Anda di halaman 1dari 18

DAYA BUIH DAN STABILITAS BUIH TELUR

( Laporan Praktikum Ilmu Teknologi Hasil Ternak)

Oleh:
Kelompok V
Farhan Dwitama
2114241024

LABORATORIUM PRODUKSI TERNAK


JURUSAN PETERNAKAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
2023
LEMBAR PENGESAHAN

Judul Praktikum : Daya Buih dan Stabilitas Buih Telur


Tempat Praktikum : Laboratorium Produksi Ternak
Tanggal Praktikum : 6 Maret 2023
Kelompok : V ( Lima)
Nama : Farhan Dwitama
Npm : 2114241024
Jurusan : Peternakan
Fakultas : Pertanian
Universitas : Universitas Lampung

Bandar Lampung, 10 Maret 2023

Mengetahui,
Asisten Dosen

Isnaini Nurvianti
Npm: 1914141011
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah Ta’ala. yang telah memberikan
banyak nikmat, terutama nikmat kesehatan dan kesempatan sehingga proses
pembuatan laporan praktikum yang berjudul “Daya Buih dan Stabilitas Buih
Telur” ini dapat penulis laksanakan dengan baik.

Penulis menyadari banyak pihak yang membantu dan berkontribusi dalam


terselesaikannya laporan praktikum ini. Segala bentuk bantuan, baik berupa
dukungan moril dan materil sangat membantu penulis dalam mengumpulkan
semangat dan keinginan untuk menyelesaikan laporan praktikum ini. Dengan
demikian penulis ucapkan terima kasih dengan ketulusan hati kepada pihak-pihak
yang telah membantu dan membimbing penulis selama menyusun laporan
praktikum ini. Semoga laporan praktikum ini bisa bermanfaat bagi kita semua.

Bandar Lampung, 8 Maret 2023

Penulis,
DAFTAR ISI

Halaman

LEMBAR PENGESAHAN .................................................................. i

KATA PENGANTAR ........................................................................... ii

DAFTAR ISI .......................................................................................... iii

DAFTAR TABEL ................................................................................. iv

DAFTAR GAMBAR ............................................................................. v

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang .............................................................................. 1

1.2 Tujuan Praktikum .......................................................................... 2

II. METODE PRAKTIKUM

2.1 Waktu dan Tempat ....................................................................... 3

2.2 Alat dan Bahan ............................................................................. 3

2.3 Cara Kerja .................................................................................... 3

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1 Hasil Praktikum.......................................................................... 5


3.2 Pembahasan ................................................................................ 5

IV. KESIMPULAN ............................................................................... 9

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN
DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1. Hasil Praktikum Daya Buih dan Stabiitas Buih Telur .............. 5
DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1. Proses pencampuran bahan bahan ......................................... 19

Gambar 2. Proses pengocokan bahan selama 2 menit ............................ 19


I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Telur merupakan bahan pangan hewani yang populer karena memiliki kandungan
gizi yang tinggi dan harga yang terjangkau (Idayanti et al., 2009). Zat gizi telur
ayam terdiri atas air 65,5−73,6%, protein 12,1−12,8% dan lemak 10,5−11,8%
(Widarta, 2017). Telur sangat rentan terhadap kerusakan dan memiliki daya
simpan yang singkat, yaitu selama 10−14 hari jika dibiarkan tanpa perlakuan pada
suhu ruang. Selama penyimpanan, telur mengalami penurunan bobot, perubahan
komposisi kimia, dan pengenceran isi telur (Cornelia et al., 2014). Penyimpanan
tanpa perlakuan mempengaruhi kualitas telur seperti penurunan bobot, haugh unit,
kedalaman rongga udara (Jazil et al., 2013) serta stabilitas emulsi dan buih
(Siregar et al., 2012). Namun demikian, semakin lama penyimpanan justru
meningkatkan daya buih telur (Siregar et al., 2012).

