Anda di halaman 1dari 10

PRODUK PENGOLAHAN FERMENTASI

1. Kecap Ikan
Kecap ikan sebagai salah satu produk fermentasi ikan. Kecap ikan
memiliki cita rasa yang berbeda dengan kecap yang dibuat dari kacang kedelai.
Warnanya bening kekuningan sampai coklat muda dengan rasa asin yang relatif
serta banyak mengandung senyawasenyawa nitrogen. Selain komponen nitrogen,
kecap ikan juga mengandung mineral yang penting bagi tubuh, contohnya garam
NaCl atau garam kalsium.
Kecap ikan mempunyai kandungan gizi tinggi karena mengandung
nitrogen. Pada proses pengolahan kecap protein ikan akan terhidrolisis.
Berdasarkan hasil penelitian selama proses, amino nitrogen akan mengalami
peningkatan tetapi akan terjadi penurunan total nitrogen. Amino nitrogen
merupakan unsur gizi yang baik untuk tubuh karena mudah dicerna. Mikroba
yang telah berhasil diisolasi dari produk kecap ikan antara lain bakteri halofilik
dan khamir. Kapang yang ditemukan seperti Cladosporium herbarum, Aspergillus
fumigatus dan Penicillium notatum. Sedangkan dari jenis khamir berupa Caudida
clausenii.
Beberapa jenis bakteri yang berperan dalam tahapan pembuatan kecap ikan
sebagai berikut:
a. Pada awal fermentasi Bacillus sp, terutama B. coagulans, B. megaterium dan B.
subtilis
b. Pada pertengahan fermentasi Staphylococcus epidermis, B. lincheniformis,
Micrococcus calpogenes
c. Pada akhir fermentasi M. varians dan M. saprophyticus
Beberapa jenis bakteri tersebut baik secara tunggal maupun bersama
akan menghasilkan enzim yang mampu mendegradasi komponen dalam tubuh
ikan dan menghasilkan senyawa yang khas pada produk kecap ikan. Jumlah
mikroba yang ada pada kecap akan berkurang dengan semakin lamanya proses
fermentasi. Hal itu terjadi karena terbentuknya asam.
Perubahan Selama Fermentasi Kecap Ikan
Selama proses fermentasi kecap ikan akan terjadi aktivitas enzim protease,
lipase dan amilase. Enzim-enzim tersebut diproduksi oleh mikroba yang berperan
dalam proses pengolahan kecap adalah enzim yang memang sudah terdapat pada
jaringan ikan yaitu tripsin, katepsin dan sebagainya.

