Anda di halaman 1dari 22

PENGARUH PEMBERIAN TEPUNG INDIGOFERA (Indigofera

zollingeriana Miq.) DAN DAUN KELOR (Moringa oleifera) DALAM


PAKAN TERHADAP KUALITAS KARKAS AYAM KAMPUNG
(Gallusgallus domesticus L. variasi joper)

SKRIPSI
Oleh:
CARLOS MARIANUS MANALU
190306054

PROGRAM STUDI PETERNAKAN


FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2023
PENGARUH PEMBERIAN TEPUNG INDIGOFERA (Indigofera
zollingeriana Miq.) DAN DAUN KELOR (Moringa oleifera) DALAM
PAKAN TERHADAP KUALITAS KARKAS AYAM KAMPUNG
(Gallusgallus domesticus L. variasi joper)
PROPOSAL

CARLOS MARIANUS MANALU


190306054

Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana


di Program Studi Peternakan Fakultas Pertanian
Universitas Sumatera Utara

PROGRAM STUDI PETERNAKAN


FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2023
Judul : Pengaruh Pemberian Tepung Daun Indigofera
(Indigofera zollingeriana Miq.) dan Daun Kelor
(Moringa oleifera) dalam Pakan Terhadap Kualitas
Karkas Ayam Kampung (Gallusgallus domesticus L.
variasi joper)
Nama : Carlos Marianus Manalu
NIM : 190306054
Program Studi : Peternakan

Disetujui oleh:
Komisi Pembimbing

P Prof. Dr. Ir. Sayed Umar MS. Dr. Nevy Diana Hanafi S.Pt.,M.Si.
Ketua Anggota

Mengetahui,

Dr. Ir. Ma’ruf Tafsin, M.Si


Ketua Program Studi Peternakan
ABSTRAK

CARLOS MARIANUS MANALU 2023: Pengaruh Pemberian Tepung


Daun Indigofera (Indigofera zollingeriana Miq) dan Daun Kelor (Moringa
oleifera) dalam Pakan Terhadap Kualitas Karkas Ayam Kampung (Gallusgallus
domesticus L. variasi joper). Dibimbing oleh SAYED UMAR dan NEVY DIANA
HANAFI.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui efek pengaruh pemberian
Tepung Daun Indigofera (Indigofera zollingeriana Miq) dan Daun Kelor (Moringa
oleifera) dalam Pakan Terhadap Kualitas Karkas Ayam Kampung (Gallusgallus
domesticus L. variasi joper). Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret 2023 di
kandang Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara. Materi yang digunakan pada
penelitian ini adalah ayam Joper umur 1 hari (DOC/ Day Old Chicken) sebanyak 150
ekor dan di pelihara selama 60 hari. Rancangan yang digunakan dalam penelitian ini
adalah rancangan acak lengkap (RAL) dengan 4 perlakuan 5 ulangan. Setiap ulangan
terdiri dari 5 ekor ayam KUB. Perlakuan terdiri atas P0 (Pakan komersil 100%), P1
(Pakan basal 95% + tepung jangkrik 5%), P2 (Pakan basal 90% + tepung jangkrik 10
%), P3 (Pakan basal 85% + tepung jangkrik 15%).

Kata kunci :Daun indigofera (Indigofera zollingeriana Miq.), Daun Kelor (Moringa
oleifera), Karkas Ayam Kampung (Kampung (Gallusgallus domesticus L. variasi
joper)

ABSTRACT
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Aekraja pada tanggal 16 Mei 2001 dari ayah Tohom
Manalu dan ibu Rumida Pandiangan. Penulis merupakan anak kedua dari delapan
bersaudara.
Tahun 2019 penulis lulus dari SMA Swasta St. Maria Tarutung, Kabubaten
Tapanuli Utara dan pada tahun 2019 masuk ke Fakultas Pertanian Universitas
Sumatera Utara melalui jalur SNMPTN (Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi
Negeri) pilihan pertama program studi Peternakan. Selama mengikuti perkuliahan
penulis aktif mengikuti berbagai organisasi kampus seperti menjadi anggota ikatan
mashasiswa peternakan (IMAPET), ikatan mahasiswa katolik (IMK), dan ikatan
mahasiswa kristen peternakan (IMAKRIP).
Penulis telah melakukan kuliah kerja nyata (KKN) pada tanggal 20
September – 14 Desember 2022 di Desa Kapias Batu Delapan, Kabubaten Asahan.

KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat dan
karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir ini dengan judul
“Pengaruh Pemberian Tepung Daun Indigofera (Indigofera zollingeriana Miq) dan
Daun Kelor (Moringa oleifera) dalam Pakan Terhadap Kualitas Karkas Ayam
Kampung (Gallusgallus domesticus L. variasi joper)”
Dalam kesempatan ini penulis ingin menyampaikan penghargaan yang
setinggi-tingginya kepada kedua orang tua atas doa,dukungan, dan serta kerja keras
atas pengorbanan baik itu moral materil yang telah diberikan selama ini. Penulis juga
mengcapkan terima kasih kepada Prof. Dr. Ir. Sayed Umar MS dan Dr. Nevy Diana
Hanafi S.Pt., M.Si selaku ketua dan anggota komisi pembimbing yang telah bersedia
memberikan arahan dalam menyelesaikan penulisan proposal usulan penelitian ini.
Di samping itu, penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Dr. Ir.
Ma’ruf Tafsin M.Si. selaku Ketua Program Studi Peternakan, semua staf pengajar dan
pegawai di Program Studi Peternakan, serta semua rekan rekan mahasiswa yang
telah membantu penulis dalam menyelesaikan proposal penelitian ini.
Penulis juga mengharapkan kritik dan saran yang membangun guna
kesempurnaan proposal ini, akhir kata penulis mengucapkan terima kasih. Semoga
proposal usulan penelitian ini dapat bermanfaat.
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Kebutuhan daging ternak di Indonesia semakin meningkat setiap
tahunnya. Salah satu penyumbang kebutuhan daging terbesar di Indonesia
adalah unggas. Ternak unggas yang umumnya dipelihara oleh masyarakat
Indonesia adalah ternak ayam kampung dan ayam broiler. Ayam kampung
dikenal sebagai ternak yang mempunyai daya hidup yang tinggi, dapat hidup
diberbagai wilayah dengan perbedaan kondisi iklim yang ekstrim, dan
mempunyai kemampuan untuk hidup dalam kondisi pakan dengan kandungan
nutisi yang rendah, Hasil produksi ayam kampung berupa telur dan daging sangat
digemari masyarakat (Widjastuti dkk., 2018). Namun disisi lain pertumbuhan
ayam kampung ini cukup lambat hingga mencapai 12 minggu umur panen
sedangkan ayam broiler membutuhkan waktu 4 minggu untuk mencapai umur
panen. Permasalahan yang terjadi dalam ayam kampung ini salah satunya bisa
diatasi dengan menggunakan seleksi ayam kampung dengan potensi genetik yang
bagus. Seleksi ayam kampung tersebut kini dikenal dengan nama ayam
Kampung (Gallusgallus domesticus L. variasi joper).
Ayam kampung Joper merupakan hasil persilangan terbaru antara ayam
jawa atau kampung dengan ayam ras jenis petelur. Ayam kampung joper dalam
usia dua bulan beratnya bisa mencapai 1,5 kg, umur 45-60 hari siap untuk
dikonsumsi. Tampilannya mempunyai bentuk yang hamper sama dengan ayam
kampung, warna telur ayam kampung super berkerabang putih kecoklatan. Ayam
Kampung super mempunyai pertumbuhan lebih cepat dibandingkan ayam
kampung lokal. (Trisiwi., 2016). Selain itu ayam joper mempunyai kandungan
protein yang tinggi, dan mempunyai rasa yang lezat, kandungannya dapat
digunakan sebagai penguat stamina, obat, tubuh, dan obat hati atau liver.
(Widayanto dkk., 2019). Kelebihan yang terdapat pada ayam Kampung dan
ayam ras petelur telah termanfaatkan dengan lahirnya ayam hasil silang antara
ayam Bangkok dengan ayam ras yang menghasilkan ayam Kampung Super.
Bobot badan ayam Kampung Super lebih rendah dari bobot ayam Ras petelur,
namun lebih tinggi dari ayam kampung (Tamzil dan Budi., 2020). Peningkatan
jumlah populasi dan tingkat produksi ayam kampung (Gallusgallus domesticus
L. variasi joper) perlu diimbangi dengan peningkatan ketersediaan pakan.
Untuk pertumbuhan yang cepat dan produktivitas tinggi diperlukan
