Anda di halaman 1dari 58

LAPORAN SEMESTER PRAKTIKUM

PRODUKSI TERNAK PERAH

PEMERIKSAAN KESEGARAN AIR SUSU, PEMERIKSAAN KOMPOSISI


AIR SUSU DAN PEMALSUAN SUSU

OLEH:
MOZA NEFRIANO
E10021110
E.5

FAKULTAS PETERNAKAN
UNIVERSITAS JAMBI
2023
KATA PENGANSTAR

Puji syukur kepada Allah SWT atas berkat dan kenikmatan kepada
praktikan dalam dapat menyusun dan menyelesaikan Laporan Praktikum Produksi
Ternak Perah ini dengan baik dan tepat pada waktunya.
Laporan Mid Semester ini berisi tentang pengamatan terhadap kualitas
susu dengan melihat keadaan susu apakah susu tersebut asli atau palsu. Pengujian
pada pemalsuan susu tersebut dilakukan dengan cara kerja yang berdeda
tergantung bahan lain yang dicampurkan ke dalam susu, sehingga dapat
mengetahui keberdaan dan jumlah bahan atau zat lain yang dapat memalsukan
susu yang diujikan sebagai sampel.
Sebagai praktikan sekaligus penulis laporan ini menyadari adanya
beberapa kesalahan baik diketahui maupun tidak dalam penulisan laporan ini
karena kelemahan praktikan dalam pengetahuan penulisan atau hal yang berkaitan
tentang Produksi Ternak Perah.

Jambi, April 2023

Moza Nefriano

i
DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR................................................................................. i
DAFTAR ISI................................................................................................ ii
DAFTAR TABEL........................................................................................ iv
DAFTAR GAMBAR................................................................................... v
BAB I PENDAHULUAN............................................................................ 1
1.1 Tujuan........................................................................................... 1
1.2 Landasan Teori............................................................................. 5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA.................................................................. 6
2.1 Pemeriksaan Kesegaran Air Susu................................................. 6
2.1.1 Uji Sensorik atau Uji Organoleptik...................................... 6
2.1.2 Uji kebersihan dengan Metode Saring.................................. 7
2.1.3 Pengukuran Ph dengan pHmeter........................................... 8
2.1.4 Uji Alkohol........................................................................... 9
2.1.5 Uji Didih atau Uji Masak...................................................... 9
2.1.6 Uji Reduktase dengan Biru Metilen...................................... 10
2.2 Pemeriksaan Komposisi Air Susu................................................ 12
2.2.1 Pengukuran Kadar Bahan Kering......................................... 12
2.2.2 Pengukuran Kadar Lemak.................................................... 13
2.2.3 Pengukuran Kadar Bahan Kering Tanpa Lemak (BKTL).... 14
2.2.4 Pengukuran Kadar Protein.................................................... 15
2.2.5 Mikrobiologi Susu
2.2.6 Diagnosa Mastitis
2.3 Pemeriksaan pemalsuan Air Susu................................................. 16
2.3.1 Pembuktian Penambahan Air................................................ 16
2.3.2 Pembuktian Penambahan Santan.......................................... 16
2.3.3 Pembuktian Penambahan Pati............................................... 17
2.3.4 Pembuktian Penambahan Susu Masak................................. 18
2.3.5 Pembuktian Penambahan Formalin...................................... 19
BAB III METODE PERCOBAAN.............................................................. 22

ii
3.1 Alat dan Bahan............................................................................. 22
3.2 Gambar alat dan Bahan................................................................. 22
3.3 Langkah Kerja.............................................................................. 23
3.4 Metode Percobaan
BAB IV DATA DAN ANALISIS............................................................... 25
4.1 Pemeriksaan Kesegaran Air Susu................................................. 25
4.1.1 Uji Sensorik atau Uji Organoleptik...................................... 25
4.1.2 Uji kebersihan dengan Metode Saring.................................. 26
4.1.3 Pengukuran Ph dengan pHmeter........................................... 27
4.1.4 Uji Alkohol........................................................................... 28
4.1.5 Uji Didih atau Uji Masak...................................................... 29
4.1.6 Uji Reduktase dengan Biru Metilen...................................... 29
4.2 Pemeriksaan Komposisi Air Susu................................................ 31
4.2.1 Pengukuran Kadar Bahan Kering......................................... 31
4.2.4 Pengukuran Kadar Protein.................................................... 32
4.3 Pemeriksaan pemalsuan Air Susu................................................. 33
4.3.1 Pembuktian Penambahan Air................................................ 33
4.3.2 Pembuktian Penambahan Santan.......................................... 34
4.3.3 Pembuktian Penambahan Pati............................................... 35
4.3.4 Pembuktian Penambahan Formalin...................................... 37
BAB V PEMBAHASAN............................................................................. 40
5.1 Kesimpulan................................................................................... 40
5.2 Saran............................................................................................. 40
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

iii
DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman
1. Uji Sensorik atau Uji Organoleptik.......................................................... 25
2. Uji Kebersihan dengan Metode Saring.................................................... 27
3. Pengukuran ph.......................................................................................... 27
4. Uji Alkohol.............................................................................................. 28
5. Uji didih atau Uji Masak.......................................................................... 29
6. Uji Reduktase dengan Biru Metilen......................................................... 30
7. Butiran Lemak dalam Susu...................................................................... 34
8. Sampel Penambahan Pati......................................................................... 36
9. Sampel Penambahan Formalin................................................................. 38

iv
DAFTAR TABEL

Tabel Halaman
1. Uji sensorik atau uji organoleptik............................................................ 25
2. Uji Kebersihan dengan Metode Saring.................................................... 26
3. Pengukuran pH dengan pHMeter............................................................. 27
4. Uji Alkohol.............................................................................................. 28
5. Uji Didih atau Uji Masak......................................................................... 29
6. Uji reduktase dengan Biru Metilen.......................................................... 29
7. Pengukuran Kadar Bahan Kering............................................................ 31
8. Pembuktian Penambahan Air................................................................... 33
9. Pembuktian Penambahan Pati.................................................................. 35
10. Pembuktian Penambahan Formalin....................................................... 37

v
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Susu merupakan minuman bergizi tinggi yang dihasilkan ternak perah
menyusui, seperti sapi perah, kambing perah, atau bahkan kerbau perah. Susu
sangat mudah rusak dan tidak tahan lama disimpan kecuali setelah mengalami
perlakuan khusus. Susu merupakan salah satu sumber protein hewani yang
dibutuhkan untuk kesehatan dan pertumbuhan manusia, karena susu mengandung
nilai gizi berkualitas tinggi. Susu merupakan salah satu produk peternakan yang
memiliki gizi sempurna. Hal tersebut didasari atas status gizi susu yang seimbang,
lengkap, dan memiliki nilai kecernaan yang tinggi. Nilai cerna susu yang tinggi
berkaitan dengan sifat fisik susu sebagai benda cair (87% air) sehingga nutrien
di dalam susu tidak berada dalam ikatan yang terlalu kompleks, terdispersi
secara merata, dan mudah dihidrolisis oleh enzim pencernaan.
Hampir semua zat yang dibutuhkan manusia ada di dalamnya yaitu protein,
lemak, karbohidrat, mineral dan vitamin. Protein hewani yang berasal dari susu
sangat diperlukan untuk kesehatan dan pertumbuhan tulang terutama bagi anak-
anak yang sedang dalam pertumbuhan. Semakin meningkat taraf hidup
masyarakat maka kebutuhan protein asal hewani juga semakin meningkat.
Susu merupakan salah satu bahan pangan yang memiliki nilai gizi
yang sempurna, mudah dicerna, dan diserap oleh darah. Susu merupakan bahan
pangan dengan nilai gizi tinggi yang mengandung protein, asam lemak esensial,
vitamin, dan mineral. Susu memiliki nutrien yang ideal, selain mengandung
semua zat yang dibutuhkan tubuh juga dapat terserap sempurna dan dimanfaatkan
oleh tubuh. Tingginya nilai gizi tersebut menjadikan permintaan susu terus
meningkat seiring pertambahan jumlah penduduk.
Sapi perah adalah sapi yang dikembangbiakan secara khusus karena
kemampuannya menghasilkan susu dalam jumlah besar, sehingga sering
dimanfaatkan oleh manusia yang mana mempunyai fungsi utama sebagai
penghasil susu. Untuk memperoleh susu segar yang baik, maka semua usaha
harus ditujukan untuk memperkecil jumlah bakteri yang ada pada susu dengan

1
memperhatikan beberapa faktor yang mempengaruhi kualitas susu tersebut
misalnya sanitasi dan kebersihan kandang, kesehatan dan kebersihan penjamah,
kesehatan dan kebersihan hewan, kebersihan peralatan pemerah dan
mempertahankan kemurnian susu segar.
Beberapa faktor yang menentukan kualitas susu, diantaranya faktor kebersihan
lingkungan, dan faktor ini baik secara langsung maupun tidak langsung dapat
mempengaruhi kualitas produk yang dihasilkan. Kualitas susu merupakan hal
yang sangat penting dalam rangka penyediaan susu dan hasil olahannya yang
sehat untuk konsumen. Susu dapat membahayakan atau dapat menimbulkan
gangguan terhadap kesehatan manusia apabila terjadi kerusakan pada susu
tersebut.
Susunan susu merupakan bahan-bahan yang merupakan bagian dari susu yang
meliputi air, lemak, laktosa, bahan kering dan bahan kering tanpa lemak,
sedangkan keadaan susu dapat dilihat secara fisik yang meliputi kondisi
organoleptik, kebersihan, titik beku, berat jenis dan mikrobiologis susu. Untuk
menjaga susunan dan keadaan susu, diperlukan adanya kewaspadaan dan
peraturan-peraturan untuk menjaga mutu, kemurnian dan kesehatan susu tersebut
dalam mata rantai produksi dan peredarannya di pasaran.
Susu dapat membahayakan atau dapat menimbulkan gangguan terhadap
kesehatan manusia apabila terjadi kerusakan pada susu tersebut. Menurunnya
mutu atau kerusakan susu bisa saja disebabkan karena tercemarnya susu oleh
mikroorganisme atau benda asing lain seperti penambahan komponen lain yang
berlebihan gula, lemak nabati, pati dan lain-lain. Beberapa faktor yang
mempengaruhi rusaknya air susu adalah lamanya penyimpanan dan penambahan
atau zat lain yang tercampur dengan susu sehingga bentuk fisik susu berubah dari
yang normal.
Cara untuk mengetahui kualitas susu dapat dilakukan berdasarkan
penelitian terhadap susunan susu (berat jenis, kadar lemak, bahan kering, dan
bahan kering tanpa lemak) dan keadaan susu (uji organoleptik, uji kebersihan, uji
alkohol, uji didih, uji derajat asam, uji pH susu, uji reduktase, dan uji kuman). Uji
yang sering digunakan adalah uji organoleptik, uji kebersihan, pengukuran pH, uji
alkohol dan uji didih.

2
Setiap uji yang dilakukan mempunyai standar nilai masing-masing
tergantung caranya. Uji organoleptik melihat dan mengetahui bentuk fisik air susu
dengan indera manusia, uji kebersihan mengetahui keadaan dan kebersihan dari
air susu dengan melihat kotoran yang telah dibersihkan, pengukuran pH untuk
melihat pH air susu segar untuk melihat kelayak konsumsi susu dari nilai tersebut,
uji alkohol dengan menambahkan alkohol dan uji didih dengan cara didihkan
untuk melihat gumpalan susu apakah kondisi susu tersebut rusak atau tidak.
Dengan melihat kondisi yang normal dan baik dari standar yang
ditentukan dapat dikatan baik, sebaliknya apabila terdapat nilai yang sedikit
berbeda baik satu maupun setiap pengujian menunjukkan adanya perubahan atau
penambahan air susu yang diujikan. Air susu dengan perubahan atau penambahan
tersebut kurang layak dikonsumsi karena kemungkinan zat atau bahan yang ada
pada air susu bukan berasal dari bahan pangan atau bahan yang layak dikonsumsi.
Dengan perubahan tersebut air susu perlu diujikan dan jika nilai dari standar yang
ditentukan sangat berbeda menandakan bahwa air susu tersebut sudah rusak dan
tidak layak dikonsumsi.
Susu sapi segar merupakan unsur penting dalam industri pengolahan susu.
Susu merupakan sumber energi karena mengandung banyak laktosa dan lemak,
disebut juga sumber zat pembangun karena mengandung juga banyak protein dan
mineral serta berbagai bahan-bahan pembantu dalam proses metabolisme seperti
mineral dan vitamin. Secara kimiawi susu normal mempunyai komposisi air
(87,20%), lemak (3,70%), protein (3,50%), laktosa (4,90%), dan mineral (0,07%).
Beberapa komposisi yang perlu diketahui lebih lanjut dari umumnya.
Walaupun setiap perusahaan besar atau sebagian usaha kecil memberikan
deskripsikan komposisi susu pada kemasan, sebagian orang tetap belum
mengetahui komposisi yang diberikan, sehingga perlu pengujian terhadap
komposisi yang ada pada susu untuk mengetahui apakah komposisi tersebut baik
dikonsumsi.
Susu yang baik untuk dikonsumsi adalah susu berbentuk cair yang berasal
langsung dari hasil pemerahan sapi, kemudian diolah dimana kandungan laktosa
pada susu masih tersimpan. Apabila pemrosesan susu dapat menghilangkan
kandungan nutrisi secara berlebihan maka susu kurang aman untuk dikonsumsi.

