Anda di halaman 1dari 18

15

KECAP IKAN
LAPORAN RESMI PRAKTIKUM
TEKNOLOGI HASIL LAUT
Disusun oleh:
Nama : Vicky Widia Yusrina
NIM : 13.70.0146
Kelompok C4

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PANGAN


FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
UNIVERSITAS KATOLIK SOEGIJAPRANATA
SEMARANG

15

2015
1. MATERI DAN METODE
1.1. Materi
1.1.1. Alat
Alat-alat yang digunakan dalam praktikum ini antara lain pisau, blender, botol, panci,
pengaduk kayu, toples ukuran minimal 300 ml, lakban bening, kain saring.
1.1.2.

Bahan

Bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah tulang dan kepala ikan, enzim
papain komersial, garam , gula kelapa, dan bawang putih.
1.2. Metode
Tulang dan kepala ikan sebanyak 50 gram dihancurkan, lalu dimasukkan ke dalam
toples

Kemudian ditambahkan enzim papain dengan konsentrasi 0,2%; 0,4%; 0,6%; 0,8%; dan 1%

Diinkubasi pada suhu ruang selama 4 hari

Setelah itu ditambahkan 300 ml air dan diaduk

15

Hasil fermentasi kemudian disaring, lalu filtrat direbus selama 30 menit


sampai mendidih (selama perebusan ditambahkan bumbu seperti 50 g
bawang putih, 50 g garam, dan 1 butir gula kelapa)

Setelah mendidih kecap dibiarkan agak dingin, lalu dilakukan penyaringan kedua

Kecap ikan yang telah jadi diamati secara sensoris yang meliputi
warna, rasa, dan aroma

2. HASIL PENGAMATAN
Hasil pengamatan kecap ikan berbahan baku ikan patin dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Hasil Pengamatan Kecap Ikan
Kel.
C1
C2
C3
C4
C5

Perlakuan
Enzim papain 0,2%
Enzim papain 0,4%
Enzim papain 0,6%
Enzim papain 0,8%
Enzim papain 1%

Keterangan:
Warna
+
: tidak coklat gelap
++
: kurang coklat gelap
+++
: agak coklat gelap
++++ : coklat gelap
+++++ : sangat coklat gelap

Warna
++
++
++++
+++
Rasa
+
++
+++
++++
+++++

Rasa
++++
+++
+++++
++++

: sangat tidak asin


: kurang asin
: agak asin
: asin
: sangat asin

Aroma
+++
++++
++++
++++

Penampakan
+++
+++
+++
+++

Aroma
+
++
+++
++++
+++++

Salinitas (%)
3,00
3,20
4,00
3,70

: sangat tidak tajam


: kurang tajam
: agak tajam
: tajam
: sangat tajam

Penampakan
+
: sangat cair
++
: cair
+++
: agak kental
++++ : kental
+++++ : sangat kental

Padatabel1.diatas, dapatdiketahuihasilpengamatansensoridansalinitasdarikecapikan yang


dibuatdenganpenambahanenzim papain padakonsentrasi yang berbeda. Dari segiwarna,
kelompok secara berturut-turut menunjukkan warna dari kurang coklat gelap hinggga
coklat, kecuali untuk kelompok C3 yang tidak menunjukkan hasil.Dari segi rasa, hampir
semua kelompokdenganpenambahanenzim papain 0,2%; 0,4%; 0,8%, dan 1%
secaraberturut-turutmenghasilkankecapikandengan rasa agak asin hingga sangat asin,
kecuali untuk kelompok C3 yang tidak menunjukkan hasil. Dari segi aroma, semua
kelompokkelompokC1-C5 kecuali C3 menunjukkan aroma tajam.Dari segipenampakan,
kelompokC1-C5 kecuali C3menghasilkankecapikan yang agak kental. Sedangkan untuk
% salinitias tertinggi dihasilkan kelompok C4 dengan 4,00 dan terendah kelompok C1
dengan 3,00 dan kecuali untuk kelompok C3 yang tidak menunjukkan hasil.
3. PEMBAHASAN
Kecap ikan merupakan salah satu produk perikanan tradisional yang diolah dengan cara
fermentasi dan telah dikenal sejak lama. Kecap ikan adalah produk hasil hidrolisa ikan
3

