Anda di halaman 1dari 74

OPTIMASI PROSES FERMENTASI PADA PRODUKSI BIOETANOL DARI

UMBI UWI DENGAN MENGGUNAKAN MIKROBA SACCHAROMYCES


CEREVISIAE

LAPORAN TUGAS AKHIR

Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat


Guna memperoleh Gelar Diploma Tiga (D-3)
Pada Politeknik Negeri Ujung Pandang

Oleh :

THERESA VIRGINIA SITA


331 13 015

PROGRAM STUDI D3 TEKNIK KIMIA


JURUSAN TEKNIK KIMIA
POLITEKNIK NEGERI UJUNG PANDANG
MAKASSAR
2016
i
ii
iii
ABSTRAK

Theresa Virginia Sita, Optimasi Proses Fermentasi pada Produksi


Bioetanol Dari Umbi Uwi dengan Menggunakan Mikroba Saccharomyces
cerevisiae, Dibimbing oleh Ir. Zulmanwardi, M.Si., dan HR. Fajar, S.T.,
M.Eng.
Bioetanol adalah etanol yang dibuat dari biomassa yang mengandung
komponen pati atau selulosa. Bahan baku bioetanol dapat diperoleh dari berbagai
tanaman dengan komponen utama glukosa, yang diperoleh dari hidrolisis pati
dengan cara kimia atau enzimatis. Penelitian ini bertujuan untuk mencari waktu
fermentasi dan komposisi ragi optimum untuk menghasilkan konsentrasi bioetanol
tertinggi.
Glukosa dari umbi uwi diperoleh dengan cara hidrolisis secara kimiawi
dengan katalis HCl 5% pada suhu 100oC selama 90 menit lalu dilanjutkan proses
liquifikasi dengan enzim α-amilase pada suhu 90oC selama 120 menit dilanjutkan
proses sakarifikasi dengan enzim glukoamilase pada suhu 70oC selama 240 menit.
Glukosa yang diperoleh lalu difermentasi dengan variasi waktu 3, 6, 9, 12 dan 15
hari dengan komposisi ragi 0,5;1,0;1,5 dan 2,0% dari volume substrat.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pada waktu fermentasi selama 12
hari dengan komposisi ragi sebanyak 1,5% didapatkan konsentrasi bioetanol
tertinggi yaitu 9,97% (v/v) dan persentase rendemen sebesar 50,14%.
Kata kunci : Bioetanol, umbi uwi, enzim α-amilase, enzim glukoamilase,
Saccharomyces cerevisiae.

iv
ABSTRACT

Theresa Virginia Sita, Optimization Of The Fermentation Process In


The Production Of Bioethanol From Yellow Yam Using Microbe
Saccharomyces cerevisiae, Preceptor by Ir. Zulmanwardi, M.Si., dan HR.
Fajar, S.T., M.Eng.
Bioethanol is ethanol made from biomass component containing starch or
cellulose. Raw component of bioethanol can be obtained from various plants with
the main component of glucose, derived from the hydrolysis of starch through
chemical or enzymatic way. This research aims to determine the fermentation time
and optimum composition of yeast to produce the highest concentration of
bioethanol.
Glucose from yellow yam obtained by chemical hydrolysis with catalyst
HCl 5% at temperature of 100oC for 90 minutes and then continued to
liquification process with enzyme α-amylase at temperature of 90°C for 120
minutes followed the process of saccharification with enzyme glucoamylase at
70°C for 240 minutes. Glucose is obtained and then fermented with variation time
which 3, 6, 9, 12 and 15 days with composition of yeast 0.5, 1.0, 1.5 and 2.0% of
the substrate volume.
The research results indicate that at the time of fermentation for 12 days
with the composition of yeast as much as 1.5% of the substrate volume, obtained
the highest ethanol concentration that is 9.97% (v/v) and the percentage
rendement that is 50.14%.
Keyword : Bioethanol, yellow yam, enzyme α-amylase, enzyme glukoamylase,
Saccharomyces cerevisiae.

v
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatu

Segala puji sukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas

berkat penyertanyaan-NYA sehingga sampai saat ini penulis dapat menyelesaikan

laporan Tugas Akhir ini.

Laporan ini disusun memenuhi salah satu syarat dalam menyelesaikan

program studi Diploma Tiga di Jurusan Teknik Kimia Politeknik Negeri Ujung

Pandang dan agar penulis dapat memperoleh gambaran nyata yang selama ini

kami dapatkan dari bangku kuliah.

Mengingat keterbatasan dan kemampuan yang penulis miliki, penulis

menyadari bahwa laporan Tugas Akhir ini masih banyak kekurangan, karena itu

saran dan kritik yang sifatnya membangun akan penulis terima dengan senang

hati. Penulis mengalami hambatan dalam penyusunan laporan Tugas Akhir ini

namun bantuan dari berbagai pihak hal itu dapat teratasi. Sehubungan dengan hal

tersebut maka pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada

1. Ibu saya yang tidak pernah berhenti memberikan dukungannya

2. Bapak Dr. Ir. Hamzah Yusuf, M.Si selaku direktur Politeknik Negeri Ujung

Pandang

3. Bapak Wahyu Budiutomo, HND., M.Sc selaku Ketua Jurusan Teknik Kimia

Politeknik Negeri Ujung Pandang

vi
4. Bapak Ir. Zulmanwardi, M.Si selaku pembimbing I dan Bapak HR. Fajar,

S.T., M.Eng selaku pembimbing II yang dengan sabar ikhlas memberikan

arahan selama pelaksanaan tugas akhir ini

5. Ibu Puspita Sari, A.Md selaku analis

6. Staf pegawai Jurusan Teknik Kimia Politeknik Negeri Ujung Pandang

7. Teman seperjuangan sarjana saya yang tercinta Utari Azzahra Putri, Nurul

Annisa Arisma P, Tri Yulianti A, Jennifer Chikita P, Nirwana Daswan, dan

Dwy Nur Djayanti

8. Teman kelas 3A dan angkatan 2013 khususnya kepada teman TA saya, Putri

Dwi Jayanti juga kepada saudari Nirwana Maharani dan Nirmalawati Sahir

yang telah membantu banyak dalam pelaksanaan tugas akhir saya

9. Teman-teman demisioner PH KMTK PNUP Periode 2015-2016 terkhususnya

staff UKH Humaniora yaitu Fitrah, Ichsan, dan Nensi

10. Anggota kesebelasan UKM Bahasa PNUP dan demisioner PH UKM Bahasa

PNUP Periode 2015-2016

11. Semua pihak yang tidak disebutkan satu-persatu.

Semoga niat baik dan keikhlasan bantuannya mendapat balasan amal dari

Tuhan Yang Maha Kuasa dan semoga Tugas Akhir ini dapat memberikan manfaat

bagi semua pihak yang membacanya.

Makassar, Oktober 2016

Theresa Virginia Sita


vii
DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL .......................................................................................................... i

HALAMAN PENGESAHAN PEMBIMBING ............................................................... ii

HALAMAN PERSETUJUANTIM PENGUJI .............................................................. iii

ABSTRAK..................…………………………………………………………………...iv

ABSTRACT..….………………………………………………………………………….v

KATA PENGANTAR…….....……………………………………………………..……vi

DAFTAR ISI...........………………………………………………….………………...viii

DAFTAR TABEL.........……………………………………………………………….....x

DAFTAR GAMBAR…......………………………………………………......................xi

DAFTAR LAMPIRAN…...………………………………………………………xii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang .............................................................................................1

B. Rumusan Masalah ........................................................................................3

C. Tujuan Penelitian .........................................................................................3

D. Manfaat Penelitian .......................................................................................3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Bioetanol ......................................................................................................4

B. Umbi Uwi (Dioscorea Alata).......................................................................6

C. Produksi Bioetanol .......................................................................................8

D. Studi pendahuluan yang sudah dilakukan ..................................................16

BAB III METODE PENELITIAN

A. Waktu dan Tempat Penelitian ....................................................................19

B. Alat dan Bahan Penelitian ..........................................................................19

viii
C. Prosedur Kerja Penelitian...........................................................................21

D. Analisis Pengujian .....................................................................................24

BAB IVHASIL DAN PEMBAHASAN

A. Proses Hidrolisis Secara Kimiawi dan Enzimatis ......................................30

B. Proses Fermentasi ......................................................................................31

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan ................................................................................................36

B. Saran...........................................................................................................36

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

ix
DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1. Taksonomi Umbi Uwi .............................................................................6

Tabel 2. Struktur Molekul dan Rumus Kimia Gula .................................................9

x
DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1. Tumbuhan Umbi Uwi (a) dan Buah Umbi Uwi (b) ...............................6

Gambar 2. Perbedaan Glukosa, Galaktosa, dan Fruktosa ........................................9

Gambar 3. Struktur Kimia Amilosa (a) dan Amilopektin (b) dalam Pati ..............10

Gambar 4. Struktur Kimia D-glukosa dan Maltosa...............................................11

Gambar 5. Struktur Kimia Ikatan α-1,4 .................................................................13

Gambar 6. Struktur Kimia Ikatan α-1,4 dan α-1,6 .................................................14

Gambar 7. Diagram Alir Proses Persiapan Bahan Baku (Tepung Umbi Uwi) ......28

Gambar 8. Diagram Alir Proses Produksi Etanol dari Tepung Umbi Uwi ............29

Gambar 9. Grafik Pengaruh Waktu Fermentasi dan Komposisi Ragi Terhadap


Kadar Bioetanol ...................................................................................32

Gambar 10. Grafik Pengaruh Komposisi Ragi dan Waktu Fermentasi Terhadap
Kadar Bioetanol .................................................................................34

xi
DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1. Tabel Penentuan Glukosa, Fruktosa dan Gula Invert dengan Metode
Luff Schrool ......................................................................................37

Lampiran 2. StandarisasiDensitas Etanol ...............................................................38

Lampiran 3. Penentuan Kadar Gula Sampel Awal ................................................39

Lampiran 4. Penentuan Kadar pada Gula Proses Hidrolisis dengan Metode Luff
Schrool ...............................................................................................40

Lampiran 5. Penentuan Kadar pada Gula Proses Liquifikasi dengan Metode Luff
Schrool 42

Lampiran 6. Penentuan Kadar pada Gula Proses Sakarifikasi dengan Metode Luff
Schrool ...............................................................................................43

Lampiran 7. Penentuan Konsentrasi Produk Hasil Fermentasi ..............................48

Lampiran 8. Penentuan Rendemen Bioetanol ........................................................50

Lampiran 9. Report Analysis Gas Chromatography Etanol Absolut .....................51

Lampiran10. Report Analysis Gas Chromatography Setelah Fermentasi 12 Hari 52

Lampiran 11. Report Analysis Gas Chromatography Setelah Destilasi 12 Hari ...53

Lampiran 12. Gambar Persiapan Bahan Baku .......................................................54

Lampiran 13. Gambar Proses Hidrolisis, Liquifikasi, dan Sakarifikasi .................56

Lampiran 14. Gambar Analisis Kadar Gula ...........................................................57

Lampiran 15. Gambar Fermentasi dan Hasil Fermentasi.......................................58

Lampiran 16. Gambar Analisis dengan GC ...........................................................59

xii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Indonesia saat ini berada dalam era kebangkitan energi II, yaitu era

pengembangan energi yang memprioritaskan pada ekspansi energi alternatif

sebagai sumber energi dan mengurangi penggunaan energi berbasis minyak bumi.

