Anda di halaman 1dari 145

1

HIGIENE SANITASI TEMPAT PENGGILINGAN BAKSO DAN


PEMERIKSAAN SALMONELLA SP PADA ADONAN BAKSO
DI PASAR TRADISIONAL KECAMATAN TANJUNG
MORAWA TAHUN 2018

SKRIPSI

Oleh

PUTRI DEWI SYAFITRI


NIM : 141000474

PROGRAM STUDI S1 KESEHATAN MASYARAKAT


FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2018

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


2

HIGIENE SANITASI TEMPAT PENGGILINGAN BAKSO DAN


PEMERIKSAAN SALMONELLA SP PADA ADONAN BAKSO
DI PASAR TRADISIONAL KECAMATAN TANJUNG
MORAWA TAHUN 2018

SKRIPSI

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat


untuk Memperoleh Gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat
pada Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara

Oleh

PUTRI DEWI SYAFITRI


NIM : 141000474

PROGRAM STUDI S1 KESEHATAN MASYARAKAT


FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2018

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


3

PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI

Saya menyatakan dengan ini bahwa skripsi saya yang berjudul “Higiene

Sanitasi Tempat Penggilingan Bakso dan Pemeriksaan Salmonella sp pada

Adonan Bakso di Pasar Tradisional Kecamatan Tanjung Morawa Tahun 2018”

beserta seluruh isinya adalah benar karya sendiri dan saya tidak melakukan

penjiplakan atau pengutipan dengan cara-cara yang tidak sesuai dengan etika

keilmuan yang berlaku dalam masyarakat keilmuan kecuali yang secara tertulis

diacu dalam naskah ini dan disebut dalam daftar pustaka. Atas pernyataan ini,

saya siap menanggung risiko atau sanksi yang dijatuhkan kepada saya apabila

kemudian ditemukan adanya pelanggaran terhadap etika keilmuan dalam karya

saya ini, atau klaim dari pihak lain terhadap keaslian karya saya ini.

Medan, Oktober 2018

Putri Dewi Syafitri

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


4

ii

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


5

Telah diuji dan dipertahankan


Pada tanggal : 03 Oktober 2018

TIM PENGUJI SKRIPSI

Ketua : Ir. Indra Chahaya S, M.Si.


Anggota : 1. Prof. Dr. Dra. Irnawati Marsaulina, M.S.
2. Ir. Evi Naria, M.Kes.

iii

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


6

ABSTRAK

Tempat penggilingan bakso adalah tempat penjualan jasa menggiling bakso yang
dimanfaatkan hampir 90% pedagang bakso di Kecamatan Tanjung Morawa untuk
efektivitas dan efisiensi pengolahan bakso. Pemakaian jasa yang tinggi dan belum
adanya penelitian yang menggambarkan higiene sanitasi tempat penggilingan
bakso ini menjadikan penulis tertarik untuk meneliti. Tujuan penelitian ini adalah
untuk mengetahui gambaran higiene sanitasi tempat penggilingan bakso di pasar
tradisional tanjung morawa yaitu dari segi higiene perorangan pekerja, sanitasi
tempat, proses pengolahan, dan cemaran bakteri Salmonella sp. Penelitian ini
merupakan penelitian deskriptif dengan metode survei. Teknik pengumpulan data
pada penelitian ini menggunakan wawancara mendalam dengan jumlah responden
sebanyak 28 orang yang terdiri dari 23 pekerja tempat penggilingan bakso dan 5
orang pedagang bakso bakar dengan kategori yang menggilingkan bakso mereka
di masing-masing tempat penggilingan tersebut . Penelitian ini dilakukan di pasar
tradisional kecamatan tanjung morawa dan balai veteriner. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa gambaran umum higiene sanitasi tempat penggilingan bakso
di pasar tradisional Kecamatan Tanjung Morawa termasuk dalam kategori sedang
(skor 45%-75%). Hal ini menunjukkan bahwa higiene sanitasi pada tempat
tersebut belum terlalu baik disebabkan karena kurangnya kedisiplinan dari pekerja
maupun pedagang dalam menerapkan higiene sanitasi makanan. Pemeriksaan
pada adonan bakso di laboratorium balai veteriner medan menghasilkan tes
negatif sehingga dapat disimpulkan bahwa adonan bakso yang dihasilkan dari
tempat penggilingan bakso di pasar tradisional Kecamatan Tanjung Morawa aman
dari cemaran bakteri Salmonella sp. Penelitian ini menyarankan kepada Dinas
Kesehatan agar bekerjasama dengan Dinas Perindustrian dan Perdagangan
melakukan pengawasan dan pembinaan secara berkala kepada pedagang dalam
hal penerapan higiene sanitasi lingkungan. Kepada para pekerja maupun pedagang
diharapkan agar lebih mendisiplinkan diri dalam menerapkan 6 prinsip higiene
pengolahan makanan agar makanan yang diolah terhindar dari kontaminasi.

Kata kunci : Higiene, sanitasi, bakso, salmonella sp

iv

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


7

ABSTRACT

The place of meatballs grinding are a place to sell services to grind meatballs
who used by almost 90% of meatball traders in Tanjung Morawa sub-district for
the effectiveness and efficiency of processing for meatballs. The high utilization
of services and the absence of research who describing the sanitation of the
grinding of meatballs makes the writer interested in this research. The purpose of
this study was to determine the description of hygiene sanitation of meatball mills
in the traditional market of Tanjung Morawa in terms of personal hygiene of
workers, sanitation of places, processing, and contamination of Salmonella sp
bacteria. This research is a descriptive research with survei methode. Data
collection techniques in the study used in-depth interviews with 23 workers from
meatball mills and 5 merchant grilled meatballs as the respondents. This
research was conducted at the Traditional Market of Tanjung Morawa Subdistrict
and Veterinary Hall. The results showed that a general description of hygiene
sanitation at the grinding place meatballs in the traditional market in Tanjung
Morawa sub-district was in the medium category (score 45% -75%). This shows
that sanitation hygiene in these places has not been too good due to lack of
discipline from workers and traders in implementing of sanitation hygiene of food.
Test results on meatball dough in the field veterinary hall laboratory produced a
negative test so it can be concluded that the meatball mixture produced from the
meatball mill in the traditional market in Tanjung Morawa sub-district was safe
from contamination of Salmonella sp. This study suggested to the health
department to cooperate with the industry and trade offices to periodically
supervise and mentor traders in the implementation of environmental sanitation
hygiene. The workers and traders are expected to discipline themselves in
applying the 6 principles of food processing hygiene so that the processed food is
protected from contamination.

Keywords : Higiene, sanitation, meatballs, salmonella sp

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


8

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-Nya

sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Higiene Sanitasi

Tempat Penggilingan Bakso dan Pemeriksaan Salmonella Sp pada Adonan

Bakso di Pasar Tradisional Kecamatan Tanjung Morawa Tahun 2018”

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat

(SKM).

Selama proses penyusunan skripsi ini, penulis banyak mendapat bimbingan,

dukungan, bantuan, saran dan kritik dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada

kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih dan penghargaan yang sebesar-

besarnya kepada:

1. Prof. Dr. Runtung Sitepu, S.H., M.Hum., selaku Rektor Universitas

Sumatera Utara.

2. Prof. Dra. Ida Yustina, M.Si., selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat

Universitas Sumatera Utara.

3. Dr. dr. Taufik Ashar, M.K.M., selaku Ketua Departemen Kesehatan

Lingkungan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

4. Ir. Indra Chahaya S, M.si., selaku dosen pembimbing yang selalu

mengayomi, memberikan masukan dan arahan untuk membantu penulis

dalam memaksimalkan skripsi ini.

5. Prof. Dr. Dra. Irnawati Marsaulina, M.S., selaku Dosen Penguji I yang telah

memberikan masukan, bimbingan dan pengarahan kepada penulis sehingga

skripsi ini bisa diselesaikan dengan baik.

vi

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


9

6. Ir. Evi Naria, M.Kes., selaku Dosen Penguji II yang telah memberikan

arahan, masukan, kritik dan saran sehingga skripsi ini bisa diselesaikan

dengan baik.

7. Dra. Nurmaini, M.K.M., Ph.D., selaku Dosen Penasehat Akademik Fakultas

Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

8. Seluruh Dosen dan Staf di Fakultas Keseshatan Masyarakat Universitas

Sumatera Utara yang telah memberikan bekal ilmu selama penulis

menjalani pendidikan khususnya departemen kesehatan lingkungan.

9. drh. Nensy Maruana Hutagaol, selaku perwakilan balai veteriner medan

yang telah memberikan izin penelitian serta seluruh staf dan pegawai yang

telah banyak memberikan informasi untuk membantu penulis dalam

menyelesaikan penelitian ini.

10. Para responden yang telah banyak memberikan informasi untuk membantu

penulis dalam menyelesaikan penelitian ini.

11. Terkhusus untuk kedua orang tua tercinta, Ayahanda Alm. Muhammad

Hasan dan Ibunda Sri Dewi Khairani yang selalu sabar dan selalu

memberikan do’a tanpa henti, motivasi, nasihat, semangat dan dukungan

baik secara moril dan materil sehingga skripsi ini dapat terselesaikan dengan

baik. Serta abang tersayang, Hasri Agustira Ahmad dan istri yang

memberikan dukungan juga semangat selama pembuatan skripsi ini.

12. Untuk keluarga, sahabat, dan seluruh pihak yang tidak bisa disebutkan satu

persatu yang telah banyak membantu, memberikan semangat, dukungan dan

doa selama penyusunan skripsi ini.

vii

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


10

Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam

penulisan skripsi ini. Untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang

membangun dari semua pihak dalam rangka penyempurnaan skripsi ini. Akhir

kata penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat terutama dalam kemajuan ilmu

pengetahuan.

Medan, Oktober 2018

Penulis

viii

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


11

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI i


HALAMAN PENGESAHAN ii
ABSTRAK iv
ABSTRACK v
KATA PENGANTAR vi
DAFTAR ISI ix
DAFTAR TABEL xii
DAFTAR GAMBAR xiv
DAFTAR LAMPIRAN xv
DAFTAR RIWAYAT HIDUP xvi

PENDAHULUAN
Latar Belakang 1
Perumusan Masalah 8
Tujuan Penelitian 8
Tujuan Umum 8
Tujuan Khusus 8
Manfaat Penelitian 9

TINJAUAN PUSTAKA 10
Pengertian Higiene Sanitasi 10
Prinsip Higiene Sanitasi Pengolahan Makanan
( Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1096
Tahun 2011 tentang Higiene Sanitasi Jasaboga ) 12
Persyaratan Teknis Higiene Sanitasi 12
Cara Pengolahan Makanan yang Baik 21
Makanan Jajanan 28
Bakso 29
Pengertian Bakso 29
Bahan Pembuatan Bakso 30
Peralatan 33
Mekanisme Penggilingan Bakso di Pasar Tradisional 37
Bakso Bakar 39
Pengertian Bakso Bakar 39
Bahan Pembuatan Bakso Bakar 39
Peralatan 39
Mekanisme Pengolahan Bakso Bakar 40
Kontaminasi Makanan 42
Salmonella sp 43
Landasan Teori 46
Kerangka Konsep 49
ix

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


12

METODE PENELITIAN 51
Jenis Penelitian 51
Lokasi dan Waktu Penelitian 51
Lokasi Penelitian 51
Waktu Penelitian 52
Populasi dan Sampel Penelitian 52
Populasi Penelitian 52
Sampel Penelitian 52
Variabel dan Definisi Operasional 53
Variabel 53
Defenisi Operasional 53
Metode Pengumpulan Data 54
Data Primer 54
Data Sekunder 55
Metode Pengukuran 55
Tata Cara Penelitian 56
Wawancara 56
Observasi 56
Teknik Pengambilan Sampel Adonan Bakso 56
Prosedur Pemeriksaan 57
Metode Analisis Data 60

HASIL PENELITIAN 61
Gambaran Umum Daerah Penelitian 61
Letak dan Geografis Kecamatan Tanjung Morawa 61
Tempat Penggilingan Bakso di Pasar Tradisional
Kecamatan Tanjung Morawa 62
Hasil Penelitian 63
Responden 63
Karakteristik 64
Higiene Peorangan 65
Higiene Sanitasi Tempat 73
Penggilingan Bakso di Pasar Tradisional Kecamatan
Tanjung Morawa 73
Proses Pengolahan 82
Hasil pemeriksaan Bakteri Salmonella sp 85
Adonan Bakso Sebelum Direbus 85
Adonan Bakso Sesudah Direbus 85

PEMBAHASAN 87
Responden 87
Karakteristik 87
Higiene Perorangan 89
Higiene Sanitasi Tempat Penggilingan Bakso di Pasar Tradisional 91
Proses Pengolahan 93
Proses Pengolahan Adonan Bakso di Tempat

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


13

Penggilingan Bakso 93
Proses Pengolahan Bakso Bakar 97
Keberadaan Bakteri Salmonella sp pada Adonan Bakso 100

KESIMPULAN DAN SARAN 102


Kesimpulan 102
Saran 104

DAFTAR PUSTAKA 105


LAMPIRAN

xi

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


14

DAFTAR TABEL

No Judul Halaman
1 Suhu Penyimpanan Bahan Makanan 23

2 Distribusi Responden Pekerja Tempat Penggilingan Bakso


di Pasar Tradisional Kecamatan Tanjung Morawa 64

3 Distribusi Responden Pedagang Bakso Bakar berdasarkan


Penggunaaan Jasa Tempat Penggilingan Bakso
di Pasar Tradisional Kecamatan Tanjung Morawa 64
4 Distribusi Karakteristik Responden 65
5 Distribusi Responden berdasarkan Higiene Perorangan
Secara Umum 66

6 Distribusi Responden berdasarkan Tingkatan Higiene Perorangan 67

7 Distribusi Responden Pekerja Tempat penggilingan Bakso


berdasarkan Jawaban Kuesioner Higiene Perorangan 67

8 Distribusi Responden Pedagang Bakso Bakar berdasarkan


Jawaban Kuesioner Higiene Perorangan 71

9 Distribusi Tempat Penggilingan Bakso berdasarkan Penilaian


Sanitasi Tempat Penggilingan 74

10 Distribusi Sanitasi Tempat Penggilingan Bakso berdasarkan


Persyaratan Bangunan 75

11 Distribusi Sanitasi Tempat Penggilingan Bakso berdasarkan


Persyaratan Peralatan 78

12 Distribusi Sanitasi Tempat Penggilingan Bakso berdasarkan


Persyaratan Air Bersih 80

13 Distribusi Sanitasi Tempat Penggilingan Bakso berdasarkan


Persyaratan Drainase 81

14 Hasil Observasi Proses Penggilingan Bakso berdasarkan


Jawaban Kuesioner 83

xii

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


15

15 Hasil Observasi Proses Pengolahan Bakso Bakar berdasarkan


Jawaban Kuesioner 84

xiii

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


16

DAFTAR GAMBAR

No Judul Halaman

1 Mesin Meat Grinder Konvensional 34

2 Mesin Meat Grinder Non Konvensional 35

3 Mesin Mixer Bakso Manual 36

4 Mesin Mixer Bakso Otomatis 36

5 Kerangka Konsep 49

6 Sketsa Peta Kecamatan Tanjung Morawa 61

7 Kondisi Jalan Raya Simpang Kayu Besar


Kecamatan TanjungMorawa 62

xiv

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


17

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Judul Halaman

1 Kuesioner Higiene Perorangan 107

2 Kuesioner Sanitasi Tempat Penggilingan Bakso 110

3 Lembar Observasi Proses Penggilingan Bakso 114

4 Kuesioner Higiene Perorangan Pedagang Bakso Bakar 116

5 Lembar Observasi Proses Pengolahan Bakso Bakar 119

6 Hasil Uji Laboratorium Bakteri Salmonella sp 120

7 Surat Permohonan Izin Penelitian 121

8 Surat Izin Penelitian 122

9 Surat Keterangan Selesai Penelitian 123

10 Dokumentasi 124

xv

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


18

RIWAYAT HIDUP

Penulis bernama Putri Dewi Syafitri dilahirkan pada tanggal 10 Februari

1997 di Tebing Tinggi, Provinsi Sumatera Utara. Beragama Islam, anak kedua

dari dua bersaudara dari pasangan Ayahanda Muhammad Hasan dan Ibunda Sri

Dewi Khairani.

Pendidikan formal penulis dimulai di sekolah Taman Kanak-kanak

Bhayangkari pada tahun 2001-2002, pendidikan dasar di SD Negeri 173105

Tarutung tahun 2002-2007, pendidikan menengah pertama di SMP Negeri 1

Tanjung Morawa pada tahun 2007-2011, dan pendidikan menengah atas di SMA

Negeri 1 Tanjung Morawa pada tahun 2011-2014. Penulis kemudian melanjutkan

pendidikan tinggi di Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara

pada Peminatan Kesehatan Lingkungan tahun 2014-2018.

Medan, Oktober 2018

Putri Dewi Syafitri

xvi

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


1

Pendahuluan

Latar Belakang

Makanan merupakan kebutuhan dasar manusia untuk melanjutkan

kehidupan. Makanan yang dibutuhkan harus memenuhi syarat kesehatan secara

keseluruhan baik dari segi pemenuhan nilai gizi yang dibutuhkan oleh tubuh

maupun kebersihan dan keamanan ketika dikonsumsi. Makanan yang dikonsumsi

beragam jenisnya dengan berbagai cara pengolahannya. Apabila cara pengolahan

tidak dilakukan sesuai dengan prosedur dan standar kesehatan yang telah

ditetapkan, maka makanan tersebut sangat mungkin sekali menjadi penyebab

terjadinya gangguan dalam tubuh sehingga kita jatuh sakit.

Salah satu makanan yang populer dikalangan masyarakat luas adalah

bakso. Bakso merupakan makanan jajanan olahan daging (umumnya berasal dari

daging sapi, daging ayam, dan daging ikan) yang banyak digemari secara merata

oleh masyarakat mulai dari anak-anak sampai orang dewasa sehingga produk ini

dapat sangat mudah ditemukan dipasaran, mulai dari pedagang bakso keliling

sampai ke restoran mewah.

Berdasarkan pendapat Rahmi, et al, (2015) yang mengutip hasil penelitian

Wibowo maka dapat disimpulkan bahwa kualitas bakso sangat ditentukan oleh

kualitas bahan mentahnya terutama jenis dan mutu daging, macam tepung yang

digunakan serta perbandingannya di dalam adonan. Dalam pembuatan bakso

daging, kesegaran dan jenis daging sangatlah mempengaruhi mutu dari bakso

tersebut. Oleh karena itu sebaiknya digunakan jenis daging yang baik dan bermutu

tinggi seperti jenis daging yang masih segar, berdaging tebal, dan tidak banyak

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


2

lemak. Kenyataannya, banyak pedagang bakso kecil yang tidak mengetahui atau

bahkan mengabaikan hal tersebut. Pedagang bakso lebih banyak memanfaatkan

bagian tubuh daging ayam lain seperti leher dan kepala ayam untuk dicampurkan

dengan daging ayam yang kuantitasnya lebih sedikit untuk digiling bersamaan

demi menekan modal dan meraih keuntungan lebih banyak. Sebagian besar yang

melakukan hal tersebut adalah pedagang kecil makanan jajanan seperti bakso

bakar, bakso kojek, dan yang lainnya dimana makanan-makanan tersebut adalah

makanan yang banyak digemari masyarakat terutama anak-anak.

Penyebab utama yang menjadikan makanan sebagai vehicle adalah karena

adanya kontaminasi yang berasal dari pekerja, peralatan, sampah, serangga, tikus,

dan faktor lingkungan seperti udara dan air. Kontaminasi tersebut dapat terjadi

apabila prinsip higiene dan sanitasi pengolahan makanan tidak diterapkan secara

sungguh-sungguh oleh pekerja sehingga dari seluruh kontaminasi makanan

tersebut pekerja adalah yang paling besar membawa pengaruh dalam proses

kontaminasi makanan. Maka dari itu, kesehatan dan kebersihan pengolah

makanan harus diperhatikan dengan sungguh-sungguh karena mempunyai

pengaruh yang cukup besar pada kualitas makanan yang dihasilkannya.

Higiene Sanitasi adalah suatu usaha pencegahan yang dilakukan untuk

menghindarkan diri dari penyakit. Secara definisi higiene adalah upaya kesehatan

dengan cara memelihara dan melindungi kebersihan subyeknya sedangkan

sanitasi adalah upaya kesehatan dengan cara memelihara dan melindungi

kebersihan lingkungan dari subyeknya. Sanitasi Makanan adalah upaya-upaya

yang ditujukan untuk kebersihan dan keamanan makanan agar tidak menimbulkan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


3

bahaya keracunan dan penyakit pada manusia (Depkes RI, 2004). Higiene dan

sanitasi adalah dua hal yang tidak dapat terpisahkan satu dengan yang lain karena

erat kaitannya sehingga apabila salah satu tidak ada, maka upaya penyehatan tidak

dapat terjadi dengan sempurna.

Penyakit yang erat kaitannya dengan penyediaan makanan yang tidak

higienis dan sering terjadi adalah penyakit dengan gejala diare, gastrointestinal

dan keracunan makanan. Penyakit-penyakit tersebut dapat terjadi disebabkan

karena makanan yang masuk kedalam tubuh bisa jadi mengandung toksin

mikroba, baik toksin tersebut terbentuk dalam makanan sebelum dikonsumsi

maupun terjadi dalam saluran pencernaan karena dalam makanan mengandung

mikroba tertentu, seperti peracunan makanan salah satunya adalah oleh bakteri

Salmonella sp. Penyakit tersebut dapat juga dikatakan food borne desease

(Penyakit Bawaan Makanan).

Di alam bebas, kuman ini dapat ditemukan dimana-mana dan dapat

menimbulkan infeksi pada manusia dan hewan baik domestik maupun hewan liar.

Pada manusia, Salmonella sp menyebabkan berbagai macam penyakit seperti

gastroentritis, bakterikemia, dan septikimia, serta demam enterik. Salmonella sp

adalah organisme yang tangguh. Kuman ini tahan hidup di berbagai kondisi

lingkungan seperti keadaan dingin ataupun keadaan suhu yang agak panas.

Laporan dari negara luar salah satunya di Amerika Serikat menyatakan sekitar 1,4

juta kasus salmonellosis pada manusia dijumpai setiap tahunnya. Distribusi umur

penderita-penderita salmonellosis menunjukkan insidens tertinggi adalah pada

bayi-bayi dan anak-anak di bawah 5 tahun dan pada individu di atas 70 tahun

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


4

dimana jumlah penderita laki-laki lebih besar daripada perempuan meskipun

dengan perbandingan yang kecil (Lesmana,2006).

Infeksi oleh karena Salmonella sp dapat dibagi menjadi dua yaitu ; (1)

Infeksi non-tifoid (yang paling dominan adalah penyakit diare) ;(2) Demam tifoid

atau demam enterik yang disebabkan oleh Salmonella ser, typhi dan Salmonella

ser.paratyphi. Di negara maju seperti Amerika dan Eropa, Salmonella non-tifoid

tercatat sebagai sebab utama infeksi karena makanan yang telah meningkat dan

mencapai proporsi epidemik. Di Indonesia angka isolasi Salmonellanon-tifoid

dilaporkan sebesar 2.2% dari total 6760 penderita diare yang disurvei, terbanyak

pada anak-anak 1- 4 tahun dan di atas 14 tahun dengan perbandingan laki-laki dan

perempuan 6:4.

Menurut Lesmana (2006) yang mengutip data Badan Kesehatan Dunia

(WHO), Demam enterik atau yang lebih dikenal dengan demam tifoid

diperkirakan telah dijumpai sekitar 16-17 juta kasus setiap tahunnya dengan

jumlah kematian sebesar 600.000 jiwa dan mayoritas dari kasus-kasus tifoid

terdapat di negara berkembang, khususnya Asia, dimana kondisi hunian sangat

padat, dan sanitasi serta sistem air bersih kurang memadai. Salah satu masalah

yang menyebabkan sulitnya pemberantasan penyakit ini adalah didapatnya

pembawa (carrier) kuman Tifes, yakni yang pernah menderita ataupun tidak

pernah menderita penyakit ini (Soemirat, 2011).

Reservoir terbaik dari bakteri ini salah satunya adalah daging. Berdasarkan

hasil penelitan Syarifah dan Novarieta (2015) tentang deteksi Salmonella sp pada

daging ayam dan sapi menyatakan bahwa daging ayam lebih rentan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


5

terkontaminasi bakteri salmonella dibanding daging sapi. Penelitian tersebut juga

menunjukkan bahwa daging sapi dan daging ayam yang dideteksi dari pasar

tradisional 5,26% lebih rentan tercemar bakteri Salmonella sp dibandingkan

dengan pasar swalayan.

