Anda di halaman 1dari 11

LAPORAN PRAKTIKUM BIOTEKNOLOGI

PEMBUATAN TAUCO
Disusun untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah
Praktikum Bioteknologi

Dosen Pengampu:
Asrianty Mas’ud, S. Si., M. Pd.

Disusun Oleh:
Kelompok 4
Subagja Burhaanuddin (1202060101)
Syahrani Makarimal A. (1202060103)
Vania Nabilah Tsani (1202060108)
Yepi Diki Naufal (1202060111)
Zahra Mutiara Rahma (1202060118)
Ziyan Hasanah N.K. (1202060113)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI


JURUSAN PENDIDIKAN MIPA
FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN GUNUNG DJATI
BANDUNG
2023
Judul Praktikum : Pembuatan Tauco
Waktu Praktikum :
Tanggal, Hari : Selasa, 13 Juni 2023, Pukul 07:30-09:00 WIB
Tempat : Rumah/kosan (mengamati video)
Tujuan Praktikum :
1. Untuk mengetahui proses pembuatan tauco.
2. Untuk mengetahui mikroorganisme yang berperan dalam pembuatan tauco
dan proses fermentasinya.
3. Untuk menganalisis dan menyimpulkan hasil produk pembuatan tauco yang
telah dibuat.