3
Pemrosesan tersebut perlu diperhatikan agar tidak terjadinya kerusakan pada susu,
sehingga konsumen tidak mengkhawatirkan kandungan nutrisi yang seharusnya
ada pada tabel kandungan kemasan susu yang dibeli.
Kebanyakan penjual atau distributor susu sering memalsukan susu dengan
cara apapun dengan susu tersebut masih terlihat sama dengan ssusu tersebut, baik
warna maupun rasa. Alasan pemalsuan susu adalah untuk mendapatkan
keuntungan dengan memproduksi susu lalu menambahkan bahan lain agar susu
tersebut dijual dengan harga yang murah. Walaupun banyak ternak perah yang
menghasilkan susu lebih banyak setiap tahunnya, susu di Indonesia masih kurang
diminati karena harganya yang mahal, sehingga banyak peternak yang mengeluh
tentang tingginya harga susu. Faktor yang memperngaruhi susu adalah pakan,
jenis ternak dan lingkungan ternak.
Orang yang tidak memperhatikan hal tersebut kemudian
mengkonsumssinya kurang mendapatkan nutrisi yang baik karena sebagian nutrisi
dalam susu telah digantikan dengan bahan lain yang tercampur pada susu sebagai
pemalsuan susu bahkan hilang. Selain itu, rasa yang dirasakan tidak terlalu baik
atau tidak enak mengakibatkan susu tidak aman dikonsumsi karena perubahan
yang tidak normal. Susu yang normal memiliki bau yang asli serta rasa yang
manis.
Kasus pemalsuan susu dengan mencampurkan susu dengan bahan lain (air,
santan), dan cemaran mikroba dapat menyebabkan kerusakan susu segar sehingga
kondisi susu segar tersebut tidak layak untuk dikonsumsi manusia. Kerusakan
tersebut dapat mengurangi kualitas susu, serta kandungan nutrisi memungkinkan
konsumen yang meminumnya tidak mendapat bahkan nutrisi dalam tubuh
berkurang karena terdapat zat yang mengurangi komponen dan nutrisi, sehingga
indikator yang diberikan tidak sesuai apa yang didapat.
Meskipun terdapat bahan lain yang hampir sama dengan susu, baik fisik
maupun kualitas atau kandungannya, pencampuran yang tidak sesuai akan
merusak susu tersebut walaupun bahan tersebut juga aman dikonsumsi. Rasa dan
bau dapat dirasakan susu tersebut mengalami perubahan dari penambahan bahan
lain, namun kemungkinan terdapat susu yang sama dengan aslinya dimana susu

4
tersebut mengalami penambahan. Hal ini kurangnya kesadaran lebih lanjut
terhadap susu yang dipalsukan.
Beberapa penelitian dan pengujian yang dilakukan Terhadap produk susu
perlu pengujian lebih lanjut. Kebanyakan para peneliti memeriksa keadaan susu
dengan alat – alat tertentu dari laboratorium beserta zat – zat kimia yang perlu
ditambahkan pada susu untuk mengetahui keadaan atau perubahan susu apakah
susu layak di konsumsi atau tidak. Menguji beberapa susu perlu dilakukan dengan
membandingkan hasil nyata dengan hasil lainnya dimana hasil nyata diharapkan
lebih baik sehingga susu terjamin dapat dikonsumsi dengan aman.

1.2. Tujuan

Tujuan dilaksanakan praktikum Produksi Ternak Perah ini adalah


praktikan mengetahui, melihat dan memeriksa keadaan air susu dengan
mengetahui standar atau ketentuan susu yang aman dikonsumi dimana hasil
tersebut dapat disamakan atau dibedakan tergantung pengujian dan penilaian,
serta perbedaan sampel – sampel susu yang diujikan.

1.3. Manfaat

Setiap hasil pengamatan dapat mengetahui mana yang lebih baik


dikonsumsi pada produk susu tersebut. Hasil pengamtan dapat diuji ulang secara
lebih lanjut dalam memastikan keaadaan susu tersebut memperoleh hasil yang
lebih realitas daripada sebelumnya. pemeriksaan lebih lanjut dapat dilakukan
dalam bidang industrian, tetapi dapat dilakukan dimana saja agar membandingkan
hasil dengan hasil dari penelitian sebelumnya dengan pengaman tertentu.

5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pemeriksaan Kesegaran Air Susu


2.1.1 Uji Sensorik atau Uji Organoleptik

Organoleptik adalah sebuah uji bahan makanan berdasarkan kesukaan dan


keinginan pada suatu produk. Menurut Shodiq (2023) pengujian organoleptik
merupakan metode pengujian yang dilakukan berdasarkan proses
penginderaan yang ada pada manusia. Uji organoleptik biasa disebut juga uji
indera atau uji sensori merupakan cara pengujian dengan menggunakan indera
manusia sebagai alat utama untuk pengukuran daya penerimaan terhadap produk.
Indera yang dipakai dalam uji organoleptik adalah indera penglihat/mata, indra
penciuman/hidung, indera pengecap/lidah, indera peraba/tangan. Kemampuan alat
indera inilah yang akan menjadi kesan yang nantinya akan menjadi penilaian
terhadap produk yang diuji sesuai dengan sensor atau rangsangan yang diterima
oleh indera (Gusnadi, et al., 2021).
Menurut Suryono (2018) uji organoleptik atau uji indera merupakan cara
pengujian dengan menggunakan indera manusia sebagai alat utama untuk
pengukuran daya penerimaan terhadap produk. Dalam penilaian bahan pangan
sifat yang menentukan diterima atau tidak suatu produk adalah sifat indrawinya.
Indra yang digunakan dalam menilai sifat indrawi adalah indera penglihatan,
peraba, pembau dan pengecap. Pada prinsipnya terdapat 3 jenis uji organoleptik,
yaitu uji pembedaan (discriminative test), uji deskripsi (descriptive test) dan uji
afektif (affective test). Uji afektif didasarkan pada pengukuran kesukaan (atau
penerimaan) atau pengukuran tingkat kesukaan relatif. Pengujian Afektif yang
menguji kesukaan dan/atau penerimaan terhadap suatu produk dan membutuhkan
jumlah panelis tidak dilatih yang banyak yang sering dianggap untuk mewakili
kelompok konsumen tertentu. Standar pengujian yang ditetapkan yaitu warna susu
yang normal: putih kekuningan. rasa manis dan gurih khas susu, serta aroma khas
susu (Mutaqin, et al., 2020). Bau dan rasa merupakan kedua komponen yang erat
sekali hubungannya dalam menentukan kualitas air susu (Budhi, et al., 2020).
Warna merupakan faktor mutu pertama yang dapat menentukan daya
terima konsumen terhadap suatu produk makanan. Perubahan warna yang tampak

6
pada susu di pengaruhi oleh kadar lemak (Kinteki et al., 2018). Dalam uji warna,
susu biasanya bewarna putih. Susu hewani memiliki warna putih kebiruan,
viskositas rendah, dan rasa manis (Muchtadi, 2019). Warna putih air susu
disebabkan karena warna kasein. Menurut Shodiq (2023) Kasein merupakan
jenis protein yang berasal dari susu.Warna kasein yang murni berwarna putih
seperti salju. Di dalam susu, kasein ini merupakan disversi koloid sehingga
tidak tembus cahaya yang mengakibatkan air susu tersebut berwarna putih.
Kadang-kadang susu berwarna agak kekuningan yang disebabkan oleh karoten
yang terlarut dalam lemak.

2.1.2. Uji Kebersihan degan Metode Saring

Susu segar adalah media yang sangat baik bagi pertumbuhan bakteri
sehingga apabila kebersihannya tidak terjaga maka dapat membahayakan
kesehatan konsumen dan menurunkan mutu serta keamanan susu (Puri, et al.,
2021). Menurut Jufrizel dkk (2021), ada beberapa persyaratan yang harus
dipenuhi untuk menjamin mutu agar kandungan gizi dan keamanan pangan dari
susu sapi segar berkualitas baik, yang harus diperhatikan adalah memperkecil
jumlah bakteri yang terdapat pada susu dengan cara menjaga kebersihan kandang,
alat dan pegawai pemerah susu juga selalu dijaga dalam kondisi bersih, serta suhu
penyimpanan yang sesuai. Mayoritas peternak masih banyak yang menggunakan
teknik pemerahan menggunakan tangan dan kurang memperhatikan kebersihan
tangan pemerah sehingga dapat mencemari susu (Khusna et al.,2019). Hal ini
dapat mengkotori susu segar sehingga kurang layak dikonsumsi.
Kebersihan dari susu segar dipengaruhi oleh kebersihan lingkungan asal
ternak perah tinggal. kebersihan lingkungan, ternak, alat pemerahan hingga
pemerah itu sendiri perlu ditingkatkan agar meminimalisir kontaminasi pada susu
yang telah selesai diperah (Novianti, 2019). Kontaminasi pada susu oleh bakteri
dimulai pada saat pemerahan sampai konsumsi (Budiprasojo, et al., 2021).
Adanya kotoran dalam susu sangat tidak dikehendaki dan merupakan indikator
penanganan yang tidak baik (sanitasi buruk). Kotoran yang dapat dilihat oleh mata
antara lain berupa bulu sapi, rambut, sisa-sisa makanan, bagian feses, dan lain-

7
lain. Hal tersebut perlu dihilangkan dengan cara penyaringan atau filtrasi karena
dapat menurunkan kualitas susu (Ariffien, 2022).
Penyaringan susu adalah uji kebersihan yang meliputi warna, bau, rasa,
dan ada tidaknya kotoran dalam susu dengan menggunakan kertas saring. Proses
penyaringan susu bertujuan memisahkan benda-benda pengotor susu yang
terbawa saat proses pemerahan. Penyaringan juga bertujuan untuk menghilangkan
sebagian leukosit dan bakteri yang dapat menyebabkan kerusakan susu selama
penyimpanan. Limbah yang dihasilkan berasal dari tumpahan bahan baku. Susu
yang berkualitas baik harus memperhatikan kebersihan dan kesehatan ternak,
kandang dan alat-alat pemerahan serta penyimpanan yang baik (Ariffien, 2022).
Uji kebersihan dilakukan dengan cara susu disaring menggunakan kain saring
sebelum masuk ke alat pendingin (cooling), kotoran yang terdapat dalam susu
akan tersangkut pada kain saringan (Setyorini, et al., 2020).

2.1.3. Pengukuran pH dengan pH meter

Kualitas susu sapi segar dapat diamati melalui sifat fisiknya yaitu pH
(Muharromah, 2019). Hasil uji tingkat keasaman (pH) susu yang diperiksa
seluruhnya memiliki pH (Falah, 2023). Keasaman susu atau pH merupakan
bagian dari keadaan atau kondisi suasana susu (Christi et al., 2022).
Menurut Falah (2023) dalam skala pH 1 sampai 14, asam mempunyai skala yang
lebih rendah antara 0 sampai 7 sedangkan basa mempunyai skala yang lebih tinggi
antara 7 sampai 14, maka dari itu pH 7 dianggap netral. Syamsi (2022) juga
menyatakan Angka 7 merupakan pH yang normal dan pH yang semakin rendah
dari 7 menunjukkan derajat yang makin asam. Normalnya pH pada susu dapat
disebabkan karena adanya kasein, buffer, fosfat, dan sitrat.
Pengukuran nilai pH dilakukan dengan menggunakan pH meter. Nilai pH
dapat diartikan suatu kondisi yang bersifat kebasaan atau keasaman. Pembentukan
asam dalam susu disebabkan karena aktivitas bakteri yang memecah laktosa
membentuk asam laktat (Falah, 2023). Kegiatan pengukuran pH dilakukan satu
per satu pada setiap sampel dan pada setiap pergantian sampel, pH meter dibilas
dengan aquades (Syamsi, et al., 2022)

8
Hal lain yang dapat mempengaruhi kualitas susu khususnya pH adalah
masa penyimpanan. Masa penyimpanan sampel yang diamati sudah lebih dari 2
jam, sehingga nilai pH sampel turun menjadi asam (dibawah pH 6).

2.1.4. Uji Alkohol

Uji alkohol dilakukan untuk mengetahui adanya perubahan sifat susu


karena susu rusak (Shodiq et al., 2023). Dalam penelitian Wiranti (2022) uji
alkohol dilakukan dengan mengamati susu yang telah tercampur dengan
alkohol apakah terdapat gumpalan atau tidak pada dinding tabung, dan
pengamatan untuk mengetahui ada tidaknya reaksi reduktase. Penelitian Ismiarti
(2021) Sampel ditambahkan alkohol 70% kemudian dikocok perlahan hingga
tercapur merata. Hasil kemudian diamati dengan melihat bagian permukaan
bagian tabung reaksi. Uji alkohol positif ditandai dengan adanya butiran susu
yang melekat pada dinding tabung reaksi, sedangkan apabila tidak terdapat butiran
menandakan uji alkohol negatif. Uji alkohol negatif menunjukkan sampel susu
masih segar dan tidak ada produksi asam laktat oleh bakteri yang menyebabkan
susu menjadi asam (Setyorini et al., 2020). Uji alkohol menjadi positif apabila
susu mulai asam atau sudah asam, susu bercampur dengan kolostrum, pada
permulaan mastitis dan susu tidak stabil disebabkan oleh perubahan
fisiologi (Wiranti et al.,2022).
Pada uji reduktase dilakukan dengan mengamati lama waktu perubahan
warna biru hilang menjadi warna putih kembali setelah tercampurmya
methylene blue. Hasil uji alkohol sangat dipengaruhi oleh higiene dan
sanitasi. Keadaan lingkungan yang kurang bersih dapat menyebabkan
terjadinya pemcemaran (Wiranti, 2022). Dalam penelitian Maulani dkk (2022)
terdapat gumpalan yang terjadi pada sampel disebabkan oleh berkurangnya
stabilitas kasein sehingga terjadi koagulasi yang terlihat jelas pada dinding
tabung reaksi. Pecahnya susu menunjukkan kualitas susu rendah sehingga
tidak layak dikonsumsi karena adanya kemungkinan bahwa kadarasam yang
terkandung dalam susu tinggi.

