Anda di halaman 1dari 18

1

1. HASIL PENGAMATAN

Hasil pengamatan kecap ikan dapat dilihat pada tabel 1 berikut ini.

Tabel 1. Hasil Pengamatan Kecap Ikan
Kel Perlakuan Warna Rasa Aroma
Salinitas
(%)
Penampakan
E1 Enzim papain 0,4% ++++ ++++ ++++ 3,70 +++
E2 Enzim papain 0,8% ++ ++++ ++++ 3,50 +++
E3 Enzim papain 1,2% +++ +++++ +++ 3,40 ++
E4 Enzim papain 1,6% ++ ++++ ++ 3,50 ++
E5 Enzim papain 2,0% + ++++ ++ 3,30 +++
E6 Enzim papain 2,5% ++ +++++ +++ 4,20 +++
Keterangan:
Warna :
+ : tidak coklat gelap
++ : kurang coklat gelap
+++ : agak coklat gelap
++++ : coklat gelap
+++++ : sangat coklat gelap

Penampakan :
+ : sangat cair
++ : cair
+++ : agak kental
++++ : kental
+++++ : sangat kental

Rasa :
+ : sangat tidak asin
++ : kurang asin
+++ : agak asin
++++ : asin
+++++ : sangat asin
Aroma :
+ : sangat tidak tajam
++ : kurang tajam
+++ : agak tajam
++++ : tajam
+++++ : sangat tajam

Pada tabel diatas tentang pengamatan kecap ikan dapat diketahu bahwa penambahan
enzim papain dengan konsentrasi yang berbeda beda pad setiap kelompok akan
mempengaruhi hasil yang ada baik berupa warna, rasa, aroma dan penampakan kecap
ikan yang dihasilkan. Jumlah enzim papain yang ditambahkan berturut-turut dari
kelompok E1 sampai dengan E6 adalah sebesar 0,4%; 0,8%; 1,2%; 1,6%; 2% dan 2,5%.
Kecap ikan pada kelompok E1 dengan menggunakan konsentrasi papain 0,4%,
dihasilkan kecap ikan dengan warna coklat gelap, rasa asin, aroma yang tajam, nilai
salinitas sebesar 3,70% dan cair. Untuk kecap ikan pada kelompok E2 dengan
menggunakan konsentrasi papain 0,8%, dihasilkan kecap ikan dengan yang memiliki
warna kurang coklat gelap, rasa yang asin, aroma yang tajam, nilai salinitasnya 3,50%
dan cair. Kecap ikan kelompok E3 dengan menggunakan konsentrasi papain 1,2%,
dihasilkan kecap ikan dengan warna agak coklat gelap, rasa sangat asin, aroma agak
tajam, dengan nilai salinitas sebesar 3,40% dan cair. Kecap ikan kelompok E4 dengan
2

menggunakan konsentrasi papain 1,6%, dihasilkan warna kecap ikan kurang coklat
gelap, rasa yang asin, aroma yang kurang tajam dan nilai salinitasnya 3,50% dan cair.
Kecap ikan pada kelompok E5 dengan menggunakan konsentrasi papain 2,0%,
memiliki hasil kecap ikan dengan warna tidak coklat gelap, rasa yang asin, aroma
kurang tajam, nilai salinitas sebesar 3,30% dan agak kental. Untuk kecap ikan kelompok
E6 dengan menggunakan konsentrasi papain 2,5%, memiliki hasil kecap ikan dengan
warna yang kurang coklat gelap, rasa yang sangat asin, aroma yang agak tajam, dengan
nilai salinitas sebesar 4,20% dan agak kental.

























3

2. PEMBAHASAN

Kecap ikan adalah suatu produk hasil dari hidrolisa ikan (baik secara enzimatis,
fermentasi atau garam maupun secara kimiawi) yang berupa cairan dan berwarna coklat
jernih (Afrianto & Liviawaty, 1989). Kecap ikan yang merupakan salah satu produ hasil
olahan ini mempunyai bebrapa keunggulan, yaitu memiliki ciri khusus seperti rasa,
tekstur, bentuk dan bau (Moeljanto, 1992). Pengolahan kecap ikan bisa menggunakan
bahan baik berupa sari ikan yang secara sengaja dibuat khusus atau dapat pula
menggunakan sari daging ikan yang merupakan produk sampingan dari proses
pengolahan ikan. Kecap ikan hanya terdiri dari satu macam yaitu kecap asin. Menurut
teori dari Afrianto & Liviawaty (1989), Kecap ikan ini biasanya digunakan sebagai
bumbu masak atau dapat pula digunakan sebagai bahan dalam pembuatan sambal yang
dicampur dengan potongan-potongan cabe rawit.

