ABSTRAK
Tauco, produk fermentasi dari kedelai yang populer di Jawa Barat, telah menjadi bagian integral dari warisan kuliner Indonesia. Proses pembuatannya melibatkan
dua tahap fermentasi, yaitu fermentasi kapang dan fermentasi garam. Fermentasi kapang, menggunakan Aspergillus oryzae atau Aspergillus soyae, menghasilkan
enzim protease, amilase, dan lipase yang memecah protein, karbohidrat, dan lipid dalam kedelai. Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah air, garam ,
kapang R. oligosporus berbentuk ekstrak sebanyak 6g yang diperoleh dari dan kedelai sebanyak 500 gr. Tahap fermentasi garam, yang melibatkan bakteri dan khamir
tahan garam, dilakukan selama 21-30 hari pada larutan garam 20%. Kedelai yang mengalami fermentasi mengandung asam amino seperti arginin, Na-glutamat,
lisin, dan asam glutamat yang meningkatkan nilai nutrisi. Mikroba yang berperan, seperti Aspergillus oryzae, Rhizopus oligosporus, dan Lactobacillus delbrueckii,
memainkan peran kunci dalam transformasi bahan mentah menjadi produk akhir. Tauco tidak hanya menjadi bumbu dalam masakan tetapi juga dihargai sebagai
pangan fungsional dengan manfaat kesehatan. Proses fermentasi menghasilkan MSG alami, memberikan rasa gurih yang memperkaya rasa masakan. Hasil fermentasi
menghasilkan tauco dengan cita rasa khas dan aroma yang kuat. Kesimpulannya, tauco merupakan produk fermentasi yang tidak hanya lezat tetapi juga kaya akan
senyawa bioaktif.
ABSTRACT
Indonesia's culinary heritage. Its production involves two fermentation stages: mold fermentation and salt fermentation. Mold fermentation, utilizing Aspergillus
oryzae or Aspergillus soyae, produces protease, amylase, and lipase enzymes that break down protein, carbohydrates, and lipids in soybeans. The materials used in this
study include water, salt, R. oligosporus mold extract (6g), and 500g of soybeans. The salt fermentation stage, involving salt-resistant bacteria and yeast, takes place
for 21-30 days in a 20% salt solution. Fermented soy contains amino acids such as arginine, Na-glutamate, lysine, and glutamic acid, enhancing its nutritional value.
Microorganisms like Aspergillus oryzae, Rhizopus oligosporus, and Lactobacillus delbrueckii play a key role in transforming raw materials into the final product.
Tauco serves not only as a seasoning but also as a functional food with health benefits. The fermentation process produces natural MSG, imparting a savory taste that
enriches dishes. The resulting fermented tauco exhibits a distinctive flavor and strong aroma. In conclusion, tauco is a fermented product that is not only delicious but
PENDAHULUAN
Tauco merupakan salah satu jenis produk fermentasi yang sudah lama dikenal dan disukai oleh masyarakat Indonesia. Tauco dikenal memiliki
kandungan garam dan protein yang tinggi. Secara fisik tauco berbentuk pasta dengan warna berkisar antara coklat sampai merah karena adanya
penambahan angkak(Abdullah & Tuljannah, 2017). Tauco terbuat dari kedelai, berbentuk pasta dengan variasi warna dari kuning hingga kecokelatan,
dan memiliki rasa yang khas. Proses pembuatan tauco dilakukan dengan cara fermentasi dan melibatkan 2 proses fermentasi, yaitu fermentasi kapang
(fermentasi pertama) dan fermentasi garam (fermentasi kedua). Fermentasi pertumbuhan kapang atau mikroorganisme dilakukan selama 3-6 hari
dengan bantuan Aspergillus oryzae atau Aspergillus soyae. Selama fermentasi kapang, enzim yang dihasilkan protease, amilase dan lipase yang
masing-masing akan berperan dalam menguraikan protein, karbohidrat, dan lipid dalam biji kedelai. Proses proteolisis akan menghasilkan peptida,
pepton, dan asam amino bebas. Lipid akan dihidrolisis menjadi asam-asam lemak.