2.1.5. Uji Didih / Uji Masak

9
Uji didih merupakan uji kualitas susu dengan cara mendidihkan (Tefa,
2019). Menurut Sholeh (2021) Uji didih merupakan uji kualitas susu dengan cara
memasak susu atau mendidihkan susu di dalam tabung reaksi atau pembakar
busen. Uji didih susu ini dilakukan dengan cara memanaskan susu hingga
mendidih kemudian mengamati perubahan yang terjadi. Rizqan (2019) uji didih
pada susu, termasuk susu ruminansia seperti kambing bernilai negatif
menunjukkan susu masih dalam keadaan baik dan belum terkontaminasi, hal ini
disebabkan oleh mantel air yang mengelilingi kasein masih dalam keadaan baik
dan stabil yang mengakibatkan kasein susu tidak pecah dan menggumpal ketika
dipanaskan. Jika susu masih dalam keadaan homogen dan tidak pecah susu
termasuk kedalam kategori baik dan dinyatakan negatif (Sholeh, 2021).
Pada saat pengujian dilakukan tidak terjadi penggumpalan dikarenakan kasein
yang berada dalam susu masih dalam kondisi baik. Susu segar yang berkualitas
baik tidak akan pecah (menggumpal) bila dipanaskan hingga mendidih. Susu yang
menggumpal terjadi karena ketidakstabilan protein susu. 13 Bakteri S. aureus dan
E. coli yang ada pada susu sapi mastitis meningkatkan produksi eurokinase yang
merupakan activator plasminogen pada sel epitel. Plasminogen merupakan
penghasil plasmin yang dapat menghidrolisa kasein susu dan menyebabkan
koagulasi (Harjanti dan Sambodho, 2019). Koagulasi kasein ini yang
menyebabkan pecahnya susu saat dipanaskan dan terbentuknya butiran atau
gumpalan di dinding tabung reaksi.
Menurut Tefa (2019) Susu yang tidak baik (susu asam) akan pecah
atau menggumpal bila dimasak sampai mendidih karena kestabilan kaseinnya
berkurang. Sholeh (2021) juga menyatakan susu yang pecah disebabkan karena
kestabilan kaseinnya berkurang sehingga terjadi koagulasi kasein dan akan
mengakibatkan penggumpalan susu. Koagulasi larutan tersebut disebabkan oleh
keasaman dan suhu tinggi. Susu yang pecah saat dididihkan dapat
disebabkan oleh derajatkeasaman susu yang tinggi, susu tercampur kolostrum
dan keadaan fisiologi individu sapi menyimpang sehingga
menyebabkan komposisi susu tidak stabil.

2.1.6. Uji Reduktase dengan Biru Metilen

10
Uji biru metilen adalah uji yang digunakan untuk
memperkirakan jumlah bakteri pada sampel susu. Dalam uji ini
ditambahkan sejumlah zat warna ke dalam susu kemudian diamati waktu yang
dibutuhkan oleh bakteri untuk melakukan aktifitas yang dapat menyebabkan
perubahan warna zat tersebut. Semakin tinggi jumlah bakteri di dalam
susu semakin cepat terjadinya perubahan warna (Arini dan Ifalahma,
2021). Pertumbuhan mikroorganisme dalam susu dapat menurunkan mutu dan
keamanan pangan susu, yang ditandai oleh perubahan rasa, aroma, warna,
konsistensi, dan penampakan (Chotiah 2020).
Uji reduktase methylen blue digunakan untuk mengukur aktifitas bakteri
yang terdapat di dalam susu dan dapat pula digunakan untuk memperkirakan
jumlah bakteri dalam susu. Uji reduktase ini berdasarkan atas aktivitas mikroba
dalam susu sehingga menghasilkan senyawa pereduksi yang dapat mengubah
warna biru methylene blue menjadi putih jernih. Makin lama perubahan warna
dari biru menjadi putih berarti aktivitas bakteri kecil atau jumlah bakteri sedikit
dan susu mempunyai mutu yang baik (Ariffien, 2022).
Prinsip dasar dari uji biru methylen adalah kemampuan bakteri dalam susu
untuk tumbuh dan menggunakan oksigen terlarut, sehingga menyebabkan
penurunan kekuatan oksidasi-reduksi dari campuran tersebut, akibatnya metylene
blue yang ditambahkan akan tereduksi menjadi putih metylene (Rusidah, 2022).
Faktor yang mempengaruhi angka reduktase antara lain adalah jenis ternak
(hereditas), tingkat laktasi, umur ternak, kesehatan pada ambing, nutrisi pada
ternak, sanitasi putting dan ambing, sanitasi tempat pemerahan, sanitasi
pemerahan, sanitasi milkcan (Wiranti, 2022).
Cara ini memiliki kelebihan lebih cepat dalam pembacaan namun cara
ini juga memiliki kelemahan yaitu tidak cocok dilakukan terhadap susu yang
mengandung dalam jumlah sedikit, misalnya susu pasteurisasi. Selain itu metode
ini memerlukan waktu pengamatan yag terus menerus yaitu paling sedikit 6
jam. Kekurangan lainnya yaitu tidak dapat mengetahui koloni bakteri yang
tumbuh. Prinsip metode ini didasarkan pada kemampuan bakteri di dalam susu
untuk tumbuh menggunakan oksigen yang terlarut, sehingga menyebabkan
penurunan kekuatan oksidasi-reduksi dari campuran tersebut. Akibatnya biru

11
metilen yang ditambahkan akan tereduksi menjadi putih metilen. Waktu reduksi
yaitu perubahan warna biru menjadi putih dianggap selesai jika kira-kira
4/5 bagian dari contoh susu telah berwarna putih (Arini dan Ifalahma, 2021).
Uji reduktase dilakukan dengan cara memasukkan ke dalam tabung
reduktase steril 1 mL larutan biru metilen dan ditambahkan sampel susu sampai
batas lingkar. Tabung ditutup menggunakan sumbat, lalu dihomogenkan dengan
cara membolak-balikkan tabung (3 kali atau lebih) sampai warna biru tersebar
merata. Pembacaan hasil dapat dimulai minimal setelah 2/3 dari warna sudah
berubah menjadi putih. Sebaiknya reaksi ditunggu sampai seluruh warna biru
hilang (Wanniatie, 2019).

2.2. Pemiriksaan Komposisi air susu


2.2.1 Pengukuran Kadar Bahan kering

Komposisi merupakan indikator kualitas susu segar. Bahan-bahan


yang terkandung di dalam susu memiliki komposisi yang berbeda-beda pada
setiap hewan (Widodo, 2022). Susu mengandung berbagai macam nutrisi yang
utuh dan seimbang seperti protein, lemak, karbohidrat, mineral dan vitamin
(Miarsono, 2021). Bahan kering susu terdiri atas karbohidrat, lemak, protein,
vitamin, dan mineral (Christi, 2022). komponen-komponen lain yang terdapat di
dalam susu terutama bahan kering susu dan lemak air susu juga akan
mempengaruhi berat jenis susu (Adriani, 2021).
Karbohidrat merupakan salah satu gizi yang paling banyak dibutuhkan
oleh manusia yang berfungsi sebagai sumber energi utama bagi tubuh untuk
melakukan berbagai aktivitas. Karbohidrat merupakan sumber energi bagi tubuh,
namun jika suplai karbohidrat dalam tubuh kurang makan akan menyebabkan
tubuh menjadi lemah dan kurang konsentrasi (Milasari, 2019).
Bahan kering susu dihitung dengan rumus Fleischmann (Rahmi, 2021,).
Rumus ini berkaitan dengan berat jenis susu. Berat jenis adalah bagian dari unsur
komponen nutrien dalam menentukan kualitas susu. Semakin tinggi kadar BJ
maka makin tinggi nilai bahan keringnya (Christi, 2022). Berat jenis penting
didalam menentukkan kualitas susu. Berat jenis susu sangat dipengaruhi oleh

12
bahan kering yang ada di dalamnya. Berat jenis susu yang rendah dipengaruhi
oleh kadar lemak yang tinggi (Tanuwiria dan Christi, 2020).

2.2.2 Pengukuran Kadar Lemak

lemak merupakan komponen bahan makanan yang penting, istilah minyak


atau lemak sebenarnya tergantung apakah pada suhu kamar bahan tersebut dalam
keadaan cair atau padat. Bila pada suhu kamar dalam keadaan cair maka disebut
minyak sebaliknya biladalam keadaan padat disebut lemak (Wahid dan Arimbi,
2022). Lemak termasuk salah satu penyusun susu yang berperan cukup penting
karena mempunyai nilai ekonomi, nilai gizi tinggi, indikator bau, rasa dan lain -
lain pada susu. Semakin tinggi kadar lemak susu, rasa gurih pada susu semakin
terasa. Semakin rendah kadar lemak, susu akan terasa hambar (Suhendra, 2020).
Lemak merupakan bagian komposisi susu yang memiliki peran penting dalam
indikator kualitas susu. Kandungan lemak tinggi menimbulkan rasa gurih pada
susu dan olahannya hal ini karena lemak susu terdiri atas berbagai asam lemak.
Semakin banyak lemak susu maka harganya pun akan semakin meningkat pula
(Tanuwiria dan Christi, 2020).
Serat kasar dalam makanan yang rendah akan menghasilkan kandungan
asetat di dalam rumen yang rendah, sehingga lemak susu menjadi rendah karena
asetat merupakan bahan pembentukan lemak susu. Lemak adalah senyawa kimia
yang larut dalam pelarut organik dan tidak larut dalam air (Rokhayati, 2022).
Kadar lemak sangat berarti dalam penentuan nilai gizi air susu. Bahan
makanan hasil olahan dari bahan baku air susu seperti mentega, keju, krim, susu
kental dan susu bubuk banyak mengandung lemak. Lemak susu yang terdiri dari
asam lemak merupakan sumber energi bagi tubuh (Rokhayati, 2022). Pada
umumnya kadar lemak susu dipengaruhi oleh masa laktasi, musim, bangsa, dan
pakan (Sigit, 2021).
Prinsip uji kadar lemak susu dengan metode Babcock, Gerber dan Te Sa
adalah memisahkan lemak dengan cara menambahkan asam sulfat ke dalam susu
dan kemudian diikuti pemusingan (sentrifus). Lemak yang terpisah tersebut
ditentukan jumlahnya berdasarkan skala yang ada pada alat karena asam sulfat

13
pekat merombak dan melarutkan kasein dan protein lainnya, lemak menjadi cair
oleh panas amyl alkohol.
Uji Gerber merupakan metode standar untuk mengukur kandungan lemak
susu. Metode Gerber adalah metode konvensional yang melibatkan larutan asam
sulfat dan bahan pengemulsi untuk memisahkan lemak dari bahan lain
dalam susu (Ismiarti dan Purwitasari, 2022).

2.2.3 Pengukuran kadar lemak tanpa bahan kering (BKTL) susu

Bahan kering Tanpa Lemak (BKTL) susu adalah komponen nutrient selain
lemak yaitu karbohidrat, protein, vitamin dan mineral. Jenis karbohidrat yang
terdapat dalam susu adalah laktosa sedangkan jenis protein yaitu casein. Besarnya
kandungan Nilai BKTL susu sangat ditentukan dari jumlah nutrient bahan kering
penyusun susu kecuali lemak (Christi, 2022).
Kandungan BKTL susu bergantung pada laktosa dan protein di dalam
susu. Semakin tinggi kandungan protein dan laktosa dalam susu, maka dapat
merubah komponen lain seperti BKTL menjadi meningkat (Christi, 2022).
Tanuwiria dan Christi (2020) bahwa kualitas susu salah satunya dapat dilihat dari
tampilan berat jenis dan solid non fat. Sigit (2021) menjelaskan pula kandungan
berat bahan kering tanpa lemak (Solid non fat) berkisar antara 5,66-5,68.
Laktosa merupakan karbohidrat utama di dalam susu yang berfungsi
sebagai sumber energi utama BAL (Rukmi 2020, 41). Laktosa yang merupakan
karbohidrat utama di dalam susu direduksi oleh katalis, gugus karbonil dari
laktosa bereaksi dengan kupri menghasilkan cupri oksida (CuO) yang berwarna
merah. Senyawa ini dengan pemanasan akan bereaksi dengan asam fosfomolibdat
yang berwarna biru (Falah, 2023). Komponen lain yang memiliki nilai ekonomis
tinggi yakni protein di dalam susu. Protein di dalam susu terbagi menjadi dua
fraksi yakni kasein dan whey. Kasein merupakan protein yang paling
dominan pada fraksi tersebut dan memiliki sifat hidrofobik (Widodo, 2021).
BKTL seperti laktosa dipengaruhi oleh jumlah glukosa. Semakin
meningkatnya jumlah konsumsi glukosa maka akan meningkatkan pula kadar
laktosa yang akan mempengaruhi pula terhadap nilai BKTL. Komponen
BKTL dalam susu perlu diketahui serta dievaluasi kadarnya hal ini digunakan

14
untuk mengukur besar kecilnya komponen lain yang dinyatakan dengan bahan
kering (Christi, 2022).

2.2.4 Pengukuran kadar protein

Sumber nutrisi utama yang terkandung di dalam susu adalah protein.


Protein susu merupakan komponen yang sama pentingnya seperti lemak dan
karbohidrat. Protein utama yang terkandung didalam susu terdiri dari kasein dan
whey protein. Kasein terfraksionasi menjadi αs1, αs2, β, dan k kasein, sementara
whey protein terdiri dari α-laktalbumin, β-laktoglobulin, bovine serum albumin
(BSA) dan imunoglobulin (Ig) (Widodo, 2021). Protein susu memiliki beberapa
fungsi yaitu untuk metabolisme tubuh, menjaga kesehatan konsumen dengan
menghasilkan peptida bioaktif (Widodo, 2019).
Protein adalah makromolekul polipeptida yang tersusun dari sejumlah L-
asam amino yang dihubungkan oleh ikatan peptida. Suatu molekul protein disusun
oleh sejumlah asam amino dengan susunan tertentu dan bersifat turunan. Asam
amino terdiri atas unsur-unsur karbon, hidrogen, oksigen, dan nitrogen (Probosari,
2019). Menurut Purnama (2019) Protein merupakan sumber nutrisi yang paling
baik untuk pertumbuhan mikroorganisme, kemudian mikroorganisme tersebut
akan menguraikan protein menjadi metabolit berbau busuk, seperti indol,
kadeverin, asam-asam organik, CO2, H2S, dan sketol. Menurut Sigit (2021)
protein susu di bentuk dari tiga sumber utama yang berasal dari darah yaitu
peptida, plasma, dan asam amino.
Klasifikasi protein berdasarkan pada fungsi biloginya terdiri atas enzim,
protein pembangun, protein kontraktil, protein pengangkut, protein hormon,
protein bersifat racun, protein pelindung, dan protein cadangan. Klasifikasi
protein terdapat dalam bentuk serabut (fibrosa), globular, dan konjugasi
(Probosari, 2019).
Untuk mendapatkan kadar protein yang tinggi dalam spirulina dikenal
dengan berbagai macam metode untuk memisahkan protein dengan kandungan
yang lain yang terdapat dalam spirulina platensis, diantaranya adalah metoda
Kjeldahl dan metode Lowry. Pemilihan metode yang baik dan tepat untuk suatu
pengukuran bergantung pada beberapa faktor seperti, banyaknya material atau

15
sampel yang tersedia, waktu yang tersedia untuk melakukan pengukuran, alat
spektrofotometri yang tersedia (VIS atau UV) (Muyassaroh, 2020).

