Anda di halaman 1dari 104

HUBUNGAN PENGETAHUAN DAN SIKAP PEMILIK TEMPAT

MAKANAN JAJANAN TERHADAP PENGGUNAAN STYROFOAM


SEBAGAI KEMASAN MAKANAN DI KECAMATAN MEDAN JOHOR
TAHUN 2017

SKRIPSI

OLEH:
AZRINA SUFI NASUTION
NIM: 131000557

FAKULTAS KESEHATANMASYARAKAT
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2017

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


HUBUNGAN PENGETAHUAN DAN SIKAP PEMILIK TEMPAT
MAKANAN JAJANAN TERHADAP PENGGUNAAN STYROFOAM
SEBAGAI KEMASAN MAKANAN DI KECAMATAN MEDAN JOHOR
TAHUN 2017

Skripsi ini diajukan sebagai


salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Kesehatan Masyarakat

OLEH:
AZRINA SUFI NASUTION
NIM: 131000557

FAKULTAS KESEHATANMASYARAKAT
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2017

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul “HUBUNGAN

PENGETAHUAN DAN SIKAP PEMILIK TEMPAT MAKANAN

JAJANAN TERHADAP PENGGUNAAN STYROFOAM SEBAGAI

KEMASAN MAKANAN DI KECAMATAN MEDAN JOHOR TAHUN

2017” beserta isinya adalah benar hasil karya saya sendiri, dan saya tidak

melakukan penjiplakan atau pengutipan dengan cara-cara yang tidak sesuai

dengan etika keilmuan yang berlaku dalam masyarakat keilmuan. Atas pernyataan

ini, saya siap menanggung resiko atau sanksi yang dijatuhkan kepada saya apabila

kemudian ditemukan adanya pelanggaran terhadap etika keilmuan dalam karya

saya atau klaim dari pihak lain terhadap keaslian karya saya ini.

Medan, 20 April 2017

Yang Membuat Pernyataan

(Azrina Sufi Nasution)

ii

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


iii

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


ABSTRAK

Styrofoam saat ini menjadi pilihan kemasan makanan yang paling populer
dalam bisnis makanan, padahal Styrofoam mengandung stiren, butadien, dan juga
dioctyl phthalate (DOP) yang mampu mengubah gen dan merangsang
pembentukan sel kanker. Styrofoam juga menimbulkan masalah pada lingkungan
karena sulit diuraikan dan didaur ulang. Pemilik tempat makanan jajanan
memiliki peranan yang sangat penting dan bertanggungjawab dalam mengambil
keputusan untuk memilih kemasan yang akan digunakan.
Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis pengetahuan dan sikap
pemilik tempat makanan jajanan terhadap penggunaan Styrofoam sebagai
kemasan makanan.
Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Medan Johor. Populasi adalah
seluruh warung makanan di Kecamatan Medan Johor yang berjumlah 323. Jumlah
sampel yang digunakan pada penelitian ini sebanyak 30 sampel menggunakan
metode non probability sampling dengan teknik sampling idental. Metode analisa
data menggunakan uji Spearman Rho pada tingkat kepercayaan 95% (α = 0,05%).
Hasil penelitian menunjukkan terdapat korelasi yang sangat tinggi antara
tingkat pengetahuan terhadap penggunaan styrofoam oleh pemilik tempat
makanan jajanan dengan koefisien korelasi sebesar 0,901. Demikian juga terdapat
korelasi yang sangat tinggi antara sikap dengan penggunaan styrofoam oleh
pemilik tempat makanan jajanan dengan koefisien korelasi sebesar 0,948.
Pemilik tempat makanan jajanan sebaiknya mengganti kemasan Styrofoam
dengan bahan kemasan yang lebih aman. Perlu dilakukan penyuluhan dan
pemantauan secara rutin tentang penggunaan Styrofoam sebagai kemasan
makanan oleh Dinas Kesehatan Kota Medan, Badan Pengawas Obat dan Makanan
(BPOM) Kota Medan atau pihak terkait tentang penggunaan Styrofoam sebagai
kemasan makanan.

Kata kunci : Pengetahuan, Sikap, Penggunaan Styrofoam, Kemasan


Styrofoam

iv

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


ABSTRACT

Styrofoam is now becoming the most popular food packaging choices in


the food industry despite containing styrene, butadiene and also dioctyl phthalate
(DOP) which are be able to change genes and stimulate the formation of cancer
cells. Styrofoam also often causes environmental problems because it is difficult
to decompose and to recycle. Street food owners have a very important role and
have responsiblity to choose the packaging material.
The purpose of this study is to analyze the knowledge and behavior of
street food owners on the use of Styrofoam as food packaging.
This research was conducted in Kecamatan Medan Johor. The population
of this study were all food stalls in Kecamatan Medan Johor which were 323 units
in total. The numbers of sample of this study were 30 samples which were
collected using non-probability sampling method with incidental sampling
technique. Methods of data analysis used was Spearman Rho test at 95%
confidence level (α = 0.05%).
The study found that there were a high correlation between the level of
knowledge and behavior towards the Styrofoam usage of street food owners with
a correlation coefficient in the amount of 0,901. It also found that there were a
high correlation between the level of behavior towards the Styrofoam usage of
street food owners with a correlation coefficient in the amount of 0,948.
It’s suggested that the street food owners should replace Styrofoam
packaging with other safe material packaging. Health promotion and regular
monitoring was needed regarding the use of Styrofoam as food packaging which
were acted by Dinas Kesehatan Kota Medan, Badan Pengawas Obat dan
Makanan (BPOM) of Kota Medan or other concerned parties.

Keywords : knowledge, behavior, styrofoam usage, styrofoam pack

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


KATA PENGANTAR

Segala puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas rahmat dan

karunia-Nyalah sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul

“Hubungan Pengetahuan dan Sikap Pemilik Tempat Makanan Jajanan terhadap

Penggunaan Styrofoam sebagai Kemasan Makanan di Kecamatan Medan Johor

Tahun 2017”. Skripsi ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat dalam

memperoleh gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat di Fakultas Kesehatan

Masyarakat Universitas Sumatera Utara. Proses dalam menyelesaikan skripsi ini

penulis banyak mendapat bantuan, bimbingan, dan dukungan dari berbagai pihak

hingga akhirnya skripsi ini dapat selesai di waktu yang tepat. Karena itu

sepantasnya penulis mengucapkan terimakasih kepada :

1. Prof. Dr. Runtung Sitepu, S.H., M.Hum. selaku Rektor Universitas

Sumatera Utara.

2. Prof. Dr. Dra. Ida Yustina, M.Si. selaku Dekan Fakultas Kesehatan

Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

1. Dr. dr. Taufik Ashar, M.K.M. selaku ketua Departemen Kesehatan

Lingkungan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

2. dr. Surya Dharma, M.P.H. selaku Dosen Pembimbing Skripsi I dan Dra.

Nurmaini, M.K.M, Ph.D. selaku Dosen Pembimbing Skripsi II yang telah

memberikan bimbingan, arahan, dan saran kepada penulis hingga skripsi

ini dapat diselesaikan.

3. Ir. Indra Chahaya, M.Si. selaku Dosen Penguji Skripsi I dan juga Dosen

Pembimbing Akademik penulis serta Prof. Dr. Dra. Irnawati Marsaulina,

vi

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


M.S. selaku Dosen Penguji skripsi II yang telah memberikan bimbingan,

arahan, dan saran kepada penulis hingga skripsi ini dapat diselesaikan.

4. Seluruh Dosen dan staff Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas

Sumatera Utara

5. Teristimewa untuk kedua orangtua penulis, sembah sujudku yang tidak

terhingga kepada Papa tercinta Panusunan Nasution dan Mama tercinta

Nursiah Fitri Lubis yang telah membesarkan, mendidik, membimbing

dengan penuh kasih sayang, dan tak henti mendoakan penulis hingga

skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik.

6. Keluarga penulis yaitu abang dan adik penulis Fadlin Qisthi Nasution dan

Fathurrahman Nasution serta Bu Dar yang tiada hentinya memberi

dukungan pada penulis dalam segala hal dan menjadi motivasi bagi

penulis untuk memberikan hal terbaik. Semoga skripsi ini dapat

membahagiakan dan membanggakan mereka.

7. Sahabat-sahabat terbaikku anggota Nyonya Meneer 1995 yaitu Fitrah

Fauziah, Rian Andrian Harahap, Wira Afriyanti, Ayu Asyari, Furi Ayu,

Faizah Ramadhana, Dwi Damayanti dan khususnya Hanny Shabrina yang

selalu memberikan kecerian, semangat, motivasi, dan menjadi “kotak

curhat” bagi penulis dari masa perkuliahan hingga saat ini dalam

kebersamaan menyelesaikan studi di FKM.

8. Anak-anak Kelas G FKM USU, Kesling ’13, dan teman-teman

seperjuangan dosen pembimbing khususnya Isna Ramadhani, Zahra

Hidayatika, Veronika Simangunsong, Theresia B Bath, Nurul Hikmah

vii

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Nasution, Nanda, Zura, Fadly, Ilham, Icot, Junita, Mira , Heppy, Nada,

Miak, dan Mei yang tiada hentinya saling memberi dukungan dengan

penulis dalam menyelesaikan skripsi.

9. Rekan-rekan PBL FKM USU, Hanny Shabrina, Firman Pardosi, Dwi

Damayanti, Juwita Aulia Dina, Meliana Novriani Sijabat, dan Monitha

Agatha yang sudah menemani hari-hari penulis selama menjalankan PBL

di desa Sei Buluh Kecamatan Perbaungan dan saling memberi semangat

dalam meyelesaikan skripsi.

10. Rekan-rekan LKP FKM USU, Hanny Shabrina, Rizky Nanda Sawitri,

Venny Melinda Nasmita, Sofya Rahma, dan Era Kristiani yang sudah

menemani hari-hari penulis selama menjalankan LKP di Rumah Sakit

USU dan saling memberi semangat dalam menyelesaikan skripsi

11. Rekan-rekan panitia LKTI HHF 2016 khususnya Sie publikasi dan

dokumentasi, mona anggraini, nadhiratul syaputri, fina nainggolan, sofya

rahma, muhammad iqba, dan dek ikhsan yang saling memberi semangat

dan motivasi dengan penulis dalam menyelesaikan skripsi.

12. Rekan-rekan FKM USU, atas segala pengalaman dan momen yang

melatih serta mengembangkan penulis dalam kepemimpinan dan

keorganisasian.

13. Kepada Prambors radio 97.5 FM Medan dan Super Junior yang telah

menemani hari-hari dan memberi semangat penulis dalam menyelesaikan

skripsi.

viii

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


14. Semua pihak dan teman-teman yang telah banyak membantu penulis yang

tidak dapat disebutkan satu persatu atas dukungan, kerjasama dan doanya.

Penulis menyadari masih terdapat banyak kekurangan dalam penulisan

skripsi ini baik dari segi isi maupun penyajiannya. Untuk itu, penulis

mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari semua pihak dalam rangka

penyempurnaan skripsi ini. Akhir kata semoga skripsi ini dapat berguna dan

bermanfaat bagi para pembaca dan menjadi inspirasi bagi kelanjutan penelitian

berikutnya.

Medan, 20 April 2017


Penulis,

Azrina Sufi Nasution

ix

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI...........................................ii
HALAMAN PENGESAHAN................................................................................iii
ABSTRAK..............................................................................................................iv
KATA PENGANTAR............................................................................................vi
DAFTAR ISI..........................................................................................................x
DAFTAR TABEL ................................................................................................ xiii
DAFTAR GAMBAR ....................................................................................... ....xiv
DAFTAR LAMPIRAN.........................................................................................xv
DAFTAR RIWAYAT HIDUP.............................................................................xvi

BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................... 1


1.1 Latar Belakang ...................................................................................... 1
1.2 Perumusan Masalah ............................................................................... 4
1.3 Tujuan Penelitian................................................................................... 5
1.3.1 Tujuan Umum ................................................................................ 5
1.3.2 Tujuan Khusus ............................................................................... 5
1.4 Hipotesis ................................................................................................ 5
1.5 Manfaat Penelitian................................................................................. 5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA........................................................................... 7


2.1 Styrofoam .............................................................................................. 7
2.1.1 Definisi dan Sifat Styrofoam.......................................................... 7
2.1.2 Proses Pembuatan Styrofoam ........................................................ 8
2.1.3 Styrofoam Sebagai Kemasan Makanan ......................................... 9
2.1.4 Faktor-Faktor yang Memengaruhi Laju Migraasi Kemasan ....... 10
2.1.5 Batas Migrasi Monomer Styrene Kemasan Styrofoam ................ 12
2.1.6 Bahaya Penggunaan Kemasan Styrofoam Bagi Kesehatan ......... 14
2.1.7 Bahaya Penggunaan Kemasan Styrofoam Bagi Lingkungan ...... 17
2.1.8 Beberapa Upaya Menghindari Bahaya Kemasan Styrofoam ....... 19
2.2 Makanan .............................................................................................. 20
2.3 Makanan Jajanan ................................................................................. 20
2.4 Zat Tambahan dan Pencemar Makanan .............................................. 21
2.4.1 Zat Tambahan Makanan Langsung ............................................. 21
2.4.2 Zat Tambahan Makanan Tidak Langsung ................................... 23
2.5 Perilaku................................................................................................ 24
2.5.1 Pengertian Perilaku ...................................................................... 24
2.5.2 Bentuk-bentuk Perilaku ............................................................... 25
2.5.3 Pengetahuan ................................................................................. 25
2.5.4 Sikap ............................................................................................ 27
2.5.5 Tindakan ...................................................................................... 29
2.6 Kerangka Konsep ................................................................................ 31

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


BAB III METODOLOGI PENELITIAN ......................................................... 32
3.1 Jenis Penelitian .................................................................................... 32
3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian............................................................... 32
3.2.1 Lokasi Penelitian ......................................................................... 32
3.2.2 Waktu Penelitian ......................................................................... 33
3.3 Populasi dan Sampel ........................................................................... 33
3.3.1 Populasi ....................................................................................... 33
3.3.2 Sampel ......................................................................................... 33
3.4. Metode Pengumpulan Data ................................................................ 33
3.4.1 Data Primer .................................................................................. 33
3.4.2 Data Sekunder .................................................................................. 34
3.5 Variabel dan Definisi Operasional ...................................................... 34
3.6 Metode Pengukuran ............................................................................. 34
3.6.1. Pengetahuan ................................................................................ 35
3.6.2. Sikap ........................................................................................... 35
3.6.3. Tindakan ..................................................................................... 36
3.7 Metode Analisis Data .......................................................................... 36

BAB IV HASIL PENELITIAN .......................................................................... 38


4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian ................................................... 38
4.2 Karakteristik Responden ..................................................................... 39
4.3 Pengetahuan Responden ...................................................................... 39
4.4 Sikap Responden ................................................................................. 44
4.5 Tindakan Responden ........................................................................... 48
4.6 Tabulasi Silang .................................................................................... 51
4.6.1 Tabulasi Silang Antara Tingkat Pendidikan dengan
Pengetahuan.................................................................................51
4.6.2 Tabulasi Silang Antara Tingkat Pendidikan dengan
Pengetahuan.................................................................................52
4.6.3 Tabulasi Silang Antara Tingkat Pendidikan dengan
Pengetahuan.................................................................................53
4.7 Korelasi................................................................................................54
4.7.1 Korelasi Antara Pengetahuan dan Sikap Pemilik Tempat Makanan
Jajanan Terhadap Penggunaan Styrofoam Sebagai Kemasan
Makanan.......................................................................................55

BAB V PEMBAHASAN ..................................................................................... 56


5.1 Korelasi Pegetahuan dan Sikap Pemilik Tempat Makanan Jajanan
Terhadap Penggunaan Styrofoam Sebagai Kemasan Makanan ......... 56
5.1.1 Hubungan Pengetahuan dengan Tindakan .................................. 56
5.1.2 Hubungan Sikap dengan Tindakan...............................................59

xi

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN............................................................. 62
6.1 Kesimpulan.......................................................................................... 62
6.2 Saran .................................................................................................... 62

DAFTAR PUSTAKA............................................................................................64
DAFTAR LAMPIRAN

xii

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 2. 1 Jenis dan contoh makanan dan minuman yang tidak boleh
dikemas dengan kemasanStyrofoam...................................................16

Tabel 4.1 Distribusi Responden berdasarkan Karakteristik Pemilik Tempat


Makanan Jajanan di Kecamatan Medan Johor Tahun 2017................39

Tabel 4.2 Distribusi Responden Berdasarkan Pengetahuan Tentang Penggunaan


Styrofoam Sebagai Kemasan Makanan di Kecamatan Medan Johor
Tahun2017...........................................................................................40

Tabel 4.3 Distribusi Responden Berdasarkan Kategori Pengetahuan Tentang


Penggunaan Styrofoam Sebagai Kemasan Makanan di Kecamatan
Medan Johor Tahun 2017....................................................................44

Tabel 4.4 Distribusi Responden Berdasarkan Sikap Tentang Penggunaan


Styrofoam Sebagai Kemasan Makanan di Kecamatan Medan Johor
Tahun 2017..........................................................................................44

Tabel 4.5 Distribusi Responden Berdasarkan Kategori Sikap Tentang


Penggunaan Styrofoam Sebagai Kemasan Makanan di Kecamatan
Medan Johor Tahun 2017....................................................................47

Tabel 4.6 Distribusi Responden Berdasarkan Tindakan Tentang Penggunaan


Styrofoam Sebagai Kemasan Makanan di Kecamatan Medan Johor
Tahun 2017..........................................................................................48

Tabel 4.7 Distribusi Responden Berdasarkan Kategori Tindakan Tentang


Penggunaan Styrofoam Sebagai Kemasan Makanan di Kecamatan
Medan Johor Tahun 2017....................................................................51

Tabel 4.8 Tabulasi Silang Antara Tingkat Pendidikan Responden dengan


Pengetahuan Tentang Penggunaan Styrofoam Sebagai Kemasan
Makanan..............................................................................................51

Tabel 4.9 Tabulasi Silang Antara Tingkat Pendidikan Responden dengan Sikap
Tentang Penggunaan Styrofoam Sebagai Kemasan Makanan............52

Tabel 4.10 Tabulasi Silang Antara Tingkat Pendidikan Responden dengan


Tindakan Tentang Penggunaan Styrofoam Sebagai Kemasan
Makanan..............................................................................................53

Tabel 4.11 Korelasi Antara Pengetahuan dan Sikap Terhadap Tindakan Pemilik
Tempat Makanan pada Penggunaan Styrofoam Sebagai Kemasan
Makanan..............................................................................................53

xiii

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Kerangka Konsep Penelitian..........................................................31

xiv

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Kuesioner

Lampiran 2. Hasil Analisa Data

Lampiran 3. Dokumentasi Penelitian

xv

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Azrina Sufi Nasution

Tempat Lahir : Medan

Tanggal Lahir : 12 Oktober 1995

Suku Bangsa : Mandailing

Agama : Islam

Status Perkawinan : Belum Menikah

Nama Ayah : Panusunan Nasution

Suku Bangsa Ayah : Mandailing

Nama Ibu : Nursiah Fitri Lubis

Suku Bangsa Ibu : Mandailing

Pendidikan Formal

1. SD/ Tamat tahun : Al-Fithriah Medan/2001

2. SLTP/ Tamat tahun : SMP Negeri 2 Medan/2010

3. SLTA/ Tamat tahun : SMA As-Syafi’iyah Internasional Medan/2013

4. Akademi/ Tamat tahun :-

5. Lama studi di FKM USU : 3 tahun 7 bulan

xvi

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Dalam undang-undang Kesehatan No. 36 tahun 2009 menyebutkan bahwa

perlu adanya peningkatan dan pemantapan upaya kesehatan yang diselenggarakan

melalui 18 macam kegiatan, salah satunya adalah pengamanan makanan dan

minuman yang bertujuan untuk mendukung peningkatan dan pemantapan upaya

kesehatan secara berhasil guna dan berdaya guna. Semua itu merupakan upaya

untuk melindungi masyarakat dari makanan dan minuman yang tidak memenuhi

persyaratan mutu (Depkes RI, 2009)

Info Pengawasan Obat dan Makanan (POM) (2008) menyebutkan bahwa

pangan yang beredar saat ini praktis tidak lepas dari penggunaan kemasan dengan

berbagai maksud, selain untuk melindungi kualitas pangan juga dimaksudkan

untuk promosi. Kemasan plastik banyak digunakan karena beberapa keunggulan

dan keuntungannya. Diantara kemasan plastik tersebut salah satu jenis yang cukup

populer di kalangan masyarakat produsen maupun konsumen pada saat ini adalah

jenis polystyrene, terutama Styrofoam.Styrofoam saat ini menjadi salah satu

pilihan yang paling populer dalam bisnis makanan.