Melalui Peraturan Presiden No. 5 Tahun 2006, pemerintah telah menetapkan

peran bahan bakar minyak (BBM) sebagai sumber energi akan dikurangi dari 52%

hingga kurang dari 20% pada tahun 2025. Pada saat itu, energi alternatif berupa

biofuel dan bahan bakar nabati (BBN) dalam bentuk etanol diharapkan mampu

menggantikan BBM (Peraturan Pemerintah, 2006).

Pembuatan etanol dilakukan dengan dua metode yaitu hidrasi etilena dan

fermentasi. Kekurangan dari metode hidrasi etilena adalah harga produksi yang

mahal dan etilen yang susah didapatkan. Keuntungan metode fermentasi yaitu

emisi gas buang yang aman dan bahan baku yang aman serta mudah diperoleh

(Kiff, et al., 1983).

Keuntungan penerapan bioetanol, yakni : (1) terbarukan dan berkelanjutan,

(2) bersih dan efisien, dan (3) mengurangi pemanasan global. Bahan baku untuk

proses produksi bioetanol diklasifikasikan menjadi tiga kelompok yaitu gula, pati

dan selulosa (Ge, et al., 2011). Salah satu jenis pati-patian yang layak

1
dikembangkan sebagai bahan baku bioetanol adalah pati dari umbi uwi

(Dioscorea alata).

Umbi Uwi (Dioscorea alata), merupakan umbi-umbian lokal yang sangat

potensial diolah menjadi bioetanol, sebab mengandung pati (karbohidrat) sekitar

43% berat basah dan 73,27 – 92,37% berat kering (Budiarjo, 2009). Kurang

disenanginya umbi uwi sebagai bahan pangan sehingga dialihkan untuk menjadi

bahan baku pembuatan bioetanol. Dalam jangka waktu 6 hingga 8 bulan, tanaman

tersebut mampu menghasilkan umbi hingga 50 kg. Dengan budidaya yang baik,

hasil uwi akan mencapai 20 hingga 30 ton umbi basah per hektar per musim

tanam. Setelah masa tanam 9-12 bulan, umbinya dapat dipanen (Plantus, 2008).

Tahapan mengubah pati dalam umbi uwi menjadi glukosa ada tiga tahapan

yaitu hidrolisis dengan katalis HCl dilanjutkan proses liquifikasi menggunakan

enzim α-amilase kemudian proses sakarifikasi menggunakan enzim glukoamilase.

Glukosa yang telah diperoleh dikonversi menjadi etanol dengan mikroba

Saccharomyces cerevisiae. Saccharomyces cerevisiae merupakan mikroorganisme

yang paling baik untuk fermentasi glukosa menjadi etanol karena relatif lebih

efisien mengubah gula menjadi etanol dan lebih toleran terhadap etanol bila

dibandingkan dengan mikroba lain (Lin, et al., 2012).

Kondisi optimum pada proses fermentasi dilakukan untuk mendapatkan

konsentrasi bioetanol tertinggi. Optimasi proses fermentasi meliputi variabel tetap

berupa suhu dan keasaman dan variabel peubah berupa konsentrasi ragi dan waktu

fermentasi.

2
B. Rumusan Masalah

1. Berapa komposisi penambahan jumlah ragi pada proses fermentasi

glukosa umbi uwi kuning yang optimum agar menghasilkan

konsentrasi bioetanol yang tertinggi?

2. Berapa waktu fermentasi yang optimum untuk menghasilkan

konsentrasi bioetanol yang tertinggi?

C. Tujuan Penelitian

1. Menentukan komposisi ragi pada proses fermentasi untuk

mendapatkan konsentrasi bioetanol yang tertinggi.

2. Menentukan waktu optimum proses fermentasi untuk mendapatkan

konsentrasi bioetanol yang tertinggi.

D. Manfaat Penelitian

1. Penelitian ini dapat dimanfaatkan untuk membuat bioetanol dari pati

umbi uwi kuning, sebagai bahan bakar alternatif yang berasal dari

bahan baku nabati yang dapat diperbaharui.

2. Hasil penelitian ini dapat meningkatkan nilai tambah umbi uwi kuning

melalui industri non pangan.

3. Hasil penelitian ini memberikan sumbangan terhadap pengembangan

Ipteks.

3
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Bioetanol

Bioetanol adalah etanol yang dibuat dari biomassa yang mengandung

komponen pati atau selulosa. Bahan baku bioetanol dapat diperoleh dari berbagai

tanaman yang menghasilkan gula (seperti tebu dan molase), tepung/pati seperti

jagung, sagu, dan umbi-umbian seperti singkong.

Secara umum etanol biasa digunakan sebagai bahan baku industri turunan

alkohol, campuran untuk miras, bahan dasar industri farmasi, kosmetika dan kini

sebagai campuran bahan bakar untuk kendaraan bermotor. Mengingat

pemanfaatan etanol beraneka ragam, sehingga grade etanol yang dimanfaatkan

harus berbeda sesuai dengan penggunaannya.

Berdasarkan kadar alkoholnya, etanol terbagi menjadi tiga grade, yaitu:


1. Grade industri, dengan kadar alkohol 90-94%.

2. Grade netral, dengan kadar alkohol 96-99,5% yang umumnya digunakan

untuk minuman keras atau bahan baku fermentasi.

3. Grade bahan bakar, dengan kadar alkohol diatas 99,5%.

Mengingat pemanfaatan bioetanol beraneka ragam, maka grade konsentrasi

etanol yang dimanfaatkan harus berbeda sesuai dengan penggunaannya. Untuk

etanol yang mempunyai grade konsentrasi 90-99% dapat digunakan pada industri

dan farmasi. Berlainan dengan grade, besarnya konsentrasi etanol yang

dimanfaatkan sebagi campuran bahan bakar untuk kendaraan harus betul-betul


4
kering dan anhydrous supaya tidak korosif, sehingga etanol harus mempunyai

grade konsentrasi sebesar 99-100%. Perbedaan besarnya grade konsentrasi

tergantung dari keberhasilan dalam proses pemurnian produk etanol hasil

fermentasi.

Bioetanol diharapkan dapat dimanfaatkan sebagai bahan bakar pensubstitusi

BBM untuk motor bensin saat harga BBM semakin mahal. Bioetanol dapat

diaplikasikan dalam bentuk campuran dengan bensin. Alkohol sebagai alternatif

bahan bakar lebih dikenal dengan sebutan gasohol BE-10. Gasohol BE-10 ini

merupakan campuran 90% bensin dengan 10% alkohol dengan kadar 99%. Di

Indonesia pemakaian gasohol sebagai alternatif bahan bakar baru dimulai sejak 20

Januari 2005 yakni dengan diresmikannya gasohol BE-10 hasil penelitian tim

peneliti di Balai Besar Teknologi Pati (B2TP) BPPT di Lampung oleh Menteri

Riset dan Teknologi di Jakarta. Hal ini sangatlah ironis, mengingat negara

Indonesia memiliki potensi bahan baku yang relatif banyak. Namun salah satu

faktor yang menjadi kendala adalah kurangnya penyediaan bahan baku, sebab

bahan baku yang memiliki potensi tersebut belum dibudidayakan dalam skala

usaha besar. Oleh karena itu pembuatan alkohol dari umbi uwi dapat dijadikan

sebagai salah satu cara untuk memenuhi kebutuhan alkohol yang semakin

bertambah (Harmani, K., 2007).

5
B. Umbi uwi (Dioscorea Alata)

Umbi uwi (dioscorea alata) merupakan salah satu varietas umbi-umbian

potensial sebagai sumber bahan pangan karbohidrat non beras. Selain sebagai

sumber pangan non beras umbi uwi juga bermanfaat untuk kesehatan.

(a) (b)
Gambar 1. Tumbuhan umbi uwi (a) dan buah umbi uwi (b)
Sumber : Wikipedia, 2016.

Tabel 1. Taksonomi umbi uwi

Uwi
Klasifikasi ilmiah
Kerajaan: Plantae
Filum: Magnoliophyta
Kelas: Liliopsida
Ordo: Dioscoreales
Famili: Dioscoreaceae
Genus: Dioscorea
Spesies: D. alata
Nama binomial
Dioscorea alata L.
Sumber : Eprilianti Indah, 2000.
Umbi uwi mempunyai umbi yang berwarna putih kekuningan dan ada yang

berwarna biru tua uwi ini biasa disebut uwi ireng (Jawa) kulit umbi bagian dalam

berwarna ungu tua dagingnya berwarna ungu muda, terkadang terdapat bercak-

6
bercak ungu tak beraturan. Terdapat juga uwi dorok (Jawa), uwi merah/uwi abang

(Jawa) yang masih termasuk ke dalam kategori ini. Umbi uwi banyak ditemukan

di daerah Wonosari dan Malang, Kutowinangun dan Garut. Untuk di pulau

Sulawesi, umbi uwi banyak ditemukan di daerah Malino dan Jeneponto.