2.3 Pemeriksaan Komposisi air susu


2.3.1. Pembuktian penambahan Air

Pemalsuan dengan penambahan zat lain dalam susu sering terjadi


dilakukan sehingga mempengaruhi perubahan kualitasnya misalnya dengan
penambahan air akan membuat bahan kering penyusun ikut berubah pula, dan
berat jenis akan menjadi tidak normal. Perubahan yang tidak normal pada susu
akan menimbulkan pada titik bekunya yang ikut berubah pula (Christi 2022, 14).
Pemalsuan susu yang sering dilakukan adalah penambahan susu dengan air
yang bertujuan untuk menambah volume susu yang dihasilkan, pencampuran
susu dengan susu yang sudah tidak layak konsumsi atau basi juga dilakukan
beberapa penjual susu (Asmaq dan Marisa 2020, 169). Air adalah campuran
paling umum yang mengurangi nilai gizi susu (Chauhan 2019, 2055).
Penambahan air ke dalam susu umumnya dilakukan dengan air mentah yang
berasal dari sumber air sumur rumah atau sekitar kandang. Air mentah yang
dicampurkan ke dalam susu rawan tercemar oleh feses, mikroba, atau bahan kimia
dari limbah rumah tangga manusia (Syamsi 2023, 1).
Berat jenis susu ditentukan oleh jumlah komponen nutrient secara
keseluruhan kecuali air. Semakin berat bahan kering penyusun susu maka semakin
tinggi pula berat jenisnya. Bahan kering Tanpa Lemak (BKTL) susu adalah
komponen nutrient selain lemak yaitu karbohidrat, protein, vitamin dan
mineral. Menurut Tanuwiria dan Christi (2020, 153) bahwa kualitas susu salah
satunya dapat dilihat dari tampilan berat jenis dan solid non fat.
Berat jenis susus angat dipengaruhi oleh bahan kering yang ada di
dalamnya. Bahan kering susu terdiri atas karbohidrat, lemak, protein,
vitamin, dan mineral (Christi 2022, 14). Nilai Berat jenis dipengaruhi juga
oleh ras atau bangsa, periode kelahiran, status fisiologis, pakan dan waktu
pemerahan (Suhendra 2020, 88). Selain itu, Susu yang dipalsukan dengan air
terlalu banyak akan menimbulkan bercak biru pada susu. Kadar lemak,
protein dan kandungan bahan keringnya juga akan turun (Zulaikhah 2023, 132).

16
2.3.2. Pembuktian Penambahan Santan

Santan merupakan hasil ekstraksi dari buah kelapa yang mempunyai


warna yang mirip dengan susu. “Santan termasuk bahan makanan yang
mengandung banyak air dan lemak (Arifin, 2020, 1). Hal ini terlihat warnanya
sehingga banyak orang mengira susu sapi dan santan sama, walaupun secara fisik
selain warna berbeda.
Kandungan santan juga tidak jauh berbeda dengan susu yaitu mengandung
protein, lemak, karbohidrat, vitamin dan mineral (Noor 2019, 18). Penambahan
santan mengakibatkan adanya gumpalan lemak santan pada susu. Hal ini
disebabkan karena santan memiliki molekul lemak yang lebih besar dibandingkan
lemak susu karena molekul lemak nabati lebih beesar dibanding molekul lemak
hewani (Zulaikhah 2023, 132).
Banyak orang menambahkan hingga menggantikan susu sapi dengan
santan. Alasan pemilihan santan kelapa sebagai pengganti susu adalah santan
kelapa mempunyai kandungan yang mirip dengan susu sapi. Hal ini
memungkinkan untuk mengolah santan dengan menggunakan teknologi
pengolahan susu (Ismiyati 2019, 2).
Pengaruh penambahan air dan santandapat menurunkan kadar protein
pada susu karena konsentrasi molekul susu semakin mencair jika ditambahkan
air, selanjutnya bila ditambahkan santanmaka ada penumpukan lemak pada
susu sehingga dapat terjadi penurunan pada kadar protein susu (Arifin 2020,
1).
Santan merupakan emulsi minyak yang terdapat dalam air yang umumnya
memilki warna putih yang diperoleh melalui proses pemerasan daging kelapa
segar lalu diparut dengan atau tanpa adanya penambahan air (Hadijah 2022, 321).
Jenis bahan ini yang mudah rusak serta mudah akan memilki bau kurang enak
dalam hitungan jam. Dalam daging buah kelapa mempunyai kandungan 90%
Asam lemak jenuh dan 10% asam lemak tak jenuh (Muttaqin 2019, 18). Lemak
yang terdapat dalam santan adalah 34,3 gram per 100 gram, hal ini menyebabkan
jika santan direbus dalam waktu lama maka akan berubah menjadi minyak
(Hadijah 2022, 321).

17
2.3.3. Pembuktian Penambahan Pati

Pati merupakan karbohidrat yang banyak dijumpai pada tanaman, baik


dalam umbi, biji, batang dan buah (Zulaidah, 2020). Pati merupakan komponen
utama di dalam banyak tanaman, terutama serealia dan umbi-umbian. Komposisi
utama pada pati amilosa dan amilopektin yang mempunyai sifat alami berbeda-
beda (Etari, 2020).
Pati merupakan karbohidrat kompleks berbentuk bubuk putih, tidak berasa
dan tidak berbau. Beberapa tanaman penghasil pati yang banyak di Indonesia
adalah ganyong, singkong, pisang, kentang dan sukun (Etari, 2020). Karbohidrat
adalah senyawa organik yang mengandung senyawa karbon, hidrogen dan
oksigen, dan pada umunya unsur hidrogen dan oksigen dalam komposisi
menghasilkan H2O. Di dalam tubuh karbohidrat dapat dibentuk dari gliserol
lemak dan beberapa asam amino. Sebagian besar karbohidrat berasal dari bahan
makanan yang dikonsumsi sehari-hari terutama tumbuh-tumbuhan (Milasari,
2019).
Susu merupakan sumber protein hewani yang ditumbuhkan dalam
pertumbuhan dan perkembangan tubuh serta dalam menjaga kesehatan. Susu sapi
segar merupakan unsur penting dalam industri pengolahan susu (Milasari, 2019).
Susu yang dicampurkan dengan pati dapat diketahui dengan larutan asam asetat
dan larutan lugol. Asam asetat yang termasuk asam organik dapat menghambat
pertumbuhan dan perkembangan mikroorganisme (Islami, 2022). Ecoenzyme
karena sifatnya yang asam digunakan dalam pembersihan peralatan, pembersihan
lantai. juga karena baunya mengusir nyamuk (Vama & Cherekar, 2020). Lugol
dalam percobaan/praktikum biasanya digunakan untuk menguji adanya
kandungan amilum dalam suatu bahan pangan.

2.3.4. Pembuktian penambahan Susu Masak

Susu sapi menjadi salah satu produk susu yang paling banyak dikonsumsi oleh
masyarakat. Susu sapi berkontribusi dalam pemenuhan kebutuhan zat gizi makro
dan mikro (Marangoni et al., 2019). Susu sapi memiliki komponen protein,
vitamin, mineral, dan komponen zat gizi lainnya (Scholz-Ahrens et al., 2020).

18
Susu merupakan merupakan cairan yang berasal dari ambing sapi perah yang
kandungan alaminya tidak dikurangi dan ditambahkan suatu apapun dan juga
tidak mengalami proses apapun. Susu memiliki kandungan zat gizi meliputi
protein, asam lemak esensial, vitamin dan mineral (Febriyatna, 2021). Susu dapat
dikonsumsi dalam bentuk segar maupun dalam bentuk olahan (Mahdiah, 2020).
Susu dapat dikonsumsi setelah melalui proses pemanasan yang sesuai.
Proses pemanasan yang dapat dilakukan antara lain adalah proses pasteurisasi dan
sterilisasi (Maharani et al., 2020). Beberapa susu punya pengeolahan yang
berbeda-beda tergantung teknik pemasakan atau pemanasan.
Pasteurisasi merupakan salah satu usaha pengolahan susu dengan cara
pemanasan untuk mempertahankan mutu dan keamanan susu. Usaha ini adalah
proses pembasmian bakteri patogen yang mungkin masih terdapat dalam air susu.
Susu pasteurisasi merupakan bentuk lain dari susu segar dan sebagai usaha untuk
memperpanjang daya tahannya (Resnawati, 2020). Susu UHT adalah susu segar
atau susu rekonstitusi atau susu rekombinasi yang disterilkan pada suhu tidak
kurang dari 135°C selama 2 detik dan segera dikemas dalam kemasan steril.
Pemanasan suhu tinggi dimaksudkan untuk membunuh bakteri sehingga
mengakibatkan citarasa susu yang dihasilkan tidak terlalu bagus, akan tetapi
kelebihan kandungan gizinya diformulasikan menyerupai susu segar dan susu
formula bubuk (Widyananda, 2022)

2.2.5. Pembuktian Penambahan Formalin

Sifat susu yang mudah rusak atau basi, minimnya pengetahuan pedagang
tentang bagaimana cara pengolahan susu yang benar serta keinginan untuk
mendapatkan keuntungan yang besar menjadi alasan bagi pedagang untuk
menambahkan pengawet pada susu tersebut. Penambahan pengawet selain untuk
memperpanjang daya tahan susu, juga dapat membuat aroma khas susu lebih
pekat, sehingga menarik konsumen untuk membelinya. Salah satu pengawet yang
biasa digunakan adalah formalin. Formalin biasanya digunakan untuk bahan
pengawet mayat dan pengawet hewan penelitian (Erlita dan Maria, 2019).
Formaldehida merupakan tambahan kimia yang efisien, tetapi dilarang
ditambahkan pada bahan pangan (Tattu, 2020). Formalin merupakan bahan kimia

19
berbahaya karena bersifat karsinogen dan mutagenik yaitu dapat mengakibatkan
terjadinya perubahan pada sel serta jaringan tubuh, dan juga memiliki sifat iritatif
dan korosif (Fauziyya dan Saputro, 2020). Bahan tambahan pangan ini biasanya
ditambahkan ke dalam makanan yang mudah rusak, atau makanan yang disukai
oleh bakteri atau jamur sebagai media pertumbuhan.
Formalin merupakan larutan yang dibuat dari 37% formaldehida dalam air.
Dalam larutan formalin biasanya ditambahkan alkohol (metanol) sebanyak 10-
15% yang berfungsi sebagai stabilisator agar formalin tidak mengalami
polimerisasi (Gibtiah, 2019). Formalin merupakan salah satu zat tambahan yang
dilarang dalam makanan (Tarumingi, 2021).
Formaldehid atau disebut juga formalin merupakan zat kimia berbahaya
bagi manusia sehingga sangat dilarang digunakan sebagai bahan baku makanan,
tetapi masih banyak produsen makanan dan minuman masih menggunakan bahan
formalin sebagai bahan tambahan untuk mengawetkan makanan (Dewi, 2019).
Jika kandungannya dalam tubuh tinggi, akan bereaksi secara kimia dengan hampir
semua zat di dalam sel, menekan fungsi sel, dan menyebabkan kematian sel,
sehingga menimbulkan keracunan pada tubuh (Erlita dan Maria, 2019).
Larutan biru metilen sebanyak 1 ml dimasukkan ke dalam tabung
reduktase, lalu ditambahkan sampel susu. Tabung reduktase tersebut akan ditutup
dengan sumbat, kemudian dibolak-balik campuran tersebut sekitar 3 kali atau
lebih hingga susu tersebut bewarna biru merata. Campuran yang ada pada tabung
tersebut dimasukkan ke dalam penangas air dengan suhu 37±1°C selama 4-4,5
jam. Apabila menggunakan inkubator, tabung tersebut dimasukkan terlebih
dahulu ke dalam penangas air selama 5 menit lalu dimasukkan ke dalam
inkubator. Warna dari campuran susu dengan metilen biru akan berubah menjadi
putih dengan waktu tertentu tergantung banyaknya mikroorganisme yang ada
pada air susu. Semakin lama waktu perubahan warna menunjukkan susu tersebut
normal, sebaliknya apabila waktu perubahan warna sebentar menandakan susu
tersebut telah rusak. Waktu perubahan warna berkisar kurang dari 20 menit
sampai lebih dari 4,5 jam.
Penentuan kadar bahan kering dilakukan dengan metode pengeringan dan
menggunakan rumus Fleischmann. Pengukuran kadar lemak dapat dihitung

20
dengan metode Gerber, yaitu Asam sulfat (HSO) pekat melarutkan dan merombak
kasein dan lainnya sehingga lenyap bentuk dispersi lemak. Dalam mengetahui
kadar lemak dan berat jenis, maka kadar bahan kering tanpa lemak (BKTL)
sampel susu dapat dihitung. Persentase BKTL dapat menggunakan rumus Herz-
Henkel. Dan penentuan kadar protein dapat dilakukan dengan cara titrasi formol
atau dengan penyiapan sampel.
Susu yang ditambahkan dengan air akan diukur berat jenisnya. Apabila
berat jenis susu kurang dari 1,0280 – 1,0320 makan susu tersebut terdapat
perubahan karena penambahan air atau whey. Sedangkan susu yang ditambahkan
dengan santan akan dilihat dengan mikroskop untuk melihat ukuran butiran lemak
susu. Butiran lemak nabati yang berukuran besar membuktikan adanya santan
yang terlarut dengan susu.
Pembuktian penambahan pati dalam susu dilakukan dengan dimasukkan
ke dalam tabung reaksi lalu tambahkan asam asetat, setelah itu dipanasakan dan
disaring. Teteskan larutan lugol dan lihat warnanya. Apabila positif mengandung
pati, maka warna filtrate menjadi biru. Bila berwarna kuning artinya negatif.
Apabila berwarna hijau, reaksi diragukan. Untuk pembuktian penambahan susu
masak masukkan susu ke dalam tabung reaksi, tambahkan 2 tetes larutan
paraphenildiamin 2%. Tambahkan 1-4 tetes larutan hydrogen peroksida. Susu
mentah dan susu yang belum mengalami pemanasan berubah warnanya menjadi
biru. Susu yang dipanaskan pada 77-80°C tetap berwarna putih. Dan pembuktian
penambahan formalin terdapat 2 cara. Cara pertama air susu ditambah 5 ml air,
pelan-pelan ditambahkan 5 ml H₂SO4. Antara perbatasan H2SO4 dan susu akan
terlihat cincin ungu bila positip mengandung formalin dan cincin hijau bila
formalin negatip. Cara Kedua masukan 2 ml sampel susu ke dalam tabung reaksi,
tambahkan 10 ml larutan asam klorida yang mengandung besi. Pasnaskan dan
biarkan 1 menit dalam suhu mendidih. Bila mengandung formalin akan tampak
warna ungu.

