Anda di halaman 1dari 54

LAPORAN MAGANG

PRAKTIK DOKTER HEWAN KOE VET SEHANDI


Jalan Beringin, Lasiana, Kupang
1 Maret – 1 April 2021

Disusun
oleh:

1. Lukista Christine Kana 180


901
002
5

2. Maria Inamorata Amuna 180


901
002
9
3. Galih Shinta Kurniawati 180
901
003
3

PROGRAM STUDI KEDOKTERAN


HEWAN FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
UNIVERSITAS NUSA CENDANA KUPANG
2021
LEMBAR PENGESAHAN
LAPORAN MAGANG

PRAKTIK DOKTER HEWAN KOE VET SEHANDI


Jalan Beringin, Lasiana, Kupang
1 Maret - 1 April 2021

DISUSUN OLEH

Lukista Christine Kana 1809010025


Maria Inamorata Amuna 1809010029
Galih Shinta Kurniawati 1809010033

Menyetujui,
Dosen Pembimbing

drh. Tri Utami, M.Sc


NIP. 19840314 2010 12 2 003

Mengetahui,

Ketua Program Studi Dekan

drh. Aji Winarso, M.Si Dr. drh. Annytha I. R. Detha, M.Si


NIP. 19850101 201012 1 009 NIP. 19810816 200801 2 013
RINGKASAN

Kegiatan magang merupakan proses pembelajaran yang dilakukan di lapangan dengan


tujuan sebagai pengenalan terhadap profesi dan peningkatan pengetahuan dalam bidang praktek
serta merupakan salah satu syarat untuk lulus dalam mata kuliah magang. Tujuan utama
penulisan laporan magang ini adalah untuk menjelaskan manajemen dan tata cara pengelolaan
klinik hewan dalam penanganan berbagai penyakit pada hewan kesayangan dan manajemen
kesehatan hewan yang baik di Praktik Dokter Hewan “KOE VET SEHANDI”. Materi yang
digunakan untuk penyusunan laporan ini adalah yang diperoleh selama kegiatan Magang pada
tanggal 1 Maret - 1 April 2021 di KOE VET SEHANDI dengan materi praktek, dan teori
manajemen klinik. Metode yang digunakan dalam pengambilan data antara lain observasi,
diskusi, praktek langsung dan studi pustaka.
Layanan yang disediakan Praktik Dokter Hewan “KOE VET SEHANDI” diantaranya
konsultasi dan general check up, USG, akupuntur, dental treatment, vaksinasi, rapid test, bedah
mayor minor, kawin suntik anjing (IB), transfusi darah, rawat inap, rawat sehat, emergency case,
pemeriksaan darah (hematologi), pemeriksaan feses, dan pemeriksaan skin scraping. KOE VET
SEHANDI menangani berbagai macam kasus penyakit yaitu penyakit kulit (skabies, demodeko-
sis, ringworm, dll), penyakit infeksius (Canine Parvo Virus, Leptospira, Feline Panleukopenia
Virus, Kennel Cough, Canine Distemper, parasit darah, dll), penyakit atau gangguan urogenital
(pyometra, distokia, abortus, orchitis, Feline Lower Urinary Tract Disease, dll), malformasi kon-
genital (open fontanel) dan kasus emergency (keracunan, fraktur karena cedera, perkelahian an-
tar hewan, heat stroke, prolaps bulbus oculi, hernia, prolaps ani, dll), serta masih banyak kasus
lainnya. Namun, dalam laporan ini penulis hanya membahas mengenai kasus distokia pada kuc-
ing, Otitis media dan ringworm pada anjing, serta Feline Lower Urinary Tract Disease. Setiap
peserta magang melaksanakan kegiatan praktek sesuai jadwal pembagian tugas piket di setiap
ruang kerja Praktik Dokter Hewan KOE VET SEHANDI, yang meliputi ruang pemeriksaan,
ruang rawat inap infeksius, ruang rawat inap non infeksius, ruang rawat inap sehat, ruang tunggu,
ruang operasi, dan mini apotek.
Dengan adanya program magang penulis mampu beradaptasi dengan lingkungan kerja,
mampu mengaplikasikan teori yang diajarkan di kampus ke dunia kerja, serta mendapatkan
wawasan dan pengalaman kerja. Dengan mengikuti kegiatan magang ini pula, diharapkan
penulis akan lebih siap didalam menghadapi dunia kerja dan dapat menjadi Dokter Hewan yang
handal dan profesional.
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan yang Maha Esa atas segala rahmat dan
berkatnya sehingga penulis bisa menyelesaikan laporan kegiatan magang yang dilaksanakan di
Praktik Dokter Hewan Koe Vet Sehandi sebagai salah satu persyaratan mutlak untuk mata kuliah
magang Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Nusa Cendana Kupang.
Tujuan dari kegiatan magang ini adalah untuk menambah pemahaman, wawasan, dan
pengalaman, serta untuk menganplikasikan teori yang diajarkan di kampus ke dunia kerja yang
sesungguhnya. Kegiatan magang ini dilaksanakan selama 1 bulan, dimana penulis
berkesempatan untuk ikut serta dalam melaksanakan kegiatan rutin yang berjalan di Praktik
Dokter Hewan Koe Vet Sehandi.
Dalam proses penyusunan laporan magang kerja ini tidak terlepas dari bantuan berbagai
pihak untuk penyelesaiannya. Oleh sebab itu, pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan
terima kasih kepada :
1. Dr. drh. Annytha I. R. Detha, M.Si selaku Dekan Fakultas Kedokteran Hewan Universi-
tas Nusa Cendana Kupang.
2. drh. Aji Winarso, M.Si selaku Ketua Prodi Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Nusa
Cendana Kupang.
3. drh. Tri Utami, M.Sc selaku Dosen Pembimbing kegiatan magang.
4. drh. Krispinus Sehandi selaku pemilik Praktik Dokter Hewan Koe Vet Sehandi, yang
telah mengijinkan penulis untuk melakukan magang pada Praktik Dokter Hewan Koe Vet
Sehandi.
5. Para dosen dan bagian administrasi Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Nusa
Cendana Kupang yang telah melayani dan mempersiapkan kebutuhan lainnya serta ikut
serta dalam menyelesaikan semua urusan yang berkaitan dengan magang ini.
6. Teman-teman seperjuangan Vedacarazon (Angkatan 9) yang telah memberikan masukan
atas kendala yang dihadapi selama penyusunan dan penyelesaian Laporan Kegiatan
Magang ini.
7. Keluarga tercinta yang selalu memberi dukungan dan doa selama melakukan kegiatan
magang hingga penyelesaian Laporan Kegiatan Magang ini.

1
Laporan ini masih perlu adanya perbaikan. Oleh karena itu, penulis membutuhkan kritik,
saran dan pendapat agar dapat digunakan sebagai dasar dalam perbaikan Laporan Kegiatan
Magang ini. Akhirnya, penulis berharap semoga Laporan Kegiatan Magang ini dapat
memberikan manfaat yang besar bagi semua pihak yang membutuhkannya.

Kupang, April 2021

Penulis

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR TABEL
BAB I
PENDAHULUAN
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
BAB III
PRAKTIK DOKTER HEWAN KOE VET SEHANDI
3.1 Profil Praktik Dokter Hewan “KOE VET SEHANDI”
3.2 Profil Dokter Hewan Praktisi
BAB IV
METODE PELAKSANAAN MAGANG
4.1 Waktu dan Tempat
4.2 Prosedur Pelaksanaan
4.2.1 Praktek
4.2.2 Teori
BAB V
HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1 Fasilitas di Praktik Dokter Hewan Koe_vet_sehandi
5.1.1 Fasilitas Ruang
5.1.2 Fasilitas Medis
5. 2 Pelayanan
5.2.1 Pelayanan Kesehatan
5.2.2 Pelayanan Medis
5.3 Penyakit-Penyakit yang Pernah Ditangani Selama Kegiatan Magang
5.3.1 Distokia pada Kucing (Oleh: Galih Shinta Kurniawati)
5.3.2 Otitis Media dan Ringworm (Oleh: Lukista Christine Kana)
A. Otitis Media

3
B. Dermatophytosis (Ringworm)
C. Riwayat Kasus
5.3.3 Feline Lower Urinary Tract Disease (FLUTD) oleh Maria I. Amuna
BAB VI
PENUTUP
6.1 Kesimpulan
6.2 Saran
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Ruang Tunggu 16


Gambar 2. Ruang Periksa 17
Gambar 3. Ruang Rawat Inap 18
Gambar 4. Ruang Rawat Inap Infeksius/Isolasi 18
Gambar 5. Ruang Titip Sehat 19
Gambar 6. Ruang Bedah/Operasi 19
Gambar 7. Ruang Racik Obat 20
Gambar 8. Kondisi Induk Kucing Sebelum Tindakan Operasi (Distokia) 28
Gambar 9. Proses Operaasi pada Induk Kucing (Distokia) 28
Gambar 10. Pengangkatan Rahim/Uterus dan Penutupan Luka 28

4
Gambar 11. Membuka Jahitan (Post Operasi) 28
Gambar 12. Ringworm 36
Gambar 13. Otitis Media 36
Gambar 14. Pemasangan IV dan Kateter pada Kucing FLUTD 39
Gambar 15. Urin Mengandung Darah (Hematuria) 39
Gambar 16. Terdapat Sedimen dalam Urin pada Kucing FLUTD 39
Gambar 17. Terdapat Darah dan Sedimen Dalam Urin (Hari ke-1) 40
Gambar 18. Terdapat Darah dan Sedimen Dalam Urin (Hari ke-2) 40
Gambar 19. Terdapat Sedikit Bercak Darah dan Sedimen Dalam Urin (Hari ke-3) 40
Gambar 20. Terdapat Sedimen (tidak ada bercak darah) Hari ke-4 40
Gambar 21. Urin Terlihat Bersih (Hari ke-5) 41

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Jadwal Kegiatan Selama Magang 14

5
BAB I

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang
Dewasa ini, banyak masyarakat manyalurkan kegemarannya dan memanfaatkan
waktu luangnya dengan bermain ataupun memelihara hewan peliharaan, seperti kucing
ataupun anjing. Selain hobi yang menarik, berinteraksi dengan hewan peliharaan pun ampuh
mengusir stress dan kesepian. Kecintaan terhadap hewan anjing dan kucing ini memberikan
terobosan baru dalam dunia bisnis yang salah satunya adalah praktek dokter hewan.