A. Landasan Teori
Bioteknologi adalah ilmu pemanfaatan sistem kehidupan dan organisme
untuk mengembangkan atau membuat produk baru dengan memanfatkan
makhluk hidup atau hasil turunannya untuk menghasilkan atau memodifikasi
produk atau proses untuk penggunaan tertentu (Wardani, dkk, 2017).
Bioteknologi pangan adalah bagian dari bioteknologi putih (white
biotechnolog) yang mempelajari tentang pemanfaatan berbagai jenis mikroba
atau mikroorganisme yang menguntungkan yang bertujuan untuk menghasilkan
produk bahan pangan manusia. Bioteknologi pangan memanfaatkan
mikroorganisme untuk melakukan pengelolaan makanan dengan mengubah
bahan makanan menjadi bentuk lain. Bioteknologi dalam bidang pangan
merupakan cabang ilmu yang mempelajari pemanfaatan makhluk hidup
(bakteri, fungi dan lainnya) maupun produk dari makhluk hidup (enzim,
alkohol) dalam proses produksi untuk menghasilkan bahan pangan. Fermentasi
atau peragian adalah proses produksi energi dalam sel dengan keadaan
anaerobik (tanpa oksigen) yang menghasilkan perubahan biokimia organik
melalui aksi enzim. (Habibi, Najafi, 2006).
Tauco adalah produk olahan kedelai berbentuk pasta yang berwarna kuning
kecoklatan, rasanya agak asin dibuat dengan cara fermentasi. Tauco berfungsi
sebagai penyedap makanan khususnya dalam hidangan Cina dan makanan di
beberapa daerah di Indonesia. Tauco memiliki kadar garam yang cukup tinggi
(lebih dari 15%) sehingga membuatnya tahan disimpan dalam waktu yang lama.
Jenis tauco ada dua macam yaitu bentuk kering dan bentuk basah, sedangkan
dari rasanya dibedakan atas tauco yang asin dan yang manis. Perbedaannya
terletak dari jumlah air dan banyaknya gula yang ditambahkan (Murdijati,
Gardjito, 2013).
Bahan baku utama yang digunakan dalam pembuatan tauco adalah kedelai
(kedelai hitam, kedelai putih, maupun kedelai kuning). Sedangkan bahan
pelengkap lainnya adalah garam, gula, bumbu, dan tepung (tepung beras,
tepung ketan, atau tepung jenis lainnya). Tepung sebagai sumber karbohidrat
ditambahkan untuk meningkatkan kadar pati yang berperan sebagai media
pertumbuhan kapang serta menambah cita rasa dan aroma yang disebabkan oleh
terbentuknya asan-asam organik, alkohol, dan senyawa lainnya. Umumnya
pembuatan tauco terdiri dari tiga tahapan penting. yaitu tahapan persiapan,
tahapan fermentasi oleh kapang, dan tahapan fermentasi dalam larutan garam
(Astawan, 2009).
Tauco diproduksi dengan teknik fermentasi (Sumi dan Yatagai, 2006).
Fermentasi merupakan cara untuk memproduksi berbagai produk yang
menggunakan biakan mikroba melalui aktivitas metabolisme baik secara aerob
maupun anaerob (Achi, 2005). Meskipun kandungan protein tauco cukup
tinggi, tauco tidak dapat digunakan sebagai sumber protein dalam makanan
secara langsung karena biasanya hanya dimakan dalam jumlah kecil, yaitu
sebagai bumbu dalam makanan ataupun sebagai saus (Suwarno, 2003), bumbu
(condiment) ataupun sebagai penyedap rasa (flavoring agent) (Indriani, 2009).
Tauco (bentuk baku:taoco) adalah bumbu makanan yang terbuat dari biji
kedelai (Glycine max) yang telah direbus, dihaluskan dan diaduk dengan tepung
terigu kemudian dibiarkan sampai tumbuh jamur (fermentasi). Fermentasi tauco
direndam dengan air garam, kemudian dijemur pada terik matahari selama
beberapa minggu sampai keluar aroma yang khas tauco atau rendaman berubah
menjadi warna coklat kemerahan. Pada pertengahan prosesnya, rendamannya
sering mengeluarkan bau yang menyengat seperti ikan busuk/bau terasi
(Daulay, dkk., 2023).
Tauco merupakan salah satu makanan tradisional warisan nenek moyang
bangsa Indonesia. Tauco ini cukup populer di daerah Jawa Barat. Tauco terbuat
dari kedelai, berbentuk pasta dengan variasi warna dari kuning hingga
kecokelatan, dan memiliki rasa yang khas. Proses pembuatan tauco dilakukan
dengan cara fermentasi dan melibatkan 2 proses fermentasi, yaitu fermentasi
kapang (fermentasi pertama) dan fermentasi garam (fermentasi kedua).
Fermentasi pertumbuhan kapang atau mikroorganisme dilakukan selama 3-
6 hari dengan bantuan Aspergillus oryzae atau Aspergillus soyae. Selama
fermentasi kapang, enzim yang dihasilkan protease, amilase dan lipase yang
masing-masing akan berperan dalam menguraikan protein, karbohidrat, dan
lipid dalam biji kedelai. Proses proteolisis akan menghasilkan peptida, pepton,
dan asam amino bebas. Lipid akan dihidrolisis menjadi asam-asam lemak.
Selain itu, diproduksi juga asam laktat, suksinat dan fosfat. Semua komponen
tersebut sangat berperan dalam pembentukan cita rasa khas tauco. Fermentasi
kedua yaitu fermentasi garam dilakukan oleh bakteri dan khamir yang bersifat
tahan garam. Fermentasi selama 21-30 hari dalam larutan garam 20% (200 gram
garam dalam 1 liter air) pada suhu 37-42°C merupakan kondisi optimal untuk
menghasilkan tauco terbaik (Astawan, 2009).
Proses pembuatan tauco hampir sama dengan pembuatan kecap. Perbedaan
proses antara pembuatan tauco dan kecap terletak pada proses pengambilan
sarinya. Pada pembuatan kecap, yang diambil adalah sari dari kedelai yang telah
difermentasi sementara pada pembuatan tauco, biji kedelai yang telah
difermentasi diproses lebih lanjut dengan penambahan bumbu untuk menjadi
tauco siap konsumsi. Beberapa penelitian telah dilakukan untuk menentukan
nilai gizi tauco. Penelitian yang dilakukan oleh Krisnadi (2003) menunjukkan
bahwa tauco mengandung energi sebesar 166 kilo kalori, protein 10.4 gram,
karbohidrat 24,1 gram, lemak 4.9 gram, kalsium 55 miligram, fosfor 365
miligram, dan zat besi 1 miligram. Selain itu di dalam tauco juga terkandung
vitamin A sebanyak 23 IU dan vitamin B1 0,05 miligram. Hasil yang didapat
dari penelitian terhadap 100 gram Tauco, dengan jumlah bagian yang dapat
dikonsumsi (porsi yang dapat dimakan) sebanyak 100%.
Salah satu komponen penting dalam tauco yaitu antioksidan. Isoflavon pada
tauco terdapat dalam bentuk isoflavon aglikon (bebas) yang aktif dalam jumlah
melimpah (Chen dan Wei, 2008). Berdasarkan penelitian Rosida (2014), tauco
mengandung senyawa daidzein dan genistein. Kedua isoflavon ini mampu
membantu menurunkan osteoporosis (Angulo et al., 2008), menurunkan kadar
kolesterol darah (Achi, 2005), menghambat perkembangan selsel kanker dan
angiogenesis (Amirthaveni dan Vijaylakshmi, 2000), membantu pengobatan
gejala menopouse (Ananda, 2009), dan berbagai manfaat lainnya.