Salah satu sifat fungsional telur adalah daya buih (Muchtadi dan Sugiyono, 1992).
Daya buih adalah ukuran kemampuan putih telur untuk membentuk buih jika
dikocok dan biasanya dinyatakan dalam persen terhadap putih telur. Buih
merupakan dispersi koloid dari fase gas yang terdispersi di dalam fase cair atau
fase padat (Stadelman dan Cotterill, 1995). Buih yang baik memiliki daya buih
sebesar 6 sampai 8 kali volume putih telur (Georgian Egg Commission, 2005).

Kestabilan buih merupakan ukuran kemampuan struktur buih untuk bertahan


kokoh atau tidak mencair selama waktu tertentu. Indikator kestabilan buih adalah
besarnya tirisan buih selama waktu tertentu dan dinyatakan dalam bobot, volume
atau derajat pencairan buih. Tirisan yang banyak menyatakan kestabilan buihnya
rendah sebaliknya tirisan yang sedikit menyatakan kestabilan tersebut tinggi
(Stadelman dan Cotterill, 1995). Kestabilan buih mempunyai nilai yang
berkebalikan dengan daya buih sampai dengan pH optimal pembentukkan buih
(Hammershoj dan Anderson, 2002). Hubungan antara kestabilan buih putih telur
terhadap peningkatan umurya menunjukkan grafik yang semakin menurun
(Romanoff dan Romanoff, 1963).

Pembentukkan buih dari bagian putih telur dilakukan dengan pengocokan.


Menurut Cherry dan McWaters (1981), mekanisme terjadinya buih karena
terbukanya ikatan-ikatan dalam molekul protein, sehingga rantainya lebih
panjang, dilanjutkan dengan proses pembentukkan lapisan monolayer (adsorbsi)
dan membentuk gelembung. Setelah terbentuknya gelembung, akan terjadi
adsorbsi kontinyu, yaitu pembentukkan lapisan monolayer kedua untuk mengganti
lapisan atau bagian film yang terdenaturasi. Lapisan protein dari gelembung yang
berdekatan akan saling mengikat untuk mencegah keluarnya cairan, terakhir akan
terjadi proses yang menyebabkan agregasi (penggumpalan) protein dan
melemahnya permukaan ikatan yang terbentuk dan diikuti dengan pecahnya
gelembung buih yang mengakibatkan terpisahnya air yang terdapat dalam
komponen tersebut. Air akan keluar dan membentuk tirisan.

1.2 Tujuan Praktikum

Adapun Tujuan dari Praktikum ini adalah sebagai berikut:

1. Proses pembentukan buih dan sifat kestabilan buih pada telur;

2. Cara pengukuran daya buih dan kestabilan buih;

3. Faktor- faktor yang mempengaruhi daya buih dan kestabilan buih.


II. METODE PRAKTIKUM

2.1 Waktu dan Tempat

Praktikum Daya Buih dan Stabilitas Buih Telur dilaksanakan pada Senin, 6 Maret
2023 pada pukul 15.00-17.50 WIB di Laboratorium Produksi Ternak, Jurusan
Peternakan, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung.

2.2 Alat dan Bahan

Peralatan yang digunakan pada saat praktikum yaitu: Beker glass, gelas ukur,
corong, timbangan elektrik, timbangan biasa, pH meter, mangkuk, sendok karet,
stopwatch dan mixer. Sedangkan bahan yang digunakan adalah telur ayam ras dan
telur bebek, gula, jeruk nipis, garam.

