Oleh:
Kelompok V
Farhan Dwitama
211421024
Asisten Dosen
Isnaini Nurvianti
Npm: 1914141011
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah Ta’ala. yang telah memberikan
banyak nikmat, terutama nikmat kesehatan dan kesempatan sehingga proses pembuatan
laporan praktikum yang berjudul “ Emulsi Telur” ini dapat penulis laksanakan dengan
baik.
Penulis,
DAFTAR ISI
Halaman
1. PENDAHULUAN
IV. KESIMPULAN......................................................................................... 9
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
DAFTAR TABEL
Halaman
Halaman
Emulsi dapat sebagai campuran yang stabil dari dua larutan yang immiscible yang
terdiri dari fase 8egative dan fase kontinyu. Berdasarkan tipe fase 8egative dan fase
kontinyu emulsi dapat dibagi menjadi dua tipe umum yaitu emulsi O/W (Oil in Water),
di mana fase dispersinya adalah oil (minyak) dan water (air) sebagai fase kontinyu dan
tipe emulsi W/O (Water in Oil) terdiri dari water(air) sebagai fase 8egative dan Oil
(minyak) sebagai fase kontinyu.
Umumnya emulsifier merupakan senyawa 8egativ yang memiliki dua gugus, baik yang
polar maupun nonpolar sehingga kedua zat tersebut dapat bercampur. Gugus nonpolar
emulsifier akan mengikat minyak (partikel minyak dikelilingi) sedangkan air akan
terikat kuat oleh gugus polar pengemulsi tersebut. Bagian polar kemudian akan
terionisasi menjadi bermuatan 8egative, hal ini menyebabkan minyak juga menjadi
bermuatan 8egative. Partikel minyak kemudian akan tolak-menolak sehingga dua zat
yang pada awalnya tidak dapat larut tersebut kemudian menjadi stabil.
Sifat dari emulsi tersebut banyak digunakan dalam pengolahan pangan. Sebagaimana
kita ketahui banyak bahan pangan mengandung air dan/atau dalam pengolahannya
menggunakan air. Salah satu contoh emulsifier yang sering digunakan adalah lesitin.
Lesitin dapat bersumber dari telur maupun kedele. Lesitin mempunyai struktur seperti
lemak tetapi mengandung asam fosfat, gugus polar dan gugus non polar. Gugus polar
yang terdapat pada ester, fosfatnya bersifat hidrofilik (cenderung larut air), sedang
gugus non polar yang terdapat pada ester asam lemaknya bersifat lifofilik (cenderung
larut dalam lemak).
Praktikum Emulsi Telur dilaksanakan pada Senin, 13 Maret 2023 pukul 15.00-17.50
WIB di Laboratorium Produksi Ternak, Jurusan peternakan, Fakultas Pertanian,
Universitas Lampung.
Peralatan yang digunakan pada saat praktikum yaitu: Mixer, stopwatch, mangkuk,
beaker glass, timbangan analitik, tabung centrifius, pipet sedot, baskom dan gelas ukur.
Sedangkan bahan yang digunakan yaitu yolk 10 gram, air 45 gram, dan minyak 5 gram.
1. memasukkan air 45 gram, yolk 10 gram, dan minyak 5 gram ke dalam baskom lalu di
3.2 Pembahasan
Percobaan yang dilakukan pada praktimum kali ini adalah emulsi telur. Emulsi
merupakan sistem heterogen yang terdiri atas dua fase cairan yang tidak tercampur
tetapi cairan yang satu terdispersi dengan baik dalam cairan yang lain dalam bentuk
butiran (droplet/globula) dengan diameter biasanya lebih dari 0,1 µm atau 0,1-50 μm.
Fase yang berbentuk butiran disebut fase terdispersi atau fase internal atau disebut juga
fase diskontinyu, sedangkan fase cairan tempat butiran terdispersi disebut fase
pendispersi atau fase eksternal atau fase kontinyu (deMan, 1997 dalam Rita, I., 2011).
Telur mengandung lipoprotein dan fosfolipid seperti lesitin yang dikenal sebagai misel.
Struktur misel pada lesitin tersebut adalah bagian yang membuat emulsifier tersebut
bekerja dengan baik. Kuning telur merupakan emulsifier yang paling kuat. Paling
sedikit sepertiga kuning telur merupakan lemak, tetapi yang menyebabkan daya
emulsifier kuat adalah kandungan lesitin dalam bentuk kompleks sebagai lesitin protein.
Daya kerja emulsifier mampu menurunkan tegangan permukaan yang dicirikan oleh
bagian lipofilik(non-polar) dan hidrofilik(polar) yang terdapat pada struktur kimianya.
Ukuran relatif bagian hidrofilik dan lipofilik zat pengemulsi menjadi faktor utama yang
menentukan perilakunya dalam pengemulsian.
Air dan minyak merupakan cairan yang tidak saling berbaur, tetapi saling ingin terpisah
karena mempunyai berat jenis yang berbeda (Winarno, 1997). Pada suatu emulsi
biasanya terdapat tiga bagian utama, yaitu bagian yang terdispersi yang terdiri dari
butir-butir yang biasanya terdiri dari lemak, bagian kedua disebut media pendispersi
yang biasanya terdiri dari air dan bagian ketiga adalah emulsifier ( pengemulsi ). Karena
air dan minyak tidak bersatu, maka dibutuhkan suatu pengemulsi kuning telur misalnya.
Kuning telur merupakan emulsifier yang kuat. Pada saat penambahan kuning telur ke
dalam campuran air dan minyak, minyak dan air bersatu. Kuning telur mempunyai
gugus polar dan non-polar. Gugus polar mengikat air dan gugus non-polar mengikat
lemak atau minyak.