Kecap ikan merupakan cairan bening yang memiliki warna cokelat dengan rasa dan
aroma yang khas. Pendapat dari Hjalmarsson et al. (2007), kecap ikan merupakan salah
satu produk fermentasi yang populer di selatan timur-Asia. Proses pembuatan kecap
ikan dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu baik dengan cara fermentasi menggunakan
garam atau secara enzimatis. Pembuatan kecap ikan dengan cara fermentasi
menggunakan garam membutuhkan waktu yang cukup lama, yaitu kira kira 7 bulan
lebih. Menurut pendapat dari Astawan & Astawan (1988) prinsip pembuatannya adalah
garam akan menarik komponen-komponen ikan terutama protein. Sedangkan fermentasi
dengan cara enzimatis dapat dilakukan dengan menggunakan enzim yang ditambahkan
pada proses pembuatan kecap ikan. Enzim yang biasanya digunakan dalam pembuatan
kecap ikan adalah enzim protease, dimana enzim ini terdapat pada parutan buah nanas
muda (bromelain) dan getah buah pepaya muda (papain). Fungsi dari enzim papain dan
bromelain ini dapat menguraikan protein menjadi komponen yang lebih sederhana
seperti peptida, pepton, dan asam amino yang dapat saling berinteraksi untuk
menciptakan rasa yang khas. Penambahan enzim protease ke dalam proses pembuatan
kecap ikan ini dapat mempersingkat waktu fermentasi. Selain itu, nilai protein yang
dihasilkan dari kecap ikannya juga diperoleh nilai yang tinggi (Afrianto & Liviawaty,
1989).
4


Sanceda et al., (2003), mengatakan bahwa cara memproduksi kecap ikan secara
tradisional dengan mencampur ikan dan garam dengan rasio 2:1 atau 3:1 (ikan:garam),
ditempatkan di lapisan dalam wadah tertutup, difermentasi kurang lebih 12 bulan, dan
cairan yang terbentuk dikumpulkan. Aroma dari kecap ikan merupakan indikator untuk
mengukur kualitas produk karena rasa yang sangat asin cenderung mengalahkan
konstituen bumbu lainnya. Asam volatil merupakan komponen flavor yang paling
banyak dalam kecap ikan . Asam volatil mempengaruhi preferensi konsumen terhadap
kecap ikan (Sanceda et al., 1992, 1994). Orang Jepang lebih menyukai kecap ikan
dengan konsentrasi asam volatil rendah sedangkan orang Filipina sebaliknya. Kecap
ikan yang difermentasi dengan menambahkan histidin mengandung asam volatil yang
lebih rendah dibanding kontrol. Dalam jurnal ini, Sanceda et al. (2003)
mensubstitusikan NaCl dengan KCl untuk mempengaruhi terbentuknya asam lemak
volatil selama fermentasi kecap ikan. Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa rasio
75:25 (garam alami:KCl dan NaCl:KCl) dapat digunakan sebagai pengganti kecap ikan
yang dibuat dengan menambahkan NaCl tanpa disubstitusi dengan KCl dan berguna
untuk mencegah penyakit pembuluh darah.

Metode pembuatan kecap ikan dapat dilakukan dengan menggunakan 2 cara yaitu
secara fermentasi yang menggunakan garam dan dengan cara enzimatis. Fermentasi
dengan menggunakan garam membutuhkan waktu yang cukup lama dalam pembuatan
kecap ikan yaitu sekitar 7 bulan lebih, prinsip pembuatannya adalah penarikan
komponen - komponen ikan terutama protein oleh garam. Fermentasi tradisional ini
biasanya berlangsung selama 1 tahun atau lebih (Hariono, et al., 2005). Salah satu
faktor penentu keberhasilan fermentasi kecap adalah kondisi fermentasi. Kondisi
fermentasi ini sangat disesuaikan dengan pertumbuhan mikroorganisme yang
diharapkan dalam pembuatan kecap ikan. Sebagai contoh, kondisi fermentasi dalam
pembuatan kecap ikan pacific whiting (Merluccius prodictus) adalah pada kadar garam
25 % dan suhu 50
o
C (Lopetcharat & Park, 2002).


5

Pada percobaan pembuatan kecap ikan ini, dilakukan dengan fermentasi secara
enzimatis. Hal ini dilakukan dengan cara penambahan enzim protease yaitu enzim
papain. Percobaan ini telah sesuai dengan teori yang disampaikan oleh Afrianto &
Liviawaty (1989) bahwa kecap ikan dapat dibuat dengan menggunakan cara fermentasi
secara enzimatis, dimana dalam pembuatannya dilakukan penambahan enzim protease
seperti enzim papain. Enzim papain ini dapat diperoleh dari getah buah pepaya muda.
Fox (1991) menambahkan bahwa enzim papain yang merupakan salah satu contoh dari
enzim protease mempunyai fungsi untuk menghidrolisis protein, dimana enzim protease
ini memiliki kemampuan untuk memecah ikatan peptida pada suatu subtrat dibawah
kondisi yang memungkinkan dan peristiwa ini disebut dengan aktivitas proteolitik.

Enzim papain termasuk dalam golongan enzim protease sufhidril (deMan, 1997).
Muhidin (1999) juga menambahkan bahwa enzim papain i sebenarnya berasal dari
getah tanaman pepaya. Getah yang paling baik terdapat pada bagian buah pepaya.
Bagian buah ini memiliki kandungan getah lebih banyak dibandingkan dengan daun
maupun batangnya karena jumlahnya cukup banyak dan daya enzimatiknya yang cukup
tinggi. Beberapa manfaat dari enzim papain adalah untuk melunakkkan daging, pembuat
konsentrat protein, penghidrolisis protein, pelembut kulit, anti dingin, bahan obat dan
bahan kosmetik.

