Anda di halaman 1dari 29

TUGAS MIKROBIOLOGI INDUSTRI

" FERMENTASI DAN FLOWCHART"

DISUSUN OLEH:

YUNITA ANDRIANI PUTRI (061930401369)


KELAS: 1KE

DOSEN PEMBIMBING : Ir. Jaksen M Amin, M. Si

JURUSAN TEKNIK KIMIA


PROGRAM STUDI DIII-TEKNIK KIMIA
POLITEKNIK NEGERI SRIWIJAYA
TAHUN PELAJARAN 2019/2020
FERMENTASI PEMBUATAN KECAP IKAN

Salah satu industri pengolahan ikan secara tradisional adalah


fermentasi dan salah satu jenis proses fermentasi adalah pembuatan kecap
ikan. Kecap ikan merupakan proses pengolahan yang paling sedikit
dilakukan oleh para pengolah hasil perikanan dibandingkan proses
fermentasi yang lain. Kecap ikan dapat dibuat dengan tiga cara, yaitu
dengan proses enzimatis, kimiawi dan fermentasi secara spontan.
Untuk mengetahui teknik-teknik fermentasi pada pembuatan kecap
ikan maka perlu diketahui hal-hal berikut ini:

A. Bahan Baku Ikan


Ikan merupakan bahan makanan yang banyak dikonsumsi
masyarakat selain
sebagai komoditi ekspor. Ikan cepat mengalami pr
oses pembusukan
dibandingkan dengan bahan makanan lain. Bakteri dan perubaha
n kimiawi pada ikan
mati menyebabkan pembusukan. Mutu olahan ikan sangat
tergantung pada mutu bahan mentahnya.
Tanda ikan yang sudah busuk:
- mata suram dan tenggelam;
- sisik suram dan mudah lepas;
- warna kulit suram dengan lendir tebal;
- insang berwarna kelabu dengan lendir tebal;
- dinding perut lembek;
- warna keseluruhan suram dan berbau busuk.

Tanda ikan yang masih segar:


- daging kenyal;
- mata jernih menonjol;
- sisik kuat dan mengkilat;
- sirip kuat;
- warna keseluruhan termasuk kulit cemerlang;
- insang berwarna merah;
- dinding perut kuat;
- bau ikan segar.

Tabel 1. Komposisi Ikan Segar per 100 gram Bahan

KOMPONEN KADAR (%)


Kandungan air 76
Protein 17
Lemak 4,5
Mineral dan vitamin 2,52 – 4,5
METODOLOGI

A. Bahan dan Alat


· Bahan
1. Ikan.
Sebaiknya digunakan ikan-ikan kecil yan kurang disukai untuk
dikonsumsi. Ikan dicuci bersih, ditiriskan dengan sempurna. Kemudian
dihamparkan dan diangin-anginkan selama satu jam.
2. Garam. Garam kasar ditumbuk sampi halus. Jumlah: 20% dari berat
ikan.
3. Bumbu. Bumbu kecap adalah jahe, lengkuas, kayu manis, dan gula
merah.
· Alat
1. Wadah fermentasi atau fermentor. Alat ini digunakan untuk fermentasi
ikan menjadi kecap ikan. Untuk usaha rumahtangga dapat digunakan
ember plastik. Untuk usaha agak besar, perlu menggunakan wadah dari
logam yang tahan garam, atau wadah dari fiber glass.
2. Wadah perebus. Wadah ini digunakan untuk merebus cairan kecap.
3. Kompor
4. Kain penyaring. Alat ini digunakan untuk menyaring kecap hingga
diperoleh kecap yang jernih.
5. Botol
6. Alat penutup botol
7. Pemberat.
Dibuat dari kayu dan di atasnya diletakkan coran semen
pemberat

B. Proses Pembuatan
1. Proses Pendahuluan
Untuk ikan berukuran besar harus dibersihkan untuk membuang
jeroan dan insang. Kemudian ikan dicuci, dibelah dan
dipotong-potong berukuran 3-4 cm.
Bila menggunakan ikan berukuran kecil (teri) ikan cukup di
cuci dan ditiriskan.
2. Fermentasi Kecap
Ikan disusun membentuk satu lapisan. Di
atas lapisan ini ditaburi garam setinggi 0,25 cm secara mer
ata, kemudian diatasnya disusun lagi satu lapis ikan.
Demikian seterusnya sampai wadah penuh. Wadah ditutup rapat
kemudian disimpan (difermentasi) selama 3-6 bulan.
Setelah masa fermentsi tersebut, saluran cairan pada bagian
wadah dibuka, dan cairan yang keluar ditampung melalui kain
saring.
3. Penyiapan Bumbu Kecap
Jahe dan lengkuas dihaluskan , kayu manis dicincang.
Bumbu-bumbu tersebut dibungkus dengan 2 lapis kain, diikat dan
diberi tali dari benang katun yang kuat. Untuk membuat bumbu kecap
manis kita bias menambahkan gula merah dengan takaran tertentu.
4. Pembumbuan dan Pemasakan Kecap
Cairan kecap ditambahkan dengan air (tiap liter
cairan kecap ditambah dengan 0,5 liter air). Cairan direb
us sampai mendidih. Setelah itu api dikecilkan sekedar
menjaga agar cairan tetap mendidih. Bumbu kecap yang telah
dibungkus diatas dicelupkan ke
dalam cairan yang mendidih dan diaduk-aduk terus menerus
selama 15 menit. Ketika masih panas, kecap ikan ini disaring
dengan 2 lapis kain saring.
5. Pembotolan
Kecap yang masih panas segera dimasukkan ke dalam bo
tol, kemudian ditutup rapat dan diberi label.
C. Diagram Alir Pembuatan Kecap Ikan