pakan yang cukup mengandung zat makanan yang dibutuhkan, baik secara
kualitas maupun kuantitas. Menekan biaya produksi sekecil mungkin tanpa
mengurangi produksi optimum dapat dilakukan dengan cara memanfaatkan
bahan pakan alternatif. Pakan merupakan unsur utama dari faktor penentu
keberhasilan dalam usaha peternakan. Penggunaan bahan pakan alternatif atau
bahan pakan non konvensional sangat dibutuhkan dan perlu diupayakan untuk
menekan biaya produksi. Dengan adanya penggunaan pakan secara alternatif
sebagai sumber pakan yang harus disesuaikan dengan kebutuhan nutrisi ternak
agar mendapatkan hasil yang optimal (Allama dkk, 2018).
Pakan berkualitas adalah pakan yang kandungan protein, lemak,
karbohidrat, mineral dan vitaminnya seimbang (UPT Perpustakaan UNDIP).
Salah satu sumber protein hewani dalam formula pakan unggas adalah tepung
ikan. Tepung ikan adalah bahan yang berinilai ekonomi tinggi, dikarenakan
tepung ikan mengandung protein kasar 40-45% dan mudah dicerna. Sebagai
sumber protein tepung ikan memang menjadi nutrisi utama bagi pertumbuhan
hewan ternak, namun sebagian tepung ikan masih impor karena produksi tepung
ikan lokal belum dapat memenuhi kebutuhan dalam negeri, disisi lain harga
tepung ikan dunia saat ini terus meningkat sebagai akibat dari peningkatan
permintaan dunia akan tepung ikan, oleh karena itu hingga saat ini para peneliti
dan kalangan industri terus berusaha untuk mencari sumber protein baru yang
dapat mensubtitusi tepung ikan. (Imelda dkk, 2012). Salah satu alternatif untuk
mengatasi masalah tersebut adalah dengan meningkatkan pendayagunaan sumber
hayati yang belum lazim (inkonvensional), dalam hal ini jangkrik (Gryllus
mitratus burm).
Dalam upaya untuk mempertahankan kandungan nutrisi dalam
daging tetapi dapat menekan anggaran pakan adalah dengan melalui pemakaian
bahan pakan lokal yang mudah ditemukan dan mempunyai peluang
untuk dimanfaatkan serta mempunyai nutrisi yang hampir sama dengan
bahan yang digantikan (Tirajoh et al. 2020). Kandungan protein pada
tepung jangkrik hampir setara dengan tepung ikan oleh karena itu diharapkan
mampu menjadi subtitusi dari tepung ikan yang masih diimpor. Penggunaan
tepung jangkrik berpotensi untuk dijadikan sumber protein pakan unggas karena
sebagian besar asam amino penyusun protein jangkrik merupakan asam amino
esensial dan semi esensial yang baik untuk unggas. Jangkrik juga mengandung
asam lemak omega 3, 6 dan 9 yang baik untuk pertumbuhan sel (Royhan, 2017).
Saefullah (2006) menjelaskan bahwa tepung jangkrik memiliki kandungan BK,
PK, LK, dan SK berturut-turut sebesar 86%, 55,96%, 12,45% dan 7,92%,
jangkrik juga mengandung asam lemak omega 3, 6 dan 9 yang baik untuk
pertumbuhan sel.
Berdasarkan hasil penelitian Imelda dkk., (2012) suplementasi tepung
jangkrik hingga 4% dari total ransum tidak memberikan pengaruh terhadap
rataan konsumsi pakan, namun dapat meningkatkan pertambahan bobot badan,
nilai konversi dan persentase karkas Ayam Kampung unggul Balitbangtan
(KUB). Penggunaan tepung jangkrik yang relatif lebih murah diharapkan mampu
menjadi subtitusi dari bahan pakan seperti tepung ikan. Berdasarkan penjelasan
tersebut dapat diketahui bahwa kandungan nutrisi dalam tepung jangkrik cukup
tinggi serta penggunaannya masih terbatas pada unggas khususnya Ayam
Kampung Unggul Balitbangtan (KUB)”, maka perlu dilakukan penelitian untuk
mengevaluasi efek penggunaan tepung jangkrik dalam pakan ayam
pedaging.Oleh karena itu, peneliti akan melakukan penelitian tentang: “Pengaruh
Pemberian Tepung Jangkrik (Gryllus mitratus burm) dalam Pakan Terhadap
Kualitas Karkas Ayam Kampung Unggul Balitbangtan (KUB)”.