2. Terasi
Salah satu produk olahan dari hasil perikanan sebagai usaha pemanfaatan
ikan atau udang yang berkualitas rendahadalah terasi. Terasi merupakan produk
perikanan yang berbentuk pasta. Bahan baku yang biasa digunakan untuk terasi
berkualitas baik. Sedangkan terasi bermutu rendah biasanya dibuat dari limbah
ikan, sisa ikan sortiran dengan bahan tambahan biasanya tepung tapioka atau
tepung beras, dan berbagai jenis ikan kecil (teri) atau udang kecil (rebon).
Umumnya terasi digunakan untuk campuran membuat sambal, adakalanya
digunakan pula untuk campuran pada masakan lain.
Kandungan padatan (protein, garam, Ca dan sebagainya) terasi udang
sekitar 27-30%, air 50-70% dan garam 15-20%. Sedangkan terasi yang dibuat dari
kandungan protein 2045%, kadar air 35-50%, garam 10-25% dan komponen
lemak dalam jumlah yang kecil sedangkan kandungan vitamin B 12 cukup tinggi.
Mikroba yang ditemukan pada produk akhir fermentasi dengan
penambahan garam pada ikan terutama dari jenis Micrococci dan penurunan pada
jumlah mikroba Flavobacterium, Achromobacter, Pseudomonas, Bacillus dan
Sarcina yang semula banyak terdapat pada ikan.
Mikroba yang dapat diisolasi dari terasi antara lain bakteri Micrococcus,
Aerococcus,
Corynebacterium,
Flavobacterium,
Cytophaga,
Bacillus,
Halobacterium dan Acinetobacter selain beberapa jenis kapang.
Perubahan Selama Fermentasi
Campuran garam, rebon dan bahanbahan lainnya pada pembuatan terasi
pada awalnya mempunyai nilai pH sekitar 6 dan selama proses fermentasi pH
terasi yang terbentuk akan naik menjadi 6,5, akhir setelah terasi selesai terbentuk
maka pH turun kembali menjadi 4,5. Apabila fermentasinya dibiarkan berlanjut
maka akan terjadi peningkatan pH dan pembentukan amonia. Apabila garam yang
digunakan selama fermentasi kurang ditambahkan maka campuran tersebut akan
terus berlanjut dan akan terjadi pembusukan karena amonia yang terbentuk
terdapat dalam jumlah yang besar. Hal itu dapat terjadi apabila pemberian garam
kurang dari 10%.
Selama proses fermentasi, protein terhidrolisis menjadi turunannya,
seperti protease, pepton, peptida dan asam amino. Terasi yang mempunyai kadar
air 26-42% adalah terasi yang baik, karena apabila kadar air terasi terlalu rendah,
maka permukaan terasi akan diselimuti oleh kristal-kristal garam dan tekstur terasi
menjadi tidak kenyal. Apabila kadar air terasi terlalu tinggi maka terasi akan
menjadi terlalu lunak.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemeraman atau proses fermentasi
ikan untuk terasi dapat menghasilkan aroma yang khas. Komponen aroma tersebut
berupa senyawa yang mudah menguap terdiri atas 16 macam senyawa
hidrokarbon, 7 macam alkohol, 46 macam karbonil, 7 macam lemak, 34 macam

senyawa nitrogen, 15 macam senyawa belerang, dan senyawa-senyawa


lainnya sebanyak 10 macam. Persenyawaan tersebut antara lain akan
menghasilkan bau amonia, asam, busuk, gurih dan bau-bau khas lainnya. Adanya
campuran komponen bau yang berbeda dengan jumlah yang berbeda pula akan
menyebabkan pasta ikan mempuyai bau/aroma yang khas pula menurut daerah
asal dan proses pembuatannya.Komponen cita rasa yang terdapat pada terasi dapat
dijabarkan sebagai berikut ini. Asam lemak yang bersifat volatil menyebabkan bau
keasaaman,
sedangkan amonia dan amin menyebabkan bau anyir beramonia. Senyawa
belerang sederhana seperti sulfida, merkaptan dan disulfida menyebabkan bau
yang merangsang
pada terasi. Senyawa-senyawa karbonil besar sekali
kemungkinannya dapat memberikan bau khusus yang terdapat pada hasil-hasil
perairan yang diawetkan dengan carapengeringan, penggaraman atau dengan cara
fermentasi.
Senyawa-senyawa volatil yang terdapat dalam terasi berasal dari lemak
melalui proses oksidasi dan karena adanya aktivitas mikroba. Kandungan
karbonil volatil merupakan kandungan senyawa volatil yang tersebar diantara
komponen volatil lainnya. Senyawa tersebut merupakan senyawa yang sangat
menentukan cita rasa dari terasi. Cita rasa yang ditimbulkan oleh senyawa
karbonil selain dari hasil degradasi lemak juga dapat ditimbulkan dari reaksi
pencoklatan/browning pada produk perikanan.
3. Peda
Peda merupakan produk fermentasi dengan bahan baku ikan. Pada
umumnya dibuat untuk ikan yang berkadar lemak tinggi. Selama atau pada waktu
fermentasi akan terjadi perubahan kimia antara lain proses reaksi pada lemak yang
memberikan cita rasa khas.Jenis ikan yang dapat diolah menjadi ikan peda antara
ain ikan Kembung, ikan Layang, Selar, ikan Mas, Tawes dan ikan Mujair. Tetapi
ternyata hasil yang paling memuaskan adalah ikan Kembung, baik Kembung
betina maupun jantan. Sedangkan untuk jenis ikan lainnya memiliki cita rasa yang
masih kalah dengan ikan Kembung bila diolah menjadi peda. Berdasarkan
pembuatannya dikenal dua jenis peda, yaitu peda putih dan pedamerah. Perbedaan
itu dikarenakan bahan baku yang digunakan.
Ciri-ciri peda yang baik antara lain berwarna merah segar, tekstur dagingnya
maser, pHnya 6,0-6,4, rasanya khas disebabkan adanya proses fermentasi. Pada
umunya, konsumen lebih menyukai peda yang berwarna merah. Hal ini karena
peda yang berwarna merah kandungan lemaknya tinggi yang akan memenuhi cita
rasa peda. Kandungan lemak peda merah berkisar antar 7-14% yang memberikan
rasa gurih. Warna yang kemerahan merupakan salah satu faktor disenangi oleh
konsumen. Disamping itu tekstur peda merah lebih maser dibandingkan peda