IKAN SEGAR

PENCUCIAN/SORTASI

DISUSUN DI DALAM BAK DAN


DITAMBAHKAN GARAM

DITUTUP RAPAT DAN DI BERI PEMBERAT

FERMENTASI

PENYARINGAN
PEMBUMBUAN DAN PEMASAKAN

PEMBOTOLAN

KECAP IKAN

D. Pembahasan Kecap ikan adalah cairan jernih berwarna


coklat yang mempunyai bau dan rasa yang khas serta banyak
mengandung nitrogen terlarut dan garam. Kecap ikan adalah cairan
yan diperoleh dari hasil fermentasi ikan di dalam larutan
garam. Selama fermentasi,
mikroba halofilik seperti Saccharomyces,
Torulopsis, dan Pediococcus yang tahan garam berkembang
menghasilkan senyawa flavor. Kecap sebagai produk olahan sangat
jarang atau bahkan tidak dikonsumsi secara langsung tetapi umumnya
dijadikan bahan penyerta atau pemberi cita rasa pada masakan tertentu.
Dengan demikian kecap berfungsi penyedap masakan atau
ditambahkan pada nasi. Kecap yang beredar di masyarakat
digolongkan menjadi kecap asin dan kecap manis. Kecap asin
mempunyai konsistensi yang encer, berwarna jernih dan mempunyai
flavor seperti garam. Cita rasa yang khas ditimbulkan terutama
berkaitan dengan senyawa-senyawa hasil biodegradasi protein yang
berkombinasi dengan unsur-unsur gizi lain (lemak dan karbohidrat)
yang terdapat dalam bahan makanan
Kecap ikan merupakan hasil olahan yang paling sedikit dilakukan oleh
para pengolah hasil perikanan dibandingkan proses fermentasi yang lain.
Kecap ikan dapat dibuat dengan tiga cara, yaitu dengan proses enzimatis,
kimiawi dan fermentasi secara spontan. Pada makalah ini akan dibahas
mengenai pengolahan fermentasi secara spontan.

a. Proses Pengolahan Kecap Ikan Secara Fermentasi Spontan


Seperti yang terlihat pada bagan alir maka penjelasannya adalah
sebagai berikut:
1. Pengolahan ikan segar
Dipilih ikan yang segar yang dapat diperoleh dari berbagai jenis ikan
sehingga dapat menggunakan hasil tangkapan yang bernilai ekonomis
rendah, daya simpan lama, memiliki cita rasa dan aroma yang enak.
2. Pencucian dan penyortiran
Dalam tahap ini dilakukan pencucian dan pemisahan antara ikan
berukuran besar dan kecil.
a. Bila menggunakan ikan ukuran sedang dan besar, ikan harus
disiangi untuk membuang jeroan, insang dan penghilangan
tulang-tulang. Kemudian ikan dicuci, dibelah dan dipotong-potong
berukuran 3-4 cm.
b. Bila menggunakan ikan berukuran kecil (teri) ikan cukup di
cuci dan ditiriskan.

3. Penyusunan dalam Fermentor


· Kecap No. 1
Dasar wadah fermentor ditaburi dengan garam yang telah
ditumbuk halus setinggi 0,25 cm, kemudian ikan disusun
membentuk satu lapisan.Di
atas lapisan ini ditaburi lagi garam setinggi 0,25 cm secara
merata, kemudian diatasnya disusun lagi satu lapis ikan.
Demikian seterusnya sampai wadah penuh. Garam yang
digunakan adalah 20 % dari berat ikan karena pada proses
penggaraman pada pengolahan ikan akan menyebabkan hilangnya
protein ikan sebesar 5% tergantung pada kadar garam dan lama
penggaraman, untuk itu dianjurkan garam yang ditambahkan tidak
melebihi 40 bagian dari berat ikan artinya pada proses ini setiap 1 kg
ikan membutuhkan 200 g garam halus.
· Kecap No. 2
Ikan-ikan yang belum hancur, dapat ditambahkan garam 5% dari
berat ikan semula. Kemudian Dilakukan perlakuan yang sama seperti
pada fermentasi kecap no 1.

4. Penutupan fermentor dan diberi pemberat


Wadah ditutup rapat ini berfungsi agar udara dari luar tidak masuk.
Karena ketersediaaan oksigen harus diatur selama proses fermentasi.
Hal ini berhubungan dengan sifat mikroorganisme yang digunakan.
Untuk bakteri-bakteri penghasil asam tidak membutuhkan oksigen
selama proses fermentasi berlangsung.

5. Proses fermentasi
Disimpan (difermentasi) selama 3-6 bulan. Selama proses
fermentasi terjadi hidrolisis jaringan ikan oleh enzim-enzim yang
dihasilkan oleh mikroorganisme. Peran enzim-enzim ini adalah
sebagai pemecah ikatan polipeptida-polipeptida menjadi ikatan yang
lebih sederhana. Mikroorganisme yang berkembang selama fermentasi
ikan tidak diketahui sepenuhnya. Walaupun demikian diperkirakan
jenis-jenis bakteri asam laktat seperti Laucosotic mesenterides,
Pediococccus cerevisiae dan Lactobacillus plantarum berkembang.
Beberapa jenis khamir juga diperkirakan ikut berkembang dalam
fermentasi.