2.1. Cara Kerja dan Fungsi Penambahan Bumbu-bumbu selama Pemanasan

Ikan yang digunakan dalam percobaan ini adalah ikan bawal. Menurut Moeljanto
(1992), pembuatan kecap ikan tidak memerlukan jenis ikan tertentu atau dalam
pembuatan ikan bisa menggunakan jenis ikan apa saja. Ikan yang telah tidak memiliki
nilai ekonomis dapat digunakan sebagai bahan baku, bahkan ikan yang berasal dari sisa
pengolahan pun dapat pula digunakan sebagai bahan dasar pembuatan kecap ikan.
Namun dalam praktikum ini digunakan ikan bawal sebagai bahan pembuatan kecap
ikan. Hal ini terjadi karena ikan bawal memiliki nilai ekonomis yang cukup tinggi
(Saanin, 1968). Dalam pembuatan kecap ikan ini digunakan bagian ikan yang berasal
dari limbah filet ikan bawal, seperti tulang dan ekor. Hal ini telah sesuai dengan teori
6

yang dikemukakan oleh Shih et al., (2003) yang mengungkapkan bahwa limbah dari
ikan dapat diolah menjadi produk kecap ikan.
Pada praktikum kecap ikan, pertama-tama tulang dan ekor ikan dihaluskan dengan
blender. Penghalusan ini dilakukan dengan tujuan meningkatkan efektivitas dari
ekstraksi akibat kerusakan sel sehingga memudahkan senyawa-senyawa pembentuk
flavor, yang biasanya terdistribusi pada bahan dan yang sebagian terikat dengan protein,
lemak atau air, untuk keluar. Dengan penghalusan, permukaan bahan akan menjadi
semakin luas dan rasio luas permukaan terhadap volume bahan semakin meningkat
sehingga kemampuan bahan untuk melepaskan komponen flavor semakin besar (Saleh
et al., 1996). Kemudian tulang dan ekor yang sudah halus tersebut ditimbang sebanyak
50 gram dan dimasukkan ke dalam toples. Setelah dimasukkan ke dalam toples,
ditambah dengan enzim papain dengan konsentrasi 0,4% dari 50 gram untuk kelompok
E1, 0,8% dari 50 gram (berat total sampel) untuk kelompok E2, 1,2% dari 50 gram
untuk kelompok E3, 1,6 % dari 50 gram untuk kelompok E4 dan 2% dari 50 gram untuk
kelompok E5 dan 2,5% untuk kelompok E6. Penambahan enzim papain yaitu bertujuan
untuk mempercepat proses fermentasi kecap ikan. Enzim papain ini akan menguraikan
protein yang terkandung dalam ikan menjadi beberapa komponen seperti pepton,
peptida dan asam amino yang saling berinteraksi menciptakan rasa yang khas, sesuai
teori Astawan & Astawan (1988). Kemudian dilakukan inkubasi selama kurang lebih 3
hari. Proses inkubasi ini berlangsung secara anaerob karena berlangsung di dalam toples
yang ditutup rapat. Setelah 3 hari, ditambahkan dengan air sebanyak 250 ml dan diaduk
untuk menghomogenkan air dengan bagian ikan yang telah difermentasi. Selanjutnya
dilakukan penyaringan sehingga diperoleh filtrat dan endapan (ampas). Filtrat diambil
dan diletakkan pada panci kemudian didihkan di atas kompor. Dengan pendidihan,
maka larutan akan mengental karena adanya proses evaporasi (Fellows, 1990).

Saat dipanaskan, ditambahkan bumbu-bumbu yang sudah dihaluskan sebelumnya.
Bumbu-bumbu tersebut meliputi 50 gram bawang putih, 50 gram garam, dan 50 gram
gula jawa. Penambahan bawang putih sendiri bertujuan untuk menambah aroma dan cita
rasa kecap, juga berfungsi sebagai pengawet alami karena bawang putih mengandung
zat allicin yang efektif membunuh bakteri, sehingga bersifat antimikrobia. Allicin ini
merupakan komponen aktif bawang yang mempunyai daya bunuh terhadap bakteri dan
7

daya anti radang (Santoso, 1994). Penambahan garam akan memberikan rasa asin,
menguatkan rasa, menurunkan kelarutan oksigen serta memberikan efek pengawet
karena dapat menurunkan nilai a
w
dan mengganggu keseimbangan ionik sel
mikroorganisme akibat peningkatan proton di dalam sel. Selain itu, tujuan penambahan
garam yaitu untuk menjaga agar mikroba halofilik yang menghasilkan senyawa flavor
seperti Saccharomyces, Pediococcus dan Torulopsis dapat berkembang dan
menghasilkan flavor (Desrosier & Desrosier, 1977). Sedangkan penambahan gula jawa
akan mempengaruhi cita rasa kecap ikan (Fachruddin, 1997) dengan mengurangi rasa
asin yang berlebihan dan memberikan rasa lembut pada kecap ikan, mempengaruhi
aroma kecap ikan (Fachruddin, 1997), mempengaruhi warna kecap ikan (Fachruddin,
1997) dengan memberikan warna coklat karamel (muncul akibat panas yang dihasilkan
selama proses pemasakan (Kasmidjo, 1990)), meningkatkan viskositas kecap ikan serta
mengawetkan kecap ikan. Kecap kemudian dimasak sampai bumbu larut. Setelah
masak, kecap ikan diamati warna, rasa, dan aromanya.

