pada

peningkatan sumber penyerapan mukosa gastrointestinal dan menyebabkan akses

nutrisi.

L-glutamin berperan penting sebagai prekursor untuk peptida dan sintesis

protein, sintesis asam amino, purin dan primidin, asam nukleat dan sintesis

nukleotida serta menyediakan sumber karbon untuk oksidasi dalam beberapa sel.

Namun, produk langsung dari metabolisme glutamin pada sebagian besar sel adalah

L-glutamat yang dihasilkan oleh aksi glutaminase (Gambar 1) (Newsholme et al.,

2003). Glutamine dibentuk dari Glutamic Acid dan amoniak pada reaksi

pembentukkan energy dengan dikatalis oleh glutamine syntetase. Glutamic acid

ditambah NH3 maka akan menjadi glutamine (dibantu enzim glutamine

syntetase).Glutamine memilki konsentrasi pada otot skeletal dan membuat lebih dari

60% pool asam amino skeletal muscle. (Kulkarni, 2005)

7
Gambar 1. Metabolisme L-glutamin (Newsholme et al., 2003)

Produksi glukosa dari nutrien non-karbohidrat diketahui sebagai

glukoneogenesis. Glutamin adalah salah satu substrat non karbohidrat yang paling

efisien karena dapat digunakan sebagai energi. Pada beberapa sel sekitar 30% dari

degradasi glutamin dapat di konversikan menjadi laktat dan karbondioksida, dan 2%

lagi dapat digunakan untuk makromolekul. Pemanfaatan glutamin dapat meningkat

ketika glukosa menurun, bahkan pada beberapa kondisi sel-sel dapat bertahan dan

tumbuh pada keadaan glukosa rendah dengan penambahan glutamin yang cukup.

Glutamin dapat di metabolisme pada siklus urea, jalur sintesis protein dan siklus

krebs untuk energi serta produksi dari sitrat, laktat dan glukosa (Antonio, 1999).

Asam amino glutamin (Gln) berperan sebagai sumber energi bagi pembelahan

sel dan beberapa jalur metabolisme, mengatur metabolisme nutrisi, ekspresi gen dan

sintesis protein dan merangsang respon imun (Shafey et al., 2013). Kandungan asam

amino glutamin didalam telur ayam ras yaitu sebesar 1,05% (Heny, 2002). Glutamin

memiliki banyak fungsi, maka dari itu penting untuk memastikan jumlah glutamin

dalam telur dapat mencukupi kebutuhan embrio pada masa inkubasi dan setalah masa

8
inkubasi untuk mengetahui perkembangan dan kemampuan usus halus dalam

menyerap zat nutrisi yang akan berdampak pada performa ayam kampung.

Fungsi lain L-glutamin yaitu sebagai substrat untuk glukoneogenesis,

menstimulasi hati untuk mensintesa glikogen dan sebagai prekursor untuk arginin

(Kumar dkk., 2007; sains, 2005; Jolliet dkk., 1998 dan Zheng, 2006). Ketika hati

distimulasi untuk mensintesis glikogen maka kadar glukosa dalam darah akan

meningkat dan untuk mengubah glikogen menjadi glukosa serta menstimulasi

konversi asam amino dan asam lemak. Menurut Suprijatna dkk. (2005) bahwa asam

lemak dan asam amino (protein) akan bergabung membentuk lipoprotein sebagai

bahan pembentuk yolk, sepertiga bagian yang bergabung membentuk lipoprotein

adalah fraksi LDF (low density fraction).

Glukoneogenesis merupakan mekanisme tunggal produksi glukosa pada

periode inkubasi (Foye dkk., 2006; Zhai dkk., 2011; Salmanzadeh dkk., 2012).

Glukosa yang berlebih akan disimpan dalam bentuk glikogen hati dan otot sebagai

cadangan energi dengan bantuan insulin (Bottje dkk., 2010; Mcgruder dkk., 2011;

Chen dkk., 2013).

L-glutamin sebagai prekursor L-Arginine dilaporkan dapat meningkatkan

produksi IGF-1 (Foye dkk., 2006; Fernandes dkk., 2009; Al-Daraji dkk., 2012;

Fouad dkk., 2012) dan insulin (Foye, 2005; Hazim dkk., 2012). Kemampuan L-

Arginine untuk meningkatkan level IGF-1 diyakini menjadi penentu peningkatan

aktifitas sintesis protein, proliferase sel, serta myogenesis jaringan otot secara

keseluruhan. Mekanisme stimulasi produksi IGF-1 dengan L-Arginine telah

dilaporkan peneliti terdahulu. L-Arginine akan menstimulasi produksi IGF-1 melalui

mekanisme GH/IGF-1 axis (Fernandes dkk., 2009; Hazim dkk., 2012). Peningkatan

9
level IGF-1 terjadi karena L-Arginine dapat meningkatkan sensitivitas reseptor

hormon pada mekanisme GH/IGF-1 axis (Foye dkk., 2009; Al-Daraji dan Salih,

danPandey dkk., 2013). Sedangkan Fouad dkk. (2012) melaporkan bahwa L-Arginine

merupakan bahan baku penting dalam struktur kimia IGF-1.

Sintesis insulin pada embrio ayam telah terdeteksi sebelum sel beta pankreas

diketahui. Hormon tersebut juga ada pada bahan penyusun telur sebelum fertilisasi.

Insulin meningkatkan pertumbuhan dan diferensiasi pada embrio anak ayam awal.

Reseptor insulin telah ada pada otak embrio anak ayam dan berbagai jaringan

lainnya. Perkembangan sistem saraf dipengaruhi oleh insulin dan IGF 1. Insulin

mempengaruhi proliferasi (perbanyakan sel) dan steroidogenesis (produksi hormon

steroid) dari sel-sel Leydig, Sertoli, fibroblast growth factors, dan tumor necrosis

factor (Bobes dkk.,2001).

Insulin meningkatkan penyerapan 3-thymidine oleh sel-sel ovarium anak

ayam. Insulin meningkatkan sintesis DNA dan proliferasi sel pada berbagai

jaringan. Sel-sel ovarium sensitif terhadap induksi insulin dalam proses sintesis

DNA, sedangkan induksi FSH tidak berpengaruh nyata. Meskipun demikian,

reseptor FSH telah terbentuk setelah 18 – 24 jam kultur sehingga siap merespon

stimulus dari gonadotropin untuk memproduksi estradiol. hCG tidak mampu

meningkatkan jumlah sel ovarium atau konsumsi thymidine karena hCG ini hanya

berfungsi sebagai modulator steroidogenesis, bukan sebagai induktor untuk

proliferasi sel. Hormon reproduksi seperti hCG dan FSH juga digunakan sebagai

pembanding, hasilnya yaitu insulin lebih mampu meningkatkan proliferasi

(perbanyakan) sel gonad anak ayam dibandingkan hormon reproduksi (Velasquez

dkk., 2006).

10
Performa Ayam Kampung Fase Layer

Konsumsi pakan

Pakan merupakan salah satu komponen terbesar dari seluruh biaya yang

dalam usaha ternak unggas yang bisa mencapai 70% (Nawawi dan Nurrohmah,

2011). Selain itu, pakan adalah salah satu faktor penting karena pakan adalah sumber

gizi dan energi sehingga ternak dapat memenuhi kebutuhan pokoknya dan kebutuhan

produksi terkhusu untuk produksi daging dan telur (Rukmana, 2003). Salah satu zat

makanan yang penting bagi pertumbuhan ternak adalah protein, karena bila ternak

kekurangan portein maka pertumbuhannya akan terganggu (Fitasari dkk. 2016).

Konsumsi pakan adalah banyaknya pakan yang dimakan dalam waktu

tertentu (Wahyu, 1992). Pencatatan konsumsi pakan oleh peternak unggas bertujuan

untuk mengatur anggaran pembelian ransum serta menunjukkan perubahan

kesehatan dan produktivitas ternak unggas (Williamson dan Payne, 1993). Konsumsi

pakan dapat dihitung dengan cara mengurangi jumlah pakan yang diberikan dengan

jumlah sisa pakan ternak yang dibuat dalam satuan gram atau kilogram yang dapat

dilakukan per minggu (Rasyaf, 1996). Tujuan ternak mengonsumsi pakan secara

umum untuk mempertahankan hidup, meningkatkan bobot badan dan untuk

berproduksi (Anggorodi, 1985).

Menurut Sudaryani dan Santoso (2003), bahwa pemberian ransum untuk

periode petelur dapat diberikan sesuai dengan umur ayam, yaitu ayam 19-35 minggu

membutuhkan ransum dengan protein 19%; energi metabolisme 2.800 kkal/kg; dan

kalsium 3,8-4,2%, untuk ayam umur 53 minggu sampai 76 atau 80

11 minggu membutuhkan protein 18%; energi metabolisme 2750 kkal/kg; dan

kalsium 4,0-4,4%. Menurut Sakariadi dan Wawo (2004), jumlah konsumsi ransum

11
ayam buras fase layer rata-rata 90 gram/ekor/hari, dengan bobot badan untuk betina

1,5– 1,75 kg dan untuk jantan 2,5 – 3,5 kg. Konsumsi ransum ayam betina fase layer

lebih tinggi bila dibandingkan dengan konsumsi pejantan jika ditinjau dari bobot

badan, karena ayam betina fase layer tidak hanya dimanfaatkan untuk pertumbuhan

daging, tetapi juga digunakan untuk bertelur. Namun hal ini berbeda dengan

pendapat Mulyono (2004) bahwa kebutuhan zat nutrisi ayam kampung umur 18

sampai ayam diafkir dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Kebutuhan Nutrisi Ayam Kampung


Umur (Minggu)
Uraian
9 - 20 >20
Energi Metabolisme (kkla/kg) 2.400 2.400-2600
Protein Kasar (%) 14 14
Kalsium (%) 1,00 3,40
Fosfor (%) 0,45 0,34
Metionin (%) 0,21 0,22-0,3
Lisin (%) 0,45 0,68
Sumber: Mulyono (2004).

Konsumsi ransum dapat dipengaruhi oleh besar dan berat badan ternak,

kondisi fisiologis ternak serta laju makanan dalam pencernaan ternak. Laju makanan

dalam pencernaan mempengaruhi jumlah makanan yang dikonsumsi, yakni makin

cepat aliran makanan dalam alat pencernaan makin banyak pula jumlah makanan

yang dikonsumsi. Selain itu, faktor yang mempengaruhi konsumsi adalah

palatabilitas dan selera. Palatabilitas dipengaruhi oleh bau, rasa, tekstur dan suhu

makanan yang diberikan. Selera merupakan faktor internal yang merangsang lapar.

Faktor lain yang mempengaruhi konsumsi ternak adalah lingkungan dan penyakit

(Wahyu, 1992).