6. Penyaringan
Setelah masa fermentsi tersebut, saluran cairan pada bagian
wadah dibuka, dan ciran yang keluar ditampung melalui kain saring
(2 lapis). Penyaringan berfungsi agar mendapatkan kecap ikan yang
jernih bebas dari ampas dan kotoran lainnya.

7. Penyiapan Bumbu
· Kecap Asin
a. Jahe dikupas, dicuci, kemudian digiling sampai hancur (tiap 1 liter
cairan kecap membutuhkan 40 gram jahe).
b. Lengkuas dicuci, kemudian digiling sampai hancur (tiap 1 liter
cairan kecap membutuhkan 40 gram lengkuas).
c. Kayu manis dipotong kecil-kecil (tiap liter kecap membutuhkan 20
gram kayu manis).
d. Bumbu-bumbu tersebut dibungkus dengan 2 lapis kain, diikat dan
diberi tali dari benang katun yang kuat.
· Kecap Manis
a. Gula merah diiris-iris, dan digiling sampai halus (tiap
liter kecap membutuhkan 500 gram gula merah).
b. Jahe dikupas, dicuci, kemudian digiling sampai hancur (tiap 1 liter
cairan kecap membutuhkan 40 gram jahe).
c. Lengkuas dicuci, kemudian digiling sampai hancur (tiap 1 liter
cairan kecap membutuhkan 40 gram lengkuas).
d. Kayu manis dipotong kecil-kecil (tiap liter kecap membutuhkan 20
gram kayu manis).
e. Gula merah dan bumbu-bumbu tersebut dibungkus dengan 2 lapis kain,
diikat dan diberi tali dari benang katun yang kuat.

8. Pembumbuan dan Pemasakan


· Kecap Asin
Cairan kecap (yang nomor 1 atau nomor 2) ditambahkan dengan
air (tiap liter
cairan kecap ditambah dengan 0,5 liter air). Cairan direb
us sampai mendidih. Setelah itu api dikecilkan sekedar
menjaga agar cairan tetap mendidih. Bumbu kecap asin yang
telah dibungkus diatas dicelupkan ke
dalam cairan yang mendidih dan diaduk-aduk terus menerus
selama 15 menit. Kecap yang dihasilkan adalah kecap
asin. Ketika masih panas, kecap asin ini disaring dengan 2 lapis
kain saring.
· Kecap Manis
Cairan kecap (yang nomor 1 atau nomor 2) ditambahkan dengan
air (tiap liter cairan kecap ditambah dengan 0,5 liter air). Cairan
direbus sampai mendidih.
Setelah itu api dikecilkan sekedar menjaga agar cairan tetap
mendidih. Bumbu kecap manis yang telah dibungkus diatas
dicelupkan ke dalam cairan yang mendidih dan diaduk-aduk terus
menerus selama 15 menit. Kecap yang dihasilkan adalah kecap
manis. Ketika masih panas, kecap manis ini disaring dengan 2
lapis kain saring.
Pemasakan pada 95-100℃ dapat mereduksi kecernaan protein dan
asam amino. Selain itu, protein terlarut, peptida dengan berat molekul
rendah, dan asam amino bebas dapat larut dalam air perebus, sehingga
perebusan sebaiknya dilakukan di bawah 100℃. Pemanasan yang
berlebihan (di atas 90℃ secara berulang-ulang) dapat menyebabkan
pembentukan H2S yang merusak aroma dan mereduksi ketersediaan
sistein dalam produk. Selain itu, pemanasan juga menyebabkan
terjadinya reaksi Maillard antara senyawa amino dengan gula
pereduksi yang membentuk melanoidin, suatu polimer berwarna
coklat yang menurunkan nilai kenampakan produk. Pencoklatan juga
terjadi karena reaksi antara protein, peptida, dan asam amino dengan
hasil dekomposisi lemak. Reaksi ini dapat menurunkan nilai gizi
protein ikan dengan menurunkan nilai cerna dan ketersediaan asam
amino, terutama lisin.

9. Pembotolan dan pasterisasi


Kecap yang masih panas segera dimasukkan ke dalam bo
tol, kemudian ditutup rapat dan diberi label. Proses pasterisasidapat
dilakukan dengan cara pemanasan botol. Pasterisasi berfungsi untuk
membunuh kuman atau bakteri dari luar yang dapat merusak kualitas
kecap ikan.
b. Kelebihan dan Kekurangan Froses Fermentasi Tradisional
Pembuatan kecap ikan secara fermentasi spontan memiliki beberapa
kelebihan yaitu :
· nilai ekonomisnya tinggi,
· proses pengolahannya mudah dan murah,
· bahan baku yang digunakan dapat berasal dari berbagai jenis ikan
sehingga dapat menggunakan hasil tangkapan yang bernilai ekonomis
rendah,
· daya simpan lama,
· memiliki cita rasa dan aroma yang enak.
Kekurangannya adalah waktu fermentasi yang relatif lama yaitu 4-12
bulan.