1.2. Tujuan Penelitan


Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh pemberian
tepung jangkrik dalam pakan terhadap kualitas karkas Ayam Kampung
Unggul Balitbangtan (KUB).

1.3. Hipotesis Penelitian


Hipotesis penelitian ini adalah pemberian tepung jangkrik dalam
pakan ternak dari 0% sampai 15% dalam pakan mampu meningkatkan
kualitas karkas ayam KUB yang meliputi bobot badan akhir, bobot karkas
dan persentase karkas.

1.4. Manfaat Penelitian


Manfaat dari penelitian ini diharapkan penggunaan tepung jangkrik
lebih diutamakan sebagai pakan tambahan yang kandungan proteinnya tinggi
sama seperti tepung ikan, dan diharapkan juga penelitian ini dapat menjadi
kajian ilmiah serta sumber informasi bagi akademisi dan para peternak
tentang pengaruh penggunaan tepung jangkrik dalam pakan terhadap kualitas
karkas Ayam Kampung Unggul Balitbangtan (KUB).
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Tepung Jangkrik


Jangkrik merupakan fauna yang menguntungkan karena mengandung
nilai gizi tinggi. Salah satu produk pengolahan hasil sampingan dari jangkrik
adalah tepung jangkrik yang memiliki kandungan protein mencapai 65%,
komposisi asam amino cukup lengkap, mengandung 23 % lemak diantaranya
asam lemakessensial omega-3 dan omega-6 (tidak dapat disintesis tubuh sehingga
harus selalu ada dalam produk pangan yang kita konsumsi setiap hari) serta
hormon steroid (esterogen, progesteron dan testosteron) yang biasa diproduksi
pada manusia (Prayitno, 2005). Dalam kehidupan aslinya, habitat jangkrik hidup
di alam bebas seperti sawah, ladang, dan kebun. Konsumsi makanannya yaitu
daun-daunan serta biji-bijian yang ditemukan di tempat keberadaannya (Aswindra
: 2016). Umumnya pakan hijauan atau sayur-sayuran yang berair seperti daun
singkong Makanan utama jangkrik adalah dedaunan, umbi-umbian, dan sayur-
sayuran yang tumbuh di sawah atau tegalan, di semak-semak atau di hutan-hutan
yang merupakan habitatnya untuk berkembangbiak (Novendra, dkk : 2016).
Tepung jangkrik merupakan hasil olahan dari jangkrik segar yang
dikeringkan dan dihaluskan sehingga menjadi tepung. Jangkrik dapat diolah
menjadi tepung dan berpotensi sebagai sumber protein hewani alternatif karena
mengandung nutrisi, terutama asam amino yang cukup lengkap. Bila
dibandingkan dengan kadar protein bahan pangan yang sering dikonsumsi oleh
manusia memperlihatkan bahwa tepung jangkrik berpotensi untuk digunakan
sebagai alternatif bahan pangan sumber protein yang tinggi (Napitupulu, 2003).
Penggunaan tepung jangkrik berpotensi untuk dijadikan sumber protein pakan
unggaskarena; jangkrik mudah diperoleh, tersedia, proses pembuatannya menjadi
tepung jangkrik sangat mudah dan membutuhkan waktu yang singkat,
mempunyai kandungan protein yang cukup tinggi (40-55%), sebagian besar asam
amino penyusun protein jangkrik merupakan asam amino esensial dan semi
esensial yang baik untuk burung. Jangkrik juga mengandung asam lemak omega
3, 6 dan 9 yang baik untuk pertumbuhan sel. Sehingga suplementasi jangkrik
dalam pakan diharapkan dapat mempengaruhi kinerja puyuh dan layak untuk
diperkenalkan.