Selain itu, diproduksi juga asam laktat, suksinat dan fosfat. Semua komponen tersebut sangat berperan dalam pembentukan cita rasa khas tauco.
Fermentasi kedua yaitu fermentasi garam dilakukan oleh bakteri dan khamir yang bersifat tahan garam. Fermentasi selama 21- 30 hari dalam larutan
garam 20% (200 gram garam dalam 1 liter air) pada suhu 37-42oC merupakan kondisi optimal untuk menghasilkan tauco terbaik (Daulay et al., 2023).
Menurut BPOM (2001), pangan fungsional adalah pangan yang secara alami maupun melalui proses, mengandung satu atau lebih senyawa yang
berdasarkan hasil kajian ilmiah dianggap mempunyai fungsi-fungsi fisiologis tertentu yang bermanfaat bagi kesehatan.Makanan fermentasi, adalah
makanan yang diproses melalui bantuan mikroorganisme atau komponen biologis lain seperti enzim, sehingga memberikan produk sedemikian rupa
yang menguntungkan bagi manusia dari sudut pandang kesehatan. Makanan fermentasi termasuk makanan tradisional, karena prosesnya merupakan
warisan turun temurun hasil temuan nenek moyang. Di Indonesia, ada beberapa makanan fermentasi yang bertarap nasional maupun menuju
sosialisasi ke taraf nasional bahkan internasional, seperti tempe, tapai, teh hijau, sayur asin, bekasam dan lain-lain(Masdarini, 2018).
ISSN : 1978-4163 Template Jurnal Teknologi Pangan
E-ISSN : 2654 - 5292
Tauco merupakan salah satu makanan tradisional warisan nenek moyang bangsa Indonesia. Tauco ini cukup populer di daerah Jawa Barat. Tauco
terbuat dari kedelai, berbentuk pasta dengan variasi warna dari kuning hingga kecokelatan, dan memiliki rasa yang khas. Proses pembuatan tauco
dilakukan dengan cara fermentasi dan melibatkan 2 proses fermentasi, yaitu fermentasi kapang (fermentasi pertama) dan fermentasi garam
(fermentasi kedua). Proses pembuatan tauco hampir sama dengan pembuatan kecap. Perbedaan proses antara pembuatan tauco dan kecap terletak
pada proses pengambilan sarinya. Pada pembuatan kecap, yang diambil adalah sari dari kedelai yang telah difermentasi sementara pada pembuatan
tauco, biji kedelai yang telah difermentasi diproses lebih lanjut dengan penambahan bumbu untuk menjadi tauco siap konsumsi(Lestari & Aprillia,
2021).
Aktivitas fermentasi mikrob yang berperan dalam pembuatan tauco memanfaatkan substrat yang terdapat pada kacang kedelai dan meningkat atau
mengubahnya menjadi senyawa bioaktif yang dapat sangat bermanfaat bagi kesehatan. Kandungan nutrisi yang meningkat secara nyata pada tauco
adalah kandungan asam amino. Beberapa asam amino seperti arginin, Na-glutamat, lisin dan asam glutamat akan meningkat setelah proses fermentasi
kedelai menjadi tauco. Beberapa asam amino tersebut berperan penting dalam memberi cita rasa dan ciri khas sensori dari tauco ini.