FERMENTASI (SAUERKRAUT)

Sayuran yang kita ketahui ada berbagai macam jenisnya, seperti kol, sawi, ketimun,
bayam, kangkung dan lain sebagainya. Setiap dari sayuran ini memiliki kandungan
gizi dan manfaat tersendiri bagi tubuh kita, baik itu mengandung vitamin dan mineral
yang baik bagi kesehatan. Oleh karena itu, baik bagi kita untuk mengonsumsinya
setiap hari.
Selain itu, perlu kita ketahui juga karekteristik dari setiap sayuran. Apabila tanaman
(sayuran) setelah dipanen, ia akan cepat busuk ataupun layu. Hal itu disebabkan
karena beberapa faktor yakni seperti aktivitas mikroorganisme, proses respirasi,
aktivitas enzim dan penguapan serta penanganan yang kurang cermat. Dan untuk
memperpanjang masa simpannya itulah dapat dilakukan dengan berbagai pengolahan
bahan pangan, misalnya menjadikannya sebagai acar, sauerkraut, sayuran asin,
kerupuk, dan lain-lain.
Sayuran tersebut pengolahannya yakni dengan cara peragian dan menggunakan garam
sebagai zat pengawetnya. Proses pembuatannya sebenarnya tidak begitu jauh berbeda
dengan sayur asin, hanya saja sayurannya setelah layu diiris tipis-tipis. Tujuan
pengolahan ini, selain mengawetkan sayuran juga dapat meningkatkan rasa sayuran
itu. Kol atau kubis ialah salah satu jenis sayuran yang paling umum diolah untuk
menjadi sauerkraut, karena jenis sayuran ini banyak ditanam di Indonesia. Selain
kubis, sayuran lain yang dapat diolah menjadi sauerkraut antara lain : sawi, genjer,
mentimun, kangkung, dan lain-lain.
ALAT DAN BAHAN:
Alat yang digunakan, yakni: Pipet steril (±6 buah), Tabung reaksi (±6 buah),
Kantong plastik (2-3 buah), Toples kaca (bertutup), Termometer, Pisau, Panci,
Baskom, Ember, Timbangan analitik, Penangas, Refrigrator, dan Kerenjang (peniris).
Bahan yang digunakan, yaitu: Kol (4 kg), Sawi putih (4 kg), Ketimun (1.5 kg), Garam
halus ≠ yodium (10 gr), Air minum bersih (4 liter), dan HCl.

PEMBAHASAN

Pembuatan sauerkraut ini, pengawetannya dengan melakukan fermentasi spontan


dengan tidak menambahkan starter bakteri. Bakteri asam laktat secara alami terdapat
dalam sayuran sawi, kol, dan mentimun.

Sauerkraut pada dasarnya merupakan kubis asam (yang diasamkan). Namun dalam
praktikum pembuatan sauerkraut kali ini kami menggunakan tiga buah sayuran yaitu
kol/kubis, mentimun, dan sawi.
Tahap pertama, kol, mentimun, dan sawi dibersihkan dari yang rusak atau yang kotor
bagian permukaan luarnya dan dicuci kemudian direndam dalam air biasa selama
setengah jam. Setelah agak layu, bahan tersebut dibilas lagi dengan air (1 kali) dan
lalu ditiriskan.
Setelah itu, bahan-bahan itu diiris kecil-kecil/tipis (kol: diiris tipis, sawi: dilepaskan,
dan ketimun: utuh (dibagi 6) dengan dipotong). Kemudian bahan ditimbang dengan
menggunakan timbangan analitik, dan dicatat beratnya. Selanjutnya garam yang
ditimbang, ini disesuaikan dengan berat bahan yang digunakan, yakni penambahan
garam sekitar 2.5% dari berat bahan. Berikutnya, antara bahan dan garam yang telah
ditimbang dicampurkan dengan merata. Pemberian garam pada proses
peragian/pengawetan dimaksudkan agar cairan dalam kubis keluar dan mencegah
pembusukan. Selain itu juga, berpengaruh terhadap rasa dan kerenyahan sauerkraut
tersebut.
Sayuran kol, mentimun dan sawi juga yang telah ditekan-tekan dan mengeluarkan air
serta telah diberi garam harus tercelup semua dalam larutan garam. Hal ini dilakukan
yakni untuk mencegah terjadinya pertumbuhan khamir dan kapang yang tidak
diinginkan selama proses fermentasi. Bila selama fermentasi terjadi pertumbuhan
khamir dan kapang pada permukaan, maka dapat menimbulkan rasa yang tidak
diinginkan yang dapat masuk ke dalam seluruh sauerkraut sehingga menghasilkan
produk yang lunak dan berwarna gelap.
Selain itu, jumlah garam yang kurang bukan hanya dapat mengakibatkan pelunakan
jaringan, tetapi juga kurang menghasilkan rasa. Namun, bila terlalu banyak garam
yang digunakan, dapat menunda fermentasi alamiah dan menyebabkan warna menjadi
gelap dan memungkinkan pertumbuhan khamir. Garam menarik air dan zat-zat gizi
dari jaringan sayuran. Zat-zat gizi tersebut melengkapi substrat untuk pertumbuhan
bakteri asam laktat yang telah terdapat di permukaan daun-daun kubis. Garam
bersama dengan asam yang dihasilkan oleh fermentasi menghambat pertumbuhan dari
organisme yang tidak diinginkan dan menunda pelunakan jaringan kubis yang
disebabkan oleh kerja enzim.
Tahap selanjutnya, bahan-bahan tersebut dengan perlakuan yang cermat dimasukkan
ke dalam toples masing-masing, lalu pada bagian atas diletakkan kantong plastik yang
diisi kedalamnya air bersih. Ini dilakukan serata mungkin pada permukaan atasnya,
agar tidak ada ruang yang kosong (udara) didalam toples yang bedara di sela-sela
sayuran. Hal ini dilakukan, agar tidak terjadi pertumbuhan khamir atau kapang yang
tidak diinginkan yang dapat merusak produk.
Proses fermentasi berlangsung selama kurang lebih 48-72 jam. Setiap hari diukur
pH-nya untuk mendapatkan pH 4.5-5 (pH standar yang menunjukkan bahwa bahan
dalam toples tersebut telah jadi sauerkraut). Selain pH, diamati juga suhu, total asam
yang tertitrasi, dan total bakteri asam laktat yang terdapat dalam bahan-bahan tersebut.
Sebelum fermentasi terjadi, sauerkraut tersebut ditutup rapat dalam toples dan
disimpan di suhu tertentu (agak panas).
Hal ini dilakukan agar mikroba/bakteri asam laktat dapat tumbuh dan menghasilkan
asam laktat dalam proses fermentasi tersebut. Dari hasil pembuatan sauerkraut ini, ia
memiliki rasa asam, bau asamnya juga menyengat seperti cuka dan teksturnya seperti
sayuran segar pada umumnya atau sama pada saat proses pembuatan. Hal ini dapat
disimpulkan bahwa pada pembuatan sauerkraut ini berhasil dilakukan dan proses
fermentasi dan pengawetan berhasil secara sempurna.

