Anda di halaman 1dari 10

Nama asisten : Christian Joddi

Tanggal Praktikum : 17 Februari 2021


Tanggal Pengumpulan : 25 Februari 2021
LAPORAN PRAKTIKUM TEKNOLOGI PENGOLAHAN PANGAN
FERMENTASI

Silvano Jovan (240210180093)

Departemen Teknologi Industri Pangan Universitas Padjajaran, Jatinangor


Jalan Raya Bandung-Sumedang Km. 21, Jatinangor, Sumedang 40600 Telp. (022)
779884,779570 Fax. (022) 7795780 Email: silvano18001@mail.unpad.ac.id

Pada pembuatan produk pangan, salah satu metode yang bisa digunakan adalah
penggunaan mikroorganisme seperti bakteri, jamur, ragi dan mikroorganisme baik
lainnya yang bisa memberi keuntungan tersendiri bagi produk pangan di industri. Salah
satu penggunaan mikroorganisme adalah fermentasi. Fermentasi ini menjadi semakin
banyak digunakan karena perkembangan teknologi dalam pangan yang disebut
bioteknologi. Dengan pesatnya perkembangan hal ini, maka berbagai nilai tambah dapat
diberikan pada produk pangan seperti sifat antibiotic, enzim, hormon, asam organic dan
metabolit lainnya (Herrera, 2004).
Prinsip dari fermentasi ini adalah penggunaan organisme hidup untuk membuat
produk pangan tertentu. Produk fermentasi yang sederhana dan tradisional contohnya
adalah pembuatan roti, pembuatan alcohol, pembuatan tempe, dan lain- lain. Produk
fermentasi yang lebih kompleks contohnya seperti antibiotic, enzim, dan penggunaan
rekayasa genetika. Fermentasi ini pada dasarnya adalah proses alami yang dilakukan
organisme terkait. Hal yang harus dilakukan agar proses ini berjalan dengan baik adalah
mengkondisikan produk agar proses bisa berlangsung dengan baik dan optimal (Saran S.,
et al., 2019). Menurut Kunaepah (2008), ada faktor- faktor spesifik yang dapat
mempengaruhi fermentasi secara umum yaitu substrat, suhu, pH, oksigen, dan
mikroorganisme yang digunakan dalam suatu bahan pangan. Tujuan utama fermentasi
adalah untuk memperpanjang daya simpan susu karena mikroorganisme sulit tumbuh
pada suasana asam dan kondisi kental (Susilorini dan Sawitri, 2007).
Ada dua jenis fermentasi yang berbeda dan dilakukan di praktikum ini, yaitu
fermentasi spontan dan tidak spontan. Fermentasi spontan adalah geremtasi yang tidak
Nama asisten : Christian Joddi
Tanggal Praktikum : 17 Februari 2021
Tanggal Pengumpulan : 25 Februari 2021
adanya penambahan mikroorganisme sebagai starter atau ragi dalam proses feremtasinya,
sedangkan fermentasi tidak spontan adalah fermentasi dengan penambahan
mikroorganisme atau ragi sebagai sebagai starter dalam proses fermentasinya (Suprihatin,
2010)
Pada praktikum ini, fermentasi spontan dilakukan untuk membuat sawi asin. n.
Syarat yang penting untuk bertanam sawi adalah tanah yang gembur, banyak
mengandung zat organik (subur), adanya aliran air yang baik, derajat keasaman tanah
(pH) antara 5,5 – 6,5, dan toleran terhadap hujan lebat (Ryder, 1979, Sunaryono dan
Rismunandar, 1981, Tindall, 1983). Sawi hijau dalam bentuk segar merupakan bahan
pangan yang mudah rusak. Oleh sebab itu untuk mengawetkan sekaligus meningkatkan
nilai tambah sawi, seringkali dibuat sawi asin dengan fermentasi.
Untuk membuat produk ini, sawi harus dijemur sampai daunnya menjadi layu. Hal
ini dilakukan untuk melemahkan jaringan- jaringan sel yang terkandung di dalam sawi
tersebut. Hal ini akan mempermudah proses selanjutnya yaitu penggaraman karena ikatan
pada sawi menjadi lemah dan air mudah keluar. Proses selanjutnya yaitu penggaraman.
Penggaraman ini dilakukan untuk mengeluarkan cairan yang ada pada sawi yang sudah
lemak ikatan molekulnya karena penjemuran sebelumnya. Garam dapat menghambat
pertumbuhan bakteri pembusuk sehingga membuat produk sayur asin lebih awet. Garam
juga dapat memberikan efek pengawet dengan cara menurunkan aw (ketersediaan air
yang dibutuhkan untuk pertumbuhan mikroba) (Sadek, 2009). Setelah didiamkan
beberapa saat sawi diremas agar sisa- sisa cairan yang tersisa pada jaringan sawi benar-
benar keluar.
Garam memiliki sifat osmosis yaitu perpindahan pelarut karena adanya perbedaan
konsentrasi garam dan substat sehingga sel sawi akan mengkerut dan air keluar dan
diserap garam (Fardiaz, 1992). Penambahan garam menyebabkan fermentasi berlangsung
secara selektif, sehingga hanya mikroba tahan garam yang tumbuh. Garam berfungsi