2.2. Fungsi Penambahan Enzim Papain dengan Konsentrasi Berbeda-beda dan
Efeknya terhadap Kecap Ikan yang Dihasilkan

Dari data hasil pengamatan dapat dilihat setiap kelompok membuat kecap ikan yang
diberi perlakuan penambahan enzim papain dengan konsentrasi yang berbeda-beda
yaitu kelompok E1 0,4%, kelompok E2 0,8%, kelompok E3 1,2%, kelompok E4 1,6%,
kelompok E5 2% dan kelompok E6 2,5%. Konsentrasi enzim papain yang ditambahkan
sangat berpengaruh pada kecap ikan yang dihasilkan. Semakin besarnya konsentrasi
enzim papain yang digunakan, maka proses fermentasi kecap pun semakin cepat. Hal ini
disebabkan karena enzim papain ini membantu pemecahan molekul protein yang akan
digunakan sebagai substrat oleh bakteri pada ikan dalam memfermentasi kecap. Enzim
protease menjadi aktif pada temperatur 50-70
o
C selama proses pemasakan. Kolagen
didegradasi pada temperatur yang lebih tinggi, karena protein alami tahan terhadap
proteolitis oleh papain menghasilkan perubahan keempukan awal dan residu serabut-
serabut jaringan ikat (Fox, 1991).

8

Pembuatan kecap ikan kali ini diberi penambahan enzim papain. Papain adalah enzim
yang diperoleh dari tanaman pepaya. Enzim ini mudah didapat dalam bentuk kasar yang
biasanya digunakan sebagai pengempuk daging. Papain relatif tahan terhadap panas dan
bekerja pada kisaran pH yang luas dibanding dengan enzim proteolitik lainnya. Protease
merupakan enzim yang digunakan untuk menghidrolisis protein, di mana enzim
protease mempunyai kemampuan untuk memecah ikatan peptida pada suatu substrat di
bawah kondisi yang memungkinkan, peristiwa ini disebut juga dengan aktivitas
proteolitik (Lay, 1994).

2.3. Efek Enzim Papain Terhadap Warna Kecap Ikan

Pada kelompok E1 dengan penambahan enzim papain 0,4% dihasilkan warna coklat
gelap. Pada kelompok E2 dengan penambahan enzim papain 0,8 % dihasilkan warna
kurang coklat gelap. Pada kelompok E3 dengan penambahan enzim papain 1,2 %
dihasilkan warna agak coklat gelap. Pada kelompok E4 dengan penambahan enzim
papain 1,6 % dihasilkan warna kurang coklat gelap. Pada kelompok E5 dengan
penambahan enzim papain 2 % dihasilkan warna tidak coklat gelap. Untuk kelompok
E6 dengan enzim papain 2,5% menghasilkan warna kurang coklat gelap. Hasil ini
kurang sesuai dengan teori yang ada, dimana seharusnya warna kecap ikan yang sangat
coklat gelap adalah kelompok E6 karena penambahan enzim papain yang tertinggi yaitu
2 ,5% dan untuk warna kecap ikan yang kurang coklat gelap seharusnya adalah
kelompok E1 karena panambahan konsentrasi papain yang terendah yaitu hanya 0,4%.
Seharusnya semakin tinggi konsentrasi enzim papain yang ditambahkan maka akan
warna yang dihasilkan semakin coklat. Hal ini disebabkan karena dengan banyaknya
enzim yang ditambahkan, protein akan semakin banyak dan bereaksi sehingga terjadi
reaksi Maillard yang membentuk warna coklat (Lees & Jackson, 1993). Ketidak
cocokan hasil praktikum dengan teori yang ada ini mungkin disebabkan dari
penambahan gula jawa sebanyak 1 butir pada masing masing kelompok yang ukuran
tiap gula jawa yang digunakan relatif berbeda antar kelompoknya. Selain itu, juga
disebabkan karena lama pemasakan dan suhu pemasakan antara kelompok 1 dengan
yang lainnya berbeda-beda, dimana lamanya pemasakan dan suhu pemasakan tersebut
mempengaruhi reaksi Maillard yang dapat menyebabkan terbentuknya warna coklat,
9

sesuai teori Lay (1994). Pemasakan dengan suhu tinggi dan waktu yang lama
menyebabkan warna kecap semakin gelap. Keterbatasan indera manusia dalam
melakukan uji sensori juga mempengaruhi hasil pengamatan warna kecap ikan.