Jenis pakan yang biasa digunakan peternak yang beternak ayam kampung

secara intensif dapat berupa dedak atau bekatul, jagung dan konsentrak yang

12
dicampur berdasarkan kebutuhan ternak yang sesuai dengan umur, ada pun

kandungan nutrsi pakan yang digunaka dapat di lihat pada Tabel 2 (Fitasari dkk.

2016) . Menurut Zainuddin dkk. (2000) dan Gunawam dkk. (2003) melaporkan

bahwa jumlah pemberian pakan ayam kampung berdasarkan fase umur ayam yaitu

fase grower 1 (8-12 minggu) membutuhkan pakan berkisar 20-30 gram/ekor/hari,

fase grower 2 (12-18 minggu) membutuhkan pakan berkisar 40-60 gram/ekor/hari

dan untuk fase layer atau petelur (>18 minggu) membutuhkan pakan berkisar 80-100

gram/ekor/hari. Selain kebutuhan pakan yang harus terpenuhi untuk menunjang

kelangsungan hidup, ternak juga membutuhkan air minum. Untuk mengetahui nilai

efesiensi pakan yaitu jumlah pakan yang di konsumsi dengan pertambahan berat

badan ayam dengan menggunakan konversi pakan (fitasari dkk., 2016).

Konversi pakan menunjukkan gambaran tentang efisiensi penggunaan pakan

ditinjau dari efisiensi teknis yang dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti umur ternak,

bangsa, genetik, kandungan gizi pakan, keadaan temperatur dan keadaan unggas

(Anggorodi, 1985). Namun menurut Davies (1982) konversi pakan dapat

dipengaruhi oleh bentuk fisik pakan, bobot badan, kandungan nutrisi dalam pakan,

jenis kelamin dan tatacara pemberian pakan.

Konversi ransum erat kaitannya dengan efisiensi penggunaan ransum selama

proses produksi telur dan didefinisikan sebagai perbandingan antara konsumsi

ransum dengan unit berat telur yang dihasilkan (Anggorodi, 1985). Sedangkan

menurut Rasyaf (1993) konversi ransum merupakan pembagian antara ransum yang

dihabiskan untuk produksi telur dengan jumlah produksi telur yang diperoleh.

Menurut Rasyaf (2006), Konversi ransum adalah angka yang menunjukkan

13
kemampuan ayam untuk mengubah sejumlah pakan menjadi setiap kg produksi telur

dalam satuan waktu tertentu.

Konsumsi Air

Air merupakan unsur yang sangat penting untuk kelangsungan hidup ayam

karena air termasuk komponen penyusun tubuh tubuh ternak (Rusdiansyah, 2014).

Djulardi (2006) melaporkan bahwa tubuh ternak ternak unggas tersusun atas 60-70%

air yang berfungsi untuk proses pencernaan, penyerapan zat nutrisi, proses

metabolisme di dalam tubuh dan menjaga kesehatan ternak. Menurut pendapat Sierra

(2011) bahwa Setiap organ dan komponen tubuh sebagian besar terdiri atas air, yaitu

darah 83%, otot 75-80%, otak 75% bahkan di dalam tulang persentase kandungan air

mencapai 20%.

Menurut Ikhsan (2009) bahwa air mempunyai fungsi untuk kelangsungan

kehidupan ternak seperti:

1. Zat dasar dari darah, cairan interseluler dan intraseluler yang bekerja aktif dalam

transformasi zat-zat makanan.

2. Penting dalam mengatur suhu tubuh karena air mempunyai sifat menguap dan

specific heat.

3. Membantu mempertahankan homeostatis dengan ikut dalam reaksi dan

perubahan fisiologis yang mengontrol pH, tekanan osmosis, konsentrasi

elektrolit.

Ayam buras fase layer sebaiknya mengonsumsi air dengan kisaran 1,5-2

ml/gram konsumsi pakan (Wahyu, 1992). Konsumsi air ayam buras fase layer juga

sangat bergantung pada suhu lingungan, bila suhu lingkungan panas, maka konsumsi

air akan meningkat, sebaliknya apabila suhu lingkungan dingin maka konsumsi air

14
akan menurun. Namun jika dilihat dari ayam petelur komersil, Konsumsi air minum

rata-rata ayam petelur yang telah berproduksi (5 bulan keatas) sebesar 208

ml/ekor/hari (Sapari,2013). Maka dari hal ini penyediaan air minum yang bersih

mutlak harus diberikan secara ad libitum.

Air minum yang diberikan pada ayam harus memenuhi kriteria sesuai

Direktorat Jenderal Peternakan (2006) bahwa air yang digunakan tersedia sepanjang

tahun dalam jumlah yang mencukupi, sumber air mudah dicapai atau mudah

disediakan, dan penggunaan sumber air tanah tidak mengganggu ketersediaan air

bagi masyarakat. Air sebaiknya harus selalu tersedia, karena jika kekurangan air

sebanyak 20% dari kebutuhan sehari-hari dapat menurunkan produktivitas dan

efisiensi penggunaan pakan (Iskandar dkk.,1991). Kebutuhan air minum secara

umum diperkirakan sebanyak 2 – 3 kg setiap kg konsumsi pakan. Kualitas air minum

sebaiknya sama dengan kualitas air yang kita minum (Iskandar, 1998).

Produksi Telur

Produktivitas ayam lokal pada kondisi peternakan rakyat sangat rendah

karena sistem pemeliharaannya yang masih tradisional yaitu diumbar untuk mencari

pakan sendiri di sekitar pekarangan. Deboer dkk. (1986) melaporkan bahwa produksi

ayam lokal hanya 10-12 butir/clutch selama 15-18 hari berturut-turut, kemudian

berhenti bertelur selama sekitar 21 hari, dan siklus ini berulang sebanyak tiga kali

dalam setahun.

Produksi telur harian (hen day egg production) merupakan salah satu ukuran

produktivitas ayam petelur yang diperoleh dengan membagi jumlah telur dengan

jumlah ayam saat itu (Amrullah 2003). HDP pada suhu 18 °C dan 30°C tidak berbeda

15
secara statistik. Menurut Suryana dan Hasbianyanto (2008) ayam kampung dalam

setahunnya hanya mampu memproduksi telur sekitar 30-40 butir/tahun. Namun

Siregar dan Sabrani (1980) mengemukakan bahwa produksi telur ayam kampung 30-

80 butir per tahun dengan bobot telur rata-rata 37,5 gram. Oleh sebab itu

produktivitas ayam lokal yang dipelihara di wilayah tergolong sangatlah rendah dan

sebagian dari jumlah tersebut ditetaskan oleh pemiliknya, sedangkan sisanya

dikonsumsi atau dijual.

Tabel 2. Pengaruh Pola Pemeliharaan Terhadap Produktivitas Ayam Kampung


Pola Pemeliharaan
Parameter Tradisional Intensif
Produksi Telur (butir/ekor/tahun) 30-60 105-151
Bobot Telur (g/butir) 37,50 45,27
Umur Masak Kelamin (hari) 157-229 116,67
Sumber:Hardjosubroto dan Atmodjo (1977), Wihandoyo Dan Mulyadi (1986).

Terdapat perbedaan produksi telur ayam yang dipelihara secara tradisional

dan intensif. Menurut pendapat Creswell dan Gunawan (1982) Produksi telur ayam

kampung yang dipelihara secara intensif dapat mencapai 151 butir/ekor/tahun.

Sedangkan Teguh dkk. (1985) melaporkan bahwa ayam kampung dengan

pemeliharaan secara tradisional hanya menghasilkan produksi telur 58

butir/ekor/tahun. Lebih lanjut Teguh dkk. (1985) mengemukakan bahwa ayam

kampung yang mengasuh anaknya sampai lepas sapih, produksi telur hanya

mencapai 52 butir/ekor/tahun, tapi bila dipisahkan anaknya sejak menetas dapat

mencapai 115 butir/ekor/tahun. Rata-rata produksi telur dan bobot telur ayam

kampung yang dipelihara secara tradisional dan intensif tercantum pada Tabel 3.

Perbaikan kondisi pemeliharaan dapat meningkatkan baik jumlah produksi

telur maupun pada bobot telur ayam kampung. Dari hasil penelitian Mugiyono dkk.,

16
(1989) yaitu pada perbaikan sistem pemeliharaan dari ekstensif ke semi ekstensif

dapat menaikkan rataan produksi telur dari 11,17 menjadi 12,56 butir atau meningkat

12,44% dan rataan bobot telur dari 42,89 menjadi 46,0 g/butir atau 7,25%. Namun

daya tetas telur sebaliknya mengalami penurunan yaitu dari 93,39 menjadi 85,03%

atau sebesar 8,36%. Menurut Suranjaya (2016) rendahnya daya tetas ini diduga

disebabkab oleh kekurangan mineral mikro karena induk tidak mendapat sumber

mineral yang memadai dari pakannya. Nurapriani (2010) menyatakan bahwa terdapat

bebrapa faktor yang dapat mempengaruhi produksi dan bobot telur ayam

kampungyaitu faktor nutrisi, penyakit, manajemen, dan pemangsa. Namun demikian

potensi ayam lokal bila dipelihara pada kondisi intensif sebenarnya cukup tinggi.

17
METODE PENELITIAN

Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan juli sampai Oktober 2017,

bertempat di Laboratorium Produksi Ternak Unggas Fakultas Peternakan,

Universitas Hasanuddin, Makassar.

Alat dan Bahan Penelitian

Alat yang digunakan pada penelitian ini yaitu timbangan analitik, kandang,

tempat pakan, tempat minum, skop, rak telur, lampu dan timbangan gantung digital.

Bahan yang digunakan pada penelitian ini yaitu ayam kampung hasil in ovo

asam amino l-glutamin, pakan campuran (konsentrat, jagung dan dedak), air minum,

litter (sekam padi), jerami padi, vaksin, vitamin dan antibiotik.