21
BAB III
MATERI DAN METODA

3.1. Waktu dan Tempat

Pelaksanaan praktikum Produksi Ternak Perah bertempat di Laboratorium


Fakultas Peternakan, Universitas Jambi pada hari Selasa, 14 Maret sampai dengan
11 April 2023 jam 07.30 WIB s/d selesai.

Praktikum ini dilaksanakan pada hari kamis, 24 Maret 2022 sampai dengan
tanggal 31, Maret 2022 pada pukul 11.00 WIB sampai dengan selesai yang
bertempat di Laboratorium Analisis Fakultas Peternakan Universitas Jambi.
3.2 Materi

Pada praktikum Pemeriksaan Kesegaran Air Susu alat dan bahan yang
digunakan adalah tissu, sabun, spons, susu segar 5 liter, santan kental, susu UHT
full cream dan coklat 1 liter dan aquades. Setiap pemeriksaan kesegaran air susu
membutuhkan alat dan bahan masing-masing. Alat dan bahan yang dibutuhkan
dalam uji sensorik atau uji organoleptik adalah tabung reaksi, penjepit tabung
reaksi, pipet 10 ml dan pembakar busen. Alat yang digunakan dalam uji
kebersihan dengan metode saring adalah kertas saring, corong dan gelas
penampung atau beker glass. Dalam pengukuran ph menggunakan pHmeter,
sedangkan uji alkohol menggunakan tabung reaksi dan alkohol 68%, 70%, 75%
dan 96%. Uji didih atau uji masak menggunakan tabung reaksi dan pembakar
busen. Terakhir uji reduktase dengan metilen biru adalah larutan biru metilen,
tabung reduktase, penangas air, pipet 1 ml dan 25 ml, dan 40 kapas serta kain kasa
yang telah digabungkan.

Pada praktikum Pemeriksaan Komposisi air susu alat dan bahan yang
digunakan adalah penangas air, timbangan analitik skala 0,1 mg, lemari pengering
(oven) temperature 102°C, eksikator, cawan gelas berpenutup diameter 5 cm,
pipet khusus susu 10,75 ml, butyrometer, sentrifus, pipet otomat 1 ml ± 50 rpm
dan 10 ml, Labu erlenmeyer, gelas becker 250 ml, pipet 1 ml dan 25 ml, dan
buret, Bahan yang digunakan pada pemeriksaan komposisi air susu dalam
mengetahui kadar bahan kering, lemak, bahan kering tanpa lemak dan protein

22
adalah susu segar 500 ml, susu pasteurisasi 500 ml, aquades 1 liter, H2SO4 pekat
(91-92%), amil alkohol, larutan NaOH 0,1 N, Kalium oksalat (K 2C2O2H2O),
formalis 35%, phenolpthaine (PP) 2%, dan cobalt sulfat (CoSO4.7H20).
Pada praktikum Pemeriksaan Pemalsuan Air Susu alat dan bahan yang
digunakan adalah laktodensimeter, termometer, gelas ukur 100 ml dan 250 ml,
labu erlemyer 250 ml dan 500 ml, mikroskop, gelas objek, kertas saring, pipet 1
ml dan 10 ml, tabung reaksi, busen, penangas air, susu segar 3 liter, susu UHT full
cream 1 liter, susu UHT rasa coklat 1 liter, santan kara, aquades 1,5 liter, susu
pasteurisasi 1 liter, pati 100 ml/gram, larutan asam acetate, larutan lugol, larutan
paraphenildiamin 2%, larutan hydrogen peroksida (0,2-1%) larutan asam klorida
(HCL) yang mengandung besi, H2SO,

3.3. Metoda

Uji sensorik atau uji organoleptik terdapat 4 uji yang dilakukan dengan
menggunakn panca indra manusia, yaitu uji warna, uji bau, uji kekentalan dan uji
rasa. Uji warna dilakukan dengan mengamati warna susu. Apabila susu berwarna
putih berarti susu tersebut normal. Susu yang dicampur dengan air akan bewarna
biru. Sedangkan susu berwarna kuning menandakan bahwa susu tersebut banyak
mengandung karoten dan susu yang bewarna merah menunjukkan adanya darah
pada susu tersebut..
Uji kebersihan dilakukan dengan homogenkan 500 ml sampel susu lalu
menuangkan sampel susu secara perlahan-lahan melalui dinding corong. Pada
mulut corong telah terpasang kertas saring. Susu ditampung dalam becker glass.
Setelah kertas saring dilepaskan, amati kotoran yang tertinggal di kertas saring
tersebut. Kotoran dapat berupa bulu, potongan rambut, pasir, feces dan lain-lain.
Untuk lebih jelas, masukkan kertas saring dalam inkubator atau lemari pengering
agar kering. Penilaian dilihat dari seberapa banyak kotoran dan kebersihan pada
susu segar.
Pengukuran pH air susu segar menggunakan pHmeter atau kertas lakmus
untuk mengetahui nilai pH susu segar. pH susu segar adalah 6,5-6,75. Susu yang
mempunyai pH di atas 6,85 dinyatakan bahwa susu terlalu alkalis dan

23
kemungkinan ada penambahan bahan pengawet. Jika pH di bawah 6,3, susu
dinyatakan terlalu asam dan biasanya menandakan susu sudah lama disimpan.
Uji alkohol dilakukan dengan mengisi 3 ml air susu disetiap tabung reaksi,
lalu ditambahkan jenis alkohol. Tabung 1 ditambalikan 3 ml alkohol 68%, Tabung
II ditambahkan 3 ml alkohol 70%. Tabung III ditambahkan 3 ml alkohol 75%,
Tabung IV ditambahkan 3 ml alkohol 96% untuk control. Masing-masing tabung
dikocok dan diamati. Bila susu pecah (ditandai dengan endapan halus pada
dinding tabung) maka sampel susu tersebut asam dan hasil uji positif. Hal ini
disebabkan oleh aktifitas mikroorganisme yang bersifat labil. Bila susu tidak
pecah dan tetap homogen, hasil uji dinyatakan negatif dan susu normal.
Uji didih dilakukan dengan memasukkan 5 ml air susu ke dalam tabung
reaksi dan panaskan sampai mendidih. Bila terdapat butir-butiran dan susu tidak
homogen berarti susu pecah (susu rusak) dan hasil uji positif. Bila susu tetap
homogen berarti susu masih baik (normal) dan hasil uji negatif.

24
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Pemeriksaan Kesegaran Air Susu


4.1.1. Uji Sensorik atau Uji Organoleptik

Tabel 1. Uji Sensorik atau Uji Organoleptik


Uji Hasil
Susu Segar Susu UHT Susu Segar dan
Santan
Rasa Hambar, Amis Creamy Asam
Bau Amis Normal Santan
Warna Putih Pudar Putih Kekuningan Putih Pekat
Santan

Gambar 1. Uji Sensorik atau Uji Organoleptik


Hasil yang didapatkan dengan uji tersebut menunjukkan banyaknya
perbedaan, baik pengujiannya maupun bahan sampel yaitu susu segar, susu UHT
dan susu segar dicampur dengan santan. Susu segar mempunyai rasa yang hambar
dan amis menunjukkan bahwa susu tersebut kolostrum, tidak seperti susu UHT
dengan rasa yang Creamy menunjukkan susu tersebut normal dan layak
dikonsumsi. Rasa dari pencampuran susu segar dengan santan memiliki rasa yang
asam menunjukkan rasa tersebut rusak dan tidak layak dikonsumsi.
Selain rasa, uji bau merupakan uji organoleptik dengan menggunakan
indera penciuman. Tidak seperti susu lainnya, dalam uji ini susu UHT memiliki
bau yang normal sehingga dapat dikonsumsi. Aroma susu memiliki khas karena
mudah menyerap bau disekitarnya (Christi, 2022). Susu segar mudah rusak,
karena mengandung mikroba pembusuk dan pathogen yang dapat menimbulkan
penyakit. Hal ini juga menyebabkan susu memiliki bau amis dikarenakan daya

25
simpan yang pendek. Bau santan dari pencampuran susu segar dengan santan
berasal dari kuatnya aroma santan dikarenakan dalam uji ini perbandingan susu
segar dengan santan 1:1 dimana aroma santan lebih kuat dibandingkan susu segar
sehingga aroma dari susu segar yang dicampur sulit dihirup.
Susu yang baik mempunyai rasa yang manis. Rasa manis ini berasal dari
laktosa sedangkan rasa asin berasal dari klorida, sitrat, dan garam-garam mineral
lainnya. Susu segar yang baik memiliki rasa yang sedikit manis gurih karena
terdapat laktosa, protein, dan mineral di dalamnya. Susu yang memiliki rasa yang
kurang diminati adalah susu dengan rasa asam. Umumnya susu yang asam
terkontaminasi oleh bakteri patogen sehingga tidak dapat diminum. Susu yang
sudah rusak memiliki rasa asam dan tengik disebabkan oleh aktivitas autolisis
dalam susu dan bakteri yang mengontaminasi susu dan berkembang di dalamnya
(Hartati et al., 2022). Beberapa bakteri patogen penyebab utama keracunan dalam
susu adalah Salmonella sp, Staphylococcus, dan Escherichia coli (Delorme et al.,
2020). Dalam penelitian Teme (2021) rasa asli susu hampir tidak dapat
diterangkan, tetapi yang jelas menyenangkan dan agak manis.
Kandungan susu bisa berkurang atau berubah apabila diamati dengan cermat,
misalnya seperti perubahan warna pada pada susu (Asmaq, 2020). Susu yang
berubah warna biasanya terdapat penambahan cairan atau bahan lain sehingga
susu yang seharusnya bewarna putih bisa berubah warna. Penambahan perisa dan
komponen lain pada susu juga dapat mengubah warna tergantung warna perisa
serta rasa susu yang berbeda. Meskipun begitu, selain bahan yang tidak cocok
dengan susu untuk dikonsumsi susu tidak layak digunakan.

4.1.2 Uji Kebersihan dengan Metode Saring

Tabel 2. Uji Kebersihan dengan Metode Saring


Uji Hasil
Susu Segar Cukup bersih

26
Gambar 2. Uji Kebersihan dengan Metode Saring
Kebersihan dari susu yang diujikan dapat dilihat setelah susu disaring
dengan kertas saring. Dalam uji pada susu segar terdapat gumpalan lemak
sehingga penilaian yang didapatkan cukup bersih. Hasil tersebut dikarenakan
gumpalan lemak berasal dari kandungan susu kaya akan nutrisi. Meskipun begitu
apabila lemak terebut menggumpal hingga terlihat dengan jelas maka dipastikan
susu tersebut tidak layak dikonsumsi dikarenakan susu tersebut telah pecah dan
rusak.
Endapan halus pada dinding tabung maka sampel susu tersebut asam dan
hasil uji positif bahwasannya molekul susu sudah pecah. Hal ini disebabkan oleh
aktifitas mikroorganisme yang bersifat labil (Ariffien, 2022). Meningkatnya
pertumbuhan mikroorganisme seperti bakteri pathogen membuat susu tidak
kurang layak digunakan. Semakin kotor susu tersebut maka susu tidak akan
digunakan.

4.1.3 Pengukuran pH dengan pHMeter

Tabel 3. Pengukuran pH dengan pHMeter


Uji Hasil
Kertas Lakmus 6
pHMeter 5,95

Gambar 3. Pengukuran Ph

27
Pencampuran susu segar dengan santan memiliki pH yang rendah, yaitu 6
yang menunjukkan nilai tersebut dibawah standar yang telah ditentukan. Menurut
Wibowo dan Ali (2019) Larutan asam mempunyai pH lebih kecil dari 7. Danah
(2019) menyatakan pH susu hasil pasteurisasi yag normal adalah 6,5–6,7. Hal
ini mengakibatkan susu mempunyai rasa yang asam, sehingga susu kurang layak
untuk dikonsumsi.
penurunan nilai pH (<6) pada susu sapi dapat disebabkan oleh
aktivitas mikroba atau adanya kolostrum pada susu, sedangkan kenaikan
nilai pH (>6,7) susu dapat menjadi tanda adanya mastitis pada sapi yang
diperah (Listina, 2022). Perubahan pH susu disebabkan oleh mikroorganisme
yang terkandung dalam susu sehingga asam pada susu semakin kuat apabila
pertumbuhan bakteri tersebut meningkat. Bakteri phatogen menjadi penyebab
perubahnya asam basa pada susu sekaligus menjadi tempat koloni utama susu
dalam mempercepat pertumbuhan sehingga nilai pH pada susu semakin berubah
seiring lamanya waktu. Selain itu, penambahan bahan yang kurang tepat pada
susu memungkinkan pH akan berubah, baik lemah maupun kuat.

4.1.4 Uji Alkohol

Tabel 4. Uji Alkohol


Uji Hasil
Susu segar + alkohol 70% Positif
Susu segar + alkohol 96% Positif

Gambar 4. Uji Alkohol


Kedua hasil tersebut menunjukkan nilai dengan penambahan alkohol 1:1
bernilai positif. Gumpalan yang terlihat dari tabung reaksi terlihat jelas, termasuk
susu dengan penambahan alkohol 96% dikarenakan koegulasi dengan alkohol

28
lebih kuat. Dengan penambahan alkohol 96% menujukkan susu tersebut telah
rusak.
Uji alkohol dapat diketahui dengan melihat koagulan atau butir-butir protein
susu yang terbentuk pada dinding tabung reaksi setelah penambahan alkohol
yang menandakan susu sudah rusak (Shodiq et al., 2023). Susu yang telah
menggumpal memiliki keasaman Aktifitas mikroorganisme dan lama
penyimpanan susu menjadi alasan susu dapat rusak sehingga susu tidak layak
dikonsumsi karena dapat mengganggu pencernaan apabila diminum langsung.