Berdasarkan hasil penelitian Hasrawati (2017) tentang tingkat cemaran

bakteri Salmonella sp pada daging ayam yang dijual di pasar tradisional Makassar

menyatakan bahwa dari 24 sampel yang diteliti di empat pasar tradisional

menghasilkan pengujian 10 sampel positif tercemar bakteri Salmonella sp.

Hasil penelitian dari Budiarso dan Belo (2009) tentang deteksi cemaran

Salmonella sp pada daging ayam yang dijual di pasar tradisional wilayah Kota

Yogyakarta menunjukkan dari 45 sampel yang diteliti terdapat sekitar 20% (9

sampel) yang positif tercemar bakteri Salmonella sp.

Penelitian lain juga dilakukan oleh Sihombing (2016) tentang hubungan

higiene perorangan, perilaku pedagang, sanitasi tempat penjualan dengan

keberadaan Salmonella sp pada daging ayam di pasar tradisional di kecamatan

Medan baru Kota Medan tahun 2016 yang menunjukkan bahwa dari 31 sampel

yang ditelitii terdapat 4 sampel yang positif tercemar bakteri Salmonella sp.

Pengolahan makanan jajanan bakso dapat dilakukan oleh pedagang sendiri

dari mulai mengolah bahan mentah sampai dengan proses perebusan. Namun,

untuk menghemat waktu dan tenaga tidak sedikit pedagang yang memanfaatkan

jasa tempat penggilingan bakso yang tersedia pada pasar tradisional di daerah

tempat tinggalnya. Jasa tempat penggilingan bakso yang tersedia di pasar

tradisional umumnya melayani pelanggan yang ingin mengolah bahan mentah

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


6

bakso yang berupa daging sapi, ayam, atau ikan menjadi adonan bakso. Bahan

mentah tersebut akan digiling bersama dengan campuran bahan pengisi seperti

tepung, garam, telur, dan berbagai bumbu pelengkap lainnya sehingga

menghasilkan adonan bakso yang siap untuk diolah ke tahap selanjutnya yaitu

proses perebusan oleh masing-masing pedagang.

Beberapa hasil penelitian tersebut menjadi pendukung awal timbulnya

dugaan bahwa proses penggilingan bakso yang dilakukan oleh jasa tempat

penggilingan bakso di pasar tradisional belum terjamin kehigienisannya. Daging

yang digunakan sebagai bahan baku pembuatan bakso sebagian besar didapatkan

dari tempat yang sama dengan keadaan yang sama, maka bukan tidak mungkin

terjadinya pencemaran bakteri Salmonella sp pada proses penggilingan bakso di

tempat penggilingan tersebut.

Setelah melakukan survei awal di pasar tradisional Kecamatan Tanjung

Morawa pada hari Rabu (28 Februari 2018) sampai dengan Minggu (04 Maret

2018), dihasilkan informasi bahwa terdapat 5 jasa tempat penggilingan bakso

yang tersedia dengan total jumlah pekerja kurang lebih 20 orang yang tersebar

pada setiap kios tersebut. Berdasarkan hasil pengamatan pada beberapa pekerja di

tempat-tempat penggilingan bakso di pasar tradisional kecamatan Tanjung

Morawa, didapati bahwa pekerja kurang memperhatikan kebersihan diri maupun

tempat penggilingan pada saat bekerja. Daging yang diterima dari para pelanggan

tidak mengalami proses pencucian terlebih dahulu melainkan langsung memasuki

proses pencampuran bahan pengisi dan bumbu pelengkap. Selain itu, para pekerja

yang didominasi oleh laki-laki tersebut juga rata-rata memiliki kebiasaan yang

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


7

kurang baik yaitu merokok ketika melakukan proses penggilingan bakso dan tidak

melakukan cuci tangan dengan cara yang baik yaitu menggunakan air mengalir

dan sabun melainkan hanya dengan mencelupkan tangan mereka pada sebuah

ember berisi air yang dipakai secara berulang-ulang dan beramai-ramai. Hal ini

dapat memungkinkan adonan bakso yang telah digiling terkontaminasi oleh

bakteri khususnya Salmonella sp yang berasal dari bahan mentah daging ayam

maupun air bersih yang tidak higienis. Kios yang dijadikan tempat penggilingan

bakso juga terlihat kurang dijaga kebersihannya dapat diketahui dari banyaknya

tepung yang berserakan di atas meja hingga mengeras, lantai yang licin karena

genangan air, dan barang-barang yang berserakan yang terletak tidak sesuai pada

tempatnya (misalnya : wadah untuk tempat adonan yang sudah di giling

diletakkan di sembarang tempat).

Bakso tersebut pada akhirnya akan mengalami proses perebusan pada

tahap pengolahan berikutnya yang dapat memungkinkan bakteri yang

mengkontaminasi adonan tersebut mati. Namun, melihat begitu banyaknya faktor

resiko penyebab kontaminasi bakteri pada tempat maupun proses penggilingan

bakso yang dilaksanakan di pasar tradisional, peneliti tertarik untuk melihat

jumlah bakteri pada saat sebelum dan sesudah mengalami proses perebusan telah

dalam kategori aman atau tidak bagi kesehatan jika dikonsumsi konsumen.

Berdasarkan permasalahan tersebut diatas maka perlu dilakukan penelitian

mengenai higiene sanitasi tempat penggilingan bakso dan pemeriksaan bakteri

Salmonella sp sebelum dan sesudah perebusan pada adonan bakso yang digiling

di Pasar Tradisional Kecamatan Tanjung Morawa Tahun 2018.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


8

Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan di atas, maka

rumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana gambaran higiene

sanitasi tempat penggilingan bakso yang berada di pasar tradisional kecamatan

Tanjung Morawa dan ada atau tidaknya keberadaan bakteri Salmonella sp pada

adonan bakso yang telah digiling tersebut pada saat sebelum dan sesudah direbus

sehingga termasuk dalam kategori aman atau tidak aman bagi kesehatan.

Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini dapat dibagi menjadi dua, secara umum dan secara

khusus.

Tujuan umum. Tujuan umum penelitian adalah untuk mengetahui

Higiene Sanitasi Tempat penggilingan bakso dan keberadaan kandungan bakteri

Salmonella sp pada adonan bakso yang digiling di Pasar Tradisional saat sebelum

dan sesudah perebusan Kecamatan Tanjung Morawa Tahun 2018.

Tujuan khusus. Tujuan khusus penelitian ini antara lain untuk

mengetahui proses penggilingan adonan bakso di pasar tradisional, mengetahui

higiene perorangan pekerja di tempat penggilingan bakso, mengetahui sanitasi

tempat penggilingan adonan bakso, mengetahui keberadaan bakteri Salmonella sp

pada adonan bakso yang telah digiling dan untuk mengetahui keamanan

keberadaan Salmonella sp pada adonan sebelum dan sesudah mengalami proses

perebusan.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


9

Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian ini adalah dapat dijadikan gambaran dan informasi

tentang higiene sanitasi pada tempat penggilingan bakso di pasar tradisional

kecamatan tanjung morawa, sebagai bahan masukan pihak terkait agar lebih

meningkatkan pembinaan lewat penyuluhan tentang higiene sanitasi tempat

pengolahan makanan khususnya yang berada di pasar tradisional, dan dapat

bermanfaat sebagai bahan informasi yang dapat digunakan untuk referensi

pengembangan ilmu atau penelitian lebih lanjut bagi yang membutuhkan.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


10

Tinjauan Pustaka

Pengertian Higiene Sanitasi

Secara defenisi higiene adalah usaha kesehatan preventif yang

menitikberatkan pada kegiatan kebersihan individu dan kesehatan pribadi (Sihite,

2000). Menurut pendapat lain, higiene adalah upaya kesehatan dengan cara

memelihara dan melindungi kebersihan subyeknya seperti mencuci tangan dengan

air bersih dan sabun untuk melindungi kebersihan tangan, mencuci piring untuk

kebersihan piring, membuang bagian makanan yang rusak untuk melindungi

kebutuhan makanan secara keseluruhan (Depkes RI, 2004).

Sanitasi adalah upaya kesehatan dengan cara memelihara dan melindungi

kebersihan lingkungan dari subyeknya. Misalnya menyediakan air yang bersih

untuk keperluan mencuci tangan, menyediakan tempat sampah untuk mewadahi

sampah agar tidak dibuang sembarangan (Depkes RI, 2004). Higiene dan sanitasi

adalah suatu upaya untuk menghindarkan diri dari penyakit yang dalam

implementasinya harus dilakukan secara bersamaan atau saling melengkapi.

Penerapan higiene yang baik pada individu dapat diterapkan apabila tersedia

sanitasi yang memadai dan begitu pula sebaliknya.

Berdasarkan pendapat Sarudji (2010), dapat disimpulkan bahwa ada

beberapa faktor yang menjadikan makanan sebagai penyebab gangguan kesehatan

manusia yaitu (1) kandungan gizi yang menurun atau bahkan hilang karena rusak;

(2) makanan berperan sebagai vehicle (media penularan penyakit) dari beberapa

penyakit saluran alat cerna; (3) makanan mengandung toksin bakteri; (4) bahan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


11

makanan mengandung racun (poisonous plant and animal); (5) Makanan

mengandung kontaminan bahan kimia toksik yang berbahaya bagi kesehatan yang

diperoleh dari proses penanganan atau pengolahan; (6) makanan mengandung

bahan toksik atau karsinogenik yang berasal dari bahan aditif untuk pengawet,

pewarna atau penyedap.

Menurut Kusmayadi (2007) terdapat 4 hal penting yang menjadi prinsip

higiene dan sanitasi makanan yang meliputi perilaku sehat dan bersih orang yang

mengelola makanan, sanitasi makanan, sanitasi peralatan dan sanitasi tempat

pengolahan. Konsep dasar pengelolaan makanan sudah diatur oleh Depkes (2000)

melalui enam prinsip higiene sanitasi makanan yaitu : (1) Pemilihan Bahan

Makanan, (2) Penyimpanan Bahan Makanan, (3) Pengolahan Bahan Makanan,

dimana pada bagian ini meliputi 3 hal yaitu peralatan, penjamah makanan, dan

tempat pengolahan, (4) Penyimpanan makanan matang, (5) Pengangkutan

Makanan, (6) Penyajian Makanan.

Triwibowo dan Pusphandani (2013) berpendapat bahwa, persyaratan

higiene sanitasi makanan dan minuman tempat pengelolaan makanan, meliputi :

1. Persyaratan lokasi dan bangunan

2. Persyaratan fasilitas sanitasi

3. Persyaratan dapur, ruang makan dan gudang makanan

4. Persyaratan bahan makanan dan makanan jadi

5. Persyaratan pengolahan makanan

6. Persyaratan penyimpanan bahan makanan dan makanan jadi

7. Persyaratan peralatan yang digunakan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


12

8. Pencemaran lingkungan

Prinsip Higiene Sanitasi Pengolahan Makanan ( Peraturan Menteri

Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1096 Tahun 2011 tentang Higiene

Sanitasi Jasaboga )

Persyaratan higiene sanitasi pengolahan makanan dapat dibagi menjadi

dua yaitu persyaratan teknis higiene sanitasi dan cara pengolahan makanan yang

baik.

Persyaratan teknis higiene sanitasi. Persyaratan teknis higiene sanitasi

terdiri dari beberapa komponen yaitu bangunan, peralatan, air bersih, dan

drainase.

Bangunan. Pada bagian bangunan terbagi atas beberapa objek penilaian

yaitu lokasi, langit-langit, pintu dan jendela, pencahayaan, ventilasi / penghawaan

/ lubang angin, dan ruang pengolahan makanan.

Lokasi. Lokasi jasaboga tidak berdekatan dengan sumber pencemaran

seperti tempat sampah umum, WC umum, pabrik cat dan sumber pencemar

lainnya. Penilaian sanitasi tempat berdasarkan pembagian lokasi yaitu :

1. Halaman dengan beberapa persyaratan antara lain :

A. Terpampang papan nama perusahaan dan nomor Izin Usaha serta nomor

Sertifikat Laik Higiene Sanitasi.

B. Halaman bersih, tidak bersemak, tidak banyak lalat dan tersedia tempat

sampah yang bersih dan bertutup, tidak terdapat tumpukan barang-barang

yang dapat menjadi sarang tikus.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


13

C. Pembuangan air limbah (air limbah dapur dan kamar mandi) tidak

menimbulkan sarang serangga, jalan masuknya tikus dan dipelihara

kebersihannya.

D. Pembuangan air hujan lancar, tidak terdapat genangan air.

2. Konstruksi bangunan untuk kegiatan jasaboga harus kokoh dan aman.

Konstruksi selain kuat juga selalu dalam keadaan bersih secara fisik dan

bebas dari barang-barang sisa atau bekas yang ditempatkan sembarangan.

3. Lantai pada tempat pengolahan makanan harus kedap air, rata, tidak retak,

tidak licin, kemiringan/kelandaian cukup dan mudah dibersihkan.

4. Dinding dengan persyaratan sebagai meliputi :

A. Permukaan dinding sebelah dalam rata, tidak lembab, mudah dibersihkan

dan berwarna terang.

B. Permukaan dinding yang selalu kena percikan air, dilapisi bahan kedap air

setinggi 2 (dua) meter dari lantai dengan permukaan halus, tidak menahan

debu dan berwarna terang.

C. Sudut dinding dengan lantai berbentuk lengkung (conus) agar mudah

dibersihkan dan tidak menyimpan debu/kotoran.

Langit-langit. Persyaratan langit-langit yang harus dipenuhi meliputi :

1. Bidang langit-langit harus menutupi seluruh atap bangunan, terbuat dari

bahan yang permukaannya rata, mudah dibersihkan, tidak menyerap air dan

berwarna terang.

2. Tinggi langit-langit minimal 2,4 meter di atas lantai.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


14

Pintu dan jendela. Persyaratan pintu dan jendela yang harus dipenuhi

meliputi :

1. Pintu ruang tempat pengolahan makanan dibuat membuka ke arah luar dan

dapat menutup sendiri (self closing), dilengkapi peralatan anti serangga/lalat

seperti kassa, tirai, pintu rangkap dan lain-lain.

2. Pintu dan jendela ruang tempat pengolahan makanan dilengkapi peralatan anti

serangga/lalat seperti kassa, tirai, pintu rangkap dan lain-lain yang dapat

dibuka dan dipasang untuk dibersihkan.

Pencahayaan. Persyaratan pencahayaan yang harus dipenuhi meliputi :

1. Intensitas pencahayaan harus cukup untuk dapat melakukan pemeriksaan dan

pembersihan serta melakukan pekerjaan-pekerjaan secara efektif.

2. Setiap ruang tempat pengolahan makanan dan tempat cuci tangan intensitas

pencahayaan sedikitnya 20 foot candle/fc (200 lux) pada titik 90 cm dari

lantai.

3. Semua pencahayaan tidak boleh menimbulkan silau dan distribusinya

sedemikian rupa sehingga tidak menimbulkan bayangan.

4. Cahaya terang dapat diketahui dengan alat ukur lux meter (foot candle meter).

Ventilasi / penghawaan / lubang angin. Persyaratan ventilasi dengan yang

harus dipenuhi meliputi :

1. Bangunan atau ruangan tempat pengolahan makanan harus dilengkapi dengan

ventilasi sehingga terjadi sirkulasi/peredaran udara.

2. Luas ventilasi 20% dari luas lantai.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


15

Ruang pengolahan makanan. Persyaratan ruang pengolahan makanan

yang harus dipenuhi meliputi :

1. Luas tempat pengolahan makanan harus sesuai dengan jumlah karyawan yang

bekerja dan peralatan yang ada di ruang pengolahan.

2. Luas lantai dapur yang bebas dari peralatan minimal dua meter persegi (2 m²)

untuk setiap orang pekerja.

3. Ruang pengolahan makanan tidak boleh berhubungan langsung dengan

toilet/jamban, peturasan dan kamar mandi.

4. Peralatan di ruang pengolahan makanan minimal harus ada meja kerja,

lemari/tempat penyimpanan bahan dan makanan jadi yang terlindung dari

gangguan serangga, tikus dan hewan lainnya.

Fasilitas sanitasi. Fasilitas sanitasi yang akan dinilai terbagi atas beberapa

komponen yaitu tempat cuci tangan, air bersih, jamban, peturasan , kamar mandi,

dan tempat sampah.

Tempat cuci tangan. Persyaratan tempat cuci tangan yang harus dipenuhi

yaitu :

1. Tersedia tempat cuci tangan yang terpisah dari tempat cuci peralatan maupun

bahan makanan dilengkapi dengan air mengalir dan sabun, saluran

pembuangan tertutup, baik penampungan air dan alat pengering.

2. Tempat cuci tangan diletakkan pada tempat yang mudah dijangkau dan dekat

dengan tempat bekerja.

3. Jumlah tempat cuci tangan disesuaikan dengan jumlah karyawan dengan

perbandingan sebagai berikut :

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


16

4. Jumlah karyawan 1 – 10 orang : 1 buah tempat cuci tangan

11 – 20 orang : 2 buah tempat cuci tangan

Setiap ada penambahan karyawan sampai dengan 10 orang, ada penambahan

1 (satu) buah tempat cuci tangan.

Air bersih. Air bersih dengan persyaratan yang harus dipenuhi yaitu :

1. Air bersih harus tersedia cukup untuk seluruh kegiatan penyelenggaraan

jasaboga.

2. Kualitas air bersih harus memenuhi persyaratan sesuai dengan peraturan yang

berlaku.

Jamban dan Peturasan. Persyaratan jamban dan peturasan yang harus

dipenuhi yaitu :

1. Jasaboga harus mempunyai jamban dan peturasan yang memenuhi syarat

higiene sanitasi.

2. Jumlah jamban harus cukup, dengan perbandingan sebagai berikut :

A. Pada sebuah tempat pengoalahan makanan jumlah jamban dipengaruhi

oleh jumlah karyawan yang apabila :

1) Jumlah karyawan 1 – 10 orang : 1 buah

2) Jumlah karyawan 11 – 25 orang : 2 buah

3) Jumlah karyawan 26 – 50 orang : 3 buah

Setiap ada penambahan karyawan sampai dengan 25 orang, ada

penambahan 1 (satu) buah jamban.

B. Pada sebuah tempat pengoalahan makanan jumlah peturasan dipengaruhi

oleh jumlah karyawan yang apabila :

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


17

1) Jumlah karyawan 1 – 30 orang : 1 buah

2) Jumlah karyawan 31 – 60 orang : 2 buah

Setiap ada penambahan karyawan sampai dengan 30 orang, ada

penambahan 1 (satu) buah peturasan.

Kamar mandi. Persyaratan kamar mandi yang harus dipenuhi adalah :

1. Jasaboga harus mempunyai fasilitas kamar mandi yang dilengkapi dengan air

mengalir dan saluran pembuangan air limbah yang memenuhi persyaratan

kesehatan.

2. Jumlah kamar mandi harus mencukupi kebutuhan, paling sedikit tersedia

1 buah dengan jumlah pekerja 1-30 orang. Setiap ada penambahan karyawan

sampai dengan 20 orang, ada penambahan 1 (satu) buah kamar mandi.

Tempat sampah. Persyaratan tempat sampah yang harus dipenuhi adalah :

1. Tempat sampah harus terpisah antara sampah basah (organik) dan sampah

kering (anorganik).

2. Tempat sampah harus bertutup, tersedia dalam jumlah yang cukup dan

diletakkan sedekat mungkin dengan sumber produksi sampah, namun dapat

menghindari kemungkinan tercemarnya makanan oleh sampah.

Peralatan. Tempat pencucian peralatan dan bahan makanan adalah

sebagai berikut :

1. Tersedia tempat pencucian peralatan, jika memungkinkan terpisah dari tempat

pencucian bahan pangan.

2. Pencucian peralatan harus menggunakan bahan pembersih/deterjen.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


18

3. Pencucian bahan makanan yang tidak dimasak atau dimakan mentah harus

dicuci dengan menggunakan larutan Kalium Permanganat (KmnO4) dengan

konsentrasi 0,02% selama 2 menit atau larutan kaporit dengan konsentrasi

70% selama 2 menit atau dicelupkan ke dalam air mendidih (suhu 80ºC -

100ºC) selama 1 – 5 detik.

4. Peralatan dan bahan makanan yang telah dibersihkan disimpan dalam tempat

yang terlindung dari pencemaran serangga, tikus dan hewan lainnya.

Ketenagaan. Tenaga / karyawan pengolah makanan harus memenuhi

persyaratan yang telah ditetapkan meliputi :

1. Memiliki sertifikat kursus higiene sanitasi makanan.

2. Berbadan sehat yang dibuktikan dengan surat keterangan dokter.

3. Tidak mengidap penyakit menular seperti tipus, kolera, TBC, hepatitis dan

lain-lain atau pembawa kuman (carrier).

4. Setiap karyawan harus memiliki buku pemeriksaan kesehatan yang berlaku.

5. Semua kegiatan pengolahan makanan harus dilakukan dengan cara terlindung

dari kontak langsung dengan tubuh.

6. Perlindungan kontak langsung dengan makanan dilakukan dengan

menggunakan alat :

a. Sarung tangan plastik sekali pakai (disposal)

b. Penjepit makanan

c. Sendok garpu

7. Untuk melindungi pencemaran terhadap makanan menggunakan :

a. Celemek / apron

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


19

b. Tutup rambut

c. Sepatu kedap air

8. Perilaku selama bekerja/mengelola makanan :

a. Tidak merokok

b. Tidak makan atau mengunyah

c. Tidak memakai perhiasan, kecuali cincin kawin yang tidak berhias (polos)

d. Tidak menggunakan peralatan dan fasilitas yang bukan untuk

keperluannya

e. Selalu mencuci tangan sebelum bekerja, setelah bekerja dan setelah keluar

dari toilet/jamban

f. Selalu memakai pakaian kerja dan pakaian pelindung dengan benar

g. Selalu memakai pakaian kerja yang bersih yang tidak dipakai di luar

tempat jasaboga

h. Tidak banyak berbicara dan selalu menutup mulut pada saat batuk atau

bersin dengan menjauhi makanan atau keluar dari ruangan

i. Tidak menyisir rambut di dekat makanan yang akan dan telah diolah

Makanan. Makanan yang dikonsumsi harus higienis dari :

1. Cemaran fisik seperti pecahan kaca, kerikil, potongan lidi, rambut, isi staples,

dan sebagainya dengan penglihatan secara seksama atau secara kasat mata.

2. Cemaran kimia seperti Timah Hitam, Arsenicum, Cadmium, Seng, Tembaga,

Pestisida dan sebagainya.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


20

3. Cemaran bakteri seperti Eschericia coli (E.coli) dan sebagainya melalui

pemeriksaan laboratorium dan hasil pemeriksaan menunjukkan angka kuman

E.coli 0 (nol)

Pemeriksaan higiene sanitasi. Pemeriksaan higiene sanitasi dilakukan

untuk menilai kelaikan persyaratan teknis fisik yaitu bangunan, peralatan dan

ketenagaan serta persyaratan makanan dari cemaran kimia dan bakteriologis. Nilai

pemeriksaan ini dituangkan di dalam berita acara kelaikan fisik dan berita acara

pemeriksaan sampel/specimen.

Pemeriksaan fisik. Penilaian pemeriksaan fisik disesuaikan dengan jenis

golongan tempat pengolahan makanan yang telah ditetapkan yaitu :

1. Golongan , minimal nilai 65 maksimal 70, atau 65 – 70%

2. Golongan , minimal nilai 70 maksimal 74, atau 70 – 74%

3. Golongan , minimal nilai 74 maksimal 83, atau 74 – 83%

4. Golongan B, minimal nilai 83 maksimal 92, atau 83 – 92%

5. Golongan C, minimal nilai 92 maksimal 100, atau rangking 92 – 100%

Pemeriksaan laboratorium. Pemeriksaan laboratorium meliputi :

1. Cemaran kimia pada makanan negatif.

2. Angka kuman E.coli pada makanan )/gr contoh makanan.

3. Angka kuman pada peralatan makan 0 (nol)

4. Tidak diperoleh adanya carrier (pembawa kuman patogen) pada penjamah

makanan yang diperiksa (usap dubur / rectal swab).

