Anda di halaman 1dari 30

KELOMPOK 5 / THP-E

REVIEW
JURNAL
PRODUK
FERMENTASI
IKAN
ANGGOTA KELOMPOK :
1. Adelia Rizki Suwondo (142111233099)
2. Roseina Indah Alwiyani (142111233100)
3. Arsyi Hisyam Farabi (142111233101)
4. Mochamad Haris (142111233102)
5. Cherris Agung Nugroho (142111233104)
6. Sanjati Nugroho (142111233105)
7. Alifia Rizky Faradisa (142111233106)
8. Arina Maulidatur Rohmah (142111233107)
PENDAHULUAN
Fermentasi adalah cara untuk mengubah substrat menjadi produk tertentu yang dikehendaki
dengan menggunakan bantuan mikroba. produk fermentasi biasanya digunakan untuk makanan
atau minuman. Fermentasi juga cara penguraian secara biologis atau semi biologis terhadap
senyawa-senyawa komplek terutama protein menjadi senyawa-senyawa yang lebih sederhana
dalam keadaan terkontrol. fermentasi juga terciptanya kondisi anaerobik sampai sedikit aerobik
karena fermentasi melibatkan bakteri asam laktat yang bersifat aerofilik (kondisi sedikit aerobik).
Fermentasi harus seimbang dengan wadah fermentasi, agar hasil fermentasi optimal. Jika
fermentasi terlalu penuh akan terjadi desakan tutup oleh gas yang dihasilkan selama fermentasi,
sedangkan jika terlalu kosong maka kondisi anaerobik kurang terbentuk dan mengakibatkan
terjadi peluang kontaminasi.

Teknologi fermentasi di dunia saat ini sedang berkembang pesat sehingga banyak digunakan
pada industri makanan, kimia, farmasi, dan pertanian. Beberapa produk fermentasi hasil perikanan
yang ada di dunia diantaranya seperti ikan peda dan chao, produk fermentasi ikan yang berasal
dari Indonesia, nga-pi yang berasal dari Myanmar, dan kapi yang berasal dari Thailand. Teknologi
fermentasi pada umumnya digunakan untuk
RUMUSAN MASALAH TUJUAN
1. Bagaimana fermentasi produk 1. Mengetahui fermentasi produk
perikanan yang ada Indonesia perikanan yang ada Indonesia
2. Bagaimana fermentasi produk 2. Mengetahui fermentasi produk
perikanan internasional perikanan yang ada internasional
3. Bagaimana metode fermentasi 3. Mengetahui metode fermentasi
produk perikanan baik secara produk perikanan baik secara
nasional dan internasional nasional dan internasional

SELANJUTNYA
NGA-PI
Nga-pi merupakan hidangan khas di Myanmar yang umumnya
diproduksi melalui fermentasi ikan atau udang giling yang telah diberi
garam. Proses selanjutnya melibatkan pengeringan di bawah sinar
matahari dan pematangan dalam wadah yang terbebas udara. Jenis
udang yang digunakan pada pembuatan Nga-pi secara khusus
digunakan meliputi Acetes dan Mysid spp yang mana hidangan ini
memegang peranan sentral dalam masakan Burma Bawah, merujuk
pada wilayah Burma yang dianeksasi oleh Kerajaan Inggris setelah
Perang Inggris-Burma Kedua pada tahun 1852 (Shikha, 2020).
Nga-pi bukan hanya digunakan sebagai bumbu, tetapi juga menjadi
bahan tambahan yang tak tergantikan dalam berbagai hidangan khas
Myanmar. Proses tradisional ini memberikan cita rasa unik pada Nga-
pi, yang menjadi elemen penting dalam kekayaan kuliner dan budaya
Myanmar. Keberlanjutan produksi Nga-pi juga telah menjadi perhatian
penting dengan upaya untuk mempertahankan tradisi pembuatan dan
menjaga keberlanjutan sumber daya ikan di kawasan tersebut.
NGA-PI
Proses fermentasi dapat meningkatkan aktivitas biologis senyawa aktif komponen nutrisi dalam bahan
makanan. Proses fermentasi meningkatkan total fenolik, total flavonoid dan aktivitas antibakteri.
Degradasi komponen kimia selama proses fermentasi diduga berkaitan dengan bioaktivitas senyawa-
senyawa tersebut. Bioaktivitas senyawa seperti tanin, tanin terhidrolisis dan flavonoid umumnya
meningkat dari senyawa-senyawa ini menjadi komponen yang lebih kecil dan melepaskan aglikonnya.