Panjang uwi sekitar 80 cm. Daging bagian tengah berwarna merah cerah

serta kulit dalamnya berwarna merah atau coklat kekuningan. Kulitnya kasar

berserabut, bentuknya tidak beraturan berwarna ungu kecoklatan karena warna

diikuti warna coklat kayu. Tanaman ini tumbuh di tanah datar hingga ketinggian

800 m dpi, tetapi dapat juga tumbuh pada ketinggian 2.700 m dpi. Pada musim

kemarau umbinya mengalami masa istirahat. Agar tidak busuk biasanya umbinya

disimpan di tempat kering, atau dibungkus abu. Menjelang musim hujan umbi ini

akan bertunas. Umbi yang telah bertunas digunakan sebagai bibit. Setelah masa

tanam 9-12 bulan, umbinya dapat dipanen (Plantus, 2008). Dalam jangka waktu 6

hingga 8 bulan, tanaman tersebut mampu menghasilkan umbi hingga 50 kg.

Dengan budidaya yang baik, hasil uwi akan mencapai 20 hingga 30 ton umbi

basah per hektar per musim tanam.

Umbi uwi mengandung karbohidrat yang lebih tinggi dibanding ubi kayu

yang saat ini digunakan sebagai bahan baku bioetanol. Umbi uwi mengandung

karbohidrat 43%, sedangkan ubi kayu sekitar 23,70% (Papilaya, et al., 2005).

Umbi uwi kuning memiliki kandungan pati 83,38%, amilosa 14,81 dan

amilopektin 68,57%. Sementara untuk umbi uwi ungu memiliki kandungan pati

86,12%, amilosa 17,59%, dan amilopektin 68,60%. Untuk umbi uwi kuning kulit

7
ungu, kandungan pati sebesar 86,68%, amilosa 17,52%, dan amilopektin 69,36%

(Winarti, dkk, 2013).

Dilihat dari komposisi pati, umbi uwi memiliki potensi untuk dijadikan

bahan baku pembuatan bioetanol/bahan bakar nabati (BBN). Kurang diterimanya

umbi uwi sebagai bahan pangan menyebabkan pemanfaatannya untuk industri non

pangan tidak akan mengancam ketahanan nasional. Kurang disenanginya umbi

uwi sebagai bahan pangan sehingga dialikan untuk menjadi bahan baku

pembuatan bioetanol.

C. Produksi Bioetanol

Menurut Soerawidjaja (2007), membuat bioetanol pengganti premium dari

singkong. Sebelum difermentasi, pati diubah menjadi glukosa yaitu karbohidrat

yang lebih sederhana. Untuk mengurai pati, digunakan cendawan Aspergillus sp.

Cendawan itu menghasilkan enzim α-amilase dan enzim glukoamilase yang

berperan mengurai pati menjadi glukosa atau gula sederhana.

Gula adalah nama umum untuk zat makanan dengan rasa manis. Gula

dikategorikan sebagai karbohidrat yang merupakan kelompok senyawa terdiri dari

karbon, hidrogen dan oksigen. Karbohidrat diklasifikasikan menjadi tiga subtipe :

monosakarida, disakarida, dan polisakarida.

Monosakarida adalah jenis sederhana karbohidrat, terdiri dari molekul

tunggal, ini termasuk glukosa, galaktosa, dan fruktosa. Meskipun glukosa,

galaktosa, dan fruktosa semua memiliki rumus kimia yang sama (C6H12O6),

mereka berbeda secara struktural dan kimia.

8
Gambar 2. Perbedaan glukosa, galaktosa, dan fruktosa
Sumber : Bailey James E, dkk, 1986.

Disakarida merupakan karbohidrat yang terdiri dari 2 molekul

monosakarida. Golongan ini yaitu sukrosa, maltosa dan laktosa sedangkan

Polisakarida merupakan karbohidrat yang terdiri dari banyak molekul

monosakarida. Golongan ini yaitu pati, glikogen dan selulosa. Berikut molekul

dan rumus kimia gula.

Tabel 2. Struktur molekul dan rumus kimia gula


Jenis Gula Tipe Gula (mono=1 atau di=2) Rumus Kimia Gula
Glukosa Monosakarida C6H12O6

Fruktosa Monosakarida C6H12O6

Galaktosa Monosakarida C6H12O6

Lactosa Disakarida (glukosa + galaktosa) C12H22O11

Sucrosa Disakarida (glukosa + fructosa) C12H22O11

Maltosa Disakarida (glukosa + glukosa) C12H22O11

Sumber : Azis Abdul, 2014.

9
Secara teoritis dari setiap molekul glukosa akan diperoleh 2 molekul etanol

dan 2 molekul karbondioksida. Umumnya fermentasi untuk mendapatkan etanol

menggunakan yeast sebagai biomassa, seperti Saccharomyces cerevisiae.

(1)
(C6H10O5)n nC6H12O6

(pati) Enzym (glukosa)


(C6H12O6)n 2C2H5OH + 2CO2 (2)

(glukosa) (etanol)
Sumber : M.L Sristava, 2008.

Meskipun teknik produksi bioetanol merupakan teknik yang sudah lama

diketahui, namun untuk bahan bakar kendaraan memerlukan etanol dengan

karakteristik tertentu yang memerlukan sentuhan teknologi, sehingga penelitian

lebih lanjut mengenai teknologi proses produksi etanol masih perlu dilakukan.

1. Proses hidrolisis

Hidrolisis adalah mekanisme reaksi penguraian suatu senyawa oleh air

atau asam dan basa. Dalam hal ini molekul air (H2O) menguraikan molekul pati

yang tersusun atas 2 fraksi. Kedua fraksi tersebut dapat dipisahkan dengan air

panas. Fraksi terlarut disebut amilosa dan fraksi tidak terlarut disebut amilopektin.

(a)

10
(b)
Gambar 3. Struktur kimia amilosa (a) dan amilopektin (b) dalam pati
Sumber : Todingbua’ Abigael, 2008.

Amilosa dan amilopektin merupakan polimer yang apabila diuraikan akan

menghasilkan monomer-monomer yaitu glukosa. Menurut Saut dan Kurnianto

(2004), terdapat 250 satuan glukosa atau lebih per molekul amilosa. Hidrolisis

lengkap amilosa hanya menghasilkan D-glukosa, sedangkan hidrolisis parsial

manghasilkan maltosa sebagai satu-satunya disakarida. Amilopektin mengandung

1000 satuan glukosa atau lebih per molekul. Hidrolisis lengkap amilopektin hanya

menghasilkan D-glukosa. Tetapi hidrolisis tak lengkap menghasilkan suatu

campuran disakarida maltosa dan isomaltosa.

Gambar 4. Struktur kimia D-glukosa dan maltosa

11
Sumber : Bailey James E, dkk, 1986.
Proses hidrolisis pati dalam suasana asam diproduksi secara komersial mulai

tahun 1850. Pada proses ini sejumlah pati diasamkan hingga pH = 2, kemudian

dipanaskan pada suhu 125–140oC. Hidrolisis secara asam merupakan proses

pemutusan rantai-rantai molekul pati yang lemah sehingga perolehan glukosanya

belum maksimal.

Untuk menurunkan suhu reaksi dan mempercepat jalannya reaksi hidrolisis

pati dibutuhkan suatu katalis. Mekanisme kerja katalis dapat dijelaskan sebagai

terjadinya tumbukan antar elektron yang mengakibatkan adanya perubahan

konfigurasi elektron sehingga didapat unsur baru yang pada akhirnya

menghasilkan senyawa baru. Penambahan katalis asam dapat menciptakan kondisi

asam dan pH yang sesuai. Efektivitas dari kerja katalis juga sangat dipengaruhi

oleh suhu dan konsentrasi pati. Salah satu katalis asam yang dapat digunakan

adalah HCl.

Menurut Hartono, dkk (1999), HCl digunakan sebagai katalis dengan

pertimbangan antara lain :

a. HCl merupakan salah satu jenis oksidator kuat,

b. Harganya relatif murah dan mudah diperoleh, dan

c. Lebih aman jika dibandingkan dengan jenis asam yang lain seperti HNO3

yang dapat membentuk gas NO2 selama proses hidrolisis berlangsung yang

dapat membahayakan kesehatan dan keselamatan dan H2SO4 yang laju

reaksi hidrolisisnya lebih lambat dibandingkan HCl.

12
Hidrolisis dengan menggunakan asam sudah sejak lama berusaha digantikan

dengan hidrolisis menggunakan enzim. Enzim adalah molekul komples berbasis

protein yang dihasilkan oleh sel-sel. Enzim ikut terlibat dalam berbagai reaksi

biokimia. Enzim dapat memecah ikatan polimer dari pati. Enzim bekerja secara

spesifik, sehingga diharapkan bahwa kandungan bahan penyusun glukosa yang

dihasilkan dapat diatur perbandingannya sesuai dengan spesifikasi yang telah

ditetapkan terlebih dahulu. Hidrolisis pati secara enzimatis merupakan proses

pemutusan seluruh rantai molekul pati sehingga didapatkan perolehan glukosa

yang maksimal. Karena itu pada proses pembuatan glukosa secara asam biasanya

diikuti oleh proses enzim dengan tujuan agar produk yang dihasilkan benar-benar

murni glukosa. Enzim yang banyak digunakan di industri pengolahan pati antara

lain α-amilase, ß-amilase, glukoamilase, pullanase dan isoamilase. Namun dalam

penelitian ini hanya mengguanakan enzim α-amilase dan glukoamilase.

2. Proses liquifikasi dengan enzim α-amilase

Enzim α-amilase bekerja menghidrolisis ikatan α- 1,4 secara acak dibagian

dalam molekul, baik pada amilosa maupun pada amilopektin. Hasil hidrolisis α-

amilase mula-mula akan menghasilkan dekstrin, dekstrin tersebut kemudian

dipotong-potong lagi menjadi campuran glukosa, maltosa, maltotriosa, dan ikatan

lain yang lebih panjang (Melliawati, dkk., 2006).