untuk mengeluarkan beberapa substrat tertentu, terutama gula yang diperlukan untuk
pertumbuhan bakteri asam laktat (Pederson, 1982). Menurut Jacob (1951), garam dapat
menarik air keluar dari buah-buahan yang mengandung padatan terlarut seperti protein,
karbohidrat, mineral, dan vitamin yang penting bagi bakteri asam laktat. Peremasan daun
sawi yang telah layu juga bertujuan untuk membantu pengeluaran padatan terlarut dari
Nama asisten : Christian Joddi
Tanggal Praktikum : 17 Februari 2021
Tanggal Pengumpulan : 25 Februari 2021
sayuran. Ayres et al. (1980) menambahkan bahwa garam juga dapat menghambat
pertumbuhan bakteri gram negatif.
Setelah proses ini, sawi didiamkan selama 30 menit agar efek garam bekerja secara
optimal. Setelah itu akan terjadi perubahan warna menjadi lebih gelap dan lebih layu
karena penggaraman. Proses selanjutnya adalah merendam sawi pada larutan perendam
yang terbuat dari campiran gula, garam, dan tepung beras. Campuran larutan ini dapat
berfungsi sebagai nutrisi bagi mikroorganisme yang berperan selama proses fermentasi.
Gula dan tepung beras mengandung karbohidrat yang baik bagi mikroorganisme (Sadek,
dk., 2009). Penambahan garam masih memiliki fungsi yang sama seperti proses
sebelumnya. Fermentasi yang terjadi merupakan fermentasi asam laktat karena
memanfaatkan bakteri asam laktat yang secara alami ada pada tumbuhan, misalnya
Leuconostoc mesenteroides, Lactobacillus plantarum, Lactobacillus brevis, dan
Pediococcus cerevisiae. (Sadek, dkk., 2009).
Pada praktikum ini, fermentasi tidak spontan dilakukan pada pembuatan tempe
menggunakan bahan baku kacang koro. Pada umumya tempe dibuat dari kacang kedelai,
tetapi pembuatan tempe juga bisa dilakukan dengan memanfaatkan kacang- kacangan
lainnya, salah satunya adalah kacang koro. Sifat kimia dari biji koro yaitu mengandung
kadar protein 21,7%, lemak 4,0%, dan karbohidrat 70,2% (Subagio et al., 2002).
Kandungan protein yang tinggi menjadikan protein koro pedang memiliki potensi sebagai
pengganti protein kedelai dalam pembuatan tempe. Jika dibandingkan dengan kacang
kedelai, kacang koro memiliki kandungan yang hamper sama tetapi kandungan lemak
yang lebih sedikit sehingga bisa menjadi pilihan yang lebih sehat untuk beberapa orang
yang membutuhkan (Diniyah et al., 2014).
Proses pertama yang dilakukan pada fermentasi tidak spontan ini adalah
pencucian agar kacang bersih dari kontaminan luar. Setelah itu dilakukan perebusan
selama 30 menit, dan perendaman selama 24 jam. Setelah itu kacang dikupas dan dicuci
Kembali. Perebusan dan perendaman ini dilakukan untuk mengekstrak kandungan
senyawa glukosianida yang terdapat pada kacang karena senyawa ini bersifat toksis
(Kasmidjo, 1990). Pengupasan dan pencucian Kembali dilakukan untuk memastikan
kacang yang digunakan sudah bersih semua.
Setelah itu dilakukan proses pengkukusan selama 45 menit yang dilakukan untuk
melunakkan biji agar mikroba pengotor dan zat antigizi bisa hilang (Purwadaksi, 2007).
Nama asisten : Christian Joddi
Tanggal Praktikum : 17 Februari 2021
Tanggal Pengumpulan : 25 Februari 2021
Setelah itu dilakukan penimbangan ragi yaitu sebanyak 1% b/b dan di inokulasikan pada
kacang. Ragi ini berperan sebagai starter yang memacu terjadinya fermentasi pada
kacang. Mikroorganisme yang ada pada ragi ini adalah kapang Rhizopus oligosporus,
Rhizopus oryzae, Rhizopus stolonifer, dan beberapa jenis kapang Rhizopus lainnya
(Pusindo, 2012). Setelah penambahan ini kacang dibungus di dalam plastic dan
didiamkan pada suhu 27oC selama 36 jam. Kacang didiamkan pada suhu dan waktu yang
spesifik agar saat proses fermentasi, mikroorganisme yang berperan bisa tumbuh dengan
baik pada lingkungan yang optimal pula.
Setelah kedua percobaan diatas dilakukan, produk hasil fermentasi diamati
perubahan fisiknya meliputi aroma, warna, tekstur, dan rasa. Berikut adalah tabel hasil
pengamatan proses fermentasi pada kedua produk yang di uji.
Tabel 1. Hasil Pengamatan Produk Fermentasi
Keadaan
Sampel Aroma Warna Tekstur Rasa
Sampel
Sebelum Khas sawi Hijau tua Renyah Sedikit pahit
Sawi
Hijau Asin sedikit
Asin Sesudah Asam Lunak
pudar asam
Khas
Sebelum Putih Keras Khas kacang
kacang
Tempe
Sesudah Ragi Putih Lunak Khas tempe