Degradasi kompleks menjadi komponen yang lebih sederhana akan meningkatkan aktivitas biologis dan
farmakologis senyawa tersebut (Nazarni et al., 2016).. Tanaman yang difermentasi biji okra yang
diekstrak dengan air meningkatkan kandungan total fenolik, vitamin C, flavonoid, nonflavonoid dan juga
menunjukkan aktivitas antioksidan yang paling tinggi dibandingkan dengan biji okra yang tidak
difermentasi (Pranesa and Emil, 2018).
KAPI THAILAND
Sejak abad ke-15, produk fermentasi perikanan telah menjadi
konsumsi utama di negara Thailand. Salah satu produk fermentasi
perikanan khas thailand adalah Kapi. Kapi sering disebut sebagai
terasi udang asin. Kapi diproduksi melalui fermentasi alami tanpa
menggunakan kultur starter dan sifat kimianya sangat berbeda
tergantung pada bahan baku yang digunakan, lingkungan produksi,
dan metode produksinya. Kapi dapat digunakan sebagai bumbu
dalam masakan. Di Thailand, kapi dapat diklasifikasikan menjadi dua
jenis yang berbeda: Kapi Ta Dam (pasta hitam) dan Kapi Ta Deang
(pasta merah) yang masing-masing diperoleh dari kanal bakau dan
padang lamun. Kapi tersebut memiliki variasi warna dan konsistensi,
mulai dari merah muda, abu-abu keunguan, hingga coklat keabu-
abuan. Produk kapi juga memiliki variasi tekstur mulai dari lembut dan
pucat hingga yang kering dan keras.
KAPI THAILAND
Kapi umumnya dibuat dari udang plankton atau krill (Acetes vulgaris atau Mesopodopsis orientalis)
dan garam dengan perbandingan 3-5:1. Proses pembuatan terasi udang asin (kapi) melibatkan
penggunaan udang plankton atau krill yang dicampurkan satu bagian garam dan tiga sampai lima
bagian udang atau krill. Campuran tersebut kemudian digarami, ditumbuk, dan dikeringkan dengan
bantuan sinar matahari hingga menghasilkan pasta. Pasta kemudian dipadatkan dan dibiarkan
berfermentasi dalam kondisi anaerob. Proses fermentasi dilakukan pada suhu 25-35°C selama
minimal 1 bulan. Bakteri yang seringkali terlibat dalam pembuatan kapi adalah Bacillus subtilis.
KAPI THAILAND
Tidak terdapat standar khusus pada produk kapi. Akan tetapi, keamanan dan kualitasnya dapat
dilakukan pengujian proksimat dan analisis mikroorganisme. Protein merupakan komponen utama
dalam produk kapi. Hal tersebut membuktikan bahwa kapi dapat menjadi sumber protein yang baik.
Kandungan protein dalam kapi dapat mencapai 53,37%. Selain proteinnya yang tinggi, kapi juga
rendah lemak sehingga sangat baik untuk dikonsumsi. Keamanan kapi dapat diuji dengan analisis
keberadaan bakteri E. coli. Bakteri E. coli diuji dalam kapi karena bakteri E. coli merupakan bakteri
indikator kebersihan suatu produk.
Produk kapi merupakan produk fermentasi yang memiliki kemampuan untuk diawetkan selama
beberapa bulan. Variasi dalam bahan baku, rasio udang atau garam, proses fermentasi, dan waktu
fermentasi tergantung pada daerahnya. Variasi tersebut akan menghasilkan karakteristik dan sifat
produk yang berbeda. Kapi dapat dapat bertahan selama beberapa bulan karena proses fermentasi
yang lama. Akan tetapi, kapi harus disimpan dengan baik agar tidak menjamur.
KERANG ALE-ALE
Kerang ale-ale adalah jenis kerang moluska air tawar endemik yang
ada di Kabupaten Ketapang Kalimantan Barat serta memiliki
permukaan luar cangkang yang licin diantaranya berwarna putih,
kecoklatan sampai coklat, dan kehitaman. Masyarakat mengolah
bagian dagingnya dalam berbagai olahan makanan karena
mengandung protein dan mineral. Formulasi Komposisi Ale-ale
meliputi daging kerang ale-ale, gula, garam, dan bawang putih. Ale-
ale diolah melalui proses fermentasi secara alami yang melibatkan
mikroba. Salah satu mikroba yang berperan penting dalam proses
fermentasi adalah Bakteri Asam Laktat (BAL) Kadar protein Ale-ale
segar sebesar 8,19%, mengalami penurunan pada proses fermentasi
dan berdasarkan pengukuran kadar protein fermentasi ale-ale
sebesar 5,43% Sedangkan kadar karbohidrat dengan perhitungan
secara by difference sebesar 11,19%, mengalami penurunan pada Ale-
ale fermentasi menjadi 7,2% Umumnya, produk fermentasi memiliki
masa simpan yang relatif panjang karena proses fermentasi bertindak
sebagai metode alami pengawet. Produk fermentasi kerang ale-ale
disimpan dalam kulkas atau lemari es pada suhu rendah, kisaran
antara 0 hingga 4℃, untuk menjaga kualitas dan keamanannya.