METODOLOGI PENELITIAN
Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah air, garam , kapang R. oligosporus berbentuk ekstrak sebanyak 6g yang diperoleh dari dan kedelai
Pembuatan Tauco
Kacang kedelai mula-mula dibersihkan dari kotoran dan benda asing lainnya, lalu dicuci sampai bersih. Kemudian dilakukan perendaman kedelai
selama 1x24 jam, dan keesokan harinya kedelai dikupas kulitnya secara manual. Pengupasan kulit kedelai dapat juga dilakukan dengan alat
pengupasan dalam keadaan kering, kemudian kedelai yang telah dikupas kulitnya direndam dalam air. Setelah direbus, ditiriskan dan didinginkan,
kedelai dicampur dengan ragi, kemudian ditebarkan di atas tampah dan ditutup. Kondisi seperti ini memungkinkan substrat ditumbuhi dan
difermentasi oleh kapang secara spontan, karena kapang (sporanya) sudah terdapat pada permukaan tampah dan lingkungan sekitarnya. Pada
umumnya fermentasi dilakukan pada suhu ruang selama 2 hari. Hasil fermentasi kapang dijemur dan gumpalan biji kedelai yang terbentuk
dihancurkan, dan kemudian direndam dalam larutan garam natrium klorida dengan variasi 5, 10, 15, dan 20% (b/v) selama 2 malam. Perendaman
dilakukan dalam wadah bertutup, dan dilakukan di tempat terbuka (agar dapat terjemur sinar matahari). Hasil fermentasi dalam larutan garam
Tauco merupakan salah satu jenis produk fermentasi yang telah lama dikenal dan disukai oleh sebagian masyarakat Indonesia terutama di Jawa Barat.
Karena tauco memiliki rasa dan aroma yang khas maka tauco sering digunakan pula sebagai flavoring agent. Tauco, meski penggunaannya dalam
masakan hanya terbatas dalam jumlah kecil, namun kehadirannya tak bisa dipungkiri, mampu menambah ‘nilai rasa’ sebuah masakan.
No Yang Diamati Keterangan Gambar
1 Saat Perebusan setelah perebusan warna kedelai masih sama kuning dengan
2 Saat Peragian padaa tahap peragian sudah mulai lunak dan warna kedelai
menguning keemasan
ISSN : 1978-4163 Template Jurnal Teknologi Pangan
E-ISSN : 2654 - 5292
3 Saat fermentasi Garam saat fermentasi garam, bentuk kedelai lunak dan berwarna
kuning kecoklatan
Berikut data yang di sajikan terhadap pengaruh ragi tempe untuk fermentasi tauco :
Gurih dan menyumbangkan aroma serta rasa khas yang sukar digantikan dengan bahan lain. Terbuat dari kacang kedelai yang proses pembuatannya
mirip pembuatan kecap, tauco pun merupakan produk hasil fermentasi. Fermentasi merupakan istilah yang mengacu pada sebuah proses
dengan
menggunakan mikroba yang ditambahkan pada bahan baku untuk menghasilkan jenis produk baru dengan sifat dan karakteristik yang berbeda,
tergantung jenis mikroba yang ditambahkan. Selama proses fermentasi akan terjadi perubahan fisika (bentuk) dan kimiawi. Di Indonesia, ada 3 jenis
kedelai yang banyak ditanam yaitu kedelai kuning atau putih, hitam, dan hijau. Untuk membuat kecap, jenis kedelai yang digunakan adalah kedelai
hitam sedangkan untuk tauco yang umum dipakai adalah kedelai putih atau kuning (Daulay et al., 2023).
Kedelai merupakan bahan pangan sumber protein nabati yang sangat baik. Dari susunan asam amino pembentuk proteinnya, kedelai memiliki asam
amino dengan mutu yang mendekati protein hewan. Kandungan asam lemaknya pun didominasi oleh asam lemak tidak jenuh yang baik untuk
kesehatan. Karena itu, kandungan gizi produk fermentasi olahan kedelai pun sangat baik. Bahkan, berkat proses fermentasi yang terjadi, zat gizi
kacang kedelai setelah menjadi tauco pun jadi lebih mudah dicerna, sama seperti produk fermentasi lainnya. Di Indonesia, tauco memang bukanlah
bahan atau bumbu masak yang dipakai di semua daerah. Jawa Barat merupakan salah satu daerah penghasil tauco yang sering menggunakannya
dalam masakan, selain untuk tumisan, juga biasa dipakai untuk membuat sambal tauco. Sambal tauco paling terkenal adalah tauco dari Cianjur.
