Anda di halaman 1dari 19

TUGAS MAKALAH

TEKNOLOGI PENGOLAHAN HASIL TERNAK


PENGOLAHAN DAGING SAPI METODE PENGERINGAN

DISUSUN OLEH :
KELOMPOK IV
MELINDA RESTU PALALANGAN

(G311 14 006)

THERESIA

(G311 14 011)

RISKAWANTI RAHMAN

(G311 14 015)

NAMIRA NURUL FITRIA

(G311 14 301)

MUHAMMAD IQBAL MUSTAFA

(G311 14 307)

MAULIDIAWATY RUSTAM

(G311 14 310)

AULIA PUSPA NURARSY

(G311 14 504)

DEWI SISILIA YOLANDA

(G311 14 508)

PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN


DEPARTEMEN TEKNOLOGI PERTANIAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2016

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Daging merupakan salah satu komoditi pertanian yang diperlukan untuk memenuhi
kebutuhan protein, karena daging mengandung protein yang bermutu tinggi, yang mampu
menyumbangkan asam amino esensial yang lengkap. Daging segar mudah busuk atau rusak
karena perubahan kimiawi dan kontaminasi mikroba.
Oleh karena itu berbagai cara pengawetan daging perlu dikembangkan. Tujuan dari
pengolahan dan pengawetan daging ialah untuk memperpanjang daya simpan dan untuk
meningkatkan cita rasa yang sesuai dengan selera konsumen dan pengolahan daging merupakan
cara untuk mengurangi kerusakan daging pasca panen sekaligus memperoleh nilai tambah dari
produk yang dihasilkan serta dapat mempertahankan nilai gizinya sehingga diharapkan dapat
memperluas rantai pemasaran daging olahan tersebut. Salah satu cara pengolahan dan
pengaweten daging sapi yang sudah dilakukan yaitu pengolahan dendeng sapi.
Komoditas daging sapi dapat disiapkan sebagai daging sapi segar potong (frsh cut meat)
dan daging sapi giling (mince meat); diawetkan sebagai daging beku (frozen meat) dan diolah
menjadi berbagai produk antara lain delikatesen, sosis, korned, dendeng, abon, steak. Daging
sapi dapat diolah menjadi beberapa macam olahan daging dengan metode pengeringan seperti
dendeng, biltong, charqui, dan dried beef bresaola. Daging diolah untuk menghasilkan produk
daging dalam bentuk lain dengan cita rasa yang berbeda pada masing-masing produk olahan.
Dendeng merupakan salah satu produk olahan daging contohnya sapi yang lembaran dagingnya
telah dikeringkan dengan menambahkan campuran gula, garam, serta bumbu-bumbu lainnya.
B. Rumusan Masalah
Rumusan masalah dari penyusunan makalah ini, yaitu:
1. Apa yang dimaksud dengan daging dan apa saja produk olahan daging sapi metode
pengeringan ?
2. Bagaimana proses pengolahan dendeng sapi dengan metode pengeringan ?
3. Apa pengaruh proses penegeringan terhadap daging sapi ?
C. Tujuan
Tujuan dari penyusunan makalah ini, yaitu:
1. Mahasiswa dapat mengetahui pengertian daging dan produk olahannya.

2. Mahasiswa dapat mengetahui proses pengolahan daging sapi dengan metode


pengeringan.
3. Mahasiswa dapat mengetahui faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya kerusakan pada
daging sapi

BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Daging

Daging didefinisikan sebagai semua jaringan hewan dan semua produk hasil pengolahan
jaringan-jaringan tersebut yang sesuai untuk dimakan serta tidak menimbulkan gangguan
kesehatan bagi yang memakannya. Komposisi daging terdiri dari 75% air, 19% protein, 3,5%
substansi non protein yang larut, dan 2,5% lemak. Daging dapat dibagi dalam dua kelompok
yaitu daging segar dan daging olahan. Daging segar ialah daging yang belum mengalami
pengolahan dan dapat dijadikan bahan baku pengolahan pangan. Sedangkan daging olahan
adalah daging yang diperoleh dari hasil pengolahan dengan metode tertentu dengan atau tanpa
bahan tambahan, misalnya sosis, dendeng, daging burger dan daging olahan dalam kaleng dan
sebagainya (Siregar, 2014).
Kontaminasi bakteri dapat menyebabkan perubahan warna dan bau. Pada daging segar
bakteri yng menyebabkan rasa asam pada daging yantiu Chromobacterium spp, Pesudomonas
spp, Lactobacillus spp, sedangkan bakteri yang menyebabkan pembusukan yaitu Clostridium,
Pseudomonas, Chomo bacterium, Proteus. Pada daging yang diawetkan juga terdapat bakteri
yang menyebabkan rasa asam pada daging yaitu Chromobacterium bacillus, Pseudomonas, dan
bakteri yang menyebabkan daging membiru, menghijau, berlendir, dan menjamur yaitu
Lactobacillus, Leuconostoc (Suriawiria, 1986).
Berikut ini adalah tabel tingkatan dan syarat mutu mikrobiologis daging sapi menurut Badan
Standarisasi Nasional (2008):
Tabel 1. Tingkatan mutu daging sapi secara fisik menurut SNI No. 3932:2008
No