Koe Vet Sehandi merupakan praktik dokter hewan yang khusus menangani anjing
dan kucing. Layanan yang disediakan Praktik Dokter Hewan “KOE VET SEHANDI” di-
antaranya konsultasi dan general check up, USG, akupuntur, dental scalling, vaksinasi, rapid
test, bedah mayor minor, kawin suntik anjing (IB), transfusi darah, rawat inap, rawat sehat,
emergency case, pemeriksaan darah (hematologi), pemeriksaan feses, dan pemeriksaan skin
scraping. KOE VET SEHANDI menangani berbagai macam kasus penyakit yaitu penyakit
kulit (skabies, demodekosis, ringworm, dll), penyakit infeksius (Canine Parvo Virus, Lep-

6
tospira, Feline Panleukopenia Virus, Kennel Cough, Canine Distemper, parasit darah), dan
lainnya. Untuk itu diperlukan manajemen klinik yang baik dan fasilitas yang memadai untuk
menunjang keberhasilan praktek dokter hewan.

Berkenaan dengan uraian yang telah dijelaskan diatas, maka melalui laporan kegiatan
magang mahasiswa ini, penulis akan menjelaskan lebih lanjut mengenai kegiatan yang di-
lakukan di Praktik Dokter Hewan “KOE VET SEHANDI”.

2. Tujuan
Tujuan dilakukannya kegiatan magang ini yaitu sebagai berikut.
1. Meningkatkan pengetahuan, kemampuan, dan cara berpikir secara komprehensif
serta profesionalitas calon dokter hewan dalam hal menangani permasalahan dan
manajemen kesehatan hewan kesayangan.
2. Meningkatkan kemampuan serta keterampilan calon dokter hewan dalam hal
metode pemeriksaan, teknik diagnosa penyakit, serta metode terapi yang tepat terhadap
hewan sakit secara sistematis sesuai dengan wewenang dan tanggung jawab sebagai
dokter hewan.

7
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Menurut Peraturan Menteri Pertanian Nomor 02 Tahun 2010 Tentang Pedoman Pelayanan
Jasa Medik Veteriner, Klinik hewan adalah tempat usaha pelayanan jasa medik veteriner yang
dijalankan oleh suatu manajemen dengan dipimpin oleh seorang dokter hewan penanggungjawab
dan memiliki fasilitas untuk pengamatan hewan yang mendapat ganguan kesehatan tertentu.
Usaha Klinik hewan harus memenuhi persyaratan umum yang ditetapkan sebagai berikut.
1. Memiliki surat-surat perizinan berupa perizinan untuk dokter hewan praktik, perizinan
pelayanan jasa medik veteriner, dan perizinan untuk tenaga kesehatan hewan.
2. Memiliki tempat praktik yang kurang lebih harus dilengkapi dengan:
a. papan nama yang memadai dengan mencantumkan bentuk usaha pelayanan jasa
medik veteriner, serta alamat yang jelas;
b. tempat untuk menunggu klien dan pasien yang memadai;
c. ruang kerja untuk meletakkan meja periksa, uji sederhana, peralatan medik veter-
iner, lemari obat, peralatan untuk administrasi dan rekam medik, serta peralatan un-
tuk menangani limbah pelayanan kesehatan hewan;
d. sistem penerangan dan sirkulasi udara yang memadai sesuai kapasitas;

8
e. sumber air bersih, sistem drainase, sistem penanganan limbah, sistem keamanan un-
tuk menjamin kesehatan manusia, hewan dan lingkungan; serta
f. sistem komunikasi.
3. Memiliki fasilitas pelayanan medik veteriner yang sekurang-kurangnya harus terdiri
atas:
1) peralatan untuk mengendalikan hewan,
2) peralatan untuk mendiagnosa secara klinis,
3) peralatan penunjang diagnosa laboratorium (secara sederhana),
4) peralatan pengobatan dan penyimpanan obat,
5) peralatan untuk administrasi kantor dan rekam medis,
6) peralatan untuk keselamatan petugas, serta
7) peralatan untuk menangani limbah pelayanan kesehatan hewan.
3. Memiliki Praktik Dokter Hewan dibawah pimpinan seorang Praktik Dokter Hewanse-
bagai penanggung jawab usaha pelayanan jasa medik veteriner.
4. Mengunakan obat hewan dalam pelayanan medik veteriner yang terdaftar kecuali yang
diberikan izin khusus dari instansi yang berwenang.
5. Ruangan-ruangan yang khususnya digunakan untuk menangani pasien harus mudah
disucihamakan dan memenuhi kesehatan dan keselamatan kerja (K3).
6. Fasilitas dan perlakuan dalam menangani hewan harus memperhatikan kesejahteraan
hewan.
Usaha Klinik Hewan juga harus memenuhi persyaratan khusus yaitu memiliki izin usaha
klinik hewan dari Bupati/walikota, memiliki ”kode etik klinik hewan” internal dalam
memberikan pelayanan jasa medik veteriner secara prima, masing-masing tenaga medik
veteriner memiliki izin praktik dari Bupati/Walikota, dan memiliki kandang untuk observasi
dan/atau kandang rawat inap. Adapun persyaratan minimal untuk fasilitas pelayanan jasa medik
veteriner di klinik hewan yaitu sebagai berikut.
a. Ruang Pelayanan, yang terdiri atas Ruang Tunggu, Ruang Periksa, Ruang Tindakan, Ru-
ang Preparasi, Ruang Operasi, Ruang Rawat Inap, dan Ruang Observasi.
b. Ruang Penunjang, yang terdiri atas Ruang Cuci alat dan kain operasi, Ruang Rapat Dok-
ter, Ruang Perpustakaan, dan Ruang Obat

9
c. Alat Medis, yang terdiri atas Thermometer, Stetoscope, Gunting bengkok dan lurus, Dis-
posable Syringe, Disposable Needle, Urin Catheter, IV Catheter, Infusion set, Benang
Operasi, Nailclipper, USG, Nebulizer, Opthalmoscope, Otos cope, Pinset bayonet, Arteri
Klem lurus 12 , Microscope, Alat Operasi Minor, Alat Operasi Major, Mesin, Anasthesi
Gas, Elektro cardiografi (EKG), Alat X-Ray, Tabung Oksigen lengkap.
d. Alat Penunjang Praktek, yang terdiri atas Meja konsultasi, Meja Periksa, Lemari Obat,
dan alat Timbangan bayi, Timbangan digital, Cooler box/lemari es, Meja Operasi, Reka-
man Medis, Lampu operasi, X-Ray Viewer, Tiang infus, Baskom stainless, Container
stainless, Kidney Tray, Papan nama.
e. Penunjang X-Ray, yang terdiri atas Perizinan nuklir, Meja X-ray, Kaset ukuran S,M,L,
Alat Pelindung (Apron, sarung tangan, pelindung leher), IR Lamp dan Exhaust fan.
f. Layanan Jasa, yang terdiri atas Parasitologi, Haematologi, Kimia Laboratorium darah,
dan Urinalisis.
g. Peralatan Laboratorium, yang terdiri atas Mikroskop binocular, Alat periksa darah, dan
Alat urinalisis.
h. Kelengkapan Alat Bedah, yang terdiri atas Autoclave/steem, Kain operasi S dan L, Baju
Bedah S,M,L, Meja alat bedah, Meja bedah electric, Meja Anastesi, Tromol besar, Tro-
mol kecil.
i. Obat Wajib Ada, yang terdiri atas Antibiotika, Analgesik, antihistamin, anthelminticum,
Adrenalin/Epinephrin, atropin sulfas, corticosteroid, Sedativa, anastethicum, Cairan In-
fus, Alkohol, Antiseptika, Vaksin, dan Obat Oral.
j. Jasa Pelayanan, yang terdiri atas Konsultasi dan Terapi, Vaksinasi, Operasi minor, Op-
erasi major, Rawat inap, Pemeriksaan laboratorium, USG, X-Ray.

10
BAB III

PRAKTIK DOKTER HEWAN KOE VET SEHANDI

3.1 Profil Praktik Dokter Hewan “KOE VET SEHANDI”


Dokter Hewan Praktik “KOE VET SEHANDI” merupakan praktik dokter hewan
mandiri dengan dokter praktiksinya adalah drh. Krispinus Sehandi (drh Kris/Ipin)
sekaligus pemilik tempat praktik tersebut. Praktik dokter hewan Koe Vet Sehandi
didirikan pada 27 Januari 2021 di Kota Kupang, Nusa Tenggara Timur. Praktik dokter
hewan Koe Vet Sehandi beralamat di Jalan Beringin, Kelurahan Lasiana, Kecamatan
Kelapa Lima, Kota Kupang, NTT. Tempat praktik Koe Vet Sehandi memberikan
pelayanan kesehatan hewan kesayangan yang berfikus pada anjing dan kucing. Bangunan
Tempat praktik ini merupakan bangunan rumah biasa yang dimofdifikasi 50% untuk
menjadi tempat praktik, sedangkan 50% tetap digunakan sebagai rumah tinggal.

3.2 Profil Dokter Hewan Praktisi


Data Pribadi
· Nama : drh. Krispinus Sehandi
· Jenis Kelamin : Laki-laki
· Tempat, Tanggal Lahir : Ende, 27 Januari 1994
· Nomor Hp : 085 253 197 916
· Email : sehandikrispinus@gmail.com
Pendidikan
· 2000 – 2006 : SDK Ende 2
· 2006 – 2009 : SMP Seminari Mataloko
· 2009 – 2012 : SMA Seminari Matoloko
· 2013 – 2019 : S1-Koas FKH UNDANA
Pengalaman Kerja
· 2019 – 2020 : Petsmile dokNyom, Jakarta Timur

11
· 2020 – sekarang : Praktik dokter hewan mandidi Koe Vet Sehandi, Kota
Kupang-NTT.

BAB IV

METODE PELAKSANAAN MAGANG

4.1 Waktu dan Tempat


Magang ini dilaksanakan selama 30 hari sejak dari tanggal 1 Maret sampai dengan 1
April 2021 bertempat di Praktik Dokter Hewan Koe_Vet_Sehandi.