(baik secara fermentasi atau garam, enzimatis maupun kimiawi) yang berbentuk cair
dan berwarna coklat jernih. Menurut jurnal Processing and Quality Characteristics of
some major Fermented Fish Products from Africa: A Critical Review (V, Anihouvi,. et
al, 2012) proses fermentasi ikan didukung adanya enzim autolytic dari ikan dan
mikroorganisme serta dengan tambahan adanya garam. Garam ini digunakan untuk
menghambat pertumbuhan mikroba yang mungkin tumbuh saat fermentasi
berlangsung.Produk ini sangat terkenal di daerah Asia Tenggara, Asia Selatan dan
Eropa. Kecap ikan merupakan kecap yang terbuat dari ikan, hampir semua ikan dapat
diolah menjadi kecap. Limbah ikan seperti insang dan isi perut ikan juga dapat
digunakan sebagai bahan baku pembuatan kecap ikan (Astawan & Astawan,
1988).Berdasarkan rasa dan kekentalannya dibedakan dua macam kecap yaitu kecap
asin dan kecap manis.
Peranan kecap dapat memperkuat flavor dan memberikan warna pada daging, ikan,
sayuran dan bahan pangan lain. Sebagian besar masyarakat kita menggunakan kecap
sebagai penyedap daripada sebagai makanan. Rasa sedap tersebut ditimbulkan oleh
asam glutamat yang dalam kecap terdapat dalam kondisi bebas (Rahman, 1992).
Fermentasi tradisional dari kecap ikan merupakan salah satu cara pegawetan dengan
biaya rendah. Menurut jurnal Amino Acids and Fatty Acid Composition Content of
Fish Sauce (Dincer, T., et al, 2010) fermentasi adalah salah satu teknik yang digunakan
untuk mengawetkan makanan tidak hanya memperpanjang shelf life tetapi juga
meningkatkan rasa dan kualitas gizi dari produk. Proses tradisional kecap ikan dapat
berlangsung kurang lebih 1 tahun. Ada beberapa upaya untuk mempercepat proses
fermentasi tanpa mempengaruhi karakteristik rasa dan kualitas nutrisi dari kecap ikan,
contoh meningkatkan suhu fermentasi, penambahan agen antibakteri tanpa garam dan
menggunakan enzim protease seperti bromelin dan papain (Hariono, et al., 2005).
Kecap ikan dapat dijadikan sebagai sumber protein dan asam amino karena
mengandung sekitar 20 g/L nitrogen yang 80% nya dalam bentuk asam amino (Sanceda
et al. 1996). Kecap ikan atau nam-pla (Thailand) cairan yang mempunyai aroma khas
yang terbuat dari fermentasi alami ikan teri pada kadar garam tinggi yaitu sekitar 2830%. Hal ini diperkuat menurut jurnal Development of Cultural Context Indicator of