Rancangan Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian lanjutan hasil injeksi in ovol-glutamin yang

diberikan pada hari ke 7 masa inkubasi dengan 5 perlakuan yaitu :

P0 : Tanpa injeksi (kontrol negatif)

P1 : Injeksi 0,5 ml NaCl fisiologis

P2 : Injeksi 0,5 ml larutan 0,5 % glutamin dalam NaCl fisiologis

P3 : Injeksi 0,5 ml larutan 1 % glutamin dalam NaCl fisiologis

P4 : Injeksi 0,5 ml larutan 1,5 % glutamin dalam NaCl fisiologis

Hasil injeksi telur yang ditetaskan atau sampel (DOC) kemudian dipemelihara

hingga mencapai umur produksi telur (18 minggu) yang kemudian ditempatkan pada

5 petak berukuran 3 x 3 meter data yang diperoleh di olah secara deskriptif atau

dengan menghitung nilai rata-rata setiap sampel yang digunakan. Ayam yang

18
digunakan sebanyak 28 ekor hasil dari proses penetasan dan seleksi, yang kemudian

dipelihara pada 5 petak (pen) dengan rincian pada Tabel 3 berikut :

Tabel. 3 Jumlah Ayam Tiap Perlakuan Penelitian In Ovo L-glutamin


Jumlah Ayam Tiap Perlakuan
Perlakuan
Betina Jantan Jumlah
P0 4 1 5
P1 8 1 9
P2 4 1 5
P3 4 1 5
P4 3 1 4
Jumlah 23 5 28
Sumber: Data Primer Hasil Penelitian In Ovo L-glutamin, sulkifli (2017)

Prosedur Penelitian

Ayam yang digunakan dalam penilitian ini merupakan hasil penetasan yang

dilakukan di Laboratorium Produksi Ternak Unggas, Fakultas Peternakan,

Universitas Hasanuddin. Ayam kampunghasil injeksi in ovoasam amino glutamin,

ditempatkan pada 5 petak dengan alas (litter) sekam padi yang berukuran panjang x

lebar x tinggi (3 x 3 x 3 m). Sebelum digunakan kandang disemprot desinfektan

menggunakan backpack sprayer. Masing-masing petak dilengkapi dengan tempat

minum, tempat pakan, sebuah lampu pijar, tempat bertengger dan tempat bertelur.

Sumber air minum yang digunakan adalah air sumur yang telah diklorinasi

terlebih dahulu dan diberikan secara ad libitum dan dilakukan pergantian tiap pagi

dan sore hari.Pakan yang diberikan pada fase starter (umur 1 – 8 minggu) berupa

butiran kecil (crumble) dengan kandungan nutrisi sesuai dengan standar pakan

komersil yaitu protein 21- 23 % dan energi metabolisme (ME) 2600 Kcal, pakan

untuk fase grower sampai fase layer (>12 minggu) berupa pakan campuran terdiri

dari konsentrat, jagung dan dedak dengan kandungan protein 17 – 18 % dan energi

metabolisme (ME)2400 Kcal.

19
Parameter yang diukur

1) Konsumsi Pakan

Rata-rata konsumsi pakan (g/e/hari) dihitung setiap hari dengan cara menimbang

jumlah pakan yang di berikan dalam sehari dikurangi dengan jumlah pakan yang tersisa

dalam tempat pakan tersebut selama ayam berproduksi (bertelur) kemudian hasil yang

diperoleh dibagi dengan jumlah ayam per pen (akumulasi dari jantan betina).

2) Konsumsi Air Minum

Rata-rata konsumsi air (g/e/hari) dihitung setiap hari dengan cara menimbang

jumlah air yang di berikan dalam sehari dikurangi dengan jumlah air minum yang

tersisa dalam tempat air minum tersebut selama ayam berproduksi (bertelur) kemudian

hasil yang diperoleh dibagi dengan jumlah ayam per penpen (akumulasi dari jantan

betina).

3) Produksi Telur

Produksi telur diamati/diobservasi pada saat ayam berumur 26 minggu

sampai 40 minggu. Produksi telur dihitung setiap hari dibagi dengan jumlah hari

dikali dengan 100 persen.

4) Bobot Telur

Pengambilan data bobot telur dilakukan setiap hari yaitu pada sore hari dengan

cara melakukan penimbangan tiap butir telur ayam.

Analisa Data

Data konsumsi pakan dan konsumsi air minum yang diperoleh dianalisis

berdasarkan analis deskriptif kuantitatif dengan model matematika sebagai berikut

(Steel dan Torrie 1995) :

20
Keterangan :

Xi = ukuran ke i dari peubah X

n = jumlah sampel

Data produksi telur dan berat telur yang diperoleh dianalisis menggunakan

Rancangan Acak Lengkap (RAL). Adapun model matematik yang digunakan adalah

sebgai berikut :

Yij = µ + Ti + ɛij dimana: i = 1,2,3,4,5

j = 1,2,3,....

Keterangan :
Yij = hasil pengamatan perlakuan ke-i dan ulangan ke-j

µ = rata-rata pengamatan

Ti = pengaruh perlakuan ke-i

Ɛij = pengaruh galat percobaan dari perlakuan ke-i dan ulangan ke-j

Apabila analisis ragam menunjukan pengaruh yang nyata maka dilanjutkan

dengan Uji Duncan (Gaspersz,1991).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Konsumsi Pakan

Konsumsi pakan berhubungan dengan kebutuhan nutrisi untuk produksi dan

reproduksi. Untuk meningkatkan konsumsi pakan perlu adanya metabolisme (ME)

untuk kebutuhan energi untuk unggas sebagai dasar utama yang akan menentukan

21
tingkat konsumsi pakan. Energi tersebut digunakan untuk memenuhi fungsi-fungsi

tubuh dan untuk melancarkan reaksi-reaksi sintesis dari tubuh. Ayam akan terus

mengkonsumsi pakan apabila keseimbangan energi metabolisme tubuh belum

tercapai (Li dkk., 2013).

Hasil penelitian injeksi L-glutamin secara in ovo dengan level yang berbeda

terhadap konsumsi pakan ayam kampung dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Rata-rata Konsumsi Pakan (g/e/hari) Ayam Kampung Hasil In Ovo Asam
Amino L-glutamin
Umur (Minggu)
Perlakuan
26 – 30 31 – 35 36 – 40
P0 87,86 ± 22,80 106,20 ± 29,40 152,66 ± 39,28

P1 103,57 ± 32,10 111,20 ± 16,91 124,77 ± 26,11

P2 109,94 ± 34,30 111,64 ± 46,50 206,12 ± 93,59

P3 86,29 ± 16,56 106,13 ± 33,77 167,32 ± 43,76

P4 120,38 ± 58,75 112,00 ± 67,29 139,19 ± 81,25


Keterangan : P0 (Tanpa injeksi (kontrol negatif)), P1 (Injeksi 0,5 ml NaCl fisiologis (kontrol positif)),
P2 (Injeksi 0,5 ml larutan 0,5% L-glutamin dalam NaCl fisiologis), P3 (Injeksi 0,5 ml
larutan 1% L-glutamin dalam NaCl fisiologis), P4 (Injeksi 0,5 ml larutan 1,5% L-
glutamin dalam NaCl fisiologis), J = Jantan, B = Betina.

Berdasarkan hasil penelitian, dapat diketahui bahwa rata-rata konsumsi pakan

minggu ke- 26 sampai 30 menunjukkan hasil yang berbeda. Rata-rata konsumsi yang

lebih rendah ditunjukkan oleh P3 sedangkan, rata-rata konsumsi yang lebih tinggi

ditunjukkan oleh P4. Kemudian, minggu ke- 31 sampai 35 rata-rata konsumsi pakan

P4 lebih tinggi, paling rendah P0 dan P3. Sedangkan, minggu 36 sampai 40 rata-rata

konsumsi pakan yang paling tinggi yaitu P2 dam paling rendah yaitu P1.

Hasil penelitian di atas menunjukkan bahwa pemberian asam amino glutamin

jika diindikasikan kebutuhan energi metabolisme ayam tidak sama yang di injeksi

dengan glutamin dengan konsentrasi 0,5%, 1,0%, 1,5% maupun perlakuan control

22
negatif dan positif, kemungkinan faktor yang mempengaruhi tinggi rendahnya

kosumsi pakan adalah kebutuhan energi ayam, jika kebutuhan energi metabolisme

yang tinggi akan menyebabkan meningkatnya konsumsi pakan. Li dkk. (2013)

melaporkan bahwa ayam akan terus mengkonsumsi pakan apabila keseimbangan

energi tubuh belum tercapai.

Konsumsi Air Minum


Hasil injeksi L-glutamin secara in ovo dengan level yang berbeda

terhadap Konsumsi Air Minum ayam kampung dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5. Rata-rata Konsumsi Air Minum (g/e/hari) Ayam Kampung Hasil In Ovo
Asam Amino L-glutamin
Umur (Minggu)
Perlakuan
26 – 30 31 – 35 36 – 40
P0 194,09 ± 55,29 173,35 ± 31,47 197,41 ± 45,14

P1 248,57 ± 54,53 228,86 ± 42,05 251,49 ± 65,97

P2 215,46 ± 43,71 191,28 ± 44,79 209,97 ± 53,03

P3 196,97 ± 34,98 208,54 ± 54,83 301,64 ± 57,88

P4 188,24 ± 50,53 188,19 ± 35,71 194,48 ± 40,90


Keterangan : P0 (Tanpa injeksi (kontrol negatif)), P1 (Injeksi 0,5 ml NaCl fisiologis (kontrol positif)),
P2 (Injeksi 0,5 ml larutan 0,5% L-glutamin dalam NaCl fisiologis), P3 (Injeksi 0,5 ml
larutan 1% L-glutamin dalam NaCl fisiologis), P4 (Injeksi 0,5 ml larutan 1,5% L-
glutamin dalam NaCl fisiologis), J = Jantan, B = Betina.

Hasil penelitian (Tabel 5) menunjukkan bahwa rata-rata konsumsi air minum

lebih rendah ditunjukkan oleh P4 dan lebih tinggi oleh P1 (minggu 26-30 dan

minggu 31-35) sedangkan, pada minggu 36-40 rata-rata konsumsi air yang lebih

tinggi ditunjukkan oleh P3 dan terendah oleh P4.

Hal yang mempengaruhi tinggi rendahnya konsumsi air minum di pengaruhi

oleh kondisi lingkungan yang ekstrim seperti kondisi suhu panas ayam akan banyak

mengkonsumsi air dan jika suhu lingkungan dingin maka konsumsi air akan kurang.

23
Faktor yang mempengaruhi konsumsi air minum meliputi suhu lingkungan, suhu air,

tingkat konsumsi pakan, dan bobot badan ayam 22 (Bailey, 1990; Wandoyo, 1997).

Ayam kampung pada periode produksi, konsumsi air minum berkisar 1,5 – 2

ml jika mengkosumsi pakan sebanyak 1,0 g (suprijatma, dkk., 2006). Murtidjo

(1992) lebih lanjut mengemukakan bahwa kekurangan air dapat menyebabkan

penurunan dalam efisiensi pengunaan konsumsi pakan dan pertumbuhan berat badan

menurun. Ternak memerlukan air untuk alat trasportasi zat – zat makanan dalam

tubuh dan menyusun bagian bagian tubuh ternak.