KERANG ALE-ALE
Proses pembuatan ini melibatkan sejumlah bahan baku yang dipilih
dengan baik, termasuk daging kerang ale-ale, gula, garam, bawang
putih, dan bakteri asam laktat. Dalam tahap pemilihan bahan baku,
daging kerang ale-ale yang segar dan berkualitas menjadi prioritas
utama. Gula digunakan sebagai sumber energi yang mendukung
aktivitas bakteri asam laktat selama proses fermentasi, sedangkan
garam berperan sebagai bahan pengawet dan membantu mengatur
keseimbangan air dalam produk fermentasi. Penambahan bawang
putih tidak hanya memberikan aroma yang khas tetapi juga
menyumbang pada rasa akhir produk. Penggaraman basah
merupakan langkah penting dalam proses ini, di mana daging kerang
ale-ale direndam dalam larutan garam. Setelah penggaraman, daging
kerang ale-ale dibiarkan dalam kondisi tertutup selama beberapa
waktu. Bakteri asam laktat yang terlibat dalam proses fermentasi
kemudian mengubah komponen daging menjadi asam laktat,
menghasilkan karakteristik rasa yang unik pada produk akhir.
LUTEFISK
Lutefisk adalah olahan ikan tradisional yang berasal dari negara
Nordik (Norwegia, Swedia, dan Finlandia). Makanan ini terbuat dari
ikan cod, ikan bandeng, hering dan lainnya, yang dikeringkan di udara
dan direndam dalam alkali dengan air selama beberapa hari sebelum
dimasak. Sejarah terbuatnya makan lutefisk sendiri berawal pada
zaman dahulu yang menceritakan bahwa itu berasal dari desa viking
dimana sumber daya ikannya dibakar oleh saingan klannya. Hujan
deras yang memadamkan api dan abu basahnya menghasilkan
larutan seperti alkali yang tercampur dengan stok ikan itu yang
dibaringkan selama beberapa hari sampai ditemukan oleh penduduk
desa yang kelaparan. Pada awalnya mungkin ikan tersebut kelihatan
tidak menggugah selera, akan tetapi karena tidak ada lagi yang
tersisa untuk dimakan, mereka mencucinya ikan, memasaknya, dan
memakannya. Komposisi bahan yang digunakan dalam proses
pembuatan produk lutefisk antara lain, cairan alkali, air yang
digunakan dalam perendaman lutefisk, serta berbagai macam jenis
ikan seperti ikan cod, ikan bandeng, hering
LUTEFISK Diagram alir pembuatan Lutefisk
Parameter uji yang dapat dilakukan untuk menguji kualitas dan keamanan
dari produk lutefisk adalah dengan melakukan beberapa pengujian antara
lain, uji organoleptik yang dilakukan untuk menilai kualitas produk dengan
menggunakan indera manusia sebagai alat utama untuk pengukuran daya
penerimaan. Serta uji proksimat, yang dapat dilakukan sebagai penilaian
pada kualitas. Komponen-komponen analisis proksimat pada makanan
biasanya terdiri dari pengujian kadar air, kadar abu, kadar protein, kadar
lemak, dan kadar karbohidrat. Pada produk lutefisk yang masih dalam
keadaan mentah, biasanya akan disimpan pada suhu yang rendah
dibawah 4°C seperti di dalam lemari es yang memiliki fungsi sebagai
tempat penyimpan pada produk makanan untuk menjaga kesegarannya
yang lebih lama, khususnya pada produk perikanan yang mudah
mengalami kerusakanProduk lutefisk untuk saat ini masih belum ada
regulasi standar mutu produk baik secara nasional maupun internasional.
Namun untuk standar mutu pada produk fermentasi ikan di seluruh dunia
sudah diatur dan diawasi oleh ISO (The International Organization for
Standardization). Produk yang baik harus mempertahankan tekstur lembut,
warna yang khas, dan aroma yang khas dari proses fermentasi. Standar
mutu juga dapat mencakup informasi seperti asal usul ikan, metode
penangkapan, atau cara produksi untuk meningkatkan transparansi dan
keberlanjutan produk.