2.2. Tepung Ikan


Tepung ikan merupakan tepung yang diperoleh dari penggilingan ikan
dan termasuk bahan essensial yang sangat diperlukan untuk campuran pakan
ternak sebagai sumber protein untuk mempercepat pertambahan berat badan.
Mutu tepung ikan dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain jenis dan

kesegaran ikan dan teknik atau cara pengolahannya. Mutu tepung ikan dapat
dinilai secara fisik, kimia, mikrobiologi. Secara fisik, kriteria yang dinilai adalah
bentuk dan keseragaman ukuran partikel tepung. Tepung ikan merupakan bahan
baku utama dalam formulasi pakan ikan harganya terus mengalami peningkatan
(Barrientos & Soria, 2015). Nilai ekonomi yang tinggi dari tepung ikan
dikarenakan tepung ikan mengandung protein kasar 40-45% dan mudah dicerna.
Sebagai sumber protein tepung ikan memang menjadi nutrisi utama bagi
pertumbuhan hewan ternak Penilaian secara kimiawi dilakukan dengan mengukur
kandungan protein, lemak, air dan abu. Secara mikrobiologi, tepung ikan harus
terbebas dari bakteri patogen seperti Salmonella dan kapang. Tepung ikan yang
bermutu baik harus mempunyai sifat-sifat sebagai berikut: mempunyai butiran
yang seragam, bebas dari sisa-sisa tulang dan benda-benda asing lainnya.

Kebutuhan ternak akan pakan sumber protein hewani sangat penting,


karena memiliki kandungan protein relatif tinggi yang disusun oleh asam - asam
amino esensial kompleks yang dapat mempengaruhi pertumbuhan sel-sel jaringan
tubuh ternak (Purnamasari et al. 2006). Tepung ikan yang baik mempunyai
kandungan protein kasar sebesar 58- 68%, air 5,5-8,5%, serta garam 0,5-3,0%
(Sitompul, 2004). Tepung ikan adalah salah satu produk yang diolah dari ikan,
baik ikan bentuk utuh, limbah pengolahan ikan ataupun ikan yang tidak layak
dikonsumsi manusia.
Tepung ikan yang dipasarkan memiliki protein kasar 65%, tetapi dapat
bervariasi dari 57-70% tergantung pada spesies ikan yang digunakan
(Maigualema dan Gernet, 2003). Menurut Jassim (2010) komposisi kimia tepung
ikan, yaitu protein kasar 60%, kadar air 2,5%, lemak 2,54%, dan kadar abu 1,2%.
Di samping mempunyai kandungan protein yang cukup tinggi, tepung ikan juga
merupakan sumber mineral, misalnya kandungan unsur kalsium yang cukup
tinggi yaitu 80 g/kg, kemudian fosfor 35 g/kg dan juga sejumlah mineral lainnya
seperti magnesium, besi dan iodin. Pencampuran tepung ikan ke dalam pakan
ternak dilakukan ketika pemberian pakan pada hewan usia muda, yaitu
mempercepat pertumbuhan pada tahap awal dan tahap akhir sehingga menaikkan
berat badan yang biasanya dicampurkan dalam pakan sekitar 3-10%.