putih.
Cara pengolahan ikan peda sangat bervariasi. Walaupun demikian, pembuatan
peda mempunyai fermentasi penggunaan bahan tambahan garam dan dilakukan
secara tradisional. Tahap-tahap pengolahan peda antara lain adanya sortasi
terhadap bahan baku, proses pengaraman, fermentasi dan pematangan.
Untuk pembuatan peda secara tradisional, waktu pematangan tidak terlalu lama
sehingga cita rasa yang dihasilkan tidak terlalu tajam. Pada pembuatan peda
dalam skala laboratorium telah diadakan beberapa usaha untuk meningkatkan
mutu peda, yaitu penambahan waktu fermentasi dari tiga hari menjadi lima hari,
membersihkan ikan dengan larutan garam 10%, penambahan antibiotik dan
antioksidan, memperpanjang waktu pematangan menjadi 60 hari, menyimpan
dalam wadah plastik yang terjamin kebersihannya, memberikan tambahan
nutrisi bagi mikroba fermentasi dan penambahan starter (bibit mikroba
fermentasi) pada pembuatan peda.
Tahapan pengolahan peda
1.Sortasi terhadap bahan baku yang akan diolah, dilakukan
penyiangan dengan membuang isi perut dan insang kemudian cuci bersih agar
peda yang dihasilkan kualitasnya baik.
2.Ikan yang sudah disiangi dilakukan penggaraman 25%.
3.Disimpan dalam wadah dan disusun berlapis, kemudian ditutup dan dilakukan
proses fermentasi tahap pertama selama 1-2 hari.
4.Selanjutnya dilakukan pembongkaran dan dibersihkan dari garam, disimpan
kembali kedalam wadah dan dilakukan proses fermentasi tahap kedua agar
terbentuk cita rasa yang khas. Tahap itu disebut dengan tahap pematangan.
Pada tahap itu dapat dilakukan fermentasi selama satu minggu sampai beberapa
bulan, tergantung pada cita rasa yang diinginkan.
Mikroorganisme yang Berperan
Bakteri yang ditemukan pada ikan peda terutama dari jenis bakteri gram
positif berbentuk koki, bersifat nonmotil, hidup secara aerob atau fakultatif
anaerob, bersifat katalase positif, serta bersifat proteolitik. Disamping itu,
kebanyakan bakteri tersebut juga bersifat indol dan oksigen negatif, beberapa
diantaranya dapat mereduksi nitrat dan dapat menggunakan sitrat sebagai
sumber karbon untuk hidupnya.
Bakteri yang diisolasi dari ikan peda mempunyai sifat pertumbuhan yang
mesofilik dengan pH 6-8 dan termasuk ke dalam kelompok bakteri haloteran
sampai bakteri halofilik. Pada ikan ada bakteri yang membentuk warna
merah/orange. Kebanyakan pigmen yang terdapat pada bakteri dapat
diklasifikasikan ke dalam jenis pigmen karotenoid, antosianin, tripilrilmethen,
dan phenazin.