Fermented Food (Lee J,. dan Kim Y,. 2013) fermentasi dapat meningkatkan keunggulan
produk dari kandungan gizi, cara mengolah, dan mikroorganisme. Protein ikan
dihidrolisis selama fermentasi dan dapat dipercepat dengan menggunakan protease.
Protease berfungsi untuk melunakkan jaringan otot ikan dan biasanya diproduksi oleh
bakteri halofilik (Yongsawatdigul et al.,2007).
Cara pembuatan kecap ikan dari tulang ikan bawal adalah tulang ikan dihaluskan dan
ditimbang sebanyak 50 gram dan dimasukkan ke dalam wadah yang tertutup serta
ditambah enzim papain dengan konsentrasi yang berbeda yaitu 0,2%; 0,4%; 0,8%;
0,6%; dan 1,0% dari berat total tulang ikan dan diinkubasi selama 4 hari. Sebelum
dilakukan inkubasi, tulang ikan yang ada di dalam wadah dan sudah diberi enzim papain
dengan konsentrasi yang berbeda tiap kelompok. Tujuan penghalusan adalah untuk
meningkatkan efektivitas ekstraksi karena kerusakan sel akan memudahkan keluarnya
senyawa flavor. Hal ini sesuai dengan teori dari Saleh et al. (1996) bahwa senyawa senyawa pembentuk flavor biasanya terdistribusi pada bahan yang sebagian terikat
dalam bentuk ikatan dengan lemak, protein atau air, sehingga memerlukan perlakuan
awal seperti penghancuran bahan. Penghancuran menyebabkan permukaan bahan
menjadi semakin luas sehingga rasio luas permukaan terhadap volume bahan semakin
tinggi, sehingga kemampuan untuk melepas komponen flavornya semakin besar.
Proses fermentasi kecap ikan harus diperhatikan sungguh-sungguh, karena bila
fermentasi terlalu cepat, maka enzim yang dihasilkan oleh kapang tidak akan
menghasilkan komponen-komponen yang dapat menimbulkan reaksi penting, karena
terlalu sedikit. Sebaliknya makin lama waktu fermentasi akan semakin banyak
dihasilkan enzim sehingga cita rasa yang dihasilkan menjadi kurang baik (Astawan &
Astawan, 1988).Menurut Astawan & Astawan (1988), fungsi penambahan enzim papain
adalah untuk mempercepat proses fermentasi kecap ikan. Hal ini diperkuat
menurut jurnal Using Pineapple to Produce Fish Sauce from Surimi Waste
(Sangjindavong, M,. et al, 2009)bromelain, papain dan ficin termasuk enzim
proteolitik. Hal ini disebabkan karena enzim protease tersebut mampu menguraikan
protein menjadi beberapa komponen seperti peptida, pepton, dan asam amino yang
saling berinteraksi menciptakan rasa yang khas.

Dengan fermentasi cara ini waktu yang dibutuhkan jauh lebih singkat dengan nilai
protein yang lebih tinggi. Akan tetapi kecap ikan yang dibuat dengan cara ini
mempunyai aroma dan cita rasa yang masih kurang disukai masyarakat yang telah
terbiasa mengkonsumsi kecap ikan secara fermentasi dengan garam. Hal ini diperkuat
dengan jurnal Characterization of the traditional feremented fish product Lona ilish of
Northeast India (Majumdar R, 2010)fermentasi ikan menggunakan konsentrasi garam
yang tinggi membuat tidak adanya kelembaban yang tersedia untuk mikroorganisme,
mencegah pertumbuhan bakteri oleh dehidrasi sel plasmolysis, dan menghancurkan sel
bakteri.Hasil dari fermentasi selama 4 hari tersebut kemudian juga diberi air sebanyak
300 ml lalu diaduk dan disaring sampai didapatkan filtrat. Tujuan penyaringan ini
adalah untuk memisahkan filtrat dari ampas limbah ikan tenggiri. Filtrat yang diperoleh
kemudian direbus sampai mendidih dengan penambahan bumbu-bumbu yang
sebelumnya telah dihaluskan.
Filtrat yang didapat dididihkan dan ditambah bumbu-bumbu yang telah dihaluskan
seperti 1 gula jawa, 50 gram garam dan 50 gram bawang putih, diaduk sampai semua
gula jawa larut, disaring kembali kemudian diamati secara sensori serta salinitasnya.
Menurut Fellows(1990), perebusan bertujuan untuk mengentalkan suatu larutan, karena
selama pemasakan akan terjadi evaporasi, di mana sebagian air akan teruapkan.
Fungsi dari garam yaitu dalam jumlah yang tinggi akan mempunyai tekanan osmotik
yang tinggi, sehingga mampu menarik air dari bahan pangan. Adanya garam dalam
jumlah tinggi juga akan melindungi ikan dari pencemaran oleh lalat, serangan belatung,
dan pembusukkan oleh bakteri pembusuk (Astawan & Astawan, 1991). Sedangkan
fungsi gula jawa antara lain untuk menentukan flavor khusus dari kecap ikan dan
menyebabkan warna yang dihasilkan menjadi coklat karamel dan viskositasnya
meningkat. Kecap, terutama kecap manis ditambahkan gula kelapa dalam jumlah besar
sehingga dapat menaikkan viskositas (Kasmidjo, 1990). Fachruddin (1997) juga
menambahkan bahwa garam dapur dan rempah-rempah (bawang putih) selain berfungsi
sebagai bahan pemberi aroma dan cita rasa,juga dapat memberikan daya awet pada

