Anda di halaman 1dari 12

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Terasi atau belacan adalah bumbu masak yang terbuat dari rebon(Acets sp) maupun ikan
atau udang yang bernilai ekonomis rendah yang di fermentasikan, berbentuk seperti adonan
pasta berwarna coklat kehitaman. Di Indonesia terasi sudah tidak asing lagi, terasi yang
memiliki aroma yang kuat sering dijadikan bahan bumbu atau penyedap masakan Indonesia
terutama membuat sambal. Mengingat terasi terbuat dari ikan yang merupakan bahan pangan
yang mudah rusak (perishable food) maka cara-cara pengolahan dan pengawetan ikan mulai
dikembangkan.
Salah satu pengawetan yang sering dilakukan adalah dengan cara fermentasi. Fermentasi
merupakan suatu proses penguraian secara biologis atau semi biologis dari senyawa-senyawa
yang lebih sederhana dalam keadaan terkontrol. Bahan pangan yang difermentasi biasanya
memiliki aroma dan tekstur yang lebih baik, umur simpan yang lebih lama dan kebanyakan
bahan pangan hasil fermentasi dianggap aman.

1.2 Rumusan Masalah


1.2.1 Bagaimana proses pembuatan terasi?

1.2.2 Apa saja faktor-faktor yang menentukan kualitas terasi?


1.2.3 Bagaimana kerusakan pada terasi?

1.3 Tujuan
Tujuan dari pembuatan makalah ini adalah untuk mengetahui pemahaman mengenai proses
fermentasi terasi, perubahan-perubahan yang terjadi selama fermentasi dan faktor-faktor yang
harus diperhatikan dalam pembuatan terasi.

1.4 Manfaat
Manfaat dari pembuatan makalah ini adalah pembaca dapat mengetahui bagaimana proses
pengolahan terasi, faktor-faktor yang menentukan kualitas terasi dan kerusakan pada terasi.
BAB II
TERASI

Terasi merupakan suatu bahan tambahan makanan yang biasanya dibuat dari rebon (Acets
sp) maupun ikan atau udang yang bernilai ekonomis rendah. Produk ini biasanya berwarna
coklat, abu-abu atau merah. Seperti halnya produk fermentasi lainnya, terasi juga mempunyai
aroma yang khas yang ditimbulkan oleh adanya komponen volatile di dalamnya.

2.1 Proses Pengolahan Terasi

Bahan baku terasi adalah udang atau ikan teri, air, dan garam. Sedangkan alat untuk
pembuatan terasi adalah mesin penggiling ikan serta pembungkus dan alat-alat dapur. Untuk
terasi ikan biasanya menggunakan ikan kecil-kecil dan sejenisnya yang harus dibuang kepalanya
terlebih dahulu sebelum diproses lebih lanjut. Adapun jika akan membuat terasi udang maka
rebon dapat digunakan.
Prinsip pengolahan terasi didasarkan pada proses penguraian daging udang atau ikan oleh
enzim pemecah protein yang ada dalam tubuh udang atau ikan itu sendiri (Yunizal 1998). Proses
ini terjadi dalam suasana beragam dan dalam kondisi tertentu sehingga diperoleh terasi udang
atau ikan dengan bau, aroma dan rasa yang sangat spesifik.
Dalam pembuatan terasi, garam mempunyai manfaat ganda yaitu :
1. Sebagai pemantap cita rasa terasi.
2. Sebagai bahan pengawet (pada konsentrasi 20 % ; 2 ons per kg bahan baku).

Proses pembuatan terasi menurut Winarno et.al.(1973) dalam Rahayu et.al.(1992) dapat
dilihat pada gambar 1.
Gambar 1. Bagan Proses Pembuatan Terasi

2.1.1 Persiapan Bahan Baku


Bahan baku yang berupa udang kita sortasi sesuai ukurannya dan dicuci untuk
menghilangkan kotoran, lendir, dan ditiriskan. Proses pencucian menggunakan air yang sudah
ditaruh dalam wadah kemudian udang dimasukkan kedalam wadah untuk dicuci.