Mikroba yang berperan selama fermentasi peda adalah mikroba yang


berasal dari ikan itu sendiri atau dari garam yang ditambahkan. Untuk mengetahui
dengan tepat bakteri yang terdapat pada peda diperlukan identifikasi lebih lanjut.
Namun dari beberapa uji yang dilakukan maka mikroba-mikroba tersebut diduga
dari bakteri jenis Acinetobacter, Flavobacterium, Cytophaga, Halobacterium
atau Halococcus yang termasuk dalam bakteri gram negatif. Sedangkan untuk
bakteri gram positif diduga dari jenis Micrococcus, Staphylococcus dan
Corynebacterium.
Perubahan Selama Fermentasi Peda
Peda yang baik adalah peda yang berwarna merah, teksturnya maser,
dan mengandung nutrisi yang cukup tinggi, Mutu peda tersebut sangat
dipengaruhi oleh jenis ikan yang digunakan, cara pengolahan, dan cara
penyimpanannya.
Selama proses fermentasi terjadi penurunan kadar air akibat penambahan garam
yang sifatnya menarik air bahan.
Pada fermentasi tahap I, penambahan garam penurunan kadar air tinggi sampai
waktu tertetu, dan tidak terjadi lagi penurunan kadar air hingga kadar airnya
stabil.Garam yang masuk kedalam daging ikan akan menyebabkan terjadinya
perubahan kimia dan fisik terutama protein. Garam akan mendenaturasi protein
dan mengakibatkan koagulasi. Akibat dari proses itu, air akan keluar dari tubuh
ikan dan daging ikan akan mengkerut.Pada fermentasi tahap II akan terjadi
pemecahan protein,lemak dan komponen lainnya. Pada tahap itu enzim yang
berperan adalah enzim yang berasal dari jaringan ikan. Aktivitas enzim
selanjutnya akan merangsang aktivitas yang dihasilkan oleh mikroba. Selama
fermentasi, asam-asam amino akan mengalami peningkatan akibat adanya
pemecahan protein selama fermentasi. Pemecahan disebabkan oleh enzim
proteolitik yang terdapat dalam jaringan itu sendiri dan enzim yang dihasilkan
oleh mikroba.
Enzim proteolitik yang terdapat dalam jaringan tubuh ikan terutama terdapat
dalam saluran pencernaan, yaitu bagian pilorik caecum dan lendir usus. Pada
pembuatan peda apabila bagian-bagian tersebut dihilangkan maka kandungan
enzim proteolitik dari jaringan ikan jauh berkurang dan yang banyak aktif adalah
enzim dari aktivitas mikroba. Enzim proteolitik dari bakteri terutama dihasilkan
oleh bakteri yang bersifat halofilik.
Adanya air mengakibatkan proses penguraian lemak menjadi asam
lemak dan gliserol dapat berjalan dengan baik. Enzim lipase yang aktif dapat
berasal dari jaringan otot dan adiposa, juga berasal dari bakteri.Hasil degradasi
protein dan lemak dapat menghasilkan senyawa cita rasa, bau khas pada peda
disebabkan karena adanya senyawa metil keton, butil aldehid. Selain itu,
kandungan asam amino nitrogen yang tinggi juga dapat mempengaruhi cita rasa