B. Alat dan Bahan


Tabel 1. Alat yang Digunakan dalam Pembuatan Tauco
No. Alat Jumlah Kegunaan
1. Untuk wadah memanaskan dan
Panci 1 buah
merebus bahan tauco.
2. Untuk memanaskan dan merebus
Kompor 1 buah
bahan tauco dalam panci.
3. Baskom 1 buah Untuk wadah pencucian kedelai
4. Pengaduk 1 buah Untuk mengaduk tauco saat dimasak
5. Wadah dan
1 buah Untuk wadah fermentasi.
Penutupnya

Tabel 2. Bahan yang Digunakan dalam Pembuatan Tauco


No. Bahan Jumlah Kegunaan
1. Kedelai 500 Sebagai bahan dasar pembuatan
gram tauco.
2. Ragi Tempe 25 gram Untuk agen fermentasi tauco.
3. Tepung Ketan 25 gram Untuk bahan campuran fermentasi.
4. Tepung Beras 25 gram Untuk bahan campuran fermentasi.
5. Garam 100 Untuk bahan campuran fermentasi.
gram
6. Gula Aren 150 Untuk bahan campuran fermentasi.
gram
7. Air 1 liter Untuk bahan campuran fermentasi.
C. Langkah Kerja

Alat dan bahan disiapkan Kedelai dicuci bersih lalu


terlebih dahulu. direndam dengan air hingga 12
jam.

Kedelai yang sudah dibuang Kedelai dikupas kulitnya dan


kulitnya kemudian direbus dicuci kembali.
selama 30 menit.

Air rebusan dibuang dan Tepung beras dan ketan


didinginkan. disangrai kemudian
dicampurkan dengan ragi
tempe.
Akan muncul jamur, kemudian Bahan yang disangrai
kedelai dijemur hingga kering. dicampurkan dengan kedelai.
Lalu diperam hingga 3 hari.

Disiapkan air garam dan Setelah diperam, dimasak


kedelai fermentasi dengan 250 mL air hingga
dicampurkan didalamnya. Lalu tidak berbuih dan mendidih.
diperam kembali selama 4
minggu.

Rebusan fermentasi kedelai Gula merah dicairkan dengan


dicampurkan dan diaduk 250 mL.
hingga mendidih dan kental.
Lalu tauco siap dibotolkan.
D. Hasil Pengamatan
Tabel 3. Hasil Pengamatan Pembuatan Tauco
Tekstur Warna Dokumentasi
Sebelum Sesudah Sebelum Sesudah Sebelum Sesudah
Kacang kedelai Kacang
belum kedelai sudah
mengembang mengembang
dan masih dan tekstur Kuning Coklat
keras, air gula empuk, air
belum gula mulai
mengental. mengental.