kecap ikan, seperti halnya garam, karena bawang putih mengandung zat allicin yang
efektif membunuh bakteri, sehingga bersifat antimikrobia.
Keberhasilandalammembuat produkkecapikandipengaruhidenganbeberapa faktor
menurutLopetcharat & Park (2002), antara lain :
1. Adanya konsentrasi garam
Konsentrasi gram tinggi lebih mencegah mikroorganisme yang tumbuh sebagai
kontaminan, daya simpan produk lebih tinggi, memberi rasa asin pada makanan,
serta adanya seleksi mikroba yang dibutuhkan dalam jalannya proses fermentasi.
2. Waktu fermentasi
Harus sangat diperhatikan karena jika waktu yang digunakan untuk fermentasi
sangat lama atau sangat sebentar dapat mempengaruhi dari kualitas kecap ikan
tersebut. Tetapi apabila waktu yang digunakan sangat sebentar, maka senyawa
volatil yang terbentuk oleh bakteri fermentatif tidak akan terbentuk.
3. Bahan tambahan lain dan enzim
Pada pembuatan kecap, enzim sangat membantu dalam pembentukan aroma, rasa,
serta warna. Bahan tambahan lain seperti bumbu juga mempengaruhi sehingga saat
menambahkan jumlahnya harus sesuai.
4. Kebersihan
Adanya proses fermentasidalam membuatkecapikan, kebersihan adalah bagian
terpenting yang harus diutamakan. Jika alat yang dipakai tercemar kontaminan
dengan tahan salinitas tinggi, maka akan menyebabkan aktivitas fermentatif
terhambat yang disebabkan adanya subtrat yang direbutkan oleh mikroorganisme
yang mengkontaminasi. Sedangkan ditambahkan oleh Zaman, M.Z., et al., (2010),
adanya proses fermentasi yang tidak higienisdapatmenghasilkankadaramina yang
tinggicontohnya

histamine,

putrescine,

cadaverine,

dantyramine.

Adanya

senyawaamina yang tinggi apabila dikonsumsi dapat menyebabkan efek toksik


pada tubuh.
5. Kondisi dari fermentasi
Kondisi fermentasiharus sesuai pada pertumbuhan mikroorganisme yang mampu
meningkatkan fermentasi sehingga hasilnya maksimal.
Berdasarkan pada hasil pengamatan sensoris yang dapat dilihat pada Tabel 1. dapat
diketahui hasil pengamatan sensori dari kecapikan yang dibuat dengan penambahan