KANDUNGAN DIDALAM SAUERKRAUT


Sauerkraut mengandung 0.3% asam laktat dan 0.5% etanol. Juga terdapat kandungan
CO2 dan senyawa volatile lainnya. Sauerkraut [Nilai nutrisi per 100 g (3.5 oz)] Energi
78 kJ (19 kcal) Karbohidrat 4.3 g Gula 1.8 g Dietary fibre 2.9 g Lemak 0.14 g Protein
0.9 g Air 92 g Vitamin B6 0.13 mg (10%) Vitamin C 15 mg (25%) Iron 11.5 mg
(12%) Sodium 661 mg (29%). MANFAAT SAUERKRAUT Bagi tubuh kita,
sauerkraut memiliki banyak manfaat, seperti untuk memperlancar proses pencernaan
dalam tubuh. Karena di dalam sauerkraut sangat banyak mengandung bakteri
probiotik (bakteri baik), yakni Lactobacillus plantarum yang bisa mengusir gas dalam
perut dan ketidaknyamanan yang terkait dengan gangguan buang air besar (BAB).
KERUSAKAN SAURKRAUT Kerusakan saurkraut sebagian besar disebabkan oleh
kontaminasi mikrobia. Hal ini terjadi karena kondisi proses tidak terkontrol dengan
baik, terutama suhu fermentasi dan konsentrasi garam.
PEMBUATAN MONOSODIUM GLUTAMAT (MSG)

Monosodium Glutamat

Monosodium glutamat (MSG) adalah garam natrium (sodium) dari asam glutamat,
suatu asam amino yang terdapat dalam semua jenis protein. Monosodium glutamat
dikenal sebagai bahan tambahan untuk pembangkit cita rasa. Istilah pembangkit cita
rasa (flavor enhancer/flavor potentiator) digunakan untuk bahanbahan yang dapat
meningkatkan rasa enak yang tidak diinginkan dari suatu makanan. Sedangkan bahan
pembangkit itu sendiri tidak atau sedikit mempunyai cita rasa.
Mikroorganisme pada Fermentasi MSG

Micrococcus Micrococcus
Aspergillus
Mikroorganisme Fungi glutamicus "VNII glutamicus "VNII
terrus
Genetika" 490 Genetika" 3144

Suhu operasi (0C) 23-32 25-32 28-30 28-30

Waktu fermentasi
(jam) 24-96 48-90 60-65 30-40

Pemisahan H2G Ekstraksi Ekstraksi Resin Resin

Kondisi Aerob Aerob Aerob Aerob

Produk H2G (gr/L) 40 40

Yield H2G (%) 84 86


Kemurnian MSG
99 99
(%)

Kondisi Proses Fermentasi


Kondisi Pertumbuhan Fermentor
pH 7 7,3.
Suhu 32
Waktu (jam) 18 30-40
Lingkungan Aerob Aerob
Hasil Optical density 600 Original Broth Glutamic Acid (OBGA)