Pengujian yang dilakukan adalah volume awal emulsi, volume serum, volume akhir
emulsi, dan aktifitas emulsi. Berdasarkan hasil pengamatn didapatkan data bahwa
volume akhir emulsi didapatkan sebanyak 2,5 ml dari volume awal 10 ml. 6 adapun
volume serum yang di dapatkan sebanyak 7,5 ml dan aktivitas emulsi 25%. faktor
perbedaan ini di sebabkan karena perbedaan viskositas pengocokan dengan
perbandingan kuning telur yang sedikit hanya 10 gr dan 45 gr minyak nabati. Imbangan
konsentrasi kuning telur yang tidak tepat dengan minyak nabati menyebabkan emulsi.
Dasar teori kestabilan emulsi menurut Petrowski (1976), adalah keseimbangan antara
gaya tarik dan gaya tolak partikel. Gaya tolak elektrostatik bersifat menstabilkan karena
gaya ini cenderung mempertahankan butiran-butiran yang terpisah. Sebaliknya gaya
tarik menurunkan kestabilan emulsi. Hal ini juga disebabkan oleh pengocokan yang
tidak merata dan konstan.
Berdasarkan data hasil pengamatan dapat terlihat ketika minyak dicampurkan dengan
air terbentuk 2 fase yaitu fase minyak dan air, dimana minyak terdapat pada lapisan atas
dan air ada di bagian bawah. Menurut hasil pengamatan jika minyak dan air
dicampurakan maka tidak akan tercampur atau larut. Hal ini sesuai dengan literatur
bahwa emulsi O/W tidak akan merubah sifatnya bila ditambahkan minyak, sebaliknya
emulsi W/O tidak akan berubah sifatnya bila ditambahkan air. Bearti emulsi minyak
dengan air akan selalu terpisah. Hal ini sangat sesuai dengan hasil pengamatan yang
telah kita peroleh.
Selanjutnya didalam larutan tersebut ditambahkan kuning telur dan hasilnya terjadi
homogenisasi antara kedua larutan dengan kuning telur. Hal ini membuktikan bahwa
kuning telur merupakan pengemulsi karena bentuk molekulnya yang dapat terikat baik
pada air ataupun minyak. Kuning telur sendiri disebut emulsifier permanen, dimana
larut sepenuhnya.
Busa merupakan salah satu tipe dari koloid dimana zat terdispersinya berupa gas dan zat
pendispersinya berupa cairan. Pada praktikum ini sample yang digunakan adalah
albumin (putih telur) dan dilakukan pengujian yakni dengan pengocokan albumin
hingga membentuk suatu busa yang bersifat permanent dan tetap. Tujuan pengocokan
ini adalah untuk memerangkap udara sekitar sehingga putih telur dapat mengembang
sempurna. Albumin awalnya memiliki bentuk fisik hampir sama seperti gel, berlendir
dan terdapat sedikit gelembung udara.
Setelah dilakukan pengocokan dengan menggunakan mixer terdapat sedikit perubahan.
Walaupun albumin masih berbentuk cairan berwarna kuning bening dan lengket tetapi
pada permukaannya banyak terdapat busa yang berukuran besar dan ada yang berukuran
kecil. Pengocokan dilakukan selama 2 menit hingga terbentuk suatu busa yang
permanen.
Albumin berubah menjadi busa yang sangat lembut seluruhnya setelah dilakukan
pengocokan lebih lama dengan alat. Busa berukuran merata dan berbentuk kecil dengan
sifat yang padat, warnanya putih dan halus. Jika sudah bersifat demikian, menandakan
bahwa putih telur telah seluruhnya membentuk busa.
Stabilitas emulsi dipengaruhi oleh beberapa faktor yang besarnya bergantung pada
komposisi emulsi dan metode pengolahan. Faktor-faktor internal yang mempengaruhi
stabilitas emulsi terdiri dari tipe dan bahan pengemulsi, jenis dan konsentrasi
komponen-komponen fasa terdispersi dan fasa pendispersi, viskositas fasa pendispersi,
perbandingan fasa terdispersi terhadap fasa pendispersi, dan ukuran partikel. Faktor-
faktor eksternal yang mempengaruhi stabilitas emulsi terdiri dari pengadukan atau
pengocokan, penguapan, dan suhu (Rita,1.,2011).
2. kuning telur merupakan pengemulsi yang lebih baik daripada putih telur karena
kandungan lesitin pada kuning telur terdapat dalam bentuk kompleks sebagai lesitin-
protein.
3. Faktor- faktor yang mempengaruhi pembentukan emulsi adalah tipe dan bahan
pengemulsi, jenis dan konsentrasi komponen-komponen fasa terdispersi dan fasa
pendispersi, viskositas fasa pendispersi, perbandingan fasa terdispersi terhadap fasa
pendispersi, ukuran partikel, pengadukan atau pengocokan, penguapan, dan suhu.
DAFTAR PUSTAKA
Rita. (n.d.). Proses Emulsifikasi dan Analisis Biaya Produksi Minuman Emulsi Minyak
Sawit Merah. Sekolah Pasca Sarjana Institut Pertanian Bogor.
Lachman, L., & Lieberman, H. A., 1994, Teori dan Praktek Farmasi Industri, Edisi
Kedua, 1091-1098, UI Press, Jakarta.
Petrowski, G. E., 1976. Emulsion Stability and It’s Relations to Food. Di dalam C.O.
Chichester. Advance in Food Research. Academic Press, New York.
Winarno, F. G. 1997. Kimia Pangan dan Gizi. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.