enzim papain pada konsentrasi yang berbeda. Dari segi warna, kelompok secara
berturut-turut menunjukkan warna dari kurang coklat gelap hinggga coklat, kecuali
untuk kelompok C3 yang tidak menunjukkan hasil. Hasil yang didapatkan pada
percobaan ini kurang sesuai dengan teori yang dikatakan Lay (1994), bahwa warna
kecap asin akan semakin terang/kuning jika banyak ditambahkan enzim protease karena
makin banyak enzim protease maka aktivitas proteolitiknya makin tinggi pula. Sehingga
kecap dengan warna paling baik seharusnya dihasilkan pada perbandingan 1:5. Semakin
banyak protein yang terhidrolisis, warnanya akan semakin terang. Hal ini disebabkan
karena berkurangnya angka ikatan peptide.
Sedangkan warna kecap yang dihasilkan kelompok C5 terlalu rendah dibandingkan
dengan kelompok C4, padahal penggunaan enzim papain sebesar 1,0%. Kesalahan ini
mungkin terjadi karena berbagai faktor seperti penambahan gula jawa yang diberikan
berasal dari tempat pembelian yang berbeda-beda sehingga warna yang dihasilkan juga
berbeda-beda sesuai dengan warna awal gula jawa. Penggunaan panas atau lamanya
pemanasan yang berbeda juga akan memperngaruhi warna coklat, yaitu dari reaksi
karamelisasi yang dihasilkan berbeda. Selain itu pengamatan yang dilakukan adalah
pengamatan secara sensori, yang keakuratannya sangat terbatas pada indra penglihatan
manusia.Hal ini didukung oleh Lees & Jackson (1993) yang menyatakan bahwa dengan
banyaknya enzim yang ditambahkan, protein akan semakin banyak dan bereaksi
sehingga terjadi reaksi Maillard yang membentuk warna coklat.
Warna coklat pada kecap tersebut timbul karena adanya penambahan gula jawa. Gula
jawa dan pemanasan dalam pembuatan kecap ini menyebabkan terjadinya reaksi
browning, yaitu reaksi antara gula dan komponen cita rasa lainnya akibat adanya panas
atau suhu yang tinggi. Selama proses fermentasi kecap ikan dapat terjadi peningkatan
derajat brix atau jumlah padatan terlarut, intensitas warna menjadi semakin coklat, dan
kandungan nitrogen total juga meningkat (Astawan & Astawan,1988). Lay (1994) juga
mengatakan bahwa selain oleh banyaknya enzim yang digunakan, warna kecap juga
dipengaruhi oleh suhu pemanasan dan lamanya pemanasan yang dilakukan. Pemanasan
yang dilakukan dengan suhu tinggi dan waktu lama akan menyebabkan warna kecap
semakin gelap.

Dari segi penampakan, kelompok C1-C5 kecuali C3menghasilkan kecap ikan yang agak
kental.Sedangkan fungsi gula jawa antara lain untuk menentukan flavor khusus dari
kecap ikan dan menyebabkan warna yang dihasilkan menjadi coklat karamel dan
viskositasnya meningkat. Kecap, terutama kecap manis ditambahkan gula kelapa dalam
jumlah besar sehingga dapat menaikkan viskositas (Kasmidjo, 1990). Parameter sensori
lainnya

yang

diamati

adalah

rasa.

Dari

segi

rasa,

hampir

semua

kelompokdenganpenambahanenzim papain 0,2%; 0,4%; 0,8%, dan 1% secaraberturutturutmenghasilkankecapikandengan rasa agak asin hingga sangat asin, kecuali untuk
kelompok C3 yang tidak menunjukkan hasil.Sedangkan untuk % salinitias tertinggi
dihasilkan kelompok C4 dengan 4,00 dan terendah kelompok C1 dengan 3,00 dan
kecuali untuk kelompok C3 yang tidak menunjukkan hasil.Salinitas merupakan tingkat
keasinan atau kadar galam yang terlarut dalam air (Lay,1994). Salinitas ini akan
mempengaruhi tingkat rasa asin pada kecap asin. Salinitas ini dapat diukur dengan
meneteskan 1-2 tetes kecap ikan ke hand refactometer. Berdasarkan hasil pengamatan,
kecap asin yang memiliki rasa asin tertinggi adalah kelompok C4 dengan salinitas
sebesar 4,00%. Sedangkan kelompok C2 memiliki rasa yang kurang asin dengan kadar
salinitas sebesar 3,00%, hasil tersebut tidak berbeda jauh dengan hasil pada kelompok
C3 yang memiliki rasa kurang asin dengan salinitas sebesar 3,20%.
Menurut Amstrong (1995), semakin banyak penambahan enzim maka tingkat hidrolisis
protein ikan semakin tinggi pula, sehingga akan dihasilkan asam glutamat yang
menyebabkan rasa ikan pada kecap ikan semakin lemah.Semakin banyaknya enzim
yang digunakan, maka protein dalam daging ikan yang terhidrolisis oleh enzim tersebut
akan semakin banyak, padahalkandungan protein pada daging ikan inilah yang akan
memberikan kontribusi flavor (rasa) terbesar pada daging. Jadi, jika protein pada daging
ikan tersebut banyak yang terhidrolisis, maka rasa dari ikan menjadi lemah (berkurang).
Enzim papain pada buah pepaya sangat membantu dalam menguraikan protein menjadi
beberapa komponen seperti peptida, pepton, dan asam amino yang saling berinteraksi
sehingga menciptakan rasa yang khas.