2.3. Ayam Kampung Unggul Balitbangtan (KUB)


Ayam KUB merupakan salah satu nama ayam kampung hasil
pemuliabiakan yang dilakukan oleh Badan Pengembangan dan Pertanian yang
bertempat di Ciawi, Bogor. Proses pembentukan ayam KUB pada 1997-1998,
Balitnak berinisiatif melakukan penelitian breeding ayam kampung dengan
mendatangkan indukan ayam kampung dari beberapa daerah di Jawa Barat yakni
dari Kabupaten Cianjur. Permasalahan utama dalam budidaya ayam KUB secara
intensif adalah mahalnya harga pakan dan tidak stabil karena beberapa bahan
baku utamanya masih diimpor, seperti jagung, bungkil kedelai, tepung ikan,
tepung daging, dan tepung tulang.
Komposisi dan formula yang pas untuk ayam kampung yang memenuhi
syarat kebutuhan ayam untuk tumbuh secara maksimal, belum ada petunjuk yang
pasti. Disisi lain produktivitas ayam kampung yang dipelihara sebagai ternak
penghasil daging dan telur masih rendah. Menurut Iskandar (2010), produksi telur
rata-rata ayam kampong umumnya mencapai 20% (73 butir/tahun/ekor) pada
pemeliharaan semi intensif dan sekitar 30% (110 butir/tahun/ekor) pada
pemeliharaan intensif. Bobot rata-rata pada umur 3 bulan ayam kampung pada
pemeliharaan intensif mencapai 0,80 kg/ekor jantan dan 0,70 kg/ekor betina.
Peningkatan produktivitas ayam KUB dapat dilakukan melalui perbaikan
kuantitas dan kualitas pakan yang diberikan dengan sistem pemeliharaan intensif.
Pakan berkualitas harus mengandung zat-zat nutrisi yang dibutuhkan sesuai
dengan perkembangan umur dan tujuan pemeliharaan. Pakan yang sempurna
dengan kandungan zat-zat nutrisi yang seimbang akan memberikan hasil yang
optimal.
Ayam KUB direlease oleh Badan Litbang Pertanian karena memiliki
keunggulun produktivitas telur yang lebih tinggi yaitu 130 - 160 butir/ekor/tahun,
sedangkan ayam kampung biasa hanya ± 60 butir/ekor/tahun (Sofian Iskandar,
2013). Ayam KUB bisa bertelur hingga lebih dari 65%. Daya tahan Ayam KUB
terhadap penyakit lebih tinggi dibandingkan ayam kampung biasa, dan sangat
potensial untuk dikembangkan oleh masyarakat peternak ayam kampung
penghasil telur. Faktor yang mempengaruhi produktivitas ayam lokal bersifat
internal dan eksternal (Urfa et al, 2017). Selain genetik, faktor eksternal seperti
manajemen pemeliharaan dan pakan pun sangat berpengaruh pada produktivitas
ayam.
Ayam KUB saat ini umumnya dipelihara dengan tujuan sebagai
penghasil telur tetas, telur konsumsi dan produksi daging. Usaha ayam ini relatif
mudah pemeliharaannya dengan teknologi yang sederhana dan sewaktu-waktu
dapat dijual jika ada keperluan rumah tangga yang mendesak (Noferdiman et al.
2014). Ayam KUB mempunyai prospek menjanjikan, baik secara ekonomi
maupun sosial, karena dapat menyuplai kebutuhan bahan pangan bergizi tinggi
dan mempunyai daya serap pasar lokal maupun regional. Ayam KUB dalam
dunia bisnis sangat menjanjikan karena sangat menguntungkan bagi para
pengusaha baik ekonomi maupun sosial karena dapat menyuplai bahan pakan
yang mempunyai nilai gizi tinggi dan sangat mudah dijangkau masyarakat (Aedah
dkk., 2016).. Klasifikasi adalah suatu sistem pengelompokkan jenis-jenis ternak
berdasarkan persamaan dan perbedaan karakterisitik. Suprijatno, dkk (2005)
mengemukakan taksonomi ayam kampung didalam dunia hewan sebagai berikut:
Kingdom : Animalia
Phylum : Chordata
Subphylum : Vertebrata
Class : Aves
Subclass : Neornithes
Ordo : Galliformes
Famili : Phasianidae
Genus : Gallus
Spesies : Gallus domesticus
Subspesies : Gallus gallus domesticus
Keunggulan ayam kampung unggul balitbang (KUB) salah satunya tahan
terhadap penyakit, produksi telur 160-180 / tahun konsumsi pakan 80-85 g dan
sifat mengeram 10% dari total populasi memiliki konversi pakan 3.8 dan umur
pertama bertelur 22-24 minggu (Sartika dkk. 2009).