4.2 Prosedur Pelaksanaan

4.2.1 Praktek
Setiap peserta magang di Klinik melaksanakan kegiatan sesuai dengan jadwal
yang ditetapkan. Jadwal tersebut berupa pembagian tugas piket di setiap ruang kerja
Klinik Koe Vet Sehandi, yang meliputi ruang pemeriksaan, ruang rawat inap infeksius,
ruang rawat inap non infeksius, dan ruang rawat inap sehat. Pada pelaksanaan kegiatan
magang, kegiatan praktek dibagi menjadi beberapa bagian dengan perincian jadwal
sebagai berikut.

Tabel 1. Jadwal kegiatan selama magang

No. Kegiatan Waktu

1. Disinfeksi ruangan, kandang, dan peralatan 08.30-09.00


lainnya

2. Mengajak hewan bermain 09.30-10.00

3. Membantu pemeriksaan dan penanganan pasien 10.00-12.00

4. Memberi makan hewan 12.00-12.15

5. Istirahat 12.15-13.00

6. Membantu pemeriksaan dan penanganan pasien 13.00-16.00

12
7. Mengajak hewan bermain 16.00-16.30

8. Memberi makan dan minum 16.30-17.00

9. Pembersihan ruangan, kandang, dan peralatan 17.00-18.00

10. Membantu pemeriksaan dan penanganan pasien 18.00-19.00

11. Pulang 19.00

a) Disinfeksi ruangan, kandang, dan peralatan lainnya


Disinfeksi ruangan, kandang, dan peralatan bertujuan untuk
menghilangkan sebagian besar atau semua mikroorganisme patogen yang
menempel diatasnya. Pertama, dilakukan pembersihan ruangan mulai dari meja,
dinding, hingga lantai secara mekanik (menggunakan sapu, kemoceng, atau kain).
Setelah itu, pembersihan secara kimia menggunakan disinfektan seperti alkohol
dan sodium hypoclorat (bayclin).
b) Pemberian pakan dan minum
Pemberian pakan dilakukan tiga kali sehari yaitu pagi, siang dan sore.
Pada pagi diberikan pukul 07.00-08.00 wita, pada siang hari pukul 12.00-12.15,
dan sore hari diberikan pada pukul 16.30-17.00 wita. Air minum disediakan
secara ad libitum. Pakan hewan diberikan sesuai dengan kondisi dan kebutuhan
hewan. Pakan yang diberikan dapat berupa dry food ataupun wet food.
c) Mengajak hewan bermain
Hewan diajak bermain disaat pagi hari dan juga sore hari agar hewan
tidak stress dan dapat berinteraksi dengan hewan lainnya. Hewan dengan kondisi
sakit tidak diajak bermain diluar ruangan dikarenakan kondisi tubuhnya yang
tidak memungkin untuk bermain atau bergerak aktif.
Selain itu, hewan diajak keluar ruang agar hewan dapat melakukan urinasi
dan defekasi diluar ruang. Peserta magang akan melakukan pemantauan selama
urinasi dan defekasi hewan terkait dengan warna, bau, konsistensi, jumlah, dan
frekuensi urinasi dan defekasi. Apakah normal ataukah tidak. Semua hasil
pengamatan dilaporkan kepada drh. Krispinus Sehandi.

13
d) Membantu pemeriksaan dan penanganan pasien
Ketika pasien datang, peserta magang membantu pemmeriksaan berat
badan dan pengukuran suhu tubuh. Setelah dilaporkan kepada drh. Krispinus
Sehandi. Peserta magang membantu melakukan handling dan restrain hewan dan
juga menyiapkan peralatan yang dibutuhkan seperti stetoskop, persiapan terapi
cairan, kandang, dan lainnya.

4.2.2 Teori
Selain praktek dan pengamatan langsung, peserta magang juga mengikuti diskusi
bersama dokter. Bahan materi diskusi ini diberikan oleh drh. Krispinus Sehandi.

14
BAB V

HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Fasilitas di Praktik Dokter Hewan Koe_vet_sehandi

5.1.1 Fasilitas Ruang


Fasilitas ruangan yang disediakan oleh Praktik Dokter Hewan Koe_Vet_Sehandi yaitu
sebagai berikut.
1) Ruang Tunggu; merupakan ruangan bagi pasien dan klien menunggu antrean untuk
menjalani tindakan di Klinik.

Gambar 1. Ruang Tunggu

2) Ruang Periksa/Ruang UGD; merupakan ruangan untuk pemeriksaan pasien dan untuk
penanganan pasien gawat darurat (emergency). Ruangan ini dilengkapi juga dengan
layanan untuk memeriksa sampel menggunakan mikroskop dan untuk melakukan
pemeriksaan USG. Di ruangan ini tindakan yang biasa dilakukan terhadap pasien

15
antara lain: penimbangan berat badan, pemeriksaan suhu, pemeriksaan kebersihan
telinga dan seluruh tubuh. Tindakan diatas yang biasanya di lakukan oleh paramedik
dan dibantu oleh peserta magang. Kemudian oleh dokter dilakukan pemeriksaan
dengan inspeksi, palpasi, auskultasi, dan perkusi yang dalam keadaan tertentu dibantu
oleh peserta magang untuk restrain pasien. Setelah pemeriksaan, meja dan peralatan
ruang periksa yang telah digunakan wajib dibersihkan menggunakan alkohol dengan
tujuan mencegah penularan penyakit.

Gambar 2. Ruang Periksa

3) Ruang rawat inap atau rawat inap non-infeksius; merupakan ruangan yang digunakan
untuk merawat hewan sakit non-infeksius pada kondisi akut atau emergency. Adapun
beberapa tindakan yang dilakukan antara lain: penyiapan kandang bagi pasien baru,
pemeriksaaan klinis, pemberian pakan, pemberian obat berdasarkan penyakit,
pembersihan ruangan dan alat-alat yang telah digunakan.

16
Gambar 3. Ruang Rawat Inap

4) Ruang Infeksius atau Isolasi; merupakan ruangan yang digunakan untuk perawatan
hewan yang mengalami sakit akibat agen patogen yang bersifat menular atau
infeksius. Adapun beberapa tindakan yang dilakukan di ruangan ini antara lain:
penyiapan kandang bagi pasien baru, pemeriksaaan, pemberian pakan, pemberian
obat berdasarkan penyakit, pembersihan ruangan dan alat-alat yang telah digunakan.
Setiap pasien rawat inap infeksius selalu dipantau kondisinya, agar jika sewaktu-
waktu mengalami kondisi emergency dapat segera dilakukan penanganan dengan
tepat oleh medis.

Gambar 4. Ruang Rawat Inap infksius/Isolasi

5) Ruang Rawat Inap Sehat; merupakan ruangan untuk merawat hewan sehat yang
dititip oleh klien. Di ruangan ini adapun beberapa tindakan yang dilakukan antara lain
pemberian pakan dan pembersihan kandang serta ruangan titip sehat.

17
Gambar 5. Ruang Titip Sehat

6) Ruang Bedah; merupakan ruangan yang digunakan untuk melakukan rangkaian


prosedur operasi.

Gambar 6. Ruang Bedah/Operasi

7) Ruang Racik Obat/Mini apotek: merupakan ruangan tempat penyimpanan obat-obatan


sekaligus digunakan untuk meracik obat sesuai resep dokter.

18
Gambar 7. Ruang Racik Obat

5.1.2 Fasilitas Medis


Fasilitas medis yang tersedia di Praktik Dokter Hewan Koe Vet Sehandi yakni
berupa: Alat-alat medis untuk pemeriksaan, Alat-alat medis untuk bedah, alat USG,
Mikroskop, Oksigen Unit, Nebulizer pasien.

5. 2 Pelayanan

5.2.1 Pelayanan Kesehatan


1) Pemeriksaan Kesehatan Rutin
Pemeriksaan rutin untuk memonitoring kesehatan dibutuhkan hewan
kesayangan agar terhindar dari berbagai macam penyakit berbahaya yang dapat
menular antar hewan ataupun manusia. Di Praktik Dokter Hewan Koe Vet Sehandi
menyediakan pelayanan untuk pemeriksaan klinis rutin dan general check up untuk
berbagai hewan kesayangan yaitu anjing dan kucing.
2) Pelayanan Kesehatan untuk Hewan Sakit
Hewan kesayangan yang sakit memerlukan bantuan medis secara cepat agar
penyakit segera dapat teratasi dan tidak menimbulkan kerugian besar yang tidak
diharapkan. Praktik Dokter Hewan Koe Vet Sehandi memberikan pelayanan untuk
penanganan berbagai macam penyakit, dengan berbagai fasilitas pendukung yang
memadai.
3) Ultrasonografi (USG)
Penyakit yang melibatkan kelainan organ dalam memerlukan bantuan alat
khusus USG untuk menentukan diagnosa. Prakter Dokter Hewan Koe Vet Sehandi

19
melayanani pemeriksaan menggunakan USG untuk penentuan diagnosis penyakit
dalam, menentukan kebuntingan, dan sebagainya.
4) Vaksinasi
Pencegahan berbagai penyakit yang dapat menyerang hewan kesayangan
anjing, kucing, dapat dicegah dengan vaksinasi. Program vaksinasi merupakan
tindakan perlindungan yang efektif tidak memerlukan biaya mahal dibandingkan
dengan tindakan pengobatan dan resiko terjadinya hal yang tidak diinginkan.
Vaksinasi pada anjing meliputi parvo virus, distemper, hepatitis, parainfluenza,
leptospirosis, bordetella. Vaksinasi pada kucing meliputi panleukopenia, calici,
rhinotracheitis, dan klamidia.
5) Konsultasi Kesehatan
Pemilik hewan kesayangan dapat memanfaatkan jasa konsultasi kesehatan
yang diselenggarakan oleh Praktik Dokter Hewan Koe Vet Sehandi.
6) Rawat Inap
Praktik Dokter Hewan Koe Vet Sehandi menyediakan Instalasi Rawat Inap
untuk hewan sakit dengan fasilitas yang nyaman dan memadai. Bagi pemilik hewan
kesayangan yang membutuhkan jasa rawat inap ketika hewannya sakit dan harus
dirawat inap atau tidak dapat mengurus hewannya yang sakit dapat memanfaatkan
fasilitas ini.
7) Bedah
Praktik Dokter Hewan Koe Vet Sehandi memfalisitasi untuk pasien yang
memerlukan tindakan bedah. Tindakan bedah meliputi bedah minor dan mayor
seperti kastrasi, ovariohisterektomi (steril), caecar, minor surgery orthopedi, operasi
tumor, dan lain-lain.