13
Gambar 5. Struktur kimia ikatan α-1,4
Sumber : Bailey James E, dkk, 1986.

α-amilase yang berasal dari kapang (fungal α-amilase) dapat diperoleh dari

Aspergillus niger dan Aspergillus oryzae. Enzim ini sangat berbeda dari bacterial

α-amilase karena jenis ini memiliki suhu deaktivitasi yang rendah, aksi

sakarifikasi yang tinggi serta nilai pH optimum yang rendah (pH 4-5). α-amilase

yang termolabil dari kapang digunakan dalam proses sakarifikasi. α-amilase stabil

pada kisaran pH 5,5 – 8,0. Aktivitasnya ditentukan dengan mengukur hasil

degradasi pati yang diamati dari penurunan kadar pati terlarut, kadar maltosa atau

mengukur viskositas dan jumlah terbentuknya gula pereduksi pada aktivitas

optimumnya secara normal yaitu pH 4,8 – 6,5.

3. Proses sakarifikasi dengan enzim glukoamilase

Enzim glukoamilase merupakan enzim ekstraseluler yang mampu

menghidrolisis ikatan α-1,4 pada rantai amilosa, amilopektin, glikogen, dan

pullulan. Enzim glukoamilase juga dapat menyerang ikatan α-1,6 pada titik

percabangan, walaupun dengan laju yang lebih rendah. Hal ini berarti bahwa pati

dapat diuraikan secara sempurna menjdi glukosa (Melliawati, dkk., 2006).

14
Gambar 6. Struktur kimia ikatan α-1,4 dan α-1,6
Sumber : Bailey James E, 1986.

Glukoamilase (amiloglukosidase) telah diisolasi dari Aspergillus oryzae dan

Sacharomycopsis fibilulgera. Enzim ini dapat memecah polisakarida pada ikatan

1,4 dan 1,6 dan menghasilkan glukosa. Glukosa yang dihasilkan dapat diukur

dengan cara penentuan gula pereduksi dengan metode Smogy, Elso dan luff

schoorl l. Penggunaan enzim glukoamilase sebagai katalisator reaksi-reaksi

biologi dalam bidang pangan dan nonpangan memberikan manfaat dan

keuntungan bagi manusia. Glukoamilase banyak digunakan dalam industri gula

cair dan bir.

4. Fermentasi

Fermentasi merupakan suatu proses hidrolisa komponen organik anaerob

atau aerob sebagian oleh aktifitas mikroorganisme. Fermentasi umumnya

menggunakan khamir Saccharomyces cerevisiae. Saccharomyces cerevisiae

merupakan spesies dari khamir, atau di Indonesia lebih dikenal dengan nama

jamur ragi, telah memiliki sejarah yang luar biasa di industri fermentasi, karena

kemampuannya dalam menghasilkan alkohol. Saccharomyces cerevisiae telah

15
lama digunakan dalam industri alkohol dan minuman beralkohol, sebab memiliki

kemampuan dalam memfermentasi glukosa menjadi etanol. Tumbuh baik pada

suhu 30oC dan pH 4,8. Beberapa kelebihan Saccharomyces dalam fermentasi

yaitu cepat berkembangbiak, tahan terhadap kadar alkohol yang tinggi, tahan

terhadap suhu yang tinggi, mempunyai sifat stabil dan cepat beradaptasi.

Pertumbuhan Saccharomyces dipengaruhi oleh adanya penambahan nutrisi

yaitu unsur C sebagai sumber karbon, unsur N yang diperoleh dari penambahan

urea, ZA, amonium dan pepton, serta mineral dan vitamin. Suhu optimum untuk

fermentasi antara 28–30oC. Saccharomyces cerevisiae disebut sebagai

mikroorganisme aman (General Regarded as Safe) yang paling komersial saat ini

dan masa depan, terutama karena krisis energi yang semakin sering terjadi, etanol

yang diproduksi oleh fermentasi ragi ini agaknya akan mendapat perhatian khusus

karena potensinya sebagai biofuel. Biofuel dalam bentuk etanol merupakan salah

satu harapan masa depan dari super jamur ini (Kunaepah, U., 2008).

D. Studi pendahuluan yang sudah dilakukan

Meskipun masih dalam tahap penelitian, namun bioetanol akan mempunyai

potensi besar untuk menjadi bahan bakar pengganti premium. Penelitian tentang

produksi bioetanol berbahan baku umbi uwi telah dilakukan oleh Harmani k

(2007). Penelitian tersebut bertujuan untuk mengetahui pengaruh waktu

fermentasi dan dosis ragi terhadap kadar alkohol hasil fermentasi ampas umbi

uwi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa waktu penelitian 18 hari dan dosis ragi

11 gram adalah perlakuan yang paling baik dengan kadar alkohol 17,96%. Hasil
16
penelitian tersebut sangat berguna sebagai dasar penelitian selanjutnya, khususnya

menyangkut optimasi proses selama produksi bioetanol.

Beberapa penelitian tentang produksi bioetanol dari bahan baku lainnya

antara lain penelitian yang dilakukan oleh Reith (2007), dalam penelitiannya

diketahui bahwa penghilangan lignin dan mengubah polimer (selulosa) menjadi

monoglukosa dilakukan melalui proses hidrolisis enzim selulase, selanjutnya

setelah menjadi monoglukosa difermentasi dengan menggunakan khamir

Saccharomyces cerevisiae menjadi etanol.

Karimi, et al., (2006), melakukan penelitian dari sekam padi dengan

menggunakan tiga jenis mikroorganisme (Mucor indicus, Rhizopus oryzae, dan

Saccharomyces cerevisiae). Dalam fermentasi yang sama dan dalam dosis yang

sama untuk ketiga jenis mokroorganisme dihasilkan yield etanol tertinggi dari

jenis Rhizopus oryzae sebesar 74%.

Marcos, et al., (2006), melakukan penelitian pada tepung gandum dengan

proses sakarifikasi dan fermentasi terjadi secara simultan didalam satu tangki

fermentasi. Hasil yang terbaik diperoleh pada proses sakarifikasi menggunakan

200 unit enzim/gram tepung yang berlangsung pada suhu 55oC dan proses

fermentasinya menggunakan Saccharomyces cerevisiae.

Chuna, et al., (2008), melakukan penelitian dengan mencari jumlah

maksimum Saccharomyces cerevisiae dalam etanol sebagai hasil fermentasi dari

industri substrat penghasil glukosa tinggi, diperoleh bahwa etanol yang layak

yaitu pada fermentasi 300 gr/hasil glukosa, dengan kadar etanol 17,4% (v/v).

17
Vaithanomsat, et al., (2009), memproduksi bioetanol dari batang bunga

matahari dimana proses fermentasinya menggunakan Saccaharomyces cerevisiae.

Hasil yang diperoleh yield maksimum etanol sebesar 0,028 g/100 g batang bunga

matahari.

Zulmanwardi, dkk., (2015), melakukan penelitian dengan mencari jumlah

maksimum tepung umbi uwi serta konsentrasi HCl pada proses hidrolisis, proses

liqiufikasi dengan jumlah maksimum enzim α-amilase dan variasi suhu, serta

proses sakarifikasi dengan variasi suhu dan jumlah maksimum enzim

glukoamilase. Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa pada proses hidrolisis

didapatkan kadar glukosa tertinggi pada berat tepung uwi 60 gram dan konsentrasi

HCl 5% yaitu sebesar 6,28% (b/v), pada proses liquifikasi diperoleh kadar

glukosa tertinggi pada 80 unit enzim α-amilase dengan suhu 90oC yaitu sebesar

8,49% (b/v) dan pada proses sakarifikasi diperoleh kadar glukosa tertingggi pada

100 unit enzim glukoamilase dengan suhu 70oC yaitu sebesar 12,12% (b/v).

18
BAB III

METODE PENELITIAN

A. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini berlangsung pada bulan Maret hingga Agustus tahun 2016 dan

tempat penelitian berlokasi di Laboratorium Jurusan Teknik Kimia, Politeknik

Negeri Ujung Pandang.

B. Alat dan Bahan Penelitian

1. Peralatan yang digunakan pada penelitian ini adalah :

a. Erlenmeyer 500 mL

b. Erlenmeyer asah 250 mL

c. Pengaduk kaca

d. Termometer

e. Gelas piala 1000;500;250;100 mL

f. Pipet volume 25 mL

g. Pipet ukur 25;10 mL

h. Gelas ukur 250 mL

i. Labu Destilat 500 mL

j. Rangkaian alat destilasi

k. Heat mantel

l. Buret teflon 50 mL

m. Bola isap
19
n. Labu semprot 250 mL

o. Hot plate

p. Pipet tetes

q. Batu didih

2. Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah :

a. Umbi Uwi Kuning

b. NaOH 20%

c. HCl 5%

d. CaCl2 padatan

e. Enzim α-amilase

f. Enzim glukoamilase

g. NPK

h. Urea

i. Gula pasir

j. Ragi/Fermiphan (Saccharomycess cerevisiae)

k. Etanol 100% (absolut)

l. H2SO4 25%

m. KI 20%

n. Natrium Tiosulfat 0,1 N

o. Larutan Luff Schrool

p. Indikator Pati

20
C. Prosedur Kerja Penelitian

Penelitian ini terdiri dari beberapa tahapan sebagai berikut :

Persiapan bahan baku, proses hidrolisis, liquifikasi, sakarifikasi, fermentasi,

destilasi, analisis kadar gula dengan metode luff schrool, analisis gas

chromatography, dan analisis berat jenis.

1. Persiapan bahan baku

a. Umbi uwi kuning dikupas dan dibersihkan dari kotorannya.

b. Umbi uwi kuning diparut dan direndam dengan air selama 24 jam.

c. Umbi uwi kuning yang telah direndam kemudian diremas-remas lalu

disaring menggunakan kain saring untuk diambil patinya.

d. Ampas penyaringan pertama ditambahkan air lalu diremas-remas

kemudian disaring kembali sampai air saringan jernih.

e. Hasil penyaringan didiamkan beberapa jam sampai pati mengendap.

f. Pati dengan air dipisahkan, kemudian pati yang dihasilkan ditempatkan

dalam wadah (tampah) untuk dikeringkan.

g. Setelah kering tepung pati diayak untuk menghasilkan tepung yang

halus.

2. Proses hidrolisis

a. Tepung pati umbi uwi kuning ditimbang sebanyak 60 gram dan

dimasukkan ke dalam labu leher dua 500 mL.