(Sumber: Dokumentasi pribadi, 2021)


Berdasarkan tabel 1, pada fermentasi spontan, terjadi perubahan sifat pada safi
dari segi aroma, warna, tekstur, dan rasa karena fermentasi. Perubahan aroma dari khas
sawi menjadi asam disebabkan oleh bakteri asam laktat yang berperan saat proses
fermentasi. Bakteri ini memiliki memiliki sifat yang bisa meningkatkan pengeluaran gas
karbondioksida atau CO2 sehingga berdampak pada pH sawi menjadi lebih rendah atau
lebih asam. Bakteri yang berperan pada penambahan gas CO2 adalah Lactobacillus brevis,
Pediococcus cerevisiae, dan Lactobacillus plantarum (Vaughn, 1985).
Perubahan warna yang terjadi pada sawi dari hijau tua menjadi hijau pudar
disebabkan karena adanya perubahan zat klorofil pada sawi menjadi senyawa- senyawa
turunannya. Hal ini menyebabkan warna hijau tmenjadi lebih pudar karena zat klorofil
Nama asisten : Christian Joddi
Tanggal Praktikum : 17 Februari 2021
Tanggal Pengumpulan : 25 Februari 2021
(pembentuk warna hijau) juga menjadi lebih sedikit atau lebih lemah. Zat klorofil dalam
sawi bisa terpecah menjadi senyawa turunannya karena ada banyak asam yang bisa
memecah magnesium dalam klorofil. Hidrolosisi magenesium ini juga dipengaruhi oleh
kinerja enim klorofilase. Perubahan warna karena pemecahan zat klorofil ini sangat
dipengaruhi oleh seberapa baik proses fermentasi yang terjadi pada sawi asin yang
diamati. (Heriyanto & Limantara, 2005)
Perubahan lain yang terjadi pada proses fermentasi ini adalah terjadinya
pelunakan (softening). Pelunakan tekstur ini disebabkan oleh perubahan kimia biasa
sebagai akibat proses pengolahan maupun aktivitas enzim pektinolitik atau enzim
selulolitik yang dihasilkan olek mikroorganisme saat fermentasi. Bakteri yang berperan
dalam kerusakan ini antara lain Bacillus subtilis, Bacillus polymixa, Achromobacter,
Erwinia,Enterobacter, Achromonas, dan Eschericia. Selain bakteri, kapang dan khamir
juga berperan dalam terjadinya kerusakan ini. Kapang yang terlibat adalah Penicillium
chrysogenum, sedangkan khamir yang terlibat adalah Saccharomyces oleaginosus
(Vaughn, 1985). Menurut Pederson (1982) kerusakan akibat adanya gas pada produk
fermentasi sawi asin bisa berupa pembengkakan, berlubang, berongga, ataupun bentk
pikel yang berlekuk-lekuk. Hal ini bisa diakibatkan oleh struktur bahan, pembentukan gas
oleh mikroorganisme, pengaruh tekanan larutan terhadap permukaan bahan, serta akibat
jenis dan tingkat kematangan dari buah itu sendiri. Hal inilah yang membuat tekstur dari
sawi yang telah difermentasi menjadi lebih lunak dibandingkan sawi yang belum di
proses.
Perubahan rasa sawi menjadi asin dan sedikit asam juga disebabkan karena
fermentasi dan penambahan larutan garam. Rasa asin timbul dari penambahan larutan
garam selama proses fermentasi, sedangkan rasa asam disebabkan dari mikroorganisme
yang berperan dalam proses fermentasi sesuai yang telah disebutkan sebelumnya (Sadek,
dkk., 2009). Konsentrasi garam yang paling baik untuk pembuatan sawi asin adalah 3%.
Sawi asin dengan konsentrasi garam 3% memiliki pH yang optimal pada umumnya
(Winarno, 2002).