5.2.2 Pelayanan Medis


1) Pemeriksaan Darah (Hematologi)
Pemeriksaan darah diperlukan untuk mengetahui status kondisi kesehatan
pasien dengan melihat parameter darah rutin. Sampel darah yang diambil ini dirujuk
ke UPT Veteriner Oesapa dan pembacaan hasil serta diagnose apabila ada penyakit
akan dilakukan pemeriksaan lebihblanjut oleh Praktik Dokter HewanKoe Vet
Sehandi.

20
2) Pemeriksaan Feses
Pemeriksaan feses meliputi pemeriksaan natif untuk mengetahui adanya telur
cacing atau parasit lainnya yang ada di feses.
3) Pemeriksaan Skin Scraping
Pemeriksaan kerokan kulit dilakukan untuk pemeriksaan adanya ektoparasit di
dalam kulit. Untuk deteksi infestasi berbagai ektoparasit dalam kulit dapat dilakukan
dengan pengambilan sampel kerokan kulit, seperti pada kasus demodekosis dan
skabies juga untuk deteksi adanya jamur pada kulit kemudian sampel diamiti dibawah
mikroskop.

➢ Pelayanan jasa medis lainnya yang disediakan di Praktik Dokter Hewan Koe Vet
Sehandi yaitu:
1) Konsultasi dan General Check Up
2) USG
3) Akupuntur
4) Dental Scalling
5) Vaksinasi
6) Rapid Test
7) Bedah Mayor Minor
8) Kawin Suntik Anjing (IB)
9) Transfusi Darah
10) Rawat Inap
11) Rawat Sehat
12) Emergency Case, dll.
➢ Alur Layanan di Praktik Dokter Hewan Koe Vet Sehandi
1. Ruang tunggu
Pasien datang untuk menunggu antrian jika masih ada antrian.
2. Pemeriksaan pasien
Pasien yang mendapatkan giliran akan diperiksa dengan tahapan: timbang berat
badan, pengukuran suhu, kemudian akan diperiksa oleh dokter.
3. Klien menunggu obat.

21
4. Administrasi
Klien melakukan pembayaran administrasi
➢ Pasien Gawat Darurat (Emergency)
1. Pasien Gawat Darurat langsung masuk ke Ruang Periksa untuk dilakukan tindakan
emergency.
2. Selanjutnya pasien diperiksa secara rinci dan dilakukan treatment yang diperlukan
oleh dokter;
3. Setelah ditangani dokter, selanjutnya menunggu obat bila ada obat yang harus dibawa
pulang. Apabila perlu rawat inap, selanjutnya diproses untuk rawat inap;
4. Kemudian klien menyelesaikan administrasi.
➢ Pasien Bedah
1. Pasien yang membutuhkan tindakan bedah diwajibkan untuk pemiliknya mengisi in-
formed consent.
2. Pasien dengan tindakan operasi bedah minor diijinkan dapat langsung pulang sedan-
gkan pasien bedah mayor diinapkan sementara sesuai dengan pertimbangan dokter.
➢ Rawat Inap Sakit
Setelah melalui tahapan alur pemeriksaan, klien wajib mengisi form persetujuan
rawat inap. Pasien mendapatkan treatment sesuai dengan penyakitnya. Jam besuk dibuka
dari jam 11 pagi sampai jam 3 sore dilanjutkan lagi jam 5 sampai jam 8.
➢ Titip Sehat
Setelah melalui tahapan alur pemeriksaan, klien wajib mengisi form persetujuan
titip sehat dengan ketentuan-ketentuan yang sudah ditetapkan yaitu hewan telah
divaksinasi, bebas kutus, bebas penyakit, dan dalam kondisi sehat.

5.3 Penyakit-Penyakit yang Pernah Ditangani Selama Kegiatan Magang

5.3.1 Distokia pada Kucing (Oleh: Galih Shinta Kurniawati)


Etiologi
Distokia adalah ketidakmampuan atau kesulitan dalam tindakan persalinan atau
melahirkan anak anjing atau anak kucing pada akhir kehamilan. Distokia pada kucing
didefinisikan sebagai kesulitan keluarnya fetus atau melahirkan anak kucing melalui jalan
lahir pada saat (6-12 jam) persalinan (Dar et al., 2015). Penyebab distokia
diklasifikasikan menjadi yang disebabkan oleh induk, maupun fetus, dan dalam beberapa

22
kasus kombinasi di antara keduanya (induk dan fetus) (GunnMoor an Thrusfield, 1995;
Stedile et al., 2011).
Pathogenesis
Distokia dibagi menjadi 2 jenis yaitu distokia maternal dan distokia fetal.
a. Distokia maternal terjadi karena faktor saluran kelahiran dan organ pendukung
kelahiran (uterus dan abdomen). Faktor saluran kelahiran terbagi menjadi
ketidakmampuan dilatasi (uterus, serviks, vagina dan vulva) dan ukuran pelvis yang
tidak memadai. Selain itu, distokia maternal dapat disebabkan oleh factor kegagalan
untuk mengekspulsi fetus akibat gangguan pada uterus yaitu inertia uteri, ruptur uteri
atau torsio uteri; akibat gangguan pada abdomen yang mengakibatkan
ketidakmampuan untuk merejan dan obstruksi pada jalan kelahiran.
b. Distokia fetal dapat terjadi karena faktor ukuran fetus yang terlalu besar (fetal
oversize, fetal monster) dan faktor kesalahan posisi fetus (maldisposisi fetal) seperti
malpresentasi, malposisi atau malposture fetal. Ukuran fetus yang besar dipengaruhi
oleh banyak factor yang meliputi : keturunan, faktor pejantan yang terlalu besar
sedangkan induk kecil, lama kebuntingan, jenis kelamin fetus yaitu fetus jantan
cenderung lebih besar, kebuntingan kembar, pernah beranak sebelumnya serta nutrisi
induk seperti pemberian pakan terlalu banyak sehingga dapat meningkatkan berat
badan fetus dan timbunan lemak intrapelvis yang dapat menurunkan efektifitas
perejanan. Selain itu, distokia fetal dapat juga disebabkan oleh faktor defisiensi
hormone (ACTH/cortisol) dan kematian fetal.
Kasus distokia umumnya sering terjadi pada induk yang baru pertama kali
beranak, induk yang masa kebuntingannya jauh melebihi waktu normal, induk yang
terlalu cepat dikawinkan, hewan yang kurang exercise, kelahiran kembar dan penyekit
uterus.
Gejala Klinis
Gejala klinis atau tanda-tanda khusus kelainan dan kemungkinan distokia
meliputi:
- Kehamilan memanjang melebihi tanggal perkiraan kelahiran.
- Persiapan non-progresif yang berkepanjangan untuk kelahiran.
- Mengejan kuat selama 20-30 menit tanpa pelahiran janin.

23
- Mengejan lemah dan intermiten selama 1-2 jam tanpa pelahiran janin.
- Interval 2 jam antara janin.
- Fetus tampak tersangkut di jalan lahir dan sebagian tubuh terlihat.
- Keluar leleran berwarna hijau (pada anjing), leleran berwarna merah-coklat (pada
kucing), tetapi tidak ada fetus yang keluar atau dilahirkan.
- Keluarnya fetus yang telah mati.
- Jeda panjang selama proses kelahiran tetapi pemilik berpikir masih ada beberapa
fetus belum keluar atau dilahirkan.
- Pemilik tidak yakin apakah proses kelahiran sudah selesai.
- Tanda-tanda penyakit pada induk, kesusahan atau kehilangan darah yang tidak
terduga.
Diagnosis
Diagnosis distokia umumnya dapat diamati melalui gejala klinis dan pemeriksaan
fisik yang menyeluruh. Tes lain yang mungkin direkomendasikan termasuk rontgen, USG
perut, dan tes laboratorium, seperti pengukuran kadar kalsium darah. Kalsium darah
rendah mungkin berhubungan dengan inersia uteri. Alat pemantau persalinan eksternal
yang tersedia secara komersial dapat digunakan untuk mendeteksi penurunan viabilitas
janin (tekanan janin) dan pola abnormal pada kontraksi rahim.
Terapi dan Pencegahan
Protokol atau treatment tergantung pada status serviks atau adanya cincin rahim.
Pilihan perawatan medis dipertimbangkan dalam kasus pembukaan atau dilatasi parsial
serviks, dan operasi caesar dipertimbangkan dalam kasus serviks tertutup lengkap atau
kondisi ukuran fetus yang terlalu besar. Juga, kondisi tubuh hewan perlu
dipertimbangkan. Beberapa tindakan yang dapat dilakuakan sesuai dengan kondisi induk
yang mengalami distokia diataranya yaitu:
a. Palpation Repetition
Pada kucing, dokter hewan dapat meraba bagian vagina. Palpasi vagina
anterior tidak langsung terhadap dilatasi serviks atau tonus uterus pada kucing jarang
dilakukan kecuali jika jari dokter sangat kecil. Untuk distokia yang disebabkan fetus
tersangkut dapat dilakukan reposisi menggunakan jari dengan perlahan diatur kembali
pada posisi yang normal sesuai kelahiran. Selain itu gerakan jari ke dinding punggung

24
vagina pada induk kucing juga dapat membantu memicu kontraksi dan membantu
kelahiran janin.
b. Ecbolic Therapy
Tindakan medis didasarkan pada protokol kombinasi estrogenoksitosin
dengan cara injeksi intramuskular. Penyuntikan estrogen dapat membantu pada
serviks yang tertutup sempurna dan penyuntikan oksitosin diberikan untuk
mendorong kontraksi rahim untuk mempengaruhi dilatasi serviks. Injeksi
intramuskular 0,5 mg estrogen 0,2% (Estradiol benzoat, Hebei Chengshengtang
Animal Pharmaceutical Co., Ltd, China) dan setelah 4-6 jam kemudian 5 IU oksitosin
10% (Intercheme Inc., Holland) disuntikkan secara intramuskular. Kalsium glukonat
10% dalam dosis 0,5-0,1 ml/kg untuk injeksi subkutan. Glucose Saline 0,9% untuk
infus IV diindikasikan jika kasus membutuhkan syok dan ketidakseimbangan
elektrolit.
c. Surgical Treatment
Tempat operasi disiapkan untuk operasi aseptik. Setelah hewan dalam posisi
dorsal recumbency, insisi garis tengah ventral tepat di caudal umbilikus, uterus
diinsisi pada tubuh, dan fetus yang tersangkut dikeluarkan perlahan serta beberapa
fetus yang masih di dalamnya juga dikeluarkan. Rahim dibilas dengan normal saline
dan ditutup. Operasi dilakukan dengan cara yang dijelaskan oleh (Olivira 2016)
dengan obat pasca operasi dan oksitosin diberikan.