4.1.5 Uji Didih atau Uji Masak

Tabel 5. Uji Didih atau Uji Masak


Uji Hasil
Susu Segar Positif
Susu UHT Negatif

Gambar 5. Uji didih atau Uji Masak


Pendidihan atau pemasakan pada kedua susu menunjukkan adanya
perbedaan yang dilihat dari tabung rekasi. Susu UHT memiliki nilai yang negatif
menunjukkan bahwa susu tersebut normal karena tidak adanya gumpalan atau
butiran yang terlihat. Susu segar bernilai positif menandakan bahwa susu tersebut
telah pecah dan rusak. Proses pemanasan dan alkohol memiliki sifat koagulan
(dapat menggumpalkan koloid/cairan emulsi) dimana kasein merupakan salah satu
jenis protein yang dapat terkoagulasi apabila bereaksi secara langsung terhadap
koagulan dalam keadaan yang tidak stabil (Hartati et al., 2022).

4.1.6. Uji Reduktase

Tabel 6. Uji reduktase dengan Biru Metilen


Uji Kualitas

29
Susu Segar Kelas I (baik)
Susu Pasteurisasi Kelas I (baik)
Susu UHT Kelas I (baik)
Susu UHT Coklat Kelas I (baik)
Praktikum Kelas E 2023

Gambar 6. Uji Reduktase dengan Biru Metilen

Bedasarkan hasil yang didapat, kesegaraan susu masih dalam keadaan


normal. Warna dari semua sampel yang didapatkan selama lebih dari 4 jam
menunjukkan berwarna biru, sehingga kurangnya mikroorganisme yang terdapat
pada susu tersebut. Semakin tinggi aktivitas bakteri, akan semakin singkat waktu
yang dibutuhkan untuk mengembalikan warna susu menjadi normal kembali.
Sebaliknya, apabila waktu yang dibutuhkan lama, maka susu tersebut dalam
keadaan baik atau segar. Hal ini menyesuaikan penelitian Wiranti (2022, 126)
didapatkan hasil rata-rata yang sama yaitu selama 7 jam, dapat dikatakan susu
yang berkualitas cukup baik. Penelitian ini berbeda dengan Penelitian Asmaq
(2020, 171) dengan 15 sampel susu memiliki rata-rata waktu 64 menit
menujukkan perubahan campuran menjadi warna putih, sehingga hasil tersebut
kurang baik.
Dalam uji ini ditambahkan sejumlah methilen blue ke dalam susu,
kemudian diamati kemampuan bakteri di dalam susu untuk tumbuh dalam
menggunakan oksigen terlarut, sehingga menurunkan kekuatan oksidasi-
reduksi dari campuran tersebut yang menyebabkan methilen blue yang
ditambahkan akan tereduksi menjadi putih (Nainoe 2019, 50). keaktivan enzim
reduktase pada reagen methylene blue menunjukkan tingginya aktivitas
mikroorganiseme dalam susu. Hal ini ditunjukkan dengan perubahan warna biru
menjadi putih yang sangat cepat. Hal ini disebabkan oksigen yang dikonsumsi
oleh mikroorganisme yang tumbuh dan dapat beraktivitas pada saat reagen

30
methylene blue yang dicampurkan ke dalam sampel sehingga mengakibatkan
perubahan warna menjadi putih. oksigen yang dikonsumsi oleh mikroorganisme
yang tumbuh dan dapat beraktivitas pada saat reagen methylene blue yang
dicampurkan ke dalam sampel sehingga mengakibatkan perubahan warna menjadi
putih.
Lamanya waktu menunjukkan sedikit banyaknya mikroba yang terdapat
didalam susu maka semakin banyak senyawa pereduksi yang dihasilkan mikroba
yang terdapat didalam susu. Semakin banyak mikroba yang terdapat susu, maka
perubahan warna menjadi warna putih semakin cepat. Perubahan yang cepat
menandakan bahwa susu tersebut telah rusak.

4.2. Pemiriksaan Komposisi air susu


4.2.2. Pengukuran Kadar Bahan kering

Bahan kering susu diukur setelah sampel susu dikeringkan dengan suhu
konstan dan dihitung beratnya dengan timbangan analitik. Susu yang dijadikan
sampel pengukuran kadar bahan kering yaitu susu pasteurisasi dan susu segar.
Terdapat 9 sampel susu yang diujikan dengan jumlah susu di setiap cawan
sebanyak 3 ml, yaitu 5 sampel susu pasteurisasi dan 4 sampel susu segar. Masing
– masing sampel memiliki berat yang berbeda – beda tergantung berat cawan.
Hasil tersebut didapatkan dengan cara menimbang cawan sebelum
diberikan sampel, sampel yang yang belum dikeringkan hingga telah dikeringkan
selama 2 jam. Cawan akan dikeringkan terlebih dahulu, kemudian ditimbang dan
diberi nama G1. Cawan yang telah diberikan sampel susu akan ditimbang dan
diberi naman G2. Cawan dengan sampel akan dikeringkan lalu ditimbang dan
diberi nama G3. Setelah didapatkan data G1, G2 dan G3 maka akan dihitung
persentase kadar bahan kering dari setiap sampel. Hasil diperlihatkan pada tabel 1.
Tabel 7. Pengukuran Kadar Bahan Kering
Uji G1 G2 G3 Kadar BK Susu
Susu Pasteurisasi 1 22,69 24,93 24,29 71%
Susu Pasteurisasi 2 21,24 23,39 22,56 61%
Susu Pasteurisasi 3 21,94 24,1 23,43 69%
Susu Pasteurisasi 4 30,23 32,79 32,04 71%
Susu Pasteurisasi 5 21,23 23,25 22,45 60%
Susu Segar 1 28,87 31,28 30,47 66%

31
Susu Segar 2 18,97 21,34 20,64 71%
Susu Segar 3 29,73 31,93 31,2 67%
Susu Segar 4 27,71 30,25 29,46 69%

Pengujian bahan kering susu memiliki hasil dengan rata – rata 67% dari
semua sampel yang dihitung persentase kadar bahan kering. Hasil tersebut dicapai
telah tercapai bila nilai G1 tidak melebihi nilai G2 maupun G3. Apabila nilai G1
lebih, maka dipastikan hasilnya negatif. Sedangkan apabila nilai G3 lebih dari G2
maka kadar bahan kering pada sampel akan bernilai lebih dari 100%, namun
karena adanya pengeringan, maka secara umum ada pengurangan pada G3
sehingga nilainya kurang dari G2.
Rata – rata persentase nilai kadar BK susu paling besar adalah sampel
susu segar dengan nilai berikisar 98%. Hal ini membuktikan kadar BK masih
terdapat sebebelum pemrosesan ke olahan lainnya. Pada sampel susu pasteurisasi
didapatkan rata – rata berkisar 67% yang dimana selisih 1% dengan susu segar.
Prinsip dasar proses pengeringan adalah proses terjadinya pindah panas
dari alat pengering dan difusi air (pindah massa) dari bahan yang dikeringkan.
Proses pindah panas air tersebut memerlukan perubahan fase air dari cair menjadi
uap, sehingga proses perubahan tersebut memerlukan panas laten (Putri, 2020).
Perhitungan pengeringan dilakukan dengan teliti, serta lama waktu saat
pengeringan agar hasil kadar BK susu lebih baik.

4.2.2 Pengukuran Kadar Protein

Menentukan kadar protein susu dilakukan dengan titrasi formol. Titrasi formol
asam amino adalah metode penetapan asam amino berupa titrasi dengan larutan
basa setelah ditambahkan larutan formaldehid untuk menghilangkan kabasaan
gugus amino. Selama hidrolisis suatu protein, sejumlah gugus karboksil dan gugus
amino terus bertambah. Pengukuran ini membutuhkan alat buret dengan larutan
NaOH dan buret untuk menghomogenkan larutan yang ini ditritasikan, yaitu 10
ml susu, 20 ml aquades, 0,4 ml kalium oksalat, dan 1 ml phenolpthalin. Setelah
titrasi tersebut, dilakukan pembuatan titrasi blanko, yaitu titrasi larutan kimia
tanpa sampel.

32
Hasil penelitian Sigit (2021) memiliki nilai rata-rata kadar protein yang berasal
sebesar 2.1025 ± 0.08428% dan 2.1795 ± 0.15288% yang dilakukan pada 2
tempat. Nilai tersebut berada dibawah standar SNI yang telah ditentukan. Kriteria
kadar protein susu segar berdasarkan SNI 3141.1:2011 adalah 2,8%. Sedangkan
penelitian Apriantini (2020) pada susu UHT dengan menggunakan metode semi-
mikro Kjeldahl memiliki nilai kadar protein rata-rata adalah 8,99%, 4,03% dan
3,69%.
Susu sapi mengandung sekitar 32 gram protein. Protein susu memiliki nilai
biologis yang tinggi dan merupakan sumber yang baik untuk asam amino esensial
(Rahmaniar, 2021). Semakin lama susu dibiarkan di ruang terbuka maka kadar
protein nya akan semakin menurun (Pertiwi, 2020). Peningkatan konsentrasi
protein susu tidak ditentukan oleh beban kalori saja, tetapi mungkin lebih
tergantung pada kualitas pakan, terutama kandungan karbohidrat, karena
kandungan pati yang tinggi dan ketersediaan jagung yang ditambahkan pada
pakan akan optimal untuk penyediaan energi yang tinggi untuk meningkatkan
produksi protein susu (Magan, 2021).

4.3. Pemeriksaan Pemalsuan Air Susu


4.3.1 Pembuktian Penambahan Air

Untuk mengetahui adanya air pada susu dapat diuji dengan pengukuran
berat jenis susu. Pengukuran berat jenis susu dapat dilakukan dengan
menggunakan alat laktodensimeter. Beberapa pengujian memiliki nilai berat jenis
yang berbeda – beda. Hasil ditunjukkan pada tabel 8.
Tabel 8. Pembuktian Penambahan Air
Uji Nilai BJ
Susu segar 100% 1,035
Susu segar 70% + air 30% 1,021
Susu segar 50% + air 50% 1,021
Susu segar 30% + air 70% 1,0105
Susu UHT 100% 1,0317
Susu UHT 70% + air 30% 1,021
Susu UHT coklat 100% -
Susu UHT coklat 70% + air 30% 1,0317

Hasil menunjukkan bahwa rata – rata nilai berat jenis dari semua
pengujian memiliki nilai sebesar 1,026 yang artinya nilai tersebut membuktikan

33
adanya penambahan air pada jenis susu. Nilai berat jenis pada susu UHT coklat
dengan laktodensimeter memiliki nilai yang lebih tinggi yaitu ˃1,04 sehingga
susah dihitung dengan alat tersebut dan dapat mempertahankan standar nilai berat
jenis walaupun sedikit penurunan. Nilai berat jenis yang paling terendah ada pada
pengujian susu segar 30% + air 70% dikarenakan penambahan air lebih banyak
sehingga menurunkan nilai berat jenis susu dimana awalnya sebesar 1,035. Selain
susu segar, susu UHT juga mengalami penurunan berat jenis setelah penambahan
30% air.
Hal ini yang kemudian berhubungan dengan penurunan BJ dan
peningkatan titik beku susu. Syamsi (2020) menerangkan bahwa kontaminasi
mikroorganisme di dalam susu dapat terjadi melalui bebrbagai media yang kontak
langsung dengan susu. Dalam hal ini juga termasuk air yang ditambahkan ke
dalam susu. Perecepatan penurunan BJ susu nampak tinggi pada susu yang
dipalsukan dengan air sekitar kandang, kemudian yang dipalsukan dengan air
rumah, dan terakhir adalah susu yang tidak dipalsukan (Syamsi, 2022).

4.3.2. Pembuktian Penambahan Santan

Susu yang telah ditambahkan dengan santan dapat dilihat butir – butiran
lemak pada susu. Untuk melihat butiran lemak tersebut dapat menggunakan
mikroskop. Butiran lemak nabati jauh lebih besar dibandingkan butiran lemak
hewani, sehingga apabila adanya butiran nabati secara besar menandakan adanya
penambahan bahan nabati seperti santan ke dalam air susu.

Gambar 7. Butiran Lemak dalam Susu

Penambahan santan pada air susu dibuktikan dengan penampakan butiran


nabati dari santan sehingga lemak susu hamper tidak kelihatan. Semakin banyak

34
santan yang ditambahkan ke dalam susu, maka lemak susu akan berkurang.
Meskipun warna sama – sama putih serta memiliki nutrisi yang baik, harga pada
santan lebih murah dibandingkan dengan susu, sehingga banyak penjual
memalsukan susu agar lebih banyak dengan harga jual sama dengan susu di
pasaran agar menguntunkan.
Santan kelapa merupakan produk bahan pangan yang berbahan dasar
kelapa, Santan termasuk bahan pangan yang memiliki kadar air, protein dan lemak
yang cukup tinggi dan santan merupakan produk emulsi minyak dalam air alami
(Arifin, 2020). Santan kelapa banyak digunakan sebagai sumber lemak nabati
pada bahan makanan yang berlemak tinggi. Penggantian bahan baku utama dari
lemak susu menjadi lemak nabati yang berasal dari santan kelapa tidak dilakukan
secara keseluruhan karena dikhawatirkan akan merubah tekstur dan rasa pada susu
(Achyadi, 2020)

4.3.3. Pembuktian Penambahan Pati

Setiap pengujian diberi perlakuan bedasarkan jumlah sampel. Terdapat 6


sampel yang diujikan dengan jumlah susu dan pati pada dalam pengujian. P0 yaitu
susu UHT 100%, P1 susu UHT 80% + pati 20%, P2 susu UHT 60% + 40%, P3
susu UHT 40% + pati 60%, P4 susu UHT 20% + pati 80%, dan P5 pati 100%.
Semua sampel tersebut akan ditambahkan larutan lugol setelah proses filtrasi.
Bedasarkan penelitian yang dilakukan, perubahan warna pati dengan
perlakuan yang diiujikan terjadi setelah penambahan latutan lugol. Sampel yang
positif menunjukkan adanya kandungan pati dan akan berwarna biru. Sedangkan
sampel yang negatif menunjukkan tidak adanya pati dan akan bewarna kuning.
Sampel yang diujikan mendapatkan hasil pada tabel 1.