Jenis Uji

Warna daging

Warna lemak

3
4

Marbling
Tekstur

I
Merah terang
Skor 1-5
Putih
Skor 1-3
Skor 9-12
Halus

Persyaratan Mutu
II
Merah kegelapan
Skor 6-7
Putih kekuningan
Skor 4-6
Skor 5-8
Sedang

III
Merah gelap
Skor 8-9
Kuning
Skor 7-9
Skor 1-4
kasar

Sumber: Badan Standarisasi Nasional


Tabel 2. Syarat mutu mikrobiologi menurut SNI No. 3932:2008
No

Jenis Uji

Satuan

Persyaratan

Total Plate Count

cfu/g

maksium 1 x 106

Coliform

cfu/g

maksium 1 x 102

Staphylococcus aureus

cfu/g

maksium 1 x 102

Salmonella sp

Escherichia coli

Per 25 gr

negatif

cfu/g

maksium 1 x 101

Sumber: Badan Standarisasi Nasional


Beberapa kelebihan dan kandungan gizi yang terdapat pada daging sapi
menurut Astawan (2004), adalah sebagai berikut:
1. Selain mutu proteinnya tinggi, pada daging sapi terdapat pula kandungan asam amino
esensial yang lengkap dan seimbang serta mengandung beberapa jenis mineral dan vitamin.
Secara umum, daging sapi merupakan sumber mineral kalsium, fosfor, dan zat besi serta
vitamin B kompleks (niasin, riboflavin, dan tiamin), meskipun rendah kadar vitamin C nya.
2. Protein daging mudah dicerna dibandingkan dengan sumber bahan pangan nabati.
3. Daging sapi mengandung energi sebesar 250 kkl/100 g. Jumlah energi dalam daging sapi
ditentukan oleh kandungan lemak intraseluler didalam serabut-serabut otot.
4. Daging sapi mengandung kolestrol. Dengan alasan kesehatan, banyak orang yang antipati
terhadap kolestrol. Sikap demikian diwujudkan dengan menghindari konsumsi bahan
makanan berkolestrol, seperti daging, telur, dan produk-produk olahan susu. Padahal bahanbahan makanan tersebut merupakan sumber zat gizi yang sangat baik seperti protein, vitamin,
dan mineral. Selain itu, kolestrol memegang peranan penting dalam fungsi organ tubuh.
Kolestrol berguna untuk menyusun empedu darah, jaringan otak, serat saraf, hati, ginjal,
dan kelenjar adrenalin.
B. Pengertian Pengeringan
Pengeringan adalah proses pengeluaran air atau pemisahan air dalam jumlah yang relatif
kecil dari bahan dengan menggunakan energi panas. Hasil dari proses pengeringan adalah bahan
kering yang mempunyai kadar air setara dengan kadar air keseimbangan udara (atmosfir) normal
atau setara dengan nilai aktivitas air (aw) yang aman dari kerusakan mikrobiologis, enzimatis
dan kimiawi.
Pengeringan adalah pemisahan sejumlah kecil air dari suatu bahan sehingga mengurangi
kandungan sisa zat cair di dalam zat padat itu sampai suatu nilai rendah yang dapat diterima,
menggunakan panas. Pada proses pengeringan ini air diuapkan menggunakan udara tidak jenuh
yang dihembuskan pada bahan yang akan dikeringkan. Air (atau cairan lain) menguap pada suhu
yang lebih rendah dari titik didihnya karena adanya perbedaan kandungan uap air pada bidang
antar-muka bahan padat-gas dengan kandungan uap air pada fasa gas. Gas panas disebut medium
pengering, menyediakan panas yang diperlukan untuk penguapan air dan sekaligus membawa air
keluar. Air juga dapat dipisahkan dari bahan padat, secara mekanik menggunakan cara