Menurut Less & Jackson (1973), warna coklat pada kecap tersebut timbul karena
adanya penambahan gula jawa. Gula jawa dan pemanasan dalam pembuatan kecap ini
menyebabkan terjadinya reaksi browning, yaitu reaksi antara gula dan komponen cita
rasa lainnya akibat adanya panas atau suhu yang tinggi. Menurut Astawan & Astawan
(1988), selama proses fermentasi kecap ikan dapat terjadi peningkatan derajat brix atau
jumlah padatan terlarut, intensitas warna menjadi semakin coklat, dan kandungan
nitrogen total juga meningkat. Lay (1994) yang juga mengatakan bahwa selain oleh
banyaknya enzim yang digunakan, warna kecap juga dipengaruhi oleh suhu pemanasan
dan lamanya pemanasan yang dilakukan. Pemanasan yang dilakukan dengan suhu tinggi
dan waktu lama akan menyebabkan warna kecap semakin gelap.

2.4. Efek Enzim Papain Terhadap Rasa Kecap Ikan

Pada kelompok E1 dengan penambahan enzim papain 0,4% dihasilkan rasa kecap ikan
asin. Pada kelompok E2 dengan penambahan enzim papain 0,8 % dihasilkan rasa kecap
ikan yang asin. Pada kelompok E3 dengan penambahan enzim papain 1,2 %
menghasilkan kecap ikan yang sangat asin. Kelompok E4 dan E5 dengan penambahan
enzim papain 1,6 % dan 2,0 % dihasilkan rasa kecap ikan yang kurang asin. Pada
kelompok E6 dengan penambahan enzim papain 2,5 % dihasilkan kecap ikan dengan
rasa sangat asin. Menurut teori yang ada seharusnya penambahan enzim papain dengan
konsentrasi lebih tinggi akan semakin mengurangi rasa ikannya. Semakin banyaknya
enzim yang digunakan, maka protein dalam daging ikan yang terhidrolisis oleh enzim
tersebut akan semakin banyak, padahal kandungan protein pada daging ikan inilah yang
akan memberikan kontribusi flavor (rasa) terbesar pada daging. Jadi, jika protein pada
daging ikan tersebut banyak yang terhidrolisis, maka rasa dari ikan menjadi lemah
(berkurang). Enzim papain pada buah pepaya sangat membantu dalam menguraikan
protein menjadi beberapa komponen seperti peptida, pepton, dan asam amino yang
saling berinteraksi sehingga menciptakan rasa yang khas. Menurut Amstrong (1995),
10

bahwa semakin banyak penambahan enzim maka tingkat hidrolisis protein ikan semakin
tinggi pula, sehingga akan dihasilkan asam glutamat yang menyebabkan rasa ikan pada
kecap ikan semakin lemah. Hal ini tidak sudah sesuai dengan hasil percobaan dimana
kelompok E3 dan E5 dengan penambahan enzim terbanyak yaitu 1,2% dan 2%
memiliki rasa yang paling kuat yaitu sangat asin, dibandingkan dengan kelompok
lainnya.

2.5. Efek Penambahan Enzim Papain Terhadap Aroma Kecap Ikan

Menurut jurnal yang disusun oleh Ritthiruangdej dan Thongchai (2006), analisis
sensorik adalah salah satu metode yang dapat menggambarkan kualitas dari kecap ikan.
Aroma kecap ikan dibagi menjadi 3 kategori utama yaitu ammonical, cheesy, dan
meaty. 2-methylpropanal, 2- methylbutanal, 2- pentanone, 2-ethylpyridine, dimethyl
trisulfide, 3-(methylthio)-proppanal, and 3-methylbutanoic acid merupakan senyawa
yang memberikan aroma khas pada kecap ikan. Kecap ikan pada kelompok E1 dengan
menggunakan konsentrasi papain 0,4%, dihasilkan kecap ikan dengan warna coklat
gelap, rasa asin, aroma yang tajam, nilai salinitas sebesar 3,70% dan cair. Untuk kecap
ikan pada kelompok E2 dengan menggunakan konsentrasi papain 0,8%, dihasilkan
kecap ikan dengan yang memiliki warna kurang coklat gelap, rasa yang asin, aroma
yang tajam, nilai salinitasnya 3,50% dan cair. Kecap ikan kelompok E3 dengan
menggunakan konsentrasi papain 1,2%, dihasilkan kecap ikan dengan warna agak
coklat gelap, rasa sangat asin, aroma agak tajam, dengan nilai salinitas sebesar 3,40%
dan cair. Kecap ikan kelompok E4 dengan menggunakan konsentrasi papain 1,6%,
dihasilkan warna kecap ikan kurang coklat gelap, rasa yang asin, aroma yang kurang
tajam dan nilai salinitasnya 3,50% dan cair. Kecap ikan pada kelompok E5 dengan
menggunakan konsentrasi papain 2,0%, memiliki hasil kecap ikan dengan warna tidak
coklat gelap, rasa yang asin, aroma kurang tajam, nilai salinitas sebesar 3,30% dan agak
kental. Untuk kecap ikan kelompok E6 dengan menggunakan konsentrasi papain 2,5%,
memiliki hasil kecap ikan dengan warna yang kurang coklat gelap, rasa yang sangat
asin, aroma yang agak tajam, dengan nilai salinitas sebesar 4,20% dan agak kental.
Teori Tortora et al. (1995), mengatakan bahwa enzim protease akan memecah protein
menjadi molekul-molekul yang lebih sederhana seperti kadaverin, putresin, arginin,
11