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


21

Cara pengolahan makanan yang baik. Pengelolaan makanan pada

jasaboga harus menerapkan 6 prinsip higiene sanitasi makanan, yaitu :

Pemilihan bahan makanan. Prinsip pemilihan bahan makanan dibagi

berdasarka jenis bahan makanan yang diteliti :

Bahan makanan mentah (segar). Bahan makanan mentah (segar) yaitu

makanan yang perlu pengolahan sebelum dihidangkan seperti :

1. Daging, susu, telor, ikan/udang, buah dan sayuran harus dalam keadaan baik,

segar dan tidak rusak atau berubah bentuk, warna dan rasa, serta sebaiknya

berasal dari tempat resmi yang diawasi.

2. Jenis tepung dan biji-bijian harus dalam keadaan baik, tidak berubah warna,

tidak bernoda dan tidak berjamur.

Makanan fermentasi. Makanan fermentasi adalah makanan yang diolah

dengan bantuan mikroba seperti ragi atau cendawan, harus dalam keadaaan baik,

tercium aroma fermentasi, tidak berubah warna, rasa serta tidak bernoda dan tidak

berjamur.

1. Bahan Tambahan Pangan (BTP) yang dipakai harus memenuhi persyaratan

sesuai peraturan yang berlaku.

2. Makanan olahan pabrik yaitu makanan yang dapat langsung dimakan tetapi

digunakan untuk proses pengolahan makanan lebih lanjut yaitu :

a. Makanan dikemas

1) Mempunyai lebel dan merk

2) Terdaftar dan mempunyai nomor daftar

3) Kemasan tidak rusak / pecah atau kembung

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


22

4) Belum kadaluwarsa

5) Kemasan digunakan hanya untuk satu kali penggunaan

b. Makanan tidak dikemas

1) Baru dan segar

2) Tidak basi, busuk, rusak atau berjamur

3) Tidak mengandung bahan berbahaya

Penyimpanan bahan makanan. Persyaratan penyimpanan bahan makanan

yang harus dipenuhi meliputi :

1. Tempat penyimpanan bahan makanan harus terhindar dari kemungkinan

kontaminasi baik oleh bakteri, serangga, tikus dan hewan lainnya maupun

bahan berbahaya.

2. Penyimpanan harus memperhatikan prinsip first in first out (FIFO) dan first

expired first out (FEFO) yaitu bahan makanan yang disimpan terlebih dahulu

dan yang mendekati masa kadaluarsa dimanfaatkan/digunakan lebih dahulu.

3. Tempat atau wadah penyimpanan harus sesuai dengan jenis bahan makanan

contohnya bahan makanan yang cepat rusak disimpan dalam lemari pendingin

dan bahan makanan kering disimpan ditempat yang kering dan tidak lembab.

4. Penyimpanan bahan makanan harus memperhatikan suhu yang telah

ditetapkan sesuai dengan jenisnya.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


23

Tabel 1
Suhu Penyimpanan Bahan Makanan
Jenis bahan Digunakan dalam waktu
makanan
3 hari atau 1 minggu atau 1 minggu atau
kurang kurang lebih
Daging, ikan, udang -5º s/d 0ºC -10º s/d -5ºC >-10ºC
dan olahannya
Telur, susu, dan 5º s/d 7ºC -5º s/d 0ºC >-5ºC
olahannnya
Sayur, buah, dan 10ºC 10ºC 10ºC
minuman
Tepung dan biji 25ºC atau suhu 25ºC atau suhu 25ºC atau suhu
ruang ruang ruang
Sumber : Permenkes no.1096 tahun 2011 tentang higiene sanitasi pengolahan
jasaboga

5. Ketebalan dan bahan padat tidak lebih dari 10 cm

6. Kelembaban penyimpanan dalam ruangan : 80% - 90%

7. Penyimpanan bahan makanan olahan pabrik seperti makanan dalam kemasan

tertutup disimpan pada suhu ± 10ºC.

8. Tidak menempel pada lantai, dinding atau langit-langit dengan ketentuan

sebagai berikut :

a. Jarak bahan makanan dengan lantai : 15 cm

b. Jarak bahan makanan dengan dinding : 5 cm

Pengolahan makanan. Pengolahan makanan adalah proses pengubahan

bentuk dari bahan mentah menjadi makanan jadi / masak atau siap santap, dengan

memperhatikan kaidah cara pengolahan makanan yang baik yaitu :

1. Tempat pengolahan makanan atau dapur harus memenuhi persyaratan teknis

higiene sanitasi untuk mencegah risiko pencemaran terhadap makanan dan

dapat mencegah masuknya lalat, kecoa, tikus dan hewan lainnya.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


24

2. Menu disusun dengan memperhatikan :

a. Pemesanan dari konsumen

b. Ketersediaan bahan, jenis dan jumlahnya

c. Keragaman variasi dari setiap menu

d. Proses dan lama waktu pengolahannya

e. Keahlian dalam mengolah makanan dari menu terkait

3. Pemilihan bahan sortir untuk memisahkan / membuang bagian bahan yang

rusak, menjaga mutu, keawetan makanan serta mengurangi risiko pencemaran

makanan.

4. Peracikan bahan, persiapan bumbu, persiapan pengolahan dan prioritas dalam

memasak harus dilakukan sesuai tahapan dan harus higienis dan semua bahan

yang siap dimasak harus dicuci dengan air mengalir.

5. Peralatan yang digunakan sesuai dengan persyaratan sebagai berikut :

a. Peralatan yang kontak dengan makanan harus terbuat dari bahan tara

pangan (food grade), lapisan permukaannya tidak mengeluarkan bahan

berbahaya dan logam beracun, Telenan terbuat dari bahan selain kayu

yang kuat dan tidak melepas bahan beracun, serta perlengkapan lain

seperti kompor, tabung gas, lampu, kipas angin harus bersih, kuat dan

berfungsi dengan baik, tidak menjadi sumber pencemaran dan tidak

menyebabkan sumber bencana (kecelakaan).

b. Wadah penyimpanan makanan yang digunakan harus bertutup sempurna

dan dapat mengeluarkan udara panas dari makanan untuk mencegah

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


25

pengembunan serta terpisah untuk setiap jenis makanan jadi / masak serta

makanan basah dan kering.

c. Peralatan bersih yang siap pakai tidak boleh dipegang di bagian yang

kontak langsung dengan makanan atau yang menempel di mulut.

d. Kebersihan peralatan harus tidak ada kuman Eschericia coli (E.coli) dan

kuman lainnya.

e. Keadaan peralatan harus utuh, tidak cacat, tidak retak, tidak gumpal dan

mudah dibersihkan

6. Persiapan pengolahan harus dilakukan dengan menyiapkan semua peralatan

yang akan digunakan dan bahan makanan yang akan diolah sesuai urutan

prioritas.

7. Pengaturan suhu dan waktu perlu diperhatikan karena setiap bahan makanan

mempunyai waktu kematangan yang berbeda. Suhu pengolahan minimal

90ºC agar kuman patogen mati dan tidak boleh terlalu lama agar kandungan

zat gizi tidak hilang akibat penguapan.

8. Prioritas dalam memasak harus memperhatikan persyaratan yang telah

ditetapkan, yaitu :

a. Dahulukan memasak makanan yang tahan lama seperti goreng-gorengan

yang kering

b. Makanan rawan seperti makanan berkuah dimasak paling akhir

c. Simpan bahan makanan yang belum waktunya dimasak pada kulkas /

lemari es.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


26

d. Simpan makanan jadi / masak yang belum waktunya dihidangkan dalm

keadaan panas

e. Perhatikan uap makanan jangan sampai masuk ke dalam makanan karena

akan menyebabkan kontaminasi ulang

f. Tidak menjamah makanan jadi / masak dengan tangan tetapi harus

menggunakan alat seperti penjepit atau sendok

g. Mencicipi makanan menggunakan sendok khusus yang selalu dicuci

9. Higiene penanganan makanan dilakukan dengan memperhatikan ketentuan

sebagai berikut :

a. Memperlakukan makanan secara hati-hati dan seksama sesuai dengan

prinsip higiene sanitasi makanan

b. Menempatkan makanan dalam wadah tertutup dan menghindari

penempatan makanan terbuka dengan tumpang tindih karena akan

mengotori makanan dalam wadah di bawahnya.

Penyimpanan makanan jadi / masak. Penerapan prinsip penyimpanan

makanan jadi/masak harus terpenuhi dengan memperhatikan ketentuan sebagai

berikut :

1. Makanan tidak rusak, tidak busuk atau basi yang ditandai dari rasa, bau,

berlendir, berubah warna, berjamur, berubah aroma atau adanya cemaran lain.

2. Memenuhi persyaratan bakteriologis berdasarkan ketentuan yang berlaku.

3. Jumlah kandungan logam berat atau residu pestisida tidak boleh melebihi

ambang batas yang di perkenankan menurut ketentuan yang berlaku

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


27

4. Penyimpanan harus memperhatikan prinsip first in first out (FIFO) dan first

expired first out (FEFO) yaitu bahan makanan yang disimpan terlebih dahulu

dan yang mendekati masa kadaluarsa dimanfaatkan/digunakan lebih dahulu.

5. Tempat atau wadah penyimpanan harus terpisah untuk setiap jenis makanan

jadi dan mempunyai tutup yang dapat menutup sempurna tetapi berventilasi

yang dapat mengeluarkan uap air.

6. Makanan jadi tidak dicampur dengan bahan makanan mentah.

7. Penyimpanan makanan jadi harus memperhatikan suhu sesuai peruntukannya.

Pengangkutan makanan. Prinsip pengangkutan makanan dapat dibagi

menjadi dua sebagai berikut :

1. Pengangkutan bahan makanan dengan ketentuan meliputi :

a. Tidak bercampur dengan bahan berbahaya dan beracun (B3).

b. Menggunakan kendaraan khusus pengangkut bahan makanan yang

higienis.

c. Bahan makanan tidak boleh diinjak, dibanting, dan diduduki.

d. Bahan makanan yang selama pengangkutan harus selalu dalam keadaan

dingin, diangkut dengan menggunakan alat pendingin sehingga bahan

makanan tidak rusak seperti daging, susu cair dan sebagainya.

2. Pengangkutan makanan jadi / masak / siap santap dengan ketentuan meliputi :

a. Tidak bercampur dengan bahan berbahaya dan beracun (B3)

b. Menggunakan kendaraan khusus pengangkut makanan jadi / masak dan

harus selalu higienis.

c. Setiap jenis makanan jadi mempunyai wadah masing-masing dan bertutup.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


28

d. Wadah harus utuh, kuat, tidak karat dan ukurannya memadai dengan

jumlah makanan yang akan ditempatkan.

e. Isi tidak boleh penuh untuk menghindari terjadi uap makanan yang

mencair (kondensasi)

f. Pengangkutan untuk waktu lama, suhu harus diperhatikan dan diatur agar

makanan tetap panas pada suhu 60ºC atau tetap dingin pada suhu 40ºC.

Penyajian makanan. Prinsip penyajian makanan memperhatikan

persyaratan yang meliputi :

1. Makanan dinyatakan laik santap apabila telah dilakukan uji organoleptik dan

uji biologis dan uji laboratorium dilakukan bila ada kecurigaan.

2. Jarak dan waktu tempuh menuju tempat penyajian perlu dipertimbangkan

agar tidak terjadi hambatan seperti keterlambatan penyajian.

3. Cara penyajian terdiri dari aneka ragam jenis tergantung dari pesanan

konsumen. Jenis-jenis cara penyajian antara lain penyajian meja, prasmanan,

saung, nasi bungkus, layanan cepat, dan lesehan.

Makanan Jajanan

Makanan jajanan adalah makanan dan minuman yang diolah oleh

pengrajin makanan di tempat penjualan dan atau disajikan sebagai makanan siap

santap untuk diual bagi umum selain yang disajikan jasa boga, rumah

makan/restoran, dan hotel. Penanganan makanan jajanan adalah kegiatan yang

meliputi pengadaan, penerimaan bahan makanan, pencucian, peracikan,

pembuatan, pengubahan bentuk, pewadahan, penyimpanan, pengangkutan,

penyajian makanan atau minuman. Makanan jajanan diolah oleh seorang

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


29

penjamah makanan yang berhubungan secara langsung maupun tidak langsung

dengan peralatannya sejak dari tahap persiapan, pembersihan, pengolahan,

pengangkutan sampai dengan penyajian.Beberapa faktor penting yang perlu

dinilai higiene sanitasi dari pengolahan makanan jajanan adalah Penjamah

makanan, peralatan, sarana penjaja, dan sentra pedagang.

Jenis makanan jajanan menurut Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi

(1998) dapat digolongkan menjadi 3 (tiga) golongan, yaitu :

1. Makanan jajanan yang berbentuk panganan, misalnya kue-kue kecil, pisang

goreng, kue bugis dan sebagainya.

2. Makanan jajanan yang diporsikan (menu utama), seperti pecal, mie bakso,

nasi goreng, mie rebus dan sebagainya.

3. Makanan jajanan yang berbentuk minuman seperti es campur, jus buah,

eskrim, dan sebagainya.

Bakso

Pengertian bakso. Bakso atau baso adalah jenis makanan berbentuk bola

daging yang biasanya terbuat dari campuran daging giling dan tepung tapioka .

Menurut Standar Nasional Indonesia (1995), bakso daging adalah produk

makanan yang berbentuk bulat atau lainnya yang diperoleh dari campuran daging

ternak (kadar daging tidak kurang dari 50%) dan pati (serealia) dengan atau tanpa

penambahan bahan makanan lain, serta bahan makanan yang diijinkan. Bakso

umumnya dibuat dari campuran daging sapi giling dan tepung tapioka, akan tetapi

ada juga bakso yang terbuat dari daging ayam, ikan, atau udang.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


30

Bahan pembuatan bakso. Bahan pembuatan bakso terbagi atas 4

kelompok yaitu bahan utama, pengisi, perasa/bumbu, dan bahan tambahan

pangan.

Bahan utama. Bahan utama yang digunakan untuk pembuatan bakso

adalah daging segar. Daging menurut SNI-01-3947-1995 adalah urat daging yang

melekat pada kerangka kecuali urat daging dari bagian bibir, hidung dan telinga

yang yang berasal dari hewan sehat pada saat dipotong (Dewan Standarisasi

Nasional, 1995). Berdasarkan pendapat Nur Rahmi, et al (2015) yang mengutip

pendapat wibowo (2006) dapat disimpulkan bahwa kualitas bakso sangat

ditentukan oleh kualitas bahan mentahnya terutama jenis dan mutu daging,

macam tepung yang digunakan serta perbandingannya di dalam adonan. Dalam

pembuatan bakso daging, kesegaran dan jenis daging sangatlah mempengaruhi

mutu dari bakso tersebut. Oleh karena itu, digunakan jenis daging yang baik dan

bermutu tinggi dengan ciri-ciri masih segar, berdaging tebal, dan tidak banyak

lemak sehingga rendemennya tinggi.

Bahan pengisi. Bahan pengisi meliputi :

1. Tepung Terigu

2. Telur

3. Tepung Tapioka

Bahan perasa/bumbu. Bahan perasa/bumbu meliputi :

1. Garam dapur

2. Merica

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


31

3. Bawang Putih

4. Penyedap Rasa

Bahan tambahan pangan. Bahan tambahan pangan lain yang sering

dicampurkan pada pembuatan adonan bakso adalah Pengenyal Bakso. Tujuan

penambahan bahan ini adalah untuk mengikat air dalam adonan, sehingga terjadi

sifat elastis dalam adonan yang dapat menghasilkan tekstur bakso yang kenyal.

Pengenyal yang sering digunakan untuk pembuatan bakso terbagi atas dua bagian

jenis yaitu Karagenan dan Sodium trypolyphospat food grade (STP),

Karagenan. Karagenan adalah pengenyal bakso yang terbuat dari bahan

alami karena berasal dari ekstrak rumput laut dimana sifat dari bahan adalah dapat

mengentalkan adonan bakso. Karagenan merupakan kelompok polisakarida

galaktosa yang sebagian besar mengandung natrium, magnesium, dan kalsium

yang dapat terikat pada gugus ester sulfat dari galaktosa dan kopolimer 3, 6-

anhydro-galaktosa (Nehen, 1987). Karena pengenyal bakso karagenan ini alami

dan berserat tinggi, maka sangat baik bila digunakan untuk pengenyal bakso,

tetapi karena spesifikasi yang sangat beragam (dapat digunakan untu mie, es krim,

yogurt, bakso, dan sebagainya) maka sebaiknya pilih karagenan yang

dispesifikasikan khusus untuk bakso. Pengenyal ini sangat baik dan sehat untuk

digunakan, namun karena terbuat dari bahan alami menjadikan harga jualnya

menjadi tinggi sehingga jarang dipakai oleh pengusaha bakso.

Sodium trypolyphospat food grade. Pengenyal Sodium Trypolyphospat

Food Grade sering di singkat STPP atau STP. Pengenyal berbentuk serbuk putih

ini merupakan bahan anorganik yang sering digunakan di kalangan pedagang

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


32

bakso karena harganya cukup terjangkau. Menurut ahli pengolahan hasil ternak

Undip Dr.Ir.Anang M Legowo MSc, di dalam penelitiannya menjelaskan bahwa

penambahan STP dengan konsentrasi 0,1% sampai 0,2% saja sudah cukup bagus

untuk mengenyalkan bakso dan kadar maksimum penggunaannya adalah 0,4%.

Pemakaian yang terlalu banyak bisa menimbulkan rasa agak pahit.

1. Mixphos/Phospat Blend FG

Pengenyal bakso ini merupakan sebuah merek dagang yang sangat populer di

kalangan industri bakso. Pengenyal yang juga memiliki nama lain Phosmix

ini merupakan pencampuran dari berbagai phospat. Pengenyal ini bisa

didapatkan baik dari produk lokal di Indonesia maupun dengan cara impor

dari luar negeri seperti Australia dan Thailand. Kualitas pengenyal bakso ini

tiga kali lipat lebih baik dari STPP sehingga harganya pun menjadi lebih

mahal.Kekurangan yang ada pada pengenyal STP seperti rasa agak pahit pun

juga tidak muncul ketika menggunakan pengenyal bakso ini. Pemakaian

maksimal pengenyal ini di dalam adonan adalah 0,2% dari berat total adonan.

2. Mix-Karagen

Pengenyal bakso ini merupakan pencampuran antara pengenyal alami dan

pengenyal sisntetis. Pengenyal ini dapat menghasilkan adonan yang cukup

bagusdan dipakai pada adonan bakso konsentrasi 0,5 % samoai 1% dari berat

total adonan.

Selain bahan-bahan tersebut, terdapat bahan tambahan yang sangat penting

dalam pembuatan bakso, yaitu es batu. Es batu diperlukan sebagai pelarut pada

proses penggilingan bakso agar daging yang digiling dapat menyatu dengan ketiga

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


33

kelompok bahan di atas. Es batu juga berfungsi untuk menghindari kerusakan dan

penurunan kualitas protein daging akibat panas yang ditimbulkan dari gesekan

mesin penggiling yang dapat menghambat proses penggilingan daging.

Peralatan. Pada proses penggilingan bakso, peralatan yang digunakan

antara lain :

Mesin penggiling bakso. Mesin yang digunakan untuk pembuatan bakso

terdiri dari beberapa jenis, yaitu :

1. Mesin Meat Grinder

Mesin ini merupakan tahapan awal proses penggilingan bakso yang berfungsi

untuk memotong daging agar terpotong dengan ukuran yang lebih kecil.

Bagian dari mesin ini terdiri dari rumah grinder, skrew pendorong, pisau dan

plat grinder. Proses pemotongan daging menjadi potongan yang lebih kecil

juga dapat dilakukan secara manual dengan menggunakan pisau namun

dengan adanya mesin ini maka akan lebih mempermudah dan mempercepat

dalam proses penggilingan bakso. Mesin yang dapat digunakan untuk

menggiling bakso terbagi atas dua jenis yaitu :

a. Mesin Meat grinder Konvensional ( Manual )

Kelebihan mesin ini antara lain memiliki ukuran yang minimalis dengan

harga yang lebih murah dari mesin giling otomatis. Hal ini cukup

menguntungkan karena lebih menghemat biaya dan mudah diletakkan

pada ukuran dapur yang tidak terlalu luas. Namun, kekurangan dari mesin

ini adalah dibutuhkan tenaga sendiri untuk menghasilkan gilingan daging

juga ketelatenan pedagang dalam menjaga hasil daging yang telah digiling

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


34

tidak jatuh berceceran. Mesin ini tidak dapat bekerja secepat mesin

otomatis sehingga daging dapat memanas seiring waktu dan menyebabkan

daging menjadi lebih cepat rusak.

Gambar 1. Mesin meat grinder konvensional

b. Mesin Meat grinder non konvensional (Otomatis)

Kelebihan mesin giling daging jenis ini adalah lebih cepat dan efisien

daripada mesin giling manual. Daging yang akan digiling cukup

dimasukkan dalam ukuran potongan-potongan kecil ke dalam mesin dan

mesin akan bekerja secara otomatis menggiling daging hingga halus.

Kebersihan juga lebih terjaga jika menggunakan mesin ini karena

penjamah makanan tidak perlu khawatir daging akan tercecer atau

mengotori tangan seperti saat memutar tuas ketika menggunakan mesin

giling manual. Kekurangan dari mesin ini adalah harga yang lebih mahal

dari mesin giling manual.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


35

Gambar 2. Mesin meat grinder non konvensional

2. Mesin Pencampur (Mixer) Adonan Bakso

Mesin ini merupakan tahapan kedua dari penggilingan bakso. Setelah daging

yang akan dijadikan bakso dipotong-potong dalam ukuran kecil, daging

tersebut dicampur bersama dengan bahan pengisi, bumbu, penyedap rasa,

bahan tambahan pangan, dan es batu untuk digiling bersamaan didalam mesin

ini sehingga menghasilkan adonan bakso yang dapat dibentuk sesuai dengan

bentuk bakso yang diinginkan.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


36

Gambar 3. Mesin mixer bakso manual

Gambar 4. Mesin mixer bakso otomatis

3. Mesin Cetak Bakso

Mesin ini berfungsi untuk mencetak bakso sesuai dengan ukuran yang

ditentukan dan masih jarang penggunaanya. Selain karena harga mesinnya

yang mahal, mencetak bakso dengan menggunakan tangan dan alat sederhana

seperti sendok lebih sering dilakukan oleh para pedagang bakso. Pada tempat

penggilingan bakso di pasar tradisional, mesin ini tidak digunakan karena

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


37

pada tempat tersebut hanya menjual jasa penggilingan daging menjadi adonan

bakso mentah saja.

a. Pisau

b. Plastik pembungkus

Mekanisme penggilingan bakso di pasar tradisional. Mekanisme

penggilingan bakso di pasar tradisional meliputi proses pencucian daging,

penghancuran kasar, pencampuran bahan pengisi dan bumbu, pencampuran es

batu, penggilingan dan pengemasan.

Proses pencucian daging. Pencucian daging merupakan langkah awal

yang harus dilakukan untuk menjamin kebersihan daging sebelum dilakukan

proses penggilingan. Daging yang akan digiling dicuci di air yang bersih dan

mengalir untuk memastikan hilangnya bahan pencemar fisik seperti pasir, debu,

maupun darah yang berasal dari proses pemotongan ternak ketika diambil

dagingnya.

Proses penghancuran kasar. Proses Penghancuran kasar daging dapat

dilakukan dengan cara manual menggunakan pisau maupun dengan cara

menggunakan mesin. Proses ini bertujuan memotong daging yang akan digiling

menjadi bagian-bagian yang lebih kecil agar lebih mudah hancur pada proses

penggilingan.

Proses pencampuran bahan pengisi dan bumbu. Pencampuran bahan

pengisi dan bumbu pada daging yang akan digiling untuk dijadikan bakso harus

memperhatikan perbandingan takarannya. Perbandingan daging dengan bahan

pengisi (tepung) adalah untuk 1 kg daging maka akan dicampur dengan 8 ons

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


38

tepung. Selain itu, bumbu (penyedap rasa) yang digunakan adalah 20 gram bumbu

penyedap rasa/1 kg daging.

Proses pencampuran es batu. Menurut Wibowo (2005), jumlah es yang

dibutuhkan dalam suatu adonan adalah sekitar 10 – 15% dari berat daging, atau

bahkan sampai 30% dari berat daging. Es batu yang digunakan sebaiknya berasal

dari air bersih yang sesuai dengan standar kesehatan agar lebih terjaga

kebersihannya.

Proses penggilingan. Proses penggilingan dilakukan dengan menggunakan

mesin penggiling bakso dimana daging yang telah dicampur dengan bahan pengisi

dan bumbu dicampur dengan es batu untuk digiling bersamaan. Waktu

penggilingan kurang lebih rata-rata 10 menit tergantung dari banyaknya jumlah

daging yang akan digiling. Semakin banyak daging memenuhi wadah mesin

penggilingan maka akan semakin lama proses penggilingan berlangsung. Namun,

jumlah daging yang terlalu sedikit juga tidak efektif apabila digiling pada mesin

penggiling ini karena dapat menyebabkan daging yang digiling tidak tergiling

sempurna atau bahkan terlempar keluar mesin. Maka dari itu, pada tempat

penggilingan di pasar tradisional hanya menerima menggiling daging dengan

jumlah minimal daging 1 kg.