pengepresan sehingga air keluar, dengan pemisah sentrifugal, dengan penguapan termal ataupun
dengan metode lainnya. Pemisahan air secara mekanik biasanya lebih murah biayanya dan lebih
hemat energi dibandingkan dengan pengeringan.
Kandungan zat cair dalam bahan yang dikeringkan berbeda dari satu bahan ke bahan lain.
Ada bahan yang tidak mempunyai kandungan zat cair sama sekali (bone dry). Pada umumnya zat
padat selalu mengandung sedikit fraksi air sebagai air terikat. Kandungan air dalam suatu bahan
dapat dinyatakan atas dasar basah (% berat) atau dasar kering, yaitu perbandingan jumlah air
dengan jumlah bahan kering.
Dasar pengeringan adalah terjadinya penguapan air ke udara karena perbedaan kandungan
uap air antara udara dengan bahan yang dikeringkan. Dalam hal ini, kandungan uap air udara
lebih sedikit atau udara mempunyai kelembaban nisbi yang rendah sehingga terjadi penguapan.
Kemampuan udara membawa uap air bertambah besar jika perbedaan antara kelembaban nisbi
udara pengering dengan udara sekitar bahan semakin besar. Salah satu faktor yang mempercepat
proses pengeringan adalah kecepatan angin atau udara yang mengalir. Udara yang tidak mengalir
menyebabkan kandungan uap air di sekitar bahan yang dikeringkan semakin jenuh sehingga
pengeringan semakin lambat.
Tujuan pengeringan untuk mengurangi kadar air bahan sampai batas perkembangan
organisme dan kegiatan enzim yang dapat menyebabkan pembusukan terhambat atau bakteri
terhenti sama sekali. Dengan demikian bahan yang dikeringkan mempunyai waktu simpan lebih
lama.
Proses pengeringan diperoleh dengan cara penguapan air. Cara tersebut dilakukan dengan
menurunkan kelembapan nisbi udara dengan mengalirkan udara panas di sekeliling bahan,
sehingga tekanan uap air bahan lebih besar dari tekanan uap air di udara. Perbedaan tekanan itu
menyebabkan terjadinya aliran uap air dari bahan ke udara.
Pengeringan ada berapa cara yaitu :
1. Pengeringan alamiah menggunakan panas matahari
Pengeringan hasil pertanian dengan menggunakan energi matahari biasanya dilakukan
dengan menjemur bahan diatas alas jemuran atau lamporan, yaitu suatu permukaan yang
luasnya dapat dibuat dari berbagai bahan padat. Sesuai dengan sistem dan peralatannya serta

pertimbangan faktor ekonomis, alat jemur dapat dibuat dari anyaman tikar, anyaman bambu,
lembaran seng, lantai batu bata atau lantai semen.
Pengeringan ini adalah pengeringan yang paling sederhana (dengan cara penjemuran).
Penjemuran adalah usaha pembuangan atau penurunan kadar air suatu bahan untuk
memperoleh tingkat kadar air yang cukup aman disimpan, yaitu yang tingkat kadar airnya
seimbang dengan lingkungannya.
2. Pengeringan menggunakan bahan bakar
Bahan bakar sebagai sumber panas (bahan bakar cair, padat, listrik) misal : BBM, batu
bara, limbah biomasa yaitu arang, kayu, sekam, serbuk gergaji dll.
Pengeringan ini disebut juga dengan pengeringan mekanis
Jenis-jenis pengeringan mekanis adalah Tray Dryer, Rotary Dryer, Spray Dryer, Freeze
Dryer
C. Produk Daging Yang Menggunakan Metode Pengeringan
Macam macam produk hasil daging menggunakan metode pengeringan yaitu :
1. Dendeng
Dendeng merupakan salah satu makanan tradisional Indonesia. Dendeng termasuk
makanan semi-basah, yaitu mengandung kadar air antara 15 50%. Dendeng juga
merupakan produk olahan daging yang diproses secara kombinasi antara curing dan
pengeringan. Dendeng ada dua jenis, yaitu dendeng iris dan dendeng giling.
Dendeng iris dibuat dengan mengiris dendeng kira-kira setebal 3 mm kemudian
dicampurkan dengan bumbu-bumbu dan curing selama satu malam. Kemudian dendeng
dijemur hingga kering. Pengeringan bisa dilakukan dengan menggunakan oven.

2. Biltong
Makanan berupa daging kering berbumbu yang berasal dari Afrika Selatan. Makanan ini
dapat dibuat dari berbagai jenis daging, seperti: daging sapi, daging buruan, atau burung
unta dari peternakan. Biltong dibuat dari filet daging mentah yang dipotong panjang searah
serabut otot, atau diiris dengan memotong serabut otot. Biltong tentu saja dibuat dengan bumbu
yang sedikit berbeda khas Afsel seperti cuka apel, ketumbar, merica hitam, gula, cuka malt, cabai kering, soda

kue, bawang putih, kecap inggris, dan lain-lain. Daging untuk biltong dipotong setebal 1 inchi, ada juga yang
dipotong lebih tebal dan dipotong dadu untuk dijadikan isian sup.
Proses pengeringan biltong membutuhkan waktu sekitar 20 hari untuk dikeringkan karena hanya
menggunakan udara. Daging yang sudah diiris, lalu digantung dan dimasukkan dalam ruangan dengan suhu
tertentu dan sirkulasi udara yang baik.

3. Charqui
Charqui adalah makanan yang berasal dari Negara Brazil yang memanfaatkan daging
kuda. Proses pembuatan charqui sendiri mirip dengan dendeng yang menggunakan metode
pengeringan, pengeringan daging ini menggunakan sinar matahari, daging kuda diiris tipis
atau tidak terlalu tebal dan besar.