Berdasarkan berbagai penelitian yang dilakukan sejak tahun 1930-an

diketahui bahwa stiren, bahan dasar Styrofoam, juga butadien sebagai bahan

penguat, maupun dioctyl phthalate (DOP) atau butyl hydroxy toluene (BHT)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


2

sebagai plasticiser-nya bersifat mutagenik (mampu mengubah gen) dan potensial

karsinogen (merangsang pembentukan sel kanker) (Yuliarti, 2007).

Pada tahun 1987, Pusat Riset Kanker di Perancis telah mengubah

klasifikasi styrene yang semula dimasukkan Grup 3 (komponen kimiawi yang

tidak menimbulkan kanker) menjadi Grup 2B (kemungkinan menyebabkan kanker

pada manusia) (Khomsan, 2003).

Hasil kajian Divisi Keamanan Pangan Jepang pada Juli 2001

mengungkapkan bahwa residu Styrofoam dalam makanan dapat menyebabkan

endocrine disrupter (EDC), suatu penyakit yang terjadi akibat adanya gangguan

pada sistem endokrinologi dan reproduksi manusia akibat bahan karsinogen dalam

makanan. Toksisitas yang ditimbulkan memang tidak langsung tampak. Sifatnya

akumulatif dan dalam jangka panjang baru timbul akibatnya (Sulchan & Endang,

2007).

Selain berefek negatif bagi kesehatan, Styrofoam juga sering menimbulkan

masalah pada lingkungan karena bahan ini sulit mengalami penguraian biologik

dan sulit didaur ulang. Sementara itu, chlorofluorocarbon (CFC) sebagai bahan

peniup pada pembuatan Styrofoam akan melayang di udara mencapai lapisan ozon

di atmosfer dan akan mengikis lapisan ozon. (Khomsan, 2003).

Berdasarkan penelitian Fadlilah Widyaningsih dengan judul pengetahuan,

sikap, dan tindakan pemilik tempat makanan jajanan tentang penggunaan

Styrofoam sebagai kemasan makanan di kelurahan padang bulan selayang I

kecamatan medan selayang tahun 2010 terdapat hasil pengetahuan dalam kategori

sedang, sikap dalam kategori baik, tindakan dalam kategori sedang dan buruk

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


3

pada responden tentang penggunaan Styrofoam sebagai kemasan makanan. Serta

dalam penelitian Nuraisah Puspita dengan judul pengetahuan, sikap, dan tindakan

penumpang km. kelud kelas ekonomi tentang penggunaan Styrofoam sebagai

wadah makanan tahun 2010 terdapat hasil pengetahuan dalam kategori sedang,

sikap dalam kategori baik, tindakan dalam kategori sedang pada responden

tentang penggunaan Styrofoam sebagai kemasan makanan. Penelitian tersebut

hanya menunjukkan hasil dalam bentuk persentase tanpa adanya hubungan antara

perilaku (pengetahuan, sikap, dan tindakan) dengan penggunaan Styrofoam

sebagai kemasan makanan.

Berdasarkan data Pemerintah Kota Medan (2015) Kecamatan Medan

Johor memiliki wilayah 19,96 km2dengan jumlah penduduk tercatat pada tahun

2011 123.851 jiwa. Kecamatan Medan Johor terdiri dari enam kelurahan

diantaranya kelurahan gedung johor, kelurahan pangkalan masyhur, kelurahan

kwala bekala, kelurahan titi kuning, kelurahan sukamaju, dan kelurahan kedai

durian.

Kecamatan Medan Johor terdapat banyak perumahan kelas menengah dan

mewah, hal itu menyebabkan wilayah ini menjadi salah satu kawasan bisnis

kuliner di Kota Medan. Pada tiap kelurahan ada sentra penjualan makanan dan

minuman yang ramai dikunjungi konsumen. Berdasarkan letaknya yang strategis

dan padat hunian membuat tempat-tempat makanan jajanan di kawasan ini

menjadi semakin ramai didatangi pengunjung.

Berdasarkan observasi yang telah dilakukan oleh peneliti diketahui bahwa

di Kecamatan Medan Johor banyak terdapat tempat makanan jajanan yang

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


4

menggunakan Styrofoam sebagai kemasan makanan yang dijual. Berbagai jenis

makanan dikemas dalam kemasan Styrofoam seperti ayam goreng, nasi goreng,

bebek goreng, bubur ayam, dan makanan temperatur tinggi lainnya. Bahkan tidak

jarang Styrofoam digunakan untuk membungkus makanan yang baru selesai

dimasak dan masih panas. Dalam hal ini pemilik tempat makanan jajanan sebagai

orang yang bertanggung jawab terhadap segala sesuatu yang menyangkut kegiatan

penjualannya memiliki peranan yang sangat penting, termasuk mengambil

keputusan untuk memilih kemasan yang akan digunakan.

Hal inilah yang melatarbelakangi peneliti untuk melakukan penelitian

tentang hubungan pengetahuan dan sikap pemilik tempat makanan jajanan

terhadap penggunaan Styrofoam sebagai kemasan makanan di Kecamatan Medan

Johor.

1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan pengamatan yang telah dilakukakan, peneliti menemukan

masih ada pemilik tempat makanan jajanan yang menjual makanan panas,

berminyak dan berlemakmenggunakan Styrofoam sebagai kemasan makanan.

Berdasarkan hal tersebut, peneliti bermaksud melakukan penelitian untuk

mengetahuihubungan pengetahuan dan sikap pemilik tempat makanan jajanan

terhadappenggunaan Styrofoamsebagai kemasan makanan di Kecamatan Medan

Johor tahun 2017.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


5

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum


Menganalisis pengetahuan dan sikap pemilik tempat makanan jajanan

terhadap penggunaan Styrofoam sebagai kemasan makanan di Kecamatan Medan

Johor tahun 2017.

1.3.2 Tujuan Khusus

1. Untuk mengetahui pengetahuan dan sikap pemilik tempat makanan jajanan

dengan penggunaan Styrofoam sebagai kemasan makanan di Kecamatan

Medan Johor tahun 2017.

2. Untuk mengetahui hubungan pengetahuan dan sikap pemilik tempat

makanan jajanan terhadap penggunaan Styrofoam sebagai kemasan

makanan di Kecamatan Medan Johor tahun 2017.

1.4 Hipotesis

Terdapat hubungan pengetahuan dan sikap pemilik tempat makanan

jajanan terhadap penggunaan Styrofoam sebagai kemasan makanan di kecamatan

medan johor tahun 2017.

1.5 Manfaat Penelitian

1. Sebagai bahan informasi bagi pemilik tempat makanan jajanan tentang

bahaya penggunaan Styrofoam sebagai kemasan makanan terhadap

kesehatan.

2. Sebagai bahan informasi/ masukan bagi peneliti lain untuk studi lebih lanjut

tentang penggunaan Styrofoam sebagai kemasan makanan.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


6

3. Sebagai proses belajar bagi penulis dalam upaya mengimplementasikan

berbagai teori yang diperoleh selama proses belajar di Fakultas Kesehatan

Masyarakat Universitas Sumatera Utara (USU) Medan.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Styrofoam

2.1.1 Definisi dan Sifat Styrofoam

Styrofoam atau plastik busa masih tergolong keluarga plastik. Bahan dasar

Styrofoam adalah polystyrene, suatu plastik yang sangat ringan, kaku, tembus

cahaya dan murah tetapi cepat rapuh. Karena kelemahannya tersebut, polystyrene

dicampur dengan seng dan senyawa butadien. Hal ini menyebabkan polystyrene

kehilangan sifat jernihnya dan berubah warna menjadi putih susu

(Sulchan&Endang, 2007).

Info Pengawasan Obat dan Makanan (POM) (2008) menyebutkan bahwa

Styrofoam merupakan nama dagang yang telah dipatenkan oleh Perusahaan Dow

Chemical untuk polystyrene foam. Oleh pembuatannya, Styrofoam dimaksudkan

untuk digunakan sebagai insulator pada bahan konstruksi bangunan, bukan untuk

kemasan makanan. Styrofoam merupakan bahan plastik yang memiliki sifat

khusus dengan struktur yang tersusun dari butiran dengan kerapatan rendah,

mempunyai bobot ringan, dan terdapat ruang antar butiran yang berisi udara yang

tidak dapat menghantar panas sehingga hal ini membuatnya menjadi insulator

panas yang baik.

Pada tahun 1941, peneliti Dow Chemical Laboratorium Fisika menemukan

cara untuk membuat polystyrene foam. Dipimpin oleh Ray Mclntire, mereka telah

menemukan kembali metode pertama kali ditemukan oleh penemu Swedia, Carl

Georg Munters. Dow memperoleh hak ekslusif untuk menggunakan dan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


8

menemukan cara untuk membuat sejumlah besar polystyrene diekstrusi sebagai

sel tertutup busa yang tahan air. Karena sifat isolasi dan daya apungnya ini pada

tahun 1942 polystyrene foam diadopsi oleh US Coast Guard untuk digunakan

pada rakit penolong. Di Amerika Serikat dan Kanada, kata “Styrofoam” sering

digunakan sebagai istilah umum untuk hasil pengembangan polystyrene foam

seperti cangkir kopi sekali pakai, pendingin atau bahan bantalan dalam kemasan

(Wikipedia, 2016).

2.1.2 Proses Pembuatan Styrofoam

Info Pengawasan Obat dan Makanan (POM) (2008) menyebutkan bahwa

Styrofoam dihasilkan dari campuran 90-95% polystyrene dan 5-10% gas seperti n-

butana atau n-pentana. Bahan dasar Styrofoam adalah polystyrene. Polystyrene

terbuat dari monomer styrene melalui proses polimerisasi. Polystyrene bersifat

inert kimiawi, kaku, transparan, rapuh.

Styrene, juga dikenal dengan etenilbenzena, vinil benzena dan feniletena

adalah senyawa organik dengan rumus molekul C6H5CH=CH2. Senyawa turunan

benzena ini berbentuk cairan seperti minyak tak berwarna yang mudah menguap

dengan bau manis, meskipun menjadi sedikit busuk pada konsentrasi tinggi.

Stirena adalah bahan dasar polystyrene dan beberapa kopolimer

(Wikipedia,2016).

Berdasarkan sifatnya yang rapuh, maka polystyrene dicampur dengan seng

dan senyawa butadiene. Hal ini menyebabkan polystyrene kehilangan sifat

jernihnya dan berubah warna menjadi putih susu. Kemudian untuk kelenturannya,

ditambahkan zat plasticizer seperti dioktil platat (DOP), butyl hidroksi toluene

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


9

atau n butyl stearat. Plastik busa yang mudah terurai menjadi struktur sel kecil

merupakan hasil proses peniupan dengan menggunakan gas chlorofluorocarbon

(CFC) sehingga membentuk buih (foam). Hasilnya adalah bentuk seperti yang

digunakan selama ini (Sulcan & Endang, 2007).

Info Pengawasan Obat dan Makanan (POM) (2008) menyebutkan bahwa

simbol untuk kode identifikasi resin polystyrene yang dikembangkan oleh

American Society of the Plastics Industry (SPI) adalah logo panah memutar.

Simbol ini menyatakan jenis plastiknya (Polystyrene, PS) dan mempermudah

proses daur ulang. Menurut Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik

Indonesia (BPOM RI) logo yang terdapat pada produk Styrofoam yang dianjurkan

adalah logo segitiga dengan arah panah yang saling berhubungan dengan angka

enam di tengahnya serta tulisan PS di bawah segitiga tersebut.

2.1.3 Styrofoam Sebagai Kemasan Makanan

Styrofoam saat ini menjadi salah satu pilihan bahan pengemas makanan

dan minuman yang populer dalam bisnis makanan. Kemasan ini dipilih karena

bahan ini memiliki beberapa kelebihan. Bahan tersebut mampu mencegah

kebocoran dan tetap mempertahankan bentuknya saat dipegang, mampu

mempertahankan panas dan dingin tetapi tetap nyaman dipegang,

mempertahankan kesegaran dan keutuhan bahan yang dikemas, ringan, serta

murah. (Sulchan & Endang, 2007). Karena kelebihannya tersebut, kemasan

Styrofoam digunakan untuk pengemas pangan siap saji, segar, maupun yang

memerlukan proses lebih lanjut. Banyak restoran siap saji menyuguhkan

hidangannya dengan menggunakan kemasan ini, begitu pula dengan produk-

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


10

produk pangan seperti mie instan, bubur ayam, bakso, kopi, dan yoghurt (Info

Pengawasan Obat dan Makanan (POM), 2008).

Selain mempunyai banyak keunggulan, kemasan Styrofoam menyimpan

kelemahan yaitu kemungkinan terjadinya migrasi atau berpindahnya zat monomer

Styrene dari bahan plastik ke dalam makanan, terutama jika makanan tersebut

tidak cocok dengan kemasan atau wadah penyimpanannya. Setiap jenis makanan

memiliki sifat yang perlu dilindungi oleh jenis plastik tertentu. Kesalahan material

kemasan dapat mengakibatkan kerusakan bahan makanan yang dikemas (Sulchan

& Endang, 2007).

2.1.4 Faktor-Faktor yang Memengaruhi Laju Migraasi Kemasan

Info Pengawasan Obat dan Makanan (POM) (2008) menyebutkan bahwa

terjadinya migrasi monomer styrene dari wadah Styrofoam ke dalam pangan dapat

menimbulkan resiko bagi kesehatan. Migrasi dipengaruhi oleh suhu, lama kontak,

tipe makanan. Semakin tinggi suhu, lama kontak, dan kadar lemak suatu

makanan, semakin besar migrasinya.

Berdasarkan Safety Data Sheet Dow Chemical Laboratorium (2013),

penggunaan kemasan plastik dan Styrofoam untuk makanan/ minuman dengan

suhu lebih dari 60ºC sebaiknya dihindari untuk mencegah terjadinya migrasi ke

dalam makanan. Semakin tinggi suhu makanan, semakin banyak komponen yang

mengalami migrasi, masuk, dan bercampur dengan makanan sehingga setiap kita

mengkonsumsi makanan tersebut kita secara tidak sadar mengkonsumsi zat-zat

yang termigrasi itu.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


11

Makanan yang mengandung vitamin A tinggi bila dipanaskan dalam

wadah Styrofoam akan melarutkan styrene yang ada di dalamnya. Pemanasan

akan memecah vitamin A menjadi toluene, dan toluene ini adalah pelarut styrene.

Styrene kemudian akan termigrasi ke dalam makanan (Khomsan, 2003).

Styrene yang menjadi bahan dasar Styrofoam bersifat larut dalam lemak,

alkohol maupun asam. Sebuah penelitian mengungkapkan bahwa berat cup

Styrofoam paling banyak berkurang bila digunakan untuk minuman lemon tea.

Bila Styrofoam dibasahi dengan aseton/ alkohol, maka Styrofoam tersebut akan

mengkerut dan lumer. Sifat larut lemak menyebabkan Styrofoam tidak cocok

untuk wadah minuman susu atau yogurt karena kedua jenis minuman ini

mengandung lemak relatif tinggi. Demikian pula minuman kopi dengan cmpuran

krim tidak dianjurkan menggunakan Styrofoam (Khomsan, 2003).

Tabel 2.1 Jenis dan contoh makanan dan minuman yang tidak boleh dikemas
dengan kemasan Styrofoam
No. Jenis Makanan/ Contoh Makanan Keterangan
Minuman
O
1. Makanan bersuhu Semua Suhu> 60 C
panas makanandengan
suhu panas
2. Makanan mengadung - Mie goreng Produk susu dan
minyak dan lemak - Nasi goreng turunannya: emulsi air
- Ayam goreng dalam minyak,
- Soto kandungan lemak
- Bubur ayam rendah atau tinggi
- Keju
- Susu dan produk
olahannya
3. Makanan yang - Acar
mengandung asam - Asam manis
- Rujak

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


12

Lanjutan Tabel 2.1 Jenis dan contoh makanan dan minuman yang tidak
boleh dikemas dengan kemasan Styrofoam
- Sayur asam
- Makanan dengan saus tomat (Mis: sphagetti)
O
4. Minuman yang panas Semua minuman Suhu> 60 C
dengan suhu panas
5. Minuman yang - Eskrim Emulsi minyak dalam
mengandung lemak - Kopi dengan krim air, kandungan lemak
tinggi - Susu rendah atau tinggi
- Yoghurt
6. Minuman yang - Lemon tea Dapat mengandung
mengandung asam - Orange juice garam atau gula atau
- Lime juice keduanya
7. Minuman yang - Anggur Mengandung 8% atau
mengandung alkohol - Bir lebih dari 8% alcohol
- Rum
- Whisky

Sumber: Direktorat standardisasi Produk Pangan Deputi Bidang Pengawasan


Keamanan Pangan dan Bahan Berbahaya Badan POM RI

2.1.5 Batas Migrasi Monomer Styrene Kemasan Styrofoam

Info Pengawasan Obat dan Makanan (POM) (2008) menyebutkan bahwa

pada dasarnya polistyrene adalah sebuah jenis plastik yang cukup inert, mengingat

penggunaannya yang cukup luas dan monomer penyusunnya yang berbahaya

sehingga pemakaiannya perlu diatur. Batas Migrasi Monomer styrene diatur

dalam Peraturan Kepala Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) Nomor

HK.00.05.55.6497 tanggal 20 Agustus 2007 tentang Bahan Kemasan Pangan.