histidin dan amonia yang mengandung nitrogen. Senyawa senyawa tersebut
merupakan komponen penyusun flavor pada kecap ikan. Salah satu flavor kecap yang
khas dihasilkan dari penguraian protein oleh enzim protease yaitu asam glutamat. Jadi
dapat dikatakan bahwa semakin banyak protease yang ditambahkan maka akan semakin
banyak pula protein yang terhidolisis menjadi senyawa sederhana yang mengandung N
dan memberi flavor yang kuat pada kecap ikan dan menutupi flavor amis dari daging
ikan. Proses penguraian protein dengan bantuan enzim protease terbentuk komponen
peptida tertentu, pepton dan asam amino yang saling berinteraksi menciptakan aroma
yang khas, sehingga dengan semakin banyaknya enzim papain yang ditambahkan maka
aroma amis dari ikan akan tertutupi/ terkaburkan. Tidak sesuainya hasil praktikum
dengan teori yang ada ini bisa terjadi karena kurang meratanya pemberian enzim ke
permukaan limbah ikan atau karena cairan enzim terendapkan di partikel garam yang
tercapur dengan limbah sehingga enzim tidak dapat berpenetrasi ke dalam pori limbah
ikan.

Jiang et al., (2008) mengatakan bahwa kecap ikan memiliki aroma yang khas yaitu
campuran dari aroma ammoniacal, cheesy, dan meaty, dimana aroma ini diperoleh dari
hidrolisa protein dan oksidasi lemak. Aroma amoniak ini berasal dari amonia, amina,
dan basa nitrogen yang lain. Untuk aroma cheesy pada kecap ikan berasal dari asam
lemak yang memiliki berat molekul rendah. Sedangkan pada aroma meaty diperoleh
dari senyawa yang lebih kompleks, yaitu melaui prekursor oksidasi atmosfer pada kecap
ikan. Untuk mengidentifikasi kecap ikan dapat dilakukan analisa menggunakan GC-MS
(Gas Chromatography Mass Spectrometry). Analisa ini menunjukkan bahwa terdapat
70 senyawa volatil yang diindentifikasi dari 2 jenis kecap ikan. Beberapa diantaranya
adalah 4 karbonil, 14 hidrokarbon, 14 komponen yang mengandung nitrogen, 20 asam,
3 komponen yang mengandung sulfur, 8 ester, 3 komponen fenolik, dan 4 furan.
Diantara beberapa senyawa volatil tersebut, dimetil sulfida, dimetil trisulfida, 3-
(metiltio)-propanol, 2 asam metilpropanoat, asam butanoat, 2 metil asam butanoat, dan
2 metilbutenal merupakan komponen yang paling berpengaruh pada aroma kecap ikan.

2.6. Hasil Uji Sensori & Salinitas Kecap Ikan
12

Dari data hasil pengamatan dapat dilihat, bahwa setiap kelompok membuat kecap ikan
yang diberi perlakuan penambahan enzim papain dengan konsentrasi yang berbeda-beda
yaitu 0,4, 0,8%, 1,2%, 1,6%, 2% dan 2,5%. Pada kelompok E1 dengan penambahan
enzim papain 0,4% kadar garamnya 3,70%. Pada kelompok E2 dengan penambahan
enzim papain 0,8 % kadar garamnya 3,50%. Pada kelompok E3 dengan penambahan
enzim papain 1,2 % kadar garamnya 3,40%. Pada kelompok E4 dengan penambahan
enzim papain 1,6 % kadar garamnya 3,50%. Pada kelompok E5 dengan penambahan
enzim papain 2 % kadar garamnya 3,30%. Pada kelompok E6 dengan penambahan
enzim papain 2,5 % kadar garamnya 4,20%. Kadar garam yang dihasilkan tiap
kelompok berbeda. Dari kelompok E1 E6 dapat dilihat kadar garamnya antara 3,30%
sampai 4,20%. Dimana kadar garam tertinggi ada pada kelompok E6 sebesar 4,20%
dengan penambahan enzim papain 2,5%. Tujuan penambahan garam yaitu untuk
fermentasi ikan, sesuai dengan teori Astawan & Astawan (1988) yang mengatakan
bahwa kecap ikan diperoleh melalui proses fermentasi dengan garam. Selain itu, tujuan
penambahan garam yaitu untuk menjaga agar mikroba halofilik yang menghasilkan
senyawa flavor seperti Saccharomyces, Pediococcus dan Torulopsis dapat berkembang
dan menghasilkan flavor. Selain itu menurut Desroiser (1977), garam yang
ditambahkan dapat berfungsi sebagai pemberi rasa asin, memberi efek pengawetan dan
menguatkan rasa. Penambahan garam dengan dosis tinggi dapat memberi efek
pengawetan karena garam juga mampu untuk menurunkan Aw (water activity),
menurunkan kelarutan oksigen serta mengganggu keseimbangan ionik sel
mikroorganisme karena terjadi peningkatan proton dalam sel.

Jurnal dengan judul Application of Irradiation as Pretreatment Method in the
Production of Fermented Fish Paste mengatakan bahwa pasta ikan yang difermentasi
adalah sumber protein yang bagus bagi tubuh manusia dan selain itu memiliki nilai
ekonomis yang terjangkau. 2 spesies ikan yang digunakan dalam uji coba ini adalah
dilis dan galunggong, yang akan diiradiasi sebagai perlakuan pendahuluan untuk
memproduksi bagoong isda.