IKAN ASIN
Ikan asin merupakan makanan yang banyak diminati masyarakat,
karena mudah didapatkan dan dapat diolah menjadi berbagai
masakan yang lezat. Ikan asin sudah lama dikonsumsi oleh
masyarakat Indonesia. Industri pengolahan ikan asin dengan cara
penggaraman di ikuti proses perebusan didirikan pertama kali tahun
1987 oleh seorang pendatang Tioghoa di Kelurahan Hajoran, dialah
yang pertama kali membuka bisnis pengolahan ikan. dengan tehnik
penggaraman diikuti perebusan di Kelurahan Hajoran, sehingga hasil
akhir dari proses perebusan ini adalah ikan asin rebus kering, bisnis
pengolahan ikan asin ini pun sukses di Kelurahan Hajoran, hal ini
didukung oleh faktor-faktor: hampir semua penduduk di daerah
Hajoran adalah nelayan jadi untuk mendapatkan bahan baku lebih
mudah dan melimpah, kondisi cuaca yang mendukung untuk proses
pengeringan ikan asin, selain itu desa hajoran dekat. dengan jalan
raya dan dekat dengan pasar besar saat itu di Sibolga sehingga untuk
pemasaran tidaklah sulit.
Bahan utama yang digunakan untuk pengasinan ikan adalah garam NaCl. Cara
pembuatan ikan asin sangat bervariasi tergantung pada jenis dan ukuran ikan, hasil
yang diinginkan, serta daerah produksinya. Adapun cara pembuatan ikan asin
dimulai dari persiapan ikan berdasarkan ukuran. Ikan yang berukuran besar
(misalnya kakap, tenggiri) dibuang sisik, dan potong insangnya, ikan dibelah dua
sepanjang garis punggung ke arah perut (tetapi jangan sampai terbelah atau putus).
Isi perut dikeluarkan, dan jaga agar empedu tidak pecah. Bagian kepala dibuang.
Kemudian Ikan berukuran sedang (misalnya layang, kembung, mujair) dibuang
sisiknya, bisa dibelah dua atau tidak. Jika ikan dibelah dua, insang dan isi perut
dikeluarkan dengan menarik insang secara perlahan sehingga isi perut ikut tertarik
keluar melalui rongga insang. Sedangkan ,Ikan berukuran kecil (misalnya teri,
petek): sisik, insang maupun isi perut tidak perlu dihilangkan, tapi ikan cukup dicuci
dengan air bersih. Selanjutnya Cuci ikan dengan air bersih (sebaiknya yang
mengalir), agar sem kotoran yang masih melekat terutama dibagian rongga perut
sisa pembuluh darah dapat dibersihkan. Untuk meniriskan air dari ikan, susun ikan
pada wadah diposisi bagian perut menghadap ke bawah agar tidak ada air y
menggenang di rongga perut. Setelah agak kering, timbang berat ikan guna
menghitung jumlah garam yang dibutuhkan untuk proses penggaraman.selain itu
ada juga cara pengaraman ikan asin, seperti Cuci ikan sampai bersih, atau jika
digunakan ikan yang ukurannya. sedang buang sisik dan jerohannya serta cuci
sampai bersih. Jika menginginkan proses pengeringan yang lebih cepat, ikan dapat
dibelah pada bagian perutnya sedangkan bagian punggung tetap melekat,
kemudian dibuka. Setelah dicuci, masukkan ikan ke dalam ember/tong perendaman
yang telah diberi butir-butir garam di dalamnya sebagai lapisan pertama. Kemudian
susun ikan-ikan tersebut berlapis-lapis dimana diantara lapisan-lapisan ditaburi
garam sehingga semua ikan tertutup garam. Ikan yang telah disusun di dalam
ember/tong siram dengan larutan garam 40% supaya proses penggaraman lebih
sempurna (BPOM RI, 2017).
Pengujian bisa dilakukan dengan uji organoleptik yang merupakan cara uji dengan menggunakan indra
manusia yang meliputi uji kenampakan, rasa, Jamur, bau, dan tekstur tekstur. Ikan asin yang berkualitas adalah
ikan asin yang rapi, utuh, bercahaya menurut jenis dan bersih. Rasa ikan asin yang baik adalah rasa asin yang
khas dari ikan asin Tekstur ikan asin yang berkualitas baik menurut SNI 8273:2016 yaitu ikan asin yang
bertekstur padat, kering dan lentur sedangkan yang kurang berkualitas yaitu basah, kurang padat dan mudah
rapuh. Ikan asin yang bermutu baik memiliki bau harum tanpa bau tambahan sebaliknya ikan asin yang kurang
bermutu memiliki bau busuk, adanya bau tambahan dan berbau seperti amoniak.

Masa kedaluwarsa produk ikan asin selama 6 bulan pada suhu kamar. Ikan asin dapat disimpan dengan
mempertahankan suhu penyimpanan dingin dengan tepat (sekitar 4 °C) untuk menjaga agar tidak terjadi
1
pertumbuhan mikroba dan dapat dilakukan juga dengan mempertahankan suhu penyimpanan hangat (sekitar
65 °C) untuk menjaga agar mikroba tidak tumbuh.