24
Produksi Telur

Injeksi L-glutamin secara inovo dengan level yang berbeda terhadap produksi

telur ayam kampung dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6. Produksi Telur (%/5 minggu) Ayam Kampung Hasil In Ovo Asam Amino
L-glutamin
Umur (Minggu)
Perlakuan
26 – 30 31 – 35 36 – 40
P0 25,00 ± 9,10 32,86 ± 12,73ab 44,52 ± 27,76
P1 28,23 ± 10,60 16,19 ± 3,53a 38,86 ± 8,72
P2 35,00 ± 13,69 44,29 ± 11,61ab 67,14 ± 33,35
P3 31,43 ± 10,83 38,10 ± 18,04ab 40,00 ± 16,70
P4 30,22 ± 12,06 57,14 ± 36,77b 67,14 ± 27,01
Keterangan : P0 (Tanpa injeksi (kontrol negatif)), P1 (Injeksi 0,5 ml NaCl fisiologis (kontrol positif)),
P2 (Injeksi 0,5 ml larutan 0,5% L-glutamin dalam NaCl fisiologis), P3 (Injeksi 0,5 ml
larutan 1% L-glutamin dalam NaCl fisiologis), P4 (Injeksi 0,5 ml larutan 1,5% L-
glutamin dalam NaCl fisiologis).
ab
: Superskrip berbeda mengikuti nilai rataan pada kolom yang sama menunjukkan
perbedaan nyata (P<0,05)

Hasil penelitian (Tabel 5) menunjukkan bahwa in ovo asam amino L-

Glutamin memberikan pengaruh yang nyata (P<0,05) terhadap rata-rata produksi

telur pada minggu 31-35 namun, tidak berpengaruh (P>0,05) terhadap produksi telur

minggu 26-30 dan minggu 36-40. Pada minggu 31-35, rata-rata produksi telur P4

lebih tinggi dibanding P1, namun tidak berbeda dengan P0, P2 dan P3, begitu pun

dengan P1 tidak berbeda dengan P0, P2 dan P3.

Hal ini menunjukkan bahwa in ovo asam amino L-Glutamin tidak terlalu

memberikan peningkatan produksi telur pada ayam kampung. kemungkinan

konsumsi pakan rata-rata tidak berbedah jauh dari setiap perlakuan. Konsumsi pakan

pada perlakuan P2 terendah dibandingkan dengan perlakuan yang lainnya. Hal ini

sesuai dengan pendapat SCA (1983) bahwa tinggi rendahnya konsumsi protein dan

energi secara fisiologis akan berpengaruh pada jumlah telur yang dihasilkan.

Turunnya konsumsi pakan menyebabkan berkurangnya nutrisi dalam tubuh dan

akhirnya menurunkan produksi telur (Siahaan et al. 2013).

25
Faktor lainnya diduga karena penambahan asam amino L-glutamin sebagai

prekursor L-Arginine dapat meningkatkan produksi IGF-1 (Foye dkk., 2006;

Fernandes dkk., 2009; Al-Daraji dkk., 2012; Fouad dkk., 2012) dan insulin (Foye,

2005; Hazim dkk., 2012). L-Arginine akan menstimulasi produksi IGF-1 melalui

mekanisme GH/IGF-1 axis (Fernandes dkk., 2009; Hazim dkk., 2012). Peningkatan

level IGF-1 terjadi karena L-Arginine dapat meningkatkan sensitivitas reseptor

hormon pada mekanisme GH/IGF-1 axis (Foye dkk., 2009; Al-Daraji dan Salih, dan

Pandey dkk., 2013).

Sintesis insulin pada embrio ayam telah terdeteksi sebelum sel beta pankreas

diketahui. Hormon tersebut juga ada pada bahan penyusun telur sebelum fertilisasi.

Insulin meningkatkan pertumbuhan dan diferensiasi pada embrio anak ayam awal.

Reseptor insulin telah ada pada otak embrio anak ayam dan berbagai jaringan

lainnya. Perkembangan sistem saraf dipengaruhi oleh insulin dan IGF 1. Insulin

mempengaruhi proliferasi (perbanyakan sel) dan steroidogenesis (produksi hormon

steroid) dari sel-sel Leydig, Sertoli, fibroblast growth factors, dan tumor necrosis

factor (Bobes dkk.,2001).

Insulin meningkatkan penyerapan 3-thymidine oleh sel-sel ovarium anak

ayam. Insulin meningkatkan sintesis DNA dan proliferasi sel pada berbagai

jaringan. Sel-sel ovarium sensitif terhadap induksi insulin dalam proses sintesis

DNA, sedangkan induksi FSH tidak berpengaruh nyata. Meskipun demikian,

reseptor FSH telah terbentuk setelah 18 – 24 jam kultur sehingga siap merespon

stimulus dari gonadotropin untuk memproduksi estradiol. hCG tidak mampu

meningkatkan jumlah sel ovarium atau konsumsi thymidine karena hCG ini hanya

berfungsi sebagai modulator steroidogenesis, bukan sebagai induktor untuk

26
proliferasi sel. Hormon reproduksi seperti hCG dan FSH juga digunakan sebagai

pembanding, hasilnya yaitu insulin lebih mampu meningkatkan proliferasi

(perbanyakan) sel gonad anak ayam dibandingkan hormon reproduksi (Velasquez

dkk., 2006).

Berat Telur
Hasil injeksi L-glutamin secara in ovo dengan level yang berbeda terhadap

berat telur ayam kampung dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 7. Rata-rata Berat Telur (gram/butir) Ayam Kampung Hasil In Ovo Asam
Amino L-glutamin
Umur (Minggu)
Perlakuan
26 – 30 31 – 35 36 – 40
b b
P0 39,49 ± 0,52 40,55 ± 0,98 40,48 ± 0,59ab
P1 38,35 ± 1,16ab 37,91 ± 2,95ab 43,10 ± 1,06c
a b
P2 37,09 ± 1,98 38,29 ± 3,29 40,72 ± 2,20ab
P3 36,27 ± 0,56a 34,19 ± 4,33a 39,53 ± 1,25a
ab b
P4 37,59 ± 2,88 40,27 ± 1,41 42,48 ± 1,74bc
Keterangan : P0 (Tanpa injeksi (kontrol negatif)), P1 (Injeksi 0,5 ml NaCl fisiologis (kontrol positif)),
P2 (Injeksi 0,5 ml larutan 0,5% L-glutamin dalam NaCl fisiologis), P3 (Injeksi 0,5 ml
larutan 1% L-glutamin dalam NaCl fisiologis), P4 (Injeksi 0,5 ml larutan 1,5% L-
glutamin dalam NaCl fisiologis).
abc
: Superskrip berbeda mengikuti nilai rataan pada kolom yang sama menunjukkan
perbedaan nyata (P<0,05)

Hasil penelitian (Tabel 6) menunjukkan bahwa in ovo asam amino L-

Glutamin memberikan pengaruh yang nyata (P<0,05) terhadap berat telur selama

penelitian. Pada minggu 26 sampai 30, rata-rata berat P0 lebih tinggi dibanding P2

dan P3, namun tidak berbeda dengan P1 dan P4. Kemudian, minggu 31-35, rata-rata

berat telur P3 lebih rendah dari P0, P2 dan P4. Sedangkan perlakuan yang lain tidak

menunjukkan perbedaan. Pada minggu 36-40, rata-rata berat telur P1 lebih tinggi dari

P0, P2 dan P3, namun tidak berbeda dengan P4, kemudian P3 menunjukkan berat

yang lebih ringan

Hal ini menunjukkan bahwa in ovo asam amino L-Glutamin selama

penetasan memiliki dampak positif terhadap rata-rata bera telur ayam per butir (P4).

27
Adanya perbedaan berat total telur dan rata-rata berat telur per butir dapat

dipengaruhi oleh jumlah ayam setiap perlakuan. Selain itu, kemungkinan juga

dipengaruhi oleh Konsumsi pakan dan air minum. Pada P4 rata-rata konsumsi pakan

dan konsumsi air minum menunjukkan angka yang tinggi sehingga mendukung

untuk menghasilkan telur yang lebih berat.

Faktor lain yang mempengaruhi penurunan bobot/berat telur yaitu suhu yang

tinggi. Hal ini sesuai dengan pendapat Talukder, (2010). Menyatakan Suhu diatas

27°C memberikan pengaruh negatif terhadap konsumsi pakan dan bobot telur

(Talukder 2010). Suhu lingkungan yang tinggi membutuhkan energi yang lebih

banyak untuk pengaturan suhu tubuh, sehingga mengurangi penyediaan energi untuk

produksi telur (Latipudin dan Mushawwir 2011).

Indeks telur tidak dipengaruhi oleh suhu atau sistem perkandangan. Menurut

Soeparno et al. (2011), bentuk dan berat telur tergantung pada hereditas, umur induk,

musim, dan pakan. Indeks telur pada suhu kandang 18°C tidak berbeda secara

statistik dengan suhu 30°C. Semakin besar nilai indeks telur menunjukkan bentuk

telur yang semakin bulat. Kerabang telur sebagian besar disusun oleh kalsium.

Rataan tebal kerabang pada suhu 18°C dan 30°C tidak berbeda secara statistik

meskipun rataan tebal kerabang pada suhu 18°C lebih tinggi. Sesuai dengan yang

dinyatakan oleh Grieve (2004) bahwa pada lingkungan yang panas, ayam bereaksi

dengan meningkatkan laju pernapasan (panting) untuk mengeluarkan panas tubuh.

Hal ini menyebabkan penurunan CO2 dalam darah dan pH darah menjadi basa.

Barbosa et al. (2006) menyatakan, semakin tinggi pH darah maka jumlah kalsium

dalam darah yang digunakan untuk pembentukan kerabang semakin berkurang,

akibatnya kerabang menjadi lebih tipis.

28
KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, maka dapat disimpulkan

sebagai berikut :

1. Pemberian asam amino L-Glutamin secara in ovo feeding pada hari kr-7 inkubasi

berpengaruh meningkatkan konsumsi pakan dan konsumsi air minum pada umur

26-40 minggu.

2. Produksi telur menunjukkan peningkatan dengan meningkatnya umur dan

proporsi peningkatannya lebih tinggi pada pemberian level asam amino L-

Glutamat yang lebih tinggi (P4).

Saran

1. Diharap dengan adanya penelitian ini dapat meningkatkan pengetahuan dan

pemamfaatan hasil In ovo feeding asam amino L-glutamin, yang di utamakan

pada peningkatan produksi telur dan bobot telur ayam kampung pada injeksi 0,5

ml larutan 1,5% glutamin dalam NaCl fisiologis (P4).

2. Perlu penelitian lebih lanjut untuk mengetahui pengaruh asam amino L-

Glutamin terhadap konsumsi pakan dan konsumsi air minum ayam buras pada

fase layer.

29
DAFTAR PUSTAKA

Abidin, Z. 2002. Meningkatkan Produktivitas Ayam Kampung Pedaging. AgroMedia


Pustaka. Jakarta.

Al-Daraji, H.J. and A.M. Salih. 2012. Effect of dietary L-arginine on productive
performance of broiler chicken. Pakistan Journal of Nutrition 11 (3) : 252-
257.

Al-Shamery, N. J. & M. B. S. Al-Shuhaib. 2015. Effect of in-ovo injection of various


nutrients on the hatchability, mortality ratio and weight of the broiler
chickens. IOSR Journal of Agriculture and Veterinary Science 8:30-33.