Dalam peraturan tersebut dijelaskan bahwa batas migrasi residu total monomer

styrene adalah sebesar 10.000 ppm untuk wadah Styrofoam yang kontak langsung

dengan pangan berlemak seperti:

a. tidak bersifat asam (pH < 5,0), produk-produk mengandung air, dapat

mengandung garam, gula atau keduannya.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


13

b. bersifat asam, produk-produk menagndung air, dapat mengandung garam

atau gula atau keduanya, termasuk mengandung emulsi minyak dalam air

dengan kandungan lemak rendah atau tinggi.

c. produk susu dan turunannya : emulsi minyak dalam air, kandungan lemak

rendah atau tinggi.

d. minuman non alkohol, mengandung sampai 8% alkohol, dan lebih dari 8%

alkohol.

e. produk roti : roti lembab dengan permukaan tanpa mengandung minyak

atau lemak bebas.

f. padat kering dengan permukaan tanpa mengandung minyak atau lemak

bebas.

Info Pengawasan Obat dan Makanan (POM) (2008) menyebutkan bahwa

batas migrasi residu total monomer styrene adalah sebesar 5000 ppm untuk

kemasan polystyrene yang kontak langsung dengan makanan berlemak seperti:

a. produk mengandung air, asam atau tidak asam, mengandung minyak atau

lemak bebas atau berlebih, dapat mengandung garam termasuk

mengandung emulsi air dalam minyak dengan kandungan lemak rendah

atau tinggi;

b. produk susu dan turunannya: emulsi air dalam minyak, kandungan lemak

rendah atau tinggi;

c. lemak dan minyak mengandung sedikit air;

d. produk roti: roti lembab dengan permukaan mengandung minyak atau

lemak bebas;

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


14

e. padat kering dengan permukaan mengandung minyak atau lemak bebas.

2.1.6 Bahaya Penggunaan Kemasan Styrofoam Bagi Kesehatan

Pembuatan Styrofoam meliputi proses polimerisasi yang tentu saja tidak

bisa berlangsung sempurna sehingga di dalam Styrofoam tersebut masih terdapat

monomer sisa yang kuantitasnya tidak diketahui. Jadi, meski polystyrene dalam

Styrofoam adalah molekul yang tersusun kuat, namun monomer sisa bersifat lebih

mudah untuk bermigrasi ke makanan/minuman dalam waktu 24 jam sisa

monomer sisa tadi bisa migrasi ke makanan/minuman (Khomsan, 2003).

Info Pengawasan Obat dan Makanan (POM) (2008) menyebutkan bahwa

toksisitas yang ditimbulkan tidak langsung tampak. Sifatnya akumulatif dan

dalam jangka panjang baru timbul akibatnya. Bahaya monomer styrene terhadap

kesehatan setelah terpapar dalam jangka panjang, antara lain:

1. Menyebabkan gangguan pada sistem syaraf pusat.

2. Menyebabkan anemia.

3. Paparan Styrene dapat meningkatkan resiko leukemia dan limfoma.

4. Monomer styrene dapat masuk ke dalam janin

5. Styrene termasuk bahan yang diduga dapat menyebabkan kanker pada

manusia

Ke-lima hal tersebut dapat terjadi karena monomer Styerene merupakan

turunan dari benzena yang termasuk zat yang bisa menimbulkan berbagai masalah

kesehatan (Wikipedia, 2016).

Berdasarkan pendapat para ahli (Ariens, E.J. et.al., 1993), dapat

disimpulkan bahwa efek toksik terjadi karena interaksi yang bolak-balik

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


15

(reversibel) antara zat asing dengan substrat biologi. Hal ini mengakibatkan suatu

perubahan fungsional yang lazimnya hilang bila zat tersebut dieliminasi oleh

plasma. Terlepas dari kerja yang terlihat merupakan kerja yang tak bolak balik

ataupun bolak-balik, pada umumnya kerja ini dilandasi oleh rantai reaksi salah

satunya fase farmakokinetik. Fase farmakokinetik atau biasa disebut dengan fase

toksokinetik bersama bagian prosesnya yaitu invasi (absorpsi dan distribusi) serta

evasi (biotransformasi dan ekskresi).

Prinsip umum distribusi zat di dalam organisme merupakan absorpsi,

distribusi, dan ekskresi tidak dapat terjadi tanpa transpor melintasi membran.

Lewatnya zat dapat berlangsung melalui transpor pasif dan aktif, pada monomer

Styrene yang terjadi adalah transpor pasif yaitu melalui difusi pasif (zat

terlarut)yang melintasi membran dinding usus atau lambung. Senyawa yang larut

dengan baik di dalam lemak seperti Styrene dapat diabsorpsi juga dengan baik

oleh kulit dan mudah melintasi sawar darah-otak. Akibatnya ialah muncul

gangguan sistem saraf pusat dan perifier. Sedangkan kumulasi yaitu bila suatu zat

yang mempunyai waktu paruh biologi yang sangat tinggi diberikan pada

organisme dalam jangka waktu yang lama, dengan sendirinya dapat terjadi

kumulasi dalam organisme pada konsentrasi zat yang rendah. Ini terjadi terutama

untuk zat yang lipofil yang sulit dibiotransformasi. Seperti zat pemlastik

(plasticizer) (Ariens, E.J. et.al., 1993).

Reaksi yang terjadi dalam tubuh diakibatkan oleh tercampurnya monomer

Styrene diantaranya :

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


16

1. Menyebabkan gangguan pada sistem syaraf pusat, dengan gejala seperti

sakit kepala, letih, depresi, disfungsi sistem syaraf pusat (waktu reaksi,

memori, akurasi, dan kecepatan visiomotor, fungsi intelektual), hilang

pendengaran, dan neurofati peripheral hal ini terjadi karena senyawa yang

larut dengan baik di dalam lemak seperti Styrene dapat diabsorpsi juga

dengan baik oleh kulit dan mudah melintasi sawar darah-otak.

2. Paparan jangka panjang terhadap Styrene akan menyebabkan neurotoxic

(kelelahan, nervous, dan sulit tidur) dan haemoglobin rendah.

Haemoglobin adalah bagian dari darah merah yang berfungsi mengangkut

oksigen. Bila haemoglobin rendah maka banyak sel-sel tubuh yang akan

kekurangan oksigen yang memunculkan gejala lesu, letih, dan lemah.

Penyakit haemoglobin yang rendah disebut anemia hal ini diakibatkan

oleh hemolilis yaitu pembebasan hemoglobin dari eritrosit sebagai akibat

dari suatu kerusakan membran eritrosit, yang dipicu oleh Styrene yang

turut bekerja menaikkan pecahnya eritrosit.

3. Resiko leukimia dan limfoma. Leukimia atau lebih dikenal sebagai kanker

darah merupakan penyakit dalam klasifikasi kanker pada darah atau

sumsum tulang yang ditandai oleh perbanyakan secara tak normal atau

transformasi maligna dari sel-sel pembentuk darah di sumsum tulang dan

jaringan limfoid, umumnya terjadi pada leukosit (sel darah putih) Sel-sel

normal di dalam sumsum tulang digantikan oleh sel tak normal atau

abnormal. Sel abnormal ini keluar dari sumsum dan dapat ditemukan di

dalam darah perifer atau darah tepi. Sel leukemia memengaruhi

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


17

hematopoiesis atau proses pembentukan sel darah normal dan imunitas

tubuh penderita, sedangkan limfom berhubungan dekat dengan leukemia,

yang juga muncul di limfosit, namun hanya pada darah dan sumsum

tulang, dan biasanya tidak membentuk tumor yang statis. Ada banyak jenis

limfoma, dan limfoma merupakan salah satu penyakit hematologis

(Wikipedia,2016). Mengonsumsi makanan atau minuman yang dikemas

dengan Styrofoam dapat meningkatkan kumulasi dalam darah maupun

sumsum tulang sehingga Styrene yang merupakan turunan benzena juga

sebagai salah satu zat yang diidentifikasi sebagai pemicu yang

memengaruhi frekuensi leukimia dan limfoma.

4. Monomer styrene dapat masuk ke dalam janin jika wadah polystyrene

digunakan untuk mewadahi pangan beralkohol, karena alkohol bersifat

dapat melintasi plasenta. Hal ini menjelaskan mengapa dalam jaringan

tubuh anak-anak ditemukan monomer styrene meskipun anak-anak

tersebut tidak pernah terpapar secara langsung.

5. Residu Styrofoam dalam makanan sangat berbahaya. Residu itu dapat

menyebabkan endocrine disrupter (EDC), yaitu suatu penyakit yang

terjadi akibat adanya gangguan pada sistem endokrinologi dan reproduksi

manusia akibat bahan kimia karsinogen dalam makanan (Sulchan &

Endang, 2007).

2.1.7 Bahaya Penggunaan Kemasan Styrofoam Bagi Lingkungan

Info Pengawasan Obat dan Makanan (POM) (2008) menyebutkan bahwa

selain berefek negatif bagi kesehatan, Styrofoam juga sering menimbulkan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


18

masalah pada lingkungan dan tidak ramah lingkungan. Kemasan plastik jenis

polystyrene ini sering menimbulkan masalah pada lingkungan karena sifatnya

yang tidak dapat diuraikan secara alami dan sulit didaur ulang sehingga tidak

diminati oleh pemulung. Proses daur ulang Styrofoam yang telah dilakukan

selama ini sebenarnya hanyalah dengan menghancurkan Styrofoam lama

kemudian membentuknya menjadi Styrofoam baru dan menggunakannya kembali

menjadi wadah makanan dan minuman. Sebagai gambaran, di Amerika Serikat

setiap tahun diproduksi 3 juta ton bahan ini, tetapi hanya sedikit yang didaur

ulang, sehingga sisanya masuk ke lingkungan. Karena tidak bisa diuraikan oleh

alam, Styrofoam akan menumpuk begitu saja dan menjadi sumber sampah yang

mencemari lingkungan, baik lingkungan air maupun tanah.

Sementara itu, chlorofluorocarbon (CFC) sebagai bahan peniup pada

pembuatan Styrofoam, meskipun bukan gas yang beracun, memiliki sifat mudah

terbakar serta sangat stabil. Begitu stabilnya, gas ini baru bisa terurai sekitar 65-

130 tahun (Sulchan & Endang, 2007). Dalam pembuatan Styrofoam ternyata 90%

chlorofluorocarbon (CFC) yang digunakan akan dilepaskan di atmosfer yang

kemudian akan mengikis lapisan ozon. Gas ini akan melayang di udara mencapai

lapisan stratosfer dan akan terjadi reaksi serta akan menjebol lapisan pelindung

bumi. Apabila lapisan ozon terkikis akan timbul efek rumah kaca. Bila suhu bumi

meningkat, sinar ultraviolet matahari akan terus menembus bumi yang pada

akhirnya dapat menimbulkan kanker. Menurut Presiden National Wildlife

Federation, sebuah cup terbuat dari Styrofoam mengandung 10 pangkat 18

molekul chlorofluorocarbon (CFC). Ketika mereka terpecah karena radiasi

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


19

ultraviolet, maka setiap molekul chlorofluorocarbon (CFC) akan menghancurkan

100.000 molekul ozon (Khomsan, 2003).

2.1.8 Beberapa Upaya Menghindari Bahaya Kemasan Styrofoam

Info Pengawasan Obat dan Makanan (POM) (2008) menyebutkan bahwa

hal yang dapat dilakukan untuk mengurangi besarnya migrasi styrene dari wadah

Styrofoam dapat dilakukan hal-hal sebagai berikut :

1. Wadah Styrofoam sebaiknya hanya digunakan untuk sekali pakai.

2. Hindari penggunaan wadah Styrofoam untuk pangan yang panas dengan suhu >

60º C.

3. Hindari penggunaan wadah Styrofoam untuk pangan yang mengandung

alkohol, asam, dan lemak.

4. Jika pangan yang akan dikemas bersuhu tinggi (> 60º C), mengandung alkohol,

asam, atau lemak maka sebisa mungkin digunakan wadah pangan yang terbuat

dari keramik atau kaca / gelas.

5. Hindari kontak langsung dengan pangan, untuk itu sebelum mengemas pangan

maka wadah Styrofoam dapat dipasang kertas ataupun daun.

6. Makanan dengan wadah Styrofoam jangan dipanaskan atau dimasukkan ke

dalam microwave.

7. Apabila terpaksa harus menggunakan wadah Styrofoam sebaiknya pada

makanan atau minuman yang dingin (bersuhu rendah).

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


20

8. Hindari penggunaan wadah Styrofoam oleh wanita hamil dan anak-anak.

2.2 Makanan

Berdasarkan definisi dari World Health Organisation (WHO), makanan

adalah semua substansi yang dibutuhkan oleh tubuh tidak termasuk air, obat-

obatan, dan substansi-substansi lain yang digunakan untuk pengobatan. Air tidak

termasuk dalam makanan karena merupakan elemen yang vital bagi kehidupan

manusia. Terdapat tiga fungsi makanan. Petama, makanan sebagai sumber energi

karena panas dapat dihasilkan dari makanan seperti jugua energi. Kedua, makanan

sebagai zat pembangun karena makanan berguna untuk membangun jaringan

tubuh yang baru, memelihara, dan memperbaiki jaringan tubuh yang sudah tua.

Fungsi ketiga, makanan sebagai zat pengatur karena makanan turut serta mengatur

proses alami, kimia, dan proses faal dalam tubuh (Chandra, 2012).

2.3 Makanan Jajanan

Judarwanto (2007) dalam Fadillah Widyaningsih (2010) makanan yang

kita konsumsi biasanya selain makanan pokok juga ada makanan jajanan.

Makanan Jajanan adalah jenis-jenis masakan yang dimasak sepanjang hari, tidak

terbatas pada waktu, tempat, dan jumlah yang dimakan (Judarwanto, 2007).

Menurut Kepmenkes RI No. 942/ MENKES/ SK/ VII/ 2003 Tentang

persyaratan Higiene Sanitasi Makanan Jajanan, yang dimaksud dengan makanan

jajanan adalah makanan dan minuman yang diolah oleh pengrajin makanan di

tempat penjualan dan atau disajikan sebagai makanan siap santap untuk dijual

bagi umum selain yang disajikan jasa boga, rumah makan/ restoran, dan hotel.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


21

2.4 Zat Tambahan dan Pencemar Makanan

Zat tambahan makanan menurut Komisi Codex Alimentarius adalah bahan

apa pun yang biasanya tidak dimakan sendiri sebagai suatu makanan dan biasanya

tidak digunakan sebagai bahan-bahan khas untuk makanan, baik mempunyai nilai

gizi atau tidak, yang bila ditambahkan dengan sengaja pada makanan untuk tujuan

teknologi (termasuk organoleptik) dalam pembuatan, pengolahan, penyiapan,

perlakuan, pengepakan, pengemasan, pengangkutan, atau penanganan makanan

akan mengakibatkan, atau dapat diharapkan berakibat (secara langsung atau tak

langsung) makanan itu atau hasil sampingannya menjadi bagian komponen

makanan itu atau mempengaruhi ciri-ciri makanan itu. Istilah ini tidak mencakup

“pencemar” atau zat-zat yang ditambahkan pada makanan untuk mempertahankan

atau memperbaiki mutu gizi (Lu, 1994).

Zat tambahan makanan dapat diklasifikasikan menjadi:

1. Zat tambahan makanan langsung, dan

2. Zat tambahan makanan tidak langsung.

2.4.1 Zat Tambahan Makanan Langsung

Menurut Lu (1994), beberapa zat kimia ditambahkan pada makanan untuk

meningkatkan keawetannya, untuk membuat makanan itu dapat diproduksi secara

massal, atau untuk meningkatkan daya tarik bagi konsumennya dalam segi warna,

rasa, bentuk, dan kemudahan. Bahan kimia ini dikelompokkan berdasarkan fungsi

teknologinya. Daftar yang rinci dari berbagai kelompok zat tambahan makanan

dan penggunaannya diberikan dalam dokumen Codex. Berikut ini adalah beberapa

contohnya:

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


22

1. Bahan pengawet ditambahkan untuk memperpanjang shelf-life makanan

dengan mencegah atau menghambat pertumbuhan mikroba.

2. Antioksidan ditambahkan pada minyak untuk mencegah tengik yang

merupakan hasil perubahan oksidatif. Sebagian ditambahkan pada buah

dan sayuran untuk mencegah pencokelatan enzimatik.

3. Zat pengemulsi, pemantap, dan pengental ditambahkan untuk

memperbaiki kehomogenan, stabilitas, dan “badan” dari berbagai jenis

produk makanan.

4. Zat warna digunakan untuk mempertinggi daya tarik visual produk

makanan.

5. Bumbu dan penyedap, merupakan kelompok terbanyak zat tambahan

makanan. Umumnya zat tamabahan ini digunakan dalam jumlah sedikit

dalam makanan.

6. Bahan pemanis buatan, mempunyai rasa manis yang kuat tetapi nilai

kalorinya sedikit atau tidak ada.

7. Zat gizi, antara lain vitamin, mineral, dan asam amino esesensial.

8. Kelompok lain-lain, mencakup:

a. pengaturan keasaman (asam dan basa) yang digunakan untuk

menyesuaikan pH minuman dari buah kalengan dan sayur-sayuran

kalengan;

b. zat anti-gumpal yang ditambahkan pada garam, gula, dll. untuk

mempertahankan sifatnya yang dapat bergerak bebas;

c. zat anti-busa yang ditambahkan pada cairan untuk mencegah busa;

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


23

d. zat pengolah tepung yang ditambahkan dalam tepung untuk

memperbaiki mutu pemanggangannya;

e. zat pengilap;

f. propelan; dan

g. zat pengembang.