4. Dried Beef Bresaola


Dried beef ini merupakan daging paha atas sapi yang dikeringkan selama 2-3 bulan.
Warnanya cokelat tua sedikit keunguan. Proses pengeringannya alami sehingga memakan
waktu lama. Rasanya sedikit manis, gurih dan sedikit asam. Merupakan makanan khas dari
Lombardi di bagian utara Italia. Jika taka da bisa saja diganti dengan smoked beef atau
cooked beef atau daging sapi olahan yang lain.

D. Pengertian Dendeng Sapi

Dendeng merupakan salah satu hasil olahan daging yang rasanya disukai dan mempunyai
aroma yang khas (Adnan, 1997). Dendeng merupakan produk tradisional yang telah lama dikenal
di Indonesia, terbuat dari daging sapi, kerbau, kambing, dan ternak lainnya. merupakan salah
satu produk daging olahan sekaligus produk daging yang diawetkan yang diproduksi di
Indonesia secara sederhana dan mempunyai daya terima yang tinggi di beberapa negara Asia.
Pada umumnya dendeng yang ada di pasaran yaitu dendeng sapi, baik dendeng sapi giling
maupun dendeng sapi iris (Purnomo, 1986).
Dendeng tergolong dalam bahan makanan semi basah (intermediate moisture food), yaitu
bahan pangan yang mempunyai kadar air tidak terlalu tinggi dan juga tidak terlalu rendah, yaitu
antara 15-50 persen. Kadar air tersebut dapat dicapai melalui proses pengeringan daging yang
telah dibumbui terlebih dahulu. Tujuan dari pengeringan yaitu menghambat atau mencegah
terjadinya kerusakan, mempertahankan mutu, menghindarkan terjadinya keracunan sehingga
dapat mempermudah penanganan dan penyimpanan dari bahan pangan (Anonymous, 2006).
Dendeng mempunyai masa simpan lebih dari 6 bulan dengan kadar air 15% sampai 20% dan pH
4,5 5,1 (Soeparno, 2005). Sedangkan menurut Indriwati (2006), SNI (Standar Nasional
Indonesia) 01-2906-1990 kadar air dendeng antara 15 - 25%. Dendeng seringkali mengalami
kerusakan seperti timbulnya ketengikan warna coklat yang kurang menarik dan kontaminasi
mikroorganisme. Ketengikan dapat terjadi karena proses oksidasi oleh oksigen terhadap asam
lemak tidak jenuh dalam lemak. Kontaminasi mikroba pada dendeng dapat terjadi pada setiap
tahap dalam pengolahannya, terutama sebelum tahap pengeringan.
Dendeng adalah lembaran daging yang telah dikeringkan dengan menambahkan campuran
gula, garam, serta bumbu-bumbu lainnya. Seperti penjelasan diatas dendeng dapat dibuat dari
berbagai jenis daging ternak. Namun, yang umum dijumpai di pasaran adalah dendeng sapi.
Dalam proses pembuatan dendeng, umumnya ditambahkan bumbu-bumbu, seperti lengkuas,
ketumbar, bawang merah, lada, dan bawang putih. Selain itu juga ditambahkan gula dan garam
seperti penjelasan sebelumnya. Kualitas dendeng sangat dipengaruhi oleh tingkat ketebalannya,
semakin tinggi tingkat ketebalan maka semakin sedikit air yang keluar dalam bahan pangan.
Penentuan kualitas olahan dipengaruhi oleh bahan dasar termasuk daging yang memiliki daya
ikat air yang tinggi.
Proses pembuatan dendeng belum dibakukan, tetapi pada umumnya menyangkut pengirisan
daging dengan ketebalan 3 5 mm, diikuti pencampuran dengan garam, gula, serta ramuan

bumbu seperti lengkuas, ketumbar, bawang putih, bawang merah yang diikuti dengan proses
pengeringan sampai kadar air 25% bk. Seluruh proses tersebut dapat disarikan sebagai kombinasi
antara proses kuring dan pengeringan (Direktorat Gizi, Departemen Kesehatan RI, 1981).
Kuring adalah proses pemberian garam dan perendaman dalam larutan garam. Garam
digunakan sebagai bahan pengawet karena garam membantu mengurangi kadar air dalam daging
dan menghambat pertumbuhan bakteri. Garam juga memberikan cita rasa yang diinginkan. Jika
dalam proses kuring hanya digunakan garam maka produk yang dihasilkan keras, kering, gelap,
dan asin sehingga rasanya tidak lezat. Untuk itu perlu penambahan gula untuk melembutkan
produk dan mengurangi penguapan air. Gula, selain memberi rasa dan aroma, juga akan
mengurangi rasa asin yang berlebihan dari proses kuring. Akan tetapi dengan adanya gula akan
menimbulkan reaksi Maillard yang menyebabkan warna coklat pada daging sehingga menambah
aroma dan cita rasa pada dendeng. Sering berbagai macam bumbu seperti ketumbar dan bawang
putih ditambahkan pada bahan kering. Bawang putih selain penambah cita rasa juga bersifat
bakteriostatik. Komponen bumbu mengakibatkan cita rasa yang lebih disukai (Desroiser, 1977).
Akibat proses pengolahan tersebut, maka nilai kalori produk menjadi lebih dari dua klai lipat
jika dibandingkan dengan daging merah. Selain itu terjadi peningkatan kadar protein dan
karbohidrat (per berat basah) sejalan dengan menurunnya kandunga air. Di samping itu juga
terjadi peningkatan kadar kalsium, fosfor, serta zat besi, sedangkan vitamin A menjadi rusak total
(Direktorat Gizi, Departemen Kesehatan RI, 1981). Komposisi daging sapi dan dendeng sapi
disajikan pada Tabel 1