Dilihat juga pada tabel 1, tempe yang dibuat dari kacang koro juga mengalami
perubahan sifat fisik. Dari segi aroma, terjadi perubahan dari khas kacang menjadi aroma
ragi. Aroma ragi ini disebabkan karena adanya penambahan ragi selama proses
pembuatan tempe. Selain itu, selama fermentasi, aroma khas kacang juga berkurang
Nama asisten : Christian Joddi
Tanggal Praktikum : 17 Februari 2021
Tanggal Pengumpulan : 25 Februari 2021
karena tehambatnya aktivitas enzim lipoksifenase pada kacang sehingga keluar aroma
baru yaitu aroma khas dari tempe (Yudana, 2003)
Jika dilihat dari warna tempe, tidak ada perubahan yang terjadi yaitu masih
berwarna putih. Warna putih disebabkan karena kandungan miselia pada kapang yang
merekat pada kacang. Struktur senyawa yang rapat ini membuat warna putih yang
kompak pada tempe. Selama proses pembuatan tidak ada proses yang merubah warna
kacang sehingga tidak ada perubahan warna yang berarti.
Perubahan tekstur dan rasa pada tempe juga disebabkan karena proses fermentasi
pada kacang. Fermentasi dalam pembuatan tempe berbahan baku kacang koro dapat
menurunkan kandungan asam fitat. Hal ini disebabkan oleh hasil kerja enzim fitase yang
dihasilkan kapang Rhizopus oligos porus yang mampu menghidrolisis asam fitat menjadi
inositol dan fhosfat yang bebas sehingga tempe menjadi tinggi akan fosfor. (Cahyadi,
2007). Selama proses fermentasi, koro akan mengalami perubahan baik fisik maupun
kimianya. Protein koro dengan adanya aktivitas proteolitik kapang akan diuraikan
menjadi asam-asam amino, sehingga nitrogen terlarutnya akan mengalami peningkatan.
Adanya peningkatan dari nitrogen terlarut maka pH juga akan mengalami peningkatan
sehingga terjadi perubahan sifat (Brooks dkk, 2005).
Ada banyak faktor yang berperan agar fermentasi ini dapat berlangsung dengan
baik, dan terjadi perubahan sifat yang diinginkan seperti oksigen, uap air, suhu, dan nutrisi
yang pada ragi. Faktor- faktor lingkungan ini diperlukan agar mikroorganisme dalam
fermentasi dapat bertumbuh dengan baik sehingga fermentasi bisa berjalan sesuai dengan
tujuannya. Oksigen yang cukup dibutuhkan agar proses metabolisme dapat berjalan
dengan baik sehingga dibutuhkan perputaran udara yang baik saat penyimpanan. Uap air
juga perlu diperhatikan, karena uap air yang tidak sesuai akan menghambat pertumbuhan
kapang. Suhu yang sesuai juga dibutuhkan. Jika dilihat dari mikroorganisme yang
berperan dalam fermentasi ini, kapang Rhizopus ini bersifat mesofilik yang berarti dapat
tumbuh baik pada suhu 25-27oC.

KESIMPULAN
Jika dilihat dari kedua percobaan ini. dapat disimpulkan bahwa fermentasi bisa
dilakukan dengan 2 cara yaitu spontan dan tidak spontan. Perbedaan mendasar yang
menjadi pembedanya adalah penambahan mikroorganisme tambahan sebagai starter
Nama asisten : Christian Joddi
Tanggal Praktikum : 17 Februari 2021
Tanggal Pengumpulan : 25 Februari 2021
selama masa fermentasi berlangsung. Masing- masing produk metode memiliki proses
yang berbeda, tetapi meskipun begitu tetap harus diperhatikan kondisi lingkungan yang
baik dan optimal agar mikroorganisme yang berperan pada proses fermentasi dapat
berkembang dengan baik.