2.4.2 Zat Tambahan Makanan Tidak Langsung

Kemasan makanan merupakan bagian dari makanan yang sehari-hari kita

konsumsi. Bagi sebagian besar orang, kemasan makanan hanya sekadar bungkus

makanan dan cenderung dianggap sebagai “pelindung” makanan. Namun

sebenarnya kemasan pada makanan juga mempunyai fungsi kesehatan,

pengawetan, kemudahan, penyeragaman, promosi, dan informasi. Ada begitu

banyak bahan yang digunakan sebagai pengemas primer pada makanan, yaitu

kemasan yang bersentuhan langsung dengan makanan. Tetapi tidak semua bahan

ini aman bagi makanan yang dikemasnya (Sulchan & Endang, 2007).

Menurut Lu (1994), beberapa zat dapat berpindah dari wadah makanan,

pembungkus, dan lain-lain ke dalam makanan yang dibungkus di dalamnya.

Kebanyakan bahan kimia yang dapat berpindah dari bahan konvensional,

misalnya kertas dan kayu dianggap aman dan tercantum dalam GRAS (Generally

Recognized as Safe) FDA (Food and Drug Administration). Tetapi belakangan ini

banyak dipakai kemasan yang terbuat dari bahan polimer. Polimer sendiri

biasanya bersifat lambat, tetapi komponen-komponennya, yaitu monomer yang

ada dalam jumlah tertentu, sisa reaktan, zat antara, bahan bantu pengolahan,

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


24

pelarut, dan zat tambahan plastik, serta hasil reaksi sampingan dan degradasi

kimia dapat berpindah ke dalam makanan yang bersentuhan dengannya.

2.5 Perilaku

2.5.1 Pengertian Perilaku

Sarwono (1993) dalam Nuraisah Puspita (2011), perilaku manusia

merupakan hasil dari segala macam pengalaman serta interaksi manusia dengan

lingkungannya yang terwujud dalam bentuk pengetahuan, sikap dan tindakan.

Dengan kata lain, perilaku merupakan respon/reaksi seorang individu terhadap

stimulus yang berasal dari luar maupun dari dalam dirinya. Respon ini dapat

bersifat pasif (tanpa tindakan: berpikir, berpendapat, bersikap) maupun aktif

(melakukan tindakan).

Perilaku manusia pada hakekatnya adalah suatu aktifitas dari manusia itu

sendiri, yang mempunyai bentangan yang sangat luas mencakup berjalan,

berbicara, bereaksi, berpikir, persepsi dan emosi. Perilaku juga dapat diartikan

sebagai aktifitas organisme, baik yang dapat diamati secara langsung maupun

tidak langsung (Notoatmodjo, 2010).

Perilaku dan gejala yang tampak pada kegiatan organisme tersebut

dipengaruhi oleh faktor genetik dan hidup terutama perilaku manusia. Faktor

keturunan merupakan konsep dasar atau modal untuk perkembangan perilaku

makhluk hidup itu selanjutnya. Sedangkan lingkungan merupakan kondisi atau

lahan untuk perkembangan perilaku tersebut.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


25

2.5.2 Bentuk-bentuk Perilaku

Perilaku manusia sangat kompleks dan mempunyai ruang lingkup yang

sangat luas. Menurut Bloom (1908) dalam Nuraisah Puspita (2011), membagi

perilaku ke dalam tiga domain atau ranah/kawasan yaitu ranah kognitif (cognitive

domain), ranah afektif (effective domain) dan ranah psikomotor (psychomotor

domain), meskipun kawasan-kawasan tersebut tidak mempunyai batasan yang

jelas dan tegas. Pembagian kawasan ini dilakukan untuk kepentingan tujuan

pendidikan, yaitu mengembangkan atau meningkatkan ketiga domain perilaku

tersebut yang terdiri dari:

1. Pengetahuan peserta terhadap materi pendidikan yang diberikan (knowledge).

2. Sikap atau tanggapan peserta didik terhadap materi pendidikan yang diberikan

(attitude).

3. Praktik atau tindakan yang dilakukan oleh peserta didik sehubungan dengan

materi pendidikan yang diberikan (practice).

2.5.3 Pengetahuan

Pengetahuan merupakan hasil “tahu” dan ini terjadi setelah orang

melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi

melalui panca indra yakni indra penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan

raba. Pengetahuan manusia sebagian besar diperoleh dari mata dan telinga.

Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk

terbentuknya tindakan seseorang (overt behaviour).

Dalam domain kognitif ada 6 (enam) tingkatan pengetahuan, yaitu:

1. Tahu (knows)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


26

Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya.

2. Memahami (comprehension)

Memahami diartikan sebagai suatu kemampuaan untuk menjelaskan secara benar

tentang objek yang diketahui dan dapat menginterpretasikan materi tersebut secara

benar.

3. Aplikasi (application)

Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah

dipelajari pada situasi atau kondisi real (sebenarnya).

4. Analisis (analysis)

Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek

kedalam komponen-komponen, tetapi masih dalam suatu struktur organisasi

tersebut, dan masih ada kaitannya satu sama lain.

5. Sintesis (synthesis)

Sintesis yaitu menunjuk kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau

menghubungkan bagian-bagian didalam suatu bentuk keseluruhan yang baru.

6. Evaluasi (evaluation)

Evaluasi yaitu berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau

penilaian terhadap statu materi atau objek, untuk mengukur pengetahuan ini dapat

dilakukan dengan wawancara atau angket yang menanyakan tentang isi materi

yang ingin diukur dari subjek penelitian atau responden. Kedalaman pengetahuan

yang ingin diketahui atau diukur dapat kita sesuaikan dengan tingkatan tersebut di

atas (Notoadmodjo, 2010).

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


27

2.5.4 Sikap

Sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang

terhadap suatu stimulus atau objek. Manifestasi sikap tidak dapat langsung dilihat,

tetapi hanya dapat ditafsirkan terlebih dahulu dari perilaku yang tertutup

(Notoadmodjo, 2010).

Newcomb dalam Notoadmodjo (2010) menyatakan bahwa sikap

merupakan kesiapan atau kesediaan untuk bertindak, dan bukan merupakan

pelaksanaan motif tertentu. Sikap belum merupakan suatu tindakan atau aktivitas,

akan tetapi merupakan predisposisi tindakan suatu perilaku. Sikap itu masih

merupakan reaksi tertutup, bukan merupakan reaksi terbuka atau tingkah laku

terbuka. Sikap merupakan kesiapan untuk bereaksi terhadap objek di lingkungan

tertentu sebagai suatu penghayatan terhadap objek.

Seperti yang diungkapkan para ahli, sikap memiliki ciri-ciri sebagai

berikut (Maulana, 2007):

1. Sikap tidak dibawa dari lahir, tetapi dipelajari dan dibentuk melalui

pengalaman, latihan sepanjang perkembangan individu.

2. Sikap dapat berubah-ubah dalam situasi yang memenuhi syarat untuk itu

sehingga dapat dipelajari.

3. Sikap tidak dapat berdiri sendiri, tetapi selalu berhubungan dengan objek

sikap.

4. Sikap dapat tertuju pada satu atau banyak objek.

5. Sikap dapat berlangsung lama atau sebentar.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


28

6. Sikap mengandung faktor perasaan dan motivasi, hal ini yang

membedakan dengan pengetahuan.

Allport (1954) dalam Notoadmodjo (2010) menjelaskan bahwa sikap

mempunyai 3 komponen pokok:

1. Kepercayaan (keyakinan), ide, dan konsep terhadap suatu objek. Artinya,

bagaimana keyakinan dan pendapat atau pemikiran seseorang terhadap

objek.

2. Kehidupan emosional atau evaluasi terhadap suatu objek. Artinya,

bagaimana penilaian (terkandung di dalamnya faktor emosi) orang tersebut

terhadap objek.

3. Kecenderungan untuk bertindak (tend to behave). Artinya, sikap adalah

merupakan komponen yang mendahului tindakan atau perilaku terbuka.

Ketiga komponen tersebut secara bersama-sama membentuk sikap yang

utuh (total attitude). Dalam menentukan sikap yang utuh ini, pengetahuan,

pikiran, keyakinan, dan emosi memegang peranan penting. Sama halnya seperti

pengetahuan, sikap terdiri dari berbagai tingkatan, yaitu (Notoadmodjo, 2010):

1. Menerima (receiving)

Menerima diartikan bahwa orang (subjek) mau dan memperhatikan stimulus

yang diberikan (objek).

2. Merespon (responding)

Memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan, dan menyelesaikan tugas

yang diberikan adalah suatu indikasi dari sikap tingkat dua.

3. Menghargai (valuing)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


29

Mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusika suatu masalah

adalah suatu indikasi sikap tingkat tiga.

4. Bertanggung jawab (responsible)

Bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya dengan segala

resiko merupakan sikap yang paling tinggi.

Pengukuran sikap dapat dilakukan secara langsung dan tidak langsung.

Secara langsung dapat ditanyakan bagaimana pendapat atau pernyataan responden

terhadap suatu objek, sedangkan secara tidak langsung dapat dilakukan dengan

pernyataan-pernyataan hipotesis, kemudian ditanyakan pendapat responden.

2.5.5 Tindakan

Tindakan merupakan gerak/ perbuatan dari tubuh setelah mendapat

rangsangan ataupun adaptasi dari dalam tubuh maupun luar tubuh atau

lingkungan. Tindakan seseorang terhadap stimulus tertentu akan banyak

ditentukan oleh berbagai kepercayaan dan perasaannya terhadap stimulus tersebut.

Secara logis sikap akan dicerminkan dalam bentuk tindakan, namun tidak

dapat dikatakan bahwa sikap dan tindakan memiliki hubungan yang sistematis.

Suatu sikap belum otomatis terwujud dalam tindakan (overt behavior). Untuk

mewujudkan sikap menjadi suatu perbuatan nyata diperlukan faktor pendukung

atau suatu kondisi yang memungkinkan, antara lain adalah fasilitas.

Tindakan mempunyai beberapa tingkatan, yaitu :

1. Persepsi (perception)

Mengenal dan memilih berbagai objek sehubungan dengan tindakan yang akan

diambil adalah merupakan praktek tingkat pertama.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


30

2. Respons terpimpin (guided response)

Dapat melakukan sesuatu sesuai dengan urutan yang benar dan sesuai dengan

contoh adalah merupakan indikator praktek tingkat dua.

3. Mekanisme (mecanism)

Apabila seseorang telah dapat melakukan sesuatu dengan benar secara otomatis

atau sesuatu itu sudah merupakan kebiasaan maka ia sudah mencapai praktek

tingkat tiga.

4. Adaptasi (adoption)

Adaptasi adalah suatu praktek atau tindakan yang sudah berkembang dengan baik.

Artinya tindakan tersebut sudah dimodifikasinya sendiri tanpa mengurangi

tindakan tersebut.

Pengukuran tindakan dapat dilakukan secara tidak langsung yakni dengan

wawancara terhadap kegiatan-kegiatan yang telah dilakukan beberapa jam, hari,

atau bulan yang lalu (recall). Pengukuran juga dapat dilakukan secara langsung,

yakni dengan mengobservasi tindakan atau kegiatan responden (Notoadmodjo,

2010).

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


31

2.6 Kerangka Konsep

Pengetahuan pemilik
tempat makanan jajanan

Penggunaan Styrofoam sebagai


kemasan makanan
Sikap pemilik tempat
makanan jajanan

Gambar 2.1 Kerangka Konsep Penelitian

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian yang bersifat Analitik dengan tujuan

untuk mengungkapkan hubungan korelatif antara variabel dependen dan

independen dengan menggunakan pendekatan Cross Sectional yaitu rancangan

penelitian dengan melakukan pengukuran atau pengamatan pada saat bersamaan

atau sekali waktu.

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian

3.2.1 Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Medan Johor. Dipilihnya

Kecamatan ini sebagai lokasi penelitian karena alasan sebagai berikut:

1. Kecamatan Medan Johor merupakan salah satu kawasan bisnis kuliner di

Kota Medan, tempat-tempat makanan jajanan tersebut ramai dikunjungi

konsumen. Terlebih letaknya yang strategis dan padat hunian membuat

tempat-tempat makanan jajanan di kawasan ini menjadi semakin ramai

didatangi pengunjung.

2. Sebagian besar tempat makanan jajanan dengan temperatur tinggi di

Kecamatan Medan Johor menggunakan Styrofoam sebagai kemasan

makanan yang dijual.

3. Belum pernah dilakukan penelitian mengenai hubungan pengetahuan dan

sikap terhadap tindakan pemilik tempat-tempat makanan jajanan tentang

penggunaan Styrofoam sebagai kemasan makanan.

32

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


33

3.2.2 Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan pada Januari sampai dengan Maret 2017

3.3 Populasi dan Sampel

3.3.1 Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh warung di Kecamatan Medan

Johor yang berjumlah 323 unit berdasarkan data ekspose Kecamatan Medan Johor

2015.

3.3.2 Sampel

Berdasarkan Sugiono (2012) Besar sampel yang akan diteliti dalam

penelitian ini dapat ditentukan dengan menggunakan panduan untuk pengukuran

sampel oleh Roscoe yaitu jika melakukan analisis dengan korelasi maka jumlah

anggota sampel minimal 10 kali dari jumlah variabel yang diteliti.

Penelitian ini memiliki 3 variabel, maka jumlah sampel minimal 10 x 3 =

30. Jadi jumlah sampel pada penelitian ini sebanyak 30.

Pada penelitian ini untuk menentukan sampel digunakan cara pengambilan

sampel dengan menggunakan metode non probability sampling dengan teknik

sampling Insidental yaitu teknik penentuan sampel berdasarkan kebetulan.

3.4 Metode Pengumpulan Data

3.4.1 Data Primer

Data primer diperoleh melalui observasi langsung ke tempat-tempat

makanan jajanan di Kecamatan Medan Johor dan wawancara dengan

menggunakan kuesioner kepada pemilik tempat-tempat makanan jajanan di

Kecamatan Medan Johor.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


34

3.4.2 Data Sekunder

Data sekunder diperoleh dari buku-buku serta literatur-literatur yang berhubungan

dan mendukung penelitian.

3.5 Variabel dan Definisi Operasional

Sesuai dengan kerangka penelitian, maka definisi operasional dari variable

adalah sebagai berikut:

1. Pengetahuan adalah segala sesuatu yang diketahui oleh responden tentang

penggunaan Styrofoam sebagai kemasan makanan.

2. Sikap adalah pendapat/tanggapan atau respon yang masih tertutup dari

responden tentang penggunaan Styrofoam sebagai kemasan makanan.

3. Penggunaan adalah perbuatan nyata responden tentang tindakan dalam

menggunakan Styrofoam sebagai kemasan makanan.

3.6 Metode Pengukuran

Skala pengukuran yang digunakan untuk mengetahui tingkatan

pengetahuan, sikap, dan tindakan pemilik tempat makanan jananan tentang

penggunaan Styrofoam sebagai kemasan makanan adalah skala likert (Sugiyono,

2012). Penelitian ini menggunakan instrumen penelitian yang telah dimodifikasi

bersumber dari Widyaningsih (2010). Berdasarkan jumlah nilai diklasifikasikan

dalam 2 kategori, yaitu:

1. Kategori baik adalah apabila responden mendapat nilai > 60% dari seluruh

skor yang ada.

2. Kategori kurang baik adalah apabila responden mendapat nilai < 60% dari

seluruh skor yang ada.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


35

3.6.1 Pengetahuan

Pengetahuan responden diukur berdasarkan jawaban dari pertanyaan-

pertanyaan yang terdapat pada kuesioner. Pertanyaan berjumlah 15 dengan total

skor 30. Adapun ketentuan pemberian skor yaitu:

1. jika responden menjawab dengan benar skor = 2,

2. jika menjawab salah/tidak tahu diberi skor = 0

Berdasarkan jumlah skor, selanjutnya tingkat pengetahuan responden

dikategorikan sebagai berikut :

1. Kategori baik adalah apabila responden mendapat nilai > 50% dari seluruh

skor yang ada.

2. Kategori kurang baik adalah apabila responden mendapat nilai < 50% dari

seluruh skor yang ada.

3.6.2 Sikap

Pengukuran sikap responden dilakukan dengan mengajukan pertanyaan-

pertanyaan dengan alternatif jawaban “setuju” dan “tidak setuju”. Pertanyaan

berjumlah 15 dengan total skor 30.

Adapun ketentuan pemberian skor yaitu:

1. jika responden menjawab setuju diberi skor = 2 dan

2. jika menjawab tidak setuju diberi skor = 0.

Khusus untuk pertanyaan nomor 2, 5, 8, 12, dan 13, jawaban setuju diberi skor = 0

dan jawaban tidak setuju diberi nilai = 2

Berdasarkan jumlah skor, selanjutnya tingkatan sikap responden dikategorikan

sebagai berikut :

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


36

1. Kategori baik adalah apabila responden mendapat nilai > 50% dari seluruh

skor yang ada.

2. Kategori kurang baik adalah apabila responden mendapat nilai <50% dari

seluruh skor yang ada.

3.6.3 Tindakan

Tindakan responden diukur berdasarkan jawaban dari pertanyaan-

pertanyaan yang terdapat pada kuesioner. Pertanyaan berjumlah 15 dengan total

skor 30. Adapun ketentuan pemberian skor adalah sebagai berikut:

a. Skor jawaban untuk pertanyaan nomor 1 s/d 11, yaitu:

1. Jawaban Ya (a) diberi skor = 0

2. Jawaban Tidak (b) diberi skor = 2

b. Skor jawaban untuk pertanyaan nomor 12 s/d 15 yaitu:

1. Jawaban Ya (a) diberi skor = 2

2. Jawaban Tidak (b) diberi skor = 0

Berdasarkan jumlah skor, selanjutnya tingkatan tindakan responden dikategorikan

sebagai berikut :

1. Kategori baik adalah apabila responden mendapat nilai > 50% dari seluruh

skor yang ada.

2. Kategori kurang baik adalah apabila responden mendapat nilai < 50% dari

seluruh skor yang ada.

3.7 Metode Analisa Data

Data yang diperoleh dari observasi dan wawancara langsung dengan

pemilik tempat makanan jajanan diolah secara komputerisasi dan dianalisis secara

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


37

bivariat untuk mengetahui hubungan variabel dependen dan independen

menggunakan uji Spearman Rho pada tingkat kepercayaan 95% (α = 0,05%).