2.3 Cara Kerja


Adapun cara kerja pada praktikum ini adalah sebagai berikut:

1. Pecah telur dan pisahkan antara kuning dan putihnya;

2 .Ambil volume putih telur sebanyak 15 ml ( menyesuaikan dengan wadah telur);

3. Kocok putih telur dengan electric mixer selama 15 detik pada kecepatan

lambat, kemudian tingkatkan pada kecepatan sedang ( selama 15 detik), dan

tingkatkan pada kecepatan yang paling tinggi ( selama 2 menit);

4. Pindahkan busa ke gelas ukur, ratakan dengan spatula;


5. Ukur volume buih;

6. Diamkan selama 30 menit ( catat volume busa yang mencair setiap 5 menit);

7. Hitung data dan stabilitas buih dengan menggunakan rumus yang ada Daya

Buih ( %)= volume buih (ml) / volume awal (ml) x 100%

Stabilitas Buih (%)= ( volume buih ( catat setelah 30 menit)/ volume awal buih)

x 100%.
III. HASIL PRAKTIKUM DAN PEMBAHASAN

3.1 Hasil Praktikum

Adapun hasil dari praktikum ini adalah sebagai berikut:

Tabel 1. Hasil praktikum daya buih dan stabilitas buih telur

No Jenis Pengamatan Hasil


1. Volume awal telur 30 ml

2. Volume awal buih 225 ml

3. Volume tirisan 10 menit ke-1 10 ml

4. Volume tirisan 10 menit ke-2 10 ml

5 Volume tirisan 10 menit ke-3 12,5 ml

6. Tirisan buih 7,5

7. Stabilitas buih 14,4%


Sumber: Hasil praktikum Ilmu dan Teknologi Hasil Ternak, Laboratorium
Produksi Ternak, Jurusan Peternakan, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung,
2023.

3.2 Pembahasan
Praktikum ini dilakukan dengan pengujian daya buih dan kestabilan buih telur.
Buih pada telur di dapatkan dengan pengocokan albumen telur. Pengocokan
dilakukan dengan menggunakan pengocokan manual selama 15 detik.
Pengocokan manual dilakukan pada saat telur masih segar. Pengujian
menggunakan perlakuan pengocokan dan waktu pengocokan memiliki tujuan
yaitu untuk melihat kapan terbentuknya buih optimum. Albumen telur yang
dilakukan pengocokan secara optimum maka akan menghasilkan buih yang
banyak. Pada awal pengocokan di gunakan albumen sebanyak 30 ml. dengan
volume awal buih 225 ml. Setelah dilakukan pengocokan terhadap albumen telur
pada setiap perlakuannya dilakukan pengamatan buih dengan jarak waktu per 10
menit. Buih yang terbentuk kemudian di ukur volumenya.

Dalam praktikum di dapatkan setelah di diamkan selama 10 menit buih


mengalami penurunan sebanyak 10 ml dan pada tirisan ke 3 sebanyak 12,5 ml.
Setelah itu buih didamkan kembali selama 10 menit dan mengalami penurunan
buih. setelah mengalami penurunan buih akan mengasilkan tirisan pada telur
sebanyak 7,5%, stabilitas buih 14,4%.

Besar telur bervariasi yang disebabkan oleh induk dan hal-hal yang berhubungan
dengan fisiologis hewan. Ukuran telur berhubungan dengan bobot telur,
contohnya 1 kg telur bisa berisi 17 butir atau 21 butir (Muchtadi dan Sugiyono,
1992).

Turunnya bobot telur adalah perubahan yang jelas terlihat pada telur yang
disimpan. Hal ini disebabkan menguapnya sebagian air dari putih telur dan terjadi
pelepasan gas seperti CO2, NH3, N2, H2S (Romanoff dan Romanoff, 1963).
Selanjutnya dijelaskan oleh Winarno (2002) bahwa kehilangan bobot telur adalah
salah satu perubahan yang nyata selama penyimpanan dan berkorelasi linear
terhadap waktu di bawah kondisi lingkungan yang konstan.