2.1.2 Penjemuran
Proses penjemuran dilakukan dibawah terik matahari hingga setengah kering dan
dibolak-balik. Menurut Hadiwiyoto (1983), penjemuran cukup setengah kering saja supaya
mudah untuk digiling atau ditumbuk.

.
Gambar 2. Proses Penjemuran Udang/ikan
2.1.3 Penggilingan dan Penumbukan
Pada proses ini udang dimasukkan kedalam alat penggiling untuk menghaluskan udang.
Proses penggilingan bahan terasi ini menggunakan mesin penggiling yang terbuat dari baja.
Didalam penumbukan ditambahkan garam, air dan pewarna dengan perbandingan 1 gayung air
dan 2 kg garam serta 1 sendok pewarna untuk 5 kwintal udang. Menurut Afrianto dan liviawaty
(2005) jumlah garam yang ditambahkan tergantung selera, maksimal 30% dari berat total ikan
atau udang agar terasi yang diproduksi tidak terlalu asin.

Gambar 3. Proses Penjemuran Pasca Penggilingan

2.1.4 Fermentasi
Terasi yang sudah dibungkus lalu di fermentasikan di dalam ruang khusus yang terdiri
dari rak-rak tempat meletakkan adonan yang sudah dibungkus. Proses fermentasi ini
dimaksudkan untuk proses penguraian senyawa-senyawa yang kompleks dari daging udang
menjadi senyawa yang sederhana. Menurut Afrianto dan liviawaty (1989) enzim yang berperan
dalam proses fermentasi pada produk perikanan terutama didominasi oleh enzim proteolitik yang
mampu menguraikan protein. Proses pemerahan (fermentasi) ini berlangsung 3-4 minggu dan
dilakukan pada suhu kamar, jika terdapat pada inkubator pemerahan dapat dilakukan pada suhu
20-30oC yang merupakan suhu optimum untuk fermentasi terasi.

2.1.5 Pencetakan dan Pembungkusan


Udang yang sudah ditumbuk dan dihaluskan dengan penggilingan dicetak dengan cetakan
lalu dibungkus dengan plastik atau dengan daun pisang agar baunya khas.

Gambar 4. Terasi yang sedang mengalami fermentasi

2.1.6 Pengemasan
Setelah proses fermentasi terasi yang sudah jadi lalu dibungkus dengan plastik dengan
bantuan sealer dan siap untuk dipasarkan.

Gambar 5. Terasi siap kemas

2.2 Mikroba dalam terasi


Mikroba yang tumbuh selama fermentasi sangat mempengaruhi mutu hasil produksi hasil
fermentasi. Dari beberapa penelitian didapatkan bahwa mikroba yang berperan dalam fermentasi
terasi berbeda jenis dan jumlahnya. Menurut Pedersen (1971), mikroba yang berperan dalam
fermentasi terasi adalah bakteri asam laktat, asam asetat, khamir dan jamur. Strain dari bakteri
asam laktat adalah leuconostoc mesenteroides, Pediococcus cereviceae, Lactobacillus
plantarum, dan Steptococcus faecalis.
Pada produk fermentasi ikan bergaram terdapat dua jenis mikroba yaitu bakteri obligat
halofilik dan bakteri halofilik. Bakteri obligat halofilik tumbuh pada suhu 5-50 oC dan tumbuh
optimum pada suhu 35-40oC, pH Antara 6-10. Pada konsentrasi garam yang tinggi menghasilkan
gas H2S dan Indol dengan warna koloni merah muda (Shewan and Hobbs, 1967 diacu dalam
Sjafi,I 1988).

2.3 Perubahan yang Terjadi dalam Pengolahan Terasi


Selama proses fermentasi, terasi mengalami perubahan-perubahan meliputi hidrolisis
protein, perubahan pH, perubahan warna, dan pembentukan cita rasa.