Tahapan Proses Fermentasi

1. Pembuatan Monosodium Glutamat (MSG)

Salah satu cara pembuatan monosodium glutamat (MSG) adalah dengan cara
fermentasi. Proses fermentasi terjadi karena adanya aktivitas bakteri yang
menghasilkan asam glutamat. Bakteri tersebut digunakan untuk memecah glukosa
pada TCM menjadi asam glutamat. Reaksi yang terjadi selama proses fermentasi
adalah :
B.Lactofermentum
C6H12O6+NH3+3/2O2 C5H9O4N +CO2+3H2O
Pada proses ini juga ditambahkan bahan pembantu fermantasi yaitu amonia
(NH3) sebagai sumber N pada media fermentasi dan juga berfungsi sebagai kontrol
pH, H2PO4 sebagai sumber phosphat (P) pada media, dan juga ditambahkan antifoam
sebagai zat pemecah buih yang dihasilkan pada proses fermentasi. Pada tahap ini juga
dilakukan aerasi, yaitu dengan mengalirkan oksigen ke dalam fermentor. Asam
glutamat yang terjadi dari proses fermentasi ini, kemudian ditambahkan soda (Sodium
karbonat) atau NaOH, sehingga akan terbentuk MSG. MSG ini kemudian dimurnikan
dan dikristalisasi sehingga menghasilkan serbuk kristal yang murni yang siap dijual.
Substrat adalah media pertumbuhan dan pembentukan produk yang dibutuhkan
mikroorganisme. Dalam fermentasi Monosodium Glutamat (MSG), substratnya
adalah tetes tebu (molase). Molase dipilih karena mudah untuk dicari dan murah
harganya. Molase merupakan hasil samping dalam industri gula tebu.

2.3.1 Molase
Sifat-sifat fisika dan kimia :
Wujud : Cairan coklat
Warna : Coklat kehitam-hitaman
Densitas : 1.47 gr/mL
Viscositas : 4.323
Cp Panas Spesifik : 0.5 Kkal/Kg °C
Komponen dalam molase :
Gula : 62 %
Air : 20 %
Non Gula : 18 %
2.3.2 Bahan Pendukung
Bahan pendukung digunakan pula sebagai bahan pembantu dalam proses
produksi. Bahan pendukung yang digunakan adalah :
a. H2SO4
b. NH3
c. HCl
d. NaOH
e. Defoamer (CC 222)
f. H3PO4,Urea, dan MgSO4
g. Penisilin
h. Dextrose
i. Aronvis
j. Karbon Aktif
Mikroorganisme (mikroba) merupakan jasad-jasad renik yang tidak dapat
dilihat dengan mata telanjang, namun dapat dilihat dan dipelajari dengan
menggunakan mikroskop. Mikroba berperan penting dalam proses fermentasi, yaitu
untuk menghasilkan produk yang diinginkan. Oleh karena itu, dalam pemilihan
organisme harus selektif, untuk mencapai kualitas dan kuantitas yang tinggi.
Untuk membuat MSG dengan cara fermentasi, digunakan mikroba yang dapat
mengubah substrat menjadi asam glutamat. Asam glutamat ini kemudian diproses lagi
sehingga menjadi MSG. Mikroba-mikroba yang dapat mengubah substrat menjadi
asam glutamat yaitu seperti Micrococcus glutamicus ("VNII Genetika" 490 dan
3144) ,dan Aspergillus terrus. Mikroba-mikroba tersebut adalah mikroba aerob yaitu
mikroba yang hidup pada lingkungan non oksigen. Perbedaan dari mikroba diatas
dalam proses fermentasi MSG dapat digambarkan dengan tabel sebagai berikut.
Tabel 1. Mikroorganisme yang berperan dalam pembuatan MSG
Sumber : US patent April, 11,1972, 2.655.746 & US patent Oktober, 18, 1977. 054.487