Salah satu daya guna putih telur adalah sebagai pembentuk buih. Semakin banyak
udara yang terperangkap, buih yang terbentuk akan semakin kaku dan kehilangan
sifat alirnya. Selama pengocokan putih telur, ukuran gelembung udara menurun
dan jumlah gelembung udara meningkat. Seiring dengan peningkatan pengikatan
udara, buih menjadi stabil dan kehilangan kelembaban serta tampak mengkilat
(Stadelman dan Cotterill, 1995). Daya buih akan meningkat seiring dengan
pertambahan umur telur sampai dengan pH optimum pembentukkan buih,
kemudian daya buih akan mengalami penurunan (Romanoff dan Romanoff,
1963).
Kestabilan buih merupakan ukuran kemampuan struktur buih untuk bertahan
kokoh atau tidak mencair selama waktu tertentu. Indikator kestabilan buih adalah
besarnya tirisan buih selama waktu tertentu dan dinyatakan dalam bobot, volume
atau derajat pencairan buih. Tirisan yang banyak menyatakan kestabilan buihnya
rendah sebaliknya tirisan yang sedikit menyatakan kestabilan tersebut tinggi
(Stadelman dan Cotterill, 1995). Kestabilan buih mempunyai nilai yang
berkebalikan dengan daya buih sampai dengan pH optimal pembentukkan buih
(Hammershoj dan Anderson, 2002). Hubungan antara kestabilan buih putih telur
terhadap peningkatan umurya menunjukkan grafik yang semakin menurun
(Romanoff, 1963).

Pembentukkan buih dari bagian putih telur dilakukan dengan pengocokan.


Mekanisme terbentuknya buih putih telur adalah terbukanya ikatan-ikatan dalam
molekul protein pada waktu pengocokan telur, sehingga rantai protein menjadi
lebih panjang, kemudian udara masuk di antara molekul-molekul protein yang
rantainya telah terbuka dan tertahan, sehingga volume bagian putih telur menjadi
bertambah (Sirait, 1986).

Menurut Cherry dan McWaters (1981), mekanisme terjadinya buih karena


terbukanya ikatan-ikatan dalam molekul protein, sehingga rantainya lebih
panjang, dilanjutkan dengan proses pembentukkan lapisan monolayer (adsorbsi)
dan membentuk gelembung. Setelah terbentuknya gelembung, akan terjadi
adsorbsi kontinyu, yaitu pembentukkan lapisan monolayer kedua untuk mengganti
lapisan atau bagian film yang terdenaturasi. Lapisan protein dari gelembung yang
berdekatan akan saling mengikat untuk mencegah keluarnya cairan, terakhir akan
terjadi proses yang menyebabkan agregasi (penggumpalan) protein dan
melemahnya permukaan ikatan yang terbentuk dan diikuti dengan pecahnya
gelembung buih yang mengakibatkan terpisahnya air yang terdapat dalam
komponen tersebut. Air akan keluar dan membentuk tirisan.

Pembentukkan buih yang stabil memerlukan cairan dengan kuat keregangan dan
elastisitas yang tinggi. Struktur buih yang stabil umumnya dihasilkan dari putih
telur yang mempunyai elastisitas tinggi, sebaliknya volume buih yang tinggi
diperoleh dari putih telur dengan elastisitas rendah. Elastisitas akan hilang jika
putih telur terlalu banyak dikocok atau diregangkan seluas mungkin (Stadelman
dan Cotterill, 1995).

Ovalbumin adalah salah satu jenis protein dalam putih telur yang terbanyak (54%
dari total protein putih telur) yang mempunyai kemampuan membentuk buih
(Alleoni dan Antunes, 2004). Protein ini pada pembuatan kue akan menggumpal
saat dipanaskan dan akan memengaruhi struktur dan tekstur kue yang dihasilkan.
Ovalbumin tidak akan hilang akibat pengocokan dan jumlahnya tetap sama
dengan kandungan telur segar (Stadelman dan Cotterill, 1995).