Proses pengemasan. Setelah melalui proses penggilingan, daging yang

telah digiling di timbang sesuai pesanan lalu dikemas ke dalam plastik bersih

untuk selanjutnya diberikan kepada pelanggan yang telah memesan.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


39

Bakso Bakar

Pengertian bakso bakar. Bakso bakar adalah bakso yang diolesi bumbu

khusus dan dibakar langsung dan biasanya bumbu oles sebelum dibakar

merupakan salah satu yang menentukan enak atau tidaknya bakso bakar

(Wikipedia, 2014).

Bahan pembuatan bakso bakar. Bahan pembuatan bakso bakar terdiri

dari adonan bakso siap pakai, mentega dan bumbu tambahan,

Adonan bakso siap pakai. Adonan bakso yang dipakai untuk pembuatan

bakso bakar adalah bahan mentah bakso berupa daging ayam yang telah

mengalami proses penghancuran dan penggilingan sehingga menjadi adonan

untuk selanjutnya siap mengalami proses perebusan agar menjadi matang. Adonan

ini bisa diperoleh dengan cara dibuat sendiri oleh pedagang namun sebagian besar

pedagang memilih untuk menggunakan jasa penggilingan bakso di pasar

tradisional untuk menghemat waktu dan tenaga.

Mentega. Mentega digunakan sebagai pengganti minyak dalam proses

pemanggangan bakso.

Bumbu tambahan. Bumbu tambahan yang digunakan untuk proses

pengolahan bakso bakar adalah saus, kecap, dan bumbu tambahan lain seperti

bumbu rendang atau kare yang dapat menghasilkan rasa lebih lezat dan bervariasi.

Peralatan. Peralatan yang digunakan dalam proses pengolahan bakso

bakar meliputi panci untuk merebus, kuas untuk mengoles bumbu, tempat

pemanggangan, wadah (stelling) tempat penjualan, dan plastik pembungkus.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


40

Mekanisme pengolahan bakso bakar. Berdasarkan pendapat Sitorus

(2012), secara umum pembuatan bakso melalui 5 tahap yaitu :

1. Pencucian, daging yang telah ditimbang dicuci bersih, kemudian dimasukkan

kedalam wadah.

2. Penggilingan, daging yang mentah dicuci bersih, kemudian dimasukkan ke

dalam mesin giling. Pada waktu penggilingan ditaburi tepung terigu supaya

daging tidak lengket.

3. Pengulenan, setelah daging giling berbentuk gumpalan daging kemudian

diuleni ditambahkan dengan bumbu-bumbu dan ditambah dengan pengenyal

kemudian diuleni sampai homogen agar struktur bakso mengempal dan

mudah dicetak.

4. Pencetakan bakso, biasanya bakso dicetak menggunakan tangan, dibentuk

bulat-bulat dengan ukuran sedang dan ada pula yang dicetak dengan ukuran

besar.

5. Perebusan bakso dilakukan setelah bakso dicetak dan diangkat ketika bakso

telah matang yang ditandai dengan bakso yang mengapung di permukaan air

mendidih.

Pada pengolahan makanan jajanan bakso bakar, pedagang biasanya

menggunakan jasa tempat penggilingan bakso di pasar tradisional untuk

menghamat waktu dan tenaga sehingga dari kelima proses pembuatan tersebut

proses pembuatan bakso bakar oleh pedagang dimulai dari proses pencetakan

bakso, perebusan, hingga proses penjualan kepada konsumen bakso bakar.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


41

Berdasarkan hasil survei awal peneliti terhadap pedagang bakso bakar,

maka daat diketahui mekanisme pembuatan bakso bakar antara lain :

Pencetakan bakso. Proses ini dapat dilakukan melalui cara manual dengan

menggunakan tangan secara langsung maupun dengan bantuan alat seperti

sendok. Pencetakan bakso dengan menggunakan alat dianggap lebih higienis

karena meminimalisasi terjadinya kontak langsung antara tangan penjamah

makanan dengan adonan yang dapat memungkinkan terjadinya penularan bibit

penyakit.

Perebusan. Proses perebusan bakso dilakukan menggunakan air mendidih

dengan suhu minimal 60ºC sampai dengan bakso mengambang dipermukaan air

mendidih.

1. Penempatan ke wadah penjualan

Penempatan bakso yang telah matang dilakukan setelah bakso mengalami

proses pendinginan untuk selanjutnya bakso-bakso tersebut di tusuk dengan

menggunakan lidi untuk mempermudah proses pemanggangan.Bakso yang

telah ditusuk menyerupai sate selanjutnya siap untuk dijajakan oleh penjual

bakso di tempat berdagang.

2. Proses pengolesan bumbu dan pemanggangan

Pengolesan mentega dan bumbu tambahan dilakukan di atas bara api di

tempat pemanggangan. Proses ini dilakukan bersamaan dengan proses

pemanggangan di tempat berdagang ketika pedagang bakso bakar mendapat

pesanan dari konsumen. Proses pengolesan bumbu dilakukan dengan

menggunakan kuas yang harus selalu diperhatikan kebersihannya.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


42

3. Proses pengemasan

Bakso bakar yang telah dibumbui dan melalui proses pemanggangan siap

untuk dikemas pada plastik pembungkus dan diberikan kepada konsumen.

Kontaminasi Makanan

Makanan merupakan salah satu media transmisi penting yang membawa

agen dari sumber menuju populasi yang beresiko terkena penyakit. Makanan itu

sendiri, selain mengandung berbagai komponen esensial yang diperlukan

manusia, yang juga memiliki struktur kimia, sering kali akibat dari proses

pertanian, transportasi, pengolahan pangan hingga siap saji memiliki potensi

tercemar berbagai komponen bahan kimia yang tidak dikehendaki, baik bahan

kimia organik maupun inorganik, mikroorganisme maupun bahan radioaktif.

Berbagai bahan asing ini memiliki potensi berbahaya bagi manusia apabila

melampaui batas sehingga dapat menyebabkan gangguan kesehatan pada tubuh

manusia(Achmadi, 2011).

Berdasarkan pendapat Sarudji (2010), dapat disimpulkan bahwa gangguan

kesehatan akibat peranan makanan dapat disebabkan karena :

1. Makanan mengandung toksin bakteri

2. Makanan mengandung racun alami

3. Makanan mengandung kontaminan kimia

4. Makanan mengandung zat aditif

Salah satu penyebab kontaminasi makanan adalah mikroorganisme.

Terdapatnya mikroba dalam makanan menyebabkan infeksi sehingga berakibat

lebih lanjut seperti terjadinya penyakit infeksi alat cerna.Bakteri yang umumnya

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


43

dapat mengontaminasi pada makanan adalah : staphylococcus aureus, clostridium

botulinum, clostridium perfringens, escherichia coli,salmonella species, dan yang

lainnya. Berbagai mikroorganisme ini mengontaminasi makanan dengan cara

mengeluarkan hasil metabolisme yang beracun atau mengalami pertumbuhan

sehingga menyebabkan penyakit pada tubuh manusia. Salah satu penyakit infeksi

alat cerna yang paling umum adalah Diare dan Demam tifoid yang disebabkan

oleh bakteri Salmonella sp.

Salmonella sp

Sifat. Salmonella adalah organisme yang termasuk dalam famili

Enterobacteiaceae, dengan sifat-sifat sebagai berikut :

1. Bentuk batang

2. Negatif-Gram

3. Tidak berspora

4. Mempunyai flagel peritrik

5. Tidak berkapsul

6. Hidup secara aerob atau fakultatif anerob

7. Mempunyai antigen kapsuler (VI – untuk Salmonella ser.Typhi dan

Salmonella ser.Paratyphi C).

Di alam bebas, kuman ini dapat ditemukan dimana-mana dan dapat

menimbulkan infeksi pada manusia dan hewan baik domestik maupun hewan liar.

Pada manusia, Salmonella menyebabkan berbagai penyakit seperti gastroenteritis,

bakteriemia dan septikimia. Bakteri salmonella akan mati pada suhu 60ºC selama

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


44

15 - 20 menit melalui pasteurisasi, pendidihan dan khlorinasi (Keputusan Menteri

Kesehatan RI, 2006)

Klasifikasi. Salmonella sp dapat dikelompokkan menjadi 2 kategori yaitu:

1. Infeksi non-tifoid (yang paling dominan adalah penyakit diare), yaitu :

A. S.typhimurium (yang paling sering terjadi)

B. S.enteritidis

C. S.infantis

2. Demam tifoid atau demam enterik yang disebabkan oleh Salmonella

ser.Typhi dan Salmonella ser. Paratyphi yang terdiri dari A, B, dan C

Epidemiologi. Reservoir utama untuk Salmonella non-tifoid adalah

hewan, termasuk diantaranya hewan ternak dan ternak unggas, burung dan hewan

peliharaan; juga produk-produk hewan seperti daging, susu, dan telur. Transmisi

organisme ini pada manusia dapat terjadi melalui makanan atau minuman yang

tercemar, melalui kontak orang-ke-orang (rute oral-fekal) maupun melalui kontak

antara manusia dengan hewan yang terinfeksi Salmonella.

Sementara itu, penyebaran demam tifoid meliputi seluruh tempat-tempat di

dunia, meskipun demikian tifoid lebih banyak ditemukan di negara-negara

berkembang di mana kondisi sanitasi kurang memadai. Infeksi oleh Salmonella

ser.Typhi hanya mengenai manusia. Oleh karena itu, semua kasus-kasusu demam

tifoid dapat dilacak kembali sumbernya kepada orang lain yang menderita tifoid.

Umumnya tinja dan urine dari carrier atau penderita-penderita yang baru sembuh

dari infeksi akut adalah sumber penularan dari kuman ini. Transmisi dari infeksi

tifoid terjadi secara fekal – oral yaitu karena kontak tangan – mulut dengan materi

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


45

yang terkontaminasi tinja atau urine yang mengandung kuman Salmonella ser.

Typhi.

Patogenesis. Banyak peneliti membuktikan bahwa Salmonella ternyata

menghasilkan toksin. Sebanyak 7% S.typhi dan S.typhimurium menyekresikan

toksin yang bersifat neurotoksik, larut dalam air, dan labil terhadap pemanasan

serta oksigen. Menurut hasil percobaan yang dilakukan pada tikus, penyuntikan

toksin ini menimbulkan gejala kesulitan bernafas, diare sedang, dan stupor

(mendekati pingsan).

Faktor-faktor risiko untuk terjadinya infeksi dengan Salmonella ser.Typhi

atau Paratyphi, yang telah dikenali untuk daerah-daerah yang endemik tifoid, di

antaranya adalah :

1. Makanan atau minuman yang tercemar kuman,

2. Kontak dekat dengan kasus baru tifoid,

3. Fasilitas higiene perorangan yang kurang memadai

Gejala Klinis. Gejala klinis timbul setelah 6-72 jam infeksi (rata-rata 24-48

jam). Gejala awal biasanya berupa kelelahan, sakit kepala nyeri perut bagian atas,

muntah, diare, dan demam. Lama infeksi biasanya 3-4 hari, jarang lebih dari 1

minggu kecuali terjadi manifestasi di luar alat cerna.

Pengobatan. Kebanyakan penderita biasanya cukup dengan mengganti cairan

dan elektrolit yang telah hilang bersama diare. Pemberian antibiotik justru tidak

bermanfaat dan dapat memperpanjang masa penyembuhan, kecuali pada penderita

sendi dan katup jantung buatan, anemia sel sabit dan anemia hemolitik lain, serta

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


46

bayi atau pasien usia di atas 65 tahun. Pada kasus demikian diberikan

siprofloksasin atau norfloksasin sampai biakan tinja negatif.

Landasan Teori

Menurut Depkes (2004), Higiene adalah upaya kesehatan dengan cara

memelihara dan melindungi kebersihan subyeknya seperti mencuci tangan dengan

air bersih dan sabun untuk melindungi kebersihan tangan, mencuci piring untuk

kebersihan piring, membuang bagian makanan yang rusak untuk melindungi

kebutuhan makanan secara keseluruhan dan Sanitasi adalah upaya kesehatan

dengan cara memelihara dan melindungi kebersihan lingkungan dari subyeknya.

Misalnya menyediakan air yang bersih untuk keperluan mencuci tangan,

menyediakan tempat sampah untuk mewadahi sampah agar tidak dibuang

sembarangan.

Berdasarkan pendapat Sarudji (2010),dapat disimpulkan bahwa ada

beberapa faktor yang menjadikan makanan sebagai penyebab gangguan kesehatan

manusia yaitu (1) kandungan gizi yang menurun atau bahkan hilang karena rusak;

(2) makanan berperan sebagai vehicle(media penularan penyakit) dari beberapa

penyakit saluran alat cerna; (3) makanan mengandung toksin bakteri; (4) bahan

makanan mengandung racun (poisonous plant and animal); (5) Makanan

mengandung kontaminan bahan kimia toksik yang berbahaya bagi kesehatan yang

diperoleh dari proses penanganan atau pengolahan; (6) makanan mengandung

bahan toksik atau karsinogenik yang berasal dari bahan aditif untuk pengawet,

pewarna atau penyedap.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


47

Konsep dasar pengelolaan makanan sudah diatur oleh Depkes (2011)

melalui enam prinsip higiene sanitasi makanan yaitu : (1) Pemilihan Bahan

Makanan, (2) Penyimpanan Bahan Makanan, (3) Pengolahan Bahan Makanan,

dimana pada bagian ini meliputi 3 hal yaitu peralatan, penjamah makanan, dan

tempat pengolahan, (4) Penyimpanan makanan matang, (5) Pengangkutan

Makanan, (6) Penyajian Makanan.

Penyakit yang erat kaitannya dengan penyediaan makanan yang tidak

higienis dan sering terjadi adalah penyakit dengan gejala diare, gastrointestinal

dan keracunan makanan. Penyakit-penyakit tersebut dapat terjadi disebabkan

karena makanan yang masuk kedalam tubuh bisa jadi mengandung toksin

mikroba, baik toksin tersebut terbentuk dalam makanan sebelum dikonsumsi

maupun terjadi dalam saluran pencernaan karena dalam makanan mengandung

mikroba tertentu, seperti peracunan makanan salah satunya adalah oleh bakteri

Salmonella sp. Penyakit tersebut dapat juga dikatakan food borne desease

(Penyakit Bawaan Makanan).

Reservoir terbaik dari bakteri ini salah satunya adalah daging. Berdasarkan

hasil penelitan Syarifah dan Novarieta (2015) tentang deteksi Salmonella sp pada

daging ayam dan sapi menyatakan bahwa daging ayam lebih rentan

terkontaminasi bakteri salmonella dibanding daging sapi. Penelitian tersebut juga

menunjukkan bahwa daging sapi dan daging ayam yang dideteksi dari pasar

tradisional 5,26% lebih rentan tercemar bakteri Salmonella sp dibandingkan

dengan pasar swalayan.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


48

Berdasarkan hasil penelitian Hasrawati (2017) tentang tingkat cemaran

bakteri Salmonella sp pada daging ayam yang dijual di pasar tradisional Makassar

menyatakan bahwa dari 24 sampel yang di teliti di empat pasar tradisional

menghasilkan pengujian 10 sampel positif tercemar bakteri Salmonella sp.

Hasil penelitian dari Budiarso dan Belo (2009) tentang deteksi cemaran

Salmonella sp pada daging ayam yang dijual di pasar tradisional wilayah Kota

Yogyakarta menunjukkan dari 45 sampel yang diteliti terdapat sekitar 20% (9

sampel) yang positif tercemar bakteri Salmonella sp.

Penelitian lain juga dilakukan oleh Sihombing (2016) tentang hubungan

higiene perorangan, perilaku pedagang, sanitasi tempat penjualan dengan

keberadaan Salmonella sp pada daging ayam di pasar tradisional di kecamatan

Medan baru Kota Medan tahun 2016 yang menunjukkan bahwa dari 31 sampel

yang diteliti terdapat 4 sampel yang positif tercemar bakteri Salmonella sp.

Beberapa hasil penelitian tersebut menjadi pendukung awal timbulnya

dugaan bahwa proses penggilingan bakso yang dilakukan oleh jasa tempat

penggilingan bakso di pasar tradisional belum terjamin kehigienisannya. Daging

yang digunakan sebagai bahan baku pembuatan bakso sebagian besar didapatkan

dari tempat yang sama dengan keadaan yang sama, maka bukan tidak mungkin

terjadinya pencemaran bakteri Salmonella sp pada proses penggilingan bakso di

tempat penggilingan tersebut.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


49

Kerangka Konsep

Sebelum
Pemeriksaan
Perebusan Aman /
Bakteri
Adonan Salmonella sp Tidak aman
Bakso (dengan acuan Sesudah dikonsumsi
SNI 7388 Perebusan
Tahun 2009 )

Memenuhi
Permenkes RI Syarat
Tempat Penggilingan No.1096 Tahun
Bakso di Pasar 2011 tentang
Tradisional Higiene Sanitasi
Jasaboga Tidak
Memenuhi
Syarat

Observasi Sanitasi
Tempat Penggiligan
Bakso dan Higiene
Perorangan Pekerja
berdasarkan Persyaratan
Higiene Sanitasi
Jasaboga

Gambar 5. Kerangka konsep

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


50

Kerangka konsep ini menjelaskan tentang objek penelitian yang akan

diteliti adalah adonan bakso dengan empat variabel penelitian yaitu higiene

perorangan pekerja, higiene sanitasi tempat penggilingan, higiene sanitasi proses

pengolahan makanan dan pemeriksaan bakteri Salmonella sp. Penelitian ini

mengacu kepada Permenkes RI No. 1096 Tahun 2011 tentang Higiene Sanitasi

Jasaboga yang menghasilkan kesimpulan akhir yaitu memenuhi syarat atau tidak

memenuhi syarat. Pemeriksaan bakteri Salmonella sp dilakukan pada dua keadaan

adonan bakso yaitu sebelum perebusan dan sesudah perebusan dimana penarikan

kesimpulan mengacu kepada SNI 7388 Tahun 2009 yang menyatakan aman atau

tidak aman bagi kesehatan.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


51

Metode Penelitian

Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif dengan

menggunakan metode survei.

Lokasi dan Waktu Penelitian

Lokasi penelitian. Lokasi penelitian untuk observasi dan pengambilan

sampel terhadap pelaksanaan higiene sanitasi tempat penggilingan bakso dan

pemeriksaan bakteri Salmonella sp sebelum dan sesudah perebusan adonan bakso

dilakukan di Pasar Tradisional Kecamatan Tanjung Morawa.

Adapun alasan pemilihan lokasi antara lain :

1. Pekerja pada tempat penggilingan bakso di pasar tradisional kecamatan

Tanjung Morawa kurang menjaga higiene personal sehingga mendukung

keberadaan bakteri Salmonella sp.

2. Tidak semua Tempat penggilingan bakso di pasar tersebut memiliki fasilitas

sanitasi yang memenuhi syarat, seperti air bersih yang kurang tercukupi dan

mengalir, tidak tersedianya sabun, tidak tersedia tempat sampah yang

memenuhi syarat, hingga tempat kerja yang terlihat kumuh dan tidak terjaga

kebersihannya.

3. Belum pernah dilakukan penelitian untuk melihat gambaran higiene sanitasi

tempat penggilingan bakso dan pemeriksaan bakteri Salmonella sp pada

adonan bakso sebelum dan setelah perebusan yang digiling di Pasar

Tradisional di daerah tersebut.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


52

Pemeriksaan bakteri Salmonella sp pada sampel adonan bakso sebelum dan

sesudah direbus dilaksanakan di Balai Veteriner Medan.

Waktu penelitian. Waktu penelitian dilakukan pada bulan Januari sampai

dengan Agustus tahun 2018.

Populasi, Sampel, dan Objek Penelitian

Populasi penelitian. Populasi penelitian adalah seluruh tempat

penggilingan bakso yang berada di Pasar Tradisional Kecamatan Tanjung

Morawa yaitu berjumlah 5 tempat dengan jumlah total pekerja yaitu 23 orang

pekerja ditambah dengan 5 pedagang bakso bakar yang berlangganan memakai

jasa kelima tempat penggilingan tersebut.

Sampel penelitian. Jumlah sampel pada pekerja dan tempat penggilingan

bakso diketahui melalui teknik total sampling, sedangkan pada pedagang bakso

bakar dan adonan bakso yang akan diuji menggunakan teknik probability

sampling. Sampel adonan bakso yang akan diuji keberadaan bakteri Salmonella sp

terbagi atas tiga bagian yaitu sampel A, sampel B, dan sampel C. Sampel A

adalah adonan bakso sebelum mengalami proses perebusan. Sampel B adalah

adonan bakso yang sudah mengalami perebusan namun belum mengalami proses

pembakaran sedangkan sampel C adalah bakso matang yang telah mengalami

proses pengolahan menjadi makanan jajanan bakso bakar.

Objek penelitian. Objek penelitian yang akan diteliti adalah higiene

perorangan pekerja, higiene sanitasi tempat penggilingan bakso, dan keberadaan

bakteri Salmonella sp pada adonan bakso.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


53

Variabel dan Definisi Operasional

Variabel. Variabel dari penelitian ini adalah sesuai dengan persyaratan

teknis higiene dan sanitasi yaitu bangunan, fasilitas sanitasi, peralatan, higiene

perorangan pada pekerja dan Cemaran makanan (bakteri Salmonella sp).

Defenisi operasional. Defenisi operasional dari penelitian ini adalah

sebagai berikut :

1. Higiene adalah suatu upaya pencegahan yang dilakukan oleh subyek untuk

menghindarkan diri dari penyakit.

2. Sanitasi adalah suatu upaya kesehatan yang dilakukan dengan cara

memelihara dan melindungi kebersihan lingkungan sehingga subyek

terhindar dari penyakit.

3. Sanitasi tempat penggilingan bakso adalah upaya kesehatan dengan cara

memelihara dan melindungi kebersihan tempat penggilingan bakso yang

meliputi tersedianya fasilitas sanitasi, sanitasi bangunan, dan sanitasi

peralatan.

4. Tempat Penggilingan Bakso adalah tempat yang menyediakan jasa

penggilingan dan pengolahan bahan mentah bakso yang berupa daging

menjadi bahan setengah jadi (adonan bakso).

5. Higiene perorangan adalah perilaku bersih pekerja untuk menghindari

pencemaran pada adonan bakso yang digiling.

6. Adonan bakso adalah hasil dari proses penggilingan bahan mentah bakso

yang berupa daging menjadi bentuk adonan dengan campuran tepung dan

bumbu perasa.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


54

7. Perebusan adalah tahap pengolahan bakso dengan menggunakan air mendidih

sehingga menjadi matang dalam waktu tertentu.

8. Sampel A adalah adonan bakso yang dihasilkan dari tempat penggilingan

bakso dan belum mengalami proses perebusan.

9. Sampel B adalah Adonan bakso yang telah mengalami proses pembulatan dan

perebusan namun belum mengalami proses pembakaran.

10. Sampel C adalah Bakso matang yang telah mengalami proses pembakaran.

11. Pemeriksaan laboratorium adalah pengujian untuk mengetahui keberadaan

Salmonella sp pada adonan bakso.

12. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia (Permenkes RI) No.1096

Tahun 2011 tentang Higiene Sanitasi Jasaboga yang menjadi acuan untuk

menilai higiene sanitasi tempat penggilingan bakso di Pasar Tradisional

Kecamatan Tanjung Morawa tahun 2018.

13. SNI (Standar Nasional Indonesia) 7388 Tahun 2009 adalah standar tentang

batas maksimum cemaran mikroba dalam pangan yang menjadi acuan batas

pencemaran Salmonella sp pada adonan bakso yaitu negatif/25 kg.

14. Pasar Tradisional adalah Tempat yang menyediakan jasa penggilingan bakso

dengan upah tertentu.

Metode Pengumpulan Data

Data primer. Data primer merupakan data yang diperoleh setelah

melakukan wawancara menggunakan kuesioner kepada Pekerja tempat

penggilingan bakso untuk mengetahui kebiasaan yang berkaitan dengan higiene

personal dan hasil dari observasi langsung ke lokasi dengan menggunakan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


55

lembaran observasi untuk mengetahui sanitasi tempat penggilingan bakso dan

proses penggilingan bakso yang ada di pasar tradisional kecamatan Tanjung

Morawa, serta hasil pemeriksaan di laboratorium pada adonan bakso.