21
b. Larutan HCl 5% ditambahkan ke dalam labu leher dua sebanyak 200

mL, direfluks pada suhu 100oC selama 90 menit, selanjutnya

dinetralkan dengan larutan NaOH 20%.

c. Kadar gula dari perlakuan dianalisis dengan metode luff schrool.

3. Proses liquifikasi

a. Hasil dari proses hidrolisis dimasukkan ke dalam erlenmeyer 500 mL.

b. Padatan CaCl2 sebanyak 0,1175 gram dan enzim α-amilase sebanyak 80

unit enzim/gram tepung umbi uwi kuning ditambahkan ke dalam

erlenmeyer.

c. Sampel dipanaskan pada suhu 90oC selama masing-masing 2 jam, pH

larutan dijaga hingga pH 6, selanjutnya larutan didinginkan.

d. Kadar gula dari perlakuan dianalisis dengan metode luff schrool.

4. Proses sakarifikasi

a. Hasil dari proses liquifikasi ditambahkan enzim glukoamilase 100 unit

enzim/gram tepung umbi uwi kuning

b. Sampel dipanaskan pada suhu 70oC selama 4 jam, selanjutnya larutan

didinginkan dan pH larutan diukur hingga pH 4-5.

c. Kadar gula dari perlakuan dianalisis dengan metode luff schrool.

5. Proses fermentasi

a. Optimasi komposisi ragi

22
1) Variabel tetap :

a) pH : 4-5

b) Suhu : Suhu ruang (28o - 35oC)

c) Nutrient : Gula pasir 5%, urea 0,1g/100 mL,

dan NPK 0,1g/100mL.

2) Variabel peubah :

a) Komposisi ragi : 0,5%, 1%, 1,5%, dan 2% dari

volume substrat.

3) Hasil dari proses sakarifikasi ditambahkan gula pasir 5% dari

total volume subtrat, urea 0,1 gram/100 mL volume substrat,

dan NPK sebanyak 0,1 gram/100 mL volume substrat.

4) Sampel diinkubasi selama 30 menit pada suhu 55oC.

5) Sampel didinginkan lalu masing-masing ditambahkan ragi

sebanyak 0,5%;1%;1,5% dan 2% dari volume substrat.

b. Optimasi waktu fermentasi

1) Variabel tetap :

a) pH : 4-5

b) Suhu : Suhu ruang (28o - 35oC)

2) Variabel peubah :

a) Waktu : 3, 6, 9, 12, dan 15 hari.

23
3) Tahap fermentasi etanol dilakukan dengan variasi 3 hari, 6 hari, 9

hari, 12 hari, dan 15 hari pada suhu ruang (28-35oC) dan kondisi

pH 4-5.

4) Produk-produk bioetanol selanjutnya dianalisa konsentrasinya

menggunakan instrumen gas chromatography.

6. Proses pemurnian

a. Pemurnian dilakukan dengan proses destilasi. Etanol dipisahkan dari air

dengan pemanasan pada suhu 78oC atau setara titik didih etanol,

sehingga etanol akan menguap dan mengalir melalui pipa yang terendam

air sehingga uap etanol akan terkondensasi dan kembali menjadi etanol.

b. Hasil destilasi ini diperiksa menggunakan gas chromatography.

D. Analisis Pengujian

1. Analisis dengan gas cromatography (GC), (Apriyantono, dkk., 1989).

a. Peralatan GC dihidupkan.

b. Etanol standar 1 µL dengan kemurnian 100% (absolut) diinjeksikan

pada komatograp sehingga diperoleh kromatogram (rekaman hasil

analisis) yang memuat data waktu retensi (Rt) dan area untuk etanol

standar.

c. Selanjutnya, 1µL masing-masing sampel hasil fermentasi juga

diinjeksikan pada kondisi operasional yang sama, sehingga diperoleh

data waktu retensi dan area masing-masing sampel.


24
d. Waktu retensi dan area masing-masing etanol sampel dibandingkan

dengan waktu retensi dan area etanol standar. Kemurnian etanol

produk ditentukan dengan menggunakan rumus sebagai berikut :

Cx 
Ax
x C std ………………………………………………(1)
A std

Keterangan :

Ax = area sampel

Astd = area standar

Cx = konsentrasi sampel (bioetanol)

Cstd = konsentrasi standar

2. Analisis kadar gula, metode luff schrool (Apriyantono, dkk., 1989).

a. Cara kerja

1) Sampel dari masing-masing perlakuan dipipet sebanyak 10 mL

lalu dimasukkan ke dalam labu ukur 250 mL lalu ditambahkan

aquadest hingga tanda batas.

2) Larutan yang telah encer kemudian dipipet sebanyak 5 mL

dimasukkan ke dalam elenmeyer, lalu ditambahkan 25 mL larutan

luff schrool dan 10 mL aquadest serta sejumlah batu didih.

3) Larutan direfluks selama 10 menit mendidih, setelah dingin

ditambahkan 15 mL larutan H2SO4 25% dan 15 mL larutan KI

20% dan indikator pati sebanyak 2-3 tetes.


25
4) Larutan dititar dengan larutan natrium tiosulfat 0,1 N yang sudah

distandarisasi. Kadar gula dihitung dengan rumus :

x 100%………………………………........(2)

Keterangan :

Fp = Faktor pengenceran

b. Pembuatan larutan luff schrool

1) Padatan Na2CO3 anhidrat ditimbang sebanyak 144 gram, kemudian

dilarutkan dengan 300 mL aquadest.

2) Padatan asam sitrat monohidrat ditimbang sebanyak 50 gram,

kemudian dilarutkan dengan 50 mL aquadest.

3) Padatan CuSO4.5H2O ditimbang sebanyak 25 gram, kemudian

dilarutkan dengan 100 mL aquadest.

4) Larutan Na2CO3 anhidrat dipindahkan ke dalam labu ukur 1 Liter.

5) Asam sitrat monohidrat yang sudah dilarutkan di dalam 50 mL

aquadest ditambahkan ke dalam labu ukur 1 Liter.

6) Larutan CuSO4.5H2O yang telah dilarutkan dalam 100 mL

aquadest dituang ke dalam labu ukur 1 Liter yang berisi campuran

antara larutan Na2CO3 anhidrat dan asam sitrat monohidrat, lalu

larutan dihimpitkan sampai tanda batas dengan aquadest dan

dihomogenkan.

26
c. Standarisasi natrium tiosulfat

1) Padatan K2Cr2O7 ditimbang sebanyak 0,5 gram, kemudian

dimasukkan ke dalam labu takar 100 mL dan dihimpitkan sampai

tanda batas, kemudian dipipet ke dalam erlenmeyer sebanyak 25

mL setelah itu ditambahkan 7,5 mL KI dan 20 mL HCl 4 N.

2) Larutan dititar dengan menggunakan larutan standar natrium

tiosulfat dan indikator pati sebanyak 2-3 tetes sampai biru hilang.

3. Analisis berat jenis

a. Tabung reaksi berskala ditimbang kosong (a gram).

b. Tabung reaksi + 10 mL sampel ditimbang (b gram). Menghitung

densitas (ρ) sampel dengan rumus :

ρ= (gram/mL) ……………………………………….(3)

Keterangan :

a = berat tabung reaksi berskala kosong

b = berat tabung reaksi + mL sampel

27
Umbi Uwi Kuning

Pengupasan

H 2O
Pencucian

Pemarutan

H 2O Perendaman
t1= 24 jam
t2= 3 jam

Pemerasan

Penyaringan Ampas

Filtrat

H2O
Pengendapan

Endapan

Pengeringan

Pengayakan

Tepung Umbi Uwi Kuning

Gambar 8. Diagram alir proses persiapan bahan baku (tepung umbi uwi kuning)
28
Tepung Umbi Uwi Kuning
(60 gram)

200 mL HCl 5%
Refluks
T= 100 0C, t= 90
menit

Pendinginan

Analisa kadar gula

Hasil Hidrolisis

NaOH 20%
Pengaturan pH
belum

pH= 7

0,1175 g CaCl2 Liquifikasi


α-amilase 80 unit/g (tepung T= 90 0C, t= 120 menit
umbi uwi kuning)

Pendinginan

Analisa kadar gula

Hasil Liquifikasi

Glukoamilase 100 unit/g


(tepung umbi uwi kuning) Sakarifikasi
T= 70 0C, t= 240 menit

Pendinginan

Hasil Sakarifikasi

Analisa kadar gula


Gula pasir 5%, Urea 0,1 g/
100 mL, NPK 0,1 g/100 mL Inkubasi
T= 55 0C, t= 30 menit

Pendinginan

Hasil Inkubasi

Analisa kadar gula


Saccaramyces cerevisiae
0,5; 1,0; 1,5 dan 2,0% Fermentasi
T= 3,6,9,12 dan 15 hari
t= 25-35 0C
Analisa kadar gula

Bioetanol

Destilasi
T= 78 0C

Analisa kadar etanol

Bioetanol

Gambar 9. Diagram alir proses produksi etanol dari tepung umbi uwi
29
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pembuatan bioetanol dari umbi uwi kuning terdiri dari dua tahap yaitu

proses hidrolisis dan proses fermentasi. Pati yang telah kering selanjutnya

dihidrolisis secara kimiawi dan enzimatis untuk memperoleh glukosa yang di

fermentasikan menjadi bioetanol. Penelitian ini dilakukan optimasi proses

fermentasi yang bertujuan untuk mengetahui berapa waktu fermentasi dan

komposisi ragi yang dibutuhkan untuk memperoleh konsentrasi bioetanol yang

tertinggi.

E. Proses Hidrolisis Secara Kimiawi dan Enzimatis

Hidrolisis dilakukan untuk mengubah pati yang terkandung di umbi uwi

kuning menjadi glukosa yang akan dikonversi menjadi bioetanol oleh

Saccharomeyces cerevisiae. Penelitian ini menggunakan dua tahap hidrolisis

untuk mengubah pati menjadi glukosa, yaitu hidrolisis kimiawi dengan bantuan

katalis HCl 5% pada suhu 100oC selama 90 menit, didapatkan hasil kadar glukosa

sebesar 6,26–6,74%, lalu dilanjutkan dengan hidrolisis secara enzimatis.