Dendeng yang bermutu baik harus memenuhi spesifikasi persyaratan mutu seperti pada dendeng
sapi, sehingga produk yang dihasilkan dapat diterima di pasaran dan memiliki nilai ekonomis
yang tinggi. Spesifikasi persyaratan mutu dendeng dapat dilihat pada Tabel 2 berikut :
Tabel 2. Spesifikasi Persyaratan Mutu Dendeng Sapi (SNI 01-2908-1992)
Persyaratan
Jenis Uji

Mutu I

Mutu II

Warna dan bau


Kadar air (berat/berat basah)

Khas dendeng
Maks 12%

Khas dendeng
Maks 12%

Kadar Protein (Berat/bahan kering)


Abu (Berat/bahan kering)

Min 30%
Maks 1%

Min 25%
Maks 1%

Benda asing (Berat/bahan kering)


Kapang dan serangga

Maks 1%
Tidak Nampak

Maks 1%
Tidak Nampak

Sumber : Dewan Standardisasi Nasional (1992).


E. Metode Pengeringan Dendeng Sapi
Pengeringan dendeng dapat dilakukan dengan bantuan sinar matahari atau dengan
menggunakan alat pengering buatan (artificial drying). Kecepatan pengeluaran air selama
pengeringan dipengaruhi oleh luas permukaan, volume, dan bentuk potongan dagingnya.
Potongan daging yang tebal ataupun suhu pengeringan yang terlalu tinggi dapat menyebabkan
terjadinya case hardening, yaitu suatu kondisi ketika bagian luar daging sudah kering, tetapi
bagian dalamnya masih basah. Hal ini memungkinkan mikroba untuk tumbuh dan berkembang
biak, sehingga daya awet dendeng menjadi berkurang. Prinsip pengawetan dengan cara
pengeringan adalah mengurangi kadar air bahan sehingga tidak memungkinkan lagi mikroba
melakukan aktifitasnya. Secara organoleptik daging yang dikeringkan mempunyai tekstur

yang

keras dan warna agak kecoklatan. Hal ini disebabkan karena terjadinya penyerapan kandungan
air didalam daging oleh energi panas secara terus menerus sehingga kadar air daging menjadi
berkurang dan menjadi lebih awet (Muchtadi, 1989).
Secara umum, proses pembuatan dendeng daging sapi berdasarkan cara pengeringannya
dapat dilakukan secara tradisional dan modern. Metode tradisional dalam proses pengeringannya
menggunakan sinar matahari dan bergantung pada cuaca, sedangkan metode modern
menggunakan oven dalam pengeringannya. Di Indonesia, pada umumnya proses pembuatan
dendeng daging sapi dilakukan secara tradisional dan merupakan produk yang terolah minimal.