Berdasarkan data tersebut maka pada proses pembuatan MSG ini dipilih
mikroorganisme glutamicus "VNII Genetika" 3144, dikarenakan :
1. Yield H2G yang dihasilkan lebih besar
2. Waktu fermentasinya lebih singkat
Proses fermentasi memanfaatkan mikroorganisme baik untuk katalis ataupun
penghasil produk. Proses ini membutuhkan beberapa perlakuan khusus, seperti
pengaturan pH, suhu, lingkungan yang aerob/anaerob, serta aerasi dan agitasi.
Perlakuan ini di maksudkan untuk menghasilkan kondisi proses yang optimum.
kondisi proses fermentasi pembentukaan MSG oleh mikroba Micrococcus glutamicus
dapat digambarkan dengan tabel sebagai berikut.
Table 2. Pengaturan kondisi proses fermentasi
Pada proses pembuatan MSG dengan menggunakan proses fermentasi., dilalui
5 tahapan yaitu:
1. Penyiapan substrat molasses
Tetes yang akan dipakai untuk proses akan mengalami perlakuan treatment,
yaitu pemberian tetes dari kotorannya maupun unsur-unsur yang tidak dikehendaki
seperti kalsium (Ca2+). Pada industri pengolahan pertama-tama, molasses, HDC (hasil
decanter), beet molasses, H2SO4 dan air dicampurkan di dilution tank. Penambahan
H2SO4 pada proses pencampuran ini bertujuan sebagai kontrol pH. Nilai pH yang
diinginkan untuk tetesan adalah 2.9-3.0. Selain itu, penambahan H2SO4 yang
dimaksudkan untuk mengikat ion Ca2+ yang terdapat pada tetes. Kandungan Ca2+ pada
tetes merupakan impurity yang harus dihilangkan karena dapat menggangu proses
kristalisasi MSG. H2SO4 yang berikatan dengan Ca2+ akan membentuk CaSO4
(gypsung) yang disebut sludge.
Kondisi proses ini diatur pada suhu 55°C dengan pH bahan 2.9-3.00 dan
kekentalan 26-26.5°Be. Kekentalan ini dikontrol dengan penambahan atau
pengurangan jumlah air dengan penambahan tetes dan sebaliknya jika terlalu kental
maka perlu penambahan air.
Setelah melalui dilution tank, campuran tetes tersebut dialirkan kedalam tanki
settling. Proses settling ini berlangsung dalam 3 buah tangki yang bekerja secara
kontinyu dan setiap tangki dilengkapi dengan pengaduk. Dilanjutkan dengan proses
aging bertujuan mengoptimalkan reaksi pengikatan Ca2+ oleh H2SO4. Proses aging ini
terdiri dari 7 tangki yang dimaksudkan untuk memberi kesempatan pada H2SO4
mengikat Ca2+ semaksimal mungkin.
Setelah itu dibentuk sludge pada in line mixer, pada proses ini ditambahkan
aronvis yang dilarutkan dengan air. Pengiriman aronvis ke in line mixer dengan
bantuan oleh udara. Aronvis merupakan bahan flokulan untuk membentuk flok CaSO4
agar terkumpul menjadi flok dengan ukuran yang lebih besar sehingga proses
pemisahan dapat berlangsung lebih sempurna. Sludge akan mengendap sedangkan
campuran tetes berada diatas sludge. Campuran tetes yang telah terpisah dari sludge
disebut dengan cairan overflow. Cairan overflow yang telah terpisah dari sludge
masuk dan ditampung kedalam tangki overflow sedangkan sludge masuk kedalam
tangki mixer-1. Sisa-sisa yang telah terpisahkan membentuk sedimen dan kemudian
masuk ke tangki mixer-1 dan bercampur dengan sludge dari tangki thickener-1.
Cairan yang telah bersih dari sisa flok disebut HSP (hasil separator) dan
mengandung impurity (kotoran) kurang dari 1% dan siap untuk digunakan dalam
proses fermentasi. Tetes feeding emudian dilewatkan pada heat exchanger untuk
proses sterilisasi. Proses ini terjadi pada suhu 120 . Selain tetes feeding, media
fermentor sebelum masuk ke fermentor lulus dilewatkan pada heat exchanger terlebih
dahulu untuk sterilisasi.
2. Pembiakan mikroba
Dilakukan pembiakan bakteri asam glutamat di laboratorium mikrobiologi.
Tahapan yang dilakukan antara lain:
1. Persiapan peralatan
2. Inokulasi bakteri pada media slant (media agar padat)
3. Inokulasi pada media agar cair
3. Pertumbuhan Mikroba
Proses pertumbuhan mikroba dilakukan di tangki seeding. Tangki
seeding ini mirip tangki fermentor tapi lebih kecil volumnya. Di tangki ini
bakteri dibiarkan berkembang biak dengan baik sekaligus penyesuaian bakteri
dengan pengaduk, alat pendingin, pemasukan udara, dan lain-lain.
Proses yang dilakukan pertama kali adalah sterilisasi tangki fermentor
yang disebut sterilisasi kosong, kemudian media (tetes feeding) dan
bahan-bahan penunjang dialirkan masuk ke dalam tangki. Setelah media dan
bahan-bahan penunjang tersebut dialirkan masuk dilakukan sterilisasi media
pada suhu 120 .
Setelah proses sterilisasi selesai, dilakukan cooling (pendinginan)
sampai suhu mencapai 32 . Proses cooling dilakukan oleh chiller bersuhu
kurang dari 20 yang ditempatkan mengelilingi tangki fermentor. Setelah suhu
cooling tercapai, dilakukan inokulasi bakteri asam glutamat yang berada dalam
media cair dan terjadi proses pertumbuhan bakteri.
Pada proses ini dilakukan pengontrolan pH, Cell Value, dan OD
(Optikal Densitas). pH yang diinginkan adalah netral dan dikontrol dengan
penambahan . Untuk CV, diinginkan nilai lebih besar dari 6 yang akan
dapat diperoleh pada waktu 18 jam fermentasi serta OD yang diinginkan adalah
600.
4. Proses Fermentasi
Seperti halnya pada proses pertumbuhan di tangki seeding, fermentor harus
disterilisasi terlebih dahulu sebelum digunakan. Setelah sterilisasi bahan yang berupa
, vitamin, dan fish juice dialirkan masuk dan diikuti dengan tetes feeding. Pada
tahap ini tidak diperlukan sterilisasi media karena media telah dilewatkan pada heat
exchanger terlebih dahulu sebelum masuk ke fermentor.
Setelah media masuk, inokulum dari tangki seeding dimasukkan dan
dilakukan penambahan sebagai kontrol pH agar tetap netral dan untuk
menambah suplai oksigen. Pada tahap ini juga dilakukan aerasi yaitu dengan
mengalirkan oksigen ke dalam fermentor. Aerasi diperlukan untuk member
suplai oksigen pada bakteri sebab bakteri asam glutamat merupakan bakteri
yang bersifat aerobik. Selain itu, jika proses fermentasi secara anaerobik yang
akan menghasilkan bentuk senyawa lain, misalnya asam laktat. Hal ini sangat
tidak diinginkan terjadi pada proses fermentasi asam glutamat.
Proses fermentasi ini berlangsung selama ±30 jam,

Gambar 1. Diagram alir dan cara kerja bakteri


- Pengambilan glutamat; Setelah fermentasi selesai ± 30-40 jam cairan hasil
fermentasi yaitu Original Broth Glutamic Acid (OBGA) dipekatkan untuk
mengurangi kadar airnya kemudian ditambahkan HCl untuk mencapai titik
isoelektrik pada pH ± 3,2.
- Netralisasi atau refining, pada tahapan ini dilakukan pencampuran NaOH.
- Kristalisasi asam glutamat.
- Tahap lanjutan pereaksian asam glutamat dengan NaOH sehingga terbentuk
monosodium glutamat liquor.
- Decolorisasi atau penjernihan warna menggunakan karbon aktif.
- Kristalisasi monosodium glutamat, menghasilkan kristal monosodium
glutamat yang masih mengandung liquor.