2.3.1 Hidrolisis Protein


Proses fermentasi dari substrat tidak diharapkan sempurna dalam pembuatan bagoong
(terasi) karena produk harus mengandung protein yang terhidrolisis atau tahap hidrolisis. Protein
dihidrolisis oleh enzim proteinase ekstraseluler menjadi turunannya yaitu pepton, peptida dan
asam amino. Kandungan nitrogen pada cairan mula-mula rendah tapi setelah disimpan beberapa
hari, yaitu selama proses fermentasi menyebabkan terjadinya proses hidrolisis protein sehingga
kandungan nitrogen terlarut naik. Pada suhu fermentasi yang tinggi 55ºC dapat mempercepat
proses hidrolisis. Tetapi setelah 1 minggu fermentasi kandungan protein terlarut dalam cairan
lebih tinggi bila fermentasinya dilakukan pada suhu 45ºC (Rahayu, 1988).

2.3.2 Perubahan pH
Campuran garam, rebon dan bahan lain pada awalnya mempunyai pH 6 dan selama proses
fermentasi pH terasi naik menjadi 6,5 dan pada tahap akhir turun menjadi 4,5. Bila fermentasi
dilanjutkan akan terjadi peningkatan pH dan produksi ammonia.

2.3.3 Perubahan Warna dan Tekstur


Terasi yang dibuat dari udang memiliki warna khas coklat kemerahan. Warna merah
dipengaruhi oleh pigmen apstaxanthin pada cangkang udang. Menurut Shahidi and Botta serta
Suprapti dalam Rahmayati dkk (2014), warna kemerahan pada terasi udang berasal dari pigmen
astaxanthin pada cangkang udang sehingga pigmen tersebut membentuk warna merah.

2.3.4 Pembentukan Cita Rasa


Proses fermentasi akan menghasilkan cita rasa yang khas pada terasi. Aroma khas pada
terasi disebabkan oleh senyawa volatil yang dihasilkan oleh hidrolisis protein selama fermentasi.
Menurut Sjafi,I (1988), yang bertanggung jawab atas pembentukan cita rasa khas yag dihasilkan
produk fermentasi adalah Staphylococcus sp.

2.4 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kualitas Terasi

2.4.1 Bahan Baku


Cita rasa terasi dipengaruhi oleh bahan baku yang dipergunakan. Cita rasa terasi dari bahan
baku rebon/udang akan berbeda dengan terasi dari bahan baku ikan (Suprapti et, al., 2002).
Kualitas dan penangan bahan baku juga dapat menentukan kualitas terasi. Penangan yang kurang
baik akan menyebabkan kontaminasi mikroorganisme pembusuk.

2.4.2 Penjemuran dan Penggilingan


Penggilingan digunakan untuk menghomogenenkan semua bahan baku yang digunakan
dalam pembuatan terasi. Semakin baik proses penggilingan maka bahan akan semakin homogen
dan proses fermentasi akan berlangsung lebih optimal dan terbentuk cita rasa yang baik.
Penggilingan juga dapat memperkecil ukuran bahan sehingga luas permukaan semakin besar, hal
itu juga dapat mempercepat proses fermentasi.
Penjemuran akan memudahkan proses penggilingan yang baik sehingga penjemuran juga
turut menentukan kualitas terasi.

2.4.3 Kualitas Garam


Kualitas garam yang digunakan dapat menentukan pembentukan flavour. Bila
menggunakan garam yang kurang murni menyebabkan pengerasan jaringan, sehingga
memperlambat penetrasi garam kedalam jaringan ikat (udang). Dengan menggunakan garam
murni bakteri halofil dapat tumbuh baik sehingga terbentuk flavour yang enak.

2.4.4 Konsentrasi Garam


Winarno dalam Christanti (2006) mengatakan bahwa penambahan garam kurang dari 10%
campuran akan mengalami fermentasi lebih lanjut menjadi busuk atau rusak karena produksi
ammonia dalam jumlah besar.
2.4.5 Suhu dan Lama Fermentasi
Suhu fermentasi sangat menentukan jenis mikroorganisme yang tumbuh dominan selama
fermentasi. Jika kondisi asam yang dikehendaki telah tercapai, maka suhu dapat dinaikan untuk
menghentikan fermentasi. Suhu yang optimum untuk proses fermentasi sekitar 25 °C sampai 35
°C. Waktu fermentasi terasi yang optimal adalah 3-4 minggu.