E. Pembahasan
Berdasarkan hasil pengamat pada produk olahan tauco adanya perubahan
setelah dilakukan fermentasi. Dimana saat kedelai belum difermentasi
bentuknya, masih belum mengembang, tidak menyatu dan dari segi tekstur
masih kasar. Sedangkan setelah dilakukan fermentasi yaitu diberi ragi terlihat
tekstur kedelai mulai mengembang, saling menyatu dan lebih lengket. Dimana
diketahui kedelai mengembang ini akibat dari proses perendaman dan juga
perebusan. Menurut Eni Harmayani, dkk., (2019) bahwasannya selama proses
perendaman ini terjadi fermentasi asam laktat yang menyebabkan penurunan
pH 5.0 yang mempengaruhi proses fermentasi nantinya, hal ini sesuai dengan
pernyataan menurut Dedin F. Rosida dkk (2014) bahwasanya terjadi penurunan
pH selama fermentasi ini dapat menciptakan kondisi yang cocok untuk aktivitas
enzim protease, selama waktu fermentasi ini enzim protease akan mendegradasi
protein menjadi komponen-komponen yang sederhana dan mudah larut dalam
air, sehingga semakin banyak proporsi kedelai dan semakin lama waktu
fermentasi menyebabkan semakin tinggi jumlah kadar protein terlarutnya.
Selain itu, proses perendaman dengan larutan garam ini menyebabkan adanya
perubahan biokimia dengan adanya enzim endogenous. Sedangakan pada
proses perebusan dilakukan untuk memudahkan miselia jamur menembus ke
dalam biji, melunakkan biji, serta mempermudah hidrolisis lemak dan
karbohidrat oleh enzim-enzim jamur (Harmayani, dkk., 2019).
Sedangkan hasil pengamatan jika dilihat dari segi warna terlihat bahwa
sebelum dilakukan fermentasi tauco berwarna putih kekuningan sedangkan
setelah fermentasi menjadi coklat sedikit tua. Menurut Larasati (2017)
bahwasannya semakin tinggi jumlah proporsi kedelai yang ditambahkan, maka
semakin tinggi penilaian terhadap tauconyang dihasilkan karena semakin
banyak proporsi kedelai maka akan menghasilakn tauco berwarna coklat.
Warna coklat ini dihasilkan dari pigmen gula merah yang ditambahkan.
Sehingga semakin lama waktu fermentasi akan menyebabkan protein semakin
banyak terurai oleh enzim protease yang dihasilakn oleh kapang menjadi asam-
asam amino. Asam amino bebas yang terbentuk ini dapat bereaksi dengan gula
menghasilkan pigmen coklat (Rosida, 2014).
Berdasarkan hasil penelitian Djayasupena (2014) menunjukkan hasil tauco
yang mempunyai kualitas terbaik ditinjau berdasarkan larutan garam natrium
klorida yang diberikan. Tauco dengan kadar protein dan lemak yang terbaik
terdapat pada perlakuan larutan garam natrium klorida 20% (b/v) masing-
masing sebesar 33,19 dan 18,37%. Ini membuktikan bahwa adanya hubungan
antara kadar gizi dengan potensi tauco sebagai pangan fungsional. Aktivitas
antioksi dan yang tinggi dalam menginhibisi radikal bebas yaitu dengan nilai
IC502,96 ppm pada fraksi air yang terdapat dalam tauco larutan garam natrium
klorida 10%.
Selain itu jika diamati terlihat bahwa pada prosesnya melalui tahap
pengupasan yang bertujuan untuk menghilangkan senyawa anti jamur yang
dikhawatirkan akan mengganggu proses fermentasi. Dan diketahui substrat ini
ditumbuhi jamur saat fermentasi kapang (Djayasupena, dkk., 2014). Sedangkan
untuk ferementasi garam terlihat kedelai ini direndam dengan air garam yang
bertujuan sebagai media relektif bagi pertumbuhan mikroba halofilik sehingga
tauco ini dapat lebih awet dan tahan lama (Abdullah dkk, 2013).
F. Kesimpulan
Berdasarkan praktikum pembuatan produk tauco yang telah dilakukan
melalui pengamatan video maka dapat disimpulkan bahwa:
1. Pembuatan tauco dilakukan secara fermentasi anaerob dengan peralatan
yang cukup sederhana yaitu dengan cara merendam biji kedelai
semalam, selanjutnya direbus sampai matang dan ditiriskan. Setelah
dingin diinokulasikan ragi tauco dan diperam selama 3-4 hari. Hasil
penempean ini kemudian direndam dalam larutan garam 20 persen dan
diinkubasi selama 5-7 hari. Cairan yang diperoleh dipisahkan dan
direbus dengan menambahkan bumbu dan gula aren. Produk tauco
sudah bisa dibotolkan.
2. Mikroorganisme yang berperan dalam proses fermentasi pembuatan
tauco adalah Aspergillus oryzae atau Aspergillus soyae. Selama
fermentasi kapang, enzim yang dihasilkan protease, amilase dan lipase
yang masing-masing akan berperan dalam menguraikan protein,
karbohidrat, dan lipid dalam biji kedelai.
3. Hasil produk tauco yang dibuat memiliki tekstur yang empuk atau
kacang kedelainya sudah melunak, kacang kedelai mengembang, dan air
gula yang mengental. Selain itu, aroma yang dihasilkan seperti aroma
tauco pada umumnya dan memiliki warna coklat. Sehingga dapat
dikatakan bahwa tauco yang dibuat berhasil.
DAFTAR PUSTAKA