Nilai korelasi berkisar antara 1 sampai -1, nilai semakin mendekati 1 atau

-1 berarti hubungan antara dua variabel semakin kuat. Sebaliknya jika nilai

mendekati 0 berarti hubungan antara dua variabel semakin lemah. Nilai positif

menunjukkan hubungan searah sementara negatif menunjukkan hubungan

terbalik. Menurut Sugiyono (2012) adapun pedoman untuk menentukan

interpretasi serta analisis bagi koefisien korelasi adalah sebagai berikut :

0,00 – 0,199 = sangat rendah

0,20 – 0,3999 = rendah

0,40 – 0,5999 = sedang

0,60 – 0,7999 = kuat

0,80 – 1,000 = sangat kuat

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


BAB IV

HASIL PENELITIAN

4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian

Kecamatan Medan Johor adalah salah satu dari 21 Kecamatan yang berada

di wilayah Kota Medan berada pada ketinggian 12 m dari permukaan laut.

Kecamatan Medan Johor merupakan daerah pemukiman penduduk, daerah

pengembangan wisata dan berada di kawasan pinggiran bahagian selatan

Kota Medan yang berbatasan langsung dengan Kabupaten Deli Serdang.

Luas areal keseluruhan ± 1.696 Ha yang terdiri dari 6 kelurahan yaitu:

Kelurahan Suka Maju, Kelurahan Titi Kuning, Kelurahan Kedai Durian,

Kelurahan Pangkalan Mashyur, Kelurahan Gedung Johor dan Kelurahan

Kwala Bekala dengan batas-batas sebagai berikut :

1. Sebelah utara berbatasan dengan Kecamatan Medan Maimoon dan Medan

Polonia, Medan Kota, Medan Baru, dan Medan Selayang

2. Sebelah selatan berbatasan dengan Kecamatan Namo Rambe dan Deli Tua

Kabupaten Deli Serdang

3. Sebelah timur berbatasan dengan Kecamatan Medan Amplas

4. Sebelah barat berbatasan dengan Kecamatan Medan Selayang dan Medan

Tuntungan.

Berdasarkan data yang diperoleh dari data profil Kecamatan Medan Johor

(2015), pedagang merupakan mata pencaharian tertinggi kedua di Kecamatan

Medan Johor sebanyak 13.673 dari 49.272 dengan total warung 323 unit.

38

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


39

4.2 Karakteristik Responden

Karakteristik responden yang diamati meliputi umur dan pendidikan. Hasil

disajikan dalam tabel berikut ini.

Tabel 4.1 Distribusi Responden berdasarkan Karakteristik Pemilik Tempat


Makanan Jajanan di Kecamatan Medan Johor Tahun 2017
No. Karakteristik Responden Jumlah (Orang) Persentase (%)
Umur (Tahun)
1. 26-35 7 23,3
2. 36-45 12 40
3. 46-55 6 20
4. 56-65 2 6,7
5. >65 3 10
Jumlah 30 100
Tingkat Pendidikan
1. Tidak Tamat SD 1 3,3
2. Tamat SD 2 6,7
3. Tamat SMP 4 13,3
4. Tamat SMA 15 50
5. Perguruan Tinggi 8 26,7
Jumlah 30 100
Berdasarkan tabel 4.1 di atas dapat dilihat bahwa responden termuda

adalah umur 26 tahun dan tertua adalah >65 tahun, sedangkan paling banyak

responden terdapat pada kisaran umur 36 – 45 tahun, yaitu sebanyak 12 orang

(40%). Tingkat pendidikan responden paling banyak adalah tamat SMA, yaitu

sebanyak 15 orang (50%) dan tingkatan pendidikan terendah responden adalah

tidak tamat SD, yaitu sebanyak 1 orang (3,3%).

4.3 Pengetahuan Responden

Pengetahuan responden yang diamati meliputi: fungsi kemasan makanan,

keamanan kemasan Styrofoam, makanan yang boleh dan tidak boleh dikemas

dengan kemasan Styrofoam, minuman yang boleh dan tidak boleh dikemas

dengan Styrofoam, makanan yang dikemas dengan Styrofoam dapat dipanaskan

dengan oven, menu ayam goreng layak dikemas dengan Styrofoam, alasan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


40

kemasan Styrofoam tidak aman, kemasan makanan atau minuman yang baik,

pengaruh/ dampak penggunaan Styrofoam bagi kesehatan, penggunaan Styrofoam

semakin berbahaya dalam kondisi makanan seperti apa, wadah Styrofoam terbuat

dari apa, suhu yang diperbolehkan untuk mengemas makanan pada wadah

Styrofoam, perlu tidaknya mengganti kemasan Styrofoam dengan kemasan lain,

yang lebih aman, dan alasannya, pengaruh/ dampak penggunaan Styrofoam bagi

lingkungan, kemasan Styrofoam lebih hemat daripada kemasan makanan lain.

Tabel 4.2 Distribusi Responden Berdasarkan Pengetahuan Tentang


Penggunaan Styrofoam Sebagai Kemasan Makanan di
Kecamatan Medan Johor Tahun 2017
No. Pengetahuan Responden Benar Salah Jumlah
n % n % n %
1. Pengetahuan tentang fungsi 30 100,0 0 0 30 100,0
kemasan makanan
2. Pengetahuan tentang keamanan
penggunaan Styrofoam sebagai 30 100,0 0 0 30 100,0
kemasan makanan
3 Pengetahuan tentang makanan
yang boleh dikemas dengan 7 23,3 23 76,7 30 100,0
Styrofoam
4. Pengetahuan tentang minuman
yang boleh dikemas dengan 17 56,7 13 43,3 30 100,0
Styrofoam
5. Pengetahuan tentang makanan
yang dikemas dengan Styrofoam 18 60,0 12 40,0 30 100,0
dapat dipanaskan dengan oven
6. Pengetahuan tentang makanan
yang di goreng layak dikemas 14 46,7 16 53,3 30 100,0
dengan Styrofoam
7. Pengetahuan tentang alasan 12 40,0 18 60,0 30 100,0
kemasan Styrofoam tidak aman
8. Pengetahuan tentang kemasan
makanan atau minuman yang 30 100,0 0 0 30 100,0
baik
9. Pengetahuan tentang pengaruh/
dampak penggunaan Styrofoam 9 30,0 21 70,0 30 100,0
bagi kesehatan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


41

Lanjutan Tabel 4.2 Distribusi Responden Berdasarkan Pengetahuan


Tentang Penggunaan Styrofoam Sebagai Kemasan
Makanan di Kecamatan Medan Johor Tahun 2017
No. Pengetahuan Responden Benar Salah Salah
n % n % n %
10. Pengetahuan tentang penggunaan
Styrofoam semakin berbahaya
18 60,0 12 40,0 30 100,0
dalam kondisi makanan seperti
apa
11. Pengetahuan tentang wadah
20 66,7 10 33,3 30 100,0
Styrofoam terbuat dari apa
12. Pengetahuan tentang suhu yang
diperbolehkan untuk mengemas 24 80,0 6 20,0 30 100,0
makanan pada wadah Styrofoam
13. Pengetahuan tentang perlu
tidaknya mengganti kemasan
17 56,7 13 43,3 30 100,0
Styrofoam dengan kemasan lain
yang lebih aman, dan alasannya
14. Pengetahuan tentang pengaruh/
dampak penggunaan Styrofoam 30 100,0 0 0 30 100,0
bagi lingkungan
15. Pengetahuan tentang kemasan
Styrofoam perlu dilapisi dengan 28 93,3 2 6,7 30 100,0
bahan lain
Berdasarkan tabel 4.2 menunjukkan bahwa hasil dari pengetahuan pemilik

tempat makanan jajanan yang dinilai sudah baik yaitu, seluruh responden

mengetahui fungsi kemasan makanan sebagai pelindung agar makanan aman

dikonsumsi. Seluruh responden yang mengetahui keamanan penggunaan

Styrofoam sebagai kemasan makanan untuk jenis makanan tertentu. Kemudian,

lebih dari separuh responden yang mengetahui minuman yang boleh dikemas

dengan Styrofoam ada 17 orang (56,7%). Lebih dari separuh responden yang

mengetahui makanan yang dikemas dengan Styrofoam dapat dipanaskan dengan

oven tapi dipanaskan tanpa Styrofoam ada sebanyak 18 orang (60,0%). Seluruh

responden yang mengetahui kemasan makanan atau minuman yang baik.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


42

Pada tabel 4.2 juga menunjukkan yang dinilai sudah baik yaitu, lebih dari

separuh responden yang mengetahui penggunaan Styrofoam semakin berbahaya

dalam kondisi makanan yang panas, berkuah, berminyak dan asam ada 18 orang

(60,0%). Lebih dari separuh responden yang mengetahui wadah Styrofoam terbuat

dari gabus putih ada sebanyak 20 orang (66,7%). Sebagian besar responden yang

mengetahui suhu yang diperbolehkan untuk nmengemas makanan pada wadah

Styrofoam dibawah 60o C ada sebanyak 24 orang (80,0%). Lebih dari separuh

responden yang mengetahui perlu mengganti kemasan Styrofoam dengan kemasan

lain yang lebih aman, serta alasannya karena Styrofoam dapat meracuni makanan

ada sebanyak 17 orang (56,7%). Seluruh responden yang mengetahui pengaruh/

dampak penggunaan Styrofoam bagi lingkungan ada sebanyak 30 orang (100,0%).

Selain itu, pada umumnya responden yaitu 28 orang (93,3%) mengatakan

kemasan Styrofoam perlu dilapisi dengan daun ata kertas.

Berdasarkan tabel 4.2 yang dinilai kurang baik dan perlu ditingkatkan

yaitu,kurang dari separuh responden yang mengetahui makanan yang boleh

dikemas dengan Styrofoam ada 7 orang (23,3%). Kurang dari separuh responden

mengetahui makanan yang di goreng layak dikemas dengan Styrofoam ada

sebanyak 14 orang (46,7%). Kurang dari separuh responden yang mengetahui

kemasan Styrofoam tidak aman ada sebanyak 12 orang (40%). Kemudian, kurang

dari separuh responden tidak mengetahui pengaruh/dampak penggunaan

Styrofoam bagi kesehatan ada sebanyak 9 orang (30,0%).

Penilaian terhadap tingkatan pengetahuan dilakukan dengan menghitung

jumlah total skor jawaban responden. Berdasarkan skoring yang dilakukan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


43

terhadap pengetahuan responden tentang penggunaan Styrofoam sebagai kemasan

makanan maka diketahui kategori pengetahuan responden, yaitu sebagai berikut.

Tabel 4.3 Distribusi Responden Berdasarkan Kategori Pengetahuan


Tentang Penggunaan Styrofoam Sebagai Kemasan Makanan di
Kecamatan Medan Johor Tahun 2017
No. Pengetahuan Responden Jumlah (Orang) Persentase (%)
1. Baik 19 63,3
2. Buruk 11 36,7
Jumlah 30 100,0
Tabel 4.3 di atas dapat menunjukkan bahwa pengetahuan responden

tentang penggunaan Styrofoam sebagai kemasan makanan berada pada kategori

baik lebih dari separuh responden yaitu ada 19 orang (63,3%) dan responden

dengan kategori pengetahuan buruk kurang dari separuh responden yaitu ada

sebanyak 11 orang (36,7%).

4.4 Sikap Responden

Gambaran mengenai sikap responden tentang penggunaan Styrofoam

sebagai kemasan dapat dilihat secara rinci pada tabel 4.4

Tabel 4.4 Distribusi Responden Berdasarkan Sikap Tentang Penggunaan


Styrofoam Sebagai Kemasan Makanan di Kecamatan Medan
Johor Tahun 2017
Setuju Tidak Setuju Jumlah
No. Sikap Responden
N (%) n (%) N (%)
1. Kemasan berfungsi sebagai
pelindung makanan agar aman 30 100,0 0 0 30 100,0
dikonsumsi.
2. Kemasan makanan tidak dapat
merusak kualitas makanan pada 22 73,3 8 26,7 30 100,0
kondisi apa pun.
3. Makanan yang telah tercemar/
tercampur dengan zat kimia dari 8 26,7 22 73,3 30 100,0
kemasan dapat menimbulkan
masalah kesehatan.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


44

Lanjutan Tabel 4.4 Distribusi Responden Berdasarkan Sikap Tentang


Penggunaan Styrofoam Sebagai Kemasan Makanan di
Kecamatan Medan Johor Tahun 2017
Setuju Tidak Setuju Jumlah
No. Sikap Responden
N (%) n (%) N (%)
4. Kemasan Styrofoam
berbahaya jika digunakan
18 60,0 12 40,0 30 100,0
untuk mengemas makanan
yang panas.
5. Makanan yang baru selesai
dimasak boleh langsung
14 46,7 16 53,3 30 100,0
dikemas dalam wadah
Styrofoam.
6. Suhu makanan yang tinggi
(panas) dapat menyebabkan
20 66,7 10 33,3 30 100,0
zat kimia dari kemasan
mencemari makanan.
7. Makanan berlemak sebaiknya
tidak dikemas dalam wadah 16 53,3 14 46,7 30 100,0
Styrofoam.
8. Makanan berminyak boleh
dikemas dalam wadah 15 50,0 15 50 30 100,0
Styrofoam.
9. Makanan atau minuman yang
mengandung asam sebaiknya
12 40,0 18 60,0 30 100,0
tidak dikemas dalam wadah
Styrofoam.
10. Semakin lama makanan
disimpan dalam wadah
Styrofoam semakin banyak zat
10 33,3 20 66,7 30 100,0
kimia dari kemasan yang
mencemari makanan yang ada
di dalamnya.
11. Penggunaan kemasan
Styrofoam yang tidak tepat 9 30,0 21 70,0 30 100,0
dapat menyebabkan kanker.
12. Melapisi kemasan Styrofoam
dengan kertas atau daun tidak
dapat mengurangi bahaya 3 10,0 27 90,0 30 100,0
kemasan Styrofoam yang
mungkin muncul.
13. Sampah Styrofoam bisa
12 40,0 18 60,0 30 100,0
diuraikan oleh alam
14. Styrofoam dapat menyebabkan
20 66,7 10 33,3 30 100,0
kerusakan lingkungan.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


45

Lanjutan Tabel 4.4 Distribusi Responden Berdasarkan Sikap Tentang


Penggunaan Styrofoam Sebagai Kemasan Makanan di
Kecamatan Medan Johor Tahun 2017
Setuju Tidak Setuju Jumlah
No. Sikap Responden
N (%) n (%) N (%)
15. Kemasan berfungsi sebagai
pelindung makanan agar aman 24 80,0 6 20,0 30 100,0
dikonsumsi.
Berdasarkan tabel 4.4 dapat diketahui bahwa hasil dari sikap pemilik

tempat makanan jajanan yang dinilai sudah baik yaitu, seluruh responden

menyatakan sikap setuju terhadap kemasan berfungsi sebagai pelindung makanan

agar aman dikonsumsi. Lebih dari separuh responden menyatakan sikap setuju

terhadap kemasan Styrofoam berbahaya jika digunakan untuk mengemas makanan

yang panas ada 18 orang (60,0%). Lebih dari separuh responden tidak setuju

makanan yang baru selesai dimasak boleh langsung dikemas dalam wadah

Styrofoam ada 16 orang (53,3%). Lebih dari separuh responden menyatakan sikap

setuju terhadap suhu makanan yang tinggi (panas) dapat menyebabkan zat kimia

dari kemasan mencemari makanan sebanyak 20 orang (66,7%).

Pada tabel 4.4 juga menunjukkan yang dinilai sudah baik yaitu, lebih dari

separuh responden menyatakan sikap setuju terhadap makanan berlemak

sebaiknya tidak dikemas dalam wadah Styrofoam sebanyak 16 orang (53,3%).

Kurang dari separuh responden menyatakan sikan sikap setuju pada makanan

berminyak boleh dikemas dalam wadah Styrofoam sebanyak 15 orang (50%).

Lebih dari separuh responden menyatakan sikap setuju terhadap Styrofoam dapat

menyebabkan kerusakan lingkungan ada 20 orang (66,7%). Selain itu, pada

umumnya responden menyatakan sikap setuju terhadap tempat makanan jajanan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


46

sebaiknya memberikan pilihan kemasan selain Styrofoam kepada pembeli untuk

mengemas makanan yang dibeli ada sebanyak 24 orang (80,0%).

Berdasarkan tabel 4.4 yang dinilai kurang baik dan perlu ditingkatkan

yaitu, kurang dari separuh responden menyatakan sikap tidak setuju terhadap

kemasan makanan tidak dapat merusak kualitas makanan pada kondisi apa pun

sebanyak 22 orang (73,3%). Sebagian besar responden menyatakan sikap setuju

makanan yang telah tercemar/ tercampur dengan zat kimia dari kemasan dapat

menimbulkan masalah kesehatan ada 22 orang (73,3%). Lebih dari separuh

responden tidak setuju makanan atau minuman yang mengandung asam sebaiknya

tidak dikemas dalam wadah Styrofoam ada 18 orang (60,0%).

Pada tabel 4.4 juga menunjukkan yang dinilai kurang baik yaitu, lebih dari

separuh responden tidak setuju semakin lama makanan disimpan dalam wadah

Styrofoam semakin banyak zat kimia dari kemasan yang mencemari makanan

yang ada di dalamnya sebanyak 20 orang (66,7). Kurang dari separuh responden

tidak setuju penggunaan kemasan Styrofoam yang tidak tepat dapat menyebabkan

kanker sebanyak 9 orang (30,0%). Pada umumnya responden setuju melapisi

kemasan Styrofoam dengan kertas atau daun tidak dapat mengurangi bahaya

kemasan Styrofoam yang mungkin muncul sebanyak 27 orang (90%). Lebih dari

separuh responden setuju sampah Styrofoam bisa diuraikan oleh alam ada

sebanyak 18 orang (60,0%).

Berdasarkan perhitungan jumlah skor yang didapat dari pernyataan

responden pada pengukuran sikap, maka tingkatan sikap responden tentang

penggunaan Styrofoam sebagai kemasan makanan dapat dikategorikan menjadi

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


47

kategori baik dan buruk. Pengkategorian sikap responden tentang penggunaan

Styrofoam sebagai kemasan makanan dapat dilihat pada Tabel 4.5 berikut.

Tabel 4.5 Distribusi Responden Berdasarkan Kategori Sikap Tentang


Penggunaan Styrofoam Sebagai Kemasan Makanan di
Kecamatan Medan Johor Tahun 2017
No. Sikap Responden Jumlah (Orang) Persentase (%)
1. Baik 16 53,3
2. Buruk 14 46,7
Jumlah 30 100,0
Tabel 4.5 di atas menunjukan bahwa sikap respondententang penggunaan

Styrofoam sebagai kemasan makanan berada pada kategori baik lebih dari separuh

responden, yaitu 16 orang (53,3%). Sedangkan sikap responden dengan kategori

buruk kurang dari separuh responden yaitu ada sebanyak 14 orang (46,7%).