Hal ini dipilih karena lebih mudah dan lebih ekonomis karena hanya memanfaatkan sinar
matahari. Pembuatan dendeng secara tradisional sangat bergantung pada cuaca, suhu, dan lama
penjemuran yang tidak dapat diatur, serta kebersihan bahan yang tidak terjamin karena dapat
terkontaminasi dari lingkunagan, baik debu maupun serangga lainnya, sehingga mutu dari
dendeng tradisional masih banyak diragukan, terutama keamanan pangan (Hadiwiyanto, 1994).
Untuk meningkatkan keamanan konsumsi dan menurunkan total mikroba pada dendeng sapi
tradisional menurut Harrison, Rose dan Shewflet (2001), ada 4 metode dan teknik pengolahan
dendeng sapi untuk mencapai standar mutu yang diinginkan yaitu:
1) Metode tradisional melalui teknik perendaman/marinasi (marination) baik dalam cairan yang
manis atau bergaram dan dilanjutkan dengan pengeringan (sinar matahari),
2) Teknik perendaman daging dilanjutkan dengan pengeringan (sinar matahari) dan diakhiri
pengeringan menggunakan oven pada suhu 135oC selama10 menit,
3) Teknik perendaman pertama pada suhu kamar, dilanjutkan dengan ekstra perendaman kedua
dengan pendidihan dalam cairan perendam selama 5 menit dan dilanjutkan dengan
pengeringan, dan
4) Teknik perendaman, pemanasan oven suhu 163oC, selama 10 menit dan pengeringan lanjutan.
Pada umumnya dalam pengolahan dendeng, oven dikenal sebagai alat pengering terbarukan
atau modern. Pengeringan dendeng menggunakan oven digunakan apabila cuaca tidak
memungkinkan untuk dilakukan pengeringan dengan sinar matahari. Namun disamping itu, oven
dapat digunakan sebagai alat pemanas dendeng sehingga menjadi siap makan. Suhu pengeringan
menggunakan oven berbeda dengan suhu pemanasan dendeng dengan oven, dimana suhu
pengeringan 60-66C selama 8-11 jam, sedangkan suhu pemanasan dendeng dengan oven
mencapai 135C selama 10 menit (Mason, Evers dan Hanley, 2000; Nummer et al., 2004 dan
Harrison et al.,2001).
Pemanasan suhu 135C selama 10 menit bertujuan untuk memperoleh dendeng siap makan.
Hasil penelitian dalam pembuatan dendeng tradisional siap makan, MP3EI Koridor V 2012-2015
Handayani, Ketanegara, Margana dan Hidayati (2012) menggunakan oven listrik merk
MEMMERT (Jerman) sistem terbuka di Laboraturium Bioproses dan Laboraturium Mikrobiologi
Pangan, Fakultas Teknologi Pangan dan Agroindustri memperlihatkan bahwa pengovenan pada
suhu 135C selama 10 menit untuk pengovenan dendeng sapi tradisional menghasilkan dendeng
matang yang masih banyak mengandung uap air. Adanya kandungan air yang cukup banyak

memungkinkan untuk pertumbuhan jamur lebih cepat serta kontaminasi mikroba patogen lain,
sehingga dilakukan pengovenan pada suhu 135C selama 15 menit untuk menghasilkan dendeng
dengan tekstur yang lebih baik (tidak keras dan tidak lunak). Aplikasi sistem sulit diterapkan
ditingkat/skala industri rumah tangga karena ketersediaan oven yang sangat terbatas. Masyarakat
lebih banyak menggunakan oven HOCK sebagai alat oven olahan pangan.
Sistem pengovenan sangat penting untuk menunjang keamanan pangan dan hingga saat ini
belum pernah dilakukan penelitian tentang lama dan suhu pengovenan dengan menggunakan
oven HOCK untuk menjamin dendeng siap makan dan aman konsumsi. Oleh karena itu perlu
dilakukan penelitian tentang pengovenan dendeng yang diproses secara tradisional dengan
menggunakan oven skala rumah tangga HOCK, sekarang proses transfer teknologi inovasi
skala laboratorium bisa dilakukan ke industri rumah tangga.

Pada saat ini dalam pembuatan dendeng sudah banyak pengusaha yang mengeringkan
dendeng dengan cara pengovenan, mengingat bahwa dengan pengeringan menggunakan sinar
matahari akan bergantung pada cuaca yang tidak stabil. Dalam penelitian Handayani, dkk.,
(2012) proses pengeringan dendeng menggunakan oven laboratorium. Penggunaan oven ini
dilakukan dengan tujuan menghindari terjadinya kontaminasi selama proses pengeringan pada
sinar matahari. Oven yang dapat digunakan untuk pengeringan atau pemanasan dendeng ada dua
jenis yaitu, oven modern atau oven skala laboratorium dan oven tradisional yang banyak beredar
dipasaran.
1. Oven Modern
Dewasa ini banyak beredar oven atau alat pengering yang canggih dan mudah digunakan.
Oven ini banyak ditemukan pada laboratorium-laboratorium bidang tertentu yang jika ingin
digunakan oleh pengusaha dendeng sapi sangat sulit dijangkau. Namun pengeringan dengan
oven modern ini sangat menjamin kualitas mutu dari dendeng sapi. Ketersediaan oven modern
ini tidak menjamin keuntungan bagi pengusaha dendeng sapi tradisional siap makan, hal ini
dikarenakan pengusaha dendeng ingin menggunakan modal yang cukup rendah dengan
mendapat keuntungan yang cukup tinggi.
2. Oven Tradisional (Skala Rumah Tangga) Hock