Hidrolisis secara enzimatis terbagi menjadi dua tahapan yaitu proses liquifikasi

dengan menggunakan enzim α-amilase sebanyak 80 unit enzim/gram tepung umbi

uwi kuning pada suhu 90oC selama 120 menit pada pH 6 didapatkan hasil kadar

glukosa pada proses liquifikasi adalah sebesar 8,12–8,56%, kemudian dilanjutkan

30
dengan proses sakarifikasi dengan menggunakan enzim glukoamilase sebanyak

100 unit enzim/gram tepung umbi uwi kuning pada suhu 70oC selama 240 menit

pada pH 4-5 didapatkan hasil glukosa pada proses sakarifikasi adalah sebesar

11,87–12,07%. Kadar gula pada setiap proses cenderung meningkat, dikarenakan

pada setiap tahapan proses hidrolisis semakin banyak pati yang diubah menjadi

glukosa. Proses hidrolisis secara kimiawi menggunakan asam hanya memutuskan

ikatan-ikatan lemah pada pati, oleh karena itu dilakukan proses liquifikasi dengan

enzim α-amilase yang mengubah pati menjadi dekstrin, lalu hasil dari proses

liquifikasi dilanjutkan ke proses sakarifikasi dengan menggunakan enzim

glukoamilase yang mengubah dekstrin menjadi glukosa.

Analisa kadar gula perlu diketahui untuk menentukan batas kadar glukosa

yang maksimal. Menurut Tatang dalam Syam (2009), pada pembuatan bioetanol

dari bahan baku umbi-umbian diperlukan kadar glukosa maksimal 18% itu adalah

kadar gula yang disukai mikroba Saccharomyces cerevisiae untuk hidup dan dapat

bekerja mengurai gula menjadi alkohol. Kadar gula yang dihasilkan pada proses

sakarifikasi sebesar 12% (b/v) sehingga perlu ditambahkan gula pasir sebanyak

5% agar kadar gula bisa mencapai 15-18% sehingga mikroba Saccharomyces

cerevisiae dapat bekerja secara maksimal.

F. Proses fermentasi

Fermentasi merupakan suatu proses untuk mengubah bahan dasar menjadi

suatu produk oleh masa sel mikroba. Produk yang diharapkan dalam fermentasi

adalah produk etanol yang diperoleh melalui konversi dari bentuk gula menjadi
31
etanol (alkohol) dengan menggunakan Saccharomyces cerevisiae yang berasal

dari ragi/khamir roti (fermiphan).

Fermentasi dipengaruhi oleh faktor waktu, kondisi lingkungan (pH), nutrisi,

udara dan suhu lingkungan (Kunaepah, 2008). Untuk memperoleh konsentrasi

bioetanol tertinggi dibutuhkan optimasi waktu fermentasi dan komposisi

Saccharomyces cerevisiae. Penelitian ini dilakukan optimasi waktu fermentasi

dan komposisi ragi agar menghasilkan konsentrasi bioetanol tertinggi.

1. Pengaruh waktu fermentasi terhadap kadar bioetanol

12

Komposisi ragi
10 0,5%
Konsentrasi Bioetanol (%)

8
Komposisi ragi
1,0%
6

4 Komposisi ragi
1,5%

Komposisi ragi
0 2,0%
3 6 9 12 15
Waktu Fermentasi (hari)

Gambar 10. Grafik pengaruh waktu fermentasi dan komposisi ragi terhadap
kadar bioetanol

Pada gambar 10 diatas, dapat dilihat bahwa pada 12 hari dengan komposisi

ragi 1,5% menghasilkan kadar bioetanol tertinggi yaitu 9,97% dibanding pada 3,

6, 9 dan 15 hari dengan komposisi ragi yang sama, hal ini disebabkan karena pada

waktu 3 hari mikroba Saccharomyces cerevisiae belum bekerja secara maksimal

32
mengubah glukosa menjadi etanol. Begitu pula pada hari ke 6 dan 9 dengan

komposisi ragi yang sama. Pada hari ke 15 dengan komposisi ragi yang sama,

kadar etanol yang dihasilkan mengalami penurunan. Hal ini dikarenakan laju

pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae mulai mengalami penurunan atau

mendekati fase kematian, keadaan lingkungan yang jelek karena semakin banyak

hasil metabolit yang tidak berguna dan mengganggu pertumbuhan mikroba yang

artinya mikroba tidak bisa mengkonversi glukosa menjadi etanol secara maksimal

yang berakibat kadar etanol yang dihasilkan semakin menurun jumlahnya.

Apabila dilanjutkan maka pertumbuhan sel selanjutnya sama dengan nol.

Sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Irvan, dkk., (2015), kadar

bioetanol dipengaruhi oleh waktu fermentasi. Kadar optimum bioetanol yang

diraih pada penelitian tersebut dicapai pada waktu fermentasi selama 4 hari dan

mengalami penurunan pada waktu fermentasi 6 hari. Penurunan ini dikarenakan

pada waktu 6 hari, sel khamir mulai memasuki fase stasioner.

Sari, dkk., (2008), menyatakan bahwa semakin lama fermentasi berlangsung

maka semakin banyak pula mikroba yang dibutuhkan dan semakin banyak pula

glukosa yang dikonversi menjadi etanol. Proses ini akan terhenti jika kadar

alkohol sudah meningkat sampai tidak dapat ditolerir lagi oleh mikroba. Pada

kondisi tersebut, mikroba pun tidak lagi menghasilkan etanol sebagai metabolit

primer tetapi senyawa-senyawa lain seperti ester yang mengakibatkan penurunan

kadar etanol.

33
2. Pengaruh komposisi ragi terhadap kadar bioetanol

12,00

10,00
Konsentrasi Bioetanol (%)

8,00

3 Hari
6,00
6 Hari
9 Hari
4,00
12 Hari
15 Hari
2,00
0,5 1 1,5 2
Komposisi ragi

Gambar 11. Grafik pengaruh komposisi ragi dan waktu fermentasi terhadap
kadar bioetanol

Pada gambar 11 diatas menunjukkan bahwa pada komposisi ragi

1,5% waktu fermentasi 12 hari didapatkan kadar bioetanol yang tertinggi

yaitu 9,97% dan mengalami penurunan pada komposisi ragi 2% menjadi

8,56%. Penurunan ini disebabkan karena jumlah Saccharomyces cerevisiae

terlalu banyak dan tidak sebanding dengan jumlah glukosa serta nutrisi yang

terkandung di dalam substrat. Hal ini menyebabkan menurunnya kinerja

Saccharomyces cerevisiae dalam mengkonversi glukosa menjadi etanol

yang mengakibatkan konsentrasi etanol yang dihasilkan juga ikut menurun.

Sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Izzati dan Yusnidar

(2010), jumlah Saccharomyces cerevisiae mempengaruhi hasil bioetanol.

Persentase perolehan rendemen bioetanol pada penelitian tersebut mencapai

hasil optimum pada volume starter Saccharomyces cerevisae sebanyak 4

mL lalu mengalami penurunan pada volume starter Saccharomyces


34
cerevisae sebanyak 6 mL. Hal ini dikarenakan biakan Saccharomyces

cerevisiae tidak sebanding dengan jumlah substrat tetap sehingga terjadi

persaingan hidup antara mikroba-mikroba tersebut yang berakibat pada

metabolisme glukosa menjadi alkohol kurang optimal karena banyaknya

ragi yang mati.

Konsentrasi etanol yang terlalu tinggi juga berakibat kepada

pertumbuhan sel mikroba Saccharomyces cerevisiae karena etanol menjadi

racun bagi mikroba itu sendiri, yang berakibat berkurangnya mikroba yang

dapat mengkonversi glukosa menjadi etanol.

35
BAB V

PENUTUP

G. Kesimpulan

Berdasarkan penelitian ini, dapat disimpulkan bahwa :

1. Komposisi optimum mikroba Saccharomyces cerevisiae didapat pada

komposisi 1,5%, dengan konsentrasi bioetanol tertinggi 9,97%.

2. Waktu optimum proses fermentasi adalah 12 hari didapat konsentrasi

tertinggi 9,97%.

H. Saran

Berdasarkan penelitian ini, dapat dikemukakan saran sebagai berikut :

1. Perlu dilakukan penelitian dengan metode lain untuk menaikkan kadar

gula hasil proses sakarifikasi.

2. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan variasi kondisi pH, suhu

substrat fermentasi dan variasi nutrient agar menghasilkan konsentrasi

bioetanol yang tertinggi.

3. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk memurnikan bioetanol

agar sesuai dengan standar bioetanol sebagai bahan bakar.

36
DAFTAR PUSTAKA

Apriyantono, dkk., 1989. Analisa Pangan. IPB Press, Bogor.

Azis, Abdul. 2014. Bahan Ajar Kimia Pangan. Makassar : Politeknik Negeri
Ujung Pandang.

Bailey, James E., dkk. 1986. Biochemical Engineering Fundamentals Second


Edition. Singapore : McGraw-Hill Book Co.

Budiarjo Teguh, 2009. Pengaruh Terhadap Penurunan Zat Gizi, Senyawa


Fenolik, Antosianin dan Aktivitas Antioksidan Rendah. Tesis Magister Gizi
Masyarakat. Semarang : Universitas Diponegoro.

Chuna, M. R. M., et al., 2008. Ethanol Production From High-Glukosa Industrial


Substrates. Portugal : International Conference and Exhibition on
Bioenergi, Guimarlles Portugal.

Eprilianti, Indah. 2000. Potensi Dioscorea Dalam Pangan Fungsional. Surabaya :


Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Katolik Widya Mandala.

Gaur, K. 2006. Process Optimization for The Production of Ethanol via


Fermentation. Dissertation Master of Science. Patiala : Department of
Biotechnology and Env. Science. Thapar Institute of Engg and Technology.

Ge, L., dkk 2011. Study on Saccharification Techniques of Seaweed Wastes For
The Transformation Of Ethanol. Renewable Energy 36 : 84-89. (Online)
(http://www.sciencedirect.com/science/article/pii/S0960148110002570)
Diakses 12 Januari 2016

Harmani, K. 2007. Pengaruh waktu fermentasi dan dosis ragi terhadap kadar
alkohol hasil fermentasi ampas umbi uwi (Dioscorea alata L). Skripsi.
Surakarta : Universitas Muhammadiyah Surakarta.