Data sekunder. Data sekunder merupakan data yang dikumpulkan

berkaitan dengan tujuan penelitian yang diperoleh dari buku dan literatur-literatur

yang mendukung.

Metode Pengukuran

Pengukuran dari hasil penelitian ini berpedoman pada Permenkes RI

No.1096 Tahun 2011 tentang Higiene Sanitasi Jasaboga sehingga dapat

diketahui :

1. Untuk mengukur hasil kuesioner higiene perorangan dan proses penggilingan

bakso, apabila jawaban a bernilai 0, jawaban b bernilai 1, dan jawaban c

bernilai 2. Nilai maksimal = 20 dan nilai minimal = 0.

2. Untuk mengukur sanitasi tempat penggilingan bakso dengan cara mengisi

pada kolom nilai dengan angka maksimum sebagaimana terdapat pada kolom

bobot . Nilai yang diberikan adalah angka satuan (bulat), untuk memudahkan

penjumlahan dan memperkecil kesalahan. Dalam kolom bobot tertulis 1,

artinya nilai yang dapat diberikan adalah 0 dan 1. Kolom bobot tertulis 3,

artinya nilai yang dapat diberikan adalah 0,1,2, dan 3. Dalam kolom bobot

tertulis 5, artinya nilai yang dapat diberikan adalah 0,1,2,3,4, dan 5. Seluruh

nilai akan dijumlahkan. Berdasarkan jumlah nilai yang diperoleh maka:

a. Sanitasi tempat penjualan baik, apabila jumlah nilai diperoleh >75%

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


56

b. Sanitasi tempat penjualan sedang, apabila jumlah nilai diperoleh 45% -

75%

c. Sanitasi tempat penjualan buruk, apabila jumlah nilai diperoleh <45%

3. Untuk mengetahui keberadaan Salmonella sp pada adonan bakso dilakukan

dengan pengujian dan penilaian secara kualitatif yaitu :

a. Tidak terdapat Salmonella sp pada daging apabila hasil pengujian negatif

(-) per 25 gram sampel

b. Terdapat Salmonella sp pada daging apabila hasil pengujian positif (+) per

25 gram sampel.

Tata cara penelitian. Penelitian ini dilakukan malalui beberapa langkah

yaitu wawancara, observasi, pengambilan sampel adonan bakso, pemeriksaan

adonan bakso dilaboratorium dan analisis data.

Wawancara. Wawancara dilakukan kepada Pekerja tempat penggilingan

bakso untuk mendapatkan informasi atau data tentang kebiasaan bekerja yang

berhubungan dengan higiene perorangan.

Observasi. Observasi dilakukan dengan cara melihat, mengamati dan

menilai secara langsung tempat penggilingan bakso untuk mengetahui sanitasi

tempat tersebut.

Teknik pengambilan sampel adonan bakso. Pengambilan sampel adonan

bakso dilakukan pada waktu sedekat mungkin dengan proses pemeriksaan di

laboratorium untuk meminimalisir terjadinya kontaminasi. Langkah-langkah

pengambilan sampel yaitu sebagai berikut :

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


57

1. Persiapkan segala sesuatu untuk pengambilan sampel seperti termos es, botol

sampel yang telah di sterilkan terlebih dahulu, keperluan alat tulis, dan lain-

lain

2. Siapkan formulir tentang lokasi pengambilan dan tanggal pengambilan

sampel

3. Ambil 25 gram adonan bakso khususnya untuk bakso bakar dari setiap tempat

penggilingan dan masukkan ke dalam plastik bening. Kemudian, bagi adonan

menjadi dua bagian dan beri kode sampel. Kode 1 (satu) adalah untuk sampel

yang belum di bulatkan dan direbus, sementara kode 2(dua) adalah untuk

sample yang telah dibulatkan dan direbus. Sampel 1 dapat langsung di

masukkan ke dalam wadah yang telah disterilkan dan sampel 2 dimasukkan

jika sudah dibentuk bulat dan direbus pada air mendidih.

4. Tuliskan pada botol sampel tersebut nama, tempat pengambilan, waktu dan

tanggal pengambilan.

5. Masukkan botol ke dalam termos yang telah diisi dengan es.

6. Kirim sampel secepatnya ke laboratorium untuk dilakukan pemeriksaan.

Prosedur pemeriksaan. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Balai

Veteriner Medan. Adapun tahap pemeriksaan sampel di laboratorium sesuai

dengan prosedur umum pemeriksaan Salmonella sp (SNI 2897:2008).

Prinsip. Pertumbuhan Salmonella pada media selektif dengan pra

pengayaan (pre-enrichment), dan pengayaan (enrichment) yang dilanjutkan pada

media Rambach.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


58

Media dan reagen. Media dan reagen pada uji laboratorium ini meliputi :

1. Adonan bakso mentah/matang

2. LB (Lactose broth)

3. TTB (Tetrathionate Broth Base)

4. XLDA (Xylase Lysine Deoxycholate Agar)

5. Iodine

Peralatan. Peralatan yang digunakan pada uji laboratorium meliputi :

1. Autoclave

2. Incubator : 37ºC dan 44ºC

3. Timbangan/balance

4. Labu Erlenmeyer/botol reagensia

5. Rak tabung reaksi

6. Tabung Reaksi

7. Petridish/cawan petri

8. Kawat ose

9. Tabung serologi ukuran 10 x 75 mm

10. Mikropipet

11. Botol Media

12. Gunting

13. Stomacher

14. Magnetic stirer

15. Pengocok tabung

16. Lemari steril (clean bench)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


59

17. Lemari pendingin (refrigator)

18. Mesin pendingin

19. Erlenmeyer

Pra-pengayaan. Pra pengayaan uji laboratorium ini meliputi :

1. Timbang sampel adonan bakso mentah/matang sebanyak 25 gr secara aseptik

kemudian masukkan dalam wadah steril.

2. Tambahkan 225 ml larutan Lactose Broth ke dalam kantong steril yang berisi

sampel, homogenkan dengan stomacher selama 1 sampai 2 menit.

3. Pindahkan suspensi ke dalam Erlenmeyer atau wadah steril.

4. Inkubasikan pada temperatur 37ºC selama ±24 jam.

Pengayaan. Pengayaan meliputi :

1. Aduk perlahan biakan pra-pengayaan kemudian ambil dan pindahkan masing-

masing 1 ml ke dalam 9 ml TTB dan tambahkan 0,2 ml Iodine.

2. Inkubasikan pada temperatur 37ºC selama ± 2 jam.

Isolasi dan identifikasi. Isolasi dan identifikasi meliputi :

1. Ambil dua atau lebih koloni dengan jarum ose dari masing-masing media

pengayaan yang telah di inkubasikan , dan inokulasikan pada media XLDA.

Inkubasikan pada temperatur 37ºC selama 24 jam ± 2 jam.

2. Amati pada media XLDA koloni terlihat dengan atau tanpa titik mengkilap

atau terlihat hampir seluruh koloni hitam.

Pemurnian. Pemurnian meliputi :

1. Ambil koloni dengan jarum ose dari media XLDA, dan inokulasikan pada

media Rambach. Inkubasikan pada temperatur 37ºC selama 24 jam ± 2 jam.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


60

2. Amati pada media Rambach, koloni terlihat berwarna merah muda apabila

hasil uji positif.

Metode Analisis Data

Data yang diperoleh dari hasil observasi higiene sanitasi tempat

penggilingan bakso diolah secara manual dan disajikan dalam bentuk distribusi,

kemudian dijelaskan secara deskriptif untuk selanjutnya dibandingkan dengan

persyaratan yang telah ditetapkan dalam Prinsip Higiene Sanitasi Pengolahan

Makanan ( Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1096 Tahun

2011 tentang Higiene Sanitasi Jasaboga ). Data yang diperoleh dari hasil

pemeriksaan Salmonella sp diolah secara manual dan disajikan dalam bentuk

distribusi, kemudian dijelaskan secara deskriptif untuk selanjutnya dibandingkan

dengan SNI (Standar Nasional Indonesia) 7388 Tahun 2009 yaitu negatif/25 kg.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


61

Hasil Penelitian

Gambaran Umum Daerah Penelitian

Gambar 6. Sketsa peta Kecamatan Tanjung Morawa (sumber : bps deli serdang)

Letak dan geografis kecamatan tanjung morawa. Kecamatan Tanjung

Morawa memiliki luas wilayah kurang lebih 13.175 Ha atau 131,75 Km² yang

terletak pada 03º30º sampai 11º60ºLU dan 98º46º sampai 103º83º BT. Kecamatan

ini memiliki batas-batas wilayah sebagai berikut :

1. Sebelah Utara : Kecamatan Batang Kuis dan Kecamatan Beringin.

2. Sebelah Selatan : Kecamatan STM Hilir.

3. Sebelah Barat : Kecamatan Patumbak, Kecamatan Percut Sei Tuan, dan

Kota Medan.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


62

4. Sebelah Timur : Kecamatan Lubuk Pakam dan Kecamatan Pagar Merbau.

Kecamatan Tanjung Morawa memiliki jumlah total penduduk kurang lebih

mencapai 218.084 jiwa dengan kepadatan penduduk mencapai 1655 km².

Kecamatan ini terdiri dari 1 Kelurahan, 25 desa, 181 dusun, dan 5 lingkungan.

Kecamatan Tanjung Morawa memiliki tiga aliran sungai besar yaitu Sungai

Belumai, Sungai Batang Kuis dan Sungai Pulau Kemiri. Suhu udara rata-rata pada

kecamatan ini berkisar antara 23º-33º C dengan banyaknya curah hujan yaitu 3 – 4

mm. Jarak antara Kecamatan Tanjung Morawa dengan ibu kota kabupaten yaitu

12 Km dan dengan ibu kota provinsi adalah 16 Km.

Gambar 7. Kondisi jalan raya simpang kayu besar Kecamatan Tanjung Morawa

Tempat penggilingan bakso di pasar tradisional kecamatan tanjung

morawa. Pasar tradisional kecamatan tanjung morawa terletak di jalan gerilya

sampai dengan jalan perintis kemerdekaan desa Tanjung Morawa A kabupaten

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


63

deli serdang sumatera utara. Pada pasar tradisional ini terdapat 5 tempat

penggilingan bakso. Tempat-tempat penggilingan bakso ini menawarkan jasa

menggiling bakso dengan biaya rata-rata Rp.16.000/kg. Waktu operasi tempat

penggilingan bakso adalah mulai dari pukul 05.00 - 11.00 wib. Konsumen yang

ingin menggilingkan bakso di tempat ini harus membawa sendiri bahan baku

pembuatan bakso yaitu daging dan bahan tambahan yang tidak disediakan di

tempat penggilingan bakso seperti daun sop atau wortel jika ingin dicampurkan

sesuai selera masing-masing konsumen.

Hasil Penelitian

Berdasarkan hasil penelitian maka dapat diketahui bahwa variabel dari

penelitian ini meliputi responden, higiene sanitasi tempat dan proses pengolahan.

Responden. Responden dari penelitian ini terdiri atas 2 kelompok yaitu

Pekerja tempat penggilingan bakso dan pedagang bakso bakar. Kelompok pekerja

tempat penggilingan bakso memiliki jumlah total 23 orang sedangkan kelompok

pedagang bakso bakar dipilih secara acak berdasarkan tempat penggilingan yang

mereka gunakan. Hasil yang dapat diketahui dari penelitian responden meliputi

karateristik dan higien perorangan. Distribusi responden pekerja berdasarkan lama

bekerja dapat diketahui jumlahnya pada tabel 2 sedangkan distribusi pedagang

berdasarkan tempat penggilingan bakso yang digunakan dapat diketahui pada

tabel 3 sebagai berikut :

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


64

Tabel 2
Distribusi Responden Pekerja Tempat Penggilingan Bakso di Pasar Tradisional
Kecamatan Tanjung Morawa
Nama Tempat Lama Jumlah Persentase (%)
Penggilingan Beroperasi (n)
(tahun)
Anonim ( TPI ) 7 5 21,7
Artomoro ( TP II ) 20 6 26,1
Joko Solo ( TP III ) 6 4 17,4
Ceper ( TP IV ) 4 5 21,7
Anonim ( TP V ) 3 3 13,0
Total 23 100,0

Tabel 3
Distribusi Responden Pedagang Bakso Bakar berdasarkan Penggunaaan Jasa
Tempat Penggilingan Bakso di Pasar Tradisional Kecamatan Tanjung Morawa
Nama Responden Nama Tempat Jumlah
Penggilingan
Samin TP1 1
Ani Artomoro 1
Richa Joko Solo 1
Budi Ceper 1
Wiwik TP5 1
Total 5 5

Karakteristik. Karakteristik responden yang diteliti adalah umur, jenis

kelamin, tingkat pendidikan dan lama berjualan. Berdasarkan hasil penelitian

maka dapat diketahui bahwa pada pekerja tempat penggilingan bakso didominasi

oleh responden berjenis kelamin laki-laki, umur pada kategori dewasa produktif,

tingkat pendidikan terakhir adalah sma dan lama waktu berjualan adalah >5 tahun.

Pada pedagang bakso bakar didominasi oleh responden berjenis kelamin

perempuan, umur pada kategori dewasa produktif, tingkat pendidikan terakhir

adalah sma dengan lama waktu berjualan adalah 1-5 tahun dan >5tahun. Jumlah

responden berdasarkan karakteristik yang dimiliki dapat dilihat pada tabel 4

berikut ini :

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


65

Tabel 4
Distribusi Karakteristik Responden
Karakteristik Pekerja Tempat Pedagang
Penggilingan Bakso Bakso Bakar
n % n %
Kelompok Umur:
Remaja( 17-25) 7 30,3 1 20
Dewasa Produktif (26-45) 15 64,9 3 60
Dewasa Lansia (46-65) 1 4,8 1 20
Jenis Kelamin :
Laki – laki 22 95,7 2 40
Perempuan 1 4,3 3 60
Tingkat Pendidikan :
Kurang (Tidak Sekolah) 0 0 0 0
Rendah (SD/SMP) 10 43.5 1 20
Baik (SMA/PT) 13 56.5 4 80
Lama Berjualan :
<1 tahun 0 0 1 20
1-5 tahun 2 40 2 40
>5 tahun 3 60 2 40

Higiene perorangan. Pada penelitian ini higiene perorangan ekerja diukur

berdasarkan jawaban kuesioner higiene perorangan sesuai dengan persyaratan

kesehatan yang ada. Untuk mengukur higiene perorangan, apabila jawaban a

bernilai 0, jawaban b bernilai 1 dan jawaban c bernilai 2. Nilai maksimal = 30 dan

nilai minimal = 0. Penilaian jawaban kuesioner dihasilkan berdasarkan jumlah

nilai yang diperoleh sebagai berikut :

1. Higiene perorangan baik, apabila nilai diperoleh >75% dari skor maksimal.

2. Higiene perorangan sedang, apabila nilai diperoleh 45% - 75% dari skor

maksimal.

3. Higiene perorangan buruk, apabila nilai diperoleh <45% dari skor maksimal.

Berdasarkan hasil penelitian terhadap responden yaitu pekerja tempat

penggilingan bakso dan pedagang bakso bakar yang dapat dilihat pada tabel 5 dan

tabel 6 maka dapat diketahui bahwa gambaran umum higiene perorangan kedua

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


66

kelompok responden tersebut berada dalam tingkatan sedang (nilai total 45% -

75%). Gambaran tersebut dapat diketahui dengan melihat jumlah responden

tertinggi pada tabel 4.5 yaitu pada kelompok tingkatan higiene perorangan

kategori sedang dengan jumlah 61% (14 orang) pada pekerja tempat penggilingan

bakso sebesar 100% (5 orang) pada pedagang bakso bakar.

Tabel 5
Distribusi Responden berdasarkan Higiene Perorangan Secara Umum
Nama Tempat Penggilingan Kode Responden Nilai Total
(30 atau 28)
n %
Anonim ( TP I) L1 20 67
L2 20 67
L3 20 67
L4 23 77
L5 20 67
PBL1 15 54
Artomoro (TP II) P1 22 73
L6 25 83
L7 18 60
L8 27 90
L9 18 60
L10 23 77
PBP2 17 61
Joko Solo (TP III) L11 25 83
L12 22 73
L13 18 60
L14 20 67
PBP3 15 54
Ceper (TP IV) L15 24 80
L16 21 70
L17 24 80
L18 24 80
L19 20 67
PBL4 19 68
(bersambung)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


67

Tabel 5
Distribusi Responden berdasarkan Higiene Perorangan Secara Umum
Nama Tempat Penggilingan Kode Responden Nilai Total
(30 atau 28)
n %
Anonim ( TP V) L20 22 73
L21 20 67
L22 23 77
PBP5 20 71

Tabel 6
Distribusi Responden berdasarkan Tingkatan Higiene Perorangan
Tingkatan Higiene Pekerja Tempat Penggilingan Pedagang Bakso
Perorangan Bakso Bakar
n % n %
Baik ( >75% ) 9 39 0 0
Sedang (45% - 75%) 14 61 5 100
Buruk ( < 45% ) 0 0 0 0
Total 23 100 5 100

Pekerja tempat penggilingan bakso di pasar tradisional. Gambaran

higiene perorangan pekerja tempat penggilingan bakso dapat diketahui dengan

melihat hasil jawaban kuesioner higiene perorangan yang telah disesuaikan

dengan persyaratan penjamah makanan yang terdapat pada 6 prinsip higiene

sanitasi pengolahan makanan pada tabel 7 sebagai berikut .

Tabel 7
Distribusi Responden Pekerja Tempat penggilingan Bakso berdasarkan Jawaban
Kuesioner Higiene Perorangan
Pernyataan Tidak Kadang Ya
Kadang
n % n % n %
Pekerja mengetahui tujuan 1 4,3 1 4,3 21 91,3
menjaga kebersihan diri saat
proses pengolahan
(bersambung)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


68

Tabel 7
Distribusi Responden Pekerja Tempat penggilingan Bakso berdasarkan Jawaban
Kuesioner Higiene Perorangan
Pernyataan Tidak Kadang Ya
Kadang
n % n % n %
Pekerja mencuci daging 3 13 1 4,3 19 82,6
sebelum diolah
Pekerja mencuci tangan sebelum 0 0 7 30,4 16 69,6
bekerja
Pekerja mencuci tangan sebelum 2 8,7 16 69,6 5 21,7
mengemas hasil produksi ?
Pekerja memakai sarung tangan 22 95,7 1 4,3 0 0
ketika bekerja
Pekerja menggunakan masker 0 0 15 65,2 8 34,8
ketika bekerja
Pekerja menggunakan celemak 0 0 6 26.1 17 73,9
ketika bekerja
Celemek yang digunakan 0 0 0 0 23 100
pekerja dalam keadaan bersih
dan rutin dicuci
Pekerja menggunakan tutup 17 73,9 1 4,3 5 21,7
rambut ketika bekerja
Pekerja menggunakan sepatu 0 0 1 4,3 22 95,7
kedap air ketika bekerja
Pekerja bekerja sambil merokok 10 43,5 1 4,3 12 52,2
Pakaian yang dipakai pekerja 0 0 0 0 23 100
dicuci bersih setiap hari
Pekerja menggunakan perhiasan 22 95,7 0 0 1 4,3
pada saat bekerja
Pekerja memiliki kuku pendek 0 0 7 30,4 16 69,6
dan bersih saat melakukan
proses pengolahan makanan
Pekerja tetap bekerja bila 0 0 23 100 0 0
menderita penyakit kulit di
tangan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


69

Berdasarkan tabel 7 maka dapat diketahui beberapa persyaratan kebersihan

perorangan yang sudah tercapai dengan baik yaitu pekerja memahami tujuan

menjaga kebersihan adalah (91,3%), pekerja memahami bahwa penting bagi

daging dicuci sebelum diolah (82,6%), penggunaan sepatu kedap air saat bekerja

( 95,7%), dan pekerja yang telah mengakui bahwa celemek dan pakaian kerja

perlu dipakai dalam keadaan bersih setiap hari (100%).

Persyaratan kebersihan perorangan yang berada pada kategori cukup baik

(sedang) karena telah dilakukan oleh para pekerja dengan jumlah 45-75% adalah

mencuci tangan sebelum bekerja (69,6%), penggunaan celemek saat proses

pengolahan (73,9%), dan pekerja memiliki kuku pendek dan bersih (69,6%).

Celemek yang digunakan para pekerja beraneka ragam bentuknya, mulai dari

celemek yang berbentuk standar seperti yang dijual di pasaran sampai dengan

emanfaatkan plastik kaca atau plastik meteran yang dibuat dengan tali sehingga

berbentuk seperti celemek.

Persyaratan kebersihan perorangan yang belum terpenuhi oleh sebagian

besar pekerja tempat penggilingan bakso adalah bekerja sambil merokok (56,6%),

tidak menggunakan tutup rambut saat bekerja (73,9%.), serta tidak menggunakan

sarung tangan saat bekerja (95,7%). Kefektifan bekerja menjadi alasan klasik para

pekerja tidak menggunakan sarung tangan yaitu dikhawatirkan sarung tangan

yang digunakan dapat menyangkut pada mesin penggiling dan pencampur adonan

bakso. Peneliti berpendapat bahwa pemakaian sarung tangan saat penting

diterapkan oleh seluruh pekerja untuk mencegah terjadinya kontaminasi dari

tangan pekerja dengan adonan bakso. Jenis sarung tangan dapat disesuaikan agar

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


70

tidak mengganggu berjalannya proses penggilingan. Meskipun pertanyaan

pemakaian sarung tangan hanya berfokus pada pekerja yang bertugas mengaduk

adonan pada mesin pencampur, pekerja dengan tugas lainnya pada tempat

penggilingan bakso juga tidak terlihat menggunakan sarung tangan.

Persyaratan lainnya yang belum secara keseluruhan diterapkan oleh

pekerja tempat penggilingan bakso adalah penggunaan masker. Hal ini dibuktikan

dengan jumlah pekerja yang menggunakan masker secara rutin hanya sebesar

34,8% dan 65,2% lainnya termasuk dalam kategori kadang-kadang menggunakan

bakso ketika proses pengolahan berlangsung. Jawaban kadang-kadang merupakan

jawaban yang menggambarkan bahwa pekerja telah menggunakan masker namun

tidak secara terus menerus ketika bekerja melainkan lebih sering hanya tergantung

di leher atau bahkan lupa digunakan kembali ketika selesai beristirahat di tengah

proses bekerja. Hal ini menggambarkan bahwa sebagian besar pekerja tempat

penggilingan bakso kurang disiplin dalam hal penggunaan masker.

Persyaratan lainnya yang belum terpenuhi oleh para pekerja yaitu

kurangnya pemahaman dan kesadaran yang rendah tentang pentingnya

menghindarkan diri dari proses pengolahan makanan ketika menderita penyakit

kulit di tangan. Hal ini dibuktikan dengan seluruh pekerja mengakui bahwa

mereka lebih sering mengabaikan luka ditangan dan tetap melakukan proses

pengolahan penggilingan bakso. Para pekerja cukup melakukan pengobatan

ringan apabila menderita luka di tangan dengan menggunakan betadine atau

plester dan tetap ikut bekerja. Cara lain yang dilakukan pekerja untuk

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


71

mengantisipasi semakin parahnya luka adalah dengan cara menukar posisi kerja

dengan pekerja lainnya.