Pembahasan Kasus
Feni merupakan seekor kucing domistik dengan BB 3 kg yang datang ke tempat
praktik dengan kondisi emergensi yaitu masalah pada proses partus. Dalam kasus ini
terlihat fetus nampak sebagian tubuhnya tersangkut pada mulut vulva induknya. Setelah
diperiksa dengan palpasi ukuran fetus yang besar atau ukuran pelvis yang kecil sehingga
sulit untuk keluar atau lahir. Dalam kasus ini tidak memungkinkan lagi untuk melakukan
induksi karena rentang waktu yang sudah cukup lama dan tidak dapat melakukan reposisi
fetus sehingga tindakan yang dilakukan adalah operasi caecar.
▪ Etiologi

25
Distokia yang dialami Feni ini menyebabkan Feni terlihat tidak nyaman dan
stress nampak dari tingkah lakunya yang panik dan memberontak ketika dihandle.
Setelah dilakukan pemeriksaan oleh dokter, diketahui bahwa penyebab distokia ini
adalah karena ukuran fetus yang terlalu besar pada saat partus.
▪ Patologi
Distokia karena ukuran fetus ini menyebabkan Fetus sulit keluar atau
dilahirkan, dan induk mulai kelelahan berkontraksi dan sudah dalam jangka waktu
cukup lama. Fetus yang tersangkut juga sudah dalam keadaan mati. Kejadian stuck ini
menyebabkan beberapa fetus yang masih di dalam uterus tidak dapat keluar atau lahir
dan masih tertinggal di dalam uterus.
▪ Gejala Klinis
Gejala klinis yang nampak cukup jelas terlihat sebagian tubuh fetus (ab-
domen-ekstremitas caudalis) sudah terlihat keluar dari vulva sedangkan pada bagian
tubuhnya masih berada di dalam. Selain itu juga rentang waktu partus dan jeda waktu
kontraksi yang cukup lama dikarenakan owner terlambat menyadari waktu partus dan
jarak rumah yang cukup jauh.
▪ Diagnosis
Diagnosis dilakukan dengan pengamatan gejala klinis yang terlihat, serta pal-
pasi dan pemeriksaan oleh dokter hewan sekaligus memastikan kondisi pasien untuk
dapat melakukan tindakan terapi berikutnya.
▪ Treatment
Pada kasus yang dialami Feni ini sudah tidak bisa dilakukan induksi untuk
membantu kontraksi induk dikarenakan rentang waktu yang sudah cukup lama dan
kondisi fetus yang tersangkut sudah mati. Reposisi dan penarikan manual juga telah
dilakukan namun tidak berhasil mengeluarkan fetus. Sehingga tindakan yang di-
lakukan adalah operasi caecar sekaligus steril untuk menyelamatkan induk kucing.
Sebelum dilakukan operasi, pasien diinjeksi dengan agen pra-anestesi, atropin
sulfat 0,02 mg/kg berat badan secara intramuskular (IM). Kemudian dilakukan injeksi
Xylazine 2mg/kg BB IM. Anestesi umum diinduksi dengan injeksi ketamin
hidroklorida 10 mg/kg berat badan IM. Setelah itu pasien dipindahkan ke meja op-

26
erasi dengan posisi rebah dorsal dan difiksasi keempat ekstremitasnya dalam posisi
simetris.
Pada daerah yang akan diinsisi dilakukan pencukuran bulu dan didesinfeksi
dengan povidone iodine, kemudian ditutup dengan kain bedah. Dibuat sayatan pan-
jang 5-6 cm pada garis tengah perut ventral. Kulit, jaringan subkutan, linea alba, dan
peritoneum diinsisi secara berurutan. Kemudian, uterus diidentifikasi dan dieksterior-
isasi melalui sayatan. Sayatan memanjang dibuat pada lengkungan rahim yang lebih
besar dekat dengan bifurkasio tanduk rahim, menghindari pembuluh darah besar dan
sabuk plasenta. Fetus dikeluarkan terlebih dahulu. Sebelum menutup luka perut, perlu
diperiksa dengan cermat apakah ada perdarahan. Kemudian penutupan luka dari peri-
toneum, otot dan jaringan subkutan ditutup menggunakan jahitan kontinu sederhana
(simple continous suture) dengan jenis benang absorbable yaitu cat-gut chromic 1-0
dan menggunakan jarum taperpoint 1/2 circle, dan kulit ditutup dengan menerapkan
pola jahitan terputus sederhana (simple interrupted suture) dengan jenis benang non-
absorbable yaitu benang silk 3-0 dan menggunakan jenis jarum cutting 1/2 circle.
Perawatan post operasi, Feni diberi 40 ml 5% dekstrosa sa-line secara intra-
vena segera setelah operasi. Kemudian juga diobati dengan antibiotik spektrum luas,
cef-triaxone 50 mg/kg berat badan IM pada interval 12 jam selama 5 hari, dan dengan
penkiller, ketoprofen 3 mg/kg berat badan, IM sekali sehari selama tiga hari. Selain
itu juga dikombinasikan dengan obat dan salep racikan khusus dengan kandungan ba-
han aktif Oxytetraxycline yang merupakan obat antibiotik untuk mengatasi berbagai
penyakit akibat infeksi bakteri. Jahitan kulit luar dilepas pada hari ke-7 setelah
penyembuhan total.

27
5.3.2 Otitis Media dan Ringworm (Oleh: Lukista Christine Kana)

A. Otitis Media
Etiologi
Otitis media, penyakit inflamasi di rongga telinga tengah, adalah penyakit
yang sering terjadi pada anjing dan kucing dari segala usia dan muncul secara
unilateral atau bilateral. Peradangan pada struktur telinga tengah (otitis media)
biasanya disebabkan oleh perluasan infeksi dari saluran telinga luar atau oleh
penetrasi gendang telinga oleh benda asing (Bajwa, 2019 dan Barua et al, 2021).
Peradangan telinga tengah dapat menyebabkan peradangan pada struktur telinga
bagian dalam (otitis interna). Pada anjing, otitis media sekunder terjadi pada sekitar

28
16% kasus otitis eksterna akut dan sebanyak 50% hingga 80% kasus otitis eksterna
kronis (Little dan Coul dalam Gotthelf, 2004). Sebagian besar kasus otitis media
disebabkan oleh bakteri Staphylococcus, Streptococcus spp, dan Pseudomonas.
(Olievera et al, 2006, Thompson, 2017, Pye, 2018).
Gejala klinis
Gejala klinis otitis media mirip dengan otitis eksterna. Menggelengkan kepala,
menggaruk telinga berlebihan, menggosok telinga yang sakit di lantai, lubang telinga
sangat kotor, bahkan tersumbat kotoran telinga, kemerahan pada saluran telinga dan
memutar kepala ke arah sisi yang sakit. Telinga biasanya terasa sakit dan mungkin
mengeluarkan cairan dan perubahan inflamasi di saluran telinga. Peradangan pada
telinga luar (otitis eksterna) yang berulang merupakan tanda lain.
Diagnosa
Diagnosis meliputi pemeriksaan fisik, pemeriksaan telinga dengan otoskop,
kultur bakteri/jamur, radiografi, dan kemungkinan pencitraan lanjutan. Dapat
mendiagnosis otitis media ketika gendang telinga pecah, baik oleh benda asing atau
peradangan jangka panjang. Sulit untuk mendiagnosis jika gendang telinga tidak
pecah, yang merupakan kasus lebih dari 70%. Otitis media ditemukan pada lebih dari
sebagian anjing dengan peradangan telinga luar yang berulang dan berlangsung lama.
Cairan di telinga tengah atau pengerasan dan pertumbuhan berlebih berserat dari
tulang bundar di belakang telinga dapat dideteksi melalui sinar-x, computerized
tomography (CT scan), atau magnetic resonance imaging (Lorek,2019). Otitis interna
dapat didiagnosis berdasarkan tanda-tanda yang sama dengan tambahan kehilangan
keseimbangan. Pemeriksaan menggunakan otoskop dan rontgen tulang bundar di
belakang telinga dapat mengkonfirmasi adanya peradangan telinga tengah dan dalam
secara bersamaan.
Treatment
Tujuan penatalaksanaan medis otitis eksterna dan otitis media adalah untuk
mengurangi inflamasi dan mengatasi infeksi. Manajemen medis jangka panjang yang
berhasil dari otitis eksterna dan otitis media memerlukan identifikasi dan
pengendalian penyakit utama yang mendasari dan faktor predisposisi dan perpetuasi.
Terapi topikal direkomendasikan untuk semua kasus otitis eksterna dan otitis media