Anggorodi, H.R. 1995. Aneka Nutrisi TernakUnggas. Penerbit PT. Gramedia


PuatakaUtama. Jakarta.

Antonio J, Street C. 1999. Glutamin: a potentially useful supplement for athletes.


Can J Appl Physiol 24(1): 1-14.

Arifien, M. 2002. Rahasia Sukses Memelihara Ayam Broiler di Daerah Tropis.


Penebar Swadaya, Jakarta.

Asmawati. 2014. Peningkatan Kualitas Embrio Dan Pertumbuhan Ayam Buras


Melalui In Ovo Feeding. Disertasi. Program Studi Ilmu Pertanian Program
Pascasarjana Universitas Hasanuddin Makassar.

Asmawati. 2013. The Effect of in Ovo Feeding on Hatching Weight and Small
Intestinal Tissue Developmen of Native Chicken. Disertasi . Fakultas
Peternakan Universitas Hasanuddin, Makassar.

Azhar, M. 2016. Performa ayam kampung pra- dan pasca-tetas hasil in Ovofeeding
L-arginine. (Thesis belum publikasi). Fakultas Ilmu dan Teknologi
Peternakan Pasca Sarjana Universitas Hasanuddin.

Baggott, G.K. 2001. Development of extra–embryonic membranes and


fluid compartments. In : Deeming, D.C. (ed.) Perspectives in Fertilisation and
Embryonic Development in Poultry. Lincolnshire, UK: Ratite Conference
Books, pp. 23-29.

Barbosa JAD, Silva MAN, Silva IJO, Coelho AAD. 2006. Egg quality in layers
housed in different production systems and submitted to two environmental
conditions. Brzil (BR): Departamento de Engenharia Rural. 2: 150-204.

Bailey, M. 1990. The Water Requirements of Poultry. In. Haresign, W. & D. J. A.


Cole (Ed.). Recent Advances in Animal Nutrition. Butterworths, London.
Bhanja, S.K. and A.B. Mandal. 2005. Effect of in ovoinjection of critical amino
acids on pre- and post-hatch growth, immunocompetence and development

30
of digestive organs in broiler chickens. Asian-Aust. J. Anim. Sci. 18 (4) :
524-531.

Bottje, W., A. Wolfenden, L. Ding, R. Wolfenden, M. Morgan, N. Pumford, K.


Lassiter, G. Duncan, T. Smith, T. Slagle, and B. Hargis. 2010. Improved
hatchability and posthatch performance in turkey poults receiving a
dextrin-iodinated casein solution in ovo. Poultry Science 89 : 2646–2650.

Chen, R., W. Wang, S. Liu, J. Pan, T. Li, and Y. Yin. 2013. Dietary arginine
supplementation altered expression of IGFs and IGF receptors in weaning
piglets. Academic Journals 7 (4) : 44-50.
Christensen, V. L., M.J, Wineland,G.M. Fasenko, and W.E. Donaldson. 2001. Egg
storoge effects on plasma glucose and suplay and demand tissue glycogen
concentration of broiler embryos. Poult. Sci. 80:1729-1735.

Campbell, W. 1984. Principles of Fermentation Technology. Cambridge University


Press, New York.

Creswell, D.C. dan B. Gunawan. 1982.Pertumbuhan badan dan produksi telur dari
5strain ayam sayur pada sistem peternakanintensif. Pros. Seminar Penelitian
Peternakan. Bogor.

Davies. 1982. Growth and Energy In Nutrition and Groweth Manual. The
Australian University International Development Programs. Australia.

Deboer, A. J., Yazman, J., Tilman, A. D., Banks, D., Campbell., R., Thalauw, J.,
Knipscher, H. C., & Rao, B. R. 1986. A Review of the livestock sector in the
Republic of Indonesia. Winrock International Institute for Agriculture
Development, Morrilton, Arkansas 72110, USA.

Direktorat Jenderal Peternakan Departemen Pertanian. 2006. Pedoman Pembibitan


Ayam Lokal yang Baik. Departemen Pertanian. Jakarta.

El-Azeem, N.A.A., M. Sh. Abdo, M. Madkour, and I. El-Wardany. 2014.


Physiological and histological responses of broiler chicks to in ovo injection
with folic acid or l-carnitine during embryogenesis. Global Veterinaria 13 (4)
: 544-551.

Fernandes, J.I.M., A.E. Murakami, E.N. Martins, M.I. Sakamoto, and E.R.M. Garcia.
2009. Effect of arginine on the development of the pectoralis muscle and the
diameter and the protein: deoxyribonucleic acid rate of its skeletal myofibers
in broilers.Poultry Science 88 : 1399–1406.

Fitasari, E. K. Reo dan N. Niswi. 2016. Penggunaan kadar protein berbedapada ayam
kampung terhadappenampilan produksi dan kecernaan protein. Jurnal Ilmu-
Ilmu Peternakan 26 (2): 73 – 83.

31
Foad, A. A., H.K. El-senousey, X.J.Yang and J.H. Yau. 2012. Role of dietary i-
arginine in paultry production. International Jurnal of Poultry Science 11
(11):718-729.

Foye.O. T. 2005.Thebiochemical and molecular effectsof amnionicnutrient


administration, ―in ovofeeding‖on intestinaldevelopment andfunction
andcarbohydratemetabolisminturkey embryosandpoults.(Disertasi). Graduate
Faculty of North Carolina State University in partial fulfillment of the
requirements for the Degree of Doctorate of Philosophyin Nutrition.

,O.T., Z. Uni , J.P. McMurtry, and P.R. Ferket. 2006. The effects of amniotic
nutrient administration, ―in ovo feeding‖ of arginine and/or ß-hydroxy-ß
methyl butyrate (hmb) on insulin-like growth factors, energy metabolism and
growth in turkey poults. International Journal of Poultry Science 5 (4): 309-
317

Grieve D. 2004. Environmental stress and amelioration in livestock production.


Australian Jurnal Expo Agricultural. 34: 285-295.

Grodzik, M., F. Sawosz, E. Sawosz, A. Hotowy, M. Wierzbicki, M. Kutwin, S.


Jaworski, and A. Chwalibog. 2013. Nano-nutrition of chicken embryos.
The effect of in ovo administration of diamond nanoparticles and l-
glutaminon molecular responses in chicken embryo pectoral muscles. Int. J.
Mol. Sci. 14 : 23033-23044.

Gunawan dan M.M.S. Sundari. 2003. Pengaruh penggunaan probiotik dalam ransum
terhadap produktivitas ayam. Wartazoa 13(3):92-98.

Hardjosubroto, W. Dan S.P. Atmodjo. 1977.Performans dari ayam kampung dan


ayamKedu. Makalah pada Seminar Pertama tentangIlmu dan Industri
Perunggasan. PusatPenelitian dan Pengembangan Peternakan. Bogor.

Heny. 2002. Perbandingan Kadar Asam Amino dalam Telur Ayam Ras dan Telur
Bebek dengan High Speed Amino Acid Analyzer. Thesis. Fakultas Farmasi
UBAYA, Surabaya.

Hazim, J., Al-Daraji, and Salih, A.M. 2012. The influence of dietary arginine
supplementation on blood traits of broiler chickens. Pakistan Journal of
Nutrition 11 (3): 258-264.

Ikhsan. 2009. Cafetaria Feeding. http://khalifahikhsan.blogspot.com/2009/12/bab


ipendahuluan1.html. diakses pada tanggal 7 Agustus 2017.

Iskandar, S., H. Resnawati, D. Zainuddin, Y.C.raharjo dan B. Gunawan. 1998.


Performance of Pelung x kampung (Pelungcross) chickens as influenced by
dietaryprotein. Bulletin of Animal Science, GadjahMada University,
Yogyakarta.

32
Iskandar, S.E., E. Juarini., D. Zainuddin., H. Resnawati., B. Wibowo dan Sumanto,
1991. Teknologi tepat guna ayam buras. BPT-Ciawi, Bogor.Rukmana, R. H.
2003. Ayam Buras Intensifikasi dan Kiat Pengembangan. Penerbit Kanisius.
Yogyakarta.

John. T. M., J. C. George and E. T. Moran, Jr. 1987. Pre and postthatch
ultrastructural and metabolic changes in the hatching muscle of turkey
embryos from antibiotic and glucose treated eggs. Cytobios 49:197-210

Jolliet P, Pichard C, Biolo G, Chioloro R, Grimble G, Leverve X. 1998. Enteral


nutrition in intensive care patients: practical approach. Intensive Care Med.
24:848-59

Kumar S, Kumar R, Sharma SB, Jain BK.2007. Effct of oral glutamine


administration on oxidative stress, morbidity and mortality in criticallyill
surgical patients. Indian Journal of Gastroenterology. 26:70-3.

Latipudin D, Mushawwir A. 2011. Regulasi panas tubuh ayam ras petelur fase
grower dan layer. Jurnal Sains Peternakan Indonesia. 6(2): 77-82.

Li, F., L.M. Zhang, X.H. Wu, C.Y. Li, X.J. Yang, Y. Dong, A. Lemme, J.C. Han,
and J.H. Yao. 2013. Effects of metabolizable energy and balanced protein on
egg production, quality, and components of lohmann brown laying hens. J.
Appl. Poult. Res. 22: 36–46.

McGruder, B.M., W. Zhai, M.M. Keralapurath, P.D. Gerard, and E.D. Peebles. 2011.
Effects of in ovo injection of stimulant solutions on growth and yolk
utilization in broiler embryo. Poultry Science 90 : 1058–1066.

Mulyono, S. 2004. Beternak Ayam buras Beroreantasi Agribisnis. Penebar


Swadaya. Jakarta.

Nawawi, N. T., dan Nurrohmah. 2011. Pakan ayam kampung. Penebar Swadaya.
Jakarta.

Newsholme, P. 2001. Why is L-glutamin metabolism important to cells of the


immune system in health, post-injury, surgery or infection?.J Nutr 131: 25155
- 25225.

,J. Procopio , M. M. R. Lima, T. C. Pithon-Curi dan R. Curi. 2003. Glutamin


and glutamate—their central role in cell metabolism and function. Cell
Biochem Funct. 21: 1–9.

Nurcahyo, E.M. dan Y.E. Widyastuti. 1999. Usaha pembesaran ayam kampung pedaging.
P.T. Penebar Swadaya. Jakarta.

33
Nurapriani. N. M. 2010. Potensi ayam walik dan ayam kampung
di kabupaten sumedang,jawa barat. [Skripsi]. Departemen Ilmu Produksi Dan
Teknologi Peternakan. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Pandey, N.K., R.P. Singh, V.K. Saxena, N. Shit, R. Singh, R.K. Sharma,
andK.V.H. Sastry. 2013. Effect of IGF1 gene polymorphism and expression
levels on growth factors in Indian colored broilers. Livestock Science 155 :
157–164.