Abdullah, S. (2017). Pengaruh Konsentrasi Starter dan Konsentrasi Larutan Garam


pada Percobaan Ferementasi Biji Nangka menjadi Tauco. Seminar Nasional
Sains dan Teknologi, hlm 3.

Aprillia dan Lestari. (2021). Tauco, Perpaduan Rasa yang Eksotis. Khasanah Ilmu:
Jurnal Parawisata dan Budaya, Vol. 12, No. 2: 106-114.

Astawan, Made. (2009). Sehat Dengan Hidangan Kacang & Biji-bijian. Jakarta:
Penebar Swadaya.

Daulay, dkk. (2023). Percobaan Fermentasi Kacang Kedelai (Glycine max (L)
Merril) sebagai Tauco dengan Berbagai Jenis Tepung di Medan. Jurnal
Pendidikan dan Konseling, Vol. 5, No. 1: 2244-2251.

Djajasoepena, GS Korinna, SD Rachman. (2014). Potensi Tauco Sebagai Pangan


Fungsional. Jatinangor: Departemen Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam Universitas Padjadjaran.

Habibi, Najafi. M., B. (2006). Food Biotechnology and Its Impact on Our Food
Supply. Globul Jounal of Biotechnology & Biochemistry, Vol. 1, No. 1:22-
27.

Harmayani, E., dkk. (2019). Makanan Tradisional Indonesia. Yogyakarta: Gadjah


Mada University Press.

Larasati, Nadila. (2017). Studi Aktivitas Antioksidan dan Karakteristik Fisiko


Kimia Tauco yang Beredar di Kota Malang, Jawa Timur. Jurnal Pangan
dan Agroindustri, Vol. 5, No. 2: 85-95.

Maulana, Y. (2019). Proses Pembuatan Tempe. Tangerang: Loka Aksara.

Murdijati, Gardjito. (2013). Bumbu Penyedap, dan Penyerta Masakan Indonesia.


Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Anda mungkin juga menyukai