2.4.6 Oksigen
Fermentasi terasi berlangsung secara aerob yaitu pada awal fermentasi di bagian
permukaan, sedangkan bagian dalam bongkahan bahan akan bersifat anaerob (Rahayu dalam
Christanti, 2006). Kondisi tersebut diperoleh dengan membungkus terasi dengan daun pisang
selama fermentasi.

2.4.7 Kondisi Penyimpanan


Terasi harus diberi kondisi penyimpanan yang baik, terutama dalam pengemasan. Hasil
penelitian Yamani (2006), didapatkan bahwa dari 15 sampel terasi tanpa kemasan dipasar
Karang Menjangan Surabaya menunjukkan 12 sampel (80%) terasi mengandung indeks MPN
coliform melebihi batas maksimum cemaran mikroba dalam makanan.

2 5 Kerusakan yang Terjadi Pada Terasi


Terdapat beberapa kerusakan yang dapat terjadi pada terasi yang digolongkan ke dalam
kerusakan fisik dan kerusakan mikrobiologis.

2.5.1 Kerusakan Fisik


Kerusakan fisik yang dapat terjadi pada terasi diantaranya penyimpangan kenampakan, dan
rasa. Warna terasi udang yang baik adalah kemerahan, namun penyimpangan warna menjadi
gelap dapat terjadi apabila konsentrasi garam yang ditambahkan tidak cukup. Terasi berbentuk
padat dan memiliki tekstur yang kompak, kerusakan bentuk bisa disebabkan oleh benturan atau
faktor mekanik lainnya. Penyimpangan rasa terjadi apabila tumbuh mikroorganisme pembusuk
atau terjadi pencemaran dengan bahan lain.

2.5.2 Kerusakan Mikrobiologis


Kerusakan mikrobiologis terjadi apabila ada aktivitas mikroorganisme pembusuk dan
mikroorganisme pathogen. Hal ini dapat terjadi apabila konsentrasi garam yang digunakan tidak
mampu menghambat pertumbuhan mikroorganisme yang tidak diinginkan atau terjadi
kontaminasi pada saat penyimpanan terasi yang tidak dikemas.
BAB III
KESIMPULAN

3.1 Kesimpulan
Terasi merupakan suatu bahan tambahan makanan yang biasanya dibuat dari rebon (Acets
sp) maupun ikan atau udang yang bernilai ekonomis rendah. Mikroorganisme yang terlibat
dalam proses fermentasi pembuatan terasi adalah Lactobacillus plantarum, Staphylococcus sp,
Staphylococcus sp. Perubahan yang terjadi selama fermentasi terasi adalah meliputi hidrolisis
protein, perubahan pH, perubahan warna, dan pembentukan cita rasa. Kualitas terasi yang baik
akan didapat dengan memperhatikan faktor-faktor yang meliputi bahan baku, penjemuran dan
penggilingan, kualitas garam, konsentrasi garam, suhu dan lama fermentasi, oksigen, dan kondisi
penyimpanan.

3.2 Saran
Sebagai penulis, menyadari bahwa makalah ini sangat jauh dari kesempurnaan. Tentunya,
penulis akan terus memperbaiki makalah dengan mengacu pada sumber yang dapat
dipertanggungjawabkan nantinya. Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan kritik dan
saran tentang pembahasan makalah diatas.
DAFTAR PUSTAKA

Aristyan, I., R. Ibrahim., dan L. Rianingsih. 2014. Pengaruh Perbedaan Kadar Garam Terhadap
Mutu Organoleptik dan Mikrobiologis Terasi Rebon (Acets sp.). Jurnal Pengolahan dan
Bioteknologi Hasil Perikanan Vol. 3 No. 2 Halaman 60-66.
Badan Standardisasi Nasional. 2009. Terasi Udang – Bagian 1: Spesifikasi SNI No. 2716.1-
2009. Badan Standardisasi Nasional Indonesia (BSNI), Jakarta.
Saitshi p. 1967. Traditional fermented fish. Asean food jurnal

https://ejournal3.undip.ac.id/index.php/jpbhp/article/view/4827

Anda mungkin juga menyukai