POSISI 2
Ikan asin memiliki nomor SNI 8273:2016 tentang Ikan Asin Kering. Kadar air ikan asin berdasarkan SNI 40 %,
sedangkan kadar garam antara 11-25 % . Ikan asin harus harus sesuai SNI agar tidak membahayakan konsumen,
PROSES 3
seperti Pemilihan bahan baku, bahan penolong, bahan pangan lain, dan bahan kemasan. pengaraman ikan asin
dengan garam 11-25 % . selanjutnya perebusan dilakukan dengan suhu dan waktu yang dikendalikan
YU-LU (FISH SAUCE)
Saus ikan merupakan bahan tambahan yang sering kali
digunakan untuk berbagai masakan di seluruh dunia. Saus ikan
(Fish sauce) berasal dari zaman kuno di Tiongkok pada tahun
2.500 tahun yang lalu. Menurut Fatimah et al., (2017), saus pasta
ikan memiliki berbagai nama menurut negara-negara produsen
seperti, patis di Filipina, shotturu di Jepang, budu di Malaysia,
nam-pla di Thailand, nuoc-mam di Vietnam, kecap ikan atau
bakasang di Indonesia, Yu-lu di Cina dan ngapi di Myanmar.
Saus ikan didefinisikan sebagai saus kental bewarna agak
kehitaman yang memiliki rasa gurih dan asin yang digunakan
sebagai penyedap makanan yang memiliki rasa, aroma, tekstur,
dan warna yang khas. Saus ikan terbuat dari hasil fermentasi
ikan-ikan kecil (teri), ikan hering, sarden, sisa limbah pengolahan
ikan seperti jeroan ikan dengan penambahan garam.
Proses pembuatan saus ikan dimulai dengan tahap pemilihan
bahan baku berdasarkan ukurannya. Langkah selanjutnya
pembelahan bagian perut dan isi perut serta insang ikan
dibuang (trimming). ikan yang telah di trimming kemudian
dibersihkan dengan air bersih yang mengalir untuk memastikan
kebersihan dan kualitas ikan. Tahapan persiapan sangat
penting dalam memastikan hasil akhir yang berkualitas. Ikan
yang telah melalui tahap trimming kemudian dikukus selama 15
menit. Setelah proses pengukusan, ikan didinginkan pada suhu
ruang dan ditambahkan konsentrasi garam dengan
perbandingan ikan dan garam 3:1. Ikan yang telah ditambahkan
garam kemudian dimasukkan dalam fermentor yang tertutup
rapat untuk menjalani proses fermentasi selama 6-12 bulan.
Proses fermentasi ini terjadi akibat perubahan enzimatik oleh
bakteri asam laktat sehingga menciptakan cita rasa dan aroma
yang khas pada saus ikan. Hasil fermentasi akan menghasilkan
cairan pada bagian atas, yang kemudian disaring dan dijemur
selama 2 minggu di bawah sinar matahari. Setelah itu, cairan
tersebut direbus dan diberi tambahan gula untuk
mempengaruhi tekstur, kenampakan, rasa, dan aroma saus.
Produk ekstrak rebusan kemudian disaring kembali dan
dipindahkan dalam botol
Mutu saus dinilai melalui beberapa aspek seperti rasa, kekentalan dan warna yang menarik. Viscositas
atau kekentalan merupakan komponen fisik yang sangat penting yang berpengaruh terhadap tekstur dan
daya ikat udara pada produk saus. perbandingan air rebusan dengan gula jawa (2:3) mempengaruhi nilai
kekentalan yang disebabkan oleh jumlah gula jawa yang lebih banyak dibandingkan dengan air rebusan.
Penambahan pati juga berperan sebagai bahan pengikat pada kecap ikan, memperbaiki tekstur,
meningkatkan daya ikat udara, dan mengurangi penyusutan akibat pemasakan.
KEUNTUNGAN 1
Selama proses penyimpanan atau pemasaran, kualitas pangan dapat menurun. Suhu penyimpanan
mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap perubahan kualitas pangan. Accelerated Shelf Life Test
(ASLT) merupakan suatu metode untuk memperkirakan umur simpan yang dilakukan dengan cara
2
menyimpan produk pada suhu tinggi untuk mendeteksi proses pembusukan dengan lebih cepat. Semakin
tinggi suhu penyimpanan maka semakin cepat terjadinya reaksi kimia pada produk pangan.
PROSES 3
Standar Nasional Indonesia (SNI) 8377:2017 memberikan kriteria uji organoleptik kecap ikan.
Parameter kenampakan harus jernih, tidak keruh, dan bebas sedimen kecuali kristal garam. Bau dan
rasa harus mempunyai ciri khas aroma dan rasa produk. Sifat kimia diukur melalui kandungan
nitrogen, yang tidak boleh kurang dari 10 g/l atau sesuai dengan peraturan negara terkait.