- Pengeringan kristal monosodium glutamat dengan menggunakan Rotary dryer


sehingga didapatkan serbuk kristal Monosodium glutamat yang mempunyai
kemurnian tinggi ± 99,7 %.
PEMBUATAN TEPUNG JAGUNG
proses pembuatan tepung jagung pada umumnya dilakukan melalui tahapan-tahapan
berikut ini:
1. Pembuatan Beras Jagung Tahap awal pembuatan jagung dimulai dengan proses
pemberasan jagung pipilan. Sebelum biji jagung (jagung pipilan) diproses untuk
tepung terlebih dahulu dibersihkan dan dikeringkan selama 1-2 jam pada suhu 50º C.
Setelah itu dilakukan penggilingan untuk memisahkan kulit ari, lembaga dan
endosperm. Hasil penggilingan kemudian dikeringkan hingga kadar air 15-18 %.

2. Penepungan KeringUmumnya pembuatan tepung jagung dilakukan dengan


memisahkan lembaga dan kulitnya. Penepungan dilakukan menggunakan ayakan
berukuran 50 mesh. Selanjutnya tepung dikeringanginkan dan kemudian diayak
dengan pengayak bertingkat untuk mendapatkan berbagai tingkatan, misalnya butir
halus, kasar, agak halus, dan tepung halus. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada
tepung jagung tanpa pemisahan lembaga akan didapatkan kadar lemak yang cukup
tinggi (7,33%). Tingginya kadar lemak tersebut berhubungan dengan ketahanan
produk terhadap ketengikan akibat oksidasi lemak

.3.Perendaman dengan AirPada pembuatan tepung jagung dengan metode


perendaman air, beras jagung direndam selama 24 jam dengan air, ditiriskan, dijemur,
digiling dan diayak dengan saringan 60 mesh. Tepung yang dihasilkan dijemur
kembali dengan sinar matahari agar kadar airnya rendah. Proses ini relatif mudah dan
murah, sehingga sangat sesuai untuk diaplikasikan di tingkat pedesaan.

4.Penggunaan Larutan KapurSelain dengan metode perendaman air, proses


penepungan jagung juga dapat dilakukan dengan menggunakan larutan kapur. Pada
metode ini, biji jagung direndam dengan larutan kapur (5%) selama 24 jam kemudian
dikeringkan sampai kadar air 14%, digiling dan diayak menjadi tepung. Penggunaan
larutan kapur 5% dapat melepaskan perikarp dalam jumlah yang besar. Selain itu juga
dapat ditambahkan Calsium Hidroksida (CaOH) atau kapur tohor atau limedengan
konsentrasi penambahan harus lebih rendah dari 5%, dan konsentrasi yang sering
digunakan adalah 1%. Penambahan limeakan menghancurkan pericarpdan kemudian
terbuang selama pencucian, selain itu penambahan limejuga akan mengurangi jumlah
mikroba, memperbaiki tekstur, aroma, warna, dan umur simpan tepung. Lime yang
digunakan biasanya terlarut dalam air, jagung akan menyerap 28-30% air selama
pemasakan dan 5-8% selama perendaman

Pada penelitian ini digunakan jagung Varietas B 89, dengan 3 perlakuan cara
pembuatan tepung jagung yaitu:-
Tepung jagung A: dari jagung pipil, langsung digiling menjadi tepung
Tepung jagung B: sebelum ditepung, jagung direndam dengan air biasa semalam
Tepung jagung C: sebelum ditepung, jagung direndam dalam larutan ragi tape 1%

Pengamatan dilakukan terhadap kandungan gizi tepung jagung(kadar air, kadar abu,
kadar protein, kadar lemak, kadar serat kasar, dan karbohidrat), dan analisisekonomi
tepung jagung dari setiap proses pengolahan yang diujicobakan, selanjutnya analisis
data dilakukan secara diskriptif.
Pemanfaatan masing-masing jenis tepung
Tepung A : cocok untuk bahan baku kerupuk, dantidak cocok untuk pembuatan kue,
karena bila dibuat kue teksturnya sangat kasar dan keras.
Tepung B : cocok untuk bahan baku kerupuk dan kue.
Tepung C : cocok untuk bahan baku pembuatan aneka kue, karena akibat proses
fermentasi dengan ragi tape, tepungjagung yang dihasilkan menjadi lebih putih, lebih
halus, dan aromanya lebih baik, namun tidak cocok sebagai bahan baku pembuatan
kerupuk, karena warna kerupuk yang dihasilkan pucat dan kurang menarik.

Kesimpulan
1.Tepung jagung yang dibuat dengan perendaman larutan ragi 10% (C), mempunyai
kandungan protein dan serat kasar yang lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan
A (tanpa perendaman) dan B (perendaman dalam air biasa).2.Proses pembuatan
tepung jagung tanpa perendaman (A), memberikan keuntungan yang tertinggi
dibandingkan dengan perlakuan perendaman dalam air biasa (B) dan perendaman
dalam larutan ragi tape 10% (C), dengan nilai R/C ratio sebut

Anda mungkin juga menyukai