4.5 Pengggunaan Styrofoam oleh Responden

Pada penelitian ini penggunaan Styrofoam oleh pemilik tempat makanan

jajanan yang diamati meliputi: cara mengemas makanan ke dalam wadah

styrofom, yaitu langsung memasukkan makanan setelah selesai dimasak dan

menutup kemasan atau tidak, jenis makanan dan minuman yang biasanya dikemas

dengan kemasan Styrofoam, serta upaya yang telah dilakukan untuk mengurangi

bahaya Styrofoam. Gambaran penggunaan Styrofoam responden tentang

penggunaan Styrofoam sebagai kemasan makanan secara rinci dijelaskan pada

tabel 4.6 berikut ini.

Tabel 4.6 Distribusi Responden Berdasarkan Penggunaan Styrofoam


Sebagai Kemasan Makanan di Kecamatan Medan Johor
Tahun 2017
Penggunaan Styrofoam Setuju Tidak Setuju Jumlah
No.
Responden n (%) N (%) n (%)
1. Apakah Anda langsung
memasukkan makanan yang
15 50,0 15 50,0 30 100,0
baru selesai dimasak ke dalam
kemasan Styrofoam?

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


48

Lanjutan Tabel 4.6 Distribusi Responden Berdasarkan Penggunaan


Styrofoam Sebagai Kemasan Makanan di Kecamatan
Medan Johor Tahun 2017
Penggunaan Styrofoam Ya Tidak
No. Jumlah
Responden
n (%) N (%) n (%)
2. Apakah Anda langsung menutup
kemasan Styrofoam setelah
16 53,3 14 46,7 30 100,0
makanan dimasukkan ke dalam
kemasan?
3. Apakah Anda membuang sampah
16 53,3 14 46,7 30 100,0
Styrofoam di sembarang tempat?
4. Apakah Anda mengemas
makanan yang berminyak dan
berlemak (Contoh: soto, mie
16 53,3 14 46,7 30 100,0
goreng, nasi goreng, ayam
goreng, keju, dll) dalam wadah
Styrofoam?
5. Apakah Anda mengemas
makanan yang berkuah panas
(contoh: mie ayam, bakso, mie 20 66,7 10 33,3 30 100,0
kuah, steak, dll) dengan kemasan
Styrofoam?
6. Apakah Anda mengemas
makanan yang mengandung asam
(contoh: Sayur asam, Rujak, 10 33,3 20 66,7 30 100,0
asam manis, dll) ke dalam wadah
Styrofoam?
7. Apakah Anda mengemas
minuman (selain air mineral
14 46,7 16 53,3 30 100,0
dengan suhu <60̊ C) dalam
wadah Styrofoam?
8. Apakah Anda mengemas
minuman yang panas ke dalam 15 50,0 15 50,0 30 100,0
wadah Styrofoam?
9. Apakah Anda mengemas
minuman yang mengandung
lemak (contoh: kopi dengan krim, 15 50,0 15 50,0 30 100,0
susu, yoghurt, dll) ke dalam
wadah Styrofoam?
10. Semakin lama makanan disimpan
dalam wadah Styrofoam semakin
banyak zat kimia dari kemasan 10 33,3 20 66,7 30 100,0
yang mencemari makanan yang
ada di dalamnya.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


49

Lanjutan Tabel 4.6 Distribusi Responden Berdasarkan Penggunaan


Styrofoam Sebagai Kemasan Makanan di Kecamatan
Medan Johor Tahun 2017
Penggunaan Styrofoam Ya Tidak
No. Jumlah
Responden
n (%) N (%) n (%)
11. Apakah Anda mengemas
minuman yang mengandung
1 3,3 29 96,7 30 100,0
alkohol ke dalam wadah
Styrofoam?
12. Apakah Anda pernah
menggunakan wadah selain
14 46,7 16 53,3 30 100,0
Styrofoam untuk mengemas
makanan yang dijual?
13. Apakah Anda melapisi
kemasan Styrofoam dengan
kertas (kertas kedap, seperti
23 76,7 7 23,3 30 100,0
kertas nasi) sehingga makanan
tidak bersentuhan langsung
dengan Styrofoam?
14. Apakah Anda menyediakan
kemasan makanan selain 14 46,7 16 53,3 30 100,0
Styrofoam?
15. Jika ya, apakah Anda
memberikan pilihan kemasan
selain Styrofoam kepada 25 83,3 5 16,7 30 100,0
pembeli untuk mengemas
makanan?
Berdasarkan tabel 4.6 menunjukkan bahwa hasil dari penggunaan

Styrofoam oleh pemilik tempat makanan jajanan yang dinilai sudah baik yaitu,

kurang dari separuh responden tidak langsung memasukkan makanan yang baru

selesai dimasak ke dalam kemasan Styrofoam ada 15 orang (50,0%). Lebih dari

separuh responden tidak mengemas makanan yang mengandung asam (contoh:

Sayur asam, Rujak, asam manis, dll) ke dalam wadah Styrofoam sebanyak 20

orang (66,7%). Lebih dari separuh responden tidak mengemas minuman (selain

air mineral dengan suhu <60̊ C) dalam wadah Styrofoam ada 16 orang (53,3%).

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


50

Kurang dari separuh responden mengemas minuman yang panas ke dalam wadah

Styrofoam ada 15 orang (50,0%).

Pada tabel 4.6 juga menunjukkan yang dinilai sudah baik yaitu, kurang

dari separuh responden mengemas minuman yang mengandung lemak (contoh:

kopi dengan krim, susu, yoghurt, dll) ke dalam wadah Styrofoam sebanyak 15

orang (50,0%). Lebih dari separuh responden tidak mengemas minuman yang

mengandung asam (contoh: Lemon tea, Orange Juice, dll) ke dalam wadah

Styrofoam ada 16 orang (53,3%). Pada umumnya responen tidak mengemas

minuman yang mengandung alkohol ke dalam wadah Styrofoam ada sebanyak 29

orang (96,7%). Selain itu sebagian besar responden melapisi kemasan Styrofoam

dengan kertas (kertas kedap, seperti kertas nasi) sehingga makanan tidak

bersentuhan langsung dengan Styrofoam sebanyak 23 orang (76,7%).

Berdasarkan tabel 4.6 yang dinilai kurang baik dan perlu ditingkatkan

yaitu, lebih dari separuh responden langsung menutup kemasan Styrofoam setelah

makanan dimasukkan ke dalam kemasan 16 orang (53,3%). Lebih dari separuh

responden membuang sampah Styrofoam di sembarang tempat 16 orang (53,3%).

Lebih dari separuh responden mengemas makanan yang berminyak dan berlemak

(Contoh: soto, mie goreng, nasi goreng, ayam goreng, keju, dll) dalam wadah

Styrofoam 16 orang (53,3%). Lebih dari separuh responden mengemas makanan

yang berkuah panas (contoh: mie ayam, bakso, mie kuah, steak, dll) dengan

kemasan Styrofoam 20 orang (66,7%). Lebih dari separuh responden tidak pernah

menggunakan wadah selain Styrofoam untuk mengemas makanan yang dijual 16

orang (53,3%). Lebih dari separuh responden tidak menyediakan kemasan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


51

makanan selain Styrofoam 16 orang (53,3%). Pada umumnya responden tidak

memberikan pilihan kemasan selain Styrofoam kepada pembeli untuk mengemas

makanan 25 orang (83,3%).

Penilaian tentang penggunaan Styrofoam sebagai kemasan makanan

dilakukan berdasarkan perhitungan total skor penggunaan Styrofoam responden

yang diamati. Tingkatan penggunaan Styrofoam oleh responden selanjutnya

dikategorikan menjadi 2 kategori yaitu penggunaan Styrofoam yang baikdan

buruk. Distribusi responden menurut penggunaan Styrofoam sebagai kemasan

makanan dapat dilihat pada tabel 4.7 berikut.

Tabel 4.7 Distribusi Responden Berdasarkan Kategori Penggunaan


Styrofoam Tentang Penggunaan Styrofoam Sebagai Kemasan
Makanan di Kecamatan Medan Johor Tahun 2017
No. Penggunaan Styrofoam Jumlah (Orang) Persentase (%)
Responden
1. Baik 16 53,3
2. Buruk 14 46,7
Jumlah 30 100,0
Tabel 4.7 di atas menunjukkan bahwa penggunaan Styrofoam oleh

responden sebagai kemasan makanan, yaitu 16 orang (53,3%) termasuk dalam

kategori baik. Namun masih terdapat penggunaan Styrofoam responden yang

termasuk ke dalam kategori buruk dalam penggunaan Styrofoam sebagai kemasan

makanan yaitu 14 orang (46,7%) responden.

4.6 Tabulasi Silang

Tabulasi silang dilakukan antara tingkat pendidikan dengan pengetahuan

responden, tingkat pendidikan dengan sikap responden, tingkat pendidikan dengan

penggunaan Styrofoam responden, dan sikap dengan penggunaan Styrofoam

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


52

responden untuk mendapatkan gambaran secara rinci tentang penggunaan

Styrofoam sebagai kemasan makanan.

4.6.1 Tabulasi Silang Antara Tingkat Pendidikan dengan Pengetahuan

Tabel 4.8 Tabulasi Silang Antara Tingkat Pendidikan Responden dengan


Pengetahuan Tentang Penggunaan Styrofoam Sebagai Kemasan
Makanan
Kategori Pengetahuan
No. Tingkat Pendidikan Baik Buruk Jumlah
n (%) n (%) n (%)
1. Tidak Tamat SD 0 0 1 100,0 1 100,0
2. Tamat SD 0 0 2 100,0 2 100,0
3. Tamat SMP 2 20,0 3 80,0 5 100,0
4. Tamat SMA 12 64,7 5 35,3 17 100,0
5. Perguruan Tinggi 5 100,0 0 0 5 100,0
Jumlah 19 100,0 11 100,0 30 100,0
Tabel 4.8 di atas menunjukkan bahwa sebagian besar responden adalah

tamat SMA, yaitu sebanyak 12 orang. Berdasarkan 30 orang responden tersebut

terdapat lebih dari separuh responden yang memiliki pengetahuan baik sebanyak

19 orang (63,3%) dan kurang dari separuh responden masih memiliki

pengetahuan yang buruk sebanyak 13 orang (36,7%). Responden dengan tingkat

pendidikan perguruan tinggi diketahui ada sebanyak 5 orang, dimana seluruh

responden yaitu memiliki penggunaan Styrofoam yang baik. Responden dengan

tingkat pendidikan tamat SMP ada sebanyak 5 orang yaitu, kurang dari separuh

responden memiliki pengetahuan baik sebanyak 2 orang (20,0%) dan pada

umumnya responden memiliki pengetahuan buruk sebanyak 3 orang (80,0%).

Responden dengan tingkat pendidikan tamat SD ada sebanyak 2 orang dimana

seluruh responden memiliki pengetahuan yang buruk. Sedangkan responden

dengan tingkat pendidikan tidak tamat SD, seluruhnya memiliki pengetahuan

yang buruk.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


53

4.6.2 Tabulasi Silang Antara Tingkat Pendidikan dengan Sikap

Tabel 4.9 Tabulasi Silang Antara Tingkat Pendidikan Responden dengan


Sikap Tentang Penggunaan Styrofoam Sebagai Kemasan
Makanan
Kategori Sikap
No. Tingkat Pendidikan Baik Buruk Jumlah
n (%) n (%) n (%)
1. Tidak Tamat SD 0 0 1 100,0 1 100,0
2. Tamat SD 0 0 2 100,0 2 100,0
3. Tamat SMP 1 20 4 80,0 5 100,0
4. Tamat SMA 10 58,8 7 41,2 17 100,0
5. Perguruan Tinggi 5 100,0 0 0 5 100,0
Jumlah 16 53,3 14 46,7 30 100
Tabel 4.9 di atas menunjukkan bahwa sebagian besar responden adalah

tamat SMA, yaitu sebanyak 30 orang. Dari orang responden tersebut terdapat

lebih dari separuh responden yang memiliki sikap baik sebanyak 16 orang

(53,3%) dan kurang dari separuh responden masih memiliki sikap yang buruk

sebanyak 14 orang (46,7%). Responden dengan tingkat pendidikan perguruan

tinggi diketahui ada sebanyak 5 orang, dimana seluruh responden memiliki

penggunaan Styrofoam baik. Responden dengan tingkat pendidikan tamat SMP

ada sebanyak 5 orang, kurang dari responden memiliki sikap baik sebanyak 1

orang (20,0%) dan lebih dari separuh responden memiliki sikap buruk sebanyak 4

orang (80,0%). Responden dengan tingkat pendidikan tamat SD 2 orang dimana

seluruhnya memiliki sikap buruk. Sedangkan responden dengan tingkat

pendidikan tidak tamat SD seluruhnya memiliki sikap yang buruk.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


54

4.6.3 Tabulasi Silang Antara Tingkat Pendidikan dengan Penggunaan

Styrofoam

Tabel 4.10 Tabulasi Silang Antara Tingkat Pendidikan Responden dengan


Penggunaan Styrofoam Sebagai Kemasan Makanan
Kategori PenggunaanStyrofoam
No. Tingkat Pendidikan Baik Buruk Jumlah
n (%) n (%) n (%)
1. Tidak Tamat SD 0 0 1 100,0 1 100,0
2. Tamat SD 0 0 2 100,0 2 100,0
3. Tamat SMP 1 20 4 80,0 5 100,0
4. Tamat SMA 10 58,8 7 41,2 17 100,0
5. Perguruan Tinggi 5 100,0 0 0 5 100,0
Jumlah 16 100,0 14 100,0 30 100,0
Tabel 4.10 di atas menunjukkan bahwa sebagian besar responden adalah

tamat SMA, yaitu sebanyak 30 orang. Dari orang responden tersebut terdapat

lebih dari responden yang memiliki penggunaan Styrofoam baik sebanyak 16

orang (53,3%) dan kurang dari responden masih memiliki penggunaan Styrofoam

yang buruk sebanyak 14 orang (46,7%). Responden dengan tingkat pendidikan

perguruan tinggi diketahui ada sebanyak 5 orang, dimana seluruh responden

memiliki penggunaan Styrofoam baik. Responden dengan tingkat pendidikan

tamat SMP ada sebanyak 5 orang, kurang dari separuh responden memiliki

penggunaan Styrofoam baik ada 1 orang (20,0%) dan lebih dari separuh responden

memiliki penggunaan Styrofoam buruk sebanyak 4 orang (80,0%). Responden

dengan tingkat pendidikan tamat SD 2 orang dimana seluruhnya memiliki

penggunaan Styrofoam buruk. Sedangkan responden dengan tingkat pendidikan

tidak tamat SD seluruhnya memiliki penggunaan Styrofoam yang buruk.

4.7 Korelasi

Hubungan dilakukan antara pengetahuan dengan sikap responden,

pengetahuan dengan penggunaan Styrofoam oleh responden, dan sikap dengan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


55

penggunaanStyrofoamoleh responden untuk mendapatkan hubungan secara rinci

tentang penggunaan Styrofoam sebagai kemasan makanan menggunakan uji

Spearman Rho.

4.7.1 Korelasi Antara Pengetahuan dan Sikap Pemilik Tempat Makanan

Jajanan terhadap Penggunaan Styrofoam Sebagai Kemasan Makanan

Tabel 4.11 Korelasi Antara Pengetahuan dan Sikap Pemilik Tempat


Makanan Jajanan terhadap Penggunaan Styrofoam Sebagai
Kemasan Makanan
No. Variabel Koefisien korelasi p-value
1. Pengetahuan-Penggunaan Styrofoam 0,901 0,001
2. Sikap-Penggunaan Styrofoam 0,948 0,001
Berdasarkan tabel 4.11 korelasi antara pengetahuan dengan penggunaan

Styrofoam adalah sangat kuat (P=0,001) <0,05 berarti ada korelasi antara

pengetahuan dengan penggunaan Styrofoam oleh responden. Korelasi antara sikap

dengan penggunaan Styrofoam adalah sangat kuat (p=0,001) < 0,05 berarti ada

korelasi sikap dengan penggunaan Styrofoam.

Koefisien korelasi antara pengetahuan dengan penggunaan Styrofoam

r=0,901, berarti kedua variabel tersebut memiliki korelasi yang sangat kuat dan

bentuk korelasinya linear positif. Koefisien korelasi antara sikap dengan

penggunaan Styrofoam r=0,948, berarti kedua variabel tersebut memiliki korelasi

yang erat dan bentuk korelasinya linear positif.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


BAB V

PEMBAHASAN

5.1 Korelasi Pegetahuan dan Sikap Pemilik Tempat Makanan Jajanan

Terhadap Penggunaan Styrofoam Sebagai Kemasan Makanan

5.1.1 Korelasi Pengetahuan dengan Penggunaan Styrofoam

Penelitian ini menunjukkan tingkat korelasi yang sangat tinggi. Terbukti

dari tabel Spearman Test(4.11) menunjukkan hasil signifikan positif dengan

koefisien korelasi antara pengetahuan dengan penggunaan Styrofoam sebesar

0,901 serta nilai p=0,001 dengan (α) 0,05. Karena p < 0,05 maka terdapat

korelasi antara tingkat pengetahuan dengan penggunaan Styrofoam oleh pemilik

tempat makanan jajanan di Kecamatan Medan Johor. Hal ini sesuai dengan data

hasil penelitian di atas bahwa 17 responden (56,4%) yang berpengetahuan baik

mempunyai penggunaan Styrofoam yang baik juga. Berdasarkan hasil analisis

didapatkan nilai p sebesar 0,001 menunjukkan adanya korelasi yang bermakna

antara tingkat pengetahuan dengan penggunaan Styrofoam. Berarti kedua variabel

tersebut memiliki korelasi yang sangat tinggi dan bentuk korelasinya linear

positif.

Tingkat pengetahuan seseorang sangat dipengaruhi oleh tingkat

pendidikannya. Berdasarkan hal tersebut dapat diasumsikan bahwa semakin tinggi

tingkat pendidikan responden maka semakin tinggi pula pengetahuannya tentang

Styrofoam. Namun pada tabel 4.1 terlihat justru sebagian besar responden yang

menggunakan Styrofoam sebagai kemasan makanan adalah tamat SMA (50%) dan

56

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


57

perguruan tinggi (26,7%). Dapat diasumsikan bahwa sebagian besar responden

dengan pendidikan dan pengetahuan yang cukup baik namun tetap menggunakan

Styrofoam sebagai kemasan makanan karena mereka menggunakan Styrofoam

hanya agar bisa mengikuti trend tanpa mempertimbangkan sisi kesehatan, selain

itu Styrofoam merupakan kemasan yang murah, praktis, dan mudah di dapat bagi

pemilik tempat makanan jajanan karena tidak membutuhkan banyak daun pisang

untuk mengemas makanan. Hal ini sejalan dengan teori Wawan (2010) faktor-

faktor yang dapat memengaruhi tingkat pengetahuan adalah pendidikan, umur,

lingkungan dan sosial budaya. Sosial budaya yang dimaksud merupakan

karakteristik khas yang telah menjadi kebiasaan yang mencerminkan status sosial

dalam diri seseorang. Semakin tinggi tingkat pendidikan dan status sosial

seseorang maka tingkat pengetahuannya akan semakin tinggi pula. Begitu

juga dengan umur, semakin bertambahnya umur seseorang maka pengetahuannya

juga semakin bertambah.