Kandungan nitrogen asam amino tidak boleh kurang dari 40% dari total kandungan. Tingkat pH
kecap ikan berada pada kisaran 5,0-6,5 untuk produk tradisional, namun nilai pH tersebut dapat 1
lebih rendah jika komposisi tersebut digunakan untuk membantu proses fermentasi. Kandungan
garam dalam kecap ikan tidak boleh kurang dari 200 g/l dan dihitung sebagai NaCl. Standar ini
memastikan ikan kecap memenuhi persyaratan kualitas yang diinginkan konsumen dan badan 2
pengatur pangan.
3
CHAO
IChao merupakan produk makanan tradisional fermentasi ikan dari
daerah Sulawesi Selatan yang menggunakan ikan dan beras sebagai
bahan utamanya. Salah satu ikan yang biasa digunakan untuk
membuat chao adalah ikan tembang (Sardinella gibbosa) yang
difermentasi terlebih dahulu menggunakan garam sebelum diolah
menjadi chao. Chao biasanya digunakan sebagai penyedap rasa,
bahan tambahan makanan atau dikonsumsi secara langsung menjadi
teman nasi. Pada umumnya Chao berwarna kuning kecoklatan dan
memiliki bentuk seperti butiran nasi yang lunak dan berair. Chao
memiliki aroma yang khas dengan rasa yang asin dan sedikit asam.
Fermentasi chao dilakukan secara turun temurun dan melibatkan
mikroorganisme dari bahan baku yang digunakan. Konsistensi dan
kualitas produk chao bervariasi tergantung pada jenis dan kualitas
ikan, kadar garam, sumber karbohidrat, bahan lain yang digunakan,
serta kondisi dan cara fermentasinya.
Dalam pembuatan chao ikan tembang, komposisi yang digunakan meliputi bahan baku
ikan tembang, garam, nasi, dan ragi. Ikan tembang merupakan bahan utama yang
digunakan dalam pembuatan chao. Selain ikan tembang, ikan teri dan belut juga dapat
digunakan dalam pembuatan produk chao. Garam pada produk chao digunakan
sebagai bahan untuk proses fermentasi ikan.

Pembuatan produk chao dilakukan dengan mencampurkan ikan yang telah difermentasi
ke dalam nasi terfermentasi ragi. Fermentasi ikan diawali dengan preparasi ikan dengan
membersihkan ikan dan dibuang kepala dan isi perutnya. Selanjutnya ikan dicuci
dengan air mengalir, lalu ditiriskan. Ikan yang telah dibersihkan ditaburi dengan garam
sebanyak 15-20% dari berat ikan (Kumalasari, 2017). Penggaraman dilakukan dengan
metode penggaraman kering menggunakan garam kristal pada wadah plastik PP.
Wadah terlebih dahulu ditaburi garam secara merata, kemudian ikan disusun rapi
selapis demi selapis, dimana setiap lapisan ikan ditaburi garam sampai lapisan ikan
paling atas. Setelah pemberian garam, wadah ditutup menggunakan penutup wadah
plastik, lalu diinkubasi pada suhu kamar (30±2 ºC) selama 48 jam. Setelah fermentasi,
ikan dibilas dengan air mengalir untuk menghilangkan kristal-kristal garam yang tidak
larut, dibuang tulangnya, dan dipotong untuk memperkecil ukurannya.

Pembuatan nasi terfermentasi ragi diawali dengan beras yang telah dicuci kemudian
dimasak hingga menjadi nasi. Nasi yang telah matang ditaburi ragi tape 0,5% dari berat
nasi dan ragi tempe 1,0% dari berat nasi. Fermentasi dilakukan menggunakan wadah
plastik polipropilen (PP) yang kemudian ditutup menggunakan penutup wadah plastik.
Nasi difermentasi pada suhu kamar (30±2 ºC) selama 48 jam. Nasi yang telah
terfermentasi kemudian dicampurkan ke dalam ikan tembang yang telah difermentasi
garam dan dipotong-potong. Chao dapat digunakan sebagai penyedap rasa, bahan
tambahan makanan atau dikonsumsi secara langsung
Kualitas dan keamanan pangan produk chao dapat dilihat melalui beberapa parameter, yaitu uji hedonik, uji
organoleptik, kadar asam (pH), kadar air, dan kadar protein. Uji hedonik dilakukan dengan menentukan
tingkat penerimaan suatu produk pangan atas dasar kesukaan panelis. Uji organoleptik yang diamati meliputi
warna, aroma, dan tekstur pada produk chao. Pengujian derajat keasaman (pH) dilakukan karena nilai pH
akan semakin menurun akibat dari konsentrasi garam. Hal tersebut berkaitan dengan pertumbuhan bakteri
asam laktat. Bakteri asam laktat yang dihasilkan berperan dalam menghasilkan asam laktat sehingga
menurunkan nilai pH pada chao. Pengujian kadar air untuk melihat penurunan kadar air karena
keseimbangannya dalam bahan pangan terganggu sebagai akibat penambahan garam. Penambahan garam
menyebabkan terikatnya air dari ikan sehingga dapat meningkatkan daya awet. Pengujian kadar protein
dilakukan untuk melihat peningkatan kadar protein pada produk sebagai akibat dari penurunan kadar air.