Tetapi hasil yang didapatkan tidak sesuai dengan teori yang ada, karena pada kelompok
C4 dan C5 dengan penambahan enzim papain sebesar 0,8% dan 1% memiliki rasa yang
asin jia dibandingkan dengan kelompok lain. Sedangkan kadar salinitas yag didapatkan
juga terbilang tinggi. Ketidaksesuaian yang ada mungkin disebabkan oleh uji sensori
yang kurang akurat untuk rasa kecap ikan ini karena uji ini dilakukan oleh panelis yang
kurang terlatih. Hasil yang tidak sesuai ini dapat juga disebabkan karena selain
penggunaan enzim, bumbu dan lama waktu perebusan juga turut berperan dalam
menghasilkan rasa kecap ikan yang pas.
Rasa dari kecap juga dipengaruhi oleh banyak sedikitnya bumbu (bawang putih, garam,
dan gula jawa) yang ditambahkan, dan adanya aktivitas bakteri brine fermentation yaitu
bakteri Lactobacillus delbruckii. Mikroba ini menghasilkan asam-asam organik seperti
asam asetat, asam laktat, asam suksinat, dan asam fosfat yang berperan dalam
pembentukan cita rasa, warna, dan daya simpan kecap (Astawan & Astawan, 1991). Hal
ini didukung oleh teori dari Afrianto & Liviawaty (1989) bahwa rasa kecap yang
terbentuk dapat dipengaruhi oleh proses penguraian protein sehingga terbentuk senyawa
peptida tertentu yang dapat menimbulkan rasa pahit dan bau kurang sedap. Rasa kecap
ikan juga dipengaruhi penambahan bumbu atau rempah-rempah lainnya yang berfungsi
untuk meningkatkan aroma dan cita rasa pada produk akhir yang dihasilkan.
Jika dilihat berdasarkan aroma yang dihasilkan dari percobaan ini, semua kelompok
kelompokC1-C5 kecuali C3 menunjukkan aroma tajam. Berdasarkan hasil pengamatan
yang diperoleh tersebut kurang sesuai dengan pendapat Astawan & Astawan (1988)
bahwa dimana adanya jumlah enzim papain yang besar, maka kemampuan enzim
tersebut untuk memecah protein yang ada pada daging ikan juga akan lebih besar
sehingga senyawa-senyawa kompleks protein yang dihasilkan akan semakin banyak.
Teori tersebut juga didukung oleh teori dari Afrianto & Liviawaty (1989) bahwa dalam
proses penguraian protein dengan bantuan enzim protease terbentuk komponen peptida
tertentu, pepton, dan asam amino yang saling berinteraksi menciptakan aroma yang
khas. Sehingga dengan semakin kuatnya sifat proteolitik enzim maka aroma amis dari
ikan akan semakin kuat.

Berdasarkan kedua teori tersebut, seharusnya aroma kecap yang tajam diperoleh pada
kecap ikan pada kelompok C5 (1%) dan aroma paling tidak tajam pada kelompok C1
(0,2%). Ketidaksesuaian data hasil pengamatan dapat disebabkan karena beberapa hal,
yakni keberadaan garam selama proses fermentasi. Menurut Gaman & Sherrington
(1994), garam bisa mengikat air sehingga kelarutan enzim sebagai protein akan
berkurang dan selanjutnya kompleks enzim substrat sulit terbentuk. Selain itu menurut
Kasmidjo, (1990), penggunaan bumbu yang ditambahkan dapat mempengaruhi flavor
spesifik kecap. Disisi lain dalam pengujian sensori terhadap rasa kecap ikan di
praktikum ini, keakuratannya sangat terbatas pada indra perasa manusia. Bisa juga
disebabkan karena kurang meratanya pemberian enzim ke permukaan limbah ikan atau
karena cairan enzim terendapkan di partikel garam yang tercapur dengan limbah
sehingga enzim tidak dapat berpenetrasi ke dalam pori limbah ikan.