Hartono, dkk. 1999. Pembuatan Glukosa dari Pati Tapioka secara Hidrolisis
Kimiawi. Bandung : Politeknik Negeri Bandung.

Irvan., dkk. 2015. Pembuatan Bioetanol Dari Tepung Ampas Tebu Melalui Proses
Hidrolisis Termal dan Fermentasi: Pengaruh pH, Jenis Ragi dan Waktu
Fermentasi. Medan. : Jurnal Teknik Kimia USU, Vol. 4, No. 2 Edisi Juni
2015.(Online)http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/48521/7/Cove
r.pdf) Diakses pada 02 September 2016

Izzati, Nurul., dkk. 2010. Optimasi Pembuatan Bioetanol dari Ubi Jalar Putih
(Ipomea batatas) Sebagai Sumber Alternatif Bahan Bakar Terbarukan.
Program Kreativitas Mahasiswa. Malang : Universitas Negeri Malang.
1
Karimi, et al. 2006. Ethanol production from dilute-acid pretreated rice straw by
simultaneous saccharification and fermentation with Mucor indicus,
Rhizopus oryzae, and Saccharomyces cerevisiae. Enzyme and Microbial
Technology40(2006)138-144.(Online)
(http://www.sciencedirect.com/science/article/pii/S0141022906002985)
Diakses 12 Januari 2016

Kiff et al. 1983. Production of Ethanol from Acetic Acid. United States Patent.
(11) 4, 421, 939.

Kunaepah, U. 2008. Pengaruh Lama Fermentasi dan Konsentrasi Glukosa


Terhadap Aktivitas Antibakteri, Polifenol Total dan Mutu Kimia Kefir Susu
Kacang Merah. Tesis. Semarang : Universitas Diponegoro.

Lin, Y., Zhang, dkk. 2012. Factors Affecting Ethanol Fermentation Using
Saccharomyces cerevisiae BY4742. J Biomass and Bioenergy 47: 395-401.
(Online)(http://www.sciencedirect.com/science/article/pii/S0961953412003
595) Diakses 13 Januari 2016

Marcos, et al. 2006. Production of Alcohol by Simultaneous Saccharification and


Fermentation of Low-grade Wheat Flour. Brazilian Archives of Biology and
Technology. An International Journal. Vol.49, n. 3 : pp. 481-490. (Online)
(http://www.scielo.br/pdf/babt/v49n3/a17v49n3) Diakses 22 Desember
2015

Melliawati, R., dkk. 2006. Pengkajian Kapang Endofit dari Taman Nasional
Gunung Halimun sebagai Penghasil Glukoamilase. Berkala penelitian
Hayati: 12 (19-25), 2006. (Online) (http://lipi.go.id/publikasi/pengkajian-
kapang-endofit-dari-taman-nasional-gunung-halimun-sebagai-penghasil-
glukoamilase-/5914) Diakses 10 Desember 2016

Papilaya, et al., 2005. Kembali(kan) ke Sagu(ku).


(Online) (http://www.hotlinkfiles.com). Diakses 13 Maret 2016).

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 5 Tahun 2006.

Plantus.2008. Mengenal Plasma Nutfah Tanaman Pangan.(Online)


(http://anekaplanta.wordpress.com/2008/03/02/mengenal-plasmanutfah-
tanaman-pangan.html. Diakses 24 Januari 2016).

Reith, j. H., et al, 2007. Co-Production of Bio-Ethanol, Electrycity And Heat


From Biomasd Residues. Proceedings of the 12th European Conference
And Technology Exhibition on Biomass for Energi, Industry and Climate
Protection, Amsterdan, the Netherlands, 1118-1123. (Online)
(http://www.ecn.nl/docs/library/report/2002/rx02030.pdf) Diakses10
Desember 2015

2
Sari, I.M., dkk . 2008. Pemanfaatan Jerami Padi dan Alang-Alang Dalam
Fermentasi Etanol Menggunakan Kapang Trichoderma viride dan Khamir
Saccharomyces cerevisiae. Vis. Vitalis. 5(2): 55-62. (Online)
(http://biologi.unas.ac.id:8080/publikasi/fermentasi%20etanol.pdf) Diakses
03 Agustus 2016

Saut. Ferdian dan Kurnianto Satya. 2004. Konversi Starch menjadi Sirup Glukosa.
Bandung: Politeknik Negeri Bandung.

Soerawidjaja. 2007. Produksi Etanol dari singkong menggunakan cendawan


Aspergillus SP. Skripsi Departemen Teknologi Industri Pertanian. Bogor :
Institut Pertanian Bogor.

Sristava, M.L. 2008. Fermentation Technology. India : Alpha Science


International LTD.

Tatang, Anwar Syam. 2009. Pembuatan Bioetanol Dari Pati Sagu. Laporan Tugas
Akhir Teknik Kimia. Makassar : Politeknik Negeri Ujung Pandang

Todingbua’, Abigael. 2008. Bahan Ajar Kimia Organik. Makassar : Politeknik


Negeri Ujung Pandang.

Vaithanomsat, et al. 2009. Bioethanol Production from Enzymatically


Saccharified Sunflower Stalks Using Steam Explosion as Pretreatment.
International Journal of Biological and Life Selences Vol 1:1.
(Online)(http://waset.org/publications/1318/bioethanol-production-from-
enzymatically-saccharified-sunflower-stalks-using-steam-explosion-as-
pretreatment) Diakses 10 Desember 2015

Winarti, Sri., dkk. 2013. Karakteristik Tepung Prebiotik Umbi Uwi (Dioscorea
spp). Jurnal Teknik Kimia Vol. 8 No.1. (Online)
(http://eprints.upnjatim.ac.id/4871/1/4_erwan_(_belum_revisi_).pdf)
Diakses 07 Januari 2016

Zulmanwardi, dkk. 2015. Produksi Bioetanol Dari Umbi Uwi (Dioscorea alata)
Dengan Menggunakan Mikroba Saccharomyces cerevisiae. Laporan
Tahunan Penelitian Hibah Bersaing. Makassar : Politeknik Negeri Ujung
Pandang.

3
LAMPIRAN : PENGOLAHAN DATA DAN GAMBAR

Lampiran 1: Tabel penentuan glukosa, fruktosa, dan gula invert dengan metode
luff schrool

ml 0,1 N Glukosa, Fruktosa, ml 0,1 N Glukosa, Fruktosa,

Na- dan Gula Invert (mg Δ Na- dan Gula Invert Δ

Tiosulfat C6H12O6) Tiosulfat (mg C6H12O6)

1 2,4 2,4 13 33 2,7

2 4,8 2,4 14 35,7 2,8

3 7,2 2,5 15 38,5 2,8

4 9,7 2,5 16 41,3 2,9

5 12,2 2,5 17 44,2 2,9

6 14,7 2,5 18 47,1 2,9

7 17,2 2,6 19 50 3

8 19,8 2,6 20 53 3

9 22,4 2,6 21 56 3,1

10 25 2,6 22 59,1 3,1

11 27,6 2,7 23 62,2 -

12 30,3 2,7 24 - -

Sumber : Sudarmadji dkk,1997

37
Lampiran 2 : Standarisasi densitas etanol

Konsentrasi (%w/w) Densitas (gr/ml)

10 0,8916
30 0,8823
50 0,8331
70 0,8089
90 0,7562

38
A. Standarisasi Natrium Tiosulfat

Volume = 27,3 mL

K2Cr2O7 = 0,5001 g = 500,1 mg

B. Penentuan Kadar Gula dengan Menggunakan Metode Luff Schrool

Lampiran3 :Penentuan kadar gula sampel awal

1. Sampel awal

Volume sampel = 10 mL

Volume titrasi Blanko = 24,9mL

Volume titrasi Sample = 24,6mL

N Tio = 0,0999 N

a. Vtio 0,1 N =

= 0,2997 mL

b. mg glukosa menurut tabel luff schrool

0,79 mL = mg

1 mL = 2,4 mg
39
(0,2997 x 2,4) = 0,7192 mg

(2,4–0,7192) mg = 1,6807 mg

c. Kadar gula

= 0,42% (b/v)

Jadi kadar gula sampel awal adalah 0,42% (b/v).

Lampiran 4 : Penentuan kadar gula pada proses hidrolisis dengan menggunakan


metode luff schrool

1. Proses hidrolisis

Volume sampel = 10 mL

Volume titrasi Blanko = 29,8 mL

Volume titrasi Sample = 18,7 mL

N Tio = 0,09346 N

a. Vtio 0,1 N =

= 10,37 mL

b. mg glukosa menurut tabel luff schrool

10,37 mL = mg

10mL = 25 mg
40
(0,37 x 2,6) = 0,96mg

(25 + 0,96) mg = 25,96 mg

c. Kadar gula

= 6,49% (b/v)

Jadi kadar gula tertinggi pada proses hidrolisis adalah 6,49% (b/v).