KEUNTUNGAN 1
Meningkatnya kadar protein disebabkan oleh salting out sehingga daya larut berkurang akibatnya protein
terpisah sebagai endapan
POSISI 2
Produk fermentasi chao biasa dikemas dengan menggunakan botol plastik dan dijual ke pasaran.
Pengemasan plastik dapat menjaga makanan tetap higienis dan membantu produk makanan agar tetap awet.
PROSES 3
Selain itu, penggunaan kemasan plastik juga bisa membantu mengurangi pembuangan makanan dan
menjaga rasa dan nutrisi pada produk makanan. Umur simpan produk chao tergolong singkat karena hanya
dapat bertahan 5 hari (Langkong dkk., 2019). Cara penyimpanan produk chao lebih direkomendasikan dalam
suhu dingin untuk menghentikan proses fermentasi agar memperpanjang umur simpan produk chao.
Produk fermentasi chao tidak memiliki informasi spesifik mengenai standar mutunya, namun
standar mutu untuk produk fermentasi ikan di Indonesia telah diatur oleh Standar Nasional
Indonesia (SNI) No. 7388:2009 tentang Produk Fermentasi Ikan. Beberapa parameter yang diatur
dalam SNI tersebut antara lain meliputi bahan baku, persyaratan mikrobiologi, persyaratan kimia,
persyaratan fisik, dan persyaratan organoleptik. Persyaratan mikrobiologi meliputi batasan jumlah
KEUNTUNGAN 1
mikroorganisme patogen dan non-patogen yang diperbolehkan dalam produk fermentasi ikan.
Persyaratan kimia meliputi batasan kadar air, kadar garam, kadar protein, kadar lemak, dan kadar
POSISI
abu. Persyaratan fisik meliputi batasan warna, bau, dan tekstur. Persyaratan organoleptik 2
meliputi
batasan rasa, aroma, dan penampilan
PROSES 3
IKAN PEDA
ISejarah Ikan peda dimulai dari ikan asin yang diekspor dari Thailand ke Malaysia
dan Indonesia. Produk tiba di Indonesia dalam kotak bambu yang sangat besar
dan dapat disimpan selama beberapa bulan. Proses fermentasi yang terjadi pada
saat pengangkutan atau pengiriman menyebabkan perubahan kimia dan
mikrobiologi pada ikan asin sehingga menghasilkan produk menjadi ikan
fermentasi yang disebut ikan peda. Tergantung pada kualitasnya, produk dapat
disimpan hingga beberapa minggu atau bulan. Ikan peda merupakan produk yang
sangat populer di Pulau Jawa, khususnya di Jawa Barat.

Ikan peda sangat berbeda dengan produk fermentasi ikan lainnya dan produk ikan
tradisional lainnya, baik secara fisik maupun rasa. Konsumen produk ini adalah
masyarakat dari hampir semua lapisan masyarakat, mulai dari masyarakat
berpendapatan rendah hingga masyarakat berpendapatan tinggi. Diproduksi
melalui proses fermentasi, ikan peda merupakan salah satu cara mengawetkan
ikan hasil tangkapan. Ikan peda diproduksi dengan teknik dan peralatan
sederhana, dengan menggunakan peralatan pengolahan yang banyak terdapat di
pesisir pantai Sumatera dan Jawa. Pada dasarnya ikan Peda diolah dengan cara
diasinkan
Proses pembuatan fermentasi ikan peda dimulai dengan menyiapkan alat
dan bahan yang diperlukan. Alat yang digunakan antara lain nampan, mesin
sealer, pisau, talenan, timbangan digital, tisu dapur, kertas label, dan sarung
tangan plastik. Sedangkan bahan yang dibutuhkan adalah ikan dan garam.
Kemudian dilakukan penimbangan terhadap ikan yang telah lulus pengujian
organoleptik untuk mengetahui berat awalnya. Setelah penimbangan,
dilanjutkan dengan membersihkan ikan kembung dengan mengeluarkan
insang dan viscera secara teliti menggunakan pisau. Ikan kemudian dicuci
sampai bersih untuk menghilangkan darah dan kotoran yang mungkin
masih menempel pada ikan. Selanjutnya, ikan dikeringkan menggunakan
tisu dapur. Penimbangan ikan ini diperlukan untuk menentukan jumlah
garam yang akan digunakan.Setelah itu, garam ditimbang sesuai
perhitungan dari berat ikan. Garam yang sudah ditimbang kemudian
dilumurkan pada ikan kembung tersebut. Ikan bersama garam dimasukkan
ke dalam plastik dan disegel menggunakan mesin sealer. Plastik yang berisi
ikan dan garam kemudian dimasukkan ke dalam sebuah kotak dan
disimpan selama 7 hari.