Pedagang bakso bakar. Gambaran higiene perorangan pedagang bakso

bakar dapat diketahui dengan melihat hasil jawaban kuesioner higiene perorangan

yang telah disesuaikan dengan persyaratan penjamah makanan yang terdapat pada

6 prinsip higiene sanitasi pengolahan makanan pada tabel 8 sebagai berikut :

Tabel 8
Distribusi Responden Pedagang Bakso Bakar berdasarkan Jawaban Kuesioner
Higiene Perorangan
Pernyataan Tidak Kadang Ya
Kadang
n % n % n %
Pedagang mengetahui tujuan 0 0 2 40 3 60
menjaga kebersihan diri saat
proses pengolahan
Pedagang mengetahui 0 0 1 20 4 80
pentingnya tujuan mencuci
tangan sebelum bekerja
Pedagang mencuci tangan 0 0 1 20 4 80
sebelum bekerja
Pedagang mencuci tangan 0 0 0 0 5 100
sebelum memperlakukan hasil
produksi
Pedagang memakai sarung 4 80 0 0 1 20
tangan ketika bekerja
Pedagang menggunakan masker 4 80 1 20 0 0
ketika bekerja
Pedagang menggunakan 1 20 4 80 0 0
celemak ketika bekerja
Celemek yang digunakan 0 0 1 20 4 80
pedagang dalam keadaan bersih
dan rutin dicuci
Pedagang menggunakan tutup 3 60 2 40 0 0
rambut ketika bekerja
(bersambung)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


72

Tabel 8
Distribusi Responden Pedagang Bakso Bakar berdasarkan Jawaban Kuesioner
Higiene Perorangan
Pernyataan Tidak Kadang Ya
Kadang
n % n % n %
Pedagang bekerja sambil 3 60 1 20 1 20
merokok
Peralatan yang dipakai 0 0 0 0 5 100
pedagang berjualan dibersihkan
setiap hari
Apakah pedagang menggunakan 3 60 1 20 1 20
perhiasan pada saat bekerja
Kuku pedagang pendek dan 1 20 3 60 1 20
bersih daat melakukan proses
pengolahan makanan
Pedagang tetap bekerja bila 0 0 5 100 0 0
menderita penyakit kulit di
tangan

Berdasarkan hasil penelitian yang tertera pada tabel 8 dapat diketahui

bahwa beberapa persyaratan kebersihan perorangan pedagang yang sudah tercapai

dengan baik adalah pedagang yang telah memahami tujuan menjaga kebersihan

diri (60%), pedagang mencuci tangan sebelum bekerja khususnya pada saat

sebelum mencetak bakso (80%), pedagang telah memiliki kebiasaan mencuci

tangan setelah proses pembulatan bakso dan sebelum berlanjut ke tahap

selanjutnya (100%), pedagang setuju akan pentingnya penggunaan celemek bersih

yang dicuci minimal sehari sekali (80%), dan pedagang telah secara rutin

membersihkan peralatan yang mereka gunakan saat proses pengolahan bakso

bakar (100%).

Persyaratan kebersihan perorangan yang berada pada kategori cukup baik

(sedang) karena telah dilakukan oleh para pedagang dengan jumlah 45-75%

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


73

adalah sebagian besar pedagang tidak memiliki kebiasaan merokok sambil bekerja

(20%). Sebagian besar pedagang tidak menggunakan perhiasan pada saat bekerja

(60%), penggunaan celemek saat bekerja (60%), serta pekerja telah memiliki kuku

pendek dan bersih (60%),

Persyaratan kebersihan perorangan yang belum dipenuhi oleh pedagang

adalah tidak menggunakan sarung tangan dan masker pada saat proses pengolahan

(80%), tidak menggunakan penutup rambut saat mengolah makanan (60%), dan

memiliki kebiasaan, seluruh pedagang memiliki kebiasaan mengabaikan apabila

mengalami penyakit kulit ditangan dengan tetap bekerja melakukan proses

pengolahan makanan.

Higiene sanitasi tempat. Higiene sanitasi tempat yang diteliti yaitu pada

tempat penggilingan bakso yang terletak di pasar tradisional kecamatan tanjung

morawa.

Penggilingan bakso di pasar tradisional Kecamatan Tanjung Morawa.

Higiene sanitasi tempat pengolahan makanan memiliki persyaratan yang harus

sesuai dengan standar yang telah ditetapkan dengan komponen penilaian yaitu

Bangunan, Peralatan, Air Bersih dan Drainase. Komponen-komponen penilaian

tersebut memiliki jumlah total penilaian sebanyak 60 poin dengan pembagian poin

adalah pada bangunan sebesar 21 poin, peralatan sebesar 26 poin, air bersih

sebesar 8 poin dan drainase sebesar 5 poin. Berdasarkan hasil wawancara dan

observasi peneliti yang dilakukan pada bulan Juni – Agustus tahun 2018 maka

dapat diketahui hasil penilaian sanitasi terhadap seluruh tempat penggilingan

bakso di pasar tradisional kecamatan tanjung morawa adalah sebagai berikut :

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


74

Tabel 9
Distribusi Tempat Penggilingan Bakso berdasarkan Penilaian Sanitasi Tempat
Penggilingan
Nama Tempat Bobot Penilaian Nilai Total
Penggilingan (60)
Bangunan Peralatan Air Bersih Drainase n %
(21) (26) (8) (5)
Anonim (TP I) 12 11 3 1 27 45
Artomoro 12 18 7 1 38 63
(TPII)
Joko Solo 14 17 6 4 41 68
(TP III)
Ceper (TP IV) 16 22 7 0 45 75
Anonim (TP V) 11 16 2 0 29 48

Berdasarkan hasil penilaian sanitasi tempat penggilingan bakso yang dapat

dilihat pada tabel 9 maka dapat diketahui seluruh tempat penggilingan bakso di

pasar tradisional kecamatan tanjung morawa belum memenuhi persyaratan

namun termasuk tempat pengolahan makanan dengan tingkat sanitasi kategori

sedang (total nilai sebesar 45% - 75%). Urutan tempat penggilingan yang

memiliki nilai tertinggi sampai dengan terendah untuk sanitasi tempat pengolahan

adalah TP IV, TP III, TP II, TP V dan TP I.

Persyaratan-persyaratan higiene sanitasi tempat pengolahan makanan yang

diatur pada Permenkes RI No.1096 Tahun 2011 tentang Higiene Sanitasi

Jasaboga belum secara keseluruhan diterapkan oleh tempat penggilingan bakso.

Jumlah tempat penggilingan bakso beserta persyaratan yang sudah atau belum

terpenuhi akan dijelaskan sebagai berikut ini :

Bangunan. Sanitasi tempat penggilingan bakso berdasarkan komponen

penilaian bangunan diteliti dengan metode wawancara kepada pekerja dan

observasi tempat secara langsung sehingga didapatkan gambaran sanitasi tempat

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


75

penggilingan bakso berdasarkan persyaratan bangunan yang dapat dilihat pada

tabel 10 sebagai berikut :

Tabel 10
Distribusi Sanitasi Tempat Penggilingan Bakso berdasarkan Persyaratan
Bangunan
Uraian Hasil
Penilaian Bobot Nilai
Ya Tidak
n % n %
Tidak berdekatan dengan tempat sampah 3 60 2 40 1 3
umum dan WC umum.

Memiliki papan nama perusahaan dan 2 60 3 40 1 2


nomor Izin Usaha.
Memiliki halaman bersih, tidak banyak 2 40 3 0 3 6
lalat dan tidak terdapat tumpukan
barang-barang yang dapat menjadi
sarang tikus.
Tidak terdapat genangan air 2 40 3 0 1 2
Memiliki konstruksi yang kuat, kokoh, 5 100 0 0 1 5
aman dan bersih secara fisik (bebas dari
barang-barang sisa atau bekas yang
ditempatkan sembarangan)
Bersih secara fisik (bebas dari barang- 2 40 3 60 1 2
barang sisa atau bekas yang ditempatkan
sembarangan)
Memiliki dinding dengan permukaan 5 100 0 0 3 15
rata, mudah dibersihkan, dan berwarna
terang dimana sudut dinding dan lantai
berbentuk lengkung (conus)
Langit-langit menutupi seluruh atap 5 100 0 0 4 20
bangunan, mudah dibersihkan, tidak
menyerap air dan berwarna terang
(bersambung)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


76

Tabel 10
Distribusi Sanitasi Tempat Penggilingan Bakso berdasarkan Persyaratan
Bangunan
Uraian Hasil Bobot Nilai
Penilaian
Ya Tidak
n % n %
Langit-langit memiliki tinggi 5 100 0 0 1 5
minimal 2,4 meter di atas lantai.
Pintu dan jendela tempat 0 0 5 100 2 0
penggilingan bakso dilengkapi
peralatan anti serangga/lalat seperti
kassa, tirai, dan pintu rangkap yang
dapat dibuka dan dipasang.
Pencahayaan pada tempat 5 100 0 0 1 5
penggilingan bakso minimal 200 lux
namun tidak boleh menimbulkan
silau.
Memiliki ventilasi dengan luas 0 0 5 100 1 0
minimal 20% dari luas lantai.
Luas lantai yang bebas dari peralatan 2 40 3 60 1 2
minimal 2 m² untuk setiap pekerja

Berdasarkan hasil penilaian sanitasi tempat penggilingan bakso yang

tertera pada tabel 10 maka dapat diketahui beberapa persyaratan bangunan yang

sudah terpenuhi oleh seluruh tempat penggilingan adalah bangunan tempat

penggilingan bakso memiliki konstruksi yang kuat, kokoh, aman dengan dinding

permukaan rata yang mudah dibersihkan dan berwarna terang. Seluruh bangunan

tempat penggilingan bakso juga telah memiliki langit-langit yang menutupi

seluruh atap bangunan, terbuat dari bahan dengan permukaan rata, mudah

dibersihkan, tidak menyerap air dan berwarna terang. Pencahayaan pada tempat

penggilingan bakso juga telah mencukupi (minimal 200 lux) dan tidak

menimbulkan silau.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


77

Persyaratan bangunan yang sebagian besar belum terpenuhi oleh kelima

tempat penggilingan adalah tidak berdekatan dengan tempat sampah umum dan

wc umum (TP I,II, dan IV), memiliki papan nama perusahaan dan nomor izin

usaha (TP II dan III), memiliki halaman bersih yang tidak banyak lalat dan tidak

terdapat tumpukan barang-barang yang dapat menjadi sarang tikus (TP III dan

IV), tidak terdapat genangan air (TP III dan V), bersih secara fisik yang berarti

bebas dari barang-barang sisa atau bekas yang ditempatkan sembarangan (TP III

dan IV), memiliki luas lantai tempat penggilingan yang bebas dari peralatan

minimal 2 m² untuk setiap pekerja (TP III dan IV),

Persyaratan bangunan yang belum terpenuhi oleh seluruh tempat

penggilingan adalah pintu dan jendela yang dilengkapi peralatan anti

serangga/lalat dan memiliki ventilasi dengan luas minimal 20% dari luas lantai.

Peralatan. Sanitasi tempat penggilingan bakso berdasarkan komponen

penilaian peralatan diteliti dengan metode wawancara kepada pekerja dan

observasi tempat secara langsung sehingga didapatkan gambaran sanitasi tempat

penggilingan bakso berdasarkan persyaratan peralatan yang dapat dilihat pada

tabel 11 sebagai berikut :

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


78

Tabel 11
Distribusi Sanitasi Tempat Penggilingan Bakso berdasarkan Persyaratan
Peralatan
Uraian Hasil Bobot Nilai
Penilaian
Ya Tidak
n % n %
Meja kerja memiliki permukaan rata, 4 80 1 20 4 16
kemiringan cukup, memiliki sekat
pembatas, mudah dibersihkan, dengan
tinggi minimal 60 cm dari lantai dan
terbuat dari bahan tahan karat dan
bukan dari kayu.
Alas pemotong (talenan) tidak terbuat 3 60 2 40 4 12
dari bahan kayu, tidak mengandung
bahan beracun, kedap air, dan mudah
dibersihkan.
Tersedia tempat untuk pencucian 3 60 2 40 2 6
bahan pangan dan peralatan yan
terpisah.
Tersedia tempat cuci tangan yang 4 80 1 20 3 12
dilengkapi dengan sabun dan air
mengalir.
Tersedia tempat sampah yang terpisah 0 0 5 100 3 0
antara sampah kering dan basah yang
kedap air, tertutup dan mudah
diangkat.
Tempat penggilingan bebas vektor 0 0 5 100 1 0
penular penyakit dan tempat
perindukannya, seperti : lalat, kecoa,
tikus, nyamuk.
Tersedia kamar mandi dan toilet 2 40 3 60 1 2
minimal 1 di dalam tempat kerja.
Perlindungan terhadap peralatan 5 100 0 0 4 20
dalam cara pembersihan,
penyimpanan, penggunaan dan
pemeliharaannya.
Proses pencucian melalui tahapan 5 100 0 0 4 20
mulai dari pembersihan, perendaman,
pencucian, dan pembilasan.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


79

Berdasarkan hasil penilaian sanitasi tempat penggilingan bakso yang

tertera pada tabel 11 maka dapat diketahui beberapa persyaratan peralatan yang

sudah terpenuhi oleh seluruh tempat penggilingan adalah perlindungan terhadap

peralatan dalam cara pembersihan, penyimpanan, penggunaan dan

pemeliharaannya dan proses pencucian melalui tahapan mulai dari pembersihan,

perendaman, pencucian, dan pembilasan.

Persyaratan peralatan yang dipenuhi oleh sebagian besar tempat

penggilingan adalah meja kerja memiliki permukaan rata, kemiringan cukup,

memiliki sekat pembatas, mudah dibersihkan, dengan tinggi minimal 60 cm dari

lantai dan terbuat dari bahan tahan karat dan bukan dari kayu ( TP II, III, IV dan

V), tersedia tempat cuci tangan yang dilengkapi dengan sabun dan air mengalir

( TP I, II, III, dan IV ), alas pemotong (talenan) tidak terbuat dari bahan kayu yang

tidak mengandung bahan beracun, kedap air, dan mudah dibersihkan ( TP II, IV,

dan V ), tersedia tempat untuk pencucian bahan pangan dan peralatan yan terpisah

( TP II, III, dan IV ), tersedia kamar mandi dan toilet minimal 1 di dalam tempat

kerja (TP III dan IV),

Persyaratan peralatan yang belum terpenuhi oleh seluruh tempat

penggilingan antara lain adalah tersedia tempat sampah yang terpisah antara

sampah kering dan basah yang kedap air, tertutup yang mudah diangkat dan

tempat penggilingan bebas vektor penular penyakit dan tempat perindukannya,

seperti : lalat, kecoa, tikus, nyamuk.

Air bersih. Sanitasi tempat penggilingan bakso berdasarkan komponen

penilaian air bersih diteliti dengan metode wawancara kepada pekerja dan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


80

observasi tempat secara langsung. Sumber penggunaan air bersih yang digunakan

di tempat penggilingan bakso sebagian besar menggunakan sumur bor. Penilaian

air bersih dilakukan dengan memperhatikan segi kualitas dan kuantitas sehingga

didapatkan gambaran sanitasi tempat penggilingan bakso berdasarkan persyaratan

air bersih yang dapat dilihat pada tabel 12 sebagai berikut :

Tabel 12
Distribusi Sanitasi Tempat Penggilingan Bakso berdasarkan Persyaratan Air
Bersih
Uraian Hasil Bobot Nilai
Penilaian
Ya Tidak
n % n %
Tersedia air bersih dengan jumlah 4 80 1 20 1 4
yang cukup setiap hari secara
berkesinambungan minimal 40 liter
per pedagang.
Kualitas air bersih yang tersedia 5 100 0 0 3 15
memenuhi persyaratan (tidak berasa,
tidak berwarna, dan tidak berbau).
Tersedia tandon air yang menjamin 3 60 2 40 2 6
kesinambungan ketersediaan air dan
dilengkapi dengan keran air yang
tidak bocor.
Jarak sumber air bersih dengan 2 40 3 60 1 2
pembuangan limbah minimal 10
meter.
Kualitas air bersih diperiksa setiap 6 0 0 5 100 1 0
bulan sekali.

Berdasarkan hasil penilaian sanitasi tempat penggilingan bakso yang

tertera pada tabel 12 maka dapat diketahui kualitas air bersih yang tersedia di

seluruh tempat penggilingan bakso telah memenuhi persyaratan (tidak berasa,

tidak berwarna, dan tidak berbau).

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


81

Persyaratan air bersih lainnya yang telah dipenuhi oleh sebagian besar

tempat penggilingan bakso adalah tersedia air bersih dengan jumlah yang cukup

setiap hari secara berkesinambungan minimal 40 liter per pedagang (kecuali TP I),

tersedia tandon air yang menjamin kesinambungan ketersediaan air dan

dilengkapi dengan keran air yang tidak bocor ( TP II, III,dan IV), Jarak sumber

air bersih dengan pembuangan limbah minimal 10 meter ( TP II dan IV). Dan

persyaratan air bersih yang belum terpenuhi oleh seluruh tempat penggilingan

adalah kualitas air bersih diperiksa setiap 6 bulan sekali.

Drainase. Sanitasi tempat penggilingan bakso berdasarkan komponen

penilaian drainase diteliti dengan metode wawancara kepada pekerja dan

observasi tempat secara langsung sehingga didapatkan gambaran sanitasi tempat

penggilingan bakso berdasarkan persyaratan air bersih yang dapat dilihat pada

tabel 13 sebagai berikut :

Tabel 13
Distribusi Sanitasi Tempat Penggilingan Bakso berdasarkan Persyaratan
Drainase
Uraian Hasil Bobot Nilai
Penilaian
Ya Tidak
n % n %
Drainase pada depan kios tempat 0 0 5 100 1 0
penggilingan bakso tertutup dengan
kisi yang terbuat dari logam
sehingga mudah dibersihkan
Saluran drainase memiliki 3 60 2 40 1 3
kemiringan yang sesuai sehingga
dapat mencegah genangan air
(bersambung)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


82

Tabel 13
Distribusi Sanitasi Tempat Penggilingan Bakso berdasarkan Persyaratan
Drainase
Uraian Hasil Bobot Nilai
Penilaian
Ya Tidak
n % n %
Memiliki SPAL tertutup dengan 1 20 4 80 2 2
kemiringan sesuai ketentuan yang
berlaku sehingga memudahkan aliran
limbah, serta tidak melewati area
penjualan
Tidak ada bangunan di atas saluran 1 20 4 80 1 1
drainase

Berdasarkan hasil penilaian sanitasi tempat penggilingan bakso yang

tertera pada tabel 13 maka dapat diketahui persyaratan drainase yang telah

terpenuhi oleh sebagian besar tempat penggilingan adalah saluran drainase

memiliki kemiringan yang sesuai sehingga dapat mencegah genangan air (kecuali

TP IV dan V). Persyaratan drainase lainnya yang hanya terpenuhi oleh satu dari

kelima tempat penggilingan adalah memiliki SPAL tertutup dengan kemiringan

sesuai ketentuan yang berlaku sehingga memudahkan aliran limbah, serta tidak

melewati area penjualan ( TP III) dan Tidak ada bangunan di atas saluran drainase

( TP III ) .

Persyaratan drainase yang belum terpenuhi oleh seluruh tempat

penggilingan adalah drainase pada depan kios tempat penggilingan bakso tertutup

dengan kisi yang terbuat dari logam sehingga mudah dibersihkan.

Proses Pengolahan. Proses pengolahan adonan bakso yang dilakukan di

tempat penggilingan bakso pasar tradisional kecamatan tanjung morawa

dijelaskan berdasarkan kesesuaian dengan 6 prinsip higiene sanitasi makanan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


83

yang diatur pada Permenkes RI No.1096 Tahun 2011 tentang Higiene Sanitasi

Jasaboga yaitu :

1. Pemilihan Bahan Baku Dasar Pembuatan Bakso

2. Penyimpanan Bahan Baku Dasar Bakso

3. Pengolahan Tahap I (Proses Penggilingan Daging menjadi Adonan Bakso)

4. Pengolahan Tahap II (Proses Pembulatan dan Perebusan Adonan Bakso)

5. Penyimpanan Bakso Matang

6. Pengangkutan Bakso Siap Jual

7. Penyajian Bakso Bakar

Gambaran kesesuaian antara proses pengolahan bakso dengan 6 prinsip

higiene sanitasi makanan dapat dilihat dari jawaban kuesioner yang tertera pada

tabel 14 (pekerja tempat penggilingan bakso) dan tabel 15 (pedagang bakso

bakar).

Tabel 14
Hasil Observasi Proses Penggilingan Bakso berdasarkan Jawaban Kuesioner
No Penilaian Ya Tidak
n % n %
Daging dicuci sebelum diolah 3 60 2 40
Tempat penggilingan menggunakan mesin 5 100 0 0
meat grinder (Penggiling Kasar)
Pisau yang digunakan pada pengolahan dalam 2 40 3 60
keadaan bersih dan tidak berkarat
Tepung yang digunakan sebagai bahan 5 100 0 0
pengisi terdaftar BPOM ?
Bahan penyedap (Bumbu) yang digunakan 5 100 0 0
terdaftar BPOM
(bersambung)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


84

Tabel 14
Hasil Observasi Proses Penggilingan Bakso berdasarkan Jawaban Kuesioner
No Penilaian Ya Tidak
n % n %
Bahan penyedap (Bumbu) yang digunakan 5 100 0 0
terdaftar BPOM
Penggunaan es batu berasal dari bahan yang 0 0 5 100
aman
Adonan terhindar dari kontak tangan para 0 0 5 100
pekerja secara langsung saat proses
penggilingan
Penggunaan wadah berbeda untuk 2 40 3 60
menempatkan bahan mentah dan adonan
bakso yang telah digiling
Kebersihan tempat dan peralatan 1 20 4 80
penggilingan terjaga (bersih, barang tidak
berantakan, tepung tidak berserakan) saat
proses penggilingan
Mesin penggilingan dibersihkan setelah 5 100 0 0
proses penggilingan selesai
Penambahan Bahan Tambahan Pangan (BTP) 0 0 5 100
yang berbahaya ke dalam adonan bakso
(Contoh : Boraks)

Tabel 15
Hasil Observasi Proses Pengolahan Bakso Bakar berdasarkan Jawaban
Kuesioner
Pertanyaan Ya Tidak
n % n %
Peralatan dalam keadaan bersih sebelum 5 100 0 0
digunakan
Penggunaan bantuan alat berupa sendok yang 1 20 4 80
bersih saat proses pembulatan bakso
Bakso direbus minimal dalam waktu 15 menit di 5 100 0 0
air mendidih
Adonan bakso bebas dari campuran bahan 5 100 0 0
tambahan pangan berbahaya
Bahan tambahan yang digunakan sebagai bumbu 5 100 0 0
terdaftar BPOM
(bersambung)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


85

Tabel 15
Hasil Observasi Proses Pengolahan Bakso Bakar berdasarkan Jawaban
Kuesioner
Pertanyaan Ya Tidak
n % n %
Bakso yang telah selesai direbus mengalami 5 100 0 0
proses pendinginan sebelum ditempatkan ke
wadah penyimpanan
Waktu tunggu antara proses setelah perebusan 2 40 3 60
sampai proses pemanggangan <15 menit
Wadah penyimpanan bakso matang tidak terisi 2 40 3 60
sampai penuh
Tungku tempat pembakaran bakso bakar 5 100 0 0
dibersihkan setiap hari
Kuas yang digunakan untuk mengoles bumbu 5 100 0 0
dibersihkan setiap hari
Penggunaan kain lap di tempat penjualan 2 40 3 60
dilakukan secara berulang dan bercampur untuk
mengelap benda lain

Hasil Pemeriksaan Bakteri Salmonella sp

Adonan bakso sebelum perebusan. Adonan bakso sebelum direbus

merupakan hasil produksi yang berasal dari tempat penggilingan bakso dan masih

dalam bentuk adonan. Sampel adonan bakso tersebut telah diperiksa dan

menghasilkan tes negatif untuk kelima sampel yang berlabel A.

Adonan bakso setelah perebusan. Adonan bakso setelah perebusan

dibagi atas dua kelompok yang diberi label B dan C.Sampel dengan Label B

adalah adonan bakso yang telah mengalami proses pembulatan dan perebusan

namun belum mengalami proses pembakaran sedangkan sampel dengan label C

adalah adonan bakso B yang telah mengalami proses pembakaran. Sampel adonan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


86

bakso dari kedua label tersebut yang berjumlah sepuluh sampel telah diperiksa

dan seluruhnya menghasilkan tes negatif.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


87

Pembahasan

Responden

Karakteristik. Mayoritas responden baik dari kelompok pekerja tempat

penggilingan bakso maupun pedagang bakso bakar memiliki umur pada kelompok

Dewasa Produktif dan Pendidikan dengan kategori baik. Jumlah responden pada

kategori Dewasa produktif yaitu sebesar 64,9% (15 orang) pekerja di tempat

penggilingan bakso dan sebesar 60% (3 orang) pedagang bakso bakar. Jumlah

responden yang memiliki pendidikan kategori baik (SMA/PT) lebih tinggi yaitu

sebesar 56,5% (13 orang) untuk pekerja tempat penggilingan bakso dan 80% (4

orang) untuk pedagang bakso bakar.

Menurut Sidabalok,dkk (2015), menyatakan bahwa terdapat hubungan

nyata antara pendidikan dan pengetahuan. Mayoritas pekerja dan pedagang adalah

orang dewasa yang apabila dilihat dari umur dan tingkat pendidikan terakhir maka

kemungkinan untuk menyerap informasi dan pengetahuan lebih tinggi.