peda.
Konsistensi maser pada peda sangat dipengaruhi oleh kandungan lemak yang
tinggi dan adanya enzim proteolitik yang akan mengubah tekstur ikan sehingga
menjadi maser.
Sedangkan warna merah pada peda selain disebabkan bahan baku, enzim dari
bakteri disebabkan pula karena selama fermentasi terjadi interaksi antara karbonil
yang berasal dari oksidasi lemak dengan gugus asam amino dan protein.
4. Salami
Salami berasal dari kata suh-lah-mee. Salami merupakan famili produk sosis
fermentasi kering, dikemas dengan casing berdiameter agak besar, bentuk
adonannya kasar, memiliki flavor tertentu (terutama bawang putih), dan dapat
langsung dikonsumsi tanpa dimasak (Herbest, 1995). Jenis salami yang terdapat
di pasar antara lain,Lola,B. C. Salami, milano, dan lain-lain. Salami merupakan
sosis fermentasi yaitu hasil olahan daging lumat yang dicampur dengan bumbubumbu atau rempah-rempah kemudian dimasukkan ke dalam pembungkus atau
casing. Salami biasanya terbuat dari daging cincang, lemak hewan, ternak dan
rempah, serta bahan-bahan lain yang ditambahkan bakteri asam laktat dan melalui
proses pengasapan (Wikipedia, 2010a).
Daging Sapi
Daging adalah semua bagian tubuh ternak yang dapat dan wajar dimakan
termasuk jaringan-jaringan dan organ tubuh bagian dalam seperti hati, ginjal, dan
lain-lain. Soeparno (1994) mendefinisikan sebagai semua jaringan hewan dan
semua produk hasil pengolahan jaringan tersebut yang sesuai untuk dimakan serta
tidak menimbulkan gangguan kesehatan bagi yang memakannya. Dengan
didasarkan pada definisi tersebut maka organ-organ dalam (jeroan) dan produk
olahan seperti corned termasuk dalam kategori daging. Namun demikian sering
dalam kehidupan sehari-hari yang disebut dengan daging adalah semata-mata
jaringan otot, meskipun benar bahwa komponen utama penyusun daging adalah
otot, tetapi tidaklah sama otot dengan daging.
Lemak
Kadar lemak mempengaruhi keempukan, jus daging dan kelezatan sosis. Lemak
juga melayani fase dispersi (diskontinu) emulsi daging. Kadar lemak bervariasi
diantara daging atau hasil sisa, sehingga bisa menimbulkan masalah lemak nonemulsi. Lemak yang tidak teremulsi harus diusahakan minimum. Emulsi dari
lemak sapi cenderung lebih stabil daripada lemak babi, karena lemak sapi
mengandung lebih banyak asam-asam lemak jenuh, dapat dilumatkan pada

temperatur yang lebih tinggi, sedangkan lemak babi lebih mudah mencair pada
temperatur yang lebih rendah. Sosis masak harus mengandung lemak lebih dari
30% (Kramlich, 1971; Judge et al., 1989).
Gula
Penggunaan gula dalam produk yang difermentasi merupakan sumber karbohidrat
dalam proses fermentasi untuk pembentukan asam laktat. Gula akan difermentasi
menjadi asam laktat oleh bakteri asam laktat menghasilkan produk fermentasi
dengan flavour yang tajam. Di samping itu, gula juga berperan dalam
pembentukan citarasa dan tekstur sosis fermentasi (Lucke, 1997).
Garam dan Nitrit
Nitrit Pokeln Saltz (NPS) merupakan campuran garam dapur (NaCl) dan Nitrit
(NaNO2) dengan komposisi masing-masing 99,5% dan 0,5%. Garam dapat
memperbaiki sifat produk daging dengan cara mengekstraksi protein miofibril
dari sel otot selama perlakuan mekanis (misalnya saat penggilingan daging).
Garam juga berinteraksi dengan protein sehingga terbentuk matriks yang kuat
untuk menghasilkan tekstur produk yang baik (Bacus, 1984). Buege (2001)
menyatakan bahwa penambahan nitrit menyebabkan sosis berwarna cokelat (lebih
tua dari merah) dan meningkatkan flavour dan menghambat pertumbuhan
mikroorganisme. Hammes et al. (2003) menambahkan, bahwa penggunaan nitrit
dan garam dalam adonan sosis berfungsi untuk perkembangan wana, pencegahan
proses autooksidasi yang memacu ketengikan dan berkontribusi mempertahankan
bakteri Gram positif (Lactobacillus dan bakteri coccus non patogen katalase
positif).
Bawang Putih
Bawang putih memiliki aroma yang kuat dan tajam, tetapi hampir tidak berbau
jika belum dimemarkan dan dipotong-potong (Farrell, 1990). Bawang ptuih dapat
digunakan sebagai bahan pengawet karena bersifat bakteriostatik yang disebabkan
oleh adanya zat aktif alicin yang sangat efektif terhadap bakteri, selain itu bawang
putih mengandung scordinin, yaitu senyawa komplek thioglisidin yang bersifat
antioksidan (Palungkun dan Budhiarti, 1995).