2.4. Ransum Ayam Kampung Unggul Balitbangtan


(KUB)
Ransum adalah salah satu factor yang sangat dibituhkan dalam
pemeiharaan ternak , termasuk ternak ayam kampung unggul balitnak. Hal ini
disebabkan karena ransum merupakan sumber gizi bagi ternak yang dapat
membantu pertumbuhan dan produksi ternak dengan baik (Rukmana, 2003).
Cahyono (2001) menyatakan bahwa pakan yang baik adalah pakan yang memiliki
kandungan nilai gizi yang tinggi, yang mampu memberikan produksi yang baik,
selain itu yang diperhatikan bukan hanya kualitasnya akan tetapi kebutuhan nilai
gizi ternak yang berbeda beda sesuai dengan umur ternak. Konsumsi pakan
dibutuhkan untuk memenuhi produksi pokok hidup ternak dan selebihnya akan
digunakan untuk produksi dan pertambahan bobot badan yang baik (Sukarini dan
Rifai, 2011). Ayam akan lebih cepat berhenti mengkonsumi apabila diberikan
pakan yang rendah energi yang mengakibatkan ayam lebih cepat kenyang dan
akan kesulitan untuk memenuhi kebutuhan energinya (Widodo, 2002).
Salah satu kendala peningkatan populasi dipengaruhi oleh kesulitan yang
dialami peternak dalam ketersediaan bibit yang sangat terbatas dan kualitasnya
yang sangat beragam. Peran pemerintah dalam hal ini Badan Litbang Pertanian
sudah mengantisipasinya dengan pengadaan program pemuliaan yaitu melakukan
seleksi untuk menghasilkan ayam kampung unggul yang diberi nama ayam KUB.
Peningkatan populasi ayam KUB memiliki permasalahan yaitu manajemen
ransum yang kurang baik. Permasalahan manajemen ransum yang kurang baik
disebabkan oleh pemberian ransum yang belum mengacu kepada kaidah ilmu
nutrisi dan formulasi ransum yang kurang tepat.
Pemberian ransum ayam KUB periode finisher hanya didapatkan data
persentase ransum terdiri dari ransum komersil 50%, dedak padi 25% dan jagung
25%. Menurut (2005), pemberian protein kasar dalam ransum dianggap kurang
optimal dikarenakan penggunaan protein kasar dalam ransum berlebih pada
kebutuhan ayam kampung. Beberapa hasil penelitian menggambarkan bahwa
kebutuhan zat-zat nutrisi untuk ayam kampung lebih rendah dibandingkan dengan
ayam ras pedaging maupun ras petelur (Sarwono, 2005). Pemberian ransum
komersial ayam ras untuk ayam kampung merupakan pemborosan, ditinjau baik
dari segi teknis maupun ekonomis. Ransum yang diberikan ayam KUB belum
mengacu kaidah ilmu nutrisi karena masih menggunakan presentase bukan
formulasi ransum. Selain itu belum cukup informasi kebutuhan protein kasar yang
optimal untuk ayam KUB. Berdasarkan hal tersebut, maka dilakukan penelitian
tentang kadar protein dalam ransum pada proses pertumbuhan ayam KUB pada
periode finisher (9--12 minggu).

2.5. Karkas Ayam Kampung Unggul Balitbangtan (KUB)


Karkas unggas adalah bagian tubuh unggas tanpa darah, bulu, kepala,
kaki, dan organ dalam. Karkas unggas terdiri atas beberapa komponen yaitu otot
tulang, lemak, dan kulit. Komponen karkas unggas selain tulang dan sebagian
jaringan ikat merupakan komponen yang dapat dimakan (Muchtadi dkk., 2010).
Menurut Badan Standar Nasional (2009) karkas merupakan suatu proses
pemotongan ternak untuk menghasilkan tubuh unggas tanpa bulu, jeroan, kepala,
leher, kaki, ginjal dan paruparu. Kadar laju pertumbuhan, nutrisi, umur, dan bobot
tubuh adalah faktor-faktor yang mempengaruhi komposisi tubuh atau karkas.

Anda mungkin juga menyukai