4. KESIMPULAN

Kecap ikan adalah cairan yang diperoleh dari hasil fermentasi ikan yang

mempunyai rasa agak asin, bewarna kekuning-kuningan sampai coklat.


Kualitas kecap ikan sangat ditentukan oleh jumlah penggunaan garam, enzim

papain, bumbu-bumbu dan lamanya proses fermentasi.


Penggunaan wadah tertutup bertujuan untuk menciptakan kondisi anaerob
sehingga proses fermentasi berjalan lebih cepat, dan untuk mencegah

kontaminan.
Pemeraman selama 4 hari bertujuan untuk mengoptimalkan jalannya proses

fermentasi sehingga cairan (kecap) yang diperoleh akan semakin banyak.


Enzim papain yang digunakan dalam praktikum kali ini, dengan konsentrasi

yang berbeda-beda yaitu 0,2%; 0,4% ; 0,6%; 0,8%; 1% dari berat hancuran ikan.
Penyaringan bertujuan agar cairan hasil fermentasi tersebut bebas dari kotoran.
Perebusan bertujuan untuk lebih mengaktifkan enzim protease sehingga dapat

bekerja optimal.
Gula jawa berfungsi memberi flavor spesifik, menimbulkan warna coklat

karamel dan meningkatkan viskositas dari kecap yang dihasilkan.


Garam berfungsi memberi rasa asin, memberiefekpengawetan dan menguatkan

rasa.
Bawang putih berfungsi menambah aroma dan rasa, serta sebagai pengawet

alami.
Warnacoklatdihasilkanolehreaksibrowning,

komponen cita rasa lainnyaakibatadanya panas atausuhu yang tinggi.


Warna kecap dapat terbentuk oleh adanya reaksi antara asam-asam amino (hasil

hidrolisis protein) dengan gula reduksi (dari gula jawa).


Rasa kecap ikan juga dipengaruhi penambahan bumbu atau rempah-rempah

yaitureaksi

antara

gula

dan

lainnya yang berfungsi untuk meningkatkan aroma dan cita rasa pada produk

akhir yang dihasilkan.


Aroma dari kecap ikan sendiri dapat berasal dari dua hal, yaitu penambahan
berbagai bumbu serta komponen aroma yang dihasilkan pada proses hidrolisis
ikan oleh enzim protease.

13

13

Semakin tinggi konsentrasi enzim papain, warna akan semakin gelap.


Semakin tinggi konsentrasi enzim papain, rasa ikan akan semakin pudar.
Semakin tinggi konsentrasi enzim papain, aroma akan semakin kuat.

Semarang, 22 Oktober 2015


Praktikan,

Vicky Widia Yusrina


13.70.0146

Asistendosen,

Michelle Darmawan

5. DAFTAR PUSTAKA

Afrianto, E. & Liviawaty. (1989). Pengawetan Dan Pengolahan Ikan. Kanisius.


Yogyakarta.
Anihouvi,. Kindossi J.M. and Hounhouigan J.D. (2012). Processing and Quality
Characteristics of some major Fermented Fish Products from Africa: A Critical
Review.Department of Nutrition and Food Science - University of AbomeyCalavi, 01BP 526 Cotonou, BENIN.
Amstrong, S.B. (1995). Buku Ajar Biokimia Edisi Ketiga. Buku Kedokteran EGC.
Jakarta.
Astawan, M.W. & M.Astawan. (1988). Teknologi Pengolahan Pangan Hewani
Tepat Guna. CV. Akademika Pressindo. Jakarta.
Astawan & Astawan. (1991). Teknologi Pengolahan Pangan Hewani Tepat Guna.
Cv Akademika Pressindo. Jakarta.
Dincer, T., Cakli S., Kilinc B., dan Tolasa, S. (2010).Amino Acids and Fatty Acid
Composition Content of Fish Sauce. Departement of Fishery and Seafood
Processing Technology, Faculty of Fisheries, Ege University, 35100 BornovaIzmir, Turkey.