29
dan dapat mencakup bahan pembersih dan pengering telinga, glukokortikoid,
antibiotik, antijamur, atau antiparasitisidal. Terapi sistemik yang digunakan untuk
manajemen medis otitis eksterna dan otitis media sama dan termasuk glukokortikoid,
antibiotik, antijamur, dan antiparasitisidal.
· Glukokortikoid sistemik
Glukokortikoid sistemik digunakan untuk membantu meringankan rasa
sakit dan peradangan yang terkait dengan otitis eksterna. Glukokortikoid bersifat
antipruritus, antiinflamasi, dan antiproliferatif serta menurunkan sekresi sebasea
dan apokrin di telinga. Selain itu, pada pasien dengan hiperplasia parah dan
stenosis liang telinga, glukokortikoid sistemik diperlukan untuk mengurangi
peradangan untuk memungkinkan pemeriksaan telinga dan pembilasan telinga
jika diperlukan.
Jika pada evaluasi ulang hiperplasia dan stenosis tidak berkurang untuk
memungkinkan pemeriksaan otik, manajemen bedah otitis dapat diindikasikan.
Glukokortikoid sistemik short-acting seperti prednison atau prednisolon diberikan
secara oral pada 0,05 hingga 1 mg/kg setiap 24 jam hingga 14 hari.
Efek samping jangka pendek dari glukokortikoid termasuk poliuria,
polidipsia, polifagia, dan terengah-engah. Penggunaan glukokortikoid yang lebih
lama dapat menyebabkan efek samping tambahan seperti hiperadrenokortisisme
iatrogenik, hepatopati steroid, tukak lambung, alopecia, atrofi kulit, hipertensi,
demodikosis, dan infeksi saluran kemih.
· Terapi antimikroba sistemik
▪ Indikasi Pengobatan Sistemik Otitis Bakterial
Umumnya, antibiotik sistemik diindikasikan pada pasien dengan otitis
media, dengan otitis eksterna kronis proliferatif yang parah, dengan otitis eksterna
ulserativa, ketika sel-sel inflamasi terlihat secara sitologis (menunjukkan
keterlibatan kulit yang lebih dalam), dan ketika pemilik tidak dapat memberikan
terapi topikal. Pemilihan agen antimikroba sistemik harus dilakukan berdasarkan
uji kultur dan kerentanan (C/S) dari telinga luar (untuk otitis eksterna) dan telinga
tengah (untuk otitis media). Namun, terapi dapat dimulai berdasarkan hasil
sitologi sambil menunggu hasil C/S.

30
▪ Terapi sistemik untuk otitis stafilokokus
Bakteri kokoid yang paling umum diisolasi dari anjing dengan otitis
eksterna atau otitis media adalah Staphylococcus intermedius. Pilihan empiris
yang baik sambil menunggu hasil C/S termasuk sefaleksin (22 mg/kg q12h, oral
[PO]) atau amoksisilin trihydrate-clavulanate potassium (Clavamox, Pfizer
Animal Health, 13,75 hingga 22 mg/kg q12h, PO).
▪ Terapi sistemik untuk Pseudomonas otitis
Pilihan pengobatan sistemik mungkin terbatas karena resistensi antibiotik.
Saat ini fluoroquinolones adalah satu-satunya antibiotik sistemik oral yang
tersedia untuk pengobatan P. aeruginosa. Kebanyakan dokter kulit hewan
merekomendasikan memulai fluoroquinolone oral sambil menunggu hasil C/S.
Diberikan enrofloxacin 20 mg/kg, q24h, atau ciprofloxacin 20 mg/kg q24h, Po.
Pada infeksi P. aeruginosa yang resisten terhadap banyak obat, antibiotik -
laktam sistemik seperti ticarcillin disodium clavulanate potassium (Timentin,
GlaxoSmithKline), imipenem (Primaxin, Merck), meropenem (Merrem,
AstraZeneca LP), dan ceftazidime sodium (Fortaz, GlaxoSmithKline) dapat
menjadi pilihan tetapi sangat mahal, harus diberikan secara parenteral, dan hanya
boleh dipertimbangkan setelah pembersihan topikal dan agen antimikroba tidak
efektif. Efek samping potensial dari imipenem dan meropenem adalah kejang, dan
mereka harus digunakan dengan hati-hati pada pasien yang rentan terhadap
gangguan kejang.
Antibiotik aminoglikosida seperti gentamisin dan amikasin lebih jarang
diresepkan tetapi tetap berpotensi menjadi obat yang manjur untuk pengobatan
infeksi telinga P. aeruginosa. Obat ini juga diberikan secara parenteral dan
memiliki potensi nefrotoksisitas. Hewan harus dipantau dengan urinalisis berkala
untuk peningkatan protein atau gips tubular dan analisis urea darah serum dan
kreatinin.

31
· Indikasi Pengobatan Sistemik Fungi Otitis
Indikasi untuk agen antijamur sistemik serupa dengan yang disebutkan
sebelumnya untuk infeksi bakteri dan termasuk pasien dengan otitis media fungi,
pasien dengan otitis eksterna fungi parah, atau pemilik yang tidak dapat memberikan
terapi topical. Ketoconazole (5 mg/kg q24h) dapat diberikan pada anjing.
· Terapi antiparasitisidal sistemik
Pengobatan O. cynotis pada anjing atau kucing memerlukan pengobatan
semua hewan kontak, serta hewan yang terkena. Selamectin (Revolution, Pfizer
Animal Health) adalah endectocide topikal avermectin semisintetik yang disetujui
oleh Food and Drug Administration untuk pengobatan O. cynotis pada anjing dan
kucing (dua perawatan dengan interval 30 hari).
Meskipun selamectin dioleskan ke kulit, selamectin dengan cepat diserap ke
dalam aliran darah, membentuk reservoir di kelenjar sebaceous. Ivermectin (0,2
hingga 0,3 mg/kg setiap minggu, secara subkutan selama tiga kali perawatan) efektif
melawan O. cynotis pada anjing dan kucing. Efek samping dari ivermectin mungkin
termasuk ataksia, hipermetria, disorientasi, hyperesthesia, tremor, hyperreflexia,
midriasis, hipersalivasi, depresi, kebutaan, koma, dan kematian. Tanda-tanda
nonspesifik termasuk muntah, diare, dan anoreksia. Ivermectin tidak boleh diberikan
kepada collie dan collie-cross, gembala Australia, anjing gembala Shetland, anjing
gembala Inggris Kuno, gembala Inggris, whippet berbulu panjang, dan anjing
gembala sutra karena reaksi merugikan yang mendalam atau anjing yang positif
cacing hati.

B. Dermatophytosis (Ringworm)
Etiologi
Dermatofitosis adalah infeksi jamur superfisial pada kulit dan rambut dan
lebih jarang pada cakar atau kuku (Wright, 1989). Banyak spesies hewan dapat
terkena ringworm, termasuk anjing, kucing, sapi, domba, kambing, babi, tikus,
kelinci, dan burung. Beberapa jamur penyebab juga menyebabkan infeksi zoonosis
(Minarikova et al., 2015; Moriello, 2014; Pasquetti et al.,). Pada hewan yang sehat,
tidak memerlukan pengobatan; namun, pengobatan biasanya dianjurkan untuk

32
mempersingkat perjalanan penyakit dan menghindari penularan. Penyakit lebih sering
terjadi pada individu muda atau stres, seperti di lingkungan yang sangat padat.
Patogen penyebabnya yaitu Microsporum canis (mempengaruhi kucing,
anjing, dan pada tingkat lebih rendah hewan besar), Trichophyton mentagrophytes, T
verrucosum, danT erinacei (mempengaruhi landak), M gypseum (organisme tanah
yang menyebabkan lesi inflamasi), dan genus Microsporum dan Trichophyton sedang
direklasifikasi ke dalam genus Arthroderma (Boehm, 2019).
Jamur penyebab ringworm hidup sebagai spora infektif di lingkungan (Da
Cunha et al, 2019). Kontak langsung dengan spora ini menyebabkan penyakit. Spora
ini mungkin terdapat pada rambut hewan yang terinfeksi atau bahkan pada benda
yang digunakan pada hewan seperti sikat atau gunting. Hewan juga dapat terkena
melalui kontak langsung dengan tanah yang terdapat spora. Setelah terpapar,
dibutuhkan dua hingga empat minggu sebelum hewan menunjukkan tanda-tanda
klinis.
Gejala klinis
Menurut Hesham (2020) ringworm pada anjing sering muncul sebagai
beberapa kombinasi berikut:
· Alopecia (rambut rontok) yang mungkin bulat atau tidak merata
· rambut yang lemah dan patah dan lapisan rambut yang lemah
· kulit ulserasi atau memerah
· adanya sisik di kepala
· kulit menghitam
· pruritus
Diagnosa
· Diagnosa lapangan
Hal ini bergantung pada gejala klinis dari lesi yang khas. Selain itu,
dapat menggunakan lampu UV yang disebut lampu wood (Moriello,2017).
Akan tetapi tidak semua kasus M. canis dapat berpendar di bawah lampu
wood, dan baik T. mentagrophytes maupun M. gypseum tidak berpendar.
Meskipun metode ini sesuai sebagai metode skrining cepat pada multi-hewan.

33
Fasilitas dalam beberapa kasus, diagnosis yang dibuat pada penilaian lampu
Wood tidak selalu akurat.
· Diagnosa laboratorium
Kultur jamur dari sampel sel rambut atau kulit adalah pendekatan yang
paling akurat untuk diagnosis ringworm pada anjing. Kultur positif mungkin
sering dikonfirmasi dalam beberapa hari, tetapi spora jamur mungkin lambat
berkembang dalam kasus tertentu, dan hasil kultur bisa memakan waktu
hingga empat minggu.
· Diagnosis banding
Pemeriksaan kerokan kulit mungkin diperlukan untuk membedakan
ringworm dari dermatitis mikotik, penanganan dan infeksi kulit lainnya.
Pioderma bakterial pada anjing sering terjadi dan sering salah didiagnosis
sebagai dermatofitosis.
Treatment
Pembersihan lingkungan menghilangkan bahan infektif dari lingkungan.
Spora tidak berkembang biak di lingkungan dan tidak menyerang lingkungan seperti
jamur. Spora adalah tahap kehidupan dorman normal dari dermatofita dan
mikroorganisme lainnya dan mudah dikeluarkan dari lingkungan. Penghapusan
mekanis bahan organik dan rambut diikuti dengan pencucian permukaan dengan
deterjen sampai terlihat jelas adalah langkah paling penting untuk
pembersihan/desinfeksi lingkungan. Setelah dibersihkan, desinfektan harus
digunakan.
· Pengobatan topical
Dalam kasus ringan, terapi topikal yang cukup dapat mempercepat
penyembuhan dan meminimalkan risiko penyakit dapat menyebar ke hewan
atau individu lain. Mencukur bulu panjang untuk hewan peliharaan dapat
membantu obat topikal menembus kulit. Dips belerang jeruk nipis, bilasan
enilconazole, dan sampo miconazole adalah pilihan. Diklorofen digunakan
setiap hari selama 5 hari. Aplikasi topikal yodium (2% lugol yodium, 1%
iodofor atau tingtur yodium 2%) 3-4 kali sehari selama 7 hari.