Jurnal Biochemical Properties and Consumer Acceptance of Pacific Whiting Fish
Sauce mengatakan aspek biokimia dari kecap ikan dapat dibuat dari Pacific Whiting
13

dan produk suriminya. Dari uji coba yang dilakukan kecap ikan dari Pacific Whiting
secara sukses dapat mengganti kecap ikan dari ikan teri import.

Jurnal Effective removal of heavy metal in some fish sauce products by tannin
treatment mengatakan bahwa beberapa kecap ikan memiliki kandungan logam berat
didalamnya yaitu As, Hg, Cd dan Pb. Kandungan logam berat yang ada tidak dalam
jumlah yang membahayakan bagi manusia. Dalam uji yang dilakukan bertujuan untuk
mengurangi kandungan logam berat yang ada dengan cara tannin. Metodenya dengan
menambahkan 0,1% (w/v) tannin ke dalam kecap ikan setelah itu disentrifugasi agar
menghasilkan presipitat. Konsentrasi Cd (0,39 mg/100 ml) yang terdapat didalam kecap
ikan akan menurun menjadi 0,03 mg/ 100 ml dengan menggunakan perlakuan tannin
ini.

Jurnal dengan judul Proteolytic action in Valamugil seheli and Ilisha melastoma for
fish sauce production membahas tentang tipe ikan yang sangat mempengaruhi dari
sifat fisikokimia pada produk kecap ikan. Kecap ikan yang terbuat dari Ilisha
melastoma memiliki sifat biokimia yang berupa kandungan protein yang cukup tinggi
selain itu akan menjadikan kecap ikan dengan kualitas yang baik. Selain itu penggunaan
Valamugil seheli bisa dijadikan cara atau bahan alternatif pembuatan kecap ikan dengan
yield cair yang lebih tinggi.

Jurnal Fish Sauce from Capelin (Mallotus villosus): Contribution of Cathepsin C to the
Fermentation , menyimpulkan bahwa kualitas kecap ikan bisa didapatkan ketika pada
proses pembuatan berlangsung menggunakan bahan capelin jantan dan ketika proses
fermentasi pembuatan kecap dibantu dengan squid hepatopancreas tissue.


14

3. KESIMPULAN

Kecap ikan merupakan produk hasil hidrolisa ikan (baik secara fermentasi/garam,
enzimatis maupun kimiawi) yang berbetuk cair dan berwarna coklat jernih.
Enzim papain yang digunakan dalam praktikum kali ini, dengan konsentrasi yang
berbeda-beda yaitu 0,4%; 0,8% ; 1,2%; 1,6%; 2,0% dan 2,6% dari berat hancuran
ikan.
Proses pembuatan kecap ikan dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu dengan cara
fermentasi menggunakan garam dan secara enzimatis.
Metode yang digunakan dalam pembuatan kecap ikan saat praktikum ini adalah
metode enzimatis dengan menggunakan enzim papain.
Dalam pembuatan kecap ikan ini digunakan bagian ikan yang berasal dari limbah
filet ikan bawal, seperti tulang dan ekor.
Enzim papain berfungsi untuk menghidrolisis protein, dimana enzim ini memiliki
kemampuan untuk memecah ikatan peptida pada suatu subtrat dibawah kondisi
yang memungkinkan dan peristiwa ini disebut dengan aktivitas proteolitik.
Penutupan secara kencang dilakukan agar dapat mengkondisikan lingkungan
anaerob, sehingga proses fermentasi dapat berlangsung, serta dapat mencegah
terjadinya kontaminan masuk.
Penghancuran bahan dapat menyebabkan permukaan bahan menjadi semakin luas
dan rasio luas permukaan terhadap volume bahan akan semakin tinggi, sehingga
dapat menyebabkan pelepasan komponen flavor akan semakin tinggi.
Penambahan air dilakukan untuk mengencerkan bagian ikan yang telah dicampur
dengan garam dan enzim papain.
Penambahan enzim dapat menyebabkan proses fermentasi berjalan dengan cepat
dan optimal, sehingga cairan yang merupakan bahan dasar pembuatan kecap ikan
ini tersebut diperoleh dalam jumlah yang banyak.
Bawang putih dilakukan agar dapat memberikan aroma dan cita rasa, serta dapat
memberikan daya awet pada ikan kecap.
Penyaringan bertujuan untuk memisahkan filtrat dari ampas limbah ikan kakap
merah.
15

Penambahan garam dalam pembuatan kecap ikan ini dilakukan untuk memberikan
rasa asin, menguatkan rasa, dan memberikan efek pengawetan.
Enzim papain dapat menyebabkan terbentuknya aroma yang semakin kuat dan rasa
yang semakin khas, serta warna yang semakin gelap.
Warna coklat yang terbentuk pada kecap ikan disebabkan oleh adanya reaksi
browning selama proses pemasakan.
Selama proses fermentasi kecap ikan terjadi peningkatan derajat brix, peningkatan
intensitas warna kecap ikan (menjadi semakin coklat), dan peningkatan kandungan
nitrogen total.
Semakin banyak enzim papain yang ditambahkan, maka semakin banyak protein
yang terurai sehingga terbentuk larutan warna kecap yang pekat, rasa yang semakin
kuat, dan aroma semakin tajam.
Komponen aroma dan flavor dalam kecap ditentukan oleh komponen nitrogen
pendukung, seperti kadaverin, putresin, arginin, histidin, dan amonia.
Tajam atau tidaknya aroma dari kecap ikan ini dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu
adanya komponen pembentuk flavor yang dihasilkan pada saat proses hidrolisis
ikan oleh enzim protease dan penambahan berbagai bumbu.