DAFTAR PUSTAKA
Ayres, J.C. et al. 1980. Microbiology of Food. W.H. Freeman and Co., USA.
Brooks, Geo. F., Butel, Janet S., Morse, S. 2005. Mikrobiologi kedokteran (Medical
Microbiology). Salemba Medika, Jakarta.
Cahyadi, W., 2007. Teknologi dan Khasiat Kedelai, Bumi Aksara, Jakarta.
Diniyah, N., Windarti, W. S., Maryanto, Purnomo, B. H., & Wardani, W. (2014).
Karakterisasi Tempe Koro Pedang (Canavalia Ensiformis(L)) Yang Dibuat
Dengan Variasi Presentase Ragi dan Jenis Pengemas. Journal of Agro-Based
Industry, 31(1), 1–10.
Fardiaz, Srikandi. 1992. Mikrobiologi Pangan 1. PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
Heriyanto, H. S., Limantara, L. 2005. Kandungan Klorofil, Feofitin dan Feoforbid Sawi
Jabung (Brassica juncea (L) Czern & coss) selama Proses Pengolahan dan
Penyimpanan Sayur Asin. Prosiding Seminar Nasional, Pendidikan dan
Penerapan MIPA.196-211.
Herrera, S. (2004). Industrial biotechnology-a chance at redemption. Nature
Biotechnology, 22,67.
Jacob, M.B. 1951. The Chemistry and Technology of Food and Food Products.
Interscience Pub. Inc., New York.
Kasmidjo, R. B. 1990. Tempe: Mikrobiologi dan Kimia Pengolahan serta
Pemanfaatannya. PAU Pangan dan Gizi UGM, Yogyakarta.
Kunaepah, Uun. 2008. Pengaruh Lama Fermentasi Dan Konsentrasi Glukosa Terhadap
Aktivitas Antibakteri, Polifenol Total Dan Mutu Kimia Kefir Susu Kacang Merah.
Tesis. Universitas Diponegoro, Semarang.
Pederson, C. S. 1982. Pickles and Sauerkraut. Comemrcial Vegetables Processing. The
AVI Publishing Company, Inc., Connecticut.
Pusindo. 2012. Tempe: Persembahan Indonesia untuk Dunia. Badan Standarisasi
Nasional, Jakarta.
Nama asisten : Christian Joddi
Tanggal Praktikum : 17 Februari 2021
Tanggal Pengumpulan : 25 Februari 2021
Ryder, E.J. 1979. Leafy Salad Vegetables. The AVI Publishing Company, Inc.,
Westport, Connecticut.
Sadek N. F., Wibowo, M., Kusumaningtyas E. 2009. Pengaruh Konsentrasi Garam dan
Penambahan Sumber Karbohidrat terhadap MutuOrganoleptik Produk Sawi
Asin. Skripsi. Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Saran, S., Malaviya, A., Chaubey, A. (2019). Introduction, Scope and Significance of
Fermentation Technology. In High Value Fermentation Products (Vol. 1).
Scrivener Publishing LLC.
Subagio, A., Windarti, W.S., &Witono, Y. (2002). Protein Albumin dan Globulin dari
Beberapa Jenis Koro-koroan di Indonesia”. Prosiding Seminar Nasional PATPI,
Kelompok Gizi dan Keamanan Pangan.
Sunaryono, H. dan Rismunandar. 1981. Kunci Bercocok Tanam Sayur-Sayuran Penting
di Indonesia. CV Sinar Baru, Bandung.
Susilorini, T. E. dan Sawitri, M. E. 2007. Produk Olahan Susu. Jakarta : Penebar
Swadaya.
Suprihatin. 2010. Teknologi Fermentasi. UNESA Pres, Surabaya.
Tindall, H.D. 1983. Vegetables in Tropics. Mc Millan Press Ltd., Hongkong.
Vaughn. 1982. Lactic Acid Fermentationof Cabbage, Cucumber, Olives and Other
Product. In Prescott and DunnsIndustrial Microbiology. Fourth editions. AVI
Publishing Co., Texas.
Winarno, F.G. 2004. Kimia Pangan dan Gizi. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
Yudana. 2003. Tempe Makanan Seumur Hidup. Semarang Metro. Edisi 183. Tahun IV,
Semarang.
Nama asisten : Christian Joddi
Tanggal Praktikum : 17 Februari 2021
Tanggal Pengumpulan : 25 Februari 2021
Nama asisten : Christian Joddi
Tanggal Praktikum : 17 Februari 2021
Tanggal Pengumpulan : 25 Februari 2021

Anda mungkin juga menyukai