Fachruddin, L. (1997). Membuat Aneka Selai. Kanisius. Yogyakarta.

Fellows, P. (1990). Food Processing Technology : Principles and Practise. Ellis


Horwood Limited. New York.

13

Gaman, P. M. & K. B. Sherrington. ( 1994 ). Ilmu Pangan Pengantar Ilmu Pangan


Nutrisi dan Mikrobiologi. Gajah Mada University Press. Yogyakarta.

Hariono I, Yeap S.E, Kok T.N and Ang G.T. (2005). Use of Koji and Protease in
Fish Sauce Fermentation. Singapore J Pri Ind 32: 19-29 2005/06.

Kasmidjo, R. B. (1990). Tempe: Mikrobiologi dan Biokimia Pengolahan serta


Pemanfaatannya. PAU UGM. Yogyakarta.

Lay, B. W. (1994). Analisis Mikroba di Laboratorium. PT Raja Grafindo Persada.


Jakarta.

Lee J,. dan Kim Y,. (2013). Development of Cultural Context Indicator of
Fermented Food. Hankuk University of Foreign Studies, 107 Imun-ro,
Dongdaemun-gu, 130-791, Seoul, Korea.
Lees, R. & E.B. Jackson. (1993). Sugar Confectionery and Chocolate
Manufacture. Leonard Hill. Glasgow.
Lopetcharat, K. and J. W. Park. (2002). Characteristics of Fish Sauce Made from
Pacific Whiting and Surimi By-products During Fermentation Stage. Journal of
Food Science. Vol 67, Nr. 2.
Majumdar R.,dan Basu, S.(2010). Characterization of the traditional feremented
fish product Lona ilish of Northeast India. College of Fisheries (Central
Agricultural University), Lembucherra, Agartala, Tripura 799210.
Rahman, A. (1992). Teknologi Fermentasi. Penerbit Arcan. Jakarta.
Saleh, M ; A. Ahyar ; Murdinah ; dan N. Haq. (1996). Ekstraksi Kepala Udang
Menjadi Flavor Udang Cair. Jurnal Penelitian Perikanan Indonesia Vol. II, No.1,
hal 60-68.

Sanceda N.G., Kurata T., Arakawa N. (1996): Accelerated fermentation process


for the manufacture of fish sauce using histidine. Journal of Food Science, 61:
220225.
Sangjindavong, M,. Mookdasanit, J., Wilaipun, P., Chuapoehuk, P dan
Akkanvanitch, C. (2009). Using Pineapple to Produce Fish Sauce from Surimi
Waste. Department of Fishery Products, Faculty of Fisheries, Kasetsart University,
Bangkok 10900, Thailand.

13

Yongsawatdigul, T; S. Rodtong; and N. Raksakulthai. 2007. Acceleration of Thai


Fish Sauce Fermentation Using Proteinases and Bacterial Starter Cultures. Journal
of Food Science. Bangkok, Thailand.

6. LAMPIRAN

6.1. Perhitungan

Rumus:

Salinitas ( )=

hasil pengukuran
x 100
1000

Kelompok C1

Hasil pengukuran = 30
30
Salinitas ( )=
x 100 =3,0

1000

0,2
Gram Papain : 0,2 = 100 x 50=0,1 gram

Kelompok C2

Hasil pengukuran = 60
32
Salinitas ( )=
x 100 =3,20

1000

0,4
Gram Papain : 0,4 = 100 x 50=0,2 gram

Kelompok C3

Hasil pengukuran = Salinitas ( )=

Gram Papain :
Kelompok C4

Hasil pengukuran = 40
40
Salinitas ( )=
x 100 =4,0

1000

0,8
Gram Papain : 0,8 = 100 x 50=0,4 gram

17

17

Kelompok C5

Hasil pengukuran = 37
37
Salinitas ( )=
x 100 =3,7

1000
1
Gram Papain : 1 = 100 x 50=0,5 gram

6.2. LaporanSementara
6.3. Diagram Alir
6.4. AbstrakJurnal

Anda mungkin juga menyukai