Selain itu, kota Medan pun terkenal dengan hidangan Tauco Udang yang menggunakan tauco sebagai salah satu bumbu masaknya. Tiap daerah
memiliki keunikan cita rasa tauco sendiri-sendiri. Perbedaan ini salah satunya disebabkan karena perbedaan formulasi resep yang digunakan. Ada
yang cenderung manis, ada pula yang agak asin. Namun, dari mana pun asalnya, tauco tetap memiliki aroma dan cita rasa yang khas. Aroma yang
dihasilkan tauco cukup kuat, sehingga cukup dengan 1–2 sdm saja, cita rasa khasnya sudah bisa dirasakan dalam masakan. Jika digunakan dalam
jumlah terlalu banyak, bukannya menambah enak rasa masakan, justru jadi membuat aromanya terlalu kuat. Pada umumnya tauco dibuat secara
spontan, sehingga jenis mikroba yang tumbuh akan bermacam- macam jenisnya dan keadaan yang demikian ini akan berpengaruh terhadap mutu
dari tauco yang dihasilkan baik dari segi flavor maupun kandungan proteinnya. Jenis tauco ada dua macam yaitu bentuk kering dan bentuk basah,
sedangkan dari rasanya dibedakan atas yang asin dan yang manis. Perbedaannya terletak dari jumlah air dan banyaknya gula yang ditambahkan.
Pada prinsipnya proses pembuatan tauco melalui dua tahapan fermentasi yaitu: fermentasi kapang dan fermentasi garam. Secara tradisional, kedua
tahapan fermentasi tersebut dilakukan secara spontan dimana mikroba yang berperan selama fermentasi bersal dari udara sekitarnya atau dari sisa-
sisa spora kapang yang tertinggal pada wadah bekas fermentasi sebelumnya. Tahapan-tahapan yang perlu dilakukan untuk membuat tauco meliputi:
perendaman, pencucian, pengukusan, penirisan, penambahan laru, fermentasi kapang, dan dilanjutkan dengan perendaman dalam larutan garam
(fermentasi garam) selanjutnya adalah penyempurnaan. Tujuan dari perendaman kedelai pada tahap pertama adalah untuk memudahkan
pengupasan kulit kedelai, mengembangkan biji kedelai dan untuk membantu mempercepat pengukusan atau perebusan. Perendaman kedelai
biasanya dilakukan semalam atau sekitar 20 sampai 22 jam. Berbeda dengan pembuatan tempe, pada pembuatan tauco sering ditambahkan tepung
misalnya tepung beras, tepung ketan, atau tepung terigu (Priadi et al., 2020). Adapun tujuan dari penambahan tepung ini adalah untuk:
Selama proses fermentasi kapang mikroba yang berperan adalah kapang dari jenis AspergillusI yaitu A. oryzae atau dari jenis R. oryzae dan R.
oligosporus. Diantara kapang-kapang tersebut yang lebih sering digunakan dalam pembuatn tauco adalah kapang A. oryzae. Penggunaan kapang
yang berbeda akan berpengaruh pada mutu dari taoco yang dihasilkan. Mikroba yang aktif dalam fermentasi garam adalah Lactobacillus delbrueckii,
Hansenula sp., dan Zygosaccharomyces yang dapat tumbuh secara spontan. Selama proses fermentasi baik fermentasi kapang maupun fermentasi
garam akan terjadi perubahan-perubahan baik secara fisik maupun kimiawi karena aktivitas dari mikroba tersebut. Selama fermentasi kapang, kapang
yang berperan akan memproduksi enzim seperti enzim amilase, enzim protease, dan enzim lipase. Dengan adanya kapang tersebut maka akan terjadi
Produksi enzim dari kapang dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya adalah waktu fermentasi atau waktu inkubasi. Bila waktunya terlalu lama
maka akan terjadi pembentukan spora kapang yang berlebihan dan ini akan menyebabkan terbentuknya cita rasa yang tidak diinginkan. Selama
proses fermentasi garam, enzim-enzim hasil dari fermentasi kapang akan memecah komponen-komponen gizi dari kedelai menjadi senyawa-senyawa
yang lebih sederhana. Protein kedelai akan diubah menjadi asam amino, sedangkan karbohidrat akan diubah menjadi senyawa organik. Senyawa-
senyawa tersebut kemudian akan bereaksi dengan senyawa lainnya yang merupakan hasil dari proses fermentasi asam laktat dan alkohol. Reaksi
antara asam-asam organik dan etanol (alkohol) lainnya akan menghasilkan ester-ester yang merupakan senyawa pembentuk cita rasa dan aroma.