Parameter uji pada ikan peda dapat dilakukan dengan uji hedonik, yaitu uji subjektif yang menentukan tingkat penerimaan suatu
produk khususnya suatu pangan dengan cara menerima suka dan tidak suka pangan. Uji kandungan protein dapat dilakukan
setelah itu, di mana proses salting out menyebabkan peningkatan kandungan protein sehingga menurunkan kelarutan protein
yang dapat memisahkan protein sebagai endapan. Uji kadar lemak dimana penurunan kadar air pada ikan peda menyebabkan
peningkatan kadar lemak. Kadar air yang berkurang dalam makanan akan meningkatkan senyawa seperti protein, karbohidrat,
lemak, dan mineral, namun secara umum menurunkan vitamin dan pigmen. Kadar air ikan peda dapat diuji dan semakin banyak
garam yang digunakan dalam pembuatan ikan peda maka nilai kadar airnya akan semakin rendah. Nilai kadar air yang rendah
akibat dari penambahan garam konsentrasi tinggi karena garam mempunyai kemampuan untuk menyerap air. Garam memiliki
tekanan osmotik lebih tinggi sehingga karena adanya perbedaan tekanan garam akan menyerap air yang terkandung di dalam
bahan sampai terjadi keseimbangan antara keduannya.
KEUNTUNGAN 1
Proses pengemasan Ikan Peda dilakukan dengan menempatkan ikan yang telah disortir ke dalam Karton atau kardus. Karton
sendiri merupakan bahan pengemas yang sangat tebal dan tahan lama, sehingga digunakan sebagai bahan pengemas produk
POSISI 2
untuk menjaga bentuk dan kualitas produk. Polietilen merupakan bahan kemasan plastik yang aman dan fleksibel yang dapat
digunakan sebagai bahan kemasan bagian dalam untuk menjaga kualitas produk ikan Peda. Kertas minyak digunakan sebagai
pelapis pada polietilen untuk mencegah minyak dan lemak merembes dari produk dan merusak kemasan. Produk yang telah
PROSES 3
disortir dan dikemas disimpan dalam lemari pendingin (Cold Storage) pada suhu penyimpanan -5°C sebelum didistribusikan atau
dipasarkan. Masa simpan produk ikan peda ini di dalam cold storage maksimal awet hingga 6 bulan.
Standar kemanan pada fermentasi ikan peda masih belum terdapat SNI yang mengaturnya secara
sepesifik. Namun standard dari ikan peda tentunya sama halnya dengan standar nasional dari ikan asin
yakni SNI 8273:2016 dimana ikan yang telah mengalami perlakuan penggaraman dengan atau tanpa
perebusan, dan pengeringan. Untuk kriteria wujud produk yakni utuh, dan ikan yang dengan atau
tanpa kepala, tanpa tulang belakang. syarat bahan baku yakni ikan yang layak dikonsumsi manusia,
bahan penolong yang digunakan yakni air pada saat proses produksi dan bahan pangan lain yang
digunakan adalah garam yang tentunya layak dikonsumsi manusia. Sedangkan untuk persyaratan
mutu dan kemanan pangan dari ikan peda yang sesuai dengan SNI 8273:2016 adalah sebagai berikut :
KEUNTUNGAN 1

POSISI 2

PROSES 3
KESIMPULAN
Dengan menerapkan teknik pengolahan fermentasi pada produk-
produk hasil perikanan, hampir semua jenis komoditas laut dapat
diubah menjadi produk fermentasi yang memiliki nilai tambah. Produk
fermentasi tidak hanya membawa inovasi
Loremdalamipsumcitarasa
dolor dansit daya
amet,
tariknya, melainkan juga membuka peluang peningkatan
consectetur adipiscingdaya
elit, jual
sed dodi
pasar, memberikan variasi produk yangeiusmod tempor incididunt
beragam ut labore
dari komoditi
et dolore magna aliqua. Ut enim ad
perikanan. Pemanfaatan teknik fermentasi
minim
tidakveniam,
hanya memecahkan
quis nostrud
masalah cepatnya pembusukan produk, melainkan
exercitation juga
ullamco berfungsi
laboris nisi ut
sebagai metode efektif dalam pengawetan produk,
aliquip memastikan
ex ea commodo consequat.daya
simpan yang optimal.
TERIMAKASIH

Anda mungkin juga menyukai