Berdasarkan hasil penelitian pada tabel 4.3, pengetahuan pemilik tempat

makanan jajanan dikategorikan dalam 2 kategori yaitu baik dan buruk. Responden

yang mempunyai sikap dengan kategori baik memiliki jumlah lebih banyak yaitu

19 orang (63,3%) daripada responden yang mempunyai sikap dengan kategori

buruk kurang dari separuh responden yaitu 11 orang (36,7%). Selain itu,

berdasarkan hasil penelitian pada tabel 4.7 ,pemilik tempat makanan jajanan yang

mempunyai penggunaan Styrofoam dengan kategori baik juga memiliki jumlah

lebih banyak yaitu 16 orang (53,3%) daripada responden yang mempunyai

penggunaan Styrofoam dengan kategori buruk kurang dari separuh responden

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


58

yaitu 14 orang (46,7%). Hal tersebut menunjukkan bahwa seseorang yang

memiliki pengetahuan baik tentang kesehatan cenderung akan bertindak baik.

Banyaknya responden yang berada pada kategori baik ini menunjukkan

bahwa pengetahuan responden tentang Styrofoam sudah baik. Hal ini sesuai

dengan teori Notoadmodjo (2010) Setiap manusia memiliki tingkat

pengetahuan yang berbeda-beda. Tingkatan pengetahuan dimulai dari tahu

(know), memahami (comprehension), aplikasi (application), analisis (analysis),

sintesis (syntesis) dan evaluasi (evaluation). Semakin tinggi tingkat

pengetahuan seseorang maka semakin tinggi pula kemampuan individu tersebut

di dalam melakukan penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penilaian

tersebut inilah yang akan menjadi landasan seseorang untuk bertindak. Teori ini

juga sudah sesuai dengan hasil penelitian peneliti yang menunjukkan banyaknya

responden yang berada pada kategori baik ini menunjukkan bahwa penggunaan

responden tentang Styrofoam sudah baik.

Berdasarkan teori diatas, penelitian yang dilakukan oleh Kendarti (2009)

menyimpulkan bahwa pengetahuan merupakan domain yang sangat penting

dalam pembentukan penggunaan Styrofoam seseorang. Dari penelitian terbukti

bahwa penggunaan Styrofoam yang didasari oleh pengetahuan akan lebih

langgeng daripada penggunaan Styrofoam yang tidak disadari pengetahuan.

Hasil penelitian tersebut juga didukung oleh teori Green dalam Notoatmodjo

(2010) yang menyatakan bahwa pengetahuan merupakan salah satu faktor

predisposisi dalam pembentukan perilaku.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


59

5.1.2 Korelasi Sikap dengan Penggunaan Styrofoam

Penelitian ini menunjukkan tingkat korelasi yang sangat tinggi. Terbukti

dari tabel Spearman Test menunjukkan hasil signifikan positif dengan koefisien

korelasi antara sikap dengan penggunaan Styrofoam sebesar 0,948 serta nilai

p=0,001 dengan (α) 0,05. Karena p < 0,05 maka terdapat korelasi antara

tingkat pengetahuan dengan penggunaan Styrofoam pemilik tempat makanan

jajanan di Kecamatan Medan Johor. Hal ini sesuai dengan data hasil penelitian di

atas bahwa 16 responden (53,3%) yang bersikap baik mempunyai penggunaan

Styrofoam yang baik juga. Berdasarkan hasil analisis didapatkan nilai p sebesar

0,001 menunjukkan adanya korelasi yang bermakna antara tingkat pengetahuan

dengan penggunaan Styrofoam. Berarti kedua variabel tersebut memiliki korelasi

yang sangat tinggi dan bentuk korelasinya linear positif.

Pemilik tempat makanan jajanan sebagai orang yang bertanggung jawab

atas segala sesuatu yang berkaitan dengan kegiatan operasional di tempat

makanan jajanan miliknya memiliki peranan yang penting, termasuk dalam hal

penentuan jenis kemasan yang digunakan. Pada penelitian ini, peneliti

menggunakan rentang umur yang telah ditetapkan oleh Departemen Kesehatan

Republik Indonesia tahun 2009. Berdasarkan hasil penelitian terhadap 30 orang

responden diketahui bahwa umur responden paling banyak terdapat pada kisaran

umur 36–45 tahun, yaitu sebanyak 12 orang (40%).

Pada umumnya orang dengan umur yang muda dianggap lebih berfikir

modern, praktis dan lebih mudah dalam memperoleh informasi terkini. Maka

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


60

diasumsikan bahwa walaupun umur mereka tidak termasuk dewasa awal, tetapi

mereka bisa memperoleh informasi tambahan dari orang lain tentang Styrofoam

atau karena mereka melihat Styrofoam saat ini memang sedang populer digunakan

oleh tempat-tempat makanan jajanan sebagai pengemas makanan sehingga untuk

dapat menarik minat pembeli mereka juga menggunakan Styrofoam sebagai

pengemas makanan. Tingginya sikap responden ini disebabkan karena responden

dengan pengetahuan yang baik diketahui telah memiliki sikap yang baik hal ini

juga sangat memengaruhi penggunaan Styrofoamoleh responden dalam mengemas

makanan.

Berdasarkan hasil penelitian pada tabel 4.5, sikap pemilik tempat makanan

jajanan dikategorikan dalam 2 kategori yaitu baik dan buruk. Responden yang

mempunyai sikap dengan kategori baik memiliki jumlah lebih banyak yaitu 16

orang (53,3%) daripada responden yang mempunyai sikap dengan kategori buruk

kurang dari separuh responden yaitu 14 orang (46,7%). Selain itu, Berdasarkan

hasil penelitian pada tabel 4.7, pemilik tempat makanan jajanan yang mempunyai

penggunaan Styrofoam dengan kategori baik juga memiliki jumlah lebih banyak

yaitu 16 orang (53,3%) daripada responden yang mempunyai penggunaan

Styrofoamdengankategori buruk kurang dari separuh responden yaitu 14 orang

(46,7%).

Hal tersebut menunjukkan bahwa sikap merupakan reaksi yang masih

tertutup dari seseorang terhadap stimulus atau objek. Sikap belum merupakan

penggunaan Styrofoam, tetapi merupakan salah satu faktor terjadinya penggunaan

Styrofoam pemilik tempat makanan jajanan menggunakan Styrofoam sebagai

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


61

kemasan makanan. Sikap baik pemilik tempat makanan jajanan tentang

penggunaan Styrofoam sebagai kemasan makananakan mempermudah masyarakat

untuk melakukan upaya-upaya mengurangi bahaya kemasan Styrofoam sebagai

kemasan makanan. Menurut peneliti bahwa sikap buruk pemilik tempat makanan

jajanan berkaitan dengan tingkat pendidikan dan pengetahuan. Hal ini sejalan

dengan teori menurut Notoadmodjo (2010), untuk mewujudkan sikap menjadi

suatu perbuatan nyata diperlukan faktor pendukung atau suatu kondisi yang

memungkinkan.

Allport (1954) dalamNotoadmodjo (2010) menjelaskan bahwa sikap

mempunyai 3 komponen pokok:

4. Kepercayaan (keyakinan), ide, dan konsep terhadap suatu objek.

5. Kehidupan emosional atau evaluasi terhadap suatu objek.

6. Kecenderungan untuk bertindak (tend to behave). Artinya, sikap adalah

merupakan komponen yang mendahului tindakan atau perilaku terbuka.

Ketiga komponen tersebut secara bersama-sama membentuk sikap yang

utuh (total attitude). Dalam menentukan sikap yang utuh ini, pengetahuan,

pikiran, keyakinan, dan emosi memegang peranan penting.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan di Kecamatan Medan Johor didapat

kesimpulan sebagai berikut:

1. Pengetahuan responden tentang penggunaan Styrofoam sebagai kemasan

makanan termasuk dalam kategori baik (56,7%). Sikap responden tentang

penggunaan Styrofoam sebagai kemasan makanan termasuk dalam kategori

baik (53,3%). Penggunaan Styrofoam sebagai kemasan makanan termasuk

dalam kategori baik (53,3%).

2. Terdapat korelasi antara tingkat pengetahuan dan sikap terhadap

penggunaan Styrofoam sebagai kemasan makanan, dengan korelasi antara

pengetahuan dengan penggunaan Styrofoam adalah sangat tinggi dengan

koefisien korelasi sebesar 0,901 serta korelasi antara sikap dengan

penggunaan Styrofoam adalah sangat tinggi dengan koefisien korelasi

sebesar 0,948.

6.2 Saran

Berdasarkan kesimpulan di atas dapat disarankan beberapa hal berikut ini:

1. Pemilik tempat makanan jajanan sebaiknya mengganti kemasan Styrofoam

dengan kemasan lain yang lebih aman, misalnya daun, kertas, karton atau

minimal melapisi dasar kemasan Styrofoam dengan daun atau kertas kedap

air sebagai upaya untuk mengurangi bahaya yang ditimbulkan.

62

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


63

2. Perlu dilakukan penyuluhan dan melakukan pemantauan secara rutin

oleh Dinas Kesehatan Kota Medan, Badan Pengawas Obat dan Makanan

(BPOM) Kota Medan atau pihak terkait tentang penggunaan Styrofoam

sebagai kemasan makanan. Sehingga diharapkan dapat meningkatkan

pengetahuan dan pemahaman pemilik tempat makanan jajanan tentang

Styrofoam yang pada akhirnya akan meningkatkan penggunaan Styrofoam

oleh responden menjadi lebih baik.

3. Memperbanyak sampel dan melakukan penelitian di beberapa tempat lain

kemudian penelitian selanjutnya disarankan dapat meneliti faktor-faktor

yang berhubungan dengan pengetahuan dan sikap terhadap penggunaan

Styrofoam serta melanjutkan penelitian yang dapat ditingkatkan untuk

menguji pengaruh pengetahuan dan sikap terhadap penggunaan Styrofoam.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


DAFTAR PUSTAKA

Ariens, E.J.; Mutschler, E.; Simonis, A.M., 1993. Toksikologi Umum :


Pengantar, Yogyakarta : Gadjah Mada University Press

Chandra, Budiman., 2012. Pengantar Kesehatan Lingkungan, Jakarta : Penerbit


Buku Kedokteran EGC

Departemen Kesehatan RI., 2009. Undang Undang Republik Indonesia No. 36


Tahun 2009 Tentang Kesehatan, Jakarta

Dow Chemical Laboratory., 2013. Safety Data Sheet. NOVA Chemicals, US

InfoPOM. Kemasan Polistirena Foam (Styrofoam). InfoPOM Badan Pengawas


Obat dan Makanan Republik Indonesia Vol. 9, No. 5, September 2008: 1-
3. (Majalah Elektronik) diakses tanggal 23 September 2016;
http://perpustakaan.pom.go.id/KoleksiLainnya/ InfoPOM/0508.pdf

Kantor Camat Kecamatan Medan Johor., 2015. Ekspose Kecamatan Medan


Johor 2015, Medan

Kementrian Kesehatan RI., 2003. Kepmenkes RI No. 942/ MENKES/ SK/ VII/
2003 Tentang persyaratan Higiene Sanitasi Makanan Jajanan,
Jakarta

Kendarti F. S., 2009. Hubungan Tingkat Pengetahuan dengan Perilaku


Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) Pada Anak Kelas IV, V, VI di SDN
01 Pagi Johar Baru Jakarta Pusat. Depok : Laporan Penelitian.
Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia.

Khomsan, Ali., 2003. Pangan dan Gizi Untuk Kesehatan, Jakarta : PT Raja
Grafindo Persada

Lu, Frank C., 1994. Toksikologi Dasar: Asas, Organ Sasaran, dan Penilaian
Resiko. Edisi Kedua, Jakarta : UIP

Maulana, Heri, D. J., 2007. Promosi Kesehatan. Penerbit Buku Kedokteran EGC
Jakarta.

Notoadmodjo, Soekidjo., 2010. Ilmu Perilaku Kesehatan, Jakarta : PT Rineka


Cipta

64

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


65

Nuraisah Puspita., 2011. Pengetahuan, Sikap, dan Tindakan Penumpang KM.


Kelud Kelas Ekonomi Tentang Penggunaan Styrofoam Sebagai
Wadah Makanan Tahun 2010, Medan : Skripsi Fakultas Kesehatan
Masyarakat Universitas Sumatera Utara

Pemerintah Kota Medan, 2015. Medan Johor, diakses tanggal 26 Januari 2017;
http://www.pemkomedan.go.id/hal-medan-johor.html

Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia., 2011.
Pengawasan Kemasan Pangan, Jakarta.

Sugiyono, 2012. Metode Penelitian Pendidikan (Pendekatan Kuantitatif,


Kualitatif, dan R&D). Edisi Revisi Cetakan Kelima Belas, Bandung :
Alfabeta

Sulchan, Mohammad & Endang Nur, W., 2007.Keamanan Pangan Kemasan


Plastik dan Styrofoam, Semarang : Majalah Kedokteran Indonesia
57(2) :54-59.

Wawan, A., 2010. Teori dan Pengukuran Pengetahuan, Sikap dan


Perilaku Manusia. Yogyakarta : Nuha Medika

Wikipedia, 2016. Leukimia, diakses tanggal 19 Januari 2017;


http://www.wikipedia.com/leukimia.html

Wikipedia, 2016. Limfoma, diakses tanggal 19 Januari 2017;


http://www.wikipedia.com/limfoma.html

Wikipedia, 2016. Stirena, diakses tanggal 19 Januari 2017;


https://id.wikipedia.org/wiki/Stirena
Wikipedia, 2016. Styrofoam, diakses tanggal 22 Agustus 2016;
http://www.wikipedia.com/styrofoam.html

Widyaningsih, Fadillah., 2010, Pengetahuan, Sikap dan Tindakan Pemilik


TempatMakanan Jajanan Tentang Penggunaan Styrofoam Sebagai
Kemasan Makanan Di Kelurahan Padang Bulan Selayang I
Kecamatan Medan Selayang Tahun 2010, Medan : Skripsi Fakultas
Kesehatan Masyarakat UniversitasSumatera Utara

Yuliarti, Nurheti., 2007. Awas! Bahaya Dibalik Lezatnya Makanan,


Yogyakarta : ANDI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Lampiran 1.

Kuesioner Penelitian

HUBUNGAN PENGETAHUAN DAN SIKAP PEMILIK TEMPAT


MAKANAN JAJANAN TERHADAP PENGGUNAAN STYROFOAM
SEBAGAI KEMASAN MAKANAN DI KECAMATAN MEDAN JOHOR
TAHUN 2017

No Responden:………..

I. Identitas Responden:

1. Nama Pemilik Tempat Makanan Jajanan : .................................................


2. Umur :
3. Pendidikan :
a. Tidak Tamat SD
b. Tamat SD
c. Tamat SMP
d. Tamat SMA
e. Perguruan Tinggi

I. Pengetahuan

1. Menurut Anda apakah fungsi kemasan makanan?


a. Sebagai pelindung agar makanan aman dikonsumsi
b. Agar makanan menjadi terlihat menarik (promosi)
c. Sekedar sebagai pembungkus makanan

2. Menurut Anda, bagaimana keamanan penggunaan styrofoam sebagai kemasan


makanan?
a. Aman, tetapi untuk jenis makanan tertentu
b. Aman untuk semua jenis makanan
c. Tidak Aman

3. Menurut Anda, makanan apa yang boleh dikemas dengan styrofoam?


a. Makanan dengan suhu yang dingin (tidak panas)
b. Makanan instant/ siap saji
c. Semua jenis makanan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


4. Menurut Anda, minuman apa yang boleh dikemas dengan styrofoam?
a. Minuman yang tidak mengandung asam, alkohol, berlemak tinggi & panas
b. Minuman yang tidak panas
c. Semua minuman

5. Menurut anda, makanan yang dikemas dengan styrofoam dapat dipanaskan


dengan oven?
a. Tidak boleh
b. boleh tapi dipanaskan tanpa styrofoam
c. Tidak tahu

6. Menurut anda, menu makanan yang di goreng layak dikemas dengan


styrofoam?
a. Tidak karena makanan yang di goreng berminyak
b. Layak jika makanan yang di goreng sudah tidak panas lagi
c. Tidak tahu

7. Menurut anda, mengapa kemasan styrofoam tidak aman?


a. Karena styrofoam dapat lumer dan tercampur ke makanan
b. Karena styrofoam bukan kemasan alami (terbuat dari bahan kimia)
c. Tidak tahu

8. Menurut Anda, kemasan makanan atau minuman yang baik adalah?


a. Lebih aman untuk konsumen dan lingkungan
b. Lebih mudah di daur ulang
c. Tidak tahu

9. Menurut Anda, apakah pengaruh/ dampak penggunaan styrofoam bagi


kesehatan?
a. Dapat menyebabkan kanker
b. Dapat menyebabkan penyakit infeksi
c. Tidak berpengaruh terhadap kesehatan

10. Menurut anda, penggunaan styrofoam semakin berbahaya dalam kondisi


makanan seperti apa?
a. panas,berkuah,berminyak dan asam
b. panas dan berkuah
c. dingin

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


11. Wadah styrofoam terbuat dari apa ?
a. Gabus putih
b. Plastik
c. Tidak tahu

12. Menurut anda, berapakah suhu yang diperbolehkan untuk mengemas makanan
pada wadah styrofoam?
a. dibawah 60̊̊ C
b. antara 30̊̊ C-60̊̊ C
c. diatas 60̊̊ C

13. Apakah perlu mengganti kemasan styrofoam dengan kemasan lain yang lebih
aman, mengapa ?
a. Perlu, karena styrofoam dapat meracuni makanan
b. Perlu, karena styrofoam tidak aman
c. Tidak tahu

14. Menurut Anda, apakah pengaruh/ dampak penggunaan styrofoam bagi


lingkungan?
a. Sampah tidak dapat di daur ulang sehingga dapat menimbulkan tumpukan
sampah
b. Dapat menyebabkan longsor
c. Tidak berpengaruh terhadap lingkungan

15. Menurut Anda, Apakah kemasan styrofoam lebih hemat daripada kemasan
makanan lain?
a. Ya
b. Tidak
c. Tidak tahu

II. Sikap
No. Pernyataan S TS
1. Kemasan berfungsi sebagai pelindung makanan agar
aman dikonsumsi.
2. Kemasan makanan tidak dapat merusak kualitas
makanan pada kondisi apa pun.
3. Makanan yang telah tercemar/ tercampur dengan zat
kimia dari kemasan dapat menimbulkan masalah
kesehatan.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


4. Kemasan styrofoam berbahaya jika digunakan untuk
mengemas makanan yang panas.
5. Makanan yang baru selesai dimasak boleh langsung
dikemas dalam wadah styrofoam.
6. Suhu makanan yang tinggi (panas) dapat menyebabkan
zat kimia dari kemasan mencemari makanan.
7. Makanan berlemak sebaiknya tidak dikemas dalam
wadah styrofoam.
8. Makanan berminyak boleh dikemas dalam wadah
styrofoam.
9. Makanan atau minuman yang mengandung asam
sebaiknya tidak dikemas dalam wadah styrofoam.
10. Semakin lama makanan disimpan dalam wadah
styrofoam semakin banyak zat kimia dari kemasan yang
mencemari makanan yang ada di dalamnya.
11. Penggunaan kemasan styrofoam yang tidak tepat dapat
menyebabkan kanker.