Adanya reaksi antara asam amino dengan gula akan menyebabkan terjadinya pencoklatan yang akan mempengaruhi mutu produk secara
keseluruhan.
Karena proses fermentasi ini, struktur protein di dalam kedelai terpecah-pecah menjadi berbagai macam asam amino. Berbagai asam amino ini
bercampur dengan garam yang ditambahkan, membentuk kandungan umami yang tinggi sekali. Umami adalah sebutan komponen rasa yang
diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia menjadi gurih. Rasa gurih/umami terjadi karena terbentuknya MSG alami dalam tauco.MSG seperti kita
ketahui adalah singkatan Mono Sodium Glutamat, di mana sodium adalah nama lain dari Natrium dan glutamat dari asam glutamat – salah satu
bentuk asam amino alami. Reaksi antara asam glutamat dan natrium chorida (NaCl = garam) menghasilkan senyawa baru Mono Sodium Glutamat.
Rasa gurih inilah yang kita dapatkan sewaktu kita memasak menggunakan salah satu komponen bumbunya tauco. Tidaklah mengherankan jika rasa
masakan berbumbu tauco kaya rasa, aroma dan lezat karena pengaruh MSG alami ini (Pratiwi, 2019).
KESIMPULAN
Tauco merupakan salah satu makanan tradisional warisan nenek moyang bangsa Indonesia. Tauco ini cukup populer di daerah Jawa Barat. Tauco
terbuat dari kedelai, berbentuk pasta dengan variasi warna dari kuning hingga kecokelatan, dan memiliki rasa yang khas. Aktivitas fermentasi mikrob
yang berperan dalam pembuatan tauco memanfaatkan substrat yang terdapat pada kacang kedelai dan meningkat atau mengubahnya menjadi
senyawa bioaktif yang dapat sangat bermanfaat bagi kesehatan. Proses pembuatan tauco dilakukan dengan cara fermentasi dan melibatkan 2 proses
fermentasi, yaitu fermentasi kapang (fermentasi pertama) dan fermentasi garam (fermentasi kedua). Mikrob yang berperan utama dalam proses
fermentasi tauco adalah Aspergilus oryzae, Rhizopus oligosporus, Rhizopus oryzae, Lactobacilus delbrueckii, Hasenu lasp. serta khamir genus
Saccharomyces sp.
DAFTAR PUSTAKA
Daulay, R. A., Jannah, R., Yolanda, S. D., Karina, S. T., Annisa, G., & Pulungan, N. A. (2023). Percobaan Fermentasi Kacang Kedelai (Glycine max (L.) Merril) sebagai
Djayasupena, S., Korinna, G. S., Rachman, S. D., Pratomo, U., Kimia, D., Pengetahuan, I., Raya, J., Jatinangor, B., & Barat, J. (2003). POTENSI TAUCO SEBAGAI
Lestari, N. S., & Aprillia, J. G. (2021). Tauco , Perpaduan Rasa yang Eksotis.
12(September), 106–114. https://doi.org/10.31294/khi.v12i2.9939 Masdarini, L. (2018). Manfaat dan keamanan makanan fermentasi. 53–58.
Priadi, G., Setiyoningrum, F., Afiati, F., Irzaldi, R., & Lisdiyanti, P. (2020). Studi
in Vitro Bakteri Asam Laktat Kandidat Probiotik Dari Makanan Fermentasi Indonesia. Jurnal Teknologi Dan Industri Pangan, 31(1), 21-28.
Widarto, (2001), Teknologi Tepat Guna, Disampaikan pada pembekalan Maha siswa peserta KKN.Universitas Negeri Yogyakarta. 20-22.
ISSN : 1978-4163 Template Jurnal Teknologi Pangan
E-ISSN : 2654 - 5292