Rasyaf, M. 1991. Pengelolaan Penetasan.Cetakan ke-2. Kanisius, Yogyakarta.

Rasyaf. 2006. Beternak Ayam Kampung. Penebar Swadaya. Jakarta.

Rasyaf. 1993. Mengelola Itik Komersial. Kanisius. Yogyakarta

Rasyaf. 1996. Bahan Makanan Unggas di Indonesia. Kanisius, Yogyakarta

Rusdiansyah, M. 2014. Pemberian level energi dan protein berbeda


terhadapkonsumsi ransum dan air serta konversi ransumayam buras fase
layer. [Skripsi]. Jurusan Nutrisi dan Makanan Ternak. Fakultas Peternakan.
Universitas Hasanuddin.Makassar.

Sakariadi, S., dan B. Wawo. 2004. Penyusunan Ransum Ayam Buras Secara
Sederhana. Fakultas Peternaan Unhas, Makassar.

Salmanzadeh, M. 2012. The effects of in-ovo injection of glucose on hatchability,


hatching weight and subsequent performance of newly-hatched chicks.
Brazilian Journal of Poultry Science 14 (2) : 137- 140.
Samli, H. E., N. Senkoylu, F. Koc, M. Kanter, dan A. Agma. 2007.: Effects of
Enterococcus faecium and dried whey on broiler performance,
guthistomorphology and microbiota, Arch. Anim. Nutr. 61: 42–49,

Sapari, D, A. 2013. Jumlah Konsumsi Air Minum Ayam. http://jumlah-konsumsiair-


minum-ayam.html. Diakses pada Tanggal 7 Agustus 2017.

Shafey, T.M., M.A. Alodan, I.M. Al-Ruqaie, and M.A. Abouheif. 2012. In ovo
feeding of carbohydrates and incubated at a high incubation temperature on
hatchability and glycogen status of chicks. South African Journal of Animal
Science 42 (3) : 210-220.

, T. M., A. S. Sami, dan M. A. Abouheif. 2013. Effects of in ovo feeding L-


glutamin on hatchability performance and hatching time of meat-type breeder
eggs. J. Animal and veterinary advances 12 (1): 135-139

Siahaan NB, Suprijatna E, Mahfudz LE. 2013. Pengaruh penambahan tepung jahe
merah (Zingiber officinale var. Rubrum) Dalam ransum terhadap laju bobot
badan dan produksi telur ayam kampung periode layer. Animal Agricultural
Journal. 2(1): 478-488.

34
Sierra, 2011. Pemberian Air Minum Sehat pada Ayam. http://www.fedcosierra.
com/2011/12/pemberian-air-minum-sehat-pada-ayam.html. Diakses pada
tanggal 7 Agustus 2017.

Siregar, A.P. dan M. Sabrani. 1980. Ayam sayurdi Indonesia. Perbaikan dan
peningkatankualitas performans dan populasinya. Poultry Indonesia
No.10/thn ke2.

Soeparno, R.A. Rihastuti, Indratiningsih, Suharjono Triatmojo. 2011. Dasar


Teknologi Hasil Ternak. Yogyakarta (ID): Gadjah Mada University Pr.
Talukder S, T Islam, S Sarker and MM Islam. 2010. Effects of environment
on layer performance. J. Bangladesh Agril. Univ. 8(2): 253–258.

Steel, R.G.D, dan Torrie, J.H. 1995. Prinsipdan Prosedur Statistika.


SuatuPendekatanBiometrik. Ed ke-2.PT. Gramedia PustakaUtama. Jakarta.

Stockdale, F.E. 1992. Myogenic cell lineages. Dev Biol 154 : 284-298.

Sudaryani, T. & Santoso, H. 2002. Pembibitan Ayam Ras. Cetakan ke-VI. Penebar
Swadaya.Jakarta.

Sudarmono, A. S. 2003. Pedoman Pemeliharaan Ayam Ras Petelur. Jakarta: Penerbit


Kanisius. Hal: 22; 49; 64-82.

Suranjaya, i. G. 2016. Tinjauan sifat-sifat produksi dan upaya perbaikanmutu genetik


ayam kampung. [Skripsi]. Fakultas Peternakan. Universitas Udayana.
Denpasar.

Suryana dan A. Hasbianto. 2008. Usaha Tani Ayam Buras di Indonesia


Permasalahan dan Tantangan. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian.
Kalimantan Selatan.
Suprijatna, E., U. Atmomarsono dan R. Kartasudjana. 2005. Ilmu Dasar Ternak
Unggas. Penebar Swadaya. Jakarta.
Tagama, T.R. 2003.Performans organ reproduksi primer ayam lokal (Gallus
domesticus) jantan dengan introduksi hormon gonadotropin. J. Anim. Prod.
5(3): 87-92.

Teguh, P., Subiharta, W. Dirdjopranoto dan M.Sabrani. 1985. Pengaruh pemisahan


anakn ayam dari induknya terhadap kapasitasproduksi telur. Seminar
Peternakan dan ForumPeternak Unggas dan Aneka Ternak. CiawiBogor 19-
20 Maret 1985. Balitnak. Bogor.
Uni, Z.and P.R. Ferket. 2003. Enhancement of development of oviparous species by
in ovo feeding. US patent 6.592,878. North Carolina State University,
Raleigh,NC; and Yissum Research Development Company of the Hebrew
University of Jerusalem, Jerulaslem (Israel), assignees.

35
Velazquez, P.N., Peraltal, R.J. Bobes, dan M.C. Romanof. 2006. lnsulin stimulates
proliferation but not 17p-estradiol production in cultured chick embryo
ovarian cells.

Wahyu, J. 1992. Ilmu Nutrisi Unggas. Gaja Madha University Press. Yogyajakarta.

Wihandoyo dan H. Mulyadi. 1986. Ayam buraspada kondisi pedesaan (tradisional)


dannpemeliharaan yang memadai. Pengembanganayam buras di Jawa
Tengah. Temu Tugas Subsektor peternakan di Sub balai PenelitianTernak,
Klepu.

Williamson, G. dan W.J.A. Payne, 1993. Pengantar Peternakan di Daerah


Tropis. Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.

Zainuddin, D.S. Iskandar dan B. Gunawan. 2000.Pemberian tingkat enersi dan asam
aminoesensial sintetis dalam penggunaan bahanlokal untuk ransum ayam
lokal Lap.Penelitian.Balai Penelitian Ternak. Bogor.

Zhai, W., S. Neuman, M. Latour, dan P. Hester. 2008. The effect of in ovo injection
of l-carnitine on hatchability of White Leghorns. Poult. Sci. 87:569-572.

Zhai, W., P.D. Gerard, R. Pulikanti, and E.D. Peebles. 2011. Effects of in ovo
injection of carbohydrates on embryonic metabolism, hatchability, and
subsequent somatic characteristics of broiler hatchlings.Poultry Science 90 :
2134–2143.

Zheng Y.M, Zhang M.M. and Wu X.T. 2006. Glutamine dipeptide for parenteral
nutrition in abdominal surgery: A meta-analysis of randomized controlled
trials. World Journal of Gastroenterology 2006; 12(46):7537-41.

LAMPIRAN
Lampiran 1. Konsumsi Pakan Ayam Kampung Umur 26-30 Minggu Hasil In Ovo
Asam Amino L-glutamin
Konsumsi Pakan (g/e/h)
MINGGU TGL
P0 P1 P2 P3 P4
26 10/06/2017 92,00 120,56 139,00 87,00 293,33

36
11/06/2017 88,00 118,89 131,00 109,00 291,67
12/06/2017 111,00 109,44 145,00 90,00 250,00
13/06/2017 125,00 60,00 124,00 57,00 105,00
14/06/2017 84,00 66,67 88,00 65,00 86,67
15/06/2017 64,00 92,78 86,00 58,00 63,33
16/06/2017 98,00 154,44 124,00 61,00 85,00
17/06/2017 68,00 113,89 133,00 61,00 65,00
18/06/2017 89,00 101,67 144,00 96,00 85,00
19/06/2017 72,00 81,25 119,00 105,00 115,00
27 20/06/2017 80,00 84,38 124,00 100,00 71,67
21/06/2017 75,00 144,38 121,00 84,00 90,00
22/06/2017 46,00 74,38 162,00 127,00 73,33
23/06/2017 115,00 131,88 149,00 101,00 108,33
24/06/2017 95,00 183,13 138,00 80,00 76,67
25/06/2017 77,00 177,50 79,00 88,00 105,00
26/06/2017 90,00 55,00 96,00 81,00 101,67
28 27/06/2017 96,00 100,00 94,00 76,00 100,00
28/06/2017 89,00 120,00 38,00 77,00 76,67
29/06/2017 97,00 95,63 98,00 61,00 75,00
30/06/2017 85,00 95,63 202,00 71,00 95,00
01/07/2017 81,00 33,13 150,00 104,00 93,33
02/07/2017 63,00 100,00 93,00 84,00 118,33
03/07/2017 64,00 106,25 117,00 102,00 60,00
29 04/07/2017 74,00 112,86 103,00 92,00 195,00
05/07/2017 39,00 64,29 37,00 68,00 170,00
06/07/2017 86,00 84,29 70,00 83,00 135,00
07/07/2017 129,00 110,00 85,00 99,00 141,67
08/07/2017 142,00 97,86 95,00 93,00 151,67
09/07/2017 78,00 102,00 139,00 93,00 131,67
10/07/2017 119,00 107,14 82,00 90,00 123,33
30 11/07/2017 127,00 111,43 88,00 95,00 160,00
12/07/2017 85,00 119,29 84,00 87,00 85,00
13/07/2017 72,00 64,29 84,00 108,00 138,33
14/07/2017 80,00 130,71 87,00 87,00 96,67
Jumlah 3075,00 3624,98 3848,00 3020,00 4213,33
Rata-rata 87,86 103,57 109,94 86,29 120,38
Standar Deviasi 22,80 32,10 34,30 16,56 58,75

Lampiran 2. Konsumsi Pakan Ayam Kampung Umur 31-35 Minggu Hasil In Ovo
Asam Amino L-glutamin
MINGGU TGL Konsumsi Pakan (g/e/h)