Ovomucin merupakan protein putih telur yang berbentuk selaput (film) yang tidak
larut dalam air dan berfungsi menstabilkan struktur buih (Stadelman dan Cotterill,
1995). Ovomucin dapat menstabilkan buih karena ovomucin lebih kental serta
mengandung karbohidrat yang tinggi sehingga dapat mengikat air (Linden dan
Lorient, 1999). Pengocokan yang berlebihan akan mengakibatkan penggumpalan
sebagian ovomucin dan memperkecil elastisitas gelembung buih. Komposisi
ovomucin sebanyak 3,5% dari protein putih telur. Perbedaan putih telur kental dan
encer terutama disebabkan karena perbedaan kandungan ovomucinnya. Ovomucin
pada putih telur kental kira-kira empat kali lebih besar dari pada di putih telur
encer (Stadelman dan Cotterill, 1995).
IV. KESIMPULAN

Adapun kesimpulan dari praktikum ini adalah sebagai berikut:

1. Pembentukkan buih dari bagian putih telur dilakukan dengan pengocokan.


Menurut Cherry dan McWaters (1981), mekanisme terjadinya buih karena
terbukanya ikatan-ikatan dalam molekul protein, sehingga rantainya lebih panjang,
dilanjutkan dengan proses pembentukkan lapisan monolayer (adsorbsi) dan
membentuk gelembung. Setelah terbentuknya gelembung, akan terjadi adsorbsi
kontinyu, yaitu pembentukkan lapisan monolayer kedua untuk mengganti lapisan
atau bagian film yang terdenaturasi. Lapisan protein dari gelembung yang
berdekatan akan saling mengikat untuk mencegah keluarnya cairan, terakhir akan
terjadi proses yang menyebabkan agregasi (penggumpalan) protein dan
melemahnya permukaan ikatan yang terbentuk dan diikuti dengan pecahnya
gelembung buih yang mengakibatkan terpisahnya air yang terdapat dalam
komponen tersebut. Air akan keluar dan membentuk tirisan. Struktur buih yang
stabil umumnya dihasilkan dari putih telur yang mempunyai elastisitas tinggi.

2. Untuk mengukur daya buih yaitu dengan mengukur (volume buih : volume putih
telur) x 100%. Sedangkan untuk menentukan kestabilan buih dengan mengukur
tirisan yang terbentuk dalam 1 jam.

3. Beberapa faktor yang mempengaruhi buih, yaitu suhu, Ph, garam, gula, lemak,
liquid, dan pati.
DAFTAR PUSTAKA

Cherry, J.P. and K.H. McWaters. 1981. Whippability and Aeration. In: J.P.
Cherry. Protein Functionality in Foods. American Chemical Society. Washington
D.C.

Stadelman, W.J. and O.J. Cotterill. 1995. Egg Science and Technology. 4th Ed.
Food Product Press. An Imprint of The Haworth Press, Inc. New York.

Alleoni, A.C.C. and A.J Antunes. 2004. Albumen foam stability and s-ovalbumen
content in egg coated with whey protein concentrate.
Rev.Bras.Cienc.Avic. Vol 6. No.2. Campinas. ./Revista Brasileira de
Ciencia Aviola – Balbumen foam stability and s-ovalbumin content in e
4/9/05.

Sirait, C. H. 1986. Telur dan Pengolahan. Pusat Penelitian dan Pengembangan


Peternakan, Bogor.

Romanoff, A.L. and A.J. Romanoff. 1963. The Avian Egg. 2 nd Edition. Jhon
Wiley and Sons, Inc., New York.

Siregar, T. H. S, S. Riyadi, L. Nuraeni. 2010. Budidaya Cokelat. Penebar


Swadaya. Jakarta. 172 hal.

Idayanti., S. Darmawati, U. Nurullita. 2009. Perbedaan Variasi Lama Simpan


Telur Ayam pada Penyimpanan Suhu Almari Es dengan Suhu Kamar
terhadap Total Mikroba. Jurnal Kesehatan 1(2): 19-26.
LAMPIRAN

Anda mungkin juga menyukai