Di Nusa Tenggara Barat (NTB) sangat banyak beredar oven oven skala rumah tangga yang
dapat dijadikan sebagai alternatif pengganti oven skala laboratorium untuk usaha produksi
dendeng spai tradisional siap makan. Salah satu jenis oven yang banyak beredar di NTB yaitu
oven merk Hock. Oven skala laboratorium sangat sulit diaplikasikan dalam industri kecil
menengah karena harga sulit dijangkau. Di kalangan masyarakat pada umumnya sudah mulai
populer dengan penggunaan oven. Oven yang umum digunakan pada skala rumah tangga adalah
oven tangkring. Dikatakan oven tangkring karena sumber panas yang digunakan adalah panas
api kompor. Salah satu oven tangkring yang banyak digunakan di masyarakat adalah oven
tangkring merk HOCK (Pratama, 2013).
Oven Hock merupakan jenis oven yang banyak ditemukan dipasaran. Bila dibandingkan
oven modern atau oven skala laboratorium, oven Hock mudah dijangkau oleh pengusaha
dendeng sapi tradisional siap makan. Selain itu harga oven Hock relatif murah sehingga dapat
memberikan peluang keuntungan bagi pengusaha dendeng sapi tradisional. Namun yang menjadi
permasalahannya, oven Hock ini memiliki sistem suhu yang tidak terkontrol seperti oven skala
laboratorium. Sehingga salah satu alternatif yang bisa ditawarkan yaitu, oven Hock diatur dengan
memperbaiki sistem suhunya, sehingga dapat menyerupai suhu oven skala laboratorium.
F. Pengaruh Proses Pengeringan Terhadap Daging Sapi
Proses pengeringan pada daging sapi nampaknya memberikan retensi zat gizi yang baik,
kecuali pada susut asam askorbat dan karoten . Kerusakan mutu protein akibat proses
pengeringan dalam produksi cukup kecil. Susut vitamin larut-air, kecuali asam askorbat, selama
pengeringan rata-rata sekitar 5 %. Proses pengeringan dapat menurunkan kadar lemak pada
daging sapi. Demikian juga dengan asam lemaknya, baik esensial maupun non esensial.
Kandungan lemak daging sapi yang tidak dipanaskan (dimasak) rata-rata mencapai 17,2 %,
sedangkan jika dimasak dengan suhu 60 oC, kadar lemaknya akan turun menjadi 11,2-13,2%.
Akibat pengeringan daging maka lemak dalam daging akan mencair sehingga menambah
palatabilitas daging tersebut. Hal ini disebabkan oleh pecahnya komponen-komponen lemak
menjadi produksi volatil seperti aldehid, keton, alkohol, asam, dan hidrokarbon yang sangat
berpengaruh terhadap pembentukan flavor.
Rasemisasi residu asam amino dapat mengakibatkan penurunan daya cerna protein karena
kurang mampu dicerna oleh tubuh. Kerugian akan semakin besar apabila yang terasemisasi
adalah asam amino esensial. Pengeringan pada daging sapi menyebabkan protein pada pH alkali

dapat merusak beberapa residu asam amino seperti Arg, Ser, Thr dan Lys. Arg terdekomposisi
menjadi ornithine. Jika protein dipanaskan pada suhu sekitar 200oC, seperti yang terjadi pada
permukaan daging yang mengalami pengeringan, pemanggangan, broiling, grilling, residu asam
aminonya akan mengalami dekomposisi dan pirolisis. Beberapa hasil pirolisis yang diisolasi dari
daging yang telah mengalami pengeringan ternyata bersifat sangat mutagenik. Yang paling
bersifat mutagenik adalah dari pirolisis residu Trp dan Glu. Satu kelas komponen yaitu imodazo
quinoline (IQ) merupakan hasil kondensasi kreatinin, gula dan beberapa asam amino tertentu
seperti Gly, Thr, Al dan Lys, komponen ini juga toksik. Senyawa-senyawa toksik ini akan jauh
berkurang apabila pengolahan tidak dilakukan secara berlebihan (suhu lebih rendah dan waktu
yang lebih pendek).
Pengeringan daging akan mengakibatkan solubilitas protein dan berdampak terhadap
perubahan daya ikat air . Suhu yang tinggi akan meningkatkan denaturasi protein dan
menurunkan daya ikat air. Perubahan besar pada daya ikat air erjadi pada saat suhu pengeringan
60C (Hamm dan Deatherage, 1960). Pemanasan udara kering juga mempengaruhi daya ikat air.
Daya ikat air menurun dengan meningkatnya sushu pemanasan. Penurunan daya ikat air pada
pemanasan mencapai suhu 80C berhubungan dengan berkurangnya grup asidik. Hilangnya grup
asidik akan meningkatkan pH daging, sehingga titik isoelektrik daging berubah dan berada pada
pH yang lebih tinggi (Hamm, 1960).

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Adapun kesimpulan dari makalah ini, yaitu:
1. Daging merupakan salah satu komoditi pertanian yang diperlukan untuk memenuhi

kebutuhan protein, karena daging mengandung protein yang bermutu tinggi, yang mampu
menyumbangkan asam amino esensial yang lengkap. Produk olahan daging dengan metode
pengeringan diantaranya yaitu dendeng, biltong, charqui, dan dried beef bresaola.
2. Pengolahan dendeng sapi dilakukan dengan cara pengeringan yang dilakukan dengan bantuan

sinar matahari atau dengan menggunakan alat pengering buatan (artificial drying). Secara
umum, proses pembuatan dendeng daging sapi berdasarkan cara pengeringannya dapat
dilakukan secara tradisional dan modern. Metode tradisional dalam proses pengeringannya
menggunakan sinar matahari dan bergantung pada cuaca, sedangkan metode modern
menggunakan oven dalam pengeringannya. Penggunaan oven modern ini sangat menjamin
kualitas mutu dari dendeng sapi.
3. Akibat pengeringan daging maka lemak dalam daging akan mencair sehingga menambah

palatabilitas daging tersebut. Hal ini disebabkan oleh pecahnya komponen-komponen lemak
menjadi produksi volatil seperti aldehid, keton, alkohol, asam, dan hidrokarbon yang sangat
berpengaruh terhadap pembentukan flavor.