Jumlah responden laki-laki lebih lebih tinggi daripada jumlah responden

perempuan pada kelompok pekerja tempat penggilingan bakso yaitu sebesar

95,7%. Sementara itu, pada kelompok pedagang bakso bakar yang diteliti

didominasi oleh responden perempuan yaitu sebesar 60%. Penelitian Sianipar

(2009) menyatakan pembuatan susu kedelai dengan jenis kelamin perempuan

lebih baik dalam melaksanakan kebersihan perorangan disebabkan karena

sebagian besar laki-laki memiliki kebiasaan merokok ketika mengolah makanan.

Peneliti berpendapat bahwa mayoritas jenis kelamin para pekerja di tempat

penggilingan bakso dapat mempengaruhi tingkat higiene sanitasi pengolahan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


88

makanan yang dilaksanakan. Hal ini dibuktikan pada tempat penggilingan bakso

yang didominasi oleh pekerja laki-laki,jumlah pekerja perokok lebih tinggi

daripada yang tidak merokok dan tempat pengolahan makanan yang terlihat

kurang terjaga kebersihannya.

Karakteristik lainnya yang dapat diketahui dari hasil penelitian adalah

sudah berapa lama tempat penggilingan/pedagang bakso bakar tersebut beroperasi

atau berjualan. Pada kelompok tempat penggilingan bakso rata-rata memiliki

waktu berjualan lebih dari 5 tahun sementara pada pedagang bakso bakar yang

diobservasi memiliki waktu berjualan antara 1-5 tahun. Waktu beoperasi atau

berjualan suatu tempat dagang dapat mempengaruhi baik atau buruknya tempat

tersebut dimata konsumen yang berdampak pada meningkatnya kuantitas

konsumen (pelanggan).

Pada penelitian ini, tempat penggilingan bakso yang memiliki waktu

paling lama beroperasi adalah pada Tempat Penggilingan bakso nomor 2 yang

bernama Tempat Penggilingan Bakso Artomoro. Tempat ini telah beroperasi

kurang lebih 20 tahun dengan memperkerjakan enam orang pekerja. Tempat

penggilingan bakso ini mulai beroperasi pukul 04.30 – 11.30 wib. Berdasarkan

hasil wawancara maupun observasi peneliti terhadap seluruh tempat penggilingan

bakso, tempat ini merupakan salah satu tempat yang paling tidak pernah sepi

pelanggan bahkan lebih sering terlihat para pelanggan ramai menunggu antrian

untuk menggilingkan bakso mereka. Hasil wawancara singkat peneliti kepada

para pelanggan menghasilkan bahwa mereka memilih menunggu antrian untuk

menggilingkan bakso pada tempat tersebut karena telah bertahun-tahun menjadi

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


89

langganan tetap, dan sudah mengetahui kualitas hasil produksi penggilingan dan

merasa cocok dengan lidah mereka. Berbanding terbalik dengan tempat

penggilingan ini, terdapat tempat penggilingan nomor 5 yang beroperasi pada

pasar yang sama. Tempat penggilingan yang terletak di tengah-tengah area pasar

tradisional kecamatan tanjung morawa ini baru beroperasi kurang lebih 3 tahun

dan merupakan tempat penggilingan yang tergolong baru. Tempat penggilingan

bakso nomor 5 ini mulai beroperasi pukul 6 pagi dan sudah selesai beroperasi

sekitar pukul setengah 10 pagi. Pelanggan pada tempat ini pun belum terlalu

banyak dan hanya memiliki 3 orang pekerja saja. Meskipun demikian, lama atau

tidaknya waktu beroperasi tempat tesebut belum menjamin tercapainya higiene

sanitasi yang sesuai standar kesehatan.

Higiene perorangan. Berdasarkan hasil penelitian maka dapat diketahui

gambaran higiene perorangan para pekerja tempat penggilingan bakso yaitu pada

kategori sedang (61%), baik (39%) dan buruk (0%), sementara untuk kelompok

pedagang bakso bakar yang diteliti seluruhnya (100%) termasuk dalam kategori

sedang. Meskipun tidak ada responden yang termasuk dalam kategori buruk,

namun ada beberapa persyaratan yang belum dapat terpenuhi secara keseluruhan

oleh responden pada proses pengolahan makanan yaitu pemakaian sarung tangan,

celemek, masker, tutup rambut, kebiasaan merokok, dan tidak bekerja saat

menderita penyakit kulit yang parah.

Menurut Nuraini (2014), secara umum seorang penjamah makanan harus

tampak bersih baik kulitnya maupun pakaiannya. Pada tempat penggilingan bakso

para pekerja terlihat kurang dapat menjaga kebersihan yang dapat diketahui dari

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


90

pakaian maupun kulit tangan para pekerja yang sering terlihat kotor oleh tepung.

Hal ini membuktikan para pekerja belum dapat menghindari kebiasaan buruk

seperti menggaruk saat proses pengolahan berlangsung.

Persyaratan-persyaratan tersebut sebagian belum terpenuhidan sebagian

lagi sudah terpenuhi namun masih dalam kategori kadang-kadang yang

menyimpulkan bahwa para pekerja sebenarnya telah mengetahui standar yang

harus dilakukan namun kurang disiplin dalam menerapkan higiene perorangan

saat mengolah makanan.

Persyaratan lain yang sama sekali belum terpenuhi pada pekerja tempat

penggilingan bakso adalah penggunaan sarung tangan, dimana ada sekitar 95,7%

pekerja yang tidak menggunakan sarung tangan ketika bekerja. Hasil wawancara

mendalam menyatakan bahwa sebagian pekerja berpendapat sarung tangan kurang

efektif jika dipakai karena dapat mengganggu proses pengolahan dan sebagian

lainnya menyatakan tidak ada himbauan pemakaian maupun penyediaan sarung

tangan yang diberikan kepada mereka. Hal ini menggambarkan bahwa para

pekerja kurang memahami urgensi pemakaian sarung tangan yang dapat

meminimalisir terjadinya kontaminasi.

Menurut Nuraini (2014) yang mengutip pendapat Kusmayadi, menyatakan

apabila pekerja menderita luka maka luka tersebut harus ditutup dengan plester

atau sarung tangan plastik. Pada kenyataannya,sebagian besar pekerja memilih

tetap melakukan pekerjaan apabila menderita penyakit kulit di tangan danbelum

secara keseluruhan para pekerja rutin menggunakan plester ketika menderita

penyakit kulit di tangan.Hal ini dapat menyebabkan peluang terjadinya

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


91

kontaminasi menjadi lebih tinggi yang didukung masih rendahnya penggunaan

sarung tangan oleh pekerja.

Higiene Sanitasi Tempat Penggilingan Bakso di Pasar Tradisional

Berdasarkan hasil penelitian persyaratan bangunan yang belum terpenuhi

oleh tempat-tempat penggilingan bakso yaitu beberapa masih terletak dekat

dengan tempat sampah umum, tidak memiliki halaman yang bersih, tempat

penggilingan belum bebas dari genangan air, tempat kurang bersih secara fisik

yang ditunjukkan dengan dinding dan meja yang kotor oleh tepung dengan

peralatan yang terletak sembarangan, pintu dan jendela tidak dilengkapi peralatan

anti serangga/lalat, dan belum memiliki ventilasi dengan luas minimal 20% dari

luas lantai.

Persyaratan-persyaratan tersebut diatas dapat membuka peluang terjadinya

kontaminasi. Tempat pengolahan makanan yang berdekatan dengan tempat

sampah umum dapat memungkinkan terjadinya kontaminasi baik dari udara

karena bau yang tidak sedap maupun kontaminasi vektor seperti lalat yang berasal

dari tempat penampunan sampah umum. Hal ini lebih berpeluang terjadi didukung

dengan tidak tersedianya pintu dan jendela yang tidak dilengkapi dengan peralatan

anti serangga/lalat.

Menurut Adnan (2011), yang menjelaskan sebuah buku Petunjuk Modern

kepada kesehatan yang menceritakan tentang bahaya lalat dapat disimpulkan

bahwa makanan yang sudah dihinggapi oleh lalat lalu diteliti lebih lanjut,

menghasilkan penemuan telah terdapat 9000 kuman diatas makanan tersebut

hanya dalam waktu 15 menit, dan jumlah tersebut bertambah menjadi setengah

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


92

juta kuman dalam waktu satu jam, begitu seterusnya gambaran pertumbuhan

kuman pada makanan yang dihinggapi oleh lalat. Hal tersebut menjadi salah satu

alasan mengapa tempat pengolahan makanan tidak boleh berada dekat dengan

tempat sampah umum yang menjadi sumber kuman dan tempat favorit lalat.

Pada tempat penggilingan bakso yang diteliti, tempat juga terlihat kurang

terjadi kebersihannya. Hal ini dapat dilihat dari meja dan peralatan yang kotor

karena tepung, terdapat genangan air, sawang yang menggantung pada langit-

langit, dan peletakan barang-barang yang tidak terpakai yang memungkinkan

tempat tersebut menjadi tempat perindukan vektor seperti tikus dan kecoa. Pada

tempat tersebut penyimpanan bahan baku kering seperti tepung-tepungan sebagian

terletak tidak diatas meja yang memungkinkan terjadinya kontaminasi oleh

binatang pengganggu seperti tikus.

Sebagian besar tempat penggilingan bakso berada pada ruangan berbentuk

kios dengan luas kurang lebih 16-24 m² yang hanya memiliki satu pintu panjang

yang memungkinkan pencahayaan tercukupi meskipun tanpa adanya lampu.

Namun, tempat tersebut tidak didukung dengan adanya ventilasi yang sesuai

dengan standar sehingga apabila dibandingkan antara luas tempat dengan jumlah

pekerja dan luas bagian ruangan yang bebas peralatan, sebagian besar tempat

penggilingan bakso belum memenuhi persyaratan kesehatan yang mengakibatkan

udara didalam tempat tersebut pengap.

Persyaratan lain yang belum terpenuhi yaitu tidak tersedianya tempat

sampah terpisah antara sampah basah dan kering, kualitas air bersih tidak

diperiksa setiap 6 bulan sekali, dan SPAL yang tidak tertutup.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


93

Proses Pengolahan

Berdasarkan hasil penelitian dapat diketahui bahwa proses pengolahan

bakso terbagi atas 2 bagian yaitu pengolahan adonan bakso di tempat

penggilingan dan pengolahan bakso bakar.

Proses pengolahan adonan bakso di tempat penggilingan bakso.

Proses pengolahan adonan bakso diteliti dengan memperhatikan 6 prinsip higiene

sanitasi makanan yang telah ditetapkan yaitu pemilihan bahan baku dasar

pembuatan bakso, penyimpanan bahan pembuatan bakso, dan pengolahan tahap I

(proses penggilingan bakso). Setelah dihasilkan produk dari tempat penggilingan

bakso maka akan dilanjutkan pada tahapan proses pengolahan bakso bakar.

Pemilihan bahan baku dasar pembuatan bakso. Bahan baku dasar

pembuatan bakso berasal dari daging ayam, ikan, sapi dan sebagainya. Namun,

pada tempat penggilingan bakso di pasar tradisional kecamatan tanjung morawa

daging yang paling sering digunakan sebagai bahan baku dasar pembuatan bakso

adalah daging ayam, ikan dan sapi. Daging yang akan dijadikan bakso dibawa

sendiri oleh pelanggan dan biasanya masih dalam keadaan segar karena daging

tersebut baru dibeli dan langsung diantarkan ke tempat penggilingan bakso untuk

segera diproses. Beberapa tempat penggilingan bakso juga menyediakan daging

yang digunakan untuk membuat bakso yaitu bakso ikan. Tempat yang

menyediakan bahan baku daging ikan adalah tempat penggilingan II, III, dan IV

sedangkan tempat penggilingan bakso I dan V belum tersedia sehingga konsumen

harus membawa bahan baku masing-masing.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


94

Penyimpanan bahan pembuatan bakso. Bahan baku berupa daging ikan

yang disediakan ditempat penggilingan bakso disimpan didalam lemari pendingin

seperti kulkas, freezer, maupun kotak penampun ikan yang terisi dengan es balok

untuk menjaga kesegaran ikan. Bahan baku kering seperti tepung-tepungan

disimpan pada suhu ruangan pada tempat penggilingan bakso.

Pengolahan tahap I ( proses penggilingan daging menjadi adonan

bakso). Berdasarkan hasil wawancara dan observasi peneliti yang dilakukan pada

bulan Juli-Agustus tahun 2018 kepada pekerja pada tempat penggilingan bakso

yang terletak di pasar tradisional maka dapat diketahui proses penggilingan bakso

memiliki beberapa tahapan, yaitu :

Persiapan peralatan. Persiapan peralatan dilakukan kurang lebih setengah

jam sebelum proses penggilingan dimulai. Peralatan yang perlu dipersiapkan

untuk proses penggilingan bakso antara lain sebagai berikut :

1. Mesin meat grinder bakso

Mesin meat grinder bakso yang digunakan sebagian besar tempat

penggilingan bakso di pasar tradisional kecamatan tanjung morawa adalah

mesin giling bakso tipe K-5 yaitu mesin yang berfungsi untuk menggiling

sekaligus mengaduk adonan sehingga siap dicetak menjadi butiran

bakso.Persiapan awal yang penting untuk dilakukan adalah memeriksa mesin

air radiator, solar, dan mesin bagian dalam untuk memastikan semua

beroperasi dengan baik. Setelah itu, dilanjutkan dengan proses pemanasan

mesin tersebut.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


95

2. Timbangan

3. Plastik

Plastik digunakan untuk penakaran tepung maupun untuk membungkus

adonan bakso yang telah selesai diolah.

4. Pisau (jika dibutuhkan)

5. Alat bantu pengaduk adonan.

Alat bantu ini digunakan sebagai alat tambahan untuk mengaduk adonan yang

sedang digiling di dalam mesin. Alat yang digunakan bisa berupa piring

plastik atau lembaran karet berbahan tebal.

Persiapan bahan campuran. Bahan campuran yang digunakan untuk

membuat adonan bakso antara lain tepung terigu, tepung sagu (tapioka), bawang

putih, dan bumbu tambahan pangan baik perasa maupun pengenyal bakso. Bumbu

tambahan yang digunakan untuk membuat bakso menggunakan bumbu dengan

merek yang sudah terdaftar oleh BPOM seperti Royco dan Probaso ( Pengenyal ).

Takaran penambahan tepung disesuaikan dengan jumlah daging dan permintaan

konsumen. Ukuran standar penambahan tepung untuk pembuatan adonan

dibedakan sesuai dengan jenis bakso yang akan akan dibuat antara lain sebagai

berikut :

1. Untuk pembuatan bakso bakar dan tempura ukuran 1 kg daging dicampur

dengan 1kg tepung.

2. Untuk pembuatan bakso kuah ukuran 1 kg daging dicampur dengan ½ kg

tepung.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


96

3. Untuk pembuatan bakso goreng ukuran 1 kg daging dicampur dengan 2 kg

tepung.

Konsumen diperbolehkan untuk mengatur sendiri takaran campuran

tepung maupun bumbu tambahan sesuai dengan selera dan keinginan masing-

masing. Permintaan ukuran tepung yang lebih banyak daripada daging juga sering

dipesan konsumen dimana paling sering dilakukan oleh pedagang bakso kecil

untuk menekan modul produksi.

Pencucian Bahan baku. Bahan baku yang telah diterima di tempat

penggilingan bakso selanjutnya mengalami proses pencucian terlebih dahulu.

Namun, tidak semua tempat penggilingan bakso disiplin dalam melakukan

langkah tersebut dikarenakan banyaknya pesanan dari konsumen sehingga tidak

sempat untuk mencuci terlebih dahulu. Tempat penggilingan bakso yang disiplin

melakukan pencucian daging sebelum diolah berjumlah 3 dari kelima tempat

penggilingan bakso yang ada di pasar tradisional kecamatan tanjung morawa yaitu

TP II, TP III, dan TP IV.

Pengolahan Bakso. Tahap selanjutnya yang dilakukan adalah proses

penggilingan bakso oleh mesin meat grinder. Daging yang telah dicuci dan

dibersihkan dimasukkan kedalam mesin penghancur kasar untuk tahapan awal,

dan selanjutnya dimasukkan kedalam mesin pencampuran halus. Daging yang

dimasukkan ke mesin pencampuran halus digiling bersamaan dengan campuran

garam dan es batu yang berfungsi untuk mengikat adonan agar dapat tergiling dan

tercampur juga untuk menghindari timbulnya panas pada daging yang dapat

merusak tekstur daging. Langkah terakhir dari proses pencampuran ini adalah

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


97

dengan menambahkan tepung dan bahan tambahan lainnya yang telah ditakar

sebelumnya untuk kemudian adonan digiling dan dicampur pada mesin tersbut

hingga terbentuk tekstur yang diinginkan kurang lebih selama 5 – 10 menit.

Pembungkusan. Adonan bakso yang telah diolah kemudian dikemas

kedalam plastik bersih sesuai ukuran banyaknya adonan dan selanjutnya siap

diberikan kepada konsumen yang memesan.

Proses pengolahan bakso bakar. Penelitian dilanjutkan kepada pedagang

bakso bakar berjumlah 5 orang yang masing-masing menggilingkan bakso mereka

ketempat penggilingan yang berbeda. Setelah proses pengolahan bahan baku

mentah berupa daging menjadi adonan bakso, peneliti juga ingin melihat dan

menilai proses pengolahan bakso sampai proses penjualan kepada konsumen

khususnya pedagang bakso bakar untuk melihat kesesuaian cara kerja pedagang

dengan prinsip higiene sanitasi pengolahan makanan.

Pengolahan tahap II ( proses pembulatan dan perebusan adonan bakso).

Adonan bakso hasil pengolahan tempat penggilingan bakso di pasar tradisional

dibawa pedagang kerumah masing-masing untuk diolah ke tahap selanjutnya

yaitu proses pembulatan dan perebusan. Proses pembulatan bakso dapat dilakukan

secara manual menggunakan tangan dan alat bantu atau dengan mesin. Namun,

sebagian besar pedagang lebih sering menggunakan tangan dan alat bantu untuk

membulatkan bakso karena hanya membuat bakso dengan jumlah skala kecil. Alat

bantu yang biasa digunakan untuk membentuk bulatan bakso adalah dua buah

sendok, tetapi tak jarang pedagang menggunakan tangan kosong secara langsung

ketika membulatkan bakso. Adonan bakso yang telah dibulatkan selanjutnya

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


98

mengalami proses perebusan minimal dalam waktu 15 menit pada suhu air

mendidih hingga bakso matang.

Berdasarkan hasil penelitian sebesar 80% pedagang yang diwawancara dan

diobservasi tidak menggunakan alat bantu barupa dua buah sendok ketika

membulatkan bakso dan tanpa menggunakan sarung tangan sehingga terjadi

kontak langsung antara adonan bakso dengan kulit tangan pedagang ketika

mengolah bakso. Hal ini dapat memungkinkan terjadinya kontaminasi

perpindahan bakteri maupun kontaminan dari tangan pedagang ke adonan bakso

yang akan diolah.

Penyimpanan Bakso Matang. Bakso yang telah mengalami proses

pembulatan dan perebusan hingga matang selanjutnya akan mengalami proses

pendinginan kurang lebih dalam waktu 15 menit. Meskipun waktu pendinginan

ini penting, namun tidak boleh dibiarkan terlalu lama dalam keadaan terbuka

karena dapat meningkatkan resiko terjadinya kontaminasi baik oleh vektor

maupun kontaminan lainnya. Berdasarkan hasil penelitian, 60% ( tiga dari

kelima) pedagang yang diwawancarai dan diobservasi memiliki waktu tunggu

yang lama antara setelah proses pembuatan bakso selesai sampai dengan

pengolahan tahap selanjutnya yaitu pembakaran untuk disajikan ke konsumen

sehingga semakin membuka peluang terjadinya kontaminasi terhadap bakso yang

telah matang tersebut.

Pengangkutan bakso siap jual. Bakso yang telah matang diletakkan

didalam wadah tertutup untuk selanjutnya didistribusikan ke tempat berjualan.

Bakso-bakso tersebut nantinya akan dipindahkan ke wadah berupa kaca steinless

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


99

untuk dijajakan kepada konsumen.Namun, dalam pengangkutan maupun

peletakan bakso matang ke dalam wadah juga harus memperhatikan metodenya.

Wadah tempat bakso disarankan agar tidak terisi penuh sampai mengenai tutup

wadah maupun kotak kaca tempat menjajakan bakso agar kualtias bakso dapat

terjaga secara fisik dan bakso terhindar dari kontaminasi tutup wadah yang secara

berulang-ulang terbuka dan tertutup. Hasil penelitin menunjukkan 60% (tiga dari

lima) pedagang kurang memeperhatikan metode yang baik saat mengisi bakso ke

wadah penjualan.

Penyajian bakso bakar. Pada saat sebelum penyajian bakso bakar

dilakukan, sangat penting untuk mempersiapkan tempat berjualan terlebih dahulu

seperti membersihkan peralatan berjualan (tungku pemangangan, kuas, wadah

penjualan, dan sebagainya). Hasil penelitian menunjukkan sudah secara

keseluruhan padagang rutin melakukan persiapan berjualan secara baik seperti

membersihkan tungku pemanggangan, kuas, dan wadah penjualan bakso.

Menurut Depkes RI (2001), menyatakan bahwa peralatan yang digunakan

campur baur akan menimbulkan kontaminasi silang. Sebagian besar pedagang

menggunakan kain lap tidak sesuai dengan fungsinya ketika melakukan proses

penjualan bakso bakar yang dapat memperbesar peluang terjadinya kontaminasi

pada makanan yang diolah.

Berdasarkan hasil diatas maka dapat diketahui bahwa adonan bakso yang

melewati proses pengolahan tahap kedua oleh pedagang bakso bakar memiliki

peluang terjadinya kontaminasi kembali. Kontaminasi tersebut dapat terjadi pada

saat proses pencetakan bakso, penyimpanan bakso matang yang terlalu lama di

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


100

tempat terbuka, pengangkutan bakso bakar, dan kontaminasi silang yang terjadi

akibat peralatan yang digunakan saat penyajian bakso bakar kepada konsumen

tidak higienis atau dipakai secara bersamaan.

Keberadaan Bakteri Salmonella sp pada Adonan Bakso

Pemeriksaan bakteri Salmonella sp telah dilaksanakan pada bulan Juli –

Agustus 2018 di Balai Veteriner Medan. Hasil pemeriksaan tersebut menyatakan

bahwa sampel adonan bakso yang terbagi atas 3 jenis dengan jumlah total

sebanyak 15 sampel seluruhnya memiliki hasil tes negatif. Peneliti berpendapat

bahwa hal ini sesuai dengan gambaran umum higiene sanitasi tempat

penggilingan bakso di Kecamatan Tanjung Morawa belum memenuhi standar

kesehatan namun termasuk dalam kategori sanitasi sedang (nilai 45% - 75%) baik

dari segi higiene perorangan maupun dari sanitasi tempat pengolahan.

Tingkatan higiene perorangan dengan jumlah tertinggi berada pada

kategori sedang yaitu sebanyak 14 orang pekerja diikuti 9 orang pekerja yang

termasuk kategori baik. Sementara itu, pada pedagang bakso bakar yang

diwawancarai dan diobservasi seluruhnya termasuk dalam kategori sedang.

Penilaian tempat penggilingan bakso juga menghasilkan gambaran umum yang

menyatakan bahwa keadaan sanitasi kelima tempat penggilingan bakso berada

pada kategori sedang dengan urutan TP IV dengan skor tertinggi dan TP I dengan

skor terendah.

Bakteri Salmonella sp juga bersifat tidak dapat hidup pada suhu tinggi

yaitu apabila adanya proses pemanasan dengan suhu lebih dari 75ºC. Salah satu

metode pengolahan yang terdapat pada pengolahan bakso adalah proses

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


101

perebusan. Proses ini juga dapat menyebabkan bakteri yang terdapat pada adonan

bakso khususnya jenis B dan C mati.Pada Adonan bakso jenis A yang belum

melalui proses perebusan, keberadaan bakteri negatif karena penjamah makanan

memiliki kebiasaan yang baik yaitu mencuci tangan sebelum proses pengolahan

dan pencucian bahan baku mentah sebelum diolah sehingga peluang terjadinya

kontaminasi semakin kecil. Hal ini dibuktikan dengan hasil penelitian yang

menyatakan jumlah pekerja yang rutin mencuci tangan sebelum bekerja yaitu

sebesar 69,6% dimana 82,6% pekerja menganggap langkah pencucian daging

sebelum diolah sangat penting untuk dilaksanakan.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


102

Kesimpulan dan Saran

Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang diperoleh penulis

melalui wawancara mendalam dan observasi langsung, maka penulis dapat

menyimpulkan higiene sanitasi tempat penggilingan bakso di pasar tradisional

kecamatan Tanjung Morawa sebagai berikut :

1. Proses penggilingan bakso di tempat penggilingan adalah persiapan peralatan,

persiapan bahan campuran, pencucian bahan baku, pengolahan bahan baku

menjadi adonan bakso, dan pengemasan hasil produksi berupa adonan bakso.