Ketumbar
Ketumbar adalah rempah-rempah kering berbentuk bulat dan berwaarna kuning
kecoklatan, memiliki rasa gurih dan manis, berbau harum, dan dapat
membangkitkan kesan sedap di mulut (Farrell, 1990). Ketumbar memiliki aroma
rempah-rempah dan terasa pedas. Minyak dari biji ketumbar terutama
mengandung d-linalol, stironelol, bermacam-macam ester, keton, dan aldehida.
Jahe
Jahe memiliki aroma yang harum dan rasa yang pedas. Rimpang jahe
mengandung minyak atsiri yang menimbulkan aroma khas jahe, diantaranya
zingberene, curcumine, philandren, dan sebagainya. Jahe juga mengandung
gingerols dan shogaols yang menimbulkan rasa pedas (Muchtadi dan Sugiyono,
1992). Jahe mampu menutupi bau beberapa flavor dan memberikan kesegaran
terhadap bahan pangan.
Pala
Pala (Myristica fragrans) merupakan tumbuhan berupa pohon yang berasal dari
kepulauan Banda, Maluku. Tumbuhan ini berumah dua (dioecious) sehingga
dikenal pohon jantan dan pohon betina. Daunnya berbentuk elips langsing.
Buahnya berbentuk lonjong seperti lemon, berwarna kuning, berdaging dan
beraroma khas karena mengandung minyak atsiri pada daging buahnya. Bila
masak, kulit dan daging buah membuka dan biji akan terlihat terbungkus fuli yang
berwarna merah. Satu buah menghasilkan satu biji berwarna coklat. Biji pala
mengandung minyak atsiri 7-14%. Bubuk pala dipakai sebagai penyedap untuk
roti atau kue, puding, saus, sayuran, dan minuman penyegar (seperti eggnog).
Minyaknya juga dipakai sebagai campuran parfum atau sabun (Wikipedia,
2010b).
Kultur Starter L. Plantarum
Kultur starter adalah strain mikroorganisme yang telah diseleksi dan diketahui
dapat melakukan aktivitas metabolisme yang dapat memperbaiki karakteristik
bahan yang difermentasi. Biasanya jumlah bakteri terkontrol yang dtambahkan ke
dalam makanan mentah sekitar cfu/ml (Ray, 2001).
Bakteri asam laktat yang digunakan sebagai kultur starter harus dapat memenuhi
kriteria yaitu 1) mampu bersaing dengan mikroorganisme lain, 2) memproduksi
asam laktat secara cepat, 3) mampu tumbuh pada konsentrasi garam kurang dari

6%, 4) mampu bereaksi dengan dengan konsentrasi kurang dari 100 mg/kg, 5)
mampu tumbuh pada suhu antara 15-40C, 6) termasuk bakteri homofermentatif,
7) tidak menghasilkan peroksida dalam jumlah besar, 8) dapat mereduksi nitrit
dan nitrat, 9) dapat meningkatkan flavour produk akhir, 10) tidak memproduksi
senyawa asam amino, 11) dapat membunuh bakteri pembusuk dan patogen , dan
12) bersifat sinergis dengan senyawa starter lain (Vernam dan Sutherland, 1995).
Lactobacillus plantarum merupakan bakteri homofermentatif (Fardiaz, 1992).
Lactobacillus plantarum adalah jenis Lactobacillus yang bersifat anaeobik
fakultatif dengan potimal pertumbuhan 30-35% dan pH minimumnya 3,34
(Bacus, 1984). Karakteristik Lactobacillus plantarum adalah berbentuk batang
pendek dengan ujung melingkar, membentuk koloni rantai pendek, Gram positif
dan katalase negatif (Hidayati, 2006).
FERMENTASI PADA BUAH ANGGUR
Anggur (atau populernya disebut wine) adalah minuman beralkohol yang
dibuat dari sari anggur jenis Vitis vinifera yang biasanya hanya tumbuh di area 30
hingga 50 derajat lintang utara dan selatan.
Anggur dibuat melalui fermentasi gula yang ada di dalam buah anggur. Ada
beberapa jenis minuman anggur yaitu, Red Wine, White Wine, Rose Wine,
Sparkling Wine, Sweet Wine, dan Fortified Wine:

Red Wine adalah wine yang dibuat dari anggur merah (red grapes).
Beberapa jenis anggur merah yang terkenal di kalangan peminum wine di
Indonesia adalah merlot, cabernet sauvignon, syrah/shiraz, dan pinot noir.

White Wine adalah wine yang dibuat dari anggur putih (white grape).
Beberapa jenis anggur hijau yang terkenal di kalangan peminum wine di
Indonesia adalah chardonnay, sauvignon blanc, semillon, riesling, dan
chenin blanc.

Rose Wine adalah wine yang berwarna merah muda atau merah jambu
yang dibuat dari anggur merah namun dengan proses ekstraksi warna yang
lebih singkat dibandingkan dengan proses pembuatan Red Wine. Di daerah
Champagne, kata Rose Wine mengacu pada campuran antara White Wine
dan Red Wine.

Sparkling Wine adalah wine yang mengandung cukup banyak gelembung


karbon dioksida di dalamnya. Sparkling Wine yang paling terkenal adalah

Champagne dari Prancis. Hanya Sparkling Wine yang dibuat dari anggur
yang tumbuh di desa Champagne dan diproduksi di desa Champagne yang
boleh disebut dan diberi label Champagne.

Sweet Wine adalah wine yang masih banyak mengandung gula sisa hasil
fermentasi (residual sugar) sehingga membuat rasanya menjadi manis.

Fortified Wine adalah wine yang mengandung alkohol lebih tinggi


dibandingkan dengan wine biasa (antara 15% hingga 20.5%). Kadar
alkohol yang tinggi ini adalah hasil dari penambahan spirit pada proses
pembuatannya.

Proses Fermentasi
Fermentasi wine adalah proses dimana juice anggur bersama-sama dengan bahan
yang lain yang diubah secara reaksi biokimia oleh khamir dan menghasilkan wine.
Bahan untuk proses fermentasi adalah gula ditambah khamir yang akan
menghasilkan alkohol dan CO2. CO2 akan dilepaskan dari campuran wine menuju
udara dan alkohol akan tetap tinggal di fermentor. Jika semua gula buah sudah
diubah menjadi alkohol atau alkohol telan mencapai sekitar 15% biasanya
fermentasi telah selesai atau dihentikan. Selama fermentasi sering ditambahkan
nitrogen dan mikro nutrien guna mencegah produksi gas H2S. Jika gas ini muncul
akan menyebabkan bau yang tidak enak.
Selama fermentasi, cairan yang dihasilkan disebut must. Guna mencegah
tumbuhnya bakteri pada must maka dilakukan pengadukan. Must mulai
bergelembung pada jam ke 8 20. Tahap awal proses fermentasi ini pada red wine
adalah 5 10 hari, white wine 10 15 hari. Setelah tahap awal ini dilanjutkan
tahap kedua.
Dalam tahap kedua fermentasi, wine dipindahkan ke fermentor yang tidak boleh
adanya oksigen masuk. Pada tahap ini akan dihasilkan alkohol dalam kadar yang
lebih tinggi. Tergantung dari bahan yang digunakan, wine dapat berasa lebih
manis atau alkohol dan ini akan mempengaruhi pada harga di pasar.

Anda mungkin juga menyukai