34
Sampo yang mengandung 2% chlorhexidine dan 2% miconazole
efektif; terapi sampo tidak memiliki aktivitas residual. Bahkan jika terapi
sistemik dihentikan, terapi topikal harus dilanjutkan sampai penyembuhan
mikologis ditunjukkan. Terapi topikal fokal tambahan dapat digunakan untuk
lesi di lokasi yang sulit diobati seperti telinga dan wajah. Krim miconazole
vagina 1% -2% dapat digunakan dengan aman di wajah. Untuk telinga,
tersedia produk telinga yang mengandung kombinasi klotrimazol atau
mikonazol/klorheksidin atau ketokonazol/klorheksidin.
· Pengobatan sistemik
Obat antijamur oral diperlukan untuk pengobatan yang berhasil. Anjing kecil
dapat diobati dengan itrakonazol oral (5 mg/kg, sekali sehari. Anjing juga
dapat diobati dengan ketoconazole (5 mg/kg, sekali sehari) atau terbinafine
(30–40 mg/kg, sekali sehari).
Reaksi individu anjing terhadap pengobatan bervariasi dan penyakit ini
dapat kambuh jika terapi dihentikan terlalu cepat. Perawatan biasanya
berlangsung selama minimal 6 minggu dan bahkan memerlukan konseling
lebih lama dalam beberapa kasus.

C. Riwayat Kasus
Duke, seekor anjing golden retriever, berusia 6 tahun, datang ke klinik
Koe_Vet_Sehandi dengan keluhan ada kerontokan rambut di bagian-bagian tubuh
daerah punggung, kaki kiri, leher samping kiri hingga kearah depan, belakang
punggung hingga anus, dan seluruh bagian ekor. Bagian yang mengalami kebotakan
tampak berkerak ada sedikit berdarah akibat gesekan/garukan karena gatal yang
dirasakan. Selain itu, anjing sering menggelengkan kepala dan menggaruk telinga
kirinya. Telinga kiri tampak kemerahan dan terdapat nanah jika dipencet telinganya.
Berdasarkan history dan hasil pemeriksaan klinis, anjing didiagnosa mengalami otitis
media (gambar 13) dan ringworm (gambar 12).
Treatment yang diberikan untuk pengobatan ringworm yaitu terapi topikal
dengan shampoo miconazole dan terapi sistemik dengan ketoconazole (5 mg/kg,
sekali sehari). Perawatan berjalan selama 3 minggu dan untuk perawatan topikal tetap
dilanjutkan di rumah. Terapi otitis media dilakukan dengan pembersihan eksudat dari

35
telingan yang terinfeksi, kemudian diberikan Oftalmik Tobramycin (5 cc)
ditambahkan 1 cc deksametason natrium fosfat atau enrofloxacin otic sekali sehari.
Pengobatan dilanjutkan selama minimal 6 minggu atau sampai 21 hari setelah
resolusi klinis OE dan OM.

Gambar 12. Ringworm


(a) Kiri. Kerontokan bulu di daerah punggung dan ekor (Sebelum pengobatan)
(b) Kanan Telah tumbuh rambut disekitar daerah tubuh yang mengalami kerontokan (setelah pengobatan)

36
Gambar 13. Otitis Media
(a) Kiri. Telinga tampak kemerahan, bengkak, bernanah dan hiperpigmentasi (sebelum pengobatan)
(b) Kanan. Telinga terlihat normal dengan tidak adanya hiperpigmentasi, eksudat/nanah, pembengkakan dan
hyperemia (setelah pengobatan).

5.3.3 Feline Lower Urinary Tract Disease (FLUTD) oleh Maria I. Amuna
Etiologi
Feline urinary tract disease (FLUTD) sebelumnya dikenal sebagai feline uremic syn
drome (FUS), merupakan kondisi kompleks dengan banyak etiologi. Penyebab terjadinya F
LUTD menurut (J.F.Ladlow, 2014; Kakanang Piyarungsri et all. 2020) diantaranya :
a) Uretral plugs (20-50%)
b) Feline interstitial cystitis (20-50%)
c) Bacterial cystitis (10-20%)
d) Urolitiasis (10-20%)
e) Karsinoma urothelial
f) Malformasi anatomi saluran urinari (seperti struktur uretra).

37
Kucing yang dipelihara dalama ruangan, jantan, kelebihan berat badan dan sering di
beri pakan kering, memiliki tingkat resiko yang lebih tinggi. Bacterial cystitis lebih sering te
rjadi pada kucing tua dengan gangguan ginjal yang dapat mempengaruhi konsentrasi urin (J.
F.Ladlow, 2014).
Gejala
Berikut merupakan gejala klinis dari FLUTD (J.F.Ladlow, 2014; Nur Fitriah, 2018) diantara
nya :
a) Stranguria (nyeri saat urinasi)
b) Hematuria (terdapat darah pada urin / urin berdarah)
c) Disuria (susah urinasi)
d) Polakiuria yang berkembang menjadi berbagai tanda sistemik (nyeri, bradikardia, de
presi, dan muntah) dengan adanya obstruksi.
e) Sering menjilati alat kelamin dengan nafsu makan menurun dan lesu
f) Mengalami dehidrasi
Diagnosa
Peran alat penunjang diagnostik pada kasus FLUTD sangat dibutuhkan, agar pemberi
an terapi dapat lebih tepat dan cepat. Berikut merupakan penunjang diagnostik yang dapat dil
akukan (Fitriah Nur, dkk. 2018; Gieg, Jenifer A, dkk. ) :
➢ Pemeriksaan Fisik : dilakukan pemeriksaan umum, terhadap kucing. Urolit dapat dipal
pasi pada sekitar 20% kasus. Anjing dan kucing dengan urolit struvite yang diinduksi i
nfeksi, mungkin menunjukkan tanda-tanda lower urinary tract diseases karena inefksi
bakteri.
➢ Urinalisis untuk mengetahui kelainan urin, biokimia urin, evaluasi sedimen, jenis peme
riksaan batu. pemeriksaan urin dapat menunjukkan hematuria, piuria, bakteriuria, dan/a
tau kristaluria. pH urin dapat membantu dalam memprediksi kemungkinan komposisi
mineral dari urolit. Jika terdapat infeksi saluran kemih dengan bakteri penghasil urease,
pH urin akan menjadi basa. Kristaluria mungkin tidak dapat tampak pada urolit. Jika ad
a, jenis kristaluria mungkin berbeda dari urolit.
➢ USG dan X-ray untuk menggambarkan ada tidaknya batu pada saluran kemih dan tand
a inflamasi. pada pemeriksaan radiografi data ditemukan adanya urolit radiodens (misal
nya, struvite, kalsium oksalat, dan kalsium fosfat) jika ukurannya memadai. Ukuran ur

38
olit harus lebih besar dari 3mm untuk diidentifikasi secara radiografi. Ultrasonografi da
pat menunjukkan adanya urolit, namun sulit untuk membedakan urolit yang sangat keci
l dari agregat sedimen. Hanya uretra proksimal yang dapat dievaluasi dengan ultrasono
grafi.
➢ Pemeriksaan darah dan analisis biokimia serum untuk mengetahui status ureum dalam
darah dan juga fungsi ginjal pasien. Hiperkalsemia dapat diamati sekitar 35% pada kuc
ing dengan urolit kalsium oksalat. Konsentrasi nitrogen urea darah (BUN) yang rendah
atau hiperamonemia dapat diamati pada hewan dengan urolit amonium urat yang terbe
ntuk terkait dengan penyakit hati seperti portosystemic shunting atau displasia mikrova
skular.
Treatment
Perawatan yang tepat untuk FLUTD diantaranya :
➢ Mengembalikan aliran urin ke normal (kateterisasi)
➢ Mengembalikan keseimbangan metabolisme tubuh untuk mengobati kondisi sampin
g FLUTD seperti hiperkalemia atau asidosis (terapi cairan)
➢ Menghilangkan rasa sakit, pemberian antibiotik pada infeksi juga merupakan terapi
yang diberikan untuk kasus ini.
Riwayat Kasus
Anamnesa : Seekor kucing lokal (felis catus) jantan, dengan nama Cup-Cup dibawa ke P
raktik Dokter Hewan Koe Vet Sehandi, dengan keluhan menrunnya nafsu makan (anorek
sia) dan susah urinasi (dysuria) selama seminggu terakhir. Cup-cup memiliki berat bedan
3kg dan suhu tubuh 36,50C (suhu normal pada kucing)
Pemeriksaan Fisik : pada pemeriksaan fisik ditemukan kucing mengalami dehidrasi, yan
g ditandai dengan penurunan turgor kulit dan keterlambatan pengembalian kulit ke posisi
normal, membran mukosa kering dan pucat. Palpasi dilakukan pada bagian abdomen kau
dal, ditemukan adanya perluasan kandung kemih, peningkatan sensitivitas (terasa sakit at
au nyeri pada saat disentuh). Pemeriksaan uretra ditemukan adanya sumbatan pada salura
n urinary. Berdasarkan anamnesis dan temuan klinis, maka diagnosa tentatifnya yakni FL
UTD (Feline Lower Urinary Tract Disease) yang biasa disebut juga FUS (Feline Uremic
Syndorome).