Untuk hasil perhitungan selanjutnya dapat dilihat pada tabel 2 dibawah ini

Vol. Tio
Berat Konsentrasi Suhu Volume Vol. Tio Selisih mg
o sampel fp % Gula
Sampel (g) HCl (%) ( C) Sampel (mL) blanko(mL) (mL) Glukosa
(mL)
18,7 11,1 25,97 6,49
18,7 11,1 25,97 6,49
18,8 11 25,73 6,43
18,8 11 25,97 6,49
18,9 10,9 25,49 6,37
19 10,8 25,24 6,31
18,7 11,1 25,03 6,26
18,5 11,3 25,34 6,34
18,7 11,1 25,03 6,26
18,8 11 25,28 6,32
60 5 100 10 29,8 25
18,9 10,9 25,53 6,38
18,6 11,2 26,07 6,52
18,8 11 25,73 6,43
18,7 11,1 25,97 6,49
18,8 11 25,73 6,43
18,8 11 25,73 6,43
18,8 11 25,77 6,44
18,7 11,1 25,97 6,49
18,3 11,5 26,94 6,74
18,8 11 25,73 6,43

41
Lampiran 5: Penentuan kadar pada gula proses liquifikasi dengan menggunakan
metode luff schrool

1. Proses liquifikasi

Volume sample = 10 mL

Volume titrasi Blanko = 29,8 mL

Volume titrasi Sample = 15,4 mL

N Tio = 0,09346 N

a. Vtio 0,1 N =

= 13,45 mL

b. mg glukosa menurut tabel luff schrool

13,45 mL = mg

13 mL = 33 mg

(0,45 x 2,7) = 1,215 mg

(33+ 1,215) mg = 34,215 mg

c. Kadar gula

= 8,55% (b/v)

42
Jadi kadar gula tertinggi pada proses liquifikasi adalah 8,55% (b/v).

Untuk hasil perhitungan selanjutnya dapat dilihat pada tabel 3 dibawah ini :

Berat Konsentr Volume Vol. Tio Vol. Tio


Enzim α- Suhu Selisih mg
Sampel asi HCl Sampel Blanko Sampel fp % Gula
amilase (oC) (mL) Glukosa
(g) (%) (mL) (mL) (mL)
15,8 14 33,23 8,31
15,8 14 33,23 8,31
15,6 14,2 33,73 8,43
15,7 14,1 33,48 8,37
15,4 14,4 34,24 8,56
15,9 13,9 32,98 8,24
16 13,8 32,72 8,18
16 13,8 32,72 8,18
16 13,8 32,72 8,18
80
15,9 13,9 32,98 8,24
60 5 10 unit/gram 90 29,8 25
15,8 14 33,23 8,31
tepung
16 13,8 32,72 8,18
15,4 14,4 34,24 8,56
15,8 14 33,23 8,31
15,9 13,9 32,98 8,24
15,9 13,9 32,98 8,24
15,7 14,1 33,48 8,37
16 13,8 32,72 8,18
16,1 13,7 32,47 8,12
16 13,8 32,72 8,18

Lampiran 6 : Penentuan kadar gula pada proses sakarifikasi dengan menggunakan


metode luff schrool

1. Proses sakarifikasi

Volume sample = 10 mL

Volume titrasi Blanko = 29,8 mL

Volume titrasi Sample = 9,9 mL

N Tio = 0,09346 N

43
a. Vtio 0,1 N =

= 18,59 mL

b. mg glukosa menurut tabel luff schrool

18,59 mL = mg

18 mL = 47,1 mg

(0,59 x 2,9) = 1,711 mg

(47,1+ 1,711) mg = 48,811 mg

c. Kadar gula

= 12,20% (b/v)

Jadi kadar gula tertinggi pada proses sakarifikasi adalah 12,20% (b/v).

44
Untuk hasil perhitungan selanjutnya dapat dilihat pada tabel 4 dibawah ini :

Volume Vol. tio Vol. tio


Berat Konsentrasi Enzim α- Enzim Suhu Selisih mg
Sampel o blanko sampel fp % Gula
Sampel (g) HCl (%) amilase glukoamilase ( C) (mL) Glukosa
(mL) (mL) (mL)
10,2 19,6 48,02 12,01
10,1 19,7 48,29 12,07
10,1 19,7 48,29 12,07
10,3 19,5 47,75 11,94
10,1 19,7 48,29 12,07
10,2 19,6 48,02 12,01
10,3 19,5 47,75 11,94
10,4 19,4 47,48 11,87
10,2 19,6 48,02 12,01
80 unit/gram 100 unit/gram 10,3 19,5 47,75 11,94
60 5 10 70 29,8 25
tepung tepung 9,9 19,9 48,84 12,21
10,1 19,7 48,29 12,07
10,1 19,7 48,29 12,07
10,2 19,6 48,02 12,01
10,1 19,7 48,29 12,07
10,1 19,7 48,29 12,07
10,1 19,7 48,29 12,07
10,2 19,6 48,02 12,01
10,3 19,5 47,75 11,94
10,4 19,4 47,48 11,87

D. Menghitung Enzim

1. Enzim α-amilase 37,2 U/mg

1 mg = 37,2 Unit

X mg = 80 Unit (60 gram)

60 gram = 80 Unit

= x 1 mg

= 2,1505 mg

=0,0022 gram

2. Enzim glukoamilase 67,4 U/mg

1 mg = 67,4 Unit

45
X mg = 80 Unit (60 gram)

60 gram = 100 Unit

= x 1 mg

= 1,4837 mg

=0,0015 gram

E. Hasil Analisis Setelah Fermentasi

1. Penentuan densitas etanol

Hasil fermentasi sebelum destilasi

a. Menimbang kosong tabung berskala (a gram) = 18,2309 gram

b. Menimbang tabung berskala + sampel (b gram) = 25,6641 gram

c. Volume sampel (c mL) = 10 mL

d. Menghitung berat jenis (ρ) sampel

ρ=

ρ=

ρ = 0,74332 g/mL

2. Analisa GC dengan metode analisa kuantitatif (% Area)

Hasil fermentasi sebelum destilasi

Dik : Astd = 9097238468

Ax = 90700457

Cstd = 100%

46
Dit : Cx = …?

Cx 
Peny : Ax
x C std
A std

Cx

= 9,97%

Untuk hasil perhitungan selanjutnya dapat dilihat pada tabel 5 dibawah ini :

Waktu Fermentasi Konsentrasi Ragi Kadar Alkohol (%)

0,5 % 8,34%
1% 8,44%
t = 3 hari
1,5% 8,69%
2% 7,22%
0,5 % 9,15%
1% 9,24%
t = 6 hari
1,5% 9,53%
2% 8,89%
0,5 % 7,42%
1% 8,85%
t = 9 hari
1,5% 9,47%
2% 9,11%
0,5 % 9,30%
1% 9,34%
t = 12 hari
1,5% 9,97%
2% 8,56%
0,5 % 6,32%
1% 7,15%
t = 15 hari
1,5% 9,61%
2% 5,90%

47
Lampiran 7 : Penentuan konsentrasi produk hasil fermentasi

Hasil fermentasi setelah destilasi

Dik : Astd =651232737

Ax = 90700457

Cstd = 100%

Dit : Cx = …?

Cx 
Peny : Ax
x C std
A std

Cx

= 71,58%

Untuk hasil perhitungan selanjutnya dapat dilihat pada tabel 6 dibawah ini :

48
Berat Jenis (gr/ml)/
Waktu Konsentrasi Volume
Konsentrasi GC (%)
Fermentasi Ragi Sampel (mL)
(%w/w)
0,5% 25,1 0,75631 79,08%
1% 20,3 0,75524 85,12%
t = 3 hari
1,5% 25,4 0,77693 70,34%
2% 20,2 0,77592 71,12%
0,5% 24,6 0,78611 81,22%
1% 25,7 0,76602 72,67%
t = 6 hari
1,5% 28,0 0,75694 67,95%
2% 21,0 0,76433 70,80%
0,5% 18,5 0,75315 86,91%
1% 19,0 0,74332 84,91%
t = 9 hari
1,5% 26,9 0,76197 78,49%
2% 24,4 0,81941 63,59%
0,5% 20,3 0,81992 85,07%
1% 30,0 0,80063 62,32%
t = 12 hari
1,5% 29,6 0,77912 71,58%
2% 27,0 0,85560 64,15%
0,5% 22,6 0,76568 75,17%
1% 22,0 0,79026 77,18%
t = 15 hari
1,5% 29,0 0,76529 67,82%
2% 18,0 0,88257 71,58%

49
F. Menghitung Rendemen Bioetanol

Lampiran 8 : Penentuan rendemen bioetanol

% Rendemen = x 100%

= x 100%

= 50,14%

Untuk hasil perhitungan selanjutnya dapat dilihat pada tabel 7 dibawah ini :

Waktu Komposisi Berat Volume


Mikroba Konsentrasi BJ Rendemen
Fermentasi Saccharomyces
Uwi Substra
Etanol (%) (g/mL) (%)
(hari) Cerevisiae (%) (gram) t (mL)
0.5 60.01 296 8.34 0.9491 39.04
1 60.01 302 8.44 0.9487 40.30
3
1.5 60.01 306 8.69 0.9464 41.94
2 60.01 304 7.22 0.9598 35.10
0.5 60.01 302 9.15 0.9444 43.49
1 60.01 304 9.24 0.9442 44.20
6
1.5 60.01 312 9.53 0.9410 46.62
2 60.01 306 8.89 0.9494 43.04
0.5 60.01 296 7.42 0.9549 34.95
1 60.01 302 8.85 0.9477 42.21
9
1.5 60.01 306 9.47 0.9414 45.46
2 60.01 304 9.11 0.9434 43.54
0.5 60.01 298 9.30 0.9409 43.45
1 60.01 297 9.34 0.9408 43.49
12
1.5 60.01 321 9.97 0.9401 50.14
2 60.01 304 8.56 0.9481 41.11
0.5 60.01 302 6.32 0.9840 31.30
1 60.01 323 7.15 0.9555 36.77
15
1.5 60.01 317 9.61 0.9408 47.76
2 60.01 301 5.90 0.9886 29.26

50
Lampiran 9 : Report analysis gas chromatography etanol absolut

51
Lampiran 10 : Report analysis gas chromatography setelah fermentasi 12 hari

52
Lampiran 11: Report analysis gas chromatography setelah destilasi 12 hari

53
Lampiran 12 : Gambar persiapan bahan baku

Umbi Uwi Pengupasan Umbi Uwi

Pencucian Umbi Uwi Pemarutan Umbi Uwi

Perendaman Pemerasan

54
Pemisahan Pati Pengeringan

Tepung Umbi Uwi

55
Lampiran 13 :Gambar proses hidrolisis, liquifikasi, dan sakarifikasi

Persiapan Sampel Sampel + HCl 5%

Pemanasan

56
Lampiran 14 :Gambar analisis kadar gula

Pemanasan Pendinginan

Penambahan KI Titrasi Awal

Titrasi Akhir Setelah Titrasi

57
Lampiran 15 : Gambar fermentasi dan hasil fermentasi

Fermentasi Alkohol Produk Hasil Fermentasi

Destilasi Bioetanol Hasil Destilasi

58
Lampiran 16 : Gambar analisis dengan Gas Chromatography (GC)

Injeksi Sampel yang akan dianalisis dengan alat GC

59

Anda mungkin juga menyukai