Semarang, 21 September 2015 Asisten Dosen:
Yuni Rusiana


Tirta Candra Ajiwiguna
12.70.0137


16

4. DAFTAR PUSTAKA

Afiza, T, Lim Y, Muhammad A, A. G. Liong, Rosma A and Wan N. (2011). Proteolytic
action in Valamugil seheli and Ilisha melastoma for fish sauce production. Asian
Journal of Food and Agro-Industry (04): 247-254.

Afrianto, E. Dan Liviawaty. (1989). Pengawetan Dan Pengolahan Ikan, Kanisius.
Yogyakarta.

Astawan, M. & M. W. Astawan. ( 1991 ). Teknologi Pengolahan Pangan Nabati Tepat
Guna. Edisi Pertama. Akademika Pressindo. Bogor.

Astawan, M. & M. W. Astawan. (1988). Teknologi Pengolahan Pangan Nabati Tepat
Guna. Akademika Pessindo. Bandung.

Desrosier, N. W. and Desrosier. (1977). Teknologi Pengawetan Pangan. Universitas
Indonesia Press. Jakarta.

Deswati & Armaini. (2004). Pemanfaatan Ikan Bernilai Ekonomis Rendah untuk
Pembuatan Kecap Ikan di Tempat Pelelangan Ikan Gaung Kecamatan Lubuk Begalung
Kota Padang. Warta Pengabdian Andalas Volume XVI Nomor 24 Juni 2010.

Fachruddin, L. (1997). Membuat Aneka Dendeng. Kanisius. Yogyakarta.

Hjalmarsson, Gustaf Helgi, Jae W. Park, & Kristbergsson. (2005). Seasonal Effects on
The Physicochemical characteristics of Fish Sauce Made From Capelin (Mallotus
villous). Food Chemistry 103 (2007) 495-504. doi:10.1016/j.foodchem.2006.08.029.
http://www.elsevier.com/locate/foodchem.

Kasmidjo, R.B. (1990). Tempe: Mikrobiologi dan Biokimia Pengolahan serta
Pemanfaatannya. PAU UGM. Yogyakarta.

Lees, R. & E. B. Jackson. (1973). Sugar Confectionery and Chocolate Manufacture.
Leonard Hill. Glasgow.

Lisdiana & W.Soemadi. (1997). Budidaya Nanas: Pengantar dan Pemasaran. CV
Aneka. Solo.

Mojica, E, Alejandro Q, Maria E, Chito P, Maria L dan Custer C. (2005). Application of
Irradiation as Pretreatment Method in the Production of Fermented Fish Paste. Journal
of Applied Sciences Research (1): 90-94.

17

Nybakken, W.J. 1992. Biologi Laut Suatu Pendekatan Ekologis.Gramedia Pustaka
Utama: Jakarta

Prihatman, K. (2000). Proyek Pengembangan Ekonomi Masyarakat Pedesaan,
Bappenas. Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan
Ilmu Pengetahuan dan Teknologi. TTG BUDIDAYA PERIKANAN.
http://www.ristek.go.id

Raksakulthai, N and Norman F. H. (2008). Fish Suce from Capelin (Mallotus villosus):
Contribution of Cathepsin C to the Fermentation.

Sasaki, T, T. Michibata, S. Nakamura, T. Enomoto dan T. Koyanagi. (2009). Effective
removal of heavy metal in some fish sauce products by tannin treatment.

Saleh, M ; A. Ahyar ; Murdinah ; dan N. Haq. (1996). Ekstraksi Kepala Udang Menjadi
Flavor Udang Cair. Jurnal Penelitian Perikanan Indonesia Vol. II, No.1, hal 60-68.

Tungkawaghara, S, J. W. Park dan Y. J. Choi. (2012). Biochemical Properties and
Consumer Acceptance of Pacific Whiting Fish Sauce.

Wibisono, M.S. 2004. Pengantar Ilmu Kelautan. PPPTMGB LEMIGAS.

Winarno, F.G. (1995). Enzim Pangan. Gramedia. Jakarta.








18

5. LAMPIRAN

5.1. Foto Kecap Ikan


5.2. Perhitungan
%
o
Salinitas =



Kelompok E1
%
o
Salinitas =

= 3,7%
Kelompok E2
%
o
Salinitas =

= 3,5%
Kelompok E3
%
o
Salinitas =

= 3,4%
Kelompok E4
%
o
Salinitas =

= 3,5%
Kelompok E5
%
o
Salinitas =

= 3,3%
Kelompok E6
%
o
Salinitas =

= 4,2%

5.3. Laporan Sementara
(terlampir)

Anda mungkin juga menyukai