39
Treatment : Berdasarkan hasil diagnosa, maka treatment yang dapat dilakukan yaitu den
gan kateterisasi, pemberian antibiotik dan antiradang, dan terapi cairan. Pemsanagan IV d
ilakukan sebelum, semua prosedur dimulai. Sebelum pemasanagan kateter, kucing (Cup-
cup) dianastesi dengan menggunakan atropin sulphat (dosis 0,02 – 0,04 mg) dicampur
dengan acepromazin (dosis 0.025ml/kg BB ®Castran), serta ketamin (dosis 10 mg/kg
BB). Setelah kucing teranastesi, siapkan katater urin ukuran 0,1 yang telah dioleskan
salep antibiotik agar licin dan mudah masuk ke dalam uretra. Preputium kucing ditarik
sehingga penis dapat keluar dengan sempurna. Kemudian dimasukkan kateter perlahan,
hingga keseluruhan kateter dapat masuk, lalu dipasang spuit pada ujung kateter dan urin
disedot yang ada di dalam VU. Penyedotan urin pertama dan kedua teradapat darah
(hematuria), hal ini dikarenakan adanya endapan pada saluran urinasi. Terbentuknya en-
dapan inilah yang menyebabkan terjadinya penyumbatan pada saluran urinasi Cup-cup,
sehingga akan terasa sakit ketika urinasi (stranguria), ataupun susah urinasi (dysuria).
Untuk itu, secara fisiologis tubuh untuk menahan atau mengurangi rasa sakit, si kucing
(cup-cup) dengan tidak urinasi. Hal inilah yang menyebabkan terjadinya pelebaran VU
kucing (cup-cup). Hasil penyedotan menunjukan, adanya sedimen yang terbentuk. Kuc-
ing (cup-cup), kemudian diberikan Enrofloxacin (5mg/kg berat badan, SC; sekali sehari).
Ketoprofen (1mg/Kg berat badan, PO; sekali sehari) untuk mengurangi rasa sakit (rasa
nyeri). Pemberian amonium klorida (20mg, PO dua kali sehari) selama tiga hari dan pem-
berian air ad libitum untuk melancarkan urinasi.

Gbr 14 Pemasangan IV dan kateter (setelah Gbr. 15 Urin mengandung darah (hematuria)
disedasi)

40
Gbr.16 Terdapat sedimen didalam urin kucing

Perawatan : perawatan dilakukan dengan pemberian antibiotic Enrofloxacin, diet pakan


tinggi protein, sodium, potasium, serat, kalsium, fosfor dan magnesium serta
berkurangnya keasaman urin berpotensi menurunkan pembentukan kristal kalsium
oksalat. Perawatan ini dilakuakan selama minimal 5 hari hingga urin tidak lagi
mengandung darah dan sedimen. Kemudian, kateter dilepaskan dan dilakukan
pemeriksaan USG sekali lagi untuk memastikan masih adanya endapan atau tidak.
Pencegahan : dapat dilakukan dengan mengurangi faktor penyebab seperti stres
lingkungan, akses mudah bagi kucing untuk makan, minum, dan, membuang kotoran,
memberikan pakan yang berkualitas baik dan ketersediaan air bersih juga merupakan cara
untuk menghindari penyakit.

41
Gbr 17 Masih terdapat darah dan sedimen Gbr 18 Masih terdapat darah dan sedimen
didalam urin (Hari ke-1) didalam urin (Hari ke-2)

Gbr. 19 Terdapat sedikit bercak darah dan Gbr. 20 Terdapat sedimen dalam urin namun
sedimen semakin sedikit (Hari ke-3) sudah tidak terdapat darah dalam urin (Hari ke-4)

42
Gbr. 21 Urin terlihat bersih, sudah tidak terdapat lagi darah
dan sedimen dalam urin (Hari ke-5)

BAB VI

PENUTUP

6.1 Kesimpulan
Magang merupakan salah satu syarat utama mahasiswa untuk menyelesaikan
proses pendidikikan. Magang merupakan proses pembelajaran yang dilakukan di
lapangan dengan tujuan sebagai pengenalan terhadap profesi dan peningkatan
pengetahuan dalam bidang praktek. Magang dilakukan oleh mahasiswa sebagai syarat
untuk lanjut ketingkat berikutnya atau sebagai syarat untuk masuk dalam dunia kerja.
Magang ini dilaksanakan selama 30 hari sejak dari tanggal 15 Februari 2021
sampai dengan 15 Maret 2021 bertempat di Praktik Dokter Hewan Koe Vet Sehandi.
Kegiatan magang meliputi pembelajaran secara diskusi bersama drh.Krispinus Sehandi

43
dan praktek dimana setiap peserta magang di Praktik Dokter Hewan Koe Vet Sehandi,
melaksanakan kegiatan sesuai dengan jadwal yang ditetapkan.

6.2 Saran
Bagi Praktik Dokter Hewan Koe Vet Sehandi
1) Senantiasa menjaga kebersihan klinik untuk tercapainya kesehatan hewan yang
efektif serta tetap mempertahankan dan selalu meningkatkan pelayanan yang baik
bagi klien.
2) Ruang rawat inap untuk hewan sakit, sebaiknya dipisahkan antar spesies guna
mencegah faktor stress pada hewan lain.
Bagi Mahasiswa Magang
Mahasiswa magang disarankan untuk mempelajari dan memahami setiap aspek yang
berkaitan dengan manajemen klinik yang baik di Praktik Dokter Hewan Koe Vet
Sehandi.

44
DAFTAR PUSTAKA

Apritya Desa, dkk. 2017. Analisis Urin Kasus Urolithiasis Pada Kucing Tahun 2017 di Surabaya.
Fakultas Kedokteran Hewan UWKS. Agroveteriner Vol.6, No.1
Bajwa , Jangi. 2019. Canine otitis externa : Treatment and complications. Can Vet J.  60(1): 97–
99.
Barua A, Barman D, Baishya B, Phukan A dan Dutta T. 2021. Therapeutic study on canine otitis
in Guwahati, Assam . The Pharma Innovation Journal 2021; SP-10(9): 203-205.
Boehm, T. M. S. A., & Mueller, R. S. (2019). Dermatophytose bei Hund und Katze – ein Update.
Tierärztliche Praxis Ausgabe K: Kleintiere / Heimtiere, 47(04), 257–268.
Bonagura , John D., Twedt, David C. 2009. Kirk’s Current Veterinary Therapy XIV. Missouri :
Elsevier Inc.

45
Da Cunha, M. M., Capote-Bonato, F., Capoci, I. R. G., Bonato, D. V., Ghizzi, L. G., Paiva-Lima,
P., Svidzinski, T. I. E. (2019). Epidemiological investigation and molecular typing of der-
matophytosis caused by Microsporum canis in dogs and cats. Preventive Veterinary
Medicine, 167, 39–45.
Gotthelf, L. N. (2004). Diagnosis and treatment of otitis media in dogs and cats. Veterinary
Clinics of North America: Small Animal Practice, 34(2), 469-487. 
Hesham A, Kandil A, dan Atwa S. 2020. Ringworm in dogs. Mansoura Veterinary Medical
Journal 22: 33-37.
Jackson, GG. P. 2004. Handbook of Veterinary Obstetrics Second Edition Chapter 9: Dystocia In
The Dog And Cat. Elsevier (141-160).
Minarikova, A., Hauptman, K., Jeklova, E., Knotek, Z., Jekl, V., 2015. Diseases in pet Guinea
pigs: a retrospective study in 1000 animals. Vet. Rec. 177, 1–9.
Moriello, K., 2014. Feline dermatophytosis: Aspects pertinent to disease management in single
and multiple cat situations. J. Feline Med. Surg. 16, 419–431.
Moriello, K. (2019). Dermatophytosis in cats and dogs: a practical guide to diagnosis and treat-
ment. In Practice, 41(4), 138–147.
Nur Fitriah, dkk. 2018. Case Study: The FLUTD (Feline Lower Urinary Tract Diseases) Inci-
dence on Cats in Qithmir Pet Care Jombang Year 2013-2017. Jombang. Jawa Timur.
Lorek, A., Dennis, R., Dijk, J., & Bannoehr, J. (2019). Occult otitis media in dogs with chronic
otitis externa – magnetic resonance imaging and association with otoscopic and cytologi-
cal findings. Veterinary Dermatology.
Oliveira, L. C. de, Leite, C. A. L., Brilhante, R. S. N., & Carvalho, C. B. M. (2006). Etiology of
canine otitis media and antimicrobial susceptibility of coagulase-positive Staphylococci
in Fortaleza city, Brazil. Brazilian Journal of Microbiology, 37(2).
Pal, M. (2003). Etiology and Management of Canine and Feline Ringworm. The Blue Cross
Book (TBCB)-21: 6-8.
Pasquetti, M., Min, A., Scacchetti, S., Dogliero, A., Peano, A., 2017. Infection by Microsporum
canis in paediatric patients: a veterinary perspective. Vet. Sci. 4, 1–6.
Piyarungsri Kakanang, dkk. 2010. Prevalence and risk factors of feline lower urinary tract dis-
ease in Chiang Mai, Thailand. Scientific Reports | (2020) 10:196.
Pye, Charlie. 2018. Pseudomonas otitis externa in dogs. Can Vet J.  59(11): 1231–1234.

46
Shell, L. G. (1988). Otitis Media and Otitis Interna. Veterinary Clinics of North America: Small
Animal Practice, 18(4), 885–899.
Scarpa, M. A., Etchecopaz, A. N., Abrantes, R. A., Mas, J. A., Romero Núñez, C., & Miranda
Contreras, L. (2021). Dermatophytosis caused by Trichophyton benhamiae in a dog. Vet-
erinary Dermatology, 32(3), 297.
Talukder, A. K., Das, Z. C., Rahman, M. A., Rahman, M. T., & Rahman, A. N. M. A. (2021).
Caesarean section followed by ovariohysterectomy in a Bangladeshi domestic cat: A sur-
gical intervention for management of dystocia due to partial primary uterine inertia. Vet-
erinary Medicine and Science, 7(5), 1564–1568. https://doi.org/10.1002/vms3.501
Uday, T.N. 2021. Causes and Treatment of Feline Dystocia. Irak: Journal of Applied Veterinary
Sciences, 6 (4): 28 -31.
Zohaib, Ali, dkk. 2012. Feline Lower Urinary Tract Disease. Faculty of Veterinary Science,
University of Agriculture. Pakistan. ISSN: 0253-8318 (PRINT), 2074-7764 (ONLINE)

LAMPIRAN

47
Foto Bersama drh. Krispinus Sehandi

Mengajak Anjing Bermain Membantu Pemeriksaan Pasien

48
49

Anda mungkin juga menyukai