DAFTAR PUSTAKA

Adnan, S.A. 1977. Tinjauan Umum Tentang Daging dan Masalahnya. LPP. Bogor.
Anonymous. 2006. Mengawetkan Daging Tanpa Formalin Terhadap Pengolahan.
http://www.pengawetan.net/pengawetan daging/index.html. Diakses Mei 2010.
Anonim, 2011,Pengeringan Pangan http://www.grainsysteminternational.com di akses pada
tanggal 5 Desember 2015
Astawan, M. 2004. Pengawetan Daging Segar dan Olahan. Surakarta: Tiga Serangkai.
Badan Standar Nasional (BSN). 2008. Standar Nasional Indonesia (SNI) 3932:2008 tentang
Tigkatan dan Syarat Mutu Mikrobiologis Daging Sapi. Jakarta.
Bambang Agus Kurtidjo. 1990. Beternak Sapi Potong, Kanisius, Yogyakarta
Buckle, K.A., R.A. Edwards, G.H. Fleet, M. Wooton. 1985. Ilmu Pangan, Penerjemah Hari
Purnomo Adiono, Universitas Indonesia, Jakarta.
Dewan Standarisasi Nasional. 1992. SNI 01-2908-1992. Dendeng Sapi, Jakarta.
Desrosier N W. 1997. Technology, Elements of Technology. The Avi Publishing Company. Inc
Westport Connecticut.
Direktorat Gizi, Departemen Kesehatan RI. 1981. Daftar Komposisi Bahan Makanan. Bhatara
Karya Aksara, Jakarta.
Hadiwiyoto, S. 1994. Studi Pengolahan Dendeng dengan Oven Pengering Rumah Tangga.
Buletin Peternakan. 18: 119-126.
Hamm,R.(1960).BiochemistryofMeatHydration.FoodRes.10:355463.
Hamm, R. and Deatherage, F. E. (1960). Changes in Hydration, Solubility and Charges of
MuscleProteinsDuringHeatingofMeat.JournalofFoodScience25(5):587610.

Handayani, B. R., Kartanegara., Margana, C. C. E. dan Hidayati, A., 2012. Laporan Penelitian
Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) 20122015, Koridor V ke Peternakan dan Perikanan: Diversivikasi Dendeng Sapi Jerky
Tradisional Siap Saji Menggunakan Asap Cair Sebagai Pengawet Alami Untuk
Meningkatkan Keamanan Pangan dan Perekonomian Masyarakat NTB. Universitas
Mataram. Mataram.
Harrison, J. A., Harrison, M. A., Rose-Morrow, R. A. dan Shewfelt, R. L., 2001. Home-style beef
jerky: effect of four preparation methods on consumer acceptability and pathogen
inactivation. Of Food Prot 64(8):1194-1198
Indriwati, M. 2006. Studi Waktu Pengeringan dan Tingkat Ketebalan Dendeng Ayam. Tesis
Fakultas Pertanian. Program S1 IPB. Bogor.
Mason, A. C., Evers, W. D. dan Hanley, 2000. Drying Food at Home. Departement of Foods and
Nutrition. Purdue University.
Muchtadi. 1989. Petunjuk Teknologi Proses Pengeringan Bahan Pangan. Pusat Antar
Universitas Pangan Gizi Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Nummer, B. A., Harrison, J. A, Harisson, M. A., Kendall, P., Sofos, J. N. dan Andress E. L.,
2004. Safety of Home-Dried Meat Jerky. Journal of Food Protection. 67(10): 2337 2341.
Pratama, A. A., 2013. Pengaruh Lama Pengovenan Dengan Oven Skala Rumah Tangga terhadap
Beberapa Komponen Mutu Dendeng Sapi Tradisional Siap Makan. Skripsi. Fakultas
Teknologi Pangan dan Agroindustri Universitas Mataram. Mataram.
Purnomo H. 1986. Aspects of The Stability of Intermediate Moisture Meat-Ph D. Thesis. The
University of New South Wales, Australia.
Siregar, N. 2014. Analisis Kadar Nitrit Pada Daging Sosis dengan Metode Spektrofotometri.
Medan: Universitas Sumatera Utara.
Soeparno. 2005. Ilmu dan Teknologi Daging. Gajah Mada University Press, Yogyakarta.
Suriawiria, U. 1986. Pengantar Mikrobiologi Umum. Bandung: Penerbit Angkasa.

Anda mungkin juga menyukai