12. Melapisi kemasan styrofoam dengan kertas atau daun


tidak dapat mengurangi bahaya kemasan styrofoam
yang mungkin muncul.
13. Sampah styrofoam bisa diuraikan oleh alam
14. Styrofoam dapat menyebabkan kerusakan lingkungan.
15. Tempat makanan jajanan sebaiknya memberikan pilihan
kemasan selain styrofoam kepada pembeli untuk
mengemas makanan yang dibeli.
S = Setuju
TS = Tidak Setuju

IV. Penggunaan Styrofoam

1. Apakah Anda langsung memasukkan makanan yang baru selesai dimasak ke dalam
kemasan styrofoam?
a. Ya b. Tidak

2. Apakah Anda langsung menutup kemasan styrofoam setelah makanan dimasukkan


ke dalam kemasan?
a. Ya b. Tidak

3. Apakah Anda membuang sampah styrofoam di sembarang tempat?


a. Ya b. Tidak

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


4. Apakah Anda mengemas makanan yang berminyak dan berlemak (Contoh: soto,
mie goreng, nasi goreng, ayam goreng, keju, dll) dalam wadah styrofoam?
a. Ya b. Tidak

5. Apakah Anda mengemas makanan yang berkuah panas (contoh: mie ayam, bakso,
mie kuah, steak, dll) dengan kemasan styrofoam?
a. Ya b. Tidak

6. Apakah Anda mengemas makanan yang mengandung asam (contoh: Sayur asam,
Rujak, asam manis, dll) ke dalam wadah styrofoam?
a. Ya b. Tidak

7. Apakah Anda mengemas minuman (selain air mineral dengan suhu <60̊̊ C) dalam
wadah styrofoam?
a. Ya b. Tidak

8. Apakah Anda mengemas minuman yang panas ke dalam wadah styrofoam?


a. Ya b. Tidak

9. Apakah Anda mengemas minuman yang mengandung lemak (contoh: kopi dengan
krim, susu, yoghurt, dll) ke dalam wadah styrofoam?
a. Ya b. Tidak

10. Apakah Anda mengemas minuman yang mengandung asam (contoh: Lemon tea,
Orange Juice, dll) ke dalam wadah styrofoam?
a. Ya b. Tidak

11. Apakah Anda mengemas minuman yang mengandung alkohol ke dalam wadah
styrofoam?
a. Ya b. Tidak

12. Apakah Anda pernah menggunakan wadah selain styrofoam untuk mengemas
makanan yang dijual?
a. Ya b. Tidak

13. Apakah Anda melapisi kemasan styrofoam dengan kertas (kertas kedap, seperti
kertas nasi) sehingga makanan tidak bersentuhan langsung dengan styrofoam?
a. Ya b. Tidak

14. Apakah Anda menyediakan kemasan makanan selain styrofoam?


a. Ya b. Tidak

15. Jika ya, apakah Anda memberikan pilihan kemasan selain styrofoam kepada
pembeli untuk mengemas makanan?
a. Ya b. Tidak

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Lampiran 2.
Hasil Analisis Data
1. Pengetahuan

Pengetahuan tentang fungsi kemasan makanan

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid Benar 30 100.0 100.0 100.0

Pengetahuan tentang keamanan penggunaan Styrofoam sebagai kemasan


makanan

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid Benar 30 100.0 100.0 100.0

Pengetahuan tentang makanan yang boleh dikemas dengan Styrofoam

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid Benar 7 23.3 23.3 23.3

Salah 23 76.7 76.7 100.0

Total 30 100.0 100.0

Pengetahuan tentang minuman yang boleh dikemas dengan Styrofoam

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid Benar 17 56.7 56.7 56.7

Salah 13 43.3 43.3 100.0

Total 30 100.0 100.0

Pengetahuan tentang makanan yang dikemas dengan Styrofoam dapat


dipanaskan dengan oven

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Valid Benar 18 60.0 60.0 60.0

Salah 12 40.0 40.0 100.0

Total 30 100.0 100.0

Pengetahuan tentang makanan yang di goreng layak dikemas dengan


Styrofoam

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid Benar 14 46.7 46.7 46.7

Salah 16 53.3 53.3 100.0

Total 30 100.0 100.0

Pengetahuan tentang alasan kemasan Styrofoam tidak aman

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid Benar 12 40.0 40.0 40.0

Salah 18 60.0 60.0 100.0

Total 30 100.0 100.0

Pengetahuan tentang kemasan makanan atau minuman yang baik

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid Benar 30 100.0 100.0 100.0

Pengetahuan tentang pengaruh/ dampak penggunaan Styrofoam bagi


kesehatan

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid Benar 9 30.0 30.0 30.0

Salah 21 70.0 70.0 100.0

Total 30 100.0 100.0

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Pengetahuan tentang penggunaan Styrofoam semakin berbahaya dalam
kondisi makanan seperti apa

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid Benar 18 60.0 60.0 60.0

Salah 12 40.0 40.0 100.0

Total 30 100.0 100.0

Pengetahuan tentang wadah Styrofoam terbuat dari apa

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid Benar 20 66.7 66.7 66.7

Salah 10 33.3 33.3 100.0

Total 30 100.0 100.0

Pengetahuan tentang suhu yang diperbolehkan untuk mengemas makanan


pada wadah Styrofoam

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid Benar 24 80.0 80.0 80.0

Salah 6 20.0 20.0 100.0

Total 30 100.0 100.0

Pengetahuan tentang perlu tidaknya mengganti kemasan Styrofoam


dengan kemasan lain yang lebih aman, dan alasannya

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid Benar 17 56.7 56.7 56.7

Salah 13 43.3 43.3 100.0

Total 30 100.0 100.0

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Pengetahuan tentang pengaruh/ dampak penggunaan Styrofoam bagi
lingkungan

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid Benar 30 100.0 100.0 100.0

Pengetahuan tentang kemasan Styrofoam perlu dilapisi dengan bahan lain

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid Benar 28 93.3 93.3 93.3

Salah 2 6.7 6.7 100.0

Total 30 100.0 100.0

2. Sikap

Kemasan berfungsi sebagai pelindung makanan agar aman dikonsumsi

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid Setuju 30 100.0 100.0 100.0

Kemasan makanan tidak dapat merusak kualitas makanan pada kondisi apa pun.

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid Tidak Setuju 22 73.3 73.3 73.3

Satuju 8 26.7 26.7 100.0

Total 30 100.0 100.0

Makanan yang telah tercemar/ tercampur dengan zat kimia dari kemasan dapat
menimbulkan masalah kesehatan.

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Valid Setuju 27 90.0 90.0 90.0

Tidak Setuju 3 10.0 10.0 100.0

Total 30 100.0 100.0

Kemasan Styrofoam berbahaya jika digunakan untuk mengemas makanan yang


panas.

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid Setuju 18 60.0 60.0 60.0

Tidak Setuju 12 40.0 40.0 100.0

Total 30 100.0 100.0

Makanan yang baru selesai dimasak boleh langsung dikemas dalam wadah
Styrofoam.

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid Tidak Setuju 16 53.3 53.3 53.3

Setuju 14 46.7 46.7 100.0

Total 30 100.0 100.0

Suhu makanan yang tinggi (panas) dapat menyebabkan zat kimia dari kemasan
mencemari makanan.

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid Setuju 20 66.7 66.7 66.7

Tidak Setuju 10 33.3 33.3 100.0

Total 30 100.0 100.0

Makanan berlemak sebaiknya tidak dikemas dalam wadah Styrofoam.

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Valid Setuju 16 53.3 53.3 53.3

Tidak Setuju 14 46.7 46.7 100.0

Total 30 100.0 100.0

Makanan berminyak boleh dikemas dalam wadah Styrofoam.

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid Tidak Setuju 15 50.0 50.0 50.0

Setuju 15 50.0 50.0 100.0

Total 30 100.0 100.0

Makanan atau minuman yang mengandung asam sebaiknya tidak dikemas dalam
wadah Styrofoam.

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid Setuju 12 40.0 40.0 40.0

Tidak Setuju 18 60.0 60.0 100.0

Total 30 100.0 100.0

Semakin lama makanan disimpan dalam wadah Styrofoam semakin banyak zat
kimia dari kemasan yang mencemari makanan yang ada di dalamnya.

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid Setuju 10 33.3 33.3 33.3

Tidak Setuju 20 66.7 66.7 100.0

Total 30 100.0 100.0

Penggunaan kemasan Styrofoam yang tidak tepat dapat menyebabkan kanker.

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid Setuju 9 30.0 30.0 30.0

Tidak Setuju 21 70.0 70.0 100.0

Total 30 100.0 100.0

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Melapisi kemasan Styrofoam dengan kertas atau daun tidak dapat mengurangi
bahaya kemasan Styrofoam yang mungkin muncul.

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid Tidak Setuju 3 10.0 10.0 10.0

Setuju 27 90.0 90.0 100.0

Total 30 100.0 100.0

Sampah Styrofoam bisa diuraikan oleh alam

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid Tidak Setuju 12 40.0 40.0 40.0

Setuju 18 60.0 60.0 100.0

Total 30 100.0 100.0

Styrofoam dapat menyebabkan kerusakan lingkungan.

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid Setuju 20 66.7 66.7 66.7

Tidak Setuju 10 33.3 33.3 100.0

Total 30 100.0 100.0

Kemasan berfungsi sebagai pelindung makanan agar aman dikonsumsi.

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid Setuju 24 80.0 80.0 80.0

Tidak Setuju 6 20.0 20.0 100.0

Total 30 100.0 100.0

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


3. Tindakan
Apakah Anda langsung memasukkan makanan yang baru selesai dimasak
ke dalam kemasan Styrofoam?

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid Tidak 15 50.0 50.0 50.0

Ya 15 50.0 50.0 100.0

Total 30 100.0 100.0

Apakah Anda langsung menutup kemasan Styrofoam setelah makanan


dimasukkan ke dalam kemasan?

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid Tidak 14 46.7 46.7 46.7

Ya 16 53.3 53.3 100.0

Total 30 100.0 100.0

Apakah Anda membuang sampah Styrofoam di sembarang tempat?

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid Tidak 14 46.7 46.7 46.7

Ya 16 53.3 53.3 100.0

Total 30 100.0 100.0

Apakah Anda mengemas makanan yang berminyak dan berlemak


(Contoh: soto, mie goreng, nasi goreng, ayam goreng, keju, dll) dalam
wadah Styrofoam?

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid Tidak 14 46.7 46.7 46.7

Ya 16 53.3 53.3 100.0

Total 30 100.0 100.0

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Apakah Anda mengemas makanan yang berkuah panas (contoh: mie ayam,
bakso, mie kuah, steak, dll) dengan kemasan Styrofoam?

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid Tidak 10 33.3 33.3 33.3

Ya 20 66.7 66.7 100.0

Total 30 100.0 100.0

Apakah Anda mengemas makanan yang mengandung asam (contoh: Sayur


asam, Rujak, asam manis, dll) ke dalam wadah Styrofoam?

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid Tidak 20 66.7 66.7 66.7

Ya 10 33.3 33.3 100.0

Total 30 100.0 100.0

Apakah Anda mengemas minuman (selain air mineral dengan suhu <60̊ C)
dalam wadah Styrofoam?

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid Tidak 16 53.3 53.3 53.3

Ya 14 46.7 46.7 100.0

Total 30 100.0 100.0

Apakah Anda mengemas minuman yang panas ke dalam wadah


Styrofoam?

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid Tidak 15 50.0 50.0 50.0

Ya 15 50.0 50.0 100.0

Total 30 100.0 100.0

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Apakah Anda mengemas minuman yang mengandung lemak (contoh: kopi
dengan krim, susu, yoghurt, dll) ke dalam wadah Styrofoam?

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid Tidak 15 50.0 50.0 50.0

Ya 15 50.0 50.0 100.0

Total 30 100.0 100.0

Semakin lama makanan disimpan dalam wadah Styrofoam semakin banyak


zat kimia dari kemasan yang mencemari makanan yang ada di dalamnya.

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid Tidak 16 53.3 53.3 53.3

Ya 14 46.7 46.7 100.0

Total 30 100.0 100.0

Apakah Anda mengemas minuman yang mengandung alkohol ke dalam


wadah Styrofoam?

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid Tidak 29 96.7 96.7 96.7

Ya 1 3.3 3.3 100.0

Total 30 100.0 100.0

Apakah Anda pernah menggunakan wadah selain Styrofoam untuk


mengemas makanan yang dijual?

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid Ya 14 46.7 46.7 46.7

Tidak 16 53.3 53.3 100.0

Total 30 100.0 100.0

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Apakah Anda melapisi kemasan Styrofoam dengan kertas (kertas kedap,
seperti kertas nasi) sehingga makanan tidak bersentuhan langsung dengan
Styrofoam?

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid Ya 23 76.7 76.7 76.7

Tidak 7 23.3 23.3 100.0

Total 30 100.0 100.0

Apakah Anda menyediakan kemasan makanan selain Styrofoam?

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid Ya 14 46.7 46.7 46.7

Tidak 16 53.3 53.3 100.0

Total 30 100.0 100.0

Jika ya, apakah Anda memberikan pilihan kemasan selain Styrofoam


kepada pembeli untuk mengemas makanan?

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid Ya 5 16.7 16.7 16.7

Tidak 25 83.3 83.3 100.0

Total 30 100.0 100.0

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


4. Crosstabs

Case Processing Summary

Cases

Valid Missing Total

N Percent N Percent N Percent

Pendidikan * Pengetahuan 30 100.0% 0 .0% 30 100.0%

Pendidikan * Sikap 30 100.0% 0 .0% 30 100.0%

Pendidikan * Tindakan 30 100.0% 0 .0% 30 100.0%

5. Crosstab Antara Pendidikan dan Pengetahuan

Pendidikan * Pengetahuan Crosstabulation

Pengetahuan

Baik Buruk Total

Pendidikan PT Count 5 0 5

% within Pendidikan 100.0% .0% 100.0%

SD Count 0 2 2

% within Pendidikan .0% 100.0% 100.0%

SMA Count 12 5 17

% within Pendidikan 64.7% 35.3% 100.0%

SMP Count 2 3 5

% within Pendidikan 20.0% 80.0% 100.0%

TT_SD Count 0 1 1

% within Pendidikan .0% 100.0% 100.0%

Total Count 19 11 30

% within Pendidikan 56.7% 43.3% 100.0%

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


6. Crosstab Antara Pendidikan dan Sikap

Pendidikan * Sikap Crosstabulation

Sikap

Baik Buruk Total

Pendidikan PT Count 5 0 5

% within Pendidikan 100.0% .0% 100.0%

SD Count 0 2 2

% within Pendidikan .0% 100.0% 100.0%

SMA Count 10 7 17

% within Pendidikan 58.8% 41.2% 100.0%

SMP Count 1 4 5

% within Pendidikan 20.0% 80.0% 100.0%

TT_SD Count 0 1 1

% within Pendidikan .0% 100.0% 100.0%

Total Count 16 14 30

% within Pendidikan 53.3% 46.7% 100.0%

7. Crosstab Antara Pendidikan dan Tindakan

Pendidikan * Tindakan Crosstabulation

Tindakan

Baik Buruk Total

Pendidikan PT Count 5 0 5

% within Pendidikan 100.0% .0% 100.0%

SD Count 0 2 2

% within Pendidikan .0% 100.0% 100.0%

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


SMA Count 10 7 17

% within Pendidikan 58.8% 41.2% 100.0%

SMP Count 1 4 5

% within Pendidikan 20.0% 80.0% 100.0%

TT_SD Count 0 1 1

% within Pendidikan .0% 100.0% 100.0%

Total Count 16 14 30

% within Pendidikan 53.3% 46.7% 100.0%

8. Nonparametric Correlations Spearman’s Rho

Correlations

Pengetahuan Sikap Tindakan

Spearman's rho Pengetahuan Correlation Coefficient 1.000 .938** .901**

Sig. (2-tailed) . .000 .000

N 30 30 30

Sikap Correlation Coefficient .938** 1.000 .948**

Sig. (2-tailed) .000 . .000

N 30 30 30

Tindakan Correlation Coefficient .901** .948** 1.000

Sig. (2-tailed) .000 .000 .

N 30 30 30

**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Lampiran 3.
Dokumentasi Penelitian

Gambar 1 : Makanan berminyak dan panas (sambal ayam penyet) yang dikemas
dengan Styrofoam dan menggunakan alas kertas nasi sebagai pelindung makanan

Gambar 2 : Makanan berminyak dan berkuah panas (lontong kuah kacang) yang
dikemas dengan Styrofoam dan menggunakan alas kertas nasi dan plastik bening
sebagai pelindung makanan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Gambar 3 : Makanan panas (bubur ayam) yang dikemas dengan Styrofoam dan
menggunakan alas daun pisang sebagai pelindung makanan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Gambar 4 : Makanan panas dan berminyak (nasi campur) yang dikemas dengan
Styrofoam dan menggunakan alas daun pisang sebagai pelindung makanan

Gambar 5 : Pedagang pada gambar 4 yang menyediakan kemasan lain selain


Styrofoam (kertas nasi beralaskan daun pisang)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Anda mungkin juga menyukai