37
P0 P1 P2 P3 P4
15/07/2017 56,00 117,14 158,00 86,00 111,67
16/07/2017 119,00 112,86 62,00 71,00 86,67
17/07/2017 121,00 127,14 73,00 95,00 125,00
31 18/07/2017 84,00 111,43 104,00 86,00 90,00
19/07/2017 104,00 109,29 98,00 95,00 116,67
20/07/2017 94,00 112,14 118,75 108,00 100,00
21/07/2017 88,00 110,71 283,75 91,00 125,00
22/07/2017 67,00 126,43 111,25 89,00 85,00
23/07/2017 58,00 120,00 72,50 87,00 116,67
24/07/2017 108,00 123,57 76,25 90,00 106,67
32 25/07/2017 94,00 120,71 81,25 99,00 108,33
26/07/2017 61,00 103,57 81,25 94,00 78,33
27/07/2017 73,00 98,57 80,00 81,00 75,00
28/07/2017 101,00 126,43 62,50 81,00 66,67
29/07/2017 122,00 84,29 76,25 104,00 88,33
30/07/2017 93,00 101,43 85,00 85,00 96,67
31/07/2017 107,00 81,43 68,75 80,00 90,00
33 01/08/2017 115,00 107,86 71,25 35,00 73,33
02/08/2017 134,00 129,29 77,50 45,00 100,00
03/08/2017 144,00 105,00 110,00 80,00 105,00
04/08/2017 91,00 104,29 143,75 75,00 60,00
05/08/2017 105,00 127,14 125,00 147,50 81,67
06/08/2017 114,00 125,00 148,75 152,50 111,67
07/08/2017 139,00 105,71 135,00 130,00 135,00
34 08/08/2017 156,00 144,29 117,50 132,50 148,33
09/08/2017 166,00 118,57 155,00 153,75 133,33
10/08/2017 154,00 82,14 137,50 178,75 166,67
11/08/2017 110,00 107,14 130,00 152,50 130,00
12/08/2017 71,00 71,43 143,75 103,75 118,33
13/08/2017 111,00 77,14 52,50 120,00 460,00
14/08/2017 163,00 114,29 71,25 116,25 61,67
35 15/08/2017 116,00 132,14 110,00 155,00 136,67
16/08/2017 114,00 125,71 151,25 165,00 71,67
17/08/2017 76,00 127,86 130,00 107,50 21,67
18/08/2017 88,00 100,00 205,00 142,50 138,33
Jumlah 3717,00 3892,14 3907,50 3714,50 3920,00
Rata-rata 106,20 111,20 111,64 106,13 112,00
Standar Deviasi 29,40 16,91 46,50 33,77 67,29

38
Lampiran 3. Konsumsi Pakan Ayam Kampung Umur 36-40 Minggu Hasil In Ovo
Asam Amino L-glutamin
Konsumsi Pakan (g/e/h)
MINGGU TGL
P0 P1 P2 P3 P4
19/08/2017 166,00 126,43 228,33 156,25 116,67
20/08/2017 161,00 133,57 210,00 163,75 168,33
21/08/2017 151,00 124,29 176,67 187,50 146,67
36 22/08/2017 130,00 108,57 156,67 147,50 195,00
23/08/2017 227,00 112,86 203,33 132,50 123,33
24/08/2017 223,00 114,29 173,33 161,25 145,00
25/08/2017 163,00 123,57 330,00 160,00 115,00
26/08/2017 182,00 112,86 178,33 181,25 115,00
27/08/2017 194,00 125,71 116,67 88,75 103,33
28/08/2017 115,00 137,86 141,67 98,75 155,00
37 29/08/2017 134,00 155,71 193,33 162,50 116,67
30/08/2017 206,00 170,00 208,33 251,25 126,67
31/08/2017 63,00 61,43 111,67 108,75 131,67
01/09/2017 125,00 107,14 110,00 147,50 163,33
02/09/2017 121,00 83,57 633,33 106,25 116,67
03/09/2017 144,00 125,00 120,00 117,50 120,00
04/09/2017 170,00 116,43 160,00 141,25 118,33
38 05/09/2017 80,00 75,00 173,33 127,50 85,00
06/09/2017 159,00 103,57 186,67 118,75 71,67
07/09/2017 153,00 131,43 158,33 142,50 58,33
08/09/2017 180,00 100,00 170,00 177,50 70,00
09/09/2017 163,00 128,57 168,33 237,50 75,00
10/09/2017 174,00 128,57 138,33 207,50 68,33
11/09/2017 98,00 145,00 226,67 203,75 81,67
39 12/09/2017 182,50 112,14 168,33 203,75 85,00
13/09/2017 226,25 178,33 165,00 222,50 263,33
14/09/2017 185,00 180,00 270,00 225,00 116,67
15/09/2017 145,00 141,67 230,00 190,00 288,33
16/09/2017 153,75 150,00 270,00 241,25 135,00
17/09/2017 118,75 143,33 217,50 192,50 146,67
18/09/2017 122,50 140,00 187,50 230,00 508,33
40 19/09/2017 177,50 128,33 225,00 198,75 195,00
20/09/2017 107,50 88,33 185,00 128,75 136,67
21/09/2017 125,00 137,50 372,50 143,75 113,33
22/09/2017 117,50 115,83 250,00 152,50 96,67
Jumlah 5343,25 4366,90 7214,17 5856,25 4871,67
Rata-rata 152,66 124,77 206,12 167,32 139,19

39
Standar Deviasi 39,28 26,11 93,59 43,76 81,25

Lampiran 4. Konsumsi Air Minum Ayam Kampung Umur 26-30 Minggu Hasil In
Ovo Asam Amino L-glutamin
Konsumsi Air Minum (g/e/h)
MINGGU TGL
P0 P1 P2 P3 P4
10/06/2017 266,00 185,56 313,00 136,00 133,33
11/06/2017 106,00 255,56 165,00 253,00 280,00
12/06/2017 182,00 151,67 170,00 271,00 261,67
26 13/06/2017 292,00 226,67 362,00 152,00 140,00
14/06/2017 347,00 270,00 223,00 237,00 266,67
15/06/2017 135,00 212,22 206,00 119,00 121,67
16/06/2017 292,00 234,44 237,00 201,00 163,33
17/06/2017 149,00 207,78 251,00 206,00 141,67
18/06/2017 167,00 282,78 203,00 202,00 140,00
19/06/2017 133,00 171,88 229,00 190,00 158,33
27 20/06/2017 137,00 348,75 188,00 175,00 108,33
21/06/2017 142,00 321,25 234,00 227,00 168,33
22/06/2017 178,00 386,88 172,00 163,00 313,33
23/06/2017 176,00 215,63 241,00 157,00 181,67
24/06/2017 132,00 271,25 184,00 127,00 138,33
25/06/2017 254,00 373,75 185,00 172,00 150,00
26/06/2017 304,00 310,63 192,00 176,00 158,33
28 27/06/2017 263,00 179,38 248,00 190,00 176,67
28/06/2017 154,00 198,75 237,00 161,00 145,00
29/06/2017 153,00 180,63 233,00 167,00 186,67
30/06/2017 188,00 258,75 195,00 165,00 150,00
01/07/2017 184,00 233,13 176,00 235,00 143,33
02/07/2017 186,00 271,25 204,00 191,00 165,00
03/07/2017 171,00 206,25 160,00 167,00 168,33
04/07/2017 160,00 259,29 215,00 205,00 238,33
29
05/07/2017 173,00 230,00 270,00 181,00 131,67
06/07/2017 183,00 240,71 208,00 185,00 238,33
07/07/2017 176,00 235,71 180,00 210,00 210,00
08/07/2017 171,00 247,14 220,00 214,00 181,67
09/07/2017 193,00 211,43 157,00 220,00 241,67
10/07/2017 144,00 240,00 161,00 242,00 206,67
30 11/07/2017 189,00 262,14 206,00 191,00 146,67
12/07/2017 163,00 194,29 182,00 242,00 153,33
13/07/2017 210,00 183,57 204,00 178,00 251,67

40
14/07/2017 175,00 222,14 158,00 196,00 196,67
15/07/2017 165,00 218,57 172,00 190,00 231,67
Jumlah 6793,00 8699,79 7541,00 6894,00 6588,33
Rata-rata 194,09 248,57 215,46 196,97 188,24
Standar Deviasi 55,29 54,53 43,71 34,98 50,53

Lampiran 5. Konsumsi Air Minum Ayam Kampung Umur 31-35 Minggu Hasil In
Ovo Asam Amino L-glutamin
Konsumsi Air Minum (g/e/h)
MINGGU TGL
P0 P1 P2 P3 P4
16/07/2017 165,00 146,43 174,00 198,00 225,00
17/07/2017 171,00 161,43 161,00 216,60 198,33
18/07/2017 160,00 219,29 149,00 301,00 216,67
31 19/07/2017 155,00 254,29 207,00 213,00 246,67
20/07/2017 178,00 224,29 230,00 165,00 230,00
21/07/2017 143,00 114,29 246,25 149,00 220,00
22/07/2017 160,00 243,57 180,00 172,00 215,00
23/07/2017 160,00 242,14 226,25 191,00 255,00
24/07/2017 187,00 235,00 235,00 195,00 200,00
25/07/2017 147,00 240,71 176,25 181,00 185,00
32 26/07/2017 145,00 228,57 152,50 190,00 178,33
27/07/2017 190,00 206,43 317,50 145,00 121,67
28/07/2017 183,00 166,43 151,25 173,00 133,33
29/07/2017 189,00 270,00 153,75 192,00 155,00
30/07/2017 172,00 236,43 165,00 155,00 131,67
31/07/2017 175,00 212,86 162,50 148,00 193,33
01/08/2017 173,00 230,71 175,00 200,00 145,00
33 02/08/2017 177,00 245,00 165,00 141,00 161,67
03/08/2017 182,00 228,57 233,75 171,00 135,00
04/08/2017 110,00 270,00 188,75 151,00 208,33
05/08/2017 184,00 322,86 202,50 212,50 160,00
06/08/2017 153,00 209,29 283,75 207,50 136,67
07/08/2017 205,00 267,14 196,25 227,50 180,00
08/08/2017 114,00 210,00 145,00 321,25 208,33
34 09/08/2017 188,00 252,14 171,25 210,00 148,33
10/08/2017 159,00 301,43 261,25 253,75 178,33
11/08/2017 165,00 240,00 150,00 257,50 165,00
12/08/2017 110,00 223,57 138,75 317,50 163,33
13/08/2017 217,00 225,00 136,25 126,25 218,33
35 14/08/2017 180,00 227,14 168,75 247,50 215,00
15/08/2017 169,00 205,00 192,50 245,00 210,00

41
16/08/2017 210,00 302,86 160,00 237,50 220,00
17/08/2017 192,00 226,43 152,00 207,50 216,67
18/08/2017 266,00 243,57 235,00 217,50 223,33
19/08/2017 233,20 177,14 251,67 362,50 188,33
Jumlah 6067,20 8010,00 6694,67 7298,85 6586,67
Rata-rata 173,35 228,86 191,28 208,54 188,19
Standar Deviasi 31,47 42,05 44,79 54,83 35,71