Adonan bakso hasil produksi tempat penggilingan kemudian akan memasuki

tahap pengolahan kedua oleh pedagang bakso bakar dengan memperhatikan

6 prinsip higiene sanitasi makanan sehingga dapat disimpulkan bahwa proses

pengolahan makanan telah melalui prinsip-prinsip tersebut.

2. Higiene perorangan pekerja tempat penggilingan bakso dapat digambarkan

melalui jumlah pekerja dengan skor yang didapatkan dari hasil penilaian

kuesioner. Jumlah pekerja terbanyak adalah pada tingkatan higiene

perorangan sedang yaitu sebesar 61% (14 orang) dan 39% (9 orang) lainnya

berada dalam kategori baik. Beberapa persyaratan yang belum terpenuhi oleh

sebagian besar pekerja maupun pedagang adalah kebiasaan merokok,

penggunaan sarung tangan, penggunaan masker yang tidak disiplin, dan sikap

kurang perduli apabila menderita penyakit kulit di tangan.

3. Sanitasi tempat penggilingan bakso dapat digambarkan melalui jumlah skor

yang didapatkan tempat penggilingan dari hasil penilaian kuesioner. Hasil

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


103

penilaian menunjukkan bahwa kelima tempat penggilingan bakso yang ada di

pasar tradisional kecamatan Tanjung Morawa berada pada tingkatan sedang

dengan skor yang didapat berkisar antara 45-75%. Beberapa persyaratan yang

tidak terpenuhi dari seluruh tempat penggilingan bakso di pasar tradisional

kecamatan tanjung morawa antara lain tidak bebas dari vektor dan tempat

perindukannya, tidak memiliki ventilasi, tidak tersedia tempat sampah yang

memenuhi syarat, tidak ada pemeriksaan rutin air bersih setiap 6 bulan sekali,

dan drainase depan tempat penggilingan tidak tertutup bahkan dipenuhi

smpah dan timbul bau menyengat.

4. Keberadaan bakteri Salmonella sp pada ketiga jenis sampel dengan jumlah

total 15 sampel adalah negatif didukung dengan hasil penilaian higiene

sanitasi tempat penggilingan bakso di pasar tradisional kecamatan tanjung

morawa termasuk pada kategori sedang. Proses pengolahan bakso juga dapat

mempengaruhi keberadaan bakteri Salmonella sp menjadi negatif yaitu

metode perebusan dan pembakaran sehingga tidak memungkinkan bakteri

dapat bertahan hidup.

5. Berdasarkan SNI 7388 Tahun 2009 batas pencemaran Salmonella sp pada

adonan bakso yaitu negatif/25 kg . Apabila dihubungkan dengan hasil

pemeriksaan laboratorium pada adonan bakso saat sebelum dan sesudah

direbus menghasilkan tes negatf, maka dapat disimpulkan bahwa adonan

bakso yang dihasilkan dari tempat penggilingan bakso di pasar tradisional

kecamatan tanjung morawa aman dari cemaran bakteri Salmonella sp.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


104

Saran

Berdasarkan hasil dan pembahasan yang telah diperoleh penulis melalui

penelitian ini maka penulis menyarankan beberapa hal sebagai berikut :

1. Bagi penjamah makanan yaitu pekerja tempat penggilingan bakso dan

pedagang bakso bakar diharapkan lebih meningkatkan kedisiplinan terhadap

penerapan higiene perorangan pada diri masing-masing sehingga dapat

memperkecil terjadinya kontaminasi terhadap makanan yang diolah.

2. Bagi Dinas terkait dari dinas kesehatan dan dinas perindustrian perdagangan

agar bekerjasama selalu melakukan pengawasan secara berkala di pasar

tradisional khususnya untuk meninjau keadaan kios-kios pedagang dan

lingkungan pasar . Apabila ditemukan keadaan lingkungan pasar yang tidak

sesuai standar kesehatan akan lebih baik dilakukan tindakan pencegahan

dengan memberi penyuluhan secara langsung maupun lewat media seperti

poster atau spanduk.

3. Penulis menyadari bahwa penelitian ini hanya berfokus kepada pembahasan

tentang gambaran higiene sanitasi tempat penggilingan bakso dan

pemeriksaan bakteri Salmonella sp sebagai pendukungnya namun

menghasilkan pernyataan-pernyataan baru yang diharapkan dapat menjadi

bahan atau aspek untuk diteliti lebih lanjut.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


105

DAFTAR PUSTAKA

Achmadi, U.F. (2011). Dasar-dasar penyakit berbasis lingkungan. Jakarta:


PT. Raja Grapindo Persada.

BSN RI. (2009). Standar Nasional Indonesia No.7388:2009 tentang batas


maksimum cemaran mikroba dalam pangan. Jakarta: Anonim.

BPS Deli Serdang (2017, September). Kecamatan Tanjung Morawa dalam


angka 2017. Diakses dari
https://deliserdangkab.bps.go.id/publication.html?Publikasi%5Btahu
nJudul%5D=2017&Publikasi%5BkataKunci%5D=tanjung+morawa
&yt0=Tampilkan.

Depkes RI. (2003). Keputusan Menteri Kesehatan RI


No.942/Menkes/SK/VII/2003 tentang persyaratan higiene sanitasi
makanan jajanan. Jakarta: Anonim.

Depkes RI, (2004). Hygiene sanitasi makanan dan minuman. Jakarta:


Anonim.

Gunawan. (2011, Juli 29). Fungsi es pada adonan bakso. Diakses pada 21
Maret, 2018, dari http://www.bengkelbakso.com/p/tentang.html .

Hardiansyah, R. (2004). Analisis preferensi konsumen bakso bakar (studi


kasus : Kecamatan Medan Tembung, Kota Medan) Tahun 2014.
(Skripsi). Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Islam Negeri,
Medan.

Hasrawati. (2017). Tingkat cemaran bakteri salmonella sp pada daging


ayam yang dijual di Pasar Tradisional Makassar. (Skripsi).
Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Islam Negeri Alauddin,
Makassar.

Kementerian Kesehatan RI. (2008). Keputusan Menteri Kesehatan RI No.


519/Menkes/SK/VI/2008 tentang pedoman penyelenggaraan pasar
sehat. Jakarta: Anonim.

Kementerian Kesehatan RI. (2011). Permenkes No.


1096/MENKES/PER/VI/2011 tentang persyaratan higiene sanitasi
jasaboga. Jakarta: Anonim.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


106

Lesmana, M. (2006). Enterobactericeae : salmonella dan shigella. Jakarta:


Universitas Trisakti.

Oktriana, R. (2014). Usaha bakso bakar dalam meningkatkan pendapatan


keluarga menurut perspektif islam. (Skripsi). Fakultas Ekonomi dan
Bisnis, Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kaim, Riau

Pratiknya, A.W. (1986). Dasar-dasar metodologi penelitian kedokteran


dan kesehatan, Penelitian kualitatif (pp.103-106). Jakarta:
CV.Rajawali.

Nuraini, P. (2014). Karakteristik dan pengetahuan penjamah makanan


dengan perilaku tentang higiene perorangan pada proses
pengolahan makanan di katering x Jakarta tahun 2014. (Skripsi).
Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Indonesia, Jakarta.

Rahmi N., Biyatmoko D., Salamiah., & Hadie J. (2015). Analisis


Kandungan Boraks Dan Eschericia Coli Pada Jajanan Bakso Sapi
Yang Diperdagangkan Di Kota Banjar Baru. Jurnal Enviroscienteae.
111 (12), 5-10

Robbins,S.P. (2008). Perilaku organisasi (Ed. Ke-12). Jakarta: Salemba


Empat

Sarudji, D. (2010). Kesehatan lingkungan. Bandung: CV. Karya Putra


Darwati.

Soemirat, J. (2015). Kesehatan lingkungan. Yogyakarta: Gadjah Mada


University Press.

Saksono, L., & Saksono, I. (2007). Pengantar sanitasi makanan. Bandung:


P.T. Alumni.

Sidabalok,H.A, Lukman,D.W, & .Purnawarman,T. (2015). Karakteristik


dan pengetahuan higiene sanitasi pedagang daging ayam di pasar
tradisional di kota jakarta. Jurnal Kedokteran Hewan. 9(1), 1-2.
http://doi.org/1021157/j.ked.hewan.v911.2794.

Sihombing, E.Y. (2016). Hubungan higiene perorangan, perilaku


pedagang dan sanitasi tempat penjualan dengan keberadaan
salmonella sp pada daging ayam di Pasar Tradisional Kecamatan
Medan Baru Kota Medan Tahun 2016. (Skripsi). Fakultas Kesehatan
Masyarakat,Universitas Sumatera Utara, Medan.

Triwibowo, C., & Pusphandani, M.E. (2013). Kesehatan lingkungan dan


kesehatan keselamatan kerja Yogyakarta: Nuha Medika.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


107

Lampiran 1. Kuesioner Higiene Perorangan Pekerja

KUESIONER
HIGIENE SANITASI TEMPAT PENGGILINGAN BAKSO DAN
PEMERIKSAAN Salmonella sp PADA ADONAN BAKSO
DI PASAR TRADISIONAL KECAMATAN TANJUNG MORAWA TAHUN
2018

I. Identitas responden
1. No.Identitas :
2. Nama :
3. Nama Tempat :

II. Karakteristik Responden


1. Umur :
2. Pendidikan terakhir
a. SD c. SMA
b. SMP d. Perguruan Tinggi

III. Wawancara diajukan kepada pedagang tentang higiene perorangan


1. Menurut Anda, apakah tujuan menjaga kebersihan diri sewaktu
melakukan proses penggilingan bakso ?
a. Melindungi diri agar tetap tampak menarik
b. Melindungi diri agar tetap bersih
c. Memelihara dan melindungi kebersihan diri agar tidak
mengkontaminasi adonan bakso dengan bakteri selama proses
penggilingan bakso

2. Apakah menurut anda penting mencuci daging terlebih dahulu sebelum


digiling ?
a. Tidak
b. Kadang-kadang
c. Ya

3. Apakah Anda mencuci tangan sebelum mengaduk adonan bakso yang


digiling dalam mesin penggiling ?
a. Tidak
b. Kadang-kadang
c. Ya

4. Apakah anda mencuci tangan sebelum menempatkan adonan yang


telah selesai digiling ke dalam plastik bersih ?
a. Tidak
b. Kadang-kadang

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


108

c. Ya

5. Menurut Anda, perlukah memakai sarung tangan ketika melakukan


kegiatan penggilingan bakso ?
a. Tidak perlu
b. Kadang-kadang
c. Perlu

6. Apakah Anda menggunakan masker ketika bekerja di tempat


penggilingan bakso ?
a. Tidak
b. Kadang- kadang
c. Ya

7. Apakah Anda menggunakan celemek ketika bekerja di tempat


penggilingan bakso ?
a. Tidak
b. Kadang- kadang
c. Ya

8. Apakah celemek yang dipakai pada saat bekerja perlu di cuci ?


a. Tidak
b. Kadang-kadang
c. Ya, minimal sekali dalam sehari

9. Apakah Anda menggunakan tutup rambut ketika bekerja di tempat


penggilingan bakso ?
a. Tidak
b. Kadang- kadang
c. Ya

10. Apakah Anda menggunakan sepatu kedap air ketika bekerja di tempat
penggilingan bakso ?
a. Tidak
b. Kadang- kadang
c. Ya

11. Apakah Anda bekerja sambil merokok ?


a. Ya
b. Kadang-kadang
c. Tidak

12. Apakah pakaian kerja Anda dicuci bersih setiap hari ?


a. Tidak
b. Apabila kotor saja
c. Setiap hari

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


109

13. Apakah Anda menggunakan perhiasan pada saat bekerja (cincin,


gelang, jam tangan) ?
a. Memakai perhiasan
b. Kadang-kadang memakai perhiasan
c. Tidak memakai perhiasan

14. Apakah pada saat menangani proses penggilingan daging kuku anda
pendek dan bersih ?
a. Tidak
b. Kadang-kadang
c. Ya

15. Apakah Anda tetap bekerja melakukan proses penggilingan daging bila
menderita penyakit kulit di tangan ?
a. Tetap menangani proses penggilingan bakso
b. Kadang-kadang menangani proses penggilingan bakso
c. Tidak menangani proses penggilingan bakso

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


110

Lampiran 2. Kuesioner Sanitasi Tempat Penggilingan Bakso

KUESIONER
HIGIENE SANITASI TEMPAT PENGGILINGAN BAKSO DAN
PEMERIKSAAN Salmonella sp PADA ADONAN BAKSO
DI PASAR TRADISIONAL KECAMATAN TANJUNG MORAWA TAHUN
2018

I. DATA UMUM
1. Nama Tempat :
2. Nama Pengelola :
3. Jumlah Pekerja :

Uraian Jawaban Bobot Nilai


Bangunan Ya Tidak 21

Tempat penggilingan daging :


 Tidak berdekatan dengan tempat
sampah umum dan WC umum. 1
 Memiliki papan nama perusahaan
dan nomor Izin Usaha. 1
 Memiliki halaman bersih, tidak
banyak lalat dan tidak terdapat 3
tumpukan barang-barang yang dapat
menjadi sarang tikus. 1

 Tidak terdapat genangan air


 Memiliki konstruksi yang kuat, 2

kokoh, aman dan bersih secara fisik


(bebas dari barang-barang sisa atau
bekas yang ditempatkan 3

sembarangan)
 Memiliki dinding dengan
permukaan rata, mudah dibersihkan,

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


111

dan berwarna terang dimana sudut


dinding dan lantai berbentuk
lengkung (conus)
Langit-langit Tempat Penggilingan
Bakso :
 Menutupi seluruh atap bangunan, 4
terbuat dari bahan yang
permukaannya rata, mudah
dibersihkan, tidak menyerap air dan
berwarna terang
 Memiliki tinggi minimal 2,4 meter 1
di atas lantai.
Pintu dan jendela tempat penggilingan 2
bakso dilengkapi peralatan anti
serangga/lalat seperti kassa, tirai, dan
pintu rangkap yang dapat dibuka dan
dipasang.
Pencahayaan pada tempat penggilingan 1
bakso minimal 200 lux pada titik 90 cm
dari lantai namun tidak boleh
menimbulkan silau.
Memiliki ventilasi dengan luas minimal 1
20% dari luas lantai.
Luas lantai tempat penggilingan yang 1
bebas dari peralatan minimal 2 m²
untuk setiap pekerja
PERALATAN 26
Meja kerja memiliki permukaan rata, 4
kemiringan cukup, memiliki sekat
pembatas, mudah dibersihkan, dengan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


112

tinggi minimal 60 cm dari lantai dan


terbuat dari bahan tahan karat dan
bukan dari kayu
Alas pemotong (talenan) tidak terbuat 4
dari bahan kayu, tidak mengandung
bahan beracun, kedap air, dan mudah
dibersihkan
Tersedia tempat untuk pencucian bahan 2
pangan dan peralatan yan terpisah
Tersedia tempat cuci tangan yang 3
dilengkapi dengan sabun dan air
mengalir
Tersedia tempat sampah yang terpisah 3
antara sampah kering dan basah yang
kedap air, tertutup dan mudah diangkat
Tempat penggilingan bebas vektor 1
penular penyakit dan tempat
perindukannya, seperti : lalat, kecoa,
tikus, nyamuk
Tersedia Kamar Mandi dan toilet 1
minimal 1 di dalam tempat kerja
Perlindungan terhadap peralatan dalam 4
cara pembersihan, penyimpanan,
penggunaan dan pemeliharaannya
Proses pencucian melalui tahapan 4
mulai dari pembersihan, perendaman,
pencucian, dan pembilasan
AIR BERSIH 8
Tersedia air bersih dengan jumlah yang 1
cukup setiap hari secara

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


113

berkesinambungan minimal 40 liter per


pedagang
Kualitas air bersih yang tersedia 3
memenuhi persyaratan (tidak berasa,
tidak berwarna, dan tidak berbau)
Tersedia tandon air yang menjamin 2
kesinambungan ketersediaan air dan
dilengkapi dengan keran air yang tidak
bocor
Jarak sumber air bersih dengan 1
pembuangan limbah minimal 10 meter
Kualitas air bersih diperiksa setiap 6 1
bulan sekali
DRAINASE 5
Drainase pada depan kios tempat 1
penggilingan bakso tertutup dengan
kisi yang terbuat dari logam sehingga
mudah dibersihkan
Saluran drainase memiliki kemiringan 1
yang sesuai sehingga dapat mencegah
genangan air
Memiliki SPAL tertutup dengan 2
kemiringan sesuai ketentuan yang
berlaku sehingga memudahkan aliran
limbah, serta tidak melewati area
penjualan
Tidak ada bangunan di atas saluran 1
drainase
JUMLAH 60

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


114

Lampiran 3. Lembar Observasi Proses Penggilingan Bakso

LEMBAR OBSERVASI
PROSES PENGGILINGAN BAKSO DI PASAR TRADISIONAL
KECAMATAN TANJUNG MORAWA TAHUN 2018

II. DATA UMUM


1. Nama Tempat :
2. Jumlah Pekerja :

Pertanyaan Jawaban Bobot Nilai


Ya Tidak
Apakah daging dicuci sebelum 1
diolah ?
Apakah tempat penggilingan 1
menggunakan mesin Meat Grinder ?
Apakah pisau yang digunakan untuk 1
pengolahan dalam keadaan bersih
dan tidak berkarat ?
Apakah tepung yang digunakan 1
sebagai bahan pengisi terdaftar
BPOM ?
Apakah bahan penyedap rasa 1
(Bumbu) yang digunakan sebagai
bumbu terdaftar BPOM ?
Apakah es batu yang digunakan 1
berasal sumber yang aman bagi
kesehatan ?
Apakah saat proses penggilingan 1
adonan terhindar dari kontak tangan
pekerja secara langsung ?
Apakah wadah yang digunakan 1

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


115

untuk bahan mentah dan adonan


bakso yang telah digiling berbeda ?
Apakah selama proses penggilingan 3
bakso, kebersihan tempat dan
peralatan penggilingan terjaga
(bersih, barang tidak berantakan,
tepung tidak berserakan) ?
Apakah mesin penggilingan 1
dibersihkan setelah proses
penggilingan selesai ?
Apakah ada Penambahan Bahan 1
Tambahan Pangan (BTP) yang
berbahaya ke dalam adonan bakso ?
(contoh : Boraks)
Jumlah 13

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


116

Lampiran 4. Kuesioner Higiene Perorangan Pedagang Bakso Bakar

KUESIONER
HIGIENE SANITASI TEMPAT PENGGILINGAN BAKSO DAN
PEMERIKSAAN Salmonella sp PADA ADONAN BAKSO
DI PASAR TRADISIONAL KECAMATAN TANJUNG MORAWA TAHUN
2018

I. Identitas responden
1. No.Identitas :
2. Nama :
3. Nama Tempat Menggiling Bakso :

II. Karakteristik Responden


1. Umur :
2. Pendidikan terakhir
a. SD c. SMA
b. SMP d. Perguruan Tinggi

III. Wawancara diajukan kepada pedagang tentang higiene perorangan


1. Menurut Anda, apakah tujuan menjaga kebersihan diri sewaktu
melakukan proses pengolahan bakso bakar ?
a. Melindungi diri agar tetap tampak menarik
b. Melindungi diri agar tetap bersih
c. Memelihara dan melindungi kebersihan diri agar tidak
mengkontaminasi adonan bakso dengan bakteri selama proses
pengolahan bakso

2. Apakah menurut anda penting mencuci tanganterlebih dahulu


sebelum melakukan proses pengolahan bakso ?
a. Tidak
b. Kadang-kadang
c. Ya

3. Apakah Anda mencuci tangan sebelum mencetak adonan bakso


menjadi berbentuk bulat ?
a. Tidak
b. Kadang-kadang
c. Ya

4. Apakah anda mencuci tangan setelah proses pembulatan adonan


bakso ?
a. Tidak
b. Kadang-kadang

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


117

c. Ya

5. Menurut Anda, perlukah memakai sarung tangan ketika proses


pengolahan bakso bakar?
a. Tidak perlu
b. Kadang-kadang
c. Perlu

6. Apakah Anda menggunakan masker ketika bekerja di tempat


pengolahan pembuatan bakso bakar ?
a. Tidak
b. Kadang- kadang
c. Ya

7. Apakah Anda menggunakan celemek ketika bekerja dalam


pengolahan bakso bakar ?
a. Tidak
b. Kadang- kadang
c. Ya

8. Apakah celemek yang dipakai pada saat bekerja perlu di cuci ?


a. Tidak
b. Kadang-kadang
c. Ya, minimal sekali dalam sehari

9. Apakah Anda menggunakan tutup rambut ketika bekerja di tempat


pengolahan bakso bakar ?
a. Tidak
b. Kadang- kadang
c. Ya

10. Apakah Anda bekerja sambil merokok ?


a. Ya
b. Kadang-kadang
c. Tidak

11. Apakah peralatan berjualan bakso bakar dibersihkan setiap hari ?


a. Tidak
b. Kadang-kadang
c. Ya

12. Apakah Anda menggunakan perhiasan pada saat bekerja (cincin,


gelang, jam tangan) ?
a. Memakai perhiasan
b. Kadang-kadang memakai perhiasan
c. Tidak memakai perhiasan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


118

13. Apakah pada saat menangani proses pengolahan bakso bakar kuku
anda pendek dan bersih ?
a. Tidak
b. Kadang-kadang
c. Ya

14. Apakah Anda tetap bekerja melakukan proses pengolahan bakso


bakar bila menderita penyakit kulit di tangan ?
a. Tetap menangani proses penggilingan bakso
b. Kadang-kadang menangani proses penggilingan bakso
c. Tidak menangani proses penggilingan bakso

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


119

Lampiran 5. Lembar Observasi Proses Pengolahan Bakso Bakar

LEMBAR OBSERVASI
PROSES PENGOLAHAN MAKANAN JAJANAN BAKSO BAKAR

Pertanyaan Jawaban Bobot Nilai


Ya Tidak
Apakah peralatan dalam keadaan 1
bersih sebelum digunakan ?
Apakah ketika membulatkan bakso 1
menggunakan bantuan alat berupa
sendok yang bersih ?
Apakah bakso direbus minimal 1
dalam waktu 15 menit di air
mendidih ?
Apakah adonan bakso bebas dari 1
campuran bahan tambahan pangan
berbahaya ?
Apakah bahan tambahan yang 1
digunakan sebagai bumbu terdaftar
BPOM ?
Apakah bakso yang telah selesai 1
direbus mengalami proses
pendinginan sebelm ditempatkan ke
wadah penyimpanan ?
Apakah waktu tunggu antara proses 1
setelah perebusan sampai proses
pemanggangan <15 menit ?
Apakah wadah penyimpanan bakso 1
matang tidak terisi sampai penuh ?
Apakah tungku tempat pembakaran 3
bakso bakar dibersihkan setiap hari ?
Apakah kuas yang digunakan untuk 1
mengoles bumbu dibersihkan setiap
hari ?
Apakah penggunaan kain lap di 1
tempat penjualan dilakukan secara
berulang dan bercampur untuk
mengelap benda lain ?
Jumlah 12

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


120

Lampiran 6. Hasil Uji Salmonella sp di laboratorium

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


121

Lampiran 7. Surat Permohonan Izin Penelitian

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


122

Lampiran 8. Surat Izin Penelitian

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


123

Lampiran 9. Surat Keterangan Selesai Penelitian

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


124

Lampiran 10. Dokumentasi

Gambar Lampiran 1. Papan nama salah satu tempat penggilingan bakso di Pasar
Tradisional Tanjung Morawa.

Gambar Lampiran 2. Kondisi tempat penggilingan bakso pada saat proses


pengolahan adonan bakso.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


125

Gambar Lampiran 3. Kondisi meja tempat meletakkan bahan dan peralatan di


tempat penggilingan bakso

Gambar Lampiran 4. Kondisi mesin penggiling daging setelah selesai dipakai


pada proses penggilingan bakso

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


126

Gambar Lampiran 5. Aktivitas proses penggilingan bakso oleh para pekerja di


tempat penggilingan lainnya.

Gambar Lampiran 6. Sampel adonan bakso sebelum dan sesudah direbus

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


127

Gambar Lampiran 7. Sampel pemeriksaan kandungan bakteri Salmonella sp yang

menunjukkan hasil tes negatif.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Anda mungkin juga menyukai