Tabel 9. Pembuktian Penambahan Pati


Perlakuan Hasil
P0 Negatif
P1 Positif
P2 Positif
P3 Positif
P4 Positif
P5 Positif

35
Gambar 8. Sampel Penambahan Pati

Pengamatan yang dilakukan menunjukkan sampel tersebut memiliki warna


yang berbeda dari sampel setiap sampel lainnya. Sampel pertama yaitu P0
bewarna kuning menunjukkan hasil tersebut positif. Hal ini dikarenakan perlakuan
ini tidak ditambahkan pati. Tidak pada semua sampel dari P1 sampai P5 yang
mendapatkan hasil positif dengan warna yang berbeda, namun pada P1, P4 dan P5
memiliki bentuk yang sama, yaitu cairannya masih bewarna keputihan. Pada P5
yaitu pati 100% bewarna biru yang terlalu terang putih. Penelitian ini berbeda
dengan Milasari (2019) dengan penambahan madu yang dimana juga terdapat pati
tidak adanya perubahan dikarenakan pada semua perlakuan menghasilkan susu
sapi dengan warna putih susu.
Pada penelitian Costa (2020) dengan menambahkan larutan polyvidone
iodine 1% dalam menguji pemalsuan susu dengan pati sebagai penentuan
konsentrasi pati, sampel perlu dipanaskan untuk memudahkan pembukaan rantai
heliks polimer, dan kemudian yodium diserap oleh rantai β-amilosa. Hasil tersebut
tidak ada perubahan warna yang teramati di antara semua sampel yang ditelitinya.
Penambahan pati dilakukan karena harganya yang murah, sehingga
penambahan tersebut dapat meningkatkan produk susu yang ingin dijualkan ke
pasaran umum. Pati dalam bahan pangan cair juga mengakbitkan gelantinasi saat
bahan pangan dipanaskan dengan air. Menurut Brilianti (2023) proses gelatinasi
membuat amilum yang keruh seperti susu menjadi jernih pada suhu tertentu.
Lebih banyak amilum akan menambah peluang terjadinya gelatinasi sehingga
akan menjadi semakin jernih ketika banyak amilum yang ditambahkan
(Nugrahanto et al., 2021).
Penambahan larutan lugol atau disebut uji amilum pada bahan pangan
seperti susu digunakan untuk mendeteksi bahan makanan yang mengandung
amilum. Lugol adalah larutan yang digunakan dalam uji bahan makanan

36
tersebut.Lugol digunakan untuk menguji apakah suatu makanan mengandung
karbohidrat (amilum) atau tidak. Bila makanan yang kita tetesi lugol menghitam,
maka makanan tersebut mengandung karbohidrat. Semakin hitam berarti makanan
tersebut banyak kandungan karbohidratnya. Intensitas warna yang lebih tinggi
dalam larutan mengacu pada konsentrasi analit yang lebih tinggi (Costa, 2020).
Hal ini mengakibatkan susu akan tercemar karena penambahan pati. Konsumsi
susu tercemar dapat menyebabkan masalah kesehatan manusia yang serius karena
efek samping dari bahan kimia (Chauhan, 2019).

4.3.4 Pembuktian Penambahan Formalin

Peneletian ini dilakukan dengan mencampurkan susu dengan formalin


dalam mengetahui kandungan formalin dengan bahan dan alat yang digunakan.
Terdapat beberapa perlakuan bedasarkan jumlah pemeberian sampel yang
diujikan dengan susu UHT 10 ml dalam tabung reaksi. P0 tidak ditambahkan
formalin, sedangkan P1 sampai P5 ditambahkan formalin dengan jumlah
pemberian yang berbeda – beda tergantung perlakuan, yaitu P1 sebanyak 1 tetes
formalin, P2 sebanyak 2 tetes formalin, P3 sebanyak 3 tetes formalin, P4
sebanyak 4 tetes formalin, dan P5 sebanyak 5 tetes formalin.
Sampel yang ditambahkan formalin diujikan dengan metode kit atau
penambahan formalin kit untuk mengetahui kandungan formalin pada susu
dengan melihat warnanya. terdapat pereaksi I dan II formalin yang digunakan
setelah sampel ditambahkan formalin, lalu dihomogenkan dengan alat vortex
mixer dan dilihat warna sampelnya. warna ungu menunjukkan adanya
penambahan formalin. Semakin banyak formalin yang diberikan maka warna
ungu semakin gelap. Hasil digambarkan pada tabel 2.

Tabel 10. Pembuktian Penambahan Formalin


Perlakuan Hasil
P0 Negatif
P1 Negatif
P2 Negatif
P3 Negatif
P4 Positif 0,05 ppm
P5 Positif 0,1 ppm

37
Gambar 9. Sampel Penambahan Formalin

Perbedaan dari sampel awal hingga akhir menunjukkan perbedaan warna


yang dihasilkan dari jumlah penambahan formalin pada setiap perlakuan. P0
terlihat warna yang masih putih dikarenakan tidak adanya penambahan formalin,
sehingga hasilnya negatif dari kententuan interpretasi hasil pembuktian formalin.
Sedangkan pada P1 sampai P3 memiliki warna yang sama walaupun ditambahkan
formalin sebelumnya, membuktikan formalin yang diberikan
Perlakuan yang paling terlihat warna ungu adalah perlakuan P5. Hal ini
dikarenakan pemberian formalin pada P5 lebih banyak dibandingkan perlakuan
lainnya. Sedangkan pada P4 memiliki warna diantara P3 dan P5, artinya memilki
nilai deteksi yaitu 0,05 ppm. Meskipun begitu, hasil dari P4 tetap positif.
Didapatkan hasil bahwa P4 dan P5 kurang layak dikonsumsi karena kandungan
formalinnya yang banyak dapat mengakibatkan penyakit dalam tubuh apabila
dikonsumsi. Penelitian ini tidak sebanding dengan Krismaningrum dan
Rahmadhia (2023) dalam meneliti bahan kimia pada susu kambing etawa dengan
metode yang sama memiliku hasil negatif atau tidak mengandung zat kimia atau
bahan kimia yang berbahaya.
Susu UHT diproses dengan teknologi UHT untuk dapat membunuh
bakteri-bakteri patogen beserta sporanya, namun juga dapat terkontaminasi
apabila pengemasannya telah dibuka maka susu hanya dapat bertahan dalam 3-4
hari atau 1-2 jam apabila tidak disimpan dalam kulkas. Gunanya formalian
digunakan sebagai pengawet susu, meningkatkan umur simpan susu, penurunan
nilai gizi dan juga menyebabkan kanker. Formalin tidak berpengaruh signifikan
terhadap berat jenis dan titik beku susu, sehingga diperlukan pengujian dengan
penambahan larutan H2SO4 Formalin dikatakan mengganggu estimasi banyak
unsur dalam susu terutama lemak susu melalui studi ilmiah yang ekstensif.
Setelah penambahan formalin, terjadi ikatan silang formalin dengan protein yang

38
menyebabkan pengerasan protein. Banyak peneliti juga telah mengamati bahwa
formalin berpengaruh pada estimasi protein susu, laktosa, titik beku, keasaman
dan viskositas (Verma, 2022).
Formalin, tergolong karsinogen dan sangat tinggi beracun bagi manusia
bahkan dalam jumlah kecil, kapan tertelan dengan susu dapat menyebabkan
keracunan akut, penyebab iritasi, sering menyebabkan kulit kering, dermatitis,
sakit kepala, pusing, mata berair, bersin, batuk bahkan asma alergi meningkat
(Chitra, 2021). Krismaningrum dan Rahmadhia (2023) juga mengatakan jika
produk susu mengandung bahan kimia yang berbahaya seperti formalin jika
dikonsumsi akan menimbulkan penyakit pada tubuh, menurunkan sistem kerja
otak, dan pusing disertai mual.

39
BAB V
PENUTUP

5.1. Kesimpulan

Setiap pengujian mengalami perubahan tergantung jenis susu serta


penambhan bahan lain sebagai pengujian lanjut. Kesegaraan susu dapat berubah
tergantung penyimpanan, cara pengujian yang tepat dan jenis susu yang dapat
mengubah standar susu apakah baik atau tidaknya dikonsumsi. Komposisi susu
dilakukan untuk mengetahui seberapa baiknya komposisi yang dapat dikonsumsi
sehingga tidak membahayakan kesehatan tubuh bagi yang mengkomsumsi.
Kesegaraan susu mengalami perubahan dengan hasil yang kurang baik, yaitu
adanya penambahan bahan lain yang membuat produk susu tidak dapat
dikonsumsi dengan baik.

5.2. Saran

Hasil pengujian yang didapatkan juga dipengaruhi dari penggunaan alat


dan bahan yang tepat. Apabila mengikuti prosedur penggunaan dan cara kerja alat
pada sampel, hasil yang didapatkan juga baik. Bahan yang dijadikan sampel atau
penguji sampel diperhatikan pemberiaan dengan teliti. Bila terdapat sedikit
kesalahan kemungkinan hasil sampelnya kurang optimal, oleh karena itu perlunya
ketelitian pada alat dan bahan untuk pengujian yang lain.

40
41
DAFTAR PUSTAKA

Achyadi, N.S., 2020. Perbandingan sari kacang kedelai dengan bubur umbi bit dan
konsentrasi santan terhadap karakteristik es krim nabati. Pasundan Food
Technology Journal (PFTJ), 7(2), pp.57-64.

Adriani, A., Novianti, S. and Fatati, F., 2021. Peningkatan Produksi Susu
Kambing Peranakan Etawah Melalui Pemberian Coleus amboinicus Lour
dan Sauropus androgynus L. Merr. Jurnal Agripet, 21(1).

Apriantini, G.A.E., 2020. Analisis kadar protein produk susu cair yang diolah
melalui proses pemanasan pada suhu yang sangat tinggi (Ultra High
Temperature). International Journal of Applied Chemistry Research, 2(1),
pp.8-13.

Ariffien, S., & SI, M. (2022). Teknik Penanganan Pasca Panen Sapi Perah (BW).
Media Nusa Creative (MNC Publishing).

Arini, L.D.D. and Ifalahma, D., 2021. Pemeriksaan Jumlah Total Bakteri Pada
Susu Sapi Segar Dari Peternakan Sapi Di Daerah Kalijambe Sragen. Journal
of Health (JoH), 8(2), pp.128-139.

Brilianti, K.F., Ridlo, A. and Sedjati, S., 2023. Sifat Mekanik dan Ketebalan
Bioplastik dari Kappaphycus alvarezii Menggunakan Variasi Konsentrasi
Amilum dengan Pemlastis Gliserol. Journal of Marine Research, 12(1),
pp.95-102.

Budhi, C. U., Estopangestie, A. T. S., & Wibawati, P. A. (2021). UJI


ORGANOLEPTIK DAN TINGKAT KEASAMAN SUSU KAMBING
ETAWA KEMASAN YANG DIJUAL DI KECAMATAN KALIPURO.

Budiprasojo, A., Erawantini, F., & Rofi’i, A. (2021, November). Teknologi


sterilisasi sinar uv c portable untuk botol kemasan susu merk “susu kejut”
produksi ukm susu sapi rembangan desa kemuning lor kecamatan arjasa
kabupaten jember. In Prosiding Seminar Nasional Terapan Riset Inovatif
(SENTRINOV) (Vol. 7, No. 1, pp. 403-410).

Chauhan, S.L., Priyanka, K.D.M., Paul, B.R. and Maji, C., 2019. Adulteration of
milk: A Review. Int. J. Chem. Stud, 7, pp.2055-2057.

Chotiah, S., 2020. Beberapa bakteri patogen yang mungkin dapat ditemukan pada
susu sapi dan pencegahannya. Semiloka Nasional Prospek Industri Sapi
Perah Menuju Perdagangan Bebas.

Christi, R. F., Sudrajat, A., Widjaja, N., & Yuniarti, E. (2022). PERBANDINGAN
LEMAK, PROTEIN, LAKTOSA DAN pH SUSU SAPI FRIESIAN
HOLSTEIN PADA PEMERAHAN PAGI DAN SORE DI CV BEN
BUANA SEJAHTERA SUMEDANG. Agrivet: Jurnal Ilmu-Ilmu Pertanian
dan Peternakan (Journal of Agricultural Sciences and Veteriner), 10(1), 19-
24.

Costa, R.A., Morais, C.L., Rosa, T.R., Filgueiras, P.R., Mendonca, M.S., Pereira,
I.E., Vittorazzi, B.V., Lyra, M.B., Lima, K.M. and Romao, W., 2020.
Quantification of milk adulterants (starch, H2O2, and NaClO) using
colorimetric assays coupled to smartphone image analysis. Microchemical
Journal, 156, p.104968.

Erlita, D. and Maria, E., 2019. Identifikasi Penggunaan Formalin pada Bakso di
Kawasan Wisata Yogyakarta. Jurnal Rekayasa Lingkungan, 19(2).

Etari, M., 2020. REVIEW JURNAL KARAKTERISTIK FISIKOKIMIA DARI


BEBERAPA PATI YANG DIMODIFIKASI SECARA PREGELATINASI
SEBAGAI GELLING AGENT.

Falah, A. F. (2023). DESKRIPSI NILAI pH DAN KADAR LAKTOSA SUSU


SAPI PERAH FRIESIAN HOLSTEIN YANG DIBERI PAKAN
KONSENTRAT DENGAN CAMPURAN MINERAL (Doctoral
dissertation, Universitas Muhammadiyah Malang).

Fauziyya, R. and Saputro, A.H., 2020. Analisis formalin secara kualitatif pada
bakso dan mie basah di Kecamatan Sukarame, Wayhalim, dan
Sukabumi. KOVALEN: Jurnal Riset Kimia, 6(3), pp.218-223.

Febriyatna, A., Agustin, F. and Damayati, R.P., 2021, November. Pemberdayaan


Ibu Rumah Tangga Melalui Pelatihan Pembuatan Mie Susu Dan Bolu Susu
Di Desa Kemuning Lor Kecamatan Arjasa. In Prosiding Seminar Nasional
Terapan Riset Inovatif (SENTRINOV) (Vol. 7, No. 3, pp. 103-110).

Gibtiah, G., 2019. Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Atas Penggunaan


Bahan Formalin Pada Makanan Dalam Perspektif Hukum Islam. Nurani:
Jurnal Kajian Syari'ah dan Masyarakat, 19(1), pp.49-62.

Gusnadi, D., & Baharta, E. (2021). Uji Oranoleptik Dan Daya


Terima Pada Produk Mousse Berbasis Tapai Singkong Sebegai Komoditi
Umkm Di Kabupaten Bandung. Jurnal Inovasi Penelitian, 1(12), 2883-
2888.

Islami, A., 2022. Identifikasi Kadar Asam Asetat pada Ecoenzyme dari Bahan
Organik Kulit Jeruk dengan Metode Titrasi Asam Basa (Doctoral
dissertation, Universitas Negeri Padang).