Lampiran 6. Konsumsi Air Minum Ayam Kampung Umur 36-40 Minggu Hasil In
Ovo Asam Amino L-glutamin
Konsumsi Air Minum (g/e/h)
MINGGU TGL
P0 P1 P2 P3 P4
20/08/2017 224,00 269,29 218,33 291,25 163,33
21/08/2017 211,00 285,00 156,67 288,75 248,33
22/08/2017 201,00 297,86 218,33 267,50 171,67
36 23/08/2017 226,00 280,00 208,33 305,00 213,33
24/08/2017 134,00 280,71 286,67 318,75 148,33
25/08/2017 206,00 268,57 268,33 271,25 180,00
26/08/2017 210,00 173,57 261,67 268,75 215,00
27/08/2017 314,00 251,43 236,67 217,50 278,33
28/08/2017 195,00 257,14 170,00 325,00 181,67
29/08/2017 176,00 225,71 228,33 272,50 281,67
37 30/08/2017 223,00 220,00 255,00 212,50 200,00
31/08/2017 131,00 128,57 196,67 177,50 188,33
01/09/2017 202,00 233,57 233,33 336,25 196,67
02/09/2017 195,00 235,00 206,67 272,50 225,00
03/09/2017 234,00 302,14 171,67 305,00 230,00
04/09/2017 291,00 232,14 186,67 323,75 176,67
05/09/2017 274,00 229,29 138,33 191,25 176,67
38 06/09/2017 234,00 223,57 110,00 386,25 118,33
07/09/2017 213,00 240,71 163,33 361,25 126,67
08/09/2017 132,00 244,29 156,67 353,75 158,33
09/09/2017 187,00 281,43 166,67 343,75 191,67
10/09/2017 186,00 267,14 260,00 363,75 151,67
11/09/2017 193,00 263,57 123,33 341,25 113,33
12/09/2017 213,75 229,29 130,00 320,00 221,67
39 13/09/2017 256,25 297,50 218,33 390,00 188,33
14/09/2017 185,00 279,17 285,00 340,00 171,67
15/09/2017 188,75 259,17 337,50 370,00 193,33
16/09/2017 192,50 510,83 267,50 331,25 183,33

42
17/09/2017 167,50 272,50 265,00 308,75 180,00
18/09/2017 147,50 252,50 232,50 353,75 208,33
19/09/2017 188,75 188,33 202,50 371,25 268,33
40 20/09/2017 191,25 173,33 197,50 277,50 238,33
21/09/2017 146,25 174,17 240,00 293,75 235,00
22/09/2017 121,25 166,67 140,00 195,00 173,33
23/09/2017 118,75 165,00 205,00 211,25 210,00
6806,6
Jumlah 6909,50 8659,17 7342,50 10557,50
7
Rata-rata 197,41 247,40 209,79 301,64 194,48
Standar Deviasi 45,14 63,24 53,03 57,88 40,90

Lampiran 7. Analisis Ragam Produksi Telur pada Umur 26-30 Minggu Ayam
Kampung Hasil In Ovo Asam Amino L-glutamin

Descriptive Statistics
Dependent Variable: Produksi Telur
Perlakuan Mean Std. Deviation N
P0 25.0020 9.10567 5
P1 28.2340 10.59951 5
P2 35.0020 13.69254 5
P3 31.4300 17.38505 5
P4 31.4280 10.83098 5
Total 30.2192 12.06580 25

Tests of Between-Subjects Effects


Dependent Variable: Produksi Telur
Type III Sum
Source df Mean Square F Sig.
of Squares
Corrected Model 284.813a 4 71.203 .444 .776
Intercept 22830.001 1 22830.001 142.279 .000
Perlakuan 284.813 4 71.203 .444 .776
Error 3209.195 20 160.460
Total 26324.009 25
Corrected Total 3494.008 24
a. R Squared = ,082 (Adjusted R Squared = -,102)

Produksi Telur

Duncan

43
Subset
Perlakuan N 1
P0 5 25.0020
P1 5 28.2340
P4 5 31.4280
P3 5 31.4300
P2 5 35.0020
Sig. .275
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
Based on observed means.
The error term is Mean Square(Error) = 160,460.

Lampiran 8. Analisis Ragam Produksi Telur pada Umur 31-35 Minggu Ayam
Kampung Hasil In Ovo Asam Amino L-glutamin

Descriptive Statistics

Dependent Variable: Produksi Telur


Perlakuan Mean Std. Deviation N
P0 32.8600 12.72762 5
P1 16.1920 3.53315 5
P2 44.2860 11.61325 5
P3 38.0960 18.03603 5
P4 57.1420 36.76997 5
Total 37.7152 22.80753 25

Tests of Between-Subjects Effects

Dependent Variable: Produksi Telur


Type III Sum
Source df Mean Square F Sig.
of Squares
Corrected Model 4537.710a 4 1134.428 2.855 .051
Intercept 35560.908 1 35560.908 89.499 .000
Perlakuan 4537.710 4 1134.428 2.855 .051
Error 7946.688 20 397.334
Total 48045.306 25
Corrected Total 12484.399 24
a. R Squared = ,363 (Adjusted R Squared = ,236)

Produksi Telur

44
Duncan
Subset
Perlakuan N
1 2
P1 5 16.1920
P0 5 32.8600 32.8600
P3 5 38.0960 38.0960
P2 5 44.2860 44.2860
P4 5 57.1420
Sig. .053 .091
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
Based on observed means.
The error term is Mean Square(Error) = 397,334.

Lampiran 9. Analisis Ragam Produksi Telur pada Umur 36-40 Minggu Ayam
Kampung Hasil In Ovo Asam Amino L-glutamin

Descriptive Statistics

Dependent Variable: Produksi Telur


Perlakuan Mean Std. Deviation N
P0 44.5240 27.76314 5
P1 38.8560 8.72106 5
P2 67.1420 33.35188 5
P3 40.0020 16.70209 5
P4 67.1420 27.01126 5
Total 51.5332 25.83719 25

Tests of Between-Subjects Effects

Dependent Variable: Produksi Telur


Type III Sum
Source df Mean Square F Sig.
of Squares
Corrected Model 4150.391a 4 1037.598 1.748 .179
Intercept 66391.768 1 66391.768 111.855 .000
Perlakuan 4150.391 4 1037.598 1.748 .179
Error 11871.058 20 593.553
Total 82413.216 25
Corrected Total 16021.449 24

45
Type III Sum
Source df Mean Square F Sig.
of Squares
Corrected Model 4150.391a 4 1037.598 1.748 .179
Intercept 66391.768 1 66391.768 111.855 .000
Perlakuan 4150.391 4 1037.598 1.748 .179
Error 11871.058 20 593.553
Total 82413.216 25
a. R Squared = ,259 (Adjusted R Squared = ,111)
Produksi Telur

Duncan
Subset
Perlakuan N
1
P1 5 38.8560
P3 5 40.0020
P0 5 44.5240
P2 5 67.1420
P4 5 67.1420
Sig. .113
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
Based on observed means.
The error term is Mean Square(Error) = 593,553.

Lampiran 10. Analisis Ragam Berat Telur pada Umur 26-30 Minggu Ayam
Kampung Hasil In Ovo Asam Amino L-glutamin

Descriptive Statistics

Dependent Variable: Berat Telur


Perlakuan Mean Std. Deviation N
P0 39.4860 .51752 5
P1 38.3540 1.16249 5
P2 37.0880 1.98100 5
P3 36.2660 .55833 5
P4 37.5900 2.87648 5
Total 37.7568 1.90109 25

Tests of Between-Subjects Effects

Dependent Variable: Berat Telur

46
Type III Sum
Source Df Mean Square F Sig.
of Squares
Corrected Model 30.222a 4 7.555 2.674 .062
Intercept 35639.399 1 35639.399 1.261E4 .000
Perlakuan 30.222 4 7.555 2.674 .062
Error 56.518 20 2.826
Total 35726.138 25
Corrected Total 86.740 24
a. R Squared = ,348 (Adjusted R Squared = ,218)

Berat Telur

Duncan
Subset
Perlakuan N
1 2
P3 5 36.2660
P2 5 37.0880
P4 5 37.5900 37.5900
P1 5 38.3540 38.3540
P0 5 39.4860
Sig. .085 .106
Means for groups in homogeneous subsets are
displayed.
Based on observed means.
The error term is Mean Square(Error) = 2,826.

Lampiran 11. Analisis Ragam Berat Telur pada Umur 31-35 Minggu Ayam
Kampung Hasil In Ovo Asam Amino L-glutamin

Descriptive Statistics
Dependent Variable: Berat Telur
Perlakuan Mean Std. Deviation N
P0 40.5480 .98271 5
P1 37.9060 2.95106 5
P2 38.2880 3.28732 5
P3 34.1900 4.33567 5
P4 40.2680 1.41233 5
Total 38.2400 3.50520 25

47
Tests of Between-Subjects Effects
Dependent Variable: Berat Telur
Type III Sum
Source Df Mean Square F Sig.
of Squares
Corrected Model 129.780a 4 32.445 3.930 .016
Intercept 36557.440 1 36557.440 4.429E3 .000
Perlakuan 129.780 4 32.445 3.930 .016
Error 165.095 20 8.255
Total 36852.315 25
Corrected Total 294.875 24
a. R Squared = ,440 (Adjusted R Squared = ,328)

Berat Telur

Duncan
Subset
Perlakuan N
1 2
P3 5 34.1900
P1 5 37.9060 37.9060
P2 5 38.2880
P4 5 40.2680
P0 5 40.5480
Sig. .054 .197
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
Based on observed means.
The error term is Mean Square(Error) = 8,255.

Lampiran 12. Analisis Ragam Berat Telur pada Umur 36-40 Minggu Ayam
Kampung Hasil In Ovo Asam Amino L-glutamin
Descriptive Statistics

Dependent Variable: Berat Telur


Perlakuan Mean Std. Deviation N
P0 40.4800 .58835 5
P1 43.0960 1.06006 5
P2 40.7220 2.20189 5
P3 39.5300 1.25184 5
P4 42.4780 1.74473 5
Total 41.2612 1.90879 25

48
Tests of Between-Subjects Effects
Dependent Variable: Berat Telur
Type III Sum
Source df Mean Square F Sig.
of Squares
Corrected Model 43.726a 4 10.931 5.001 .006
Intercept 42562.166 1 42562.166 1.947E4 .000
Perlakuan 43.726 4 10.931 5.001 .006
Error 43.717 20 2.186
Total 42649.609 25
Corrected Total 87.443 24
a. R Squared = ,500 (Adjusted R Squared = ,400)
Berat Telur

Duncan
Subset
Perlakuan N
1 2 3
P3 5 39.5300
P0 5 40.4800 40.4800
P2 5 40.7220 40.7220
P4 5 42.4780 42.4780
P1 5 43.0960
Sig. .242 .055 .516
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
Based on observed means.
The error term is Mean Square(Error) = 2,186.

Lampiran 13. Dokumentasi Kegiatan

49
50
51
52

Anda mungkin juga menyukai