Ismiarti, I. and Purwitasari, D.R., 2022. PERBANDINGAN PENGUKURAN


LEMAK SUSU SEGAR DAN ULTRA HIGH TEMPERATURE (UHT)
DENGAN METODE GERBER DAN ULTRASONIC. ANGON: Journal of
Animal Science and Technology, 4(3), pp.350-355.
Ismiarti, I., & Rohmat, N. (2021). Pengaruh Penambahan Ekstrak Kayu Manis
(Cinnamomum burmannii) Terhadap Total Padatan, Kesegaran, Dan
Sensoris Susu Pasteurisasi. Buletin Peternakan Tropis, 2(1), 9-14.

Jufrizel, dkk. 2021. Membuat Alat Pendeteksi Susu Sapi dan Susu Kedelaai
Berbasis Ardiuno. SNPKM: Seminar Nasional Pengabdian Kepada
Masyarakat Universitas Lancang Kuning. 3: 223-232.

Kinteki, G. A., Rizqiati, H., & Hintono, A. (2019). Pengaruh lama fermentasi kefir
susu kambing terhadap mutu hedonik, total bakteri asam laktat (BAL), total
khamir dan pH. Jurnal Teknologi Pangan, 3(1), 42-50.

Khusna A, Prastujati AU, Lusi N. 2019. Penerapan teknologi vacuum pump


sebagai alat perah untuk produksi susu sapi segar berkualitas dalam
mendukung program agrowisata di Kecamatan Licin Kabupaten
Banyuwangi. Prosiding Seminar Nasional Multidisiplin. Jombang
(ID): UNWAHA. Hlm 2–5.

Krismaningrum, A. and Rahmadhia, S.N., 2023. Analisis mutu produk akhir pada
pengolahan susu kambing peranakan etawa bubuk Di CV PQR DI
Yogyakarta. Agrokompleks, 23(1), pp.70-77.

Maharani, Sudarwanto, M.B., Soviana, S. and Pisestyani, H., 2020. Pemeriksaan


Kualitas Susu Asal Kedai Susu Kawasan Permukiman Mahasiswa IPB
Dramaga dan Cilibende Bogor. JURNAL KAJIAN VETERINER, 8(1), pp.24-
33.

Mahdiah, N., 2020. Pelatihan Diversifikasi Produk Olahan Susu di Sentra


Peternakan Sapi Perah Kelurahan Kebon Pedes. Jurnal Pusat Inovasi
Masyarakat (PIM), 2(1), pp.97-103.

Marangoni, F., Pellegrino, L., Verduci, E., Ghiselli, A., Bernabei, R., Calvani, R.,
Cetin, I., Giampietro, M., Perticone, F., Piretta, L. and Giacco, R., 2019.
Cow’s milk consumption and health: a health professional’s guide. Journal
of the American College of Nutrition, 38(3), pp.197-208.

Maulani, I., Rahmadi, Y., & Sugiyono, S. (2022). KAJIAN KUALITAS SUSU
SAPI TINGKAT PETERNAK DAN PELOPER DI DESA JETAK
KECAMATAN GETASAN KABUPATEN SEMARANG. Media Informasi
Penelitian Kabupaten Semarang, 4(1), 1-12.

Milasari, Y.E.S.I., 2019. Kadar Karbohidrat Dalam Susu Perah (Susu Sapi)
Dengan Penambahan Madu Konsentrasi 25%, 50%, dan 75%.

Muharromah, N. N. A. (2019). Pengaruh Paparan Medan Magnet Extremely Low


Frequency (ELF) terhadap pH Susu Sapi Segar sebagai Indikator
Kedaluwarsa (Doctoral dissertation, FAKULTAS KEGURUAN DAN
ILMU PENDIDIKAN).

Mutaqin, B. K., Tasripin, D Muharromah, N. N. A. (2019). Pengaruh Paparan


Medan Magnet Extremely Low Frequency (ELF) terhadap pH Susu Sapi
Segar sebagai Indikator Kedaluwarsa (Doctoral dissertation, FAKULTAS
KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN).. S., Adriani, L., & Tanuwiria,
U. H. (2020). Uji Organoleptik Kandungan Air dan Titik Beku Susu Sapi
Perah yang diberi Ransum Lengkap Tersuplementasi Protein, Lemak,
Mineral, dan Direct Fed Microbial. Jurnal Teknologi Hasil Peternakan, 1(2),
67-73.

Naionoe, T.A., Tahuk, P.K. and Purwantiningsih, T.I., 2019. Penggunaan Ekstrak
Bawang Putih (Allium sativum) Sebagai Bahan Alami Celup Puting
terhadap Kualitas Mikrobiologis Susu Sapi Segar. JAS, 4(4), pp.50-51.

Novianti, S. (2019). Analisis Cemaran Bakteri Escherichia coli dan


Staphylococcus aureus pada Susu Sapi Segar dan Susu Sapi Segar yang
Telah Dikemas (Doctoral dissertation, Universitas Medan Area).

Probosari, E., 2019. Pengaruh protein diet terhadap indeks glikemik. Journal of


Nutrition and Health, 7(1), pp.33-39.

Purnama, R.C., Retnaningsih, A. and Aprianti, I., 2019. Perbandingan kadar


protein susu cair UHT full cream pada penyimpanan suhu kamar dan suhu
lemari pendingin dengan variasi lama penyimpanan dengan metode
Kjeldhal. Jurnal Analis Farmasi, 4(1).

Putri, A.O., 2020. RANCANG BANGUN ALAT SPRAY DRYER PADA PROSES


PENGERINGAN SUSU BUBUK JAGUNG MANIS (KINERJAALATSPRAY
DRYER DITINJAU DARI LAJUPERPINDAHANPANAS) (Doctoral
dissertation, POLITEKNIK NEGERI SRIWIJAYA).

Rahmi, C.A., Harijani, N., Suwarno, S., Budiarto, B., Al Arif, M.A. and Warsito,
S.H., 2021. Perbandingan produksi dan kualitas susu kambing Peranakan
Ettawa pada dua peternakan yang berbeda di Kota Batu berdasarkan
komposisi pakan. Ovozoa: Journal of Animal Reproduction, 10(3), pp.90-
97.

Resnawati, H., 2020. Kualitas susu pada berbagai pengolahan dan


penyimpanan. Semiloka Nasional Prospek Industri Sapi Perah Menuju
Perdagangan Bebas, 497, p.502.

Rokhayati, U.A., Gubali, S.I. and Dako, S., 2022. UJI KADAR LEMAK DAN
PROTEIN AIR SUSU KAMBING ETAWA DENGAN PEMELIHARAAN
SECARA TRADISIONAL. Gorontalo Journal of Equatorial Animals, 1(2).
Rukmi, D.L., Wijaya, R. and Nurfitriani, R.A., 2020. Kadar laktosa, gula reduksi,
dan nilai pH yoghurt dengan penambahan bekatul selama 15 hari
penyimpanan refrigerasi. J Ilmu Peternakan Terapan, 3(2), pp.38-43.

Rusidah, Y., Auliya, Q.A.Y. and Saputro, A.A., 2022. STUDI KUALITAS
PRODUK HEWANI MELALUI PENGUJIAN MIKROBIOLOGI,
ORGANOLEPTIK DAN DERAJAT KEASAMAN SUSU SAPI SEGAR
YANG DIPRODUKSI KOTA KUDUS. JURNAL MEDIKA
INDONESIA, 3(2), pp.1-6.
Scholz-Ahrens, K.E., Ahrens, F. and Barth, C.A., 2020. Nutritional and health
attributes of milk and milk imitations. European journal of nutrition, 59,
pp.19-34.

Setyorini, D. A., Rochmi, S. E., Suprayogi, T. W., & Lamid, M. (2020). Kualitas
dan kuantitas produksi susu sapi di Kemitraan PT. Greenfields Indonesia
ditinjau dari ketinggian tempat. Jurnal Sain Peternakan Indonesia, 15(4),
426-433.

Shodiq, A. N., Wanniatie, V., Qisthon, A., & Adianto, K. (2023). SIFAT FISIK
SUSU SAPI PERAH: STUDI KASUS PETERNAKAN SAPI PERAH
RAKYAT DI KABUPATEN TANGGAMUS. Jurnal Riset dan Inovasi
Peternakan (Journal of Research and Innovation of Animals), 7(1), 125-132.

Sholeh, M. I., Sulastri, S., Qisthon, A., & Husni, A. (2021). KUALITAS SUSU
KAMBING PERANAKAN ETAWA PADA BERBAGAI PERIODE
LAKTASI DITINJAU DARI SIFAT FISIK (Studi Kasus di Peternakan
Kambing Perah Telaga Rizky, Yosodadi, Kota Metro). Jurnal Riset dan
Inovasi Peternakan (Journal of Research and Innovation of Animals), 5(3),
157-167.

Sigit, M., Putri, W.R. and Pratama, J.W.A., 2021. Perbandingan Kadar Lemak,
Protein Dan Bahan Kering Tanpa Lemak (BKTL) Pada Susu Sapi Segar Di
Kota Kediri Dan Kabupaten Kediri. Jurnal Ilmiah Fillia Cendekia, 6(1),
pp.31-35.

Suhendra, D., Nugraha, W.T., Nugraheni, Y.L. and Hartati, L., 2020. Korelasi
kadar lemak dan laktosa dengan berat jenis susu sapi friesian holstein di
kecamatan Ngablak kabupaten Magelang. Agrinimal Jurnal Ilmu Ternak
Dan Tanaman, 8(2), pp.88-91.

Suryono, C., Ningrum, L., & Dewi, T. R. (2018). Uji Kesukaan dan Organoleptik
Terhadap 5 Kemasan Dan Produk Kepulauan Seribu Secara Deskriptif.
Jurnal Pariwisata, 5(2), 95– 106. https://doi.org/10.31311/par.v5i2.3526

Syamsi, A. N., Ifani, M., Widodo, H. S., & Subagyo, Y. (2023). Pertumbuhan
Mikroba dan Derajat Keasaman Susu Sapi Yang Mengalami Pemalsuan
Dengan Air. Journal of Animal Science, 8(1), 1-5.
Tanuwiria, U. Hidayat, and Raden Febrianto Christi. "Pengaruh Pemberian Lemna
Minor Sebagai Pakan Sapi Perah Terhadap Kadar Lemak, Berat Jenis, dan
Bahan Kering Tanpa Lemak Susu Friesian Holstein: Effects of Giving
Lemna Minor as Dairy Cattle Feed on Fat Levels, Density, and Solid Non
Fat Milk of Friesian Holstein." Jurnal Ilmu Peternakan dan Veteriner
Tropis (Journal of Tropical Animal and Veterinary Science) 10, no. 2
(2020): 153-â.

Tarumingi, T.T.S., Umboh, J.M. and Maddusa, S.S., 2021. IDENTIFIKASI


KANDUNGAN FORMALIN PADA IKAN ASIN DI BEBERAPA PASAR
TRADISIONAL DI KOTA MANADO. KESMAS, 10(4).

Tefa, M. M., Sio, S., & Purwantiningsih, T. I. (2019). Uji Kualitas Fisik Susu Sapi
Friesh Holland (Studi Kasus Peternakan Claretian Novisiat Benlutu
Kabupaten TTS). JAS, 4(3), 37-39.

Vama, L.A.P.S.I.A. and Cherekar, M.N., 2020. Production, extraction and uses of
eco-enzyme using citrus fruit waste: wealth from waste. Asian Jr. of
Microbiol. Biotech. Env. Sc, 22(2), pp.346-351.

Verma, T., Aggarwal, A., Tripathi, A.D., Rai, D.C. and Jaspal, S., 2022.
Preservation approaches for milk and milk products: A Review. Indian J
Dairy Sci, 75(5), pp.395-401.

Wanniatie, V., Qisthon, A., Husni, A. and Olsen, E., 2021. Kualitas Mikrobiologis
Susu Kambing dengan Metode Pasteurisasi High Temperature Short Time
(HTST) pada Penyimpanan Berbeda. Jurnal Ilmu Produksi dan Teknologi
Hasil Peternakan, 9(1), pp.30-35.

Wahid, W.M. and Arimbi, M.B., 2022. Pengaruh Latihan Aerobik terhadap
Penurunan Ketebalan Lemak Subkutan. Riyadhoh: Jurnal Pendidikan
Olahraga, 4(2), pp.63-70.

Widyananda, C.S. and Purdiyanto-Purdiyanto, J., 2022. TINGKAT KESUKAAN


KONSUMEN TERHADAP BERBAGAI MEREK SUSU ULTRA HEAT
TREATMENT (UHT) YANG BEREDAR DI PAMEKASAN. Makro:
Jurnal Manajemen Dan Kewirausahaan, 7(2), pp.205-211.

Widodo, H.S., Susanto, J., Subagyo, Y., Syamsi, A.N. and Ifani, M., 2022.
KAJIAN METODE TITRASI FORMOL DALAM PENGUKURAN
PROTEIN SUSU SEGAR MELALUI VALIDASI METODE ANALISIS
(VMA). ANGON: Journal of Animal Science and Technology, 4(3), pp.303-
309.

Wiranti, N., Wanniatie, V., Husni, A., & Qisthon, A. (2022). Kualitas Susu Sapi
Segar pada Pemerahan Pagi dan Sore. Jurnal Riset Dan Inovasi Peternakan
(Journal of Research and Innovation of Animals), 6(2), 123-128.
LAMPIRAN

Uji Bau Uji Warna Sampel Uji Didih

Uji Didih Uji Didih Uji Kebersihan

Campuran Susu
Pengambilan Sampel
dengan Biru
Larutan Uji Metilen Susu
Metilen
Pemanasan Uji Redukate Laktodensimeter Mikroskop

Alat dan Bahan Pemanasan Sampel Filtrasi Susu


Pmeriksaan Penambahan Penambahan Pati
Pati

Filtrate susu Pereaksi I Formalin Pereaksi II Formalin


Vortex Mixer Homogen Susu dan Warna Susu
Formalin Dicampurkan Formalin

Pemasukan Cawan Penimbangan Cawan

Pengeringan Sampel
Perhitungan Sampel Pemasukan Sampel Penimbangan cawan
dengan sampel
Ke Cawan

Penimbangan Alat dan Bahan Pengujian Titrasi


Bahan Kering Pengukuran
Kadar Protein

Anda mungkin juga menyukai